FORMULASI, KANDUNGAN GIZI, DAN DAYA TERIMA COOKIES GANYONG GALOHGOR UNTUK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II
AULIA RATNADIANTI SUHARJO
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
2
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Formulasi, Kandungan Gizi, dan Daya Terima Cookies Ganyong Galohgor untuk Penderita Diabetes Melitus Tipe II adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2016
Aulia Ratnadianti S NIM. I14120063
ABSTRAK AULIA RATNADIANTI SUHARJO. Formulasi, Kandungan Gizi, dan Daya Terima Cookies Ganyong Galohgor untuk Penderita Diabetes Melitus Tipe II. Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA. Penatalaksanaan terapi tanpa obat pada penderita diabetes melitus dilakukan dengan cara pengaturan pola makan. Pemilihan bahan pangan yang tepat dapat membantu menurunkan kadar glukosa darah. Penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan produk cookies ganyong galohgor sebagai kudapan sehat bagi penderita diabetes melitus tipe II. Rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan acak lengkap dengan empat taraf formula, yaitu F0 (kontrol), F1 (12.5% tepung ganyong, 0% ekstrak galohgor), F2 (10% tepung ganyong, 2.5% ekstrak galohgor), dan F3 (0% tepung ganyong, 2.5% ekstrak galohgor). Cookies ganyong galohgor (F2) memiliki tingkat penerimaan mencapai 82%. Kandungan gizi (F2) cookies ganyong galohgor adalah 5.3% (b/b), abu 2.4% (b/k), lemak 26.8% (b/k), protein 2.4% (b/k), serat kasar 3.1% (b/k), dan karbohidrat 63.1% (b/k). Total flavonoid pada cookies ganyong galohgor mencapai 22 mg quercetin equivalen/100 gram. Cookies ganyong galohgor dalam satu kali sajian (40 gram) mampu memenuhi 12.9% energi, 1.5% protein, 30.5% lemak, 4.9% serat, dan 10.2% karbohidrat kebutuhan wanita berusia 50-64 tahun. Kata kunci: diabetes melitus, cookies, galohgor, ganyong, ABSTRACT AULIA RATNADIANTI SUHARJO. Formulation, Nutrient Contents, and Acceptability of Ganyong Galohgor Cookies for Diabetes Mellitus Type II Patients. Supervised by KATRIN ROOSITA Procedur of non-drugs therapy in diabetes melitus patients means of dietary adjusments. Selection of right foods can reduce blood glucose levels. The aim of this study was to develop ganyong galohgor cookies as a healthy snack for diabetes mellitus patients. Study design was Complete Randomized Design. This study using four formula levels F0 (control), F1 (12.5% ganyong flour, 0% galohgor extract), F2 (10% ganyong flour, 2.5% galohgor extract), and F3 (0% ganyong flour, 2.5% galohgor extract). Ganyong galohgor cookies had 82% acceptance level. Nutrient contents and characteristics of ganyong galohgor cookies were as follows 5.3% (w/w) moisture, 2.4% (d/w) ash, 26.8% (d/w) fat, 2.4% (d/w) protein, 3.1% (d/w) crude fiber, and 63.1% (d/w) carbohydrate. The flavonoid value of ganyong galohgor cookies was 22 mg quercetin equivalent/100 g. Ganyong galohgor cookies in one serving size (40 grams) might contribute 12.9% energy, 1.5% protein, 30.5% fat, 4.9% fiber and 10.2% carbohydrate for woman aged 50-64 years. Keyword: diabetes mellitus, cookies, ganyong, galohgor
4
FORMULASI, KANDUNGAN GIZI, DAN DAYA TERIMA COOKIES GANYONG GALOHGOR UNTUK PENDERITA DIABETES MELITUS TIPE II
AULIA RATNADIANTI SUHARJO
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Program Studi Ilmu Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2016
Judul Skripsi Nama NIM
: Formulasi, Kandungan Gizi, dan Daya Terima Cookies Ganyong Galohgor untuk Penderita Diabetes Melitus Tipe II : Aulia Ratnadianti Suharjo : I14120063
Disetujui oleh
Dr. Katrin Roosita, S.P., M.Si Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Rimbawan Ketua Departemen
Tanggal Lulus
:
6
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2015 sampai dengan Mei 2015 ini ialah pengembangan produk dengan judul Formulasi, Kandungan Gizi, dan Daya Terima Cookies Ganyong Galohgor Untuk Penderita Diabetes Melitus Tipe II. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi dari Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyampaikan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah mendukung dan membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. Penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Dr. Katrin Roosita, SP, M.Si sebagai dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik yang senantiasa membimbing penulis dan memberikan nasihat-nasihat yang sangat berguna bagi penulis dalam penulisan karya ilmiah ini. 2. Dr. Ir. Sri Anna Marliyati, M.Si selaku dosen pemandu seminar dan penguji skripsi yang telah memberikan arahan dan nasihat yang sangat membantu penulis dalam penyempurnaan penulisan karya ilmiah ini. 3. Keluarga tercinta, Budi Suharjo (Ayah), Rina Bogidarmanti (Ibu), Fajrianza (Kakak), dan Shafira (Adik) atas segala doa, dukungan, dan kasih sayangnya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini dengan baik. 4. Staf laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU) dan Biofarmaka yang telah membantu selama penelitian. 5. Ririn Apriani, Fika Rafika, Fitriyani Wijayanti, Meisya Eadyana, Hanifah Fitria, Ajeng Tresna, dan Diva Ayu yang selalu memberikan semangat kepada penulis serta dengan tulus dan ikhlas membantu penulis menyelesaikan karya ilmiah ini. 6. Lendy Hakim dan Kevin Arthur, teman-teman asisten mata kuliah Kulinari dan Gizi atas semangat dan dukungan selama menjalankan penelitian ini. 7. Maedyta Annafiandini, Wilda Dwi Putri, Nissa Wibi, dan Khadijah yang selalu memberikan semangat kepada penulis dalam menyelesaikan karya ilmiah ini. 8. Trisno Azharman yang selalu memberikan dukungan, doa, semangat, motivasi, dan saran kepada Penulis mulai dari penyusunan proposal hingga penelitian ini selesai. 9. Teman-teman seperjuangan di Departemen Gizi Masyarakat angkatan 49 yang selalu memberi doa dan dukungan untuk kelancaran penyusunan skripsi. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak yang belum dapat disebutkan yang turut membantu dalam proses penyelesaian skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, Juli 2016
Aulia Ratnadianti S
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR DAFTAR LAMPIRAN PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Manfaat METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Bahan dan Alat Prosedur Formulasi Pembuatan Cookies Uji Organoleptik Produk Cookies Analisis Kandungan Gizi (Analisis Proksimat) Analisis Total Flavonoid pada Cookies Kontribusi Zat Gizi Cookies terhadap Kebutuhan Perempuan Usia 50-64 Tahun Rancangan Percobaan Pengolahan dan Analisis Data HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Cookies Ganyong Galohgor Hasil Uji Organoleptik Cookies Ganyong Galohgor Hedonik Cookies Mutu Hedonik Cookies Penerimaan Panelis terhadap Cookies Ganyong Galohgor Kandungan Gizi Cookies Ganyong Galohgor Total Flavonoid Cookies Ganyong Galohgor Kontribusi Zat Gizi Cookies Ganyong Galohgor terhadap Kebutuhan Perempuan Usia 50-64 Tahun Daya Terima Cookies Setelah Disimpan SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN RIWAYAT HIDUP
viii viii ix 1 1 3 3 3 3 3 4 4 6 7 7 7 7 8 8 8 10 10 12 14 15 18 20 21 22 22 23 24 28 44
viii
DAFTAR TABEL 1. Formula cookies dengan berbagai tingkat subtitusi tepung ganyong dan Ekstrak galohgor 2. Hasil uji hedonik cookies kontrol, F1, F2, dan F3 3. Hasil uji mutu hedonik cookies kontrol, F1, F2, dan F3 4. Kandungan gizi cookies kontrol, F1, F2, dan F3 dengan pengukuran basis basah dan basis kering 5. Kandungan gizi dan kontribusi zat gizi cookies ganyong galohgor terhadap kebutuhan wanita usia 50-64 tahun 6. Hasil uji hedonik cookies ganyong galohgor setelah disimpan selama satu bulan 7. Nilai rata-rata uji hedonik setiap ulangan 8. Nilai rata-rata uji hedonik 9. Hasil uji parametrik ANOVA atribut warna 10. Hasil uji parametrik ANOVA atribut aroma 11. Hasil uji parametrik ANOVA atribut rasa 12. Hasil uji parametrik ANOVA atribut tekstur 13. Hasil uji lanjut Duncan hedonik cookies ganyong galohgor 14. Nilai rata-rata uji mutu hedonik setiap ulangan 15. Nilai rata-rata uji mutu hedonik 16. Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu warna 17. Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu aroma jamu 18. Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu aroma langu 19. Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu tekstur 20. Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu rasa manis 21. Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu after taste 22. Hasil uji lanjut Duncan mutu hedonik cookies ganyong galohgor 23. Nilai rata-rata analisis proksimat cookies ganyong galohgor 24. Hasil uji parametrik ANOVA sifat kimia 25. Hasil uji lanjut Duncan kadar abu 26. Hasil uji lanjut Duncan kadar protein 27. Hasil uji lanjut Duncan kadar karbohidrat 28. Nilai rata-rata atribut pada setiap cookies yang telah disimpan 29. Hasil uji parametrik ANOVA pada cookies yang telah disimpan
5 11 12 15 21 22 37 37 37 37 37 37 38 38 38 39 39 39 39 39 39 40 40 41 41 42 42 42 42
ix
DAFTAR GAMBAR 1. Diagram alir tahapan penelitian 2. Prosedur pembuatan cookies penelitian 3. Cookies dengan berbagai tingkat subtitusi tepung ganyong dan ekstrak galohgor 4. Tingkat penerimaan panelis terhadap cookies kontrol, F1, F2, dan F3 5. Total flavonoid pada cookies kontrol, F1, F2, dan F3 6. Kurva standar quercetin 7. Wadah plastik penyimpanan cookies
4 6 10 15 19 43 43
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4.
Formulir uji kesukaan (hedonik) Formulir uji mutu hedonik Analisis kandungan zat gizi dan total flavonoid cookies Hasil uji analisis statistik
30 32 34 37
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Penyakit tidak menular (PTM) merupakan salah satu masalah kesehatan yang memerlukan perhatian khusus, sebab penderita PTM cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya. Penyakit tidak menular atau lebih dikenal sebagai penyakit degeneratif timbul sebagai konsekuensi dari perubahan perilaku, gaya hidup, pola makan, dan aktivitas sehari-hari menuju ke arah yang tidak seimbang. Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit degeneratif yang saat ini menjadi penyakit nomor 6 penyebab kematian di dunia. Penyakit ini merupakan sekelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan hiperglikemia akibat proses sekresi insulin yang tidak normal (ADA 2013). Terdapat dua kategori utama diabetes melitus yaitu diabetes tipe 1 dan tipe 2. Diabetes tipe 1 (Insulin dependent diabetes mellitus) disebabkan oleh terganggunya sekresi insulin akibat kerusakan sel beta pankreas, diabetes jenis ini biasanya terjadi sejak anak-anak atau remaja, sedangkan diabetes tipe 2 (Noninsulin dependent diabetes mellitus) disebabkan insulin yang ada tidak bekerja secara normal akibatnya glukosa dalam darah menjadi tinggi (ADA 2013). Jenis diabetes melitus yang diderita oleh masyarakat Indonesia hampir 90% merupakan diabetes tipe 2 (Kemenkes 2014). International Diabetes Federation (IDF) menyatakan bahwa pada tahun 2013 terdapat 382 juta orang yang menderita diabetes, jumlah ini akan terus meningkat menjadi 592 juta orang pada tahun 2035. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013 mencatat bahwa terdapat sekitar 6.9% masyarakat Indonesia menderita penyakit diabetes melitus, 4.8% diantaranya diderita oleh kelompok umur 55-64 tahun. Dilihat dari proporsi jenis kelamin, penderita diabetes melitus terbanyak adalah kelompok wanita dengan persentase mencapai 7.7%. Terapi yang diberikan kepada penderita diabetes melitus umunya terdiri dari terapi obat dan terapi non obat. Terapi non obat merupakan salah satu bentuk terapi melalui pengaturan gaya hidup menuju seimbang atau pola hidup sehat. Strategi dalam pengaturan pola makan untuk membantu mengendalikan glukosa darah salah satunya melalui konsumsi makanan yang tidak menimbulkan peningkatan glukosa darah secara cepat. Konsumsi serat yang cukup bagi penderita diabetes melitus dapat membantu memperlambat pengosongan lambung dan memperpendek waktu transit di usus sehingga memungkinkan sedikit penyerapan glukosa yang menyebabkan respon peningkatan glukosa menjadi rendah (Rimbawan & Siagian 2004). Salah satu bahan pangan yang dapat dijadikan sebagai pangan alternatif bagi penderita diabetes melitus tipe II adalah ganyong (Canna edulis). Ganyong (Canna edulis) merupakan salah satu tanaman penghasil karbohidrat dan serat yang berpotensi sebagai pangan fungsional serta sumber karbohidrat dengan nilai indeks glikemik (IG) tergolong rendah hanya mencapai 19.87 (Kusbandari 2013). Umbi ganyong (Canna edulis) memiliki kandungan serat sebesar 5.64% dan kandungan amilosa sebesar 18.6% (Richana dan Sunarti 2004). Pengolahan umbi ganyong (Canna edulis) saat ini hanya terbatas dengan cara direbus dan sebagian
2
kecil telah diolah menjadi tepung dan pati sebagai bahan kue kering, bubur, dan cendol (Damayanti et al. 2007). Penatalaksanaan terapi tanpa obat jika belum berhasil dalam mengendalikan kadar glukosa darah penderita, maka perlu dilakukan langkah selanjutnya berupa penatalaksanaan terapi obat, baik dalam bentuk terapi obat hipoglikemik oral, terapi insulin, atau kombinasi keduanya. Berbagai jenis obat yang diberikan kepada penderita diabetes melitus pada dasarnya memiliki efek samping yang kurang baik, seperti asidosis laktat, edema perifer, dan ketidaknyamanan dibagian perut. Hal ini mendorong munculnya berbagai penelitian terkait tanaman herbal yang dilaporkan memiliki efek antidiabetes dengan efek samping yang rendah dan memiliki efektivitas yang baik (Ghorbani 2014). Salah satu poliherbal yang memiliki efek antidiabetes yaitu galohgor. Galohgor merupakan jamu yang terbuat dari 56 jenis bahan yang berasal dari 38 jenis tumbuhan obat, 5 jenis rempah-rempah, 6 jenis temu-temuan, dan 7 jenis biji-bijian atau kacang-kacangan (Roosita et al. 2003). Ekstrak galohgor mengandung 3.96% air, 4.30% abu, 15.2% protein, 5.7% lemak, dan 68.4% karbohidrat (Roosita et al. 2014). Komposisi galohgor mengandung setidaknya 20% bahan yang telah terbukti baik secara empiris maupun ilmiah berkhasiat sebagai antidiabetes. Kandungan zat aktif pada ekstrak galohgor terutama flavonoid berperan sebagai antioksidan guna menghambat stress oksidatif melalui mekanisme pemotongan reaksi oksidasi berantai radikal bebas dan menangkap radikal bebas. Hal ini telah dibuktikan dengan uji in vivo pada tikus yang diinduksi dengan streptozotocin. Hasil penelitian Firdaus (2015) menunjukkan bahwa intervensi galohgor pada hewan percobaan dapat menurunkan glukosa darah secara signifikan. Penderita diabetes melitus rentan mengalami stress oksidatif. Hal ini muncul sebagai konsekuensi dari timbulnya hiperglikemia yang terjadi pada penderita diabetes melitus. Hiperglikemia menyebabkan autooksidasi glukosa, glikasi protein, dan aktivitas jalur metabolisme poliol yang selanjutnya mempercepat pembentukan senyawa oksigen reaktif. Pembentukan senyawa tersebut dapat meningkatkan modifikasi lipid, DNA, dan protein pada berbagai jaringan. Hal tersebut mengakibatkan ketidakseimbangan antara antioksidan protektif dan peningkatan produksi radikal bebas. Hal ini merupakan awal kerusakan oksidatif yang dikenal sebagai stress oksidatif. Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah kerusakan oksidatif tersebut salah satunya diperlukan suatu antioksidan. Salah satu bentuk antioksidan yang mampu berperan dalam menghambat proses stress oksidatif pada penderita diabetes melitus adalah flavonoid (Setiawan dan Suhartono 2005). Hasil penelitian Singab et al. (2005) menunjukkan bahwa flavonoid mampu berperan sebagai senyawa yang dapat menurunkan radikal bebas sehingga mampu mencegah kerusakan sel β pankreas yang berfungsi memproduksi insulin. Tepung ganyong dan galohgor diketahui mengandung berbagai jenis bahan aktif, salah satunya yaitu flavonoid. Besarnya potensi pengembangan produk untuk penderita diabetes melitus tipe II mendorong penulis untuk mengembangkan produk pangan dengan mengkombinasikan ganyong dan galohgor dalam bentuk cookies sebagai kudapan bagi penderita diabetes melitus. Pengembangan produk cookies dipilih karena cookies merupakan salah satu jenis kudapan yang diminati masyarakat dan rata-
3
rata konsumsi cookies di Indonesia mencapai 0.4 kg/kapita/tahun (Subagjo 2007). Sehingga diharapkan kedepannya kudapan ini dapat dijadikan sebagai kudapan sehat bagi penderita diabetes melitus tipe II.
Tujuan Tujuan umum Secara umum penelitian ini bertujuan untuk membuat formula, menganalisis kandungan gizi, dan menilai daya terima cookies ganyong galohgor untuk penderita diabetes melitus tipe II. Tujuan khusus 1. Membuat formula cookies ganyong galohgor. 2. Menganalisis daya terima panelis terhadap formula cookies ganyong galohgor. 3. Menganalisis kandungan gizi cookies ganyong galohgor. 4. Menghitung kandungan gizi per takaran saji pada cookies ganyong galohgor. 5. Menganalisis daya terima cookies setelah disimpan selama satu bulan.
Manfaat Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan formula cookies yang baik bagi penderita diabetes melitus tipe II. Selain itu produk ini juga diharapkan dapat dijadikan sebagai kudapan sehat bagi para penderita diabetes melitus tipe II.
METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari hingga Mei 2016. Tahapan penelitian dimulai dari pembuatan formula cookies, uji organoleptik, analisis kandungan gizi, dan uji daya terima cookies setelah disimpan yang dilakukan di Laboratorium Percobaan Makanan, Laboratorium Organoleptik, Laboratorium Pusat Antar Universitas (PAU), dan Laboratorium Biofarmaka Institut Pertanian Bogor.
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan terdiri atas bahan utama dan bahan pendukung. Bahan utama yang diperlukan dalam pembuatan formula dasar cookies ini adalah tepung sagu, tepung ganyong yang diperoleh dari supplier Warung Panganku, dan ekstrak galohgor diperoleh dari penelitian Roosita et al. (2014) menggunakan
4
metode dekokta dengan pelarut air. Selain itu digunakan bahan-bahan lain seperti margarin, kuning telur, gula tepung, sucralose, garam, susu bubuk, cokelat bubuk, dan santan. Bahan-bahan yang digunakan untuk menganalisis kandungan gizi dari cookies ini, diantaranya selenium mix, H2SO4 98%, H2SO4 1.25%, NaOH 1.25%, aquades, HCl 0.1 N, NaOH 40%, indikator mm:mb, asam borat 2%, kertas timble, heksan, 0.1 M natrium fosfat, enzim termamyl, enzim pepsin, enzim pankreatin, etanol 95%, etanol 78%, aseton, larutan HMTA, H2O, etilasetat, larutan asam asetat glacial 5% v/v. Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu alat untuk membuat cookies ganyong galohgor, alat untuk uji organoleptik, dan alat untuk analisa. Alat untuk membuat cookies adalah mixer, baskom, mangkuk, oven, loyang, cetakan kue, dan kuas. Alat untuk uji organoleptik adalah piring, pulpen, dan formulir organoleptik. Alat-alat untuk analisa kimia adalah cawan porselen, cawan alumunium, Erlenmeyer, labu Kjeldahl, soxhlet, tanur, oven, pipet, kapas, kertas saring, gelas ukur, timbangan analitik, desikator, labu destilasi, labu lemak, dan inkubator.
Prosedur Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu pembuatan formula cookies ganyong galohgor, pembuatan cookies ganyong galohgor, uji organoleptik, analisis kandungan gizi, dan analisis daya terima cookies setelah disimpan. Diagram alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 1. Formulasi cookies ganyong galohgor
Pembuatan cookies ganyong galohgor
Uji Organoleptik 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Analisis kandungan gizi Kadar air Kadar abu Kadar protein Kadar lemak Kadar serat kasar Kadar karbohidrat Total Flavonoid
Daya terima cookies setelah disimpan
Gambar 1 Diagram alir tahapan penelitian
Formulasi dan Pembuatan Cookies Formulasi produk dilakukan secara trial and error. Penambahan tepung ganyong yang digunakan pada penelitian pendahuluan masing-masing sebesar 25%, 50%, dan 75% dari berat total tepung, namun penambahan tepung pada taraf
5
lebih dari 20% menghasilkan cookies yang berwarna cokelat pekat, beraroma langu, tekstur yang keras dan memiliki rasa ganyong yang sangat tajam menurut panelis terbatas. Hasil tersebut menjadi acuan peneliti dalam menentukan taraf penambahan tepung ganyong pada cookies ganyong galohgor. Penambahan tepung ganyong pada penelitian ini dilakukan pada taraf 12.5% dan 10% dari total tepung, sedangkan penambahan ekstrak galohgor dilakukan pada konsentrasi 2.5% dari total berat adonan. Besarnya konsentrasi ekstrak galohgor yang ditambahkan pada cookies mengacu pada penelitian Nuraelah (2015) sebelumnya. Formula ini digunakan dalam analisis daya terima cookies ganyong galohgor. Komposisi bahan-bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies ganyong galohgor disajikan pada Tabel 1. Tabel 1 Formula cookies dengan berbagai tingkat subtitusi tepung ganyong dan ekstrak galohgor Bahan Tepung sagu Tepung ganyong Ekstrak galohgor Margarin Kuning telur Gula tepung Sucralose Susu bubuk Cokelat bubuk Santan Garam Total
Berat bahan untuk setiap formula (gram) F0 (Kontrol) F1 F2 F3 150 109.75 109.75 141.95 0 40.25 32.2 0 0 0 8.05 8.05 45 45 45 45 8 8 8 8 20 20 20 20 5 5 5 5 3 3 3 3 3 3 3 3 40 40 40 40 1 1 1 1 275 275 275 275
Proses pembuatan cookies ganyong galohgor terdiri dari lima tahap. Tahap pertama diawali dengan penyangraian tepung sagu selama ± 5 menit kemudian didinginkan hingga uap panasnya hilang. Tahap berikutnya yaitu pencampuran margarin, kuning telur, gula tepung, dan sucralose hingga terbentuk krim homogen dengan menggunakan mixer. Setelah krim terbentuk dan sudah tercampur rata, pengocokkan dihentikan. Tahap selanjutnya susu bubuk, cokelat bubuk, santan, tepung dan ekstrak galohgor dimasukkan ke dalam adonan sesuai dengan tingkat subtitusi pada Tabel 1. Tahap akhir dilakukan pencetakan adonan pada loyang yang telah diolesi margarin dan tepung untuk selanjutnya dibakar menggunakan oven pada suhu 1300C selama ± 35 menit. Proses pembuatan cookies dapat dilihat pada Gambar 2.
6
Tepung sagu disangrai selama 5 menit kemudian didinginkan (1)
Margarin, gula tepung, dan kuning telur dikocok menggunakan mixer dengan kecepatan paling rendah sampai berwarna kuning pucat (2)
Ekstrak galohgor, susu bubuk, santan, garam dan tepung diaduk (3)
Semua bahan dicampur hingga rata (4) v Adonan dicetak, kemudian dipanggang pada suhu 1300C selama 35 menit (5) Gambar 2 Prosedur pembuatan cookies penelitian Uji Organoleptik Produk Cookies Uji organoleptik cookies terdiri dari uji hedonik dan uji mutu hedonik yang dilakukan oleh 34 orang panelis semi terlatih untuk melihat tingkat penerimaan panelis terhadap cookies. Panelis semi terlatih yang dilibatkan pada uji ini merupakan mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat angkatan 49 dan 50 yang sudah terbiasa melakukan uji organoleptik, Terdapat 4 jenis formula yang akan diuji oleh para panelis, yaitu F0 (kontrol), F1 (12.5% tepung ganyong, 0% ekstrak galohgor), F2 (10% tepung ganyong, 2.5% ekstrak galohgor), dan F3 (0% tepung ganyong, 2.5% ekstrak galohgor). Uji hedonik dan uji mutu hedonik menggunakan tujuh skala penilaian yang dilakukan terhadap atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan after taste. Skala penilaian uji hedonik terdiri dari 1 (sangat tidak suka), 2 (tidak suka), 3 (agak tidak suka), 4 (biasa), 5 (agak suka), 6 (suka), 7 (sangat suka). Penilaian uji mutu hedonik juga menggunakan 7 skala penilaian untuk masing-masing atribut. Penilaian pada kategori warna terdiri dari 1 (cokelat tua pekat) hingga 7 (kuning), untuk aroma langu digunakan pilihan 1 (sangat langu) hingga 7 (sangat harum), aroma jamu digunakan pilihan 1 (sangat kuat) hingga 7 (sangat lemah), untuk rasa manis digunakan pilihan 1 (sangat pahit) hingga 7 (sangat manis), untuk tekstur digunakan pilihan 1 (sangat keras) hingga 7 (sangat lemah), dan untuk after taste digunakan pilihan 1 (sangat kuat) hingga 7 (sangat lemah). Formula cookies dianggap dapat diterima jika nilai yang diberikan oleh panelis berkisar pada lebih besar atau sama dengan 4 (Setyaningsih et al. 2008). Contoh cookies yang diujikan selanjutnya digunakan untuk menganalisis kandungan gizi berupa kadar air, kadar abu, lemak, protein, karbohidrat, kadar serat, dan total flavonoid yang terkandung dalam cookies tersebut. Penilaian uji organoleptik pada penelitian ini dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pertama menggunakan contoh cookies yang baru dibuat dan kedua menggunakan contoh cookies yang telah disimpan selama satu bulan. Formulir uji organoleptik berupa uji hedonik dan uji mutu hedonik menggunakan skala garis yang mengacu pada
7
fomulir uji organoleptik Meilgaard (1999), formulir tersebut dapat dilihat pada Lampiran 1 dan 2.
Analisis Kandungan Gizi (Analisis Proksimat) Analisis kandungan gizi yang dilakukan pada produk cookies meliputi kadar air (AOAC 2005), kadar abu (AOAC 2005), kadar protein metode mikro kjeldahl (AOAC 2005), kadar lemak metode soxhlet (AOAC 2005), kadar serat kasar (AOAC 2005) sedangkan kadar karbohidrat dihitung menggunakan metode by difference (AOAC 2005). Prosedur lengkap mengenai metode analisis dipaparkan pada Lampiran 3.
Analisis Total Flavonoid pada Cookies Analisis total flavonoid pada cookies ganyong galohgor dilakukan dengan menggunakan metode BPOM (2004). Prinsip metode ini adalah penetapan kadar flavonoid sebagai aglikon namun terlebih dahulu dilakukan hidrolisis. Selanjutnya dilakukan pengukuran spektrometri dengan mereaksikan AlCl3 dengan penambahan HMTA (heksanmetilen tetramina) pada panjang gelombang yang telah ditentukan. Prosedur lengkap terkait metode analisis dipaparkan pada Lampiran 3.
Kontribusi Zat Gizi Cookies Terhadap Kebutuhan Perempuan Usia 50-64 Tahun Penentuan takaran saji cookies ganyong galohgor dilakukan untuk mengetahui kontribusi zat gizi cookies dengan sasaran perempuan berusia 50-64 tahun. Perhitungan kontribusi zat gizi dilakukan dengan cara membandingkan antara jumlah zat gizi cookies dengan kebutuhan perempuan berusia 50-64 tahun dikalikan 100%.
Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan menggunakan satu faktor yaitu formula cookies yang terdiri atas empat taraf, yaitu F0 (kontrol), F1 (12.5% tepung ganyong, 0% ekstrak galohgor), F2 (10% tepung ganyong, 2.5% ekstrak galohgor), F3 (0% tepung ganyong, 2.5% ekstrak galohgor). Masing-masing taraf dilakukan pengulangan sebanyak dua kali. Model matematis rancangan tersebut adalah sebagai berikut. Yij = µ + αi + εij Keterangan : Yij = Hasil pengamatan respon pada formula uji pada formula ke-i ulangan ke-j µ = Nilai rataan umum
8
αi εij
= Pengaruh perlakuan uji daya terima, analisis kandungan gizi, dan analisis total flavonoid = Galat percobaan dalam kombinasi perlakuan ke-i pada ulangan ke-j
i j
= F0, F1, F2, F3 = 1, 2
Pengolahan dan Analisis Data Data hasil uji organoleptik ditabulasi dan dirata-ratakan kemudian dianalisis secara deskriptif untuk melihat persentase penerimaan panelis dari penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor pada berbagai taraf. Data yang digunakan pada analisis uji organoleptik merupakan nilai rataan. Selanjutnya data uji organoleptik dianalisis menggunakan uji ANOVA, jika perlakuan menunjukkan pengaruh nyata dilanjutkan dengan uji Duncan’s Multiple Range Test untuk mencari perbedaan dari perlakuan yang ada. Data hasil analisis zat gizi cookies ditabulasi dan dirata-ratakan dengan Ms. Excel 2013 untuk selanjutnya dianalisis dengan uji ANOVA dengan menggunakan SPSS 16 for Windows.
HASIL DAN PEMBAHASAN Formulasi Cookies Ganyong Galohgor Formulasi cookies ganyong galohgor dilakukan secara trial and error. Tujuan dilakukannya trial and error untuk menentukan penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor dengan berbagai taraf terhadap tepung sagu. Kandungan serat kasar pada tepung ganyong sebesar 5.64% diharapkan mampu meningkatkan kadar serat pada produk cookies ganyong galohgor. Ekstrak galohgor ditambahkan pada formula cookies dengan tujuan untuk meningkatkan kandungan antioksidan pada cookies terutama flavonoid. Formulasi cookies ganyong galohgor ini dibuat dengan mempertimbangkan total kebutuhan energi, sukrosa, lemak, dan serat penderita diabetes melitus. Perubahan metabolisme yang terjadi pada penderita diabetes melitus akibat resistensi insulin mengakibatkan terjadinya perubahan pada metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak (ADA 2013). Formulasi cookies ini dirancang agar mampu memenuhi sekitar 7.6% karbohidrat, 1.6% protein, 13.8% lemak, dan 10.4% serat dari total kebutuhan penderita diabetes melitus dalam sehari. Total kecukupan zat gizi tersebut dapat terpenuhi dengan asumsi bahwa penderita diabetes melitus tipe II tersebut mengonsumsi cookies sebanyak 40 gram dalam sehari. Bahan yang digunakan dalam pembuatan cookies ganyong galohgor terdiri dari bahan pengikat seperti tepung sagu dan susu bubuk, bahan pelembut seperti gula tepung, margarin, dan sucralose, bahan pengembang berupa kuning telur,
9
dan bahan penambah cita rasa berupa santan, garam, dan cokelat bubuk. Pemilihan bahan pangan yang digunakan telah dipertimbangkan berdasarkan jenis pangan yang boleh dikonsumsi oleh penderita diabetes melitus tipe II. Tepung sagu dipilih sebagai bahan dasar dalam pembuatan cookies ini karena tepung ini mengandung 3.69-5.96% serat pangan dan nilai indeks glikemik (IG) 28 tergolong dalam pangan ber-IG rendah, sehingga baik untuk diolah menjadi pangan untuk penderita diabetes melitus (Alfons & Rivaie 2011). Tepung sagu yang digunakan pada penelitian ini merupakan tepung sagu yang umum dijual dipasaran. Penderita diabetes melitus harus membatasi konsumsi gula, sehingga pada pengembangan produk cookies ini penggunaan gula dibatasi dan digantikan dengan gula alternatif berupa sucralose. Sucralose merupakan pemanis tanpa kalori dengan tingkat kemanisan mencapai 600 kali kemanisan sukrosa. Sucralose dipilih sebagai pemanis alternatif pada produk ini karena pemanis alternatif ini tidak memiliki efek pada metabolisme karbohidrat, perubahan genetik, karies gigi, dan kanker. Selain itu sucralose tidak dapat dicerna dan langsung dikeluarkan oleh tubuh tanpa perubahan, hal ini menempatkan sucralose aman dikonsumsi wanita hamil dan menyusui serta anak-anak berbagai usia. Oleh karena itu, sucralose sangat bermanfaat sebagai pengganti gula bagi penderita diabetes melitus tipe I dan II. Pengembangan produk cookies ini menggunakan sucralose komersil dengan total kandungan sucralose sebesar 5.34 mg/sajian dan bahan pengisi berupa silikon dioksida yang berperan sebagai antikempal. Anjuran ADI untuk konsumsi sucralose adalah 15 mg/kg Berat Badan/ hari (SNI 2004). Sumber lemak pada cookies berasal dari margarin, bahan pangan ini berfungsi sebagai bahan pengemulsi sehingga menghasilkan cookies yang renyah. Penggunaan kuning telur pada proses pembuatan cookies bertujuan untuk menghasilkan cookies yang lembut, selain itu telur membantu membentuk struktur, meningkatkan volume, warna, kelembaban, dan menambah kelembutan. Susu bubuk yang digunakan berfungsi untuk memperbaiki citarasa serta warna, menahan penyerapan air, dan sebagai bahan pengisi cookies. Protein di dalam susu mampu mengikat air dan membuat adonan menjadi lebih kuat dan liat. Gula tepung digunakan pada pembuatan cookies ini bertujuan untuk menghaluskan remah, membantu aerasi, menjaga kelembaban, dan memberi cita rasa. Santan, garam, dan cokelat bubuk digunakan untuk memperbaiki cita rasa produk cookies ini (Yayasan Pengembangan Banten dan TPG 2001). Tahap pertama pembuatan cookies ganyong galohgor adalah penyangraian tepung sagu sebagai bahan pengikat pada cookies ganyong galohgor. Penyangraian dilakukan untuk mengurangi kadar air yang terkandung pada tepung sagu sehingga menghasilkan produk cookies yang renyah. Tahap kedua pencampuran bahan penyusunnya. Margarin dicampur dengan gula tepung, sucralose, dan kuning telur, setelah tercampur rata ditambahkan ekstrak galohgor, susu bubuk, dan cokelat bubuk, kemudian ditambahkan tepung dan santan secara bergantian hingga tercampur rata dan adonan menjadi kalis. Hal penting yang perlu diperhatikan pada proses pencampuran adalah durasi, proses pencampuran yang terlalu lama akan menyebabkan cookies memiliki tekstur yang keras. Tekstur yang keras pada cookies dapat disebabkan oleh pembentukan matriks gluten akibat proses pengocokan bahan yang terlalu lama. Tahapan ketiga dalam pembuatan cookies adalah pencetakan. Adonan siap untuk dicetak menggunakan cetakan sehingga memiliki ukuran dan bentuk yang sama. Tahapan akhir adalah
10
pemanggangan dengan menggunakan oven. Pemanggangan dilakukan dengan suhu 1300C selama 35 menit hingga berwarna cokelat dan kering. Parameter yang digunakan untuk menentukan kematangan cookies adalah waktu, aroma, dan kekerasan cookies.
Hasil Uji Organoleptik Cookies Ganyong Galohgor Formula cookies yang telah dibuat selanjutnya dilakukan uji organoleptik. Uji organoleptik yang dilakukan adalah uji hedonik dan uji mutu hedonik. Uji hedonik dilakukan untuk menentukan penerimaan panelis dengan cara menguji tingkat kesukaan panelis terhadap suatu produk, sedangkan uji mutu hedonik digunakan untuk mengetahui kesan panelis terhadap sifat produk secara lebih spesifik (Setyaningsih et al. 2010). Parameter yang diamati meliputi atribut warna, aroma, rasa, tekstur, dan after taste. Panelis pada uji organoleptik ini sebanyak 34 orang panelis semi terlatih. Panelis berprofesi sebagai mahasiswa dan tergolong sebagai panelis semi terlatih didasarkan pada seringnya panelis mengikuti uji organoleptik. Uji organoleptik menggunakan skala garis 1 hingga 7 yang disajikan pada Lampiran 1 dan 2. Panelis melakukan uji hedonik dan uji mutu hedonik pada cookies dengan tingkat subtitusi tepung ganyong dan ekstrak galohgor sebagai berikut, F0 (kontrol), F1 (12.5% tepung ganyong, 0% ekstrak galohgor), F2 (10% tepung ganyong, 2.5% ekstrak galohgor), F3 (0% tepung ganyong, 2.5% ekstrak galohgor). Tampilan cookies yang dijadikan sebagai contoh pada uji organoleptik ini dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Cookies dengan berbagai tingkat subtitusi tepung ganyong dan ekstrak galohgor Hedonik cookies Parameter uji hedonik cookies ganyong galohgor meliputi warna, aroma, rasa, dan tekstur cookies dengan menggunakan skala 1 (sangat tidak suka) hingga
11
7 (sangat suka). Nilai rataan hasil uji hedonik pada cookies ganyong galohgor untuk parameter warna, aroma, rasa, dan tekstur disajikan pada Tabel 2. Tabel 2 Hasil uji hedonik pada cookies kontrol, F1, F2, dan F3 Formula Kontrol F1 F2 F3 Keterangan :
Warna 5.0a 4.8a 4.2b 4.3b
Nilai Rataan Hedonik Aroma Rasa 4.7a 5.1a a 4.8 4.9ab 4.0b 4.2c b 4.1 4.6b
Tekstur 5.0a 4.8ab 4.3c 4.4bc
Nilai rata-rata yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Warna. Warna berperan penting dalam menentukan penerimaan konsumen karena atribut ini merupakan kesan pertama yang diperoleh konsumen. Warna merupakan salah satu atribut penampilan produk yang sering digunakan dalam penentuan tingkat penerimaan konsumen terhadap produk secara keseluruhan (Winarno 2004). Warna cookies dipengaruhi oleh bahan-bahan penyusun cookies itu sendiri. Warna cookies yang gelap pada penelitian ini dipengaruhi oleh tepung ganyong dan ekstrak galohgor yang memiliki warna cenderung lebih gelap dibandingkan dengan tepung sagu. Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap atribut warna cookies kontrol adalah 5.0 yang termasuk dalam kategori agak suka, sedangkan nilai rataan cookies ganyong galohgor (F2) berada pada skala 4.2, hal ini termasuk dalam kategori biasa atau dapat diterima. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor pada cookies F2 berpengaruh menurunkan penerimaan panelis terhadap warna cookies secara signifikan (p<0.05) Hasil uji organoleptik yang diperoleh menunjukkan warna cookies kontrol lebih disukai oleh panelis dibandingkan cookies F2 dan F3. Aroma. Aroma termasuk dalam atribut yang menentukan penerimaan konsumen terhadap suatu produk. Aroma adalah sensasi yang dirasakan saat komponen volatil tercium oleh hidung (Chambers & Koppel 2012). Nilai rata-rata tingkat kesukaan panelis terhadap aroma cookies kontrol adalah 4.7 dan aroma cookies ganyong galohgor (F2) berada pada skala 4.0 tergolong dalam kategori biasa atau dapat diterima. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor menurunkan penerimaan panelis terhadap aroma cookies ganyong galohgor (F2) secara signifikan (p<0.05) Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa panelis lebih menyukai aroma cookies kontrol dan F1 dibandingkan dengan cookies F2. Penambahan ekstrak galohgor pada cookies ganyong galohgor menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap produk cookies, hal ini dapat terjadi karena ekstrak galohgor memiliki aroma yang khas seperti aroma jamu. Rasa. Rasa makanan merupakan atribut penilaian yang melibatkan panca indra lidah. Rasa merupakan kombinasi sensasi yang dirasakan melalui makanan yang berada di dalam mulut (Chambers & Koppel 2012). Nilai rata-rata tingkat kesukaan pada rasa cookies kontrol sebesar 5.1 tergolong dalam kategori agak suka. Rasa cookies ganyong galohgor (F2) memiliki nilai rata-rata 4.2 tergolong dalam kategori biasa atau dapat diterima. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor menurunkan
12
penerimaan panelis terhadap rasa cookies ganyong galohgor (F2) secara signifikan (p<0.05). Kombinasi tepung sagu, tepung ganyong, dan ekstrak galohgor dalam satu cookies menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap rasa cookies. Tekstur. Tekstur merupakan salah satu atribut penting dalam menilai tingkat kesukaan terhadap suatu produk. Tekstur pada cookies meliputi kekerasan, konsistensi, dan kemudahan untuk dipatahkan (Fellows 2000). Nilai rata-rata tingkat kesukaan tekstur cookies kontrol sebesar 5.0 tergolong dalam kategori agak suka, sedangkan cookies ganyong galohgor (F2) memiliki nilai rata-rata 4.3 tergolong dalam kategori biasa atau dapat diterima. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor menurunkan penerimaan panelis terhadap tekstur cookies secara signifikan (p<0,05). Hasil uji organoleptik menunjukkan bahwa tekstur cookies kontrol lebih disukai oleh panelis dibandingkan dengan cookies F2. Kombinasi tepung ganyong dan ekstrak galohgor pada cookies ganyong galohgor menurunkan tingkat kesukaan panelis terhadap tekstur cookies.. Mutu Hedonik Cookies Mutu hedonik digunakan untuk mengetahui karakteristik cookies ganyong galohgor terhadap mutu warna, aroma, rasa, dan tekstur cookies. Parameter yang diuji meliputi warna, aroma jamu, aroma langu, tekstur, rasa manis, dan after taste. Skala skor yang digunakan untuk masing-masing mutu adalah sebagai berikut, mutu warna memiliki pilihan skala 1 (cokelat tua pekat) hingga 7 (kuning), mutu aroma jamu memiliki pilihan skala 1 (sangat kuat) hingga 7 (sangat lemah), mutu aroma langu memiliki pilihan skala 1 (sangat kuat) hingga 7 (sangat lemah), mutu tekstur dinilai dari skala 1 (sangat kasar) hingga 7 (sangat lembut), mutu rasa manis cookies dinilai dari skala 1 (sangat pahit) hingga 7 (sangat manis), after taste cookies memiliki pilihan skala 1 (sangat kuat) hingga 7 (sangat lemah). Uji mutu hedonik ini jika semakin tinggi nilai yang diberikan oleh panelis maka semakin baik mutu cookies. Nilai rata-rata hasil uji mutu hedonik setiap formula dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Hasil uji mutu hedonik pada cookies kontrol, F1, F2, dan F3 Formula Kontrol F1 F2 F3 Keterangan
Warna 5.1a 4.8a 4.1b 4.4b
Nilai Rataan Mutu Hedonik Aroma Aroma Rasa Tekstur Langu Jamu manis 4.7ab 4.7a 5.1a 4.8b 4.9a 4.6a 4.8a 4.8b c b b 4.2 3.8 4.4 5.2a 4.3bc 4.1b 4.8a 4.6b
After taste 4.7a 4.5ab 3.7c 4.2b
: Nilai yang diikuti dengan huruf berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Warna. Warna cookies ganyong galohgor terbentuk karena dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu konsentrasi tepung ganyong, konsentrasi ekstrak galohgor, bahan baku yang digunakan, dan proses pemanggangan pada cookies. Nilai rata-rata hasil penilaian mutu hedonik warna pada cookies kontrol sebesar 5.1 tergolong dalam kategori cokelat muda, sedangkan cookies ganyong galohgor (F2) memiliki nilai 4.1 dalam kategori cokelat. Hasil uji lanjut Duncan
13
menunjukkan bahwa mutu warna cookies ganyong galohgor (F2) memiliki perbedaan dengan cookies kontrol, namun jika dibandingkan dengan cookies F3 maka tidak berbeda nyata (p>0.05). Hal ini diduga disebabkan cookies F2 dan F3 mengandung ekstrak galohgor yang memberikan kontribusi warna pada cookies sehingga warna cookies terlihat lebih tua dibandingkan dengan cookies kontrol. Aroma Langu. Aroma langu pada cookies timbul sebagai konsekuensi dari penggunaan tepung umbi dan ekstrak galohgor. Umumnya aroma langu merupakan aroma khas yang dihasilkan oleh umbi, sedangkan aroma langu pada ekstrak galohgor berasal dari bahan penyusun galohgor itu sendiri yang terdiri dari tumbuhan bagian daun, akar, batang, rempah-rempah, temu-temuan, dan biji – bijian (Pajar 2002). Aroma langu ini disebabkan oleh aktivitas enzim lipoksigenase yang akan menyerang rantai asam lemak tidak jenuh dan menghasilkan sejumlah senyawa yang lebih kecil bobot molekulnya, terutama senyawa aldehid dan keton (Wieser 2003). Nilai rata-rata pada penilaian mutu hedonik aroma langu cookies kontrol sebesar 4.7 tergolong dalam kategori netral mendekati agak lemah, sedangkan aroma langu cookies ganyong galohgor (F2) berada pada nilai 4.2 tergolong dalam kategori netral. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa mutu hedonik aroma langu pada setiap formula cookies memiliki perbedaan yang nyata (p<0.05). Perbedaan aroma langu yang timbul pada setiap cookies diduga dipengaruhi oleh konsentrasi tepung ganyong dan ekstrak galohgor yang digunakan pada setiap formula berbeda-beda. Aroma jamu. Aroma jamu pada cookies ganyong galohgor berasal dari ekstrak galohgor. Galohgor merupakan jamu postpartum yang terdiri dari 56 jenis tanaman, yaitu tumbuhan bagian daun, akar, batang, rempah-rempah, temutemuan, dan biji-bijian (Roosita et al. 2003). Nilai rata-rata mutu hedonik aroma jamu pada cookies kontrol sebesar 4.7 tergolong dalam kategori netral mendekati agak lemah, sedangkan penilaian aroma jamu pada cookies ganyong galohgor (F2) berada pada skala 3.8 tergolong dalam kategori agak kuat. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa aroma jamu pada cookies ganyong galohgor (F2) memiliki perbedaan yang nyata dengan cookies kontrol dan F1. Jika dibandingkan dengan cookies F3 maka cookies ganyong galohgor (F2) memiliki aroma jamu yang tidak berbeda. Aroma jamu pada cookies F2 dinilai oleh panelis agak kuat dibandingkan dengan cookies F3. Penambahan ekstrak galohgor sebesar 2.5% pada formula F2 dan F3 meningkatkan aroma jamu lebih kuat pada cookies. Rasa manis. Rasa manis cookies ganyong galohgor berasal dari gula tepung dan pemanis rendah kalori berupa sucralose. Penggunaan sucralose pada cookies bertujuan untuk mengurangi penggunaan gula hingga 25% dari total gula awal. Pensubtitusian sucralose terhadap gula tepung akan memengaruhi sifat fisikokimia dan organoleptik cookies. Hasil uji mutu hedonik terhadap rasa manis menunjukkan bahwa nilai rata-rata rasa manis cookies kontrol mencapai 5.1 tergolong ke dalam kategori agak manis, sedangkan nilai rata-rata rasa manis cookies ganyong galohgor (F2) berada pada nilai 4.4 tergolong dalam kategori biasa. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa rasa manis cookies F2 memiliki perbedaan yang nyata (p<0.05) dengan cookies kontrol, F1, dan F3. Hasil penilaian organoleptik diperoleh bahwa rasa manis cookies F1 dan F3 lebih
14
disukai panelis karena memiliki rasa yang agak manis dibandingkan rasa manis pada cookies F2 yang tergolong netral. Tekstur. Tekstur merupakan parameter kritis pada penampakan, flavor, dan penerimaan keseluruhan dari produk bakery. Tekstur termasuk ke dalam salah satu atribut penting dalam melakukan penilaian terhadap produk cookies. Nilai rata-rata mutu hedonik tekstur cookies kontrol sebesar 4.8 tergolong dalam kategori renyah mendekati agak lembut, sedangkan untuk cookies ganyong galohgor (F2) berkisar pada 5.2 tergolong dalam kategori agak lembut. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa tekstur pada cookies F2 berbeda nyata (p<0.05) dengan cookies kontrol, F1, dan F3. Cookies ganyong galohgor ini tergolong memiliki tekstur yang agak lembut dibandingkan dengan formula cookies lainnya. After taste. After taste merupakan suatu zat rangsang yang menimbulkan kesan mudah atau tidak mudah hilang setelah penginderaan dilakukan. Bahan penyusun cookies ganyong galohgor yang beragam berpeluang memiliki after taste setelah cookies ini dikonsumsi. Nilai rata-rata mutu hedonik pada parameter after taste cookies kontrol diketahui mencapai 4.7 tergolong dalam kategori biasa mendekati agak lemah, sedangkan cookies ganyong galohgor (F2) berada pada skala 3.7 tergolong dalam kategori agak kuat. After taste yang kuat dapat memengaruhi penerimaan panelis terhadap produk. Hasil uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa cookies F2 memiliki after taste yang berbeda nyata (p<0.05) dengan cookies kontrol, F1 dan F3. Kombinasi tepung ganyong dan ekstrak galohgor pada cookies ganyong galohgor meningkatkan after taste pada cookies.
Penerimaan Panelis terhadap Cookies Ganyong Galohgor Produk pangan dikatakan dapat diterima konsumen apabila produk tersebut diterima oleh lebih dari 50% konsumen (Setyaningsih et al. 2010). Hasil uji deskriptif menunjukkan bahwa tingkat kesukaan panelis terhadap cookies secara keseluruhan adalah kontrol (96%), F1 (93%), F2 (82%), F3 (82%). Cookies yang memiliki penerimaan tertinggi adalah cookies kontrol dengan persentase penerimaan mencapai 96%, kemudian dilanjutkan oleh cookies F1 (93%). Cookies ganyong galohgor (F2) memiliki persentase penerimaan sebesar 82% sama besar dengan tingkat penerimaan cookies F3. Hal ini menunjukkan bahwa cookies ganyong galohgor yang memiliki karakteristik warna cokelat, aroma langu dan rasa manis yang tergolong netral, aroma jamu dan after taste tergolong agak kuat, dan tekstur yang agak lembut dapat diterima oleh panelis. Tingkat penerimaan cookies ganyong galohgor sebesar 82% ini diharapkan menjadi titik awal yang baik, agar kedepannya cookies ini dapat diterima oleh konsumen sebagai kudapan sehat bagi penderita diabetes melitus tipe II. Tingkat kesukaan panelis terhadap cookies ganyong galohgor dapat dilihat pada Gambar 4.
15
Persentase Panelis (%)
120 100 80 60 40 20 0 Kontrol F1 F2 F3
Warna 87 87 76 78
Aroma 81 91 71 71
Rasa 93 88 67 79
Tekstur 82 90 74 74
Keseluruhan 96 93 82 82
Gambar 4 Tingkat penerimaan panelis terhadap cookies kontrol, F1, F2 dan F3
Kandungan Gizi Cookies Ganyong Galohgor Cookies ganyong galohgor merupakan cookies yang dibuat dengan mensubtitusi tepung sagu sebagai tepung utama dengan tepung ganyong dan ekstrak galohgor. Cookies ganyong galohgor yang akan dianalisis terdiri dari cookies kontrol, F1, F2, dan F3. Analisis kandungan zat gizi pada cookies ganyong galohgor meliputi analisis kadar air, abu, protein, lemak, serat kasar, serta karbohidrat (by difference). Hasil analisis kandungan gizi pada cookies ganyong galohgor disajikan pada Tabel 4. Tabel 4 Kandungan gizi cookies kontrol, F1, F2, dan F3 dengan pengukuran basis basah dan basis kering Zat Gizi Air Abu Lemak Protein Serat Kasar Karbohidrat
Keterangan
Kontrol % b/b %b/k 5.1 1.6a 1.7a 23.9 25.2 1.6a 1.6a 2.2 2.3 65.6c 66.4c
F1 % b/b 5.8 2.2b 24.1 1.7a 2.6 63.6b
Cookies ganyong galohgor F2 F3 % b/k % b/b %b/k % b/b 5.3 5.0 2.3b 2.3c 2.4c 1.8d 25.6 25.4 26.8 25.0 1.8a 2.3b 2.4b 2.7c 2.8 2.9 3.1 2.6 64.5b 61.9a 63.1a 62.9ab
%b/k 1.9d 26.3 2.8c 2.7 64ab
SNI Cookies diet diabetes(a)
Cookies Sagu(b)
Maks 5.0 Maks 2.0 Min 4.0 -
1.9 0.7 22.8 1.5 75.0
: (a) SNI 01-3702-1995 (b) Berdasarkan hasil penelitian Saputri (2014) Nilai rataan yang diikuti huruf beda pada baris yang sama menunjukkan perbedaan yang nyata (p<0.05)
Kadar air. Kadar air dalam suatu bahan pangan menjadi salah satu faktor penentu penerimaan, kesegaran, dan daya tahan pangan tersebut (Winarno 2004). Selama proses pemanggangan terjadi proses pemanasan dan proses pengurangan kadar air pada cookies. Kandungan air pada cookies akan mempengaruhi penerimaan konsumen terutama pada atribut tekstur (kerenyahan). Cookies dengan kadar air tinggi cenderung tidak renyah sehingga teksturmya kurang disukai oleh konsumen.
16
Kadar air (b/b) cookies ganyong galohgor yang dihasilkan oleh cookies kontrol, F1, F2, dan F3 secara berturut-turut adalah sebagai berikut 5.1%, 5.8%, 5.3%, 5.0%. Kadar air pada cookies ganyong galohgor (F2) jika dibandingkan dengan cookies kontrol tergolong lebih tinggi 0.2%. Syarat mutu cookies diet diabetes berdasarkan SNI 01-3702-1995 bahwa kadar air maksimal pada cookies sebesar 5%. Kadar air cookies ganyong galohgor (F2) melebihi sekitar 0.3% dari nilai standar. Cookies ganyong galohgor mengandung kadar air yang lebih tinggi sekitar 3.9% jika dibandingkan dengan cookies sagu berdasarkan hasil penelitian Saputri (2014). Tepung sagu sebagai bahan utama dalam pembuatan cookies mengandung amilosa sebanyak 27% sedangkan tepung terigu mengandung amilosa sebesar 25% (Rasyid 2015). Perbandingan amilosa mempengaruhi sifat kelarutan dan derajat gelatinisasi, semakin besar kandungan amilosa maka pati akan bersifat lebih kering, kurang lekat, dan cenderung menyerap air lebih banyak (Saripudin 2006). Selain itu juga tepung sagu memiliki kadar air sekitar 11.58% (b/b) lebih tinggi dibandingkan kadar air pada tepung terigu yang hanya mencapai 10.80% (b/b) (Hudiana 2013; Rasyid 2015). Kadar air merupakan komponen yang memberikan pengaruh terhadap daya tahan cookies dalam proses penyimpanan. Kadar air cookies F2 tergolong lebih tinggi jika dibandingkan dengan cookies kontrol dan F3. Hal ini menunjukkan bahwa cookies kontrol dan F3 diduga memiliki daya tahan yang lebih baik dibandingkan dengan cookies F2 dalam proses penyimpanan. Hasil uji beda menunjukkan bahwa penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor pada berbagai konsentrasi tidak memberikan pengaruh yang signifikan (p>0.05) terhadap kadar air cookies ganyong galohgor. Kadar abu. Abu merupakan unsur mineral sebagai sisa dari hasil proses pembakaran senyawa organik. Kandungan abu di dalam suatu bahan pangan bergantung pada besarmya kandungan mineral bahan tersebut (Nielsen 2010). Hasil analisis kadar abu (b/k) pada cookies ganyong galohgor dimulai dari kontrol, F1, F2, dan F3 secara berturut-turut adalah sebagai berikut 1.7%, 2.3%, 2.4%, 1.9%. Kadar abu cookies ganyong galohgor (F2) tergolong tinggi jika dibandingkan dengan cookies kontrol, F1, dan F3. Syarat mutu cookies diet diabetes menyatakan bahwa kadar abu maksimal yang terkandung pada cookies sebesar 2%. Kadar abu yang terkandung dalam cookies F2 lebih tinggi sekitar 0.3% dari standar dan 0.6% dari cookies sagu (Saputri 2014). Hasil uji beda menunjukkan bahwa penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor pada cookies berpengaruh meningkatkan kandungan abu secara signifikan (p<0.05) pada cookies ganyong galohgor. Hal ini dapat terjadi karena setiap cookies memiliki konsentrasi tepung ganyong dan ekstrak galohgor yang berbeda-beda sebab tepung ganyong memiliki kadar abu sebesar 2.9% dan kadar abu yang dimiliki ekstrak galohgor sebesar 4.3% sehingga diduga dapat mempengaruhi kadar abu dari pada setiap formula cookies (Richana dan Sunarti 2004; Roosita et al. 2014). Kadar Lemak. Lemak pada cookies berperan penting dalam menentukan citarasa serta tekstur pada cookies itu sendiri. Selain itu lemak merupakan sumber energi yang memberikan nilai energi lebih besar dibandingkan karbohidrat dan protein yaitu 9 kkal per gram (Mahan & Stump 2008). Kadar lemak pada cookies kontrol, F1, F2, dan F3 berturut-turut adalah sebagai berikut 25.2%, 25.6%,
17
26.8%, dan 26.3%. Cookies ganyong galohgor (F2) memiliki kadar lemak 1.6%, 1.2%, dan 4% lebih tinggi dibandingkan cookies kontrol, F1, dan cookies sagu (Saputri 2014). Tingginya kadar lemak pada cookies ganyong galohgor diduga disebabkan oleh bahan-bahan penyusun cookies itu sendiri yang memiliki kandungan lemak cukup tinggi seperti margarin (78%), susu bubuk (25.9%), kuning telur (32%), dan santan (34.3%) kemudian ditambah dengan kandungan lemak pada tepung ganyong dan ekstrak galohgor yang masing-masing mengandung lemak sebesar 1.2% dan 5.7% (Richana dan Sunarti 2004; Roosita et al. 2014). Hasil uji beda menunjukkan bahwa penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor pada berbagai konsentrasi tidak memberikan pengaruh signifikan (p>0.05) terhadap kadar lemak cookies ganyong galohgor. Kadar Protein. Protein dalam bahan pangan merupakan sumber asam amino yang mengandung unsur C,H,O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat. Kadar protein (b/k) pada cookies ganyong berturut-turut dimulai dari cookies kontrol, F1, F2, dan F3 adalah 1.6%, 1.8%, 2.4%, dan 2.8%. Cookies ganyong galohgor (F2) jika dibandingkan dengan cookies kontrol dan F1 memiliki kadar protein lebih tinggi sekitar 0.8% dan 0.6%, namun lebih rendah sekitar 0.4% dari cookies F3. Cookies F2 mengandung protein sebesar 2.3% dibawah standar SNI yang ditetapkan yaitu minimal 4%, namun jika dibandingkan dengan cookies sagu maka kadar protein cookies ganyong galohgor lebih tinggi sekitar 0.9%. Rendahnya kandungan protein pada cookies ganyong galohgor diduga disebabkan oleh komposisi kandungan cookies itu sendiri yang sebagian besar merupakan tepung sagu. Tepung sagu hanya mengandung protein sekitar 0.14% (Hudiana 2013). Hasil uji beda menunjukkan bahwa penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor pada berbagai konsentrasi berpengaruh meningkatkan kadar protein secara signifikan (p<0.05) pada cookies ganyong galohgor. Kadar serat. Serat pada makanan merupakan bagian dari karbohidrat kompleks dalam bahan pangan yang tidak dapat dicerna oleh enzim-enzim pencernaan manusia, sehingga dapat mencapai usus besar (Winarno 2004). Kadar serat pada cookies ganyong galohgor adalah sebagai berikut cookies kontrol 2.3%, F1 2.8%, F2 3.1%, dan F3 2.7%. Cookies ganyong galohgor (F2), memiliki kadar serat lebih tinggi sekitar 0.8% dari kadar serat cookies kontrol. Kandungan serat pada cookies ganyong galohgor sebagian besar disumbang oleh tepung sagu dan tepung ganyong. Tepung sagu mengandung kurang lebih 5.96% serat dan tepung ganyong mengandung serat sekitar 5.64% (Richana dan Sunarti 2004; Alfons dan Rivaie 2011). Hasil uji beda menunjukkan bahwa penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor pada berbagai konsentrasi tidak memberikan pengaruh signifikan (p>0.05) terhadap kadar serat cookies ganyong galohgor. Kadar Karbohidrat. Karbohidrat pada suatu bahan pangan merupakan salah satu komponen dalam menentukkan besarmya energi pada pangan tersebut. Komponen karbohidrat yang banyak ditemukan dalam produk pangan berupa pati, gula, pektin, dan selulosa. Selain itu kadar karbohidrat terutama pada produk cookies berperan penting dalam pembentukan karakteristik produk tersebut. Kadar karbohidrat cookies ganyong galohgor adalah sebagai berikut cookies kontrol 66.4%, F1 64.5%, F2 63.1%, F3 64%. Cookies ganyong galohgor memiliki kadar karbohidrat lebih rendah jika dibandingkan dengan cookies kontrol, F1, F3, dan cookies sagu. Hal ini disebabkan oleh komposisi tepung sagu,
18
tepung ganyong, dan ekstrak galohgor yang berbeda-beda pada setiap cookies. Tepung sagu memiliki kadar karbohidrat sekitar 86.64%, ekstrak galohgor mengandung karbohidrat sebesar 68.4%, sedangkan kadar karbohidrat pada tepung ganyong mencapai 99.40% (Hermayani et al. 2011; Hudiana 2013; Roosita et al. 2014). Hasil uji beda menunjukkan bahwa penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor pada berbagai konsentrasi berpengaruh menurunkan kadar karbohidrat secara signifikan (p<0.05) pada cookies ganyong galohgor.
Total Flavonoid Cookies Ganyong Galohgor Flavonoid adalah suatu senyawa aktif yang terdiri dari 15 atom karbon yang umumnya tersebar pada tumbuhan. Flavonoid termasuk dalam golongan senyawa fenol. Flavonoid hampir terdapat pada semua bagian tumbuhan termasuk buah, akar, daun, dan kulit luar batang. Beberapa penelitian telah menyebutkan bahwa sejumlah tanaman obat yang mengandung flavonoid telah memiliki aktivitas antioksidan, antibakteri, antivirus, antiradang, antialergi dan antikanker (Miean KH et al. 2001). Flavonoid merupakan salah satu jenis antioksidan sekunder yang berperan sebagai sistem pertahanan preventif. Flavonoid bekerja sebagai sistem pertahanan preventif dengan menghambat pembentukan senyawa oksigen reakif melalui mekanisme pengkelatan metal atau merusak pembentukannya. Selain itu flavonoid juga bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya, akibatnya radikal bebas tidak akan bereaksi dengan komponen seluler (Belleville-Nabet 1996). Penentuan kadar total flavonoid pada cookies ganyong galohgor dilakukan dengan menggunakan metode BPOM (2004). Prinsip penetapan kadar flavonoid adalah terjadinya pembentukan kompleks antara aluminium klorida dengan gugus keto pada atom C-4 dan gugus hidroksi pada atom C-3 atau C-5 yang bertetangga dari golongan flavon dan flavonol. Senyawa yang digunakan sebagai standar pada penetapan kadar flavonoid ini adalah quersetin, sebab quersetin merupakan flavonoid golongan flavonol yang memiliki gugus keto pada atom C-4 dan juga gugus hidroksil pada atom C-3 dan C-5 yang bertetangga (Miean KH et al. 2001). Pengukuran serapan dilakukan pada panjang gelombang sekitar 400-800 nm. Panjang gelombang maksimum yang dihasilkan adalah 425 nm, panjang gelombang maksimum tersebut kemudian digunakan untuk mengukur serapan kurva kalibrasi dan contoh cookies ganyong galohgor. Kalibrasi yang dilakukan pada larutan standar menghasilkan persamaan regresi linier yaitu y = 0.0775x – 0.0277 dengan nilai koefisien korelasi (r) = 0.9999. Nilai r yang mendekati 1 menunjukkan kurva kalibrasi linier dan terdapat hubungan antara konsentrasi larutan quersetin dengan nilai serapan. Hasil analisis total flavonoid pada cookies ganyong galohgor yang disajikan pada Gambar 5 menunjukkan bahwa kandungan total flavonoid dari cookies kontrol, F1, F2, dan F3 yaitu 12 mg quercetin equivalent/100 g, 18 mg quercetin equivalent/100 g, 22 mg quercetin equivalent/100 g, 19 mg quercetin equivalent/100 g. Cookies F2 memiliki kandungan total flavonoid lebih besar dibandingkan formula cookies lainnya, sedangkan cookies F1 memiliki
19
kandungan total flavonoid terendah. Jika dibandingkan dengan cookies kontrol maka cookies F1, F2, dan F3 memiliki kandungan total flavonoid lebih besar. Rendahnya kandungan total flavonoid pada cookies kontrol diduga disebabkan oleh komposisi cookies kontrol yang hanya terdiri dari tepung sagu. Sagu (Metroxylon sp.) memiliki kandungan Flavonoid hanya sekitar 4.94 µg/mL (Suryanto dan Papilaya 2013). Cookies F1 dan F2 merupakan cookies dengan penambahan tepung ganyong sebesar 12.5% dan 10 % pada masing-masing formula. Kedua formula cookies ini memiliki kandungan total flavonoid lebih besar dibandingkan dengan cookies kontrol. Hal ini diduga karena tepung ganyong memberikan kontribusi kandungan flavonoid yang cukup besar pada kedua cookies tersebut. Penelitian sebelumnya menyebutkan bahwa ganyong (Canna edulis) memiliki kandungan flavonoid mencapai 21.92 mg quercetin equivalent per 100 mg ekstrak tumbuhan (Mishra et al. 2011). Kandungan flavonoid pada cookies ganyong galohgor tidak hanya diperoleh dari tepung sagu dan tepung ganyong saja namun ekstrak galohgor yang ditambahkan pada formula cookies juga ikut menyumbang kandungan flavonoid pada cookies, terutama pada cookies F2 dan F3 yang ditambahkan 2.5% ekstrak galohgor pada masing-masing formula. Hasil uji kualitatif terhadap bahan aktif galohgor diketahui bahwa galohgor mengandung Flavonoid (Pajar 2002 dan Leatemia 2010). Komposisi tepung serta ekstrak galohgor pada cookies yang berbeda-beda pada setiap formula diduga mempengaruhi total flavonoid yang terkandung. Total Flavonoid (mgQE/100g)
25 22 20
19
18
15 12 10
5
0 F0
F1
F2
F3
Formula Cookies Gambar 5 Total flavonoid pada cookies kontrol, F1, F2, dan F3 Flavonoid berperan sebagai antioksidan sekunder pada penderita diabetes melitus tipe II. Penderita diabetes melitus tipe II mengalami hiperglikemia yang memicu stress oksidatif. Stress oksidatif ini menyebabkan peningkatan radikal bebas dan penekanan antioksidan enzimatik. Akibatnya tubuh memerlukan antioksidan nonenzimatik yang diperoleh dari sumber pangan. Antioksidan yang dikonsumsi melalui bahan pangan berfungsi sebagai antioksidan sekunder.
20
Antioksidan sekunder bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai radikal bebas dan menangkap radikal bebas. Pengaruh pemberian flavonoid dalam mencegah stress oksidatif pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin menunjukkan pemberian quercetin salah satu flavonoid pada dosis 15 mg/kg berat badan menyebabkan penurunan yang signifikan terhadap peningkatan malondialdehid (MDA) dan nitritoxida (NO) serta ada peningkatan aktivitas antioksidan enzimatik. Pemberian quercetin memberikan efek protektif terhadap diabetes melitus tipe II melalui penurunan peroksidasi lipid dan produksi NO, serta peningkatan aktivitas antioksidan enzimatik (Coskun O et al. 2005). Kontribusi Zat Gizi Cookies Ganyong Galohgor Terhadap Kebutuhan Perempuan Usia 50-64 Tahun Cookies ganyong galohgor dirancang sebagai kudapan sehat bagi penderita diabetes melitus tipe II. Penggunaan tepung ganyong pada cookies ini bertujuan untuk meningkatkan kadar serat pada cookies, sedangkan penambahan ekstrak galohgor berfungsi sebagai poliherbal yang mengandung zat antidiabetes sehingga cookies ini dapat ikut berperan dalam menurunkan kadar glukosa darah penderita diabetes melitus. Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mencatat sekitar 6.9% masyarakat Indonesia terdiagnosis diabetes melitus dan 4.8% diantaranya berusia 55-64 tahun. Dilihat dari proporsi penderita diabetes melitus pada tahun 2013, penderita diabetes melitus terbanyak diderita oleh kelompok perempuan dengan persentase sebesar 7.7%. Penentuan takaran saji cookies ganyong galohgor ini terutama bagi perempuan berusia 50-64 tahun dilihat dari kebutuhan zat gizi kelompok umur tersebut dalam sehari berdasarkan konsensus diabetes melitus. Jumlah takaran saji cookies ganyong galohgor sebanyak 40 gram per kemasan yang setara dengan 6 keping cookies dalam 1 kali makan selingan. Penelitian Firdaus (2015) menunjukkan bahwa intervensi ekstrak galohgor pada dosis 0.037 g/kg berat badan pada tikus yang telah diinduksi Streptozotocin (STZ) mampu menurunkan kadar glukosa darah sebesar 37.25 mg/dL. Dosis ekstrak galohgor yang dianjurkan untuk dikonsumsi dalam sehari yaitu sekitar 2 gram/orang per hari. Kandungan ekstrak galohgor dalam cookies ganyong galohgor sebanyak 40 gram per takaran saji telah memenuhi anjuran dosis, yaitu sebanyak 1 gram per orang per hari pada satu kali makan selingan. Penelitian Roosita dan Wientarsih (2014) menyebutkan bahwa hasil uji toksisitas ekstrak galohgor aman dikonsumsi hingga 100 kali dosis efektif yaitu sebanyak 4 gram/kg Berat Badan. Perhitungan kontribusi energi dan zat gizi produk cookies diperoleh dari hasil perbandingan kandungan energi dan zat gizi cookies per 40 gram (1 kali selingan) dengan kebutuhan zat gizi sehari kelompok perempuan berusia 50-64 tahun. Kontribusi energi dan zat gizi cookies ganyong galohgor dapat dilihat pada Tabel 5.
21
Tabel 5 Kandungan gizi dan kontribusi zat gizi cookies ganyong galohgor terhadap kebutuhan wanita usia 50-64 tahun Takaran saji cookies ganyong galohgor (40 g/hari) 204 0.9 10.7 26.1 1.2
Perempuan usia 50-64 tahun Kebutuhan* %Kebutuhan 1581 12.9 59.3 1.5 35.1 30.5 256.9 10.2 25 4.9
Zat Gizi
Satuan
Energi Protein Lemak Karbohidrat Serat
kkal Gram Gram Gram Gram
Keterangan
: *Berdasarkan konsensus DM (Perkeni 2011)
Kontribusi zat gizi cookies ganyong sebanyak 40 gram per hari belum mampu memenuhi 10% kebutuhan zat gizi harian perempuan berusia 50-64 tahun untuk protein dan serat. Besarnya konsumsi makanan selingan yang dianjurkan bagi penderita diabetes melitus dalam sehari yaitu sebesar 10% dari kebutuhan zat gizi sehari (Perkeni 2011). Kandungan energi dan lemak pada cookies ganyong galohgor mencapai 12.9% dan 30.5%, hal ini menunjukkan bahwa cookies ganyong galohgor dalam 1 kali makan telah mampu memenuhi 10% kebutuhan energi, karbohidrat, dan lemak perempuan berusia 50-64 tahun.
Daya Terima Cookies Setelah Disimpan Daya simpan sebuah produk merupakan lamanya waktu sebuah produk dapat disimpan pada kondisi penyimpanan yang disarankan sesuai petunjuk penyimpanannya dan selama produk tersebut masih terjaga kesegarannya serta kualitasnya dapat diterima. Kualitas cookies selain ditentukan oleh nilai gizinya juga ditentukan dari atribut seperti warna, aroma, citarasa, dan terkstur. Penyimpanan cookies yang baik dilakukan menggunakan kemasan kedap terhadap cahaya, uap air maupun udara. Hal ini bertujuan untuk menjaga mutu dan kualitas cookies selama penyimpanan. Cookies sangat rentan mengalami kerusakan oleh mikroorganisme sehingga akan mempengaruhi tekstur, warna, aroma, dan rasa (Arpah 2001). Cookies ganyong galohgor yang terdiri dari cookies kontrol, F1, F2, dan F3 disimpan pada wadah berbahan dasar polypropylene yang baik digunakan untuk kemasan pangan menurut Badan Pengawasan Obat dan Makanan (2015). Jenis kemasan ini memiliki beberapa keunggulan seperti tidak korosif seperti wadah logam, memiliki densitas 0.9 g/cm3 sehingga ringan, serta mempunyai permeabilitas yang rendah terhadap uap air (Rahayuningsih et al. 2008). Cookies tersebut kemudian disimpan selama satu bulan pada suhu ruang (250C). Penetapan waktu selama satu bulan penyimpanan dilihat dari rata-rata lama penyimpanan cookies yang dilakukan oleh konsumen setelah cookies tersebut dibeli. Cookies ganyong galohgor disimpan selama satu bulan dengan kondisi cookies tidak dibuka selama masa penyimpanan. Perubahan yang terjadi selama proses penyimpanan pada cookies ganyong galohgor selanjutnya dievaluasi terkait atribut warna, aroma, rasa, dan tekstur melalui uji organoleptik. Uji organoleptik ini melibatkan 34 orang panelis semi terlatih. Uji organoleptik ini terdiri dari uji
22
hedonik. Hasil uji organoleptik cookies ganyong galohgor yang telah disimpan selama satu bulan dapat dilihat pada Tabel 6. Tabel 6 Hasil uji hedonik cookies ganyong galohgor setelah disimpan selama satu bulan Atribut Warna Aroma Rasa Tekstur Keterangan
Kontrol 1 2 5.0 4.8 4.7 5.0 5.1 5.2 5.0 4.8
Cookies ganyong galohgor F1 F2 1 2 1 2 4.8 4.7 4.2 4.4 4.8 4.7 4.0 4.0 4.9 4.8 4.2 3.9 4.8 4.7 4.3 4.5
F3 1 4.3 4.8 4.6 4.4
2 4.4 4.0 3.9 4.4
: 1 = cookies sebelum disimpan 2 = cookies setelah disimpan
Produk cookies yang disimpan selama satu bulan menggunakan wadah plastik, baik pada cookies kontrol, F1, F2, dan F3 rata-rata mengalami perubahan terkait penerimaan panelis terhadap cookies ganyong galohgor tersebut. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 6 yang menunjukkan rata-rata tingkat penerimaan panelis terhadap cookies yang disimpan selama satu bulan pada suhu ruang (250C). Proses penyimpanan cookies F2 dan F3 ini mempengaruhi penerimaan panelis pada atribut rasa. Rata-rata penerimaan panelis menurun terhadap cookies yang telah disimpan, pada awalnya panelis menilai rasa cookies F2 dan F3 pada kategori biasa mendekati agak suka namun setelah cookies disimpan, tingkat penerimaan panelis menurun pada kategori agak tidak suka mendekati suka. Perubahan penerimaan panelis ini diduga disebabkan selama proses penyimpanan terjadi reaksi deteriorasi pada produk pangan yang dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik. Selanjutnya faktor-faktor ini akan memicu berbagai reaksi seperti reaksi kimia, enzimatis, atau lainnya seperti proses fisik seperti penyerapan uap air atau gas dari lingkungan. Hal ini akan menyebabkan perubahan-perubahan terhadap produk yang meliputi perubahan tekstur, flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi, maupun mikrobiologis (Arpah 2001). Hasil uji beda yang dilakukan terhadap cookies ganyong galohgor sebelum disimpan dan setelah disimpan tidak memberikan perbedaan yang nyata (p>0.05) terhadap atribut cookies seperti warna, aroma, rasa, dan tekstur.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan Penambahan tepung ganyong dan ekstrak galohgor pada cookies ganyong galohgor sebesar 10% untuk tepung ganyong serta taraf 2.5% untuk ekstrak galohgor. Proses pembuatan cookies ganyong galohgor terdiri dari beberapa tahap, yaitu pencampuran bahan penyusun (margarin, kuning telur, gula tepung, sucralose, susu bubuk, tepung sagu, tepung ganyong, ekstrak galohgor, cokelat
23
bubuk, santan, dan garam), pencetakan adonan, dan pemanggangan pada suhu 1300C selama 35 menit. Cookies ganyong galohgor memiliki warna, aroma, rasa, dan tekstur tergolong dapat diterima oleh panelis. Hasil uji mutu hedonik diketahui bahwa cookies ganyong galohgor memiliki karakteristik warna cokelat, aroma langu dan rasa manis yang tergolong netral, aroma jamu dan after taste tergolong agak kuat, dan tekstur yang agak lembut. Cookies ganyong galohgor memiliki tingkat penerimaan mencapai 82%. Cookies ganyong galohgor memiliki kandungan air 5.3% (b/b), abu 2.4% (b/k), lemak 26.8% (b/k), protein 2.4% (b/k), serat kasar 3.1% (b/k), dan karbohidrat 63.1% (b/k). Total flavonoid pada cookies ganyong galohgor mencapai 22 mg quercetin equivalent/100 gram. Cookies ganyong galohgor dengan takaran saji sebesar 40 gram per sajian memiliki kandungan energi sebesar 204 kkal, 0.9 gram protein, 10.7 gram lemak, 26.1 gram karbohidrat, dan 1.2 gram serat. Penyimpanan cookies ganyong galohgor selama satu bulan pada suhu 250C menggunakan wadah plastik tidak memberikan perbedaan yang nyata pada atribut warna, aroma, rasa, dan tekstur antara cookies sebelum disimpan dan sesudah disimpan.
Saran Kandungan gizi cookies ganyong galohgor berupa air dan abu telah memenuhi standar SNI sebagai cookies diet diabetes namun hanya kandungan protein yang tergolong rendah sehingga perlu penambahan bahan pangan sumber protein seperti putih telur untuk meningkatkan sekitar 2% kandungan protein cookies. Penelitian lanjutan juga perlu dilakukan terkait dengan nilai indeks glikemik (IG) cookies, analisis mikrobiologi, ketengikan, dan umur simpan cookies.
24
DAFTAR PUSTAKA [ADA] American Diabetes Association. 2013. Diagnosis and classification of diabetes melitus. Diabetes Care. 36:567-574. [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2005. Official Methods of Analysis of AOAC International. Ed 18. Washington(US): AOAC International. Alfons JB, Rivaie AA. 2011. Sagu mendukung ketahanan pangan dalam menghadapi dampak perubahan iklim. Perspektif 10(2): 81-91. Arpah. 2001. Buku dan Monograf Penentuan Kadaluarsa Produk Pangan. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. [BPOM] Badan Pengawasan Obat dan Makanan. 2004. Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan. Jakarta(ID): Departemen Kesehatan Republik Indonesia. . 2015. Plastik Sebagai Kemasan Pangan. Jakarta(ID): Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Chambers DH, Koppel K. 2012. Flavor comparison of natural cheeses manufactured in different countries. J Food Science. 77:177-187. Coskun O, M Kanter, A Korkmaz, S Oter. 2005. Quercetin, a flavonoid antioxidant, prevents and protects streptozotocin-induced oxidative stress and β-cell damage rat pancreas. J. Pharmacological Research 51(2): 117-123. Damayanti E, Poeloengasih C.D, Warakasih I. 2007. Komposisi nutrien dan kandungan senyawa bioaktif pati ganyong (Canna Edulis Kerr.) kultivar lokal gunung kidul. Prosiding Seminar Pemberdayaan Masyarakat Melalui Pemanfaatan Bahan Baku Lokal. Fellows P. 2000. Food Processing Technology Principle and Practice. New York: CRC Press. Firdaus. 2015. Peran ekstrak nutrasetikal galohgor untuk mengatasi resistensi insulin pada tikus diabetes yang diinduksi streptozotocin (STZ) [Thesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Ghorbani A. 2014. Clinical and experimental studies on polyherbal formulation for diabetes: current status and future prospective. J. Integrative Medicine. 12(4): 336-345. Hermayani E, A Murdiati, Griyaningsih. 2011. Karakteristik pati ganyong (Canna edulis) dan pemanfaatannya sebagai bahan pembuatan cookies dan cendol. Agritech 31(4): 297-304.
25
Hudiana VD. 2013. Pengembangan teknologi pembuatan mi sagu (Metroxylon sagu) [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. [IDF] International Diabetes Federation. 2013. IDF Diabetes Atlas Ed.5. [Internet]. Diunduh (19 Jan 2015): www.idf.org/diabetesatlas [Kemenkes] Kementerian Kehatan Republik Indonesia. 2014. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta(ID): Kemenkes RI Kusbandari A. 2013. Analisis kandungan karbohidrat dan nilai indeks glikemik serta aktivitas anti ulser dan anti kolesterol umbi ganyong (Canna edulis Ker.) [Thesis]. Yogyakarta(ID): Universitas Gajah Mada . 2015. Analisis kualitatif kandungan sakarida dalam tepung dan pati umbi ganyong (Canna edulis Ker.). J. Pharmaciana 5(1): 35-42 Leatemia RR. 2010. Aktivitas antioksidan jamu galohgor pada tikus putih (Rattus sp) [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Mahan LK, Stump SE. 2008. Krause’s Food and Nutrition Therapy Ed. 12. Missouri(US): Saunders Elsevier Meilgaard M. 1999. Sensory Evaluation Techniques. Boca Raton(US): CRC Press. Mishra T, AK Goyal, SK Middha, A Sen. 2011. Antioxidative properties of Canna edulis Ker-Gawl. Indian Journal of Natural Products and Resources 2(3): 315-321. Miean, K. H. dan S. Mohamed. 2001. Flavonoid (myricetin, quercetin, kaempferol, luteolin, and apigenin) content of edible tropical plant. J. Agric Food Chem: 49(3106-3112) Nielsen SS. 2010. Food Analysis Fourth Edition. New York(US): Springer Nuraelah A. 2015. Formulasi, daya terima, dan analisis kandungan gizi cookies galohgor berkhasiat untuk meningkatkan produksi ASI [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor Pajar. 2002. Kandungan gizi dan senyawa aktif jamu tradisional untuk kesehatan ibu melahirkan dan menyusui (produk jamu dari Desa Sukajadi, Kecamatan Tamansari, Kabupaten Bogor) [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. [Perkeni]
Perkumpulan Endrokinologi Indonesia. 2011. Konsensus Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2 di Indonesia. Jakarta(ID):EGC
Rahayuningsih T, E Noerhartati, FS Rejeki, E Retno, D puspitasari. 2008. Daya simpan gula siwalan kristal ditinjau dari jenis pengemas dan kondisi pengemasan. Surabaya[ID]: Universitas Wijaya Kusuma.
26
Rasyid NP. 2015. Aplikasi Microwave untuk disinfestasi Tribolium castaneum (Herbst.) serta pengaruhnya terhadap warna dan karakteristik amilografi tepung terigu [Thesis]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Richana N, Sunarti TC. 2004. Karakteristik sifat fisikokimia tepung umbi dan tepung pati dari umbi ganyong, suweg, ubi kelapa, dan gembili. J. Pascapanen 1(1): 29-37 Rimbawan, Siagian A. 2004. Indeks Glikemik Pangan Cara Mudah Memilih Pangan yang Menyehatkan. Jakarta(ID): Penebar Swadaya Roosita K, Kusumorini N, Manalu W, Kusharto CM. 2003. Efek jamu bersalin Galohgor terhadap involusi uterus dan gambaran darah tikus (Rattus sp.). Media Gizi dan Keluarga. 27(2):52-57. Roosita K. Wientarsih I. 2014. Pengembangan sediaan madu-galohgor sebagai nutraceutical berbasis lokal untuk kecukupan gizi ibu menyusui. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor.
Saripudin U. 2006. Rekayasa Proses Tepung Sagu (Metroxylon sp.) dan beberapa karakternya [Skripsi]. Bogor(ID): Institut Pertanian Bogor. Setiawan B, Suhartono E. 2005. Stres oksidatif dan peran antioksidan pada diabetes melitus. Majalah Kedokteran Indonesia 55(2): 86-91. Setyaningsih D, Apriyantono A, Sari MP. 2010. Analisis Sensori untuk Industri Pangan dan Agro. Bogor(ID): IPB Press. Singab AN, El-Beshbishy HA, Yonekawa M, Nomura T, Fukai T. 2005. Hypoglycemic effect of Egyptian Morus alba root bark extract: effect on diabetes and lipid peroxidation of streptozotocin-induced diabetic rats. J. Ethnopharmacology: 1-7. [SNI] Standar Nasional Indonesia. 1995. Biskuit Diet Diabetes. Jakarta(ID): Badan Standardisasi Nasional. . 2004. Bahan Tambahan Pangan Pemanis Buatan-Persyaratan Penggunaan Dalam. Jakarta(ID): Badan Standardisasi Nasional. Subagjo A. 2007. Manajemen Pengolahan Roti dan Kue. Yogyakarta(ID): Graha Ilmu. Suryanto E, M Papilaya. 2013. Komposisi fenolik dan aktivitas antioksidan dari 6 jenis tanaman sagu (Metroxylon sagu Rottb). Seminar Nasional Kimia Terapan Indonesia 2013 1: 21-27. Wieser H. 2003. Determination of gliadin and gluten in wheat starch by means of alcohol extraction ang gel permeation chromatography. Proceedings of the 17th Meeting of The Working group on Prolamin Analysis and Toxicity. 53-57.
27
Winarno FG. 2004. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta(ID) : PT Gramedia Pustaka Utama. Yayasan Pengembangan Banten dan TPG. 2001. Tekno Pangan Dan Agroindustry. Bogor(ID): Yayasan Pengembangan Banten dan TPG.
28
29
LAMPIRAN
30
Lampiran 1 Formulir uji kesukaan (hedonik) Kode
Formulir Uji Hedonik
Nama Panelis : ......................................
Tanggal Pengujian : ....................................
Jenis Kelamin : L/P Nama Produk : Cookies ganyong galohgor Dihadapan Saudara/i disajikan 4 contoh cookies, berikan penilaian terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, dan keseluruhan cookies tersebut. Anda diminta untuk menilai contoh tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-7 di bawah ini yang tepat menggambarkan persepsi Saudara/i dan berikan kode contohnya 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai contoh berikutnya 3. Mohon tidak membandingkan antar contoh saat Anda melakukan penilaian Hedonik Warna 1
2
3
Sangat tidak suka
4
5
6
Biasa
7 Sangat suka
Aroma 1
2
3
Sangat tidak suka
4
5
6
Biasa
7 Sangat suka
Rasa
1
2
3
Sangat tidak suka
4
5
6
Biasa
7 Sangat suka
Tekstur 1
2
3
Sangat tidak suka
4
5
6
Biasa
7 Sangat suka
Keseluruhan 1 Sangat tidak suka
2
3
4 Biasa
5
6
7 Sangat suka
31
Komentar .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ............................................................
32
Lampiran 2 Formulir uji mutu hedonik Kode
Formulir Uji Mutu Hedonik
Nama Panelis :..................................... Tanggal Pengujian : ............................... Jenis Kelamin : L/P Nama Produk : Cookies ganyong galohgor Dihadapan Saudara/i disajikan 4 contoh cookies, berikan penilaian terhadap warna, aroma, rasa, tekstur dan after taste cookies tersebut. Anda diminta untuk menilai contoh tersebut dengan ketentuan sebagai berikut : 1. Beri tanda garis vertikal ( I ) pada titik antara skala 1-7 di bawah ini yang tepat menggambarkan persepsi Saudara/i dan berikan kode contohnya 2. Silahkan untuk berkumur atau minum terlebih dahulu sebelum Anda menilai contoh berikutnya 3. Mohon tidak membandingkan antar contoh saat Anda melakukan penilaian Mutu Hedonik Warna
1
1 2 Coklat tua Coklat tua pekat agak pekat
2
3
3 Coklat tua
4
4 Coklat
5
5 Coklat muda
6
7
6 Coklat kekuningan
7 Kuning
Aroma langu
1
1 Sangat kuat
2 Kuat
2
3
3 Agak kuat
4
4 Netral
5
6
5 Agak lemah
7
6 Lemah
7 Sangat lemah
Aroma jamu
1
1 Sangat kuat
2 Kuat
2
3 Agak kuat
3
4
4 Netral
5
5 Agak lemah
6
7
6 Lemah
7 Sangat lemah
33
Tekstur
1
1 Sangat kasar
2
2 Kasar
3
3 Agak kasar
4
5
4 Renyah
6
7
5 Agak lembut
6 lembut
7 Sangat lembut
Rasa manis
1
1 Sangat pahit
2 Pahit
2
3
3 Agak pahit
4
4 Biasa
5
6
5 Agak manis
7
6 manis
7 Sangat manis
After taste
1
1 Sangat kuat
2 Kuat
2
3 Agak kuat
3
4
4 Biasa
5
5 Agak lemah
6
7
6 lemah
7 Sangat lemah
Komentar .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... .................................................................................................................................... ............................................................
34
Lampiran 3 Analisis kandungan gizi dan total flavonoid cookies Penetapan Kadar Air Metode Oven (AOAC 925.10) Sebanyak 1 gram contoh ditimbang dalam cawan kemudian dimasukkan ke dalam oven pada suhu 1050C selama 8 jam. Cawan selanjutnya ditimbang. Kadar air dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. ( )
( (
) )
Keterangan : W0 = bobot cawan (g) W1 = bobot cawan dan contoh sebelum dikeringkan (g) W2 = bobot cawan dan contoh setelah dikeringkan (g) Penetapan Kadar Abu Metode Pengabuan Kering (AOAC 923.03) Sebanyak 1 gram contoh ditempatkan dalam cawan porselen. Selanjutnya dibakar hingga tidak berasap, kemudian diabukan di dalam tanur pada suhu 6000C selama 6 jam lalu ditimbang. Kadar abu dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. ( ) Keterangan : W1 = Berat cawan dan contoh awal (g) W2 = Berat cawan dan abu contoh (g)
Penetapan Kadar Protein dengan metode mikro Kjeldhal (AOAC 960.52A) Sebanyak 0.25 gram contoh dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal 100 ml, kemudian ditambahkan selenium mix sebanyak 0.25 gram dan 3 mL H2SO4 pekat. Selanjutnya contoh didekstruksi (pemanasan dalam keadaan mendidih) selama 1 jam hingga larutan jernih. Setelah contoh dingin, ditambahkan 50 mL aquades dan 20 mL NaOH 40% kemudian didestilasi. Hasil destilasi selanjutnya ditampung dalam labu Erlenmeyer yang berisi campuran 10 mL H3BO3 2% dan 2 tetes indikator Brom Cresol Green-Methyl Red berwarna merah muda. Setelah volume hasil tampungan (destilat) menjadi 10 mL dan berwarna hijau kebiruan, destilat dihentikan dan dititrasi dengan HCl 0.1 N hingga berwarna merah muda. Perlakuan yang sama juga dilakukan pada blanko. Kadar protein dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. ( )
(
)
35
Penetapan Kadar Lemak dengan metode Soxhlet Sebanyak 2 gram contoh diletakkan di atas kapas yang beralas kertas saring dan digulung membentuk thimble. Selanjutnya dimasukkan ke dalam labu soxhlet dan diekstraksi selama 6 jam dengan pelarut lemak berupa heksan sebanyak 150 mL. Lemak yang terekstrak kemudian dikeringkan didalam oven pada suhu 1000C selama 1 jam. Kadar lemak dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. (
)
Keterangan : X = Berat labu lemak setelah ekstraksi (g) Y = Berat labu lemak sebelum kosong (g) W = Berat contoh (g)
Penetapan Kadar Serat Kasar Sebanyak 1 gram contoh dilarutkan dengan menggunakan 100 mL H2SO4 1.25% kemudian dipanaskan hingga mendidih. Selanjutnya didekstruksi selama 30 menit dan dilanjutkan dengan disaring menggunakan kertas saring dengan bantuan corong Buchner. Residu hasil penyaringan selanjutnya dibilas dengan 2030 mL air mendidih dan dengan 25 mL air sebanyak 3 kali. Residu didesktruksi kembali dengan NaOH 1.25% selama 30 menit. Selanjutnya disaring seperti langkah sebelumnya dan dibilas berturut-turut menggunakan 25 mL H2SO4 1.25% mendidih, 25 mL air, dan 25 mL alkohol sebanyak 3 kali. Residu dan kertas saring selanjutnya dipindahkan ke cawan porselen dan dikeringkan didalam oven selama 1300C selama 2 jam. Setelah dingin residu beserta cawan porselen ditimbang (A) dan dimasukkan ke dalam tanur 6000C selama 30 menit, selanjutnya didinginkan dan ditimbang kembali (B). Bobot serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut. Bobot serat kasar = W – W0 Keterangan: W : Bobot residu sebelum dibakar dalam tanur : A – (bobot kertas saring + cawan) W0 : Bobot residu setelah dibakar dalam tanur : B – (bobot cawan) Kadar serat kasar dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut.
Penetapan Kadar Karbohidrat menggunakan metode by difference
36
Perhitungan kadar karbohidrat dihitung dengan menggunakan metode by difference yaitu hasil pengurangan dari 100% dengan kadar air, kadar abu, kadar protein, dan kadar lemak. Pengurangan ini dilakukan sebab kandungan karbohidrat di dalam contoh sangat berpengaruh terhadap zat gizi lainnya. Kadar karbohidrat dapat dihitung dengan menggunakan rumus : Kadar Karbohidrat = 100% - % (Protein + Lemak + Abu + Air)
Penetapan Kadar Total Flavonoid Contoh ditimbang sebanyak 200 mg simplisia dan dimasukkan ke dalam labu. Selanjutnya ditambahkan 1 mL larutan 0.5% b/v HMTA (heksametilen tetramina), 2 mL larutan 25% HCl dalam air kemudian dihidrolisis dengan pemanasan sampai mendidih selama 30 menit. Campuran hasil hidrolisis disaring menggunakan kapas ke dalam labu ukur 100 mL. Residu hidrolisis selanjutnya ditambahkan dengan 20 mL aseton untuk selanjutnya didihkan kembali. Proses selanjutnya filtrat dikumpulkan ke dalam labu ukur hingga labu ukur dingin, kemudian volume ditepatkan hingga tepat 100 mL dan dikocok hingga rata. Sebanyak 20 mL filtrat dimasukkan ke dalam corong pisah dan ditambahkan 20 mL H2O. Langkah selanjutnya yaitu dilakukan ektraksi kocok dengan menggunakan 15 mL etilasetat, kemudian dua kali menggunakan 10 mL etilasetat. Langkah terakhir fraksi etilasetat dikumpulkan ke dalam labu ukur 50 mL lalu ditambahkan etilasetat hingga tepat 50 mL. Setelah contoh selesai dihidrolisis, langkah selanjutnya yaitu menyiapkan contoh untuk dibaca absorbansinya menggunakan spektrometri. Langkah pertama yaitu 10 mL larutan fraksi etilasetat (hidrolisa) dimasukkan ke dalam labu ukur sebanyak 24 mL, kemudian ditambahkan 1 mL larutan 2 g AlCl3 dalam 100 mL larutan asam asetat glacial 5% v/v (dalam metanol). Selanjutnya ditambahkan larutan asam asetat glacial 5% v/v (dalam metanol) hingga tepat 25 mL. Hasil reaksi siap diukur pada spektrometri pada panjang 425 nm setelah 30 menit didiamkan. Kadar total flavonoid dihitung dengan menggunakan rumus. Kadar total flavonoid = [ (abs x 1.25) berat contoh] x 100%
37
Lampiran 4 Hasil uji analisis statistik Tabel 7 Nilai rata-rata uji hedonik setiap ulangan Atribut
F0 1 4.9 4.6 5.0 5.0
Warna Aroma Rasa Tekstur
2 5.0 4.8 5.3 5.0
Cookies ganyong galohgor F1 F2 1 2 1 2 4.8 4.8 4.5 4.0 4.9 4.7 4.2 3.8 5.0 4.8 4.5 3.8 4.7 4.9 4.2 4.4
F3 1 4.4 4.5 5.2 4.3
2 4.3 3.7 4.1 4.5
Tabel 8 Nilai rata-rata uji hedonik Atribut
Kontrol 5.0 4.7 5.1 5.0
Warna Aroma Rasa Tekstur
Cookies ganyong galohgor F1 F2 4.8 4.2 4.8 4.0 4.9 4.2 4.8 4.3
F3 4.3 4.1 4.6 4.4
Tabel 9 Hasil uji parametrik ANOVA atribut warna Source Df Sum of Squares Mean Square F Value Pr>F Model 3 25.876 8.625 6.02 0.0006 Error 268 384.239 1.434 Corrected Total 271 410.115 Tabel 10 Hasil uji parametrik ANOVA atribut aroma Source Df Sum of Squares Mean Square F Value Pr>F Model 3 31.892 10.631 8.28 <.0001 Error 268 344.098 1.283 Corrected Total 271 375.989 Tabel 11 Hasil uji parametrik ANOVA atribut rasa Source Df Sum of Squares Mean Square F Value Pr>F Model 3 35.590 11.863 8.00 <.0001 Error 267 396.186 1.484 Corrected Total 270 431.776 Tabel 12 Hasil uji parametrik ANOVA atribut tekstur Source Model Error Corrected Total
Df 3 268 271
Sum of Squares 20.395 392.265 412.661
Mean Square 6.798 1.464
F Value Pr>F 4.64 0.0035
38
Tabel 13 Hasil uji lanjut Duncan hedonik cookies ganyong galohgor Subset untuk alpha (0.05) 1 2 4.9603 4.8074 4.2294 4.3324
Atribut
Formula
Warna
Kontrol F1 F2 F3
Aroma
Kontrol F1 F2 F3
4.6765 4.8029
Rasa
Kontrol F1 F2 F3
5.1206 4.9118
Kontrol F1 F2 F3
4.9853 4.8265
Tekstur
3
4.0279 4.0971
4.9118 4.1522 4.6221
4.8265 4.4397
4.3147 4.4397
Tabel 14 Nilai rata-rata uji mutu hedonik setiap ulangan
Atribut Warna Aroma Jamu Aroma Langu Tekstur Rasa Manis After taste
Kontrol 1 2 5.03 5.21 4.57 4.89 4.46 4.99 4.69 4.89 4.99 5.18 4.65 4.66
Cookies Ganyong Galohgor F1 F2 1 2 1 2 4.79 4.83 4.33 3.89 4.70 4.58 4.16 3.53 4.87 4.87 4.46 3.84 5.24 4.29 5.63 4.81 4.95 4.61 4.78 4.02 4.56 4.39 4.19 3.24
F3 1 4.47 4.68 4.62 5.17 5.25 4.72
2 4.32 3.54 4.05 3.94 4.37 3.68
Tabel 15 Nilai rata-rata uji mutu hedonik Atribut Warna Aroma Jamu Aroma Langu Tekstur Rasa Manis After taste
Formula Kontrol 5.12 4.73 4.73 4.79 5.09 4.66
F1
F2 4.81 4.64 4.87 4.77 4.78 4.47
F3 4.11 3.85 4.15 5.22 4.40 3.71
4.40 4.11 4.34 4.55 4.81 4.20
39
Tabel 16 Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu warna Source Model Error Corrected Total
Df 3 268 271
Sum of Squares 40.371 252.145 292.462
Mean Square 13.439 0.941
F Value Pr>F 14.28 <.0001
Tabel 17 Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu aroma jamu Source Model Error Corrected Total
Df 3 268 271
Sum of Squares 25.876 384.239 410.115
Mean Square 8.625 1.434
F Value Pr>F 6.02 0.0006
Tabel 18 Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu aroma langu Source Model Error Corrected Total
Df 3 268 271
Sum of Squares 22.742 458.688 481.431
Mean Square 7.581 1.712
F Value Pr>F 4.43 0.0047
Tabel 19 Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu tekstur Source Model Error Corrected Total
Df 3 268 271
Sum of Squares 16.011 390.971 406.982
Mean Square 5.337 1.459
F Value Pr>F 3.66 0.0130
Tabel 20 Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu rasa manis Source Model Error Corrected Total
Df 3 268 271
Sum of Squares 16.173 291.887 308.061
Mean Square 5.391 1.089
F Value Pr>F 4.95 0.0023
Tabel 21 Hasil uji parametrik ANOVA atribut mutu after taste Source Model Error Corrected Total
Df 3 268 271
Sum of Squares 34.356 434.518 468.873
Mean Square 11.452 1.621
F Value Pr>F 7.06 0.0001
40
Tabel 22 Hasil uji lanjut Duncan mutu hedonik cookies ganyong galohgor Subset untuk alpha (0.05) 1 2 5.1176 4.8088 4.1103 4.3956
Atribut
Formula
Warna
Kontrol F1 F2 F3
Aroma Jamu
Kontrol F1 F2 F3
4.7294 4.6397
Aroma Langu
Kontrol F1 F2 F3
4.7265 4.8691
Tekstur
Rasa Manis
After taste
Kontrol F1 F2 F3
3
3.8485 4.1103 4.7265
4.3382
4.1500 4.3382
4.7662 4.7662 5.2206 4.5515
Kontrol F1 F2 F3
5.0868 4.7779
Kontrol F1 F2 F3
4.6559 4.4735
4.4015 4.8103
4.4735 3.7132 4.1971
Tabel 23 Nilai rata-rata analisis proksimat cookies ganyong galohgor Sifat kimia
Air
Abu
Formula F0 F1 F2 F3 F0 F1 F2 F3
Mean 5.0700 5.8350 5.2525 5.0400
Std. Deviation .68328 .81312 .38612 .57983
1.6425 2.1700 2.2975 1.8425
.05058 .07257 .11177 .02217
N 4 4 4 4 4 4 4 4
41
Tabel 23 Nilai rata-rata analisis proksimat cookies ganyong galohgor (Lanjutan) Sifat kimia
Lemak
Protein
Serat Kasar
Karbohidrat
Formula F0 F1 F2 F3
Mean 23.9675 24.0850 25.3775 25.0150
Std. Deviation .31826 1.41446 .24350 1.48109
N
F0 F1 F2 F3
1.5650 1.6525 2.3050 2.6675
.09678 .08655 .26963 .19483
4 4 4 4
F0 F1 F2 F3
2.2000 2.6325 2.9050 2.5850
.42919 .18118 .44516 .32337
4 4 4 4
F0 F1 F2 F3
65.5550 63.6250 61.8625 62.8500
.83269 .74321 .59281 .99810
4 4 4 4
4 4 4 4
Tabel 24 Hasil uji parametrik ANOVA sifat kimia Sifat Kimia Air Abu Lemak Protein Serat Kasar Karbohidrat
t.
df
1.636 1.078 5.766 3.358 1.011 29.359
3 3 3 3 3 3
Mean Square .545 .359 1.922 1.119 .337 9.786
F
Sig.
1.3 69.063 1.765 35.113 2.594 15.094
.304 .000 .207 .000 .101 .000
Tabel 25 Hasil uji lanjut Duncan kadar abu
Formula F0 F3 F1 F2 Sig.
Subset
N 4 4 4 4
1 1.6425
2
3
4
1.8425 2.1700 1.000
1.000
1.000
2.2975 1.000
42
Tabel 26 Hasil uji lanjut Duncan kadar protein Formula
N
F0 F1 F2 F3 Sig.
Subset 2
1 4 4 4 4
3
1.5650 1.6525 2.3050 .501
2.6675 1.000
1.000
Tabel 27 Hasil uji lanjut Duncan kadar karbohidrat Formula
N
F2 F3 F1 F0 Sig.
Subset 2
1 61.8625 62.8500
4 4 4 4
3
62.8500 63.6250
.108
.198
65.5550 1.000
Tabel 28 Nilai rata-rata atribut pada setiap cookies yang telah disimpan Atribut Warna
Aroma
Rasa
Tekstur
Status After Before Total After Before Total After Before Total After Before Total
Mean 4.7838 4.9603 4.8721 4.9721 4.6765 4.8243 5.2088 5.1206 5.1647 4.7971 4.9853 4.8912
Std. Deviation 1.22336 1.31037 1.26601 .88921 1.18348 1.05335 .92215 1.13723 1.03240 1.33752 1.25344 1.29480
N 68 68 136 68 68 136 68 68 136 68 68 136
Tabel 29 Hasil uji parametrik ANOVA pada cookies yang telah disimpan Atribut Warna Aroma Rasa Tekstur
t.
df 1.059 2.971 .265 1.205
1 1 1 1
Mean Square 1.059 2.971 .265 1.205
F
Sig. .659 2.711 .247 .717
.418 .102 .620 .399
43
Gambar 6 Kurva standar quercetin
Gambar 7 wadah plastik penyimpanan cookies
44
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Giessen, Jerman pada tanggal 13 Juni 1994. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Budi Suharjo dan Rina Bogidarmanti. Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TK AlMunawar pada tahun 2002, selanjutnya melanjutkan pendidikan dasar di SD Negeri Polisi 5 Bogor hingga tamat tahun 2007. Kemudian Penulis melanjutkan ke SMP Negeri 8 Bogor hingga tamat tahun 2009. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke SMA Negeri 5 Bogor hingga tahun 2012. Penulis diterima di IPB melalui jalur SNMPTN Undangan pada tahun 2012 di Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia. Selama masa perkuliahan penulis aktif dalam organisasi sebagai anggota Divisi HUMAS Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) pada tahun 2015. Penulis juga pernah menjadi Ketua Divisi 3DP pada kegiatan Nutrition Fair 2015. Penulis juga aktif dalam kegiatan kepanitiaan seperti Food Fair 2013, Welcome Party 2014, MPF 2014, ANIMAZI 2014, Nutrition Fair 2014, dan Musyawarah Nasional VII ILMAGI 2015. Penulis pernah mengikuti kegiatan Gizi Bakti Masyarakat (GBM) yang diselenggarakan oleh HIMAGIZI pada tahun 2015/2016. Selain dalam bidang organisasi dan kepanitiaan, penulis juga pernah menjadi asisten mata kuliah Kulinari dan Gizi pada tahun 2015/2016. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi di Desa Damarwulan, Kecamatan Keling, Kabupaten Jepara. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang/ Internship Dietetic di Rumah Sakit Umum Daerah Pasar Rebo pada bulan NovemberDesember 2015.