FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan ke Hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas karuniaNya kami dapat menyelesaikan Laporan Akhir, pada waktu yang telah ditentukan. Terima kasih kami sampaikan kepada SNVT Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan, Ditjen Cipta Karya, Departemen Pekerjaan Umum yang telah memberikan kepercayaan dan kesempatan kepada kami, PT Prismaita Cipta Kreasi untuk melaksanakan kegiatan Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat pada P2KP- PNPM tahun 2009. Mudah-mudahan laporan ini bermanfaat bagi perbaikan P2KP-PNPM.
Saran bagi
perbaikan Laporan ini sangat kami harapkan. Demikian laporan akhir, kami buat dan atas dukungan semua pihak kami ucapkan terimakasih.
Jakarta, Desember 2009
PT.Prismaita Cipta Kreasi
PT. Prismaita Cipta Kreasi
i
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
BAB 1 ! 1.1
LATAR BELAKANG P2KP
bertujuan
mengurangi
kemiskinan
di
perkotaan
dengan
meningkatkan kapasitas tindakan bersama oleh masyarakat miskin perkotaan
dan
memberikan
bantuan
langsung
masyarakat
(BLM).
Fasilitator membantu masyarakat melalui proses mengangkat kepedulian, pemetaan
kemiskinan,
pemilihan
BKM
dan
persiapan
Rencana
Pembangunan Masyarakat1 (PJM Pronangkis) oleh organisasi masyarakat (BKM). Selanjutnya melaksanakan kegiatan pembangunan masyarakat berkisar dari infrastruktur berskala kecil hingga kredit mikro dan pengembangan
usaha
jasa-jasa
lain
yang
bertujuan
mengurangi
kemiskinan. Sejumlah besar relawan dilibatkan di semua kegiatan proyek dan sebagai anggota BKM. BKM bertanggung jawab pada masyarakat dan diharapkan mengambil keputusan dengan cara-cara yang partisipatif. Di tingkat kota, BKM dari semua masyarakat kota (kelurahan) yang berpartisipasi diorganisir dalam Forum-forum BKM dengan tujuan tidak hanya berbagi pengalaman dan belajar dari sesama, tapi juga bertindak bersama
untuk
mempengaruhi
pengambilan
keputusan
di
tingkat
pemerintah kota. Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan-1 selanjutnya disingkat P2KP-1 dilaksanakan tahun 1999 sampai 2004 di 6 propinsi, terdiri dari daerah perkotaan yang kepadatan penduduknya tinggi di Jawa bagian Utara, kabupaten dan kota Bandung, Daerah Istimewa Yogyakarta, dan kabupaten dan kota Malang. !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 1
Rencana ini diharapkan tertuju pada perbaikan pembangunan manusia di level desa (seperti yang diukur oleh HDI) dan berkontribusi pada MDG (seperti yang diukur dengan indikator-indikator MDGs).
!PT. Prismaita Cipta Kreasi
1-1
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
P2KP-2 dilaksanakan antara tahun 2004 – 2008 sebagai kelanjutan P2KP-1 tapi diperluas ke wilayah perkotaan di 13 propinsi berlokasi di Sulawesi, Kalimantan, NTB dan sebagian Jawa bagian Selatan. Di daerah-daerah ini semua kecamatan2 di perkotaan digolongkan menurut jumlah rumah tangga miskin. Kemudian 20 % kecamatan terkaya dikesampingkan, dan dari kecamatan yang tersisa dipilih desa atau kelurahan
untuk
berpartisipasi, menurut data Podes-BPS, pembagian persentasi dari rumah tangga miskin lebih dari 34%. Konsep dari P2KP-1 diperbaiki di P2KP-2, tujuannya disamping untuk mendukung masyarakat miskin, proyek juga mendukung pemerintah di tingkat kota/kabupaten agar menjadi lebih tanggap pada kebutuhan masyarakat miskin melalui peningkatan kemitraan dengan organisasi masyarakat dan juga memperbaiki layanan untuk masyarakat miskin kota. Upaya-upaya intensif dan peningkatan kapasitas disebutkan sebagai PAKET (Program Penanggulangan Kemiskinan Terpadu) dan bertujuan untuk mencapai sinergi dengan proses perencanaan pemerintah secara formal dan tersedianya sumber daya lokal. Program
Penanggulangan
Kemiskinan
di
Perkotaan-3
(P2KP-3)
dilaksanakan tahun 2005 dan berjalan hingga 2011 di 15 propinsi tambahan, mencakup wilayah yang luas di Sumatera, Kalimantan Timur, NTT, Maluku dan Irian Jaya. Kriteria pemilihan untuk keikutsertaan adalah kecamatan yang sama seperti pada P2KP-2. Dalam waktu yang bersamaan, proyek menekankan target dengan jangkauan yang lebih luas, terdiri dari masyarakat miskin, pemerintah setempat, administrasi kelurahan dan lingkungan kelurahan. PNPM dilaksanakan dari tahun 2007 sampai 2011, pada akhirnya akan memperluas proyek P2KP ke 33 propinsi di seluruh Indonesia, yang akan
!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 2
Kecamatan di sini lebih banyak berstatus kelurahan dibanding berstatus desa.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi
1-2
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
mencakup semua kecamatan di perkotaan dengan lebih dari 10% daerah miskin di perkotaan. Jumlah wilayah administratif yang dijangkau setiap fase proyek diperlihatkan dalam Tabel-1. Tabel 1.1 Gambaran Umum Tahapan P2KP Menurut Jangkauan Satuan Administratif Fase
Periode
Proyek
Pelaksanaan
Propinsi
Kabupaten / Kota
Kecamatan
Kelurahan
BLM (mil. Rp.)
P2KP-1
1999-2004
6
64
681
2621
758,250
P2KP-2
2004-2008
13
80
210
2059
451,000
P2KP-3
2005-2011
15
96
229
1726
492,800
Sumber: P2KP, 2007c
Prinsip dasar: melalui berbagai tahapan pelaksanaan, P2KP memelihara dan mengembangkan dasar-dasar pemberdayaan masyarakat yang terdiri dari: (1) partisipasi dengan basis yang luas dan belajar di tingkat masyarakat (2) keberlanjutan kerelawanan (3) bertanggungjawab secara moral dan kepemimpinan yang diakui (BKM) yang ditandai dengan adanya transparansi dan akuntabilitas. Tantangan umum: sebagaimana dijelaskan di atas, P2KP telah berhasil secara efektif menjangkau masyarakat miskin perkotaan di Indonesia dalam jumlah yang menakjubkan dan dalam melibatkan ratusan ribu relawan dalam tindakan kolektif yang membahas kemiskinan setempat. Fasilitator, sebagai pelaku utama merupakan garis depan program pelaksanaan P2KP, karena mereka bertanggung jawab atas fasilitasi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan P2KP di tingkat masyarakat. Untuk melaksanakan tugas-tugas, minimum komposisi tim fasilitator kelurahan terdiri dari 4 anggota, sebagai contoh: (1) Fasilitator Senior,
!PT. Prismaita Cipta Kreasi
1-3
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
(2) Fasilitator untuk Pengembangan Masyarakat, (3) Fasilitator untuk ekonomi, (4) Fasilitator untuk aspek teknis. Di lokasi P2KP-2 dan P2KP-3 saat ini, selama pertengahan pertama dari 24 bulan siklus pelaksanaan, ke-empat fasilitator ini akan bertanggung jawab untuk membantu 7 kelurahan, sisanya yaitu 6 bulan berikutnya tim akan terdiri dari 3 fasilitator. Di lokasi baru PNPM, bagaimanapun, 5 fasilitator akan mendukung setiap kelurahan yang dibantu. Tim fasilitator kelurahan direkrut dan dibayar oleh Satuan Kerja Non Vertikal (SNVT), Penataan Bangunan dan Lingkungan di Tingkat Propinsi, namun tanggung jawab pengelolaan dan pengawasan terletak pada Konsultan Manajemen Wilayah (KMW) P2KP, sementara Koordinator Kota (Korkot) memfasilitasi dan mengelola dukungan untuk masyarakat sebagaimana diberikan oleh fasilitator. Selama semua fase pelaksanaan P2KP, fasilitator mendapatkan pelatihan dasar, madya dan utama yang kemudian diikuti oleh serangkaian acara pengajaran sebagaimana diperlukan. Hal ini menghasilkan kapasitas yang bervariasi dari fasilitator dan umumnya lemah, yang sungguh kontras dengan aturan penting mereka dalam proses pelaksanaan proyek secara keseluruhan.
Pengetahuan,
pemahaman
dan
keahlian
menyangkut
pendekatan pemberdayaan masyarakat secara umum dan teknik advokasi masyarakat khususnya, tidak ada. Dalam masa persiapan untuk pelaksanaan program PNPM secara nasional, P2KP
bersama
dengan
Kementerian
Pekerjaan
Umum,
telah
mengembangkan kurikulum pelatihan fasilitator serta modul-modul pelatihan. Materi pelatihan ini, yang menjadi bekal bagi fasilitator untuk bekerja. Dimana pelaksanaan pelatihan dilakukan oleh KMW sesuai dengan lokasi kerja fasilitator. Sebagai penguatan kapasitas dari hasil pelatihan, maka dilakukan coaching atau Kegiatan Belajar Internal (KBI) di tingkat Korkot. Dalam rangka mengetahui lebih jauh tentang kegiatan !PT. Prismaita Cipta Kreasi
1-4
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
pendampingan dan pelatihan fasilitator, maka perlu diadakan studi mengenai kajian kurikulum pelatihan fasilitator P2KP. Hal tersebut berkaitan dengan tugas dan peran fasilitator serta harapan dan kenyataan fasilitator di lapangan serta BKM dan KSM sebagai warga belajar, maka perlu adanya jawaban terhadap pertanyaan: Bagaimana pendampingan dan pelatihan fasiliatator yang ada, relevankah bagi fasilitator untuk mampu menjawab tantangan masa datang? 1.2
MAKSUD DAN TUJUAN STUDI Kajian
pengembangan
kurikulum
pelatihan
fasilitator
P2KP
ini
dimaksudkan untuk: (a) memberikan masukan terhadap kurikulum dan modul yang ada berdasarkan input yang diperoleh dari lapangan. (b) memberikan masukan untuk pelaksanaan PNPM yang efektif melalui perekrutan fasilitator yang bersertifikat dengan kualitas dan kapasitas yang mencukupi sebagai agen perubahan di masyarakat. Tujuan kajian pengembangan kurikulum pelatihan fasilitator ini adalah untuk : ! Memberikan
gambaran
yang
komprehensif
dari
kondisi-kondisi
tantangan saat ini dalam pekerjaan fasilitator masyarakat yang menyangkut kekurangan yang cukup penting dalam pekerjaan yang berhubungan dengan pengetahuan dan keahlian yang dirasa (1) oleh masyarakat (2) pemerintah lokal, (3) pengelola program, (4) fasilitator itu sendiri. ! Memberikan penilaian terhadap materi pelatihan dan kurikulum yang ada, termasuk yang dikembangkan oleh lembaga lain seperti LSM yang dapat diadaptasi (sebagian) pada kebutuhan program PNPM. ! Memberi masukan terhadap kurikulum dan modul yang sudah ada berdasarkan masukan dan input dari lapangan. ! Mengembangkan rekomendasi perlunya sertifikasi bagi para fasilitator untuk rancangan program dan penerapan program dalam wilayah perluasan PNPM. !PT. Prismaita Cipta Kreasi
1-5
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Berdasarkan maksud dan tujuan tersebut maka, kajian ini menjawab pertanyaan penelitian, yaitu; 1. Apakah keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan dalam pelatihan fasilitator masyarakat dalam hal dukungan pelaksanaan pendekatan pemberdayaan masyarakat. a) Apakah kebijakan P2KP tentang hal ini? b) Apakah jenis materi pelatihan yang tepat yang telah dikembangkan oleh lembaga lain? c) Bagaimanakah materi ini dapat diadaptasikan pada kebutuhan program? 2. Bagaimanakah keahlian ini dapat diajarkan sebaik mungkin sebagai bagian dari kursus pelatihan yang intensif dan terintegrasi yang terdiri dari pendidikan dalam kelas dan praktek lapangan? 3. Apakah persyaratan yang penting untuk lulus penugasan penulisan final dan presentasi/untuk pemberian sertifikat? 4. Bagaimana praktek pelatihan yang sedang berlaku (termasuk TOT) diharmonisasikan secara efektif dan ditingkatkan sesuai standar modern untuk adult learning? 5. Apakah harapan nyata di masyarakat, pemerintah lokal dan pengelola program dalam kaitannya dengan peran fasilitator? 6. Bagaimana persepsi dan pengalaman nyata fasilitator mengenai kelemahan-kelemahan yang paling berat dalam pekerjaan mereka? 7. Bagaimana harapan-harapan yang saling bertentangan di antara pendekatan resmi dan tantangan-tantangan nyata dapat diakomodasi dalam proses pelatihan? 1.3
RUANG LINGKUP KEGIATAN
1.3.1 Masa Pelaksanaan dan Kegiatan-Kegiatan Utama Keseluruhan kegiatan kajian pengembangan kurikulum fasilitator adalah selama 6 bulan (180 hari kalender) terhitung sejak dikeluarkannya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) dan mencakup (1) Persiapan Tim; (2) !PT. Prismaita Cipta Kreasi
1-6
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Kunjungan Lapangan; (3) Analisa Data Lapangan; (4) Lokakarya Laporan Antara dan (5) Analisa final dan penulisan laporan. 1.3.2 Cakupan, Lokasi dan Keterwakilan Kajian pengembangan kurikulum fasilitator dalam pelaksanaan di lapangan memerlukan waktu yang cukup untuk melakukan pengamatan di kota-kota yang telah ditentukan terhadap kelompok sasaran maupun wawancara dengan informan kunci. Mempertimbangkan jangka waktu kurang lebih 8 minggu efektif yang tersedia untuk kerja lapangan dengan layak, dan mempertimbangkan bahwa hanya satu tim peneliti3 akan dipekerjakan untuk satu kajian, telah dipilih 6 lokasi kajian yang berbeda yang menggambarkan (1) perbedaan utama geografis dan wilayah sosio-ekologis yang mana program telah diperluas tapi juga (2) tingkatan pembangunan kota di setiap daerah. Ke enam lokasi kajian tersebut adalah: •
Kota-kota di (1) Medan dan (2) Bengkulu (Sumatra, P2KP3)
•
Kota-kota di (3) Surabaya dan (4) Pasuruan (Jawa, PNPM 2007)
•
Kota-kota di (5) Makassar dan (6) Gorontalo (Sulawesi, P2KP2)
1.3.3 Pendekatan Multi-Level Menerapkan Metode Ganda atau Campuran Pendekatan yang dilakukan dalam kajian ini adalah pendekatan multilevel. Data kualitatif dan kuantitatif yang dikumpulkan, tingkatan dan unit pengumpulan data, tingkatan dan unit analisa, metode pengumpulan data yang tepat, harus ditentukan dalam kaitannya dengan jenis dari tema kajian. Metode-metode dan teknik-teknik yang terpilih disesuaikan dengan tematema penelitian, mencakup aspek kualitatif dan kuantitatif. Upaya sistematik dibuat untuk menghubungkan jenis-jenis instrumen yang berbeda dalam menggambarkan unit analisa yang sama (seringkali berbeda dari unit-unit pengumpulan data). !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! !!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!!! 3
Satu tim yang terdiri dari 4 peneliti
!PT. Prismaita Cipta Kreasi
1-7
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
BAB 2 ! Berangkat dari tema penelitian ini, yaitu Studi Pengembangan Kurikulum untuk Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat pada PNPM-P2KP, maka teori yang mendukung disajikan berkaitan dengan konsep kurikulum dan komponennya, konsep fasilitator pemberdayaan masyarakat dan konsep pelatihan fasilitator. 2.1
KONSEP DAN LANDASAN PENGEMBANGAN KURIKULUM
2.1.1 Pengertian Dalam proses pendidikan, kurikulum merupakan alat untuk mencapai tujuan pendidikan. Tanpa kurikulum yang sesuai dan tepat akan sulit untuk mencapai tujuan dan sasaran yang diinginkan. Sebagai alat yang penting untuk mencapai tujuan, kurikulum hendaknya adaptif terhadap perubahan zaman dan kemajuan ilmu pengetahuan serta canggihnya teknologi. Disamping itu, kurikulum harus bisa memberikan arahan dan patokan keahlian kepada peserta didik setelah menyelesaikan suatu program pengajaran pada suatu lembaga. Oleh karena itu, wajar bila kurikulum selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kemajuan zaman, ilmu pengetahuan dan teknologi yang sedang terjadi. Kurikulum ditinjau dari asal katanya berasal dari bahasa Yunani yang mula-mula digunakan dalam bidang olahraga, yaitu curere, yang berarti jarak tempuh lari. Dalam kegiatan berlari tentu saja ada jarak yang harus
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2-1
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
ditempuh mulai dari start sampai dengan finish. Jarak dari start sampai dengan finish ini disebut curere (Subandiyah, 1993). Pendapat lain mengatakan pada mulanya kurikulum dijumpai dalam dunia atletik pada jaman Yunani Kuno, yang berasal dari kata curir yang artinya pelari, dan curere artinya tempat berpacu atau tempat berlomba. Sedangkan curriculum mempunyai arti jarak yang harus ditempuh oleh pelari (Syafrudin Nurdin, 2002). Istilah-istilah kurikulum tersebut mengalami perpindahan arti ke dunia pendidikan. Apabila pengertian kurikulum dikaitkan dengan pendidikan, maka berarti jalan terang yang dilalui pendidik atau guru latih dengan orang-orang
yang
dididik
atau
dilatihnya
untuk
mengembangkan
pengetahuan, keterampilan dan sikap mereka. (Al Syaibani 1997). Pengertian kurikulum berdasarkan pemahamannya dapat dipandang sebagai kurikulum tradisional dan kurikulum secara modern. 1. Pengertian kurikulum menurut pandangan tradisional Dalam kamus Webster New International Dictionary (1953) Kurikulum diartikan sebagai 1) A course of study, 2) All the courses of study given in an educational institution (Lewis M Adams, 1965). Menurut Oemar Hamalik, kurikulum menurut pandangan lama adalah sejumlah mata pelajaran yang harus ditempuh oleh murid untuk memperoleh ijazah. Pengertian ini mempunyai implikasi bahwa mata pelajaran pada hakekatnya pengalaman masa lampau, tujuannya adalah untuk memperoleh ijazah (Hamalik, 1993). Definisi
kurikulum
kecenderungan
secara
penekanan
tradisional pada
masih
rencana
tampak pelajaran
adanya untuk
menyampaikan mata pelajaran yang masih mengandung kebudayaan nenek moyang dan pengertian tersebut masih mengacu kepada masa
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2-2
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
lampau.
Kurikulum
juga
diartikan
secara
sempit
hanya
pada
penyampaian mata pelajaran kepada anak didik. 2. Pengertian kurikulum menurut pandangan modern. Dewasa ini kurikulum tidak hanya sebatas sebagai segala hal yang berhubungan dengan pendidikan, tetapi hendaknya kurikulum bisa lebih mengacu pada kemajuan teknologi dan pengetahuan. Jelaslah bahwa kurikulum bukan sekedar seperangkat mata pelajaran atau bidang studi, tetapi sudah menjadi ajang politik dan sudah menjadi bekal para lulusan untuk dapat menjawab tuntutan masyarakat. Menurut
Hilda
Taba
dalam
bukunya
Curriculum
Development
menuliskan, Curriculum is, after all, a way of preparing young people to participate as productive members of our culture (Taba, 1962). Tampaknya Hilda Taba mendefinisikan kurikulum dengan lebih cenderung pada metodologi, yaitu mempersiapkan manusia untuk berpartisipasi sebagai anggota yang produktif dari suatu budaya. Sesuai dengan perkembangan, David Pratt dalam Curriculum, Design and Development menyatakan bahwa A curriculum is an organized set of formal educational and or training intentions (Pratt, 1980). Maksudnya, kurikulum yaitu seperangkat organisasi pendidikan formal atau pusat-pusat latihan. Selanjutnya ia membuat implikasi secara lebih eksplisit tentang definisi yang dikemukakannya tersebut menjadi enam hal, yaitu: 1) Kurikulum adalah suatu rencana atau intentions, ia mungkin hanya berupa
perencanaan
(mental)
saja,
tapi
pada
umumnya
diwujudkan dalam bentuk tulisan; 2) Kurikulum
bukanlah
kegiatan,
melainkan
perencanaan
atau
rancangan kegiatan; 3) Kurikulum berisi berbagai macam hal seperti masalah apa yang harus dikembangkan pada diri siswa, evaluasi untuk menafsirkan
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2-3
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
hasil belajar, bahan dan peralatan yang dipergunakan, kualitas guru yang dituntut, dan sebagainya; 4) Kurikulum melibatkan maksud atau pendidikan formal, maka ia sengaja mempromosikan belajar dan menolak sifat rambang, tanpa rencana, atau kegiatan tanpa belajar; 5) Sebagai perangkat oraginisasi pendidikan, kurikulum menyatukan berbagai komponen seperti tujuan, isi, sistem penilaian dalam satu kesatuan yang tak terpisahkan atau dengan kata lain kurikulum adalah suatu system; 6) Pendidikan
dan
Latihan
dimaksudkan
untuk
menghindari
kesalahpahaman yang terjadi jika suatu hal dilalaikan. (Burhan,) Menurut Winarno, sebagaimana dikutip oleh Burhan Nurgiyantoro mendefinisikan kurikulum sebagai suatu program pendidikan yang direncanakan dan dilaksanakan untuk mencapai sejumlah tujuan pendidikan tertentu. (Burhan). Berbagai pengertian atau definisi yang telah disebutkan di atas menurut S. Nasution dapat diperoleh penggolongan sebagai berikut: 1. Kurikulum dapat dilihat sebagai produk, yakni sebagai hasil para pengembang kurikulum, biasanya dalam suatu panitia. Hasilnya dituangkan dalam bentuk buku atau pedoman kurikulum, misalnya berisi sejumlah mata pelajaran yang harus diajarkan. 2. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai program, yakni alat yang dilakukan oleh sekolah untuk mencapai tujuannya. Ini dapat berupa mengajarkan berbagai mata pelajaran tetapi dapat juga meliputi segala kegiatan yang dianggap dapat mempengaruhi perkembangan
siswa,
misalnya
perkumpulan
sekolah,
pertandingan, pramuka, warung sekolah, dan lain-lain. 3. Kurikulum dapat pula dipandang sebagai hal-hal yang diharapkan akan dipelajari siswa , yakni pengetahuan, sikap, dan keterampilan tertentu. Apa yang diharapkan akan dipelajari tidak selalu sama dengan apa yang benar-benar dipelajari. PT. Prismaita Cipta Kreasi
2-4
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
4. Kurikulum sebagai pengalaman siswa. Ketiga pandangan di atas berkenaan dengan perencanaan kurikulum sedangkan pandangan ini mengenai apa yang secara aktual menjadi kenyataan pada tiap siswa. Ada kemungkinan bahwa apa yang diwujudkan pada diri anak berbeda dengan apa yang diharapkan menurut rencana. (Nasution, 1995). Beberapa definisi kurikulum yang telah disebutkan di atas dapat diambil kesimpulan, bahwa kurikulum merupakan pengalaman peserta didik, baik di sekolah maupun di luar sekolah. Kurikulum tidak hanya terbatas pada mata pelajaran, tetapi meliputi segala sesuatu yang dapat
mempengaruhi
perkembangan
peserta
didik,
dan
bisa
menentukan arah atau mengantisipasi sesuatu yang akan terjadi. Dengan kata lain kurikulum haruslah menunjukkan kepada apa yang sebenarnya harus dipelajari oleh peserta didik. 2.1.2 Fungsi Kurikulum Fungsi kurikulum identik dengan pengertian kurikulum itu sendiri yang berorientasi pada pengertian kurikulum dalam arti luas, maka fungsi kurikulum mempunyai arti sebagai berikut: 1. Sebagai pedoman penyelenggaraan pendidikan pada suatu tingkatan lembaga pendidikan tertentu dan untuk memungkinkan pencapaian tujuan dari lembaga pendidikan tersebut; 2. Sebagai batasan daripada program kegiatan (bahan pengajaran) yang akan diajarkan pada suatu semester, kelas, maupun pada tingkat pendidikan tersebut; 3. Sebagai pedoman guru atau pelatih dalam menyelenggarakan proses belajar mengajar sehingga kegiatan yang dilakukan guru/pelatih dengan peserta didik terarah kepada tujuan yang telah ditetapkan. Dengan demikian fungsi kurikulum pada dasarnya adalah program kegiatan yang tercantum dalam kurikulum yang akan mempengaruhi atau PT. Prismaita Cipta Kreasi
2-5
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
menentukan bentuk pribadi peserta didik yang diinginkan. Oleh karena itu pengembangan kurikulum perlu memperhatikan beberapa hal: 1) Tuntutan pembangunan daerah dan nasional; 2) Tuntutan dunia kerja; 3) Aturan social, budaya, perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni; 4) Dinamika perkembangan global; 5) Persatuan nasional dan nilai-nilai kebangsaan. Jika dalam melakukan pengembangan kurikulum memperhatikan hal-hal tersebut di atas, maka akan menghasilkan peserta didik yang memiliki kepribadian dan mampu menyesuaikan diri untuk hidup di tengah-tengah masyarakat. 2.1.3 Komponen Kurikulum Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa suatu kurikulum terdiri atas komponen-komponen 1) tujuan, 2) isi, 3) metode atau proses belajar mengajar
dan
4)
evaluasi.
Setiap
komponen
kurikulum
tersebut
sebenarnya saling berkaitan bahkan masing-masing merupakan bagian integral dari kurikulum tersebut. Itulah sebabnya maka kurikulum disebut sebagai suatu system. Oleh karena itu apabila akan membuat atau menilai kurikulum, perhatiannya tentu harus tertuju pada empat pertanyaan: 1) Apa tujuan pembelajarannya? 2) Pengalaman belajar apa yang disiapkan untuk mencapai tujuan? 3) Bagaimana pengalaman belajar itu dilaksanakan? 4) Bagaimana menentukan bahwa tujuan itu telah tercapai?
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2-6
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Berikut penjelasan tentang keempat komponen kurikulum tersebut: a) Tujuan Tujuan pada dasarnya adalah sesuatu yang ingin dituju (Webster, 1980). Tujuan merupakan titik terminal tempat mengarahnya segala gerak, kerja atau perjalanan. Tujuan akan memberikan pegangan tentang apa yang harus dilakukan, bagaimana cara melakukan disamping merupakan patokan untuk mengetahui hingga sejauhmana tujuan itu telah dicapai. Tujuan kurikulum pada hakekatnya adalah tujuan setiap program pendidikan yang akan diberikan kepada peserta didik. Mengingat kurikulum adalah alat untuk mencapai tujuan pendidikan maka tujuan kurikulum harus dijabarkan dari tujuan umum pendidikan (Sudjana, 1991).
Berdasarkan
hakekat
tujuan
tersebut,
diturunkan
atau
dijabarkan sejumlah tujuan kurkikulum mulai dari tujuan kelembagaan pendidikan, tujuan setiap mata pelajaran, atau bidang studi sampai kepada tujuan-tujuan pembelajaran. Rumusan tujuan kurikulum harus terlebih dahulu ditetapkan sebelum menyusun isi kurikulum, metode, dan evaluasi kurikulum. Hal ini dilakukan mengingat: a) tujuan berfungsi menentuan arah dan corak kegiatan pendidikan, b) tujuan akan menjadi pegangan dalam setiap usaha dan tindakan dari para pelaksana pendidikan. b) Isi Kurikulum Dewasa ini pemikiran tentang isi atau materi kurikulum cenderung lebih menekankan pada ide-ide dasar dari berbagai disiplin ilmu. Ideide dasar itu disebut dengan “struktur” ilmu pengetahuan, yang keberadaannya merupakan hal-hal yang asasi dari berbagai mata pelajaran atau bidang studi. Yang termasuk dalam struktur adalah konsep dasar, dalil, hukum atau teori. Struktur memuat prinsip-prinsip yang bersifat umum. Apabila hal ini betul-betul dikuasai akan sulit
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2-7
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
terlupakan dan dapat ditransfer pada situasi baru atau dapat diterapkan pada situasi yang relevan (M. Ali, 1992). Mengenai isi atau materi kurikulum dalam pendidikan modern meliputi tiga jenis materi, yaitu ilmu pengetahuan (kognitif), nilai-nilai (afektif), dan keterampilan (Psikomotrik). Ketiga unsur inilah yang membentuk
materi
pendidikan
yang
berbentuk
disiplin
ilmu
pengetahuan (Fathiyah, 1990). c) Metode Pembelajaran Metode Pembelajaran atau strategi adalah suatu cara menyampaikan pesan yang terkandung dalam kurikulum. Metoda harus sesuai dengan materi yang akan disampaikan. Metode pembelajaran ini menjawab pertanyaan “how” yaitu bagaimana menyampaikan materi atau isi kuriklum kepada peserta didik secara efektif. Oleh karena itu walaupun
metode
pembelajaran
adalah
komponen
kecil
dari
perencanaan pengajaran (instructional plan) tetapi memiliki peran dan fungsi yang sangat penting (Langgulung, 1982). Langgulung juga menegaskan
bahwa
kalau
kita
berbicara
tentang
metode
pembelajaran, maka tidak hanya terbatas pada hal-hal pengajaran saja, tetapi juga menyangkut soal kepegawaian, pendidikan guru, buku-buku teks, teknologi pendidikan, dan lain-lain. Pendeknya meliputi segala hal yang akan membawa proses belajar mengajar lebih efektif (Langgulung, 1989). Pada dasarnya metode adalah cara yang didalam fungsinya merupakan alat untuk mencapai suatu tujuan. Makin baik metode yang digunakan semakin efektif pula pencapaian tujuan. Metode dalam penerapannya dipengaruhi oleh banyak factor, misalnya: 1) murid atau pelajar, 2) tujuan, 3) situasi, 4) fasilitas, dan 5) guru atau pengajar (Winarno, 1986). d) Evaluasi Pembelajaran Komponen ini sangat berkaitan dengan tujuan pendidikan karena evaluasi berusaha menentukan apakah tujuan pendidikan tercapai PT. Prismaita Cipta Kreasi
2-8
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
atau tidak. Evaluasi berkaitan dengan pertanyaan “bagaimana efektivitas pengalaman belajar dapat dievaluasi dengan menggunakan tes atau menggunakan prosedur pengumpulan data yang sistematik lainnya”. (Bloom, 1974). Dengan demikian kegiatan evaluasi sangat penting untuk mengukur sejauhmana keberhasilan siswa maupun guru dalam proses belajar mengajar. Evaluasi kurikulum merupakan usaha sangat besar dan kompleks yang mencoba menantang untuk mengkodifikasi proses salah satu dari istilah sekuensi atau komponen-komponen. Evaluasi kurikulum secara luas tidak hanya menilai dokumen tertulis, tetapi yang lebih penting adalah kurikulum yang diterapkan sebagai bahan-bahan fungsional dari kejadian-kejadian yang meliputi interaksi siswa, guru, material dan lingkungan.
Adapun
peran
evaluasi
dalam
kurikulum
secara
keseluruhan baik evaluasi belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran dapat digunakan sebagai landasan pengembangan kurikulum. Evaluasi akan memberikan informasi dan data tentang perkembangan belajar siswa maupun keefektifan kurikulum dan pembelajaran
sehingga
dapat
dibuat
keputusan-keputusan
pembelajaran dan pendidikan secara tepat. 2.2
TINJAUAN TENTANG FASILITATOR PEMBERDAYAAN MASYARAKAT Fasilitasi berasal dari bahasa Latin, yaitu “facilis” yang mempunyai arti “membuat sesuatu menjadi mudah”. Dalam Oxford Dictionary disebutkan :”to render easier, to promote, to help forward; to free from difficulties and obstacles”. Secara umum pengertian “facilitation” (fasilitasi) dapat diartikan sebagai suatu proses “mempermudah” sesuatu dalam mencapai tujuan
tertentu.
Dapat
pula
diartikan
sebagai
“melayani
dan
memperlancar aktivitas belajar peserta yang difasilitasi untuk mencapai tujuan
berdasarkan
pengalaman”.
Sedangkan
orang
yang
“mempermudah” disebut dengan “Fasilitator”.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2-9
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Fasilitator sebagai manusia seutuhnya berarti mempunyai kewajiban untuk
melakukan
pembaruan
(perubahan)
di
masyarakat
sebagai
panggilan jiwa, maka dalam melaksanakan tugasnya dipandang tidak hanya untuk mendapat upah melainkan untuk ibadah. Dengan cara pandang seperti itu maka dapat menimbulkan motivasi yang tinggi untuk tidak hanya sekedar menjadi pekerja proyek yang menyelesaikan tugasnya tetapi juga harus melakukannya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya. “Fasilitator yang diperlukan adalah Fasilitator yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai luhur universal yang diimplementasikan dalam berjuang melakukan perubahan kearah kebaikan” Sebagaimana telah disebutkan di atas, maka dalam program P2KP sebagai pelaku utama adalah Fasilitator Kelurahan (Faskel) yang merupakan garis depan program pelaksanaan P2KP, karena mereka bertanggung jawab atas fasilitasi kegiatan-kegiatan yang berhubungan dengan P2KP di tingkat masyarakat. Kegiatan1 tersebut meliputi: a. Pelaksanaan
berbagai
kegiatan
sosialisasi
untuk
meningkatkan
kepedulian masyarakat. b. Pelaksanaan kegiatan pelatihan yang dikelola langsung oleh tim fasilitator kelurahan. c. Pelaksanaan kegiatan pemberdayaan masyarakat. d. Fasilitasi penarikan dana-dana untuk hibah Bantuan Langsung Mandiri (BLM) dari P2KP-PNPM e. Fasilitasi kegiatan dana hibah Partisipasi Penanggulangan Kemiskinan Terpadu (PAKET), hanya untuk kota-kota dengan PAKET f. Fasilitasi
Program
Pengembangan
Kelurahan
(Pengembangan
Kelurahan, hanya dalam kelurahan yang dikelompokkan sebagai kelompok mandiri). g. Fasilitasi penanganan pengaduan 1 Untuk gambaran yang lebih rinci mengenai tugas dan tanggung jawab fasilitator dicantumkan dalam Direktorat Jenderal Cipta Karya, 2007.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2 - 10
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
h. Pemantauan dan Pelaporan. Untuk
melaksanakan
tugas-tugas
ini,
minimum
komposisi
tim
fasilitator kelurahan terdiri dari 4 anggota, sebagai contoh: (1) Fasilitator Senior, (2) Fasilitator untuk Pengembangan Masyarakat, (3) Fasilitator untuk ekonomi, (4) Fasilitator untuk aspek teknis. Adapun
tugas
pokok
fasilitator
PNPM
Mandiri
Perkotaan
ialah
melaksanakan tugas konsultan pemberdayaan di tingkat masyarakat: 1. sebagai pelaksana proyek, termasuk mencatat setiap perkembangan proyek dan melaporkannya ke KMW sebagai masukan untuk data SIM (Sistem Informasi Manajemen); dan 2. sebagai agen pemberdayaan dan perubahan masyarakat, termasuk mensosialisasikan masyarakat kepada nilai-nilai yang didorong oleh PNPM Mandiri Perkotaan, intervensi perubahan perilaku dalam rangka pemberdayaan masyarakat dan membantu masyarakat merumuskan serta melaksanakan kegiatan penanggulangan kemiskinan.
2.3
KONSEP PELATIHAN FASILITATOR Saat
ini
pembelajaran
partisipatif
merupakan
salah
satu
upaya
peningkatan pendidikan. Seperti halnya dalam kegiatan pemberdayaan masyarakat juga memerankan peran pembelajaran yang partisipatif. Hal ini
terlihat
dari
bekal
yang
diberikan
kepada
fasilitator
dalam
menjakankan tugasnya melalui pendidikan, salah satunya adalah kegiatan pelatihan fasilitator. Bambang Utomo menanggapi sistem pendidikan yang ada di Indonesia dengan menamakan “pendidikan kolam” dan “pendidikan mata
air”.
Pendidikan
kolam
adalah
pendidikan
dimana
“air
pengetahuan” dituangkan dari guru kepada murid lewat proses belajar mengajar. “Pada sistem pendidikan ini murid menjadi pasif, siap menerima dan dituangi air pengetahuan. Sedangkan yang kedua adalah pendidikan mata PT. Prismaita Cipta Kreasi
2 - 11
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
air, sebagai lawan dari pada pendidikan kolam adalah pendidikan dimana si murid dengan atau tanpa guru yang mendampinginya berusaha belajar, berlatih serta membina diri sendiri sedemikian rupa sehingga mampu memunculkan informasi dari dirinya sendiri dan lingkungannya”. Selanjutnya konsep yang diajukan oleh Paulo Freire didasarkan atas penghargaan terhadap harkat dan nilai manusia secara individual, serta hasrat untuk membebaskan manusia dari lingkungan yang menjajah dan mengeksploitasi. Sebelumnya, sistem pendidikan yang ada di masyarakat sekarang ini, lebih cenderung melestarikan “kebudayaan diam”. Menurut Freire, sekolah formal mempunyai andil yang besar untuk tetap melestarikan kebudayaan diam, atau sistem pendidikan Bank atau sistem penjinakan. Konsep yang diajukan oleh Ivan Illich didasarkan atas pemikiran yang sama dengan Paulo Freire, yaitu menyerang gaya pendidikan tradisional. Ivan Illich melihat penyebab masyarakat tidak berdaya cipta dan terhambat perkembangannya terletak pada : 1. Adanya penghargaan yang berlebihan terhadap ijazah dan piagampiagam tanda lulus. 2. Adanya pengakuan hak tunggal pendidikan oleh sekolah/guru 3. Ijazah, sekolah dan kelancaran berbicara seakan-akan mempunyai hak untuk
mengadakan
sesuatu
yang
baru,
atau
tradisional
yang
terdominir
mengadakan
pembaharuan. 4. Sistem
pendidikan
guru
ternyata
merenggut harga diri warga belajar 5. Cara guru menghadapi murid yang dapat meniadakan rasa aman dan kemerdekaan individu. 6. Kekuasaan guru yang amat besar, seolah-olah hanya guru yang menguasai
rahasia
kehidupan,
hanya
guru
yang
mempunyai
kemampuan memecahkan rahasia-rahasia itu secara berurutan dan benar. Dalam rangka melaksanakan kegiatan pelatihan, maka diperlukan serangkaian kegiatan atau proses untuk mencapainya agar menghasilkan PT. Prismaita Cipta Kreasi
2 - 12
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
sumberdaya manusia/fasilitator yang diharapkan. Perencanaan materi yang akan diberikan kepada fasilitator dalam satuan waktu yang akan ditetapkan
dengan
suatu
tujuan
merupakan
suatu
kunci
utama
keberhasilan kegiatan pelatihan. Pembelajaran partisipatif menggunakan pelatihan pendidikan orang dewasa. Pendidikan orang dewasa lebih mengangkat pengalaman yang telah mereka miliki. Sehingga peserta sebagai subjek, maka penting penyusun kurikulum yang beorentasi pada peran-peran selaku subjek. Konsep pendidikan orang dewasa atau dengan istilah “Andragogi “ yang akar katanya berasal dari bahasa yunani, yakni : “Andra“ (orang dewasa) dan Agrogos (memimpin). Andragogi kemudian dirumuskan sebagai “suatu seni ilmu untuk membantu orang dewasa belajar“. Lawan dari ”Andragogi” adalah ”Pedagogi”, yang maknanya adalah pendidikan anakanak. Untuk memahami perbedaan antara pengertian “Pedagogi” dengan pengertian “Andragogi“ dapat dilihat pada empat perbedaan mendasar berikut ini, yaitu : 1. Citra Diri Citra diri seorang kanak-kanak adalah bahwa dirinya tergantung pada orang lain. Ketika anak-anak tumbuh menjadi dewasa, ia menjadi kian sadar dan merasa bahwa ia dapat membuat keputusan untuk dirinya sendiri.
Perubahan
tersebut
adalah
perubahan
dari
citra
ketergantungan pada orang lain menjadi citra mandiri. Perubahan ini disebut sebagai suatu pencapaian tingkat kematangan pshikologis atau tahap masa dewasa. Sehingga dapat diartikan bahwa ketika seseorang telah mencapai masa dewasa, dia akan berkecil hati apabila diperlakukan sebagai anak-anak. Seorang dewasa telah memiliki kemauan untuk mengarahkan diri sendiri belajar tanpa batas. Implikasi keadaan ini terlihat dalam hubungan antara guru dengan murid. Pada proses pedagogi, hubungan itu lebih ditentukan oleh guru dan bersifat menggarahkan, sedangkan dalam andragogi adalah sebaliknya.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2 - 13
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
2. Pengalaman Orang dewasa dalam hidupnya mempunyai banyak pengalaman yang sangat beraneka ragam. Pada anak-anak, pengalaman itu justru hal baru sama sekali. Anak-anak memang mengalami banyak hal, namun mereka belum sering mengalami suatu kejadian. Padahal dalam pendekatan andragogi, pengalaman orang dewasa justru dianggap sebagai sumber belajar yang sangat kaya. Berbeda dengan pendekatan pedagogi, pengalaman itu justru dialihkan pihak guru ke murid. Karena itu, sebagian besar proses belajar dalam pendekatan pedagogi, dilaksanakan dengan cara-cara komunikasi satu arah seperti ceramah, penguasaan kemampuan membaca dan sebagainya. Sedangkan pada pendekatan andragogi, cara-cara yang ditempuh lebih bersifat komunikasi dua arah atau banyak arah seperti diskusi kelompok, simulasi, permainan peran, dll. Sehingga, dalam proses seperti ini, semua pengalaman peserta didik akan dapat didayagunakan sebagai sumber belajar. 3. Kesiapan belajar Perbedaaan lain antara pedagogi dan andragogi adalah dalam hal memilih isi pelajaran. Dalam pendekatan pedagogi, gurulah yang memutuskan isi pelajaran dan guru pula yang bertanggung jawab terhadap proses pemilihan, serta kapan hal itu akan diajarkan. Sedangkan dalam pendekatan andragogi adalah sebaliknya. Peserta didik memutuskan apa yang akan dipelajari berdasarkan kebutuhannya sendiri. Di sini, guru berfungsi sebagai fasilitator yang bertugas mengidentifikasi kebutuhan belajar peserta didik, serta membentuk kelompok-kelompok belajar sesuai dengan minat peserta didik tersebut. Dalam pendekatan pedagogi, pengelompokan anak didik disusun
berdasarkan
tingkat-tingkat
kelas
tertentu,
dimana
kurikulumnya ditentukan sepenuhnya oleh guru.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2 - 14
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
4. Nirmana Waktu dan Arah Belajar Pendidikan seringkali dipandang sebagai upaya mempersiapkan anak didik untuk masa depan. Dalam pendekatan andragogi, belajar dipandang sebagai suatu proses pemecahan masalah ketimbang proses pemberian
materi
pelajaran
tertentu.
Karena
itu,
andragogi
merupakan suatu proses penemuan dan pemecahan masalah nyata pada masa kini. Arah pemecahannya adalah penemuan suatu situasi yang lebih baik, atau suatu tujuan yang sengaja diciptakan suatu pengalaman
korektif
atau
suatu
kemungkinan
pengembangan
berdasarkan kenyataan yang ada saat ini. Dalam pendekatan andragogi, arah belajar bertujuan untuk menemukan “dimana kita sekarang berada” dan “kemana kita akan pergi“. Itulah pusat kegiatan dalam proses Andragogi. “Belajar“ dalam pendekatan andragogi berarti “memecahkan masalah” hari ini. Sedangkan pada pendekatan pedagogi adalah sebaliknya, belajar itu justru merupakan proses pengumpulan informasi yang sedang dipelajari dan akan digunakan untuk suatu waktu kelak. Dalam teori andragogi seperti yang dikembangkan oleh Knowles adalah menggabungkan “pendekatan
anasir-anasir bersistem“
dari
dalam
psikologi proses
humanis belajar.
dengan Knowles
menggambarkan andragogi sebagai ilmu dan seni dalam membantu orang dewasa belajar, seperti pada pengikut aliran humanis. Ia berkeyakinan bahwa proses belajar mengajar terjadi dengan sebaikbaiknya, jika teknik dan metoda pengajaran melibatkan individu dalam usaha pencarian dan mempertanyakan serta diarahkan. Dalam pendekatan andragogi, para warga belajar mempunyai kebutuhan psikologis yang sangat dalam untuk tidak hanya mengarahkan dirinya sendiri. Oleh sebab itu, guru, pembimbing, pamong atau fasilitator, sebaiknya tidak memaksakan pandangan dan kemauan kepada para warga belajar; sebaiknya menekan kecenderungan mereka untuk mengajar. Para guru, pembimbing, pamong atau fasilitator hendaklah PT. Prismaita Cipta Kreasi
2 - 15
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
meletakkan tanggung jawab atas proses belajar dalam tangan para pelajar sendiri. Knowles berkeyakinan bahwa keterlibatan warga belajar merupakan kunci sukses pendidikan orang dewasa. Oleh sebab itu, kita harus menggunakan teknik-teknik pendidikan yang membuat warga belajar mampu mengenali dan menentukan kebutuhan-kebutuhan mereka sendiri, merumuskan tujuan-tujuan mereka sendiri, ikut serta memikul tanggung jawab dalam perencanaan dan pelaksanaan pengalaman-pengalaman belajar, dan mengevaluasi program mereka sendiri. Rancangan belajar harus disusun sedemikian rupa menjadi rangkaian kegiatan yang melibatkan seluruh kelompok dalam pengambilan keputusan, baik mengenai kebutuhan-kebutuhan belajar, maupun isi pelajaran
dan
strategi
pengajarannya.
Kelompok
juga
yang
menentukan teknik-teknik dan bahan-bahan apa saja yang dianggap paling sesuai dan berdaya guna untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam penggunaan teknik pembelajaran partisipatif: 1. Faktor Manusia Faktor manusia yang perlu diperhatikan dalam penggunaan teknik pembelajaran partisipatif adalah peserta didik, tenaga lain yang terkait dan masyarakat. Peserta didik memiliki karakteristik tersendiri, yaitu karakteristik internal dan eksternal. Kemp (1985) mengemukakan bahwa karakteristik peserta didik mencakup karakteristik akademik, pribadi dan sosial. Bagi peserta didik yang termasuk orang dewasa, yang perlu diperhatikan adalah fisiologi, psikologi dan sosial.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2 - 16
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
2. Faktor Tujuan Belajar Apabila dikaitkan dengan belajar sebagai proses dan sebagai hasil, tujuan belajar erat hubungannya dengan penggunaan tipe kegiatan belajar.
Tipe
kegiatan
belajar
diantaranya
keterampilan,
pengetahuan, sikap dan pemecahan masalah. 3. Faktor Bahan Belajar Bahan
belajar
atau
materi
pelajaran
akan
mempengaruhi
pertimbangan pendidik atau penyelenggara program pendidikan dalam memilih dan menetapkan teknik pembelajaran yang cocok untuk digunakan. 4. Faktor Waktu dan Fasilitas Belajar Penggunaan teknik pembelajaran akan dipengaruhi pula oleh waktu dan fasilitas pembelajaran. Waktu berkaitan dengan lamanya kegiatan pembelajaran dan kapan kegiatan itu dilangsungkan. Fasilitas seperti keadaan ruangan, tempat duduk dan penerangan dapat
mempengaruhi
pemilihan
dan
penggunaan
teknik
pembelajaran. 5. Faktor Sarana Belajar Sarana belajar yang tersedia mempengaruhi pula upaya pemilihan dan
penggunaan
teknik
pembelajaran.
Kemudahan
untuk
mendapatkan sarana belajar perlu diperhatikan dalam penentuan teknik pembelajaran. Sarana belajar itu dapat berupa alat-alat bantu yang dapat membantu kelancaran proses pembelajaran. Berkaitan dengan konsep pelatihan partisipatif, maka P2KP melakukan kegiatan pelatihan sebagai proses pembelajaran. Konsep dasar pelatihan yang dikembangkan berorentasi pada penumbuhan pemahaman, motivasi, dan kemampuan dari para pelaku, dimana salah satunya adalah fasilitator untuk menjalankan program PT. Prismaita Cipta Kreasi
secara
partisipatif,
transparan,
akuntabel
dan 2 - 17
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
berkelanjutan.
Sesuai
dengan
pendekatan
program
yang
berorentasi pada pembangunan partisipatif dan kesadaran kritis maka pelatihan yang dilakukan menggunakan metode pelatihan partisipatif
dengan
paradigma
pendidikan
kritis.
Dengan
pendekatan ini peserta belajar diperlakukan sebagai subjek (sumber belajar) dalam suasana yang dialogis dengan menggunakan metode-metode yang bervariasi untuk menumbuhkan kreativitas, keterampilan berpikir analisis dan inovasi. Kategori pelatihan P2KP didasarkan kepada tahapan proses transformasi sosial dalam PNPM Mandiri. Adapun pelatihan pada tingkat konsultan yaitu fasilitator ditujukan untuk memberikan kemampuan
dan
mendorong
motivasi
memfasilitasi
dan
melaksanakan setiap tahapan intervensi dengan kategori; 1. Pelatihan Dasar, untuk intervensi dari masyarakat tidak berdaya menjadi
masyarakat
berdaya
dengan
penekanan
pada
perubahan pola pikir terhadap pendekatan pembangunan dan penanggulangan kemiskinan serta pemampuan pelaksanaan belajar
mengidentifikasi
kebutuhan,
merencanakan,
mengembangkan kelembagaan lokal, melaksanakan dan monev program penanggulangan kemiskinan 2. Pelatihan Madya, untuk intervensi dari masyarakat berdaya menjadi
masyarakat
mandiri
dengan
penekanan
pada
pelaksanaan review kelembagaan, program, keuangan dan menjalankan pengulangan siklus serta pemampuan untuk bermitra
dengan
pemerintah
dan
lembaga
lain
dalam
menjalankan program 3. Pelatihan Utama, untuk intervensi dari masyarakat mandiri menuju
masyarakat
madani
dengan
penekanan
pada
pembiasaan pelaksanaan siklus sebagai daur program yang berkelanjutan dan kemampuan mengembangkan proses belajar secara mandiri.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2 - 18
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
2.4
KERANGKA BERPIKIR Berangkat dari tema kegiatan yaitu Studi Pengembangan Kurikulum Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat pada PNPM-P2KP, maka kajian ini bertitik tolak kepada: (1) Kajian tentang Kurikulum Pelatihan Faskel, dan (2) Kajian tentang Pelaksanaan Pendampingan Faskel dalam program PNPM-P2KP. Kajian ini mencoba untuk mendekati permasalahan dengan mengidentifikasi
peran
dan
fungsi
Fasilitator
Kelurahan
dalam
melaksanakan program P2KP sebagai akibat dari pelatihan Faskel yang pernah
diikutinya.
Peran-peran
ini
antara
lain
adalah
peran
fasilitator/pendampingan, regulator, dinamisator dan koordinator. Peranperan tersebut akan digali dari para informan kunci dengan mendapatkan pemikiran, pengalaman dan saran mereka atas peran ideal yang diharapkan dan peran yang selama ini dijalankan. Adanya kesenjangan antara
peran
ideal
dan
kenyataan
yang
ada
diharapkan
dapat
menggambarkan masalah-masalah riil yang dihadapi Faskel dalam menjalankan peran-peran tersebut. Kesenjangan tersebut menyebabkan timbulnya permasalahan dalam melaksanakan peran dan fungsinya. Untuk itu pada tahap awal dilakukan kajian atas data sekunder di tingkat pusat yang merupakan konsep tugas dan fungsi faskel pemberdayaan masyarakat dan proses rekruitmennya. Kemudian dilanjutkan dengan kajian lapangan atas dasar analisa data primer yang dikumpulkan dari 6 (enam) kota penelitian. Sebagai dasar pemikiran tentang manajemen pelatihan Faskel, perlu diambil suatu batasan dan dapat mengacu pada pengertian manajemen secara umum. Manajemen adalah merupakan sebuah proses yang khas, yang terdiri dari tindakan perencanaan, pengorganisasian, penggerakan dan pengawasan, yang dilakukan untuk menentukan, serta mencapai sasaran-sasaran yang telah ditetapkan melalui pemanfaatan sumberdaya manusia serta sumbersumber lain. Atas dasar pengertian tersebut, dalam setiap pengelolaan latihan, diperlukan sepuluh langkah yang kemudian dikenal dengan nama
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2 - 19
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
“Sepuluh Langkah Dalam Manajemen Pelatihan”. Adapun sepuluh langkah tersebut adalah : 1. Penjajagan kebutuhan pelatihan (PKP) 2. Perumusan tujuan pelatihan 3. Pembuatan kerangka acuan pelatihan 4. Penyusunan kurikulum pelatihan 5. Penyusunan materi, pemilihan metode dan media, serta disain evaluasi pelatihan. 6. Penyusunan bahan atau modul/manual pelatihan 7. Pelaksanaan pelatihan 8. Evaluasi dan analisa pelatihan 9. Laporan penyelenggaraan pelatihan, dan 10. Tindakan pasca pelatihan Kurikulum sebagai rancangan pelatihan dan menjadi acuan dalam pelaksanaan dan pengembangan pelatihan selanjutnya dikaji sejauhmana kurikulum pelatihan yang ada sekarang ini masih relevan dengan kebutuhan
faskel
pemberdayaan
masyarakat
khususnya
daalm
mendampingi BKM dan KSM, dan program PNPM - P2KP pada umumnya. Diharapkan
melalui
rekomendasi
yang
kegiatan
kajian
menyangkut
ini
dihasilkan
kurikulum/modul
rekomendasi-
pelatihan
dan
penyelenggaraan pelatihan itu sendiri. Secara rinci kerangka berfikir disajikan dalam gambar berikut:
PT. Prismaita Cipta Kreasi
2 - 20
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator
PU Advisory Kurikulum dan Modul Pelatihan
KMP
Materi Pelatihan
Pemda/SNVT P2KP KMW
Metode Pelatihan
Korkot/A skot
Proses Rekrutmen FK
Pemandu Nasional
Evaluasi
Sertifikasi/ Kelulusan FK
PT. Prismaita Cipta Kreasi
Alat dan Bahan
Siklus Tahap 2
Pelatihan FK (CD,EK,Teknik)
Pelaksanaan Pelatihan
Siklus Tahap 1
Harapan dan Tantangan Fasilitator
Utama
Tugas dan Peran FK
Pendampingan FK
BKM/KSM
2 - 21
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
BAB 3 3.1.
PENDEKATAN PENELITIAN
Pada kegiatan Studi Pengembangan Kurikulum ini menggunakan metode penelitian kualitatif atau Evaluasi Penelitian sosial dengan format deskriptif analitis bertujuan untuk menggambarkan, meringkas berbagai kondisi, situasi, atau fenomena. Metode ini memungkinkan studi melakukan secara mendalam dan tepat pada sasaran penelitian. Ciri lain dari penelitian deskriptif analitis adalah penggunaan metode studi kasus yang merupakan penelitian eksplorasi dan memainkan peranan yang amat penting dalam menggali faktor-faktor internal dan eksternal dari informan kunci tentang berbagai variabel seperti peran pemerintah kota, fasilitator dalam kegiatan P2KP. Untuk kajian ini informan yang diteliti adalah pelaku program P2KP yang meliputi Faskel, BKM, KSM, Pemandu Nasional, Korkot, Askot, KMW, KMP dan Pemda. Pendekatan yang dilakukan dalam kajian ini adalah pendekatan multi-level dengan metode induksi, juga metode kualitatif dan kuantitatif. Dalam pendekatan ini permasalahan dikaji dengan mengumpulkan informasi dari para informan. Informasi dan data tersebut selanjutnya dikembangkan serta dianalisa. Pendekatan ini mencoba menemukan suatu perbandingan secara berjenjang, sehingga diharapkan pada tahap analisa bisa tergambarkan ada tidaknya suatu pola tertentu yang berbeda untuk setiap jenjang berbeda. Selain itu pengaruhpengaruh setempat seperti konteks budaya, politik, ekonomi dan sosial yang timbul dilakukan identifikasi.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
3-1
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Guna memperkuat konsep dan untuk mengetahui kurikulum ataupun modul pelatihan yang ada serta program pemberdayaan lain, maka dilakukan dengan menggunakan kajian studi pustaka. Kajian studi pustaka tersebut dapat memberikan gambaran secara teoritis dan selanjutnya dianalisa dengan mengkaitkan hasil kajian dari lapangan. 3.2.
STRATEGI PENELITIAN DAN WAKTU PENELITIAN
3.2.1. Penetapan Wilayah Studi Kegiatan studi kurikulum dilakukan dengan pemilihan lokasi berdasarkan pulau terbesar, terbagi dalam kota besar dan kota kecil yang mewakili wilayah P2KP yaitu P2KP 3, P2KP 2 dan PNPM. Adapun 6 (enam) wilayah disajikan dalam Gambar berikut yaitu: Gambar 3.1. Wilayah Studi
!"#!$%$ !&'(&$ )&*(+,-(
2,4(5$
!"#!$"$ !&'(&$ )&'(.,/0
6,578&'&$
2(8(/(-$
!1!2$ !&'(&$3(.(
9:-:5+(':$
)&-(;(<($
!(/&-&(5$
3.2.2. Strategi dan Waktu Penelitian Dengan keterbatasan waktu dan banyaknya lokasi studi, maka dilakukan perencanaan penelitian. Hal ini dilakukan agar penggalian informasi dapat tercapai di setiap wilayah studi. Untuk menghasilkan informasi
PT. Prismaita Cipta Kreasi
3-2
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
mendalam, maka perlu dukungan dan pelibatan semua pihak terkait dan kebutuhan hasil kegiatan yang telah tercapai, rangkaian informasi kegiatan dan evaluasi serta dampak program baik secara langsung atau tidak langsung. Strategi yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) yang dilakukan terhadap para informan yaitu BKM, KSM, Faskel, dan Pemandu Nasional. Selanjutnya juga menggunakan strategi wawancara berstruktur bagi para informan yang terdiri dari Korkot/Askot, Pemda (Bappeda/PU/ TKPKD/SKPD), KMW dan KMP. Untuk mendapatkan informasi biografi dari para informan, dengan menggunakan instrumen kuantitatif. Selain itu, untuk memberikan gambaran dari suatu informan maka dilakukan strategi dengan survey mini yang ditujukan bagi para Faskel dan Pemandu Nasional. Instrumen dikembangkan berdasarkan 7 (tujuh) pertanyaan penelitian yang telah dikembangkan menjadi isu-isu. Selanjutnya pengelompokan pertanyaan sesuai dengan kapasitas dari masing-masing informan yang menjadi sasaran studi. Pengembangan pertanyaan penelitian tersebut selengkapnya disajikan dalam instrumen penelitian. Strategi pelaksanaan penelitian terbagi menjadi dua, yaitu kajian Studi Pustaka dan Kajian terhadap Data Primer baik tingkat pusat (Jakarta) dan daerah (6 kota studi). 3.2.2.1. Pengaturan Waktu Studi Lama waktu pengambilan data untuk masing-masing lokasi adalah 10 hari. Secara keseluruhan pengambilan data dilakukan selama 60 hari efektif. Selanjutnya disajikan secara rinci waktu pengambilan data di lapangan yang terbagi dalam 3 tahap (Lampiran 1), yaitu: 1. Kegiatan Lapangan Tahap I, Kota Medan dimulai tanggal 18-27 Mei 2009 dan Kota Bengkulu dimulai tanggal 28 Mei – 6 Juni 2009. 2. Kegiatan Lapangan Tahap II, Kota Surabaya dimulai 08-17 Juni 2009 PT. Prismaita Cipta Kreasi
3-3
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
dan Kota Pasuruan 17-26 Juni 2009 3. Kegiatan Lapangan Tahap III, Kota Makasar dimulai 13-22 Juli 2009 dan Kota Gorontalo dimulai tanggal 22-31 Juli 2009 Sedangkan pelaksanaan penelitian dengan Studi Pustaka dan Wawancara tingkat pusat, dilakukan pada bulan Mei-Juli 2009. 3.2.2.2. Mekanisme Kegiatan Lapangan Agar data tergali dari semua informan, maka penelitian dilakukan dalam beberapa langkah, pertama persiapan sebelum ke lapangan (pra penelitian) yaitu dengan menghubungi KMW bersangkutan dengan melakukan komunikasi. Tujuannya adalah untuk memberikan informasi secara
umum
tentang
pelaksanaan
studi,
rencana
kegiatan
dan
identifikasi informan dalam pelaksanaan studi serta pelibatannya. Hal ini disertai juga dengan pengiriman format data yang dibutuhkan berkaitan dengan pemilihan KSM, BKM, Faskel dan Pemandu Nasional. Disamping itu juga dengan mengumpulkan data sekunder tentang konsep P2KP, kurikulum dan pelatihan fasilitator di KMP serta data pelaku dan hasil kegiatan yang ada di KMW. Kedua, pelaksanaan penelitian di lokasi studi. Dalam proses pengumpulan data, maka peneliti melakukan beberapa metode pengumpulan data diantaranya wawancara semi berstuktur, FGD, biografi dan survey. Selama pelaksanaan penelitian, pemanfaatan waktu selama 10 hari menjadi sangat penting, sehingga analisa dan penulisan laporan sementara dari masing-masing lokasi dilakukan pada saat berada di lokasi. Hal ini berkaitan dengan lokasi dan metode pengambilan data yang banyak, dikhawatirkan jika terlalu lama tidak dianalisis maka menjadi bias dan lebih didominasi oleh interpretasi Si peneliti. Pada saat peneliti meninggalkan lokasi dan berpindah ke lokasi lain, peneliti telah memperoleh dan menganalisa secara sederhana terhadap data yang ada (Lampiran ).
PT. Prismaita Cipta Kreasi
3-4
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
3.2.2.3. Alokasi Waktu dan Kebutuhan Informan Untuk mengotimalkan waktu dengan kebutuhan informan yang harus digali, maka dilakukan langkah-langkah alokasi waktu terhadap kebutuhan informan penelitian yang disajikan dalam Gambar berikut: Gambar 3.2. Alokasi Waktu Berkaitan dengan Informan Penelitian H-1
KMW/Korkot/ Askot
Pemda
KSM
BKM
Fasilitator
H-8
Triangulasi (KMW/Korkot)
Pemandu Nasional
Analisa H-10
Laporan Sementrara
3.2.3. Informan Studi Informan dalam studi dilakukan secara purposif. Metode kualitatif dengan menggunakan
informan
yang
sedikit
dan
dipilih
menurut
tujuan
penelitian. Dimana dengan mengutamakan perspektif emik, artinya mementingkan pandangan informan, yakni bagaimana ia memandang dan menafsirkan dari segi pendiriannya. Untuk informan kunci yang memiliki populasi lebih besar dalam studi ini, maka perlu dilakukan pemilihan PT. Prismaita Cipta Kreasi
3-5
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
dengan kesesuaian tujuan penelitian dan keterwakilan informan. Adapun keterwakilan informan pertama dari pelaku KMP, KMW/Korkot/Askot, termasuk di dalamnya Team Leader dan Tenaga Ahli Pelatihan. Kedua adalah informan dari pemandu nasional, yaitu baik dengan melibatkan semua pemandu yang berada disuatu kota kajian, baik laki-laki maupun perempuan.
Ketiga
memperhatikan
jenis
adalah kelamin
informan serta
dari
fasilitator,
mewakili
dari
dengan fasilitator
pemberdayaan, ekonomi dan teknik. Keempat adalah BKM, dengan berdasarkan jenis kelamin, kinerja yang baik, aktif dalam kegiatan, lama kerja atau keterlibatan program, pengalaman di pemberdayaan dan memiliki kemampuan yang cukup dalam mengemukakan pendapat. Kelima adalah KSM, dengan memperhatikan jenis kelamin, kinerja yang baik, aktif dalam kegiatan, lama kerja atau keterlibatan program, pengalaman di pemberdayaan dan memiliki kemampuan yang cukup dalam mengemukakan pendapat serta mewakili dari kategori KSM ekonomi, sosial dan teknik. Khusus BKM dan KSM, lebih mengutamakan cluster (kedekatan antar BKM/KSM) yang terdiri dari 2-3 kecamatan. Berdasarkan
pemilihan
studi,
untuk
informan
pemandu
nasional,
fasilitator dan anggota BKM/KSM dalam proses pelaksanaan FGD dipilih masing-masing dari kategori informan sebanyak maksimal 12 orang lakilaki dan 12 orang perempuan. Pelaksanaan FGD terpisah antara peserta FGD laki-laki dan peserta FGD perempuan. Selanjutnya secara rinci disajikan informan studi yang telah dilakukan FGD ataupun wawancara mendalam, yaitu sebagai berikut: Tabel. 3.1 Informan Penelitian berdasarkan Jenis No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Lembaga/Pihak Terkait/Informan Advisory KMP KMW Korkot/Askot Pemandu Nasional Fasilitator (CD,Ekonomi&Teknik) BKM dan KSM (Sosial, Ekonomi, Teknik)
PT. Prismaita Cipta Kreasi
3-6
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Secara konseptual, informan kunci yang berada di KMW diantaranya adalah: 1. Konsultan Advisory (KA), berkedudukan di Jakarta dan bertugas memberikan masukan SKS P2KP dalam mengembangkan konsep-konsep dasar P2KP, menyusun Pedoman Umum dan Buku-buku Pedoman lainnya, serta konsep kebijakan operasional sebagai acuan pelaku P2KP. 2. KMP adalah konsultan manajemen pusat, berkedudukan di Jakarta dan bertugas membantu program dalam hal perencanaan, monitoring dan pelaporan pelaksanaan di lapangan yang dilakukan oleh Konsultan Manajemen Wilayah (KMW). 3. KMW adalah konsultan manajemen wilayah berkedudukan di lokasi program, berada di bawah tanggung jawab dan koordinasi KMP, yang berperan sebagai pelaku utama pelaksanaan program di tingkat wilayah (yang mencakup beberapa kota/kabupaten). 4. Pemda adalah instansi pemerintah yang ditunjuk dalam pemampu, pelaksana, pendukung dan pengawas kegiatan P2KP 5. Korkot adalah koordinator kota, dimana dalam menjalankan tugasnya membawahi dan dibantu oleh askot 6. Askot adalah assisten koordinator kota, orang yang menjalankan tugas di wilayah dengan membawahi beberapa fasilitator. Askot terdiri dari askot pemberdayaan, askot teknik dan askot ekonomi 7. Pemandu Nasional adalah pelatih untuk kegiatan pelatihan fasilitator. Syarat pemandu nasional adalah telah mengikuti proses pelatihan (TOT) yang disyaratkan. 8. Fasilitator adalah pelaksana program di tingkat komunitas dan pemberdaya masyarakat yang direkrut oleh KMW P2KP. Fasilitator terdiri dari fasilitator senior, fasilitator pemberdayaan, fasilitator teknik dan fasilitator ekonomi. 9. BKM adalah Badan Keswadayaan Masyarakat 10. KSM adalah Kelompok Swadaya Masyarakat, dimana terdapat KSM ekonomi, pemberdayaan dan teknik.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
3-7
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Dalam mempermudah pemilihan, maka tim studi melakukan komunikasi dengan KMW dan Korkot untuk memilih informan dengan memperhatikan profil fasilitator, BKM serta KSM yang ada. Adapun secara rinci pemilihan informan sebagai berikut; 1. Fasilitator, dengan melihat data-data fasilitator secara keseluruhan (profil fasilitator). Berdasarkan data tersebut kriteria yang diambil berdasarkan
jenis
kelamin,
mewakili
fasilitator
ekonomi,
pemberdayaan (CD) dan teknik, lama kerja di P2KP, mewakili daerah dasar, madya dan utama, pelatihan yang diikuti (minimal pelatihan madya), diutamakan yang pernah bekerja pada program lain. 2. BKM atau KSM, dengan melihat data-data BKM dan KSM yang ada di wilayah kota dengan sebaran berdasarkan cluster, BKM/KSM yang aktif, mampu berkomunikasi lebih diutamakan pengurus, dan terbagi berdasarkan jenis kelamin. 3.3.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Dalam kegiatan penelitian kualitatif maka peneliti mengumpulkan data sekunder dan mengidentifikasi data secara rinci mengenai hal-hal yang berkaitan dengan kegiatan pelatihan fasilitator P2KP serta hal-hal yang dianggap penting dan mendukung. Langkah awal dalam melakukan pengumpulan data berkaitan dalam studi pustaka adalah dengan melakukan persiapan dan menggunakan pula analisa (1) data sekunder yang tersedia dalam berbagai tingkatan pelaksanaan P2KP yaitu pedoman pelaksanaan P2KP, strategi pelaksanaan pelatihan, kurikulum dan modul pelatihan P2KP, data base pelaku P2KP. Selain itu, (2) materi-materi yang dikembangkan oleh British Council dan model-model pelatihan fasilitator yang dikembangkan oleh LSM Bina Swadaya, dan program pemberdayaan PPK,P2TDK dan PISEW dan (3) data sekunder relevan lainnya dari tingkat nasional, propinsi dan daerah (mencakup data kontekstual kuantitatif dan kualitatif).
PT. Prismaita Cipta Kreasi
3-8
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Selanjutnya Data primer dengan melakukan wawancara mendalam dan atau semi berstruktur dengan informan kunci dari berbagai tingkatan proyek dan pihak terkait lainnya yang relevan tentang kegiatan studi berdasarkan pertanyaan penelitian. Hal ini mencakup (1) keterwakilan dari lembaga-lembaga pemerintah yang relevan diantaranya Advisory, KMP, (2) anggota-anggota dari struktur pelaksanaan program di tingkat daerah (Satker/PPK KMW, Korkot/Askot), Pemandu Nasional, Fasilitator (Senior, Ekonomi, CD dan Teknik), (3) relawan di tingkat desa, BKM dan KSM (teknik, ekonomi dan pemberdayaan). Selanjutnya khusus informan dari pemandu nasional, fasilitator dan BKM serta KSM ditambahkan pengambilan data dengan biografi dan survey mini. Untuk memberikan gambaran lebih mendalam secara strategis, maka dilakukan diskusi kelompok terfokus atau FGD dengan informan dari kelompok pemandu nasional, fasilitator dan BKM serta KSM yang dibagi berdasarkan kelompok jenis kelamin. Disamping itu juga, tim melakukan mengumpulan data primer dengan informan pusat yaitu Advisory dan KMP. Serta melakukan pengumpulan data sekunder sebagai bahan kajian studi pustaka. Untuk memberikan arah terhadap pengumpulan data, maka disusunlah panduan
pertanyaan
penelitian
(instrumen)
untuk
masing-masing
informan dan panduan pelaksanaan FGD. Semua teknik pengumpulan data disajikan pada Lampiran 2 tentang Panduan dan Instrumen penelitian. Berdasarkan uraian di atas maka pengambilan data primer di lokasi kajian dengan menggunakan : 1. Wawancara Semi Berstruktur adalah menggali lebih dalam tentang informasi-informasi
yang
dibutuhkan
dari
informan
dengan
menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan, dimana semua informan diberi pertanyaan yang sama.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
3-9
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
2. Wawancara Biografi adalah wawancara untuk mendapatkan data tentang
sejarah
informan
(latar
belakang)
dan
pengalaman
keterlibatan informan dalam program dan di luar program 3. FGD (focus group discussion), atau Diskusi Kelompok Terarah merupakan salah satu metoda pengumpulan data dan informasi terkait dengan permasalahan tertentu yang melibatkan beberapa orang yang memahami, mengetahui dan terlibat langsung maupun tidak langsung terhadap topik atau permasalahan yang dihadapi. Dengan FGD yang diikuti oleh maksimum 12 orang peserta dan 2 kelompok (laki-laki dan perempuan) diharapkan terkumpul data dan informasi yang lebih komprehensip,
yang
mencakup
permasalahan
dan
upaya-upaya
pemecahannya. 4. Survey mini, adalah dengan memberikan gambaran terhadap suatu populasi. Hal ini dilakukan kepada informan faskel dan pemandu naisonal.
Dengan
pelaksanaan
survey
mini
untuk
memberikan
gambaran tentang suatu profil informan. Secara rinci tentang metode pengambilan data dan informan kunci disajikan dalam Tabel berikut ini: Tabel 3.2. Metode Pengambilan Data dan Informan Kunci No
Informan
Metode Data Sekunder
Data Primer
Pedoman P2KP,Pedoman
Wawancara
Tingkat Pusat (Jakarta) 1
Advisory dan KMP
Pelatihan, Kurikulum dan Modul Pelatihan, Data Base Pelaku Tingkat Daerah (Wilayah Studi) 1
Pemda (Satker/PPK)
Profil Kota
Wawancara
2
KMW
Data Pelaku P2KP
Wawancara
3
Korkot/Askot
Data Pelaku P2KP
Wawancara
4
KSM
Data KSM
PT. Prismaita Cipta Kreasi
Biografi dan FGD
3 - 10
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
No
Informan
Metode
5
BKM
Data BKM
Biografi dan FGD
6
Fasilitator
Data Fasilitator
Survey, Biografi , dan FGD
7
Pemandu Nasional
Data Pelatihan
Survey, Biografi , dan FGD
Dalam Gambar berikut disajikan mekanisme pengambilan data; Gambar 3.3. Mekanisme Pengambilan Data Pengumpulan Data (SSI,Biografi,FGD, Survey Pengamatan=$
Data Sekunder (Profil Kota, KMP P2KP dan KMW)
Data Sekunder (Kurikulum dan Modul P2KP, Kurikulum Program Pemberdayaan)
Analisa Data Lapangan (Sementara)
Kajian Data Sekunder (Dokumen Capaian=$
Kajian Kurikulum dan Modul Pelatihan
Analisa Hasil Data Sekunder
Analisa Hasil Kajian Kurikulum
Review Hasil Pengumpulan Data
Laporan Sementara dan Site Report
PT. Prismaita Cipta Kreasi
Laporan Sementara terhadap Studi Pustaka
3 - 11
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
3.4.
ANALISA DATA
Analisa data adalah proses mengorganisasikan dan mengurutkan data ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesa kerja seperti yang disarankan oleh data. Analisa data dalam penelitian kualitatif sudah dapat dilakukan semenjak data diperoleh di lapangan. Analisa data jangan sampai terkena bermacam-macam pengaruh, antara lain pikiran peneliti sehingga menjadi terpolusi. Untuk menghindari hal tersebut, maka analisa data setiap wilayah dilakukan pada saat pelaksanaan penelitian di setiap lokasi studi. Analisa data berpatokan pada tujuan penelitian dan pertanyaan penelitian. Adapun urutan analisa data merupakan kegiatan pengolahan data, yang terdiri atas tabulasi dan rekapitulasi data. Tabulasi data dinyatakan sebagai proses pemaduan atau penyatupaduan sejumlah data dan informasi yang diperoleh peneliti dari setiap informan penelitian, menjadi satu kesatuan daftar, sehingga data yang diperoleh menjadi mudah dibaca atau dianalisis. Rekapitulasi merupakan langkah penjumlahan dari setiap kelompok sasaran penelitian yang memiliki karakter yang sama, berdasar kriteria yang telah dirumuskan terlebih dahulu oleh peneliti. Dalam proses pelaksanaannya, tahap pengolahan data tidak cukup hanya terdiri atas tabulasi dan rekapitulasi saja, akan tetapi mencakup banyak tahap. Di antaranya adalah tahap reduksi data, penyajian data, interpretasi data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Lebih dari sekedar itu, pengolahan data, yang tidak lain merupakan tahap analisis dan interpretasi data mencakup langkah-langkah reduksi data, penyajian data, interpretasi data dan penarikan kesimpulan/verifikasi. Berdasarkan uraian tersebut, maka proses analisis dan interpretasi data, terdiri dari tiga komponen penting yang meliputi (1) reduksi, (2) penyajian, dan (3) kesimpulan/verifikasi. PT. Prismaita Cipta Kreasi
3 - 12
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Sedangkan tahap dan proses selengkapnya meliputi (1) Pengolahan data, yang terdiri dari kategorisasi dan reduksi data, (2) penyajian data, (3) interpretasi data dan (4) penarikan kesimpulan-kesimpulan/verifikasi. Tahap-tahap di atas hendaknya dilakukan sedemikian rupa sehingga proses analisis dan intepretastasi tersebut dapat menghasilkan suatu kesimpulan yang sesuai dengan keadaan sebenarnya. Oleh karena itu, dalam studi ini analisa dilakukan berdasarkan analisa antar pulau, analisa antar kota dan analisa berdasarkan kategorisasi. Secara rinci analisa data yang akan dipergunakan dalam studi ini adalah: 1. Analisa Wawancara Semi Berstruktur Menggali lebih dalam tentang informasi-informasi yang dibutuhkan dari informan dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disiapkan, dan semua informan diberi pertanyaan yang sama. Yang termasuk informan adalah Advisory, KMP, serta KMW/Korkot /Askot. Informasi
yang
telah
diperoleh
selanjutnya
dikelompokkan
berdasarkan kata kunci, dianalisa dan mengkaitkan antar kategori. 2. Analisa Fokus Group Disscusion (FGD) Tujuannya pemahaman
untuk
menemukan
sebuah
kelompok.
makna Teknik
sebuah
tema
menurut
ini
digunakan
untuk
mengungkapkan pemaknaan dari suatu kelompok berdasarkan hasil diskusi yang terpusat pada suatu permasalahan tertentu. FGD juga dimaksudkan untuk menghindari pemaknaan yang salah dari seorang peneliti terhadap fokus masalah yang sedang diteliti. Selanjutnya menarik kesimpulan terhadap makna-makna intersubjektif yang sulit dimaknakan sendiri oleh peneliti karena dihalangi oleh ketidaktahuan peneliti terhadap makna sesungguhnya dari orang-orang di sekitar sebuah fenomena yang sedang diteliti serta sejauh mungkin peneliti menghindari diri dari dorongan subjektif. Yang bertindak sebagai informan dalam FGD adalah KSM, BKM, Faskel dan Pemandu Nasional.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
3 - 13
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Analisa data yang diperoleh dalam FGD dilaksanakan pada dua tahap yaitu: -
Pertama pada saat proses FGD berlangsung. Tim Peneliti yang sedikitnya terdiri dari 3 orang memandu FGD. Seorang berperan sebagai pemandu proses dan seorang lagi berperan sebagai data recorder dan memastikan bahwa informasi yang muncul dari setiap peserta mempunyai nilai yang menyumbang pada kebutuhan analisa selanjutnya dan seorang lagi sebagai pengamat FGD apakah pertanyaan penelitian serta isu telah dibahas dalam FGD. Dalam posisi ini ia dapat segera memberikan catatan pada pemandu untuk menggali lebih mendalam. Proses ini sangat penting karena klarifikasi setelah FGD membutuhkan waktu dan memprroleh makna yang berbeda terhadap hasil FGD.
-
Kedua setelah FGD, tim kajian akan merangkum informasi yang terkumpul dan meletakkan dalam suatu format analisa yang dikembangkan untuk mempermudah peneliti dalam cross-analysis dengan data lainnya. Suatu logical framework juga dikembangkan sehingga apa yang akan dicapai dalam kajian ini tergambar dengan jelas.
3. Analisa Wawancara Biografi Dalam kajian ini metode Biografi ditujukan kepada KSM, BKM, Faskel dan Pemandu Nasional dengan menggali informasi yang terkait dengan keterlibatan informan dalam kegiatan P2KP serta pengalaman yang berkaitan. Kapan mulai terlibat, dalam posisi apa saja, apa yang telah dilakukan, masukan/usulan berdasarkan pengalaman selama terlibat dalam P2KP. Dalam kegiatan ini analisis biografi dilakukan dengan mengolah hasil interview, observasi dan daftar riwayat hidup atas keterlibatannya dalam P2KP. Selanjutnya diolah dengan terlebih dahulu mentabelkan hasil wawancara untuk diolah menjadi data kuantitatif.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
3 - 14
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
4. Analisa Survey Mini Memberikan gambaran terhadap suatu populasi. Hal ini dilakukan kepada informan faskel dan pemandu naisonal. Dengan pelaksanaan survey mini diharapkan akan memberikan gambaran tentang suatu profil informan. Adapun data-data dari populasi ditabelkan dan selanjutnya dikuantitatifkan agar diketahui gambaran umum setiap populasi. 5. Analisa Studi Pustaka Memberikan gambaran terhadap dokumen atau data sekunder yang ada berkaitan dengan kurikulum pelatihan fasilitator. Berdasarkan data-data yang ada selanjutnya dibuat klasifikasi dan penilaian, untuk selanjutnya dianalisa dengan mengaitkan hasil analisa data primer 3.5.
Hal-Hal Yang Diragukan
Pengumpulan data di 6 lokasi kajian, tidak terlepas dari dukungan KMW. Pada saat melakukan kajian terdapat perbedaan struktur KMW yang ada.
Seperti
halnya Kora Medan dan Kota Bengkulu adalah kota yang masih menggunakan struktur KMW lama, ini bias terlihat dari susunan tenaga ahli, dimana dikedua kota tersebut masih menggunakan tenaga ahli pelatihan dan sosialisasi. Untuk Kota Medan Team Leader dan tenaga ahli yang ada adalah tenaga ahli tahun sebelumnya dan akan berakhir pada bulan Juni 2009. Akan tetapi untuk Kota Bengkulu Team Leader dan Korkot adalah tenaga yang baru direkrut 2 bulan, meskpiun demikian mereka telah bekerja sebelumnya di P2KP. Sedangkan Kota Surabaya, Kota Pasuruan, Kota Makassar dan Kota Gorontalo adalah kota-kota yang telah memiliki struktur KMW baru. Dimana Team Leader dan tenaga ahli adalah orang-orang yang baru dikontrak, meskipun mereka adalah orang yang telah bekerja di P2KP sebelumnya. Adapun susunanya untuk pelatihan adalah tenaga ahli capasitas building (CB) dengan dibantu asisten trainer. Hal ini terlihat adanya Trainer
Nasional
(TN).
Program Direktur (PD) yang memiliki tenaga
Untuk
wilayah
Jawatimur
Program
Direktur
berkedudukan di KMW Kota Surabaya dengan mencakup wilayah Kalimantan. Sedangkan Program Direktur di wilayah Sulewasi atau OC 8 membawahi wilayah PT. Prismaita Cipta Kreasi
3 - 15
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
yang ada di Sulawesi dan berkedudukan di KMW Kota Makassar. Berdasarkan perubahan pelaku, terutama tenaga ahli dan korkot berdampak kepada perbedaan informan yang akan dipergunakan.
Ada beberapa hal yang
berdampak kepada informasi yang diperlukan berkaitan dengan adanya perubahan KMW serta pelaku P2KP, yaitu jumlah data untuk informan yang dibutuhkan serta adanya pergantian pelaku, baik tingkat konsultan ataupun tingkat pemerintah. 3.5.1. Jumlah Data Informan Berkaitan dengan data pelaku terdapat kendala dalam menentukan kreteria dan jumlah yang sesuai. Hal ini terutama didapat dari komposisi untuk FGD fasilitator (laki-laki dan perempuan), BKM dan KSM (laki-laki dan perempuan baik dari kelompok kegiatan social, ekonomi dan lingkungan). Sebagai kasus adalah data fasilitator yang dilibatkan dalam FGD, dimana fasilitator yang dilibatkan adalah fasilitator yang telah bekerja minimal satu tahun, mengikuti proses system rekrutmen, mengikuti pelatihan dasar, aktif dan mampu berkomunikasi dengan baik dengan diwakili dari fasilitator ekonomi, social dan infra. Berdasarkan kreteria tersebut, tim tidak mendapatkan jumlah sampel sesuai kreteria sampel yang telah ditentukan. Sehingga untuk Kota-Kota yang memiliki jumlah fasilitator yang sedikit seperti Kota Pasuruan dan Kota Gorontalo serta Kota Bengkulu, tim melibatkan semua fasilitator dalam melakukan FGD, meskipun jumlah dan kreteria tidak sesuai. Sedangkan untuk Kota-kota yang memiliki jumlah fasilitator lebih banyak seperti Kota Medan, Kota Surabaya
dan
Kota
Makassar,
tim
menggunakan
kreteria
dalam
menentukan sampel, akan tetapi nama-nama fasilitator yang telah ditentukan, pada saat dilakukannya FGD ada yang tidak hadir. Sehingg untuk memenuhi jumlah yang ada, maka tim menggunakan fasilitator yang ada pada saat dikantor Korkot. Demikian juga dengan BKM dan KSM, penentuan BKM adalah dengan cluster atau wilayah yang berdekatan antara 2-3 kecamatan untuk selanjutnya dipilih masing-masing kecamatan 2-3 BKM.
BKM yang
dilbatkan FGD adalah penguruas BKM yang diwakili 2 orang dan bukan PT. Prismaita Cipta Kreasi
3 - 16
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
anggota atapun unit-unit pengelola (UP).
Akan tetepi pada saat
pelaksanaan FGD, adanya BKM yang tidak hadir dan diwakilkan kepada anggota atau unit pengelola (UP). Hal ini juga berkaitan dengan waktu pelaksanaan FGD yang tidak mampu mengakomodir keinginan BKM. Selanjutnya berkaitan dengan KSM yang dilibatkan FGD, diantara mereka adalah anggota yang baru bergabung atau jika pengurus adalah mereka yang baru ditunjuk.
Sehingga, seperti di Kota Gorontalo, KSM yang
terlibat dalam FGD kurang mampu berkomunikasi, terutama dalam memberikan gambaran kegiatan KSM dan pendampingan oleh fasilitator. 3.5.2. Pergantian Pelaku Selama pengumpulan data di 6 lokasi kota kajian, terdapat perubahan pelaku. Ini terlihat dari tingkat KSM dan BKM, fasilitator, korkot dan tenaga ahli pelatihan. Pergantian pelaku, secara umum adalah mereka yang baru direkrut atau dilibatkan kurang lebih satu atu dua bulan. Kondisi ini yang secara tidak langsung dapat berdampak kepada informasi yang diberika oleh informan serta penentuan informan dalam kajian.
PT. Prismaita Cipta Kreasi
3 - 17
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
BAB IV TEMUAN KAJIAN
A. HASIL ANALISIS BERDASARKAN CROS CASE A.1. Gambaran Populasi di 6 Lokasi Kajian Populasi tentang jumlah pemanas, fasilitator, BKM dan KSM yang ada di setiap wilayah kota kajian, dapat memberikan gambaran terhadap perbandingan dan komposisi setiap kategori. Digambarkan bahwa jumlah fasilitator laki-laki lebih banyak dari pada fasilitator perempuan untuk setiap lokasi. Demikian juga dengan pemanas, meskipun jumlah pemanas perempuan relatif kecil, yaitu hanya satu orang setiap lokasi. Jumlah pemanas yang lebih banyak terdapat di KMW yang lebih besar, seperti Medan dengan struktur KMW lama dan Surabaya, Makassar dan Gorontalo dengan struktur KMW baru. Kota Bengkulu dengan struktur KWM lama memiliki 3 orang pemanas (Team Leader, Tenaga Ahli pelatihan dan Korkot). Sedangkan Pasuruan merupakan wilayah bagian KMW Kota Surabaya (Korkot) dan tidak memiliki pemanas. Jumlah pemanas yang lebih besar juga diikuti dengan jumlah fasilitator yang lebih banyak.
Ini terlihat dari perbandingan gambar di
bawah. Seperti di KMW Makassar dan Surabaya, akan tetapi gambaran kondisi ini hanya terdapat di KMW dan tidak di wilayah kerja Koordinator Kota (Korkot). Setiap wilayah korkot hanya terdapat 1-2 pemanas, yaitu korkot dan askot, sehingga pemanas hanya melekat di KMW. Sedangkan kenyataan di lapangan, penguatan kapasitas fasilitator lebih banyak dilakukan oleh askot dan senior fasilitator. Tidak semua askot yang ada di wilayah kota telah menjadi pemanas dan bahkan minimnya senior fasilitator yang telah menjadi pemanas di wilayah kota kajian.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.1. Jumlah Pemanas dan Fasilitator di 6 Lokasi Kajian Berdasarkan jenis kategori fasilitator (teknik, ekonomi dan social), secara umum di masing-masing kota terdapat ketiga kategori tersebut. Berdasarkan populasi fasilitator laki-laki dan perempuan untuk kategori sosial hampir sama sedangkan fasilitator kategori teknik lebih didominasi oleh laki-laki. Ini menunjukkan “seolah-olah” kesesuaian jurusan teknik secara umum di masyarakat lebih cocok untuk laki-laki. Sedangkan fasilitator kategori ekonomi lebih didominasi oleh perempuan.
Kondisi ini juga sesuai budaya bahwa
perempuan lebih teliti. Ini juga sesuai ungkapan FGD BKM (laki-laki) di Kota Medan. Meskipun tidak ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, akan tetapi untuk fasilitator ekonomi lebih cenderung perempuan.
Hal ini
dikarenakan perempuan lebih detail dan teliti. Jumlah fasilitator ekonomi lebih sedikit, hal ini sesuai dengan komposisi tim fasilitator (2 teknik, 2 sosial dan 1 ekonomi).
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.2. Jumlah Fasilitator berdasarkan Jenis di 6 Lokasi Kajian Berdasarkan tabel di bawah ini, menggambarkan kondisi BKM dan KSM setiap kota kajian. Untuk selanjutnya berdasarkan populasi fasilitator dibandingkan dengan KSM dan BKM setiap lokasi. Berdasarkan data sementara KSM lingkungan merupakan jumlah KSM yang paling banyak. Tabel 4.1. Jumlah KSM dan BKM P2KP di 6 Lokasi Kajian No
KSM
BKM
Sosial
Ekonomi Lingkungan
1
Medan
2713
3666
3120
313
2
Bengkulu
234
612
402
53
3
Surabaya
199
350
1075
163
4
Pasuruan
56
15
313
34
5
Makassar
393
513
2002
143
6
Gorontalo
120
150
504
59
Jumlah
3715
5306
7416
765
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
Kota
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
A.2. Deskripsi Fasilitator Survey kepada fasilitator dilakukan dengan menentukan sampel di setiap lokasi sebanyak 30 orang dengan pembagian 15 orang laki-laki dan 15 orang perempuan dimana masing-masing 5 orang di setiap kategori (Sosial, Ekonomi dan Teknik).
Dalam prosesnya terdapat kriteria yang tidak sesuai di lokasi
kajian, sehingga terdapat komposisi yang tidak sama di setiap lokasi. Khsusus lokasi yang memiliki jumlah fasilitator di bawah 30 orang, maka dipergunakan pendekatan dengan mengambil semua sampel yang ada. Sedangkan bagi wilayah yang memiliki lebih dari 30 orang fasilitator adalah dengan pendekatan bahwa setiap jenis kategori fasilitator diambil untuk selanjutnya dilakukan survey dengan mengisi form survey yang telah disiapkan. Berdasarkan survey yang dilakukan pada fasilitator di 6 (enam) kota lokasi kajian, didapatkan gambaran sebagai berikut: Adanya komposisi yang tidak sama di setiap lokasi, baik antara jumlah fasilitator laki-laki dan fasilitator perempuan serta jenis ketegori fasilitator. Ini menunjukkan bahwa, tidak semua lokasi kajian memiliki sejumlah fasilitator sesuai kriteria. Adapun kriterianya adalah pernah mengikuti pelatihan, aktif selama bekerja, telah 1 (satu) tahun bekerja di P2KP, dan melalui seleksi penerimaan fasilitator yang diselengarakan oleh KMW. Kondisi di lapangan bahwa
saat
kriteria
telah
ditentukan,
kenyataannya
fasilitator
yang
bersangkutan tidak dapat hadir. Berdasarkan hasil survey, diperoleh 146 fasilitator dengan rincian 77 fasilitator laki-laki dan 69 orang fasilitator perempuan.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.3. Komposisi Fasilitator berdasarkan Kategori Gambar di atas memberikan gambaran yang berbeda di setiap lokasi kajian. Terlihat jelas di suatu kota tertentu fasilitator teknik berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dibanding dengan fasilitator sosial atupun ekonomi. Selanjutnya adalah hasil survey tentang usia fasilitator di 6 lokasi kajian. Berdasarkan hasil analisa digambarkan bahwa adanya fasilitator yang berusia di atas 40 tahun. Ini menunjukkan bahwa belum dilakukan secara ketat seleksi penerimaan fasilitator. tahun.
Pada dasarnya kontrak kerja fasilitator adalah satu
Hal itu berarti usia setiap fasilitator dapat terdeteksi setiap tahun.
Sesuai dengan pedoman rekrutmen fasilitator, usia maksimal adalah 40 tahun. Kondisi ini bertolak belakang dengan kondisi lapangan di 3 kota yaitu Surabaya, Pasuruan dan Bengkulu. Meskipun demikian jumlah yang ada relatif kecil yaitu sekitar dua persen (2 %). Secara umum usia fasilitator berkisar antara 20-30 tahun. Ini menunjukkan bahwa fasilitator yang ada lebih banyak pada fasilitator yang masih memiliki potensi untuk berkembang (karir). Kondisi ini yang merupakan salah satu penyebab turn off fasilitator di suatu lokasi seperti fasilitator mengikuti seleksi CPNS, berpindah pada program lain dengan intensif yang lebih besar, hanya mengisi sambil mencari pekerjaan lain yang sesuai. !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Hal ini juga didapat gambaran saat dilakukannya wawancara biografi, bahwa fasilitator teknik (khususnya) merasa kaget dengan jenis pekerjaan yang dilakukannya.
Karena anggapan mereka bahwa yang dilakukannya adalah
pekerjaan teknik, bukan pekerjaan membimbing masyarakat.
Gambar 4.4. Komposisi Fasilitator berdasarkan Usia Selain itu, untuk melihat lulusan yang dimiliki oleh fasilitator disajikan pada gambar di bawah ini.
Secara umum digambarkan bahwa lulusan didominasi
oleh sarjana teknik. Ini menunjukkan komposisi yang sesuai untuk setiap tim fasilitator yaitu 5 orang setiap tim dimana 2 fasilitator teknik, 1 fasilitator ekonomi dan 2 fasilitator social. Berdasarkan penempatan fasilitator, secara umum telah sesuai dengan pendidikan terakhir fasilitator.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.5. Lulusan Fasilitator berdasarkan Jurusan Secara umum bahwa fasilitator telah lama lulus dari perkuliahan. Dengan asumsi bahwa dengan lama lulus seorang fasilitator, maka fasilitator telah memiliki pengalaman yang cukup atau memiliki kepribadian yang matang. Ini juga berdampak terhadap kemampuan fasilitator dalam berbicara di depan umum serta kemampuan menghadapi permasalahan selama pendampingan. Akan tetapi lama lulusan fasilitator tidak diikuti dengan pengalaman yang dimiliki terutama pengalaman di bidang pemberdayaan. Meskipun demikian masih banyak juga fasilitator yang lama lulus antara 1-2 tahun.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.6. Lama Lulusan Fasilitator Dalam proses pendampingan, terdapat fasilitator yang tidak berdomisili tetap di lokasi dampingan (kota administrative). Kondisi ini terlihat di pulau Jawa, terutama Kota Pasuruan dan Surabaya, yang sebagian besar fasilitatornya berdomisili di kota terdekat yang berjarak kurang lebih 20-50 Km. Seperti di Malang, Mojokerto, Jombang ataupun kota-kota yang berdekatan dengan Kota Pasuruan dan Kota Surabaya. Dan hanya sebagian kecil saja, fasilitator di luar pulau Jawa yang berdomisili di luar kota. Hal ini sesuai dengan kondisi pulau Jawa, dari sarana transportasi dan jalan yang lancar dan aman. Sedangkan Kota Gorontalo merupakan kota yang jarak antar kota cukup jauh, adapun kota terdekat adalah Kota Manado.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.7. Domisili Fasilitator Berkaitan dengan pengetahuan dasar yang harus dimiliki oleh fasilitator, yaitu pelatihan dasar. Secara umum masih banyak fasilitator yang tidak mengikuti pelatihan dasar 1. Ini menunjukkan bahwa fasilitator yang bekerja tidak melalui system rekrutmen. Kondisi ini terjadi di kota-kota kecil seperti Pasuruan, Bengkulu dan Gorontalo. Kondisi yang ada di lapangan, pendekatan fasilitator
dalam
mengikuti
pelatihan
adalah
berkaitan
dengan
lokasi
dampingan (dasar, madya atau utama). Sehingga, seperti fasilitator yang baru direkrut dan belum mengikuti pelatihan dasar akan tetapi wilayah kerjanya adalah wilayah madya, maka minimal fasilitator telah mengikuti pelatihan madya 1. Rekrutmen fasilitator yang dilakukan tidak melalui system rekrutmen, hal ini dikarenakan fasilitator yang telah direkrut, mundur ketika telah mengikuti pelatihan dasar. Kondisi ini kemudian diperburuk dengan tingkat turn off fasilitator yang tinggi. Pihak KMW menyatakan tingginya tingkat “keluar masuk” fasilitator. Berdasarkan rekomendasi Korkot, maka pihak KMW dapat melakukan rekrutmen fasilitator. Sehingga fasilitator yang direkrut selanjutnya dilakukan penguatan dengan choacing. Untuk wilayah Kota Bengkulu dan Kota Gorontalo, berinisiatif melakukan pelatihan, dengan memilih materi-materi !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
teknis, karena di dua kota tersebut terdapat fasilitator yang paling banyak belum mengikuti pelatihan dasar.
Gambar 4.8. Jenis pelatihan yang Diikuti oleh Fasilitator Secara umum, fasilitator yang bekerja di P2KP adalah fasilitator yang baru bekerja untuk program pemberdayaan. Hanya 21 % fasilitator yang memiliki pengalaman pemberdayaan sebelumnya di program lain seperti PPK ataupun program-program pemberdayaan di pemerintah daerah. Hal ini juga berkaitan dengan pengalaman dan ketrampilan yang dimiliki oleh fasilitator. Secara umum masih minimnya fasilitator yang pernah mengikuti pelatihan dari program-program pemberdayaan. Kondisi ini menunjukkan bahwa rendahnya keterampilan yang dimiliki oleh fasilitator.
Meskipun demikian terdapat
sebagian besar fasilitator yang telah bekerja di P2KP berkisar antara 2-4 tahun. Ini menunjukkan bahwa fasilitator telah memiliki pengalaman di P2KP.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.9. Pengalaman Pemberdayaan Fasilitator Selanjutnya secara umum fasilitator telah berkeluarga (nikah). Akan tetapi kondisi ini sedikit berimbang dengan fasilitator yang belum menikah. Fasilitator yang telah menikah, mereka yang telah lama bergabung di P2KP. Untuk wilayah Kota Gorontalo dan Kota Pasuruan, hanya sebagian kecil yang belum menikah. Fasilitator yang telah menikah memiliki waktu yang lebih luang untuk bekerja. Hal ini dapat terlihat dengan adanya proses pendampingan yang dilakukan oleh fasilitator di kedua wilayah tersebut. Selain ada faktor lain, berdasarkan hasil FGD dengan KSM (laki-dan perempuan), mereka kurang merasakan adanya kehadiran fasilitator. Hal ini juga terlihat dari anggota KSM yang ada di kedua kota tersebut yang kurang mampu berkomunikasi, dalam menceritakan kegiatan KSM dan proses pendampingan yang dilakukan oleh fasilitator.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.10. Status Fasilitator Secara konsep wilayah kerja pendampingan terbagi menjadi 3 yaitu dasar, madya dan utama. Pembagian wilayah kerja tersebut disesuaikan dengan lama kelompok dan siklus yang telah dilalui. Berdasarkan hal tersebut hampir setiap fasilitator pernah mendampingi wilayah dasar. Akan tetapi ada juga fasilitator yang mendampingi 2 wilayah seperti dasar dan madya serta madya dan utama. Kondisi ini terdapat di pulau Jawa dan pulau Sumatera. Kenyataan di lapangan, banyak terdapat fasilitator yang mendampingi wilayah tidak sesuai dengan kemampuannya, baik dari segi pengalaman dan pelatihan yang dimiliki. Banyak ditemukan fasilitator yang baru direkrut, mendampingi wilayah madya dan utama. Kondisi yang dirasakan oleh fasilitator, dimana masyarakat lebih mampu berkomunikasi (mengemukakan pendapat) serta munculnya permasalahan di masyarakat. Terhadap kondisi tersebut, fasilitator banyak belajar dari rekan satu timnya yang telah terlebih dahulu berpengalaman. Dalam satu tim fasilitator terdapat fasilitator yang telah lama bergabung di P2KP (2-3 tahun) dan fasilitator yang baru bergabung (< 1 tahun). Modifikasi dalam satu tim ini, untuk memperkuat tim fasilitator. Salah satu kondisi ini yang terkadang menyebabkan rolling fasilitator di suatu wilayah kerja. !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.11. Wilayah Kerja Fasilitator A.4. Diskripsi Pemandu Nasional Secara umum, jumlah pemandu nasional di masing-masing kota kajian masih kurang. Terutama pemandu nasional di level askot dan senior fasilitator. Untuk Kota Pasuruan tidak terdapat pemandu nasional. Adapun di kota-kota lain, dikarenakan adanya lokasi yang berdekatan/menjadi satu dengan KMW.
Akan
tetapi jika dilihat hanya pada level kota, maka jumlah pemandu nasional hanya berjumlah 1-2 orang. Dilihat dari usia pemanas, secara umum berkisar 30-40 tahun, usia ini terlebih dimiliki oleh pemanas perempuan. menunjukkan kematangan sebagai seorang pemandu.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
Dari sisi usia
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.12. Usia Pemandu Nasional Berdasarkan jenjang pendidikan, hanya pemanas yang berada di kota besar yang telah berpendidikan S2. Sedangkan Kota Gorontalo dan Kota Bengkulu, termasuk kota kecil tidak memiliki pemandu yang telah berpendidikan S2. Pendidikan teknik, hanya dimiliki oleh sebagian kecil pemandu, ini terutama pada korkot dan tenaga ahli teknik. Sedangkan di Surabaya, tenaga ahli teknik belum menjadi pemanas. Di Kota Bengkulu pemanas yang berpendidikan teknik hanya dimiliki oleh Korkot, sedangkan tenaga ahli tekniknya belum menjadi pemandu. Kondisi ini sangat ironis jika dikaitkan dengan pelatihan fasilitator. Pada prinsipnya yang boleh melatih adalah seseorang dalam struktur yang telah menjadi pemanas (yang telah mengikuti TOT). Minimnya jumlah pemanas secara tidak langsung berdampak kepada pemenuhan kebutuhan pelatih dalam rangka penguatan yang diberikan kepada fasilitator.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.13. Lulusan Pemandu Nasional Pemanas laki-laki secara umum berdomisili di luar kota, yaitu kota-kota yang berdekatan dengan ibu kota propinsi (KMW). Sedangkan di Kota Makassar, pemanas yang berasal dari luar kota adalah Program Direktur (PD) OC 6 yang berdomisili di Jakarta. Kota Surabaya merupakan kota yang pemanasnya lebih banyak berasal dari luar kota Surabaya seperti Jember. Kondisi ini juga diikuti oleh pemanas dari kategori Korkot, hanya kota Bengkulu yang berasal dari kota lain yaitu Palembang. Sedangkan Kota Pasuruan, korkotnya belum menjadi pemanas, dan berdomisili di Malang.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.14. Domisili Pemandu Nasional Berdasarkan sruktur, terlihat bahwa pemanas lebih banyak terdapat di level KMW, yaitu sebagai tenaga ahli. Sedangkan askot di suatu kota hanya 1-2 orang. Kenyataan di lapangan, penguatan oleh fasilitator dilakukan di level askot dan senior fasilitator. Untuk kota Surabaya, Bengkulu dan Pasuruan tidak terdapat pemanas yang berposisi sebagai askot.
Gambar 4.15. Posisi Pemanas dan Struktur KMW !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Berdasarkan lama tahun pemanas di P2KP, menunjukkan bahwa pemanas telah memiliki pengalaman di P2KP antara 4-6 tahun. Ini menunjukkan pengalaman di P2KP yang cukup lama bagi seorang pemanas. Sedangkan berdasarkan pengalaman tersebut, tidak semua pemanas melalui jenjang di P2KP.
Gambar 4.16. Lama Tahun Pemanas di P2KP B. HASIL ANALISIS KONTEKSTUAL B.1. Fasilitator dan Pendampingan Pada dasarnya konsep fasilitator adalah orang yang membantu anggota kelompok berinteraksi secara nyaman, konstruktif, dan kolaboratif sehingga kelompok dapat mencapai tujuannya. Untuk itu semua, seperti ditekankan Kaner (Facilitator’s Guide to Participatory Decision Making, 2007), fasilitator mesti netral dalam isi (content-neutral). Artinya, isi pembicaran kelompok, seperti bagaimana keadaan suatu masyarakat atau apa solusi yang tepat untuk suatu masalah, adalah urusan kelompok, dan bukan wilayah intervensi fasilitator. Fungsi utama Fasilitator PNPM Mandiri Perkotaan adalah sebagai pemberdaya, dengan tugas–tugas utamanya mendampingi masyarakat dalam merumuskan dan !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
memecahkan masalah kemiskinan melalui tahapan siklus, memberikan pelatihan, memberikan sosialisasi kepada masyarakat dan memenuhi kewajiban administrasi proyek yang berupa laporan baik tertulis maupun melalui SIM (Sistem Informasi Manajemen) dan Quick Status. Pada tahun 2008, jumlah fasilitator sebanyak 5777 dengan jumlah wilayah dampingan sebanyak 8813 Kelurahan/Desa di seluruh Indonesia. PNPM Mandiri Perkotaan tahun 2009 dilaksanakan di 11.039 Kelurahan/Desa yang tersebar di 1.145 Kecamatan dari 267 Kota/Kabupaten di 33 Propinsi se-Indonesia. Sementara itu, saat ini rasio yang digunakan adalah 5 : 7 (5 fasilitator mendampingi 7 kelurahan lokasi baru) dan 5 : 9 (5 fasilitator mendampingi 7 kelurahan lokasi lama). Fasilitator merupakan ujung tombak keberhasilan kegiatan pemberdayaan. Fasilitator bekerja dengan cara mendampingi kelompok masyarakat yang ada. Tujuan pendampingan adalah meningkatkan daya motivasi masyarakat dasar ke arah swadaya agar lebih mampu mengembangkan diri dengan mengambil bagian dalam proses dan hasil pembangunan yang lebih luas. Dalam setiap tahap perkembangannya, intensitas pendampingan tidaklah sama. Dengan semakin berkembangnya KSM maka semakin rendah pula intensitas pendampingannya.
Apabila digambarkan intensitas
terlihat pada gambar sebagai berikut:
10.220!
3)./&'! "#$!%&'&(!()*%+,-+'&.!
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
"#$!%&'&(!,&./0*0!
pendampingannya, dapat
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
•
Pendamping adalah orang luar yang membantu kelompok masyarakat dalam berbagai aspek untuk mencapai tujuannya.
•
Pendampingan adalah suatu proses fasilitasi masyarakat agar mampu mandiri (mengenali kekuatan, kelemahan, dan mampu memanfaatkan peluang dan mengelola ancaman/risiko).
Di sisi lain, KSM yang didampingi adalah suatu kelompok yang otonom atau memiliki otoritas penuh untuk menjalankan kelompoknya sesuai dengan anggaran dasar dan anggaran rumah tangganya. Sedangkan pendamping adalah “orang luar” yang membantu kelompok dalam berbagai aspek untuk mencapai tujuan kelompok. Berangkat dari pemahaman ini, maka pendampingan masyarakat dapat dimengerti sebagai suatu proses fasilitasi masyarakat agar mereka mampu berswadaya, agar mereka mampu mandiri yaitu mampu mengenali kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman serta mampu memanfaatkan peluang dengan menggunakan kekuatannya dan mengatasi kelemahan serta menghindari ancaman yang datang padanya. Kondisi ini berdeda dengan pendekatan pendampingan yang terjadi di P2KP, bahwa pendekatan pendampingan dengan melalui BKM (dengan perbandingan 5:7 atau 5:9). Dengan kata lain tidak melihat perbandingan dengan pendekatan kelompok masyarakat (KSM). Ini menunjukkan bahwa fasilitator haruslah seseorang yang mumpuni, dimana mampu mengorganisir kelompok dan memotivasi BKM untuk bekerja layaknya fasilitator. Di samping itu dengan adanya dua tugas pokok fasilitator,
berdampak
kepada
ketidakseimbangan
tugas
pokok
tersebut.
Fasilitator lebih mementingkan kemajuan proyek dengan mengisi data SIM, dibandingkan
dengan
proses
pendampingan
di
masyarakat.
Seperti
yang
disampaikan oleh Eri (fasilitator) di Kota Gorontalo: “Saya sampai kredit laptop untuk mengejar penyelesaian pembuatan proposal yang dibuat oleh KSM, kalau harus menunggu KSM, maka proposal tidak akan
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
cepat selesai dan dana tidak bisa dicairkan dan ini berdampak kepada evaluasi kinerja fasilitator” Dalam proses pendampingan, seharusnya sampai kepada masyarakat dan masyarakat benar-benar menguasai sesuai tahapan/siklus. Tetapi, kondisi ini berbanding terbalik dengan adanya alasan bahwa kegiatan telah dimulai dan progress sudah terlambat, serta waktu sudah mendekati deadline. Sehingga seringkali tugas yang seharusnya dikerjakan oleh masyarakat justru dibuat oleh fasilitator. Seperti halnya dalam pembuatan proposal, pembuatan pelaporan dan pengisian form-form. Pendekatan proses pendampingan seperti ini yang menghambat laju perkembangan kelompok masyarakat itu sendiri. Secara konsep, tahap perkembangan kelompok terlihat dari proses pendampingan. Semakin rendah proses pendampingan yang dilakukan fasilitator, maka suatu kelompok dapat dikatakan semakin tinggi (kearah mandiri). Berkaitan dengan proses pendampingan juga tidak terlepas dengan siapa fasilitatornya. Untuk itu perlu dicermati pelibatan fasilitator dengan melalui system rekrutmen, kontrak kerja, rolling atau penempatan fasilitator di suatu wilayah kerja, serta domisili (tempat tinggal) fasilitator.
Berkaitan dengan
domisili (tempat tinggal), adanya harapan masyarakat agar fasilitator berada (stand by) di wilayah kerjanya. Kondisi ini ditindaklanjuti oleh program dengan memberikan insentif kepada senior fasilitator untuk menyiapkan homebase. Akan tetapi kondisi di lapangan tidak sepenuhnya dimanfaatkan oleh fasilitator. Selanjutnya kegiatan pendampingan juga dipengaruhi oleh jumlah kelompok yang didampingi. Tabel di bawah ini memberikan gambaran tentang jumlah fasilitator dan KSM di kota kajian.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Tabel.4.2. Proporsi Jumlah Fasilitator dengan KSM Kota
Sosial
Ekonomi
Lingkungan
FK
KSM
FK
KSM
FK
KSM
Medan
45
2713
26
3666
21
3120
Bengkulu
6
234
6
612
12
402
Surabaya
22
199
19
350
28
1075
Pasuruan
6
56
4
15
6
313
Makasar
25
393
21
513
29
2002
Gorontalo 8
120
7
150
14
504
Jumlah
3715
83
5306
110
7416
112
Berdasarkan tabel di atas, proporsi pendampingan memiliki rentang yang sangat jauh. Meskipun pendekatan program P2KP melalui BKM, akan tetapi seperti apa profil BKM tersebut akan berpengaruh terhadap keberhasilan pendampingan kelompok. Sehingga yang dituntut untuk selalu mendampingi KSM adalah BKM dan bukan fasilitator. Kondisi ini juga terlihat dengan perbandingan jumlah fasilitator dengan jumlah KSM di suatu kota. Hampir satu orang fasilitator mendampingi 30-40 orang anggota KSM. Jika kemudian dihitung hari, maka dalam satu hari fasilitator minimal melakukan pendampingan kepada 2-3 kelompok. Kondisi pendampingan yang “over loud” serta “rolling” fasilitator yang tinggi berdampak kepada proses pendampingan dan kepada kelompok masyarakat. Kondisi ini tergambarkan dari hasil FGD oleh kelompok BKM dan KSM baik laki-laki dan perempuan yang menyatakan bahwa ada pergantian fasilitator “seolah-olah” berdampak kepada perbedaan
jenis
program
dan
pemahaman
masyarakat
terutama
kepada
penyelesaian usulan (proposal). Seperti yang diungkapkan oleh salah satu BKM, yaitu; “ganti fasilitator, biasanya ganti kebijakan”
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Kondisi rolling fasilitator disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya “turn off” fasilitator di setiap lokasi sehingga terjadi perekrutan kembali fasilitator tanpa melalui system rekrutmen. Sebagai gambaran hasil FGD dari fasilitator laki-laki di 6 kota lokasi kajian adalah sebagai berikut. Tabel 4.3. Hasil FGD Fasilitator Laki-Laki berkaitan dengan Isu Pendampingan dan Fasilitator Medan
Bengkulu
Surabaya
Pasuruan
Makassar
V
X
V
X
V
V
V
X
V
X
V
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
V
V
V
V
Sering Rolling
V
V
V
V
V
V
Kendala konsultan
V
V
V
V
X
X
Isu Tugas Faskel tertuju
Gorontalo
pada CD Terdapat kesenjangan tugas dari tupoksi sesuai SAP Proses rekrutmen faskel yang berbeda Syarat utama faskel adalah mampu memfasilitasi Seringnya berubah aturan (kebijakan) Evaluasi di lapangan masih kurang
(BOP, gaji telat) Berdasarkan pengelompokan isu terhadap hasil FGD fasilitator laki-laki secara umum berkaitan dengan sering terjadinya rolling.
Hal ini berdampak terhadap
sosialisasi kepada antar fasilitator itu sendiri serta pengenalan kepada wilayah dan !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
kelompok dampingan. Kondisi ini menurut fasilitator yang menghambat proses pendampingan yang dilakukannya. Selain itu, juga berkaitan dengan kebijakan yang berubah-ubah, yang berdampak kepada penyampaian informasi kepada masyarakat, yang seolah-olah fasilitator yang melakukan perubahan. Dimana, hal ini tidak diikuti dengan sosialisasi ataupun informasi kepada masyarakat dari pihak manajemen (KMW). Seperti yang disampaikan oleh fasilitator di Kota Surabaya bahwa: “perubahan kebijakan berdampak kepada waktu pendampingan, yang harus diselesaikan dalam waktu satu bulan dalam kenyataan harus dipaksakan selesai dalam satu minggu”. Berdasarkan ungkapan tersebut, waktu pendampingan menjadi berkurang, sehingga masyarakat dipaksakan untuk mampu mengikuti perubahan-perubahan yang ada. Berkaitan dengan tupoksi faskel terdapat ungkapan bahwa faskel infra harus mampu juga menjadi faskel social. Sedangkan faskel social tidak tahu tentang infra.
Ini berarti pengetahuan fasilitator social hanya berkaitan dengan
pemberdayaan dan pendampingan. Sedangkan fasilitator teknik berkaitan dengan pemberdayaan,
pendampingan
dan
ketrampilan
teknik.
Kondisi
ini
menggambarkan seolah-olah pekerjaan fasilitator teknik lebih berat dibandingkan dengan fasilitator social.
Ditambah lagi, menurut fasilitator bahwa fasilitator
teknik membuat laporan dengan jalur Askot Infra sampai Tenaga Ahli Infra. Sedangkan fasilitator social tidak seperti itu.
Berdasarkan kondisi ini, terlihat
adanya ketidak efektifan fasilitator social. Sedangkan bagi fasilitator ekonomi, menganggap bahwa rata-rata fasilitator social mampu menjadi fasilitator ekonomi dan demikian juga sebaliknya. Selanjutnya hasil gambaran FGD faskel perempuan di 6 lokasi kajian dapat dilihat pada table berikut.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Tabel 4.4. Hasil FGD Fasilitator Perempuan berkaitan dengan Isu Pendampingan dan Fasilitator Medan
Bengkulu
Surabaya
Pasuruan
Makassar
V
X
X
X
X
X
V!
V!
V!
V!
V!
V
V
X
X
X
V
V
V!
V!
V!
V!
V!
V
V
V
X
X
V
X
Sering terjadi rolling
V!
V!
V!
V!
V!
V
Faskel baru terkadang
V!
V!
V!
V!
V!
V
V
V
X
X
V
V
Isu Syarat faskel memiliki
Gorontalo
SIM C sangat memberatkan Tidak ada evaluasi di lapangan Keamanan diri fasilitator sangat perlu (terutama dilokasi rawan) Kebijakan selalu berubah-ubah Perlunya back up askot dan korkot saat ada masalah
mendampingi lokasi madya dan utama Perbedaan rekrutmen
Berdasarkan isu yang muncul terhadap hasil FGD fasilitator perempuan terdapat beberapa hal yang sama, yaitu terjadinya rolling, adanya perbedaan rekrutmen, serta adanya kebijakan yang berubah-ubah. Selain itu isu yang muncul, berkaitan dengan keamanan fasilitator bekerja adalah menjadi faktor fasilitator dalam bekerja, seperti jauhnya lokasi dampingan serta kondisi atau situasi wilayah dampingan.
Isu ini muncul dalam FGD dengan fasilitator perempuan. Dalam
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
kondisi ini perempuan khawatir dengan lokasi dampingan dan bekerja di malam hari.
Karena sebagian besar kegiatan pendampingan, terutama pertemuan
kelompok dilakukan pada malam hari. B.2. Mekanime Program dan Pendampingan Fasilitator Mengingat peran Fasilitator yang sangat strategis tersebut maka beberapa upaya untuk memastikan terlaksananya tugas fasilitasi yang sesuai dengan harapan dan cita–cita program di antaranya adalah sebagai berikut:
•
Menggali potensi calon tenaga fasilitator yang kompeten dan berpendidikan minimal D3 serta memiliki kualifikasi khusus secara terbuka dan kompetitif melalui tahapan sistem rekrutmen berupa seleksi administrasi, wawancara dan FGD Kompetensi, psychotest, serta pelatihan pra-tugas
•
Memberikan beberapa pelatihan yang dilakukan secara berjenjang dan periodik melalui metode pembelajaran orang dewasa dengan materi-materi pokok yang dapat mendukung tugas dan fungsi fasilitator
•
Meningkatkan pola pembelajaran mandiri melalui pengembangan Komunitas Belajar Internal Konsultan (KBIK)
•
Membangun sistem pengendalian kinerja yang berorientasi pada nilai–nilai luhur, profesionalitas dan pencapaian target program. Pengendalian kinerja dilakukan secara berjenjang di tatanan konsultan dan dilakukan secara rutin
•
Mengembangkan peran pemerintah daerah dalam mekanisme pengelolaan pembiayaan kegiatan melalui fixed cost (gaji, biaya operasional dan pelatihan masyarakat) maupun dalam mendukung peran pengendalian oleh konsultan.
Proses pendampingan untuk pembelajaran dilakukan melalui tahapan yang disebut dengan siklus PNPM-Mandiri Perkotaan. Tahapan ini sebetulnya merupakan tahapan yang biasa dilakukan dalam proses pembangunan (daur program pembangunan) hanya saja pada PNPM Mandiri Perkotaan setiap tahapan diberi nama khusus. Siklus PNPM Mandiri Perkotaan merupakan strategi intervensi program melalui beberapa kegiatan pembelajaran di tingkat masyarakat dan !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
pemerintah daerah dalam upaya mewujudkan transformasi sosial secara efektif, terpadu dan berkelanjutan. Intervensi yang dilakukan oleh PNPM Mandiri Perkotaan merupakan proses pembelajaran masyarakat yang diimplementasikan lewat Siklus PNPM Mandiri Perkotaan. Dalam proses pembelajaran sesuai dengan pendekatan pembangunan partisipatif yang digunakan oleh PNPM Mandiri Perkotaan, maka metode pembelajaran yang dipakai adalah ‘participatory andragogy’ yaitu suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan kepada proses dialog antara warga belajar dan Fasilitator. Dalam pendekatan ini tidak ada istilah guru, semua yang terlibat adalah belajar bersama–sama dalam prinsip kesetaraan sehingga baik Fasilitator maupun warga belajar adalah subjek sesuai dengan harkat martabatnya sebagai manusia, yang menjadi objeknya adalah realitas kehidupan, oleh karena itu pendekatan ini sering disebut sebagai belajar dari pengalaman. Berkaitan dengan mekanisme pendampingan di P2KP menjadi salah satu faktor keberhasilan pendampingan yang dilakukan oleh fasilitator. Dalam mekanisme pendampingan dengan mengikuti siklus yang ada. Siklus tersebut selanjutnya dilaksanakan oleh pemerintah kota, konsultan/fasilitator dan masyarakat. Siklus yang dilakukan oleh fasilitator menjadi suatu kendala jika terjadi rolling fasilitator yang disebabkan oleh turn off
fasilitator. Beberapa hal yang menggambarkan
kegiatan tersebut dapat dilihat dalam tabel di bawah ini; Tabel 4.5. Gambaran Aktor, Proses dan Kontekstual di 6 Lokasi Kajian Aktor Fasilitator
Proses Interaksi Fasilitator-Senior Fasilitator-Askot-Korkot
Kontesktual - Terjadinya rolling fasilitator - Adanya program pemberdayaan lain di setiap kota
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
- Adanya peluang di bidang lain yang lebih “nyaman” seperti fasilitator mengikuti tes PNS ataupun perusahaan - Kebijakan yang berubahubah seperti format proposal, pencairan dana BLM serta jenis kegiatan BKM
Interaksi BKM-Faskel
- Kemampuan fasilitator di segala bidang - Intensitas pendampingan oleh fasilitator bukan hanya sebatas kunjungan - Penyelesaian permasalahan oleh fasilitator
KSM
Interaksi KSM-BKM-Faskel
- Kemampuan fasilitator di segala bidang - Intensitas pendampingan oleh fasilitator bukan hanya sebatas kunjungan - Hubungan yang kurang harmonis antara KSM dengan Faskel - Keterlambatan dana BLM
Berdasarkan hal tersebut terdapat kondisi yang ada di lapangan secara tidak langsung berakibat kepada actor sebagai pelaku serta proses-proses kegiatan. Salah satunya, seperti di Kota Medan adanya kebijakan bahwa BLM baru tahun kedua dapat dicairkan. Kondisi ini berdampak kepada pendampingan fasilitator. !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Disisi lain, tidak adanya pedoman “bagaimana cara fasilitator” mendampingi masyarakat yang ternyata dananya tidak cair, sehingga fasilitator tidak melakukan pendampingan karena fasilitator “takut” akan cemoohan masyarakat. Pemerintah sendiri pada awalnya tidak melakukan sosialisasi mengenai “surat sakti” korkot sebagai alat agar fasilitator dapat diterima dan dipercaya oleh masyarakat. B.3. Pendampingan Fasilitator dan BKM serta KSM Dalam konteks PNPM Mandiri Perkotaan yang bertujuan untuk membantu masyarakat dalam mengorganisasikan dirinya dari mulai menemukenali masalah atau kebutuhan, bagaimana melakukan penyelesaian masalah, menyusun program, melaksanakan dan memantau serta mengevaluasi kegiatan untuk menanggulangi kemiskinan. Bantuan yang diberikan oleh pemerintah melalui PNPM-Mandiri Perkotaan, bukan hanya semata-mata bantuan berupa uang akan tetapi lebih merupakan bantuan teknis pendampingan untuk meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan dalam rangka perubahan sikap perilaku masyarakat agar dapat menanggulangi masalah kemiskinan secara mandiri. Oleh karena itu proses yang dikembangkan adalah proses pembelajaran masyarakat. Tabel 4.6. Hasil FGD BKM Perempuan Isu Tugas Faskel
Medan
Bengkulu
Surabaya
Pasuruan
Makassar
Gorontalo
V
V
V
V
V
V
V!
V!
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V!
V!
4!
4!
4!
X
membantu membuat proposal Tidak ada perbedaan faskel laki-laki dan perempuan Fasilitator tahu segala bidang Fasilitator lebih terbuka terutama !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
berkaitan dengan dana pelatihan Rolling fasilitator
V
V
V
V
V
V
X!
V!
V
V
V
V
V!
5!
5!
4!
4!
V
V!
V!
V!
V!
V!
V!
V!
V!
V!
V!
V!
V!
V
X
V
V
X
V
mengganggu kegiatan Faskel jangan terlalu kaku Adanya faskel yang kurang mampu berkomunikasi Pelatihan sangat bermanfaat Kebijakan berubahubah Pencairan dana mundur
Tabel 4.7. Hasil FGD BKM Laki-Laki Isu Tugas Faskel
Medan
Bengkulu
Surabaya
Pasuruan
Makassar
Gorontalo
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
5!
4!
5!
5!
4!
V
membantu membuat proposal Tidak ada perbedaan faskel laki-laki dan perempuan Fasilitator tahu segala bidang Fasilitator jangan menjanjikan !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Rolling fasilitator
V
V
V
V
V
V
4!
5!
X
V
V
V
4!
5!
4!
4!
4!
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
X
V
V
X
V
X
X
V
V
V
V
V
V
V
V
V
V
mengganggu kegiatan Faskel berperan aktif dan sering datang Hubungan faskel dan BKM kurang harmonis Pelatihan sangat bermanfaat Kebijakan berubahubah Pencairan dana mundur Wilayah kerja faskel terlalu banyak Proposal dan pertanggungjawaban terlalu sulit B.4. Fasilitator dan Pelatihan Fasilitator (Pemanas dan KMW) Proses pembelajaran sebenarnya adalah proses pendidikan, artinya perubahan dapat terjadi melalui proses pendidikan yang didampingi oleh Fasilitator di wilayah Kelurahan/Desa sasaran. Melalui proses belajar ini, diharapkan masyarakat mampu untuk
merubah
pola
pikir
dan
sikap
perilaku
sebagai
manusia
yang
bertanggungjawab untuk menjalankan fitrahnya sebagai manusia, yaitu manusia yang mampu memberikan potensi yang ada dalam dirinya untuk kesejahteraan diri dan lingkungannya. Pelatihan di PNPM Mandiri Perkotaan pada dasarnya adalah pelatihan motivasional yaitu pelatihan yang mendorong peserta untuk mempunyai paradigma dan
sikap
mental yang
positif
yang mendukung
upaya–upaya
penanggulangan kemiskinan, sehingga peserta mempunyai motivasi untuk menjadi bagian dari pemecahan masalah bukan bagian dari masalah sebagai wujud !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
tanggung jawabnya sebagai manusia. Artinya kesadaran kritis yang diharapkan dari peserta adalah kesadaran mengenai fitrahnya sebagai manusia yang merdeka yang tidak dikungkung oleh lingkungan akan tetapi sikap perilakunya semata–mata hanya dikontrol oleh nilai–nilai kemanusiaan. Dengan proses seperti ini diharapkan akan terkikis proses dehumanisasi yang diyakini sebagai akar penyebab kemiskinan. Agar tetap pada asas-asas pendidikan kritis yang menjadi landasan filosofinya, panduan proses belajar harus disusun dan dilaksanakan dalam suatu proses yang dikenal sebagai ”daur belajar (dari) pengalaman yang distrukturkan” (structural experiences learning cycle). Dalam daur belajar ini, setiap orang akan mencapai pemahaman dan kesadaran atas suatu cara
terlibat
Pengalaman
realitas dengan MELAKUKAN
(partisipasi).
keterlibatan
MENERAPKAN
inilah yang memungkinkan
daur belajar dari pengalaman
MENGUNGKAPKAN
setiap orang mampu melakukan. Sebagaimana
dikatakan
Peter
MENYIMPULKAN
MENGANALISIS
Senge dalam The Fifth Discipline, menjadi sebuah organisasi pembelajar bukan berarti menjiplak sebuah ‘model’. Lebih tepat dikatakan bahwa organisasi pembelajar menciptakan lingkungan pembelajaran dalam setiap aktivitas pekerjaan, berdasarkan pada organisasi, kelompok sasarannya, masalah-masalahnya, dan individu-individu pelakunya. Organisasi pembelajar diharapkan memiliki banyak kesamaan ciri, tetapi mungkin yang paling penting adalah suatu kemauan untuk terus belajar. Prinsipnya bahwa tidak peduli berapa banyak yang telah anda pelajari, akan selalu ada lebih banyak hal untuk dipelajari. Dengan mengajak peserta untuk mengungkapkan pengalaman, menganalisa dan menyimpulkan bersama maka diharapkan akan tumbuh kesadaran kritis peserta karena mereka akan menemukan sendiri kerangka analisa logis dari setiap permasalahan yang sedang dibahas. Dengan kata lain peserta adalah subjek dari proses pembelajaran sehingga kekuasaan dan kebenaran bukanlah milik pemandu.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Untuk memfasilitasi proses belajar tersebut, Fasilitator memerlukan pengetahuan dan keterampilan tertentu supaya proses pembelajaran masyarakat menjadi maksimal dan mereka tidak terjebak untuk menggurui dan merasa lebih ‘pintar’ dari masyarakat. Metode–metode dan teknik fasilitasi untuk masyarakat sudah banyak berkembang, akan tetapi dasar dari semua teknik adalah perilaku Fasilitatornya sendiri. Pendekatan pembelajaran seperti ini tidak akan bisa diterapkan
dengan
maksimal
apabila
sikap
dan
perilaku
Fasilator
tidak
mencerminkan keadilan dan kesetaraan bagi semua pihak yang difasilitasi. Dalam melakukan pengembangan kurikulum terdapat beberapa prinsip yang harus dijaga, diantaranya adalah: 1. Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya 2. Beragam Terpadu 3. Tanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seni 4. Relevan dengan kebutuhan kehidupan 5. Menyeluruh dan berkesinambungan 6. Belajar sambil bermain (belajar seraya bermain) Kaitan konsep kurikulum di atas dengan praktek pengembangan kurikulum pada PNPM Mandiri Perkotaan dapat dilihat pada telah tersusunnya rangkaian silabus pembelajaran yang berjenjang, sistematis dan berkelanjutan. Kurikulum dalam PNPM Mandiri Perdesaan disusun untuk mempermudah pencapaian arah substansi program dan memuat tentang apa saja (SKA; Skill, Knowledge, Attitude) yang harus dimiliki oleh pelaku atau sasaran program serta bagaimana proses memperolehnya. Di dalam kurikulum tersebut terdapat Garis–garis Besar Panduan Pembelajaran (GBPP) yang dilengkapi seluruh muatan pokok bahasan selama 3 (tiga) tahun masa pendampingan program, tujuan pembelajaran, metode, media bantu dan durasi. Beberapa muatan pokok bahasan tersebut diklasifikasikan berdasarkan tema–tema khusus untuk memudahkan tingkat penyerapan pola pembelajaran
serta
menjelaskan
jenjang
dan
arah
pengembangan
yang
direncanakan. Bahkan pada setiap pokok bahasan telah dilengkapi dengan rincian !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
kegiatan belajar secara sistematis yang di dalamnya telah terdapat panduan pemandu untuk memfasilitasi, lembar kerja dan kasus, media bantu serta bahan bacaan. Kelengkapan muatan pokok bahasan tersebut yang dalam PNPM Mandiri Perkotaan dinamakan modul pembelajaran. Modul pembelajaran tersebut disusun secara lengkap dan dicetak di tingkat nasional untuk kemudian didistribusikan sesuai kebutuhan di masing–masing wilayah.
Hal tersebut diharapkan ada standarisasi materi pembelajaran bagi
setiap pelaku di tingkat konsultan (KMW, Korkot dan Fasilitator), pemerintah daerah serta masyarakat dapat dikawal lebih teknis oleh pemandu nasional di tingkat wilayah untuk memastikan pencapaian substansi program, selain tetap dibuka kesempatan untuk pengembangan materi sesuai kebutuhan lokal. Pengendalian pencapaian substansi program tersebut dilakukan sejak tahun 2008 sebagai sebuah evaluasi terhadap praktek penyelenggaraan pelatihan sebelumnya. B.5. Program Pemberdayaan P2KP dengan Program Pemberdayaan Lain Untuk mengetahui lebih jauh tentang keberadaan serta relevansi program pemberdayaan P2KP, maka dilakukan kajian dengan membandingkan dengan program yang lain. Pemilihan program diluar P2KP, untuk melihat sejauh mana pedoman dan pelaksanaan program tersebut, terutama berkaitan dengan peningkatan kapasitas fasilitator.
Dalam hal ini, dilakukan pemilihan program
pembanding dari program – program pemerintah yang berada di bawah payung PNPM Mandiri.
Hal ini dikarenakan memiliki arah kebijakan yang sama dalam
mengentaskan kemiskinan serta pola pemberdayaan yang dibangun relatif sama yaitu melalui pendekatan community organizing. Adapun program-program tersebut adalah P2DTK (Program Percepatan Pembangunan Daerah tertinggal Khusu), PPK (Program Pengembangan Kecamatan) dan PISEW (RICE). Pembanding program yang pertama adalah P2DTK, merupakan program stimulasi yang berfungsi untuk melakukan percepatan pembangunan sosial ekonomi yang ditujukan kepada masyarakat di daerah tertinggal dan khusus melalui pendekatan pemberdayaan dan keswadayaan masyarakat. Dalam hal ini, P2DTK menggunakan !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
pendekatan dan prinsip pengelolaan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat penerima manfaat. P2DTK memberi bantuan dana stimulan berupa dana hibah dengan proses pencairan yang cepat, bantuan pendampingan dan bantuan teknis yang dikoordinasikan baik di tingkat pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan sampai tingkat desa. Pendekatan yang digunakan adalah: •
Peningkatan
kapasitas,
kelembagaan
dan
diarahkan
sumber
daya
untuk manusia
meningkatkan pemerintah
kapasitas
daerah
dan
masyarakat. •
Pemberdayaan Masyarakat, diarahkan untuk meningkatkan kemampuan masyarakat untuk berperan aktif dalam kegiatan-kegiatan pembangunan sosial, budaya dan ekonomi.
•
Pengembangan Ekonomi Lokal, diarahkan untuk mengembangkan ekonomi daerah dengan didasarkan pada potensi sumberdaya lokal, baik melalui pemerintah daerah, sektor swasta dan kelembagaan/ organisasi yang berbasis masyarakat setempat.
•
Perluasan kesempatan/akses terhadap pelayanan pembangunan, yang diarahkan untuk membuka keterisolasian dengan menghubungkan daerahdaerah tertinggal dengan pusat pertumbuhan
Sedangkan pembanding yang kedua adalah PNPM Mandiri Perdesaan/PNPMPerdesaan merupakan program pemberdayaan masyarakat, yang mengadopsi sepenuhnya mekanisme dan prosedur program PPK, yang telah dilaksanakan sejak 1998. PNPM-Perdesaan merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat di bawah PNPM Mandiri yang bertujuan mempercepat upaya mengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja di perdesaan. PNPM-Perdesaan berada di bawah binaan Direktorat Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD), Departemen Dalam Negeri. Selanjutnya program yang ketiga adalah PISEW atau Pengembangan Inftastruktur Sosial Ekonomi Wilayah. Program ini merupakan kelanjutan dan penyempurnaan dari program sebelumnya, yaitu Pengembangan Prasarana Perdesaan (P2D), dan !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
disebut sebagai program Pengembangan Infrastruktur Sosial Ekonomi Wilayah (Regional Infrastructure for Social and Economic Development/RISE), yang kemudian disingkat dengan PISEW. Secara nasional, beberapa program sejenis lainnya yang juga ditujukan sebagai upaya pengentasan kemiskinan dan pengurangan tingkat pengangguran, telah diintegrasikan dalam satu kerangka kebijakan nasional yang dikenal dengan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Program PISEW dengan intervensi berupa bantuan teknis dan investasi infrastruktur dasar pedesaan, dibangun dengan berorientasi pada konsep:Community Driven, Development (CDD)! dan Labor Intensive Activities (LIA), sehingga kemudian dikategorikan sebagai salah satu program inti PNPM-Mandiri. Berikut ini hasil kajian terhadap pola pengembangan kapasitas maupun muatan kurikulum pelatihan bagi fasilitator yang dilakukan pada PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) dibandingkan dengan program sejenis : 1. Muatan kurikulum pelatihan yang dibangun PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) lebih bersifat motivasional dan mengarah pada perubahan sikap dan perilaku (affective) sebagai sarana menjawab akar permasalahan kemiskinan. Artinya, kebijakan program dalam mengembangkan pola pelatihan yang mengarah pada penyadaran kritis ke arah perubahan sikap dan perilaku sesuai dengan arah strategi program dalam menyikapi akar permasalahan kemiskinan. Sementara muatan kurikulum pada PNPM Mandiri Perdesaan (PPK), P2DTK dan PISEW (RISE) lebih difokuskan pada upaya penguatan kompetensi pelaku dalam menjalankan tugasnya
sehingga
pembangunan
sistem
dan
kemampuan
kerja
lebih
diutamakan daripada membangun sikap mental terlebih dahulu. Ringkasnya, pada PNPM Mandiri Perkotaan ranah belajar lebih banyak menyentuh aspek kognitif dan affective sementara program lainnya lebih banyak menyentuh aspek psikomotorik. Muatan materi dasar pada PNPM Mandiri Perkotaan lebih menekankan pada perubahan pola pikir dan sikap mental terlebih dahulu sebelum membangun !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
kemampuan teknik fasilitasi program. Hal ini berbanding terbalik dengan muatan materi dasar pada program sejenis yang menjadikan pengembangan wawasan dan perubahan sikap perilaku pada materi pelatihan lanjutan sebagai penguatan dan pengembangan. Sesungguhnya masalah pilihan pengutamaaan sikap mental atau sistem dalam mendorong
efektifitas
pencapaian
target
pembangunan
merupakan
permasalahan klasik yang telah lama menjadi perdebatan. Namun melalui pola pelatihan yang dibangun oleh P2KP dapat berkontribusi efektif dalam mendukung arah kebijakan program dalam menyikapi krisisnya nilai dan sikap perilaku sebagai akar permasalahan kemiskinan. Pada prakteknya saat ini beberapa modul lanjutan belum mengarahkan pada strategi pengendalian capaian target di tingkat impelementasi. Misalnya pada modul musrenbang (Pelatihan Madya-1) yang belum menjelaskan kebutuhan penyesuaian waktu pelaksanaan dengan capaian siklus yang sedang berjalan, serta modul – modul pada pelatihan Madya dan Utama lainnya yang belum menjelaskan
strategi
implementasinya
terhadap
master
schedule
atau
perjalanan siklus kegiatan yang sedang dan akan berjalan. Untuk itu maka indikator keberhasilan program dalam perubahan sikap dan perilaku (indikator pencapaian transformasi sosial) perlu diterjemahkan dalam gambaran capaian yang lebih terukur, sehingga memudahkan setiap pelaku program untuk memiliki gambaran yang utuh terhadap arah perubahan yang akan dituju sehingga muatan modul dapat dimplementasikan langsung secara lebih kongkret. 2. Fokus garapan pelatihan di PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) pada pembangunan nilai dengan sasaran utama masyarakat di tingkat basis untuk mencapai kesadaran individu kepada gerakan kolektif. Sementara pada P2DTK dan PISEW fokus garapannya lebih pada manajemen pembangunan dengan pendekatan wilayah untuk mencapai kemandirian pemda. Pada PPK sasarannya sama dengan PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) hanya saja fokus garapan lebih pada manajemen pembangunan. !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Pada dasarnya sasaran pengembangan kapasitas di semua program di atas meliputi setiap pelaku di tingkat konsultan, pemerintah dan masyarakat. Namun yang membedakannya lebih dilatarbelakangi karena cakupan wilayah dampingan sehingga fokus garapannya menjadi berbeda. Jika hal ini dibandingkan dengan pola pelatihan dan modul pembelajaran maka seharusnya PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) memiliki sistem pengembangan kapasitas yang lebih teknis dan sederhana karena lebih dekat dengan masyarakat sebagai sasaran utama. 3. Jenis pelatihan pada PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) disesuaikan dengan kebutuhan pengembangan kompetensi pelaku seiring dengan arah kebijakan program pada rangkaian siklus yang berjenjang selama masa 3 (tiga) tahun pendampingan dengan kategorisasi dasar, madya dan utama. Hal ini tidak secara nyata tergambar pada program lainnya karena alur kegiatan program tidak menjelaskan jenjang arah transformasi setiap tahunnya sehingga jenis kegiatan yang dilakukan setiap tahun tetap sama meskipun melalui evaluasi secara berkala. Sehingga jenis pelatihan yang dibangun pada program lainnya hanya bersifat dasar dan lanjutan, dengan muatan pelatihan lanjutan yang lebih dinamis. Muatan kurikulum dan materi pelatihan Fasilitator diklasifikasikan menurut tingkatan masa pendampingan di masyarakat. Kategorisasi wilayah dampingan berupa Kelurahan Lama dan Kelurahan Baru berdampak bukan saja hanya pada aspek pendampingan kegiatan namun juga pada upaya peningkatan materi yang didapatkan oleh setiap pelaku berdasarkan pada kategori Dasar, Madya dan Utama. Kategorisasi tersebut untuk memastikan capaian muatan substansi untuk selalu dievaluasi dan ditingkatkan sesuai dengan tingkat keberdayaan dan kebutuhan upaya penanggulangan kemiskinan yang lebih efektif dalam masa waktu yang tersedia. Yang telah disesuaikan saat ini lebih kepada muatan materi pelatihan, sementara kategorisasi pelatih dan peserta disadari masih mengalami kendala di lapangan dan selalu dilakukan upaya perbaikan
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Melalui penjenjangan materi dengan kategori dasar, madya dan utama maka PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) telah secara tegas menyiapkan standar capaian yang lebih terukur sebagai uraian target capaian transformasi sosial itu sendiri. Apalagi dengan memberi keleluasaan pengembangan materi pada pelatihan utama secara open menu sehingga muatan lanjutan dapat dikembangkan sesuai kebutuhan peningkatan kompetensi pelaku, muatan lokal dan hasil evaluasi rutin. Hanya saja pengkategorian yang hanya berdasarkan masa pendampingan perlu diperkuat dengan meningkatkan konsistensi setiap pelaku terhadap pencapaian indikator keberhasilan secara kualitatif maupun kuantitatif. 4. Standarisasi kurikulum dan modul pelatihan partisipatif PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) bagi setiap pelaku dibuat lengkap, berjenjang dan sistematis sebagai panduan proses pembelajaran kritis yang dapat dikembangkan di lapangan untuk menjamin capaian kualitas substansi di semua level. Pola penyiapan modul pembelajaran pada PPK, P2DTK dan PISEW sebenarnya juga banyak dilakukan oleh pusat, namun peran mengembangkan
modul
pembelajaran
pelaku di wilayah dalam
sesuai
penjajakan
kebutuhan
pengembangan relatif lebih banyak sesuai acuan matriks kurikulum yang disiapkan oleh Pusat. Sebagian modul yang biasanya disiapkan Pusat dalam kondisi
khusus
seperti
karena
perubahan
kebijakan,
acuan
model
pengembangan dan bahan lokakarya pemda. Dampak negatif dari adanya standarisasi adalah kurang terbangunnya inisiasi di tingkat
lokal
untuk
melakukan
pengembangan
sebagai
akibat
dari
ketidakberdayaan, perasaan cukup puas dengan yang ada, keterbatasan kemampuan menulis dan menganalisa, maupun kesibukan pemenuhan beberapa target output dalam penyerapan BLM. Untuk mengantisipasi agar dampak negatif tersebut tidak terjadi maka barangkali dapat dilakukan beberapa langkah sebagai berikut: •
Memberi catatan khusus pada beberapa modul cetakan yang butuh pengembangan lokal tentang aspek apa yang dapat dikembangkan berikut tolak ukur dan kendali implementasinya. Misalnya dengan memberi
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
gambaran potensi pelaku terkait seputar penanganan bencana berikut tugas dan perannya serta memberi lembar kasus dan simulasi pendayagunaan potensi lokal tersebut •
Secara khusus diperlukan pola pengembangan kapasitas pelaku dalam menulis dan menganalisa, baik melalui pelatihan, workshop, perlombaan penulisan best practice, dan lain sebagainya
•
Memberi penegasan terhadap apa saja yang merupakan ketentuan baku dan berlaku secara nasional sebagai penjabaran dari safeguards dan negative list, sehingga peluang pengembangan muatan modul dapat terlihat nyata
•
Mengembangkan pola kajian internal antar regional terhadap modul cetakan yang ada serta pemenuhan kebutuhan pengembangan muatan lokal yang dapat dilakukan. Tentunya peran Trainer Provinsi ke depan dapat diarahkan sebagai koordinator proses tersebut
5. Pelatihan pra-tugas pada PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) merupakan rangkaian proses rekrutmen fasilitator, begitu pula pada PPK dan PISEW. Namun P2DTK bahkan tidak menerapkan pelatihan pra-tugas sebagai bagian proses rekutmen. Pelatihan pra-tugas yang merupakan sarana efektif dalam pembentukan pola pikir dan orientasi awal pembekalan kompetensi fasilitator dalam menjalankan tugas
sebenarnya
dapat
menjadi
tantangan
tersendiri
ketika
harus
dikategorikan sebagai rangkaian proses seleksi. Realitas partisipasi semu peserta
pelatihan
pra-tugas
agar
lolos
seleksi
merupakan
gambaran
ketidaknyamanan peserta dalam mencapai kesadaran kritis sebagai target pelatihan partisipatif melalui pendekatan pembelajaran orang dewasa. 6. Muatan materi pelatihan pra-tugas pada PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) merupakan sebagian dari rangkaian penguatan dasar untuk menjawab kebutuhan kompetensi fasilitator dalam menjalankan tugas selama kurang lebih 3 bulan pertama.
Sehingga kemampuan fasilitator dalam mendampingi
program selama setahun dibagi dalam 3 fase pembekalan, melalui pelatihan dasar 1, 2 dan 3. Pada PPK, P2DTK dan PISEW muatan materi pelatihan pratugas disusun untuk menjawab kebutuhan kompetensi fasilitator dalam !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
menjalankan tugasnya selama setahun, sementara proses evaluasi dan penguatan dilakukan secara periodik dalam rapat koordinasi rutin. Salah satu pertimbangan pembagian fase penguatan dasar pada pelatihan dasar 1, 2 dan 3 terlihat karena muatan materi yang sangat banyak sehingga perlu dilakukan penjenjangan. Hal ini berkaitan dengan konsep kurikulum yang mengedepankan proses perubahan pola pikir pada muatan materi dasar. 7. Unsur pelatih (pemandu pelatihan) pada PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) terdiri dari pelaku di tingkat konsultan dan pemda yang telah lulus Training of Trainer (ToT) yang dilakukan oleh pusat secara periodik dengan standar kompetensi pada penguasaan substansi program dan teknik fasilitasi. Pola penyiapan pelatih demikian belum dilakukan oleh program sejenis. Peran Pemandu Nasional dalam mengawal kualitas substansi program sangat strategis. Kualifikasi peserta ToT berdasarkan masa tugas, komitmen serta kapasitas dalam pemahaman substansi maupun kemampuan fasilitasi pelatihan yang kemudian berdasarkan kualifikasi tersebut setiap KMW mengajukan beberapa peserta yang jumlahnya dijatah oleh Pusat sesuai kebutuhan. Melalui hasil dari ToT tersebut Pusat akan memberikan rekomendasi terhadap layak atau tidaknya yang bersangkutan sebagai Pemandu Nasional. Gelar Pemandu Nasional tersebut kemudian yang mendasari seorang pelaku dapat menjadi pemandu/pelatih pelatihan atau juga menduduki sebuah jabatan tertentu seperti Korkot, Trainer, Capacity Building Specialist dan lainnya. Uraian tentang Pemandu Nasional tersebut berlaku walaupun tidak ada ketentuan tertulis (seperti TOR atau SOP) yang mengatur itu. Padahal melalui sistem yang telah dibangun oleh PNPM Mandiri Perkotaan maka Pemandu Nasional merupakan potensi asset yang seharusnya dikelola atau dirawat (organized) menjadi agen perubahan sosial yang sangat strategis terhadap bangsa. 8. Rentang waktu pelatihan pada PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) relatif pendek dengan jumlah pelatihan (melalui pelatihan klasikal maupun coaching dan OJT) yang cukup banyak. Sementara pada program sejenis pelatihan yang dilakukan bagi fasilitator rata – rata hanya sebanyak 2 kali dalam setahun, sarana !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
pengembangan kapasitas juga dapat dilakukan melalui proses koordinasi rutin dan pendampingan program berjalan. Melalui kategorisasi jenis pelatihan PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP) yang menggambarkan bahwa jumlah pelatihan di wilayah baru sebanyak 3 kali setahun (Pelatihan Dasar 1 sampai dengan 3) dan di wilayah lama semakin sedikit (Pelatihan Madya 1 dan 2, serta Pelatihan Utama), diketahui bahwa rentang waktu pelatihan sebenarnya tidak terlalu padat. Namun ada beberapa faktor yang menyebabkan realitas kepadatan rentang waktu pelatihan dapat terjadi, diantaranya adalah: •
Keterlambatan jadwal mobilisasi awal fasilitator yang seharusnya pada awal tahun
•
Banyaknya jumlah pelatihan yang harus dilakukan oleh fasilitator bagi masyarakat dengan alokasi pembiayaan dari fixed cost
•
Padatnya agenda intervensi program yang harus dilakukan, sementara fase penyiapan sangat terbatas sehingga kebutuhan akan perbaikan selalu berkembang seiring perjalanan program. Keterbatasan fase penyiapan lebih dikarenakan target penyerapan dana BLM sesuai tahun anggaran.
Untuk menggambarkan beberapa kondisi di atas, berikut ini ilustrasi pola penerapan pelatihan yang dilaksanakan pada PNPM Mandiri Perkotaan (P2KP):
Tahun Pertama
Dasar-1
Tahun Kedua Cipta Kreasi PT. Prismaita
!
Dasar-2 4
8
Dasar-3
12
Masyarakat
Pelatihan dan Pendampingan Masyarakat Madya-1 4
8
Madya-2
Fasilitator
12
Fasilitator Masyarakat
Pelatihan dan Pendampingan Masyarakat
! Tahun Ketiga
Utama-1 4
8
Lanjutan
Pelatihan dan Pendampingan Masyarakat
12
Fasilitator Masyarakat
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Gambar 4.17. Proses Pelatihan P2KP Jadi sebenarnya kepadatan rentang waktu pelatihan dirasakan ketika fasilitator memiliki beban terhadap implementasi hasil pelatihan yang didapat melalui sekian banyak pendampingan dan pelatihan masyarakat dalam waktu yang terbatas. Hal ini berpotensi terhadap menumpuknya beban kerja dan rendahnya kualitas hasil yang dicapai. Berdasarkan data pembanding tersebut, maka terlihat bahwa pada dasarnya kegiatan penguatan kapasitas fasilitator dalam bentuk pelatihan di P2KP telah direncanakan berdasarkan struktur jenjangnya,yaitu pemandu nasional (pemanas) dalam hal ini yang memberikan materi pelatihan dan mengawal secara substansi/materi pelatihan, serta fasilitator dengan melakukan jenjang-jenjang pelatihan sesuai dengan kenaikan tingkat dimasyarakat.
Akan tetapi, dengan
adanya jadwal pelatihan dalam satu siklus yang cukup pendek (dikarenakan awal siklus tidak sesuai dengan master scedule), serta pelaksanaan kegiatan pendampingan oleh fasilitator berdampak kepada berkurangnya rentang waktu pelatihan dan menumpuknya kegiatan pendampingan di masyarakat.
Karena
secara tidak langsung, pada saat pelatihan, fasilitator tidak dapat melaksanakan pendampingan. Selain
itu,
metode
pembelajaran
yang
dibangun
telah
mengarah
pada
pelembagaan pelatihan yang sistemik dan berkelanjutan. Sehingga prinsip POD dapat mewarnai pendekatan yang dilakukan oleh setiap pelaku dan pelatihan tidak dipahami sebagai sebuah proses belajar formal yang parsial dan insidentil melainkan sebagai sebuah sarana perubahan yang terpadu dan berpengaruh terhadap sikap dan perilaku keseharian setiap pelaku terkait. !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
C. Hasil Analisis Mikro dan Jenjang Hasil analisis mikro dan jenjang ini, memberikan gambaran hasil analisa kota kajian secara administrative/wilayah serta gambaran hasil analisa dari informan di 6 kota lokasi kajian. C.1. Kota Medan Kota Medan adalah salah satu kota terbesar keempat di Indonesia. Kriteria kota terbesar keempat memberikan gambaran bahwa Kota Medan merupakan salah kota metropolitan. Secara umum masyarakat Kota Medan sebagai pedagang, ini sesuai dengan lokasi kota yang strategis serta sarana transportasi yang lancar. Melihat kondisi tersebut, masyarakat Kota Medan adalah masyarakat yang memiliki mobilitas yang cukup tinggi.
Demikian juga dengan masyarakat yang terlibat
dalam program P2KP, dalam hal ini adalah BKM dan KSM.
Dalam analisa ini
disajikan hasil profil KSM dan BKM.
Tabel Profil KSM di Kota Medan berdasarkan FGD Usia
Status
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
anggota KSM
di P2KP
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
KSM Laki-Laki 52
Kawin
STM
Konveksi
9
1 Tahun
29
Belum Kawin
SMA
Swasta
6
2 Tahun
63
Kawin
SMP
Swasta
7
2 Tahun
SMA
Ibu Rumah
2
5 Tahun
3
10 Tahun
2
5 Tahun
KSM Perempuan 52
Kawin
tangga 24
Belum Kawin
SMA
Ibu Rumah tangga
57
Kawin
SPG
Ibu Rumah tangga
Tabel Profil BKM di Kota Medan berdasarkan FGD Usia
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
Pengurus
di P2KP
BKM Laki-Laki 57
Kawin
S1
Swasta
11
2 Tahun
61
Kawin
SMA
Pensiunan
13
2 Tahun
47
Kawin
S1
P3N
8
2 Tahun
BKM Perempuan 39
Kawin
D3
Swasta
8
3 Tahun
54
Kawin
SMA
Petani
11
3 Tahun
39
Kawin
S1
Swasta
11
6 Bulan
C.2. Kota Bengkulu
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Kota Bengkulu adalah salah satu kota di pulau Sumatera yang termuda.
Kota
Bengkulu adalah dengan penduduknya mayoritas dari suku Melayu, Serawak dan Jawa. Berikut disajikan profil KSM dan BKM di Kota Bengkulu. Tabel Profil KSM di Kota Bengkulu berdasarkan FGD Usia
Status
Pendidikan Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
anggota KSM
di P2KP
KSM Laki-Laki 52
Kawin
SMP
Konveksi
8
1 Tahun
47
Kawin
SMA
Swasta
6
2 Tahun
51
Kawin
SMA
Swasta
7
2 Tahun
KSM Perempuan 53
Kawin
SMP
Ibu Rumah Tangga
2
5 Tahun
34
Kawin
SMP
Ibu Rumah Tangga
3
10 Tahun
37
Kawin
SMA
Ibu Rumah Tangga
2
5 Tahun
Tabel Profil BKM di Kota Bengkulu berdasarkan FGD Usia
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
Pengurus
di P2KP
BKM Laki-Laki 61
Kawin
SMA
Pensiunan
12
2 Tahun
49
Kawin
S1
Dosen
9
2 Tahun
32
Kawin
SMP
Swasta
8
2 Tahun
BKM Perempuan 39
Kawin
SMA
Ibu Rumah Tangga
7
2 Tahun
37
Kawin
SMA
Ibu Rumah Tangga
13
2 Tahun
35
Kawin
SMA
Ibu Rumah Tangga
9
2 Tahun
C.3. Kota Surabaya !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Kota Surabaya merupaka Kota Terbesar kedua di Indonesia. Sarana transporatsi yang lancer mempercepat laju perekonomian serta kedinamisan penduduk. Berikut disajikan data profil KSM dan BKM pada saat melaksanaan FGD di Kota Surabaya. Tabel Profil KSM di Kota Surabaya berdasarkan FGD Usia
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
anggota KSM
di P2KP
KSM Laki-Laki 34
Kawin
SMA
Swasta
10
2 Bulan
48
Kawin
SMA
Swasta
15
5 Tahun
40
Kawin
SPMA
Swasta
15
5 Tahun
KSM Perempuan 45
Kawin
SLTA
Ibu Rumah Tangga
30
3 Tahun
58
Kawin
D2
Wiraswsata
25
5 Tahun
53
Kawin
SMP
Ibu Rumah Tangga
15
5 Tahun
Tabel Profil BKM di Kota Surabaya berdasarkan FGD Usia
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
Pengurus
di P2KP
BKM Laki-Laki 53
Kawin
S1
Jasa
17
5 Tahun
50
Kawin
STM
Dagang
17
5 Tahun
58
Kawin
S1
Swasta
17
3 Tahun
BKM Perempuan 35
Kawin
S1
Swasta
17
2 Tahun
45
Kawin
SMEA
Dagang
17
5 Tahun
35
Kawin
SMA
Ibu Rumah Tangga
17
2 Tahun
C.4. Kota Pasuruan !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Kota Pasuruan adalah salah satu kota kecil yang berada di wilayah jawatimur. Kota Pasuruan merupakan wilayah pantai yang terdapat suku Jawa dan Madura. Berikut disajikan table profil KSM dan BKM. Tabel Profil KSM di Kota Pasuruan berdasarkan FGD Usia
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
anggota KSM
di P2KP
KSM Laki-Laki 36
Kawin
SMA
Swasta
5
2 Tahun
40
Kawin
SMA
Honor PLN
3
1 Tahun
29
Kawin
SMA
Swasta
9
1 Tahun
KSM Perempuan 41
Kawin
S1
Guru SD
6
3 Tahun
37
Kawin
SMA
Pengawai Kelurahan
3
2 Tahun
29
Kawin
SMP
Ibu Rumah Tangga
7
2 Tahun
Tabel Profil BKM di Kota Pasuruan berdasarkan FGD Usia
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
Pengurus
di P2KP
BKM Laki-Laki 45
Kawin
S1
Swasta
9
5 Tahun
42
Kawin
SMA
Swasta
10
2 Tahun
49
Kawin
S1
PNS
17
1 Tahun
BKM Perempuan 54
Kawin
SMP
Ibu Rumah Tangga
11
5 Tahun
39
Kawin
SMA
Swasta
11
1 Tahun
36
Kawin
SMA
Ibu Rumah Tangga
11
6 Tahun
C.5. Kota Makassar !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Kota Makassar adalah Kota terbesar di pulau Sulewesi.
Kota ini tumpuh pesat
menjadi kota metropolitan. Masyarakatnya pun, secara struktur social berubah. Berikut disajikan profil KSM dan BKM Kota Makassar. Tabel Profil Di Kota Makassar KSM berdasarkan FGD Usia
Status
Pendidikan Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
anggota KSM
di P2KP
KSM Laki-Laki 51
Kawin
STM
Sopir angkot
5
2 Tahun
41
Kawin
S1
Wuraswasta
7
4 Tahun
46
Kawin
SMA
Pedangang
7
6 Tahun
KSM Perempuan 40
Janda
S1
Warung
7
4 tahun
38
Kawin
SMP
Kepala Lingkungan 5
4 Tahun
35
Kawin
SMP
Ibu Rumah Tangga
3 Tahun
5
Tabel Profil BKM di Kota Makassar berdasarkan FGD Usia
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
Pengurus
di P2KP
BKM Laki-Laki 68
Kawin
SMP
Pensiunan
11
2 Tahun
44
Kawin
SMA
Swasta
11
2 Tahun
59
Kawin
S1
Pensiunan
21
2 Tahun
BKM Perempuan 39
Kawin
SMA
Swasta
11
3 Tahun
54
Kawin
S1
Swasta
13
2 Tahun
37
Kawin
SMA
Dagang
11
2 Tahun
C.6. Kota Gorontalo !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Kota Gorontalo merupakan Ibu kota yang relative baru di Propinsi Gorontalo. Kondisi jarak dengan kota lain serta sarana transportasi berdampak kepada perkembangan Kota Gorontalo. Dibawah ini disajikan table profil KSM dan BKM Tabel Profil KSM di Kota Gorontalo berdasarkan FGD Usia
Status
Pendidikan Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
anggota KSM
di P2KP
KSM Laki-Laki 63
Kawin
S1
Petani
3
3 Tahun
42
Kawin
SMA
PNS
10
1 Tahun
56
Kawin
SMA
Kepala Lingkungan 7
4 Tahun
KSM Perempuan 34
Kawin
SMA
Wiraswasta
5
1 Tahun
38
Kawin
SPG
Ibu rumah tangga
30
1 Tahun
52
Kawin
PGA
Kepala lingkungan
5
2 Tahun
Tabel Profil BKM di Kota Gorontalo berdasarkan FGD Usia
Status
Pendidikan
Pekerjaan
Jumlah
Lama terlibat
Pengurus
di P2KP
BKM Laki-Laki 50
Kawin
SMA
Swasta
13
3 Tahun
52
Kawin
SMA
Swasta
9
5 Tahun
51
Kawin
SMA
Swasta
13
2 Tahun
BKM Perempuan 47
Kawin
S1
Ibu Rumah Tangga
13
1 Tahun
38
Kawin
SMA
Ibu Rumah Tangga
13
5 Tahun
37
Kawin
SMA
Swasta
13
5 Tahun
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
D. Kesimpulan Umum Berdasarkan uraian gambaran hasil kajian, maka terdapat tujuh kesimpulan berdasarkan pertanyaan penelitian, yaitu; 1. Keahlian fasilitator dalam bekerja tidak hanya diperoleh dari pelatihan, akan tetapi dari proses pendampingan serta penguatan pada Askot dan Korkot. Meskipun secara tidak langsung pelatihan telah membekali fasilitator
dalam
fasilitator, bahwa
bekerja.
Kenyataannya,
berkaitan
dengan
tupoksi
tupoksi lebih banyak dirasakan sebagai agen proyek
dibanding sebagai agen pemberdaya. Sehingga pada saat fasilitator bekerja lebih diutamakan menyelesaikan “tuntutan” proyek dibanding dengan memberdayakan masyarakat. Disisi lain, system rekrutmen fasilitator yang ada telah memadai, akan tetapi berkaitan dengan terjadinya “rolling” fasilitator dan banyaknya fasilitator yang berhenti atau mengundurkan diri, maka system rekrutmen yang ada tidak memenuhi harapan fasilitator dalam bekerja.
Ini berkaitan dengan tidak adanya panduan pelaksanaan
rekrutmen faskel pengganti termasuk pola penguatan kapasitas yang perlu diberikan kepada faskel pengganti. 2. Tahapan pelatihan yang ada telah membekali pengetahuan dasar fasilitator bekerja, hal ini berkaitan dengan siklus
pendampingan.
Dalam artian
bahwa, dengan adanya siklus pendampingan dapat memberikan pengalaman dan ketrampilan fasilitator dalam bekerja. Sehingga tidak hanya pelatihan yang dapat membakali fasilitator dalam bekerja akan tetapi juga pada saat pendampingan dimasyarakat. praktek pada saat pelatihan.
Kondisi ini dapat ditindaklanjuti dengan Akan tetapi praktek lapangan belum
memberikan keterampilan fasilitator dalam bekerja, terutama menyikapi permasalahan yang ada di masyarakat dan menghadapi masyarakat yang “kritis”. Secara umum
muatan materi lebih bersifat motivasional dan
mengarah pada perubahan pola pikir dan sikap (aspek affective). Sedangkan beberapa materi teknis dimasukkan dalam muatan coaching dan OJT (On !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
The Job Training), namun panduan pelaksanaan yang mengatur tentang metode dan materi terkait masih belum memadai kebutuhan praktis di lapangan. 3. Proses kelulusan pelatihan tidak diikuti dengan pemberian sertifikat kepada fasilitator sebagai bukti kelulusan. Terhadap proses ini, belum dilakukan secara terbuka, terutama berkaitan dengan evaluasi praktek lapangan. Sertifikat pelatihan pra-tugas biasanya diberikan oleh penyelenggara di tingkat provinsi serta ditandatangani oleh Satker Provinsi. Namun hal tersebut tergantung peran aktif penyelenggara dan dukungan pihak Satker. Sertifikat tersebut biasanya hanya bersifat administratif yang membuktikan peserta telah mengikuti pelatihan secara baik tanpa menjelaskan peringkat nilai hasil pelatihan. Yang menjadi permasalahan krusial sebenarnya lebih pada belum termanfaatkannya hasil nilai Fokus Group Discusion (FGD) Kompetensi dan Psikotest dalam proses rekrutmen sebagai salah satu alat ukur evaluasi kinerja triwulan. Sehingga dalam proses sertifikat pelatihan, tidak hanya lulus dan tidak lulus, juga tindak lanjut penguatan terhadap penilaian kelulusan fasilitator tersebut. 4. Pelaksanaan pelatihan telah mengikuti prinsip-prinsip pendidikan orang dewasa, akan tetapi masih adanya kemampuan pemandu yang kurang mengembangkan pelatihan partisipatif, sehingga fasilitator masih merasa kurangnya pengembangan dan pemahaman materi yang diberikan, ini terutama berkaitan dengan kasus-kasus atau permasalahan yang ada di lapangan.
Sebagai control kualitas pemandu nasional dalam pemahaman
substansi maupun kemampuan fasilitasi, melalui konsolidasi dan ToT di tingkat regional secara berkala. Akan tetapi tidak ditindaklanjuti dengan penjabaran hasil ToT, terutama dalam bentuk tulisan/modul pengembangan oleh pemandu nasional terutama dalam hal ini adalah tenaga ahli pelatihan. Hal ini dikarenakan modul yang ada terkadang belum memberikan gambaran !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
dari wilayah dampingan dan lebih bersifat pedoman umum, yang selanjutnya dapat diterjemahkan pada saat pelatihan fasilitator didaerah. Pengembangan
pola
ToT
selanjutnya
dapat
dikembangkan
penguatan kapasitas di level Askot dan Senior Fasilitator.
melalui
Hal ini sesuai
dengan kondisi lapangan, bahwa fasilitator lebih banyak melakukan interaksi dengan Askot ataupun Senior Fasilitator. 5. Peran fasilitator sangat dirasakan oleh BKM, akan tetapi masih kurangnya peran fasilitator kepada KSM. Peran fasilitator lebih banyak terlihat pada penyelesaian proposal dan laporan pertanggungjawaban.
Namun peran
fasilitator sebagai agen pemberdaya, masih kurang dirasakan. Hal ini dikarenakan fasilitator terkadang hanya sebagai “kurir” dalam pembuatan proposal. Ditambah lagi, adanya rolling dan perubahan kebijakan yang berdampak kepada pendampingan yang dilakukan oleh fasilitator. Beberapa hal yang menyebabkan hal tersebut terjadi adalah; kurangnya motivasi, padatnya
tuntutan
administrasi
seperti
timesheet,
SIM
dan
QS,
mendesaknya tuntutan penyelesaian target proyek, banyaknya koordinasi di tingkat Korkot, kurangnya personel tim, belum optimalnya fungsi BKM dan UP-UP, serta terbatasnya kapasitas faskel dalam fasilitasi dan strategistrategi pendampingan. Sedangkan hal – hal yang berkaitan dengan sering terjadinya
mutasi
personel,
diperlukan
panduan
secara
jelas
yang
mengaturnya. Walaupun secara tugas fasilitator harus bersedia di manapun namun perlu dilihat aspek-aspek efektifitas mutasi yang dilakukan, serta harus dibarengi dengan manajemen pengendalian yang terpadu. Berkaitan dengan
kurangnya
peran
fasilitator
di
tingkat
KSM,
dikarenakan
pendampingan fasilitator lebih kepada BKM, dan selanjutnya pendampingan BKM kepada KSM. Pendekatan ini, berdampak kepada keberlangsungan KSM yang ada. Karena idealnya penguatan KSM dilakukan oleh fasilitator. Sesuai dengan tahapan perkembangan kelompok.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
6. Fasilitator menilai bahwa pelaksanaan pelatihan belum memberikan pengalaman yang nyata dalam bekerja, sehingga apa yang diterima pada saat pelatihan berbeda dengan kondisi di masyarakat. Hal tersebut menjadi tantangan fasilitator dalam bekerja, karena kurangnya contoh atau kasus selama pelatihan. Secara konseptual muatan modul – modul terbaru saat ini sudah mengarah pada bagaimana fasilitator dapat mudah menjalankan tugasnya, namun rupanya faktor kemampuan pemandu nasional dalam memfasilitasi proses pelatihan perlu dievaluasi kembali. Adapun kritik terhadap muatan modul saat ini lebih kepada bagaimana materi pelatihan madya dan utama dapat diaplikasikan ke dalam lingkup tugas fasilitator secara
nyata,
karena
tidak
secara
jelas
menghubungkan
strategi
implementasinya dengan capaian pelaksanaan siklus kegiatan di masyarakat sebagaimana pada muatan materi pelatihan dasar. 7. Tantangan yang terberat yang dialami oleh fasilitator adalah jika masyarakat telah siap, akan tetapi level pemerintah belum siap. berkaitan
dengan
dana
BLM.
Sehingga
berakibat
kepada
Ini
tingkat
kepercayaan masyarakat kepada fasilitator menjadi berkurang dengan tanpa adanya sosialisasi dari pihak pemerintah. Hal ini sangat berkaitan dengan ketersediaan dana pendamping dari pemda (cost sharing maupun DDUPB). Namun biasanya faktor lobi, koordinasi dan pendekatan yang baik di tingkat pemda menjadi faktor penentu agar pemda bersedia menyediakan dana pendamping tersebut sebagai bukti dukungannya. Kalau dari sisi proses administrasi untuk pencairan dana biasanya pemda saat ini sudah mulai aktif dan cepat. Dengan adanya proses fasilitasi yang intensif kepada masyarakat
akan
menentukan
terpahamkannya
komunikasi yang jelas dan transparan.
E. Rekomendasi !PT. Prismaita Cipta Kreasi !
masyarakat
melalui
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
Berdasarkan gambaran hasil serta kondisi yang terjadi di enam lokasi kajian, maka ada beberapa hal yang dapat direkomendasikan oleh tim, sebagai berikut: 1. Penggunaan master schedule hendaknya sesuai dengan waktu yang telah direncanakan, sehingga tidak ada “pengurangan” waktu pendampingan yang dilakukan oleh fasilitator dan “pemaksaan” kegiatan yang harus dikerjakan oleh masyarakat. 2. Sistem rekrutmen yang ada telah tepat, akan tetapi tidak diikuti dengan mekanisme kegiatan serta evaluasi lapangan terhadap kinerja dan “kenaikkan pangkat” fasilitator, sehingga terjadinya turn off fasilitator, yang berdampak adanya “iklim” yang kondusif bagi fasilitator bekerja serta tidak diikuti dengan mekanisme yang jelas tentang pergantian fasilitator. Untuk itu perlu adanya mekansime yang jelas berkaitan dengan pergantian fasilitator dan evaluasi fasilitator yang dikaitkan dengan “kenaikan pangkat” fasilitator secara terbuka. 3. Penggunaan “wadah” fasilitator belajar, berkaitan dengan penguatan fasilitator. Sehingga adanya pedoman/gambaran materi pendampingan oleh fasilitator, pertemuan tidak hanya berorentasi pada “penyelesaian” proposal dan “pembuatan” laporan pertanggungjawaban. Berkaitan dengan penguatan kelompok yang sesuai dengan kenaikan sikulus di masyarakat dan “bukan kenaikan siklus oleh fasilitator”. 4. Pelatihan sebagai salah satu penguatan kepada fasilitator telah tepat, akan tetapi tidak diikuti dengan system terbuka, yaitu masih banyaknya fasilitator baru yang belum dilatih. Sehingga dirasakan perlu adanya “pembelajaran jarak jauh” atau “E Learning”. Hal ini berarti merubah kurikulum dengan system jarak jauh. Selain itu, minimnya jumlah pemanas di setiap lokasi, sehingga perlunya pemanas untuk penguatan fasilitator terutama di level Askot dan Senior Fasilitator. Hal ini dikarenakan fasilitator lebih banyak berhubungan dengan Askot serta Senior Fasilitator.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
FINAL REPORT Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP- PNPM
5. Kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat/KSM, telah tepat akan tetapi lebih bersifat “top down”, sehingga tidak ada pilihan kegiatan lain serta adanya keseragaman kegiatan di setiap lokasi. Untuk itu perlu adanya pengetahuan dan keterampilan fasilitator dalam memberikan ide-ide kegiatan kepada masyarakat mengusulkan
serta
adanya
kegiatan,
“ruang serta
terbuka”
muatan
bagi
materi
masyarakat setiap
dalam
melakukan
pendampingan ke masyarakat. 6. BKM sebagai tangan panjang fasilitator, dirasa kurang berhasil. Hal ini dikarenakan jumlah KSM yang cukup banyak di setiap BKM berdampak terhadap keberhasilan pendampingan. Sehingga perlu adanya penekanan perimbangan
terhadap
jumlah
kelompok
dampingan
keberadaan BKM” sebagai suatu badan di suatu kelurahan.
!PT. Prismaita Cipta Kreasi !
serta
“fungsi
LAPORAN PENDAHULUAN Studi Pengembangan Kurikulum Pelatihan Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat dalam P2KP-PNPM
Daftar Pustaka Benjamin S. Bloom (Ed) Taxonomy of Education Objective handbook / Cognitive Domain (New York: David McKay Co inc. 1974) Burhan
Nurgiyantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Pewngantar Teoritis dan Pelaksanaan, (Yogyakarta: IKIP,tt)
Sekolah
(Sebuah
David Pratt, Curriculum Design and Devel;opment, (New York: Harcourt Brace Jovanovich, 1980) Fathiyah Hasan Sulaiman, Konsep Pendidikan al Ghozali (Bahst Fil Madzhab Al Tarbiyah ‘Indal Ghazali), alih bahasa Muntaha Azhari (Jakarta P3M,1990) Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan Suatu analisa Psikologi dan Pendidikan (Jakarta, Pustaka Al Husna, 1989), Practical Program for Primary School Teacher, A paper for international Seminar on Teaching Methodology: Islamic Perspective, The fourth World Conference on Muslim Education, Jakarta 23-28 Agustus 1982 Hilda Taba, Curriculum Development: Theory and Practice, (New York, Harcourt, Brace & World, 1962) Lewis M. Adams, Webster’s New American Dictionary, (New York: Book, INC, 1965) Muhammad Ali, Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung, Sinar baru, 1992) Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah (Bandung, Sinar Baru, 1991) Nasution, Asas-Asas Kurikulum (Jakarta, \bumi Aksara, 1995) Cet.2 Noah Webster, Webster’s New Twentieth Century Dictionary of English Language, (London: William Collins \publisher, 1980) Oemar Hamalik, Pengembangan Kurikulum Lembaga Pendidikan dan Pelatihan Sistem dan Prosedur, (Bandung, Trigenda \karya, 1993) Cet.1 Subandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993), Cet.1 Syafrudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Jakarta, Ciputat Pers, 2002) Cet.1 Winarno Surakhmad, Pengantar Interaksi Mengajar-Belajar Metodologi Pengajaran, (Bandung, Tarsito, 1986).
PT. Prismaita Cipta Kreasi
Dasar
dan
Teknik