GAMBARAN INTENSITAS KEBISINGAN DAN NILAI AMBANG DENGAR TENAGA KERJA RUANG SENTRAL PT PLN (PERSERO) WILAYAH SULUTTENGGO SEKTOR MINAHASA PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA DIESEL BITUNG Sheeren G. Ratunuman*, Paul A.T. Kawatu *, Johan Josephus * *Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sam Ratulangi Manado ABSTRAK Penerapan teknologi maju didalam proses produksi sampai saat ini telah semakin intensif, sehingga efek samping yang berupa faktor fisik yang ditimbulkan juga semakin beraneka ragam. PT. PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo Sektor Minahasa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel Bitung merupakan pembangkit listrik di kota Bitung yang menggunakan tenaga diesel dengan alat/mesin yang menghasilkan intensitas kebisingan yang tinggi yang beresiko menyebabkan peningkatan nilai ambang dengar dari tenaga kerja. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran intensitas kebisingan dan nilai ambang dengar tenaga kerja di ruang sentral PLTD Bitung. Jenis penelitian adalah penelitian deskriptif dengan menggunakan pendekatan studi potong lintang dengan jumlah responden sebanyak 39 orang. Penelitian ini dilaksanakan di PT. PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo Sektor Minahasa PLTD Bitung pada bulan Juni-Oktober 2014. Instrumen penelitian yaitu Sound Level Meter untuk intensitas kebisingan dan Audiometer untuk nilai ambang dengar. Hasil untuk intensitas kebisingan pada lokasi 1 sebesar 98 dB, lokasi 2 sebesar 97 dB, lokasi 3 sebesar 101 dB, lokasi 4 sebesar 103 dB dan lokasi 5 sebesar 104 dB. Untuk nilai ambang dengar pada kategori 0-25 dB (tingkat ketulian normal) sebesar 56,4% pada telinga kanan dan telinga kiri, ambang dengar 26-40 dB (tingkat ketulian ringan) pada telinga kanan 41% dan pada telinga kiri 38,5%, dan ambang dengar 41-60 dB (tingkat ketulian sedang) pada telinga kanan 2,6% dan pada telinga kiri 5,1%. Saran yaitu dilakukan pemeriksaan kesehatan saat seleksi masuk maupun secara berkala, peningkatan pengawasan terhadap penggunaan serta jenis alat pelindung diri yang digunakan, pengaturan kembali jam kerja untuk mengurangi paparan kebisingan dan pemberlakuan tanda peringatan. Kata kunci: Intensitas Kebisingan, Nilai Ambang Dengar, PLTD ABSTRACT The application of advanced technology in production process until this time is getting more intensive, so the side effects caused by such physical factors are also getting more diverse. PT. PLN (Persero) Suluttenggo Regional, Minahasa Sector, Diesel Power Generator (PLTD) Bitung is a power plant in Bitung City that uses diesel power with tools and machines that generate high noise intensity which risk to cause the raising of hearing threshold value from the labour. This research aims to determine the overview of noise intensity and hearing threshold value of labor in the central room of PLTD Bitung. This is a descriptive research using Cross Sectional Study approach with the number of respondents is 39 people. This research was conducted at PT. PLN (Persero) Suluttenggo Regional, Minahasa Sector, Diesel Power Generator (PLTD) Bitung from June to October 2014. The instrument was Sound Level Meter for noise intensity and Audiometer for hearing threshold value. The results obtained for noise intensity at location 1 is 98 dB, location 2 is 97 dB, location 3 is 101 dB, location 4 is 103 dB and location 5 is 104 dB. For the hearing threshold value in category 0-25 dB (normal deafness level) is 56,4% in the right ear and left ear, hearing threshold 26-40 dB (mild deafness level) 41% in the right ear and 38,5% in the left ear, and the hearing threshold 41-60 dB (moderate deafness level) 2,6 % in the right ear and 5,1% in the left ear. Suggestion is there should be a medical checkup in the entering selection (or regularly), increase the oversight towards the use and the type of personal protective equipments which are used, set back the work ours to reduce the noise exposure and apply the warning sign. Keyword: Noise Intensity, Hearing Threshold Value, PLTD
Bunyi adalah sesuatu yang tidak dapat kita
PENDAHULUAN Kemajuan teknologi, penggunaan bahan kimia,
hindari dalam kehidupan sehari-hari, termasuk
perubahan sikap dan perilaku, pengembangan
di tempat kerja. Misalnya teriakan orang dan
sistem
bunyi mesin diesel yang melebihi ambang
manajemen
serta
cara
deteksi
lingkungan kerja, berpengaruh pada kesehatan
pendengaran.
dan
kerja, yang
inginkan/kehendaki inilah yang sering disebut
tercermin pada upaya pengenalan, penilaian,
bising atau kebisingan (Notoatmodjo, 2011).
dan pengendalian aspek tersebut sebagai
Kebisingan yang berlebihan dapat merusak
kegiatan perlindungan bagi tenaga kerja.
kemampuan untuk mendengar (menjadi tuli).
Pendapat
kecelakaan,
Akibat pemajanan terhadap bising, kebanyakan
timbulnya penyakit atau peristiwa bencana lain
atau umumnya tidak dapat disembuhkan (tidak
yang mungkin dialami oleh industri beserta
dapat
pekerjanya, merupakan resiko yang harus
kebisingan yang berlebihan adalah cara yang
dihadapi tanpa bisa dihindari, telah mulai
tepat untuk mencegah kerusakan pendengaran
banyak
(ketulian) (Soeripto, 2008).
keselamatan
di tempat
bahwa
ditinggalkan.
kejadian
Sebaliknya
kegiatan
higiene perusahaan, ergonomi kesehatan, dan keselamatan
kerja
diobati),
yang
sehingga
tidak
kita
menghindari
PT. PLN (Persero) Wilayah Suluttenggo
mengupayakan
Sektor Minahasa Pembangkit Listrik Tenaga
terciptanya tempat kerja aman, nyaman dan
Diesel (PLTD) Bitung merupakan pembangkit
higienis serta tenaga kerja sehat, selamat dan
listrik di kota Bitung yang menggunakan
produktif,
tenaga
semakin
yang
Bunyi
banyak
dibutuhkan
(Budiono, 2009).
diesel
dengan
alat/mesin
yang
menghasilkan intensitas kebisingan yang tinggi
Penerapan teknologi maju didalam proses
yang berlokasi di ruang sentral. Berdasarkan
produksi sampai saat ini telah semakin intensif,
observasi yang dilakukan, terdapat keluhan
sehingga efek samping yang berupa faktor fisik
dari tenaga kerja tentang tingginya intensitas
yang ditimbulkan juga semakin beraneka
kebisingan yang dihasilkan dari alat/mesin
ragam. Efek samping proses produksi, dapat
yang digunakan. Hal tersebut berdampak pada
berakibat buruk pada pekerjaan dan lingkungan
tenaga kerja, salah satunya yaitu meningkatkan
kerja sehingga pekerjaan dan lingkungan kerja
nilai ambang dengar pekerja khususnya yang
tidak memenuhi syarat-syarat kesehatan dan
berada di ruang sentral. Oleh karena itu,
terhadap tenaga kerja dapat mengakibatkan
penulis tertarik untuk melakukan penelitian
gangguan kesehatan atau sakit. Penyakit akibat
mengenai gambaran intensitas kebisingan dan
kerja
nilai ambang dengar tenaga kerja PT. PLN
dapat
menyebabkan
penurunan
kemampuan fisik dan mental, cacat, dan bahkan kematian (Soeripto, 2008).
(Persero)
Wilayah
Suluttenggo
Sektor
Minahasa Pembangkit Listrik Tenaga Diesel
pengukuran
intensitas
kebisingan
dan
Bitung.
audiometri sedangkan data sekunder melalui profil gambaran umum PLTD Bitung. Data
METODE
yang
diperoleh baik hasil
pengukuran
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
maupun observasi dianalisa secara deskriptif
deskriptif dengan menggunakan rancangan
dan disajikan dalam bentuk tabel dan narasi.
Cross Sectional Study atau Studi Potong Lintang,
untuk
memberikan
gambaran
intensitas kebisingan dan nilai ambang dengar
HASIL DAN PEMBAHASAN 1. Gambaran Umum & Karakteristik Tenaga
tenaga kerja PT. PLN (Persero) Wilayah
Kerja
Suluttenggo Sektor Minahasa Pembangkit
Penelitian ini dilakukan di PLTD Bitung
Listrik Tenaga Diesel Bitung. Penelitian ini
dengan subjek penelitian berjumlah 39
dilaksanakan di PT. PLN (Persero) Wilayah
orang yang merupakan tenaga kerja tetap di
Suluttenggo Sektor Minahasa PLTD Bitung.
ruang sentral PLTD Bitung dengan jam
Waktu penelitian yaitu pada bulan Juni-
kerja 8 jam/hari. Shift kerja dibagi dalam 4
Oktober 2014.
regu yang terdiri dari 7 orang tenaga kerja
Populasi dalam penelitian ini adalah
untuk tiap regu dengan 3 shift kerja yaitu
seluruh tenaga kerja yang bekerja di ruang
shift pagi (07.00-15.00 WITA), shift sore
sentral
Wilayah
(15.00-22.00 WITA) dan shift malam
Suluttenggo Sektor Minahasa PLTD Bitung
(22.00-07.00 WITA). Pergantian shift kerja
yang berjumlah 42 tenaga kerja. Sampel dalam
dilakukan setiap 1 kali dalam 2 hari.
PT.
PLN
(Persero)
penelitian ini adalah total population atau
Total sampel dalam penelitian ini
seluruh populasi yang berjumlah 39 tenaga
seluruhnya berjenis kelamin laki-laki. Umur
kerja yang memenuhi kriteria inklusi yaitu
tenaga kerja dibedakan dalam 6 kelompok
bersedia menjadi subjek penelitian dan kriteria
umur yaitu 20-25 tahun, 26-31 tahun, 32-37
eksklusi yaitu tidak hadir saat dilakukan
tahun, 38-43 tahun, 44-49 tahun dan 50-55
pengukuran.
yang
tahun dengan persentase terbesar ada pada
digunakan yaitu Sound Level Meter untuk
kelompok umur 20-25 tahun sebesar 36%
mengukur intensitas kebisingan, Audiometer
dan paling sedikit pada kelompok umur 50-
untuk mengukur nilai ambang dengar dan
55 tahun dengan persentase 5%. Tingkat
kuesioner
pendidikan dari tenaga kerja yaitu SMA
Instrumen
untuk
penelitian
mengetahui
karakteristik
tenaga kerja. Data pengamatan
(35,9%), SMK (48.7%) dan D3 (15,4%) primer
dikumpulkan
(observasi),
melalui
wawancara
dan
dengan status perkawinan yaitu 64,1% berstatus sudah kawin dan 35,9% belum
kawin. Untuk masa kerja dari tenaga kerja
terpanjang yaitu 31 tahun dengan persentase
dibedakan menjadi 1-5 tahun, 6-10 tahun,
paling besar pada masa kerja 1-5 tahun
11-15 tahun, 16-20 tahun, 21-25 tahun, 26-
sebesar 41% dan paling sedikit pada masa
30 tahun dan 31-35 tahun dimana masa
kerja 16-20 dan 31-35 tahun sebesar 2,5%.
kerja terpendek yaitu 1 tahun dan yang
2. Intensitas Kebisingan Tabel 1. Distribusi Intensitas Kebisingan Lokasi Penelitian Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3 Lokasi 4 Lokasi 5
Intensitas Kebisingan (dB) 98 97 101 103 104
Kategori Bising Bising Bising Bising Bising
PLTD Bitung merupakan industri yang
Tentang Nilai Ambang Batas Faktor Fisika
menggunakan
sebagai
Dan Faktor Kimia di Tempat Kerja yaitu
pembangkit listrik dengan menggunakan
85 dB. Anizar (2009) menyatakan bahwa
mesin-mesin yang menghasilkan bunyi
terpapar kebisingan yang berlebihan untuk
yang kuat (bising). Intensitas kebisingan
sebuah
yang tinggi merupakan salah satu faktor
merusak telinga bagian dalam sehingga
resiko penyebab terjadinya peningkatan
kemampuan
nilai
berfrekuensi tinggi dan rendah menjadi
ambang
tenaga
diesel
dengar
dan
gangguan
pendengaran. Menurut
jangka
waktu
untuk
panjang
mendengar
dapat
suara
hilang. Hal ini dibuktikan melalui penelitian hasil
pengukuran
yang
dari Putra dkk (2008) yang menunjukkan
dilakukan di PLTD Bitung didapati rata-rata
bahwa intensitas kebisingan yang tinggi
intensitas kebisingan terendah sebesar 97
(>85 dB) merupakan faktor risiko kejadian
dB dan yang tertinggi sebesar 104 dB.
penurunan
Berdasarkan hasil tersebut dapat diketahui
responden yang terpapar bising tinggi (>85
bahwa intensitas kebisingan di ruang sentral
dB)
PLTD Bitung sudah tidak sesuai dengar
penurunan
standar NAB kebisingan menurut Peraturan
dengan yang terpapar bising rendah (<85
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
dB.
Nomor Per.13/Men/X/2011 Tahun 2011
ambang
berisiko
1,106
ambang
dengar
kali
dimana
mengalami
dengar dibanding
3. Nilai Ambang Dengar Tabel 2. Distribusi Responden Berdasarkan Nilai Ambang Dengar Nilai Ambang Dengar (dB) 0 – 25 26 – 40 41 – 60 61 – 90 > 90 Jumlah
Hasil Pengukuran Telinga Kanan n % 22 56,4 16 41 1 2,6 0 0 0 0 39 100
Kategori
Telinga Kiri n % 22 56,4 15 38,5 2 5,1 0 0 0 0 39 100
Normal Tuli Ringan Tuli Sedang Tuli Berat Tuli Sangat Berat
Pengukuran nilai ambang dengar tenaga
kebisingan yang masuk ke telinga. Akan
kerja dilakukan pada telinga kanan dan kiri
tetapi rendahnya kesadaran dari tenaga kerja
pada frekuensi 250 Hz, 500 Hz, 1000 Hz,
akan pentingnya penggunaan alat pelindung
2000 Hz, 3000 Hz, 4000 Hz, 6000 Hz dan
diri serta kurangnya pengawasan dari
8000 Hz dengan menggunakan Audiometri.
instansi tempat tenaga kerja bekerja untuk
Hasil penelitian yang dilakukan untuk nilai
melakukan
pengawasan
ambang dengar tenaga kerja secara umum
penggunaan
alat
terdapat 16 orang tenaga kerja (41%) pada
menyebabkan banyaknya tenaga kerja yang
telinga kanan dan 15 orang tenaga kerja
mengabaikan penggunaan APD saat bekerja
(38.5%) pada telinga kiri yang memiliki
di lingkungan yang bising.
rentang pendengaran 26-40 dB (ringan)
Berdasarkan
terhadap
pelindung
hasil
diri
observasi
dan
sedangkan untuk rentang pendengaran 41-
wawancara yang dilakukan oleh peneliti,
60 dB (sedang) pada telinga kanan terdapat
didapati bahwa terdapat tenaga kerja tidak
1 orang (2,6%) dan pada telinga kiri
menggunakan APD karena merasa tidak
terdapat 2 orang (5,1%) dari total sampel
nyaman saat bekerja serta kondisi tubuh
penelitian.
yang
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri
sudah
terbiasa
dengan
keadaan
lingkungan yang bising. Jenis APD yang
Penggunaan alat pelindung diri merupakan
paling banyak digunakan untuk melindungi
salah satu upaya yang dapat dilakukan
telinga saat bekerja yaitu sumbat telinga
untuk mengurangi gangguan pendengaran
(ear plug), akan tetapi peneliti juga
yang dapat ditimbulkan akibat paparan
mendapati ada tenaga kerja yang hanya
kebisingan yang tinggi selain melalui upaya
menggunakan
pengendalian secara teknis, administratif
telinga. Hal ini tentu dapat memperbesar
dan medis. Alat pelindung diri dapat
resiko
membantu untuk mengurangi intensitas
pendengaran dari tenaga kerja dikarenakan
kapas
terjadinya
untuk
melindungi
penurunan
ambang
intensitas kebisingan di ruang sentral yang
serta
tinggi hingga mencapai 104 dB.
minimal 1 tahun sekali terhadap tenaga
Penelitian yang dilakukan oleh Yadnya dkk (2008) yang menunjukkan bahwa ada
pemeriksaan
kesehatan
berkala
kerja yang beresiko. 2. Perlu dilakukan pengawasan dari pimpinan
hubungan pemakaian alat pelindung diri
PLTD
dengan tajam dengar dimana dari 21 orang
pemakaian alat pelindung telinga serta jenis
yang selalu menggunakan alat pelindung
alat pelindung telinga yang digunakan oleh
telinga sebanyak 14 orang (66,7 %)
tenaga kerja pada saat tenaga kerja akan
pendengarannya
melakukan pekerjaan.
normal
dan
7
orang
(33,3%) tidak normal, sementara itu dari 17 orang
yang
tidak
menggunakan
alat
pelindung telinga, 1 orang (5,9%) normal dan 16 orang (94,1%) tidak normal.
Bitung
terhadap
kepatuhan
3. Perlu dilakukan pengaturan terhadap jam kerja untuk mengurangi lamanya paparan bising setiap hari. 4. Perlu adanya rambu-rambu atau tanda-tanda peringatan pada area dengan intensitas
KESIMPULAN
kebisingan yang sudah melebihi nilai
1. Rata-rata intensitas kebisingan di ruang
ambang batas.
sentral PLTD Bitung untuk titik 1 yaitu sebesar 98 dB, titik 2 sebesar 97 dB, titik 3
DAFTAR PUSTAKA
sebesar 101 dB, titik 4 sebesar 103 dB dan
Anizar.
titik 5 sebesar 104 dB. 2. Persentase nilai ambang dengar tenaga kerja di ruang sentral PLTD Bitung untuk
2009.
Teknik
Keselamatan
dan
Kesehatan Kerja di Industri. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Graha Ilmu. Yogyakarta.
ambang dengar 0-25 dB (tingkat ketulian
Budiono, A. M. S., R. M. S. Jusuf, dan A.
normal) yaitu 56,4% pada telinga kanan dan
Pusparini. 2009. Bunga Rampai Hiperkes
telinga kiri, ambang dengar 26-40 dB
& KK. Cetakan IV. Badan Penerbit
(tingkat ketulian ringan) pada telinga kanan
Universitas
41% dan pada telinga kiri 38,5%, dan
Semarang.
Diponegoro
Semarang.
ambang dengar 41-60 dB (tingkat ketulian
Notoatmodjo, S. 2011. Kesehatan Masyarakat
sedang) pada telinga kanan 2,6% dan pada
Ilmu & Seni. Edisi Revisi 2011. PT
telinga kiri 5,1%.
Rineka Cipta. Jakarta. Peraturan
Menteri
Tenaga
Kerja
dan
SARAN
Transmigrasi Nomor Per.13/Men/X/2011
1. Perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan
Tahun 2011 Nilai Ambang Batas Faktor
awal pada saat seleksi masuk tenaga kerja
Fisika Dan Faktor Kimia di Tempat Kerja. Jakarta. Putra, H. A., M. R. Rahim, dan L. M. Saleh. 2010. Faktor Risiko Kejadian Penurunan Ambang Dengar Pada Karyawan Bagian Proces Plant PT. Inco Soroako. Jurnal MKMI 6(2): 96-101. Soeripto, M. 2008. Higiene Industri. Fakultas Kedokteran
Universitas
Indonesia.
Jakarta. Yadnya, I W. P., N. A. Putra, dan I W. R. Aryanta. 2008. Tingkat Kebisingan Dan Tajam Dengar Petugas Ground Handling di Bandara Ngurah Rai Bali. Ecotrophic 4(2): 97‐100