Seminar Nasional Statistika IX Susanti Linuwih, Mutiah Salamah dan Wibawati Institut Teknologi Sepuluh Nopember, 7 November 2009
Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Siswa Usia Wajib Belajar Putus Sekolah (Studi Kasus di Surabaya Utara) Susanti Linuwih1, Mutiah Salamah1, Wibawati1 1 Dosen Jurusan Statistika FMIPA ITS,
[email protected];
[email protected];
[email protected] ABSTRAK Dunia pendidikan di Indonesia masih mengalami keterpurukan dan tertinggal dari negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Menurut data Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, dari 25.982.590 siswa SD sebanyak 824.684 putus sekolah, dari 8.073.389 siswa SMP sebanyak 148.890 putus sekolah. Sedangkan siswa SMA yang putus sekolah tercatat 61.652 atau 1,81 % dari 3.497.420 siswa. Kondisi anak putus sekolah menjadi masalah serius dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun. Di wilayah kota surabaya, angka putus sekolah tertinggi terdapat di wilayah surabaya Utara. Angka siswa putus sekolah (drop out) Siswa SD di kawasan Surabaya Utara relatif cukup tinggi yaitu 16,70 %, menurut data dari Dinas Pendidikan Surabaya. Oleh karena itu perlu diketahui karakteristik siswa putus sekolah dan faktorfaktor yang mempengaruhinya, penelitian ini merupakan studi kasus bagi siswa usia wajar (Wajib Belajar 9 tahun) di wilayah Surabaya Utara. Metode yang dipakai dalam penelitian ini adalah regresi logistik biner.
Kata kunci : putus sekolah; regresi logistik biner. 1. Pendahuluan Dunia pendidikan di Indonesia masih mengalami keterpurukan dan tertinggal dari negara tetangga, seperti Singapura dan Malaysia. Tahun 2006, sebanyak 1.035.226 siswa putus sekolah di tingkat SD, SMP, SMA. Menurut data Pusat Penelitian dan Pengembangan Departemen Pendidikan Nasional, dari 25.982.590 siswa SD sebanyak 824.684 putus sekolah, dari 8.073.389 siswa SMP sebanyak 148.890 putus sekolah. Sedangkan siswa SMA yang putus sekolah tercatat 61.652 atau 1,81 persen dari 3.497.420 siswa. Kondisi anak putus sekolah menjadi masalah serius dan cenderung meningkat dari tahun ke tahun (Mingguan Indonesia, 14 September 2007). Sebagian besar kasus putus sekolah disebabkan karena tidak mampunyai masyarakat membayar biaya sekolah, tidak mampu membeli buku pelajaran,atau tingginya biaya tranportasi ke sekolah. Disisi lain juga akibat keterbatasan sekolah, tidak sedikit mereka harus sekolah di luar Kecamatan. Padahal untuk sekolah di luar kecamatan dibutuhkan biaya yang lebih banyak. Selain itu masalah budaya dan suasana lingkungan kehidupan masyarakat, juga mengambil peran dalam semangat anak sekolah. Di wilayah kota surabaya, angka putus sekolah tertinggi terdapat di wilayah surabaya Utara. Angka siswa putus sekolah (drop out) Siswa SD di kawasan Surabaya Utara relatif cukup tinggi yaitu 16,70 %, menurut data dari Dinas Pendidikan Surabaya. Data siswa SMP maupun SMA yang putus sekolah belum tersedia secara pasti. Dengan adanya siswa yang 1
Susanti Linuwih, Mutiah Salamah dan Wibawati
tidak ikut Unas ini, memberikan gambaran bahwa terdapat siswa SMP yang putus sekolah. Oleh karenanya sekolah wajib mendata siswanya dengan baik agar informasi siswa yang mempunyai kecenderungan untuk putus sekolah dapat segera diketahui. (Jawa Pos, 20 Februari 2009) Besarnya angka putus sekolah SD di wilayah Surabaya Utara juga dipengaruh oleh kondisi geografi, sosial, budaya dan ekonomi masyarakat secara umum. Surabaya Utara terdiri dari 5 kecamatan yaitu Kecamatan Krembangan, Pabean Cantikan, Semampir, Kenjeran dan Kecamatan Bulak. Kondisi geografis Surabaya Utara ini mayoritas adalah wilayah pantai atau bahari. Penelitian ini bertujuan untuk mencari faktor-faktor yang diduga mempengaruhi siswa usia wajib belajar putus sekolah. Dengan menggunakan analisis regresi logistik biner, akan diperoleh variabel apa saja yang mempengaruhi seorang siswa putus sekolah di Wilayah surabaya utara. Dari model yang diperoleh pada kondisi siswa tertentu (berdasarkan pada variabel yang didapat) maka dapat di tentukan peluang anak untuk putus sekolah. Selain itu juga akan diperoleh karakteristik siswa putus sekolah di kawasan Surabaya Utara, ditinjau dari kondisi demografi, sosial, budaya dan ekonomi 2. Regresi Logistik Metode regresi logistik merupakan suatu analisis data yang digunakan untuk mencari hubungan antara variabel respon (y) yang bersifat biner atau dikotomus dengan variabel prediktor (x) yang bersifat polikotomus (Hosmer dan Lemeshow, 2000). Fungsi Probabilitas untuk setiap observasi adalah sebagai berikut. y = 0, 1 (1) f ( y ) = π y (1 − π ) 1− y ; Dimana jika y = 0 maka f(y) = 1 – π dan jika y = 1 maka f(y) = π. Fungsi regresi logistiknya dapat dituliskan sebagai berikut. f ( z) =
1 1 + e−z
ekuivalen
f ( z) =
ez 1+ ez
(2)
Dengan z = β 0 + β 1 x1 + ... + β p x p Nilai z antara − ∞ dan + ∞ sehingga nilai f (z ) terletak antara 0 dan 1 untuk setiap nilai z yang diberikan. Hal tersebut menunjukkan bahwa model logistik sebenarnya menggambarkan probabilitas atau risiko dari suatu objek. Model regresi logistiknya adalah sebagai berikut. ( β + β x +...+ β x ) e , (3) π ( x) = ( β + β x +...+ β x ) 1+ e 0
1 1
0
1 1
p p
p p
dimana p = banyaknya variabel prediktor Untuk mempermudah pendugaan parameter regresi maka model regresi logistik pada (3) digunakan transformasi logit dari π ( x ) sehingga diperoleh : ⎛ π ( x) ⎞ ⎟⎟ = β 0 + β 1 x1 + ... + β p x p g ( x) = ln⎜⎜ ⎝ 1 − π ( x) ⎠
(4)
2
Susanti Linuwih, Mutiah Salamah dan Wibawati
Model tersebut merupakan fungsi linier dari parameter-parameternya. Dalam model regresi linier, diasumsikan bahwa amatan dari variabel respon diekspresikan sebagai y = E(Y|x) + ε dimana: E(Y X ) = β 0 + β1 x1 + β 2 x2 + ... + β p x p (5) Merupakan rata-rata dari populasi dan ε merupakan komponen acak yang menunjukkan penyimpangan amatan dari rata-ratanya. ε diasumsikan mengikuti sebaran normal dengan rataan nol dan varians konstan.
Estimasi Parameter Estimasi parameter dilakukan dengan metode Maximum Likelihood. Jika xi dan yi adalah pasangan variabel bebas dan terikat pada pengamatan ke-i dan diasumsikan bahwa setiap pasangan pengamatan saling independen dengan pasangan pengamatan lainnya, i = 1, 2, ..., n maka fungsi probabilitas untuk setiap pasangan adalah sebagai berikut. 1− y (6) f ( xi ) = π ( x i ) y (1 − π ( xi ) ) ; yi = 0, 1 i
i
Dengan
e
π (x i ) =
⎛ p ⎞ ⎜ β jxj ⎟ ⎜ ⎟ ⎝ j =0 ⎠
∑
1+ e
(7)
⎛ p ⎞ ⎜ β jxj ⎟ ⎜ ⎟ j = 0 ⎝ ⎠
∑
Dimana ketika j=0 nilai xij = xi0 = 1. Setiap pasangan pengamatan diasumsikan independen sehingga fungsi likelihoodnya merupakan gabungan dari fungsi distribusi masing-masing pasangan yaitu sebagai berikut. n
n
i =1
i =1
l ( β ) = ∏ f ( xi ) = ∏ π ( xi ) (1 − π ( xi ) )
1− yi
yi
p ⎧ ⎛ ∑ β j xij ⎪ n ⎜ j =0 = ⎨∏ ⎜1 + e ⎪ i =1 ⎜ ⎩ ⎝
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
−1
⎫ ⎧⎪ p ⎛⎜ n y x ⎞⎟ β ⎫⎪ ⎜ ∑ i ij ⎟ j ⎬⎪ ⎪ ⎨⎪⎩ ∑ j = 0 ⎝ i =1 ⎠ ⎭ ⎬e ⎪ ⎭
Fungsi likelihood tersebut lebih mudah dimaksimumkan dalam bentuk log l(β) dan dinyatakan dengan L(β). ⎛ β j xij n j =0 L(β) = log l(β) = ∑ ⎛⎜ ∑n y x ⎞⎟ β − log⎜1 + e ∑ ∑ i ij j ⎜ j = 0 ⎝ i =1 ⎠ i =1 ⎜ ⎝ p
p
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
Nilai β maksimum didapatkan melalui turunan L(β) ter-hadap β dan hasilnya disama dengankan nol. ⎛ ∑ β x ⎜ e j = 0 j ij ∂L( β ) = ∑ y i xij − ∑ xij ⎜ p ∂β j ∑ β j xij i =1 i =1 ⎜ j =0 ⎝1+ e p
n
Sehingga
n
n
∑y x i =1
i
⎞ ⎟ ⎟ ⎟ ⎠
n
ij
− ∑ x ij πˆ ( x i ) = 0 dengan j = 0, 1, ..., p i =1
3
Susanti Linuwih, Mutiah Salamah dan Wibawati
Pengujian Estimasi Parameter Kemudian dilakukan pengujian keberartian koefisien β secara parsial (univariat) terhadap variabel respon yaitu dengan membandingkan parameter dari hasil maksimum likelihood, dugaan β dengan standard error parameter tersebut. Hipotesis pengujian parsial adalah sebagai berikut. H0 : β j = 0 H1 : β j ≠ 0 ; j = 1, 2, ..., p ˆ βi Statistik uji : W = (8) SE ( βˆi ) Statistik uji W mengikuti distribusi normal. H0 ditolak jika W > Z α / 2 . Pengujian ini dilakukan untuk memeriksa keberartian koefisien β secara serentak terhadap variabel respon. Hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut. H0 : β1 = β 2 = ... = β j = 0 H1 : Paling tidak terdapat satu β j ≠ 0 ; j = 1, 2, ..., p Statistik uji: n
G = −2 ln
i ⎛ n1 ⎞ ⎛ n0 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ ⎟ n ⎝ ⎠ ⎝n⎠
n
Dimana: n1 = ∑ y i i =1
(9)
∑πˆ (1 − πˆ ) i =1
n
n0
(1− yi )
yi
i
i
n
n 0 = ∑ (1 − y i )
n = n1 + n0
i =1
G adalah Likelihood Ratio Test. Nilai G mengikuti distribusi Chi-Ssqure sehingga H0 ditolak jika G > χ 2 (v,α ) dengan v merupakan banyaknya parameter dalam model tanpa β 0 .
Uji Kesesuaian Model Dari estimasi model regresi logistik yang diperoleh, ingin diketahui seberapa besar keefektifan model dalam menjelaskan variabel respon. Goodness-of-fit dihitung berdasarkan nilai πˆ yang tergantung pada susunan variabel-variabel prediktor dalam model, bukan pada jumlah variabel prediktor (Hosmer and Lemeshow, 1989). H0 : Model sesuai H1 : Model tidak sesuai Statistik Uji (Hosmer and Lemeshow, 1989): g (o − n k ' π k )2 (10) Cˆ (Hosmer − Lemeshow ) = ∑ k k =1 n k ' π k (1 − π k ) Dengan g
= Jumlah grup,
nk ' = Banyaknya subjek pada grup ke-k,
jumlah nilai variabel respon pada grup ke-k ,
ck
m j ˆπ(x j )
j =1
nk '
πk = ∑
ck
ok = ∑ y j , j =1
, rata-rata taksiran
probabilitas dimana mj adalah banyaknya subjek pada ck kategori variabel respon. Jika H0 benar, maka distribusi statistik uji Cˆ mengikuti distribusi chi-square dengan
derajat bebas g-2 (Hosmer and Lemeshow, 1989). Daerah penolakan H0 adalah Cˆ > χ (2g − 2 ,α ) . 4
Susanti Linuwih, Mutiah Salamah dan Wibawati
Penanganan Anak Putus Sekolah Putus sekolah adalah proses berhentinya siswa secara terpaksa dari suatu lembaga pendidikan tempat dia belajar. Anak Putus sekolah yang dimaksud disini adalah terlantarnya anak dari sebuah lembaga pendidikan formal, yang disebabkan oleh berbagai faktor. Wajib belajar merupakan salah satu program yang gencar digalakkan oleh Departemen Pendidikan Nasional (Depdiknas). Program ini mewajibkan setiap warga negara Indonesia untuk bersekolah selama 9 (sembilan) tahun pada jenjang pendidikan dasar, yaitu dari tingkat kelas 1 Sekolah Dasar (SD) atau Madrasah Ibtidaiyah (MI) hingga kelas 9 Sekolah Menengah Pertama (SMP) atau Madrasah Tsanawiyah (MTs). (Wikipedia) Pemerintah telah berusaha menanggulangi putus sekolah dengan memberikan dana BOS (Bantuan Operasional Sekolah). Program BOS bertujuan untuk membebaskan biaya pendidikan bagi siswa tidak mampu dan meringankan bagi siswa yang lain, agar mereka memperoleh layanan pendidikan dasar yang lebih bermutu sampai tamat dalam rangka penuntasan wajib belajar 9 tahun. (www.semeru.or.id) Langkah pemerintah dalam menangani masalah putus sekolah adalah dengan mengadakan Kelas Layanan Khusus (KLK). Program ini pertama kali diadakan pada tahun 2003. Pelakasanaan KLK pertama kali untuk Surabaya di SDN Wonokusumo XII. Pendanaan KLK berasal dari Dana APBN. Sampai tahun 2009, jumlah KLK di Surabaya terdapat 11 KLK dan 3 KLK di Surabaya Utara yaitu di Kelurahan Wonokusumo, Pegirikan (Kecamatan Semampir) dan kelurahan Tambakwedi (Kecamatan Kenjeran). Sasaran KLK adalah anak putus sekolah dengan usia 8-12 tahun. Berbeda dengan sekolah formal, dimana calon murid yang mendatangi dan mendaftarkan diri ke sekolah. Pada KLK, pihak sekolah dengan bantuan berbagai pihak (masyarakat, RT/RW) bergerilya mencari anak-anak usia SD yang putus sekolah atau belum sekolah. Mereka mendatangi ke rumah-rumah disekitar sekolah, rel-rel Kerata Api, perkampungan kumuh dan sempit. Pembinaan dalam KLK dilakukan minimal 3 bulan dan maksimal 1 tahun. Setelah itu dilihat kemampuannya, baru masuk ke sekolah formal ditempat yang sama. Rata-rata dari 20 orang yang mampu menyelesaikan pembinaan 3 bulan hanya 1 atau 2 siswa saja. Sampai saat ini 40 siswa dari KLK telah lulus SD. Sebagian dari meraka melanjutkan ke SMP ataupun SMP Terbuka. . 3. Metode Penelitian Penelitian ini memerlukan data primer melalui wawancara yang dipandu dengan angket (daftar pertanyaan) langsung pada siswa maupun orang tua. Survei dilaksanakan dengan mengambil populasi adalah keluarga yang memiliki anak usia wajib belajar (7–15 tahun) yang bermukim di Surabaya Utara (5 Kecamatan). Dari hasil survey diperoleh sampel acak sebanyak 85 siswa dimana 40 orang anak putus sekolah dan 45 orang anak yang masih sekolah.
5
Susanti Linuwih, Mutiah Salamah dan Wibawati
Variabel Penelitian Variabel-variabel yang digunakan dalam penelitian ini : Responden : Anak usia sekolah 7 – 15 tahun (wajib belajar 9 tahun) Variabel Respon : Anak putus sekolah ( Y = 1) dan Anak Sekolah ( Y = 0) Variabel Demografi terdiri dari : X1 = Jenis Kelamin (0 : laki-laki dan 1: perempuan) X2 = Jumlah anggota keluarga (0 : anggota keluarga ≤ 4; 1: anggota keluarga diantara 5-6 dan 2 : anggota keluarga > 6 ) Variabel Sosial terdiri dari : X3 = Bagaimana cara membayar SPP (0 : SPP rutin dibayar setiap bulan oleh orang tua ; 1 : rutin dibayar setiap bulan oleh orang tua asuh/wali; 2 : dibayar oleh yayasan dan 3 : mengangsur; 4 : gratis; ) X4 = Bagaimana cara memperolah buku (0 : beli sendiri; 1 : dibelikan orang; 2 : gratis dari sekolah dan 3: pinjam dari sekolah/teman/yayasan ) X5 = Bagaimana cara menjangkau sekolah (0 : jalan kaki ; 1 : diantar; 2: naik sepeda dan 3 : naik kendaraan umum (bemo,dll) ) Variabel Budaya terdiri dari : X6 = Peran orang tua dalam mendukung anak sekolah (0 : mendampingi belajar; 1: mendukung sekolah dan 2 : tidak mendampingi/mendukung) X7 = Rata-rata waktu untuk bermain dengan teman (0: tidak ada waktu; 1 : waktu bermain dengan teman < 2 jam dan 2 : waktu bermain dengan teman≥2 jam ) Variabel Ekonomi terdiri dari : X8 = Pendapatan orang tua per bulan (0 : Rp 0 s/d Rp 500.000 ; 1: Rp 501.000 s/d Rp 1.000.000; 2: Rp 1.001.000 s/d Rp 1.500.000 dan 3: > Rp 1.500.000 ) X9 = Kondisi rumah yang ditempati sekarang (0: tidak permanen ; 1: semi permanen dan 2: permanen ). 4. Hasil Penelitian : Karakteristik Responden Responden adalah anak usia 7 – 15 tahun dalam penelitian ini jenis kelamin responden 69% adalah laki-laki dan 31% perempuan. Jika ditinjau dari jumlah anggota rumah tangga untuk responden kelompok anak putus sekolah dan yang masih sekolah menunjukkan proporsi yang tidak berbeda masing-masing kelompok dominan pada jumlah anggota keluarga dalam rumah tangga adalah antara 5-6 orang. Apabila ditinjau dari pendapatan orang tua siswa kedua kelompok mayoritas berpendapatan kurang dari Rp. 500.000,- dan kondisi rumah sebagai tempat tinggal adalah semi permanen. Kondisi ini menggambarkan wilayah Surabaya utara di mana penelitian dilakukan termasuk wilayah yang kategori berpendapatan rendah, hal ini di dukung dengan mayoritas pekerjaan orang tua adalah buruh harian lepas. Berkaitan dengan masalah pendidikan, kelompok anak putus sekolah mayoritas menyatakan bahwa mereka membayar SPP dibayar rutin oleh orang tua pada saat mereka masih sekolah, yaitu dinyatakan oleh 80% responden anak putus sekolah. Untuk memperoleh buku pada saat mereka masih sekolah, 83% menyatakan mereka membeli 6
Susanti Linuwih, Mutiah Salamah dan Wibawati
sendiri. Dana bantuan BOS hanya digunakan untuk pembebasan biaya SPP tapi untuk keperluan buku dan alat tulis harus disediakan oleh siswa. Jika ditinjau dari peran orang tua dalam mendukung anaknya bersekolah tampak ada prilaku yang berbeda antara sikap orang tua kelompok anak putus sekolah dan yang masih sekolah. Pada kelompok anak putus sekolah mayoritas menyatakan bahwa pada saat belajar orang tua tidak mendampingi bahkan kurang memberikan dukungan, berbeda dengan kelompok anak yang masih sekolah mayoritas mereka dalam belajar mayoritas didamping dalam belajar.
Model Regresi Logistik Model regresi logistik yang diperoleh dari hasil analisis data ini adalah model regresi dengan satu variabel (model regresi logistik tunggal) dan dari 9 variabel yang diduga berpengaruh terhadap kemungkinan seorang siswa usia 7-15 tahun akan putus sekolah terdapat dua variabel yang signifikan yaitu variabel Peran orang tua dalam mendukung anak sekolah atau sistem pembayaran SPP dengan menggunakan pada α = 20%. Analisis varians yang diperoleh adalah H0 : β j = 0 H1 : β j ≠ 0 Tabel 1 : Analisis Varians umtuk Model Regresi Logistik dengan variable Bayar SP Sumber Bayar SPP Bayar SPP(1) Bayar SPP(2) Bayar SPP(3) Bayar SPP(4) Constant
B
S.E.
-.629 -1.492 -2.015 -22.525 1.322
1.348 .620 1.348 40192.970 .563
Wald 6.432 .218 5.780 2.235 .000 5.517
df 4 1 1 1 1 1
Sig. .169 .641 .016* .135* 1.000 .019
Odds ratio .533 .225 .133 .000 3.750
Persamaaan regresi logistik yang menyatakan hubungan antara kemungkinan seorang siswa usia 7-15 tahun akan putus sekolah terdapat dengan variabel Peran orang tua dalam mendukung anak sekolah dapat dinayatakan sebagai berikut : π ( x) =
eksp {1,322 - 1,492 Bayar SPP (2) - 2,015 Bayar SPP (3)} 1 + eksp {1,322 - 1,492 Bayar SPP (2) - 2,015 Bayar SPP (3)}
Dari model tersebut dapat dinyatakan bahwa jika seorang anak yang SPPnya dibayar oleh yayasan atau cara membayar SPP dengan mengangsur resiko kemungkinan akan putus sekolah lebih kecil dibandingkan dengan anak yang SPP rutin dibayar setiap bulan oleh orang tua, hal ini ditunjukkan dengan nilai odds ratio < 1. Adapun variable peran orang tua dalam mendukung anak sekolah yang menunjukkan pengaruh terhadap kemungkinan anak usia 7 -15 tahun putus sekolah adalah pada kategori aikap orang tua yang tidak mendampingi anak pada saat belajar. Hasil analisis datanya dapat dinyatakan dalam analisis varians berikut : Tabel 2 : Analisis Varians umtuk Model Regresi Logistik dengan variable Peran orang tua 7
Susanti Linuwih, Mutiah Salamah dan Wibawati
Sumber peranOrtu peranOrtu(1) peranOrtu(2) Constant
B
S.E.
-.316 -1.089 .470
.513 .573 .329
Wald 3.623 .379 3.615 2.039
df 2 1 1 1
Sig. .163 .538 .057* .153
Odds ratio .729 .337 1.600
Dari Tabel 2 dapat disusun model regresi logistiknya adalah sebagai berikut : π ( x) =
eksp (0.470 - 1,089 Peran orang tua (2) 1 + eksp (0.470 - 1,089 Peran orang tua (2)
Model dinyatakan bahwa seorang anak yang tidak didampingi orang tua dalam belajar resikomya lebih kecil kemingkinannya akan putus sekolah dibandingkan dengan anak yang di dampingi orang tua waktu belajar (odds rasio 0.337). Dari kedua model diatas menunjukkan bahwa faktor yang mempengaruhi anak usia 7-15 tahun kemungkinan putus sekolah adalah cara pembayaran SPP atau peran orang tua dalam mendampingi anak belajar. Hal ini seiring dengan program Pemerintah yang sudah menggalakkan adanya dana BOS dan program KLK. Masih tingginya angka putus sekolah di wilayah Surabaya Utara menunjukkan bahwa program tersebut masih kurang dipahami oleh masyarakat, oleh karenanya itu perlu adanya sosialisasi yang lebih gencar tentang BOS dan KLK agar memacu kembali semangat anak untuk sekolah.
5. Kesimpulan Karakteristik anak usia 7 – 15 tahun putus sekolah di wilayah Surabaya utara mayoritas jumlah anggota keluarga dalam rumah tanga 5-6 orang dan pendapatan orang tua kurang dari Rp. 500.000, - serta tempat tinggal mereka rumah semi permanen. Variable yang mempengaruhi kemungkinan anak usia 7 – 15 tahun akan putus sekolah adalah cara pembayaran SPP dan peran orang tua dalam mendukung anak sekolah. Oleh karenanya disarankan kepada instansi terkait untuk lebih mensosialisasikan program BOS dan KLK untuk menangani masalah anak putus sekolah ini. 6. Daftar Pustaka _____.(2006), ‘Bantuan Operasional Sekolah (BOS) dan Akses Terhadap Pendidikan Dasar Bagi Masyarakat Miskin’, Available: [http://www.semeru.or.id/Petujuk Pelaksanaan BOS 2005] (tanggal akses: 6 Maret 2009 pukul 11.00) -------- (2007), ‘Sejuta Anak Putus Sekolah’, Available : [http:/mingguanindonesia.com/2007/09/14/konvensi-perlindungan-wanita/] (tanggal akses 3 April 2009 pukul 12.00) _____.(2008), ‘Dispendik Jaring Anak putus Sekolah’, Available: [http://www.infoGue.com/] (tanggal akses: 2 Juli 2009 pukul 16.00). _____.(2008), ‘Kondisi Pendidikan Surabaya Utara Masih Rendah’, Available: [http://www.jawapos.com/Pendidikan Surabaya] (tanggal akses: 14 Juli 2009 pukul 13.00).
8
Susanti Linuwih, Mutiah Salamah dan Wibawati
_____.(2008), ‘Kuliah Kerja Nyata Wajib Belajar 9 Tahun’, Available: [http:// www.google.co.id/Penelitian Anak Putus Sekolah/] (tanggal akses: 27 Agustus 2009 pukul 13.00). _____.(2009), ‘Anak Putus Sekolah dan Cara Pembinaannya’, Available: [http://www.google.co.id/putus sekolah/Referensi Penelitian Skripsi-Tesis] (tanggal akses: 27 Agustus 2009 pukul 13.00). _____.(2009), ‘Putus Sekolah Masih Menjadi Masalah’, Available: [http://www.cetak.kompas.com/] (tanggal akses: 27 Agustus 2009 pukul 13.00). _____.(2009), ‘Wajib Belajar 9 Tahun’, Available: [http://id.wikipedia.org/wiki/Wajib_Belajar] (tanggal akses: 27 Agustus 2009 pukul 13.00). ------ Jawa Pos, 20 Februari 2009. ‘ Putus Sekolah Tinggi, Utara Butuh Perhatian Serius’ (dari Rembuk Pendidikan Kota Surabaya). Agresti, A. (1990). Categorical Data Analysis. John Wiley and Sons. New York. Bhattacarya, G.K. dan Johnson, R.A.. (1977). Statistical Concepts and Methods. John Wiley & Sons, New York Hosmer, D. W. and Lemeshow, S. (1989). Applied Logistic Regression. John Wiley and Sons, Inc. USA. Le, C. T. (1998). Applied Categorical Data Analysis. John Wiley and Sons, Inc. USA. Raharto, I. T. (2008). Upaya Memperkecil Angka Putus Sekolah Bagi Penduduk Miskin di kabupaten Serang. Program Pasca Sarjana Universitas Hasanudin. Makasar. Singarimbun, M. dan Effendi, S. (1989). Metode Penelitian Survai. LP3ES. Jakarta.
9