Faktor-faktor Yang Memengaruhi Rendahnya Partisipasi Masyarakat Jatibening Dalam Pelaksanaan Program Sabtu Bersih ( Studi Pada Perumahan Jatibening Permai, Kelurahan Jatibening, Kota Bekasi ) Ria Arvia Utami Sri Susilih Departemen Ilmu Administrasi Negara, FISIP, Universitas Indonesia, Depok, Indonesia Abstrak Di era globalisasi saat ini, persoalan sampah memiliki dimensi persoalan yang luas seiring dengan perkembangan sosial ekonomi dan pertumbuhan perkotaan. Berdasarkan hasil observasi peneliti, Kota Bekasi selain menjadi kota percontohan dalam pengelolaan sampah tahun 2012, Kota Bekasi juga memiliki sarana TPA sampah utama yang juga disewa oleh Pemprov DKI Jakarta. Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah Kota Bekasi juga diatur dalam Perda No.15 Tahun 2011. Berdasarkan beberapa fakta di atas, Kota Bekasi diharapkan dapat menjadi ikon Kota bersih dan sehat bagi kota-kota lainnya. Namun, realita yang ada saat ini menunjukkan bahwa kondisi persampahan Kota Bekasi masih jauh dari harapan terlebih rendahnya partisipasi masyarakat dalam mengikuti kegiatan pengelolaan sampah seperti kegiatan Sabtu Bersih khususnya di wilayah Perumahan Jatibening Permai Kelurahan Jatibening. Pelaksanaan program Sabtu Bersih kini dinilai kurang efektif melihat rendahnya partisipasi masyarakat, khususnya masyarakat yang tinggal di wilayah Perumahan Jatibening Permai meskipun wilayah perumahan tersebut menjadi wilayah titik pantau pelaksanaan program Sabtu Bersih oleh Pemkot Bekasi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui serta mengungkap faktor-faktor apa saja yang memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat Jatibening khususnya yang berada di Perumahan Jatibening Permai dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih tersebut. Kata Kunci
: Persoalan Sampah; Partisipasi Masyarakat; Program Sabtu Bersih. Abstract
In the current era of globalization, the waste problem has a wide dimension of the problem along with the socio-economic development and urban growth. Based on the 1
2 observation of the researcher, Bekasi in addition to being a pilot city for waste management in 2012, Bekasi City also has a major landfill facilities that also hired by the city government. Regulation on waste management Bekasi also set out in Local 15 in 2011. Based on some of the facts above, Bekasi is expected to become an icon of clean and healthy for other cities. However, the reality today shows that the condition of Bekasi City garbage is still far from expectations especially low community participation in the following activities such as waste management activities in the region's Net Saturday Jatibening Permai Village Housing Jatibening. Net Saturday program implementation is now considered less effective look low community participation, especially people who live in the area Permai Housing Jatibening though the housing area to the area of program implementation monitoring points Saturday Clean by Bekasi city administration. The purpose of this study is to investigate and uncover any factors that affect low community participation Jatibening especially those in Jatibening Permai Housing in the implementation of the Clean Program Saturday. Keywords : Issues Waste; CommunityParticipation; Clean Saturday Programme Pendahuluan Latar Belakang Masalah Di era globalisasi saat ini, berbagai persoalan lingkungan khususnya persoalan sampah telah lama menjadi perhatian dunia internasional pada umumnya dan negara-negara berkembang khususnya. Hal ini karena persoalan sampah memiliki dimensi persoalan yang luas seiring dengan perkembangan sosial ekonomi dan pertumbuhan perkotaan. Kementerian Lingkungan Hidup (2012) menyatakan bahwa volume sampah di Indonesia dalam tiga tahun terakhir naik secara signifikan. Volume sampah pada tahun 2010 mencapai 200.000 ton/hari dan pada tahun 2012 telah mencapai 490.000 ton/hari atau total 178.850.000 ton dalam setahun. Dari total sampah tersebut lebih dari 50% adalah sampah rumah tangga (Viva News, 2012). Hal tersebut disebabkan oleh semakin meningkatnya penduduk perkotaan yang diikuti dengan tingkat konsumsi yang juga meningkat, terbatasnya kendaraan pengangkut sampah, sistem pengelolaan TPA yang kurang tepat dan tidak ramah lingkungan, serta kurangnya partisipasi masyarakat untuk ikut menangani permasalahan sampah.
3 Selama ini terdapat anggapan bahwa sampah hanya menimbulkan dampak pemanasan global jika dibakar. Berdasarkan hasil penelitian anggapan tersebut tidak seluruhnya benar. Sampah yang dibuang begitu saja ternyata juga berkontribusi dalam mempercepat pemanasan global karena sampah menghasilkan gas metan (CH4). Rata-rata tiap satu ton sampah padat menghasilkan 50 kg gas metan. Gas metan itu sendiri mempunyai kekuatan merusak hingga 20-30 kali lebih besar daripada CO2. Gas metan berada di atmosfer dalam jangka waktu sekitar 7-10 tahun dan dapat meningkatkan suhu sekitar 1,3° Celsius per tahun (Norma Rahmawati, 2012). Persoalan sampah merupakan persoalan serius yang mengancam keberlanjutan lingkungan. Polusi yang ditimbulkan oleh timbulan sampah pada tanah, air maupun udara yang merupakan komponen abiotik dalam ekosistem akan berdampak negatif pada kehidupan organisme dalam ekosistem, termasuk manusia sebagai bagian dari ekosistem. Jika organisme dalam ekosistem tidak dapat beradaptasi terhadap kondisi ekosistem yang terpolusi, organisme dapat punah dan kepunahannya tersebut dapat menganggu kestabilan ekosistem. Rusaknya kondisi ekosistem itu pada akhirnya akan mengancam keselamatan organisme lain dalam ekosistem, termasuk keselamatan manusia (Chiras, 2009). Pemerintah menyadari pentingnya pengelolaan dan perlindungan lingkungan hidup. Sejak Januari 2012 Pemerintah mulai mengkampanyekan gerakan Indonesia “Bersih, Asri, Indah (Berseri)” yang mensosialisasikan pendekatan 3R (Reduce, Reuse, Recycle) di seluruh daerah di Indonesia. Prinsip pertama Reduce (Mengurangi) yaitu segala aktifitas yang mampu mengurangi dan mencegah timbulan sampah, prinsip kedua Reuse (Menggunakan kembali) yaitu kegiatan penggunaan kembali sampah yang layak pakai untuk fungsi yang sama atau yang lain, dan Prinsip ketiga Recycle (Mendaur ulang) yaitu kegiatan mengelola sampah untuk dijadikan produk baru (Antara News, 2012). Pendekatan pengelolaan persampahan yang semula dimulai di wilayah administrasi, saat ini diubah oleh pemerintah melalui pendekatan pengelolaan persampahan secara regional dengan harapan lebih efektif. Maksud dari pendekatan regional tersebut yaitu dengan menggabungkan beberapa kota dan atau kabupaten dalam pengelolaan persampahan. Hal tersebut tentunya sangat menguntungkan karena akan mencapai skala ekonomis dalam hal pengangkutan dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA). Prinsip yang dilakukan dalam menerapkan pelaksanaan pengelolaan persampahan secara regional salah satunya adalah dengan menyusun Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang pengelolan persampahan. Peraturan tersebut berisi berbagai hal dengan mempertimbangkan berbagai aspek seperti aspek kelembagaan, teknik operasional,
4 pembiayaan, dan peran serta masyarakat (Kodoatie, 2005:17). Pendekatan awal pemerintah dalam menangani masalah sampah perkotaan bermula dari dikeluarkannya UU No. 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah yang berlaku dan bersifat nasional. Pengelolaan sampah yang dimaksud adalah penanganan serta pengurangan timbulan sampah melalui penerapan sistem 3R. Namun setelah pendekatan pengelolaan persampahan telah diubah ke tingkat regional maka kebijakan dalam urusan pengelolaan sampah di daerah diatur oleh masing-masing daerah di Indonesia. Kota Bekasi menjadi obyek penelitian dalam hal ini, selain dijadikan sebagai kota percontohan dalam pengelolaan sampah tahun 2012 oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan World Bank, Kota Bekasi juga memiliki sarana TPA sampah utama yang juga disewa oleh Pemprov DKI Jakarta. Peraturan Daerah tentang pengelolaan sampah Kota Bekasi diatur dalam Perda No.15 Tahun 2011 yang berlaku hingga saat ini. Perda tersebut, khususnya Pasal 46, menerangkan bahwa masyarakat dapat berperan serta dalam hal pemberian usul, pemberian saran dan pendapat, serta wajib turut serta dalam kegiatan kebersihan lingkungan, sehingga pengelolaan sampah diharapkan dapat berjalan secara proporsional, efektif dan efisien. Kota Bekasi sebagai salah satu kota metropolitan dan merupakan kota satelit di Indonesia yang tergabung dalam Wilayah Jabodetabek, kini telah dipadati oleh kaum urban maupun masyarakat komuter yang mencapai 1.845.005 jiwa (BPS Kota Bekasi, 2012). Hal tersebut tentunya juga berkontribusi langsung dalam meningkatkan timbulan sampah yang dihasilkan tiap harinya yaitu mencapai 4.602m³ (Dinas Kebersihan DPU Kota Bekasi,2012). Berdasarkan hasil observasi peneliti, meskipun Pemkot Bekasi telah menjadi kota percontohan dalam pengelolaan sampah dan memiliki kebijakan serta program pengelolaan sampah yang baik, realitanya program tersebut belum dapat berjalan sesuai harapan. Hal tersebut terbukti dari masih terlihatnya timbunan sampah di beberapa wilayah Kota Bekasi. Berikut merupakan data timbulan sampah yang peneliti peroleh dari Dinas Kebersihan dan DPU Kota Bekasi tahun 2012. Berdasarkan data dari Dinas Kebersihan Kota Bekasi tahun 2012, diketahui bahwa wilayah Kecamatan Pondok Gede bagian Barat Kota Bekasi memiliki tingkat volume sampah tertinggi yaitu berkisar 670 M³ per hari. Dalam proses penelitian lebih lanjut, peneliti mengamati seluruh Kelurahan yang masuk ke dalam wilayah Kecamatan Pondok Gede. Dari proses pengamatan selanjutnya, Kelurahan Jatibening khususnya di Perumahan Jatibening Permai memiliki kondisi lingkungan yang lebih buruk daripada lingkungan di Kelurahan lainnya. Hal tersebut terlihat dari beberapa hasil pengamatan peneliti di bawah ini.
5
Gambar 1.1 Kondisi Lingkungan Perumahan Jatibening Permai, Kelurahan Jatibening Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti, Februari 2013 Dari gambar tersebut, mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menjaga kebersihan di wilayah Jatibening khususnya di Perumahan Jatibening Permai belum terwujud. Terlebih lagi, program Sabtu Bersih yang seharusnya diadakan seminggu sekali di tiap Kelurahan Kota Bekasi termasuk di wilayah tersebut, belum dapat berjalan dengan baik sebagaimana yang diharapkan karena kurangnya partisipasi dari masyarakat Kelurahan Jatibening, khususnya di wilayah Perumahan Jatibening Permai, yang menjadi wiayah titik pantau program. Hal tersebut sangat berbeda dengan kondisi di lingkungan kelurahan lain yang juga berdekatan dengan Kelurahan Jatibening seperti di Kelurahan Jatimakmur, tepatnya di wilayah Perumahan Cahaya Kemang Permai yang juga menjadi wilayah titik pantau Program Sabtu Bersih sebagai berikut.
Gambar 1.2 Kondisi Lingkungan Perumahan Cahaya Kemang Permai, Kelurahan Jatimakmur Sumber: Dokumentasi Pribadi Peneliti, Februari 2013
6 Dari gambar di atas, terlihat bahwa kondisi lingkungan di sekitar perumahan, dan sungai yang berada di wilayah Perumahan Cahaya Kemang Permai, Kelurahan Jatimakmur, terlihat lebih bersih dan indah. Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat partisipasi warga di lingkungan Perumahan Cahaya Kemang Permai dalam menjaga kebersihan lingkungan lebih baik dibandingkan dengan warga di Perumahan Jatibening Permai, Kelurahan Jatibening. Menurut Kafler dalam Mulyono (1999:23) Partisipasi merupakan keikutsertaan seseorang dalam suatu kegiatan yang mencurahkan fisik, mental, maupun emosional. Partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan dalam mendorong terlaksananya suatu kebijakan atau peraturan daerah dengan baik dan lancar. Partisipasi dapat menjadi alat untuk mengurangi permasalahan daerah yang sedang terjadi terutama yang melibatkan masyarakat secara langsung, karena partisipasi merupakan salah satu unsur dalam pencapaian tata kelola pemerintahan yang baik (Good Governance). Dalam rangka mewujudkan Kota Bekasi sebagai ikon kota yang bersih dan sehat, Pemkot Bekasi membuat suatu program yang diharapkan dapat mengurangi permasalahan sampah Kota Bekasi yaitu Program Sabtu Bersih. Program Sabtu Bersih merupakan suatu program yang diusung oleh Walikota bekasi berdasarkan surat instruksinya No. 01 tahun 2012. Namun realitanya saat ini, partisipasi masyarakat Perumahan Jatibening Permai, Kelurahan Jatibening dalam pelaksanaan program Sabtu Bersih tersebut masih rendah dan warga masih menerapkan cara konvensional, yaitu hanya sebatas membuang sampah mulai dari sumbernya kemudian dibuang langsung lalu diangkut oleh petugas pengangkut sampah ke Tempat Penampungan Sementara (TPS). Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan ketua kader pengelolaan sampah Kelurahan Jatibening di kediamannya mengatakan, bahwa sebenarnya pihak Kelurahan Jatibening bersama dengan ketua kader pengelola sampah telah berupaya untuk mensosialisasikan serta memberikan penyuluhan akan perlu dan pentingnya pengelolaan sampah kepada masyarakat Jatibening pada saat pelaksanaan Program Sabtu Bersih melalui perwakilan kader pengelola sampah pada tiap Rt. & Rw. di seluruh wilayah Kelurahan Jatibening (Hasil wawancara dengan Ibu Mila Hayati, 30 Maret 2013). Hal tersebut dilakukan dalam rangka merebut kembali piala Adipura yang pernah didapatkan oleh Pemkot Bekasi tahun 2011 lalu. Namun animo masyarakat Jatibening khususnya di wilayah Perumahan Jatibening Permai sebagai wilayah titik pantau, dalam program “Sabtu Bersih” masih rendah.
7 Hal tersebut dibuktikan dengan melihat kondisi lingkungan di wilayah Perumahan Jatibening Permai tersebut yang masih kurang bersih dan jauh dari yang semestinya diharapkan. Permasalahan lain yang peneliti peroleh dari hasil wawancara dengan Bapak Junaedi selaku Kepala urusan ekonomi dan pembangunan Kelurahan Jatibening, yaitu tidak adanya pengawasan langsung dari aparat pemerintah daerah setempat untuk meninjau apakah segala program kebersihan yang telah dibuat telah terlaksana dengan baik atau tidak di tiap kecamatan dan kelurahan khususnya di Kelurahan Jatibening. Dalam proses penelitian lebih lanjut, peneliti berusaha memperoleh informasi dari warga Perumahan Jatibening Permai terkait dengan rendahnya partisipasi warga perumahan tersebut dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih di Perumahan Jatibening Permai. Berdasarkan hasil wawancara, peneliti memperoleh beberapa alasan yang diungkapkan langsung oleh warga Jatibening Permai antara lain yaitu: 1) Telah membayar retribusi sampah tiap bulannya, sehingga tidak perlu lagi berpartisipasi secara fisik/tenaga dalam mengikuti tiap kali program kebersihan yang diadakan oleh pihak kelurahan, melalui himbauan RT dan RW di wilayahnya masing-masing; 2) Kesibukan masyarakat serta keterbatasan waktu untuk berpartisipasi; 3) Intensitas bertemu dan berkomunikasi yang kurang dengan orang-orang lingkungan sekitar pemukiman, khususnya di perumahan karena merasa sibuk dan tidak memiliki kepentingan. Bertolak dari beberapa permasalahan di atas, secara teoritis partisipasi masyarakat memiliki peran penting dalam rangka membantu pemerintah khususnya Pemerintah Daerah mewujudkan pembangunan berkelanjutan. Partisipasi masyarakat pada dasarnya bergantung pada interest serta kepentingan dari masyarakat itu sendiri. Berdasarkan latar belakang di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis dan melakukan penelitian lebih lanjut yang akan dituangkan dalam skripsi yang berjudul : Faktor-Faktor Yang Memengaruhi Rendahnya Partisipasi Masyarakat Jatibening Dalam Pelaksanaan Program Sabtu Bersih. Pokok Permasalahan Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Apa saja faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat Jatibening, khususnya di Perumahan Jatibening Permai dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih ? Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan diatas, maka penelitian mempunyai tujuan untuk mengkaji lebih dalam tentang faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi masyarakat Jatibening dalam
8 pelaksanaan Program Sabtu Bersih, maka tujuan dalam penelitian ini adalah: Untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat Jatibening, khususnya di Perumahan Jatibening Permai Kelurahan Jatibening, Kota Bekasi pada pelaksanaan Program Sabtu Bersih. Tinjauan Teoritis Untuk dapat memperkaya pemahaman peneliti mengenai penelitian partisipasi masyarakat, diperlukan beberapa penelitian yang sejenis untuk membandingkan dan mengkaji penelitian mengenai partisipasi masyarakat yang tertuang dalam tinjauan pustaka. Tujuan dari tinjauan pustaka ini untuk membandingkan penelitian yang sejenis sebelumnya dengan penelitian yang akan diteliti selanjutnya, dari segi judul penelitian, pendekatan penelitian, tujuan penelitian, metode penelitian dan kesimpulan. Selain dibandingkan, penelitianpenelitian terdahulu tersebut juga akan diidentifikasi persamaan dan perbedaannya satu sama lain ataupun dengan penelitian yang akan dilaksanakan. Tinjauan pustaka yang pertama berjudul Partisipasi Masyarakat Pada Kegiatan Pemilahan Sampah Rumah Tangga Di Kampung Banjarsari Kecamatan Cilandak Barat, Jakarta Selatan, Tesis karya Citra Wardhani tahun 2004, Universitas Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam memilah sampah rumah tangga. Penelitian ini menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan teknik penelitian yang digunakan adalah dengan penyebaran kuesioner dan juga wawancara. Hasil dari penelitian ini menerangkan bahwa partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di wilayah ini masih didominasi oleh peran block leaders, diperlukan program-program pengelolaan sampah yang lebih ramah lingkungan dari pemerintah daerah untuk masyarakat agar dapat menghadapi risiko-risiko lingkungan yang muncul nantinya. Selanjutnya adalah hasil penelitian yang berjudul Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah Terpadu Kota Depok, Skripsi karya dari Peny Wulandari tahun 2009, Universitas Indonesia. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui implementasi kebijakan sampah terpadu Kota Depok dan mengetahui hal apa saja yang menjadi hambatan implementasi kebijakan tersebut. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Berdasarkan pendekatan kualitatif maka akan diperoleh kebenaran yang bersifat intersubjektif yaitu kebenaran yang dipersepsikan sebagai konstruksi. Metode pengambilan datanya berupa studi lapangan untuk mendapatkan data primer mengenai kebijakan pengelolaan sampah terpadu dan analisis serta permasalahan dalam
9 implementasi kebijakan tersebut. Hasil dari penelitian ini adalah implementasi kebijakan pengelolaan sampah terpadu sudah mengikuti ketentuan kebijakan yang tertuang dalam RPJMD Kota Depok 2006-2011. Namun, dalam pelaksanaannya ditemui beberapa hambatan. Hambatan yang dihadapi dalam implementasi kebijakan pengelolaan sampah terpadu Kota Depok adalah pada kegiatan pembangunan unit pengelolaan sampah dan operasionalisasi unit pengelolaan sampah. Penelitian terakhir, berjudul Pengaruh Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah Terhadap Tingkat Partisipasi Masyarakat Di Desa Jatiwaringin Kabupaten Tangerang, Skripsi karya dari Yeni Hernidyasari pada tahun 2012, Universitas Sulta Ageng Tirtayasa. Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui dan menganalisis pengaruh
implementasi kebijakan
pengelolaan sampah terhadap tingkat partisipasi masyarakat mengenai pengelolaan sampah di Desa Jatiwaringin Kabupaten Tangerang. Pendekatan dalam penelitian ini adalah pendekatan penelitian kuantitatif serta metode penelitian yang digunakan adalah metode korelasi regresi. Metode analisis data berupa data sekunder yang diperoleh dari wawancara yang dilakukan oleh berbagai pihak dan beberapa sumber data dari literatur. Hasil dari penelitian ini adalah pelaksanaan kebijakan pengelolaan sampah telah berjalan sesuai dengan tujuan pemerintah, akan tetapi keterlibatan masyarakat dalam memberikan kontribusi tenaga masih rendah. Dari beberapa penelitian di atas, ada beberapa persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Adapun perbedaan dengan penelitian yang penulis lakukan yaitu penelitian ini memfokuskan pada faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat Jatibening, yang diambil berdasarkan kondisi nyata di lapangan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor dominan apa saja yang memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat Jatibening dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih. Dalam penelitian ini, konsep teori yang digunakan yaitu teori kebijakan publik, partisipasi, faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat, pengelolaan sampah. Teori tentang faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi Pangestu (1995) menjelaskan bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi masyarakat terdiri dari faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang memengaruhi partisipasi di antaranya sebagai berikut: 1. Umur Bahwa semakin tua umur seseorang maka penerimaan terhadap hal-hal baru akan semakin rendah. Hal tersebut dikarenakan oleh golongan tua cenderung selalu bertahan dengan nilai-nilai lama sehingga diperkirakan sulit untuk menerima hal-hal yang bersifat
10 baru. Semakin tua seseorang, relatif semakin berkurang juga partisipasinya karena kemampuan dan juga keadaan fisiknya yang cenderung melemah. 2. Tingkat pendidikan Bahwa tingkat pendidikan mempengaruhi penerimaan seseorang terhadap sesuatu hal yang baru. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah baginya untuk menerima hal-hal baru yang ada di sekitarnya. 3. Jumlah beban keluarga Bahwa semakin besar jumlah beban keluarga menyebabkan waktu untuk berpatisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga 4. Pengalaman berkelompok Pengalaman berkelompok adalah pernah atau tidaknya responden menjadi anggota suatu
kelompok/lembaga/organisasi
tertentu.
Pengalaman
ini
meliputi
banyaknya
kelompok/lembaga/organisasi, posisi dalam lembaga/organisasi yang diikuti dan lamanya responden mengikuti suatu kelompok/lembaga/organisasi. 5. Lama tinggal Yaitu lamanya responden tinggal di tempat ini sampai dengan dilakukan wawancara. Sedangkan Faktor eksternal yang memengaruhi partisipasi diantaranya sebagai berikut: 1. Kepemimpinan desa Yaitu berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat karena semakin tinggi dukungan terhadap kegiatan yang ditunjukkan dengan keaktifan pemimpinan desa dalam mengajak masyarakat untuk berpartisipasi, maka masyarakat akan semakin terdorong untuk mengikuti kegiatan. 2. Intensitas sosialisasi Yaitu berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat karena semakin sering sosialisasi yang dilakukan, maka masyarakat akan semakin memahami tujuan kegiatan dan semakin aktif berpartisipasi dalam kegiatan perbaikan prasarana jalan tersebut. 3. Keaktifan tim pendamping kegiatan Yaitu berhubungan dengan tingkat partisipasi masyarakat karena semakin aktif tim pendamping kegiatan mendampingi masyarakat, maka semakin tinggi partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan yang dilakukan. Selain itu, Tjokroamidjojo (1996) mengungkapkan faktor-faktor yang perlu mendapatkan perhatian dalam partisipasi masyarakat adalah: a. Faktor kepemimpinan, dalam menggerakkan partisipasi sangat diperlukan adanya pimpinan
11 dan kualitas; dan b. Faktor komunikasi, gagasan-gagasan, ide, kebijaksanaan, dan rencana-rencana baru akan mendapat dukungan bila diketahui dan dimengerti oleh masyarakat. Faktor-faktor eksternal tersebut dapat dikatakan petaruh (stakeholder), yaitu semua pihak yang berkepentingan dan mempunyai pengaruh terhadap program ini. Petaruh kunci adalah siapa yang mempunyai pengaruh yang sangat signifikan, atau mempunyai posisi penting guna kesuksesan program (Sunarti 2003). Hal lain juga diungkapkan Slamet (1994:137-143), menurutnya faktor internal yang memengaruhi partisipasi masyarakat di antaranya 1) Usia, 2) Tingkat pendidikan, 3) Jenis pekerjaan, 4) Lamanya menjadi anggota masyarakat, 5) Besarnya pendapatan, 6) Keterlibatan dalam kegiatan pembangunan akan sangat berpengaruh pada partisipasi masyarakat dalam suatu kegiatan yang dilakukan. Slamet (1985) juga menyatakan bahwa tumbuh dan berkembang-nya partisipasi masyarakat dalam pembangunan, sangat ditentukan oleh tiga unsur pokok, yaitu; 1). Adanya kesempatan yang diberikan kepada masyarakat, untuk berpartisipasi 2). Adanya kemauan masyarakat untuk berpartisipasi 3). Adanya kemampuan masyarakat untuk berpartisipasi Menurut Holil (1980:10), faktor eksternal yang memengaruhi partisipasi masyarakat di antaranya yaitu 1) Komunikasi yang intensif antar sesama warga masyarakat, 2) Kesempatan untuk berpartisipasi, 3) Kebebasan untuk berprakarsa dan berkreasi. Robert C Anggel (1960:130) juga mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi partisipasi seseorang, yaitu: 1. Faktor usia. Usia merupakan faktor yang mempengaruhi sikap seseorang terhadap kegiatan kemasyarakatan. Kelompok usia 45-55 tahun dengan keterlibatan moral terhadap nilai dan norma masyarakat yang lebih mantap memiliki tingkat partisipasi yang lebih tinggi. 2. Faktor pendidikan. Seseorang yang tingkat pendidikannya tinggi lebih memungkinkan untuk berpartisipasi dalam kegiatan sosial dibandingkan mereka yang berpendidikan rendah. Pendidikan yang dimaksudkan adalah pendidikan formal, yaitu SD sanpai Universitas. 3. Faktor pekerjaan dan penghasilan. Faktor ini tidak boleh dipisahkan karena pekerjaan seseorang akan menentukan jumlah penghasilannya. 4. Masa keanggotaan. Semakin lama menjadi anggota suatu organisasi atau tinggal di dalam satu masyarakat, maka perasaan memiliki juga lebih besar dibandingkan dengan seseorang yang baru masuk. Akibatnya tingkat partisipasinya juga tinggi dibandingkan
12 dengan yanga baru masuk. Robert C Anggel (1960:132) juga mengatakan, bahwa faktor-faktor lain yang dapat menghambat suatu partisipasi masyarakat , yaitu: 1. Hambatan Institusional. Dalam hal ini, partisipasi masyarakat dihambat oleh berbagai aturan, prosedur yang digunakan oleh organisasi yang berwenang dalam pengambilan keputusan. Ada beberapa alasan mengapa masalah ini terjadi, yaitu a) tidak adanya mekanisme yang dapat menerima input dari masyarakat; b) mekanisme birokrasi dalam organisasi itu dilakukan sedemikian rupa sehingga tidak menampung aspirasi dari pihak luar, dalam hal ini aspirasi masyarakat. 2. Hambatan Informasi Masyarakat tidak akan berpartisipasi dalam suatu kegiatan, tanpa memperoleh informasi yang cukup memadai mengenai tujuan dan seluk beluk kegiatan tersebut. Masyarakat tidak akan berpartisipasi apabila informasi itu terlalu kompleks tidak mendetail sehingga membuat masyarakat itu menjadi bingung. Khususnya informasi teknikal tentang kegiatan tersebut yang membutuhkan tingkat pengetahuan dan pendidikan yang baik bagi mereka yang ingin berpartisipasi dalam kegiatan tersebut. Hal ini jelas merupakan hambatan bagi mereka yang berpendidikan rendah. 3. Hambatan Interpersonal Hambatan yang disebabkan karena kepribadian dari petugas yang berwenang atau pemimpin dalam suatu kegiatan sehingga masyarakat yang terlibat menjadi rendah motivasinya untuk berpartisipasi. Hambatan Interpersonal ini ini bisa berupa sikap, kepercayaan, kejujuran, kreibilitas yang apabila semuanya jelek di mata masyarakat, maka menyebabkan partisipasi itu pun rendah. Metode Penelitian Dalam penelitian ini, pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kualitatif. Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci dan hasil penilitian lebih menekankan makna dari pada generalisasi (Sugiyono,2006:17). Dipilihnya pendekatan kualitatif dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang memengaruhi partisipasi masyarakat dalam pengelolaan sampah di lingkungan Kelurahan Jatibening, Kecamatan Pondok Gede, Kota Bekasi yang berawal dari adanya fenomena sosial akan rendahnya partisipasi masyarakat terhadap pelaksanaan suatu kebijakan
13 yang diturunkan menjadi sebuah program dari Pemkot Bekasi khususnya dalam pengelolaan sampah, dengan membandingkan teori mengenai faktor-faktor yang memengaruhi partisipasi untuk dapat dianalisis lebih lanjut. Prasetyo dan Jannah (2005) mengategorikan jenis penelitian berdasar empat klasifikasi yaitu berdasarkan manfaat, tujuan penelitian, dimensi waktu, dan teknik pengumpulan data. Berdasarkan manfaat, penelitian ini merupakan penelitian murni karena dilakukan dalam kerangka akademis. Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana penelitian ini bertujuan untuk memberikan gambaran yang lebih detail mengenai suatu gejala atau fenomena sosial yang terjadi di masyarakat dalam hal ini faktorfaktor apa saja yang memengaruhi partisipasi masyarakat di Kelurahan Jatibening. Berdasarkan dimensi waktu, penelitian ini merupakan penelitian cross sectional karena hanya dilakukan pada satu waktu tertentu yaitu di bulan Februari hingga Juni 2013 dan tidak akan dilakukan penelitian lain di waktu yang berbeda untuk diperbandingkan. Berdasarkan teknik pengumpulan data penelitian ini termasuk penelitian kualitatif, karena menggunakan wawancara mendalam selama proses penelitian. Pada penelitian ini, metode pengumpulan data yang digunakan adalah metode kualitatif. Sumber data terbagi menjadi dua bagian yaitu; sumber primer dan sumber sekunder. Sumber primer adalah sumber data yang langsung memberikan data kepada pengumpul data, sedangkan sumber sekunder merupakan sumber yang tidak langsung memberikan data kepada pengumpul data (Sugiyono,2012:402). Sumber data primer dalam penelitian ini diperoleh dari hasil wawancara dengan pihak-pihak terkait ( Kelurahan, Masyarakat, dan Kader Pengelola Sampah ) serta observasi langsung, sedangkan sumber data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumentasi Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bekasi, Kelurahan, dan studi pustaka. Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik analisis data menurut Miles & Huberman (1984) dalam Sugiyono (2006:430), yang meliputi tahap pengumpulan data, reduksi data, display data (penyajian data), dan conclusion drawing / penarikan kesimpulan. Hasil Penelitian faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih di wilayah Perumahan Jatibening Permai Kelurahan Jatibening, yang menjadi wilayah titik pantau Pemkot Bekasi dalam program Sabtu Bersih tersebut. Program Sabtu Bersih dibuat oleh Pemkot Kota Bekasi sebagai upaya Kota Bekasi dalam menciptakan
14 lingkungan di Kota Bekasi yang bersih, indah, dan nyaman, serta bertujuan untuk mendapatkan kembali penghargaan Adipura yang pernah diraih sebelumnya pada tahun 2011 lalu. Program Sabtu Bersih dirancang oleh Walikota Bekasi berdasarkan Surat Instruksi Walikota No.1 tahun 2012. Dalam Perda No. 15 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Sampah, pada pasal 46 juga disebutkan bahwa masyarakat wajib turut serta dalam kegiatan kebersihan lingkungan, sehingga pengelolaan sampah diharapkan dapat berjalan secara proporsional, efektif, dan efisien. Keterlibatan atau partisipasi masyarakat sangat berperan dalam rangka keberhasilan pelaksanaan program tersebut demi tercapainya tujuan dan kepentingan bersama. Namun pada kenyataannya, partisipasi masyarakat Jatibening khususnya di Perumahan Jatibening Permai yang menjadi wilayah titik pantau pun, keterlibatan langsung secara fisik dalam bentuk tenaga terhadap pengelolaan sampah sendiri masih rendah. Hal tersebut ditunjukkan oleh sedikitnya masyarakat yang ikut pada pelaksanaan program Sabtu Bersih. Dalam proses penelitian lebih lanjut, peneliti berusaha mengetahui lebih dalam mengenai faktor-faktor apa saja yang memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat Perumahan Jatibening Permai dalam pelaksanaan program Sabtu Bersih. Melalui hasil observasi dan wawancara mendalam, peneliti menemukan faktor-faktor yang ada di lapangan diantaranya yaitu faktor karakteristik sosial ekonomi yang mencakup faktor usia, tingkat pendidikan, jumlah beban keluarga, dan intensitas komunikasi antar warga. Faktor lain yang peneliti temukan yaitu faktor kesadaran terhadap lingkungan yang mencakup kurangnya kepedulian warga Perumahan Jatibening Permai pada lingkungan dan kesibukan warga Perumahan Jatibening Permai tersebut. Selain itu, faktor peran kelembagaan juga peneliti temukan, hal tersebut terkait dengan kurangnya sosialisasi Program Sabtu Bersih, kurangnya mobilisasi warga dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih, serta kurangnya sosialisasi pengetahuan prinsip pengelolaan sampah (3R). Pembahasan Dari beberapa faktor-faktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat di Perumahan Jatibening Permai Kelurahan Jatibening Kota Bekasi yang peneliti temui di lapangan terhadap Program Sabtu Bersih, dapat disimpulkan bahwa faktor dominan yang memengaruhi partisipasi masyarakat antara lain; a). Faktor jumlah beban keluarga Faktor
jumlah beban keluarga memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat
Kelurahan Jatibening khususnya di wilayah Perumahan Jatibening Permai yang
15 mengakibatkan tidak adanya kesempatan untuk dapat ikut serta melaksanakan Program Sabtu Bersih dikarenakan sibuk dalam bekerja untuk memanfaatkan waktu yang ada. Faktor jumlah beban keluarga juga berkaitan dengan semakin besar jumlah beban keluarga menyebabkan waktu untuk berpatisipasi dalam kegiatan akan berkurang karena sebagian besar waktunya digunakan untuk mencari nafkah demi memenuhi kebutuhan keluarga. b). Faktor Kesibukan Faktor kesibukan juga merupakan faktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi warga di Perumahan Jatibening Permai. Hal tersebut disebabkan karena beberapa warga Perumahan Jatibening Permai berprofesi sebagai dokter, tenaga ahli, dan pegawai negeri. Hal tersebut tentunya menuntut untuk dapat bekerja secara profesional tanpa mengenal lelah dan waktu. Untuk itu, warga tersebut tentunya tidak dapat turut serta dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih apabila memiliki tugas dan tanggug jawab profesi yang setiap saat harus dilaksanakan, termasuk akhir pekan atau hari sabtu dimana pelaksanaan Program Sabtu Bersih itu dilaksanakan . c). Kesadaran Terhadap Lingkungan Dalam hal ini kesadaran lingkungan merupakan salah satu faktor yang juga memengaruhi partisipasi masyarakat di Perumahan Jatibening Permai. Kesadaran lingkungan berhubungan dengan kepedulian seseorang terhadap lingkungan yang ada di sekitarnya dengan cara melakukan segala aktifitas yang berkaitan dengan lingkungan agar selalu dapat terjaga dengan baik demi kelangsungan generasi yang akan datang. Realita di lapangan menunjukkan bahwa kesadaran lingkungan warga Perumahan Jatibening Permai masih rendah, hal tersebut diperlihatkan dari masih terlihatnya tumpukan sampah yang berada di areal Perumahan Jatibening Permai dan areal sungai yang berada di dalam
Perumahan
Jatibening Permai. Hal lain yang memperihatkan kesadaran masyarakat Kelurahan Jatibening pada lingkungan masih tergolong rendah atau kurang yaitu, dari kebiasaan warga Perumahan Jatibening Permai sendiri yang masih suka membuang sampah di sembarang tempat sehingga lingkungan Kelurahan Jatibening sendiri menjadi terlihat kotor dan masih sering terlihat tumpukan sampah di areal pemukiman warga, meskipun pihak Kelurahan telah melaksanakan Program Sabtu Bersih tiap minggunya. Masyarakat Jatibening sendiri pun sebagian besar masih menggunakan paradigma lama dalam sistem pengelolaan sampah yaitu hanya sebatas sistem kumpul, angkut, buang dan belum sepenuhnya menerapkan sistem 3R (Reduce, Reuse, Recycle). Untuk itu pihak Kelurahan Jatibening masih berusaha untuk terus mensosialisasikan dan menggerakkan masyarakatnya agar merubah paradigma lama tersebut dan beralih kepada
16 sistem pengelolaan sampah yang baru agar dapat mengurangi permasalahan lingkungan yang ada khususnya yang bersumber dari sampah. Selain itu juga, pelaksanaan program Sabtu Bersih di wilayah ini dinilai tidak efektif lagi karena rendahnya partisipasi warga yang ikut serta dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih tersebut. d). Faktor Peran Kelembagaan Faktor peran kelembagaan menjadi faktor lain yang memengaruhi rendahnya partisipasi di wilayah Perumahan Jatibening Permai. Hal tersebut terbukti dari beberapa pernyataan warga yang mengakui bahwa Ketua Rt. di Perumahan Jatibening Permai memang kurang aktif dalam mensosialisasikan pengelolaan sampah yang baik dan benar kepada warga terlebih lagi mengajak warga dalam mengikuti kegiatan pengelolaan sampah di wilayah tersebut. Solusi untuk mengatasi hal tersebut memang diharapkan pihak Rt. di Perumahan Jatibening Permai dapat lebih persuasif dan tegas lagi dalam mengajak warganya untuk ikut serta dalam Program Sabtu Bersih tersebut demi tercapainya kenyamanan bersama. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis yang telah peneliti jelaskan sebelumnya tentang faktorfaktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat Jatibening dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih. Dapat disimpulkan bahwa faktor yang memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat Perumahan Jatibening Permai dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih antara lain Faktor Jumlah Beban Keluarga, Faktor Kesibukan, Faktor Kesadaran Lingkungan, dan Faktor Peran Kelembagaan. Dari beberapa faktor tersebut, diketahui bahwa faktor peran kelembagaan dalam hal ini peran dari Rt. Rw yang sangat memengaruhi rendahnya partisipasi masyarakat di Perumahan Jatibening Permai dalam pelaksanaan program Sabtu Bersih. Program Sabtu Bersih yang diharapkan dapat terlaksana dengan baik, namun realitanya belum dapat terwujud di lingkungan Perumahan Jatibening Permai dikarenakan oleh kurangnya peran Rt. dalam mensosialisasikan serta memobilisasi warga dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih . Hal tersebut menyebabkan rendahnya partisipasi warga dalam Program Sabtu Bersih di lingkungan Perumahan Jatibening Permai, meskipun wilayah tersebut menjadi wilayah titik pantau pelaksanaan program Sabtu Bersih oleh Pemkot Bekasi.
17 Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah dirumuskan di atas, maka saran yang dapat disampaikan untuk peningkatan partisipasi masyarakat di Perumahan Jatibening Permai, pada pelaksanaan program Sabtu Bersih adalah sebagai berikut : 1.
Disarankan agar membuat suatu acara tambahan setelah pelaksanaan Program Sabtu
Bersih selesai dilaksanakan oleh warga. Hal tersebut bertujuan untuk dapat lebih mengakrabkan warga komplek, antara warga satu dengan yang lainnya. Acara tambahan tersebut bertujuan untuk menarik simpati warga agar dapat turut serta dalam pelaksanaan program Sabtu Bersih. Acara tambahan tersebut dapat berupa acara makan bersama, mengobrol bersama, atau bernyanyi bersama. 2. Kader pengelola sampah di wilayah Perumahan Jatibening Permai, dalam hal ini Ketua Rt. sebagai motor penggerak bagi masyarakat diharapkan dapat lebih aktif dan persuasif lagi melalui pendekatan yang intensif terhadap warga dalam mengajak dan menghimbau warga untuk turut serta dalam pelaksanaan Program Sabtu Bersih. 3.
Agar diberikan sanksi yang tegas dari pihak Rt. kepada warga yang tidak mengikuti
kegiatan Sabtu Bersih berupa dihentikannya layanan sampah di rumah warga tersebut. Daftar Referensi Anggel. C Robert .(1960). “The Moral Integration of America Cities,” dalam Murray G. Ross & B.W Lappin .(1967). Community Organization: Theory, Principles and Practice, Newyork: Harper & Row Publisher, Inc. Chiras, Daniel D., (2009) , Environmental Science, 8th Edition, Sudbury, Massachusetts: Jones and Bartlett Publisher. Conyers, Diana. (1991). Perencanaan Sosial Di dunia Ketiga. Yogyakarta:UGM Press. Denhardt, Robert B. (1999). Public Administration: An Action Orientation (3rd ed.). OrlandoUSA: Harcourt College Publisher. Huraerah, Abu.(2007). Pengorganisasian dan Pengembangan Masyarakat.
Bandung:
Humaniora. Kodoatie, Robert.(2005). Manajemen dan Rekayasa Infastruktur. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Koentjaraningrat. (2000). Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Leslie, A. (1987). Public Policy Analysis: an Introduction. Toronto: Methuen
18 Mardikanto, Totok. (2012). Pemberdayaan Masyarakat dalam Perspektif Kebijakan Publik. Bandung: Alfabeta Mikkelsen,
Britha.
(1999).
Metode
Penelitian
Partisipatoris
dan
Upaya-upaya
Pemberdayaan: sebuah buku pegangan bagi para praktisi lapangan. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia. Ndraha, Taliziduhu. (1985). Peranan Administrasi Pemerintah Dalam Pembangunan. Jakarta:Yayasan Dharma IIP ______________. (1986). Pembangunan Masyarakat Mempersiapkan Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta : Rineka Cipta. ______________. (1987). Pembangunan Masyarakat. Jakarta: PT Bina Aksara. Nugroho, Riant. (2003). Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta: PT Elex Media Komputindo Parsons, Wayne. (2008). cetakan ketiga. Public Policy : Pengantar Teori dan Praktik Analisis Kebijakan. (terj). Jakarta: Kencana Peter Oakley, et all., .(1991). “Understanding Participation,” Project With People: The Practice of Participation in Rural Development, Geneva: ILO Prasetyo, Bambang dan Lina Miftahul Jannah, (2005), Metode Penelitian
Kuantitatif,
Jakarta: Raja Grafindo Persada Robbins, Stephen P. (1994). Teori Organisasi (Struktur, Desain, & Aplikasi) (Jusuf Udaya, Penerjemah). Jakarta: Penerbit Arcan. Rukmana, Nana et al, .(1993). Manajemen Pembangunan Prasarana Perkotaan, Jakarta: Mediayatama RukmintoAdi, Isbandi. (2007). Perencanaan Partisipatoris Berbasis Aset Komunitas: dari Pemikiran Menuju Penerapan. Depok: FISIP UI Press. Slamet, Y.(1994). Pembangunan Masyarakat Berwawasan Partisipasi. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Soelaiman, Holil. (1980). Partisipasi Sosial dalam Usaha Kesejahteraan Sosial. Bandung Subarsono, AG (2005). Analisis Kebijakan Publik: Teori dan Aplikasi. Pustaka Pelajar. Yogyakarta. Sumampouw, Monique. (2004). “Perencanaan Darat-Laut yang Terintegrasi dengan Menggunakan Informasi Spasial yang Partisipatif.” Jacub Rais, et al. Menata Ruang Laut Terpadu. Jakarta: Pradnya Paramita. Sunarti. 2003. Partisipasi Masyarakat dalam Pembangunan Perumahan secara Kelompok. Jurnal Tata Loka. Semarang: Planologi UNDIP.
19 Taliziduhu Ndraha, Pembangunan Masyarakat: Mem-persiapkan Masyarakat Tinggal Landas, (Jakarta: Penerbit Rineka Cipta. 1990) Timbergen, Jan. (1985). Rencana Pembangunan. Jakarta, Yayasan Penerbit
Universitas
Indonesia. Tjokroamidjojo, Bintoro. (1986). Pengantar Administrasi Pembangunan. Jakarta. LP3ES _______________. (1996). Perencanaan Pembangunan. Gunung Agung. Jakarta. _______________. (1993). Perencanaan Pembangunan. Jakarta: Gunung Agung Wahab, Solichin Abdul. (1990). Analisis Kebijaksanaan dari Formulasi ke Implementasi Kebijaksanaan Negara. Jakarta. Bumi Aksara. Wazir, Achmad Ws., et al., ed. (1999). Panduan Penguatan Manajemen Lembaga Swadaya Masyarakat. Jakarta: Sekretaris Bina Desa dengan dukungan AusaAID melalui Indonesia HIV/AIDS and STD Prevention and Care Project Republik Indonesia, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Persampahan, Tambahan Lembaran Negara Nomor 69 Tahun 2008 Kota Bekasi, Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Persampahan, Tambahan Lembaran Daerah Kota Bekasi Nomor 2 Tahun 2011 Walikota Kota Bekasi, Instruksi Nomor 1 Tahun 2012 tentang K3 Wardhani, Citra. (2004). Thesis. Partisipasi Masyarakat Pada Kegiatan Pemilahan sampah Rumah Tangga. Program Studi Ilmu Lingkungan, Pascasarjana UI Wulandari, Penny. (2009). Skripsi. Implementasi Kebijakan Pengelolaan Sampah Terpadu Kota Depok. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UI Hernindyasari, Yeni. (2012). Skrispi. Partisipasi Masyarakat Di Desa Jatiwaringin Kabupaten Tangerang. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa Pangestu, M. H. T. 1995. ‘Partisipasi Masyarakat dalam Pelaksanaan Kegiatan Perhutanan Sosial (Studi Kasus: KPH Cianjur, Jawa Barat)’. Tesis. Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Antara News, 2012 http://1dones1abers1h.wordpress.com/2012/03/13/gerakan-indonesia-bersih- gib-pemerintahgnib/ Diakses pada 10 April 2013 Pukul 16.00 WIB Irawan. (2009). Pengelolaan sampah Kota 2008. www.suaramerdeka.com , Diakses pada 15 April 2013 Pukul 17.34 WIB
20 Norma Rahmawati, 21 Maret 2012, http://green.kompasiana.com/polusi/2012/03/21/mengurangi-sampah-bagian-dari-investasi/ Diakses pada 10 April 2013 Pukul 17.34 WIB Subekti, Sri. (2009). “Pengelolaan sampah rumah tangga 3r berbasis masyarakat Pendahuluan.” http://www.scribd.com/doc/19229978/tulisan-bektihadini Diakses 15 Maret 2013 pukul 18.13 WIB Viva News, 2012 http://nasional.news.viva.co.id Diakses pada 10 April 2013 Pukul 15.00 WIB http://www.republika.co.id/berita/nasional/jabodetabek nasional/12/04/15/m2i9fh-bekasi-jadipercontohan-pengolahan-sampah Diakses Minggu, 15 April 2013, 12:53 WIB http://poskota.co.id/berita-terkini/2012/01/08/kadis-kebersihan-kota-bekasi-akui-pelayananbelum-maksimal Diakses Minggu, 8 Januari 2013 - 15:42 WIB. Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Bekasi Tahun 2012-2013 Data Umum Desa/Kelurahan Jatibening 2012-2013 Departemen Kesehatan. (1997). Pembuangan Sampah Jakarta, Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Departemen Kesehatan. Murthado, D. dam G. Sa’id. (1987). Penanganan dan Pemanfaatan Limbah Padat. Jakarta: Mediyatama Sarana Perkasa Said, G.E. (1987). Sampah Masalah Kita Bersama. Jakarta: Mediyatama Sudrajat, H. (2007). Mengelola Sampah Kota.Jakarta: Swadaya Sugiyono . (2006). Metode Penelitian Administrasi.ed. ke-14. Bandung: Alfabeta Sugiyono . (2012). Metode Penelitian Bisnis.ed. ke-16. Bandung: Alfabeta