FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KAPASITAS VITAL PARU PADA PEKERJA DI INDUSTRI PERCETAKAN MEGA MALL CIPUTAT TAHUN 2013 Skripsi
Oleh AHMAD HASYIM RASYID 107101001768
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2013
DAFTAR RIWAYAT HIDUP BIODATA DIRI Nama
: Ahmad Hasyim Rasyid
TTL
: Jakarta, 4 April 1989
Jenis Kelamin : Laki-laki Status
: Belum Menikah
Agama
: Islam
Ponsel
: +6281282061995
Alamat
: Apartemen Taman Rasuna Tower 9 lt.16E, Jl. HR. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan
E-mail
:
[email protected]
PENDIDIKAN FORMAL 2007 – Sekarang
: Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2004 – 2007
: Madrasah Aliyah Pondok Pesantren An-Nahdlah UP MKS
2001 – 2004
: Madrasah Tsanawiyah Pondok Pesantren UP MKS
1996 – 2001
: SDN 13 Biru Watampone SUL-SEL
PENGALAMAN ORGANISASI 2012 – Sekarang
: Wakil Bendahara Pimpinan Pusat IPNU Masa Khidmat 2012 - 2015
2011 – 2012
: Bendahara Umum PC PMII Ciputat Masa Khidmat 2011-
2012 2009 – 2012
: Staff Ahli LAN (Lembaga Anti Narkoba) PP. IPNU Masa Khidmat 2009 – 2012
iii
2009 – 2010
: Wakil Presidium PAMI (Pergerakan Anggota Muda IAKMI) Nasional
2009 – 2010
: Menteri Litbang (Penelitian dan Pengembangan) BEMJ Kesehatan Masyarakat
2008 – 2009
: Ketua Umum PMII KOMFAKKES Masa Khidmat 2008 - 2009
iv
KATA PENGANTAR
Segala puji kehadirat Allah SWT, yang tidak pernah tidur dan selalu dekat dengan hamba-Nya. Syukur senantiasa terucapkan atas segala nikmat dan rahmatNya hingga skripsi ini dapat selesai dengan baik. Salawat teriring salam tercurah kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat manusia dari jalan kegelapan menuju jalan yang terang benderang dan kaya akan imu pengetahuan. Skripsi dengan judul ”Faktor – faktor yang berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) pada pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013” ini merupakan hasil penelitian yang dilakukan di kawasan Mega Mall Ciputat selama kurang lebih 2 bulan. Skripsi ini disusun untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM) pada peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3), Jurusan Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyusunan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan dan motivasi serta semangat. Untuk itu penulis merasa pantas berterima kasih yang tak terhingga kepada : 1. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, sebagai dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
v
2. Ibu
Febrianti, M. Si, sebagai ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat
(PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta sekaligus pembimbing akademik. 3. Bapak dr. Yuli Prapanca Satar, MARS dan Ibu Iting Shofwati, ST, MKKK sebagai dosen pembimbing yang telah meluangkan waktunya untuk membantu penulis selama dalam proses penyelesaian skripsi ini. 4. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 5. Kedua orang tua tercinta (ummi dan etta) yang tak henti-hentinya membimbing, memotivasi dan mendo’akan. Terima kasih atas dukungan moril maupun materilnya, perhatian serta kasih sayang yang telah diberikan begitu besar selama ini. 6. Sahabat tercinta Frita Nindya Aliftia yang setiap saat ada disampingku untuk membantu dan memotivasi penulis. Terima kasih atas semua pengorbanannya. 7. Bang Omat dan Pak Gozali yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. 8. Sahabat Nur Najmi Laila yang senantiasa memberikan informasi dan menemani penulis saat penelitian.
vi
9. Seluruh sahabat terbaik Kesehatan Masyarakat ’07 FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tetap Semangat Untuk Masa Depan yang Lebih Baik. Hidup OPUS! Akhir kata dengan penuh rasa hormat dan kerendahan hati, penulis berharap semoga laporan magang ini dapat memberikan manfaat bagi penulis maupun pembaca lain.
و ا لسال م عليكن ورحمة ا هلل و بر كا ته Jakarta, Agustus 2013
Penulis
vii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA Skripsi, 13 Mei 2013 Ahmad Hasyim Rasyid, NIM : 107101001768 Faktor-Faktor yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja di Industri Percetakan Mega Mall, Ciputat Tahun 2013. xvii + 109 halaman, tabel, gambar, lampiran Abstrak Penurunan Kapasitas vital paru dapat diakibatkan oleh pencemaran partikel debu, hal ini dapat dialami oleh para pekerja percetakan dengan gangguan restriktif, obstruktif serta campuran terutama pada industri percetakan di sektor informal yang masih belum memiliki pengendalian bahaya untuk menurunkan resiko penurunan KVP. Adapun berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat, diketahui bahwa pekerja percetakan yang mengalami gangguan sebanyak 9 orang. Berdasarkan hal di atas perlu dibuktikan apa saja faktor-faktor yang berhubungan terhadap kapasitas vital paru di dalam suatu penelitian. Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif, dengan pendekatan cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari-Maret 2013 pada industri percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat, Tangerang Selatan. Faktor-faktor yang diteliti adalah kondisi lingkungan kerja (kadar debu total dan ventilasi ruangan) dan kondisi pekerja (umur, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit dan jens kelamin. Sampel Penelitian sebanyak 70 orang pekerja percetakan. Pengumpulan data menggunakan instrument penelitian berupa Spirometer, Haz Dust Model EPAM 5000, timbangan injak, microtoise, meteran dan kuesioner. Data yang diperoleh kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus Chi Square dan Mann Whitney. Hasil penelitian menunjukan bahwa pekerja yang mengalami gangguan KVP sebanyak 50 pekerja (71,4 %). Berdasarkan hasil analisis uji statistik diketahui faktorfaktor yang memiliki hubungan dengan KVP adalah kondisi lingkungan kerja (kadar debu total dan ventilasi ruangan) dan kondisi pekerja (riwayat penyakit, masa kerja, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga. Kadar debu total (Pvalue = 0,036), ventilasi ruangan (Pvalue = 0,025, riwayat penyakit (Pvalue = 0,027), masa kerja (Pvalue = 0,000), kebiasaan merokok (Pvalue = 0,000) dan kebiasaan olahraga (Pvalue = 0,000). Untuk menurunkan resiko gangguan KVP pada pekerja percetakan, disarankan bagi para pekerja yang memiliki kebiasaan merokok, untuk berhenti merokok. Semua pekerja baik yang laki-laki atau perempuan harus rajin berolahraga minimal 3-5 kali dalam seminggu dengan durasi 20-60 menit per hari. Sebagai wujud viii
pengendalian gangguan KVP disarankan agar pengadaan, penggunaan dan perawatan APD (masker) dengan benar. Sehingga dapat mengurangi resiko terjadinya penyakit akibat kerja dalam hal ini penyakit yang berkaitan dengan pernafasan. Daftar bacaan : 46 (1990 – 2012)
ix
MEDICAL AND HEALTH SCIENCE FACULTY DEPARTEMENT OF PUBLIC HEALTH SAFETY AND WORK HEALTH Ahmad Hasyim Rasyid, Reg.Number : 107101001768 Factors Related to the Pulmonary Vital Capacity of Laborer in Printing Industrial of Mega Mall, Ciputat of 2013 xvii + 109 pages, table, figure, appendix
Abstrack The decline of pulmonary vital capacity can be caused by the dust pollution, this case is experienced by printing laborer with restrictive, obstructive and mixing disturbance mainly at printing industrial in informal sector is still not have dangerous controlling to reduce the risk of KVP decline. Based on the result of initial study was carried out of 10 printing laborer in Mega Mall area of Ciputat, is known that the printing laborer who experience disturbance as much 9 peoples. Based on the above need to prove what the factors related to the pulmonary vital capacity in a study. This study was quantitative, with cross sectional approach. This study was carried out at February-March 2013 at printing industrial in Mega Mall area of Ciputat, south Tangerang. The factors studied area work environment condition (total-dust level,and room ventilation) and laborer condition (ages, working life, smoking habits, exercises habits, nutrient status, disease history and sex). Sample of study was 70 people of printing laborer. The data collecting using research instrument such as Spirometer, Haz Dust Model EPAM 5000, pedal scales, microtoise, meter and questionnaire. Then, the data obtained was done statistical test by using chisquare and Man hitney equations. Result of study shows that laborer who experience KVP disturbance of 50 laborer (71,4%). Based on the result of statistical test is known factors that have relationship with KVP was work environment condition (total-dust level and room ventilation) and laborer condition (disease history, working life, smoking habit, and exercise habit). Total-dust level (p-value = 0,036), room ventilation (p-value = 0,025), disease history (p-value = 0,027), working life (p-value = 0,000), smoking habit (p-value = 0,000) and exercise habit (p-value = 0,000). To reduce the risk of KVP disturbance of printing laborer is recommended for laborer who has smoking habit to stop smoke. All laborer both man or women must be diligent in exercise at least 3 – 5 times a week with duration 20 – 60 minutes per day, in order to improve KVP of laborer. As realization of KVP disturbance controlling is recommended for supplying, utilization and APD (mask) maintenance
x
appropriately. In order to reduce the risk of disease occurrence as result of work and in this case related to the breathing. References : 46 (1990-2012).
xi
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................
i
PERNYATAAN PERSETUJUAN............................................................
ii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP .................................................................
iii
KATA PENGANTAR ................................................................................
v
ABSTRAK ................................................................................................
viii
DAFTAR ISI .............................................................................................
xii
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ......................................................................................
1
B. Rumusan Masalah .................................................................................
7
C. Pertanyaan Penelitian ............................................................................
8
D. Tujuan Penelitian ..................................................................................
9
1. Tujuan Umum Penelitian ..................................................................
9
2. Tujuan Khusus Penelitian .................................................................
9
E. Manfaat Penelitian ................................................................................
10
F. Ruang Lingkup Penelitian .....................................................................
11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Kapasitas Vital Paru .......................................................................... .
13
B. Sistem Pernafasan Manusia ................................................................
14
C. Volume dan Kapasitas Vital Paru ......................................................
16
D. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru ......................................................
18
E. Debu Industri .......................................................................................
26
xii
F. Dampak Inhalasi Tinta Cetak Terhadap Kesehatan Paru ...................
30
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Industri Percetakan ................................................................................
35
H. Pengendalian untuk Meminimalisir Penurunan Fungsi Paru ................
54
I. Kerangka Teori ......................................................................................
56
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konsep ..................................................................................
57
B. Defenisi Operasional ............................................................................
59
C. Hipotesis ................................................................................................
62
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian ...................................................................................
63
B. Tempat dan Waktu Penelitian ...............................................................
63
C. Populasi dan Sampel Penelitian ............................................................
63
D. Instrumen Penelitian ..............................................................................
66
E. Pengumpulan Data ................................................................................
67
F. Pengolahan Data ....................................................................................
71
G. Teknik Analisis Data .............................................................................
73
BAB V HASIL PENELITIAN A. Analisis Univariat ..................................................................................
75
B. Analisis Bivariat ....................................................................................
83
BAB VI PEMBAHASAN A. Keterbatasan Penelitian ..........................................................................
89
B. Gambaran Kapasitas Vital Paru Pekerja ................................................
90
C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru .........
92
1. Karakteristik Lingkungan Kerja………………………………......
92
xiii
2. Karakteristik Pekerja……………………………….......................
95
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ............................................................................................ 107 B. Saran ...................................................................................................... 108 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 2.1. Nilai Restriktif Kapasitas Vital Paru (KPV) ......................................... 21 Tabel 2.2. Nilai Obstruktif Kapasitas Vital Paru (KPV) ........................................ 22 Tabel 2.3. Aktifitas fisik/kegiatan olahraga ........................................................... 47 Tabel 2.4. Batas Ambang IMT (orang Indonesia) ................................................. 50 Tabel 3.1. Defenisi Operasional ............................................................................ 59 Tabel 5.1. Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 ........................................ 75 Tabel 5.2. Distribusi Frekuensi Lingkungan Kerja Percetakan Berdasarkan Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013.............................. 76 Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pekerja Percetakan Berdasarkan Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013 .......................................... ....... 78 Tabel 5.4. Distribusi Kebiasaan Olahraga Pekerja Percetakan Berdasarkan Jenis, Frekensi dan Durasi, Ciputat Tahun 2013.................................. 81 Tabel 5.5. Distribusi Umur Pekerja Pekerja Percetakan Berdasarkan Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013 .................................................. 82 Tabel 5.6. Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Kerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 ......... 82 Tabel 5.7. Hubungan antara Karakteristik Pekerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 ......... 84
xv
Tabel 5.8. Hubungan antara Umur Pekerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 ........................................ 87
xvi
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 2.1. Jenis racun pada rokok ....................................................................... 44
xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum pada seseorang yang berpindah pada satu tarikan napas. Kapasitas ini mencakup volume cadangan inspirasi, volume tidal dan cadangan ekspirasi. Nilainya diukur dengan menyuruh individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur (Corwin, 2001). Menurut Tambayong (2001), kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah udara dipenuhi secara maksimal. Pada tahun 1999, ILO (International Labor Organization) mendata penyebab kematian yang berhubungan dengan pekerjaan antara lain 34% disebabkan karena kanker, kecelakaan sebanyak 25%, penyakit saluran pernapasan kronis 21%, penyakit kardiovaskuler 15%, dan lain-lain sebanyak 5% (Sulistomo, 2002). Sebagian besar penyakit paru akibat kerja mempunyai akibat yang serius. Lebih dari 3% kematian akibat penyakit paru di New York adalah berhubungan dengan pekerjaan (Ikhsan, 2002). Inggris melakukan penelitian pada tahun 1989 dengan nama The Surveillance of Work Related and Occupational Respiratory Disease (SWORD). Dari data tahun 1996 ditemukan 3300 kasus baru penyakit paru yang berhubungan dengan pekerjaan. Sedangkan di Indonesia belum ada data resmi tentang berapa banyak angka kejadian kasus penyakit paru akibat kerja, tetapi 1
2
dari beberapa penelitian yang dilakukan cukup banyak dijumpai kasus penyakit paru akibat kerja (Ikhsan, 2002). Berbagai partikel berbahaya di tempat kerja dapat memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan tenaga kerja seperti debu kertas dan tinta. Debu kertas dan tinta yang berada di udara tempat kerja dapat berpotensi masuk ke dalam paru-paru melalui inhalasi, sehingga dapat menyebabkan perubahan pada jaringan paru sampai pada berkurangnya fungsi paru atau lebih dikenal dengan penurunan fungsi paru yang bersifat restriktif (Siregar,2004). Suatu penelitian yang dilakukan di Cina pada tahun 1996 menunjukkan bahwa lebih dari 7 juta tenaga kerja telah terpajan oleh bahaya debu, ditemukan sekitar 400.000 kasus pneumoconiosis dan mengakibatkan kurang lebih 80.000 kematian. Hal ini merupakan salah satu contoh risiko kesehatan yang dihubungkan dengan pencemaran udara di lingkungan kerja (Wang Sheng, 1997 dalam Siregar, 2004). Debu dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis apabila terinhalasi selama bekerja terus menerus. Bila alveoli mengeras, akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun (Depkes RI, 2003). Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1988). Tinta merupakan campuran bahan kimia yang sudah dikenal sejak dahulu dan banyak digunakan di berbagai industri. Tinta cetak berupa partikel halus
3
yang dapat terhisap ke dalam saluran nafas. Lokasi deposisi partikel di saluran nafas ditentukan oleh konsentrasi, kelarutan, dan ukurannya.Partikel dengan ukuran yang kecil akan mudah terhisap, sehingga potensial merupakan pajanan khususnya terhadap kesehatan paru. Tinta cetak juga dapat mempengaruhi beberapa organ lain seperti susunan saraf pusat, hati, ginjal, kulit, mata, organ reproduksi, jantung, dan paru (Wahyuningsih,2003). Partikel berukuran 10 μm atau lebih akan mengendap di hidung dan faring, yang berukuran kurang dari 5 μm dapat penetrasi sampai ke alveoli, dan partikel berukuran sedang (5-10 μm) akan mengendap di beberapa tempat di saluran nafas besar. Lokasi deposisi partikel akan memberikan respon atau penyakit yang berbeda. Faktor manusia juga berperan penting dalam berkembangnya penyakit, seperti kebiasaan merokok, kecepatan aliran udara pernafasan, ukuran paru dan faktor genetik (Levi,1994). Industri percetakan yang kini banyak termasuk dalam industri sektor informal. Industri sektor informal adalah sektor kegiatan ekonomi marginal atau kecil-kecilan. Ciri-ciri kegiatan ekonomi marginal yang dikategorikan ke dalam sektor informal antara lain sebagai berikut: 1) Pola kegiatannya tidak teratur, baik dalam arti waktu, permodalan, maupun penerimaan, 2) Pada umumnya tidak tersentuh oleh peraturan dan ketentuan yang ditetapkan oleh pemerintah, 3) Modal, peralatan, dan perlengkapan maupun omsetnya biasanya kecil dan diusahakan atas dasar hitungan harian, 4) Pada umumnya tidak mempunyai tempat usaha yang permanen dan terpisah dari tempat tinggal, 5)
4
Tidak mempunyai keterikatan dengan usaha lain yang besar, 6) Pada umumnya dilakukan oleh dan melayani golongan masyarakat yang berpendapatan rendah, 7) Tidak membutuhkan keahlian dan keterampilan khusus, sehingga secara luwes dapat menyerap tenaga kerja dengan bermacam-macam tingkat pendidikan dan 8) Umumnya tiap-tiap satuan usaha memperkerjakan tenaga dari lingkungan keluarga, kenalan, atau berasal dari daerah yang sama (Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat, 1990). Menurut Iryanti (2010), Direktur Tenaga Kerja dan Penciptaan Kesempatan Kerja Kementerian Negara Perencanaan Pembangunan Nasional, bahwa timbulnya sektor informal ini adalah akibat dari rendahnya peluang kerja di sektor formal sehingga pertumbuhan angkatan kerja tidak sebanding dengan ketersediaan lapangan kerja. Akibatnya, banyak pencari kerja yang mengadu nasib di sektor informal, saat ini ada sekitar 70 % pekerja Indonesia yang bekerja di sektor informal. Akan tetapi, kelompok masyarakat pekerja sektor informal masih belum memperoleh perhatian dalam hal kesehatan kerjanya. Selama ini mereka hanya memperoleh pelayanan kesehatan secara umum, namun belum dikaitkan dengan pekerjaannya. Seperti tindakan pencegahan dan pengendalian yang ada belum di sesuaikan dengan potensi bahaya yang ada di tempat kerja. Pada umumnya fasilitas pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja lebih banyak dinikmati oleh tenaga kerja yang bekerja pada industri berskala besar (jumlah pekerja lebih dari 500 orang). Pada industri berskala kecil dan menengah,
5
fasilitas pelayanan keselamatan dan kesehatan kerja masih bersifat parsial dan mungkin tidak ada sama sekali (Nur, 2005). Menurut Khumaidah (2009), kapasitas vital paru dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu: umur, jenis kelamin, kondisi kesehatan, riwayat penyakit dan pekerjaan,
kebiasaan
merokok
dan
olahraga,
serta
status
gizi
dapat
mempengaruhi kapasitas vital paru. Beberapa hasil penelitian membuktikan bahwasanya ada beberapa faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Khumaidah (2009), menunjukkan ada hubungan antara kadar debu, masa kerja, penggunaan APD, kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru pada pekerja mebel PT Kota Jati Furnindo desa Suwawal kecamatan Mlonggo kabupaten Jepara. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Budiono (2007) didapatkan bahwa ada hubungan antara penggunaan masker dan masa kerja dengan kapasitas vital paru pada pekerja pengecatan mobil di Kota Semarang. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Trisnawati (2007) diperoleh bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok, dan riwayat penyakit paru dengan kapasitas vital paru. Lingkungan kerja yang sering dipenuhi oleh debu, dapat mengganggu produktivitas dan mengganggu kesehatan di pihak lain. Hal ini sering menyebabkan gangguan pernapasan ataupun dapat mengganggu kapasitas vital paru (Suma’mur, 1996). Dalam kondisi tertentu, debu merupakan bahaya yang dapat menyebabkan pengurangan kenyamanan kerja, gangguan penglihatan,
6
gangguan fungsi faal paru bahkan dapat menimbulkan keracunan umum (Depkes RI, 2003). Setelah peneliti melakukan observasi di lapangan, kondisi ruang kerja industri percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat yang berpotensi menimbulkan gangguan kesehatan terhadap pekerja diantaranya adalah ruang kerja berdebu yang berasal dari debu kertas. Hasil dari pemotongan kertas membuat udara di dalam ruangan bercampur dengan debu kertas yang dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis apabila terinhalasi selama bekerja terus menerus. Sedangkan debu dari tinta cetak yang begitu menyengat memperburuk kualitas udara di dalam ruang kerja ditambah lagi dengan tidak ada satu orang pun dari pekerja yang menggunakan alat pelindung diri (APD)/masker. Kondisi luas ruangan yang sempit dan tata ruang yang tidak teratur dapat menghambat sirkulasi udara. Sedangkan ventilasi yang ada tidak cukup membantu sebagai media keluar masuknya udara bersih guna menjaga agar ruangan tetap nyaman bagi pekerja. Dikarenakan ventilasi yang ada tidak memperhatikan luas ruangan yang ada untuk kemudian disesuaikan dengan luas ventilasi pada setiap ruangan. Sebelum penelitian ini dilakukan, peneliti terlebih dahulu melakukan studi pendahuluan. Hasil studi pendahuluan pada tanggal 13 Mei 2013 yaitu kepada 10 pekerja percetakan dengan menggunakan alat Spirometer, 5 diantaranya mengalami restriksi ringan. Sedangkan 2 diantaranya mengalami restriksi sedang. Responden yang lain masing-masing mengalami gangguan obstruksi
7
sedang berat dan restriksi berat. Sedangkan dari 10 responden yang diteliti hanya 1 yang dalam kondisi faal paru dalam batas normal. Dengan latar belakang inilah peneliti ingin meneliti tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru (KVP) pada pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013.
B. Rumusan Masalah Berbagai partikel berbahaya di tempat kerja dapat memberikan pengaruh buruk terhadap kesehatan tenaga kerja seperti debu kertas dan tinta. Debu kertas dan tinta yang berada di udara tempat kerja dapat berpotensi masuk ke dalam paru-paru melalui inhalasi, sehingga dapat menyebabkan perubahan pada jaringan paru sampai pada berkurangnya fungsi paru atau lebih dikenal dengan penurunan fungsi paru yang bersifat restriktif. Di industri percetakan, kondisi lingkungan kerja yang berpotensi menimbulkan dampak terhadap pekerja diantaranya adalah paparan debu padat yang bersumber dari kertas dan tinta yang dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis apabila terinhalasi selama bekerja terus menerus. Faktor ventilasi sebagai media keluar masuknya udara bersih agar ruangan tetap nyaman bagi pekerja belum diperhatikan secara optimal oleh pemilik percetakan dan para pekerja tidak menggunakan alat pelindung diri (APD)/masker dalam bekerja. Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat, diketahui pekerja percetakan yang
8
mengalami restriksi kapasitas vital paru ringan sebanyak 5 orang atau sebesar 50% dan restriksi kapasitas vital paru sedang sebanyak 2 orang atau sebesar 20%. Sedangkan masing-masing 1 orang yang mengalami obstruksi kapasitas vital paru sedang berat dan restriksi berat atau sebesar masing-masing 10 %. Sedangkan dari 10 responden yang diteliti hanya 1 orang atau 10% memiliki kapasitas vital paru normal. Artinya dari 10 pekerja percetakan diketahui mayoritas pekerja percetakan yang diteliti mengalami restriksi kapasitas vital paru. Berdasarkan rumusan masalah tersebut, peneliti ingin melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan gangguan fungsi paru pada pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013.
C. Pertanyaan Penelitian 1. Bagaimana gambaran kapasitas vital paru pada pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013? 2. Bagaimana gambaran umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit, masa kerja dan jenis kelamin pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013? 3. Bagaimana gambaran kadar debu total dan ventilasi ruangan di lingkungan kerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013? 4. Apakah ada hubungan antara umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit, masa kerja dan jenis kelamin pekerja dengan
9
Kapasitas Vital Paru pada pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013? 5. Apakah ada hubungan antara kadar debu total dan ventilasi ruangan dengan Kapasitas Vital Paru pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013?
D. Tujuan Penelitian 1. Tujuan Umum Penelitian Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013. 2. Tujuan Khusus Penelitian a. Diketahuinya gambaran kapasitas vital paru pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013. b. Diketahuinya gambaran umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit, masa kerja dan jenis kelamin pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013. c. Diketahuinya gambaran kadar debu total dan ventilasi ruangan pada lingkungan kerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013. d. Diketahuinya hubungan antara umur, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit, masa kerja dan jenis kelamin pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013.
10
e. Diketahuinya hubungan antara kadar debu total dan ventilasi ruangan dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan di Mega Mall Ciputat tahun 2013.
E. Manfaat Penelitian 1. Bagi Industri Percetakan Diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjadi bahan masukan mengenai gambaran kapasitas vital paru pada pekerja dan faktor-faktornya sehingga dapat menjadi bahan proses penetapan kebijakan kesehatan kerja di industri percetakan.
2. Bagi Peneliti Lain Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi bagi peneliti lain, untuk melakukan penelitian lebih mendalam mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru.
3. Bagi Penulis Diharapkan melalui penelitian ini, peneliti mengimplementasi keilmuan K3 yang telah diperoleh selama perkuliahan, khususnya mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru.
11
F. Ruang Lingkup Penelitian Topik penelitiaan ini tentang faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja di industri percetakan. Penelitiaan ini pelaksanaannya di industri percetakan Mega Mall Ciputat Jalan Ir.H. Juanda Ciputat, Tangerang Selatan. Pada bulan Februari sampai Maret tahun 2013, oleh mahasiswa semester XII peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain studi Cross Sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat. Sasaran penelitian adalah pekerja percetakan yang ada di kawasan Mega Mall Ciputat dengan jumlah sampel 70 orang. Hal tersebut dilakukan karena berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan pada 10 pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat, diketahui 5 diantaranya mengalami restriksi ringan. Sedangkan 2 diantaranya mengalami restriksi sedang. Responden yang lain masing-masing mengalami gangguan obstruksi sedang berat dan restriksi berat. Sedangkan dari 10 responden yang diteliti hanya 1 yang dalam kondisi faal paru dalam batas normal. Data-data yang diperoleh berasal dari data primer dengan pengukuran Kapasitas Vital Paru (KVP) dengan alat Spyrometer, kadar debu total dengan alat Huz Dust Model EPAM 5000, pengukuran berat badan dengan timbangan badan, pengukuran tinggi badan dengan Microtoa, pemeriksaan kesehatan oleh dokter dan quesioner pada pekerja di industri percetakan Mega Mall
12
Ciputat. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chisquare untuk melihat hubungan antara variabel independen (umur, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit, jenis kelamin, kadar debu total dan luas ventilasi ruangan) dengan variabel dependen (kapasitas vital paru).
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kapasitas Vital Paru (KVP) Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum pada seseorang yang berpindah pada satu tarikan napas. Kapasitas ini mencakup volume cadangan inspirasi, volume tidal dan cadangan ekspirasi. Nilainya diukur dengan menyuruh individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur (Corwin, 2001). Menurut Tambayong, kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah udara dipenuhi secara maksimal (Tambayong, 2001). Sedangkan menurut Suma’mur (1998), kapasitas fungsi paru merupakan penjumlahan dari dua volume paru atau lebih. Yang termasuk pemeriksaan kapasitas fungsi paru-paru adalah: a. Kapasitas Inspirasi (Inspiratory Capacity=IC) adalah volume udara yang
masuk paru setelah inspirasi maksimal atau sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal (IC=IRV+TV). b. Kapasitas Vital (Vital Capacity), volume udara yang dikeluarkan melalui
ekspirasi maksimal setelah sebelumnya melakukan inspirasi maksimal. Kapasitas vital besarnya sama dengan volume inspirasi cadangan ditambah volume tidal (VC=IRV+ERV+TV). 13
14
c. Kapasitas Paru Total (Total Lung Capacity=TLC) adalah kapasitas vital
ditambah volume sisa (TLC=VC+RV atau TLC=IC+ERV+RV) d. Kapasitas Residu Fungsional (Functional Residual Capacity=FRC) adalah
volume ekspirasi cadangan ditambah volume sisa (FRC=ERV+RV) Berdasarkan hasil penelitian Rini (1998) di Mojokerto menunjukan bahwa penurunan kapasitas vital paru pada pekerja pemecah batu, dengan gangguan restriksi sebesar 67%, ia menyimpulkan bahwa penurunan kapasitas vital paru terjadi karena penurunan elastisitas paru yang di sebabkan oleh fibrosis akibat pajanan debu yang diduga mengandung silica. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Adi (2007) pada pabrik pembuatan genteng, diketahui 35 (85%) pekerja mengalami restriksi dari 41 orang pekerja.
B. Sistem Pernafasan Manusia 1. Pengertian saluran pernafasan Saluran pernafasan adalah saluran yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus, yaitu tempat terakhir yang merupakan satu-satunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat berlangsung (Thabrani,1996). 2. Fungsi pernafasan Fungsi utama pernafasan adalah untuk pertukaran gas yakni untuk memperoleh oksigen agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeleminasi karbondioksida yang dihasilkan oleh sel (Thabrani,1996).
15
3. Jalur pernafasan Saluran pernafasan berawal dari saluran hidung (nasal). Dari hidung berjalan ke faring (tenggorokan) yang berfungsi sebagai saluran bersama bagi sistem pernafasan maupun sistem pencernaan. Dari faring kemudian laring atau kotak suara yang dapat menghasilkan berbagai macam bunyi. Dari laring menuju ke trakea yang terbagi menjadi dua cabang utama bronkus kanan dan kiri. Dalam setiap paru bronkus terus bercabang menjadi slauran nafas yang makin sempit. Cabang terkecil dikenal sebagai bronkiolus, tempat terkumpulnya alveolus kantung udara kecil tempat terjadinya pertukaran gasgas antar udara dan darah (Thabrani,1996). 4. Pertahanan paru Paru-paru mempunyai pertahanan yang khusus dalam mengatasi berbagai kemungkinan tarjadi kontak dengan alergen dalam mempertahankan tubuh, sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru terbagi atas (Thabrani,1996): a) Filtrasi udara pernafasan Hembusan udara yang melalui rongga hidung mempunyai berbagai ukuran. Partikel berdiameter 5 – 7 μ akan bertahan di orofaring, diameter 0,5 – 5 μ akan masuk sampai ke paru-paru dan diameter 0,5 μ dapat masuk sampai ke alveoli tetapi dapat keluar bersama sekresi.
16
b) Pembersihan melalui mukosilia c) Sekresi oleh humoral lokal d) Fagositosis
C. Volume dan Kapasitas Vital paru Volume paru dan kapasitas vital paru merupakan gambaran fungsi ventilasi sistem pernapasan. Dengan mengetahui besarnya volume dan kapasitas vital paru dapat diketahui besarnya kapasitas ventilasi maupun ada tidaknya kelainan fungsi ventilisator paru.
1. Volume Paru
Selama pernapasan berlangsung, volume selalu berubah-ubah. Dimana mengembang sewaktu inspirasi dan mengempis sewaktu ekspirasi. Dalam keadaan normal, pernapasan terjadi secara pasif dan berlangsung hampir tanpa disadari (Suma’mur, 1988). Beberapa parameter yang menggambarkan volume paru adalah: -
Volume Tidal (Tidal Volume=TV), adalah volume udara masuk dan keluar pada pernapasan. Besarnya TV orang dewasa sebanyak 500 ml.
-
Volume Cadangan Inspirasi (Inspiratory Reserve Volume=IRV), volume udara yang masih dapat dihirup kedalam paru sesudah inspirasi biasa, besarnya IRV pada orang dewasa adalah 3100 ml.
17
-
Volume Cadangan Ekspirasi (Ekspiratory Reserve Volume=ERV), volume udara yang masih dapat dikeluarkan dari paru sesudah ekspirasi biasa, besarnya ERV pada orang dewasa adalah 1200 ml.
-
Volume Residu (Residual Volume=RV), udara yang masih tersisa didalam paru sesudah ekspirasi maksimal. TV, IRV dan ERV dapat diukur dengan spirometer, sedangkan RV=TLC-VC.
2. Kapasitas Paru
Menurut Guyton (1997), kapasitas paru dapat diuraikan sebagai berikut: a) Kapasitas inspirasi Jumlah udara yang dapat dihirup oleh seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum (kirakira 3500 mL). b) Kapasitas residu fungsional Jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir ekspirasi normal (kirakira 2300 mL). c) Kapasitas paru total Volume maksimum dimana paru dapat dikembangkan sebesar mungkin dengan inspirasi paksa (kira-kira 5800 mL).
18
D. Pemeriksaan Kapasitas Vital Paru Metode yang digunakan dalam pemeriksaan kapasitas vital paru adalah spirometri. Pemeriksaan dengan spirometri ini adalah tes yang berhubungan dengan fungsi ventilasi paru-paru dan dinding dada, dengan menggunakan alat spirometer yang mengukur arus dalam satuan isi dan waktu. Uji ini sangat menguntungkan karena terbukti dapat diandalkan untuk tujuan epidemiologi. Dikenal beberapa jenis spirometer antara lain: water sealed spirometer. Alat ini terdiri dari alat untuk bernafas, penangkap CO2 (soda lime), alat pencatat spirogram (kimograf), alat ini terdiri dari penghisap (piston) didalam silinder, diantara piston dan silinder terdapat semacam lapisan plastik. Sedangkan spirometer wedge, spirometer piston, spirometer bellows, terdiri dari alat yang dapat mengembang dan mengempis akibat pernafasan, terbuat dari karet dan plastik. Alat ini dihubungkan dengan pena untuk mencatat pergerakan pada kertas grafik yang berputar dengan kecepatan tetap. Spirometer elektronik, alat ini mudah dibawa serta mudah digunakan dan hasilnya langsung tertera setelah pemeriksaan (Ahmadi, 1990). Menurut Ahmadi (1990) Ada empat volume paru utama serta empat kapasitas paru utama yang diukur dengan spirometer. Pemeriksaan volume paru utama yaitu : 1. Volume alur nafas (tidal volume), adalah jumlah udara yang masuk ke dalam dan ke luar paru pada pernafasan nomal.
19
2. Volume cadangan inspirasi (inspiratory reserve volume), adalah jumlah udara yang masih dapat masuk kedalam paru pada inspirasi maksimal setelah inspirasi biasa. 3. Volume cadangan ekspirasi (expiratory reserve volume), adalah jumlah udara yang dikeluarkan secara aktif dari dalam paru setelah ekspirasi biasa. 4. Volume residu (residual volume), adalah jumlah udara yang tersisa dalam paru setelah ekspirasi maksimal. Hasil dari tes kapasitas vital paru tidak dapat untuk mendiagnosis suatu panyakit paru-paru tapi hanya memberikan gambaran gangguan fungsi paru yang dapat dibedakan atas (Price, 1995): 1. Kelainan obstruktif (kelainan pada ekspirasi) Adalah setiap keadaan hambatan aliran udara karena adanya sumbatan atau penyempitan saluran nafas. Kelainan obstruktif akan mempengaruhi kemampuan ekspirasi. 2. Kelainan restriktif (kelainan pada inspirasi) Adalah gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru sehingga membatasi pengembangan paru-paru. Gangguan restriktif mempengaruhi kemampuan inspirasi. Oleh karena itu untuk menetapkan lokasi dari kelainan ini beberapa tes perlu dilakukan antara lain (Price, 1995): 1. Kapasitas vital (vital capacity) 2. Aliran udara ekspirasi (expiratory air flow)
20
3. Fungsi difusi 4. Analisis gas Angka-angka yang didapat dari pemeriksaan kapasitas vital paru mempunyai beberapa kategori, yaitu (Price, 1995): 1. Angka yang ditentukan oleh berat badan, luas permukaan tubuh, tinggi badan dan usia. 2. Angka-angka yang didapatkan mempunyai variabilitas. 3. Setiap pemeriksaan mempunyai angka yang “predicted”, yakni angka yang dianggap sebagai pembagi dari angka pemeriksaan. 4. Untuk menggambarkan fungsi paru adalah angka yang diperoleh dibagi dengan angka”predicted” dalam 100%. Dasar pemeriksaan kapasitas vital paru, terbagi dua yaitu nilai restriktif dan nilai obstruktif, kriterianya seperti pada tebel berikut (McKay, 1994): Tabel 2.1 Nilai Restriktif KVP No 1 2 3
%FEV1/FVC
> 75
4 Sumber: McKay, 1994
%FVC
Kesimpulan
> 80
Normal
60 – 79
Restriktif ringan
30 – 59
Restriktif sedang
< 30
Restriktif berat
21
Tabel 2.2. Nilai Obstruktif KVP No
%FVC
1 2 3
> 75
4
%FEV/FVC
Kesimpulan
> 75
Normal
60 – 74
Obstruktif ringan
30 – 59
Obstruktif sedang
< 30
Obstruktif berat
Sumber: McKay, 1994
1. Prosedur Pemeriksaan Spirometri Menurut Charles (1993), langkah-langkah persiapan pemeriksaan spirometri mencakup antara lain : a. Persiapan alat yang digunakan termasuk akurasi dan ketepatan alat spirometer. b. Persiapan tenaga kerja yang akan diperiksa, baik fisik maupun mental. c. Penjelasan-penjelasan mengenai pemeriksaan dan cara-cara pemeriksaan yang akan dihadapi. d. Latihan tenaga kerja mengenai cara pemeriksaan bagi tenaga kerja. Sedangkan menurut Depnakertrans (2005) dalam Modul Pelatihan Pemeriksaan Kesehatan Kerja, sebelum melakukan pemeriksaan spirometri ada beberapa hal yang harus disiapkan antara lain : a. Siapkan alat spirometer dan kalibrasi harus dilakukan sebelum pemeriksaan.
22
b. Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran nafas bagian atas, dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu serangan asma. c. Masukkan data yang diperlukan, yaitu umur, jenis kelamin, tinggi badan, berat badan untuk mengetahui nilai prediksi. d. Beri petunjuk dan demonstrasikan manuver pada tenaga kerja, yaitu pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup mouth tube. e. Tenaga kerja dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernafasan biasa, tiga kali berturut-turut, kemudian langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth tube. f. Manuver dilakukan tiga kali untuk mengetahui FVC dan FEV1. g. Hasilnya dapat dilihat pada print out. Charles (1993) menuliskan bahwa untuk melakukan pemeriksaan adalah dengan cara sebagai berikut : a. Memasukkan mouth piece/alat peniup ke dalam mulut sepanjang lebih kurang setengahnya, harus tepat dan rapat. b. Tenaga kerja menarik napas semaksimal mungkin, kemudian dilepaskan sekaligus dengan meniupnya melalui alat peniup ke dalam spirometer. c. Hal ini dilakukan sebanyak 3 kali untuk mendapatkan hasil yang terbaik
23
d. Spirometer akan merekam hasil yang terbaik dari pemeriksaan yang dilakukan.
2. Parameter-parameter Faal Paru Ada banyak jenis parameter pemeriksaan faal paru, namun pada penelitian ini hanya satu parameter yang dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan penelitian ini yaitu kapasitas vital paksa (forced vital capacity) a. Vital capacity (VC) Kapasitas
vital
sama
dengan
volume
cadangan
inspirasi
ditambahkan dengan volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah volume udara maksimum yang dapat dikeluarkan oleh seseorang dari paru,setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian
mengeluarkan
sebanyak-banyaknya
(kira-kira
4600ml)
(Guyton, 1994). Ada dua macam kapasitas vital berdasarkan cara pengukurannya (Hasjim dan Jazir, 1983): 1. Vital Capacity (VC): pada pengukuran jenis ini penderita tidak perlu melakukan aktivitas pernafasan dengan kekuatan penuh 2. Forced Vital Capacity (FVC): pada pengukuran ini pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan maksimal
24
Pada orang normal tidak ada perbedaan antara kapasitas vital dan kapasitas vital paksa, tetapi pada keadaan ada gangguan obstruktif terdapat perbedaan antara kapasitas vital dan kapasitas vital paksa. b. Kapasitas Vital Paksa (forced vital capacity) Adalah pengukuran kapasitas vital yang didapat pada ekspirasi yang dilakukan secepat dan sekuat mungkin. Volume udara ini dalam keadaan normal nilainya kurang lebih sama dengan kapasitas vital. Pada penderita obstruktif saluran nafas akan mengalami pengurangan yang jelas karena penutupan pengatur saluran nafas. Dalam melakukan kapasitas vital paksa tekniknya mula-mula orang tersebut inspirasi maksimal sampai kapasitas paru total, kemudian ekspirasi ke dalam spirometer dengan ekspirasi maksimal paksa secepatnya dan sesempurna mungkin. Kapasitas vital kuat hampir sama, hanya terdapat perbedaan pada volume dasar paru antara orang normal dan penderita obstruktif. Sebaliknya terdapat pebedaan besar pada kecepatan aliran maksimal yang dapat dikeluarkan seseorang terutama selama detik pertama. Oleh karena itu biasanya merekam volume ekspirasi paksa selama detik pertama (FEV 1) dan membandingkan antara yang normal dan abnormal. Pada orang normal persentase kapasitas vital kuat yang dikeluarkan pada detik pertama (FEV1/FVC%) adalah 80%. Pada obstruksi saluran nafas yang serius, yang sering terjadi pada asma akut, kapasitas ini dapat berkurang menjadi kurang dari 20% (Guyton, 1994).
25
c. Makna kapasitas vital paksa Selain nilainya bergantung dari bentuk anatomi seseorang, faktor – faktor utama yang mempengaruhi kapasitas vital adalah (Guyton, 1994): 1. Posisi seseorang ketika kapasitas ini diukur 2. Kekuatan otot-otot pernafasan 3. Daya renggang/ pengembangan paru-paru dan rangka dada yang disebut “compliance paru”. Besarnya kapasitas vital pada pria dewasa muda ± 4,6 lt dan pada wanita dewasa muda kira-kira 3,1 lt. Orang yang tinggi kurus biasanya mempunyai kapasitas vital lebih besar dari orang yang gemuk pendek , sedangkan keadaan latihan olah raga dapat menambah VC sebesar 30-40% di atas nilai normal yaitu mencapai 6-7 lt. Penurunan kapasitas vital disebabkan oleh berkurangnya compliance paru.Faktor apapun yang mengurangi kemampuan paru untuk mengembang juga menurunkan kapasitas vital, seperti tuberkulosis (TB paru), asma kronik, bronchitis kronik dan pleuritis fibrosis. Oleh karena itu pengukuran kapasitas vital merupakan salah satu pengukuran yang terpenting dan paling sederhana dari semua pengukuran (McKay, 1994). Perubahan kapasitas akibat bendungan paru pada payah jantung kiri atau penyakit lain yang menyebabkan bendungan pembuluh darah paru dan edema, kapasitas vital menjadi menurun, karena kelebihan cairan dalam paru mengurangi compliance (McKay, 1994).
26
E. Debu Industri Paparan debu dalam industri percetakan antara lain dihasilkan oleh proses pemotongan kertas dan tinta cetak. Debu kertas dan tinta cetak merupakan debu yang dihasilkan dari proses produksi percetakan.
1. Golongan Debu Menurut Ahmadi (1990), golongan debu terdiri atas dua, yaitu: a. Padat (solid) -
Dust Terdiri atas berbagai ukuran mulai dari yang sub mikroskopik sampai yang besar. Yang berbahaya adalah ukuran yang bisa terhisap kedalam sistem penafasan (<100 mikron) bersifat dapat terhisap ke dalam tubuh.
-
Fumes Adalah partikel padat yang terbentuk dari proses evaporasi atau kondensasi. Pemanasan berbagai logam menghasilkan uap logam yang kemudian berkondensasi menjadi partikel-partikel metal fumes contoh: Cd dan Pb.
-
Smoke Adalah produk dari pembakaran bahan organik yang tidak sempurna dan berukuran 0,5 mikron.
27
b. Cair (Likuid) Partikel cair biasanya disebut mist atau fog (awan) yang dihasilkan melalui proses kondensasi atau atomizing. Contoh: hair spray atau obat nyamuk semprot.
2. Debu yang terdapat di udara terbagi dua yaitu : a. Particulate matter Adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara dan segera mengendap karena daya tarik bumi. b. Suspended particulate matter Adalah debu yang tetap berada diudara dan tidak mudah mengendap.
3. Sifat - sifat Debu Menurut Muchtler (1973), sifat – sifat debu dapat dikelompokkan dalam beberapa golongan sebagai berikut : a. Sifat pengendapan (setting rate) Sifat debu cenderung selalu mengendap karena adanya gaya gravitasi bumi. Namun karena kadang-kadang debu ini relatif tetap berada di udara, debu yang mengendap mempunyai proporsi partikel lebih banyak daripada yang ada di udara.
28
b. Sifat permukaan basah (wetting) Sifat permukaan debu cenderung selalu basah karena dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. c. Sifat penggumpalan (floculation) Permukaan debu dapat menempel satu dengan yang lain dan dapat menggumpal.
Turbulensi
udara
meningkatkan
pembentukan
penggumpalan. d. Sifat optis (opticalproperties) Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang bisa terlihat dalam kamar gelap. e. Sifat listrik (electrical) Sifat listrik tetap yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan, ini mempercepat penggumpalan debu.
4. Macam-macam debu Pembagian debu didasarkan pada sifat dan efeknya. Menurut Ahmadi (1990), secara garis besar ada tiga macam debu, yaitu: a. Debu organik, seperti debu kapas, debu kertas, debu daun-daunan tembakau dan sebagainya. b. Debu mineral yang mempunyai senyawa komplek seperti SiO0, SiO3, arang batu dan sebagainya c. Debu metal, seperti timah hitam, merkui, cadmium, arsen, dan lain-lain.
29
5. Ukuran partikel debu a. Ukuran 5-10 μ akan ditahan oleh jalan pernafasan bagian atas. b. Ukuran 3-5μ ditahan oleh bagian tengah jalan pernafasan. c. Ukuran 1-3 μ langsung kepermukaan alveoli paru-paru. d. Ukuran 0,1-1 μ bergerak keluar masuk alveoli sesuai gerakan brown.
6. Pengaruh debu terhadap kesehatan a. Keracunan lokal b. Debu penyebab fibrosis, karena sifatnya yang tidak larut dapat masuk kedalam nafas besama-sama udara pernafasan, diendapkan dalam paruparu dan diselimuti oleh jaringan yang mengeras c. Debu inert yaitu debu yang tidak berbahaya tetapi dapat menganggu kenyamanan kerja (contoh debu tanah). d. Debu alergen, yaitu debu penyebab alergi ( debu organik). e. Debu iritan, iritan debu yang dapat mengakibatkan luka secara lokal (contoh debu flour). f. Infeksi saluran pernafasan bagian atas (ISPA).
30
7. Nilai Ambang Batas (NAB) Debu Debu, aerosol dan gas iritan kuat menyebabkan refleks batuk atau spasme laring (penghentian pernapasan). Kalau zat-zat ini menembus ke dalam paru-paru dapat terjadi bronkhitis toksik, edema paru atau pneumonitis (WHO, 1993). Berdasarkan Kepmenkes RI NO. 1405/MENKES/SK/XI/2002, tanggal 19 November 2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja di perkantoran yaitu meliputi semua ruangan, halaman, dan area sekelilingnya yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja untuk perkantoran. Kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8 jam adalah sebesar 0,15 mg/m3 untuk debu total dengan suhu 18-28oC (Depkes RI, 2002).
F. Dampak Inhalasi Tinta Cetak Terhadap Kesehatan Paru Tinta merupakan campuran bahan kimia yang sudah dikenal sejak dahulu dan banyak digunakan di berbagai industri. Tinta cetak banyak digunakan di industri-industri percetakan dan sablon. Tinta cetak mengubah substansi menjadi aerosol, yaitu kumpulan partikel halus berupa cair atau padat. Aerosol dengan ukurannya yang kecil akan mudah terhisap, sehingga potensial merupakan pajanan khususnya terhadap kesehatan paru. Selain itu juga berpotensi menyebabkan penyakit paru akibat kerja, antara lain kanker, asma, dan pneumonitis hipersensitivitas. Tinta cetak juga dapat mempengaruhi beberapa
31
organ lain seperti susunan saraf pusat, hati, ginjal, kulit, mata, organ reproduksi, jantung, dan paru (Wahyuningsih,2003).
Tinta cetak berupa partikel halus yang dapat terhisap ke dalam saluran nafas. Lokasi deposisi partikel di saluran nafas ditentukan oleh konsentrasi, kelarutan, dan ukurannya. Partikel berukuran 10 μm atau lebih akan mengendap di hidung dan faring, yang berukuran kurang dari 5 μm dapat penetrasi sampai ke alveoli, dan partikel berukuran sedang (5-10 μm) akan mengendap di beberapa tempat di saluran nafas besar. Lokasi deposisi partikel akan memberikan respon atau penyakit yang berbeda. Faktor manusia juga berperan penting dalam berkembangnya penyakit, seperti kebiasaan merokok, kecepatan aliran udara pernafasan, ukuran paru dan faktor genetik (Levi,1994). Paru sebagai organ dengan permukaan yang luas, aliran darah yang cepat dan epitel alveolar yang tipis merupakan tempat kontak yang penting dengan substansi yang berasal dari lingkungan. Tinta cetak dapat masuk ke dalam tubuh manusia melalui inhalasi, kontak kulit dan oral, yang merupakan pajanan potensial (WHO,1995).
32
Tinta cetak berisi bahan dasar air atau minyak, yang terdiri dari beberapa unsur. Diantaranya adalah: 1. Zat warna (pigment) Zat warna atau pigmen adalah unsur dalam tinta yang terlihat sebagai warna hitam, putih atau kelabu. Pigmen dalam cat berguna untuk mewarnai dan meningkatkan ketahanan cat. Banyak jenis pigmen merupakan bahan berbahaya yaitu: a. Lead chromate Digunakan untuk memberi warna hijau, kuning dan merah dapat menyebabkan kerusakan saraf pusat. b. Chromium Memberikan
warna hijau, kuning,
dan oranye;
dapat
menyebabkan kanker paru dan iritasi kulit, hidung, dan saluran nafas atas. c. Cadmium Memberi warna hijau, kuning, oranye dan merah; dapat menyebabkan kanker paru (Wahyuningsih, 2003).
33
2. Bahan pengikat (vehicle) Bahan pengikat memuat zat warna dan mengikatnya dengan bahanbahan cetak. Bahan pengikat biasanya menentukan penyediaan, penyebaran, pemindahan dan daya penutupan dari tinta, serta menentukan cara atau kecepatan pengeringannya. Pada tahun-tahun terakhir ini damar sintetis telah menggantikan minyak pengering. Untuk Fotografur digunakan suatu bahan pengikat khusus yaitu alkohol atau aseton yang menyebabkan tinta mengering sebagian karena penyerapan dan sebagian karena penguapan. Tinta Fotografur cepat menguap namun kilaunnya kurang dan berbahaya bagi kesehatan karena uap yang dihasilkan dapat menimbulkan bahaya kebakaran.
3. Bahan pencair (thinner) Pencair ini membantu kerja pada mesin. Pencair ini biasanya dipisahkan dari bahan pengikatnya, mempengaruhi ketahanan, peresapan, penggilapan, pengeringan dan pelekatan tinta. Semua tinta mengandung pelarut/ solvent yang biasanya berupa tiner. Tiner
akan menguap segera
setelah tinta digunakan dalam proses industri, saat itu pekerja percetakan dapat menghisap bahan berbahaya yang terkandung dalam solvent. Pajanan terhadap solvent dapat menyebabkan sakit kepala, pusing, iritasi mata, hidung, dan tenggorokan, masalah reproduksi dan kanker (Holmberg, 1994).
34
4. Bahan pengering (drier) Bahan pengering ini ditambahkan kepada tinta cetak untuk membantu pengeringan secara oksidasi. Kebanyakan bahan pengering berunsur cobalt merupakan bahan berawrna keputih-putihan seperti besi, nikel, mangan, timah, yang dapat larut kedalam berbagai bahan pengikat. Bahan pengering bekerja seiring dengan peningkatan suhu sehingga tinta lebih cepat mengering pada suhu panas dari pada suhu dingin.
5. Pengubah (modifier) Pengubah berbentuk seperti malam dan minyak untuk mengontrol pengeringan, kekenyalan, ketahanan, kekilapan dan kemampuan bertahan terhadap gesekan. Jika bahan pembungkus mentega, daging, buah, sayursayur, dan lain-lain dicetak, maka pengubah ( modifier ) dapat mengatur bau dari pada tinta.
35
G. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Industri Percetakan Banyak faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi paru khususnya pada aspek tenaga kerja adalah usia tenaga kerja saat bekerja,jenis kelamin, masa kerja, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), kebiasan merokok, kebiasaan olahraga , status gizi dan riwayat penyakit. Adapun faktor yang mempengaruhi gangguan fungsi paru pekerja pada aspek non – pekerjaan adalah paparan kadar debu total serta luas ventilasi udara dalam ruangan.
1. Umur Umur merupakan variabel yang penting dalam hal terjadinya gangguan fungsi paru. Semakin bertambahnya umur, terutama yang disertai dengan kondisi lingkungan yang buruk serta kemungkinan terkena suatu penyakit,maka kemungkinan terjadinya penurunan fungsi paru dapat terjadi lebih besar. Seiring dengan pertambahan umur, kapasitas paru juga akan menurun. Kapasitas paru orang berumur 30 tahun ke atas rata-rata 3.000 ml sampai 3.500 ml, dan pada orang yang berusia 50 tahunan kapasitas paru kurang dari 3.000 ml (Guyton,1994). Secara fisiologis dengan bertambahnya umur maka kemampuan organorgan tubuh akan mengalami penurunan secara alamiah tidak terkecuali fungsi paru. Kondisi seperti ini akan bertambah buruk dengan keadaan lingkungan
36
yang berdebu dan faktor-faktor lain seperti kebiasaan merokok, tidak tersedianya masker juga penggunaan yang tidak disiplin, lama paparan serta riwayat penyakit yang berkaitan dengan saluran pernafasan.
Rata-rata pada
umur 30 – 40 tahun seseorang akan mengalami penurunan fungsi paru yang dengan semakin bertambah umur semakin bertambah pula gangguan yang terjadi (Price,1995). Dalam penelitian Siti M (2006), semakin bertambah usia maka akan dapat menurunkan kapasitas vital paru seseorang. Begitupun hasil penelitian yang dilakukan Yulaekah (2007) pada pekerja industri batu kapur menunjukan ada hubungan yang bermakna antara umur seseorang dengan kapasitas vital paru.
2. Jenis kelamin Menurut Guyton (1997) volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita kira-kira 20 sampai 25 persen lebih kecil dari pada pria, dan lebih besar lagi pada atletis dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis. Menurut Tambayong (2001) disebutkan bahwa kapasitas paru pada pria lebih besar yaitu 4,8 L dibandingkan pada wanita yaitu 3,1 L. Kapasitas vital rata – rata pria dewasa muda lebih kurang 4,6 liter dan perempuan muda kurang lebih 3,1 liter. Volume paru pria dan wanita terdapat perbedaan bahwa kapasitas paru total (kapasitas inspirasi dan kapasitas residu
37
fungsional), pria adalah 6,0 liter dan wanita 4,2 liter (Antarudin,2002). Dalam penelitian Yulaekah (2007) mengatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kapasitas vital paru pada pekerja.
3. Masa Kerja
Menurut Mila (2006), masa kerja adalah lamanya seorang tenaga kerja bekerja dalam (tahun) dalam satu lingkungan perusahaan, dihitung mulai saat bekerja sampai penelitian berlangsung. Dalam peneiltian Setiyani (2005), dalam lingkungan kerja yang berdebu, masa kerja dapat mempengaruhi dan menurunkan kapasitas fungsi paru pada karyawan. Menurut Fahmi (1990) yang dikutip oleh Solech (2001), menyebutkan bahwa masa kerja dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: 1. Masa kerja baru (< 5 tahun ) 2. Masa kerja lama (≥ 5 tahun ) Bermacam bahan baku di industri percetakan merupakan bahan karsinogen yang dapat menyebabkan penyakit paru seperti kanker paru. Pajanan kronik dari bahan karsinogen membutuhkan waktu lama untuk dapat menyebabkan kanker. Lama waktu pajanan akan meningkatkan risiko kanker paru. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1988). Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Ulinta (1998) di
38
Bandung, mengatakan bahwa masa kerja di suatu perusahaan yang mengandung banyak debu mempunyai resiko tinggi untuk timbulnya pneumkoniosis.
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) Suatu kegiatan industri, paparan dan risiko yang ada ditempat kerja tidak selalu dapat dihindari. Upaya untuk pencegahan terhadap kemungkinan penyakit akibat kerja dan kecelakaan kerja harus senantiasa dilakukan. Ada beberapa alternatif pengendalian (secara tehnik dan administratif) yang bisa dilaksanakan, namun mempunyai beberapa kendala. Pilihan yang sering dilakukan adalah melengkapi tenaga kerja dengan alat pelindung diri dijadikan suatu kebiasaan dan keharusan. Hal ini sesuai dengan UndangUndang No 1 Th 1970 tentang keselamatan kerja khususnya pasal 9, 12 dan 14 yang mengatur penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri di tempat kerja baik pengusaha maupun tenaga kerja. Menurut Suma’mur (1988), alat pelindung diri adalah suatu alat yang dipakai untuk melindungi diri atau tubuh terhadap bahaya-bahaya kecelakaan kerja. Jadi, alat pelindung diri merupakan salah satu cara untuk mencegah kecelakaan, dan secara teknis APD tidaklah sempurna dapat melindungi tubuh akan tetapi dapat mengurangi tingkat keparahan dari kecelakaan yang terjadi. Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat perlu diutamakan.
39
Namun, kadang-kadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan alat-alat pelindung diri. Alat pelindung diri haruslah enak dipakai, tidak mengganggu kerja dan memberikan perlindungan yang efektif (Suma’mur, 1996). Pilihan peralatan di bidang ini amat luas, mulai dari masker debu sekali pakai biasa sampai ke alat pernapasan isi sendiri dan banyak kebingungan kapan alat itu dipakai dan untuk bahaya apa. Jika pilihan keliru, dapat membahayakan pemakai dan dapat menyebabkan apiksia. Pelatihan pemakian juga diperlukan, tak tergantung pada alat apa yang dipakai, demikian juga harus tersedia fasilitas pemeliharaan dan pembersihan (Gill, 2005). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Adi (2007) menunjukan ada hubungan antara penggunaan APD (masker) dengan kapasitas vital paru. a. Jenis Alat Pelindung Diri (APD) 1) Masker Masker berguna untuk melindungi masuknya debu atau partikelpartikel yang lebih besar ke dalam saluran pernafasan, dapat terbuat dari kain dengan ukuran pori-pori tertentu. a) Masker penyaring debu Masker ini berguna untuk melindungi pernafasan dari asap pembakaran, dan debu.
40
b) Masker berhidung Masker ini dapat menyaring debu atau benda sampai ukuran 0,5 mikron. c) Masker bertabung Masker ini punya filter yang lebih baik daripada masker barhidung. Masker ini tepat digunakan untuk melindungi pernafasan dari gas tertentu. 2) Respirator a) Respirator sekali pakai, dari bahan filter cocok bagi debu pernapasan. Bagian muka alat bertekanan negatif karena paru menjadi penggeraknya. b) Respirator separuh masker, yang dibuat dari karet atau plastik dan dirancang menutupi hidung dan mulut. Alat ini memiliki cartridge yang sesuai, alat ini cocok untuk debu, gas serta uap.Bagian muka bertekanan negatif, karena hisapan dari paru. c) Respirator seluruh muka, dibuat dari karet atau plastik dan dirancanguntuk menutupi mulut, hidung dan mata. Medium filter dipasang didalam kanister yang langsung disambung dengan sambungan lentur.Dengan kanister yang sesuai, alat ini cocok untuk debu, gas dan uap.Bagian muka mempunyai tekanan negatif, karena paru menghisap disana.
41
d) Respirator berdaya, dengan separuh masker atau seluruh muka, dibuat dari karet atau plastik yang dipertahankan dalam tekanan positif dengan jalan mengalirkan udara melalui filter, dengan bantuan kipas baterai. Kipas itu, filter dan baterainya biasa dipasang disabuk pinggang, dengan pipa lentuk yang disambung untuk membersihkan udara sampai ke muka. e) Respirator topeng muka berdaya mempunyai kipas dan filter yang dipasang pada helm, dengan udara ditiupkan ke arah bawah, diatas muka pekerja di dalam topeng yang menggantung. Topeng dapat dipasang bersama tameng-tameng pinggir, yang dapat diukur untuk mencocokkan dengan muka pekerja.Baterai biasanya dipasang pada sabuk. Sedangkan filter dan adsorbent tersedia dan jenis untuk pengelas juga tersedia (Gill, 2005).
5. Kebiasaan merokok Kebiasaan merokok merupakan faktor risiko pada penyakit paru obstruktif kronis, dimana kecenderungan semakin banyak merokok makin banyak gangguan pada parunya termasuk kanker paru. Asap rokok mengandung banyak zat kimia beracun yang sangat berbahaya bagi kesehatan sistem respirasi, seperti : nikotin, tar, karbonmonoksida, dan zat-zat beracun lainnya.
42
Tembakau sebagai bahan baku rokok mengandung bahan toksik dan dapat mempengaruhi kondisi kesehatan karena lebih dari 2000 zat kimia dan diantaranya sebanyak 1200 sebagai bahan beracun bagi kesehatan manusia. Dampak merokok terhadap kesehatan paru-paru dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran nafas dan jaringan paru-paru. Pada saluran nafas besar, sel mukosa membesar (hipertropi) dan kelenjar mukus bertambah banyak (hyperplasia). Pada saluran nafas kecil terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jarimgan paru-paru terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli. Akibat perubahan anatomi saluran nafas pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 45 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok terutama sigaret dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker paru-paru. Partikel asap rokok seperti onpyrene, dibenzapyrene dan urethan dikenal sebagai bahan karsinogen. Bahan tar berhubungan dengan risiko terjadinya kanker paru. Hasil penelitian Sasaki, menunjukkan kebiasaan merokok mempunyai kecenderungan terjadinya obstruksi, namun gangguan paru akibat rokok baru diketahui setelah umur 40 tahun. Penelitian Hisyam et. al, ditemukan penderita Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) perokok 41,6 %, merokok
43
mempunyai risiko untuk menderita PPOK 2,6 kali lebih besar dibandingkan bukan perokok (Antarudin, 2002). Sedangkan pada penelitian Budiono (2007) terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru. Tenaga kerja yang mempunyai kebiasaan merokok dapat mempunyai risiko atau pemicu timbulnya keluhan subyektif saluran pernafasan dan gangguan ventilasi paru pada tenaga kerja (Giarno, 1995). Sementara Lubis (1989) menyatakan tenaga kerja yang sebagai perokok merupakan salah satu faktor risiko penyebab penyakit saluran pernafasan. Raharjoe dkk (1994) megungkapkan bahwa kebiasaan merokok dapat menimbulkan gangguan ventilasi paru karena menyebabkan iritasi dan sekresi mukus yang berlebihan pada bronkus. Keadaan seperti ini dapat mengurangi efektifitas mukosilier dan membawa partikel-partikel debu sehingga merupakan media yang baik tumbuhnya bakteri.
Gambar 2.1. Jenis Racun pada Rokok
44
Yunus (1997) mengatakan asap rokok meningkatkan risiko timbulnya penyakit bronchitis dan kanker paru, untuk itu tenaga kerja hendaknya berhenti merokok bila bekerja pada tempat yang mempunyai risiko terjadi penyakit tersebut. Beberapa penelitian tentang bahaya merokok terhadap kesehatan dan gangguan ventilasi paru dikemukakan oleh Mangesiha dan Bakele (1998) terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dan gangguan saluran pernafasan. Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya dilakukan dengan menghitung derajat berat merokok (Indeks Brinkman), yaitu perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian dikalikan dengan lama merokok dalam tahun (PDPI, 2001). Nilai yang dihasilkan dari perhitungan tersebut akan dimasukkan kedalam tiga kategori yaitu: a. Ringan : 0-200 b. Sedang : 200-600 c. Berat
: > 600
6. Kebiasaan Olahraga Kebiasaan olah raga dapat membantu meningkatkan fungsi paru. Individu yang mempunyai kebiasaan olah raga memiliki tingkat kesegaran jasmani yang baik Penelitian Schenker et al (2004) pada pekerja pertanian di Kosta Rika menunjukkan bahwa pekerja yang mempunyai tingkat kesegaran
45
jasmani yang baik, dapat menjadi faktor protektif terhadap penurunan fungsi paru. Sementara itu penelitian Debray et al (2002) di India pada pekerja yang terpapar debu juga menunjukkan bahwa hasil yang sama. Kebiasaan berolahraga akan menimbulkan Force Vital Capacity (FVC) seperti yang terjadi pada seorang atlet FVC akan meningkat 30% sampai dengan 40 % (Talini, 1998). Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Khumaidah (2009) terdapat hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru. Menurut Wilmore (1994) secara umum olah raga akan meningkatkan total fungsi paru. Pada banyak individu yang melakukan olah raga secara teratur maka kapasitas fungsi paru akan meningkat meskipun hanya sedikit, tetapi pada saat yang bersamaan residual volume atau jumlah udara yang tidak dapat berpindah atau keluar dari paru akan menurun. Selanjutnya untuk meningkatkan kapasitas fungsi paru, olah raga yang dilakukan hendaknya mempehatikan 3 hal, yaitu mode atau jenis olah raga, frekuensi dan durasinya (Budiono, 2007).
a. Jenis olahraga Secara umum aktivitas yang terdapat dalam kegiatan olahraga terdiri dari kombinasi 2 jenis aktivitas, yaitu aktivitas yang bersifat aerobik dan anaerobik. Aktivitas aerobik merupakan aktivitas yang bergantung terhadap ketersediaan oksigen untuk membantu proses pembakaran sumber
46
energi, sehingga akan bergantung terhadap kerja optimal dari organ-organ tubuh seperti jantung, paru-paru, dan pembuluh darah untuk dapat mengangkut oksigen agar proses pembakaran sumber energi dapat berjalan dengan sempurna. Aktivitas ini biasanya merupakan aktivitas olahraga dengan intensitas rendah-sedang yang dapat dilakukan secara kontinyu dalam waktu yang cukup lama seperti jalan kaki, senam, bersepeda atau juga jogging (Irawan, 2007). Sedangkan aktivitas anaerobik adalah merupakan aktivitas yang dimana kebutuhan oksigen tidak dapat dipenuhi oleh seluruh anggota tubuh seperti angkat besi, lari sprint 100 m, tenis lapangan dan bulu tangkis. Menurut Giam (1996) dalam ilmu kedokteran olahraga terdapat perbedaan dalam tingkat dan komponen-komponen kebugaran fisik yang ditingkatkan. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
47
Tabel 2.3 Aktifitas Fisik/Kegiatan Olahraga No. Aktivitas
Kebugaran Aerobik*
1
Senam
Sangat baik
2
Bulutangkis
Sangat baik
3
Basket
Sangat baik
4
Binaraga
Minimal
5
Bowling
Minimal
6
Bersepeda
Sangat baik
7
Golf (18 hole)
Minimal
8
Jogging/lari
Sangat baik
9
Beladiri
Baik
10
Sepak takraw
Baik
11
Sepak bola
Sangat baik
12
Berenang
Sangat baik
13
Tenes meja
Baik
14
Tenes
Baik
15
Bola volley
Baik
16
Berjalan
Baik
Catatan: Kebugaran aerobik* : kebugaran dari paru, jantung dan peredaran darah. Kebiasaan berolahraga tersebut dilakukan 3-5 kali seminggu. Sumber : Giam.C.K, Teh.K.C. Ilmu Kedokteran Olahraga, Binarupa Aksara, Jakarta,1996
Dari tabel di atas dapat terlihat bahwa olahraga yang sangat baik untuk pernapasan adalah senam, bulu tangkis, basket, bersepeda, jogging, sepak bola dan renang. Di negara berkembang seperti Indonesia, senam dan jogging merupakan pilihan paling tepat karena jauh lebih murah, mudah dan berguna untuk memperkuat otot pernapasan.
48
b. Frekuensi olahraga Frekuensi olahraga adalah berapa kali seminggu olahraga dilakukan agar memberi efek latihan. Berbagai penelitian menunjukan frekuensi latihan minimal 3 kali seminggu pada hari yang bergantian artinya selang sehari. Hal tersebut dikarenakan karena tubuh memerlukan pemulihan selesai berolahraga sehingga otot dan persendian diberi kesempatan untuk memulihkan diri. Dalam penelitian Cooper (1994) pernah menganjurkan untuk melakukan olahraga setiap hari, namun setelah ia melakukan pengamatan yang cukup lama ia kembali berkesimpulan bahwa olahraga 3 kali seminggu sudah cukup. Olahraga yang dilakukan melebihi 5 kali seminggu akan menimbulkan berbagai komplikasi baik secara psikologis maupun fisiologis (Ambarkati, 2012).
c. Durasi olahraga Ada beberapa rekomendasi yang dianjurkan lamanya olahraga : ACSM (American Collegeof Sports Medicine ) menganjurkan 20-60 menit perhari. Eropa menganjurkan 3-4 hari tiap minggu selama 30 menit dengan 50-80% denyut nadi maksimal atau tiap hari dalam seminggu selama 30 menit dengan denyut nadi maksimal kurang dari 50% (Sugenghartono, 2012).
49
Dalam hal ini penulis menggunakan standar durasi olahraga menurut standar ACSM yaitu selama 20-60 menit setiap kali olahraga. 7. Status gizi Status gizi merupakan keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan zat-zat gizi. Indeks standar yang sekarang dipakai untuk menilai perkembangan gizi adalah Berat Badan (BB) terhadap Tinggi Badan (TB) yang ditinjau dari penggunaannya lebih mudah dan praktis serta tetap mempunyai dasar ilmiahnya atas dasar penelitian Puslitbang Gizi Departemen Kesehatan. Dalam hal ini status gizi dapat dibedakan menjadi: status gizi kurang, status gizi baik/normal dan status gizi lebih. Cara melakukan penggolongan tersebut adalah sebagai berikut: a. Berat Minimal dan Berat Maksimal untuk ukuran tinggi badan tertentu
merupakan batas badan terendah dan tertinggi untuk ukuran tinggi badan tersebut. Bila berat badan dalam batas-batas tersebut maka anak dinyatakan mempunyai gizi baik/normal. b. Bila untuk tinggi badan tertentu mempunyai berat badan yang kurang dari
berat badan minimal maka dinyatakan gizi kurang. c. Bila tinggi badan tertentu mempunyai berat badan yang melebihi berat
maksimal maka dinyatakan gizi lebih. Keadaan kesehatan tersebut pada suatu waktu tertentu dapat ditentukan dengan Indeks Masa Tubuh (IMT). Indeks Masa Tubuh untuk orang Indosnesia adalah sebagai berikut:
50
Tabel 2.4 Batas Ambang IMT (orang Indonesia) Keadaaan
Kategori
IMT
Kurus
Kekurangan berat badan tingkat berat
< 17,0
Kekurangan berat badan tingkat ringan
17,0 – 18,4
18,5 – 25,0
Normal Gemuk
Kelebihan berat badan tingkat ringan
25,1 – 27,0
Kelebihan badan tingkat berat
>27,0
Sumber: Pedoman Usaha Kesehatan Sekolah Dep Kes RI (2002)
Rumus untuk mengetahui IMT
IMT =
Berat Badan (Kg) Tinggi Badan2 (m)
Status gizi seseorang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru. Orang kurus tinggi biasanya memiliki kapasitasnya lebih dari orang gemuk pendek, status gizi yang berlebihan dengan adanya timbunan lemak dapat menurunkan compliance dinding dada dan paru sehingga ventilasi paru akan terganggu akibatnya kapasitas vital paru akan menurun (Nyoman, 2001). Dengan kesimpulan bahwa orang kurus dan gemuk lebih beresiko terkena gangguan kapasitas vital paru dibandingkan dengan orang yang memiliki IMT normal.
51
Hasil dari beberapa penelitian menunjukkan bahwa status gizi ternyata berhubungan dengan gangguan fungsi paru. Diantaranya penelitian Budiono (2007) pada pekerja pada pengecatan mobil menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru. 8. Riwayat Penyakit Dalam beberapa penelitian diperoleh hasil bahwa seseorang yang mempunyai riwayat menderita penyakit paru berhubungan secara bermakna dengan terjadinya gangguan fungsi paru (Bannet,1997). Dari hasil penelitian Sudjono (2002) dan Nugraheni (2004) dalam Irwan Budiono (2007) diperoleh hasil bahwa pekerja yang mempunyai riwayat penyakit paru mempunyai risiko 2 kali lebih besar untuk mengalami gangguan fungsi paru. Sedangkan penelitian Budiono (2007) menyebutkan terdapat hubungan
antara orang
yang memiliki riwayat penyakit paru dengan kapasitas vital paru. Riwayat penyakit sangat penting diketahui dan dinilai untuk mengetahui apakah suatu penyakit berhubungan erat dengan pekerjaan. Guna mengetahui kondisi fisik pekerja, diperlukan anamnesis secara umum dan khusus serta pemeriksaan jasmani secara umum dan khusus. Berbagai macam penyakit khususnya yang menyerang pernapasan seperti asma (sesak nafas), bronkitis kronik (batuk berdahak), pneumonia (paru-paru basah) , dan fibrosis paru-paru mengakibatkan berkurangnya daya kembang paru-paru serta terhambatnya jalur difusi gas (Danusantoso, 2000 dalam Aurorina, 2003). Apabila pekerja mempunyai riwayat penyakit lampau yang berhubungan
52
dengan pernapasan, maka kemungkinan penyakit tersebut akan timbul kembali atau bahkan penyakit tersebut sudah menimbulkan kecacatan pada paru. Seseorang yang pernah mengidap
penyakit paru cenderung akan
mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan kadar oksigen dalam darah. Banyak ahli berkeyakinan bahwa penyakit emfisema kronik, pneumonia, asma bronkiale, tuberkulosis (TBC/flek paru) dan sianosis akan memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang terpapar oleh debu organik dan anorganik (Price,1995).
9. Paparan Kadar Debu Total Debu yang dihasilkan dari aktivitas percetakan digolongkan sebagai penyebab langsung dari terjadinya penurunan kapasitas vital paru. Partikel debu sebagai paparan utama dalam aktivitas percetakan tersebut untuk dapat menyebabkan terjadinya penurunan kapasitas vital paru dipengaruhi oleh tiga hal, yaitu: a. Kadar debu dalam udara b. Dosis paparan kumulatif (penjumlahan kadar dalam udara dan lamanya paparan) c. Waktu tinggal atau lamanya partikel berada dalam paru
53
Berdasarkan Kepmenkes RI NO. 1405/MENKES/SK/XI/2002, tanggal 19 November 2002 tentang
persyaratan kesehatan lingkungan kerja di
perkantoran yaitu meliputi semua ruangan, halaman, dan area sekelilingnya yang merupakan bagian atau yang berhubungan dengan tempat kerja untuk perkantoran. Kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8 jam adalah sebesar 0,15 mg/m3 untuk debu total dengan suhu 18-28oC. (Depkes RI, 2002). Berdasarkan hasil dari penelitian Khumaidah (2009) menyebutkan ada hubungan paparan kadar debu yang diterima oleh pekerja mebel dengan kapasitas vital paru.
10. Luas Ventilasi Udara dalam Ruangan Ventilasi industri atau pertukaran udara di dalam industri merupakan suatu metode yang digunakan untuk memelihara dan menciptakan udara suatu ruangan yang sesuai dengan kebutuhan proses produksi atau kenyamanan pekerja. Disamping itu juga digunakan untuk menurunkan kadar suatu kontaminan di udara tempat kerja sampai batas yang tidak membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan pekerja (Van Wicklen, 2006). Ventilasi ruang percetakan haruslah didesain secara cukup. Akibat dari ventilasi yang tidak adekuat akan menyebabkan konsentrasi debu meningkat. Udara segar harus diatur agar dapat menggantikan udara dalam ruangan yang
54
telah terkontaminasi oleh debu. Untuk memastikan pergantian udara segar tersebut diperlukan air exhaust dalam ruang percetakan. Udara segar diperlukan untuk menjaga temperatur dan kelembaban udara dalam ruangan. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja perkantoran dan industri, ventilasi yang baik harus memenuhi persyaratan: 1. Untuk ruangan kerja yang tidak ber AC harus memiliki lubang ventilasi minimal 15% dari luas lantai dengan menerapkan sistem ventilasi silang. 2. Ruang yang menggunakan AC secara periodik harus dimatikan dan diupayakan mendapat pergantian udara secara alamiah dengan cara membuka seluruh pintu dan jendela atau dengan kipas angin. 3. Membersihkan saringan/filter udara AC secara periodik sesuai ketentuan pabrik.
H. Pengendalian Untuk Meminimalisir Penurunan Fungsi Paru Pada sektor perindustrian, penyakit-penyakit akibat kerja dapat dicegah bila ada saling pengertian, kemauan dan kerja sama yang baik antara pimpinan atau pemilik perusahaan dan pekerjanya. Kegiatan atau cara pencegahan PAK antara lain terdiri dari (Tresnaningsih, 1990) : 1. Pengendalian melalui peraturan atau perundang-undangan. 2. Pengendalian melalui administrasi atau organisasi.
55
3. Pengendalian secara teknis. 4. Pengendalian melalui jalur kesehatan. Menurut Charles (1993), pengendalian atau pencegahan yang akan dilakukan antara lain : 1. Upaya-upaya untuk menghilangkan atau mengurangi potensi bahaya yang ada di tempat kerja. 2. Penerapan cara kerja yang sehat dan selamat. 3. Pemeriksaan kesehatan tenaga kerja secara teratur/berkala terutama kondisi paru tenaga kerja. 4. Penyediaan dan pemakaian Alat Pelindung Diri (APD) yang baik dan sesuai dengan cara-cara kerja yang baik dan benar. APD dalam hal ini adalah masker yang dirancang untuk memberikan perlindungan maksimal terhadap bahaya yang ada di lokasi produksi dan sekitarnya dan merupakan upaya terakhir dalam usaha perlindungan pekerja. Perlindungan tenaga kerja melalui usaha-usaha teknis pengamanan tempat, peralatan dan lingkungan kerja adalah sangat diperlukan. Namun kadangkadang keadaan bahaya masih belum dapat dikendalikan sepenuhnya, sehingga digunakan APD. Alat-alat demikian harus memenuhi persyaratan (Siregar, 2004) : 1. Enak dipakai dan tidak mengganggu dalam proses kerja. 2. Memberikan perlindungan efektif terhadap jenis bahaya.
56
I. Kerangka Teori Teori yang mendukung dari rancangan penelitian ini adalah sebagai berikut : J. Faktor Pekerja:
1. Umur 2. Masa kerja 3. Kebiasaan merokok 4. Kebiasaan olahraga 5. Status gizi Kapasitas vital paru 6. Riwayat penyakit 7. Jenis kelamin 8. Penggunaan APD 9. Faktor Lingkungan: 1. Kadar debu total 2. Luas ventilasi ruangan
Sumber: Price,1995; Tambayong, 2001; Irwan Budiono, 2007; Khumaidah, 2009; Mila, 2006; Bustan, 2000; Guyton, 1994; Giam, 1996; Depkes Ri, 2002;
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL DAN HIPOTESIS
A. Kerangka Konsep Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru (KVP) pada pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013. Adapun kerangka konsep dalam penelitian ini terdiri dari variabel dependen dan independen yang mengacu pada kerangka teori yang telah disebutkan sebelumnya. Variabel independennya yaitu faktor pekerja (Umur, masa kerja, kebiasaan merokok, kebiasaan olah raga, status gizi (IMT), riwayat penyakit, jenis kelamin) dan faktor lingkungan (kadar debu total dan luas ventilasi ruangan). Sedangkan variabel dependennya adalah kapasitas vital paru. Sedangkan variabel yang tidak diteliti adalah alat pelindung diri (APD) karena homogen/populasi tidak menggunakan APD.
57
58
Kerangka konsep penelitian dapat dilihat pada bagan di bawah ini:
Faktor Pekerja: 1. Umur 2. Masa kerja 3. Kebiasaan merokok 4. Kebiasaan olahraga 5. Status gizi 6. Riwayat penyakit 7. Jenis kelamin
Faktor Lingkungan: 1. Kadar debu total 2. Ventilasi ruangan
Kapasitas vital paru
59 B. Defenisi Operasional Tabel 3.1 Definisi Operasional
No.
Variabel
1.
Kapasitas vital paru
2.
Kadar debu total
3
Ventilasi ruangan
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Kriteria
Jumlah udara maksimum pada Spirometer Membaca hasil pada 0. Ada Gangguan seseorang yang berpindah pada Spirogram (Restriksi, Campuran satu tarikan napas yang dilihat dan Obstruktif) dari nilai % FVC Prediksi dan 1. Tidak Ada Gangguan % FEV1/FVC (Irwan Budiono, (Normal) 2007) Untuk kepentingan analisis, maka variabel gangguan fungsi paru di kelompokkan menjadi : - Normal, bila nilai % FVC ≥ 80 dan % FEV1/FVC ≥ 75 - Ada gangguan (R, C, O), bila nilai % FVC ≤ 79 dan % FEV1/FVC ≤ 74 (McKay, 1994) Hasil pengukuran kadar debu Haz Dust Melihat hasil dari 0. Tidak memenuhi syarat total menggunakan metode Model EPAM pengukurat alat Haz bila diatas NAB (kadar grafimetri selama 1 jam pada 3 5000 Dust Model EPAM debu > 0,15 mg/m3 ) titik lokasi di percetakan 5000 dengan metode 1. Memenuhi syarat bila sebanyak 1 kali pengukuran grafimetri dibawah NAB (kadar (Khumaidah, 2009) debu ≤ 0,15 mg/m3 ) (Depkes RI, 2002) Jendela dan lubang angin yang Meteran Observasi dan 0. Tidak memenuhi syarat berfungsi untuk menciptakan pengukuran luas (apabila < 15% dari udara ruangan yang sesuai ventilasi ruangan luas lantai) dengan kebutuhan proses percetakan 1. Memenuhi syarat produksi atau kenyamanan kerja (apabila ≥ 15% dari (Van Wicklen, 2006) luas lantai) (Depkes RI, 2002)
Skala Ordinal
Ordinal
Ordinal
60
No. 4.
Variabel Umur
Definisi Lama Waktu hidup pekerja (dalam tahun)dari sejak lahir sampai penelitian berlangsung (Pusparini, 2003)
Alat Ukur
Cara Ukur
Kuesioner + KTP
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
Kriteria Tahun
Skala Rasio
5.
Masa kerja
Lama pekerja percetakan bekerja (tahun) sejak mulai bekerja sampai penelitian ini berlangsung. (Mila, 2006)
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
0. Lama ≥ 5 tahun 1. Baru < 5 tahun (Fahmi ,1990 dalam Solech, 2001)
Ordinal
6.
Kebiasaan Merokok
Kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dalam menghisap rokok mulai dari satu batang ataupun lebih dalam satu hari (PDPI, 2001)
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
0. 1.
Merokok Tidak merokok
Ordinal
7.
Kebiasaan Olahraga
Latihan fisik teratur yang dapat meningkatkan kemampuan kapasitas pernafasan pekerja (Yulaekah, 2007)
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
0.
Tidak melakukan olahraga (Tidak) Melakukan olahraga (Ya)
Ordinal
Jenis olahraga
Jenis olah raga yang biasa dilakukan responden ( Giam, 1996)
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
0. 1.
Aerobik Anaerobik
Ordinal
Frekuensi olahraga
Banyaknya kegiatan olah raga yang dilakukan responden dalam satu minggu ( Budiono, 2007).
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
0.
1.
< 3 atau > 5 kali seminggu 1. 3 – 5 kali seminggu (Ambarkati, 2012)
Ordinal
61
No.
8.
9.
10
Variabel
Definisi
Alat Ukur
Cara Ukur
Kriteria
Skala
Durasi olahraga
Lamanya olah raga (dalam menit) yang dilakukan setiap kali olahraga ( Budiono, 2007).
Kuesioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
0.
< 20 menit atau > 60 menit 1. 20 – 60 menit (Sugenghartono, 2012)
Ordinal
Status Gizi (IMT)
Keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan zat-zat gizi dengan memperhitungkan indeks massa tubuh (IMT) ( Depkes RI, 2002)
Timbangan injak
Melihat jarum ukur pada timbangan
Ordinal
Microtoise
Melihat jarum ukur pada microtoise
0. Beresiko (gemuk dan kurus) 1. Tidak beresiko (normal)
Riwayat Penyakit
Kondisi riwayat penyakit pernafasan responden yg dapat mengganggu/mempengaruhi hasil pemeriksaan fungsi paru, seperti Bronchitis, radang paru, flu alergi, TBC, Ashma. (Irwan Budiono, 2007)
Pemeriksaan dokter
Dengan dilakukan pemeriksaan oleh dokter
0. Pernah
Ordinal
Jenis Kelamin
Perbedaan yang nampak antara laki-laki dan perempuan (Web’ster New World Dictionary dlm Mausuly, 2010)
Kuisioner
Menyebarkan kuesioner kepada pekerja
0. Laki-laki
1. Tidak Pernah
1. Perempuan
Ordinal
62
C. Hipotesis 1. Ada hubungan antara umur dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan. 2. Ada hubungan antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan. 3. Ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan. 4. Ada hubungan antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan. 5. Ada hubungan antara status gizi dengan gangguan kapasitas vital pekerja percetakan. 6. Ada hubungan antara riwayat penyakit dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan. 7. Ada hubungan antara jenis kelamin dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan. 8. Ada hubungan antara kadar debu total dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan. 9. Ada hubungan antara luas ventilasi ruangan dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan.
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan desain cross sectional (potong lintang) karena pada penelitian ini variabel independen dan dependen akan diamati pada waktu (periode) yang sama.
B. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari - Maret 2013 di bagian produksi percetakan Mega Mall Ciputat, Tangerang Selatan.
C. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi pada penelitian ini adalah seluruh pekerja di industri percetakan kawasan Mega Mall Ciputat, Tangerang Selatan.
63
64
Sedangkan sampel yang diambil adalah pekerja percetakan yang mewakili populasi. Pengambilan sampel dilakukan secara uji beda dua proporsi dengan rumus sebagai berikut(Ariawan, 1998):
{z1-α 2P(1- P) + z1-ß n=
P1 (1- P1)+ P2(1- P2) }2
(P1- P2)2
Keterangan : n
: Besar sampel
P
: Rata-rata proporsi pada populasi (P1 + P2/2)
P1
: Proporsi Orang yang mengalami gangguan fungsi paru pada yang merokok (Budiono, 2007)
P2
: Proporsi Orang yang mengalami gangguan fungsi paru pada yang tidak merokok (Budiono, 2007)
Z 1-α
: Derajat kemaknaan α pada uji 1sisi α = 5% = 1,96
Z
: Kekuatan uji 80 % = 0,84
1-β
65
Variabel
Debu
Riwayat penyakit
Status gizi
Kebiasaan olahraga
Kebiasaan merokok
Masa kerja
APD
P1
0,654
0,625
0,6
0,506
0,649
0,923
0,805
P2
0,211
0,286
0,257
0,182
0,34
0,39
0,184
P
0,455
0,428
0,344
0,4945
0,656
0,494
0,432
Sampel
18
33
32
33
40
11
9
Proporsi S.Yulaekah, 2007 (proporsi gangguan fungsi paru 61,67%)
29
53
52
53
65
18
15
Variabel Kebiasaan Merokok: {1,96 2 x 0,49 (1- 0,49) + 0,84 n=
0,65(1- 0,65) + 0,34 (1- 0,34)}2
(0,65 - 0,34)2
= 39,12 5= 40 (oran
g)
Berdasarkan perhitungan uji statistik di atas, diperoleh jumlah sampel terbanyak 40 responden. Untuk mendapatkan sampel sesungguhnya maka harus dihitung dengan proporsi kejadian (gangguan fungsi paru) pada pekerja. Berdasarkan penelitian S.Yulaekah , 2007, proporsi pekerja yang mengalami gangguan fungsi paru yaitu 61,67%.
66
Sehingga total sampel yang digunakan dalam penelitan ini yaitu: 40 = 61,67/100 × total sampel 40 = 0,6167 × total sampel Total sampel = 40/0,6167 = 64,86 = 65 Untuk menghindari terjadinya missing jawaban dari responden maka perlu ditambahkan jumlah sampel tersebut, sehingga jumlah sampel keseluruhan sebesar 70 responden.
D. Instrumen Penelitian Instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spyrometer untuk mengukur kapasitas vital paru (KVP) responden guna mengetahui ada atau tidaknya gangguan fungsi paru, Haz Dust Model EPAM 5000 guna mengetahui kadar debu total pada lingkungan kerja, pemeriksaan kesehatan responden oleh dokter, timbangan injak untuk mengukur berat badan, microtoise untuk mengukur tinggi badan dan kuesioner untuk mendapatkan data pribadi pekerja percetakan berupa nama, umur dan jenis kelamin.
67
E. Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan berupa data primer, yang diambil oleh peneliti sendiri dan dibantu oleh rekan-rekan dari jurusan kesehatan masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta . Data primer diperoleh langsung dari responden, melalui: 1. Uji Fungsi Paru Metode ini dilakukan dengan cara pengukuran paru pekerja percetakan menggunakan alat spirometer Autospiro Minato AS 505 secara langsung terhadap responden. Adapun cara pengukuran fungsi paru pekerja percetakan, sebagai berikut : a. Siapkan alat spirometer, dan kalibrasi harus dilakukan sebelum pemeriksaan. b. Pasien harus dalam keadaan sehat, tidak ada flu atau infeksi saluran nafas bagian atas, dan hati-hati pada penderita asma karena dapat memicu serangan asma. c. Masukkan data yang diperlukan, yaitu umur, tinggi badan, berat badan untuk mengetahui nilai prediksi.
68
d. Beri petunjuk dan demonstrasikan manuver pada tenaga kerja, yaitu pernafasan melalui mulut, tanpa ada udara lewat hidung dan celah bibir yang mengatup mouth tube. e. Pekerja dalam posisi duduk atau berdiri, lakukan pernafasan biasa, tiga kali berturut-turut, kemudian langsung menghisap sekuat dan sebanyak mungkin udara ke dalam paru-paru, dan kemudian dengan cepat dan sekuat-kuatnya dihembuskan udara melalui mouth tube. f. Manuver dilakukan tiga kali untuk mengetahui FVC dan FEV1. g. Hasilnya dapat dilihat pada print out.
2. Umur Umur pekerja dapat diperoleh melalui wawancara kepada pekerja dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner.
3. Masa Kerja Data mengenai masa kerja diperoleh melalui wawancara kepada pekerja dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner.
4. Kebiasaan Merokok Data mengenai kebiasaan merokok diperoleh melalui wawancara kepada pekerja dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner. Selanjutnya dikategorikan berdasarkan Indeks Birkman (IB), yaitu hasil perkalian antara
69
antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Nilai yang dihasilkan dari perhitungan tersebut akan dimasukkan kedalam tiga kategori yaitu: a. Ringan : 0-200 b. Sedang : 200-600 c. Berat
: > 600
Hasil yang telah dikategorikan berdasarkan Indeks Birkman kemudian selanjutnya dikategoikan menjadi merokok ( ringan,sedang dan berat) dan tidak merokok.
5. Kebiasaan Olahraga Data mengenai kebiasaan berolahraga diperoleh melalui wawancara kepada pekerja. Dari variabel tersebut diperoleh tiga jenis variabel tambahan, yaitu jenis, frekuensi dan durasi olahraga yang masing-masing menggunakan instrumen berupa kuisioner.
6. Status Gizi Data mengenai status gizi dapat diperoleh melalui pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT), yang selanjutnya dikategorikan sebagai berikut: 1. Beresiko (kurus dan gemuk) 2. Tidak beresiko (normal) 3.
70
Langkah pengukurannya adalah sebagai berikut: 1. Mengukur berat badan dengan timbangan berat badan. 2. Mengukur tinggi badan dengan microtoise. 3. Setelah didapatkannya data berat dan tinggi badan responden, maka data tersebut dimasukkan ke dalam rumus IMT untuk diketahuinya status gizi responden.
7. Riwayat Penyakit Data mengenai riwayat penyakit diperoleh melalui pemeriksaan kesehatan kepada pekerja. Dari berbagai macam penyakit khususnya yang menyerang pernapasan seperti asma (sesak nafas), bronkitis kronik (batuk berdahak), pneumonia (paru-paru basah), dan tuberculosis (TBC/flek paru).
8. Jenis Kelamin Dapat ditentukan dengan membedakan responden laki-laki dan perempuan.
9. Kadar Debu Total Melakukan pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat kerja dengan menggunakan alat Haz Dust Model EPAM 5000. Adapun cara pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat kerja, sebagai berikut :
71
1. Siapakan alat Haz Dust Model EPAM 5000. 2. Memilih besar partikel pada lingkungan kerja yang diteliti ( PM 10.0 μm ).
3. Lakukan kalibrasi pada alat Haz Dust Model EPAM 5000. 4. Melakukan sampling 5. Mengecek kembali data yang telah dimasukkan.
10. Luas Ventilasi Ruangan Data mengenai luas ventilasi ruangan diperoleh melalui melakukan observasi dan pengukuran luas ventilasi ruangan percetakan. Dengan standardisasi Kepmenkes RI NO. 1405/MENKES/SK/XI/2002 tentang persyaratan kesehatan lingkungan kerja di perkantoran dan industri.
F. Pengolahan Data Seluruh data yang terkumpul akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1. Mengkode data (data coding) Proses pengklasifikasian data dan pemberian kode jawaban responden, dilakukan pada pembuatan kuesioner untuk mempermudah pengolahan data selanjutnya. Dimana coding dilakukan pada kuesioner, jika nilai hasil pengukuran kapasitas vital paru ada gangguan (restriksi,
72
campuran dan obstruksi) pengkodean = 0, jika tidak ada gangguan (normal) = 1. Semua variabel independen pun dikodekan. Yaitu : a) Kadar debu total; Tidak memenuhi syarat bila diatas NAB (kadar debu > 0,15 mg/m3= 0, Memenuhi syarat bila dibawah NAB (kadar debu ≤ 0,15 mg/m3) = 1. b) Luas ventilasi ruangan; Tidak memenuhi syarat (apabila < 10% luas lantai) = 0, Memenuhi syarat (apabila ≥ 10% luas lantai) = 1. c) Masa kerja; Lama ( ≥ 5 tahun) = 0, baru (<5 tahun) = 1. d) Kebiasaan Merokok ; 0 = Merokok, 1 = tidak merokok. e) Kebiasaan Olahraga ; 0 = Tidak melakukan olahraga (Tidak), 1 = Melakukan olahraga (Ya).
Jenis Olahraga ; 0 = Minimal, 1 = Baik, 2 = Sangat baik. Frekuensi Olahraga ; 0 = < 3 atau > 5 kali seminggu, 1 = 3 – 5 kali seminggu. Durasi Olahraga ; 0 = < 20 menit atau > 60 menit, 1 = 20 – 60 menit.
f) Status Gizi ; 0 = Beresiko (gemuk dan kurus), 1 = (normal). g) Riwayat penyakit; Pernah = 0, tidak pernah = 1 h) Jenis kelamin; Laki-laki = 0, perempuan = 1
Tidak
beresiko
73
2. Menyunting data (data editing)
Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan dan kebenaran data seperti kelengkapan pengisian, kesalahan pengisian, konsistensi pengisian setiap jawaban kuesioner. Data ini merupakan data input utama untuk penelitian ini.
3. Memasukkan data (data entry) Memasukkan data dari hasil kuesioner yang sudah di berikan kode pada masing-masing variabel, kemudian dilakukan analisis data dengan memasukan data-data tersebut dengan program SPSS untuk dilakukan analisis univariat (untuk mengetahui gambaran secara umum), dan bivariat (mengetahui variabel yang berhubungan).
4. Membersihkan data (data cleaning) Pengecekan
kembali
data
yang
telah
dimasukkan
untuk
memastikan data tersebut tidak ada yang salah, sehingga dengan demikian data tersebut telah siap diolah dan dianalisis.
74
G. Teknik Analisis Data 1. Analisa Univariat
Yaitu analisa yang digunakan terhadap tiap variabel dari hasil penelitian. Pada umumnya dalam analisa ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap variabel. 2. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas (independen) dan variabel terikat (dependen) dengan uji statistik yang sesuai dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah Chi Square atau kai kuadrat. Syarat uji Chi Square adalah tidak ada sel yang nilai observed-nya bernilai 0, dan sel yang mempunyai expected kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel, dan menggunakan tabel 2x2 (Dahlan, 2001). Uji Chi Square untuk menghubungkan variabel kategorik dan kategorik. Variabel yang termasuk pada uji Chi Square yaitu faktor, kadar debu total, luas ventialsi ruangan, riwayat penyakit, kebiasaan olahraga, kebiasaan merokok, masa kerja, status gizi (IMT), jenis kelamin yang akan dihubungkan dengan variabel kapasitas vital paru. Sedangkan untuk variabel umur dilakukan uji normalitas terlebih dahulu karena data yang didapatkan berupa data numerik. Bila hasil tes uji normalitas data berdistribusi normal, maka akan dilanjutkan dengan uji t-independent untuk menghubungkan antara variabel numerik dan kategorik, namun jika data tidak berdistribusi normal akan dilanjutkan dengan uji mann withney.
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Analisis Univariat 1. Gambaran Kapasitas Vital Paru Pekerja Percetakan di Mega Mall Ciputat Hasil penelitian mengenai gambaran Kapasitas Vital Paru (KVP) pada pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat tahun 2013 dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 5.1 Distribusi Frekuensi Kapasitas Vital Paru Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 No. KVP Jumlah Percentase (%) 1
Ada gangguan
50
71.4
2
Tidak ada gangguan
20
28.6
Jumlah
70
100.0
Berdasarkan tabel 5.1 dari 70 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja percetakan yang mengalami gangguan pada Kapasitas Vital Paru (KVP) memiliki jumlah paling besar, yaitu sebesar 71,4%.
75
76
2. Gambaran Karakteristik Lingkungan Kerja Percetakan di Mega Mall Ciputat Karakteristik lingkungan kerja percetakan dalam penelitian ini meliputi kadar debu total dan ventilasi ruangan. Distribusi lingkungan kerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat menurut karakteristik dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
No. 1
2
Tabel 5.2 Distribusi Frekuensi Lingkungan Kerja Percetakan Berdasarkan Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013 Kriteria Variabel Jumlah Percentase (%) Kadar debu total Lebih dari NAB
> 0,15 mg/m3
40
57.1
Sesuai NAB
≤ 0,15 mg/m3
30
42.9
Tidak sesuai standar
< 15% luas lantai
55
78,6
Sesuai standar
≥ 15% luas lantai
15
21,4
Ventilasi ruangan
a. Gambaran Kadar Debu Total pada Lingkungan Kerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas, diketahui gambaran dengan kadar debu total di lingkungan kerja yang melebihi NAB memiliki jumlah paling besar, yaitu 57,1 %.
77
b. Gambaran Ventilasi Ruangan pada Lingkungan Kerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Berdasarkan tabel diatas, diketahui bahwa gambaran ventilasi ruang kerja yang tidak memenuhi syarat memiliki jumlah paling besar, yaitu 78,6 %.
3. Gambaran Karakteristik Pekerja Percetakan di Mega Mall Ciputat Karakteristik pekerja dalam penelitian ini meliputi status gizi (IMT), masa kerja, riwayat penyakit, jenis kelamin, kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga dan umur . Distribusi pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat menurut karakteristik dapat terlihat pada tabel di bawah ini.
78
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Pekerja Percetakan Berdasarkan Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013 No.
Variabel
1
Status Gizi (IMT)
2
3
4
5
6
Jumlah
Percentase (%)
Beresiko
27
38.6
Tidak beresiko
43
61.4
Pernah
11
15.7
Tidak pernah
59
84.3
Laki-laki
63
90.0
Perempuan
7
10.0
Lama
35
50.0
Baru
35
50.0
Merokok
35
50.0
Tidak Merokok
35
50.0
Tidak melakukan olahrga
54
77.1
Melakukan olahraga
16
22.9
Riwayat Penyakit
Jenis Kelamin
Masa Kerja
Kebiasaan Merokok
Kebiasaan Olahraga
a. Gambaran Status Gizi Pekerja Percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Data status gizi diperoleh dengan cara menghitung indeks masa tubuh. Hasil dari data tersebut di kategorikan menjadi 2, yaitu beresiko (kurus dan gemuk) dan tidak beresiko (normal). Dari tabel di atas,
79
diketahui gambaran responden yang tidak beresiko memiliki jumlah paling besar, yaitu 61,4 %. b. Gambaran Riwayat Penyakit Pekerja Percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Data riwayat penyakit diperoleh dengan cara pemeriksaan dokter. Dari tabel diatas, diketahui gambaran responden yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang berhubungan dengan penyakit paru memiliki jumlah paling besar, yaitu 84,3 %. c. Gambaran Jenis Kelamin Pekerja Percetakan di Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Data jenis kelamin diperoleh dengan menyebarkan kuisioner. Dari tabel diatas dari 70 responden yang diambil, diketahui gambaran responden jenis kelamin laki-laki memiliki jumlah paling banyak, yaitu 90 %. d. Gambaran Masa Kerja pada Pekerja Percetakan di Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Data masa kerja diperoleh dengan cara menyebarkan kuesioner pada sampel. Hasil penelitian ini menggambarkan jumlah pekerja berdasarkan masa kerja. Berdasarkan tabel diatas dari 70 responden yang
80
diambil, diketahui gambaran bahwa pekerja lama memiliki jumlah yang sama dengan pekerja baru yaitu 50 %. e. Gambaran Kebiasaan Merokok Pekerja Percetakan di Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Data kebiasaan merokok diperoleh dengan menyebarkan kuisioner kepada responden. Kebiasaan merokok responden didapatkan dengan perhitungan Indeks Birkman dengan kategori ringan,sedang dan berat. Setelah mendapatkan hasil kategorinya, data kebiasaan merokok responden di kategorikan menjadi 2, yaitu merokok (ringan, sedang dan berat) dan tidak merokok. Berdasarkan tabel di atas, diketahui gambaran bahwa responden yang merokok jumlahnya sama dengan responden yang tidak merokok yaitu 50 %. f. Gambaran Kebiasaan Olahraga Pekerja Percetakan di Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Data kebiasaan olahraga diperoleh dengan menyebarkan kuisioner kepada responden. Data mengenai kebiasaan olahraga di dalamnya terdapat gambaran tentang jenis olahraga, frekuensi olahraga dan durasi olahraga. Berdasarkan tabel di atas, diketahui gambaran bahwa responden yang tidak melakukan olahraga memiliki jumlah paling besar yaitu 77,1 %.
81
Selain itu data yang diperoleh mengenai responden yang melakukan olahraga, juga dapat menggambarkan jenis olahraga, frekuensi olahraga dan durasi olahraga. Hal ini dapat di lihat pada tabel berikut. Tabel 5.4 Distribusi Kebiasaan Olahraga Pekerja Percetakan Berdasarkan Jenis, Frekensi dan Durasi, Ciputat Tahun 2013 No.
Kebiasaan Olahraga
1
Jenis Olahraga
2
3
Jumlah
Percentase (%)
Aerobik
11
68,8
Anaerobik
5
31,2
< 3 atau > 5 kali seminggu
14
87,5
3 – 5 kali seminggu
2
12,5
< 20 menit atau > 60 menit
5
31,2
20 – 60 menit
11
68,8
Frekuensi Olahraga
Durasi Olahraga
1. Jenis Olahraga Berdasarkan tabel 5.4 di atas, diketahui gambaran bahwa jenis olahraga aerobik memiliki jumlah paling besar, yaitu 68,8 %. 2. Frekuensi Olahraga Berdasarkan tabel 5.4 di atas, diketahui gambaran bahwa frekuensi olahraga < 3 atau > 5 kali seminggu memiliki jumlah paling besar, yaitu 87,5 %.
82
3. Durasi Olahraga Berdasarkan tabel 5.4 di atas, diketahui gambaran bahwa durasi olahraga 20 – 60 menit memiliki jumlah paling besar, yaitu 86,8 % Tabel 5.5 Distribusi Umur Pekerja Pekerja Percetakan Berdasarkan Karakteristiknya, Ciputat Tahun 2013 Variabel Mean SD Min-Max Umur
26.53
8.787
16 – 63
Data umur pekerja diperoleh dengan menyebarkan kuisioner. Dari tabel di atas 70 responden yang diambil, diketahui gambaran distribusi rata-rata umur responden di tempat kerja adalah 26 tahun dengan standar deviasi 8,787. Umur di tempat kerja termuda adalah 16 tahun dan tertua adalah 63 tahun.
83
B. Analisis Bivariat 1. Hubungan Antara Karakteristik Lingkungan Kerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Tabel 5.6 Hubungan antara Karakteristik Lingkungan Kerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 No.
1.
2.
KVP Ada Tidak ada gangguan gangguan N % N %
N
%
Lebih dari NAB
33
82,5
7
17,5
40
100
Sesuai NAB
17
56,7
13
43,3
30
100
Tidak memenuhi syarat
43
78,2
12
21,8
55
100
Memenuhi syarat
7
46,7
8
53,3
15
100
Variabel
Total
Pvalue
OR (95% CI)
0,036
3,605 (1,213 – 10,715)
0,025
4,095 (1,234 – 13,588)
Kadar Debu Total
Ventilasi Ruangan
a. Hubungan antara Kadar Debu Total dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa kadar debu total di lingkungan kerja yang melebihi NAB sebagian besar mengalami gangguan KPV yaitu sebesar 82,5 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue = 0,036. Berarti terlihat ada hubungan yang bermakna antara kadar debu total dengan KPV.
84
b. Hubungan
antara
Ventilasi
Ruangan
dengan
KVP
Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa ventilasi ruangan di lingkungan kerja yang tidak memenuhi syarat sebagian besar mengalami gangguan KPV yaitu sebesar 78,2 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue = 0,025. Berarti terlihat ada hubungan yang bermakna antara ventilasi ruangan dengan KPV.
85
2. Hubungan
antara
Karakteristik
Pekerja
dengan
KVP
Pekerja
Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Tabel 5.7 Hubungan antara Karakteristik Pekerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 KVP No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Variabel
Ada gangguan
Total
Tidak ada gangguan N %
N
%
N
%
Beresiko
19
70,4
8
29,6
27
100
Tidak beresiko
31
72,1
20
27,9
43
100
Pernah
11
100
0
0
11
100
Tidak pernah
39
66,1
20
33,9
59
100
Lama
34
97,1
1
2,9
35
100
Baru
16
45,7
19
54,3
35
100
Merokok
33
94,3
2
5,7
35
100
Tidak merokok
17
48,6
18
51,4
35
100
Tidak olahraga
45
83,3
9
16,7
54
100
olahraga
5
31,2
11
68,8
16
100
Laki-laki
45
71,4
18
28,6
63
100
Perempuan
5
71,4
2
28,6
7
100
Pvalue
OR (95% CI)
1,000
0,919 (0,318 2,657)
0,027
-
0,000
40,375 (4,960 - 328,667)
Status Gizi
Riwayat Penyakit
Masa Kerja
Kebiasaan Merokok
0,000
17,471 (3.621 - 84.286)
0,000
11,000 (3,069 – 39,429)
1,000
1,000 (0,178 – 5,632)
Kebiasaan Olahraga
Jenis Kelamin
a. Hubungan antara Status Gizi Pekerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang memiliki status gizi tidak beresiko sebagian besar mengalami gangguan KPV yaitu sebesar 72,1 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik
86
didapatkan nilai Pvalue = 1,000. Berarti tidak terlihat hubungan yang bermakna antara status gizi dengan KPV.
b. Hubungan antara Riwayat Penyakit Pekerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang pernah memiliki riwayat penyakit paru mengalami gangguan KPV yaitu sebesar 100 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue = 0,027. Berarti terlihat ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan KPV.
c. Hubungan antara Masa Kerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang memiliki masa kerja lama sebagian besar mengalami gangguan KPV yaitu sebesar 97,1 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue = 0,000. Berarti terlihat ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan KPV.
d. Hubungan Antara Kebiasaan Merokok Pekerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013
87
Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang memiliki kebiasaan merokok sebagian besar mengalami gangguan KPV yaitu sebesar 94,3 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue = 0,000. Berarti terlihat ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan KPV.
e. Hubungan Antara Kebiasaan Olahraga Pekerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang tidak melakukan olahraga mengalami gangguan KPV yaitu sebesar 83,3 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue = 0,000. Berarti terlihat ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan olahraga dengan KPV.
f. Hubungan antara Jenis Kelamin Pekerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Berdasarkan tabel di atas dapat diketahui bahwa pekerja yang berjenis kelamin laki-laki atau perempuan yang mengalami gangguan KPV sama besar, yaitu sebesar 71,4 %. Sehingga berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue = 1,000. Berarti tidak terlihat hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan KPV.
88
Tabel 5.8 Hubungan antara Umur Pekerja dengan KVP Pekerja Percetakan di Kawasan Mega Mall Ciputat Tahun 2013 Variabel KVP Pvalue Ada gangguan Umur 0,948 Tidak ada gangguan
Berdasarkan tabel di atas hasil uji statistik mann whitney didapatkan nilai Pvalue = 0,948. Berarti tidak terlihat hubungan yang bermakna antara umur dengan KPV.
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian a. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, dengan menggunakan desain penelitian cross sectional terkadang ditemukan bias berupa tidak dapat menentukan hubungan sebab akibat. b. Sebenarnya variabel paparan debu harus diteliti menggunakan Personal Dust Sampler, untuk mengetahui paparan debu yang benar-benar diterima pekerja percetakan yang mungkin dipengaruhi lingkungan kerja. c. Saat menanyakan kebiasaan olahraga, peneliti berasumsi bahwa presepsi pekerja dalam menjawab bisa menyebabkan bias pada jawaban yang didapatkan. d. Saat menanyakan kebiasaan merokok, hanya menanyakan jumlah rokok yang dihisap per hari dan lama mengkonsumsi rokok dalam tahun, tetapi tidak memperhatikan jenis rokok yang dihisap. e. Dalam menentukan ventilasi ruangan, hanya mengukur ventilasi tanpa memperhatikan kondisi pintu yang selalu terbuka sebagai salah satu media untuk pertukaran udara dari dalam dan luar ruangan.
88
89
B. Gambaran Kapasitas Vital Paru Pekerja Kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimum pada seseorang yang berpindah pada satu tarikan napas. Kapasitas ini mencakup volume cadangan inspirasi, volume tidal dan cadangan ekspirasi. Nilainya diukur dengan menyuruh individu melakukan inspirasi maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur (Corwin, 2001). Menurut Tambayong (2001), kapasitas vital paru adalah jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah udara dipenuhi secara maksimal Hasil dari tes kapasitas vital paru tidak dapat untuk mendiagnosis suatu panyakit paru-paru tapi hanya memberikan gambaran gangguan fungsi paru yang dapat dibedakan atas kelainan obstruktif (kelainan pada ekspirasi) dan kelainan restriktif (kelainan pada inspirasi)(Price, 1995). Kapasitas vital paru yang baik adalah yang memiliki (KVP) minimal 80% menurut American Thoracis Society (Ikhsan, 2002). Hasil penelitian mengenai gambaran KVP pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013 menunjukkan bahwa pekerja yang mengalami gangguan (restriksi, obstruksi dan campuran) lebih banyak daripada yang tidak memiliki gangguan (normal), dengan persentase 71,4% dan 28,6%. Hasil dari pemeriksaan dan pengukuran KVP pekerja tidak dapat mendiagnosis pekerja mengalami penyakit paru atau tidak. Namun hal tersebut mengindikasikan agar pekerja yag mengalami gangguan segera di beri penanganan secara cepat dan
90
tepat. Sehingga dampak yang ditimbulkan terhadap fungsi paru-paru pekerja tidak semakin parah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Rini (1998) di Mojokerto menunjukan bahwa penurunan kapasitas vital paru pada pekerja pemecah batu, dengan gangguan restriksi sebesar 67%, ia menyimpulkan bahwa penurunan kapasitas vital paru terjadi karena penurunan elastisitas paru yang di sebabkan oleh fibrosis akibat pajanan debu yang diduga mengandung silica. Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Adi (2007) pada pabrik pembuatan genteng, diketahui 35 (85%) pekerja mengalami restriksi dari 41 orang pekerja. Dalam penelitian ini, kapasitas vital paru pada pekerja percetakan dipengaruhi oleh banyak faktor. Faktor-faktor yang diduga mempengaruhi kapasitas vital paru pada pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013 adalah kondisi lingkungan kerja (kadar debu total dan ventilasi ruangan) dan kondisi pekerja (riwayat penyakit, masa kerja, kebiasaan merokok dan kebiasaan olahraga), sedangkan faktor-faktor yang tidak terduga mempengaruhi kapasitas vital paru pada pekerja adalah status gizi, jenis kelamin dan umur. Berikut akan dibahas satu persatu mengenai variabel yang menjadi faktor – faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013.
91
C. Faktor – Faktor yang Berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru 1. Karakteristik Lingkungan Kerja a. Hubungan antara Kadar Debu Total dengan Kapasitas Vital Paru Debu dapat menyebabkan kerusakan paru dan fibrosis apabila terinhalasi selama bekerja terus menerus. Bila alveoli mengeras, akibatnya mengurangi elastisitas dalam menampung volume udara sehingga kemampuan mengikat oksigen menurun (Depkes RI, 2003). Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1988). Debu di lingkungan kerja akan mencemari udara sehingga pekerja percetakan dapat terpapar debu kertas dan tinta. Bahan pencemar tersebut dapat berpengaruh terhadap kesehatan manusia khususnya kapasitas vital paru (KVP). Berbagai faktor dalam timbulnya gangguan pada saluran napas akibat debu dapat disebabkan oleh debu yang meliputi ukuran partikel, bentuk, konsentrasi, daya larut dan sifat kimiawi, serta lama paparan. (Ahmadi, 1990). Penumpukan dan pergerakan debu pada saluran napas dapat menyebabkan peradangan jalan napas. Peradangan ini dapat mengakibatkan penyumbatan jalan napas, sehingga dapat menurunkan kapasitas paru (Yulaekah, 2007).
92
Kandungan debu maksimal di dalam udara ruangan dalam pengukuran rata-rata 8 jam adalah sebesar 0,15 mg/m3 untuk debu total dengan suhu 18-28oC. (Depkes RI, 2002). Dari hasil penelitian pada variabel kadar debu total, didapatkan hasil bahwa persentase lingkungan percetakan yang kadar debu totalnya melebihi NAB lebih banyak daripada lingkungan yang sesuai dengan NAB. Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kadar debu total dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat tahun 2013. Hal ini sejalan dengan penelitian dari penelitian Khumaidah (2009) yang meneliti gangguan fungsi paru pada pekerja mebel di kabupaten Jepara yang menyatakan bahwa ada hubungan paparan kadar debu yang diterima oleh pekerja mebel dengan kapasitas vital paru. Dalam hal ini disebabkan
adanya
deposit
debu
dalam
jaringan
paru
disebut
pnemokoniasis. Menurut definisi dari International Labor Organization (ILO) pnemokoniosis adalah akumulasi debu dalam jaringan paru dan reaksi jaringan paru terhadap adanya akumulasi debu tersebut. Debu di lingkungan kerja yang dihasilkan dari aktivitas percetakan digolongkan sebagai penyebab langsung dari terjadinya penurunan kapasitas vital paru (KVP). Partikel debu sebagai paparan utama dalam aktivitas percetakan menyebabkan terjadinya penurunan KVP yang
93
dipengaruhi oleh kadar debu dalam udara dan lamanya partikel berada dalam paru. Hal tersebut dapat diminimalisir dengan menyediakan masker yang sesuai dengan potensi bahaya di lingkungan kerja percetakan. Pemilik percetakan disarankan untuk membuat aturan yang mewajibkan pekerja menggunakan masker dengan benar saat bekerja. Pekerja menggunakan alat pelindung diri (APD) yang sesuai dengan lingkungan kerja, sebagai upaya preventif kepada pekerja yang tidak mengalami gangguan KPV. Sedangkan pekerja yang telah mengalami gangguan KPV menjadi tidak semakin parah.
b. Hubungan antara Ventilasi Ruangan dengan Kapasitas Vital Paru Ventilasi industri atau pertukaran udara di dalam industri merupakan suatu metode yang digunakan untuk memelihara dan menciptakan udara suatu ruangan yang sesuai dengan kebutuhan proses produksi atau kenyamanan pekerja. Disamping itu juga digunakan untuk menurunkan kadar suatu kontaminan di udara tempat kerja sampai batas yang tidak membahayakan bagi kesehatan dan keselamatan pekerja ( Van Wicklen, 2006).
94
Udara segar harus diatur agar dapat menggantikan udara dalam ruangan yang telah terkontaminasi oleh debu cat. Untuk memastikan pergantian udara segar tersebut diperlukan air exhaust dalam ruang percetakan. Dari hasil penelitian pada variabel ventilasi ruangan, menunjukkan bahwa lingkungan kerja yang ventilasinya tidak memenuhi syarat lebih banyak daripada lingkungan kerja yang ventilasinya memenuhi syarat. Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara ventilasi ruangan dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat tahun 2013. Pemilik percetakan sebaiknya memperhatikan ventilasi ruangan kerja, dalam hal ini untuk membuat local exhaust ventilation guna menjaga kualitas udara di dalam ruangan. Diperlukan ventilasi yang baik dan harus memenuhi persyaratan sebagai
wujud menciptakan kondisi
ruang kerja yang berudara bersih dan terbebas dari polutan lain.
95
2. Karakteristik Pekerja a. Hubungan antara Riwayat Penyakit dengan Kapasitas Vital Paru Riwayat penyakit sangat penting diketahui dan dinilai untuk mengetahui apakah suatu penyakit berhubungan erat dengan pekerjaan. Guna mengetahui kondisi fisik pekerja, diperlukan anamnesis secara umum dan khusus serta pemeriksaan jasmani secara umum dan khusus. Berbagai macam penyakit khususnya yang menyerang pernapasan seperti asma (sesak nafas), bronkitis kronik (batuk berdahak), pneumonia (paruparu basah) , dan fibrosis paru-paru mengakibatkan berkurangnya daya kembang paru-paru serta terhambatnya jalur difusi gas (Danusantoso, 2000 dalam Aurorina, 2003). Sudjono dalam penelitiannya tentang gangguan fungsi paru pada pedagang di terminal bus pada tahun 2002 menemukan bahwa riwayat penyakit paru memberikan risiko 2 kali lebih besar untuk terjadinya gangguan fungsi paru. Penelitian lain oleh Nugraheni pada tahun 2004 terhadap pekerja penggilingan padi menemukan bahwa riwayat penyakit paru memberikan risiko hampir 2 kali lebih besar untuk terjadinya gangguan fungsi paru. Seseorang yang pernah mengidap penyakit paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan kadar oksigen dalam darah. Banyak ahli berkeyakinan bahwa penyakit emfisema kronik,
96
pneumonia, asma bronkiale, tuberkulosis (TBC/flek paru) dan sianosis akan memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang terpapar oleh debu organik dan anorganik (Price,1995). Hasil dari penelitian ini menggambarkan pekerja yang tidak memiliki riwayat penyakit paru lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang memiliki riwayat penyakit paru. Sedangkan menurut analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan kapasitas vital paru pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat tahun 2013.Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Budiono (2007) tentang gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Semarang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit dengan kapasitas vital paru. Pekerja yang mengalami riwayat penyakit lampau, semuanya mengalami gangguan pada kapasitas vital parunya. Hal ini dapat disebabkan karena pekerja yang mempunyai riwayat penyakit lampau yang berhubungan dengan pernapasan, kemungkinan penyakit tersebut akan timbul kembali atau bahkan penyakit tersebut sudah menimbulkan kecacatan pada paru. Pemilik
percetakan
sebaiknya
menempatkan
pekerja
yang
mengalami riwayat penyakit yang berhubungan dengan pernafasan di tempat kerja yang minim bahaya dan penyakit-penyakit yang diperberat akibat pekerjaan agar tidak bisa berkembang menjadi penyakit baru.
97
Sedangkan pekerja dapat menghentikan kebiasaan merokok dan memperbanyak olahraga.
b. Hubungan antara Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Paru Masa kerja menurut Fahmi (1990) yang dikutip oleh Solech (2001), mengkategorikannya menjadi dua macam, yaitu masa kerja baru (< 5 tahun ) dan masa kerja lama (≥ 5 tahun ). Pajanan berbahaya di lingkungan kerja banyak mengandung bahan karsinogenik. Bahan karsinogen membutuhkan waktu yang lama untuk berdampak pada kesehatan pekerja. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1988). Pada pekerja yang berada dilingkungan dengan kadar debu tinggi dalam waktu lama memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif. Masa kerja lama mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi pada pekerja di industri yang berdebu. Dari hasil penelitian pada variabel masa kerja menunjukkan bahwa pekerja yang memiliki masa kerja lama (≥ 5 tahun ) sama banyak dengan pekerja yang memiliki masa kerja baru. Dari hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara masa kerja dengan kapasitas vital paru pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013.
98
Hal ini sejalan dengan penelitian Ulinta (1998) di Bandung, mengatakan bahwa masa kerja di suatu perusahaan yang mengandung banyak debu mempunyai resiko tinggi untuk timbulnya pneumkoniosis. Sedangkan hasil penelitian Budiono (2007), tentang gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Semarang menyatakan bahwa, menurut hasil uji statistik Pvalue sebesar 0,0005 yang berarti ada hubungan masa kerja yang diterima oleh pekerja pengecetan mobil dengan kapasitas vital paru. Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut semuanya mendukung temuan penelitian ini. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh masa kerja dari setiap pekerja yang berbeda – beda, sesuai dengan pajanan berbahaya yang diterima oleh pekerja berdasarkan masa kerjanya. Sesuai dengan teori yang menyatakan semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin beresiko terkena gangguan KPV. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur,1996). Sehingga dibutuhkan upaya dan tindakan serius untuk menerapkan shift kerja agar pajanan berbahaya yang diterima oleh pekerja tidak semakin lama dan berbahaya bagi kesehatan.
99
c. Hubungan antara Kebiasaan Merokok dengan Kapasitas Vital Paru Pekerja yang mempunyai kebiasaan merokok dapat mempunyai risiko atau pemicu timbulnya keluhan subyektif saluran pernafasan dan gangguan ventilasi paru pada tenaga kerja (Giarno, 1995). Sementara Lubis (1989) menyatakan tenaga kerja yang sebagai perokok merupakan salah satu faktor risiko penyebab penyakit saluran pernafasan. Yunus (1997) mengatakan asap rokok meningkatkan risiko timbulnya penyakit bronchitis dan kanker
paru, untuk itu pekerja
hendaknya berhenti merokok bila bekerja pada tempat yang mempunyai risiko terjadi penyakit tersebut. Beberapa penelitian tentang bahaya merokok terhadap kesehatan dan gangguan ventilasi paru dikemukakan oleh Mangesiha dan Bakele (1998) terdapat hubungan yang signifikan antara kebiasaan merokok dan gangguan saluran pernafasan. Hasil pada penelitian ini menunjukkan pekerja yang memiliki kebiasaan merokok sama banyak dibandingkan dengan pekerja yang tidak memiliki kebiasaan merokok. Berdasarkan hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru pada pekerja di industri percetakan Megal Mall Ciputat tahun 2013. Hal ini sejalan dengan penelitian Budiono (2007) tentang gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Semarang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan merokok dengan kapasitas vital paru.
100
Menurut Suyono (2001) asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja. Depkes RI (2003) menyatakan bahwa pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok. Hal tersebut terdapat pada tabel 5.7 dimana ada sebagian besar pekerja yang tidak merokok tetapi mengalami gangguan, disini terbukti bahwa asap rokok dapat membahayakan kesehatan. Hal ini disebabkan asap rokok akan menghilangkan bulu-bulu silia di saluran pernafasan yang berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk dalam pernafasan (Faidawati, 2003). Untuk menghindari gangguan kapasitas vital paru sebaiknya para pekerja yang merokok, untuk berhenti merokok karena asap rokoknya juga memberikan efek negatif untuk dirinya dan bagi pekerja yang tidak merokok. Sebaiknya pekerja dapat menghentikan kebiasaan merokok guna menjaga kesehatannya dengan menerapkan gaya hidup yang sehat untuk kualitas hidup yang lebih berkualitas dan produktif. Pemilik percetakan menerapkan aturan larangan merokok di lingkungan kerja, agar pekerja yang tidak merokok tidak terpapar oleh pajanan berbahaya yang berasal dari pekerja lain yang merokok.
101
d. Hubungan antara Kebiasaan Olahraga dengan Kapasitas Vital Paru Kebiasaan berolahraga akan menimbulkan Force Vital Capacity (FVC) seperti yang terjadi pada seorang atlet FVC akan meningkat 30% sampai dengan 40 % (Talini, 1998). Menurut Wilmore (1994) secara umum olah raga akan meningkatkan total fungsi paru. Pada banyak individu yang melakukan olah raga secara teratur maka kapasitas fungsi paru akan meningkat meskipun hanya sedikit, tetapi pada saat yang bersamaan residual volume atau jumlah udara yang tidak dapat berpindah atau keluar dari paru akan menurun. Dari
hasil
penelitian
ini
varibel
kebiasaan
olahraga
menggambarkan pekerja yang tidak melakukan olahraga lebih banyak dibandingkan dengan pekerja yang melakukan olahraga. Berdasarkan analisis bivariat menunjukkan ada hubungan yang bermakna dengan kapasitas vital paru. Hal ini sejalan dengan penelitian Khumaidah (2009) yang meneliti gangguan fungsi paru pada pekerja mebel di kabupaten Jepara yang menyatakan bahwa, ada hubungan yang bermakna antara kebiasaan olahraga dengan kapasitas vital paru pada pekerja mebel. Selanjutnya untuk meningkatkan kapasitas fungsi paru, olah raga yang dilakukan hendaknya mempehatikan 3 hal, yaitu mode atau jenis olah raga, frekuensi dan durasinya (Budiono, 2007). Dalam penelitian ini pekerja yang melakukan olahraga juga menggambarkan tentang jenis,
102
frekuensi dan durasi olahraga yang dilakukan. Dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 5.6. Peneliti berasumsi bahwa lebih banyaknya pekerja
yang tidak
melakukan olahraga mungkin disebabkan oleh kesibukan yang dijalani atau mungkin juga disebabkan rasa malas yang timbul karena sudah merasa lelah dengan pekerjaan yang dilakukan. Padahal menurut Sahab (1997) Faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik, gangguan
faal
paru
dapat
mempengaruhi
kemampuan
olahraga.
Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau olahraga dapat meningkatkan faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas paru yang meningkat. Oleh karena itu disarankan kepada pekerja untuk lebih rajin dalam berolahraga untuk menjaga agar tubuh dalam kondisi bugar dan nilai kapasitas vital paru (KVP) dalam kondisi normal.
e. Hubungan antara Status Gizi dengan Kapasitas Vital Paru Status gizi seseorang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru. Orang kurus tinggi biasanya memiliki kapasitasnya lebih dari orang gemuk pendek, status gizi yang berlebihan dengan adanya timbunan lemak dapat menurunkan compliance dinding dada dan paru sehingga ventilasi paru akan terganggu akibatnya kapasitas vital paru akan menurun (Nyoman, 2001). Dengan kesimpulan bahwa orang kurus dan gemuk lebih
103
beresiko terkena gangguan kapasitas vital paru dibandingkan dengan orang yang memiliki IMT normal. Dalam penelitian ini, hasil distribusi frekuensi status gizi pekerja menggambarkan bahwa pekerja yang tidak beresiko lebih banyak dibandingkan dengan pekrja yang beresiko. Hasil dari analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi dengan kapasitas vital paru pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013. Hal ini tidak sejalan dengan penelitian Budiono (2007) pada pekerja pada pengecatan mobil yang menunjukkan ada hubungan antara status gizi dengan kapasitas vital paru. Dalam hal ini peneliti berkesimpulan bahwa kondisi status gizi pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat tidak beresiko. Meskipun demikian, pekerja dengan status gizi tidak beresiko namun memiliki kebiasaan merokok, akan mempercepat penurunan faal paru (Depkes RI, 2003). Hal ini sejalan dengan pernyataan Suyono (2001) bahwa merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja. Hal ini didukung pula oleh analisis lebih lanjut terhadap pekerja yang mengalami gangguan KVP dan status gizi tidak beresiko ternyata semuaya adalah perokok, berarti kebiasaan merokok memberi kontribusi terhadap penurunan KVP.
104
f. Hubungan antara Jenis Kelamin dengan Kapasitas Vital Paru Dalam penelitian ini, hasil analisis univariat menggambarkan bahwa pekerja dengan jenis kelamin laki – laki lebih banyak dibandingkan dengan pekerja dengan jenis kelamin perempuan. Sedangkan hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara jenis kelamin dengan kapasitas vital paru pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013. Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian Yulaekah (2007) tentang paparan debu terhirup dan gangguan fungsi paru pada pekerja industri batu kapur kabupaten grobogan, yang mengatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kapasitas vital paru pada pekerja. Volume paru pria dan wanita terdapat perbedaan bahwa kapasitas paru total (kapasitas inspirasi dan kapasitas residu fungsional), pria adalah 6,0 liter dan wanita 4,2 liter (Antarudin,2002). Dalam penelitian ini dapat dijelaskan bahwa terdapat variabel lain yang berpengaruh secara langsung dengan terjadinya gangguan kapasitas vital paru, yaitu kebiasaan olahraga. Kebiasaan olah raga dapat membantu meningkatkan fungsi paru. Individu yang mempunyai kebiasaan olah raga memiliki tingkat kesegaran jasmani yang baik Pekerja yang mempunyai tingkat kesegaran jasmani yang baik, dapat menjadi faktor protektif terhadap penurunan fungsi paru. Sebagian besar pekerja yang berjenis
105
kelamin perempuan tidak melakukan olahraga dan memilik gangguan KPV.
g. Hubungan antara Umur dengan Kapasitas Vital Paru Dalam penelitian ini variabel umur menggambarkan bahwa distribusi rata-rata umur responden di tempat kerja adalah 26 tahun denganu mur termuda adalah 16 tahun dan tertua adalah 63 tahun. Sedangkan hasil analisis bivariat menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara umur dengan kapasitas vital paru pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013. Hal tersebut tidak sejalan dengan penelitian Siti M (2006), semakin bertambah usia maka akan dapat menurunkan kapasitas vital paru seseorang. Begitupun hasil penelitian yang dilakukan Yulaekah (2007) pada pekerja industri batu kapur menunjukan ada hubungan yang bermakna antara umur seseorang dengan kapasitas vital paru. Penelitian ini dapat dijelaskan bahwa terdapat variabel lain yang berpengaruh secara langsung dengan terjadinya gangguan kapasitas vital paru, yaitu kadar debu total. Selanjutnya lingkungan yang berdebu dan masa kerja lama dapat memperburuk kondisi kesehatan pekerja yang berakibat menimbulkan gangguan kapasitas vital paru.
106
Selain itu kebiasaan merokok juga merupakan variabel lain yang tidak kalah penting dalam terjadinya gangguan kapasitas vital paru. Sebagian besar pekerja yang berumur muda dan merokok juga mengalami gangguan KVP, hal ini sesuai dengan pernyataan Suyono (2001) bahwa asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian mengenai faktor – faktor yang berhubungan dengan Kapasitas Vital Paru (KVP) pada pekerja di industri percetakan Mega Mall Ciputat tahun 2013 dengan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pekerja yang mengalami gangguan KPV lebih banyak daripada pekerja yang tidak mengalami gangguan KPV, yaitu sebanyak 50 pekerja (71,4%). 2. Ada hubungan yang bermakna antara kadar debu total (Pvalue = 0,036) dan ventilasi ruangan (Pvalue = 0,025) dengan KVP pada pekerja. 3. Ada hubungan yang bermakna antara riwayat penyakit (Pvalue = 0,027), masa kerja (Pvalue = 0,000), kebiasaan merokok (Pvalue = 0,000) dan kebiasaan olahraga (Pvalue = 0,000) dengan KVP pada pekerja. Sedangkan tidak ada hubungan yang bermakna antara status gizi (Pvalue = 1,000) , jenis kelamin (Pvalue = 1,000) dan umur (Pvalue = 0,948) dengan KVP pada pekerja.
107
108
B. Saran 1. Saran Bagi Pekerja a. Pekerja dapat menghentikan kebiasaan merokok dan menerapkan gaya hidup sehat guna kehidupan yang berkualitas dan produktif. b. Pekerja lebih rajin dalam berolahraga minimal 3-5 kali seminggu dengan durasi 20-60 menit per hari, agar tubuh dalam kondisi bugar dan mendapatkan nilai KPV dalam kondisi normal. c. Pekerja wajib menggunakan APD selama berada di lingkungan kerja agar dapat meminimalisir pajanan berbahaya yang ada di lingkungan kerja.
2. Saran Bagi Pemilik Industri Percetakan a. Sebaiknya pemilik percetakan memperhatikan ventilasi ruangan, dalam hal ini untuk membuat local exhaust guna menjaga kualitas udara di dalam ruangan. b. Sebaiknya pemilik percetakan menerapkan aturan dilarang merokok di lingkungan kerja agar pekerja yang tidak merokok tidak terpapar pajanan berbahaya dari asap rokok. c. Sebaiknya pemilik percetakan memberikan pendidikan dan pelatihan agar mereka dapat mengenal secara langsung bahaya yang ada di tempat kerja dan sadar akan pentingnya hidup sehat. d. Menerapkan shift kerja agar pajanan berbahaya yang diterima oleh pekerja di lingkungan kerja tidak melebihi dari NAB yang telah ditetapkan.
109
e. Pemilik percetakan sebaiknya menempatkan pekerja yang mengalami riwayat penyakit yang berhubungan dengan pernafasan di tempat kerja yang minim bahaya dan penyakit-penyakit yang diperberat akibat pekerjaan tidak bisa berkembang menjadi penyakit baru. f. Sebaiknya pemilik percetakan menyediakan masker yang sesuai dengan potensi bahaya di lingkungan kerja percetakan agar pekerja merasa diperhatikan dan terpacu untuk menggunakannya. g. Berdasarkan penelitian ini, ditemukan 100% pekerja tidak menggunakan masker maka disarankan agar pemilik percetakan membuat aturan yang mewajibkan pekerja menggunakan masker dengan benar saat bekerja.
3. Saran Untuk Penelitian Selanjutnya a. Untuk Penelitian selanjutnya sebaiknya dapat melanjutkan analisis sampai multivariat, sehingga diketahui faktor yang paling berhubungan dengan KVP. b. Untuk penelitian selanjutnya, sebaiknya menganalisis kebiasaan olahraga berdasarkan jenis, frekuensi dan durasinya. c. Perlu diadakan penelitian lanjutan terhadap variabel yang belum diteliti pada penelitian ini, seperti paparan debu yang diterima pekerja.
DAFTAR PUSTAKA Adi, Tri Widodo. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Pembuatan Genteng. Skripsi. UNNES, 2007. Ahmadi UF. Kesehatan lingkungan kerja lingkungan fisik dalam upaya kesehatan kerja sector informal. Direktorat Bina Peran Serta masyaakat. Depkes RI. Jakarta. 1990 :1–10. Ambarkati, Arum. Takaran Olahraga Yang Benar Dan Aman. 2012. Diakses pada tanggal
14
Januari
2013
available
http://olah-raga-
indonesia.blogspot.com/2012/04/takaran-olahraga-yang-benar-dan-aman.html Amin,M. Patogenesis dan Pengobatan Pada Penyakit Paru Obstruksi Kronik. Konggres Nasional X PDPI. Solo. 2005. Antarudin. Pengaruh Debu Padi Pada Faal Paru Pekerja Kilang Padi Yang Merokok Dan Tidak Merokok. Program Pendidikan Dokter Spesialis Paru, FKUSU, Sumatera Utara, 2002. Anonym, http://www . Pikiran rakyat.com. Penyakit Paru Akibat Debu Industri. (diakses pada tanggal 14 Februari 2012). Bannet, W.L.
Buku ajar penyakit paru (edisi bahasa Indonesia). Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1997: 40 – 57. Budiono, Irwan. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengecatan Mobil. Tesis UNDIP Semarang, 2007. Corwin, Elizabeth. J., Buku Saku Patofisiologi. Cetakan I. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 2001. Depkes RI. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tenaga Kerja. Jakarta. 1990. Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI dan Keputusan Dirjen PPM&PLP tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta. 2002. Depatemen Tenaga Kerja. Nilai ambang batas faktor kimia di udara lingkugan kerja. Depatemen Tenaga Kerja Badan Perencanaan dan Pengembangan Tenaga
Kerja Pusat HIPERKES dan Keselamatan Kerja Proyek Pengembangan Hygiene dan Kesehatan Kerja Tahun anggaran 1997/1998. Jakarta. 1998. Faidawati, Ria. Penyakit paru obstruktif kronik dan asma akibat kerja. Journal of the Indonesia Association of Pulmonologist. Jakarta. 2003 : 7 - 11. Guyton C, Arthur. Fisiologi Kedokteran, Alih bahasa Ken Ariata Tengadi Edisi 7 Penerbit buku kedokteran EGC. Jakarta. 1994 : 627 – 646. Giam.C.K, The.K.C. Ilmu Kedokteran Olahraga.Binarupa Aksara. Jakarta, 1996. Ichsan, Slamet. Kumpulan Makalah Seminar K3 RS Persahabatan: Kesehatan dan Keselamatan Kerja : Pemantauan Lingkungan dan Kesehatan Tenaga Kerja. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). 2002. Ikhsan, Muhtar. 2002. Penatalaksanaan penyakit akibat kerja, Kumpulan Makalah Seminar K3 Rs Persahabatan Tahun 2001 Dan 2002, Universitas Indonesia, 2002. Khumaidah. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel Di PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. 2009. TESIS, UNDIP. Levy, Stuart A. Introduction to occupational pulmonary disease. In : Carl Zens. Occupational Medicine, 3th ed. London : Mosby. 1994: 167 – 170. Lubis, P. Perumahan Sehat,Proyek Pengembangan Tenaga Kesehatan Pusat Diknakes, 1989. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Malaka, T. Evaluasi Bahan Pencemar di Udara Lingkungan. Jurnal Respir Vol 16. Jakarta. 1996. McKay, Roy T; Horvath, Edward. Pulmonary function testing in industry. In : Carl Zens. Occupational Medicine, 3th ed. London : Mosby. 1994: 229 – 235. Megesha. Y. A, Bekele. A Relative Chronic Effect of Different Occupotional dust on Respirator Indeces amd Health Of Workers in Three Ethopian Factories. 1998. In Jour In Med, 1998;34:373-380. Mila. Siti Muslikatul. Hubungan Antara Masa Kerja, Pemakaian APD Pernafasan (Masker) Pada Tenaga Kerja Pengamplasan Dengan Kapasitas Fungsi Paru PT Ascent House Pecangaan Jepara.Skripsi. UNNES. 2006..
Mukono, H.J. Pencemaran Udara dan Pengaruh terhadap Gangguan Saluran Pernafasan. Airlangga University Press. Surabaya. 1997. Nur. Kartika Wijayanti. Pengaruh Pemakaian Kacamata Las Terhadap Ketajaman Penglihatan Pada Pekerja Las Karbit Di Wilayah Pinggir D.I. Panjaitan Kota Semarang. Skripsi. UNNES. Semarang. 2005. Pearce, Evelyn. Anatomi dan Fisiologi untuk paramedic, Alih Bahasa Sri Yuliani Handoyo, Gramedia. Jakarta. 1991. Price, Sylvia Anderson and Wilson, Lorraine McCarty. Fisiologi proses proses penyakit. Alih bahasa Peter Anugrah. EGC. Jakarta. 1995 : 646 -715. Pudjiastuti. Wiwiek. Modul Pelatihan bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta : Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI. 2003. Raharjoe, N. Boediman, L dkk. Perkembangan dan Masalah Pulmonology Anak Saat Ini. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 1994. Siregar, Adelina. Hubungan Pemajanan Debu terhadap Kelainan Fungsi Paru Tenaga Kerja di Industri Keramik “A” Kabupaten Tangerang, Banten Tahun 2004. Tesis FKM UI – Depok. 2004. Sugenghartono. Olahraga Ringan Pada Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). 2012.
Diakses
pada
tanggal
14
Januari
2013,
Available
http://sugenghartono.com/olahraga-ringan-pada-penyakit-paru-obstruktifkronik-ppok/ Sulistomo, Astrid. Diagnosis Penyakit Akibat Kerja Dan Sistem Rujukan. Cermin Dunia Keguruan No. 136, 2002. Supariasa. I Dewa Nyoman, dkk. 2001. Penentuan Status Gizi. Jakarta: EGC Suma’mur, P.K.. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. CV Haji Mas Agung. Jakarta. 1988.
Solech. Muhammad. Hubungan Lama Pemaparan Debu Kapur Tulis dengan Kapasitas Vital Fungsi Paru (FVC & FEV1) Guru SLTPN 1Grobogan Juni 2001. Skripsi. Semarang: UNDIP. 2001. Tabrani, Rab. Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Hiperkes. Jakata. 1996: 10 - 27. Tambayong. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan. Rineka Cipta. Jakarta. 2001.
Tresnaningsih, Erna. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia : Ruang Lingkup dan Metode Kesehatan Kerja. Cetakan II. Departemen Kesehatan RI. Jakarta. 1990. Ulinta B. Analisis Epidemiologi Pneumoconiosis Pada Pekerja Tambang Batu Di Bandung Berdasarkan X Ray Paru Klasifikasi Dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan. Tesis, PSIKM UI , Jakarta. 1998. Van Wicklen, GL and Beard,FR. Respirable Aerrosol Generation by Wood Working Equipment, Aplied Engineering in Agriculture, 9:391-395, Oktober 2006. (http/www.who.int/environmental information/air/guideline.html)
Wahyuningsih, Faisal Yunus, Mukhtar Ikhsan. Dampak inhalasi cat semprot terhadap kesehatan paru. Cermin kedokteran (138). 2003 : 12 - 17. World Health Organization. Early Detection of Occupational Diseases. WHO, Geneva, Swiss. 1986. WHO. Deteksi dini penyakit akibat kerja. Alih bahasa Joko Suyono. EGC. Jakarta. 1995 : 64 - 69. Yulaekah, Siti. Paparan Debu Terhirup Dan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Batu Kapur. Tesis UNDIP Semarang, 2007. Yunus, F. Dampak Debu Industri pada Paru dan Pengendaliannya. 1997: Jurnal Respirologi Indonesia. Vol 17. 1997; 4-7 .
Nomor Responden :
Nama
KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian tentang Faktor-Faktor yang berhubungan dengan kapasitas vital paru pada pekerja percetakan di kawasan Mega Mall Ciputat tahun 2013. Hasil penelitian ini merupakan tugas akhir dari peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Untuk itu, saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara untuk mengisi kuesioner ini secara jujur dan lengkap. Pengisian kuesioner ini tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara. Atas kerja sama dan perhatian Bapak/Ibu/Saudara, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Saya menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan di atas, dan saya setuju untuk menjadi responden dalam penelitian ini.
Wassallamu’alaikum Wr. Wb,
Jakarta, Peneliti
( Ahmad Hasyim Rasyid
Februari 2013
Responden
)
(
)
Diisi oleh peneliti GANGGUAN FUNGSI PARU 1
Hasil pengukuran Kapasitas Vital Paru? 0. Ada gangguan (Restriktif, campuran dan obstruktif) 1. Tidak ada gangguan (Normal)
A1 ( )
KADAR DEBU TOTAL 2
Hasil pengukuran paparan debu di ruang percetakan?
B1 ( )
………………… mg/m3 STATUS GIZI (IMT) 3
Berat badan anda
C1 ( ) ..…..kg
Tinggi badan
C2 ( ) ……cm
RIWAYAT PENYAKIT 4
Berdasarkan hasil pemeriksaaan kesehatan, responden didiagnosis memiliki penyakit pernapasan? 0. Ya 1. Tidak Jika ya, penyakit pernapasan apa yang responden alami? a. Asma (sesak nafas) b. Bronkitis kronik (batuk berdahak) c. Pneumonia (paru-paru basah) d. Tuberkulosis (TBC/flek paru) e. Lainnya, sebutkan ……………………………………………..
D1 ( )
D2 ( D3 ( D4 ( D5 ( D6 (
) ) ) ) )
1. Isilah kuesioner penelitian ini sesuai dengan kondisi anda. 2. Beri tanda silang ( X ) pada jawaban yang paling sesuai dengan kondisi anda. 3. Kejujuran anda menjawab kuesioner ini, sangat saya harapkan. Diisi oleh responden/pekerja UMUR
1
Pada tanggal, bulan dan tahun berapa anda lahir?
JENIS KELAMIN
A1 ( )
Tgl……bulan…………tahun…….. ……
2
Jenis kelamin? 0. Laki-laki 1. Perempuan MASA KERJA
B1 ( )
3
C1 ( )
Sejak kapan anda bekerja di percetakan? tahun…………
4
Apakah sebelumnya anda juga bekerja di percetakan? 0. Ya 1. Tidak
C2 ( )
Jika ya, lanjut ke pertanyaan no.4, jika tidak langsung ke no.5 5
Sejak kapan anda bekerja di tempat sebelumnya? tahun…………
C3 ( )
6
Jika tidak, anda dulu bekerja sebagai -………………… -………………… -…………………
C4 ( )
7
Apakah di pekerjaan anda sebelumnya sudah ada paparan debu ?
C5 ( )
0. Ada 1. Tidak ada KEBIASAAN MEROKOK 8
Apakah anda merokok ? 0. Ya 1. Tidak
D1 ( )
Jika ya, lanjut ke pertanyaan no.8, jika tidak langsung ke no.10 9
Sudah berapa lama anda merokok?
D2 ( ) ……….tahun/……..bulan
10 Berapa batang anda merokok dalam sehari?
D3 ( ) …...…batang
KEBIASAAN OLAHRAGA 11 Apakah anda biasa melakukan Olahraga? 0. Tidak 1. Ya Jika ya, lanjut ke pertanyaan no.11, jika tidak, kuisioner selesai 12 Apabila ya, jenis olahraga apa yang anda lakukan? -………………… -………………… -………………… 13 Berapa banyak anda berolahraga dalam seminggu?
E1 ( )
E2 ( )
E3 ( ) …...…kali
14 Setiap kali melakukan olahraga berapa menit lamanya?
E4 ( ) …...…menit
FORM DIAGNOSIS RIWAYAT PENYAKIT
No.
Nama Pekerja
Anamnesis
Diagnosis
Keterangan
Pemeriksa
(
)
UNIVARIAT KATEGORIK KVP kapasitas vital paru responden Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
ada gangguan
50
71.4
71.4
71.4
tidak ada gangguan
20
28.6
28.6
100.0
Total
70
100.0
100.0
KADAR DEBU TOTAL kadar debu total Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tidak memenuhi NAB
40
57.1
57.1
57.1
memenuhi NAB
30
42.9
42.9
100.0
Total
70
100.0
100.0
VENTILASI RUANGAN ventilasi ruangan Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
tdk memenuhi syarat
55
78.6
78.6
78.6
memenuhi syarat
15
21.4
21.4
100.0
Total
70
100.0
100.0
STATUS GIZI status gizi responden Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
beresiko
27
38.6
38.6
38.6
tdk beresiko
43
61.4
61.4
100.0
Total
70
100.0
100.0
RIWAYAT PENYAKIT riwayat penyakit responden Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
pernah
11
15.7
15.7
15.7
tdk pernah
59
84.3
84.3
100.0
Total
70
100.0
100.0
MASA KERJA masa kerja responden Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
lama
35
50.0
50.0
50.0
baru
35
50.0
50.0
100.0
Total
70
100.0
100.0
JENIS KELAMIN jenis kelamin responden Frequency Valid
laki-laki perempuan Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
63
90.0
90.0
90.0
7
10.0
10.0
100.0
70
100.0
100.0
KEBIASAAN MEROKOK status merokok responden Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
Merokok
35
50.0
50.0
50.0
tidak merokok
35
50.0
50.0
100.0
Total
70
100.0
100.0
KEBIASAAN OLAHRAGA kebiasaan olahraga responden Frequency Valid
Percent
Cumulative Percent
Valid Percent
tidak
54
77.1
77.1
77.1
ya
16
22.9
22.9
100.0
Total
70
100.0
100.0
JENIS OLAHRAGA jenis olahraga Frequency Valid
aerobik anaerobik Total
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
11
68.8
68.8
68.8
5
31.2
31.2
100.0
16
100.0
100.0
FREKUENSI OLAHRAGA frekuensi olahraga Frequency Valid
< 3 atau > 5 kali seminggu
Valid Percent
Cumulative Percent
14
87.5
87.5
87.5
2
12.5
12.5
100.0
16
100.0
100.0
3 – 5 kali seminggu Total
Percent
DURASI OLAHRAGA durasi olahraga Frequency Valid
< 20 menit atau > 60 menit
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
5
31.2
31.2
31.2
20 – 60 menit
11
68.8
68.8
100.0
Total
16
100.0
100.0
NUMERIK UMUR Descriptives Statistic umur responden
Std. Error
Mean
26.53
95% Confidence Interval for Lower Bound Mean Upper Bound
24.43
5% Trimmed Mean
25.55
Median
24.00
Variance Std. Deviation
28.62
77.209 8.787
Minimum
16
Maximum
63
Range
47
Interquartile Range
1.050
9
Skewness
1.905
.287
Kurtosis
4.418
.566
BIVARIAT UJI NORMALITAS DATA One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test kadar debu total N a Normal Parameters Most Extreme Differences
70 .14874 .014839 .303 .247 -.303 2.537 .000
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed) a. Test distribution is Normal.
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test kadar debu total umur responden N a Normal Parameters Most Extreme Differences
70 .14874 .014839 .303 .247 -.303 2.537 .000
Mean Std. Deviation Absolute Positive Negative
Kolmogorov-Smirnov Z Asymp. Sig. (2-tailed)
70 26.53 8.787 .183 .183 -.139 1.534 .018
a. Test distribution is Normal.
KADAR DEBU TOTAL*KPV Case Processing Summary Cases Valid N kadar debu total * kapasitas vital paru responden
Missing
Percent 70
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 70
100.0%
kadar debu total * kapasitas vital paru responden Crosstabulation kapasitas vital paru responden tidak ada gangguan
ada gangguan kadar debu total
tidak memenuhi NAB
Count % within kadar debu total
memenuhi NAB
33
7
40
82.5%
17.5%
100.0%
Count % within kadar debu total
Total
17
13
30
56.7%
43.3%
100.0%
50
20
70
71.4%
28.6%
100.0%
Count % within kadar debu total Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.018
4.411
1
.036
5.606
1
.018
5.606 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.031
Linear-by-Linear Association
5.526
b
N of Valid Cases
1
.019
70
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 8.57. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for kadar debu total (tidak memenuhi NAB / memenuhi NAB) For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan N of Valid Cases
Lower
Upper
3.605
1.213
10.715
1.456
1.032
2.054
.404
.184
.888
70
Total
Exact Sig. (1sided)
.018
VENTILASI RUANGAN*KPV Case Processing Summary Cases Valid N ventilasi ruangan * kapasitas vital paru responden
Missing
Percent 70
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 70
100.0%
ventilasi ruangan * kapasitas vital paru responden Crosstabulation kapasitas vital paru responden tidak ada gangguan
ada gangguan ventilasi ruangan
tdk memenuhi syarat
Count % within ventilasi ruangan
memenuhi syarat
43
12
55
78.2%
21.8%
100.0%
7
8
15
46.7%
53.3%
100.0%
Count % within ventilasi ruangan
Total
Count % within ventilasi ruangan
50
20
70
71.4%
28.6%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.017
4.295
1
.038
5.324
1
.021
5.736 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.025 5.654
1
.017
70
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.29. b. Computed only for a 2x2 table
Total
Exact Sig. (1sided)
.022
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for ventilasi ruangan (tdk memenuhi syarat / memenuhi syarat) For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan N of Valid Cases
Lower
Upper
4.095
1.234
13.588
1.675
.958
2.929
.409
.205
.815
70
STATUS GIZI*KPV Case Processing Summary Cases Valid N status gizi responden * kapasitas vital paru responden
Missing
Percent 70
N
100.0%
Total
Percent 0
N
Percent
.0%
70
100.0%
status gizi responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation kapasitas vital paru responden ada gangguan status gizi responden
beresiko
Count % within status gizi responden
tdk beresiko
Count % within status gizi responden
Total
Count % within status gizi responden
tidak ada gangguan
Total
19
8
27
70.4%
29.6%
100.0%
31
12
43
72.1%
27.9%
100.0%
50
20
70
71.4%
28.6%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.877
.000
1
1.000
.024
1
.877
.024 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
1.000
Linear-by-Linear Association
.024
b
N of Valid Cases
1
.543
.877
70
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 7.71. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for status gizi responden (beresiko / tdk beresiko) For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan N of Valid Cases
Lower
Upper
.919
.318
2.657
.976
.718
1.327
1.062
.499
2.257
70
RIWAYAT PENYAKIT*KPV Case Processing Summary Cases Valid N riwayat penyakit responden * kapasitas vital paru responden
Missing
Percent 70
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 70
100.0%
riwayat penyakit responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation kapasitas vital paru responden tidak ada gangguan
ada gangguan riwayat penyakit responden
pernah
Count % within riwayat penyakit responden
tdk pernah
11
0
11
100.0%
.0%
100.0%
39
20
59
66.1%
33.9%
100.0%
50
20
70
71.4%
28.6%
100.0%
Count % within riwayat penyakit responden
Total
Count % within riwayat penyakit responden Chi-Square Tests Value
Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.022
3.691
1
.055
8.195
1
.004
5.220 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.027
Linear-by-Linear Association
5.146
b
N of Valid Cases
1
.017
.023
70
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 3.14. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan N of Valid Cases
Lower
1.513
Upper
1.260
1.816
70
JENIS KELAMIN*KPV Case Processing Summary Cases Valid N jenis kelamin responden * kapasitas vital paru responden
Missing
Percent 70
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
Total
N
Percent 70
100.0%
jenis kelamin responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation kapasitas vital paru responden tidak ada gangguan
ada gangguan jenis kelamin responden
laki-laki
Count % within jenis kelamin responden
perempuan
Total
45
18
63
71.4%
28.6%
100.0%
5
2
7
71.4%
28.6%
100.0%
50
20
70
71.4%
28.6%
100.0%
Count % within jenis kelamin responden Count % within jenis kelamin responden Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
1.000
.000
1
1.000
.000
1
1.000
.000 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
1.000
Linear-by-Linear Association
.000
b
N of Valid Cases
1
1.000
70
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2.00. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for jenis kelamin responden (laki-laki / perempuan) For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan N of Valid Cases
Lower
Upper
1.000
.178
5.632
1.000
.610
1.639
1.000
.291
3.437
70
Total
Exact Sig. (1sided)
.684
UMUR*KPV Ranks kapasitas vital paru responden umur responden
N
Mean Rank
Sum of Ranks
ada gangguan
50
35.60
1780.00
tidak ada gangguan
20
35.25
705.00
Total
70 a
Test Statistics
umur responden Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed)
495.000 705.000 -.065 .948
a. Grouping Variable: kapasitas vital paru responden
MASA KERJA*KPV Case Processing Summary Cases Valid N masa kerja responden * kapasitas vital paru responden
Missing
Percent 70
100.0%
N
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 70
100.0%
masa kerja responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation kapasitas vital paru responden ada gangguan masa kerja responden
lama
Count % within masa kerja responden
baru
Count % within masa kerja responden
Total
Count % within masa kerja responden
tidak ada gangguan
Total
34
1
35
97.1%
2.9%
100.0%
16
19
35
45.7%
54.3%
100.0%
50
20
70
71.4%
28.6%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
20.230
1
.000
26.413
1
.000
22.680 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Exact Sig. (2sided)
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (1sided)
.000
Linear-by-Linear Association
22.356
b
N of Valid Cases
1
.000
.000
70
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00. b. Computed only for a 2x2 table Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for masa kerja responden (lama / baru) For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan N of Valid Cases
Lower
Upper
40.375
4.960
328.667
2.125
1.474
3.063
.053
.007
.372
70
KEBIASAAN MEROKOK*KPV Case Processing Summary Cases Valid N status merokok responden * kapasitas vital paru responden
Missing
Percent 70
100.0%
N
Total
Percent 0
.0%
N
Percent 70
100.0%
status merokok responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation kapasitas vital paru responden ada gangguan status merokok responden
merokok
Count % within status merokok responden
tidak merokok
Count % within status merokok responden
Total
Count % within status merokok responden
tidak ada gangguan
33
2
35
94.3%
5.7%
100.0%
17
18
35
48.6%
51.4%
100.0%
50
20
70
71.4%
28.6%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
15.750
1
.000
19.934
1
.000
17.920 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test
Exact Sig. (2sided)
.000
Linear-by-Linear Association
17.664
b
N of Valid Cases
1
.000
70
a. 0 cells (.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 10.00. b. Computed only for a 2x2 table
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for status merokok responden (merokok / tidak merokok) For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan N of Valid Cases
Lower
Upper
17.471
3.621
84.286
1.941
1.367
2.756
.111
.028
.443
70
Total
Exact Sig. (1sided)
.000
KEBIASAAN OLAHRAGA*KPV Case Processing Summary Cases Valid N kebiasaan olahraga responden * kapasitas vital paru responden
Missing
Percent 70
N
100.0%
Total
Percent 0
N
.0%
Percent 70
100.0%
kebiasaan olahraga responden * kapasitas vital paru responden Crosstabulation kapasitas vital paru responden tidak ada gangguan
ada gangguan kebiasaan olahraga responden
tidak
Count % within kebiasaan olahraga responden
ya
Count % within kebiasaan olahraga responden
Total
Count % within kebiasaan olahraga responden
Total
45
9
54
83.3%
16.7%
100.0%
5
11
16
31.2%
68.8%
100.0%
50
20
70
71.4%
28.6%
100.0%
Chi-Square Tests Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
a
1
.000
13.953
1
.000
15.222
1
.000
16.406 b
Likelihood Ratio
Asymp. Sig. (2sided)
df
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
Exact Sig. (2sided)
.000 16.172
1
.000
70
a. 1 cells (25.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 4.57. b. Computed only for a 2x2 table
Exact Sig. (1sided)
.000
Risk Estimate 95% Confidence Interval Value Odds Ratio for kebiasaan olahraga responden (tidak / ya) For cohort kapasitas vital paru responden = ada gangguan For cohort kapasitas vital paru responden = tidak ada gangguan N of Valid Cases
Lower
Upper
11.000
3.069
39.429
2.667
1.277
5.570
.242
.123
.479
70