FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN NILAI KAPASITAS VITAL PARU PADA OPERATOR STASIUN PENGISIAN BAHAN BAKAR UMUM (SPBU) DI KECAMATAN CIPUTAT TAHUN 2014
Skripsi
Disusun Oleh: Pikih Pratama 109101000060
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 2014
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAAN KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA Skripsi, 19 Agustus 2014 Pikih Pratama, NIM: 109101000060 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Kapasitas Vital Paru pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 (Xvii + 100 halaman, 12 tabel, 3 gambar, 2 lampiran)
ABSTRAK Dengan adanya urbanisasi dan peningkatan jumlah kendaraan yang terjadi begitu pesat terutama di kota-kota besar dapat menimbulkan polusi udara di lingkungan. Dilihat dari sumbernya pencemaran udara terbesar berasal dari asap buang kendaraan. Efek dari emisi kendaraan bermotor dapat menyebabkan masalah kesehatan yang mengurangi kemampuan paru-paru, salah satunya terhadap operator SPBU. Oleh karena itu penelitian ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan KVP. Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik yang bertujuan melihat hubungan antara variabel dependent dan independent dengan menggunakan desain cross sectional. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juli 2014. Sampel pada penelitian ini adalah semua operator SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat yang bersedia menjadi sampel, yakni 42 orang. Instrument dalam penelitian ini adalah kuesioner, timbangan, microtoise, EPAM 505, dan Spirometer. Hasil penelitian ini menunjukan operator SPBU yang mengalami penurunan KVP sebanyak 30 dengan persentase (71, 4%). Berdasarkan hasil uji statistik diketahui bahwa variabel yang berhubungan dengan KVP adalah variabel debu total (P-value 0,000), jenis kelamin (P-value 0,008), kebiasaan merokok (P-value 0,035), dan masa kerja (P-value 0,019). Sedangkan untuk variabel umur, kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit tidak berhubungan dengan KVP. Untuk mencegah terjadinya penurunan KVP pada operator SPBU disarankan agar perusahaan mewajibkan dan menyediakan masker kepada pekerja, pekerja mulai membiasakan diri rutin berolahraga, dan pekerja membiasakan diri untuk tidak merokok. Daftar bacaan: 62 (1990-2013) Kata kunci: Operator SPBU, Kapasitas Vital Paru (KVP), debu total, merokok.
ii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH PROGRAM OCCUPATIONAL SAFETY AND HEALTH Undergraduate Thesis, 19th August 2014 Pikih Pratama, NIM: 109101000060 Factors Associated With Genesis Vital Lung Capacity Of Gas Station Operator in the District Of Ciputat 2014 (Xvii + 100 pages, 12 tables, 3 images, 2 attachments)
ABSTRACT Both the urbanization and increasing the number of vehicles that occur so rapidly, especially in big cities can cause air pollution in the environment. The largest source of air pollution is from vehicle emission. The effect of motor vehicle emissions can cause health problems that reduce the ability of the lungs, one of them is to the operator of gas stations. Therefore, this study was conducted to determine the factors associated with Vital Lung Capacity. This study was an analytic epidemiologic study aimed to see the relationship between the dependent and independent variables using a cross sectional design. It was conducted in MarchJuly 2014. Samples in this study were all operator stations in the District of Ciputat who were willing to become sample, they are 42 operators. The instrument in this study was a questionnaire, scales, microtoise, EPAM 505, and spirometer. These results indicated that gas station operators had decreased 30 percentage Vital Lung Capacity (71, 4%). Based on the results of statistical tests known that variables related to Vital Lung Capacity was total dust (P-value 0.000), gender (P-value 0.008), smoking (P-value 0.035), and tenure (P-value 0.019). As for the variables of age, exercise habits, nutritional status, disease history were not associated with Vital Lung Capacity. To prevent a decrease in Vital Lung Caapacity gas station operators it is recommended that the company obliged and provides masks to the workers. They alsonshould start to do regular exercise and stop smoking.
Reading list: 62 (1990-2013) Keyword: Operators of gas stations, Vital Lung Capacity, total dust, smoking
iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP Nama
: Pikih Pratama
Tempat, tanggal lahit : 17 Oktober 1991 Jenis Kelamin
: Laki-laki
Status Pernikahan
: Belum menikah
Nomor Handphone
: 085717202324
Email
:
[email protected]
Riwayat Pendidikan : -
1996-1997 TK Al-Istiqomah
-
1997-2003 SDN Cempaka Baru I
-
2003-2006 Madrasah Tsanawiyah Negeri 3 Jakarta
-
2006-2009 Madrasa Aliyah Negeri 4 Model Jakarta
-
2009-sekarang S1 – Jurusan Kesehatan Masyarakat, peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi dan Pelatihan : 1. OSIS Periode 2004-2006 (Mts N 3 Jakarta) 2. OSIS Periode 2006-2008 (MAN 4 Model Jakarta 3. BEM Jurusan Anggota Kesenian dan Olahraga 2009-2010 (UIN SH Jakarta) 4. BEM Jurusan Staff Ahli Kesenian dan Olahraga 2010-2011 (UIN SH Jakarta) 5. Pelatihan OHSAS 18001 Manajemen Risiko 2012
vi
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim Alhamdulillah, seluruh puji serta syukur selalu dilantunkan ke hadirat Allah SWT, Sang Pemilik Pengetahuan, yang dengan rahmat dan inayah-NYA jualah maka penulis mampu
merampungkan
laporan
skripsi
yang
berjudul
“Faktor-Faktor
yang
Berhubungan dengan Kejadian KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurah kepada Nabi Muhammad Rasulullah SAW, yang atas perkenan ALLAH, telah menghantarkan umat manusia ke pintu gerbang pengetahuan Allah yang Maha Luas. Selama penulisan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis sendiri, banyak orang-orang disekitar yang telah membantu baik moril ataupun materil. Sekiranya patut saya ucapkan terimakasih yang tak terhingga kepada: 1.
Bapak dan Ibu tercinta, yang selalu memberikan kasih sayang begitu tak terhingga, tak mengenal waktu bekerja demi anakmu ini. Do’a yang selalu tercurah disepanjang waktu, dan dorongan semangat demi kelak bisa menjadi anak yang berbakti serta membanggakan Bapak dan Ibu. Adik kandung penulis Muhammad Hady Fahlefy semoga sukses di bidang pendidikan. Kepada alm. Farhan Fadjrin yang telah tenang di surga nya Allah SWT bersama Rasulullah SAW dan para Nabi. Aamiin.
2.
Buat nyai tersayang terimakasih buat do’a-do’anya. Mudah-mudahan dipelihara kesehatannya, semakin taat ibadahnya. Aamiin.
3.
Buat seorang guru (pengajar) yang luar biasa bagi kami, rendah hatinya, luas senyumannya. Pendidik bagi kami khususnya mahasiswa/i peminatan K3 Ibu Iting Shofwati, ST., MKKK. Makasih teruntuk semangat dan ilmunya kepada kami. Awal pertama ketemu mudah-mudah2n akan membuat saya selalu ingat ibu. Dipelihara kesehatan bersama keluarga dan anak-anakknya yang saleh dan shaleha.
4.
Buat ibu Dewi Utami Iriani, Ph. D selaku dosen pembimbing terimakasih untuk kemudahan, arahan dan bimbingan selama penyusunan skripsi. Mudahmudahan ibu beserta keluarga sehat selalu.
5.
Fazar Ariyanti, SKM, M.Kes, Ph.D selaku ketua program studi Kesehatan Masyarakat yang selalu berusaha dengan ikhlas untuk memajukan Kesmas
6.
Bapak Ir. Bambang, SP, MKKK terimakasih untuk ilmu dan kebaikannya bersama keluarga kepada kami. Bapak Ir. Rulyenzi Rasyid, MKKK terimakasih juga untuk ilmu dan kebaikannya.
7.
Ibu DR. Ela Laelasari, M. Kes selaku dosen penguji, terimakasih untuk pengertiannya dan perhatiannya kepada kami yang sedang berjuang mengerjakan skripsi. Mudah-mudah ibu sehat beserta keluarga.
8.
Bapak dr. Yuli P Satar, MARS selaku dosen penguji terimakasih buat masukan2 dalam penulisan ini. Mudah2n bapak dan keluarga sehat selalu. Aamiin.
9.
Bapak dr. Gatot Sudiro, H, Sp. P selaku dosen penguji dari luar. Makasih buat masukan-masukan terkait penulisan, semoga menjadikan bekal yang berilmu di massa depan. Mudah2 bapak dr. sehat selalu. viii
10. Buat Om Yono dan Cing Ela terimakasih untuk bantuannya selama saya kuliah. Keluargaku semua terimakasih buat bantuannya. 11. Untuk teman-teman K3 makasih buat semuanya, ALLAH SWT luar biasa mempertemukan kita dalam 1 kelas. Sukses buat kita semua. aamiin 12. Buat sahabatku Zainul fadillah, SKM terimakasih banyak untuk semuanya. Buat sahabatku Ersa Anugraha Putra yang selalu sabar dan rendah hati. 13. Buat guru-guruku di TK, SD, MTs N 3, MAN 4 Model Jakarta, di perkuliahan yang masih ingat sama saya. Ikatan batin ini yang akan memperkuat tali silaturahmi murid kepada guru-gurunya. 14. Buat ka Nur Najmi Laila selaku PJ Lab K3 ataupun kaka senior di Kesmas makasih untuk bantuannya dan kesediannya selama turun lapangan, mendampingi dan memberikan masukan serta arahan terhadap penulisan ini. Buat Agung Raharjo kesediaannya membantu dalam proses komunikasi bimbingan dengan dosen 15. Buat kamu semesta, tempat dimana aku dilahirkan, tumbuh hidup dan berkembang menjadi pribadi yang matang, lebih baik di depan. I love you semesta! Dengan memanjatkan doa kepada ALLAH SWT, penyusunan berharap kebaikan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari ALLAH SWT, aamiin. Terakhir sekiranya semoga hasil ini dapat bermanfaat bagi peneliti dan pembaca umumnya. Jakarta, September 2014
Penulis ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN MAHASISWA……………………………………………i ABSTRAK……………………………………………………………………………….ii LEMBAR PERSETUJUAN…………………………………………………………...iv LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………………………..v DAFTAR RIWAYAT HIDUP…………………………………………………………vi KATA PENGANTAR………………………………………………………………vii DAFTAR ISI…………………………………………………………………………..x DAFTAR TABEL……………………………………………………………………xv DAFTAR GAMBAR…………………………………………………………………xvi DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………………xvii BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
1.5
1.6
Latar Belakang………………………………………………………….1 Rumusan Masalah………………………………………………………5 Pernyataan Penelitian…………………………………………………...6 Tujuan Penelitian………………………………………………………..7 1.4.1 Tujuan Umum…………………………………………………...7 1.4.2 Tujuan Khusus…………………………………………………..7 Manfaat Penelitian……………………………………………………....8 1.5.1 Bagi Manajemen Perusahaan…………………………………....8 1.5.2 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat…………………….8 1.5.3 Bagi Peneliti……………………………………………………..9 Ruang Lingkup Penelitian……………………………………………….9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Sistem Pernafasan manusia..……………………………………………10 2.1.1
Anatomi Pernafasan…………………………………………….10
2.1.2
Fisiologi Paru-paru……………………………………………..11
x
2.1.3 2.2
2.3
Mekanisme Pernafasan…………………………………………13
Kapasitas Paru-paru…………………………………………………….14 2.2.1
Kapasitas vital paru…………………………………………….15
2.2.2
Alat ukur KVP…………………………………………………18
Debu……………………………………………………………………21 2.3.1
Pengertian Debu………………………………………………..21
2.3.2
Sifat-sifat debu…………………………………………………23
2.3.3
Ukuran debu……………………………………………………24
2.4
Bidang Penyakit Paru………………………………………………….24
2.5
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi KVP Operator SPBU…………....25
2.6
Kerangka Teori…………………………………………………………43
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1
Kerangka Konsep………………………………………………………44
3.2
Definisi Operasional……………………………………………………46
3.3
Hipotesis……………………………………………………………….48
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1
Desain Penelitian……………………………………………………....49
4.2
Tempat dan Waktu Penelitian………………………………………....49
4.3
Populasi dan Sampel Penelitian……………………………………….49 4.3.1
Populasi………………………………………………………..49
4.3.2
Sampel………………………………………………………....49
4.4
Instrumen Penelitian…………………………………………………..51
4.5
Pengumpulan Data…………………………………………………….51 4.5.1
Data Primer……………………………………………………51
xi
4.6
4.7
Pengolahan Data……………………………………………………...55 4.6.1
Mengkode Data (data coding)………………………………..55
4.6.2
Menyunting Data (data editing)………………………………56
4.6.3
Memasukan Data (entry data)………………………………...56
4.6.4
Membersihkan Data (cleaning)……………………………….57
Teknik Analisa Data………………………………………………….57 4.7.1
Univariat……………………………………………………...57
4.7.2
Bivariat……………………………………………………….57
BAB V HASIL PENELITIAN 5.1
Gambaran SPBU wilayah Kecamatan Ciputat Tahun 2014…………..58
5.2
Analisa Univariat 5.2.1
Gambaran KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014…………………………………………………………..61
5.2.2
Gambaran debu total pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014……………………………………………………61
5.2.3
Gambaran karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014……………62
5.2.4
Gambaran
karakteristik
gaya
hidup
(kebiasaan
merokok,
kebiasaan olahraga, status gizi, riwayat penyakit pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014……………………….64 5.2.5
Gambaran massa kerja pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014……………………………………………………….66
xii
5.3
Analisa Bivariat 5.3.1
Hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………………………………….67
5.3.2
Hubungan antara karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014……………………………………………………………..68
5.3.3
Hubungan antara karakteristik gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………..70
5.3.4
Hubungan antara massa kerja dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………………………………….73
BAB VI PEMBAHASAN 6.1
Keterbatasan penelitian…………………………………………………75
6.2
Kejadian KVP…………………………………………………………..76
6.3
Faktor-faktor yang berhubungan dengan KVP…………………………78 6.3.1 Hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014…………………………………78 6.3.2 Hubungan antara karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) dengan KVP pada operator SPBU tahun 2014………………….82 6.3.3 Hubungan antara karakteristik gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………84 6.3.4 Hubungan antara massa kerja dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014………………………………….94
xiii
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan……………………………………………………………97
7.2
Saran…………………………………………………………………..99
DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
xiv
DAFTAR TABEL Tabel 3.1
Definisi Operasional……………………………………………………46
Tabel 4.1
Perhitungan sampel…………………………………………………….50
Tabel 5.1
Gambaran profil SPBU wilayah Kecamatan Ciputat…………………..59
Tabel 5.2
Gambaran frekuensi KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014……………………………………………………………..61
Tabel 5.3
Gambaran frekuensi debu total pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014…………………………………………………….62
Tabel 5.4
Gambaran frekuensi karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014…………………….63
Tabel 5.5
Gambaran frekuensi karakteristik gaya hidup (kebiasaan merokok, kebiasaan olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014……………………………………..64
Tabel 5.6
Gambaran massa kerja pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014…………………………………………………………………….66
Tabel 5.7
Hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014……………………………………….67
Tabel 5.8
Hubungan antara karakteristik individu dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014…………………………………….69
Tabel 5.9
Hubungan antara karakteristik gaya hidup dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014……………………………..71
Tabel 5.10
Hubungan antara massa kerja dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014………………………………………74 xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka teori …………………………………………………………....43 Gambar 2.2 Kerangka konsep ………………………………………………………....45 Gambar 5.1 Peta jalan SPBU Kecamatan Ciputat……………………………………..60
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Kuesioner penelitian
Lampiran 2
Output analisis univariat dan bivariat
xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dengan adanya urbanisasi dan peningkatan pesat jumlah mobil di sebagian kotakota besar, maka akan adanya peningkatan polusi udara. Untuk memenuhi kebutuhan masa kini, semakin banyak stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) yang mendapatkan izin untuk didirikan. Disamping itu pula dengan meningkatnya pendirian SPBU, perekrutan pekerja ikut meningkat. Itu dikarenakan penggunaan bensin sebagai bahan bakar utama pada kendaraan bermotor. Efek dari emisi kendaraan bermotor adalah merupakan masalah yang besar. Pajanan dari bensin (minyak bumi) dan knalpot yang menyebabkan masalah kesehatan yang dapat mengurangi kemampuan paru-paru (Begum dan Rathna, 2012). Dilihat dari sumbernya, pencemaran udara terbesar berasal dari asap buangan kendaraan bermotor (Riyadina, 1997). Kendaraan bermotor menyumbang hampir 100 persen timbal, 70,50 persen carbon monoksida, 8,89 persen oksida nitrogen, 18,34 persen hidro karbon, serta 1,33 persen partikel. Berbagai pencemaran udara tersebut akan memberikan efek yang sangat buruk terutama terhadap sistem pernafasan (Wardana, 1995). Studi yang dilakukan di New Delhi tahun 1996 menunjukan 7.500 orang meninggal dan 2,5 juta orang harus dirawat karena tingkat populasi udara yang tinggi (Emitec, 2002). Penelitian di Australia juga menunjukan bahwa kendaraan memiliki kontribusi sampai 60% terhadap pencemaran udara terutama pada musim panas. (EPA, 2003).
1
2
Pada dasarnya kontribusi gas buang kendaraan terhadap pencemaran udara dan kesehatan pekerja sangat tergantung pada kondisi dan spesifikasi teknis kendaraannya. Banyak pengembangan yang telah dilakukan agar kendaraan memiliki tingkat emisi rendah terutama agar sistem pembakaran lebih baik, bahan bakar terbakar sempurna, penggunaan material yang lebih ringan, kuat dan tahan korosi, serta penggunaan bahan bakar gas buang yang tidak beracun dan tidak membahayakan bagi manusia. Maka dari itu peraturan tentang emisi gas buang dan penggunaan bahan bakar sudah diimplementasikan di USA, Jepang, Eropa dan akan meluas keseluruh dunia. Untuk mencapai emisi gas buang yang diperbolehkan, emisi gas buang kendaraan bermotor harus dikurangi dari 90% sampai 99%. Hal ini disebabkan semakin nyata dan besarnya dampak emisi gas buang khususnya hidrokarbon (HC) dan karbon monoksida (CO) terhadap kesehatan manusia dan secara langsung juga berdampak kepada kualitas pencemaran udara ambien dan pencemaran global. Dampak HC dan CO sudah sampai tahap yang membahayakan (Nadapdap, 2003). Paparan CO terhadap manusia apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan akan secara langsung menghalangi masuknya oksigen yang dibutuhkan oleh tubuh. Gas CO bersifat racun metabolis, bereaksi secara metabolis dengan darah. Gas CO mengganggu saluran pernafasan, terus masuk ke paru-paru dan bereaksi dengan hemoglobin dan membentuk carboxihemoglobin (CO-HO) yang menghambat fungsi hemoglobin dalam darah untuk membawa oksigen dari paru-paru ke seluruh tubuh. Akibatnya tubuh akan kekurangan oksigen sehingga terjadi gangguan berapa jaringan tubuh dan otak, seperti fungsi panca indera
3
menjadi berkurang, kemampuan berfikir berkurang dan sebagainya bahkan sampai kematian. Sedangkan, efek dari paparan HC terhadap manusia akan mengakibatkan pusing, lemah, pandangan kabur setelah 8 jam, gangguan syaraf dan terjadinya kematian (Wardana A.W, 1995). Bensin lebih mudah untuk menguap pada kondisi udara yang panas, dibandingkan dengan negara-negara yang memiliki udara dingin. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada operator SPBU di kota Bhopal, didapatkan hasil bahwa terjadi pengurangan yang signifikan terlihat pada FEV1 (volume ekspirasi paksa dalam 1 detik), FVC (kapasitas vital paksa) dalam pekerja pompa bensin yang terkena lebih dari 5 tahun, laju aliran yaitu FEF (forced expiratory flow) 2575%, PEFR dan PIFR juga menurun secara signifikan di pekerja yang terpapar lebih dari 10 tahun (Hulke et.al. 2011). Menurut penelitian yang dilakukan di kota Mysore (India) di dapatkan hasil ada statistik penurunan yang signifikan dalam FVC (forced vital capacity) yaitu volume udara maksimum yang dapat diekspirasikan dengan paksa setelah inspirasi minimum, FEV1 (forced expired volume) yaitu volume udara yang diekspirasikan selama detik pertama maneuver FVC dan dalam kelompok studi jika dibandingkan dengan kelompok kontrol (Begum, 2012). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata terbukti bahwa hubungan paparan efek bergantung pada lamanya paparan (Suma’mur, 1996). Kondisi kerja tertentu yaitu dengan tingkat paparan tinggi, maka penyakit akibat kerja akan timbul di tahun-tahun yang akan datang. Pekerja SPBU rata-rata memiliki waktu kerja sehari 8 jam. Pekerja SPBU memiliki risiko yang tinggi untuk terpapar bahan kimia
4
berbahaya khususnya dari pembakaran yang tidak sempurna dari kendaraan bermotor yang sedang menunggu antrian pengisian bahan bakar, ataupun kendaraan berangkat setelah mengisi bensin (Mukono, 2005). Kejadian tersebut berlangsung secara terus-menerus akan berdampak pada pengendapan gas emisi kendaraan bermotor dalam paru-paru karena terhirup oleh operator SPBU sehingga menyebabkan penurunan KVP. Operator SPBU adalah seseorang yang bekerja 8 jam sehari di dalam lingkungan SPBU sebagai petugas pengisi bensin terhadap kendaraan bermotor. Operator SPBU merupakan pekerjaan yang berisiko terjadinya penurunan KVP (kapasitas vital paru). Operator SPBU yang tepat berada di pinggir jalan raya dapat tercemar polusi udara dari gas buang kendaraan bermotor seperti CO, NO, HO dan uap bensin (benzene). Namun pada dasarnya nilai KVP seseorang tidak hanya dipengaruhi oleh konsentrasi paparan debu yang diterima saja, hal itu juga dipengaruhi oleh karakteristik yang terdapat pada individu pekerja seperti usia, alat pelindung diri, jenis kelamin, status gizi, masa kerja, riwayat merokok dan riwayat penyakit (Sirait, 2010). Peneliti juga telah melakukan studi pendahuluan dengan melakukan pemeriksaan KVP dengan alat uji spirometer terhadap 10 operator SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat pada bulan Maret-April 2014. Didapatkan hasil bahwa sebanyak 5 (50%) responden mengalami penurunan fungsi paru. Berdasarkan data tersebut, peneliti perlu mengetahui faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kapasitas vital paru pada operator SPBU, sehingga diharapkan dengan penelitian ini dapat dilakukan tindakan pencegahan bagi manajemen terhadap pekerja dan unsur terkait.
5
Maka dari itu penulis bermaksud melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas vital paru pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. 1.2 Rumusan Masalah Salah satu titik area dengan pencemaran udara tinggi adalah di SPBU. Petugas ini juga memiliki risiko tinggi terpapar bahan kimia berbahaya dari pembakaran yang tidak sempurna kendaraan bermotor yang sedang menunggu antrian pengisian bahan bakar, ataupun kendaraan yang berangkat setelah mengisi bensin. Posisi SPBU di Kecamatan Ciputat, Tangerang Selatan semuanya berada di pinggir jalan raya yang memudahkan petugas pengisian operator SPBU terpapar emisi dari kendaraan. Kejadian tersebut berlangsung terus menerus akan berdampak pada pengendapan gas emisi kendaraan bermotor dalam paru-paru karena terhirup oleh operator SPBU sehingga menyebabkan penurunan KVP. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan pada bulan Maret-April tahun 2014, sebanyak 5 dari 10 pekerja pengisian pompa bensin di Kecamatan Ciputat atau sebanyak 50% mengalami gangguan fungsi paru. Diantaranya 3 orang mengalami restriksi berat, 1 orang mengalami restriksi ringan dan 1 orang mengalami restriksi dan obstruksi (mixed). Sebagian dari operator SPBU yang telah dilakukan pengujian merasakan hal seperti sesak nafas, pusing, serta diikuti dengan mual ketika mereka sedang bekerja karena pengaruh dari uap bensin dan emisi gas buang kendaraan.
6
1.3
Pertanyaan Penelitian 1.
Bagaimana gambaran KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
2.
Bagaimana gambaran debu total pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
3.
Bagaimana gambaran karakteristik individu (umur, jenis kelamin) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
4.
Bagaimana gambaran karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
5.
Bagaimana gambaran masa kerja pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
6.
Apakah debu total berhubungan terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
7.
Apakah karakteristik individu (umur, jenis kelamin) berhubungan terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
8.
Apakah karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit) berhubungan terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
9.
Apakah masa kerja berhubungan terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014?
7
1.4
Tujuan Penelitian
1.4.1
Tujuan Umum Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan penurunan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
1.4.2
Tujuan Khusus 1.
Diketahuinya gambaran KVP operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
2.
Diketahuinya gambaran debu total pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
3.
Diketahuinya gambaran karakteristik individu (umur, jenis kelamin) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
4.
Diketahuinya gambaran karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
5.
Diketahuinya bagaimana gambaran masa kerja pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
6.
Diketahuinya hubungan debu terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
7.
Diketahuinya hubungan karakteristik individu (umur, jenis kelamin) terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
8
8.
Diketahuinya hubungan karakteristik gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit) terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
9.
Diketahuinya hubungan masa kerja terhadap KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
1.5
Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi perusahaan Hasil penelitian ini dimaksudkan untuk menambah wawasan, pengetahuan, pemahaman serta informasi kepada manajemen perusahaan dan operator SPBU mengenai penurunan nilai dari fungsi paru yang disebabkan oleh kondisi lingkungan kerja yang tidak memenuhi standar kriteria aman dalam bekerja, sehingga menimbulkan kondisi kerja yang tidak nyaman. Agar pimpinan perusahaan dapat melakukan upaya-upaya pencegahan
serta
perlindungan
untuk
menghilangkan
atau
pun
mengurangi potensi bahaya bagi para operator SPBU. Pekerja dapat terhindar dari penyakit akibat kerja. 1.5.2 Bagi program studi Kesehatan Masyarakat Memberikan manfaat bagi program kesehatan sebagai dasar untuk penelitian lebih lanjut pada operator SPBU yang berada pada area ditempat atau pun daerah penelitian yang lainnya.
9
1.5.3 Bagi peneliti Melatih pola pikir yang sistematis dalam menghadapi masalahmasalah khususnya dalam bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Menjadikan referensi bagi peneliti selanjutnya. 1.6
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-Juni tahun 2014. Adapun lokasinya operator SPBU di Kecamatan Ciputat. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan desain cross sectional (potong lintang). Sasaran peneliti adalah operator SPBU. Datadata yang akan diperoleh yaitu berasal dari data primer. Data primer dikumpulkan dan diperoleh dari objek penelitian ataupun responden selama penelitian. Data tersebut disajikan dalam tabel distribusi frekuensi, kemudian dilakukan uji statistik dengan rumus chi-square untuk melihat hubungan antara variable dependen dengan variable independen.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sistem Pernafasan Manusia 2.1.1 Anatomi Pernafasan a. Pengertian saluran pernafasan Saluran pernafasan (Rab, 1996) adalah yang mengangkut udara antara atmosfer dan alveolus, yaitu tempat terakhir yang merupakan satusatunya tempat pertukaran gas-gas antara udara dan darah dapat berlangsung. b. Fungsi pernafasan Fungsi utama pernafasan adalah untuk pertukaran gas yakini untuk memperoleh oksigen agar dapat digunakan oleh sel-sel tubuh dan mengeliminasi karbondioksida yang dihasilkan oleh sel. c. Jalur pernafasan Saluran pernafasan berawal dari saluran hidung (nasal). Dari hidung berjalan ke faring (tenggorokan) yang berfungsi sebagai saluran bersama bagi sistem pernafasan maupun sistem pencernaan. Dari faring kemudian laring atau kotak suara yang dapat menghasilkan berbagai macam bunyi. Dari laring menuju ke trakea yang terbagi menjadi dua cabang utama bronkus kanan dan kiri. Dalam setiap paru bronkus terus bercabang menjadi saluran nafas yang makin sempit. Cabang terkecil dikenal
10
11
sebagai bronkiolus, tempat terkumpulnya alveolus kantung udara terkecil tempat terjadinya pertukaran gas-gas antar udara dan darah. d. Pertahanan paru Paru-paru mempunyai pertahanan yang khusus dalam mengatasi berbagai
kemungkinan
terjadi
kontak
dengan
allergen
dalam
mempertahankan tubuh, sebagaimana mekanisme tubuh pada umumnya, maka paru-paru mempunyai pertahanan seluler dan humoral. Mekanisme pertahanan tubuh yang penting pada paru-paru terbagi atas (Price, 1995): 1) Filtrasi udara pernafasan Hembusan udara yang melalui rongga hidung mempunyai berbagai ukuran. Partikel berdiameter 5-7 mikron akan bertahan di orofaring, diameter 0,5-5 mikron akan masuk sampai ke paru-paru dan diameter 0,5 mikron dapat masuk sampai ke alveoli tetapi dapat keluar bersama sekresi. 2) Pembersihan melalui mukosilia 3) Sekresi oleh humoral lokal 4) Fagositosis 2.1.2
Fisiologi Paru-paru Paru-paru terdiri dari 2 bagian , kiri dan kanan, yang terletak hampir di tengah rongga dada, diantara kedua paru-paru, dengan posisi yang lebih ke kiri sedikit. Di depannya terdapat batang tenggorokan dan saluran pernafasan (bronchi). Oleh sebab jantung mengambil tempat ke kiri, bagian paru-paru sebelah kiri lebih kecil sedikit dari paru-paru kanan. Dengan
12
demikian dapat dimengerti paru-paru kiri hanya terdiri dari 2 bagian (lobus), sedangkan paru-paru kanan 3 bagian. Pada bagian dada, batang tenggorokan menyediakan 3 saluran pernafasan untuk paru-paru kanan (satu saluran pernafasan untuk setiap bagian) dan dua untuk paru-paru kiri. Ketiga saluran pernafasan ini segera terbagi atas saluran yang lebih kecil, saluran yang lebih kecil dan seterusnya, hingga sampai saluran yang terkecil dari “pohon saluran pernafasan” (bronchial tree), yang jumlahnya, sekitar 1 miliar unit. Ujung percabangan pernafasan ini disebut “kantung udara” dimana terjadi pertukaran oksigen dan karbondioksida, Paru-paru memiliki 2 sumber darah yaitu arteri paru-paru yang membawa darah dari sebelah kanan jantung, dan arteri saluran pernafasan yang menemani saluran pernafasan dalam berbagai cabang saluran pernafasan. Diperlukan 2 sumber untuk penyalur darah. Ternyata arteri paru-paru yang datang dari sebelah kanan jantung membawa darah dengan oksigen yang telah dipindahkan dari jaringan yang telah dilaluinya. Darah ini tidak dapat menyegarkan jaringan paru-paru. Sebab itu saluran pernafasan dan paru-paru harus memiliki penyalur darah segarnya sendiri melalui arteri saluran pernafasan yang datang dari sebelah kiri jantung melalui jalan aorta. Seperti semua arteri yang lain, arteri yang membawa darah dari sebelah kanan jantung ke paru-paru bercabang sampai menjadi pembuluh darah kapiler. Di dalam paru-paru, kantong oksigen dan pembuluh darah kapiler ini terletak berdampingan sedemikian rupa hingga hanya satu lapis dari sel
13
yang tipis yang memisahkan udara dan darah. Lapisan sel ini demikian tipis sehingga oksigen dapat melewati dengan bebas dari udara ke darah, dan karbon dioksida dari darah ke udara (Kuantraf et. al, 1992). 2.1.3
Mekanisme Pernafasan Mekanisme udara mempunyai caranya untuk dapat masuk ke paru-paru. Paru-paru tidak mempunyai jalan untuk menarik udara melalui hidung. Tetapi udara dapat dibawa masuk ke dalam paru-paru melalui kegiatan otot tertentu. Otot-otot ini menambah ukuran dada setiap seseorang bernafas. Sementara ukuran dada seseorang bertambah, paru-paru bertambah luas dan udara akan segera mengisi ruangan yang telah tersedia. Dengan demikian saat otot menjadi rileks, dada kembali kepada ukurannya yang semula, dan udara dipaksakan untuk keluar melalui jalan masuknya. Otot yang menambah ukuran dada (otot pernafasan) adalah diafragma, Otot yang terletak diantara tulang iga dan otot tertentu di leher. Otot-otot inilah yang digunakan pada saat memasukan udara ke dalam paru-paru. Diafragma adalah otot yang berbentuk kubah (dome) terletak pada tingkatan bawah dari tulang iga, yang memisahkan dada dari abdomen (perut). Jantung dan paru-paru terletak diatas diafragma, sedangkan hati, perut, dan limpa kecil dan organ abdomen lainnya terletak dibawah diafragma. Bila diafragma berkontraksi, ia akan menarik ke bawah menentang organ yang ada di abdomen. Ini akan menyebabkan paru-paru menjadi lebih luas. Otot antara tulang iga juga akan berkontraksi diafragma, sebab itu menolong untuk lebih memperluas paru-paru.
14
Otot yang berada di dinding abdomen bila berkontraksi akan menghasilkan akibat yang berlawanan dari apa yang dilakukan oleh diafragma dan otot diantara tulang iga. Bila otot dinding abdomen berkontraksi, organ-organ abdomen dan diafragma akan merapat ke atas. Ini akan menyebabkan udara terdorong ke atas untuk meninggalkan paru-paru dengan cepat. Bila ini tidak terjadi akan mengakibatkan timbulnya suatu tekanan di dalam dada. Sama seperti seluruh otot dalam tubuh manusia, aksi dari otot pernafasan dikontrol oleh urat syaraf. Sebagaimana anda ketahui, anda dapat bernafas lebih cepat, lebih dalam atau menahan untuk sementara. Hal ini disebabkan oleh saraf pengontrol sadar yang dimiliki dan otot yang berhubungan dengan pernafasan. Akan tetapi umumnya proses pernafasan dikontrol secara otomatis oleh saraf pusat yang berada disebelah bawah dari otak. Saraf pusat ini mengirimkan getaran saraf ke otot-otot pernafasan hingga dapat berkontraksi dan mengendorkan secara bergantian. Pusat saraf tersebut bahkan dapat mengontrol seberapa cepat dan dalam anda bernafas, jikalau anda berolahraga, saraf pusat pernafasan mengirimkan getarannya dengan irama yang lebih cepat dari pada saat beristirahat (Kuantraf et. al, 1992). 2.2 Kapasitas Paru-Paru Untuk menguraikan peristiwa-peristiwa dalam sirkulasi paru, kadang-kadang perlu menyatukan dua volume atau lebih. Kombinasi seperti ini disebut sebagai kapasitas paru (Guyton, 2008 dan Graber et.al, 2006):
15
1.
FRC (fungsional residual capacity)/ kapasitas residu fungsional sama dengan volume cadangan ekspirasi ditambah volume residu. Ini adalah cadangan jumlah udara yang tersisa dalam paru pada akhir respirasi normal (kira-kira 2300 mililiter).
2.
IC (inspiration capacity)/ kapasitas inspirasi sama dengan volume tidal ditambah volume cadangan inspirasi. Ini adalah jumlah udara (kira-kira 3500 mililiter) yang dapat dihirup seseorang, dimulai pada tingkat ekspirasi normal dan pengembangan paru sampai jumlah maksimum.
3.
VC (vital capacity)/ kapasitas vital sama dengan volume cadangan inspirasi ditambah volume tidal dan volume cadangan ekspirasi. Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan kemudian mengeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 mililiter)
4.
TLC (total lung capacity) kapasitas total paru adalah volume maksimum yang dapat mengembangkan paru sebesar mungkin dengan inspirasi sekuat mungkin (kira-kira 5800 mililiter). Jumlah ini sama dengan kapasitas vital ditambah volume residu.
2.2.1
Kapasitas Vital Paru Kapasitas paru merupakan kesanggupan atau kemampuan paru dalam menampung udara di dalamnya (Tulaekha, 2000). Nilai KVP dapat diartikan sama dengan volume cadangan inspirasi (IRV) ditambah volume tidal (VT) dan volume cadangan ekspirasi (ERV). Ini adalah jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seseorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi
16
paru secara maksimum dan dikeluarkan sebanyak-banyaknya (kira-kira 4600 mL) (Guyton, 1997). Kapasitas vital paru juga dapat diartikan jumlah udara maksimal yang dapat dikeluarkan dari paru, setelah udara dipenuhi secara maksimal (Tambayong, 2001). Ada pun nilainya diukur dengan cara seorang individu melakukan inspirasi secara maksimum, kemudian menghembuskan sebanyak mungkin udara di dalam parunya ke alat pengukur (Crowin, 2001). Ada dua macam kapasitas vital jika dilihat berdasarkan cara pengukurannya: 1. VC (vital capacity): pada pengukuran jenis ini penderita tidak perlu melakukan aktivitas pernafasan dengan kekuatan penuh. 2. FVC (forced vital capacity) : pada pengukuran ini pemeriksaan dilakukan dengan kekuatan penuh atau maksimal Pengukuran KVP seringkali digunakan di klinik sebagai indeks fungsi paru khususnya ventilasi paru-paru dan dinding dada. Nilai tersebut bermanfaat dalam memberikan informasi mengenai kekuatan otot-otot pernafasan serta beberapa aspek fungsi pernafasan lain. Hasil dari tes fungsi paru tidak dapat untuk mendiagnosis suatu penyakit paru-paru tapi hanya memberikan gambaran KVP dibawah normal yang dapat dibedakan atas: 1. Normal Nilai volume dan kapasitas paru pada orang normal sekitar 20% dari yang diramalkan. Nilai akan berubah sesuai posisi, usia, jenis kelamin,
17
tinggi badan dan pekerjaan (Graber et. Al, 2006). Nilai FVC atau FEV1 sebesar 80% atau melebihi nilai yang diperkirakan biasanya dianggap normal. Rasio normal FEV1 terhadap FVC yakini antara 70-75% (Jeyaratman dan Koh, 2009). 2. Obstruksi (kelainan pada ekspirasi) Pada orang yang mengalami obstrukstif pernafasan, jalan nafas yang menyempit akan mengurangi volume udara yang dapat di hembuskan pada satu detik pertama ekspirasi. FVC hanya dapat dicapai setelah ekshalasi yang panjang. Rasio FEV1/FVC berkurang secara nyata. Ekspirasi dengan peningkatan perlahan pada kurva, dan plateau tidak tercapai sampai waktu 15 detik (Ikawati, 2009). FVC pada orang yang mengalami obstruksi, lebih kecil dibandingkan VC (Djojobroto, 2009). Penyakit obstruksi pernafasan antara lain, emfisema, bronchitis kronik, dan asma (Graber et. Al, 2006). Kelainan obstruksi merupakan setiap keadaan hambatan aliran udara karena adanya
sumbatan atau
penyempitan saluran nafas. Kelainan obstruksi akan mempengaruhi ekspirasi (Price, 1995). 3. Restriktif (kelainan pada inspirasi) FEV1 dan FVC menurun, karena jalan nafas tetap terbuka. Ekspirasi bisa cepat dan selesai dalam waktu 2-3 detik. Rasio FEV1/FVC tetap normal atau malah meningkat, tetapi volume data yang terhirup dan terhembus lebih kecil dibandingkan normal (Ikawati, 2009). Restriktif merupakan gangguan pada paru yang menyebabkan kekakuan paru
18
sehingga membatasi pengembangan paru-paru. Gangguan restriktif mempengaruhi kemampuan inspirasi (Price, 1995). Penyakit restriktif antara lain asites, pleuritis, pneumonia interstisial, efusi pleura, dll (Graber et.al, 2006). Adapun kriteria gangguan fungsi paru yang dibagi ke dalam 4 kriteria, yaitu:
2.2.2
KVP (%)
Kategori
80%
Normal
60-79%
Restriksi ringan
51-59%
Restriksi sedang
Kurang dari 50%
Restriksi berat
Alat ukur KVP Uji fungsi paru atau lung function test atau disebut juga pulmonary function test, digunakan untuk mengevaluasi kemampuan paru. Pemeriksaan fungsi paru berguna untuk menentukan adanya gangguan dan derajat gangguan fungsi paru. Adapun alat yang dapat digunakan untuk mengukur derajat nilai KVP seseorang adalah spirometer. Pemeriksaan dilakukan dengan sederhana, tidak rumit, tidak bersifat invasive, dan dilakukan dengan indikatif : pemeriksaan berkala (occupational health, penyakit paru obstruksi, penyakit paru restriktif, follow up penyakit, pada perokok, mengevaluasi disability, evaluasi pra bedah, penyakit paru pekerja, dan
19
mengevaluasi respon saluran pernafasan terhadap bronkodilator dan kortikosteroid) (Djojobroto, 2009). Pada dewasa muda yang sehat nilai normalnya adalah 80% tetapi nilai ini dapat menurun sampai 60% pada orang tua. Nilai normal juga bervariasi bergantung pada jenis kelamin (Muttaqin, 2008) Ada beberapa macam spirometer, antara lain water sealed spirometer, bellow spirometer, dan electronic spirometer. Hasil pemeriksaan berupa gambar langsung dari pena pada kymograph disebut spirogram, sedangkan gambar diperoleh dari office-spirometer sebagai hasil dari pneumotach disebut diagram. Hasil dari nilai spirogram dan diagram ekspiratori tergantung upaya pasien yang diperiksa (effort dependent) sehingga diperlukan latihan yang benar bagi pasien agar didapat hasil yang akurat. Hasilnya harus dapat diulang (repeatable) dengan akurasi tidak kurang dari 3%. Ventilatory performance untuk setiap individu sangat bervariasi tergantung pada ukuran tubuh (tinggi dan berat badan), umur serta jenis kelamin (Djojobroto, 2009). Spirometer merupakan alat dengan metode sederhana yang dapat mengukur volume paru utama yang nantinya akan dijumlahkan tergantung kebutuhan untuk mendapatkan nilai kapasitas paru utama. Untuk nilai volume paru utama yang diperoleh dibagi atas volume statis paru dan volume dinamis paru yang terdiri dari (Guyton, 2008 dan Graber et.al, 2006):
20
1) Volume statis paru a. TV (volume tidal) adalah volume udara yang diinspirasi atau di ekspirasi setiap kali bernafas normal. Besarnya kira-kira 500 mililiter pada laki-laki dewasa. b. IRV (inspiratory reserve volume) volume cadangan inspirasi adalah volume
tambahan
yang
dapat
diinspirasikan
dengan
usaha
maksimum setelah inspirasi normal. Biasanya mencapai 3000 mililiter (kapasitas inspirasi-volume tidal). c. IC (inspiratory capacity) adalah volume udara ekstra maksimal yang dapat di ekspirasi melalui ekspirasi kuat pada akhir ekspirasi tidal normalnya adalah sekitar 1100 mililiter (IRV+TV). d. RV (residual volume) adalah volume yang tertinggal dalam paru-paru setelah ekspirasi maksimal. Volume ini besarnya kira-kira sekitar 1200 mililiter. 2) Volume dinamis paru a. FVC (forced vital capacity) adalah volume udara maksimum yang dapat di ekspirasikan dengan paksa setelah inspirasi maksimum. Umumnya dicapai dalam 3 detik dengan volume 4 liter. b. FEV1 (forced expired volume) adalah volume udara yang di ekspirasikan selama detik pertama maneuver FVC, volume normalnya adalah 3,2 liter. c. FEF 25%-75% (forced expiratory flow) aliran ekspirasi paksa kurang tergantung pada usaha. Lebih tergantung pada daya kembang jalan
21
nafas. Normal = 2 sampai 4 L/detik. FEF lebih cepat menjadi abnormal pada penyakit destruktif dibanding FEV1. 2.3 Debu 2.3.1
Pengertian debu Debu adalah partikel yang dihasilkan oleh proses mekanisme seperti penghancuran batu, pengeboran, peledakan yang dilakukan pada timah putih, tambang besi, batu bara, pengecatan mobil, dan lain-lain (Ahmadi, 1990). Menurut Suma’mur (1998), debu adalah partikel-partikel zat padat yang ditimbulkan oleh kekuatan-kekuatan alami atau mekanis seperti pengolahan, penghancuran, pelembutan, pengepakan yang cepat, peledakan dan lain lainlain dari bahan organic ataupun anorganik. Golongan debu juga terbagi menjadi 2, yaitu: a. Padat 1) Dust Terdiri atas berbagai ukuran mulai dari yang sub mikroskopik sampai yang besar. Yang paling berbahaya dilihat dari segi ukurannya adalah bisa terhisap ke dalam system pernafasan <100 mikron atau ke dalam paru-paru manusia. 2) Fumes Fumes adalah partikel-partikel zat padat yang terjadi oleh karena kondensasi dari bentuk gas, biasanya sesudah penguapan benda padat yang di pijarkan dan lain-lain dan biasanya disertai dengan oksidasi
22
kimiawi sehingga terjadi zat-zat seperti logam (Cadmium) dan Timbal (Plumbum) 3) Smoke Smoke adalah produk dari pembakaran bahan organic yang tidak sempurna dan berukuran 0,5 mikron b. Cair (Liquid) Partikel cair biasanya disebut mist atau fog (awan) yang dihasilkan melalui proses kondensasi atau atomizing. Contoh: hair spray atau obat nyamuk semprot. Debu merupakan salah satu bahan yang sering disebut sebagai partikel yang melayang di udara (suspended particulate matter / SPM) dengan ukuran 1 mikron sampai dengan 500 mikron. Dalam kasus pencemaran udara baik dalam maupun di ruang gedung (indoor atau outdoor pollution) debu sering dijadikan salah satu indikator pencemaran yang digunakan untuk menunjukan tingkat bahaya baik terhadap lingkungan maupun terhadap keselamatan dan kesehatan kerja. Debu industri terbagi menjadi 2 yaitu: a. Particulate matter Adalah partikel debu yang hanya berada sementara di udara dan segera mengendap karena daya tarik bumi. b. Suspended particulate matter Adalah debu yang tetap berada di udara dan tidak mudah mengendap (Pudjiastuti, 2002).
23
2.3.2
Sifat-sifat debu Sifat-sifat debu tidak berflokulasi, kecuali oleh gaya tarikan elektris, tidak ber difusi, dan turun karena tarikan gaya tarik bumi. Debu di atmosfer lingkungan kerja biasanya berasal dari bahan baku dan hasil produksi. Jika dikelompokkan, debu menurut sifatnya dibagi atas beberapa golongan: a. Sifat pengendapan (setting rate) Sifat debu cenderung selalu mengendap karena adanya gaya gravitasi bumi. Namun, terkadang debu ini relative tetap berada di udara, debu yang mengendap mempunyai proporsi partikel lebih banyak dari pada yang ada di udara. b. Sifat permukaan basah (wetting) Sifat permukaan debu cenderung selalu basah karena dilapisi oleh lapisan air yang sangat tipis. c. Sifat penggumpalan (floculation) Permukaan debu dapat menempel satu dengan yang lain dan dapat menggumpal.
Turbulensi
udara
meningkatkan
pembentukan
penggumpalan. d. Sifat optis (opticalproperties) Debu atau partikel basah atau lembab lainnya dapat memancarkan sinar yang bisa terlihat dalam kamar gelap. e. Sifat listrik (electrical)
24
Debu mempunyai sifat listrik statis yang dapat menarik partikel lain yang berlawanan dengan demikian partikel dalam larutan debu mempercepat terjadinya penggumpalan. 2.3.3
Ukuran debu Dengan menarik nafas, udara yang mengandung debu masuk ke dalam paru-paru. Apa yang terjadi dengan debu itu, sangat tergantung dari pada besarnya ukuran debu. Debu-debu berukuran diantaranya 5-10 mikron akan ditahan oleh jalur pernafasan bagian atas, sedangkan yang berukuran 3-5 mikron akan ditahan oleh jalur tengah pernafasan. Partikel-partikel yang besarnya diantara 1 dan 3 mikron akan ditempatkan langsung ke permukaan alveoli paru-paru. Partikel-partikel yang berukuran 0,1-1 mikron tidak begitu gampang mengendap hinggap dipermukaan alveoli, oleh karena debu-debu ukuran demikian tidak mengendap. Debudebu yang partikelnya berukuran kurang dari 0,1 mikron bermassa terlalu kecil, sehingga tidak hinggap di selaput lendir atau alveoli, oleh karena gerakan Brown, yang menyebabkan debu demikian bergerak keluar masuk alveoli (Suma’mur, 1998)
2.4 Bidang Penyakit Paru Penyakit paru akibat kerja adalah penyakit atau kelainan paru yang disebabkan oleh faktor-faktor risiko ditempat kerja antara lain berupa: debu, gas dan uap. Kelainan yang terjadi dapat berupa: kelainan akut, kelainan kronik. Adapun penyakit akibat kerja yang disebabkan oleh debu, gas uap (Djojobroto, 1999):
25
a. Penyakit paru interstial: asbes, batubara, silica, beryllium, jamur, antigen burung b. Udema paru: asap, nitrogen SO2, fosgen c. Penyakit Pluera: asbes, bronchitis, debu tepung, debu berat d. Asma : bulu binatang, toluene di isosianat, garam platina tepung dan debu kapas e. Karsinoma bronchus: uranium, asbes, kromnikel, metal eter f. Penyakit infeksi: anthrax, coccodiomycosis, psittacosis Penilaian cacat pada penyakit paru akibat kerja didasarkan kepada hasil penentuan pemeriksaan spirometer dan derajat sesak sebagai berikut: Derajat sesak
VEP1
Prosentase cacat fungsi (fungsional disability 0. – >2,5L 1. Ringan 1,6-2,5 L 25% 2. Sedang 1,1-1,5 L 50% 3. Berat 0,5-1 L 75% 4. Sangat berat <0,1 L 100% Penentuan ganti rugi didasarkan kepada persentase cacat fungsi 100% sama dengan 70% dari upah sehari (Djojobroto, 1999). 2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi kapasitas vital paru pada operator SPBU tahun 2014 Nilai KVP merupakan suatu gambaran dari fungsi sistem pernafasan. Penurunan fungsi paru dapat terjadi secara bertahap dan bersifat kronis sehingga frekuensi lama seseorang bekerja pada lingkungan tempat kerja yang berdebu dan faktor-faktor internal yang terdapat pada diri pekerja (karakteristik pekerja) merupakan hal utama yang berhubungan dengan KVP (Widodo, 2007). Adapun faktor-faktor tersebut adalah:
26
1) Debu total Berdasarkan pasal 1 Undang-Undang Kesehatan Nomor 1 Tahun 1970 dikatakan bahwa tempat kerja merupakan
tiap ruangan atau lapangan,
tertutup atau terbuka, bergerak atau tetap, dimana tenaga kerja bekerja, atau sering dimasuki pekerja untuk keperluan suatu usaha dan dimana terdapat sumber-sumber bahaya. Adapun sumber bahaya debu dalam bentuk gas yang berhubungan dengan nilai KVP pada operator SPBU adalah a. Karbon monoksida Pembakaran yang tidak sempurna dari C atau senyawa yang mengandung C menimbulkan CO, Proses kimiawi dan fisis selama proses pembakaran berlangsung secara kompleks, karena tidak hanya tergantung pada jenis senyawa C yang bereaksi dengan O2, tetapi juga dipengaruhi oleh berbagai kondisi di rung terbakar. Ruangan yang tercemar gas CO tidak dapat dilihat oleh mata karena karbon monoksida (CO) adalah gas yang tidak berbau, tidak berasa dan tidak berwarna, sifat lain gas ini mudah terbakar, mudah meledak dan lebih ringan dari pada udara. Di daerah perparkiran Kota, kandungan CO akibat emisi gas buang kendaraan berkisaran antara 10-15 ppm dan sudah sejak lama diketahui pada konsentrasi tinggi tersebut berdampak langsung pada kesehatan (Nadapdap. 2003; Perkins H.C, 1994).
27
b. Nitrogen oksida (NOx) Gas Nitrogen oksida (NOx) terdiri dari dua macam; NO dan NO2, keseimbangannya
tergantung
dari
flame
temperature,
tekanan,
konsentrasi masing-masing gas, waktu retensi di dalam berbagai temperature dan laju pendinginan. Keseimbangan berbagai konsentrasi campuran NOx merupakan fungsi dari variable-variabel yang dihadapi selama proses pembakaran dan ekstrasi panas. Kedua macam gas ini mempunyai sifat yang sangat berbeda dan keduanya sangat berbahaya bagi kesehatan. Gas NO yang mencemari udara secara fisis umum sulit diamati karena tidak berbau dan tidak berwarna. Sementara gas NO2 bila mencemari udara mudah diamati dari baunya yang menyengat dan warnanya cokelat kemerahan (Nadapdap. 2003; Perkins H.C, 1994, Shaw J.T, 1985) c. Hidrokarbon (HC) Pencemaran hidrokarbon (HC) pada umumnya berasal dari pembakaran yang tidak efisien, terutama dari bahan bakar yang lebih volatile seperti gasoline dari aktivitas manusia, hidrokarbon juga dihasilkan dari proses-proses biologis yang terjadi pada tumbuhan. HC terdiri dari senyawa alifatik, aromatic, dan alisiklik. Pada suku rendah HC dapat berupa gas pada suku sedang berupa cairan serta berupa padatan pada suku tinggi. HC yang berupa gas akan tercampur dengan zat atau senyawa pencemar lainnya, dalam bentuk cairan maka hc akan membentuk kabut minyak (droplet) sedangkan dalam bentuk padatan
28
akan tampak seperti asap hitam, ketiganya sering timbul dalam pencemaran udara serta sangat mengganggu kesehatan-lingkungan (Nadapdap. 2003, Ahlvik P., 2001). d. Oksidan fotokimia Parameter fisik dan kimiawi yang menyebabkan pembentukan oksidan fotokimia sukar untuk diketahui dengan pasti karena kompleksnya masalah. Namun para ahli pada umumnya sepakat bahwa jika CO2, NOx, SO2 dan HC yang di emisikan ke atmosfir melalui proses pembakaran dapat bereaksi secara kimiawi menghasilkan kontaminan lain yang sifatnya berbeda. 2) Karakteristik individu a.
Umur Faal paru seseorang dipengaruhi oleh umur. Meningkatnya umur seseorang maka ketahanan terhadap penyakit akan bertambah, salah satunya yaitu fungsi paru (Mengkidi, 2006). Faal paru pada tenaga kerja sangat dipengaruhi oleh usia tenaga kerja itu sendiri. Meningkatnya umur seseorang maka kerentanan terhadap penyakit akan bertambah, khususnya gangguan saluran pernafasan pada tenaga kerja (Yunus, 2006). Pernyataan tersebut sesuai dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Lestari (2001) yang menyatakan ada hubungan yang signifikan antara usia dengan kelainan faal paru pada tenaga kerja. Umur berhubungan dengan siklus jaringan yang ada di tubuh manusia.
29
Semakin bertambahnya umur akan terjadi yang dinamakan sebagai proses penuaan. Semakin tua umur manusia maka akan semakin besar pula kemungkinan terjadinya penurunan pada fungsi paru (Suyono, 2001). Penurunan
KVP dapat terjadi setelah usia 30 tahun, tetapi
penurunan KVP akan cepat setelah usia 40 tahun. Faal paru sejak masa kanak-kanak bertambah volumenya dan akan mencapai nilai maksimum pada usia 19 sampai 21 tahun. Setelah usia tersebut nilai faal paru akan terus menurun sesuai dengan pertambahan usia (Budiono, 2007). b. Jenis kelamin Pada umumnya, laki-laki banyak membutuhkan energi lebih besar. Oleh karena itu, laki-laki memerlukan oksigen yang lebih banyak dari pada perempuan (Aryulina, dkk., 2006). Pada seorang laki-laki, kebutuhan oksigen normal sebesar 4-5 liter dan pada perempuan, 3-4 liter (Pearce, 2009). Arus ekspirasi lebih besar pada laki-laki dan sebanding dengan kapasitas total paru-parunya (Hibbert, dkk., 1995 dalam Marpaung, 2012). 3) Karakteristik gaya hidup a.
Aktivitas olahraga Aktivitas olahraga akan mempengaruhi kapasitas vital paru. Latihan fisik sangat berpengaruh terhadap sistem kembang pernafasan. Aktivitas olahraga yang rutin akan memberikan manfaat dalam meningkatkan kerja organ khususnya paru-paru, jantung dan pembuluh
30
darah ditandai dengan denyut nadi istirahat menurun, kapasitas vital paru bertambah, penumpukan asam laktat berkurang, meningkatkan HDL kolesterol dan mengurangi aterosklerosis. Secara umum semua cabang olahraga, permainan dan aktifitas fisik membantu meningkatkan kebugaran fisik, namun tergantung dari jenis olahraga yang dilakukan (Mengkidi, 2006) Kapasitas vital paru sangat dapat dipengaruhi oleh kebiasaan seseorang dalam melakukan aktivitas olahraga. Olahraga dapat meningkatkan aliran darah melalui paru-paru sehingga menyebabkan oksigen dapat ber difusi ke dalam kapiler paru dengan volume yang lebih besar atau maksimum. Menurut penelitian (Adriskanda, dkk 1997), nilai kapasitas vital paru orang Indonesia yang tidak olahraga adalah sebesar + 3,6 liter, sedangkan orang Indonesia yang olahraga adalah + 4,2 liter. Kapasitas vital paru pada seorang atlet akan lebih besar dari pada yang tidak pernah berolahraga (Guyton, 1997). Aktivitas olahraga akan meningkatkan kapasitas vital paru sebesar 30% - 40% (Guyton, 1997). Itu juga ditunjang oleh penelitian yang dilakukan oleh (Adi, 2007) terdapat hubungan antara kebiasaan olahraga dan KVP. Latihan fisik yang teratur atau olahraga yang rutin sesuai dengan anjuran
yang
diperbolehkan
sesuai
kemampuan
fisik
dapat
meningkatkan faal paru. Olahraga yang teratur akan terjadi peningkatan kesegaran dan ketahanan fisik yang optimal, pada saat latihan terjadi
31
kerjasama berbagai otot, kelenturan otot, kecepatan reaksi, ketangkasan koordinasi gerakan dan daya tahan system kardiorespirasi. KVP dan olahraga mempuyai hubungan yang timbal balik, gangguan KVP dapat mempengaruhi kemampuan olahraga (Hadi, 2003). b. Aktivitas merokok Merokok diketahui mengganggu efektifitas sebagian mekanisme pertahanan respirasi. Produk asap rokok diketahui merangsang produksi mucus dan menurunkan pergerakan silia. Dengan demikian terjadi akumulasi ukus yang kental dan terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan nafas, yang menurunkan pergerakan udara dan meningkatkan risiko pertumbuhan mikroorganisme. Batuk-batuk yang terjadi pada para perokok (smoker’s cough) adalah usaha untuk mengeluarkan ukus kental yang sulit didorong keluar dari saluran nafas. Infeksi saluran nafas bawah lebih sering terjadi pada perokok aktif dan pasif (Corwin, 2009). Beberapa hal lain yang mempengaruhi kebiasaan merokok dengan fungsi paru adalah: a) Durasi merokok (dalam tahun) tidak sama kontribusinya dengan jumlah batang per hari, akan lebih berat risiko yang diderita oleh seseorang jika merokok dalam usia yang lama dibanding dengan jumlah rokok yang dihisap setiap harinya. Sebagai contoh, akan lebih berisiko orang yang merokok dengan usia lama walaupun per harinya hanya menghisap
32
rokok yang sedikit dibanding orang yang baru saja merokok dengan jumlah batang rokok yang dikonsumsi perharinya banyak. b) Seseorang yang memulai merokok di waktu remaja lebih berisiko dibandingkan merokok ketika di usia tua. Semakin muda
rokok
atau
terpajan
asap
rokok,
maka
akan
meningkatkan risiko penyakit paru. Di Indonesia terjadi peningkatan pada perokok remaja, pada tahun 1995 diketahui terdapat 7 % perokok remaja, kemudian di tahun 2010 meningkat menjadi 19% c) Seberapa dalam menghisap rokok dan jenis rokok yang digunakan (kretek atau filter) merupakan sub faktor lain terkait rokok sebagai factor risiko gangguan fungsi paru. Ketika menghisap rokok dalam-dalam atau menghisap secara biasa saja sebenarnya tidak terlalu jauh berbeda sebagai faktor penyumbang dalam gangguan fungsi paru. Namun kedalaman hisap rokok ini berhubungan dengan jenis kanker paru yang diderita. Menghisap lebih dalam berhubungan dengan kanker paru jenis adenokarsinoma sedangkan menghisap secara biasa saja hubungannya dengan karsinoma sel skuamosa. Bahaya merokok bagi kesehatan telah diakui dan dibicarakan secara luas. Penelitian yang dilakukan para ahli memberikan bukti nyata adanya bahaya merokok bagi kesehatan si perokok dan bahkan pada
33
orang di sekitarnya. Para ahli dari WHO menyatakan bahwa Negara dengan kebiasaan merokok yang telah meluas, maka kebiasaan itu mengakibatkan terjadinya 80%-90% kematian akibat kanker paru di seluruh negara tersebut, 75% dari kematian akibat bronchitis, 40% kematian akibat kanker kandung kencing dan 25% kematian akibat penyakit jantung iskemik serta 18% kematian pada stroke (Aditama, 1997). Kanker paru di Amerika Serikat pada sekitar 1996 menjadi penyebab utama kematian akibat kanker dan termasuk jenis tumor yang umum ditemukan diseluruh dunia. Menurut data American Cancer Society, lebih dari 419.000 orang mati akibat kanker paru, dan 85-90 persennya berhubungan dengan merokok (kumpulan artikel kompas, 2004). Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru. Kebiasaan merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa per tahun adalah 28,7 mL untuk non perokok, 38,4 mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif (Anshar, 2005). Kebiasaan merokok telah terbukti berhubungan dengan sedikitnya 25 jenis penyakit dari berbagai alat tubuh manusia, seperti kanker paru, bronchitis kronik, emfisema dan berbagai penyakit paru lainnya. Selain itu ada kanker mulut, tenggorok, pankreas dan kandung kencing, penyakit pembuluh darah ulkus peptikum dan lain-lain. Satu-satunya
34
penyakit yang menunjukan asosiasi negative dengan kebiasaan merokok adalah kematian akibat penyakit Parkinson. Seorang ahli kesehatan dari inggris telah melakukan penelitian tentang akibat lanjut rokok. Dari 1000 orang pemuda yang merokok setidaknya satu bungkus sehari, maka 1 orang akan meninggal karena dibunuh, 6 orang akan meninggal karena kecelakaan lalu lintas dan 250 orang diantara mereka akan meninggal akibat berbagai penyakit yang diakibatkan merokok. Rokok pada dasarnya merupakan pabrik bahan kimia. Sekali satu batang rokok dibakar maka ia akan mengeluarkan sekitar 4000 bahan kimia seperti nikotin, gas karbon monoksida, nitrogen oksida, hydrogen cyanide, ammonia,
acrolein,
acetilen,
benzaldehyde,
urethane,
benzene,
methanol, coumarin, 4-ethylcatechol, ortocresol, perylene dan lain-lain (Aditama, 1997). Inhalasi asap tembakau baik premier maupun sekunder dapat menyebabkan penyakit saluran pernafasan pada orang dewasa. Asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja (Suyono, 2001). Adapun untuk mengukur derajat berat merokok biasanya dilakukan dengan menghitung indeks Brinkman, yaitu perkalian antara jumlah rata-rata batang rokok yang dihisap setiap hari kemudian dikalikan dengan lama merokok dalam tahun. Nilai yang dihasilkan dari
35
perhitungan tersebut akan dimasukkan ke dalam tiga kategori yaitu: ringan (0-200), sedang (200-600), dan berat (> 600). c. Status gizi Kesehatan dan daya kerja sangat erat kaitannya dengan tingkat gizi seseorang. Tubuh memerlukan zat-zat makanan untuk pemeliharaan tubuh, perbaikan kerusakan sel dan jaringan. Zat makanan tersebut diperlukan juga untuk bekerja dan meningkat sepadan dengan lebih beratnya pekerjaan. Tingkat gizi, terutama bagi pekerja kasar dan berat adalah faktor penentu derajat produktivitas kerjanya. Beban kerja yang terlalu berat sering disertai penurunan berat badan (Suma’mur, 1996). Status gizi ini dapat dihitung salah satunya adalah dengan menghitung IMT dengan rumus: Berat Badan IMT = Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Kategori berat badan menurut IMT: 1)
Kekurangan berat badan tingkat berat
: < 17,0
2)
Kekurangan berat badan tingkat ringan
: 17,0-18,5
3)
Normal
: > 18,5-25,0
4)
Kelebihan berat badan tingkat ringan
: > 25,0-27,0
5)
Kelebihan berat badan tingkat berat
: > 27,0
36
Table 2.6 Kerugian Berat Badan yang Kurang Ideal Berat Badan (BB) (1) Kurang (kurus)
Kerugian (2) Penampilan cenderung kurang baik, mudah lelah, risiko penyakit tinggi, wanita kurus yang hamil mempunyai risiko tinggi melahirkan bayi dengan BBLR, kurang mampu bekerja keras Kelebihan (Gemuk) Penampilan kurang menarik, gerakan tidak gesit dan lamban, risiko penyakit jantung, pada wanita dapat menyebabkan gangguan haid Sumber: I Dewa Nyoman Supariasa (2001) Berat badan yang kurang ideal baik itu kurang ataupun kelebihan dapat menimbulkan kerugian. Masalah kekurangan atau kelebihan gizi pada orang dewasa (usia 18 tahun ke atas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai risiko penyakit tertentu, juga dapat mempengaruhi produktivitas kerja. Akibat kekurangan zat gizi, maka simpanan zat gizi pada tubuh akan digunakan untuk memenuhi kebutuhan. Bila hal ini berlangsung secara lama, maka simpanan zat gizi akan habis dan terjadi kemerosotan jaringan, dengan meningkatnya defisiensi zat gizi maka muncul perubahan biokimia dan rendahnya zat-zat gizi
37
dalam darah, berupa rendahnya tingkat Hb, serum vitamin A dan karoten. Dapat pula terjadi peningkatan beberapa hasil metabolism seperti asam laktat dan piruvat pada kekurangan tiamin. Bila keadaan ini berlangsung lama, akan mengakibatkan terjadinya fungsi tubuh dan tanda-tandanya, yaitu kelemahan, pusing, kelelahan, nafas pendek dan lain-lainnya (Supariasa, 2001). Selain itu, tinggi badan seseorang juga mempengaruhi kapasitas paru, semakin tinggi badan seseorang maka ia memiliki volume paru yang besar dan luas, sehingga kapasitas parunya baik (Mengkidi, 2006). d. Riwayat penyakit Seseorang yang pernah mengalami penyakit gangguan pada fungsi paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara dan mengakibatkan menurunnya kadar oksigen dalam darah. Emfisema diketahui merupakan penyakit utama yang mempengaruhi volume paru karena dapat merusak jaringan paru sehingga mempengaruhi kekenyalan jaringan paru (Mengkidi, 2006; Budiono, 2007). Kondisi kesehatan saluran pernafasan dapat mempengaruhi KVP seseorang. Kekuatan otot-otot pernafasan dapat berkurang akibat sakit (Ganong, 2002). Nilai kapasitas paru otomatis akan berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru)
38
dan pada kelemahan otot pernafasan (Price, 1995). Selain itu juga, adanya riwayat pekerjaan yang menghadapi debu akan mengakibatkan pneumunokiosis dan salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja (Suma’mur 1996). Menurut Guyton (1997) menyatakan bahwa penyakit yang dapat mempengaruhi KVP adalah: 1. Emfisema paru kronik Merupakan kelainan paru dengan patofisiologi berupa infeksi kronik, kelebihan mucus, dan edema pada epitel bronchioles yang mengakibatkan terjadinya obstruksi paru yang kompleks sebagai akibat mengkonsumsi rokok. 2. Pneumonia Peneumonia ini mengakibatkan dua kelainan utama paru yaitu: penurunan luas permukaan membrane pernafasan, serta menurunnya rasio ventilasi perfusi. Kedua efek ini mengakibatkan menurunnya KVP. 3. Atelektasi Atelektasi berarti alveoli paru yang mengempis atau colaps. Akibatnya terjadi penyumbatan pada alveoli sehingga tahanan aliran darah meningkat dan terjadi penekanan dan pelipatan pembuluh darah sehingga volume paru berkurang. 4. Asma
39
Pada penderita asma akan terjadi penurunan kecepatan ekspirasi dan volume inspirasi. 5. Tuberkolosis (TBC) Pada penderita TBC stadium lanjut banyak timbul daerah fibrosis di seluruh paru, dan mengurangi jumlah paru fungsional, sehingga mengurangi kapasitas paru. 4) Karakteristik latar belakang pekerjaan a.
Massa kerja Gangguan fungsi paru yang mengakibatkan terjadinya penurunan pada nilai kapasitas vital paru yang timbul pada pekerja sangat bergantung pada lamanya pajanan dan banyaknya debu yang terhirup. Hal ini bergantung pada tiga hal yakini, kadar debu di dalam udara, jumlah kadar di udara dengan lamanya paparan berlangsung/dosis kumulatif, dan waktu tinggal (retensi) lamanya debu dalam paru-paru (WHO, 1995, dalam Marpaung, 2012). Di Denmark, pajanan jangka panjang pada partikulat terhadap pekerja cat dapat mempercepat penurunan fungsi paru terkait usia seseorang (Cristensen, 2008). Di Indonesia sendiri melalui penelitian yang dilakukan oleh (Setiawan, 2011) mengenai hubungan masa kerja dengan KVP pada pekerja stasiun pengisian bahan bakar di kota Yogyakarta diperoleh nilai signifikan (p) sebesar 0,018 dengan p = 0,018 < alfa =0,05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP. Penelitian ini dilakukan di empat stasiun bahan
40
bakar minyak di kota Yogyakarta dengan total sample sebanyak 43 responden. b. Jam kerja Data jumlah jam kerja per minggu pada aktivitas pekerja yang terpapar debu dapat digunakan sebagai perkiraan kumulatif paparan yang diterima oleh seorang pekerja. Rendahnya KVP pada pekerja tergantung pada lamanya paparan serta konsentrasi debu lingkungan kerja. Paparan dengan konsentrasi rendah dalam waktu lama mungkin tidak akan segera menunjukkan adanya penurunan nilai KVP dibandingkan dengan paparan tinggi dalam waktu yang singkat (Budiono, 2007). c.
APD masker Gangguan fungsi paru yang mengakibatkan terjadinya penurunan pada nilai kapasitas vital paru yang timbul pada pekerja sangat bergantung pada lamanya pajanan dan banyaknya debu yang terhirup. Hal ini bergantung pada tiga hal yakini, kadar debu di dalam udara, jumlah kadar di udara dengan lamanya paparan berlangsung/dosis kumulatif, dan waktu tinggal (retensi) lamanya debu dalam paru-paru (WHO, 1995, dalam Marpaung, 2012). Di Denmark, pajanan jangka panjang pada partikulat terhadap pekerja cat dapat mempercepat penurunan fungsi paru terkait usia seseorang (Cristensen, 2008). Di Indonesia sendiri melalui penelitian yang dilakukan oleh (Setiawan, 2011) mengenai hubungan masa kerja dengan KVP pada
41
pekerja stasiun pengisian bahan bakar di kota Yogyakarta diperoleh nilai signifikan (p) sebesar 0,018 dengan p = 0,018 < alfa =0,05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP. Penelitian ini dilakukan di empat stasiun bahan bakar minyak di kota Yogyakarta dengan total sampel sebanyak 43 responden. d. Riwayat pekerjaan Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat menyebabkan gangguan paru (Suma’mur, 1996). Hubungan antara penyakit dan pekerjaan dapat diduga dengan adanya riwayat perbaikan keluhan pada akhir minggu atau hari libur diikuti peningkatan keluhan untuk kembali bekerja, setelah bekerja di tempat yang baru atau setelah digunakan bahan baru di tempat kerja. Riwayat pekerjaan dapat menggambarkan apakah pekerja pernah terpapar dengan pekerjaan berdebu, hobi, pekerjaan pertama, pekerjaan pada musim-musim tertentu, dan lain-lain (Ikhsan, 2002). e.
Beban kerja Tubuh manusia dirancang untuk dapat melakukan aktivitas pekerjaan sehari-hari. Setiap pekerjaan merupakan beban bagi pelakunya, beban-beban tersebut tergantung bagaimana orang tersebut bekerja sehingga disebut beban kerja, sehingga beban kerja merupakan
42
kemampuan tubuh pekerja dalam menerima pekerjaan. Beban kerja dapat berupa beban fisik dapat mempengaruhi nilai dari KVP seseorang. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi pernapasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbondioksida tersebut (Guyton & Hall, 1996). 2.6 Kerangka Teori Kerangka teori (gambar 2.1) diperoleh dari hasil modifikasi berbagai sumber. Budiono (2007) bahwa usia mempengaruhi penurunan KVP setelah usia 30 tahun, tetapi penurunan akan cepat terjadi setelah usia 40 tahun. Jenis kelamin (Pearce, 2009), massa kerja (WHO, 1995), aktivitas merokok (Anshar, 2005), aktivitas olahraga, IMT (Mengkidi, 2006), riwayat penyakit (Guyton, 1997), riwayat pekerjaan (suma’mur, 1996), penggunaan APD masker (Mengkidi, 2006), jam kerja per minggu (Budiono, 2007) dan beban kerja (Guyton dan Hall, 1997). Berdasarkan hasil dari modifikasi tersebut dapat digambarkan kerangka teori sebagai berikut:
43
Debu total
Karakteristik Individu: Umur Jenis kelamin Karakteristik gaya hidup:
Kapasitas Vital Paru
Aktivitas olahraga Aktivitas merokok Status gizi Riwayat penyakit Karakteristik latar belakang pekerjaan: Massa kerja Jam kerja APD masker Riwayat pekerjaan Beban kerja
Modifikasi dari sumber : (Budiono, 2007; Pearce, 2009; WHO, 1995; Anshar; 2005; Mengkidi, 2006; Guyton, 1997; Suma’mur, 1996; Mengkidi, 2006; Budiono, 2007; Hall, 1997). Gambar 2.1 Kerangka teori
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1
Kerangka Konsep Pada penelitian ini yang menjadi variable bebas (independent) untuk diteliti
adalah debu total, karakteristik individu (jenis kelamin, umur), gaya hidup (aktivitas olahraga, aktivitas merokok, status gizi, riwayat penyakit), masa kerja. Sedangkan variabel terikatnya (dependent) adalah kapasitas vital paru pada pekerja operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. Sedangkan variabel yang tidak diteliti ialah jam kerja (karena semua memiliki waktu jam kerja yang sama yaitu 8 jam dalam sehari), beban kerja (karena pekerjaan memiliki beban yang sama dan tidak ada perbedaan aktivitas di dalam bekerja), penggunaan masker (dikarenakan hampir semua populasi tidak memakai masker di saat melakukan aktivitas pekerjaan), dan riwayat pekerjaan (semua pekerja tidak memiliki riwayat pekerjaan terpapar debu sebelumnya). Kerangka konsep pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar 3.1.
44
45
Variabel Independen
Variabel Dependen
Debu total
Karakteristik Individu: - Umur - Jenis kelamin
Gaya Hidup: Kapasitas Vital Paru
- Aktivitas merokok - Aktivitas olahraga - Status gizi - Riwayat penyakit Masa kerja
Gambar 3.1 Kerangka Konsep
46
3.2
Definisi Operasional
No. 1.
Variabel Kapasitas
Deskripsi
Cara Ukur
Vital volume
Paru
cadangan Pengukuran inspirasi + volume alun menggunakan nafas + volume cadangan alat spirometer ekspirasi. Atau jumlah udara maksimum yang dapat dikeluarkan seorang dari paru, setelah terlebih dahulu mengisi paru secara maksimum dan dikeluarkan sebanyak-banyaknya.
Alat Ukur Spirometer
Hasil Ukur 1.
2.
Ada gangguan (Restriksi, campuran dan Obstruksi) Tidak ada gangguan (Normal) Untuk kepentingan analisis, maka variable gangguan fungsi paru di kelompokan menjadi : -
-
2.
3.
Kadar debu total
Umur
Haz Dust Model EPAM 5000
1.
Skala Ordinal
Normal, bila % FVC > 80 dan % FEV1/FVC > 75 Ada gangguan (R,C,O), bila nilai % FVC < 79 dan % FEV1/FVC < 74
Hasil pengukuran kadar debu total menggunakan metode gravimetri selama 2 jam pada 3 titik lokasi sebanyak 1 kali pengukuran
Melakukan pengukuran dengan menggunakan alat Haz Dust Model EPAM 5000 dengan metode gravimetric
Tidak memenuhi syarat bila diatas NAB (kadar debu > 0,035 mg/m3) Memenuhi syarat bila dibawah NAB (kadar debu < 0,035 mg/m3 )
Ordinal
Jumlah tahun yang dihitung mulai dari responden lahir hinhha saat penelitian berlangsung.
Kuesioner dan 1. > 30 tahun (berisiko Pengisian kuesioner oleh pengecekan KVP) KTP peneliti dengan 2. < 30 tahun (tidak wawancara berisiko KVP)
Ordinal
2.
47
No.
Variabel
4.
Jenis kelamin
5.
Aktivitas Rokok
6.
Aktivitas Olahraga
7.
Status Gizi (IMT)
Deskripsi
Cara Ukur
Alat Ukur
Perbedaan biologis dan fisiologis yang dibawa sejak lahir dan tidak dapat diubah Aktivitas merokok yang dilakukan secara teratur atau rutin dalam setiap harinya Latihan fisik teratur yang dapat meningkatkan kemampuan kapasitas pernafasan pekerja. Suatu kondisi yang menggambarkan keadaan gizi pada orang dewasa dengan memperhitungkan indeks masa tubuh (IMT)
Pengisian kuesioner oleh peneliti dengan wawancara Pengisian kuesioner oleh peneliti dengan wawancara Pengisian kuesioner oleh peneliti dengan wawancara Kuesioner, melihat jarum ukur pada timbangan dan microtoise
Kuesioner dan pengecekan KTP
1. Perempuan 2. Laki-laki
Ordinal
Kuesioner
1. Merokok 2. Tidak Merokok
Ordinal
Kuesioner
1. Tidak melakukan olahraga (Tidak) 2. Melakukan olahraga (Ya)
Ordinal
Kuesioner
1. Berisiko (kurus < 18,5 dan gemuk >25) 2. Normal
Ordinal
1. Pernah 2. tidak pernah
Ordinal
1. lama (> 5 tahun) 2. baru (< 5 tahun)
Ordinal
Timbangan injak Microtoise Kuesioner
8.
Riwayat Penyakit
Keadaan dimana karyawan pernah atau tidak mengalami penyakit saluran pernafasan akut, kronis (asma, tuberculosis, batuk berdahak, peneumia atau paru-paru basah).
Melakukan wawancara, kemudian mendeskripsikan gejala-gejala yang pernah dirasakan seperti : sesak, pusing, batuk, dll)
9.
Masa Kerja
Panjangnya waktu terhitung mulai pertama kali pekerja masuk kerja hingga saat penelitian berlangsung
Pengisian Kuesioner kuesioner oleh peneliti dengan wawancara
Hasil Ukur
Skala
48
3.3
Hipotesis 1.
Ada hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
2.
Ada hubungan antara karakteristik individu (umur, jenis kelamin) dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
3.
Ada hubungan antara karakteristik gaya hidup (aktivitas merokok, aktivitas olahraga, status gizi, riwayat penyakit) dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
4.
Ada hubungan antara masa kerja dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian Desain penelitian yang digunakan bersifat analitik yang bertujuan untuk melihat hubungan antara dua variabel yaitu dependen dan independen. Dengan menggunakan desain studi cross-sectional yaitu mencari faktor-faktor yang berhubungan dengan variabel dependen (informasi atau gambaran situasi yang ada) dalam waktu bersamaan. 4.2 Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada bulan Maret-Juli dan bertempat di SPBU yang berada di wilayah Kecamatan Ciputat tahun 2014. 4.3 Populasi dan Sample Penelitian 4.3.1
Populasi Populasi pada penelitian ini adalah seluruh operator SPBU yang ada di wilayah kecamatan Ciputat pada tahun 2014.
4.3.2
Sample Untuk menghitung besar sampel dipilih dengan menggunakan metode uji hipotesis beda proporsi (2-tailed). Berikut adalah rumus uji hipotesis beda 2 proporsi:
Keterangan: n
: Jumlah besar sampel
P1
: Proporsi orang yang mengalami gangguan fungsi paru pada
49
50
variabel tidak menggunakan masker (Budiono, 2007) P2
: Proporsi orang yang mengalami gangguan fungsi paru pada variabel penggunaan masker (Budiono, 2007)
P
: Rata-rata proporsi (P1 + P2 /2)
Z 1-α/2
: Nilai Z pada derajat kepercayaan Z1-α/2 atau derajat kemaknaan α pada two tail yaitu sebesar 5 % = 1,96
Z 1-β
: Nilai Z pada kekuatan uji 1-β yaitu sebesar 80% = 0,84 Tabel 4.1 Perhitungan Besar Sampel Tabel Minimal Penelitian
No.
Topik
P1
P2
OR
Jumlah Sampel (n)
Penulis, Tahun
1.
Umur
0,617
0,302
2,041
39
2.
0,649
0,340
1,910
53
3.
Aktifitas merokok Lama Kerja
0,516
0,346
1,490
177
4.
Masa Kerja
0,923
0,39
2,369
9
5.
Penggunaan Masker
0,806
0,184
4,382
12
Budiono, 2007 Budiono, 2007 Budiono, 2007 Budiono, 2007 Budiono, 2007
Total jumlah sampel minimal dalam penelitian adalah 12. Karena untuk 2 proporsi maka dikalikan 2 menjadi 24. Untuk mengantisipasi drop out ditambah 15 jadi 39. Adapun sampel pada penelitian ini adalah semua operator SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat yang bersedia menjadi sampel, yakni sebanyak 42 orang.
51
4.4 Instrument Penelitian Instrument penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Spirometer Autospiro Minato AS 505, timbangan injak, microtoise dan kuesioner. 1. Spirometer
digunakan untuk mengukur Kapasitas Vital Paru pada operator
SPBU tahun 2014. Adapun nilai KVP yang diambil adalah Slow Vital Capacity (SVC) untuk menilai seberapa mampu paru-paru seseorang mengeluarkan udara (ekspirasi) setelah mengisi rongga paru-paru dengan udara secara maksimal secara normal. 2. Timbangan Injak digunakan untuk mengukur berat badan operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014. 3. Microtoise digunakan untuk mengukur tinggi badan pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014. 4. Kuesioner digunakan untuk mendapatkan data pribadi pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014. Data dapat berupa nama, umur, jenis kelamin, dan sebagainya. 5. Melakukan pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat kerja dengan menggunakan alat Haz Dust Model EPAM 5000. 4.5 Pengumpulan Data 4.5.1
Data Primer a.
Pengukuran KVP Metode ini dilakukan dengan cara pengukuran paru pada operator SPBU menggunakan alat Spirometer Autospiro Minato AS 505 secara
52
langsung terhadap responden. Adapun cara yang dapat dilakukan untuk pengukuran KVP pada operator SPBU tahun 2014, yaitu sebagai berikut: 1) Tekan tombol power ON pada Spirometer 2) Lakukan kalibrasi, untuk menjamin validitas pengukuran 3) Pilih tombol FVC pada Spirometer 4) Lakukan inspirasi maksimal 5) Kemudian lakukan ekspirasi maksimal ke dalam Spirometer 6) Hasil pengukuran dapat dilihat pada Spirogram yang telah dicetak (Minato Medical Science., Ltd) b.
Umur Umur operator SPBU didapatkan dari hasil observasi dengan memperlihatkan KTP responden yang berkenan untuk diteliti. Umur terhitung dari lahir sampai saat pekerja di wawancara.
c.
Masa kerja Data mengenai masa kerja diperoleh melalui wawancara kepada pekerja dengan menggunakan instrument berupa kuesioner.
d.
Status gizi Status gizi ini dapat dilakukan perhitungan salah satunya adalah dengan menghitung IMT dengan rumus: Berat Badan (kg) IMT = Tinggi Badan (m) x Tinggi Badan (m)
Kategori berat badan menurut IMT:
53
1) Kurus
: < 18,5
2) Normal
: 18,5-25,0
3) Gemuk
: ≤ 25, 0
Langkah pengukurannya sebagai berikut: 1) Mengetahui berat badan dengan menggunakan kuesioner, sedangkan timbangan
berat
badan
digunakan
apabila
responden
tidak
mengetahui berat badannya. 2) Mengetahui tinggi badan dengan menanyakannya sesuai lembar pertanyaan kuesioner, sedangkan microtoise digunakan apabila responden tidak mengetahui tinggi badannya. Data mengenai status gizi dapat diperoleh melalui pengukuran Indeks Masa Tubuh (IMT), yang selanjutnya dikategorikan sebagai berikut: 1) Berisiko (Kurus dan Gemuk) 2) Tidak berisiko (Normal) e.
Data berat badan (BB) Data mengenai BB diperoleh dengan cara melakukan penimbangan badan pada saat sebelum beraktifitas. Langkah-langkah pengukuran tersebut adalah: 1) Pastikan jarum pada display menunjukan angka nol 2) Lepaskan sepatu, alas kaki dan serta alat yang berada di saku anda, yang dapat menambah beban secara signifikan 3) Berdiri tegap diatas timbangan dengan pandangan mengarah ke depan
54
4) Baca hasil pada display yang ditunjukan oleh jarum metal f.
Data tinggi badan Data tinggi badan diperoleh melalui pengukuran tinggi badan langsung menggunakan alat/pengukur tubuh. Kemudian catat hasil pengukuran yang ada.
g.
Aktifitas Merokok Data mengenai aktifitas merokok diperoleh melalui wawancara kepada pekerja dengan menggunakan instrumen berupa kuisioner.
h.
Riwayat Penyakit Data mengenai riwayat penyakit diperoleh melalui pemeriksaan kesehatan kepada pekerja. Dari berbagai macam penyakit khususnya yang menyerang pernapasan seperti asma (sesak nafas), bronkitis kronik (batuk berdahak), pneumonia (paru-paru basah), dan tuberculosis (TBC/flak paru).
i.
Jenis kelamin Variabel jenis kelamin diisi oleh responden dengan kuesioner.
j.
Aktifitas olahraga Data mengenai aktifitas olahraga diperoleh melalui wawancara secara langsung dengan pekerja operator SPBU. Untuk variabel aktifitas olahraga, ditambahkan tiga jenis yaitu: jenis, frekuensi dan durasi olahraga yang semua menggunakan kuesioner.
55
k.
Riwayat pekerjaan Riwayat pekerjaan dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit akibat kerja. Riwayat pekerjaan yang menghadapi debu berbahaya dapat menyebabkan gangguan paru. Diukur melalui pertanyaan yang terdapat di kuesioner.
l.
Kadar debu total Melakukan pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat kerja dengan menggunakan alat Haz Dust Model EPAM 5000. Adapun cara pengukuran kadar debu total di lingkungan tempat kerja, sebagai berikut: 1) Siapkan alat Haz Dust Model EPAM 5000. 2) Memilih besar partikel pada lingkungan kerja yang diteliti (PM 2.5 μm). 3) Lakukan kalibrasi pada alat Haz Dust Model EPAM 5000. 4) Melakukan sampling 5) Mengecek kembali data yang telah dimasukkan.
4.6 Pengolahan Data 4.6.1 Mengkode data (data coding) Menyederhanakan data dengan memberikan kode-kode tertentu. Semua variabel independen diberikan pengkodean. Proses pengklasifikasian data atau pengkodean dimaksudkan untuk mempermudah dalam menganalisa data selanjutnya. Dimana coding dilakukan pada kuesioner, jika nilai pengukuran KVP mengalami penurunan (ada gangguan) pengkodean = 1, bila tidak
56
mengalami penurunan (tidak ada gangguan) = 2. Semua variabel pun dikodekan, yaitu: a. Debu total, 1 = tidak memenuhi syarat dan 2 = memenuhi syarat b. Umur, 1 = > 30 tahun (berisiko) dan 2 = < 30 tahun (tidak berisiko) c. Jenis kelamin, 1 = perempuan dan 2 = laki-laki d. Aktifitas merokok, 1 = merokok dan 2 = tidak merokok e. Aktifitas olahraga, 1 = tidak melakukan olahraga dan 2 = melakukan olahraga f. Status gizi, 1 = berisiko dan 2 = normal g. Riwayat penyakit, 1 = pernah dan 2 = tidak pernah h. Masa kerja, 1 = lama dan 2 = baru 4.6.2 Menyunting data (data editing) Dilakukan untuk memeriksa kelengkapan, kebenaran dalam pengisian data, kesinambungan, dan serta keseragaman data. Ini merupakan data utama untuk menginput data penelitian. 4.6.3 Memasukan data (data entry) Memasukan data dari hasil kuesioner yang sudah diberikan kode pada masing-masing
variabel,
kemudian
dilakukan
analisis
data
dengan
memasukan data-data tersebut dengan software statistik untuk dilakukan analisis univariat (untuk mengetahui gambaran secara umum) dan bivariat (mengetahui variable yang berhubungan).
57
4.6.4 Membersihkan data (Cleaning) Merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak. Kesalahan tersebut dimungkinkan terjadi pada saat meng-entry ke komputer. 4.7 Teknik Analisa Data 4.7.1 Analisa Univariat Analisis deskriptif dilakukan dengan membuat tabel dan distribusi frekuensi dari masing-masing variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Analisa ini digunakan untuk mengetahui gambaran dan data dianalisis dengan melihat x, ± SD, median, dan 95 % CI x, dari tiap-tiap dimensi pada variabel dependen yang mencakup dimensi, antara lain : debu total, karakteristik individu (umur dan jenis kelamin), gaya hidup (aktifitas merokok, aktifitas olahraga, status gizi, riwayat penyakit), dan masa kerja, serta penurunan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. 4.7.2 Analisa Bivariat Analisa bivariat digunakan untuk mencari hubungan variabel bebas dan variabel terkait dengan uji statistik yang sesuai dengan skala data yang ada. Uji statistik yang digunakan adalah chi-square atau kai kuadrat. Syarat uji chisquare adalah tidak ada sel yang nilai observed-nya bernilai 0, dan sel yang mempunyai expected kurang dari 5 maksimal 20% dari jumlah sel, dan menggunakan table 2x2.
BAB V HASIL PENELITIAN
5.1 Gambaran SPBU di Kecamatan Ciputat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) merupakan prasarana umum yang disediakan oleh PT Pertamina (Persero) untuk masyarakat Indonesia secara luas guna memenuhi kebutuhan bahan bakar. Pada umumnya SPBU menjual bahan bakar berjenis premium, solar, pertamax dan pertamax plus. Setiap SPBU memiliki struktur organisasi mulai dari manajer, supervisor, operator, satuan pengamanan (SATPAM), dan petugas kebersihan. Selain itu, SPBU juga terdapat berbagai fasilitas untuk umum diantaranya toilet, mushola dan tempat pengisian angin ban kendaraan. Hal ini untuk memberikan pelayanan bagi masyarakat, agar terpenuhi kenyaman yang diharapkan. Penelitian ini dilakukan diseluruh wilayah SPBU Kecamatan Ciputat tahun 2014. Lokasi SPBU di Kecamatan Ciputat semua terletak tepat berada dipinggir jalan raya utama. Posisi yang tepat berada dipinggir jalan raya memudahkan pengendara untuk melakukan pengisian Bahan Bakar Minyak (BBM). Disamping memudahkan pengendara dalam melakukan pengisian BBM, ada hal lain yang dapat merugikan yaitu paparan debu dari jalan raya akibat aktivitas dari kendaraan di sepanjang hari. Paparan debu yang memapar lingkungan kerja operator SPBU dapat membahayakan apabila melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang ditentukan. Namun, paparan debu yang diterima oleh operator SPBU tidak hanya dari debu jalan raya. Akan tetapi, paparan debu juga berasal dari asap kendaraan yang sedang menunggu antrian
58
59
pengisian bensin atau setelah mengisi bensin. Besarnya paparan debu juga tergantung dengan jumlah kendaraan disetiap harinya yang mengisi BBM. Hasil pengamatan langsung (observasi) yang dilakukan di lingkungan kerja operator SPBU dapat terlihat jelas banyaknya kendaraan melintas di area SPBU untuk melakukan pengisian BBM. Namun jumlahnya kendaraan yang melintas di lingkungan kerja operator SPBU berbeda-beda. Pada pagi hari dan sore menjelang malam jumlah kendaraan meningkat
secara signifikan di area SPBU untuk
melakukan pengisian BBM. Hal ini sesuai dengan aktifitas pengendara pada saat berangkat kerja di pagi hari dan pulang bekerja pada sore ataupun malam hari. Berikut hasil gambaran observasi mengenai jumlah SPBU, lokasi, jenis kelamin, jumlah kepadatan kendaraan, yang dilakukan pada SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini: Tabel 5.1 Gambaran Profil SPBU Wilayah Kecamatan Ciputat Tahun 2014 (SPBU, Lokasi, Jenis Kelamin dan Rata-Rata Jumlah Kendaraan) Rata- Rata Jenis Kelamin Jumlah No. SPBU Lokasi Kendaraan LakiLaki
Perempuan
Pagi
Siang
Sore
Jl. R.E Martadinata Ciputat Jl. R.E Martadinata Ciputat (Pustekom) Jl. Aria Ciputat
14
0
250
150
270
15
7
200
150
150
14
10
300
100
150
17
9
500
250
400
19
0
150
200
270
1.
X
2.
X
3.
X
4.
X
Jl. Dewi Ciputat
5.
X
Jl. Pisangan Ciputat
Sartika
60
Berikut ini adalah peta jalan SPBU di wilayah Kecamatan Ciputat Tahun 2014 yang digunakan sebagai objek penelitian tentang KVP :
Gambar 5.1 Peta Jalan SPBU Wilayah Kecamatan Ciputat Tahun 2014
5.2 Analisa Univariat Analisis univariat digunakan untuk menggambarkan distribusi frekuensi dari hasil penelitian yang telah diperoleh. Analisis univariat untuk mendeskripsikan kejadian KVP yang ditimbulkan oleh faktor-faktor paparan debu total, karakteristik individu (umur, jenis kelamin), karakteristik gaya hidup (aktifitas olahraga, aktifitas merokok, status gizi, riwayat penyakit), dan masa kerja.
61
5.2.1 Gambaran Frekuensi Kapasitas Vital Paru (KVP) pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 Deskripsi hasil dari distribusi gambaran KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014 dapat dijelaskan pada tabel dibawah ini Tabel 5.2 Gambaran Frekuensi KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 No Variabel Jumlah Persentase (%) 1. KVP - Ada gangguan (restriksi, obstruksi dan campuran) - Tidak ada gangguan (normal)
30
71,4 %
12
28,6 %
Jumlah
42
100%
Berdasarkan tabel 5.1 diperoleh hasil analisis gambaran distribusi KVP pada operator SPBU, dari 42 responden yang mengalami gangguan KVP sebanyak 30 responden (71,4%)
dan yang tidak mengalami gangguan
sebanyak 12 (28,6%). 5.2.2 Gambaran Frekuensi Debu Total di SPBU Kecamatan Ciputat tahun 2014 Hasil paparan debu total diperoleh dari pengukuran yang dilakukan di lingkungan kerja operator SPBU. Variabel debu total di kategorikkan menjadi 2 yaitu tidak memenuhi syarat dan memenuhi syarat. Adapun hasil yang diperoleh mengenai paparan debu total pada operator SPBU dapat dilihat dari tabel 5.2, yaitu sebagai berikut:
62
No 1.
Tabel 5.3 Distribusi Frekuensi Debu Total Lingkungan Kerja Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 Variabel Jumlah Persentase (%) Debu Total - Tidak memenuhi syarat > 0,035 - Memenuhi syarat < 0,035
Jumlah
29
69,0 %
13
31,0 %
42
100%
Berdasarkan tabel 5.2 dari hasil analisis gambaran paparan debu total diperoleh bahwa operator SPBU yang lingkungan kerjanya memenuhi standar nilai ambang batas (NAB) yang ditetapkan yakni 13 orang dengan persentase sebesar (31%). Sedangkan operator SPBU yang lingkungan tempat kerjanya tidak memenuhi syarat NAB adalah 29 orang dengan persentase sebesar (79,0%). 5.2.3 Gambaran Karakteristik Individu di SPBU Kecamatan Ciputat tahun 2014 Faktor gambaran distribusi frekuensi karakteristik individu dalam penelitian ini meliputi umur dan jenis kelamin. Hasil penelitian umur dan jenis kelamin diperoleh
dari wawancara. Untuk variabel umur responden
diharuskan memperlihatkan KTP untuk mendapatkan informasi yang sesuai (benar). Distribusi karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) dapat dilihat pada tabel 5.3 sebagai berikut:
63
Tabel 5.4 Distribusi Frekuensi Karakteristik Individu (Umur, Jenis Kelamin) Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 No Variabel Jumlah Persentase (%) 1.
Umur - Berisiko (> 30 Th) - Tidak berisiko (< 30 Th)
2.
7 35
16,7 % 83,3 %
13 29
31,0 % 69,0 %
42
100%
Jenis Kelamin - Perempuan - Laki-laki
Jumlah
a. Umur Data umur didapatkan dari hasil wawancara ditambah dengan menunjukan KTP dari operator SPBU. Berdasarkan tabel 5.3 dari total responden 42 di dapatkan hasil bahwa operator SPBU yang berumur < 30 tahun sebesar 35 (83,3%) responden, sedangkan operator SPBU yang berumur ≥ 30 sebesar 7 (16,7%) responden. b. Jenis kelamin Data jenis kelamin didapatkan dari hasil wawancara dengan responden yaitu operator SPBU. Berdasarkan tabel 5.3 dari total 42 responden didapatkan bahwa operator SPBU yang berjenis kelamin terbanyak yaitu laki-laki dengan 29 (69,0%) responden, sedangkan operator SPBU berjenis kelamin perempuan sebanyak 13 (31,0%) responden.
64
5.2.4
Gambaran Karakteristik Gaya Hidup di SPBU Kecamatan Ciputat tahun 2014 Hasil penelitian mengenai gambaran karakteristik gaya hidup (aktifitas merokok, aktifitas olahraga, status gizi, dan riwayat penyakit) diperoleh dari wawancara terhadap responden yang dilakukan setelah shift kerja. Semua variabel karakteristik gaya hidup dikategorikan menjadi 2. Adapun hasil dari distribusi gambaran karakteristik gaya hidup dapat dilihat pada tabel 5.4 sebagai berikut: Tabel 5.5 Distribusi Frekuensi Karakteristik Gaya Hidup (Aktifitas merokok, Aktifitas olahraga, Status gizi, Riwayat penyakit) Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 No Variabel Jumlah Persentase (%) 1. 2.
Aktifitas merokok - Merokok - Tidak merokok
23 19
54,8 % 45,2 %
Aktifitas olahraga
17 25
40,5 % 59,5 %
18 24
42,9 % 57,1 %
6 36
14,3 % 85,7 %
42
100%
- Tidak melakukan olahraga - Melakukan olahraga
3.
Status Gizi - Berisiko - Tidak berisiko
4.
Riwayat Penyakit - Pernah - Tidak pernah
Jumlah
a. Aktifitas merokok Data aktifitas merokok diperoleh dengan melakukan wawancara kepada responden. Dari tabel 5.4 diperoleh hasil distribusi gambaran
65
aktifitas merokok pada operator SPBU sebanyak 23 (54,8%) reponden merokok dan sebanyak 19 (45,2%) responden tidak merokok. b. Aktifitas olahraga Pada tabel 5.4 dapat diketahui distribusi gambaran aktifitas olahraga pada responden. Dari tabel tersebut menunjukan bahwa dari 42 responden diantaranya 25 (59,5%) melakukan aktifitas olahraga dan 17 (40,5%) tidak melakukan aktifitas olahraga. c. Status gizi Data status gizi diperoleh dengan cara menghitung indeks masa tubuh. Hasil dari data tersebut di kategorikan menjadi 2, yaitu beresiko (kurus dan gemuk) dan tidak beresiko (normal). Dari tabel di atas, diketahui distribusi gambaran status gizi responden yang tidak beresiko memiliki persentase 24 (42,9%) dan yang berisiko sebesar 18 (57,1%). d. Riwayat penyakit Data riwayat penyakit diperoleh dengan wawancara mengenai gejalagejala penyakit yang pernah dialami. Dari tabel diatas, diketahui gambaran responden yang tidak pernah memiliki riwayat penyakit memiliki jumlah paling besar, yaitu 36 (85,6%), sedangkan responden yang mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan KVP sebesar 6 (14,4%).
66
5.2.5
Gambaran Masa Kerja di SPBU Kecamatan Ciputat tahun 2014 Distribusi gambaran karakteristik latar belakang pekerjaan yaitu variabel masa kerja. Adapun hasil gambaran masa kerja dapat dilihat pada tabel 5.5 sebagai berikut:
No. 1.
Tabel 5.6 Distribusi Frekuensi Masa Kerja Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 Variabel Jumlah Persentase Masa Kerja - Lama (> 5 tahun) - Baru (< 5 tahun)
Jumlah
19 23
45,2 % 54,8 %
42
100%
a. Masa kerja Data masa kerja diperoleh dengan cara wawancara pada responden. Hasil penelitian ini menggambarkan jumlah operator berdasarkan masa kerja baik lama ataupun baru. Berdasarkan tabel 5.5 dari 42 responden yang diambil, diketahui gambaran bahwa operator dengan masa kerja baru sebanyak 23 (54,8%) responden dan sedangkan operator dengan masa kerja lama sebesar 19 (45,2%) responden. 5.3 Analisis Bivariat Analisa bivariat merupakan analisis lanjutan dari analisis univariat yang bertujuan untuk melihat hubungan antara variabel independent dengan variabel dependen. Uji yang digunakan untuk menganalisa hubungan kejadian KVP yang ditimbulkan oleh faktor-faktor paparan debu total, karakteristik individu (umur, jenis kelamin), karakteristik gaya hidup (aktifitas olahraga, aktifitas merokok, status
67
gizi, riwayat penyakit), dan masa kerja dengan menggunakan uji Chi Square yang hasilnya akan dijelaskan dibawah ini: 5.3.1
Hubungan Debu Total dengan KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 Uji chi square digunakan untuk mengetahui hubungan debu total dengan kejadian KVP. Hasil penelitian mengenai hubungan antara karakteristik lingkungan tempat kerja dengan kejadian KVP di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 dapat dilihat di tabel berikut: Tabel 5.7 Hubungan antara Debu Total dengan KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 KVP No.
1.
Total
Ada
Tidak ada
gangguan
gangguan
N
%
N
%
N
%
Lebih dari NAB (> 0,035) Sesuai NAB (< 0,035)
29
100%
0
0%
29
100%
1
7,7%
12
92.3%
13
100%
Total
30
Variabel
Pvalue
Kadar Debu Total
12
0,000
42
a. Hubungan antara debu total dengan KVP di Kecamatan Ciputat tahun 2014 Pada tabel 5.6 diatas hubungan antara kadar debu total dengan KVP pada operator SPBU yang memiliki lingkungan kerja yang tidak memenuhi NAB yang ditetapkan ada sebanyak 29 pekerja dengan
68
persentase (100%). Itu berarti menunjukan bahwasanya pekerja yang lingkungan kerja yang tidak sesuai NAB yang telah ditetapkan mengalami penurunan KVP. Sedangkan operator SPBU yang memiliki lingkungan kerja sesuai dengan NAB dan tidak mengalami penurunan KVP berjumlah 12 orang dengan persentase (92,3%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,000 yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. 5.3.2
Hubungan antara Karakteristik Individu (Umur, Jenis Kelamin) dengan KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 Uji chi square digunakan untuk variabel umur dan jenis kelamin dengan kejadian KVP. Hasil penelitian mengenai hubungan antara umur dan jenis kelamin dengan kejadian KVP di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 dapat dilihat di tabel berikut:
69
Tabel 5.8 Hubungan antara Karakteristik Individu (Umur, Jenis Kelamin) dengan KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 KVP
1.
2.
Total
Ada
Tidak ada
gangguan
gangguan
N
%
N
%
N
%
Berisiko (≥ 30 Th)
5
71,4%
2
28,6%
7
100
Tidak berisiko (< 30 Th) Jenis Kelamin
25
71,4%
10
28,6%
35
100
Perempuan
13
100%
0
0%
13
100
Laki-laki
17
58,6%
12
41,4%
29
100
30
71,4%
12
28,6%
42
100
No.
Variabel
Pvalue
Umur
Total
1,000
0,008
a. Hubungan antara umur dengan KVP pada Operator SPBU tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.7 operator SPBU yang berumur ≥ 30 dan ada gangguan KVP sebesar 71,4% (5 dari 7 responden), sedangkan operator SPBU yang berumur < 30 ada gangguan KVP sebesar 71,4% (25 dari 35 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 1,000 yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
70
b. Hubungan antara jenis kelamin dengan KVP pada Operator SPBU tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.7 jenis kelamin perempuan yang mengalami gangguan KVP sebesar 100% (13 dari 13 responden). Sedangkan variabel jenis kelamin laki-laki yang mengalami gangguan KVP yaitu sebesar 58,6% (17 dari 19 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,008 yang artinya pada α 5% terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. 5.3.3
Hubungan antara Karakteristik Gaya Hidup (Aktifitas merokok, Aktifitas olahraga, Status Gizi, Riwayat Penyakit) dengan KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 Uji Chi Square juga digunakan pada karakteristik gaya hidup (aktifitas merokok, aktifitas olahraga, status gizi, dan riwayat penyakit) dengan kejadian KVP pada operator SPBU. Hasil mengenai hubungan antara karakteristik gaya hidup dengan kejadian KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 disajikan pada tabel 5.8 dan dapat dilihat sebagai berikut:
71
Tabel 5.9 Hubungan antara Karakteristik Gaya Hidup (Aktifitas merokok, Aktifitas olahraga, Status Gizi, Riwayat Penyakit) dengan KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 KVP No.
1.
2.
Ada
Tidak ada
gangguan
gangguan
Total
Variabel
Pvalue
N
%
N
%
N
%
Merokok
20
87,0%
3
13,0%
23
100
Tidak merokok
10
52,6%
9
47,4%
19
100
13
76,5%
4
23,5%
17
100
17
68,0%
8
32,0%
25
100
Berisiko
12
66,7%
6
33,3%
18
100
Normal
18
75,0%
6
25,0%
24
100
Pernah
5
83,3%
1
16,7%
6
100
Tidak pernah
25
69,4%
11
30,6%
36
100
42
100
Aktifitas merokok 0,035
Aktifitas olahraga Tidak
melakukan 0,731
olahraga Olahraga 3.
Status Gizi
0,554
4.
Riwayat Penyakit
Total
0,655
72
a. Hubungan antara aktifitas merokok dengan KVP pada Operator SPBU tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.8 operator SPBU yang melakukan aktifitas merokok dan ada gangguan KVP sebesar 86,4% (20 dari 23 responden), sedangkan operator SPBU yang tidak merokok namun ada gangguan KVP sebesar 55% (10 dari 9 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,035 yang artinya pada α 5% terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas merokok dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. b. Hubungan antara aktifitas olahraga dengan KVP pada Operator SPBU tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.8 operator SPBU yang tidak melakukan berolahraga dan mengalami gangguan KVP sebesar 76,5% (13 dari 17 responden), sedangkan operator SPBU yang berolahraga namun mengalami gangguan KVP sebesar 68,0% (17 dari 25 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,731 yang berarti bahwa pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas olahraga dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. c. Hubungan antara status gizi dengan KVP pada Operator SPBU tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil pada operator SPBU yang memiliki status gizi berisiko dan ada gangguan KVP sebesar 66,7% (12
73
dari 6 responden, sedangkan operator SPBU yang memiliki status gizi normal namun mengalami gangguan KVP sebesar 75,0% (18 dari 24 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,554% yang berarti bahwa pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. d. Hubungan antara riwayat penyakit dengan KVP pada Operator SPBU tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.8 didapatkan hasil pada operator SPBU yang pernah mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan KVP dan ada gangguan KVP sebesar 83,3% (5 dari 6 responden), sedangkan pada operator SPBU yang tidak pernah mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan KVP namun ada gangguan KVP sebesar 69,4% (25 dari 36 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai Pvalue sebesar 0,665 yang berarti bahwa pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. 5.3.4
Hubungan Antara Masa Kerja dengan KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 Hasil penelitian mengenai hubungan antara masa kerja dengan kejadian KVP pada operator SPBU dapat dilihat pada tabel 5.9 sebagai berikut:
74
Tabel 5.10 Hubungan Antara Masa Kerja dengan KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 KVP No.
Total
Ada
Tidak ada
gangguan
gangguan
N
%
N
%
N
%
Lama (> 5 Th)
17
89,5%
2
10,5%
19
100
Baru (< 5Th)
13
56,5%
10
43,5%
23
100
Total
30
71,4%
12
28,6%
42
100
Variabel
Pvalue
Masa Kerja 1.
0,019
a. Hubungan antara masa kerja dengan KVP pada Operator SPBU tahun 2014 Berdasarkan tabel 5.9 didapatkan hasil pada operator SPBU yang memiliki masa kerja > 5 tahun (lama) dan ada gangguan KVP sebesar 89,5% (17 dari 19 responden), sedangkan pada operator SPBU yang memiliki masa kerja < 5 tahun (baru) dan ada gangguan KVP sebesar 56,5% (13 dari 23 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,019 yang berarti bahwa pada α 5% terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014, ada beberapa keterbatasan diantaranya sebagai berikut: a. Saat menanyakan aktifitas olahraga, peneliti berasumsi bahwa persepsi pekerja dalam menjawab bisa menyebabkan ketidaksesuaian pada jawaban yang didapatkan. Pilihan jawaban seharusnya ditambahkan dengan kategori yang tidak berolahraga. b. Paparan debu diukur dengan menggunakan Epam Model Haz Dust 505, apabila pengukuran dilakukan dengan menggunakan Personal Dust Sampler, maka hasil yang didapatkan akan spesifik terhadap pekerja. c. Saat melakukan penimbangan badan dengan timbangan injak tidak dilakukan kalibrasi timbangan setelah digunakan oleh responden, sehingga pada penimbangan selanjutnya dimungkinkan terjadi pergeseran angka tidak kembali pada angka nol, dan mengakibatkan berat badan yang dihasilkan mempengaruhi kevalidan variabel status gizi yang didapatkan. d. Untuk mengukur variabel aktifitas merokok tidak menggunakan indeks Brinkman karena lama merokok tidak dihitung sehingga kategori dalam variabel aktifitas merokok terlalu umum dan kurang spesifik. Indeks Brinkman ini dapat
75
76
digunakan untuk mengukur derajat (dosis) rokok yang telah dikonsumsi oleh pekerja. e. Pada penelitian ini, untuk mengukur riwayat penyakit hanya berdasarkan ingatan para pekerja tentang diagnosis dokter, tanpa ada pemeriksaan kesehatan dilakukan secara langsung. 6.2 Kejadian Kapasitas Vital Paru (KVP) Kapasitas vital paru (KVP) adalah salah satu cara untuk mengukur kemampuan paru menampung udara seseorang dengan cara meniupkan napas secara paksa ke dalam spirometer sehingga dapat diketahui apakah orang tersebut memiliki gangguan fungsi paru atau tidak. Kapasitas vital paru yang baik adalah yang memiliki (KVP) minimal 80% menurut American Thorasic Society (Ikhsan, 2002). Salah satu titik area dengan tingkat pencemaran udara yang tinggi adalah pada SPBU. Posisi SPBU yang kebanyakan tepat berada di pinggir jalan raya, memungkinkan petugas/operator terpapar secara langsung lingkungan kualitas udara yang tidak baik. Operator SPBU juga memiliki risiko tinggi terpapar bahan kimia berbahaya dari pembakaran yang tidak sempurna kendaraan bermotor yang sedang menunggu antrian pengisian bahan bakar, atau pun kendaraan yang berangkat setelah mengisi bensin. Kejadian tersebut apabila berlangsung secara terus-menerus akan berdampak secara langsung terhadap kesehatan dan terjadi pengendapan gas emisi kendaraan bermotor dalam paru-paru. Ini akan menyebabkan terjadinya penurunan KVP. Hasil penelitian terkait KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014 yang dilakukan pada bulan Maret-Juli didapatkanlah hasil bahwa operator yang
77
ada gangguan KVP berjumlah 30 orang dengan persentase (71,4%), sedangkan operator yang tidak ada gangguan berjumlah 12 orang dengan persentase sebesar (28,6%). Ini menunjukan bahwasanya operator dengan gangguan KVP lebih besar dibandingkan dengan pekerja yang tidak mengalami gangguan. Jika dilihat kembali dari standar yang telah ditetapkan pekerja yang mempunyai nilai KVP < 79% masuk ke dalam kategori restriktif. Gangguan restriktif merupakan gangguan paru yang menyebabkan kekakuan paru sehingga membatasi pengembangan paru-paru. Gangguan ini sangat mempengaruhi kemampuan untuk menghirup udara (inspirasi) seseorang. Para pekerja yang mengalami gangguan ini akan sulit untuk menghirup oksigen dari udara luar dan kondisi ini diperparah jika udara yang telah mampu dihirup mengandung debu yang akan masuk ke dalam paru-paru (Price, 1995). Hasil pengukuran yang didapatkan tidak bisa mendiagnosis penyakit yang berhubungan dengan paru-paru, namun hasil yang didapat menjadikan acuan untuk menjaga kesehatan terkait KVP. Hasil yang diperoleh dapat menjadikan saran bagi pekerja untuk mulai menjaga kesehatan diri dan membiasakan diri untuk tidak aktifitas merokok, ini sesuai dengan hasil yang didapatkan pada penelitian kali ini, bahwa operator dengan kebiasaan aktifitas merokok paling banyak dengan jumlah 23 dari 42 responden. Dari 23 pekerja yang merokok sebanyak 20 operator ada gangguan KVP. Merokok merupakan salah satu yang mempercepat terjadinya penurunan KVP. Penelitian ini pun sejalan dengan penelitian (Hasyim, 2013) bahwa pekerja yang mengalami gangguan (restriksi, obstruksi dan campuran) lebih banyak dari pada
78
yang tidak memiliki gangguan (normal), dengan persentase 71,4% dan 28,6%. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian Rini (1998) di Mojokerto menunjukan bahwa penurunan kapasitas vital paru pada pekerja pemecah batu, dengan gangguan restriksi sebesar 67%, ia menyimpulkan bahwa penurunan kapasitas vital paru terjadi karena penurunan elastisitas paru yang disebabkan oleh fibrosis akibat pajanan debu yang diduga mengandung silica. Pada penelitian ini penurunan KVP dapat disebabkan oleh berbagai faktor. Faktor-faktor yang terkait dengan penurunan KVP diantaranya adalah paparan debu total, karakteristik individu (umur dan jenis kelamin), karakteristik gaya hidup (aktifitas merokok, aktifitas olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) dan masa kerja. 6.3 Faktor-faktor yang Berhubungan dengan KVP 6.3.1
Debu total a. Hubungan antara paparan debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014 Partikel debu akan berada di udara dalam kurun waktu yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara kemudian masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan. Selain dapat membahayakan terhadap kesehatan juga dapat mengganggu daya tembus pandang mata dan dapat mengadakan berbagai reaksi kimia sehingga komposisi debu di udara menjadi partikel yang sangat rumit karena merupakan campuran dari berbagai bahan dengan ukuran dan bentuk yang relatif beda (Pudjiastuti, 2002).
berbeda-
79
Hasil paparan debu total diperoleh dari pengukuran yang dilakukan di lingkungan kerja operator SPBU. Variabel debu total di kategorikan menjadi 2 yaitu tidak memenuhi syarat (> 0,035 mg/m3) dan memenuhi syarat (< 0,035 mg/m3). Adapun hasil yang diperoleh mengenai paparan debu total pada operator SPBU lingkungan kerjanya memenuhi standar nilai ambang batas (NAB) yang ditetapkan yakni 13 orang dengan persentase sebesar (31%). Sedangkan operator SPBU yang lingkungan tempat kerjanya tidak memenuhi syarat NAB adalah 29 orang dengan persentase sebesar (79,0%). Hubungan antara kadar debu total dengan KVP pada operator SPBU yang memiliki lingkungan kerja yang tidak memenuhi NAB yang ditetapkan ada sebanyak 29 pekerja dengan persentase (100%). Itu berarti menunjukan bahwasanya pekerja yang lingkungan kerja yang tidak sesuai NAB yang telah ditetapkan mengalami penurunan KVP. Sedangkan operator SPBU yang memiliki lingkungan kerja sesuai dengan NAB dan tidak mengalami penurunan KVP berjumlah 12 orang dengan persentase (92,3%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,000 yang artinya pada α 5% ada hubungan yang signifikan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. Penelitian ini sejalan dengan penelitian Khumaidah (2009) yang menyatakan bahwa ada hubungan yang signifikan antara konsentrasi debu perorangan dengan KVP dibawah normal (p value = 0.000). Seluruh
80
pekerja berjumlah 89 yang berada di lingkungan dengan konsentrasi debu tinggi dalam waktu lama, memiliki risiko tinggi terkena penyakit obstruksi. Menurut Suma’mur (1996) bahwa salah satu variabel potensial yang dapat menimbulkan KVP dibawah normal adalah lamanya seseorang terpapar polutan tersebut. Hal ini berarti semakin lama masa kerja seseorang, semakin lama pula waktu paparan terhadap polutan tersebut. Selanjutnya berdasarkan penelitian Anshar, dkk (2005) pada unit usaha batu gamping Yogyakarta terdapat hubungan yang signifikan antara konsentrasi debu batu gamping dengan kapasitas vital paksa. Kemudian didapatkan tanda negatif (-) pada nilai r yang menunjukkan korelasinya bersifat linier negatif, artinya semakin tinggi konsentrasi debu gamping di tempat kerja akan diikuti penurunan nilai kapasitas vital paksa responden. Hal ini menunjukkan bahwasanya paparan debu yang ada di lingkungan kerja yang memapar pekerja dengan konsentrasi yang tinggi dan jumlah jam kerja yang semakin panjang akan berdampak pada nilai KVP yang berada dibawah normal. Debu yang masuk ke dalam saluan napas menyebabkan timbulnya reaksi mekanisme pertahanan nonspesifik berupa batuk, bersin, gangguan transport mukosilier dan fagositosis oleh makrofag. Otot polos di sekitar jalan napas dapat terangsang sehingga menimbulkan penyempitan. Keadaan ini terjadi biasanya bila kadar debu melebihi nilai ambang batas. Sistem mukosilier juga mengalami gangguan dan menyebabkan produksi
81
lendir
bertambah.
Bila
lendir
makin
banyak
atau
mekanisme
pengeluarannya tidak sempurna terjadi obstruksi saluran napas sehingga resistensi jalan napas meningkat. Partikel debu yang masuk ke dalam alveoli akan membentuk fokus dan berkumpul di bagian awal saluran limfe paru. Debu ini akan difagositosis oleh makrofag. Debu yang bersifat toksik terhadap makrofag seperti silika bebas menyebabkan terjadinya autolisis. Makrofag yang lisis bersama silika bebas merangsang terbentuknya makrofag baru. Makrofag baru memfagositosis silika bebas tadi sehingga terjadi lagi autolisis. Keadaan ini terjadi berulang-ulang. Pembentukan dan destruksi makrofag yang terus menerus berperan penting pada pembentukan jaringan ikat kolagen dan pengendapan hialin pada jaringan ikat tersebut. Fibrosis ini terjadi pada parenkim paru, yaitu pada dinding alveoli dan jaringan interstisial. Akibat fibrosis paru menjadi kaku, menimbulkan gangguan pengembangan paru yaitu kelainan fungsi paru (Pope, 2003 dalam Pudjiastuti, 2002). Disarankan bagi operator SPBU agar menggunakan masker pada saat bekerja untuk mencegah terjadinya penurunan KVP. Untuk operator yang mengalami penurunan KVP sebaiknya mulai menghentikan aktifitas merokok, agar tidak memperparah penurunan KVP. pekerja juga diharapkan untuk melakukan aktifitas olahraga rutin di setiap minggu.
82
6.3.2
Karakteristik Individu a. Hubungan antara umur dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014 Umur merupakan salah satu faktor yang diduga berhubungan dengan KVP yang berasal dari individu yang bersangkutan. Berdasarkan tabel 5.7 operator SPBU yang berusia ≥ 30 dan ada gangguan KVP sebesar 71,4% (5 dari 7 responden), sedangkan operator SPBU yang berusia < 30 ada gangguan KVP sebesar 71,4% (25 dari 35 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 1,000 yang artinya pada α 5% tidak ada hubungan yang signifikan antara usia dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. Hal ini tidak sesuai dengan pernyataan Pollock (1971) bahwa fungsi pernapasan dan sirkulasi darah akan meningkat pada masa anak-anak dan mencapai maksimal pada usia 20-30 tahun, kemudian akan menurun lagi sesuai dengan pertambahan umur. Pernyataan serupa juga dikemukakan oleh Suyono (2001) yang menyatakan bahwa semakin tua usia seseorang maka semakin besar kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru. Hal ini juga sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Mila (2006), bahwa semakin bertambah usia maka akan dapat menurunkan kapasitas vital paru seseorang. Namun sebagian besar pekerja yang berumur muda dan merokok juga mengalami restriksi KVP, hal ini sesuai dengan pernyataan Suyono (2001) bahwa asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam
83
aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja. Depkes RI (2003) menyatakan bahwa pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok. b. Hubungan antara jenis kelamin dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014 Dalam penelitian ini, hasil analisis univariat menggambarkan bahwa pekerja dengan jenis kelamin laki – laki lebih banyak dibandingkan dengan pekerja dengan jenis kelamin perempuan. Berdasarkan tabel 5.7 jenis kelamin perempuan yang mengalami gangguan KVP sebesar 100% (13 responden). Sedangkan variabel jenis kelamin laki-laki yang mengalami gangguan KVP yaitu sebesar 58,6% (17 dari 29 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,008 yang artinya pada α 5% terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. Hal tersebut sejalan dengan penelitian Yulaekah (2007) tentang paparan debu terhirup dan gangguan fungsi paru pada pekerja industri batu kapur Kabupaten Grobogan, yang mengatakan bahwa ada hubungan antara jenis kelamin dengan kapasitas vital paru pada pekerja. Volume paru pria dan wanita terdapat perbedaan bahwa kapasitas paru total (kapasitas inspirasi dan kapasitas residu fungsional), pria adalah 6,0 liter dan wanita 4,2 liter (Antarudin,2002).
84
Hal ini sesuai dengan teori yang menyatakan bahwasanya perbedaan daya dan fungsi pernafasan juga dipengaruhi oleh jenis kelamin. Menurut Madina (2007), volume dan kapasitas seluruh paru pada wanita + 20-25% lebih kecil
dari pada pria sampai usia pubertas, daya tahan
kardiorespirasi antar anak perempuan dan laki-laki tidak berbeda, tetapi setelah usia tersebut nilainya lebih rendah 15-25% dari pria. Perbedaan ini antara lain disebabkan oleh perbedaan kekuatan otot maksimal, luas permukaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin dan kapasitas paru. Sebaiknya bagi operator SPBU berjenis kelamin perempuan untuk tidak melakukan aktifitas merokok yang dapat menurunkan kemampuan KVP. Selain itu juga operator SPBU disarankan menggunakan masker pada saat pekerja dan melakukan aktifitas olahraga rutin untuk mencegah terjadinya penurunan KVP yang disebabkan oleh paparan debu lingkungan kerja. 6.3.3
Karakteristik Gaya Hidup a. Hubungan antara aktifitas merokok dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014 Merokok diketahui mengganggu efektifitas sebagian mekanisme pertahanan respirasi. Produk asap rokok diketahui merangsang produksi mucus dan menurunkan pergerakan silia. Dengan demikian terjadi akumulasi ulkus yang kental dan terperangkapnya partikel atau mikroorganisme di jalan nafas, yang menurunkan pergerakan udara dan
85
meningkatkan risiko pertumbuhan mikroorganisme. Batuk-batuk yang terjadi pada para perokok (smoker’s cough) adalah usaha untuk mengeluarkan ulkus kental yang sulit didorong keluar dari saluran nafas. Infeksi saluran nafas bawah lebih sering terjadi pada perokok aktif dan pasif (Corwin, 2009). Bahaya merokok bagi kesehatan telah diakui dan dibicarakan secara luas. Penelitian yang dilakukan para ahli memberikan bukti nyata adanya bahaya merokok bagi kesehatan si perokok dan bahkan pada orang di sekitarnya. Para ahli dari WHO menyatakan bahwa negara dengan aktifitas merokok yang telah meluas, maka kebiasaan itu mengakibatkan terjadinya 80%-90% kematian akibat kanker paru di seluruh negara tersebut, 75% dari kematian akibat brokitis, 40% kematian akibat kanker kandung kencing dan 25% kematian akibat penyakit jantung iskemik serta 18% kematian pada stroke (Aditama, 1997). Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran pernafasan dan jaringan paru. Aktifitas merokok akan mempercepat penurunan faal paru. Penurunan volume ekspirasi paksa per tahun adalah 28,7 mL untuk non perokok, 38,4 mL untuk bekas perokok dan 41,7 mL untuk perokok aktif (Anshar, 2005). Dari hasil yang diperoleh pada operator SPBU yang melakukan aktifitas merokok dan ada gangguan KVP sebesar 86,4% (20 dari 23 responden), sedangkan operator SPBU yang tidak merokok namun ada gangguan KVP sebesar 55% (10 dari 9 responden). Berdasarkan hasil uji
86
statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,035 yang artinya pada α 5% terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas merokok dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. Hal ini sejalan dengan penelitian Budiono (2007) tentang gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Semarang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara aktifitas merokok dengan kapasitas vital paru. Menurut Suyono (2001) asap rokok mengiritasi paru-paru dan masuk ke dalam aliran darah. Merokok lebih merendahkan kapasitas vital paru dibandingkan beberapa bahaya kesehatan akibat kerja. Depkes RI (2003) menyatakan bahwa pengaruh asap rokok dapat lebih besar dari pada pengaruh debu hanya sekitar sepertiga dari pengaruh buruk rokok. Hal tersebut terdapat pada tabel 5.8 dimana ada sebagian besar pekerja yang tidak merokok tetapi mengalami gangguan, disini terbukti bahwa asap rokok dapat membahayakan kesehatan. Hal ini disebabkan asap rokok akan menghilangkan bulu-bulu silia di saluran pernafasan yang berfungsi sebagai penyaring udara yang masuk dalam pernafasan (Faidawati, 2003). Perokok pasif atau second hand smoke (SHS) istilah pada orang lain bukan perokok, terpapar asap rokok secara tidak sadar dari perokok aktif. Untuk menghindari gangguan kapasitas vital paru sebaiknya para pekerja yang merokok, untuk berhenti merokok karena asap rokoknya juga memberikan efek negatif untuk dirinya dan bagi pekerja yang tidak merokok.
87
Sebaiknya pekerja dapat menghentikan aktifitas merokok guna menjaga kesehatannya dengan menerapkan gaya hidup yang sehat untuk kualitas hidup yang lebih berkualitas dan produktif. Perusahaan membuat program yang berkaitan dengan kesehatan, sehingga meningkatkan kinerja dan produktifitas pekerja. b. Hubungan antara aktifitas olahraga dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014 Aktifitas olahraga akan mempengaruhi kapasitas vital paru. Latihan fisik sangat berpengaruh terhadap sistem kembang pernafasan. Aktifitas olahraga akan memberikan manfaat dalam meningkatkan kerja organ khususnya paru-paru, jantung dan pembuluh darah ditandai dengan denyut nadi istirahat menurun, kapasitas vital paru bertambah, penumpukan asam laktat berkurang, meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL) kolesterol dan mengurangi aterosklerosis. Secara umum semua cabang olahraga, permainan dan aktifitas fisik membantu meningkatkan kebugaran fisik, namun tergantung dari jenis olahraga yang dilakukan (Mengkidi, 2006). Aktifitas olahraga akan meningkatkan kapasitas vital paru sebesar 30% - 40% (Guyton, 1997). Latihan fisik yang teratur atau olahraga yang rutin sesuai dengan anjuran yang diperbolehkan sesuai kemampuan fisik dapat meningkatkan faal paru. Olahraga yang teratur akan terjadi peningkatan kesegaran dan ketahanan fisik yang optimal, pada saat latihan terjadi kerjasama berbagai otot, kelenturan otot, kecepatan reaksi, ketangkasan
88
koordinasi gerakan dan daya tahan system kardiorespirasi. KVP dan olahraga mempuyai hubungan yang timbal balik, gangguan KVP dapat mempengaruhi kemampuan olahraga (Hadi, 2003). Dari hasil yang diperoleh pada operator SPBU yang tidak berolahraga dan mengalami gangguan KVP sebesar 76,5% (13 dari 17 responden), sedangkan operator SPBU yang berolahraga namun mengalami gangguan KVP sebesar 68,0% (17 dari 25) responden. Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,731 yang berarti bahwa pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas olahraga dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. Pada penelitian ini aktifitas olahraga dicurigai sebagai salah satu faktor yang dapat mempengaruhi KVP pada operator SPBU. Berdasarkan tabel 5.8 secara persentase jumlah pekerja yang olahraga lebih banyak jika dibandingkan dengan pekerja yang tidak rutin olahraga. Namun, di dalam penelitian kali ini tidak ada hubungan antara aktifitas olahraga dengan KVP. Hal ini diperkirakan karena prevalensi responden yang berolahraga, namun ada gangguan KVP lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak berolahraga. Ini juga dapat dikarenakan kurangnya keakuratan instrumen dalam menggali informan, sehingga menimbulkan asumsi yang salah dengan pertanyaan mengenai aktifitas olahraga. Padahal menurut Sahab (1997) faal paru dan olahraga mempunyai hubungan yang timbal balik, gangguan faal paru dapat mempengaruhi kemampuan olahraga. Sebaliknya, latihan fisik yang teratur atau olahraga
89
dapat meningkatkan faal paru. Seseorang yang aktif dalam latihan akan mempunyai kapasitas aerobik yang lebih besar dan kebugaran yang lebih tinggi serta kapasitas paru yang meningkat. c. Hubungan antara status gizi dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014 Penimbunan lemak dapat terjadi pada bagian tubuh manapun dari manusia. Penumpukan lemak yang berlebihan di bawah diafragma dan di dalam dinding dada bisa menekan paru-paru, sehingga timbul gangguan pernapasan dan sesak napas, meskipun penderita hanya melakukan aktifitas yang ringan. Semua otot termasuk otot diafragma dan otot-otot pernafasan lainnya, mengalami atrofi struktural dan fungsional yang akhirnya menyebabkan penurunan tekanan inspirasi dan ekspirasi serta kapasitas vital paru (Harison, 1999). Dari hasil yang diperoleh pada operator SPBU yang memiliki status gizi berisiko sebesar 18 (42,9%). Namun dari variabel status gizi berisiko yang ada gangguan KVP, yaitu 66,7% (12 dari 18) responden. Untuk operator SPBU yang memiliki status gizi normal sebesar 24 (57,1%). Pada variabel status gizi normal yang mengalami gangguan KVP, yaitu 75,0% (18 dari 24 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,554% yang berarti bahwa pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014.
90
Jika kita lihat dari distribusi data diatas dapat dipahami dan tersimpulkan bahwa sebanyak 24 responden dengan status gizi normal, diantaranya sebanyak 18 responden ada gangguan KVP. Ini dapat terjadi di karenakan prevalensi dengan status gizi normal yang ada gangguan KVP lebih besar dari status gizi berisiko yang ada gangguan KVP. Hal inilah yang mungkin menunjukkan bahwa status gizi tidak mempengaruhi KVP operator SPBU. Ini juga bisa dikarenakan oleh operator SPBU yang memiliki status gizi normal mempunyai aktifitas merokok. Berdasarkan data kuesioner terdapat 12 dari 24 operator SPBU yang memiliki status gizi normal melakukan aktifitas merokok. Penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Khumaidah (2009) yang menunjukkan bahwa tidak ada hubungan antara status gizi dengan nilai KVP dibawah normal (p value = 0.667). Hasil penelitian ini juga hampir serupa dengan penelitian Halvani (2008) yang dilakukan pada industri keramik di Yadz (Iran). Pada penelitian ini variabel penelitian bukanlah status gizi namun berupa tinggi badan dan berat badan pekerja. Hasil penelitian Halvani (2008) menunjukkan bahwa tidak ada hubungan yang signifikan antara gangguan fungsi paru (nilai KVP dibawah normal) dengan berat badan dan tinggi badan baik pada kasus maupun kontrol. Namun hasil penelitian ini tidak sejalan dengan teori bahwa kekurangan makanan yang terus menerus akan menyebabkan susunan fisiologis terganggu dan dapat mengganggu kapasitas vital seseorang (Depkes RI, 1990). Status gizi seseorang dapat mempengaruhi KVP.
91
Orang kurus panjang biasanya kapasitasnya lebih dari orang gemuk pendek (Supariasa, 2001). Pada dasarnya 80% otot perut terletak di dekat diafragma sehingga jika terjadi penumpukan lemak pada perut, maka diafragma akan tertekan dan menyebabkan perkembangan paru-paru menjadi kurang maksimal. Diharapkan bagi peneliti selanjutnya agar melakukan kalibrasi alat ukur timbangan berat badan. Ini diharpkan agar mendapatkan hasil yang akurat pada variabel status gizi. d. Hubungan antara riwayat penyakit dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014 Seseorang yang pernah mengalami penyakit gangguan pada fungsi paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara dan mengakibatkan menurunnya kadar oksigen dalam darah. Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru. Ventilasi paru mencakup gerakan dasar atau kegiatan bernafas atau inspirasi dan ekspirasi. Sedangkan perfusi paru adalah gerakan darah yang melewati sirkulasi paru untuk dioksigenasi, dimana pada sirkulasi paru adalah darah deoksigenasi yang mengalir dalam arteri pulmonaris dari ventrikel kanan jantung. Adekuatnya pertukaran gas dalam paru dipengaruhi oleh keadaan ventilasi dan perfusi. Emfisema diketahui merupakan penyakit utama yang mempengaruhi volume paru karena dapat merusak jaringan paru
92
sehingga mempengaruhi kekenyalan jaringan paru (Mengkidi, 2006; Budiono, 2007). Kondisi kesehatan saluran pernafasan dapat mempengaruhi KVP seseorang. Kekuatan otot-otot pernafasan dapat berkurang akibat sakit (Ganong, 2002). Nilai kapasitas paru otomatis akan berkurang pada penyakit paru-paru, penyakit jantung (yang menimbulkan kongesti paru) dan pada kelemahan otot pernafasan (Price, 1995). Selain itu juga, adanya riwayat
pekerjaan
yang menghadapi
debu
akan
mengakibatkan
pneumunokiosis dan salah satu pencegahannya dapat dilakukan dengan menghindari diri dari debu dengan cara memakai masker saat bekerja (Suma’mur 1996). Dari data yang diperoleh mengenai variabel riwayat penyakit, didapatkan hasil pada operator SPBU yang pernah mempunyai riwayat penyakit berhubungan dengan KVP atau ada gangguan KVP sebesar 83,3% (5 dari 6 responden), sedangkan pada operator SPBU yang tidak pernah mempunyai riwayat penyakit yang berhubungan dengan KVP namun ada gangguan KVP sebesar 69,4% (25 dari 36 responden). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,665 yang berarti bahwa pada α 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. Tentunya hasil ini berbeda dengan teori penelitian yang telah di kemukakan sebelumnya. Tidak adanya hubungan antara riwayat penyakit
93
dengan KVP dimungkinkan karena prevalensi responden yang pernah mempunyai riwayat penyakit lebih sedikit, jika dibandingkan dengan prevalensi yang tidak mempunyai riwayat penyakit berkaitan dengan paru-paru sebesar 36 (85,7%). Hal ini jelas tidak sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Budiono, 2007), dari hasil analisis menunjukkan ada hubungan antara riwayat penyakit paru dengan gangguan fungsi paru (p = 0,015). Perhitungan rasio prevalensi menunjukkan besar risiko riwayat penyakit paru adalah 2,188 (95% CI = 1,293 – 3,702). Ini terlihat dari data, bahwa proporsi subyek dengan riwayat penyakit yang mengalami gangguan fungsi paru lebih besar daripada proporsi subyek tanpa riwayat penyakit yang mengalami gangguan fungsi paru, yaitu sebesar 62,5%. Seseorang yang pernah mengidap penyakit paru cenderung akan mengurangi ventilasi perfusi sehingga alveolus akan terlalu sedikit mengalami pertukaran udara. Akibatnya akan menurunkan kadar oksigen dalam darah. Banyak ahli berkeyakinan bahwa penyakit emfisema kronik, pneumonia, asma bronkioli, tuberkulosis (TBC/flak paru) dan sianosis akan memperberat kejadian gangguan fungsi paru pada pekerja yang terpapar oleh debu organik dan anorganik (Price, 1995). Dapat disimpulkan, bahwasanya riwayat penyakit memiliki potensi yang tidak cukup baik bagi kesehatan pekerja. Maka daripada itu, dengan kejadian ini sebaiknya perusahaan rutin memberikan pelayanan kesehatan berupa pemeriksaan berkala terhadap operator SPBU. Perusahaan juga
94
wajib melakukan promosi kesehatan bagi para pekerja agar mengetahui potensi ataupun bahaya yang mereka terima selama bekerja. 6.3.4
Masa kerja a. Hubungan antara masa kerja dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014 Masa kerja menurut Fahmi (1990) yang dikutip oleh Soleh (2001), mengkategorikannya menjadi dua macam, yaitu masa kerja baru (< 5 tahun) dan masa kerja lama (≥ 5 tahun). Pajanan berbahaya di lingkungan kerja banyak mengandung bahan karsinogenik. Bahan karsinogen membutuhkan waktu yang lama untuk berdampak pada kesehatan pekerja. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1988). Pada pekerja yang berada dilingkungan dengan kadar debu tinggi dalam waktu lama, memiliki risiko tinggi terkena penyakit paru obstruktif. Masa kerja lama mempunyai kecenderungan sebagai faktor risiko terjadinya obstruksi pada pekerja di industri yang berdebu. Dari hasil yang diperoleh pada operator SPBU yang memiliki masa kerja lebih dari 5 tahun (lama) sebanyak 19 responden dan yang ada gangguan KVP sebanyak 17 (89,5%). Sedangkan pada operator SPBU yang memiliki masa kerja < 5 tahun (baru) berjumlah 23 (56,5%) responden dan ada gangguan KVP sebesar 13 (56,5%). Berdasarkan hasil uji statistik didapatkan nilai P-value sebesar 0,019 yang berarti bahwa
95
pada α 5% terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh (Setiawan, 2011) mengenai hubungan masa kerja dengan KVP pada pekerja stasiun pengisian bahan bakar di Kota Yogyakarta diperoleh nilai signifikan (p) sebesar 0,018 dengan p = 0,018 < alfa = 0,05. Dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP. Penelitian ini dilakukan di empat stasiun bahan bakar minyak di Kota Yogyakarta dengan total sample sebanyak 43 responden. Hal ini pun berkaitan dengan penelitian Ulinta (1998) di Bandung, mengatakan bahwa masa kerja di suatu perusahaan yang mengandung banyak debu mempunyai resiko tinggi untuk timbulnya pneumkoniosis. Sedangkan hasil penelitian Budiono (2007), tentang gangguan fungsi paru pada pekerja pengecatan mobil di Semarang menyatakan bahwa, menurut hasil uji statistik P-value sebesar 0,0005 yang berarti ada hubungan masa kerja yang diterima oleh pekerja pengecatan mobil dengan kapasitas vital paru. Dari beberapa penelitian terdahulu tersebut semuanya mendukung temuan penelitian ini. Hal ini kemungkinan dipengaruhi oleh masa kerja dari setiap pekerja yang berbeda – beda, sesuai dengan pajanan berbahaya yang diterima oleh pekerja berdasarkan masa kerjanya. Sesuai dengan teori yang menyatakan semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh
96
lingkungan kerja tersebut. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin beresiko terkena gangguan KPV. Semakin lama seseorang dalam bekerja maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut (Suma’mur, 1996). Sebaiknya pekerja disarankan untuk menggunakan masker disaat bekerja, untuk melindungi dari potensi paparan debu yang berada dilingkungan pekerjaan. Pekerja juga diharapkan untuk mulai membiasakan diri dengan tidak merokok dan melakukan aktifitas olahraga rutin setiap minggu.
BAB VII KESIMPULAN dan SARAN
7.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014, maka dapat diberikan kesimpulan sebagai berikut: a. Kapasitas Vital Paru (KVP) pada operator SPBU dari 42 responden di Kecamatan Ciputat Tahun 2014 yang mengalami gangguan KVP sebanyak 30 responden dengan persentase (71,4%). b. Debu total di SPBU Kecamatan Ciputat bahwa operator SPBU yang lingkungan tempat kerjanya tidak memenuhi syarat NAB (> 0,035 mg/m3) adalah 29 orang dengan persentase sebesar (69, 0%). c. Gambaran distribusi karakteristik individu (umur dan jenis kelamin) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat : -
Variabel umur dari total 42 responden didapatkan hasil bahwasanya operator SPBU yang berusia > 30 sebanyak 7 responden dengan persentase (16, 7%), sedangkan yang berusia < 30 sebanyak 35 dengan persentase (83, 3%).
-
Variabel jenis kelamin dari 42 responden operator SPBU berjenis kelamin laki-laki yang terbanyak diantara perempuan yaitu dengan jumlah 29 (69,0 %).
d. Gambaran karakteristik Gaya hidup (aktifitas merokok, aktifitas olahraga, status gizi dan riwayat penyakit) pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat: -
Operator SPBU yang merokok sebesar 23 (54,8%).
97
98
-
Operator SPBU yang melakukan aktifitas olahraga sebesar 25 (59,5%).
-
Operator SPBU yang yang status gizi berisiko sebesar 24 (57,1%).
-
Operator SPBU yang tidak mempunyai riwayat penyakit berhubungan Variabel riwayat penyakit yang tidak memiliki riwayat penyakit sebesar 36 (85,7%).
e. Operator dengan masa kerja lama sebesar 19 (45,2,%), sedangkan masa kerja baru sebesar 23 (54,8%). f. Ada hubungan antara debu total dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat dengan P-value 0,000. g. Hubungan antara karakteristik individu (umur, jenis kelamin) dengan KVP pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat: -
Tidak ada hubungan yang signifikan antara umur dengan KVP (P-value 1,000)
-
Terdapat hubungan yang signifikan antara jenis kelamin dengan KVP (Pvalue 0,008)
h. Hubungan antara Karakteristik Gaya Hidup (aktifitas merokok, aktifitas olahraga, status gizi, riwayat penyakit) dengan KVP pada Operator SPBU di Kecamatan Ciputat Tahun 2014. -
Terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas merokok dengan KVP (P-value 0,035)
-
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara aktifitas olahraga dengan KVP (P-value 0,731).
99
-
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara status gizi dengan KVP (Pvalue 0,554%).
-
Tidak terdapat hubungan yang signifikan antara riwayat penyakit dengan KVP (P-value 0,665).
i. Terdapat hubungan yang signifikan antara masa kerja dengan KVP (P-value 0,019) 7.2 Saran 7.2.1
Bagi pekerja a. Pekerja dapat menghentikan aktifitas merokok dan menerapkan gaya hidup sehat guna kehidupan yang berkualitas dan produktif. b. Pekerja lebih rajin dalam berolahraga minimal 3-5 kali seminggu dengan durasi 20-60 menit per hari, agar tubuh dalam kondisi bugar dan mendapatkan nilai KPV dalam kondisi normal. c. Pekerja wajib menggunakan APD selama berada di lingkungan kerja agar dapat meminimalisir pajanan berbahaya yang ada di lingkungan kerja.
7.2.2
Bagi perusahaan a. Melakukan upaya promosi kesehatan dengan memberikan penyuluhan mengenai informasi tentang dampak akibat paparan debu bagi pekerja untuk meminimalkan risiko terjadinya penurunan nilai KVP hingga dibawah normal pada pekerja. b. Larangan merokok pada area kerja dan tidak memberikan ruangan untuk merokok kepada pekerja.
100
c. Melakukan pemeriksaan kesehatan secara periodik dan teratur untuk memantau kondisi kesehatan fisik para pekerja industri dan melihat tren ataupun kecenderungan penyakit yang terjadi tiap tahunnya. d. Melakukan kegiatan senam bersama setiap hari Jum’at bagi pekerja untuk meningkatkan KVP. e. Membuat program perekrutan pekerja pada umur dibawah 30 tahun, mengingat nilai KVP Akan mengalami penurunan secara alamiah ketika umur memasuki diatas 30 tahun. 7.2.3
Bagi peneliti selanjutnya a. Sebaiknya dapat melanjutkan analisis sampai multivariat, sehingga diketahui faktor yang paling berhubungan dengan KVP. b. Sebaiknya menganalisis aktifitas olahraga berdasarkan jenis, frekuensi dan durasinya. c. Sebaiknya melakukan kalibrasi alat disetiap akan melakukan pengukuran, sehingga tidak menimbulkan bias pada hasil pengukuran. d. Sebaiknya pengukuran dilakukan dengan menggunakan Personal Dust Sampler (PDS) ini dilakukan agar paparan debu total yang diterima setiap individu lebih akurat hasilnya.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama, Tjandra Y, 1997. Cetakan pertama edisi ke 3. Rokok dan kesehatan. Jakarta. Penerbit: UI (UI-Press) Adriskanda, B. Yunus, F. Setiawan B. 1997. Perbandingan Nilai Kapasitas Dufusi Paru antara Orang yang Terlatih dan Tidak Terlatih. Jurnal Respirologi Indonesia, 17, 76-83. Ahlvik, P., 2001. Swedish Experiences from Low Emission City Buses: Impact on Health and Environment. Ecotraffict ERD, Portsmouth Ahmadi UF. Kesehatan Lingkungan Kerja, Lingkungan Fisik dalam Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal. Direktorat Bina Peran Serta Masyarakat. Depkes RI. Jakarta. 1990 Anshar, AS. 2005. Hubungan Paparan Debu gamping Dengan Kapasitas Vital Paksa Paru Pada Pekerja Batu Gamping di UD. Usaha Maju. Yogyakarta: Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. Antarudin. Pengaruh Debu Padi Pada Faal Paru Pekerja Kilang Padi Yang Merokok Dan Tidak Merokok. Program Pendidikan Dokter Spesialis Paru, FKUSU, Sumatera Utara, 2002. Aryulina, Diah, dkk. (2006). Biologi. Jakarta: PT. Gelora Aksara Pratama Begum dan Rathna. (2012). “Pulmonary Function Test In Petrol Filling Worker In Mysore City”. Jurnal
Budiono, Irwan. 2007. Faktor Risiko Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Pengecatan Mobil. Semarang: Tesis Pascasarjana Universitas Diponegoro. Christensen, SW., dkk. 2008. A Prospective Study of Decline in Lung Function in Relation to Welding Emissions. Journal of Occupational Medicine and Toxicology. 26: 3-6 Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. (Yudha, et al, Penerjemah). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Depkes RI. Keputusan Menteri Kesehatan RI dan Keputusan Dirjen PPM&PLP tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta. 2002. Djojobroto, Darmanto. 1999. Kesehatan Kerja di Perusahaan. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama Djojobroto, Darmanto. 2009. Respirologi (respiratory medicine). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Emitec Calalytic Converter Brosur. 2002 EPA, 2003. The Environmental Impact of Motor Vehicle Emissins in Melbourne. EPA Victoria. Australia Faidawati, Ria. Penyakit paru obstruktif kronik dan asma akibat kerja. Journal of the Indonesia Association of Pulmonologist. Jakarta. 2003: 7 - 11. Ganong, WF. 2002. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Petrus Adrianto. Jakarta: Penerbit EGC
Giam.C.K, The.K.C. Ilmu Kedokteran Olahraga. Binarupa Aksara. Jakarta, 1996. Grabber, Mark, dkk. 2006. Buku Saku Dokter Keluarga University of Lowa. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Guptha S, Dogra TD. Air pollution and human health hazards. Indian J Occup Environ Med 2002; 6(2):89–93. Guyton dan Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. Guyton, Arthur C. 1990. Fisiologi Manusia dan Mekanisme Penyakit. Jakarta: EGC. Guyton. Arthur C et all. 1997. Fisiologi Kedokteran. Terjemahan Irawati Setiawan. Jakarta: EGC Halvani GH, et all. 2008. Evaluation and Comparison of Respiratory Symptoms and Lung Capacities in Tile and ceramic Factory Worker of Yadz. Journal Arh Hig Rada Toksikol 2008; 59:197-204. Hulke et.al. 2011. Lung Function Test in Petrol Pump Workers. Jurnal. Ikawati, Zullies. 2009. Uji Fungsi Paru-paru. Fakultas Farmasi Universitas Gajah Mada Ikhsan, Mukhtar. Penatalaksanaan Penyakit Paru Akibat Kerja, Kumpulan Makalah Seminar K3 RS Persahabatan tahun 2001 dan 2002. Jakarta: Universitas Indonesia. Jeyaratnam, J. dan David Koh. 2009. Buku Ajar Praktik Kedokteran Kerja. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC Khumaidah. Analisis Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Mebel Di PT Kota Jati Furnindo Desa Suwawal Kecamatan Mlonggo Kabupaten Jepara. 2009. TESIS, UNDIP.
Kuantraf, Kathleen Wijaya dan Kuantraf, Jonathan. 1992. Olahraga Sumber Kesehatan. Percetakan Advent Indonesia. Bandung Lestari, K. 2001. Pengaruh Paparan Debu Terhadap Fungsi Paru Tenaga Kerja Plywood. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja. XXXIII, Jakarta Madina, DS. 2007. Nilai Kapasitas Paru dan Hubungannya Dengan Karakteristik Marpaung, Yosi M. 2012. Pengaruh Pajanan Debu Respirable PM2,5 Terhadap Kejadian Gangguan Fungsi Paru Pedagang Tetap di Terminal Terpadu Kota Depok Tahun 2012. Skripsi. UI Mengkidi, Dorce, 2006. Tesis: Gangguan Fungsi Paru dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya pada Karyawan PT. Semen Tonosa Pangkep Sulawesi Selatan. Semarang: Universitas Dipenogoro Mila. Siti Muslikatul. Hubungan Antara Masa Kerja, Pemakaian APD Pernafasan (Masker) Pada Tenaga Kerja Pengamplasan Dengan Kapasitas Fungsi Paru PT Ascent House Pecangaan Jepara.Skripsi. UNNES. 2006. Mukono, H.J., 2005, Toksikologi Lingkungan, Airlangga University Press, Surabaya. Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Sistem Pernafasan. Jakarta: Salemba Medika Nadapdap, Huala. 2003. Korelasi Emisi Gas Buang Kendaraan Bermotor Dengan Kualitas Udara Ruang Parkir Bawah Tanah Gedung Bursa Efek Jakarta dan Dampak Kesehatan Pekerja. Thesis. UI Pearce, Evelyn. 2009. Anatomi dan Fisisologi Untuk Paramedis. Jakarta: PT. Gramedia.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor PER.08/MEN/VII/2010 Perkins, H.C., 1994. Air Pollution. Mc Graw Hill, Tokyo. Japan. Price, Sylvia Anderson and Wilson Lorraine McCarty. Fisisologi Proses-Proses Penyakit. Ahli Bahasa Petagrah. Jakarta. 1995 Pudjiastuti, Wiwiek. 2003. Modul Pelatihan Bagi Fasilitator Kesehatan Kerja. Jakarta: Pusat Kesehatan Kerja Departemen Kesehatan RI Rab, H Tabrani. Ilmu Penyakit Paru. Penerbit Hiperkes. Jakarta. 1996: 10-27 Rasyid, Ahmad Hasyim. ”Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kapasitas Vital Paru pada Pekerja Percetakan Mega Mall Ciputat Tahun 2013”. Skripsi UIN SH Jakarta, 2013 Riyadina, W., 1997, Pengaruh Pencemaran Pb (Plumbum) Terhadap Kesehatan, Media Litbangkes Vol. VII, Hal. 29-32. Sahab, Syukri. 1997. Teknik Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Jakarta: Bina Sumber Daya Manusia Setiawan., Hariyono, 2011. Hubungan Masa Kerja dengan Kapasitas Vital Paru Operator Empat Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) Kota Yogyakarta. Jurnal. FKM, Universitas Ahmad Dahlan Yogyakarta Shaw, J.T., 1985. The Measurement of Nitrogen Dioxide in the Air. Atmospheric Environment 1.
Sirait, Mardut. 2010. Hubungan Karakteristik Pekerja dengan Faal Paru di Kilang Padi Kecamatan Porsea Tahun 2010. Medan: Jurnal Universitas Sumatra Utara. Suma’mur P.K., 1996. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung Suma’mur P.K., 1998. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Toko Gunung Agung Supariasa. I Dewa Nyoman, dkk. 2001. Penentuan Status Gizi. Jakarta: EGC Suyono. Joko. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta: EGC Tambayong, Jan. 2001. Anatomi Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: Rineka Cipta. Tulaekha, Rokhim A. 2000. Toxicologi. Jakarta: Gramedia. Ulinta B. Analisis Epidemiologi Pneumoconiosis Pada Pekerja Tambang Batu Di Bandung Berdasarkan X Ray Paru Klasifikasi Dan Faktor-Faktor Yang Berhubungan. Tesis, PSIKM UI, Jakarta. 1998. Wardhana, W.A., 2004, Dampak Pencemaran Lingkungan, Andi Offset, Yogyakarta. Widodo Adi, Tri. 2007. Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kapasitas Vital Paru Pada Pekerja Pembuatan Genteng. Skripsi. UNNES Yulaekah, Siti. Paparan Debu Terhirup Dan Gangguan Fungsi Paru Pada Pekerja Industri Batu Kapur. Tesis UNDIP Semarang, 2007. Yunus, F. 2006. Peranan Faal Paru pada Penyakit Paru Obstruktif Menahun. FKUI. Cerminan Dunia Kedokteran: 5-34. Jakarta.
Nomor Responden :
Nama
KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum Wr. Wb. Kuesioner ini merupakan instrumen penelitian tentang “Faktor-faktor yang berhubungan dengan Kejadian Kapasitas Vital Paru pada operator SPBU di Kecamatan Ciputat tahun 2014”. Hasil penelitian ini merupakan tugas akhir dari peneliti untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM). Untuk itu, saya mengharapkan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/i untuk mengisi kuesioner ini secara jujur dan lengkap. Pengisian kuesioner ini tidak akan berpengaruh terhadap pekerjaan Bapak/Ibu/Saudara/i. Atas kerja samanya, saya ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya. Saya menyatakan bahwa saya telah membaca pernyataan di atas, dan saya setuju untuk menjadi responden dalam penelitian ini. Wassallamu’alaikum Wr. Wb,
Jakarta, April 2014
Peneliti
( Pikih Pratama
Responden
)
(
)
Diisi oleh peneliti Gangguan Fungsi Paru 1.
Hasil dari pengukuran KVP? 0. Ada gangguan (Restriksi, obstruksi dan campuran) 1. Tidak ada gangguan (Normal) Ket. - Ada gangguan (R,C,O), bila nilai % FVC < 79 dan % FEV1/FVC < 74 - Normal, bila % FVC > 80 dan % FEV1/FVC > 75 Kadar Total Debu
2.
Hasil dari pengukuran kadar total debu di lingkungan SPBU? ………mg/m3 Ket. -
Tidak memenuhi syarat bila diatas NAB (kadar debu > 0,15 mg/m3 ) Memenuhi syarat bila dibawah NAB (kadar debu < 0,15 mg/m3 ) (Depkes RI, 2002)
Status Gizi (IMT) 3.
Berat badan (…….kg) Tinggi badan (…….cm) Indeks Masa Tubuh ……. Ket. - Kurus : < 18,5 (berisiko) - Normal : 18,5-25,0 (normal/tidak berisiko) - Gemuk : < 25,0 (berisiko)
Riwayat Penyakit 4.
Apakah sebelumnya pernah mengalami penyakit yang berhubungan dengan pernafasan? 0. Pernah (asma, tbc, PPOK) 1. Tidak pernah Jika pernah, penyakit apa yang dialami? a. Asma (sesak nafas) b. TBC (flek paru) c. PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronik) d. Sebutkan jika ada yang lain
A1 ( )
1. Diharapkan untuk mengisi kuesioner penelitian ini sesuai dengan kondisi anda 2. Beri tanda silang (X) untuk jawaban yang paling sesuai dengan kondisi anda 3. kejujuran anda dalam menjawab kuesioner ini sangat diharapkan Diisi oleh responden/pekerja Usia 1.
Pada tanggal, bulan dan tahun berapakah anda dilahirkan? Tanggal ( ), Bulan ( ) Tahun ( )
Jenis Kelamin 2.
Jenis kelamin? 0. Perempuan 1. Laki-laki
Masa Kerja & Riwayat Pekerjaan 3.
4.
5. 6.
Berapa lama anda bekerja di SPBU? (………….tahun) Ket: - 0. Lama (> 5 tahun) - 1. Baru (< tahun) Apakah sebelumnya anda bekerja di lingkungan terpapar debu? 0. Pernah (percetakan, pengecatan mobil, dll) 1. Belum pernah Jika pernah, lanjut ke pertanyaan no. 5, jika tidak langsung ke no.6 Sejak kapan anda bekerja di tempat sebelumnya? (………….tahun) Jika tidak, anda dulu bekerja sebagai -………… -………… -………… -……….... -…………
Kebiasaan Merokok 8.
Apakah anda melakukan aktifitas merokok? 0. Ya 1. Tidak
9.
Sudah berapa lama anda melakukan aktifitas merokok? (……….bulan/……….tahun)
10. Berapa batang anda merokok dalam sehari? (………..batang)
Kebiasaan Olahraga 11. Apakah anda biasa melakukan aktifitas olahraga? 0. Tidak 1. Ya 12. Apabila ya, jenis aktifitas olahraga apa yang anda lakukan? -………………… -………………… -………………… 13. Berapa kali anda melakukan aktifitas berolahraga dalam seminggu? (………kali) 14. Berapa lama (durasi) anda melakukan aktifitas olahraga? (………menit)
Gambaran Frekuensi Kapasitas Vital Paru (KVP) KVP_KATEGORIK Cumulative Frequency Valid
ADA GANGGUAN TIDAK ADA GANGGUAN Total
Percent
Valid Percent
Percent
30
71.4
71.4
71.4
12
28.6
28.6
100.0
42
100.0
100.0
Gambaran Frekuensi Debu Total debu_kat
Frequency Valid
> NAB (0,035 3
mg/m ) < NAB (0,035 3
mg/m ) Total
Percent
Valid
Cumulative
Percent
Percent
29
69.0
69.0
69.0
13
31.0
31.0
100.0
42
100.0
100.0
Hubungan KVP*Debu Total debu_kat * KVP_KATEGORIK Crosstabulation KVP_KATEGORIK
debu_kat
> NAB
GANGGUAN
GANGGUAN 0
29
100.0%
.0%
100.0%
1
12
13
7.7%
92.3%
100.0%
30
12
42
71.4%
28.6%
100.0%
Count % within debu_kat
Total
29
Count % within debu_kat
Total
TIDAK ADA
Count % within debu_kat
< NAB
ADA
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.000
33.090
1
.000
43.204
1
.000
37.477 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.000 36.585 42
1
.000
.000
Gambaran Frekuensi Umur umur_kategorik Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
> 30 TH
7
16.7
16.7
16.7
< 30 TH
35
83.3
83.3
100.0
Total
42
100.0
100.0
Hubungan Umur*KVP
umur_kategorik * KVP_KATEGORIK Crosstabulation KVP_KATEGORIK
umur_kategorik
> 30 TH
Count Expected Count % within umur_kategorik
< 30 TH
Count Expected Count % within umur_kategorik
Total
Count Expected Count % within umur_kategorik
ADA
TIDAK ADA
GANGGUAN
GANGGUAN
Total
5
2
7
5.0
2.0
7.0
71.4%
28.6%
100.0%
25
10
35
25.0
10.0
35.0
71.4%
28.6%
100.0%
30
12
42
30.0
12.0
42.0
71.4%
28.6%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
Df a
1
1.000
.000
1
1.000
.000
1
1.000
.000 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
1.000
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
.000
b
1
.660
1.000
42
Gambaran Frekuensi Jenis Kelamin JENIS_KELAMIN Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
PEREMPUAN
13
31,0
31,0
31.0
LAKI-LAKI
29
69,0
69,0
100.0
Total
42
100.0
100.0
Hubungan Jenis Kelamin*KVP JENIS_KELAMIN * KVP_KATEGORIK Crosstabulation KVP_KATEGORIK
JENIS_KELAMIN
PEREMPUAN
ADA
TIDAK ADA
GANGGUAN
GANGGUAN
Count
13
0
13
Expected Count
9.3
3.7
13.0
100%
.0%
100.0%
17
12
29
20.7
8.3
29.0
58.6%
41.4%
100.0%
30
12
42
30.0
12.0
42.0
71.4%
28.6%
100.0%
% within JENIS_KELAMIN LAKI-LAKI
Count Expected Count % within JENIS_KELAMIN
Total
Total
Count Expected Count % within JENIS_KELAMIN
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.006
5.640
1
.018
10.919
1
.001
7.531 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.008 7.352 42
1
.007
.005
Gambaran Frekuensi Aktivitas Merokok AKTIVITAS MEROKOK Frequency Valid
MEROKOK TIDAK MEROKOK Total
Percent
Valid Percent Cumulative Percent
23
54.8
54.8
54.8
19
45.2
45.2
100.0
42
100.0
100.0
Hubungan Aktivitas Merokok*KVP MROKOK * KVP_KATEGORIK Crosstabulation KVP_KATEGORIK ADA
TIDAK ADA
GANGGUAN GANGGUAN MEROKOK MEROKOK
Count Expected Count % within MROKOK
TIDAK MEROKOK
Count Expected Count % within MROKOK
Total
Count Expected Count % within MROKOK
Total
20
3
23
16.4
6.6
23.0
87.0%
13.0%
100.0%
10
9
19
13.6
5.4
19.0
52.6%
47.4%
100.0%
30
12
42
30.0
12.0
42.0
71.4%
28.6%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.014
4.443
1
.035
6.156
1
.013
6.007 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.020
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
5.864
1
.017
.015
42
Gambaran Frekuensi Aktivitas Olahraga AKTIVITAS OLAHRAGA Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
TIDAK MELAKUKAN
17
40.5
40.5
40.5
25
59.5
59.5
100.0
42
100.0
100.0
OLAHRAGA MELAKUKAN OLAHRAGA Total
Hubungan Aktivitas Olahraga*KVP OLAHRAGA * KVP_KATEGORIK Crosstabulation KVP_KATEGORIK
OLAHRAGA
TIDAK MELAKUKAN
ADA
TIDAK ADA
GANGGUAN
GANGGUAN
Count Expected Count
Total
13
4
17
12.1
4.9
17.0
76.5%
23.5%
100.0%
17
8
25
17.9
7.1
25.0
68.0%
32.0%
100.0%
30
12
42
30.0
12.0
42.0
71.4%
28.6%
100.0%
OLAHRAGA % within OLAHRAGA OLAHRAGA
Count Expected Count % within OLAHRAGA
Total
Count Expected Count % within OLAHRAGA
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.551
.062
1
.804
.361
1
.548
.356 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.731 .347 42
1
.556
.406
Gambaran Frekuensi Status GizI STATUS GIZI_KATEGORIK Cumulative Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Percent
Berisiko
18
42.9
42.9
42.9
Normal
24
57.1
57.1
100.0
Total
42
100.0
100.0
Hubungan Status Gizi*KVP IMT_KATEGORIK * KVP_KATEGORIK Crosstabulation KVP_KATEGORIK
IMT_KATEGORIK
TIDAK NORMAL
Count Expected Count % within IMT_KATEGORIK
NORMAL
Count Expected Count % within IMT_KATEGORIK
Total
Count Expected Count % within IMT_KATEGORIK
ADA
TIDAK ADA
GANGGUAN
GANGGUAN
Total
12
6
18
12.9
5.1
18.0
66.7%
33.3%
100.0%
18
6
24
17.1
6.9
24.0
75.0%
25.0%
100.0%
30
12
42
30.0
12.0
42.0
71.4%
28.6%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.554
.061
1
.805
.348
1
.555
.350 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test
.732
Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.342
1
.400
.559
42
Gambaran Frekuensi Riwayat PenyakiT RIWAYAT_PENYAKIT Cumulative Frequency Valid
PERNAH
Percent
Valid Percent
Percent
6
14.3
14.3
14.3
TIDAK PERNAH
36
85.7
85.7
100.0
Total
42
100.0
100.0
Hubungan Riwayat Penyakit*KVP RIWAYAT_PENYAKIT * KVP_KATEGORIK Crosstabulation KVP_KATEGORIK
RIWAYAT_PENYAKIT
PERNAH
ADA
TIDAK ADA
GANGGUAN
GANGGUAN
Count Expected Count % within RIWAYAT_PENYAKIT
TIDAK PERNAH
Count Expected Count % within RIWAYAT_PENYAKIT
Total
Count Expected Count % within RIWAYAT_PENYAKIT
Total
5
1
6
4.3
1.7
6.0
83.3%
16.7%
100.0%
25
11
36
25.7
10.3
36.0
69.4%
30.6%
100.0%
30
12
42
30.0
12.0
42.0
71.4%
28.6%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.486
.044
1
.834
.532
1
.466
.486 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association b
N of Valid Cases
.655 .475 42
1
.491
.439
Gambaran Frekuensi Massa Kerja LAMA_KERJA Frequency Valid
Percent
Valid Percent
Cumulative Percent
19
45.2
45.2
45.2
BARU (< 5 TH)
23
54.8
54.8
100.0
Total
42
100.0
100.0
LAMA (> 5 TH)
LAMA_KERJA * KVP_KATEGORIK Crosstabulation KVP_KATEGORIK
LAMA_KERJA
LAMA
Count Expected Count % within LAMA_KERJA
BARU
Count Expected Count % within LAMA_KERJA
Total
Count Expected Count % within LAMA_KERJA
ADA
TIDAK ADA
GANGGUAN
GANGGUAN
Total
17
2
19
13.6
5.4
19.0
89.5%
10.5%
100.0%
13
10
23
16.4
6.6
23.0
56.5%
43.5%
100.0%
30
12
42
30.0
12.0
42.0
71.4%
28.6%
100.0%
Chi-Square Tests
Value Pearson Chi-Square Continuity Correction
Df
Likelihood Ratio
Exact Sig. (2-
Exact Sig. (1-
sided)
sided)
sided)
a
1
.019
4.039
1
.044
5.975
1
.015
5.536 b
Asymp. Sig. (2-
Fisher's Exact Test Linear-by-Linear Association N of Valid Cases
b
.037 5.404 42
1
.020
.020