FAKTOR-FAKTOR STRATEGIK DALAM PEMBANGUNAN MASYARAKAT Muhd. Fadhil Nurdin
PENDAHULUAN Tulisan ini merupakan ringkasan daripada sebahagian hasil penelitian (1993-95) pada kelompok nelayan dari sebuah Desa di Jawa Barat Indonesia. Kajian ini menggunakan model pendekatan dan analisis ekonomi politik dan sosiobudaya (Gambar Rajah 9.1). Kajian tentang strategi pembangunan masyarakat ini lebih memfokus kepada faktor-faktor yang penting dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat. Perspektif
Pendekatan
Ekonomi Politik
Objek analis
Tujuan
Masalah
Organisasi Masyarakat Sosiobudaya
Strategi
Kesejatrahan Masyarakat
Pelaksanaan
Gambar Rajah 9.1: Model pendekatan dan analisis dalam kajian pembangunan masyarakat
KOORDINASI Sistem Kordinasi Program pembangunan masyarakat secara nasional yng dilaksanakan di daerah pedesaan, kebanyakannya merupakan program mengikut sektor yang secara langsung dapat dirasakan oleh masyarakat pedesaan. Sistem kordinasi dalam pelaksanaan pembangunan masyarakat desa (antara Lembaga Pemerintah di peringkat pusat; oleh Direktorat Jenderal Pembangunan Desa Departemen Dalam Negeri) dan di peringkat bawah (di peringkat kecamatan merupakan satu Unit daerah Kerja Pembangunan—UDKP) mempunyai peranan penting bagi pencapaian sasaran dan pengagihan pembangunan. Pembinaan UDKP ini ditujukan untuk memperkuat mekanisma perancangan pembangunan secara timbal balik, baik 'dari bawah ke atas' maupun 'dari atas ke bawah'. Dalam wadah UDKP, satu daripada kegiatan yang penting ialah menyusun Rancangan Pembangunan Tahunan Kecamatan (Soehoed 1992). Kordinasi pada tahap perancangan 'kegiatan operasional' yang dilakukan oleh UDKP (peringkat Kecamatan) sudah menunjukkan keterlibatan pelbagai jabatan. Namun, pada tahap pelaksanaan kegiatan di peringkat desa masih dianggap belum efektif, kerana pertama, setiap jabatan masih berusaha untuk menjalankan kegiatan program masing-masing. Kedua, program pembangunan masyarakat desa, belum di integrasikan dengan baik (Maschab, 1992). Masalah Koordinasi Pelaksanaan program pembangunan masyarakat di pedesaan juga menunjukkan ‘egois sektoral’ yang dapat menimbulkan penyimpangan di peringkat desa. Keadaan ini sebabkan dalam kordinasi terdapat jarak antara lembaga perancangan dengan pelaksanaan, dan kepentingan petugas pemerintah dalam pelaksanaan program pembangunan masyarakat yang tidak dapat dikawal. Oleh itu, kordinasi memerlukan penyesuaian; untuk memperbaiki sistem kordinasi 'di tingkat operasional yang paling bawah' lebih ditujukan kepada LKMD (Lembaga Ketahanan Masyarakat Desa). Walaupun
peranan LKMD perlu ditingkatkan tugasnya dalam perancangan pembangunan; namun tidak mungkin fungsi LKMD dapat diperbaiki apabila tidak diberikan kepercayaan sepenuhnya kepada lembaga rakyat ini. Selama kordinasi perancangan masih dilakukan di peringkat Kecamatan (UDKP) dan pelaksanaan di tingkat Desa (LKMD), maka kedudukan pengambilan keputusan masih berada di atas. bukan pada lembaga masyarakat yang autonomi. Keperluan Desentralisasi Perubahan struktur organisasi pemerintahan, tidak cukup hanya dengan meli mpahkan kewenangan dan kuasa perancangan daripada peringkat kecamatan kepaada LKMD di peringkat Desa. Tetapi yang lebih penting ialah bagaimana memberikan hak autonomi, daripada perancangan sampai pelaksanaan program pembangunan yang dilakukan oleh rakyat dalam satu lembaga yang autonomi. LKMD dapat dikatakan sebagai satu lembaga yang lebih autonomi dan aspiratif. Selain itu, KMD dapat berfungsi sebagai lembaga rakyat yang langsung dikawal oleh masyaarakat setempat. Kordinasi pada dasarnya memerlukan penyesuaian terhadap perubahan dan kemajuan dalam pembangunan masyarakat desa. Arah perubahan (reformasi) perlu sesuaikan dengan nilai-nilai hak asasi manusia, seperti demokrasi yang memandang bahwa pembangunan perlu dijalankan dengan cara yang lebih aspiratif. Selain itu, mg lebih penting ialah mengurangkan atau apabila mungkin menghilangkan asalah-masalah yang wujud sebagai akibat negatif daripada pembangunan yang telah dijalankan selama ini. Dengan demikian, peranan dan fungsi LKMD perlu diberikan sepenuhnya supaya rakyat dapat menunjukkan penyertaan mereka dalam pembangunan. KOPERASI DAN ORGANISASI Kelompok swadaya melalui pengorganisasian telah membentuk koperasi da organisasi masyarakat nelayan. Koperasi dan organisasi merupakan pelaksana pembangunan masyarakat yang tumbuh daripada warga masyarakat setempat. Dalia praktiknya, koperasi merupakan organisasi yang sangat efektif dalam pelaksanac program-program swadaya (Iskandar 1993). Namun demikian, dalam pertumbuhan dan perkembangannya tidak terlepas daripada bantuan dan dukungan kekuatan dari luar masyarakat dalam berbagai bidang kegiatan. Organisasi dan kekuatan luar lainnya, memberikan orientasi dan penampilan kepada kelompok swadaya tempatian Koperasi dan organisasi kelompok swadaya mempunyai kedudukan yang penting, dalam kegiatan masyarakat nelayan. Antara peranannya yang penting ialah melakukan integrasi masyarakat, memusatkan dan menyebarkan kesejahteraan bagi anggota kelompok masyarakat. Integrasi Masyarakat Dalam pberbagai aktiviti koperasi dan organisasi, secara sedar atau tidak, telah mengarahkan kepada integrasi masyarakat. Orientasi daripada semua kegiatan koperasi dan organisasi berdasarkan nilai-nilai adat Sunda, agama Islam, dan falsafah bangsa Indonesia, iaitu Pancasila. Berdasarkan orientasi ini, sikap dan tingkah laku sebagian golongan anggota masyarakat lebih mengutamakan nilai-nilai budaya Sunda dan agama Islam. Sedangkan golongan elit cenderung lebih mengutamaka: dengan memperhatikan nilai-nilai kebangsaan dan ideologi Pancasila. Bagi anggota masyarakat, kebanyakannya menganggap bahawa nilai-nilai Pancasila sudah menjad pedoman sikap dan tingkah laku anggota masyarakat. Nilai-nilai Pancasila yang sudah wujud dalam masyarakat ialah mengutamakan mesyuarat untuk mencapai muafakat. Mesyuarat merupakan satu contoh nilai yang penting dalam adat Sunda maupun agama Islam untuk menciptakan keharmonian hubungan dalam masyarakat. Kedua-dua sistem nilai ini telah menduduki tempat yang utama dalam Pancasila sebagai satu sistem budaya Indonesia. Namun, selain wujudnya unsur-unsur yang sama, yang boleh menimbulkan integrasi, dalam kehidupan masyarakat, ada pula unsur-unsur yang berbeda bahkan bertentangan satu sama lain. Walaupun wujud pertentangan dalam melaksanakan kegiatan, dalam banyak hal, pengamatan menunjukkan bahwa daripada pelbagai kegiatan koperas dan organisasi di Blanakan, lebih banyak mengarah kepada integrasi masyarakat.
Pemusatan dan Penyebaran Kesejahteraan Pemusatan kesejahteraan menggambarkan bahawa hasil daripada pelbagai usaha koperasi lebih banyak dinikmati oleh elit pengurus sahaja. Sedangkan yang dimaksud dengan penyebaran kesejahteraan ialah pengagihan hasil mahupun manfaat kegiatan kepada anggota kelompok. Berbagai usaha yang dijalankan koperasi dalam bidang Ekonomi; tempat pelangan ikan (TPI), pabrik ais, kredit penyediaan perumahan, Simpan Pinjam, penyaluran komoditi logistik (warung) memberikan penghasilan kepada koperasi. Daripada hasil pendapatan berbagai sumber kegiatan tersebut, telah berikan kemajuan2 yang memungkinkan adanya peluang dan pendapatan yang semakin baik kepada pengurus koperasi. Ada yang berpendapat bahwa kemajuan yang telah dicapai koperasi, tidak terlepas daripada dukungan organisasi, misalnya dengan memobilisasi anggota kelompok untuk aktif dan ikut serta dalam semua kegiatan. Dengan dukungan dan keadaan ini menunjukkan hasil kegiatan koperasi semakin meningkat, sehingga kesejahteraan pengurus koperasi pun semakin baik. Hubungan kerjasama dan dukungan antara pengurus koperasi dengan pengurus organisasi menunjukkan wujudnya persekutuan untuk mendapatkan dan mencapai kesejahteraan dan kepentingan yang sama. Cara ini dilakukan dengan memberikan 'bantuan kredit perahu' daripada pemerintah kepada orang tertentu dalam pengurusan organisasi. Dengan demikian, kesejahteraan bukan hanya dirasakan pengurus koperasi, tetapi dirasakan juga oleh pengurus organisasi. Apa yang wujud dalam kehidupan koperasi nelayan agak menyimpang daripada nilai-nilai dan tanggungjawab moral koperasi sebagai organisasi ekonomi. Namun demikian, masih pantas dihargai karena adanya usaha-usaha untuk menyampaikan kesejahtrahan kepada anggota kelompok, misalnya melalui kegiatan keagamaan (pengajian), pelestarian kebudayaan melalui kesenian dan Ruatan Laut (memberikan bantuan sejahteraan kepada 8 orang anak yatim, 43 orang tua miskin, 5 orang anak yang hatamkan secara beramai-ramai, 8 orang menerima penghargaan peserta KB Lestari) yang membantu kelancaran program perancangan keluarga dan kesehatan, dan latihan kemahiran untuk anggota kelompok nelayan. Dengan demikian, dalam mengggerakkan kegiatan ekonomi dan sosial kelompok nelayan, terjadi pemusatan dan penyebaran kesejahteraan kepada anggota kelompok masyarakat. HUBUNGAN DENGAN SISTEM SUMBER galian sumber berfungsi untuk memenuhi keperluan dan memecahkan masalah, dalam organisasi mahupun koperasi. Sistem sumber yang dimaksud ialah aerintah dan organisasi swasta di luar masyarakat Desa Blanakan. Daripada angan kerjasama dengan sistem sumber, dapat dilihat dua faktor penting, manfaat rungan kerjasama dengan sistem sumber, dan kebergantungan kelompok swadaya :gan sistem sumber di luar masyarakat. Manfaat Hubungan Kerjasama Manfaatt hubungan kerjasama dengan sistem sumber ialah wujudnya projek yang dapat memenuhi keperluan hidup kelompok masyarakat (pemerintah dan swasta merupakan sistem sumber yang dapat memberikan bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung kepada masyarakat tempatan). Daripada adanya hubungan dengan sistem sumber, terdapat dua manfaat. Pertama, bantuan fizikal daripada pemerintah, yaitu projek yang dirasakan langsung manfaatnya oleh masyarakat, seperti penyediaan air bersih, jalan raya, perkhidmatan kesehatan dan pendidikan; sedangkan bantuan daripada swasta dan NGO, seperti kredit perumahan dan bantuan modal koperasi dari Bank Bukopin, dan Lembaga Studi Pembangunan. Kedua pengembangan sumber manusia, seperti hasil pendidikan dan penerangan. Kebergantungan Hubungan dengan sistem sumber dapat menimbulkan beberapa masalah kebe gantungan. Bentukbentuk kebergantungan dapat dilihat dalam sistem ekonomi pasar, politik birokrasi, upacara adat dan keagamaan. Secara umum, dinamik perkembangan ekonomi Indonesia selama Orde Baru telah menghasilkan pertumbuhan yang tinggi. Tetapi bersamaan dengan naiknya pertumbuhan ekonomi nasional, timbul pula masalah-masalah sosial politik. Bagaimanapun, manfaat pertumbuhan ekonomi cenderung dimanfaatkan hanya oleh sekelompok kecil orang dan menimbulkan kemiskinan dan kebergantungan bagi kebanyakan rakyat (Arief & Sasono 1981).
1. Sistem pemasaran ikan Kebergantungan yang wujud pada masyarakat nelayan di Blanakan, dapat dilihat pada sistem pemasaran ikan. Hubungan dan arus pemasaran ikan yang dilakukan dalam sistem ekonomi pasar; dilakukan melalui (TPI) Tempat Pelelongan ikan sampai ke pasar, dan arus wang ke nelayan. Kebergantungan ini disebabkan penentuan harga ikan sangat ditentukan oleh kilang dan pasar. Kerana itu, pedagang (bakul) akan ikut menentukan harga beli ikan kepada nelayan melalui TPI. Bentuk hubungan dan kebergantungan terhadap sistem ekonomi pasar ini, kilang dan pasar lebih dominan kerana mereka lebih menentukan harga, dibandingkan nelayan yang menjual ikan mereka melalui TPI. Dominasi kilang dan pasar lebih kuat bandingkan dengan kedudukan nelayan, lebih diperkuat lagi dengan kedudukan bakul sebagai 'orang tengah' yang mempunyai posisi tawar lebih menentukan dibandingkan dengan nelayan. Bagaimanapun, TPI telah menunjukkan peranannya dalam membantu nelayan, terutama dalam posisi 'tawar-menawar' antara pedang dengan nelayan. Namun kenyataannya, pedagang sering 'bermain mata' dengan petugas TPI, sehingga menjatuhkan harga lelong ikan. Keadaan ini telah merugikan nelayan, dan menempatkan kedudukan nelayan pada posisi yang lemah. Keadaan demikian menciptakan kebergantungan nelayan dalam sistem ekonomi pasar (lihat Gambar Rajah 9.2)
1. Politik birokrasi Bantuan dan projek pemerintah kepada kelompok masyarakat tempatan telah menunjukkan bagaimana politik pemerintah dijalankan melalui sistem birokrasi dan pentadbiran. Usaha yang dilakukan pemerintah ialah untuk meningkatkan kebajikan masyarakat. Namun, bantuan dan projek yang diberikan pemerintah dilihat juga sebagai satu keadaan yang menciptakan kebergantungan antara kelompok swadaya masyarakat tempatan dengan kuasa pemerintah. Bagaimanapun, bantuan projek pemerintah kepada anggota kelompok swadaya nelayan memberikan kesan 'budi baik' pemerintah terhadap masyarakat. Oleh itu, untuk membalas ‘kebaikan pemerintah', Golkar harus menang dalam pilihan raya. Dengan strategi memperjuangkan dan memenangkan kekuatan politik pemerintah (GOLKAR), maka bantuan dan projek tetap diberikan pada tahun-tahun berikutnya. 2. Upacara adat dan keagamaan Kebergantungan dalam bidang sosial budaya kepada sumber-sumber dari luar masyarakat, misalnya dapat dilihat pada acara keagamaan seperti ceramah agama, dan upacara adat dalam kegiatan Ruatan Laut. Upacara Ruatan Laut berkaitan dengan kepercayaan masyarakat Blanakan 3 dan masyarakat Sunda pada umumnya yang berada di Pantai Utara Jawa Barat terhadap kekuatan ghaib yang dapat mempengaruh besar kecilnya pendapatan nelayan di laut. Untuk menjalankan upacara Ruatan Laut yang dihadiri oleh para pegawai pemerintah, kelompok swadaya menjemput seniman adat Sunda) dari luar masyarakatnya (Subang/Bandung). Dalam pelaksanaan Upacara Ruatan Laut, terpaksa harus ikut menyesuaikan dengan kesediaan 'seniman' yang akan menjalankan upacara ini. Bagaimanapun, keadaan ini sangat bergantung terhadap kesediaan seniman untuk menentukan dan
menjaiankan upacara tersebut. Kebergantungan ini disebabkan tidak adanya 'seniman' tempatan yang dapat menjalankan upacara seperti ini. Selain itu pula, usaha ini perlu untuk lebih memberikan keyakinan dan kepercayaan kepada masyarakat bahwa aktiviti ini tidak daapat dilakukan oleh orang yang bukan ahli dalam bidangnya. KEKUATAN MASYARAKAT Kepemimpinan Kemampuan, pengetahuan dan gaya pemimpinan merupakan unsur-unsur kekuatan yang utama untuk menggerakkan dinamika masyarakat. 4 Kemampuan pemimpin mencakupi usaha menggerakkan anggota kelompok serta mencipta, memelihara dan memanfaatkan hubungan dengan sistem sumber di luar masyarakat sendiri. Di Blanakan, gaya kepemimpinan para elit desa menunjukkan antara demokratik -autiritarian. Kepemimpinan seperti ini telah efektif sebagai satu sumber kekuatan masyarakat, dan menjadi satu strategi pembangunan masyarakat. Kepemimpinan ini menjadi efektif dengan cara menggabungkan kemampuan pemimpin dalam kelompok, dan menggerakkan sumber-sumber dari luar masyarakatnya sendiri. |Kedua-dua unsur kepemimpinan ini mempunyai kedudukan yang sama penting, dan melalui organisasi dan koperasi telah membuktikan keberhasilan kelompok swadaya tempatan. Disiplin Disiplin kerja mengandungi beberapa unsur, seperti kepatuhan, taat dan setia kejujuran, keteraturan, dan ketertiban. Dengan sifat-sifat terpuji ini, maka setiap anggota kelompok mampu menegakkan disiplin. Oleh yang demikian ia mampu mencegah menurunnya atau rusaknya norma kehidupan dalam kelompok. Disiplin dalam kehidupan kelompok nelayan, bukan hanya melekat pada pengurus koperasi, tetapi juga anggota kelompok lainnya seperti disiplin pada gotong-royong. Namun dalam aktiviti koperasi, tidak dapat dinafikan bahawa disiplin yang kuat dimotivasi oleh pemimpin, pendapatan yang tetap dan kesejahteraan yang baik. 5 Dengan demikian, apa yang wujud dalam disiplin anggota kelompok swadaya, dan kemampuan memberikan sumbangan yang besar bagi pembangunan masyarakat setempat, telah menunjukkan bahawa disiplin kerja mengandungi etos kerja yang kuat. Kenyataan ini menghadkan pendapat yang menyatakan pribumi malas sebagai mitos (Alatas 1988). Solideriti Solideriti sosial tercermin berdasarkan kuatnya ikatan hubungan antara anggota kelompok yang berdasarkan kepada agama (Islam), etnik (Sunda), dan kekerabatan. Dalam koperasi misalnya, tercermin dalam struktur organisasi yang sebahagian besar anggota pengurusnya dibangun atas dasar hubungan kekeluargaan. Bagaimanapun. ikatan sosial berdasarkan kekerabatan dan kekeluargaan dapat dilihat daripada adanya rasa saling menghargai, terutama bagi orang muda terhadap yang lebih tua Dalam hubungan sosial yang lebih luas (di luar pengurus koperasi), solideriti di-dasarkan atas ikatan keluarga batih (extendedfamily). Bagi pendatang ataupun Bidak pula, mungkin solideriti lebih didasarkan pada hubungan buruh dengan majikan. Dengan demikian, apa yang wujud dalam solideriti pada kelompok swadaya masyarakat nelayan merupakan satu kekuatan masyarakat yang spesifik dalam mendorong pembangunan masyarakat.6 Percaya Diri Percaya kepada kemampuan diri merupakan satu kekuatan dalam diri setiap anggota kelompok swadaya masyarakat di Blanakan, terutamanya pada diri pemimpin kelompok. Dengan 'percaya diri', seseorang dapat menunjukkan kemandirian. Demikian pula, apabila kemandirian wujud dalam kehidupan kelompok akan menjadi kekuatan sumber manusia yang dapat memberikan sumbangan terhadap pembangunan masyarakat.
Percaya diri merupakan suatu unsur pendorong keberhasilan usaha dalam kehidupan masyarakat nelayan. Kepercayaan diri tumbuh daripada keyakinan yang didasarkan kepada nilai-nilai agama (Islam) dan kepercayaan masyarakat. Nilai-nilai yang penting antaranya ialah tentang ketuhanan dan kekuasaan Allah. Misalnya, reaksi itu diberikan Allah, dan ada pada setiap manusia. Oleh itu, manusia harus berusaha untuk dapat memenuhi semua keperluan hidupnya. Berdasarkan ajaran dan pemahaman ini, setiap orang anggota kelompok swadaya berasa termotivasi untuk bekerja keras, seperti pergi ke laut untuk mencari rezeki. Dalam pembangunan masyarakat di Desa Blanakan, keempat-empat unsur ketatan sebagai penggerak masyarakat ini menggambarkan potensi sumber manusia yang wujud dalam kelompok swadaya. Dengan demikian, pembangunan masyarakat hanya mungkin dapat dilaksanakan dengan baik, apabila inisiatif dan kekuatan masyarakat sebagai sumber manusia diperhatikan disamping bantuan dari luar masyarakat setempat. Gambaran ini menunjukkan bahwa dinamika pembangunan masyarakat, masalah koordinasi memerlukan reformasi di peringkat tempatan; perubahan ke arah desentralisasi dianggap perlu agar fungsi dan peranan LKMD lebih autonomi, dan tidak hanya bersifat sebagai 'pelaksana perintah daripada atas' sahaja. Bersamaan dengan itu pula, peranan koperasi dan organisasi merupakan dua kekuatan dalam mengintegrasi masyarakat dan menyebarkan kesejahteraan kepada anggota kelompok. Untuk memenuhi keperluan dan memecahkan masalah dalam kelompok swadaya dilakukan dengan memanfaatkan hubungan dengan sistem sumber, terutama melalui kerjasama dengan sistem sumber yang berada di luar masyarakat (pemerintah dan swasta), dan pengembangan sumber manusia. Dalam menjalankan strategi ini, masalah kebergantungan juga wujud melalui sistem ekonomi pasar, politik birokrasi, upacara adat dan keagamaan. Oleh itu, kekuatan masyarakat dipertahankan dan diperkuat untuk memelihara keutuhan kelompok swadaya, antaranya dengan kepemimpinan, disiplin, solideriti, dan percaya diri agar dapat menggerakkan sumber-sumber dari dalam maupun luar masyarakat Blanakan. Semua unsur-unsur ini dijadikan komitmen anggota kelompok swadaya, sehingga menjadi kekuatan dan penggerak dalam pembangunan masyarakat. KESIMPULAN Menggerakkan Perubahan Dalam menggerakkan perubahan atau pembangunan masyarakat di peringkat lokal, yang penting ialah bagaimana menumbuhkan inisiatif masyarakat sendiri, menggerakkan kelompok dalam pembangunan masyarakat, mendapatkan dukungan anggota masyarakat; dan dukungan daripada suprastruktur (pemerintah). Dukungan anggota masyarakat diperoleh dengan mengajak dan memberikan penerangan tentang pentingnya kegiatan membangun masyarakat melalui kegiatan kelompok; mendaftarkan, membina anggota masyarakat untuk menjadi anggota koperasi dan organisasi. Dukungan daripada suprastruktur (pemerintah) penting bagi mendapatkan kepercayaan dan kepatuhan masyarakat untuk ikut serta melaksanakan program yang telah dirancang oleh organisasi mahupun koperasi. Peranan dan gaya kepemimpinan yang dibangun dalam kelompok berdasarkan ikatan fungsional, dan berakar juga kepada nilai-nilai kepercayaan, kekerabatan, dan agama (Islam). Pengaruh pemimpin lebih kuat dalam sistem sosial tempatan, sehingga menjadi satu kekuatan dalam menggerakkan masyarakat, dan dapat menumbuhkan penyertaan anggota kelompok dalam pelbagai aktiviti masyarakat. Walaupun penyertaan anggota kelompok mengutamakan kepentingan ekonomi namun mementingkan juga aktiviti sosial, politik maupun budaya. Dalam mengorganisasikan kelompok swadaya dilakukan mesyuarat; mengidentifikasi formulasi masalah, menyusun struktur organisasi, dan pengagihan kuasa. Bagaimanapun, dalam mengorganisasikan kelompok terdapat unsur-unsur ketidakpastian seperti resiko biaya dan manfaat dan penyelesaian konflik. Kegiatan yang perlu dirancang dalam organisasi ialah bagaimana menggali sumber, baik dari maupun dari dalam kelompok sendiri. Sumber luaran yang dapat digali ialah bantuan kemudahan, dan dukungan kuasa, sedangkan sumber dalaman ialah kemampuan anggota dalam memberikan sumbangan untuk kepentingan organisasi Sumber-sumber ini berfungsi untuk memenuhi keperluan, memecahkan masalah dan mengembangkan kesejahteraan anggota kelompok. Dalam dinamika kehidupan kelompok swadaya terdapat beberapa masalah perti:
(a)
Kordinasi disedari mempunyai masalah yang memerlukan reformasi.
(b)
Organisasi dan koperasi masih perlu ditingkatkan peranannya dengan manfaatkan bantuan yang mungkin daripada semua sistem sumber.
(c)
Mengatasi masalah kebergantungan dalam sistem ekonomi pasar yang lebih menguntungkan pemilik modal.
(d)
Membangun kekuatan masyarakat. Strategi yang dilakukan kelompok swadaya untuk memecahkan masalah ini diperlukan kerjasama dengan sistem sumber dan pengembangan sumber manusia. Kehidupan masyarakat tempatan merupakan potensi sosial budaya yang menjadi asas dalam mengorganisasikan kelompok swadaya.
Kerjasama: Strategi Dasar Dalam Pengorganisasian Masyarakat Kerjasama merupakan konsep strategik yang paling utama dan mendasar dalam melaksanakan pembangunan masyarakat. Kerjasama daripada pemerintah, organisasi masyarakat, dan kelompok swadaya pada masyarakat tempatan perlu wujud untuk lebih meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Semua unsur ini sangat menentukan pencapaian pembangunan berdasarkan aspirasi masyarakat. (Gambar Rajah 9.3 di sebelah).
Keterangan:
Al-An = Program pemerintah BI = Program bukan pemerintah KSI-KS4 = Kelompok swadaya Gambar Rajah 9.3: Strategi kelompok swadaya dalam pembangunan masyarakat
NOTA HUJUNG 1. Istilah 'egois sektoral' merupakan satu istilah yang selalu digunakan untuk menunjukkan bahwa setiap
2.
jabatan ataupun lembaga pemerintah lainnya lebih mementingkan program mereka masing masing. Temu bual dengan Sastramihardja, Kepala Direktorat Pembangunan Desa Jawa Barat, 23 Oktober 1993. Data TPI (1993) sebagai satu unit usaha koperasi, menunjukkan pencapaian perputaran hampir 4 juta ringgit setahun. Projeksi pada tahun 1994 akan mencapai sekitar 5 juta ringgit belum termasuk hasil pendapatan daripada unit-unit lainnya
3. Talam upacara ini, disediakan 'dondang' (kepala kerbau dengan satu paket sesajen) yang dihanyutkan ke laut sebagai persembahan kepada 'penguasa laut'. Tujuan Ruatan Laut ialah sebagai tanda syukuran agar bertambah reaksi dan keselamatan di laut. Temu bual dengan Tamip, 30 I Oktober 1993.
4. Beberapa orang pemimpin pada masyarakat Blanakan, dari pemimpin terdahulu sampai kepada H. Dirman Abdurrahman menunjukkan kemampuan mereka dalam menggerakkan masyarakat untuk aktif dalam berbagai kegiatan kemasyarakatan. Temu bual dengan Arodi dan Tamip, 17 Oktober 1993.
5. Temu bual dengan Sarlim dan Takim, 15 Oktober 1993. 6. Kecenderungan yang berubah disebabkan penurunan rasa solideriti di kalangan anggota kelompok. Hal ini antara lain disebabkan kesan kemajuan dan adanya hubungan dengan unsur budaya daripada luar masyarakat. Sebagai contoh, ada anggota kelompok yang menilai koperasi hanya dikuasai oleh dan untuk kepentingan sekelompok orang (pengurus operasi sahaja), dan ada juga anggota kelompok yang 'asilung' terhadap gotong-royong. Contoh lain pula, fungsi dan peranan wanita semakin luas; bukan hanya melahirkan dan mengasuh anak, mengurus rumah dan membantu pekerjaan suami di rumah, tetapi terlibat banyak kegiatan seperti dalam bidang perdagangan, arisan dan koperasi. Contoh ini menunjukkan kesan hubungan dengan dunia luar masyarakat, dan masuknya pola kehidupan yang kapitalistik dan materialistik memberikan kesan terhadap solideriti sosial dan semakin longgarnya hubungan sosial. Walaupun keadaan ini telah berlaku, masih ada kekuatan masyarakat yang masih bertahan, iaitu percaya diri dalam melaksanakan aktiviti dalam kelompok swadaya, baik melalui koperasi mahupun kegiatan kemasyarakatan yang lainnya.
RUJUKAN
Abdullah M.S. 1989, Strategi Pembangunan Desa Negara Dunia Ketiga, Kuala Lumpur, DBP. Alatas S.H. 1988, Mitos Pribumi Malas - Citra Orangjawa, Melayu dan Filipino, dalam Kapitalisme Kolonial, Jakarta, LP3ES. Alqadrie, Syarif I. 1990, "Pembangunan, Ketergantungan dan Kesadaran Etnik Perspektif Teoritis dan Realita", Jurnal Ilmu Politik, No. 10, Jakarta, Gramedia Pustaka Utama. Arief S. dan Sasono A. 1983, Ketergantungan dan Keterbelakangan, Sebuah Studi Kasus. Jakarta, Sinar Harapan. Bambemger & Khalid Shams 1989, Community Participation in Project Management The Asian Experience, Kuala Lumpur: APDC. Bauder W.W. 1958, "Social Participation in Rural Society", Alvin L. Bertrand (ed). Rural Sociology, New York, Me. Graw Hill Book Co. Bidle dan Bidle 1965, The Community Development Process, The Rediscovery of Local Initiative, New York, Holt, Rinehart and Winston, Inc. Hadad I. 1983, "Menampilkan Potret Pembangunan Berwajah Swadaya Masyarakaf PRISMA, No.4, Jakarta, LP3ES. Hagul, P. 1985, Pembangunan Desa dan Lembaga Swadaya Masyarakat, Jakarta: CA" Rajawali. Harsojo, 1985, "Kebudayaan Sunda", Koentjaraningrat, Manusia dan Kebudayaan Jakarta, Jambatan. Hofsteede, WM.E 177, Decision Making Process in Four West Javanese Villages Tesis-Ph.D, Nijmegen. Iskandar Y. 1993, Strategi Dasar Membangun Kekuatan Masyarakat, Bandung, STK5 Lochhead, A.VS. 1956, "Administrative Coordination of Community Developmen: Programme", Community Development Bulletin, Vol. VIII No.l. Long, N. 1977, An Introduction to The Sociology of Rural Development, London and New York, Tavistock Publication. Maschab M. 1992, "Menuju Pembangunan Desa Yang Patisipatif', Kertas Kerja, Seminar Nasional: Strategi Pembangunan Desa, Perspektif Masa Depan, Bandung 2-Nov 1992. MezirowJ.D. 1963, Dynamic of Community Development, New York, Scarecrow Press Inc. Muoghalu, L.N. 1986, "Structure and Pattern of Community Self Help Development Projects in Nigeria: An Appraisal", Community Development Journal, Vol.21 No.l. Rachman, M.S. 1992, "Strategi Pembangunan Desa Yang Partisipatif", Kertas Kerja, Seminar Nasional: Strategi Pembangunan Desa, Perspektif Masa Depan, Bandung 24 Nov 1992.
Rahman A. 1990, "The Case of The Third World: People's Self Development", Community Development Journal, Vol.25, No.4. Retno Winahyu dan Santiasih, 1993, "Pengembangan Desa Pantai", Moebyarto, Dua Puluh Tahun Penelitian Pedesaan, Yogyakarta, P3K-UGM & Aditya Media. Rokiah Talib, 1985, "Community Development and Community Participation (A Case Study in Malaysia)", Manusia dan Masyarakat, Siri Baru Jilid 6. Siagian, H. 1986, Pokok-pokok Pembangunan Masyarakat Desa, Bandung, Alumni, igian, S.P. 1988, Administrasi Pembangunan, Jakarta, CV Mas Agung. Siagian, S.P. 1988. Administrasi Pembangunan.Jakarta.CV. Mas Agung Sjahrir, 1986, Basic Needs in Indonesia: Economics, Politics and Public Policy, Singapore, ISEAS. _______, 1992, "Pemerataan itu Perlu Dinamis", TEMPO, 22 Agustus. So, Alvin Y. 1990, Social Change and Development, Newbury Park, CA, Sage Publication. Sedjito, S. 1987, Aspek Sosial Budaya Dalam Pembangunan Pedesaan, Yogyakarta, Tiara Wacana Yogya. Sehoed, WP. 1992, "Strategi Pembangunan Desa, Perspektif Masa Depan", Kertas Kerja, Seminar Nasional: Strategi Pembangunan Desa, Perspektif Masa Depan, Bandung, 24 November 1992. Sulistyo dan Santiasih, 1993, "Kondisi Desa-Desa Nelayan", Moebyarto, Riau Menatap Masa Depan, Yogyakarta, P3K-UGM & Aditya Media. Suryadi, A. 1985, Masyarakat Sunda Budaya dan Problem, Bandung, Alumni. Syarwani A. 1992, "LSM, Partisipasi Rakyat dan Usaha Menumbuhkan Keswa-dayaan", Wirosardjono, S, Pengembangan Swadaya Nasional Tinjauan Ke arah Persepsi yang Utuh, Jakarta, LP3ES. Thangaraj T. 1960, Community Development, Kuala Lumpur, University of Malaya Cooperative Bookshop, Ltd. Tjokroamidjojo B. dan Mustopadidjaja, A.R. 1982, Pengantar Pemikiran Tentang Teori Strategi Pembangunan Nasional, Jakarta, Gunung Agung. Tjondronegoro, SMP. 1984, Social Organization and Planned Development in Rural Java, Singapore, Oxford University Press. Tomasetti, WE. 1974, "Development Administration and Community Development", Community Development Journal, Vol.9 No.l. Tomasoa, P 1982, Perombakan Struktur Tanpa Perubahan Pimpinan Nasional, Jakarta, Sinar Harapan. Warren, R.L. 1969, "A Community Model", Kramer, R.M. & Specht, H., Reading in Community Organization Practice, London, Prentice Hall. Weber, G.H. dan Cohen, L.M. 1982, Beliefs and Self Help: Cross Cultural Perspectives and Approaches, New York, Human Science Press. Winarno B. 1985, 'The Role of Village Organizations in Rural Development: Analysis of Indonesia Experience', Dissertation, University of Missouri, Columbia. Yuwono Sudarsono, 1980, Politik dan Pembangunan, Jakarta, LP3ES.