TINJAUAN PUSTAKA
Partisipasi Masyarakat Partisipasi adalah turut berperan sertanya seseorang atau masyarakat mulai dari perencanaan sampai dengan laporan di dalam suatu kegiatan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat diartikan sebagai keikutsertaan masyarakat dalam pembangunan, ikut dalam kegiatan pembangunan dan ikut serta memanfaatkan hasil-hasil pembangunan (Slamet, 1986). Secara lebih rinci Slamet (1986) menyatakan partisipasi masyarakat dalam pembangunan adalah ikut memberikan masukan ke dalam pembangunan, yang dapat berupa bantuan tenaga, materi, dana, keahlian, gagasan, alternatif dan keputusan serta mendapat keuntungan atau imbalan dari adanya proses pembangunan dan ikut menikmati hasil pembangunan. Berdasarkan uraian di atas, partisipasi masyarakat dalam pembangunan dapat dibagi dalam lima jenis : 1. Ikut memberikan masukan dalam proses pembangunan, menerima imbalan dan ikut menikmati hasilnya, 2. Ikut memberikan masukan dan menikmati hasilnya, 3. Ikut memberikan masukan dan imbalan tanpa ikut menikmati hasil pembangunan secara langsung, 4. Menikmati hasil pembangunan tanpa ikut memberikan masukan, 5. Memberikan masukan tanpa menerima imbalan dan tidak menikmati hasilnya. Selanjutnya dari lima jenis partisipasi tersebut dapat diambil eksistensi dari partisispasi, yaitu :
Universitas Sumatera Utara
1. Pada suatu partisipasi terdapat adanya kesediaan masyarakat untuk memberikan kontribusi dan melakukan kegiatan untuk mencapai tujuan, 2. Pada partisipasi terkandung didalamnya hal yang akan menguntungkan bagi yang akan berpartisipasi, artinya menyangkut adanya pemuasan akan tercapainya suatu tujuan diri yang berpartisipasi. Slamet (1986) mengemukakan bahwa syarat-syarat yang diperlukan agar masyarakat dapat berpartisipasi dalam pembangunan dapat dikelompokkan dalam tiga golongan : 1. Adanya kesempatan untuk membangun atau ikut dalam pembangunan, 2. Kemampuan untuk memanfaatkan kesempatan itu, dan 3. Adanya kemauan untuk berpartisipasi. Kemampuan untuk berpartisipasi mengandung makna penggunaan terhadap
sejumlah
pengetahuan,
keterampilan
dan
materi
agar
dapat
memanfaatkan kesempatan yang ada. Kemampuan dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, umur, pengetahuan, dan status ekonomi (Keesing, 1999). Kemauan untuk berpartisipasi merupakan reaksi psikis dalam diri manusia, sehingga dapat mendorong seseorang untuk melaksanakan sesuatu sesuai dengan kemampuan dan kesempatan yang ada. Hal ini berhubungan juga dengan aspek sikap yang mendalam pada diri seseorang, bersumber pada emosi dan perasaan. Keadaan ini dipengaruhi oleh daya tarik kegiatan dan kedekatan tempat tinggal (Keesing, 1999).
Universitas Sumatera Utara
Rehabilitasi Hutan dan Lahan Rehabilitasi hutan dan lahan (RHL) merupakan kegiatan bagian dari sistem pengelolaan hutan dan lahan, yang ditempatkan pada kerangka daerah aliran sungai. Rehabilitasi mengambil posisi untuk mengisi kesenjangan ketika sistem budidaya hutan dan lahan, sehingga terjadi deforestasi dan degradasi hutan dan lahan. Rehabilitasi hutan dan lahan dapat diimplementasikan pada semua kawasan hutan kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional (Anonimus, 2003). Rehabilitasi
hutan
dan
lahan
dimaksudkan
untuk
memulihkan,
mempertahankan, dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya dukung, produktifitas dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga kehidupan tetap terjaga. Menurut Anonimus (2003) manfaat rehabilitasi hutan dapat diuraikan sebagai berikut : 1. Rehabilitasi merubah dari lahan yang tidak produktif menjadi suatu ekosistem yang lestari, 2. Rehabilitasi mencegah kerusakan ekosistem di bagian hilir (downstream), 3. Rehabilitasi mencegah tekanan pada hutan primer dengan demikian mengurangi laju deforestasi, 4. Rehabilitasi dapat memfasilitasi keterlibatan masyarakat yang tinggal di sekitar hutan dalam kegiatan penanaman, penyediaan tenaga kerja dan training (fungsi sosial). Rehabilitasi hutan dan lahan diselenggarakan melalui kegiatan reboisasi, penghijauan, pemeliharaan, pengayaan tanaman dan penerapan teknik konservasi
Universitas Sumatera Utara
tanah secara vegetatif dan sipil teknis, pada lahan kritis dan tidak produktif. Reboisasi dan pemeliharaan dilakukan di hutan produksi, hutan lindung, dan atau hutan konservasi kecuali cagar alam dan zona inti taman nasional. Kegiatan penghijauan yang dilakukan meliputi pembangunan hutan hak dan hutan milik, pembangunan usaha kehutanan yang terkait dengan kelestarian hutan, dan pembangunan usaha tani konservasi Daerah Aliran Sungai.
Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN / GN-RHL) Pemerintah
di
tahun
2003
memproklamirkan
Gerakan
Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan atau lebih dikenal dengan sebutan GN-RHL / GERHAN dengan tema Gerakan Nasional Rehabiliati Hutan dan Lahan sebagai Komitmen Bangsa untuk Meningkatkan Kualitas Lingkungan dan Kesejahteraan Rakyat yang akan Diprioritaskan pada Daerah Aliran Sungai (DAS) yang sangat Kritis. GN-RHL yang lahir dari surat Keputusan Bersama Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat, Menteri Koordinator Perekonomian dan Menteri Koordinator Politik dan Keamanan nomor : 09/KEP/MENKO/KESRA/III/2003; KEP.16/M.EKON/03/2003;
KEP.08/
MENKO/POLKAM/III/2003
tentang
Pembentukan Tim Koordinasi Perbaikan Lingkungan melalui Rehabilitasi dan Reboisasi Nasional. Namun hingga akhir 2003, sebuah rencana komprehensif terhadap GN-RHL juga masih belum dihasilkan, bahkan proses perencanaan dari bawah (bottom up) belum juga dilakukan, namun pendanaan untuk GN-RHL mulai diluncurkan, termasuk pengadaan bibit tanaman (Fathoni, 2003). Rehabilitasi dan reboisasi hingga saat ini dipandang sebagai ladang emas baru, setelah ladang emas lainnya di sektor kehutanan, pembalakan hutan menjadi
Universitas Sumatera Utara
perhatian banyak pihak dengan isu illegal logging, sehingga menutup peluang menggali kekayaan hutan. GN-RHL, DAK-DR bahkan rencana pinjaman pemerintah kepada ADB untuk rehabilitasi akan menjadi sebuah arena korupsi dan kolusi baru, karena hingga saat ini belum ada mekanisme yang jelas dan transparan terhadap proses pelaksanaan aktivitas rehabilitasi hutan dan lahan di Indonesia (Anonimus, 2003). Bahkan hingga saat ini belum satu daerahpun di Indonesia yang telah memiliki master plant rehabilitasi hutan dan lahan. Hal ini akan membuat semakin banyak dana yang terbuang sia-sia atas nama perbaikan hutan di Indonesia. Sehingga ke depan bukan tidak mungkin bencana akan semakin sering terjadi, sedangkan uang sudah tidak ada lagi karena telah berhambur secara sia-sia (Anonimus, 2003). Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan telah dicanangkan Presiden Megawati Soekarno Putri pada 21 Januari 2004 di Gunungkidul, Yogyakarta. Sebuah gerakan yang mengawali kegiatan massal rehabilitasi lingkungan yang diharapkan akan terus bergulir paling tidak lima tahun ke depan. Jaminan keberlanjutan program secara politis sudah diperoleh dari DPR maupun turun tangannya Menko Kesra dan bayak menteri lainnya. Kehutanan mendapat suntikan semangat yang tidak boleh disia-siakan dan industri pembibitan tanaman memperoleh peluang besar untuk berkembang. Pemerintah telah berupaya menangani permasalahan di bidang kehutanan antara lain dengan disusunnya Rencana Strategis Kementrian Negara/Lembaga (Renstra-KL) Departemen Kehutanan Tahun 2005-2009, yang akan memberikan arah pembangunan kehutanan periode tersebut. Renstra-KL ini memperhatikan
Universitas Sumatera Utara
lima kebijakan prioritas pembangunan kehutanan 2005-2009 sebagai mana ditetapkan dalam Keputusan Menteri Kehutanan N0. SK. 456/Menhut-VII/2004, yaitu : a. Pemberantasan pencurian kayu di hutan Negara dan perdagangan kayu illegal; b. Revitalisasi sektor kehutanan khususnya sektor kehutanan; c. Rehabilitasi dan konservasi sumberdaya hutan; d. Pemberdayaan ekonomi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan hutan; e. Pemantapan kawasan hutan. (Departemen Kehutanan, 2005). Pada point ke tiga diatas ditetapkan kebijakan tentang rehabilitasi dan konservasi sumberdaya alam, salah satu pelaksanaannya dengan mencanangkan Gerakan Nasional Rehabiliati Hutan dan Lahan (GERHAN-GN-RHL). GN-RHL merupakan gerakan moral secara nasional untuk menanam pohon disetiap kawasan hutan dan lahan kritis, sebagai wujud komitmen bangsa untuk meningkatkan kualitas lingkungan dan kelestarian hutan, serta kesejahteraan rakyat (Departemen Kehutanan, 2005). Dalam pelaksanaan GN-RHL ini keterpaduan antar sektor akan lebih ditonjolkan sehingga program GN-RHL ini bukan hanya menjadi tanggungjawab Departemen Kehutanan saja, tetapi menjadi tanggungjawab bersama dari semua sektor yang terkait. Namun demikian, dalam pelaksanaannya secara teknis Departeman Kehutanan tetap sebagai sektor yang utama (Anonimus, 2003). Melaksanakan rehabilitasi hutan dan lahan pada dasarnya membangun perwilayahan yang akan terkait dengan wilayah DAS, Propinsi, Kabupaten/Kota, dan wilayah kerjanya. Pada wilayah-wilayah tersebut terkait erat dengan aspek
Universitas Sumatera Utara
sosial, ekonomi dan lingkungan yang
harus didukung oleh investasi,
kelembagaan, dan pelaksanaannya harus dilakukan secara terpadu. Atau dengan kata lain, Gerakan Nasional Rehabiliati Hutan dan Lahan perlu memperhatikan dimensi lintas sektor, lintas pelaku RHL dan lintas wilayah. Untuk hal tersebut perlu dibangun sistem GN-RHL yang berlandaskan fungsi manajemen dan unsurunsur manajemennya (Departemen Kehutanan, 2005). Menteri Koordinasi Kesejahteraan Rakyat Aburizal Bakrie mengatakan Keputusan Presiden sebagai payung hukum sangat diperlukan untuk dapat mempercepat gerakan nasional rehabilitasi hutan dan lahan kritis yang luasnya dari tahun ke tahun terus meningkat. Dalam konfrensi pers dikantornya di Jakarta, Senin (22/1) usai memimpin rapat koordinasi tentang Gerakan Nasional Rehabiliati Hutan dan Lahan (GERHAN/GN-RHL), Aburizal menjelaskan bahwa hasil yang sudah di capai di tahun 2006 masih sangat rendah (dari tahun 2003 sampai 2006, target hutan dan lahan yang hendah direhabilitasi adalah sekitar 9.6 juta hektar, tapi hasil yang baru dicapai hanya sekitar 3 juta hektar) dan karena itu di tahun 2007 gerakan rehabilitasi hutan dan lahan harus lebih diintensifkan dan dipercepat. Tanpa harus mengatakan siapa yang salah, marilah kita menyingkirkan segala persepsi dan anggapan negatif dari program ini. Yang utama, marilah kita bekerja secara multipihak, karena bagaimanapun GN-RHL ini adalah gerakan rakyat, buka proyek pemerintah seperti tahun-tahun sebelumnya yang selalu memakai prosedur standar top down (Fathoni, 2004). Sampai lima tahun ke depan program GN-RHL akan difasilitasi oleh pemerintah, selanjutnya masyarakat dan pihak swasta diharapkan secara suka rela
Universitas Sumatera Utara
dan swadaya mau melakukan rehabilitasi hutan dan lahan di daerah masingmasing. Dengan demikian, GN-RHL akan tumbuh menjadi kesadaran seluruh komponen masyarakat untuk mengembalikan dan meningkatkan fungsi hutan dan lingkungan (Fathoni, 2004)
Universitas Sumatera Utara