Spirit Publik Volume 9, Nomor 1 Halaman: 111 - 134
ISSN. 1907 - 0489 Oktober 2014
Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah Non-Meritocracy Factors that Influence Determination of Job Promotion Strategy at Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD). Sonhaji dan Budiarjo Jurusan Ilmu Administrasi FISIP Universitas Sebelas Maret Surakarta ( Diterima tanggal 13 Maret 2014 , disetujui 8 April 2014)
ABSTRACT This report is a research report on how to determine a job promotion at SKPD, the study sites were Surakarta Municipal and Boyolali District. Badan Kepegawaian Daerah (BKD) is the department responsible for staff development at both areas, and therefore the location of this study is limited to be conducted at the office of BKD. This research was a descriptivequalitative study; Key Informants were the officials in both agencies who are familiar and dealing with the various and specific aspect of job promotion at BKD. The data obtained were validated by other sources who also having a good understanding related to job promotion at SKPD. Data were colected using interviews, observations, and the documents related to the research object. The data then was analyzed using the qualitative methods. The results of this study were as follows: 1) the job promotions on SKPD in both Surakarta and Boyolali have been normatively implemented based on the laws and regulations, 2) the final determinant of the electoral process proposed by Baperjakat became the authority of Pejabat Pengguna Kepegawaian (PPK) which was the mayor of Surakarta and Boyolali. 3) It were found the over authority of the municipal or district in finalizing the selected prospective officers, it was also often leading to an excessive use of authority, 4) the excessive authority of Surakarta Mayor in the job promotion of SKPD was performed in order to fullfill the Vision and Mission promoted during the Pilkada, thus for a certain SKPD, the mayor has the authority to determine his/her candidates to be promoted Baperjakat Surakarta Municipal, 5) The job promotion at SKPD in Boyolali district, argued with biases interests and as a result the data and information from Baperjakat of Boyolali was often ignored by local leaders in determining job promotions at SKPD; 6) It was on a public opinion that there were an extra invisible power outside the local government system that influence the process of job promotion at SKPD in Boyolali district, hence it was found some officials who has not matched with the criteria of their responsible position. Key Words: Job Promotion, Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD), Head of District/Municipal.
111
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
A. Pendahuluan perubahan
Latar Belakang Masalah Perkembangan
Sistem
tata
kelola
pemerintahan
daerah yang lebih signifikan.
Pemerintahan di Indonesia mengalami
Berkaitan dengan perubahan tata
dinamikanya tersendiri, hal ini bisa dilihat
kelola pemerintahan daerah ini, terdapat
dari
transformasi
satu permasalahan yang cukup krusial
politik pada era Reformasi ini telah
yakni tentang masalah pengisian jabatan
merubah
publik
bagaimana
proses
perimbangan
yang
sangat
di
daerah,
maka
dengan
signifikan, antara konstelasi pada era
diundangkannya Undang-Undang No. 32
kekuasaan politik rejim Orde Baru yang
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah,
demikian condong pada pemberatan ruang
pengisian jabatan publik pada birokrasi
eksekutif
pemerintahan
(Executive
mengabaikan
Heavy),
ruang-ruang
lain
yang yakni
di
daerah
menjadi
kewenangan dari pemerintah daerah yang
legislatif dan yudikatif (lihat konsep Trias
bersangkutan
Politika Montesquieu) bahkan juga peran
Untuk mengatur pelaksanaan hal tersebut
serta kekuatan politik di luar negara
telah
NGO’s
Pemerintah
(Non-Govermental
untuk
dilakukan (PP),
menentukannya.
dengan
Peraturan
yakni
Peraturan
Organizations) menuju pemberatan pada
Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang
ruang Legislatif (Legislative Heavy) (
Pedoman
Afan Gaffar, 2004).
Daerah;
Pada aras pemerintahan lokal, juga terjadi fenomena yang hampir sama, apalagi
jika
dilihat
pada
permasalahan otonomi daerah
dinamika maka
perubahan undang-undang pemerintahan daerah dari Undang-Undang No. 5 Tahun 1974 tentang Pemerintahan di daerah, digantikan dengan Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 yang kemudian diperbaiki dengan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 telah membawa kepada sejumlah
Organisasi namun
cukup memberikan menyeluruh pengendalian
bagi
Perangkat
dikarenakan
belum
pedoman
yang
penyusunan
dan
organisasi
perangkat
daerah yang dapat menangani seluruh urusan
pemerintahan, maka Peraturan
Pemerintah Nomor 8 ini lantas diganti dengan Peraturan Pemerintah yang lebih baru yakni Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 yang kemudian oleh Daerah
ditindak
lanjuti
dengan
mengeluarkan Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur tentang Susunan dan Tatakerja Organisasi di Daerah yang
112
Sonhaji, Budiarjo : Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
sering dikenal sebagai SOT (Susunan
kepentingan politik baik oleh pimpinan
Organisasi dan Tatakerja).
daerah
Pada
saat
penentuan susunan
apakah
itu
Bupati/Walikota
maupun wakilnya. Intervensi juga datang
organisasi dan tatakerjanya di daerah
dari
telah muncul tarik menarik kepentingan,
kapasitas sebagai lembaga, namun juga
lebih-lebih dengan berkuasanya lembaga
lebih sering mewakili kepentingan para
perwakilan di daerah. Hal ini kelak juga
anggota dewan untuk bisa memiliki
akan
pengisian
kepanjangan tangan mereka di lingkungan
jabatan- jabatan publik bagi para pejabat
eksekutif daerah, yang tujuannya tentu
di daerah ketika susunan organisasi dan
bagi
tatakerjanya sudah diperdakan,
maka
kelompok mereka (Vested Interest); dan
seringkali muncul kepentingan partai-
juga dari partai politik yang dominan di
partai politik tertentu di daerah untuk
daerah dalam rangka sebagai penopang
mendudukan pejabat-pejabat daerah yang
bagi keberlangsungan partai politik yang
memiliki afiliasi
maupun identifikasi
bersangkutan.
dengan partainya pada jabatan-jabatan
permasalahan
publik tertentu, khususnya yang memiliki
dilakukan.
bermuara
pada
saat
legislatif
daerah
kepentingan
bukan
pribadi
Berlatar inilah
dalam
dan
atau
belakang
penelitian
ini
nilai strategis baik dari kepentingan B. Studi Pustaka
politik maupun kepentingan ekonomi. Pengkajian ini pernah peneliti lakukan
Penelitian
dan
kajian
terhadap
dengan melakukan penelitian eksploratif
proses
beberapa waktu yang lalu di kedua
telah banyak dilakukan dengan pelbagai
daerah
macam perspektif yang dipergunakan,
penelitian
tersebut
(Sonhaji,
2008 dan 2011) Pada sekarang
mulai dari perspektif politik, ekonomi,
kondisi ini
kecenderungan
implementasi Otonomi Daerah
semacam sering
administrasi dan kebudayaan.
muncul
Beberapa
penelitian
dimaksud
pertimbangan
antara lain seperti penelitian Masyhuri
diluar faktor meritokrasi antara lain
dan kawan-kawan, tentang Kebijakan
prestasi
yang
Pengembangan Ekonomi Daerah dalam
dipersyaratkan oleh organisasi birokrasi,
Era Otonomi (P2E LIPI, 2005), penelitian
yang seharusnya menjadi kewenangan
tentang
eksekutif melalui lembaga Baperjakat
terhadap Kesejahteraan Masyarakat di
sering
Kota Binjai (Melia Sinaga, Skripsi FE-
dan
bahwa
inilah,
karir
diintervensi
sebagai
kepentingan-
Dampak
Otonomi
Daerah
113
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
USU Medan, tidak dipublikasikan, 2011):
Kabupaten
dan penelitian Potret Belanja Pendidikan
Laporan Penelitian Tidak diterbitkan) dan
di Era Otonomi daerah, (Nurkolis, 2011);
penelitian
yang menggunakan perspektif ekonomi
Sumberdaya
sebagai
Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah
pendekatannya;
Penggunaan
Kabupaten
juga
Laporan
penelitian
dilakukan seperti
oleh
beberapa
penelitian
tentang
2008,
tentang
perspektif adsministrasi dan kebudayan telah
Boyolali,
(UNS-
Pengembangan
Aparatur
Boyolali,
Pemerintaha
2011,
(UNS-
Penelitian
Belum
dipublikasikan.)
kesemuanya
Otonomi Daerah dan Desentralisasi Desa
mempergunakan perspektif politik dalam
:
kajian- kajiannya.
Upaya
Desa
Pemberdayaan Masyarakat
dalam
Daerah,(Andi
Pelaksanaan Ya’kub
Otonomi
dan
kawan-
kawan, 2008), dan penelitian tentang
Perkembangan Birokrasi Pemerintah di Indonesia
Problematika Penyelenggaraan Pemilihan
Birokrasi dewasa ini telah tumbuh
Umum
Kepala
Penyelenggaraan
daerah
dalam
Otonomi
Daerah
menjadi salah satu organisasi vital yang eksistensinya
sangat
mewarnai
(Nirahua Salmon EM, Jurnal Konst itusi
modernitas kehidupan manusia, baik yang
Vol 2 No.2 November 2010). Kesemua
berdiam pada
penelitian tersebut di muka tidak secara
maupun
khusus
Bagi
mengkaji
bagaimana
kaitan
negara-negara
negara-negara negara
maju
berkembang.
maju posisi
birokrasi
otonomi daerah dengan permasalahan
dalam
promosi jabatan di daerah dalam rangka
jelas, karena ia merupakan instrumen
otonomi daerah, belum adanya kajian ini
bagi
secara komprehensif mendorong peneliti
publik;
untuk meneliti permasalahan ini sembari
berkembang posisi birokrasi tidak hanya
menawarkan alternatif intervensi program
merupakan
sebagai solusinya, mengingat selama ini
kebijakan publik saja, lebih daripada itu
dengan secara parsial peneliti baru bisa
birokrasi merupakan perumus kebijakan
menggunakan perspektif politik untuk
itu sendiri.
struktur kenegaraan sangatlah
implementasi namun
sebuah bagi
alat
kebijakan
negara-negara
bagi
pelaksanaan
meneliti permasalahan promosi jabatan. Penelitian
yang
pernah
peneliti yakni tentang Faktor Dominan dalam Menentukan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Pemerintah Daerah di 114
Potret birokrasi semacam itu juga
dilakukan
terlihat dalam sejarah kinerja birokrasi di Indonesia, sampai hari ini birokrasi masih
dihadapkan
pada
masalah-
Sonhaji, Budiarjo : Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
masalah yang dilematis, antara pilihan
ekonomi
sebagai abdi pelayanan masyarakat atau
dalam keterlibatan mereka pada pelbagai
abdi penguasa politik (Elit); kajian-kajian
regulasi dan pengendalian
terdahulu seperti dilakukan oleh Lidlle
jalannya
(1990), Karl D. Jackson (1978), Crouch (
atau
1986)
Mas’ud disebut
dan
Robison
menyimpulkan
(1981)
bahwa
birokrasi
Indonesia
secara
kultural
struktural
masih
dihadapkan
pelbagai
masalah,
dari
patrimonialisme, korporatisme
telah
mulai
yang
dalam bahasanya Mohtar
menjadi tidak jelas, apakah dia merupakan institusi modern ataukah masih tradisional, karena pada dasarnya terjadi apa yang dalam istilah Boeke disebut sebagai dualisme, .dalam hal ini dualisme wajah birokrasi; karena disatu pihak Birokrasi sebuah
introduksi
kemodernan, dari struktur, tugas, fungsi, fasilitas dan penunjang yang disediakan; namun di pihak lain warisan nilai-nilai lama, dalam bentuk tradisi dan budaya birokrasi yang bersifat feodalistik dan masih
sangat
pada
periodisasi paska 1998, dimana gerakan reformasi
politik
telah
membawa
Sampai pada penghujung tahun 1997, kondisi birokrasi di Indonesia telah kekuatan
organisasi yang dominan, baik secara
baik
nasional
maupun
daerah. Hal yang sangat menonjol yang juga
menjawab
tuntutan
gerakan
reformasi adalah dilakukan perubahan manajemen dahulunya menuju
pemerintahan lebih
dari
yang
bersifat
sentralistik,
penyelenggaraan
manajemen
pemerintahan yang desentralistik dengan pelaksanaan otonomi daerah yang lebih nyata, yakni dengan diundangkannya UU No. 22 tahun 1999 yang kemudian diperbaiki dengan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah. Melalui pemberlakuan dua UU pemerintahan penataan,
daerah
tersebut,
maka
penyelenggaraan organisasi
pemerintah
menonjol.
satu-satunya
yang bersifat
berarti khususnya pada aras manajemen
akhirnya membawa birokrasi Indonesia
jadi
gejala
Perubahan menarik terjadi
pemerintahan
patrimonialismenya
pemerintahan,
kepada
sampai
adalah
terhadap
kepada sejumlah perubahan yang cukup
Kondisi semacam inilah yang
tumbuh
manajemen
khususnya
sentralisme,
otoritarianisme.
Indonesia
politik,
omnipoten (1994).
maupun pada
maupun
Pemerintahan
daerah Daerah)
(Birokrasi sekarang
diserahkan pengaturannya kepada daerah, dimana daerah diperbolehkan mengatur dan menata struktur, tugas dan fungsi, 115
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
sekaligus
rekrutmen
manusianya organisasi
sumberdaya
sebagai birokrasi
penyelenggara pemerintahan
di
hampir
seluruh
sendi
kehidupan
birokrasi berada dibawah kontrol dua kekuatan politik riil tersebut. Bahkan
daerah.
kemudian muncul konseptualisasi dari
Birokrasi Versus Intervensi Politik
apa
Perombakan
jajaran
aparatus
yang
disebut
sebagai
Politisasi
Birokrasi. Memasuki peralihan menuju
pemerintahan merupakan bagian yang
era
tidak terpisahkan dari reformasi birokrasi
kembali munculnya sistem multi partai
(Kompas, Maret 2005). Nilai terpenting
(lihat Duverger, 1960) intervensi politik
yang mestinya
polisentris dalam artian tidak monolitis
dengan
diperhatikan
pernyataan
berkaitan
tersebut
adalah
reformasi
seperti
pada
yang
saat
ditandai dengan
berlangsungnya
netralitas birokrasi (Palmer, 1989), dalam
kekuasaan orde baru, lebih terpencar pada
arti siapapun sebagai pemimpin (politik)
beberapa kekuatan partai politik besar,
apakah
meskipun secara substansial sebenarnya
Presiden,
maupun
Gubernur,
Walikota,
Bupati
birokrasi
harus
intinya
sama
saja,
memanfaatkan
memberikan pelayanan yang kalis dari
birokrasi untuk kepentingan partai (Eko
kepentingan-kepentingan politik.
Prasojo, 2005)
Intervensi politik terhadap kinerja
Seharusnya dalam penyusunan dan
dan kehidupan birokrasi di Indonesia
pengisian jabatan-jabatan publik harus
telah berlangsung dan memiliki catatan
didasarkan pada kontrak kerja, dalam
sejarah yang panjang. Dimulai paska
konteks
kemerdekaan
betapa
Bupati maupun Walikota yang terpilih
yang
karena proses pemilihan secara langsung
birokrasi
oleh rakyat di daerahnya memegang
demikian intim sekali, sehingga seringkali
kontrak politik dengan warga masyarakat
terlihat kalau pimpinan suatu birokrasi
(rakyat) di daerah mereka masing-masing,
pemerintahan
partai
sejalan dengan hal tersebut maka pejabat-
politik tertentu maka hampir sebagian
pejabat publik yang diangkat oleh Bupati
para pegawai berafiliasi dengan partai
maupun Walikota juga memiliki kontrak
pimpinan
pemerintahan
kerja antara mereka sebagai refleksi dari
dimaksud. Pada era Orde Baru dengan
kontrak kerja politik pimpinan daerah
corak sistem politiknya
dengan
dimana
terlihat
hubungan antara partai politik berkuasa
dengan
performa
adalah
aparatus
tokoh
yang sangat
ini
untuk
Kepala
Daerah
rakyatnya. Sehingga dalam
monolitik dimana rejim berada dalam
penentuan siapa pejabat publik yang akan
kekuasaan Golkar dan
direkrut jadi pejabat dalam menduduki
116
ABRI,
maka
Sonhaji, Budiarjo : Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
jabatan pada masing-masing satuan kerja
memahami data tentang permasalahan
harus
promosi
benar-benar
dapat
jabatan
di lingkungan Satuan
dipertanggungjawabkan
secara
Kerja Pemerintah Daerah Kota Surakarta
profesional
bukan
dan Kabupaten Boyolali.
politik
Teknik Pengumpulan Data
dan
administratif,
semata-mata
kepentingan
pemegang kekuasaan yang berada dalam kontrol partai politik.
Untuk mendapatkan data, maka telah dipergunakan beberapa teknik pengumpulan
C. Metode Penelitian
data
yang
biasanya
dipergunakan dalam penelitian sosial. Teknik
Lokasi Peneliti Penelitian
ini
telah
dilakukan
pada dua daerah di bekas Karesidenan Surakarta,
yakni
Kabupaten
Kota
Surakarta
Boyolali,
dan
pertimbangan
dipilihnya kedua daerah tersebut sebagai lokasi penelitian lebih dikarenakan setting kepemimpinan daerah yang
berbeda.
Mengingat data yang diperlukan berada pada kewenangan salah satu SKPD yakni Badan Kepegawaian Daerah (BKD) , maka pengumpulan data diutamakan pada badan
penelitian
jenis
yang
mempergunakan diskriptif
untuk telah
rancangan
kualitatif
menggunakan
ini
penelitian
kualitatif, sementara penelitian
teknik
yaitu
termasuk diskriptifrancangan dilakukan penelitian dengan
penyamplingan
yang bersifat Purposive Sampling, (Noeng Muhajir, 1992) yakni dengan mengambil beberapa
informan
yang
1.
Mempergunakan
teknik
wawancara mendalam terhadap para
informan kunci terpilih
yang
merupakan
Pejabat
di
masing-masing
satuan
terpilih
masing-masing
di
daerah.
Teknik
dipergunakan
yang
dapat
sebagai Techniques
kerja
disebut of
Elite
Interviewing, yang terdiri dari macam
cara
yakni
Interviews for the opinions of
Tipe dan Rancangan Tipe
data
dipergunakan meliputi :
dua
tersebut.
kedalam
pengumpulan
kunci
yang
leader yaitu sejumlah pendapat yang digali dari para pejabat publik tersebut dan Documentary interviews of leader berupa apa yang diketahui oleh para pejabat publik tersebut, dalam penelitian ini
maka
berkompeten Mutasi
pada
pejabat adalah
yang Bidang
masing-masing
BKD 117
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
kemudian dapat 2.
Mempergunakan dokumentasi,
teknik
yakni
dengan
kerja seperti yang disarankan oleh data (Lexi J. Moleong, 1994).
kembali mengkaji semua data terkait
yang
terdapat
pada
masing-masing BKD di
Kota
Surakarta Boyolali
dan
Kabupaten
khususnya
tentang
proses
promosi
bagaimana
jabatan SKPD di kedua daerah
Terhadap data yang telah berhasil dikumpulkan , maka dilakukan analisis data dengan mempergunakan beberapa langkah prosedural analisis sebagaimana lazimnya yang sering dipakai dalam penelitian kualitatif, yakni : 1. Penelaahan seluruh data yang
penelitian telah diselenggarakan selama ini. Validitas Data
Triangulasi Data, dalam penelitian ini
keabsahan
dikumpulkan,
dari
hasil
baik
wawancara
,
yang diperoleh selama dan di
telah didapatkan, maka dipergunakan Uji
akan
berhasil
dokumentasi maupun observasi ;
Guna menguji keabsahan data yang
peneliti
dirumuskan hipotesis
mempergunakan
data
berdasarkan
lokasi penelitian; 2.
uji
data
yang
informan-informan lain yang dipandang bisa memberikan keabsahan data, dalam penelitian ini telah dilakukan terhadap beberapa pegawai senior dan beberapa anggota dewan dan tokoh masyarakat di kedua daerah tersebut. Teknik Analisis Data
rangkuman
pokok
mengorganisasikan dan mengurutkan data
dan
prosesnya; 3.
Selanjutnya penyusunan (unityzing), menguraikan
dilakukan satuan-satuan dengan
cara
data
yang
ditemukan ke dalam unit-unit analisis
berdasarkan
pengelompokannya; 4. Pembuatan kategorisasi terhadap satuan-satuan data
Analisis data merupakan proses
adalah
cara abstraksi, yakni membuat
sudah
diperoleh dengan data yang berasal dari
berikutnya
melakukan reduksi data dengan
pada
penggunaan sumber data; yakni dengan mengkonfirmasikan
Prosedur
yang
ada
berdasarkan kategori yang akan ditentukan dalam penelitian ini;
ke dalam pola, kategori, dan satuan uraian dasar, sehingga dapat ditemukan tema dan
5. Berikutnya setelah semua data berhasil
118
dikategorisasikan,
Sonhaji, Budiarjo : Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
dilakukan
pemeriksaan
Jawaban
hampir
sama
keabsahan data, apakah data
disampaikan oleh informan kunci dari
tersebut
tidak
Boyolali, tentang frekwensi kegiatan
dengan mempergunakan teknik
mutasi dan promosi ini, disampaikan
triangulasi data;
bahwa:
6.
valid
Langkah
dengan
atau
terakhir
melakukan
penafsiran
mencoba
“…di Kabupaten Boyolali selama kepemimpinan Bupati yang baru telah terjadi 5 kali kegiatan mutasi dan promosi jabatan dalam setahun, dan kegiatan ini dikarenakan untuk pengisian rutin”
adalah data,
melakukan
interpretasi data tersebut sesuai dengan tujuan penelitian. Agar diperoleh hasil analisis yang memadai maka proses penafsiran data akan didasarkan pada kualitas pribadi peneliti, dalam arti bagaimana seorang peneliti melihat
hubungan-hubungan
yang
membentuk
kesan
yang
ada,
serta
yang
Selanjutnya mengenai kualitas dari kegiatan mutasi dan promosi itu sendiri untuk Pemerintah Kota Surakarta, diakui oleh Informan Kunci bahwa :
kesan-
“ ….untuk awal kepemimpinan Walikota Joko Widodo agak banyak dilakukan mutasi dan promosi jabatan… dalam jumlah yang besar, melibatkan banyak pejabat yang dimutasi dan dipromosikan.” (Hasil wawancara dengan Informan Kunci dan Pembanding)
akurat berdasarkan pada
logika, pertimbangan, wawasan, imajinasi atau intuisi dari peneliti. D. Hasil Penelitian dan Pembahasan 1. Frekwensi dan Alasan Promosi Jabatan
Untuk Kota Surakarta dari hasil wawancara
yang
telah
dilakukan
didapat informasi bahwa : “Belum ada aturan baku di sini, namun semua tergantung kepada kebutuhan daerah, untuk normalnya di Pemkot Surakarta dalam satu tahun 4 sampai 5 kali terjadi kegiatan mutasi dan promosi, dengan demikian berkisar antara 3 bulanan, dan ini juga berkait dengan kekosongan formasi” (Hasil wawancara dengan Informan Kunci)
Sedangkan untuk Kabupaten Boyolali, dinyatakan oleh Informan Kunci Bahwa: “ Setelah disusun SOTK baru pada tanggal 31 Desember 2011, terjadi mutasi besarbesaran”. Sementara
alasan
dilakukannya
mutasi dan promosi jabatan, baik yang terjadi pada pemerintah Kota Surakarta maupun
Kabupaten
Boyolali
lebih
disebabkan karena kekosongan formasi 119
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
kesempatan selanjutnya Walikota akan menentukan siapa dari 3 calon tersebut yang akan dipilihnya” (Hasil wawancara dengan Informan Kunci).
jabatan atau untuk pengisian jabatan secara rutin (Sumber informan kunci). 2.
Persyaratan Normatif Proses
menurut
promosi
aturan
melibatkan
jabatan
SKPD
perundangan-undangan
sebuah
lembaga
Sementara
untuk
Kabupaten
Badan
Boyolali, disampaikan bahwa seseorang
Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan
untuk dapat diajukan sebagai pimpinan
(Baperjakat), secara umum badan ini
SKPD harus memenuhi persyaratan antara
bertugas menggodok siapa pegawai yang
lain :
layak untuk dipilih pimpinan daerah
1. pernah 2 (dua) kali menduduki
sebagai pejabat di daerah tersebut.
jabatan
Kota
Surakarta
Kantor, Sekretaris Badan
dengan
2. Pangkat IVB dan bisa diturunkan
Kabupaten Boyolali, di Kota Surakarta menurut
sumber
kunci
IVa
didapatkan
3. Sudah pernah mengikuti Diklatpim
informasi bahwa : “….didahului dengan tahap penyiapan dengan melakukan penilaian terhadap pegawai yang telah memenuhi kepangkatan, proses penilaian ini melibatkan Kepala SKPD untuk dimintai masukan siapa-siapa pegawai di kantornya yang secara kepangkatan memenuhi dan layak untuk dipromosikan, di sini keterlibatan Kepala SKPD sebagai narasumber….kemudian hasil pembahasan di BKD ini diajukan ke Baperjakat untuk diproses lebih lanjut, dalam sidang draft awal; dari sidang ini diajukan 3 nama calon untuk menduduki jabatan Kepala SKPD yang dibutuhkan ke pada Walikota, kemudian Walikota akan melakukan proses finalisasi dengan meminta Baperjakat mempresentasikan ke 3 calon tersebut, baru nanti dalam 120
yang
semisal Kepala Bidang, Kepala
Lembaga
Teknis Daerah (LTD) berbeda antara pemerintah
III
berbeda, eselon III disini antara
Proses promosi jabatan bagi pejabat di lingkungan SKPD atau
Eselon
4.
Pendidikan
formal
minimal
S1. (Hasil wawancara dengan Informan
Kunci).
(Hasil
wawancara dengan Informan Kunci). 3. Kepentingan politik. Diperoleh
jawaban
dari
para
informan kunci baik Kota Surakarta maupun Kabupaten tidak
ada
intervensi
Boyolali yang
bahwa berkaitan
dengan penentuan Kepala SKPD, yang terkait
dengan
kepentingan
Politik
(Rangkuman Hasil wawancara dengan Informan Kunci). Meskipun data dari Informan Pembanding justru menyatakan sebaliknya bahwa ada keterkaitan antara
Sonhaji, Budiarjo : Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kepentingan Politik
dengan
Promosi
(Rangkuman Hasil wawancara dengan Informan Kunci).
Jabatan sejumlah Pimpinan SKPD. Informasi dari Informan Kunci di Surakarta mengatakan bahwa: “… kalau yang dimaksudkan dengan kepentingan politik itu sebatas kepentingan untuk mensukseskan Visi dan Misi Walikota seperti yang pernah dicanangkan dalam kampanye Pilkada sebelumnya, Walikota dalam masa-masa kepemimpinan awalnya menentukan siapa-siapa yang dipandang pantas untuk mengemban kepemimpinan di beberapa SKPD, seperti Dinas Pariwisata, Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan dan DKP; Termasuk dalam periode kepemimpinan pertama Walikota yang sempat mengangkat Kepala Dinas Pasar yang kemudian menjadi polemik publik, karena pengangkatan tersebut terkesan dipaksakan, namun sebenarnya secara administratif bisa dibenarkan, meskipun syarat kepangkatannya diturunkan satu tingkat. (Rangkuman Hasil wawancara dengan Informan Kunci).
4. Kepentingan Kekerabatan
Keterkaitan kekerabatan
faktor
dengan
kepentingan
promosi
jabatan
didapatkan jawaban yang sama untuk ke dua daerah penelitian, bahwa di Kota Surakarta maupun Kabupaten Boyolali tidak
dijunpai
adanya
pengangkatan
untuk promosi jabatan yang bisa diduga memiliki keterkaitan dengan hubungan kekerabatan antara pimpinan pemerintah daerah
dengan
pimpinan
SKPD.
Sementara ada informasi dari Informan Pembanding yang berbeda, bahwa dia menengarai
adanya
pejabat
yang
memiliki hubungan dengan pimpinan daerah. 5. Kepentingan Ekonomi. Sedangkan untuk faktor kepentingan ekonomi,
para
informan kunci juga
memberikan jawaban yang sama bahwa Sementara untuk Kabupaten Boyolali disampaikan oleh Informan Kunci bahwa :
dalam promosi jabatan untuk pimpinan SKPD
tidak
ditemukan
adanya
pertimbangan kepentingan ekonomi yang “…pernah terjadi beberapa kali Bupati tidak menerima usulan nama-nama yang diajukan Baperjakat, kemudian diproses lagi untuk diajukan draft baru lagi ke Bupati; namun sekarang ditempuh prosedur baru dengan mengadakan pembicaran terlebih dahulu antara Bupati dengan baperjakat, sehingga sekarang tidak pernah lagi terjadi penolakan oleh Bupati.
dipergunakan
baik
Surakarta
maupun
bahkan
untuk
dimaksudkan pimpinan
oleh
Walikota
Bupati
Boyolali,
kepentingan dengan
SKPD
yang
menjadikan
sebagai
ATM
(Anjungan Tunai Mandiri) bagi Walikota maupun Bupati guna membiayai sejumlah aktivitas mereka. 121
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
melakukan mutasi dalam jumlah besar. “Saya
Pembahasan
tidak
paham
strategi
yang
Berdasarkan hasil penelitian yang
diterapkan Bupati. Terlebih mutasi itu
didapatkan dalam penelitian ini, maka
menempatkan orang tidak sesuai dengan
akan dibahas semua data tersebut dengan
bidangnya. Alhasil, yang jadi korban
mendasarkan
adalah
pada
kekuatan
analisis
bentuk
pelayanan
terhadap
peneliti, diperkuat dengan pembandingan
masyarakat,” terangnya (Solopos.com, 10
atas
juga
Agustus 2011 17:14 WIB). Bahkan reaksi
akan
ini tidak hanya muncul di kalangan
data
pembanding
didapatkan,
yang
yang
semuanya
dipaparkan dalam pembahasan berikut.
dewan saja, masyarakat luas pun juga
1. Frekwensi dan Alasan Promosi Jabatan
bersikap
Mengenai
Frekwensi
dengan
Pengaduan
membentuk
Peduli
Mutasi
Pos dan
dilakukannya Promosi Jabatan pada level
Pembangunan Boyolali, dipimpin oleh
pimpinan SKPD,
pada
Imam Suhadi, yang dideklarasikan 1
Surakarta
Feberuari 2012, dimana maksud dan
pemerintah maupun
ternyata
daerah
baik
Kota
diakui
tujuan pendirian Pos Pengaduan ini
pimpinan
merupakan respon dari kondisi Tata
daerah yang baru, seringkali dilakukan
Kelola Pemkab Boyolali yang dinilai
penggantian dan promosi jabatan, diduga
menghawatirkan,
hal ini terkait
Mei
pada
Kabupaten Boyolali, awal
pemerintahan
dengan pembentukan
Sawitr
(JIBI/SOLOPOS/Yus
2-2-2012).
Pernyataan
struktur organisasi dan tatakerja aparatus
senada juga disampaikan oleh ketua
pemerintahan
Lembaga
pimpinan
daerah,
daerah;
dan
kehendak
disamping
Penelitian
dan Pengabdian
faktor
Masyarakat (LPPM) Universita Boyolali
adanya kekosongan jabatan di SKPD
yang mengkritik pedas mutasi yang
bersangkutan; namun untuk pemerintah
dilakukan terus menerus oleh Pemkab
daerah Kabupaten Boyolali mutasi dan
Boyolali. “Mutasi kali semakin membuat
sekaligus promosi yang sering dilakukan
profesionalisme
ini menimbulkan reaksi publik yang cukup
(PNS) jauh panggang dari api,” katanya.
keras.
Wakil
Ketua
Thontowi
Jauhari
kebijakan
bupati
122
negeri
sipil
Terlepas apakah promosi jabatan Reaksi dimaksud misalnya datang
dari
pegawai
DPRD untuk yang
Boyolali mengkritik kembali
tersebut
untuk
mengisi
kekosongan
jabatan yang ada, dan atau untuk alasan yang
lain,
sering
ditemukan
kecenderungan bahwa ketika seseorang telah ditetapkan menjadi pimpinan daerah
Sonhaji, Budiarjo : Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
baru di suatu daerah timbul kehendak
kepada pimpinan daerah untuk dipilih
untuk merubah posisi-posisi pejabat di
salah
lingkungan SKPD, meskipun kemudian
diajukan Baperjakat;
apologi
yang
dimunculkan
satu
selalu
dari
daftar
Berdasarkan
ajuan yang
pada
data
yang
bersifat klasik dan klise untuk mengisi
diperoleh dari Informan Kunci penelitian
kekosongan jabatan karena pejabat lama
ini, maka
telah pensiun atau meninggal dunia;
promosi
jabatan
namun tingkat frekwensi yang tinggi
pimpinan
SKPD dilakukan sepenuhnya
dalam kebijakan mutasi dan promosi
berdasarkan aturan normatif yang ada,
jabatan ini sering menimbulkan dugaan
namun berdasarkan informasi lain yang
negatif,
faktor-faktor
didapat, maka ada beberapa promosi
seringkali dugaan-
jabatan yang bisa diduga keluar dari
tentang
penyebabnya, dugaan
itu
dan
mengarah
semua yang
kegiatan menyangkut
faktor
aturan yang ada, semisal pada penetapan
Vested Interest Pimpinan Daerah yang
Kepala Dinas Pasar di Kota Surakarta
baru saja dilantik, karena berhubungan
dimana
dengan kepentingan politik, ekonomi dan
tetap
pemeliharaan
mempertahankan
status
kepada
untuk
quo
bagi
kepemimpinannya.
dalam
dewan
pimpinan
SKPD
promosi di
pimpinan Daerah untuk keputusannya,
suara
sebagian
perwakilan
anggota
rakyat
daerah
(DPRD) dan tokoh masyarakat mengkritisi Persyaratan
penentuan
itu
bersikeras
meskipun
2. Persyaratan Normatif Faktor
waktu
kedua
Normatif
keputusan dimaksud, apakah tidak ada
jabatan
pejabat lain yang bisa dipilih untuk
daerah
mengemban
tugas
tersebut,
mengapa
penelitian relatif hampir sama secara
keputusan tersebut terkesan dipaksakan,
substansial, artinya prosedurnya dimulai
sementara Pemerintah Kota berpegang
dari Badan Kepegawaian Daerah yang
pada keyakinan persoalan kepangkatan
melihat adanya kebutuhan untuk adanya
bisa diturunkan satu tingkat. Sedangkan
pengisian
untuk
jabatan,
kemudian
Boyolali
keputusan
pimpinan
ditindaklanjuti dengan penyusunan calon-
daerah untuk melakukan sejunlah mutasi
calon
dan
pejabat
yang
bersangkutan
promosi
dinilai
oleh
kalangan
berdasarkan Daftar Urut Kepangkatan
anggota DPRD Boyolali dan Tokoh-
(DUK) yang akan dijadikan dasar bagi
tokoh
Baperjakat untuk menyusun mereka yang
kurang baik,
ternominasikan, yang kemudian diajukan
Iman Suhadi yang telah membeberkan
masyarakat
sebagai
hal
yang
seperti halnya penilaian 123
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
dari data yang dihimpun, mutasi di Kota
prosedural, tetapi perasaan publik (Public
Susu telah mengabaikan UU No8/1974
Feeling) seringkali lebih tajam dalam
tentang Pokok-pokok Kepegawaian yang
merasakan adanya sesuatu yang
telah diubah menjadi UU No 43/1999.
prosedural, lebih-lebih bahwa pemerintah
Mutasi
daerah
dinilai
pertimbangan
tidak
berdasarkan
proporsional
dan
sekarang
ini
tidak
juga
harus
mengelola Sumber Daya Manusia (SDM)
profesional, sehingga memicu keresahan
yang
di kalangan PNS. Apalagi, lanjut Imam,
misalnya di bidang pendidikan, artinya
disinyalir ada indikasi praktik jual beli
seorang yang berprofesi guru maka harus
jabatan, (JIBI/SOLOPOS/Yus Mei Sawitri,
dibina dan dikembangkan profesinya di
1/2/2012).
bidang pendidikan, dan menjadi janggal
Lebih lanjut dikatakan bahwa : “Mutasi itu seharusnya bermuara pada kinerja yang efektif dan efisien. Tujuannya antara lain adalah perbaikan kinerja atau output yang lebih baik. Sekarang yang terjadi tidak seperti itu, PNS malah resah, takut dipindah ke tempat yang jauh atau yang bukan bidangnya,” (JIBI/SOLOPOS/Yus Mei Sawitri, 1/2/2012). Mendasarkan pada
pemaparan
diatas boleh dikatakan bahwa prosedur pengangkatan
atas
promosi
jabatan
bekerja
berdasarkan
profesi,
kalau kemudian hari yang bersangkutan ditugaskan pada bidang-bidang di luar pendidikan, meskipun dirinya terdaftar sebagai
pegawai
pemerintah
daerah,
konsistensi pengembangan pada profesinya masing-masing
inilah
sebenarnya
termasuk yang harus dipertimbangkan pada pengangkatan dan promosi jabatan seorang pegawai pemerintah daerah. 3. Kepentingan Politik Jawaban informan
kunci
yang
diperoleh
terhadap
dari
pertanyaan
pimpinan SKPD selalu dinyatakan telah
adanya faktor kepentingan politik dalam
sesuai dengan persyaratan formal dan
penentuan
normatif
masing-masing
SKPD, semua mengatakan tidak ada
pemerintahan daerah, meskipun ternyata
relasi antara kedua hal tersebut diatas,
pandangan
dalam
walaupun demikian untuk kasus Kepala
menyikapi penetapan dimaksud sering
Dinas Pasar di Kota Surakarta cukup
bersifat negatif, tentunya memang sulit
mengindikasikan adanya dugaan tersebut,
bagi publik yang berada di luar sistem
sebab masih banyak pejabat di sana yang
pemerintah
bukti
secara kepangkatan telah memenuhi untuk
penyimpangan
mengisi jabatan eselon 2 tanpa harus
kongkrit 124
pada
dan
reaksi
untuk adanya
publik
menunjukkan
promosi
jabatan
pimpinan
Sonhaji, Budiarjo : Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
menurunkan
minimal
disampaikan Ketua DPD Partai Golkar
kepangkatannya, tetapi pemerintah tetap
yang juga Wakil Ketua DPRD Boyolali,
bertahan
untuk
dinyatakan olehnya bahwa di Boyolali
menetapkan pejabat dimaksud sebagai
banyak pengangkatan pejabat yang tidak
kepala dinas. Sedangkan di Kabupaten
sesuai dengan keahliannya, jenjang karir
Boyolali meskipun sulit untuk dibuktikan
tidak dipertimbangkan.
secara
syarat
atas
keputusan
otentik,
namun
pengakuan
Reaksi
lain
datang
secara
beberapa orang informan lain mendukung
kelembagaan yakni dari DPD Partai
dugaan bahwa ada kaitan kepentingan
Golkar
politik pada sejumlah mutasi dan promosi
sekedar tidak sepakat dengan kebijakan
di daerah ini.
mutasi
Boyolali,
dan
yang
promosi
tidak
yang
hanya
sering
sistem
dilakukan, bahkan sampai mengadukan
mengkaitkan
Bupati Boyolali ke Komisi Informasi
adanya faktor politis di samping faktor
Provinsi (KIP) Jateng karena dianggap
administratif dalam penentuan promosi
menyembunyikan informasi tentang PNS,
dan mutasi PNS di Kabupaten Boyolali,
lebih lanjut tentang perseteruan ini bisa
seperti terlontar dari Thontowi Wakil
dilihat pada pernyataan ketua DPD Golkar
Ketua DPRD Boyolali, sekarang tidak
Boyolali yang menyatakan “Kami ingin
lagi menjabat Wakil Ketua, dimana dia
mendapatkan informasi data PNS untuk
menyayangkan
bahan evaluasi,
Penilaian pemerintah
berbau
di
luar
kebanyakan
mutasi
sanksi
yang terkesan
politis,
Thontowi
karena
ada
keluhan
masyarakat tentang penempatan PNS dan
menganggap jika ini terus dilakukan maka
pejabat Pemkab Boyolali
yang terjadi adalah politisasi birokrasi.
keahlian,” ujarnya kepada wartawan di
Dijelaskan, PNS tidak bisa bekerja secara
kantor KIP Jateng Jl Trilomba Juang,
maksimal. Sebab,
Mugas, Kota Semarang. Kenyataannya,
mereka
bekerja di
tak
sesuai
jadi
lanjut ia, saat DPD Partai Golkar ingin
sewaktu-waktu akan dipindah. “Jika ini
meminta informasi data PNS, Pemkab
terus berlangsung, di akhir periodenya
Boyolali tak pernah memberikan. “Untuk
bisa jadi indeks pembangunan manusia di
itu kami melaporkan ke KIP Jateng
Boyolali menurun drastis, pendidikan
supaya Pemkab bersedia memberikan
menurun dan segala aspek lainnya,”
informasi
tandasnya.(Solopos.com,
(JIBI/SOLOPOS/Insetyonoto/Yusmei
bawah tekanan. Jika
2011),
penilaian
salah bisa
10
Agustus
yang
senada
data
PNS,”katanya.
Sawitri, 04/4/201). 125
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
Memang
sangat
sulit
untuk
5. Kepentingan Ekonomi
membuktikan adanya intervensi langsung
Data tentang keterkaitan faktor
dari kepala daerah dalam rangka promosi
Kepentingan Ekonomi dengan Promosi
jabatan
SKPD,
Jabatan Pimpinan SKPD yang didapatkan
namun bukan berarti tidak ada intervensi
di lapangan ternyata menegasikan dugaan
tersebut, seperti diakui oleh Informan
sementara
Kunci penelitian ini, hal-hal yang seperti
tersebut, artinya baik Informan Kunci di
kepentingan
dan
Kota Surakarta dan Kabupaten Boyolali
kepentingan lain, itu semua di luar kuasa
tidak mengetahui dan melihat adanya
kami, kami hanya menyiapkan draft,
keterkaitan
perkara pimpinan menentukan di luar itu
seseorang
kami tidak mengetahuinya, belum lagi
pimpinan
opini publik yang terlanjur tercipta bahwa
kepentingan-kepentingan
ada kekuatan politik ekstra di balik sosok
kepentingan ekonomi yang selama ini
pimpinan daerah yang memiliki peran
dipercayai
strategis
melatarbelakangi
khususnya
pimpinan
politik,
dalam
ekonomi
mengatur
jalannya
bahwa
terdapat
relasi
keterkaitan
bahwa
untuk
dipilihnya
menduduki
SKPD
turut
jabatan
dilatarbelakangi ekonomi;
mewarnai penetapan
dan promosi
pemerintahan daerah, semua itu turut
jabatan tersebut, antara lain kesepahaman
memperkuat
seseorang calon pejabat untuk menjadi
dugaan
bahwa
promosi
jabatan di daerah itu tidak lepas dari
penopang
intervensi politik.
kepentingan-kepentingan pimpinan daerah
4. Kepentingan Kekerabatan
kelak apabila telah diangkat menjadi
Mengenai keterkaitan antara faktor kepentingan
kekerabatan
dengan
kebutuhan
ekonomi
bagi
Kepala Dinas pada dinas tertentu, yang dalam
istilah
populernya
berfungsi
pengangkatan seseorang dalam jabatan
sebagai ATM (Anjungan Tunai Mandiri)
pimpinan SKPD, belum bisa didapatkan
yang harus selalu siap memberi sokongan
data tentang hal tersebut di kedua daerah
dana dan biaya bagi pimpinan daerah, juga
peneltian,
kesediaan
boleh
jadi
memang
tidak
calon
pejabat
untuk
hubungan
memberikan pembayaran sejumlah dana
kekerabatan, karena penilaian di luar
yang telah ditentukan untuk menduduki
sistem
jabatan yang diinginkan.
ditemukan
pertalian
pemerintahpun
mengindikasikan kekerabatan dengan SKPD. 126
antara
juga
adanya
hubungan
pimpinan
pejabat-pejabat
di
tidak
Meskipun
praktek-praktek
daerah
semacam itu diakui tidak ada, namun
lingkungan
dalam satu kesempatan salah seorang Informan Kunci menyatakan bahwa untuk
Sonhaji, Budiarjo : Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
Kota Surakarta dijamin pimpinan daerah
tersebut
dalam hal ini Walikota tidak mungkin
sangat peka untuk munculnya sebuah
terlibat atau melakukan praktek kotor
pengakuan, sehingga setiap kali muncul
semacam itu, bahkan katanya Walikota
pasti hanya berupa dugaan-dugaan yang
selalu menegaskan pada pejabat- pejabat
tidak ada buktinya.
yang
penyusunan
E. Penutup
pengajuan nama-nama calon pejabat yang
Berdasarkan
akan
pembahasan
terlibat
diajukan
dalam
ke
Walikota
untuk
merupakan
fenomena
pemaparan yang
yang
hasil
terdapat
dan
pada
bab
“Jangan sampai terdengar ada pejabat
dimuka , maka laporan penelitian ini
yang mengambil kesempatan !”; namun
akan ditutup dengan bab penutup yang
untuk transaksi pada level di bawah itu
berisi simpulan dan saran.
Dia tidak berani memastikan tidak adanya
Simpulan
fenomena semacam itu. Sementara untuk Kabupaten Boyolali meskipun tidak ada pengakuan dari Informan Kunci, namun justru
informasi
dari
luar
sistem
pemerintah daerah mengarah pada adanya fenomena pemberian sejumlah uang untuk jabatan tertentu, dicontohkan misalnya untuk jabatan Kepala Sekolah SD saja seorang Guru pernah ditawari untuk menyediakan uang sebesar 25 – 30 Juta rupiah;
dari
informasi
ini
bisa
dibayangkan bagaimana untuk jabatan Kepala Dinas di sebuah SKPD. Memang dalam informasi yang disampaikan tidak melibatkan langsung pimpinan daerah tetapi transaksi tersebut
bagian dari
permainan kaki tangan pimpinan daerah
didapat
penelitian
dari
para
yang
informan
mengarah pada simpulan
bahwa
hal-hal
dengan
yang
berkaitan
proses penyiapan dan penyusunan usul
pengangkatan
dan
promosi
jabatan pimpinan SKPD; dilakukan oleh Badan Pertimbangan Jabatan dan
Kepangkatan
(Baperjakat).
Meskipun Badan ini menjalankan fungsi yang sama, namun struktur badan
ini
pada
kedua
daerah
penelitian ternyata berbeda. 1.2. Draft awal yang berisi tentang sejumlah
pegawai
dinominasikan
untuk
yang menduduki
jabatan pimpinan di SKPD disiapkan
di lingkungan partai politik. Berdasarkan data di atas, sulit untuk membuktikan adanya
1.1. Temuan-temuan
transaksi
dalam penentuan promosi jabatan seorang
oleh Badan Kepegawaian Daerah (BKD) di kedua daerah penelitian, dengan
sejumlah
persyaratan
pejabat di lingkungan SKPD, karena hal 127
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
normatif sesuai aturan perundang-
politik, ekonomi dan pemeliharaan
undangan;
status quo bagi kepemimpinannya.
1.3. Penentu
akhir
pemilihan
dari
yang
Baperjakat Pejabat
proses diajukan
menjadi kewenangan Pengguna
1.5.
Faktor-faktor Meritokrasi
di
luar
yang
faktor
berpengaruh
terhadap Promosi Jabatan pimpinan
Kepegawaian
SKPD, untuk dua daerah penelitian
(PPK) yang untuk daerah penelitian
tersebut secara komparatif bisa dilihat
ini
dalam temuan-temuan berikut :
adalah
Walikota
Kota
Surakarta dan Bupati Kabupaten Boyolali, hal ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural;
a.
Faktor
Kepentingan
Politik,
meskipun di dalam wawancara di
kedua
daerah
penelitian
tersebut tidak diakui adanya keterpengaruhan faktor tersebut terhadap
promosi
jabatan
pimpinan SKPD, namun untuk Kota Surakarta hanya ada satu
1.4. Terdapat fenomena yang sama di
masalah ketika di awal-awal
kedua daerah penelitian, yakni ketika
pemerintahan pimpinan daerah
tampil pimpinan daerah yang baru,
yang baru, terjadi penunjukan
cenderung akan diikuti serangkaian
Kepala Dinas yang diduga terkait
kegiatan mutasi dan promosi jabatan,
dengan
yang bisa dikategorikan ke dalam
meskipun kalau dikaji secara
tingkat intensitas
tingkat
administratif
tinggi.
argumentasi
frekwensi
dan yang
Kecenderungan serangkaian
mutasi dan
promosi
politik;
terdapat yang
dipergunakan
bisa sebagai
justifikasinya. Sementara selama
dan
kepemimpinan pemerintah yang
frekwensi tinggi ini bagi publik
baru di Kabupaten Boyolali,
menimbulkan dugaan-dugaan yang
mulai dari derajat frekwensi
mengarah kepada
mutasi dan promosi jabatan yang
dengan
derajat
Interest
Pimpinan
baru
saja
berhubungan 128
untuk melakukan
kepentingan
intensitas
faktor Daerah
yang
sangat
tinggi
telah
sering
karena
dilakukan, sampai penempatan
kepentingan
banyak pejabat yang dinilai tidak
dilantik, dengan
Vested
Sonhaji, Budiarjo : Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
memenuhi kaidah the right a
potensinya kecil apalagi kalau
man
harus
in
the
right
place,
dengan
menyebabkan
berkembangnya
Walikota, sebab komitmen untuk
opini
yang
itu
publik
terlanjur
selalu
terungkap
lewat
tercipta bahwa ada kekuatan
pesannya kepada pejabat-pejabat
politik ekstra di balik sosok
anggota
pimpinan daerah yang memiliki
sampai terdengar ada pejabat
peran strategis dalam mengatur
yang mengambil kesempatan !”;
jalannya pemerintahan daerah,
namun kalau relasi kepentingan
(Baperjakat
Baperjakat
“Jangan
Jalanan)
semakin
ekonomi itu terjadi pada aras
dugaan
adanya
dibawahnya, dalam pengertian
kepentingan
transaksi antara calon pimpinan
politik dengan promosi jabatan
SKPD dengan pemegang kuasa
pada
pengusulan
memperkuat
keterkaitan antara
pimpinan
SKPD
di
Kabupaten Boyolali;
berdasarkan dilakukan Kunci
wawancara
dalam
Informan
semua
Informan
Pembanding,
ternyata
Sementara
untuk
namun justru
informasi
dari
luar sistem pemerintah daerah
tentang
mengarah
di kedua daerah
pada
adanya
fenomena pemberian sejumlah uang untuk jabatan tertentu;
Faktor Kepentingan Ekonomi,
meskipun
dugaan bahwa ada keterkaitan
dibuktikan kebenarannya.
faktor
ekonomi
Daerah
pengakuan dari Informan Kunci,
peneltian.
antara
adanya
Boyolali meskipun tidak ada
jabatan pimpinan SKPD, belum
tersebut
informasi
belum
kepentingan ekonomi Walikota.
dugaan
pengangkatan seseorang dalam
didapatkan data
ini
menjadi penopang dana bagi
kepentingan kekerabatan dengan
hal
bisa
SKPD yang pimpinannya mau
adanya keterkaitan antara faktor
bisa
penelitian
terungkap
yang
terhadap
dan
belum
dipastikan ada tidaknya, juga
b. Faktor Kepentingan Kekerabatan,
c.
dikaitkan
dengan
ini
juga
sulit
kepentingan Promosi
Saran
Jabatan pimpinan SKPD, untuk Kota
Surakarta
dugaan
ini 129
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
Berdasarkan simpulan di muka maka
bukan sebagai Pejabat Partai Politik
dalam
di Pemerintah Daerah, sehingga
laporan
penelitian
ini
akan
diajukan beberapa saran antara lain :
bisa mengurangi derajat pengaruh
1.6. Perlu adanya peninjauan terhadap
kepentingan politik atas kebijakan
pasal-pasal yang mengatur tentang
dan
jumlah kepengurusan, struktur dan
dikeluarkannya,
susunan Baperjakat, meskipun dalam
rangka pengangkatan dan promosi
rangka pelaksanaan otonomi daerah,
jabatan
daerah
Daerahnya.
diberikan
deskresi
kewenangan termasuk penyusunan kepengurusan Baperjakat 1.7. Meskipun aturan PNS
telah
termasuk
dalam
sejamlah
SKPD
di
Para Pimpinan Daerah ketika
pengangkatan
untuk menduduki
membangun
jaringan
keluarga
dalam sistem pemerintahan dengan mengangkat dan mempromosikan
struktural,
kerabatnya secara membabi buta,
yakni Peraturan Pemerintah Nomor
kalaupun toh harus dilakukan mesti
13 Tahun 2002 tentang Perubahan
mengutamakan profesionalisme dan
atas Peraturan Pemerintah Nomor
nilai-nilai meritokrasi.
100
yang
bersifat
Tahun
2000
Tentang
1.10. Para Pimpinan Daerah semestinya
Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil
tidak
dalam
kekuasaannya
Jabatan
Struktural;
menyalahgunakan bagi
keuntungan
seharusnya Pengawasan Preventif
pribadi dan kelompoknya dalam
dan
bidang
Represif
Gubernur
yang
sebagai
dipegang kepanjangan
ekonomi,
termasuk
penunjukan pimpinan SKPD bagi
tangan Pemerintah Pusat di Daerah
topangan
harus didayagunakan secara efektif,
pimpinan daerah
kepentingan
ekonomi
berani dan tegas, agar tidak ada
1.11. Perlu dipertimbangkan penggunaan
penyelewengan kekuasaan di daerah.
dan penambahan instrumen lain,
Para pimpinan daerah yang telah
dalam
penelitian
ini
disarankan
terpilih dalam Pemilu Kada atas
untuk mencoba pendekatan yang
usungan Partai Politik tetentu, harus
sering
melepaskan
pengembangan SDM
kepartaiannya dirinya 130
yang
jabatan
publik
1.8.
di
politik
menjabat tidak diperkenakan untuk dikeluarkan
tentang
1.9.
keputusan
semua dan
sebagai
atribut
mereposisikan
Pejabat
Negara
dipergunakan
dalam di
banyak
organisasi non- pemerintah yakni
Sonhaji, Budiarjo : Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
California Press, California.
pendekatan Balance Scorecard yang akan disesuaikan dengan prinsipprinsip
organisasi
pemerintah
daerah.
Kaplan R.S and Norton D.P., (1996), “Using Balanced Scorecard as a Strategic Management System“, Harvard Business Review, Jan-Feb.
DAFTAR PUSTAKA Afan
Afan
Gaffar, (2004), Politik Indonesia Transisi Menuju Demokrasi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Gaffar, (2000), “Otonomi Daerah, Pembangunan Daerah, dan Kesempatan Kerja”, Makalah pada Seminar Nasional Otonomi Daerah dan Kesempatan Kerja, Surakarta 16 Desember 2000.
Crouch, Harold, (1986), Militer dan Politik di Indonesia, Sinar Harapan, Jakarta. Drajat Tri Kartono, dkk., (2004), Administrasi Pelayanan Publik, antara Paradoks dan Harapan, Pustaka Cakra, Surakarta. Eko Prasojo, (2005), dalam “Birokrasi Versus Intervensi Politik”, Kompas 26 Maret 2005. Jackson, Karl D., dan Lucian W. Pye, (Ed.), (1978), Political Power and Communications in Indonesia, University of
Kompas, “Birokrasi, Sejumlah PNS Terpengaruh Kekuatan Politik, 22 Juni 2006. Lexy
J.
Moleong, (1994), Metodologi Penelitian Kualitatif, Remaja Rosdakarya, Bandung.
Liddle, William R., (1990), “The Politics of Development Policy”, makalah pada International Conference on Economic Policy Making Process in Indonesia, Bali, WLijphart, Arend, (1984), Democracies : Patterns of Majoritarianism and Consensus Government in Twenty-One Countries, Yale University, New Haven Conn. Mohtar Mas’oed, (1994), Politik, Birokrasi dan Pembangunan, Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Noeng Muhajir, (1992), Metodologi Penelitian Kualitatif, Rake Sarasin, Yogyakarta. Osborne, David dan Peter Plastrik, (1997), Banishing Bureaucracy, The Five Strategies for 131
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
Reinventing Government, AddisonWesley Publishing Company Inc., USA. Robison, Richard, (1981), “Culture, Politics, and Economy in the Political History of the New Order”, Indonesia, No. 31, Sondang P Siagian, (1994), Patologi Birokrasi, Analisis, Identifikasi dan Terapinya, Ghalia Indonesia, Jakarta. Sonhaji, (2008), “Faktor Dominan dalam Menentukan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Pemerintah Daerah di Kabupaten Boyolali”, UNS-Laporan Penelitian Tidak diterbitkan. Sonhaji,
(2011), “Pengembangan Sumberdaya Aparatur Pemerintaha Daerah pada Badan Kepegawaian Daerah Kabupaten Boyolali”, UNS-Laporan Penelitian Belum dipublikasikan.
-----------------, (2004), UndangUndang Nomor 32 Tahun 2004, tentang Pemerintahan Daerah, Duta Nusindo, Semarang. -----------------, (2007), Peraturan pemerintah Nomor 41 Tahun 2007, tentang Organisasi Perangkat Daerah, Depdagri, Jakarta.
132
Warwick, Donald P., (1975), Theory of Public Bureaucracy, Harvard University Press, Cambridge Massachussets. 1. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-Pokok Kepegawaian, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 43 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 168, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3890). Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3851). Undang-undang Nomor 43 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 125).
Sonhaji, Budiarjo : Faktor-faktor Non-Meritokrasi yang Mempengaruhi Penentuan Promosi Jabatan pada Satuan Kerja Perangkat Daerah
Peraturan
Pemerintah Nomnor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 100 Tahun 2000 Tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural.
Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2008 tentang embentukan Susunan Organisasi, Kedudukan dan Tugas Pokok Lembaga Teknis Daerah dan satuan Polisi Pamong Praja Kabupaten Boyolali…
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2007 Tentang Organisasi Perangkat Daerah. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 57 Tahun 2007 Tentang Petunjuk Teknis Penataan Organisasi Perangkat daerah. Peraturan Walikota Surakarta Nomor 28 Tahun 2008 tentang Penjabaran tugas pokok, fungsi dan tata kerja Badan Kepegawaian Daerah Kota Surakarta.
133
Spirit Publik Vol. 9, No. 1, Oktober 2014 Hal. 111 – 134
134
YULIANI – Pengaruh Partisipasi Masyarakat Terhadap Upaya Penghapusan KDRT
135