EVIDENCE BASED OF ANTIPHOSPHOLIPID SYNDROME (APS) TERHADAP KEHAMILAN Siti Yulaikah* Antiphospholipid Syndrome (APS) merupakan suatu kelainan yang berciri khas terjadinya recurrent venous atau arterial thrombosis dan/atau hilangnya janin (Fetal Losses) yang berhubungan dengan ketidaknormalan laboratorium yang khas, seperti: meningkatnya kadar antibodies directed against membrane anionic phospholipid persistently atau secara terus menerus (yaitu: Anticardiolipid [ACL] antibody, antiphosphatidylserine) atau associated plasma proteins mereka, sebagian besar adalah beta-2 glycoprotein i (apolipoprotein h), atau bukti tentang keberadaan circulating anticoagulant. Diduga 30% abortus berulang berhubungan dengan peningkatan serum autoantibodi, terutama antibodi antifospolipin (aPL). Abortus berulang yang disebabkan aPL dinamakan antiphospholipid syndrome (APS). APS yang terjadi pada masa reproduksi digolongkan kepada reproductive autoimmune failure syndrome (RAFS). Kriteria RAFS adalah wanita yang mengalami abortus dengan riwayat; 1) tiga atau lebih abortus preembrionik atau abortus preembrionik berturut – turut, 2) dua atau lebih kematian janin yang tidak dapat dijelaskan pada usia kehamilan diatas 10 minggu. Uji gangguan autoimun harus dipertimbangkan pada wanita dengan abortus berulang dan dilakukan pemeriksaan terhadap petanda untuk aPL gammopati (terutama IgM), anti nuclear antibody (ANA), dan autoantibody spesifik organ. Kata Kunci : Antiphospholipid Syndrome, kehamilan, Abortus
Alamat Korespondensi
Siti Yulaikah No. HP 085 220 032 708 Alamat : S2 Kebidanan FK UNPAD Jln. Prof. Eiykman 38 Bandung
PENDAHULUAN Sejarah antiphospholipid (aPL) dimulai sejak permulaan abad 20. Tiga puluh lima tahun kemudian (1941) Mary Pangborn mendemostrasikan bahwa antigen tersebut berikatan dengan suatu bahan ekstrak lipid dari otot jantung yang akhirnya antigen tersebut disebut CARDIOLIPIN (selanjutnya disebut kardiolipin). Setelah penemuan antigen tersebut, kemajuan di bidang penelitian terhadap berbagai penyakit yang ditimbulkannya berlangsung dengan cepat. Tahun 1980 ditemukan suatu antibodi yang berhubungan dengan trombosis dan keguguran. Antibodi yang ditimbulkan oleh antigen tersebut sangat kompleks, akan tetapi dengan kemajuan teknik pemeriksaan (sekitar 1980) antibodi tersebut dinamakan antiphospholipid (aPL) yang merupakan suatu antibodi yang heterogenus. Anantiphospholipid Syndrome (APS) merupakan suatu kelainan yang berciri khas terjadinya recurrent venous atau arterial thrombosis dan/atau hilangnya janin (Fetal Losses) yang berhubungan dengan ketidaknormalan laboratorium yang khas, seperti: meningkatnya kadar antibodies directed against membrane anionic phospholipid persistently atau secara terus menerus (yaitu: Anticardiolipid [ACL] antibody, antiphosphatidylserine) atau associated plasma proteins mereka, sebagian besar adalah beta-2 glycoprotein i (apolipoprotein h), atau bukti tentang keberadaan circulating anticoagulant. Diduga 30% abortus berulang berhubungan dengan peningkatan serum autoantibodi, terutama antibodi antifospolipin (aPL). Abortus berulang yang disebabkan aPL dinamakan antiphospholipid syndrome (APS). APS yang terjadi pada masa reproduksi digolongkan kepada reproductive autoimmune failure syndrome (RAFS). Kriteria RAFS adalah wanita yang
mengalami abortus dengan riwayat; 1) tiga atau lebih abortus preembrionik atau abortus preembrionik berturut – turut, 2) dua atau lebih kematian janin yang tidak dapat dijelaskan pada usia kehamilan diatas 10 minggu. Uji gangguan autoimun harus dipertimbangkan pada wanita dengan abortus berulang dan dilakukan pemeriksaan terhadap petanda untuk aPL gammopati (terutama IgM), anti nuclear antibody (ANA), dan autoantibody spesifik organ. PEMBAHASAN 1. Sindrom antibodi antifosfolipid Sindrom antibodi antifosfolipid (Antiphospholipid antibody syndrom) disingkat APS adalah gangguan pada sistem pembekuan darah yang dapat menyebabkan thrombosis pada arteri dan vena serta dapat menyebabkan gangguan pada kehamilan yang berujung pada keguguran. Disebabkan karena produksi antibodi sistem kekebalan tubuh terhadap membran sel, sering disebut juga sebagai sindrom Hughes. Anti Phospholipid Syndrome (APS), merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya antibodi antiphospholipid dan mengalami gejala trombosis (darah di pembuluh darah vena/arteri mudah membeku) atau mengalami keguguran berulang. Sindrom antibodi antifosfolipid (APS) didefinisikan terjadinya antifosfolipid antibodi secara berulang terjadinya tromboemboli pada vena atau arteri selama kehamilan. Sindrom antibodi antifosfolipid merupakan gangguan autoimun yang ditandai dengan antibodi dalam sirkulasi yang melawan fosfolipid membran dan setidaknya memperlihatkan satu sindrom klinis spesifik (keguguran berulang, thrombosis yang tidak dapat dijelaskan, kematian janin). Dalam keadaan normal, antibodi berfungsi baik untuk melawan kuman dan
infeksi yang disebabkan virus, akan tetapi kadang-kadang sistem kekebalan tubuh mengalami kerusakan sehingga menyerang tubuh sendiri. Antibodi APS ini dapat dideteksi dengan tes darah tertentu. Apabila seseorang dideteksi memiliki antibodi ini, dapat dipastikan orang tersebut dapat mengalami masalahmasalah tertentu. 2. Pembentukan Kehamilan
APL
pada
Masa
Dinding sel yang membentuk PL anionic (aPL) ini akan menyebabkan gangguan perkembangan sel, koaktor – kofaktor yang aktif dipicu oleh aPL ini akan mengakibatkan gangguan pertumbuhan jaringan plasenta. Penyebab utama kematian fetus oleh adanya aPL adalah hipoksia plasenta karena insufisiensi suplai darah plasenta yang terjadi karena thrombosis, infark dan vakuolisasi desidua. aPL juga bekerja langsung pada sel trofoblas dan mempengaruhi kehamilan dan menghibisi fungsi PL normal. 3. Etiologi APS merupakan kelainan otoimun yang belum diketahui penyebabnya. Pencarian sejumlah pemicu yang mungkin telah membuka spektrum lebar (a wide array) yang berhubungan dengan penyakit-penyakit rematik atau otoimun, infeksi, dan obat-obatan yang berhubungan dengan lupus anticoagulant (la) atau acl antibodies. Hubungan ini pada akhirnya dapat memberikan petunjuk tentang etiologi APS, sebagian orang dengan otoimun tertentu atau penyakit rematik juga memiliki aPL antibodies. Perhatikanlah bahwa hal ini lebih mewakili persentase pasien dengan aPL antibodies, dibandingkan dengan sindrom klinis APS.
Dibawah ini merupakan penyebab terjadinya APS yang berakibat pada kehamilan: a) Infeksi, antara lain disebabkan oleh Sifilis, infeksi hepatitis C, infeksi HIV, infeksi virus human T-Cell Lymphotrophic tipe 1, malaria dan bacterial septicemia. b) Obat-obatan, antara lain Jantung (seperti: procainamide, quinidine, propranolol, hydralazine) dan neuroleptic atau psychiatric (phenytoin, chlorpromazine, interferon alfa, quinine, amoxicillin). c) Genetik, antara lain hubungan keluarga (keluarga penderita APS lebih mungkin memiliki aPL antibodies suatu studi menunjukkan frekuensi sebesar 33%) dan hubungan human leucocyte antigen (studi terkini telah mengungkapkan hubungan antara acl antibodies dan sekelompok individu yang membawa gengen HLA tertentu, termasuk drw53, DR7 (sebagian besar masyarakat Hispanic), dan DR4 (sebagian besar orang berkulit putih)). d) Jenis kelamin, dominasi wanita telah terdokumentasikan, terutama sekali pada kasus APS sekunder. hubungan paralel APS dengan sle dan penyakit connective-tissue lainnya juga memiliki predominance wanita. e) Usia, APS lebih umum terjadi pada usia dewasa muda hingga pertengahan; bagaimanapun juga, APS juga dialami oleh anak-anak dan orang tua, onset penyakit telah dilaporkan terjadi pada anak-anak berusia 8 bulan.
4. Diagnosis Diagnosis APS didasarkan pada kriteria klinis pada kehamilan adanya tromboemboli, dan hasil pemeriksan laboratorium ditemukan tingginya antifosfolipid antibod Titeries yang terdapat pada dua kali atau lebih hasil pemeriksaan dengan interval 12 minggu. Klasifikasi APS tidak boleh dilakukan apabila jarak antara hasil aPL yang positif dan manifestasi klinis kurang dari 12 minggu atau lebih dari 5 tahun. Diagnosis APS ditegakkan apabila memenuhi minimal 1 kriteria klinis dan 1 kriteria laboratorium. Adanya aPL (LA / ACA/ anti β2-GPI) yang menetap sangat penting dalam menegakkan diagnosis. Pada kriteria Sapporo dianjurkan rentang waktu minimal adalah 6 minggu di antara 2 pemeriksaan dengan hasil positif, pada kenyataannya tidak ada data yang mendukung validitas rentang tersebut. Oleh karena itu pada revisi kriteria klasifikasi yang baru rentang waktu minimal antara 2 hasil positif adalah 12 minggu hal tersebut untuk memastikan aPL bersifat persisten karena aPL yang berada sementara dapat menyebabkan kesalahan klasifikasi. Berdasarkan revisi kriteria klasifikasi APS maka pasien APS dibedakan menjadi 2 kategori sebagai berikut: Kategori I : apabila terdapat lebih dari satu pemeriksaan aPL positif Kategori II : IIa. Hanya LA saja yang positif IIb. Hanya ACA saja yang positif IIc. Hanya anti β2-GPI saja yang positif 5. Terapi Anti-thrombotic terapi adalah pengobatan utama mengingat risiko tinggi berulang tromboemboli yang menjadi ciri kondisi ini. Uji klinis telah
menunjukkan bahwa pasien dengan antibodi antifosfolipid dan tromboemboli vena harus ditangani dengan antagonis vitamin K (warfarin), wanita dengan keguguran berulang harus menerima profilaksis dosis heparin dan aspirin. Pada studi prospec-tively menunjukkan bahwa pada pasien setelah pemberian antikoagulan dihentikan didapati bahwa risiko kekambuhan pada pasien tersebut adalah antara 50% hingga 67% per tahun. Hasil Studi retrospektif pada pasien yang tidak menerima terapi antithrombotic didapatkan kasus berulang terjadi 52% hingga 69% pasien selama 5 hingga 6 tahun follow up tanpa terapi antitrombotik. Antithrombotic Selama Kehamilan untuk pasien obstetrik dengan APS, standar terapinya adalah dengan subcutaneous LMWH (Low-MolecularWeight Heparin) dan aspirin dosis rendah. Pada wanita dengan lipid ¬ antiphospho antibodi dan keguguran berulang tanpa sejarah trombosis, disarankan aspirin dosis rendah dalam kombinasi dengan profilaksis unfractionated heparin dosis sedang atau profilaksis dosis heparin berat molekul rendah, yang didapatkan selama masa kehamilan. Pengobatan Pendarahan pada Pasien dengan APS Perdarahan adalah komplikasi yang jarang daripada trombosis pada pasien dengan APS. Trombositopenia yang berat dapat mengakibatkan perdarahan, keadaan umum pasien lemah, pasien dengan antibodi APS mungkin diberikan prothrombin. Secara umum, jika pendarahan hasil dari antithrom-botic terapi, jenis antithrombotic perlu dihentrikan, diberikan obat penawar tertentu (protamine sulfat untuk heparins, vitamin K untuk warfarin) dan dukungan yang
diberikan transfusional (plasma beku untuk heparins atau warfarin, prothrombin kompleks konsentrat untuk warfarin dan pertimbangan untuk transfusi sel darah merah untuk gejala anemia). 6. Prognosis Wanita dengan aPL antibodies yang mengalami aborsi berulang memiliki prognosis baik saat kehamilan jika dirawat dengan aspirin dan heparin. 7. Pencegahan Stop dan hindari merokok, hindari kontrasepsi oral atau terapi pengganti estrogen, lakukan gerakan secara teratur, hindari terlalu lama berdiam diri di tempat tidur KESIMPULAN Anti Phospholipid Syndrome (APS), merupakan penyakit autoimun yang ditandai dengan adanya antibodi antiphospholipid dan mengalami gejala trombosis (darah di pembuluh darah vena/arteri mudah membeku) atau mengalami keguguran berulang. Antibodi adalah protein yang dihasilkan oleh sistem pertahanan tubuh untuk melawan benda asing yang menyerang tubuh, misalnya bakteri atau virus. Pada penyakit autoimun, kerja sistem pertahanan tubuh menjadi kacau sehingga sel atau komponen tubuh sendiri dianggap sebagai benda asing. Pada APS, tubuh menghasilkan Anti Phospholipid Antibody yaitu antibodi yang menyerang phospholipid yaitu asam lemak yang merupakan bagian dari jaringan lemak tubuh. Beberapa jenis protein yang berperan dalam proses pembekuan darah, ternyata menjadi target yang diserang oleh antibodi phospholipid. Akibatnya, darah mudah membeku. Selain itu, antibodi phospholipid juga dapat menyerang protein yang terdapat sel endotel, yaitu sel-sel yang melapisi permukaan dinding
pembuluh darah. Akibatnya permukaan pembuluh darah rusak dan memicu pembentukan bekuan darah. Antibodi phospholipid juga merangsang penggumpalan sel-sel pembekuan darah atau disebut Trombosis. Trombosis dapat terjadi pada pembuluh darah vena maupun pembuluh darah arteri. Trombosis dapat menyebabkan kerusakan pada organ yang disuplai oleh pembuluh darah tersebut. Kerusakan dapat terjadi pada satu organ atau pada keadaan yang parah kerusakan dapat terjadi pada beberapa organ dan mengakibatkan kematian. Penderita APS, dapat mengalami keguguran berulang karena darah pembawa nutrisi untuk janin terhambat, tidak dapat masuk ke dalam rahim. Keguguran dapat terjadi pada awal kehamilan atau pada usia kehamilan 3 bulan. Gejala lain yang dapat muncul adalah terjadinya pre-eclampsia (tekanan darah meningkat secara drastis).
UCAPAN TERIMA KASIH Ditujukan kepada: 1. Tim redaksi Jurnal MNM yang telah membantu termuatnya literatur ini. 2. Kepada pengurus Yayasan MERCUBAKTIJAYA Padang yang telah memberi kesempatan pada penulis sehingga termuatnya literatur ini. 3. Keluarga besar yang ada di SoloJawa Tengah yang telah memberikan dukungan moril dan materil dalam proses penyelesaian studi dan artikel ini. 4. Kepda pihal lain yang berpartisipasi dalam proses penyususnan literature ini yang tidak dapat disebutkan satu persatu
DAFTAR PUSTAKA 1. Nanang Sukmana, Aspek Immunologi APS. Jakarta: 30 November 1999 [diunduh tanggal 6 Januari 2010]. Tersedia dari: http://www.jacinetwork.org/index .php?option=com_content&view= article&id=51:aspek-imunologiaps&catid=41:autoimmunediseases&Itemid=67 2.
Dito Anurogo. Rahasia di Balik Misteri Keguguran Berulang pada Wanita: Sindrom Hughes. 02-Nov-2008 [diunduh tanggal 5 Januari 2010]. Tersedia dari http://www.emedicine.com/med/ images/329097-333221-173.jpg
4. Errol R. Norwitz, John O. Schorge. At a Glance. Edisi ke2. Jakarta: Erlangga; 2008. hal. 51 5. Anti Phospholipid Syndrome: Penyebab Keguguran Berulang. [diunduh tanggal 6 Januari 2009]. Tersedia dari: http://www.tanyadokter.com/dise ase.asp?id=1001271 6. Wendy Lim, Antiphospholipid antibody syndrome, 2009 [diunduh tanggal 5 Januari 2010].Tersedia dari: http://asheducationbook.hematol ogylibrary.org/cgi/reprint/2009/1 /233 7. Kriteria
3. Budi Handono, Firman F. Wirakusumah, Johanes C. Mose. Abortus Berulang. Bandung: PT Refika Aditama; 2009. h. 16
Klasifikasi Antiphospholipid Syndrome. [diunduh tangal 6 Januari 2009]. Tresedia dari: http://trilsky.wordpress.com/2009 /06/26/update-kriteria-klasifikasiantiphospholipid-syndrome/