Evidence‐based Case Report Pengaruh Stres Psikososial terhadap Keparahan Penyakit Hepatitis Kronik
Disusun Oleh: dr. Resultanti NPM: 1006767506
Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jakarta, Maret 2013
Pendahuluan Sekitar 130 – 210 juta orang, yaitu 3% dari populasi dunia, mengalami infeksi hepatitis C kronik. Prevalensi bervariasi di setiap daerah geografis. Di Eropa Barat, prevalensi hepatitis C kronik bervariasi antara 0,4 – 3%. Mesir mempunyai prevalensi paling tinggi, yaitu sebesar 9% dan mencapai 50% pada daerah pedesaan tertentu.1 Hepatitis C merupakan penyebab kematian utama akibat penyakit hati dan indikasi utama dilakukannya transplantasi hati. Selain itu, mortalitas terkait infeksi virus hepatitis C (kematian akibat gagal hati atau karsinoma hepatoselular) diperkirakan akan terus meningkat dalam dua dekade ke depan.2
Selain hepatitis C, hepatitis B juga banyak mengenai populasi di dunia. Sekitar sepertiga
populasi di dunia terdapat bukti infeksi hepatitis B dan sebanyak 350 – 400 juta orang merupakan karier hepatitis B. Spektrum penyakit dan perjalanan alamiah infeksi virus hepatitis B kronik bervariasi, mulai dari karier inaktif hingga hepatitis B kronik progresif yang dapat berkembang menjadi sirosis dan karsinoma hepatoselular. Penyakit hati stadium akhir akibat hepatitis B menyebabkan 0,5 – 1 juta kematian per tahun dan sebanyak 5 – 10% kasus menjalani transplantasi hati.3
Selama ini stres diduga dapat mempengaruhi aliran darah hepatik dengan menyebabkan
vasospasme dan hipoksia sentrilobular sehingga terjadi kerusakan hati. Aksis hipotalamus‐hipofisis‐ adrenal serta sistem simpatis dan medula adrenal merupakan komponen kunci sistem stres. Fungsi utama aksis dan sistem tersebut adalah untuk memelihara homeostasis basal dan yang terkait dengan stres. Aksis dan sistem tersebut berespons terhadap beberapa molekul sinyal, seperti sitokin yang diproduksi oleh reaksi inflamasi yang dimediasi imun, tumor necrosis factor‐α (TNF‐α), interleukin‐1 (IL‐1), dan interleukin‐6 (IL‐6).4,5 Beberapa bukti telah menunjukkan bahwa stres dapat mempengaruhi penyakit hati, baik pada studi manusia maupun hewan.6
Pertanyaan klinis berkaitan dengan topik ini adalah apakah stres berpengaruh terhadap
keparahan penyakit hepatitis kronik. Lebih lanjut lagi parameter apa saja yang dapat dipengaruhi oleh stres pada pasien dengan penyakit hepatitis kronik. Dengan model pelaporan kasus berbasis bukti, akan dicari bukti‐bukti ilmiah untuk menjawab permasalahan klinis yang ada. Resume Kasus Pasien laki‐laki, Tn. S, 29 tahun, datang ke poliklinik hepatologi dengan keluhan mual sejak 6 bulan yang lalu. Keluhan muntah, nyeri perut, demam, lemas, nafsu makan turun, berat badan turun, mata atau kulit berwarna kuning tidak ada. Pasien bekerja sebagai PNS di suatu lembaga permasyarakatan. Dari hasil pemeriksaan laboratorium didapatkan HBsAg reaktif dengan sedikit peningkatan enzim transaminase, sedangkan fungsi hati lain masih dalam batas normal. Dari hasil
USG abdomen didapatkan gambaran penyakit hati kronik. Sampai saat ini pasien masih beraktivitas dan bekerja sehari‐hari seperti biasa. Namun, sejak diketahui menderita hepatitis B kronik pasien mulai khawatir bila stres pada pekerjaan dapat memperberat penyakitnya. Masalah klinis pada pasien ini adalah: apakah stres psikososial berpengaruh terhadap perjalanan penyakit hepatitis kronik pada pasien dewasa. Formulasi Pertanyaan Klinis Berdasarkan resume kasus yang telah dipaparkan sebelumnya, EBCR ini akan mencoba menjawab pertanyaan klinis, yaitu apakah stres psikososial berpengaruh terhadap keparahan penyakit hepatitis kronik pada pasien dewasa? Pertanyaan tersebut akan dijawab dengan pendekatan berbasis bukti (evidence‐based) menggunakan pencarian dan telaah kritis (critical appraisal) sesuai pertanyaan dan jenis artikel. Pencarian Bukti Ilmiah Untuk menjawab pertanyaan klinis tersebut, maka dilakukan pencarian bukti ilmiah di situs PubMed. Kata kunci yang dimasukkan untuk mencari bukti‐bukti ilmiah adalah “psychosocial stress AND chronic hepatitis”. Tahun penerbitan jurnal dan metode penelitian yang digunakan tidak dibatasi, tetapi bahasa yang digunakan terbatas pada bahasa Inggris. Setelah itu muncul 10 artikel ilmiah yang berhubungan dengan pertanyaan klinis tersebut. Dari 10 artikel, hanya 2 artikel yang masuk dalam telaah kritis untuk menjawab pertanyaan pasien ini. Artikel lainnya bukan berupa penelitian (review), tidak berbahasa Inggris (bahasa Korea), serta tidak sesuai dengan pertanyaan klinis. Artikel yang selanjutnya akan ditelaah berjudul “Psychosocial stress, personality, and the severity of chronic hepatitis C” ditulis oleh Nagano dkk7 (Psychosomatics 2004;45(2):100‐6) dan “Depression in Korean immigrants with hepatitis B and related liver diseases” ditulis oleh Kunkel dkk8 (Psychosomatics 2000;41(6):472‐80).
10 artikel ilmiah (PubMed)
2 artikel tidak tersedia naskah lengkap
8 artikel tersedia naskah lengkap
2 artikel bukan berupa penelitian (review)
6 artikel penelitian dengan naskah lengkap
1 artikel tidak berbahasa Inggris (bahasa Korea)
5 artikel penelitian berbahasa Inggris dengan naskah lengkap
3 artikel tidak fokus menjawab pertanyaan klinis
2 artikel penelitian menjawab pertanyaan klinis
2 artikel penelitian masuk dalam telaah kritis
Gambar 1. Diagram penelusuran literatur
Telaah Kritis (Critical Appraisal)9 “Psychosocial stress, personality, and the severity of chronic hepatitis C” ditulis oleh Nagano dkk7 (Psychosomatics 2004;45(2):100‐6)
Yes
Yes
Yes Yes
No
Yes
Yes
Can’t tell Yes
No No Psychosocial stress relevant to the type 1 personality may also influence the course of chronic hepatitis C
Yes
Yes No Yes “Depression in Korean immigrants with hepatitis B and related liver diseases” ditulis oleh Kunkel dkk8 (Psychosomatics 2000;41(6):472‐80)
Yes
Yes
Yes Yes
Yes
No
Yes Can’t tell Can’t tell
Can’t tell Yes Yes Can’t tell
No Can’t tell BDI‐sf total scores were associated with transaminase elevations
Yes
Yes No Yes Diskusi Penelitian Nagano, dkk.7 merupakan studi cross‐sectional yang melibatkan 69 pasien hepatitis C kronik di klinik hepatologi di Jepang. Dari 69 pasien tersebut, 33 diantaranya laki‐laki dan 36 diantaranya perempuan. Rerata usia pasien 58,5 tahun dengan rata‐rata durasi diagnosis hepatitis 113,9 bulan. Seluruh subjek penelitian mengisi kuesioner Stress Inventory dan menjalani pemeriksaan laboratorium secara teratur setiap 2 – 4 minggu. Pasien dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu: kelompok A, hepatitis kronik dengan kadar alanin aminotransferase serum normal (<40 IU/l); kelompok B, hepatitis kronik dengan peningkatan kadar alanin aminotransferase serum (≥40 IU/l); dan kelompok C, pasien dengan sirosis hati.
Dari studi Nagano, dkk.7 didapatkan hasil bahwa skor kepribadian tipe 1 yang lebih tinggi
berdasarkan Stress Inventory berhubungan dengan risiko terjadinya hepatitis berat sebesar sepuluh kali lipat lebih tinggi dibandingkan mereka dengan skor yang lebih rendah. Ketika disesuaikan dengan faktor – faktor perancu potensial seperti usia, jenis kelamin, lamanya pendidikan, merokok, konsumsi alkohol, serta durasi hepatitis C kronik, odds ratio (dengan 95% CI) untuk skor tipe 1 yang sedang dan paling tinggi adalah 2,5 (95% CI = 0,6 – 11,4) dan 15,0 (95% CI = 3,4 – 65,0) berturut‐ turut dibandingkan dengan skor yang paling rendah (p<0,00001). Studi Nagano, dkk.7 mengeksklusi pasien hepatitis C kronik yang sedang menjalani terapi interferon dalam 6 bulan terakhir. Namun, hal tersebut tidak menyingkirkan kemungkinan telah terjadi perubahan status mental pada subjek penelitian yang pernah mendapat terapi interferon. Kelemahan lain dari studi ini adalah metode yang digunakan, studi cross‐sectional sehingga tidak bisa secara konklusif memberikan hubungan kausalitas antara kepribadian tipe 1 dengan keparahan hepatitis C kronik. Saat pasien mengetahui tingkat keparahan penyakitnya, maka informasi tersebut juga dapat memicu terjadinya stres. Selain itu, semakin tinggi tingkat keparahan penyakit hepatitis
kronik, maka sebagian besar pasien akan memberikan afek negatif dan mempengaruhi skor kepribadian tipe 1.
Studi Kunkel, dkk.8 melibatkan 50 pasien imigran Korea rawat jalan di klinik hati dengan
infeksi hepatitis B yang terdiri dari 37 pasien laki‐laki dan 13 pasien perempuan. Pasien diminta mengisi Beck Depression Inventory‐Short Form (BDI‐sf) dan selanjutnya dinilai tingkat depresinya. Selain skor BDI‐sf, studi ini juga menilai fungsi hati berdasarkan parameter laboratorium, yaitu SGOT, SGPT, albumin serum, dan waktu protrombin. Waktu sejak pasien terdiagnosis hepatitis sampai studi dilakukan bervariasi mulai dari 8 bulan sampai 18 tahun. Dari 50 pasien yang terlibat terdiri dari 10 orang karier hepatitis B, 16 orang dengan hepatitis B kronik, 20 pasien dengan sirosis hepatis, dan 4 orang dengan karsinoma hepatoseluler.
Dari studi tersebut, rata‐rata skor BDI‐sf adalah 5,4. Sebanyak 27 pasien (54%) tidak depresi
atau mengalami depresi minimal (skor BDI‐sf: 0 – 4), 8 pasien (16%) mengalami depresi ringan (skor BDI‐sf: 5 – 7), 12 pasien (24%) mengalami depresi sedang (skor BDI‐sf: 8 – 15), serta 3 pasien (6%) mengalami depresi berat (skor BDI‐sf: ≥16). Studi Kunkel, dkk.8 mendapatkan hasil bahwa skor BDI‐sf yang lebih tinggi berhubungan dengan peningkatan kadar transaminase, stressor psikososial yang lebih besar, dan skor Global Assessment of Functioning (GAF) yang lebih rendah. Terdapat beberapa hal yang juga ikut berperan terhadap hasil studi. Pertama, pasien mengetahui hasil laboratorium fungsi hati di awal studi. Pasien dengan hasil laboratorium abnormal akan lebih stres dan menimbulkan gejala‐gejala depresi pada BDI‐sf. Adanya keluhan lemas pada pasien dengan penyakit hati kronik juga dapat meningkatkan skor BDI‐sf. Selain itu, gejala‐gejala psikososial depresi juga ditemukan dalam frekuensi yang lebih tinggi pada studi ini. Pada studi ini juga didapatkan 11 pasien dengan riwayat minum alkohol intermiten dalam jumlah banyak dan hal tersebut seharusnya menjadi salah satu faktor yang juga dipertimbangkan dalam menilai hasil studi. Dari subjek penelitian yang terlibat, sebanyak 34 pasien (68%) memiliki anggota keluarga dengan hepatitis, sirosis, dan/atau karsinoma hepatoseluler. Saat anggota keluarga mereka ada yang meninggal, pasien minta untuk dicek kadar transaminase lagi dan bila didapatkan peningkatan, maka pasien akan mengalami depresi dan merasa bahwa kematian semakin dekat. Keterbatasan pada studi Kunkel, dkk.8 adalah jumlah subjek penelitian yang sedikit, hanya melibatkan satu orang pewawancara, wawancara psikiatri yang kurang terstruktur, adanya faktor perancu, dan data‐data laboratorium yang tidak lengkap.
Kesimpulan Kesimpulan yang diperoleh dari EBCR ini adalah stres psikososial berhubungan dengan keparahan penyakit hepatitis kronik. Namun, diperlukan penelitian lanjutan dengan metode yang lebih baik dan jumlah sampel yang lebih banyak untuk mengkonfirmasi serta menguatkan hasil penelitian ini. Daftar Pustaka 1. European Association for the Study of the Liver. EASL clinical practice guidelines: management of hepatitis C virus infection. Journal of Hepatology 2011;55:245‐64. 2. Ghany MG, Strader DB, Thomas DL, Seeff LB. Diagnosis, management, and treatment of hepatitis C: an update. Hepatology 2009;49(4):1335‐74. 3. European Association for the Study of the Liver. EASL clinical practice guidelines: management of chronic hepatitis B virus infection. Journal of Hepatology 2012;57:167‐85. 4. Vere CC, Streba CT, Streba LM, Ionescu AG, Sima F. Psychosocial stress and liver disease status. World J Gastroenterol 2009;15(24):2980‐6. 5. Swain MG. Stress and hepatic inflammation. Am J Physiol Gastrointest Liver Physiol 2000;279:G1135‐8. 6. Chida Y, Sudo N, Kubo C. Does stress exacerbate liver diseases? Journal of Gastroenterology and Hepatology 2006;21:202‐8. 7. Nagano J, Nagase S, Sudo N, Kubo C. Psychosocial stress, personality, and the severity of chronic hepatitis C. Psychosomatics 2004;45(2):100‐6. 8. Kunkel EJ, Kim JS, Hann HW, Oyesanmi O, Manefee LA, Field HL, et al. Depression in Korean immigrants with hepatitis B and related liver diseases. Psychosomatics 2000;41(6):472‐80. 9. Weightman AL, Barker JM, Lancaster J. Health evidence bulletins Wales project methodology 3. Cardiff: UWCM, 2000.