Evidence – Based Case Report
Manfaat Klonidin pada Pasien Sirosis Hepatis dengan Asites
Oleh : Dr. Krishna Adi Wibisana
Program Pendidikan Dokter Spesialis I Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia RSUPN dr. Cipto Mangunkusumo Maret 2013
PENDAHULUAN Asites merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada kasus sirosis hati dan juga merupakan komplikasi yang sering membawa pasien datang ke rumah sakit. Diperkirakan sekitar 50% pasien sirosis kompensata akan mengalami asites dalam 10 tahun.1 Adanya asites menunjukkan prognosis yang buruk dengan angka mortalitas dalam satu tahun mencapai 15% dan lima tahun mencapai 45%.2 Asites pada sirosis terjadi akibat peningkatan tekanan porta. Terjadi peningkatan volume darah pada pembuluh darah splanknik dan penurunan volume intraarteri sistemik secara relatif. Sistem homeostasis untuk mempertahankan tekanan darah sistemik menjadi aktif dengan cara mengaktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron. Akibatnya terjadi retensi cairan dan natrium. Selain itu, hipertensi portal dan dilatasi arteri splanknik juga mempengaruhi permeabilitas usus sehingga terjadi kebocoran cairan ke dalam rongga peritoneum.3 Sistem saraf simpatis juga berperan dalam terjadinya retensi natrium pada pasien sirosis. Sistem saraf simpatis yang teraktivasi akan merangsang reseptor alfa 1 adrenergik yang menyebabkan berkurangnya aliran darah ke ginjal. Selain itu, norepineprin meningkatkan reabsorpsi natrium pada tubulus proksimal dan meningkatkan sekresi renin, aldosteron, dan vasopresin. Dengan demikian, pada pasien sirosis dengan asites, aktivasi sistem saraf simpatis dan aksis renin-angiotensin-aldosteron (RAA) dapat menurunkan respons diuretik. Hambatan terhadap aktivasi sistem saraf simpatis dan sistem RAA dipikirkan dapat memperbaiki respons diuretik.4 Klonidin merupakan agen yang berperan sebagai agonis reseptor α2 sentral. Pada beberapa penelitian menunjukkan klonidin memiliki efek simpatolitik pada pasien dengan sirosis atau hipertensi. Efek simpatolitik ini yang diharapkan akan mampu meningkatkan efikasi dan respons diuretik pada pasien sirosis dengan asites.5,6 EBCR ini akan membahas mengenai efek klonidin pada penderita sirosis dengan asites yang menggunakan diuretik.
1
ILUSTRASI KASUS Seorang wanita berusia 32 tahun datang ke IGD RSCM dengan keluhan utama penurunan kesadaran
sejak 30 menit SMRS. Sejak 2 tahun SMRS, pasien mulai
mengeluhkan perut yang semakin membuncit disertai bengkak pada kedua tungkai. Tidak ada nyeri perut namun merasa cepat begah setelah makan. Nafsu makan mulai dirasakan berkurang. Keluhan yang membuncit ini disertai dengan perdarahan gusi minimal, kurang lebih satu sendok teh. Tidak ada perdarahan di tempat lain. Keluhan muntah hitam maupun BAB hitam disangkal. Pasien berobat ke RS, dilakukan pemeriksaan lab dan USG ,dikatakan menderita pembesaran limpa serta albumin dan trombosit rendah. Saat itu dilakukan transfusi albumin dan trombosit. Serta diberikan obat yang membuat BAK banyak. Pasien kemudian dipulangkan dan tidak kontrol ke RS. Satu tahun SMRS, keluhan serupa kembali dirasakan. Perut kembali membuncit dan terdapat perdarahan gusi serta memar pada kulit. Pasien kembali berobat ke RS, dinyatakan menderita sirosis dan hanya mendapat obat pelindung hati. Dalam satu tahun, keluhan buncit dan perdarahan gusi berulang terus. Dua bulan SMRS, pasien mengeluhkan perdarahan gusi yang cukup banyak, hingga mencapai 500 ml. Pasien berobat ke RSUD Koja, dilakukan transfusi darah merah dan trombosit. Saat itu, pasien juga mengeluhkan mata dan kulitnya semakin menguning. BAK seperti air teh namun BAB pucat disangkal. Saat itu dilakukan USG dan CT scan perut. Pasien dirawat selama tiga minggu setelah itu dipulangkan. Satu bulan SMRS, pasien mengeluhkan batuk darah segar, jumlah 200 ml. Tidak ada demam, sesak, maupun penurunan berat badan. Pasien juga mengeluhkan lemas yang semakin memberat. Pasien berobat berobat ke RSCM, dirawat selama dua minggu. Saat itu dilakukan transfusi darah merah dan FFP, meskipun demikian, fungsi pembekuan darah pasien tidak pernah normal. DIlakukan USG dan endoskopi saluran cerna atas. Tiga puluh menit SMRS, saat pasien akan kontrol ke poliklinik RSCM, pasien mendadak lemas hingga sulit diajak bicara. Tidak ada kejang maupun kelemahan sesisi. Pasien dibawa ke IGD RSCM, dikatakan kadar gula darah rendah , yaitu 30.
2
Pada pemeriksaan fisik, penemuan yang bermakna adalah seluruh tubuh terlihat ikterik, konjungtiva pucat, perut terlihat membuncit, terdapat shifting dullness, splenomegali, edem tungkai bilateral, dan palmar eritema. Pada pemeriksaan lab didapatkan
pansitopenia,
peningkatan
enzim
transaminase,
hiperbilirubinemia,
hipoalbuminemia, pemanjangan PT dan aPTT, seromarker hepatitis virus yang negatif serta ANA 1/1000 dan AMA negatif. Pada pemeriksaan USG didapatkan gambaran sesuai sirosis hepatis dengan asites dan hipertensi porta. Pada EGD tidak didapatkan varises esophagus maupun gaster. Masalah pada pasien ini adalah sirosis hepatic Child Pugh C dengan asites, pansitopenia, koagulopati, hiperbilirubineemia, hipoalbuminemia, dan gastropati HT porta serta probable hepatitis autoimun..
MASALAH KLINIS Apakah terdapat manfaat pemberian klonidin pada pasien sirosis hati dengan asites yang telah mendapatkan terapi diuretik sebelumnya?
Patient Cirrhosis ascites
Intervention clonidine plus standard diuretic
Comparison diuretic only
Outcome Improvement
METODE PENELUSURAN Prosedur pencarian literatur untuk menjawab masalah klinis tersebut adalah dengan menyusuri pustaka secara on-line dengan menggunakan instrumen pencari PubMed. Kata kunci yang digunakan adalah kombinasi dari kata-kata “clonidine”, “cirrhosis” dan “ascites” dengan menggunakan batasan publikasi bahasa Inggris. Dari penelusuran kepustakaan pada Pubmed, didapatkan 11 artikel. Dua buah artikel dieksklusi karena hanya merupakan editorial, 2 artikel dieksklusi karena berbahasa Perancis, 5 artikel dieksklusi karena kurang relevan dengan masalah klinis. Dengan demikian didapatkan dua buah artikel yang memuat studi mengenai penggunaan klonidin pada pasien sirosis hepatis dengan asites.
HASIL PENELUSURAN DAN PEMBAHASAN
3
Terdapat dua studi yang menilai manfaat pemberian klonidin pada pasien sirosis hepatis dengan asites. Berikut adalah pembahasan mengenai penelitian tersebut. 1. Lenaerts dkk6melakukan penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2008 dengan melibatkan 64 pasien sirosis dengan asites. Diagnosis sirosis ditegakkan berdasarkan biopsi (28 subjek) atau secara klinis, laboratorium, dan radiologis (36 subjek). Kriteria inklusi utama studi ini adalah pasien sirosis dengan asites yang memiliki kadar norepineprin plasma > 300 pg/ml (nilai normal 185-275 pg/ml). Sedangkan kriteria eksklusi adalah apabila kadar bilirubin di atas 4,5 mg/dl, hitung trombosit di bawah 40000 dan kreatinin serum di atas 2 mg/dl. Pasien yang memiliki riwayat pedarahan saluran cerna karena varises esofagus, diabetes melitus, dan karsinoma hepatoselular juga dieksklusi. Enam puluh empat subjek yang terlibat pada studi ini dirandomisasi dan dibagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama mendapatkan plasebo dua kali sehari sedangkan kelompok kedua mendapatkan klonidin 0,075 mg dua kali sehari. Penelitian dilakukan secara double blinded. Selama 8 hari pertama penelitian, pasien hanya mendapat klonidin atau plasebo. Setelah 8 hari, spironolakton dengan dosis 200 mg per hari mulai ditambahkan pada kedua grup selama 10 hari. Setelah itu, dosis spironolakton disesuaikan dengan respons setiap subjek. Selanjutnya, setiap pasien akan di follow-up di klinik rawat jalan setiap bulannya. Secara ringkas, alur penelitian dapat dilihat pada gambar 1.
4
Gambar 1. alur penelitian
Dari 64 subjek, 3 subjek tidak dapat melanjutkan penelitian karena rendahnya kepatuhan. Dari karakrteristik subjek, tidak didapatkan perbedaan karakter yang bermakna pada kedua kelompok. Karakteristik dasar subjek dapat dilihat pada tabel 1.
Pada grup plasebo, tidak diapatkan adanya perubahan pada kadar neurohormonal, berat badan maupun kondisi hemodinamik sistemik pada 8 hari pertama sedangkan pada grup klonidin diapatkan adanya penurunan kadar norepineprin plasma, mean arterial pressure, dan laju jantung secara bermakna namun tidak didapatkan efek pada natriuresis maupun berat badan. Setelah 10 hari pemberian kombinasi klonidin dan spironolakton, didapatkan penurunan kadar renin dan aldosteron, peningkatan ekskresi natrium dan penurunan berat badan secara bermakna apabila dibandingkan dengan kelompok yang mendapat spironolakton saja. Hasil pengukuran kadar neurohormonal, natriuresis, berat badan, dan parameter lain pada kedua kelompok dapat dilihat pada tabel 2.
5
Kelompok plasebo memmiliki kebutuhan diuretik yang lebih tinggi daripada kelompok klonidin. Selain itu, komplikasi terkait terapi diuretik juga lebih rendah secara bermakna pada kelompok klonidin dibandingkan dengan kelompok plasebo. Kebutuhan akan parasentesis juga didapatkan lebih tinggi pada grup plasebo dibandingkan dengan grup klonidin.
Hasil follow up selama tiga bulan menunjukkan bahwa subjek pada kelompok plasebo lebih cepat kembali dirawat di rumah sakit terkait asites
6
dibandingkan dengan kelompok klonidin. Dosis diuretik pada juga didapatkan lebih tinggi pada kelompok plasebo.
Dari studi ini disimpulkan bahwa pada pasien sirosis yang memiliki kadar norepineprin plasma yang tinggi, pemberian kombinasi diuretik dan klonidin lebih efektif dibandingkan dengan diuretik saja 2. Singh dkk7 melakukan penelitian yang dipublikasikan pada tahun 2013 dengan melibatkan 60 pasien sirosis dengan asites refrakter atau rekuren. Studi ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas klonidin, midodrine maupun kombinasi klonidin dan midodrine pada pasien sirosis dengan asites refrakter atau rekuren. Diagnosis sirosis pada studi ini ditegakkan berdasarkan gambaran klinis, lab, dan radiologis dengan atau tanpa biopsi. Adapun yang menjadi kriteria inklusi studi ini adalah adanya asites refrakter atau rekuren, usia subjek kurang dari 70 tahun, dan tidak dalam kondisi perdarahan saluran cerna, ensefalopati hepatikum grade 2 ke atas, sindrom hepatorenal, atau infeksi selama satu bulan terakhir. Subjek dirandomisasimenjadi empat kelompok yaitu kelompok yang hanya mendapat terapi diuretik standar, kelompok diuretik dengan klonidin, kelompok diuretik dengan midodrine, dan kelompok yang mendapat kombinasi diuretik, klonidin dan midodrine. Tidak dilakukan blinding pada studi ini. Subjek pada grup midodrine mendapat midodrine 7.5 mg tiga kali sehari. Subjek pada grup klonidin mendapat klonidin 0.1 mg dua kali sehari. Pada subjek yang mendapat
7
midodrine dan klonidin diberikan midodrine 7,5 mg tiga kali sehari dan klonidin 0,1 mg dua kali sehari. Pemberian obat dihentikan saat target end point tercapai. Keluaran utama yang diharapkan kontrol asites sedangkan keluaran sekunder yang diamati adalah frekuensi ensefalopati dan komplikasi sirosis lainnya seperti perdarahan saluran cerna. Respons sempurna tercapai apabila asites dapat tereliminasi. Respons parsial tercapai bila terdapat asites namun tidak membutuhkan parasentesis. Pengukuran berbagai parameter dilakukan setelah satu bulan pemberian intervensi. Dari karakteristik subjek peneltian, tidak terdapat perbedaan karakteristik dasar subjek yang bermakna pada keempat kelompok. Tabel 5. Karakteristik subjek
Dari hasil penelitian studi ini didapatkan keluaran urin dan ekskresi natrium urin yang lebih tinggi secara bermakna pada kelompok midodrine, klonidin, dan kombinasi midodrine-klonidin jika dibandingkan dengan terapi diuretik saja.
8
Kadar renin dan aldosteron juga menurun secara bermakna pada kelompok midodrine, klonidin, dan kombinasi midodrine-klonidin dibandingkan dengan terapi diuretik saja. Dinilai secara keseluruhan, kelompok midodrine dan kelompok kombinasi memiliki respons pengobatan yang baik. Kelompok klonidin, meskipun tidak bermakna secara statistik, juga memiliki respons pengobatan yang cukup baik. Secara ringkas, hasil penelitian dapat dilihat pada tabel 6. Tabel 6. Hasil penelitian
Kelompok midodrine dan kelompok kombinasi midodrine dan klonidin sama-sama memiliki respons pengobatan yang cukup baik. Namun apabila dilakukan perhitungan secara statistik, tidak didapatkan perbedaan yang bermakna antara kelompok midodrine dengan kombinasi.
9
Dari penelitian ini disimpulkan bahwa pemberian klonidin, midodrine, atau kombinasi keduanya pada terapi diuretik standar dapat memperbaiki kontrol asites pada pasien sirosis dengan asites refrakter atau rekuren. Terapi kombinasi midodrin dan klonidin tidak lebih superior terhadap midodrine atau klonidin saja.
KESIMPULAN
Penambahan klonidin pada terapi diuretik standar dapat memperbaiki efikasi diuretik dan pada akhirnya dapat memperbaiki kontrol asites
Masih diperlukan penelitian dengan jumlah sampel yang lebih besar dan waktu follow up yang lebih lama.
DAFTAR PUSTAKA 1. Runyon BA. Management of adult patients with ascites due to cirrhosis: an update. Hepatology. 2009; 46(6): 2087-2107. 2. Biecker E. Diagnosis and therapy of ascites in liver cirrhosis. World J Gastroenterol. 2011; 17(10): 1237-48. 3. Dib N, Oberti F, Cales P. Current management of the complications of portal hypertension: variceal bleeding and ascites. CMAJ. 2006; 174(10): 1433-43. 4. Bacon BR. Cirrhosis and its complication. In: Longo DL, Fauci AS, editors. Harrions’s gastroenterology and hepatology. New York: McGraw-Hill; 2010. 429-31. 5. Senousy BE, Draganov. Evaluation and management of patients with refractory ascites. World J Gastroenterol. 2009; 15(1): 67-80 6. Lenaerts A, Codden T, meunier JC, et al. Effects of clonidine on diuretic response in ascetic patients with cirrhosis and activation of symphatetic nervous system. Hepatology 2006: 44; 844-9. 7. Virendra S, Singh A, Singh B, Vijayvergiya R, Sharma N, Ghai A, et al. Midodrine and clonidine in patients with cirrhosis and refractory ascites: a randomized
pilot
study.
Am
J
Gastroenterol.
2013
Feb
19.
doi:
10.1038/ajg.2013.9
10