Evidence-based Case Report Perbandingan Pioglitazone dengan terapi lain dalam perbaikan histologi hati pada Non Alcoholic Steato Hepatitis
Penulis: dr. Ika Fitriana
Divisi Hepatologi Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Jakarta, November-Desember 2012
Pendahuluan
Non alcoholic fatty liver disease (NAFLD) dikenal sebagai suatu entitas berbeda sejak 30 tahun yang lalu dan hingga saat ini masih banyak diteliti. (NAFLD foreword) Saat ini NAFLD merupakan penyakit yang ditenggarai makin sering menjadi penyebab gangguan hati di seluruh dunia. NAFLD merupakan spektrum penyakit hati mulai dari infiltrasi lemak parenkim hati (steatosis), perlemakan dan peradangan (nonalcoholic steatohepatitis: NASH) hingga sirosis dan HCC (hepatocellular carcinoma) tanpa adanya konsumsi alkohol berlebihan. Konsumsi alkohol dianggap berlebih dengan batas 30 g/hari untuk laki-laki dan 20 g/hari untuk perempuan. Prevalensi NAFLD di negara yang sudah berkembang berkisar 25-30%. Populasi tertinggi adalah negara dengan sindrom metabolik yang tinggi seperti obesitas dan diabetes tipe 2. Biopsi hati pada pasien pendonor hati menunjukkan 20% pendonor memiliki steatosis 30%. Prevalensi NAFLD pada populasi dengan berat badan normal tanpa faktor risiko metabolik berkisar 16%. Sedangkan NASH dikatakan berkisar 3-5%.(4) Pada penelitian Attar dkk., prevalensi berkisar 46% lebih tinggi dari yang dilaporkan sebelumnya. Berdasarkan etnisitas, ras hispanik memiliki prevalensi NAFLD paling tinggi (58%) diikuti kaukasia (44%) dan afrika Amerika (35%). Sedangkan NASH menyumbang 12,2% dari total kohort dan 29,9% berdasarkan hasil USG.1 Steatosis merupakan definisi histologik yang didefinisikan sebagai peningkatan kandungan lemak hepatosit. Sedangkan hepatocellular ballooning, inflamasi lobular, dengan atau tanpa badan asidofil, spotty necrosis, dan fibrosis perisinusoid merupakan manifestasi histologik utama NASH.2 Pada kebanyakan kasus, NAFLD muncul tanpa gejala dan ditemukan secara tidak sengaja akibat peningkatan enzim transaminase atau gambaran ultrasonografi yang abnormal. Gejala yang muncul biasanya tidak khas, seperti rasa nyeri atau tidak nyaman di quadran kanan atas abdomen, rasa lelah, atau malaise saja. Hepatomegali dapat ditemukan pada 75% kasus NAFLD.
Pemeriksaan fisik lain adalah gambaran resistensi insulin, sindrom metabolik
seperti obesitas sentral, acanthosis nigricans, hipertrigliseridemia, dan hipertensi. Diagnosis NAFLD memerlukan dua kriteria seperti 1) Bukan merupakan suatu penyakit alkoholik dan penyebab penyakit lain sudah disingkirkan, 2) adanya lemak di hati yang dibuktikan lewat pemeriksaan pencitraan atau biopsi hati.3 NAFLD erat berhubungan dengan sindrom metabolik. Hal ini dapat dijelaskan lewat teori patogenesis multi-hit yang melibatkan beberapa langkah. First hit adalah steatosis yang diduga dicetuskan oleh metabolisme asam lemak bebas yang berakumulasi di hati melalui
mekanisme reistensi insulin. dan second hit, melibatkan pelepasan sitokin dan reactive oxygen species mencetuskan stres oksidatif hingga menyebabkan apoptosis dan nekrosis selular mengubah steatosis sederhana menjadi steatohepatitis.3 Meskipun prevalensinya makin tinggi, tak ada terapi yang disetujui lebih efektif satu sama lain pada NASH. Berdasarkan patogenesis yang berkaitan dengan resistensi insulin dan sindrom metabolik, terapi diet, aktifitas fisik, tatalaksana hiperlipidemia dan diabetes mellitus banyak diteliti sebagai tatalaksana NAFLD yang menjanjikan. Penelitian yang berkembang yaitu obat-obatan penurunan berat badan (orlistat), aktifitas fisik, pengobatan antidiabetik oral (metformin, troglitazone, pioglitazone, dan rosiglitazon), obat sitoprotektif (taurin, asam ursodeoksikolat
[UDCA],
obat
hipolipidemik
(clofibtrate,
gemfibrozil,
bezafibrat,
atorvastatin, dan obat inhibitor reduktase HMG-CoA lainnya), antioksidan, dan beberapa terapi kombinasi (diet dan UDCA, vitamin E dan pioglitazone). 4 Suatu telaah sistematik oleh eslami, dkk4 untuk tatalaksana NAFLD pada tahun 2009 menyimpulkan bahwa pioglitazon merupakan pilihan paling beralasan untuk tatalaksana NASH terutama pasien dengan diabetes melitus tipe 2 atau memiliki toleransi glukosa terganggu. Namun, menurut peneliti sendiri, penelitian masih banyak yang berskala kecil dan belum melibatkan studi head to head.4 Suatu metaanalisis oleh Muso, dkk.5 tahun 2010 menekankan bahwa data penelitian masih terbatas untuk tatalaksana NAFLD dan tidak secara spesifik membahas NASH. Dilaporkan bahwa 53% RCT menegakkan diagnosis steatosis hanya melalui radiologi dan tidak menyertakan perubahan histologi dengan metodologi dan waktu penelitian yang terbatas. Beberapa penelitian menunjukkan penurunan berat badan aman dan memiliki kemampuan memperbaiki kelainan histologi NAFLD namun dibutuhkan penurunan berat badan yang lebih lagi untuk mengurangi nekroinflamasi. Efek terapi ini tak bertahan lama karena hanya sekitar 40% pasien yang bisa mencapai berat badan yang ditargetkan. Terapi lain adalah intervensi gaya hidup lewat aktifitas fisik yang akan mengurangi lemak hati, terlepas dari penurunan berat badan, dan terbukti lebih lama memperbaiki kelainan metabolik terkait NAFLD. Namun efeknya terhadap histologi NASH masih memerlukan evaluasi.6 Pada pasien yang tak dapat mencapai dan mempertahankan diet serta aktifitas fisik, terapi farmakologi perlu dipertimbangkan.
Insulin sensitizers dan antioksidan paling ekstensif
diteliti melalui berbagai RCT. Antioksidan memiliki efek heterogen dan TZD belum terbukti keamanannya untuk terapi jangka panjang. Beberapa penelitian lain menunjukkan anti TNF alfa (pentoxyfillin) atau pun penghambat ACE memiliki efek positif terhadap NASH.
Dari berbagai penelitian ini, pioglitazone mendapat perhatian besar karena kelompok TZD dilaporkan memiliki efek menguntungkan terhadap NASH. Insulin sensitisers lain, metformin, tidak terbukti memperbaiki histologi hati pada NASH sehingga penelitian saat ini lebih baynak difokuskan pada kelompok TZD.7
Pioglitazone merupakan golongan thiazolidinedione (TZD), yang termasuk anti diabetik oral. TZD memiliki target faktor transkripsi peroxisom proliferator activated receptor gamma (PPAR ɤ) yang akan mencetuskan heterodimerisasi dengan reseptor retinoid X diikuti dengan pemaparan peroxisome proliferator response elements (PPRE) yang menstimulasi transkripsi gen terkait homeostasis metabolik. PPAR ɤ
merupakan gen-gen transkripsi yang
berhubungan dengan inflamasi, yang bisa bekerja tanpa melalui jalur PPRE tetapi lewat suatu agonis sehingga mengaktifasi jalur inflamasi, yaitu jalur NF-KB dan AP-1. 8 PPAR ɤ banyak diekspresikan di jaringan adiposa, otot, pankreas, hati, dan limpa. Aktifasi PPAR ɤ akan menyebabkan diferensiasi adiposit dan adipogenesis. TZD akan menstimulasi oksidasi asam lemak dan menghambat sintesis asam lemak hati lewat aktifasi AMPK (adenosine monophosphate-activated protein kinase). Pada obesitas dan diabetes mellitus tipe 2, TZD meningkatkan adiponektin plasma, mengurangi lipolisis dan meredistribusi lemak dari hati dan simpanan viseral ke jaringan lemak subkutan. TZD juga memperbaiki sensitifitas insulin perifer dan hepatik pada pasien NASH. Secara penelitian, peran TZD pada perubahan histologis NASH masih perlu banyak diteliti. Eksktensifnya penelitian yang melibatkan pioglitazone sebagai terapi yang efektif memperbaiki gambaran histologi NASH dan berkembangnya alternatif tatalaksana NAFLD yang lain menimbulkan pertanyaan apakah pioglitazone lebih efektif dibandingkan terapi lain dalam memperbaiki histologi gambaran NASH pada pasien NAFLD.9 Kasus Seorang wanita, 48 tahun, datang ke poliklinik hepatologi untuk pemeriksaan histologi fatty liver. Tidak ada riwayat konsumsi alkohol. Pasien tergolong obesitas dengan tinggi badan 157 cm dan berat badan 80 kg. Pemeriksaan laboratorium memperlihatkan SGOT 20 IU/mL (N 10-40), SGPT 18 IU/mL (N 5-40), GDP 96 mg/dL, GD 2j PP 170, Hb 10,8 g/dL, Leukosit 7300/µL,
trombost 238.000/ µL. HbsAg dan antibodi HCV total non reaktif, dengan
gambaran USG abdomen dan CT scan fatty liver. Biopsi hati menunjukkan fatty liver
sederhana dicirikan dengan perubahan perlemakan sampai 20% tanpa ballooning, tanpa fibrosis, tanpa inflamasi intraasinar, dan tanpa inflamasi kronik portal. Pasien tidak mengonsumsi obat apapun untuk penyakitnya. Tiga tahun kemudian, berat badan turun menjadi 75 kg, pemeriksaan laboratorium menunjukkan SGOT/SGPT 50 IU/mL, SGPT 27 IU/mL, GDP 85 mg/dL, GD 2jPP 195, DPL dalam batas normal, CT scan abdomen memperlihatkan fatty liver berat. Dan biopsi menunjukkan adanya NASH, dengan perubahan perlemakan makrovesikular (40%), dengan ballooning, fibrosis moderate (stage 2), inflamasi intraacinar dengan infiltrasi neutrofil, dan inflamasi kronik portal ringan dengan nekrosis. Pasien didiagnosis sebagai NASH, obesitas, dengan toleransi glukosa terganggu. Pada pasien ini akan direncanakan terapi yang dapat memperbaiki derajat NASH. Karena pasien memiliki toleransi glukosa terganggu dengan risiko sindrom metabolik, dipikirkan terapi yang mungkin memiliki efek tambahan terhadap gangguan ini. Pioglitazone salah satu terapi yang banyak dibicarakan akhir-akhir ini. Formulasi Pertanyaan Klinis Pertanyaan ilmiah berdasarkan PICO adalah apakah pada NASH (Populasi), pioglitazone (Intervention) lebih baik dibandingkan terapi lain (Comparation) dalam memperbaiki histologi jaringan hati (Outcome). Berdasarkan PICO tersebut, dilakukan pencarian melalui PUBMED, ScienceDirect dan COCHRANE dengan kriteria inklusi: RCT dan metaanalisis, dari tahun 2008-2013, usia lebih dari 19 tahun, dan berbahasa inggris. Selanjutnya penelitian dipersempit pada RCT atau metaanalisis tentang pioglitazone yang menggunakan evaluasi histologi lewat biopsi hati. Pencarian judul penelitian melalui kata kunci: 1: pioglitazone AND non alcoholic steatohepatitis 2: pioglitazone AND non alcoholic fatty liver disease 3: 1 AND vitamin E 4: 1 AND ursodeoxicolic acid 5: 1 AND statins 6: 1 AND metformin 7: 1 AND exercise 8: 1 AND diet
28 RCT, telaah analisis, dan/atau meta-analisis (PubMed, MEDLINE, Cochrane)
Biopsi hati sebelum dan sesudah, menggabungkan penelitian yang sama dari kata kunci di atas
7 artikel menjawab pertanyaan klinis, satu artikel merupakan subanalisis dari penelitian lain, satu tidak menggunakan biopsi pada kelompok plasebo, dua ternyata memiliki luaran utama bukan perbaikan histologis.
3 artikel berupa RCT, dan satu meta-analisis
Dengan metode tersebut didapatkan 28 jurnal dan banyak yang merupakan jurnal yang sama sehingga akhirnya didapatkan 7 artikel. Setelah ditelaah satu persatu, didapatkan 3 jurnal RCT dan satu metaanalisis yang memenuhi kriteria, sebagai berikut: 1. Sanyal, AJ, Chalasani, N, Kowdley, KV, dkk. Pioglitazone, Vitamin E, or Placebo for Nonalcoholic Steatohepatitis. N Engl J Med 2010;362:1675-85, 2. Aithal, GP, Thomas, JA, Kaye, PV, dkk. Randomized, Placebo-Controlled Trial of Pioglitazone
in
Non
diabetic
Subjects
with
Non
alcoholic
steatohepatitis.
Gastroenterology 2008;135: 1176-1184, 3. Sharma, BC, Kumar, A, Garg, V, dkk. A randomized Controlled Trial comparing efficacy of Pentoxifylline and Pioglitazone on Metabolic Factors and Liver Histoogy in Patients with Non-acoholic Steatohepatitis. Journal of Clin and Exp Hepatology 2012;2(4):333337
4. Boettcher, E, Pucino, F, Wesley, R, dkk. Meta analysis: pioglitazone improves Liver Histology and Fibrosis in Patients with Non-alcoholic Steatohepatitis. Aliment Pharmacol Ther 2012;35:66-75
Telaah kritis (critical appraisal) Untuk menelaah tiga RCT yang telah dipilih sesuai kriteria, dilakukan analisis VIA (Validity, Importancy, dan Applicability) yang ambil dari formulir critical appraisal for therapy study dari Universitas of Oxford, tahun 2005. Sanyal, dkk (2010)
Aithal, dkk (2008)
Sharma, dkk (2012
Ya
Ya
Apakah kelompok Tidak (Kelompok Pio Ya serupa pada awal memiliki tanpa penelitian “balooning” lebih banyak secara signifikan
Ya
Apakah diperlakukan Ya sama
Ya
Ya
Apakah dianalisis Ya sesuai dengan kelompok yang dirandomisasi
Ya
Ya
Apakah pasien dan Ya klinisi tetap tidak megnetahui terapi yang diterima
Ya
Tidak
Validitas Apakah pasien Ya mendapat terapi secara randomisasi
Important Berapa besar dampak NNT vitamin E vs Kerusakan hepatosit Kelompok Pio terapi plasebo: 4,2 dan mallory denk mengalami perbaikan body berkurang pada derajat Brunt (p 0.04) NNT Pio vs plasebo: kelompok Pio (p 6,9 0,005 dan p 0,004) Seberapa akurat
Mencantumkan point Tidak mencantumkan Tidak mencantumkan
of estimate
point of estimate
point of estimate
Ya
Ya
Ya
Aplikasi Dapatkah diaplikasikan pasien saya
pada
Sanyal, dkk. membagi kelompok studi menjadi tiga yaitu kelompok vitamin E, kelompok pioglitazone, dan kelompok plasebo melalui randomisasi. Karakteristik pasien dibagi menjadi faktor demografi, kualitas hidup, lipid, faktor metabolik, dan faktor histologi (tabel 3). Peneliti melakukan biopsi pada awal penelitian, memberikan terapi secara blind, mengikuti pasien hingga 96 minggu tanpa intervensi diet dan olah raga kemudian sampel menjalani biopsi kembali pada akhir penelitian. Pasien yang tidak dibiopsi pada akhir penelitian dianggap tidak mengalami perbaikan.
Tabel 3. Karakteristik dasar sampel pada penelitian Sanyal dkk. Luaran utama penelitian ini adalah perubahan gambaran histologis pada NASH, sedangkan luaran sekunder adalah perubahan skor aktivitas dari NASH dan parameter metabolik seperti yang tercantum dalam tabel 4.
Tabel 4. Gambaran histologik hati sebagai luaran pertama (a). Parameter metabolik sebagai luaran sekunder (b).
Sedangkan penelitian kedua yaitu penelitian Aithal dkk.11 Membandingkan antara kelompok pioglitazone dengan plasebo. Peneliti merekrut 74 sampel yang sebelumnya telah menjalani diet dan aktifitas fisik yang dianjurkan oleh ahli diet selama tiga bulan. Secara randomisasi, sampel ini dibagi menjadi dua kelompok pioglitazone dan plasebo dan secara blind mendapatkan obat selama 12 bulan. Luaran utama penelitian Aithal dkk. Adalah perubahan histologis dan luaran sekunder berupa perubahan klinis dan metabolik serta efek samping obat. Perubahan antara kelompok pioglitazone dan plasebo dalam luaran utama digambarkan pada grafik 1.
Tabel 5. .Luaran sekunder parameter metabolik pada penelitian Aithal dkk. Penelitian ketiga adalah penelitian Sharma dkk.12 yang merupakan RCT open study membandingkan antara pioglitazone dengan pentoxifillyne secara head to head.
Peneliti
melakukan biopsi secara berurutan sejumlah 60 pasien dan memberikan baik pioglitazone maupun pentoxifillyne selama enam bulan kemudian melakukan biopsi ulang pada akhir penelitian. Seluruh kelompok diinstruksikan untuk mengurangi asupan 500 kalori dan aktifitas fisik moderat. Luaran utama adalah parameter histologik dengan luaran sekunder parameter metabolik. Karakteristik dan parameter luaran metabolik serta histologik sampel dijelaskan sebagai berikut.
Sedangkan studi metaanalisis oleh Boettcher, dkk.13 ditelaah melalui metode PRISMA (Preferred reporting items for systematic reviews and meta-analysis). PRISMA memperhatikan berbagai aspek yang harus terdapat di dalam sebuah studi telaah sistematis (systematic review) dan meta-analisis. Metode ini merupakan revisi terbaru dari telaah kritis QUORUM (Quality of reporting of meta-analyses) yang diperkenalkan oleh British Medical Journal (BMJ) pada tahun 2009. Beberapa poin pokok yang terdapat di dalam telaah PRISMA adalah: Judul, Abstrak, Metode, Hasil, Diskusi, dan Pendanaan. Telaah PRISMA ditampilkan dalam kertas kerja (worksheet) menggunakan sistem cek list (√) yang diberikan bila di dalam artikel metaanalisis tersebut terdapat poin yang diminta. Semakin lengkap daftar cek list, terutama pada kolom Metode dan Hasil, maka semakin baik meta-analisis tersebut.
x
Melalui Pubmed/MEDLINE dan Cochrane Central register, dengan kata kunci NASH atau non alcoholic steatohepatitis dan Pioglitazone, dan NASH kombinasi dengan rosiglitazone, atau NASH kombinasi dengan insulin sensitizers, didapatkan empat RCT. Pencarian artikel oleh satu orang dan hasil yang didapat akan di telaah oleh dua reviewer secara independen. Hasilnya, TZD secara signifikan lebih baik dibandingkan plasebo dan pioglitazone mungkin memiliki efek memperbaiki fibrosis (OR 1,68 [95% CI, 1,02-2,77). Peneliti juga melakukan subanalisis efek pioglitazone terhadap luaran histologis dan metabolik.
Diskusi kasus
Semua artikel di atas membahas mengenai perbandingan pioglitazone terhadap terapi lain dalam memperbaiki outcome utama yaitu gambaran histologi hati. Dari semua studi yang ada, perbandingan pioglitazone dengan terapi diet saja, atau terapi aktifitas fisik saja, UDCA, golongan statins, dan vitamin E secara head to head belum tersedia. Penelitian Sanyal, dkk.10 meneliti vitamin E dan pioglitazon dibandingkan dengan
plasebo memiliki metodologi
cukup baik dengan jangka waktu terapi paling lama yaitu 96 minggu. Namun demikian, peneliti menyatakan bahwa penelitiannya tidak didisain untuk membandingkan head to head antara pioglitazone dengan vitamin E dan belum ada kesimpulan antara efikasi satu dibandingkan yang lain. Aithal dkk.11 Membandingkan antara pioglitazon dengan plasebo. Dalam hal ini kelompok plasebo dan kelompok pioglitazon mendapat perlakuan diet dan aktifitas fisik yang sama. Hanya penelitian Sharma, dkk.12 Yang membandingkan head to head antara pentoxifillyne dan pioglitazone dengan luaran utama perbaikan histologi hati. Namun demikian, penelitian mereka belum memiliki metodologi yang memadai karena tidak mencantumkan point estimate dan tidak mengalkulasi Number Needed to Treat sehingga belum dapat dinilai seberapa penting penelitian ini untuk keperluan klinis. Perbandingan antara pioglitazone dengan insulin sensitizer lain seperti metformin atau rosiglitazon tersedia pada beberapa artikel, namun sayangnya mereka tidak menggunakan histologi hati sebagai luaran utama melainkan lebih pada luaran metabolik. Parameter metabolik juga menjadi luaran pada berbagai penelitian di atas. Pada penelitian Sanyal dkk.10 Pioglitazone memiliki perbedaan signifikan dalam memperbaiki profil lipid, menurunkan gula darah puasa, resistensi insulin, namun memiliki efek samping meningkatkan berat badan secara signifikan dibandingkan dengan kelompok lain. Sedangkan untuk parameter lain, efektifitas pioglitazone relatif sama dengan vitamin E. Penelitian Aithal dkk.11 Memperlihatkan kelompok pioglitazone memiliki kadar leptin lebih tinggi sekaligus meningkatkan kadarnya lebih baik di akhir penelitian. Begitu juga, kelompok pioglitazone memiliki perbaikan SGPT dan nilai gamma GT lebih baik dibanding plasebo. Metaanalisis yang dinilai di atas secara hampir lengkap telah memenuhi kriteria PRISMA. Metaanalis ini sebenarnya tidak hanya menilai pioglitazone melainkan menyertakan TZD lain yaitu rosiglotazon yang akhirnya ditarik dari pasaran. Namun, metaanalisis ini menyertakan luaran perbaikan histologi hati yang sesuai dengan pertanyaan klinis yang diajukan sebelumnya. Berdasarkan penilaian metaanalisis di atas, TZD memperbaiki parameter histologi seperti nekrosis ballooning, nekroinflamasi, steatosis, dan inflamasi lobular, juga fibrosis pada NASH juga memperbaiki parameter metabolik terutama fungsi hati yang
ditonjokkan perbaikan SGPT. Studi subanalisis pada metaanalisis tersebut antara pioglitazon vs plasebo menunjukkan adanya perbaikan histologi seperti degenerasi ballooning (OR 2,39 [95% CI 1,43-3,95]), inflamasi lobular (OR 2,81 [95% CI 1,74-4,53]), steatosis (OR 3,28 [95% CI 2,04-4,53]), dan fibrosis (OR 1,68 [95% CI 1,02-2,77]),dibandingkan dengan plasebo. Pada kasus di atas, terapi pioglitazon 1x30 mg setiap hari memiliki keuntungan terhadap parameter histologis dan parameter metabolik karena pasien memiliki risiko sindrom metabolik seperti obesitas dan toleransi glukosa terganggu. Namun pertimbangkan efek samping kenaikan berat badan yang di sisi lain sudah menjadi masalah pada pasien ini. Bila efek samping tak dapat dihindari, pemberian vitamin E sama efektifnya dengan pioglitazone dalam memperbaiki histologi hati pada NASH.
Daftar Pustaka 1. Attar BM, Van Thiel DH. Current concepts and management approaches in nonalcoholic fatty liver disease. ScientificWorldJournal;2003:481893
2. Kleiner DE, Brunt EM. Nonalcoholic fatty liver disease: pathologic patterns and biopsy evaluation in clinical research. Semin Liver Dis; 2012;32(1):3-13 3. Dowman, JK. Tomlinson, JW. Newsome, PN. Pathogenesis of nonalcoholic fatty liver disease. Q J Med 2010; 103:71-83 4. Eslami, L. Merat, S. Nesseri-Moghaddam, S. Treatment of nonalcoholic fatty liver disease
(NAFLD):
A
systematic
review.
Middle
East
of
Digestive
Disease;2009;1(2):89-98 5. Musso, G, Gambino R, Cassader M, Pagano G. Meta-analysis: natural history of nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD) and diagnostic accuracy of non-invasive tests for liver disease severity. Ann Med;43(8):617-649 6. Johnson NA, Keating SE, George J. Exercise and the liver: implication for therapy in fatty liver disorders. Semin Liver Dis;2012;32(1):65-79 7. Shyangdan D, Clar C, Ghouri, N. Hendeson, R. Gurung, T. Insulin sensitisers in the treatment of non alcoholic faty liver disease: a sistematic review. Health Technology assessment 2011;15(38):1-66) 8. Kawaguchi-Suzuki M, Frye RF. Current clinical evidence on pioglitazone pharmacogenomics. Front Pharmacol;2013;4:147 9. Gastaldelli A, Harrison S, Belfort-Aguiar R, Hardies J, Balas B, Schenker S, et al. Pioglitazone in the treatment of NASH: the role of adiponectin. Aliment Pharmacol Ther;32(6):769-775 10. Sanyal, AJ, Chalasani, N, Kowdley, KV, dkk. Pioglitazone, Vitamin E, or Placebo for Nonalcoholic Steatohepatitis. N Engl J Med 2010;362:1675-85, 11. Aithal, GP, Thomas, JA, Kaye, PV, dkk. Randomized, Placebo-Controlled Trial of Pioglitazone in Non diabetic Subjects with Non alcoholic steatohepatitis. Gastroenterology 2008;135: 1176-1184. 12. Sharma, BC, Kumar, A, Garg, V, dkk. A randomized Controlled Trial comparing efficacy of Pentoxifylline and Pioglitazone on Metabolic Factors and Liver Histoogy in Patients with Non-acoholic Steatohepatitis. Journal of Clin and Exp Hepatology 2012;2(4):333-337. 13. Boettcher, E, Pucino, F, Wesley, R, dkk. Meta analysis: pioglitazone improves Liver Histology and Fibrosis in Patients with Non-alcoholic Steatohepatitis. Aliment Pharmacol Ther 2012;35:66-75