CASE REPORT DRUG ABUSE Perubahan Faktor Kepribadian dan Kejiwaan Sebelum, Sesudah Menjadi Pencandu NAPZA dan Setelah Terbebas dari Kecanduan.
UNIVERSITAS YARSI FAKULTAS KEDOKTERAN
OLEH: BRENDA KARINA 1102010052 Kelompok A-6
TUTOR: dr. Yurika Sandra M. Biomed
1
Perubahan Faktor Kepribadian dan Kejiwaan Sebelum, Sesudah Menjadi Pencandu NAPZA dan Setelah Terbebas dari Kecanduan. ABSTRAK Latar Belakang : Drug abuse, atau yang biasa kita kenal dengan penyalah gunaan obat memiliki banyak faktor- faktor penyebab yang mendasarinya, dari diri pemakai sendiri atau dari faktor luar. Kepribadian merupakan salah satu faktor dari diri sendiri yang merupakan segi psikososial yang memiliki dampak terbesar dalam kasus ini. Kebanyakan dari pengguna Napza memiliki perubahan kepribadian dan kejiwaan yang sangat signifikan terlihat, bahkan ada yang menyebutkan mereka memiliki kepribadian yang khusus dinamakan untuk para mengguna (kepribadian junkie). Presentasi kasus : pengalaman Tn A, usia 36 tahun, pernah menikah, pernah mengalami terapi detox dan rehabilitasi di RSKO Jakarta, Cibubur setahun yang lalu. Sekarang menjadi staff di pusat rehabilitasi tersebut dulu menggunakan NAPZA dengan latar belakang tidak kuatnya kepribadian diri (labil) sehingga terjerumus dalam penggunaan obat- obatan. Sudah 2 kali masuk rehabilitasi, yang pertama di Panti Badan Narkotika Nasional LIDO, Bogor dan yang kedua di RSKO Jakarta, Cibubur. Diskusi dan simpulan : Kepribadian dan kejiwaan pengguna bahkan mantan pengguna masih sangatlah labil dan rentan terhadap keinginan kembali menggunakan obat-obat tersebut. Umumnya para pasien tersebut bisa kembali menggunakan obat-obatan apabila mendapat tekanan. Tekanan yang kecilpun secara otomatis langsung mengingatkan mereka terhadap obat tersebut. Pola pikir mereka pun berubah menjadi jangka pendek dan tidak berpikiran kemungkinan buruk kedepan yang terjadi apabila menggunakan obat tersebut kembali. Kepribadian dan kejiwaan pada para pengguna dan mantan pengguna sangat lebih rentan, labil, dan berubah-ubah dibandingkan sebelum menggunakan NAPZA Untuk lepas dari keinginan menggunakan obat, harus dari pribadi diri pengguna tersebut dan diberi dukungan oleh faktor luar, misalnya keluarga, lingkungan, dan pergaulan. Ada suatu perkataan dari staff yang diwawancarai, “Pengguna obat, hanya dapat disembuhkan oleh faktor keluarga dan dibantu oleh mantan pecandu obat”. Maksud dari perkataan staff tersebut adalah, mantan pecandu dapat lebih mengerti dan bisa mencarikan jalan keluar untuk para pecandu karena mereka telah berpengalaman terhadap situasi tersebut.
2
LATAR BELAKANG Drug abuse, atau yang biasa disebut penyalahgunaan obat adalah pemakain obat-obatan atau zat-zat berbahaya dengan tujuan bukan untuk pengobatan dan penelitian serta digunakan tanpa mengikuti aturan atau dosis yang benar. Dalam kondisi yang cukup wajar/sesuai dosis yang dianjurkan dalam dunia kedokteran saja maka penggunaan narkoba secara terus-menerus akan mengakibatkan ketergantungan, depedensi, adiksi atau kecanduan. Penyalahgunaan yang akan dibahas dalam case report ini merupakan penyalahgunaan NAPZA. Penyalahgunaan NAPZA berpengaruh pada tubuh dan mental-emosional para pemakaianya. Jika semakin sering dikonsumsi, apalagi dalam jumlah berlebih maka akan merusak kesehatan tubuh, kejiwaan dan fungsi sosial di dalam masyarakat. Pengaruh NAPZA pada remaja bahkan dapat berakibat lebih fatal, karena menghambat perkembangan kepribadianya. NAPZA dapat merusak potensi diri, sebab dianggap sebagai cara yang “wajar” bagi seseorang dalam menghadapi dan menyelesaikan permasalahan hidup sehari-hari. Penyalahgunaan NAPZA merupakan suatu pola penggunaan yang bersifat patologik dan harus menjadi perhatian segenap pihak. Meskipun sudah terdapat banyak informasi yang menyatakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh penyalahgunaan dalam mengkonsumsi narkoba, tapi hal ini belum memberi angka yang cukup signifikan dalam mengurangi tingkat penyalahgunaan narkoba. Terdapat 3 faktor (alasan) yang dapat dikatakan sebagai “pemicu” seseorang dalam penyalahgunakan NAPZA. Ketiga faktor tersebut adalah faktor diri, faktor lingkungan, dan faktor kesediaan narkoba itu sendiri. Faktor Diri
Keingintahuan yang besar untuk mencoba, tanpa sadar atau berfikir panjang tentang akibatnya di kemudian hari. Keinginan untuk mencoba-coba kerena penasaran. Keinginan untuk bersenang-senang. Keinginan untuk dapat diterima dalam satu kelompok (komunitas) atau lingkungan tertentu. Workaholic agar terus beraktivitas maka menggunakan stimulant (perangsang). Lari dari masalah, kebosanan, atau kegetiran hidup. Mengalami kelelahan dan menurunya semangat belajar. Menderita kecemasan dan kegetiran. Kecanduan merokok dan minuman keras. Dua hal ini merupakan gerbang ke arah penyalahgunaan narkoba. Karena ingin menghibur diri dan menikmati hidup sepuas-puasnya. Upaya untuk menurunkan berat badan atau kegemukan dengan menggunakan obat penghilang rasa lapar yang berlebihan.
3
Merasa tidak dapat perhatian, tidak diterima atau tidak disayangi, dalam lingkungan keluarga atau lingkungan pergaulan. Ketidakmampuan menyesuaikan diri dengan lingkungan. Ketidaktahuan tentang dampak dan bahaya penyalahgunaan narkoba. Pengertian yang salah bahwa mencoba narkoba sekali-kali tidak akan menimbulkan masalah. Tidak mampu atau tidak berani menghadapi tekanan dari lingkungan atau kelompok pergaulan untuk menggunakan narkoba. Tidak dapat atau tidak mampu berkata TIDAK pada narkoba.
Faktor Lingkungan
Keluarga bermasalah atau broken home. Ayah, ibu atau keduanya atau saudara menjadi pengguna atau penyalahguna atau bahkan pengedar gelap narkoba. Lingkungan pergaulan atau komunitas yang salah satu atau beberapa atau bahkan semua anggotanya menjadi penyalahguna atau pengedar gelap narkoba. Sering berkunjung ke tempat hiburan (café, diskotik, karoeke, dll.). Mempunyai banyak waktu luang, putus sekolah atau menganggur. Lingkungan keluarga yang kurang / tidak harmonis. Lingkungan keluarga di mana tidak ada kasih sayang, komunikasi, keterbukaan, perhatian, dan saling menghargai di antara anggotanya. Orang tua yang otoriter. Orang tua/keluarga yang permisif, tidak acuh, serba boleh, kurang/tanpa pengawasan. Orang tua/keluarga yang super sibuk mencari uang/di luar rumah. Lingkungan sosial yang penuh persaingan dan ketidakpastian. Kehidupan perkotaan yang hiruk pikuk, orang tidak dikenal secara pribadi, tidak ada hubungan primer, ketidakacuan, hilangnya pengawasan sosial dari masyarakat,kemacetan lalu lintas, kekumuhan, pelayanan public yang buruk, dan tingginya tingkat kriminalitas. Kemiskinan, pengangguran, putus sekolah, dan keterlantaran.
Faktor Ketersediaan Narkoba itu sendiri menjadi faktor pendorong bagi seseorang untuk memakai narkoba karena :
Narkoba semakin mudah didapat dan dibeli. Harga narkoba semakin murah dan dijangkau oleh daya beli masyarakat. Narkoba semakin beragam dalam jenis, cara pemakaian, dan bentuk kemasan. Modus Operan di Tindak pidana narkoba makin sulit diungkap aparat hukum. Masih banyak laboratorium gelap narkoba yang belum terungkap.
4
Sulit terungkapnya kejahatan computer dan pencucian uang yang bisa membantu bisnis perdagangan gelap narkoba. Semakin mudahnya akses internet yang memberikan informasi pembuatan narkoba. Bisnis narkoba menjanjikan keuntugan yang besar. Perdagangan narkoba dikendalikan oleh sindikat yagn kuat dan professional. Bahan dasar narkoba (prekursor) beredar bebas di masyarakat.
Di bidang psikologi, teori-teori kepribadian cukup banyak dan masing-masing memiliki pendukung maupun penentangnya. Misalnya saja teori psikoanalitik kepribadian Freud yang mengatakan perilaku manusia (tindakan, pikiran, perasaan, dan aspirasi) ditentukan kekuatan insting, yang didominasi dorongan seks dan agresivitas. Seperti kenapa seseorang menjadi pencemas karena adanya sejumlah faktor yang berasal dari alam ketidaksadaran. Freud juga mengatakan kepribadian memiliki tiga struktur, yaitu id, ego, dan superego. Tentu saja teori itu kemudian ditentang banyak pihak karena seolah-olah menyatakan manusia itu tidak mampu mengembangkan dirinya sendiri. Kalangan lain meyakini kepribadian merupakan sebuah sistem terbuka dan selalu mengalami perkembangan. Sampai sini lalu mulai muncul pertanyaan apakah kepribadian itu sesuatu yang menetap atau berubah ubah.Penggolongan manusia dalam berbagai jenis kepribadian sudah terjadi sejak lama. Ada yang menggolongkan kepribadian manusia dalam tipe sanguine, plegmatik, melankolik, dan kolerik. Tentang kepribadian Kepribadian dalam bahasa Inggris adalah personality. Kata itu diyakini berasal dari bahasa Latin persona. Awal digunakan, kata ini berarti topeng-topeng yang dipakai para pemain dalam dramadrama Yunani. Namun, akhirnya berkembang menjadi peran-peran yang dimainkan para tokoh dalam drama tersebut. Memang konsepsi awal tentang kepribadian adalah citra sosial yang sifatnya dangkal (superficial social image), yang diadopsi seseorang dalam drama kehidupan. Misalnya saja, orang mengatakan si X orang yang menarik, populer, keren, mudah bergaul, dan sebagainya. Kepribadian kemudian juga dilihat sebagai karakteristik dominan yang ada pada diri seseorang, seperti kepribadian agresif, pemalu. Memang banyak orang lalu menggolongkan ciri-ciri ini dalam kategori kepribadian baik atau jelek. Misalnya kepribadian agresif tidak baik, tapi kepribadian tenang baik. sebenarnya, para psikolog kepribadian hampir tidak pernah membuat sebuah evaluasi atas kepribadian. Mereka melihat kepribadian sebagai suatu hal yang netral. Banyak sekali tokohtokoh yang mengemukakan definisi mereka tentang apa itu kepribadian, dan semua definisi ini sangat bergantung pada teori kepribadian apa yang dibangun. Terbentuknya kepribadian Dulu orang berpendapat bahwa kepribadian ditentukan faktor keturunan atau bawaan. Jika 5
orang tuanya seorang pemarah, besar kemungkinan anaknya juga akan menjadi anak pemarah. Namun, pendapat ini kemudian dipertanyakan itu banyak pihak. Pendapat yang kemudian berkembang adalah bahwa kepribadian merupakan hasil bentukan lingkungan. Faktor-faktor di luar diri seseorang (seperti pola asuh orang tua, pendidikan guru, perlakukan masyarakat sekitar, nilai yang ditanamkan, dan sebagainya) diyakini sangat berperan dalam membentuk kepribadian seseorang. Kecanduan Kecanduan adalah sebuah kondisi ketika kebebasan dan kendali terhadap diri sudah tidak ada lagi. Ada bermacam-macam kecanduan, mulai dari kecanduan judi, minuman keras, narkoba, makan, olahraga, lihat situs porno, dan sebagainya. Covey pengarang buku Seven Habit pernah mengemukakan sebuah kecanduan lain, yaitu kecanduan urgensi (urgency addiction). Kecanduan urgensi digambarkan sebagai sebuah kondisi pada waktu seseorang melakukan suatu aktivitas bukan lagi atas pertimbangan aktivitas tersebut penting atau tidak, tapi pada genting tidaknya. Yang dicari adalah kondisi gentingnya. Semakin genting semakin menyenangkan. Dan begitu kondisi genting ini berhasil dilalui, akan terasa ada aliran adrenalin hangat yang mengalir di tubuh. Sensasi ini memberi kenikmatan yang luar biasa. Setelah itu orang tersebut akan bergerak mencari kondisi genting lainnya. Pada beberapa orang yang mengalami kecanduan urgensi, mereka mengatakan sulit bagi mereka untuk mengerjakan sesuatu bila belum menjelang tenggat. Inspirasi tidak muncul dan otak seperti buntu. Namun, semakin mepet dengan tenggat, ideide mengalir dengan lancar dan brilian. Begitu krisis ini berhasil dilewati, muncul perasaan senang berhasil lolos dari krisis dan ingin mengulangi sensasi itu. Akibatnya mereka mencari lagi kondisi-kondisi kritis lainnya. Dan begitu seterusnya. Hampir pada semua kasus kecanduan, orang kehilangan kemampuannya untuk mengendalikan sebuah kebiasaan dan merasa tidak berdaya untuk keluar dari situasi tersebut. Biasanya mereka sudah mencoba berkali-kali namun akhirnya jatuh kembali. Kecanduan narkoba memiliki intensitas yang lebih hebat sehubungan adanya zat-zat kimia yang dikonsumsi berdampak dalam memengaruhi cara kerja otak. Sebuah hormon yang mendatangkan kenikmatan ‘dipaksa’ untuk keluar dengan bantuan zatzat tertentu dan pada akhirnya memengaruhi tingkah laku secara keseluruhan. Bilamana kenikmatan itu hilang, tubuh seperti menagih kembali. Dan hal ini terjadi terus menerus sehingga skalanya makin lama makin besar. Kecanduan pun semakin parah. Karena pengaruh narkoba terhadap perilaku inilah, ada yang mengatakan setelah terkena narkoba, kepribadian seseorang akan berubah drastis. Dari sini muncul pertanyaan: jika kita ingin melakukan pencegahan penyalahgunaan narkoba, apakah ada tipe kepribadian tertentu
6
yang rentan terhadap hal tersebut atau apakah tipe kepribadian manapun memiliki risiko yang sama. Kepribadian dan kecanduan Citra kepribadian paling populer tentang pecandu adalah mereka orang yang lemah, tidak bisa dipercaya, jahat, keji, tidak menyenangkan, menakutkan, dan sebagainya. Terlepas dari benar tidaknya gambaran seperti itu, tampaknya kepribadian memang dianggap berkontribusi terhadap kecenderungan seseorang dalam menggunakan zat-zat tertentu. Efek narkotika tergantung kepada dosis pemakaian, cara pemakaian, pemakaian sebelumnya dan harapan pengguna. Selain kegunaan medis untuk mengobati nyeri, batuk dan diare akut, narkotika menghasilkan perasaan “lebih membaik” yang dikenal dengan euforia dengan mengurangi tekanan psikis. Efek ini dapat mengakibatkan ketergantungan. tanda tanda fisik, dapat dilihat dari tanda – tanda fisik si pengguna, seperti :
Mata merah Mulut kering Bibir bewarna kecoklatan Perilakunya tidak wajar Bicara kacau Daya ingatannya menurun
Tanda – tanda awal perubahan sifat kepribadian seseorang yang telah menggunakan narkotik:
Pemurung dan penyendiri Wajah pucat dan kuyu Matanya berair dan tangannya gemetar Nafasnya tersengal dan susuh tidur Badannya lesu dan selalu gelisah Mudah tersinggung, marah, suka menantang orang tua
Terdapat pula ciri-ciri khas dari pecandu NAPZA: • Pecandu daun ganja : Cenderung lusuh, mata merah, kelopak mata mengattup terus, doyan makan karena perut merasa lapar terus dan suka tertawa jika terlibat pembicaraan lucu. • Pecandu putauw : Sering menyendiri di tempat gelap sambil dengar musik, malas mandi karena kondisi badan selalu kedinginan, badan kurus, layu serta selalu apatis terhadap lawan jenis. • Pecandu inex atau ekstasi : Suka keluar rumah, selalu riang jika mendengar musik house, wajah terlihat lelah, bibir suka pecah-pecah dan badan suka keringatan, sering minder setelah pengaruh inex hilang. 7
• Pecandu sabu-sabu : gampang gelisah dan serba salah melakukan apa saja, jarang mau menatap mata jika diajak bicara, mata sering jelalatan, karakternya dominan curiga, apalagi pada orang yang baru dikenal, badan berkeringat meski berada di dalam ruangan ber-AC, suka marah dan sensitive. Kepribadian Junkie Pada waktu seseorang masih menjadi pecandu aktif , cara berpikir mereka sangatlah berbeda seperti: menginginkan apa yang diinginkan dan selalu harus di penuhi, cara berpikir yang instan, tidak perduli dengan orang sekitarnya, dan masih banyak lainnya. Pecandu sendiri kehidupannya sangatlah tidak terkendali yang berarti tidak waras, berbeda dengan orang normal karena kehidupan mereka sangatlah teratur dan dapat berpikir waras. Pecandu itu sendiri pada waktu masih aktif dengan penggunaan narkobanya secara Fisik, Mental, Emosional, dan Spiritual sangatlah terganggu.
Pola pikir pecandu berpengaruh dengan perilaku dan apa yang dikerjakan pada setiap harinya, karena perilaku dan apa yang sedang dikerjakannya itu sangatlah berpengaruh dengan orang disekitarnya. Prilaku dan yang sedang dikerjakannya pada waktu masih aktif dulu seperti: Mencuri, Berbohong, Curang, Melakukan kekerasan, Sex bebas, dan masih banyak lagi lainnya. Pecandu waktu masih aktif, yang mereka pikirkan hanyalah bersenang-senang dan tidak mau untuk menghadapi masalah yang ada, dan juga pecandu sangatlah terkenal dengan cara berpikir Obsesi Kompulsif.
Terlihat bagaimana pecandu yang masih aktif tersebut melakukan tindakan-tindakan yang merugikan orang banyak, karena pecandu aktif tersebut bertindak terlebih dahulu, merasakan, baru setelah itu pecandu aktif berpikir.
Dalam konsep orang normal, mereka akan merasakan sebelum mengambil suatu tindakan, setelah itu berpikir matang baru bertindak. (contoh: Misalnya mau membeli sesuatu, merasa membutuhkan suatu produk itu namun mahal, mereka akan berpikir dua kali kemungkinan ada produk yg serupa tapi lebih murah dan akhirnya tindakan berubah menjadi beli atau tidak.) Pecandu mengalami pola pikir yg sudah berubah sejak mereka menggunakan drugs, mereka merasakan kemudian bertindak sebelum berpikir apa yg mereka lakukan, kebanyakan merasa ada penyesalan setelah kejadiannya, apapun dari tindak laku mereka. (contoh: Mencuri saat sakaw, tanpa memikirkan akibatnya) 8
Kepribadian Junkie • Malas • Egois • Mementingkan diri sendiri (selfish) • Pembohong • Pencuri • Manipulatif • Kasar • Sensitive • Obsessi-kompulsif • Kekanak-kanakan • Tidak percaya diri dan tidak berpikir panjang Kepribadian yang sebenarnya (true self) • Bergembira • Pintar/ cerdas • Penyayang • Perhatian • Jujur • Perduli • Sabar • Bersahabat • Aktif • Percaya diri • Tau sopan santun • Terpelajar Kedua kelompok kepribadian tersebut ada dalam diri seorang pecandu. Mereka hidup dan saling menggeser satu sama lain. Begitu juga yang terjadi dengan kedua kelompok kepribadian tersebut mereka saling bertempur, berperang satu dengan yang lain untuk menentukan kepribadian manakah yang memiliki peran lebih besar terhadap diri mereka. Saat berhadapan dengan seorang pecandu, berarti sedang menghadapi seseorang dengan berbagai macam kepribadian. Kepribadian yang mana pada saat itu yang sedang mengendalikan pecandu.
9
PRESENTASI KASUS Tn. A, seorang laki-laki berusia 36 tahun, bekerja sebagai staff di RSKO Jakarta, Cibubur kurang lebih satu tahun. Sebelumnya beliau merupakan mantan pecandu NAPZA namun sekarang telah berhenti. Beliau telah mengenal dan mengkonsumsi NAPZA sejak tahun 1998. Saat itu jenis NAPZA yang pertama kali beliau pakai adalah narkotika golongan I, yaitu cannabis atau ganja dan heroin. Kemudian beliau mencoba berbagai jenis NAPZA, mulai dari sabu-sabu, dan putaw. Setelah mencoba putaw, beliau lebih sering menggunakan zat adiksi tersebut dibanding zat adiksi yang lainnya. Beliau tumbuh dari kalangan keluarga yang baik-baik, tidak “broken home”, memiliki kepribadian yang baik, sopan, pintar, dan rajin. Setelah beliau mengenal NAPZA, kepribadian beliau berubah menjadi sosok yang egois, pemarah, sensitif, penyendiri, apatis, dan memiliki dunia sendiri. Awal mula beliau menggunakan zat adiktif tersebut dikarenakan pergaulan. Mantan pacar beliau merupakan seorang pecandu, beliau mulai mengenal NAPZA dan mulai mencoba zat tersebut dikarenakan rasa ingin tahu yang besar dari diri beliau, namun tidak karena paksaan. Saat itu beliau masih menjalani pendidikan di salah satu perguruan tinggi di Jakarta, bahkan beliau mendapatkan tawaran beasiswa. Semenjak saat itu, beliau mengalami tekanan dan depresi yang tinggi. Beliau menjadi lebih suka menyendiri, menjauh dari kerumunan teman-teman dan daerah yang ramai. Beliau juga menjadi sangat sensitif dan emosional. Beliau mengatakan bahwa selalu menggunakan zat adiktif tersebut disaat sendiri, tidak ada orang, dan apabila beliau dalam kondisi sangat ingin menggunakan zat tersebut, beliau memilih untuk mencari tempat tersembunyi. Hubungan beliau dengan keluarga, teman, orang sekitar pun menjadi berjarak, bahkan beliau berubah menjadi pribadi yang apatis dan egois. Bahkan beliau melewatkan Ujian Negara pada perkuliahannya karena tidak berani untuk menghadapinya, beliau mengganggap itu adalah suatu tekanan bagi dirinya. Beliau menceritakan bahwa beliau sering menggunakan putaw hingga berhari-hari dengan dosis yang selalu bertambah, karena apabila telah 7 hari menggunakan putaw berturut-turut dan pada hari ke 8 beliau tidak menggunakannya, beliau merasakan sakit pada badannya ( sakaw). Beliau berusaha semaksimal mungkin untuk selalu mendapatkan barang dengan bagaimanapun caranya. Beliau sempat berhenti beberapa bulan lalu menggunakan zat tersebut kembali, disaat itu beliau sadar dan merasa bersalah dengan apa yang beliau lakukan, namun karena faktor adiksi dari zat tersebut, apabila beliau sedang mendapatkan masalah, tekanan walaupun kecil, beliau pasti kembali pada zat tersebut. Keadaan ini berlangsung bertahun-tahun sampai akhirnya keluarganya penyadari bahwa beliau telah menjadi pecandu. Beliau pernah mengalami 2 kali rehabilitasi, pertama di BNN LIDO, Bogor dan kedua kalinya di RSKO Jakarta, Cibubur. Faktor tidak kuat dengan tekanan dan depresi menjadi penyebab utama beliau mencari lagi dan 10
menggunakan zat adiksi ini. Walaupun beliau sudah berhenti dalam kecanduan NAPZA, banyak kemungkinan kemungkinan beban mental yang dapat membuat beliau terjerumus kembali apabila keadaan beliau sedang tidak stabil dan mendapat tekanan besar, pemikiran beliau condong untuk kembali lagi. Untuk menjauhkan pemikiran tersebut beliau berusaha menyibukkan diri dalam berbagai kegiatan. DISKUSI Metode penelitian yang digunakan adalah metode penelitian deskriptif studi kasus, yaitu suatu penyelidikan intensif tentang individu yang dilakukan secara mendalam dengan menemukan semua variabel penting tentang perkembangan individu atau unit sosial yang diteliti. Dalam penelitian ini dimungkinkan ditemukannya hal-hal tak terduga kemudian dapat digunakan untuk membuat hipotesis. Seorang individu tidak begitu saja mengalami ketergantungan, melainkan terjadi secara bertahap. Dimulai dari tahapan hanya coba-coba saja atau lebih sering disebut tahapan eksperimental, dimana seseorang coba-coba memakai, seperti juga coba-coba merokok, minuman beralkohol, keinginan untuk mencoba banyak hal yang melatar belakanginya, bisa karena ajakan teman, rasa ingin tahu, dan lain-lain. Karena efek yang enak, akhirnya menimbulkan ketagihan dan menjadi suatu kebiasaan, sehingga tidak dapat dikendalikan lagi. Tahapan yang lain adalah situasional, menggunakan NAPZA hanya utnuk situasional tertentu, karena sedang merasa sedih, frustasi, tidak ada teman untuk berbagi cerita, akhirnya menggunakan NAPZA, lama kelamaan menjadi suatu kebiasaan. Tahapan selanjutnya tahap disebut tahap rekreasional, menggunakan NAPZA hanya untuk rekreasi saja. Dan akhirnya sampai kepada tahap ketergantungan. Keinginan yang kuat atau rasa ketagihan lah yang membuat seorang individu sulit untuk lepas dari kecanduan, atau lebih sering disebut “Suggesti” yang sangat kuat mendorong individu untuk tidak bisa lepas dari kecanduan. Seringkali, kalau kita mendengar atau melihat seseorang penyalahguna NAPZA atau pecandu, maka kita akan mengatakan “itu adalah hasil dari perbuatan mereka”. Tetapi sebenarnya yang terjadi pada diri sorang pecandu adalah, mereka juga punya keinginan untuk lepas dari ketergantungan, tapi sulit bagi mereka utnuk lepas dari ketergantungan, dimana lingkungan sangat mendukung yaitu tinggal di daerah dimana tempat mendaptakan NAPZA sangat mudah, pengedar yang selalu mencari mereka, support keluarga yang sangat lemah, sehingga akhirnya pecandu sulit untuk tidak menggunakan NAPZA. Berikut merupakan dampak dampak yang terjadi akibat penyalahgunaan NAPZA: Dampak Fisik Adaptasi biologis tubuh kita terhadap penggunaan narkoba untuk jangka waktu yang lama bisa dibilang cukup ekstensif, terutama dengan obat-obatan yang tergolong dalam kelompok downers. Tubuh kita bahkan dapat berubah begitu banyak hingga sel-sel dan organ-organ tubuh kita menjadi tergantung pada obat itu hanya untuk bisa berfungsi normal. 11
Salah satu contoh adaptasi biologis dapat dilihat dengan alkohol. Alkohol mengganggu pelepasan dari beberapa transmisi syaraf di otak. Alkohol juga meningkatkan cytocell dan mitokondria yang ada di dalam liver untuk menetralisir zat-zat yang masuk. Sel-sel tubuh ini menjadi tergantung pada alcohol untuk menjaga keseimbangan baru ini. Tetapi, bila penggunaan narkoba dihentikan, ini akan mengubah semua susunan dan keseimbangan kimia tubuh. Mungkin akan ada kelebihan suatu jenis enzym dan kurangnya transmisi syaraf tertentu. Tiba-tiba saja, tubuh mencoba untuk mengembalikan keseimbangan didalamnya. Biasanya, hal-hal yang ditekan/tidak dapat dilakukan tubuh saat menggunakan narkoba, akan dilakukan secara berlebihan pada masa Gejala Putus Obat (GPO) ini. Misalnya, bayangkan efek-efek yang menyenangkan dari suatu narkoba dengan cepat berubah menjadi GPO yang sangat tidak mengenakkan saat seorang pengguna berhenti menggunakan narkoba seperti heroin/putaw. Contoh: Saat menggunakan seseorang akan mengalami konstipasi, tetapi GPO yang dialaminya adalah diare, dll. GPO ini juga merupakan ‘momok’ tersendiri bagi para pengguna narkoba. Bagi para pecandu, terutama, ketakutan terhadap sakit yang akan dirasakan saat mengalami GPO merupakan salah satu alasan mengapa mereka sulit untuk berhenti menggunakan narkoba, terutama jenis putaw/heroin. Mereka tidak mau meraskan pegal, linu, sakit-sakit pada sekujur tubuh dan persendian, kram otot, insomnia, mual, muntah, dll yang merupakan selalu muncul bila pasokan narkoba kedalam tubuh dihentikan. Selain ketergantungan sel-sel tubuh, organ-organ vital dalam tubuh seperti liver, jantung, paruparu, ginjal,dan otak juga mengalami kerusakan akibat penggunaan jangka panjang narkoba. Banyak sekali pecandu narkoba yang berakhiran dengan katup jantung yang bocor, paru-paru yang bolong, gagal ginjal, serta liver yang rusak. Belum lagi kerusakan fisik yang muncul akibat infeksi virus {Hepatitis C dan HIV/AIDS} yang sangat umum terjadi di kalangan pengguna jarum suntik. Dampak Mental Selain ketergantungan fisik, terjadi juga ketergantungan mental. Ketergantungan mental ini lebih susah untuk dipulihkan daripada ketergantungan fisik. Ketergantungan yang dialami secara fisik akan lewat setelah GPO diatasi, tetapi setelah itu akan muncul ketergantungan mental, dalam bentuk yang dikenal dengan istilah ‘sugesti’. Orang seringkali menganggap bahwa sakaw dan sugesti adalah hal yang sama, ini adalah anggapan yang salah. Sakaw bersifat fisik, dan merupakan istilah lain untuk Gejala Putus Obat, sedangkan sugesti adalah ketergantungan mental, berupa munculnya keinginan untuk kembali menggunakan narkoba. Sugesti ini tidak akan hilang saat tubuh sudah kembali berfungsi secara normal. Sugesti ini bisa digambarkan sebagai suara-suara yang menggema di dalam kepala seorang pecandu yang menyuruhnya untuk menggunakan narkoba. Sugesti seringkali menyebabkan terjadinya 'perang' dalam diri seorang pecandu, karena di satu sisi ada bagian dirinya yang 12
sangat ingin menggunakan narkoba, sementara ada bagian lain dalam dirinya yang mencegahnya. Peperangan ini sangat melelahkan... Bayangkan saja bila Anda harus berperang melawan diri Anda sendiri, dan Anda sama sekali tidak bisa sembunyi dari suara-suara itu karena tidak ada tempat dimana Anda bisa sembunyi dari diri Anda sendiri... dan tak jarang bagian dirinya yang ingin menggunakan narkoba-lah yang menang dalam peperangan ini. Suarasuara ini seringkali begitu kencang sehingga ia tidak lagi menggunakan akal sehat karena pikirannya sudah terobsesi dengan narkoba dan nikmatnya efek dari menggunakan narkoba. Sugesti inilah yang seringkali menyebabkan pecandu relapse. Sugesti ini tidak bisa hilang dan tidak bisa disembuhkan, karena inilah yang membedakan seorang pecandu dengan orang-orang yang bukan pecandu. Orang-orang yang bukan pecandu dapat menghentikan penggunaannya kapan saja, tanpa ada sugesti, tetapi para pecandu akan tetap memiliki sugesti bahkan saat hidupnya sudah bisa dibilang normal kembali. Sugesti memang tidak bisa disembuhkan, tetapi kita dapat merubah cara kita bereaksi atau merespon terhadap sugesti itu. Dampak mental yang lain adalah pikiran dan perilaku obsesif kompulsif, serta tindakan impulsive. Pikiran seorang pecandu menjadi terobsesi pada narkoba dan penggunaan narkoba. Narkoba adalah satu-satunya hal yang ada didalam pikirannya. Ia akan menggunakan semua daya pikirannya untuk memikirkan cara yang tercepat untuk mendapatkan uang untuk membeli narkoba. Tetapi ia tidak pernah memikirkan dampak dari tindakan yang dilakukannya, seperti mencuri, berbohong, atau sharing needle karena perilakunya selalu impulsive, tanpa pernah dipikirkan terlebih dahulu. Ia juga selalu berpikir dan berperilaku kompulsif, dalam artian ia selalu mengulangi kesalahankesalahan yang sama. Misalnya, seorang pecandu yang sudah keluar dari sebuah tempat pemulihan sudah mengetahui bahwa ia tidak bisa mengendalikan penggunaan narkobanya, tetapi saat sugestinya muncul, ia akan berpikir bahwa mungkin sekarang ia sudah bisa mengendalikan penggunaannya, dan akhirnya kembali menggunakan narkoba hanya untuk menemukan bahwa ia memang tidak bisa mengendalikan penggunaannya! Bisa dikatakan bahwa dampak mental dari narkoba adalah mematikan akal sehat para penggunanya, terutama yang sudah dalam tahap kecanduan. Ini semua membuktikan bahwa penyakit adiksi adalah penyakit yang licik, dan sangat berbahaya. Dampak Emosional Narkoba adalah zat-zat yang mengubah mood seseorang (mood altering substance). Saat menggunakan narkoba, mood, perasaan, serta emosi seseorang ikut terpengaruh. Salah satu efek yang diciptakan oleh narkoba adalah perubahan mood. Narkoba dapat mengakibatkan ekstrimnya perasaan, mood atau emosi penggunanya. Jenis-jenis narkoba tertentu, terutama alkohol dan jenis-jenis narkoba yang termasuk dalam kelompok uppers seperti Shabu-shabu, dapat memunculkan perilaku agresif yang berlebihan dari si pengguna, dan seringkali mengakibatkannya melakukan perilaku atau tindakan kekerasan. Terutama bila orang tersebut pada dasarnya memang orang yang emosional dan bertemperamen panas.
13
Ini mengakibatkan tingginya domestic violence dan perilaku abusive dalam keluarga seorang alkoholik atau pengguna Shabu-shabu. Karena pikiran yang terobsesi oleh narkoba dan penggunaan narkoba, maka ia tidak akan takut untuk melakukan tindakan kekerasan terhadap orang-orang yang mencoba menghalaginya untuk menggunakan narkoba. Emosi seorang pecandu narkoba sangat labil dan bisa berubah kapan saja. Satu saat tampaknya ia baik-baik saja, tetapi di bawah pengaruh narkoba semenit kemudian ia bisa berubah menjadi orang yang seperti kesetanan, mengamuk, melempar barang-barang, dan bahkan memukuli siapapun yang ada di dekatnya. Hal ini sangat umum terjadi di keluarga seorang alkoholik atau pengguna Shabu-shabu. Mereka tidak segan-segan memukul istri atau anak-anak bahkan orangtua mereka sendiri. Karena melakukan semua tindakan kekerasan itu di bawah pengaruh narkoba, maka terkadang ia tidak ingat apa yang telah dilakukannya. Saat seseorang menjadi pecandu, ada suatu kepribadian baru yang muncul dalam dirinya, yaitu kepribadian pecandu atau kepribadian si junkie. Kepribadian yang baru ini tidak peduli terhadap orang lain, satu-satunya hal yang penting baginya adalah bagaimana cara agar ia tetap bisa terus menggunakan narkoba. Ini sebabnya mengapa ada perubahan emosional yang tampak jelas dalam diri seorang pecandu. Seorang anak yang tadinya selalu bersikap manis, sopan, riang, dan jujur berubah total mejadi seorang pecandu yang brengsek, pemurung, penyendiri, dan jago berbohong dan mencuri. Adiksi terhadap narkoba membuat seseorang kehilangan kendali terhadap emosinya. Seorang pecandu acapkali bertindak secara impuls, mengikuti dorongan emosi apapun yang muncul dalam dirinya. Dan perubahan yang muncul ini bukan perubahan ringan, karena pecandu adalah orang-orang yang memiliki perasaan dan emosi yang sangat mendalam. Para pecandu seringkali diselimuti oleh perasaan bersalah, perasaan tidak berguna, dan depresi mendalam yang seringkali membuatnya berpikir untuk melakukan tindakan bunuh diri. Perasaan-perasaan ini pulalah yang membuatnya ingin terus menggunakan, karena salah satu efek narkoba adalah mematikan perasaan dan emosi kita. Di bawah pengaruh narkoba, ia dapat merasa senang dan nyaman, tanpa harus merasakan perasaan-perasaan yang tidak mengenakkan. Tetapi perasaan-perasaan ini tidak hilang begitu saja, melainkan ‘terkubur hidup-hidup’ di dalam diri kita. Dan saat si pecandu berhenti menggunakan narkoba, perasaanperasaan yang selama ini ‘mati’ atau ‘terkubur’ dalam dirinya kembali bangkit, dan di saat-saat seperti inilah pecandu membutuhkan suatu program pemulihan, untuk membantunya menghadapi dan mengatasi perasaan-perasaan sulit itu. Satu hal juga yang perlu diketahui adalah bahwa salah satu dampak buruk narkoba adalah mengakibatkan pecandu memiliki suatu retardasi mental dan emosional. Contoh seorang pecandu berusia 16 tahun saat ia pertama kali menggunakan narkoba, dan saat ia berusia 26 tahun ia berhenti menggunakan narkoba. Memang secara fisik ia berusia 26 tahun, tetapi sebenarnya usia mental dan emosionalnya adalah 16 tahun. Ada 10 tahun yang ‘hilang’ saat ia menggunakan narkoba. Ini juga sebabnya mengapa ia tidak memiliki pola pikir dan kestabilan emosi seperti layaknya orang-orang lain seusianya.
14
Dampak Spiritual Adiksi terhadap narkoba membuat seorang pecandu menjadikan narkoba sebagai prioritas utama didalam kehidupannya. Narkoba adalah pusat kehidupannya, dan semua hal/aspek lain dalam hidupnya berputar di sekitarnya. Tidak ada hal lain yang lebih penting daripada narkoba, dan ia menaruh kepentingannya untuk menggunakan narkoba di atas segala-galanya. Narkoba menjadi jauh lebih penting daripada istri, suami, pacar, anak, orangtua, sekolah, pekerjaan, dll. Ia berhenti melakukan aktivitas-aktivitas yang biasa ia lakukan sebelum ia tenggelam dalam penggunaan narkobanya. Ia tidak lagi melakukan hobi-hobinya, menjalani aktivitas normal seperti sekolah, kuliah, atau bekerja seperti biasa, bila sebelumnya ia termasuk rajin beribadah bisa dipastikan ia akan menjauhi kegiatan yang satu ini, apalagi dengan khotbah agama yang selalu didengar bahwa orang-orang yang menggunakan narkoba adalah orang-orang yang berdosa. Ini menyebabkan pecandu seringkali hidup tersolir, ia hidup dalam dunianya sendiri dan mengisolasi dirinya dari dunia luar, yaitu dunia yang tidak ada hubungannya dengan narkoba. Ia menjauhi keluarga dan teman-teman lamanya, dan mencari teman-teman baru yang dianggap sama dengannya, yang dianggap dapat memahaminya dan tidak akan mengkuliahinya tentang penggunaan narkobanya. Narkoba dianggap sebagai sahabat yang selalu setia menemaninya. Orangtua bisa memarahinya, teman-teman mungkin menjauhinya, pacar mungkin memutuskannya, bahkan Tuhan mungkin dianggap tidak ada, tetapi narkoba selalu setia dan selalu dapat memberikan efek yang diinginkannya. Secara spiritual, Narkoba adalah pusat hidupnya, dan bisa dikatakan menggantikan posisi Tuhan. Adiksi terhadap narkoba membuat penggunaan narkoba menjadi jauh lebih penting daripada keselamatan dirinya sendiri. Ia tidak lagi memikirkan soal makan, tertular penyakit bila sharing needle, tertangkap polisi, dll. Adiksi adalah penyakit yang mempengaruhi semua aspek hidup seorang manusia, dan karenanya harus disadari bahwa pemulihan bagi seorang pecandu tidak hanya bersifat fisik saja, tetapi juga harus mencakup ketiga aspek lainnya sebelum pemulihan itu dapat dianggap sebagai suatu pemulihan yang sebenarnya. Retardasi Retardasi sering dikaitkan dengan keterbelakangan mental. Seperti yang telah kita ketahui bersama, dalam dunia adiksi, penyakit mempengaruhi fisik, mental, emosional, dan spiritual seseorang. Memang secara fisik mungkin tidak terlalu kelihatan, tetapi ketiga aspek lainnya sudah sangat terpengaruh. Bahkan seringkali dikatakan bahwa seorang pecandu usia mentalnya akan berhenti pada usia saat dia mulai memakai drugs.
15
Katakanlah seorang pecandu mulai memakai NAPZA saat ia berusia 16 tahun. Maka usia mentalnya adalah 16 tahun, meskipun saat ia masuk kedalam pemulihan ia telah berusia 26 tahun. Bisa dikatakan ia mengalami retardasi mental, emosional, dan spiritual. Memang keadaannya ini tidak seperti keadaan para pasien down syndrome, yang retardasi mentalnya lebih jelas terlihat, bahkan secara fisik, karena memiliki karakteristik fisik yaitu Mongolian face. Tetapi tetap saja ini membuatnya tidak dapat berfungsi sebagai manusia yang seutuhnya. Retardasi yang dialami pecandu adalah ketidakmampuannya berpikir dan membuat keputusan seperti layaknya orang-orang normal seusianya. Kedewasaan emosionalnya juga mengalami retardasi, ia tidak sedewasa orang-orang sekitarnya (yang bukan pecandu) dalam mengendalikan emosinya. Keadaan spiritualnya apalagi. Dan kita sama sekali tidak membicarakan soal agama. Spiritual disini lebih berarti hubungannya dengan dirinya sendiri, dengan orang-orang disekitarnya, dan dengan apapun yang diyakininya.
Retardasi mental. Pola pikir pecandu seringkali tidak mencerminkan usianya yang sebenarnya. Ini dikarenakan pemikiran pecandu seringkali berpusat pada prinsip kesenangan. Ia luar biasa takut dengan tanggung jawab. Ia juga tidak mampu untuk membuat suatu komitmen. Ia tidak dapat membuat suatu komitmen yang bertanggung jawab. Retardasi emosional. Pecandu tidak mampu mengendalikan emosinya. Ia akan cenderung ekstrim dalam merasa dan mengungkapkan perasaan dan emosinya, belum lagi ada mood swing yang bagaikan roller coaster yang dialami oleh pecandu. Ia tidak memiliki kestabilan emosi yang dimiliki oleh orang-orang seusianya. Retardasi spiritual. Hubungan antara pecandu dengan dirinya sendiri, atau dengan orang lain, apalagi dengan Kekuatan Lebih Tinggi (apapun bentuknya) bisa dikatakan hampir tidak ada, atau kalaupun ada sama sekali tidak sehat.
Retardasi pada bayi-bayi junkie juga seringkali ditemukan. Hal ini disebabkan ia juga terkena pengaruh dari narkoba yang dikonsumsi oleh ibunya. SIMPULAN Kepribadian para pengguna NAPZA terlihat sangat berubah, dari tahap sebelum menggunakan, mulai menggunakan dan kecanduan, sampai berhenti menggunakan zat adiktif ini. Kepribadian dan kejiwaan pada para pengguna dan mantan pengguna sangat lebih rentan, labil, dan berubah-ubah dibandingkan sebelum menggunakan NAPZA. Ada istilah “Junkie Helping Junkie” yang merupaka salah satu metode untuk membantu para pecandu atau mantan pecandu agar tidak kembali menjadi penyalahguna, yang dilakukan oleh sesama mantan junkie. Metode ini juga digunakan oleh RSKO Jakarta, Cibubur untuk membantu rehabilitasi pecandu NAPZA. Kepribadian yang stabil, kuat mental, dan berani mengambil sikap merupakan salah satu faktor yang dapat membantu para pengguna untuk dapat berubah. Diri sendiri adalah motivator terbesar untuk membantu proses pelepasan ketergantungan tersebut.
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Maramis W.F. 1980. Ketergantungan Obat. Ilmu Kedokteran Jiwa. Pp 323-338. Edisi 1. Penerbit Universitas Airlangga. 2. Riyanto H. 2010. Penegakan Diagnosa dan Upaya Pencegahan Pada Penyalahgunaan NAPZA. 3. Ary12. 2011. Drugs Education and Drugs Information (DEDI) http://dedihumas.bnn.go.id/read/section/artikel/2012/03/30/350/dampak-buruknarkoba. (15 November 2013). 4. Stephen R. Covey. 1989. The Seven Habits of Highly Effective People. United States: Free Press. 5. Arya Utama. 2010. Struktur Kepribadian Id, Ego dan Superego Sigmund Freud. http://ilmupsikologi.wordpress.com/tag/teori-sigmund-freud/ (15 November 2013).
17