CASE REPORT BEDAH KOLELITIASIS
Disusun oleh : Putri Mutiara Sari 1102011212
Pembimbing : Dr. Yeppy AN, Sp.B, FINaCS, MM
KEPANITERAAN KLINIK BEDAH FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI RSUD SOREANG 2015 0
BAB I STATUS PASIEN I. IDENTITAS PASIEN Nama : Ny. I Umur : 37 tahun Jenis kelamin : Perempuan Agama : Islam Status perkawinan : Menikah Pendidikan terakhir : SMA Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga No. RM : 528630 Alamat : Babakan cedok 01/ 10 pangauban kec. katapang kab. Bandung Tanggal masuk RS : 13 Oktober 2015 Tanggal pemeriksaan : 13 Oktober 2015 II. ANAMNESIS Keluhan Utama : Nyeri perut kanan atas Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas. Pasien telah merasakan nyeri pada perut kanan atas kurang lebih selama 1 minggu. nyeri dirasakan hilang timbul, menjalar hingga kebagian punggung. Sebelumnya pasien pernah berobat di Klinik dan disarankan untuk di lakukan USG. Pada tanggal 29 September 2015 pasien melakukan tes USG dengan hasil terdapat batu pada kantung empedu. Kemudian pasien di rujuk ke Poli Bedah RSUD Soreang. Pasien sering memakan makanan yang berlemak seperti gorengan. Pasien tidak merasakan adanya panas badan, buang air kecil normal warnanya kekuningan dan buang air besar normal warnanya kuning kecoklatan, tidak ada mual, tidak ada muntah, dan rasa sakit yang pasien rasakan sampai mengganggu aktivitas. Pasien memiliki riwayat sakit lambung yang sudah lama. Pasien sudah mencoba mengkonsumsi obat maag dan tidak ada perubahan nyeri.
Riwayat penyakit terdahulu: Alergi obat Antalgin, Pasien tidak memiliki keluhan yang serupa sebelumnya. Riwayat kuning sebelumnya (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-), DM (-), dan riwayat kolesterol tinggi (-). Riwayat keluarga: 1
Pada keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan serupa seperti pasien, sakit kuning (-), hipertensi (-), penyakit jantung (-), DM (-), III. PEMERIKSAAN PASIEN Status Generalis : Kesadaran
: Compos mentis
Tanda vital
: TD = 110/80 mmHg RR = 24 x/menit N = 80 x/menit S = 36,4 0C
Mata
: Konjungtiva : Tidak anemis Sklera
Leher
Thorak
: Tidak ikterik
: JVP tidak meningkat, KGB tidak teraba :
Cor
BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-)
Pulmo
Vesikuler +/+ N, Rhonki -/-, Wheezing -/-
Abdomen : -
Inspeksi : Datar
-
Palpasi
: Supel, NT + di perut kanan atas, Hepar dan Lien tidak
teraba membesar, Murphy sign (+)
-
Perkusi
-
Auskultasi
Ekstremitas
: Timpani di seluruh lapang abdomen : Bising Usus (+) normal
:
Ekstremitas atas
: akral hangat +/+, CRT <2” , turgor baik, edema -/-
Ekstremitas Bawah
: akral hangat +/+, CRT<2”, turgor baik, edema -/-
2
Status Lokalis : Inspeksi Palpasi Auskultasi Perkusi
: Pada inspeksi perut datar, tidak ada jaringan parut, tidak ada kelainan. : Pada palpasi terdapat nyeri tekan perut kanan atas dan ulu hati(+) : Pada auskultasi terdengar bising usus (+). : Perkusi dalam batas normal.
IV. RESUME Pasien datang ke RS dengan keluhan nyeri pada perut kanan atas. Pasien telah merasakan nyeri pada perut kanan atas kurang lebih selama 1 minggu. nyeri dirasakan hilang timbul, menjalar hingga kebagian punggung. Sebelumnya pasien pernah berobat di Klinik dan disarankan untuk di lakukan USG dengan hasil terdapat batu pada kantung empedu. Pasien sering memakan makanan yang berlemak seperti gorengan. Pasien tidak merasakan adanya panas badan, buang air kecil normal warnanya kekuningan dan buang air besar normal warnanya kuning kecoklatan, tidak ada mual, tidak ada muntah, dan rasa sakit yang pasien rasakan sampai mengganggu aktivitas. Pada pemeriksaan status generalis, semua dalam batas normal. Pada pemeriksaan status lokalis didapatkan nyeri tekan pada perut kanan atas dan nyeri ulu hati. Sebelumnya pasien tidak pernah menderita keluhan seperti ini dan di keluarga juga tidak pernah ada yang menderita keluhan seperti ini. V. DIAGNOSIS BANDING
Kolelitiasis
Kolesistitis
Hepatitis
VI. SARAN PEMERIKSAAN
Ultrasonografi (USG)
VII. DIAGNOSA KERJA Kolelitiasis 3
VIII. TERAPI Kolesistektomi IX. PROGNOSA 1. Quo ad vitam
: ad bonam
2. Quo ad functionam
: ad bonam
3. Quo ad sanationam
: ad bonam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Anatomi Kandung Empedu
4
Kandung empedu (Vesica fellea) adalah kantong yang terletak pada permukaan visceral hepar, panjangnya sekitar 7 – 10 cm. Kapasitasnya sekitar 30-50 cc dan dalam keadaan terobstruksi dapat menggembung sampai 300 cc. Vesica fellea dibagi menjadi fundus, corpus dan collum. Fundus berbentuk bulat dan biasanya menonjol dibawah pinggir inferior hepar yang dimana fundus berhubungan dengan dinding anterior abdomen setinggi ujung rawan costa IX kanan. Corpus bersentuhan dengan permukaan visceral hati dan arahnya keatas, belakang dan kiri. Collum dilanjutkan sebagai duktus cysticus yang berjalan dalam omentum minus untuk bersatu dengan sisi kanan ductus hepaticus comunis membentuk duktus koledokus. Peritoneum mengelilingi fundus vesica fellea dengan sempurna menghubungkan corpus dan collum dengan permukaan visceral hati. Pembuluh arteri kandung empedu adalah arteri cystica, cabang arteri hepatica kanan. Vena cystica mengalirkan darah lengsung kedalam vena porta. Sejumlah arteri yang sangat kecil dan vena – vena juga berjalan antara hati dan kandung empedu. Pembuluh limfe berjalan menuju ke nodi lymphatici cysticae yang terletak dekat collum vesica fellea. Dari sini, pembuluh limfe berjalan melalui nodi lymphatici hepaticum sepanjang perjalanan arteri hepatica menuju ke nodi lymphatici coeliacus. Saraf yang menuju kekandung empedu berasal dari plexus coeliacus.
Gambar 2.1 : Anatomi vesica fellea 2. 2.
Definisi Cholelithiasis merupakan adanya atau pembentukan batu empedu; batu ini
mungkin terdapat dalam kandung empedu (cholecystolithiasis) atau dalam ductus choledochus (choledocholithiasis). 5
Kolelitiasis (kalkuli/kalkulus, batu empedu) merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu (vesica fellea) yang memiliki ukuran, bentuk dan komposisi yang bervariasi. Kolelitiasis lebih sering dijumpai pada individu berusia diatas 40 tahun terutama pada wanita dikarenakan memiliki faktor resiko, yaitu: obesitas, usia lanjut, diet tinggi lemak dan genetik. Sinonimnya adalah batu empedu, gallstones, biliary calculus. Istilah kolelitiasis dimaksudkan untuk pembentukan batu di dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan beberapa unsur yang membentuk suatu material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Kandung
empedu
adalah
sebuah
kantung
terletak
di
bawah
hati
yang
mengonsentrasikan dan menyimpan empedu sampai ia dilepaskan ke dalam usus. Kebanyakan batu duktus koledokus berasal dari batu kandung empedu, tetapi ada juga yang terbentuk primer di dalam saluran empedu. Batu empedu bisa terbentuk di dalam saluran empedu jika empedu mengalami aliran balik karena adanya penyempitan saluran. Batu empedu di dalam saluran empedu bisa mengakibatkan infeksi hebat saluran empedu (kolangitis). Jika saluran empedu tersumbat, maka bakteri akan tumbuh dan dengan segera menimbulkan infeksi di dalam saluran. Bakteri bisa menyebar melalui aliran darah dan menyebabkan infeksi di bagian tubuh lainnya. 2. 3.
Epidemiologi Di negara barat, batu empedu mengenai 10% orang dewasa. Angka prevalensi
orang dewasa lebih di negara Amerika Latin (20% hingga 40%) dan rendah di negara Asia (3% hingga 4%). Pada pemeriksaan autopsy di Amerika, batu kandung empedu ditemukan pada 20% wanita dan 8% pria. Pada pemeriksaan autopsy di Chicago, ditemukan 6,3% yang menderita kolelitiasis. Sekitar 20% dari penduduk negeri Belanda mengidap penyakit batu empedu yang bergejala atau yang tidak. Persentase penduduk yang mengidap penyakit batu empedu pada penduduk Negro Masai ialah 15-50 %. Pada orang-orang Indian Pima di Amerika Utara, frekuensi batu empedu adalah 80%.
6
Di Indonesia, kolelitiasis baru mendapatkan perhatian di klinis, sementara publikasi penelitian batu empedu masih terbatas. Sebagian besar pasien dengan batu empedu tidak mempunyai keluhan. 2.4.
Etiologi
Faktor risiko untuk kolelitiasis, yaitu: a. Usia Risiko untuk terkena kolelitiasis meningkat sejalan dengan bertambahnya usia. Orang dengan usia > 40 tahun lebih cenderung untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan orang degan usia yang lebih muda. Di Amerika Serikat, 20 % wanita lebih dari 40 tahun mengidap batu empedu. Semakin meningkat usia, prevalensi batu empedu semakin tinggi. Hal ini disebabkan:
Batu empedu sangat jarang mengalami disolusi spontan.
Meningkatnya sekresi kolesterol ke dalam empedu sesuai dengan bertambahnya usia.
Empedu menjadi semakin litogenik bila usia semakin bertambah.
b. Jenis Kelamin Wanita mempunyai risiko dua kali lipat untuk terkena kolelitiasis dibandingkan dengan pria. Ini dikarenakan oleh hormon esterogen berpengaruh terhadap peningkatan eskresi kolesterol oleh kandung empedu. Hingga dekade ke-6, 20 % wanita dan 10 % pria menderita batu empedu dan prevalensinya meningkat dengan bertambahnya usia, walaupun umumnya selalu pada wanita. c. Berat badan (BMI). Orang dengan Body Mass Index (BMI) tinggi, mempunyai resiko lebih tinggi untuk terjadi kolelitiasis. Ini karenakan dengan tingginya BMI maka kadar kolesterol dalam kandung empedu pun tinggi, dan juga mengurasi garam empedu serta mengurangi kontraksi/ pengosongan kandung empedu.
d. Makanan
7
Konsumsi makanan yang mengandung lemak terutama lemak hewani berisiko untuk menderita kolelitiasis. Kolesterol merupakan komponen dari lemak. Jika kadar kolesterol yang terdapat dalam cairan empedu melebihi batas normal, cairan empedu dapat mengendap dan lama kelamaan menjadi batu. Intake rendah klorida, kehilangan berat badan yang cepat mengakibatkan gangguan terhadap unsur kimia dari empedu dan dapat menyebabkan penurunan kontraksi kandung empedu 2.5.
Patofisiologi Batu empedu yang ditemukan pada kandung empedu di klasifikasikan
berdasarkan bahan pembentuknya sebagai batu kolesterol, batu pigment dan batu campuran. Lebih dari 90% batu empedu adalah kolesterol (batu yang mengandung > 50% kolesterol) atau batu campuran (batu yang mengandung 20-50% kolesterol). Angka 10% sisanya adalah batu jenis pigmen, yang mana mengandung < 20% kolesterol. Faktor yang mempengaruhi pembentukan batu antara lain adalah keadaan statis kandung empedu, pengosongan kandung empedu yang tidak sempurna dan konsentrasi kalsium dalam kandung empedu. Batu kandung empedu merupakan gabungan material mirip batu yang terbentuk di dalam kandung empedu. Pada keadaan normal, asam empedu, lesitin dan fosfolipid membantu dalam menjaga solubilitas empedu. Bila empedu menjadi bersaturasi tinggi (supersaturated) oleh substansi berpengaruh (kolesterol, kalsium, bilirubin), akan berkristalisasi dan membentuk nidus untuk pembentukan batu. Kristal yang yang terbentuk terbak dalam kandung empedu, kemuadian lama-kelamaan kristal tersubut bertambah ukuran,beragregasi, melebur dan membetuk batu. Faktor motilitas kandung empedu, biliary stasis, dan kandungan empedu merupakan predisposisi pembentukan batu empedu empedu.
8
Gambar 2.3: Patofisiologi kolelitiasis 2.6.
Klasifikasi Menurut gambaran makroskopis dan komposisi kimianya, batu empedu di golongkan atas 3 (tiga) golongan, yaitu: a) Batu kolesterol Berbentuk oval, multifokal atau mulberry dan mengandung lebih dari 70% kolesterol. b) Batu kalsium bilirubinan (pigmen coklat) Berwarna coklat atau coklat tua, lunak, mudah dihancurkan dan mengandung kalsium-bilirubinat sebagai komponen utama. c) Batu pigmen hitam Berwarna hitam atau hitam kecoklatan, tidak berbentuk, seperti bubuk dan kaya akan sisa zat hitam yang tak terekstraksi.
2.7
Manifestasi Klinis 9
Penderita batu kandung empedu baru memberi keluhan bila batu tersebut bermigrasi menyumbat duktus sistikus atau duktus koledokus, sehingga gambaran klinisnya bervariasi dari yang tanpa gejala (asimptomatik), ringan sampai berat karena adanya komplikasi. Dijumpai nyeri di daerah hipokondrium kanan, yang kadang-kadang disertai kolik bilier yang timbul menetap/konstan. Rasa nyeri kadang-kadang dijalarkan sampai di daerah subkapula disertai nausea, vomitus dan dyspepsia, flatulen dan lain-lain. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan hipokondrium kanan, dapat teraba pembesaran kandung empedu dan tanda Murphy positif. Dapat juga timbul ikterus. Ikterus dijumpai pada 20 % kasus, umumnya derajat ringan (bilirubin < 4,0 mg/dl). Apabila kadar bilirubin tinggi, perlu dipikirkan adanya batu di saluran empedu ekstra hepatic. Kolik bilier merupakan keluhan utama pada sebagian besar pasien. Nyeri viseral ini berasal dari spasmetonik akibat obstruksi transient duktus sistikus oleh batu. Dengan istilah kolik bilier tersirat pengertian bahwa mukosa kandung empedu tidak memperlihatkan inflamasi akut. Kolik bilier biasanya timbul malam hari atau dini hari, berlangsung lama antara 30 – 60 menit, menetap, dan nyeri terutama timbul di daerah epigastrium. Nyeri dapat menjalar ke abdomen kanan, ke pundak, punggung, jarang ke abdomen kiri dan dapat menyerupai angina pektoris. Kolik bilier harus dibedakan dengan gejala dispepsia yang merupakan gejala umum pada banyak pasien dengan atau tanpa kolelitiasis. Diagnosis dan pengelolaan yang baik dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi yang berat. Komplikasi dari batu kandung empedu antara lain kolesistitis akut, kolesistitis kronis, koledokolitiasis, pankreatitis, kolangitis, sirosis bilier sekunder, ileus batu empedu, abses hepatik dan peritonitis karena perforasi kandung empedu. Komplikasi tersebut akan mempersulit penanganannya dan dapat berakibat fatal. Sebagian besar (90 – 95 %) kasus kolesititis akut disertai kolelitiasis dan keadaan ini timbul akibat obstruksi duktus sistikus yang menyebabkan peradangan organ tersebut. Pasien dengan kolesistitis kronik biasanya mempunyai kolelitiasis dan telah sering mengalami serangan kolik bilier atau kolesistitis akut. Keadaan ini menyebabkan penebalan dan fibrosis kandung empedu dan pada 15 % pasien disertai penyakit lain seperti koledo kolitiasis, panleneatitis dan kolongitis. Batu kandung empedu dapat migrasi masuk ke duktus koledokus melalui duktus sistikus (koledokolitiasis sekunder) atau batu empedu dapat juga terbentuk di dalam saluran empedu (koledokolitiasis primer). Perjalanan penyakit koledokolitiasis sangat 10
bervariasi dan sulit diramalkan yaitu mulai dari tanpa gejala sampai dengan timbulnya ikterus obstruktif yang nyata. Batu saluran empedu (BSE) kecil dapat masuk ke duodenum spontan tanpa menimbulkan gejala atau menyebabkan obstruksi temporer di ampula vateri sehingga timbul pankreatitis akut dan lalu masuk ke duodenum (gallstone pancreatitis). BSE yang tidak keluar spontan akan tetap berada dalam saluran empedu dan dapat membesar. Gambaran klinis koledokolitiasis didominasi penyulitnya seperti ikterus obstruktif, kolangitis dan pankreatitis.
Gambar 2.4 Manifestasi kolelitiasis
2.8.
Diagnosis
11
Gambar 2.5 diagnosis kerja kolelitiais Anamnesis Setengah sampai duapertiga penderita kolelitiasis adalah asintomatis. Keluhan yang mungkin timbul adalah dispepdia yang kadang disertai intoleran terhadap makanan berlemak. Pada yang simtomatis, keluhan utama berupa nyeri di daerah epigastrium, kuadran kanan atas atau perikomdrium. Rasa nyeri lainnya adalah kolik bilier yang mungkin berlangsung lebih dari 15 menit, dan kadang baru menghilang beberapa jam kemudian. Timbulnya nyeri kebanyakan perlahan-lahan tetapi pada 30% kasus timbul tiba-tiba. Penyebaran nyeri pada punggung bagian tengah, skapula, atau ke puncak bahu, disertai mual dan muntah. Lebih kurang seperempat penderita melaporkan bahwa nyeri berkurang setelah menggunakan antasida. Kalau terjadi kolelitiasis, keluhan nyeri menetap dan bertambah pada waktu menarik nafas dalam. Pemeriksaan Fisik Batu kandung empedu 12
Apabila ditemukan kelainan, biasanya berhubungan dengan komplikasi, seperti kolesistitis akut dengan peritonitis lokal atau umum, hidrop kandung empedu, empiema kandung empedu, atau pangkretitis. Pada pemeriksaan ditemukan nyeri tekan dengan punktum maksimum didaerah letak anatomis kandung empedu. Tanda Murphy positif apabila nyeri tekan bertambah sewaktu penderita menarik nafas panjang karena kandung empedu yang meradang tersentuh ujung jari tangan pemeriksa dan pasien berhenti menarik nafas. Batu saluran empedu Batu saluran empedu tidak menimbulkan gejala dalam fase tenang. Kadang teraba hatidan sklera ikterik. Perlu diktahui bahwa bila kadar bilirubin darah kurang dari 3 mg/dl, gejal ikterik tidak jelas. Apabila sumbatan saluran empedu bertambah berat, akan timbul ikterus klinis. Pemeriksaan Penunjang a. Pemeriksaan laboratorium Batu kandung empedu yang asimtomatik umumnya tidak menunjukkan kelainan pada pemeriksaan laboratorium. Apabila terjadi peradangan akut, dapat terjadi leukositosis. Apabila terjadi sindroma mirizzi, akan ditemukan kenaikan ringan bilirubin serum akibat penekanan duktus koledukus oleh batu. Kadar bilirubin serum yang tinggi mungkin disebabkan oleh batu di dalam duktus koledukus. Kadar fosfatase alkali serum dan mungkin juga kadar amilase serum biasanya meningkat sedang setiap setiap kali terjadi serangan akut. b. Pemeriksaan radiologis Foto polos Abdomen Foto polos abdomen biasanya tidak memberikan gambaran yang khas karena hanya sekitar 10-15% batu kandung empedu yang bersifat radioopak. Kadang kandung empedu yang mengandung cairan empedu berkadar kalsium tinggi dapat dilihat dengan foto polos. Pada peradangan akut dengan kandung empedu yang membesar atau hidrops, kandung empedu kadang terlihat sebagai massa jaringan lunak di kuadran kanan atas yang menekan gambaran udara dalam usus besar, di fleksura hepatica.
13
Gambar 2.6: Foto polos abdomen pada kolelitiasis Ultrasonografi (USG) Ultrasonografi mempunyai derajat spesifisitas dan sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi batu kandung empedu dan pelebaran saluran empedu intrahepatik maupun ekstra hepatik. Dengan USG juga dapat dilihat dinding kandung empedu yang menebal karena fibrosis atau udem yang diakibatkan oleh peradangan maupun sebab lain. Batu yang terdapat pada duktus koledukus distal kadang sulit dideteksi karena terhalang oleh udara di dalam usus. Dengan USG punktum maksimum rasa nyeri pada batu kandung empedu yang ganggren lebih jelas daripada dengan palpasi biasa.
Gambar 2.7: Hasil USG pada kolelitiasis
14
Kolesistografi Untuk penderita tertentu, kolesistografi dengan kontras cukup baik karena relatif murah, sederhana, dan cukup akurat untuk melihat batu radiolusen sehingga dapat dihitung jumlah dan ukuran batu. Kolesistografi oral akan gagal pada keadaan ileus paralitik, muntah, kadar bilirubun serum diatas 2 mg/dl, okstruksi pilorus, dan hepatitis karena pada keadaan-keadaan tersebut kontras tidak dapat mencapai hati. Pemeriksaan kolesitografi oral lebih bermakna pada penilaian fungsi kandung empedu.
Gambar 2.8: Hasil kolesistografi pada kolelitiasis ERCP (Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography) Yaitu sebuah kanul yang dimasukan ke dalam duktus koledukus dan duktus pancreatikus, kemudian bahan kontras disuntikkan ke dalam duktus tersebut. Fungsi ERCP ini memudahkan visualisasi langsung stuktur bilier dan memudahkan akses ke dalam duktus koledukus bagian distal untuk mengambil batu empedu, selain itu ERCP berfungsi untuk membedakan ikterus yang disebabkan oleh penyakit hati (ikterus hepatoseluler dengan ikterus yang disebabkan oleh obstuksi bilier dan juga dapat digunakan untuk menyelidiki gejala gastrointestinal pada pasien-pasien yang kandung empedunya sudah diangkat. ERCP ini berisiko terjadinya tanda-tanda perforasi/ infeksi.
Gambar 2.9 Endoscopic Retrograde Cholangio Pancreatography 15
2.9.
Diagnosis Banding Diagnosis banding nyeri karena kolelitiasis adalah ulkus peptikum, refluks
gastroesofagus, dispepsia non ulkus, dismotilitas esofagus, irritable bowel syndrome, kolik ginjal. Nyeri ulkus peptikum biasanya lebih sering, hampir setiap hari dan berkurang sehabis makan. Nyeri yang timbul biasanya menetap di perut kanan atas, pada kolelitiasis frekuensinya lebih jarang. Nyeri karena refluks gastroesofagus dapat dibedakan dengan nyeri kolelitiasis dilihat dari adanya rasa terbakar, lokasi nyeri di substernal, dan sering dipengaruhi oleh posisi, dimana pada posisi supine rasa nyeri akan memberat. Nyeri epigastrium karena kolelitiasis dan dispepsia nonulkus sukar dibedakan. Namun demikian nyeri karena kolik bilier biasanya lebih hebat, frekuensinya sporadik, dan penyebaran nyeri sampai perut kanan atas dan skapula. Diagnosis banding untuk kolesistitis akut adalah apendisitis akut, pankreatitis akut, hepatitis akut, perforasi ulkus, perforasi ulkus peptikum dan penyakit intestinal akut lainnya. Untuk membedakan dengan pankreatitis akut, biasanya nyeri pada pankreatitis akut lebih terlokalisir dan jarang disertai tanda peritoneal akut. Nyeri sampai ke punggung, menghilang saat posisi duduk adalah khas untuk pankreatitis akut. Gejala demam dan leukositosis mungkin sama pada kedua kasus, tetapi peningkatan kadar serum amilase jauh lebih tinggi pada keadaan pankreatitis akut. Pada keadaan pankreatitis yang berat, penderita tampak sangat toksik. Namun pada penderita dengan kolesistitis akut dengan komplikasi pankreatitis akut USG diperlukan untuk segera membedakan keadaan tersebut. Untuk membedakan dengan kolesistitis, pada keadaan hepatitis biasanya pada pemeriksaan laboratorium menunjukkan kadar serum enzim hepar akan jauh lebih tinggi dibanding dengan kolesistitis akut. Pada keadaan apendisitis akut, ditandai oleh nyeri khas pada perut kanan bawah, diawali dari sekitar daerah umbilikal yang kemudian menetap di perut kanan bawah. Pada keadaan perforasi usus, pada pemeriksaan radiologis sering dijumpai adanya udara bebas pada foto polos abdomen.
2.10.
Komplikasi 16
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita kolelitiasis:
Gambar 2.10 : komplikasi kolelitiasis Kolesistokinin yang disekresi oleh duodenum karena adanya makanan mengakibatkan/ menghasilkan kontraksi kandung empedu, sehingga batu yang tadi ada dalam kandung empedu terdorong dan dapat menutupi duktus sistikus, batu dapat menetap ataupun dapat terlepas lagi. Apabila batu menutupi duktus sitikus secara menetap maka mungkin akan dapat terjadi mukokel, bila terjadi infeksi maka mukokel dapat menjadi suatu empiema, biasanya kandung empedu dikelilingi dan ditutupi oleh alat-alat perut (kolon, omentum), dan dapat juga membentuk suatu fistel kolesistoduodenal. Penyumbatan duktus sistikus dapat juga berakibat terjadinya kolesistitis akut yang dapat sembuh atau dapat mengakibatkan nekrosis sebagian dinding (dapat ditutupi alat sekiatrnya) dan dapat membentuk suatu fistel kolesistoduodenal ataupun dapat terjadi perforasi kandung empedu yang berakibat terjadinya peritonitis generalisata. Batu kandung empedu dapat maju masuk ke dalam duktus sistikus pada saat kontraksi dari kandung empedu. Batu ini dapat terus maju sampai duktus koledokus kemudian menetap asimtomatis atau kadang dapat menyebabkan kolik. Batu yang menyumbat di duktus koledokus juga berakibat terjadinya ikterus obstruktif, kolangitis, kolangiolitis, dan pankretitis. Batu kandung empedu dapat lolos ke dalam saluran cerna melalui terbentuknya fistel kolesitoduodenal. Apabila batu empedu cukup besar dapat menyumbat pad bagian tersempit saluran cerna (ileum terminal) dan menimbulkan ileus obstruksi. 2.11.
Terapi 17
Jika tidak ditemukan gejala, maka tidak perlu dilakukan pengobatan. Nyeri yang hilang-timbul bisa dihindari atau dikurangi dengan menghindari atau mengurangi makanan berlemak. Penanganan kolelitiasis dibedakan menjadi dua yaitu penatalaksanaan non bedah dan bedah. Ada juga yang membagi berdasarkan ada tidaknya gejala yang menyertai kolelitiasis, yaitu penatalaksanaan pada kolelitiasis simptomatik dan kolelitiasis yang asimptomatik. Penatalaksanaan Non-Bedah Pada orang dewasa alternatif terapi non bedah meliputi penghancuran batu dengan obat-obatan seperti chenodeoxycholic atau ursodeoxycholic acid. Oral Dissolution Therapy adalah cara penghancuran batu dengan pemberian obatobatan oral. Ursodeoxycholic acid lebih dipilih dalam pengobatan daripada chenodeoxycholic karena efek samping yang lebih banyak pada penggunaan chenodeoxycholic seperti terjadinya diare, peningkatan aminotransfrase dan hiperkolesterolemia sedang. Pemberian obat-obatan ini dapat menghancurkan batu pada 60% pasien dengan kolelitiasis, terutama batu yang kecil. Angka kekambuhan mencapai lebih kurang 10%, terjadi dalam 3-5 tahun setelah terapi. Pada anak-anak terapi ini tidak dianjurkan, kecuali pada anak-anak dengan risiko tinggi untuk menjalani operasi. Penatalaksanaan Bedah a) Kolesistektomi terbuka Operasi ini merupakan standar terbaik untuk penanganan pasien denga kolelitiasis simtomatik. Komplikasi yang paling bermakna yang dapat terjadi adalah cedera duktus biliaris yang terjadi pada 0,2% pasien. Angka mortalitas yang dilaporkan untuk prosedur ini kurang dari 0,5%. Indikasi yang paling umum untuk kolesistektomi adalah kolik biliaris rekuren, diikuti oleh kolesistitis akut. b) Kolesistektomi laparaskopi Indikasi awal hanya pasien dengan kolelitiasis simtomatik tanpa adanya kolesistitis akut. Karena semakin bertambahnya pengalaman, banyak ahli bedah mulai melakukan prosedur ini pada pasien dengan kolesistitis akut dan pasien dengan batu duktus koledokus. Secara teoritis keuntungan tindakan ini dibandingkan prosedur konvensional adalah dapat mengurangi perawatan di rumah sakit dan biaya yang dikeluarkan, pasien dapat cepat kembali bekerja, nyeri 18
menurun dan perbaikan kosmetik. Masalah yang belum terpecahkan adalah kemanan dari prosedur ini, berhubungan dengan insiden komplikasi 6r seperti cedera duktus biliaris yang mungkin dapat terjadi lebih sering selama kolesistektomi laparaskopi.
Gambar 2.11: Tindakan kolesistektomi terbuka dan kolesistektomi laparaskopy . c) Disolusi kontak Terapi contact dissolution adalah suatu cara untuk menghancurkan batu kolesterol dengan memasukan suatu cairan pelarut ke dalam kandung empedu melalui kateter perkutaneus melalui hepar atau alternatif lain melalui kateter nasobilier. Larutan yang dipakai adalah methyl terbutyl eter. Larutan ini dimasukkan dengan suatu alat khusus ke dalam kandung empedu dan biasanya mampu menghancurkan batu kandung empedu dalam 24 jam. Kelemahan teknik ini hanya mampu digunakan untuk kasus dengan batu yang kolesterol yang radiolusen. Larutan yang digunakan dapat menyebabkan iritasi mukosa, sedasi ringan dan adanya kekambuhan terbentuknya kembali batu kandung empedu.
Gambar 2.12 disolusi kontak 19
d) Litotripsi Gelombang Elektrosyok (ESWL) Extracorporeal Shock-Wave Lithotripsy (ESWL) menggunakan gelombang suara dengan amplitudo tinggi untuk menghancurkan batu pada kandung empedu. Pasien dengan batu yang soliter merupakan indikasi terbaik untuk dilaskukan metode
ini.
Namun
pada
anak-anak
penggunaan
metode
ini
tidak
direkomendasikan, mungkin karena angka kekambuhan yang tinggi.
Gambar 2.13 extracorporeal shock wave lithotripsy Penatalaksanaan Diet Pada kasus kolelitiasis jumlah kolesterol dalam empedu ditentukan oleh jumlah lemak yang dimakan karena sel-sel hepatik mensintesis kolesterol dari metabolisme lemak, sehingga klien dianjurkan/dibatasi dengan makanan cair rendah lemak. Menghindari kolesterol yang tinggi terutama yang berasal dari lemak hewani. Suplemen bubuk tinggi protein dan karbohidrat dapat diaduk ke dalam susu skim dan adapun makanan tambahan seperti: buah yang dimasak, nasi ketela, daging tanpa lemak, sayuran yang tidak membentuk gas, roti, kopi/teh. 2.12
Prognosis
Untuk penderita dengan ukuran batu yang kecil, pemeriksaan serial USG diperlukan untuk mengetahui perkembangan dari batu tersebut. Batu bisa menghilang secara spontan. Untuk batu besar masih merupakan masalah, karena merupakan risiko terbentuknya karsinoma kandung empedu (ukuran lebih dari 2 cm). Karena risiko tersebut, dianjurkan untuk mengambil batu tersebut. Pada anak yang menderita penyakit hemolitik, 20
pembentukan batu pigmen akan semakin memburuk dengan bertambahnya umur penderita, dianjurkan untuk melakukan kolesistektomi.
DAFTAR PUSTAKA A. Mansjoer, dkk. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III, Jilid II. Penerbit Media Aesculapius, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2000. Hal 313317. Astri Sri Widiastuty. 2010. Pathogenesis Batu Empedu. Edisi I., Palembang De Jong. W, Sjamsuhidajat. R., 1998., Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi Revisi., EGC., Jakarta Djamaloedin. 2002. Bagian Ilmu Bedah FKUI/RSCM. Kumpulan kuliah ilmu bedah. Jakarta: Binarupa Aksara; 242-253.
21