Pendahuluan Hiponatremia merupakan salah satu komplikasi yang sering ditemukan pada pasien dengan sirosis hepatis dekompensata.1,2,3 Definisi hiponatremia pada sirosis adalah apabila didapatkan kadar sodium < 130mEq/L.
1,2,3
Pada studi prospektif yang dilakukan pada
populasi, dari 997 pasien dengan sirosis, 486 (49.4%) mempunyai kadar sodium < 135 mEq/L dan 211 pasien (21.6%) dengan kadar sodium ≤ 130 mEq/L, 5.7 % pasien dengan kadar sodium ≤ 125 mEq/L dan 1.2 % pasien dengan kadar sodium ≤ 120 mEq/L.1 Hiponatremia disebabkan oleh regulasi homeostasis cairan tubuh yang abnormal.
1,3
Terdapat dua tipe hiponatremia yang terjadi pada sirosis hepatis. Yang pertama adalah hiponatremia hipovolemik, yang disebabkan oleh hilangnya sodium dan cairan extraselular yang berlebihan melalui ginjal misalnya akibat penggunaan diuretik atau melalui saluran cerna (muntah atau diare) yang ditandai dengan rendahnya kadar sodium, kontraksi volume plasma, tidak adanya edema ataupun asites, tanda-tanda dehidrasi dan gagal ginjal pre renal. Tipe yang kedua adalah hiponatremia hipervolemik yang disebabkan oleh gangguan eksresi cairan yang free solute dari ginjal yang mengakibatkan retensi cairan yang tidak proporsi dibandingkan dengan retensi sodium dimana kadar sodium rendah walaupun terdapat peningkatan dari kadar total sodium di dalam tubuh. Tipe yang kedua ini adalah yang paling sering ditemukan pada cirrhosis dan ditandai oleh penumpukan cairan ekstraselular dan retensi sodium dan kadang-kadang disertai dengan gangguan fungsi ginjal.1,4 Kadar sodium dalam darah merupakan petanda prognosis yang penting pada pasien sirosis dan adanya hiponatremia dihubungkan dengan survival yang rendah. Selain itu hiponatremia pada sirosis hepatis dihubungkan dengan meningkatnya morbiditas terutama komplikasi neurologis dan menurunnya ketahanan hidup setelah tranplantasi. Bila dibandingkan dengan pasien sirosis tanpa hiponatremia, pasien yang dengan hiponatremia ditandai dengan gangguan hati yang lebih berat, asites yang refrakter, tingkat kejadian ensefalopati hepatik yang lebih tinggi, SBP dan HRS. 1,2,3 Hiponatremia pada pasien sirosis dihubungkan dengan menurunnya kualitas hidup pasien akibat restriksi intake cairan per hari. Satu studi cross-sectional pada 523 pasien sirosis dengan asites menunjukkan bahwa health-related quality of life (HRQL) menurun secara signifikan pada pasien dengan hiponatremia dan kadar natrium ≤130 mEg/L. 1 Tatalaksana untuk hiponatremia sudah mulai dipertimbangkan pada kadar natrium ≤ 130 mEq/L, walaupun sampai saat ini belum ada data yang valid yang menentukan pada kadar natrium berapa terapi sudah harus dimulai. Pilihan terapi pada hiponatremia sampai saat ini masih terbatas.4 Langkah pertama adalah mengidentifikasi penyebab dari 1
hiponatremia. Membedakan antara kedua tipe hiponatremia penting dalam menentukan tatalaksana. Pilihan terapi yang ada meliputi restriksi cairan, menghentikan diuretik dan penggunaan Vaptan jangka pendek. Sampai saat ini belum ada terapi hiponatremia yang terbukti efektif.4 Terapi hiponatremia belum terbukti dapat meningkatkan survival pada penyakit hati yang lanjut dan koreksi yang terlalu cepat dapat mengakibatkan komplikasi neurologi yang fatal.4
Resume Kasus Pasien laki-laki usia 74 tahun dengan dengan sirosis hepatis, hepatitis B chronic, asites dan penurunan kesadaran. Istri pasien mengatakan bahwa pasien beberapa kali dirawat karena menolak makan dan riwayat jatuh berulang. Pasien juga berulang kali menjalani pungsi asites untuk asites yang dialaminya. Obat-obatan yang dikonsumsi pasien antara lain furosemide, 40 mg; spironolactone, 100 mg; nadolol, 20 mg; lamivudine, 100 mg; dan multivitamin tablet. Pemeriksaan fisik pada pasien menunjukkan pasien dengan underweight, dengan berat badan 50 kg. Tekanan darah 105/70 dengan frekuensi nadi 64x/ menit, sklera dan kulit tidak ikterik, terdapat asterixis ringan, splenomegali dan asites masif. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan Anemia hemoglobin, 9.9 g/L; leukopenia (WBC, 3300 g/dL; trombositopenia (85000g/dL); serum [Na+], 113 mEq/L; serum [K+], 4.2 mEq/L; kreatinin, 1.01 mg/dL; SGOT 54 IU/L; SGPT 39 IU/L; bilirubin, 0.54 mg/dL; albumin, 3.2 g/dL; dan international normalized ratio (INR), 1.35. Tatalaksana pasien dengan menghentikan diuretik, restriksi cairan 500 cc per hari, membatasi intake sodium per oral sampai 44 mEq per hari. Elektrolit diperiksa setiap hari, pada follow up, kadar natrimu pasien meningkat 123 mEq/L. Tetapi kondisi pasien masih lemas dan masih terdapat penurunan kesadaran yang ringan yang hilang timbul. Pemberian larutan natrium yang hipertonis tidak diberikan dengan pertimbangan larutan tersebut pada pasien sirosis dapat lebih meningkatkan retensi natrium yang sudah ada dan dapat memperburuk asites. Oleh karena itu pasien ini kemudian diberikan AVP receptor antagonist dan dalam waktu 2 minggu kadar natrium serum meningkat dan diikuti dengan perbaikan kesadarannya. Terapi dilanjutkan selama 2 tahun dan selama terapi kadar natrium serum dalam batas normal, pasien juga tidak pernah dirawat lagi, kesadaran perbaikan, dan pasien tidak lagi membutuhkan paracentesis untuk tatalaksana asitesnya. Setelah dua tahun pengobatan dengan satavaptan distop oleh sponsor. Dua 2 minggu setelah distop, kadar natrium serum kembali menurun dari 134 ke 125 mEq/L dan pasien kembali mengalami gejala lemas, letargi disertai dengan menurunya kurang kontak dengan orang-orang disekitarnya. 2
Formulasi Pertanyaan Klinis Apakah tatalaksana hiponatremia pada pasien sirosis dapat merubah keluaran (komplikasi sirosis dan kesintasan)
Pencarian bukti ilmiah Dalam rangka menjawab ketiga pertanyaan klinis di atas, maka dilakukan pencarian di situs PubMed, MEDLINE, dan Cochrane terhadap masing-masing pertanyaan.
22 telaah sistematis dan/atau metaanalisis dan atau Uji Klinis (PubMed, MEDLINE, Cochrane) 18 artikel tersedia naskah lengkap
10 Artikel yang dipublikasikan dalam 5 tahun terakhir
9 artikel tidak fokus menjawab pertanyaan klinis
1 artikel systematic review menjawab pertanyaan klinis 1 artikel masuk dalam telaah kritis Systematic review
Dalam rangka pencarian bukti ilmiah terbaik mengenai prognosis pasien sirosis dengan hiponatremia yang mendapatkan terapi dan yang tidak mendapatkan terapi maka dilakukan pencarian di situs PubMed, MEDLINE, dan Cochrane dengan kata kunci “cirrhosis AND Hyponatremia AND Treatment AND Outcomes” dengan kategori telaah sistematis
3
(systematic review) atau meta-analisis atau Uji klinis, sehingga diperoleh 10 artikel. Pada pencarian ini, dilakukan seleksi artikel yang tersedia naskah lengkap dan dipublikasikan dalam 5 tahun terakhir sehingga didapatkan 10 artikel dengan naskah lengkap. Dari kesepuluh artikel tersebut hanya 1 artikel yang fokus menjawab pertanyaan penelitian sehingga 1 artikel tersebut yang masuk dalam telaah kritis (critical appraisal). Artikel tersebut berjudul “Hyponatremia: clinical associations, prognosis, and treatment in cirrhosis” ditulis oleh Yu C dkk. (Exp Clin Transplant. 2013 Feb;11(1):3-11)
Telaah Kritis Dalam melakukan telaah kritis untuk artikel ini, digunakan metode telaah untuk jenis studi systematic review berdasarkan telaah kritis oleh Oxford. Telaah kritis dengan Oxford ditampilkan dalam kertas kerja (worksheet) menggunakan sistem cek list (√) yang diberikan bila di dalam artikel systematic review tersebut tersebut terdapat poin yang diminta. Semakin lengkap daftar cek list maka semakin baik systematic review tersebut. Berikut adalah telaah kritis menurut Oxford pada artikel yang kami dapatkan. What question (PICO) did the systematic review address? What is best? The main question being addressed should be clearly stated. The exposure, such as a therapy or diagnostic test, and the outcome(s) of interest will often be expressed in terms of a simple relationship.
Where do I find the information? The Title, Abstract or final paragraph of the Introduction should clearly state the question. If you still cannot ascertain what the focused question is after reading these sections, search for another paper!
This paper: Yes No Unclear Comment: abstract: to examine the most recent, comprehensive related to prevalence, clinical association and prognosis hyponatremia in cirrhosis
F - Is it unlikely that important, relevant studies were missed? What is best? Where do I find the information? The starting point for comprehensive search for all The Methods section should describe the search strategy, relevant studies is the major bibliographic databases (e.g., including the terms used, in some detail. The Results Medline, Cochrane, EMBASE, etc) but should also include section will outline the number of titles and abstracts a search of reference lists from relevant studies, and reviewed, the number of full-text studies retrieved, and the contact with experts, particularly to inquire about number of studies excluded together with the reasons for unpublished studies. The search should not be limited to exclusion. This information may be presented in a figure or English language only. The search strategy should include flow chart. both MESH terms and text words. This paper: Yes No Unclear Comment: the result section did not describe the outline the number of titles and abstracts reviewed, the number of full-text studies retrieved, and the number of studies excluded together with the reasons for exclusion. Methods section describe the search strategy.
A - Were the criteria used to select articles for inclusion appropriate? What is best?
Where do I find the information?
4
The inclusion or exclusion of studies in a systematic review should be clearly defined a priori. The eligibility criteria used should specify the patients, interventions or exposures and outcomes of interest. In many cases the type of study design will also be a key component of the eligibility criteria. This paper: Yes Comment:
No
The Methods section should describe in detail the inclusion and exclusion criteria. Normally, this will include the study design.
Unclear
A - Were the included studies sufficiently valid for the type of question asked? What is best? The article should describe how the quality of each study was assessed using predetermined quality criteria appropriate to the type of clinical question (e.g., randomization, blinding and completeness of follow-up) This paper: Yes Comment:
No
Where do I find the information? The Methods section should describe the assessment of quality and the criteria used. The Results section should provide information on the quality of the individual studies.
Unclear
T - Were the results similar from study to study? What is best? Ideally, the results of the different studies should be similar or homogeneous. If heterogeneity exists the authors may estimate whether the differences are significant (chi-square test). Possible reasons for the heterogeneity should be explored.
Where do I find the information? The Results section should state whether the results are heterogeneous and discuss possible reasons. The forest plot should show the results of the chi-square test for heterogeneity and if discuss reasons for heterogeneity, if present.
This paper: Yes No Unclear Comment: most of the result were similar between studies.
What were the results? How are the results presented? The result were presented in tables.
5
Berdasarkan telaah kritis yang telah dilakukan terhadap artikel systematic review dapat disimpulkan bahwa artikel ini memiliki validitas yang tidak terlalu baik. dan walaupun belum tentu dapat menjadi menjadi bahan rujukan yang baik bagi pertanyaan klinis dalam EBCR ini, tetapi artikel ini adalah satu-satunya artikel systematic review dalam lima tahun terakhir yang mencoba membahas efektivitas koreksi hiponatremia pada pasien sirosis hepatis dihubungkan dengan keluaran. Selanjutnya, jawaban dan diskusi atas pertanyaan klinis yang diajukan dalam kasus mengacu pada temuan hasil dan simpulan artikel ini.
Diskusi Hiponatremia pada sirosis hepatis terjadi pada umumnya pada sirosis yang dekompensata. Pada jurnal ini disebutkan bahwa bila dihubungkan dengan derajat keparahan penyakit hati, sebagian besar pasien cirrhosis dengan hiponatremia yang dirawat mempunyai klasifikasi Child Pugh C.5,6Hasil yang sama tentang hubungan antara derajat keparahan sirosis dengan hiponatremia juga ditemukan pada studi yang lain. 5,6 Definisi hiponatremia pada sirosis adalah apabila didapatkan kadar sodium < 130mEq/L.1,4 Hiponatremia dihubungkan dengan manifestasi penyakit hati yang lanjut seperti asites, ensefalopati hepatikum, spontaneous bacterial peritonitis, dan sindrom hepatornal. Angeli dkk mengatakan bahwa frekuensi terbesar daripada komplikasi-komplikasi ini terjadi pada kadar natrium < 130 mmol/L. 5Tetapi, karena hiponatremia terjadi pada kondisi dimana sudah terjadi penyakit hati yang lanjut, tidak mudah untuk memberikan batasan apakah komplikasi yang timbul diakibatkan oleh hiponatremia atau akibat dari pada perburukan dari fungsi liver itu sendiri. Peran hiponatremia, baik sebagai penanda untuk derajat keparahan penyakit hati atau sebagai bagian dari komplikasi penyakit hati, menimbulkan pertanyaan apakah tatalaksana hiponatremia akan merubah terjadinya komplikasi sirosis dan survival jangka panjang.7 Pasien dengan sirosis seringkali mengalami gangguan pada kapasitas ginjal dalam mengeliminasi cairan bebas solut. Hal ini disebabkan pada sirosis terjadi dilatasi pada pembuluh darah arteri splanknik yang menyebabkan menurunnya resistesi vaskular sistemik, tekanan rata-rata arteri dan peningkatan cardiac output. Hal ini mengakibatkan menurunnya volume darah efektif arterial yang akan mengaktifkan vasokonstriktor endogen seperti sistem renin-angiotensin, sistem saraf simpatis dan sekresi antidiuretik hormon. Hasil akhirnya adalah retensi natrium dan cairan dan terjadi edema, asites dan hypervolemic hiponatremia.1,2 Hubungan antara hiponatremia dengan ensefalopati hepatikum diduga akibat gagalnya mekanisme adaptasi serebral terhadap kondisi hipoosmalar. Pada kondisi normal, keadaan 6
hiposmolar hiponatremia akan menyebabkan air masuk ke dalam sel-sel otak. Untuk mempertahankan keseimbangan ini, solut dan elektrolit terutama kalium ditransfer ke luar sel untuk mencipatkan kondisi hiposmolar yang sama seperti plasma untuk mengurangi edema serebral. Selain gagalnya mekanisme adaptasi serebral tersebut, hipotesis lain adalah adanya ammonia dan neurotoksin lainnya yang secara sinergis menyebabkan low-grade cerebral edema akibat adanya edema pada astrosit, yang disebabkan oleh meningkatnya kadar glutamin intrasel.1,4 Pada pada sirosis dengan asites dan sindrom hepatorenal volume darah efektif arterial menurun sehingga menyebabkan hipoperfusi, menurunnya filtrasi glomerulus dan kerusakan pada ginjal. Hiponatremia hipervolemik sering ditemukan pada pasien sirosis yang mengalami sindroma hepatorenal. Pada kondisi ini, hiponatremia bukan hanya disebabkan oleh meningkatnya kada AVP (arginine Vasopressin), tetapi juga akibat penurunan filtrasi glomerulus dan meningkatnya reabsorpsi sodium pada tubulus proksimal.1 Prinsip tatalaksana hiponatremia pada pasien dengan sirosis hepatis, dalam hal ini hyponatremia hipervolemik, adalah memperbaiki ekresi cairan yang bebas solut dan membuat kondisi dimana balance cairan negatif dengan tujuan untuk mengembalikan ke kondisi normal peningkatan total cairan tubuh yang pada akhirnya akan meningkatkan kadar natrium serum.4 Beberapa pilihan terapi adalah restriksi cairan <1L/ hari, tetapi studi menunjukkan bahwa efektifitas dari terapi ini terbatas. Restriksi cairan dapat mencegah penurunan kadar natrium serum lebih lanjut, tidak selalu efektif dalam meningkatkan kadar natrium. Efektivitas yang rendah mungkin dihubungkan dengan kesulitan untuk dapat patuh pada restriksi cairan < 1L/ hari.4 Plihan terapi yang lain adalah dengan mengembalikan cairan tubuh ke dalam intravaskular dengan menggunakan albumin, walaupun terapi ini menunjukan dapat meningkatkan kadar natrium, tetapi efeknya sementara.4 Koreksi hiponatremia dengan menggunakan larutan hipertonik saline, merupakan hal yang sering dilakukan pada kasus hiponatremia hipervolemik yang berat dan simtomatik, tetapi pada pasien dengan cirrhosis, pemberian larutan ini akan semakin meningkatkan retensi natrium dan akan semakin meningkatkan insiden edema dan asites.4 Baru-baru ini terapi farmakologik untuk hiponatremia hipervolemik pada pasien sirosis dengan menggunakan V2 reseptor antagonist yang disebut juga vaptan, pengunaannya telah meningkat. Vaptan secara selektif menghambat reseptor AVP V2 di sel prinsipal di collecting duct, sehingga AVP tidak dapat bekerja. Efeknya adalah peningkatan jumlah ekskresi cairan bebas solute melalui ginjal, sehingga terjadi perbaikan dari kadar natrium. 7
Golongan Vaptan yang telah disetujui oleh FDA untuk terapi hiponatremia hipervolemik adalah tolvapatn yang diberikan secara oral dan conivaptan yang diberikan secara intravena. Efek dari vaptan adalah tergantung dosis, onsetnya dimulai 1-2 jam setelah pemberian dan bertahan selama 4-12 jam. Inisiasi vaptan pertama kali sebaiknya dilakukan di ruang rawat rumah sakit karena memerlukan monitoring yang ketat kadar natrium untuk mencegah koreksi yang terlalu cepat.1,4 Dua studi uji klini tersamar ganda yang dilakukan pada beberapa tempat, The Study of Ascending Levels of Tolvaptan in Hyponatremia-SALT-1 dan SALT-2, yang melibatkan 448 yang sebagian besar adalah pasien jantung telah menunjukkan efektivitas Tolvaptan untuk meningkatkan kadar sodium darah dalam rentang waktu 4 sampai 30 hari.10 Pada subgrup analisis pada 63 pasien sirosis, Cardenas dkk, mendapatkan hasil yang sama di mana 41 % dibandingkan dengan 11 % (p= 0.0002) mencapai kadar sodium yang normal (>135mmol/L) pada hari ke-4 dan 33 % berbanding 19% (P= 0.0838) pada hari ke-30 pada pasien yang diberikan Tolvaptan dibandingkan dengan plasebo.13 Sampai saat ini hanya satu studi yang melaporkan efek jangka panjang penggunaan vaptan. Pada studi ini pasien diberikan dosis satavaptan yang bervariasi tergantung dari kadar natrium pasien, ikombinasi dengan terapi diuretik. Temuan pada studi ini adalah perbaikan kadar natrium serum yang dapat bertahan sampai satu tahun.14 Pada penggunaan vaptan, apabila obat ini dihentikan, hampir 68% akan menunjukkan penurunan kembali kadar natrium serum minimal 3 mmol/L, menandakan perlunya pemberian terapi vaptan secara berkelanjutan.13 Sebagai tambahan, studi yang lain yang dilakukan oleh Okita dkk, efek vaptan yang tergantung dosis dalam mengurangi asites dan edema pada ektremitas bawah, dan memperbaiki toleransi terhadap diuretik.10 Pada studi yang menggunakan Satavaptan didapatkan hasil selain meningkatkan kadar natrium serum juga dapat mengontrol asites dan mengurangi frekuensi parasentesis. Tetapi, akhir-akhir ini terdapat tiga uji klinis tersamar ganda yang melibatkan 1200 pasien yang membandingkan satavaptan dengan plasebo dan studi ini melakukan evaluasi terhadap asites refrakter, dengan atau tanpa terapi diuretik. Pada studi tersebut ditemukan mortalitas yang tinggi pada pada kelompok satavaptan dibandingkan dengan plasebo (HR 1.47; 95% CI 1.01-2.15). penulis menyimpulkan bahwa satavaptan dengan atau tanpa diuretik tidak memberikan keuntungan jangka panjang dalam tatalaksana asites pada pasien sirosis.11 Pada jurnal ini disebutkan bahwa beberapa studi telah menunjukkan bahwa kadar natrium sebelum transplan dan pasca transplan merupakan prediktor morbiditas dan mortalitas jangka pendek, terlepas dari skor MELD, di mana kombinasi skor MELD dan
8
kadar natrium merupakan prediktor untuk mortalitas 90 hari pada pasien yang akan menjalani transplan. Derajat prediksi skor MELD meningkat bila dikombinasi dengan kadar natrium.15 Pasien pra transplan dengan hiponatremia hipervolemik lebih sering mengalami delirium, gagal ginjal, dan komplikasi infeksi pada bulan-bulan pertama setelah dilakukan transplan. Londoño dkk, mencatat tingkat kesintasan 3 bulan 84 % pada pasien dengan hiponatremia dibandingkan dengan 94% pada pasien tanpa hiponatremia (P < .05).6 Sebuah studi yang lebih besar oleh Dawwas dkk, yang melibatkan 5152 pasien, menghasilkan hal yang sama, menunjukkan higher risk-adjusted mortality dalam tahun ([HR] 1.28; CI 1.182.04; P < .002) untuk pasien dengan hiponatremia. 9Yang menarik adalah, kedua studi ini menemukan bahwa mortalitas terjadi dalam waktu 90 hari pertama setelah operasi (≤ 90 days: HR 1.55; 95% CI, 1.42-3.70; P < .001 vs > 90 days: HR 1.12; 95% CI, 0.55-2.29; P = .8).
6,9
Studi yang dilakukan oleh Yun dkk, pasien dengan hiponatremia mengalami masa
rawat inap dan rawat intensif yang lebih lama. (median, 17 days vs 14 days and 4.5 days vs 3.0 days).16 Banyak studi telah mempelajari pasien sirosis dengan hiponatremia hipervolemik pre transplan yang dihubungkan dengan keluaran post transplan yang menunjukkan bahwa kondisi normonatremi tidak secara signifikan menurunkan mortalitas post transplan. Sampai saat ini belum ada studi yang melakukan evaluasi koreksi hiponatremia pada pasien akan memperbaiki keluaran post transplan.6,12 Pada jurnal ini disebutkan, terutama pada pasien pre dan post transplan, yang mengalami hiponatremia hipervolemik, kondisi normonatremik pre transpaln tidak secara signifikan menurunkan mortalitas post transplan dan bahwa sampai sekarang belum ada studi yang melakukan evaluasi apakah koreksi hiponatremia hipervolemik pada pasien sirosis pre transplan akan memperbaiki keluaran post transplan.6,12 Walaupun beberapa studi telah menunjukkan bahwa adanya hiponatremia pre transplan meningkatkan predictability mortalitas dan morbiditas. Pada jurnal ini juga disebutkan bahwa belum ada bukti yang jelas apakah koreksi hiponatremia akan mempengaruhi mortalitas tetapi terjadi perubahan jumlah kematian dari pre transplant ke post transplan. Walaupun begitu, beberapa data menunjukkan terdapat potensi yang baik apabila hiponatremia dikoreksi.1 Pertama perbaikan kadar natrium akan membuat pasien dapat minum secara normal tanpa harus dibatasi yang pada akhirnya berpotensi untuk meningkatkan kualitas hidup pasien.1 Kedua terapi dengan vaptan dapat mencegah penurunan kadar natrium yang sering ditemukan pada pasien yang diberikan diuretik, hal ini akan membantu untuk mencapai dosis diuretik yang efektif dan 9
meningkatkan respon terapi terutama pada asites yang refrakter.1 Ketiga, karena hiponatremia merupakan salah satu faktor predisposisi ensefalopati hepatikum, perbaikan kadar natrium akan menurunkan risiko komplikasi ini.1 Keempat, terapi hiponatremia pada pasien pre transplan akan menurunkan risiko derajat keparahan komplikasi neurologi pasca transplan. Kelima, pada studi yang menggunakan satavaptan untuk mengontrol asites refrakter, didapatkan pemebrian satavaptan yang dikombinasi dengan diuretik akan menurunkan frekuensi parasentesis, walaupun efek jangka panjangnya masih dalam penelitian.1
Kesimpulan 1. Hiponatremia hipervolemia sering ditemukan pada pasien dengan sirosis hati yang dekompensata dan merupakan faktor prediktor morbiditas dan mortalitas pada pasien pre transplan. 2. Hiponatremia dihubungkan dengan komplikasi sirosis hepatis yang lainnya seperti ensefalopati hepatikum, spontaneus bacterial peritonitis, hepatorenal syndrome dan asites 3. Sampai saat ini belum bukti yang jelas mengenai efetivitas tatalaksana hiponatremia dalam memperbaiki keluaran pada pasien dengan sirosis hepatis, tetapi terdapat beberapa potensial benefit apabila hiponatremia ini dikoreksi.
Daftar Pustaka 1. Ginès P, Guevara M. Hyponatremia in cirrhosis: pathogenesis, clinical significance, and management. Hepatology. 2008;48(3):1002-1010. 2. Ginès P, Cárdenas A. The management of ascites and hyponatremia in cirrhosis. Semin Liver Dis. 2008;28(1):43-58. 3. EASL clinical practice guidelines on the management of ascites, spontaneous bacterial peritonitis, and hepatorenal syndrome in cirrhosis. European Association for the Study of the Liver. J Hepatol. 2010 Sep;53(3):397-417. 4. Sigal SH. Hyponatremia in cirrhosis. J Hosp Med. 2012; 7(suppl 4):S14-S17. 5. Angeli P, Wong F, Watson H, Ginès P; CAPPS Investigators. Hyponatremia in cirrhosis: Results of a patient population survey. Hepatology. 2006;44(6):1535-1542. 6. Londoño MC, Guevara M, Rimola A, et al. Hyponatremia impairs early posttransplantation
outcome
in
patients
with
cirrhosis
undergoing
liver
transplantation. Gastroenterology. 2006;130(4):1135-1143.
10
7. Kim JH, Lee JS, Lee SH, et al. The association between the serum sodium level and the severity of complications in liver cirrhosis. Korean J Intern Med. 2009;24(2):106112. 8. Jenq CC, Tsai MH, Tian YC, et al. Serum sodium predicts prognosis in critically ill cirrhotic patients. J Clin Gastroenterol. 2010;44(3):220-226. 9. Dawwas MF, Lewsey JD, Neuberger JM, Gimson AE. The impact of serum sodium concentration on mortality after liver transplantation: a cohort multicenter study. Liver Transpl. 2007;13(8):1115-1124. 10. Okita K, Sakaida I, Okada M, et al. A multicenter, open-label, dose-ranging study to exploratively evaluate the efficacy, safety, and dose-response of tolvaptan in patients with decompensated liver cirrhosis. J Gastroenterol. 2010;45(9):979-987. Erratum in: J Gastroenterol. 2010;45(9):997 11. Wong F, Watson H, Gerbes A, et al. Satavaptan for the management of ascites in cirrhosis: efficacy and safety across the spectrum of ascites severity. Gut. 2012;61(1):108-116. 12. Hackworth WA, Heuman DM, Sanyal AJ, et al. Effect of hyponatraemia on outcomes following orthotopic liver transplantation. Liver Int. 2009;29(7):1071-1077. 13. Cárdenas A, Gines P, Marotta P, et al. Tolvaptan, an oral vasopressin antagonist, in the treatment of hyponatremia in cirrhosis. J Hepatol. 2012;56(3):571-578. 14. Gine`s P. Wong F, Watson H. Long-term improvement of serum sodium by the V2receptor antagonist satavaptan in patients with cirrhosis and hyponatremia [Abstract]. J Hepatol 2007;46:90A. 15. Wong VW, Chim AM, Wong GL, Sung JJ, Chan HL. Performance of the new MELD-Na score in predicting 3-month and 1-year mortality in Chinese patients with chronic hepatitis B. Liver Transpl.2007;13(9):1228-1235. 16. Yun BC, Kim WR, Benson JT, et al. Impact of pretransplant hyponatremia on outcome following liver transplantation. Hepatology. 2009;49(5):1610-1615.
11
