BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pruritus penyakit ginjal kronis masih merupakan keluhan yang paling sering ditemukan pada pasien penyakit ginjal kronis. Keluhan pruritus yang signifikan ditemukan pada 15% - 49% pasien penyakit ginjal kronis dan 50% 90% pada pasien dialisis (Kurban et al., 2008). Beberapa penelitian sebelumnya mengungkapkan pruritus penyakit ginjal kronis tidak dipengaruhi oleh karakteristik sosiodemografi pasien misalnya jenis kelamin, umur, etnis, status ekonomi, dan status pendidikan; selain itu juga tidak didapatkan hubungan pruritus penyakit ginjal kronis dengan parameter medis seperti penyakit penyebab gagal ginjal, tipe dialisis, lamanya dialisis, penyakit diabetes melitus, penyakit jantung koroner, penyakit pada hepar, dan penggunaan obat rutin gagal ginjal (Metz & Stander, 2010; Yosipovitch, 2003). Mekanisme patofisiologi terjadinya pruritus penyakit ginjal kronis belum diketahui secara pasti. Berdasarkan data terbaru, hal tersebut diduga terjadi karena gangguan keseimbangan sistem imun yang menyebabkan status inflamasi oleh karena peningkatan sintesis sitokin-sitokin T helper-1 (Th-1). Dominansi sitokin Th-1 akan lebih banyak menginduksi sel-sel sitotoksik. Sitokin proinflamasi seperti interleukin-2 (IL-2), IL-6, IL-8, tumor necrosis factor-α (TNF-), monocyte chemotactic protein-1 (MCP-1), c-reactive protein (CRP), dan reactive oxygen species (ROS) meningkat dalam serum pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. Hal ini disebabkan kontak darah dengan
1
2
permukaan asing membran dialisis saat proses hemodialisis yang kemudian akan terjadi aktivasi komplemen dan sel mononuklear dan menginduksi proses peradangan akut; walaupun secara klinis gambaran peradangan tidak tampak jelas. Berbagai sitokin proinflamasi yang telah disebutkan, IL-2 merupakan sitokin yang pruritogenik. Hal ini terbukti pada penelitian Interleukin-2 yang disuntikkan secara intradermal terbukti memicu pruritus (Darso et al., 1997; Fallahzadeh et al., 2011; Kimmel et al., 1990; A. Luger et al., 1987; Pertosa et al., 2000; Rysz et al., 2006; Wahlgren et al., 1995; Zamauskaite et al., 1999). Penatalaksanaan pruritus penyakit ginjal kronis yang benar-benar efektif masih menjadi tantangan. Secara umum dikenal beberapa pilihan terapi pruritus penyakit ginjal kronis, yaitu terapi topikal, terapi sistemik, dan fototerapi. Beberapa penelitian fototerapi dengan broadband ultraviolet B (BBUVB) maupun narrowband ultraviolet B (NBUVB) menunjukkan hasil yang efektif pada manajemen pruritus penyakit ginjal kronis (Yosipovitch, 2003). Beberapa penelitian lainnya menunjukkan fototerapi dengan UVB terutama NBUVB efektif pada manajemen pruritus penyakit ginjal kronis dibandingkan terapi sistemik (Twycross et al., 2003). Mekanisme kerja fototerapi NBUVB adalah menurunkan aktifitas sel natural killer perifer, proliferasi limfosit, dan regulasi sistem imun pada populasi sel T. Fototerapi juga dapat menyebabkan penekanan produksi TNF-, IL-6, IL-8 dan IL-12 (Yosipovitch, 2003). Fototerapi UVB juga diketahui dapat menurunkan produksi nitrit oksida dan IL-2 yang bersifat pruritogenik (Ada et al., 2002; Sigmundsdottir et al., 2005). Fototerapi NBUVB lebih baik dibandingkan BBUVB karena sifat NBUVB yang lebih minimal dalam beberapa
3
risiko, antara lain: eritemogenik, pruritogenik, dan karsinogenik (Moraes & Russo, 2001). Efektivitas fototerapi UVB pada pruritus penyakit ginjal kronis dilihat dari perbaikan klinis dengan cara menilai intensitas pruritus dengan Visual Analogue Scale (VAS) dan kualitas hidup pasien dengan Dermatology Life Quality Index (DLQI) (Etter & Myers, 2002; Krajnik & Zylicz, 2001). Berdasarkan teori gangguan keseimbangan sistem imun pada pruritus penyakit ginjal kronis, efektivitas fototerapi UVB dapat dilihat dari kadar IL-2 yang merupakan sitokin proinflamasi pruritogenik. Pembuktian teori gangguan keseimbangan sistem imun pada pruritus penyakit ginjal kronis tersebut diperlukan kajian perubahan kadar IL-2 serum setelah fototerapi NBUVB.
B. Pertanyaan Penelitian Berdasarkan uraian di atas, pertanyaan yang diajukan dalam penelitian ini adalah: 1. Apakah fototerapi NBUVB dapat menurunkan intensitas pruritus pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis? 2. Apakah fototerapi NBUVB dapat memperbaiki kualitas hidup pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis? 3. Apakah fototerapi NBUVB dapat menurunkan kadar IL-2 serum pada pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis?
4
C. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah 1. Untuk mengetahui apakah fototerapi NBUVB dapat menurunkan intensitas pruritus
pasien
pruritus
penyakit
ginjal
kronis
yang
menjalani
hemodialisis. 2. Untuk mengetahui apakah fototerapi NBUVB dapat memperbaiki kualitas hidup pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis. 3. Untuk mengetahui apakah fototerapi NBUVB dapat menurunkan kadar IL2 serum pada pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis.
D. Manfaat Penelitian 1. Bagi dokter Apabila terbukti bahwa fototerapi NBUVB dapat menurunkan intensitas pruritus dan memperbaiki kualitas hidup serta menurunkan kadar IL-2 serum pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis rutin, maka dokter mendapat wawasan baru mengenai efektivitas fototerapi NBUVB pada pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis rutin sehingga fototerapi NBUVB dapat dijadikan pilihan terapi pada pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis rutin. 2. Bagi perkembangan dermatologi Apabila terbukti bahwa fototerapi NBUVB dapat menurunkan intensitas pruritus dan memperbaiki kualitas hidup serta menurunkan kadar IL-2 serum
5
pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis rutin, maka dapat menambah kepustakaan mengenai efektivitas NBUVB pada pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis rutin. Hasil ini juga dapat dijadikan dasar untuk melakukan penelitian lebih lanjut mengenai peranan IL-2 yang lebih detail pada pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis rutin. 3. Bagi pasien Apabila terbukti bahwa fototerapi NBUVB dapat menurunkan intensitas pruritus dan memperbaiki kualitas hidup serta menurunkan kadar IL-2 serum pasien pruritus penyakit ginjal kronis yang menjalani hemodialisis rutin, maka bagi pasien akan memiliki pilihan terapi yang lebih baik dan spesifik serta dengan efek samping yang lebih minimal.
E. Keaslian Penelitian Berdasarkan penelusuran dengan kata kunci dan kombinasi kata kunci berikut
penyakit
ginjal
kronis
(chronic
kidney
disease),
hemodialisis
(haemodialysis), pruritus penyakit ginjal kronis (chronic kidney disease associated pruritus), fototerapi (phototherapy), ultraviolet B spektrum sempit (narrowband ultraviolet B), sitokin proinflamasi (proinflammatory cytokine), interleukin-2, dan skor pruritus (pruritus score); di arsip karya tulis baik skripsi, tesis, disertasi, maupun paper yang ada di perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, serta dalam penelusuran jurnal ilmiah dengan mesin pencari PubMed, EBSCO, dan Science Direct penelitian mengenai pengaruh fototerapi NBUVB terhadap kadar IL-2 serum pasien pruritus penyakit
6
ginjal kronis yang menjalani hemodialisis rutin belum pernah dilakukan. Penelitian fototerapi pada pruritus penyakit ginjal kronis dan perbedaanya dengan penelitian ini disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Penelitian fototerapi pada pruritus penyakit ginjal kronis dan perbedaanya dengan penelitian ini Peneliti (Gilchrest, 1979)
(Shultz & Roenigk, 1980)
(Luger et al., 1987)
(Kimmel et al., 1990)
Judul Ultraviolet phototherapy of uremic pruritus.
Hasil Penelitian pada 38 pasien, 32 pasien menunjukkan hasil perbaikan yang bervariasi setelah 68 kali (2-5 minggu) sesi fototerapi. Uremic pruritus Delapan dari 10 treated with pasien dalam ultraviolet light. penelitian yang diterapi dengan UVB sembuh sempurna dari keluhan pruritus. Blood-membran Kajian invitro interaction in dengan PBMC hemodialysis leads to (peripheral blood increased cytokine mononuclear cell) production. produksi IL-1 dan IL-2 meningkat pada jam pertama hemodialisis hingga akhir sesi hemodialisis. Effect of renal Pada pasien replacement therapy hemodialisis on cellular cytokine maupun dialisis production in peritoneal produksi patients with renal IL-1 dan IL-2 disease. setelah terapi lebih tinggi dibandingkan kontrol.
Perbedaan Tidak dilakukan pengukuran kada IL-2 serum.
Tidak dilakukan pengukuran kada IL-2 serum.
Tidak ada intervensi fototerapi.
Tidak ada intervensi fototerapi
7
Tabel 1. (lanjutan) Peneliti (Girndt et al., 1998)
(Ada et al., 2002)
Judul Production of proinflammatory and regulatory monokines in hemodialysis patients shown at a single-cell level. Treatment of uremic pruritus with narrowband ultraviolet B phototherapy: an open pilot study.
(Rysz et al., 2006)
Blood serum levels of IL-2, IL-6, IL-8, TNFalpha and IL-1beta in patients on maintenance hemodialysis.
(Kimmel et al., 2006)
The role of microinflammation in the pathogenesis of uraemia pruritus in haemodialysis patients.
Hasil Kadar IL-6 proinflamasi dan IL10 regulator monosit meningkat pada pasien hemodialisis.
Perbedaan Tidak ada intervensi fototerapi.
Penelitian pada 20 pasien, setengahnya tidak menyelesaikan fototerapi selama 6 minggu, 6 pasien sudah puas dengan respon terapi. Tiga pasien yg menyelesaikan terapi dinyatakan sembuh setelah 6 bulan evaluasi. Empat pasien yang menyelesaikan terapi kambuh pada saat evaluasi. Selama sesi hemodialisis tunggal kadar IL-1, IL-6, IL8, dan TNF- meningkat, kecuali kadar IL-2 yang tidak berubah. Kadar serum CRP dan IL-6 pada pasien hemodialisis yang menderita pruritus penyakit ginjal kronis lebih tinggi dibandingkan pasien hemodialisis yang tidak menderita pruritus penyakit ginjal kronis.
Tidak dilakukan pengukuran kada IL-2 serum.
Tidak ada intervensi fototerapi.
Tidak ada intervensi fototerapi.
8
Tabel 1. (lanjutan) Peneliti (Fallahzadeh et al., 2011)
Judul Interleukin-2 serum levels are elevated in patients with uremic pruritus: a novel finding with practical implications.
(Ko et al., 2011)
Narrowband ultraviolet B phototherapy for patients with refractory uraemic pruritus: a randomized controlled trial.
Hasil Kadar IL-2 serum pada pasien hemodialisis dengan pruritus lebih tinggi dari pada pasien hemodialisis tanpa pruritus. Kadar IL2 tidak berhubungan dengan intensitas pruritus. Intensitas pruritus menunjukkan perbaikan pada terapi NBUVB maupun UVA selama sesi terapi dan evaluasi. Pengurangan luas area pruritus lebih banyak ditemukan pada terapi NBUVB.
Perbedaan Tidak ada intervensi fototerapi.
Tidak dilakukan pengukuran kada IL-2 serum.