BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Antiphospholipid syndrome (APS) 2.1.1 Definisi Antiphospholipid syndrome (APS) atau Hughes syndrome adalah suatu kumpulan kondisi yang ditandai dengan trombosis vaskuler (arteri dan atau vena), dan keguguran (abortus) berulang. Karakteristik laboratorium dari APS adalah adanya antibodi antiphospholipid (aPL), yaitu lupus anticoagulant (LA), antibodi anticardiolipin (aCL), antiphosphatidylserine atau beta-2 glycoprotein I / B2GPI (apolipoprotein H) (Tektonidou, 2004; Keeling et al., 2012). APS merupakan salah satu penyebab terjadinya abortus (Branch and Khamashta, 2003).
2.1.2 Epidemiologi APS Frekuensi pasien APS terkini pada populasi umum tidak diketahui, tetapi 1-5% individu sehat mempunyai antibodi aPL dan antibodi aCL serta cenderung meningkat pada usia lanjut. Dari sekitar 30-40% pasien SLE dengan antibodi aPL, 10% menderita APS. Dari hasil penelitian terhadap 100 pasien dengan trombosis vena dan tanpa riwayat SLE, ternyata ditemukan 24% antibodi aCL positif dan 15% lupus anticoagulant (LA) positif (Belilos, 2012).
2.1.3 Penatalaksanaan APS Penanganan ideal untuk kehamilan dengan APS bertujuan untuk: (1) menurunkan risiko trombosis pada ibu selama kehamilan; (2) upaya pencegahan terhadap abortus, pre-eklamsia, insufisiensi plasenta dan kelahiran prematur.
Universitas Sumatera Utara
Untuk mengobati kondisi ini, dapat diberikan antikoagulan, heparin dan ASA/aspirin dosis rendah (Branch and Khamashta, 2003).
2.1.4 Profilaksis pasien asimptomatik dengan antibodi aCL positif atau LA positif Dalam praktek klinik, pengobatan empiris dilakukan dengan pemberian ASA (aspirin) dosis rendah (80 mg/hari), walaupun belum ada penelitian prospektif tentang manajemen profilaksis (Tektonidou, 2004).
2.2 Antibodi Antiphospholipid (aPL) Antibodi Antiphospholipid (aPL) merupakan autoantibodi yang ditemukan pada plasma/serum dalam solid-phase immunoassay. Antibodi aPL utama yang berhubungan dengan APS terdiri dari : (a) Antibodi aCL / antibodi lain yang menyerang bagian negatif fosfolipid : phosphatidylserine, phosphatidylinositol phosphatidic acid, phosphatidyl glycerol; (b) Lupus anticoagulants (LAs), dan (c) Anti-beta2 glycoprotein I (anti-β-2GPI) (Danowski et al., 2013).
2.3 Pre-eklamsia dan eklamsia 2.3.1 Definisi Pre-eklamsia adalah sindroma yang spesifik dalam kehamilan yang dapat menyebabkan perfusi darah ke organ berkurang karena adanya vasospasme dan menurunnya aktivitas sel endotel. Pre-eklamsia merupakan kelainan multisistem
Universitas Sumatera Utara
pada kehamilan, yang ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan proteinuria (Lowe et al., 2008). Eklamsia adalah pre-eklamsia yang disertai kejang dan atau koma. Kejang bisa timbul pada sebelum, selama atau sesudah proses kehamilan. Kejang bisa juga terjadi pada 48 jam atau lebih sesudah melahirkan, bahkan bisa terjadi 10 hari sesudah kelahiran (Cunningham et al., 2005).
2.3.2 Pencegahan pre-eklamsia dan eklamsia Pencegahan pre-eklamsia dan eklamsia difokuskan untuk memperbaiki perubahan patofisiologi yang terjadi. Jalur akhir dari patogenesis terjadinya preeklamsia adalah kerusakan sel endotel, sehingga pencegahan dan pengobatan ditujukan untuk mengurangi kerusakan sel endotel (pencegahan primer), atau mengurangi akibat yang muncul dari kerusakan sel endotel (pencegahan sekunder atau tersier). Beberapa strategi dapat digunakan untuk mencegah pre-eklamsia, seperti modifikasi diet dan pendekatan farmakologi dengan pemberian ASA/ aspirin dosis rendah (Sofoewan, 2003; Duley et al., 2007). Pemberian ASA/ aspirin dosis rendah, kalsium dan antioksidan, dipercaya efektif untuk menurunkan risiko pre-eklamsia (Wagner, 2004; Taherian dan Shirvani, 2003).
2.4 Acetylsalicylic acid (ASA) 2.4.1 Uraian umum Acetylsalicylic acid (ASA) yang nama lainnya aspirin atau asetosal merupakan derivat asam salisilat dengan rumus molekul C 9 H 8 O 4 dan berat molekul/BM: 180,16. Obat ini merupakan prototype golongan anti-inflamasi
Universitas Sumatera Utara
non-steroid, dengan khasiat sebagai analgesik, antipiretik dan anti-inflamasi, yang diperoleh pada penggunaan dosis >325 mg (Goodman and Gilman, 2007). Namun, pada dosis <325 mg, ASA/aspirin berkhasiat sebagai antitrombotik/ antiplatelet. Dosis efektif ASA sebagai antitrombotik/antiplatelet berkisar antara 80 - 320 mg (Patrono et al., 1980).
Gambar 2.1 Rumus bangun Acetylsalicylic Acid (Goodman and Gilman, 2007)
2.4.2 Farmakokinetik ASA Setelah pemberian oral, ASA yang tak terionisasi diabsorpsi secara pasif di lambung dan usus halus. ASA dapat menembus sawar darah otak dan plasenta. ASA dimetabolisme di hati, dihidrolisis menjadi salisilat dan asam asetat oleh esterase yang ada di jaringan dan darah. Konjugat hasil metabolisme yang larut dalam air diekskresikan oleh ginjal (Mycek, 2003).
2.4.3 Farmakodinamik ASA ASA bekerja dengan menghambat aktifitas enzim siklooksigenase sehingga menghambat sintesa tromboksan A2 (T X A 2 ) (hambatan agregasi trombosit) serta sintesa prostasiklin dari asam arakidonat dalam trombosit (Mycek et al.,2003).
Universitas Sumatera Utara
ASA menghambat produksi TxA 2 dengan mengasetilasi residu serin secara kovalen yang terletak di dekat active-site cyclo-oxygenase (COX). COX adalah enzim yang menghasilkan pre-kusor endo-peroksida siklik TxA 2 , dan TxA 2 merupakan produk utama COX pada trombosit yang merupakan penginduksi agregasi trombosit yang labil dan mempunyai sifat vasokonstriktor kuat. Trombosit tidak mensintesis protein baru, sehingga kerja ASA pada trombositCOX bersifat permanen dan bertahan sepanjang usia trombosit yaitu 7-10 hari. Sehingga pengulangan pemberian dosis ASA menghasilkan efek kumulatif dari fungsi trombosit (Goodman and Gilman, 2007).
2.4.4 Interaksi ASA dengan ascorbic acid (vitamin C) Acetylsalicylic Acid (ASA)/Aspirin dapat meningkatkan ekskresi vitamin C melalui urin, menurunkan kadar ascorbic acid/vitamin C leukosit dan menurunkan kemampuan metabolismenya (Stargrove et al., 2008). Pemberian ASA/aspirin pada dosis > 25 mg bersama vitamin C (ascorbic acid) dengan dosis 50-100 mg menyebabkan hambatan transpor ascorbic acid ke dalam leukosit (Das dan Nebiogiu, 1999). Obat golongan salisilat juga menghambat uptake vitamin C kedalam leukosit dan platelet (Levine et al., 1999).
2.5 Selaput ketuban 2.5.1 Anatomi dan histologi Selaput ketuban manusia terdiri dari amnion dan non-plasenta korion. Amnion adalah lapisan terdalam dari selaput ketuban dan berhubungan dengan cairan ketuban, janin, dan tali pusat. Lapisan amnion tidak mengandung saraf dan
Universitas Sumatera Utara
pembuluh darah, sehingga bahan nutrisi yang dibutuhkan janin disediakan oleh cairan ketuban. Walaupun lapisan amnion hanya mengisi sekitar 20% ketebalan selaput ketuban, namun sangat dominan dalam respon mekanik selaput ketuban (Oyen et al., 2001), sedangkan korion adalah bagian luar selaput dan memisahkan selaput amnion dari desidua dan uterus (Benirschke dan Kaufmann, 2006; Rohen dan Lutjen-Drecoll, 2009)
Gambar 2.2 Mikroskopik selaput ketuban pewarnaan HaematoxylinEosin (HE) (AE: amniotic epithelial layer, AM: amniotic mesenchymal layer, CM: chorionic mesenchymal layer, CT: chorionic trophoblastic (Parolini et al., 2008)
2.5.2 Amnion Selaput amnion manusia dapat dibedakan menjadi lima lapisan yaitu : (1) epithelium amnoinic, (2) basement membrane, (3) compact layer, (4) fibroblas layer, dan (5) Spongy layer. Lapisan paling dalam adalah epitel amnion; berada paling dekat dengan janin (Gambar 2.1). Sel epitel mensekresi kolagen tipe III, IV serta glikoprotein non-kolagen yaitu laminin, nidogen, fibronektin. Kolagen dari
Universitas Sumatera Utara
compact layer disekresi oleh sel-sel mesenkim pada fibroblast layer, yaitu tipe III, V, VI. Lapisan fibroblast (fibroblast layer) adalah lapisan paling tebal pada amnion, terdiri dari sel-sel mesenkim dan sebaran sel makrofag dalam matriks ekstraseluler. Spongy layer/intermediate layer terletak di antara amnion dan korion dan kaya akan proteoglikan serta mengandung kolagen tipe I, III, dan IV (Parry and Strauss, 1998). Tebal lapisan epithelium amnoinic adalah 20-30 µm, sedangkan tebal lapisan basement membrane, compact layer, fibroblast layer (amnionic mesoderm) adalah 15-30 µm (Baergen, 2005).
2.5.3 Korion Korion terdiri dari lapisan lapisan retikuler dan basal membran. Korion menyerupai membran epitel yang khas dengan polaritas mengarah ke bagian desidua maternal. Pada kehamilan yang lebih lanjut, vili trofoblas pada lapisan korion akan mengalami regresi. Di bawah lapisan sitotrofoblas terdapat basal membran dan jaringan ikat chorionic yang kaya akan fibril kolagen. Kolagen pada lapisan retikular dan basal membran adalah kolagen tipe I, III, IV, V, dan VI. Walaupun lapisan korion lebih tebal daripada amnion, namun amnion mempunyai daya regang yang lebih tinggi dibandingkan korion (Parry and Strauss, 1998). Tebal dari lapisan chorionic mesoderm adalah 15-20µm (Baergen, 2004).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.3 Struktur mikroskopis selaput ketuban (Parry dan Strauss, 1998)
2.6 Kolagen Kolagen merupakan protein terbanyak dalam tubuh manusia dan membentuk lebih dari 25% massa protein. Kolagen adalah protein fibrosa dan salah satu serat jaringan ikat yang dibentuk dari protein berpolimerisasi menjadi struktur yang panjang. Protein matriks ekstraseluler ini sangat memegang peran penting dan dirancang untuk memberikan struktur dan ketahanan terhadap jaringan (Mecham, 2009). Kolagen terdapat pada kulit, tulang, tulang rawan, jaringan fetal, plasenta, basal membran, dentin, dinding pembuluh darah, sklera, kornea mata dan jaringan ikat seperti ligamentum dan tendo sehingga menjadikan jaringan tersebut memiliki daya regang tinggi (Junqueira, 2007). Kolagen yang terdapat pada amnion terdiri dari kolagen interstisium tipe I, III, V, dan VI, yang saling berikatan silang dan merupakan penentu utama daya regang membran (Cunningham, 2005).
Universitas Sumatera Utara
2.6.1 Struktur kolagen Tropokolagen terdiri dari 3 serat, yang masing-masing mengandung 1000 asam amino yang bersatu membentuk helix triple collagen. Helix triple collagen memiliki 3,3 residu, salah satunya adalah glisin pada setiap asam amino ketiga rantai polipeptida dan menghasilkan suatu rangkaian Gly-X-Y yang berulang. Kolagen juga kaya akan prolin atau hidroksiprolin. Prolin sering menduduki posisi X, sedangkan hidroksiprolin atau hidroksilisin menduduki posisi Y pada urutan asam amino. Hidroksiprolin memaksimalkan pembentukan ikatan hidrogen antar rantai sehingga berperan penting untuk menstabilkan struktur helix triple collagen (Champe et al., 2010 ; Gordon dan Hahn, 2010).
2.6.2 Biosintesa kolagen Kolagen disintesa sebagai prokolagen yang dibentuk dalam fibroblas (memproduksi sekitar 5-10% protein totalnya); osteoblas dan kondroblas kemudian akan disekresi ke dalam matriks ekstraseluler. Kolagen mengandung hidroksiprolin dan hidroksilisin yang tidak terdapat pada kebanyakan protein yang lain. Hidroksiprolin memegang peran penting dalam penstabilan struktur helix triple collagen karena memaksimalkan pembentukan ikatan hidrogen antar rantai (Champe et al., 2010). Sintesa diawali dengan pembentukan pro-rantai α, hidroksilasi, glikosilasi, perakitan molekul pro-kolagen, sekresi, pembelahan di luar sel, pembentukan fibril kolagen, dan cross-link (Murray et al., 2009; Champe et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.6.3 Hidroksilasi dan vitamin C Hidroksiprolin dibentuk melalui reaksi hidroksilasi yang dikatalisis oleh enzim prolil hidroksilase dengan ko-faktor asam askorbat (vitamin C). Defisiensi asam askorbat menyebabkan gangguan sintesis kolagen akibat defisiensi prolil dan lisil hidroksilase dan berakibat gangguan stabilitas helix triple collagen (Murray et al., 2009; dan Osaikhuwuomwan, 2010).
Gambar 2.4 Biosintesa kolagen (Junqueira, 2007)
Universitas Sumatera Utara
2.7 Fibronektin 2.7.1 Struktur Fibronektin adalah glikoprotein utama matriks ekstraseluler (MES) (Korhonen dan Virtanen, 2001). Fibronektin berfungsi mengikat heparin, fibrin, kolagen, DNA dan permukaan sel. Fibronektin merupakan anggota kelas integrin transmembran dan berinteraksi dengan reseptor sel, protein ini berperan penting dalam perlekatan sel pada MES (Murray et al., 2009). Fibronektin mempunyai tempat khusus untuk berikatan dengan komponen MES yang lain (berspektrum luas) seperti kolagen, heparin dan proteoglikan (Robbins et al.,2007). Pada plasenta manusia, molekul fibronektin terdapat pada lapisan amnion, membran basal, lapisan korion, desidua, plasenta fibrinoid, vili dan umbilical cord (Demir-Weuesten, 2002). Fibronektin terdiri dari fibronektin tipe I, II, dan III, dimana terjadi pengulangan yang berbeda pada monomer karena differential splicing mRNA fibronektin, dan lebih dari 20 varian monomer berbeda telah diidentifikasi sampai saat ini (White, et al., 2008). Fibronektin terbentuk dari dua sub-unit dengan berat masing-masing sekitar 250kD. Domain ikatan sel mengandung arginin-glisinasam aspartat (RGD) yang merupakan sekuensi
penting untuk interaksi
sel integrin dan RGD site (Jourdan, 2010).
2.8 Fibronektin dan vitamin C Jumlah proteoglikan, fibronektin dan protein microfibrillar meningkat bersamaan dengan kolagen dengan penambahan askorbat. Penambahan askorbat
Universitas Sumatera Utara
memicu terjadinya penggabungan ['4 C] prolin menjadi protein seluler dan perubahan parameter pertumbuhan sel dan morfologi. Hanya sejumlah kecil fibronektin hadir dalam matriks ketika askorbat tidak ditambahkan, meskipun terdapat jumlah fibronektin yang cukup signifikan dalam serum. Hal ini menunjukkan bahwa kolagen memberikan tempat yang diperlukan untuk ikatan fibronektin (Schwartz, et al., 2000).
2.9 Kerangka Teori Pemberian acetylsalicylic acid jangka panjang
Peningkatan ekskresi ascorbic acid (vitamin C)
Defisiensi ascorbic acid (vitamin C)
Gangguan hidroksilasi prolin
Gangguan struktur, stabilitas cross-link kolagen, ketebalan selaput ketuban
Gangguan struktur fibronektin matriks ekstraseluler
Peningkatan risiko premature rupture of membrane (PROM) Gambar 2.5 Kerangka teori
Universitas Sumatera Utara
2.10 Kerangka konsep
Perempuan hamil + APS atau mengalami/mempunyai riwayat pre-eklamsia dan eklamsia Terapi anti-agregasi trombosit Pemberian ASA dosis rendah (80-100 mg)
Peningkatan ekskresi ascorbic acid (vitamin C)
Defisiensi ascorbic acid (vitamin C)
Gangguan sintesa fibronektin
Gangguan struktur fibronektin pada matriks ekstraseluler (MES)
Gangguan hidroksilasi prolin
Gangguan sintesa kolagen
Mempengaruhi ketebalan selaput ketuban
Gambar 2.6 Kerangka konsep
Perempuan hamil dengan APS atau mengalami/mempunyai riwayat pre-eklamsia dan eklamsia, diberikan salah satu regimen pengobatan ASA/Aspirin dosis rendah (80-325mg). Pemberian ASA yang terus menerus selama proses kehamilan dapat menyebabkan defisiensi ascorbic acid (vitamin C) melalui mekanisme interaksi kedua obat. ASA menurunkan kadar ascorbic acid (vitamin C) melalui mekanisme hambatan absorpsi dan peningkatan ekskresi.
Universitas Sumatera Utara
Defisiensi ascorbic acid (vitamin C) mempengaruhi pembentukan struktur kolagen, stabilitas cross-link, struktur fibronektin MES dan ketebalan lapisan amnion dan korion.
Universitas Sumatera Utara