Testosteron Deficiency Syndrome ( TDS ) & Metabolic Syndrome ( METS ) Asman Manaf Subbagian Endokrin Metabolik Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Andalas / RSUP Dr M Jamil Padang
Pendahuluan Pada laki laki, defisiensi testosteron dapat memunculkan berbagai masalah kesehatan, terutama pada usia pertengahan keatas. Secara keseluruhan, keadaan ini disebut sindroma defisiensi testosteron ( testosteron deficiency syndrome = TDS ) yang meliputi obesitas, diabetes melitus, hipertensi, penyakit jantung koroner dan beberapa kelainan metabolik lainnhya. Dikenal pula istilah triad sindroma metabolik ( metabolic syndrome = METS ) yang terdiri dari sindroma metabolik, LOH ( late onset hypogonadism ) dan disfungsi ereksi ( DE ). Resistensi jaringan tehadap insulin diperkirakan berperan penting baik pada METS maupun TDS. Akan dibicarakan mengenai hubungan antara METS dengan TDS. Proses penuaan dan Resistensi Insulin Hormon testosteron merupakan faktor yang berperan dalam proses penuaan. Sebaliknya, proses penuaan merupakan penyebab menurunnya kadar testosteron dalam darah seseorang. Terdapat hubungan timbal balik antara keduanya. Bagaimanapun, defisiensi testosteron bukanlah satu-satunya faktor atau faktor yang berdiri sendiri dalam proses penuaan. Berbagai faktor lain yang terkait dalam proses metabolisme ikut berperan pula. Semenjak seorang laki-laki menginjak usia 40 tahun, kadar testosteron secara berangsur-angsur mulai mengalami penurunan dalam darah. Gejala defisiensi testosteron mulai terlihat dan ini terus berlangsung sehingga pada usia 70 tahun. Pada usia ini dilaporkan bahwa kadar testosteron aktif dalam darah hanya tinggal sekitar 35%. Testosteron dalam darah dapat dibedakan atas tiga bentuk : bentuk bebas ( free ), bentuk terikat dengan albumin, dan bentuk terikat dengan globulin. Yang berperan aktif dalam metabolisme adalah bentuk bebas ( 1-2% ), sedangkan bentuk terikat dengan albumin ( 25 – 60% ) berpotensi menjadi aktif karena lebih mudah menjadi bentuk bebas, bila dibandingkan dengan bentuk terikat dengan globulin ( 35 – 75 % ). Semakin tua usia seorang laki-laki, produksi testosteron oleh kelenjar testis semakin menurun. Ini semakin diperberat oleh semakin besarnya proporsi testosteron yang terikat dengan globulin ( Sex hormone binding globulin = SHBG ). Keadaan ini berhubungan dengan semakin meningkatnya produksi globulin oleh hepar seiring dengan meningkatnya usia. Salah satu manifestasinya adalah dalam bentuk disfungsi ereksi ( DE ). Data menunjukkan bahwa 50% laki-laki berusia antara 40 – 70 tahun mengalami DE, sedangkan 20% dari penderita DE ini kadar testosteronnya dibawah normal. DE dapat dijadikan petunjuk awal bagi terjadinya TDS ( testosteron deficiency syndrome ).
Dengan meningkatnya usia, yang umumnya diikuti penurunan kadar testosteron darah, frekuensi masalah masalah yang terkait dengan seksual juga semakin sering, termasuk DE. Bersamaan dengan proses penuaan seperti diuraikan diatas, tingkat resistensi jaringan terhadap insulin secara alamiah ( fisiologis ) akan semakin meningkat pula. Dalam hubungannya dengan testosteron, laporan hasil penelitian menyimpulkan bahwa terdapat korelasi yang kuat ( r = 0.73 ) antara tingkat sensitivitas insulin dengan kadar testosteron dalam darah ( 1 ). Berdasarkan kenyataan tersebut, tentunya tidak dapat dikesampingkan tentang adanya hubungan antara peningkatan usia, peningkatan resistensi insulin dan penurunan kadar testosteron. Kegemukan ( Obesitas ), resistensi insulin, dan defisiensi testosteron Hubungan obesitas dengan sindroma metabolik merupakan hubungan timbal balik yang telah lama dikenal. Fenomena ini dilatarbelakangi oleh insulin resistance yang kalau ditelusuri lebih kebelakang lagi, akar permasalahannya adalah faktor genetik plus faktor lingkungan. Mereka yang memiliki faktor genetik insulin resistance, kehadiran faktor lingkungan ( environmental ) akan dengan sangat mudah memicu terjadi dan berkembangnya hubungan timbal balik antara obesitas dan sindroma metabolik dengan insulin resistance itu sendiri. Sebaliknya bagi mereka yang tidak memiliki gen insulin resistance, tidaklah akan begitu mudah untuk jatuh pada keadaan sindroma metabolik ataupun obesitas meski memiliki pola makan yang salah sekalipun. Dapat disimpulkan bahwa dalam hal ini insulin resistance memegang peran kunci. Bahkan istilah sindroma metabolik sendiri seringkali dinamakan juga sindroma resistensi insulin Keadaan ini tampaknya berlaku juga untuk hubungan antara kegemukan dengan defisiensi testosteron. Kegemukan ( obesitas ) yang dimaksudkan umumnya adalah obesitas sentral ( visceral adiposity ). Kejadian serta perkembangan kegemukan tipe ini pada dasarnya lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik. Ada beberapa hal tentang insulin resistance, yang berkaitan erat dengan obesitas sentral, masih belum secara tuntas dapat dijelaskan. Kenapa pada individu-individu tertentu pergeseran diferensiasi sel lemak justru kearah sel lemak dengan ukuran besar yang bersifat insulin resistance ? Bagaimana sesungguhnya mekanisme resistensi insulin tersebut secara komprehensip ? Pertanyaan ini dan mungkin beberapa pertanyaan lain lagi masih memerlukan penelitian lebih mendalam untuk mendapatkan jawaban yang jelas. Yang dapat disimpulkan saat ini, banyak kelainan yang berdampak kerusakan jaringan berawal dari masalah insulin resistance, dan kelainan tersebut merupakan defek bawaan ( genetik ). Sangat banyak sitokin, faktor inflamasi dan penyebab gangguan homeostasis diproduksi oleh sel lemak terutama lemak visceral, sedangkan sel lemak biasa atau yang normal sesungguhnya tidak perlu dikuatirkan. Masalahnya, sel lemak visceral merupakan sel lemak dengan ukuran khusus yang bersifat resisten terhadap insulin, sehingga me munculkan berbagai dampak yang merugikan. Diantara faktor yang merugikan tersebut adalah diproduksinya beberapa faktor yang dapat menyebabkan defisiensi testosteron. Gambar berikut secara garis besar menggambarkan keadaaan tersebut
Visceral Fat: the Vicious Circle
T↓ T↓
T↓ Data dari hasil penelitian mengemukakan tentang korelasi yang cukup kuat antara ukuran lingkaran pinggang ( gemuk sentral ) dengan rendahnya kadar testosteron darah ( 2 ). Disimpulkan bahwa semakin rendah kadar testosteron darah, semakin besar ukuran lingkaran pinggang. Sementara dalam laporan lainnya didapatkan pula hasil pengobatan yang secara signifikan dapat menurunkan ukuran lingkaran pinggang, yakni dengan menggunakan preparat testosteron ( testosteron undecanoat ). Sampel yang diteliti pada penelitian ini dalah mereka yang mengalami disfungsi ereksi ( 3 ). Sindroma metbolik dan TDS Sindroma metabolik dilatarbelakangi oleh resistensi insulin, sehingga tanpa resistensi insulin maka tidak akan muncul sindroma metabolik. Konsensus yang dikeluarkan IDF menyebutkan definisi dari METS adalah sebagai berikut.
The Metabolic Syndrome - A New World Wide Definition: IDF Consensus Group, Berlin 2005 Central obesity: waist circumference in Europids ≥ 94 cm Asians: > 90 cm PLUS any 2 of the following:
Raised triglycerides: ≥ 1.7 mmol/L (≥ 150 mg/dL) Reduced HDL cholesterol < 1.03 mmol/L (< 40 mg/dL) Raised blood pressure:
systolic ≥ 130 mm Hg diastolic ≥ 85 mm Hg (or treatment)
Raised fasting plasma glucose: ≥ 5.6 mmol/L (≥ 100 mg/dL) (or type 2 diabetes) http://www.idf.org/webdata/docs/MetSyndrome_FINAL.pdf
Semakin lanjut usia seseorang, tingkat resistensi seseorang terhadap insulin akan meningkat dan prevalensi METS menjadi semakin tinggi ( 4 ), sehingga pada usia 60 tahun atau lebih mereka yang dengan METS telah mencapai 45.5%. Dengan demikian terdapat pula peningkatan prevalensi komponen METS itu sendiri seperti obesitas, hipertensi, dislipidemi, dan intoleransi terhadap glukosa.akibat resistensi insulin yang meningkat. Kehadiran dari kelainan ini masing masing, apalagi bila ditemukan secara bersamaan satu sama lainnya, memunculkan peningkatan risiko kardiovaskuler. Dilain pihak, ditinjau dari sisi testosteron, didapatkan kenyataan bahwa semakin lanjut usia seseorang, semakin rendah kadar testosteron dalam darahnya ( 5 ). Keadaan ini berlaku baik pada mereka yang sehat ataupun penderita penyakit tertentu. Berkaitan dengan itu dilaporkan pula bahwa pada kelompok hypogonadal ( kadar testosteron rendah ), terdapat angka kejadian hipertensi, dislipidemia, dan diabetes yang lebih tinggi secara bermakna bila dibandingkan dengan kelompok non hypogonadal ( 6 ). Pada percobaan binatang diperoleh bukti mengenai hubungan antara rendahnya kadar testosteron dalam darah, setelah dilakukan pengangkatan testis, dengan meningkatnya resistensi insulin. Dibuktikan pula terjadinya perbaikan resistensi insulin dengan pemberian testosteron ( 7 ). Kesimpulan 1. Sindroma metabolik ( METS ) ataupun sindroma defisiensi testosteron ( TDS ) meningkat seiring dengan meningkatnya usia 2. Baik METS maupun TDS mempunyai latar belakang yang sama yakni keadaan resistensi insulin 3. Terdapat hubungan timbal balik antara METS maupun TDS dengan resistensi insulin.
Kepustakaan 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Pitteloud N. J Clin Endocrinol Metab 90 ( 5 ): 2636-2641,2005 Osuna JA. Arch Androl 52: 355-361, 2006 Yassin A. J Urol 177 ( 4 ): 288, 2007 Oh J, Y. Diabetes Care 27: 2027-2032, 2004 Muller M. Eur J Endocrinol 149: 583, 2003 Mulligan T. Int J Clin Pract 60: 762-769, 2006 Holmang A. Acta Physiol Scand 146 : 505-510, 1992: