BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus (HIV) (Depkes. RI, 2008). Virus tersebut merusak kekebalan tubuh manusia dan mengakibatkan turunnya atau hilangnya daya tahan tubuh sehingga mudah terjangkit penyakit infeksi oportunistik (infeksi yang disebabkan oleh kuman yang pada keadaan sistem kekebalan tubuh normal tidak terjadi) dan biasanya berakhir dengan kematian (Nursalam, 2007).
Penularan AIDS bukan saja terjadi pada kaum homoseksual tetapi juga menular kepada masyarakat lintas gender dan usia. AIDS sudah menjadi masalah global, menurut WHO (2008) terdapat 33,2 juta orang menderita HIV di akhir tahun 2007. Pada tahun yang sama terdapat 2.5 juta (7,5%) orang yang baru terinfeksi dan 2,1 juta (6,3%) orang meninggal karena AIDS. Indonesia merupakan salah satu negara dengan laju pertambahan infeksi HIV/AIDS tercepat di dunia (Wahyuningsih, 2009). Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) mencatat 23.819 kasus HIV dan 19.973 (84%) orang di antaranya telah menderita AIDS. Provinsi Bali menempati urutan kelima dari 33 provinsi yang ada di Indonesia. Urutan tersebut meningkat ke posisi tiga pada Desember 2010. Prevalensi kasus HIV/AIDS di Provinsi Bali cenderung meningkat bahkan penyebarannya telah merambat ke seluruh kabupaten/kota. Sejak dilaporkan
1
2
pertama kali pada tahun 1987 sampai saat ini kasus HIV/AIDS di Kota Denpasar terus mengalami peningkatan. Data yang tercatat pada Bulan Juli 2008 terdapat 1.085 kasus (49%) dari 2.208 kasus yang ada di Bali (Antara, 2008). Pada tahun 2009 terdapat 1.284 penderita AIDS atau meningkat 18% di Denpasar (Kompas, 2009). Data pasien HIV-AIDS tahun 2012 berdasarkan angka kunjungan di tiaptiap rumah sakit di beberapa kabupaten/kota di Bali yaitu Singaraja (1.521 kasus), Negara (201 kasus) dan Badung (465 kasus). Sedangkan di RSUP Sanglah untuk tahun 2012 terdapat 437 orang diketahui positif HIV. Untuk data bulanan pada tahun 2013, bulan Januari 29 kasus positif, Februari 48 kasus positif dan Maret 54 kasus positif. Pasien HIV-AIDS menghadapi situasi hidup yang penuh dengan stresor atau tekanan. Tekanan hidup yang dirasakan penderita HIV/AIDS berasal dari dirinya sendiri, keluarga dan lingkungan masyarakat. Mereka sering menghadapi sendiri kondisinya tanpa dukungan dari teman dan keluarga yang memberi dampak kecemasan, depresi, rasa bersalah dan pemikiran atau perilaku bunuh diri. Keadaan ini diperberat dengan stigma dan diskriminasi yang dialami pasien HIV/AIDS baik pada unit pelayanan kesehatan, tempat kerja, lingkungan keluarga maupun di masyarakat (Adeyemi, 2007). Stigma dan diskriminasi pada pasien HIV/AIDS dapat terjadi dimana saja dan kapan saja. Tingginya stigma masyarakat terhadap penderita HIV/AIDS menyebabkan banyak perlakuan diskriminatif baik dalam hal pekerjaan, perawatan, pengobatan, pendidikan maupun dalam hal lainnya (Jurnal IKM,
3
2012). Stigma muncul akibat kurangnya pemahaman terhadap HIV/AIDS secara menyeluruh. Perubahan yang terjadi di dalam diri dan di luar diri pasien HIV-AIDS membuat mereka memiliki persepsi yang negatif tentang dirinya akibat adanya stigma sosial oleh masyarakat. Pasien HIV-AIDS cenderung menunjukkan bentuk-bentuk reaksi sikap dan tingkah laku yang salah. Hal ini disebabkan ketidakmampuan pasien HIV-AIDS menerima kenyataan dengan kondisi yang dialami. Keadaan ini diperburuk dengan anggapan bahwa HIV merupakan penyakit yang belum ada obatnya. Beberapa masalah yang dialami pasien HIVAIDS baik secara fisik maupun psikologis, antara lain: muncul stress, penurunan berat badan, kecemasan, gangguan kulit, frustasi, bingung, kehilangan ingatan, penurunan gairah kerja, perasaan takut, perasaan bersalah, penolakan, depresi bahkan kecenderungan untuk bunuh diri. Kondisi ini akan mempengaruhi kualitas hidup pasien HIV-AIDS (Yusnita, 2012). Kualitas hidup merupakan keadaan dimana seseorang mendapatkan kepuasan atau kenikmatan dalam kehidupan sehari-hari (Hicks, 2002). Kualitas hidup tersebut menyangkut kesehatan fisik dan kesehatan mental yang berarti jika seseorang sehat secara fisik dan mental maka orang tersebut akan mencapai suatu kepuasan dalam hidupnya. Kesehatan fisik itu dapat dinilai dari fungsi fisik, keterbatasan peran fisik, nyeri pada tubuh dan persepsi tentang kesehatan. Kesehatan mental itu sendiri dapat dinilai dari fungsi sosial, dan keterbatasan peran emosional (Yoseph, 2009).
4
Hasil wawancara dengan lima pasien HIV-AIDS di Ruang Nusa Indah, didapatkan data bahwa empat orang pasien (80%) mengatakan malu dengan keadaannya dan merasa sudah tidak punya harapan. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada pasien HIV-AIDS serta untuk membantu mengembangkan penerimaan dirinya secara positif adalah melalui dukungan sosial dari orang-orang yang ada di sekitar pasien yaitu keluarga, tenaga kesehatan salah satunya adalah perawat. Kualitas hidup pasien HIV/AIDS merupakan masalah yang penting untuk menjadi perhatian. Kualitas hidup pasien yang optimal menjadi isu penting yang harus
diperhatikan
dalam
memberikan
pelayanan
keperawatan
yang
komprehensif. Sehingga peneliti tertarik melakukan penelitian tentang hubungan persepsi terhadap stigma sosial dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS.
1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan uraian latar belakang diatas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut: “Adakah hubungan persepsi terhadap stigma sosial dengan kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar?”.
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan persepsi terhadap stigma sosial dengan kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar.
5
1.3.2 Tujuan Khusus a.
Mengidentifikasi karakteristik pasien dengan HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar.
b.
Mengidentifikasi persepsi terhadap stigma sosial pada pasien dengan HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar.
c.
Mengidentifikasi kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar.
d.
Menganalisis hubungan persepsi terhadap stigma sosial dengan kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS di RSUP Sanglah Denpasar.
1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Manfaat Teoritis Hasil penelitian dapat menambah khasanah informasi ilmiah bagi instansi pendidikan dan perawat di RSUP Sanglah Denpasar, tentang bagaimana persepsi terhadap stigma sosial berhubungan dengan kualitas hidup pasien dengan HIV/AIDS. 1.4.2 Manfaat Praktis a. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi informasi bagi RSUP Sanglah Denpasar, guna mengembangkan penerimaan diri secara positif pada pasien HIV-AIDS melalui dukungan sosial dari orang-orang yang ada di sekitar pasien salah satunya adalah perawat.
6
b. Bagi Lahan Praktek Penelitian ini dapat digunakan sebagai dasar dalam meningkatkan kualitas hidup khususnya yang berkaitan pasien dengan HIV/AIDS. c. Bagi Peneliti Hasil penelitian ini diharapkan sebagai data dasar kepada peneliti tentang hubungan persepsi terhadap stigma sosial dengan kualitas hidup pasien HIV/AIDS. d. Bagi Pasien Penelitian ini diharapkan dapat menambah pemahaman pasien dengan HIV/AIDS berkaitan dengan kualitas hidupnya.
1.5 Keaslian Penelitian Penelitian Siagian (2008) berjudul “Pengaruh stigma dan depresi terhadap kualitas hidup penderita lepra”. Tujuan penelitian itu untuk mengetahui apakah stigma dan depresi berpengaruh lebih besar terhadap kualitas hidup dibanding faktor-faktor lain pada penderita lepra di poliklinik kulit dan kelamin RSUP dr. Sardjito Yogyakarta. Kesimpulannya stigma dan depresi mempunyai pengaruh terhadap penurunan kualitas hidup penderita lepra. Perbedaan dengan penelitian ini adalah tidak mengidentifikasi depresi, dilakukan pada pasien HIV/AIDS serta analisis datanya. Penelitian Hermawati (2011) berjudul “Hubungan persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA”. Populasi dalam penelitian berjumlah100 orang penderita HIV/AIDS dengan jumlah sampel 40 orang. Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan
7
kuantitatif dengan metode sampel purposive. Berdasarkan hasil analisis korelasi dari pearson product moment diperoleh hasil bahwa terdapat hubungan antara persepsi ODHA terhadap stigma HIV/AIDS masyarakat dengan interaksi sosial pada ODHA. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu pada variabel interaksi sosial, jumlah sampel serta analisis datanya.