EVALUASI PROGRAM PEMBANGUNAN KOMUNITAS OLEH LEMBAGA SOSIAL NON PEMERINTAH : STUDI KASUS PROGRAM ONE VILLAGE ONE PRODUCT DIREKTORAT PENDAYAGUNAAN PKPU Chandra Dis Pratomo dan Shanty Novrianty Prodi Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Email:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini memaparkan program One Village One Product (OVOP) yang dilaksanakan oleh PKPU selaku lembaga sosial non pemerintah (NGO) secara deskriptif-analitis. Penelitian ini bertujuan untuk memaparkan secara mendalam desain dan proses berlangsungnya program OVOP sebagai sebuah program pembangunan komunitas dengan pendekatan social planning. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif dengan teknik field trip, dimana peneliti melakukan observasi, wawancara, dan pengambilan data sekunder sebagai metode pengumpulan data. Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa program OVOP yang dilakukan PKPU sudah menerapkan secara baik konsep pembangunan komunitas dari aspek tujuan, prinsip, struktur, perencanaan, persiapan, dan implementasi.
Non Government’s Community Development Evaluation: Case Study of OVOP Program by PKPU Development Directory Abstract This study presents One Village One Product (OVOP) program which was carried out by PKPU as a non government organization (NGO) in descriptive-analytic way. The purpose of this research was to expose indepth design and process of the OVOP program with social planning approach. This study uses qualitative and field trip method, in which researchers conduct observations, interviews, and secondary data retrieval as a method of data collection. The results of this study showed that the OVOP program performed by PKPU is sufficient according to the concepts of community development such as objectives, principles, structures, planning, preparation, and implementation. Keyword: Community Development; Non Government Organization; One Village One Prroduct; Social Planning
Pendahuluan Pengentasan kemiskinan di Indonesia, terutama program-program pemerintah yang turut melibatkan peran masyarakat secara aktif sudah mulai terkenal di era 1993 dengan
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
program IDT (Inpres Desa Tertinggal). Menurut Muhammady (1996) program ini dimulai pada era Pelita VI dengan berdasar pada Instruksi Presiden (Inpres) no. 5 tahun 1993. Program IDT berakhir ketika pergantian pemerintahan di tahun 1998, namun kemudian dilakukan secara menyendiri oleh beberapa departemen yang ada di pemerintah. Program tersebut misalnya adalah PPK (Program Pengembangan Kecamatan), P2KP (Program Penanggulangan Kemiskinan di Perkotaan), PEMP (Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir), serta KUBE (Kelompok Usaha Bersama). (http://www.pnpm-perdesaan.or.id/). Pada tahun 2006, kemudian pemerintah membentuk sebuah program pemberdayaan masyarakat yang sifatnya nasional dan menyeluruh pada tahun 2006, dan dibuka secara resmi pada tahun 2007 dengan nama Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri (PNPM-Mandiri). (http://www.pnpm-mandiri.org/) Seiring berjalannya semua program-program pemerintah tersebut, permasalahan kemiskinan ternyata masih membayangi Indonesia. Ada evaluasi penting dari program pemerintah tersebut yang secara nyata sudah mencoba melibatkan masyarakat dalam membangun perekenomian, namun ternyata masih kurang berhasil dalam pelaksanaannya. Secara kuantitatif, seperti sudah dijelaskan sebelumnya, angka kemiskinan masih cukup tinggi di Indonesia. Dalam contoh kasus misalnya, hal ini dijelaskan oleh Susilowati (2011) yang melakukan penelitian terhadap program PNPM-Mandiri perkotaan di wilayah Tambora, Jakarta Barat, yang mengalami banyak kendala dalam hal kurangnya motivasi dari masyarakat untuk bisa membangun kemandirian mereka sendiri ataupun pelaksanaan PNPM yang kurang intens dalam mendampingi masyarakat. Permasalahan
mengenai
ketidakmampuan
pemerintah
dalam
menyelesaikan
permasalahan sosial dan ekonomi, telah dibahas dalam dunia akademik global sejak tahun 1980an. Misalnya Shragge (1990) mencoba menjadikan komunitas / masyarakat sebagai dasar dalam penentuan kebijakan, atau bahasan serupa dalam Ife (1993), Ewalt, P., Freeman, E. & Poole, D (1998), dan Fellin (2001).Dalam pembahasan para penulis kebijakan sosial, ada sebuah alternatif yang muncul dalam mengatasi permasalahan tersebut, yaitu layanan berbasis masayarakat. Perspektif ini mencoba untuk menjadikan masyarakat sebagai aktor untuk menyampaikan provisi layanan kesehatan, pendidikan, maupun kesejahteraan. Konsep ini kemudian terus berkembang dengan istilah yang lebih populer disebut community development atau bila dialih bahasakan kedalam bahasa Indonesia adalah pembangunan komunitas. Pembangunan komunitas sebagai sebuah konsep bisa dilaksanakan tidak hanya dari dalam masyarakat sendiri, namun juga bisa dilakukan oleh pemerintah. Dalam hal ini,
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
Tropman (1968) dalam Prayogo (2011) menyebutkan ada tiga bentuk pendekatan yang digunakan dalam pembangunan komunitas, yaitu Locally Development, Social Planning, dan Social Action. Pendekatan Locally Development dan Social Action dilakukan oleh Lembaga Non-Pemerintah (NGO), sementara pendekatan Social Planning lebih banyak dilakukan dalam praktek pembangunan komunitas oleh Pemerintah Salah satu dari NGO yang bergerak dalam bidang pembangunan komunitas adalah Pos Keadilan Peduli Umat (PKPU) yang merupakan lembaga kemanusiaan nasional yang telah berdiri sejak tahun 1998. PKPU adalah sebuah lembaga yang berbasis agama Islam karena lembaga ini juga mendaftarkan dirinya sebagai lembaga zakat. Visi dari PKPU sendiri adalah “Menjadi Lembaga Terpercaya Dalam Membangun Kemandirian”. Kemandirian disini bisa berarti banyak hal, baik dalam kemandirian secara ekonomi, kemandirian untuk menempuh pendidikan, dan lain sebagainya. Dalam pelaksanaan program-programnya, PKPU melakukannya dengan melakukan sebuah perancaan secara matang dengan membuat rancangan program, timeline, dan mendasarkan pada assessment untuk menyelsaikan permasalahan dalam masyarakat. Pendekatan tersebut, bila kembali melihat pada konsep Tropman (1968) tentang pendekatan pembangunan komunitas, maka masuk ke dalam kategori pendekatan Social Planning. Pendekatan Social Planning adalah pendekatan yang lebih menekankan pada desain program pemberdayaan yang tersusun sistematis dari penyelenggara program. Peran komunitas tetap dilihat dalam pendekatan ini, namun program yang dilakukan lebih banyak berpusat pada desain program dari penyelenggara (Prayogo, 2011) Salah satu program pemberdayaan masyarakat yang dimiliki PKPU adalah program One Village One Product (OVOP). Yuliani (2012) menyebutkan bahwa Program OVOP adalah program pemberdayaan yang awal mulanya dilakukan di sebuah distrik di Jepang, yaitu Oita. OVOP sendiri sebagai sebuah konsep pemberdayaan masyarakat yangtelah ada sejak 1975, namun masih terhitung baru untuk wilayah Indonesia. Dalam sebuah proses pembangunan komunitas, tentu memiliki hambatan yang muncul dari faktor masyarakat itu sendiri, seperti bagaimana respon masyarakat, stakeholder, aspek keberlanjutan, dan lain sebagainya. Dari dalam internal sendiri, tentu PKPU sebagai penyelenggara program memiliki kendala dalam merancang, mengaplikasikan, memonitoring, serta mengevaluasi program-program pemberdayaan yang dilakukan. Terlebih lagi, program OVOP PKPU ini adalah program OVOP pertama yang belum pernah dilakukan oleh PKPU sebelumnya. Oleh karena itu, hambatan yang disebutkan diatas lebih besar potensinya untuk muncul dalam pelaksanaan program OVOP ini.
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
Dengan melihat faktor-faktor tersebut, maka penelitian ini mencoba untuk memaparkan secara deskriptif-analitik tentang proses berjalannya program OVOP PKPU dengan memperhatikan aspek-aspek pengelolaan program, mulai dari perencanaan program, proses berjalanannya program, monitoring, evaluasi, serta bagaimana aspek pelaporan yang dilakukan oleh PKPU.
Tinjauan Teoritis Ada elemen-elemen penting yang harus diperhatikan dalam pembuatan desain dari pembangunankomunitas, dimana elemen-elemen ini merupakan ciri-ciri ideal yang seharusnya diterapkan dalam mebuat suatu desain pembangunan komunitas secara keseluruhan. Ada sembilan elemen penting yang perlu diuraiakan untuk membangun komunitas yang baik oleh Prayogo (2011), namun dalam penelitian ini akan dibatasi pada aspek: 1) tujuan, 2) prinsip, 3) analisis situasi, 4) struktur manajemen, 5) persiapan, 6) perencanaan, 7) implementasi. Untuk program pembangunan komunitas bagi NGO, tujuan dibuat sebagai panduan dan indikator keberhasilan program. Tujuan adalah hasil akhir yang diharapkan terjadi sebagai implikasi dari terlaksananya program pembangunan komunitas. Penegasan tujuan juga penting untuk memastikan bahwa tidak ada hidden agenda dalam pelaksanan program pembangunan komunitas Poin berikutnya yaitu prinsip dalam membangun komunitas yang baik, ada tiga prinsip utama dalam pelaksanaan OVOP, yaitu Local yet Global, Self-reliance & Creativity, dan Human Resources Development. Local yet global menurut mr. Hiramatsu adalah sebuah produk dari OVOP tidaklah harus produk yang sebelumnya sudah terkenal dan laku dalam perdagangan secara luas. Prinsip ini menggambarkan bahwa sebenarnya, produk yang sangat lokal, justru bisa menjadi daya tarik bagi pasar internasional. Prinsip kedua, yaitu selfreliance & creativity dadalah prinsip pelaksaan OVOP dimana faktor utama keberhasilan terletak pada kemandirian dari masyarakat itu sendiri dan kreatifitas yang dimiliki oleh masyarakat. Peran praktisi dalam pendekatan ini hanyalah sebagai katalis dan trainer. Untuk prinsip ketiga yaitu Human Resource Development, mr. Hiramatsu lebih menekankan pada bagaimana masyarakat yang melaksanakan OVOP, benar-benar paham akan bagaimana OVOP seharusnya dijalankan. Peningkatan kapasitas masyarakat, dan peningkatan pemahaman bahwa masyarakat harus bisa mengembangkan diri mereka sendiri menjadi poin penting dalam gerakan OVOP. (Rizal & Sugiharto, 2008)
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
Setelah tujuan dan prinsip, pembangunan komunitas juga harus memperhatikan aspek analisis situasi. Analisis situasi dilakukan pada saat persiapan program dan merupakan hal yang penting untuk bisa menentukan kebutuhan pokok dalam program pembangunan komunitas. Ada empat analisis situasi menurut (Prayogo, 2011) yang perlu dilakukan oleh lembaga yang akan melakukan pembangunan komunitas, yaitu tipologi wilayah, tipologi komunitas, pemetaan stakeholder, dan pemetaan isu penting. Program pembangunan yang baik juga harus dilihat dari segi manajemen organisasi, dimana ada empat hal yang perlu diperhatikan dalam melihat organisasi CD yang baik dalam melakukan program CD menurut (Prayogo, 2011), yaitu organisasi harus berada ditingkat departemen dengan minimal lima orang staf, memiliki kualifikasi staf yang sesuai, memiliki tugas dan kewenangan yang jelas, serta mampu untuk berinteraksi langsung dengan komunitas Setelah memperhatikan empat aspek diatas, maka untuk memulai program secara baik, perlu adanya persiapan dan perencanaan yang tersusun rapi. Vincent (2009) memeberikan beberapa poin yang perlu diperhatikan dalam proses persiapan dan perencanaan ini (Phillips & Pittman, 2009). Poin-poin tersebut adalah perlunya pembentukan grup pengelola program, melakukan identifikasi kepada stakeholder, mengembangkan komunikasi efektif, serta pembuatan timeline program yang jelas. Persiapan dan perencanaan yang baik, harus disertai dengan pelaksanaan / implementasi yang baik pula. Ada beberapa langkah yang harus dilakukan dalam tahap implementasi program CD yang baik menurut (Prayogo, 2011), yaitu membuka komunikasi seluasnya dan memberi dukungan terhadap kelompok kerja di dalam komunitas, memberikan bantuan material dan finansial sebagaimana direncanakan sesuai jadwal yang telah ditetapkan, serta menjaga proses kegiatan sesuai dengan jadwal kerja dengan memerhitungkan jadwal ataupun masalah-masalah seperti keterlambatan jadwal.
Metode Penelitian Penelitian ini mengambil pendekatan kualitatif dengan pemaparan deskriptif-analitik tentang program OVOP PKPU. Proses pengumpulan data dilakukan dengan metode field research yaitu turun secara langsung kedalam lembaga PKPU dan juga ke lokasi pelaksanaan program OVOP di kecamatan Muncang, Banten. Penerapan field research sebagai metode pengumpulan data berimplikasi pada instrumen penelitian yang khusus, yaitu peneliti bertindak sebagai instrumen penelitian. Ada tiga teknik pengumpulan data yang peneliti
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
gunakan yaitu observasi partisipatori, wawancara mendalam, dan studi literatur terhadap data internal milik PKPU. Informan yang menjadi sumber data peneliti adalah orang-orang yang terlibat langsung dalam proses implementasi program OVOP PKPU. Penetapan informan secara umum dibagi dalam dua kategori, yaitu dari dalam manajemen PKPU dan dari masyarakat yang menerima program OVOP PKPU. Dari jajaran manajemen PKPU, informasi diambil dari manajer divisi ekonomi, PIC (Person in Charge) program OVOP, serta admin database divisi ekonomi untuk menggali data sekunder berupa berkas yang terkait dengan PKPU dan OVOP. Sedangkan dari masyarkat penerima program OVOP, data digali dari empat informan yang mewakili kelompok tani (poktan) yang dibina oleh OVOP PKPU.
Hasil Penelitian One Village One Product (OVOP) adalah sebuah konsep pembangunan sosial yang dilakukan di Jepang, tepatnya dimulai oleh seorang gubernur prefektur Oita, pulau Kyushu, Jepang pada tahun 1979. Hal ini didasari oleh perubahan kebijakan ekonomi jepang, yang berubah dari pertumbuhan ekonmi sentralistik menuju gerakan desentralisasi dan alokasi dana khusus untuk pemerintah daerah. Pada masa pemerintahan yang sentralistik, banyak terjadi urbanisasi yang mengakibatkan terjadinya ketidak seimbangan populasi antara kota dengan desa. Pindahnya masyarakat desa ke kota, mengakibatkan desa menjadi semakin sulit dalam menjalankan roda perekonomian secara baik. Selain ketimpangan tersebut, ternyata masalah lain yang muncul adalah kurang aktifnya masyarakat desa dalam berinisiasi melakukan pembangunan desa secara mandiri (Rizal & Sugiharto, 2008). Permasalahan tersebut kemudian menjadi dasar bagi mr. Hiramatsu bahwa untuk membangun kembali desa-desa yang ada di prefektur Oita, perlu dilakukan pemanfaatan potensi lokal serta harus melibatkan secara aktif tokoh dan masyarakat desa untuk menciptakan semangat dan kebanggan terhadap desa mereka. Pada awalnya, sejak menjabat gubernur Oita, mr. Hiramatsu rajin melakukan kunjungan-kunjungan ke tokoh-tokoh lokal yang ada di desa dalam prefektur Oita. Kunjungan ini dilakukan sebagai bagian dari pendekatan dan sosialisasi ide mr. Hiramatsu terkait program OVOP tersebut. Selain itu, dalam kunjungan ini mr. Hiramatsu juga mendapatkan gambaran yang jelas mengenai apa sesungguhnya potensi-potensi yang dimiliki desa yang selama ini belum dikembangkan (Rizal & Sugiharto, 2008)
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
Lalu bagaimana dengan keberhasilan OVOP dibawah kepemimpinan mr. Hiramatsu tahun sejak tahun 1979-2003? OVOP yang pada awalnya diinisiasi secara otonom di 58 desa dan menghasilkan 143 produk, 22 tahun setelahnya sudah meningkat 2 kali lipat dalam hal jumlah desa yang membangun OVOP dan juga produk yang dihasilkan. Di tahun 2002, sebanyak 111 desa sudah membangun OVOP dan menghasilkan 338 produk khas lokal, dan 133 produk kebudayaan sebagai bagian dari intangible products. (http://www.ovop.jp/en/) Program OVOP PKPU merupakan hasil kerjasama antara PKPU dengan P2KP Advance yang sebelumnya telah melaksanakan program pemberdayaan masyarakat di kecamatan Muncang, kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Hal ini karena keinginan dari pihak P2KP untuk melanjutkan program di kecamatan Muncang, kabupaten Lebak tersebut. Kabupaten Lebak sendiri merupakan kabupaten terluas di provinsi Banten dengan luas wilayah 304.472 hektar atau 3.044,72 km persegi. Kabupaten Lebak memiliki 28 Kecamatan, salah satunya adalah kecamatan Muncang (Lebak dalam Angka 2010). Pembahasan akan difokuskan pada kecamatan Muncang sebagai wilayah pelaksanaan program OVOP. Gambar 1. Peta Kecamatan Muncang
Dengan kondisi alam yang berupa pegunungan, ekonomi kecamatan Muncang ditopang oleh sektor pertanian, dimana dari 10.197 warga yang bekerja, sebanyak 5.875 adalah petani pemilik dan 2.040 warga lainnya berprofesi sebagai buruh tani (Muncang dalam Angka 2013) Petani sendiri memiliki dua jenis lahan yang biasa mereka garap, yaitu lahan sawah dan lahan darat (kebun). Lahan sawah dimanfaatkan penduduk untuk menanam padi. Padi yang dihasilkan oleh penduduk, sebagian besar dimanfaatkan untuk konsumsi dan
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
sisanya baru dijual. Sedangkan lahan darat yang berupa kebun dimanfaatkan oleh penduduk dengan ditanami beragam tanaman, seperti tanaman kayu (sengon dan mahoni), tanaman keras (karet) dan tanaman buah (pisang dan rambutan). Lahan yang dimiliki oleh warga kecamatan Muncang, khususnya calon penerima manfaat, belum sepenuhnya ditanami, masih tersisa lahan tidur yang belum dimanfaatkan. Lahan tidur inilah yang rencananya akan dimanfaatkan untuk budidaya pisang ambon. Lalu kenapa PKPU memilih Muncang untuk menjadi tempat dilaksanakannya program OVOP? Alasan pertama adalah kecamatan ini direkomendasikan oleh mitra PKPU, yaitu Koordinator P2KP Advance kabupaten Lebak sebagai tempat pelaksanaan OVOP. Hal ini karena P2KP menginginkan kecamatan Muncang untuk bisa meningkatkan produksi pisangnya, sebab potensi tanah di kecamatan Muncang cocok dijadikan lahan penanaman pohon pisang. Walaupun memiliki tanah yang subur, namun produksi pisang di tahun 2010 hanya sebesar 4290 kwintal saja, angka ini menjadikan Muncang kecamatan ke empat terkecil dalam produksi pisang di Lebak (Lebak dalam Angka 2010). OVOP PKPU dimulai pada tahun 2010 atas inisiasi pak Nurzaman yang merupakan staf PKPU di bidang Prospek (Program Sinergitas Pemberdayaan Pemberdayaan Ekonomi) setelah mendapat masukan dari pak Agung Notowiguno. Program OVOP ini awalnya dilaksanakan di kota Depok, bekerjasama dengan Bazda Kota Depok. Untuk OVOP Muncang, proses awal program dimulai dari adanya ajakan dari P2KP yang ingin melakukan kerjasama program dengan PKPU. Desa Muncang adalah desa pertama dari dua desa yang menjadi tempat pelaksanaan program OVOP PKPU di kelurahan Muncang. Proses pelaksanaan program OVOP dimulai pada bulan November 2010 dengan pembentukan Kelompok Tani (Poktan) yang melibatkan 30 petani yang sudah di assessment sebelumnya. Dari 30 petani yang diundang, ternyata peserta yang hadir 17 orang dalam pembentukan ini, namun jumlah ini sudah lebih dari 50% yang mana sudah bisa untuk bisa menetapkan ketua poktan dan nama Poktan, yaitu Poktan Waluya. Dalam pertemuan ini juga membahas teknis pertemuan rutin Poktan. Proses pembentukan ini bagian penting dalam membangun sebuah kelompok yang kuat, oleh karena itu peran aktif dari warga dalam melakukan proses dinamika kelompok dan penanaman bibit pisang menjadi penting. Dalam kegiatan ini, karena warga tidak datang semua, maka proses pemberian bibit dilakukan dengan langsung mendatangi ke rumah-rumah warga penerima manfaat (PM) dan langsung diberikan penyuluhan untuk segera menanam bibit yang sudah diberikan. Hal ini penting untuk bisa memberikan motivasi bahwa PKPU serius dalam melakukan kegiatan OVOP di Muncang.
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
Hal menarik dalam kegiatan pembentukan Poktan ini adalah, selain membagikan bibit pohon pisang kepada warga, namun PKPU juga memberikan pengetahuan dan mencoba untuk membentuk lembaga keuangan sebagai bagian yang tidak terpisah dari Poktan. Lembaga keuangan yang dimaksud disini adalah Poktan dibentuk PKPU untuk bisa menjadi lembaga koperasi simpan pinjam. Karena modal yang belum terkumpul, maka tujuan dari kelompok ini adalah membantu anggota untuk bisa berlatih menabung. Hal ini menjadi contoh baik bahwa program pemberdayaan bisa dilakukan dengan mencampurkan beberapa bentuk program. Letak kecamatan Muncang yang jauh dan jenis program OVOP di bidang pertanian, menjadikan pertemuan Poktan ini dirancang dan dilaksanakan satu bulan sekali. Hal ini dirasa sudah cukup karena memang pertumbuhan kebun tidak perlu diawasi oleh pihak PKPU setiap pekannya. Namun dalam hal ini, PKPU terus berkoordinasi dengan ketua Poktan untuk memantau penanaman bibit pisang yang sudah diberikan PKPU. Kegiatan pertemuan bulanan berjalan lancar sampai April 2011. Dalam pertemuan bulanan itu, dilakukan pemupukan dan pengendalian hama tanaman yang dilakukan oleh pihak PKPU bekerjasama dengan pihak PKBT (Pusat Kajian Buah Tropis) IPB sebagai mitra PKPU dalam sumber keilmuan dan pakar untuk mengajarkan para petani bagaimana berkebun yang baik. Proses yang berjalan lancar dari PKPU dan IPB memberikan dampak yang positif terhadap atusias masyarakat. Hal ini terbukti setelah pengguliran yang pertama, pada pertemuan berikutnya semenjak Desember 2010, pertemuan Poktan selalu dihadiri oleh seluruh anggota Poktan yaitu 30 orang. Pertemuan Poktan selain membahas tentang perkembangan perkebunan, dalam satu kesempatan juga memiliki agenda berbasis agama Islam yaitu ceramah. Sebagai sebuah lembaga Islam, PKPU selain berupaya mengembangkan komunitas dalam bidang perkebunan, juga berupaya untuk bisa meningkatkan pemahaman keagamaan warga yang bergabung dalam Poktan Waluya ini. Materi yang disampaikan dalam ceramah tersebut disusun oleh PKPU tidak hanya untuk pengayaan agama semata, namun untuk bisa diaplikasikan dalam Poktan supaya Poktan menjadi lebih baik dan rapi. Salah satu contohnya adalah materi tentang “Amanah” yaitu bagaimana Poktan bisa bersemangat dalam mengelola pisang sebagai bentuk tanggung jawab dan terima kasih. Materi agama pun tidak disampaikan oleh pihak dari PKPU, namun dengan memanfaatkan jaringan lokal yaitu dengan meminta ustadz dari Muncang yang sudah dikenal baik oleh warga. Proses selanjutnya, yaitu periode April 2011 – September 2011 adalah proses yang cukup penting dalam proses perkembangan Poktan dan masyarakat, serta proses yang penting juga bagi perkembangan perkebunan Pisang warga. Dalam periode ini, dimulai proses
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
pemberian teknologi yang tidak biasa dilakukan oleh masyarakat Muncang. Hal ini cukup sulit dilakukan, karena memang pada awalnya masyarakat Muncang menganggap bahwa teknologi dan ilmu tentang berkebun pisang tidak dianggap penting. Dengan kondisi tersebut, maka pihak PKPU dan PKBT memberikan ilmu dan teknologi yang mudah dan tidak menyusahkan petani. Dalam program ini, PKPU dan PKBT memberikan ilmu penyuntikan jantung pisang untuk memberikan hasil yang baik dalam tampilan pisang ketika panen. Hal ini sederhana namun penting karena pisang sendiri terbagi dalam beberapa grade dimana tampilan menjadi faktor yang cukup penting. Pelatihan penyuntikan jantung pisang ini bertujuan untuk menjadikan pisang hasil panen warga bisa disalurkan ke pembeli yang bentuknya perusahaan, bukan pasar tradisional biasa. Hal ini menjadi bagian dari tujuan OVOP PKPU untuk bisa memperluas pasar untuk menjual produk OVOP. Proses pelatihan penyuntikan pisang ini dilakukan oleh PKBT dengan melibatkan seluruh petani dan diberikan praktek langsung dengan peralatan yang disediakan dan diberikan secara gratis kepada petani. Karena adanya sikap petani yang dikhawatirkan merasa tidak antusias, maka PKBT dan PKPU memberikan contoh dengan melakukan penyuntikan kepada beberapa pohon, namun tidak melakukannya ke beberapa pohon. Hal ini dilakukan untuk bisa memberikan bukti kepada warga bahwa ada perbedaan yang signifikan dari hasil penyuntikan jantung pisang. Hal kedua yang menjadi perhatian dalam periode ini adalah intervensi donatur dalam program OVOP. Pada tahun 2010-2013 ini, mayoritas dari program Direktorat Pendayagunaan PKPU khususnya Prospek ini menggunakan dana dari pihak luar. Oleh karena penggunaan dana dari donatur, maka ada proses pelaporan dan tanggung jawab hasil program dari PKPU kepada donatur. Dalam kegiatan OVOP ini, donaturnya adalah Keluarga Muslim Citibank (KMC). Hal yang bisa dilihat adalah pihak KMC sebagai donatur tidak banyak melakukan intervensi terhadap pelaksanaan OVOP. Pihak KMC sebagai donatur hanya meminta laporan rutin per tiga bulan dan laporan akhir di akhir periode program sebagai bentuk pertanggung jawaban riil. Di periode ini, pihak KMC melakukan kunjungan dan evaluasi lapangan langsung bersama PKPU ke Poktan Waluya dengan didampingi oleh pihak PKPU. Periode selanjutnya dari program OVOP berlangsung dari Oktober 2011 – Desember 2011, dimana program ini sudah memasuk tahap akhir yaitu proses panen pisang, packaging serta penjualan kepada pihak buyer yang telah menjalin kerjasama dengan pihak PKPU dan Poktan. Dalam periode ini, PKPU melakukan pelatihan tentang penyortiran pisang
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
beradasarkan grade, dimana pisang dengan kualitas baik aan disalurkan kepada buyer yaitu PT. Mulya Raya. Pisang dengan kualitas baik ini juga kemudian dikemas oleh para petani dengan bantuan dari PT Mulya Raya dan PKPU, supaya buah bisa tetap baik setelah perjalanan dari produsen ke tangan konsumen. Sementara untuk pisang yang tidak masuk kedalam batas minimal PT. Mulya Raya, maka PKPU membantu untuk memasarkannya ke pasar tradisional yang ada di kabupaten lebak. Selain itu, petani juga bisa langsung menjualnya di Muncang atau dikonsumsi untuk kebutuhan rumah tangga. Satu hal yang kemudian menjadi kekurangan PKPU dan belum sempat terlaksanan adalah pengolahan pisang ambon hasil panen petani menjadi beragam produk yang memiliki nilai jual ekonomis lebih tinggi. Pengolahan pisang bisa dilakukan dengan membuatnya menjadi kripik pisang, selai pisang, atau pemanfaatan jantung pisang. Hal ini belum terlaksanan karena program telah berakhir dan pihak donatur belum merencanakan akan membuat program ini di tempat yang sama.
Pembahasan Pembahasan pertama yang penting untuk dilihat adalah kembali mempertegas asumsi dasar dan pendekatan yang digunakan PKPU dalam pelaksanaan program OVOP PKPU. Bila melihat tiga pendekatan pembangunan komunitas yang disebutkan Tropman (1968), yaitu locally development, social planning, dan social action, maka program OVOP PKPU dapat dilihat sebagai pembangunan komunitas dengan pendekatan social planning. Hal ini, disimpulkan dari beberapa elemen penting dalam social planning yang ternyata diaplikasikan dalam program OVOP PKPU. Elemen-elemen tersebut adalah elemen tujuan, asumsi melihat masalah, strategi, peran praktisi, dan peran pemanfaat. Elemen pertama yang akan dibahas yaitu tujuan program. Secara ringkas tujuan dari program ini adalah “Menggali dan mempromosikan produk lokal yang bersifat unik khas daerah serta meningkatkan daya saingnya. Dalam konteks program ini, OVOP budidaya pisang bertujuan untuk meningkatkan produktifitas tanaman pisang agar dapat memenuhi permintaan pasar yang selama ini dipenuhi melalui kran impor.” Ada beberapa poin dalam tujuan tersebut yang bisa dilihat aplikasinya di lapangan, yaitu menggali, mempromosikan, dan meningkatkan daya saing produk lokal serta pemenuhan permintaan pasar. Dua poin tersebut yang menjadi tujuan utama program OVOP PKPU. Dalam melihat menggali potensi lokal, PKPU melakukan assessment terhadap potensi lokal kecamatan Muncang. Dari hasil assessment, ditemukan bahwa produk yang berpotensi
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
untuk dikembangkan di Muncang adalah Pisang. Hal ini dilihat dari data sekunder produk yang ada di kabupaten lebak, dan juga hasil uji kelayakan tanah untuk tanaman holtikultura, salah satunya adalah pisang. Program OVOP PKPU adalah program pemberian bibit pisang Ambon berupa bonggol yang diberikan merupakan hasil penyemaian dari PKBT IPB. Penggunaan bibit dari IPB merupakan salah satu cara PKPU untuk meningkatkan daya saing dari produk pisang yang nantinya akan dipanen oleh masyarakat. Peningkatan daya saing produk lokal juga erat kaitannya dengan proses penanaman bibit yang baik serta perawatan yang baik. Pohon pisang yang selama ini hanya dibiarkan tumbuh, kini berubah menjadi salah satu produk masyarakat yang diberikan perhatian dan perawatan khusus. Hal ini merupakan salah satu agenda program OVOP PKPU, yakni adanya proses pemberian materi dan praktek lapang terkait budidaya pisang ambon dengan bekerjasama dengan PKBT IPB. Pelatihan yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat dalam budidaya pisang ini ada beberapa tahap. Di dusun Muncang maupun Cikarang, PKPU melakukan pelatihan memberi pupuk pada bulan ke 1, 2, dan 3 setelah pembibitan pertama. Setelahnya, masyarakat diminta untuk melakukan pemupukan terus menerus secara mandiri. Selain pemupukan, PKPU kemudian juga melakukan pelatihan pemberantasan hama dengan insektisida, karena permasalahan hama tanaman yang mulai menggerogoti tanaman pisang para petani di bulan ke 3. Setelah tanaman tumbuh, pelatihan berikutnya yang diberikan oleh PKPU adalah penyuntikan jantung pisang sebelum panen. Hal ini sesuai dengan tujuan dari OVOP PKPU yaitu peningkatan daya saing produk petani OVOP. Hal terakhir adalah pendampingan panen dan pasca panen. PKPU bekerjasama dengan PT Mulya Raya selaku pembeli yang akan membeli hasil panen para petani. Selain itu, PT Mulya Raya juga yang diminta oleh PKPU untuk bisa memberikan pelatihan penanganan pasca panen hingga ke pemasaran meliputi pencucian, penyisiran, penyortiran (grading) dan pengemasan (packing). Elemen kedua dalam menganalisis program pemberdayaan adalah prinsip-prinsip yang digunakan program tersebut. Dalam menganalisis prinsip-prinsip yang digunakan dalam program OVOP di PKPU, analisis akan mengacu pada tiga prinsip yang digunakan mr. Hiramatsu di OVOP Jepang, yaitu Local yet Global, Self-reliance & Creativity, dan Human Resources Development. OVOP PKPU di kecamatan Muncang menjadikan pisang sebagai produk yang akan dikembangkan. Pemilihan ini didasarkan pada hasil pembicaraan dengan mitra PKPU yaitu PKBT (Pusat Kajian Buah Tropis) IPB. Pada awalnya, pisang yang dikembangkan adalah pisang emas kirana, namun kemudian berubah menjadi pisang ambon.
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
Ternyata, proses pemilihan produk yang dilakukan oleh PKPU belum mencerminkan prinsip local yet global yang dicanangkan OVOP Jepang. Proses pemilihan produk kurang menunjukan semangat yang tinggi untuk banyak menggali informasi terkait Muncang ataupun produk khas yang bisa dikembangkan di Muncang. Proses pemilihan produk terhambat pada kekayaan ilmu yang terbatas dari pihak PKPU maupun PKBT. Selain itu, adanya keterbatasan waktu, menjadikan proses assessment juga dilakukan pada waktu yang sangat terbatas. Hal ini akan terkait dengan sub bab analisis situasi yang akan dibahas kemudian. Dibalik keterbatasan tersebut, pemilihan PKPU pada produk pisang bisa dibilang cukup rasional dan pragmatis, dimana pisang ambon yang beredar di pasar Banten dan Jawa Barat merupakan produksi dari Lampung yang secara jarak, tentu lebih jauh dari Muncang atau kabupaten Lebak. Pangsa pasar pisang ambon tetap tinggi dengan kelebihan jarak yang tentunya memangkas ongkos produksi dari tengkulak atau distributor. Prinsip kedua, yaitu prinsip self reliance & creativy lebih menekankan pada aspek kemandirian masyarakat dan bagaimana masyarakat turut serta dalam mengembangkan potensi mereka secara kreatif. Dalam pelaksanaan OVOP ini, PKPU tidak menjalankan proses partisipasi masyarakat secara aktif dalam pengembangan OVOP. Masyarakat Muncang tidak mengambil peran tentang apa yang mereka ingin kembangkan dan apa yang menurut mereka produk khas sesungguhnya dari kecamatan Muncang. Hal ini tidak bisa sepenuhnya menjadi tanggung jawab dari PKPU selaku pelaksana program. Ada kondisi-kondisi dari masyarakat sendiri yang akhirnya menjadikan program ini bukan bertujuan membangun kemandirian secara murni, namun program untuk memecahkan persoalan dari masyarakat Muncang. Hal ini disampaikan sendiri oleh warga Muncang, yaitu permasalahan terkait kemandirian dan kreatifitas warga, khususnya dalam hal pengelolaan perkebunan pisang. Prinsip yang ketiga, yaitu Human Resources Development mengarah pada bagaimana komunitas harus memiliki kemampuan yang cukup untuk bisa mengelola program OVOP, serta paham tentang substansi dari OVOP itu sendiri. Substansi dari OVOP, adalah tentang bagaimana suatu masyarakat daerah memiliki sebuah produk yang sangat khas, dan mereka bangga dengan produk tersebut. OVOP menjadikan komunitas sebagai pemilik dan pemelihara dari produk mereka sendiri. Hal ini berimplikasi pada mereka harus menjadi agen dalam mengembangkan produk, dan menjadikan OVOP sebagai sebuah kerangka pemikiran yang lebih luas. OVOP dalam tipe ideal di Jepang, memaksimalkan jaringan untuk pemasaran produk pada skala nasional. Pengetahuan terkait jaringan, pasar, dan internet adalah bagian penting dari OVOP, yang mana kemampuan-kemampuan tersebut harus dimiliki dan diajarkan oleh
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
pelaksana program, dalam hal ini PKPU. Namun bila melihat pelaksanaan yang dilakukan oleh PKPU, ternyata proses pengembangan sumberdaya manusia belum sejauh itu. Pengembangan sumberdaya yang dilakukan PKPU masih terbatas pada bagaimana menghasilkan produk yang khas, serta bagaimana mengemas dan memasarkan produk dalam cakupan regional. Setelah prinsip, elemen berikutnya yang perlu dianalisis adalah pelaksanaan analisis situasi. Dalam pelaksanaan OVOP PKPU ini, peneliti menemukan bahwa PKPU menjalankan assessment terhadap komunitas, stakeholder, dan wilayah. Analisis situasi yang dijalankan ini berupa kegiatan yang sebentar, karena hanya dilaksanakan dalam 1 hari. Analisis situasi dilakukan dengan metode Focus Group Discussion yang dilakukan di kantor desa Muncang dengan melibatkan beberapa pihak, yaitu aparat desa, perwakilan petani calon penerima manfaat, serta fasilitator P2KP Advance. Setelah pelaksaan FGD, kemudian PKPU melakukan analisis kelayakan tanah di Muncang untuk menentukan apakah tanah di Muncang cocok untuk melakukan budidaya pisang Ambon. Pelaksanaan analisis komunitas dan lingkungan yang cukup singkat dan tanpa masalah yang berarti dipengaruhi oleh mitra yang bekerjasama dengan PKPU, yaitu P2KP. Sebagai program yang memang dijalankan oleh pemerintah, kehadiran P2KP menjadi pembuka pintu bagi akses terhadap pemerintahan dan juga masyarakat. P2KP sebelumnya telah menjalankan program juga di kecamatan Muncang, sehingga respon dari masyarakat juga tidak mengalami gejolak yang berarti. Pembahasan dalam struktur manajemen melihat tentang pengelola pembangunan komunitas yang harus berhubungan langsung dengan organisasi eksternal di dalam komunitas dan harus memiliki kualifikasi yang memadai. Untuk kualifikasi pengelola OVOP, PIC OVOP PKPU adalah pak Nurzaman. Pak Nurzaman memiliki latar belakang teknologi pertanian IPB, dimana basic skill beliau adalah pemanfaatan teknologi pertanian dalam pengembangan hasil produk pertanian. Selain itu, pak Nurzaman juga selama bekerja di PKPU sudah terbiasa melakukan pendampingan langsung kepada masyarakat, khususnya dalam progam KUBE yang sudah lebih dulu ada sebelum OVOP. Ada satu poin penting dalam hal pengelolaan ini, dimana staf yang mengurusi OVOP ini hanya satu orang, yaitu pak Nurzaman. Staf OVOP yang hanya satu orang, tentu sangat jauh dari ideal, karena selain harus mengurusi OVOP, pak nurzaman harus mengurusi KUBE pertanian dan peternakan. Padahal OVOP ini dilaksanakan di lokasi yang sangat jauh dari kantor pusat PKPU, sehingga perlu adanya perhatian ekstra untuk memonitoring perkembangan OVOP.
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
Elemen berikutnya, adalah elemen persiapan dan perencanaan, dimana elemen ini adalah bagian penting dalam sebuah proses pelaksanaan program pembangunan komunitas. Dalam fase ini, perlu adanya perencanaan terkait strategi dan hal-hal apa saja yang akan dilakukan dalam masa implementasi program kedepannya. Penyusunan rangkaian kegiatan dari awal sampai dari akhir dari OVOP PKPU merupakan sebuah contoh yang baik, karena telah mencakup tahapan-tahapan yang disampaikan oleh Prayogo (2011), dari sembilan poin yang disampaikan, ternyata PKPU telah menyusun lima poin, yang merupakan 5 poin utama dalam pelaksanaan suatu pembangunan komunitas. Hal tersebut adalah Perencanaan, Persiapan, Pelaksanaan, Monitoring & Evaluasi, serta Terminasi. Namun, ada hal yang masih kurang dalama pelaksanaan OVOP PKPU dalam hal perencanaan, yaitu ketiadaan timeline sebagai panduan dalam melaksanakan program secara terarah dan sesuai dengan jangka waktu pelaksanaan yang telah ditetapkan KMC selaku donatur program. Hal ini bisa menyebabkan kacaunya jadwal dan menjadikan program mundur dari jangka waktu proyek yang disepakati. Elemen terakhir yang merupakan elemen utama dalam melihat program pembangunan adalah implementasi dari program itu sendiri. Untuk melihat secara lebih jelas tentang partisipasi masyarakat, Arnstein (1969) membuat tiga tipe partisipasi, yang masing-masing diwakili oleh tindakan/kegiatan yang dijalankan oleh komunitas. Derajat paling tinggi adalah kuatnya masyarakat dalam partisipasi, hal ini ditandai oleh adanya kontrol dari masyarakat dalam membuat dan merancang kegiatan, pemberian kekuasaan oleh pelaksana program kepada komunitas, serta bentuk hubungan yang tidak sebagai pelaksana dan penerima manfaat, namun berbentuk kemitraan antara pelaksana program dengan komunitas. Derajat kedua, adalah derajat tokenisme, dimana pelaksana program masih memegang peran dominan dalam pembangunan komunitas. Hal ini ditandai dengan kegiatan komunitas yang masih berkutat pada kegiatan konsultasi dan pemberian informasi dari komunitas kepada penyelenggara. Derajat terakhir adalah komunitas dijadikan bahan manipulasi dan terapi, dimana komunitas tidak memiliki peran dan aksi apapun dalam penyelenggaraan program. Hal ini masuk kedalam derajat non partisipatori. Dalam penyelenggaran OVOP, PKPU menjadikan komunitas untuk berperan pada fungsi konsultasi dan pemberitahuan informasi. Hal ini bisa terlihat dari rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh PKPU, dimana dalam pembentukan awal kelompok tani, pengurus memliki fungsi sebagai penyambung tangan dari PKPU kepada komunitas. Program telah dirancang untuk agenda pembentukan kelompok, pembagian bibit, perawatan, panen, dan pemasaran. Bisa dilihat dalam rangkaian kegiatan setahun di dalam lampiran, bahwa hampir
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
dalam setiap kegiatan, komunitas lebih banyak berperan pasif. Komunitas lebih banyak diminta untuk melakukan konsultasi dari suatu tahapan perkebunan pisang apabila ada hal yang tidak dimengerti. Namun demikian, ternyata pendampingan yang dilakukan oleh PKPU kepada komunitas tidak terhenti pada pelaksanaan program selama 1 tahun saja. PKPU terus melakukan pendampingan, namun dengan tujuan untuk menjadikan komunitas lebih mandiri. Setelah masa 1 tahun, terjadi pelimpahan wewenang, dimana kelompok tani sudah menjadi kelompok mandiri yang lepas dari PKPU. Hal ini menjadikan komunitas harus bisa mengembangkan produk dan kelompok mereka. Menurut Ife (2008) ada beberapa indikator kualitatif untuk mengukur baiknya partisipasi dalam masyarakat. Indikator tersebut misalnya adalah peningkatan kapasitas organisasi masayrakat, pertumbuhan jaringan komunitas, serta peningkatan kemampuan dan ilmu yang dimiliki oleh komunitas. Indikator tersebut bisa terlihat mulai muncul setelah dilepasnya kelompok tani, yaitu sejak tahun 2011 dan kemudian dilihat peneliti pada tahun 2013. Hal ini misalnya terlihat dalam melakukan aktifitas berkelompok dan dalam melakukan pengolahan pisang. Pada mulanya, petani di sana sangat sulit untuk diarahkan untuk berkumpul dan melakukan kegiatan poktan. Masyarakat Muncang, pada awalnya hanya menganggap bahwa tanaman pisang adalah tanaman yang memang bisa tumbuh walau tidak dilakukan pengolahan apapun. Hal yang berbeda bisa dilihat saat ini, dimana poktan masih berjalan dengan baik walau sudah tidak menerima pendampingan dari PKPU. Setelah satu tahun lebih lepas dari pendampingan, para petani sudah semakin semangat dalam melakukan pengelolaan pisang. Salah satu indikator partisipasi bahwa sudah ada peningkatan ilmu dan pola pikir terkait pengelolaan pisang adalah hasil diskusi peneliti dengan pihak petani. Di dusun Cikarang misalnya, para petani saat ini sudah memikirkan pengelolaan pisang yang sudah lebih canggih dari yang dulu diajarkan oleh PKPU. PKPU dulu hanya memiliki tujuan untuk memaksimalkan potensi pisang yang ada, yaitu petani bisa mendapat manfaat dari pisang yang memang sudah ada di lahan petani. Namun ketika kami membuka diskusi dengan pihak petani, petani saat ini sudah berinisiatif untuk meminta alat-alat pembuatan pupuk. Hal ini menunjukan bahwa pola pikir masyarakat sudah berubah bahwa mereka sudah pandai menangkap peluang ekonomi yang ada. Hal senada juga peneliti temukan di dusun Mucang yang merupakan tempat pertama kali PKPU melakukan program OVOP sebelum di dusun Cikarang. Oleh karena itu, selesainya pendampingan yang dilakukan oleh PKPU juga lebih cepat daripada dusun Cikarang. Terminasi program di dusun Muncang dilakukan sekitar pertengahan 2011. Dampak yang bisa kita lihat di poktan ini lebih besar
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
daripada yang ada di Cikarang. Apabila tadi di Cikarang masyarakat sudah memiliki pola pikir yang tajam untuk menangkap peluang untuk mengembangkan pupuk, di Muncang masyarakat sudah melakukan ekspansi dengan membuat unit usaha baru yaitu usaha jamur, domba, dan pepaya
Kesimpulan PKPU sebagai sebuah lembaga non pemerintah telah menjalankan sebuah program pembangunan komunitas dengan melakukan pendekatan social planning. Konsepsi tentang pendekatan social planning yang biasa dilakukan oleh pemerintah, ternyata juga dilaksanakan oleh lembaga-lembaga non pemerintah. Tidak hanya PKPU, dalam studi pustaka misalnya, korporat swasta menjalankan program pembangunan dengan melakukan pendekatan social planning. Hal ini disebabkan karena social planning adalah pendekatan yang lebih singkat dari segi waktu, lebih mudah dari sisi partisipasi masyarakat, serta lebih murah dari sisi biaya. Hasil program pun bisa lebih diukur secara kuantitatif melalui pendekatan ini. Lebih jauh, evaluasi dari desain program OVOP PKPU, menunjukan hasil yang cukup sesuai bila melihat kembali dari sisi konsep pelaksanaan pembangunan komunitas. Di sini bisa dilihat bahwa dalam pelaksanaan program OVOP ini, PKPU sudah memperhatikan elemen-elemen yang menunjang keberhasilan suatu progarm pembangunan komunitas. Secara sederhana, dengan diperhatikannya elemen-elemen tersebut, PKPU sudah cukup berhasil dalam melaksanakan program OVOP. Keberhasilan itu bisa dilihat dari hasil yang dirasakan oleh petani dan juga masih berjalannya kelompok tani setelah PKPU melepas pendampingan di tahun 2011. Dari poin tujuan, bisa dilihat bahwa PKPU sebagai lembaga non pemerintah, tidak memiliki kepentingan untuk menafaatkan komunitas untuk lembaga. Hal ini tidak seperti korporat, dimana ada faktor “keuntungan” yang bisa didapat dalam suatu program pengembangan komunitas. Disini PKPU terlihat bahwa tujuan yang mereka ingin capai, memang ditujukan untuk kebaikan dan perkembangan dari komunitas tersebut. Dari sisi prinsip, bisa dilihat bahwa PKPU mencoba untuk melaksanakan prinsipprinsip OVOP. Sudah ada usaha yang terlihat, walau masih bisa dibilang minim karena terkait pada pendekatan OVOP yaitu social planning dan juga keterbatasan-keterbatasn dari PKPU dari sisi waktu dan finansial. Dari poin analisis situasi, PKPU kurang maksimal dalam pelaksanannya. Analisis yang dilakukan PKPU hanya sebatas pada pendekatan terhadap komunitas dan lingkungan.
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
Hal ini menjadi poin evaluasi penting, dimana walaupun penerimaan masyarakat cukup baik karena PKPU menggandeng unsur pemerintah, namun analisis situasi harus lebih mendalam, karena berkaitan pada bagaimana pelaksanaan dan keberhasil suatu program pemberdayaan. Khususnya, dalam bidang produk dan pendekatan peran aktif komunitas sebagai inti dari program OVOP. Untuk evaluasi persiapan dan perencanaan, PKPU terlihat cukup kewalahan, hal ini diakibatkan karena program OVOP PKPU adalah program yang baru dijalankan pertama kali. Hal ini berbeda dengan program lainnya di PKPU yang telah memiliki konsep yang cukup matang sebelumnya. Poin terakhir, evaluasi partisipasi masyarakat cukup menjadi perhatian, karena dalam masa program OVOP ini berjalan, partisipasi masyarakat masih mengarah pada derajat tokenisme, dimana peran penyelenggara masih dominan. Namun hasil dari pendampingan yang berkelanjutan sampai dengan dua tahun setelah masa program, mulai menunjukan hasil yang cukup maksimal dalam peningkatan partisipasi masyarakat menuju derajat kekuasaan oleh komunitas.
Daftar Refensi Ewalt, P., Freeman, E. & Poole, D, (1998). Community building: renemal, well-being and shared responsibility. Washington DC: NASW Press. Fellin, Phillip. (2001). The community and the social worker (3rd ed). Itasca: Peacock Publisher. Ife, Jim &Tesorieri, Frank (2008). Community development : alternatif pengembangan masyarakat di era Globalisasi. Yogyakarta: Pustaka Belajar Muhammady, Faizah Fauzan EI. (1996). Evaluasi Program Inpres Desa Tertinggal dalam Konteks Mengentaskan Kemiskinan pada Masyarakat Nelayan (Studi Kasus Nelayan Penerima Program IDT di Kotamadya Padang, Propinsi Sumatera Barat). Skripsi FEM IPB One Village One Product Movement. (n.d.). OVOP movement. 15 Mei 2012. http://www.ovop.jp/en/ison_p/haikei.html Phillips, Rhonda & Pittman, Robert H. (2009). An introduction to community development. Taylor & Francis Group. PNPM-Perdesaan. (n.d.) Sejarah pnpm-mandiri perdesaan. 27 Mei 2014 http://www.pnpm-perdesaan.or.id/?page=halaman&story_id=1 PNPM-Perkotaan. (n.d.) Sejarah pnpm-mandiri perkotaan. 27 Mei 2014
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014
(http://www.pnpmmandiri.org/index.php?option=com_content&view=article&id=162&Itemid=301 Prayogo, Dody. (2011).Socially Responsible Corporation : Peta masalah, tanggung jawab sosial dan
pembangunan komunitas pada industri tambang dan migas di
Indonesia. Jakarta: UI-Press Rizal, Syamsul & Sugiharto, Yanto. (2008). Gerakan OVOP (One Village One Product) sebagai upaya peningkatan pembangunan daerah. Jakarta: Benchmark Creative Business Solution Shragge, Eric. (1990). Community based practice: political alternatives or new state form. dalam L. Davies & E. Shragge (Eds), Bureaucracy and community: essays on the politics of social work practice. Montreal: Black Rose Books. Susilowati, Yuli. (2011).Implementasi Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perkotaan di kelurahan roa malaka kecamatan tambora Jakarta barat. SKRIPSI FISIP UI Yuliani, Titik. (2012). Analisis Aspek Kelembagaan Koperasi Dalam Melaksanakan Program One Village One Product (OVOP) Binaan Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah: Studi Koperasi Mitra Tani Parahyangan, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. SKRIPSI FISIP UI
Evaluasi program pembangunan komunita..., Chandra Dis Pratomo, FISIP UI, 2014