UNIVERSITAS INDONESIA
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN MEREK KOLEKTIF DALAM MODEL ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP)
TESIS
SHANTI EKA MARTHANI NPM :0906497166
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI JAKARTA JANUARI 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
UNIVERSITAS INDONESIA
IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN MEREK KOLEKTIF DALAM MODEL ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP)
TESIS
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Hukum (M.H.)
SHANTI EKA MARTHANI NPM :0906497166
FAKULTAS HUKUM PROGRAM STUDI PASCASARJANA KEKHUSUSAN HUKUM EKONOMI JAKARTA JANUARI 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
KATA PENGANTAR/UCAPAN TERIMA KASIH
Assalammu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh,
Salam Sejahtera untuk kita semua,
Puji dan syukur tidak henti-hentinya penulis panjatkan kehadirat Allah SWT serta salam dan shalawat kepada Rasullah Muhammad SAW, karena atas bimbingan, izin, dan petunjuk-Nyalah penulis dapat menyelesaikan tesis ini dengan baik. Penulisan tesis ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk mencapai gelar Magister Hukum Program Kekhususan Hukum Ekonomi pada Fakutas Hukum Universitas Indonesia. Program Pascasarjana beserta penulisan tesis sebagai tugas akhir ini penulis jalani dengan proses panjang yang tidak terlepas dari hambatan, tantangan dan pengorbanan yang harus penulis atasi dengan semaksimal mungkin. Penulis menyadari akan banyaknya kekurangan yang dimiliki oleh penulis dalam menyelesaikan Program Pascasarjana dan penulisan tesis ini, serta berbagai permasalahan yang menerpa penulis sehingga mempengaruhi dalam proses penyelesaian tugas ini. Namun dengan banyaknya hambatan dan tantangan yang penulis hadapi, penulis selalu memperoleh bimbingan, masukan dan saran yang membangun serta semangat dukungan yang diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan tingkat Pascasarjana dan penulisan tugas akhir ini dengan baik. Penulis menyadari benar bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak, dari mulai awal masa perkuliahan sampai pada penyusunan tesis ini, akan sangat sulit bagi penulis untuk dapat meyelesaikan perkuliahan dan tesis ini. Dari semua pihak yang berperan dalam kemajuan penulis, penulis menyadari bahwa setiap hari yang penulis lalui adalah proses pendidikan yang dapat mematangkan penulis. Oleh karena itu dalam kesempatan yang baik ini, iv
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
perkenankanlah penulis dengan tulus ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. Ibu Dr. Cita Citrawinda, S.H., MIP sebagai pembimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini yang telah berkenan meluangkan waktu disela kesibukan Beliau untuk memberikan bimbingan dan memberikan masukkan, saran dan kritik kepada Penulis. Penulis merasa sangat terbantu dengan bimbingan yang diberikan oleh Beliau karena Penulis merasa telah diberikan arahan yang tepat oleh ahlinya. Tidak lupa Penulis mengucapkan terima kasih atas bantuan staf Beliau yang selalu dapat mengkoordinasikan dan menginforasikan jadwal bimbingan dengan baik. 2. Bapak/Ibu Dosen pengajar di lingkungan Pascasarjana Hukum Ekonomi, Fakultas Hukum Universitas Indonesia yang telah memberikan pembekalan semangat dan berbagi ilmu serta pengalaman yang sangat berharga bagi para mahasiswanya termasuk Penulis. Walaupun ditengah-tengah kesibukan berbagai kegiatan baik di dalam maupun di luar lingkungan kampus, Bapak/Ibu Dosen pengajar selalu dapat memberikan ilmu yang sangat bermanfaat bagi mahasiswanya. Penulis merasa bangga memperoleh bimbingan, arahan dan pengajaran dari para Dosen yang merupakan orangorang yang ahli dibidangnya. 3. Bapak Ronni Mohamad Guritno, SH dari Dekranasda DIY yang telah meluangkan waktunya memberikan banyak informasi kepada penulis selama penulis melakukan survey di Yogyakarta. Atas bantuan Beliau penulis mendapat kesempatan untuk mengenal lebih jauh kondisi kerajinan dan budaya di Yogyakarta, serta berkesempatan untuk bertemu dengan pengerajin. 4. Bapak Riyadi selaku pemilik Ragiel Handycraft yang telah berkenan meluangkan waktunya disela kesibukannya mengelola toko kerajinan dan mengajar pada workshop kerajinan batik kayu di Sentra Krebet, Bantul, Yogyakarta. 5. Bapak Soehartono, Bapak Prakoso dan Ibu Azizah dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah yang telah memberikan banyak informasi yang dibutuhkan oleh penulis terkait dengan topik penulisan tesis ini. Penulis sangat terbantu dengan koordinasi dari Dinas Perindustrian dan v
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, sehingga penulis dapat memperoleh informasi, khususnya mengenai penanganan HKI dan program One Village One Product (OVOP) selama penulis melakukan survey di Jawa Tengah. 6. Bapak H. Deddy Rosyidin selaku Ketua Koperasi Masyarakat Industri Rakyat Karya Bersama (KOPMIR KARSA) yang telah banyak memberikan informasi seputar produk Bandeng Kendal yang menjadi produk unggulan daerah Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Atas informasi yang berharga dari Beliau maka penulis dapat memperoleh pengetahuan baru yang akan lebih memperkaya penulis untuk melakukan penulisan karya ilmiah. 7. Para pimpinan dan peneliti di lingkungan Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan dimana secara tidak langsung telah memberikan banyak ilmu mengenai dunia penelitian kepada Penulis, sehingga Penulis dapat lebih percaya diri dalam penulisan tesis ini. 8. Pimpinan dan rekan-rekan pada Bagian Program dan Kerjasama, Sekretariat Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan dimana tempat penulis mengabdi dan banyak menimba ilmu mengenai proses penulisan suatu karya ilmiah, serta ilmu yang bermanfaat yang digunakan oleh para peneliti. Penulis sangat bersyukur ditempatkan di Bagian yang apat memberikan banyak masukkan dan pembelajaran kepada penulis tentang bagaimana menyusun suatu karya ilmiah sehingga penulis memperoleh rasa percaya diri dalam melakukan penulisan tesis ini. Walaupun latar belakang keilmuan penulis berbeda dengan Pimpinan dan rekan-rekan di Bagian Program dan Kerjasama yang semuanya berlatar belakang ilmu ekonomi, namun dengan kerjasama yang baik serta komunikasi dan bimbingan yang diperoleh penulis, semua itu tidak menjadi masalah, bahkan menjadi pelengkap bagi penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Penulis juga tidak lupa mengucapkan banyak terima kasih kepada Bapak Suharno, dimana saat Beliau masih menjabat sebagai Kepala Bagian Program dan Kerjasama telah memberikan ijin dan doa kepada Penulis untuk dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. vi
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
9. Para staf administrasi dan perpustakaan di Sekretariat Program Pascasarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia di Salemba yang selalu memberikan layanan dengan ramah dan sangat berharga, serta memberikan segala informasi yang dibutuhkan para mahasiswa. 10. Orang tua dan keluarga yang telah memberikan segalanya baik berupa doa, semangat, dan dorongan setiap saat tanpa pernah berhenti. Terutama kepada Papa dan Mama yang selalu memberikan semangat dan doa agar jangan pernah kendur semangat berjuang menghadapi hambatan dan tantangan dalam menyelesaikan kuliah dan tesis ini, sehingga penulis bertekad untuk dapat menyelesaikan pendidikan formal ini. 11. Sahabat dan teman-teman sesama mahasiswa Program S2 Hukum Ekonomi (Magister Hukum Ekonomi Kelas Sore) Fakultas Hukum Universitas Indonesia Angkatan Tahun 2009. Terima kasih atas kebersamaan dan waktu yang telah kita jalani bersama dari mulai awal masuk masa perkuliahan sampai sekarang, terima kasih atas dorongan moril, masukan, dan kritikan yang pernah diberikan kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung yang merupakan salah satu bahan pembelajaran bagi penulis untuk terus memperbaiki diri ke arah yang lebih baik. Masih banyak pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu. Namun dengan tulus penulis berterima kasih dan berharap Allah SWT berkenan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung. Semoga tesis ini membawa manfaat bagi pengembangan ilmu serta bagi para pihak yang membutuhkan.
Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Jakarta,
Januari 2013
Penulis, Shanti Eka Marthani
vii
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
ABSTRAK Nama Program Studi Judul Tesis
: Shanti Eka Marthani : Magister Hukum Ekonomi : Implementasi Perlindungan Merek Kolektif Dalam Model One Village One Product (OVOP)
One Village One Product (OVOP) merupakan program unggulan yang digagas oleh Pemerintah Jepang sebagai proyek untuk memajukan perekonomian suatu desa dengan menonjolkan produk lokalnya yang khas. Program ini sudah banyak diadopsi oleh beberapa negara dengan tujuan yang sama, termasuk Indonesia. Pengembangan program OVOP di Indonesia tidak terlepas dari peranan Hak Kekayaan Intelektual. Pengembangan program OVOP difokuskan bagi para pelaku usaha dalam skala kecil dan menengah (UKM) yang banyak tersebar di Indonesia, dimana mereka perlu memperoleh perlindungan hukum terkait HKI, terutama dalam hal penggunaan merek sebagai identitas produknya. Namun temuan di lapangan mengindikasikan bahwa masih banyaknya kendala yang dihadapi UKM dalam pendaftaran merek, dengan demikian UKM perlu disosialisasikan mengenai penggunaan merek kolektif sebagai salah satu jalan keluar permasalahan. Kata kunci: One Village One Product (OVOP), Merek Kolektif, Pengembangan UKM, Perlindungan hukum terhadap merek
ix Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
ABSTRACT Name Study Program Title
: Shanti Eka Marthani : Magister in Economic Law : Implementation of the Collective Brand Protection in One VillageOne Product (OVOP) Model
One Village One Product (OVOP) is a flagship program, initiated by the Government of Japan, as a project to promote the economy of a village with a distinctive feature local products. This program has been widely adopted by several countries with the same purpose, including Indonesia. Development of OVOP program in Indonesia cannot be separated from the role of Intellectual Property Rights. OVOP program development focused for business on small and medium scale enterprises (SMEs) throughoutIndonesia, where they need to obtain IPR-related legal protections, especially in terms of the use of the brand identity products. However, findings from the reak activities indicate that there are still many obstacles faced by SMEs in the registration of the brand, so SMEs need to be disseminated on the use of collective brand as one way out of the problem. Key Words: One Village One Product (OVOP), Collective Brands, SMEs Development, BrandProtection
x Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................................ PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................................. LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. KATA PENGANTAR ..................................................................................... LEMBAR PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ........................ ABSTRAK ....................................................................................................... DAFTAR ISI .................................................................................................... DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... DAFTAR TABEL ............................................................................................ 1. PENDAHULUAN ................................................................................... 1.1.Latar Belakang .................................................................................... 1.2.Perumusan Masalah ............................................................................. 1.3.Tujuan Penelitian ................................................................................. 1.4.Kegunaan Penelitian ............................................................................ 1.5.Kerangka Teori .................................................................................... 1.5.1. Replikasi OVOP di Indonesia .................................................. 1.5.2. Prinsip Keadilan Ekonomi ........................................................ 1.6.Kerangka Konseptual ........................................................................... 1.6.1. Gambaran Umum Tentang OVOP ........................................... 1.6.2. Gambaran Umum Penerapan OVOP Indonesia ....................... 1.6.3. Gambaran Umum Mengenai Merek ......................................... 1.6.4. Gambaran Umum Mengenai UKM .......................................... 1.7.Metode Penelitian ................................................................................ 1.7.1. Metode Pendekatan .................................................................. 1.7.2. Tipe penelitian .......................................................................... 1.7.3. Sifat Penelitian ......................................................................... 1.7.4. Metode Pengumpulan Data ...................................................... 1.7.5. Cara dan alat pengumpulan Data ............................................. 1.7.6. Analisis Data ............................................................................ 1.7.7. Metode Pendekatan atas obyek pengenal ................................. 1.7.8. Metode yang digunakan dalam mengambil kesimpulan .......... 1.8.Sistematika Penulisan ..........................................................................
i ii iii iv viii ix xi xiv xv 1 1 14 15 16 16 16 17 22 22 23 24 27 30 31 31 32 32 33 33 33 34 34
2. GAMBARAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PENGATURAN MEREK MENURUT UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK ...................................................................... 2.1.Gambaran Umum Hak Kekayaan Intelektual ...................................... 2.1.1. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual ........................................... 2.1.2. Pembagian Hak Kekayaan Intelektual ...................................... 2.1.3. Ruang Lingkup dan Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual ....... 2.1.4. Prinsip Hak Kekayaan Intelektual ............................................ 2.1.5. Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual ...................................
36 36 36 44 46 47 50 xi
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
2.1.6. Pengalihan Hak Kekayaan Intelektual ...................................... 2.2.Hak Merek ........................................................................................... 2.2.1. Sejarah Hak Merek ................................................................... 2.2.2. Ruang Lingkup dan Sifat Hak Merek ....................................... 2.2.3. Pembagian Jenis Hak Merek .................................................... 2.2.4. Fungsi Hak Merek .................................................................... 2.3.Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Penerapan Merek ................... 2.3.1. Perkembangan Penerapan Indikasi Geografis .......................... 2.3.2. Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Merek dan Program One Village One Product (OVOP) ...........................................
51 52 52 55 57 58 64 64
3. MEREK KOLEKTIF DALAM PRODUK UKM ................................ 3.1.Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia ............................................. 3.1.1. Gambaran Umum UKM ........................................................... 3.1.2. Upaya dalam rangka Pengembangan UKM ............................. 3.1.3. Permasalahan yang Dihadapi UKM ......................................... 3.2.Merek Kolektif ..................................................................................... 3.2.1. Gambaran Umum Merek Kolektif dan Peranannya Bagi UKM ......................................................................................... 3.2.2. Dasar Hukum dan Perlindungan Hukum terhadap Merek Kolektif Bagi UKM ..................................................................
73 73 73 78 79 86
4. IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENERAPAN MEREK KOLEKTIF OLEH UKM SEBAGAI PENUNJANG PROGRAM ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP) .................................................................................................... 4.1.Program One Village One Product (OVOP) ....................................... 4.1.1. Sejarah Pembentukan Program OVOP .................................... 4.1.2. Perkembangan Program One Village One Product (OVOP) di Beberapa Negara Asia .............................................................. 4.1.2.1. Jepang .......................................................................... 4.1.2.2. Thailand ....................................................................... 4.1.2.3. Kamboja ....................................................................... 4.1.3. Perkembangan dan Pemanfaatan Program One Village One Product (OVOP) di Indonesia .................................................. 4.1.4. Sasaran GerakanOVOP ............................................................ 4.2.Merek Kolektif Sebagai Sarana Pengembangan Produk UKM dalam Program One Village One Product (OVOP) ........................................ 4.2.1. Penerapan dan Upaya Perlindungan Hukum terhadap Merek Kolektif pada Produk UKM ...................................................... 4.2.1.1. Perkembangan HKI dan program One Village One Product di PropinsiJawaTengah ................................... 4.2.1.2. Produk Kerajinan Kayu di Yogyakarta ........................
68
86 89
91 91 91 92 93 98 102 108 111 112 112 115 120 xii
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
4.2.1.3.Produk Bandeng Tanpa Duri di Kabupaten Kendal, JawaTengah .................................................................. 123 4.2.1.4. Produk Minuman Bir Pletok di Jakarta Barat .............. 127 4.2.2. Hubungan Merek Kolektif dengan Indikasi Geografis sebagai Bagian dari Program One Village One Product, Studi Kasus: Kopi Pelaga, Bali ...................................................................... 129
5. PENUTUP ................................................................................................ 5.1.Kesimpulan .......................................................................................... 5.2.Saran ....................................................................................................
139 139 141
DAFTAR REFERENSI ................................................................................. LAMPIRAN
143
xiii Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1. Gambar 3.1. Gambar 3.2. Gambar 3.3.
Penerapan Indikasi Geografis dan Merek dalam Kemasan Produk Kopi ......................................................................... Alur Penjualan Langsung ..................................................... Alur dengan Metode Membuka Outlet ................................ Kombinasi Pemasaran Produk UKM Melalui Perantara ..............................................................................
72 81 82 83
xiv Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1. Tabel 2.1. Tabel 3.1. Tabel 3.2. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.4.
Kriteria UKM di Indonesia ....................................................... 30 Perbedaan Antara Merek dengan Indikasi Geografis ............... 71 Peranan UKM dalam Perekonomian ........................................ 74 Kekuatan dan Kelemahan UKM ............................................... 85 Definisi UKM di Thailand ........................................................ 99 Pembagian UKM di Kamboja .................................................. 103 Perkembangan OVOP di Beberapa Negara Asia ...................... 107 Pembagian Kopi Spesial Indonesia .......................................... 134
xv Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang HKI merupakan hak yang berasal dari karya, karsa, dan daya cipta kemampuan intelektualitas manusia yang memiliki manfaat serta berguna dalam menunjang kehidupan manusia dan mempunyai nilai ekonomi. Bentuk nyata dari hasil karya, karsa, dan daya cipta intelektualitas manusia tersebut dapat berupa ilmu pengetahuan, teknologi, seni dan sastra. Dalam kasanah ilmu pengetahuan, intelektual manusia diartikan sebagai kekayaan intelektual yang dapat dimiliki oleh pribadi manusia sebagai hak. Dengan kata lain bahwa hak kekayaan intelektual secara sederhana merupakan kekayaan yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia. Karya-karya yang timbul atau lahir dari kemampuan intelektual manusia dapat berupa karya-karya di bidang teknologi, ilmu pengetahuan, seni dan sastra. Hal tersebut yang membedakan kekayaan intelektual dengan jenis kekayaan lain yang juga dapat dimiliki oleh manusia tetapi tidak dihasilkan oleh intelektualitas manusia. Merujuk pada pengertian HKI, maka sifat dari Hak Kekayaan Intelektual adalah : (1) mempunyai jangka waktu terbatas, artinya setelah habis masa perlindungan inovasinya, maka ada yang dapat diperpanjang (Hak merek), tetapi ada juga setelah habis masa perlindungannya menjadi milik umum (Hak Paten), (2) bersifat eksklusif dan mutlak, maksudnya hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun, dan si pemilik mempunyai hak monopoli yaitu penemu dapat mempergunakan haknya dengan melarang siapapun tanpa persetujuannya membuat ciptaan ataupun menggunakan teknologi yang dimilikinya, dan (3) bersifat hak mutlak yang bukan kebendaan. Sedangkan tujuan perlindungan kekayaan intelektual melalui HKI secara umum meliputi: Pertama, Memberi kejelasan hukum mengenai hubungan antara kekayaan dengan inventor, pencipta, desainer, pemilik, 1 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
2
pemakai, perantara yang menggunakannya, wilayah kerja pemanfaatannya dan yang menerima akibat pemanfaatan HKI untuk jangka waktu tertentu; Kedua, Memberikan penghargaan atas suatu keberhasilan dari usaha atau upaya menciptakan suatu karya intelektual; Ketiga, Mempromosikan publikasi invensi atau ciptaan dalam bentuk dokumen HKI yang terbuka bagi masyarakat; Keempat, Merangsang terciptanya upaya alih informasi melalui kekayaan intelektual serta alih teknologi melalui paten; Kelima, Memberikan perlindungan terhadap kemungkinan ditiru karena adanya jaminan dari negara kepada yang berhak. Hukum Islam juga mengatur mengenai masalah HKI. Hak Milik Intelektual (HKI) sendiri terkait dengan benda dan milik. Menurut Fikih Islam, benda adalah segala seuatu yang mungkin dimiliki seseorang dan dapat diambil manfaatnya. 1 Sedangkan pengertian miliki menurut Fikih Islam adalah penguasaan terhadap sesuatu, yang penguasaannya dapat dilakukan sendiri tindakan-tindakan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syara’.2 Salah satu sisi HKI yang tidak dapat dielakan terutama dewasa ini adalah semakin eratnya kaitan dan pengaruh HKI dalam perdagangan internasional. HKI menjadi semakin penting mengingat perannya yang begitu besar bagi kehidupan industri dan perdagangan internasional. Dengan alasan apapun, pemilik HKI telah semakin menyadari dan memahami tentang arti peran dan pentingnya perlindungan HKI sebagai aset dan komoditi yang diperdagangkan.3 Dewasa ini kegiatan negara di bidang perdagangan internasional diatur sekumpulan peraturan internasional yang cukup rumit, yang ketentuan-ketentuan pokoknya termuat dalam General Agreement On Tariffs and Trade (GATT) yang ditandatangani negara-negara pada tahun 1947. Disepakatinya GATT didasarkan pada pertimbangan bahwa 1
KH. Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam), Edisi Revisi, UII Press, Yogyakarta, 2000, hal. 41. 2 Ibid, hal. 45 3 Cita Citrawinda Priapantja, Hak Kekayaan Intelektual, Tantangan Masa Depan, Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta, 2003, hal. 3. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
3
hubungan antar negara di bidang perdagangan dan ekonomi harus dijalankan dengan sasaran untuk meningkatkan standar hidup, menjamin lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan dan pemenuhan kebutuhan, pemanfaatan sumber-sumber daya dunia sepenuhnya, serta memperluas produksi serta pertukaran barang.4 Dalam era globalisasi maka suatu perjanjian yang dibuat oleh para pelaku usaha pasti memuat ketentuan tentang tarif dan perdagangan. Dalam perkembangannya ternyata melebar pada hal-hal yang mencakup aspek dagang dibidang Hak Kekayaan Intelektual (HKI). HKI ini sangat ditekankan pada perdagangan bebas karena mempunyai aspek strategis baik dari sisi pelaku usaha maupun dari sisi negara.5 Tujuan sesungguhnya dari HKI adalah memberi perlindungan bagi perusahaan-perusahaan pemilik HKI terhadap perusahaan-perusahaan pesaing yang akan menjual langsung produk-produk atau jasa sebagai persaingan.6 Undang-Undang no. 15 Tahun 2001 tentang Merek pada Pasal 1 memberikan penjelasan bahwa merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Berdasarkan ketentuan tersebut, fungsi merek adalah untuk membedakan barang atau jasa produksi perusahaan lain yang sejenis. Dari sisi produsen, merek digunakan sebagai jaminan nilai hasil produksinya, khususnya mengenai kualitas kemudian pemakainya. Dari segi pedagang, merek digunakan untuk promosi barangbarang dagangannya guna mencari dan meluaskan pasar. Dari sisi konsumen, merek diperlukan untuk melakukan pilihan barang yang akan
4
Hata, Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO, Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum, Refika Aditama, Bandung, 2006, hal. 1-2. 5 Dhaniswara K. Harjono, Aspek Hukum Dalam Bisnis, Pusat Pengembangan Hukum dan Bisnis (PPHBI), Jakarta, 2009, hal. 113. 6 Cita Citrawinda Priapantja, Op cit, hal. 3. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
4
dibeli. Bahkan terkadang penggunaan merek tertentu bagi seorang konsumen dapat menimbulkan image tertentu pula.7 Merek atau brand merupakan identitas yang melekat pada suatu produk atau jasa. Dengan memiliki merek atau brand, masyarakat dapat lebih mudah untuk mengenali suatu produk atau jasa. Indonesia memiliki banyak merek yang tidak hanya mampu bersaing di dalam negeri tetapi juga di luar negeri, sebagai contoh adalah merek Indomie untuk makanan olahan atau merek PAC untuk jenis kosmetika. Penggunaan suatu merek tidak hanya sebatas logo atau nama, tetapi memiliki kesan yang tercipta dan dapat dengan mudah terus diingat oleh orang lain sebagai konsumen. Produsen suatu produk yang terdapat di Indonesia tidak hanya sebatas perusahaan-perusahaan besar semata. Banyak perusahaan kecil atau UMKM yang juga mengeluarkan merek atau brand-nya sendiri. Krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1997 membawa dampak yang kurang menguntungkan bagi perekonomian Indonesia. Untuk mengatasi hal tersebut, pemerintah mengoptimalisasikan pasar domestik dengan memanfaatkan potensi sumber daya lokal.8 Potensi sumber
daya
lokal
yang
dimaksud
diantaranya
adalah
dengan
pengembangan merek lokal yang telah ada di wilayah tersebut. Pengembangan merek tersebut diharapkan mampu memberikan peluang peningkatan perekonomian. Beberapa wilayah di Indonesia telah mampu menghasilkan suatu produk dengan merek yang memiliki daya saing di pasar domestik. Produk-produk tersebut diberi merek yang menjadi ciri khas wilayah tersebut, sebagai contoh adalah produk Bakpia Pathuk untuk kategori makanan olahan atau Rokok Kretek Sukun untuk produk olahan tembakau.
7
Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy dan Nurjihad, Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I, Pusat Studi Hukum UII Yogyakarta Bekerjasama dengan Yayasan Klinik HAKI Jakarta, Juni, 2000, hal. 114-115. 8 Lahirnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah Daerah yang telah direvisi menjadi Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 memberikan kewenangan yang seluas-luasnya kepada daerah dalam mengurus aktivitasnya termasuk aktivitas ekonomi dan pembangunan untuk kesejahteraan rakyat di daerah yang bersangkutan. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
5
Perlindungan hukum merek yang diberikan baik kepada merek asing atau lokal, terkenal atau tidak terkenal hanya diberikan kepada merek terdaftar. Perlindungan hukum tersebut dapat berupa perlindungan yng bersifat preventif maupun represif. Perlindungan hukum yang bersifat preventif dilakukan melalui pendaftaran merek. Sedangkan perlindungan hukum yang bersifat represif dilakukan jika terjadi pelanggaran merek melalui gugatan perdata dan atau tuntutan pidana.9 Salah satu alternatif perlindungan merek adalah dengan merek kolektif. Pelaksanaan penggunaan merek kolektif semakin berkembang seiring perubahan jaman serta memasuki era perdagangan bebas. Merek lokal banyak tersaingi dengan merek yang sudah terkenal, hal ini yang menyebabkan merek lokal, khususnya yang dimiliki oleh UKM, sulit untuk bersaing. Terinspirasi dari model OVOP (One Village One Product) 10 dimana satu desa atau kawasan tertentu berkonsentrasi pada satu produk yang dapat dikerjakan dengan baik untuk dipasarkan ke luar negeri,
maka
tujuan
untuk
peningkatan
perekonomian
melalui
pengembangan merek akan dapat terwujud. OVOP ini awalnya dimulai di Oita, Jepang. Tujuan dari kampanye ini adalah untuk, memperbaiki / menyempurnakan sumber daya lokal yang tersedia dan memproduksi barang yang dapat diterima secara internasional. Terinspirasi oleh ide ini, pemerintah Thailand telah mempromosikan industri lokal melalui pembuatan produk khusus dan menarik berdasarkan tradisi asli masyarakat lokal Thailand yang berlimpah, budaya dan alamnya. Kampanye ini disebut, One Tambon One Product (OTOP) karena target daerah adalah unit administrasi yang disebut, Tambon, (setara dengan desa atau kota).11 Perlunya menghidupkan semangat kegiatan ekonomi di pedesaan yang sesuai dengan skala dan ukuran pedesaan tersebut dan mengurangi rasa ketergantungan masyarakat desa terhadap pemerintah sehingga dapat 9
Insan Budi Maulana, Ridwan Khairandy dan Nurjihad, Op.cit., Hal. 115-116 Diprakarsai oleh Mr. Hisamatsu, Gubernur Oita di tahun 1979. Kesuksesan dari gerakan ini tidak hanya bergantung pada kreativitas dan semangat menghadapi tantangan dari warga setempat dan UKM di wilayah tersebut, tapi juga bergantung pada efektifitas dorongan yang diberikan oleh pemerintah, institusi terkait, asosiasi perekonomian dan perbankan di wilayah tersebut. 11 http://www.thai-otop-city.com/background.asp Universitas Indonesia 10
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
6
menciptakan inisiatif dan semangat revitalisasi dalam masyarakat tersebut. Pemerintah sudah mulai menginisiasi OVOP di daerah untuk menjawab tantangan di atas. Salah satu cara untuk dapat meningkatkan daya saing produk dalam
negeri
melalui
pengembangan
merek
adalah
dengan
mengembangkan merek lokal dan kemasan produk yang memenuhi standar kualitas yang baik. Terinspirasi oleh model OVOP dan kisah sukses OTOP (One Tambon One Product) di Thailand, model Sakasame direkomendasikan untuk mengembangkan merek lokal produk Indonesia. Hal ini dikarenakan bahwa sebuah pengembangan merek lokal dan desain kemasan yang baik membutuhkan biaya yang tidak sedikit, oleh karena dapat diupayakan penciptaan merek kolektif dengan menggunakan model SAKASAME (Satu Kampung Satu Merek). OVOP pertama kali diperkenalkan di Jepang dan hingga kini telah banyak diadopsi oleh banyak negara. Penggunaan OVOP di Indonesia dimungkinkan karena telah banyak daerah atau wilayah di Indonesia yang memiliki potensi usaha UKM yang telah memiliki merek kolektif namun belum didaftarkan sehingga belum memperoleh sertifikasi dan pengakuan secara sah menurut hukum mengenai penggunaan merek kolektif tersebut. OVOP memiliki 3 (tiga) prinsip dasar yang mendukung pengembangan berbasis kewilayahan, yaitu: (1) Berpikir Global, laksanakan/implementasi secara Lokal, dengan mengangkat keunikan lokal; (2) Usaha mandiri dengan inisiatif dan kreativitas masyarakat setempat sehingga harus berdasar kepada pemberdayaan; (3) Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM), dimana SDM sebagai sentral dari penciptaan kreatifitas sehingga harus kemampuannya harus terus ditingkatkan. Beberapa peraturan yang terkait dengan model OVOP di Indonesia dapat ditelaah dalam: Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 78/MIND/PER/9/2007 dimana dengan Peraturan Menteri tersebut, Kementerian Perindustrian melakukan koordinasi dalam pengembangan OVOP di Indonesia. Kemudian di dalam Undang-Undang No.15 Tahun 2001 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
7
Tentang Merek yang dapat dijadikan acuan dalam pemberian Merek. Desain kemasan yang kurang baik dan ketiadaan merek yang memiliki nilai seringkali menjadi penyebab rendahnya daya saing produk-produk UMKM yang umumnya berada di wilayah pedesaan. Dalam Amanat Inpres No.6 Tahun 2009 dimana Ekonomi Kreatif dapat mensinergikan konsep OVOP dan merek kolektif, salah satu rencana aksi pengembangan Industri Kreatif adalah melalui pensinergian OVOP dengan SAKASAME antara lain dengan melakukan diversifikasi produk melalui riset dan pengembangan yang intensif, perbaikan desain kemasan dan penciptaan merek, sampai pada upaya pencitraan produk secara komprehensif. Dalam implementasi model ini, suatu daerah dapat distimulasi untuk mengembangkan satu merek bersama (merek kolektif yang dimungkinkan oleh UU Merek No. 15 tahun 2001). 12 Merek tersebut diciptakan, didaftarkan, dikembangkan, dan dikelola oleh suatu lembaga di daerah. Setiap UKM dimungkinkan meminta izin dari pemegang merek untuk menggunakan merek kolektif tersebut. Sebagai imbalannya, UKM dikenakan biaya bersama untuk membiayai manajemen merek. Biaya tersebut harus cukup terjangkau dan tidak terlalu membebankan para pelaku usaha. Solusi ini bisa memecahkan masalah mahalnya biaya pengembangan merek. Dengan satu merek kolektif, biaya pengembangan merek tersebut dapat dibagi sehingga lebih terjangkau oleh para pelaku bisnis di daerah. Model ini butuh pengelolaan secara hati-hati salah satunya dengan memberikan pengawasan mutu yang ketat terhadap produk yang dikeluarkan dengan merek kolektif tersebut, agar tidak muncul produk yang kualitasnya dibawah standar. Apabila hal ini terjadi, terdapat risiko bahwa produk-produk lain yang dikembangkan dengan merek kolektif tersebut akan tidak dipercaya oleh konsumen. Model ini dapat digunakan selain untuk mengembangkan produk dalam negeri, juga untuk 12
Merek Kolektif menurut Undang-Undang Merek Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 1 nomor 4 adalah “Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya”. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
8
meningkatkan kapasitas dan menggali kreatifitas suatu daerah untuk meningkatkan perekonomiannya. Dengan demikian, diharapkan suatu setiap daerah dapat meningkatkan potensinya untuk membangun perekonomiannya. Undang-Undang Merek telah mengatur mengenai merek kolektif. Dalam kaitannya dengan model OVOP atau Sakasame tersebut, penggunaan merek kolektif dinilai mampu untuk memperbaiki aspek perekonomian dan menciptakan produk yang berdaya saing. Merek kolektif sendiri diatur dalam Pasal 50 sampai dengan Pasal 55 UndangUndang Merek. Dalam Undang-Undang Merek juga diatur mengenai indikasi geografis yang identik dengan penggunaan merek kolektif. Indikasi geografis dalam merek kolektif terutama terkait dengan model OVOP atau Sakasame merupapakan faktor pengenal bagi merek tersebut. Apa yang terjadi dalam masyarakat khususnya yang terjadi pada UKM, penggunaan merek kolektif masih menemukan kendala. Di era perdagangan global serta pasar bebas, merek diakui memegang peranan penting yang memerlukan suatu sistem pengaturan yang memadai. Kebutuhan akan adanya perlindungan hukum terhadap merek semakin meningkat dan berkembang pesat seiring dengan banyaknya duplikasi atau bentuk peniruan terhadap suatu merek. Salah satu bentuk dari pelaksanaan OVOP yang diterapkan melalui Sakasame adalah seperti yang dilakukan oleh Koperasi Masyarakat Industri Rakyat (selanjutnya disebut KOPMIR) di Desa Jambearum, Kecamatan Patebon, Kendal. KOPMIR ini bergerak dalam industri makanan olahan berbahan dasar ikan bandeng, baik makanan beku dan kering yang siap masak maupun makanan jadi yang siap makan. KOPMIR tersebut telah menggunakan suatu merek kolektif untuk identitas produk yang dihasilkan. Merek kolektif dimaksud adalah merek ”Bandeng Kendal Bandeng Tanpa Duri”. Merek kolektif ini digunakan untuk memasarkan hasil olahan ikan bandeng yang dibuat oleh warga Desa Jambearum. Adanya merek Bandeng Kendal tersebut sebagai bukti bahwa penggunaan Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
9
merek kolektif pada UKM telah berjalan. Indikasi geografis yang ditampilkan pada merek Bandeng Kendal mencerminkan adanya indikasi pelaksanaan model OVOP untuk merek Bandeng Kendal tersebut. Dengan demikian OVOP atau Sakasame memiliki pemahaman dalam : 1. Satu Desa Satu Produk Dijabarkan sebagai Satu : Satu daerah memiliki minimal satu produk unik. Satu produk dapat dikembangkan dua atau lebih daerah. Desa : merepresentasikan
wilayah,
sehingga
bisa
mewakili
desa/
kecamatan/kabupaten/ provinsi; tidak terbatas pada wilayah, namun dapat merepresentasikan komunitas (One community one product), Produk : Produk dapat meliputi produk tangible, dan juga intangible (pariwisata, seni). 2. Model Bisnis Usaha atau model bisnis OVOP di berbagai negara, dapat berbentuk : Usaha Komunitas, Usaha Individu, Koperasi, Asosiasi. 3. Kemandirian dan Kelokalan Pemanfaatan potensi kelokalan merupakan konsep umum yang diterima semua Negara. Sumberdaya lokal : Ketersediaan bahan baku di suatu wilayah merupakan aspek kemandirian utama. Keahlian Lokal : Bahan baku bisa tidak tersedia, tetapi keahlian penduduk di atas rata-rata wilayah lain. Budaya Lokal : Tradisi, seni, sejarah, lokasi, juga dapat menjadi sumber kemandirian usaha OVOP. 4. Penggerak Utama Key Leader : Keberadaan key leader merupakan kunci sukses pengembangan OVOP, baik tingkat nasional (OVOP Thailand), tingkat
daerah
Komunitas:
(OVOP
Komunitas
Jepang),
maupun
merupakan
tingkat
penggerak
komunitas.
utama
dalam
implementasi OVOP. Komunitas dapat berupa bentukan pemerintah, atau atas inisiatif masyarakat.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
10
Pengembangan OVOP tidak terlepas dari pengembangan industri kreatif yang juga telah dicanangkan oleh Pemerintah. Posisi strategis ekonomi kreatif dan industri kreatif dalam pembangunan nasional semakin disadari oleh berbagai pihak. Berbagai aktivitas kreatif digulirkan di berbagai tempat, baik oleh pemerintah, dunia bisnis maupun oleh kaum intelektual. Publikasi di media massa dan di dunia maya semakin intensif. Komunitas-komunitas semakin tumbuh dan mulai saling terhubung. Kotakota dan daerah semakin antusias untuk menjadi kota/daerah kreatif. Prestasi-prestasi prestisius terus diraih oleh para pelaku-pelaku kreatif. Kondisi-kondisi di atas merupakan sebagian dari indikasi-indikasi perkembangan ekonomi kreatif Indonesia. Kondisi-kondisi ini sangat penting untuk dipetakan atau didokumentasikan, selain untuk memberikan pemahaman mengenai pentingnya industri kreatif, juga untuk dapat menjadi lebih baik dalam dalam mengevaluasi kegiatan yang sudah dilaksanakan dan dalam penyusunan langkah-langkah pengembangan selanjutnya.13 Industri Kreatif sendiri dipetakan menjadi 14 (empat belas) subsektor. Pemetaan tersebut berdasarkan pada studi pemetaan industri kreatif yang dilakukan oleh DCMS Inggris, yang disesuikan dengan KBLI (Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia) tahun 2005. Ke-14 subsektor tersebut adalah:14 1. Periklanan 2. Arsitektur 3. Pasar dan barang seni 4. Kerajinan 5. Desain 6. Fesyen 7. Film, Video, Fotografi 8. Permainan Interaktif 9. Musik 10. Seni Pertunjukan 13 14
Studi Industri Kreatif Indonesia 2009, Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Hal. 9. Ibid, Hal. 11. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
11
11. Penerbitan dan Percetakan 12. Layanan Komputer dan Piranti Lunak 13. Televisi dan Radio 14. Riset dan Pengembangan Pengembangan Industri Kreatif sendiri tidak terlepas pada amanat Instruksi Presiden no. 6 Tahun 2009 mengenai pengembangan Industri Kreatif. Sebagai bentuk dukungan Pemerintah yang lebih nyata terhadap pengembangan Industri Kreatif, Presiden Indonesia telah mengeluarkan Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2009, kepada 28 instansi pemerintah pusat dan daerah. Presiden menginstruksikan agar seluruh instansi yang disebutkan untuk mendukung kebijakan Pengembangan Ekonomi Kreatif tahun 2009-2015, yakni pengembangan kegiatan ekonomi berdasarkan pada kreativitas, keterampilan, dan bakat individu untuk menciptakan daya kreasi dan daya cipta individu yang bernilai ekonomis dan berpengaruh pada kesejahteraan masyarakat Indonesia, dengan sasaran, arah, dan strategi.15 Dunia kini tengah memasuki era industri gelombang keempat, yaitu industri ekonomi kreatif (creative economic industry), usaha industri ekonomi kreatif diprediksi akan menjadi industri masa depan sebagai fourth wave industry (industri gelombang keempat), yang menekankan pada gagasan dan ide kreatif, hal ini bukan tanpa alasan, mengingat industri ekonomi kreatif telah mampu mengikat pasar dunia dengan jutaan kreativitas dan persepsi yang dapat dijual secara global. Ekonomi Kreatif merupakan sebuah konsep ekonomi di era ekonomi baru yang mengintensifkan informasi dan kreativitas dengan mengandalkan ide dan stock of knowledge dari Sumber Daya Manusia (SDM) sebagai faktor produksi utama dalam kegiatan ekonominya. Mengingat peran ekonomi kreatif yang semakin meningkat bagi perekonomian suatu wilayah, utamanya terhadap pengembangan ekonomi berbasis UMKM, maka tidaklah berlebihan bila semakin banyak kota yang menjadikan ekonomi
15
Ibid, Hal. 28-29. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
12
kreatif sebagai ujung tombak dan katalisator pengembangan ekonomi daerahnya.16 Pemilihan strategi kebijakan mengembangkan ekonomi kreatif di tengah pelambatan pertumbuhan ekonomi global, ini bukan tanpa alasan, kontribusi sektor ekonomi kreatif terus meningkat dalam beberapa tahun terakhir, di mana pada 2010 mencapai Rp 472,8 triliun dan mampu menyerap 11,49 tenaga kerja dan pada 2011 naik menjadi Rp 526 triliun dengan serapan 11,51 juta tenaga kerja.Tahun ini angka itu ditargetkan terdongkrak menjadi Rp 573,4 triliun dengan serapan 11,57 juta tenaga kerja. Pengembangan ekonomi kreatif akan sangat berperan dalam mengembangkan job creation, mengingat besarnya potensi ekonomi kreatif yang dimiliki Indonesia, dengan lebih dari 300 suku bangsa. Dari sisi demografi penduduk usia muda yang mencapai 43% menjadi modal plus yang kita miliki, karena kreatifitas sangat dekat dengan kaum muda. Pengembangan ekonomi kreatif juga akan berdampak langsung bagi masyarakat kalangan menengah ke bawah, mengingat sektor ekonomi kreatif, sebagian besar digerakkan oleh pelaku UMKM dan sangat potensial menjadi kekuatan dashyat untuk mendorong Indonesia menjadi negara maju, oleh karena itu menjadi jelaslah bahwa ekonomi kreatif perlu dijadikan
sebagai
perkembangannya.
salah
satu
sektor
yang
harus
didorong
17
Ekonomi Kreatif adalah sebuah konsep yang bersifat “komposit” atau gabungan dari berbagai sektor kegiatan. Fenomena tersebut berbeda dengan sektor kegiatan lain yang relatif dapat “berdiri sendiri” seperti sektor transportasi. Pernyataan ini mengandung konsekuensi dalam hal kewenangan dalam pembuatan dan implementasi kebijakan. Institusi di sektor transportasi akan lebih menetapkan dan menerapkannya karena memiliki ruang lingkup pengaturan yang jelas, seperti: kendaraan bermotor (laut, darat dan udara), industri otomotif, standar kelayakan 16
Eddy Cahyono Sugiarto, Ekonomi Kreatif, http://www.setkab.go.id/artikel-6693-ekonomikreatif.html, diunduh 12 Januari 2012. 17 Eddy Cahyono Sugiarto, Ibid. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
13
operasi kendaraan bermotor dan sebagainya. Keberhasilan pembangunan Ekonomi Kreatif sangat bergantung kepada tingkat kesuksesan koordinasi lintas sektor. Kegagalan koordinasi berarti pemborosan kebijakan yang telah disusun dan ditetapkan. Karakteristik tersebut tidak banyak berbeda dengan sektor Pariwisata.18 Penggerak ekonomi kreatif sendiri adalah hasil dari peran sertai sektor industri, sehingga sektor industri tersebut dikategorikan sebagai industri kreatif. Krisis global yang melanda Amerika Serikat dan Eropa tidak membuat pasar industri kreatif Indonesia semakin menurun, karena itu pelaku usaha memaksimalkan potensi pasar dalam negeri. Industri kreatif di dalam negeri terbukti tahan terhadap krisis dan tidak tergantung pada pembiayaan yang bersumber pada luar negeri. Selain itu, industri kreatif memiliki target pasar nasional yang besar dengan potensi jumlah penduduk Indonesia. Industri kreatif memiliki target pasar nasional yang besar dengan potensi jumlah penduduk Indonesia. Pemerintah mengupayakan pemberian insentif fiskal dan non fiskal, selain juga pengupayan kemudahaan memperoleh bahan baku bagi industri kreatif. Saat ini, banyak pelaku industri kreatif, seperti kerajinan, kesulitan bahan baku. Kendala ini juga dialami pada upaya perwujudan terminal bahan baku. Untuk insentif fiskal dan non fiskal lebih berbentuk bimbingan Hak Kekayaan Intelektual, pelatihan,
dan
sarana
pameran
gratis.
Pemerintah
juga
tengah
mengupayakan pembebasan pajak bahan baku, namun kendala lain adalah pembebasan pajak karena yang biasanya memperoleh pembebasan pajak adalah perusahaan skala besar. Banyak lokasi di Indonesia yang berpotensi sebagai tempat wisata, yang juga bisa dimanfaatkan sebagai tempat display
18
Basuki Antariksa, Konsep “Indonesia Kreatif”: Tinjauan Awal Mengenai Peluang dan Tantangannya Bagi Pembangunan Indonesia, Pusat Penelitian dan Pengembangan Kebijakan Kepariwisataan, Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, hal. 5, http://www.parekraf.go.id/userfiles/file/Zona%20Kreatif.pdf, diunduh 12 Januari 2013. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
14
produk kreatif. Selain itu, potensi produk kreatif biasanya dibuat oleh pelaku Industri Kecil dan Menengah (IKM).19 Sebagai bentuk upaya pengembangan, dilakukan pemberian insentif pajak pada Industri Kreatif agar dapat bertumbuh. Melihat karakter sebagian besar industri kreatif yang berbentuk Usaha Kecil Menengah (UKM) dan informal, diperkirakan potensi yang belum bayar pajak dari industri kreatif ini cukup tinggi yaitu 10% dari total penerimaan negara dari perpajakan. Bagi pemerintah, pemberian insentif ini juga diharapkan meningkatkan penerimaan negara. Pemberian insentif dapat diartikan sebagai sebuah bentuk dorongan atau rangsangan yang umumnya berasal dari faktor eksternal (dalam hal ini pemerintah) yang dilakukan untuk mempengaruhi atau memotivasi individu atau kelompok (industri kreatif) melakukan suatu perubahan tertentu. Di Indonesia saat ini bentuk insentif yang paling dekat untuk industri kreatif adalah insentif pajak UKM. Pada Agustus 2011 pemerintah menyatakan akan mengeluarkan 2 skema insentif pajak, yaitu untuk UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang akan dikenakan Pajak Pertambahan nilai (PPn) hanya sebesar 0,5% dan UKM yang akan dikenakan pajak 3% yang merupakan akumulasi dari Pajak Penghasilan (PPh) 2% dan PPn 1%. Selain potongan pajak, bentuk dukungan terhadap usaha kreatif misalnya adalah insentif ekspor seperti yang dilakukan Kota Zhengzhou di Cina dengan memberikan hibah kepada perusahaan dengan nilai ekspor tertentu setiap tahunnya.20
1.2.
Perumusan Masalah Dari hasil uraian yang dijabarkan dalam latar belakang masalah, serta mengingat bahwa Undang-Undang Merek terdiri dari berbagai aspek pengaturan mengenai merek sehingga ruang lingkup dari Undang-Undang
19
Pemerintah siapkan insentif untuk industri kreatif, Pemerintah siapkan insentif untuk industri kreatif, http://www.antaranews.com/berita/326316/pemerintah-siapkan-insentif-untuk-industrikreatif, diunduh 12 Januari 2013 20 Agung Pascasuseno, Berharap pada Insentif Pemerintah untuk Industri Kreatif, http://www.indonesiakreatif.net/index.php/id/tulisananda/read/berharap-pada-insentif-pemerintahuntuk-industri-kreatif, diunduh tanggal 12 Januari 2013. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
15
Merek cukup luas, penulis menganggap perlu untuk memberikan batasan ruang lingkup penulisan, yaitu dengan memberikan fokus kepada aturanaturan yang terdapat dalam pasal-pasal Undang-Undang Merek yang memiliki kaitan dengan pelaksanaan model Sakasame (Satu Kampung Satu Merek). Berdasarkan hal-hal tersebut diatas, maka permasalahan penelitian yang diangkat adalah: 1. Bagaimanakah praktek pelaksanaan penggunaan merek kolektif oleh pengusaha UKM khususnya dengan menggunakan model OVOP atau dalam hal ini disebut juga dengan Sakasame (Satu Kampung Satu Merek)? 2. Bagaimanakah
peran
Undang-Undang
Merek
yang
mengatur
mengenai merek kolektif dalam kaitannya dengan upaya perlindungan merek serta terkait dengan praktek penggunaan merek kolektif dalam model OVOP / Sakasame? 3. Bagaimanakah perlindungan hukum yang diberikan kepada pemilik merek kolektif bila terjadi suatu pelanggaran terhadap penggunaan merek kolektif tersebut?
1.3.
Tujuan Penelitian Mengacu kepada permasalahan tersebut diatas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengetahui
praktek
pelaksanaan
penggunaan
merek
kolektif
khususnya yang dilakukan oleh pengusaha UKM dalam upaya perlindungan merek khususnya terhadp merek yang dimiliki oleh UKM. 2. Mengetahui peran Undang-Undang Merek dalam praktek penggunaan merek kolektif. 3. Mengetahui risiko dan tanggung jawab hukum yang dapat terjadi apabila terjadi pelanggaran dalam penggunaan merek kolektif dengan mengacu kepada Undang-Undang Merek. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
16
1.4.
Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Untuk memberikan sumbangan terhadap pengetahuan mengenai pengembangan merek Indonesia melalui model Sakasame (Satu Kampung Satu Merek). 2. Untuk memberikan bahan rekomendasi kepada para pihak terkait yang memiliki kepentingan dalam usaha pengembangan dan perlindungan HAKI khususnya yang terkait dengan merek. 3. Sebagai pedoman penulisan/penelitian lebih lanjut terutama mengenai permasalahan yang menyangkut penggunaan merek kolektif.
1.5.
Kerangka Teori Penggunaan merek kolektif dalam prakteknya dapat menambah daya jual dari suatu barang, terlebih bila penggabungan yang dilakukan melibatkan pelaku-pelaku yang sudah terkenal dalam dunia bisnis, seperti misalnya merek Sony Ericsson. Penggunaan merek kolektif dalam penelitian ini dilakukan oleh kumpulan pengusaha lokal yang terhimpun dalam suatu wadah organisasi, dimana untuk memasarkan hasil produk mereka, digunakan satu merek kolektif.
1.5.1. Replikasi OVOP di Indonesia Sebuah pengalaman yang menarik terjadinya OTOP di Thailand dan OVOP di Jepang adalah kawasan (kecamatan/desa) yang semula miskin menjadi desa yang masyarakatnya menjadi makmur. Gerakan satu desa satu komoditi One Village One Commodity (OVOC) dan One Tambon One Product (OTOP), meskipun dilakukan dalam konteks gerakan masyarakat dalam pembangunan daerah, namun salah satu inti dari gerakan tersebut adalah bagaimana menciptakan produk unggul dan memiliki daya saing yang berasal dari keunggulan atau keunikan, kekhasan yang dimiliki. Konsep ini didukung dengan adanya rasa Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
17
kebanggaan dalam menghasilkan produk tersebut dengan menggunakan simbol, jargon dan bentuk lainnya yang memberikan motivasi kepada UKM/petani untuk berinovasi dan berproduk.21 Dari aspek kelembagaan, replikasi program OTOP nampaknya dapat dikaitkan dengan program sentra bisnis yang saat ini telah dikembangkan di banyak daerah. Sentra adalah pusat kegiatan di kawasan/lokasi tertentu dimana terdapat UKM yang menggunakan bahan baku/sarana yang sama, menghasilkan produk yang sama/sejenis serta memiliki prospek untuk dikembangkan menjadi klaster. Sentra dapat lebih diarahkan kepada pemilihan dan penetapan komoditas unggulan, termasuk produk unggulan industri rumah tangga yang menggunakan bahan dasar lokal.
1.5.2. Prinsip Keadilan Ekonomi Dalam kaitan dengan keterlibatan sosial, tanggung jawab sosial perusahaan berkaitan langsung dengan penciptaan atau perbaikan kondisi sosial ekonomi yang semakin sejahtera dan merata. Ini berkaitan dengan apa yang disebut dengan keadilan distributif. Ketaatan terhadap hukum, khususnya hukum bisnis, pada akhirnya berkaitan juga dengan apa yang disebut sebagai keadilan legal, yaitu perlakuan yang sama terhadap semua orang sesuai dengan hukum nyang berlaku. Ini berarti semua orang harus dilindungi dan tunduk pada hukum yang ada tanpa pandang bulu. Demikian pula, pernghargaan atas hak dan kepentingan stakeholders pada akhirnya berkaitan juga dengan apa yang disebut sebagai keadilan komutatif. Masalah keadilan berkaitan secara timbal balik dengan kegiatan bisnis, khususnya bisnis yang baik dan etis. Di satu pihak terwujudnya keadilan dalam masyarakat akan melahirkan kondisi yang baik dan kondusif bagi kelangsungan bisnis yang baik dan sehat.22
21
http://www.smecda.com/ Buku_Sorotan / 2 - BISNIS % 20 KOPERASI / 2 – OTOP / OTOP % 20 kompilasi - executive.pdf 22 Sonny Keraf, Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya (Edisi Baru), Penerbit Kanisius, Yogyakarta, 2006, hal. 137. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
18
Keadilan memang merupakan sesuatu yang abstrak, tetapi sekaligus sangat diharapkan dan dinanti-nanti oleh masyarakat. Manusia tidak dapat menghindar dari pekerjaan mencari keadilan tersebut. Manusia membentuk kehidupan bermasyarakat, sebagai sisi lain kehidupan berkeadilan. Kehidupan bersama atau bermasyarakat manusia tidak diciptakan untuk memberi hati kepada ketidakadilan. Maka dapat dikatakan, bahwa hidup bermasyarakat adalah hidup dalam suatu masyarakat yang adil.23 Dari mana keadilan itu? Keadilan 24 , menurut Prof.Subekti,S.H, berasal dari Tuhan Yang Maha Esa, tetapi seorang manusia diberi kecakapan atau kemampuan untuk meraba atau merasakan keadaan yang dinamakan adil. Dan segala kejadian di alam dunia ini pun sudah semestinya menumbuhkan dasar-dasar keadilan itu pada manusia. Dengan demikian maka dapat kita lihat bahwa hukum tidak saja harus mencari keseimbangan antara perbagai kepentingan yang bertentangan satu sama lain, untuk mendapatkan “keadilan” tetapi hukum juga harus mendapatkan keseimbangan lagi antara tuntutan keadilan tersebut dengan tuntutan “ketertiban”atau “kepastian hukum”.25 Aristoteles dalam tulisannya “Rhetorica,” membedakan dua macam keadilan, yaitu keadilan “distributif” dan keadilan “komulatif”. Keadilan distributif ialah keadilan yang memberikan kepada setiap orang jatah menurut jasanya (pembagian menurut haknya masing-masing). Ia tidak menuntut supaya tiap-tiap orang mendapat bagian yang sama banyaknya; bukan persamaan melainkan kesebandingan. Dengan demikian, belum 23
Satjipto Rahardjo, Hukum dan Perilaku, Hidup Baik adalah Dasar Hukum yang Baik, Penerbit Buku Kompas, Oktober, 2009, Hal. 2. 24 Menurut Prof. Subekti, S.H melayani tujuan Negara adalah dengan menyelanggarakan “Keadilan” dan “Ketertiban” dimana kedua hal tersebut menjadi syarat-syarat pokok untuk mendatangkan kemakmuran dan kebahagiaan. Ditegaskan bahwa keadilan itu kiranya dapat digambarkan sebagai suatu keadilan keseimbangan yang membawa ketentraman di dalam hati orang, dan jika diusik atau dilanggar akan menimbulkan kegelisahan dan kegoncangan. Keadilan selalu mengundang unsur “penghargaan,” “penilaian” atau “pertimbangan” dan karena itu ia lazim dilambangkan suatu “neraca keadilan”. Dikatakan bahwa keadilan itu menuntut bahwa “dalam keadaan yang sama setiap orang harus menerima bagian yang sama pula”. 25 C.S.T. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta, 1986, Hal. 41. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
19
berarti setiap warga Negara mempunyai pekerjaan yang sama karena sesuai dengan keahliannya masing masing. Keadilan komutatif ialah keadilan yang memberikan pada setiap orang sama banyaknya dengan tidak mengingat jasa-jasa perorangan. Ia memegang peranan dalam tukar menukar; pada pertukaran barang dan jasa dalam mana sebanyak mungkin harus terdapat persamaan antara apa yang dipertukarkan. Keadilan komutatif lebih-lebih menguasai hubungan antara masyarakat (khususnya negara) dengan perseorangan khusus.26 Menurut Aristoteles, yang ada dalam realitas adalah potensi, pertumbuhan, dan tujuan dari kehidupan manusia. Sudah merupakan karakter manusia bahwa ada manusia yang memiliki karakter yang baik maupun yang jahat, ada yang adil maupun tidak adil. Karena itu, Aristoteles membedakan dengan jelas antara keadilan alam (natural justice) dengan keadilan konvensional. Dalam hal ini, keadilan alam mempunyai eksistrensi dan kekuatan yang sama dimana saja, sebagaimana dipikirkan manusia. Namun ketika keadilan alam tersebut diterapkan ke dalam kenyataan (sesuai konvensi), maka tidak akan menghasilkan hal yang sama di setiap tempat dan waktu, meskipun secara alam di mana pun hanya ada satu keadilan yang terbaik.27 Aristoteles mengartikan kedilan dalam arti sempit, hampir seperti pengertian keadilan dalam artinya yang modern. Dalam hal ini, keadilan dapat diartikan sebagai kesamaan perlakuan (equality) dan juga sebagai “sesuai hukum” (lawfulness). Equality merupakan proporsi yang benar, titik tengah, atau jarak yang sama antara “terlalu banyak” dengan “terlalu sedikit”. Karena itu, Aristoteles mengartikan keadilan sebagai sesuatu yang berkenaan dengan orang-orang.28 John Rawls mengemukakan suatu ide dalam bukunya A Theory of Justice bahwa teori keadilan merupakan suatu metode untuk mempelajari dan menghasilkan keadilan. Ada prosedur-prosedur berfikir untuk 26
Ibid, Hal. 42-43 Munir Fuady, Dinamika Teori Hukum, Ghalia Indonesia, Agustus, 2007, Hal. 82. 28 Ibid, Hal. 83. Universitas Indonesia 27
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
20
menghasilkan keadilan. Teori Rawls didasarkan atas dua prinsip yaitu tentang Equal Right dan juga Economic Equality. Dalam Equal Right dikatakannya harus diatur dalam tataran leksikal, yaitu different principles bekerja jika prinsip pertama bekerja atau dengan kata lain prinsip perbedaan akan bekerja jika basic right tidak ada yang dicabut (tidak ada pelanggaran HAM) dan meningkatkan ekspektasi mereka yang kurang beruntung. Dalam prinsip Rawls ini ditekankan harus ada pemenuhan hak dasar sehingga prinsip ketidaksetaraan dapat dijalankan dengan kata lain ketidaksetaraan secara ekonomi akan valid jika tidak merampas hak dasar manusia. Menurut John Rawls, keadilan adalah kejujuran (fairness). Agar hubungan sosial seperti di atas bisa berjalan secara berkeadilan, ia harus diatur atau berjalan sesuai dengan dua prinsip yang dirumuskan. Pertama, kebebasan yang sama (principle of equal liberty), bahwa setiap orang mempunyai kebebasan dasar yang sama. Kebebasan dasar ini, antara lain, (1) kebebasan politik, (2) kebebasan berfikir, (3) kebebasan dari tindakan sewenang-wenang, (4) kebebasan personal, dan (5) kebebasan untuk memiliki kekayaan. Kedua, prinsip ketidaksamaan (the principle of difference), bahwa ketidaksamaan yang ada di antara manusia, dalam bidang ekonomi dan sosial, harus diatur sedemikian rupa, sehingga ketidaksamaan tersebut, (1) dapat menguntungkan setiap orang, khususnya orang-orang yang secara kodrati tidak beruntung dan (2) melekat pada kedudukan dan fungsi-fungsi yang terbuka bagi semua orang. 29 Artinya, Rawls tidak mengharuskan bagian semua orang adalah sama, seperti kekayaan, status, pekerjaan dan lainnya, karena hal itu tidak mungkin, melainkan bagaimana ketidaksaaman tersebut diatur sedemikian rupa
29
John Rawls, Teori Keadilan, Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2006, Hal. 72. Bila mengambil dari pendapat John Rawls bahwa keadilan yang mesti dikembalikan oleh hukum dapat diterima dengan akal sehat sebagai keuntungan bagi setiap orang. Prinsip keadilan menurut Rawls terbagi dalam (1) Setiap orang mempunyai hak yang sama atas kebebasan dasar yang paling luas, seluas kebebasan yang sama bagi semua orang, (2) Ketimpangan sosial dan ekonomi mesti diatur sedemikian rupa sehingga (a) dapat diharapkan memberi keuntungan semua orang, dan (b) semua posisi dan jabatan terbuka bagi semua orang. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
21
sehingga terjadi ikatan, kerja sama dan kaitan saling menguntungkan juga membutuhkan di antara mereka. Prinsip kedua tersebut, mengandung dua rumusan: (1) keuntungan bagi setiap orang (everyone’s advantage) yang dapat diturunkan menjadi dua kemungkinan interpretasi: prinsip efisiensi (principle of efficiency) dan (2) prinsip perbedaan (difference principle).30 Dari pendapat John Rawls tersebut terlihat bahwa nilai keadilan tidak boleh ditawar-tawar dan harus diwujudkan ke dalam masyarakat tanpa harus mengorbankan kepentingan masyarakat lainnya. Suatu ketidakadilan hanya dapat dibenarkan jika hal tersebut diperlukan untuk menghindariketidakadilan yang lebih besar. Karena merupakan kebajikan yang terpenting dalam kehidupan manusia, maka terhadap kebenaran dan keadilan tidak ada kata kompromi.31 Terkait dengan pelaksanaan OVOP, ada empat prinsip dasar yang harus dipenuhi dalam melaksanakan OVOP di Indonesia, yaitu : (1) produk komoditas yang berbasis sumberdaya lokal namun berdaya saing global (Loccally originated but globally competetive), (2) usaha mandiri dengan kreativitas dan inovasi yang terus menerus, (3) munculnya proses pengembangan sumberdaya manusia (human resources development), (4) aspek penting dari implementasi konsep ini adalah adanya usaha untuk menciptakan produk yang memiliki daya saing dan keunggulan dalam pasar yang luas, meskipun produknya berbasis sumberdaya lokal. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, maka hal ini berkaitan dengan apa yang dikemukakan oleh St. Thomas Aquinas, dimana beliau membagi keadilan ekonomi kedalam 3 jenis : Commutative Justice, Distributive Justice dan Social Justice. Pertama, Commutative Justice adalah berkaitan dengan beroperasinya ekonomi pasar yaitu penghormatan terhadap kontrak dan hak milik pribadi. Individu mempunyai kepentingan yang alamiah, 30
A. Khudori Soleh, Teori Keadilan John Rawls, hal. 5 – 7. Prinsip efisiensi dapat dipenuhi jika sistem ekonomi yang membawa keuntungan pada sekelompok orang tidak merugikan pada pihak lain. Artinya, konsumsi produksi, pembagian sarana produksi dan seterusnya yang dimaksudkan untuk memperbaiki suatu pihak tertentu akan dianggap efisien jika hal itu tidak mengurangi atau merugikan pihak lainnya. Jika pembagian tersebut hanya menguntungkan suatu pihak dan ternyata kemudian justru merugikan pihak lainnya, berarti tidak efisien. 31 Munir Fuady, Op cit. Hal. 94. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
22
asal tidak melukai orang lain. Kedua, Distributive Justice adalah penting untuk berfungsinya ekonomi. Hal ini berkenaan dengan pertanyaan bagaimana membagikan keuntungan kegiatan ekonomi. Ketiga, Social Justice berkenaan dengan kebutuhan ekonomi untuk mempunyai structures dan institutions – jika hubungan ekonomi tidak baik akan berakibat kurangnya produktivitas.
1.6.
Kerangka Konseptual Dalam penelitian mengenai Implementasi Perlindungan Merek Kolektif dalam Model One Village One Product (OVOP), kegiatan yang terkait dengan pelaksanaan pembuatan merek kolektif khususnya untuk lingkup UKM harus dapat diperoleh suatu pemahaman secara menyeluruh.
1.6.1. Gambaran Umum Tentang OVOP Pemahaman mengenai Satu Kampung Satu Merek atau yang disebut juga dengan OVOP adalah penyebutan istilah Satu Desa Satu Produk, dimana terdapat 3 (tiga) faktor penentu yang dapat dijadikan acuan pemikiran, yaitu : Satu: Satu daerah memiliki minimal satu produk unik. Satu produk dapat dikembangkan dua atau lebih daerah. Desa: merepresentasikan
wilayah,
sehingga
bisa
mewakili
desa/
kecamatan/kabupaten/ provinsi; tidak terbatas pada wilayah, namun dapat merepresentasikan komunitas (One community one product). Produk: Produk dapat meliputi produk tangible, dan juga intangible (pariwisata, seni). Dalam pelaksanaan OVOP yang ideal dan sudah diterapkan di beberapa negara, seperti Thailand dan Jepang, diperlukan suatu strategi model bisnis yang dapat diterapkan. Model Bisnis dimaksud merupakan usaha atau model bisnis OVOP di berbagai negara, yang dapat berbentuk:Usaha Komunitas, Usaha Individu, Koperasi dan Asosiasi. Model bisnis ini dapat disesuaikan dengan kondisi dari masing-masing wilayah yang menerapkan OVOP. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
23
Selain
itu,
pemanfaatan
kemandirian
dan
kelokalan
juga
merupakan suatu konsep umum yang diterima semua negara. Kemandirian dan kelokalan tersebut dapat terdiri dari: Sumberdaya lokal: terkait dengan ketersediaan bahan baku di suatu wilayah merupakan aspek kemandirian utama. Keahlian Lokal: Bahan baku bisa tidak tersedia, tetapi keahlian penduduk di atas rata-rata wilayah lain. Budaya Lokal: Tradisi, seni, sejarah, lokasi, juga dapat menjadi sumber kemandirian usaha OVOP. Untuk menunjang keberhasilan OVOP di Indonesia, harus ditentukan kunci sebagai penggerak utama. Key Leader sebagai penggerak utama
dimana
keberadaan key
leader
merupakan
kunci sukses
pengembangan OVOP, baik tingkat nasional (seperti di Thailand, Kamboja), tingkat daerah (contoh : Jepang), maupun tingkat komunitas (contoh: Malawi). Komunitas: Komunitas merupakan penggerak utama dalam implementasi OVOP. Komunitas dapat berupa bentukan pemerintah, atau atas inisiatif masyarakat.
1.6.2. Gambaran Umum Penerapan OVOP Indonesia Program OVOP diperkenalkan pertama kali di Jepang dan kini telah diadopsi oleh banyak negara. Menggunakan nama OVOP karena OVOP telah dikenal secara internasional serta memiliki ‘equity’ yang kuat sehingga akan mempermudah proses komunikasi program OVOP Indonesia. Kata ‘Indonesia’ menyertai identitas - OVOP Indonesia sebagai penekanan akan identitas dan membuka pemahaman akan asal produk dengan segenap keunikannya/kekhasannya (indikasi geografis). OVOP Merupakan suatu inisiatif yang diharapkan menjadi program berkelanjutan dalam pengembangan wilayah pedesaan dan perkotaan.
Diimplementasikan
dalam
gerakan
yang
bertujuan
mengembangkan produk lokal agar dapat diterima secara global, dengan tetap mengedepankan nilai-nilai, sumber daya lokal serta mendorong kemandirian masyarakat. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
24
Model Satu Kampung Satu Merek atau OVOP merupakan salah satu strategi yang dapat diterapkan dalam pengembangan perekonomian dan daya saing produk dalam negeri. Selain itu, dengan menggunakan mekanisme penggunaan merek kolektif sebagai dasar pembentukan OVOP, akan dapat mempermudah pengusaha-pengusaha khususnya pengusaha UKM yang akan mendaftarkan merek produk barang dan/atau jasa mereka. Dengan adanya konsep merek kolektif akan dapat menghemat waktu dan biaya dalam pengurusannya.
1.6.3. Gambaran Umum Mengenai Merek Istilah tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur pada Undang-Undang No. 4 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian Intellectual Property Right (selanjutnya ditulis IPR) adalah yang mengatur segala karya-karya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual manusia. Dengan demikian IPR merupakan pemahaman mengenai hak atas kekayaan yang timbul dari kemampuan intelektual, yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right). Hak kekayaan disini menyangkut pengertian “pemilikan” (ownership) yang menyangkut lembaga sosial dan hukum, keduanya selalu terkait dengan “pemilik” (owner) dan sesuatu benda yang dimiliki (something owned). Sebelum tahun 1961, Undang – undang Merek Kolonial Belanda tahun 1912 tetapi berlaku sebagai akibat dari penerapan Pasal-Pasal peralihan dalam UUD 1945 dan Undang Dasar RIS 1949 serta UUD Sementara 1950. Undang-Undang merek 1961 kemudian menggantikan Undang-Undang merek Kolonial. Namun sebenarnya UU tahun 1961 hanya merupakan ulangan dari Undang-undang sebelumnya. Pada Tahun 1992 Undang- Undang merek merek baru diundangkan dan berlaku mulai tanggal 1 April 1993, menggantikan Undang - Undang merek tahun 1961. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
25
Dengan
adanya
Undang-Undang
baru
tersebut,
surat
keputusan
adminstratif yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek dibuat. Berkaitan dengan kepentingan reformasi Undang - Undang merek, Indonesia turut serta meratifikasi Perjanjian merek WIPO (World Intellectual Property Organization). Pada tahun 1997 Undang- undang merek tahun 1992 diubah dengan mempertimbangkan Pasal-Pasal dari perjanjian Internasional tentang Aspek-aspek yang terkait dengan perdagangan dari Hak Kekayaan Intelektual yaitu TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights). Dalam Pasal-Pasal tersebut memuat perlindungan atas indikasi asal dan geografis. Dalam Undangundang tahun 1997 juga mengubah ketentuan dalam Undang-undang sebelumnya dimana tentang penggunaan merek pertama di Indonesia berhak untuk mendaftarkan merek tersebut sebagai merek. Pada tahun 2001 berlaku Undang-Undang Nomor 15 tahun 2001 sebagi UndangUndang merek yang baru menggantikan Undang-Undang Nomor 14 tahun 1997. Ada beberapa perubahan penting yang tercantum dalam Undang Undang nomor 15 Tahun 2001 yaitu; Penetapan sementara Pengadilan, perubahan delik biasa menjadi delik aduan, peran Pengadilan Niaga dalam memutuskan sengketa suatu perkara merek, kemungkinan penggunaan alternatif penyelesaian sengketa dan ketentuan pidana yang diperberat. Menurut Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Pasal 1 (1) tentang merek, merek didefinisikan sebagai tanda yang terdiri : gambar, nama, kata, huruf,-huruf, angka-angka, susunan warna atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. Dalam Pasal ini mengandung tiga rumusan yang perlu diperhatikan yaitu : 1. Dilihat dari bentuk atau wujud merek sama dengan tanda yang terdiri dari beberapa unsur, 2. Segi fungsinya merek sebagai daya pembeda 3. Tujuan merek digunakan dalam kegiatan perdagangan barang dan jasa.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
26
Merek adalah sebuah identitas, sebuah profil yang diperkenalkan kepada publik. Dan, jika kemudian berhasil menjadi bagian dari pemikiran konsumen, proses branding tersebut telah sukses menjalankan perannya. Sebaliknya jika tidak, usaha tersebut perlahan akan dilupakan bajkan mungkin tidak dikenal sama sekali. Sebuah merek mulai pudar ketika merek tidak dapat lagi menyentuh kebutuhan konsumennya. Kini, pada pasar modern sebuah merek haruslah sanggup menjangkau pasar seuai dengan tren dan konteksnya.32 Merek juga berfungsi memberikan jaminan nilai atau kualitas dari barang dan jasa yang bersangkutan. Hal ini tidak hanya bermanfaat bagi pemilik merek, tetapi juga memberikan perlindungan dan jaminan mutu barang sarana promosi (means of trade promotion) dan reklame bagi produsen atau pengusaha-pengusaha yang memperdagangkan barang dan jasa yang bersangkutan. Dalam dunia perdagangan global merek seringkali dijadikan sebagai salah satu cara untuk menciptakan dan mempertahankan good will dimata konsumen dan sekaligus untuk sarana untuk memperluas pasaran suatu barang atau jasa ke seluruh dunia. Sehingga merek yang sudah mempunyai reputasi tinggi dan menjadikan good will bagi pemilik barang dan jasa, hal ini merupakan sesuatu yang tak ternilai harganya. Pasal 1 butir 2, 3 dan 4 Undang - Undang Merek menjabarkan mengenai jenis merek yang dapat dibedakan menjadi : 1. Merek Dagang adalah merek yang digunakkan pada barang yang diperdagangkan seseorang atau beberapa orang secara bersama-sama atau badan hukum untuk membedakan barang dengan barang yang sejenisnya. 2. Merek
Jasa
adalah
diperdagangkan
oleh
merek
yang
seseorang
digunakan atau
pada
beberapa
jasa
orang
yang untuk
membedakan jasa-jasa lainnya yang sejenis. 3. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang atau jasa dengan karekteristik yang sama yang diperdagangkan beberapa orang 32
Arif Rahman, Strategi Dahsyat Marketing Mix for Small Business, Cara Jitu Merontokkan Pesaing, TransMedia Pustaka, Jakarta, 2010, Hal. 172-173 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
27
atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang atau jasa sejenis lainnya. Pelanggaran terhadap merek biasanya mempunyai motovasi untuk mendapatkan keuntungan secara mudah, dengan mencoba, meniru, atau memalsu merek-merek yang sudah terkenal dimasyarakat. Tindakan ini dapat merugikan bagi pihak-pihak lain yang berkepentingan seperti masyarakat, baik pihak produsen maupun konsumen selain itu negara juga banyak dirugikan. Seseorang pemilik merek atau penerima lisensi merek dapat menuntut seseorang yang tanpa ijin menggunakan merek miliknya.Dari setiap undang- undang yang mengatur tentang merek maka pasti ditetapkan ketentuan-ketentuan yang mengatur mengenai sanksisanksi bagi pelanggar hak merek oarang lain. Pemakaian merek tanpa hak dapat digugat berdasarkan perbuatan melanggar hukum (Pasal 1365) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Sebgai pihak penggugat harus membuktikan bahwa ia karena perbuatan melanggar hukum tergugat, penggugat menderita kerugian. Guagatan demikian
bersifat
keperdataan,
tidak
bisa
digabungkan
dengan
permohonan pembatalan merek, sebab upaya hukumnya tunduk pada Hukum Acara Perdata (terbuka upaya hukum banding dan kasasi). Sebaiknya gugatan ganti rugi atas perbuatan melanggar hukum, didahului adanya putusan gugatan pembatalan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap. Gugatan ganti rugi dapat pula dilakukan oleh penerima lisensi merek baik secara sendiri atau bersama-sama dengan pemilik merek yang bersangkutan.
1.6.4. Gambaran Umum Mengenai UKM Secara konseptual dan filosofis sistem hak kekayaan intelektual tidak melakukan pengelompokan antara kelompok UKM dan non-UKM. Jika kemudian muncul pengaturan khusus yang berkaitan dengan UKM, hal itu lebih pada penerapan pelaksanaan kebijakan. HKI di lingkungan pelaku usaha lebih sering dipahami sebagai aset perusahaan. HKI sebagai Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
28
aset perusahaan dikualifikasikan sebagai aset tidak berwujud (intangible assets). Dalam konteks kegiatan usaha HKI memegang peranan penting. Peranan penting tersebut dapat dilihat dari masuknya HKI yang merupakan aset tidak berwujud (intagible assets) sebagai salah satu pendorong bagi kegiatan bisnis selain sumber daya manusia, sumber daya finansial, aset berwujud (tangible assets). Masuknya HKI sebagai pendorong kegiatan bisnis tentunya tidak sekedar pada pelaku-pelaku usaha besar, namun terjadi juga pada pelakupelaku usaha kecil dan menengah. Dalam konteks keindonesiaan, pelaku usaha kecil dan menengah ini dikenal dengan Usaha Kecil dan Menengah (UKM). UKM sendiri sebagaimana didefinisikan di dalam ketentuan Pasal 1 angka 1 dan 2 Undang-Undang No. 9 Tahun 1995 tentang Usaha Kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan memenuhi kriteria kekayaan sebesar Rp 200.000.000 (dua ratus juta) atau hasil penjualan tahunan Rp. 1.000.000.000 (satu milyar rupiah) serta kepemilikan oleh warga negara Indonesia, sedangkan usaha menengah adalah kegiatan ekonomi yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar daripada kekayaan bersih dan hasil penjualan usaha tahunan usaha kecil. Pada dasarnya, relevansi HKI bagi UKM dapat digunakan sebagai sarana untuk melakukan inovasi terhadap suatu produk. Hal ini dikarenakan syarat untuk mendapatkan perlindungan atas kekayaan intelektual yang diformat dalam bentuk pemberian HKI salah satunya adalah harus adanya unsur kebaruan. Dengan adanya syarat seperti ini bagi UKM akan terdorong untuk mampu menghasilkan produk (kekayaan intelektual) yang lebih inovatif dan kreatif. Semisal; desain industri sebagai suatu bentuk rancangan produk yang dapat berupa bentuk, konfigurasi dan komposisi dapat dilindungi apabila mempunyai unsur kebaruan, estetika dan terdaftar. Dengan kondisi demikian, desain industri tersebut jelas akan mampu menghasilkan inovasi terhadap produk, mengingat rancangan desain produknya diharuskan selalu mempunyai Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
29
unsur kebaruan jika ingin dilindungi. Inovasi ini tentunya tidak sekedar dari kebaruan suatu rancangannya, tetapi juga nuansa estetikanya. 33 Relevansi lain dari HKI bagi penguatan UKM adalah HKI memiliki arti yang sangat strategis untuk UKM. Dengan adanya HKI, UKM dapat melakukan keberlanjutannya. Bahkan dengan HKI, UKM juga dapat melakukan ekspansi pasar. Salah satu keberlanjutan UKM dapat dilakukan melalui pengembangan HKI, terutama bagi industri-industri yang mengandalkan kreatifitas dan inovasi yang berasal dari suatu proses penuangan ide dan gagasan. Hal ini semisal untuk industri elektronik, industri musik, industri kerajinan, industri mebel dan furniture serta industri fashion. Sementara itu, melalui HKI pula suatu UKM dapat melakukan ekspansi pasar tanpa harus mengeluarkan biaya yang sangat tinggi. Fenomena ini dapat terjadi, jika HKI dapat dikomersialisasikan ke pasar dengan model lisensi (licences) atau pengalihan hak (assignments). Artinya, dengan komersialisasi HKI oleh UKM menjadikan UKM tidak harus bersusah payah menyiapkan tempat, tenaga kerja untuk memasarkan produknya. Guna mendukung pengembangan UKM di Indonesia, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan menggunakan media online. Masih minimnya jumlah pengusaha di Indonesia yang memanfaatkan media online membuat perusahaan Google tergerak dengan menyediakan domain dan hosting melalui program 'Bisnis Lokal Go Online'. Program ini ditujukan untuk 100.000 usaha kecil dan menengah (UKM) di Indonesia dengan mendorong mereka mempunyai website sendiri, dengan ini mereka bisa berjualan melalui media online.34 Pengertian dari UKM sendiri dibagi kedalam 3 kriteria, yaitu: 35
33
http://pusathki.uii.ac.id/artikel/artikel/relevansi-hak-kekayaan-intelektual-untuk-usaha-kecilmenengah-ukm.html, diunduh 27 Desember 2012. 34 http://tekno.kompas.com/read/2012/01/11/14415874/Google.Sediakan.100.000.Domain.Gratis.u ntuk.UKM, Rabu, 11 Januari 2012 35 Undang-Undang UMKM no. 20 Tahun 2008, http://www.depkop.go.id/index.php? Option = com_content & view = article & id = 129 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
30
1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini.
Tabel 1.1. Kriteria UKM di Indonesia URAIAN
No
1.7.
KRITERIA
ASSET
OMZET
1
Usaha Mikro
Maks. 50 Juta
Maks. 300 Juta
2
Usaha Kecil
> 50 Juta - 500 Juta
> 300 Juta - 2,5 Miliar
3
Usaha Menengah
> 500 Juta - 10 Miliar
> 2,5 Miliar - 50 Miliar
Metode Penelitian Dalam prakteknya di masyarakat, suatu proses kegiatan dapat menimbulkan aspek hukum yang dapat diteliti sampai sejauh mana pengaruhnya
dalam
masyarakat
tersebut.
Untuk
mengetahuinya
dibutuhkan penelitian yang dapat mencakup beberapa aspek penting yang dapat dikaitkan antara teori dengan prakteknya di masyarakat. Untuk Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
31
mengetahui keterkaitan tersebut, maka penelitian yang dilakukan harus memiliki analisa yang berdasarkan atas metode penelitian tertentu. Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berkaitan dengan analisa dan konstruksi, yang dilakukan secara metodologis, sistematis dan konsisten. Metodologis berarti sesuai dengan metode atau cara tertentu, sistematis adalah berdasarkan suatu sistem, sedangkan konsisten berarti tidak adanya hal-hal yang bertentangan dalam suatu kerangka tertentu36. Dalam rangka untuk memenuhi sifat dari penelitian yang telah disebutkan diatas, maka penelitian dilakukan dengan menggunakan cara, bentuk dan batasan-batasan tertentu, sehingga tulisan ini dapat menjadi sebuah karya ilmiah. Adapun metode penelitian yang dipergunakan adalah sebagai berikut:
1.7.1. Metode Pendekatan Berdasarkan dengan permasalahan yang dikemukakan maka penelitian ini akan menggunakan metode pendekatan yuridis normatif namun didukung dengan data yang diperoleh dari lapangan, karena dalam penelitian ini tekanannya pada aspek hukum sebagai suatu sikap masyarakat terhadap hukum dan sistem hukum sebagai contoh nilai-nilai, ide-ide, kepercayaan ataupun harapan-harapan yang pada akhirnya dengan kekuatan-kekuatan sosial akan dapat menentukan bagaimana hukum tersebut tersebut ditaati, dilanggar ataupun disimpangi, atau dapat dikatakan dengan yuridis sosiologis, hukum tak hanya dipandang sebagai peraturan- peraturan atau kaidah-kaidah saja akan tetapi juga meliputi bekerjanya hukum dalam masyarakat.
1.7.2. Tipe Penelitian Penelitian yang dilaksanakan adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti dan
36
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: UI-Press, 1986, hal. 42. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
32
menganalisis bahan sekunder 37 atau bahan-bahan kepustakaan melalui studi dokumen.
1.7.3. Sifat Penelitian Sifat dari penelitian yang akan dilakukan disini, adalah penelitian hukum yang bersifat deskriptif, yang merupakan suatu penelitian yang dilakukan dimana telah ada teori/pengetahuan tentang obyek yang akan diteliti, sehingga diharapkan dapat mempertegas hipotesa dalam rangka membantu menyusun teori-teori baru ataupun memperkuat teori-teori lama. Penelitian yang bersifat deskriptif ini dilakukan dengan terlebih dahulu menjelaskan secara umum mengenai permasalahan yang akan dibahas sebelum dianalisis lebih lanjut.
1.7.4. Metode Pengumpulan Data. a.
Data Primer Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung dari penelitian lapangan (field research). Penelitian lapangan ini dilakukan dengan cara interview atau wawancara, yaitu teknik pengumpulan data
dengan
cara
mengajukan
pertanyaan
langsung
kepada
informan/narasumber. Dalam melakukan penelitian dimungkinkan tidak hanya menggunakan pertanyaan yang disediakan secara tertulis dalam bentuk daftar pertanyaan, tetapi dapat dilakukan pengembangan pertanyaan sepanjang tidak menyimpang dari permasalahan b.
Data Sekunder Mengingat tipe penelitian yang digunakan adalah tipe penelitian normatif, maka cara pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini, adalah studi kepustakaan/dokumen. Melalui studi kepustakaan ini diusahakan pengumpulan data melalui dengan mempelajari buku-buku, majalah, surat kabar artikel dan internet serta
37
Data yang sudah ada, diolah dan sudah ditangani orang lain, maupun keterangan narasumber yang berdasarkan perUndang-Undangan yang ada. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
33
referensi lain yang berkaitan dan berhubungan dengan dengan penelitian ini. Data skunder dalam penelitian ini mencakup : 1. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mempunyai kekuatan hukum mengikat seperti peraturan perundang-undangan atau putusan-putusan pengadilan Dalam penelitian ini yang digunakan adalah bahan hukum primer yaitu peraturan perundangundangan yaitu Undang-Undang No 15 tahun 2001 tentang Merek. 2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan penjelasan mengenai bahan hukum primer, misalnya hasil penelitian, hasil karya ilmiah para sarjana, artikel-artikel, internet, buku-buku yang berhubungan erat dengan pokok permasalahan yang akan diteliti. 3. Bahan hukum tersier, yakni bahan yang memberikan petunjuk maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder, contohnya adalah kamus dan ensiklopedia.
1.7.5. Cara dan alat pengumpulan Data Kegiatan pengumpulan data dilakukan melalui kegiatan studi dokumen terhadap sumber sekunder, serta melakukan pengumpulan data melalui wawancara untuk digunakan sebagai data pendukung.
1.7.6. Analisis Data Analisis data pada penelitian ini dilakukan secara kualitatif. Analisis data kualitatif adalah suatu cara penelitian yang menghasilkan data
deskriptif
analitis,
yaitu
apa
yang
dinyatakan
oleh
narasumber/informan secara tertulis/lisan dan juga perilakunya yang nyata, diteliti, dan dipelajari secara utuh.
1.7.7. Metode Pendekatan atas obyek pengenal. Metode pendekatan atas obyek pengenal yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dari disiplin ilmu hukum (yuridis), dengan Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
34
ilmu-ilmu sosial sebagai ilmu penunjang dalam memahami pendekatanpendekatan secara hukum.
1.7.8. Metode yang digunakan dalam mengambil kesimpulan Penarikan kesimpulan dilakukan dengan menggunakan metode deduktif, yaitu suatu cara berpikir yang dimulai dari hal-hal yang bersifat umum, dibawa kepada hal-hal yang bersifat khusus, untuk kemudian dapat diambil kesimpulan. Berdasarkan penjelasan mengenai metodolgi tersebut diatas, maka dapat dikatakan bahwa penelitian yang dilakukan dalam tesis ini akan dilakukan secara yuridis normatif, dimana penelitian dilakukan melalui studi literatur/peraturan perundang-undangan, namun hasil wawancara di beberapa daerah survey yang didapat oleh peneliti akan dijadikan data dukung guna memperkuat analisa yuridis normatif.
1.8.
Sistematika Penulisan Adapun sistematika penulisan ini dibagi dalam 5 (lima) Bab dengan uraian sebagai berikut : 1.
Bab I
: Merupakan
bagian
pendahuluan.
Bagian
ini
menyajikan uraian tentang latar belakang masalah, tujuan penelitian, kegunaan dan metodologi penelitian, dan sistematika penulisan. 2.
Bab II
: Dalam bab ini dibahas tentang gambaran umum Hak Kekayaan Intelektual (HKI) dan pengaturan mengenai berdasarkan Undang-Undang No. 15 tahun 2001 tentang Merek.
3.
Bab III
: Tentang
uraian
mengenai
merek
kolektif
yang
digunakan dalam produk UKM. 4.
Bab IV
: Mengenai Analisa implementasi perlindungan hukum dan penerapan merek kolektif oleh UKM sebagai penunjang program One Village One Product (OVOP). Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
35
Dalam bab ini juga menjabarkan mengenai program One Village One Product (OVOP) yang diterapkan di Indonesia berdasarkan hasil survey, dan perbandingan mengenai penerapan One Village One Product (OVOP) di beberapa negara Asia. 5.
Bab V
: Penutup yang terdiri dari Kesimpulan dan Saran
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
BAB 2 GAMBARAN UMUM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DAN PENGATURAN MEREK MENURUT UU NOMOR 15 TAHUN 2001 TENTANG MEREK
2.1.
Gambaran Umum Hak Kekayaan Intelektual 2.1.1. Sejarah Hak Kekayaan Intelektual Setiap manusia memiliki suatu kemampuan mendasar untuk menciptakan sesuatu, mengkreasikan sesuatu maupun menemukan sesuatu. Kemampuan tersebut merupakan kekayaan intelektual yang harus dilindungi karena kemampuan tersebut bersumber dari ide dasar dari manusia itu sendiri. Kekayaan intelektual tersebut dilindungi oleh hukum dari segala bentuk pelanggaran. Hak Kekayaan Intelektual didefinisikan sebagai suatu perlindungan hukum yang diberikan oleh Negara kepada seseorang dan atau sekelompok orang ataupun badan yang ide dan gagasannya telah dituangkan kedalam bentuk suatu karya cipta. Hak Kekayaan Intelektual adalah suatu hak yang dimiliki oleh setiap orang yang bersumber dari suatu ide untuk selanjutnya diwujudkan dalam suatu bentuk perwujudan atas ide tersebut, baik itu dalam bentuk seni, teknologi maupun ilmu pendidikan atau dalam bidang penemuanpenemuan ilmiah lainnya. Hukum memberikan perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual setiap manusia guna menghindari penyalahgunaan atau pemalsuan wujud dari pelaksanaan Hak Kekayaan Intelektual tersebut. Indonesia sendiri memiliki suatu bentuk peraturan perundang-undangan38 untuk memberikan perlindungan hukum bagi Hak Kekayaan Intelektual tersebut. Dengan diterbitkannya peraturan perundang-undangan tersebut,
38
Bentuk peraturan perundangan-undangan yang mengatur lingkup Hak Kekayaan Intelektual saat ini terdiri dari Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 Tentang Hak Cipta, Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001 Tentang Merek, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001 Tentang Paten, Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2000 Tentang Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu, UndangUndang Nomor 31 Tahun 2000 Tentang Desain Industri, Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 Tentang Rahasia Dagang dan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2000 Tentang Perlindungan Varietas Tanaman.
36 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
37
diharapkan dapat memberikan kenyamanan serta perlindungan hukum atas Hak Kekayaan Intelektual. Hak Kekayaan Intelektual mengacu kepada 3 (tiga) kata penting, yaitu: “Hak”, “Kekayaan”, dan “Intelektual”. Teori tentang HKI sendiri sangat dipengaruhi oleh pemikiran John Locke tentang hak milik yang menyebutkan bahwa hak milik dari seorang manusia terhadap benda yang dihasilkannya itu sudah ada sejak manusia itu lahir. Benda dalam pengertian disini tidak hanya benda berwujud namun juga benda yang abstrak, yang disebut dengan hak milik atas benda yang tidak berwujud yang merupakan hasil dari intelektualitas manusia. Sedangkan kekayaan merupakan abstraksi atas hal yang dapat dimiliki, dialihkan, dibeli, maupun dijual. Sedangkan intelektual sendiri merupakan kemampuan seorang manusia untuk berpikir maupun menciptakan atau menemukan sesuatu. HKI terkait dengan kreativitas manusia, dan daya cipta manusia dalam memenuhi kebutuhan atau memecahkan masalah kehidupannya, baik dalam seni, ilmu pengetehuan dan teknologi maupun produk unggulan suatu masyarakat. Oleh karena itu, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi disertai dengan eksistensi HKI sangat penting. Dimana kegiatan penelitian ini tidak dapat menghindar dari masalah HKI apabila menginginkan suatu penghormatan hak maupun inovasi baru, dan orisinalitasnya. Permasalahan mengenai Hak Kekayaan Intelektual akan menyentuh berbagai aspek seperti aspek teknologi, industri, sosial, budaya, dan berbagai aspek lainnya. Akan tetapi, aspek terpenting jika dihubungkan dengan upaya perlindungan bagi karya intelektual adalah aspek
hukum.
Hukum
diharapkan
mampu
mengatasi
berbagai
permasalahan yang timbul berkaitan dengan Hak Kekayaan Intelektual tersebut. Hukum harus dapat memberikan perlindungan bagi karya intelektual, sehingga mampu mengembangkan daya kreasi masyarakat yang akhirnya bermuara pada tujuan berhasilnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
38
Berbicara mengenai HKI tidak terlepas pada peran HKI sebagai penyumbang perekonomian. Hal ini menimbulkan asumsi baru mengenai suatu analisis ekonomi terhadap hukum, dimana analisis ekonomi terhadap hukum dibangun atas dasar beberapa konsep dalam ilmu ekonomi, antara lain: (1) Pemanfaatan secara maksimal; (2) Rasional; dan (3) Stabilitas pilihan dan biaya peluang. Atas dasar konsep tersebut, analisis ekonomi terhadap hukum membangun asumsi baru, yakni “manusia secara rasional akan berusaha mencapai kepuasan maksimum bagi dirinya”. Dasar penalarannya adalah bahwa dalam setiap aspek hidupnya, manusia harus membuat keputusan tertentu karena sifat manusia yang memiliki keinginan tanpa batas sementara berbagai sumber daya yang ada sangat terbatas ketersediannya terhadap kebutuhan manusia. Jika terhadap suatu pilihan ia dapat memperoleh keinginan melebihi pilihan lain maka ia akan menjatuhkan pilihan terbaik dan efisien bagi dirinya dan konsisten dengan pilihannya itu. Masalah bagaimana membuat pilihan untuk mewujudkan efisiensi dalam penggunaan berbagai sumber daya guna mencapai kepuasan maksimum, pada dasarnya merupakan titik berat (focus) analisis mikro ekonomi.39 Paten, merek, dan hak cipta adalah istilah-istilah yang bersumber dari satu konsep, yakni Hak atas Kekayaan Intelektual (Intellectual Property Right) yang biasa disingkat HKI atau HaKI. HaKI tidak hanya perlu diketahui oleh para produsen atau pedagang, namun juga masyarakat luas sebagai konsumen. Karena pelanggaran HaKI dapat membuat pelanggarnya diseret ke pengadilan dan diancam hukuman (penjara atau denda). Terkadang, masyarakat tidak sepenuhnya memahami bahwa melanggar HaKI adalah suatu kesalahan, bahkan merupakan tindak kriminal serius. Hak Kekayaan Intelektual merupakan hak eksklusif yang diberikan oleh Pemerintah kepada seseorang atau kelompok orang, merupakan perlindungan atas penemuan, ciptaan dibidang seni dan sastra, ilmu, 39
Johnny Ibrahim, Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia, Bayumedia Publishing, Malang-Jawa Timur, 2009, hal. 58-59. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
39
teknologi dan pemakaian simbol atau lambang dagang (merek). Perwujudan suatu penemuan, ciptaan atau bentuk pemakaian dari hal-hal yang menyangkut masalah Hak Kekayaan Intelektual, berdasarkan atas kemampuan manusia dalam merealisasikan bentuk pemikiran dan kemampuan akalpikirnya. Itu semua dapat terwujud dikarenakan manusia adalah mahluk berbudaya dan berpikir. Hak Kekayaan Intelektual telah menjadi bagian penting dan pendukung suatu negara dalam hal industrialisasi, dan perdagangan. Diakui bahwa pertumbuhan ekonomi suatu negara tergantung banyak pada perdagangannya, yang pada akhirnya ditentukan oleh keunggulan komparatif yang dimiliki. Sementara itu, keunggulan komparatif tergantung banyak pada kemampuan teknologinya, yang salah satu unsurnya adalah pada bidang cakupan milik intelektual (kekayaan intelektual). Jadi dengan demikian kekayaan intelektual adalah salah satu bagian yang sangat strategis dalam kegiatan ekonomi suatu negara pada saat ini.40 Perkembangan Hak Kekayaan Intelektual terus mengalami perubahan yang berarti seiring dengan kemajuan zaman. Dengan bertambahnya kemampuan manusia dalam mengolah dan mewujudkan kemampuan berpikirnya, Hak Kekayaan Intelektual terus akan terus berusaha untuk mengimbanginya. Permasalahan yang ada pada Hak Kekayaan Intelektual adalah permasalahan yang terus mengalami perkembangan seiring dengan berubahnya zaman, dimana aspek teknologi dan ilmu pengetahuan mengambil peran yang penting dalam perkembangan Hak Kekayaan Intelektual. Awal dari perkembangan permasalahan yang terjadi adalah sederhana, misalnya saja mengenai pengakuan tentang siapa pemilik suatu karya yang pada perkembangannya karya tersebut digunakan oleh orang lain. Dalam dunia perdagangan dan industri juga tidak lepas dari permasalahan-permasalahan yang melibatkan Hak Kekayaan Intelektual, 40
Muhamad Djumhana dan R. Djubaedillah, Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia), PT. Citra Aditya Bakti, 1993, hal. 9. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
40
seperti misalnya sengketa merek dagang terkenal, atau dalam hal penyalahgunaan suatu desain industri. Hak Kekayaan Intelektual dalam perjalanannya semakin menghasilkan permasalahan yang majemuk, namun juga turut menghasilkan perkembangan upaya perlindungan sesuai dengan era kemajuan zaman. Upaya perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual telah ada sejak era Revolusi Perancis dan Revolusi Industri di Inggris. Revolusi Perancis dan Revolusi Industri di Inggris tersebut banyak memberikan dorongan terhadap perkembangan doktrin maupun objek perlindungan Hak Kekayaan Intelektual. Perkembangan lainnya yang turut memberikan warna pada sejarah Hak Kekayaan Intelektual adalah dengan lahirnya konvensi mengenai Hak Milik Intelektual pada akhir abad ke 19 (sembilan belas), yaitu Konvensi Hak Milik Perindustrian dan Konvensi Hak Cipta. Kedua Konvensi ini lahir karena kebutuhan akan pentingnya perlindungan Hak Kekayaan Intelektual secara internasional, dan juga merupakan bentuk realisasi terhadap perlunya suatu peraturan yang bersifat global di bidang Hak Milik Intelektual. Seiring dengan perkembangan zaman yang memasuki era teknologi canggih, Hak Kekayaan Intelektual membuat suatu perluasan cakupan yang tidak hanya mencakup objek dari hak milik atau hak kekayaan itu sendiri melainkan juga mencakup pada doktrin dan peraturan yang berkaitan dengan HKI. 41 Dewasa ini masalah dan perkembangan Hak Kekayaan Intelektual mulai merambah tidak hanya semata-mata masalah milik intelektual saja melainkan mulai mencakup masalah ekonomi, sosial dan bahkan politik. Sebagai contoh adalah bila maraknya pembajakan atau pemalsuan suatu karya yang dianggap tidak wajar, maka bisa dikenai embargo ekonomi. Yang terjadi adalah pada umumnya pelanggaran berupa pembajakan atau pemalsuan tersebut dilakukan oleh kelompok dengan tingkat ekonomi lemah, sehingga bila mereka melakukan pelanggaran kekayaan intelektual sasaran pemasaran mereka adalah kelompok menengah ke bawah. Bila
41
Ibid, hal. 7-8. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
41
melakukan suatu pemalsuan, misalnya merek terkenal, maka akan berimbas pada gangguan hubungan internasional dengan negara mitra dagang
dan
gangguan
pada
arus
perdagangan.
Dengan
adanya
permasalahan tersebut maka bisa merusak politik luar negeri. Dengan adanya kelompok negara maju dan kelompok negara berkembang menandakan bagaimana Hak Kekayaan Intelektual diterapkan serta bagaiman perlindungan yang akan diberikan. Yang biasanya terjadi adalah negara berkembang demi mencapai tujuan pembangunannya, biasanya menggunakan segala aspek Hak Kekayaan Intelektual dengan berbagai cara legal maupun ilegal. Misalnya saja dengan maraknya pemalsuan suatu merek terkenal atau pencurian paten, sebagai contoh maraknya peredaran obat-obatan palsu yang banyak terjadi di negara berkembang. Negara maju selalu meminta kepada negara berkembang untuk dapat mengefektifkan peraturan Hak Kekayaan Intelektualnya dan menjadikan keadaan demikian sebagai konsesi timbal-balik dalam pembuatan perjanjian ekonomi. Sebaliknya, negara berkembang sulit untuk dapat menyetujui dalam memberikan perlindungan lebih besar terhadap Hak Kekayaan Intelektual bila negara maju tidak menyediakan atau membuka pasarnya untuk komoditi tertentu, misalnya tekstil dan hasil pertanian. Contoh tawar menawar tersebut menggambarkan bahwa semakin besarnya pengaruh Hak Kekayaan Intelektual dalam perdagangan. Oleh karena itu, pada bulan September 1990 di Jenewa, salah satu forum yang dinamakan Intellectual Propety in Bussines Briefing mendiskusikan masalah tersebut. Dapat dikatakan bahwa forum ini sebagai embrio dari apa yang kini dikenal dengan Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights (TRIPs).42
42
Paingot Rambe Manalu, Hukum Dagang Internasional, Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Hukum Nasional, Khususnya Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual, CV. Novindo Pustaka Mandiri, 2000, hal. 118. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
42
HKI bila dipandang dari segi ekonomi berarti bicara mengenai persaingan. Pada dasarnya HKI sangat memainkan peranan yang signifikan dalam pendapatan ekonomi suatu negara. Pada tahun 80-an devisa yang diperoleh Amerika Serikat dari HKI sudah melebihi 50%. Oleh karenanya seringkali kita melihat Amerika akan melakukan apa saja untuk melindungi HK yang dimilikinya dan memberikan sanksi yang sanat berat bagi pelanggar. Bahkan Amerika pun membuat suatu daftar negaranegara yang tidak melaksanakan HKI secara efektif, yang disebut sebagai prority watch list. Bagi negara yang tidak melaksanakan HKI tersebut maka akan memperoleh tekanan secara ekonomi.43 Karena Hak Kekayaan Intelektual telah menjadi bagian yang penting dalam aspek ekonomi terutama perdagangan hingga aspek politik suatu negara, maka dapat dikatakan bahwa Hak Kekayaan Intelektual merupakan bagian yang strategis dalam kegiatan perekonomian suatu negara. Melihat keadaan seperti ini, jelas sesuatu yang beralasan bila sejak selesainya Putaran Uruguay44, yang dimulai sejak tahun 1986 dan berakhir dengan perjanjian Marrakesh 1994, Hak Kekayaan Intelektual selalu menjadi topik dalam suatu perjanjian internasional tentang ekonomi. Salah satu bentuk nyata adalah bahwa permasalahan Hak Kekayaan Intelektual ini oleh Amerika Serikat harus ditempatkan dalam naungan General Agreement on Tariff and Trade (GATT). Gagasan agar pertemuanpertemuan GATT juga mempermasalahkan Hak Kekayaan Intelektual timbul karena desakan Amerika Serikat yang menilai World Intellectual Property Organization (WIPO) tidak mampu lagi melindungi Hak Kekayaan
Intelektual
internasional.
warga
negara
Amerika
Serikat
di
dunia
45
43
Dhaniswara K. Harjono, Op cit, hal. 114. Putaran Uruguay diselenggarakan dalam beberapa tahap yaitu: Tahap perundingan awal (19861988), dimulai dari perundingan Punta del Este, Uruguay; Tahap paruh masa (1988 di Montreal, Kanada); Tahap pertemuan Brusel; Tahap Perundingan di Jenewa pada tahun 1991 yang kemudian diikuti oleh inisiatif Direktur Jenderal GATT untuk menyusun Naskah Ketua Komite Perundingan Perdagangan; Tahap Pertemuan Jenewa (1993). Tahap Perjanjian Marrakesh (15 April 1994). 45 Paingot Rambe Manalu, Op Cit, hal. 119. Universitas Indonesia 44
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
43
Walaupun terjadi perdebatan antara setuju atau tidak setuju dari negara-negara berkembang terhadap keberadaan GATT untuk menangani masalah Hak Kekayaan Intelektual, sebagai salah satu negara yang turut menandatangani Putaran Uruguay, Indonesia telah meratifikasi paket TRIPs dengan Undang-Undang No. 7 tahun 1994 tentang Pengesahan Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia.:46 Hak Kekayaan Intelektual (HKI) sendiri banyak mempengaruhi perekonomian suatu negara dikarenakan HKI sangat mempengaruhi investasi untuk pengembangan ekonomi suatu negara. Tidak diragukan lagi bahwa HKI memiliki peranan penting, terlebih lagi HKI merupakan hak yang melekat pada diri manusia. Dalam hukum Islam juga disinggung masalah HKI, dimana HKI dalam Islam merupakan Haq Maaliyah (harta). Harta dalam bahasa Arab disebut al maal atau jamaknya al amwal. Dalam kamus al Muhith, al maal adalah segala sesuatu yang dapat dimiliki. Menurut istilah syara’, harta adalah segala sesuatu yang dimanfaatkan pada sesuatu yang legal menurut hukum syara’, seperti jual beli, pinjam meminjam, konsumsi dan lain-lain.47 HKI merupakan benda (al maal) yang berupa benda immateriil yang berupa manfa’at (al manfa’ah) karena yang dilindungi bukan benda yang diciptakan tetapi ide yang tertuang dalam suatu karya. Salah satu prinsip suatu ciptaan yang dilindungi oleh HKI adalah ketika memenuhi satu ciptaan tersebut memenuhi syarat keaslian. Karena HKI dapat dikategorikan sebagai al maal, maka ia dapat menjadi al milk (hak milik). Hak milik adalah penguasaan terhadap sesuatu yang dikuasainya itu dan dapat menikmati manfaatnya apabila tidak ada halangan syara’. 48 Maka, dengan diakuinya HKI sebagai al maal, maka sudah barang tentu menjadi wajib hukumnya untuk menjaga HKI, dan merealisasikan terwujudnya perlindungan HKI tersebut.49 46
Ibid, hal. 121 Aunur Rohim Faqih, Budi Agus Riswandi dan Shabhi Mahmashani, HKI, Hukum Islam dan Fatwa MUI, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2010, hal. 21. 48 Ibid, hal. 23. 49 Ibid, hal. 26. Universitas Indonesia
47
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
44
2.1.2. Pembagian Hak Kekayaan Intelektual Permasalahan Hak Kekayaan Inteletual merupakan permasalahan yang terus berkembang mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Istilah tentang Hak Kekayaan Intelektual (HKI) 50 merupakan terjemahan dari Intellectual Property Right (IPR), sebagaimana diatur pada Undang-Undang No. 4 Tahun 1994 tentang Pengesahan WTO (Agreement Establishing The World Trade Organization). Pengertian Intellectual Property Right (selanjutnya ditulis IPR) adalah yang mengatur segala karya- karya yang lahir karena adanya kemampuan intelektual yang mempunyai hubungan dengan hak seseorang secara pribadi yaitu hak asasi manusia (human right). Konsep properti (property) yang digunakan adalah sinonim dengan konsep benda/kebendaan dalam Buku II KUHPerdata. Pasal 449 KUHPerdata memberikan definisi tentang kebendaan yaitu tiap-tiap barang dan tiap-tiap hak yang dikuasai oleh hak milik. Pengertian dalam Pasal
449
KUHPerdata
tersebut
yaitu
konsep
properti
atau
benda/kebendaan meliputi baik barang maupun hak. Istilah barang secara yuridis orientasinya ialah menunjuk benda berwujud. Sementara, segenap hak orientasinya ialah untuk menunjuk segenap benda tak berwujud.51 Sistematika IPR atau Hak Kekayaan Industri yang diikuti oleh WIPO yang berlaku sampai saat ini terdiri dari:52 1. Paten Sederhana (Utility Model) dan Desain Produk Industri
(Industrial Design); dan
50
Istilah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) disinggung dalam sambutan Presiden RI pada acara peringatan HAKI sedunia tanggal 26 April 2011. Dalam sambutannya beliau menyatakan bahwa yang benar adalah ‘hak kepemilikan’, bukan ‘hak kekayaan’. Yang menjadi dasar pertimbangannya adalah bila direnungkan IPR (Intelectual Property Rights) diterjemahkan menjadi hak kekayaan intelektual. Bila mengacu pada pengetian kekayaan dalam bahasa inggris adalah wealth atau rich, sedangkan property pengetiannya adalah milik., SBY Tak Sepakat dengan Istilah 'Kekayaan Intelektual', http://news.detik.com/read/2011/04/26/134737/1625819/10/sby-taksepakat-dengan-istilah-kekayaan-intelektual, Detik News, diunduh Selasa, 26/04/2011. 51 Titon Slamet Kurnia, Pelindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca Perjanjian TRIPs, PT. Alumni, Bandung, 2011, hal. 103-104. 52 Paris Convention for the Protection of Industrial Property. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
45
2. Merek, termasuk Merek Dagang (Trade Mark), Merek Jasa (Service
Mark), Nama Perusahaan (Trade Name), Petunjuk Sumber (Indication of Source) dan Sebutan Asal (Appellation of Origin). Menurut TRIPs (Trade Related Aspects of Intellectual Property Rights), pada Pasal 1 ayat 2 yang dimaksud dengan HKI adalah semua kategori kekayaan intelektual sebagaimana dimaksud dalam bagian 1 sampai dengan 7 Bab II Agreement TRIPs yang mencakup: 1. Hak Cipta dan Hak-hak terkait lain (Copyrights and Related Rights); 2. Merek Dagang (Trade Marks); 3. Indikasi Geografis (Geographical Indications); 4. Desain Produk Industri (Industrial Designs); 5. Paten (Patent); 6. Desain Lay Out (topografi) dari Rangkaian Elektronik Terpadu (Lay
Out Designs (Topographies) of Integrated Circuits), 7. Perlindungan terhadap informasi yang dirahasiakan (Protection of
Undisclosed Information). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pengertian dari konsep properti/benda/kebendaan adalah sangat luas karena mencakup segenap benda berwujud atau tidak berwujud, benda tetap atau bergerak. Perlindungan tertinggi yang diberikan oleh hukum dalam hubungan antara benda, objek hukum, dengan subjek hukum ialah melalui konsep hukum yang disebut hak milik. Suatu properti atau benda yang dalam hubungan dengan subjek hukum tertentu diikat dengan hak milik akan memperoleh perlindungan hukum seperti terdapat dalam Pasal 570 KUHPerdata.53 Sedangkan bila dilihat dari hukum kebendaan, HKI termasuk benda tidak berwujud karena dapat dialihkan. HKI berfungsi:54
53
. Titon Slamet Kurnia, Op cit, hal. 104. Pasal 570 KUHPerdata: Hak milik adalah hak untuk enikmati keguanaan sesuatu kebendaan dengan leluasa dan untuk berbuat bebas terhadap kebendaan itu dengan kedaulatan sepenuhnya, asal tidak bersalahan dengan undang-undang atau peraturan umum yang ditetpkan oleh suatu kekuasaan yang berhak menetapkannya, dan tidak mengganggu hak-hak orang lain; kesemuanya itu dengan tak mengurangi kemungkinan akan pencabutan hak itu demi kepentingan umum berdasar atas ketentuan undang-undang dan dengan pembayaran ganti rugi. 54 Dhaniswara K. Harjono, Op cit, hal. 114. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
46
1. Melindungi inovasi, kreativitas, serta untuk memberi imbalan terhadap siapa saja atas suatu penemuan, desain dan merek. 2. Memberikan hak eksklusif dalam jangka waktu tertentu.
2.1.3. Ruang Lingkup dan Sifat-sifat Hak Kekayaan Intelektual Hak Kekayaan Intelektual sulit didefinisikan secara menyeluruh, karena banyak bentuknya dan luas ruang lingkupnya. Pada umumnya HKI berhubungan dengan perlindungan penerapan ide dan informasi yang memiliki nilai komersial. Secara umum Hak Kekayaan Intelektual dibagi kedalam 2 (dua) kelompok besar, yaitu: 1. Hak Cipta (copyrights) dan Hak-Hak terkait yang terdiri dari tulisantulisan, musik, drama, Audiovisual, Lukisan dan Gambar Patung, Foto, Ciptaan Arsitektur; dan hak terkait berupa Rekaman Suara, Pertunjukan Pemusik, Aktor, dan Penyanyi, dan Penyiaran. 2. Hak Kekayaan Industri (Industrial Property Rights) yang terdiri dari paten, merek barang dan jasa, rahasia dagang, disain Industri dan Indikasi Geografis Desain Tata Letak Sirkuit Terpadu. Mengingat hak cipta, paten, merek dan lain-lain berbeda hasil karya atau temuannya, maka berbeda pula perlakuannya. Paten, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, merek serta varietas tanaman baru harus terdaftar untuk memperoleh perlindungan. Yang dimuat dalam pendaftaran adalah penemunya, desain, nama dagang, logo dan lain-lain untuk informasi kepada publik. Sedangkan untuk hak cipta dan rahasia dagang secara otomatis akan dilindungi sesuai dengan kondisi spesifik. Kedua hak ini tidak harus, dan oleh karena itu data-datanya tidak perlu dibuka untuk umum, contohnya hak cipta atas suatu program computer. Tentang konstruksi suatu program komputer tetap menjadi milik si pencipta. Perbedaan lainnya adalah jangka waktu perlindungan tiap-tiap kekayaan intelektual. HKI memiliki sifat-sifat yang melekat, yang secara umum dapat memberikan pengaruh pada upaya perlindungan hukum serta penerapan Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
47
HKI itu sendiri. Adapun untuk sifat-sifat dari Hak Kekayaan Intelektual (HKI) itu sendiri adalah: 1. Mempunyai jangka waktu tertentu atau terbatas Apabila telah habis masa perlindungannya, maka ciptaan atau penemuan tersebut akan menjadi milik umum. Namun ada juga yang setelah habis masa perlindungannya dapat diperpanjang lagi, misalnya hak merek. 2. Bersifat eksklusif dan mutlak HKI yang bersifat eksklusif dan mutlak ini dimaksudkan bahwa hak tersebut dapat dipertahankan terhadap siapapun, dengan kata lain dapat dipertahankan dari upaya peniruan atau penjiplakan hasil karyanya. Pemilik hak dapat menuntut terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh siapapun. Pemilik atau pemegang HKI mempunyai suatu hak monopoli, dimana pemilik atau pemegang hak dapat mempergunakan
haknya
dengan
melarang
siapapun
tanpa
persetujuannya untuk membuat kembali barang ciptaan atau temuan si pemilik hak, ataupun menggunakan barang tersebut tanpa persetujuan dari si pemilik hak.
2.1.4. Prinsip Hak Kekayaan Intelektual Hak Kekayaan Intelektual pada prinsipnya merupakan hak yang diberikan negara kepada kaum intelektual yang mampu menerapkan ide dan gagasannya dalam bentuk kongkrit mempunyai dasar filosofi hak milik (walau terbatas dan berbeda dengan konsep hak milik atas benda), yaitu hak individual yang paling tinggi dan sempurna. Konsep dasarnya ialah bahwa pemilik hak sudah berkorban dan mencurahkan pikiran, tenaga, waktu dan biaya untuk menghasilkan suatu karya, maka ia dapat menggunakan
buah
karyanya
sebagai
hak,
aset
pribadi
atau
mengalihkannya pada pihak lain secara sosial (hibah, wasiat) atau komersial (Licensi Agreement atau Assignment Agreement atau perjanjian lainnya); dan diberi penghargaan dan perlindungan hukum. Perlindungan Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
48
hukum baru efektif berlaku kalau karyanya dimintakan hak perlindungan kekayaan intelektual pada instansi terkait.55 Prinsip dari hak kekayaan Intelektual sendiri dapat memberikan suatu identitas yang dapat dengan jelas memetakan bagaimana Hak Kekayaan Intelektual memposisikan diri berdasarkan prinsip-prinsip yang melekat pada Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri. Prinsip dari Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri terdiri dari : a. Prinsip Ekonomi (The Economic Argument) Berdasarkan prinsip ini HaKI memiliki manfaat dan nilai ekonomi serta berguna bagi kehidupan manusia. Nilai ekonomi pada HaKI merupakan suatu bentuk kekayaan bagi pemiliknya, pencipta mendapatkan keuntungan dari kepemilikan terhadap karyanya seperti dalam bentuk pembayaran royalti terhadap pemutaran musik dan lagu hasil ciptaannya. Yakni, hak intelektual berasal dari kegiatan kreatif suatu kemauan daya pikir manusia yang diekspresikan dalam berbagai bentuk yang akan memberikan keuntungan kepada pemilik yang bersangkutan. b. Prinsip Keadilan (The Principle of Natural Justice) Berdasarkan prinsip ini, hukum memberikan perlindungan kepada pencipta berupa suatu kekuasaan untuk bertindak dalam rangka kepentingan yang disebut hak. Pencipta yang menghasilkan suatu karya berdasarkan kemampuan intelektualnya wajar jika diakui hasil karyanya. Yakni, di dalam menciptakan sebuah karya atau orang yang bekerja membuahkan suatu hasil dari kemampuan intelektual dalam ilmu pengetahuan, seni dan sastra yang akan mendapat perlindungan dalam pemilikannya. c. Prinsip Kebudayaan (The Cultural Argument) Berdasarkan prinsip ini, pengakuan atas kreasi karya sastra dari hasil ciptaan manusia diharapkan mampu membangkitkan semangat dan minat untuk mendorong melahirkan ciptaan baru. Hal ini disebabkan 55
http://www.atmajaya.ac.id/_images/hki/Juli08/sambungan%20Konsep%20dasar.pdf, diakses 30 Maret 2012. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
49
karena pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan, seni dan sastra sangat berguna bagi peningkatan taraf kehidupan, peradaban dan martabat manusia. Selain itu, HKI juga akan memberikan keuntungan baik bagi masyarakat, bangsa maupun negara, yakni pengembangan ilmu pengetahuan, sastra dan seni untuk meningkatkan kehidupan manusia. Dengan menciptakan suatu karya dapat meningkatkan taraf kehidupan, peradaban, dan martabat manusia yang akan memberikan keuntungan bagi masyarakat, bangsa dan negara. d. Prinsip Sosial (The Social Argument) Berdasarkan prinsip ini, sistem HKI memberikan perlindungan kepada pencipta tidak hanya untuk memenuhi kepentingan individu, persekutuan
atau
kesatuan
itu
saja
melainkan
berdasarkan
keseimbangan individu dan masyarakat. Bentuk keseimbangan ini dapat dilihat pada ketentuan fungsi sosial dan lisensi wajib dalam undang-undang hak cipta Indonesia. Prinsip ini mengatur kepentingan manusia sebagai warga negara, artinya hak yang diakui oleh hukum dan telah diberikan kepada individu merupakan satu kesatuan, sehingga
perlindungan
diberikan
berdasarkan
keseimbangan
kepentingan individu dan masyarakat. Berdasarkan prinsip-prinsip tersebut, Hak Kekayaan Intelektual dapat memposisikan diri sebagai salah satu bagian penting dalam kehidupan manusia karena Hak Kekayaan Intelektual itu sendiri merupakan bagian dari manusia yang dapat secara sadar dirasakan maupun tidak. Sebagian manusia dapat secara sadar menggunakan Hak Kekayaan Intelektual
yang
ada
pada
dirinya
untuk
membantu
menopang
kehidupannya, khususnya dari segi peningkatan ekonomi. Tidak dapat dipungkiri bahwa Hak Kekayaan Intelektual memberikan konstribusi yang besar terhadap peningkatan sektor perekonomian. Keempat prinsip Hak Kekayaan Intelektual tersebut setidaknya mampu memberikan gambaran mengenai apa saja yang dapat diperoleh oleh masyarakat apabila mereka dapat memanfaatkan HKI secara maksimal. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
50
2.1.5. Pemanfaatan Hak Kekayaan Intelektual Pemanfaatan
Hak
Kekayaan
Intelektual
seyogyanya
dapat
direalisasikan secara maksimal apabila masyarakat telah memiliki kesadaran mengenai Hak Kekayaan Intelektual yang baik. Kesadaran mengenai pemanfaatan HKI di masyarakat merupakan dasar/langkah awal yang harus dilakukan apabila hendak mewujudkan perlindungan terhadap HKI itu sendiri. Dalam beberapa aspek, pemanfaatan HKI diperlukan untuk membantu meningkatkan aspek itu sendiri. Misalnya dalam aspek ekonomi dimana pemanfaatan HKI diperlukan dalam upaya pengenalan suatu transaksi barang atau jasa dalam perdagangan. Masyarakat dapat memanfaatkan HKI untuk memberikan suatu tanda pengenal pada produknya, misalnya saja dengan memanfaatkan suatu merek untuk produknya. Kita ketahui bahwa pemanfaatan HKI yang dilaksanakan secara menyeluruh dapat membuahkan suatu keunggulan tertentu bagi produk yang menggunakan dan juga bagi pihak yang memiliki produk tersebut. pengembangan produk dan bisnis secara tepat oleh perusahaan-perusahaan di negara maju telah menjadikan produk-produk mereka lebih bernilai dan lebih unggul, dibandingkan jika mereka hanya mengandalkan kualitas produk dan servis saja. Telah banyak pihak-pihak yang memanfaatkan HKI untuk memperoleh perlindungan hukum dan juga meningkatkan daya tarik produk itu sendiri. Selain itu, perlindungan HKI bisa pula dimanfaatkan untuk membuka peluang-peluang riset maupun bisnis baru. Artinya, kemampuan memanfaatkan HKI merupakan bekal utama untuk memanfaatkan peluang dan menambah daya saing. Pemanfaatan HKI sangat penting khususnya bagi dunia usaha. Hal ini dapat diketahui dari sosok HKI itu sendiri, dimana: 1) HKI dapat meningkatkan performa dan daya saing, 2) HKI mampu membantu dunia usaha dalam memberikan perlindungan hukum, manage, licence dan enforcement HKI, Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
51
3) HKI merupakan aset bisnis yang sangat penting bagi perdagangan nasional dan internasional.
2.1.6. Pengalihan Hak Kekayaan Intelektual Semua perubahan menyangkut kepemilikan atas Hak Kekayaan Intelektual terdaftar wajib dicatatkan di Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual Departemen Hukum dan HAM RI. Untuk hak merek, kepemilikan hak merek dapat beralih karena berbagai sebab, di antaranya, akibat restrukturisasi perusahaan (misalnya merger menjadi perusahaan baru), pengalihan hak antara dua perusahaan dalam satu grup (seperti antara perusahaan induk dengan anak perusahaannya), penjualan atau akuisisi perusahaan baik seluruh ataupun sebagian perusahaan, atau perubahan nama. Pengalihan Hak kekayaan Intelektual yang dimungkinkan oleh Undang-Undang Negara Republik Indonesia mencakup: 1. Pewarisan; 2. Wasiat; 3. Hibah; 4. Perjanjian; atau 5. Sebab-sebab lain yang dibenarkan oleh peraturan perundang-undangan. Pengalihan atas Hak Kekayaan Intelektual wajib dimohonkan pencatatannya kepada Ditjen HKI untuk dicatat dalam Daftar Umum Hak Kekayaan
Intelektual
terkait,
dengan
disertai
dokumen-dokumen
pendukung. Pengalihan hak atas Hak Kekayaan Intelektual terdaftar yang telah dicatat, diumumkan dalam Berita Resmi Hak Kekayaan Intelektual terkait. Tanpa dicatatkan dalam Daftar Umum, pengalihan hak atas Hak Kekayaan Intelektual tidak berakibat hukum pada pihak ketiga. Sebelum pencatatan pengalihan haknya dilaksanakan di Direktorat Jenderal HKI, pemilik yang baru atas Hak Kekayaan Intelektual yang dialihkan tidak dapat mengambil tindakan hukum baik perdata maupun pidana apabila terjadi pelanggaran hak atas merek–merek yang dialihkan, Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
52
tidak dapat mengajukan oposisi terhadap permohonan merek serupa yang diajukan pihak lain, atau mengajukan perpanjangan pendaftaran merekmerek yang dialihkan. Menunda pencatatan pengalihan hak di Direktorat Jenderal HKI dapat juga mengakibatkan penolakan permohonan pendaftaran Hak Kekayaan
Intelektual
terkait
apabila
pemilik
baru
mengajukan
permohonan pendaftaran merek yang mengandung persamaan pada pokoknya atau persamaan secara keseluruhan dengan Hak Kekayaan Intelektual atau merek-merek yang dialihkan untuk barang atau jasa sejenis. Pengalihan hak atas Merek terdaftar dapat disertai dengan pengalihan nama baik, reputasi, atau lain-lainnya yang terkait dengan Merek tersebut. Hak atas Merek Jasa terdaftar yang tidak dapat dipisahkan dari kemampuan, kualitas, atau keterampilan pribadi pemberi jasa yang bersangkutan dapat dialihkan dengan ketentuan harus ada jaminan terhadap kualitas pemberian jasa. Pengalihan hak atas Merek terdaftar hanya dicatat oleh Direktorat Jenderal HKI apabila disertai pernyataan tertulis dari penerima pengalihan (dalam hal ini, perusahaan baru hasil merger) bahwa Merek tersebut akan digunakan bagi perdagangan barang dan/atau jasa.
2.2.
Hak Merek 2.2.1. Sejarah Hak Merek Pada periode 200 atau 300 tahun yang lalu, merek hanya diaplikasikan pada pengecapan di tubuh sapi. Sebuah merek menyatakan hak properti dan kepemilikan, tetapi begitu berbeda dengan masa kini, sebuah merek menjadi keharusan yang mutlak dalam dunia pemasaran. Sejarah mengajarkan kita bahwa ada yang berbeda dari masa lalu dan masa kini, merek lahir dengan begitu banyak janji-janji. Hal ini mulai berlaku pada periode 1950-an, saat itu pandangan citra yang lebih baik dari kompetitor memberikan perlindungan pada konsumen. pada 1960-an Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
53
sebuah proyek dibangun dengan berusaha menciptakan konsep intelektual yang menganggap merek sebagai sintesis pengetahuan, keyakinan, dan proyeksi emosional. Berlanjut pada era 1991, tahun saat Amerika mengalami geliat kebangkitan label-label pribadi yang disebut produk tanpa merek dan menandai melambungnya dunia periklanan.56 Pemberian nama merek merupakan salah satu masalah utama dalam strategi pemasaran. Dilain pihak, mengembangkan produk bermerek membutuhkan pengeluaran investasi jangka panjang yang besar, khususnya untuk iklan, promosi dan pengemasan. Namun, kini banyak produsen yang akhirnya menyadari bahwa penguasaan pasar justru dapat dimiliki dengan membangun merek mereka sendiri. Perusahaanperusahaan Jepang dan Korea Selatan menyadari hal tersebut dan mengeluarkan biaya besar-besaran untuk membangun merek seperti Sony, Toyota, LG, dan Samsung. Bahkan, ketika perusahaan-perusahaan itu tidak dapat lagi memproduksi produk mereka di dalam negeri, merek mereka akan tetap memperoleh kesetiaan pelanggan. Merek merupakan sebuah identitas. Dengan adanya identitas tersebut, pelaku usaha dapat bersaing di pasar dan konsumen dapat mengenal produk atau jasa yang dihasilkan melalui merek. Merek adalah sebuah tanda yang dapat membedakan barang dan jasa yang diproduksi dan dimiliki oleh suatu perusahaan terhadap perusahaan lainnya. Kata, huruf, angka, gambar, foto, bentuk, warna, jenis logo, label atau gabungannya yang dapat digunakan untuk membedakan barang dan jasa dapat dianggap sebagai sebuah merek. Di sebagian negara, slogan iklan juga dianggap sebagai merek dan dapat didaftarkan pada Kantor HKI. Jumlah negara yang membuka kemungkinan untuk pendaftaran bentuk-bentuk merek yang kurang biasa didaftarkan seperti warna tunggal, tanda tiga dimensi (bentuk produk atau kemasan), tanda-tanda yang dapat didengar (bunyi) atau tanda olfactory (bau). Namun demikian, sebagian besar negara telah menentukan batasan-
56
Arif Rahman, Op cit, hal. 175-176. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
54
batasan mengenai hal apa saja yang dapat didaftarkan sebagai sebuah merek, secara umum adalah untuk tanda-tanda yang memang secara visual dapat dirasakan atau yang dapat ditunjukkan dengan gambar atau tulisan.57 Perkembangan merek di Indonesia sendiri diawali dengan dikeluarkannya Undang-Undang Hak milik perindustrian yaitu dalam “Reglement Industriele Eigendom Kolonien“ Stb 1912 – 545 jo Stb 1913 – 214 , kemudian pada jaman penjajahan Jepang dikeluarkan peraturan merek yang dikenal dengan osamu Seirei Nomor 30 tentang menyambung pendaftaran cap dagang yang mulai berlaku pada tanggal 1 bulan 9 tahun Showa (2603) kemudian peraturan tersebut diganti dengan Undangundang Nomor 21 tahun 1961 tentang merek perusahaan dan merek perniagaan. Sebelum tahun 1961, Undang-undang Merek Kolonial Belanda tahun 1912 tetap berlaku sebagai akibat dari penerapan PasalPasal peralihan dalam UUD 1945 dan Undang-Undang Dasar RIS 1949 serta UUD Sementara 1950. 58 Undang-Undang merek 1961 kemudian menggantikan Undang-Undang merek Kolonial. Namun sebenarnya Undang-Undang No 21 tahun 1961 hanya merupakan ulangan dari undang-undang sebelumnya. Pada Tahun 1992 undang-undang merek baru diundangkan dan berlaku mulai tanggal 1 April 1993 menggantikan Undang-Undang Merek tahun 1961. Dengan adanya Undang-Undang baru tersebut, surat keputusan adminstratif yang terkait dengan prosedur pendaftaran merek dibuat. A "trademark for commercial goods" necessarily requires commercial goods; in societies based on the barter system, therefore, there was no basis for "trademarks for goods." Trademarks not only identify goods, but create a distinction between goods from various sources. Consequently, a competitive relationship exists, and an overly simplistic mark is insufficient to be a trademark. The trade of goods came into 57
Intellectual Property for Business Series, Number: 1, Membuat Sebuah Merek, Pengantar Merek untuk Usaha Kecil dan Menengah, World Intellectual Property Organization (WIPO), http://www.wipo.int/export/sites/www/sme/en/documents/guides/translation/making_a_mark_indo .pdf, diunduh 9 Maret 2011. 58 http://esenha.wordpress.com/2010/05/06/perkembangan - pengaturan - merek – di - indonesia/ diunduh 21 Februari 2012. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
55
practice long ago, and the use of trademarks is thought to have evolved from that. 59 Merek dagang tidak hanya mengidentifikasi barang, tapi membuat perbedaan antara barang-barang tersebut dengan barang-barang dari berbagai sumber. Akibatnya, terdapat hubungan kompetitif, dan penggunaan tanda yang terlalu sederhana tidak cukup untuk menjadi sebuah merek dagang. Secara umum, brand sama dengan trademark atau merek dagang. Ada banyak istilah untuk menggambarkan aspek berbeda dari konsep brand mulai dari citra, reputasi, brand value, identitas dan brand recognition. Sedangkan, brand image adalah citra atas suatu merek yang tujuannya menciptakan kecenderungan bagi konsumen atas merek tersebut. Semua istilah tersebut mengacu pada pengertian yang sama. Brand seringkali diasosiasikan sama dengan positioning. Itulah sebabnya banyak yang menyebut bahwa brand dan positioning layaknya “saudara dekat”. Namun demikian, branding pada dasarnya adalah langkah penyempurnaan dari positioning. Jika positioning mendefinisikan sebuah perusahaan atau produk dalam kaitannya dengan pasar dan pesaing, branding adalah upaya untuk menciptakan persepsi unik serta ikatan emosional atau intelektual antara produk dan konsumen akhir.60
2.2.2. Ruang Lingkup dan Sifat Hak Merek Merek yang digunakan sebagai identitas suatu produk diatur dalam Undang-Undang no. 15 Tahun 2001 tentang Merek, dan telah ditegaskan didalamnya bahwa dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan usaha yang sehat, sehingga diperlukan pengaturan yang memadai tentang merek guna memberikan peningkatan layanan bagi masyarakat. Salah satu jenis merek yang diatur dalam Undang-undang Merek adalah Merek Kolektif. 59
Shoen Ono, Overview of Japanese Trademark Law 2nd ed., Yuhikaku, 1992, http://www.iip.or.jp/translation/ono/ch2.pdf, diunduh 28 Maret 2012. 60 Arif Rahman, Op cit, hal. 176-177. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
56
Merek kolektif merupakan hasil penggabungan dari beberapa merek yang sudah ada, menjadi satu kesatuan bentuk dengan tujuan untuk meningkatkan daya jual dan daya saing produk atau jasa yang dihasilkan. Suatu produk barang atau jasa akan lebih menarik dan memiliki daya jual maupun daya saing apabila terdapat penggunaan merek sebagai alat untuk mengidentifikasi produk barang/jasa tersebut. Menurut Undang-Undang Merek no. 15 Tahun 2001, merek kolektif merupakan Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Namun pengertian mengenai merek itu sendiri terkadang mengakibatkan persepsi ganda dari masyarakat pengguna suatu produk atau jasa (konsumen). Persepsi ganda tersebut diperoleh bila dikaitkan dengan penggunaan Indikasi Geografis. Perlu dipertegas bahwa terdapat kesamaan mendasar antara indikasi Geografis dengan Merek. Kesamaan mendasar tersebut terletak pada “suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang” serta pada “memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan” 61 . Perbedaannya adalah, pada Indikasi Geografis, tanda menunjukkan daerah asal suatu barang, yang didasarkan pada faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut. Hal ini dijelaskan pada Pasal 56 ayat (1) Undang-Undang Merek. 62 Maka bila mengacu kepada peraturan tersebut, tersirat bahwa Indikasi Geografis akan banyak dapat diterapkan pada produk-produk yang dihasilkan karena keanekaragaman sumber daya yang dimiliki Indonesia, dan saat ini dinilai merupakan satu-satunya bagian dari HKI
61
Indikasi Geografis: adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu. 62 Pasal 56 ayat (1) UU Merek menegaskan bahwa Indikasi-geografis dilindungi sebagai suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
57
yang memberikan perlindungan terhadap keunggulan komparatif dari negara berkembang. Perkembangan merek yang terjadi merupakan perkembangan dari sifat merek sebagai tanda kepemilikan/proprietary marks (pada merek mula-mula) sampai dengan sifat merek sebagai citra produk/product image atau simbol gaya hidup/way of life seperti yang terjadi pada saat sekarang ini. Pada sejarah perdagangan, merek semula digunakan dalam proses perdagangan sebagai tanda kepemilikan atas barang, hal ini bisa ditemukan pada bidang peternakan, yaitu menandai binatang ternak dengan tanda khusus, atau praktek penandaan barang yang akan dikirim melalui laut agar memudahkan identifikasi pada saat terjadi kecelakaan. Dalam perlindungan
Merek,
yang
ditekankan
adalah
Daya
Pembeda/Distinctiveness. Daya Pembeda ini akan melahirkan suatu kepribadian atas produk yang dijual. Ukurannya adalah apakah ada "Kesamaan pada pokoknya" dengan merek lain.
2.2.3. Pembagian Jenis Hak Merek Merek dagang diberlakukan setelah pertama kali penggunaan merek dagang tersebut atau setelah registrasi. merek dagang berlaku pada negara tempat pertama kali merek dagang tersebut digunakan atau didaftarkan.
Tetapi
ada
beberapa
perjanjian
yang
memfasilitasi
penggunaan merek dagang di negara lain. Merek terdaftar mendapat perlindungan hukum untuk jangka waktu 10 (sepuluh) tahun sejak Tanggal Penerimaan dan jangka waktu perlindungan itudapat diperpanjang. Seperti HaKI lainnya, merek dagang dapat diserahkan kepada pihak lain, sebagian atau seluruhnya. Contoh yang umum adalah mekanisme waralaba (franchise). Pada waralaba (franchise), salah satu kesepakatan adalah penggunaan nama merek dagang dari usaha lain yang sudah terlebih dahulu sukses. Di Indonesia, hak merek diatur dalam Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001. Menurut undang-undang tersebut pengertian merek dibedakan antara: Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
58
1) Merek adalah tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan barang atau jasa. 2) Merek Dagang adalah Merek yang digunakan pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersamasama atau badan hukum untuk membedakan dengan barang-barang sejenis lainnya. 3) Merek Jasa adalah Merek yang digunakan pada jasa yang diperdagangkan oleh seseorang atau beberapa orang secara bersamasama atau badan hukum untuk membedakan dengan jasa-jasa sejenis lainnya. 4) Merek Kolektif adalah Merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. 5) Hak atas Merek adalah hak eksklusif yang diberikan oleh Negara kepada pemilik Merek yang terdaftar dalam Daftar Umum Merek untuk jangka waktu tertentu dengan menggunakan sendiri Merek tersebut
atau
memberikan
izin
kepada
pihak
lain
untuk
menggunakannya.
2.2.4. Fungsi Hak Merek Indonesia sebagai negara berkembang membutuhkan dasar yang kuat dalam rangka mengantisipasi persaingan dagang dengan negaranegara lain, khususnya dengan negara-negara maju yang telah memiliki kemampuan daya saing yang lebih tinggi dari Indonesia dari berbagai faktor. Sumber daya yang dimiliki oleh Indonesia sangat beragam, namun hingga saat ini masih menemui kendala dalam mengelolaannya, khususnya untuk sumber daya manusianya. Merek memberikan banyak peluang untuk
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
59
membuktikan bahwa produk barang atau jasa yang ada dari Indonesia itu ada, dan dapat digunakan oleh semua lapisan masyarakat. Sebelum membahas mengenai hak merek lebih lanjut, harus dipahami terlebih dahulu mengenai produk sebagai bagian dari merek itu sendiri. Ada merek tentunya ada produk, namun tidak semua produk sudah ada mereknya. Produk merupakan segala sesuatu yang dapat ditawarkan ke pasar untuk mendapatkan perhatian, dibeli, dipergunakan, atau dikonsumsi dan yang dapat memuaskan keinginan atau kebutuhan. Produk mencakup obyek secara fisik, jasa, orang, tempat, organisasi dan ide.63 Pemberian merek bagi suatu produk barang atau jasa memang dipandang sebagai suatu hal yang mudah dan sepele. Banyak anggapan bahwa kemudahan tersebut adalah hanya dengan memberikan suatu nama atau gambar/logo yang mudah diingat oleh konsumen, maka merek yang diinginkan akan dapat mewakili produk barang/jasa tersebut. Namun yang terkadang dilupakan adalah pemakaian kaidah-kaidah atau norma-norma yang benar dalam penggunaan merek. Konsumen memandang merek sebagai bagian penting dari suatu produk, dan menetapkan merek dapat menambah nilai produk. Penetapan merek menjadi isu utama dalam strategi produk. Di satu pihak, mengembangkan produk bermerek membutuhkan investasi pemasaran yang besar dalam jangka panjang, terutama untuk iklan, berpromosi dan kemasan. 64 American Marketing Association mendefinisikan merek sebagai berikut:65 “A brand is a name, term, sign, symbol, design, or a combination of them, intended to identify the goods or services of one seller or group of sellers and to differentiate them from those of competitors.” Merek adalah nama, istilah, tanda, simbol, rancangan, atau kombinasi dari hal-hal tersebut, yang dimaksudkan untuk mengidentifikasikan barang atau 63
Kotler, Philip and Armstrong, Gary, Dasar-dasar Pemasaran, Principles of Marketing, Jilid 1, Edisi Bahasa Indonesia, Prenhallindo, Jakarta, 1997, hal. 274. 64 Ibid, hal. 282 65 Branding: Defined, http://chicagoama.org/behind-branding-scenes, diakses 3 Agustus 2012. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
60
layanan dari satu atau sekelompok penjual dan untuk membedakannya dari produk pesaing. Pada hakikatnya, merek mengidentifikasikan penjual atau pembuat. Merek dapat berupa nama, merek dagang, logo, atau simbol lain. Peraturan perundangan di berbagai negara bahwa diberikan hak eksklusif kepada pemegang merek untuk menggunakan merek untuk selamanya. Jadi merek berbeda dengan aktiva lain seperti hak paten dan hak cipta yang mempunyai batas waktu. Merek setidaknya harus memiliki beberapa elemen yang mampu memberikan kontribusi positif dalam penciptaan merek yang ideal. Beberapa elemen tersebut antara lain: 66 1. Nama merek (Brand name), yakni suatu bagian dari merek yang dapat diucapkan. Nama merek merupakan unsur sentral yang ada di dalam suatu merek. Nama merek harus mudah diucapkan, dapat diingat dengan baik oleh konsumen, serta memiliki konotasi yang baik di dalam pikiran penggunanya. Contohnya: Pepsodent, Indomie, Polytron, dan sebagainya. 2. Logo dan simbol, yakni seperangkat gambar atau huruf yang diciptakan untuk mengindikasikan keorisinalan, kepemilikan ataupun asosiasi. Walaupun kunci elemen dalam merek adalah nama merek, namun logo dan simbol juga merupakan suatu elemen yang diingat dalam memori seseorang. Oleh karena itu, penciptaan logo dan simbol sangat penting agar dapat dikaitkan dengan suatu nama merek di dalam memori pelanggan. 3. Karakter, yakni unsur khusus di dalam simbol suatu merek. Karakter biasanya muncul dalam iklan dan memainkan peran penting dalam kampanye periklanan merek. Karakter dapat digambarkan dengan sosok manusia atau karakter animasi atau buatan. 4. Slogan dan jingle. Slogan merupakan kalimat singkat yang menyampaikan informasi-informasi, baik yang bersifat persuasi 66
Bernd Schmitt and Alex Simonson, Marketing Aesthetics, (New York: The Free Press 1999), 149. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
61
maupun deskripsi tentang suatu merek. Jingle adalah slogan yang dinyanyikan. Slogan dan jingle biasa diciptakan terkait dengan suatu merek karena mudah diingat, bahkan setelah beberapa tahun digunakan. Slogan dan jingle biasanya terdapat dalam suatu iklan yang menampilkan merek tertentu, tentunya dengan format yang mudah untuk diingat oleh konsumen. Iklan dilukiskan sebagai komunikasi antara produsen dan konsumen, antara penjual dan calon – pembeli. Iklan bermaksud memberikan informasi dengan tujuan yang terpenting adalah memperkenalkan produk atau jasa. Iklan (yang terdiri dari slogan dan jingle) merupakan salah satu strategi promosi dari marketing yang berfungsi menyampaikan informasi tentang suatu produk kepada masyarakat. Tujuannya adalah untuk mendekatkan suatu produk dan memberikan kesan kepada konsumen bahwa produk tersebut lebih unggul (exellent) daripada yang lain dengan beberapa kelebihannya.67 Menurut aturan yang telah tegas disebutkan dalam Undang-Undang Merek Pasal 4, bahwa merek tidak dapat didaftar atas dasar permohonan yang diajukan oleh pemohon yang beriktikad tidak baik. Menurut penjelasan Pasal 4, Pemohon yang beriktikad baik adalah Pemohon yang mendaftarkan mereknya secara layak dan jujur tanpa ada niat apa pun untuk membonceng, meniru, atau menjiplak ketenaran merek pihak lain demi kepentingan usahanya yang berakibat kerugian pada pihak lain itu atau
menimbulkan
kondisi
persaingan
curang,
mengecoh,
atau
menyesatkan konsumen. Contohnya, Merek Dagang A yang sudah dikenal masyarakat secara umum sejak bertahun-tahun, ditiru demikian rupa sehingga memiliki persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan Merek Dagang A tersebut. Dalam contoh itu sudah terjadi iktikad tidak baik
dari peniru
karena
setidak-tidaknya
patut
diketahui unsur
kesengajaannya dalam meniru merek dagang yang sudah dikenal tersebut. Maka secara garis besar, suatu merek akan ditolak permohonannya bila: 67
H. Muhammad Djakfar, Etika Bisnis, Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi, Penebar Plus, Jakarta, 2012, hal. 163. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
62
1. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek pihak lain yang sudah terdaftar lebih dahulu untuk barang dan/atau jasa yang sejenis. Persamaan pada pokoknya adalah kemiripan yang disebabkan oleh adanya unsur-unsur yang menonjol antara merek yang satu dengan merek yang lain, yang dapat menimbulkan kesan adanya persamaan baik mengenai bentuk, cara penempatan, cara penulisan atau kombinasi antara unsur-unsur ataupun persamaan bunyi ucapan yang terdapat dalam merek-merek tersebut. 2. Mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan
merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang dan/atau jasa sejenis . Pengertian merek Terkenal dilakukan dengan memperhatikan pengetahuan umum masyarakat mengenai merek tersebut di bidang usaha yang bersangkutan, reputasi merek tersebut yang diperoleh karena promosi yang gencar dan besar-besaran, investasi di beberapa negara di dunia yang dilakukan pemilik merek disertai bukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara. Apabila perlu, Pengadilan Niaga dapat memerintahkan lembaga independen untuk melakukan survei guna memperoleh Mengacu kepada peraturan tersebut, dapat ditegaskan bahwa pelaku usaha dalam mendaftarkan mereknya, atau minimal ketika dia membuat mereknya, memiliki niat untuk meniru suatu merek yang telah dikenal masyarakat yang berakibat kerugian pada pihak lain, menimbulkan suatu kondisi persaingan curang, membingungkan konsumen karena kesamaan unsur dalam mereknya, maka merek tersebut tidak dapat didaftarkan karena adanya itikad yang tidak baik. Begitu pula yang terjadi untuk penggunaan merek kolektif. Bila dalam pembuatan dan pengajuan pendaftaran merek kolektif tersebut terdapat itikad yang tidak baik dari pelaku usaha, maka merek kolektif tersebut tidak dapat didaftarkan. Telah diketahui sebelumnya bahwa merek yang dapat terdiri dari logo atau gambar atau tulisan yang tertera dalam suatu produk barang/jasa Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
63
merupakan suatu identitas dari produk barang/jasa yang digunakan dalam perdagangan. Suatu merek umumnya merupakan suatu bentuk perwakilan atau pencitraan dari perusahaan pembuat produk atau jasa tersebut, yang didalamnya terkandung makna filosofis yang disesuaikan dengan visi dan misi dari perusahaan pembuatnya. Pada umumnya perusahaan besar memberikan suatu aturan khusus terutama untuk para sales/marketingnya untuk menggunakan merek yang mereka miliki secara benar dan bijak. Sebagai contoh adalah peraturan mengenai penggunaan merek dagang
pada
produk
TUPPERWARE
Tupperware.
dimiliki
oleh
68
Logo
dan
merek
TUPPERWARE
dagang
BRANDS
CORPORATION. Tupperware memberikan hak kepada Distributor untuk mendistribusikan/ menjual produk, namun hak atas logo dan merek tetap hanya dimiliki oleh PT Tupperware Indonesia. Peraturan selanjutnya menyatakan bahwa Semua penggunaan Logo dan Merek TUPPERWARE yang akan dipergunakan oleh Distributor harus meminta ijin dari PT Tupperware Indonesia. Begitu pula untuk penggunaan merek dan logo pada
merchandise,
kartu
nama
dan
website,
yang
harus
memberitahukan/meminta ijin dari perusahaan.
2.3.
Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Penerapan Merek 2.3.1. Perkembangan Penerapan Indikasi Geografis Indonesia sebagai negara dengan kekayaan yang melimpah serta memiliki keanekaragaman budaya memerlukan suatu bentuk pengakuan terutama mengenai komoditi yang dihasilkan, khususnya dari masingmasing wilayah di Indonesia. Masing-masing wilayah tersebut tentunya memiliki produk atau komoditi unggulan yang dapat meningkatkan pendapatan di daerah masing-masing dan memiliki daya saing di pasar internasional, selain itu nama Indonesia juga akan semakin dikenal oleh masyarakat internasional. Berdasarkan hal tersebut, perlu kiranya terdapat suatu penjelas mengenai dari mana produk atau komoditi tersebut berasal.
68
Penting Untuk Diketahui Sales Force, http://www.tupperware.co.id. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
64
Adakalanya dalam suatu produk yang telah memiliki merek, dalam label merek yang tertera pada produk tersebut terdapat suatu ciri-ciri khusus mengenai asal produk tersebut. Dalam suatu produk sering didapati menggunakan nama geografis untuk menunjukkan asal dari produk yang ditawarkan, misalnya saja seperti Kopi Toraja dan Kopi Kintamani. Dengan demikian suatu tanda yang menunjukkan daerah asal barang yang dikaitkan dengan kualitas, reputasi atau karakteristik lain yang sesuai dengan asal geografis barang tersebut dikenal dengan Indikasi Geografis. Selain disebutkan sebagai Indikasi Geografis, penanda yang sering muncul adalah mengenai Indikasi Asal yang digunakan sebagai pendukung dari Indikasi Geografis itu sendiri. Indikasi geografis adalah suatu tanda yang menunjukkan daerah asal suatu barang, yang karena faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia, atau kombinasi dari kedua faktor tersebut, memberikan ciri dan kualitas tertentu pada barang yang dihasilkan. Sedangkan Indikasi Asal adalah suatu tanda yang memenuhi ketentuan tanda indikasi geografis yang tidak didaftarkan atau semata-mata menunjukan asal suatu barang atau jasa. Dalam Undang-Undang Merek sendiri disebutkan bahwa Indikasi Geografis memiliki tanda yang berfungsi sebagai penunjuk daerah asal. Tanda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 angka 1 merupakan nama tempat atau daerah maupun tanda tertentu lainnya yang menunjukkan asal tempat dihasilkannya barang yang dilindungi oleh Indikasi-geografis. Yang dimaksud dengan "tanda tertentu lainnya" adalah tanda yang berupa kata, gambar, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut. Contoh: Kata "Minang" mengindikasikan daerah Sumatera Barat; sedangkan gambar rumah adat Toraja, mengindikasikan daerah Toraja di Sulawesi Selatan. Bila ciri khas dipertahankan dan dijaga konsistensi mutu tingginya maka produk tersebut akan tetap mendapatkan pasaran yang baik, sebaliknya bila ciri khas dan mutu produk tersebut tidak konsisten maka nilainya akan merosot. Suatu produk yang bermutu khas tentu banyak Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
65
ditiru orang sehingga perlu diupayakan perlindungan hukum yang memadai bagi produk-produk tersebut. Dalam beberapa kasus telah terbukti bahwa nama produk Indonesia seperti kopi Mandailing atau Mandheling Coffee digunakan untuk produk lain atau diisi dengan kopi yang berasal dari daerah lain bahkan negara lain; demikian juga di pasaran dunia telah dikenal nama batik Malaysia bahkan batik Thailand, suatu hal yang tentunya tidak kita kehendaki mengingat batik adalah suatu ciri khas Indonesia. Indikasi Geografis juga amat menghargai keterkaitan historis antara suatu produk dengan tempat asalnya. Karakter kepemilikannya pun bersifat komunal atau kolektif. Selain itu, Indikasi Geografis juga amat potensial untuk menjamin agar keuntungan ekonomis tertinggi dari suatu produk dapat tetap paling dinikmati oleh produsen dari daerah asal produk itu sendiri. Bahkan, di beberapa negara maju Indikasi Geografis secara signifikan telah menaikkan standar kehidupan masyarakat lokal yang terancam kemiskinan karena kedudukannya yang jauh dari pusat. Dalam suatu produk, pendaftaran produk indikasi geografis akan memberikan nilai tambah dan keuntungan kepada para stakeholders yang terlibat misalnya seperti eksportir. Selain itu, pendaftaran produk berindikasi geografis itu juga merupakan bagian dari strategi marketing, sehingga produk bisa lebih mahal dari produk sejenis. Dalam perkembangan Indikasi Geografis di Indonesia sendiri, Ditjen Hak Kekayaan Intelektual Kementerian Hukum dan HAM, baru mulai menerima permohonan pendaftaran indikasi geografis sejak September 2007. Pendaftar pertama dari dalam negeri adalah Kopi Kintamani, Bali. Hingga kini pemerintah sudah menerbitkan empat sertifikat produk indikasi geografis. Keempat produk tersebut adalah Kopi Kintamani (Bali), Kopi Gayo (Nanggroe Aceh Darussalam), Mebel ukir Jepara (Jawa Tengah) dan Lada Putih Muntok (Bangka). 69 Sedangkan Indikasi Geografis yang baru saja diterbitkan adalah untuk Beras Adan 69
http://patenindonesia.blogspot.com/2011/04/forum-nasional-indikasi-geografis.html, diakses tanggal 3 Agustus 2012. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
66
Krayan (Nunukan) pada Januari 2012. 70 Beras Adan sendiri merupakan beras yang diproduksi oleh petani di wilayah Krayan, Kabupaten Nunukan, Kalimantan Timur yang merupakan salah satu kawasan terluar yang berbatasan langsung dengan Serawak Malaysia. Wilayah Krayan berada pada ketinggian sekitar 1.000 m di atas permukaan laut Wilayah tersebut termasuk sulit dijangkau karena hanya bisa ditempuh melalui jalan udara dari kabupaten Nunukan atau Tarakan dan tidak ada akses melalui jalan darat atau sungai, Wilayah Krayan merupakan lembah yang dikelilingi hutan lindung dan sejumlah gunung yang secara administratif dibagi menjadi dua yaitu kecamatan Krayan Induk dan Kecamatan Krayan Selatan. Wilayah tersebut terkenal menghasilkan beras dengan cita rasa khas, penanaman padi diolah secara organik dengan memanfaatkan kotoran kerbau sebagai input pemupukan. Cita rasa beras Adan Krayan tidak bisa ditemukan di wilayah lain hal ini merupakan satu keunikan tersendiri.71 Penggunaan indikasi geografis tidak terbatas kepada produk pertanian. Indikasi geografis juga dapat merupakan pertanda kualitas khusus produk yang disebabkan oleh faktor manusia yang dapat dijumpai hanya didaerah asal produk, yang berkaitan dengan keahlian dan tradisi khusus. Tempat asal tersebut mungkin berupa desa, kota, daerah atau bahkan nama negara. Suatu contoh adalah nama Swiss atau Switzerland yang dipandang sebagai indikasi geografis di banyak Negara untuk produk yang dibuat di Switzerland dan khususnya untuk jam dan untuk pisau. Kita kenal nama Switzerland watches atau Swiss army knife. Disamping indikasi geografis terdapat pula istilah lain yaitu appellation of origin yaitu indikasi geografis yang sangat spesifik, istilah ini digunakan untuk produk yang mempunyai kualitas spesifik yang secara 70
Upaya perlindungan beras Adan Krayan merupakan tindak lanjut dari penandatanganan Nota Kesepahaman antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan Kementerian Dalam Negeri RI dan Kementerian Pertanian RI tentang “Pengembangan Potensi Produk Indikasi Geografis Bidang Pertanian.” Kemudian pada 26 September 2011, Beras Adan Krayan diajukan oleh Asosiasi Masyarakat Adat Perlindungan Beras Adan Krayan untuk mendapatkan perlindungan hukum perlindungan Indikasi Geografis Beras Adan Krayan. 71 http://www.organicindonesia.org/05infodata-news.php?id=321, diakses tanggal 3 Agustus 2012 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
67
eksklusif atau secara esensial disebabkan oleh kondisi geografis di tempat produk tersebut di produksi. Konsep indikasi geografis mencakup pengertian appellations of origin. 72 Indikasi geografis merupakan pertanda yang menunjuk kepada tempat
khusus atau daerah produksi yang
menentukan kualitas
karakteristik produk yang dimaksud. Hal yang terpenting adalah bahwasanya produk tersebut mendapatkan kualitas khususnya dan reputasinya dari tempat tersebut Oleh karena kualitas tersebut tergantung kepada tempat produksi, maka terdapat “hubungan” atau “pertautan” antara produk tersebut dengan tempat produksi asalnya. Di samping indikasi geografis dikenal pula istilah Indikasi asal yaitu tanda yang semata-mata menunjukkan asal suatu barang atau jasa. Indikasi Geografis juga dapat dimanfaatkan oleh UKM sebagai salah satu strategi untuk pengembangan usahanya. GI can become a very powerful competitive tool for the SMEs collectively involved in manufacturing and marketing of agricultural goods, foodstuff, handicrafts, traditional arts, etc. Indikasi Geografis dapat digunakan oleh UKM sebagai alat kompetitif yang sangat kuat, khususnya untuk UKM yang terlibat dalam pembuatan dan pemasaran produk pertanian, bahan makanan, kerajinan, seni tradisional, dan lain sebagainya. 73 Selain itu, Sektor
UKM
harus
memperoleh
efektifitas
pembiayaan
dalam
memanfaatkan Pendaftaran Desain Industri di sejumlah besar sektor untuk mempertahankan daya saing mereka, sebagai alat HKI yang relatif lebih murah dan sederhana untuk didaftarkan dan diperoleh oleh UKM.74
72
Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Indonesia Dengan Pengembangan Indikasi Geografis, Direktorat Kerjasama dan Perdagangan Internasional, 2004. 73 Prof. Dr. Prabuddha Ganguli, Brand management: Role of Trademarks, Collective/Certification Marks, Geographical Indications and Industrial Designs as Marketing Tools for SMEs: Practical Experience and Case Studies, presentation, WIPO/QCCI Sub-Regional Seminar on SME for the Member States of the Gulf Cooperation Council (GCC), October 14-15, 2003. 74 Prof. Dr. Prabuddha Ganguli, ibid. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
68
2.3.2. Keterkaitan Indikasi Geografis dengan Merek dan Program One Village One Product (OVOP) Dalam arena perdagangan internasional, disamping harga, sebagian besar persaingan terletak pada ciri khas, keunggulan dan konsistensi mutu produk. Produk yang berciri khas dan bermutu tinggi secara konsisten akan banyak dicari dan mendapatkan tempat khusus di pasar internasional. Ciri khas dari suatu produk dapat terjadi karena faktor geografis, keadaan tanah dan iklim yang khas dari daerah penghasil dan/atau faktor budaya masyarakat setempat. Ciri khas tersebut dinamakan sebagai indikasi geografis. Merek adalah tanda yang digunakan oleh produsen untuk membedakan produk dan jasa yang disediakannya dengan produk dari produsen lain. Merek memberikan hak kepada pemiliknya untuk mengecualikan produsen lain dalam penggunaan merek yang sama. Indikasi geografis suatu produk menunjukkan kepada konsumen bahwa produk tersebut diproduksi di suatu tempat tertentu dan mempunyai ciri khas yang disebabkan atau berasal dari tempat produksi tersebut. Indikasi geografis dapat digunakan oleh semua produsen yang membuat produknya di tempat yang disebutkan oleh indikator geografisnya dan yang produknya mempunyai kualitas yang khusus. Indikasi geografis dimengerti oleh konsumen sebagai citra tentang asal dan kualitas produk. Banyak diantaranya yang telah mendapatkan reputasi yang berharga yang apabila tidak dilindungi secara baik, akan dapat
disalahgunakan
oleh
pelaku
komersial
yang
tidak
jujur.
Penyalahgunaan indikasi geografis akan merugikan baik konsumen maupun produsen. Konsumen ditipu dan dirugikan karena ciri khas dan kualitas produk yang dibeli tidak sesuai dengan seharusnya, sedang produsen dirugikan karena menurunnya mutu dan tidak sesuainya ciri khas produk akan mengakibatkan kekecewaan konsumen yang berakibat merusak reputasi produk tersebut. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
69
Pada dasarnya merek dan indikasi geografis sering mengalami benturan didalam prakteknya, oleh karena indikasi geografis dan merek dagang sering dipakai secara bersamaan sehingga seringkali para pengusaha mendaftarkan indikasi geografis sebagai merek dagang. Hal ini telah memicu terjadinya persaingan curang diantara para produsen. Beberapa kasus telah terjadi menimpa produk indikasi geografis indonesia. Indikasi Geografis sendiri pada dasarnya memiliki kesamaan dengan merek. Perbedaannya, pada Indikasi Geografis, tanda menunjukkan daerah asal suatu barang, yang didasarkan pada faktor lingkungan geografis termasuk faktor alam, faktor manusia atau kombinasi dari kedua faktor tersebut (Pasal 56 Undang-Undang Merek). Jadi sebenarnya Indikasi Geografis ini akan banyak dapat diterapkan pada produk-produk yang dihasilkan karena keanekaragaman plasma nutfah yang dimiliki Indonesia, dan ini merupakan satu-satunya bagian dari HKI yang memberikan perlindungan terhadap keunggulan komparatif negara berkembang. Untuk memberikan gambaran mengenai penerapan Indikasi Geografis dan Merek dalam suatu produk, dapat melihat pada contoh produk Pelaga Kopi merek Ijo Bang. Produk tersebut merupakan kopi bubuk yang diproduksi dari desa Pelaga di Petang, Badung, Bali. Dalam kemasan kopi tersebut tertera gambar ayam jago dan gambar biji kopi sebagai gambar merek dan “Ijo Bang” sebagai mereknya. Sedangkan untuk Indikasi Geografisnya dapat terlihat pada kalimat “Pelaga Kopi” dimana “Pelaga” merupakan nama dari desa penghasil kopi tersebut. Sedangkan keterkaitan antara Indikasi Geografis dengan One Village One Product (OVOP) memiliki kemiripan yang dapat diabungkan. Bila Indikasi Geografis memfokuskan diri pada tanda yang menunjukan daerah asal suatu barang, OVOP memfokuskan diri pada produk dan pelaku usahanya. Sebagai contoh untuk produk Pelaga Kopi merek Ijo Bang, dimana Indikasi Geografis terletak pada “Pelaga Kopi” yang menunjukan desa Pelaga, Bali. Sedangkan untuk OVOP terletak pada pelaku usaha/UKM yang membuat/memproduksi kopi tersebut. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
70
Dapat dikatakan bahwa Indikasi Geografis memiliki manfaat tersendiri, khususnya bagi pelaku usaha/produsen yang menghasilkan suatu produk. Bagi produsen, manfaat keberadaan IG dapat dilihat dari aspek ekonomi, aspek ekologi, aspek sosial budaya dan aspek hukum.75 a. Aspek Ekonomi; adanya kepemilikan khas suatu produk, peningkatan nilai tambah, peningkatan pemasaran, perlindungan dari pemalsuan produk, peningkatan pendapatan, peningkatan lapangan kerja, keberlanjutan usaha, pengembangan agrowisata, penguatan ekonomi wilayah, percepatan pengembangan. wilayah serta peningkatan kesejahteraan masyarakat. b. Aspek
Ekologi;
menjaga
kelestarian
alam,
mempertahankan
kelestarian sumber daya genetik serta peningkatan reputasi kawasan. c. Aspek Sosial Budaya; mempererat hubungan komunitas produsen, meningkatkan dinamika wilayah, melestarikan adat, pengetahuan serta kearifan lokal masyarakat. d. Aspek Hukum; memberikan perlindungan dan kepastian hukum bagi produsen dan perlindungan dari pemalsuan dan pemanfaatan legal, ketenaran produk.
75
Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi, Pedoman Teknis Pelaksanaan Indikasi Geografis Tahun 2012, , Ditjen Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, Kementerian Pertanian, Januari 2012, hal. 14-15. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
71
Tabel 2.1. Perbedaan Antara Merek dengan Indikasi Geografis Merek
Indikasi Geografis
Tanda yang digunakan oleh produsen
Tanda yang digunakan untuk produk
untuk membedakan produk dan jasa yang
yang mempunyai asal geografis spesifik
disediakannya dengan produk dari
dan mempunyai kualitas atau reputasi
produsen lain, yang berupa gambar,
yang berkaitan dengan asalnya, contoh
nama, kata, huruf-huruf, angka-angka,
tanda bergambar rumah Minang yang
susunan warna, atau kombinasi dari
menandakan produk berasal dari
unsur-unsur tersebut yang memiliki daya
Sumatera atau penari Bali yang
pembeda dan digunakan dalam kegiatan
menandakan produk berasal dari Bali,
perdagangan barang atau jasa.
tanda dengan produk yang diikuti nama daerah.
Pemilik merek memiliki perlindungan
Indikasi Geografis dapat digunakan oleh
hukum terhadap mereknya apabila ada
semua produsen yang membuat
produsen lain yang menggunakan merek
produknya di tempat yang disebutkan
sejenis.
oleh indikator geografisnya dan yang produknya mempunyai kualitas yang khusus.
Merek dapat dimiliki oleh perseorangan
Indikasi Geografis bersifat komunal
maupun secara kolektif
(dimiliki oleh masyarakat) dan bukan oleh perseorangan
Perlindungan merek memiliki jangka
Perlindungan Indikasi Geografis bersifat
waktu dan dapat diperpanjang selama
permanen asal ciri khas dan kualitas
merek tersebut digunakan dalam bidang
barang yang dilindungi masih tetap sama
perdagangan barang atau jasa.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
72
Gambar 2.1. Penerapan Indikasi Geografis dan Merek dalam Kemasan Produk Kopi
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
BAB 3 MEREK KOLEKTIF DALAM PRODUK UKM
3.1.
Usaha Kecil dan Menengah di Indonesia 3.1.1. Gambaran Umum UKM Dalam penjelasan singkat pada Bab dimuka, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), lingkup UMKM dibagi menjadi 3 (tiga) kriteria, yaitu: 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau
badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria. 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri,
yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan. Disadari bahwa UKM merupakan salah satu bagian penting dari perekonomian suatu negara ataupun daerah, tidak terkecuali di Indonesia. Terdapat tiga alasan yang mendasari negara berkembang belakangan ini memandang penting keberadaan UKM. Alasan pertama adalah karena kinerja UKM cenderung lebih baik dalam hal menghasilkan tenaga kerja yang produktif. Kedua, sebagai bagian dari dinamikanya, UKM sering mencapai peningkatan produktivitasnya melalui investasi dan perubahan 73 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
74
teknologi. Ketiga adalah karena sering diyakini bahwa UKM memiliki keunggulan dalam hal fleksibilitas ketimbang usaha besar. 76 Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sendiri memiliki peranan yang cukup besar dalam pembangunan ekonomi. UKM memiliki kontribusi dalam pertumbuhan nilai tambah (value added) sebesar 57% dari total nilai Produk Domestik Bruto (PDB). Sementara itu untuk sektor penyediaan tenaga kerja, UKM berkontribusi sebesar 99,5% dari nilai total jumlah tenaga kerja. UKM sendiri memiliki nilai konstribusi ekspor yang potensial, dengan share sebesar 16-21% dari nilai total ekspor. UKM juga memiliki kekuatan dalam hal mempertahankan kondisi perekonomiannya. Hal ini dapat dilihat dari terus bertahannya UKM terhadap krisis. Perusahaan skala mikro dan usaha kecil lebih mampu untuk terus bertahan, sedangkan untuk usaha kelas menengah belum sepenuhnya pulih dari krisis sampai dengan tahun 2003.77
Tabel 3.1. Peranan UKM dalam Perekonomian The Role of SME in Economic Development Contributor to Provider of Potential Flexibility and Value added Employment Contributor to Resilience to Shocks (Growth) Export About 57% of GDP
Contribute to 99.5% of total employment
Share about 1621% of total export
Continue to survive during the crisis, micro and small enterprises more resilience, but medium enterprises are not fully recovered from the crisis up to 2003
UKM tidak terlepas dari permasalahan yang dihadapi; yang meliputi masalah permodalan, manajemen produksi, pemasaran produk,
76
Hasil Kajian Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Kajian Pemasaran Produk UKM Melalui Jaringan Retail Besar, Kementerian Perdagangan, 2008. 77 Noer Soetrisno, Clustering Strategy in SME Development : An Integral Development Supports, 2004 APEC Informatization Policy Forum For Small and Medium Enterprises, Presentation, July, 15-16, 2004. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
75
keterbatasan sumber daya manusia dan akses terhadap sumber informasi. Diversifikasi produk dan pasar merupakan strategi penting dalam pemasaran untuk mengantisipasi ketergantungan terhadap pasar tertentu termasuk kejenuhan pasar. Hal tersebut dapat dikatakan bahwa perluasan pasar bagi produk-produk UKM sangat diperlukan untuk meningkatkan kinerjanya sehingga UKM dapat lebih berkembang.78 Usaha Kecil dan Menengah merupakan salah satu prioritas pembangunanan pemerintah. Dalam upaya meningkatkan peran UKM adalah meningkatkan kepastian berusaha dan kepastian hukum bagi dunia usaha termasuk UKM. Selain itu kebijakan lainnya adalah meningkatkan akses UKM kepada sumber daya produksi dan meningkatkan kualitas tenaga kerja dan wirausaha. UKM telah terbukti cukup handal dalam menghadapi berbagai gejolak, baik gejolak ekonomi maupun politik. UKM dianggap lebih mampu bertahan dalam menghadapi krisis ekonomi, seperti yang terjadi pada pertengahan tahun 1997. UKM masih perlu untuk terus diberdayakan agar meningkat jumlah yang sukses dan semakin menyebar keberadaannya. Sasaran yang akan dicapai dalam pengembangan UKM adalah kontribusi yang signifikan terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. Untuk itu, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan berkaitan dengan pemberdayaan UKM, namun sampai saat ini hasil yang didapat belum optimal. Keberadaan UKM sangat penting karena diharapkan dapat menggunakan sumber daya produksi yang efisien, menciptakan lapangan kerja, dan menciptakan distribusi pendapatan yang lebih merata. Namun pada kenyataannya, peran UKM ini masih rendah yang tercermin dari kontribusinya terhadap PDB. Kondisi UKM yang demikian disebabkan oleh beberapa permasalahan yang dihadapinya, yang secara rinci dapat diuraikan sebagai berikut:79
78 79
Hasil Kajian Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Op cit. Ibid. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
76
1.
Permodalan. UKM masih dihadapkan pada keterbatasan kemampuan dalam menyediakan modal kerja bagi pengembangan usahanya. Deregulasi di sektor perbankan bagi UKM justru mempersulit untuk memperoleh dana murah, karena tingkat suku bunga sepenuhnya ditentukan oleh mekanisme pasar, sedangkan kredit likuiditas Bank Indonesia sangat dibatasi. Selain itu, UKM mempunyai akses yang sangat minim untuk mendapatkan sumber pembiayaan alternatif (Lembaga Non Bank) karena berbagai bentuk persyaratan dan prosedur untuk memperoleh kredit, sehingga akhirnya UKM pada umumnya mencari pinjaman ke rentenir.
2.
Teknologi dan Produksi. Di bidang teknologi sering dijumpai masalah efisiensi dan produktvitas yang rendah. Masalah ini timbul karena kapasitas alat tidak digunakan secara optimal, kapasitas jam kerja rendah, ketrampilan tenaga kerja yang masih sederhana, metode dan teknik produksi yang masih konvensional, serta kurangnya kegiatan untuk melakukan diversifikasi produk. Mutu produksi yang masih rendah disebabkan mutu bahan baku yang juga rendah, quality control yang masih lemah, disain dan pengepakan yang kurang diperhatikan. Dalam beberapa hal UKM juga belum mampu mengawetkan produk dan belum memiliki kemampuan untuk memanfaatkan limbah. Kondisi tersebut sebagai akibat belum memadainya dukungan penelitian dan pengembangan guna mendapatkan teknologi tepat guna, sehingga mengalami kesulitan dalam pengembangan produk yang sesuai dengan kebutuhan buyers. Selain itu, kesulitan lain yang dihadapi oleh UKM adalah dalam memperoleh sumber-sumber bahan baku, baik yang berasal dari dalam negeri maupun impor, sehingga target produksi belum dapat dipenuhi sesuai dengan jumlah permintaan. Hal ini terjadi karena harga bahan baku lebih mahal sebagai akibat pembelian dalam jumlah kecil. Kondisi ini sebenarnya dapat diatasi jika sesama UKM dengan usaha sejenis saling bersinergi dan bekerjasama. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
77
3.
Pemasaran. Selama ini orientasi UKM terfokus pada pasar domestik karena belum siap dalam menghadapi persaingan global akibat rendahnya mutu dan produktifitas, belum mampu menerobos pasar akibat keterbatasan dalam mengakses informasi pasar, dan rendahnya posisi tawar (bargaining position). Sebenarnya peningkatan perluasan pasar tersebut penting bagi pengembangan pasar karena akan memperbesar jangkauan usaha UKM. Adanya peningkatan perluasan pasar terutama dalam era perdagangan bebas ini merupakan peluang sekaligus tantangan bagi UKM dalam memperoleh informasi pasar dengan
cepat
dan
tepat.
Keterbatasan
dalam
berproduksi
mengakibatkan promosi yang dilakukan UKM sangat terbatas pada pasar dan wilayah tertentu. Selain itu, keterbatasan pengetahuan tentang bentuk dan cara promosi, serta belum terkoordinir dan terkelolanya aktivitas UKM secara terpadu, mengakibatkan beban yang cukup besar (high cost) bagi UKM dalam melakukan promosi, sehingga cenderung mengabaikan kegiatan ini. 4.
Manajemen. Dalam bidang manajemen, kesulitan yang dihadapi UKM adalah
kurangnya
pengetahuan
dalam
pengelolaan
keuangan
administrasi pembukuan, tingginya biaya yang dikeluarkan dari setiap unit produksi karena proses produksi yang tidak efisien. Selain itu, pengusaha kecil masih banyak yang belum menguasai penentuan kalkulasi harga pokok dan harga jual, serta tidak menganggap penting rencana usaha. Dalam pengelolan tenaga kerja sering tidak efisien karena pembagian kerja tidak tepat atau pelaksanaan tugas yang tumpang tindih. Keuangan perusahaan dan pribadi berbaur dalam “satu laci”, sehingga tidak jelas berapa laba yang diperoleh dan bagaimana cara meningkatkan efisiensi. Semua itu sebagai akibat ketertutupan dan belum tertatanya sistem,
khususnya
fungsi
manajemen di bidang produksi, keuangan, maupun pemasaran dan Management Information System (MIS) sehingga sulit untuk
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
78
berkembang serta belum mempunyai perencanaan yang matang dan terarah, sehingga belum dapat memberikan jaminan kontinuitas usaha. 5.
Sumber
Daya
memanfaatkan
Manusia. peluang
Keterbatasan
pasar
dalam
pengetahuan maupun
luar
dalam negeri
mengakibatkan UKM sulit mengembangkan usahanya. Kondisi ini diakibatkan relatif rendahnya tingkat pendidikan formal, rendahnya tingkat ketrampilan, tidak seimbangnya tingkat upah dengan produktifitas yang dihasilkan, dan rendahnya turn over sehingga dapat menganggu kontinuitas produksi. 6.
Informasi. Kebijakan-kebijakan pemerintah yang dapat memberi dampak terhadap perkembangan UKM, seperti tentang Perlindungan Konsumen, HKI, dan lain-lain.
3.1.2.
Upaya dalam rangka Pengembangan UKM Sebagaimana digambarkan diatas bahwa sampai dengan saat ini
hasil dari kebijakan pemerintah dalam memberdayakan UKM masih belum optimal yang antara lain ditandai dengan kesulitan dalam akses permodalan, bahan baku, dan sumber daya, serta akses pemasaran dan sumber informasi. Ketergantungan terhadap pasar domestik, dan belum tersedianya SDM yang handal sesuai dengan kebutuhan dan selera pasar serta minimnya penguasaan teknologi menyebabkan UKM belum dapat berkembang. Persoalan dalam pembangunan UKM di Indonesia dalam kerangka pemberdayaan adalah bagaimana mengangkat kekuatan ekonomi lokal sebagai basis perekonomian nasional. Persoalan tersebut terkait dengan dua pertanyaan pokok, yaitu pertama, bagaimana peran dan kontribusi perekonomian lokal terhadap perekonomian nasional selama ini, dan kedua, bagaimana upaya optimalisasi atas peran dan kontribusi tersebut. Termasuk dalam kaitan dengan UKM ini adalah bagaimana mengelola potensi-potensi yang ada dan dimiliki oleh masyarakat, baik sumber daya
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
79
alam, sumber daya manusia, teknologi kemampuan kelembagaan maupun aset pengalaman. Isu pokok yang seharusnya mendapatkan perhatian serius dalam konteks
pemberdayaan
UKM
adalah
bagaimana
UKM
mampu
membangun kapasitas dalam mengelola potensi-potensi yang ada secara optimal. Kapasitas yang dimaksud merupakan kemampuan masyarakat dalam mengakses terhadap segala hal yang berkaitan langsung dengan pengembangan kemampuan ekonomi masyarakat dan iklim yang kondusif dimana mereka bekerja. Konsep pemberdayaan masih memiliki variasi atau keberagaman yang tinggi dalam menterjemahkan pengertian pemberdayaan itu sendiri. Sistem masyarakat sebagai suatu sistem yang diunsuri oleh masyarakat, pemerintah dan lingkungan ekonomi, maka dengan mudah terlihat bahwa suatu strategi pemberdayaan haruslah menyentuh secara sistemik keseluruhan komponen sistem tersebut. Yaitu, sistem ekonominya, sistem pemerintahannya dan sistem masyarakatnya. Pemberdayaan mengacu pada kata empowerment yang artinya upaya untuk mengaktualisasikan potensi yang sudah dimiliki. Jadi pendekatan pemberdayaan masyarakat pedesaan adalah penekanan pada pentingnya masyarakat pedesaan/lokal yang mandiri, sebagai suatu system yang mengorganisir diri mereka sendiri. Pendekatan pemberdayaan masyarakat pedesaan yang demikian tentunya diharapkan memberikan peranan kepada individu bukan sebagai pelaku (aktor) yang menentukan hidup mereka. Salah satu pemberdayaan UKM adalah melalui pembinaan yang dilakukan secara lebih terarah dan komprehensif, sehingga menjadi kuat dan mempunyai daya saing yang tinggi, baik di pasar dalam negeri maupun luar negeri.
3.1.3.
Permasalahan yang Dihadapi UKM Aspek pemasaran seringkali menjadi hambatan utama bagi UKM
dalam melakukan usahanya. Pemasaran seringkali dianggap sebagai Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
80
masalah
“batu sandungan”
suatu UKM tidak berhasil
menjaga
kelangsungan hidup usahanya. Hal ini terbukti dari adanya keluhan beberapa UKM mengenai sulitnya pemasaran produk. Karena adanya hambatan pemasaran inilah maka seringkali program bantuan modal tidak banyak bermanfaat. Di tengah ramainya bantuan dari pemerintah untuk UKM, baik berupa pemberian kredit maupun penguatan modal, namun para pengusaha kecil belum merasakan manfaatnya, bahkan dinilai bahwa pemerintah kurang memahami apa yang menjadi kendala bagi UKM. Sebenarnya, bantuan yang diberikan oleh pemerintah tidak hanya bantuan permodalan saja, tetapi juga dalam hal pemasaran. Pemerintah dalam hal ini pemerintah daerah maupun pusat seringkali menyediakan sarana pemasaran berupa pameran. Tetapi sayangnya tidak ada tindakan selanjutnya untuk mengupayakan keberlangsungan pemasaran tersebut. Para pelaku UKM pun sering “salah kaprah” dengan istilah pemasaran, terkadang, UKM menyamakan pemasaran dengan penjualan. Padahal bila merujuk pada konsep pemasaran, pemasaran dan penjualan adalah dua hal yang berbeda dengan tujuan yang berbeda. Penjualan adalah proses menjual barang/jasa yang sudah ada dan bertujuan menjual barang sebanyak-banyaknya sehingga seringkali pada penjualan, para pelaku menghalalkan segala cara tanpa memperhatikan kepuasan konsumen. Sedangkan pemasaran adalah strategi (cara untuk memuaskan konsumen (manusia) mulai dari pembuatan, penyediaan dan transaksi (jual beli) barang/jasa yang dihasilkan, sehingga sifatnya menjaga kontinuitas penjualan dalam jangka panjang. Dalam hal perdagangan yang dilaksanakan oleh UKM di Indonesia, dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri Kementerian Perdagangan pada tahun 2008 mencatat setidaknya ada 3 (tiga) metode yang digunakan oleh UKM dalam memasarkan produknya. Metode tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:80 a.
Direct Selling (Pemasaran Langsung)
80
Hasil Kajian Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Kajian Pemasaran Produk UKM Melalui Jaringan Retail Besar, Ibid. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
81
Metode pemasaran direct selling merupakan metode pemasaran yang paling sering digunakan oleh para UKM dalam memasarkan produknya. Metode ini cukup efektif dilakukan oleh para pelaku usaha apabila pelaku usaha memiliki jaringan (networking) yang luas. Penjualan langsung tidak menimbulkan biaya yang besar seperti harus membayar sewa setiap bulan atau membayar pegawai untuk menunggu outlet dan sebagainya, tetapi jumlah yang terjual terbatas. Hal ini disebabkan karena keterbatasan tenaga untuk memasarkan secara langsung. Yang termasuk dalam pemasaran secara langsung adalah dengan memasarkan door to door (dari pintu ke pintu), melalui pameran ataupun sebagai pedagang keliling dimana pelaku usaha tidak memerlukan suatu tempat misalnya toko atau warung untuk melakukan usahanya.
Gambar 3.1 Alur Penjualan Langsung Produsen
b.
Konsumen
Membuka Outlet Metode kedua adalah membuka outlet. Outlet yang dimaksud di sini adalah suatu tempat dimana para pelaku UKM menyimpan dan mendisplay produknya dan menunggu para pembeli datang ke outlet dan melakukan transaksi. Outlet ini dapat berupa toko, warung, kios, dll. Metode membuka outlet ini biasanya dilakukan jika produk/jasa yang dijual tidak dapat dijual melalui metode direct selling. Misalnya pedagang kelontong, wartel, warnet, dll. Tetapi tidak menutup kemungkinan bahwa para UKM menggunakan kombinasi metode pemasaran, maksudnya selain membuka outlet, pemilik juga melakukan direct selling sebagai sarana promosi. Keuntungan dari metode ini adalah konsumen mengetahui kemana harus mencari produk/jasa yang diinginkan dan target konsumen dapat diperluas. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
82
Kelemahannya adalah UKM harus membayar biaya sewa dan utility, biaya tenaga kerja, biaya kebersihan, dll yang melekat pada outlet yang ada.
Gambar 3.2. Alur dengan Metode Membuka Outlet Produsen
c.
Outlet
Konsumen
Pemasaran Barang Melalui Perantara Memasarkan barang melalui perantara biasanya dilakukan dengan menitipkan barang outlet ritel, baik ritel kecil maupun ritel besar. Keuntungan memasarkan barang melalui metode ini adalah UKM dapat memproduksi produknya dalam jumlah banyak karena dapat dipasarkan ke banyak outlet, tetapi kelemahannya, UKM harus berani menanggung risiko kerugian apabila barang yang dititipkan tidak laku dijual sehingga harus dikembalikan ke produsen. Bagi beberapa produk yang tidak memiliki masa kadaluarsa, mungkin tidak menjadi kendala, tetapi bagi produk yang memiliki masa kadaluarsa, hal ini menjadi kendala yang sangat besar. Hal ini mengakibatkan UKM yang bergerak di bidang produksi makanan dan minuman lebih senang jika memasok ke perantara menggunakan sistem beli putus, sehingga terjadi pemindahan risiko kerugian. Selain itu juga jika memasarkan barang melalui perantara maka akan timbul biaya-biaya seperti adanya bagi hasil atau persyaratan perdagangan (jika memasok ke ritel besar) yang harus dipenuhi sehingga menimbulkan biaya tinggi. Memasarkan barang melalui perantara biasanya dilakukan oleh para UKM untuk menjangkau konsumen yang lokasinya jauh, misalnya kota lain, tetapi merupakan konsumen yang potensial, hal ini sangat menguntungkan, karena selain dapat dijadikan sebagai sarana promosi, outlet dengan jaringan yang besar juga mempermudah
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
83
pemasaran produk UKM. Perantara di sini dapat berupa pedagang perantara, ritel tradisional maupun ritel modern.
Gambar 3.3 Kombinasi Pemasaran Produk UKM Melalui Perantara Ritel Modern Pedagang Perantara
Produsen
Konsumen
Ritel Tradisional Dari ketiga merode pemasaran yang sering dilakukan oleh UKM, terdapat beberapa hambatan yang perlu menjadi perhatian oleh UKM. Hambatan yang umum bagi UKM yaitu hambatan yang datang dari aspek manajemen, standarisasi produk dan kemasan serta biaya pemasaran. Dan bila diperhatikan lagi, ketiga hambatan tersebut merupakan masalah klasik yang selalu menghinggapi sektor UKM di Indonesia. Hambatan
yang
menyangkut
manajemen
berdampak
pada
kemampuan manajerial dan teknis UKM dalam mengelola sumber daya yang dimiliki meliputi perangkat permodalan, tenaga kerja (SDM), pemasaran, dan teknologi. Dalam era perdagangan bebas menuntut setiap pelaku bisnis memiliki akses yang cukup terhadap pasar untuk meningkatkan daya saingnya. Akses terhadap pasar merupakan kunci keberhasilan kegiatan ekspor. Justru hal inilah yang merupakan titik lemah yang dimiliki UKM pada umumnya. Sebagian besar UKM masih mengalami
kesulitan
dalam
menembus
pasar
ekspor,
sehingga
memerlukan fasilitasi pihak lain untuk meningkatkan akses pasar ekspornya, baik pemerintah maupun mitra usahanya.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
84
Dilain pihak tidak dapat dipungkiri bahwa peran ekspor UKM relatif masih kecil karena adanya berbagai hambatan yang harus dihadapi UKM Indonesia dalam kegiatan ekspor, sehingga ekspor produk UKM lebih banyak dilaksanakan oleh pengusaha-pengusaha besar atau eksportir yang mampu mereduksi, bahkan mengeliminasi hambatan-hambatan tersebut yang tentunya diperlukan dukungan pemerintah melalui suatu kebijakan yang implementatif dan kondusif.81 UKM yang memiliki peran besar dalam ekspor adalah UKM yang mengandalkan keahlian tangan (hand made), seperti kerajinan perhiasan dan ukiran kayu sehingga cenderung bersifat padat karya. Karakteristik tersebut
merupakan
keunggulan
UKM,
dimana
lebih
banyak
mengandalkan keterampilan tangan. Usaha skala besar yang cenderung bersifat padat modal, tentunya akan sulit masuk ke dalam dunia usaha ini. Hal ini membuktikan pentingnya UKM dalam penyerapan tenaga kerja, terutama saat krisis ekonomi.82 Dalam hal standarisasi produk, pelaku bisnis dituntut untuk dapat menghasilkan produk yang sesuai dengan selera konsumen atau permintaan pasar, yang memiliki kecenderungan cepat berubah, sehingga peredaran suatu produk di pasar memiliki siklus yang relatif pendek. Hal ini akan lebih memicu kreativitas dan inovasi untuk meningkatkan daya saing produk. Namun demikian, hal ini pun merupakan kelemahan yang dimiliki UKM. UKM mengalami kesulitan dalam menghasilkan spesifikasi produk yang sesuai dengan perkembangan selera konsumen. UKM memerlukan
fasilitasi
yang
berkaitan
dengan
kebutuhan
peralatan/teknologi dalam upaya meningkatkan kualitas dan inovasi produk.
Dengan
demikian,
UKM
memiliki
kemampuan
untuk
menghasilkan diversifikasi produk, sehingga tidak bertumpu pada produkproduk tradisional yang memiliki keunggulan komparatif.
81
Lina Anatan dan Lena Ellitan, Strategi Bersaing, Konsep, Riset dan Instrumen, Alfabeta, Bandung, 2009, hal. 4. 82 Ibid, hal. 5. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
85
Lingkup usaha yang dijalankan oleh UKM juga tidak terlepas dari aspek biaya pemasaran. Biaya yang tidak sedikit harus dikeluarkan dalam kegiatan pemasaran dalam rangka mendistribusikan produk, merupakan hambatan yang dialami UKM. Hal ini menjadi faktor yang menurunkan daya saing produk UKM karena harga jual produk menjadi tidak kompetitif.
Tabel 3.2. Kekuatan dan Kelemahan UKM Kekuatan
Kelemahan
Kebebasan untuk bertindak
Relatif lemah dalam spesialisasi
Menyesuaikan kepada kebutuhan
Modal dalam pengembangan
setempat
terbatas
Peran serta dalam melakukan
Sulit untuk mendapat karyawan
usaha/tindakan
yang cakap
Pemerintah telah menyadari nilai dari mencipta dan mendorong suatu lingkungan kewirausahaan yang mendorong muncul dan tumbuhnya usaha-usaha skala kecil. Usaha-usaha skala kecil ini merupakan industriindustri kaitan dan pendukung kedalam kelompok industri suatu bangsa. Wirausahawan muncul karena berbagai alasan. Sifat-sifat tertentu yang menyumbang pada keberhasilan kewirausahaan bersifat alami (yaitu mereka yang berasal dari keluarga yang memiliki usaha sehingga memiliki kecenderungan lebih tinggi untuk memulai usahanya sendiri, daripada mereka yang berasal dari keluarga yang berpenghasilan tetap), atau ditentukan secara budaya (yaitu kecenderungan yang berbeda terhadap pengambilan risiko). Namun kebijakan pemerintah dapat memainkan peran vital karena dua alasan: pertama, aspek lain dari kewirausahaan seperti keterampilan manajemen bisa dipelajari atau diperbaiki; kedua,
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
86
efektifnya bakat kewirausahaan sebagian bergantung pada kemampuan sumber daya pelengkap lainnya dalam perekonomian.83 Hampir semua anggota suatu kelompok industri, khususnya industri pendukung, adalah badan usaha bisnis skala menengah dan kecil. Usaha menengah hingga kecil ini: (1) menciptakan kesempatan kerja; (2) mengarah ke kemampuan teknologi khusus; (3) membantu pertumbuhan industri yang sistematis dan seimbang; dan (4) mempercepat alih tekonologi dan penyebaran teknologi.84
3.2.
Merek Kolektif 3.2.1. Gambaran Umum Merek Kolektif dan Peranannya Bagi UKM Keberadaan UKM tidak terlepas dari keterkaitannya dengan Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Dimulai dari produk yang dihasilkan dari kegiatan usaha UKM, teknologi yang digunakan, desain dari setiap produk yang dihasilkan, maupun penggunaan merek dagang ataupun merek jasa untuk kepentingan pemasaran. Pemerintah mencoba meningkatkan kesadaran usaha kecil menengah (UKM) terhadap pentingnya masalah hak kekayaan intelektual (HKI). Ini dimaksudkan untuk melindungi UKM sehingga bisa berkembang pesat. Sektor UKM tumbuh secara signifikan dalam dekade terakhir ini. Ironisnya, pemahaman para pelaku UKM terhadap brand masih sebatas penggunaan nama, merek, atau cap yang diberikan pada produk atau jasa yang diproduksinya. Kontribusi sektor UKM terhadap pertumbuhan ekonomi akan jauh lebih besar apabila mereka mampu meningkatkan nilai jual mereka bukan sekedar komoditas, melainkan sudah dalam bentuk produk. Pentingnya suatu merek bagi pengenalan produk dan pemasaran adalah untuk meningkatkan nilai jual yang signifikan serta meningkatkan daya saing UKM dalam menembus pasar global. Produk dengan merek yang
direncanakan
dengan
baik,
didesain
secara
83
menarik
dan
Kotler, Philip, Jatusripitak, Somkid dan Maesincee, Suvit, Pemasaran Keunggulan Bangsa (The Marketing of Nations), Edisi Indonesia, Prenhallindo, Jakarta, 1998, hal. 298. 84 Ibid, hal. 298-299. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
87
dikomunikasikan secara tepat akan lebih mudah masuk di pasar mancanegara dan bersaing dengan produk-produk negara lain. Ketentuan dalam Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek memberikan peluang bagi para pemohon merek untuk memiliki hak atas merek secara bersama-sama dan dimungkinkan biaya yang harus dikeluarkan juga ditanggung bersama. Hal ini disebut juga merek kolektif. Merek Kolektif adalah merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Melihat pada pengertian merek kolektif ini makah dapat diketahui bahwa merek kolektif pada dasarnya dapat berupa merek barang, merek jasa atau merek barang dan/atau jasa. Suatu merek dapat dijadikan merek kolektif apabila memenuhi persyaratan, dimana produk barang dan/atau jasa yang diberikan merek tersebut memiliki karakteristik yang sama. Untuk mendapatkan hak atas merek kolektif, sehingga memperoleh hak eksklusif proses dan prosedurnya sama dengan jenis merek dagang atau jasa yakni melalui pendaftaran. Kemungkinan untuk menggunakan merek kolektif sangat besar, khususnya bagi UKM. Kemungkinan ini tentunya dapat berakibat pada murahnya biaya yang dikeluarkan dalam rangka memperoleh hak atas merek, dimana para pemohon merek kolektif dapat saling berbagi biaya untuk mengajukan permohonan merek kolektif tersebut. Bila dikaitkan dengan usaha kecil dan menengah pengakuan terhadap merek kolektif di dalam UndangUndang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek sebenarnya memiliki arti yang sangat strategis mengingat umumnya usaha kecil dan menengah ini dalam hal pengurusan merek yang menjadi beban utama adalah biaya dari permohonan merek, ketika mereka menghendaki merek mereka dilindungi secara hukum. Sederhananya, merek kolektif dapat dijadikan jawaban alternatif dalam melindungi merek usaha kecil dan menengah.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
88
Manajemen merek merupakan proses pelaksanaan keputusankeputusan dibidang pemasaran dengan merefleksikan prinsip-prinsip merek. Manajemen merek merupkan salah satu jawaban atas permasalahan permasalahan yang dihadapi UKM dalam aspek pemasaran. Pada UKM, manajemen merek belum menjadi prioritas dalam kegiatan bisnisnya sehingga peran pemilik menjadi sangat penting baik secara internal maupun eksternal untuk memprioritas pengelolaan merek dalam kegiatn bisnis. Dalam
pengembangan
merek
untuk
UKM
diperlukan
penggabungan antara peran manejemen merek dalam organisasi sebagai faktor internal dan brand recognition sebagai faktor eksternal. Dalam mengembangkan merek ada 4 (empat) tahapan yang meliputi : Beginning and underprivileged Brand, emerging brand, establised brand, historic brand. Agar penerapan manajemen merek efektif dan sesuai dengan yang diharapkan, disarankan bagi pemilik UKM untuk mempertimbangkan tipe dan strategi bisnisnya. 85 Selain itu, pandangan mengenai merek kolektif dapat dikatakan bahwa merek kolektif memiliki manajemen yang fantastis dan proses yang sangat efisien dan efektif. Dengan merek kolektif dapat menggabungkan sifat-sifat dengan kecenderungan untuk inovasi dan kemampuan yang khas dalam pengembangan usaha, sehingga memiliki bakat untuk menjadi perusahaan yang tangguh.86 Sebuah merek kolektif biasanya dimiliki oleh sebuah asosiasi atau perusahaan yang anggotanya dapat menggunakan merek kolektif tersebut untuk memasarkan produk-produk yang mereka miliki. Biasanya asosiasi tersebut menetapkan serangkaian kriteria untuk menggunakan merek kolektif tersebut
(misalnya standar
kualitas)
dan memungkinkan
perusahaan secara indvidu untuk menggunakan merek tersebut jika mengikuti standar-standar yang ditetapkan. Merek kolektif merupakan cara 85
Rahab, Penerapan Manajemen Merek Pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM), Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE), Maret 2009, hal. 18 – 25, Vol. 16, No.1 86 Jonathan Booth, Collective Brands: Opportunity Afforded by Myopic Market, article, June 1, 2011, http://seekingalpha.com/article/272814-collective-brands-opportunity-afforded-by-myopicmarket Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
89
yang efektif untuk memasarkan secara bersama produk-produk yang dihasilkan oleh satu kelompok perusahaan yang mungkin merasa kesulitan untuk mendapatkan pengakuan konsumen dan atau kepercayaan para penyalur utama atas produknya apabila menggunakan merek sendiri.87
3.2.2. Dasar Hukum dan Perlindungan Hukum terhadap Merek Kolektif Bagi UKM Ketentuan Undang-Undang No. 15 Tahun 2001 tentang Merek memberikan peluang bagi para pemohon merek untuk memiliki hak atas merek secara bersama-sama dan dimungkinkan biaya yang harus dikeluarkan juga ditanggung bersama. Adapun merek yang dimohonkan tersebut adalah merek kolektif. Merek kolektif di dalam Pasal 1 angka 4 dinyatakan merek yang digunakan pada barang dan/atau jasa dengan karakteristik yang sama yang diperdagangkan oleh beberapa orang atau badan hukum secara bersama-sama untuk membedakan dengan barang dan/atau jasa sejenis lainnya. Melihat pada pengertian merek kolektif ini tegaslah bahwa merek kolektif pada dasarnya dapat berupa merek barang, merek jasa atau merek barang dan/atau jasa. Kemudian suatu merek dapat dijadikan merek kolektif apabila memenuhi persyaratan, dimana produk barang dan/atau jasa yang diberikan merek tersebut memiliki karakteristik yang sama. Untuk mendapatkan hak atas merek kolektif, sehingga memperoleh hak eksklusif proses dan prosedurnya sama dengan jenis merek dagang atau jasa yakni melalui pendaftaran. Tanpa kita sadari, produk-produk yang diproduksi oleh UKMUKM di Indonesia banyak yang bernilai ekonomi tinggi dan memiliki keunikan terutama apabila sudah masuk dalam pasar luar negeri. Kurangnya kepekaan dan tidak memberikan perlindungan terhadap produk yang dimiliki, pada akhirnya banyak dari produk-produk Indonesia khususnya produk-produk yang memiliki nilai tradisional yang ide-ide dan desainnya ‘dicuri’ oleh pihak luar. Mungkin kita tidak menyadari bahwa
87
Intellectual Property for Business Series, Number: 1, Op Cit. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
90
perlindungan HKI membawa nilai ekonomi yang tinggi apabila sudah masuk dalam dunia perdagangan. Suatu produk yang dilindungi HKI hanya dapat diproduksi oleh si Pemilik atau Pemegang Hak atas produk tersebut (eksklusif). Apabila ada pihak lain yang ingin memproduksinya tentunya harus dengan seijin Pemegang Hak-nya, disinilah letak nilai ekonomi dari produk yang telah dilindungi HKI. Dimana pihak lain yang ingin memproduksi barang yang sama berkewajiban mendapatkan lisensi terlebih dahulu dari si Pemegang Hak dan membayar royalti atas penggunaan tersebut. Tindakan produksi atas suatu produk yang telah dilindungi HKI tanpa seijin Pemegang Hak merupakan pelanggaran dan pembajakan yang dapat membawa akibat hukum.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
BAB 4 IMPLEMENTASI PERLINDUNGAN HUKUM DAN PENERAPAN MEREK KOLEKTIF OLEH UKM SEBAGAI PENUNJANG PROGRAM ONE VILLAGE ONE PRODUCT (OVOP)
4.1.
Program One Village One Product (OVOP) 4.1.1. Sejarah Pembentukan Program OVOP One Vilage One Product (OVOP) dirintis oleh Prof. Morihiko Hiramatsu yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Oita, Jepang tepatnya pada 1980. Lantas konsep ini berkembang atau diduplikat oleh negaranegara ASEAN diantaranya Malaysia, Philipina, Indonesia, Kamboja, Vietnam, Thailand, negara-negara di Asia Selatan, Afrika, Eropa Timur , dan Amerika Selatan.88 OVOP yang diterjemahkan sebagai “paling sedikit satu kecamatan menghasilkan satu produk unggulan”. 89 Gerakan ini ditujukan mengembangkan produk yang diterima global dengan tetap memberikan keistimewaan pada invensi nilai tambah lokal dan mendorong semangat menciptakan kemandirian masyarakat. Dari sisi dampak pariwisata, kawasan Oita menjadi magnet bagi 10 juta wisatawan yang berkunjung per tahun.90 OVOP begitu popular di dunia karena dengan konsep OVOP ini, dimana suatu daerah menetapkan satu produk yang memiliki keunikan untuk dikembangkan sehingga akan memberikan nilai tambah pada produk tersebut. Yang selanjutnya akan memberikan kontribusi pendapatan cukup besar bagi daerah tersebut, karena produknya memiliki keunggulan dan masuk di pasar internasional. Gerakan OVOP telah diadopsi di berbagai belahan dunia seperti One Factory One Product di China untuk Kerajinan kayu, One Barangay One Product (Philipina), Satu Kampung Satu Produk Movement (Malaysia), One Village One Product a Day (USA), One
88
http://ikm.kemenperin.go.id Ahmad Firdaus, Memberdayakan Desa dengan Produk Unggulan, http://pkpu.or.id, 12 Januari 2012 90 Ibid, http:// pkpu.or.id 89
91 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
92
Village One Product (Malawi) dengan produk utama jamur. Sementara di Thailand OVOP lebih dikenal sebagai OTOP, yaitu One Tambon, One Product. Model dari Thailand inilah yang di adopsi oleh pemerintah. Sampai saat ini negara-negara yang menerapkan OVOP adalah : 1. Asia (Indonesia, Malaysia, China, Laos, Philipina, Myanmar, Kamboja, Singapura, Thailand, Vietnam, Mongolia, Korea, Taiwan, Bangladesh, Timor Leste, Srilangka, Moldova). 2. Afrika (Mozambiq, Tunisia, Malawi, Madagaskar, Liberia, Kenya, Ethiopia, Ghana, Kingdom of Leshoto). 3. Amerika (Costarica, Ekuador, Mexico, Bolivia, Chile, Elsavador, Columbia, Peru, Paraguay, Argentina, Venezuela, Afrika Selatan, Brazil). Dalam
beberapa
tahun
terakhir,
program
OVOP
terus
dikembangkan hampir seluruh negara di dunia, dan produk-produknya mendapat respon cukup besar dari buyers di setiap negara. Konsep OVOP sendiri adalah mengutamakan produk unik yang terdapat pada daerah, bahkan produk tersebut menjadi ikon atau lambang daerah tersebut. Keunikan tersebut menyangkut kultur budaya, lingkungan, bahan baku, pengerjaan, dan proses produksinya. Jadi produk OVOP adalah produk suatu daerah dengan keunikan yang tidak dimiliki daerah lain. Karena keunikannya dan proses produksinya yang langka, sehingga akan memberikan nilai tambah produk tersebut. Selanjutnya daerah OVOP menjadi menarik, dan bisa dijadikan tujuan wisata bagi turis asing. Tentu ini menjadi peluang bisnis baru, yang juga akan memberikan kontribusi bagi daerah tersebut.
4.1.2. Perkembangan Program One Village One Product (OVOP) di Beberapa Negara Asia Beberapa negara di Asia menerapkan sistem One Village One Product sebagai salah satu bentuk pengembangan
industri dan
perekonomiannya.
dari
Namun
yang
lebih
difokuskan
sistem
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
93
pengembangan OVOP ini adalah mengenai upaya untuk mengembangkan potensi daerah melalui produk yang dihasilkan. Produk-produk tersebut, dalam rangka mewakili sistem One Village One Product, dibentuk dengan menggunakan
merek
kolektif
untuk
memudahkan
dalam
pengembangannya. Beberapa negara memiliki langkah pengembangan OVOP yang baik untuk diikuti oleh Indonesia dalam rangka memajukan potensi daerah melalui produk UKM. Khususnya untuk negara-negara di Asia yang telah menerapkan sistem OVOP untuk program pengembangan daerah, beberapa program dapat diadopsi kedalam kebijakan pemerintah untuk memajukan produk daerah. Beberapa negara Asia tersebut diantaranya Jepang, Thailand dan Kamboja. 4.1.2.1. Jepang a. Gambaran UKM di Jepang Perkembangan UKM di Jepang merupakan adaptasi dari negara lain, yang kemudian di sesuaikan dengan kondisi masingmasing daerah di Jepang.91 Situasi yang berkembang saat ini terhadap pengembangan UKM di Jepang, kondisi bisnis masih memburuk karena mereka menghadapi masalah seperti penurunan penjualan dan pesanan akibat melambatnya ekonomi global, dan perlambatan pertumbuhan iklim ekonomi Jepang sebagai akibat dari efek dari krisis keuangan yang dimulai di Amerika Serikat. Kondisi yang berkembang saat ini dimana permintaan sedang mengalami penurunan, sehingga perlu untuk melihat dan memahami kebutuhan pelanggan yang terus berubah, serta mempertimbangkan bentuk masa depan ekonomi global, termasuk Jepang.92 Pada saat yang sama, penting untuk membedakan kebutuhan potensial dan menyediakan produk dan jasa sesuai dengan tuntutan 91
http://www.jetro.go.jp/indonesia/newsletter/nl69.html, diunduh 27 Desember 2012. White Paper on Small and Medium Enterprises in Japan, Finding Vitality through Innovation and Human Resources, Japan Small Business Research Institute (JSBRI), 2009, hal. 39. http://www.chusho.meti.go.jp/pamflet/hakusyo/h21/h21_1/2009hakusho_eng.pdf, diunduh 27 Desember 2012 Universitas Indonesia 92
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
94
masyarakat. Kondisi yang ada memperlihatkan bahwa masih terdapatnya masalah dimana potensi pemenuhan kebutuhan bagi masyarakat Jepang sendiri belum cukup terpenuhi, khususnya di berbagai bidang seperti keamanan pangan dan keamanan produk (ramah lingkungan), serta jasa dalam mendukung pengasuhan anak dan keperawatan. UKM,
yang
mendukung
kerangka
ekonomi
Jepang,
diharapkan dapat berperan positif serta mampu dalam menanggapi kebutuhan
dan
aktif
untuk
mewujudkan
inovasi
melalui
pengembangan produk dan layanan dengan metode baru. Dengan berani mencoba berinovasi dan bekerja untuk menciptakan dan mengembangkan pasar yang baru, UKM harus dapat menemukan jalan keluar dalam mengatasi penurunan ekonomi, dan mencapai pertumbuhan ekonomi yang lebih baik untuk masa depan. Menurut data dari Ministry of Economy, Trade and Industry (METI) di Jepang terdapat 4,69 juta UKM. 99,7% dari jumlah tersebut
adalah menampung 70% dari seluruh tenaga kerja dari perusahaan yang ada. Kebijakan Pemerintah Jepang untuk melindungi dan mengembangkan usaha UKM diberlakukan beberapa aturan seperti diantaranya : Small and Medium Enterprise Basic Law dan Law on the Cooperative Association of SMEs. Perundang-undang dan peraturan bertujuan untuk mendukung kemitraan (partnership) di antara UKMUKM agar mereka dapat memulai bisnis baru dan memperluas pasar (Business Exchange Matching). Salah satu tugas dari lembaga yang menangani UKM adalah untuk mendorong dan menguatkan UKMUKM agar mereka memiliki spirit dan daya juang untuk revitalisasi dan penciptaan lapangan kerja termasuk pemulihan ekonomi Jepang.93 Dalam
menetapkan
kebijakan
pengembangan
UKM,
pemerintah Jepang mempunyai kerangka landasan yang jelas dengan menetapkan bahan kebijakan yang perlu dipertimbangkan. Bahan 93
Tim Peneliti Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri, Pemberdayaan Ukm Kerajinan Melalui Pola Kemitraan, Presentasi, Kementerian Perdagangan, 2006. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
95
kebijakan pertama yang perlu dipertimbangkan adalah mengevaluasi lingkungan usaha untuk pengembangan UKM. Dalam hal ini perlu dipertimbangkan apakah sudah ada kebijakan yang mendukung iklim UKM, misalnya peraturan perundang-undangan tentang UKM dan kelembagaan usaha kecil menengah. Perlu juga dipertimbangkan apakah UKM mempunyai kendala dalam hal pengalaman usaha, akses informasi dan pemilikan modal. Sedangkan bahan yang kedua adalah penetapan kebijakan yang terkait dengan evaluasi kebijakan. Dalam hal ini yang perlu dipertimbangkan adalah proses pembuatan kebijakan harus diorganisir; perubahan kebijakan yang terkait dengan peraturan perundangan-undangan harus dimasyarakatkan (sosialisasi); dan program kegiatan yang efektif dan efisien perlu direncanakan. Kerangka dasar kebijakan pemerintah Jepang terbagi menjadi tiga, yaitu struktur pemerintahan, kebijakan lingkungan dan pengembangan program. 94 1. Dasar yang pertama mensyaratkan agar departemen, institusi dan badan yang terkait dalam bidang UKM serta pemerintah daerah harus mempunyai kebijakan dan program yang mendukung pengembangan UKM. Selain itu Badan UKM di bawah koordinasi departemen ekonomi, perdagangan dan industri (METI) harus merencanakan dan melaksanakan sebagian besar program UKM dan juga menggabungkan program-program lain yang berhubungan dengan pengembangan UKM dari badan atau institusi lainnya. 2. Dasar yang kedua mensyaratkan agar seluruh kebijakan lingkungan pada kegiatan UKM di Jepang harus mempunyai kebijakan usaha yang ramah lingkungan. Setiap kegiatan usaha yang berhubungan dengan regulasi dan institusi harus dipertahankan oleh masingmasing departemen, institusi, badan atau pemerintah daerah.
94
Model Vitalisasi Usaha Kecil Menengah di Berbagai Negara, (Models of Vitalizing SmallMedium Enterprises in Various Countries), Pusat Kajian Administrasi Internasional Lembaga Administrasi Negara, 2001, hal. 30. http://www.pkai.lan.go.id/ pdf/ Model_ Vitalisasi_ UKM_ Full% 20Report.pdf, diunduh 27 Desember 2012 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
96
Regulasi ini dapat direvisi dengan berkonsultasi kepada pemerintah pusat. 3. Dasar yang ketiga mensyaratkan agar perubahan besar struktur kebijakan pengembangan program berdasarkan dasar hukum UKM yang diberlakukan pertama pada tahun 1963 dan sudah direvisi pada tahun 1999.
b. Gambaran Program One Village One Product di Jepang Pendekatan One Village One Product (OVOP) pertama kali diinisiasi di Oita, Jepang. OVOP merupakan suatu pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah untuk menghasilkan produk yang mampu bersaing di pasar global, dengan tetap memiliki ciri khas keunikan karakteristik dari daerah tersebut. Produk yang dihasilkan adalah produk yang memanfaatkan sumber daya lokal, baik sumber daya alam, maupun sumber daya manusia.95 Sebagai negara yang memperkenalkan OVOP, pada dasarnya memiliki tujuan untuk melakukan revitalisasi masyarakat desa melalui program OVOPnya. Pemerintah Daerah setempat melihat potensi yang dimiliki oleh daerahnya bekerjasama dengan komunitas setempat telah berhasil melakukan pengembangan produk lokal yang memiliki kehususan (produk khas). Latar belakang dari program One Village One Product (OVOP) di Jepang adalah mencegah depopulasi desa, mengurangi polusi urban dan optimalisasi pasar domestik.
96
Prinsip dari pengembangan
program OVOP di Jepang itu sendiri melingkupi prinsip lokal sekaligus global, usaha mandiri dengan inisiatif dan kreativitas, serta pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM). Secara kelembagaan, OVOP di Jepang memiliki sumber inisiatif dari masyarakat (bottom 95
Meirina Triharini, Dwinita Larasati & R. Susanto, Pendekatan One Village One Product (OVOP) untuk Mengembangkan Potensi Kerajinan Daerah Studi Kasus: Kerajinan Gerabah di Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta, ITB J. Vis. Art & Des, Vol. 6, No. 1, 2012, 28-41, hal. 29. journal.itb.ac.id/download.php?file=D12004.pdf&id=1312...1 96 Kajian Sinergi OVOP dan SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM, ibid. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
97
up), sehingga tidak ada kelembagaan yang menangani pengembangan OVOP secara khusus, Pemerintah hanya berperan sebagai sebagai fasilitator dan motivator. Selain itu, pengembangan program One Village One Product di Jepang tidak terlepas dari kunci sukses yang berdampak pada keberhasilan program tersebut sampai saat ini. Kunci sukses penerapan program OVOP di Jepang menerapkan hal-hal sebagai berikut:97 1. Perubahan mindset penduduk: inisatif masyarakat dengan visi pengembangan yang jelas, merangkul dan melibatkan pelaku 2. Mengenali harta lokal: mengangkat keunikan yang dimiliki sehingga menjadi lebih dihargai baik secara domestik maupun global; 3. Berkelanjutan menciptakan kekuatan: selalu mengupayakan peningkatan kualitas dan melakukan penelitian yang mendukung; 4. Produk nilai tambah tinggi: pengembangan dan diversifikasi produk melalui penelitian dan perbaikan metode/teknologi; 5. Mencari
saluran
pemasaran:
membuka
akses
dan
pengembangan pasar di dalam maupun di luar negeri; 6. Pemberdayaan SDM: peningkatan kemampuan teknis dan manajemen SDM dilakukan secara berkelanjutan; 7. Satu faktor tambahan yang juga merupakan hal yang penting adalah: Penggerak OVOP: keberadaan key leader sebagai motor. Selain kunci sukses dari pelaksanaan pengembangan program OVOP di Jepang tersebut, pemerintah dan instansi terkait yang mendukung program OVOP di Jepang terus berupaya melakukan pengembangan dan kegiatan yang memberikan ruang gerak luas untuk berbagai faktor pendukung, diantaranya: 1. Dukungan
pemasaran:
memberikan
bantuan
pendanaan
pembangunan tempat penjualan (Kanohana Garten);
97
Kajian Sinergi OVOP dan SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM, ibid. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
98
2. Dukungan pengembangan SDM: memberikan pendidikan dan pelatihan sesuai dengan kebutuhan dari pelaksana OVOP di setiap daerah di propinsi Oita; 3. Dukungan pengembangan produk: memberikan dukungan penelitian-penelitian yang dapat meningkatkan kualitas dan mutu produk (khususnya produk-produk hasil pertanian) 4. Dukungan
infrastruktur:
memberikan
dukungan
pada
pembangunan infrastruktur penunjang; 5. Dukungan motivasi: memberikan motivasi moral kepada penggerak dan masyarakat yang mencoba mengimplementasikan OVOP.
4.1.2.2. Thailand a. Gambaran UKM di Thailand Kementerian Industri Thailand membagi UKM menjadi 4 (empat) kategori yang terkait dengan jenis industrinya. UKM di Thailand dapat didefinisikan berdasarkan jumlah pegawai dan jumlah modal tetap (fixed assets) UKM. Karakteristik definisi ini dapat dipetakan seperti yang tertera dalam tabel berikut ini yaitu:98
98
Small and Medium Enterprise Development Policies in Thailand, makalah, hal. 161, http://www.smrj.go.jp/keiei/dbps_data/_material_/common/chushou/b_keiei/keieikokusai/pdf/SM E_in_ASEAN_E2_0803.pdf Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
99
Tabel 4.1. Definisi UKM di Thailand Industry
Small Enterprise
Medium Enterprise
Industri
Enterprise which
Enterprise which
Manufaktur
corresponds to any of the
corresponds to any of the
(Manufacturing following; with
following; with 51-200
Industry)
employees of up to 50 or
employees or with assets of
with assets of up to 50
no less than 50 million
million bahts.
bahts and up to 200 million bahts.
Industri
Enterprise which
Enterprise which
Perdagangan
corresponds to any of the
corresponds to any of the
Skala Besar
following; with
following; with 26-200
(Wholesale
employees of up to 25or
employees or with assets of
Industry)
with assets of up to 50
no less than 50 million
million bahts.
bahts and up to 100 million bahts.
Industri
Enterprise which
Enterprise which
Perdagangan
corresponds to any of the
corresponds to any of the
Skala Kecil
following; with
following; with 16-150
(Retailing
employees of up to15 or
employees or with assets of
Industry)
with assets of up to 30
no less than 30 million
million bahts.
bahts and up to 60 million bahts.
Industri Jasa
Enterprise which
Enterprise which
(Service
corresponds to any of the
corresponds to any of the
Industry)
following; with
following; with 51-200
employees of up to 50 or
employees or with assets of
with assets of up to 50
no less than 50 million
million bahts.
bahts and up to 200 million bahts. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
100
Dari tabel pemetaan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa UKM adalah usaha yang dilakukan oleh pengusaha pada sektor tertentu yang memiliki jumlah pegawai tertentu dengan jumlah modal tetap yang tertentu pula. UKM di Thailand dapat didefinisikan berdasarkan jumlah pegawai dan jumlah modal tetap (fixed assets) UKM. Kerajaan Thailand yang juga dilanda krisis pada tahun 1997 berhasil keluar dari krisis moneter yang berkepanjangan. Pulihnya Thailand dari krisis yang berkepanjangan disebabkan salah satunya adalah kuatnya peran UKM dalam meningkatkan perekonomian Thailand. Peran UKM di Thailand amatlah penting karena sebagian pendapatan negara didapat dari UKM. Thailand mendapatkan penambahan nilai ekspor UKM dari beberapa sektor seperti tekstil dan garmen, keramik, batu-batuan dan perhiasan, industri pertanian, industri furnitur kayu, dan produksi kulit. Selain itu peningkatan ekspor UKM juga didapat dari industri pendukung, seperti industri besi, industri otomobil dan bagiannya, komponen listrik dan barang elektronik serta packaging (pengepakan barang).99 Peran UKM di Thailand sangat vital bagi peningkatan pertumbuhan perekonomian nasional dan juga merupakan salah satu faktor
pengungkit
bangkitnya
Thailand
dari
krisis
moneter.
Pemerintah Thailand mengeluarkan kebijakan yang mendukung upaya peningkatan produktifitas dan efektifitas UKM, seperti ditetapkannya UU Promosi UKM, UU Small Industries Finance Corporations. Pemerintah juga melakukan berbagai upaya untuk mendukung peningkatan pengembangan UKM terutama dalam pendanaan UKM. Upaya yang dilakukan meliputi fasilitasi akses UKM dalam pasar internasional, penetapan SME Equity Fund, dan memberikan modal
99
Model Vitalisasi Usaha Kecil Menengah di Berbagai Negara, (Models of Vitalizing SmallMedium Enterprises in Various Countries), Op Cit.. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
101
ventura pada UKM. Peran pemerintah Thailand adalah sebagai fasilitator dalam rangka pengembangan UKM.
b. Gambaran Program One Village One Product di Thailand Negara ini mengadopsi program OVOP Jepang dan lebih dikenal dengan One Tambon One Product (OTOP), pada dasarnya memiliki tujuan untuk membangun perekonomian lokal sebagai bagian dari restrukturisasi ekonomi nasionalnya. Yang menjadi perbedaan dengan Jepang adalah bahwa di Thailand dilakukan dikoordinir oleh Pemerintah Pusat dan tidak harus bekerjasama dengan komunitas tertentu. Hal ini sama dengan yang terjadi dalam OVOP yang dikembangkan di Kamboja. Latar belakang dari dikembangkannya program OTOP di Thailand adalah upaya untuk pengembangan ekonomi lokal sebagai bagian dari Restrukturisasi Ekonomi Nasional. Secara kelembagaan, program ini dikoordinasikan secara sentral oleh Pemerintah Pusat melalui
OTOP
National
Administrative
Committee,
melalui
pengembangan konsep Top Down yang kuat. Pengembangan program OTOP di Thailand sendiri menggunakan prinsip Pengembangan Sumber Daya Manusia, Kemandirian dan Kreativitas serta Lokal tetapi Global. Dalam pengembangannya, program OTOP di Thailand memiliki kunci sukses dalam penerapannya sampai saat ini. Adapun kunci sukses tersebut adalah: 1. Keunikan produk, menggunakan falsafah lokal dan atau material lokal, disertai dengan standarisasi dan sistem manajemen; 2. Dukungan pimpinan tertinggi pemerintahan Thailand terhadap program-program pengembangan OTOP; 3. Akumulasi pengetahuan dan pasar, melalui terciptanya jaringan produsen-produsen OTOP yang membuat produk-produk yang sama;
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
102
4. Koordinasi yang kuat diantara produsen OTOP dengan instansi pemerintah, khususnya pemerintah daerah tingkat povinsi; 5. Integrasi tugas-tugas diantara kementerian yang terlibat berjalan dengan baik; 6. Penetrasi pasar yang baik melalui program pemasaran yang terencana dan terintegrasi di setiap tingkatan wilayah target pasar. Untuk terus mengembangkan program OTOP tersebut, pemerintah Thailand mengupayakan kegiatan penunjang program pengembangan OTOP dengan kegiatan yang difokuskan pada: 1. Dukungan
Kelembagaan
Pemerintah
dalam
melaksanakan
program OTOP; 2. Dukungan pelaksanaan seleksi local identity; 3. Peningkatan Pengetahuan dan Kompetensi: Program “SMART OTOP”; 4. Peningkatan Kualitas Produk dan Standarisasi Produk: OTOP Product Champion (OPC); 5. Promosi: OTOP City, Trade Fair dan Pameran OTOP; 6. Kolaborasi Internasional.
4.1.2.3. Kamboja a. Gambaran UKM di Kamboja UKM di Kamboja telah memberikan kontribusi yang tinggi terutama dalam pada pengembangan sektor privat maupun terhadap pengembangan perekonomian Kamboja itu sendiri sejak awal tahun 1990an. Kementerian Industri, Pertambangan dan Energi atau yang disebut Ministry of Industry, Mines and Energy (MIME) di Kamboja telah memetakan sektor industri manufaktur di Kamboja dibagi kedalam 4 (empat) segmen, yaitu:100
100
Meas, Wat Ho, Characteristics of Small and Medium Enterprises in Cambodia: Case study of rice milling enterprises, makalah, Hokkaido University, hal. 5. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
103
Tabel 4.2. Pembagian UKM di Kamboja Kategori micro
Pekerja
Modal
Kurang dari 10 orang
Modal awal kurang dari
enterprises
USD 10.000
(MEs) small
10 – 49 orang
Modal awal antara USD
enterprises
10.000 – USD 199.000
(SEs) medium
50 – 199 orang
Modal awal antara USD
enterprises
200.000 – kurang dari USD
(MEs)
1.000.000
large
Lebih
atau
sama Modal awal lebih dari USD
enterprises
dengan 200 orang
1.000.000
(LEs)
Pada tahun 2004, pemerintah Kamboja membentuk SME SubCommittee dan SME
Development
Framework.
Tujuan dari
pembentukan framework tersebut adalah untuk mengidentifikasi hambatan yang ada serta pengenalan terhadap isu-isu spesifik untuk mendukung pengembangan UKM di Kamboja. Terdapat 3 (tiga) hambatan utama UKM di Kamboja, yaitu lemahnya regulasi yang mengatur UKM dan kerangka hukumnya, akses terbatas bagi UKM untuk bantuan keuangan, serta minimnya dukungan terhadap kegiatan UKM.101 Setelah krisis keuangan yang terjadi selama periode 2008 – 2009, terdapat tantangan yang harus dihadapi oleh UKM di Kamboja, yaitu:102
101
Peter Baily, Cambodian Small and Medium Sized: Enterprises: Constraints, Policies and Proposals for Their Development, makalah, hal. 1. 102 IFC Advisory Services in East Asia and the Pacific, Understanding Cambodian Small and Medium Enterprise Needs for Financial Services and Products, Cambodia Agribusiness Series No. 2, November 2010, hal. 4. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
104
1. Keadilan yang merata bagi UKM. UKM terdaftar dan yang tidak terdaftar sama-sama bersaing untuk pelanggan yang sama. Terdapat beberapa UKM yang terdaftar dan mematuhi hukum, serta adanya UKM yang menyediakan produk dan jasa yang sama namun tidak sesuai dengan hukum, dan mereka dapat menikmati keuntungan. Untuk memastikan kepatuhan terhadap hukum dan mendorong pengusaha untuk memformalkan usaha
mereka,
prosedur
pendaftaran
untuk
UKM
perlu
dirampingkan. 2. Produksi yang rendah Dalam hal persaingan yang adil di pasar global, UKM di Kamboja dirugikan
oleh
tingkat
produktivitas
yang
lebih
rendah
dibandingkan dengan negara tetangga (seperti Thailand dan Vietnam) dan negara-negara lain dengan populasi yang jauh lebih besar seperti Bangladesh, Cina, India dan Pakistan. Sebuah studi Bank Dunia tahun 2004 menunjukkan bahwa faktor produktivitas total UKM di Kamboja adalah 18% lebih rendah dibandingkan dengan India dan 24% lebih rendah dari China. Hal ini menjadi sebuah hambatan. Maka untuk pengembangan UKM yang secara keseluruhan untuk mengatasi tingkat produktivitas rendah tersebut, dibukakan akses ke pelatihan yang sesuai dengan jasa profesional yang diberikan oleh sektor publik atau swasta. Hal ini penting untuk memastikan sektor UKM menjadi kompetitif. 3. Kurangnya akses terhadap informasi konsumen dan pasar UKM tidak memiliki akses ke informasi tentang pasar. Sebagian besar UKM beroperasi hanya di provinsi-provinsi di mana mereka berada. Sangat sedikit memiliki peluang untuk masuk ke pasar internasional untuk produk mereka. Untuk memastikan bahwa UKM dapat bersaing di pasar global dan berkontribusi lebih banyak untuk penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi, mereka memerlukan akses ke informasi, teknologi dan layanan Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
105
yang akan memungkinkan mereka untuk memperluas basis pelanggan mereka, baik di dalam Kamboja maupun secara global.
b. Gambaran One Village One Product di Kamboja Pengembangan program OVOP di Kamboja bertujuan untuk memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi pedesaan dan pengentasan kemiskinan. Latar belakang dari program pengembangan OVOP di Kamboja adalah pengembangan ekonomi lokal untuk mencegah depopulasi dan pencari kerja di wilayah urban serta mengoptimalkan
ekspor.
Secara
kelembagaan,
program
pengembangan OVOP di Kamboja dikoordinasikan secara sentral oleh Pemerintah Pusat melalui Komite Nasional OVOP, yang dipimpin langsung oleh Perdana Menteri. Dalam pengembangannya, program OVOP di Kamboja memiliki kunci sukses tersendiri. Kunci sukses tersebut adalah: 1. Modal dasar keahlian penduduk yang tinggi dalam penciptaan produk-produk, khususnya kerajinan; 2. Dukungan pimpinan tertinggi pemerintahan Kamboja terhadap program-program pengembangan OVOP; 3. Dukungan finansial dari Pemerintah Jepang untuk menginisiasi program OVOP Kamboja; 4. Kelembagaan pemerintah yang kuat dalam pengembangan OVOP; 5. Program
pemberdayaan
yang
berhasil
meningkatkan
kepercayaan diri penduduk desa untuk berusaha dan menciptakan produk-produk unggul; 6. Akses pasar yang semakin baik, melalui program pemasaran yang terencana dan berkesinambungan dalam kerangka Gerakan One Province One Product, One Community One Product.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
106
Sedangkan
untuk
program
kegiatan
yang
mendukung
pengembangan program OVOP di Kamboja dilaksanakan dengan fokus terhadap: 1. Dukungan Studi, menentukan produk-produk unggulan local; 2. Dukungan Promosi, melalui pembukaan akses pasar usaha OVOP ke perusahaan swasta, pengusaha, pemilik peternakan, negara dan perusahaan swasta, hotel, restoran, resor dan pemasok di provinsi dan kota; 3. Insentif bagi produsen seperti akses pasar, memberikan kredit, transfer teknologi, dan menawarkan benih serta bahan baku; 4. Fasilitasi pembentukan Koperasi Petani untuk menjamin harga produk; 5. Dukungan alat-alat produksi yang sesuai dengan situasi nyata di lingkungan desa dan sesuai dengan permintaan pasar; 6. Dukungan
peningkatan
keterampilan
manajemen
dan
pengembangan sumber daya manusia. Secara garis besar pengembangan OVOP di beberapa Negara Asia dapat dilihat pada tabel berikut ini:103
103
Tim Peneliti Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, Kajian Sinergi OVOP Dan SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM, Presentasi, Kementerian Perdagangan, Op Cit. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
107
Tabel 4.3. Perkembangan OVOP di Beberapa Negara Asia Faktor Tujuan Dasar
OVOP Jepang (Oita) Revitalisasi Masyarakat Desa
OTOP Thailand
OVOP Kamboja
Pembangunan ekonomi lokal sebagai bagian dari restrukturisasi ekonomi nasional
Memberikan kontribusi bagi pembangunan ekonomi pedesaan dan pengentasan kemiskinan. Perdana Menteri & Wakil melalui Komite Nasional OVOP Top - Down
Inisiator
Pemerintah Daerah
Pemerintah Pusat (Komite Admistratif Nasional OTOP)
Pendekatan Implementasi Kriteria/Syarat Usaha OVOP
Bottom - up
Top – Down
Produk /komoditas lokal yang khas, yang merupakan inisiatif masyarakat,
Menetapkan persyaratan bagi usaha OVOP(kualitas, pemasaran, dll) untuk menentukan positioning produk OVOP
Dikordinasi Pemerintah Daerah Berbasis komunitas
Dikordinasi Pemerintah Pusat Tidak harus komunitas (petani, Grup UMKM, Perusahaan swasta) Thn 2003 :16.808 produsen, 2004 : 27.889 produsen Seluruh wilayah Thailand
Dikordinasi Pemerintah Pusat Tidak selalu komunitas
Makanan; Kain, Tekstil, Pakaian; Kerajinan Tangan; Souvenir; Minuman; Hiasan; Tanaman Obat/rempah Program “SMART OTOP
Souvenir (tas sutra, tatami, ginseng wine, red wine, palm wine, bunga, souvernir batu & kayu); Buah; Sayuran Berbasis “One Province One Product” Pemasaran: berbasis One Workshop One Product
Kelembagaan Pemerintah Usaha/Bisnis
Jumlah Usaha OVOP Lokasi Usaha OVOP
Jenis Produk Utama
Produksi
Pemasaran
11 kota dan 47 desa : Desa Oyama, Desa Yufuin, Pulau Himeshima, Desa Miyanaura, Kagoshima, Kumamoto dan Oita Plum, Kastanye, Udang Himeshima, Ikan kering, Baso Ikan, Telur ikan, Shochu Gandum Oita
OTOP City, Trade Fair dan Pameran OTOP, Kolaborasi
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
108
OVOP Jepang (Oita)
Faktor
OTOP Thailand
OVOP Kamboja
Internasional
Standar & Kualitas
OTOP Product Champion (OPC)
Fasilitasi Pemerintah Mengembangkan Pelatihan semacam pondok belajar (bernama Toyo-no-kuni juku) di 12 tempat di Propinsi Oita, untuk menyebar pikiran pokok OVOP. Saat ini sekitar 1.500 orang lulusan pondok Pembiayaan
Smart OTOP: pelatihan bisnis untuk meningkatkan pengetahuan dasar berbisnis seperti: manajemen, akuntansi, keuangan, pemasaran, pengembangan produksi.
Pemasaran/Pro mosi
Pendampingan
Dukungan Kebijakan OVOP
Konohana Garten: menjadi one stop shopping produk OVOP Pelaku usaha dapat meminta pendampingan kepada pemerintah
diupayakan oleh komunitas lokal, terhadap usaha-usaha OVOP yang ada di wilayahnya
Bank khusus untuk pembiayaan usaha OTOP “OTOP City”, trade fair dan pameran OTOP
Roadmap OTOP
4.1.3. Perkembangan dan Pemanfaatan Program One Village One Product (OVOP) di Indonesia OVOP di Indonesia umumnya adalah UKM yang konsisten menjalin kerjasama dengan perusahaan-perusahaan BUMN (Badan Usaha Milik Negara) dan terus mendapat bimbingan serta aneka bantuan dari pemerintah. Hal ini berkaitan demgan produk yang dihasilkan mewakili identitas daerah bahkan negara. Dimana produk-produknya mencerminkan keunikan suatu daerah atau desa. Dengan keunggulan yang dimiliki, maka produk tersebut dapat meningkatkan pendaptan bagi daerahnya, melalui Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
109
kunjungan turis, membuka lapangan pekerjaan, dan meningkatkan ketrampilan SDM. Di Indonesia terdapat sekitar 74.000 desa yang memiliki keunikan atau ciri khas. Dimana mayoritas atau sekitar 65% penduduknya masih tergolong miskin, berpendapatan rendah. Dan mayoritas desa-desa tersebut eksis disektor pertanian atau agrikultur. Dengan kultur tersebut, sangat potensial dikembangkan OVOP. OVOP merupakan pendekatan pengembangan produk unggulan daerah untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam wadah koperasi atau UKM. Program OVOP ini dalam rangka pelaksanaan Instruksi presiden No 6 Tahun 2007, tanggal 8 Juni 2007 tentang Percepatan Sektor Riil dan Pembangunan usaha Mikro Kecil dan menengah. Melalui program ini setiap daerah akan memiliki produk unggulan yang bisa dipasarkan baik di pasar domestik maupun internasional, sehingga bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Bagi Indonesia, OVOP berarti satu desa satu produk yang bersifat unggulan. Satu produk merujuk pada pendekatan pengembangan potensi daerah di satu wilayah tertentu, pengertian desa juga bisa diperluas menjadi kecamatan atau kabupaten/kota. Tujuan utama hadirnya OVOP dalam rangka menggali, mengembangkan dan mempromosikan produkproduk inovatif dan kreatif yang berasal dari daerah yang bersangkutan bersifat unik, khas dan memiliki ciri tertentu agar lebih bernilai tinggi. Sehingga diharapkan mampu mengurangi kemiskinan secara massif. Indonesia mulai merealisasikan gerakan OVOP tahun 2008 berkolaborasi dengan melibatkan banyak stakeholder. Usulan daerah yang ingin mengembangkan OVOP dilakukan secara bottom up yang kemudian dilakukan seleksi dengan kriteria keunikan khas budaya dan originalitas, mutu dan tampilan produk, potensi pasar yang terbuka di dalam dan di luar negeri, kontinuitas dan konsistensi produksi yang didukung sumber daya lokal. Dengan sentuhan trend warna, tekstur dan material yang menjadi trend masa depan, produk lokal ini menjadi relevan dengan tampilan Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
110
kontemporer tanpa menghilangkan cita rasa lokal. Ini adalah yang disebut sebagai proses decoding. Para kreator produk diajak untuk memahami trend,
untuk
kemudian
mentransformasi
desain
produk
dengan
mengombinasikan sentuhan trend baru ini. OVOP merupakan pendekatan pengembangan produk unggulan daerah untuk meningkatkan nilai tambah produk unggulan daerah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam wadah koperasi atau UKM. Prinsip dasar One Village One Product adalah dimana masyarakat desa/daerah mampu mencari dan menggali komoditas/produk yang bisa menjadi unggulan secara berkesinambungan. Kriteria yang diperlukan dalam mengidentifikasi produk unggulan tersebut sebagai produk OVOP adalah sebagai berikut:104 1. Merupakan produk unggulan desa/daerah atau kompetensi inti dan telah dikembangkan secara turun-temurun. 2. Merupakan komoditas/produk khas dan unik dari desa/daerah setempat. 3. Berbasis pada sumberdaya alam (SDA) setempat/lokal. 4. Memiliki tampilan dan kualitas produk yang baik. 5. Memiliki peluang pasar yang luas secara domestik maupun internasional. 6. Memiliki nilai tambah produk yang tinggi. 7. Dapat menjadi penghela bagi ekonomi lokal/setempat Adapun yang menjadi prinsip dasar OVOP dapat dilihat pada kriteria sebagai berikut: 1. PRODUKSI LOKAL NAMUN BERSIFAT GLOBAL (Local yet global) Mengupayakan potensi lokal untuk mencapai reputasi global, dengan merevitalisasi tiap daerah untuk mengembangkan potensi sumber daya dan memacu menghasilkan kreasi dalam bentuk produk yang spesial/ unik, perpaduan dengan potensi kearifan dan budaya lokal, bernilai
104
http://OVOP.or.id Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
111
tambah tinggi, bernuansa standar pasar internasional, dan tetap menjaga kelestarian lingkungan. Produk OVOP dapat dipasarkan secara internasional, namun tetap disukai di pasar lokal. 2. KEMANDIRIAN DAN KREATIVITAS (Self reliance and creativity) Penggerak utama yang menjadi kekuatan gerakan OVOP adalah masyarakat
sendiri.
Menggerakkan
peran
masyarakat
dengan
kreativitas, inovasi, ketekunan, dan potensi sumber daya. Pengetahuan masyarakat itu sendiri merupakan salah satu prinsip dasar gerakan OVOP. Masyarakat yang menentukan produk yang dipilih yang memiliki spesialitas/keunikan nyata. 3. PENGEMBANGAN
SUMBER
DAYA
MANUSIA
(Human
resource development) Pengembangan SDM masyarakat lokal merupakan prinsip yang sangat penting dalam gerakan OVOP. Masyarakat harus mempunyai motivasi tinggi untuk mentransformasikan tantangan menjadi peluang, tidak menyerah dalam pencarian, tidak pernah menderita oleh kegagalan, tetapi secara terus menerus berupaya menghadapi perubahan.
4.1.4. Sasaran Gerakan OVOP Gerakan OVOP dalam pengembangannya memiliki sasaran sebagai berikut: 1. Penciptaan lapangan kerja dan pendapatan untuk penduduk dan masyarakat lokal; 2. Penguatan
kemampuan
kemandirian
masyarakat
lokal,
dalam
pembangunan ekonomi masyarakatnya; 3. Pengembangan pengetahuan tradisional, sumber daya lokal dan pengoptimalan pemanfaatan SDM lokal; 4. Pengembangan
SDM
melalui
pengembangan
kemampuan,
keterampilan dan pengetahuan;
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
112
5. Pengembangan untuk memotivasi kreativitas dan inovasi masyarakat lokal, khususnya dalam pengembangan produk lokal yang dipadu dengan keunikan tradisi, kearifan dan budaya lokal.
4.2.
Merek Kolektif Sebagai Sarana Pengembangan Produk UKM dalam Program One Village One Product (OVOP) 4.2.1. Penerapan dan Upaya Perlindungan Hukum terhadap Merek Kolektif pada Produk UKM Terinspirasi dengan model OVOP, terdapat suatu rekomendasi mengenai penerapan pembangunan “branding produk lokal” yang disebut SAKASAME (Satu Kabupaten Satu Merek). Dalam implementasi model ini, suatu daerah dapat distimulasi untuk mengembangkan satu merek bersama (merek kolektif yang dimungkinkan oleh UU Merek No.15 tahun 2001). Merek kolektif tersebut diciptakan, didaftarkan, dikembangkan, dan dikelola oleh suatu lembaga di daerah. Untuk kepentingan profesionalisme wirausaha, lembaga tersebut sebaiknya dikelola oleh asosiasi usaha di daerah atau oleh unit usaha koperasi pemasaran. Setiap unit usaha kecil atau menengah (UKM) dimungkinkan meminta izin dari pemegang merek untuk menggunakan merek kolektif tersebut. Sebagai imbalannya, UKM dikenakan biaya bersama (sharing cost) untuk membiayai manajemen merek. Biaya bersama tersebut harus cukup terjangkau dan tidak terlalu membebankan para pelaku usaha. Upaya ini dipandang perlu mengingat cukup banyak UKM-UKM kreatif di daerah yang telah mampu memproduksi produk dengan kualitas baik, bahkan unggulan, namun tidak mampu memasarkan produknya dengan nilai tambah yang tinggi. Sebagian besar UKM di Indonesia masih banyak menemui berbagai macam kendala dalam pengembangan produknya, baik produk baru yang diproduksi tanpa merek maupun produk yang diproduksi sudah menggunakan merek. Sebagian besar pelaku industri makanan dan minuman di Indonesia berperan sebagai : (1) pemasok komoditas (industri Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
113
hulu dan memperdagangkan barang-barang tidak bermerek), (2) penjual produk (menjual produk dengan identitas yang mirip tetapi aktivitasnya hanya sampai distribusi saja), dan (3) pemasar merek semu (membangun dan menjual merek melalui promosi dan distribusi tetapi memiliki keterbatasan modal untuk bersaing dengan merek yang mapan). Ketiga kondisi ini menyebabkan kurangnya daya saing dan daya jual produk-produk lokal di pasar global, padahal produk makanan dan minuman lokal daerah asli Indonesia banyak digemari oleh konsumen asing. Kesempatan ini dimanfaatkan oleh beberapa “produsen” bangsa asing untuk mengatas namakan produk Indonesia sebagai produk mereka, kejadian ini tentu sangat merugikan produsen lokal. Untuk menghadapai permasalahan tersebut, maka diperlukan upaya dan perlindungan yang terpadu dalam rangka meningkatkan dan mengembangkan produk makanan dan minuman daerah asli Indonesia, khususnya produk yang dibuat oleh UKM. Permasalahan yang umum dialami oleh UKM Indonesia adalah kendala biaya pendaftaran merek yang masih dianggap mahal bila mereka hendak mendaftarkan mereknya sendiri, serta banyaknya merek yang hampir sama sebagai bentuk persaingan usaha antar UKM. Beberapa UKM yang sudah berhasil memperoleh omset yang cukup besar untuk produksinya memiliki kecenderungan untuk membuatkan merek khusus untuk
produknya.
Pembuatan
merek
tersebut
diharapkan
dapat
meningkatkan minat beli dan harga jual. Saat ini masih banyak pelaku usaha, khususnya UKM, yang belum menyadari peran merek. Di antara pelaku usaha UKM yang sudah menyadari peranan merek, ternyata relatif masih banyak yang belum mampu melakukannya sendiri. Kesadaran pengusaha industri kecil dan Menengah untuk melindungi merek dagangnya dengan mendaftarkan diri ke Ditjen Hak Kekayaan Intelektual (HKI). Kementerian Hukum dan HAM masih sangat rendah. sedikitnya jumlah UKM yang mendaftarkan merek dagang disebabkan antara lain karena keterbatasan biaya. Para Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
114
UKM yang memiliki modal terbatas cenderung memilih memfokuskan pengeluaran pada produksi. Selain itu rendahnya tingkat pencatatan merek dagang di dalam negeri disebabkan banyak pengusaha yang tak gunakan merek orisinil. Beberapa produk UKM yang sudah memiliki merek yang dikenal sebagai contoh Dagadu di DIY, Joger di Bali dan Kartika Sari di Bandung. Perlindungan hukum merek yang ditujukan untuk UKM terlebih dahulu harus melihat apakah merek dari produk UKM tersebut telah didaftarkan atau belum. Merek baru memiliki kekuatan hukum setelah didaftarkan ke Ditjen HKI dan kemudian kembali dicatat di klinik HKI Ditjen IKM Kementerian Perindustrian. Dengan telah diaftarkan merek tersebut, maka sengketa merek bisa dihindarkan, sehingga UKM dapat memperoleh perlindungan hukum terhadap merek yang digunakannya karena memiliki bukti mengenai hak milik mereknya. Pengusaha UKM yang hendak mendaftarkan mereknya umumnya terbentur masalah mahalnya biaya pendaftaran merek. Sebagai solusi untuk masalah ini adalah pengusaha UKM dapat menggunakan merek bersama (merek kolektif) sebagai jalan keluar dalam memperoleh nama bagi produknya serta kemudahan dalam pendaftaran merek. Penggunaan merek kolektif dapat lebih mempermudah UKM dan tentunya dapat digunakan sebagai sarana pembangunan produk lokalnya. Untuk prndaftaran merek oleh UKM secara umum dibantu oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan atau instansi terkait untuk memudahkan UKM. Prosesnya secara umum adalah : 1. Menyelenggarakan sosialisasi/forum fasilitasi pendaftaran merek dengan UKM 2. Melakukan inventarisasi persyaratan permohonan pendaftaran merek; 3. Melakukan
review
atas
pemenuhan
persyaratan
permohonan
pendaftaran merek; 4. Mengajukan permohonan merek ke Direktorat Jenderal HKI RI; 5. Monitoring proses pendaftaran merek di Direktorat Jenderal HKI; dan Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
115
6. Penyerahan sertifikat merek kepada UKM terkait. Langkah-langkah
tersebut
juga
dilaksanakan
oleh
Dinas
Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah dalam menghimpun pendaftaran merek untuk UKM. Selain itu, Disperindag Propinsi Jawa Tengah juga bekerjasama dengan Universitas/Perguruan Tinggi yang memiliki fasilitas penunjang HKI.
4.2.1.1.
Perkembangan HKI dan program One Village One Product di Propinsi Jawa Tengah Dari hasil surey dan wawancara dengan pihak Dinas Perindustrian
dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, 105 diketahui bahwa Program OVOP di Jawa Tengah saat ini sedang dalam tahapan untuk mengidentifikasi OVOP yang sesuai dengan kriteria OVOP itu sendiri. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah mengadakan identifiasi OVOP dan meminta masing-masing Kabupaten/Kota untuk dapat mengirimkan usulan komoditi apa yang dapat dijadikan sebagai komoditi OVOP. Namun kendala yang dihadapi adalah sampai saat ini masih sedikit informasi yang masuk dari masing-masing Kabupaten/Kota. Untuk pengembangan program OVOP bagi UKM di Jawa Tengah sendiri pada akhirnya program OVOP tersebut akan menunggu kesediaan dari masing-masing UKM apakah mereka mau dijadikan sebagai OVOP atau tidak. Sedangkan untuk isu permasalahan seputar HKI, kendala yang dihadapi terutama untuk UKM adalah mahalnya biaya pendaftaran HKI, masalah sertifikasi, keterbatasan Sumber Daya Manusia, dan sebagainya. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah melakukan program untuk pengembangan UKM antara lain dengan cara memfasilitasi untuk pendaftaran HKI, sosialisasi mengenai HKI, Focus Group Discussion (FGD) mengenai HKI, serta pengiriman perwakilan UKM untuk mengikuti pelatihan baik di dalam maupun luar negeri. 105
Hasil wawancara dengan Bapak Soehartono, Ibu Azizah dan Bapak Prakoso, Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Propinsi Jawa Tengah. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
116
Dinas Perindustrian dan Perdagangan telah melakukan sosialisasi terkait dengan HKI. Sosialisasi yang dilakukan terkait dengan HKI diantaranya yaitu mengenai Hak Cipta, Merek termasuk merek kolektif. Dalam melaksanakan sosialisasi, Dinas Perindustrian dan Perdagangan bekerjasama dengan akademisi, dalam hal ini Universitas Diponegoro yang sudah terbentuk Klinik HKI-nya. Sedangkan untuk UKM yang tersebar di Jawa Tengah, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah bekerjasama dengan Direktorat Jenderal HKI memberikan sosialisasi mengenai merek untuk peningkatan daya saing produk UKM. Sebagai langkah tindaklanjut setelah tersosialisasikannya HKI kepada UKM di Jawa Tengah tersebut adalah melakukan pendataan mengenai UKM mana saja yang belum mendaftar HKI yang untuk selanjutnya diminta untuk mengajukan pendaftarannya. Data awal sementara yang diperoleh berasal dari UKM yang mengikuti sosialisasi tersebut. Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah mengupayakan untuk segera mengumpulkan data UKM sesaat setelah sosialisasi, yang merupakan usaha untuk dapat mempercepat proses pendataan dan pendaftaran produk UKM ke Direktorat Jenderal HKI, Kementerian Hukum dan HAM. Tujuan dari kegiatan tersebut secara sederhana adalah untuk menjaga agar produk dari UKM tersebut tidak mudah untuk ditiru oleh pihak/UKM lain. Dengan demikian sebagai langkah antisipasi dalam rangka perlindungan hukum terhadap HKI bagi UKM, Dinas Perindustrian dan Perdagangan melakukan kegiatan “jemput bola” untuk mempercepat dan mempermudah pendaftaran HKI. Langkah lainnya yang diambil oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah dalam menyelesaikan permasalahan di lapangan terkait dengan UKM adalah dengan menempatkan diri sebagai mediator
bagi
UKM.
Bila
dalam
prakteknya
ditemukan
suatu
permasalahan, maka langkah awal yang diberikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Jawa Tengah adalah dengan mengusulkan bagi Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
117
UKM tersebut untuk menyelesaikannya secara kekeluargaan (mediasi), namun bila tetap tidak bisa menemukan penyelesaian, maka Dinas Perindustrian dan Perdagangan yang akan turun tangan untuk membantu. Sebagai gambaran, pada tahun 2003, telah dilaksanakan sosialisasi HKI di beberapa UKM, termasuk didalamnya adalah sosialisasi mengenai merek dan hak cipta. Kegiatan tersebut dilaksanakan bekerjasama dengan Universitas
Diponegoro,
Jawa
Tengah.
Terpilihnya
Universitas
Diponegoro, Jawa Tengah sebagai mitra kerja dikarenakan lembaga tersebut telah memiliki klinik HKI sendiri. Kendala yang dihadapi dalam rangka mensosialisaskan HKI tersebut pada saat itu adalah banyaknya UKM yang menolak untuk didaftarakan HKI-nya karena rata-rata mereka berpikiran bahwa untuk pendaftaran HKI dibutuhkan waktu yang lama serta biaya yang mahal. Namun seiring dengan perkembangan informasi dam pelayanan yang diberikan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, maka untuk saat ini kendala yang seperti itu sudah berangsur-angsur hilang. Saat ini sudah banyak UKM yang sadar mengenai pentingnya untuk mendaftarkan HKI mereka guna memperoleh perlindungan hukum (sadar HKI). Sedangkan dalam periode 2004 sampai dengan awal tahun 2012, telah banyak UKM di Jawa Tengah yang mendaftarkan HKI untuk produknya. Sebelumnya terdapat hal yang dikeluhkan UKM terkait dengan lamanya proses pendaftaran HKI. Menurut informasi yang diterima minimal 18 bulan dengan jumlah pendaftar minimal 500-600 pendaftar. Bila terjadi overlapping pendaftaran dengan UKM yang lain, maka bisa menunggu 9 bulan lagi untuk selesai. Dengan adanya proses yang lama tersebut, UKM melaporkan permasalahan ini ke Dinas Perindustrian dan Perdagangan untuk memperoleh solusi. Dari pihak Dinas diberikan solusi awal bahwa khususnya untuk merek, UKM harus membuat ide sendiri dan jangan meniru produk/UKM yang lain. Bila sudah memiliki merek/produk yang akan didaftarkan, UKM bisa datang ke Dinas untuk dilakukan
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
118
pengecekan apakah ada yang sama dengan produk/UKM lain atau tidak (orisinil). Beberapa permasalahan HKI yang telah ditangani oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah sebagian besar terkait masalah sengketa merek dagang antar UKM. Sebagai contoh kasus sengketa HKI adalah yang terjadi pada produk UKM “Kecap Purwodadi” dimana letak permasalahannya adalah saat terjadi perpecahana internal dalam UKM tersebut, terjadi sengketa pemegang merek dagang “Kecap Purwodadi”. Sewaktu diadakan sosialisasi HKI, pemilik UKM kecap tidak hadir tetapi diwakilkan oleh karyawannya. Maka, saat dilakukan pendaftaran HKI, yang mendaftarkan merek “Kecap Purwodadi” adalah karyawan UKM tersebut. Masalah ini diselesaikan melalui mediasi yang dilakukan oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah. Contoh lainnya adalah mengenai produk batik di Magelang, Jawa Tengah. Produk batik yang dihasilkan mengalami sengketa merek, dimana produk yang dihasilkan sama namun memiliki merek yang berbeda. Pemegang merek yang telah terdaftar merasa dirugikan karena produknya kalah bersaing dalam penjualan dengan produk yang sama namun dengan merek yang belum terdaftar. Masalah ini masih dalam tahap musyawarah. Kasus lainnya adalah mengenai kerajinan kuningan di Pati, Jawa Tengah. Menurut informasi dari pihak Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah, untuk kasus ini berawal dari orang dari luar daerah Pati yang datang dan belajar kerajinan kuningan. Setelah mahir dan kembali ke daerahnya, dia bisa memproduksi kerajinan tersebut lalu memberi merek OVOP Pati. Kasus inipun masih dalam tahap pemeriksaan. Kecenderungan UKM, khususnya di Jawa Tengah, adalah menjual produknya dengan merek tiruan, dan bila sudah memiliki merek sendiri, merek tersebut tidak didaftarkan. Khusus untuk merek kolektif, UKM di Jawa Tengah belum banyak yang menghimpun merek kolektif untuk didaftarkan. Umumnya mereka mendaftarkan sendiri mereknya. Terkait hal ini, tingkat Kabupaten/Kota telah memiliki anggaran khusus untuk Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
119
merek kolektif UKM dan sudah mulai berjalan. Sedangkan untuk tingkat Propinsi sudah mulai menghimpun merek kolektif sejak tahun 2009. Langkah yang diambil oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan dalam melakukan sosialisasi HKI sekaligus melakukan pendaftaran HKI dirasakan sangat membantu UKM yang tidak mampu. Pengurusan HKI untuk UKM yang tidak mampu dilakukan secara bebas biaya (gratis), dan kebanyakan untuk UKM yang memproduksi makanan. Berdasarkan
informasi
yang
diperoleh,
terkait
dengan
pengembangan program One Village One Product (OVOP) di Jawa Tengah, diketahui bahwa OVOP Jawa Tengah sudah mulai berjalan seiring dengan dikeluarkannya Instruksi Gubernur Jawa Tengah No. 518/23546 Tahun 2011 tentang Pengembangan Produk Unggulan Daerah Perdesaan Melalui Pendekatan One Village One Product (OVOP) Berbasis Koperasi di Propinsi Jawa Tengah. Berdasarkan Instruksi Gubernur tersebut tingkat Kabupaten/Kota sudah mengusulkan produk-produk yang akan dijadikan OVOP, namun tidak semua produk sesuai dengan ketentuan OVOP. Hal ini terkendala dengan belum adanya sosialisasi kriteria OVOP seperti apa yang sesuai dengan kondisi Jawa Tengah. Berdasarkan hal tersebut Kabupaten/Kota
diminta
untuk
melakukan
kembali
melakukan
indentifikasi produk. Sasaran OVOP Jawa Tengah yang akan dicapai mengadopsi dari OVOP Jepang dan OTOP Thailand, dimana tidak ada pembatasan wilayah dan pembinaannya lebih ke pelaku usaha. Sebagai contoh untuk produk yang akan di-OVOP-an adalah tenun akar wangi untuk OVOP Pekalongan. UKM diarahkan untuk memilih produk yang sesuai dengan kriteria OVOP, yaitu dimana produk OVOP untuk pemasarannya berorientasi global, maka dalam hal ini dilakukan pembinaan pasar dengan langkah pendekatan pasar dan pelatihan Sumber Daya Manusia (SDM). Langkah kedepannya sebagai tindak lanjut OVOP Jawa Tengah akan dilakukan klasterisasi/klasifikasi UKM dengan menggunakan bintang. Sebagai contoh untuk UKM dengan nilai bintang 1 dan bintang 2 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
120
pembinaan yang dilakukan untuk UKM hanya sebatas diklat, sedangkan untuk bintang 3-5 pembinaan akan lebih fokus tidak hanya sebatas diklat dan lebih ke pelaku usahanya yang memiliki kemampuan produksi dengan kualitas lebih. Penentuan kriteria berdasarkan bintang tersebut dilihat dari produk yang akan dijadikan OVOP memiliki dampak yang luas bagi perekonomian, lapangan kerja dan memiliki prospek pasar global. Sebagai contoh untuk batik Pekalongan. Batik Pekalongan merupakan OVOP, namun tidak semua batik yang diproduksi dapat menjadi OVOP. Fleksibilitas yang ditawarkan oleh Dinas kepada UKM terkait OVOP adalah dengan melakukan bimbingan OVOP yang terdiri dari bimbingan proses produksi, bahan baku, maupun lay out. Bila UKM tidak menghendaki bimbingan tersebut, maka program OVOPnya tidak akan dilanjutkan. Salah satu kriteria OVOP yang dimasukan dalam program OVOP Jawa Tengah adalah ketersediaan bahan baku. Hal ini menjadi penting karena terkait
dengan kemampuan pelaku usaha dalam
memproduksi serta terkait dengan kualitas dan kuantitas produknya.
4.2.1.2.
Produk Kerajinan Kayu di Yogyakarta Program OVOP di Yogyakarta dimulai sejak tahun 2006 yang
merupakan proyek pertama sekaligus proyek percontohan untuk program pengembangan OVOP di Indonesia. Proyek tersebut merupakan hasil kerjasama antara Pemerintah Jepang melalui JETRO dengan Pemerintah Daerah Propinsi DIY. Dipilihnya propinsi DIY sebagai proyek percontohan OVOP oleh pihak Jepang dikarenakan adanya ketertarikan akan potensi yang dimiliki oleh DIY terutama dalam hal pengembangan komoditi kerajinan melalui sentra-sentra UKM yang terfokus pada beberapa komoditi. Pemerintah Jepang memberikan support kepada UKM di DIY melalui Pemda setempat untuk dapat melakukan pengembangan produk seperti yang telah dilaksanakan di Jepang.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
121
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Ronni Mohamad Guritno, SH, Direktur Eksekutif Dekranasda DIY, konsep OVOP yang diperkenalkan di DIY terdiri dari 2 (dua) fokus perhatian106, yaitu: 1.
Fokus pertama: a. Memperoleh bantuan tenaga ahli dari Jepang, dalam hal ini oleh Japan External Trade Organization (JETRO), berupa tenaga ahli dalam bidang desain. b. Melakukan survey produk yang dapat dikembangkan dan memliki daya jual di Jepang c. Untuk produk kulit, furniture dan serat dilakukan pendesainan ulang (re-design) dengan salah satu langkahnya adalah dengan mengirim pengerajin lokal ke Jepang untuk mendapat pelatihan intensif.
2.
Fokus kedua: DIY digunakan sebagai pilot project oleh Jepang dalam pengembangan OVOP. Sebagai pilot project, DIY diminta untuk dapat mensosialisasikan OVOP ke daerah-daerah lain sebagai proyek OVOP. Saat ini Jepang merasa bahwa program OVOP DIY sudah berhasil,
sehingga tidak lagi mengirimkan tenaga ahlinya. Hal ini menjadi kendala tersendiri
sehingga
dibutuhkan
bantuan
dari
pemerintah
untuk
pengembangan lebih lanjut. Potensi pengembangan OVOP di DIY sangat besar, namun terkendala masalah anggaran yang terbatas. Saat ini pengelola OVOP DIY dipegang oleh Jogja Exotic (JogjaTIC) 107 yang melakukan pengelolaan OVOP serta melakukan pengolahan produk dan kerjasama perdagangan dengan Jepang. OVOP DIY sendiri difokuskan pada bidang kerajinan batik ramah lingkungan yang bekerjasama dengan
106
Hasil wawancara dengan Bapak Ronni Mohamad Guritno, SH, Direktur Eksekutif Dekranasda DIY 107 Produk yang dikembangkan berada dibawah pilot project yang diprakarsai JETRO untuk pengembagan One Village One Product (OVOP) di Jawa Tengah, khususnya DIY terutama setelah terjadinya bencana gempa bumi tahun 2006. Proyek tersebut mengatur kerjasama antara tenaga ahli JETRO dengan pengerajin lokal di DIY untuk membuat produk yang akan diekspor ker Jepang. http://www.jetro.go.jp/ ttpp/ EAN.CL01_EAN? d_mode = ndp&d_koryu = 0&d_kuni = 0&jetro_proj = 500000035&disp_proj = 500000035&start_line = 1, diunduh 20 Desember 2012 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
122
Jerman, bidang makanan yang fokus untuk masalah pengemasan (packaging), bidang kerajinan furniture serta kerajinan kulit. Khusus untuk kerajinan kulit ikan pari dilakukan re-design oleh Jepang. Rencana tindak lanjut untuk OVOP DIY selanjutnya adalah dengan mengembangkan OVOP yang ramah lingkungan dengan fokus pada ekologi. Saat ini telah ada beberapa pengerajin yang membuat kerajinan berbasis teknologi ramah lingkungan. Program ini dikoordinir oleh lembaga Jogja Eco Exotic. OVOP DIY sendiri memiliki kekhususan yang berbeda dengan konsep One Village One Product. Hal ini sengaja dibuat berbeda oleh Jepang yang membina suatu komunitas untuk menghasilkan One Village One Product. Di Yogyakarta OVOP dilakukan dengan pembinaan untuk 1 orang. Dari 1 orang yang telah dibina OVOP ini diharapkan dapat membina yang lain. Selain itu, OVOP DIY lebih mengedepankan bahan baku lokal, tenaga lokal dan pengolahan lokal. Namun dengan kondisi alam dan setelah terjadi erupsi gunung Merapi, kendala bahan baku menjadi permasalahan sendiri. Untuk itu Pemerintah Daerah melakukan kerjasama pemenuhan bahan baku dengan daerah lain, khususnya untuk pemenuhan bahan baku kerajinan berbahan dasar kayu. Kelemahan OVOP DIY adalah ketersediaan anggaran yang terbatas untuk pengembangan OVOP. Selain itu masih adanya praktek penempelan label yang menyatakan bahwa produk dibuat di negara/kota lain seperti berdasarkan temuan adanya produk kerajinan DIY yang menempelkan label “made in Sabah” pada produk lokalnya. Produk yang dihasilkan untuk OVOP DIY menggunakan merek Jogja TIK, namun bila pelaku usaha/pengerajin akan menjual sendiri, mereka menggunakan mereknya sendiri. Merek Jogja TIK sendiri telah memperoleh sertifikasi dari JETRO, Jepang. Secara garis besar, belum maksimalnya OVOP DIY dan keterbatasan anggaran merupakan kendala yang dihadapi. Untuk itu dibutuhkan dukungan dari pemerintah untuk memfasilitasi. Survey untuk mengetahui kondisi salah satu produk OVOP DIY dilakukan di Sentra Kerajinan Batik Kayu di wilayah Krebet, Bantul, Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
123
Yogyakarta. Informasi diperoleh dari Bapak Riyadi, pemilik Ragiel Handicraft 212.108 Sentra kerajinan kayu di Krebet memfokuskan diri pada kerajinan batik kayu. Sentra ini memiliki 49 sanggar kerajinan batik kayu yang bernaung dibawa Koperasi dan Paguyuban Pengerajin Kayu. Anggota paguyuban
pengerajin
sudah
menjadi
anggota
koperasi,
dimana
pembentukan koperasi pada tahun 2004 dan menjadi status Badan Hukum pada tahun 2008. Permasalahan yang dihadapi di Sentra Krebet adalah sarana dan prasarana yang belum memadai. Untuk menarik konsumen secara langsung belum bisa maksimal karena lokasi sentra sendiri masih cukup sulit untuk dicapai. Padahal sentra Krebet sebagai penghasil Batik Kayu sudah diakui sebagai yang pertama di dunia Hal ini telah dialami selama survey, dimana petunjuk arah menuju lokasi sentra sangat minim. Permasalahan lainnya adalah untuk pembuatan dan pendaftaran merek yang terkendala masalah belum cukupnya modal, keterbatasan SDM serta tanggung jawab yang berat. Sampai saat ini, koperasi di sentra tersebut hanya mampu menyediakan dana untuk bahan baku proses membatiknya saja, sedangkan untuk membuat 1 pintu (OVOP) dibutuhkan dana yang lebih besar. Untuk itu sangat dibutuhkan bantuan dari Pemerintah terkait permasalahan tersebut.
4.2.1.3.
Produk Bandeng Tanpa Duri di Kabupaten Kendal, Jawa Tengah Koperasi Masyarakat Industri Rakyat Karya Bersama (KOPMIR
KARSA)
adalah
suatu
lembaga
yang
berbentuk Koperasi yang
menghimpun beberapa UKM yang memproduksi produk olahan makanan berbahan dasar ikan bandeng. 109 Koperasi ini telah berhasil memperoleh sertifikat merek “Bandeng Kendal Bandeng Tanpa Duri” yang merupakan merek kolektif. Merek “Bandeng Kedal Bandeng Tanpa Duri” dikeluarkan 108
Hasil wawancara dengan Bapak Riyadi, pemilik Ragiel Handicraft 212, Krebet, Desa Sendangsari, Pajangan, Bantul, DIY. 109 Hasil wawancara dengan Bapak H. Deddy Rosyidin, Ketua KOPMIR KARSA, Kabupaten Kendal, Jawa Tengah. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
124
sertfikatnya oleh Direktorat Jenderal HKI pada tanggal 31 Januari 2012 dan berjarak selama hampir 18 bulan sejak pendaftaran. Koperasi MIR adalah kumpulan UKM sekabupaten Kendal, Jawa Tengah. UKM sengaja dihimpun untuk menghasilkan 1 merek bandeng kendal sebagai produk unggulannya. Dari sisi manajemen yang diberlakukan, KOPMIR KARSA memfasilitasi masing-masing UKM untuk membuat produk olahan bandeng yang berbeda. KOPMIR KARSA sendiri berperan sebagai pemilik merek, penyedia bahan baku, pencipta spesifikasi produk dan penyedia pasar, sedangkan dari segi produksi dibebankan pada UKM. Alasan KOPMIR KARSA memilih menggunakan merek kolektif karena untuk memberikan kemudahan bagi para UKM untuk berkembang. Namun usaha tersebut masih terbentur kendala faktor indivisualisme UKM yang bila dibawa untuk kebersamaan sebagian UKM masih sulit karena masih mementingkan keuntungan individu. Masalah tersebut yang menjadi salah satu penghambat kemajuan UKM yang tentunya berbeda dengan perusahaan besar yang sudah memiliki satu manajemen yang bagus dan satu merek. Karena tantangan tersebut maka KOPMIR mempelopori dan berhasil sampai saat ini. Hasilnya yang bisa dinikmati adalah produksi yang lebih efisien serta pemasaran lebih terfokus dengan adanya merek kolektif. Dengan keberhasilan yang dicapai, KOPMIR dapat memberikan sosialisasi/sharing knowledge kepada Pemerintah Daerah mengenai kegunaan merek kolektif. Selama ini sosialisasi sistem yang dilakukan oleh KOPMIR adalah untuk untuk satu merek bersama yang digunakan, sistem kerja KOPMIR, pemasaran, konsentrasi pasar dan spesifikasi produk, sehingga UKM lebih fokus pada produksi untuk pelaksanaan pemenuhan permintaan pasar. KOPMIR sengaja hanya memberikan fasilitas seperti merek pada olahan dari bandeng karena SDM dari UKM sendiri masih terbatas, bila dibebani macam-macam (masalah bahan baku, produksi, pemasaran) maka tidak akan mampu, untuk itu mereka difokuskan untuk produksi saja. Sedangkan
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
125
untuk pendampingan dalam hal teknologi pengolahan diperleh bantuan dari Bupati Kendal. Terkait dengan pendaftaran merek, pengurusan merek yang dialami KOPMIR KARSA menemukan kendala awal berupa masih adanya individualisme dari UKM. Pencipta bandeng tanpa duri di Kendal yang pertama adalah KOPMIR, lalu memberikan pelatihan-pelatihan ke desa lain. Peserta yang telah memperoleh pelatihan telah diarahkan untuk bergabung dengan KOPMIR namun banyak juga yang ingin berdiri sendiri. Mengantisipasi hal tersebut, terus disosialisasikan mengenai halhal apa saja yang dapat menjadi hambatan bila melaksanakannya sendiri, seperti biaya dan pemasaran. Namun mereka diberi kebebasan dan gambaran mana yang lebih mudah, sendiri-sendiri atau bersama-sama. Menurut Ketua KOPMIR KARSA, akan lebih efisien bila produknya dihimpun menjadi satu wadah di bawah KOPMIR, selain itu produknya akan lebih diakui oleh Kabupaten dan Propinsi sehingga diberi fasilitas dan kemudahan. Bila sendiri-sendiri belum tentu mendapatkan fasilitas dan kemudahan. Maka perlu kesabaran dalam mengajak UKM untuk dapat berkembang lebih baik. KOPMIR memperoleh bantuan dari Bupati Kendal untuk promosi sehingga mempermudah dalam proses berkembangnya usaha. Secara umum kendala khusus belum ada, hanya butuh waktu dan proses secara bertahap untuk berkembang. Disamping itu, perlu memberikan aspek manfaat dan mampu meyakinkan UKM. Dari sistem merek kolektif dapat sekaligus mendapat bimbingan dan arahan sehingga bisa menembus pasar yang lebih luas. Saat ini kopmir bekerjasama denganCarrefour Jawa Tengah, namun belum 100% bisa memenuhi permintaan. Permasalahannya adalah bandeng cabut duri masih dikerjakan secara manual dan perlu pelatihan dan penghimpunan produk secara baik.. Produk bandeng dari KOPMIR ada 12 macam produk yang menggunakan 1 merek “Bandeng Kendal Bandeng Tanpa Duri”, diantaranya abon bandeng, rengginang duri bandeng, bandeng presto, dan Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
126
otak-otak. Dalam proses awalnya, dari bulan Juli 2010 mulai masuk pendaftaran merek, baru keluar pendaftaran mereknya pada bulan Januari 2012. Yang menjadi ciri khas dari merek tersebut adalah bahwa bandeng kendal bandeng tanpa duri hanya ada satu, yaitu di Kendal. Selain itu nama “Masyarakat Industri Rakyat” dengan logo MIR tidak ada yang menyamai. Sedangkan untuk pemakaian kata “Bandeng Tanpa Duri” awalnya hanya karena ingin tampil berbeda. Yang terjadi dalam prakteknya biasanya orang meniru merek yang bagus dan sudah terkenal sehingga menjadi mirip dan mampu mendongkrak penjualan produk. Hal ini berarti tidak ada kepercayaan diri, dan tidak mau bersusah payah dnegan merek sendiri (merek orisinil), seperti yang terjadi pada produk bandeng presto yang sudah terkenal. Untuk bahan baku ikan bandeng sendiri KOPMIR memiliki sekitar 33.000 hektar tambak dan produksinya mencapai 4.000 ton/tahun (untuk tambak yang semi intensif) sedangkan untuk tambak yang intensif bisa mencapai 12.000 ton /tahun. Untuk bahan baku memiliki persediaan yang cukup besar. Mengenai standar rasa masih dalam tahap percobaan/survey lapangan untuk mengetahui respon masyarakat/konsumen, jadi belum menetapkan standard yang dikehendaki. Dengan langkah tersebut diharapkan dapat menetapkan standar dalam kualitas rasa. Sedangkan untuk pengemasan masih dilakukan di koperasi, namun kedepannya akan dibuatkan rumah-rumah produksi sendiri untuk menangani pengemasan maupun pengolahan dan pemasaran seiring dengan meningkatnya kualitas SDM dan bahan baku. Rencana kedepannya KOPMIR akan melakukan peningkatan jaminan kualitas dari bahan baku karena produknya berasal dari ikan, maka kualitas ikan tersebut harus dipertahankan jangan sampai terkena polusi, misalnya
pencemaran
tambak.
Industrialisasi
kedepan
juga
akan
diperhatikan, pemasaran juga ditingkatkan. Kedepannya promosi akan digunakan sebagai pembuktian, misalnya bahwa makan ikan itu sehat beserta nutrisinya. Sudah ada penelitian dari UNDIP mengenai asupan gizi Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
127
dari bandeng. Bupati Kendal sendiri sudah mencanangkan gerakan “gemar bandeng” sehingga sejalan dengan program kerja pemerintah. Produk KOPMIR sendiri menonjolkan produk yang difungsikan sebagai produk unggulan daerah. Dalam hal promosi dilakukan dengan mengedepankan hasil industri rakyat. Hal ini juga berdasarkan pada penilaian bahwa: 1. Produk unggulan harus berdasarkan pada potensi terbesar daerah, 2. Ikan bandeng merupakan makanan yang menyehatkan masyarakat. 3. Karena ini produk unggulan, maka Pemerintah Daerah dan Dinas terkait harus turut mempromosikan. Secara umum KOPMIR berpeluang juga dalam pengembangan OVOP wilayah Kendal sebagai pendukung OVOP Jawa Tengah dengan menggunakan merek kolektif yang telah ada. Dengan demikian dibutuhkan peran serta masyarakat dan Pemerintah setempat untuk memajukan program OVOP tersebut, serta menggalakan sosialisasi HKI untuk memajukan UKM yang bergerak di sektor komoditi Bandeng mengingat bahwa produk hasil olahan Bandeng merupakan produk unggulan di wilayah Kendal, Jawa Tengah.
4.2.1.4.
Produk Minuman Bir Pletok di Jakarta Barat Terkait dengan program OVOP, wilayah Jakarta Barat memiliki
beberapa komoditi unggulan yang dikembangkan dalam program OVOP. Sesuai dengan Surat Keputusan Walikota Jakarta Barat No.86/2009 tentang Penetapan Produk Unggulan Tingkat Kota Jakarta Barat, salah satu produk unggulan yang sedang dikembangkan dalam lingkup program One Village One Product (OVOP) adalah produksi Bir Pletok. Produksi bir pletok khususnya di wilayah Jakarta Barat masih banyak yang dilakukan secara sederhana dan berbentuk industri rumahan (UKM). Namun selain industri rumahan yang memproduksi secara tersendiri, ada pula kelompok usaha yang bergabung membentuk suatu lembaga atau kelompok tani dan kemudian memproduksi beberapa komoditi unggulan. Kelompok tani di Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
128
wilayah Jakarta Barat yang memproduksi minuman bir pletok salah satunya adalah Asosiasi kelompok Tani Olahan (AKTO) Jakarta Barat, yang merupakan anggota dari AKTO DKI Jakarta. Asosiasi Kelompok Tani Olahan (AKTO) DKI Jakarta, merupakan organisasi sosial yang anggotanya terdiri dari kelompok-kelompok wanita tani dibawah binaan Dinas Pertanian DKI Jakarta. Organisasi nirlaba ini kegiatannya mengolah aneka produk pertanian atau membuat hasil olahan pasca panen. Sebagian anggotanya sudah mempunyai produk layak Eksport bahkan sudah mulai menjalin kerja sama elsport dengan buyer dari berbagai mancanegara. Produk unggulan AKTO DKI Jakarta adalah minuman khas Betawi yang dikenal dengan “Bir Pletok”. Terbuat dari jahe rempah dan aneka bahan rempah-rempah antara lain: kapulaga, lada hitam, cabe jawa, pala, kayu secang, daun jeruk, daun pandan dan lain-lain. Walaupun memiliki nama “Bir”, minuman ini tidak mengandung alkohol layaknya bir pada umumnya, sehingga minuman ini aman untuk dikonsumsi. Nama atau merek produk yang dipasarkan adalah “Biar Pletok”. Merek tersebut awalnya bernama Bir Pletok, namun karena tidak boleh menggunakan kata “Bir” maka dirubah menjadi “Biar”. Sebagai salah satu produk unggulan OVOP dari Jakarta Barat, perkembangan industri pembuatan Bir Pletok saat ini mengalami kemajuan pesat. Bir Pletok sudah banyak diperdagangkan di hotel-hotel dan tempat lainya di Jakarta, yang disajikan baik pada turis domestik maupun mancanegara. Pengolahan bir pletok yang dilakukan oleh petani masih bervariasi mulai dari bahan baku, warna, rasa, aroma dan umur simpan. Dalam pengolahan, mereka belum mengarah kepada peningkatan mutu dan nilai tambah produk. Rendahnya nilai mutu produk ini, menyebaabkan petani pengolah hanya dapat membuat bir pletok yang masa kadaluarsanya tidak terlalu lama serta jumlah produksinya masih terbatas. Bir pletok merupakan kekayaan masyarakat Betawi tidak hanya mempunyai nilai budaya tetapi juga mempunyai nilai ekonomi. Minuman Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
129
ini selalu diproduksi masyarakat Betawi dengan tingkat keragaman yang cukup tinggi antara satu tempat pembuatan dengan tempat lainnya di wilayah DKI Jakarta. Keragaman tersebut terjadi pada semua aspek, meliputi bahan baku, cara produksi, kemasan, rasa, warna, aroma dan umur simpan. Inovasi teknologi standardisasi pembuatan bir pletok tidak memerlukan persyaratan khusus, asalkan mengikuti Standar Prosedur Operasional (SPO) yang sudah disusun yaitu mulai dari proses pembuatan, sterilisasi botol hingga pengemasan. Keunggulan inovasi ini adalah kualitas produk dan daya saing pasar/nilai jualnya akan semakin tinggi dan keberlanjutan usaha para pengolah akan lebih terjamin, mengingat jenis minuman bir pletok tersebut sudah dicanangkan sebagai minuman khas selamat datang bagi para tamu wisatawan ke wilayah DKI Jakarta.
4.2.2. Hubungan Merek Kolektif dengan Indikasi Geografis sebagai Bagian dari Program One Village One Product, Studi Kasus: Kopi Pelaga, Bali Menurut data tahun 2000 yang dihimpun oleh Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI) dan Deperindag, jumlah total ekspor kopi yang dipasarkan mencapai 306.865 ton untuk jenis robusta, 27.187 ton arabika, 3.886 ton kopi tanpa kafein dan 176 ton kopi bubuk. Sedangkan jenis lainnya sekitar 1.263 ton kategori biji dan 1.510 ton kategori bubuk. Negara yang dituju yakni Timur Tengah, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Asia Timur.110 Kopi memiliki sejarah yang panjang dan memiliki peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi di Indonesia. Indonesia diberkati dengan letak geografisnya yang sangatlah cocok bagi tanaman kopi. Letak Indonesia sangat ideal bagi iklim mikro untuk pertumbuhan dan produksi kopi. Dalam beberapa tahun terakhir harga kopi cenderung barada pada tingkat rendah dan posisi negara-negara produsen kopi, khususnya Indonesia, sangat tidak menguntungkan karena terjadi kelebihan pasokan di pasar kopi
110
http://www.kedaikopi.info, diunduh 20 Maret 2011. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
130
dunia. Hal ini menyebabkan pihak produsen dan eksportir kopi di Indonesia mengalami kesulitan dalam mencari upaya untuk mengangkat harga kopi. Menurut data tahun 2000 yang dihimpun oleh Asosiasi Ekspor Kopi Indonesia (AEKI) dan Deperindag, jumlah total ekspor kopi yang dipasarkan mencapai 306.865 ton untuk jenis robusta, 27.187 ton arabika, 3.886 ton kopi tanpa kafein dan 176 ton kopi bubuk. Sedangkan jenis lainnya sekitar 1.263 ton kategori biji dan 1.510 ton kategori bubuk. Negara yang dituju yakni Timur Tengah, Uni Eropa, Amerika Serikat, dan Asia Timur.111 Produk-produk kopi yang diekspor tersebut kemudian mengalami re-package dan sekaligus di branding sedemikian rupa sehingga ketika kembali ke negeri asalnya, harga kopi yang telah dikemas ini bisa melambung 300% dari harga normalnya. Perjalanan panjang tersebut telah membalikkan Indonesia dari pengasil kopi (pengekspor) menjadi pengimpor kopi yang juga termasuk salah satu terbesar. Keadaan seperti ini memang tidak bisa disalahkan tetapi justru keadaan ini menuntut kita untuk bisa 'belajar' dari luar untuk segala aspek sehingga kopi-kopi yang kita miliki dapat dinikmati dengan harga yang terjangkau dan dengan kualitas yang dapat bersaing. Pengolahan kopi yang dilakukan secara terbaik membutuhkan sebuah seni dan pengetahuan yang mendalam tentang karakter kopi.112 Sebagai upaya untuk meningkatkan produksi dan harga kopi Indonesia, maka telah ditetapkan visi pengembangan perkopian Indonesia, yaitu mengembangkan sistem dan usaha agribisnis perkopian yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralisasi (Dirjen Bina Produksi Perkebunan, 2003). 113 Untuk mewujudkan sistem dan usaha
111
ibid ibid 113 Reni Kustiari, Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya Bagi Indonesia, Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian, Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 25 No. 1, Juli 2007 : 43 – 55. Universitas Indonesia 112
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
131
agribisnis yang demikian diperlukan serangkaian kebijakan pembangunan sebagai berikut :114 1. Pertama, kebijakan makro ekonomi (moneter, fiskal) yang mendukung pembangunan sistem dan usaha agribisnis; 2. Kedua, kebijakan pengembangan industri yang memberikan prioritas pada pengembangan kluster industri (industy cluster) agribisnis; 3. Ketiga, kebijakan perdagangan internasional yang netral baik secara sektoral domestik maupun antar negara dalam kerangka mewujudkan suatu free trade yang fair trade; 4. Keempat, pengembangan infrastruktur daerah; 5. Kelima,
pengembangan
kelembagaan
baik
lembaga
keuangan,
penelitian dan pengembangan kelembagaan dan organisasi ekonomi petani; 6. Keenam, pendayagunaan sumberdaya alam dan lingkungan; 7. Ketujuh, pengembangan pusat-pusat pertumbuhan agribisnis daerah; 8. Kedelapan, ketahanan pangan; dan 9. Kesembilan, kebijakan khusus komoditi spesifik (Dirjen Bina Produksi Perkebunan, 2003). Kopi Indonesia sudah dikenal oleh masyarakat internasional dikarenakan kekhasan aroma dan rasanya. Dunia internasional memberikan apresiasi yang cukup tinggi terhadap kopi Indonesia. Dengan adanya apresiasi
tersebut,
masyarakat
perkopian
Indonesia
harus
terus
mempertahankan dan melakukan peningkatan terhadap mutu dan kualitas kopi Indonesia. Indonesia memiliki kopi spesial berdasarkan keterangan indikasi geografis asal kopi tersebut tumbuh dan diproduksi. Macam-macam kopi spesial Indonesia adalah Mandheling Coffee dari Sumatera Utara, Gayo Mountain Coffee dari Aceh, Java Coffee dari Jawa Timur, Flores Coffee dari Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali Coffee dari Bali dan Toraja Coffee dari Sulawesi Selatan. Pada umumnya, kopi spesial Indonesia memiliki
114
Ibid. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
132
full body dan tingkat keasaman yang relatif rendah. Setiap kawasan dikenal dengan profil cupping 115 -nya yang khas, walaupun dalam satu wilayahpun masih dapat ditemukan keanekaragaman. Umumnya proses cupping diawali dengan: 1.
Fragrance, yaitu mencium bau kopi sebelum diseduh, aroma mencium bau kopi yang sudah diseduh, acidity yang lebih mengarah pada sensasi keasaman yang dirasakan saat menghirup kopi tersebut di lidah dan langit-langit mulut. Umumnya diparameterkan dengan very flat, very soft, slightly sharp, very sharp dan very bright.
2.
Flavor, yang sangat tergantung pada penilaian masing-masing orang, juga dirasakan saat menghirup kopi tersebut, diparameterkan dengan very poor hingga outstanding.
3.
Body yaitu yang dirasakan mulut saat menghirup kopi diimajinasikan seperti saat kita meminum air biasa dengan susu. Berdasarkan inilah muncul istilah medium body ataupun full body dimasing-masing blend biji kopi.
4.
After taste atau rasa yang ditinggalkan, yang dirasakan setelah meminum kopi tersebut. Dari proses cupping tersebut, masing-masing kopi special
Indonesia dapat dikategorikan sebagai berikut:116 1.
Sumatra : memiliki aroma yang kuat, dengan cita rasa kakao, tanah dan tembakau.
2.
Jawa : memiliki good, heavy body, dengan rasa akhir yang bertahan dan cita rasa herbal.
3.
Bali : memiliki rasa yang lebih manis dari kopi Indonesia lainnya, dengan cita rasa kacang dan jeruk / sitrus.
4.
Sulawesi : memiliki tingkat kemanisan dan body yang baik, dengan cita rasa rempah hangat.
115 116
5.
Flores : memiliki heavy body, manis, cita rasa coklat dan tembakau.
6.
Papua : memiliki heavy body, coklat, tanah, dan finish rempah.
Uji kualitas kopi atau cupping, selalu dilakukan produsen kopi untuk menjaga kualitas. Berdasarkan data dari Asosiasi Kopi Spesial Indonesia. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
133
Selain kopi special yang berdasarkan pada indikasi geografis, Indonesia juga terkenal dengan jenis kopi luwak hasil fermentasi dari sistem pencernaan hewan Luwak. Beberapa perusahaan menghasilkan produk yang disebut sebagai “Kopi Luwak”, yang merupakan kopi yang sangat langka di dunia. Kopi Luwak diproses menggunakan cara yang unik, yaitu dengan menjadikannya sebagai makanan bagi hewan luwak, spesies lokal sejenis musang. Sistem pencernaan luwak akan mencerna lapisan buah. Setelah melalui sistem pencernaan hewan luwak tersebut, biji kopi dicuci dan disortir. Kopi yang dihasilkan bernilai tinggi karena kelangkaannya dan aroma yang berbeda. Berdasarkan data yang diperoleh dari AEKI, beberapa kopi spesiality terbagi dalam 3 (tiga) jenis kopi spesialty, yaitu: Arabica Specialty, Robusta Specialty dan Commercial Coffee Sumatera Coffee117. Masing-masing dari kopi specialty tersebut memiliki katakteristik untuk masa panen, proses dan grade serta citarasa yang berbeda. Selain itu, produksi per tahunnya juga mengalami perbedaan. Pembagian kopi specialty dapat terlihat pada table berikut ini:
117
http://www.aeki-aice.org/Tentang-Kopi/ Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
134
Tabel 4.4. Pembagian Kopi Spesial Indonesia PEMBAGIANKOPI SPESIALINDONESIA
No.
Jenis Kopi
MasaPanen
I ARABICASPECIALTY MandhelingCoffee LinthongCoffee JavaCoffee Toraja/ Kalosi / CelebesCoffee Bali Coffee II ROBUSTASPECIALY WashedJavaRobusta LampungSpecialtyAP LampungSpecialtyELB FloresCoffee
Proses
Grade
Citarasa
September -May semiWashed 1,2, &3 Full body, neutral, goodacidity October - May semiWashed 1,2, &3 Fineacidity, and goodbody May- August Wet Process 1 Goodbody, fineacidity, nice complexcup andexoticflavour June -September DryProcess 1&2 Goodacidity, smooth, verynice mellowand goodbody May- September Wet &Dry 1,2, &3 Fineacidity, smooth
May- September Wet Process April - July April - July May- August
III COMMERCIALCOFFEESUMATERACOFFE Lampung April - July SouthSumatera April - July Bengkulu April - July Sumber: AEKI
DryProcess DryProcess Wet Process
1 1 1 1
Goodbody, clean, veryweakacidityand bitternessnet Full body, cleanandveryweakacidity Full body, large beansandclean Goodbodyandbitternessnet
DryProcess 4,5and6 Full bodyandveryweakacidity DryProcess 4,5and6 Full bodyandveryweakacidity DryProcess 4,5and6 Full bodyandveryweakacidity
Produksi / tahun 35.000 10.000 4.000 4.000 2.000
5.000 15.000 10.000 4.000
270.000 270.000 270.000
Banyaknya ragam dan jenis kopi spesial Indonesia menimbulkan peluang yang sangat besar dalam perkembangan daya saing perkopian Indonesia. Sejak pemerintah menelurkan Peraturan Pemerintah (PP) No. 51/2007 tentang Perlindungan Indikasi Geografis, baru satu kekayaan alam Indonesia yang mendapat sertifikasi indikasi geografis. Kopi Kintamani Bali berhasil mengukir sejarah pertama kali sertifikasi indikasi geografis itu.118 Provinsi Bali melalui Masyarakat Perlindungan Indikasi Geografis Kopi Kintamani Bali telah mengajukan pendaftaran Indikasi Geografis 118
Daftarkan Produk Indikasi Geografis Indonesia, Jumat, 05 December 2008, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20657/daftarkan-produk-indikasi-geografisindonesia, diakses 2 April 2012. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
135
Kopi Kintamani Bali sesaat setelah PP Nomor 51 Tahun 2007 diterbitkan. Melalui pemeriksaan administrasi dan pemeriksaan substantif oleh Tim Ahli dari Pusat, maka Kopi Kintamani Bali di rekomendasikan untuk memperoleh Sertifikat Indikasi Geografis. Sertifikat Indikasi Geografis Kopi Kintamani Bali merupakan Sertifikat I (Pertama) di Indonesia setelah PP Nomor 51 Tahun 2007 di terbitkan dengan Nomor Sertifikat ID IG 000000001. Perkembangan kopi di Bali mengalami kemajuan yang pesat setelah
kopi
Bali
mendapatkan
sertifikat
berdasarkan
indikasi
geografis/wilayah yang dilakukan bekerjasama dengan pihak ketiga yaitu PT. Indokom Citra Persada yang berlokasi di Sidoarjo, Jawa Timur berupa sertifikasi KOPI KINTAMANI. Sertifikasi berdasarkan indikasi geografis tersebut mencakup wilayah Kabupaten Bangli, Badung, Buleleng dan Singaraja. Khusus untuk kopi Kintamani, kopi dengan jenis Arabika yang ditanam di ketinggian lebih dari 1000 m diatas permukaan laut, dikenal dengan indikasi geografis Kopi Arabika Bali Kintamani yang memiliki keunikan dalam aroma dan rasa (memiliki rasa dan aroma jeruk / sitrus).119 Sejalan dengan perkembangan dilapangan, keadaan ini kemudian diperkuat dengan telah dilakukannya proses sertifikasi organik untuk kopi Bali (Kintamani) yang juga dilakukan oleh pihak PT. Indokom Citra Persada bekerja sama dengan Balai Sertifikasi (LeSOS) Lembaga Sertifikasi Organik Seloliman. Pada tanggal 11 Agustus 2008 dikeluarkan sertifikat organik untuk kopi Bali khususnya untuk perkebunan kopi di wilayah Sukasada, Kabupaten Buleleng. Sertifikat tersebut dikeluarkan oleh Control Union Certifications. Tujuan dari Indikasi Geografis Kopi Kintamani Bali adalah sebagai berikut:120 1. Perlindungan terhadap produk Kopi Arabika di Kawasan Kintamani 2. Perbaikan mutu kopi Arabika Kintamani Bali 119
Hasil wawancara dengan Dinas Perkebunan Provinsi Bali Penyerahan Sertifikasi Indikasi Geografis, 30 Desember 2008, http://www.disbunbali.info/ arsip_berita.php? id_berita =66, diakses tanggal 2 April 2012. Universitas Indonesia 120
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
136
3. Penambahan nilai ekonomis Kopi Arabika Kintamani Bali 4. Pengembangan wilayah pedesaan di Kawasan Kintamani Bali Sedangkan manfaat dari Indikasi Geografis tersebut bisa dirasakan antara lain: 1. Bagi Produsen yaitu dapat memberi nilai tambah yang lebih tinggi sehingga merupakan kerja kolektif sehingga dapat mendinamiskan Subak di Kawasan Kintamani Bali, sebagai sarana promosi, meningkatkan produksi Kopi Kintamani yang berkarakter khas, menghindari fluktuasi harga . 2. Bagi Konsumen yaitu dapat meningkatkan mutu bahan pangan yang lebih luas, dapat diketahui dengan jelas dan terinci mengenai asal-usul dan asal geografisnya, untuk produk lokal dapat diketahui keasliannya. 3. Terhadap Ekonomi Lokal dapat meningkatkan reputasi kawasan, menjaga kelestarian, keindahan alam, pengetahuan tradisional dan sumberdaya hayati, menunjang pengembangan ”Agrowisata / Wisata Agro”. Dinas Perkebunan Provinsi Bali mengakui adanya kelemahan dalam hal pemasaran produk komoditi di Bali, khususnya untuk komoditi kopi. Hal tersebut dikarenakan para buyers tidak mengenal produk-produk komoditi perkebunan yang ada di Bali, sehingga komoditi-komoditi perkebunan teresebut tidak mampu memenuhi permintaan pasar yang tinggi. Namun dikarenakan nama besar pulau Bali, strategi pasar yang digunakan adalah dengan “menjual” nama Bali pada produk komoditinya. Selain itu, kendala/kelemahan lainnya yang dihadapi adalah kendala protensi produksi yang dipengaruhi dengan keterbatasan lahan, kendala sarana dan prasarana peralatan serta kendala Sumber Daya Manusia. Khusus untuk pengaruh dari sertifikasi organik yang telah dikeluarkan, Dinas Perkebunan Provinsi Bali mengajak petani kopi untuk melakukan sistem organik, karena dengan sistem organik dapat diperoleh insentif harga sekitar 20% dari produk non organik dari harga jual pasar.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
137
Dengan adanya sertifikasi organik dan indikasi geografis tersebut, diharapkan kopi Bali akan dapat bersaing dipasaran. Bebarapa kendala yang dihadapi oleh petani kopi diwilayah Kabupaten Badung untuk saat ini masih menemui kesulitan dalam hal pemilihan buah kopi yang ideal untuk dipanen, yang dikenal dengan istilah “Petik Merah” (pemilihan buah kopi yang matang pohon dan berwarna merah cerah). Petik Merah berpengaruh dalam segi rasa, dan juga karena berdasarkan permintaan dari konsumen untuk memilih buah yang matang pohon pada waktu pemetikan kopi.121 Selain itu masih terdapat kendala yang disebabkan peralihan sistem pencucian dari dry washed ke fully washed, yaitu para petani masih enggan untuk beralih ke sistem fully washed dikarenakan kebiasaan yang sudah dilakukan sejak lama. Namun pemerintah melalui Dinas Perkebunan Provinsi Bali mendatangkan tim peneliti dari Jember untuk melakukan sosialisasi kepada kelompok petani kopi dengan membentuk 3 (tiga) kelompok sebagai kelompok percontohan untuk meningkatkan mutu dan kualitas kopi arabika Bali, sehingga kelompok tani yang semula enggan beralih ke sistem fully washed saat ini mulai mengikuti jejak ketiga kelompok tani yang telah berhasil meningkatkan mutu dan kualitas kopi Bali. Desa Pelaga, Kecamatan Petang, Kabupaten Badung terkenal dengan komoditi kopi yang khas yang menjadi andalan. Kopi di Pelaga ada dua jenis, robusta dan arabika. Dari total luas luas lahan seluas 160 Ha, perkebunan Kopi menggunakan lahan seluas 80 Ha. Dari luas tersebut, tanaman kopi yang ada selama ini menggunakan pupuk kompos dari kotoran sapi dan tidak menggunakan pupuk buatan. Penggunaan pupuk kompos dapat menghasilakan kopi dengan cita rasa, aroma serta kualitas yang baik dibandingkan menggunakan pupuk buatan walaupun pupuk 121
Hasil wawancara dengan Bapak Juta, Kelompok Tani Subak Petang di wilayah Petang, Kabupaten Badung dan Bapak Wayan dari Unit Pelaksana Teknis (UPT) Petang, Kabupaten Badung. Lokasi perkebunan kopi di wilayah Kabupaten Badung merupakan lokasi perkebunan kopi yang terletak pada ketinggian 950 m diatas permukaan laut. Perkebunan tersebut merupakan perkebunan kopi jenis Arabika. Namun ada juga jenis Robusta yang ditanam di lokasi perkebunan. Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
138
buatan dapat mempercepat pertumbuhan tanaman. Kopi yang dihasilkan oleh perkebunan Petang merupakan kopi dengan kelompok grade 5,2 yang artinya dari 5,2 Kg buah kopi setelah dilakukan proses pengolahan kopi hingga menjadi green beans berat yang diperoleh menjadi 1 Kg dengan diperoleh nilai keuntungan sebesar Rp. 1.800,- dengan menjual green beans tersebut seharga Rp. 44.500,- / Kg. Khusus untuk sertifikasi indikasi geografis itu sendiri, Sertifikasi indikasi geografis bertujuan untuk meningkatkan daya saing produk pertanian. Yakni dengan menjual keunikan dari citra rasa produk pertanian yang dihasilkan suatu daerah dan tidak dimiliki daerah lain. Selain produk pertanian, hasil olahan produk pertanian, kerajinan tangan dan hasil tambang bisa didaftarkan sebagai indikasi geografis. Yang penting memiliki keunikan dan originalitas. Daya saing itu disebabkan karena produksi hasil indikasi unik dan terbatas pada luasan wilayah produksi. Akibatnya, jumlah produksi sedikit. Jika reputasi produk pertanian itu sudah dikenal maka permintaan akan terus meningkat. Dengan jumlah produk yang kecil dan permintaan yang banyak maka harga produk akan naik, dengan demikian maka petani akan diuntungkan. Perlindungan atas Indikasi Geografis sendiri diatur dalam Perjanjian TRIPs (Trade Related Aspect of Intellectual Property Right Agreement) yang mewajibkan negara – negara Anggota WTO (World Trade Organization) untuk meretifikasi perjanjian tersebut. Indonesia pertama kali mengatur perlindungan atas indikasi geografis dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 1997 tentang Merek yang diatur dalam pasl 79 A sampai dengan 79 D, kemudian diatur dalam pasal 56 sampai pasal 60 Undang-undang Nomor 15 Tahun 2001 tentang Merek. Dimana pelaksanaan ketentuan tersebut diatas lebih lanjut diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2007 tentang Indikasi Geografis yang memuat tentang tata cara Pendaftaran, Pemeriksaan dan Penerbitan Sertifikasi Produk Indikasi Geografis.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
BAB 5 PENUTUP
5.1.
Kesimpulan Seperti yang telah dijabarkan dalam bab-bab terdahulu bahwa penggunaan merek, khususnya untuk produk yang dihasilkan oleh UKM Indonesia, dapat membantu meningkatkan daya saing produk, terlebih lagi jika produk tersebut ditujukan untuk ekspor. Selain dalam rangka untuk peningkatan daya saing, penggunaan merek juga akan meningkatkan nilai jual serta secara tidak langsung berpotensi untuk mengembangkan produksi dari UKM itu sendiri. Selain penggunaan merek tunggal, pengusaha UKM dapat menggunakan merek kolektif sebagai sarana bersama dalam melakukan promosi produk. Bila merek tunggal dirasakan memberatkan UKM terutama dalam hal pendaftaran, penggunaan merek kolektif dapat lebih mempermudah dimana merek kolektif digunakan secara bersama, seperti yang telah digunakan oleh UKM di Kendal, Jawa Tengah yang menggunakan merek kolektif untuk produk ikan bandeng yang dikoordinir oleh koperasi. Pemanfaatan HKI sangat penting khususnya bagi dunia usaha dikarenakan sosok HKI itu sendiri meliputi peningkatan performa dan daya saing, HKI mampu membantu dunia usaha dalam memberikan perlindungan hukum, manage, licence dan enforcement. Selain itu HKI merupakan aset bisnis yang sangat penting bagi perdagangan nasional dan internasional. Peran merek sendiri bagi suatu produk sangat penting karena dengan adanya merek konsumen akan dapat membedakan produk yang satu dengan produk yang lain. Dalam upaya membangun merek-merek yang dimiliki UKM agar tumbuh menjadi besar dan menimbulkan hubungan yang kuat dengan target pasar, diperlukan manajemen merek. Merek
kolektif
dapat
digunakan
sebagai
sarana
untuk
pengembangan One Village One Product (OVOP) di Indonesia yang saat ini sedang dicanangkan oleh pemerintah pusat. Program OVOP sebagai 139 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
140
sarana untuk meningkatkan potensi ekspor Indonesia ke luar negeri serta sebagai pengembangan daya saing dan potensi daerah dirasakan perlu untuk ditindaklanjuti lebih jauh, terutama untuk program OVOP dengan sasaran produk UKM di satu daerah. Dengan banyaknya UKM yang tersebar di Indonesia membuka peluang bagi program OVOP untuk berkembang. Namun masih banyaknya kendala yang dihadapi oleh pengusaha UKM, terutama dalam hal pendaftaran HKI serta pembuatan merek. Kendala-kendala tersebut juga telah diakui oleh Pemerintah pusat maupun Pemerintah Daerah, sehingga berbagai program pengembangan untuk UKM selalu dilakukan dalam rangka membantu mengatasi kendala yang dihadapi UKM, seperti kendala permodalan, sumber daya manusia, keterbatasan
informasi,
serta
kendala
infrastruktur
yang
turut
mempengaruhi dalam upaya pengembangan UKM. Berdasarkan penjabaran yang telah dilakukan dalam Bab-bab terdahulu, maka diperoleh kesimpulan serta saran yang diharapkan dapat menjadi bahan masukan/rekomendasi bagi terlaksananya pelaksanaan program One Village One Product (OVOP) dalam rangka mendukung pengembangan perekonomian, khususnya yang melibatkan UKM di Indonesia. Dari hasil analisa dan penjabaran dalam tesis ini diperoleh kesimpulan sebagai berikut: 1. Praktek pelaksanaan penggunaan merek kolektif oleh pengusaha UKM masih belum banyak dilakukan dikarenakan UKM masih belum nyaman dalam menggunakan merek kolektif, terlebih lagi masih banyaknya UKM yang bersifat individualis, dalam pengertian mereka hanya percaya bahwa dengan memiliki merek sendiri akan mendatangkan keuntungan lebih dibandingkan dengan menggunakan merek kolektif. Selain itu, masih banyak UKM yang kesulitan dalam pembuatan merek/pendaftara mereknya. Namun dengan upaya yang dilakukan oleh Koperasi yang berkoordinasi dengan Dinas/Instansi Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
141
terkait, pelaksanaan penggunaan merek kolektif dapat dilaksanakan secara bertahap dengan memperkenalkan manfaat penggunaan merek kolektif
kepada
UKM,
terutama
dalam
rangka
mendukung
pelaksanaan progam OVOP. 2. Peran Undang-Undang Merek no. 15 tahun 2001 yang mengatur mengenai merek kolektif terutama bila dikaitkan dengan pelaksanaan program OVOP memiliki peranan yang penting, terlebih lagi dengan didukung oleh Inpres no. 6 Tahun 2009 dimana Ekonomi Kreatif dapat mensinergikan konsep OVOP dan Merek Kolektif. Dengan demikian, maka upaya untuk meyakinkan pengusaha UKM mengenai pentingnya memiliki merek sediri yang orisinil, serta mengenai manfaat dan pentingnya pendaftaran HKI akan lebih mudah untuk direalisasikan. 3. Perlindungan hukum untuk merek yang digunakan oleh UKM dapat dilakukan dengan terlebih dahulu mendaftarkan merek tersebut untuk memperoleh
kekuatan
secara
hukum.
Dalam
hal
ini
Dinas/Instansi/Koperasi membantu dengan memfasilitasi para UKM dalam hal sosialisasi dan bantuan pendaftaran HKI. Merek kolektif UKM bila telah didaftarkan akan memiliki kekuatan hukum dikarenakan dalam UU Merek sendiri mengatur bahwa merek kolektif terdaftar tidak dapat dilisensikan kepada pihak lain. Untuk itu, UKM telah diarahkan agar mampu membuat merek sendiri yang orisinil dan berbeda/belum pernah digunakan oleh orang lain.
5.2.
Saran Berdasarkan hasil analisa yang telah dilakukan dalam penyusunan tesis ini, maka diperoleh saran sebagai berikut: 1. Dalam rangka pengembangan UKM di Indonesia, khususnya untuk melindungi
produk
forum/sosialisasi
yang
untuk
dihasilkan,
maka
menyebarluaskan
diperlukan
informasi
suatu
mengenai
pentingnya penggunaan merek sebagai salah satu upaya perlindungan Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
142
hukum bagi UKM, serta sebagai sarana peningkatan nilai tambah produk, daya saing dan daya jual. Perlunya koordinasi antara Pemerintah
Pusat
dan
Pemerintah
Daerah
dalam
rangka
pengembangan OVOP, dengan melakukan lankah-langkah sosialisasi dan pelatihan bagi pelaku usaha/UKM serta peningkatan sarana dan prasarana yang memadai 2. Undang-Undang Merek no. 15 Tahun 2001 telah mengatur mengenai merek kolektif. Namun masih banyak UKM yang belum memahami akan pentingnya merek/merek kolektif bagi pengembangan usaha mereka. Maka disarankan agar diberikan penjelasan dalam UndangUndang Merek yang berorientasi kepada usaha kecil dan usaha menengah, khususnya untuk syarat pendaftaran serta tata cara pendaftaran yang lebih mudah mengingat kondisi UKM yang masih banyak mengalami kendala utamanya modal dan SDM. 3. Diperlukan
suatu
program
bantuan
khusus/insentif
dari
pemerintah/instansi terkait dalam hal penanganan pendaftaran HKI, khususnya merek bagi pengusaha UKM yang masih memiliki kendala dalam
hal
pengurusan
pendaftaran
merek,
serta
program
bantuan/diklat/workshop untuk membuat suatu merek yang baik, yang tidak bertentangan dengan Undang-Undang Merek.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
DAFTAR REFERENSI
1. Buku Anatan, L., & Ellitan, L. (2009). Strategi Bersaing, Konsep, Riset dan Instrumen. Bandung: Alfabeta. Basyir, K. A. (2000). Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam) (Edisi Revisi ed.). Yogyakarta: UII Press. Djakfar, H. M. (2012). Etika Bisnis, Menangkap Spirit Ajaran Langit dan Pesan Moral Ajaran Bumi. Jakarta: Penebar Plus. Djumhana, M., & Djubaedillah, R. (1993). Hak Milik Intelektual (Sejarah, Teori dan Prakteknya di Indonesia). Bandung: PT. Citra Aditya Bakti. Faqih, A. R., Riswandi, B. A., & Mahmashani, S. (2010). HKI, Hukum Islam dan Fatwa MUI. Yogyakarta: Graha Ilmu. Fuady, M. (2007). Dinamika Teori Hukum. Ghalia Indonesia. Harjono, D. K. (2009). Aspek hukum Dalam Bisnis. Jakarta: Pusat Pengembangan Hukum dan Bisnis (PPHBI). Hata. (2006). Perdagangan Internasional dalam Sistem GATT dan WTO, Aspek-Aspek Hukum dan Non Hukum. Bandung: Refika Aditama. Ibrahim, J. (2009). Hukum Persaingan Usaha, Filosofi, Teori dan Implikasi Penerapannya di Indonesia. Malang, Jawa Timur: Bayumedia Publishing. Kansil, C.S.T. (1986). Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka. Keraf, S. (2006). Etika Bisnis, Tuntutan dan Relevansinya (Edisi Baru). Yogyakarta: Penerbit Kanisius. Kotler, P., & Armstrong, G. (1997). Dasar-Dasar Pemasaran, Principles of Marketing (Edisi Bahasa Indonesia, Vol. I). Jakarta: Prenhallindo. 143 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
144
Kotler, P., Jatusripitak, S., & Maesincee, S. (1998). Pemasaran Keunggulan Bangsa (The Marketing of Nations) (Edisi Indonesia). Jakarta: Prenhallindo. Kurnia, T. S. (2011). Perlindungan Hukum Terhadap Merek Terkenal di Indonesia Pasca Perjanjian TRIPs. Bandung: PT. Alumni. Manalu, P. R. (2000). Hukum Dagang Internasional, Pengaruh Globalisasi Ekonomi Terhadap Hukum Nasional, Khususnya Hukum Hak Atas Kekayaan Intelektual. CV. Novindo Pustaka Mandiri. Maulana, I. B., Khairandy, R., & Nurjihad. (2000). Kapita Selekta Hak Kekayaan Intelektual I. Yogyakarta: Pusat Studi Hukum UII Bekerjasama dengan Yayasan Klinik HAKI. Priapantja, C. C. (2003). Hak Kekayaan Intelektual, Tantangan Masa Depan. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Rahardjo, S. (2009). Hukum dan Perilaku, Hidup Baik adalah Dasar Hukum yang Baik. Jakarta: Penerbit Buku Kompas. Rahman, A. (2010). Strategi Dahsyat Marketing Mix for Small Business, Cara Jitu Merontokkan Pesaing. Jakarta: TransMedia Pustaka. Rawls, J. (2006). Teori Keadilan, Dasar-Dasar Filsafat Politik Untuk Mewujudkan Kesejahteraan Sosial dalam Negara. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Soekanto, S. (1986). Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: UI Press. Schmitt, B., & Simonson, A. (1999). Marketing Aesthetics, New York: The Free Press. Studi Industri Kreatif Indonesia. (2009). Jakarta: Departemen Perdagangan Republik Indonesia.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
145
2. Makalah/Publikasi Ilmiah Baily, P. Cambodian Small and medium Sized: Enterprises: Contraints, Policies and Proposals for Their Development. Makalah. Direktorat Kerjasama dan Perdagangan Internasional. (2004). Peningkatan Nilai Tambah Komoditas Indonesia dengan Pengembangan Indikasi Geografis. Kementerian Perdagangan. Direktorat Pengembangan Usaha dan Investasi. (2012). Pedoman Teknis Pelaksanaan Indikasi Geografis tahun 2012. Ditjen Pengolahan dan Pemasaran hasil Pertanian. Kementerian Pertanian. Ganguli,
P.
(2003).
Brand
Collective/Certification
Management: Marks,
Role
Geographical
of
Trademarks,
Indications
and
Industrial Design as marketing Tools for SMEs: Practical Experience and Case Studies. WIPO/QCCI Sub-Regional Seminar on SME for the Member States of the Gulf Cooperation Council (GCC) October 1415. IFC Advisory Services in East Asia and the Pacific. (2010). Understanding Cambodian Small and Medium Enterprise Needs for Financial Services and Products. Cambodia Agribusiness Series , No. 2. Kustiari, R. (2007). Perkembangan Pasar Kopi Dunia dan Implikasinya Bagi Indonesia. Forum Penelitian Agro Ekonomi , Vol. 25, No. 1. Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri. (2008). Kajian Pemasaran Produk UKM Melalui Jaringan Ritel Besar. Badan Litbang Kementerian Perdagangan. Jakarta: Kementerian Perdagangan. Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri. Kajian Sinergi OVOP dan SAKASAME untuk Meningkatkan Daya Saing Produk UMKM. Badan Litbang
Kementerian
Perdagangan.
Jakarta:
Kementerian
Perdagangan.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
146
Puslitbang Perdagangan Dalam Negeri. (2006). Pemberdayaan UKM Kerajinan Melalui Pola Kemitraan. Badan Litbang Kementerian Perdagangan. Jakarta: Kementerian Perdagangan. Rahab. (2009). Penerapan Manajemen Merek Pada Usaha Kecil dan Menengah (UKM). Jurnal Bisnis dan Ekonomi (JBE) , Vol. 16, No. 1. Soetrisno, N. (2004). Clustering Strategy in SME Development: an Integral Development Supports. APEC Informatization Policy Forum for Small and Medium Enterprises 15-16 July. Soleh, A. K. Teori Keadilan John Rawls. Wat Ho, M. Characteristics of Small and Medium Enterprises in Cambodia: Case Study of Rice Milling Enterprises. Hokkaido University.
3. Wawancara Dinas Perkebunan Propinsi Bali. (2009). (S. E. Marthani, Pewawancara) Guritno, R. M. (2011, September). Dekranasda DIY. (S. E. Marthani, Pewawancara) Yogyakarta, DIY Juta. (2009). Kelompok Tani Subak Petang. (S. E. Marthani, Pewawancara) Badung, Bali. Riyadi. (2012, Mei). Ragiel Handicraft 212. (S. E. Marthani, Pewawancara) Bantul, DIY. Rosyidin, H. D. (2012, Mei). KOPMIR KARSA. (S. E. Marthani, Pewawancara) Kendal, Jawa Tengah. Soehartono, Azizah, & Prakoso. (2012, Mei). Dinas Perindustrian dan Perdagangan Propinsi Jawa Tengah. (S. E. Marthani, Pewawancara) Semarang, Jawa Tengah. Wayan. (2009). Unit Pelaksana Teknis (UPT) Petang Kabupaten Badung Bali. (S. E. Marthani, Pewawancara) Badung, Bali.
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
147
4. Publikasi dalam Website/e-Book Ahmad
Firdaus.
Memberdayakan
Desa
dengan
Produk
Unggulan,
http://pkpu.or.id. 12 Januari 2012 Branding: Defined. http://chicagoama.org/behind-branding-scenes. 3 Agustus 2012 Eddy Cahyono Sugiarto. Ekonomi Kreatif, http://www.setkab.go.id/artikel6693-ekonomi-kreatif.html. 12 Januari 2012 http://www.antaranews.com/ berita/ 326316/ pemerintah - siapkan - insentif – untuk – industri - kreatif. 12 Januari 2013 http://www.atmajaya.ac.id/_images/hki/Juli08/sambungan%20Konsep%20da sar.pdf. 30 Maret 2012 http://www.aeki-aice.org/Tentang-Kopi Daftarkan Produk Indikasi Geografis Indonesia, Jumat, 05 Desember 2008, http://www.hukumonline.com/berita/baca/hol20657/daftarkan-produkindikasi-geografis-indonesia. 2 April 2012 http://news.detik.com/read/2011/04/26/134737/1625819/10/sby-tak-sepakatdengan-istilah-kekayaan-intelektual, Detik News. 26 April 2011. http://esenha.wordpress.com/2010/05/06/perkembangan-pengaturan-merekdi-indonesia. 21 Februari 2012 http://ikm.kemenperin.go.id http://www.jetro.go.jp/ttpp/EAN.CL01_EAN?d_mode=ndp&d_koryu=0&d_ kuni=0&jetro_proj=500000035&disp_proj=500000035&start_line=1. 20 Desember 2012 Jonathan Booth. Collective Brands: Opportunity Afforded by Myopic Market. (2011). http://seekingalpha.com/ article/ 272814 – collective – brands – opportunity – afforded – by – myopic - market. http://www.kedaikopi.info, 20 Maret 2011 http://www.parekraf.go.id/userfiles/file/Zona%20Kreatif.pdf. 12 Januari 2013 Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
148
Model Vitalisasi Usaha Kecil Menengah di Berbagai Negara, (Models of Vitalizing Small- Medium Enterprises in Various Countries), Pusat Kajian Administrasi Internasional Lembaga Administrasi Negara, 2001. http://www.pkai.lan.go.id/ pdf/ Model_Vitalisasi_UKM_Full % 20 Report.pdf. 27 Desember 2012 http://www.organicindonesia.org/ 05 infodata - news.php ? id=321. 3 Agustus 2012 http://OVOP.or.id Intellectual Property for Business Series, Number: 1. Membuat Sebuah Merek, Pengantar Merek untuk Usaha Kecil dan Menengah. World Intellectual Property Organization (WIPO). http://www.wipo.int/ export/ sites/ www/ sme/ en/ documents/ guides/ translation/ making_a_mark_indo.pdf. 9 Maret 2011 Jonathan Booth. Collective Brands: Opportunity Afforded by Myopic Market, article.
(June
1,
2011).
http://seekingalpha.com/article/272814-
collective-brands-opportunity-afforded-by-myopic-market http://www.jetro.go.jp/indonesia/newsletter/nl69.html. 27 Desember 2012 http://www.jetro.go.jp/ttpp/EAN.CL01_EAN?d_mode=ndp&d_koryu=0&d_ kuni=0&jetro_proj=500000035&disp_proj=500000035&start_line=1. 20 Desember 2012 Meirina Triharini, Dwinita Larasati & R. Susanto. Pendekatan One Village One Product (OVOP) untuk Mengembangkan Potensi Kerajinan Daerah Studi Kasus: Kerajinan Gerabah di Kecamatan Plered, Kabupaten Purwakarta. (2012). ITB J. Vis. Art & Des. Vol. 6. No. 1., 28-41. journal.itb.ac.id/download.php?file=D12004.pdf&id=1312...1 Penyerahan
Sertifikasi
Indikasi
Geografis.
(30
Desember
http://www.disbunbali.info/arsip_berita.php?id_berita=66.
2
2008). April
2012 Penting Untuk Diketahui Sales Force, http://www.tupperware.co.id Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
149
http://patenindonesia.blogspot.com/ 2011/ 04/ forum – nasional – indikasi geografis. html. 3 Agustus 2012. http://pusathki.uii.ac.id/artikel/artikel/relevansi-hak-kekayaan-intelektualuntuk-usaha-kecil-menengah-ukm.html. 27 Desember 2012 Shoen Ono, Overview of Japanese Trademark Law 2nd ed. Yuhikaku. (1992). http://www.iip.or.jp/translation/ono/ch2.pdf. 28 Maret 2012. Small and Medium Enterprise Development
Policies
in Thailand.
http://www.smrj.go.jp/keiei/dbps_data/_material_/common/chushou/b _keiei/keieikokusai/pdf/SME_in_ASEAN_E2_0803.pdf http://www.smecda.com/Buku_Sorotan/2-BISNIS%20KOPERASI/2OTOP/OTOP%20kompilasi-executive.pdf http://www.thai-otop-city.com/background.asp http://tekno.kompas.com/read/2012/01/11/14415874/Google.Sediakan.100.00 0.Domain.Gratis.untuk.UKM. 11 Januari 2012 Undang-Undang UMKM no. 20 Tahun 2008. http://www.depkop.go.id/ index.php? option = com_content & view = article&id = 129 White Paper on Small and Medium Enterprises in Japan, Finding Vitality through Innovation and Human Resources, Japan Small Business Research Institute (JSBRI). 2009. http://www.chusho.meti.go.jp/ pamflet/ hakusyo/ h21/ h21_1/ 2009 hakusho_eng.pdf. 27 Desember 2012
Universitas Indonesia
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013
Implementasi perlindungan..., Shanti Eka Marthani, FH UI, 2013