perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR BANG ONE” PADA PROGRAM BERITA TV ONE
SKRIPSI
SKRIPSI Oleh: NURYATI YULIANA NIM X1207043
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ANALISIS PRAGMATIK DALAM KARTUN EDITORIAL “KABAR BANG ONE” PADA PROGRAM BERITA TV ONE
Oleh:
NURYATI YULIANA NIM X1207043
Skripsi Ditulis dan Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Mendapatkan Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011 commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Nuryati Yuliana. X1207043. Analisis Pragmatik dalam Kartun Editorial “Kabar Bang One” pada Program Berita TV One. Skripsi, Surakarta: Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, Juni 2011. Tujuan penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan dan menjelaskan: (1) konteks yang melatarbelakangi tuturan dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One; (2) praanggapan yang muncul dalam kartun editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One; (3) implikatur dalam kartun editorial “Bang One” pada program berita TV One; dan (4) bentuk-bentuk penyimpangan maksim kerjasama dalam kartun editorial “Bang One” pada program berita TV One. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif deskriptif yang memusatkan pada pendeskripsian terhadap aspek-aspek penggunaan dan faktor-faktor yang melatarbelakangi konteks, praanggapan, implikatur dan penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One. Sampel diambil dengan teknik purposive sampling. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik dokumen dan wawancara. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat bentuk-bentuk konteks, praanggapan, implikatur, dan penyimpangan terhadap prinsip kerjasama yang terdapat dalam tayangan/ dokumen kartun editorial “Kabar Bang One”. Teknik analisis data yang digunakan adalah teknik analisis data model interaktif. Validitas data dalam penelitian ini menggunakan triangulasi teori dan sumber. Berdasarkan analisis data hasil penelitian maka dapat disimpulkan sebagai berikut: (1) Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial Kabar Bang One dapat diidentifikasi berdasarkan konteks fisik, pengguna bahasa, topik pembicaraan, tujuan, media, dan nada. Secara keseluruhan kartun editorial Kabar Bang One dilatarbelakangi oleh konteks dengan karakteristik yang tidak hanya menghibur, tetapi juga cerdas dan aktual dalam menyampaikan pesan politik, sosial, maupun pendidikan; (2) Praanggapan yang muncul dalam kartun editorial Kabar Bang One didominasi oleh praanggapan faktif. Daya kemustahilan praanggapan tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan semantik apa pun karena pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual; (3) Implikatur dalam kartun editorial Kabar Bang One dapat dapat dijelaskan berdasarkan pemerian antara implikatur konvensional yang timbul dari komentar Bang One yang berusaha mengkomunikasikan makna, dan implikatur konversasional agar pernyataan yang disampaikan itu lebih santun dan ringan; dan (4) Penyimpangan terhadap prinsip kerjasama pada kartun editorial Kabar Bang One meliputi penyimpangan terhadap maksim kuantitas yang bertujuan untuk mendapatkan nilai kelucuan dan pesan khusus kepada pemirsa. Selanjutnya, penyimpangan terhadap maksim relevansi, maksim kualitas dan maksim pelaksanaan yang dilakukan dalam kartun editorial Kabar Bang One bertujuan untuk mengolah pengalihan dari topik yang diulas ke bentuk lain untuk memperkaya komentar. commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Nuryati Yuliana. X1207043. Pragmatic Analysis in Editorial Cartoons "Kabar Bang One " on TV One News Program. Thesis, Indonesia Department of Teacher Training and Education Faculty Sebelas Maret University Surakarta, June 2011. The purpose of this study was to describe and explain: (1) the context surrounding the speech in an editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One (2) the presupposition that appears in the editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One; (3) implikatur in editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One, and (4) forms of deviation maxims of cooperation in the editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One. This study used descriptive qualitative method that focuses on description of the aspects of use and the factors underlying the context, presuppositions, and deviations implicature principles of cooperation in the editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One. Samples were taken with a purposive sampling technique. Data collection techniques used were documents and interviewing techniques. The data was collected by way of noting the forms of context, presuppositions, implicature, and deviations from the principle of cooperation found in impressions / document editorial cartoon "Kabar Bang One" news program on TV One. Data analysis technique used is an interactive model of data analysis techniques. The validity of the data in this study using triangulation theory and sources. Based on the analysis of research data, it can be summed up as follows: (1) The context surrounding the news editorial cartoons Bang One can be identified based on the physical context, user language, subject, purpose, media, and tone. Overall Bang One editorial cartoon news against the backdrop of context with the characteristics that are not only entertaining, but also intelligent and actual in delivering political messages, social, and education (2) the presupposition that appear in editorial cartoons “Kabar Bang One” is dominated by the Factif presupposition. Power impossibility presuppositions can not be explained by any semantic treatment for such understanding based on factual conditions, (3) Implikatur in editorial cartoons “Kabar Bang One” can be explained based on the descriptions of the conventional impicature arising from Bang One comments is attempting to communicate meaning, and conversational implicature (implies) that the statement conveyed was more polite and mild, and (4) Violations of the principle of cooperation in editorial cartoons Kabar Bang One includes the aberration of the maxims of quantity which aims to get the value of humor and gave a special message to the viewers. Furthermore, the deviation from the maxims of relevance, quality and maxims implementation (how) conducted in news editorial cartoons Kabar Bang One aims to process the transfer of a featured topic to other forms (visual expression) to enrich the comments.
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO “Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah selesai dari urusan, kerjakan dengan sungguh-sungguh urusan yang lain”. (Q.S.Al Insyirah: 6-7)
“Kata-kata adalah bentuk tindakan, mampu mempengaruhi perubahan dan artikulasi merepresentasikan pengalaman hidup yang lengkap" (Ingrid Bengis)
Orang-orang yang sukses telah belajar membuat diri mereka melakukan hal yang harus dikerjakan ketika hal itu memang harus dikerjakan, entah mereka menyukainya atau tidak. (Aldous Huxley)
“Kehidupan, nadi dan nadanya ada bersama waktu. Lakukan yang terbaik tetapi jangan pernah merasa menjadi yang paling baik”. (Penulis)
commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Kupersembahkan sebuah karya dari hasil kerjaku untuk jiwa yang merangkul ragaku dan untuk orang-orang yang menghiasi jejak-jejak nafasku. Tak pernah kuhenti ucap syukur Alhamdulillah karena aku memiliki kalian. Skripsi ini penulis persembahkan untuk: 1. Abah dan Ummi tersayang yang selalu memberikan semangat, doa dan kasih sayang yang tak lekang oleh waktu; 2. De`Dy, De’ Iin dan De’ Fajarku tersayang yang selalu memberiku semangat dan inspirasi; 3. Mel, Zhie, Vien, Ash,Oem,Cit, Ika atas support yang telah diberikan dan persahabatan yang indah; 4. Sahabat-sahabatku Lazuardi dan lainnya; 5. Teman-teman prodi Bastind angkatan 2007; dan 6. Almamater UNS.
commit to user
viii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat, taufik dan hidayah-Nya, sehingga skipsi ini dapat diselesaikan dengan baik oleh penulis untuk memenuhi sebagian persyaratan untuk mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan. Hambatan dan kesulitan yang penulis hadapi dalam menyelesaikan penulisan skipsi ini dapat diatasi berkat bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu, atas segala bentuk bantuannya penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1. Prof. Dr. M. Furqon Hidayatullah, M.Pd., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta; 2. Dr. Muhammad Rohmadi, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni yang telah memberikan izin penulisan skripsi ini; 3. Dr. Andayani, M.Pd, selaku Ketua Program Studi pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Pembimbing I yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dengan bijaksana, serta motivasi sehingga skripsi ini dapat terselesaikan dengan baik; 4. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M.Pd., selaku Pembimbing II yang telah memberikan dukungan, semangat, dan bimbingan dalam penyusunan skripsi; 5. Drs. Edy Suryanto, M.Pd., selaku pembimbing akademik yang selama ini telah memberikan bimbingan dan dukungan; 6. Bapak dan Ibu dosen di Program Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang dengan ikhlas berbagi ilmu dan pengalaman; 7. Abah dan Ummi tercinta, yang selalu memberikan dorongan baik moril maupun spiritual, kasih sayang serta doa yang tak henti-hentinya mengiringi penulis hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini; 8. Direktur Pemberitaan dan redaktur TV One yang telah mengizinkan dan membantu saya untuk memperoleh data penelitian; dan 9. Teman-teman dan semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Semoga amal kebaikan semua pihak tersebut mendapatkan imbalan dari Allah SWT. Amin. Penulis menyadari dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan, namun penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi pembaca pada umumnya dan perkembangan ilmu pengetahuan pada khususnya.
Surakarta,
Juni 2011
Penulis
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI
JUDUL .......................................................................................................
i
PENGAJUAN .............................................................................................
ii
PERSETUJUAN ........................................................................................
iii
PENGESAHAN ..........................................................................................
iv
ABSTRAK ..................................................................................................
v
MOTTO ...................................................................................................... vii PERSEMBAHAN ...................................................................................... viii KATA PENGANTAR .................................................................................
ix
DAFTAR ISI ..............................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xiv DAFTAR TABEL ......................................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xvi DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. xvii BAB I
PENDAHULUAN ........................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah ...........................................................
1
B. Pembatasan Masalah .................................................................
6
C. Rumusan Masalah ....................................................................
7
D. Tujuan Penelitian .....................................................................
7
E. Manfaat Penelitian ..................................................................
8
BAB II. LANDASAN TEORI ....................................................................
9
A. Tinjauan Pustaka ......................................................................
9
1. Hakikat Kartun ....................................................................
9
a. Pengertian Kartun ............................................................
9
b. Klasifikasi Kartun ............................................................
11
c. Bahasa Ungkap dalam Kartun Editorial ............................
14
2. Hakikat Pragmatik ...............................................................
18
a. Pengertian Pragmatik .......................................................
18
b. Situasi Tutur .................................................................... commit to user c. Konteks............................................................................
20
xi
22
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
d. Praanggapan ....................................................................
25
e. Implikatur ........................................................................
29
f. Prinsip Kerjasama .............................................................
32
B. Penelitian yang Relevan ............................................................
34
C. Kerangka Berpikir .....................................................................
36
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .................................................
38
A. Tempat dan Waktu Penelitian ...................................................
38
1. Tempat Penelitian .................................................................
38
2 . Waktu Penelitian..................................................................
38
B. Bentuk dan Strategi Penelitian ..................................................
38
C. Sumber Data .............................................................................
39
D. Teknik Sampling (Cuplikan) ......................................................
40
E. Teknik Pengumpulan Data ........................................................
40
F. Validitas Data.............................................................................
41
G. Teknik Analisis Data .................................................................
42
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN.............................
44
A. Deskripsi Latar Penelitian ..........................................................
44
B. Deskripsi Hasil Penelitian .........................................................
45
1. Konteks yang Melatarbelakangi Kartun Editorial Kabar Bang One pada Program Berita TV One.........................................
45
2. Praanggapan (presuposisi) yang Muncul dalam Kartun Editorial Kabar Bang One pada Program Berita TV One .....................
67
3. Implikatur dalam Kartun Editorial Kabar Bang One ..............
70
4.Bentuk-bentuk Penyimpangan Prinsip kerja Sama dalam Kartun Editorial Kabar bang One.......................................................
75
C. Pembahasan Temuan Penelitian ................................................
82
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN ...................................
88
A. Simpulan ...................................................................................
88
B. Implikasi ...................................................................................
89
C. Saran ......................................................................................... commit to user
91
xii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................
92
LAMPIRAN ...............................................................................................
96
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1. Kartun Komik.........................................................................
11
2. Kartun Gag (lelucon) .............................................................
12
3. Kartun Animasi ......................................................................
12
4. Kartun Editorial......................................................................
13
5. Kerangka Berpikir .................................................................
36
6. Analisis Model Data Interaktif Miles dan Hubberman...........
42
7. Kartun Bang One ..................................................................
44
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1. Jadwal Pelaksanaan Kegiatan dalam Penelitian..................
commit to user
xv
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
Halaman
1. Daftar Data .......................................................................
96
2. Kartu Identifikasi Data.......................................................
97
3. Rangkaian gambar kartun editorial.....................................
112
4. Transkrip Wawancara I.......................................................
136
5. Transkrip Wawancara II......................................................
138
6. Biodata Informan I..............................................................
140
7. Biodata Informan II.............................................................
141
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR SINGKATAN
1. FF
: Fakta vs Fiksi
2. SRPN
: Senjata Renta Penjaga Negara
3. TBC
: Tubercolosis/ Tuberkolosis
4. KJ
: KPK vs Jaksa
5. AT
: Antre Terus
6. MM
: Mobil Mutakhir
7. GP
: Golongan Putih
8. P
: Pejuang
9. BB
: Bersih-bersih
10. MPL
: Melawan Pembalak Liar
11. JJW
: Jangan Jebak Warga
12. MB
: MA vs BPK
13. BS
: Badut Senayan
14. H
: Harmoko
15. EG
: Efek Gayus
commit to user
xvii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada dasarnya bahasa dalam masyarakat bersifat konvensional sebagai interaksi sosial serta bagian dari sistem, arti, bentuk dan ekspresi untuk merealisasikan komunikasi. Oleh karena itu, dibutuhkan pembelajaran bahasa yang dapat membuat komunikasi berlangsung secara efektif dan efisien. Namun, banyak pengamat dan pemerhati pendidikan menilai pembelajaran bahasa Indonesia belum sepenuhnya mampu merangsang siswa untuk berlatih berbahasa, berpikir, dan melakukan curah pikir secara kritis, logis, dan kreatif. Padahal dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang diterbitkan oleh Badan Standardisasi Nasional Pendidikan (BSNP)
dikemukakan
bahwa
tujuan
pembelajaran bahasa Indonesia adalah agar “siswa mampu berkomunikasi secara efektif dan efisien sesuai dengan etika yang berlaku, baik secara lisan maupun tulis dan memahami bahasa Indonesia dan menggunakanya dengan tepat dan kreatif untuk berbagai tujuan”. (BSNP, 2006) Pada
hakikatnya, belajar bahasa adalah belajar berkomunikasi. Oleh
karena itu, pembelajaran bahasa
Indonesia
di sekolah diarahkan untuk
meningkatkan kemampuan siswa dalam berkomunikasi, baik secara lisan maupun tulisan. Bahasa sebagai sarana komunikasi digunakan dalam bermacam-macam fungsi dan disajikan dalam konteks yang bermakna, tidak dalam bentuk kalimatkalimat lepas. Sebagai piranti untuk membangun hubungan dengan orang lain, bahasa memiliki fungsi yang sangat bervariasi. Dalam pembelajaran bahasa Indonesia, kajian pragmatik sebagai telaah mengenai relasi antarbahasa dan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa. Dengan demikian, ia merupakan telaah mengenai
kemampuan
pemakai
bahasa
dalam
menghubungkan
serta
menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks secara tepat. Pragmatik merupakan suatu kajian bahasa dengan melibatkan berbagai aspek di luar bahasa yang mampu memberi makna. Kemampuan untuk mengkaji hal-hal di luar bahasa commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
2 digilib.uns.ac.id
pastilah akan sangat membantu peserta didik (siswa) dalam mengaplikasikan kompetensi berbahasa yang dimilikinya secara praktis dalam kondisi senyatanya. Selain itu, bahasa merupakan alat komunikasi verbal yang dipakai dalam seluruh proses berpikir ilmiah, dimana bahasa merupakan alat berpikir dan alat komunikasi untuk menyampaikan jalan pikiran tersebut kepada orang lain, baik pikiran yang yang berlandaskan logika induktif maupun deduktif. Menggunakan bahasa yang baik dalam berpikir belum tentu mendapatkan kesimpulan yang benar apalagi dengan bahasa yang tidak baik dan tidak benar. Hal ini juga berlaku dalam memahami atau memaknai sebuah informasi. Oleh karena itu, setiap manusia harus dapat memahami maksud dan makna tuturan yang diucapkan oleh lawan tuturnya. Dalam hal ini tidak hanya sekedar mengerti apa yang telah diujarkan oleh si penutur, tetapi juga konteks yang digunakan dalam ujaran tersebut. Hal ini patut dinilai kebenarannya karena pada penggunaan bahasa di kehidupan sehari-hari sering terjadi salah paham (misunderstanding) yang menyebabkan maksud dan informasi dari sebuah ujaran tidak tersampaikan dengan baik. Dalam lingkup yang luas (massa) informasi dapat disampaikan melalui media massa baik lisan maupun tulisan. Dalam media lisan, pihak yang melakukan tindak tutur adalah penutur (pembicara) dan mitra tuturnya (penyimak); sedangkan dalam media tulis, tuturan disampaikan oleh penulis (penutur) kepada mitra tuturnya, yaitu pembaca. Sementara, untuk tuturan melalui media penutur dapat mengekspresikan tulisannya baik lisan maupun tulisan dengan
memanfaatkan media massa. Media massa yang dapat dimanfaatkan
untuk tuturan lisan adalah media elektronik, seperti televisi dan radio. Media elektronik ternyata mendapat tempat yang paling dominan dalam masyarakat. Daya akses yang mudah dan kemudahan dalam mencerna informasi merupakan salah satu faktor mengapa orang lebih memilih televisi sebagai sumber informasi utama bagi masyarakat. Terlepas dari pengaruh yang ditimbulkan baik yang positif maupun yang negatif, pada dasarnya media televisi telah menjadi cerminan budaya, tontonan bagi pemirsa di zaman berkembang pesatnya informasi dan komunikasi sehingga sampai saat ini televisi menjadi media massa yang paling banyak dikonsumsi. commit Oleh karena to useritu, pada umumnya setiap rumah
perpustakaan.uns.ac.id
3 digilib.uns.ac.id
tangga pasti telah memiliki televisi untuk dapat memberikan hiburan berupa tontonan murah dan gratis (Darwanto, 2007:122). Televisi menghadirkan berbagai bentuk program acara yang dikemas sedemikian rupa sehingga dapat menarik perhatian penonton, salah satunya adalah info berita. Kemajuan teknologi digital saat ini menyebabkan program berita lebih inovatif dan lebih aktual. Program berita kini tidak hanya berisi reportase dan laporan kejadian dari berbagai peristiwa, namun juga disertai penyampaian opini dari redaksi. Opini atau pendapat (wujud dari fungsi pers sebagai alat kontrol sosial), opini ini bisa berupa opini umum (public opinion) dan bisa berupa opini redaksi (desk opinion). Setiap stasiun televisi yang menayangkan program berita biasanya memiliki editorial policy atau kebijakan redaksi atas suatu peristiwa atau kasuskasus yang sedang terjadi. Kebijakan ini juga menunjukkan keberpihakan stasiun TV tersebut dan sekaligus penerapan etika jurnalistik. Biasanya kebijakan redaksi ini dikemas dalam bentuk paket berita yang sudah berlaku umum di televisi. Namun, tim News TVOne melakukan hal berbeda dengan menayangkan editorial policy lewat penggunan animasi kartun. Program berita di TV One menampilkan tokoh kartun editorial pertama yang lahir di dunia broadcast Indonesia yang dikenal dengan sebutan “Bang One” dalam program “Kabar Bang One” sebagai media untuk menyampaikan opini yang menyorot segala macam persoalan. Dari masalah kriminal, hukum, politik, ekonomi hingga urusan politik tingkat tingggi dikritisi dengan karikatural (redaktur TV One). Kartun editorial menyampaikan opini dalam situasi yang lebih santai. Meskipun pesan-pesan di dalam kartun editorial sama seriusnya dengan pesanpesan yang disampaikan lewat berita, pesan-pesan kartun sering lebih menarik dibandingkan berita utama sehubungan dengan sifatnya yang menghibur. Gambar-gambar dan tulisan-tulisan dalam kartun dibuat lucu, menggelitik, dan mengandung sindiran. Sebagai media ekspresi, kartun juga mengajak pemirsa untuk berpikir kritis dan merenungkan pesan-pesan yang tersirat di dalamnya. Tambahan pula kritikan-kritikan yang disampaikan secara jenaka tidak begitu dirasakan melecehkan atau mempermalukan. Kartun editorial tidak bisa lepas dari bahasa, karena tanpa bahasa komunikasi commit totidak userdapat tersampaikan dengan baik.
perpustakaan.uns.ac.id
4 digilib.uns.ac.id
Tanpa bahasa makna yang terkandung dalam kartun editorial tersebut sulit dipahami oleh pemirsa. Bahasa yang digunakan dalam kartun editorial biasanya berupa tuturan singkat yang dipadukan dengan gambar. Penggunaan bahasa terutama dalam wacana kartun editorial memang agak berbeda dengan penggunaan bahasa dalam berkomunikasi pada umumnya. Dalam wacana kartun editorial sering dijumpai penggunan bahasa yang tidak sesuai dengan prinsip atau aturan yang telah ada sehingga menjadikan bahasa dalam kartun tersebut menjadi rancu dan menjadi sulit dipahami. Sebuah tuturan yang terdapat dalam kartun editorial mempunyai makna yang berbeda-beda yang dikaitkan dengan gambar. Sebuah kartun editorial dapat dilihat maknanya secara tersirat atau penafsiran melalui gambar. Tuturan tanpa gambar dalam kartun opini dapat menyulitkan penafsiran pemirsa. Bahasa dan kartun merupakan satu kesatuan
yang tidak dapat
dipisahkan. Keduanya merupakan bentuk yang saling mendukung satu sama lain, bila salah satu unsur yang ada tidak ada dapat mengakibatkan ketidakwajaran sehingga tujuan untuk penyampaian pesan menjadi tidak sempurna. Bahasa dalam kartun ini mirip seperti sebuah permainan kata atau penggunaan kata atau susunan kalimat yang aneh atau tidak wajar yang apabila tidak dipahami sering mengakibatkan pelanggaran atau penyimpangan terhadap aturan yang telah ada. Hal ini berkaitan dengan fungsi bahasa sebagai alat untuk berkomunikasi haruslah dipahami secara tepat oleh penutur dan mitratuturnya sehingga penggunaannya tidak menimbulkan salah pengertian. Makna tersurat suatu ujaran dapat dimengerti dengan mencari arti semantis kata-kata yang membentuk ujaran tersebut. Sementara itu, untuk memahami makna tersirat suatu ujaran, pengetahuan semantis saja tidaklah memadai, diperlukan pengetahuan pragmatik. Pemilihan kajian pragmatik dalam penelitian ini dilandasi karena penelitian
ini memberikan kerangka kerja untuk menganalisis fungsi bahasa
dalam Kartun editorial melalui pendekatan pragmatik. Fungsi dan makna bahasa yang tidak dapat dianalisis dalam pendekatan struktural dapat dijabarkan melalui pendekatan pragmatik. Analisis dalam tataran struktural hanya melihat bentuk bahasa (form). Bentuk dalam hal ini merupakan satuan-satuan lingual (linguistic units) bunyi,commit sukutokata, user morfem, kata, frasa, klausa,
perpustakaan.uns.ac.id
kalimat,
dan sebagainya. Walaupun makna terdapat di balik
5 digilib.uns.ac.id
satuan-satuan
lingual itu, tetapi ilmu bahasa dengan pendekatan struktural hanya dapat membahas makna dalam tataran makna literal atau tersurat, sedangkan dalam tataran fungsi (function), makna bahasa dapat ditelaah, dianalisis sampai pada makna non-literal, implisit, atau tersirat. Pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mengkaji tentang tindak tutur yang juga mengkaji tentang cara berbicara atau cara melakukan komunikasi yang baik dan benar sehingga pesan atau maksud dari pembicaraan tersebut dapat atau bisa ditangkap oleh lawan bicara. Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dibutuhkan pendekatan pragmatik yang meliputi tindak tutur, prinsip kerja sama, implikatur, konteks dan praanggapan yang dimunculkan oleh kartun editorial tersebut. Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam bahasa kartun editorial para pengarang atau kartunis berusaha agar wacana yang diciptakan dalam kartun sebanyak mungkin dapat menyimpang dari aturan yang telah ada. Dalam pragmatik, pengkajian bahasa didasarkan pada penggunaan bahasa bukan pada struktural semata. Wijana (1996:14) menyatakan bahwa pragmatik menganalisis tuturan, baik tuturan panjang, satu kata atau injeksi. Ia juga mengatakan bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Kartun editorial dipilih karena berkenaan dengan isu-isu aktual, adanya perbedaan kartun editorial dengan wacana yang lain, yaitu kartun sebagai wacana yang singkat, sederhana, humoris, dan memuat informasi, dewasa ini kartun editorial memegang peranan yang cukup penting dalam media massa. Isi media pada hakikatnya adalah hasil konstruksi realitas dengan bahasa sebagai perangkat dasarnya. Berdasarkan fungsinya, bahasa bukan saja sebagai alat merepresentasikan realitas, namun juga bisa menentukan relief seperti apa yang akan diciptakan oleh bahasa tentang realitas tersebut, dengan arti media massa mempunyai kemampuan untuk berperan sebagai institusi yang dapat membentuk opini publik. Akibatnya, media massa mempunyai peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikan. Dengan commit to user kata lain, dapat
menciptakan
6 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
peristiwa, menafsirkan dan mengarahkan kebenaran. Untuk itu, kajian ini menelaah makna dan fungsi bahasa dalam lingkup kajian pragmatik. Selain itu, penelitian ini menarik untuk dilakukan karena beragamnya konteks, praanggapan, implikatur dan penyimpangan maksim kerjasama yang dimunculkan dalam kartun editorial “Kabar Bang One”.
B. Pembatasan Masalah Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan di atas, diketahui bahwa permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini ternyata cukup luas. Permasalahan tersebut dapat diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Bagaimana relasi konteks antara bahasa dan kartun yang digunakan dalam kartun editorial “Kabar Bang One”? 2. Bagaimana opini yang disajikan melalui kalimat-kalimat dan konteks dalam kartun editorial “Kabar Bang One”? 3. Mengapa terjadi penyimpangan prinsip kerja sama dalam kartun editorial “Kabar Bang One”? 4. Bagaimana penggunaan bahasa dalam kartun editorial “Kabar Bang One” dalam kajian pragmatik? 5. Bagaimana kartun editorial “Kabar Bang One” diintegrasikan dalam pembelajaran bahasa melalui kajian pragmatik? Agar penelitian berjalan secara terarah dalam hubungannya dengan pembahasan maka diperlukan pembatasan permasalahan yang diteliti. Pembatasan ini setidaknya memberi gambaran ke mana arah penelitian dan memudahkan peneliti dalam menganalisis permasalahan yang sedang diteliti. Penelitian ini dibatasi pada pembahasan wacana dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada stasiun televisi TV One. Dalam hal ini tidak hanya terbatas pada tuturan yang ada dalam balon kata dalam percakapan antartokoh dalam kartun editorial saja, melainkan ditinjau berdasarkan kajian pragmatik, berupa konteks, praanggapan, implikatur, serta penyimpangan prinsip kerja sama yang muncul dalam wacana kartun editorial “Kabar Bang One”. D. Rumusan commit toMasalah user
7 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perumusan masalah dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimanakah
identifikasi
konteks
yang
melatarbelakangi
kartun
editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One? 2. Bagaimanakah praanggapan yang muncul dalam kartun editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One 3. Bagaimanakah implikatur dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One? 4. Bagaimanakah bentuk penyimpangan terhadap maksim kerjasama dalam kartun editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One?
E. Tujuan Penelitian Penelitian mengenai kajian pragmatik kartun editorial “Bang One” pada program berita TV One ini dilaksanakan dengan tujuan sebagai berikut: 1. Tujuan Umum Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pembaca tentang analisis bidang pragmatik, terutama jenis implikatur, konteks, maksim kerja sama, praanggapan, serta maksud dan tujuan bahasa dalam kartun editorial. 2. Tujuan Khusus a. Mendeskripsikan dan menjelaskan konteks yang melatarbelakangi tuturan dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One. b. Mendeskripsikan dan menjelaskan praanggapan yang muncul dalam kartun editorial“Kabar Bang One” pada program berita TV One. c. Mendeskripsikan dan menjelaskan implikatur dalam kartun editorial “Bang One” pada program berita TV One. d. Mendeskripsikan dan menjelaskan bentuk-bentuk penyimpangan maksim kerjasama dalam kartun editorial “Bang One” pada program berita TV One.
F. Manfaat Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan secara teoretis maupun praktis. Oleh karena itu, hasil daritopenelitian ini diharapkan dapat: commit user
8 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1. Manfaat Teoretis Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas terhadap pembaca mengenai konteks, praanggapan,implikatur, dan prinsip kerjasama di dalam kartun editorial Bang One pada program berita TV One. 2. Manfaat Praktis a. Bagi siswa Menambah pengetahuan tentang kartun editorial yang ada pada saat ini, baik dalam isi atau pesan, konteks, praanggapan, implikatur, dan bentuk penyimpangan maksim kerja sama dan faktor penyebab penyimpangan tersebut. b. Bagi pengajar bahasa Indonesia Diharapkan penelitian ini bermanfaat untuk pengembangan pengajaran bahasa pada umumnya dan memperkaya khasanah ilmu pragmatik pada khususnya. c. Bagi peneliti lain Memberi peluang bagi peneliti bahasa selanjutnya agar meneliti dan mengkaji lebih dalam tentang analisis pragmatik pada kartun editorial dan menginspirasi peneliti lain untuk mengkaji bidang pragmatik.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Pustaka 1. Hakikat Kartun a. Pengertian Kartun Kartun (Cartoon) berasal dari bahasa Italia cartone, yang artinya kertas. Pada mulanya kartun adalah penamaan bagi sketsa pada kertas a lot (stout paper) sebagai rancangan atau desain untuk lukisan kanvas atau dinding. Pada saat ini commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
9 digilib.uns.ac.id
kartun adalah gambar yang bersifat dan bertujuan sebagai humor satir (Wijana, 2004 : 4). Kartun adalah sebuah gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun biasanya muncul dalam publikasi secara periodik, dan paling sering menyoroti masalah politik atau masalah publik. Namun masalah-masalah sosial kadang juga menjadi target, misalnya dengan mengangkat kebiasaan hidup masyarakat, peristiwa olahraga, atau mengenai kepribadian seseorang (Setiawan, 2002:34). Dengan kata lain, kartun merupakan metafora visual hasil ekspresi dan interpretasi atas lingkungan sosial politik yang tengah dihadapi oleh pembuatnya. Media kartun biasanya disajikan sebagai selingan setelah para pembaca menikmati rubrik-rubrik atau artikel yang lebih serius. Melalui kartun, para pembaca dibawa ke dalam situasi yang lebih santai. Meskipun pesan-pesan di dalam beberapa kartun sama seriusnya dengan pesan-pesan yang disampaikan lewat berita dan artikel, namun dengan kartun dapat dengan mudah dicerna dan dipahami maknanya. Walaupun bukanlah menjadi tujuan utama orang dalam membaca suatu surat kabar kehadiran kartun sebagai bagian dari rubrik dari surat kabar. Kehadiran kartun harus diakui mampu menyampaikan pesan yang amat luas, mendalam, dan tajam dalam menyikapi kondisi real yang berkembang di masyarakat kita. Menurut Anderson (Wijana, 2004 : 5), aspek pertentangan dalam tradisi penciptaan kartun sebenarnya bukanlah lebih mementingkan naluri untuk mengkritik, melainkan lebih menekankan fakta-fakta historis bahwa masyarakat telah memasuki bentuk komunikasi politik yang modern, dan tidak lagi mempergunakan kekuatan atau kekuasaan. Seperti kutipan ini :” Cartoons were a way of creating collective consciences by people without acces of bureaucratic or other institutionalized forms of political muscle”. Kartun editorial adalah alat untuk menciptakan kesadaran kolektif tanpa harus memasuki birokrasi atau berbagai bentuk kekuatan politik. Kartun, seperti halnya film merupakan bentuk komunikasi politik biasanya diciptakan sebagai reaksi terhadap peristiwa sejarah tertentu sehingga memungkinkan digali atau di cari isi faktanya. Penggunaan istilah antara karikatur dan kartun masih sering digunakan dan menjadikan keduanya rancu. Karikatur diartikan sebagai gambar commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
10 digilib.uns.ac.id
sindir serius (satire), sedangkan kartun hanyalah gambar lucu (Sibarani, 2001:911). Masyarakat selama ini menganggap karikatur sama dengan kartun yang bersifat atau bertujuan mengkritik atau menyindir, sedangkan pengertian kartun sering di batasi hanya pada gambar bermuatan humor. Sebenarnya karikatur hanyalah bagian dari kartun dengan ciri deformasi atau distorsi wajah, biasanya wajah manusia (tokoh) yang dijadikan sasarannya. Noerhadi di dalam artikelnya yang berjudul kartun dan karikatur sebagai wahana kritik sosial mendefinisikan kartun sebagai suatu bentuk tanggapan lucu dalam citra visual (Wijana, 2004 : 7). Konsep kartun berbeda dengan karikatur. Tokoh-tokoh kartun bersifat fiktif yang dikreasikan untuk menyajikan komedi-komedi sosial serta visualisasi jenaka. Sementara itu, tokoh-tokoh karikatur adalah tokoh-tokoh tiruan lewat pemiuhan (distortion) untuk memberikan persepsi tertentu kepada pembaca sehingga sering kali disebut portrait caricature. Kata karikatur (caricature) berasal dari bahasa Italia caricatura, yang artinya memberi muatan atau beban tambahan, yang direka adalah tokoh-tokoh politik atau orang-orang yang karena peristiwa tertentu menjadi pusat perhatian. Dalam hal ini deformasi jasmani tokoh-tokohnya itu tidak selamanya dimaksudkan sebagai sindiran, melainkan dapat juga hanya untuk menampilkannya secara humoristis.
b. Klasifikasi Kartun Sebagai bentuk komunikasi grafis, kartun merupakan suatu gambar interpretatif yang menggunakan simbol-simbol untuk menyampaikan suatu pesan secara cepat dan ringkas. Kartun biasanya hanya mengungkapkan esensi pesan yang harus disampaikan dan menuangkanya ke dalam gambar sederhana dengan simbol dan karakter. Berikut adalah ciri kartun, antara lain: (1) menggunakan gambar yang ringkas; (2) tidak banyak menggunakan kata; (3) mudah dikenali; dan (4) memiliki pesan aktual. Dalam The Encyclopaedia of Cartoons (Horn, 1980:15-24), pengertian cartoon dibagi lagi menjadi empat jenis sesuai dengan kegiatan yang ditandainya, yaitu : (1) comic cartoon; (2) gagcommit cartoontountuk user lelucon sehari-hari; (3) Political
11 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Cartoon untuk gambar sindir politik; dan (4) Animated Cartoon untuk film kartun Berikut adalah penjelasannya. 1) Comic Cartoon (kartun komik). Merupakan perpaduan antara seni dan gambar seni sastra. Komik terbentuk dari rangkaian gambar yang secara keseluruhan merupakan rentetan suatu cerita yang pada tiap gambar terdapat balon ucapan sebagai narasi dengan tokoh/ karakter yang mudah dikenal. Sebagai contoh comic cartoon dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini.
Gambar 1. Kartun Komik (Benny & Mice dalam www.tantomo.co.cc) 2) Gag Cartoon ( kartun gag/ lelucon). Gambar kartun yang dimaksud hanya sekadar gambar lucu tanpa maksud untuk mengulas permasalahan atau suatu peristiwa aktual. Sebagai contoh kartun Gag dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini.
commit to user
12 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 2. Kartun Gag /lelucon (www.duniakartun.com) 3) Animated Cartoon (kartun animasi). Kartun yang dapat bergerak secara visual dan bersuara. Biasanya terdiri daripada susunan gambar yang ditayangkan dan merupakan bagian penting industri perfilman. Sebagai contoh animated cartoon dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini.
Gambar 3. Kartun Animasi (Upin dan Ipin dalam www.lescopaque.com) 4) Political Cartoon (kartun politik/ editorial). Merupakan gambar sindiran yang mengomentari berita dan isu yang sedang ramai dibahas di masyarakat pada masanya. Sebagai contoh political cartoon dapat dilihat pada Gambar 4 berikut ini.
commit to user
13 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Gambar 4: Kartun politik/ editorial (www.inilah.com)
Kartun politik biasa disebut dengan istilah kartun editorial, biasanya membicarakan masalah politik atau peristiwa aktual. Dalam kartun politik, seringkali muncul figur dari tokoh terkenal yang dikaitkan dengan tema yang sedang hangat-hangatnya yang terjadi di dalam masyarakat. Karikatur bisa saja muncul dalam sebuah karya kartun editorial untuk menampilkan tokoh yang disindir (Priyanto,2005:4). Banyak orang yang tidak membaca edisi surat kabar atau menyimak berita dengan seksama akan tetapi mengikuti kartunnya secara tetap. Inilah salah satu sisi keunggulan kartun dalam menginformasikan berita yang sebenarnya merupakan kritikan yang keras tetapi karena dikemas menjadi sebuah kartun editorial yang sifatnya jenaka maka kritikan tersebut seolah-olah menjadi lelucon tetapi tetap mengenai sasaran. Kartun yang menjadi bahan penelitian skripsi ini adalah kartun editorial Kabar Bang One yang berisi sindiran terhadap polah tingkah tokoh masyarakat, kebijakan pemerintah, ataupun berita maupun isu yang sedang ramai dibicarakan. Karena ditampilkan secara rutin pada program berita TV One, maka kartun tersebut dianggap sebagai sikap dan opini redaksi, sejalan dengan misi media yang memuatnya. Melalui ungkapan kartun editorial dapat dipahami bagaimana hubungan media dengan masyarakat, dengan pemerintah, dan dapat dipelajari commit to user budaya komunikasi masyarakat pada tempat dan saat tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id
14 digilib.uns.ac.id
c. Bahasa Ungkap dalam Kartun Editorial Kartun editorial dipandang sebagai lahan untuk melempar kritik. Melalui bentuknya yang visual dan total maka ungkapannya segera dapat ditangkap dibandingkan tulisan yang linear. Kekuatan ini yang dimanfaatkan surat kabar untuk menampilkan opini. Kartun menjadi opini visual dari pandangan dan kebijakan surat kabar. Kartun editorial dalam posisi ini dimanfaatkan sebagai media kritik terhadap kebijakan maupun ideologi yang tak sepaham, pun pihak lawan politik yang kebetulan sedang berkuasa. Dalam situasi politik yang berimbang, nyaris tak ada tekanan untuk beropini terbuka baik dengan bahasa verbal maupun non-verbal
1) Bahasa Verbal Simbol atau pesan verbal adalah semua jenis simbol yang menggunakan satu kata atau lebih. Bahasa dapat juga dianggap sebagai sistem kode verbal (Mulyana, 2005). Bahasa dapat didefinisikan sebagai seperangkat simbol, dengan aturan untuk mengkombinasikan simbol-simbol tersebut, yang digunakan dan dipahami suatu komunitas. Penggunaan bahasa verbal adalah aspek lingusitik yang seringkali tidak dapat dihindari dalam tampilan sebuah karya kartun. Pemanfaatan unsurunsur verbal seperti kata, frasa, kalimat, wacana disamping gambar-gambar jenaka sangat diperlukan sebagai unsur terpenting dalam kartun. Dalam kartun sering terdapat ungkapan-ungkapan khas yang menempati wilayah diantara visual dan verbal, yaitu bentuk-bentuk gambar yang telah menyimbol atau sebaliknya bentuk tulisan yang mengikon. Menurut Basnendar (2007) ungkapan-ungkapan ini dikenal sebagai quipu (tanda atau simbol), dan onomatopea. Bentuk quipu yang menonjol adalah balon dan panel. Balon menunjukkan ucapan atau pikiran suatu objek, dan panel menunjukkan pemisahan waktu dan ruang. Ada beberapa cara di dalam kartun untuk menampilkan tulisan atau huruf secara visual, yakni : sebagai judul yang ditulis besar dan biasanya terletak diatas, sebagai caption (keterangan gambar), sebagai balon kata (berisi dialog), sebagai identitas nama atau ”label” (identifikasi tertulis yang diletakkan pada objek), dan sebagai onomatopea (peniruan verbal pada bunyi commit to user tanpa arti seperti gubrak, hmm) (Priyanto, 2005:116).
15 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan penjelasan tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa bahasa verbal dalam kartun editorial berupa simbol atau teks verbal dalam bentuk balon kata atau simbol, salah satunya adalah pemasangan label nama yang diterakan pada orang atau pun benda pada kartun editorial, hal ini bertujuan untuk mempermudah dalam mengartikan dan memahami konteks kartun editorial tersebut. 2) Bahasa Non-verbal Komunikasi non-verbal sering dipergunakan untuk menggambarkan perasaan dan emosi, komunikasi non-verbal biasanya disebut komunikasi tanpa kata (karena tidak berkata-kata). Karakteristik dari komunikasi nonverbal adalah pemaknaan pesan non-verbal maupun fungsi non-verbal memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya. Pemaknaan (meanings) merujuk pada cara interprestasi suatu pesan; sedangkan fungsi (functions) merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi. Duncan (dalam Liliweri, 1994:114) menjelaskan pembagian dimensi bahasa non-verbal menjadi enam jenis, yaitu : gerakan tubuh: misalnya perilaku kinesik: gestures dan gerakan anggota tubuh termasuk ekspresi wajah, gerakan mata, dan postur tubuh, paralinguistik: kualitas suara, pengaruh ujaran,
suara-suara seperti tertawa, teriakan,
berdengung,
proksemik: persepsi pribadi maupun sosial terhadap cara penggunaan ruang dan jarak fisik ketika berkomunikasi, penciuman, kepekaan kulit, penggunaan artefak seperti pakaian dan kosmetik. Untuk penelaahan karya kartun, pengamatan untuk bahasa non-verbal kinesik dan pesan artifaktual akan membantu untuk mengkaji dan mengetahui makna dari kartun tersebut, seperti menurut Bellak dan Baker (1981) dalam Liliweri (1994:143-148) ada tiga macam bentuk dan tipe gerakan tubuh, yaitu : a) Kontak mata (Gaze). Kontak mata juga mengacu pada sesuatu yang disebut dengan gaze yang meliputi suatu keadaan penglihatan secara langsung antar orang (selalu pada wilayah wajah) di saat sedang berbicara. commit to user
16 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
b) Ekspresi wajah. Didalamnya meliputi raut wajah yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara emosional atau bereaksi terhadap suatu pesan. Wajah setiap orang selalu menyatakan hati dan perasaannya. Wajah ibarat cermin dari pikiran, dan perasaan. Melalui wajah orang juga bisa membaca makna suatu pesan. Pernyataan wajah menjadi masalah ketika (1) ekspresi wajah tidak merupakan tanda perasaan; atau (2) ekspresi wajah yang dinyatakan tidak seluruhnya/tidak secara total merupakan tanda pikiran dan perasaan. c) Gestures. Gestures merupakan bentuk perilaku non verbal pada gerakan tangan, bahu, dan jari-jari. Penggunaan anggota tubuh secara sadar maupun tidak sadar yang berfungsi untuk menekankan suatu pesan. Ternyata manusia mempunyai banyak cara dan bervariasi dalam menggerakan tubuh dan anggota tubuhnya ketika mereka sedang berbicara. Mereka yang cacat bahkan berkomunikasi hanya dengan tangan saja. Gerakan tubuh dapat dikategorikan menjadi beberapa macam tipe, yakni : (1) Affect display. Perilaku affect display selalu mengambarkan perasaan dan emosi. Wajah merupakan media yang paling banyak digunakan untuk menunjukkan reaksi terhadap pesan yang direspons. (2) Emblem. Merupakan terjemahan pesan non verbal yang melukiskan sesuatu makna bagi suatu kelompok sosial. (3) Ilustrator atau tanda-tanda non verbal dalam komunikasi. Tanda ini merupakan gerakan anggota tubuh yang menjelaskan atau menunjukkan menggambarkan
contoh dan
sesuatu.
Seorang
mengarahkan
jalan
tukang dengan
parkir cara
menggerakkan tangan ke depan dan belakang. (4) Adaptor. Sebuah gerakan anggota tubuh yang bersifat spesifik. Pada mulanya gerakan ini berfungsi untuk menyebarkan atau membagi ketegangan anggota tubuh, misalnya meliuk-meliukan tubuh, memulas tubuh, menggaruk kepala, dan loncatan kaki. Sebagai contoh gerakan kepala orang lain sebagai commitmengusap-usap to user
17 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanda kasih sayang (alters adaptors), sedangkan gerakan menggaruk kepala untuk menunjukkan kebingungan (self adaptors). (5) Regulator. Gerakan yang berfungsi mengarahkan, mengawasi, mengkoordinasi interaksi dengan seksama. Sebagai contoh, kita menggunakan kontak mata sebagai tanda untuk memperhatikan orang lain yang sedang berbicara dan mendengarkan orang lain. Ketika berkomunikasi non-verbal maka banyak orang mempelajari mengenai pernyataan diri dengan melalui tanda dan simbol yang memberikan pesan tertentu. Salah satu bentuk pernyataan diri adalah pakaian. Sebagai pesan artifaktual, adalah pakaian akan membentuk citra tubuh. Pakaian merupakan salah satu bentuk daya tarik fisik yang melekat pada tubuh seseorang. Orang bisa menerka ekspresi emosi dan perasaan melalui pakaian dan asesories yang melengkapinya. Dalam kartun pemanfaatan ini biasanya dilakukan dari tampilan sosok, anggota badan, proporsi tubuh, selain atribut (pakaian) sebagai ciri, dan yang biasa kita temukan orang kaya digambarkan dengan perut gendut, dan orang susah dengan badan kurus kecil.
2. Hakikat Pragmatik a. Pengertian Pragmatik Pragmatik mulai berkembang dalam bidang kajian linguistik pada tahun 1970-an. Kehadirannya dilatarbelakangi oleh adanya ketidakpuasan terhadap kaum strukturalis yang hanya mengkaji bahasa dari segi bentuk, tanpa mempertimbangkan bahwa satuan-satuan kebahasaan itu sebenarnya hadir dalam konteks yang bersifat lingual maupun ekstralingual. Pragmatik (pragmatics) adalah merupakan kajian atau makna yang muncul dalam penggunaan bahasa. Pragmatik didefinisikan berbeda-beda menurut pandangan berbagai pakar. Pragmatik adalah kajian tentang arti yang disampaikan atau dikomunikasikan oleh pembicara dan diinterpretasikan oleh pendengar. Dengan kata lain pragmatik mencakup kajian makna yang dikomunikasikan oleh pemakai bahasa. Arti atau makna yang disampaikan oleh pemakai bahasa melebihi dari makna yang terucap commit to user dalam tulisan.
18 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Perkembangan lebih lanjut tentang pragmatik memunculkan berbagai batasan. Leech
(dalam terjemahan Oka, 1993:32) mengemukakan bahwa,
“Pragmatik merupakan studi tentang makna dalam hubungannya dengan situasisituasi ujar atau speech situations.” Lubis (1993:4) menambahkan bahwa bahasa merupakan gejala sosial dan pemakaiannya jelas banyak ditentukan oleh faktorfaktor nonlinguistik. Faktor linguistik saja seperti kata-kata, kalimat-kalimat saja tidak cukup untuk melancarkan komunikasi. Menurut Levinson (dalam Tarigan, 1990:33), pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antara bahasa dengan konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman bahasa. Dengan kata lain, pragmatik adalah telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks-konteks secara tepat. Pendapat lain dikemukakan oleh Wijana (1996:14) bahwa pragmatik menganalisis tuturan, baik tuturan panjang, satu kata atau injeksi. Ia juga mengatakan bahwa pragmatik sebagai cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana suatu kebahasaan itu digunakan dalam komunikasi. Gunarwan (dalam Rustono, 1999:4) menambahkan bahwa pragmatik adalah bidang linguistik yang mengkaji hubungan (timbal-balik) fungsi ujaran dan bentuk (struktur) kalimat yang mengungkapkan ujaran. Penerapan pragmatik dalam kehidupan sehari-hari dapat diketahui dengan menganalisis bentuk-bentuk penggunaan bahasa baik secara lisan maupun tulisan yang berwujud tuturan. Menurut Cruse (dalam Cummings, 2007:3), pragmatik dapat dianggap berurusan dengan aspek-aspek informasi (dalam pengertian yang luas) yang disampaikan melalui bahasa yang (a) tidak dikodekan oleh konvensi yang diterima secara umum dalam bentuk-bentuk linguistik yang digunakan, namun (b) juga muncul secara alamiah dari dan tergantung pada makna-makna yang dikodekan secara konvensional dengan konteks tempat penggunaan bentuk-bentuk tersebut (penekanan ditambahkan). Dalam tulisan Tri Sulistyaningtyas, (Yule, 1996:3) menyebutkan empat definisi pragmatik, yaitu (a) bidang yang mengkaji makna pembicara; (b) bidang yang mengkaji makna menurut konteksnya; (c) bidang yang melebihi kajian tentang makna yang diujarkan, mengkaji makna yangcommit dikomunikasikan atau terkomunikasi-kan oleh to user
19 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pembicara; (d) bidang yang mengkaji bentuk ekspresi menurut jarak sosial yang membatasi partisipan yang terlibat dalam percakapan tertentu. Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pragmatik merupakan cabang ilmu bahasa yang mengkaji segala aspek makna tuturan berdasarkan maksud penutur yang dihubungkan dengan konteks bahasa dan konteks nonbahasa. Konteks ini sangat mempengaruhi makna satuan bahasa, mulai dari kata sampai pada sebuah wacana. Pemahaman terhadap konteks merupakan salah satu ciri kajian pragmatik. Untuk memahami bahwa kartun tersebut tidak semata-mata sebagai editorial tetapi juga mengandung maksud dan tujuan, diperlukan pemahaman terhadap konteks yang melatarbelakanginya. Alasan pemilihan kajian pragmatik dalam mengkaji kartun editorial Kaba Bang One dilandasi karena penelitian ini memberikan kerangka kerja untuk menganalisis fungsi bahasa dalam kartun editorial. Fungsi dan makna pendekatan
struktural
bahasa
yang
dapat dijabarkan
tidak melalui
dapat
dianalisis
pendekatan
dalam
pragmatik.
Analisis dalam tataran struktural hanya melihat bentuk bahasa (form). Bentuk dalam hal
ini merupakan satuan-satuan lingual (linguistic
units)
bunyi,
sukukata, morfem, kata, frasa, klausa, kalimat, dan sebagainya. Walaupun makna terdapat di balik satuan-satuan lingual itu, tetapi ilmu bahasa dengan pendekatan struktural hanya dapat membahas makna dalam tataran makna literal atau tersurat, sedangkan dalam tataran fungsi (function), makna bahasa dapat ditelaah, dianalisis sampai pada makna non-literal, implisit, atau tersirat. Kajian pragmatik digunakan untuk mengeksplisitkan norma-norma dan aturan-aturan bahasa yang implisit, dengan menelaah aspek-aspek tindak tutur, deiksis, presuposisi, dan implikatur. Hal ini diperkuat dengan pendapat Dowty (melalui Tarigan, 1990:33) bahwa pragmatik merupakan telaah mengenai ujaran langsung dan tak langsung, presuposisi, implikatur, konvensional dan konversasional sehingga kajian pragmatik dipandang paling ideal dalam menganalisis kartun editorial dalam skripsi ini. Kajian pragmatik dipergunakan untuk memahami strategi yang digunakan
Bang One untuk menyampaikan
commit to user
20 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
pandangan dalam kartun editorial tersebut. Implikatur dan tindak tutur banyak dimanfaatkan Bang One untuk menciptakan praanggapan bagi penonton. b. Situasi Tutur Pragmatik
merupakan
kajian
bahasa
yang
mencakup
tataran
makrolinguistik. Hal ini berarti bahwa pragmatik mengkaji hubungan unsur-unsur bahasa yang dikaitkan dengan pemakai bahasa, tidak hanya pada aspek kebahasaan dalam lingkup ke dalam saja. Tataran pragmatik lebih tinggi cakupannya. Secara umum, pragmatik dapat diartikan sebagai kajian bahasa yang telah dikaitkan dengan konteks yang mendasari penjelasan pengertian bahasa dalam hubungannya dengan pengguna bahasa. Pragmatik terpola dan berkaitan dengan ilmu lain sehingga menelurkan beberapa kajian. Kajian dalam bidang pragmatik sangat beragam. Bidang kajian itu meliputi: variasi bahasa, tindak bahasa, implikatur, percakapan, teori deiksis, praanggapan, analisis wacana dan lain-lain. Bidang kajian tersebut memiliki lingkup kajian yang lebih sempit. Seluruh bidang kajian ini tentu berpokok pada penggunaan bahasa dalam konteks. Leech (1993:19) menjelaskan bahwa aspek yang perlu diperhatikan dalam sebuah konteks adalah situasi tutur, dalam mengkajinya perlu dipertimbangkan beberapa aspek seperti di bawah ini. 1) Penutur dan lawan tutur Konsep penutur dan lawan tutur ini juga mencakup penyampai informasi dan penonton bila tuturan yang bersangkutan dikomunikasikan dalam bentuk visual. 2) Konteks tuturan Konteks di sini meliputi semua latar belakang pengetahuan yang diperkirakan dimiliki dan disetujui bersama oleh penutur dan lawan tutur, serta yang menunjang interpretasi lawan tutur terhadap apa yang dimaksud penutur dengan suatu ucapan tertentu. 3) Tujuan tuturan Setiap situasi tuturan atau ucapan tentu mengandung maksud dan tujuan tertentu pula. Kedua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur terlibat dalam suatu kegiatan yang berorientasi pada tujuan tertentu. 4) Tuturan sebagai bentuk tindakan kegiatan tindak tutur commitdan to user
21 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dalam pragmatik ucapan dianggap sebagai suatu bentuk kegiatan yaitu kegiatan tindak ujar. 5) Tuturan sebagai produk tindak verbal Dalam pragmatik tuturan mengacu kepada produk suatu tindak verbal, dan bukan hanya pada tindak verbalnya itu sendiri. Jadi, yang dikaji oleh pragmatik bukan hanya tindak ilokusi, tetapi juga makna atau kekuatan ilokusinya. Penutur dan lawan tutur biasanya terbantu oleh keadaan di sekitar lingkungan tuturan itu. Keadaan semacam ini, termasuk juga tuturan-tuturan yang lain, disebut peristiwa tutur. Pengertian peristiwa tutur yang lain menyatakan bahwa peristiwa tutur adalah berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua belah pihak, yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu pokok pikiran dalam waktu, tempat dan situasi tertentu (Chaer, 1995: 61). Berdasarkan penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa situasi tutur merupakan hubungan unsur-unsur bahasa yang dikaitkan dengan pemakai bahasa, berdasarkan aspek yang berpengaruh terhadap pemahaman konteks yang terdiri dari (1) penutur dan lawan tutur; (2) konteks tuturan; (3) tujuan tuturan; (4) tuturan sebagai bentuk tindakan dan kegiatan tindak tutur; dan (5) tuturan sebagai produk tindak verbal
c. Konteks Cummings (2007:5) mengungkapkan bahwa definisi pragmatik yang lengkap tidak akan lengkap apabila konteksnya tidak disebutkan. Konteks adalah benda atau hal yang berada bersama teks dan menjadi lingkungan atau situasi penggunaan
bahasa.
Perhatikan
defenisi
pragmatik
berikut:
Pragmatics is the study of the relations between language and context that are basic to an account of language understanding (Levinson, 1983:21). ‘Pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks sebagai dasar pertimbangan untuk memahami bahasa.’ Berdasarkan definisi tersebut jelas sekali bahwa pragmatik itu memang harus mengkaji bahasa dan konteks secara Dalam tata bahasa konteks commit to bersamaan user
22 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tuturan itu mencakupi semua aspek fisik atau latar sosial yang relevan dengan tuturan yang diekspresi. Konteks yang bersifat fisik, yaitu fisik tuturan dengan tuturan lain, biasa disebut ko-teks. Sementara itu, konteks latar sosial lazim dinamakan konteks. Di dalam pragmatik konteks itu berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh penutur. Konteks tersebut dapat berupa konteks linguistik dan dapat pula berupa konteks ekstralinguistik. Konteks linguistik yang juga berupa teks atau bagian teks dan menjadi lingkungan sebuah teks dalam wacana yang sama dapat disebut konteks ekstralinguistik berupa hal-hal yang bukan unsur bahasa, seperti partisipan, topik, latar atau setting (tempat, waktu, dan peristiwa), saluran (bahasa lisan atau tulis), bentuk komunikasi (dialog, monolog atau polilog). Pengguna bahasa harus memperhatikan konteks agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Dengan kata lain, pengguna bahasa senantiasa terikat konteks dalam menggunakan bahasa. Konteks yang harus diperhatikan adalah konteks linguistik dan konteks ekstralinguistik. Wujud konteks bermacam-macam, dapat berupa kalimat, paragraf, dan bahkan wacana. Konteks ekstralinguistik adalah konteks yang bukan berupa unsur-unsur bahasa. Konteks ekstralinguistik itu mencakup praanggapan, partisipan, topik atau kerangka topik, latar, saluran, dan kode. Partisipan adalah pelaku atau orang yang berpartisipasi dalam peristiwa komunikasi berbahasa. Partisipan mencakup penutur, mitra tutur. dan pendengar. Latar adalah tempat dan waktu serta peristiwa beradanya komunikasi. Saluran adalah ragam bahasa dan sarana yang digunakan dalam penggunaan wacana. Kode adalah bahasa atau dialek yang digunakan dalam wacana. Konteks wacana terdiri atas berbagai unsur seperti situasi, pembicara, pendengar, waktu, tempat, adegan, peristiwa, topik, bentuk amanat, kode, dan sarana (dalam Dardjowidjojo, 2003 : 421). Konteks pemakaian bahasa dibedakan menjadi empat macam (Lubis, 1993: 58), yaitu : commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
23 digilib.uns.ac.id
1) Konteks fisik, yang meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi, objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi itu dan tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi itu. 2) Konteks epistemis atau latar belakang pengetahuan yang sama-sama diketahui oleh pembicara atau pendengar. 3) Konteks linguistik, yang terdiri dari kalimat-kalimat atau tuturan-tuturan yang mendahului satu kalimat atau tuturan tertentu dalam peristiwa komunikasi. 4) Konteks sosial, yaitu relasi sosial dan latar seting yang melengkapi hubungan antara pembicara dengan pendengar. Keempat konteks tersebut mempengaruhi kelancaran komunikasi. Ciri-ciri konteks harus dapat diidentifikasikan untuk menangkap pesan si pembicara. Dengan konteks linguistik, kita dapat berkomunikasi dengan baik, namun harus dilengkapi dengan konteks fisiknya, yaitu di mana komunikasi itu terjadi, apa objek yang dibicarakan dan begitu juga bagaimana tindakan si pembicara. Kita pun harus melengkapi dengan konteks sosial dan epistemiknya. Sejalan dengan pernyataan tersebut Nurkamto (2002:2) memberikan penjabaran konteks berdasarkan pendapat Hymes meliputi enam dimensi. Pertama, tempat dan waktu (setting); seperti di ruang kelas, di pasar, stasiun, masjid, dan warung kopi. Kedua, pengguna bahasa (participants); seperti dokter dengan pasien, dosen dengan mahasiswa, penjual dengan pembeli, menteri dengan presiden, dan anak dengan orang tua. Ketiga, topik pembicaraan (content); seperti pendidikan, kebudayaan, politik, bahasa, dan olah raga. Keempat, tujuan (purpose); seperti bertanya, menjawab, memuji, menjelaskan, dan menyuruh. Kelima, nada (key); seperti humor, marah, ironi, sarkastik, dan lemah lembut. Keenam, media/saluran (channel); seperti tatap muka, melalui telepon, melalui surat, melalui e-mail, dan melalui telegram. Peneliti memutuskan untuk menggunakan deskripsi konteks tersebut karena lebih spesifik dan mudah untuk dipahami. Dalam menganalisis wancana sasaran utamanya bukan pada struktur kalimat, tetapi pada status dan nilai fungsional kalimat dalam konteks, baik itu konteks linguistik ataupun konteks ekstralinguistik. Tiga manfaat konteks dalam commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24 digilib.uns.ac.id
analisis wacana, yaitu: (1) penggunaan konteks untuk mencari acuan, yaitu pembentukan acuan berdasarkan konteks linguistik; (2) penggunaan konteks untuk menentukan maksud tuturan, yaitu bahwa maksud sebuah tuturan ditentukan oleh konteks wacana; dan (3) penggunaan konteks untuk mencari bentuk tak terujar, yaitu bentuk yang memiliki unsur tak terujar atau bentuk eliptis adalah bentuk yang hanya dapat ditentukan berdasarkan konteks. Dari penjelasan tersebut dapat diperoleh gambaran bahwa makna yang dikaji dalam pragmatik pada prinsipnya berkaitan dengan maksud penutur (speaker meaning). Oleh sebab itu, pemakaian konteks pada hakikatnya adalah semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama penutur dan lawan tutur (Yule, 2006:146). Melalui beberapa penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa maksud ataupun tujuan pembicara akan dipahami dan dapat dimengerti melalui konteks yang berupa tempat dan waktu (setting); Kedua, pengguna bahasa (participants); Ketiga, topik pembicaraan (content); Keempat, tujuan (purpose); Kelima, nada (key); dan Keenam, media/saluran (channel); seperti tatap muka, melalui telepon,antara penutur dan lawan tutur. Berkaitan dengan penelitian ini untuk memahami makna kartun editorial diperlukan pemahaman terhadap kontekskonteks tersebut. d. Praanggapan (Presuposisi) 1) Pengertian Praanggapan Presuposisi atau praanggapan berasal dari kata to pre-suppose, yang dalam bahasa Inggris berarti to suppose beforehand (menduga sebelumnya), dalam arti sebelum pembicara atau penulis mengujarkan sesuatu ia sudah memiliki dugaan sebelumnya tentang lawan bicara atau yang dibicarakan. Selain definisi tersebut beberapa definisi lain tentang praanggapan diantaranya adalah Levinson (dalam Nababan, 19887: 48) memberikan konsep praanggapan yang disejajarkan maknanya dengan presupposition sebagai suatu macam anggapan atau pengetahuan latar belakang yang membuat suatu tindakan, teori, atau ungkapan mempunyai makna. Lubis (1991:59) mengatakan bahwa yang disebut presuposisi (praanggapan) adalah hakikat rujukan yang dirujuk oleh kata atau frasa atau kalimat. Maksudnya kalau ada suatu maka selalu ada presuposisi commitpernyataan, to user
perpustakaan.uns.ac.id
25 digilib.uns.ac.id
bahwa nama-nama (atau kata benda) yang dipakai baik secara sederhana maupun majemuk mempunyai suatu rujukan. Cummings (2007: 42) menyatakan bahwa praanggapan adalah asumsiasumsi atau inferensi-inferensi yang tersirat dalam ungkapan-ungkapan linguistik tertentu. Nababan (1987: 46) memberikan pengertian praanggapan sebagai dasar atau penyimpulan dasar mengenai konteks dan situasi berbahasa (menggunakan bahasa) yang membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pendengar atau penerima bahasa itu dan sebaliknya, membantu pembicara menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud. Kridalaksana (dalam Sarwidji, dkk. 1996: 40) memberi batasan praanggapan sebagai syarat yang diperlukan bagi benar tidaknya suatu kalimat. Yule ( 2006: 43) menegaskan bahwa presupposisi adalah suatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang menghasilkan presupposisi adalah penutur bukan kalimat Kita dapat mengindentifikasi sebagai informasi yang diasumsikan secara tepat. Sebenarnya semua presupposisi ini menjadi milik penutur dan semua anggapan itu boleh jadi salah. Pendapat senada diungkapkan oleh Cummings (1999: 42) bahwa memang ciri-ciri praanggapan itu sendirilah yang telah menyebabkan pokok permasalahan ini diteliti baik dilihat dari perspektif semantik maupun perspektif pragmatik. Selanjutnya, Cummings (2007: 52) mengatakan bahwa perlakuan pragmatik didasarkan pada ketidakcukupan semantik yang bergantung pada kebenaran untuk menerangkan banyak fenomena praanggapan. Adapun Sarwidji, dkk. (1996: 51a) mengungkapkan hal yang sama. Praanggapan dibagi menjadi dua jenis, yaitu praanggapan semantik dan praanggapan pragmatik. Praanggapan semantik adalah praanggapan yang dihasilkan oleh pengetahuan leksikon, sedangkan praanggapan pragmatik adalah praanggapan yang ditentukan oleh konteks kalimat atau percakapan. Dari beberapa pendapat ahli di atas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa presupposition yang dalam bahasa Indonesia berarti praanggapan dimaknai secara berbeda dari tiap-tiap ahli bahasa.commit Namuntodemikian, dapat dilihat bahwa para ahli user
perpustakaan.uns.ac.id
26 digilib.uns.ac.id
menampilkan beberapa kesamaan sudut pandang, sehingga dapat disimpulkan bahwa praanggapan adalah kesimpulan atau asumsi awal penutur sebelum melakukan tuturan bahwa apa yang akan disampaikan juga dipahami oleh mitra tutur. Untuk memperjelas hal ini, perhatikan contoh berikut : A: “Aku sudah membeli bukunya Pak sarwiji kemarin” B:“Dapat potongan 30 persen kan? Contoh percakapan di atas menunjukkan bahwa sebelum bertutur A memiliki praanggapan bahwa B mengetahui maksudnya, yaitu terdapat sebuah buku yang ditulis oleh Pak Sarwiji.
2) Ciri Praanggapan (presuposisi) Ciri praanggapan yang mendasar adalah sifat keajegan di bawah penyangkalan (Yule;2006:45). Hal ini memiliki maksud bahwa praanggapan (presuposisi) suatu pernyataan akan tetap ajeg (tetap benar) walaupun kalimat itu dijadikan kalimat negatif atau dinegasikan. Sebagai contoh perhatikan beberapa kalimat berikut. a) Sepatu Adi itu baru b) Sepatu Adi tidak baru Kalimat (b) merupakan bentuk negatif dari kaliamt (a). Praanggapan dalam kalimat (a) adalah Adi mempunyai sepatu. Dalam kalimat (b), ternyata praanggapan itu tidak berubah meski kalimat (b) mengandung penyangkalan tehadap kalimat (a), yaitu memiliki praanggapan yang sama bahwa Adi mempunyai sepatu. Wijana (dalam Nadar, 2009 : 64) menyatakan bahwa sebuah kalimat dinyatakan mempresuposisikan kalimat yang lain jika ketidakbenaran kalimat yang kedua (kalimat yang diprosuposisikan) mengakibatkan kalimat pertama (kalimat yang memprosuposisikan) tidak dapat dikatakan benar atau salah. Untuk memperjelas pernyataan tersebut perhatikan contoh berikut. c) Istri pegawai itu cantik sekali d) pegawai itu mempunyai istri Kalimat (d) merupakan praanggapan (presuposisi) dari kalimat (c). Kalimat commit to user tersebut dapat dinyatakan benar atau salahnya bila pegawai tersebut mempunyai
27 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
istri. Namun, bila berkebalikan dengan kenyataan yang ada (pegawai tersebut tidak mempunyai istri), kalimat tersebut tidak dapat ditentukan kebenarannya. 3) Jenis-jenis Praanggapan (presuposisi) Praanggapan (presuposisi) sudah diasosiasikan dengan pemakaian sejumlah besar kata, frasa, dan struktur (Yule; 2006 : 46). Selanjutnya Yule (2006) mengklasifikasikan praanggapan ke dalam 6 jenis praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi non-faktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural,dan presuposisi konterfaktual. a) Presuposisi Esistensial Presuposisi (praanggapan)
eksistensial
adalah
praaanggapan
yang
menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit. (1)Orang itu berlari (2)Ada orang berlari b) Presuposisi Faktif Presuposisi (praanggapan) faktif adalah praanggapan di mana informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan. (3) Dia tidak menyadari bahwa ia mengantuk (4) Dia mengantuk c) Presuposisi Leksikal Presuposisi (praanggapan) leksikal dipahami sebagai bentuk praanggapan di mana makna yang dinyatakan secara konvensional ditafsirkan dengan praanggapan bahwa suatu makna lain (yang tidak dinyatakan) dipahami. (5) Dia berhenti mendengkur (6) Dulu dia biasa mendengkur d) Presuposisi Non-faktif Presuposisi (praanggapan) non-faktif adalah suatu praanggapan yang diasumsikan tidak benar. (7) Saya membayangkan bahwa saya berada di Bali (8) Saya tidak berada di Bali e) Presuposisi Struktural
commit to user
28 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Presuposisi (praanggapan) struktural mengacu pada struktur kalimatkalimat tertentu dan telah dianalisis sebagai praanggapan secara tetap dan konvensional bahwa bagian struktur itu sudah diasumsikan kebenarannya. Hal ini tampak dalam kalimat tanya, secara konvensional diinterpretasikan dengan kata tanya (kapan dan di mana) sesudah diketahui sebagai masalah. (9) Di mana Anda membeli mobil itu? (10) Anda membeli mobil f) Presuposisi konterfaktual Presuposisi
(praanggapan)
konterfaktual
berarti
bahwa
yang
di
praanggapkan tidak hanya tidak benar, tetapi juga merupakan kebalikan (lawan) dari benar atau bertolak belakang dengan kenyataan, contohnya adalah kata “seandainya”.
e. Implikatur Implikatur disebut-sebut sebagai penemuan yang mengagumkan dan mengesankan dalam kajian ilmu pragmatik. Hal ini patut dinilai kebenarannya karena pada penggunaan bahasa di kehidupan sehari-hari sering terjadi salah paham (misunderstanding) yang menyebabkan maksud dan informasi dari sebuah ujaran tidak tersampaikan dengan baik. Konsep tentang implikatur pertama kali dikenalkan oleh Grice (1975) untuk memecahkan masalah tentang makna bahasa yang tidak dapat diselesaikan dengan teori semantik biasa. Suatu konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik dan yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa ialah konsep implikatur percakapan. Konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang diimplikasi”. Implikatur dalam percakapan telah banyak dikaji dan diteliti. Gazdar (1979) dalam bukunya Pragmatics: Implicature, Presupposition, and Logical Form membahas mengenai implikatur, tindak ilokusi, pragmatik dan semantik. Pembahasannya mengenai implikatur memiliki makna yang penting. Ia mencoba merumuskan kembali urutan bidal prinsip kerjasama Grice sebagai dasar timbulnya implikatur. Baginya, commit bidal yang paling penting adalah bidal cara, to user
perpustakaan.uns.ac.id
29 digilib.uns.ac.id
disusul kemudian oleh bidal relevansi, kualitas, dan kuantitas. Modifikasi urutan bidal itu dapat dipandang sebagai kritik sekaligus perbaikan atas pendapat Grice. Sayang sekali bahwa tumpang tindihnya bidal-bidal itu tidak terungkap. Sebuah ujaran dapat mengimplikasikan preposisi, yang sebenarnya bukan merupakan bagian dari ujaran tersebut dan bukan pula merupakan konsekuensi logis dari ujaran. Dapat didefinisikan bahwa implikatur adalah maksud yang tersirat dalam sebuah ujaran. Kadang kala suatu ujaran sulit mendapat pengertian karena menyembunyikan suatu maksud tertentu. Levinson (dalam Rani dkk, 2006:173) mengemukakan ada empat kegunaan konsep implikatur, yaitu: 1) Dapat memberikan penjelasan makna atau fakta-fakta yang tidak terjangkau oleh teori linguistik. 2) Dapat memberikan suatu penjelasan yang tegas tentang perbedaan lahiriah dari yang dimaksud si pemakai bahasa. 3) Dapat memberikan pemerian semantik yang sederhana tentang hubungan klausa yang dihubungkan dengan kata penghubung yang sama. 4) Dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora). Penggunaan implikatur dalam berbahasa bukan berarti sebuah ketidaksengajaan atau tidak memiliki fungsi tertentu. Penggunaan implikatur dalam berbahasa mempunyai pertimbangan seperti untuk memperhalus tuturan, menjaga etika kesopanan, menyindir dengan halus (tak langsung), dan menjaga agar tidak menyinggung perasaan secara langsung. Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan terjadi suatu kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Dalam hubungan timbal balik di konteks budaya kita, penggunaan implikatur terasa lebih sopan, misalnya untuk tindak tutur menolak, meminta, memberi nasihat, menegur dan lain-lain. Tindak tutur yang melibatkan emosi mitra tutur pada umumnya lebih diterima jika disampaikan dengan implikatur. Mulyana (2005: 11) dengan merujuk ke Grice menyimpulkan bahwa implikatur ujaran yang menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan. Sesuatu yang berbeda tersebut adalah maksud pembicara commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
30 digilib.uns.ac.id
yang tidak dikemukakan secara ekplisit. Dengan kata lain, implikatur adalah maksud, keinginan, atau ungkapan-ungkapan hati yang tersembunyi. Hal tersebut diperkuat oleh Yuan (2005:45) denga memberikan penjelasan sebagai berikut. .... In daily communication, our conversation includes both conventional and non-conversational implicatures. People can easily make out the sentence meaning from what literally expressed by the conventional sense of the linguistic expressions uttered. Non-conventional implicature indicates more than what is actually“said”. The conversational implicature of the speaker is expressed through the combination of literal semantic meaning with a specific context. Pragmatics recognizes the importance of context, and thus can reveal the meaning underlying a certain utterance... . Dalam kutipan tersebut Yuan menjelaskan bahwa bahasa sebagai media komunikasi alat bertukar informasi memiliki implikatur yang mengekspresikan maksud dari pembicara. Grice, seperti diungkap oleh Thomas (1995: 57), menyebut dua macam implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur konversasional. Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika, ujaran yang mengandung implikatur jenis ini, seperti diungkap oleh Gunarwan (2004: 14), dapat dicontohkan dengan penggunaan kata bahkan. Implikatur konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan konteks tertentu (Thomas, 1995: 58). Contoh. 1) Bahkan Presiden pun minta naik gaji 2) Saya kebetulan adalah seorang wiraswasta yang sudah berpenghasilan cukup Contoh (1) di atas merupakan implikatur konvensional yang berarti Presiden biasanya tidak minta naik gaji, sedangkan contoh (2) merupakan implikatur konversasional yang bermakna ‘tidak’ dan merupakan jawaban atas pertanyaan “apakah anda tidak ingin naik gaji? “. Selanjutnya, Grice (1991) merumuskan adanya lima ciri implikatur percakapan. Pertama, dalam keadaan tertentu, implikatur percakapan dapat dibatalkan baik dengan cara eksplisit maupun dengan cara kontekstual. Kedua, ketidakterpisahan antara implikatur percakapan dengan cara mengatakan sesuatu. Biasanya tidak ada cara lain yang lebih tepat untuk mengatakan sesuatu itu commit to user sehingga orang menggunakan tuturan bermuatan implikatur percakapan untuk
31 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
menyampaikannya. Ketiga, implikatur percakapan mempersyaratkan makna konvensional dari kalimat yang digunakan, tetapi isi implikatur percakapan tidak masuk dalam makna konvensional kalimat. Keempat, kebenaran isi implikatur percakapan
tidak
bergantung
pada
apa
yang
dikatakan,
tetapi dapat
diperhitungkan dari bagaimana tindakan mengatakan apa yang dikatakan. Kelima, implikatur percakapan tidak dapat diberi penjelasan spesifik yang pasti sifatnya. Kemampuan
untuk
memahami
implikatur dalam
sebuah
tuturan
tergantung pada kompetensi linguistik yang dikuasai seseorang. Seorang penutur tidak mungkin menguasai seluruh unsur bahasa karena kompetensi linguistik seseorang itu terbatas. Namun dengan keterbatasan ini, seorang penutur mampu menghasilkan ujaran yang tidak terbatas. Seorang penutur dan lawan tutur akan mampu memahami dan menghasilkan ujaran baru yang benar-benar baru dalam bahasanya.
f. Prinsip Kerjasama (Cooperative Principle) Gunarwan (1994:52) menyebutkan bahwa dalam setiap ujaran manusia terdapat makna tambahan. Makna tambahan ini akan tertangkap oleh pendengar sebagai mitratutur. Makna tambahan ini tidak muncul sebagai akibat adanya aturan semantis ataupun sintaksis, tetapi lebih merupakan penerapan kaidah dan prinsip kerja sama. Prinsip ini oleh Grice (1975) dinamakan prinsip kerja sama atau cooperative principle. Prinsip kerja sama dari Grice ini adalah: Make your conversational contribution such as required, at the stage at which it occurs, by the accepted purpose or direction of the talk exchange in which you are engaged (Buatlah kontribusi percakapan anda sesuai dengan apa yang dibutuhkan pada saat berbicara dengan mengikuti tujuan percakapan yang anda ikuti). Grice (dalam Thomas, 1995: 61) mengemukakan bahwa percakapan yang terjadi di dalam anggota masyarakat dilandasi oleh sebuah prinsip dasar, yaitu prinsip kerja sama (cooperative principle). Grice mengemukakan bahwa dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan (conversational maxim), yaitu maksim kuantitas (maxim of quantity), maksim kualitas (maxim of quality), maksim relevansi (maxim of relevance) dan maksim pelaksanaan (maxim of manner) (Wijana, 1996:46). commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32 digilib.uns.ac.id
1) Maksim Kuantitas Maksim ini mengharapkan agar peserta tutur memberikan respons atau jawaban secukupnya atau sebanyak yang dibutuhkan lawan tutur saja. Contohnya ketika seseorang ditanya siapa namanya, maka dia tidak perlu memberikan jawaban selain informasi tentang namanya, seperti alamat, status, dan lain sebagainya. 2) Maksim Kualitas Maksim percakapan ini mengharuskan setiap partisipan komunikasi mengatakan hal yang sebenarnya. Artinya jawaban atau respons hendaknya didasarkan pada bukti yang memadai. Contohnya ketika seorang murid ditanya gurunya apa ibukota Jepang, maka dia kalau memang tahu harus menjawab Tokyo, karena hal tersebut tidak terbantahkan lagi. Namun bisa saja terjadi kesengajaan, seorang penutur melanggar maksim kualitas ini. Hal ini tentu mempunyai maksud seperti menimbulkan efek lucu (Wijana, 1996:49). 3) Maksim Relevansi Maksim relevansi mewajibkan setiap peserta tutur memberikan kontribusi relevan dengan pokok pembicaraan. Maksim relevansi menekankan keterkaitan isi tuturan antar peserta percakapan. Setiap peserta percakapan saling memberikan kontribusi yang relevan dengan topik pembicaraan sehingga tujuan percakapan dapat tercapai secara efektif. Namun terkadang secara tersurat (eksplisit) respons yang diberikan tidak terlihat relevansinya dengan pokok pembicaraan, karena sudah ada latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang sama antara penutur dan lawan tutur maka komunikasi masih tetap bisa berjalan. Dengan kata lain, yang tersurat (eksplisit) nampak tidak relevan namun, yang tersirat (implisit) sebenarnya relevan. 4) Maksim Pelaksanaan atau Maksim Cara Maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa, secara runtut dan tidak berlebihlebihan. Bila hal ini dilanggar, biasanya penutur mempunyai tujuan tertentu, misalnya mengelabuhi, menimbulkan commit toefek userlucu. Bidal ini berisi anjuran agar
33 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
penutur memberikan kontribusi dengan jelas, yaitu kontribusi yang menghindari ketidakjelasan dan ketaksaan. Sehingga, kontribusi penutur harus singkat, tertib dan teratur. Berkaitan dengan prinsip kerja sama Grice, pada kenyataannya, dalam komunikasi kadang kita tidak mematuhi prinsip tersebut. Hal ini, seperti diungkap oleh Gunarwan (2004: 12-14), didasarkan atas beberapa alasan, misalnya untuk memberikan informasi secara tersirat (implicature) dan menjaga muka lawan bicara (politeness) justru pelanggaran-pelanggaran itulah yang menarik untuk dikaji. Rohmadi dan Wijana (2009:41) mengungkapkan bahwa “berbahasa termasuk aktivitas sosial yang baru terwujud apabila manusia terlibat di dalamnya”. Ketika seseorang
berbicara kepada orang lain pasti ingin
mengemukakan sesuatu. Selanjutnya orang lain diharapkan menangkap apa (hal) yang dikemukakan. Dengan adanya tujuan ini, maka orang akan berbicara sejelas mungkin, tidak berbelit-belit, ringkas, tidak berlebihan, berbicara secara wajar (termasuk volume suara yang wajar). Hanya saja dalam pragmatik terdapat penyimpangan-penyimpangan, ada maksud-maksud tertentu, tetapi ia harus bertanggung jawab atas penyimpangan itu, sehingga orang lain bisa mengetahui maksudnya.
B. Penelitian yang Relevan Salah satu penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Purwanti (2006). Penelitian tersebut merupakan jenis penelitian yang menggunakan metode deskriptif kualitatif dengan strategi tunggal terpancang. Penelitian tersebut menghasilkan kesimpulan bahwa: (1) Fenomenafenomena pragmatik yang muncul dalam bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja meliputi fenomena inferensi, praanggapan, dan implikatur; (2)Teknik penciptaan bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja memanfaatkan penyimpangan prinsip kerja sama yang memuat penyimpangan maksim kuantitas, penyimpangan
maksim
kualitas,
penyimpangan
maksim
relevansi,
dan
penyimpangan maksim pelaksanaan. Bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja juga memanfaatkan bentuk singkatan, bentuk ungkapan asing, aspek situasional commit to user dan entailment, aspek visual yang populer, dan aspek bunyi dan lagu yang
34 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
populer; dan (3) Tindak tutur yang terdapat dalam bahasa plesetan pada kaos Dagadu Djokdja meliputi tindak lokusi, tindak ilokusi, dan tindak perlokusi. Penelitian lain yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian yang dilakukan oleh Marsonet (2009). Dalam penelitian tersebut kartun editorial yang kebanyakan menggunakan manusia sebagai pengantar pesan, bentuk ekspresi dan wajah, gerak tubuh menjadi pesan khusus yang dipahami pengamat sebagai bentuk pragmatik dalam pluralisme politik, khususnya pembentukan opini. Dengan kata lain, pragmatik kartun editorial tidak mengarah pada resolusi tertentu dan tepat dari masalah, tetapi meninggalkan lebih ruang untuk alternatif dan caracara bersaing untuk membentuk opini. Selain
dua
penelitian
tersebut,
Gezgin
(2004)
dalam penelitianya
mengungkapkan bahwa analisis pragmatis kartun menggunakan studi teoritis, pragmatis dan eksperimental untuk mengungkap kualitas humor, tetapi tidak ada teori khusus dirancang untuk memperhitungkan sumber dan tingkat humorosity di kartun maupun teori umum berlaku untuk domain dari kartun. Namun tiga model yang lazim dalam penelitian humor: model pertama (teori script berbasis semantik humor; SSTH) alamat apa yang membuat teks lucu dan account cognitivistic memobilisasi gagasan skrip dan oposisi script. Model kedua (Setup, keganjilan, Resolusi; SIR), dan yang ketiga menyangkut tahap-tahap yang terlibat dalam pemahaman humor: tiga tahap diusulkan. Akhirnya model ketiga (teori umum humor verbal; GTVH) membahas masalah apa yang membuat sebuah teks lucu lagi dengan cara yang tampaknya komprehensif meskipun gagal untuk mempertimbangkan sifat kartun karena merupakan teori humor lisan saja dan sejak kartun tidak selalu didasarkan pada humor verbal untuk menjadi lucu. Dalam studi ini, kartun Band Piyale Madra diambil untuk diteliti. Berdasarkan potongan-potongan ini kartun gambaran umum dari teori kartun disajikan meskipun teori semacam kebutuhan cross-validasi melampaui keistimewaan seorang kartunis tunggal. Artinya, dalam rangka untuk membangun sebuah teori, studi lebih lanjut diperlukan di mana kartun oleh kartunis mentalitas yang sangat berbeda diperlukan. Ini adalah salah satu keterbatasan utama dari Gezgin. Kesamaan ketiga penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah penggunaan metode deskriptif kualitatif dan kajian commitpragmatik. to user Namun, ada sedikit perbedaan
35 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dalam objek kajian, yaitu penelitian ini difokuskan pada kartun editorial Bang One sedangkan dalam penelitian Purwanti difokuskan pada wacana plesetan pada kaos Dagadu Djokdja. Sementara Marsonet (2009) hanya mengungkapkan secara umum bahwa kartun editorial merupakan bentuk pragmatis dalam pluralisme politik untuk pembentukan opini, dan Gezgin (2004) hanya menyoroti tentang humor dalam kartun. Penelitian ini memiliki kelebihan dengan mengkaji lebih dalam berdasarkan pada konteks tuturan, implikatur, penyimpangan maksim kerjasama, dan praanggapan yang dimunculkan oleh kartun editorial Bang One. C. Kerangka Berpikir Bahasa dan kartun merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya merupakan bentuk yang saling mendukung satu sama lain, bila salah satu unsur yang ada tidak ada dapat mengakibatkan ketidakwajaran sehingga tujuan untuk penyampaian pesan menjadi tidak sempurna. Bahasa dalam kartun ini mirip seperti sebuah permainan kata atau penggunaan kata atau susunan kalimat yang aneh atau tidak wajar yang apabila tidak dipahami sering mengakibatkan pelanggaran atau penyimpangan terhadap aturan yang telah ada. Kartun editorial tidak bisa lepas dari bahasa, karena tanpa bahasa komunikasi tidak dapat tersampaikan dengan baik. Tanpa bahasa makna yang terkandung dalam kartun editorial tersebut sulit dipahami oleh pemirsa. Bahasa yang digunakan dalam kartun editorial biasanya berupa tuturan singkat yang dipadukan dengan gambar. Sebuah tuturan yang terdapat dalam kartun editorial mempunyai makna yang berbeda-beda yang dikaitkan dengan gambar/ konteks. Untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif dibutuhkan kajian pragmatik yang meliputi tindak tutur, prinsip kerja sama, implikatur, konteks dan praanggapan yang dimunculkan oleh kartun editorial tersebut. Hal ini perlu dilakukan mengingat dalam bahasa kartun editorial para pengarang atau kartunis berusaha agar wacana yang diciptakan dalam kartun sebanyak mungkin dapat menyimpang dari aturan yang telah ada. Kesengajaan ini dibuat agar menghasilkan sesuatu yang aneh atau unik yang dapat menimbulkan reaksi humor. Kajian pragmatik merupakan telaah mengenai relasi antar bahasa dan commit to user konteks yang merupakan dasar bagi suatu catatan atau laporan pemahaman
36 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
bahasa. Dengan demikian ia merupakan telaah mengenai kemampuan pemakai bahasa dalam menghubungkan serta menyerasikan kalimat-kalimat dan konteks secara tepat. Pragmatik merupakan suatu kajian bahasa dengan melibatkan berbagai aspek di luar bahasa yang mampu memberi makna. Skema kerangka berpikir analisis pragmatik dalam kartun editorial “Bang One” pada program berita TV One dapat dilihat pada Gambar 5 berikut ini.
Kartun Edittorial “Kabar Bang One”
Konteks
Kajian Pragmatik
Praanggapan
Implikatur
Gambar 5. Kerangka Berpikir
commit to user
Prinsip Kerja Sama
Bentuk-bentuk penyimpangan
37 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Objek penelitian ini adalah dokumen berupa kartun editorial “Kabar Bang One”. Penelitian ini tidak terikat pada suatu tempat atau lokasi tertentu untuk dijadikan objek kajian. Adapun waktu untuk melaksanakan penelitian ini adalah pada bulan Januari 2011 hingga Juni 2011. Adapun rincian waktu dan jenis kegiatan penelitian dapat dilihat dalam Tabel 1 berikut ini. Tabel 1 Rincian Waktu dan Jenis Kegiatan Penelitian Jenis Kegiatan a. Persiapan Penelitian 1. Pengajuan Judul 2. Penyusunan Proposal 3. Izin Penelitian b. Implementasi 1. Pengumpulan Data 2. Penganalisaan Data c. Pembuatan Laporan 1. Penyusunan Laporan
Jan
Tahun 2010/1011 Feb Mar Apr Mei
Juni
B. Bentuk dan Strategi Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan metode kualitatif dalam bentuk analisis isi (content analysis) dimana diharuskan seorang peneliti bersikap kritis dan teliti (Sutopo, 2002:69-70) Adapun alasan penggunaan metode ini adalah karena ia lebih mampu mendekatkan peneliti dengan objek yang dikaji, sebab peneliti langsung mengamati objek yang dikaji dengan kata lain peneliti bertindak sebagai alat utama riset (human instrument) (Sutopo, 2002: 35-36). Selain itu Bogdan dan Taylor seperti yang dikutip oleh Moleong (2004: 3) berpendapat bahwa “Metodologi kualitatif” sebagai prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati.
commit to user
38 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Data yang akan dianalisis dan hasil analisisnya berbentuk deskripsi, tidak berupa angka-angka atau koefisien tentang hubungan antar variabel. Peneliti berusaha menganalisis data dengan seluruh kekayaan informasi sebagaimana terekam dalam kumpulan data. Dalam hal ini, narasi tertulis menjadi sangat penting, baik dalam perekaman data maupun saat penulisan hasil penelitian. Ini mengingat, menurut Bogdan dan Biklen (1985:28) bahwa setiap gejala adalah potensial sebagai kunci pembuka bagi pemahaman tentang apa yang sedang dipelajari. Data dikumpulkan dari tayangan berupa tulisan dan gesture pada kartun editorial Bang One, disusun, dianalisis dan disajikan yang nantinya hasil tersebut merupakan suatu gambaran hasil penelitian secara sistematis. Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) menentukan sampel termasuk teknik sampling yang digunakan; (2) menentukan metode pengumpulan data; dan (3) menentukan teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini. C. Sumber Data Menurut Moleong (2002:155) sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-lain”. Sutopo (2002:50) menyatakan bahwa, “sumber data kualitatif dapat berupa manusia, peristiwa dan tingkah laku, tempat atau lokasi, dokumen dan arsip, serta berbagai benda lain”. Sumber data dalam penelitian ini adalah: 1. Dokumen Dokumen merupakan bahan tertulis atau dokumentasi tayangan yang berkaitan dengan objek penelitian. Sehubungan dengan hal tersebut, peneliti menggunakan dokumen berupa cakram yang berisi tayangan kartun editorial “Kabar Bang One” untuk memberikan informasi yang lebih jelas dan luas. 2. Informan Informasi diperoleh dari informan, yaitu orang-orang yang memberikan informasi kepada peneliti karena orang tersebut dirasakan mengetahui dan memahami permasalahan yang sedang dikaji dalam penelitian ini. Dalam penelitian ini informan utamanya adalah pakar pragmatik dan pengajar bahasa Indonesia.
commit to user
39 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
D. Teknik Sampling Teknik yang digunakan pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah purposive sampling, artinya bahwa penelitian tersebut dilakukan dengan tujuan supaya diperoleh data secara tepat dan relevan dengan tujuan penelitian. Dimana pilihan sampel diarahkan pada sumber data yang dipandang memiliki data penting yang berkaitan dengan permasalahan yang sedang diteliti. Bogdan & Biklen (dalam Sutopo, 2002: 56-57) menyebut, teknik ini dalam penelitian kualitatif sering juga dinyatakan sebagai internal sampling karena sama sekali bukan dimaksudkan untuk mengusahakan generalisasi pada populasi, tetapi untuk memperoleh kedalaman studi di dalam suatu konteks tertentu. Peneliti mencari dan memilih data utama yang digunakan untuk menjawab pertanyaan dalam penelitian ini. E. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan cara yang dipilih dan dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan proses penelitian. Dalam menggali dan mengumpulkan data peneliti menggunakan teknik studi dokumen dan wawancara. Dengan
memanfaatkan
dokumen
resmi
berupa
dokumentasi
tayangan
katunceditorial “Kabar Bang One” dan melakukan wawancara terhadap informan. Menurut Moelong (2004:219), dokumen resmi terbagi atas dokumen internal dan dokumen eksternal. Dokumen internal berupa memo, pengumuman, instruksi maupun laporan rapat, sedangkan dokumen eksternal berisi bahan-bahan informasi yang dihasilkan oleh suatu lembaga sosial, misalnya majalah, buletin, pernyataan dan berita yang disiarkan oleh media massa. Teknik wawancara adalah teknik yang paling banyak digunakan dalam pelaksanaan penelitian kualitatif, terutama dalam pelaksanaan penelitian lapangan.
Sementara itu, wawancara
menurut Arikunto (2005:144), “..adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh pewawancara untuk memperoleh informasi dari terwawancara”. Wawancara merupakan suatu teknik untuk mendekati sumber informasi dengan jalan tanya jawab sepihak yang dikerjakan dengan sistematis dan berdasarkan kepada tujuan penelitian. Wawancara ini tidak dilakukan secara terstruktur ketat dan dengan pertanyaan yang tertutup akan tetapi lebih bersifat “open ended” dan mengarah pada kedalaman informasi serta dengan yang tidak secara formal terstruktur commitcara to user
40 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
(Sutopo, 2002:59). Teknik ini dilakukan dengan mengadakan tanya jawab secara langsung dan mendalam dengan responden atau narasumber yang dianggap berkompeten terhadap permasalahan yang akan diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan cara mencatat dan mengelompokkan data yang sesuai dengan objek penelitian. F. Validitas Data Data yang telah berhasil digali, dikumpulkan, dicatat dan dikelompokkan dalam kegiatan penelitian harus diusahakan kemantapan dan kebenaranya. Validitas data atau kesahihan data merupakan kebenaran data dari kancah penelitian. Agar data yang diperoleh benar-benar valid maka pemeriksaan keabsahan data menggunakan teknik triangulasi. Moleong (2004:178) menyatakan bahwa, “triangulasi data adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain dari data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut”. Patton (dalam Sutopo, 2002: 78) mengemukakan akan adanya empat macam triangulasi, yaitu: data triangulation, investigator triangulation, methodological triangulation, dan theoritical triangulation. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik triangulasi teori dengan menggunakan perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji dan triangulasi sumber dalam pemeriksaan derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui alat yang tersedia dengan sumber penelitian kualitatif.
G. Teknik Analisis Data Data yang berupa tayangan kartun editorial “Kabar Bang One” dianalisis dengan metode analisis deskriptif kualitatif, yaitu dengan menggambarkan keadaan subjek/objek penelitian seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain, pada saat sekarang berdasarkan fakta-fakta sebagaimana adanya. Dalam kaitan dengan ini maka peneliti menggunakan model analisis interaktif dari Miles & Huberman (1988).
commit to user
41 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pengumpulan Data
Displai Data
Reduksi Data
Penarikan Kesimpulan/Verifikasi
Gambar 6. Analisis Model Data Interaktif (Miles dan Huberman, dalam Sutopo 2002: 96) Dalam model analisis data terdiri atas tiga komponen yaitu Reduksi data, sajian data, dan penarikan kesimpulan serta verifikasinya. (Sutopo, 2002:91) Ketiga komponen tersebut aktivitasnya berbentuk interaksi dengan proses pengumpulan data. Tiga komponen tersebut terlibat dalam proses analisis dan saling berkaitan serta menentukan hasil akhir analisis. Reduksi data merupakan proses seleksi, pemfokusan dan penyederhanaan dan abstraksi data kasar yang dilakukan selama berlangsungnya proses penelitian. Sajian data merupakan rangkaian informasi untuk mempermudah pemahaman yang disusun secara sistematis berdasar reduksi yang dilakukan sebelumnya. Sajian data selain bisa dilakukan dalam bentuk narasi kalimat, juga dapat meliputi berbagai jenis matriks, gambar/skema, jaringan kerja kaitan kegiatan dan juga table pendukung narasinya (Sutopo, 2002:92). Sementara itu kesimpulan merupakan proses akhir dalam analisis data guna memperoleh jawaban atas pertanyaan penelitian. Dalam hal ini perlu dilakukan verifikasi agar mantap dan bisa dipertanggungjawabkan. Verifikasi ini bisa dilakukan dengan pengulangan commit to user untuk tujuan pemantapan, penelusuran data kembali dengan cepat.
42 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Latar Penelitian Sumber data yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah kartun editorial Bang One yang terdapat dalam program berita TV One.
Dalam
penelitian ini, data yang dianalisis berupa penggalan wacana percakapan dalam kartun editorial Bang One yang dianalisis berdasarkan pada judul yang terdapat disetiap tayangan kartun editorial tersebut. Karakter kartun ini pertama kali diciptakan oleh tim kreatif dari gabungan karikaturis yang dipimpin oleh Boyke Nathanael Sandroto, Rahmat Riyadi, dan Syarif Hidayat. Pertama kali diciptakan sebagai bagian dari tajuk pemberitaan yang disampaikan pada setiap akhir penayangan berita di TV One. Bang One memang tidak serta merta lahir. Ada beberapa evolusi yang harus dilaluinya. Tanggal 4 Maret 2008, Bang One pertama kali muncul di layar menampilkan beban rakyat atas kenaikan harga bahan pokok, bahan bakar, transportasi, dan lain-lain. Tokoh kartun editorial Bang One dapat dilihat pada Gambar 7 berikut ini.
Gambar 7. Bang One (www.tvonenews.co.id) Animasi ini dibuat oleh 46 animator. Konsep dasarnya adalah gambaran seorang wartawan yang tidak gentar memberitakan kebenaran kepada masyarakat. commit to user
43 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bang One merupakan perwujudan dari aspirasi rakyat yang mengkritisi berbagai macam kebijakan pemerintah dari sudut pandang yang objektif. Berpenampilan pendek dan gemuk dengan wajahnya yang dihiasi oleh kumis dan kaca mata sebagai ciri khasnya serta suaranya yang khas (diisi oleh pimpinan redaksi pemberitaan TV One, Karni Ilyas). Kemunculan karakter Bang One diterima dengan baik oleh masyarakat. Dalam penelitian ini peneliti akan membahas mengenai bagaimana analisis pragmatik dalam kartun editorial Bang One. Aspek-aspek pragmatik dalam kartun editorial bang one yang akan dibahas dalam penelitian ini, meliputi: (1) konteks yang melatarbelakangi judul dalam kartun editorial Kabar Bang One, (2) praanggapan yang muncul berdasarkan kartun editorial tersebut (3) penggunaan implikatur, dan (4) bentuk pelanggaran bidal prinsip kerjasama. Identifikasi data dalam penelitian ini selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran.
B. Hasil Penelitian 1. Konteks yang Melatarbelakangi Kartun Editorial “Kabar Bang One” Pada Program Berita TV One a. Konteks Fisik (Setting) Konteks fisik/ setting meliputi tempat terjadinya pemakaian bahasa dalam suatu komunikasi dan objek yang disajikan dalam peristiwa komunikasi tersebut. Dalam kartun editorial Bang One judul yang digunakan berkaitan erat dengan gambaran tempat/ setting peristiwa yang berhubungan dengan isu atau permasalahan yang sedang hangat dibicarakan oleh media cetak maupun elektronik, meskipun ada beberapa yang tidak jelas tempat/settingnya. Kartun editorial yang memiliki kejelasan setting adalah sebagai berikut. 1) Bioskop dan sebuah pedesaan yang sebagian besar anakanaknya penderita gizi buruk dan busung lapar. (FF-1) 2) Di dalam helikopter yang hampir jatuh (pilot mengatakan “may day..may day” (SRPN-2). commit to user
44 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Berdasarkan setting bisa dipahami bahwa itu merupakan kode darurat, karena may day juga memiliki makna sebagai “Hari Buruh” yang biasa diperingati setiap tanggal 1 Mei. 3) Di ruang pemeriksaan di kantor Komite Pemberantasan Korupsi (KPK). (KJ-4) Melalui setting ini bisa dipahami bahwa yang berada di dalam dan sedang melakukan penyelidikan adalah seorang penyidik KPK, bukan polisi. 4) Di Pangkalan minyak tanah dan pangkalan gas. (AT-5) Berdasrkan setting dapat dipahami bahwa antrean terjadi di tempat tersebut bukan di tempat lain, misalnya toko atau pasar. 5) Di dalam sebuah mobil dan dealer mobil. (MM-6) Kedua tempat ini mempengaruhi asumsi pemakaian bahasa bahwa yang dimaksud mutakhir adalah mobil, bukan tank atau bahkan pesawat. 6) Di warung, rumah makan, dan balai desa (pedesaan). (GP-7) Dalam hal ini judul dapat dipahami berdasarkan tempat tersebut dan peristiwa bahasa yang terjadi. 7) Taman makam pahlawan dan lingkungan di sekitarnya. (P-8) Dalam judul ini setting mengalami perubahan sesuai perilaku para peran dalam peristiwa komunikasi dengan Bang One yang berperan sebagai pejuang. 8) Di tengah hutan gundul di daerah Ketapang. (MPL-10) Setting tersebut memberikan kontribusi yang kuat untuk menunjukkan
konteks
adanya
tindakan
ilegal
logging
(pembalakan liar), karena para pelaku komunikasi berpakaian layaknya koboi sehingga dimungkinkan terjadi salah persepsi dalam memahaminya. 9) Di sebuah jalan dengan rambu-rambu yang tertutup pohon. (JJW-11) Setting ini menguatkan konteks bahwa sang pengendara/ Bang One tidak mengetahui rambu-rambu tersebut. commitkeberadaan to user
45 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10) Sebuah kamar di hotel Ritz Carlton Hilton dan gedung pertunjukkan Srimulat. (BS-13) Kedua
setting
tersebut
menguatkan
konteks
adanya
perbandingan peristiwa di dalamnya. 11) Di dalam mikrolet dengan jurusan Harmoni-Kota. (H-14) Setting tersebut memberikan gambaran jelas bahwa sang Supir mengatakan hal yang ia ketahui tentang “Harmoko”. 12) Rumah reyot di pinggiran kota Jakarta. (EG-15) Selain menjadi setting tetap dalam setiap peristiwa komunikasi dalam judul ini, setting peristiwa tersebut memperkuat ucapan tokoh anak kecil dalam kartun editorial ini. Anak kecil cenderung mengucapkan sesuatu sesuai dengan apa yang dilihat. Berdasarkan penjelasan tersebut bisa disimpulkan bahwa tempat terjadinya peristiwa/ setting pemakaian bahasa merupakan konteks fisik yang paling sering digunakan dan mempunyai keterkaitan yang erat dalam tiap judul kartun editorial Bang One. Selain itu dengan adanya konteks tersebut dapat memudahkan kita untuk memahami maksud pemakaian bahasa dan menghindari salah persepsi salah satunya pada judul MPL-10, karena pemeran dalam peristiwa komunikasi justru menggunakan pakaian koboi yang notabene kontras dengan tempat terjadinya pemakaian bahasa. b. Pengguna Bahasa (Participant) 1) Seorang anak yang terkena penyakit gizi buruk dan busung lapar (FF-1). Ratapan dan penampilan anak tersebut menunjukkan adanya perbandingan yang menonjol antara booming film fiksi“AyatAyat Cinta” dengan fakta penderitaan rakyat. 2) Pilot Helikopter dan Bang One (SRPN-2). Keduanya tidak melakukan percakapan, akan tetapi bahasa yang diucapkan
merepresentasikan
kondisi
persenjataan
yang
diandalkan sebagai peralatan utama yang menjaga sistem commit to user ketahanan negara dari serangan luar.
46 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3) Seorang bapak yang terbatuk-batuk, anak kecil dan Bang One. (TBC-3) Bapak tersebut hadir sebagai pembuka komunikasi, keduanya menciptakan sinergi komunikasi yang menarik dan Bang One hadir untuk memberikan peringatan sesuai dengan konteks. 4) Anggota KPK dan jaksa (KJ-4) Keduanya melakukan perdebatan hal ini direpresentasikan dari gesture kedua tokoh. 5) Pegawai Pertamina, agen gas, ibu-ibu rumah tangga dan Bang One. (AT-5) Ibu-ibu rumah tangga berperan aktif dalam komunikasi, sedangkan Pegawai Pertamina tidak terlibat komunikasi dengan agen gas. Bang One hadir sebagai komentator. 6) Sales Mobil, Jenderal TNI berbintang satu, dan Bang One (MM6). 7) Bang One, pedagang, petani, pengusaha, aktivis, penjual rujak, pria berkumis, dan massa di sebuah balai desa (GP-7). Berdasarkan kelompok pengguna bahasa yang digambarkan dengan berbagi profesi dan perilaku dapat dipahami konteks dari berbagai alasan yang diungkapkan oleh participant. 8) Bang One (pejuang veteran), pengemis, ibu-ibu, koruptor, pencari kerja, dan anak-anak. (P-8) Diangkat dari fenomena sosial yang terjadi di masyarakat, dengan demikian konteks dapa dipahami berdasarkan latar belakang dan faktor usia participant. 9) Hendarman Supandji (jaksa agung), Untung Uji, Wisnu Subroto, Kemas Yahya, istri Kemas Yahya, dan Bang One. (BB-9) Participant berasal dari lingkungan kejaksaan, digambarkan dalam berbagi ekspresi sesuai dengan judul.
commit to user
47 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
10) Menteri kehutanan dan Bang One (MPL-10). Disajikan dengan sosok koboi yang heroik namun terkepung oleh kawanan koboi berseragam militer, jaksa dan berdasi, hingga Bang One nampak kesal mengetahui hal tersebut. 11) Bang One dan Polisi lalu lintas (JJW-11). Digambarkan dengan Bang One yang mengendarai sepeda motor ditilang karena tidak tahu kalau ada tanda dilarang melintas karena tertutup pohon. 12) Anggota Mahkamah Agung (MA), staff Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Presiden, dan Bang One. (MB-12) Digambarkan dengan silang pendapat antara anggota MA dan BPK yang ditengahi oleh presiden. Bang One hadir sebagai komentator. 13) Badut, Kaka Slank, Bang One, dan pelawak srimulat (BS-13). Dalam judul ini hanya bang one dan pelawak Srimulat yang melakukan percakapan, sementara Kaka Slank menyanyi dan badut melakukan beberapa tiindakan komunikasi. 14) Mantan
Menteri
Penerangan
Harmoko,
sopir
mikrolet,
mahasiswa UI, anggota koperasi, dan Bang One (H-14). Para partisipan yang berasal dari kalangan sosial yang berbeda menjadikan konteks ucapan semakin mudah untuk dipahami. 15) Pegawai pajak, anak kecil, dan Bang One (EG-15). Digambarkan
dengan
seorang
anak
yang
memberikan
pertanyaan kepada seseorang yang dianggap pegawai pajak dengan penuh justifikasi. Bang One hadir sebagai komentator.
Secara umum konteks fisik yang didasarkan pada pengguna bahasa/ partisipan yang disajikan dalam peristiwa komunikasi kartun editorial Bang One digunakan untuk menunjukkan bentuk tak terujar, sehingga akan memperjelas maksud tuturan. Diantaranya adalah label nama yang diterakan pada orang ataupun benda pada kartun editorial merupakan identifikasi agar mengetahui siapa tokoh yang dimaksud. commit to user
48 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Topik Pembicaraan (Content) Topik/ konten dalam peristiwa komunikasi memiliki peran penting untuk mengungkap konteks yang melatarbelakangi kartun editorial tersebut. Dalam hal ini penegasan sisi lain tindakan manusia terdapat makna yang harus ditangkap dan dipahami, sebab manusia melakukan interaksi sosial melalui bentuk-bentuk komunikasi yang menggunakan simbol-simbol. Dengan kata lain, untuk menginterpretasikan maksud dari suatu kartun editorial, haus dipahami terlebih dahulu topiknya. Topik/ konten yang terdapat dalam peristiwa komunikasi kartun editorial Bang One adalah sebagai berikut. 1) Rendahnya kepedulian pemerintah terhadap penderitaan rakyat. Dikiaskan dengan perbedaan sikap dalam menyikapi booming film Ayat-Ayat Cinta dengan penderitaan rakyat. (FF-1) Dalam hal ini Film Ayat-Ayat Cinta digambarkan sebagai fiksi dan penderitaan rakyat sebagi faktanya. 2) Buruknya kondisi persenjataan sebagai alat utama sistem ketahanan negara. (SRPN-2) Digambarkan dengan berbagai kerusakan dan keadaan persenjataan yang mengkhawatirkan. 3) Buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia. (TBC-3) Merujuk pada tingginya penderita tuberkolosis di Indonesia. Percakapan ketiganya mengisyaratkan adanya pesan serius yang bisa didapatkan dari tindakan para peran dalam komunikasi tersebut. 4) Politisasi dan kriminalisasi dalam KPK dan Kejaksaan. (KJ-4) Adanya perdebatan mengisyaratkan ketidakcocokan antara keduanya. 5) Konversi minyak tanah ke gas, hingga terjadinya kelangkaan gas. (AT-5) Digambarkan dengan sedemikian rupa hingga bisa dipahami permasalahancommit yang coba diangkat oleh editor. to user
49 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Rencana pemerintah untuk membeli alutsista untuk TNI. (MM-6) Digambarkan dengan sebuah mobil yang serba bisa dan penuh fasilitas. 7) Tingginya angka golput pada pemilu (GP-7) Sikap masyarakat yang memilih golput didukung dengan alasan yang sesuai semakin memperjelas sikap pesimis terhadap pemilu sebagai sebuah jaminan perubahan. 8) Pejuang kemerdekaan. (P-8) Sikap Bang One meneriakkan kata “merdeka” bukan tanpa tujuan, tetapi secara sadar dan patriotis untuk mengetahui opini dan pandangan mengenai kemerdekaan. 9) Pembersihan di kalangan kejaksaan. (BB-9)Sikap para jaksa yang ketakutan dapat diinterpretasikan bahwa keduanya tidak memiliki kedekatan secara personal dengan jaksa agung, sementara sikap Kemas Yahya yang tenang dan yakin (mengetahui kebiasaan Hendarman) mengisyaratkan sikap optimis bahwa ia memiliki kedudukan dan kedekatan secara personal dengan Hendarman Supanji. 10) Pemberantasan pembalak liar oleh departemen kehutanan. (MPL-10) Sikap koboi yang terkejut dan Bang One yang geram dan melempar topi dapat diinterpretasikan bahwa ada suatu hal yang tidak diduga sebelumnya oleh sang koboi dan Bang One yang melempar topi sebagai tanda ketidaksanggupan (terpaksa menyerah) 11) Maraknya penjebakan yang dilakukan oleh aparat. (JJW-11) Berawal dari pembelaan anggota DPR yang tertangkap KPK bahwa ia dijebak, kemudian memunculkan pernyataan presiden agar tidak menjebak warga yang tidak tahu atau tidak bersalah. commit to user
50 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12) Mahkamah Agung menolak diaudit oleh BPK mengenai penerimaan biaya perkara. (MB-12) Sikap keduanya menjelaskan bahwa adanya perbedaan pendapat di kedua lembaga tersebut, sementara presiden yang datang menengahi dapat diinterpretasikan bahwa presiden sudah mengetahui pokok permasalahan antara keduanya, sementara sikap Bang One yang penuh tanda tanya menggambarkan keraguan terhadap sikap presiden. 13) Tingkah laku kurang tidak terpuji anggota DPR. (BS-13) Dikiaskan dengan sosok badut yang selama ini kita ketahui bertingkah lucu penuh atraksi konyol. Tidak jauh berbeda dengan anggota dewan yang berkantor di Senayan yang bertingkah laku konyol dengan mempermainkan UUD, jalanjalan dengan uang rakyat atau hasil makelar proyek, berpacaran, menerima suap hingga tertangkap KPK, sungguh ironis. 14) Harmoko mendirikan PKN. (H-14) Sikap
Harmoko
menggambarkan
bahwa
ia
kembali
mengibarkan karirnya di dunia politik melalui PKN, disikapi berbeda oleh berbagai kalangan. 15) Efek kasus mafia pajak Gayus Tambunan. (EG-15) Gambaran pegawai pajak yang dihakimi oleh seorang anak. Tindakan atau perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi dalam kartun editorial Bang One dengan kemampuan visualnya secara umum mampu menyampaikan topik yang terkandung di dalamnya yakni makna sosial dibalik tindakan peran dalam kartun editorial tersebut. Tindakan atau perilaku tersebut relatif mudah untuk dipahami sehingga cukup efektif untuk memahami topik/ konten yang melatarbelakangi. d. Tujuan (Purpose) Sebagai kartun editorial tujuan/ purpose mengacu pada latar belakang pengetahuan editor mengenai commit to userberita dan isu yang sedang ramai
51 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dibahas di masyarakat. Dengan kata lain, editor
dapat
menciptakan
peristiwa, menafsirkan dan mengarahkan kebenaran, ini merupakan peluang yang sangat besar untuk mempengaruhi makna dan gambaran yang dihasilkan dari realitas yang dikonstruksikan. Sebagai editorial visual, kartun tersebut mencerminkan kebijakan dan garis politik media yang memuatnya. Berikut adalah konteks tujuan yang terdapat pada sampel penelitian ini. 1) Kartun editorial berjudul Fakta vs Fiksi (FF-1) merupakan wujud kritik terhadap pemerintah yang kurang peka terhadap fakta penderitaan rakyat. Editor menggunakan latar belakang booming film AAC (Ayat-Ayat Cinta) yang ditonton oleh berbagai lapisan masyarakat hingga presiden dan wakil presiden menyempatkan diri untuk menonton dengan menyewa sebuah gedung bioskop. Sementara itu keadaan rakyat semakin memprihatinkan dengan berbagai permasalahan ekonomi, pendidikan, dan kesehatan. 2) Kartun editorial berjudul Senjata Renta Penjaga Negara (SRPN-2) menyoroti tentang buruknya kondisi persenjataan Indonesia, dan terbatasnya anggaran pertahanan. Editor menggunakan peristiwa kecelakaan helikopter milik TNI AU di Subang sebagai referensinya, terbatasnya anggaran pertahanan mempengaruhi kondisi persenjataan itu. Anggaran pertahanan dipotong 15 persen dengan alasan penghematan APBN. Dengan dana terbatas, alokasi untuk pemeliharaan persenjataan yang sudah uzur pun jadi kurang. Begitu pula dana untuk membeli suku cadang. Yang terjadi justru kanibalisme: mencopot suku cadang satu alat untuk dipasangkan ke alat lain. 3) Kartun editorial berjudul Tuberkolosis (TB-3) menggunakan tema kesehatan, bertujuan khusus menyoroti permasalahan tentang buruknya pelayanan kesehatan di Indonesia. Editor mengacu pada Laporan WHO dalam Global Report, menyebut Indonesia berada commit to pada user peringkat 3 dunia penderita TB
perpustakaan.uns.ac.id
52 digilib.uns.ac.id
(Tuberkulosis) terbanyak setelah India dan China. 4) Kartun editorial berjudul KPK vs Jaksa (KJ-4) bertujuan untuk menyampaikan pandangan dalam menyikapi konflik antara KPK dan kejaksaan agung yang saling tuding. Editor mengkonstruksikanya berdasarkan pada
manuver KPK
menangkap Jaksa Urip Tri Gunawan yang menerima uang 660 ribu dolar AS dari Artalyta Suryani pada Minggu, 2 Maret 2008, terkait kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) Bank Dagang Nasional Indonesia (BDNI). 5) Kartun editorial berjudul Antre Terus (AT-5) bertujuan untuk mengkritisi kebijakan pemerintah yang ditunjukkan dengan permasalahan di balik dan pasca konversi gas. Editor menggunakan kondisi yang terjadi di tengah masyarakat pasca konversi minyak tanak ke gas. Lonjakan pemakaian elpiji pascakonversi bergulir membuat Pertamina kewalahan karena kondisi infrastruktur bongkar muat elpiji yang terbatas. Akibatnya, rawan terjadi gangguan pasokan gas elpiji ke masyarakat hingga menyebabkan antrean panjang. 6) Kartun editorial berjudul Mobil Mutakhir (MM-6) bertujuan untuk memberikan pandangan terhadap rencana pembelian alutsista baru untuk TNI dari pemerintah. Editor menggambarkan ilustrasi berdasarkan pada isu sosial penyalahgunaan anggaran untuk alutsista yang tidak tepat karena pemerintah membatasi penggunaan pinjaman luar negeri dan lebih memanfaatkan pinjaman dalam negeri. Pembelian alutsista juga diutamakan yang berasal dari industri dalam negeri, begitu pula bahan bakunya. 7) Kartun editorial berjudul Golongan Putih (GP-7) bertujuan untuk menyampaikan pendapat tentang meningkatnya angka golput pada pemilu. Editor menggunakan fenomena yan terjadi di masyarakat yang memiliki kesadarancommit rendahtomenggunakan hak pilihnya dikarenakan user
53 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
berbagai alasan mulai dari ekonomi hingga money politic. 8) Kartun editorial berjudul Pejuang (P-8) bertujuan untuk mengkritisi keadaan Indonesia 65 tahun setelah merdeka. Editor menggunakan momen hari kemerdekaan sebagai moment cerita. arti MERDEKA yang dipahami para pejuang kemerdekaan '45 berbeda dengan apa yang kita pahami saat ini. Memang arti dari kata MERDEKA adalah lepas dari penjajahan atau lepas dari genggaman para penjajah, tapi saat ini yang kita diperangi adalah penjajahan ekonomi. 9) Kartun editorial berjudul Bersih-Bersih (BB) bertujuan untuk mengkritisi komitmen jaksa Agung yang terkesan pilih kasih. Editor mengilustrasikan tindakan Hendarman “membersihkan” Kejaksaan dengan menyingkirkan kedua jaksa
yang diketahui
berhubungan dengan Artalyta Suryani berdasarkan bukti dari Komisi Pemberantasan Korupsi, tapi tidak berlaku tegas terhadap Kemas Yahya. 10) Kartun editorial berjudul Melawan Pembalak Liar (MPL) bertujuan untuk mengkritisi merebaknya pembalakan liar di daerah Ketapang yang sulit untuk dihentikan. Editor menggunakan opini yang berkembang mengenai peran aparat penegak hukum dan instansi pemda yang terlibat sehingga sulit untuk menghentikanya. 11) Kartun editorial berjudul Jangan Jebak Warga (JJW) bertujuan untuk mengkritisi kinerja aparat yang suka menjebak warga berdasarkan pernyatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono yang menekankan
pentingnya
aspek
pendidikan,
sebelum aspek
penegakan hukum, dalam pemberantasan korupsi. Jika warga negara melakukan korupsi karena tidak tahu, aparat penegak hukum turut mempunyai andil terhadap terjadinya korupsi itu. Editor mengilustrasikanya dengan peristiwa yang lebih sederhana. Misalnya saat razia kendaraan bermotor sering kita lihat polisi mengendap-endap menunggu pelanggar. commit to user
54 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
12) Kartun editorial berjudul MA vs BPK (MB-12) bertujuan untuk mengkritisi sikap Mahkamah Agung yang menolak penerimaan biaya perkara diaudit oleh BPK. Sengketa ini bisa diselesaikan jika peraturan pemerintah (PP) yang mengatur masalah ini diterbitkan. Editor mengilustrasikan dengan perdebatan antara anggota MA dengan anggota BPK yang dilerai oleh presiden. 13) Kartun editorial berjudul Badut Senayan (BS-13) bertujuan untuk menggambarkan sekaligus mengkritisi tingkah laku angota DPR. Editor mengilustrasikan tingkah laku anggota DPR sebagai seorang badut yang penuh trik permainan. 14) Kartun editorial berjudul Harmoko (H-14) bertujuan untuk mengungkapkan pendapat mengenai kembalinya Harmoko, mantan menteri penerangan pada era orde baru dalam dunia politik dengan mendirikan PKN (Partai Kerakyatan Nasional). Editor mengilustrasikan citra Harmoko pada masa lalu dengan berbagai akronim. 15) Kartun editorial berjudul Efek Gayus (EG-15) bertujuan untuk menggambarkan salah satu efek ramainya pemberitaan mengenai terungkapnya kasus penggelapan pajak oleh pegawai pajak bernama Gayus Halomoan Tambunan. Editor mengilustrasikan salah satu efeknya dengan gambaran pelecehan anggota masyarakat terhadap pegawai pajak.
Konteks tujuan kartun editorial Bang One secara keseluruhan dipengaruhi oleh pemberitaan yang sedang marak di media, khususnya media elektronik. Dengan demikian editor/redaktur memiliki latar pengetahuan yang sama dengan pemirsa terhadap pemberitaan yang sedang
berkembang
akan
mempermudah
pemahaman
dengan
mengaktifkan pikirannya terhadap hal-hal yang tidak diungkapkan dalam satuan bahasa yang terdapat dalam kartun editorial tersebut. commit to user
55 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
e. Nada (Key) Nada merupakan salah satu dimensi penting untuk mengetahui konteks komunikasi, berhubungan dengan manner, nada suara ( nada suara bias halus, keras, dan netral).Nada merupakan intonasi yang digunakan dalam pembicaraan yang akan berpengaruh pada konteks seperti humor, marah, ironi, sarkastik, dan lemah lembut. Berikut adalah penjelasan tentang nada yang terdapat dalam sampel penelitian. 1) Satu-satunya ucapan yang terdapat dalam kartun editorial berjudul Fakta vs Fiksi (FF-1) memiliki nada ironi untuk menyindir, hal ini didasarkan pada ucapan anak kecil yang mengatakan “aku dan banyak lagi yang gizinya buruk koq nggak ada yang nangis?” 2) Dalam kartun editorial berjudul Senjata Renta Penjaga Negara (SRPN-2) terdapat dua nada yang berbeda, yaitu ucapan pilot helikopter “may day..may day” yang bernada keras pertanda keadaan gawat dan ucapan Bang One “Senjata renta untuk menjaga negara?..beli baru!! Tapi anggaranya ada nggak ya?” netral namun bermakna bias antara humor dan sindiran. 3) Pada ucapan pertama bapak yang terkena tuberkolosis (TBC-3) “kita peringkat 3 dunia! Cuma kalah sama India dan Cina” bernada netral namun menyindir, sedangan ucapan sang anak “Di bidang apa pak? Tenis, bulu tangkis, teknologi, reboisasi, atau mis dunia, Asian idol, pariwisata?” bernada antusias penuh tanda tanya, sementara jawaban sang bapak “bukan! Di bidang penyakit tuberkolosis” bernada marah untuk menyindir, dan ucapan Bang One “jangan dekat-dekat bisa menular!” (sambil menunjuk ke arah bapak) bernada keras untuk memberi peringatan. 4) Dalam kartun editorial berjudul KPK vs Jaksa terdapat percakapan sebagai berikut. Jaksa : “kitakan sama-sama penyelidik” Pet. KPK :“kita sama-sama penyelidik! Tapi di sini aku periksa kamu bukan kamu periksa aku!!” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
56 digilib.uns.ac.id
Dalam percakapan tersebut nada dari ucapan jaksa adalah nada keras untuk membantah, sementara petugas KPK menjawab dengan nada yang lebih keras untuk penegasan. 5) Kartun editorial berjudul Antri Terus (AT-5) memiliki beberapa jenis nada berdasarkan percakapan berikut. Pet. Pertamina: “daripada antri minyak tanah pindah saja ke gas, dapat tabung gratis, dapat kompor gratis” (ucapan ini bernada halus untuk membujuk/persuasif) Ibu M: “iya kita pakai gas saja” Ibu K: “setuju konversi” Ibu P: “gas lebih oke” Ucapan ketiga ibu tersebut bernada halus dan menujukkan ketertarikan. Di sebuah pangkalan gas “MangQ-rah” Ibu M: “isi gas ada?’ (ucapan ibu ini bernada halus penuh tanda tanya) Agen gas: “gas kosong belum ada kiriman” (ucapan agen gas ini bernada agak kasar) Ibu K: “tabungnya ada?’ (ucapan ibu ini bernada halus penuh harap) Agen gas: “Kosong, kalo ada harganya mahal”. (ucapan agen gas ini bernada netral agak sedikit berbisik namun penuh maksud) Bang One: “tabung mahal, gas langka, antre lagi!! Sama saja antre..apa kata dunia?” (ucapan Bang One bernada ironi untuk menyindir sekaligus mengandung konteks humor) 6) Ucapan dalam kartun editorial berjudul Mobil Mutakhir (MM-6) memiliki konteks yang berbeda Agen : “ini pas buat bapak dech”. Ucapan ini memiliki nada halus dan persuasif, sementara ucapan Bang One: “pilih Alutsista yang tepat” bernada humor namun memiliki konteks pesan yang serius. 7) Nada yang berbeda terdapat dalam kartun editorial berjudul Golongan Putih (GP-7) meskipun sebenarnya memiliki konteks yang hampir sama, berikut adalah penjelasanya. Bang one: “Nggak nyoblos?” (hal ini ditanyakan kepada beberapa pihak, berikut adalah jawabanya) Ibu penjual makanan: “saya harus jualan dong” Petani: “panen dulu” Pengusaha: “tidak commit ada yang buat apa?” toberubah user
perpustakaan.uns.ac.id
57 digilib.uns.ac.id
Aktivis: “dari dulu aku golput” Penjual rujak: “Istri nanti dikasih makan apa?” Bapak kumis: “semua jualan kecap no.1 padahal aku nggak suka kecap” Penduduk: “kami nunggu serangan fajar” Bang One bertanya dengan nada penuh tanya, sementara jawaban yang diberikan rata-rata bernada netral antara halus dan kasar, namun kesemunanya mengandung konteks untuk mengatakan “tidak” dengan memberikan alasan. Bang One: “yang golput banyak artinya rakyat sudah bosan dikibulin sama janji-janji palsu kale” Ucapan Bang One mengandung nada humor namun memiliki konteks serius untuk menyimpulkan pendapat. 8) Terdapat kesamaan dengan judul sebelumnya dalam kartun editorial berjudul Pejuang (P-8) terdapat perbedaan nada namun dengan konteks yang hampir serupa. Bang One: “aku pejuang 45, bagaimana negara ini setelah 43 tahun...” (dengan sikap berdiri tegak setelah berdoa di makam para pahlawan) “merdeka!” (kata ini diucapkan kepada beberapa orang dan seperti inilah jawaban mereka. Dalam ucapan ini terdapat nada tanya dan ucapan keras penuh semangat. Pengemis: “merdeka apa? Sejak kecil kami miskin” Ucapan pengemis mengandung nada bantahan sekaligus ironi yang bertujuan untuk meminta belas kasihan. Ibu kuning: “kalo selalu dililit hutang apa itu merdeka!!” Ucapan ini bernada sarkastik bertujuan untuk menunjukkan amarah. Ibu biru: “semua barang naik/hilang atau antre, itu merdeka!!” Ucapan ini bernada agak kasar untuk menunjukkan konteks serius. Koruptor: “merdeka!! Kita bebas berkorupsi ria” Ucapan ini bernada penuh semangat tapi memiliki maksud yang berbeda dengan konteks. Pencari kerja: “ tapi jutaan dari kami menganggur!” commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
58 digilib.uns.ac.id
Ucapan ini bernada keras penuh ironi dengan konteks mengeluh bertujuan untuk mendapatkan simpati. Bang One: “lalu apa artinya para pahlawan bangsa!aku marah!marah! sedih!” (sambil berjalan lunglah menuju kembali ke makam) Ucapan Bang One bernada bias antara marah dan sedih bertujuan untuk menunjukkan rasa kecewa dalam konteks yang sebenarnya. Anak-anak: (kaget melihat bang one) “hi..serem ada mayat hidup” Ucapan anak-anak tersebut halus dalam konteks menunjukkan rasa kaget sekaligus takut Bang One: “aduh..generasi baru” Ucapan Bang One bernada netral dan pasrah dalam konteks serius.
9) Kartun editorial berjudul Bersih-Bersih (BB-9) menggunakan nada yang relatif halus, meskipun ada beberapa yang berbeda. Hendarman: “saya akan sapu bersih Kejagung, saya akan tunjukkan kalau saya tegas” Ucapan Hendarman bernada tegas dalam konteks untuk menunjukkan keseriusan. Untung Uji: sedang menerima panggilan dari telepon seluler “Mas Untung tolong” Ucapan yang berasal dari telepon Untung bernada halus dalam konteks memohon bantuan. Hendarman: datang menghampiri Untung “yang kotor singkirkan” Ucapan Hendarman bernada keras dalam konteks marah. Wisnu: “kita keduluan KPK” Ucapan wisnu bernada halus dalam konteks memberi informasi. Kemas Yahya: “nanti..nanti itu sudah diatur!” Hampir serupa dengan ucapan Wisnu ucapan Kemas Yahya bernada halus namun dalam konteks menenangkan atau memberi jaminan. Di sebuah kamar... Adegan seorang suami (Kemas Yahya) jatuh dari tempat tidur setelah bermimpi buruk Istri : “kenapa pak?” Suami: “ ah Cuma mimpi, nggak apa-apa. Biasanya pak Hendarman menyelesaikan commit tosecara user adat”
59 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ucapan istri Kemas Yahya bernada halus dalam konteks bertanya, sementara ucapan Kemas Yahya bernada yakin dan sedikit humor namun dalam konteks serius. Bang One: “secara adat=tidak dipecat” Ucapan Bang One merupakan anti klimaks dari percakapan sebelumnya, nada yang digunakan adalah nada humor dalam konteks menyindir. 10) Dalam kartun editorial berjudul Melawan Pembalak Liar (MPL-10) terdapat kesamaan konteks antara dua ucapan yang disajikan oleh dua tokoh yang berbeda. Koboi biru: “pembalak liar akan saya basmi” (dengan wajah penuh semangat) Bang One “Cukong aparat polisi, jaksa, TNI, pemerintah semua ikut main. Parah” (dengan wajah geram) Koboi biru mengatakanya dengan nada penuh semangat dalam konteks yang serius, sementara Bang one mengatakan dengan nada keras dalam konteks serius (antara kaget, marah, dan kecewa). 11) Percakapan yang terdapat dalam kartun editorial berjudul Jangan jebak Warga (JJW-11) terjadi antara Bang One dan Polisi. Bang One: “Presiden bilang jangan jebak warga yang tidak tahu, kalau ada warga melakukan pelanggaran, atau kesalahan karena tidak tahu, kita ikut bersalah. Apa maksudya ya? Al-amin?” Polisi: “Bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak tahu”(sambil tertawa) Ucapan pertama Bang One bernada serius dan ingin tahu dalam konteks memahami berita yang baru saja ia baca, sementara ucapan polisi
bernada
keras
dalam
konteks
bertanya
sekaligus
memperingatkan, sedangkan jawaban Bang One bernada humor namun dalam kontek bercanda sekaligus menyindir. 12) Dalam kartun editorial MA vs BPK (MB-12) terdapat percakapan antara anggota MA dengan anggota BPK. Anggota BPK: “laporan keuangan MA tidak akuntabel” Anggota MA: “terserah” Anggota BPK: “aneh itu tidak bisa diaudit” commit user Anggota MA: “nggak aneh.toIni titipan orang, dibalikin kalo lebih.”
perpustakaan.uns.ac.id
60 digilib.uns.ac.id
Anggota BPK:”kenapa nggak bisa diperiksa?” Anggota MA:” ubah dulu hukum acara perdata” Anggota BPK:”di rekening anda ada uang 7,4 M harus diaudit, masuk neraca keuangan MA, aneh..” Anggota MA: “nggak aneh” Anggota BPK:”harus tetap diaudit, aneh..” Presiden:”sabar..sabar PP biaya perkara MA sedang dibuat” Bang One:” kapan PP biaya MA turun pak?” Dalam percakapan tersebut anggota BPK cenderung menggunakan nada keras untuk menunjukkan keberatan, sementara anggota MA menggunakan nada yang lebih santai dalam menjawab dan memberi alasan, sedangkan presiden menggunakan nada netral dalam konteks sebagai penengah dan Bang One menggunakan nada halus dalam konteks bertanya dan ragu-ragu akan ucapan presiden. 13) Dalam kartun editorial berjudul Badut Senayan (BS-13)terdapat beberapa ungkapan yang memiliki nada yang berbeda seiring dengan perjalanan tokohnya. Badut bermain jugling kotak bertuliskan “RUU”, kemudian “UUD” Kaka Slank: “ UUD (ujung-ujungnya duit)” Badut: “jalan-jalan (London, New York) ada yang ngongkosin (sponsor)” Badut: (berduaan dengan PSK)”pacaran ah..” Badut: (tertangkap KPK karena menerima suap di hotel Ritz Carlton) “itu uang untuk betulin pagar, itu duit di kamar Azirwan, itu uang reses, itu uang pinjaman” sementara itu dipanggung pertunjukan Srimulat, Bang One: “kok sepi?” Pelawak: “yang ini sudah tutup, yang ramai sebelah pak!!”. Sambil menunjuk ke arah Senayan/ gedung DPR) Kaka Slank mengucapkan kata-kata tersebut dengan nada bernyanyi (lagu Seperti Para Koruptor) dengan konteks menyindir. Ucapan badut Senayan kebanyakan menngunakan nada netral, kecuali ucapan ketika tertangkap KPK yang bernada halus dan memohon dalam konteks memberi alasan. Sedangkan ucapan Bang One kepada si pelawak bernada halus dalam konteks bertanya, kemudian si pelawak menjawab dengan nada santai dengan sedikit commit to user
61 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
humor dalam konteks memberi jawaban sekaligus menyindir badut Senayan. 14) Kartun editorial berjudul Harmoko (H-14) berisi tentang berbagai akronim Harmoko, mengandung nada yang bervariasi sesuai dengan konteks. Harmoko: “namaku Harmoko” Supir Mikrolet: “itu karena kantor bapak, antara Harmoni-kota ya?” Mahasiswa UI: “bukan, itu singkatan hari-hari omong kosong” Dalam percakapan tersebut harmoko menggunakan nada santai dalm kontek memperkenalkan diri, sementara sang sopir mikrolet menggunakan nada bertanya dalam konteks menyindir; sedangkan mahasiswa UI menggunakan nada sarkastik dalam konteks memberikan bantahan sekaligus menghina. Anggota Koperasi:” bersama bapak hari-hari omong koperasi” Harmoko: “sekarang hari-hari (aku) omong koordinasi partaiku” Bang One:”Harmoko bisa juga berarti hari-hari menuju ko istana” Harmoko:” begini, senua ini atas petunjuk bapak rakyat” Bang One: “bukan presidan lagi, ya?” Berbeda dengan percakapan sebelumnya, pada bagian ini nada yang digunakan lebih santai, salah satunya adalah ungkapan anggota koperasi dalam konteks memberi dukungan dan ucapan Harmoko dalam konteks memberi konfirmasi menanggapi ucapan Bang One yang bernada santai dalam konteks meminta konfirmasi sekaligus menyindir. 15) Dalam kartun editorial berjudul Efek Gayus (EG-15) nada yang digunakan cenderung nada tanya namun agak bias dalam konteks menghakimi/ menuduh dengan pendapat, sementara Bang One menggunakan nada humor dalam konteks memberikan komentar. Anak Kecil:
”Bapak pegawai pajak?” “Masak rumah reyot begini?” “ Ke kantor naik motor?” “Nggak punya mobil, apartemen?” “Perhiasan juga tidak?” ”Tabungan Cuma puluhan juta?” commit to user “Kesimpulanku cuma ada dua !”
perpustakaan.uns.ac.id
62 digilib.uns.ac.id
“Kamu pembohong atau kamu gila!” Bang One: “efek gayus hehehe” f. Media/ Saluran (Channel) Media atau saluran merupakan cara para peserta (partisipan) untuk berinteraksi dalam proses komunikasi seperti tatap muka, melalui telepon, melalui surat, melalui e-mail, dan melalui telegram. Pada data 1 (FF) dan data 2 (SRPN) tidak terjadi tatap muka, dalam kartun editorial tersebut terdapat seorang anak penderita gizi buruk dan Bang One yang sedang melontarkan pertanyaan dan pendapatnya yang disampaikan secara langsung melalui lisan. Hal ini bertujuan bahwa pesan tersebut tidak diperuntukkan khusus untuk seseorang melainkan untuk siapa saja yang merasa tersindir oleh ilustrasi yang disajikan dalam kartun editorial tersebut. Selain itu pada data 2 (SRPN) terdapat komunikasi lisan melalui microphone yang dilakukan pilot helikopter dengan tujuan untuk meminta bantuan sekaligus memberi peringatan. Komunikasi tatap muka dengan jelas digambarkan pada data 3 hingga data 15 dengan penjelasan sebagai berikut. 1) Pada data 3 (TB) terdapat komunikasi langsung (tatap muka) dengan lisan antara bapak, anak dan Bang One, sehingga komunikasi berlangsung baik tanpa ada kesalahpahaman. 2) Pada data 4 (KJ) terjadi komunikasi langsung melalui lisan hingga menjurus ke perdebatan antara penyidik KPK dengan jaksa. Dalam hal ini jelas digambarkan bahwa komunikasi diantara keduanya tidak berlangsung baik. 3) Pada data 5 (AT) terdapat komunikasi langsung antara pegawai Pertamina dengan ibu-ibu yang sedang antri minyak tanah, komunikasi antara ketiga ibu tersebut dan komunikasi langsung antara agen gas dengan ibu-ibu yang sama. 4) Pada data 6 (MM) digambarkan bahwa terjadi komunikasi lisan (tatap muka) antara agen mobil dengan jenderal berbintang satu, meskipun sang jenderal belum merespon ucapan sang agen. to user 5) Pada data 7 (GP) commit dan 8 (P) terjadi komunikasi langsung dengan
63 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
lisan (dialog) antara bang One dengan beberapa pihak , kemudian ditutup dengan monolog Bang One. Dalam kartun editorial tersebut tatap muka berlangsung dimulai dengan Bang One bertanya/ memberikan salam terlebih dahulu.
6) Pada data 9 (BB) terdapat adegan komunikasi melalui telepon genggam (handphone) yang diperankan oleh Untung Uji, Wisnu, dan Kemas Yahya dengan partisipan yang sama yang tidak disebutkan identitasnya, juga komunikasi langsung (tatap muka) antara Kemas Yahya dan Istrinya di dalam kamar tidur mereka. Bagi pembaca adegan komunikasi melalui handphone cenderung sulit
untuk
dipahami
karena
ketidakjelasan
partisipan
komunikasinya. 7) Pada data 10 (MPL) terjadi tatap muka antara koboi biru dengan para pembalak liar, namun tidak terjadi komunikasi secara lisan. 8) Pada data 11 (JJW) Bang One bersemuka dengan seorang Polisi kemudian melakukan komunikasi verbal secara langsung. 9) Pada data 12 (MB) terjadi komunikasi verbal yang intens antara anggota BPK dengan anggota MA hingga mengarah pada perdebatan, kemudian Presiden datang untuk melerai kedua belah pihak dengan bahasa verbal. 10) Pada data 13 (BS) terjadi komunikasi verbal langsung antara Bang One dengan pelawak Srimulat, selebihnya adalah monolog lisan badut Senayan. 11) Pada data 14 (H) seluruh peristiwa komunikasi terjadi secara langsung, baik antara Harmoko dengan Sopir mikrolet, harmoko dengan anggota koperasi hingga Harmoko dengan Bang One. 12) Pada data 15 (EG) peristiwa komunikasi terjadi antara seorang anak dengan pegawai pajak, dalam hal ini komunikasi verbal hanya dilakukan oleh anak tersebut, sementara sang pegawai pajak hanya berkomunikasi melalui ekspresi wajah yang terlihat keberatan dengan pertanyaan commit dan pernyataan to user anak tersebut.
64 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Secara umum media/ saluran komunikasi yang digunakan partisipan dalam kartun editorial Bang One berinteraksi dengan bersemuka antara satu sama lain, sedangkan komunikasi tak langsung dilakukan tanpa adanya tokoh partisipan sehingga dikondisikan bahwa yang diajak berkomunikasi adalah pemirsa melalui media televisi tempat kartun editorial tersebut ditayangkan, dalam hal ini kebanyakan dilakukan oleh Bang One dengan hadir sebagai penutup dalam tiap episode/ judul dengan melemparkan pernyataan atau bahkan pertanyaan yang bernada kritik sehingga secara tidak langsung menarik pemirsa untuk ikut berpartisipasi menanggapi dan menjawabnya. 2. Praanggapan (presuposisi) yang muncul dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One Praanggapan (presuposisi) merupakan kondisi yang dianggap ada sebelum membuat ujaran. Dalam penelitian ini penulis menggunakan 6 klasifikasi praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi nonfaktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural,dan presuposisi konterfaktual.
a. Presuposisi Eksistensial Berikut adalah presuposisi eksistensial yang terdapat dalam kartun editorial Bang One. 1) Data 1 (FF) “aku dan banyak lagi yang gizinya buruk koq nggak ada yang nangis?” kata aku menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit menimbulkan praanggapan bahwa tidak ada (seorangpun) yang menangis melihat banyak anak yang menderita gizi buruk. 2) Data 9 (BB) “Saya akan sapu bersih Kejagung, saya akan tunjukkan kalau saya tegas” kata saya menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang diungkapkan dengan kata yang definit menimbulkan
praanggapan bahwa Hendarman akan
membersihkan kejagung sebagai bukti ketegasanya. 3) Data 10 (MPL) “pembalak liar akan saya basmi” kata saya commit to user menunjukkan eksistensi/ keberadaan/ jati diri referen yang
65 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diungkapkan dengan kata yang definit menimbulkan praanggapan bahwa orang tersebut akan membasmi pembalak liar. b. Presuposisi Faktif Berikut adalah presuposisi faktif yang terdapat dalam kartun editorial Bang One. 1) Data 5 (AT) Konversi minyak tanah ke gas dinilai tidak efektifkonversi minyak tanagh ke gas tidak efektif , informasi yang dipraanggapkan mengikuti kata kerja dapat dianggap sebagai suatu kenyataan. 2) Data 8 (P) Mereka menganggap merdeka adalah bebas dari segala permasalahan, kata kerja faktif menganggap memicu praanggapan bahwa merdeka adalah bebas dari segala permasalahan. 3) Data 11 (JJW) presiden mengatakan bahwa jangan jebak warga yang tidak tahu, kalau ada warga melakukan pelanggaran, atau kesalahan karena tidak tahu, kita ikut
bersalah memicu
praanggapan bahwa ada oknum yang menjebak warga. 4) Data 12 (MB) BPK mengalami kesulitan dalam mengaudit keuangan MA. Kata kerja faktif mengalami memunculkan praanggapan bahwa BPK kesulitan mengaudit keuangan MA. 5) Data 15 (EG) Terungkapnya kasus Gayus Tambunan membuat citra pegawai pajak menjadi buruk di mata masyarakat. Kata kerja menjadi memunculkan praanggapan bahwa Terungkapnya kasus Gayus Tambunan membuat citra pegawai pajak buruk di mata masyarakat c. Presuposisi Non-faktif Berikut adalah presuposisi non-faktif yang terdapat dalam kartun editorial Bang One.
commit to user
66 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
1) Data 3 (TBC) saya mengharapkan Indonesia menempati peringkat ke-3 dunia dalam bidang tenis, bulu tangkis, teknologi, reboisasi, Miss World, Asian idol, dan pariwisata yang sebenarnya adalah Indonesia tidak menempati peringkat ke-3 dunia dalam bidang tenis, bulu tangkis, teknologi, reboisasi, Miss World, Asian idol, dan pariwisata. 2) Data 4 (KJ) Jaksa seharusnya menghormati tugas dan wewenang KPK yang sebenarnya terjadi dalam kartun editorial tersebut jaksa tidak menghormati tugas dan wewenang KPK. d. Presuposisi Leksikal 1) Data 7 (GP) Pada pemilu kali ini angka golput semakin tinggi praanggapan yang muncul pada pemilu yang lalu angka golput rendah. 2) Data 9 (BB) Biasanya pak Hendarman menyelesaikan secara adat apabila dipahami secara konvensional maka akan muncul praanggapan
seharusnya
kali
ini
pak
Hendarman
tidak
menyelesaikan secara adat. 3) Data 10 (MPL) Oknum pemerintah dan hukum ikut berperan dalam pembalakan liar secara konvensional muncul praanggapan bahwa seharusnya mereka tidak ikut berperan. 4) Data 13 (BS) ...pertunjukan di senayan jauh lebih ramai dibandingkan pentas Srimulat memunculkan praanggapan dulu Pertunjukkan Srimulat adalah pertunjukkan yang paling ramai. e. Presuposisi Struktural 1) Data 9 (BB) “Bagaimana cara anda menunjukkan ketegasan?” praanggapan ini sudah diasumsikan kebenarannya sesuai dengan praanggapan
terhadap
komitmen
Hendarman
“anda
akan
tunjukkan kalau anda tegas” 2) Data 10 (MPL) “bagaimana pembalakan liar di Ketapang?” sesuai dengan praanggapan yang diasumsikan benar bahwa pembalakan liar di Ketapang parah. commit to user
67 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
f. Presuposisi Konterfaktual Berikut adalah hasil penelitianya: 1) Data 2 (SRPN) seandainya negara memiliki Alutsista yang canggih untuk menjaga pertahanan negara keadaan yang sesungguhnya adalah negara tidak memiliki alutsista canggih dan menggunakan senjata tua untuk menjaga negara. 2) Data 13 (BS) seandainya anggota DPR tidak korupsi dan jujur kenyataanya Anggota DPR yang tertangkap tangan oleh KPK menerima suap selalu berkelit dengan berbagai alasan. Berdasarkan hasil penelitian, praanggapan yang paling banyak muncul dalam kartun editorial Bang One adalah presuposisi faktif, hal ini disebabkan karena informasi yang ditampilkan dalam kartun editorial Bang One merupakan informasi yang marak diberitakan oleh media, sehingga masyarakat akan cenderung tahu bahwa apa yang disampaikan adalah kebenaran. Selain itu daya kemustahilan praanggapan
tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan
semantik apapun karena pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual.
3. Implikatur dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan terjadi suatu kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Hal tersebut juga berlaku dalam memahami kartun editorial Bang One. Terdapat dua macam implikatur, yaitu implikatur konvensional dan implikatur konversasional. a. Implikatur Konvensional Implikatur konvensional merupakan implikatur yang dihasilkan dari penalaran logika. Berikut adalah implikatur konvensional yang terdapat dalam sampel penelitian. 1) Dalam data 2 (SRPN) terdapat ucapan Bang One “Senjata renta untuk menjaga negara?..beli baru!! Tapi anggaranya ada nggak ya?”. Awalnya ucapan Bang One menciptakan implikatur bahwa pembelian senjata commit baru adalah solusi terbaik untuk merevitalisasi to user
68 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
persenjataan negara, namun penggunaan kata “tapi” membatalkan implikatur tersebut dan menciptakan anomali bahwa ketersediaan anggaran merupakan permasalahan selanjutunya. 2) Hampir serupa dengan data 2 (SRPN), data 4 (KJ) juga memiliki implikatur konvensional paja jawaban petugas KPK “kita samasama penyelidik! Tapi di sini aku periksa kamu bukan kamu periksa aku!!”. Ucapan tersebut menciptakan implikatur bahwa petugas KPK menyetujui ucapan jaksa, namun penggunaan kata “tapi”
membatalkan
implikatur
tersebut
dan
menciptakan
implikatur baru bahwa terdapat perbedaan sesuai dengan konteks yang sedang berlangsung. 3) Dalam data 5 (AT) ucapan petugas Pertamina Pet. Pertamina, “daripada antre minyak tanah pindah saja ke gas, dapat tabung gratis, dapat kompor gratis” secara konvensional terdapat perbedaan antara minyak tanah dan gas sehingga menimbulkan implikatur bahwa dengan beralih ke gas maka tidak perlu lagi antri juga mendapatkan kompor dan tabung secara gratis. 4) Terdapat implikatur konvensional pada data 6 (MM) khususnya pada ucapan Agen : “ini pas buat bapak dech” dan Bang One: “pilih Alutsista yang tepat”. Ucapan agen menimbulkan implikatur bahwa mobil mutakhir tersebut sesuai dengan selera/ kebutuhan pembeli, sedangan ucapan Bang One secara konvensional menguraikan sikap peringatan dan menimbulkan implikatur bahwa mobil mutakhir tersebut kurang tepat untuk dijadikan alutsista. 5) Ucapan Bang One “yang golput banyak artinya rakyat sudah bosan dikibulin sama janji-janji palsu kale” pada data 7 (GP) menimbulkan implikatur bahwa jangan lagi mengumbar janji-janji/ gunakan strategi baru untuk menarik simpati rakyat dalam pemilu. 6) Pada data 13 (BS) terdapat percakapan Bang One: “kok sepi?” dan Pelawak: “yang ini sudah tutup, yang ramai sebelah pak!!”. Jawaban pelawak atas pertanyaan Bang One menciptakan implikatur bahwa commit tempat totersebut user sepi karena sudah tutup dan
69 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tempat sebelah (gedung senayan) sedang memberikan tontonan yang lebih ramai. Dipahami secara konvensional bahwa keramaian yang dimaksud adalah sepak terjang para politisinya yang lebih ahli dalam melakukan lelucon politik. 7) Pada data 15 (EG) menimbulkan implikatur yang dipahami secara konvensional bahwa pegawai pajak memiliki kehidupan ekonomi kelas atas. Secara umum implikatur konvensional dalam kartun editorial Bang One menggunakan konteks logika sebagai landasan untuk memahaminya. Implikatur tersebut sebagian besar timbul dari ucapan Bang One yang berusaha mengkomunikasikan makna yang bersifat ironis, metaforis, dan sebagainya.
b. Implikatur Konversasional Implikatur konversasional merupakan implikatur yang dihasilkan karena tuntutan konteks tertentu. Biasanya menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan
yang
sebenarnya
diucapkan.
Berikut
adalah
implikatur
Konversasional yang terdapat dalam sampel penelitian. 1) Pada data 1 (FF) terdapat ucapan anak penderita gizi buruk: “aku dan banyak lagi yang gizinya buruk koq nggak ada yang nangis?”. Penutur memaksudkan untuk menunjukkan perasaanya tanpa menyinggung orang-orang tertentu, yang sebenarnya akan lebih mudah dipahami apabila dalam ucapan tersebut menjadi “melihat film saja menangis..melihat aku dan banyak lagi yang gizinya buruk koq nggak ada yang nangis?” 2) Percakapan antara bapak dan anak dalam data 3 (TB) secara konversasional mengimplikasikan bahwa Indonesia berada pada tingkat ke-3 dalam hal tuberkolosis bukan dalam prestasi dan kita tidak boleh berdekatan dengan penderita TBC karena penyakit tersebut bisa menular. 3) Pada data 8 (Pejuang) terdapat implikatur percakapan yang mengimplikasikan commit perbedaan dalam memaknai kemerdekaan baik to user
70 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
secara positif maupun negatif, khususnya kemerdekaan ekonomi. Terdapat maksud untuk menyindir beberapa pihak. Relasi tuturan berdasarkan percakapan dapat dijabarkan sebagai berikut Pengemis (+) merdeka
Merdeka itu tidak miskin
(-) tidak miskin Ibu Kun (+) merdeka
Merdeka itu tidak dililit Hutang
(-) tidak dililit hutang Ibu biru
(+) merdeka (-) barang murah dan tidak antre
Merdeka itu barang murah dan tidak antre
4) Implikatur percakapan pada data 9 (BB) dapat dijelaskan berdasarkan percakapan berikut. Istri : “kenapa pak?” Suami: “ ah Cuma mimpi, nggak apa-apa. Biasanya pak Hendarman menyelesaikan secara adat” Bang One: “secara adat=tidak dipecat” Berdasarkan
percakapan
tersebut
terdapat
kalimat
yang
menyiratkan sesuatu yang berbeda dengan yang sebenarnya diucapkan, ah Cuma mimpi digunakan untuk menutupi perasaan yang sebenarnya, kemudian muncul implikatur bahwa si suami (Kemas Yahya) menyelesaikan
tidak akan dipecat, Hendarman biasanya
masalah
tidak
dengan
cara
memecat,
dan
Menyelesaikan secara adat artinya tidak dipecat. 5) Pada data 10 (MPL) implikatur percakapan terdapat pada ucapan berikut. Bang One: “Cukong aparat polisi, jaksa, TNI, pemerintah semua ikut main. Parah” Ucapan
tersebut
merupakan
ironi
yang
disengaja
untuk
menunjukkan kemarahan dan kekecewaan, ucapan tersebut menciptakan implikatur keadaan parah karena cukong, aparat polisi, jaksa, TNI, dan pemerintah ikut bermain (peran) dalam pembalakan hutan.
commit to user
71 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
6) Pada data 11 (JJW) implikatur konversasional dapat ditemukan pada percakapan berikut ini. Polisi: “bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak tahu” Jawaban Bang One mengimplikasikan sebuah sindiran yang muncul akubat inferensi yang didasari oleh latar belakang pengalaman tentang polisi dengan perilaku suka menjebak dan menciptakan implikatur bahwa Bang One tidak melihat tanda larangan yang dimaksud oleh polisi tersebut. 7) Jawaban yang dilontarkan anggota MA pada data 12 (MB) mengimplikasikan sikap mengelak dengan alasan. Selain itu ucapan Presiden:”sabar..sabar PP biaya perkara MA sedang dibuat” menimbulkan implikatur PP biaya MA belum selesai dibuat, sementara ucapan Bang One :” kapan PP biaya MA turun pak?” implikatur yang timbul adalah PP biaya MA belum turun, muncul akibat adanya inferensi pengetahuan bahwa PP tersebut sudah lama dibahas sajak lama namun hingga kini belum ada hasilnya. 8) Percakapan yang terjadi pada data 14 (H) berikut ini. a) Harmoko: “namaku Harmoko”, Supir Mikrolet: “itu karena kantor bapak, antara Harmoni-kota ya?”
Implikatur yang muncul adalah Supir mikrolet tidak yakin kantor Harmoko terletak antara Harmoni-Kota b) Mahasiswa UI: “bukan, itu singkatan hari-hari omong kosong”
Implikatur yang muncul adalah bahwa menurut mahasiswa UI Harmoko memiliki gemar beromong kosong c) Anggota Koperasi:” bersama bapak hari-hari omong koperasi”
Implikatur yang muncul adalah bahwa para anggota kopersai setiap hari membicarakan tentang koperasi dengan Harmoko d) Harmoko: partaiku”
“sekarang
hari-hari
(aku)
omong
koordinasi
Implikatur yang muncul adalah bahwa saat ini Harmoko sedang berbicara masalah koordinasi partainya. e) Bang One:”Harmoko commit to bisa user juga berarti hari-hari menuju ko istana”
72 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Implikatur yang muncul adalah bahwa Harmoko memiliki arti lain dibanding yang sebelumnya menurut Bang one Harmoko:” begini, senua ini atas petunjuk bapak rakyat” Bang One: “bukan presidan lagi, ya?”
Implikatur yang muncul adalah yang memberi petunjuk kepada Harmoko adalah bapak rakyat yang sebelumnya adalah presiden. Berdasarkan analisis tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa implikatur konversasional yang digunakan dalam kartun editorial Bang One digunakan agar pernyataan yang disampaikan itu lebih santun. Secara umum kartun editorial Bang One menggunakan implikatur sebagai sarana untuk menyindir, menanggapi, mengkritik, memberi simpati dan lainlain kepada pihak-pihak tertentu dengan tujuan agar pihak-pihak yang menjadi objek implikatur mengerti dan merefleksikan apa yang telah dilakukannya. Kartun editorial Bang One memakai implikatur dengan aplikasi konteks sosial yang terjadi dalam masyarakat. Pemakaian implikatur dalam editorial ini juga dapat menjadi sebuah dasar jika sindiran, kritikan, bahkan makian dapat disampaikan dengan ringan.
4. Bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One. Untuk menjalin komunikasi yang baik maka orang akan berbicara sejelas mungkin, tidak berbelit-belit, ringkas, tidak berlebihan, berbicara secara wajar. Hanya saja dalam pragmatik terdapat penyimpangan-penyimpangan, ada maksud-maksud tertentu, tetapi ia harus bertanggung jawab atas penyimpangan itu, sehingga orang lain bisa mengetahui maksudnya. Dengan kata lain diperlukan sebuah kerja sama. Dalam rangka melaksanakan prinsip kerja sama itu, setiap penutur harus mematuhi empat maksim percakapan yaitu maksim kuantitas, maksim kualitas, maksim relevansi dan maksim pelaksanaan. a. Maksim Kuantitas Penyimpangan terhadap maksim kuantitas terdapat pada: 1) data 3 (TBC), anak
commitapa to user : “Di bidang pak? Tenis, bulu tangkis, teknologi,
73 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
reboisasi, atau mis dunia, Asian idol, pariwisata?” pertanyaan sang anak sebenarnya sudah jelas, namun ujaran yang mengikutinya justru bertentangan dengan maksim kuantitas, namun nampaknya ini sengaja dilakukan untuk menggambarkan rasa ingin tahu sang anak. 2) data 5 (AT), jawaban agen gas terhadap pertanyaan ibu M dan K Ibu M: “isi gas ada?’ Agen gas: “gas kosong belum ada kiriman” Ibu K: “tabungnya ada?’ Agen gas: “Kosong, kalo ada harganya mahal” jawaban agen gas tersebut bertentangan dengan maksim kuantitas karena dengan menjawab kosong atau tidak ada sudah memberikan kontribusi yang cukup terhadap lawan tuturnya. maksim ini sengaja
dilanggar
untuk
mengilustrasikan
adanya
maksud
tersembunyi dari jawaban tersebut. 3) data 7 (GP), jawaban para responden Bang One Bang one: “Nggak nyoblos?” (hal ini ditanyakan kepada beberapa pihak, berikut adalah jawabanya) Ibu penjual makanan: “saya harus jualan dong” Petani: “panen dulu” Pengusaha: “tidak ada yang berubah buat apa?” Aktivis: “dari dulu aku golput” Penjual rujak: “Istri nanti dikasih makan apa?” Bapak kumis: “semua jualan kecap no.1 padahal aku nggak suka kecap” Massa: “kami nunggu serangan fajar” Jawaban-jawaban tersebut bertentangan dengan maksim kuantitas yang menghendaki setiap peserta tuturan memberikan kontribusi secukupnya, dalam hal ini responden cukup menjawab dengan kata “tidak” atau “nanti”, namun penyimpangan ini sengaja dilakukan untuk menggambarkan kompleksnya sikap masyarakat terhadap pemilu. 4) data 8 (P), jawaban salam merdeka Pengemis: “merdeka apa? Sejak kecil kami miskin” Ibu kuning: “kalo selalu dililit hutang apa itu merdeka!!” Ibu biru: “semua barang naik/hilang atau antre, itu merdeka!!” commit user berkorupsi ria” Koruptor: “merdeka!! Kitatobebas
74 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Pencari kerja: “ tapi jutaan dari kami menganggur!” kontribusi yang diharapkan oleh pejuang (Bang One) hanyalah jawaban kata “merdeka” layaknya salam perjuangan dahulu, namun terjadi penyimpangan terhadap maksim kuantitas, hal ini dikarenakan untuk menggambarkan kesulitan masyarakat pasca 65 tahun merdeka. 5) data 9 (BB), pada percakapan Kemas Yahya dan istrinya. Istri : “kenapa pak?” Suami: “ ah Cuma mimpi, nggak apa-apa. Biasanya pak Hendarman menyelesaikan secara adat” Sebenarnya Kemas Yahya berkontribusi cukup dengan hanya menjawab “nggak apa-apa” ,namun ia melanggar maksim kuantitas dengan mengatakan sesuatu yang tidak ditanyakan oleh istrinya. Hal ini sengaja dilakukan untuk menenangkan diri memperkuat pendapatnya mengenai sikap Hendarman. 6) data 11 (JJW) pada jawaban Bang One terhadap pertanyaan polisi, Polisi: “bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak tahu”(sambil tertawa) kontribusi yang diharapkan polisi tersebut dari Bang One adalah jawaban
“ya”
atau
“tidak”,
namun
Bang
One
justru
menanggapinya dengan kalimat santai. Penyimpangan ini sengaja dilakukan untuk mendapatkan efek lucu. 7) data 13 (BS) jawaban pelawak Srimulat terhadap pertanyaan Bang One. Bang One: “kok sepi?” Pelawak: “yang ini sudah tutup, yang ramai sebelah pak!!”. (Sambil menunjuk ke arah Senayan/ gedung DPR) Sebenarnya pelawak tersebut cukup menjawab “sudah tutup”, namun sengaja menambahi dengan kalimat “yang ramai sebelah pak”, penyimpangan yang terjadi sengaja dilakukan untuk mengungkapkan sesuatu sifatnya konvensional. commityang to user
75 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
8) data 15 (EG) pertanyaan yang diajukan anak tersebut terlalu berlebihan sehingga tidak memberikan kesempatan kepada lawan tuturnya
untuk
berkontribusi
dalam
komunikasi
tersebut.
Penyimpangan ini justru menimbulkan kesan tidak berimbang dan menghakimi. Berdasarkan hasil penelitian kartun editorial Bang One penyimpangan terdapat maksim kuantitas cukup sering digunakan dalam kartun editorial Bang One, hal ini sengaja dilakukan untuk mendapatkan nilai kelucuan dan memberi pesan khusus kepada pemirsa.
b. Maksim Kualitas Penyimpangan terhadap maksim kualitas pada kartun editorial Bang One hanya terdapat terdapat dalam data 11 (JJW) pada ucapan Bang One. Bang One: “presiden bilang jangan jebak warga yang tidak tahu, kalau ada warga melakukan pelanggaran, atau kesalahan karena tidak tahu, kita ikut bersalah. Apa maksudnya ya? Al-amin?” Polisi: “bapak tidak melihat tanda larangan itu?” Bang One: “ah bapak jangan jebak warga yang tidak tahu”(sambil tertawa) Ucapan Bang One tidak mendasar pada bukti meskupun bersifat komunikatif karena yang terlihat memang ada tanda larangan meskipun sedikit tertutup pohon, namun penyimpangan ini sengaja untuk mengungkapkan pendapat dengan efek lucu. Berdasarkan hasil penelitian kontribusi yang mengarah pada penyimpangan maksim kualitas sangat sedikit karena kartun editorial Bang One memiliki konteks yang jelas dalam tiap judulnya, selain itu minim terjadi peristiwa tanya jawab antartokoh dalam kartun editorial tersebut.
c. Maksim Relevansi Penyimpangan terhadap maksim relevansi dalam kartun editorial Bang One terdapat pada: 1) data 8 (P) pada kontribusi responden terhadap salam “merdeka” Pengemis: “merdeka apa? Sejak kecil kami miskin” commitdililit to user Ibu kuning: “kalo selalu hutang apa itu merdeka!!”
76 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Ibu biru: “semua barang naik/hilang atau antre, itu merdeka!!” Koruptor: “merdeka!! Kita bebas berkorupsi ria” Pencari kerja: “ tapi jutaan dari kami menganggur!” jawaban di atas adalah jawaban responden terhadap salam “merdeka” dari seorang veteran. Bila responden sebagai peserta yang kooperatif, maka tidak selayaknya mereka langsung membantah, seharusnya mereka menjawab “merdeka” karena yang memberi salam bukanlah pihak yang terkait yang dapat memberi solusi terhadap permasalahan yang mereka alami. Penyimpangan ini sengaja dilakukan untuk menguatkan kesan kata “merdeka” seperti yang seharusnya. 2) data 12 (MB) pada percakapan antara anggota MA dengan anggota BPK. Anggota BPK: “laporan keuangan MA tidak akuntabel” Anggota MA: “terserah” Anggota BPK: “aneh itu tidak bisa diaudit” Anggota MA: “nggak aneh. Ini titipan orang, dibalikin kalo lebih.” Anggota BPK:”kenapa nggak bisa diperiksa?” Anggota MA:” ubah dulu hukum acara perdata” Anggota BPK:” di rekening anda ada uang 7,4 M harus diaudit, masuk neraca keuangan MA, aneh..” Anggota MA: “nggak aneh” Anggota BPK:”harus tetap diaudit, aneh..” Jawaban anggota MA yang terkesan asal tidak relevan dengan pertanyaan yang diajukan oleh anggota BPK, sebagai penegak hukum seharusnya anggota MA memberikan jawaban yang memiliki landasan diketahuinya.
hukum atau sesuai dengan apa
Penyimpangan
ini
sengaja
dilakukan
yang untuk
memperkuat konteks perdebatan yang terjadi diantara kedua lembaga tersebut. 3) data 14 (H) pada tanggapan terhadap akronim Harmoko Harmoko: “namaku Harmoko” Supir Mikrolet: “itu karena kantor bapak, antara Harmoni-kota ya?” Mahasiswa UI: “bukan, itu singkatan hari-hari omong kosong” Anggota Koperasi:” bersama bapak hari-hari omong koperasi” commit to user Harmoko: “sekarang hari-hari (aku) omong koordinasi partaiku”
77 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Bang One:”Harmoko bisa juga berarti hari-hari menuju ko istana” Dialog di atas adalah reaksi terhadap Harmoko yang dalam konteks sebelumnya telah disebutkan bahwa ia berniat mendirikan partai. Tanggapan
tersebut
tidak
relevan
dengan
konteks
yang
dimaksudkan, namun secara konvensional sebenarnyarespon dengan menggunakan akronim Harmoko sesuai dengan konteks masa lalu Harmoko. Penyimpangan ini sengaja dilakukan untuk menyampaikan pesan kepada pemirsa mengenai masa lalu Harmoko.
Berdasarkan hasil penelitian mengenai penyimpangan maksim relevansi dalam kartun editorial Bang One terdapat penyimpangan relevansi meskipun penyimpangan tersebut bukanlah mayoritas. hal ini dikarenakan secara
tersurat
(eksplisit)
respons
yang
diberikan
tidak
terlihat
relevansinya dengan pokok pembicaraan, karena sudah ada latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang sama antara penutur dan lawan tutur maka komunikasi masih tetap bisa berjalan. Dengan kata lain, yang tersurat (eksplisit) nampak tidak relevan namun, yang tersirat (implisit) sebenarnya relevan. d. Maksim Pelaksanaan/ Cara Penyimpangan terhadap maksim pelaksanaan dalam kartun editorial Bang One terdapat pada: 1) data 4 (KJ) terdapat pada ucapan jaksa kepada penyidik KPK Jaksa: “kitakan sama-sama penyelidik” Petugas KPK: “kita sama-sama penyelidik! Tapi di sini aku periksa kamu bukan kamu periksa aku!!” Ucapan jaksa menyebabkan penyimpangan terhadap maksim pelaksanaan karena maksim pelaksanaan mengharuskan setiap peserta percakapan berbicara secara langsung, tidak kabur, tidak taksa,
secara
runtut,
dan
tidak
berlebih-lebihan.
Jaksa
mengucapkan kalimat tersebut secara langsung, namun kalimat user tidak sesuai dengan konteks. tersebut bermaknacommit kabur tokarena
78 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penyimpangan tersebut sengaja dilakukan untuk menimbulkan efek mengalihkan pembicaraan penyelidik KPK dan efek lucu kepada pemirsa. 2) data 14 (H) ucapan Bang One menanggapi alasan Harmoko Harmoko:” begini, senua ini atas petunjuk bapak rakyat” Bang One: “bukan presidan lagi, ya?” Bang One sebenarnya memahami konteks bapak rakyat yang dimaksud oleh Harmoko adalah mantan Presiden Soeharto, namun Bang One memberikan tanggapan yang berlebihan dengan mengatakan “bukan presidan lagi, ya?”. Penyimpangan ini sengaja dilakukan untuk memperkuat segi latar belakang pengetahuan (background knowledge) terhadap masa lalu Harmoko sebagai orang kepercayaan Presiden Soeharto. Berdasarkan
hasil
penelitian,
penyimpangan
terhadap
maksim
pelaksanaan dalam kartun editorial Bang One sebenarnya bukan untuk melucu, tetapi justru untuk berlindung di balik lelucon tokohnya. Jurus ini digunakan upaya pembenaran dari apa yang telah dilontarkan karena ketidakberdayaan untuk mempertanggungjawabkan lontaran yang ternyata tidak memiliki dasar. Secara umum bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial Bang One dapat dengan mudah diidentifikasi apabila dipahami kontek dari tiap judulnya. Penyimpangan tersebut sengaja dilakukan untuk tujuan agar percakapan yang terdapat dalam kartun editorial tersebut mengajak pemirsa berpikir dan mengaitkanya dengan peristiwa konvensional sesuai dengan latar belakang pengetahuan pemirsa terhadap peristiwa aktual yang berkembang dalam pemberitaan.
C. Pembahasan Temuan Penelitian Kartun editorial “Kabar Bang One” memiliki kesesuaian dengan pengertian kartun sebagai gambar yang bersifat reprensentasi atau simbolik, mengandung unsur sindiran, lelucon, atau humor. Kartun editorial Kabar Bang One menggunakan dual communication commit to yakni user secara verbal dan non-verbal.
79 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Komunikasi verbal direoresentasikan melalui balon kata, sedangkan komunikasi non-verbal sering dipergunakan untuk menggambarkan perasaan dan emosi, komunikasi non-verbal biasanya disebut komunikasi tanpa kata (karena tidak berkata-kata). Selaras dengan teori yang digunakan, karakteristik dari komunikasi non-verbal Bang One adalah pemaknaan pesan non-verbal maupun fungsi non-verbal memiliki perbedaan dalam cara dan isi kajiannya. Pemaknaan (meanings) merujuk pada cara interprestasi suatu pesan; sedangkan fungsi (functions) merujuk pada tujuan dan hasil suatu interaksi. Kartun editorial “Kabar Bang One” senantiasa mengandung pesan yang disampaikan melalui sindiran, lelucon atau humornya. Pesan tersebut dapat dipahami
secara
komprehensif
melalui
pemahaman
terhadap
konteks,
praanggapan, implikatur, dan penyimpangan prinsip kerjasama. Berikut adalah pembahasan hasil penelitian terhadap konteks, praanggapan, implikatur, dan penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial Kabar Bang One. 1. Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One Berdasarkan pendapat Cummings bahwa pragmatik adalah kajian tentang hubungan antara bahasa dan konteks sebagai dasar pertimbangan untuk memahami bahasa, maka pemahaman terhadap konteks sangat dibutuhkan agar dapat menggunakan bahasa secara tepat dan menentukan makna secara tepat pula. Begitu pun dengan kartun editorial kabar Bang One. Konteks berperan membantu pemirsa dalam menafsirkan maksud yang ingin dinyatakan oleh redaktur dalam tiap tayangan kartun editorial tersebut. Dalam kartun editorial kata digunakan sebagai penyambung dengan konteks peristiwa yang dibahas, melalui cara ini sebuah kartun dibangun untuk menyampaikan pesannya, pengertian ini sesuai dengan bentuk konteks yang terdapat dalam kartun editorial Kabar Bang One. Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial Bang One cenderung berkembang sesuai dengan teori yang telah diungkapkan sebelumnya. Di dalam pragmatik konteks itu berarti semua latar belakang pengetahuan yang dipahami bersama oleh penutur dan mitra tuturnya. Konteks ini berperan membantu mitra tutur di dalam menafsirkan maksud yangtoingin commit user dinyatakan oleh penutur. Selaras
80 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan teori tersebut dalam kartun editorial kabar Bang One konteks dasar adalah peristiwa aktual yang sedang marak diberitakan, khususnya oleh media TV One, sehingga latar belakang yang dimiliki oleh redaktur relatif selaras dengan pemirsa televisi yang mengikuti pemberitaan rutin. Konteks fisik (setting) merupakan konteks yang mempunyai keterkaitan yang erat dalam kartun editorial Kabar Bang One, selain itu konteks fisik yang didasarkan pada pengguna bahasa/ partisipan yang disajikan dalam peristiwa komunikasi kartun editorial Kabar Bang One digunakan untuk menunjukkan bentuk tak terujar, sehingga akan memperjelas maksud tuturan. Selanjutnya, konteks tujuan dalam kartun editorial Kabar Bang One secara keseluruhan dipengaruhi oleh pemberitaan yang sedang marak di media, sementara konteks perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi dalam kartun editorial sebagian besar mengandung tema sosial. Secara umum Konteks media/ saluran komunikasi yang digunakan partisipan (tokoh) dalam kartun editorial Kabar Bang One berinteraksi dengan bersemuka antara satu sama lain, sedangkan komunikasi tak langsung dilakukan tanpa adanya tokoh partisipan sehingga dikondisikan bahwa yang diajak berkomunikasi adalah pemirsa yang menyaksikan tayangan kartun editorial tersebut. 2. Praanggapan (presuposisi) yang muncul dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One Kartun editorial Bang One merupakan kartun editorial pertama yang lahir di dunia broadcast Indonesia, inovasi kartun opini yang merupakan hasil konstruksi realitas
dengan
bahasa
sebagai
perangkat dasarnya. Selain konteks,
praanggapan juga diperlukan untuk membuat bentuk bahasa (kalimat atau ungkapan) mempunyai makna bagi pemirsa dan sebaliknya, membantu redaktur untuk menentukan bentuk-bentuk bahasa yang dapat dipakainya untuk mengungkapkan makna atau pesan yang dimaksud. Praanggapan (presuposisi) merupakan kondisi yang dianggap ada sebelum membuat
ujaran.
Praanggapan
umumnya
diklasifikasikan
dalam
enam
praanggapan, yaitu presuposisi eksistensial, presuposisi faktif, presuposisi nonfaktif, presuposisi leksikal, presuposisi struktural,dan presuposisi konterfaktual. Dalam kartun editorial Bang One praanggapan yang paling sering muncul commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
81 digilib.uns.ac.id
adalah praanggapan faktif, hal ini disebabkan karena informasi yang ditampilkan dalam kartun editorial Bang One merupakan informasi yang marak diberitakan oleh media, sehingga masyarakat akan cenderung tahu bahwa apa yang disampaikan adalah kebenaran. Selain itu daya kemustahilan praanggapan tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan semantik apapun karena pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual. Praanggapan dalam kartun editorial Kabar Bang One memiliki kesesuaian dengan pengertian praanggapan dalam teori yang sudah dijelaskan sebelumnya (Bab II) yaitu sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan. Yang menghasilkan presupposisi adalah penutur bukan kalimat Kita dapat mengindentifikasi sebagai informasi yang diasumsikan secara tepat. Sebenarnya semua presupposisi ini menjadi milik penutur dan semua anggapan itu boleh jadi salah, namun dalam hal ini kartun editorial mayoritas cenderung menggunakan praanggapan faktif dibandingkan dengan praanggapan lain karena senantiasa menggunakan kondisi faktual sebagai dasar pembuatannya. 3. Implikatur dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One Berdasarkan teori suatu konsep yang paling penting dalam ilmu pragmatik dan yang menonjolkan pragmatik sebagai suatu cabang ilmu bahasa ialah konsep implikatur percakapan. Nampaknya hal ini teruji kebenaranya dalam kartun editorial Kabar Bang One. Konsep implikatur ini dipakai untuk menerangkan perbedaan yang sering terdapat antara “apa yang diucapkan” dengan “apa yang diimplikasi”. Konsep implikatur memiliki kesesuaian dengan penggunaan bahasa baik verbal maupun nonverbal dalam kartun editorial Bang One,khususnya percakapan antartokoh dalam kartun editorial tersebut memiliki tujuan tertentu untuk disampaikan kepada pembaca, dalam teori disebut tuturan implikatif. Dalam tuturan implikatif, penutur dan lawan tutur harus mempunyai konsep yang sama dalam suatu konteks. Jika tidak, maka akan terjadi suatu kesalahpahaman atas tuturan yang terjadi di antara keduanya. Hal tersebut juga berlaku dalam memahami kartun editorial Bang One, implikatur yang digunakan adalah implikatur konvensional dan implikatur konversasional. commit to user
82 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Penggunaan
implikatur
dalam
berbahasa
bukan
berarti
sebuah
ketidaksengajaan atau tidak memiliki fungsi tertentu. Implikatur konvensional dalam kartun editorial Bang One menggunakan konteks logika sebagai landasan untuk memahaminya. Implikatur tersebut sebagian besar timbul dari komentar Bang One yang berusaha mengkomunikasikan makna yang bersifat ironis, metaforis, dan sebagainya. Sedangkan implikatur konversasional yang digunakan dalam kartun editorial Bang One digunakan agar pernyataan yang disampaikan itu lebih santun. Implikatur tersebut dapat memberikan berbagai fakta yang secara lahiriah kelihatan tidak berkaitan, malah berlawanan (seperti metafora). Kartun editorial Bang One menggunakan implikatur sebagai sarana untuk menyindir, menanggapi, mengkritik, memberi simpati dan lain-lain kepada pihakpihak tertentu dengan tujuan agar pihak-pihak yang menjadi objek implikatur mengerti dan merefleksikan apa yang telah dilakukannya. Kartun editorial Bang One
memakai implikatur dengan aplikasi konteks sosial yang terjadi dalam
masyarakat. Pemakaian implikatur dalam editorial ini juga dapat menjadi sebuah dasar jika sindiran, kritikan, bahkan makian dapat disampaikan dengan ringan.
4. Bentuk-bentuk penyimpangan prinsip kerjasama dalam kartun editorial “Kabar Bang One” pada program berita TV One. Dalam teori Grice tentang prinsip kerja sama ia mengatakan “Buatlah kontribusi percakapan anda sesuai dengan apa yang dibutuhkan pada saat berbicara dengan mengikuti tujuan percakapan yang anda ikuti”, dalam konteks formal atau percakapan verbal teori tersebut sangat sesuai, namun dalam kartun editorial Kabar Bang One nampaknya tidak demikian halnya. Hal ini dikarenakan kartun editorial kabar Bang One tidak berkontribusi sesuai dengan yang dibutuhkan, melainkan hanya berfokus pada tujuan, sehingga tibul banyak penyimpangan. Kartun editorial Bang One tak selalu lucu, karena sangat tergantung situasi sosial-politik yang dikomentari kartun tersebut. Isu yang diangkat pun tak selalu lucu, demikian pula mengutarakannya. Tapi dalam menciptakan makna baru terhadap topik yang diangkat, kartun editorial Bang One menggunakan penyimpangan prinsip kerjasamacommit untuk tomengolah pengalihan dari topik yang user
83 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
diulas ke bentuk lain (ekspresi visual) untuk memperkaya komentar, inilah tujuan prinsip kerjasama dalam kartun editorial tersebut Dalam kartun editorial Bang One penyimpangan terhadap maksim kuantitas cukup sering dilakukan, hal ini sengaja dilakukan untuk mendapatkan nilai kelucuan dan memberi pesan khusus kepada pemirsa, sedangkan penyimpangan terhadap maksim kualitas sangat sedikit karena kartun editorial Bang One memiliki konteks yang jelas dalam tiap judulnya, selain itu minim terjadi peristiwa tanya jawab antartokoh dalam kartun editorial tersebut. Bentuk penyimpangan terhadap maksim relevansi juga ditemukan, meskipun penyimpangan tersebut bukanlah mayoritas, hal ini dikarenakan secara tersurat (eksplisit) respons yang diberikan tidak terlihat relevansinya dengan pokok pembicaraan, karena sudah ada latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang sama antara penutur dan lawan tutur maka komunikasi masih tetap bisa berjalan.
commit to user
84 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan hasil analisis pragmatik terhadap kartun editorial “Bang One” pada program berita TV One seperti yang telah dijelaskan pada bab IV maka dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Konteks yang melatarbelakangi kartun editorial Bang One cenderung berkembang. Konteks peristiwa komunikasi kartun editorial Bang One berperan sebagai esensi utama yang digunakan untuk menunjukkan bentuk tak terujar, sehingga akan memperjelas maksud tuturan. Selanjutnya, konteks tujuan dalam kartun editorial Bang One secara keseluruhan dipengaruhi oleh pemberitaan yang sedang marak di media. Konteks perilaku dari para peran dalam peristiwa komunikasi dalam kartun editorial sebagian besar mengandung tema sosial. Selanjutnya, secara umum Konteks media/ saluran komunikasi yang digunakan partisipan (tokoh) dalam kartun editorial Bang One berinteraksi dengan bersemuka antara satu sama lain, sedangkan komunikasi tak langsung dilakukan tanpa adanya tokoh partisipan sehingga dikondisikan bahwa yang diajak berkomunikasi adalah pemirsa yang menyaksikan tayangan kartun editorial tersebut. 2. Praanggapan yang paling sering muncul dalam kartun editorial Bang One adalah praanggapan faktif, hal ini disebabkan karena informasi yang ditampilkan dalam kartun editorial Bang One merupakan informasi yang marak diberitakan oleh media, sehingga masyarakat akan cenderung tahu bahwa apa yang disampaikan adalah kebenaran. Selain itu daya kemustahilan praanggapan
tersebut tidak dapat dijelaskan dengan perlakuan semantik
apapun karena pengertian tersebut didasarkan pada kondisi faktual. 3. Implikatur yang digunakan dalam kartun editorial Bang One adalah implikatur
konvensional
dan
implikatur
konversasional.
Implikatur
konvensional dalam kartun editorial Bang One menggunakan konteks logika sebagai landasan untuk memahaminya. Implikatur tersebut sebagian besar commit to user timbul dari komentar Bang One yang berusaha mengkomunikasikan makna
85 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
yang bersifat ironis, metaforis, dan sebagainya. Sedangkan
implikatur
konversasional yang digunakan dalam kartun editorial Bang One digunakan (implikasi) agar pernyataan yang disampaikan itu lebih santun dan ringan. 4. Penyimpangan prinsip kerjasama yang dilakukan dalam kartun editorial Bang One bertujuan untuk mengolah pengalihan dari topik yang diulas ke bentuk lain (ekspresi visual) untuk memperkaya komentar. Penyimpangan terhadap maksim kuantitas cukup sering dilakukan ini sengaja dilakukan untuk mendapatkan nilai kelucuan dan memberi pesan khusus kepada pemirsa, sedangkan penyimpangan terhadap maksim kualitas sangat sedikit karena kartun editorial Bang One memiliki konteks yang jelas dalam tiap judulnya dan minimnya peristiwa tanya jawab antartokoh dalam kartun editorial tersebut. Bentuk penyimpangan terhadap maksim relevansi juga ditemukan, hal ini dikarenakan secara tersurat (eksplisit) respons yang diberikan tidak terlihat relevansinya dengan pokok pembicaraan, karena sudah ada latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang sama antara penutur dan lawan tutur maka komunikasi masih tetap bisa berjalan.
B. Implikasi Secara umum Konteks media/ saluran komunikasi yang digunakan partisipan (tokoh) dalam kartun editorial Bang One berinteraksi dengan bersemuka antara satu sama lain, sedangkan komunikasi tak langsung dilakukan tanpa adanya tokoh partisipan sehingga dikondisikan bahwa yang diajak berkomunikasi adalah pemirsa yang menyaksikan tayangan kartun editorial tersebut, hal ini dimaksudkan agar pemirsa ikut berpartisipasi dalam menyikapi pemberitaan yang diangkat dalam kartun editorial tersebut. Namun yang demikian justru sering menimbulkan tanda tanya bagi pemirsa, karena komentar dan sikap Bang One tidak mampu dipahami oleh pemirsa yang tidak memiliki pemahaman terhadap konteks. Televisi merupakan media elektronik yang jamak dimiliki oleh setiap keluarga. Pemirsa televisi berasal dari berbagai lapisan masyaraka dengan tingkat pendidikan dan pengetahuan yang berbeda-beda. Tidak semua pemirsa dapat memahami implikatur yang digunakan commit dalam to userkartun editorial tersebut, hal ini
86 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
akan menimbulkan kesulitan untuk memahami maksud redaktur, sebaiknya redaktur diharapkan tidak terlalu sering menggunakan istilah-istilah rumit dan memberikan penjelasan untuk singkatan yang kurang familiar, agar berimplikasi sesuai tujuan. Selanjutnya, tayangan yang terbuka dan berimbang seharusnya melahirkan keberagaman tidak hanya sebagai sarana kritik, kartun editorial Bang One diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam sosialisasi bahasa yang baik, benar, dan informatif. Sebagai salah satu tayangan yang menarik yang dapat diakses oleh seluruh pemirsa televisi, penggunaan konteks dan penyimpangan terhadap prinsip kerja sama bisa digunakan sebagai bahan pembelajaran Bahasa Indonesia, khususnya siswa kelas Menengah. Kartun editorial yang tidak hanya menghibur tapi juga cerdas dan aktual dapat digunakan oleh guru untuk melatih siswa untuk memahaminya, kemudian menanggapi (memberikan kritik dan memberikan persetujuan) dalam bentuk lisan (berbicara) maupun tulisan (menulis) dalam berbagai bentuk paragraf (naratif, deskriptif,ekspositif). Penggunaan kartun editorial Kabar Bang One sebagai media dan bahan pembelajaran memiliki kesesuaian dengan KTSP khususnya kelas X, dalam hal ini kartun editorial Kabar bang One merupakan produk berita yang dapat digunakan sebagi sumber informasi yang dipahami oleh siswa berdasarkan konteks untuk kemudian disimpulkan, diungkapkan baik secara lisan maupun tulisan, dan dikritisi (disanggah atau didukung). Secara khusus siswa diharapkan memiliki skemata terhadap pemberitaan yang berkembang untuk dapat memahami kartun editorial tersebut, sehingga akan melibatkan ketrampilan berbahasa mulai dari membaca, menyimak, berbicara hingga menulis. Selain itu, guru diharapkan selektif dalam memilih kartun editorial yang akan digunakan dalam pembelajaran agar tidak terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, salah satunya adalah ketidakmampuan guru untuk menjelaskan konteks. Dengan ini diharapkan siswa dan guru mampu melakukan curah pikir bahasa secara kreatif dan kritis sebagai salah satu upaya untuk mewujudkan pembelajaran bahasa aktif.
commit to user
87 digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
C. Saran 1. Bagi redaktur Para redaktur diharapkan dapat lebih memperhatikan penggunaan bahasa untuk mengungkap konteks agar tidak provokatif dan tidak terlalu sering menggunakan istilah-istilah rumit dan memberikan penjelasan untuk singkatan yang kurang familiar, agar berimplikasi sesuai tujuan. 2. Bagi pengajar bahasa Indonesia Para guru atau pengajar bahasa Indonesia sekolah menengah diharapkan dapat membantu mengarahkan dan membekali siswa dengan pengetahuan bahasa yang luas, khususnya pragmatik dalam jurnalistik. 3. Bagi peneliti lain Penelitian mengenai analisis pragmatik dalam kartun editorial Bang One pada program berita TV One ini hanya difokuskan pada analisis konteks, praanggapan, implikatur dan penyimpangan prinsip kerja sama. Penulis mengharapkan kiranya peneliti lain dapat mengembangkan penelitian yang serupa dengan pembahasan yang lebih berkembang.
commit to user