EVALUASI PEMBERIAN BEASISWA OLEH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DITINJAU DARI SUDUT PANDANG POLA KONSUMSI MAHASISWA
SKRIPSI Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah (S.E, Sy)
Oleh:
Mhd. Zuchri Fachrun 107046101972 KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH PROGRAM STUDI MUAMALAT (EKONOMI ISLAM) FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431/2010
KATA PENGANTAR Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarokatuh Alhamdulillahi rabbil ‘alamin, segala puji dan syukur kehadirat Ilahi Rabbi Allah ‘Azza Wajalla. Dengan rahmat, petunjuk, pertolongan, dan izin-Nya jualah saya selaku penulis akhirnya mampu menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam tak lupa saya haturkan ke hadirat baginda Nabi Muhammad SAW. Ia adalah Nabi yang tak pernah membenci kala dibenci, tak pernah marah kala dihina, dan tak pernah dendam kala disakiti. Semoga Allah SWT senantiasa melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada Beliau dan kepada umat-umat Beliau hingga akhirat kelak, amin ya rabbal ‘aalamin. Sebagai seorang mahasiswa yang hendak memperoleh gelar sarjana, maka sudah menjadi kewajiban kiranya untuk mempersembahkan sebuah karya ilmiah hasil dari buah pikirannya sebagai wujud sumbangsih bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Sejalan dengan itu pulalah maka skripsi ini disusun, yaitu dalam rangkan memenuhi tugas akhir dalam meraih gelar sarjana S1 pada program studi Muamalat, Jurusan Perbankan Syariah (PS) Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berkenaan dengan skripsi ini, dapat dikemukakan bahwa saya telah berupaya semaksimal mungkin untuk mempelajari literatur-literatur, buku-buku, dan berbagai karya ilmiyah terkait. Saya menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini, namun inilah kemampuan saya, dengan segala
keterbatasan dana, waktu, dan kemampuan akademik saya berupaya semaksimal mungkin agar karya saya ini bermanfaat bagi sesama, terutama kaum dhuafa’ yang dalam kehidupan sehari-harinya sangat membutuhkan pertolongan dan bantuan dari pihak lain, baik untuk menutupi kebutuhan pokok seperti sandang, pangan, dan papan, maupun kebutuhan akademik sebagai sarana amal ibadah. Skripsi ini juga saya persembahkan kepada kedua orang tua saya yaitu bapak saya Syekh. H. Muhammad Yazah (Syekh.H. Abdurrahman) Al Kholidi Naqsyabandi bin Syekh Muhammad Sabar Al Kholidi Naqsyabandi dan terkhusus juga kepada Almarhumah Ibunda saya tercinta Kitih binti Baki (Allahummarhamha), sebagai wujud pengabdian dan ketaatan saya kepada mereka. Begitu besar perjuangan dan ketegaran mereka walau dengan beribu tetesan air mata demi kesuksesan saya. Bahkan tiadalah sempat saya bersua dengan Almarhumah ibunda tercinta pada saat ajal menjemput beliau. Semoga semua ini menjadi amal ibadah bagi saya, serta amal jariyah bagi kedua orang tua saya. Doa dari pembaca yang budiman untuk kesuksesan saya sangatlah saya harapkan. Semoga semua ini bermanfaat bagi kita semua. Rasa dan ucapan terimakasih tak lupa juga saya ucapkan kepada berbagai pihak yang telah membantu akademik dan penyelesaian skripsi saya ini, mereka adalah: 1. Bpk. Prof. Dr. Drs. H. Amin Suma, SH, MA, MM, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Euis Amalia, M.Ag selaku Ketua Jurusan Program Studi Muamalat/ Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Terkhusus kepada Bpk. H. Ah. Azharuddin Lathif, M. Ag, MH, selaku Sekretaris Jurusan Program Studi Muamalat/ Ekonomi Syariah Fakultas Syariah dan Hukum yang sangat ramah dan banyak memberi kemudahan kepada saya semenjak saya masih duduk di semester I.
4. Bpk. Dr. JM Muslimin, MA dan Bpk. M. Nur Rianto Al Arif, M.Si selaku Pembimbing I dan Pembimbing II skripsi ini yang telah berkenan meluangkan waktu, tenaga, pikiran, serta memberikan petunjuk, petuah, dan nasihat kepada saya dalam menyelesaikan skripsi ini dengan tanpa mengenal lelah dalam kesibukan beliau. 5. Ibu Hj. Isnawati Rasis selaku pembimbing akademik penulis yang banyak memberi saran dan nasihat kepada penulis. 6. Seluruh Dosen dan Staff Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Pimpinan dan Staff Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum serta Perpustakaan Pusat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 8. Ucapan terimakasih secara khusus penulis sampaikan kepada Ayahanda Penulis, Syekh. H. Muhammad Yazah (Syekh. H. Abdurrahman) Al Kholidi Naqsyabandi bin Syekh Muhammad Sabar Al-Kholidi Naqsyabandi dan Almarhumah Ibunda tercinta Kitih binti Baki yang senantiasa berjuang secara
materi dengan tetesan keringat dan air mata dan juga mendoakan penulis agar diberi kesuksesan serta mendapat ilmu yang bermanfaat hingga penulis mampu menyelesaikan studi S1 dan skripsi ini dengan izin dan rahmat Allah SWT. 9. Muhammad Syafrun,S.Sos (abang/saudara tua penulis nomor dua) yang juga banyak berjuang walau harus menitikkan air mata serta mengucurkan keringat yang membanjiri seluruh tubuh dalam mencari rizki yang halal demi membiayai studi penulis. 10. Muhammad Majrun, Muhammad Hajrun, Amrun SH, MH, abang-abang penulis yang juga selalu membantu penulis dengan doa dan bantuan materi lainnya, Muhammad Zamrun (Almarhum), abang penulis
yang sangat
menyayangi penulis kala masih kanak-kanak. Serta Muhammad Nazri Chairun, adik kandung penulis yang masih menyelesaikan studi S1 di UNRI Riau yang banyak memberi dorongan kepada penulis agar segera menyelesaikan skripsi ini. 11. Seluruh keluarga besar penulis serta seluruh masyarakat Melayu Desa Balai Pungut, Kecamatan Pinggir, dan Kecamatan Mandau Provinsi Riau. 12. Teman-teman seperjuangan di kelas Perbankan Syariah D 2006 reguler dan non regular, Ikatan Pemuda Mahasiswa Kabupaten Bengkalis (IPEMALIS) Jakarta, SEMARI Jakarta, Sanggar SEMENANJUNG Jakarta.
13. Dewi Yantini Noor, Mahasiswi asal Riau Jurusan Kedokteran Trisakti Angkatan 2006, teman dekat penulis yang selalu memberi support dan doa demi terselesaikannya skripsi ini. 14. Robithoh Alamhadi Faisal dan Muhammad Ashsubli, teman sekamar penulis yang selalu mengerti keadaan penulis. 15. Rudi Sugiarto, Lia Rizkiyah, Rahmawati Dian Pratiwi yang banyak membantu penulis. 16. Seluruh sahabat dan teman penulis. Semoga segala support dan bantuan dari berbagai pihak tersebut menjadi amal jariyah di sisi Allah SWT, amin.
Jakarta, 18 Agustus 2010
Penulis
Daftar Tabel
Tabel 1.1-----------------------------------------------------------------------------------22 Tabel 1.2-----------------------------------------------------------------------------------22 Tabel 1.3-----------------------------------------------------------------------------------26 Tabel 2.1-----------------------------------------------------------------------------------66 Tabel 4.1-----------------------------------------------------------------------------------80 Tabel 4.2-----------------------------------------------------------------------------------81 Tabel 4.3-----------------------------------------------------------------------------------82 Tabel 4.4-----------------------------------------------------------------------------------83 Tabel 4.5-----------------------------------------------------------------------------------84 Tabel 4.6-----------------------------------------------------------------------------------85 Tabel 4.7-----------------------------------------------------------------------------------87 Tabel 4.8-----------------------------------------------------------------------------------88 Tabel 4.9-----------------------------------------------------------------------------------89 Tabel 4.10----------------------------------------------------------------------------------89 Tabel 4.11----------------------------------------------------------------------------------90 Tabel 4.12----------------------------------------------------------------------------------91 Tabel 4.13----------------------------------------------------------------------------------91 Tabel 4.14----------------------------------------------------------------------------------92 Tabel 4.15----------------------------------------------------------------------------------93 Tabel 4.16----------------------------------------------------------------------------------94 Tabel 4.17----------------------------------------------------------------------------------94 Tabel 4.18----------------------------------------------------------------------------------96 Tabel 4.19----------------------------------------------------------------------------------96
Tabel 4.20----------------------------------------------------------------------------------97 Tabel 4.21----------------------------------------------------------------------------------98 Tabel 4.22----------------------------------------------------------------------------------98 Tabel 4.23----------------------------------------------------------------------------------99 Tabel 4.24----------------------------------------------------------------------------------100 Tabel 4.25----------------------------------------------------------------------------------100 Tabel 4.26----------------------------------------------------------------------------------101 Tabel 4.27----------------------------------------------------------------------------------103 Tabel 4.28----------------------------------------------------------------------------------103 Tabel 4.29----------------------------------------------------------------------------------104 Tabel 4.30----------------------------------------------------------------------------------106 Tabel 4.31----------------------------------------------------------------------------------107 Tabel 4.32----------------------------------------------------------------------------------109 Tabel 4.33----------------------------------------------------------------------------------110 Tabel 4.34----------------------------------------------------------------------------------112 Tabel 4.35----------------------------------------------------------------------------------113 Tabel 4.36----------------------------------------------------------------------------------114 Tabel 4.37----------------------------------------------------------------------------------114 Tabel 4.38----------------------------------------------------------------------------------116 Diagram 4.1--------------------------------------------------------------------------------83 Diagram 4.2--------------------------------------------------------------------------------86 Diagram 4.3--------------------------------------------------------------------------------88 Diagram 4.4--------------------------------------------------------------------------------93
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang Pada dasarnya setiap manusia menginginkan kehidupan yang bahagia, baik
secara material maupun spiritual dan individual maupun sosial. Namun, dalam praktiknya kebahagiaan multi dimensi ini sulit diraih karena keterbatasan kemampuan manusia dalam memahami dan menerjemahkan keinginannya secara komprehensif, dan
keterbatasan
dalam
menyeimbangkan
antaraspek
kehidupan,
maupun
keterbatasan sumber daya yang bisa digunakan untuk meraih kebahagiaan tersebut. Masalah ekonomi hanyalah merupakan satu bagian dari aspek kehidupan yang diharapkan akan membawa manusia kepada tujuan hidupnya. 1 Walaupun demikian, tentu masalah ekonomi tidak dapat dipisahkan dari tatanan kehidupan manusia. Setiap analisis ekonomi selalu didasarkan atas asumsi mengenai perilaku para pelaku ekonominya. Di lain hal, permasalahan ekonomi juga tidak dapat dilepaskan dari masalah kebutuhan. Manusia sebagai pelaku kegiatan ekonomi akan selalu mencoba untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Bahkan sebagaimana sabda baginda Rasullullah SAW dalam sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Al-Bukhari bahwasanya jika manusia dianugerahkan sebuah lembah yang dipenuhi emas, maka ia
1
Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI) Universitas Islam Indonesia Yogyakarta atas Kerjasama Dengan Bank Indonesia, Ekonomi Islam (Jakarta: Rajawali Pers, 2008), h. 1.
1
2
akan meminta lembah kedua, ketiga, dan seterusnya. Hal ini juga disinyalir dalam Alquran di dalam beberapa ayat. Besarnya kecintaan manusia terhadap harta ternyata karena keinginan manusia beraneka ragam dan tidak pernah merasa puas. Bahkan mereka akan terus menerus berjuang mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk memenuhi keinginan yang terus bertambah. Karena keinginan tersebut tiada hentinya, maka hasrat manusia untuk memperoleh lebih banyak kekayaan tidak akan berhenti juga. Jika sekiranya tidak ada keinginan atau keinginan tersebut dibatasi dan terpuaskan, maka tidak akan ada banyak perjuangan dalam hidup. Benarlah kiranya bahwa kemajuan-kemajuan manusia dan perkembangan dalam industri, sains, teknologi, bahkan dalam budaya dan peradaban merupakan hasil dari perjuangan manusia untuk memperoleh kekayaan sebanyak-banyaknya dengan berbagai cara. Dan kita tidak salah apabila mengatakan bahwa usaha dalam bidang ekonomi adalah kunci dari semua kemajuan manusia. 2 Pada dasarnya memang standar kebutuhan individu yang semakin tinggi dan juga semakin meningkatnya kepuasan yang diinginkan menyebabkan semakin giat individu dalam melakukan pekerjaannya. 3 Namun tentu semua ini dibatasi oleh norma dan etika yang berlaku. Bahkan seorang ulama besar bernama Al-Ghazali tidak hanya menyadari keinginan manusia untuk mengumpulkan kekayaan, tetapi 2
Afzalur Rahman, Doktrin Ekonomi Islam, cet.II, ( Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1995),
h. 33. 3
Triton Prawira Budi, Panduan Sikap dan Prilaku Entrepreneurship (Yogyakarta: Tugu Publisher, 2007) , h. 98.
3
juga kebutuhannya untuk persiapan di masa depan. Namun demikian, ia memperingatkan bahwa ‘jika semangat “selalu ingin lebih” ini menjurus kepada keserakahan dan pengejaran nafsu pribadi, maka hal itu pantas dikutuk’. 4 Dengan demikian seharusnya ketika manusia melakukan kegiatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka tampak suatu rambu-rambu hukum yang mengaturnya. Ramburambu hukum dimaksud, baik yang bersifat pengaturan dari Alquran, Alhadis, peraturan perundang-undangan (ijtihad kolektif), ijma. qiyas, istihsan, maslahat mursalah, maqashidus syariah, maupun istilah lainnya dalam teori-teori hukum Islam. Istilah kebutuhan ataupun keinginan sering disandarkan dengan istilah ketidakmampuan, kekurangan, atau bahkan kelemahan. Walaupun tidak semua kebutuhan ataupun keinginan secara mutlak bersandar pada hal-hal tersebut. Dalam hal ini terjadi simbiosis mutualisme antara yang mampu dengan yang kurang mampu, dimana yang mampu akan membantu yang kurang mampu, dan begitu pula sebaliknya sesuai dengan kadarnya masing-masing, sehingga terjalinlah keteraturan dan keharmonisan yang sesungguhnya menjadi cita-cita utama dari kehidupan sosial. Sikap saling tolong ini merupakan suatu sikap yang sangat dianjurkan Islam. Islam bertujuan untuk membentuk masyarakat dengan tatanan sosial yang solid. Dalam tatanan itu, setiap individu diikat oleh persaudaraan dan kasih sayang bagai
4
63.
Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.
4
satu keluarga. Sebuah persaudaraan yang universal dan tak diikat batas geografis. 5 Dalam hal ini, maka seorang yang kaya adalah saudara bagi seorang yang kaya lainnya sekaligus merupakan saudara juga bagi lainnya yang miskin, begitu pula sebaliknya dan seterusnya. Dengan demikian maka sesungguhnya seorang yang kurang mampu tidak harus merasa cemas dan berkeluh kesah akan kesulitan yang dihadapinya, karena ia mempunyai saudara yang kaya. Hubungan ini sungguh akan menimbulkan sesuatu yang disebut dengan jaminan sosial. Jaminan sosial merupakan salah satu nilai instrumental yang sangat penting dalam sistem hukum ekonomi Islam. Karena itu, dengan melaksanakan jaminan sosial, manusia dapat mendekatkan diri kepada Allah, menjadikan harta mereka bersih dan berkembang, menghilangkan sifat tamak dan loba serta mementingkan diri sendiri. 6 Jaminan sosial yang dimaksud di sini adalah jaminan sosial dalam Islam, yaitu jaminan terhadap kebutuhan-kebutuhan pokok dan merupakan asas bagi politik ekonomi Islam. Jaminan sosial juga merupakan pilar pertama tentang pengaturan hak milik, pilar kedua tentang kebebasan ekonomi yang terikat dan pilar ketiga dari ekonomi Islam yang terikat. Dalam definisi lain, jaminan sosial Islam berarti juga suatu jaminan yang disediakan bagi setiap orang agar seseorang terhindar dari kesulitan, dan bisa mencapai hidup yang layak. 7 5
Muhammad Syafi’I Antonio, Bank Syariah Dari Teori ke Praktik, ( Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 13. 6 7
Zainuddin Ali, Hukum Ekonomi Syariah, ( Jakarta: Sinar Grafika, 2008), h. 6.
Abdurrachman Qadir, Zakat Dalam Dimensi Mahdhah dan Sosial, ( Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001), h. 215.
5
Sesungguhnya Islam ingin agar umatnya berilmu dan menjauhi kebodohan. Bahkan dalam beberapa hadis, Rasullullah SAW sering menekankan pentingnya umat Islam untuk berilmu. Ironisnya, ketika Islam menuntut umatnya untuk berilmu seperti yang telah disampaikan, justru sebagian besar umat Islam saat ini tidak berilmu. Banyak generasi belia negeri ini yang tak memperoleh kesempatan untuk menuntut ilmu yang memadai, dikarenakan dia kurang mampu dan miskin. Siswa dhuafa dapat dikategorikan sebagai mustahiq ibnu sabil. Mereka layak diprioritaskan memperoleh dana zakat maupun infak pendidikan. Karena strategisnya penguasaan ilmu, maka amat besar pula pahala bagi yang mendukung siswa dhuafa untuk menuntut ilmu tersebut. 8 Dalam hal ini terdapat penekanan bahwa mereka yang kurang mampu, sungguh selayaknya mendapatkan bantuan dari pihak lain yang lebih mampu. Namun pun demikian, etika dan aturan ini tidak hanya dimaksudkan pada si kaya saja, akan tetapi juga mencakup pada sikap dan moral si penerima bantuan. Sangatlah buruk andaikan mereka yang sebenarnya tidak berhak mendapatkan bantuan justru berlomba-lomba dengan berbagai cara untuk mendapatkan bantuan itu. Jelaslah terlihat betapa pentingnya seorang muslim untuk bersikap baik dan mengedepankan hati nurani serta memperhatikan norma-norma agama dalam memperoleh sesuatu yang diinginkan. Hal ini karena Islam tidak mengatur akan suatu peraturan yang hanya ditujukan pada si kaya saja, tapi seimbang menurut kadarnya.
8
154.
Didin Hafidhuddin, Agar Harta Berkah & Bertambah, ( Jakarta: Gema Insani, 2007), h.
6
Sebagai agama yang oleh Al-Quran dijuluki dengan agama terlengkap dan tersempurna (dinun kamil wa-dinun itmam), Islam memiliki dan mempersembahkan konsep-konsep pemikiran ekonomi yang filosofis, nilai-nilai etika ekonomi yang moralis, dan norma-norma hukum ekonomi yang tegas dan jelas 9 . Konsep-konsep dan etika itulah seharusnya menjadi pijakan bagi setiap kaum muslimin tanpa melihat dari golongan apa seseorang itu berada. Tentu mereka yang sebenarnya tidak berhak menerima bantuan tersebut harus menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak saudara mereka yang membutuhkan bantuan tersebut dibandingkan mereka itu. Seharusnya mereka menyadari bahwa mereka bukanlah dari golongan yang layak untuk mendapatkan bantuan itu, bukan sebaliknya justru menjadikan dirinya pada posisi yang seolah-olah layak untuk mendapatkannya. Kategori tidak layak ini misalnya terlihat dari beberapa kriteria tidak berhaknya seseorang menerima bantuan zakat, yaitu: (1) Orang kaya, (2) Orang kuat yang mampu bekerja, (3) Orang yang tidak beragama dan orang kafir yang memerangi Islam, berdasarkan ijma ulama, dan kafir zimmi menurut jumhur fuqaha, (4) Anak-anak orang yang mengeluarkan zakat, kedua orang tua dan istrinya, (5) Keluarga Nabi saw. 10 Fenomena ini ternyata sering terjadi di masyarakat, tak terkecuali di kalangan mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Mahasiswa yang merasa kurang mampu
9
Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat: Ekonomi & Keuangan Islam (Ciputat: Kholam Publishing, 2008) , h. 49. 10
Yusuf Qardawi, Hukum Zakat, (Jakarta: Litera Antarnusa dan Mizan), h. 99.
7
biasanya akan senantiasa mengharap adanya bantuan demi tercapainya suatu tujuan mulia lagi suci yaitu menuntut ilmu. Tentu hal ini sangat baik lagi mulia dan selayaknya mendapat apresiasi dan respon yang positif dari berbagai kalangan dan golongan, utamanya adalah dari kaum yang Allah titipkan kepadanya amanah berupa kekayaan. Akan tetapi, setelah munculnya bantuan dari berbagai pihak, dan diumumkan secara luas, sepertinya terdapat beberapa ketidakberesan, dimana mahasiswa yang semestinya berhak mendapatkan bantuan tersebut justru tidak mendapatkannya atau bahkan sama sekali tidak mengetahui adanya bantuan dana pendidikan atau beasiswa tersebut, sementara di lain hal, mahasiswa yang sebenarnya tergolong mampu dan kurang layak mendapatkan bantuan tersebut malah mendapatkannya. Anehnya, sekalipun terang-terangan disebutkan persyaratan yang harus dipenuhi serta standar yang ditetapkan guna mendapatkan bantuan tersebut, ternyata tidak menjadi hambatan bagi mahasisa kelompok kedua ini untuk mendapatkan bantuan tersebut. Tentu ini menjadi permasalahan dan pertanyaan bagi kita semua. Sebenarnya apa, bagaimana, dan kenapa ketidakberesan tersebut terjadi? Dan apakah mahasiswa yang selama ini menerima beasiswa dari Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sepenuhnya berada dalam kategori layak mendapatkannya atau tidak? Selanjutnya, berbicara tentang pola konsumsi mahasiswa biasanya berkisar pada pengeluaran-pengeluaran kecil yang dimaksudkan dalam memenuhi hajatnya dalam melanjutkan studi di perguruan tinggi. Pengeluaran-pengeluaran itu antara lain adalah pengeluaran untuk pembayaran uang semester, konsumsi harian, sewa kost,
8
pembelian buku, transportasi, dan hal-hal lainya yang berkaitan dengan pengeluaran akademisi. Namun tak jarang karena mendapatkan bantuan dana pendidikan, maka pola konsumsi tersebut pun berubah. Perubahan ini bisa mengubah gaya hidup mahasiswa tersebut secara total atau sama sekali tidak mempengaruhi gaya hidup mereka. Melihat fenomena ini, maka penulis merasa tertarik untuk mengetahui lebih dalam dan melakukan penelitian secara nyata tentang permasalah yang telah disebutkan. Karena itu penulis bermaksud ingin menuangkannya dalam sebuah skripsi yang berjudul: "EVALUASI PEMBERIAN BEASISWA OLEH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA DITINJAU DARI SUDUT
PANDANG POLA KONSUMSI MAHASISWA" B. Identifikasi Masalah Pada latar belakang telah dipaparkan permasalahan-permasalahan yang berhubungan dengan konsumsi, termasuk di dalamnya adalah bagaimana sekilas tentang gambaran konsep kebutuhan, kelayakan, dan sikap saling tolong-menolong dalam kebaikan. Terlihat bahwa manusia akan selalu berusaha untuk mendapatkan kebutuhan dan keinginannya dan tidak akan merasa puas dengan apa yang telah dimilikinya, walaupun terkadang tidak semua manusia mampu memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka itu karena dilatarbelakangi oleh tingkatan ekonomi yang terbatas. Untuk itu mereka membutuhkan bantuan dari pihak lain.
9
Fenomena ini sebagaimana yang telah dipaparkan sebelumnya juga terjadi di kalangan akademisi, khususnya mahasiswa. Beberapa dari mereka mempunyai keinginan dan cita-cita yang tinggi untuk melanjutkan studi mereka di suatu perguruan tinggi, namun karena keterbatasan dana yang dimiliki, akhirnya tak jarang banyak dari mereka yang mendapatkan bantuan dana pendidikan dari universitas, lembaga, maupun instansi-instansi lainnya. Permasalahannya adalah apakah beasiswa tersebut diterima oleh mereka yang benar-benar membutuhkannya atau tidak? Apakah beasiswa yang diberikan merubah pola hidup mahasiswa yang bersangkutan? Sejauh mana beasiswa mempengaruhi peningkatan kualitas akademik mahasiswa? Apakah beasiswa yang diberikan melalui Fakultas Syariah dan Hukum telah cukup memadai untuk menutupi kebutuhan akademik mahasiswa? Dan masalah-masalah lainnya yang beraneka ragam. C. Pembatasan dan Perumusan Masalah Karena luasnya permasalahan yang berkaitan dengan pemberian beasiswa oleh Fakultas Syariah dan Hukum dan mengingat keterbatasan dana serta waktu yang dimiliki, maka penulis hanya membahas gambaran umum tentang pola konsumsi, konsep kebutuhan, konsep saling membantu, dan gambaran nyata tentang pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Berdasarkan batasan masalah di atas, maka untuk mempermudah pembahasan, penulis merumuskan masalahnya sebagai berikut:
10
1.
Seperti apa pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta?
2.
Apakah mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta sepenuhnya merupakan mahasiswa yang layak untuk mendapatkan beasiswa tersebut?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.
Tujuan Penelitian Adapun tujuan dari penulisan skripsi ini adalah: 1.
Untuk memberikan gambaran nyata tentang pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2.
Untuk menganalisis apakah para penerima beasiswa tersebut memang sepenuhnya layak untuk mendapatkannya.
2.
Manfaat Penelitian Dengan adanya penelitian ini diharapkan bisa memberikan pencerahan, informasi, dan daya guna bagi pihak-pihak yang berkaitan, yakni sebagai berikut: a. Bagi Penulis 1) Menambah
khasanah
keilmuan
demi
meningkatkan
kompetensi diri, kecerdasan intelektual dan emosional.
11
2) Memperoleh dan menerapkan pengetahuan teoritis yang diperoleh di perkuliahan dalam berbagai permasalah riil di masyarakat. b. Bagi Mahasiswa 1) Memberikan masukan terkait konsep keadilan dan kejujuran dalam hal pengajuan permohonan beasiswa. 2) Memberikan gambaran betapa pentingnya menerapkan prinsip-prinsip ekonomi Islam khususnya dalam bidang konsumsi. c. Bagi pihak lain 1) Sebagai bahan pertimbangan dan bahan referensi untuk penelitian di masa yang akan datang. 2) Pentingnya pemberian bantuan dana pendidikan demi terwujudnya generasi yang cerdas sebagai wujud nyata dari kepedulian sosial. 3) Memberikan informasi yang nyata tentang pola konsumsi mahasiswa
penerima
beasiswa
sehingga
diharapkan
menjadi bahan pertimbangan dalam mendistribusikan bantuan tersebut agar tepat guna. E.
Review Studi Terdahulu Penelitian terkait masalah konsumsi cukup banyak, namun baru sedikit yang membahas masalah tentang konsep pola konsumsi terutama yang
12
berkenaan dengan pola konsumsi mahasiswa. Salah seorang yang pernah membahas masalah konsumsi ini adalah : 1) Nurhidayati, mahasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta
tahun
2003.
Beliau
membahas
tentang
"
PENGARUH JUAL BELI KREDIT TERHADAP POLA KONSUMSI IBU RUMAH TANGGA DI DESA SUKAMULYA, KEC. RUMPIN, KAB. BOGOR (STUDI KASUS KAMPUNG LEUWIRANJI RT 04/ RW 02). Fokus utama dalam penelitiannya ini adalah jual beli kredit pakaian. Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah perpaduan antara metode kualitatif dan kuantitatif. Data primernya adalah ibu-ibu rumah tangga di desa Sukamulya terutama di kampung Leuwiranji dan data sekundernya adalah dokumentasi. Permasalahan yang dibahas dalam penelitiannya adalah hal-hal terkait jual beli secara kredit termasuk di dalamnya faktor-faktor yang mempengaruhi ibu-ibu di desa tersebut untuk melakukan jual beli secara kredit, serta dampak jual beli kredit yang dilakukan secara tempo terhadap penjual. Di dalam skripsi tersebut juga dibahas berbagai hal terkait masalah konsumsi. 2) Astri Febiani, mahasiswa lulusan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007, beliau membahas tentang “PEMBELIAN
SECARA
KREDIT
DAN
PENGARUHNYA
TERHADAP POLA KONSUMSI IBU RUMAH TANGGA DALAM
13
PERSPEKTIF
EKONOMI
ISLAM
(STUDI
KASUS
PADA
KECAMATAN TANAH SARAEL KOTA BOGOR). Skripsi ini membahas tentang pola konsumsi masyarakat, serta dampak dari pembelian secara kredit tersebut terhadap pola konsumsi ibu rumah tangga di Kecamatan Tanah Sarael Kota Bogor. Objeknya adalah pembelian pakaian secara kredit dengan ibu-ibu rumah tangga di kecamatan tersebut sebagai responden. Skripsi ini berbeda dengan skripsi terdahulu dimana waktu penelitian yang jauh berbeda, objek penelitian yang berbeda, serta responden yang dijadikan sampel pun berbeda. Selain itu, pada skripsi terdahulu tersebut, penelitinya tidak membedakan usia dan latar belakang pendidikan. Sehingga pada penelitian kali ini diharapkan tercermin apakah ada kesamaan pola konsumsi antara mahasiswa selaku kaum akademisi dengan ibu-ibu rumah tangga yang belum tentu semuanya berasal dari kaum akademisi. Disamping itu pembahasan kedua skripsi tersebut lebih mendalami perihal dampak yang akan terjadi di masa yang akan datang, sedangkan skripsi saya membahas tentang sesuatu yang surut ke belakang. F.
Landasan Teori a. Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1) agama (al-dien), (2) hidup atau jiwa (nafs), keluarga atau keturunan
14
(nasl), (4) harta atau kekayaan (maal), dan intelek atau akal (aql). Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, “ kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al-dunya) merupakan tujuan utamanya. Ia mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah hirearki utilitas individu dan sosial yang tripartit meliputi : kebutuhan (daruriat); kesenangan atau kenyamanan (hajaat); dan kemewahan (tahsiniaat)-sebuah klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian, yang disebut oleh seorang sarjana sebagai “kebutuhan ordinal”. Kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu kebutuhan seperti makanan,
pakaian, dan perumahan. Namun demikian, Al-Ghazali
menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat dan dapat mencakup bahkan kebutuhan-kebutuhan sosiopsikologis. Kelompok kebutuhan kedua “terdiri dari semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi tersebut, tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan rintangan dan kesukaran dalam hidup “Kelompok ketiga “Mencakup kegiatankegiatan dan hal-hal yang lebih jauh dari sekadar kenyamanan saja;
15
meliputi hal-hal yang melengkapi, menerangi atau menghiasi hidup” ‘ 11 b. Tujuan ekonomi Islam menggunakan pendekatan antara lain: (a) konsumsi manusia dibatasi sampai pada tingkat yang dibutuhkan dan bermanfaat bagi kehidupan manusia; (b) alat pemuas kebutuhan manusia seimbang dengan tingkat kualitas manusia agar ia mampu meningkatkan kecerdasan dan kemampuan teknologinya guna menggali sumber-sumber alam yang masih terpendam; (c) dalam pengaturan distribusi dan sirkulasi barang dan jasa, nilai-nilai moral harus diterapkan; (d) pemerataan pendapatan dilakukan dengan mengingat sumber kekayaan seseorang yang diperoleh dari usaha halal, maka zakat sebagai sarana distribusi pendapatan merupakan sarana yang ampuh’. 12 c. Sunnatullah di dunia dan akhirat adalah setiap kita wajib mengetahui bahwa amal dalam Islam adalah wajib bagi setiap orang yang mampu. Seorang muslim tidak boleh duduk berpangku tangan, tidak mau beramal dan berusaha dengan alasan sibuk ibadah dan tawakkal kepada Allah. Karena sesungguhnya langit tidak akan menurunkan hujan emas, dan tidak pula menurunkan hujan perak. Islam juga tidak
11
Karim, Ekonomi Mikro Islami, h. 62.
12
Ali, Hukum Ekonomi Syariah, h. 4.
16
akan membolehkan seseorang hanya mengandalkan pertolongan orang lain, padahal ia adalah orang kuat yang mampu bekerja. 13 Berkaitan dengan hal ini, Rasullullah saw bersabda dalam sebuah hadis yang termaktub dalam kitab shahih al-Jami’ ash-Shaghir (7251) yang diriwayatkan Ahmad, Abu Daud, Turmudzi, dan al-Hakim dari Ibnu Umar serta riwayat Nasai dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah: ﻻ ﺗﺤﻞ اﻟﺼﺪﻗﺔ ﻟﻐﻨﻲ و ﻻ ﻟﺬي ﻣﺮة ﺳﻮي “ Shadaqah itu tidak halal bagi orang yang kaya dan orang yang memiliki kekuatan fisik” G.
Metode Penelitian a.
Jenis dan Sifat Penelitian Dilihat dari jenisnya, penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif, karena datanya adalah kuantitatif. Penelitian ini juga bersifat deskriptif, yaitu penelitian yang dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklasifikasikan suatu fenomena atau kenyataan sosial, dengan jalan mendeskriptifkan sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit yang diteliti. 14 Serta digabungkan dengan tipe pendekatan studi kasus, yaitu suatu metode yang akan melibatkan kita dalam penyelidikan yang lebih mendalam dan pemeriksaan secara menyeluruh terhadap tingkah
13
Yusuf qardawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam, (Jakarta: Robbani Press, 2001), h. 144. 14
Syamsir Salam,Ms dan Jaenal Aripin, Metodologi Penelitian Sosial ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2006), h. 14.
17
laku seorang individu.
15
Walaupun demikian penelitian ini tidak
sepenuhnya mengadopsi nilai-nilai yang terkandung dalam metode penelitian kuantitatif saja, tetapi juga menggunakan metode kualitatif sebagai alat untuk menerjemahkan diskripsi dan data-data yang diperoleh. Dengan kata lain penelitian ini mengkombinasikan antara metode kuantitatif dan kualitatif. 2.
Objek Penelitian Pada penelitian ini yang menjadi objeknya adalah mahasiswa yang yang menerima beasiswa dari Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jenis Sumber Data Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan data primer dan sekunder. Data primer adalah yang langsung diperoleh dari sumber data pertama di lokasi penenilitan. Sedangkan data sekunder adalah data yang diperoleh dari sumber kedua atau sumber sekunder dari data yang kita butuhkan. 16 Dengan demikian yang dimaksud sebagai sumber primer pada penelitian ini adalah mahasiswa sebagai responden, yaitu mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menerima beasiswa dari Fakultas Syari’ah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Sedangkan data
15 16
Consuelo G. Sevilla, dkk, Pengantar Metode Penelitian (Jakarta: UI-Press, 1993) , h. 198. Burhan Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif (Jakarta: Prenada Media, 2005) , h. 122.
18
sekunder sebagaimana dimaksud didapatkan dari dokumen-dokumen terkait masalah beasiswa, konsumsi, kebutuhan, dan kepedulian sosial seperti buku-buku, majalah, dan sebagainya. 4.
Populasi dan Sampel a. Populasi Karena penelitian ini berkaitan dengan mahasiswa, maka populasi yang diambil adalah seluruh mahasiswa penerima beasiswa untuk mahasiswa kurang mampu dari Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang terdiri dari: 1. Beasiswa BKM
: 771 orang
2. Beasiswa SUPERSEMAR : 6 orang 3. Beasiswa DIPA
: 888 orang
Dengan demikian total penerima beasiswa untuk mahasiswa kurang mampu dari Fakultas Syariah dan Hukum adalah 1665 orang. Namun mengingat kemungkinan beberapa mahasiswa penerima beasiswa tersebut telah lulus, maka pada penelitian ini penulis hanya mengambil populasi dari mahasiswa angkatan 2006 hingga 2008 program reguler saja. Setelah dikurangi mereka yang bernama ganda (mendapatkan lebih dari satu beasiswa), maka jumlah populasinya menjadi 835 orang. b. Sampel Permasalahan yang diangkat berkaitan dengan pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa fakultas syariah dan hukum UIN Syarif
19
Hidayatullah Jakarta, maka peneliti akan mengambil sampel dari data mahasiswa penerima beasiswa tersebut sebesar dengan rumus: 17
n=
N 1 + Ne 2
n = ukuran sampel N = ukuran populasi e = nilai kritis (batas ketelitian) yang diingin (persen kelonggaran ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel populasi ) n=
835 1 + 835(0,05) 2
n=
835 1 + 835(0,0025)
n=
835 1 + 2,09
n = 270 Dengan demikian karena sampel yang didapat adalah 270 orang yang diambil dengan teknik penarikan Simple Random Sampling. Simple random sampling merupakan salah satu metode penarikan sampel probabilitas dilakukan dengan cara acak sederhana dan setiap responden memiliki kemungkinan yang sama untuk terpilih sebagai responden. 18
17
Sevilla, Pengantar Metode Penelitian, h. 161. Muhammad Teguh, Metodologi Penelitian Ekonomi: Teori dan Aplikasi (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2005), h. 160. 18
20
Dalam metode ini, unit sampling dan kerangka sampling adalah juga merupakan unsur sampling. Dengan kata lain perkataan anggota populasi merupakan unsur sampling. Secara umum penelitian ini memakai pendekatan statistic inferensial non parametric, artinya apa yang terjadi pada sampel akan digeneralisasikan kepada populasi dan memakai skala ordinal. Penarikan sampel dengan menggunakan simple random sampling ini dapat dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya: •
Cara undian Cara ini dipergunakan apabila anggota populasi sedikit. Tahap awal dari cara ini adalah menentukan terlebih dahulu jumlah sampel yang akan diambil.
•
Cara ordinal Cara ini diselenggarakan dengan mereka-mereka yang akan ditugaskan ke dalam sampel dari atas ke bawah dengan jalan misalnya mengambil mereka yang bernomor ganjil atau genap, yang bernomor kelipatan angka tiga, kelipatan angka lima, dan sebagainya. 19
19
Sutrisno Hadi, Statistik 2 (Yogyakarta: Andi Offset, 1996), h. 223
21
•
Cara undian dengan pengembalian Merupakan modifikasi dari cara undian. Pada cara ini kertas gulungan yang sudah diambil sebagai sampel digulung kembali dan dimasukkan ke dalam kotak undian. Kotak undian digoyang-goyang supaya antar gulungan yang ada tercampur baur. Untuk selanjutnya gulungan kertas yang kedua diambil dan dibuka untuk dicatat nomornya sebagai sampel kedua. Begitu seterusnya sehingga banyaknya jumlah sampel yang diinginkan terpenuhi.
•
Cara random Cara ini dilakukan apabila jumlah anggota populasi cukup banyak.20
5.
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan penulis adalah observasi (pengamatan), kuesioner (angket), dan studi dokumentasi. Penulis menggunakan teknik observasi karena dianggap sebagai asumsi awal untuk memunculkan hipotesa sehingga dapat merangsang pemikiran dan analisis terhadap hipotesa tersebut. Adapun pengamatan yang akan dilakukan adalah pengamatan tidak terstruktur, yaitu pengamatan
yang
fleksibel
dan
terbuka. 21 .
Selanjutnya
penulis
menggunakan kuesioner atau angket untuk mengetahui fakta yang
20
Sukandarrumidi, Metode Penelitian: Petunjuk Praktis Untuk Peneliti Pemula (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 2004), h. 57. 21 Sevilla, Pengantar Metode Penelitian , h. 198.
22
sebenarnya terjadi atas pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Angket adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh data dari responden, dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang lain yang diketahuinya. 22 Dengan cara mengajukan daftar pertanyaan berupa kuesioner, pada setiap pertanyaan telah disediakan jawaban untuk memilih. Penyebaran angket dilakukan dengan cara menyebarkan skala yang berisi pernyataan, skala adalah ukuran gabungan untuk suatu variabel. Adapun skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert, dimana pernyataan menyatakan dua kutub sikap, dari yang paling positif sampai yang paling negatif. Skala ini disusun berdasarkan indikator – indikator variabel yang merupakan ciri-ciri perilaku yang hendak diteliti. Format respon yang diberikan dengan menggunakan skala model Likert dengan 5 alternatuf pilihan jawaban, yaitu Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Ragu(R), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Tabel 1.1
22
Jawaban
Bobot
Sangat setuju
5
Setuju
4
Bungin, Metode Penelitian Kuantitatif, h.123.
23
Ragu
3
Tidak setuju
2
Sangat tidak setuju
1
Tabel diatas ditujukan untuk penilaian dari pertanyaan positif, dan untuk pertanyaan yang bentuknya positif, namun bersifat negatif maka penilaiannya yaitu:
Tabel 1.2 Jawaban
Bobot
Sangat setuju
1
Setuju
2
Ragu
3
Tidak setuju
4
Sangat tidak setuju
5
Adapun studi dokumentasi digunakan untuk memudahkan penulis dalam mencari teori-teori yang berkenaan dengan konsumsi, pola konsumsi , kebutuhan, jaminan sosial atau hal-hal lain yang berhubungan dengan masalah yang sedang diteliti.
24
6.
Teknik Analisa Data a. Teknik Uji Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini, alat ukur yang digunakan untuk memperoleh data adalah kuisioner. Untuk menguji apakah tiap butir pertanyaan yang disebar melalui kuisioner itu adalah valid dan reliable, maka perlu dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Validitas adalah ukuran yang benar-benar mengukur apa yang akan diukur. 23 Dalam penelitian ini teknik uji Validitas menggunakan ‘product moment’ dengan menghitung korelasi antar masing-masing pernyataan dengan skor total, yang rumusnya seperti berikut: 24
Keterangan rumus
23
r
= koefisien korelasi product moment
∑xy
= Jumlah hasil dari perkalian skor x dan skor y
∑x
= Jumlah nilai tiap butir
∑y
= Jumlah nilai skor total
N
= Jumlah subjek penelitian
Masri Singarimbun dan Sofian Effendi, Metode Penelitian Survai, (Jakarta: LP3ES, 1995),
h. 124 24
Ibid, h. 139
25
Untuk mengetahui apakah tiap-tiap butir dari pertanyaan yang diberikan dinilai valid atau tidak dilakukan dengan membandingkan r hitung dengan r tabel. Jika r hitung > r table, maka pertanyaan tersebut dinilai valid. Untuk menguji validitas dan reliabelitas ini, penulis menarik 30 sampel. Penarikan sampel sebanyak 30 orang ini adalah jumlah sampel minimal agar distribusi skor ( nilai) lebih mendekati kurva normal. Asumsi kurva normal ini sangat diperlukan di dalam perhitungan statistik. Dengan demikian untuk sampel 30, maka didapat degree of freedom (df) sebesar n-2 = 28 sampel. Jadi, besarnya r tabel untuk 30 sampel pada error 5% adalah 0.361 25 . Artinya, jika r hitung > 0.361, maka butir-butir pertanyaan tersebut dinilai valid. Setelah uji validitas, selanjutnya diberlakukan uji reabilitas yaitu indeks yang menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Pada penelitian ini, pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan rumus alpha cronbach perhitungan statistik menggunakan alat bantu SPSS. Rumus alpha cronbach yang digunakan adalah:
Keterangan rumus: r 25
291.
= Koefisien instumen reabilitas
Agus Irianto, Statistik: Konsep Dasar & Aplikasinya (Jakarta: Prenada Media, 2004), h.
26
k
= banyaknya butir pertanyaan atau soal = total varians butir = total varians Adapun tingkat reliabilitas suatu rangkaian pertanyaan dari hasil
pengujian tersebut adalah sebagai berikut: 26 Tabel 1.3
<0.2 0.2-0.39 0.4-0.69 0.7-0.89 >0.9
Tidak reliabel Kurang reliable Cukup reliable Reliabel Sangat reliabel
b. Analisa data Semua data yang didapat dari hasil pengamatan, kuesioner/ wawancara, dan studi dokumentasi terlebih dahulu diedit. Tujuannya adalah untuk menghindari kesalahan atau data-data ganda. Proses ini sagat penting dilakukan mengingat data yang diperoleh merupakan pijakan dalam penarikan kesimpulan nantinya. Setelah itu penulis akan melakukan tabulasi data. Caranya adalah dengan menggolongkan data-data sesuai dengan permasalahannya dan
26
Ety rochaety, dkk, Metodologi Penelitian Bisnis Dengan Aplikasi SPSS (Jakarta :Mitra Wacana Media, 2007), h.55.
27
melihat persentase data tersebut terhadap permasalahan. Rumus yang digunakan adalah: 27
P=
F x100% N
Dimana: P
=
Angka Persentase
F
=
Frekuensi Yang Sedang Dicari Persentasenya
N
=
Jumlah Frekuensi
Besarnya persentase dari rumus diatas dapat disimpulkan dan dijelaskan dengan beberapa criteria sebagai berikut: 28 100%
= Seluruhnya
82-99%
= Hampir seluruh
67-81%
= Sebagian besar
51-66%
= Lebih dari setengah
50%
= Setengah
34%-49%
= Hampir setengah
18%-33%
= Sebagian kecil
1-17%
= Sedikit sekali
Selanjutnya analisa data pada penelitian ini menggabungkan kualitatif dan kuantitatif. Hal ini dilakukan karena data-data kuantitatif 27
M. Iqbal Hasan, Pokok-Pokok Materi Statistic I: Statistic Deskriptif, (Jakarta: PT Bumi Aksara, 2005), h. 18. 28
Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, cet III (Jakarta: UI Press, 1986), h. 26.
28
yang didapat dipandang perlu untuk dianalisa dan diterjemahkan secara kualitatif. Artinya, dari persentase tersebut dapat diketahui gambaran tentang kondisi ekonomi keluarga dan pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum. Selanjutnya dengan membandingkan antar faktor penentu kondisi ekonomi mereka, penulis akan menganalisis apakah mereka sebenarnya layak atau tidak untuk menerima beasiswa dari fakultas syariah dan hukum. Analisis data akan dilakukan dengan bantuan SPSS, dengan pengolahan data statistik deskriptif, yaitu frequencies. Penggunaan frequencies ini hanya untuk mengetahui besarnya presentase jawaban responden untuk menilai kemampuan ekonomi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum. 8.
Metode Penulisan Adapun metode penulisan dalam penulisan penelitian ini merujuk pada buku "Pedoman Penulisan Skripsi" Fakultas Syariah dan Hukum, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta tahun 2007.
H. Sistematika Penulisan
Dalam skripsi ini, penulis membagi pembahasan penelitian ke dalam lima bab. Pada tiap-tiap bab terdapat sub-sub bab. Maka dari itu, dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan sistematika penulisan sebagai berikut:
29
BAB I
Pendahuluan, yang mencakup latar belakang masalah, identifikasi
masalah, pembatasan dan perumusan masalah, landasan teori, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, review studi terdahulu, dan sistematika penulisan. BAB II
Gambaran Umum Tentang Konsumsi, pada tahap pertama ini
penulis akan mencoba menjelaskan tentang: (1) Pengertian konsumsi untuk menjelaskan apa yang dimaksud dengan konsumsi, (2) Jenisjenis kebutuhan yang dimaksudkan untuk menjelaskan pembagian kebutuhan dalam konsumsi ekonomi konvensional dan ekonomi islam, (3) Teori tentang standar kehidupan dan perilaku konsumsi yang dimaksudkan untuk mengenal beberapa jenis dan bentuk dari standar kehidupan masyarakat serta prilaku konsumsi mereka secara umum, (4) Etika konsumsi yang dimaksudkan untuk mengetahui bagaimana seharusnya seorang muslim beretika dalam melakukan konsumsi, (5) Tujuan konsumsi termasuk di dalamnya adalah fungsi utility dan bentuk-bentuknya yang dimaksudkan untuk mengenal bagaimana seseorang akan mendapatkan utilitas dalam mengkonsumsi suatu barang, (5) Hubungan pemberian bantuan terhadap perubahan pola konsumsi. BAB III Hal-Hal Teknis, yang meliputi: (1) Teknis pengajuan beasiswa, (2) Syarat-syarat
pengajuan
yang
harus
dipenuhi,
(3)
Prosedur
penyeleksian dan alat ukur ketidakmampuan mahasiswa, (4)
30
Sosialisasi terkait pemberian beasiswa oleh Fakultas Syariah dan Hukum. BAB IV Analisis, yang akan memaparkan hasil penelitian mengenai gambaran nyata yang terjadi di lapangan tentang pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan analisis kelayakan mereka dalam menerima beasiswa tersebut. BAB V
Penutup, pada akhir bagian skripsi ini, penulis akan berusaha
memberikan beberapa kesimpulan tentang tema yang dibahas, sekaligus juga berusaha memberikan beberapa kritik dan saran-saran yang membangun bagi pembaca menuju kea rah yang lebih baik lagi.
BAB II KONSUMSI A. Pengertian Konsumsi Islam memandang bahwa bumi dan segala isinya merupakan amanah Allah SWT kepada sang khalifah agar dipergunakan sebaik-baiknya bagi kepentingan bersama. Salah satu pemanfaatan yang telah diberikan kepada sang khalifah adalah kegiatan ekonomi (umum) dan lebih sempit lagi kegaiatan konsumsi (khusus). Islam mengajarkan kepada sang khalifah untuk memakai dasar yang benar agar mendapatkan keridhaan dari Allah Sang Pencipta. Dasar yang benar itu merupakan sumber hukum yang telah ditetapkan dan harus diikuti oleh penganut Islam. Sebelum kita membahas hal-hal yang terkait dengan konsumsi, maka selayaknya kita harus memahami terlebih dahulu apa yang dimaksud dengan konsumsi. Konsumsi identik dengan penggunaan atau pemakaian suatu barang ataupun jasa baik untuk dihabiskan ataupun hanya untuk diambil manfaat dari kegunaannya. Untuk mengetahui lebih dalam, maka berikut dijelaskan beberapa definisi konsumsi: 1. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, konsumsi adalah pemakaian barangbarang hasil industry (bahan pakaian, makanan, dsb) atau barang-barang yang langsung memenuhi keperluan hidup kita. 1
1
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1989), h. 458.
31
32
2. Konsumsi adalah kepuasan yang didapat oleh konsumen dari pemakaian barang dan jasa. 2 3. Konsumsi dalam ilmu makro ekonomi merupakan jumlah seluruh pengeluaran perorangan atau Negara untuk barang-barang konsumsi selama suatu periode tertentu. Dalam hal ini konsumsi dibagi menjadi dua bagian yaitu: a. Consumption diseconomies (konsumsi yang tidak ekonomis): yaitu masalah yang harus ditanggung oleh suatu masyarakat secara keseluruhan sebagai akibat dari adanya pola perilaku atau kebiasaan konsumsi yang berlebihan atau yang tidak terpuji dari sebagian anggota masyarakatnya. Misal: alkoholisme, penalahgunaan obatobat bius, dan narkotika. b. Consumption economies (konsumsi ekonomis): yaitu faedah-faedah yang diterima oleh perorangan atau masyarakat secara keseluruhan sehubungan dengan adanya peningkatan konsumsi atau jenis-jenis barang atau jasa tertentu oleh sebagian anggota masyarakat yang bersangkutan. Misal : pendidikan, kesehatan. 3
2
3
Christopher pass, dkk, Kamus Lengkap Ekonomi ( Jakarta: Erlangga, 1998), h. 112.
Indra Darmawan, Kamus Istilah Ekonomi Kontemporer (Yogyakarta: Pustaka Widyatama, 2006), h. 120-121.
33
Meskipun terdapat perbedaan pendapat di antara para ekonom tentang definisi konsumsi, namun mayoritas definisi berkisar pada: penggunaan barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia. Di dalam ilmu ekonomi, konsumsi berarti penggunaan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan manusiawi (the use of goods and services in the statisfaction of human wants). Konsumsi haruslah dianggap sebagai maksud serta tujuan yang esensial pada produksi. Atau dengan perkataan lain, produksi adalah alat bagi konsumsi. Melalui kenyataan-kenyataan itu, maka dapatlah diambil semacam kesimpulan bahwa produksi itu diperlukan semasih diperlukan pula konsumsi. Kalau saja- misalnya, sekalipun sama sekali tidak realistic-konsumsi berhenti sama sekali, dalam arti bahwa masyarakat tidak memerlukan konsumsi lagi, maka produksi pun tidak diperlukan lagi, tetapi logika ini tidak dapat berlaku sebaliknya, yakni tidak dapat dikatakan bahwa apabila produksi berhenti, maka konsumsipun harus berhenti pula. Apabila dipergunakan tanpa kualifikasi apapun, maka istilah “konsumsi” itu, di dalam ilmu ekonomi, akan secara umum diartikan sebagai penggunaan barang-barang dan jasa-jasa yang secara langsung akan memenuhi kebutuhan manusia. Tetapi harap diingat bahwa beberapa macam barang, seperti mesin-mesin maupun bahan mentah, dipergunakan untuk menghasilkan barang lain. Hal ini dapat kita sebut sebagai konsumsi produktif (productive consumption), sedangkan konsumsi yang langsung dapat memuaskan kebutuhan disebut sebagai konsumsi akhir (final consumption).
34
Sekarang ini sudah tidak lagi ada yang memperdebatkan, bahwa makan yang dimakan oleh para buruh demi pekerjaan mereka adalah konsumsi produktif. 4 Sedangkan definisi konsumsi menurut para peneliti ekonomi Islam tidak berbeda dengan definisi tersebut. Akan tetapi kesamaan definisi tidak berarti kesamaan dalam setiap yang meliputinya. Sebab barang dan jasa yang dipergunakan dalam memenuhi kebutuhan seorang muslim dan keinginannya harus halal. Sebagaimana kebutuhan dan keinginan tersebut juga harus benar sesuai syariah. Demikian pula tujuan konsumen muslim seyogianya berbeda dengan tujuan konsumen non-muslim. Dan, bentuk-bentuk perbedaan penting yang lainnya antara konsumsi dalam ekonomi konvensional dan konsumsi dalam ekonomi Islam. 5 B. Teori tentang kebutuhan Di dalam hidup dan kehidupannya, orang memiliki banyak, banyak sekali kebutuhan, keinginan, dan keperluan yang kesemuanya itu menghendaki pemenuhan. Mereka membutuhkan makan, pakaian, ilmu, pelayanan, kehormatan dan sekian juga kebutuhan lagi. Secara garis besar, maka kebutuhan manusia itu dikelompokkan ke dalam dua kelompok besar, yaitu kebutuhan fisik atau kebutuhan badaniah, dan kebutuhan psikis atau kebutuhan kejiwaan.
4
Suherman Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi: Pendekatan Kepada Teori Ekonomi Mikro & Makro (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999). h. 147-148. 5
135.
Jaribah bin Ahmad al-Haritsi. Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab, (Jakarta: Khalifa, 2006), h.
35
Ingin kenyang, ingin punya motor, ingin sehat, adalah contoh-contoh untuk kebutuhan badaniah atau kebutuhan fisik. Sedangkan ingin terhormat, ingin punya anak, ingin rumah tangga bahagia, adalah contoh-contoh untuk kebutuhan psikis atau kebutuhan kejiwaan. Semua kebutuhan itu membutuhkan pemenuhan, dan pemenuhannya itu tak lain adalah barang dan jasa. Adapun kebutuhan manusia itu, bertingkat-tingkat adanya, pada tingkat pertamaPrimary needs (kebutuhan primer)-orang membutuhkan sandang (pakaian), pangan (makanan dan minuman), dan papan (tempat tinggal). Kalau kebutuhan primer ini sudah tercapai, maka muncullah di dalam pikiran manusia untuk memenuhi secondary needs. Secondary needs (kebutuhan tingkat kedua) : berisi kebutuhan akan sepatu, sepeda, pendidikan, dan sebagainya. Demikianlah adanya, sehingga terdapatlah kebutuhan tingkat ketiga (tertiary needs), kebutuhan tingkat keempat ( quartiary needs), dan seterusnya. Orang akan sampai pada suatu tingkat kebutuhan tertentu hanya sesudah tingkat kebutuan sebelumnya teralmpaui. 6 Hingga saat ini, umumnya orang berpendapat bahwa kebutuhan pokok manusia terdiri dari pangan, sandang, dan papan. Tanpa terpenuhinya tiga jenis kebutuhan ini manusia tak akan bisa hidup dengan baik. Memang benar bahwa tiga jenis kebutuhan tersebut sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia, tetapi sebenarnya masih sebatas pada bentuk materi saja. Belum ada muatan spiritual yang sebetulnya tak boleh diabaikan. Pandangan Islam lebih luas dari sekedar pangan, sandang, dan 6
Rosyidi, Pengantar Teori Ekonomi, h. 51.
36
papan, sebab mereka hanya terkait dengan urusan duniawi semata. Menurut alSyatibi, rumusan kebutuhan manusia dalam Islam terdiri dari tiga jenjang, yaitu: 1.
Dharuruyat yang mencakup: a. Agama (din) b. Kehidupan (nafs) c. Pendidikan (‘aql) d. Keturunan (nasl) e. Harta (mal)
2.
Hajiyat. Jenjang ini merupakan pelengkap yang mengokohkan, menguatkan, dan melindungi jenjang dharuriyat.
3.
Tahsiniyat. Jenjang ini merupakan penambah bentuk kesenangan dan keindahan dharuriyat dan hajiyat.
Lima kebutuhan dharuriyat (esensial) yang mencakup din, nafs, ‘aql, nasl, dan mal merupakan satu kesatuan yang tak dapat dipisahkan. Bila ada satu jenis yang sengaja diabaikan, akan menimbulkan ketimpangan dalam hidup manusia. Manusia hanya dapat melangsungkan hidupnya dengan baik jika kelima macam kebutuhan itu terpenuhi dengan baik pula. Inilah kiranya bentuk keseimbangan kebutuhan hidup dan kehidupan di dunia dan akhirat kelak. Dalam bentuk keseimbangan ini, manusia butuh agama karena dia berkaitan dengan keimanan dan ketakwaan. Pilar pokok yang perlu segera manusia bangun ialah lima rukun Islam yang terdiri dari (1) syahadat, (2) shalat, (3) puasa, (4)
37
zakat, dan (5) haji. Lima rukun ini yang mendasari identitas keberagaman dan ketakwaannya kepada Allah yang harus dijalankan dengan sempurna. Kemudian bersamaan dengan itu, manusia membutuhkan pula kehidupan yang aman, nyaman, sehat, terpenuhi hak-haknya, dan tentram. Semua ini terbingkai dalam nafs. Aktivitas hidup seperti bekerja dan beribadah akan berjalan dengan baik jika ditopang dengan tubuh yang sehat. Pekerjaan akan tuntas bila lingkungannya aman, nyaman, dan tentram. Kunci terbangunnya nafs terdiri dari dua aspek, yakni aspek kesadaran terhadap diri sendiri (internal) dan kesadaran terhadap lingkungan (eksternal). Keduanya dibangun oleh kesadaran, kemauan, dan disiplin yang kuat. Seiring dengan agama (din) dan kehidupan (nafs), manusia perlu pendidikan (aql). Islam mencanangkan pendidikan manusia seumur hidup (long life education) sebagaimana yang diungkapkan dalam hadis Nabi Muhammad Saw. Tuntutlah ilmu sejak kamu lahir hingga ke liang lahat. Sasaran utama pendidikan adalah terbentuknya manusia yang cerdas dan kreatif. Di dunia ini banyak orang yang berakal tetapi tidak cerdas. Oleh karena itu, pendidikan sangat membantu proses pengembangan otak dan nalar manusia sehingga mereka mampu mengendalikan perubahan-perubahan zaman. Hal itu saja belum cukup, karena manusia masih sangat perlu rumah tangga yang sakinah (nasl). Inilah kiranya yang mendorong kebahagiaan hidup manusia. Banyak sekali anak yang terganggu kenyamanan hidupnya karena hubungan ayah dan ibunya tidak harmonis. Dalam keadaan ini, karena kurangnya perhatian orang tua sebagai
38
dampak disharmonisasi tersebut, banyak diantara mereka yang menceburkan diri dalam dunia gelap sebagai bentuk ekspres kegalauannya menjalani hidup ini. Ini baru satu contoh, tentu masih banyak contoh kerusakan anak lain yang sama menyedihkannya. Keluarga yang sakinah sebenarnya membentuk masa depan keturunan yang cerah, beriman, dan bertakwa. Terbangunnya keluarga sakinah sebenarnya dimulai dari hubungan suami istri yang baik. Dalam hal ini, istri memahami kekurangan suami, dan suami mau mengurangi kekurangan istri. Rupanya masih belum lengkap, karena manusia masih butuh harta (mal). Disinilah kita berbicara soal pangan, sandang, dan papan. Ketiganya memang sangat penting, dan kekurangan ketiga hal tersebut akan menghambat aktivitas empat kebutuhan dasar lainnya. Kemudian kebutuah hajiyat berfungsi melengkapi aspek dharuriyat supaya dia lebih kokoh. Kemudian kebutuhan hajiyat baru bisa dipenuhi apabila yang dharuriyat telah terpenuhi terlebih dahulu. Contoh hajiyat adalah ibadah sunat setelah ibadah wajib terpenuhi. Pendidikan S1 misalnya, setelah pendidikan SD, SMP, dan SMU dilewati, jaket untuk melindungi tubuh dari cuaca dingin setelah pakaian yang menutup aurat terpenuhi, dan susu dan telur untuk penambha vitamin setelah makanan pokok terpenuhi. Tidak terpenuhinya kebutuhan hajiyat sebenarnya tidak mengancam aspek dharuriyat salama yang dharuriyat itu masih ada. Sedangkan kebutuhan tahsiniyat berfungsi menambah keindahan dan kesenangan hidup. Sekali-sekali manusia perlu aspek tahsiniyati ini. Ia boleh dipenuhi jika yang
39
dharuriyat dan hajiyat telah terpenuhi terlebih dahulu. Tanpa tahsiniyat sebetulnya manusia bisa hidup selama yang dharuriyat masih terpelihara, tetapi kurang indah dan menyenangkan. Misalnya, ruang kamar tidur akan tambah nyaman bila ditambah AC, komunikasi manusia akan lebih cepat dan nyaman bila menggunakan telepon genggam terbaru, dan penampilan wanita akan lebih cantik bila dihiasi cincin dan gelang. Konsumsi manusia pun demikian. Konsumsi dharuriyat harus lebih utama ketimbang konsumsi hajiyat dan tahsiniyat. Jangan sampai yang tahsiniyat mengancam terpenuhinya konsumsi dharuriyat. Misalnya, buah apel memang kaya vitamin, selain itu mampu menambah prestise bagi yang memakannya. Bila dalam keadaan keuangan yang terbatas seorang konsumen tidak membeli nasi dan lauk pauk malah membeli buah apel sudah tentu lambungnya akan sakit, dan dia akan kelaparan lagi. Karena bagaimanapun juga, porsi hajiyat dan bahkan tahsiniyat, berdasarkan paparan di atas, layak dipenuhi manakala seorang konsumen punya kelebihan uang setelah dharuriyat telah terpenuhi lebih dahulu. 7 Menurut Al-Ghazali, kesejahteraan (maslahah) dari suatu masyarakat tergantung kepada pencarian dan pemeliharaan lima tujuan dasar: (1) agama (al-dien), (2) hidup atau jiwa (nafs), keluarga atau keturunan (nasl), (4) harta atau kekayaan (maal), dan intelek atau akal (aql). Ia menitikberatkan bahwa sesuai tuntunan wahyu, “ kebaikan dunia ini dan akhirat (maslahat al-din wa al-dunya) merupakan tujuan utamanya. 7
Muhammad Muflih, Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2006), h. 66-70.
40
Ia mendefinisikan aspek ekonomi dari fungsi kesejahteraan sosialnya dalam kerangka sebuah hirearki utilitas individu dan social yang tripartite meliputi : kebutuhan (daruriat); kesenangan atau kenyamanan (hajaat); dan kemewahan (tahsiniaat)-sebuah klasifikasi peninggalan tradisi Aristotelian, yang disebut oleh seorang sarjana sebagai “kebutuhan ordinal”. Kunci pemeliharaan dari kelima tujuan dasar ini terletak pada penyediaan tingkatan pertama, yaitu kebutuhan seperti makanan, pakaian, dan perumahan. Namun demikian, Al-Ghazali menyadari bahwa kebutuhan-kebutuhan dasar demikian cenderung fleksibel mengikuti waktu dan tempat dan dapat mencakup bahkan kebutuhan-kebutuhan sosiopsikologis. Kelompok kebutuhan kedua “terdiri dari semua kegiatan dan hal-hal yang tidak vital bagi lima fondasi tersebut, tetapi dibutuhkan untuk menghilangkan rintangan dan kesukaran dalam hidup “Kelompok ketiga “Mencakup kegiatan-kegiatan dan hal-hal yang lebih jauh dari sekadar kenyamanan saja; meliputi hal-hal yang melengkapi, menerangi atau menghiasi hidup” 8 C. Perilaku Konsumsi Dalam bidang konsumsi, Islam tidak menganjurkan pemenuhan keinginan yang tak terbatas. Norma Islam adalah memenuhi kebutuhan manusia. Secara hirarkinya, kebutuhan manusia meliputi; keperluan, kesenangan dan kemewahan. Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, Islam menyarankan agar manusia dapat bertindak di tengah-tengah (modernity) dan sederhana (simplicity). Banyak norma-norma penting 8
62-63
Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2007), h.
41
yang berkaitan dengan larangan bagi konsumen, diantaranya adalah ishraf dan tabzir, juga norma yang berkaitan dengan anjuran untuk melakukan infak. Ishraf berarti mengeluarkan pembelanjaan yang tidak memiliki manfaat dan dilarang menurut hukum Islam. Pembelanjaan yang dianjurkan dalam Islam adalah yang digunakan untuk memenuhi “kebutuhan” dan dilakukan dengan cara rasional. Ishraf dilarang dalam al-Quran. Tabzir berarti membelanjakan uang untuk sesuatu yang dilarang menurut hukum Islam. Perilaku ini sangat dilarang oleh Allah SWT. 9 Ketika seorang konsumen muslim yang beriman dan betakwa mendapatkan penghasilan rutinnya, baik mingguan, bulanan, atau tahunan, dia tidak berfikir pendapatan yang diraihnya itu dihabiskan semuanya untuk dirinya sendiri. Namun, yang menakjubkan karena keimanan dan ketakwaan itu, dalam kondisinya sebagai makhluk yang hanya sepintas melanglang di bahtera dunia yang fana ini, dan atas kesadarannya bahwa dia hidup semata untuk mencapai ridha Allah, dia berpikir sinergis. Harta yang dihasilkannya setiap bulan itu sebagian dimanfaatkan untuk kebutuhan individual dan keluarga dan sebagiannya lagi dibelanjakan di jalan Allah (fi sabilillah), atau kita sebut saja penyaluran sosial. Dia merasa bahwa penggunaan pendapatannya memiliki dua sisi. Sisi yang pertama ialah untuk dirinya. Kemudian sisi yang kedua untuk orang lain, tepatnya saudara-saudara seimannya yang miskin. Bila hanya satu sisi saja, misalnya sisi yang pertama hanya dia penuhi, dia merasa jalannya “oleng” (tidak seimabang). Dia akan terkesan kikir, tamak, dan buta 9
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, (Yogyakarta: BPFE-Yogyakarta, 2004), h 172.
42
lingkungan. Begitu pula bila hanya sisi kedua saja yang dipenuhi, dia lebih tepat dikatakan pemerhati sosial tetapi sebenarnya tidak sosial terhadap dirinya sendiri. Dia tidak mau orang lain susah, tetapi dia lupa bahwa dirinya sendiri dibikin susah. Sesungguhnya Islam dalam ajarannya di bidang konsumsi tidak mempersulit jalan hidup seorang konsumen. Jika seseorang mendapatkan penghasilan dan setelah dihitung secara cermat hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga saja, tak ada keharusan baginya untuk mengeluarkan konsumsi sosial. Orang ini termasuk dalam kategori kelas pendapatan rendah yang pas-pasan. Akan tetapi bagi yang pendapatannya lebih banyak dari itu, dan rupanya melebihi dari kebutuhan pokoknya, maka tak ada alasan baginya untuk tidak mengeluarkan konsumsi sosial. 10 Sebagaimana cerminan dari karakteristik ekonomi Islam, fokus pembahasan ekonomi Islam pada hakekatnya terletak pada penyikapan manusia pada harta. Termasuk di dalamnya semua prilaku manusia dalam mencari harta (produksi), menyimpan harta (mengelola kekayaan), dan membelanjakan harta (konsumsi). Fungsi harta sebagai pokok kehidupan memiliki pengaruh pada perilaku manusia dalam produksi dan konsumsi dari harta yang mereka punya. Pokok kehidupan disini bukan hanya menjaga berlangsungnya kehidupan si pemilik harta tapi juga bermakna bahwa harta yang dimiliki itu dapat menjamin berlangsungnya kehidupan secara luas.
10
Muflih, Perilaku Konsumen Dalam Perspektif Ilmu Ekonomi Islam, h 3.
43
Karena peran manusia dalam Islam bukan hanya terfokus pada dia secara pribadi tapi juga pada lingkungannya, yaitu pada interaksi manusia dengan manusia lain. Dalam prinsip ekonomi Islam, harta bukanlah tujuan, ia hanya sekedar alat untuk menumpukkan pahala demi tercapainya falah, yaitu kebahagiaan dunia dan akhirat. Selain itu Islam memang memandang bahwa segala apa yang ada di dunia ini adalah milik Allah SWT, sehingga pada hakikatnya apa yang dimilliki manusia itu hanyalah sebuah amanah. Dan nilai amanah itulah yang menuntut manusia untuk mentikapi harta tersebut dengan benar. Sedangkan dari perspektif konvensional, harta merupakan aset yang menjadi hak pribadi seseorang. Sepanjang proses kepemilikan harta tadi tidak melanggar hukum atau undang-undang, menjadi hak si pemilik hartalah kemana harta tersebut akan dipergunakan. Jadi perbedaan Islam dan konvensional dalam pentikapan harta ini terletak pada cara pandangnya, Islam cenderung melihat harta berdasarkan flow concept sedangkan konvensional cenderung memandangnya stock concept. 11 Pada dasarnya elemen yang sangat penting dalam Islam sebagai sistem hidup adalah akidah yang teraplifikasi melalui keimanan. Iman dari seorang manusia pada Tuhan dengan segala konsekuensinya, merupakan faktor penentu dari eksistensi kemanfaatan Islam sebagai sistem hidup di tengah-tengah manusia. Sehingga pada tingkatan praktis, prilaku ekonomi (economic behavior) baik motivasi tindakan 11
107-109.
Ali Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, (Jakarta: Paradigma Aqsa Publishing,2007), h.
44
maupun bentuk tindakan itu sendiri, sangat ditentukan oleh tingkat keyakinan atau keimanan seseorang atau sekelompok orang. Lebih spesifik keimanan pada akhirnya akan membentuk kecenderungan prilaku konsumsi, produksi dan distribusi manusia baik individu maupun berkelompok (kolektif) dalam perekonomian. Jadi dapat disimpulkan ada tiga karakteristik prilaku ekonomi dengan menggunakan tingkat keimanan sebagai asumsi. 1.
Ketika keimanan ada pada tingkat yang cukup baik, maka motif berkonsumsi atau berproduksi akan didominasi oleh tiga motif utama tadi; mashlahah, kebutuhan dan kewajiban.
2. Ketika keimanan ada pada tingkat yang kurang baik, maka motifnya tidak didominasi hanya oleh tiga hal tadi tapi juga kemudian akan dipengaruhi secara signifikan oleh ego, rasionalisme (materialisme) dan keinginankeinginan yang bersifat individualism. 3. Ketika keimanan ada pada tingkat yang buruk, maka motif berekonomi tentu saja akan didominasi olh nilai-nilai individualistis (selfishness); ego, keinginan dan rasionalisme. Dari asumsi di atas, diketahui iman kemudian menjadi faktor yang cukup signifikan dalam membedakan corak prilaku ekonomi Islam dengan prilaku ekonomi konvensional. Jadi jika dilihat dari awal, faktor Tuhan kemudian mempengaruhi corak aktivitas ekonomi melalui prilaku manusia itu sendiri. Oleh sebab itu Islam begitu menaruh perhatian yang sangat besar pada pembentukan manusia dalam
45
rangka memperoleh bentuk sistem perekonomian yang lebih baik yaitu sistem ekonomi Islam. Setelah pembentukan manusia dan interaksi antar manusia, baru kemudian Islam memberikan panduan pelaksanaan, tatacara perekonomian, ketentuan syariat, kebijakan dan institusi ekonomi dalam rangka aplikasi perekonomian. Sehingga betul-betul akan terlihat bahwa Islam begitu komprehensif mengatur system perekonomian. Dalam teori ekonomi Islam, diakui bahwa nilai di luar diri manusia dapat membentuk prilaku, dalam hal ini nilai moral yang bersumber dari agama atau idiologi yang dianut pelaku ekonomi Islam (muslim). Berbeda dengan klaim konvensional yang mengaku bahwa ekonomi merupakan ilmu yang bebas nilai, karena memang betul-betul berdasarkan pada nilai yang dibawa secara alamiah yang ada dalam diri manusia. Sehingga siapapun manusianya sumber motifnya sama yaitu nilai alamiah yang ada di dirinya. Jadi karena tak tergantung pada idiologi yang dianut tersebut, maka konvensional mengkalim bahwa ekonomi tersebut (sepatutnya) bebas nilai. Padahal kini mulai diakui bahwa nilai alamiah dalam diri manusia itulah yang kemudian membentuk perekonomian konvensional menjadi bangunan yang begitu rapuh dan bermasalah, bukan hanya secara spesifik tapi juga pondasi sistemnya. Nilai alamiah seperti ego, rasionalitas dan materi membentuk perekonomian konvensional menjadi sangat individualistik, materialistik dan konsumemeristik. 12 12
Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, h.109-112.
46
Terdapat lima cara yang penting yang mempengaruhi perilaku konsumen: 1. Sumber Daya Konsumen Setiap orang membawa tiga sumber daya dalam setiap pengambilan keputusan yaitu: (a) waktu, (b) uang, (c) perhatian (penerima informasi
dan
kemampuan
pengelolaan)
umumnya
terdapat
keterbatasan yang jelas pada kesediaan masing-masing sehingga memerlukan semacam alokasi yang cermat. 2. Motivasi Dan Keterlibatan Psikolog dan pemasar bersama-sama selalu berkepentingan untuk menjelaskan apa yang terjadi bila perilaku yang diarahkan pada tujuan diberi energi dan diaktifkan. 3. Pengetahuan Pengetahuan, hasil belajar dapat didefinisikan secara sederhana sebagai informasi yang disimpan di dalam ingatan. 4. Sikap Sikap sebagai suatu evaluasi menyeluruh yang memungkinkan orang berespons dengan cara menguntungkan atau tidak menguntungkan secara konsisten berkenaan dengan objek atau alternative yang berikat. 5. Kepribadian, Gaya Hidup dan Demografi
47
Kepribadian; Penelitian kepribadian selalu penting dalam psikologi klinis, tetapi sebuah konsep yang menarik diperkenalkan oleh Pierre Martinequ pada tahun 1950-an ketika ia mengajukan hipotesis bahwa produk juga mempunyai kepribadian citra merek. Gaya Hidup; Barang hasil terbesar dari era penelitian kepribadian adalah perluasan focus untuk mencukupi gaya hidup, pola yang digunakan untuk menghabiskan waktu serta uang. Demografi adalah di mana sasarannya mendiskripsikan pangsa konsumen dalam istilah seperti usia, pendapatan dan pendidikan. 13 Adapun dalam hal mengenal perilaku konsumsi, maka terdapat beberapa prinsip dasar, yaitu: 1. Kelangkaan dan terbatasnya pendapatan. Adanya kelangkaan dan terbatasnya pendapatan memaksa orang menentukan pilihan. Agar pengeluaran senantiasa berada di anggaran yang sudah ditetapkan, meningkatkan konsumsi suatu barang atau jasa harus disertai dengan pengurangan konsumsi pada baranga atau jasa yang lain. 2. Konsumen mampu membandingkan biaya dengan manfaat. Jika dua barang member manfaat yang sama, konsumen akan memilih yang biayanya lebih kecil. Di sisi lain, bila untuk memperoleh dua jenis barang dibutuhkan 13
Nugroho J. Setiadi, Perilaku Konsumen Konsep dan Implikasi Untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran, (Jakarta: Prenada Media, 2003), h. 216.
48
biaya yang sama, maka konsumen akan memilih barang yang member manfaat lebih besar. 3. Tidak selamanya konsumen dapat memperkirakan manfaat dengan tepat. Saat membeli suatu barang, bisa jadi manfaat yang diperoleh tidak sesuai dengan harga yang harus dibayarkan: segelas kopi starsbuck, misalnya ternyata terlalu pahit untuk harga Rp. 40.000,- per cangkir. Lebih nikmat kopi tubruk di warung kopi yang Rp.3000,- per gelasnya. Pengalaman tersebut akan menjadi informasi bagi konsumen yang akan memengaruhi keputusan konsumen mengenai kopi di masa yang akan dating. 4. Setiap barang dapat disubtitusi dengan
barang lain. Dengan demikian
konsumen dapat memperoleh kepuasan dengan berbagai cara. 5. Konsumen tunduk pada hukum berkurangnya tambahan kepuasan (The Law of Diminishing Marginal Utility). Semakin banyak jumlah barang dikonsumsi, semakin kecil tambahan kepuasan yang dihasilkan. Jika untuk setiap tambahan barang diperlukan biaya sebesar harga barang tersebut (P), maka konsumen akan berhenti membeli barang tersebut manakala tambahan manfaat yang diperolehnya (MU) sama besar dengan tambahan biaya yang harus dikeluarkan. Maka jumlah konsumsi yang optimal adalah jumlah dimana MU=P. 14
14
Mustafa Edwin Nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Prenada Media Grup, 2006), h. 57-58.
49
D. Etika konsumsi Kata etika berasal dari kata ethos dalam bahasa Yunani yang berarti kebiasaan (custom) atau karakter (character). Dalam kata lain seperti dalam pemaknaan dari kamus Webster berarti “the distinguishing character, sentiment, moral nature, or guiding beliefs of a person, group, or institution.” (karakter istimewa, sentiment, tabiat moral, atau keyakinan yang membimbing seseorang, kelompok, atau institusi). Sementara ethics yang menjadi padanan dari etika, secara etimologi berarti ‘ the discipline dealing with what is good and bad and with moral duty and obligation’, ‘ a set of moral principles or values’, ‘ a theory or system of moral values’. Definisi lain tentang etika mengatakan sebagai philosophical inquiry into the nature and grounds of morality’. 15 Dalam makna yang lebih tegas yaitu kutipan dalam buku Kuliah Etika mendifinisikan etika secara terminologis sebagai berikut: ‘The systematic study of the nature of value concepts, good, bad, ought, right, wrong, etc. and of the general principles which justify us in applying them to anything; also called moral philosophy.’
Ini artinya bahwa etika merupakan studi sistematis tentang tabiat
konsep nilai, baik, buruk, harus, benar, salah dan lain sebagainya dan prinsip-prinsip umum yang membenarkan kita untuk mengaplikasikannya atas apa saja. Di sini etika
15
Faisal Badroen dkk, Etika Bisnis Dalam Islam (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h. 4.
50
dapat dimaknai sebagai dasar moralitas seseorang dan disaat bersamaan juga sebagai filosofinya dalam berperilaku. 16 Etika bagi seseorang terwujud dalam kesadaran moral yang membuat keyakinan ‘benar dan tidak’ sesuatu. Perasaan yang muncul bahwa ia akan salah bila melakukan sesuatu yang diyakininya tidak benar berangkat dari norma-norma moral dan perasaan self-respect (menghargai diri) bila ia meninggalkannya. Tindakan yang diambil olehnya harus ia pertanggung jawabkan pada diri sendiri. Begitu juga dengan sikapnya terhadap orang lain bila pekerjaan tersebut mengganggu atau sebaliknya mendapat pujian. Secara etimologis arti kata etika sangat dekat pengertiannya denngan istilah alQuran al-khuluq. Untuk mendiskripsikan konsep kebajikan, al-Quran menggunakan sejumlah terminologi sebagai berikut: khair, bir, qist, ‘adl, haqq, ma’ruf, dan taqwa. 17 Hal yang membedakan antara sistem Islam dengan sistem maupun agama lain adalah bahwa antara ekonomi dan akhlak tidak pernah terpisah sama sekali seperti halnya tidak pernah terpisah antara ilmu dan akhlak, antara politik dan akhlak, dan antara perangai dan akhlak. Akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan islami. Karena Risalah Islam adalah risalah akhlak, sehingga Rasullullah saw bersabda: “Sesungguhnya tiadalah aku diutus, melainkan hanya untuk menyempurnakan akhlak” 16
17
Ibid Badroen , Etika Bisnis Dalam Islam, h. 5.
51
Sebagaimana pula tidak pernah terpisah antara agama dan Negara dan antara materi dan ruhani. Seorang muslim yakin akan kesatuan hidup dan kesatuan kemanusiaan. Karena itu, tidak bisa diterima sama sekali tindakan pemisahan antara kehidupan dunia dan agama sebagaimana yang terjadi di Eropa. Demikian pula yang digembar-gemborkan oleh faham kapitalis maupun lainnya. 18 Sesungguhnya
Islam
sama
sekali
tidak
mengizinkan
umatnya
untuk
mendahulukan kepentingan ekonomi diatas pemeliharaan nilai dan keutamaan yang diajarkan agama. Saat ini kita mendapatkan sistem-sistem lain yang lebih mendahulukan usaha-usaha ekonomi dengan mengabaikan akhlak dan berbagai konsekuensi keimanan. Kesatuan antara ekonomi dan akhlak ini akan semakin jelas pada setiap langkahlangkah ekonomi, baik yang berkaitan dengan produksi, distribusi, perdaran, dan konsumsi. Seorang muslim--baik secara pribadi maupun secara bersama-sama--tidak bebas mengerjakan apa saja yang diinginkannya, atau apa yang menguntungkan saja. Tidak, sesungguhnya setiap muslim terikat oleh iman dan usaha, mengembangkan maupun menginfaqkan hartanya. Masyarakat muslim juga tidak bebas sebebas-bebasnya dalam memproduksi berbagai macam barang, mendistribusikan, mengeluarkan, dan mengkonsumsinya,
18
Ibid
52
tetapi ia terikat oleh ikatan akidah dan nilai-nilai yang sangat tinggi, disamping terikat oleh undang-undang Islam dan hukum syari’atnya. 19 Islam adalah agama yang memiliki keunikan tersendiri dalam hal syariah. Syariah ini bukan saja menyeluruh atau komprehensif tetapi juga universal. Karakter istimewa ini diperlukan sebab tidak aka nada syariah lain yang dating untuk menyempurnakannya. Berbeda dengan sistem lainnya, Islam mengajarkan pola konsumsi yang moderat, tidak berlebihan tidak juga keterlaluan, lebih lanjut al-Quran melarang terjadinya perbuatan tabzir dan mubazir. Islam tidak mengakui kegemaran materialistis semata-mata dan pola konsumsi modern. Islam berusaha mengurangi kebutuhan material manusia yang luar biasa sekarang ini. Untuk menghasilkan energi manusia akan selalu mengejar cita-cita spritualnya. Menurut seorang tokoh bernama Mannan 20 bahwa perintah islam mengenai konsumsi dikendalikan oleh lima prinsip, yaitu: 1. Prinsip Keadilan 2. Prinsip Kebersihan 3. Prinsip Kesederhanaan 4. Prinsip Kemurahan Hati 5. Prinsip Moralitas 19
Yusuf Qardawi, Peran Nilai dan Moral Dalam Perekonomian Islam (Jakarta: Robbani Press, 2001), h. 57. 20
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, h 162.
53
Lebih lanjut, Mannan menjelaskan, bahwa aturan pertama mengenai konsumsi terdapat dalam QS. Al-Baqarah (02): 168 ☺ ⌧ Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah syaitan; Karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata bagimu”. Syarat ini mengandung arti ganda, baik mengenai mencari rezeki secara halal dan yang dilarang menurut hukum. Syarat kedua tercantum dalam kitab suci al-Quran maupun as-sunnah, yaitu: makanan harus baik atau cocok untuk dimakan, tidak kotor ataupun menjijikkan sehingga merusak selera. Oleh karena itu tidak semua yang diperkenankan boleh dimakan dan diminum dalam semua keadaan. Dari semua yang diperbolehkan makan dan minumlah yang bersih dan bermanfaat. 21 Prinsip ketiga yang mengatur prilaku manusia mengenai makan dan minum adalah sikap tidak berlebihan yang berarti janganlah makan secara berlebihan. Arti penting ayat ini adalah kenyataan bahwa kurang makan dapat mempengaruhi pembangunan jiwa dan tubuh, demikian pula bila perut diisi secara berlebihan tentu aka nada pengaruhnya pada pencernaan (perut). Praktek memantangkan jenis makan tertentu, dengan tegas tidak dibolehkan dalam Islam. 22 Prinsip keempat adalah kemurahan hati; dengan berpegang dan menaati syariat Islam dan tidak ada bahaya maupun dosa ketika makan makanan dan minum 21 22
Ibid. Ibid, h 163.
54
minuman yang halal yang disediakan Allah karena kemurahannya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan tujuan menunaikan perintah Allah dengan keimanan yang kuat dalam tuntunannya, dan perbuatan adil yang sesuai dengan itu, dengan menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya. Allah berfirman dalam QS. Al-Maidah (5): 96
Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu (menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. dan bertakwalah kepada Allah yang kepada-Nyalah kamu akan dikumpulkan”. Dengan demikian dalam hal ini terdapat peralihan berangsur yang sifatnya elastis dan memperhitungkan tujuan makan dan minum langsung dan pokok. Makanan dan minuman berbahya dilarang sekali. 23 Prinsip kelima adalah prinsip mengenai konsumsi kondisi moralitas. Prinsip ini bukan hanya mengenai makanan dan minuman. Tujuan akhir dari makan dan minum adalah untuk meningkatkan kemajuan nilai-nilai moral dan spiritual. Prinsip ini didasarkan pada kaidah Al-Quran, bahwa semntara orang mungkin merasakan sedikit kenikmatan dan keuntungan dengan minum-minuman keras dan makan makanan terlarang lainnya, tetapi hal itu dilarang karena adanya bahaya yang mungkin
23
Ibid, h 164.
55
ditimbulkannya lebih besar daripada kenikmatan atau keuntungan yang mungkin diperolehnya. 24 Adapun
dalam
melakukan
konsumsi,
maka
seorang
muslim
harus
memperhatikan etika konsumsi, perioritas konsumsi, kepuasan dalam konsumsi, dan perilaku konsumsi dalam perspektif Islam. Prilaku ekonomi memang sangat terkait dengan preferensi manusia dalam berfikir dan bertindak. Preferensi manusia tersebut sangat tergantung pada nilai-nilai yng diyakininya, baik nilai yang memang telah melekat pada dirinya sebagai kefitrahan manusia yang bersifat internal, maupun nilai yang berasal dari luar diri dimana lingkungan manusia hidup yang bersifat eksternal. Nilai-nilai internal tersebut meliputi nilai egoism, nafsu, kebutuhan, keinginan atau kepentingan. Sementara nilai eksternal dapat berupa keyakinan agama, nilai hidup dan kehidupan, pengetahuan atau pengalaman. 25 Dalam ekonomi Islam, Islam sebagai agama sekaligus pedoman hidup, menjadi rujukan pertama dan utama bagi manusia dalam berprilaku ekonomi. Dengan kata lain, Islam bukan hanya menjadi ketentuan yang mengikat bagi manusia dalam bertindak ekonomi tetapi juga menjadi sumber inspirasi dalam pengembanganpengembangan aktifitas dan sistem perekonomian. Dengan demikian nilai-nilai Islam menjadi warna yang dominan dalam perilaku manusia pada semua jenis aktifitas ekonomi, seperti perilaku konsumsi, produksi, distribusi, menabung dan investasi. 24 25
Ibid, h. 167. Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, h.162.
56
Dan adopsi nilai-nilai Islam ini pada dasarnya menggambarkan seberapa jauh kadar keimanan manusia (Islam) dalam berprilaku ekonomi. 26 Dan dari nilai Islam ini akan terlihat warna perilaku ekonomi yang senada pada semua aktivitasnya, misalnya unsur prilaku ekonomi yang tidak melepaskan diri pada motif sosial atau amal shaleh. Motif amal shaleh tersebut tentu akan tergambar dalam perilaku konsumsi, produksi, distribusi, menabung dan investasi para pelaku ekonomi. Ciri khas yang menggambarkan warna Islam dalam motif prilaku ekonomi tergambar misalnya dalam produk atau barang dan jasa yang tersedia di pasar. Contohnya semakin besar nilai-nilai Islam dianut atau ketika keimanan para pelaku ekonomi cukup baik, maka diyakini produk yang tercipta dan tersedia adalah produkproduk yang tidak memperlihatkan ketimpangan. Artinya dengan keimanan yang baik yang dimiliki oleh masyarakat maka tidak akan nada kecenderungan
terjadi
fenomena-fenomena paradoks ekonomi, seperti larisnya produk luxury namun pada saat yang sama produk kebutuhan pokok sulit diakses oleh sebagian masyarakat. Dari warna yang memiliki karakteristik seperti ini, pada akhirnya perekonomian dapat memiliki parameter khas sejauh mana para pelaku ekonomi sejalan dengan nilai-nilai Islam sebagai landasan bertindak ekonomi. Parameter-parameter tersebut seperti konsumsi atau investasi yang bermotif amal shaleh. Selanjutnya parameter ini bahkan dapat menjadi ukuran kesuksesan makroekonomi sebuah Negara, karena pada dasarnya kesuksesan Negara dalam ekonomi adalah sejauh mana perekonomian
26
Ibid
57
tersebut semakin mendekatkan para manusianya kepada Sang Pencipta, seberapa jauh perekonomian semakin meningkatkan keimanan masyaraat secara individu dan kolektif. Prilaku manusia dengan segala faktor yang mempengaruhinya merupakan titik tolak
analisa
ekonomi.
Seperti
apa
bentuk
bangunannya,
institusi
yang
melengkapinya, kebijakan-kebijakan yang dibuat dan integrasi setiap mekanisme ekonomi sangat tergantung atau dipengaruhi oleh prilaku manusia pada segala aktivitas ekonomi. Islam sebagai sebuah jalan hidup, sistem hidup dan agama menjadi inspirasi, rujukan dan hukum bagi setiap individu untuk berprilaku pada semua sisi hidup dan kehidupannya, termasuk aktifitas ekonomi. Besar kecilnya pengaruh Islam terhadap ekonomi dari sisi perilaku ekonomi sangat dipengaruhi oleh keyakinan atau keimanan pada Islam, karena perilaku manusia baik secara individu maupun kolektif akan memiliki kadar preferensi yang ditentukan oleh kadar keimanannya.dari pembahasan prilaku ekonomi ini kembali ingin diyakinkan bahwa berislam dan berekonomi bukan dua hal yang terpisah. Islam dan ekonomi memiliki hubungan sebab dan akibat, sumber hukum dan sistem atau ide dan inovasi. Yang pada hakikatnya menempatkan Tuhan sebagai titik sentral perhatian dari setiap aktivitas dan ketentuan apapun, termasuk ekonomi. 27
27
Ibid, h.163.
58
Islam adalah agama yang sarat etika. Pembicaraan mengenai etika Islam banyak dikemukakan oleh para ilmuan. Sedang pengembangan yang sistematis dengan latar belakang ekonomi tentang sistem etika Islam secara garis besar dapat dibagi menjadi empat, yaitu: tauhid, keadilan, kebebasan berkehendak, dan pertanggungjawaban. 28 1.
Tauhid Aksioma tauhid merupakan bentuk dimensi vertical yang memadukan
segi politik, ekonomi, sosial dan religius dalam kehidupan manusia menjadi satu kebutuhan homogeni dan konsisten. Bila dihubungkan dengan fungsi integratif, tauhid merupakan kenyataan yang memberikan umat manusia perspektif pasti yang berasal dari pengertian mendalam mengenai hubungan antara manusia dengan Tuhan, sehingga manusia akan berhasil (dalam mencari kebenaran) bila diberi petunjuk dari Yang Maha Benar. 2.
Adil Adil merupakan salah satu pokok etika Islam. Kata al-‘adl berarti
sama (rata) sepadan ukuran (takaran), keseimbangan. Istilah di dalam alQuran, untuk menjelaskan kata adil diungkapkan dengan kata al-adl yang merupakan lawan dari kata al-jur atau az-zulm. Sehubungan dengan masalah adil atau keadilan, dapat dibagi menjadi empat pengertian, yaitu : 1) keadaan sesuatu yang seimbang, 2) persamaan dan penafsiran segala bentuk diskriminasi, 3) pemeliharaan hak-hak individu dan pemberian hak kepada
28
Muhammad, Ekonomi Mikro Dalam Perspektif Islam, h 170.
59
setiap orang yang berhak menerima dan 4) memelihara hak bagi kelanjutan eksistensi (keadilan Tuhan). Keadilan adalah hak-hak nyata yang mempunyai realitas, artinya bahwa keadilan tidak dapat disamakan dengan keseimbangan . karena keadilan berawal dari usaha memberikan hak kepada setiap individu (yang berhak menerima) sekaligus menjaga atau memelihara hak tersebut. 3.
Kebebasan berkehendak Manusia merupakan makhluk yang berkehendak bebas, namun
kebebasan ini tidaklah berarti bahwa manusia terlepas dari qadha dan qadar yang merupakan hukum sebab-akibat yang didasarkan pada pengetahuan dan kehendak Tuhan. Dengan kata lain bahwa qadha dan qadar merupakan bagian dari kehendak bebas manusia. Pandangan al-Quran terhadap nurani manusia adalah kebebasan dan kemerdekaan, dimana fitrah Ilahi dapat hidup dalam segala keadaan dan lingkungan , sehingga Allah memberikan ganjaran dan siksaan kepada manusia. 4.
Amanah Etika dari kehendak bebas adalah pertanggungjawaban. Dengan kata
lain,
setelah
manusia
mempertanggungjawabkan
melakukan perbuatannya.
perbuatan Dengan
maka
ia
demikian
harus prinsip
60
tanggungjawab merupakan suatu hubungan logis dengan adanya prinsip kehendak bebas. Demikian halnya dalam melakukan konsumsi, manusia diberikan kebebasan untuk melakukan konsumsi, atau memiliki prilaku konsumsi secara bebas, namun di dalam kebebasannya itu harus berpijak pada etika konsumsi yang telah diatur dalam ajaran Islam. Untuk itu etika konsumsi dalam islam selalu merujuk pada dasar “halalan thayyiban” dan sederhana. Dasar inilah yang merupakan asusmsi dasar etika Islam yang selanjutnya akan mempengaruhi perilaku konsumsi seorang muslim. 29 E. Tujuan konsumsi Konsumsi dalam perspektif ekonomi konvensional dinilai sebagai tujuan terbesar dalam kehidupan dan segala bentuk kegiatan manusia di dalamnya, baik kegiatan ekonomi maupun bukan. Berdasarkan konsep inilah, maka beredar dalam ekonomi apa yang disebut dengan teori “ konsumen adalah raja”. Di mana teori ini mengatakan bahwa segala keinginan konsumen adalah yang menjadi arah yang segala aktifitas perekonomian untuk memenuhi keinginan mereka sesuai kadar relatifitas keinginan tersebut. Bahkan teori tersebut berpendapat bahwa kebahagiaan manusia tercermin dalam kemampuannya mengkonsumsi apa yang diinginkan. Di mana Al-Quran telah mengungkapkan hakekat tersebut dalam firman Allah ta’la dalam QS. Muhammad (47): 3
29
Ibid, h 172.
61
⌧
⌧
⌧ ⌧ Artinya: “Yang demikian adalah Karena Sesungguhnya orang-orang kafir mengikuti yang bathil dan Sesungguhnya orang-orang mukmin mengikuti yang Haq dari Tuhan mereka. Demikianlah Allah membuat untuk manusia perbandingan-perbandingan bagi mereka”. Sungguh demikian itu adalah kehidupan binatang, yang menilai semua kehidupan sebagai meja makan dan kesempatan bersenang-senang dengan tanpa tujuan setelah itu melainkan menuruti selera nafsu, dan tidak menghindari apa saja yang diperbolehkan dan apa yang dilarang. Sedangkan dalam ekonomi Islam, konsumsi dinilai sebagai sarana wajib yang seorang muslim tidak bisa mengabaikannya dalam merealisasikan tujuan yang dikehendaki Allah Ta’ala dalam penciptaan manusia, yaitu merealisasikan pengabdian sepenuhnya hanya kepada-Nya; seperti disebutkan dalam firman-Nya dalam QS. Adz Dzariyat (51): 56:
Artinya: “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku”.
62
Karena itu tidak aneh, bila Islam mewajibkan manusia mengkonsumsi apa yang dapat menghindarkan dari kerusakan dirinya, dan mampu melaksanakan kewajibankewajiban yang dibebankan Allah Ta ala kepadanya. 30 Hal ini mengisyaratkan bahwa tujuan konsumsi seorang muslim, yaitu sebagai sarana penolong dalam beribadah kepada Allah Ta ala. Pada sisi lain, bahwa jika seorang muslim menikmati rizki yang dikaruniakan Allah kepadanya, maka demikian itu bertitik tolak dari akidahnya bahwa ketika Allah memberikan nikmat kepada hamba-hamba-Nya, maka Dia senang bila tanda nikmat-Nya terlihat pada hambahamba-Nya. Sesunggunya mengkonsumsi sesuatu dengan niat untuk menambah stamina dalam ketaatan pengabdian kepada Allah adalah yang menjadikan pengkonsumsian itu sendiri sebagai ibadah, yang seorang muslim akan mendapatkan pahal padanya. Sebab hal-hal yang mubah bisa menjadi ibadah jika disertai niat pendekatan diri (taqarrub) kepada Allah Ta ala; seperti makan, tidur, dan kerja jika dimaksudkan untuk menambha potensi dalam mengabdi kepada Ilahi. 31 Disamping itu Islam melihat aktivitas ekonomi adalah salah satu cara untuk menumpukkan pahala menuju falah (kebahagiaan dunia dan akhirat). Dalam perilaku konsumsi pun tak terlepas dari perspektif tersebut. Motif berkonsumsi dalam Islam 30 31
Jaribah, Fikih Ekonomi Umar bin Al-Khathab , h. 138. Ibid, h. 139.
63
pada dasarnya adalah mashlahah, kebutuhan dan kewajiban. Meskipun secara alami motif dan tujuan berkonsumsi dari seorang individu adalah untuk mempertahankan hidupnya. Pada konteks ini Islam dan konvensional sepakat, bahwa kebutuhan untuk mempertahankan hidup menjadi motif umum ekonomi. Namun yang kemudian yang menjadi pembahasan perilaku ekonomi termasuk aktifitas ekonomi secara keseluruhan, system dan institusinya adalah segala hal yang berkaitan dengan prefensi dan kemampuan ekonomi serta idiologi yang menjadi pedoman berekonomi. Dengan demikian aktivitas konsumsi merupakan salah satu aktivitas ekonomi manusia yang juga bertujuan untuk meningkatkan ibadah dan keimanan kepada Allah SWT dalam rangka mendapatkan kemenangan, kedamaian dan kesejahteraan akhirat (falah). Baik ia membelanjakan uang atau pendapatannya untuk keperluan dirinya maupun untuk amal shaleh bagi manusia selain dirinya, aktivitas berkonsumsi seseorang tetap bertujuan untuk menumpukkan credit point dari Allah. Mencukupi kebutuhan dan bukan memenuhi kepuasan/ keinginan adalah tujuan dari aktivitas ekonomi Islami, dan usaha pencapaian tujuan itu adalah salah satu kewajiban dalam beragama. Adapun sifat-sifat maslahah adalah sebagai berikut: 1. Maslahah bersifat subjektif dalam arti bahwa setiap individu menjadi hakim bagi masing-masing dalam menentukan apakah suatu perbuatan merupakan suatu maslahah atau bukan bagi dirinya. Namun, berbeda dengan konsep utility, criteria maslahah telah ditetapkan oleh syariah dan sifatnya mengikat bagi semua
64
individu. Misalnya, bila seseorang mempertimbangkan bunga bank member maslaha bagi diri dan usahanya, namun syariah telah menetapkan keharaman bunga bank, maka penilaian individu tersebut menjadi gugur. 2. Maslahah orang per orang akan konsisten dengan maslahah orang banyak. Konsep ini sangat berbeda dengan konsep Pareto Optimum, yaitu keadaan optimal di mana seseorang tidak dapat meningkatkan tingkat kepuasan atau kesejahteraannya tanpa menyebabkan penurunan kepuasan atau kesejahteraan orang lain. 3. Konsep maslahah mendasari semua aktivitas ekonomi dalam masyarakat, baik itu produksi, konsumsi, maupun dalam pertukaran dan distribusi. 32 Maka dengan dengan demikian, dalam Islam konsumsi merupakan alat dalam memaksimalkan pencapaian falah tadi. 33 Sedangkan pada perspektif konvensional, aktivitas konsumsi seseorang sangat erat kaitannya dengan pemaksimalan kepuasan (utility). Kepuaan dan perilaku konsumen yang dimaksud dipengaruhi oleh: 1. Nilai guna (utility) barang dan jasa yang dikonsumsi. Kemampuan barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan dan keinginan konsumsen.
32
Mustafa Edwin nasution, dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam (Jakarta: Prenada Media Grup, 2006), h. 63. 33
Sakti, Analisis Teoritis Ekonomi Islam, h.117-118.
65
2. Kemampuan konsumen untuk mendapatkan barang dan jasa. Daya beli dari income konsumen dan ketersediaan barang di pasar. 3. Kecenderungan konsumen dalam menentukan pilihan konsumsi. Menyangkut pengalaman masa lalu, budaya, selera, serta nilai-nilai yang dianut seperti agama, adat istiadat, kebiasaan, dan sebagainya. 34 F. Hubungan Pemberian Bantuan Terhadap Perubahan Pola Konsumsi Seorang konsumen akan selalu mempunyai keinginan untuk memperoleh barangbarang dan kepuasan yang akan dinikmatinya dari mengkonsumsi barang-barang tersebut. Akan tetapi di dalam kenyataannya konsumen tidak dapat memperoleh semua barang yang diingininya , sebab ia dibatasi oleh pendapatan yang dapat dibelanjakan. 35 Berbicara mengenai anggaran, maka kita tidak terlepas dari pendapatan. Pendapatan sangat mempengaruhi konsumsi seseorang. Apabila pendapatan naik, maka kemampuannya untuk mengkonsumsi suatu barangpun akan naik pula. Misalkan seorang konsumen menyediakan uang sebanyak Rp. 90000 untuk membeli makanan dan pakaian. Harga makanan adalah Rp. 6000 setiap unit dan harga pakaian adalah Rp. 9000 setiap unit. Berdasarkan kepada permisalan ini,
34
Henry Faizal Noor, Ekonomi Manajerial (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2008), h.
284. 35
Sadono Sukirno, Mikro Ekonomi Teori Pengantar (Jakarta:PT Raja Grafindo Persada,2006), h. 173.
66
berikut ditunjukkan beberapa gabungan makanan dan pakaian yang dapat dibeli oleh uang (sebanyak Rp. 90000) yang dimiliki konsumen tersebut.
Tabel 2.1 Gabungan
Makanan (unit)
Pakaian (unit)
A
15
0
B
12
2
C
9
4
D
6
6
E
3
8
F
0
10
Kalau konsumen tersebut membeli 15 unit makanan, ia harus membayar 15 x Rp. 6000 = Rp. 90000. Oleh karena itu, tidak seunit pakaian pun dapat dibelinya. Gabungan A pada tabel berikut menggambarkan keadaan ini. Gabungan F menggambarkan keadaan seballiknya. Konsumen tersebut membeli 10 unit pakaian dan untuk pembelian ini ia harus membayar sebanyak 10 x Rp. 9000 = Rp. 90000. Dengan demikian tidak seunit makananpun dibelinya. Dalam kenyataan, kedua gabungan tersebut tidak akan menjadi pilihan konsumen. Biasanya konsumen akan membeli kedua jenis barang tersebut. Oleh sebab itu gabungan B sampai E adalah
67
beberapa gabungan makanan dan pakaian yang lebih mungkin dibeli dengan menggunakan uang yang dimiliki konsumen di atas. Berikut gambaran dari garis anggaran pengeluaran kombinasi makanan dan pakaian tersebut: A
15
B C
Makanan
9 X
6
Y D E F
0
10
3
Pakaian
Jika terjadi perubahan pendapatan, maka konsumen akan mengalami perubahan juga dalam hal kemampuannya untuk membeli makanan dan pakain. Misalnya, pendapatan adalah Rp. 90000, harga makanan adalah Rp. 6000 dan harga pakaian adalah Rp. 9000. Maka pada permulaannya garis anggaran pengeluaran adalah PQ. Kalau harga tetap dan pendapatan menurun menjadi Rp. 54000, apakah akibatnya? Dengan pendapatan sebanyak Rp. 54000, sebanyak 9 unit makanan atau 6
68
unit pakaian dapat dibeli. Dengan demikian garis anggaran pengeluaran telah bergeser secara sejajar ke kiri yaitu seperti yang ditunjukkan oleh garis RS. Sebaliknya pula, tentunya, kenaikan pendapatan menyebabakan garis anggaran pengeluaran pindah sejajar ke kanan. Sebagai contoh, misalkan pendapatan bertambah menjadi Rp. 108000 sedangkan harga makanan dan pakain tidak berubah. Pendapatan tersebut akan dapat membeli 18 unit makanan atau 12 unit pakaian. Maka garis anggaran pengeluaran pindah kearah kanan, yaitu menjadi garis TU. Kurva di bawah ini menggambarkan perubahan daya beli konsumen jika terjadi
Makanan
perubahan pendapatan:
18
T
15
P
9
R
S 0
6
Pakaian
Q 10
U 12
BAB III HAL-HAL TEKNIS PENGAJUAN DAN PEMBERIAN BEASISWA FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
A. Teknis Pengajuan Beasiswa Beasiswa khusus mahasiswa kurang mampu yang disalurkan melalui Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta terdiri dari beberapa bantuan, diantaranya adalah : BKM, DIPA, dan SUPERSEMAR. 1. BKM, merupakan singkatan dari Bantuan Khusus Mahasiswa. Bantuan ini difokuskan kepada mahasiswa yang kurang mampu (miskin) namun berprestasi. Besarnya jumlah beasiswa ini adalah Rp. 500.000. 2. DIPA, merupakan beasiswa yang diberikan oleh Negara melalui APBN. Beasiswa ini diberikan sejak tahun 2008 hingga tahun 2010. Besarnya jumlah bantuan yang diberikan adalah Rp. 1.200.000. 3. SUPERSEMAR, diberikan oleh yayasan SUPERSEMAR. Beasiswa ini diberikan kepada mahasiswa semester III sampai mereka lulus. Biaya yang diberikan adalah Rp. 100.000 perbulan. Sebagaimana layaknya beasiswa lainnya, maka beasiswa yang diberikan oleh Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini memiliki standar prosedural yang harus dipenuhi oleh mahasiswa. 69
70
Adapun prosedur pengajuan beasiswa ini adalah bahwa pihak akademik pusat akan mengirim surat pemberitahuan ke fakultas, selanjutnya fakultas mencari mahasiswa-mahasiswa yang berhak mendapatkan beasiswa tersebut yang kemudian diseleksi hingga diturunkannya bantuan tersebut. Untuk mencari mahasiswa yang berhak ini, fakultas diberi waktu tertentu. Selanjutnya jika dilihat dari sudut pandang mahasiswa, maka pertama kali yang harus dilakukan mahasiswa adalah melihat informasi yang telah diturunkan oleh pihak fakultas berkenaan dengan beasiswa ini lalu melengkapi segala persyaratan yang harus dipenuhi untuk selanjutnya diserahkan kepada pihak fakultas. B. Syarat-syarat yang harus dipenuhi Persyaratan yang harus dipenuhi oleh mahasiswa calon penerima besaiswa ini adalah tergantung pada instansi yang mengeluarkan bantuan beasiswa tersebut. Dalam artian bahwa syarat yang diberikan untuk tahun ini belum tentu sama dengan syarat di tahun berikutnya. Berikut adalah beberapa persyaratan pengajuan beasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum: 1) Beasiswa DIPA 1. Mahasiswa aktif kuliah, semester II s.d. XII 2. IPK min. 2.70 (khusus mahasiswa semester II, cukup melampirkan IP semester I)
71
3. Fotocopy: - Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) - Kartu Tanda Penduduk (KTP) - Kartu Keluarga (KK) 4. Mencantumkan nama ibu kandung. 5. Foto copy nomor rekening bri yang masih aktif (bagi yang telah memiliki). 6. Tidak dalam posisi menerima beasiswa dari instansi manapun s.d. Tahun 2009. 7. Mengisi formulir dan menyerahkan ke fakultas masing-masing 2) Beasiswa BKM 1. Mahasiswa UIN Jakarta dengan mencantumkan NIM 2. Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) 3. Fotokopi Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) (Kecuali Mahasiswa Semester I) 4. Mencantumkan Nama Ibu Kandung 5. IP. 2.75 (Kecuali Mahasiswa Semester I) 6. Surat pernyataan tidak/belum menerima beasiswa lain 3) Beasiswa SUPERSEMAR 1. IPK minimal 2.75 2. Fotocopy Kartu Keluarga 3. Fotocopy Kartu Tanda Penduduk (KTP)
72
4. Fotocopy Kartu Tanda Mahasiswa (KTM) 5. Surat keterangan aktif kuliah dan belum menerima beasiswa dari instansi lain 6. Surat keterangan kurang mampu dari kelurahan 7. Surat rekomendasi dari Fakultas C. Prosedur penyeleksian dan alat ukur ketidakmampuan mahasiswa Pihak Fakultas bekerjasama dengan Prodi akan menyeleksi berkas pengajuan beasiswa yang diajukan oleh mahasiswa berdasarkan persyaratan yang ditentukan oleh instansi terkait yang menyalurkan beasiswa tersebut. Dan biasanya beasiswa yang diberikan oleh Fakultas Syariah dan Hukum ini merupakan beasiswa bagi mahasiswa yang kurang mampu namun memiliki prestasi akademik. Oleh karena itu pada tahapan penyeleksian ini, pihak fakultas akan menyeleksi mana mahasiswa yang tergolong kurang mampu dengan melihat surat keterangan tidak mampu atau melihat keterangan jumlah besarnya pendapatan orang tua perbulan pada formulir permohonan bantuan beasiswa yang telah diisi oleh mahasiswa yang bersangkutan. Untuk menyeleksi ini, maka dibentuk tim khusus yang terdiri dari: 1. DEKAN Fakultas Syariah dan Hukum sebagai Penanggung Jawab. 2. PUDEK III Fakultas Syariah dan Hukum sebagai Pengarah. 3. Kepala Bagian Tatausaha sebagai Ketua.
73
4. Kasubag Akademik dan Kemahasiswaan dibantu Staff sebagai sekretaris 5. Ketua Prodi dan Sekretaris Prodi sebagai penyeleksi awal Secara umum besarnya jumlah anggota tim penyeleksi beasiswa ini adalah fleksibel, artinya tidak ada ketentuan pasti tentang berapa orang jumlah penyeleksi tersebut melainkan bergantung pada besar kecilnya jumlah mahasiswa yang mengajukan beasiswa tersebut. 1 Setelah hasil seleksi disepakati, maka pihak fakultas akan meminta PUDEK III untuk mengesahkan hasil seleksi tersebut. Untuk mengatasi kecurangan yang dilakukan oleh mahasiswa, baik kecurangan dalam bentuk pemalsuan Indeks Prestasi (IP), surat tidak mampu, maupun pemalsuan pada surat-surat serta persyaratan lainnya yang dibutuhkan dalam hal pengajuan beasiswa, maka pihak fakultas akan secara teliti melakukan penyeleksian. Menurut pihak fakultas, prodi mempunyai data mahasiswa yang cukup memadai yang menggambarkan apakah seorang mahasiswa dikategorikan sebagai mahasiswa yang mampu atau tidak mampu, karena itu maka pihak fakultas akan memberikan wewenang kepada pihak prodi untuk mengeluarkan keputusan apakah mahasiswa yang bersangkutan adalah tergolong tidak mampu untuk menerima beasiswa tersebut ataukah termasuk orang yang mampu yang sebenarnya kurang layak untuk menerimanya. Disamping itu, 1
Wawancara pribadi dengan Eliza Fauziyah (Pembantu Dekan Bidang Akademik U.B. Kasubbag. Akademik dan Kemahasiswaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta). Jakarta, 20 Mei 2010.
74
pihak Fakultas menganggap pihak Prodi lah yang lebih mengenali mahasiswamahasiswanya. Berikut dipaparkan hasil wawancara penulis dengan pihak-pihak Prodi yang ada di Fakultas Syariah dan Hukum terkait alat ukur penetapan hasil seleksi pengajuan beasiswa ini: 1. Program Studi Muamalat Pada program studi muamalat, terdapat berbagai kriteria diterimanya pengajuan beasiswa oleh mahasiswa, yaitu ketidakmampuan, prestasi akademik (Indeks Prestasi), dan lainnya. Adapun yang menjadi alat ukur kelayakan mahasiswa untuk menerima beasiswa melalui Fakultas Syariah dan Hukum dari sudut ketidakmampuan mahasiswa adalah Surat Keterangan Tidak Mampu. Hal ini karena Surat Keterangan Tidak Mampu yang dikeluarkan oleh pihak kelurahan ataupun kecamatan bersifat legal formal sehingga bisa dipertanggungjawabkan secara hukum. Disamping Surat Keterangan Tidak Mampu, dasar yang digunakan dalam menilai apakah mahasiswa yang bersangkutan benar dari kalangan masyarakat kurang mampu atau tidak dan apakah terdapat manipulasi pada Surat Keterangan Tidak Mampu itu atau tidak adalah husnuz zhan, karena konfirmasi ke pihak kelurahan dan kecamatan tetap dianggap kurang efektif. Selain itu untuk meneliti mahasiswa satu persatu pun diperlukan waktu yang cukup lama.
75
Khusus untuk Program Studi Muamalat,jika mereka yang mengajukan beasiswa dengan melampirkan Surat Keterangan Tidak Mampu telah terdata semua, sedangkan kuota yang tersedia masih ada, maka pihak Prodi akan memasukkan ketua kelas, mereka yang memiliki Indeks Prestasi tinggi namun belum terdaftar sebagai calon penerima beasiswa, dan aktivis yang ditarik melalui BEM. 2 2. Program Studi Jinayah Syar’iyah Pada Program Studi Jinayah Syar’iyah, penyeleksian dilakukan dengan cara melihat ketidakmampuan mahasiswa melalui Surat Keterangan Tidak Mampu. Jika calon penerima beasiswa yang mencantumkan Surat Keterangan Tidak Mampu tersebut melebihi kuota yang tersedia, maka mereka diseleksi berdasarkan Indeks Prestasi dan konfirmasi ke teman. 3 3. Program Studi Ilmu Hukum Karena program studi ini masih terbilang baru dan mahasiswanya pun belum terlalu banyak, maka pihak Prodi cukup mudah untuk mengenali mahasiswa-mahasiswanya. Khusus untuk seleksi penerimaan beasiswa, maka pihak Prodi akan melihat Surat Keterangan Tidak Mampu dan mengenali gaya serta prilaku mahasiswa yang mengajukan beasiswa tersebut. Walaupun gaya serta prilaku mahasiswa selama di kampus tidak 2
Wawancara pribadi dengan Ah. Azharudin Lathif (Sekretaris Jurusan Program Studi Muamalat) . Jakarta, 28 Juli 2010. 3 Wawancara pribadi dengan Sri Hidayati (Sekretaris Jurusan Program Studi Jinayah Siyasah). Jakarta, 28 Juli 2010.
76
bisa sepenuhnya mewakili kondisi ekonominya, namun sekilas dapat tergambar apakah mereka layak atau tidak untuk mendapatkan beasiswa tersebut. 4 4. Program Studi Ahwalu Syakhsiyyah Seperti halnya program studi lain, alat ukur yang digunakan untuk menilai apakah mahasiswa yang mengajukan beasiswa melalui Fakultas Syariah dan Hukum mampu atau tidak adalah dengan melihat Surat Keterangan Tidak Mampu. Selain itu, pihak Prodi ini juga memberi himbauan kepada mereka yang mengajukan agar jangan sampai ada yang mengambil hak sesamanya. Dalam artian bahwa himbauan ini bermaksud agar mahasiswa yang merasa dirinya mampu sebaiknya tidak mengajukan beasiswa karena bisa memakan hak temannya yang lebih membutuhkan. Dengan demikian, dasar kepercayaan (husnus zhan) dalam menetapkan mahasiswa yang layak menerima beasiswa merupakan salaha satu dasar yang cukup kuat pada Prodi ini. 5 5. Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum dalam menyeleksi kelayakan mahasiswa untuk menerima beasiswa melalui Fakultas Syariah
4
Wawancara pribadi dengan Euis Nurlaelawati (Sekretaris Jurusan Program Studi Ilmu Hukum). Jakarta, 28 Juli 2010. 5 Wawancara pribadi dengan Abdul Basiq Djalil (Ketua Program Studi Akhwal Al Syakhsiyah). Jakarta, 29 Juli 2010.
77
dan Hukum adalah dengan beberapa kriteria. Kriteria utama adalah kesesuaian dengan persyaratan yang ditetapkan oleh lembaga/ yayasan pemberi beasiswa tersebut. Dalam hal ketidakmampuan, maka alat ukur yang digunakan adalah Surat Keterangan Tidak Mampu. Secara hukum, apa yang tertera dan dikeluarkan oleh pihak kelurahan ataupun kecamatan dapat dipertanggungjawabkan secara hukum sehingga menjadi rujukan pada tiap administrasi. Khusus pada program studi ini, disamping mereka yang dinilai kurang mampu, prioritas beasiswa melalui Fakultas Syariah dan Hukum ini diberikan kepada program khusus dan mahasiswa semester VIII keatas. Alasannya adalah bahwa mereka yang berada di program khusus menjalani kuliah mereka lebih berat dari mereka yang kuliah biasa. Sedangkan mahasiswa semester VIII keatas dimaksudkan agar mereka dapat merasakan beasiswa sebelum mereka lulus, karena belum tentu setelah lulus nanti mereka masih akan mendapatkan beasiswa sedang mereka membutuhkannya. 6 Dengan demikian untuk menentukan apakah mahasiswa yang mengajukan permohonan untuk menerima beasiswa tersebut dikategorikan sebagai mahasiswa yang layak (tidak mampu), maka pihak Prodi menggunakan Surat Keterangan Tidak Mampu dari kelurahan atau kecamatan 6
Wawancara pribadi dengan Muhammad Taufiki (Sekretaris Jurusan Program Studi Perbandingan Mazhab dan Hukum). Jakarta, 29 Juli 2010.
78
sebagai alat ukur. Hal ini karena Surat Keterangan Tidak Mampu dari kelurahan
atau
kecamatan
bersifat
legal
formal
sehingga
bisa
dipertanggungjawabkan secara hukum. Adapun kemungkinan manipulasi Surat Keterangan Tidak Mampu adalah di luar kemampuan dari pihak Prodi. D. Sosialisasi Sosialisasi terhadap pemberian beasiswa yang dikeluarkan oleh berbagai instansi ini adalah penting untuk dilakukan, hal ini tidak lain adalah untuk memberitahukan kepada mahasiswa bahwa pihak fakultas telah menerima mandat dari pihak akademik pusat untuk membuka pengajuan beasiswa dari mahasiswa berdasarkan kriteria persyaratan yang tersedia. Untuk itu maka pihak fakultas dan program studi akan mengeluarkan pengumuman kepada seluruh mahasiswa di papan pengumuman atau bahkan diumumkan melalui media jejaring sosial seperti facebook, multyfly, dan lain sebagainya. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan daya guna majalah dinding dan media internet bagi mahasiswa agar mereka peka terhadap informasiinformasi terkini dari Fakultas. Pengumuman ke kelas-kelas pun telah dilakukan oleh beberapa jurusan. Mereka mengumpulkan para ketua kelas agar menginformasikan bantuan dana pendidikan ini kepada tiap-tiap mahasiswa.
Meskipun demikian, ternyata masih juga terdapat beberapa
mahasiswa yang tidak mengetahui akan informasi beasiswa ini.
BAB IV ANALISIS TENTANG PEMBERIAN BEASISWA DAN POLA KONSUMSI MAHASISWA A. Wawancara dan Pengamatan Sebelum dan pada saat penelitian ini, penulis telah mewawancarai dan mengamati beberapa dari mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum. Pertama sekali, untuk lebih meyakinkan penulis ke sektor apa sebenarnya beasiswa tersebut dipergunakan, maka penulis menyebar angket secara acak kepada 30 mahasiswa penerima beasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum. Hasilnya, ternyata terdapat 21 mahasiswa (70%) menyatakan bahwa beasiswa tersebut dialokasikan ke sektor konsumsi, yaitu menutupi kebutuhan hidup sehari-hari seperti makan harian, beli pulsa, bayar hutang, beli pakaian, beli sepatu, dan sebagainya. Sementara itu hanya 9 mahasiswa (30%) yang menyatakan bahwa beasiswa tersebut dialokasikan untuk menutupi biaya akademik mereka. Selanjutnya, setelah mendapatkan asumsi awal bahwa mayoritas dari mahasiswa penerima beasiswa melalui Fakultas Syariah dan Hukum mengalokasikan bantuan tersebut ke sector konsumsi,maka sesuai dengan kebutuhan penelitian ini, penulis mewawancarai dan melakukan pengamatan kepada beberapa mahasiswa penerima beasiswa tersebut. Jawaban mereka bervariasi. Berikut dipaparkan hasil wawancara dan pengamatan tersebut, untuk menjaga kerahasiaan responden, maka nama mereka disamarkan.
79
80
a) Wawancara Tabel 4.1 Nama UF
Jenis Kelamin P
Jurusan Perbankan Syariah
AP
L
Asuransi Syariah
DZ
L
Peradilan Agama
EL
P
HD
L
Perbankan Syariah Perbankan Syariah
GT
L
PMF
BS
L
PMH
Alasan Mengajukan Beasiswa Sebenarnya saya tidak miskin, tapi tidak pula kaya, boleh dibilang kehidupan saya cukup. Karena ada beasiswa, jadi saya coba-coba saja mengajukannya, lumayan buat menambah uang jajan saya. Saya datang dari golongan masyarakat berekonomi lemah, saya tinggal di kampung dan mempunyai banyak adik yang masih kecil-kecil. Untuk dapat melanjutkan kuliah saya harus bekerja kecil-kecilan. Namun sejujurnya itu belum bisa menutupi biaya kuliah saya. Karena itu beasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum ini sangat saya harapkan dan begitu membantu saya. Jujur, walaupun kami bukan konglomerat ataupun orang kaya, tapi orang tua saya dua-duanya bekerja, abang saya juga bekerja di salah satu PT terkemuka. Uang jajan saya pun Alhamdulillah cukup. Saya mengajukan beasiswa sebatas cobacoba dan jika diterima saya gunakan untuk tambahan kebutuhan hidup harian saya. Buat nambah uang jajan Sebagai anak paling tua dengan kondisi orang tua yang tak lagi bisa bekerja, maka segala tanggung jawab keluarga berada di pundak saya. Alhamdulillah beasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum sangat membantu. Saya tinggal di kampung, kerjaan orang tua saya sebagai petani, jadi beasiswa ini sangat membantu saya. Orang tua saya masih bekerja sebagai PNS, tapi saya mempunyai banyak saudara yang masih dalam kancah akademik sehingga terkadang orang tua saya pun merasa kesulitan untuk membiayai kami semua. Jadi beasiswa bagi saya cukup berarti.
81
b) Pengamatan Tabel 4.2 Nama AA
Jenis Kelamin L
Jurusan
Kondisi Ekonomi
Peradilan Agama Peradilan Agama Perbankan Syariah
Punya motor 3 buah, tidak ngekost, ayahnya bekerja di DEPAG Punya motor merek thunder dan bapaknya merupakan seorang kepala sekolah Rumah di kampung (sederhana), orang tua tidak bekerja, ke kampus sering naik angkot terkadang jalan kaki Ayahnya pengusaha kopra, punya motor, uang jajan perbulan cukup besar Rumahnya kumuh, baju yang dipakai buat kuliah relatif itu-itu saja, sepatu yang digunakan sudah robek Penampilan sederhana, baju yang digunakan relatif itu-itu saja, sibuk bekerja sampingan demi menutupi kebutuhan. Sederhana, menjualkan pulsa temannya
JJ
L
HH
L
HZ
L
SS
L
RG
P
Perbankan Syariah
EE
P
RR
L
Asuransi Syariah Perbankan Syariah
TT
L
MM
L
Perbankan Syariah Peradilan Agama
Perbankan Syariah Peradilan Agama
Sudah yatim piatu tapi mempunyai warisan usaha, memiliki motor pribadi, handpone bagus. Punya mobil, makannya banyak Tidak memiliki cukup uang buat kuliah sehingga harus cuti sementara karena mengajar di pesantren
Dari hasil wawancara dan pengamatan tersebut terlihat bahwa mereka yang mendapatkan beasiswa tersebut ada yang benar-benar sangat membutuhkannya dan adapula yang hanya sebatas iseng dan coba-coba walau mereka bukanlah orang kaya, dan ada pula yang sebenarnya tidak membutuhkan beasiswa tersebut karena kondisi ekonomi keluarganya yang mapan. Secara umum penulis berasumsi bahwa memang terdapat beberapa mahasiswa yang menerima beasiswa melalui Fakultas Syariah dan
82
Hukum merupakan mereka yang memiliki kategori kurang layak. Akan tetapi mayoritas mereka merupakan mahasiswa yang berada pada tingkatan ekonomi yang sedang-sedang saja, dalam artian mereka tidak kaya dan tidak pula miskin. Asumsi ini beranjak dari logika awal bahwa untuk mereka yang dapat melanjutkan studi hingga ke perguruan tinggi tentulah karena memilliki kemampuan, walaupun kemampuan itu berbeda-beda tingkatannya. Untuk mengetahui lebih jauh tentang hal ini, berikut digambarkan hasil penelitian pada 270 responden mahasiswa penerima beasiswa melalui Fakultas Syariah dan Hukum.
B. Identitas Responden a. Usia responden Tabel 4.3 Usia Responden
Valid
Frequency
Percent
19
22
8,1
20 21 22 23 24 Total
92 89 47 13 7 270
34,1 33,0 17,4 4,8 2,6 100,0
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel diatas terlihat bahwa usia responden dimulai dari yang paling rendah yaitu 19 tahun sebanyak 22 orang (8,1%) , 20 tahun sebanyak 92 orang (34,1%), 21 tahun sebanyak 89 orang (33%), 22 tahun sebanyak 47 orang (17,4%), 23 tahun sebanyak 13 orang (4,8%), dan paling tinggi yaitu 24 tahun sebanyak 7 orang (2,6%).
83
b. Jenis kelamin responden Diagram 4.1 Jenis Kelamin Responden
Sumber: Data primer yang diolah Dari diagram diatas, terlihat bahwa sebanyak 151 orang (55,9%) responden adalah laki-laki dan sebanyak 119 orang (44,1%) adalah perempuan. c. Pendidikan terakhir orang tua: a. Ayah
Valid
Tabel 4.4 Pendidikan Ayah Responden Kategori SD/ SR SMP/ Mts SMA/ MA SMK/ STM D2 D3 S1 S2 S3 Total
Frequency 30 32 117 5 1 7 56 19 3 270
Percent 11,1 11,9 43,3 1,9 ,4 2,6 20,7 7,0 1,1 100,0
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel tersebut terlihat bahwa pendidikan orang tua (ayah) responden dari yang paling sedikit adalah D2 sebanyak 1 orang (0,4%), S3 sebanyak 3 orang (1,1%), SMK/ STM sebanyak 5 orang (1,9%), D3 sebanyak 7 orang (2,6%), S2 sebanyak 19
84
orang (7%), SD/ SR sebanyak 30 orang (11,1%), SMP/ MTs sebanyak 32 orang (11,9%), S1 sebanyak 56 orang, dan paling banyak adalah SMA/ MA sebanyak 117 orang (43,3%). Secara umum terlihat bahwa mayoritas orang tua responden (ayah) memiliki pendidikan diatas SMA atau sederajat. Dalam artian pendidikan orang tua (ayah) responden cukup tinggi, walau terdapat juga beberapa orang ayah yang berpendidikan dibawah SMA atau sederajat. b. Ibu Tabel 4.5 Pendidikan Ibu Kategori
Valid
SD/ SR
Frequency Percent 37
13,7
SMP/ MTs 72
26,7
SMA/ MA 102
37,8
SMK/ STM 1
,4
D2
2
,7
D3
6
2,2
S1
49
18,1
S2
1
,4
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel diatas terlihat bahwa pendidikan orang tua (ibu) paling sedikit adalah SMK/ STM dan S2 sebanyak masing-masing 1 orang (0,4%), D2 sebanyak 2 orang (0,7%), D3 sebanyak 6 orang (2,2%), SD/ SR sebanyak 37 orang (13,7%), S1
85
sebanyak 49 orang (18,1%), SMP/ MTs sebanyak 72 orang (26,7%), dan paling banyak adalah SMA/ MA sebanyak 102 orang (37,8%). Ini menunjukkan bahwa pendidikan orang tua responden (ibu) paling tinggi adalah S2, itupun hanya terdapat satu orang saja. Walaupun tidak sepenuhnya bisa menjadi tolak ukur, tapi pendidikan ibu ini juga dapat sedikit menggambarkan kemana dan di bidang apa pekerjaan dari ibu-ibu ini nantinya bergerak. Walaupun demikian, ternyata orang tua responden (ibu) cukup banyak juga yang sempat mengenyam bangku perkuliahan. Ini terlihat bahwa sebanyak 21, 4% ibu responden pernah kuliah yang terdiri dari D2, D3, S1, dan S2, dimana sebanyak 90% diantaranya adalah S1. d. Pekerjaan orang tua: a. Ayah
Valid
Tabel 4.6 Pekerjaan Ayah Kategori Tidak bekerja Buruh Petani Pedagang Wiraswasta Guru PNS Pegawai Swasta Dosen Pengusaha Konsultan Total
Frequency Percent 33 12,2 25 9,3 8 3,0 45 16,7 19 7,0 16 5,9 67 24,8 23 8,5 2 ,7 30 11,1 2 ,7 270 100,0
Sumber: Data primer yang diolah
86
Dari tabel diatas terlihat bahwa pekerjaan orang tua responden dimulai dari yang paling sedikit adalah konsultan dan dosen masing-masing sebanyak 2 orang (0,7%), petani sebanyak 8 orang (3%), guru sebanyak 16 orang (5,9%), wiraswasta sebanyak 19 orang (7%), pegawai swasta sebanyak 23 orang (8,5%), buruh sebanyak 25 orang (9,3%), pengusaha sebanyak 30 orang (11,1%), tidak bekerja sebanyak 33 orang (12,2%), pedagang sebanyak 45 orang (16,7%), dan paling banyak adalah PNS sebanyak 67 orang (24,8%). Berikut gambaran pekerjaan orang tua (ayah) responden dalam bentuk diagram: Diagram 4.2 Pekerjaan Ayah
Sumber: Data primer yang diolah Perlu dijelaskan bahwa profesi guru pada pekerjaan orang tua responden ini diantaranya bergerak di bidang agama seperti guru mengaji, atau di bidang umum seperti guru TK, SD, SMP/MTs, SMA/MA. Sedangkan mereka yang menjadi pengusaha umumnya masih dalam tahap merintis seperti buka usaha pertokoan dan
87
sebagainya. Adapun orang tua responden yang tidak bekerja umumnya adalah karena pensiun atau meninggal dunia. b. Ibu
Valid
Tabel 4.7
Frequency
Percent
Tidak bekerja
165
61,1
Buruh
5
1,9
Petani
3
1,1
Pedagang
32
11,9
Wiraswasta
3
1,1
Guru
19
7,0
PNS
33
12,2
Pegawai Swasta 3
1,1
Pengusaha
7
2,6
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel diatas terlihat bahwa pekerjaan orang tua (ibu) responden terdiri dari petani, wiraswasta, dan pegawai swasta masing-masing sebanyak 3 orang (1,1%), buruh sebanyak 5 orang (1,9%), pengusaha sebanyak 7 orang (2,6%), guru sebanyak 19 orang (7%), pedagang sebanyak 32 orang (11,9%), PNS sebanyak 33 orang (12,2%), dan mayoritas dari mereka adalah tidak bekerja, baik karena meninggal dunia, pensiun, maupun hanya sebatas menjadi ibu rumah tangga saja, yaitu sebanyak 165 orang (61,1%).
88
Berikut pekerjaan orang tua (ibu) dalam bentuk diagram: Diagram 4.3 Pekerjaan Ibu
Sumber: Data primer yang diolah C. Pendapatan orang tua: a. Ayah Tabel 4.8 Pendapatan Ayah Frequency Percent Valid 0-1Juta 1-5 Juta
78
28,9
163
60,4
5-10 Juta 23
8,5
10-15 Juta 3
1,1
>15 Juta
3
1,1
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel diatas terlihat bahwa pendapatan orang tua (ayah) responden paling sedikit berkisar dari > 15 juta dan 10-15 juta masing-masing sebanyak 3 orang (1,1%), 5-10 juta sebanyak 23 orang (8,5%) , 0-1 juta sebanyak 78 orang (28,9%), dan paling banyak berkisar pada angka 1-5 juta sebanyak 163 orang (60,4%).
89
b. Ibu Tabel 4.9 Pendapatan Ibu Frequency Percent Valid 0-1 Juta 189
70,0
1-5 Juta 71
26,3
5-10 Juta 9
3,3
>15 Juta 1
,4
Total
100,0
270
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel diatas terlihat bahwa pendapatan dari orang tua (ibu) responden paling sedikit berkisar pada > 15 juta sebanyak 1 orang (0,4%), 5-10 juta sebanyak 9 orang (3,3%), 1-5 juta sebanyak 71 orang (26,3%), dan paling banyak berkisar pada 0-1 juta sebanyak 189 juta (70%). D. Pola Konsumsi 1. Pengeluaran a. Uang jajan Tabel 4.10 Uang Jajan Responden Valid
Frequency
Percent
< 300000
91
33,7
301000-500000
91
33,7
501000-700000
38
14,1
701000-1000000
34
12,6
> 1000000
16
5,9
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah
Tabel diatas memperlihatkan bahwa uang jajan responden yang dikeluarkan tiap bulannya berkisar pada > 1.000.000 sebanyak 16 orang (5,9%), 701.000-
90
1.000.000 sebanyak 34 orang (12,6%), 501.000-700.000 sebanyak 38 orang (14,1%) dan paling banyak berkisar pada < 300.000 dan 301.000-500.000 masing-masing sebanyak 91 orang (33,7%). b. Sewa kost (bagi yang ngekost) Tabel 4.11 Biaya Sewa Kost Responden Frequency Percent Valid 0 < 250000
148
54,8
57
21,1
251000-300000 25
9,3
301000-350000 9
3,3
351000-400000 11
4,1
> 400000
20
7,4
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah Tabel tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 148 orang responden (54,8%) tidak menyewa kost melainkan pulang pergi atau menginap di rumah saudara mereka. Sedangkan bagi mereka yang menyewa kost pengeluaran sewa mereka berkisar pada paling sedikit Rp. 301.000-350.000 sebanyak 9 orang (3,3%), Rp. 351.000-400.000 sebanyak 11 orang (4,1%), diatas Rp. 400.000 sebanyak 20 orang (7,4%), Rp. 251.000-300.000 sebanyak 25 orang (9,3%), dan paling banyak berkisar pada kurang dari Rp.250.000 sebanyak 57 orang (21,1%).
91
c. Biaya transportasi Tabel 4.12 Biaya Transportasi Responden Valid
Frequency
Percent
< 60000
126
46,7
61000-100000
66
24,4
101000-200000
43
15,9
201000-300000
17
6,3
> 300000
18
6,7
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah
Biaya transportasi yang dimaksud adalah pengeluaran untuk membeli bensin bagi yang memiliki motor pribadi, dan sewa angkot bagi mereka yang tidak memiliki motor pribadi setiap bulannya. Data tersebut menunjukkan bahwa sebanyak 126 orang (46,7%) mengeluarkan biaya kurang dari Rp. 60.000, Rp.61.000-100.000 sebanyak 66 orang (24,4%), Rp. 101.000-200.000 sebanyak 43 orang (15,9%), Rp. 201.000-300.000 sebanyak 17 orang (6,3%), dan diatas Rp. 300.000 sebanyak 18 orang (6,7%). d.
Uang rokok Tabel 4.13 Uang Rokok Responden
Valid
Frequency
Percent
0
225
83,3
< 10000
29
10,7
11000-20000
10
3,7
21000-30000
2
,7
31000-40000
2
,7
> 40000
2
,7
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah
92
Menurut pengakuan, sebanyak 225 orang responden (83,3%) tidak merokok, sisanya sebanyak 29 orang (10,7%) mengeluarkan uang kurang dari Rp.10.000 untuk rokok, Rp. 11.000-20.000 sebanyak 10 orang (3,7%), dan sisanya lagi sebanyak 8 orang mengeluarkan uang Rp. 21.000 hingga lebih dari Rp. 40.000 untuk membeli rokok perharinya. e. Biaya beli buku, fotocopy, dan alat-alat tulis lainnya Tabel 4.14 Frequency Percent Valid < 30000
98
36,3
31000-50000 89
33,0
51000-70000 30
11,1
71000-100000 19
7,0
> 100000
34
12,6
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah Biaya yang dikeluarkan responden untuk membeli buku, fotocopy, dan lain sebagainya selama sebulan adalah kurang dari Rp. 30.000 yaitu sebanyak 98 orang (36,3%), Rp. 31.000-50.000 sebanyak 89 orang (33%), Rp. 51.000-70.000 sebanyak 30 orang (11,1%), Rp. 71.000-100.000 sebanyak 19 orang (7%), dan diatas Rp. 100.000 sebanyak 34 (12,6%).
93
f. Biaya jalan-jalan/ refreshing Diagram 4.4 Biaya jalan-jalan/ refreshing
Sumber: Data primer yang diolah Diagram tersebut menggambarkan bahwa responden mengeluarkan uang untuk refreshing tiap bulannya kurang dari Rp. 50.000 sebanyak 105 orang (38,9%), Rp.51.000-100.000 sebanyak 104 orang (38,5%), Rp. 101.000-300.000 sebanyak 41 orang (15,2%), Rp.300.000-500.000 sebanyak 17 orang (6,3%), dan diatas Rp.500.000 sebanyak 3 orang (1,1%). g. Uang makan harian Tabel 4.15 Uang makan responden Frequency Percent Valid
< 15000
137
50,7
16000-20000
89
33,0
21000-30000
29
10,7
31000-50000
7
2,6
> 50000
8
3,0
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah
94
Menurut pengakuan responden, mereka mengeluarkan uang untuk makan perhari adalah sebagai berikut: sebanyak 137 orang (50,7%) mengeluarkan uang kurang dar Rp.15.000 perhari untuk makan, 89 orang (33%) sebanyak Rp.16.00020.000, 29 orang (10,7%) sebanyak Rp.21.000-30.000, 7 orang (2,6%) sebanyak Rp.31.000-50.000, dan 8 orang (3%) sebanyak lebih dari Rp. 50.000. 2.
Gaya hidup Karena pertanyaan untuk gaya hidup yang diajukan ke responden berbentuk
likert, maka terlebih dahulu pertanyaan tersebut diuji validitas dan realibilitasnya. Untuk itu diambil 30 responden sebagai pengujian awal. Berikut hasil pengujiannya: Tabel 4.16 Reliability Statistics Cronbach's Alpha N of Items ,809
8
Tabel 4.17 Item-Total Statistics Scale Mean if Item Scale Variance Corrected ItemDeleted if Item Deleted Total Correlation
Cronbach's Alpha if Item Deleted
a. Saya ke kampus menggunakan kendaraan pribadi
26,23
31,495
,147
,859
b. Saya sering berbelanja di mall
25,53
27,499
,630
,771
95
c. Saya sering gonta ganti HP
25,13
27,499
,639
,770
d. Saya mempunyai banyak koleksi baju untuk kuliah
25,70
26,010
,737
,754
e. Saya mengerjakan tugas di laptop pribadi
25,90
27,955
,467
,798
24,83
29,454
,631
,778
g. Saya sering makan di restaurant
25,07
28,823
,633
,775
h. Saya sering bepergian dengan menggunakan taxi
24,83
29,730
,568
,784
f.
Saya memiliki banyak koleksi sepatu mahal
Sumber: Data primer yang diolah Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, bahwa semua item dalam pertanyaan yang terdapat pada kuesioner dinyatakan valid apabila r hitung (Corrected Item-Total Correlation) lebih besar dari r tabel untuk error 5% pada jumlah 30 responden (n-2 =
28) yaitu (0,361) dan dinyatakan reliable apabila berada lebih besar dari 0,7. Setelah diolah dengan alat bantu SPSS, terlihat bahwa meskipun semunya pernyataan tersebut dinilai reliable (cronbach's alphanya adalah 0,809) namun pernyataan pertama (a) memiliki corrected item-total correlation sebesar 0,147 (lebih kecil dari 0,361). Dengan demikian pernyataan (a) dinyatakan tidak valid sehingga perlu dikeluarkan dari daftar pernyataan terkait gaya hidup responden.
96
Tabel 4.18 Reliability Statistics Cronbach's Alpha
N of Items
,859
7
Tabel 4.19 Item-Total Statistics Scale Mean if Item Deleted
Scale Variance if Item Deleted
Corrected Item-Total Correlation
Saya sering berbelanja di 22,73 22,616 ,701 mall Saya sering gonta ganti 22,33 22,920 ,679 HP Saya mempunyai banyak 22,90 21,817 ,748 koleksi baju untuk kuliah Saya megerjakan tugas di 23,10 23,197 ,508 laptop pribadi Saya memiliki banyak 22,03 25,068 ,635 koleksi sepatu mahal Saya sering makan di 22,27 24,754 ,606 restaurant Saya sering bepergian 22,03 25,413 ,561 dengan menggunkan taxi Sumber: Data primer yang diolah
Cronbach's Alpha if Item Deleted ,828 ,831 ,820 ,862 ,840 ,842 ,848
Setelah data yang tidak valid tersebut dikeluarkan, maka terlihat cronbach's alpha menjadi 0,859 sehingga butir-butir pada pernyataan tersebut dinyatakan reliable (0,859 > 0,7) dan semua butir pernyataan tersebutpun dinyatakan valid karena berada lebih besar dari 0, 361.
97
Untuk mempermudah analisis, penulis menggolongkan jawaban dari responden ke dalam tiga golongan, yaitu: 1. Tidak Setuju dan Sangat Tidak Setuju
: Rendah
2. Ragu-ragu
: Sedang
3. Setuju dan Sangat Setuju
: Tinggi
Berikut adalah jawaban dari responden untuk tiap butir pertanyaan yang diberikan: a. Saya sering berbelanja ke mall Tabel 4.20 Frequency Percent Valid Sangat Setuju
2
,7
Setuju
36
13,3
Ragu-ragu
55
20,4
Tidak Setuju
103
38,1
Sangat Tidak Setuju
74
27,4
270
100,0
Total
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel diatas, terlihat bahwa sebanyak 2 orang (0,7%) menyatakan sangat setuju, 36 orang (13,3%) setuju, 55 orang (20,4%) ragu-ragu, 103 orang (38,1%) tidak setuju, dan 74 orang (27,4%) menyatakan sangat tidak setuju. Berdasarkan klasifikasi yang telah dirumuskan sebelumnya, dapat dinyatakan bahwa mayoritas responden (65,5%) memiliki gaya hidup yang rendah dari segi berbelanja ke mall yang diasumsikan sebagai salah satu tempat trendy dan glamor bagi orangorang yang mampu.
98
b. Saya sering gonta-ganti HP Tabel 4.21 Frequency Percent Valid Sangat Setuju
3
1,1
Setuju
17
6,3
Ragu-ragu
30
11,1
Tidak Setuju
112
41,5
Sangat Tidak Setuju
108
40,0
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel diatas terlihat bahwa sebanyak 3 orang (1,1%) responden menyatakan sangat setuju, 17 orang (6,3%) setuju, 30 orang (11,1%) ragu-ragu, 112 orang (41,5%) tidak setuju, dan 108 orang (40%) sangat tidak setuju. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa mayoritas responden (81,5%) memiliki gaya hidup yang rendah dari sisi keseringan mereka mengganti HP seiring dengan berkembangnya trend dan model di dunia telekomunikasi berbentuk HP tersebut. c. Saya memiliki banyak koleksi baju untuk kuliah Tabel 4.22 Frequency Valid
Percent
Sangat Setuju
10
3,7
Setuju
51
18,9
Ragu-ragu
57
21,1
Tidak Setuju
96
35,6
Sangat Tidak Setuju
56
20,7
270
100,0
Total
Sumber: Data primer yang diolah
99
Tabel diatas memperlihatkan bahwa sebanyak 10 orang (3,7%) menyatakan sangat setuju, 51 orang (18,9%) setuju, 57 orang (21,1%) ragu-ragu, 96 orang (35,6%) tidak setuju, dan 56 orang (20,7%) sangat tidak setuju. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa mayoritas responden (56,3%) memiliki gaya hidup yang rendah dari sisi banyak atau tidaknya mereka memiliki koleksi baju untuk kuliah. d. Saya mengerjakan tugas di laptop pribadi Tabel 4.23 Frequency Valid
Percent
Sangat Setuju
28
10,4
Setuju
72
26,7
Ragu-ragu
33
12,2
Tidak Setuju
70
25,9
Sangat Tidak Setuju
67
24,8
270
100,0
Total Sumber: Data primer yang diolah
Berdasarkan tabel tersebut didapat sebanyak 28 orang (10,4%) menyatakan sangat setuju, 72 orang (26,7%) menyatakan setuju, 33 orang (12,2%) ragu-ragu, 70 orang (25,9%) tidak setuju, dan 67 orang (24,8%) sangat tidak setuju. Dengan demikian sebanyak 50,7% responden memiliki gaya hidup yang rendah dari sisi apakah mereka memiliki laptop pribadi atau tidak, namun banyak juga dari mereka yaitu sebanyak 37,1% memiliki gaya hidup yang cukup tinggi dari sisi tersebut.
100
e. Saya memiliki banyak sepatu mahal Tabel 4.24 Frequency Percent Valid Sangat Setuju
6
2,2
Setuju
8
3,0
18
6,7
Tidak Setuju
108
40,0
Sangat Tidak Setuju
130
48,1
Total 270 Sumber: Data primer yang diolah
100,0
Ragu-ragu
Atas pernyataan tersebut, reponden merespon dengan sebanyak 6 orang (2,2%) menyatakan sangat setuju, 8 orang (3%) setuju, 18 orang (6,7) ragu-ragu, 108 orang (40%) tidak setuju, dan 130 orang (48,1%) sangat tidak setuju. Dengan demikian gaya hidup mayoritas responden pada kategori kepemilikan mereka atas sepatu mahal adalah rendah yaitu sebanyak 88,1%. f. Saya sering makan di restaurant Tabel 4.25 Frequency Valid
Sangat Setuju
Percent
4
1,5
Setuju
14
5,2
Ragu-ragu
32
11,9
Tidak Setuju
117
43,3
Sangat Tidak Setuju
103
38,1
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah
101
Tabel diatas menunjukkan bahwa sebanyak 4 orang (1,5%) menyatakan sangat setuju, 14 orang (5,2%) setuju, 32 orang (11,9%) ragu-ragu/ kadang-kadang, 117 orang (43,3%) tidak setuju, dan 103 orang (38,1%) sangat tidak setuju. Dengan demikian mayoritas responden yaitu sebanyak 81,4% jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah makan di restaurant.
g. Saya lebih sering bepergian dengan menggunakan taxi daripada angkutan umum Tabel 4.26 Frequency Percent Valid Sangat Setuju
1
,4
Setuju
5
1,9
Ragu-ragu
23
8,5
Tidak Setuju
95
35,2
Sangat Tidak Setuju
146
54,1
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah Dari tingkat keseringan mereka menggunakan taxi sebagai sara transportasi mereka, maka mereka menjawab dengan 1 orang (0,4%) sangat setuju, 5 orang (1,9%) setuju, 23 orang (8,5%) ragu-ragu, 95 orang (35,2%) tidak setuju, dan 146 orang (54,1%) menyatakan sangat tidak setuju.
102
Dapat dikatakan bahwa mayoritas responden (89,3%) jarang atau bahkan sama sekali tidak pernah menggunakan taxi sebagai sarana transportasi mereka. Hal ini karena taxi diasumsikan memakan biaya yang relatif cukup besar dibanding transportasi umum lainnya. E. Analisa a.
Pendapatan orang tua
Dari data sebelumnya tergambar bahwa pendapatan mayoritas ayah responden berkisar pada Rp. 1-5 juta yaitu sebanyak 60,4%, lalu dibawah Rp. 1 juta sebanyak 28,9%. Sementara itu pendapatan mayoritas ibu responden adalah Rp. 0-1 juta yaitu sebanyak 70%, lalu Rp. 1-5 juta sebanyak 26,3%. Pendapatan ayah yang mayoritas berkisar pada Rp. 1-5 juta ini mungkin karena pekerjaan mereka bergerak di bidang kepegawaian dan dagang. Sedangkan pendapatan ibu mayoritas Rp. 0-1 juta karena kebanyakan dari mereka adalah tidak bekerja ( sebagai ibu rumah tangga saja). Setelah dianalisis, ternyata terdapat 76 orang (28,15%) dari responden yang kedua orang tuanya bekerja. Dari 76 orang tersebut, mayoritas ayah responden memiliki pendapatan pada kisaran Rp. 1-5 juta yaitu sebanyak 56 orang (73,7%), lalu Rp. 5-10 juta sebanyak 13 orang (17,1%). Sedangkan ibu memiliki pendapatan mayoritas pada kisaran Rp. 1-5 juta yaitu sebanyak 66 orang (86,8%), lalu Rp. 5-10 juta sebanyak 9 orang (11,8%). Berikut data tersebut digambarkan dalam bentu tabel:
103
Tabel 4.27 Pendapatan Ayah dari 76 responden yang ibunya juga bekerja Frequency Percent Valid 0-1 Juta
4
5,3
1-5 Juta
56
73,7
5-10 Juta
13
17,1
10-15 Juta 2
2,6
> 15 Juta
1,3
1
Total 76 100,0 Sumber: Data primer yang diolah Tabel 4.28 Pendapatan ibu dari 76 responden yang ayahnya juga bekerja Frequency Percent Valid 1-5 Juta
66
86,8
5-10 Juta 9
11,8
> 15 Juta 1
1,3
Total 76 100,0 Sumber: Data primer yang diolah Secara umum, jika mengacu pada standar Biro Pusat Statistik (BPS) yang menetapkan bahwa standar masyarakat berpenghasilan menengah adalah Rp. 6 juta perbulan 1 , maka dapat dinyatakan bahwa mayoritas orang tua responden, yaitu ayah sebanyak 89,3% dan ibu sebanyak 96,3%
berada pada golongan masyarakat
berpenghasilan rendah. Adapun jika ditinjau dari sudut penghasilan orang tua 1
Kompas, “Demi KPR, Kategori Kelas Menengah Diperlebar”, artikel diakses pada14 Juni 2010 dari http:// Demi KPR,Kategori Kelas Menengah Diperlebar-KOMPAS.com.html.
104
responden yang keduanya bekerja, maka sebanyak 79% ayah dan 86,8% ibu responden berada pada golongan masyarakat berpenghasilan rendah. Sementara sisanya, jika dilihat secara umum, maka sebayak 10,7% ayah dan 3,7% ibu berada pada golongan masyarakat menengah keatas. Dan jika sudut pandangnya dipersempit, yaitu melihat dari penghasilan orang tua yang keduanya sama-sama bekerja/memiliki penghasilan yaitu sebanyak 76 orang, maka sebanyak 16 orang (21% ) ayah dan 10 orang (13,1%) ibu berada pada golongan masyarakat menengah keatas. Dengan demikian dari sudut pendapatan secara umum dari kedua orang tua responden yang sama-sama bekerja, maka didapat 5,93% ayah dan 3,7% ibu berada pada golongan masyarakat menengah keatas. Dari 76 responden yang kedua orang tuanya bekerja itu, ternyata terdapat 8 orang (2,96% dari seluruh responden) yang pendapatan kedua orang tuanya itu masing-masing berada diatas Rp. 5 juta. Berikut datanya: Tabel 4.29 Responden Ayah ibu 1 > 15 juta > 15 juta 2 10-15 juta 5-10 juta 3 5-10 juta 5-10 juta 4 5-10 juta 5-10 juta 5 5-10 juta 5-10 juta 6 5-10 juta 5-10 juta 7 10-15 juta 5-10 juta 8 5-10 juta 5-10 juta Sumber: Data primer yang diolah
105
Jika melihat dari data ini dan dari sisi pendapatan saja, maka tentunya sebanyak 2,96% responden dapat dinyatakan sebagai orang yang mampu untuk menutupi biaya hidup dan biaya akademik mereka tanpa memerlukan bantuan dari pihak lain temasuk beasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum. b. Jumlah Saudara Kandung yang Dimiliki Responden Pendapatan orang tua responden memang menjadi sudut pandang utama pada penelitian ini, tapi pendapatan tersebut belum bisa menjadi tolak ukur mutlak untuk menentukan setidaknya mendekati perkiraan apakah responden dianggap mampu atau tidak. Karena itu, faktor kedua yang menjadi alat ukur adalah seberapa banyak responden memilki saudara kandung, jikapun kedua orangtua responden memiliki pendapatan yang cukup besar , misalnya karena keduanya bekerja, namun memilki tanggungan/ saudara kandung responden yang cukup banyak, maka tentu ini menjadi suatu pertimbangan tersendiri dalam menganalisis tingkat ekonomi mereka. Walaupun demikian faktor jumlah saudara kandung ini pun belum bisa sepenuhnya digunakan untuk menarik kesimpulan. Karena saudara kandung ini memiliki dua aspek, yaitu sebagai pendokrak ekonomi keluarga karena sudah bekerja misalnya, atau malah menjadi beban/tanggungan keluarga karena belum memiliki penghasilan ini. Karena kekurangan dan kelemahan pada angket yang disebarkan penulis, sehingga pemisahan pada kedua aspek tersebut tidak dapat dilakukan. Karena hal itu, maka penelitian ini hanya sebatas mengasumsikan bahwa saudara-saudara kandung responden masih menjadi tanggungan kedua orang tua mereka. Sehingga jikapun pendapatan orang tua responden cukup besar, akan tetapi memiliki saudara
106
kandungan yang cukup banyak, maka tentu dapat dipertimbangkan apakah ia memang tergolong kalangan masyarakata berada atau tidak. Sebelum menganalisis, penulis menggolongkan jumlah saudara kandung yang dimiliki responden kepada tiga golongan: sedikit, yaitu apabila responden hanya memiliki 1 sampai 3 orang saudara kandung, dan banyak, yaitu apabila responden memiliki 4 orang atau lebih saudara kandung. Berikut disajikan gambaran tentang jumlah saudara kandung berdasarkan pendapatan yang dimiliki oleh orang tua responden: Tabel 4.30 Jumlah saudara kandung dari responden yang kedua orang tuanya bekerja Frequency Percent Valid 1
17
22,4
2
18
23,7
3
17
22,4
4
15
19,7
>4
9
11,8
Total 76 100,0 Sumber: Data primer yang diolah Dari tabel terlihat bahwa jumlah saudara kandung dari responden yang kedua orang tuanya bekerja adalah sebanyak 17 orang memiliki 1 saudara kandung, 18 orang memiliki 2 saudara kandung, 17 orang memiliki 3 saudara kandung , 15 orang memiliki empat saudara kandung, dan 9 orang memiliki lebih dari 4 saudara kandung. Berdasarkan data ini, mayoritas responden yang kedua orangtuanya bekerja memiliki saudara kandung kurang dari 4 orang (sedikit), yaitu sebanyak 68,5%, sementara
107
sisanya memiliki lebih dari 4 orang saudara kandung. Ini menunjukkan bahwa karena mayoritas orang tua responden yang keduanya bekerja berpendapatan Rp. 1-5 juta, dengan memiliki saudara kandung yang mayoritas kurang dari 4 orang, maka menurut penulis, mayoritas dari mereka sudah tergolong masyarakat yang cukup, artinya tidak miskin dan tidak pula terlalu kaya yang dengan tanpa bantuan dari pihak lainpun mungkin masih bisa melanjutkan studi mereka. Dengan demikian jika dihitung secara umum dan berdasarkan perbandingan jumlah pendapatan orang tua dengan jumlah saudara kandung, maka sebanyak 68,5% dari 76 orang, yaitu 52 orang (19,26% dari semua responden) menurut penulis dikategorikan masyarakat yang ekonominya cukup untuk menutupi kebutuhan akademiknya walaupun tanpa bantuan dari pihak lain. Selanjutnya bila dilihat dari jumlah saudara kandung yang dimiliki responden dimana pendapatan salah satu atau kedua orang tuanya berada diatas Rp. 5 Juta, adalah sebagai berikut: Tabel 4.31 Saudara kandung dari reponden yang salah satu atau kedua orangtuanya berpendapatan diatas Rp. 5 juta
Valid
Frequency
Percent
1
2
6,7
2
8
26,7
3
5
16,7
4
8
26,7
>4
7
23,3
Total
30
100,0
Sumber: Data primer yang diolah
108
Terlihat bahwa terdapat sebanyak 30 orang yang penghasilan salah satu atau kedua orang tuanya berada pada kisaran diatas Rp. 5 juta, mayoritas dari mereka memiliki 2 dan 4 sauadara kandung yaitu sebanyak masing-masing 8 orang (26,7%), lalu lebih dari 4 saudara kandung sebanyak 7 orang (23,3%). Ini menunjukkan, bahwa meskipun berpendapatan diatas Rp. 5 juta perbulan, namun orangtua responden memiliki cukup banyak tanggungan selain responden, dimana sebanyak 50% dari mereka mempunyai saudara kandung dalam kategori banyak yaitu 4 atau lebih. Sedangkan sisanya yaitu sebanyak 15 orang (50%) atau 5,5% dari seluruh responden bila dilihat dari perbandingan jumlah pendapatan dengan jumlah saudara kandung, maka dapat dikatakan cukup mampu karena hanya mempunyai sedikit saudara kandung. Dengan demikian tidak dapat juga dikatakan sepenuhnya bahwa responden adalah yang salah satu orang tuanya berpenghasilan diatas Rp. 5 juta adalah orang yang mampu sepenuhnya/orang kaya, karena walaupun setengah dari responden memiliki saudara kandung yang dikategorikan sedikit, tapi setengah dari mereka juga memiliki saudara kandung yang juga menjadi tanggungan kedua orang tuanya. Menurut perhitungan penulis, dari data ini terlihat bahwa 15 orang (50%) dari 30 responden yang salah satu pendapatan orang tuanya berkisar diatas Rp. 5 juta (5,5% dari seluruh responden) memiliki kemampuan ekonomi yang cukup untuk menutupi biaya akademik mereka, sedangkan 50% nya lagi (5,5% dari seluruh responden) juga
109
belum bisa dikatakan sepenuhnya memiliki kemampuan yang cukup untuk menutupi biaya akademik mereka karena mempunyai saudara kandung yang cukup banyak. Akan tetapi, dari 30 responden tersebut, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya ternyata terdapat 8 orang (2,96%) responden yang pendapatan kedua orang tuanya berada diatas Rp. 5 juta. Dengan penghasilan sebesar itu, maka banyaknya saudara kandung yang dimiliki responden tentu tidak terlalu mempengaruhi kemampuan ekonomi responden. Untuk melihat seberapa banyak saudara kandung yang dimiliki oleh 8 orang responden ini, berikut disajikan dalam bentu tabel: Tabel 4.32 Saudara Responden Ayah Ibu kandung 1 > 15 juta > 15 juta >4 2 10-15 juta 5-10 juta 1 3 5-10 juta 5-10 juta >4 4 5-10 juta 5-10 juta 1 5 5-10 juta 5-10 juta 3 6 5-10 juta 5-10 juta 2 7 10-15 juta 5-10 juta 4 8 5-10 juta 5-10 juta 4 Sumber: Data primer yang diolah Dari data tersebut terlihat bahwa 2 orang (25%) mempunyai saudara kandung sebanyak 1 orang, 1 orang (12.5%) mempunyai 2 saudara kandung, 1 orang (12,5%) mempunyai 3 saudara kandung, 2 orang (25%) mempunyai 4 saudara kandung, dan 2 orang (25%) mempunyai lebih dari 4 saudara kandung. Menurut hemat penulis,
110
sebagaimana telah diungkapkan sebelumya, dengan penghasilan orang tua sebesar itu maka besarnya jumlah saudara kandung tidak terlalu mempengaruhi kemampuan ekonomi responden yang bersangkutan. Dengan kata lain, sebanyak 2, 96% responden harusnya tidak mendapatkan beasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum bila ditinjau dari sudut kemampuan ekonomi mereka. Kemudian dari sisi orang tua responden yang keduanya tidak bekerja adalah sebagai berikut: Tabel 4.33 Jumlah saudara kandung dari responden yang kedua orangtuanya tidak bekerja Frequency Percent Valid 1
5
7,1
2
12
17,1
3
12
17,1
4
15
21,4
>4
26
37,1
Total 70 100,0 Sumber: Data primer yang diolah Tabel memperlihatkan bahwa sebanyak 70 orang dari responden memiliki orang tua yang keduanya sama-sama tidak bekerja, dari 70 orang tersebut, saudara kandung yang mereka miliki adalah 5 orang memiliki saudara kandung 1, 12 orang memiliki 2 saudara kandung, 12 orang memiliki 3 saudara kandung, 15 orang memiliki 4 saudara kandung, dan 26 orang memiliki lebih dari 4 saudara kandung. Dengan demikian sebanyak mayoritas responden yaitu sebanyak 41 orang (58,7%) memiliki saudara
111
kandung yang cukup banyak yaitu 4 orang atau lebih, dan sisanya yaitu sebanyak 29 orang (41,3%) memiliki saudara kandung kurang dari 4 orang (sedikit). Menurut penulis, ini menunjukkan bahwa mayoritas responden yang kedua orangtuanya tidak bekerja, yaitu sebanyak 25,93% dari seluruh responden berada dalam kondisi kurang mampu, dan dari 25,93% responden tersebut, sebanyak 15,19% dari seluruh responden berada dalam kategori yang sangat membutuhkan beasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum, karena sebagaimana telah disampaikan, disamping kedua orang tuanya tidak bekerja, mereka juga memiliki saudara kandung yang cukup banyak, menurut hemat penulis mereka ini memikul beban yang cukup berat untuk ditanggung termasuk dalam hal menutupi kebutuhan akademik mereka, biasanya mereka ini akan mencari pekerjaan sampingan selain kuliah. Selanjutnya sebanyak 10,74% dari total seluruh responden juga berada dalam kategori yang sangat membutuhkan beasiswa dari Fakultas Syariah dan Hukum walau tidak seberat mereka yang tergolong kategori sebelumnya (15,19%). c. Uang jajan responden Dari sudut pandang uang jajan responden perbulan, maka penulis membagi menjadi dua kategori, yaitu uang jajan dari responden yang tinggal di kost dan uang jajan dari responden yang tinggal di rumahnya.
112
a. Uang jajan responden yang tinggal di kost
Tabel 4.34 Uang jajan responden yang ditinggal di kost Frequency Percent Valid < 300000
26
21,3
301000-500000 38
31,1
501000-700000 27
22,1
701000-1000000 20
16,4
> 1000000
9,0
Total
11
122 100,0 Sumber: Data primer yang diolah
Dari pengakuan responden berdasarkan analisis dan data yang diolah penulis, didapat bahwa sebanyak 26 orang (21,3%) responden memiliki uang jajan kurang dari Rp. 300.000 perbulan, hal ini mungkin karena kesalahfahaman responden terhadap angket yang diberikan sehingga tidak memasukkan biaya sewa kost bersamaan dengan uang jajan mereka, 69% responden memiliki uang jajan pada kisaran Rp. 301.000-1.000.000, dan hanyak 11 orang (9%) yang memiliki uang jajan diatas Rp. 1.000.000. Artinya, bahwa mayoritas responden yang tinggal di kost, yaitu sebanyak 69% memiliki uang jajan yang cukup wajar bila diagabung dengan biaya sewa kost mereka, sementara sisanya yaitu sebanyak 9 % memiliki uang jajan yang cukup banyak untuk satu bulan.
113
b. Uang jajan responden yang tidak tinggal di kost Tabel 4.35 Uang jajan responden yang tidak tinggal di kost Frequency Percent Valid < 300000
65
43,9
301000-500000 53
35,8
501000-700000 11
7,4
701000-1000000 14
9,5
> 1000000
3,4
5
Total 148 100,0 Sumber: Data primer yang diolah Terlihat bahwa sebanyak 65 orang (43,9%) memiliki uang jajan kurang dari Rp. 300.000, 53 orang (35,8%) memiliki uang jajan Rp. 301.000-500.000, 11 orang (7,4%) memiliki uang jajan Rp. 501.000-700.000, 14 orang (9,5%) memiliki uang jajan Rp. 701.000-1.000.000, dan sisanya sebanyak 5 orang (3,4%). Menurut penulis, hal ini cukup wajar mengingat responden yang tidak tinggal di kost tidak memiliki biaya makan harian yang cukup besar karena biaya tersetidak memiliki biaya makan harian yang cukup besar karena biaya tersebut lebih banyak tertutupi oleh orang tua mereka di rumah. d.
Biaya transportasi Seperti halnya uang jajan, setelah dipisah antara responden yang tingga di kost
dan yang tidak tinggal di kost, maka biaya transportasi mereka adalah:
114
Tabel 4.36 Transportasi yang tidak tinggal di kost Valid
Frequency
Percent
< 60000
75
61,5
61000-100000
28
23,0
101000-200000
13
10,7
201000-300000
2
1,6
> 300000
4
3,3
Total
122
100,0
Sumber: Data primer yang diolah Terlihat bahwa transportasi responden yang tinggal di kost adalah 75 orang kurang dari Rp. 60.000, 28 orang berkisar pada Rp. 61.000-100.000, 13 orang berkisar pada Rp.101.000-200.000, 2 orang Rp. 201.000-300.000, dan 4 orang lebih dari Rp. 300.000. Artinya, mayoritas responden (84,5%) mengeluarkan biaya kurang dari Rp. 100.000 untuk transportasi perbulannya. Hal ini cukup wajar mengingat asumsi bahwa jika responden tinggal di kost, berarti dia tidak terlalu jauh dari kampus, sehingga tidak memerlukan biaya transortasi yang cukup besar. Tabel 4.37 Transportasi responden yang tidak tinggal di kost
Valid
Frequency
Percent
< 60000
52
35,1
61000-100000
38
25,7
101000-200000
30
20,3
201000-300000
14
9,5
> 300000
14
9,5
Total
148
100,0
Sumber: Data primer yang diolah
115
Sebanyak 52 orang responden (35,1%) mengeluarkan biaya kurang dari Rp. 60.000 perbulan untuk transportasi, 38 orang (25,7%) berkisar pada Rp.61.000100.000, 30 orang (20,3%) berkisar pada Rp. 101.000-200.000, 14 orang (9,5%) masing-masing berkisar pada Rp. 201.000-300.000, dan 14 orang (9,5%) mengeluarkan lebih dari Rp. 300.000 untuk transportasi. Artinya, mayoritas mereka mengeluarkan biaya kurang dari Rp. 200.000. hal ini sangat wajar dengan asumsi bahwa rumah mereka cukup jauh dari kampus, sehingga membutuhkan biaya yang lebih besar dari pada mereka yang sewa kost. e.
Biaya makan harian Dari data yang digambarkan sebelumnya, terlihat bahwa lebih dari setengah
responden (50,7%) mengeluarkan biaya untuk makan kurang dari Rp. 15.000 perhari. Jika diasumsikan tiap responden tersebut makan sebanyak 3 kali sehari, maka dapat dinyatakan bahwa untuk sekali makan, kebanyakan dari mereka menghabiskan Rp. 5.000. Selanjutnya sebanyak 33% responden mengeluarkan biaya sebesar Rp. 16.00020.000 perhari (maksimal Rp. 7.000 untuk 1 kali makan), lalu 13,3% menghabiskan menghabiskan Rp. 21.000-50.000 perhari (maksimal Rp. 17.000 sekali makan). Ini menunjukkan bahwa mayoritas responden cukup sederhana.
116
f.
Gaya hidup Tabel 4.38 Gaya Hidup Valid
Frequency
Percent
Sangat Setuju
1
,4
Setuju
13
4,8
Ragu-ragu
114
42,2
Tidak Setuju
142
52,6
Total
270
100,0
Sumber: Data primer yang diolah Bila dikategorikan dalam kelompok. Maka peneliti mengelompokkan gaya hidup responden kepada 3 golongan, yaitu rendah, sedang, dan tinggi. Sangat setuju dan setuju berada pada golongan tinggi, ragu-ragu adalah sedang, dan tidak setuju adalah tinggi. Dari data terlihat bahwa secara umum, mayoritas gaya hidup responden adalah rendah, yaitu sebanyak 52,6%, kemudian sedang sebanyak 42,2%, lalu tinggi hanya sebanyak 5,2%. Ini menunjukkan bahwa mayoritas gaya hidup responden adalah menengah kebawah. F. Temuan lainnya Selama penelitian peneliti menemukan beberapa hal terkait beasiswa ini, salah satu yang terpenting adalah ditemukannya mahasiswa yang menerima beasiswa secara ganda. Pada umumnya, mereka yang mendapatkan beasiswa ganda ini terdapat pada beasiswa DIPA dan BKM tahun 2009. Tatkala itu beasiswa BKM dikeluarkan lebih awal dari beasiswa DIPA. Berdasarkan analisis penulis, dari hasil wawancara
117
dengan pihak-pihak Program Studi dan beberapa mahasiswa, maka hal ini terjadi karena berbagai faktor, diantaranya adalah: 1. Kuota yang diterima Fakultas Syariah dan Hukum cukup banyak, sehingga memungkinkan kuota yang belum terpenuhi diisi oleh mahasiswa yang memenuhi persyaratan. 2. Tatkala itu beasiswa BKM hanya berkisar pada angka Rp. 500.000, sedangkan kebutuhan akademik bagi mahasiswa melebihi angka itu, sehingga tatkala mendengar adanya beasiswa dari DIPA, maka mereka yang merasa kurang mampu karena berbagai persoalan ekonomi yang mereka alami mendorong mereka untuk mengajukan kembali beasiswa dari DIPA tersebut. 3. Dari beberapa mahasiswa yang sempat diwawancarai oleh penulis, beberapa dari mereka menyatakan hanya sebatas iseng atau coba-coba saja untuk mengajukan kembali beasiswa dari DIPA walau mereka sebelumnya telah memperoleh beasiswa dari BKM. Adapun sikap iseng mereka ini dikategorikan dalam dua hal, yaitu hanya sebatas iseng untuk menambah uang jajan atau membeli berbagai kebutuhan mereka, dan adapula yang kala itu kondisi ekonomi mereka berada dalam masa sulit, sehingga peluang beasiswa yang kembali ditawarkan oleh pihak Fakultas benar-benar dimanfaatkan sebaik-baiknya.
PANDUAN INTERVIEW Pola Konsumsi Mahasiswa Penerima Beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Nara Sumber
:
Jabatan
:
Tempat Wawancara : Tanggal
:
Pertanyaan : 1. Apa sajakah syarat yang harus dipenuhi mahasiswa untuk mendapatkan beasiswa (BKM, DIPA, SUPERSEMAR, BI)? 2. Darimana beasiswa ini bersumber? 3. Berapa kuota penerimaan beasiswa ini? 4. Seperti apa sistematika penyeleksian calon penerima beasiswa hingga ditetapkan bahwa calon tersebut layak menerima beasiswa ini? 5. Apakah beasiswa ini bersifat tahunan? 6. Seperti apa sosialisasi kepada mahasiswa terhadap pemberian beasiswa ini? 7. Adakah kriteria khusus yang dapat menentukan bahwa mahasiswa tersebut dinyatakan layak menerima beasiswa ini? 8. Khusus untuk penilaian terhadap mahasiswa kurang mampu, selain dengan surat tanda tidak
mampu, adakah hal lain yang dapat menggambarkan bahwa
mahasiswa yang bersangkutan adalah benar kurang mampu? 9. Adakah tim khusus yang menyeleksi beasiswa ini atau ditangani secara umum oleh bagian akademik? 10. Jika ada, berap orang? 11. Sejauh mana IP Mahasiswa mempengaruhi kelulusan dari penyeleksian?
Pengantar Kuesioner ini dibuat untuk mendapatkan gambaran mengenai pola konsumsi mahasiswa penerima beasiswa Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (Harap dijawab dengan cara mencontreng pada jawaban yang dipilih) Data Diri 1. Nama Responden / inisial : 2. Usia : .......... tahun 3. Jenis kelamin : Laki-laki/ Perempuan (coret yang tidak perlu) 4. Pendidikan terakhir orang tua: 1) Ayah a. SD/ SR b. SMP/ Mts c. SMA / MA d. SMK/ STM e. D2 f. D3 g. S1 h. S2 i. S3 j. Lainnya.......................... 2) Ibu a. SD/ SR b. SMP/ Mts c. SMA / MA d. SMK/ STM e. D2 f. D3 g. S1 h. S2 i. S3 j. Lainnya.......................... 5. Pekerjaan orang tua: 1) Ayah a. Tidak bekerja b. Buruh c. Petani d. Pedagang e. Wiraswasta f. Guru g. PNS h. Karyawan Swasta i. Dosen 1
j. POLRI k. Pengusaha l. Konsultan m. Lainnya......................... 2) Ibu a. Tidak bekerja b. Buruh c. Petani d. Pedagang e. Wiraswasta f. Guru g. PNS h. Karyawan Swasta i. Dosen j. POLRI k. Pengusaha l. Konsultan m. Lainnya......................... 6. Pendapatan orang tua perbulan: 1) Ayah a. 0 – 1 juta b. 1 – 5 juta c. 5 – 10 juta d. 10 – 15 juta e. ≥ 15 juta 2) Ibu a. 0 – 1 juta b. 1 – 5 juta c. 5 – 10 juta d. 10 – 15 juta e. ≥ 15 juta 7. Jumlah saudara kandung a. Tidak ada b. 1 c. 2 d. 3 e. 4 atau lebih 8. Uang jajan perbulan a. < 300.000 b. 301.000-500.000 c. 501.000-700.000 d. 701.000-1000.000 2
e. > 1.000.000 9. Jika bepergian ke luar kota bersama keluarga, transportasi apa yang anda gunakan? a. Angkot b. Bis umum c. Kreta api d. Mobil pribadi e. Pesawat f. Lainnya……………………… 10. Pengeluaran: a. Sewa kost (jika ngekost) : 1. < 250.000 2. 251.000-300.000 3. 301.000-350.000 4. 351.000-400.000 5. > 400.000 b. Transportasi : 1. < 60.000 2. 61.000-100.000 3. 101.000-200.000 4. 201.000-300.000 5. > 300.000 c. Uang rokok perhari (jika merokok) : 1. < 10.000 2. 11.000-20.000 3. 21.000-30.000 4. 31.000-40.000 5. > 40.000 d. Biaya buku, fotocopy, pulpen, dll (perbulan) : 1. < 30.000 2. 31.000-50.000 3. 51.000-70.000 4. 71.000-100.000 5. > 100.000 e. Jalan-jalan/ refreshing (perbulan) : 1. < 50.000 2. 51.000-100.000 3. 101.000-300.000 4. 300.000-500.000 5. > 500.000 f. Biaya makan harian : 1. < 15.000 2. 16.000-20.000 3. 21.000-30.000 3
4. 31.000-50.000 5. > 50.000 g. Lain-lain: 1. ………………………….. 2. ………………………….. 3. …………………………..
: Rp. : Rp. : Rp.
================================================================== Petunjuk pengisian: Jawablah dengan memberikan tanda checklist (√) pada kolom yang disediakan. Contoh pengisian kuesioner: No Pernyataan SS S R TS STS 1 Saya Adalah Mahasiswa √ SS = Sangat Setuju S = Setuju R = Ragu TS = Tidak Setuju STS = Sangat Tidak Setuju
Gaya Hidup No 1
Daftar Pernyataan Saya ke kampus naik motor pribadi
2
Saya sering berbelanja di mall
3
Saya sering gonta ganti HP
4
Saya mempunyai banyak koleksi baju untuk kuliah Saya mengerjakan tugas di laptop pribadi
5 6 7 8
SS
S
R
TS
STS
Saya memiliki banyak koleksi sepatu mahal Saya sering makan di restaurant Saya sering bepergian dengan menggunakan taxi
4