UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI FILM SAMBUNG SILANG KITOSAN-SITRAT YANG MENGANDUNG VERAPAMIL HIDROKLORIDA DENGAN METODE PERENDAMAN
SKRIPSI
ICHSANA ESKHA WIDYA NIM 1111102000092
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
PREPARASI DAN KARAKTERISASI FILM SAMBUNG SILANG KITOSAN-SITRAT YANG MENGANDUNG VERAPAMIL HIDROKLORIDA DENGAN METODE PERENDAMAN
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ICHSANA ESKHA WIDYA 1111102000092
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2015 ii
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul Skripsi
: Ichsana Eskha Widya : Farmasi : Preparasi dan Karakterisasi Film Sambung Silang KitosanSitrat yang Mengandung Verapamil Hidroklorida dengan Metode Perendaman
Telah dibuat sediaan film sambung silang kitosan-sitrat yang mengandung verapamil hidroklorida. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkarakterisasi film kitosan-sitrat yang disambung silang pada pH 4, 5, 7, membandingkan karakteristik film kitosan sitrat dengan film kitosan tripolifosfat, dan untuk mengetahui pengaruh pH natrium sitrat terhadap karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat. Film dibuat dengan memvariasikan pH larutan natrium sitrat 4% yaitu pH 4, 5, dan 7. Sambung silang sitrat dibuat dengan menggunakan metode perendaman dan film dibuat dengan menggunakan metode penguapan pelarut. Film yang dihasilkan dikarakterisasi meliputi analisis dengan FT-IR, evaluasi organoleptis, ketebalan, keragaman bobot, keseragaman kandungan, kadar air, ketahanan pelipatan, sifat mekanik, derajat pengembangan, dan pelepasan obat. Karakteristik film kitosan-sitrat yang dihasilkan dibandingkan dengan karakteristik film kitosan-tripolifosfat. Hasilnya menunjukkan bahwa film sambung silang kitosan sitrat pH 4, 5, 7 dan kitosan-tripolifosfat dengan kadar air 14-24% memiliki karakteristik : persen kekuatan tarik berturut-turut adalah 885,23 ± 165,72%, 1734,20 ± 506,72%, 1864,81 ± 171,12%, dan 3482,18 ± 1242,05%; persen elongasi berturut-turut adalah 130,00 ± 0,00%, 80,00 ± 0,00%, 70,00 ± 0,00% dan 36,67 ± 5,77%; persen kumulatif disolusi pada jam ke-6 berturut-turut adalah 49,12 ± 2,88%, 47,49 ± 2,78%, 65,45% ± 13,70%, dan 62,34 ± 6,47%. Berdasarkan data tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pH natrium sitrat mempengaruhi karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat. Peningkatan pH larutan sitrat menyebabkan peningkatan persen kekuatan tarik dan penurunkan persen elongasi. Nilai kekuatan tarik tertinggi dan elongasi terendah dihasilkan oleh film kitosantripolifosfat, sedangkan persentase kumulatif pelepasan obat verapamil HCl terendah dihasilkan oleh film kitosan-sitrat pH 5. Kata kunci
: film, sambung silang, kitosan, natrium sitrat, natrium tripolifosfat, verapamil hidroklorida.
vi
ABSTRACT
Name Program Study Title
: Ichsana Eskha Widya : Pharmacy : Preparation and Characterization of Crosslinked ChitosanCitrate Films Containing Verapamil Hydrochloride with Soaking Method
Crosslinked chitosan-citrate films contaning verapamil hydrochloride have been prepared with soaking method. The aims of this study were to characterize chitosancitrate films that have been prepared in pH 4, 5, 7, to compare the characteristics of chitosan-citrate films with chitosan-tripolyphosphate film, and to know the effect of pH sodium citrate solution to the characteristics of crosslinked chitosan-citrate films. Films have been prepared by varying pH sodium citrate 4% solution including pH 4, 5, and 7. Crosslinked chitosan-citrate was prepared by soaking method and the films were prepared by solvent casting method. The resulting films were characterized, including analysis with FTIR, organoleptic evaluation, film thickness, weight variation test, content uniformity test, water content, folding endurance, mechanical properties, swelling degree, and drug release. The characteristics of chitosan-citrate films were compare to characteristics chitosantripolyfosfat. The result showed that crosslinked chitosan-citrate pH 4, 5, 7 films and chitosan-tripolyphosphate film with water content 14-24% had characteristics : percent tensile strength respectively were 885,23 ± 165,72%, 1734,20 ± 506,72%, 1864,81 ± 171,12%, and 3482.18 ± 1242.05%; Percent elongation break respectively were 130,00 ± 0,00%, 80,00 ± 0,00%, 70,00 ± 0,00% and 36,67 ± 5,77%; percent cumulative drug release of verapamil hydrochloride after sixth hours respectively were 63,56 ± 3,72%, 51,27 ± 3,01%, 95,84 ± 6,06%, and 65,27 ± 6,78%. Based on data, we can conclude that pH sodium citrate solution affect the characteristics of crosslinked chitosan-citrate films. An increases in pH sodium citrate solution causes an increases of percent tensile strength and decreases of percent elongation break. The highest value of percent tensile strength and the lowest value of percent elongation had to chitosan-tripolyphosphate film, whereas the lowest percent cumulative drug release of verapamil hydrochloride had to chitosan-citrate film pH 5. Keywords
: Film, crosslinked, chitosan, sodium citrate, sodium tripolyphosphate, verapamil hydrochloride
vii
KATA PENGANTAR Alhamdulillahirabbil’alamin, segala puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini hingga selesai. Penulisan skripsi yang berjudul “Preparasi dan Karakterisasi Film Sambung Silang KitosanSitrat yang mengandung Verapamil Hidroklorida dengan Metode Perendaman” bertujuan untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Farmasi di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis menyadari bahwa, tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak, dari masa perkuliahan sampai pada penyusunan skripsi ini, sangatlah sulit bagi saya untuk menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya kepada : 1. Yuni Anggraeni, M.Farm., Apt dan Dra. Herdini, M.Si., Apt selaku dosen pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan, waktu, tenaga, saran, dan dukungan dalam penelitian ini. Semoga segala bantuan dan bimbingan ibu mendapat imbalan yang lebih baik di sisi-Nya. 2. Dr. Arief Sumantri, SKM, M.Kes selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 3. Yardi, Ph.D., Apt selaku ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Seluruh dosen di Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan atas ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada saya. 5. Kedua orang tua tercinta H. Muljadi Nasir S.H. dan Hj. Susilawati S.H. atas dukungannya baik secara moril maupun materi. Terima kasih telah memberikan kasih sayang yang begitu besar dan selalu mendoakanku disetiap doa-doamu. Semoga Allah selalu memberikan kesehatan, perlindungan, keselamatan, dan keberkahan kepada kedua orang tua hamba. 6. Adik dan kakakku, Ichsan Exa Ananta, Diah Eginawati, Mukmin Esha Mahendra, Jacob Ong, dan Ankatama yang telah memberikan doa, viii
semangat, dan dukungannya sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 7. Arya Wirawan Maulana yang telah memberikan semangat, dukungan, dan bantuannya sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. 8. Sahabat “mirror” Nova Sari Aulia yang telah memberikan dukungan, semangat, doa, dan saran selama penelitian sehingga penelitian ini dapat terselesaikan. 9. Wukir Wijatmoko Legowo, Wilhan Tjahyadi, dan Aditya Ramadhan yang telah memberikan dukungan, semangat, dan doa sehingga penelitian ini dapat berjalan dengan lancar. 10. Kakak-kakak laboran FKIK, kak Rachmadi, kak Eris, kak Anis, mbak Rani, kak Lisna, kak Tiwi, kak liken, dan mbak Lilis atas bantuan, waktu, dan kerja samanya selama penelitian. 11. Seluruh karyawan FKIK atas bantuan dan kerja samanya selama penelitian. 12. Teman-teman seperjuangan Rizka Nurbaiti, Ageng Hasna Fauziyah, Subhan Asfari, Evi Nurul Hidayati, Lela Laelatu, Herlina Pertiwi, Wardah Annajah, dan keluarga besar “Tableters” yang telah memberikan semangat dan kebersamaannya dalam perjuangan penelitian. 13. Teman-teman kelas B-D, Farmasi angkatan 2011, dan juga pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, yang telah memberikan bantuan dan dukungan hingga terwujudnya skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, namun penulis berharap semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan. Akhir kata penulis berharap Allah SWT akan membalas segala kebaikan semua pihak yang telah membantu saya dalam penelitian ini.
Ciputat, 9 Juli 2015
Penulis ix
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL...................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ......................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .......................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ v ABSTRAK....................................................................................................... vi ABSTRACT .................................................................................................... vii KATA PENGANTAR .................................................................................... viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............... x DAFTAR ISI ................................................................................................... xi DAFTAR TABEL .......................................................................................... xiii DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xv BAB 1 PENDAHULUAN .............................................................................. 1 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1 1.2 Rumusan Masalah ............................................................................... 4 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 4 1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................. 4 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 2.1 Pembentukan Film .............................................................................. 2.2 Sambung Silang .................................................................................. 2.2.1 Sambung Silang Kovalen .......................................................... 2.2.2 Sambung Silang Ionik ............................................................... 2.2.3 Efek dari Sambung Silang ........................................................ 2.3 Agen Sambung Silang Ionik ............................................................... 2.3.1 Natrium Sitrat............................................................................ 2.3.2 Natrium Tripolifosfat ................................................................ 2.4 Kitosan ................................................................................................ 2.4.1 Sifat Fisika Kimia Kitosan ........................................................ 2.4.2 Aplikasi Kitosan........................................................................ 2.4.3 Film Kitosan-Sitrat.................................................................... 2.4.4 Film Kitosan-Tripolifosfat ........................................................ 2.5 Asam Asetat ........................................................................................ 2.6 Plasticizer ............................................................................................ 2.6.1 Gliserin................................................................................... ... 2.7 Verapamil Hidroklorida ......................................................................
5 5 6 6 8 10 11 11 12 13 13 14 15 16 18 18 18 19
BAB 3 METODE PENELITIAN .................................................................. 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 3.2 Alat dan Bahan .................................................................................... 3.2.1 Alat ............................................................................................ 3.2.2 Bahan .........................................................................................
21 21 21 21 21
xi
3.3 Prosedur Penelitian ............................................................................. 22 3.3.1 Preparasi Film Kitosan .............................................................. 22 3.3.2 Preparasi Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat pH 4, 5, 7 dan Kitosan-Tripolifosfat ................................................................ 22 3.3.3 Karakterisasi Film ..................................................................... 23 3.3.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl ........................... 23 3.3.3.2 Analisis dengan FT-IR ................................................. 23 3.3.3.3 Evaluasi Organoleptis Film .......................................... 23 3.3.3.4 Pengukuran ketebalan Film .......................................... 23 3.3.3.5 Keragaman Bobot ......................................................... 23 3.3.3.6 Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film .............. 24 3.3.3.7 Uji Keseragaman Kandungan dan Penetapan Kadar .... 24 3.3.3.8 Uji Kadar Air ................................................................ 24 3.3.3.9 Uji Ketahanan Pelipatan Film ...................................... 25 3.3.3.10 Uji Mekanik ................................................................ 25 3.3.3.11 Uji Derajat Pengembangan ......................................... 25 3.3.3.12 Uji Pelepasan Obat ..................................................... 26 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 4.1 Preparasi Film Kitosan ........................................................................ 4.2 Preparasi Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat (pH 4, 5, dan 7) dan Kitosan Tripolifosfat ........................................................................... 4.3 Karakterisasi Film ............................................................................... 4.3.1 Analisis dengan FT-IR .............................................................. 4.3.2 Evaluasi Organoleptis ............................................................... 4.3.3 Ketebalan .................................................................................. 4.3.4 Keragaman Bobot ..................................................................... 4.3.5 Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film ........................... 4.3.6 Keseragaman Kandungan dan Penetapan Kadar Verapamil HCl ............................................................................................ 4.3.7 Kadar Air .................................................................................. 4.3.8 Ketahanan Pelipatan.................................................................. 4.3.9 Uji Mekanik .............................................................................. 4.3.10 Derajat Pengembangan ........................................................... 4.3.11 Pelepasan Obat ........................................................................
27 27 28 29 29 31 32 33 34 35 37 38 38 40 42
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 45 DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 46 LAMPIRAN .................................................................................................... 52
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Struktur Bentuk Kitosan Hidrogel................................................ 7 Gambar 2.2 Struktur Natrium Sitrat ................................................................. 11 Gambar 2.3 Struktur Natrium Tripolifosfat ..................................................... 12 Gambar 2.4 Struktur Kitosan ........................................................................... 13 Gambar 2.5 Struktur Kitosan-Sitrat ................................................................. 15 Gambar 2.6 Struktur Kitosan-Tripolifosfat ...................................................... 17 Gambar 2.7 Struktur Asam Asetat ................................................................... 18 Gambar 2.8 Struktur Gliserin ........................................................................... 19 Gambar 2.9 Struktur Verapamil Hidroklorida ................................................. 19 Gambar 4.1 Larutan CPF Kitosan 4%.............................................................. 28 Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Kitosan, Kitosan-Sitrat (pH 4, 5, 7), dan Kitosan-Tripolifosfat (TPP) .................................................................. 30 Gambar 4.3 Gambar Makroskopik Permukaan Bawah Film Kitosan-Sitrat pH 4 (a), pH 5 (b) pH 7 (c) dan Kitosan-Tripolifosfat (d) ........... 31 Gambar 4.4 Gambar Mikroskopik Membujur Film Kitosan-Sitrat pH 4 (a), pH 5 (b) pH 7 (c) dan Kitosan-Tripolifosfat (d) ........................... 31 Gambar 4.5 Gambar Mikroskopik Melintang Film Kitosan-Sitrat pH 4 (a), pH 5 (b) pH 7 (c) dan Kitosan-Tripolifosfat (d) ........................... 32 Gambar 4.6 Film Kitosan ................................................................................. 33 Gambar 4.7 Kekuatan Tarik Masing-Masing Film .......................................... 39 Gambar 4.8 Elongasi Masing-Masing Film ..................................................... 40 Gambar 4.9 Grafik Derajat Pengembangan ..................................................... 42 Gambar 4.10 Grafik Persentase Kumulatif Disolusi Verapamil Hidroklorida. 44
xiii
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 4.1 Nilai Puncak pada Spektrum FT-IR ................................................. 29 Tabel 4.2 Ketebalan Film ................................................................................. 32 Tabel 4.3 Keragaman Bobot ............................................................................ 34 Tabel 4.4 Hasil Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film ........................ 35 Tabel 4.5 Keseragaman Kandungan Film ........................................................ 36 Tabel 4.6 Kadar Film ....................................................................................... 37 Tabel 4.7 Kadar Air.......................................................................................... 37 Tabel 4.8 Kekuatan Pelipatan dan Uji Mekanik .............................................. 39 Tabel 4.9 Derajat Pengembangan Film dalam Medium Dapar Fosfat pH 6,8.. 40 Tabel 4.10 Persentase Kumulatif Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film.. 43 Tabel 4.11 Bobot Kumulatif Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film ....... 44
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Bagan Alur Penelitian.................................................................. 52 Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Penelitian ............................................. 53 Lampiran 3. Pembuatan Larutan Asam Asetat 8% .......................................... 54 Lampiran 4. Pembuatan Larutan natrium Sitrat 4% pH 4, 5, dan 7 ................. 54 Lampiran 5. Pembuatan Larutan Natrium Tripolifosfat .................................. 54 Lampiran 6. Pembuatan Larutan Dapar Fosfat 6,8 .......................................... 54 Lampiran 7. Perhitungan Dosis ........................................................................ 54 Lampiran 8. Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8 ................................................................................ 55 Lampiran 9. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8 .......................................................... 55 Lampiran 10. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl dalam Na-Sitrat 4% pH 4 ........................................................... 56 Lampiran 11. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl dalam Na-Sitrat 4% pH 5 ........................................................... 56 Lampiran 12. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl dalam Na-Sitrat 4% pH 7 ........................................................... 57 Lampiran 13. Spektrum FT-IR Kitosan dan Kitosan-Sitrat ............................. 57 Lampiran 14. Spektrum FT-IR Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat ................. 58 Lampiran 15. Ketebalan Film .......................................................................... 58 Lampiran 16. Keragaman Bobot Film ............................................................. 58 Lampiran 17. Kandungan Zat Aktif dalam Larutan Sambung Silang ............. 59 Lampiran 18. Kadar Air ................................................................................... 59 Lampiran 19. Hasil Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl pada Sediaan Film ........................................................................................... 59 Lampiran 20. Keseragaman Kandungan Film ................................................. 60 Lampiran 21. Kadar Film ................................................................................. 60 Lampiran 22. Uji Mekanik Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ....................... 61 Lampiran 23. Uji Mekanik Elongasi (Elongation Break) ................................ 61 Lampiran 24. Derajat Pengembangan .............................................................. 62 Lampiran 25. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film KitosanSitrat pH 4 ................................................................................. 63 Lampiran 26. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film KitosanSitrat pH 5 ................................................................................. 63 Lampiran 27. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film KitosanSitrat pH 7 ................................................................................. 64 Lampiran 28. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film KitosanTripolifosfat ............................................................................... 64 Lampiran 29. Data Statistik Persentase Uji Mekanik Kekuatan Tarik (Tensile Strength) ....................................................................... 70 Lampiran 30. Data Statistik Persentase Uji Mekanik Elongasi (Elongation Break) ..................................................................... 68 xv
Lampiran 31. Data Statistik Persentase Derajat Pengembangan ..................... Lampiran 32. Data Statistik Persentase Disolusi Verapamil HCl .................... Lampiran 33. Contoh Perhitungan Persentase Disolusi Sampel 2 pada Film Kitosan-Sitrat pH 5 ................................................................... Lampiran 34. Contoh Perhitungan Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl pada Film Kitosan-Sitrat pH 4 ........................................................... Lampiran 35. Contoh Perhitungan Kadar Verapamil HCl pada Film Kitosan Sitrat pH 4 ................................................................................. Lampiran 36. Sertifikat Analisis Kitosan ......................................................... Lampiran 37. Sertifikat Analisis Natrium Sitrat .............................................. Lampiran 38. Sertifikat Analisis Verapamil HCl .............................................
xvi
75 77 79 81 82 83 84 85
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Pada beberapa tahun terakhir, penggunaan polimer hidrofilik alam sebagai pembawa obat telah menerima banyak perhatian. Polisakarida seperti kitosan telah banyak diteliti (Tiwary dan Rana, 2010) karena kitosan memiliki karakteristik biodegradabel, biokompatibel, bioadesif, tidak toksik, serta stabilitas kimia dan suhu. Karena karakteristik polimer kationiknya yang unik dan memiliki sifat sebagai pembentuk film yang baik, kitosan memiliki potensi sebagai sumber pembentuk film dalam pengembangan sistem penghantaran obat untuk aplikasi pada bidang kedokteran, industri, dan farmasetikal (Czubenko dan Pierog, 2010; Shu dan Zhu, 2002). Pada bidang farmasetikal film kitosan dapat digunakan dalam sistem penghantaran bukal, sistem penghantaran transdermal, dan penutup luka. Kitosan merupakan polimer yang baik untuk digunakan dalam sistem penghantaran bukal karena sifat bioadhesif dan kemampuannya sebagai peningkat absorpsi. Sifat kitosan yang mampu membentuk film dengan baik dimanfaatkan dalam sistem penghantaran transdermal dan efikasi kitosan dalam sistem penghantaran transdermal sebagai penutup luka pertama kali dilaporkan pada tahun 1978 (Shaji, Jain, dan Lodha, 2010). Meskipun demikian, film kitosan memiliki kekurangan yaitu mengembang pada kondisi asam yang disebabkan oleh ionisasi gugus amino namun menyusut pada kondisi netral (Shu, Zhu, dan Song, 2001). Banyak
upaya
yang
dilakukan
untuk
memperbaiki
kemampuan
mengembang kitosan yang tidak tahan terhadap media asam (Pieróg, Drużyńska, dan Czubenko, 2009) dan untuk mengoptimalkan penggunaannya untuk aplikasi sistem penghantaran obat dengan pelepasan terkontrol (Lima, Lia, dan Ramdayal, 2014). Proses sambung silang merupakan salah satu upaya yang paling efektif untuk memperbaiki karakteristik tersebut (Czubenko dan Pierog, 2010). Film kitosan umumnya disambung silang secara kimia melalui ikatan kovalen dengan menggunakan senyawa glutaraldehid (Berger et al., 2004). Namun 1
2
sambung silang secara kimia dapat menginduksi toksisitas dan efek yang tidak diinginkan lainnya. Untuk mengatasi kerugian ini, sambung silang secara fisik menggunakan agen ionik dengan interaksi elektrostatik diterapkan dalam pembuatan film kitosan (Shu, Zhu, dan Song, 2001). Sambung silang secara fisik dengan menggunakan agen ionik yang disebut juga sebagai sambung silang ionik merupakan salah satu metode sambung silang yang cepat dan sederhana. Sambung silang ionik tidak membutuhkan katalis dalam reaksinya sehingga sangat menarik untuk aplikasi medis dan farmasetikal. Proses sambung silang pun dapat terjadi hanya dengan menambahkan agen sambung silang baik dengan melarutkan atau mendispersikannya ke dalam larutan kitosan atau dengan merendam film kitosan ke dalam larutan agen sambung silang. Salah satu metode yang digunakan dalam proses sambung silang ionik adalah metode perendaman. Metode ini sudah banyak digunakan pada penelitian film sambung silang kitosan karena prosesnya yang mudah dan sederhana. Contoh agen sambung silang ionik adalah natrium sitrat dan natrium tripolifosfat (Berger et al., 2004). Natrium sitrat merupakan agen sambung silang anion dengan mekanisme interaksi elektrostatik. Sitrat adalah anion dengan tiga gugus karboksilat (Shu, Zhu, dan Song, 2001) dengan konstanta ionisasi (pKa) pada suhu 250C yaitu 3,128; 4,761; 6,396 (Rowe, Sheskey, Quinn, 2009). Reaksi sambung silang dipengaruhi oleh densitas muatan global, di mana densitas muatan global pada molekul ionik bergantung pada nilai pKa dan larutan pH selama reaksi. Densitas muatan global agen sambung silang dan kitosan (pKa 6,3) harus tinggi untuk dapat terjadinya reaksi. Oleh karena itu pH selama reaksi sambung silang harus berada pada sekitar rentang pKa agen sambung silang dan kitosan. Untuk dapat membentuk kitosan sambung silang, setidaknya dibutuhkan muatan ionik agen sambung silang dan kitosan (Berger et al., 2004). Penelitian-penelitian tentang film sambung silang kitosan-sitrat pada berbagai pH sudah pernah dilakukan sebelumnya. Berdasarkan penelitian tersebut derajat mengembang dan profil pelepasan obat dipengaruhi oleh pH (Shu, Zhu, dan Song, 2001). Namun belum ada penelitian yang membandingkan pengaruh pH ionisasi sitrat terhadap karakteristik film sambung silang kitosan yang dihasilkan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
Natrium tripolifosfat merupakan polianion dan dapat berinteraksi dengan kationik pada kitosan melalui gaya elektrostatik (Shu dan Zhu, 2000). Natrium tripolifosfat telah digunakan sebagai agen sambung silang untuk sediaan film kitosan sambung silang. Tripolifosfat telah banyak digunakan untuk memperoleh sambung silang ionik, karena hanya membutuhkan kondisi sederhana dan tidak membutuhkan molekul tambahan (Colonna et al., 2006). Film sambung silang kitosan-tripolifosfat memiliki kemampuan mengembang dan pelepasan obat yang juga dipengaruhi oleh pH (Shu dan Zhu, 2000). Pada penelitian sebelumnya kemampuan mengembang film kitosan-tripolifosfat pH 5,5 lebih rendah dibandingkan dengan film kitosan-sitrat pH 5 (Pierog, Druzynska, dan Milena, 2009). Salah satu penelitian penggunaan tripolifosfat sebagai agen sambung silang adalah pembuatan film sambung silang kitosan-tripolifosfat yang mengandung obat verapamil hidroklorida (Wisnu, 2012). Penelitian penggunaan obat verapamil hidroklorida dalam sediaan patch bukal sudah banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan verapamil hidroklorida cepat tereliminasi dari tubuh dan memiliki waktu paruh yang singkat yaitu 2-4 jam. Pada bentuk sediaan oral, walaupun absorpsinya mencapai 90% obat ini dapat mengalami metabolisme lintas pertama di hati dan bioavailbilitasnya hanya 20% (Emami, Varshozaz, dan Saljouhian, 2008). Oleh karena itu obat ini dapat dipilih sebagai obat untuk sediaan film. Pada penelitian ini akan dibuat film sambung silang kitosan-sitrat pH 4, 5, dan 7 yang mengandung obat verapamil hidroklorida, di mana dasar pemilihan pH menyesuaikan dengan pKa sitrat. Karena penggunaan tripolifosfat sebagai agen sambung silang pada film kitosan sudah sangat umum digunakan, sehingga tripolifosfat cocok sebagai pembanding. Oleh karena itu karakteristik film kitosansitrat pada pH yang paling baik akan dibandingkan dengan karakteristik film kitosan-tripolifosfat. Film sambung silang kitosan-sitrat dan kitosan-tripolifosfat dibuat dengan menggunakan metode perendaman, karena metode ini mudah dan sederhana.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
1.2 Rumusan Masalah 1. Bagaimana karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat pH 4, 5, 7 dan bagaimana karakteristik yang dihasilkan apabila dibandingkan dengan karakteristik film kitosan-tripolifosfat? 2. Apakah pH larutan sitrat mempengaruhi karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat?
1.3 Tujuan Penelitian Penelitian ini dilakukan untuk membandingkan karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat pada pH 4, 5 ,7 dan kemudian membandingkannya dengan karakteristik film sambung silang kitosan-tripolifosfat. Selain itu juga untuk mengetahui pengaruh pH larutan sitrat terhadap karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat.
1.4 Manfaat Penelitian 1. Menambah informasi tentang perbedaan karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat pH 4, 5, dan 7. 2. Menambah informasi tentang perbedaan karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat dan kitosan-tripolifosfat. 3. Menambah informasi tentang pengaruh pH larutan sitrat terhadap karakteristik film sambung silang kitosan-sitrat. 4. Sebagai bahan referensi penelitian selanjutnya dalam pembuatan film yang disambung silang dengan sitrat dan tripolifosfat dengan menggunakan metode perendaman.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pembentukan Film Kecepatan proses pembentukkan film bergantung pada kecepatan penguapan pelarut. Setelah lapisan sangat tipis dari larutan polimer tersebar pada substrat, terjadi penguapan dengan cepat pada permukaan pelarut, yang menghasilkan penurunan konsentrasi polimer terutama pada volume tepat di bawah permukaan, yang secara bersamaan menyebabkan penurunan yang luar biasa dari daerah aktif penguapan. Setelah itu, penghilangan pelarut dilakukan melalui difusi seluruh lapisan dari larutan polimer terkonsentrasi. Konsentrasi polimer dari keseluruhan lapisan meningkat secara bertahap yang pada konsekuensinya menurunkan mobilitas makromolekul dan jarak intramolekular diantara mereka. Setelah itu peningkatan kepadatan sistem menghasilkan penekanan bertahap lanjut pada difusi dari molekul pelarut dan film polimer terbentuk. Dengan cara ini, tingkat penguapan pelarut menurun selama proses pembentukkan film. Sejumlah pelarut telah ditemukan terperangkap dalam film polimer. Peristiwa ini disebut retensi yang memiliki pengaruh negatif terhadap sifat fisik film yaitu pada sifat mekanik, kimia, fotokimia, dan ketahanan panas (Krzyzanowska, 1975). Proses pembentukan film juga dapat terjadi melalui serangkaian tahapan berikut ini. Ada dua gaya yang berperan saat pembentukan film, yaitu gaya kohesi antara molekul polimer dan gaya adhesi antara film dengan substrat (Sukkunta, 2005). Ketika larutan pembentuk film dituangkan pada suatu permukaan, gaya kohesi akan membentuk ikatan dengan molekul polimer. Ketika kekuatan kohesi pada molekul polimer relatif tinggi, permukaan polimer terus menerus menyatu. Penyatuan lapisan molekul polimer yang berdekatan terjadi melalui difusi. Setelah penguapan air, proses gelasi berlangsung dan memungkinkan rantai polimer untuk berdekatan satu sama lain dan untuk menyatu dengan lapisan polimer sebelumnya. Ketika ada daya tarik yang cukup kohesif antara molekul, difusi yang cukup, dan penguapan air yang sempurna, rantai polimer akan menyesuaikan diri untuk membentuk film (Nadrajah, 2005). 5
6
2.2 Sambung Silang Sambung silang terjadi ketika agen sambung silang membuat jembatan intermolekular atau yang lebih dikenal dengan tahap sambung silang. Agen sambung silang dapat berinteraksi dengan rantai linier makromolekul (tahap sambung silang) dan/atau dirinya sendiri (tahap polimerisasi) pada medium basa. Sambung silang secara drastis menurunkan mobilitas polimer dan sejumlah rantai yang terhubung oleh pembentukan dari keterkaitan antar rantai yang baru. Jaringan tiga dimensi kemudian terbentuk. Jika derajat retikulasi memiliki efisiensi yang tinggi, matriks dari polimer menjadi tidak larut dalam air (tetapi mengembang di dalam air) dan di pelarut organik (Shweta, Aggarwal, dan Pahuja Sonia, 2013). Reaksi sambung silang secara utama dipengaruhi oleh ukuran, tipe agen sambung silang, dan gugus fungsi dari kitosan. Ukuran molekul agen sambung silang yang lebih kecil akan menghasilkan reaksi sambung silang yang lebih cepat, karena difusinya menjadi semakin mudah. Pada agen sambung silang dari alam, interaksi utama membentuk jaringan ikatan ionik atau kovalen. Derajat sambung silang adalah parameter utama yang mempengaruhi sifat kekuatan mekanik, derajat pengembangan, dan pelepasan obat. Contohnya gel, umumnya menunjukkan pengembangan yang sensitif terhadap pH dan pelepasan obat oleh difusi melalui struktur berpori. Mekanisme sambung silang kitosan dengan tripolifosfat yaitu terjadi dengan kenaikan pH dan kekuatan ion dari larutan, membentuk gel dan mendorong interaksi antara gugus amino dari kitosan dengan grup anionik dari tripolifosfat (Shweta, Aggarwal, dan Pahuja Sonia, 2013).
2.2.1 Sambung Silang Kovalen Ikatan sambung silang kovalen dalam kitosan hidrogel dibedakan menjadi tiga, yaitu (a) ikatan silang kitosan-kitosan (b) jaringan polimer hybrid (HPN) (c) jaringan polimer sebagian atau saling penetrasi seluruhnya (semi-IPN atau HPN sepenuhnya) (Berger et al., 2004). Pembentukan kitosan dengan ikatan kovalen minimal membutuhkan kitosan dan agen sambung silang dalam pelarut yang sesuai, biasanya air. Komponen lain dapat ditambahkan, seperti tambahan polimer untuk membentuk suatu HPN (Hybrid Polymer Network), semi IPN (Interpenetrating Polymer Network), atau UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7
IPN sepenuhnya. Molekul tambahan juga dapat digunakan sebagai katalis reaksi selama pembuatan jaringan. Sebagaimana tersirat dari namanya, ikatan sambung silang kitosan-kitosan terjadi antara dua unit struktural pada rantai polimer kitosan yang sama, sedangkan pada HPN, reaksi sambung silang terjadi antara satu unit dari struktur rantai kitosan dan unit lain dari struktur polimer tambahan. Berbeda dengan HPN, semi-IPN atau IPN sepenuhnya terjadi jika ditambahkan polimer lain yang tidak bereaksi dengan larutan kitosan sebelum terjadi ikatan silang. Agen sambung silang yang dapat membentuk ikatan kovalen yaitu suatu senyawa dengan berat molekul rendah, minimal memiliki dua gugus fungsi reaktif sehingga dapat terbentuk suatu jembatan yang menghubungkan antar rantai polimer. Agen sambung silang kovalen yang paling umum digunakan dengan kitosan adalah golongan dialdehid seperti glioxal dan glutaraldehid. Pada reaksi sambung silang kovalen tersebut, gugus aldehid dari agen sambung silang bereaksi dengan gugus amin dari kitosan membentuk ikatan imin kovalen. Namun, penggunaan kedua agen sambung silang tersebut dapat menginduksi sifat toksik dimana glutaraldehi bersifat neurotoksik dan glioksal bersifat mutagenik (Berger et al., 2004).
[Sumber : Berger et al., 2009]
Gambar 2.1 Struktur Bentuk Kitosan Hidrogel
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
2.2.2 Sambung Silang Ionik Sebagian besar agen sambung silang kovalen bersifat toksik, untuk mengatasi masalah tersebut yaitu dengan menggunakan agen sambung silang ionik yang bersifat reversibel. Kitosan adalah polimer kationik, sehingga dapat bereaksi dengan molekul bermuatan negatif baik dengan ion atau molekul yang dapat membentuk jaringan melalui jembatan ionik diantara rantai polimer. Sifat interaksi ini sama seperti polielektrolit, sehingga sulit untuk mengklasifikasikan secara terpisah dua jenis jaringan ini. Namun, pada klasifikasi antara sambung silang ionik yang bereaksi dengan kitosan adalah molekul ion yang memiliki bobot molekul lebih rendah daripada bobot molekul kedua rantai polimer yang disambungkan (bobot molekul telah diketahui dengan jelas) sedangkan pada polielektrolit, kitosan bereaksi dengan polimer, di mana polimer tersebut memiliki distribusi bobot molekul yang luas (berbobot molekul besar) (Berger et al., 2004). Jaringan sambug silang kitosan secara ionik dapat dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan jenis dari agen sambung silang yang digunakan baik anion atau molekul anionik. Jaringan terbentuk karena adanya muatan negatif yang akan membentuk jembatan dengan muatan positif dari rantai polimer kitosan. Interaksi ionik antara muatan-muatan negatif dari agen sambung silang dan muatan positif dari gugus kitosan adalah interaksi utama di dalam jaringan. Ikatan kovalen memiliki sambungan yang lebih kuat dibandingkan dengan interaksi elektrostatik yang dibentuk oleh molekul anionik sebagai agen sambung silang. Sambung silang ionik dapat pula terjadi pada gugus lain dari kitosan yaitu gugus hidroksil. Reaksi tambahan dapat terjadi di dalam jaringan seperti interaksi hidrofobik yang disebabkan oleh penurunan derajat deasetilasi kitosan atau ikatan hidrogen akibat dari penurunan elektrostatik setelah netralisasi kitosan oleh agen sambung silang (Berger et al., 2004). Jaringan polimer kitosan yang mengandung sambung silang ionik setidaknya membutuhkan satu muatan ionik agen sambung silang dan kitosan yang terdispersi dalam pelarut. Sambung silang ionik membutuhkan ion multivalen sebagai agen sambung silang untuk membentuk jembatan diantara rantai polimer. Tripolifosfat biasa digunakan sebagai agen sambung silang ionik. Penggunaan sulfat dan sitrat sebagai agen sambung silang ionik dapat menyebabkan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
pengendapan. Namun dengan penambahan gelatin dapat mengurangi interaksi ini yang diikuti dengan penggunaan suhu rendah agar dapat terbentuk gel yang homogen. Sambung silang ionik merupakan metode yang sederhana dan tidak membutuhkan suatu molekul tambahan seperti katalis. Sambung silang ionik dapat dilakukan dengan metode klasik yaitu dengan menambahkan agen sambung silang ke dalam larutan kitosan. Kitosan dapat pula disambung silang dengan cara merendam sediaan film ke dalam larutan agen sambung silang dengan menambahkan larutan kitosan melalui syringe ke dalam larutan agen sambung silang (Berger et al., 2004). Derajat sambung silang mempengaruhi sifat hidrogel sambung silang ionik yang dihasilkan. Oleh karena itu penting untuk menentukan kondisi reaksi yang mempengaruhi derajat sambung silang untuk dapat meningkatkan sifat dari jaringan. Reaksi sambung silang dipengaruhi oleh ukuran agen sambung silang dan muatan global dari kitosan dan agen sambung silang selama reaksi. Ukuran molekul agen sambung silang yang lebih kecil, akan mempercepat reaksi karena lebih mudah berdifusi. Karena muatan global mempengaruhi, terdapat perbedaan antara ion dengan molekul ionik. Derajat muatan dari ion bergantung pada jumlah oksidasi dan tidak bergantung pada pH, sedangkan pada molekul ionik muatan globalnya bergantung pada nila pKa dan pH larutan selama reaksi seperti kitosan yang memiliki nilai pKa 6,3. Derajat muatan global dari kitosan dan agen sambung silang harus tinggi agar dapat terjadi interaksi dan pembentukan hidrogel. Hal ini menunjukkan bahwa pH selama proses sambung silang harus berada di sekitar pKa kitosan dan agen sambung silang. Jika pH terlalu tinggi, muatan positif kitosan akan ternetralisasi dan sistem bukan menjadi sambung silang ionik, namun menjadi fase koaservasi terbalik, di mana kitosan akan mengendap. Untuk menghindari pengendapan kitosan, larutan pH harus tidak boleh lebih tinggi dari pH 6. pH yang lebih asam akan menurunkan biokompatibilitas terhadap sistem. Selain ukuran agen sambung silang dan derajat muatan global, derajat sambung silang dipengaruhi oleh penambahan polimer lain. Namun yang paling mempengaruhi adalah konsentrasi agen sambung silang, berat molekul, derajat deasetilasi, dan konsentrasi kitosan selain itu juga durasi reaksi (Berger et al., 2004).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10
2.2.3 Efek Sambung Silang Derajat pengembangan pada sambung silang ionik dipengaruhi oleh interaksi ionik antara rantai kitosan, yang bergantung pada derajat sambung silang yang terjadi pada pembentukan jaringan. Peningkatan derajat sambung silang menginduksi penurunan derajat pengembangan dan sensitivitas terhadap pH dengan meningkatkan stabilitas jaringan sehingga menghasilkan penurunan pelepasan obat. Pada hidrogel sambung silang ionik, derajat sambung silang dimodifikasi melalui kondisi eksternal setelah administrasi, biasanya dengan pH medium aplikasi. Hal tersebut dapat mempengaruhi derajat muatan global kitosan dan agen sambung silang yang secara langsung menentukan derajat sambung silang, interaksi, dan derajat pengembangan. Pada hidrogel sambung silang kovalen, derajat sambung silang tidak dimodifikasi setelah proses administrasi karena hidrogel telah terhubung dengan ikatan yang irreversible. Oleh karena itu hidrogel sambung silang ionik tidak hanya dapat mengembang pada pH asam tapi juga dapat mengembang pada pH basa yang dapat menambah potensi aplikasinya. Jika pH menurun, derajat muatan agen sambung silang menurun sehingga derajat sambung silang
yang terjadi juga menurun
yang akan menyebabkan
pengembangan. Selain itu derajat mengembang juga dapat disebabkan oleh protonasi dan tolakan dari gugus amonium bebas kitosan. Jika penurunan pH terlalu besar, terjadi disosiasi ionik dan disolusi jaringan dapat terjadi yang mengakibatkan pelepasan obat dengan cepat. Jika pH meningkat, protonasi kitosan menurun dan menginduksi penurunan derajat sambung silang yang akan menyebabkan pengembangan. Jika pH menjadi terlalu tinggi, gugus amino kitosan akan dinetralisasi dan sambung silang ionik terhambat. Jika derajat sambung silang terlalu rendah, interaksi tidak cukup kuat untuk menghindari disolusi dan agen sambung silang ionik dilepaskan (Berger et al., 2004). Parameter sekunder yang mempengaruhi pengembangan dan pelepasan obat juga terdapat pada hidrogel sambung silang ionik. Karena sensitivitasnya terhadap pH, pengembangan juga sensitif terhadap ion karena adanya ion akan melemahkan interaksi ionik melalui efek perisai yang meningkatkan pengembangan dan penghantaran. Selain itu penurunan berat molekul kitosan juga dapat menurunkan pengembangan dan disolusi. Selain itu, pelepasan obat bergantung pada kelarutan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
dan berat molekul obat dan hal ini dipengaruhi oleh konsentrasi di dalam jaringan (Berger et al., 2004). Derajat mengembang dari hidrogel ionik sangat unik. Hal tersebut dipengaruhi oleh ionisasi gugus fungsi rantai polimer dan ionisasi molekul agen sambung silang. Faktor lain yang mempengaruhi adalah hidrofilisitas dari bahan yang digunakan untuk membentuk jaringan hidrogel, derajat sambung silang, pH, kekuatan ionik, dan medium derajat pengembangan. Kemampuan mengembang membran sambung silang ionik sangat bergantung pada hidrofilisitas keseluruhan jaringan. Setelah proses sambung silang, membran kitosan menjadi kurang hidrofilik akibat hilangnya gugus amino yang berikatan pada reaksi dengan agen sambung silang. Hidrofilisitas agen sambung silang yang digunakan mempengaruhi hidrofilisitas jaringan. Hidrofilisitas agen sambung silang tripolifosfat < sitrat < sulfat (Pierog, Druzynska, dan Czubenko, 2009).
2.3 Agen Sambung Silang Ionik 2.3.1 Natrium Sitrat
[Sumber : Rowe, Sheskey, Quinn, 2009]
Gambar 2.2 Struktur Natrium Sitrat
Natrium sitrat (C6H5Na3O7.2H2O) dengan BM : 294,10 berupa bubuk kristalin putih, tidak berbau, tidak berasa, tidak berwarna. Larut dalam 1 : 1.5 air, 1 : 0.6 air panas, dan praktis tidak larut dalam etanol (95%). Konstanta ionisasi sitrat pada 250C yaitu 3,128; 4,761; 6,396. Natrium sitrat memiliki pH 7,0-9,0 pada larutan 5% dengan titik leleh 1500C. (Rowe, Sheskey, Quinn, 2009). Natrium sitrat adalah bahan yang stabil. Pada penyimpanan, larutan natrium sitrat dapat menyebabkan pemisahan sedikit partikel padat dari wadah gelas. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
Larutan natrium sitrat sedikit basa dan akan bereaksi dengan zat-zat asam. Garam alkaloidal dapat terendapkan dari cairan atau dari larutan hidro-alkohol. Natrium sitrat inkompatibel dengan basa, agen pereduksi, dan agen pengoksidasi (Rowe, Sheskey, Quinn, 2009).
2.3.2 Natrium Tripolifosfat
[Sumber : Varshosaz and Karimzadeh, 2007]
Gambar 2.3 Struktur Natrium tripolifosfat
Natrium tripolifosfat (Na5O10P3) memiliki berat molekul 367,86. Natrium tripolifosfat berupa kristal, granul, atau serbuk berwarna putih atau tidak berwarna dengan titik leleh 622oC (Chemical Book, 2010). pH 1% larutan tripolifosfat 9,79,8 dengan kelarutan dalam air pada suhu 250C 1 : 20 dan pada suhu 1000C 1 : 86,5 (Pubchem, 2015). Tripolifosfat memiliki lima nilai pKa yaitu pKa1 1,0; pKa2 2,2; pKa3 2,3; pKa4 5,7; pKa5 8,5 (Lim dan Seib, 1993). Tripolifosfat adalah anion multivalen yang mengandung maksimal 5 muatan negatif (Varshosaz dan Karimzadeh, 2007). Tripolifosfat (TPP) telah digunakan sebagai agen sambung silang untuk sediaan film kitosan sambung silang. Sambung silang ionik membutuhkan ion bermutan negatif multivalen sebagai penyambung silang untuk membentuk jembatan diantara rantai polimerik, khususnya kitosan sebagai polikation. Tripolifosfat memungkinkan untuk memperoleh sambung silang ionik pada kondisi sederhana dan tanpa membutuhkan molekul pembantu. Modulasi proses sambung silang tripolifosat bergantung pada nilai-nilai pKa dan pH larutan selama reaksi (Colonna et al., 2006).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
13
2.4 Kitosan Kitosan adalah kopolimer dari β-(1-4) terkait 2-acetamido-2-deoksi-Dglukopiranosa dan 2-amino-2-deoksi-D-glukopiranosa. Biopolimer polikationik umumnya terdiri dari deasetilasi alkali dari kitin, yang merupakan komponen utama dari
eksoskeleton
krustasea,
contohnya
udang.
Parameter
utama
yang
mempengaruhi karakteristik kitosan adalah berat molekul dan derajat deasetilasi, yang mewakili proporsi dari unit deasetilasi (Berger et al., 2004).
[Sumber : Rowe, Sheskey, Quinn, 2009]
Gambar 2.4 Struktur Kitosan
Kitosan memiliki banyak kelebihan diantaranya adalah biokompatibel karena kitosan digunakan dalam banyak aplikasi medis (aplikasi okular topikal, implant, atau injeksi), biodegradabel karena kitosan dimetabolisme oleh enzim manusia terutama lisozim, tidak toksik, sebagai peningkat penetrasi dengan membuka epitel tight junction, bioadesif karena meningkatkan retensi pada tempat aplikasi, stabilitas kimia dan suhu, kemampuan pembentukan film dan gel yang baik, memiliki efek bakteriostatik, dapat digunakan sebagai penutup luka, jumlahnya berlimpah, biaya produksi murah, dan ekologi yang menarik. Kitosan telah secara luas diteliti sebagai sumber yang menjanjikan dari bahan pembentuk membran untuk aplikasi-aplikasi yang berbeda pada bidang kedokteran, farmasi, dan pada industri yang bervariasi (Pieróg dan Czubenko, 2010 ; Berger et al., 2004).
2.4.1 Sifat Fisika-Kimia Kitosan Kitosan tidak berbau, bubuk, kepingan putih berwarna putih, atau putih krim. Bentuk serat sangat umum selama pengendapan dan kitosan akan terlihat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
seperti kapas. Kitosan memiliki pH 4,0-6,0 (pada larutan 1%). Kitosan larut di dalam air, praktis tidak larut dalam etanol 95%, pelarut organik lain, dan larutan netral atau alkali pada pH dibawah 6,5. Kitosan mudah larut dalam larutan encer atau terkonsentrasi pada kebanyakan asam organik dan pada beberapa asam inorganik mineral (kecuali asam sulfat dan fosfat). Selama disolusi, gugus amina dari polimer menjadi terprotonasi, menghasilkan muatan positif polisakarida (RNH3+) dan garam kitosan larut di dalam air. Kelarutan kitosan dipengaruhi oleh derajat deasetilasi. Kelarutan juga dipengaruhi oleh penambahan garam ke dalam larutan. Kekuatan ion yang semakin kuat, kelarutan akan semakin rendah sebagai hasil dari efek salting-out, yang akan mengakibatkan pengendapan kitosan pada larutan. Kitosan inkompatibel dengan agen pengoksidasi kuat (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009). Sifat film kitosan bergantung pada morfologi, yang dipengaruhi oleh berat molekul, derajat N-asetilasi, penguapan pelarut, dan mekanisme regenerasi amin bebas. Film kitosan digambarkan bersifat kuat, tahan lama, dan lentur (Bhuvaneswari et al., 2007). Film kitosan harus terdegradasi secara perlahan di bawah kondisi fisiologis, dan untuk alasan ini kitosan harus di sambung silang. Proses sambung silang, dilakukan dengan tujuan untuk mengontrol kecepatan pelepasan obat, juga bisa memperngaruhi sifat utama dari sistem, contohnya mukoadesif (Colonna et al., 2006).
2.4.2 Aplikasi Kitosan Aplikasi kitosan dalam bidang farmasetikal sebagai pengikat, bentuk sediaan pelepasan terkontrol, formulasi gel, sifat mukoadesif, sistem penghantaran optalmik, sistem penghantaran nasal, sistem penghantaran bukal, sistem penghantaran periodontal, sistem penghantaran peroral, sistem penghantaran gastrointestinal, sistem penghantaran intestinal, sistem penghantaran vaginal, sistem penghantaran transdermal, peningkat disolusi, sistem penghantaran kolon, mikrosfer
dan
mikrokapsul,
sifat
penutup
luka,
sistem
penghantaran
multipartikulat, penghantaran gen (Shaji, Jain, dan Lodha, 2010).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
2.4.3 Film Kitosan-Sitrat Ketika kitosan dilarutkan dalam larutan asam asetat encer, gugus amino menjadi terprotonasi dan terhubung dengan ion asetat yang bermuatan berlawanan, membuat muatan polimer larut. Film kitosan biasanya dibuat oleh sambung silang kimia melalui interaksi elektrostatik diantara fosfat multivalen dan kitosan pada formulasi. Film kitosan sambung silang mengembang di bawah kondisi asam akibat dari ionisasi gugus amino tetapi mengkerut pada kondisi netral (Honary, Hosenzaideh, dan Shalchian, 2010).
[Sumber : Pieróg dan Czubenko, 2009]
Gambar 2.5 Struktur Kitosan-Sitrat
Sitrat merupakan anion dengan tiga gugus karboksilat dan kitosan adalah kation polibasa. Densitas muatan dari sitrat dan kitosan secara utama dikontrol oleh larutan pH. Pada kondisi netral dan asam lemah, derajat ionisasi dari natrium sitrat menurun secara signifikan karena karakteristik asam dari asam sitrat. Kebalikan dari itu, kitosan yang menjadi polibasa lemah menunjukkan penurunan yang tajam pada ionisasi dari gugus aminnya ketika larutan pH ditingkatkan menjadi di atas 6 (pKa kitosan = 6,3) (Honary, Hosenzaideh, dan Shalchian, 2010). Densitas muatan bergantung pada pH dari sitrat dan kitosan. Pada pH rendah (1,0-4,0), larutan secara visual terlihat jernih akibat dari densitas muatan sitrat yang lemah. Turbiditas meningkat besar dan larutan memisah menjadi dua fase ketika pH ditingkatkan di atas 4,3. Hal ini dapat disebabkan oleh densitas muatan sitrat dan kitosan yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
signifikan pada daerah pH ini. Peningkatan larutan pH di atas 6,3 mengakibatkan penurunan yang besar pada densitas muatan kitosan dan oleh karena itu menyebabkan penurunan turbiditas yang signifikan. Nilai turbiditas paling rendah diamati pada pH di atas 7,6 dan turbiditas meningkat pada pH di atas 7,6 dapat disebabkan oleh kelarutan kitosan yang rendah pada daerah pH ini. Pada pH 5, kebanyakan gugus amin pada kitosan terionisasi sebanyak 95%, sehingga derajat sambung silang yang terjadi juga semakin besar, yang menghasilkan derajat pengembangan yang lebih rendah. Pada pH 7, hanya 12% gugus amin yang terionisasi dan menghasikan sambung silang yang lebih rendah (Shu, Zhu, dan Song, 2001). Pengembangan film kitosan sangat dipengaruhi oleh pH medium akibat dari ionisasi dari sodium sitrat dan kitosan. Rasio pengembangan yang paling rendah pada pH 5,5 dan 6,5 karena interaksi elektrostatik di antara sitrat dan kitosan. Penurunan pH melemahkan ikatan garam dan oleh karena itu memfasilitasi pengembangan film kitosan. Bagaimanapun peningkatan pH di atas 6,5 juga dapat menyebabkan pelemahan ikatan garam dan menghasilkan rasio pengembangan yang lebih tinggi (Honary, Hosenzaideh, dan Shalchian, 2010). Pelepasan obat dari film sensitif terhadap pH karena interaksi elektrostatik diantara anion sitrat dan gugus amina kitosan dipengaruhi oleh larutan pH. Penurunan pH melemahkan ikatan garam dan oleh karena itu memfasilitasi pengembangan film, dan membuat menjadi lebih berpori dan mempercepat pelepasan obat. Pada pH rendah (1,0-3,5), natrium sitrat dan kitosan akan dalam keadaan terdisosiasi dan oleh karena itu pelapasan obat menjadi lebih cepat. Hasil menunjukkan dengan waktu sambung silang yang lebih lama, kecepatan pelepasan obat menjadi semakin lama juga. Hal ini mungkin dikaitkan dengan derajat sambung silang yang lebih tinggi pada matriks, mengakibatkan penundaan pada difusi pelepasan obat (Honary, Hosenzaideh, dan Shalchian, 2010).
2.4.4 Film Kitosan-Tripolifosfat Variasi kandungan tripolifosfat dan derajat sambung silang pada membran kitosan dan tripolifosfat diperoleh dari kondisi pH yang bervariasi yang menghasilkan perbedaan derajat ionisasi kitosan dan tripolifosfat (Druzynska dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Czubenko, 2010). Reaksi sambung silang kitosan dengan tripolifosfat secara ionik terjadi lebih banyak pada pH rendah dibandingkan pada pH tinggi. Pada pH rendah atau asam, tripolifosfat lebih banyak terionisasi dalam bentuk ion –P3O105dibandingkan bentuk ion –OH-. Sedangkan pada pH yang tinggi atau basa, tripolifosfat lebih banyak terionisasi dalam bentuk ion –OH- dibandingkan dalam bentuk –P3O105-. Reaksi sambung silang secara ionik terjadi antara ion –P3O105- dari tripolifosfat dengan ion –NH3+ dari kitosan, sedangkan reaksi antara ion –OH- dari tripolifosfat dengan ion NH3+ dari kitosan terjadi secara deprotonasi (Ko, Hwang, Park, dan Lee, 2002; Bhumkar dan Pokharkhar, 2006). Pada proses sambung silang kitosan-tripolifosfat dengan pH 5, 6, dan 7 menunjukkan bahwa pelepasan obat dari film kitosan-tripolifosfat pH 7 > pH 6 > pH 5. Hal ini dapat disebabkan oleh pKa kitosan (6,3), sehingga dengan peningkatan pH, ionisasi amin menurun sehingga derajat sambung silang pH 7 lebih kecil dari pH 5 oleh karena itu pelepasan obatnya menjadi lebih besar (Shu dan Zhu, 2000).
[Sumber : Pieróg dan Czubenko, 2009]
Gambar 2.6 Struktur Kitosan-Tripolifosfat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
18
2.5 Asam Asetat
[Sumber : Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009]
Gambar 2.7 Struktur Asam Asetat
Asam asetat dengan rumus C2H4O2 dengan BM 60,05 berupa masa kristalin putih atau jernih, larutan tidak berwarna yang mudah menguap dengan bau yang tajam. Asam asetat memiliki pH 2,4 (pada larutan 1 M), titik didih 1180C, titik leleh 170C. Larut dalam etanol, eter, gliserin, air dan minyak menguap lain. Asam asetat bereaksi dengan zat-zat alkali. Asam asetat harus disimpan dalam wadah kedap udara di tempat sejuk dan kering (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
2.6 Plasticizer Plasticizer umumnya molekul kecil, seperti poliol (sorbitol, gliserin dan PEG) yang dapat menyelingi dan masuk diantara rantai polimer, sehingga mengganggu ikatan hidrogen dan menguraikan rantai untuk meningkatkan fleksibilitas, tingkat transmisi uap air, dan permeabilitas gas dari film. Kerapuhan film ditentukan terutama oleh kekuatan interaksi polimer-polimer yang dapat dikontrol melalui kimia polimer atau dengan penambahan plasticizer (Núňez, Santana, Machado, Cervantes, dan Valdez, 2014).
2.6.1 Gliserin Gliserin dengan rumus umum C3H8O3 dan berat molekul 92,09 berupa cairan hirgsokopik, tidak berwarna, bening, tidak berbau, kental, memiliki rasa yang manis. Kelarutan pada suhu 200C yaitu sedikit larut dalam aseton, praktis tidak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
larut dalam benzen, kloroform, dan minyak. Larut dalam etanol (95%), metanol dan air (Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009).
[Sumber : Rowe, Sheskey, dan Quinn, 2009]
Gambar 2.8 Struktur Gliserin
Gliserin dianggap sebagai plasticizer yang baik untuk film. Namun filmfilm tersebut menjadi sensitif terhadap air, seperti lingkungan dengan kelembaban relatif tinggi (Núňez et al., 2014). Film kitosan yang mengandung gliserin 20% menunjukkan penurunan gaya tarik dan peningkatan elongasi. Hal ini disebabkan gliserin berpenetrasi melalui matriks biopolimer dan mengganggu rantai kitosan, sehingga mengurangi daya tarik antarmolekul dan meningkatkan mobilitas rantai biopolimer yang mengakibatkan film menjadi lebih fleksibel (Núňez et al., 2014).
2.7 Verapamil Hidroklorida
[Sumber : USP 32 United States Pharmacopeia Convention, 2009.]
Gambar 2.9 Struktur Verapamil Hidroklorida
Verapamil memiliki rumus empiris C27H38N2O4 dengan berat molekul 491,07. Titik leleh 1440C, pKa 9,04, dan log P 4,6. (Srinivasan, Vinod, Geetavani, Rajesh, dan Ramesh, 2014). Verapamil HCl larut dalam air 83 mg/mL, etanol 26 mg/mL, propilen glikol 93 mg/mL, etanol >100 mg/mL, dan etil asetat 1 mg/mL. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
Panjang gelombang maksimum verapamil HCl 278 nm. Verapamil HCl harus disimpan pada temperatur ruang dan dilindungi dari cahaya. Verapamil kompatibel dengan pelarut pada rentang pH 3-6 namun dapat mengendap pada pelarut yang memiliki pH lebih dari 6 atau 7 (Pubchem, 2015). Verapamil hidroklorida (VPH) adalah pemblok saluran kalsium dan merupakan antiaritmia golongan IV. Absorpsi oral dari obat ini dari bentuk sediaan oral adalah 90% tetapi pemberian secara oral akan mengalami metabolisme lintas pertama pada hati dan bioavailbilitasnya hanya 20%. Obat ini juga memiliki waktu paruh eliminasi yang pendek yaitu 2-4 jam dan tereliminasi dengan cepat (Emami, Varshozaz, dan Saljouhian, 2008). Sekitar 70% dosis yang teradministrasi dieksresi sebagai metabolit pada urin dan sebanyak 16% atau lebih dikeluarkan melalui feses dalam waktu 5 hari (Drugbank, 2015).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Penelitian I, Laboratorium Penelitian II, Laboratorium Kesehatan Lingkungan, Laboratorium Kimia Obat, Laboratorium Formulasi Sediaan Padat, Laboratorium Riset, Laboratorium Farmakologi Program Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah, dan PAIR BATAN Pasar Jum’at. Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari-Juni 2015.
3.2 Alat dan Bahan 3.2.1 Alat Timbangan analitik (AND GH-202, Jepang), pengaduk magnetik (Advantec SRS710HA), oven (Eyela NDO-400, Jepang), pH meter (horiba F-52,Jepang), termometer, lemari pendingin (Sanyo, Indonesia), deksikator, mikrometer digital (Mitutoyo, Jepang), tensile tester Strograph-R1 (Toyoseiki, Jepang), alat potong dumb bell (Saitama, Jepang), cawan penguap, dissolution tester (Erweka DT626HH), spektrofotometer UV-VIS (Hitachi U-2910, Jepang), spektrofotometer FTIR (Jasco 6100, Jepang), mikroskop (Olympus IX-71, Jepang), cetakan akrilik film, gunting, spuit, saringan membran, mikropipet, pipet volumetrik, dan alat-alat gelas yang biasa digunakan di laboratorium.
3.2.2 Bahan Kitosan dengan derajat deasetilasi 86,51% (PT. Biotech Surindo, Indonesia), asam asetat glasial (Merck, Indonesia), natrium sitrat (Merck, Indonesia), natrium tripolifosfat (Wako, Jepang), KBr, natrium hidroksida (PT Brataco, Indonesia), kalium dihidrogen fosfat (PT Brataco, Indonesia), asam klorida (Teknis), aquadest, verapamil hidroklorida (PT Kimia Farma, Indonesia), gliserin (Teknis), cyanoacrylate adhesive, akrilik, kertas saring, silica blue, tissue, dan alumunium foil.
21
22
3.3 Prosedur Kerja 3.3.1 Preparasi Film Kitosan Larutan kitosan (4%) dibuat dengan cara mendispersikan 1,200 gram verapamil HCl dan 2,00 gram kitosan ke dalam 25,00 gram larutan aquadest yang mengandung 1,400 gram gliserin (70% b/b terhadap bobot kering kitosan) pada gelas beaker dan diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik. Kemudian asam asetat glasial 8% ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam larutan dan digenapkan menjadi 50,00 gram sehingga konsentrasi larutan asam asetat akhir menjadi 4%. Larutan kemudian diaduk dengan pengaduk magnetik selama 2 jam (Shu, Zhu, dan Song, 2001; Colonna et al., 2006 dengan modifikasi). Larutan kemudian dibiarkan semalam hingga gelembung udara menghilang. Larutan sebanyak 10,00 gram dituangkan ke dalam cetakan akrilik yang berukuran 8 x 4 cm dan dikeringkan selama 24 jam dalam oven dengan suhu 500C. Film yang sudah kering kemudian dipotong menjadi ukuran 3,5 x 2 cm2 untuk proses evaluasi (Chinta, Katakam, Murthy, dan Newton, 2011 dengan modifikasi).
3.3.2 Preparasi Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat pH 4, 5, 7 dan KitosanTripolifosfat Film sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan cara merendam 3 buah film kitosan yang masing-masing berukuran 3,5 x 2 cm2 ke dalam 21 mL larutan natrium sitrat 4% dengan pH 4, 5, dan 7 pada suhu 40C selama 3 jam. Selanjutnya film kitosan dibilas dengan 8,4 mL aquadest. Film kemudian direndam dalam 50 mL larutan gliserin 70% selama 15 menit. Kemudian film dibilas kembali dengan 8,4 mL aquadest dan dikeringkan dalam oven dengan suhu 400C selama 15 jam. Obat yang hilang selama proses sambung silang ditentukan dengan mengukur serapan obat menggunakan spektro UV pada panjang gelombang 277,4 nm (Shu, Zhu, dan Song, 2001; Colonna et al., 2006 Honary, Hoseinzadeh, dan Shalchian. 2010 dengan modifikasi). Film kitosan sambung silang tripolifosfat dibuat dengan cara yang sama dengan pembuatan film sambung silang kitosan-sitrat namun perendaman film kitosan dilakukan dalam larutan natrium tripolifosfat 4% (pH 9,2).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
3.3.3 Karakterisasi Film 3.3.3.1 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum dan Pembuatan Kurva Kalibrasi Verapamil HCl Kurva kalibrasi verapamil HCl diukur dengan melarutkan 10 mg verapamil HCl dalam 50 mL dapar fosfat pH 6,8 sehingga didapatkan larutan induk dengan konsentrasi 200 ppm. Larutan kemudian diencerkan untuk membuat seri konsentrasi 10, 20, 30, 40, dan 50 ppm. Untuk penentuan panjang gelombang maksimum, pengukuran serapan dilakukan dengan menggunakan larutan konsentrasi 30 ppm (Wisnu, 2012 dengan modifikasi).
3.3.3.2 Analisis dengan FT-IR Film yang dikarakterisasi adalah film kitosan, film sambung silang kitosansitrat (pH 4, 5, dan 7), dan film sambung silang kitosan-tripolifosfat. Film yang digunakan untuk pengujian ini adalah film yang tidak mengandung obat dan gliserin. Film tersebut dihancurkan terlebih dahulu dan kemudian diletakkan di atas cakram yang berisi KBr. Sampel dianalisis dengan spektrofotometer FT-IR pada bilangan gelombang 4000-400 cm-1 (Chinta, Katakam, Murthy, dan Newton, dengan modifikasi 2013).
3.3.3.3 Evaluasi Organoleptis Film Pengamatan makroskopik fisik film meliputi warna dan tekstur permukaan film dan pengamatan mikroskopik penampang membujur dan melintang film (J. Balasubramanian et al., 2012 dengan modifikasi)
3.3.3.4 Pengukuran Ketebalan Film Ketebalan dari setiap film diukur pada lima titik yang berbeda (tengah dan empat sudut) menggunakan mikrometer digital (Rao, Shravani, dan Reddy, 2013 dengan modifikasi secara triplo).
3.3.3.5 Keragaman Bobot Film dari semua formula dengan ukuran 3,5 x 2 cm2 ditimbang dan berat rata-ratanya dihitung. Kemudian pengukuran dilakukan sebanyak tiga kali pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
setiap film dan standar deviasi dihitung (Chinta, Katakam, Murthy, dan Newton, 2013 dengan modifikasi secara triplo).
3.3.3.6 Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film Keseluruhan film dalam satu cetakan (beserta pinggiran film) dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 ml yang mengandung 100 ml buffer fosfat pH 6,8. Medium diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik yang berkecepatan sedang selama 8 jam. Sebanyak 5 ml larutan diambil setiap satu jam dan sebanyak 5 mL larutan dimasukkan kembali ke dalam gelas beaker setiap pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan pada jam ke-1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, dan 24 jam. Sampel yang sudah diambil kemudian disaring dengan menggunakan saringan membran 0,45 μm. Kemudian larutan dianalisis dengan spektrofotometerUV pada panjang gelombang maksimal yaitu 277,4 nm (Kavitha dan Rajendra, 2011; Deshmane et al., 2009 dengan modifikasi)
3.3.3.7 Uji Keseragaman Kandungan Obat dan Penetapan Kadar Film dipotong kecil-kecil dan dimasukkan ke dalam gelas beaker 250 mL yang mengandung 100 mL buffer fosfat pH 6,8. Medium diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik selama 8 jam dan didiamkan selama 16 jam. Sebanyak 5 mL larutan diambil dan disaring dengan menggunakan saringan membran 0,45 μm. Larutan dianalisis dengan spektrofotometer-UV pada panjang gelombang maksimal yaitu 277,4 nm (Kavitha dan Rajendra, 2011; Deshmane et al, 2009 dengan modifikasi secara triplo). Penetapan kadar dilakukan dengan menggunakan metode yang sama, namun film sambung-silang yang digunakan adalah film sambung silang yang memiliki bobot yang hampir sama dan dilakukan secara triplo.
3.3.3.8 Uji Kadar Air Analisis
kadar
air
dilakukan
dengan
menggunakan
metode
thermogravimetri. Film yang berukuran 3,5 x 2 cm2 ditimbang terlebih dahulu (Wo). Film diletakkan di dalam cawan penguap dan dioven pada suhu 1050C selama 1 jam. Film kemudian didinginkan dalam deksikator selama 15 menit dan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
ditimbang (Wt). Tahap ini diulangi hingga dicapai bobot yang konstan (AOAC, 2005 dengan modifikasi secara triplo). Kadar Air (%) =
Wo−Wt (gram) Wo (gram)
𝑥 100%
3.3.3.9 Uji Ketahanan Pelipatan Film Ketahanan pelipatan dievaluasi berulang kali dengan cara melipat film dengan ukuran 3,5 x 2 cm2 pada tempat yang sama sebanyak 300 kali secara terus menerus. Jumlah pelipatan film yang dilipat pada tempat yang sama tanpa film sobek adalah nilai ketahanan pelipatan (Koland, Charyulu, dan Prabhu, 2010; Chinta, Katakam, Murthy, dan Newton, 2013 dengan modifikasi secara triplo).
3.3.3.10 Uji Mekanik Kekuatan tarik dan elongasi diuji dengan menggunakan tensile tester strograph-R1 dengan gaya 100 kg. Film dipotong dengan alat Dumbbell Astm-D1822-L Crosshead (kecepatan 25 mm/min). Kecepatan dan pemanjangan diukur sampai film sobek. Data yang dihasilkan kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS
16.
Pengukuran
dilakukan
dengan
rumus
berikut
(Abbaspour,
Makhmalzadeh, dan Jalali, 2010 dengan modifikasi secara triplo) :
Kekuatan Tarik = % Elongasi =
𝐺𝑎𝑦𝑎 𝑢𝑛𝑡𝑢𝑘 𝑚𝑒𝑚𝑢𝑡𝑢𝑠𝑘𝑎𝑛 𝑓𝑖𝑙𝑚 (𝑁) luas area film (cm2 )
(panjang akhir film−panjang awal film)(𝑐𝑚) panjang awal film (cm)
𝑥 100%
3.3.3.11 Uji Derajat Pengembangan Film dibiarkan mengembang dalam 25 mL medium dapar fosfat pH 6,8 pada cawan penguap. Film diambil dari cawan penguap dan dikeringkan dengan kertas saring, kemudian film ditimbang. Film diamati pada menit ke- 5, 15, 30, 60, 90, dan 120. Persen mengembang diukur dengan persamaan berikut : Indeks Mengembang (%) =
𝑊𝑡−𝑊𝑜 Wo
𝑥 100%
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
26
Dimana Wt adalah berat film pada menit ke-t (gram) dan Wo adalah berat film pada menit ke-0 (gram) (Mahalaxmi et al, 2010 dengan modifikasi secara triplo). Data yang dihasilkan kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.
3.3.3.12 Uji Pelepasan Obat Uji pelepasan obat secara in vitro dilakukan dalam 400 mL larutan dapar fosfat pH 6,8 menggunakan alat disolusi tipe 2 (dayung) pada suhu 370C ± 0,50C dengan kecepatan 50 rpm. Satu sisi film ditempel ke akrilik (yang berukuran 4 x 2 cm) dengan menggunakan lem sianoakrilat. Sampel diambil sebanyak 5 ml dengan menggunakan spuit dan diganti dengan medium yang segar. Sampel diambil pada interval waktu 15, 30, 60, 120, 180, 240, 300, dan 360 menit. Sampel yang telah diambil kemudian disaring dengan saringan membran 0,45 μm. Sampel kemudian diukur dengan spektrofotometri UV pada panjang gelombang 277,4 nm (Deshmane et al, 2009; Singh, Kumar Singh, Shah, dan Mehta, 2014 dengan modifikasi secara triplo). Data yang dihasilkan kemudian dianalisis dengan menggunakan SPSS 16.
.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Preparasi Film Kitosan Pada penelitian ini dibuat film kitosan dengan menggunakan metode solvent casting. Metode solvent casting merupakan suatu metode pembuatan film dengan melarutkan semua eksipien termasuk obat ke dalam pelarut organik, kemudian pelarut diuapkan dan terbentuklah massa film. Film kitosan yang dibuat mengandung obat verapamil hidroklorida. Dosis obat verapamil hidroklorida yang digunakan sebesar 240 mg untuk setiap cetakan yang merupakan hasil dari perhitungan rumus (Sood, Kaur, Pawar, 2013). Sediaan film ini dibuat dengan menggunakan pelarut asam asetat dengan konsentrasi akhir 4% dan plasticizer yang digunakan adalah gliserin 70% (b/b dari bobot kering kitosan). Penggunaan gliserin 70% pada sediaan film ini adalah hasil optimasi yang berfungsi untuk memberikan elastisitas pada film dan agar film yang terbentuk mudah dilepaskan dari cetakan. Untuk membuat larutan cairan pembentuk film (CPF) kitosan 4%, obat verapamil hidroklorida yang sudah ditimbang didispersikan terlebih dahulu di dalam campuran larutan aquadest dan gliserin 70%, kemudian ke dalam campuran tersebut didispersikan kitosan yang sudah ditimbang sedikit demi sedikit setelah itu campuran diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pada saat proses pembuatan cairan pembentuk film kitosan. Setelah itu, asam asetat didispersikan sedikit demi sedikit ke dalam larutan tersebut dan digenapkan hingga bobot yang diinginkan. Larutan CPF kitosan diaduk dengan pengaduk magnetik selama 2 jam yaitu sampai larutan homogen. Larutan CPF kitosan kemudian didiamkan selama semalam untuk menghilangkan gelembung udara yang terbentuk. Adanya gelembung udara dapat mempengaruhi karakteristik film yang dihasilkan. Setelah gelembung udara hilang, sebanyak 10 gram larutan CPF kitosan dituangkan ke dalam cetakan akrilik yang berukuran 8 x 4 cm2. Film kemudian di oven dengan menggunakan suhu 500C selama 24 jam. Jumlah cairan film yang dituangkan ke dalam cetakan, suhu, dan waktu pengeringan yang
27
28
digunakan merupakan hasil optimasi. Sediaan fim yang terbentuk kemudian dipotong menjadi ukuran 3,5 x 2 cm2 dan dilakukan evaluasi.
Gambar 4.1 Larutan CPF Kitosan 4%
4.2 Preparasi Film Sambung Silang Kitosan-Sitrat (pH 4, 5, dan 7) dan Kitosan Tripolifosfat Film sambung silang kitosan-sitrat dibuat dengan menggunakan metode perendaman yaitu dengan cara merendam film kitosan ke dalam larutan natrium sitrat 4% pada pH 4, 5, dan 7. Dasar pemilihan pH ini adalah pH derajat ionisasi dari sitrat yaitu 3,128; 4,761; 6,396 (Rowe, Sheskey, Quinn, 2009). Hal ini bertujuan untuk melihat pengaruh pH larutan sitrat terhadap proses sambung silang yang terjadi. Pada penelitian ini, film kitosan akan mengalami dua kali proses perendaman dan dua kali proses pembilasan. Proses perendaman yang pertama adalah film kitosan direndam di dalam larutan natrium sitrat 4 % pH 4, 5, dan 7 selama 3 jam. Lamanya waktu perendaman merupakan hasil optimasi. Setelah direndam selama 3 jam, film kemudian dibilas dengan menggunakan aquadest. Banyaknya larutan natrium sitrat 4% pH 4, 5, dan 7 yang digunakan serta banyaknya aquadest yang digunakan pada proses pembilasan merupakan hasil perbandingan (Shu, Zhu, dan Song, 2001; Honary, Hoseinzadeh, dan Shalchian, 2010). Proses perendaman yang kedua adalah film direndam di dalam larutan gliserin 70% selama 15 menit. Hal ini bertujuan untuk memberikan elastisitas pada film sambung silang yang dihasilkan. Karena salah satu kekurangan dari film yang disambung silang dengan menggunakan metode perendaman yaitu film yang dihasilkan menjadi mengkerut, keras, rapuh, dan tidak elastis. Pada penelitian ini plasticizer yang digunakan adalah plasticizer hidrofilik yaitu gliserin (Suyatma, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
Tighzert, dan Copinet, 2005) sehingga saat proses perendaman gliserin larut di dalam air yang mengakibatkan hilangnya efek plasticizer yaitu tidak memberikan efek elastisitas pada film. Film kemudian dibilas kembali dengan aquadest untuk menghilangkan gliserin yang ada di permukaan film. Selanjutnya film dioven dengan menggunakan suhu 400C selama 15 jam. Suhu oven dan lama pengeringan film merupakan hasil optimasi. Setelah dioven selama 15 jam, film yang dihasilkan lebih elastis dan tidak mudah patah. Hal ini membuktikan bahwa perendaman film hasil sambung silang di dalam larutan gliserin 70% selama 15 menit dapat memberikan elastisitas pada film. Film sambung silang kitosan-tripolifosfat dibuat dengan menggunakan metode yang sama dengan film kitosan-sitrat. Namun perbedaanya hanya pada larutan agen sambung silang yang digunakan. Pada film sambung silang kitosantripolifosfat, film kitosan direndam dalam larutan natrium tripolifosfat 4% (pH 9,2).
4.3 Karakterisasi Film 4.3.1 Analisis dengan FT-IR Karakterisasi dengan menggunakan FT-IR dilakukan untuk melihat apakah proses sambung silang terjadi. Hal ini dilihat dengan cara membandingkan spektrum film kitosan yang terbentuk dengan spektrum film sambung silang kitosan-sitrat (pH 4, 5, dan 7) dan kitosan tripolifosfat.
Tabel 4.1 Nilai Puncak pada Spektrum FT-IR
Ket
Gugus
A B C D
OH C=O N-H P=O
Puncak Panjang Gelombang (cm-1) Kitosan- Kitosan- KitosanKitosanKitosan Sitrat pH Sitrat pH Sitrat pH TPP 4 5 7 3614 3601 3615 3595 3651 1673 1659 1668 1660 1673 1594 1240
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
Kitosan Kitosan-Sitrat pH 4 Kitosan-Sitrat pH 5
d
Kitosan-Sitrat pH 7
a
Transmitan (%)
Kitosan-TPP
a
b a
e a
f
c
a
a
Bilangan gelombang (cm-1) a) Gugus –OH : 3595-3615 cm-1 b) Gugus C=O : 1659-1673 cm-1 c) Gugus N-H : 1594 cm-1
d) Gugus C-O : 1260-1300 cm-1 e) Puncak baru kitosan-TPP : 1385 cm-1 f) Gugus –P=O : 1240 cm-1
Gambar 4.2 Spektrum FT-IR Kitosan, Kitosan-Sitrat (pH 4,5, dan 7), dan KitosanTripolifosfat (TPP) Berdasarkan hasil yang didapatkan terlihat bahwa telah terjadi perubahan spektrum FT-IR sebelum dan sesudah proses sambung silang baik pada kitosansitrat pH 4, 5, dan 7 maupun pada kitosan-tripolifosfat. Spektrum FT-IR pada kitosan, kitosan-sitrat (pH 4, 5, dan 7), dan kitosan-tripolifosfat menunjukkan puncak pada bilang gelombang 3500-3650 cm-1. Hal tersebut disebabkan oleh gugus -OH yang menutupi puncak gugus –NH2 dalam ikatan hidrogen (Pieróg, Drużyńska, dan Czubenko, 2009). Pada spektrum kitosan terdapat puncak pada bilangan gelombang 1594 cm-1 yang menunjukkan adanya gugus amida, sedangkan pada spektrum kitosan-sitrat (pH 4,5, dan 7) dan kitosan-tripolifosfat tidak terdapat puncak pada daerah bilangan gelombang ini. Hal ini diduga gugus amida telah berikatan dengan gugus karboksilat pada kitosan-sitrat dan berikatan dengan gugus fosfat pada kitosan-tripolifosfat. Pada spektrum kitosan-sitrat (pH 4,5, dan 7) terbentuk puncak baru pada daerah panjang gelombang 1300 cm-1. Hal ini sesuai dengan bilangan gelombang gugus C-O pada ion COO- (Pieróg, Drużyńska, dan Czubenko, 2009). Pada kitosan-tripolifosfat terbentuk puncak baru yaitu pada UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
bilangan gelombang 1385 cm-1 yang dapat disebabkan karena adanya interaksi antara ion tripolifosfat dengan –NH3 pada kitosan. Selain itu juga terdapat puncak pada daerah bilangan gelombang 1240 cm-1 yang sesuai dengan panjang gelombang gugus –P=O pada ion fosfat (Pieróg, Drużyńska, dan Czubenko, 2009).
4.3.2 Evaluasi Organoleptis
c
b
a
d
Gambar 4.3 Gambar Makroskopik Permukaan bawah film kitosan-sitrat pH 4 (a), pH 5 (b), pH 7 (c), dan film kitosan-tripolifosfat (d) Film kitosan-sitrat pH 4, 5, 7 dan kitosan-tripolifosfat secara makroskopik terlihat berwarna kuning dengan permukaan bawah film berwarna kuningkeputihan dan agak kasar. Film secara keseluruhan berbentuk tipis, tidak berbau, dan tidak rapuh.
a
b a
c
d
Gambar 4.4 Gambar Mikroskopik Membujur Film Kitosan-sitrat pH 4 (a), pH 5 (b), pH 7 (c), dan Film Kitosan-Tripolifosfat (d) Hasil pengamatan secara mikroskopik pada penampang membujur film dengan perbesaran 100x menunjukkan bahwa pada kitosan-sitrat pH 4, pH 7, dan kitosan-tripolifosfat zat aktif tersebar tidak merata karena adanya lingkaranUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
lingkaran hitam yang diduga adalah zat aktif yang sudah terlepas. Lingkaranlingkaran ini tidak terdapat pada film kitosan-sitrat pH 5. Pada film kitosan-sitrat pH 5 obat pada film terlihat lebih homogen dibandingkan dengan obat pada film kitosan-sitrat pH 4, pH 7, dan kitosan tripolifosfat. a
b a
c
d
Gambar 4.5 Gambar Mikroskopik Melintang Film Kitosan-Sitrat pH 4 (a), pH 5 (b), pH 7 (c), dan Kitosan-Tripolifosfat (d) Hasil pengamatan secara mikroskopik pada penampang melintang film dengan perbesaran 100x menunjukkan film tampak rata, berserat-serat, berwarna kuning, dan berbentuk satu lapisan.
4.3.3 Ketebalan
Tabel 4.2 Ketebalan Film Jenis Film Kitosan-Sitrat pH 4 Kitosan-Sitrat pH 5 Kitosan-sitrat pH 7 Kitosan-TPP
Ketebalan (mm) 0,32 ± 0,04 0,31± 0,02 0,28 ± 0,02 0,23 ± 0,02
Ketebalan pada setiap film sambung silang bervariasi baik pada film sambung silang kitosan-sitrat pH 4, pH 5, pH 7 dan film sambung silang kitosantripolifosfat. Walaupun sudah menggunakan cetakan yang terbuat dari bahan akrilik yang memiliki permukaan yang rata, ketebalan film tetap bervariasi. Ketebalan yang bervariasi ini dapat disebabkan oleh adanya obat yang hilang saat proses UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
perendaman sehingga mempengaruhi ketebalan film setelah proses sambung silang. Hal tersebut dapat dilihat pada tabel 4.2 yaitu ketebalan film berdasarkan jenis film sambung silang. Ketebalan film pada bagian tengah lebih tebal dibandingkan dengan bagian pinggir film. Hal tersebut dapat disebabkan oleh penurunan mobilitas makromolekul dan jarak intramolekular yang diakibatkan oleh peningkatan konsentrasi polimer saat penguapan pelarut melalui seluruh lapisan pada tahap pembentukan film (Krzyzanowska, 1975).
Gambar 4.6 Film Kitosan 4.3.4 Keragaman Bobot Film kitosan yang dihasilkan memiliki bobot yang beragam. Ketebalan film yang bervariasi tentunya juga mempengaruhi bobot film kitosan. Bobot film kitosan yang berada dalam satu cetakan saja beragam apalagi bobot film yang berasal dari cetakan yang berbeda. Bobot film yang beragam tentunya mempengaruhi kandungan zat aktif yang terdapat di dalam sediaan film. Oleh karena itu pemilihan sampel film kitosan yang akan disambung silang didasarkan pada bobot film kitosan yang hampir sama dengan dasar bahwa pada bobot film yang hampir sama terkandung zat aktif yang jumlahnya hampir sama juga (Delvina, 2014). Film kitosan dengan bobot yang hampir sama kemudian disambung silang dengan natrium sitrat pH 4, pH 5, pH 7, dan natrium tripolifosfat (pH 9,2). Pada proses sambung silang yang dilakukan dengan cara merendam film kitosan ke dalam larutan sambung silang, terdapat obat yang hilang selama proses perendaman selama 3 jam. Salah satu kekurangan proses sambung silang dengan menggunakan metode perendaman adalah obat yang bersifat hidrofilik memiliki persen obat yang hilang pada proses perendaman lebih besar dibandingkan dengan obat yang tidak hidrofilik. Sifat obat terutama kelarutan mempengaruhi pelepasan obat. Obat yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
kelarutannya dalam air rendah, walaupun proses sambung silang yang dilakukan cukup lama namun persentase obat yang hilang sedikit dan efisiensi muatan obatnya lebih besar (Shu dan Zhu, 2002).
Tabel 4.3 Keragaman Bobot Jenis Film Kitosan-Sitrat pH 4 Kitosan-Sitrat pH 5 Kitosan-Sitrat pH 7 Kitosan-TPP
Bobot (mg) 253,60 ± 10,39 216,70 ± 8,07 205,53 ± 22,40 198,77 ± 5,84
Persen obat yang hilang diketahui dari hasil pengukuran larutan agen sambung silang setelah proses sambung silang. Berdasarkan hasil pengukuran tersebut obat yang paling banyak terlepas selama proses sambung silang adalah obat yang terdapat pada film kitosan-sitrat pH 7 dengan persen obat yang hilang sebesar 43%. Sedangkan persen obat yang hilang pada film kitosan-sitrat pH 4 dan pH 5 sebesar 16% dan 17%. Pada film sambung silang kitosan-tripolifosfat, absorbansi obat yang terukur paling kecil dibandingkan dengan absorbansi obat yang terukur pada film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, dan pH 7. Hal ini dapat disebabkan oleh kelarutan obat verapamil hidroklorida yang sangat sedikit larut dalam larutan tripolifosfat 4%. Karena kelarutannya yang sedikit di dalam larutan tripolifosfat 4% menyebabkan persentase obat yang hilang tidak dapat diukur. Adanya obat yang hilang menyebabkan bobot film setelah proses sambung silang menjadi berkurang dan menjadi semakin beragam baik dalam jenis film yang sama maupun dalam jenis film sambung silang yang berbeda. Oleh karena itu film sambung silang yang digunakan untuk evaluasi dipilih berdasarkan bobot yang hampir sama dengan kandungan zat aktif yang juga hampir sama.
4.3.5 Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film Optimasi ekstraksi verapamil dari film dilakukan untuk mengetahui berapa lama waktu yang dibutuhkan untuk obat terekstraksi dari film. Waktu yang didapatkan dari hasil optimasi ini akan digunakan sebagai waktu pada uji keseragaman kandungan film dan pada penetapan kadar. Film dipotong kecil-kecil UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
bertujuan untuk memperkecil luas permukaan film sehingga zat aktif lebih cepat dan lebih mudah untuk keluar dari film.
Tabel 4.4 Hasil Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl dari Film Jenis Film Kitosan-Sitrat pH 4 Kitosan-Sitrat pH 5 Kitosan-Sitrat pH 7 Kitosan-TPP
Bobot Film (mg) 815,6 994,9 842,8 858,5
Verapamil HCl yang Terekstraksi (mg) 190,9 106,2 114,5 128,7
Verapamil HCl yang Terekstraksi (%) 79,53 44,26 47,71 53,24
Sampel sebanyak 5 mL diambil setiap jam untuk mengetahui berapa kadar obat yang sudah keluar dari film. Setelah diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik selama 7 jam, ternyata belum semua obat keluar dari film. Oleh karena itu film didiamkan selama 16 jam dan kembali diaduk dengan menggunakan pengaduk magnetik selama satu jam. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar obat yang keluar selama didiamkan dapat teraduk dan menjadi homogen kandungannya sebelum obat diambil pada waktu ke-24 jam. Sampel yang sudah diambil dan disaring kemudian diukur kadarnya. Pada film kitosan-tripolifosfat pada jam ke-26 sampel juga diambil untuk melihat perbedaan konsentrasi yang dihasilkan dengan jam ke-24. Setelah proses pengadukan selama 8 jam dan didiamkan selama 16 jam kadar film kitosan-sitrat (pH 4, 5, 7) dan kitosan-tripolifosfat berturut-turut adalah 79,53%, 44,26%, 47,71%, dan 53,64%. Kadar film kitosan-tripolifosfat pada jam ke-26 sebesar 57,24%, hal tersebut menunjukkan proses ekstraksi selama 26 jam tidak memberikan perbedaan hasil yang cukup signifikan terhadap ekstraksi verapamil HCl. Persen kadar yang didapatkan kurang dari 100%. Hal dapat disebabkan oleh adanya obat yang hilang saat proses sambung silang dan proses pembilasan.
4.3.6 Keseragaman Kandungan dan Penetapan Kadar Verapamil HCl Keseragaman kandungan dilakukan untuk mengetahui apakah film memiliki kandungan zat aktif yang sama. Uji ini dilakukan dengan mengukur kadar obat dalam satu cetakan pada tiga titik. Berdasarkan hasil yang didapatkan menunjukkan bahwa kandungan obat pada tiga titik di dalam satu cetakan beragam. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
Hal ini dapat disebabkan oleh bobot film yang beragam. Film yang digunakan untuk proses evaluasi terutama pada evaluasi profil pelepasan obat, sebisa mungkin adalah film yang memiliki kandungan zat aktif yang hampir sama. Oleh karena itu pemilihan film untuk evaluasi didasarkan pada film yang memiliki kandungan zat aktif yang hampir sama yang dilihat dari bobot film yang hampir sama. Hal tersebut terbukti bahwa film yang memiliki bobot yang hampir sama memiliki kandungan zat aktif yang hampir sama juga.
Tabel 4.5 Keseragaman Kandungan Film Jenis Film
KitosanSitrat pH 4 KitosanSitrat pH 5 KitosanSitrat pH 7 KitosanTPP
Bobot (mg)
Kandungan Obat (mg)
Kadar (%)
239,1 221,6 193,9 204,1 211,3 163,7 254,2 206,5 262,6 227,5 198,4 165,9
23,33 25,88 20,41 35,21 28,75 31,54 35,58 22,95 29,93 41,58 43,19 23,51
9,76 11,68 10,53 17,25 13,60 19,27 14,00 11,12 11,40 18,28 21,77 14,17
Rata-Rata (%)
10,65 ± 0,97
16,71 ± 2,87
12,17 ± 1,59
18,07 ± 3,80
Berdasarkan hasil pengukuran kadar film, persen kadar yang didapatkan memiliki simpangan deviasi yang kecil. Sehingga dasar pemilihan ini dapat digunakan untuk pemilihan film yang akan digunakan untuk evaluasi terutama evaluasi pelepasan obat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Tabel 4.6 Kadar Film Bobot Film (mg)
Jenis Film
Na-Sitrat pH 4
Na-Sitrat pH 5
Na-Sitrat pH 7
Na-TPP
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Kandungan % Verapamil Kadar HCl (mg)
254,7 263,4 242,7 210,4 213,9 225,8 180,8 171,7 172,6 164,7 167,3 147,3
34,5 34,3 35,9 38,9 37,9 40,4 32,1 32,3 29,2 27,7 31,4 31,1
13,53 13,03 14,78 18,49 17,73 17,89 17,76 18,79 16,92 16,83 18,79 21,12
Rata-Rata Kadar
13,78 ± 0,90
18,04 ± 0,40
17,82 ± 0,94
18,92 ± 2,15
4.3.7 Kadar Air Kekurangan lain dari penggunaan metode perendaman pada proses sambung silang yaitu film sambung silang yang dihasilkan mengkerut, keras, dan mudah patah. Hal tersebut tentunya dapat mempengaruhi evaluasi film yang dilakukan. Oleh karena itu pemilihan film sambung silang juga didasarkan pada kadar air film. Pada film sambung silang kitosan-sitrat, kadar air paling tinggi tedapat pada film kitosan-sitrat pH 4 dan kadar air terendah terdapat pada film kitosan-sitrat pH 7. Namun bila dibandingkan dengan film kitosan-tripolifosfat, kadar air film kitosan-tripolifosfat lebih rendah dibandingkan dengan film kitosansitrat pH 7. Kadar air film tentunya akan mempengaruhi hasil evaluasi film sambung silang yang dilakukan. Karena pada penelitian terdahulu film yang digunakan untuk proses evaluasi adalah film dengan bobot konstan.
Tabel 4.6 Kadar Air Jenis Film Kitosan-Strat pH 4 Kitosan-Sitrat pH 5 Kitosan-Sitrat pH 7 Kitosan-TPP
Kadar Air (%) 23,73 ± 1,49 16,40 ± 2,23 15,32 ± 1,51 14,84 ± 0,57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
4.3.8 Ketahanan Pelipatan Ketahanan pelipatan pada film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, pH 7, dan film kitosan-tripolifosfat dengan kadar air 14-24% lebih dari 300 lipatan. Hal tersebut membuktikan bahwa perendaman film sambung silang kitosan-sitrat (pH 4, 5, dan 7) dan kitosan-tripolifosfat dalam 50 ml gliserin 70% selama 15 menit efektif untuk meningkatkan kekuatan pelipatan film sambung silang. Sehingga film sambung silang yang dihasilkan elastis, tidak mudah patah, dan kekuatan pelipatan yang dihasilkan lebih dari 300 lipatan. Selain itu kadar air 14-24% dalam film tentunya juga mempengaruhi ketahanan pelipatan pada film. Karena air dapat berperan sebagai plasticizer (Suyatma, Tighert, dan Copinet, 2005) yang memberikan keelastisan pada film sehingga film tidak mudah patah.
4.3.9 Uji Mekanik Film yang memiliki derajat sambung silang tinggi akan menghasilkan nilai kekuatan tarik (tensile strength) yang tinggi dan nilai elongasi (elongation break) yang rendah karena film sambung silang yang dihasilkan lebih kuat (Chinta, Katakam, Murthy, dan Newton, 2013). Berdasarkan hasil uji mekanik, film kitosansitrat pH 7 memiliki nilai kekuatan tarik yang paling besar dan nilai elongasi yang paling kecil dibandingkan dengan film kitosan-sitrat pH 4 dan pH 5. Namun bila dibandingkan dengan film kitosan-tripolifosfat, nilai kekuatan tarik film kitosantripolifosfat lebih tinggi dan nilai perpanjangan putus film kitosan-tripolifosfat lebih rendah dibandingkan dengan film kitosan-sitrat pH 7. Berdasarkan hasil analisis statistik dengan menggunakan SPSS 16 menunjukkan bahwa hasil uji kekuatan tarik dan perpanjangan putus pada sediaan film sambung silang kitosansitrat pH 4, pH 5, pH 7, dan film kitosan-tripolifosfat berbeda secara bermakna. Kadar air yang bervariasi pada sediaan film sambung silang kitosan-sitrat pH 4, pH 5, pH 7, dan film kitosan tripolifosfat diduga mempengaruhi hasil uji mekanik. Air yang dapat berperan sebagai plasticizer memberikan keelastisan pada film sehingga film tidak mudah putus. Adanya air dalam film menyebabkan kekuatan tarik menurun yang disebabkan oleh ikatan antarpolimer yang semakin berkurang (Anggraeni, 2012) dan meningkatkan nilai elongasi karena film menjadi semakin
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
elastis. Oleh karena itu nilai kekuatan tarik berbanding terbalik dengan kadar air pada film dan nilai elongasi berbanding lurus dengan kadar air film.
Tabel 4.7 Kekuatan Pelipatan dan Uji Mekanik Jenis Film
Kekuatan pelipatan
Tensile Strength (N/cm2)
Elongation Break (%)
Kitosan-Sitrat pH 4 Kitosan-Sitrat pH 5 Kitosan-Sitrat pH 7 Kitosan-TPP
> 300 > 300 > 300 > 300
885,23 ± 165,72 1734,2 ± 506,72 1864 ± 171,12 3482,18 ± 1242,05
130,00 ± 0,00 80,00 ± 0,00 70,00 ± 0,00 36,67 ± 5,77
Keterangan : Uji dilakukan dengan kadar air 14-24%
Kekuatan Tarik (N/cm2)
3500 3000 2500 2000 1500 1000 500 0 Kitosan-Sitrat pH 4
Kitosan-Sitrat pH 5
Kitosan-Sitrat pH 7
Kitosan-TPP
Jenis Film
Gambar 4.7 Kekuatan Tarik Masing-Masing Film
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
140
Elongasi (%)
120 100 80 60 40 20 0 Kitosan-Sitrat pH 4
Kitosan-Sitrat pH 5
Kitosan-Sitrat pH 7
Kitosan-TPP
Jenis Film
Gambar 4.8 Elongasi Masing-Masing Film
4.3.10 Derajat Pengembangan Berdasarkan data pada tabel 4.7 derajat pengembangan film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, pH 7, dan film kitosan-tripolifosfat meningkat pada menit ke-5 hingga menit ke-15. Kemudian derajat pengembangan mulai menurun pada menit ke-30. Berdasarkan hasil analisa statistik dengan menggunakan SPSS 16 menunjukkan bahwa hasil persentase derajat pengembangan film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, pH 7, dan kitosan-tripolifosfat secara keseluruhan memiliki perbedaan yang bermakna. Hal ini terlihat dari nilai signifikasi uji Kruskal Wallis yang dihasilkan yaitu <0,05.
Tabel 4.8 Derajat Pengembangan Film dalam Medium Dapar Fosfat pH 6,8 Waktu (menit) 0 5 15 30 60 90 120
% ∆W Kitosan-Sitrat pH 4
Kitosan-Sitrat pH 5
Kitosan-Sitrat pH 7
Kitosan-TPP
0,00 ± 0,00 57,95 ± 3,98 54,57 ± 3,55 46,36 ± 0,74 41,22 ± 0,62 40,65 ± 2,22 37,56 ± 2,18
0,00 ± 0,00 47,39 ± 6,70 60,23 ± 7,14 58,70 ± 5,85 56,28 ± 4,90 56,47 ± 4,49 56,82 ± 3,99
0,00 ± 0,00 56,17 ± 4,05 61,25 ± 3,14 58,94 ± 2,88 58,89 ± 4,11 58,20 ± 3,41 59,09 ± 4,40
0,00 ± 0,00 42,47 ± 8,24 46,66 ± 3,64 41,60 ± 2,75 35,76 ± 3,70 32,89 ± 4,17 31,75 ± 3,97
Keterangan : Uji dilakukan dengan kadar air 14-24% UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Film kitosan-sitrat menunjukkan derajat pengembangan yang dipengaruhi oleh pH. Pada pH rendah (pH<4,1) ionisasi gugus karboksil secara normal menurun, kurang dari satu muatan negatif yang ada pada sitrat (Shu dan Zhu, 2002) sehingga derajat sambung silang yang terjadi rendah dan menghasilkan derajat pengembangan yang lebih tinggi. Pada pH 5, kebanyakan gugus amin pada kitosan terionisasi, sehingga semakin banyak proses sambung silang yang terbentuk dan menghasilkan derajat pengembangan yang lebih rendah. Pada pH 7, hanya 12% gugus amin yang terionisasi dan menghasilkan sambung silang yang sedikit, sehingga derajat pengembangan yang dihasilkan lebih tinggi. Berdasarkan data pada tabel 4.7 derajat pengembangan film kitosan-sitrat pH 4 adalah yang paling rendah bila dibandingkan dengan derajat pengembangan film kitosan-sitrat pH 5 dan pH 7. Hal ini dapat disebabkan oleh kadar air film kitosan-sitrat pH 4 yang lebih tinggi dibandingkan film kitosan-sitrat pH 5 dan pH 7. Pada film kitosan ikatan antarpolimer didominasi oleh ikatan hidrogen dari gugus -OH dan gugus NH2 (Anggraeni, 2012) sehingga kadar air yang besar menunjukkan ikatan hidrogen antara air dengan polimer cukup besar. Oleh karena itu kadar air yang besar mempengaruhi kemampuan film dalam menyerap air saat proses pengembangan. Film kitosan-sitrat pH 7 memiliki derajat pengembangan yang paling tinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shu dan Zhu (2002), dimana derajat pengembangan kitosan-sitrat pH 7 lebih besar dibandingkan dengan derajat pengembangan kitosan-sitrat pH 5. Kemampuan mengembang dari film sambung silang ionik sangat bergantung pada hidrofilisitas dari keseluruhan jaringan film. Setelah proses sambung silang, hidrofilisitas film kitosan berkurang akibat dari hilangnya ikatan amino yang bereaksi dengan agen sambung silang. Hidrofilisitas dari agen sambung silang yang digunakan mempengaruhi hidrofilisitas jaringan film sambung silang. Hidrofilisitas dari agen sambung silang natrium tripolifosfat lebih kecil dari natrium sitrat (Pieróg, Drużyńska, dan Czubenko. 2009) sehingga walaupun kadar air film kitosan-tripolifosfat lebih rendah dibandingkan dengan film kitosan-sitrat, karena hidrofilisitas natrium-tripolifosfat lebih rendah dibandingkan dengan hidrofilisitas kitosan-sitrat menyebabkan derajat pengembangan film sambung silang kitosantripolifosfat lebih kecil dibandingkan dengan film sambung silang kitosan-sitrat. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Derajat Pengembangan (%)
70 60 50 40 30 20 10 0 0
30
60
90
120
Waktu (menit) % ∆W Kitosan-Sitrat pH 4
% ∆W Kitosan-Sitrat pH 5
% ∆W Kitosan-Sitrat pH 7
% ∆W Kitosan-TPP
Gambar 4.9 Grafik Derajat Pengembangan Film
4.3.11 Pelepasan Obat Berdasarkan hasil disolusi verapamil HCl selama 6 jam, dapat dilihat bahwa pada film sambung silang kitosan-sitrat persentase kumulatif disolusi verapamil HCl yang paling besar dimiliki oleh film kitosan-sitrat pH 7 dengan persen pelepasan sebesar 65,45%. Sedangkan persentase kumulatif disolusi kitosan-sitrat pH 5 yaitu sebesar 47,49%. Hal ini menunjukkan bahwa derajat sambung silang pada film kitosan-sitrat pH 5 lebih tinggi dibandingkan derajat sambung silang pada kitosan-sitrat pH 7 dan menghasilkan derajat pengembangan yang lebih rendah sehingga pelepasan obat yang dihasilkan juga lebih rendah. Derajat ionisasi kitosan pada pH di atas 6,3 menurun sehingga derajat sambung silang yang terjadi pada kitosan-sitrat pH 7 lebih rendah dibandingkan dengan derajat sambung silang pada kitosan-sitrat pH 5. Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Shu dan Zhu (2002), bahwa pelepasan obat kitosan-sitrat pH 7 lebih besar dibandingkan dengan pelepasan obat kitosan-sitrat pH 5. Persen pelepasan obat pada film kitosansitrat pH 4 juga lebih besar dibandingkan dengan kitosan-sitrat pH 5, hal ini menunjukkan derajat sambung silang pada film kitosan-sitrat pH 4 lebih rendah dibandingkan dengan derajat sambung silang pada kitosan-sitrat pH 5. Walaupun pada pH asam ionisasi kitosan lebih tinggi, namun jumlah muatan sitrat yang UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
terionisasi sangat kecil, sehingga sambung silang yang terjadi juga sedikit (Shu dan Zhu, 2002).
Tabel 4.9 Persentase Kumulatif Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Waktu (menit) 0 15 30 60 120 180 240 300 360
Persen Kumulatif (%) KitosanSitrat pH 4
KitosanSitrat pH 5
KitosanSitrat pH 7
KitosanTPP
0,00 ± 0,00 16,47 ± 1,94 18,22 ± 0,88 23,80 ± 0,57 30,40 ± 0,38 37,12 ± 6,02 42,55 ± 4,18 43,11 ± 5,30 49,12 ± 2,88
0,00 ± 0,00 15,33 ± 0,35 15,11 ± 3,33 18,82 ± 1,77 21,46 ± 5,50 33,39 ± 1,95 36,12 ± 0,98 40,77 ± 2,47 47,49 ± 2,78
0,00 ± 0,00 13,96 ± 1,97 16,23 ± 3,35 25,67 ± 2,52 31,75 ± 3,15 40,33 ± 7,59 49,24 ± 9,86 58,11 ± 14,13 65,45 ± 13,70
0,00 ± 0,00 19,60 ± 1,82 23,42 ± 5,88 32,55 ± 2,64 41,28 ± 2,41 45,88 ± 5,36 53,12 ± 6,00 54,30 ± 6,09 62,34 ± 6,47
Keterangan : Uji dilakukan dengan kadar air 14-24%
Persentase kumulatif disolusi verapamil HCl pada film kitosan-tripolifosfat lebih tinggi bila dibandingkan dengan kitosan-sitrat pH 5. Hal ini menunjukkan derajat sambung silang film kitosan-sitrat pH 5 lebih tinggi bila dibandingkan dengan derajat sambung silang film kitosan-tripolifosfat. Pada film kitosantripolifosfat, larutan tripolifosfat yang digunakan saat proses sambung silang memiliki pH 9,2. Pada pH 9 tentunya ionisasi gugus amin pada kitosan (pKa 6,3) menurun sehinga derajat sambung silang yang terbentuk lebih sedikit. Oleh karena itu pelepasan obat film kitosan-tripolifosfat lebih cepat (Shu dan Zhu, 2000) dibandingkan dengan film kitosan sitrat. Film kitosan yang disambung silang pada pH 9, memiliki pori yang lebih banyak. Struktur yang terbentuk longgar dan terbuka sehingga bentuk film yang lebih berpori ini menunjukkan derajat sambung silang yang lebih rendah. Selain itu pada rentang pH ini, tripolifosfat lebih banyak terionisasi dalam bentuk ion (OH-). Semua ion (OH-) dan ion TPP berkompetisi untuk berinteraksi dengan gugus amin pada kitosan. Gugus OH- berikatan dengan gugus amino melalui deprotonisasi (Bhumkar dan Pokharkar, 2006), sehingga pada pH ini sambung silang yang terjadi melalui interaksi ionik lebih sedikit. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Tabel 4.10 Bobot Kumulatif Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Waktu (menit) 0 15 30 60 120 180 240 300 360
Kitosan-Sitrat pH 4
Bobot Kumulatif (mg) KitosanKitosanSitrat pH 5 Sitrat pH 7
0,00 ± 0,00 5,23 ± 0,55 5,79 ± 0,21 7,56 ± 0,08 9,66 ± 0,25 11,81± 2,06 13,53 ± 1,50 13,71 ± 1,86 15,615 ± 1,11
0,00 ± 0,00 5,22 ± 0,03 5,14 ± 1,04 6,41 ± 0,49 7,30 ± 1,75 11,37 ± 0,46 12,30 ± 0,12 13,88 ± 0,60 16,19 ± 1,23
Kitosan-TPP
0,00 ± 0,00 4,46 ± 0,62 5,19 ± 1,05 8,20 ± 0,75 10,14 ± 0,96 12,88 ± 2,36 15,72 ± 3,07 18,55 ± 4,45 20,90 ± 4,32
0,00 ± 0,00 6,43 ± 0,27 7,65 ± 1,53 10,71 ± 0,76 13,59 ± 0,85 15,17 ± 2,52 17,55 ± 2,73 17,94 ± 2,79 20,61 ± 3,23
70
Persentase Disolusi (%)
60 50 40 30 20 10 0 0
60
120
180
240
300
360
Waktu (Menit) Kitosan-Sitrat pH 4
Kitosan-Sitrat pH 5
Kitosan-Sitrat pH 7
Kitosan-TPP
Gambar 4.10 Grafik Persentase Kumulatif Disolusi Verapamil Hidroklorida
Berdasarkan hasil uji statistik persentase kumulatif disolusi verapamil HCl, terdapat perbedaan secara bermakna pada film kitosan-sitrat pH 4, 5, 7, dan film kitosan tripolifosfat.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 1. Film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, pH 7, dan kitosan-tripolifosfat memiliki kadar air 13-24% dan menghasilkan ketahanan pelipatan >300 pelipatan. Persen kekuatan tarik pada film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, dan pH 7 berturut turut yaitu 885,23 ± 165,72%, 1734 ± 506,72%, dan 1864 ± 171,12%, sedangkan persen kekuatan tarik film kitosan-tripolifosfat yaitu 3482,18 ± 1242,05%. Persen elongasi pada film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, dan pH 7 berturut turut yaitu 130,00 ± 0,00%, 80,00 ± 0,00% dan 70,00 ± 0,00%, sedangkan persen elongasi film kitosan-tripolifosfat yaitu 36,67 ± 5,77%. 2. Persentase kumulatif pelepasan obat verapamil HCl selama 6 jam pada film kitosan-sitrat pH 4, pH 5, dan pH 7 berturut turut yaitu 49,12 ± 2,88%, 47,49 ± 2,78%, 65,45 ± 13,70%, sedangkan persentase kumulatif pelepasan obat verapamil HCl pada film kitosan-tripolifosfat yaitu 62,34 ± 6,47%. 3. pH natrium sitrat mempengaruhi karakteristik film sambung silang kitosansitrat. Peningkatan pH larutan sitrat menyebabkan peningkatan nilai kekuatan tarik dan menurunkan nilai elongasi. Nilai kekuatan tarik tertinggi dan elongasi terendah dihasilkan oleh film kitosan-tripolifosfat, sedangkan persentase kumulatif pelepasan obat verapamil HCl terendah dihasilkan oleh film kitosan-sitrat pH 5.
5.2 Saran 1. Diperlukannya pengujian karakteristik film dengan menggunakan zat aktif yang bersifat hidrofobik. 2. Diperlukannya pengujian pengaruh jumlah zat aktif yang diberikan terhadap karakteristik film yang dihasilkan. 3. Diperlukannya pengujian sifat mekanik dan derajat pengembangan film kitosan-sitrat dan kitosan-tripolifosfat saat bobot film konstan.
45
46
DAFTAR PUSTAKA
Abbaspour, Makhmalzadeh, dan Jalali. 2010. Study of Free-Films and Coated Tablets Based on HPMC and Microcrystalline Cellulose, Aimed for Improve Stability of Moisture-Sensitive Drugs. Jundishapur Journal of Natural Pharmaceutical Products. 5(1): 6-17. Anggraeni, Yuni. 2012. Preparasi dan Karakterisasi Film Sambung Silang KitosanTripolifosfat yang Mengandung Asiatikosida sebagai Pembalut Bioaktif untuk Luka. Tesis Magister Farmasi. Universitas Indonesia. AOAC (Association of Official Analitycal Chemist). 2005. Official Method of Analysis of The Association of Official Analytycal of Chemist. Arlington, Virginia, USA : Published by The Association of Analytical Chemist, Inc. Berger, Reist, Mayer, Felt, Peppas, dan Gurny. 2004. Structure and interaction ion covalently and ionically crosslinked chitosan hydrogels for biomedical applications. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 57:19-34. Bhumkar, Devika R. And Varsha B. Pokharkar. 2006. Studies on effect of pH on cross-linking of chitosan with sodium tripolyphosphate : a technical note. AAPS PharmSciTech. 7 (2) Article 50. Bhuvaneshwari, Sruthi, Sivasubramanian, Kalyani, dan Sugunabai. 2011. Development and characterization of chitosan film. International Journal of Engineering Research and Applications (IJERA). Vol. 1, issue 2, PP. 292299. Chemical Book. 2014. February 6th, 2014. http://www.chemicalbook.com/CASEN_7758-29-4.htm Chinta, Prakash Katakam, Varanasi Satya Narayana Murthy, dan Maria John Newton. 2013. Formulation and in-vitro evaluation of moxifloxacin loaded crosslinked chitosan films for the treatment of periodonthis. Journal of Pharmacy Resarch 7. 483-490. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
Colonna et al. 2006. 5-methyl-pyrrolidinone chitosan films as carriers for buccal administration of proteins. AAPS PharmSciTech. 7 (3) Article 70. Departemen Kesehatan RI. 1979. Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: DepKes RI. 665-725. Deshmane, Channawar, Chandewar, Joshi, dan Biyani. 2009. Chitosan based sustained release mucoadhesive buccal patches containing verapamil HCl. Int. J. of Pharm. And Pharmaceu.Sci. Vol 1, 216-229. Drugbank. 2015. July 2nd, 2015. http://www.drugbank.ca/drugs/DB00661 Drużyńska, Magdalena and Jadwiga O. Czubenko. 2011 Influence of Crosslinking Process Conditions on Molecular and Supermolecular Structure of Chitosan Hydrogel Membrane. Progress on chemistry and application of chitin and its derivates. Volume XVI. Emami, Varshozaz, dan Saljouhian. 2008. Development and evaluation of controlled-release buccoadhesive verapamil hidrochloride tablets. DARU. Vol. 16, No. 2. Ginting, Delvina. 2014. Formulasi Patch natrium Diklofenak Berbasis Polimer Hidroksi Metil Selulosa (NaCMC) sebagai Antiinflamasi Lokal pada Penyakit Periodontal. Skripsi Sarjana Farmasi. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Honary, Hoseinzadeh, dan Shalchian. 2010. The effect of polymer molecular weight on citrate crosslinked chitosan film for site-spesific delivery of nonpolar drug. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. December : 9 (6) : 525-531. J. Balasubramanian, Narayanan N, Senthil Kumar M, Vijaya Kumar N, dan Azhagesh Raj K. 2012. Formulation and evaluation of mucoadhesive buccal films of diclofenac sodium. Indian J. Innovations Dev. Hal : 70. Kavitha, K. Dan More Mangesh Rajendra. 2011. Design and Evaluation of Transdermal Films of Lornoxicam. International Journal of Pharma and Bio Sciences. Vol 2/Issue 2/Apr-Jun. ISSN 0975-6299. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Ko, J.A., Hwang, S. J., Park, J. B., dan Lee, J. S. 2002. Preparation and characterization of chitosan microparticle intende for controlled drug delivery. Int. J. Pharm, p 165-174. Koland, M., Charyulu R. N., and Prablu P. 2010. Mucoadhesive films of losartan potassium for buccal delivery : design and characterization. Indian J. Pharm. Educ. Res. 44(4). 315-323. Krzyzanowska, T. 1975. A new mechanism of physical film forming process. Progress in Organic Coatings. 3:349-360. Lim, S. dan P. A. Seib. 1993. Preparation and Pasting Properties of Wheat and Corn Starch Phosphates. American Association of Cereal Chemist, Inc. Vol. 70, No. 2. Long-Mi et al., 1999. Chitosan-Polyelectrolyte Complexation for the Preparation of Gel Beads and Controlled Release of Anticancer Drug. II. Effect of pH Dependent
Ionic
Crosslinking
of
Interpolymer
Complex
Using
Tripolyphosphate or Polyphosphate as Reagent. Journal of Applied Polymer Science, Vol 74, 2093-1107. Mahalaxmi, D., Senthil A., Prasad V., Sudhakar B. dan Mohideen S. 2010. Formulation of mucoadhesive buccal tablets of glipizide. Int. J. of Biopharmaceutic. 100-107. Nadrajah, Kandasamy. 2005. Development and Characterization of Antimicrobial Edible Films from Crawfish Chitosan. Dissertation Departement of Food Science. Loisiana State University. Núňez, Santana, Machado, Cervantes, dan Valdez. 2014. Chitosan/hydrophilic plsticizer-based film : preparation, physicochemical and antimicrobial properties. J. Polym Environ (2014) 22:41-51. Pandey, Ritu Singh, dan Nripendra Singh. 2014. Transdermal delivery of stavudine using penetration enhancers. World Journal of Pharmaceutical Research.. Volume 3, issue 2, 3066-3092. ISSN 2277-7105.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Pieróg, Drużyńska, dan Czubenko. 2009. Effect of Ionic Crosslinking Agents on Swelling Behaviour of Chitosan Hydrogel Membranes. Progress on chemistry and application of chitin and its derivates. Volume XIV. Pubchem. 2015. July 2nd, 2015. http://pubchem.ncbi.nlm.nih.gov/compound/Sodium_tripolyphosphate#section=T op Pieróg, Milena dan Jawiga Ostrowska-Czubenko. 2010. State of water in citrate crosslinked chitosan membrane. Progress on chemistry and application of chitin and its derivates. Volume XV. Rao, N.G., B. Shravani, dan Mettu Srikanth Reddy. 2013. Overview on Buccal Drug Delivery Systems. Journal of Pharmaceutical Sciences and Research. Vol. 5(4):80-88. Rowe, Raymond C., Paul J. Sheskey, and Marian E Quinn. 2009. Handbook of Parmaceutical Excipients. Sixth Edition. London : Pharmaceutical Press and Americal Pharmacists Association. Singh, Kumar Singh, Shah, dan Mehta. 2014. Muchoadhesive Bilayer Buccal Patches of Verapamil Hydrochloride Formulation Development and Characterization. International Journal of Pharmacy and Pharmaceutical Sciences. Vol 6, issue 4. Shaji, J., V. Jain, dan S. Lodha. 2010. Chitosan : A Novel Pharmaceutical Excipient. International Journal of Pharmaceutical and Applied Sciences.1 (1). Shu, X. Z. dan K. J. Zhu. 2000. A Novel Approach to Prepare Tripolyphosphate/Chitosan Complex Beads for Controlled Release Drug Delivery. International Journal of Pharmaceutics. 201. 51-58. Shu, X. Z., K. J. Zhu, dan Weihong Song. 2001. Novel pH-sensitive citrate crosslinked chitosan film for drug controlled release. International Journal of Pharmaceutics. 212:19-28.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Shu, X. Z. dan K. J. Zhu. 2002. The influence of multivalent linked chitosan films for controlled drug release. European Journal of Pharmaceutics and Biopharmaceutics. 54:235-243. Shu, X. Z. dan K. J. Zhu. 2002. Controlled Drug Release Properties of Ionically Cross-linked Chitosan Beads: The Influence of Anion Structure. International Journal of Pharmaceutics. 233. 217-225. Shweta, Aggarwal and Pahuja Sonia. 2013. Pharmaceutical relevance of crosslinked chitosan in microparticulate drug delivery. International Research Journal of Pharmacy. 4 (2). Sood, Varinder Kaur, and Pravin Pawar. 2013. Transdermal delivery of verapamil HCl : Effect of penetration agent on in vitro penetration trough rat skin. Journal of Applied Pharmaceutical Science. Vol. 3(03). PP. 044-051, March. Srinivasan, Vinod Kumar, Geetavani, Rajesh Kumar and Ramesh Kumar. 2014. Formulation and evaluation of verapamil hydrochloride buccal patches. An International Journal of Advance in Pharmaceutical Sciences. Volume 5. Issue 5. September-october. Pages 2432-2434. Sukkunta, Suppajit. 2005. Physical and Mechanical Properties of Chitosan Gelatin Based Film. Thesis Master of Science. Mahidol University. Sutayma, Tighzert, dan Copinet. 2005. Effects of Hydrophilic Plasticizers on Mechanical, Thermal, and Surface Properties of Chitosan Films. J. Agric. Food Chem. 53, 3950-3957. Tiwary, Ashok Kumar and Vikas Rana. 2010. Crosslinked Chitosan Films : Effect of Crosslinking Density on Swelling Parameters. Pak. J. Pharm. Sci., Vol. 23, No.4, October. Pp. 443-448. USP 32: United States Pharmacopeia Convention. 2009. United States Pharmacopeia and the national Formulary (USP 32-NF 27). The United States Pharmacopeia Convention. Rockville (MD). Varshosaz, J. dan Karimzadeh, S. 2007. Development of cross-linked chitosan films for oral mucosal delivery of lidocaine. Res. In Pharm. Sci., 2, 43-52. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Wisnu, A. R. 2012. Preparasi dan Karakterisasi Nanopartikel Sambung Silang Kitosan-Natrium Tripolifosfat dalam Sediaan Film Bukal Verapamil Hidroklorida. Skripsi Sarjana Farmasi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Universitas Indonesia.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Lampiran 1. Alur Penelitian Film dioven pada suhu 50OC selama 24 jam
Pembuatan Film Kitosan 4%
Film kitosan direndam di dalam larutan sitrat 4% pH 4, 5, 7, dan larutan tripolifosfat 4%
Proses Sambung Silang
Film dioven pada suhu 40OC selama 15 jam Film Sambung Silang
Film dipotong menjadi ukuran 3,5 x 2 cm2
FT-IR Karakterisasi Film Evaluasi Organoleptis
Pengukuran Ketebalan Pemilihan film yang akan dievaluasi berdasarkan bobot dan kadar air film
Keragaman Bobot Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl dari Film Keseragaman Kandungan dan Penetapan Kadar Uji Kadar Air
Kadar air film 14-24%
Uji Mekanik Uji Derajat Pengembangan Uji Pelepasan Obat
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan SPSS 16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Lampiran 2. Gambar Alat dan Bahan Penelitian
Natrium Sitrat
Mikroskop
Oven
Kitosan
Natrium Tripolifosfat
Spektrofotometer FT-IR
pH Meter
Spektrofotometer-UV
Mikrometer Digital
Tensile Tester Strograph-R1
Lemari Pendingin
Alat Disolusi
Timbangan Analitik
Hot Plate Stirrer
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 3. Pembuatan Larutan Asam Asetat 8% Cara pembuatan larutan asam asetat 8% adalah sebanyak 80,0 mL asam asetat glasial dicampurkan ke dalam aquadest hingga 1000,0 ml.
Lampiran 4. Pembuatan Larutan Natrium Sitrat 4% pH 4, 5, dan 7 Natrium
sitrat
ditimbang
sebanyak
2,00
gram
lalu
ditambahkan sebagian aquadest untuk melarutkan natrium sitrat. Kemudian larutan tersebut di-adjust dengan larutan HCl 0,5 N hingga pH 4, 5, dan 7, setelah pH yang diinginkan tercapai, larutan digenapkan dengan aquadest menjadi 50 ml.
Lampiran 5. Pembuatan Larutan Natrium Tripolifosfat 4% Natrium tripolifosfat ditimbang sebanyak 2,00 gram lalu ditambahkan aquadest hingga volume 50 ml.
Lampiran 6. Pembuatan Larutan Dapar Fosfat 6.8 Kalium dihidrogen fosfat ditimbang sebanyak 27,218 g lalu ditambahkan aquadest bebas karbondioksida sampai volume 1000,0 ml. Larutan tersebut diambil sebanyak 250 mL dan ditambahkan dengan natrium hidroksida (NaOH) 0.2 N sebanyak 112 mL. Setelah itu larutan tersebut diencerkan dengan aquadest sampai volume 1000 mL (DepKes RI, 1979).
Lampiran 7. Perhitungan Dosis Level plasma yang dibutuhkan untuk mencapai konsentrasi Css adalah 100 ng/ml. Flux yang dibutuhkan dapat dihitung menggunakan formula berikut : J =
𝐶𝑠𝑠 𝑥 𝐶𝑙 Total 𝑥 𝐵𝑊 A
Cl Total adalah kecepatan klirens obat dari tubuh untuk orang dengan berat badan 70 kg = 11.85 ml/menit/Kg. A adalah luas film (7 cm2). Berat badan rata-rata manusia adalah 70 Kg. Dari perhitungan di atas didapatkan hasil 711 μg/ cm2/jam dan dosis film UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
untuk 12 jam ditentukan dengan Flux x Waktu x Luas Film = 60 mg untuk luas film 7 cm2 (Sood, Kaur, Pawar, 2013). Sehingga untuk pembuatan film dengan luas cetakan 32 cm2, jumlah obat yang dibutuhkan sebanyak 240 mg.
Lampiran 8. Panjang Gelombang Maksimum Verapamil HCl dalam Dapar Fosfat pH 6,8
277,4 nm
Lampiran 9. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCL dalam Dapar Fosfat pH 6,8 Konsentrasi (ppm) 0 10 20 30 40 50
Absorbansi 0 0,11 0,221 0,336 0,433 0,551
0,6 y = 0,011x + 0,001 R² = 0,9996
Absorbansi
0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
10
20
30
40
50
Konsentrasi (ppm)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 10. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCL dalam Natrium Sitrat 4% pH 4
Absorbansi
Konsentrasi (ppm) 0 10 20 30 40 50
Absorbansi 0 0,106 0,213 0,309 0,413 0,503
0,6 0,5 0,4 0,3 0,2 0,1 0
y = 0,0101x + 0,005 R² = 0,9993
0
10
20
30
40
50
Konsentrasi (ppm)
Lampiran 11. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCL dalam Natrium Sitrat 4% pH 5 Konsentrasi (ppm) 0 10 20 30 40 50
Absorbansi 0 0,098 0,186 0,277 0,361 0,465
0,5 y = 0,0092x + 0,0022 R² = 0,9993
Absorbansi
0,4 0,3 0,2 0,1 0 0
10
20
30
40
50
Konsentrasi (ppm)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
Lampiran 12. Data Standar Absorbansi dan Kurva Kalibrasi Verapamil HCL dalam Natrium Sitrat 4% pH 7 Konsentrasi (ppm) 0 10 20 30 40 50
Absorbansi 0 0,104 0,142 0,2 0,286 0,353
Absorbansi
0,5 0,4
y = 0,0068x + 0,0116 R² = 0,9876
0,3 0,2 0,1 0 0
10
20
30
40
50
Konsentrasi (ppm)
Lampiran 13. Spektrum FTIR Kitosan dan Kitosan-Sitrat
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
58
Lampiran 14. Spektrum FT-IR Kitosan dan Kitosan-Tripolifosfat
Lampiran 15. Ketebalan Film Jenis Film KitosanSitrat pH 4 KitosanSitrat pH 5 KitosanSitrat pH 7 KitosanTPP
1
2
3
4
5
1 2 3 1
0,358 0,424 0,405 0,362
0,300 0,319 0,325 0,340
0,329 0,302 0,400 0,358
0,340 0,334 0,249 0,246
2 3 1 2 3 1 2 3
0,327 0,202 0,190 0,295 0,167 0,172 0,324 0,283
0,377 0,253 0,224 0,271 0,374 0,166 0,304 0,317
0,360 0,412 0,355 0,206 0,366 0,230 0,238 0,240
0,208 0,384 0,312 0,346 0,215 0,292 0,096 0,200
0,302 0,343 0,180 0,221 0,249 0,440 0,354 0,311 0,335 0,322 0,107 0,160
RataRata 0,326 0,344 0,312 0,305 0,304 0,338 0,287 0,286 0,291 0,236 0,214 0,240
SD 0,025 0,047 0,097 0,067 0,073 0,105 0,076 0,052 0,094 0,070 0,107 0,063
RataRata
SD
0,32
0,04
0,31
0,02
0,28
0,02
0,23
0,02
Lampiran 16. Keragaman Bobot Film Jenis Film
1
2
3
RataRata
SD
Kitosan-Sitrat pH 4
254,70
263,40
242,70
253,60
10,39
Kitosan-Sitrat pH 5
210,40
213,90
225,80
216,70
8,07
Kitosan-Sitrat pH 7
228,00
205,40
183,20
205,53
22,40
Kitosan-TPP
195,70
195,10
205,50
198,77
5,84
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
59
Lampiran 17. Kandungan Zat Aktif dalam Larutan Sambung Silang Jenis Film
Absorbansi
Konsentrasi (μg/ml)
Kitosan-Sitrat pH 4 Kitosan-Sitrat pH 5 Kitosan-Sitrat pH 7 Kitosan-TPP
1,33 1,345 2,493 0,074
1312 1459,5 3649 -
Kadar Obat (mg/7 ml)
Kadar Obat yang Terlepas (%)
9,18 10,213 25,543 -
15 17 43 -
Lampiran 18. Kadar Air 1
Kitosan-Sitrat pH 7 Kitosan-TPP
% Kadar Air
RataRata
243 181,8
25,06
23,73 1,49
18,75
210 180,3
14,31
16,40 2,23
17,03 14,71
197 168,6 218 184,3
14,20 15,46
15,32 1,51 14,84 0,57
% Kadar Air
W0
Wt
22,12
211,9
161
24,02
139,2
16,14
162,1
131,7
199,6 170,2 226,5 194
14,73 14,35
163,8 214,8
135,9 183,2
W0
Kitosan-sitrat pH 5
3 % Kadar Air
Jenis Film
Kitosan-Sitrat pH 4
2
Wt
259,5 202,1 166
W0
Wt
Lampiran 19. Hasil Optimasi Waktu Ekstraksi Verapamil HCl pada Sediaan Film
Waktu
1 jam 2 jam 3 jam 4 jam 5 jam 6 jam 7 jam 24 jam 26 jam
Kitosan-Sitrat pH 4 Kadar Zat % Aktif Kadar (mg) 49,29 20,54 80,43 33,51 89,18 37,16 93,95 39,15 108,76 45,32 114,01 47,50 113,79 47,41 190,86 79,53
Kitosan-Sitrat pH 5 Kadar Zat % Aktif Kadar (mg) 51,29 21,37 63,56 26,49 73,67 30,70 80,89 33,70 85,90 35,79 91,89 38,29 96,80 40,33 106,23 44,26
Kitosan-Sitrat pH 7 Kadar Zat % Aktif Kadar (mg) 52,55 21,90 57,55 23,98 69,87 29,11 91,70 38,21 85,64 35,68 88,65 36,94 103,25 43,02 114,50 47,71
Kitosan-TPP Kadar Zat % Kadar Aktif (mg) 63,57 26,49 71,25 29,69 78,89 32,87 87,37 36,40 95,13 39,64 102,84 42,85 111,16 46,32 128,74 53,64 137,37 57,24
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
SD
60
Lampiran 20. Keseragaman Kandungan Film Bobot (mg)
Kandungan Obat (mg)
239,1 221,6 193,9 204,1 211,3 163,7 254,2 206,5 262,6 227,5 198,4 165,9
23,33 25,88 20,41 35,21 28,75 31,54 35,58 22,95 29,93 41,58 43,19 23,51
RataRata
SD
23,21
2,74
31,83
3,24
29,49
6,32
36,09
10,93
% Kandungan Obat 9,76 11,68 10,53 17,25 13,60 19,27 14,00 11,12 11,40 18,28 21,77 14,17
RataRata
SD
10,65
0,97
16,71
2,87
12,17
1,59
18,07
3,80
Lampiran 21. Kadar Film Jenis Film
Na-Sitrat pH 4 Na-Sitrat pH 5 Na-Sitrat pH 7
Na-TPP
1 2 3 1 2 3 1 2 3 1 2 3
Bobot (mg)
Kandungan Zat Aktif (mg)
Kadar (%)
254,7 263,4 242,7 210,4 213,9 225,8 180,8 171,7 172,6 164,7 167,3 147,3
34,466 34,322 35,876 38,91 37,932 40,4 32,112 32,262 29,206 27,72 31,442 31,116
13,53 13,03 14,78 18,49 17,73 17,89 17,76 18,79 16,92 16,83 18,79 21,12
Rata-Rata
SD
13,78
0,90
18,04
0,40
17,82
0,94
18,92
2,15
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
61
Lampiran 22. Uji Mekanik Kekuatan Tarik (Tensile Strength) Jenis Film
Berat untuk Memutuskan Film (Kg)
KitosanSitrat pH 4 KitosanSitrat pH 5 KitosanSitrat pH 7
Kitosan-TPP
0,61 0,58 1,18 1,64 2,06 2,35 2,20 1,45 3,00 1,80 1,45 2,85
Gaya untuk Memutuskan Film (N) 5,978 5,684 11,564 16,072 20,188 23,03 21,56 14,21 29,4 17,64 14,21 27,93
Tebal (cm)
TS (N/Cm2)
0,028 0,021 0,037 0,045 0,037 0,035 0,035 0,026 0,057 0,012 0,016 0,036
711,67 902,22 1041,80 1190,52 1818,74 2193,33 2053,33 1821,79 1719,30 4900,00 2960,42 2586,11
RataRata
SD
885,23
165,72
1734,20
506,72
1864,81
171,12
3482,18 1242,05
Lampiran 23. Uji Mekanik Elongasi (Elongation Break) Jenis Film
Panjang Awal (cm)
Panjang Akhir (cm)
EB (%)
KitosanSitrat pH 4
1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00 1,00
2,30 2,30 2,30 1,80 1,80 1,80 1,70 1,70 1,70 1,40 1,30 1,40
130,00 130,00 130,00 80,00 80,00 80,00 70,00 70,00 70,00 40,00 30,00 40,00
KitosanSitrat pH 5 KitosanSitrat pH 7 KitosanTPP
RataRata
SD
130,00
0,00
80,00
0,00
70,00
0,00
36,67
5,77
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
62
Lampiran 24. Derajat Pengembangan Waktu (Menit)
0
5
15
30
60
90
120
Kitosan-Sitrat pH 4
Bobot (mg) W0 W1 %∆W W0 W1 %∆W W0 W1 %∆W W0 W1 %∆W W0 W1 %∆W W0 W1 %∆W W0 W1 %∆W
Kitosan-Sitrat pH 5
Kitosan-Sitrat pH 7
Kitosan-TPP
1 143 143 0 143 232 63
2 167 167 0 167 260 56
3 207 207 0 207 323 56
Mean 172 172 0 172 272 58
SD 33 33 0 33 46 4
1 201 201 0 201 280 40
2 164 164 0 164 246 50
3 162 162 0 162 246 52
Mean 175 175 0 175 258 47
SD 22 22 0 22 20 7
1 168 168 0 168 260 55
2 185 185 0 185 283 53
3 134 134 0 134 216 61
Mean 162 162 0 162 253 56
SD 26 26 0 26 34 4
1 166 166 0 166 238 44
2 152 152 0 152 203 34
3 140 140 0 140 210 50
Mean 152 152 0 152 217 42
SD 13 13 0 13 19 8
143 215 50 143 208 46 143 202 41 143 201 41 143 203 42
167 261 56 167 246 47 167 237 42 167 239 43 167 232 39
207 325 57 207 303 46 207 291 41 207 287 38 207 285 38
172 267 55 172 252 46 172 243 41 172 242 41 172 240 39
33 55 4 33 48 1 33 45 1 33 43 2 33 42 2
201 321 60 201 319 59 201 318 59 201 314 56 201 310 55
164 274 68 164 269 64 164 262 60 164 264 61 164 265 61
162 248 53 162 247 53 162 244 51 162 246 52 162 250 54
175 281 60 175 279 59 175 275 56 175 275 56 175 275 57
22 37 7 22 37 6 22 39 5 22 35 4 22 31 4
168 275 64 168 272 62 168 273 63 168 271 62 168 273 63
185 299 61 185 290 57 185 287 55 185 287 55 185 286 54
134 212 58 134 212 58 134 213 59 134 212 58 134 215 60
162 262 61 162 258 59 162 258 59 162 257 58 162 258 59
26 45 3 26 41 3 26 39 4 26 39 3 26 38 4
166 243 47 166 233 41 166 220 33 166 215 30 166 213 29
152 217 43 152 211 39 152 204 35 152 199 31 152 198 30
140 210 50 140 202 45 140 196 40 140 193 38 140 191 36
152 223 47 152 216 42 152 207 36 152 202 33 152 200 32
13 17 4 13 16 3 13 12 4 13 11 4 13 11 4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
63
Lampiran 25. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-Sitrat pH 4 Waktu (menit) 0 15 30 60 120 180 240 300 360
Bobot Kumulatif (mg) Rata1 2 SD Rata 0 4,8 5,6 7,5 9,8 13,3 14,6 15,0 16,4
0 5,6 5,9 7,6 9,5 10,4 12,5 12,4 14,8
0 5,2 5,8 7,6 9,7 11,8 13,5 13,7 15,6
0 0,5 0,2 0,1 0,2 2,1 1,5 1,9 1,1
1 0 15,1 17,6 23,4 30,7 41,4 45,5 46,9 51,2
% Kumulatif Rata2 Rata 0 17,8 18,8 24,2 30,1 32,9 39,6 39,4 47,1
0 16,5 18,2 23,8 30,4 37,1 42,6 43,1 49,1
SD 0 1,9 0,9 0,6 0,4 6,0 4,2 5,3 2,9
Lampiran 26. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-Sitrat pH 5 Waktu (menit) 0 15 30 60 120 180 240 300 360
Bobot Kumulatif (mg) Rata1 2 SD Rata 0 0 0 0 5,2 5,2 5,2 0,0 4,4 5,9 5,1 1,0 6,1 6,8 6,4 0,5 6,1 8,5 7,3 1,7 11,0 11,7 11,4 0,5 12,2 12,4 12,3 0,1 13,5 14,3 13,9 0,6 17,1 15,3 16,2 1,2
1 0 15,1 12,8 17,6 17,6 32,0 35,4 39,0 49,5
% Kumulatif Rata2 Rata 0 0 15,6 15,3 17,5 15,1 20,1 18,8 25,4 21,5 34,8 33,4 36,8 36,1 42,5 40,8 45,5 47,5
SD 0 0,4 3,3 1,8 5,5 1,9 1,0 2,5 2,8
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
64
Lampiran 27. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-Sitrat pH 7 Waktu (menit) 0 15 30 60 120 180 240 300 360
Bobot Kumulatif (mg) Rata1 2 3 Rata 0 3,7 4,0 8,0 9,2 10,8 12,9 13,8 16,1
0 4,8 5,4 7,6 10,0 12,4 15,3 19,2 22,2
0 4,9 6,1 9,0 11,2 15,5 19,0 22,7 24,4
0 4,5 5,2 8,2 10,1 12,9 15,7 18,6 20,9
% Kumulatif SD
1
2
3
RataRata
SD
0 0,6 1,1 0,8 1,0 2,4 3,1 4,4 4,3
0 11,7 12,6 24,9 28,9 33,9 40,3 43,3 50,3
0 14,8 16,8 23,6 31,2 38,5 47,6 59,6 69,0
0 15,4 19,3 28,5 35,1 48,7 59,8 71,4 77,0
0 14,0 16,2 25,7 31,8 40,3 49,2 58,1 65,5
0 2,0 3,4 2,5 3,1 7,6 9,9 14,1 13,7
Lampiran 28. Data Uji Disolusi Verapamil HCl dari Sediaan Film Kitosan-TPP Waktu (menit) 0 15 30 60 120 180 240 300 360
Bobot Kumulatif (mg) Rata1 2 3 Rata 0 6,4 9,4 9,9 13,8 14,7 17,4 17,7 19,7
0 6,2 6,4 10,8 14,3 17,9 20,4 20,8 24,2
0 6,7 7,2 11,4 12,7 12,9 14,9 15,3 17,9
0 6,4 7,6 10,7 13,6 15,2 17,5 17,9 20,6
% Kumulatif SD
1
2
3
RataRata
SD
0 0,3 1,5 0,8 0,8 2,5 2,7 2,8 3,2
0 20,4 29,8 31,6 44,0 46,7 55,2 56,3 62,6
0 17,5 18,2 30,5 40,6 50,8 57,8 59,1 68,7
0 20,8 22,3 35,5 39,3 40,1 46,3 47,5 55,7
0 19,60 23,42 32,55 41,28 45,88 53,12 54,30 62,34
0 1,82 5,88 2,64 2,41 5,36 6,00 6,09 6,47
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
65
Lampiran 29. Data Statistik Persentase Uji Mekanik Kekuatan Tarik (Tensile Strength) One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Predicted Value N
12
Normal Parametersa
Mean
1.9911667E3
Std. Deviation Most Extreme Differences
9.25168145E2
Absolute
.166
Positive
.166
Negative
-.166
Kolmogorov-Smirnov Z
.574
Asymp. Sig. (2-tailed)
.897
a. Test distribution is Normal.
Test of Homogeneity of Variances Tensile_Strength Levene Statistic 6.600
df1
df2 3
Sig. 8
.015
ANOVA Tensile_Strength Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
df
Mean Square
1.059E7
3
3529319.222
3713192.000
8
464149.000
1.430E7
11
F 7.604
Sig. .010
*Nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan data tidak homogen. Sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal-Wallis.
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
66
Ranks Jenis_Film Tensile_Strength
N
Mean Rank
Kitosan-Sitrat pH 4
3
2.00
Kitosan-Sitrat pH 5
3
6.33
Kitosan-Sitrat pH 7
3
6.67
Kitosan-TPP
3
11.00
Total
12
Test Statisticsa,b Tensile_Strength Chi-Square
9.359
df
3
Asymp. Sig.
.025
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi < 0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4,5,7 dan kitosan-tripolifosfat memiliki perbedaan yang bermakna. Sehingga dilanjutkan ke uji selanjutnya yaitu Mann-Whitney. Ranks Jenis_Film Tensile_Strength
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 4
3
2.00
6.00
Kitosan-Sitrat pH 5
3
5.00
15.00
Total
6
Test Statisticsb Tensile_Strength Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000 6.000 -1.964 .050 .100a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
67
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan 5 memiliki perbedaan yang bermakna Ranks Jenis_Film Tensile_Strength
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 4
3
2.00
6.00
Kitosan-Sitrat pH 7
3
5.00
15.00
Total
6
Test Statisticsb Tensile_Strength Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
6.000
Z
-1.964
Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.050 .100a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan 7 memiliki perbedaan yang bermakna Ranks Jenis_Film Tensile_Strength
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 4
3
2.00
6.00
Kitosan-TPP
3
5.00
15.00
Total
6
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
68
Test Statisticsb Tensile_Strength Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
6.000
Z
-1.964
Asymp. Sig. (2-tailed)
.050 .100a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan film kitosan-tripolifosfat memiliki perbedaan yang bermakna Ranks Jenis_Film Tensile_Strength
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 5
3
3.33
10.00
Kitosan-Sitrat pH 7
3
3.67
11.00
Total
6
Test Statisticsb Tensile_Strength Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
4.000 10.000 -.218 .827 1.000a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi > 0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 5 dan pH 7 memiliki perbedaan yang bermakna.
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
69
Ranks Jenis_Film Tensile_Strength
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 5
3
2.00
6.00
Kitosan-TPP
3
5.00
15.00
Total
6
Test Statisticsb Tensile_Strength Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
6.000
Z
-1.964
Asymp. Sig. (2-tailed)
.050 .100a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 5 dan kitosan-tripolifosfat memiliki perbedaan yang bermakna. Ranks Jenis_Film Tensile_Strength
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 7
3
2.00
6.00
Kitosan-TPP
3
5.00
15.00
Total
6
Test Statisticsb Tensile_Strength Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000 6.000 -1.964 .050 .100a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
70
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 7 dan film kitosan-tripolifosfat memiliki perbedaan yang bermakna.
Lampiran 30. Data Statistik Persentase Uji Mekanik Elongasi (Elongation Break) One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Predicted Value N
12
Normal Parametersa
Mean
79.1666667
Std. Deviation Most Extreme Differences
33.86470407
Absolute
.166
Positive
.166
Negative
-.166
Kolmogorov-Smirnov Z
.574
Asymp. Sig. (2-tailed)
.897
a. Test distribution is Normal.
Test of Homogeneity of Variances Elongation_Break Levene Statistic 16.000
df1
df2 3
Sig. 8
.001
ANOVA Elongation_Break Sum of Squares Between Groups Within Groups Total
Df
Mean Square
13425.000
3
4475.000
66.667
8
8.333
13491.667
11
F 537.000
Sig. .000
*Nilai signifikansi <0,05 menunjukkan data tidak homogen. Pengujian dilanjutkan dengan menggunakan uji Kruskal-Wallis
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
71
Ranks Jenis_Film Elongation_Break
N
Mean Rank
Kitosan-Sitrat pH 4
3
11.00
Kitosan-Sitrat pH 5
3
8.00
Kitosan-Sitrat pH 7
3
5.00
Kitosan-TPP
3
2.00
Total
12
Test Statisticsa,b Elongation_Break Chi-Square
10.879
df
3
Asymp. Sig.
.012
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi <0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4,5,7 dan kitosan tripolifosfat memiliki perbedaan yang bermakna. Uji selanjutnya adalah uji Mann-Whitney. Ranks Jenis_Film Elongation_Break
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 4
3
5.00
15.00
Kitosan-Sitrat pH 5
3
2.00
6.00
Total
6
Test Statisticsb Elongation_Break Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000 6.000 -2.236 .025 .100a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
72
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan 5 memiliki perbedaan yang bermakna. Ranks Jenis_Film Elongation_Break
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 4
3
5.00
15.00
Kitosan-Sitrat pH 7
3
2.00
6.00
Total
6
Test Statisticsb Elongation_Break Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
6.000
Z
-2.236
Asymp. Sig. (2-tailed)
.025
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.100a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan 7 memiliki perbedaan yang bermakna Ranks Jenis_Film Elongation_Break
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 4
3
5.00
15.00
Kitosan-TPP
3
2.00
6.00
Total
6
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
73
Test Statisticsb Elongation_Break Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
6.000
Z
-2.121
Asymp. Sig. (2-tailed)
.034 .100a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 4 dan film kitosan tripolifosfat memiliki perbedaan yang bermakna. Ranks Jenis_Film Elongation_Break
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 5
3
5.00
15.00
Kitosan-Sitrat pH 7
3
2.00
6.00
Total
6
Test Statisticsb Elongation_Break Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000 6.000 -2.236 .025 .100a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 5 dan & memiliki perbedaan yang bermakna.
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
74
Ranks Jenis_Film Elongation_Break
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 5
3
5.00
15.00
Kitosan-TPP
3
2.00
6.00
Total
6
Test Statisticsb Elongation_Break Mann-Whitney U
.000
Wilcoxon W
6.000
Z
-2.121
Asymp. Sig. (2-tailed)
.034 .100a
Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)] a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan sitrat pH 5 dan film kitosan-tripolifosfat memiliki perbedaan yang bermakna. Ranks Jenis_Film Elongation_Break
N
Mean Rank
Sum of Ranks
Kitosan-Sitrat pH 7
3
5.00
15.00
Kitosan-TPP
3
2.00
6.00
Total
6
Test Statisticsb Elongation_Break Mann-Whitney U Wilcoxon W Z Asymp. Sig. (2-tailed) Exact Sig. [2*(1-tailed Sig.)]
.000 6.000 -2.121 .034 .100a
a. Not corrected for ties. b. Grouping Variable: Jenis_Film
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
75
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan film kitosan-sitrat pH 7 dan film kitosan-tripolifosfat memiliki perbedaan yang bermakna.
Lampiran 31. Data Statistik Persentase Derajat Pengembangan Test Statisticsa,b Menit_5 Chi-Square df Asymp. Sig.
Menit_15
Menit_30
Menit_60
Menit_90
Menit_120
8.949
7.821
5.769
9.462
9.462
9.359
3
3
3
3
3
3
.030
.050
.123
.024
.024
.025
a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Jenis_Film
*Nilai signifikansi <0,05 menunjukkan data memiliki perbedaan yang bermakna dan nilai signifikansi >0,05 menunjukkan data tidak memiliki perbedaan yang bermakna
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
76
Ranks Jenis_Film Menit_5
3
10.33
Kitosan-Sitrat pH 5
3
4.33
Kitosan-Sitrat pH 7
3
8.67
Kitosan-TPP
3
2.67
3
6.33
Kitosan-Sitrat pH 5
3
7.67
Kitosan-Sitrat pH 7
3
10.00
Kitosan-TPP
3
2.00
3
6.00
Kitosan-Sitrat pH 5
3
10.00
Kitosan-Sitrat pH 7
3
7.00
Kitosan-TPP
3
3.00
3
5.00
Kitosan-Sitrat pH 5
3
9.00
Kitosan-Sitrat pH 7
3
10.00
Kitosan-TPP
3
2.00
12
Kitosan-Sitrat pH 4
3
5.00
Kitosan-Sitrat pH 5
3
9.00
Kitosan-Sitrat pH 7
3
10.00
Kitosan-TPP
3
2.00
Total Menit_120
12
Kitosan-Sitrat pH 4
Total Menit_90
12
Kitosan-Sitrat pH 4
Total Menit_60
12
Kitosan-Sitrat pH 4
Total Menit_30
Mean Rank
Kitosan-Sitrat pH 4
Total Menit_15
N
12
Kitosan-Sitrat pH 4
3
5.00
Kitosan-Sitrat pH 5
3
9.33
Kitosan-Sitrat pH 7
3
9.67
Kitosan-TPP
3
2.00
Total
12
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
77
Lampiran 32. Data Statistik Persentase Disolusi Verapamil HCl One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test Unstandardized Predicted Value N
10
Normal Parametersa
Most Extreme Differences
Mean
57.4300000
Std. Deviation
7.14770578
Absolute
.202
Positive
.131
Negative
-.202
Kolmogorov-Smirnov Z
.639
Asymp. Sig. (2-tailed)
.809
a. Test distribution is Normal. Test of Homogeneity of Variances Persen_Pelepasan_Disolusi Levene Statistic
df1
2.748
df2 3
Sig. 6
.135
ANOVA Persen_Pelepasan_Disolusi Sum of Squares
df
Mean Square
Between Groups
635.567
3
211.856
Within Groups
479.333
6
79.889
1114.900
9
Total
F 2.652
Sig. .143
*Nilai signifikansi >0,05 menunjukkan data homogen dan memiliki perbedaan yang bermakna
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
78
Multiple Comparisons Persen_Pelepasan_Disolusi LSD 95% Confidence Interval
Mean Difference (I(I) Jenis_Film
(J) Jenis_Film
Kitosan-Sitrat pH 4
Kitosan-Sitrat pH 5
1.00000
8.93806
.915
-20.8706
22.8706
Kitosan-Sitrat pH 7
-17.33333
8.15929
.078
-37.2984
2.6317
Kitosan-TPP
-13.66667
8.15929
.145
-33.6317
6.2984
Kitosan-Sitrat pH 4
-1.00000
8.93806
.915
-22.8706
20.8706
Kitosan-Sitrat pH 7
-18.33333
8.15929
.066
-38.2984
1.6317
Kitosan-TPP
-14.66667
8.15929
.122
-34.6317
5.2984
Kitosan-Sitrat pH 4
17.33333
8.15929
.078
-2.6317
37.2984
Kitosan-Sitrat pH 5
18.33333
8.15929
.066
-1.6317
38.2984
3.66667
7.29789
.633
-14.1906
21.5240
Kitosan-Sitrat pH 4
13.66667
8.15929
.145
-6.2984
33.6317
Kitosan-Sitrat pH 5
14.66667
8.15929
.122
-5.2984
34.6317
Kitosan-Sitrat pH 7
-3.66667
7.29789
.633
-21.5240
14.1906
Kitosan-Sitrat pH 5
Kitosan-Sitrat pH 7
Kitosan-TPP Kitosan-TPP
J)
Std. Error
Sig.
Lower Bound
Upper Bound
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
79
Lampiran 33. Contoh Perhitungan Persentase Disolusi Sampel 2 pada Film Kitosan-Sitrat pH 5
Diketahui :
y = 0,011x + 0,001 Y0 = 0,000 Y15= 0,030 Y30= 0,033 Kadar zat aktif = 16,71% Bobot sediaan = 186,5 mg
Ditanya :
a) C0 = ? b) C15 = ? c) C30 = ? d) Kandungan zat aktif dalam sediaan? e) Persen disolusi zat aktif pada waktu t0? f) Persen disolusi zat aktif pada waktu t15? g) Persen disolusi zat aktif pada waktu t30?
a) Mencari nilai konsentrasi (x) pada menit ke-0? y
= 0,011x + 0,001
0,000
= 0,011x + 0,001
x
= 0,000 ppm (C0)
b) Mencari nilai konsentrasi (x) pada menit ke-15? y
= 0,011x + 0,001
0,030
= 0,011x + 0,001
x
= 2,636 ppm (C15)
c) Mencari nilai konsentrasi (x) pada menit ke-30? y
= 0,011x + 0,001
0,033
= 0,011x + 0,001
x
= 2,909 ppm (C30) UIN Syarif Hidayatullah jakarta
80
d) Kandungan zat aktif dalam sediaan ZA = Kadar zat aktif x Bobot sediaan ZA = 16,71% x 186,5 mg ZA = 31,164 mg
e) Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-0? Disolusi
= C0 (mg/L) x Volume (L) x Faktor Pengenceran
Disolusi
= 0,000 (mg/L) x 0,4 (L) x 5 = 0 mg 𝑍𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑒𝑟𝑑𝑖𝑠𝑜𝑙𝑢𝑠𝑖 (𝑚𝑔)
% Disolusi
=
% Disolusi
= 31,164 (𝑚𝑔) 𝑥 100%
% Disolusi
= 0%
𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑧𝑎𝑡 𝑎𝑘𝑡𝑖𝑓 𝑑𝑎𝑙𝑎𝑚 𝑠𝑒𝑑𝑖𝑎𝑎𝑛 (𝑚𝑔)
𝑥 100%
0 (𝑚𝑔)
f) Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-15? Faktor koreksi t0
= C0 x
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 (𝑚𝐿) 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 (𝑚𝐿) 5 (𝑚𝐿)
= 0,000 x 400 (𝑚𝐿) = 0,000 Disolusi
= [C15 + FK0 (mg/L)] x Volume (L) x Faktor Pengenceran
Disolusi
= [2,636 (mg/L) + 0,000] x 0,4 (L) x 5 = 5,272 mg 5,272 (𝑚𝑔)
% Disolusi
=
% Disolusi
= 16,66 %
31,164 (𝑚𝑔)
𝑥 100%
g) Jumlah zat aktif yang terdisolusi pada menit ke-30? Faktor koreksi t15
= C15 x
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑎𝑚𝑏𝑖𝑙 (𝑚𝐿) 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢ℎ𝑛𝑦𝑎 (𝑚𝐿) 5 (𝑚𝐿)
= 2,636 x 400 (𝑚𝐿) = 0,032 Disolusi
= [C15 + FK0 + FK15] x Volume (L) x Faktor Pengenceran
Disolusi
= [2,909 + 0,000 + 0,032 (mg/L)] x 0,4 (L) x 5 UIN Syarif Hidayatullah jakarta
81
= 5,883 mg 5,883 (𝑚𝑔)
% Disolusi
=
% Disolusi
= 18,88 %
31,164 (𝑚𝑔)
𝑥 100%
Lampiran 34. Contoh Perhitungan Optimasi Ekstraksi Verapamil HCl pada Film Kitosan-Sitrat pH 4
Diketahui :
C1 : 9,857 ppm C2 : 15,593 ppm Faktor pengenceran : 50 Zat aktif yang dimasukkan : 240 mg
Ditanya :
a) Kadar obat yang terekstraksi (N1) pada waktu t1? b) Kadar obat yang terekstraksi (N2) pada waktu t2? c) Persen kadar obat yang terekstraksi pada waktu t1? d) Persen kadar obat yang terekstraksi pada waktu t2?
a) Mencari kadar obat yang terekstraksi pada jam ke-1? N1
= C1 x FP x 100 ml = 9,857 ppm x 50 x 100 ml
N1
= 49,28 mg
b) Mencari kadar obat yang terekstraksi pada jam ke-2? Faktor Koreksi = C1 x FP x 100 ml = 9,857 ppm x 50 x 5 ml = 2,464 mg N2
= (C1 x FP x 100 ml) + Faktor Koreksi t1 = (15,593 ppm x 50 x 100 ml) + 2,464 mg
N2
= 80,429 mg
c) Persen kadar obat yang terekstraksi pada waktu t1? UIN Syarif Hidayatullah jakarta
82
% Kadar
= (N1/240 mg) x 100 = 20,53%
d) Persen kadar obat yang terekstraksi pada waktu t2 ? % Kadar
= (N2/240 mg) x 100 = 33,51%
Lampiran 35. Contoh Perhitungan Kadar Verapamil HCl pada Film Kitosan-Sitrat pH 4 Diketahui :
C : 17,233 ppm Faktor pengenceran : 50 Bobot Film : 254,7 mg
Ditanya :
a) Kadar ? b) % Kadar?
a) Mencari kandungan zat aktif pada jam ke-1? N1
= C x FP x 100 ml = 17,233 ppm x 50 x 100 ml
N1
= 86,165 mg
b) % Kadar = (N1/Bobot Film) x 100 = 33,82%
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
83
Lampiran 36. Sertifikat Analisis Kitosan
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
84
Lampiran 37. Sertifikat Analisis Natrium Sitrat
UIN Syarif Hidayatullah jakarta
85
Lampiran 38. Sertifikat Analisis Verapamil HCl
UIN Syarif Hidayatullah jakarta