UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT LUMUT HATI Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees TERHADAP KUALITAS SPERMA DAN DENSITAS SEL SPERMATOGENIK PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY SECARA IN VIVO
SKRIPSI
MAYTA RAVIKA NIM : 1110102000059
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2014
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
UJI AKTIVITAS EKSTRAK ETIL ASETAT LUMUT HATI Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees TERHADAP KUALITAS SPERMA DAN DENSITAS SEL SPERMATOGENIK PADA TIKUS PUTIH (Rattus norvegicus) JANTAN GALUR SPRAGUE DAWLEY SECARA IN VIVO
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
MAYTA RAVIKA NIM : 1110102000059
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI JAKARTA JULI 2014
ii
ABSTRAK
Nama Program Studi Judul
: Mayta Ravika : Farmasi : Uji Aktivitas Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees Terhadap Kualitas Sperma dan Densitas Sel Spermatogenik pada Tikus (Rattus norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley Secara in Vivo
Di Indonesia sebanyak 30% dari kasus fertilitas disebabkan oleh pria. Beberapa antioksidan terbukti efektif dalam pengobatan infertilitas pada pria. Lumut hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees dilaporkan memiliki aktivitas antioksidan. Dilakukan sebuah penelitian untuk mengetahui pengaruh ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees yang memiliki aktivitas antioksidan terhadap kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik. Hewan uji yang digunakan 20 ekor tikus jantan galur sprague dawley berumur 7-8 minggu yang dibagi menjadi empat kelompok yaitu kolompok kontrol, kelompok dosis 1 mg/kgBB, 10 mg/kgBB, 100 mg/kgBB. Perlakuan diberikan selama 48 hari. Kualitas sperma dinilai dari konsentrasi dan morfologi spermatozoa, sedangkan densitas sel spermatogenik dinilai dari diameter tubulus seminiferus serta tebal sel germinal. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan analisis one way ANOVA dan Kruskal Wallis yang dilanjutkan dengan uji Multiple Comparisons. Ada peningkatan konsentrasi spermatozoa secara bermakna (p < 0,05) pada kelompok dosis 10 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB. Hasil pengamatan morfologi sperma didapat ada penurunan persentase sperma yang abnormal secara bermakna pada dosis 1 mg/kgBB, 10 mg/kgBB, dan 100 mg/kgBB. Tidak ada parameter densitas sel spermatogenik yang menunjukkan peningkatan yang signifikan pada semua kelompok bila dibandingkan dengan kontrol (P ≥ 0,05). Kata kunci: Lumut hati Mastigophora diclados, antioksidan, kualitas sperma, konsentrasi spermatozoa, morfologi sperma, densitas sel spermatogenik, diameter tubulus seminiferus, tebal sel germinal
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name Program Study Tittle
: Mayta Ravika : 1110102000059 : In Vivo Study of the Effect of Ethyl Acetate Extract of Liverworts Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.)Nees on Sperm Quality and Spermatogenic Cell Density in Male Rat (Rattus Norvegicus) Strain Sprague Dawley
In indonesia, 30% of infertility cases caused by men. Some antioxidant known as the effective reatments for man infertility. From the previous study, Mastigophora diclados (Bird. Web Ex.) Nees had antioxidant activity. This study was aimed to analyze antioxidant effect of ethyl acetate extract liverworts Mastigophora diclados on sperm quality and spermatogenic cell density of male rat. Twenty adult male rats strain Sprague Dawley aged 7-8 weeks were divided into four groups: control group, and three treatment group, the first group received 1 mg/kgBB, the second group received 10 mg/kgBB and the third group received 100 mg/kgBB of Mastigophora diclados ethyl acetate extracts orally for 48 days. Treatment was given for 48 days. Sperm quality was assessed by sperm concentration and morphology of spermatozoa, while spermatogenic cell density was assessed from the diameter of seminiferous tubules and germinal cell layer thickness. Data were analyzed using one-way ANOVA and Kruskal-Wallis test followed by multiple Comparisons. A significant increase of spermatozoa concentration was observed in the treatment group that received 10 mg/kg and 100 mg/kg compared with control (p ˂ 0,05). Results showed the percentage of abnormal sperm morphology decrease significantly (p ˂ 0,05 all of treatment group ( dose 1mg/kgBB, 10 mg/kgBB, and 100 mg/kgBB) compered with control. While the density of sperm cells neither the seminiferous tubules diameter nor germinal cell thickness showed significant increase in all groups compared with controls (P ≥ 0,05). Keyword: Liverworts Mastigophora diclados, antioxidant, sperm quality, spermatozoa concentration, sperm morphology, spermatogenic cell density, diameter of seminiferous tubules, germinal cell layer thickness
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang senantiasa mencurahkansegala rahmat-Nya kepada kita semua, khususnya penulis dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados (Bird. Ex Web.) Nees Terhadap Kualitas Sperma dan Densitas Sel Spermatogenik pada Tikus (Rattus Norvegicus) Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo”. Shalawat dan salam senantiasa terlimpah kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW, teladan bagi umat manusia dalam menjalani kehidupan. Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat menempuh ujian akhir guna mendapatkan gelar Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Selesainya penelitian dan penyusunan skripsi ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tulus dan sebesar-besarnya, khususnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. (hc). Dr. MK.Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Ibu Dr. Azrifitria, M.Si, Apt sebagai Pembimbing I dan Ibu Ismiarni Komala, M.Sc., Ph.D., Apt. sebagai Pembimbing II yang telah memberikan ilmu, nasehat, waktu, tenaga, dan pikiran selama penelitian dan penulisan skripsi. 3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku Ketua Program Studi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 4. Ibu Lina Elfita, M.Si., Apt. selaku pembimbing akademik yang telah memberikan arahan selama masa perkuliahan. 5. Kedua orang tua tercinta, Hasanuddin dan Tuti Ma’arif yang selalu ikhlas memberikan dukungan moral, nasehat-nasehat, serta doanya 6. Bapak dan Ibu staf pengajar, serta karyawan yang telah memberikan bimbingan dan bantuan selama menempuh pendidikan di Program Studi viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 7. Bang Valzon dan Unang yang selalu memberikan arahan, material dan semangat. 8. Kak Eris, Mba Rani, Kak lisna, Kak Tiwi, Kak Rahmadi, dan Kak Liken yang sangat banyak membantu penulis melakukan penelitian di laboratorium. 9. Teman-teman tim farmakologi: Indah, Julia, Dita, Auva, Maya, dan Chaya. Terimakasih atas segala bantuannya 10. Teman-teman yang selalu memberikan masukan dan semangat: Ipho, Vina,Yeyet, Nissa, Bila, Myra, dan Metha 11. Teman-teman Andalusia yang memberikan semangat dan masukan untuk kelancaran penyusunan skripsi 12. Dan kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama ini yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
Semoga semua bantuan yang telah diberikan mendapatkan balasan dari Allah SWT. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, saran dan kritik yang bersifat membangun akan penulis nantikan. Dan semoga skripsi ini bisa bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
Jakarta, 30 Juni 2014
Penulis
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
Halaman HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ...................................... iii HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ....................................... iv HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... v ABSTRAK ................................................................................................... vi ABSTACT ..................................................................................................... vii KATA PENGANTAR ................................................................................. viii HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR ............... x DAFTAR ISI................................................................................................ xi DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiii DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv BAB 1. PENDAHULUAN .......................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ............................................................................. . 1 1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 2 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 3 1.4 Hipotesis ........................................................................................ 3 1.5 Manfaat Penelitian ......................................................................... 4 BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA................................................................. 5 2.1 Mastigophora diclados .................................................................. 5 2.1.1 Klasifikasi Tanaman ............................................................. 5 2.1.2 Kandungan Kimia ................................................................. 6 2.1.3 Aktivitas Biologi ................................................................... 6 2.2 Ekstrak ........................................................................................... 6 2.3 Tinjauan Hewan Coba .................................................................... 7 2.4 Sistem Reproduksi Tikus Jantan .................................................... 7 2.5 Spermatozoa ................................................................................... 9 2.6 Spermatogenesis Pada Tikus.......................................................... 10 2.7 Antioksidan ................................................................................... 11 BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN ................................................... 13 3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 13 3.2 Bahan ............................................................................................. 13 3.2.1 Hewan Uji ............................................................................. 13 3.2.2 Bahan Uji .............................................................................. 13 3.2.3 Bahan Kimia ......................................................................... 13 3.3 Alat ................................................................................................. 13 3.4 Rancangan Penelitian ..................................................................... 14 3.5 Kegiatan Penelitian ........................................................................ 14 3.5.1 Persiapan Hewan Uji ............................................................. 14 3.5.2 Pemberian Perlakuan ............................................................ 15 3.5.3 Pengukuran Parameter Uji .................................................... 15 3.5.3.1 Pengukuran Bobot Testis .......................................... 15 3.5.3.2 Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa ..................... 15 3.5.3.3 Pengamatan Morfologi .............................................. 16 3.5.3.4 Pengukuran Densitas Spermatogenik........................ 17 3.5.4 Analisa Data ........................................................................ 17 BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………… 18 4.1 Hasil Penelitian .............................................................................. 18 4.1.1 Pengukuran Bobot Testis ........................................................ 18 xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.2 Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ................................... 4.1.3 Pengamatan Morfologi Spermatozoa ..................................... 4.1.4 Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ........................... 4.1.5 Pengukuran Tebal Sel Germinal ............................................. 4.2 Pembahasan .................................................................................... BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 5.1 Kesimpulan .................................................................................... 5.2 Saran .............................................................................................. DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. LAMPIRAN.................................................................................................
18 19 20 21 22 26 26 26 27 31
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 2.1 Lumut hati Mastigophora diclados ........................................... 5 Gambar 2.2 Anatomi sistem reproduksi tikus jantan .................................... 7 Gambar 2.3 Spermatozoa .............................................................................. 9 Gambar 4.1 Grafik rerata konsentrasi spermatozoa tikus setelah diberi perlakuan selama 48 hari ............................................... 19 Gambar 4.2 Grafik rerata persentase sperma yang abnormal tikus setelah diberi perlakuan selama 48 hari ................................... 20 Gambar 4.3 Grafik rerata diameter tubulus seminiferus tikus setelah diberi perlakuan selama 48 hari ............................................... 21 Gambar 4.4 Grafik rerata tebal sel germinal tikus setelah diberi perlakuan selama 48 hari.......................................................... 22
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Halaman Tabel 3.1 Pembagian kelompok hewan uji berdasarkan perlakuannya ........ 14 Tabel 3.2 Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung ................. 15 Tabel 3.3 Cara pengenceran spermatozoa..................................................... 16 Tabel 3.4 Rumus menghitung konsentrasi spermatozoa .............................. 16 Tabel 4.1 Rerata bobot testis tikus ................................................................ 18 Tabel 4.2 Rerata konsentrasi spermatozoa tikus ........................................... 19 Tabel 4.3 Rerata persentase morfologi sperma yang abnormal .................... 20 Tabel 4.4 Rerata diameter tubulus seminiferus ............................................. 21 Tabel 4.5 Rerata tebal sel germinal ............................................................... 22
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman Lampiran 1. Surat Keterangan Kesehatan Hewan ...................................... 31 Lampiran 2. Alur Penelitian ........................................................................ 32 Lampiran 3. Perhitungan Dosis Pada Uji Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados ................................................... 33 Lampiran 4. Gambar Bahan Dan Alat Penelitian ....................................... 35 Lampiran 5. Kegiatan Penelitian ................................................................. 37 Lampiran 6. Pengamatan Perhitungan Konsentrasi Dan Morfologi Spermatozoa ........................................................................... 38 Lampiran 7. Hasil Pengukuran Berat Badan ............................................... 39 Lampiran 8. Hasil Pengukuran Bobot Testis .............................................. 41 Lampiran 9. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa ......................... 42 Lampiran 10. Hasil Morfologi Spermatozoa ............................................... 43 Lampiran 11. Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus ................ 44 Lampiran 12. Hasil Pengukuran Tebal Sel Germinal ................................... 45 Lampiran 13. Hasil Analisa Data Bobot Testis............................................. 46 Lampiran 14. Hasil Analisa Data Konsentrasi Spermatozoa ........................ 48 Lampiran 15. Hasil Analisa Data Morfologi Spermatozoa........................... 51 Lampiran 16. Hasil Analisa Data Diameter Tubulus Semineferus ............... 54 Lampiran 17. Hasil Analisa Data Tebal Sel Germinal.................................. 56
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Penurunan kualitas sperma pada pria dapat menyebabkan berkurangnya
kemampuan
spermatozoa
untuk
membuahi
sel
telur
sehingga
dapat
mengakibatkan terjadinya infertilitas. Infertilitas didefinisikan sebagai tidak terjadinya kehamilan pada pasangan setelah melakukan hubungan seks secara teratur selama 12 bulan tanpa menggunakan alat kontrasepsi (WHO, 2012). Infertilitas masih menjadi permasalahan bagi 15% dari pasangan suami istri (Agarwal dan Said, 2005). Jumlah pria yang mengalami infertil semakin meningkat hampir disetiap belahan dunia (Mathur, 2012). Terdapat 12% atau sekitar 3 juta pasangan infertil di Indonesia. Sebanyak 30% dari semua kasus pasangan infertil disebabkan oleh pria. Belakangan ini persentase pria sebagai penyebab pasangan infertil cenderung meningkat menjadi 40% (Sutyarso dan Hendri, 2003). Ditemukan 57 penelitian yang berkaitan dengan antioksidan dan fertilitas, dimana 41 penelitian menggunakan satu macam antioksidan dan 11 penelitian lainnya menggunakan kombinasi pemberian beberapa antioksidan (Agarwal et al., 2004). Penggunaan antioksidan seperti vitamin C, vitamin E, dan karnitin telah terbukti efektif dalam pengobatan infertilitas pada pria (Agarwal dan Lucky, 2010). Antioksidan adalah senyawa yang dapat menekan pembentukan reactive oxygen species (ROS) dan peroksidasi lipid. Produksi ROS di berbagai organ termasuk testis adalah peristiwa fisiologis normal, namun perubahan dalam sintesisnya merangsang terjadinya oksidasi dan kerusakan DNA sel (Sikka, 1996). Membran plasma sperma mengandung asam lemak tak jenuh dalam jumlah tinggi sehingga sangat rentan terhadap kerusakan peroksidatif. Peroksidasi lipid dapat menghancurkan struktur matriks lipid dalam membran spermatozoa, hal ini berkaitan dengan hilangnya motilitas dari sperma. Oleh karena itu, dengan memberikan senyawa yang dapat menekan ROS dapat meningkatkan kualitas dari sperma sehingga meningkatkan fertilitas pada pria (Turk et al., 2008; Khaki et al., 2009). Banyak tumbuhan di dunia yang digunakan secara tradisional sebagai peningkat fertilitas antara lain adalah buah delima (Punica granatum), semangka 1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2
(Citrullus vulgaris), biji koro bengu (M. pnirien), minyak jinten hitam (Nigella sativa L.) (Khaki et al., 2009; Turk et al., 2008; Winarni et al., 2011; Musfiroh et al., 2012). Proporsi tumbuhan yang digunakan secara tradisional sebagai peningkat fertilitas masih didominasi oleh tumbuhan
dikotil yaitu
sebanyak 79%, diikuti oleh tumbuhan monokotil sebanyak 18%, serta 1% masingmasing untuk jamur dan pteridophytes (Mathur dan Sundaramoorthy, 2009). Masih sedikitnya penggunaan tumbuhan tingkat rendah sebagai peningkat fertilitas, hal ini terlihat hanya 1% penggunaan jamur dan pteridophytes. Tumbuhan tingkat rendah lain yang juga belum banyak dieksplorasi adalah lumut. Lumut merupakan bagian dari keanekaragaman hayati yang belum banyak mendapat perhatian (Windadri, 2007). Salah satu jenis lumut yang berpotensi dijadikan obat adalah lumut hati. Dalam penelitian sebelumnya, Komala et al. (2010) telah melaporkan bahwa tumbuhan lumut hati Mastigophora diclados yang tumbuh di Tahiti mengandung senyawa-senyawa fenolik seskuiterpenoid herbertan. Senyawa-senyawa golongan fenolik seskuiterpenoid herbertan dilaporkan memiliki aktivitas sitotoksik, antimikroba, dan antioksidan. Herbertenediol dan (-)-mastigophorene D merupakan kandungan Mastigophora diclados yang memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi dari vitamin C (Komala et al., 2010). Namun aktivitas antioksidan yang dimiliki Mastigophora diclados ini belum diteliti lebih lanjut sebagai peningkat fertilitas pada pria. Berdasarkan uraian diatas dapat diasumsikan bahwa Mastigophora diclados yang ada di Indonesia memiliki kandungan yang hampir sama dengan yang berasal dari Tahiti dan kemungkinan dapat meningkatkan kualitas sperma sehingga dapat meningkatkan fertilitas pria. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian mengenai pengaruh ekstrak Mastigophora diclados terhadap kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik pada tikus. Kualitas sperma dinilai dari bobot testis, morfologi sperma, dan konsentrasi spermatozoa sedangkan densitas sel spermatogenik dinilai dari diameter tubulus seminiferus dan ketebalan lapisan sel germinal.
1.2
Perumusan Masalah Berdasarkan dari uraian latar belakang, maka rumusan masalahnya adalah
sebagai berikut: 1.
Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees terhadap kualitas sperma UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3
yang dinilai dari konsentrasi dan morfologi spermatozoa pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo? 2.
Apakah ada pengaruh pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees terhadap densitas sel spermatogenik yang dinilai dari diameter tubulus seminiferus dan ketebalan lapisan sel germinal pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian uji aktivitas ekstrak etil asetat
lumut hati
Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees terhadap kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo adalah: 1.
Untuk
menguji
pemberian
ekstrak
etil
asetat
lumut
hati
Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees terhadap kualitas spermatozoa yang dinilai dari konsentrasi dan morfologi spermatozoa pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo. 2.
Untuk
menguji
pemberian
ekstrak
etil
asetat
lumut
hati
Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees terhadap densitas sel spermatogenik yang dinilai dari diameter tubulus seminiferus dan ketebalan lapisan sel germinal pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.
1.4
Hipotesis Hipotesis dari penelitian uji aktivitas ekstrak etil asetat lumut hati
Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees terhadap kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo adalah: 1.
Pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees berpengaruh terhadap kualitas sperma yang dinilai dari konsentrasi dan morfologi spermatozoa pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4
2.
Pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees berpengaruh terhadap densitas sel spermatogenik yang dinilai dari diameter tubulus seminiferus dan tebal lapisan germinal pada tikus putih (Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley secara in vivo.
1.5
Manfaat Penelitian Memberikan manfaat kepada masyarakat luas mengenai khasiat ekstrak
etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees yang berasal dari gunung Slamet Purwokerto sebagai peningkat kualitas sperma dan dapat memberikan informasi dalam pengembangan ilmu reproduksi yang kemudian dapat digunakan dalam pengobatan infertilitas.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Mastigophora diclados Lumut hati Mastigophora diclados tersebar di Indonesia, Malaysia,
Jepang, Malagasi, Taiwan (Agnieszka dan Asakawa, 2010). Di Indonesia Mastigophora diclados banyak ditemukan di dataran tinggi yang sejuk dan lembab seperti di hutan Gunung Slamet Purwokerto, hutan pegunungan Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi Tengah, dan Gunung Patuha Bandung (Gradstein dan Culmsee, 2010; Ida dan Gradstein, 2011; Gradstein et al., 2011). Mastigophora diclados dikenal dengan berbagai nama diantaranya Jungermannia diclados β calcarata (Reinw., Blume et Nees) Nees nom. Illeg, Jungermannia scorpioides Reinw., Blume et Nees, Lepicolea fissa (Nees) Steph, Mastigophora diclados f. conferta (Nees) Schiffn dan sebagainya (Söderström et al., 2010).
Gambar 2.1 Lumut hati Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees (Sumber: Purnamasari, 2012).
2.1.1
Klasifikasi tanaman (Crandall-Stotler et al., 2008) Dalam
taksonomi,
kedudukan
Mastigophora
diclados
dapat
diklasifikasikan sebagai berikut: Kingdom
: Plantae
Phylum
: Marchantiophyta
Class
: Jungermanniopsida
Orde
: Jungermanniales
Suborde
: Lophocoleineae
Family
: Mastigophoraceae 5 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6
2.1.2
Genus
: Mastigophora Nees.
Species
: Mastigophora diclados (Brid.) Nees
Kandungan Kimia Ekstrak etil asetat Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees positif
mengandung terpenoid (Walidah, 2014). Ekstrak eter Mastigophora diclados yang berasal dari Tahiti mengandung herbertene,
-herbertenol,
-herbertenol
dan herbertenediol kemudian ekstrak dietil eter dan metanol mengandung (+)drimenol,
(-)- -herbertenol,
(-)-herbertenediol,
mastigophorene
A,
(-)-mastigophorene C, (-)-mastigophorene D, (-)-ent-pimara-8, 15-dien-19-oic acid, (-)-diplophyllolide A dan (-)-diplophyllin (Komala et al., 2010).
2.1.3
Aktivitas Biologi Mastigophora diclados memiliki aktivitas sitotoksik terhadap HL-60 dan
sel KB,
sebagai antimikrobial terhadap Bacillus subtilis dan Staphylococcus
aureus, sebagai antifungi untuk Botrytis cinerea dan Rhizoctonia solani serta memiliki aktivitas antioksidan (Komala et al., 2010).
2.2
Ekstrak (Depkes RI, 2000) Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. Faktor yang berpengaruh pada mutu ekstrak adalah: 1. Faktor biologi, mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari segi biologi yaitu identitas jenis, lokasi tumbuhan asal, periode pemanenan, penyimpanan bahan, umur tumbuhan dan bagian yang digunakan. 2. Faktor kimia, mutu ekstrak dipengaruhi dari bahan asal (tumbuhan obat), dipandang secara khusus dari kandungan kimia, yaitu : a. Faktor internal, seperti jenis senyawa aktif dalam bahan, komposisi kualitatif senyawa aktif, kadar total rata-rata senyawa aktif.
7
b. Faktor eksternal, seperti metode ekstraksi perbandingan ukuran alat ekstraksi, pelarut yang digunakan dalam ekstraksi, kandungan logam berat, ukuran kekerasan, dan kekeringan bahan.
2.3
Tinjauan Hewan Coba Menurut Krinke (2000), klasifikasi tikus putih (Rattus norvegicus) adalah
sebagai berikut :
2.4
Regnum
: Animalia
Filum
: Chordata
Subfilum
: Vertebrata
Kelas
: Mamalia
Orde
: Rodenta
Family
: Murinae
Genus
: Ratus
Spesies
: Rattus norvegicus
Sistem Reproduksi Tikus Jantan Sistem reproduksi hewan jantan terdiri atas testis, epididimis, duktus
deferens, kelenjar aksesori (kelenjar vesikulosa, prostat dan bulbouretralis), uretra dan penis (William, 2005).
Gambar 2.2. Anatomi sistem reproduksi tikus jantan (Sumber: Suckow, 2006) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
8
Testis merupakan sepasang struktur berbentuk oval dan sedikit gepeng. Testis terletak dalam skrotum dan dikelilingi oleh simpai tebal jaringan ikat kolagen, yaitu tunika albuginea. Tunika albuginea menebal pada permukaan posterior testis dan membentuk mediastinum testis, yaitu tempat penjuluran yang membagi kelenjar menjadi sekitar 250 kompartemen piramid yang disebut lobulus testis. Setiap lobulus dihuni oleh 1-4 tubulus seminiferus (Manika et al., 1991). Testis berfungsi untuk menghasilkan spermatozoa dan menghasilkan hormon (testosteron). Sekitar 80%, testis terdiri dari tubulus seminiferus yang berkelakkelok, yang didalamnya berlangsung spermatogenesis (Heffner dan Danny, 2008). Vesikula seminalis terdiri atas tabung berkelok, fungsinya menyekresi mukus yang banyak mengandung fruktosa, selain itu juga menyekresi asam sitrat, prostaglandin dan fibrinogen yang berperan dalam memberikan nutrisi dan melindungi spermatozoa (Guyton, 1997; Sloalen, 2003). Prostat merupakan kelenjar aksesoria pria yang menyelubungi uretra saat keluar dari kandung kemih. Sekresinya merupakan cairan encer bersifat basa yang mengandung ion sitrat, kalsium, ion fosfat, enzim pembeku, dan profibrinolisin (Guyton, 1997). Cairan ini berfungsi untuk menetralisir asiditas vagina selama senggama dan meningkatkan motilitas spermatozoa yang akan optimum pada pH 6,0 – 6,5. Sepasang kelenjar bulboureteral merupakan kelenjar kecil yang ukuran dan bentuknya menyerupai kacang polong. Kelenjar ini menyekresi cairan basa yang mengandung mukus ke dalam uretra penis untuk memulasi dan melindungai uretra (Sloalen, 2003). Tubulus seminiferus merupakan tempat terjadinya spermatogenesis. Tubulus seminiferus dikelilingi oleh membran basal. Di dekat membran basal ini terdapat sel progenitor untuk produksi spermatozoa. Epitel yang mengandung spermatozoa yang sedang berkembang disepanjang tubulus disebut epitel seminiferus atau epitel germinal. Pada potongan melintang testis, spermatosit dalam tubulus berada dalam berbagai tahap pematangan. Di antara spermatosit terdapat sel sertoli. Sel ini berperan secara metabolik dan struktural untuk menjaga spermatozoa yang sedang berkembang. Sel sertoli memfagosit sitoplasma spermatid yang telah dikeluarkan. Sel ini juga berfungsi pada proses aromatisasi
prekursor
androgen
menjadi
estrogen,
suatu
produk
yang
menghasilkan pengaturan umpan balik lokal pada sel leydig yang memproduksi androgen. Selain itu sel sertoli juga menghasilkan protein pengikat androgen. Produksi androgen sendiri terjadi di dalam kantong dari sel khusus (sel leydig) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
9
yang terdapat di daerah interstitial antara tubulus-tubulus seminiferus (Heffner, 2008). Tubulus seminiferus tikus lebih tebal dari manusia yakni pada tikus 347±5 μm dan pada manusia 262±9 μm, tetapi pembatas tubulus pada tikus jauh lebih tipis dibanding manusia yakni 1,4±1 μm pada tikus dan 15,9±3,4 μm pada tikus. Epitel seminiferus tikus mengandung 40% lebih sel spermatogenik dari volumenya, dua kali lebih banyak dari epitel seminiferus manusia (Ilyas, 2007). Epididimis
merupakan
daerah
penumpukan
dan
penyimpanan
spermatozoa setelah meninggalkan testis. Secara umum epididimis memiliki fungsi utama, yaitu transportasi, pemekatan (konsentrasi), pematangan dan penyimpanan spermatozoa (Sherwood, 2001). Struktur epididimis yaitu berbentuk koma dapat menahan batas posterolateral testis. Epididimis dibentuk oleh saluran berkelok-kelok secara tidak teratur yang disebut duktus epididimis. Duktus epididimis diperkirakan mempunyai tiga regio: kaput (kepala), korpus (badan), dan kauda (ekor). Duktusduktus epididimis dari setiap testis menyatu untuk membentuk sebuah saluran berdinding tebal dan berotot yang disebut duktus (vas) deferens (Fawcett, 2002). Duktus (vas) deferens berfungsi sebagai tempat penyimpanan spermatozoa yang penting. Hal ini disebabkan karena spermatozoa yang terkemas rapat relatif inaktif dan kebutuhan metabolit mereka juga rendah. Spermatozoa dapat disimpan dalam duktus deferens selama beberapa hari walaupun tidak mendapat pasokan nutrisi dari darah dan hanya mendapat makanan dari gula-gula sederhana yang terdapat disekresi tubulus (Sherwood, 2001).
2.5
Spermatozoa Spermatozoa merupakan hasil akhir dari proses spermatogenesis.
Spermatozoa terdiri atas kepala (berisi inti) dan ekor. Panjangnya sekitar 60 μm dan merupakan sel yang bergerak aktif (motil). Panjangnya sekitar 5 μm dan lebarnya sekitar 3 μm. Kepala terutama terdiri atas inti dengan kromatin yang menggumpal yang dua pertiga anteriornya dibungkus erat oleh akrosom (Finn, 1994).
Gambar 2.3 Spermatozoa tikus (Sumber: Inveresk Research et al., 2000) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10 Ekor spermatozoa memiliki penjang sekitar 55 μm dan ketebalannya menurun dari sekitar 1 μm dekat kepala menjadi 0,1 μm dekat ujungnya. Dengan menggunakan mikroskop yang baik maka ekor akan tampak terdiri atas leher, bagian tengah (middle piece), bagian utama (principal piece) dan bagian ujung (end piece) (Finn, 1994). Spermatozoa merupakan hal yang penting dalam pemeriksaan infertilitas pada pria. Untuk mengetahui kualitas dan kuantitas spermatozoa beserta cairan semen di sekitarnya dilakukan dengan suatu analisis semen. Dalam suatu penelitian dikatakan bahwa untuk mendiagnosis suatu infertilitas pada pria dapat ditentukan melalui pengukuran konsentrasi, motilitas, dan morfologi dari spematozoa. Batasan untuk subfertil adalah bila konsentrasi spermatozoa kecil dari 13,5x106/mL, sperma yang motil kecil dari 32%, dan kecil dari dari 9% morfologi spermatozoa yang normal. Sedangkan untuk batasan fertil adalah bila konsentrasi spermatozoa lebih dari 48,0x106/mL, sperma yang motil lebih besar 63%, dan lebih dari dari 12% morfologi spermatozoa normal (Guzick et al., 2001).
2.6
Spermatogenesis Pada Tikus Spermatogenesis adalah proses berkelanjutan dari pembelahan sel
germinal untuk menghasilkan spermatozoa yang dimulai dari masa pubertas (Patricia, 2007). Spermatogenesis terjadi di dalam semua tubulus seminiferus selama kehidupan seksual aktif sebagai akibat dari rangsangan hormon gonadotropin hipofisis anterior (Guyton, 1996; Junquueira et al., 1997). Proses spermatogenesis dibagi menjadi beberapa tahap, yaitu proliferasi mitotik, meiosis, dan spermiogenesis (Sherwood, 2001). Pada tahap awal spermatogenesis, spermatogonia primitif berkumpul di tepi membran basal epitel germinativum yang disebut sebagai spermatogonia tipe A (Guyton, 1996). Spermatogonia tersebut membelah menjadi sel yang sedikit lebih berdiferensiasi, yaitu spermatogonia tipe B. Pada tahap ini spermatogonia bermigrasi ke arah sentral di antara sel-sel sertoli.
Dalam waktu kira-kira 24 hari setiap
spermatogonium yang melewati lapisan pertahanan masuk ke dalam lapisan sel sertoli dimodifikasi secara berangsur-angsur dan membesar untuk membentuk spermatozit primer yang besar dengan 46 kromosom. Pada akhir hari ke-24, setiap spermatosit primer terbagi dua menjadi spermatosit sekunder, proses ini disebut sebagai meiosis pertama . UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
11
Dua sampai tiga hari meiosis kedua terjadi menghasilkan spermatid yang memiliki 23 kromosom tunggal (Sherwood, 2001; Guyton, 1996). Setelah fase meiosis selesai, tidak lagi terjadi pembelahan sel. Setiap spermatid mengalami modifikasi
menjadi
sebuah
spermatozoa
yang
disebut
sebagai
fase
spermiogenesis. Selama beberapa minggu berikutnya setelah meiosis, setiap spermatid secara perlahan-lahan berubah menjadi spermatozoa dengan (1) menghilangkan beberapa sitoplasmanya, (2) mengatur kembali bahan kromatin dari inti spermatid untuk membentuk satu kepala yang padat, dan (3) mengumpulkan sisa sitoplasma dan membran sel pada salah satu ujung dari sel untuk membentuk ekor. Pada tikus ada 14 tahap siklus spermatogenik yang terjadi pada tubulus seminiferus yang membutuhkan 12 hari untuk menyelesaikan satu siklus yang terdiri dari 14 tahap. Sebuah spermatogonium tikus membutuhkan empat siklus untuk pada akhirnya membetuk spermatozoa, sehingga dibutuhkan waktu 48 hari untuk menyelesaikan langkah spermatogenik secara keseluruhan (Krinke, 2000).
2.7
Antioksidan Antioksidan adalah zat yang dapat melawan pengaruh bahaya dari radikal
bebas atau reactive oxygen species (ROS) yang terbentuk sebagai hasil dari metabolisme oksidatif yaitu hasil dari reaksi-reaksi kimia dan proses metabolik yang terjadi dalam tubuh (Goldberg, 2003). Senyawa antioksidan dapat berfungsi sebagai penangkap radikal bebas, pembentuk kompleks dengan logam-logam peroksida dan berfungsi sebagai senyawa pereduksi (Rajeshwar et al., 2005). Menurut Miller et al. (2000) antioksidan dapat menangkap radikal bebas sehingga menghambat mekanisme oksidatif yang merupakan penyebab penyakit-penyakit degeneratif seperti penyakit jantung, kanker, katarak, disfungsi otak dan artritis. Gordon (1990) menjelaskan sesuai mekanisme kerjanya, antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama dari antioksidan yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan yang mempunyai fungsi utama tersebut sering disebut sebagai antioksiden primer. Senyawa ini dapat memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipida atau mengubahnya ke bentuk yang lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipida. Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat laju autooksidasi dengan berbagai
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
12
mekanisme diluar mekanisme pemutusan rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipida ke bentuk yang lebih stabil. Senyawa yang termasuk dalam kelompok antioksidan primer adalah vitamin E (tokoferol), vitamin C (asam askorbat), β-karoten, glutation dan sistein (Taher, 2003). Sedangkan kelompok antioksidan sekunder adalah etilendiamin tetraasetat (EDTA), asam sitrat dan asam tartrat (Winarno, 1992).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Tempat dan Waktu penelitian Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian 1 dan 2, Laboratorium
Farmakologi serta Animal House Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian berlangsung dari bulan Maret hingga bulan Juni 2014.
3.2
Bahan
3.2.1
Hewan Uji Hewan uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah tikus putih
(Rattus norvegicus) jantan galur Sprague Dawley berumur 7-8 minggu dengan berat badan 250-350 gram yang diperoleh dari Laboratorium Penelitian dan Pengujian Terpadu (LPPT) Universitas Gajah Mada.
3.2.2
Bahan Uji Bahan uji yang digunakan adalah ekstrak etil asetat lumut hati
Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees yang telah diteliti oleh Walidah (2014). Mastigophora diclados (Brid. ex Web.) Nees diperoleh dari dari Gunung Slamet Purwokerto dan dideterminasi di Herbarium Bogoriense Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi-Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Bogor.
3.2.3
Bahan Kimia Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pakan tikus
berupa pellet, aquadest, natrium karboksi metil selulosa (BLANOSE® 7M1F), eter, natrium klorida (NaCl) fisiologis, larutan eosin Y 1%, larutan George, dan formalin buffer 10%.
3.3
Alat Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu: pot, gelas ukur, kaca
arloji, timbangan analitik (AND GH-202), kandang hewan, tempat makan dan minum tikus, timbangan hewan (ohauss), sonde, wadah pembiusan, beaker glass, lumpang dan alu, cawan penguap, spatula, kaca objek, kaca penutup, seperangkat 13 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
14
alat bedah, Hemositometer improved neubeur (NESCO), mikro pipet (Eppendorf research plus), miskroskop motic B1 series dan miskroskop optik (motic BA310).
3.4
Rancangan penelitian Penelitian ini merupakan eksperimen murni dengan rancangan acak
lengkap (RAL) dengan beberapa kondisi perlakuan. Perlakuan dikelompokkan menjadi 4 bagian dengan masing-masing 5 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley (WHO, 2000). Empat kelompok tersebut terdiri kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan 3 dosis yang berbeda. Tabel 3.1. Pembagian kelompok hewan uji berdasarkan perlakuannya Kelompok I (Kontrol) II (Dosis Rendah) III (Dosis Sedang) IV (Dosis Tinggi)
Jumlah Tikus 5
5
5
5
Lama Perlakuan
Perlakuan
Kelompok I, diberi air suling
48 Hari
Kelompok II, diberi ekstrak suspensi ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 1 mg/kgBB Kelompok III, diberi ekstrak suspensi ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 10 mg/kgBB Kelompok IV, diberi ekstrak suspensi ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados dengan dosis 100 mg/kgBB
3.5
Kegiatan penelitian
3.5.1
Persiapan hewan uji
Bagian yang Digunakan Kauda epididimis dan testis
48 Hari
Kauda epididimis dan testis
48 Hari
Kauda epididimis dan testis
48 Hari
Kauda epididimis dan testis
Hewan coba yang di gunakan adalah tikus putih jantan galur Sprague Dawley berumur 7-8 minggu dengan berat badan 200-350 gram diaklimatisasi selama tiga minggu agar dapat menyesuaikan dengan lingkungannya. Selama proses adaptasi, dilakukan pengamatan kondisi umum dan penimbangan berat badan.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
15
3.5.2
Pemberian perlakuan Penelitian ini menggunakan 20 ekor tikus putih jantan galur Sprague
Dawley yang diberikan 4 perlakuan yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri atas 5 ekor tikus putih jantan. Ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados disuspensikan dalam pembawa natrium karboksi metil selulosa (NaCMC) 0,5% dengan dosis yang telah ditentukan, diberikan secara oral dengan menggunakan sonde. Pemberian ekstrak diberikan peroral satu hari sekali setiap pagi hari dan dilakukan selama 48 hari sesuai dengan siklus spermatogenesis (Krinke, 2000).
3.5.3
Pengukuran parameter uji Tikus jantan putih galur Sprague Dawley yang digunakan pada hari ke-49
dibius dengan eter, kemudian dibedah diambil testis dan kauda epididimis.
3.5.3.1 Pengukuran Bobot Testis (Arini, 2012) Pengukuran ini dilakukan dengan cara menimbang testis menggunakan timbangan analitik. Hasil bobot testis tikus yang diberi perlakuan dibandingkan dengan bobot testis tikus kontrol.
3.5.3.2 Pengukuran Konsentrasi Spermatozoa (Ilyas, 2007) Pengukuran konsentrasi spermatozoa dilakukan dengan cara mengambil spermatozoa pada kauda epididimis. Spermatozoa yang didapat diletakkan pada kaca arloji yang berisi cairan NaCl fisiologis 0,9% sebanyak 500 μL. Spermatozoa dimasukkan kedalam bilik hitung Neubauer (Hemasitometer) sampai bilik hitung Neubauer terisi rata. Kemudian dihitung jumlah spermatozoa pada salah satu bilik hitung Neubauer dan selanjutnya ditentukan pengenceran yang akan dilakukan dan jumlah kotak yang akan dihitung (Tabel 3.2) Tabel 3.2. Pengenceran yang dilakukan dan kotak yang dihitung No. 1. 2. 3.
Jumlah spermatozoa dalam satu kotak ˃40 15-40 ˂15
Pengenceran 50 kali 20 kali 10 kali
Kotak yang dihitung 5 10 25
Dilakukan pengenceran spermatozoa berdasarkan jumlah spermatozoa yang terhitung. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
16
Tabel 3.3. Cara pengenceran spermatozoa (Poin a dan b menunjukan opsi perlakuan hanya salah satu yang dipilih) No.
Pengenceran
1.
50 kali
2.
20 kali
3.
10 Kali
Pembuatan pengenceran a. 980 μL larutan George + 20 μL spermatozoa b. 2.450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa Larutan George + 50 μL spermatozoa a. 900 μL larutan George + 100 μL spermatozoa b. 450 μL larutan George + 50 μL spermatozoa
Perhitungan spermatozoa dengan jumlah kotak yang dihitung sesuai dengan jumlah spermatozoa dan cara pengenceran pada tabel diatas. Pengukuran spermatozoa sesuai rumus di bawah ini:
Keterangan: n adalah jumlah spermatozoa yang terhitung. Angka 10.000 merupakan volume bilik hitung Neubauer. Fp merupakan faktor pengenceran yang dilakukan sedangkan k merupakan jumlah kotak kecil yang dihitung pada saat pengamatan. Angka 25 menunjukkan total kotak kecil yang terdapat dalam bilik hitung Neubauer. vNaCl
merupakan banyaknya volume NaCl (mL)
fisiologis yang digunakan untuk membantu mengeluarkan spermatozoa dari kauda epididimis. Perhitungan konsentrasi spermatozoa (Juta/mL) dapat terlihat dari tabel 3.4 berikut : Tabel 3.4. Rumus konsentrasi spermatozoa No. 1. 2. 3.
Jumlah kotak yang dihitung 5 10 25
Rumus konsentrasi spermatozoa n x 10.000 x 50 x 5 x0,5 n x 10.000 x 20 x 5 x0,5 n x 10.000 x 10 x 5 x0,5
3.5.3.3 Pengamatan Morfologi (Inveresk Research et al., 2000) Morfologi sperma dapat diamati pada sediaan apus dengan pewarnaan eosin Y 1%. Suspensi sperma sebanyak 50 μL dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan 300 μL eosin Y 1% kemudian dikocok perlahan. Sperma diinkubasi pada suhu kamar selama sekitar 45-60 menit kemudian diresuspensikan dengan pipet tetes.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
17
Pemeriksaan morfologi sperma dilakukan dengan membedakan bentuk sperma normal dan abnormal dari 200 sperma yang diamati. Pengamatan dilakukan dibawah miskroskop dengan pembesaran 400-1000 kali.
3.5.3.4 Pengukuran Densitas Spermatogenik (Arini, 2012; Turk et al., 2008) Pembuatan preparat histologi testis tikus dilakukan di Laboratorium Histologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Untuk menentukan perubahan densitas sel spermatogenik, preparat histologi testis diamati di bawah miskroskop dengan perbesaran 100 kali (10x10). Dua puluh tubulus seminiferus diperiksa secara acak per bagian diameter dan ketebalan lapisan sel germinal (dari membran basal menuju lumen tubulus) diukur menggunakan mikrometer okuler pada mikroskop dan dihitung ukuran rata-rata tubulus seminiferus dan ketebalan lapisan germinal.
3.5.4
Analisa Data (Arini, 2012) Hasil penelitian yang diperoleh diolah dengan menggunakan program
pengolahan data statistik SPPS 20 yang meliputi uji normalitas, uji homogenitas, uji parametrik (one way ANOVA), atau uji non parametrik (Kruskal Wallis). Jika hasil dari uji ANOVA maupun Kruskal Wallis menunjukkan perbedaan yang signifikan (p ˂ 0,05) maka analisis data dilanjutkan dengan menggunakan uji Multiple
Comparisons
tipe
LSD
(Least
Significant
Difference).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Hasil Penelitian
4.1.1
Pengukuran Bobot Testis Hasil pengukuran bobot testis tikus setelah pemberian ekstrak etil asetat
Mastigophora diclados selama 48 hari dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1. Rerata bobot testis tikus No
Kelompok
1. 2. 3. 4.
Kontrol Dosis Rendah (1 mg/kgBB) Dosis Sedang (10 mg/kgBB) Dosis Tinggi (100 mg/kgBB)
Rerata Bobot Testis Tiap Kelompok (gram) ±SD 1,65±0,09 1,60±0,18 1,62±0,08 1,62±0,20
Data bobot testis yang diperoleh dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas dan uji normalitas. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data bobot testis terdistribusi normal (p ≥ 0,05) dan homogen (p ≥ 0,05). Kemudian dilakukan analisis dengan uji one way ANOVA, hasilnya menunjukkan nilai signifikan 0,937 (p ≥ 0,05) artinya perbedaan bobot testis tidak berbeda secara bermakna. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 13.
4.1.2
Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa
Data konsentrasi spermatozoa yang diperoleh dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas dan uji normalitas. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal (p ≥ 0,05) dan homogen (p ≥ 0,05). Kemudian dilakukan analisis dengan uji one way ANOVA, hasilnya menunjukkan bahwa nilai signifikan 0,000 (p ˂ 0,05). Selanjutnya dilakukan uji LSD dengan Post Hoc test yang hasilnya terdapat perbedaan bermakna (p ˂ 0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis sedang dan dosis tinggi serta juga terdapat perbedaan bermakna antara kelompok dosis rendah terhadap kelompok dosis sedang dan dosis tinggi. Analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 14. 18 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
19
Hasil perhitungan konsentrasi spermatozoa tikus setelah pemberian ekstrak etil asetat Mastigophora diclados selama 48 hari dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2. Rerata konsentrasi spermatozoa tikus Kelompok
1. 2. 3. 4.
Kontrol Dosis Rendah (1 mg/kgBB) Dosis Sedang (10 mg/kgBB) Dosis Tinggi (100 mg/kgBB)
Konsentrasi Spermatozoa (mL/juta)
No
Rerata Konsentrasi Spermatozoa Tiap Kelompok (Juta/mL) ± SD 50,00±2,46 50,50±2,84 61,50±2,82 90,75±3,40
100 90 80 70 60 50 40 30 20 10 0 0 mg/kgBB
1 mg/kgBB
10 mg/kgBB
100 mg/kgBB
Dosis Mastigophora diclados
Gambar 4.1. Grafik rerata konsentrasi spermatozoa tikus setelah diberi perlakuan selama 48 hari 4.1.3
Pengamatan Morfologi Spermatozoa Persentase morfologi tikus yang abnormal yang diperoleh dilakukan uji
persyaratan yaitu uji homogenitas dan uji normalitas. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data persentase sperma yang abnormal terdistribusi normal (p ≥ 0,05) dan homogen (p ≥ 0,05). Kemudian dilakukan analisis dengan uji one way ANOVA, hasilnya menunjukkan menunjukkan nilai signifikan 0,001 (p ˂ 0,05). Selanjutnya dilakukan uji LSD dengan Post Hoc test yang hasilnya terdapat perbedaan bermakna (p ˂ 0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok yang diberikan ekstrak, namun tidak terdapat
perbedaan
bermakna
antar
kelompok
yang
diberikan
ektrak
Mastigophora diclados dengan berbagai dosis (p ≥ 0,05). Analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 15.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
20
Hasil pengamatan morfologi spermatozoa tikus setelah pemberian ekstrak etil asetat Mastigophora diclados selama 48 hari dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.3. Rerata persentase morfologi sperma yang abnormal Kelompok
1. 2. 3. 4.
Kontrol Dosis Rendah (1 mg/kgBB) Dosis Sedang (10 mg/kgBB) Dosis Tinggi (100 mg/kgBB)
Persentase morfologi sperma yang abnormal
No
Rerata sperma abnormal tiap kelompok (%) ±SD 9,08±1,02 6,66±1.00 6,58±0,80 5,48±1,22
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 mg/kgBB
1 mg/kgBB 10 mg/kgBB 100 mg/kgBB Dosis ekstrak Mastigophora diclados
Gambar 4.2. Grafik rerata persentase sperma yang abnormal tikus setelah diberi perlakuan selama 48 hari 4.1.4
Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus Hasil pengukuran diameter tubulus seminiferus tikus setelah pemberian
ekstrak etil asetat Mastigophora diclados selama 48 hari dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.4. Rerata diameter tubulus seminiferus No
Kelompok
1. 2. 3. 4.
Kontrol Dosis Rendah (1 mg/kgBB) Dosis Sedang (10 mg/kgBB) Dosis Tinggi (100 mg/kgBB)
Rerata Diameter Tubulus Seminiferus (μm) ±SD 178,33±8,83 165,74±34,71 180,08±20.22 188,32±17,59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
21
Diameter tubulus seminiferus (μm)
195 190
185 180 175 170 165 160 155
150 0 mg/kgBB
1 mg/kgBB 10 mg/kgBB 100 mg/kgBB Dosis ekstrak Mastigophora diclados
Gambar 4.5. Grafik rerata diameter tubulus seminiferus tikus setelah diberi perlakuan selama 48 hari Data diameter tubulus seminiferus yang diperoleh dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas dan uji normalitas. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data diameter tubulus seminiferus tidak terdistribusi normal (p ˂ 0,05) dan tidak homogen (p ˂ 0,05) sehingga data diuji lebih lanjut dengan uji Kruskal Wallis. Hasilnya menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,05) karena nilai signifikansi 0,574. Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 16. 4.1.5
Pengukuran Tebal Sel Germinal Hasil pengukuran tebal sel germinal tikus setelah pemberian ekstrak etil
asetat Mastigophora diclados selama 48 hari dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.5. Rerata tebal sel germinal No 1. 2. 3. 4.
Kelompok Kontrol Dosis Rendah (1 mg/kgBB) Dosis Sedang (10 mg/kgBB) Dosis Tinggi (100 mg/kgBB)
Rerata Tebal Sel Germinal (μm) ±SD 84,55±3,65 90,30±7,07 87,99±10,07 92,69±7,99
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
22
94 Tebal sel germinal (μm)
92 90 88 86 84 82
80 0 mg/kgBB 1 mg/kgBB 10 mg/kgBB Dosis Mastigophora dicladosis
100 mg/kgBB
Gambar 4.5. Grafik rerata tebal sel germinal tikus setelah diberi perlakuan selama 48 hari Data tebal sel germinal yang diperoleh dilakukan uji persyaratan yaitu uji homogenitas dan uji normalitas. Hasil uji normalitas Shapiro-Wilk dan uji homogenitas Levene menunjukkan bahwa data tebal sel germinal terdistribusi normal (p ˂ 0,05) dan homogen (p ˂ 0,05). Kemudian dilakukan analisis dengan uji one way ANOVA, hasilnya menunjukkan bahwa nilai signifikan 0,396. Hasil menunjukkan tidak ada perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,05). Hasil analisis statistik dapat dilihat pada Lampiran 17.
4.2
Pembahasan Penelitian ini menggunakan ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora
diclados. Ekstrak ini digunakan karena Mastigophora diclados memiliki kandungan sesquiterpenoid yaitu herbertenediol dan (-)-mastigophorene D. yang mempunyai aktivitas antioksidan lebih tinggi dibandingkan dengan vitamin C (Komala et al., 2010). Pemberian vitamin C sebagai antioksidan pada mencit setelah
pemberian
tembakau
dapat
memperbaiki
spermatogenesis
dan
meningkatkan kualitas sperma (Nugraheni et al., 2003). Sperma merupakan hasil perkembangan spermatogonia. Proses ini disebut spermatogenesis. Jika proses spermatogenesis terganggu, maka hasil dari spermatogenesis juga akan terganggu. Salah satu penyebab terganggunya proses ini adalah adanya radikal bebas. Banyak senyawa, ketika dimetabolisme oleh sel-sel dapat menyebabkan meningkatnya radikal bebas, yang akan bereaksi dengan oksigen sehingga UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
23
menimbulkan reactive oxygen spesies (ROS). ROS biasanya disintesis dalam beberapa proses metabolisme penting untuk sel termasuk spermatozoa. Namun, ketika ROS diproduksi berlebihan dapat menginduksi pembentukan peroksida lipid (Turk et al., 2007). ROS dapat bereaksi dengan banyak molekul intraseluler, terutama asam lemak tak jenuh (fosfolipid, glikolipid, gliserida, dan sterol) dan protein transmembran yang mempunyai asam amino yang mudah teroksidasi. Oksidasi molekul-molekul ini menyebabkan peningkatan permeabilitas membran sel. ROS dapat menyerang ikatan tak jenuh membran lipid. Dengan demikian, kenaikan radikal bebas dalam sel dapat menginduksi peroksidasi lipid oleh kerusakan oksidatif asam lemak tak jenuh dalam membran sel (Turk et al., 2007). Hal ini yang menyebabkan spermatozoa sangat rentan terhadap kerusakan peroksidatif karena mengandung asam lemak tak jenuh. Peroksidasi lipid sperma akan menghancurkan struktur matriks lipid dalam membran spermatozoa, yang berhubungan dengan cepat hilangnya ATP intraseluler yang menyebabkan peningkatan morfologi sperma yang abnormal, serta dapat menghambat spermatogenesis pada kasus yang ekstrem (Turk et al., 2007). Pembentukan ROS dapat ditekan dengan antioksidan. Oleh karena itu, dengan memberikan senyawa yang dapat menekan ROS dapat meningkatkan kualitas dari sperma sehingga meningkatkan fertilitas pada pria (Turk et al., 2008; Khaki et al., 2009). Untuk melihat hubungan antara pengaruh aktivitas antioksidan yang terkandung dalam ekstrak dengan kemampuan meningkatkan kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik, maka dilakukan penelitian dengan menggunakan 20 ekor tikus putih jantan galur Sprague Dawley yang berusia 7-8 minggu dengan bobot 200-350 gram. Galur ini dipilih karena pada penelitian Wilkison et al. (2000) menyatakan bahwa Sprague Dawley memiliki konsentrasi spermatozoa pada epididimis lebih tinggi dibandingkan tikus lain. Hewan uji dibagi menjadi 4 kelompok, yaitu kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan ekstrak Mastigophora diclados dengan dosis 1 mg/kgBB, 10 mg/kgBB, serta 100 mg/kgBB. Kelompok kontrol diberikan suspensi NaCMC 0,05% dan kelompok yang diberikan ekstrak, diberikan ekstrak yang telah tersuspensi dalam NaCMC 0,5%. Setiap kelompok terdiri dari 5 ekor. Penentuan jumlah tikus yang digunakan dalam satu kelompok berdasarkan Research Guidelines For Evaluating The Safety And Efficacy Of Herbal UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
24
Medicines (WHO, 2000) yang menyatakan bahwa untuk hewan pengerat masingmasing kelompok perlakuan setidaknya terdiri dari 5 ekor. Hewan uji kemudian diaklimatisasi selama 3 minggu agar dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Pemberian ekstrak dilakukan secara peroral dengan menggunakan sonde kepada hewan uji setiap hari selama 48 hari, sesuai dengan tahapan spermatogenesis. Sebelum pemberian suspensi, dilakukan penimbangan tikus, hal ini dilakukan untuk mengetahui berapa banyak suspensi yang akan diberikan. Parameter diamati pada penelitian ini adalah kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik. Kedua faktor tersebut merupakan indikator untuk mengontrol fertilitas dari suatu individu (Solihati et al., 2013). Kualitas spermatozoa ditentukan berdasarkan pada konsentrasi, motilitas, dan morfologi spermatozoa (Akmal et al., 2008). Pada penelitian ini parameter kualitas sperma yang diukur adalah konsentrasi dan morfologi spermatozoa. Densitas sel spermatogenik dinilai dari diameter tubulus seminiferus dan tebal sel germinal. Pada penelitian ini indikator lain yang diukur adalah bobot testis dengan tujuan untuk melihat adanya aktivitas pertumbuhan sel dan aktivitas sekresi endokrin. Pada hari ke 49 hewan uji dikorbankan dengan cara membiusnya menggunakan eter. Kemudian dilakukan pembedahan dan diambil testis serta kauda epididimisnya sehingga pada akhirnya didapatkan data konsentrasi spermatozoa, morfologi sperma yang abnormal, diameter tubulus seminiferus, tebal sel germinal, dan bobot testis. Data yang diperoleh kemudian diolah menggunakan SPSS 20, dimana dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas. dilanjutkan dengan uji one way ANOVA dan Kruskal Wallis yang selanjutnya dilakukan uji LSD. Kualitas sperma dilihat melalui parameter konsentrasi dan morfologi. Hasil analisis data konsentrasi spermatozoa menunjukkan ada perbedaan bermakna (p ˂0,05) antara kelompok kontrol dengan kelompok dosis sedang dan dosis tinggi serta juga terdapat perbedaan bermakna antara dosis rendah terhadap dosis sedang dan dosis tinggi. Artinya dengan pemeberian ekstrak Mastigophora diclados dapat meningkatkan konsentrasi spermatozoa pada dosis sedang dan tinggi. Analisis data morfologi sperma yang abnormal menunjukkan adanya perbedaan yang bermakna (p ˂ 0,05) antara kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan ekstrak Mastigophora diclados baik dosis rendah, dosis sedang maupun UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
25
dosis tinggi. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pemberian ekstrak Mastigophora dapat menurunkan persentase sperma yang abnormal. Sejalan dengan bertambahnya dosis ekstrak yang diberikan semakin kecil persentase sperma yang abnormal. Persentase morfologi sperma yang abnormal pada kelompok kontrol sebesar 9,08%. Batasan fertil adalah bila lebih dari 12% morfologi spermatozoa yang normal (Guzick et al., 2001). Jadi, kelompok kontrol masih termasuk kedalam kategori fertil sehingga dapat dijadikan acuan, yang mana lebih dari 12% morfologi spermatozoa yang normal. Pada penilaian densitas sel spermatogenik, parameter yang dinilai adalah diameter tubulus seminiferus dan tebal sel germinal. Hasilnya menunjukkan adanya peningkatan diameter tubulus seminiferus dari kelompok kontrol ke kelompok dosis tinggi dan sedang tetapi tidak ada perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,05). Pada tebal sel germinal terdapat peningkatan antar setiap kelompok. Peningkatannya berbanding lurus dengan dosis yang diberikan namun peningkatan ini tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,05). Pada hasil analisis diameter dan tebal sel germinal ada peningkatan tetapi tidak bermakna, hal ini mungkin dikarenakan belum tercapainya dosis ekstrak Mastigophora diclados yang paling optimal untuk meningkatkan parameter ini secara bermakna. Selanjutnya, hasil analisis dari data bobot testis menunjukkan tidak ada perbedaan bermakna (p ≥ 0,5) antara bobot testis kelompok kontrol dibandingkan dengan kelompok yang diberikan ekstrak. Jadi, dengan pemberian ekstrak Mastigophora diclados selama 48 hari terdapat perbaikan dalam konsentrasi dan morfologi sperma, diameter tubulus seminiferus, serta tebal sel germinal hal ini diduga disebabkan adanya pencegahan produksi radikal bebas oleh antioksidan yang dimiliki oleh lumut hati Mastigophora diclados. Hasil ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Turk et al. (2007) bahwa dengan pemberian jus delima yang memiliki aktivitas antioksidan, dapat meningkatkan kualitas sperma dan densitas sel spermatogenik. Sedangkan pada bobot testis tidak ada perbedaan bermakna antara setiap kelompok, hal ini didukung oleh penelitian Wu et al. (1873) yang mengatakan bahwa senyawa antioksidan kemungkinan kurang berpengaruh terhadap bobot testis, tetapi lebih berpengaruh pada struktur spermatozoa.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat diambil beberapa
kesimpulan, diantaranya: 1.
Pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados berpengaruh terhadap konsentrasi spermatozoa yang dibuktikan dengan meningkatnya konsentrasi spermatozoa secara bermakna (p ˂ 0,5) pada dosis 10mg/kgBB dan 100 mg/kgBB dibandingkan kelompok kontrol.
2.
Pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados berpengaruh terhadap morfologi sperma yang dibuktikan dengan menurunnya persentase sperma yang abnormal secara bermakna (p ˂ 0,5) pada dosis 1 mg/kgBB, 10mg/kgBB dan 100 mg/kgBB dibandingkan kelompok kontrol
3.
Pemberian ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados tidak berpengaruh terhadap diameter tubulus seminiferus dan tebal sel germinal. Hal ini terlihat tidak adanya perbedaan yang bermakna (p ≥ 0,5) antara kelompok kontrol dan kelompok yang diberikan ekstrak.
4.
Dari hasil penelitian yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa ekstrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados berpotensi sebagai peningkat kualitas sperma.
5.2
Saran Adapun saran untuk penelitian yang lebih lanjut adalah sebagai berikut:
1.
Perlu dilakukan penelitian mengenai motilitas spermatozoa yang merupakan parameter untuk menetukan kualitas sperma.
2.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui senyawa yang bertanggung jawab dalam meningkatkan kualitas sperma.
26 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Agarwal A., Said, TM. (2005). Oxidative Stress, DNA Damage And Apoptosis In Male Infertility: a clinical approach. BJUI; 95: 503-7. Agarwal, A et al. (2004). Role Antioxidants In Treatment Of Male Infertility: an overview of the literature. Reproductive biomedicine online; 8(6): 616627. Agarwal, A., Lucky, H. Sekhon. (2010). The Role Of Antioxidant Therapy In The Treatment Of Male Infertility. Human Fertility; 13(4): 217–225. Agnieszka, L., Asakawa, Y. (2010). Chemosystematics of selected liverworts collected in Borneo. Tropical Bryology; 31: 33-42. Akmal, Muslim et al. (2008). Efek Paparan Dekok Biji Pinang (Areca Catechu) Terhadap Motilitas Spermatozoa Tikus (Rattus Norvegicus): Upaya Menemukan Kandidat Antifertilitas Pria. J. Ked. Hewan Vol. 2 No. 2 Arini, W. D. (2012). Uji Antifertilitas Ekstrak Etanol 70% Biji Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Pada Tikus Jantan Galur Sprague Dawley Secara In Vivo. Uin Jakarta. Skripsi. Crandall-Stotler, B., Stotler, RE., Long, DG. (2008). Morphology and classification of the Marchantiophyta. In Bryophyte Biology, Goffinet, B., Shaw AJ. (Eds). Cambridge University Press, Cambridge, 1-54. Depkes RI. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Hal : 3-5, 10-12. Fawcett, Don W. (2002). Buku Ajar Histologi. Jakarta: EGC 423-501 Finn, G. (1994). Textbook Histology. Diterjemahkan oleh Gunawijaya A. Buku Teks Histologi Jilid 2. Jakarta: Binapura Akasara. Goldberg, G. (2003). Plants: Diet and Health. I Owa State Press, Blackwell Publishing Company, 2121 State Avenue, Ames, USA. Gordon, M. H. (1990). The Mechanism of Antioksidants Action in Vitro. In: Hudson, B.J.F. (ed). Food Antioksidants. Elsevier Applied Science. London- New York. Gradstein., Culmsee. (2010). Bryophyte diversity on tree trunks in montane forests of Central Sulawesi, Indonesia. Tropical Bryology; 31: 95-105
27 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
28
Gradstein et al. (2011). Bryophytes of Mount Patuha, West Java, Indonesia Reinwardtia, A journal on Toxonomic Botany Plant sociology and ecology; 13(2): 107-123 Guyton, AC, Hall JE. (1997). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. EGC. Jakarta. Guzick, D.S et al. (2001). Sperm morphology, motility, and concentration in fertile and infertile men. N Engl J Med; 345(19). Heffner, L. J., Danny, J. S. (2008). At A Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga. Hal 24, 25, 26, 37. Ida, H., Gradstein, S.R . (2011). Liverworts and hornworts of Mt. Slamet, Cebtral Java (indonesia). Hikobia; 16: 61-66. Ilyas, S. (2007). Azoospermia dan Pemulihannya Melalui Regulasi Apoptosis Sel Spermatogenik Tikus (Rattus sp) Pada Penyuntikan Kombinasi TU & MPA. Disertasi. Inveresk Research., Huntingdon Life Sciences., Sequani., Glaxo Wellcome. (2000). Rat Sperm Morphological Assessment Guideline Document. Junquueira, L.C., Carneiro., J, Kelley R.O. Basic Histology. 8th ed. Diterjemahkan oleh Dr. Jan Tambayang. Histologi dasar. Ed 8. Jakarta: EGC, 1997. Khaki A, et al. (2009). Effects of Danae racemosa on Spermatogenesis in Rat. Journal of Medicinal Plants; 8(31). Komala, I., Ito, T., Nagashima, F. (2010). Cytotoxic,Rradical Scavenging, and Antimicrobial Activities of Sesquiterpenoids from Tahitian Liverworth Mastigophora diclados (Brid). Nees (Mastigophoracee). J .Nat. Med; 64:417-422. Krinke, G. J. (2000). The Laboratory Rat. San Diego, CA: Academic Press. Hal : 150-152. Program doktor Ilmu Biomedik. FKUI. Manika W., Tomaszewska., I, Ketut Sutama., I, Gede Putu., Thamrin, D Chaniago. (1991). Reproduksi, Tingkah Laku Dan Reproduksi Ternak Di Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Mathur, M. (2012). Herbal Aphrodisiac their Need, Biology and Status: Global and Regional Scenario. Journal of Natural Products; 5:131-146. Mathur, M., Sundaramoorthy, S. (2009). plants with aphrodisiac potential-the knowledge and the gaps. in: trivedi, P.C., (Ed), indian medicinal plants. Aavishkar publisher, Jaipur, india.pp.1-31; sood. S. K., Rana, S., UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
29
Lakhnpal, T.N., (2005): ethic aphrodisiac plant scientific, Jodhpur; pp.190. Miller, H. E., F. Rigelholf, L. Marquart, A. Prakash, M. Kanter. (2000). Antioxidant Content of Whole Grain Breakfast Cereals, Fruits and Vegetabels. Journal of The American College of Nutrition;19(3): 312S319S. Musfiroh, M., Rifki M., Noor W. (2012). Pengaruh Minyak Nigella sativa terhadap Kualitas Spermatozoa Tikus Wistar yangTerpapar Asap Rokok. J Indon Med Assoc; 62(5). Nugraheni, Titisari et al. (2003). Pengaruh Vitamin C Terhadap Perbaikan Spermatogenesis Dan Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus Musculus L.) Setelah
Pemberian
Ekstrak
Tembakau
(Nicotiana
Tabacum
L.).
Biofarmasi 18 1 (1): 13-19 Patricia E. Lange. (2007). Endocrine Physiology 2nd Edition. Available from: pf MED:CINE. Purnamasari, E. (2013). Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lumut Hati Mastigophora Diclados (Bird. Ex Web.) Nees Secara In Vivo. Uin Jakarta. Skripsi. Rajeshwar, Y., G. P. S. Kumar, M. Gupta, U. K. Mazumder. (2005). Studies on in Vitro Antioxidant Activities of Methanol Extract of Mucuna pruriens (Fabaceae) Seeds. European Bulletin of Drug Research; 13(1). Sherwood, L. (2001). Fisiologis manusia ; dari sel ke sistem ed. 2. Jakarta : EGC. Hal. 691-705. Sikka, S.C. (1996). Oxidative stress and role of antioxidants in normal and abnormal sperm function. Front Biosci; 1: 78-86 Sloalen, E. (2003). Anatomy and Phsyology An Easy Learner. Diterjemahkan oleh Veldam J. Anatomi dan Fisiologi Untuk Pemula. Jakarta: EGC. Söderström, Lars., S. Robbert Gradstein & Anders Hagborg. (2010). Monograph Checklist Of The Hornworts And Liverworts Of Java. Phytotaxa; 9: 53– 149. Solihati et al. (2013). Perkembangan Sel-Sel Spermatogenik dan Kualitas Sperm. Pascapemberian Ekstrak Pegagan (Centella asiatica). JITV Vol. 18 No 3 Th. 2013:192-201 Suckow, M.A., Steven H. W., Craig L. F. (2006). The Laboratory Rat Second Edition. USA : American College of Laboratory Animal Medicine Series. UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
30
Sutyarso., Hendri, Busman. (2003). Hubungan Keadaan Hormon Testosteron Terikat Dengan Jumlah Dan Kualitas Spermatozoa Pria Infertil Idiopatik. J. Sains Tek; 9(3): 29 – 34 Taher, A. (2003). Peran Fitoestrogen Kedelai Sebagai Antioksidan dalam Penanggulangan Aterosklerosis. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Turk et al. (2008). Effects of pomegranate juice consumption on sperm quality, spermatogenic cell density, antioxidant activity and testosterone level in male rats. Clinical Nutrition; 27: 289-296. Walidah, ChurmatuL. (2014). Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados Secara In Vivo. Uin Jakarta. Skripsi. Wilkinson, J.M., Halley, S., Towers, P.A. (2000). Comparison of male repductive parameters in three rat strains : Dark Agouti, Sprague-Dawley and Wistar. Australia: Laboratory Animals Ltd. Laboratory Animal 34, 70-75 William, O. R. (2005). Functional Anatomy and Physiology of Domestic Animals Third Edition. USA : Baltimore, Maryland. Male Reproduction chapter 13 hal 379-399. Winarni, S., Rina J., Bambang, P., Alfiah, H. (2011). Fraksi Etanol 96% Bui Koro Benguk ( Mucuna Pruriens L. ) Sebagai Peningkat Kualitas Spermatozoa Mencit (Mus Musculus). Jurnal Kesehatan Reproduksi; 1(2) : 60 – 66 Winarno, F.G. (1989). Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia. Jakarta. Windadri, F. I. (2007). Lumut (Musci) di Kawasan Cagar Alam Kakenauwe dan Suaka Margasatwa Lambusango, Pulau Buton, Sulawesi Tenggara. Jurnal Biodiversitas 8(3): 197-203. Bidang Botani, Pusat Penelitian Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Cibinong. World Health Organization. (2000). General Guidelines for Methodologies on Research and Evaluation of Traditional Medicine. Geneva: World Health Organization. World
Health
Organization.
(2012).
http://www.who.int/genomics/gender/en/index6.html diakses pada tanggal 8 November jam 21.00. Wu et al. (1973). Effect of Selenium, Vitamin E, and Antioxidants on Testicular Function in Rats. Biology Of Reproduction 8, 625-629
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
31
Lampiran 1. Surat Keterangan Kesehatan Hewan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
32
Lampiran 2. Alur Penelitian Hewan uji tikus janta galur
Sprague Dawley Aklimatisasi selama 3 minggu
Dikelompokkan secara acak (@dosis 5 ekor)
Kelompok kontrol
Ekstrak kental etil asetat lumut hati Mastigophora diclados (Bird.Ex Web.) Nees
Pemberian ekstrak pada tikus secara peroral selama 48 hari
- Dosis tinggi (100 mg/KgBB) - Dosis sedang (10 mg/KgBB) - Dosis rendah (1 mg/KgBB)
Pada hari ke 49 tikus dikorbankan dan diambil organ reproduksinya
Testis
Kauda epididimis
Pengukuran konsentrasi spermatozoa
Pengamatan morfologi spermatozoa
Ditimbang berat testis
Dibuat preparat histologi
Pengukuran diameter tubulus seminiferus
Pengukuran tebal sel germinal
Analisis data
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
33
Lampiran 3. Perhitungan Dosis Pada Uji Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados
(
)
Dosis rendah (1 mg/kgBB)
Konsentrasinya = 0,25 mg/mL Akan dibuat larutan untuk 5 ekor tikus untuk dosis rendah maka sediaan dibuat sebanyak 5 mL. sehingga ekstrak yang harus ditimbang sebanyak 1,25 mg sesuai dengan perhitungan dibawah ini. Ekstrak = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL) Ekstrak = 0,25 mg/mL x 5mL Ekstrak = 1,25 mg
Dosis sedang (10 mg/kgBB)
Konsentrasinya = 2,5 mg/mL Akan dibuat larutan untuk 5 ekor tikus untuk dosis sedang maka sediaan dibuat sebanyak 5 mL. sehingga ekstrak yang harus ditimbang sebanyak 12,5 mg sesuai dengan perhitungan dibawah ini. Ekstrak = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL) Ekstrak = 2,5 mg/mL x 5mL Ekstrak = 12,5 mg
Dosis tinggi (100 mg/kgBB)
Konsentrasinya = 25 mg/mL
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
34
(Lanjutan) Akan dibuat larutan untuk 5 ekor tikus untuk dosis tinggi maka sediaan dibuat sebanyak 5 mL. sehingga ekstrak yang harus ditimbang sebanyak 125 mg sesuai dengan perhitungan dibawah ini. Ekstrak = konsentrasi (mg/mL) x volume (mL) Ekstrak = 25 mg/mL x 5mL Ekstrak = 125 mg
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
35
Lampiran 4. Gambar Bahan dan Alat Penelitian
Gambar 1. Ektrak etil asetat lumut hati Mastigophora diclados
Gambar 2. Tikus putih jantan galur Sprague Dawley
Gambar 3. NaCMC
Gambar 4. Suspensi ekstrak lumut hati Mastigophora diclados dalam NaCMC 0,5%
Gambar 5. Eter
Gambar 6. Larutan George
Gambar 7. Larutan eosin Y 1%
Gambar 8. Sonde
Gambar 9. Seperangkat alat bedah
Gambar 10. Timbangan analitik
Gambar 11. Mikropipet
Gambar 12. Hemasitometer Improved Neubeur
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
36
(Lanjutan)
Gambar 13. Miskroskop optic (motic BA310)
Gambar 14. Miskroskop motic B1 series
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
37
Lampiran 5. Kegiatan Penelitian Uji Aktivitas Esktrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados
Gambar 1. Pembuatan suspensi
Gambar 2. Penimbangan berat badan hewan uji
Gambar 3. Pemberian suspensi secara oral
Gambar 4. Pembiusan hewan uji
Gambar 5. Pembedahan hewan uji
Gambar 6. Testis
Gambar 7. Cauda epididimis
Gambar 8. Penimbangan organ testis
Gambar 9. Spermatozoa pada kamar hemasitometer
Gambar 10. Pengamatan dibawah miskroskop
Gambar 11. Pewarnaan spermatozoa menggunakan larutan eosin y 1%
Gambar 12. Pembuatan pereparat apus sperma
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
38
Lampiran
6.
Pengamatan
Perhitungan
Konsentrasi
dan
Morfologi
Spermatozoa
Perhitungan konsentrasi spermatozoa
Sperma yang normal
Leher patah
Tanpa kepala
Ekor patah
Kepala pisang
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
39
Lampiran 7. Hasil Pengukuran Berat Badan No
Tanggal
Hewan Uji
1
2
3
4
5
6
12-03-2014
18-03-2014
24-03-2014
30-03-2014
05-04-2014
11-04-2014
Berat Badan Tikus Per Kelompok (Gram) Kontrol
Dosis
Dosis
Dosis
Rendah
Sedang
Tinggi
Tikus 1
272
279
288
293
Tikus 2
294
295
240
250
Tikus 3
293
230
256
213
Tikus 4
252
288
275
265
Tikus 5
214
213
216
236
Tikus 1
278
296
300
305
Tikus 2
295
309
240
272
Tikus 3
305
241
274
224
Tikus 4
265
291
270
274
Tikus 5
233
225
226
248
Tikus 1
281
292
299
292
Tikus 2
292
302
238
256
Tikus 3
291
242
274
208
Tikus 4
259
289
273
261
Tikus 5
228
224
223
233
Tikus 1
302
304
325
317
Tikus 2
314
307
253
285
Tikus 3
304
251
270
221
Tikus 4
264
300
283
280
Tikus 5
246
238
231
253
Tikus 1
299
304
326
319
Tikus 2
314
310
256
286
Tikus 3
300
250
268
223
Tikus 4
273
302
287
275
Tikus 5
250
240
230
254
Tikus 1
310
312
334
325
Tikus 2
312
318
258
286
Tikus 3
311
257
272
224
Tikus 4
275
316
288
279
Tikus 5
261
241
234
263
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
40
(Lanjutan) 7
8
17-04-2014
23-04-2014
Tikus 1
322
316
337
338
Tikus 2
332
326
263
295
Tikus 3
318
262
289
234
Tikus 4
287
322
297
291
Tikus 5
269
244
240
272
Tikus 1
320
315
332
341
Tikus 2
327
323
263
294
Tikus 3
314
261
284
233
Tikus 4
286
320
290
280
Tikus 5
270
347
243
271
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
41
Lampiran 8. Hasil Pengukuran Bobot Testis No
Kelompok
Hewan
Bobot Testis
Uji Kanan
Kiri
Rerata
Rerata Bobot
Bobot
Testis Tiap
Testis
Kelompok ± SD
Tiap Tikus
1
2
3
4
Kontrol
Tikus 1
1,52
1,52
1,52
Tikus 2
1,66
1,80
1,73
Tikus 3
1,64
1,59
1,62
Tikus 4
1,63
1,72
1,67
Tikus 5
1,75
1,71
1,73
Dosis Rendah
Tikus 1
1,56
1,52
1,54
(1 mg/kg BB)
Tikus 2
1,88
1,87
1,88
Tikus 3
1,45
1,49
1,47
Tikus 4
1,62
1,69
1,66
Tikus 5
1,45
1,42
1,44
Dosis sedang
Tikus 1
1,57
1,53
1,55
(10 mg/kg
Tikus 2
1,56
1,67
1,61
BB)
Tikus 3
1,59
1,66
1,62
Tikus 4
1,75
1,74
1,75
Tikus 5
1,55
1,56
1,56
Dosis sedang
Tikus 1
1,57
1,59
1,58
(100 mg/kg
Tikus 2
1,90
1,98
1,94
BB)
Tikus 3
1,66
1,59
1,62
Tikus 4
1,50
1,49
1,50
Tikus 5
1,41
1,47
1,44
1,65±0,09
1,60±0,18
1,62±0,08
1,62±0,20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
42
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Konsentrasi Spermatozoa No
Kelompok
Hewan
Jumlah
Jumlah
Rerata
Rerata
Uji
Spermatozoa
Spermatozoa
Konsentra
Konsentras
Dalam 5
(Juta/mL)
si Tiap
i Tiap
Tikus
Kelompok
(Juta/mL)
(Juta/mL)±
Kotak (Ekor) Kanan
kiri
Kanan
Kiri
SD 1
2
3
4
Kontrol
Tikus 1
41
45
51,25
56,25
53,75
Tikus 2
39
41
48,75
51,25
50,00
Tikus 3
34
41
42,50
51,25
46,87
Tikus 4
38
42
47,50
52,50
50,00
Tikus 5
38
41
47,50
51,25
49,37
Dosis
Tikus 1
42
39
52,50
48,75
50,62
Rendah
Tikus 2
36
40
45,00
50,00
47,50
(1 mg/kg
Tikus 3
38
43
47,50
53,75
50,75
BB)
Tikus 4
38
40
47,50
50,00
48,75
Tikus 5
42
46
52,50
57,50
55,00
Dosis
Tikus 1
54
51
67,50
63,75
65,62
sedang
Tikus 2
47
49
58,75
61,25
60,00
(10 mg/kg
Tikus 3
46
48
57,50
60,00
58,75
BB)
Tikus 4
48
48
60,00
60,00
60,00
Tikus 5
35
66
43,75
82,58
63,16
Dosis
Tikus 1
61
88
76,25
110,0
92,50
tinggi
Tikus 2
72
75
90,00
93,75
91,87
(100
Tikus 3
70
75
87,50
93,75
90,62
mg/kg
Tikus 4
67
69
83,75
86,25
85,00
BB)
Tikus 5
78
72
97,50
90,00
93,75
50,00±2,46
50,50±2,84
61,51±2,82
90,75±3,41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
43
Lampiran 10. Hasil Morfologi Spermatozoa No
Kelompok
Hewan
Jumlah
% Sperma
Rerata
Rerata
Uji
Sperma
Abnormal
Sperma
Sperma
Abnormal
(Dalam 6x
Abnormal
Abnormal
(Dalam 6x
Pengulangan)
Tiap
Tiap
Tikus (%)
Kelompok
Pengulangan)
1
2
3
4
(%) ±SD
Kanan
kiri
Kanan
Kiri
Tikus 1
13,30
22,80
6,65
11,40
9,03
Tikus 2
19,30
18,00
9,65
9,00
9,33
Tikus 3
20,00
22,60
10,00
11,30
10,65
Tikus 4
12,30
19,83
6,15
9,92
8,04
Tikus 5
18,00
15,50
9,00
7,75
8,38
Dosis
Tikus 1
18,16
13,66
9,80
6,83
8,32
Rendah
Tikus 2
15,00
11,80
7,50
5,90
6,70
(1 mg/kg
Tikus 3
12,50
10,80
6,25
5,40
5,83
BB)
Tikus 4
11,50
14,83
5,75
7,42
6,59
Tikus 5
15,00
9,60
7,50
4,30
5,90
Dosis
Tikus 1
17,30
11,66
8,65
5,83
7,24
sedang
Tikus 2
11,50
15,16
5,75
7,58
6,67
(10 mg/kg
Tikus 3
12,66
12,50
6,33
6,25
6,29
BB)
Tikus 4
18,16
10,16
9,80
4,90
7,35
Tikus 5
10,33
11,16
5,17
5,58
5,38
Dosis
Tikus 1
13,33
10,66
6,67
5,33
6,00
tinggi
Tikus 2
8,33
12,33
4,17
6,17
5,17
(100
Tikus 3
13,66
15,50
6,83
7,75
7,29
mg/kg
Tikus 4
7,50
8,83
3,75
4,42
4,09
BB)
Tikus 5
9,83
8,16
4,92
4,80
4,86
Kontrol
9,08±1,01
6,67±1,00
6,58±0,8
5,48±5,48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
44
Lampiran 11. Hasil Pengukuran Diameter Tubulus Seminiferus No
Kelompok
Hewan Uji
Rerata diameter
Rerata diameter tubulus
tubulus seminiferus
seminiferus tiap kelompok
tiap tikus (μm)
(μm)±SD perbesaran 100x
perbesaran 100x 1
2
3
4
Kontrol
Tikus 1
163,45
Tikus 2
180,755
Tikus 3
186,09
Tikus 4
178,13
Tikus 5
183,245
Dosis
Tikus 1
123,17
Rendah
Tikus 2
179,73
(1 mg/kg
Tikus 3
136,18
BB)
Tikus 4
183,64
Tikus 5
205,96
Dosis
Tikus 1
189,14
sedang
Tikus 2
145,39
(10 mg/kg
Tikus 3
186,56
BB)
Tikus 4
197,56
Tikus 5
181,74
Dosis
Tikus 1
202,39
tinggi
Tikus 2
200,805
(100
Tikus 3
170,555
mg/kg
Tikus 4
167,645
BB)
Tikus 5
200,19
178,33±8,83
165,74±34,71
180,08±20,22
188,32±17,59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
45
Lampiran 12. Hasil Pengukuran Tebal Sel Germinal No
Kelompok
Hewan Uji
Rerata Tebal Sel
Rerata Tebal Sel
Germinal Tiap Tikus (μm)
Germinal Tiap Kelompok
Perbesaran 100x
(μm)±SD Perbesaran 100x
1
2
3
4
Kontrol
Tikus 1
78,495
Tikus 2
84,625
Tikus 3
88,33
Tikus 4
85,745
Tikus 5
85,535
Dosis
Tikus 1
82,07
Rendah
Tikus 2
92,02
(1 mg/kg
Tikus 3
87,41
BB)
Tikus 4
88,79
Tikus 5
101,19
Dosis
Tikus 1
93,1
sedang
Tikus 2
72,76
(10 mg/kg
Tikus 3
89,34
BB)
Tikus 4
99,69
Tikus 5
85,07
Dosis
Tikus 1
100,445
sedang
Tikus 2
97,215
(100
Tikus 3
84,51
mg/kg
Tikus 4
83,6
BB)
Tikus 5
97,69
84,55±3,65
90,296±7,07
87,99±10,07
92,69±7,99
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
46
Lampiran 13. Hasil Analisa Data Bobot Testis 1. Uji normalitas dan homogenitas terhadap bobot testis. a. Uji normalitas Shapiro-Wilk Tujuan: untuk melihat distribusi data bobot testis tikus Hipotesis: Ho: Data bobot testis terdistribusi normal Ha: Data bobot testis tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
Tests of Normality kelompok
Shapiro-Wilk Statistic
df
Sig.
kontrol
.897
5
.392
dosis rendah
.898
5
.397
dosis sedang
.853
5
.205
dosis tinggi
.874
5
.283
Keputusan: Uji normalitas bobot testis seluruh kelompok terdistribusi normal (p ≥ 0,05)
b. Uji Homogenitas Levene Tujuan: untuk melihat data bobot testis tikus homogen atau tidak Hipotesis: Ho: Data bobot testis homogen Ha: Data bobot testis tidak homogen Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances Levene
df1
df2
Sig.
Statistic 1.279
3
16
.315
Keputusan:
Uji
homogenitas
bobot testis seluruh kelompok homogen (p ≥ 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
47
2. Uji analisis varian (ANOVA) satu arah terhadap bobot testis kelompok hewan uji Tujuan: untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data bobot testis Hipotesis: Ho: Data bobot testis tidak berbeda secara bermakna Ha: Data bobot testis berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
ANOVA Sum of
df
Mean
Squares Between
Sig.
Square
.009
3
.003
Within Groups
.335
16
.021
Total
.344
19
Groups
F
.137
.937
Keputusan: bobot testis tidak berbeda secara bermakna (p ≥ 0,05)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
48
Lampiran 14. Hasil Analisa Data Konsentrasi Spermatozoa 1. Uji normalitas dan homogenitas terhadap konsentrasi spermatozoa. a. Uji normalitas Shapiro-Wilk Tujuan: untuk melihat distribusi data konsentrasi spermatozoa tikus Hipotesis: Ho: Data konsentrasi spermatozoa terdistribusi normal Ha: Data konsentrasi spermatozoa tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
Tests of Normality Shapiro-Wilk kelompok
Statistic
df
Sig.
kontrol
.920
5
.532
dosis rendah
.923
5
.550
dosis sedang
.893
5
.373
dosis tinggi
.847
5
.186
Keputusan: Uji normalitas konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok terdistribusi normal (p ≥ 0,05)
b. Uji Homogenitas Levene Tujuan: untuk melihat homogenitas data konsentrasi spermatozoa tikus Hipotesis: Ho: Data konsentrasi spermaozoa homogen Ha: Data konsentrasi spermaozoa tidak homogen Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances Levene
df1
df2
Sig.
Statistic .246
3
16
.863
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
49
Keputusan: Uji homogenitas konsentrasi spermatozoa seluruh kelompok homogeny (p ≥ 0,05) sehingga bisa dilankutkan dengan uji ANOVA.
2. Uji analisis varian (ANOVA) satu arah terhadap konsentrasi spermatozoa kelompok hewan uji Tujuan: untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data konsentrasi spermatozoa Hipotesis: Ho: Data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna Ha: Data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
ANOVA Sum of
df
Mean
Squares Between Groups Within Groups Total
F
Sig.
Square
5483.678
3
134.831
16
5618.509
19
1827.893 216.910
.000
8.427
Keputusan: konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna (p ˂ 0,05), sehingga bisa dilanjutkan dengan uji LSD
3. Uji Multiple Comparisons tipe LSD (Least Significant Difference) Tujuan: untuk menentukan data konsentrasi spermatozoa kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya. Hipotesis: Ho: data konsentrasi spermatozoa tidak berbeda secara bermakna Ha: data konsentrasi spermatozoa berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
50
Multiple Comparisons LSD (I) kelompok (J) kelompok
Mean
Std. Error
Sig.
Difference
Interval
(I-J)
kontrol
Lower
Upper
Bound
Bound
dosis rendah
-.52600
1.83597
.778
-4.4181
3.3661
dosis sedang
-11.50800*
1.83597
.000
-15.4001
-7.6159
dosis tinggi
-40.75000*
1.83597
.000
-44.6421 -36.8579
.52600
1.83597
.778
-3.3661
4.4181
-10.98200*
1.83597
.000
-14.8741
-7.0899
-40.22400*
1.83597
.000
-44.1161 -36.3319
11.50800*
1.83597
.000
7.6159
15.4001
10.98200*
1.83597
.000
7.0899
14.8741
-29.24200*
1.83597
.000
kontrol
40.75000*
1.83597
.000
36.8579
44.6421
dosis rendah
40.22400*
1.83597
.000
36.3319
44.1161
dosis sedang
29.24200*
1.83597
.000
25.3499
33.1341
kontrol dosis rendah dosis sedang dosis tinggi kontrol dosis sedang dosis rendah dosis tinggi
dosis tinggi
95% Confidence
-33.1341 -25.3499
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keputusan: konsentrasi spermatozoa kelompok dosis sedang dan dosis tinggi berbeda secara bermakna dibandingkan dengan kelompok kontrol (p ˂ 0,05). Kelompok rendah berbeda secara bermakna dibanding kan dengan kelompok dosis sedang dan dosis tinggi (p ˂ 0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
51
Lampiran 15. Hasil Analisa Data Morfologi Spermatozoa 1. Uji normalitas dan homogenitas terhadap morfologi spermatozoa yang abnormal. a. Uji normalitas Shapiro-Wilk Tujuan: untuk melihat distribusi data morfologi spermatozoa yang abnormal tikus Hipotesis: Ho: Data morfologi spermatozoa yang abnormal terdistribusi normal Ha: Data morfologi spermaozoa yang abnormal tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
Tests of Normality kelompok
Shapiro-Wilk Statistic
df
Sig.
kontrol
.896
5
.390
dosis rendah
.849
5
.192
dosis sedang
.925
5
.564
dosis tinggi
.967
5
.859
Keputusan: Uji normalitas morfologi spermatozoa yang abnormal seluruh kelompok terdistribusi normal (p ≥ 0,05)
b. Uji Homogenitas Levene Tujuan: untuk melihat data morfologi spermatozoa yang abnormal tikus homogen atau tidak Hipotesis: Ho: Data morfologi spermatozoa yang abnormal homogen Ha: Data morfologi spermatozoa yang abnormal tidak homogen Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
52
Test of Homogeneity of Variances Levene
df1
df2
Sig.
Statistic .305
3
16
.821
Keputusan: Uji homogenitas morfologi spermatozoa yang abnormal seluruh kelompok homogen (p ≥ 0,05) sehingga bisa dilanjutkan dengan uji ANOVA
2. Uji analisis varian (ANOVA) satu arah terhadap morfologi spermatozoa yang abnormal kelompok hewan uji Tujuan: untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data morfologi spermatozoa yang abnormal Hipotesis: Ho: Data morfologi spermatozoa yang abnormal tidak berbeda secara bermakna Ha: Data morfologi spermatozoa yang abnormal berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
ANOVA Sum of
df
Mean
Squares Between
Sig.
Square
33.380
3
11.127
Within Groups
17.345
16
1.084
Total
50.725
19
Groups
F
10.264
.001
Keputusan: persentase morfologi spermatozoa yang abnormal berbeda secara bermakna (p ˂ 0,05), sehingga bisa dilanjutkan dengan uji LSD
3. Uji Multiple Comparisons tipe LSD (Least Significant Difference) Tujuan: untuk menentukan data morfologi spermatozoa yang abnormal kelompok mana yang memberikan nilai yang berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya. Hipotesis: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
53
Ho: data morfologi spermatozoa yang abnormal tidak berbeda secara bermakna Ha: data morfologi spermatozoa yang abnormal berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
Multiple Comparisons LSD (I)
(J)
Mean
kelompok
kelompok
Difference Error
Lower
Upper
(I-J)
Bound
Bound
kontrol
Std.
Sig.
95% Confidence Interval
dosis rendah
2.34950* .65850
.003
.9535
3.7455
dosis sedang
2.43350* .65850
.002
1.0375
3.8295
dosis tinggi
3.54700* .65850
.000
2.1510
4.9430
-2.34950*
.65850
.003
-3.7455
-.9535
.08400
.65850
.900
-1.3120
1.4800
1.19750
.65850
.088
-.1985
2.5935
-2.43350*
.65850
.002
-3.8295
-1.0375
-.08400
.65850
.900
-1.4800
1.3120
1.11350
.65850
.110
-.2825
2.5095
-3.54700*
.65850
.000
-4.9430
-2.1510
dosis tinggi dosis rendah
-1.19750
.65850
.088
-2.5935
.1985
dosis sedang
-1.11350
.65850
.110
-2.5095
.2825
kontrol dosis rendah dosis sedang dosis tinggi kontrol dosis sedang dosis rendah dosis tinggi kontrol
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. Keputusan: morfologi spermatozoa yang abnormal seluruh kelompok perlakuan berbeda secara bermakna dengan kontrol (p ˂ 0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
54
Lampiran 16. Hasil Analisa Data Diameter Tubulus Semineferus 1. Uji normalitas dan homogenitas terhadap diameter tubulus semineferus. a. Uji normalitas Shapiro-Wilk Tujuan: untuk melihat distribusi data diameter tubulus semineferus tikus Hipotesis: Ho: Data diameter tubulus semineferus terdistribusi normal Ha: Data diameter tubulus semineferus tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
Tests of Normality kelompok Shapiro-Wilk Statistic df Sig. kontrol .850 5 .196 dosis rendah .917 5 .511 dosis sedang .813 5 .102 dosis tinggi .746 5 .028 Keputusan: Uji normalitas diameter tubulus seminiferus seluruh kelompok tidak terdistribusi normal (p ≥ 0,05)
b. Uji Homogenitas Levene Tujuan: untuk melihat data diameter tubulus seminiferus tikus homogen atau tidak Hipotesis: Ho: Data diameter tubulus seminiferus homogen Ha: Data diameter tubulus seminiferus tidak homogen Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances Levene df1 df2 Sig. Statistic 4.733 3 16 .015 Keputusan: Uji homogenitas diameter tubulus seminiferus seluruh kelompok tidak homogen (p ≥ 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji Kruskal Wallis karena syarat belum terpenuhi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
55
2. Uji analisis Kruskal Wallis diameter tubulus seminiferus kelompok hewan uji Tujuan: untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data diameter tubulus seminiferus Hipotesis: Ho: Data diameter tubulus seminiferus tidak berbeda secara bermakna Ha: Data diameter tubulus seminiferus berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
Test Statistics Chi-Square 1.994 df 3 Asymp. .574 Sig. Keputusan: Tebal sel germinal tidak berbeda secara bermakna (p ˂ 0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
56
Lampiran 17. Hasil Analisa Data Tebal Sel Germinal 1. Uji normalitas dan homogenitas terhadap tebal sel germinal. a. Uji normalitas Shapiro-Wilk Tujuan: untuk melihat distribusi data tebal sel germinal tikus Hipotesis: Ho: Data tebal sel germinal terdistribusi normal Ha: Data tebal sel germinal tidak terdistribusi normal Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
Tests of Normality kelompok Shapiro-Wilk Statistic df Sig. kontrol .868 5 .260 dosis rendah .955 5 .776 dosis sedang .971 5 .881 dosis tinggi .810 5 .098 Keputusan: Uji normalitas tebal sel germinal seluruh kelompok terdistribusi normal (p≤0,05)
b. Uji Homogenitas Levene Tujuan: untuk melihat data tebal sel germinal homogen atau tidak Hipotesis: Ho: Data tebal sel germinal homogen Ha: Data tebal sel germinal tidak homogen Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances Levene df1 df2 Sig. Statistic 1.544 3 16 .242 Keputusan: Uji homogenitas data tebal sel germinal seluruh kelompok homogen (p ≥ 0,05) sehingga dilanjutkan dengan uji ANOVA.
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
57
2. Uji analisis varian (ANOVA) satu arah terhadap tebal sel germinal kelompok hewan uji Tujuan: untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data tebal sel germinal Hipotesis: Ho: Data tebal sel germinal tidak berbeda secara bermakna Ha: Data tebal sel germinal berbeda secara bermakna Pengambilan keputusan:
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05 maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ˂ 0,05 maka Ho ditolak ANOVA Sum of Squares
df
Mean Square
F
Sig.
Between 180.542 3 60.181 1.054 .396 Groups Within Groups 913.731 16 57.108 Total 1094.273 19 Keputusan: Tebal sel germinal tidak berbeda secara bermakna (p ≥ 0,05).
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta