FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN PENGGUNAAN METODE KONTRASEPSI JANGKA PANJANG (MKJP) PADA PASANGAN USIA SUBUR (PUS) DI PROVINSI BALI TAHUN 2012 (ANALISIS DATA SURVEI DEMOGRAFI KESEHATAN INDONESIA 2012) Eva Azzara1, Asri C. Adisasmita2 1
Program Studi Sarjana Kesehatan Masyarakat, Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia 2 Departemen Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Email :
[email protected]
ABSTRAK Salah satu permasalahan pembangunan yang dihadapi oleh Indonesia ialah jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat dan salah satu upaya pemerintah dalam menangani hal tersebut ialah dengan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB). Hasil SDKI 1991-2012 menunjukkan pola penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh kontrasepsi hormonal dan bersifat jangka pendek, sedangkan tren pemakaian MKJP (Metode Kontrasepsi Jangka Panjang) cenderung menurun. Meskipun demikian, Provinsi Bali senantiasa menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan tingkat penggunaan MKJP tertinggi di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan MKJP pada pasangan usia subur di Provinsi Bali tahun 2012. Penelitian ini menggunakan desain studi cross sectional dengan analisis data sekunder Survei Demografi Kesehatan Indonesia 2012. Populasi pada penelitian ini ialah semua Wanita Usia Subur (WUS) (15-49 tahun), sementara sampel penelitian ini ialah wanita kawin usia 15-49 tahun dan memiliki data lengkap. Hasil penelitian menunjukkan prevalensi pengguna MKJP ialah 27,6%. Hasil analisis bivariat menunjukkan ada hubungan antara umur, pendidikan, pengetahuan, pekerjaan, indeks kekayaan, keterpaparan informasi dari media massa, sumber pelayanan KB dengan penggunaan MKJP. Oleh karena itu, disarankan untuk melakukan promosi, edukasi, dan konseling untuk menggugah kesadaran masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi jangka panjang. Kata kunci : Bali; MKJP; PUS; SDKI 2012
ABSTRACT One of the problems faced by Indonesian development is the increased of Indonesia's population and one of the government's efforts in dealing with this is by implementing the Family Planning (FP) program. IDHS 19912012 shows the pattern of contraceptive use in Indonesia is still dominated by hormonal and short-acting contraceptive method, while the trend of the LACM (Long Acting Contraceptive Method) use tends to decrease. Even so, Province of Bali always occupies the first position as the province with the highest rate of LACM use in Indonesia. This study aims to determine what factors are associated with the use of LACM among couples of reproductive age in province of Bali in 2012. This research use cross sectional study design with secondary data analysis of 2012 Indonesian Demographic Health Survey. Population in this study is all women of reproductive age (15-49 years old), while the sample is married women aged 15-49 years old and have complete data. The results showed prevalence of LACM use is 27.6%. The result of bivariate analysis showed a significant relationship between age, educational level, FP knowledge, occupation, wealth index, exposed to FP information from mass media, source of FP with LACM use. Therefore, it is advisible to give promotion, education, and counseling to arouse public awareness to use long acting contraceptive method. Keywords : Bali; Couples of Reproductive Age; IDHS 2012; LACM
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
PENDAHULUAN Salah satu permasalahan pembangunan yang dihadapi oleh Indonesia ialah masalah kependudukan khususnya jumlah penduduk Indonesia yang semakin meningkat. Berdasarkan hasil pencacahan Sensus Penduduk (SP) 2010, jumlah penduduk Indonesia mencapai 237.641.326 jiwa (BPS, 2011). Sementara itu, Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) periode 2000-2010 mencapai 1,49 persen per tahun yang mana meningkat dibandingkan LPP periode 1990-2000 yang mencapai 1,44 persen per tahun (BPS, 2011). Pada tahun 2014, LPP diharapkan menurun menjadi 1,1 persen per tahun (BKKBN, 2011). Selain itu, berdasarkan hasil Sensus Penduduk dari tahun 1971-2000, Total Fertility Rate (TFR) di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan, yaitu 5,6 pada tahun 1971, 4,68 pada tahun 1980, 3,32 pada tahun 1990, dan 2,34 pada tahun 2000. Akan tetapi pada tahun 2010, TFR di Indonesia mengalami kenaikan menjadi 2,41 (BPS, 2011). Sementara itu, hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan bahwa TFR di Indonesia mencapai 2,6 anak per wanita yang mana artinya setiap wanita di Indonesia secara rata-rata akan melahirkan 2-3 anak selama masa reproduksinya. Salah satu strategi yang dilakukan pemerintah dalam upaya mengendalikan pertumbuhan penduduk ialah dengan melaksanakan program Keluarga Berencana (KB) bagi Pasangan Usia Subur (PUS). Tujuan utama pelaksanaan keluarga berencana adalah untuk meningkatkan derajat kesehatan dan kesejahteraan ibu dan anak, keluarga serta masyarakat pada umumnya. Dengan berhasilnya pelaksanaan keluarga berencana diharapkan angka kelahiran dapat diturunkan dan taraf kehidupan serta kesejahteraan rakyat diharapkan akan lebih meningkat. Dalam pelaksanaannya, pemerintah mengupayakan semua metode kontrasepsi tersedia di masyarakat dengan memberikan manfaat yang optimal dan efek samping yang ditimbulkan seminimal mungkin. Akan tetapi tidak semua metode kontrasepsi memberikan tingkat efektivitas yang sama tinggi dalam mencegah kehamilan. Berdasarkan jangka waktu penggunaan ada dua metode kontrasepsi yang ada di masyarakat, yakni Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) dan non-Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (non-MKJP). Metode kontrasepsi yang memiliki efektivitas yang tinggi dalam mencegah kehamilan ialah metode kontrasepsi yang bersifat jangka panjang. yang terdiri dari Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR)/Intra Uterine Device (IUD), susuk KB/implant, sterilisasi wanita, dan sterilisasi pria. Target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 antara lain tentang pencapaian Contraceptive Prevalence Rate (CPR) menjadi 65 persen termasuk peningkatan pencapaian Peserta Aktif (PA) MKJP sebesar 25,9 persen dan pencapaian Peserta
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
Baru (PB) MKJP sebesar 12,9 persen berdasarkan Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2012 (BKKBN, 2011). Hasil SDKI selama periode 1991-2012 menunjukkan pola penggunaan kontrasepsi di Indonesia masih didominasi oleh kontrasepsi hormonal dan bersifat jangka pendek, yaitu kontrasepsi jenis pil dan suntik KB. Sebaliknya, tren pemakaian MKJP cenderung menurun. Berdasarkan hasil SDKI dari tahun 1991 sampai dengan 2012, Provinsi Bali menempati posisi pertama sebagai provinsi dengan tingkat penggunaan MKJP tertinggi di Indonesia. Pada tahun 1991 tingkat penggunaan MKJP di Provinsi Bali pada Pasangan Usia Subur (PUS) mencapai 55,1 persen, tahun 1994 mencapai 48,8 persen, tahun 1997 mencapai 42,8 persen, tahun 20022003 mencapai 31,6 persen, tahun 2007 mencapai 28 persen, dan tahun 2012 mencapai 26 persen, dengan rincian 19 persen IUD, 5,6 persen sterilisasi wanita, 0,7 persen sterilisasi pria, dan 0,7 persen susuk KB. Berdasarkan uraian di atas, penulis ingin mencari tahu gambaran serta faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada Pasangan Usia Subur (PUS) di Provinsi Bali pada tahun 2012. TINJAUAN TEORITIS Lawrence Green (1980) mengatakan bahwa perilaku kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh 2 faktor pokok, yaitu faktor perilaku dan faktor di luar perilaku (non-perilaku). Faktor perilaku sendiri dipengaruhi oleh 3 faktor utama, yaitu : a. Faktor predisposisi (predisposising factor) Faktor predisposisi ialah faktor-faktor yang mempermudah terjadinya perilaku seseorang, atau faktor-faktor yang memotivasi seseorang untuk berperilaku, yang mencakup pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai, tradisi, status sosial ekonomi, usia, gender, grup etnis, ukuran keluarga, pendapatan, pendidikan, pekerjaan, area tempat tinggal, dan unsur-unsur lain yang terdapat dalam diri individu dan masyarakat. b. Faktor pendukung (enabling factor) Faktor pendukung ialah faktor-faktor yang mendukung, khususnya kondisi lingkungan, untuk terjadinya perilaku seseorang. Tidak adanya faktor-faktor pendukung yang memadai akan menghambat terjadinya perilaku atau aksi. Faktor ini mencakup lingkungan fisik, tersedianya sarana dan prasarana pelayanan kesehatan. Tiga unsur utama pada faktor pendukung ini ialah availability, accessibility, dan affordability dari sumber pelayanan kesehatan.
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
c. Faktor pendorong (reinforcing factor) Faktor pendorong ialah faktor yang memperkuat terjadinya atau terbentuknya perilaku seseroang. Faktor ini meliputi sikap dan perilaku tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan, dukungan sosial, pengaruh teman sebaya, dan sebagainya. METODE PENELITIAN Penelitian ini merupakan analisis data sekunder yang berasal dari Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 di Provinsi Bali. Penelitian ini bersifat kuantitatif dan dengan menggunakan desain studi cross sectional. Populasi pada penelitian ini ialah semua Wanita Usia Subur (WUS) usia 15-49 tahun di Provinsi Bali tahun 2012. Sampel pada penelitian ini ialah seluruh Wanita Usia Subur (WUS) usia 15-49 tahun di Provinsi Bali tahun 2012 dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi penelitian. Kriteria inklusi ialah wanita berusia 15-49 tahun dan berstatus kawin. Sementara kriteria eksklusi ialah apabila data terdokumentaasi tidak tersedia lengkap sesuai variabel-variabel penelitian. Variabel dependen pada penelitian ini ialah pengguna MKJP di Provinsi Bali tahun 2012. Variabel independen pada penelitian ini antara lain : umur, pendidikan, pengetahuan mengenai macam-macam MKJP, pekerjaan, jumlah anak hidup, daerah tempat tinggal, indeks kekayaan, keterpaparan informasi KB dari media massa, sumber pelayanan KB, dan kunjungan petugas KB. Besar sampel minimal dihitung dengan rumus besar sampel untuk uji hipotesis dua proporsi. Berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung besar sampel pada penelitian ini :
n=
!!!! ! √!"(!!!)! !!!! √!!(!!!!) ! !!(!!!!) (!!!!!)!
!
(Lemeshow et.al, 1997) Setelah dilakukan penghitungan, didapatkan hasil sampel minimal sebanyak 662 responden. Sementara jumlah sampel yang yang diikutsertakan dalam analisis univariat berjumlah 1120 responden dan 722 responden untuk analisis bivariat. Analisis bivariat menggunakan uji chi-square untuk menguji perbedaan proporsi antar data kategorik.
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
HASIL PENELITIAN Tabel
1
Distribusi
Frekuensi
Tabel 1 menunjukkan proporsi
Penggunaan Metode Kontrasepsi dan
pengguna
Faktor Predisposisi Responden di Bali
(27,6%) responden, yang terdiri dari 231
Tahun 2012
(20,6%)
Variabel (n = 1120) Metode Kontrasepi MKJP IUD Sterilisasi wanita Sterilisasi pria Susuk KB Non-MKJP Suntik KB Pil Kondom MAL Tidak KB Usia <20 20-35 >35 Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Perguruan Tinggi Pengetahuan jenis MKJP Kurang (skor <4) Baik (skor 4) Indeks Kekayaan Kuintil 1 Kuintil 2 Kuintil 3 Kuintil 4 Kuintil 5
Frekuensi (n)
Persentase (%)
MKJP
ada
pengguna
sebanyak
IUD,
62
309
(5,5%)
pengguna sterilisasi wanita, 8 (0,7%) pengguna sterilisasi pria, dan 8 (0,7%) pengguna susuk KB. Sementara pengguna
309 231 62
27,6 20,6 5,5
8
0,7
8 413 275 106 31 1 398
0,7 36,9 24,6 9,5 2,8 0,1 35,5
(0,1%) pengguna MAL. Sementara itu, ada
26 492 602
2,3 43,9 53,8
ialah responden yang berusia >35 tahun,
83
7,4
35 tahun sebanyak 492 (43,9%) responden,
408 190 308 131
36,4 17 27,5 11,7
dan yang paling sedikit ialah responden
non-MKJP ada sebanyak 413 (36,9%) responden, yang terdiri dari 275 (24,6%) pengguna suntik KB, 106 (9,5%) pengguna pil, 31 (2,8%) pengguna kondom, dan 1 398 (35,5%) yang tidak KB. Faktor Predisposisi Berdasarkan usia, proporsi terbesar yaitu sebanyak 602 (53,8%) responden, diikuti dengan responden yang berusia 20-
dengan usia <20 tahun sebanyak 26 (2,3%) responden. Berdasarkan tingkat pendidikan, paling banyak responden berpendidikan
539
48,1
SD, yaitu sebanyak 408 (36,4%), diikuti
581
51,9
dengan SMA sebanyak 308 (27,5%), SMP sebanyak 190 (17%), perguruan tinggi
106 220 242 214 338
9,5 19,6 21,6 19,1 30,2
sebanyak 131 (11,7%), dan paling sedikit ialah
tidak
sekolah
sebanyak 83 (7,4%).
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
dengan
jumlah
Berdasarkan tingkat pengetahuan mengenai jenis MKJP, proporsi responden dengan tingkat pengetahuan baik (skor 4) sebanyak 581 (51,9%) responden lebih besar daripada responden dengan tingkat pengetahuan kurang (skor <4), yaitu sebanyak 539 (48,1%). Tabel 1 Distribusi Frekuensi Faktor
Berdasarkan tempat tinggal, paling
Predisposisi Responden di Bali Tahun
banyak responden yang tinggal di daerah
2012
perkotaan dibandingkan dengan perdesaan.
Variabel (n = 1120) Tempat Tinggal Perkotaan Perdesaan Pekerjaan Petani Manual tidak terlatih Manual terlatih Jasa Penjualan Tata usaha Profesional, teknisi, manajerial Tidak bekerja Jumlah Anak Hidup 0 1 2 3 4 5 ≥6
Frekuensi (n)
Persentase (%)
Responden
yang
tinggal
di
daerah
perkotaan ada sebanyak 598 (53,4%) dan yang tinggal di daerah perdesaan ada
598 522
53,4 46,6
sebanyak 522 (46,6%).
169 24
15,1 2,1
paling banyak responden dengan indeks
272
24,3
338 (30,2%) responden, diikuti dengan
100 209 60 84
8,9 18,7 5,4 7,5
indeks kekayaan menengah (kuintil 3)
Berdasarkan
indeks
kekayaan,
kekayaan teratas (kuintil 5), yaitu sebanyak
sebanyak 242 (21,6%) responden, indeks kekayaan menengah bawah (kuintil 2) sebanyak 220 (19,6%) responden, indeks
202
18
kekayaan
menengah
atas
(kuintil
4)
sebanyak 214 (19,1%) responden, dan 104 273 415 250 53 19 6
9,3 24,4 37,1 22,3 4,7 1,7 0,5
yang paling sedikit ialah responden dengan indeks kekayaan terbawah (kuintil 1), yaitu sebanyak 106 (9,5%) responden.
Berdasarkan jenis pekerjaan, paling banyak responden yang bekerja sebagai pekerja manual terlatih, yaitu sebanyak 272 (24,3%) responden, diikuti dengan penjualan sebanyak 209 (18,7%) responden, tidak bekerja sebanyak 202 (18%) responden, petani sebanyak 169 (15,1%) responden, jasa sebanyak 100 (8,9%) responden, profesional, teknisi dan manajerial sebanyak 84 (7,5%) responden, tata usaha sebanyak 60 (5,4%) responden, dan paling sedikit ialah pekerja manual tidak terlatih yaitu sebanyak 24 (2,1%) responden.
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Faktor
dengan 273 (24,4%) responden yang
Pemungkin dan Penguat Responden di
memiliki 1 anak hidup, 250 (22,3%)
Bali Tahun 2012
responden yang memiliki 3 anak hidup,
Variabel Keterpaparan Informasi KB (n = 1120) 0 media 1 media 2 media 3 media 4 media 5 media Sumber Pelayanan KB (n = 722) Pemerintah Swasta Lainnya Kunjungan Petugas KB (n = 1120) Ya Tidak
Frekuensi Persentase (n) (%)
104 (9,3%) responden tidak memiliki anak hidup, 53 (4,7%) responden yang memiliki 4 anak hidup, 19 (1,7%) responden yang
568 257 134 82 46 33
50,7 22,9 12 7,3 4,1 2,9
memiliki 5 anak hidup, dan 6 (0,5%) responden yang memiliki ≥6 anak hidup. Faktor Pemungkin Berdasarkan informasi
162 538 22
22,4 74,5 3
KB
melalui
keterpaparan media
massa,
proporsi terbesar ialah responden yang tidak pernah mendengar informasi KB dari media massa, yaitu sebanyak 568 (50,7%) responden, diikuti dengan responden yang
70 1050
6,3 93,8
pernah mendengar informasi KB dari 1 media sebanyak 257 (22,9%), 2 media sebanyak 134 (12%), 3 media sebanyak 82
Berdasarkan jumlah anak hidup,
(7,3%), 4 media sebanyak 46 (4,1%)
persentase terbesar berada pada responden
responden, dan 5 media sebanyak 33
yang memiliki 2 anak hidup, yaitu
(2,9%) responden.
sebanyak 415 (37,1%) responden, diikuti Berdasarkan sumber pelayanan KB, paling banyak responden pengguna MKJP pergi ke sumber pelayanan kesehatan swasta untuk mendapatkan pelayanan KB, yaitu sebanyak 200 (64,7%), diikuti dengan sumber pelayanan kesehatan pemerintah sebanyak 104 (33,7%), dan yang paling sedikit ialah sumber pelayanan kesehatan lainnya, yaitu sebanyak 5 (1,6%). Faktor Penguat Berdasarkan kunjungan petugas KB, ada 1050 (93,8%) responden tidak mendapatkan kunjungan dari petugas KB, sedangkan sisanya 70 (6,3%) responden mendapatkan kunjungan dari petugas KB.
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
Tabel 2 Hasil Uji Chi-Square antara Faktor Predisposisi, Faktor Pemungkin, Dan Faktor Penguat dengan Penggunaan MKJP MKJP Variabel (n = 722) n % Umur >35 215 55,3 20-35 93 29 <20 1 8,3 Pendidikan Tinggi (Diploma 50 63,3 & Universitas) Menengah (SMP 127 40,7 & SMA) Dasar (SD) 113 39,6 Tidak Sekolah 19 41,3 Pengetahuan macam-macam MKJP Baik (skor 4) 174 50,4 Kurang (skor <4) 134 35,7 Pekerjaan Profesional, 31 73,8 Teknisi, Manajerial Tata usaha, 161 40 penjualan, dan manual terlatih Manual tidak 15 78,9 terlatih Petani 40 33,9 Tidak bekerja 62 44,3 Jumlah Anak Hidup >2 144 56,3 1-2 164 35,5 0 1 25 Indeks Kekayaan Tinggi 164 48,7 (kuintil 4 & 5) Menengah 65 39,4 (kuintil 3) Rendah 80 36,4 (kuintil 1 & 2) *secara statistik bermakna
Non-MKJP n %
PR (95% CI)
Nilai p
174 228 11
44,7 71 91,7
6,63 (1,01 – 43,41) 3,48 (0,53 – 22,89) 1,00
0,004* 0,190 reff
29
36,7
1,53 (1,04 – 2,25)
0,028*
185
59,3
0,99 (0,68 – 1,43)
1,000
172 27
60,4 58,7
0,96 (0,67 – 1,4) 1,00
0,960 reff
172 241
49,6 64,3
1,41 (1,19 – 1,68) <0,001* 1,00 reff
11
26,2
1,67 (1,29 – 2,16)
0,001*
242
60
0,9 (0,72 – 1,13)
0,425
4
21,1
1,78 (1,32 – 2,4)
0,01*
78 78
66,1 55,7
0,77 (0,56 – 1,05) 1,00
0,116 reff
112 298 3
43,8 64,5 75
2,25 (0,41 – 12,34) 1,42 (0,26 – 7,79) 1,00
0,325 1,000 reff
173
51,3
1,34 (1,09 – 1,65)
0,006*
100
60,6
1,08 (0,84 – 1,40)
0,616
140
63,6
1,00
reff
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
Tabel 2 Hasil Uji Chi-Square antara Faktor Predisposisi, Faktor Pemungkin, Dan Faktor Penguat dengan Penggunaan MKJP MKJP Variabel (n = 722) n % Tempat Tinggal Perkotaan 163 45,7 Perdesaan 146 40 Keterpaparan informasi KB 5 media 8 61,5 4 media 17 58,6 3 media 23 46 2 media 41 47,7 1 media 67 39,9 0 media 153 40,7 Sumber Pelayanan KB Pemerintah 104 64,2 Swasta 200 37,2 Lainnya 5 22,7 Kunjungan Petugas KB Ya 21 40,4 Tidak 288 43 * secara statistik bermakna
Non-MKJP N %
PR (95% CI)
Nilai p
194 219
54,3 60
1,14 (0,96 – 1,35) 1,00
0,144 reff
5 12 27 45 101 223
38,5 41,4 54 52,3 60,1 59,3
1,51 (0,97 – 2,36) 1,44 (1,04 – 2,00) 1,13 (0,82 – 1,56) 1,17 (0,91 – 1,51) 0,98 (0,79 – 1,22) 1,00
0,225 0,091 0.573 0,288 0.935 reff
58 338 17
35,8 62,8 77,3
2,83 (1,3 – 6,16) <0,001* 1,64 (0,75 – 3,56) 0,249 1,00 reff
31 382
59,6 57
0,9 (0,67 – 1,32) 1,00
0,826 reff
Hasil uji chi-square pada Tabel 2 menunjukkan responden yang berusia >35 tahun berpeluang untuk menggunakan MKJP 6,63 kali lebih besar daripada responden yang berusia <20 tahun dan ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,004. Sementara itu, responden yang berusia 20-35 tahun berpeluang untuk menggunakan MKJP 3,48 kali daripada responden yang berusia <20 tahun dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,190. Menurut tingkat pendidikan, responden yang berpendidikan tinggi (diploma dan universitas) berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,53 kali lebih besar daripada responden yang tidak sekolah dan ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,028. Responden yang berpendidikan menengah (SMP dan SMA) berpeluang untuk menggunakan MKJP 0,99 kali lebih besar daripada responden yang tidak sekolah dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 1,000. Sementara itu, responden yang berpendidikan dasar (SD) berpeluang untuk menggunakan MKJP 0,96 kali lebih besar daripada responden yang tidak sekolah dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,960.
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
Menurut tingkat pengetahuan responden mengenai macam-macam MKJP, responden dengan tingkat pengetahuan baik (skor 4) berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,41 kali lebih besar daripada responden dengan tingkat pengetahuan kurang (skor <4) dan ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = <0.001. Menurut jenis pekerjaan, responden yang bekerja sebagai profesional, teknisi, dan manajer berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,67 kali lebih besar daripada responden yang tidak bekerja dan ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,001. Responden yang bekerja sebagai tata usaha, penjualan, dan manual terlatih berpeluang untuk menggunakan MKJP 0,9 kali lebih besar daripada responden yang tidak bekerja dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,452. Responden yang bekerja sebagai pekerja manual tidak terlatih berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,78 kali lebih besar daripada responden yang tidak bekerja dan ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,01. Sementara itu, responden yang bekerja sebagai petani berpelugan untuk menggunakan MKJP 0,77 lebih besar daripada responden yang tidak bekerja dengan dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,116. Menurut jumlah anak hidup yang dimiliki oleh responden, responden yang memiliki 1-2 anak berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,42 kali lebih besar daripada responden yang tidak memiliki anak dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 1,000. Sementara responden yang memiliki anak >2 berpeluang untuk menggunakan MKJP 2,25 kali lebih besar daripada responden yang tidak memiliki anak dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,325. Menurut wilayah tempat tinggal, responden yang tinggal di daerah perkotaan berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,14 kali lebih besar daripada responden yang tinggal di daerah perdesaan dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,144. Menurut indeks kekayaan, responden yang memiliki indeks kekayaan tinggi (kuintil 4 & 5) berpeluang untuk menggunkaan MKJP 1,34 kali lebih besar daripada responden yang memiliki indeks kekayaan rendah dan ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,006. Sementara itu, responden yang memiliki indeks kekayaan menengah (kuintil 3) berpeluang untuk menggunkaan MKJP 1,08 kali lebih besar daripada responden yang memiliki indeks kekayaan rendah (kuintil 1 & 2) dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,616. Menurut keterpaparan informasi KB melalui media massa, responden yang pernah mendengar informasi KB dari 1 media berpeluang untuk menggunakan MKJP 0,98 kali lebih besar daripada responden yang tidak pernah mendengar informasi KB dari media massa dan
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,934. Responden yang pernah mendengar informasi KB dari 2 media berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,17 kali lebih besar daripada responden yang tidak pernah mendengar informasi KB dari media massa dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,288. Responden yang pernah mendengar informasi KB dari 3 media berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,13 kali lebih besar daripada responden yang tidak pernah mendengar informasi KB dari media massa dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,573. Responden yang pernah mendengar informasi KB dari 4 media berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,44 kali lebih besar daripada responden yang tidak pernah mendengar informasi KB dari media massa dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,091. Sementara responden yang pernah mendengar informasi KB dari 5 media berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,51 kali lebih besar daripada responden yang tidak pernah mendengar informasi KB dari media massa dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,225. Menurut tempat pelayanan KB, responden yang mendapatkan pelayanan KB di tempat pelayanan pemerintah berpeluang untuk menggunakan MKJP 2,83 kali lebih besar daripada responden yang mendapatkan pelayanan KB di tempat pelayanan kesehatan lainnya dan ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = <0,001. Sementara itu, responden yang mendapatkan pelayanan KB di tempat pelayanan swasta berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,64 kali lebih besar daripada responden yang mendapatkan pelayanan KB di tempat pelayanan kesehatan lainnya tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,249. Sementara itu, menurut pernah tidaknya responden mendapatkan kunjungan KB dalam 6 bulan terakhir sebelum dilakukan survey, responden yang mendapatkan kunjungan petugas KB berpeluang untuk menggunakan MKJP 0,9 kali lebih besar daripada responden yang tidak mendapatkan kunjungan petugas KB dan tidak ada hubungan bermakna secara statistik dengan nilai p = 0,826. PEMBAHASAN Tabel 2 menunjukkan hasil analisis bivariat antara faktor predisposisi, faktor pemungkin, dan faktor penguat dengan penggunaan MKJP. Hasil uji statistik antara pengguna MKJP dengan pengguna non-MKJP menunjukkan adanya hubungan signifikan antara wanita berusia >35 tahun dengan penggunaan MKJP. Responden yang berusia >35 tahun berpeluang untuk menggunakan MKJP 6,63 kali lebih besar daripada responden yang berusia <20 tahun.
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Violet (2013) yang juga menemukan adanya hubungan yang siginifikan antara wanita berusia >35 tahun dan 25-34 tahun dengan penggunaan MKJP. Data pada Tabel 2 juga menunjukkan pengguna MKJP didominasi oleh wanita berusia >35 tahun dan memiliki >2 anak. Hal tersebut menunjukkan bahwa MKJP lebih banyak digunakan oleh wanita berusia tua dan telah memiliki anak cukup. Secara teoritis, faktor umur berkaitan erat dengan aspek reproduksi manusia, seperti pada usia berapa yang merupakan usia ideal untuk mulai hamil dan pada usia berapa sebaiknya tidak hamil lagi. Untuk mencegah terjadinya kehamilan, baik itu untuk tujuan menjarangkan kehamilan atau membatasi kehamilan, perlu menggunakan alat kontrasepsi. Semakin tinggi tingkat keefektivan metode kontrasepsi maka semakin baik pula metode kontrasepsi tersebut dalam memberikan perlindungan dari kehamilan. Menurut tingkat pendidikan, hasil uji stastitik menunjukkan ada hubungan signifikan antara tingkat pendidikan tinggi (universitas dan diploma) dengan penggunaan MKJP. Responden yang berpendidikan tinggi (universitas dan diploma) berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,53 kali lebih besar daripada responden yang tidak sekolah. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Violet (2013) yang juga menemukan adanya hubungan yang siginifikan antara tingkat pendidikan wanita dengan penggunaan MKJP. Wanita dengan pendidikan tinggi lebih cenderung untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang karena wanita yang berpendidikan lebih cenderung untuk menyadari akan kerugian dari kehamilan yang tidak direncanakan sehingga memilih untuk menggunakan metode kontrasepsi jangka panjang yang memiliki tingkat keefektivan yang tinggi dalam mencegah kehamilan (Violet, 2013). Menurut tingkat pengetahuan mengenai macam-macam MKJP, hasil uji stastitik menunjukkan ada hubungan signifikan antara tingkat pengetahuan baik (skor 4) dengan penggunaan MKJP. Peluang responden dengan tingkat pengetahuan baik (skor 4) berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,41 kali lebih besar daripada responden dengan tingkat pengetahuan kurang (skor <4). Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Asih et al. (2009) yang juga menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan KB baik dengan penggunaan MKJP. Asih et al. (2009) menyimpulkan temuan tersebut mengindikasikan pentingnya KIE (Konseling, Infromasi, dan Edukasi) kepada pasangan usia subur untuk meningkatkan pengetahuan pasangan mengenai KB guna meningkatkan keikutsertaan pengguna metode kontrasepsi jangka panjang. Menurut jenis pekerjaan, hasil uji stastitik menunjukkan ada hubungan signifikan antara jenis pekerjaan profesional/teknisi/manajerial dan manual tidak terlatih dengan
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
penggunaan MKJP. Peluang responden yang bekerja sebagai profesional/teknisi/manajerial berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,67 kali lebih besar daripada responden yang tidak bekerja dan peluang responden yang bekerja sebagai pekerja manual tidak terlatih berpeluang untuk menggunakan MKJP 1,78 kali lebih besar daripada responden yang tidak bekerja. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Asih et al. (2009) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara wanita yang bekerja dengan penggunaan MKJP, namun tidak sejalan dengan penelitian Violet (2013) menunjukkan adanya hubungan yang siginifikan antara wanita dengan kategori pekerjaan petani dan terlatih (tata usaha, penjualan, dan pekerja terlatih) dengan penggunaan MKJP. Asih et al. (2009) menjelaskan wanita yang bekerja memiliki keinginan untuk menambah anak lebih rendah dan memiliki peluang yang lebih tinggi untuk menggunakan MKJP dibandingkan wanita yang tidak bekerja guna mengatur kehamilan karena wanita yang bekerja memiliki keterbatasan waktu dan tenaga yang harus dibagi antara rumah tangga dan pekerjaan sehingga wanita yang bekerja lebih mungkin untuk menginginkan jumlah anak yang sedikit dari pada wanita yang tidak bekerja. Menurut jumlah anak hidup, hasil uji stastitik menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara jumlah anak responden dengan penggunaan MKJP. Hasil tersebut tidak sejalan dengan penelitian Asih et al. (2009) yang menunjukkan adanya hubungan yang signifikan antara jumlah anak hidup dengan penggunaan MKJP dengan peluang wanita yang memiliki >2 anak untuk menggunakan MKJP 2,006 kali lebih besar daripada wanita yang memiliki ≤2 anak. Meskipun tidak ada hubungan bermakna secara statistik, wanita yang memiliki anak, memiliki peluang untuk menggunakan MKJP lebih besar dibandingkan dengan wanita yang tidak memiliki anak. Hal tersebut mungkin terjadi karena adanya kesadaran dalam diri wanita bahwa jumlah anak yang dimiliki ada kaitannya dengan faktor ekonomi, dalam pengertian biaya yang dikeluarkan untuk membiayai kehidupan anak akan meningkat seiiring dengan semakin banyaknya jumlah anak yang dimiliki. Menurut indeks kekayaan, hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan signifikan antara indeks kekayaan tinggi (kuintil 4 & 5) dengan penggunaan MKJP. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Violet di Malawi (2013) yang juga menunjukkan adanya hubungan yang siginifikan antara indeks kekayaan dengan penggunaan MKJP. Ugaz (2014) berpendapat wanita kaya lebih cenderung menggunakan MKJP karena secara finansial mereka lebih mampu membayar biaya pelayanan MKJP. Menurut tempat tinggal, hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan signifkan antara tempat tinggal dengan penggunaan MKJP. Hasil tersebut sejalan dengan penelitian Afda’tiyah (2014) yang juga menemukan tidak adanya hubungan antara tempat tinggal
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
dengan penggunaan MKJP. Tidak adanya hubungan yang siginifikan antara tempat tinggal dengan penggunaan MKJP mungkin disebabkan wanita di perdesaan mendapatkan akses yang mudah terhadap informasi KB dan memberikan sikap yang positif terhadap MKJP sebagai metode kontrasepsi dengan tingkat keefektivan tinggi guna mengatur jumlah anak (Rochman, 1996). Menurut keterpaparan informasi KB, hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara keterpaparan informasi KB melalui media massa dengan penggunaan MKJP. Tidak adanya hubungan yang siginifikan antara tingkat keterpaparan informasi KB melalui media massa dengan penggunaan MKJP mungkin disebabkan konten dari pesan keluarga berencana di media massa yang lebih fokus terhadap ajakan untuk membentuk keluarga kecil dengan memiliki anak sedikit, yaitu maksimal dua dalam satu keluarga sehingga secara implisit mengajak masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepi untuk membatasi jumlah anak tanpa ada informasi lebih lanjut mengenai jenis-jenis metode kontrasepsi yang tersedia, khususnya metode kontrasepsi jangka panjang. Menurut sumber pelayanan KB, hasil uji statistik menunjukkan ada hubungan signifikan antara tempat pelayanan pemerintah dengan penggunaan MKJP. Peluang responden yang mendapatkan pelayanan KB di tempat pelayanan pemerintah berpeluang untuk menggunakan MKJP 2,83 kali lebih besar daripada responden yang mendapatkan pelayanan KB di tempat pelayanan kesehatan lainnya. Adanya hubungan yang signifikan antara sumber pelayanan KB pemerintah dengan penggunaan MKJP bisa jadi karena BKKBN menyediakan alat kontrasepsi gratis di instansi pemerintah, seperti RS pemerintah dan Puskesmas, bagi Keluarga Pra Sejahtera (KPS), Keluarga Sejahtera-I (KS-I), dan peserta Jampersal (Jaminan Persalinan) sehingga hal tersebut dimanfaatkan oleh mereka untuk mendapatkan pelayanan kontrasepsi MKJP. Selain itu, mungkin juga ada kaitannya dengan biaya pelayanan KB di instansi pemerintah yang relatif lebih murah dibandingkan swasta. Berdasarkan ada tidaknya kunjungan petugas KB, hasil uji statistik menunjukkan tidak ada hubungan signifikan antara kunjungan petugas KB dengan penggunaan MKJP. Hasil ini sejalan dengan penelitian Afda’tiyah (2014) yang menunjukkan tidak adanya hubungan antara kunjungan petugas KB dengan penggunaan MKJP. Tidak adanya hubungan antara kunjungan petugas KB dengan penggunaan MKJP mengindikasikan baik responden yang mendapat kunjungan maupun tidak mendapat kunjungan dari petugas KB sama-sama berpeluang untuk menggunakan MKJP. Selain itu, petugas KB bukanlah satu-satunya sumber penerangan atau KIE (Komunikasi, Informasi, dan Edukasi) sehingga tidak menutup kemungkinan bahwa
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
responden mendapatkan informasi KB dari pihak lain, seperti petugas kesehatan (dokter, bidan, atau perawat), guru, tokoh agama, pemimpin desa, ibu-ibu PKK, atau apoteker
KESIMPULAN Prevalensi pengguna MKJP di Provinsi Bali tahun 2012 ialah 27,6%. Faktor predisposisi yang berhubungan signifikan secara statistik dengan penggunaan MKJP dalam penelitian ini antara lain umur (>35 tahun), pendidikan tinggi (diploma dan universtias), pengetahuan
mengenai
macam-macam
MKJP
baik
(skor
4),
pekerjaan
(profesional/teknisi/manajerial dan manual tidak terlatih), dan indeks kekayaan tinggi (kuintil 4 dan 5). Faktor pemungkin yang berhubungan signifikan secara statistik dengan penggunaan MKJP dalam penelitian ini yaitu sumber pelayanan KB (pemerintah). Sementara itu, faktor penguat, kunjungan petugas KB, tidak berhubungan signifikan secara statistik dengan penggunaan MKJP. SARAN Perlu adanya peningkatan promosi, edukasi, ataupun konseling oleh tenaga kesehatan untuk menggugah kesadaran masyarakat untuk menggunakan alat kontrasepsi sesuai dengan tujuan penggunaan, yaitu untuk menunda, menjarangkan, atau membatasi kehamilan sesuai dengan kondisi kesehatan, terutama kepada wanita yang berisiko, seperti wanita yang terlalu muda untuk hamil (wanita berusia <20 tahun), terlalu tua untuk hamil (wanita berusia >35 tahun), terlalu dekat jarak kelahiran, dan terlalu banyak anak. DAFTAR PUSTAKA Afda’tiyah, Robbiatul. (2014). Determinan Penggunaan Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP) pada Akseptor KB di Provinsi Jawa Tengah dan Sulawesi Selatan (Analisis Data SDKI 2012). Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Depok. Asih, Leli dan Hadriah Oesman. (2009). Faktor yang Mempengaruhi Pemakaian Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP), Analisis Lanjut SDKI 2007. Puslitbang KB dan Kesehatan Reproduksi, Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional.
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014
Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional. (2011). Pedoman Pelaksanaan Pelayanan KB Metode Kontrasepsi Jangka Panjang (MKJP). Jakarta : BKKBN. Badan Pusat Statistik, Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional, Kementerian Kesehatan, dan ICF International. (2013). Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia 2012. Jakarta : BPS, BKKBN, Kemenkes, dan ICF International Badan Pusat Statistik. (2011). Fertilitas Penduduk Indonesia, Hasil Sensus Penduduk Indonesia 2010. Jakarta : BPS. Badan Pusat Statistik. (2011). Pertumbuhan dan Persebaran penduduk Indonesia, Hasil Sensus Penduduk 2010. Jakarta : BPS. Green, Lawrence W. dan Marshall, W. (2005). Kreuter. Health Program Planning, an Educational and Ecological Approach, Fourth Edition. McGraw Hill Lemeshow, Stanley et al. (1990). Adequacy of Sample Size in Health Studies. Inggris : John Wiley & Sons Ltd. Rochman, Nur. (1996). Beberapa Faktor yang Berhubungan dengan Pemakaian MKJP di Propinsi Kalimantan Selatan Tahun 1994. Skripsi. FKM UI. Ugaz, Jorge I. dan James N. Gribble. (2014). Understanding the Association between Wealth, Long-Acting
Contraceptive,
and
the
for-Profit
Sector.
http://paa2014.princeton.edu/papers/141981 13 Mei 2014 Violet, Nyambo. (2013). Factors Influences Long Acting Reversible Contraceptive Use in Malawi. Thesis. University of the Witwatersrand, Johannesburg. Faculty of Humanities, School of Social Sciences.
Faktor-faktor yang…, Eva Azzara, FKM UI, 2014