Pengetahuan, Sikap, Terhadap Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Melayani Kontrasepsi Implan Pada Bidan Desa Di Puskesmas Kabupaten Purworejo 2013 1. Rr.Ratnajuwita
2. Fatma Lestari
Sarjana Kesehatan Masyarakat Abstrak Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) merupakan satu aspek penting yang harus diperhatikan dalam dunia kerja. Seperti sudah diatur dalam PP NO 50 TH 2012, mengenai Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Lapangan pekerjaan yang semakin meningkat jumlahnya baik formal maupun informal menuntut K3 ini harus lebih ditingkatkan oleh semua pihak baik pelaku teknis maupun manejerial, mengingat dalam bekerja itu sendiri berbagai potensi bahaya dan resiko di tempat kerja bisa mengancam diri pekerja yang berakibat cedera ataupun gangguan kesehatan (Kurniawidjaja, 2011). Tenaga kesehatan termasuk salah satunya yang harus memperhatikan aspek ini, apa lagi dia bergelut dengan banyak orang baik sehat maupun sakit. Untuk itu penting bagi Tenaga kesehatan memperhatikan dan melaksanakan peraturan yang sudah dibakukan dalam setiap memberikan Pelayanan medis. Standard Operating of Procedur (SOP) dalam melaksanakan tindakan medis, termasuk Pemasangan dan pencabutan implan sampai detik ini dipakai untuk meminimalir terjadinya sesuatu yang tidak diinginkan termasuk infeksi ataupun transmisi dari penyakit menular seperti Hepatitis B. Penelitian ini digunakan untuk melihat sejauh mana Pengetahuan, sikap dan perilaku bidan desa di Kabupaten Purworejo dalam mencegah transmisi Hepatitis B saat melaksanakan salah satu tugasnya yaitu memberikan pelayanan Implan. Desain dalam penelitian ini adalah cross sectional, dengan sampel bidan desa yang bertugas di Kabupaten Purworejo, berjumlah 80 orang, menggunakan kuesioner dan ceklis, Bidan desa yang berperilaku baik sebanyak 5,3%, ada hubungan antara Pengetahuan dengan perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B dengan nilai p=0,028 Kata Kunci : Bidan, Pencegahan infeksi, Hepatitis B Abstract Occupational Health and Safety (K3) is an important aspect that must be considered in the working world. Like it is set in a PP NO 50 TH 2012, on the Application Management System Occupational Health and Safety. Employment increasing number of both formal and informal claim this K3 should be enhanced by all parties, both technically and manejerial actors, given the work's own range of potential hazards and risks in the workplace that could threaten the employee's personal illness or injury resulting (Kurniawidjaja 2011). Health personnel including the one that should pay attention to this aspect, what else he wrestled with a lot of people either healthy or sick. It is important for health workers and implement standardized rules in every providing medical services. The Standard Operating of Procedure (SOP) in carrying out medical procedures, including the installation and retraction until the second implant is used to meminimalir occurrence of undesirable things including infection or transmission of infectious diseases such as Hepatitis B. This research is used to see the extent to which knowledge, attitudes and behavior in Purworejo midwife in preventing the transmission of Hepatitis B while executing one of his duties is to provide services Implants.
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
Design in this study is cross-sectional, with a sample of midwives who served in Purworejo, totaling 80 people, using questionnaires and checklists, the village midwife who behaved much as 5.3%, there is a relationship between knowledge of the behavior of the prevention of transmission of Hepatitis B value p = 0.028 Keywords
:
Midwives,
prevention
of
infection,
Hepatitis
B
Pendahuluan Latar belakang Tenaga kesehatan merupakan salah satu profesi yang akrab dan bergelut dengan banyak orang, termasuk kontak fisik dengan klien yang menderita suatu penyakit. Hepatitis B merupakan salah satu penyakit menular yang beresiko dialami para tenaga kesehatan dimana penyakit ini sangat berpotensi ditularkan pasien kepada profesi kesehatan, salah satunya yaitu Bidan. Oleh karena itu pengetahuan, sikap dan perilaku yang baik dari petugas kesehatan sangat mempengaruhi proses pencegahan transmisi penyakit hepatitis B tersebut, apalagi disini tenaga kesehatan, khususnya bidan bukan hanya berisiko tertular tapi juga berpotensi menularkan dari satu penderita ke penderita lain yang mendapatkan pelayanannya. Catatan Internasional menyebutkan bahwa 40% tenaga kesehatan yang terinfeksi Hepatitis B berasal dari eksposure (Mehta, 2002). Hepatitis B itu sendiri tidak langsung mengakibatkan kematian, akan tetapi komplikasi yang ditimbulkan justru membahayakan penderita. Diperkirakan 15 % orang dengan infeksi Hepatitis B virus (HBV) kronis akan meninggal lebih awal dengan cirrhosis atau carcinoma hepatocelluler, sementara itu dimungkinkan 80 % HBV mengakibatkan carcinoma hepatocelluler di dunia yang merupakan urutan kedua penyebab kanker di dunia setelah kanker yang diakibatkan tembakau ( Kandun, 2006). Penelitian yang dilakukan oleh Paul et al (2007) menemukan sebanyak 50% petugas kesehatan meninggal sebelum pensiun diakibatkan infeksi Hepatitis. Saat ini kurang lebih 2 milliar penduduk dunia menderita Hepatitis B (Depkes RI, 2009). Sumber lain menyebutkan secara global bahwa prevalensi Hepatitis B 20-50% mengenai usia produktif. Organisasi kesehatan dunia WHO (2004) mencatat jumlah tenaga kesehatan yang terinfeksi Hepatitis B sebanyak 66.000 kasus, sementara untuk Hepatitis C 16.000 kasus, dan untuk HIV sebanyak 1000 kasus. Di Amerika Serikat tercatat sebanyak 5000 petugas kesehatan terinfeksi Hepatitis B, dan 600000-1000000 dilaporkan terkena luka tusuk jarum, diperkirakan 60% tidak terlaporkan (Depkes RI, 2009). Masih dari sumber yang sama, di Indonesia pernah dilakukan pemeriksaan biomedis dan
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
ternyata menunjukkan prevalensi HBsAg sebesar 9,7% pada pria dan 9,3% pada wanita, dengan angka tertinggi pada kelompok usia 45-49 tahun sebesar 11,9%, dimana sampel darah diambil dari 30.000 rumah tangga di 294 Kabupaten Kota di seluruh Indonesia. Meskipun di Indonesia belum terlaporkan secara pasti jumlah tenaga kesehatan yang terinfeksi Hepatitis B sehubungan dengan pekerjaannya akan tetapi hal ini perlu mendapat perhatian khusus, mengingat mereka termasuk dalam kelompok berisiko tinggi tertular hepatitis B. Di Jawa Tengah kasus Hepatitis meningkat dari tahun 2010 sebanyak 117 kasus, sedangkan pada tahun 2011 ditemukan kasus sebanyak 170, untuk Kabupaten Purworejo pada tahun 2011 ditemukan kasus Hepatitis B sebanyak 17 Kasus dimana masuk dalam 10 besar kabupaten dengan penderita Hepatitis terbanyak. (Dinkes Jawa tengah, 2011). Ada beberapa cara penularan dari virus Hepatitis B tersebut, yaitu: Penularan perkutan yang meliputi: darah maupun produknya, penyalahgunaan obat intravena, jarum suntik atau alatalat yang terkontaminasi, hemodialisis, perawatan gigi, tatto, pelubangan telinga dan akupuntur, pemindahan cairan tubuh, oral, kontak yang erat, dan pada saat masa kehamilan dari ibu kepada bayinya melalui placenta. Sedangkan kelompok berisiko tinggi tertular yaitu bayi yang lahir dari ibu pengidap, tenaga medis (dokter, bidan, perawat, dan petugas lain), anggota keluarga pengidap, Pekerja Seks Komersial (PSK), pengguna narkoba suntik, pasien dengan tranfusi darah, dan tusuk jarum. Pencegahan semakin menularnya Hepatitis B terus dilakukan oleh pemerintah diantaranya adalah pemberian imunisasi Hepatitis B pada bayi. Sedangkan perlindungan ataupun pencegahan untuk tenaga kesehatan belum pernah dilakukan. Banyak sekali tugas bidan yang berhubungan secara fisik dengan klien, diantaranya adalah ketika dia memberikan pelayanan KB Implan, baik pemasangan maupun proses pencabutan, sementara itu alat kontrasepsi Implan sangat digemari Pasangan Usia Subur (PUS) di Purworejo, saat ini tercatat 16,78% pengguna alat kontrasepsi Implan di Purworejo (Dinkes Purworejo, 2012). Sehingga hal ini dapat meningkatkan resiko transmisi Hepatitis B apa bila pelaksanaanya tidak sesuai dengan Standar Operating of Procedur, mengingat pemasangan dan pencabutan Impan merupakan tindakan invasif, dimana terjadi kontak darah dengan klien. Permasalahan Profesi bidan sangat akrab dengan media penularan hepatitis B. Kabupaten Purworejo merupakan kabupaten dengan kasus Heptitis B yang cukup tinggi, dengan akseptor KB yang banyak memilih alat kontrasepsi implan, dengan adanya paparan media darah yang sering waktu pemasangan ataupun pencabutan Implan, resiko penularan menjadi lebih tinggi. Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
Dimana tindakan pelayanan kontrasepsi implan merupakan salah satu tugas yang harus dilaksanakan oleh bidan. Tujuan Penelitian Untuk mengetahui informasi tentang bidan desa yang bekerja di Kabupaten Purworejo, mengenai
pengetahuan, sikap, dan perilaku pencegahan transmisi hepatitis B terkait dengan
salah satu tugasnya memberikan pelayanan kontrasepsi KB Implan. Tinjauan Teori Perilaku adalah hasil atau resultan antara stimulus (faktor eksternal) dengan respon (faktor internal) dalam diri seseorang yang berperilaku tersebut (Notoatmodjo, 2007). Dimana perilaku merupakan faktor terbesar kedua setelah faktor lingkungan yang mempengaruhi kesehatan individu, kelompok ataupun masyarakat hal ini dikemukakan oleh Bloom (1974) dalam Notoatmodjo (2007). Faktor-faktor yang memepengaruhi perilaku diantaranya adalah: 1. Faktor Predisposing, seperti: pengetahuan dan sikap masyarakat atau seseorang terhadap kesehatan, tradisi atau kepercayaan masyarakat terhadap hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan, sistem nilai yang dianut masyarakat, tingkat pendidikan, tingkat sosial ekonomi, dan sebagainya 2. Faktor pemungkin meliputi: sarana dan prasarana atau fasilitas kesehatan bagi masyarakat, misalnya air bersih, tempat pembuangan sampah, limbah, dan sebagainya. Pada dasarnya fasilitas ini mendukung dan memungkinkaan terwujudnya perilaku kesehatan. 3. Faktor Penguat, meliputi: sikap-sikap orang yang mempunyai pengaruh terhadap masyarakat, misal tokoh agama, tokoh masyarakat, sikap dan perilaku para petugas kesehatan, disini juga termasuk peraturan, undang-undang yang terkait dengan kesehatan. Pengetahuan adalah: hasil dari tahu dan ini terjadi setelah seseorang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu. Pengetahuan atau ranah kognitif adalah suatu domain yang sangat penting dalam membentuk perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2002). Masih dari sumber yang sama Sikap adalah: respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau obyek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju- tidak setuju, baik-tidak baik, dan lain sebagainya).
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
Menurut Sulaiman, Julitasari(1998) Hepatitis B merupakan penyakit infeksi yang disebabkabn oleh (sirosis) maupun
virus
yang dapat bersifat akut, menahun atau terjadi pengerasan hati
kanker hati. Sumber penularan dari penyakit ini adalah melalui media
darah, air seni, tinja, sekresi usus, air liur, sekresi orofaring, semen, sekresi, vagina, darah menstruasi, air susu , keringat dan berbagai cairan tubuh lainnya. Sedangkan cara penularannya melalui: melalui bekas tusukan jarum, seperti pasca tranfusi, hemodialitas, alat suntik yang terpajan oleh virus tersebut. Penularan lewat kulit yang lain sering tidak disadari yaitu dimana seseorang tidak pernah teringat pernah mengalami trauma ringan pada kulit, penularan lainnya yaitu bekas saryawan, luka gusi, hubungan seksual, dan pada saat kehamilan maupun persalinan. Kelompok yang bersiko tinggi tertular Hepatitis B yaitu 1) Bayi lahir dari ibu pengidap 2) Dokter gigi, dokter, perawat, bidan, dan petugas laboratorium 3) Anggota keluarga pengidap 4) Kaum homoseks, para tuna susila dan pelanggan mereka 5) Pecandu obat bius suntik, dan kemungkinan narapidana 6) Mereka yang rawan luka misalnya prajurit dan petugas pemadam kebakaran 7) Kelompok yang sering mendapat tranfusi darah yang tidak ditapis 8) Mereka yang sering dapat pengobatan dengan tusuk jarum yang mungkin tercemar. Komplikasi yang ditimbulkan Hepatitis B diantaranya adalah: Hepatik : Hepatitis fulminan, CAH, CPH, sirosis, Hepatitis kolestatik dan hepatitis Relaps, Hepatoma Ekstrahepatik: Anemia Aplastik, anemia hemolitik, trombositopenia, Sindrom Guillain- Bare, ensefalomielitis, Sindrom pasca hepatitis, Glumerullonefritis, vaskulitis. Pengobatan Hepatitis B yaitu: Untuk Hepatitis B akut: Tirah baring merupakan pengobatan utama, pada kasus fulminan perawatan intensif sangat diperlukan, transplantasi hati dapat mengalami komplikasi akibat reinfeksi cangkok dari lokasi ekstrahepatik. Hepatitis kronis : Pengobatan bisa berupa antivirus melalui peningkatan sistem imun.Transplantasi hati bisa diberikan untuk penyakit hati dekompensata tahap akhir dengan resiko infeksi yang tinggi.
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
Pencegahan dan perlindungan untuk penyakit ini adalah: pemberian Imunisasi pasif dengan hiperimunoglobulin terhadap hepatitis B dan imunisasi aktif dengan vaksin. Kontrasepsi Implan adalah suatu upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan (Sarwono, 2002 dalam repository, 2011). Sedangkan Implan adalah suatu alat kontrasepsi yang mengandung levonogestrel yang dibungkus dalam kapsul silasticsilikon (polidemetsilixane) dan di susukkan dibawah kulit (Sarwono,1999 dalam repository 2011), dan ini hanya boleh dilakukan oleh petugas kesehatan terlatih (Saefuddin et al 2006 ). Pemberi pelayanan KB diharuskan melaksanakan tindakan sesuai dengan kewaspadaan standar (standard precaution) di ruang periksa ataupun laboratorium, dimana petugas harus memberlakukan semua spesimen darah, jaringan, dan duh tubuh sebagai pembawa infeksi (Affandi et al, 2011). Adapun tujuan dari pencegahan infeksi itu sendiri adalah: 1) Melindungi klien dan petugas pelayanan KB dari akibat tertularnya penyakit infeksi 2) Mencegah infeksi silang dalam prosedur KB , terutama pada pelayanan kontrasepsi metode AKDR( Alat Kontrasepsi Dalam Rahim), suntik, susuk, dan kontrasepsi mantap. 3) Menurunkan resiko transmisi penyakit menular, seperti Hepatitis B dan HIV/AIDS, baik bagi klien maupun bagi petugas fasilitas kesehatan. Kewaspadaan standar dalam melakukan tindakan medis( Affandi et al, 2011) meliputi: 1) Anggap setiap orang (klien maupun staf) dapat menularkan infeksi. 2) Cuci tangan – upaya yang paling penting untuk mencegah kontaminasi silang. 3) Gunakan satu pasang sarung tangan sebelum menyentuh apapun yang basah seperti kulit mengelupas, selaput lendir, darah ataupun duh tubuh yang lain, dan juga ketika petugas kontak dengan alat-alat yang telah dipakai serta bahanbahan lain yang telah terkontaminasi.Hali ini juga harus dilakukan ketika akan mengambil tindakan invasif. 4) Gunakan pelindung fisik ( misak kaca mata pelindung, masker, dan celemek) untuk mengantisipasi percikan duh tubuh sepeti ketika membersihkan alat-alat atau bahan lainnya.
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
5) Gunakan bahan antiseptik untuk membersihkan permukaan kulit atupun membran mukosa sebelum melakukan tindakan, membersihkan luka, atau menggosok tangan sebelum operasi dengan bahan antiseptik berbahan dasar alkohol. 6) Lakukan upaya kerja yang aman, seperti tidak memasang tutup jarum suntik (recapping), memberikan alat-alat tajam dengan cara yang aman. 7) Buang bahan-bahan terinfeksi setelah terpakai dengan aman untuk melindungi petugas pembuangan dan untuk mencegah cedera maupun penularan infeksi kepada masyarakat. Upaya perlindungan standar yang terakhir adalah melakukan pemrosesan terhadap instrumen, sarung tangan, dan bahan lain setelah dipakai dengan cara mendekontaminasi dalam larutan klorin 0,5% dan kemudian baru dilakukan pencucian, sterilisasi atau Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dengan cara-cara yang dianjurkan. Berikut beberapa istilah dalam upaya Pencegahan infeksi, yaitu 1) Antisepsis, yaitu proses menurunkan jumlah mikroorganisme pada kulit, selaput lendir, atau duh tubuh lainnya dengan menggunakan bahan antimikobial (antiseptik). 2) Asepsis dan teknik aseptik, adalah suatu istilah umum yang digunakan untuk menggambarkan upaya kombinasi untuk mencegah masuknya mikroorganisme ke dalam area tubuh manapun yang sering menyebabkan infeksi 3) Dekontaminasi, adalah proses yang membuat obyek mati lebih aman ditangani sebelum dibersihkan (umpamanya, menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV serta menurunkan
tetapi
tidak
membasmi,
jumlah
ikroorganisme
lain
yang
mengkontaminasi). 4) Disinfeksi Tingkat tinggi (DTT), adalah proses yang menghilangkan mikroorganisme kecuali beberapa endospora bakteri pada benda mati dengan merebus, mengukus atau penggunaan desinfektan kimia. 5) Pembersihan, adalah proses yang secara fisik menghilangkan semua debu, kotoran, darah, atau duh tubuh lain yang tampak pada obyek mati dan membuang sejumlah besar mikroorganisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani benda tersebut.
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
6) Sterilisasi, adalah proses yang menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, fungi, dan parasit) termasuk endospora bakteri pada benda mati dengan uap panas bertekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven), bahan kimia, atau radiasi. 7) Mikrorganisme, adalah agen penyebab infeksi. Termasuk didalamnya adalah bakteri, virus, fungi, dan parasit. Berikut gambar pemrosesan alat yang dianjurkan:
DEKONTAMINASI Rendam 10 menit dalam klorin 0,5 % larutan
CUCI dan BILAS Pakai sarung tangan, hati-hati instrumen tajam
Metodeterbaik STERILISA
Metode alternatif DISINFEKSI TINGKAT TINGGI
SI Otoklaf ∗ tanpa
bungkus 20 menit jika terbungkus 30 menit
Oven 170! C(340! F) selama 60 menit, 160! C 320! F sel ama 120menit
Rebus selama 20 menit
Kimiawi rendam selama 20 menit
DINGINKAN Siap pakai∗∗
*Otoklaf 121℃ (250℉). **Instrumen yang terbungkus dapat disimpan dalam wadah steril atau DTT dengan tutup rapat, atau segara dipakai.
Gambar Skema Prosedur Pemrosesan Alat Sumber: Affandi, et al, (2011)
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
Metodologi Metode untuk penelitian deskriptif kwantitatif, dengan design study cross secsional, dimana variabel dependent dan independent diambil pada saat yang bersamaaan, Penelitian dilakukan di Puskesmas Kabupaten Purworejo Propinsi Jawa Tengah pada bulan Mei-Juni tahun 2013. Populasi yang menjadi target dari penelitian ini adalah seluruh bidan desa yang yang memberikan pelayanan KB Implan Kabupaten Purworejo, di mana total populasi berjumlah 298 orang, dengan pengambilan sampel minimal sebanyak 80 orang Sumber data yaitu Data sekunder yang diambil dari Profil kesehatan Kabupaten Purworejo, dan laporan bulanan Kesehatan Ibu dan Anak Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo. Sedangkan untuk data primer diambil dengan pengisian kuesioner dan observasi perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B menggunakan ceklis. Pada penelitian ini data mentah untuk menjadi sebuah informasi diolah dengan menggunakan bantuan perangkat lunak SPSS, dengan tahapan sebagai berikut : 1) Editing atau penyuntingan data, dimana data yang ada pada kuesioner diperiksa lagi kelengkapannya, apakah jawaban dari masing masing pertanyaan cukup jelas jawabannya, apakah jawaban relevan dengan pertanyaan, apakah jawaban konsisten dengan jawaban pertanyaan yang lain. 2) Coding, data yang telah diperiksa kelengkapan dan kebenarannya kemudian dibuat pengkodean data dalam bentuk kalimat dirubah menjadi data angka atau bilangan, sehingga memudahkan dalam memasukkan data. 3) Entry, setelah dilakukan pengkodean pada variabel-variabel yang diolah kemudian data dimasukkan ke dalam program software komputer. Dalam proses ini dituntut ketelitian, untuk menghindari kekeliruan yang mengakibatkan bisa. 4) Cleaning, merupakan kegiatan pengecekan kembali data yang sudah dientry apakah ada kesalahan atau tidak, kesalahan tersebut dimungkinkan pada saat kita memasukkan data ke komputer. Cleaning data dilakukan misalnya dengan melihat adanya missing data, variasi data, dan sebagainya. Untuk menganalisa data, dilakukan analisis univariat, dimana bertujuan untuk melihat distribusi frekuensi dan presentase dari variabel bebas yaitu karakteristik responden, variabel pengetahuan, sikap, dan variabel terikatnya adalah perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B.
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
Setelah didapatkan distribusi frekuensi variabel yang diteliti kemudian dilakukan analisis bivariat, dengan uji chi square dimaksudkan untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang signifikan antara variabel bebas dengan variabel terikat atau yang menjadi tujuan penelitian. Selain itu untuk melihat nilai Odd Ratio (OR). Besar kecilnya nilai OR menunjukkan besarnya keeratan hubungan antara dua variabel yang diuji. Hasil Penelitian Tabel 1. hasil penelitianUnivariat jumlah sampel 80 orang 1. Umur
Distribusi Bidan desa Berdasarkan Umur Jumlah
Persentase (%)
> mean
40
50,00
≤ mean
40
50,0
2. Pendidikan
Distribusi Bidan desa berdasarkan pendidikan Jumlah
Persentase (%)
≥ D3
75
93.8
< D3
5
6.3
3. Lama Bekerja
Distribusi Bidan desa berdasarkan lama kerja Jumlah
Persentase (%)
≤ median
48
60.0
> median
32
40.0
4.
Distribusi Bidan desa berdasarkan pengetahuan tentang penyakit Heptitis B dan Pencegahan transmisi penyakit Hepatitis B
Pengetahuan
Jumlah
Persentase (%)
Kurang
18
22.5
Cukup
48
60.0
Baik
14
17.5
5.
Distribusi Bidan desa berdasarkan Sikap terhadap Pencegahan transmisi Hepatitis B
Sikap
Jumlah
Persentase (%)
≤ median
46
57.5
> median
34
42.5
6.
Distribusi Bidan desa berdasarkan Perilaku Pencegahan transmisi Hepatitis B
Perilaku Pencegahan
Frekuensi
Persentase (%)
Baik
45
56,3
Kurang Baik
35
43,8
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
Tabel 2. hasil penelitian Bivariat jumlah sampel 80 orang 1. Distribusi Bidan desa berdasarkan Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Memberikan Pelayanan Implan Dengan Umur Perilaku Pencegahan
Umur
Baik
Kurang Baik
> mean
24 (60.0%)
16 (40.0%)
≤ mean
21 (52.5%)
19 (47.5%)
Jumlah
45
35
P Value
OR
1.357
0.652
(0.559-3.292)
2. Distribusi Bidan desa berdasarkan Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Memberikan Pelayanan Implan Dengan Pendidikan Perilaku Pencegahan
Pendidikan
Baik
Kurang Baik
≥ D3
43 (57.3%)
32 (42.7%)
< D3
2 (40.0%)
3 (60.0%)
Jumlah
45
35
P Value
OR
2.016
0.649
(0.318-12.778)
3. Distribusi Bidan desa berdasarkan Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Memberikan Pelayanan Implan Dengan Lama Lama
Perilaku Pencegahan
Kerja
Baik
Kurang Baik
≤ median
29 (60.4%)
19 (39.6%)
> median
16 (50.0%)
16 (50.0%)
Jumlah
45
35
4.
P Value
OR
1.526
0.490
(0.619-1.830)
Distribusi Bidan desa berdasarkan Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Memberikan Pelayanan Implan Dengan Pengetahuan
Pengetahuan
Perilaku Pencegahan
OR
Baik
Kurang Baik
Kurang
15 (83.3%)
3 (16.7%)
1
Cukup
25 (52.1%)
23 (47.9%)
4.600 (1.177-17.973)
Baik
5 (35.7%)
9 (64.3%)
9.000 (1.724-46.994)
Jumlah
45
35
5.
P Value
0.028
Distribusi Bidan desa Berdasarkan Perilaku Pencegahan Transmisi Hepatitis B Saat Memberikan Pelayanan Implan Dengan Sikap
Sikap
Perilaku Pencegahan Baik
Kurang Baik
≤ median
26 (56.5%)
20 (43.5%)
> median
19 (55.9%)
15 (44.1%)
Jumlah
45
35
P Value
1.000
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
OR
1.026 (0.420-2.508)
Pembahasan 1. Dari hasil penelitian pada 80 bidan desa, yang berperilaku baik 56,3%, yang kurang baik 35 orang atau 43,7%. Perilaku merupakan faktor dominan selain lingkungan yang berpengaruh pada kesehatan individu ini sesuai dengan pendapat yang dikemukakan Bloom, dalam Notoatmodjo (2007) Hal ini juga tak lepas dari perilaku atau usaha bidan desa dalam melakukan pencegahan transmisi hepatitis B pada saat memberikan pelayanan implan, dimana akibat fatal dari penyakit ini juga mempengaruhi bidan untuk lebih berhati-hati dalam bertindak yang berkenaan dengan penularan penyakit Hepatitis B tersebut. Rosenstock (1974) juga menyebutkan bahwa seseorang berperilaku sehat karena mempercayai dampak atau tingkat keparahan dari penyakit tertentu apa bila dia tidak menghindarinya. 2. Tidak ada hubungan antara umur dengan perilaku pencegahan transmisi hepatitis B, nilai p=0,625, hal ini berbeda dengan yang dikatakan Green (1990) dalam Anggreani, S (2005), bahwa usia ikut menentukan seseorang dalam berperilaku. 3. Tidak ada hubungan antara responden dengan pendidikan ≥ D3 dengan < D3, dalam hal pencegahan transmisi Hepatitis B,nilai p=0,649 hal ini bertolak belakang dengan apa yang dikatakan
Mahanani (2005) bahwa tingkat pendidikan dapat
mempengaruhi perilaku seseorang dan menghasilkan perubahan, khususnya dibidang kesehatan. 4. Tidak ada hubungan antara lama kerja dengan perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B, nilai p=0,490. Hal ini menunjukkan bahwa belum tentu semakin lama masa kerja dia akan berperilaku lebih baik. 5. Terdapat hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan transmisi hepatitis B, p=0,028, akan tetapi hubungan yang terbalik,dimana semakin tinggi tingkat pendidikan semakin rendah perilaku pencegahan untuk Transisi Hepatitis B, nilai OR=4,600 untuk responden yang berpengetahuan cukup , yang berpengetahuan baik nilai OR=9,000 Kejadian tersebut bertolak belakang dengan apa yang disampaikan Notoatmodjo (2002) yang mengemukakan bahwa pengetahuan secara garis besar dibagi dalam enam tingkatan dan satu dintaranya adalah fase aplikasi, dimana pada tahap ini seseorang mempraktekkan apa yang dia pahami atau ketahui pada situasi tertentu untuk memudahkan pekerjaannya. Hal ini bisa terjadi pada responden di Kabupaten Purworejo menurut pengamatan penulis dimungkinkan karena efek ataupun dampak dari tidak dilakukannya Pencegahan transmisi Hepatitis
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
B tidak langsung kelihatan, ditambah dengan penyakit Hepatitis B itu sendiri tidak selalu memunculkan gejala, ataupun keluhan pada orang yang terinfeksi. 6. Tidak ada hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan Hepatitis B, nilai p=1,000, hal ini tidak sesuai dengan apa yang diungkapkan Notoatmodjo (2002), bahwa sikap merupakan komponen yang mendahului seseorang untuk bertindak atau berperilaku, meskipun pada responden diatas ditemukan 56,5% responden memilki nilai sikap ≤ median memiliki perilaku pencegahan kurang baik, sedangkan 55,9% mempunyai nilai sikap > median memiliki perilaku pencegahan yang baik. Kesimpulan Dari hasil penelitian di Kabupaten Purworejo dengan sampel 80 bidan desa mengenai pengetahuan, sikap dan perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B pada analisis univariat untuk perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B terdapat 45 orang (56,3%) yang masuk kategori baik, sedangkan sisanya 35 orang (43,7%) berperilaku kurang baik. Sedangkan untuk analisis Bivariat tentang karakteristik responden juga tidak terdapat hubungan yang signifikan dengan perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B saat melakukan pelayanan implan.Adapun hasil analisis bivariat sebagai berikut: 1. Umur Hasil analisis hubungan antara perilaku pencegahan transmisi hepatitis B saat memberikan pelayanan implan dengan umur diperoleh bahwa tidak ada hubungan perilaku pencegahan antara responden yang berumur > mean dengan responden yang berumur ≤ mean dengan nilai p=0,652 2. Pendidikan Hasil analisis hubungan antara perilaku pencegahan transmisi hepatitis B saat memberikan pelayanan implan dengan pendidikan diperoleh bahwa tidak ada hubungan perilaku pencegahan antara responden yang tingkat pendidikan ≥ D3 dengan responden yang tingkat pendidikan < D3, dengan nilai p=0,649 3. Lama kerja Hasil analisis hubungan antara perilaku pencegahan transmisi hepatitis B saat memberikan pelayanan implan dengan lama kerja diperoleh bahwa hasil uji statistik nilai p=0.490 dengan kesimpulan tidak ada hubungan perilaku pencegahan antara responden yang lama kerja ≤ median dengan responden yang lama kerja > median.
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
4. Pengetahuan Hasil uji statistik antara perilaku pencegahan transmisi hepatitis B saat memberikan pelayanan implan dengan pengetahuan responden didapatkan nilai p=0.028, yang artinya ada hubungan perilaku pencegahan antara responden yang memiliki pengetahuan kurang, cukup dan lebih. 5. Sikap Hasil analisis hubungan antara perilaku pencegahan transmisi hepatitis B saat memberikan pelayanan implan dengan sikap diperoleh bahwa nilai p=1.000 dengan kesimpulan tidak ada hubungan perilaku pencegahan antara responden yang mempunyai nilai sikap ≤ median dengan responden yang mempunyai nilai sikap > median. Saran Melihat situasi yang ada maka peneliti memberikan saran , sebagai berikut: 1. Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo a. Mensosilisasikan pentingnya Keselamatan dan Kesehatan Kerja bagi seluruh pemberi pelayanan kesehatan bagi jajaran dibawahnya. b. Membuat kebijakan yang mengatur tentang pelaksanaan pelayanan KB Implan harus sesuai dengan SOP yang berlaku. c. Memberikan sanksi tegas kepada pemberi pelayanan KB Implan yang dalam pelaksanaanya tidak sesuai dengan SOP. d. Untuk Drooping Implan supaya
menggunakan Implan set yang sekali pakai,
sehingga diharapkan mampu meminimalisir infeksi. e. Memberikan perlindungan Imunisasi untuk Hepatitis B bagi para tenaga medis yang kontak fisik dengan klien, khususnya bidan. 2. Puskesmas a. Menyusun SOP terbaru untuk pelayanan KB Implan dan mensosialisasikannya kepada seluruh bidan yang memberikan pelayanan KB. b. Kepala Puskesmas memberikan pembinaan sehubungan dengan harus dipatuhinya SOP untuk tindakan medis yang menjadi kewenangan di Puskesmas khususnya pelayanan KB Implan. 3. Bidan pelaksana Himbauan untuk para bidan pemberi pelayanan KB Implan untuk menggunakan Pengetahuan mengenai Pencegahan infeksi terutama pencegahan untuk transmisi
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
Penyakit Hepatitis B supaya mengaplikasikannya saat memberikan pelayanan medis terutama KB Implan, meskipun manfaatnya tidak langsung bisa dilihat, tapi hal ini sangat penting untuk dilakukan. 4. Peneliti a.
Saran untuk Peneliti yang akan datang, supaya melakukan penelitian pada faktor pemungkin yaitu ketersediaan alat ataupun sarana pencegahan infeksi, sehingga didapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai perilaku pencegahan transmisi Hepatitis B saat memberikan pelayanan Implan
b.
Dalam menganalisa variabel Pengetahuan tentang penyakit Hepatitis B supaya dipisahkan dengan Pengetahuan pencegahan transmisinya, sehingga lebih memudahkan dalam pembahasan.
Daftar Pustaka Ariawan, Iwan (1998). Besar dan Metode Sampel pada Penelitian Kesehatan, Depok Angreani (2005) Faktor-faktor yang berhubungan dengan Perilaku Seksual Beresiko Terinfeksi HIV/AIDS pada Sopir dan Kernet Truk Jarak Jauh di Jakarta Timur th 2005. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Becker, Marshall H (1974) The Health Belief Model and Personal Health Behavior. New Jersey: Charles B. Slack, inc Chin, James. (2006). Manual Pemberantasan Penyakit Menular ( Kandun, I Nyoman, Penerjemah). Jakarta : Infomedika Dinkes
Prop Jateng, Profil kesehatan Propinsi Jawa Tengah http://www.dinkesjatengprov.go.id. Diakses tanggal 1 Juni 2013
Tahun
2011
Dinas Kesehatan Kabupaten Purworejo (2011) Pelatihan Teknologi Kontrasepsi Terkini (Contraceptive Technology Update – CTU), Purworejo tgl 24 – 28 september 2012 (CD-Room) Dinas
Kesehatan Kabupaten Purworejo. Profil Kesehatan 2011 http://www.purworejokab.go.id/component/search/?searchword=geografis+purworejo &ordering=newest&searchphrase=all&limit=20
Green, Lawrence W(2005) Health Program Planning an Educational and cological Approach: Quebecor World Fairfield Inc Hidayat, A Aziz Alimul (2011). Metodologi Penelitian Kebidanan & Teknik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
JNPKKR/POGI. BKKBN. DEPKES. JHPIEGO/STARH Program (2000). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Kementerian Kesehatan RI (2010). Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Masyarakat. Standar Kesehatan dan Keselamatan Kerja di Rumah Sakit (K3RS) Jakarta. http://www.kesehatankerja.depkes.go.id. Diakses tanggal Kurniawidjaja, L. Meily(2011). Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: Universitas Indonesia Linda, Tietjen. Bossemeyer, Debora. McIntosh, Noel. (2005). Panduan Pencegahan Infeksi untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan Sumber Daya Terbatas. (Saifuddin, Abdul Bari. Sumapraja, Sudraji. Djadjadilaga. Santoso, Budi Iman, Penerjemah) Ed.1, Cet 3, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Lutfiana, Yuli (2012). Hubungan Pengetahuan dan Sikap terhadap Perilaku Beresiko HIV/AIDS pada Pekerja Bangunan di Proyek Word Class University tahun 2012. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Indonesia Mehta, A. Rodrigues, C. Singhal, T. Lopes, N. D'Souza, N et al. Interventions to reduce needle stick injuries at a tertiary care centre. Indian Journal of Medical Microbiology , 28. 1, 17-20, Januari 2010. Diakses tanggal 19 Maret 2103 http://dx.doi.org/10.4103/0255-0857.58722 POGI. IDI. IBI. PKBI. PKMI. BKKBN. Kemkes RI (2011). Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta : Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo Notoatmodjo, Soekidjo ( 2007). Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta :Rineka Cipta Notoatmodjo, Soekidjo (2010). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rhineka Cipta Winata, Irene (1993). Imunisasi Hepatitis B.Jakarta : Hipokrates Sulaiman, H. Ali. Julitasari (1997). Panduan Praktis Penatalaksanaan dan Pencegahan Hepatitis B. Jakarta : Ikatan Dokter Indonesia Surapsari, Juwalita (2008). Penyakit Infeksi, Ciracas, Jakarta : Erlangga Silalahi, Medawati (2013) Faktor-faktor yang berpengaruh dengan Perilaku Pemilihan Pangan Jajanan Anak Sekolah pada Siswa/i SD Kelas 4 samapai dengan Kelas 6di SDN Pancoran Mas 7 Kota Depok tahun 2013. Skripsi. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia J Paul, Leigh. Marion, Gillen. Peter, Sutherland, Franks. Susan. Hien H Nguyen, et al. Costs of needlestick injuries and subsequent hepatitis and HIV infection. Current Medical Research and Opinion (Sep 2007): 2093-105. Diakses 19 Maret 2103 http://search.proquest.com/docview/207988643?accountid=17242 Ukey, Ujawala U. Dash Satyanaraya. Sankaram, K.Rama. Naidu, N.R. Appajirao. Vidya R,Sri.A Cross-Sectional Study Of Awareness About Hepatitis B Among
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
Nursing Students Of Mims College At Vizianagaram, Andhra. Pradesh . Department of Preventive and Social Medicine, Maharajah’s Institute of Medical Sciences, Vizianagaram, Andhra Pradesh, India. MIMS College of Nursing, Vizianagaram, India. Oct 2012 / Vol 04 (20) Wawan. Dewi (2010) Teori &Pengukuran Pengetahuan Sikap dan Perilaku Manusia. Yogyakarta : Nuha Medika Walgito, Bimo (2010) Pengantar Psikologi Umum: Yogyakarta: Andi
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013
Pengetahuan, sikap..., Rr. Ratna Juwita, FKM UI, 2013