Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung Menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Tahun 2015 Muhammad Rafiq Daulay, Fatma Lestari, Adrianus Pangaribuan Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Pusat Kajian dan Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PKTK3) Universitas Indonesia E-mail:
[email protected] /
[email protected]
Abstrak Skripsi ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan pendekatan semi kuantitatif dan memiliki tujuan untuk melakukan evaluasi penerapan keselamatan kebakaran gedung menggunakan perangkat lunak Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang berlokasi di Salemba Raya, Jakarta Pusat. Evaluasi dalam penelitian ini menggunakan 12 safety parameter dan persyaratan tambahan yang terdapat pada NFPA 101A: Guide on Alternative Approach to Life Safety disesuaikan dengan pedoman dari NFPA 101: Life Safety Code. Penelitian dilakukan pada gedung A dan C Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia. Berdasarkan hasil penelitian, disimpulkan bahwa gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia belum memenuhi nilai persyaratan keselamatan minimum pada NFPA 101: Life Safety Code. Kata kunci: Keselamatan kebakaran, CFSES, safety parameter, gedung, NFPA
Evaluation the Implementation of Fire Safety of Buildings by Using Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) at Faculty of Dentistry University of Indonesia in 2014 Abstract This thesis uses descriptive study design with semi-quantitative approach and has purpose to evaluate the implementation of fire safety of buildings by using Computerized The Safety Evaluation System (CFSES) software at Faculty of Dentistry University of Indonesia located in Salemba Raya, Central Jakarta. The evaluation is based on 12 safety parameters and additional requirements in NFPA 101: Life Safety Code. The assessment of this study is building A and C Faculty of dentistry University of Indonesia. Based on the result of the study, the conclusion is that building in Faculty of Dentistry University of Indonesia has not qualified yet with the minimum safety requirements in NFPA 101: Life Safety Code. Keywords: Fire safety, CFSES, safety parameters, building, NFPA
Pendahuluan Gedung sebagai salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan, teknologi, dan sosial maupun ekonomi. Perkembangan gedung sebagai sarana dan prasarana yang ada didalamnya mutlak dibutuhkan oleh manusia untuk mengimbangi kemajuan tersebut. Pembangunan gedung yang kian meningkat selain dijadikan sebagai hunian atau tempat tinggal juga digunakan sebagai tempat pendidikan, perkantoran,
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
pusat perbelanjaan, dan fasilitas umum lainnya. Perkembangan pembangunan gedung ini tidak didukung dengan ketersedian lahan yang semakin terbatas terutama di kota-kota besar menjadikan pembangunan gedung bertingkat menjadi pilihan yang mutlak dilakukan untuk mensiasati hal ini. Pembangunan gedung bertingkat juga meningkatkan risiko terjadinya kebakaran. Kebakaran pada gedung bertingkat memiliki risiko yang lebih besar dikarenakan oleh semakin tinggi gedung atau semakin banyak jumlah lantai maka semakin banyak pula aktifitas didalamnya dan semakin banyak pula peralatan atau properti yang memungkinkan terjadinya kebakaran (Craighead dalam Tharmajan, 2007). Berdasarkan data statistik yang dipublikasikan oleh NFPA (National Fire Protection Association) pada tahun 2013 dilaporkan terjadi kebakaran sebanyak 1.240.000 kasus yang di Amerika Serikat, dengan rincian sebanyak 487.500 kasus kebakaran gedung, 188.000 kebakaran pada kendaraan bermotor, dan sisaanya 564.000 merupakan kebakaran di ruang terbuka dan jenis kebakaran lainnya. Sejumlah kasus kebaran yang terjadi di Amerika Serikat pada tahun 2013 tersebut menyebabkan 3.240 orang tewas, 15.925 orang luka-luka, dan mengakibatkan kerugian properti sebesar US$11.5 M dengan rincian konsekuensi korban jiwa dan properti terbesar terjadi pada kebakaran gedung, dengan jumlah 2.855 orang tewas, 14.975 orang luka-luka, dan kerugian properti US$9.5 M (http://www.nfpa.org/research/reports-and-statistics/fires-inthe-us diakses 17 Oktober 2014, 21:10 WIB) Sebagai negara yang terus berkembang, Indonesia juga memiliki banyak gedung bertingkat yang digunakan sebagai tempat pendidikan, perkantoran, hunian, pusat perbelanjaan, dan fasilitas umum lainnya. Jakarta sebagai ibu kota sekaligus kota terbesar di Indonesia yang memiliki gedung bertingkat yang tercatat sampai tahun 2013 sebanyak 865 gedung tinggi (suaramerdeka.com, 2013) dan pada tahun 2014 sebanyak 133 gedung tinggi dalam proses konstruksi (kompas.com, 2014), juga tidak terlepas dari kejadian kebakaran. Berdasarkan data statistik Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta pada tahun 2013 tercatat sebanyak 997 kasus kebakaran dimana kebakaran pada gedung tercatat sebanyak 212 kasus kebakaran. Kebakaran pada tahun 2013 tersebut mengakibatkan korban jiwa sebanyak 42 orang tewas dan 150 orang luka-luka serta kerugian materi sebesar Rp 254.546.600.000. Sedangkan pada tahun 2014 terhitung 1 Januari sampai 15 Oktober melalui situs resminya (jakartafire.net, 2014) Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana mempublikasikan telah terjadi kasus kebakaran sebanyak 875 kasus, dengan korban jiwa sebanyak 13 orang tewas dan 58 orang luka-luka serta kerugian materi sebesar Rp 294.796.750.000.
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
Kebakaran pada institusi pendidikan juga tidak jarang terjadi di Indonesia. Institusi pendidikan seperti kampus yang umumnya memliki gedung bertingkat memiliki risiko kebakarang yang lebih tinggi. Hal ini seperti yang dijelaskan diatas bahwa semakin tinggi atau semakin banyak jumlah lantai sebuah gedung maka semakin banyak pula aktifitas didalamnya dan semakin banyak pula peralatan atau properti yang memungkinkan terjadinya kebakaran (Furness & Muckett, 2007). Kasus kebakaran pada intitusi pendidikan khususnya pada kampus di Indonesia telah terjadi beberapa kali, diantaranya adalah kebakaran di Institut Teknologi Bandung (ITB) tepatnya di gedung Fakultas Teknik Industri yang terjadi pada tanggal 28 Juni 2013, yang mengerahkan sembilan unit mobil pemadam dan dua unit mobil rescue. Kebakaran ini mengakibatkan kerugian materi yang besar karena gedung tersebut berisi dokumen-dokumen penting dan peralatan perkuliahan habis terkabar (merdeka.com, 2013). Kebakaran juga terjadi di kampus Intitut Kesenian Jakarta (IKJ) tepatnya di gedung teater pada tanggal 20 Agustus 2013. Kebakaran baru berhasil dipadamkan setelah 25 unit mobil pemadam dikerahkan (news.viva.co.id, 2013). Selain itu kebakaran juga terjadi di kampus Universitas Negri Makassar pada tanggal 7 Nopember 2013 tepatnya di Gedung Pusat Unit Kegiatan Mahasiswa yang mengakibatkan 10 ruangan yang berisis peralatan milik kampus dan mahasiswa habis terbakar. Kebakaran baru berhasil dipadamkan setelah mengerahkan tujuh unit mobil pemadam (news.liputan6.com, 2013). Untuk kasus kebakaran di kampus yang teranyar terjadi di Universitas Hassanudin Makassar pada tanggal 4 Oktober 2014 yang mengakibatkan empat gedung Fakultas Pertanian habis terbakar (makassar.antaranews.com, 2014). Selain kebakaran-kebakaran kampus tersebut diatas, kampus Universitas Indonesia sebagai salah satu universitas terbaik di Indonesia juga megalami kebakaran di tahun 2014. Kebakaran terjadi di gedung C Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) pada tanggal 17 Januari 2014 tepatnya pukul 06.36 WIB dan baru berhasil dipadamkan setelah 10 unit mobil pemadam dikerahkan. Kebakaran mengakibatkan kerugian materi yang besar karena gedung ini berisi dokumen-dokumen penting. Kerugian materi diduga mencapai 5 milyar rupiah. Berdasarkan beberapa kasus kebakaran yang terjadi di institusi pendidikan khususnya kampus di Indonesia, penulis berkeinginan untuk melakukan evaluasi penerapan keselamatan kebakaran gedung di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia menggunakan perangkat lunak Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) yang dikembangkan sesuai dengan NFPA 101A: Guide on Alternative Approaches to Life Safety.
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
Tinjauan Teoritis Kebakaran dapat didefinisikan sebagai api yang tidak terkendali dan tidak diinginkan dan dapat menimbulkan kerugian berupa korban jiwa, material, lingkungan, bahkan sampai kepada rusaknya citra pada suatu instansi. Pada dasarnya kebakaran terjadi karena adanya reaksi kimia antara tiga unsur penting pembentuk api. Reaksi dari ketiga unsur tersebut dikenal dengan teori segi tiga api atau fire triangle, yang terdiri dari sumber panas (heat), bahan bakar (fuel), dan oksigen (oxygen) (Furness & Muckett, 2007). Dalam perkembangan ilmu pengetahuan, dalam proses terbentuknya api terdapat pula rantai reaksi kimia (chain reaction) yang dianggap sebagai unsur keempat yang menyebabkan api menyala secara terus menerus. Adanya unsur keempat dalam teori kebakaran ini disebut teori fire tetrahedron (Ramli, 2010). Penerapan
keselamatan
kebakaran
pada
gedung
dapat
dilakukan
evaluasi
menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) yang merujuk pada NFPA 101A (2013). Berdasarkan NFPA 101A: Guide on Alternative Approaches to Life Safety (2013), ada 12 elemen safety parameter yang menjadi pertimbangan dalam melakukan evaluasi penerapan keselamatan kebakaran gedung yaitu konstruksi, pemisahan bahaya, bukaan vertikal, sprinkler, sistem alarm kebakaran, pendeteksi asap, interior finish, pengendalian asap, akses keluar, jalur evakuasi, dan program tanggap darurat. Selain dari pada 12 elemen safety parameter, juga terdapat persyaratan tambahan, yaitu sistem kelistrikan, sistem VAC, elevator, saluran sampah dan binatu, dan alat pemadam api ringan. Metodologi Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif dengan pendekatan semi kuantitatif yang memiliki tujuan untuk mengevaluasi penerapan keselamatan kebakaran gedung menggunakan perangkat lunak Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES). Penelitian ini mengambil lokasi di gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dan dilaksanakan terhitung mulai bulan Oktober sampai Desember 2014. Penelitian ini menggunakan data primer dari hasil observasi dan wawancara serta data sekunder dari telaah dokumen yang terkait. Penelitian ini memfokuskan pada safety parameter dan persyaratan tambahan yang ada pada NFPA 101 A: Guide on Alternative Approaches to Life Safety.
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
Hasil Penelitian Penelitian dilakukan pada dua gedung dari total lima gedung, yaitu gedung A dan C Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dari total lima gedung. Pemilihan gedung ini dilakukan dengan pertimbangan gedung A dan C mewakili keseluruhan gedung yang ada. Oleh karena itu evaluasi penerapan keselamatan kebakaran menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) dilakukan pada gedung A dan C dengan hasil penilaian sebagai berikut. 1) Gedung A
Gambar 1 Hasil Evaluasi Keselamatan Kebakaran Gedung A
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
2) Gedung C
Gambar 2 Hasil Evaluasi Keselamatan Kebakaran Gedung C
Pembahasan 1)
Konstruksi Konstruksi gedung diklasifikasikan berdasarkan tipe-tipe konsutruksi pada NFPA 220
Standard on Types of Building Construction yang terdiri dari tipe I, II, III, IV, dan V yang didasarkan pada tingkat ketahanan terhadap api. Konstruksi dalam sebuah gedung adalah dinding, lantai, langit-langit atau plafon, dan termasuk juga struktur penghubung atau tambahan (NFPA 101A, 2013). Gedung A dan C memiliki struktur pondasi beton dan dan dinding gedung bagian luar (eksterior) merupakan bata merah yang dilapisi semen, sedangkan untuk dinding bagian dalam (interior) berbahan gypsum board. Berdasarkan pengklasifikasian pada NFPA 220, tipe konstruksi gedung A dan C merupakan tipe III (211) yaitu termasuk dalam kategori ordinary construction, sehingga mendapatkan masing-masing gedung A dan C mendapatkan nilai 0 dari nilai terendah -12 dan tertinggi 2. Selain dari pada penilaian berdasarkan pengklasifikasian tipe konstruksi, dilakukan penilaian lanjutan berdasarkan pertimbangan dari penilaian kelistrikan (panel dan genset), sistem HVAC (Heating, Ventilation, Air Condition), dan elevator. Berdasarkan penilaian tersebut didapatkan penilaian lanjutan menjadi -2,7 untuk gedung A dan 0,58 untuk gedung C.
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
2)
Pemisahan Bahaya Pemisahan bahaya (segregation of hazards) diberikan penilaian bertujuan untuk
mengetahui dampak dari penyebaran kebakaran. Pemisahan bahaya dapat berupa pemisahan ruangan kerja dengan jalur evakuasi atau area yang memiliki potensi tinggi kebakaran dengan area kerja lainnya (Hughes Association, Inc., 2000). Dalam NFPA 101A (2013) penilaian pemisahan kebakaran dilakukan dalam empat tahapan, yaitu identifikasi terhadap area yang memiliki potensi kebakaran, penentuan tingkat keparahan dalam merusak struktur, identifikasi sistem proteksi kebakaran di area yang berpotensi kebakaran, dan penentuan tingkat deficiency. Gedung A Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia memiliki area berbahaya yang berpotensi menimbulkan kebakaran, yaitu seperti ruang panel, laboratorium, dan ruang mesin kompresor. Area berbahaya yang berada di gedung A memiliki potensi menyebabkan flashover yang diakibatkan oleh kelistrikan pada ruang panel dan bahan material yang mudah terbakar (flammable material) serta pada mesin kompresor meskipun kemungkinannya tidak terlalu besar. Perhitungan flashover dapat diestimasi pada CFSES melalui tools estimate dengan melakukan input burning rates material, luas area yang tertutupi material mudah terbakar, jumlah bukaan, luas total area keseluruhan (dinding, atap, dan lantai). Ruang panel yang merupakan area berbahaya pada gedung A mendapatkan nilai paling rendah, yaitu -7. Penilaian ini didasarkan pada letak area berbahaya yang berada pada jalur evakuasi serta memungkinkan untuk terjadinya flashover dan tidak dilengkapi dengan proteksi aktif. Gedung C Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia juga memliki area berbahaya berupa ruang penyimpanan berkas rekam medik. Area berbahay gedung C terpisah dari jalur evakuasi, namun tetap memungkinkan untuk terjadi flashover dan tidak dilengkapi dengan sprinkler sehingga penilaian parameter pemisahan berbahaya di gedung C mendapatkan nilai lebih baik dari pada gedung A, yaitu -4.
3)
Bukaan Vertikal Dalam NFPA 101A (2013) dan Hughes Association, Inc. (2000) menyatakan yang
termasuk kedalam bukaan vertikal (vertical openings) pada sebuah gedung adalah saf pipa, saf pipa, saluran pada lift, saluran pada ventilasi, saluran tangga, saluran penetrasi, saluran kabel antar lantai, dan bukaan lainnya yang dapat menyebabkan perpindahan asap atau panas yang menghubungkan lantai satu dengan lantai lainnya secara vertikal saat terjadi kebakaran. Gedung A Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia tidak memiliki bukaan vertikal yang langsung dapat menghubungkan asap atau panas secara vertikal dari lantai satu
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
dengan lantai lainnya. Pada gedung A FKG UI terdapat beberapa saf kabel yang terhubung ke lantai lainnya, namun saf kabel tersebut tertutup sehingga asap atau panas tidak langsung dapat berpindah ke lantai diatasnya. Saf pipa tersebut ditutup dengan menggunakan gypsum board dan ada pula beberapa yang ditutup dengan asbes dan langit-langit berbahan kayu. Dengan demikian penilaian parameter bukaan vertikal gedung mendapatkan nilai -1 dari nilai terendah -10 dan tertinggi 1. Sedangkan pada gedung C FKG UI, parameter bukaan vertikal mendapatkan nilai terendah, yaitu -10. Penilaian ini dikarenakan bukaan vertikal pada saluran lift gedung C FKG UI dapat menghubungkan panas atau asap saat terjadi kebakaran pada keseluruhan enam lantai gedung.
4)
Sprinkler Sprinkler adalah sistem proteksi aktif yang dapat memancarkan media pemadam
secara otomatis saat terjadi kebakaran. Sprinkler dipasang pada keseluruhan atau pada bagian tertentu sebuah gedung (NFPA 101A, 2013). Gedung A dan C Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia tidak dilengkapi dengan sprinkler sehingga penilaian parameter ini mendapatkan nilai terendah yaitu 0.
5)
Sistem Alarm Kebakaran Sistem alarm kebakaran (fire alarm system) merupakan salah satu komponen
kesalamatan kebakaran yang penting dalam sebuah gedung karena dengan adanya alarm maka secara dini kebakaran dapat dideteksi sehingga dapat dengan segera melakukan evakuasi bagi penghuni gedung maupun penanganan terhadap kebakaran (Furness & Mucket 2007; Schroll, 2002). Menurut NFPA 101A (2013), sistem alarm kebakaran dalam gedung dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu; tidak terdapat sistem alarm kebakaran, sistem alarm kebakaran manual, sistem alarm kebakaran manual dengan pendeteksi kebakaran pada area berbahaya, sistem alarm kebakaran manual dengan pendeteksi asap. Gedung A Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia memiliki sistem alarm kebakaran (fire alarm system) yang berada pada seluruh lantai maupun di area-area berbahaya seperti ruang panel dan ruang laboratorium. Sistem alarm kebakaran yang dimiliki gedung A FKG UI merupakan sistem alarm manual yang hanya dapat dioperasikan dengan menekan tombol alarm kebakaran. Sistem alarm dapat mengeluarkan bunyi peringatan berupa sirine yang keras sehingga dapat didengar oleh seluruh penghuni gedung, namun tidak dilengkapi dengan komunikasi suara. Sistem alarm kebakaran yang terdapat di gedung FKG UI juga terhubung langsung dengan pos satpam sehingga dapat dipantau oleh pihak keamanan FKG
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
UI, namun tidak terhubung langsung dengan Dinas Pemadam Kebakaran setempat. Sistem alarm kebakaran yang dimiliki FKG UI di gedung secara rutin dilakukan pengetesan oleh tim K3 dan satpam FKG UI. Dengan demikian parameter sistem alarm kebakaran mendapatkan nilai 1 dari nilai terendah -2 dan tertinggi 4. Sedangkan pada gedung C FKG UI tidak dilengkapi dengan sistem alarm kebakaran sehingga mendapatkan nilai terendah yaitu -2.
6)
Pendeteksi Asap Pendeteksi asap (smoke detector) adalah alat pendeteksi dini adanya kebakaran
melalui asap yang dihasilkan. Dengan beberapa alasan, alat pendeteksi ini lebih baik digunakan dalam gedung dari pada pendeteksi panas atau sprinkler (Furness & Mucket, 2007). Gedung A Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia memiliki pendeteksi asap pada ruang Laboratorium Oral Biologi yang dapat berfungsi dengan baik dan terhubungan dengan MCFA (Main Control Fire Alarm). Penilaian parameter pendeteksi asap gedung A FKG UI mendapatkan nilai 2 dari nilai terendah 0 dan tertinggi 4. Namun, penilaian lanjutan mendapatkan nilai dibawah dari nilai awal dikarenakan pendeteksi asap hanya terdapat pada satu ruangan saja pada keseluruhan gedung sehingga mendapatkan penilaian lanjutan menjadi 1,1. Penilaian ini didasarkan pada pertimbangan proporsi ruangan yang memiliki pendeteksi asap dibandingkan dengan jumlah keseluruhan ruangan pada gedung A FKG UI. Sedangkan pada gedung C FKG UI tidak didapatkan pendeteksi asap baik pada koridor, ruangan, maupun pada keseluruhan gedung sehingga mendapatkan nilai terendah yaitu 0. 7)
Interior Finish Interior finish dalam sebuah bangunan atau gedung didefiniskan sebagai segala
sesuatu yang melapisi atau terdapat permukaan interior bangunan pada dinding, lantai, dan langit-langit atau plafon. Interior finish dibagi pula berdasarkan area, yaitu interior finish pada jalan keluar, interior finish pada koridor dan loby, dan interior finish pada ruangan (NFPA 101A, 2013). Gedung A Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia memiliki interior finish dinding batu bata yang dilapisis semen, gypsum board, dinding kaca, dan dinding dari bahan kayu, untuk lantai dilapisi keramik dan ada pula dengan semen, sedangkan untuk langit-langit atau plafon menggunakan gypsum dan berbahan kayu. Gedung A FKG UI digunakan sebagai ruang dekanat, ruang staff, dan ruang perkuliahan sehingga banyak ditemukan kertas berisi dokumen-dokumen, buku-buku, komputer, serta meja dan kursi. Gedung A FKG UI juga
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
memiliki beberapa ruang klinik, laboratorium, dan ruang praktikum sehingga banyak juga ditemukan beberapa peralatan kesehatan gigi dan mulut seperti dental unit, auto cleve, tabung berisi gas oksigen maupun gas pembakaran, bahan-bahan kimia, serta mesin kompresor. Maka dari itu, dalam penilaian parameter interior finish perlu memperhatikan barang-barang yang terdapat pada seluruh gedung FKG UI. Berdasarkan Louisiana Office of State Fire Marshal (2014), flame spread ratings material pada gedung C adalah antara 25 sampai dengan 200 Btu/s, sehingga mendapatkan penilaian 0 dari nilai terendah -3 dan tertinggi 2. Penilaian parameter interior finish juga dipengaruhi ketersedian Alat Pemadam Api Ringan (APAR), sehingga mendapatkan penilaian lanjutan menjadi 0,375. Gedung C Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia juga memiliki karakteristik interior finish yang hampir sama sehingga penilaian pada parameter interior finish gedung C juga mendapatkan nilai 0 dari nilai terendah -3 dan tertinggi 2. Penilaian parameter ini juga dipengaruhi dengan ketersedian APAR pada gedung sehingga mendapatkan penilaian lanjutan menjadi 0,69.
8)
Pengendalian Asap Pengendalian asap (smoke control) penting dimiliki dalam sebuah gedung untuk
memastikan penghuni gedung terhindar dari asap saat melakukan proses evakuasi kebakaran (Burke, 2008). Sistem pengendalian asap dibagi menjadi tiga kategori berdasarkan NFPA 101A (2013), yaitu sistem pengendalin asap aktif yang sesuai dengan NFPA 92: Standar for Smoke Control System, sistem pengendalian asap pasif dengan pintu yang otomatis dapat tertutup, dan sistem pengenalian asap pasif dengan kompartemen atau pemisahan ruangan. Pengendalian asap pada jalur evakuasi gedung A dan C Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia termasuk dalam pengendalian asap yang bersifat pasif karena memiliki ketahanan terhadap asap dan jalur evakuasi langsung menuju area terbuka diluar gedung. Gedung A FKG UI mendapatkan nilai 3, namun dengan pertimbangan ada satu tangga yang digunakan sebagai jalur evakuasi yang tidak langsung dapat menuju keluar gedung sehingga mendapatkan penilaian lanjutan dengan nilai 2,5. Pada gedung C FKG UI parameter pengendalian asap juga mendapatkan nilai 3.
9)
Akses Keluar Akses keluar (exit access) adalah jarak yang harus ditempuh dari area manapun dalam
gedung menuju jalur evakuasi/ penyelamatan saat terjadi kebakaran maupun keadaan darurat
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
lainnya. Akses keluar terbagi menjadi dua jenis yaitu akses keluar tunggal (single egress routes) dan akses keluar lebih daru satu (multiple egress routes) (NFPA 101A, 2013). Akses keluar pada gedung A Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia mendapatkan nilai tertinggi, yaitu 3. Hal ini dikarenakan akses keluar tidak memiliki jalan buntu dan bebas dari hambatan yang dapat memberikan hambatan saat melakukan proses evakuasi serta jarak tempuh terjauh kurang dari 15,24 m (50 ft). Sedangkan pada gedung C FKG UI akses keluar mendapatkan nilai 1 dari nilai terendah -2 dan tertinggi 3. Hal ini dikarenakan akses keluar pada gedung C FKG UI jarak tempuhnya lebih dari 15,24 m (50 ft) dan kurang dari 30,48 m (100 ft). Selain itu terdapat hambatan pada akses keluar gedung C FKG UI sehingga mendapatkan penilaian lanjutan menjadi 1,1.
10)
Jalur Evakuasi Jalur evakuasi (exit system) adalah jalur yang aman yang digunakan untuk menuju
area aman diluar gedung saat terjadi kebakaran. Jalur evakuasi juga harus memiliki penunjuk arah dan memiliki perlindungan khusus agar saat terjadi kebakaran dapat digunakan sebagai jalur yang aman untuk proses evakuasi (Furness & Mucket, 2007; Schroll, 2002; IBC, 2012). Gedung A Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia memilki jalur evakuasi (exit system) yang dilengkapi dengan denah dan penunjuk arah evakuasi yang mengarahkan proses evakuasi menuju tangga yang terdapat di setiap lantai gedung A. Gedung A memiliki tiga tangga yang digunakan sebagai jalur evakuasi, namun juga merupakan tangga utama yang terdapat dalam gedung. Ketiga tangga tersebut terletak dimasing-masing ujung dan tengah gedung pada tiap lantainya yang menghubungkan keempat lantai di gedung A dan munuju keluar gedung. Lebar tangga pada gedung A rata-rata sudah sesuai dengan standar yaitu lebih dari 1,2 m, namun ada beberapa tangga yang memiliki desain yang menyempit dibagian tengahnya sehingga mengakibatkan lebarnya kurang dari 1,2 meter yaitu pada tangga lantai 2 yang memiliki lebar tangga 86 cm. Lebar dan tinggi pijakan anak tangga juga sudah sesuai dengan standar, yaitu untuk lebar pijakan tangga 30 cm dan tinggi pijakan 19,5 cm. Dari hasil pengamatan juga ditemukan bahwa tangga yang digunakan sebagai jalur evakuasi gedung A tidak dilengkapi dengan door self-closer, pengendalian asap, dan lampu darurat. Penilaian parameter jalur evakuasi gedung A mendapatkan nilai -2 dari nilai terendah -6 dan tertinggi 5. Kemudian dilakukan lagi penilaian lanjutan dengan pertimbangan kondisi jalur evakuasi sehingga parameter ini mendapatkan penilaian lanjutan menjadi -2,075. Gedung C Fakultas kedokteran Gigi Universitas Indonesia memiliki sistem jalur evakuasi (exit system) yang hampir sama dengan yang terdapat pada gedung A, namun pada
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
gedung C hanya terdapat satu tangga sebagai jalur evakuasi. Gedung C FKG UI juga memiliki denah evakuasi dan penunjuk arah evakuasi yang mengarahkan ke tangga sebagai jalur evakuasi. Tangga yang digunakan sebagai jalur evakuasi di gedung C juga merupakan tangga utama yang dapat menghubungkan keenam lantai. Berbeda dengan gedung A, pada gedung C hanya memiliki satu tangga yang berada pada setiap lantai. Seluruh tangga yang terdapat di gedung C sudah sesuai dengan standar, yaitu lebar tangga 1,63 m, lebar pijakan 30 cm, tinggi pijakan 17 cm, dan terdapat handrail dengan ketinggian 88 cm. Sama halnya dengan gedung A, jalur evakuasi (exit system) gedung C juga tidak dilengkapi dengan door self-closer, pengendalian asap, dan lampu darurat. Peneliti juga menemukan adanya jalur evakuasi yang memiliki pintu jeruji besi yang dapat mengakibatkan sulitnya proses evakuasi apabila pintu jeruji besi tersebut terkunci. Pintu yang memiliki jeruji ini adalah jalur evakuasi yang menghubungkan lantai lima dengan lantai dibawahnya, dimana lantai lima dan enam bukan merupakan area milik FKG UI namun merupakan milik Program Pascasarjana Universitas Indonesia. Menurut pengelola gedung pintu jeruji besi ini selalu dalam keadaan terbuka. Selain itu, koridor sebagai akses keluar dalam proses evakuasi juga memiliki hambatan berupa adanya tangga di tengah koridor dan sekat kaca yang dapat menghambat saat melakukan proses evakuasi. Penilaian parameter jalur evakuasi gedung C mendapatkan nilai terendah yaitu -6 dikarenakan hanya terdapat satu jalur evakuasi. Kemudian dilakukan lagi penilaian lanjutan dengan pertimbangan kondisi jalur evakuasi sehingga parameter ini mendapatkan penilaian lanjutan menjadi -4,56.
11)
Koridor dan Kompartemen Penilaian parameter koridor atau kompartemen sangat bergantung pada kualitas
pemisah antara ruangan dengan koridor (NFPA 101A, 2013). Kompartemenisasi atau pemisahan antara ruangan dengan koridor sangat penting dalam keselamatan jiwa dan properti yang terdapat dalam gedung karena dengan pemisahan tersebut dapat mencegah penyebaran api yang lebih luas (Furness & Mucket, 2007). Gedung A Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia memiliki koridor dan kompartemen pada setiap lantai. Koridor yang terdapat di gedung A memiliki material dinding semen yang memiliki ketahanan api selama satu jam, sedangkan Kompartemen yang mebatasi ruangan di gedung A rata-rata menggunakan gypsum board namun ada pula yang menggunakan kayu. Ketahanan api pada kompartemen yang berbahan kayu sangat buruk karena kayu merupakan bahan yang mudah terbakar berbeda dengan bahan gypsum board yang mampu bertahan terhadap api selama satu jam. Kompartemen pada gedung A juga tidak
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
dilengkapi dengan pintu yang dapat menutup sendiri (door self closer) yang tahan terhadap api. Oleh karena kebanyakan kompartemen pada gedung A terbuat dari bahan kayu dan tidak memiliki door self closer maka kompartemen hanya dapat menghambat asap menyebar dan tidak mampu menahan api. Penilaian pada parameter ini mendapatkan nilai 0 dari nilai terendah -6 dan tertinggi 4. Kemudian dengan pertimbangan kondisi koridor dan kompartemen dilakukan penilaian lanjutan yang mendapatkan nilai -2. Gedung C Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia memiliki koridor dan kompartemen pada setiap lantai. Koridor pada gedung C FKG UI merupakan dinding batu bata yang dilapisi semen yang memiliki ketahanan terhadap api selama satu jam. Sedangkan pada kompartemen yang membatasi ruangan pada gedung C FKG UI rata-rata menggunakan dinding berbahan gypsum bord, namun ada pula beberapa ruangan yang dibatasi dengan kompartemen berbahan kayu yang memiliki tingkat ketahanan terhadap api yang buruk dan merupakan bahan yang bisa menjadi bahan bakar pada saat kebakarab terjadi. Koridor atau kompartemen pada gedung C FKG UI tidak dilengkapi dengan pintu yang dapat menutup sendiri (door self closer) yang dapat mengurangi penyebaran asap dan api saat terjadi kebakaran. Koridor atau kompartemen gedung C Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dikategorikan sebagai koridor atau kompartemen yang hanya dapat menahan asap, namun tidak dapat menahan penyebaran api saat terjadi kebakaran. Berikut adalah penilaian yang diberikan pada parameter koridor atau kompartemen gedung C menggunakan perangkat lunak Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES). Nilai yang didapatkan parameter kompartemen pada CFSES adalah 0 dari nilai terendah -6 dan tertinggi 4. Kemudian dilakukan penilaian lanjutan yang didasarkan pada kondisi koridor atau kompartemen sehingga parameter ini mendapatkan nilai -2.
12)
Program Tanggap Darurat Penilaian terhadap parameter program tanggap darurat (occupancy emergency
program) berdasarkan jumlah jalan keluar saat terjadi keadaan darurat dan jumlah pelatihan tanggap darurat yang dilakukan setiap tahun (NFPA 101A, 2013). Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia melakukan simulasi keadaan darurat kebakaran sekali dalam setahun dan melibatkan instansi formal Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana dalam simulasi tersebut. Setiap gedung FKG UI juga memiliki struktur atau organisasi tanggap darurat serta dilengkapi dengan floor warden yang bertugas pada setiap lantai gedung. Penilaian parameter program tanggap darurat pada masing-masing gedung mendapatkan nilai 1 dari nilai terendah -2 dan tertinggi 2.
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
Kesimpulan 1.
Evaluasi penerapan keselamatan kebakaran gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia belum memenuhi nilai standar berdasarkan rekomendasi NFPA 101: Life Safety Code dengan menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System (CSFES).
2.
Gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia merupakan gedung lama dengan klasifikasi konstruksi bangunan tipe III Ordinary Construction.
3.
Gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia memiliki area berbahaya seperti ruang panel, ruang penyimpanan berkas rekam medik, ruang laboratorium, dan ruang mesin kompresor.
4.
Ruang panel sebagai area berbahaya dalam gedung A FKG UI berada pada area yang menyatu pada koridor sebagai jalur evakuasi dan tidak dilakukan pemisahan bahaya dengan baik.
5.
Gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia memiliki bukaan pada saluran lift pada gedung C sehingga dapat meningkatkan resiko penyebaran api dan asap saat terjadi kebakaran.
6.
Gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia tidak dilengkapi dengan proteksi kebakaran seperti springkler dan hidran, namun sudah terdapat Alat Pemadam Api Ringan (APAR) yang sesuai dengan jenisnya pada setiap area gedung.
7.
Sistem alarm kebakaran hanya terdapat di gedung A Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dan terhubung pada pos satpam, namun tidak dilengkapi dengan voice communication dan tidak terhubung langsung dengan Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana DKI Jakarta.
8.
Gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia tidak semua dilengkapi dengan pendeteksi asap, hanya terdapat pada ruangan tertentu.
9.
Interior finish atau barang-barang properti yang ada di Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia memiliki tingkat penyebaran api (flame spread) 20 sampai dengan 200 Btu/s.
10. Gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia memiliki sistem pengendalian asap yang bersifat pasif pada jalur evakuasi. 11. Akses keluar gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia tidak memiliki jalan buntu dan dapat langsung menuju keluar gedung.
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
12. Terdapat jalur evakuasi paling sedikit satu jalur evakuasi pada gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, namun masih ditemukan jalur evakuasi yang memiliki desain menyempit yaitu pada tangga gedung A, dan hambatan berupa partisi kaca pada koridor gedung C. 13. Koridor atau kompartemen gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia kebanyakan terbuat dari dinding yang dilapisi semen dan gypsum board, namun terdapat beberapa kompartemen berbahan kayu dan kaca yang mudah terbakar. 14. Program tanggap darurat Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dilakukan setidaknya satu kali dalam setahun dan didampingi oleh Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Jakarta Timur dan juga sudah terdapat organisasi tanggap darurat, namun program tanggap darurat belum melibatkan pasien yang ada di Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut (RSKGM) dan baru berencana melibatkan pasien pada simulasi evakuasi yang akan dilaksanakan bulan Februari 2015. 15. Menurut perhitungan estimasi law’s severity correlation calculation gedung A dan C Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia dapat bertahan tidak runtuh apabila tidak mendapatkan penanganan saat kebakaran masing-masing dalam waktu 4,2 jam dan 2,3 jam.
Saran 1.
Memasang dan melengkapi sistem keselamatan kebakaran umum pada keselamatan kebakaran gedung Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, seperti memasang springkler, hidran, dan pengendalian asap serta melengkapi pendeteksi kebakaran dan sistem alarm kebakaran.
2.
Pemasangan springkler dapat menggunakan type springkler berupa pipa yang melekat pada langit-langit yang tidak tertanam pada dek atau langit-langit.
3.
Memproritaskan pemasangan proteksi kebakaran pada area-area berpotensi tinggi kebakaran seperti pada ruang panel, ruang laboratorium, ruang klinik, dan area berbaha lainnya.
4.
Merapikan kabel-kabel yang ada pada ruang panel dan koridor pada gedung dengan menggunakan cable duct atau dengan memaksimalkan penggunaan cable tray yang telah ada.
5.
Pemasangan pendeteksi kebakaran dapat menggunakan pendeteksi kebakaran yang bersifat portable untuk efisiensi pengeluaran dan penggunaan.
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
6.
Melakukan maintenance dan pemantauan peralatan-peralatan seperti dental unit, auto cleve, bahan kimia, mesin kompresor, dan peralatan yang dapat berpotensi kebakaran lainnya.
7.
Memperbaiki house keeping pada area berbahaya dan ruang perkantoran seperti memperbaiki fuse pada AC dan memperbaiki kelistirakn yang ada pada area-area tersebut.
8.
Membenahi akses keluar dan jalur evakuasi seperti pada hambatan kaca koridor gedung C dan melebarkan tangga pada gedung A.
9.
Mengganti, menghindari, dan atau mengurangi penggunaan material berbahan kayu pada langit-langit, dinding, dan kompartemen.
10. Memperbaiki bagian paling atas atau rooftop gedung untuk menghindari kebocoran yang dapat merusak konstruksi dan sistem kelistrikan gedung. 11. Melengkapi sistem alarm kebaran pada gedung C dan melengkapi sistem alarm kebakaran yang langsung dapat terhubung kepada Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana terdekat. 12. Melakukan pemeriksaan rutin terhadap Alat Pemadam Api Ringan (APAR) dan menyediakan alat pemukul kotak APAR. 13. Melakukan pertemuan rutin (annual meeting) dan pelatihan untuk organisasi tanggap darurat, sehingga dapat meningkatkan kesiap-siagaan saat terjadi keadaan darurat khususnya kebakaran. 14. Melakukan koordinasi yang baik antara pengelola gedung FKG UI Program Pascasarjana UI khususnya mengenai keselamatan kebakaran gedung. 15. Melakukan relokasi ruang genset milik program S2 Fasilkom UI agar tidak berada pada gedung milik FKG UI atau kalau tidak memungkinkan untuk relokasi, maka perlu koordinasi lebih lanjut mengenai keselamatan kebakaran genset tersebut dengan pihak program S2 Fasilkom UI. 16. Melibatkan pasien Rumah Sakit Khusus Gigi Mulut (RSKGM) dan juga mahasiswa FKG UI dalam prosedur program tanggap darurat. 17. Mempertahankan upaya keselamatan kebakaran yang sudah berjalan dengan baik, misalnya seperti ketersedian denah jalur evakuasi, penunjuk arah evakuasi, pemantauan melalui cctv maupun manual, dan koordinasi petugas K3 dengan pihak keamanan.
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
Daftar Referensi Alexander, H. B. (2014). Luar Biasa, Jakarta Tahun Ini Dikepung 133 Gedung Tinggi. [Online]. Dari: http://properti.kompas.com/read/2014/01/22/1810475/Luar.Biasa.Jakarta.Tahun.I ni.Dikepung.133.Gedung.Tinggi [19 Oktober 2014] Anonim. (2013). Kampus Universitas Negeri Makassar Kebakaran. [Online]. Dari: http://makassar.antaranews.com/foto/6290/kebakaran-kampus-unhas [20 Oktober 2014] Burke, R. (2008). Fire Protection System and Response. New York: CRC Press. Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. (2014). Data Kebakaran Tahun 2013. [Online]. Dari: http://jakartafire.net/statistik/index.php?tahunkat=2013 [19 Oktober 2014] Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta. (2014). Data Kebakaran Tahun 2014. [Online]. Dari: http://jakartafire.net/statistik/index.php?tahunkat=2014 [19 Oktober 2014] Furness, A & Muckett, M. (2007). Introduction to Fire Safety Management. Burlington, MA: Elsevier Ltd. Hendra, G. (2014). Kebakaran Gedung FISIP Universitas Indonesia. [Online]. Dari: http://plk.ui.ac.id/content/kebakaran-gedung-fisip-universitas-indonesia [20 Oktober 2014] Gultom, N. H. (2013). Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Perkantoran Menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System Pada Gedung Kementerian Pertanian Republik Indonesia Tahun 2013. Skripsi, Universitas Indonesia. Hall, J. (2013). High Rise Building Fires. National Fire Protection Association. [Online]. Dari: https://www.nfpa.org/~/media/Files/Research/NFPAreports/Occupancies/oshi ghrise.pdf [20 Oktober 2014] Hughes Associates, Inc. (2000). Computerized Fire Safety Evaluation System For Business Occupancies Software. Baltimore, MD: Commerce Drive. International Code Council. (2012). International Building Code. USA. Kautsar, M. F. (2014). Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung Menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System di Fakultas Psikologi Universitas
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
Indonesia Tahun 2014. Skripsi, Universitas Indonesia. Louisiana Office of State Fire Marshal. (2014). Information On Construction Requirements: Flame-Spread Ratings. [Online]. Dari: http://sfm.dps.louisiana.gov/doc_flamespread.html [23 Desember 2014] Marusu,
I. (2014). Kebakaran Kampus UNHAS. [Online]. http://makassar.antaranews.com/foto/6290/kebakaran-kampus-unhas [20 Oktober 2014]
National
Fire Protection Association. (2014). Fires In the U.S. [Online]. http://www.nfpa.org/research/reports-and-statistics/fires-in-the-us [17 Oktober 2014]
NFPA 101. (2012). Life Safety Code, Edition 2012. National Fire Protection Association. Quincy MA. NFPA 101 A. (2013). Guide on Alternative Approaches to Life Safety, Edition 2013. National Fire Protection Association. Quincy MA. NFPA 13. (2013). Standard for the Instalation of Sprinkler Systems, Edition 2013. National Fire Protection Association. Quincy MA. NFPA 220. (2013). Standard on Types of Building Construction, Edition 2013. National Fire Protection Association. Quincy MA. NFPA 45. (2004). Standard on Fire Protection for Laboratories Using Chemicals, Edition 2004. Quincy MA. NFPA 5000. (2012). Building Construction and Safety Code, Edition 2012. National Fire Protection Association. Quincy MA. NFPA 72. (2013). National Fire Alarm and Signaling Code, Edition 2013. National Fire Protection Association. Quincy MA. NFPA 99. (2005). Health Care Facilities Code, Edition 2005. National Fire Protection Association. Quincy MA. Nurhidayat, M. A. (2014). Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung Menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System di Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia Tahun 2014. Skripsi, Universitas Indonesia. Priliawiti, E. (2013). Kebakaran Hebat Melanda Kampus IKJ. [Online]. Dari: http://metro.news.viva.co.id/news/read/437839-kebakaran-hebat-melanda-
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014
kampus-ikj [20 Oktober 2014] Purwono, S. (2014). Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung Menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System di Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Tahun 2014. Skripsi, Universitas Indonesia. Ramli, S. (2010). Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire Management). Jakarta: Dian Rakyat. SFPE. (2002). SFPE Handbook of Fire Engineering, Third Edition. Society of Fire Protection Engineers. Quincy, Massachusetts. Wardhany, M. (2013). Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung Menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System di Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Tahun 2013. Skripsi, Universitas Indonesia. Wiyono, A.S. (2013). Penyebab Kebakaran di kampus ITB masih misterius. [Online]. http://www.merdeka.com/peristiwa/penyebab-kebakaran-di-kampus-itb-masihmisterius.html [20 Oktober 2014]
Evaluasi penerapan..., Muhammad Rafiq Daulay, FKM, 2014