EMULSI Definisi : Ada beberapa penulis yang mendefinikan emulsi, misalnya: 1. Alexander : Emulsi adalah suatu dispersi yang sangat halus dan suatu cairan kedalam suatu cairan yang lain. 2. Clayton : Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri 2 fase cair, yang satu terdispersi dalam yang lain sebagai globul (butir-butir kecil) 3. Mc. Bain : Emulsi adalah suatu tetes-tetes kecil cairan yang terdispersi dalam cairan yang lain dan dapat dilihat dibawah mikroskop. 4. P. Becher: Emulsi adalah suatu sistem heterogen terdiri dari 2 cairan yang tidak bercampur, yang satu terdispersi didalam yang lain dalam bentuk tetes-tetes kecil yang mempunyai diameter pada umumnya> 0,1 um. Pada umumnya dalam bidang farmasi, secara sederhana emulsi diartikan sebagai campuran ogen dan 2 cairan yang dalam keadaan normal tidak dapat bercampur (fase air dan fase yak), dengan pentolongan suatu bahan penolong yang disebut emulgator. Dalam sistem dispersi tersebut cairan yang terdispersi disebut fase dispers atau fase em, sedangkan cairan dimana terdapat fase dispers disebut medium dispers atau fase ekstem. iua fase tersebut yang berair dapat terdiri dan air atau campuran sejumlah substansi hidrofil alkohol, glikol, gula, garam mineral, garam organik dll. Fase yang lain adalah fase k pada umumnya berminyak, dapat terdiri dan substansi lipofil seperti : asam ,alkohol asam lemak, him, zat-zat aktifliposolubel dll. Tipe emulsi: Dari hasil yang didapat, emulsi mempunyai tipe: a. Tipe o/w. b. Tipew/o. c. Tipe w/o/w d. Tipe o/w/o. Tipe w/o/w adalah emulsi multiple (ganda) dimana fase air teremulsi didalam fase minyak, sedangkan èmuisi yang terjadi teremulsi lagi didalam air. Demikian pula hal yang sama untuk tipe o/wlo.
Universitas Gadjah Mada
Penggunaan emulsi: Sediaan farmasi maupun kosmetika bentuk emulsi banyak sekali dijumpai baik untuk pemakaian topikal maupun sistemik, misalnya: Per-oral : Kebanyakan adalah tipe o/w. Bentuk ini mempunyai banyak keuntungan selain mudah diabsorsi, homogenitas dosis mudah didapat, dll. Per-injeksi : Pada sediaaninimemerlukan perhatian khusus karena menyangkut preparat steril. Topikal : Dalam sediaan farmasi topikal maupun kosmetika, tipe emulsi baik olw maupun w/o banyak sekali digunakan tergantung maksud penggunaannya. STABILISASI BUTIR-BUTIR TETESAN Dalam emulsi, butir-butir tetesan (fase dispers) dapat distabilkan dengan cara: 1. Penurunan tegangan antarmuka. 2. Terbentuknya lapisan ganda listrik. 3. Terbentuknya film antarmuka. 1. Penurunan tegangan antarmuka. Bila dalam suatu tabung reaksi dengan luas penampang 1 cm2 kita masukkan 1 ml air 1 ml minyak, maka kontak antara kedua cairan tersebut (yang disebut antarmuka) adalah 1 cm2. Bila kita umpamakan, dengan suatu pengadukan yang intensif/kuat minyak tersebut dapat ispersi dalam air dalam bentuk tetes-tetes yang berdiameter 1 rim. Dalam keadaan demikian dispers tersebut akan terdiri dan 1,909 x 109 butir sferis. Maka permukaan total antarmuka minyak menjadi 6 x i04 cm2. Penaikan yang sangat tinggi dan luas antarmuka air-minyak tersebut akan menjadi yebab atau salah satu penyebab sehingga emulsi yang didapat menjadi tidak stabil. Kalau kita melihat gaya-gaya yang ada antara molekul-molekul dalam suatu cairan, maka molekul walaupun dia mobile, mempunyai gaya tank antar molekul yang serupa. Gaya ini disebut gaya kohesi. Gaya ini juga yang menyebabkan satu cairan tetap berada dalam wadahnya, karena molekul-molekulnya berada dalam keseimbangan. Keadaan permukaannya berbeda (antara udara-cairan) karena molekulmolekul dipermukaan tersebut tidak dikelilingi oleh molekul sejenisnya.
Universitas Gadjah Mada
Molekul-molekul air saling melakukan gaya tarik-menarik (gaya kohesif) hanya dengan molekul sejenis saja dan tidak hanya sedikit dengan molekul fase gas. Jadi gaya yang berada dipermukaan ini tidak seimbang. Hasil dari gaya tersebut (resultante) adalah kearah dalam dan mempunyai tendensi menarik molekul dipermukaan kedalam cairan, sehingga terjadi kontraksi permukaan. Gaya yang harus dipergunakan secara paralel pada permukaan tersebut untuk melawan dorongan kearah dalam, dinamakan tegangan muka dan cairan.ini dinyatakan dalam: Newton per meter (N/rn) atau Dyne/cm (dalam sistem cgs) 1 dyne/cm = 1 mN/rn Secara fisika, tegangan muka dapat diterangkan sbb:
Umpamakan dalam suatu segiempat ABCD yang dibuat dan benang metal yang tipis sisi CD yang panjangnya 1 dapat bergerak/mobile. Jika segiempat tersebut kita rnasukkan kedalam larutan sabun lalu dikeluarkan, maka akan terbentuk lapisan film yang sangat tipis pada segiempat ABCD tersebut. Jika panjang AB = 1 dan panjang AD = d, maka luas lapisan film = 2.l.d (dikalikan 2 karena mempunyai permukaan rangkap). Jika pada sisi CD (yang mobil) digerakkan dengan suatu gaya F sepanjang Ad, sehingga segiempat sekarang
menjadi
ABC’D’,
mhka
kerja
memindahkan/penggeseran sisi CD tersebut adalah: W = F. d
Universitas Gadjah Mada
yang
dilaksanakan
tuk
Jika adalah gaya yang ada tiap unit panjang, maka gaya: F = 2. . 1 (kali 2 karena 2 muka) sehingga persamaan 1) menjadi: W
= F. d = 2. . 1. d
Jika pertambahan permukaan/surface = 2.1. d = s maka: W
=
.
Y
=
W ∆s
d
maka tegangan muka,
2) , dapat diartikan sebagai kerja (dalam Joule) yang
diperlukan untuk mendapatkan 1 m2 permukaan/surface. Atau tegangan muka dapat juga diartikan sebagai perubahan energi bebas permukaan tiap unit permukaan yang dihasilkan. Situasi yang ada pada antarmuka cairan-cairan dalam suatu emulsi mirip dengan yang ada pada antarmuka cairan-gas. Dalam hal emulsi maka molekulmolekul yang ada pada permukaan cairan-cairan juga tidak seimbang.
Dengan demikian yang ada adalah tegangan antarmuka yang selalu mempunyai tendensi mengurangi permukaan atau luas kontak antara 2 cairan tersebut. Menurut Antonoff, tegangan muka 2 cairan tersebut. AB = A- B Dari persamaan sebelumnya
= W/ s menjadi AB = W/ s atau
W = AB. s Kerja emulsifikasi berbanding langsung dengan hasil tegangan antarmuka dengan adanya penaikan permukaan kontak antara 2 cairan. Dengan kata lain makin tinggi tegangan antarmuka maka makin besar juga kerja untuk menghasilkan
Universitas Gadjah Mada
suatu dispersi yang baik. Atau energi bebas permukaan (sama dengan kerja) menjadi makin tinggi bila tegangan antarmuka kedua cairan juga tinggi. W = AB. s atau E = AB. s Karena semua sistem yang membutuhkan energi yang tinggi secara termodinamika tidak stabil dan secara spontan akan berusaha menernukan keadaan energi yang minimum. Demikian juga sistem dispersi seperti emulsi dimana tegangan antarmukanya tinggi akan berusaha menemukan keadaan energi yang paling rendah dengan cara mengurangi permukaannya dengan cara berfusi atau penggabungan antara tetes-tetes, sampai terjadinya pemisahan yang sempurna dari fase-fasenya (keadaan energi minimum). Maka supaya sistem emulsi mempunyai stabilitas yang cukup, harga tegangan antarmuka antara 2 cairan harus diturunkan atau harus rendah. Dalam praktek, dapat digunakan sebagai patokan sbb: AB> 10 mN/m : Emulsi sulit dibuat AB = 5-10 mN/m : Emulsi mudah dibuat AB << 1 mN/m : Emulsi terjadi searea spontan untuk itu bila kita bisa menambahkan zat yang bisa mengurangi tegangan antarmuka 2 cairan maka akan menambah kestabilan butir- butir tetes fase dispers. E = AB. s, maka AB << akibatnya E <<. Contoh : Upaya mendispersikan 500 ml minyak zaitun di dalam air, diketahui S mula-mula 600 cm2; eter setelah dispersi 10 um; y minyak-air adlah 23 dyne/cm. Maka : 1. Volume partikel = 2. Jumlah partikel =
d3 = (10 −3 ) 3 ml 6 6 500 ml 5,236 x 10 -10
3. Luas permukaan partikel = d2 =
= 5,236 x 10-10 ml = 9,54 x 10-11
(10-3)2 = 3,14 x 10-6 cm2
4. Total luas permukaan = (9,54 x 10-11) x (3,14 x 10-6) cm2 = 3 x 106 cm2 W= . s Semula:
W=23{(3x106)-(600)}
= 6,9x107 erg = 6,9 Joule = 1,6 kalori
Universitas Gadjah Mada
Setelah ditambah surfaktan yang bisa menurunkan teg. Muka dari 23 menjadi 3 dyne/cm W= . s Menjadi:
W = 3 ((3 x 106) (600)}
= 9 x 106 erg = 0,9 Joule = 0,2 kalori
2. Terbentuknya lapisan ganda listrik. Partikel-partikel cairan atau padatan dan sistem dispersi pada umumnya pembawa muatan listrik pada permukaannya. Muatan listrik tersebut dapat berbeda-beda asalnya: •
Karena ionisasi pada permukaan dan zat yang terdispersi karena terdapat dalam miliu air.
•
Adsorpsi pada permukaan ion-ion yang berasal dan miliu (misalnya adsorpsi molekul SAA ionik)
Universitas Gadjah Mada
Contoh : R-COONa dalam air akan terhidrolisa menjadi R-COO- dan Na+ Apapun asal dari muatan listrik, disekitar partikel dapat diskemakan sbb : (misalkan partikel bermuatan negatif)
Dengan tidak adanya gerakan termik (gerakan Brown) ion-ion yang berlawanan yang at pada larutan akan menetralkan segera muatan partikel dengan cara penempelan. .gan adanya gerakan Brown, sebagian dan muatan saa yang dapat langsung dinetralkan igan cara adsorpsi ion yang berlawanan (counter- ion). Dalam lapisan difuse dan partikel, terdapat kelebihan ion-ion yang berlainan dengan partikel, namun juga terdapat ion-ion yang bermuatan sama. Ini dikarenakan adanya energi etik yang dihasilkan oleh gerakan Brown yang lebih besar dan pada gaya tolah antara ion-ion ig bermuatan sama yang ada pada tempat tersebut. Lapisan stern dan lapisan difuse bersama-sama membentuk lapisan difuse rangkap. Dari gambar diatas, kalau dinyatakan dalam potensial listrik, dapat dibedakan sbb: 1. Perbedaan potensial antara permukaan partikel dan titik penetralan (pada garis cc’). Potensial ini disebut potensial Nernst, yaitu muatan total dan partikel.
Universitas Gadjah Mada
2. Penurunan agak tajam dan potensial dalam lapisan stern yang disebabkan adanya penetralan sebagian dan counter-ion. 3. Penurunan secara progresif dan potensial dalam lapisan difuse sampai mencapai penetralan (pada garis c-c’). Perbedaan antara lapisan stern (b-b’) dan titik penetralan (c-c’) disebut zeta potensial, atau potensial elektrokinetika dan partikel. Teori lapisan ganda listrik atau baji terarahinimenjelaskan bagaimana butirbutir tetes distabilkan sehingga tidak terjadi pengumpulan partikel karena saling tolak menolak.
3. Terbentuknya film antarmuka. Teori ini menjelaskan adanya lapisan film yang kaku dipermukaan antara fase dispers dan medium dispers karena adanya bahan tambahan, sehingga secara mekanis akan menghalangi itak antara partikel. Cara terbentuknya film antarmuka bisa berlainan tergantung dan emulgator yang dipergunakan. EMULGATOR Dalam bidang farmasi, emulgator yang sering dipergunakan sebagai bahan tambahan digolongkan dalam jenis sbb: 1. Surfaktan/SAA 2. Hidrokoloid. 3. Zat padat halus yang terdispersi. 1. Surfaktan/SAA Surfaktan adalah suatu zat yang mempunyai gugusan hidrofil dan gugusan lipofil sekaligus dalam molekulnya. Zat ini akan berada dipermukaan cairan atau antarmuka 2 cairan dengan cara teradsorpsi. Gugus hidrofil akan berada pada bagian air sedangkan gugus lipofil akan berada pada bagian minyak.
Universitas Gadjah Mada
Berdasarkan atas muatan yang dihasilkan kalau atiniterhidrolisa dalam air, maka surfaktan dapat dibagi dalam 4 grup: 1. Surfaktan anionik. 2. Surfaktan kationik. 3. Surfaktan amfoterik. 4. Surfaktan non-ionik. 1. Surfaktan anionik : surfaktan golonganiniinkompatibel dengan semua substansi kationik.
Universitas Gadjah Mada
2. Surfaktan kationik: Surfaktan golonganiniinkompatibel dengan semua substansi anionik. Surfaktan ini terutama dan garam- garam ammonium kwarterner. R1, R2, R3 dan R4 = radikal alkil yg. sama atau berlainan. X = C1, Br- atau J Contoh: Cetrimide atau CTAB (Cetil trimetil amoniurn bromida) 3. Surfaktan amfoterik: Surfaktan dapat bersifat sebagai anionik ataupun kationik tergantung dari miliu nya. CH2 - OOC - R
Contoh : Lecithin.
| CH - OOC - R I
+
CH2 - O - P - O - CH2 - CH2 - N - (CH3)3 | O4. Surfaktan nonionik: Surfaktan ini tidak terionkan dalam air dan dapat berampur/kompatible dengan substansi anionik maupun substansi kationik. Surfaktan nonionik mempunyai karakteristik yaitu HLB (HydrophileLipophile Balance), suatu keseimbangan antara gugus hidrofil dan gugus lipofil dalam molekulnya. Dalam nilai HLB angka 7 adalah harga dimana molekul mempunyai afinitas yang sama terhadap air dan minyak. Angka dibawah 7 menunjukkan bahwa surfaktan lebih bersifat lipofil, sedangkan angka diatas 7 enunjukkan bahwa surfaktan lebih bersifat hidrofil. Terbentuknya tipe emulsi sangat tentukan oleh harga HLB surfaktan yang dipergunakan sebagai emulgatornya. a) Ester gliserol. R - COO - CH2 - CH - CH2 - OH | OH
Universitas Gadjah Mada
Contoh: Gliserol monostearat
Span dan Tween diberi nomer yang menunjukkan jenis rantai asam lemak yang meng-ester-kan sorbitan, misalnya: 20 Asam laurat (C 12) 40 Asam palmitat (C 16) 60 Asarn stearat (C 18) 80 Asam oleat (C 18=) 65 Tri stearat 85 Tri oleat 83 Sesqui oleat (2 inti sorbitan untuk 3 asam lemak) HYDROPHILE-LYPOPHILE BALANCE (HLB) HLB adalah suatu karakteristik spesifik yang dipunyai oleh surfaktan nonionik yang menunjukkan hidrofihisitas dari suatu surfaktan. Makin tinggi harga HLB makin hidrofil suatu surfaktan dan makin rendah harga HLB makin lipofil suatu surfaktan PERHITUNGAN HLB Ada beberapa peneliti yang membenikan rumus bagaimana cara menghitung harga HLB, salan satu diantaranya adalah Griffin. Menurut Griffin perhitungan HLB adalah: HLB =20 (1 - S) A dimana
S = Bilangan wster. A = Bilangan asam dan asam bebas nya.
Contoh: Tween 20 harga
S = 45,5 (harga rata-rata) A = 276 (asam laurat perdagangan)
HLB Tween 20 =20 (1 – 45,5) 276 = 16,7 Untuk produk dimana bagian hidrofil terdiri dan PEO (polietilenoksida) maka rumus untuk menghitung HLB adalah: HLB = E 5 E = harga % berat EO
Universitas Gadjah Mada
dengan kata lain HLB = 1/5 dari % berat bagian hidrofil. Secara teoritis bila suatu surfaktan non ionik terdiri dan 100% bagian hidrofil (dalam kenyataannya tidak ada) sehanrusnya akan didapatkan 100. Namun supaya nilainya
tidak
terlalu
tinggi,
dikalikan
1/5
supaya
memudahkan
penggunaannya, sehingga menjadi 20. Contoh : Tween 20 seperti tersebut diatas, kalau dihitung dengan cara ini adalah: Tween 20 (Lauril sorbitan PEO) BM: Sorbitan
:
164
Asam laurat
:
200
20 EO
: 880 ----------- + 1.244
Air esterifikasi
: 18 ----------- + 1.226
BM bagian hidrofil : Sorbitan
:
164
20 EO
: 880 ----------- + 1.044
HLB Tween 20 = 1.044 x 100 x 1 = 17,0 1.226 5 jadi harga tersebut kira-kira sama dengan kalau dihitung dengan rumus sebelumnya, yaitu 16,7. KELARUTAN SURFAKTAN DALAM AIR Tergantung hidrofili dari surfaktan, maka surfaktan mempunyai kelarutan yang berlainan. Sifat kelarutan atau terdispersinya dalam air dapat juga dipergunakan untuk memperkirakan harga HLB surfaktan, yaitu bila: HLB 1. Tak terdispersi dalam air
1-4
2. Terdispersi dengan kasar
3-6
3. Seperti susu dengan penggojogan kuat
6-8
4. Dispersi seperti susu dan stabil
8 - 10
5. Terjadi dispersi yang translusid
10 - 13
6. Terjadi larutanjernih
Universitas Gadjah Mada
> 13
HLB CAMPURAN SURFAKTAN Jika 2 surfaktan atau lebih dicampurkan maka HLB campuran dapat diperhitungkan sbb: Misal : Campuran surfaktan terdiri dan: 70 bagian Tween 80 (HLB = 15,0) 30 bagian Span 80 (HLB = 4,3) HLB campuran kedua surfaktan tersebut adalah: Tween 80
= 70/100 x 15,0 = 10,5
Span 80
= 30/100 x 4,3 HLB campuran
= 1,3 --------- + = 11,8
Selain HLB campuran surfktan dapat dihitung, surfaktan dapat saling diganti dan nilai 13 nya merupakan aditif artinya berapapun nilai HLB dan jenisnya HLB campuran merupakan jumlah dari masing-masing nilai HLB nya. PERBANDINGAN SURFAKTAN PADA SUATU HLB Kadang-kadang dalam menggunakan campuran surfaktan kita tidak selalu harus menghitung HLB dari surfaktan-surfaktan yang telah diketahui perbandingannya, tetapi kita harus menggunakan campuran surfaktan pada suatu nilai HLB tertentu. Untuk itu kita harus menghitung berapa perbandingan surfaktan yang harus dipergunakan. Contoh : Kita akan membuat emulsi pada HLB 12,0 dengan menggunakan surfaktan campuran Tween-80 dan Span-80. Maka rumus yang kita pergunakan untuk menghitung perbandingan tersebut adalah: (X - HLBspan80) % Tween 80 = --------------------------------------- x 100 (HLBtween 80 - HLBspan 80) % Span 80= 100 - % Tween 80 Dimana X = nilai HLB yang diinginkan. Bila diketahui HLB Tween 80 = 15,0 dan HLB span 80= 4,maka: 12,0 - 4,3 7,7 %Tween80 = ------------------- = ----------- =0,72 =72% 15,0 - 4,3 10,7 %Span 80 = (100 - 72) % = 28 %
Universitas Gadjah Mada
Kita membuat satu seri emulsi pada nilai HLB: 6,0 8,0 10,0 12,0 14,0 kemudian kita amati pada HLB yang mana emulsi paling stabil. Misal terlihat bahwa emulsi paling stabil pada HLB 10,0 dan 12,0 Tahap II : Pemilihan HLB ideal. Karena emulsi yang stabil pada tahap I adalah HLB 10,0 dan 12,0 maka dapat diartikan bahwa emulsi yang paling stabil adalah antara 10,0 dan 12,0. Pada tahap IIinikita lakukan perobaan seperti pada tahal I tetapi dengan jarak nilai HLB yang lebih sempit, misalnya pada HLB: 10,0
10,4
10,8
11,2
11,6
12,0
kemudian kita amati pada nilai HLB berapa emulsi paling stabil. Misal emulsi ternyata paling stabil pada nilai HLB 10,8.inidapat dikatakan bahwa HLB ideal dari emulsi tersebut adalah Tahap III: Pemilihan surfaktan ideal. Pada tahap ini kita buat lagi satu seri formulasi emulsi dengan beberapa jenis surfaktan aunun campuran surfaktan, tetapi harus pada nilai HLB ideal tersebut yaitu 10,8. Misalkan kita gunakan campuran: Tween80 - Span 80 Tween60 - Span 60 Tween40 - Span 40 Tween 20 - Span 20 dsb. dsb. kemudian kita amati emulsi yang mana yang paling stabil. Misalkan kita dapatkan emulsi dengan surfaktan Tween 40 - Span 40 adalah emulsi yang paling stabil, berarti surfaktan ideal untuk emulsi tersebut adalah campuran Tween 40- Span 40. Dari ketiga tahap tersebut dapat kita simpulkan bahwa : Emulsi dengan menggunakan minyak dan fase air pada formula yang dicoba paling ideal kalau dipergunakan surfaktan Tween 40 dan Span 40 pada nilai HLB 10,8. Tinggal kita menghitung berapa bagian Tween 40 dan Span 40 yang diperlukan untuk mendapatkan nilai HLB 10,8 Kita membuat satu sen emulsi pada nilai HLB: 6,0
Universitas Gadjah Mada
8,0
10,0
12,0
14,0
kemudian kita amati pada HLB yang mana emulsi paling stabil. Misal terlihat bahwa emulsi paling stabil pada HLB 10,0 dan 12,0 Tahap II : Pemilihan HLB ideal. Karena emulsi yang stabil pada tahap I adalah HLB 10,0 dan 12,0 maka dapat diartikan bahwa emulsi yang paling stabil adalah antara 10,0 dan 12,0. Pada tahap II ini kita lakukan perobaan seperti pada tahal I tetapi dengan jarak nilai HLB yang lebih sempit, misalnya pada HLB: 10,0
10,4
10,8
11,2
11,6
12,0
kemudian kita amati pada nilai HLB berapa emulsi paling stabil. Misal emulsi ternyata paling stabil pada nilai HLB 10,8. Ini dapat dikatakan bahwa HLB ideal dari emulsi tersebut adalah 10,8 Tahap III : Pemilihan surfaktan ideal. Pada tahap ini kita buat lagi satu seri formulasi emulsi dengan beberapa jenis surfaktan maupun campuran surfaktan, tetapi harus pada nilai HLB ideal tersebut yaitu 10,8. Misalkan kita gunakan campuran; Tween 80 - Span 80 Tween60 - Span 60 Tween 40 - Span 40 Tween 20 - Span 20 dsb. dsb. kemudian kita amati emulsi yang mana yang paling stabil. Misalkan kita dapatkan emulsi dengan ampuran surfaktan Tween 40 - Span 40 adalah emulsi yang paling stabil, berarti surfaktan ideal untuk emulsi tersebut adalah campuran Tween 40 - Span 40. Dari ketiga tahap tersebut dapat kita simpulkan bahwa : Emulsi dengan menggunakan fase minyak dan fase air pada formula yang dicoba paling iea1 kalau dipergunakan surfaktan canipuran Tween 40 dan Span 40 pada nilai HLB 10,8. Tinggal kita menghitung berapa bagian Tween 40 dan Span 40 yang diperlukan untuk mendapatkan nilai HLB 10,8 HLB optimum untuk campuran fase minyak. Tabel diatas dapat dipergunakan sebagai prakiraan harga HLB untuk menghasilkan emulsi o/w yang paling baik. Dari tabel tersebut dapat dihitung HLB optimum untuk campuran fase minyaknya.
Universitas Gadjah Mada
Misal kita akan membuat emulsi tipe o/w dan fase minyak yang terdiri dari campuran: 30 % esense mineral 50 % cotton oil 20 % kior parafin yang diemulsikan dalam air. HLB optimum campuran adalah: Esense mineral
30% x HLB opt. 14
= 4,2
Cotton oil
50% x HLB opt. 6
= 3,0
Klor parafin
20% x HLB opt. 8
= 1,6 --------------- + = 8,8
Prakiraan HLB untuk emulsi
Untuk itu dibuat emulsi pada range HLB 8-10. Tentunya hasil akan didapat bahwa emulsi ing baik pada HLB 8,8 seperti pada perhitungan tersebut, baik itu dengan mempergunakan surfaktan tunggal atau campuran. Penentuan harga HLB Optimum emulsi o/w HLB optimum emulsi o/w ditentukan dengan mengemulsikan fase minyak sebanyak 20% kurang, kemudian dipergunakan emulgator surfaktan sebanyak 2,5% - 5% sedemikian rupa sehingga diperoleh harga range HLB antara 4-18 dengan interval 2. Minyak yang emulsikan bila pada cair dapat dicampurkan dengan emulgator pada suhu kamar sedangkan minyak yang pa padat dicampurkan pada suhu 10°C diatas titik lebur . Air ditambahkan dengan pengadukan, pada suhu kamar untuk fase minyak yang cair atau 15°C lebih tinggi dari suhu fase minyaknya. Setelah didapat emulsi, dibuat lagi seperti diatas dengan interval HLB yang lebih Tanda-tanda emulsi pada HLB optimum adalah: 1. Emulsi paling stabil. 2. Viskositasnya paling rendah. 3. Diameter rata-rata partikel paling kecil. 4. Ada reflek biru pada dinding botol, atau reflek kemerahan bila disinarkan pada matahari.
Universitas Gadjah Mada
2. HIDROKOLOID. Emulgator
hidrokoloid
dapat
menstabilkan
emulsi
dengan
cara
membentuk lapisan yang rigiclikaku, bersifat viskoelastik pada permukaan minyak-air. Zat ini bersifat larut dalam air (menjadi koloid dengan adanya air), dan akan membentuk emulsi tipe o/w. Prinsip mekanisme penstabilan emulsi tersebut adalah: 1. Pembentukan lapisan kaku-viskoelastik pada permukaan minyak-air. 2. Penaikan viskositas miliu. 3. Pembentukan agregat dengan cara adsorpsi makromolekul yang sama pada permukaan partikel dengan hubungan jembatan hidrokarbon. Karena sifat tersebut, dapat terjadi misalnya emulsi parafin cair dengan emulgator p.g.a. akan terflokulasi tergantung jumlah p.g.a. yang dipergunakan. Yang termasuk emulgator hidrokoloid: 1. Gom : Gom arab; tragaanth. 2. Ganggang laut : Agar-agar; alginat; caragen. 3. Biji-bijian: Guar gum. 4. Selulosa: Karboksimetilselulosa (CMC); metilselulosa (MC). 5. Collagen : Gelatin. 6. Lain-lain : polimer sintetik,; protein; dll. 3. ZAT PADAT YANG TERDISPERSI. Supaya zat ini dapat berfungsi sebagai emulgator maka padatan ini harus mempunyai partikel yang jauh lebih kecil daripada ukuran partikel fase dispers dan mempunyai sifat basahan pada permukaan 2 cairan. Dalam sistem terner air-minyak-padatan maka bila: 1. Jika YPM> YAM + YPA ---> padatan tersuspensi dalam fase air. 2. Jika YPA> YPA + YPM ---> Padatan tersuspensi dalam fase minyak. 3. Jika YAM > YPA + YPM atau salah satu tidak lebih besar dari jumlah 2 lainnya ---> padatan terkonsentrasi di permukaan air-minyak. Modifikasi persamaan Young dapat dipergunakan: YPM - YPA YAMcos0 0 = sudut kontak.
Universitas Gadjah Mada
Jika YPA < YPM, cos 0 positif ---> 0 < 90o padatan terbasahi air hingga membentuk emulsi tipe Jika YPM < YPA, cos 0 negatif ---> 0 > 90 o padatan terbasahi minyak hingga membentuk emulsi Secara teoritis jika YPA = YPM ---> cos 0 = 0 0 = 90o maka padatan terbasahi oleh air dan minyak. Makin halus padatan, semakin naik sifat sebagai emulgator. Dari sini dapat dijelaskan mengapa oksida-oksida atau hidroksida yang dibuat baru (recente paratus) dan hidrat memberikan hasil yang lebih baik dibandingkan bentuk keringnya. Contoh :
- Mg, Al, Ca hidroksida. - Mg trisilikat.
Clay/tanah seperti grup montmorillonit (bentonit,veegum, laponite), membentuk emulsi tipe o/w. Carbon hitam sebaliknya membentuk emulsi tipe w/o PEMBUATAN EMULSI. Cara pengampuran 1. Bila menggunakan surfaktan. a) Surfaktan yang larut dalam minyak ----> larutkan dalam minyak. Surfaktan yang larut dalam air ----> dilarutkan dalam air. Kemudian fase minyak ditambahkan fase air. Carainidigunakan bila diinginkan terbentuknya sabun hasil reaksi, sebagai emulgator. b) Fase minyak ditambah surfaktan (misalnya Tween dan Span) Dipanaskan kurang lebih 60-70 C kemudian fase air ditambah kan porsi per porsi sambil diaduk hingga terbentuk emulsi, kemudian didinginkan sampai temperatur kamar sambil dilakukan pengadukan. Temperatur
Universitas Gadjah Mada
dinaikkan
supaya
viskositas
masa
turun,
sehingga
mempermudah Radukan. Dengan demikian akan mempermudah terjadinya emulsifikasi. Cara ini biasa dilakukan untuk pembuatan emulsi tipe o/w. 2. Bila menggunakan hidrokoloid atau padatan yang terdispersi. Metode Anglosaxon Dibuat musilago antara emulgator dengan sebagian air, kemudian minyak dan air ditambahkan kit demi sedikit secara bergantian sambil diaduk. Metoda continental (4-2-1) Minyak 4 bagian ditambah gom 1 bagian dihomogenkan dalarn mortir kering, kemudian bahkan 2 bagian air, diaduk hingga terjadi korpus emusi, kemudian ditambahkan sisa air sedikit-sedikit sampai habis sambil diaduk. Pengawetan emulsi. Emulsi seperti juga suspensi karena sifat bahan yang digunakan sering mudah ditumbuhi mikroba. Cara yang paling baik adalah dengan menggunakan bahan yang sedikit terkontaminasi mikroba atau dengan menambahkan preservative/pengawet. Pengawet sebaiknya mempunyai sifat : toksisitas rendah, stabil (dalam panas dan nanan, dapat campur dengan bahan lain, efektif sebagai antimikroba. Selain karena mikroba, emulsi dapat juga rusak karena oksidasi, maka pengawet emulsi pula berupa antioksidan. Alat untuk membuat emulsi Semua alat pembuat emulsi mempunyai karakteristik sbb: -
Memperkecil ukuran partikel dan sekaligus menghomogenkan campuran.
-
Hanya memperkecil ukuran partikel saja.
Dalam pelaksanaannya efektifitas memperkecil ukuran partikel atau efektifitas penghomogenannya bisa berlainan tergantung jenis alat yang dipergunakan. 1. Pengaduk (mixer) Jenis pengaduk ini bermacam ragamnya tergantung dan banyak volume cairan, kekentalan, dsb. Alat ini mempunyai sifat meng-
Universitas Gadjah Mada
homogenkan dan sekaligus memperkecil ukuran partikel walaupun efek menghomogenkan cairan lebih dominan. Selain spesifikasi untuk tiap alatnya, harus dijaga sekali agar tidak terlalu banyak udara yang ikut terdispersi kedalarn cairan dan menjadi buih. Karena semua yang terdispersi akan mengkonsumsi/mempergunakan sebagian surfaktan sehingga terjadi gelembung atau busa. Adanya busa ini terutama akan mengganggu pembacaan volume bila dilakukan pemasukan kedalam wadah. Pengecilan ukuran partikel terjadi karena benturan antara partikel dengan partikel yang lain serta antara partikel dengan dinding serta dengan pengaduknya. Untuk menghindari ini bisa dilakukan a.l.: a. Dengan memasang 4 buffle dengan posisi 900 masing-masing mempunyai lebar ± 1/12 diameter tempat pencampuran. b. Dengan memasang sudip yang ditaruh didinding (untuk volume kecil). c. Pengaduk ditempatkan ketepi atau dimiringkan. 2. Homogenizer. Alat ini mempunyai karakteristik memperkecil ukuran partikel yang sangat efektif namun tidak menghomogenkan campuran. Pengecilan partikel terjadi karena cara kerja alat ini yaitu dengan menekan cairan, dipaksa melalui suatu celah yang sempit yang kemudian dibenturkan ke suatu dinding atau ditumbukkan pada ti-peniti metal yang ada dalam celah tersebut. Carainisangat efektif sehingga bisa didapatkan diameter partikel rata-rata < 1 um. 3. Colloid mill. Prinsip kerja alat ini adalah dengan menggilas partikel sehingga didapatkan ukuran yang kecil. Kalau dan prinsip kerja tersebut alat ini tidak efektif untuk menghomogenkan cairan, dalam prakteknya bagian rotor alatinidilengkapi dengan sejenis baling-baling sehingga menghasilkan efektifitas pengadukan cairannya.
Universitas Gadjah Mada
4. Ultra Turrax. Prinsip kerja alat ini adalah dengan cara memberikan gelombang ultrasonik melalui dengan frekwensi 20-50 kilocycles/ detik. Dengan adanya gelombang tersebut akan mengakibatkan partikel pecah menjadi ukuran yang lebih kecil. Alatinicocok untuk pembuatan emulsi yang cair atau dengan viskositas menengah. KETIDAK STABILAN EMULSI. Ketidak stabilan emulsi yang dimaksud adalah suatu peristiwa perubahan fisik dan emulsi yang terjadi sewaktu pembuatan atau setelah penyimpanan. Karena perubahan fisik tersebut, dikatakan emulsi tidak stabil. Peristiwa tersebut adalah: 1. Emulsi pecah/breaking. Pecahnya emulsi ini karena terjadi penurunan luas antarmuka antara fase dispers dan medium dispers yang relatif sangat cepat sampai suatu luas antarmuka yang minimal, sehingga kelihatan terjadi 2 fase yang memisah total (peristiwa koalesensi). Penurunan luas antarmuka ini sebagai upaya menurunkan energi bebas permukaan karena tegangan antarmuka yang sangat tinggi. Peristiwa ini kebanyakan bersifat irreversible. 2. Creaming. Adalah suatu peristiwa dimana emulsi terbagi menjadi 2 bagian, yang satu lebih banyak mengandung fase intern sedang yang lain mengandung lebih banyak fase ekstem. Keadaan ini masih bersifat reversible. Peristiwa creaming ini merupakan peristiwa flokulasi, yang bilamana proses berlanjut dapat terjadi peristiwa koalesensi (jecahnya emulsi). Perbedaan peristiwainidapat digambarkan sbb: Flokulasi : o o ---> oo Koalesensi : o o ---> oo ---> 0 3. Inversi. Adalah peristiwa dimana terjadi pembalikan tipe emulsi, yang semula o/w menjadi w/o atau sebaliknya. Penyebab peristiwainidapat bermacam-macam misalnya : suhu, komposisi bahan penyusun emulsi. Pada
umumnya
peristiwainihanya
terjadi
pada
emulsi
yang
menggunakan surfaktan sebagai emulgatomya, dan pada suatu harga HLB
Universitas Gadjah Mada
yang dekat dengan perubahan sifat hidrofil dan lipofil. Pada emulsi dengan emulgator hidrokoloid peristiwa ini hampir tidak pemah terjadi karena hidrokoloid lebih bersifat hidrofil. . KONTROL EMULSI. Kontrol emulsi dimaksudkan untuk mengetahui sifat fisika dari emulsi dan dipergunakan untuk mengevaluasi kestabilan emulsi Dalam bidang produksi keseragaman sifat fisika tersebut terutama dan batch satu ke batch yang lain sangat penting. Pernakai tidak selalu mempergunakan sediaan dengan nomer batch yang sama apalagi untuk konsumen yang rutin mempergunakannya. Kontrol emulsi ada beberapa cara: 1. Determinasi tipe emulsi. a. Metoda pengenceran : dalam tabung reaksi yang benisi air ditambahkan beberapa tetes emulsi. Bila terjadi campuran homogen atau emulsi terencerkan oleh air maka emulsi bertipe o/w dan sebaliknya. b. Metoda pewarnaan : emulsi tipe o/w akan terwarnai oleh zat wama yang larut dalam air. Demikian sebaliknya untuk emulsi yang bertipe w/o dapat diwarnai oleh zat wama yang larut dalam minyak. c. Konduktibilitas elektnik : pada umumnya air merupakan konduktor yang lebih baik dibanding minyak. Bila emulsi dapat menghantar aliran listrik maka emulsi tersebut bertipe o/w. Sebaliknya bila tidak menghantar listrik bertipe w/o. Jika suatu emulsi distabilkan dengan surfaktan nonionik
kemungkinan
konduktabilitasnya
lemah
sekali.
Untuk
mendeteksi dapat ditambahkan NaCl. 2. Distribusi granulometrik. Dengan mengetahui distribusi granulometrik dan partikel fase dispers dan diameter rata-rata nya, makainibisa untuk meng- evaluasi kestabilan emulsi vs waktu. Bila terjadi peristiwa koalesensi, diameter ratarata partikel akan berubah menjadi lebih besar. Pada umumnya sediaan emulsi berupa sediaan yang mempunyai konsentrasi yang tinggi, haliniakan menyulitkan penghitungan distribusi granulometriknya. Untuk mengatasi hal ini dilakukan pengenceran sediaan tsb.
Universitas Gadjah Mada
Ada beberapa cara untuk menetapkan distribusi granulometrik partikel pada emulsi: 1. Mikroskopik: Dengan menggunakan mikrometer baik secara visual dengan mata atau dengan bantuan komputer 2. Optik: dengan alat difraksi sinar 3. Elektronik: dengan Coulter Counter, namun ini sulit dilaksanakan untuk emulsi tipe w/o 4. Sentrifugasi : carainiberdasarkan rumus Stokes, dengan menghitung perbedaan bobot jenis tiap fraksi emulsi. Dengan cara ini dapat diketahui distribusi ukuran partikel nya. 3. Determinasi sifat rheologi. Kontrol sifat rheologi emulsi termasuk penting, karena perubahan konsistensi dapat disebabkan karena proses : fabrikasi atau penyimpanan, sehingga dapat mempengaruhi pamakaiannya. Misal : mudah tidaknya penggunaan pada parenteral, ketepatan pengambilan dosis, kemudahan dan regularitas pengi- sian, kemudahannya dalam penggunaan pada kulit untuk produk kosmetika dsb. Dalam hal stabilitas fisika, perubahan viskositas akan mempengaruhi
pengendapan
viskositasnya
saja
ataupun
namun
terjadinya
setiap
creaming.
perubahan
sifat
Tidak
hanya
rheologi
akan
mempengaruhi kestabilan emulsi. Banyak faktor yang mempengaruhi sifat alir dan emulsi a.1.: 1. Fase intern: a. Fraksi volume. b. Interaksi partikel : flokulasi, koalesensi. c. Ukuran partikel. d. Viskositas fase intern. e. Jenis kimia. 2. Fase ekstern: Viskositas yang tergantung pula pada susunan kimia, adanya pengental, elektrolit, pH dll. 3. Emulgator. a. Jenis kimia. b. Konsentrasi.
Universitas Gadjah Mada
c. Ketebalan dan sifat rheologi dan film antarmuka kedua fase. 4. Test penyimpanan yang dipercepat. Test ini dimaksudkan untuk memperpendek waktu pengamatan suatu sediaan emulsi. Dalam prakteknya agar diperoleh gambaran yang Iebih mendekati keadaan yang sesungguhnya perlu dicari korelasi antara kondisi pengamatan yang dipercepat dengan pengamatan sesungguhnya dalam kondisi normal. Ada beberapa cara test pada penyimpanan yang dipercepat: 1. Temperatur 40 – 60oC : dengan penyimpanan pada suhu yang relatif lebih tinggi, maka viskositasnya akan menurun tergantung sifat emulsi tersebut. Penurunan viskositas akan mempengaruhi kestabilan fisika emulsi. 2. Sentrifugasi dengan pengusingan pada kecepatan tertentu berarti akan menaikkan harga g (gravitasi) pada rumus Stokes. Dengan demikian terjadi pemisahan partikel yang lebih cepat pula. 3. Shock termik emulsi disimpan pada temperatur tinggi dan rendah secara bergantian pada waktu tertentu. Misal pada suhu 60°C selama 1 han kemudian dilanjutkan pada suhu 4°C selama sehari.inidiulangi sampai masing-masing 4 kali, kemudian didiamkan pada temperatur kamar untuk kemudian dilakukan pembacaan hasil
Universitas Gadjah Mada