ELEKTRODE PASTA KARBON ZEOLIT ALAM TERMODIFIKASI HEKSADESILTRIMETILAMONIUM BROMIDA UNTUK DETEKSI KROMIUM(VI)
BUDI RIZA PUTRA
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Elektrode Pasta Karbon Zeolit Termodifikasi Heksadesiltrimetilamonium Bromida untuk Deteksi Kromium(VI) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Mei 2013
Budi Riza Putra NIM G451100041
RINGKASAN BUDI RIZA PUTRA. Elektrode Pasta Karbon Zeolit Alam Termodifikasi HDTMABr untuk Deteksi Kromium(VI). Dibimbing oleh LATIFAH K DARUSMAN dan ETI ROHAETI. Penggunaan kromium yang luas dalam metalurgi, penyamakan kulit, elektroplating, kayu, penghasil listrik, dan industri lainnya telah menimbulkan masalah lingkungan yang besar terutama pada sejumlah daerah yang terkontaminasi oleh kromium. Kromium memiliki 2 spesi yang dominan, yaitu Cr(III) dan Cr(VI). Perhatian lebih berfokus pada bahaya yang diakibatkan Cr(VI) dibandingkan Cr(III) disebabkan Cr(VI) 1000 kali lebih toksik daripada Cr(III). Maka, metode untuk diferensiasi dan kuantifikasi spesi kromium ini sangat penting dalam analisis lingkungan. Penelitian mengenai elektrode pasta karbon termodifikasi kimia telah banyak dilakukan dimulai dari tahun 1990 khususnya dalam bidang elektroanalisis disebabkan keuntungan yang diakui lebih baik dibandingkan elektrode konvensional. Penelitian terus menerus mengenai elektrode pasta karbon termodifikasi kimia telah meningkatkan penggunaan material anorganik sebagai bahan pemodifikasi elektrode. Diantara material anorganik, zeolit telah banyak digunakan sebagai penukar ion disebabkan ukuran, bentuk dan selektivitas muatan yang unik, kemampuan penukar ion yang tinggi, stabilitas termal yang tinggi, harganya murah dan tahan terhadap kondisi ekstrim. Zeolit memiliki muatan negatif yang permanen pada struktur kristalnya sehingga cocok sebagai penukar kation. Muatan negatif ini juga memungkinkan untuk dilakukan modifikasi pada permukaan zeolit menggunakan surfaktan kationik yaitu ion heksadesiltrimetilamonium (HDTMABr). Nilai kapasitas tukar kation zeolit alam asal Cikembar (23.7 mek/100 g), Cikalong (47.6 mek/100 g), Bayah (39.7 mek/100 g), dan Lampung (42.4 mek/100 g). Setelah diaktivasi dengan NaOH, nilai kapasitas tukar kation pada zeolit teraktivasi basa menunjukkan peningkatan masing-masing adalah Cikembar (60.4 mek/100 g), Cikalong (60.4 mek/100 g), Bayah (42.5 mek/100 g), dan Lampung (107.5 mek/100 g). Sehingga zeolit Lampung dipilih untuk dilakukan modifikasi dengan surfaktan dan diperoleh jumlah adsorpsi tertinggi pada konsentrasi 200 mM HDTMABr sebesar 3.9923 mmol/g zeolit. Uji adsorpsi Cr(VI) menggunakan metode difenilkarbazida (DPC) terhadap zeolit Lampung, zeolit Lampung teraktivasi basa termodifikasi HDTMABr 100 mM dan zeolit teraktivasi basa termodifikasi HDTMABr 200 mM menunjukkan adanya peningkatan kapasitas adsorpsi (Q). Kapasitas adsorpsi kromium(VI) saat keadaan tunak (steady state) diperoleh pada zeolit Lampung, zeolit-basaHDTMABr 100 mM dan 200 mM berturut-turut adalah 58.0457, 134.0522, dan 148.5602 mg Cr(VI)/g zeolit. Hal ini menunjukkan adanya peningkatan jumlah Cr(VI) yang dapat terikat pada permukaan zeolit. Hasil pencirian zeolit dengan XRD menunjukkan adanya 3 puncak difraktogram yang signifikan yang diperoleh pada zeolit Lampung, zeolit Lampung teraktivasi basa, dan zeolit Lampung teraktivasi basa termodifikasi HDTMABr. Hal ini menunjukkan tidak adanya perubahan struktur pada zeolit
alam dan zeolit termodifikasi. Derajat kristalinitas yang menurun dengan urutan zeolit alam, zeolit termodifikasi basa, dan zeolit teraktivasi basa termodifikasi HDTMABr menunjukkan hilangnya sebagian pengotor yang terdapat zeolit alam dan adanya adsorpsi molekul HDTMABr pada permukaan zeolit. Pencirian zeolit alam termodifikasi HDTMABr menunjukkan adanya penggabungan puncak serapan yang berasal dari zeolit yaitu tekukan δH-O-H (1637.65 cm-1), vibrasi vT-O (T= Si,Al) simetrik (1055.56 cm-1), vT-O asimetrik (793.17 cm-1), δSi-O-Al (608.86 cm-1 dan 525.67 cm-1), dan δO-T-O (468.41 cm-1) serta serapan puncak yang berasal dari HDTMABr adalah uluran vC-H metilena asimetrik (2920.05 cm-1) dan tekukan δC-H metilena (2851.01 cm-1, 1489.21 cm-1). Pencirian dengan analisis termal (TGDTA) menunjukkan persentase massa yang hilang yang cukup besar sebesar 15.1 % pada kisaran suhu 200-300 oC. Hal ini menunjukkan adanya lapisan ganda surfaktan yang terbentuk akibat adanya interaksi hidrofobik-hidrofobik gugus nonpolar HDTMABr di permukaan zeolit alam Lampung. Adanya interaksi elektrostatik antara molekul HDTMABr dengan permukaan zeolit membentuk lapisan tunggal ditunjukkan pada kisaran 300-400 oC dengan persentase massa yang hilang sebesar 1.7%. Hal ini disebabkan energi yang cukup tinggi dibutuhkan memutuskan interaksi elektrostatik antara HDTMABr dengan permukaan zeolit dibandingkan interaksi hidrofobik antara sesama molekul HDTMABr. Zeolit Lampung termodifikasi HDTMABr digunakan sebagai bahan pemodifikasi untuk membuat elektrode pasta karbon. Komposisi optimum zeolit Lampung termodifikasi HDTMABr pada campuran grafit dan minyak parafin diperoleh sebesar 2.5% dengan dilakukan pengujian pengukuran terhadap analit Cr(VI) dengan teknik voltametri siklik. Larutan elektrolit pendukung untuk pengukuran Cr(VI) terbaik adalah HNO3 0.3 M dengan pH 0.5. Selanjutnya pengukuran Cr(VI) pada elektrode komposit ini didasarkan pada prinsip reduksi Cr(VI) menjadi Cr(III) atau sistem redoks irreversibel sehingga dipelajari teknik voltametri yang lebih sederhana. Pengukuran Cr(VI) 13 mM dengan teknik voltametri sapuan linier (VSL) memberikan sensitivitas tertinggi dengan arus terbaca adalah 31.45 µA dibandingkan voltametri gelombang persegi (VGP) sebesar 12.80 µA dan voltametri pulsa diferensial (VPD) sebesar 1.98 µA. Uji kinerja elektrode komposit menggunakan teknik VSL menghasilkan daerah respons linier pada kisaran konsentrasi 0.2-1.0 mM dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0.9669. Sensitivitas, limit deteksi, limit kuantisasi, dan ketelitian pengukuran Cr(VI) yang diperoleh berturut-turut sebesar 0.4294 µA mM, 3.63 x 10-4 M, 1.197 x 10-3 M dan 4.49%. Kata kunci : zeolit Lampung. kromium(VI), HDTMABr, elektrode pasta karbon zeolit alam termodifikasi HDTMABr, voltametri sapuan linier, logam berat.
SUMMARY BUDI RIZA PUTRA. Carbon Paste Electrode Hexadecyltrimethylammonium bromida modified Natural Zeolite for Chromium(VI) Detection. Supervised by LATIFAH K DARUSMAN and ETI ROHAETI. The extensive use of chromium in metallurgic, leather tanning, electroplating, lumber, electricity generating and other industries have promoted enormous ecological impact in numerous sites that are being contaminated by chromium. Chromium has two dominant species, namely Cr(III) and Cr(VI). Among them, attention concerning the possible hazards arising from the use of Cr(VI) than Cr(III) because hexavalent chromium is around 1000 times more toxic than trivalent one. Therefore, methods for differentiation and quantification of these species are very important in water analysis. Research on chemical modified carbon paste electrode have been carried out starting from 1990 especially in electroanalysis field caused by better improvement than conventional electrode. Continuous research on chemical modified carbon paste electrode has been increasing use of inorganic materials as a modifiers of electrode material. Among inorganic materials, zeolites have been widely used as an ion exchanger due to size, shape, and unique charge selectivity, high capacity ion exchangers, high thermal stability, low cost resistance to extreme conditions. Zeolites have a permanent negative charge on its crystal structure making it suitable as a cation exchanger. This negative charge is also possible to do modifications on the zeolite surface using cationic surfactant of hexadecyltrimethylammonium (HDTMA) ions. Cation exchange capacity value of zeolite origin from Cikembar (23.7 meq/100 g), Cikalong (47.6 meq/100 g), Bayah (39.7 meq/100 g), and Lampung (42.4 meq/100 g). After activation with NaOH, all cation exchange capacity values showed increasing were Cikembar (60.4 meq/100 g), Cikalong (60.4 meq/100 g), Bayah (42.5 meq/100 g), and Lampung (107.5 meq/100 g). Therefore, Lampung zeolite was selected to do modification with surfactant and was obtained highest adsorption amount of 200 mM HDTMABr as 3.9923 mmol/g zeolit. Cr(VI) adsorption test using diphenylcarbazide (DPC) method toward Lampung zeolite, 100 mM and 200 mM HDTMABr modified NaOH activated Lampung zeolite showed increasing adsorption capacity (Q). Cr(VI) adsorption capacity (Q) at steady state were obtained toward Lampung zeolite, 100 mM and 200 mM zeolite-NaOH-HDTMABr as 58.0457, 134.0522, 148.5602 mg Cr(VI)/g zeolite, respectively. This showed an increase of Cr(VI) amount bound on the zeolite surface. XRD characterization showed 3 significant peaks were obtained on Lampung zeolite, Lampung zeolite activated NaOH, and HDTMABr modified zeolite-NaOH. This showed no structural change on natural and modified zeolite. The degree of crystallinity decreased with the order of natural zeolite, zeoliteNaOH, and HDTMABr modified zeolite-NaOH showed partial loss of impurities contained in natural zeolite and adsorption of HDTMABr molecules on zeolite surface. Zeolite-NaOH-HDTMABr showed incorporation of absorption peaks
originating from bending δH-O-H (1637.65 cm-1), vibration vT-O (T= Si,Al) symmetric (1055.56 cm-1), vT-O asymmetric (793.17 cm-1), δSi-O-Al (608.86 cm-1 and 525.67 cm-1), and δO-T-O (468.41 cm-1) also peak absorption originating from HDTMABr were stretching vC-H methylene asymmetric (2920.05 cm-1) and bending δC-H methylene (2851.01 cm-1, 1489.21 cm-1). Characterization by thermal analysis (TG-DTA) showed percentage of loss mass was quite large aat 15.1% in temperature range of 200-300 oC. This result indicates surfactant double layer formed by hydrophobic-hydrophobic interaction of nonpolar groups on the surface of HDTMABr modified Lampung zeolite. The existence of electrostatic interactions between HDTMABr molecules on zeolite surface forming s single layer were shown at 300-400 oC with percentage of mass loss 1.7%. This due to higher energy was required to break electrostatic interactions between HDTMA and zeolite surface than hydrophobic-hydrophobic interactions among HDTMA molecules. Zeolite-NaOH-HDTMABr was used as modifiers in carbon paste electrode. Optimum composition of HDTMABr modified zeolite in mixture of graphite and paraffin oil was obtained 2.5% with Cr(VI) analyte measurement by cyclic voltammetry technique. Supporting electrolyte solution for Cr(VI) measurement was 0.3 M HNO3 with pH 0.5. Further measurement of analyte in composite electrode were based on principle of Cr(VI) into Cr(III) or irreversible redox system thus investigated a simpler voltammetric technique. Measurement of 13 mM Cr(VI) with Linear Sweep Voltammetry (LSV) provided highest sensitivity by reduction peak current as 31.45 µA compared with Square Wave Voltammetry (SWV) as 12.80 µA and Differential Pulse Voltammetry (DPV) as 1.98 µA. Performance of composite electrode was investigated using LSV technique provided linear response range at 0.2-1.0 mM with determination coefficient (r2) as 0.9669. Sensitivity, detection and quantification limit, also precision of Cr(VI) measurements were obtained 0.4294 µA mM, 3.63 x 10-4 M, 1.197 x 10-3 M, 4.49%, respectively. Keyword: Lampung zeolite, chromium(VI), HDTMABr modified zeolite carbon paste electrode, linear sweep voltammetry, heavy metal.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
ELEKTRODE PASTA KARBON ZEOLIT ALAM TERMODIFIKASI HEKSADESILTRIMETILAMONIUM BROMIDA UNTUK DETEKSI KROMIUM(VI)
BUDI RIZA PUTRA
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains Pada Program Studi Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Akhiruddin Maddu, MSi
Judul Tesis
Nama NIM
Elektrode Pasta Karbon Heksadesiltrimetilamonium Kromium(VI) Budi Riza Putra G451100041
Zeolit Alam Termodifikasi Deteksi Bromida untuk
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
MS
Dr Eti Rohaeti, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi S2 Kimia
Prof Dr PUlwanti ngsih Sugita, MS
Tanggal Ujian: 26 Juli 2013
Tanggal Lulus:
1 6 AUG 2013
Judul Tesis
Nama NIM
: Elektrode Pasta Karbon Heksadesiltrimetilamonium Kromium(VI) : Budi Riza Putra : G451100041
Zeolit Alam Termodifikasi Bromida untuk Deteksi
Disetujui oleh
Komisi Pembimbing
Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS Ketua
Dr Eti Rohaeti, MS Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi S2 Kimia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Purwantiningsih Sugita, MS
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 26 Juli 2013
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji syukur penulis panjatkan kepasa Allah SWT atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2012 hingga April 2013 ialah sensor Cr(VI), dengan judul Elektrode Pasta Karbon Zeolit Alam Termodifikasi Heksadesiltrimetilamonium Bromida ntuk Deteksi Kromium(VI). Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Latifah K Darusman, MS, Dr Eti Rohaeti, MS selaku komisi pembimbing. Di samping itu, penghargaan penulis juga disampaikan kepada seluruh Keluarga Laboratorium Kimia Analitik Departemen Kimia IPB atas bantuan dan masukan yang diberikan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua dan keluarga penulis atas doa, kasih sayang, dan dorongan semangatnya. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013
Budi Riza Putra
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Hipotesis Waktu dan Tempat
Halaman xii xiii 1 2 2 3 3
TINJAUAN PUSTAKA Kromium Spesiasi Kromium Zeolit Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Zeolit Zeolit Termodifikasi HDTMABr Difraksi Sinar-X Analisis Termal Voltametri
4 5 6 8 9 11 11 12
BAHAN DAN METODE Bahan dan Alat Metode
13 13
HASIL DAN PEMBAHASAN Aktivasi Zeolit Kapasitas Tukar Kation Zeolit Konsentrasi Admisel Kritik Zeolit Adsorpsi Cr(VI) Terhadap Zeolit-HDTMABr Pencirian Zeolit-HDTMA-Br dengan XRD Pencirian Zeolit-HDTMA-Br dengan FTIR Pencirian Zeolit-HDTMA-Br dengan TG-DTA Pembuatan dan Kinerja Elektrode dengan Voltametri Pengaruh Larutan Elektrolit terhadap Elektrode Pasta Karbon (EPK) Pengaruh pH terhadap Arus Puncak Reduksi Cr(VI) Pengaruh Komposisi Zeolit-HDTMABr pada EPK Perbandingan Arus Puncak dengan Teknik VSL, VGP, dan VPD Pengaruh Kecepatan Payar terhadap Arus Puncak Cr(VI) Linearitas, Limit Deteksi, Limit Kuantisasi, dan Ketelitian
18 18 18 20 22 24 24 26 28 28 29 30 31 32 32
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
33 33
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN Bagan Alir Penelitian
39 40
RIWAYAT HIDUP
41
DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Diagram Pourbaix untuk spesi kromium pada suhu 150 oC dan [Cr(aq)]total = 10-8 M (Ball & Nordstrom 1998) 5 2 Kelimpahan spesi kromium (VI) dalam larutan encer pada konsentrasi total Cr(VI) 1 x 10-6 M dan kisaran pH 1-14 (Kotas & Stasicka 2000) 6 3 Representasi struktur kerangka zeolit 2 dan 3 dimensi (Valdes et al. 2006) 7 4 Struktur kimia surfaktan HDTMA-Br (Nezamzadeh-Ejhieh & Nematollahhi 2011) 9 5 Diagram skematis pembentukan misel HDTMA dalam larutan (Malek 2007) 10 6 Skema pembuatan elektrode pasta karbon 16 7 KTK zeolit yang berasal dari 4 daerah 19 8 Adsorpsi molekul HDTMA dalam (a) lapisan tunggal, (b) setengah lapisan ganda, dan (c) lapisan ganda (Li & Bowman 1997) 21 21 9 Jumlah HDTMA+ teradsorbsi pada permukaan zeolit Lampung 10 Reaksi DPC dengan Cr(VI) (Eaton & Franson 2005) 23 11 Kurva adsorpsi Cr(VI) terhadap (a) zeolit Lampung tanpa modifikasi (b) zeolit Lampung-HDTMABr 100 mM, (c) zeolit Lampung-HDTMABr 200 mM 23 12 Profil pola difraksi zeolit alam Lampung (a) tanpa aktivasi, (b) zeolit basa (c) zeolit basa HDTMABr 200 mM 24 13 Spektrum FTIR pada (a) zeolit Lampung (b) zeolit Lampung teraktivasi Basa (c) HDTMABr (d) zeolit-Lampung-basa-HDTMABr 200 mM 25 14 Persentase massa yang hilang pada zeolit Lampung dan termodifikasi Pada kisaran 30-1000 oC 26 15 Kurva TG-DTA pada (a) zeolit Lampung (b) zeolit Lampung-basa (c) zeolit Lampung-basa-HDTMABr 200 mM 27 16 Voltamogram EPK(_) dan EPK-Z-HDTMABr(_) pada larutan HNO3 0.3 M pada kecepatan payar 100 mV/detik 28 __ 17 Voltamogram siklik Cr(VI) 13 mM dalam HNO3 0.3 M dengan EPK ( ) EPK-Z-HDTMABr (__) dan elektrode emas (__) pada kecepatan payar 100 mV/detik 29 18 Voltamogram siklik Cr(VI) 13 mM pada kisaran pH 0.5-3 pada kecepatan payar 100 mV/detik 30 19 Komposisi Z-HDTMABr pada arus reduksi Cr(VI) pada EPK-Z-HDTMABr 31 20 Arus puncak reduksi Cr(VI) 13 mM menggunakan teknik Voltametri Sapuan Linear (VSL), Voltametri Gelombang Persegi (VGP) Voltametri Pulsa Differensial (VPD) pada kecepatan payar 100 mV/detik 31 21 Voltamogram kecepatan payar Cr(VI) 5 mM berbeda pada EPK-Z-HDTMABr 32 22 Voltamogram dan kurva kalibrasi Cr(VI) pada kisaran 0.2-1.0 mM pada kecepatan payar 150 mV/detik 33
PENDAHULUAN Latar Belakang Elektrokimia memainkan peran penting dalam penentuan ion logam berat sejak penemuan teknik polarografi. Pemantauan ion logam menggunakan teknik elektrokimia dapat menghemat waktu pengukuran yang signifikan dan biaya operasi dengan menggunakan unit-unit yang dapat digunakan di lapangan (Buffle & Tercier-Waeber 2005). Elektrode termodifikasi kimia dapat digunakan untuk meningkatkan sensitivitas deteksi ion logam (Zen et al. 2003). Penggunaan kromium yang luas dalam metalurgi, penyamakan kulit, elektroplating, kayu, penghasil listrik, dan industri lainnya telah menimbulkan pengaruh ekologi yang sangat kuat pada sejumlah daerah yang terkontaminasi oleh kromium (Cespon-Romero et al. 1996; Kotas & Stasicka 2000). Kromium memiliki 2 spesi yang dominan, yaitu Cr(III) dan Cr(VI). Perhatian lebih berfokus pada bahaya yang diakibatkan Cr(VI) dibandingkan Cr(III). Perbedaan signifikan dalam toksisitas kedua spesi ion tersebut adalah Cr(VI) 1000 kali lebih beracun daripada Cr(III) (Cespon-Romero et al. 1996). Maka, metode untuk diferensiasi dan kuantifikasi spesies ini sangat penting dalam analisis air. Beberapa metode analitik untuk penentuan Cr(VI) telah dijelaskan seperti spektroskopi atom (Nielsen & Hansen 1998; Prokisch et al. 1998), spektrofotometri (Padarauskas et al. 1998), fluorimetri (Paleologos et al. 1998), dan kemiluminesens (Gammelgaard et al. 1997). Metode elektroanalitik yang memainkan peran penting dalam spesiasi redoks Cr(VI) telah dipelajari (Safavi et al. 2006; Welch et al. 2005). Bergamini et al. (2007) telah mengembangkan sensor voltammetri untuk penentuan kromium(VI) dalam limbah perairan dan diperoleh daerah respons linear, sensitivitas, dan limit deteksinya berturut-turut adalah 0.1-150 μmol/L, 1.13 μA μmol/L, dan 0.046 μmol/L. Penelitian mengenai elektrode pasta karbon termodifikasi kimia telah banyak dilakukan dimulai dari tahun 1990 (Valdes et al. 2006) khususnya dalam bidang elektroanalisis disebabkan keuntungan yang diakui lebih baik dibandingkan elektrode konvensional. Fokus secara kontinu mengenai elektrode pasta karbon termodifikasi kimia telah meningkatkan penggunaan material anorganik sebagai bahan pemodifikasi elektrode. Diantara material anorganik, zeolit telah banyak digunakan sebagai penukar ion disebabkan ukuran, bentuk dan selektivitas muatan yang unik, kemampuan penukar ion yang tinggi, stabilitas termal yang tinggi, harganya murah, dan tahan terhadap kondisi ekstrim (Walcarius 1999). Kemampuan pertukaran ion pada zeolit telah banyak diaplikasikan dalam bidang elektrokimia dengan memanfaatkan karakter zeolit tersebut. Elektrode termodifikasi zeolit telah banyak digunakan dalam analisis kation anorganik, organik dan organologam (Walcarius 1996; Walcarius 1999). Kinerja elektrode termodifikasi zeolit berbasis pada mekanisme pertukaran ion dan transpor elektron menggunakan sifat penyaringan molekuler zeolit sintetik (Walcarius 1999). Selain itu, dengan adanya efek prekonsentrasi, penggunaannya sebagai sensor elektrode diharapkan dapat menghasilkan sensitivitas deteksi yang lebih baik (Senthilkumar & Saraswati 2009).
Zeolit memiliki muatan negatif permanen pada struktur kristalnya sehingga cocok sebagai penukar kation. Muatan negatif ini juga memungkinkan untuk dilakukan modifikasi pada permukaan zeolit menggunakan surfaktan kationik yaitu ion heksadesiltrimetilamonium (HDTMABr) (Nezamzadeh-Ejhieh & Nematollahi 2011). Pada konsentrasi surfaktan lebih tinggi dari konsentrasi misel kritis (KMK) dan jumlah surfaktan mencukupi, molekul-molekul surfaktan akan teradsorbsi membentuk lapisan ganda pada permukaan zeolit terluar (Li & Bowman 1997). Pembentukan lapisan ganda ini akan menghasilkan pembalikan muatan pada permukaan zeolit terluar, menyediakan tapak tempat anion akan tertahan dan kation akan tertolak sementara spesies netral dapat terpisah ke dalam bagian hidrofobik (Nezamzadeh-Ejhieh & Nematollahi 2011). Penentuan kromium (VI) menggunakan sensor voltametri telah banyak dikerjakan hingga saat ini (Gevorgyan et al. 2004; Safavi et al. 2006; Borges et al. 2011). Deteksi spesi ini dengan teknik voltametri didasarkan pada pembentukan kompleks kromium (VI) dengan difenilkarbazida (Paniagua et al. 1993), pirokatekol violet (Dominguez & Arcos 2000), HDTMABr dan Septonex® (Svancara et al. 2003), poli-L-histidina (Bergamini et al. 2007), reduksi kromium (VI) menjadi kompleks Cr(III)-asam dietilenatriaminapentaasetat (DTPA) (Li & Xue 2001; Bobrowski et al. 2004), penopengan kromium(III)-asam nitrilotriasetat (NTA) (Grabarczyk et al. 2003). Selain itu telah dilaporkan penentuan simultan kromium (III) dan kromium (VI) dengan teknik voltametri dengan menggunakan campuran pirokatekol violet (PCV)-asam N-(2-hidroksietil)etilenadiaminaN,N’,N’-triasetat (HEDTA) sebagai senyawa pengkompleks (Dominguez & Arcos 2002) dan elektroda pasta karbon screen-printed termodifikasi nanopartikel emas dan film merkuri (Calvo-Pérez et al. 2010). Namun hingga saat ini belum pernah dilaporkan pembuatan elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit-HDTMABr untuk penentuan spesi Cr(VI) secara individual dengan teknik voltammetri. Sehingga penelitian ini akan berfokus pada pembuatan dan optimasi kinerja elektrode pasta karbon termodifikasi zeolitHDTMABr untuk penentuan Cr(VI) secara individual. Selain itu, hasil optimasi kinerja pada elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit-HDTMABr akan diuji responsnya terhadap sampel lingkungan. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk membuat elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit-HDTMABr dan menentukan respon yang dihasilkan terhadap Cr(VI) menggunakan teknik voltammetri. Tujuan kedua adalah menguji kinerja elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit-HDTMABr yang telah dioptimasi menggunakan teknik voltametri. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan sebagai luaran penelitian ini adalah pengetahuan media deteksi yang terbuat dari pasta karbon termodifikasi zeolit-HDTMABr yang bisa digunakan untuk mendeteksi spesi Cr(VI) dalam larutan sintetik. Aplikasi dari media deteksi ini diharapkan dapat digunakan pada elektrode sensor kromium.
Hipotesis Elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit-HDTMABr bisa mendeteksi spesi Cr(VI) dalam larutan sintetik. Waktu dan Tempat Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari 2012 sampai April 2013 bertempat di Laboratorium Bagian Kimia Analitik, Kimia Organik, Laboratorium Bersama Departemen Kimia FMIPA IPB, Laboratorium Ilmu Tanah Departemen Tanah Fakultas Pertanian IPB, Laboratorium Terpadu Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif Hidayatullah, Balai Penelitian Hasil Hutan Bogor.
TINJAUAN PUSTAKA Kromium Kromium merupakan unsur logam transisi dengan nomor atom 24 dan massa atomik 51.996 dengan simbol kimia adalah Cr. Kromium merupakan salah satu logam toksik yang telah banyak dipelajari karena dapat membentuk baik spesi kation maupun anion di dalam air. Kromium mempunyai bilangan oksidasi +2, +3, +4, +5, dan +6 tetapi bentuk yang paling umum dijumpai, stabil, dan melimpah di alam adalah Cr(III) dan Cr(VI) (Kotas & Stasicka 2000). Keberadaan Cr(III) di lingkungan dalam bentuk kation Cr3+ dan Cr(VI) dalam bentuk anion (kromat) dihasilkan dari proses industri seperti reagen laboratorium dan penyamakan kulit. Setiap bentuk dari spesi kromium memiliki sifat dan perilaku kimiawi yang unik, sebagai contoh bentuk kromium yang diketahui memiliki toksisitas tinggi, yaitu Cr(VI) sedangkan Cr(III) merupakan mikronutrien esensial bagi tubuh manusia dan berkerjasama dengan berbagai enzim untuk penguraian gula, protein, dan lemak. Kromium (VI) yang diketahui memiliki bentuk HCrO4-, CrO42-, Cr2O72-, HCr2O7- bergantung pada pH media diketahui memiliki sifat karsinogen, mutagenik, dan menginduksi dermatitis (Gomez & Callao 2006). Konsentrasi maksimum Cr(VI) dan kromium total di dalam air yang diizinkan adalah 0.05 dan 0.5 mg/L (Sardohan et al. 2010). Cr(III) dan Cr(VI) cenderung stabil di alam. Cr(IV) dan Cr(V) terbentuk sebagai zat antara dalam reaksi oksidasi Cr(III) atau reduksi Cr(VI) yang berturutturut merupakan senyawa oksidator dan reduktor. Bilangan oksidasi Cr(III) adalah yang paling stabil dan sejumlah besar energi dibutuhkan untuk mereduksi atau mengoksidasi kromium tersebut. Potensial standar negatif (E0) Cr(III)/Cr(II) menunjukkan bahwa Cr(II) mudah teroksidasi menjadi Cr(III) dan spesi Cr(III) hanya stabil tanpa keberadaan oksidator (Kotas & Stasicka 2000). Potensial reduksi Cr(II) adalah -0.91 V dan Cr(III) adalah -0.74 V (Malek 2007). Spesi Cr(VI) memiliki potensial redoks yang cukup tinggi (E0 diantara 1.33 sampai 1.38 V) di dalam larutan asam (Ball & Nordstrom 1998) menandakan bahwa spesi tersebut merupakan oksidator kuat dan tidak stabil dengan keberadaan donor elektron. Ketika reduksi HCrO4- diikuti dengan konsumsi H+ (Reaksi 1) maka keasaman akan menurun dan menurunkan potensial formal senyawa tersebut (Gambar 2). Potensial reduksi ion hidrogen kromat menjadi Cr(III) adalah 1.35 V dalam media oksidator kuat. Reduksi ion CrO4- (Reaksi 2) menjadi OH- terjadi di dalam larutan basa. Potensial reduksi CrO4- menjadi Cr(OH)3 adalah -0.13 V dalam media basa (Kotas & Stasicka 2000). HCrO4- + 7H+ + 3e- Cr3+ + 4H2O (1) 2CrO4 + 4H2O + 3e Cr(OH)3 +5OH (2) Data kesetimbangan, berbagai tingkat oksidasi dan bentuk kimia ditampilkan dalam kisaran pH dan E spesifik melalui diagram Pourbaix (Gambar 1). Tingkat valensi kromium +2, +3, +4, dan +6 diketahui muncul saat berada dalam kesetimbangan. Konsentrasi total kromium adalah 10-8 M.
pH Gambar 1 Diagram Pourbaix untuk spesi kromium pada suhu 150 oC dan [Cr(aq)]total = 10-8 M (Ball & Nordstrom 1998). Spesiasi Kromium(VI) Cr(VI) dapat membentuk beberapa spesi yaitu CrO4-, HCrO4- atau Cr2O72bergantung pada pH media dan konsentrasi total Cr(VI). Kebergantungan pada pH ditunjukkan dalam Gambar 2 (Kotas & Stasicka 2000). H2CrO4 merupakan asam kuat dan saat pH di atas 1 Cr(VI) berada dalam bentuk deprotonasi yang dominan. Ion CrO4- akan stabil pada pH di atas 1 dalam seluruh kisaran konsentrasi dan ketika pH antara 1-6 spesi HCrO4- merupakan bentuk yang dominan dan ketika Cr(VI) 10-2 M akan mulai mengendap menghasilkan ion dikromat berwarna jingga kemerahan. Spesi CrO42-, HCrO4-, dan Cr2O72- merupakan spesi yang paling banyak ditemukan pada di bawah pH normal air. Ion-ion tersebut merupakan senyawaan Cr(VI) yang mudah larut dan mobil di dalam lingkungan. Namun, oksianion Cr(VI) sangat mudah tereduksi menjadi Cr(III) oleh donor elektron seperti bahan organik atau spesi anorganik tereduksi yang ada dalam sistem tanah, air, dan atmosfer (Kotas & Stasicka 2000).
Gambar 2 Kelimpahan spesi kromium (VI) dalam larutan encer pada konsentrasi total Cr(VI) 1 x 10-6 M dan kisaran pH 1-14 (Kotas & Stasicka 2000). Zeolit Zeolit merupakan senyawa anorganik dengan struktur aluminasilikat yang memiliki kerangka tiga dimensi dan pori-pori yang memiliki rumus umum M2/nO.Al2O3.x(SiO2).yH2O. Senyawa ini merupakan suatu senyawa aluminosilikat terhidrasi, dengan unsur utama alkali dan alkali tanah, n merupakan valensi kation yang logam, x merupakan suatu bilangan 2-10, dan y merupakan suatu bilangan 2-7 (PPTM 1997). Mineral ini termasuk ke dalam keluarga tektosilikat yang tetrahedra SiO4 membentuk supersangkar 3 dimeni (Gambar 3). Beberapa atom Si disubstitusi dengan atom Al menghasilkan struktur yang bermuatan negatif yang berasal dari tetrahedra (AlO4)5- dan (SiO4)4-. Tapak bermuatan negatif ini diseimbangkan dengan ion lawan biasanya kation alkali dan alkali tanah yang dapat disubstitusi dengan kation lain dan memberikan sifat penukar ion pada zeolit. Kerangka kristalin dapat terbentuk dengan kombinasi 3 dimensi tetrahedra TO4 (T= Si, Al, B, Ga, Ge, Fe, P, dan Co) terikat dengan atom oksigen (Gambar 1). Hubungan TO-Si menghasilkan cincin dengan banyak variasi yang membuat sangkar zeolit dan kerangka saluran dan juga kapasitas zeolit untuk penyaringan molekuler baik dalam bentuk dan ukuran sebagaimana karakter penyaringan molekuler zeolit (Valdes et al. 2006).
Sangkar β
Sangkar α
Gambar 3 Representasi struktur kerangka zeolit 2 dan 3 dimensi (Valdes et al. 2006). Zeolit memiliki sejumlah karakteristik yang dapat dimanfaatkan dalam mendesain sensor elektrokimia diantaranya adalah selektivitas penyaringan molekul, kemampuan penukar kation, dan sifat katalitik. Pada pertengahan dekade 1980 penelitian berbasis elektrode termodifikasi zeolit mulai dikembangkan hingga saat ini. Keuntungan utama dari elektrode termodifikasi zeolit adalah menggabungkan sifat spesifisitas reaksi transfer muatan dengan penyaringan molekuler dan sifat pertukaran ion dari aluminosilikat (Muresan 2011). Karakter unik dari elektrode termodifikasi zeolit telah digunakan dalam berbagai aplikasi yaitu, prakonsentrasi dan pengenalan dan pemisahan molekuler, elektrokatalisis, elektrolisis dispersi, deteksi amperometrik taklangsung, biosensor, potensiometri, penyimpanan energi, dan fotoelektrokimia (Walcarius et al. 2003). Aplikasi elektrode termodifikasi zeolit yang paling menonjol dalam bidang elektroanalisis dan kebanyakan penelitian dalam bidang ini yang telah dilakukan menggunakan elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit (Walcarius 1996; 1999). Titik kritis dalam memanfaatkan elektrode pasta karbon dalam ilmu elektrokimia adalah tahap persiapannya. Zeolit merupakan material insulator sehingga implikasinya dalam elektrokimia membutuhkan kontak dekat dengan alat elektronik yang mampu menghantarkan substrat. Zeolit berbentuk serbuk halus yang terbuat dari kristal-kristal individu dalam ukuran mikrometer dan pencetakan zeolit ke susunan tiga dimensi yang homogen (contohnya permukaan elektroda) tidaklah mudah (Walcarius et al. 2003). Ada tiga pendekatan yang dapat dilakukan untuk pembuatan elektrode termodifikasi zeolit yaitu, film zeolitpolimer yang dilapiskan pada permukaan elektrode padat, elektrode termodifikasi zeolit bebas pengikat berbasis pada campuran zeolit-grafit kering yang dicetak pada wadah baja tahan karat, dan elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit yang partikel-partikel zeolitnya didispersikan dalam campuran bubuk grafit dan pengikat minyak mineral (Walcarius 2003). Salah satu parameter dalam menentukan kualitas zeolit ialah Kapasitas Tukar Kation (KTK). Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 1994, suatu bahan dikategorikan sebagai zeolit memiliki KTK tinggi apabila nilai tukar kationnya berkisar 80 hingga 200 mek/100 g zeolit. Nilai KTK pada zeolit alam biasanya lebih rendah dibandingkan zeolit sintetis karena dalam proses
pembentukannya selalu berasosiasi dengan dengan mineral di lingkungannya. KTK pada zeolit asal Cikalong, Lampung, dan Cikembar berturut-turut adalah 92.14 me/100g; 89.62 me/100g, dan 79.70 me/100g (Rohaeti 2007) sementara zeolit asal Bayah adalah 48 me/100g (Arif 2011). Sementara luas pori zeolit Lampung (38 m2/g) lebih tinggi dibandingkan zeolit Cikalong (25 m2/g) dan zeolit Cikembar (13 m2/g). Sehingga berdasarkan luas pori zeolit Lampung merupakan zeolit terbaik dibandingkan zeolit Cikalong dan Cikembar. Hal ini dibuktikan dengan kapasitas jerapan tertinggi Cr(III) pada zeolit Lampung sebesar 2.466 mg/kg, zeolit Cikalong sebesar 1.749 mg/kg, dan zeolit Cikembar 1.150 mg/kg (Rohaeti 2007). Kapasitas penjerapan Cr(III) yang tinggi pada zeolit Lampung kemudian diaplikasikan untuk penjerapan Cr(VI) dengan sebelumnya melakukan modifikasi permukaan zeolit dengan HDTMA. Furi (2010) melaporkan kapasitas penjerapan HDTMABr 1000 ppm selama 30 jam pada zeolit Lampung adalah 40.99 mg/g. Kemudian zeolit termodifikasi HDTMABr digunakan untuk mengabsorpsi Cr(VI) dan diperoleh kapasitas penjerapannya sebesar 1.9 mg/g. Hal ini tidak berbeda jauh dengan penelitian Suprayogi (2009) yang melaporkan kapasitas penjerapan Cr(VI) dengan zeolit-HDTMABr adalah 1.40 mg/g. Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Zeolit Sifat fisikokimia pasta karbon yang diaplikasikan dalam bidang elektroanalisis memiliki keuntungan, yaitu arus latar belakang yang rendah, polarizabilitas individual. Keuntungan lainnya ialah aktivitas elektrode pada permukaan pasta karbon sama dengan ruahan (bulk) pasta karbon, variabilitas dalam memanfaatkan berbagai interaksi dan efek sinergisnya baik pada elektrode pasta karbon maupun elektrode pasta karbon termodifikasi kimia. Selain itu, fleksibilitas prosedur untuk praperlakuan, pengkondisian dan regenerasi permukaan elektrode maupun pasta karbon itu sendiri (Švancara et al. 2004). Elektroda pasta karbon termodifikasi zeolit telah banyak diaplikasikan dalam bidang elektroanalisis diantaranya adalah analisis voltametri setelah prekonsentrasi (Morgensen & Kryger 1998), deteksi amperometri taklangsung dalam aliran arus (Walcarius 1999; Walcarius et al. 2003), biosensor (Wang & Walcarius 1996), elektrokatalisis (Creasy & Shaw 1988). Namun jika elektroda direndam dalam larutan encer untuk jangka panjang terjadi impregnasi signifikan dalam ruahan pasta karbon disebabkan karakter hidrofilik pada partikel zeolit (Wang & Walcarius 1996) yang akan menginduksi pengaruh memori yang tidak diinginkan ketika melakukan percobaan berturut-turut dengan permukaan elektroda yang sama. Bagian yang basah pada elektroda pasta karbon termodifikasi zeolit diketahui meningkat seiring dengan waktu perendaman elektroda dalam larutan khususnya disebabkan karakter zeolit yang hidrofilik (Marko-Varga et al. 1996). Cara yang bisa dilakukan untuk menghindari pembentukan impregnasi dengan membuat karakter zeolit lebih hidrofobik (sebagai contoh dealuminasi) tetapi ini berlaku pada padatan yang sifat penukar ionnya terbatas atau tidak ada sama sekali sehingga kurang menarik sebagai pemodifikasi elektroda (Walcarius et al. 2003). Strategi lain adalah dengan mengurangi ketebalan elektroda komposit yang mengandung zeolit yang dapat dicapai melalui pembuatan elektroda sekali
pakai dengan screen printing tinta karbon berbasis zeolit ke substrat keramik (Walcarius et al. 1999). Hasilnya adalah strip film komposit karbon-zeolit yang dicetak dengan teknik screen-printing dengan ketebalan 200 m dan mengandung partikel zeolit yang tertanam dalam matriks polimer karbon. Komposit ini menunjukkan kinerja yang lebih baik dibandingkan elektroda pasta karbon termodifikasi zeolit (prekonsentrasi yang lebih cepat dan regenerasi yang lebih baik) tetapi tidak bebas sepenuhnya dari pengaruh memori ketika diaplikasikan ke analisis voltametri berturut-turut setelah prakonsentrasi (Walcarius et al. 2003). Zeolit Termodifikasi HDTMABr Adsorben yang dapat digunakan untuk mengabsorpsi anion kromium heksavalen harus mempunyai sifat penukar anion. Permukaannya harus dimodifikasi agar memiliki tapak penukar yang bermuatan positif dengan tujuan untuk menjerap anion. Zeolit biasa tidak dapat mengikat atau menjerap spesi anion karena permukaannya yang bermuatan negatif. Oleh karena itu, zeolit dimodifikasi dengan surfaktan kationik (HDTMABr) yang dapat dibuat berdasarkan percobaan yang berhasil dilakukan oleh Li dan Bowman (1997) yaitu zeolit klinoptilolit termodifikasi HDTMABr yang disebut zeolit termodifikasi surfaktan. Uji batch dan kolom menunjukkan bahwa surfaktan termodifikasi zeolit dapat menyingkirkan secara simultan berbagai jenis kontaminan dari air terdiri dari anion anorganik seperti Cr(VI) dan senyawaan organik hidrofobik seperti pelarut terklorinasi dan senyawaan minyak bumi (Li et al. 1998). Surfaktan yang digunakan dalam penelitian ini yang akan terikat pada permukaan zeolit adalah HDTMABr (Heksadesiltrimetilamonium bromida). HDTMABr memiliki bobot molekul 364.46 g/mol, densitas 0.89 kg/L, titik nyala 15 oC, dan konsentrasi misel kritis sebesar 473.798 ppm (Merck 1.023420100). Senyawa ini merupakan surfaktan kationik rantai panjang yang memiliki muatan positif permanen. HDTMABr merupakan grup surfaktan kationik yang memiliki bagian kepala hidrofobik umumnya adalah grup amina terikat ke ekor hidrokarbon yang bersifat hidrofobik yang terdiri atas 16 rantai karbon (Gambar 4).
Gambar 4 Struktur kimia surfaktan HDTMABr (Nezamzadeh-Ejhieh & Nematollahi 2011). Kapasitas pemasukan maksimum surfaktan pada permukaan zeolit merupakan fungsi jenis surfaktan, panjang rantai dan jenis ion pendukung (Li & Bowman 2001). Maka sifat permukaan zeolit dapat dimodifikasi menggunakan surfaktan kationik HDTMABr disebabkan permukaan zeolit yang bermuatan negatif bersih dihasilkan dari substitusi isomorfis kation dalam kisi-kisi kristalnya. Secara teoretis, ketika zeolit kontak dengan HDTMABr di atas Konsentrasi Misel Kritik (KMK) pada fase encer, kation HDTMABr akan bertukar secara selektif dengan kation anorganik pada permukaan terluar pada kerangka zeolit. Penjerapan surfaktan kationik ke permukaan zeolit yang bermuatan negatif meliputi pertukaran ion dan ikatan hidrofobik (Li & Bowman 1997).
Ketika HDTMABr dengan konsentrasi rendah terekspos pada permukaan zeolit yang bermuatan negatif, maka senyawa tersebut akan tertahan dengan penukar ion dan akan membentuk lapisan tunggal pada antarmuka padat-cair. Pada tahap ini, molekul-molekul surfaktan muncul sebagai monomer dalam larutan encer pada konsentrasi di bawah KMK yang umumnya berada di bawah 1 mmol/L. Ketika konsentrasi surfaktan di atas KMK, molekul-molekul surfaktan bersama-sama membentuk misel-misel dengan penambahan monomer. Ketika konsentrasi HDTMABr meningkat dan konsentrasi awal surfaktan lebih besar dibandingkan KMK, interaksi diantara ekor hidrokarbon menyebabkan pembentukan lapisan ganda atau setengah lapisan ganda dengan lapisan pertama tertahan dengan pertukaran ion dan lapisan kedua terbentuk dengan ikatan hidrofobik dan distabilisasi oleh ion-ion lawan. Surfaktan yang teradsorbsi membentuk lapisan kaya senyawa organik pada permukaan zeolit dan muatan pada permukaan dibalik dari negatif menjadi positif. Bagian kepala yang bermuatan positif kemudian diseimbangkan dengan ion lawan (Malek 2007). Model untuk interaksi HDTMABr pada permukaan zeolit terluar ditunjukkan pada Gambar 5. Fenomena teoretis menunjukkan bahwa anion yang diseimbangkan oleh muatan positif dari HDTMABr akan ditukar dengan ion lawan yang terikat lebih kuat sementara dinding hidrofobik akan menjerap senyawaan organik dan kation terluar akan digantikan dengan kation yang menetralkan zeolit dari pori-pori internal. Sehingga zeolit termodifikasi HDTMABr yang dihasilkan mampu menjerap anion, kation, molekul organik nonpolar secara simultan dari air.
Gambar 5 Diagram skematis pembentukan misel HDTMABr dalam larutan (Malek 2007). Penelitian mengenai elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit sintetikHDTMABr telah banyak dilakukan untuk aplikasi deteksi spesi anorganik dalam air. Nezamzadeh-Ejhieh & Masoudipour (2010) melaporkan pembuatan elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit-HDTMABr untuk penentuan ion fosfat secara potensiometri. Elektrode yang mengandung 20% zeolit sintetik-HDTMABr menunjukkan daerah respons linear terhadap spesi fosfat dalam kisaran 1.58 x 10-5 sampai 1.00 x 10-2 M dengan batas deteksi 1.28 x 10-8 M dan slope Nernst 29.90.9 mV per dekade konsentrasi sulfat. Respons elektrode terhadap fosfat
tetap konstan dalam kisaran pH 4-12 dan dengan keberadaan 1 x 10-4 sampai 4 x 10-3 M NaNO3. Selanjutnya tahun 2011 Nezamzadeh-Ejhieh dan Nematollahi melakukan penelitian elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit-HDTMABr untuk penentuan ion nitrat secara selektif dengan potensiometri. Elektrode yang mengandung 10% zeolit-HDTMABr menunjukkan daerah respons linear terhadap spesi nitrat dalam kisaran 1.00 x 10-6 sampai 1.00 x 10-3 M dengan batas deteksi 1.00 x 10-6 M dengan slope Nernst 59.40.7 mV per dekade konsentrasi nitrat. Respons elektrode terhadap nitrat terjaga konstan dalam kisaran pH 3.5-9.8 dan 1.7-10.5 untuk konsentrasi nitrat 1.00 x 10-4 hingga 1.00 x 10-2 M, berturut-turut dengan keberadaan 1 x 10-4 sampai 1 x10-3 M NaCl. Nezamzadeh-Ejhieh & Esmaelian (2012) melaporkan pembuatan elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit-HDTMA untuk penentuan sulfat secara potensiometri. Elektrode yang mengandung 10% zeolit-HDTMA menunjukkan daerah respons linear terhadap spesi sulfat dalam kisaran 2.0 x 10-6 sampai 3.1 x 10-3 M dengan batas deteksi 2.0 x 10-6 M dan slope Nernst 29.80.8 mV per dekade konsentrasi sulfat. Respons elektrode terjaga konstan dalam kisaran pH 410 dengan keberadaan 1 x 10-4 sampai 2 x 10-3 M NaNO3. Penelitian terbaru yang dilaporkan oleh Nezamzadeh-Ejhieh & Raja (2013) telah berhasil membuat elektrode membran selektif Cr(VI) yang terdiri dari nanoklinoptilolit termodifikasi HDTMABr: PVC: dioktil ftalat (DOP) dengan nisbah komposisi 4:32:64. Membran ini bekerja dengan efektif pada kisaran 5 x 10-6 hingga 1.0 x 10-2 M CrO42- dengan kemiringan Nernstian -29.38 ± 0.29 mV per dekade konsentrasi CrO4- dengan limit deteksi 2 x 10-6 M dalam kisaran pH 6.8-10.7. Difraksi Sinar-X Salah satu cara untuk menentukan struktur kristal suatu kristalin seperti zeolit adalah dengan menggunakan instrumen difraksi sinar-X. Berdasarkan pola difraksi sinar-X yang disebut difraktogram diperoleh data berupa indeks Miller hkl, intensitas relatif (I/I0), jarak interplanar d (mm), dan parameter unit sel (a, b, c, α, β, dan γ). Selain itu, difraktogram juga menyediakan informasi mengenai kemurnian, zeolit, derajat kristalinitas, perubahan parameter unit sel dengan perubahan komposisi sehingga memungkinkan untuk menentukan sistem kristal (kubik, heksagonal, tetragonal, ortorombik, monoklin, dan triklinik (Jenkins 2000). Analisis Termal Analisis termal dapat dilakukan dengan menggunakan alat Thermogravimetric Analysis (TGA). Melalui analisis termal, dapat diketahui beberapa sifat termal bahan diantaranya titik kristalisasi, suhu transisi gelas (Tg), suhu pelelehan (Tm), perubahan kalor, (ΔH), suhu dekomposisi, dan stabilitas panas. TGA merupakan suatu teknik analisis yang digunakan untuk menentukan stabilitas termal dari suatu material yang dipanaskan dengan memperhatikan perubahan berat yang terjadi pada bahan yang dipanaskan. Pengukuran biasanya dilakukan dalam udara terbuka atau dalam gas inert seperti helium atau nitrogen
dan perubahan berat biasanya dicatat sebagai kenaikan temperatur. Temperatur dekomposisi suatu material dapat diamati dari kurva TGA (Cheremisinoff 1996).
Voltametri Voltametri merupakan teknik analitik yang didasarkan pada pengukuran arus yang mengalir pada elektrode yang dicelupkan ke dalam larutan yang mengandung analit elektroaktif sementara payaran potensial dikenakan ke elektrodanya. Teknik voltametri terdiri dari 3 elektrode yaitu elektrode kerja, pembanding dan tambahan (counter). Secara umum, elektrode menyediakan seluruh antarmuka tempat muatan dapat dipindahkan atau pengaruhnya dapat terjadi. Elektrode kerja merupakan tempat terjadinya reaksi atau transfer analit terjadi. Reduksi atau oksidasi analit pada permukaan elektrode kerja dengan potensial kerja yang sesuai berakibat pada transpor massa material baru ke elektrode kerja dan menghasilkan arus (Skoog et al. 2004). Sel voltametri mengandung larutan dan elektrode kerja. Larutan mengandung analit elektroaktif, Aoks, yang dapat direduksi sebagaimana yang ditunjukkan dalam reaksi berikut: Aoks + ne Ared Oks dan red merupakan bentuk analit dalam keadaan teroksidasi dan tereduksi dan n menunjukkan jumlah elektron yang terlibat dalam proses reaksi. Pemberian potensial eksternal E mempengaruhi perbandigan Aoks dan Ared pada permukaan elektrode yang dijelaskan oleh persamaan Nernst: E0 adalah potensial standar reaksi redoks, R adalah tetapan gas mutlak, T adalah suhu mutlak (K), F adalah bilangan Faraday. Ketika analit teroksidasi pada elektrode kerja, arus melewatkan elektron melalui sirkuit listrik eksternal menuju elektrode tambahan tempat reduksi pelarut atau komponen lain dalam di matriks larutan. Reduksi analit pada elektrode kerja membutuhkan sumber elektron menghasilkan arus yang dihasilkan dari reaksi redoks pada elektrode kerja dan tambahan yang disebut arus Faraday. Plot arus Faraday (iF) terhadap potensial yang diberikan (E) disebut voltamogram (Harvey 2000).
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat Bahan yang digunakan adalah contoh zeolit alam, pasta karbon, minyak parafin, K2CrO4, NH4Cl, H2SO4, HNO3, NaOH, HCl, indikator Conway, H3BO3, HCl, bufer fosfat, bufer asetat, heksadesiltrimetilamonium bromida (HDTMABr) sebagai surfaktan. Alat-alat yang digunakan adalah peralatan gelas, mortar, sentrifusa Kokusan H-107, water shaker bath, spektrofotometer ultraviolettampak Thermo Spectronic Genesys 10UV, Shimadzu XRD-7000, Fourier Transform Infrared (FTIR) Perkin Elmer, eDAQ Advanced Electrochemistry System Model ERZ101, 2200 Kjeltec Auto Distillation, Differential Thermal Analysis/Thermogravimetry (DTA-TG) Shimadzu tipe DTG-60/60H, elektrode platina, elektrode pembanding Ag/AgCl. Metode Penelitian diawali dengan mengaktivasi zeolit yang berasal dari 4 daerah, yaitu Bayah, Cikembar, Cikalong, dan Lampung dengan perlakuan masingmasing asam (HCl 1 M), NaOH (1 M), dan termal (suhu 200 oC). Selanjutnya ditentukan zeolit modifikasi yang memiliki KTK tertinggi yang kemudian akan dimodifikasi permukaannya dengan HDTMABr. Kemudian zeolit termodifikasi HDTMABr ditentukan konsentrasi admisel kritiknya. Zeolit yang memiliki kapasitas adsorpsi HDTMABr dicirikan dengan XRD, FTIR, dan TG-DTA. Selanjutnya zeolit tersebut dicampurkan dengan grafit dan minyak parafin dengan berbagai komposisi. Elektrode komposit tersebut kemudian dievaluasi pengaruh elektrolit, pH, rentang konsentrasi Cr(VI), teknik voltametri, kecepatan payar, dan kinerjanya. Bagan alir penelitian disajikan dalam Lampiran 1. Aktivas Zeolit (Cordoves et al. 2008) Zeolit diambil dari 4 daerah, yaitu Bayah, Cikembar, dan Cikalong Jawa Barat, serta Lampung. Zeolit dikeringkan, digiling dan disaring sampai didapatkan ukuran 200 mesh. Sebanyak masing-masing 50 g zeolit dari masing-masing daerah diaktivasi dengan HCl 1 M, NaOH 1 M, suhu 200 oC selama 12 jam dengan 3 kali ulangan. Masing-masing zeolit kemudian diendapkan dengan sentrifusa dan dicuci dengan air deionisasi sampai pH mendekati 7. Zeolit kemudian dikeringkan di dalam oven sampai kering dan bebas air. Selanjutnya masing-masing zeolit ditentukan nilai KTKnya. Zeolit yang akan dipilih adalah yang memiliki nilai KTK tertinggi. Penentuan Kapasitas Tukar Kation (Klute 1986) Sebanyak 2.5 g contoh zeolit ditimbang dan ditambahkan 20 mL CH3COONH4 pH 7.0 kemudian diaduk selama 24 jam menggunakan water shaker bath. Selanjutnya campuran disentrifusa pada kecepatan 2000 rpm selama 30 menit untuk memisahkan zeolit dari campuran. Zeolit yang telah menjerap CH3COONH4 kemudian dipindahkan ke dalam labu destilasi dan ditambahkan akuades serta 20 mL NaOH 50%. Destilat ditampung dalam 25 mL H2SO4 0,1 N
yang telah ditambahkan 5-6 tetes indikator Conway. Proses destilasi dijalankan selama 4 menit sampai volume menjadi 150 mL dan larutan destilat berubah warna dari merah menjadi hijau. Blanko akuades juga didestilasi sebagai kontrol negatif. Larutan hasil destilasi kemudian dititrasi dengan HCl 0,1 N yang sebelumnya distandardisasi dengan boraks. Volume hasil titrasi contoh dan blanko kemudian dicatat. KTK zeolit dihitung menggunakan rumus berikut: KTK (mek/100 g) = Keterangan: Vb = volume NaOH yang dibutuhkan pada titrasi blanko (mL) Vc = volume NaOH yang dibutuhkan pada titrasi contoh (mL) N NaOH = normalitas NaOH Modifikasi Zeolit dengan HDTMABr (Nezamzadeh-Ejhieh & Esmaeilian 2012) Persiapan zeolit termodifikasi dilakukan dengan mencampur zeolit alam yang sudah teraktivasi (2.5 g) dengan 10 mL larutan 0.1, 1, 10, 100, dan 200 mM HDTMABr dalam botol yang terpisah. Kemudian botol yang berisi campuran diaduk selama 24 jam dengan pengaduk magnet dan dibiarkan selama 48 jam. Campuran kemudian disentrifugasi pada kecepatan 3500 rpm selama 20 menit dan zeolit termodifikasi HDTMABr yang dihasilkan kemudian dikeringudarakan. Pembuatan Larutan Induk HDTMABr Sebanyak 0.3645 g HDTMABr dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 100 mL sampai tanda batas sehingga diperoleh larutan induk HDTMABr 10 mM. Kemudian dari larutan induk tersebut diencerkan menjadi konsentrasi 0.01 hingga 0.10 mM ke dalam labu takar 25 mL yang berbeda. Pembuatan Buffer Fosfat 0.1 M pH 8 Sebanyak 0,9583 g NaH2PO4.H2O dan 7.6633 g Na2HPO4.2H2O dilarutkan dengan akuades dalam labu takar 25 mL yang berbeda. Kemudian larutan NaH2PO4.H2O dicampurkan dengan Na2HPO4.2H2O sehingga diperoleh buffer fosfat pH 8 yang diatur dengan menggunakan pH meter. Pembuatan Larutan Bromofenol Biru (BPB) Sebanyak 0.0069 gram serbuk bromofenol biru dilarutkan dalam 0.625 mL NaOH 0.01 M. Kemudian volume dijadikan 25 mL dalam labu takar dengan penambahan akuades untuk mendapatkan larutan induk BPB 0.5 mM. Larutan induk BPB tersebut diencerkan menjadi 0.01, 0.02, 0.03, 0.04, 0.05 mM dalam labu takar yang berbeda. Penentuan Absorbansi HDTMABr Sebanyak 4 mL HDTMABr ditambahkan ke dalam 4 mL BPB dengan perbandingan konsentrasi 2:1. Konsentrasi HDTMABr yang digunakan adalah 0.02, 0.04, 0.06, 0.08, 0.10 mM. Kemudian pH campuran diatur menjadi 8 dengan menggunakan buffer fosfat 0.1 M di dalam labu takar 10 mL. Sebanyak 5 mL campuran dipipet dan dimasukkan ke dalam corong pisah kemudian ditambahkan 5 mL kloroform. Campuran diekstraksi selama 20 menit. Panjang gelombang
maksimum kompleks [HDTMA]2BPB ditentukan dengan menggunakan salah satu larutan campuran. Larutan sisanya diukur pada panjang gelombang maksimum kompleks [HDTMA]2BPB yaitu 605 nm. Penentuan KAK (Konsentrasi Admisel Kritik) Zeolit Lampung Teraktivasi Basa (Wibowo 2011 dengan modifikasi) Sebanyak masing-masing 0.5 gram zeolit Lampung teraktivasi basa ditambahkan 10 mL HDTMABr dengan konsentrasi masing-masing 0.1; 1; 10; 100; 200 mM. Kemudian campuran diaduk selama 8 jam dan didiamkan selama 48 jam. Filtrat kemudian dipisahkan dari endapan. Sebanyak 4 mL BPB 0.03 mM ditambahkan dengan 4 mL filtrat tersebut di dalam labu takar 10 mL dengan pH campuran diatur menjadi 8 dengan buffer fosfat 0.1 M. Sebanyak 5 mL campuran dipipet ke dalam corong pisah ditambah dengan 5 mL kloroform kemudian diekstraksi selama 20 menit. Fasa kloroform diukur dengan spektrofotometer UVTampak pada 605 nm. Uji Adsorpsi Cr(VI) (Arif 2011) Sebanyak 50 mg masing-masing zeolit alam Lampung dan termodifikasi HDTMABr 200 mM dimasukkan ke dalam botol film. Kemudian 5 mL standar Cr(VI) dengan konsentrasi 10 sampai 200 μM dimasukkan ke dalam botol dan dikocok selama 6 jam. Filtrat dipisahkan dari endapan dengan cara disaring. Filtrat hasil adsorpsi dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan berturut-turut 1 mL H2SO4 pekat dan 0.3 mL H3PO4 pekat. Larutan divortex dan dibiarkan selama 5 menit. Kemudian 0.5 mL DPC 1% (b/v) dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 10 menit. Larutan diukur pada panjang gelombang maksimum 543 nm. Analisis XRD Identifikasi zeolit alam asal Lampung, zeolit teraktivasi basa, zeolit teraktivasi basa termodifikasi HDTMABr 200 mM dengan XRD dilakukan untuk mengidentifikasi jenis mineral yang terdapat di dalam zeolit. Sekitar 200 mg sampel dicetak langsung pada aluminium berukuran 2 x 2.5 cm2. Sampel dicirikan dengan lampu radiasi Cu pada kisaran 2θ pada kisaran 5-60 o. Analisis Gugus Fungsi Penyiapan sampel dilakukan dengan menggerus zeolit dengan mortar yang ditambahkan KBr anhidrat. Kemudian campuran dicetak hingga membentuk pelat. Pelat dianalisis menggunakan spektroskopi inframerah Transformasi Fourier (FTIR). Analisis Termal Sebanyak 22 mg sampel zeolit digerus dalam mortar kemudian dicetak ke dalam pelat platina. Analisis termal dilakukan pada suhu 35-1000 oC dengan kecepatan pemanasan 20 oC/menit. Data yang diperoleh berupa termogram yang menggambarkan perilaku zeolit teraktivasi basa termodifikasi HDTMABr ketika dipanaskan dari suhu 35-1000 oC. Pembuatan Elektrode (modifikasi Alpat et al. 2005)
Elektrode pasta karbon (EPK) dibuat dengan mencampurkan grafit dan parafin cair sementara elektrode pasta karbon–zeolit termodifikasi HDTMABr (EPK-Z-HDTMABr) dibuat dengan mencampurkan grafit, zeolit termodifikasi surfaktan, dan parafin cair. Semua bahan dicampur, disonikasi, dan digerus dalam mortar hingga membentuk pasta yang homogen. Sebuah tabung kaca dengan diameter 2.5 mm digunakan sebagai badan elektrode. Kawat tembaga digunakan sebagai penghubung elektrode ke sumber listrik dimasukkan ke dalam tabung hingga tersisa ruang kosong sekitar 3 mm pada ujung tabung. Pasta dimasukkan ke ujung tabung tersebut hingga penuh dan padat (Gambar 6). Permukaan elektrode kemudian digosok menggunakan kertas minyak.
Kawat tembaga
Tabung kaca
Pasta karbon
Gambar 6 Skema pembuatan elektrode pasta karbon. Uji Kinerja Elektrode dengan Metode Voltametri Pada uji kinerja ini, dilakukan pengamatan terhadap 3 parameter terhadap respons arus dari elektrode yang dibuat, yaitu pengaruh arus latar belakang larutan elektrolit, waktu perendaman, dan komposisi zeolit termodifikasi HDTMABr. Pengukuran pada elektrode dilakukan dengan teknik voltametri siklik menggunakan perangkat lunak EChem v2.1. EPK dan EPK-Z-HDTMABr sebagai elektrode kerja, elektrode Ag/AgCl sebagai elektrode pembanding, dan elektrode platina (Pt) sebagai elektrode tambahan. Potensial yang digunakan dari -0.5 V sampai 1.0 V dengan laju selusur sebesar 150 mV/detik. Pengolahan data voltametri siklik dilakukan dengan perangkat lunak Origin 7. Pengaruh pH terhadap Arus Reduksi Cr(VI) (Kachoosangi & Compton 2013) Larutan analit Cr(VI) 13 mM dibuat dalam HNO3 kemudian diatur pada tingkat konsentrasi 0.3 hingga 10-4 M. Larutan dimasukkan ke dalam sel voltametri yang berisi larutan analit Cr(VI) dan respons arus diamati menggunakan voltametri siklik pada selang potensial -0.5 V sampai 1.0 V. Pengaruh Kecepatan Payar (Kachoosangi & Compton 2013) Larutan Cr(VI) 13 mM dibuat dalam HNO3 0.3 M diukur dengan EPK-ZHDTMABr 200 mM 2.5% dengan komposisi 2.5 mg. Respons arus diamati pada selang -0.5 V sampai 1.0 V. Kecepatan payar yang digunakan berkisar antara 25250 mV/detik. Pengaruh Komposisi Zeolit Termodifikasi HDTMABr (modifikasi dari Alpat et al. 2005)
EPK zeolit termodifikasi HDTMABr dibuat dengan mencampurkan grafit, zeolit termodifikasi HDTMABr 200 mM, dan parafin cair dalam berbagai komposisi seperti yang tersaji pada Tabel 1. Hal ini dilakukan untuk melihat pengaruh komposisi zeolit termodifikasi HDTMABr terhadap kinerja EPK. Selanjutnya respons arus diamati menggunakan voltametri siklik pada selang potensial -0.5 V sampai 1.0 V. Tabel 1 Bahan dan komposisi elektrode Komposisi EPK-SMZ Grafit (mg) SMZ (mg) Parafin (mg) 1 69 1 30 2.5 67.5 2.5 30 5 65 5 30 7.5 62.5 7.5 30 10 60 10 30 Pengukuran Larutan Cr(VI) Larutan Cr(VI) 13 mM dibuat dalam HNO3 0.3 M diukur menggunakan 3 EPK-Z-HDTMA 200 mM 2.5% yang berbeda. Larutan tersebut diukur dengan menggunakan 3 teknik yang berbeda yaitu, voltametri sapuan linear (VSL), voltametri pulsa diferensial (VPD), dan voltametri gelombang persegi (VGP) dengan laju selusur 25 sampai 250 mV/detik. Pengaruh Konsentrasi Cr(VI) Kurva kalibrasi dibuat dengan mengalurkan konsentrasi Cr(VI) (0-1.0 mM) dengan arus puncak. Pengujian voltametri siklik dilakukan dengan menggunakan EPK-Z-HDTMABr 200 mM 2.5% dengan komposisi 2.5 mg. Respons arus diamati pada selang -0.5 V sampai 1.0 V dengan kecepatan payar 150 mV/detik. Linearitas kurva ditentukan berdasarkan koefisien korelasi kurva standar. Berdasarkan kurva standar yang diperoleh, ditentukan pula limit deteksi dan limit kuantitasi elektrode. Penentuan Ketelitian Pengukuran Larutan Cr(VI) 13 mM dibuat dalam HNO3 0.3 M. Larutan kemudian dimasukkan ke dalam sel voltametri dan diukur menggunakan dengan teknik voltametri siklik pasa selang potensial -0.5 V sampai 1.0 V dengan kecepatan payaran 150 mV/detik. Setelah elektrode digunakan untuk 1 kali pengukuran, elektrode tersebut dicuci dan digosok di kertas minyak. Ulangan pengukuran dilakukan sebanyak 10 kali dan dicatat arus puncak reduksi yang muncul.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Aktivasi Zeolit
Sumber zeolit alam yang digunakan dalam penelitian ini berasal dari Jawa Barat yaitu Cikembar, Cikalong, dan Bayah serta Lampung. Zeolit alam memiliki ukuran pori yang tidak seragam dan mengandung banyak pengotor sehingga perlu dilakukan preparasi dan aktivasi sebelum digunakan. Proses preparasi dilakukan dengan cara penggilingan dan pengayakan menggunakan saringan 200 mesh. Kemudian masing-masing zeolit tersebut diaktivasi secara kimia maupun fisika. Aktivasi secara kimia dilakukan dengan menambahkan asam HCl 1 M dan basa NaOH 1 M, sementara aktivasi fisika dilakukan dengan cara pemanasan. Proses aktivasi zeolit dengan perlakuan asam dan basa akan mengubah permukaan zeolit alam. Secara umum, asam dan basa akan membersihkan zeolit dari beberapa pengotor yang ada di zeolit alam. Selain itu, asam dan basa juga akan bereaksi dengan permukaan zeolit yang terdiri atas atom-atom Si dan Al. Menurut Arif (2011) reaksi yang terjadi terhadap zeolit yang teraktivasi asam dan basa adalah sebagai berikut: Zeolit alam + HCl → zeolit teraktivasi + AlCl3(aq) Zeolit alam + NaOH → zeolit teraktivasi + Al(OH)4-(aq) + SiO32-(aq) Perlakuan zeolit secara fisika dilakukan dengan pemanasan pada suhu 200 o C dalam oven selama 4 jam. Proses ini bertujuan untuk menguapkan air yang terperangkap dalam pori-pori kristal zeolit sehingga pori-porinya dapat digunakan untuk pertukaran ion dan proses adsorpsi (Kurniasari et al. 2011). Kapasitas Tukar Kation Zeolit Kapasitas tukar kation (KTK) merupakan salah satu parameter sifat kimia yang penting pada zeolit dalam fungsinya sebagai bahan adsorben. KTK merupakan jumlah maksimum miliekuivalen (mek) kation yang dapat dipertukarkan oleh 100 g bahan zeolit pada kondisi kesetimbangan. Kation yang dapat dipertukarkan dari zeolit adalah kation yang tidak terikat kuat di dalam kerangka tetrahedral sehingga akan mudah dipertukarkan dengan ion positif lainnya. Nilai KTK juga menunjukkan tingkat substitusi Al terhadap Si sehingga zeolit akan kekurangan muatan positif atau dengan kata lain zeolit akan lebih bermuatan negatif. Nilai KTK zeolit akan meningkat apabila semakin banyak kation yang diperlukan untuk menetralkan muatan negatif dari zeolit. Penentuan KTK metode tumpak (batch) dilakukan dengan menambahkan pelarut amonium asetat pada zeolit dengan tujuan untuk membersihkan dan membuka pori zeolit. Umumnya pori-pori zeolit alam utamanya terisi oleh ion Na+, K+, Ca2+, dan molekul H2O serta ion Mg2+, Ti4+, Pd2+, dan Ba2+ dalam jumlah renik. Di antara ion-ion tersebut, ion-ion Na+, K+. Ca2+, dan Mg2+ dapat dipertukarkan dengan ion NH4+ (Ates & Hardacre 2012). Waktu pengocokan selama 24 jam dimaksudkan agar terjadi kesetimbangan pertukaran kation yang di dalam zeolit dengan ion NH4+ yang berasal dari amonium asetat. Kemudian untuk menentukan jumlah ion NH4+ yang terjerap di dalam zeolit dilakukan dengan cara destilasi. Larutan NaOH pekat ditambahkan sebelum destilasi supaya terbentuk NH4OH yang kemudian didestilasi sehingga menghasilkan air dan uap NH3. Uap NH3 yang terbentuk ditangkap oleh larutan H2SO4 sehingga membentuk (NH4)2SO4. Jumlah NH3 yang terbentuk dapat ditentukan dengan titrasi asam basa menggunakan HCl.
Proses aktivasi zeolit bertujuan meningkatkan kemampuan tukar kation pada zeolit alam. Hasil penentuan KTK yang dilakukan pada zeolit asal Cikembar, Cikalong, Bayah, dan Lampung dengan aktivasi kimia dan fisika ditunjukkan pada Gambar 7. Nilai KTK tertinggi pada zeolit alam yang berasal dari daerah Cikalong yang 2 kali lebih besar dari zeolit Cikembar. Ketika zeolit yang berasal dari 4 daerah tersebut masing-masing diaktivasi dengan HCl 1 M diperoleh semua nilai KTK zeolit mengalami penurunan dengan urutan KTK tertinggi setelah teraktivasi asam adalah Cikalong, Lampung, Bayah, dan Cikembar. Perlakuan asam pada zeolit alam tidak hanya menghilangkan senyawa pengotor seperti oksida logam yang terdapat pada pori-pori zeolit namun juga menyebabkan proses dealuminasi. Proses dealuminasi merupakan pemutusan ikatan Al-O pada kerangka zeolit yang mengakibatkan tingkat substitusi Al terhadap Si menjadi turun sehingga rasio Si/Al mengalami peningkatan. Dengan demikian, muatan negatif pada zeolit menjadi berkurang sehingga banyaknya kation yang dapat dipertukarkan pada zeolit menjadi lebih sedikit. Hasil percobaan menunjukkan bahwa zeolit asal Cikalong dan Lampung lebih tahan asam karena penurunan nilai KTKnya tidak setajam dibandingkan zeolit asal Cikembar dan Bayah. 120
107.5 92.9
100 80 % KTK 60 (mek/100g)
72.6 60.4
33.1
40 23.7 20
60.4 47.6 38.2
54.7 39.742.5 42.4 19.1
25.5
Zeolit alam Zeolit teraktivasi HCl 1 M Zeolit teraktivasi NaOH 1 M o
200oCC 200
6.4
0 Cikembar Cikalong Bayah Lampung Daerah Asal Zeolit
Gambar 7 KTK zeolit yang berasal dari 4 daerah. Aktivasi zeolit dengan NaOH memberikan nilai KTK yang lebih tinggi dibandingkan aktivasi zeolit dengan HCl. Urutan kenaikan KTK tertinggi diperoleh dari zeolit Lampung (5 kali), Cikembar (3 kali), Cikalong dan Bayah yang sama (1.5 kali). Aktivasi zeolit dengan NaOH akan mengakibatkan proses pelarutan silika yang merupakan salah satu komponen dalam kerangka zeolit (Jozefaciuk & Bowanko 2002). Silika yang terlarut ini akan menyebabkan perubahan struktur zeolit serta berkurangnya silika dalam kerangka zeolit sehingga rasio Si/Al menurun. Penurunan rasio ini akan mengakibatkan kenaikan kapasitas adsorpsi dan selektivitas zeolit terhadap molekul-molekul polar seperti uap air (Bonenfant et al. 2008). Selain penurunan rasio Si/Al, aktivasi zeolit alam dengan NaOH juga mengakibatkan hilangnya ion-ion tertentu pada kerangka zeolit dan diganti oleh
ion Na+ sehingga zeolit alam mempunyai kondisi yang semakin mendekati homoionik (Inglezakis et al. 2001). Bentuk Na-zeolit ini diharapkan akan mempunyai ukuran pori yang relatif sama sehingga akan mendukung pada saat modifikasi zeolit dengan surfaktan heksadesiltrimetilamonium bromida (HDTMABr) karena bagian kepala senyawa tersebut bermuatan positif (H3C(CH2)15N(CH3)3)+ akan bertukar muatan terutama dengan ion Na+. Sehingga kemampuan dan selektivitas adsorpsinya terhadap HDTMABr juga akan lebih baik. Proses aktivasi secara termal dilakukan pada suhu 200 oC selama 4 jam. Hal ini bertujuan untuk menghilangkan molekul-molekul air serta zat-zat organik volatil yang ada pada pori-pori dan kerangka zeolit alam. Perlakuan secara termal ini dapat pula mengakibatkan perpindahan kation sehingga mempengaruhi letak kation serta ukuran pori yang pada akhirnya akan mempengaruhi kesetimbangan serta kinetika adsorpsi (Ackley et al. 2003). Nilai KTK yang diperoleh pada aktivasi zeolit alam dengan suhu 200 oC . Aktivasi zeolit alam asal Cikalong dan Bayah secara termal menghasilkan nilai KTK paling tinggi dibandingkan aktivasi secara kimiawi. Hal ini menandakan bahwa kedua zeolit tersebut banyak mengandung pengotor yaitu uap air dan senyawa-senyawa yang dapat lepas pada suhu di bawah 200 oC. Hasil percobaan ini menunjukkan nilai KTK tertinggi diperoleh pada zeolit alam asal Lampung dengan aktivasi NaOH yaitu 107.5 mek/100 g. Nilai KTK pada zeolit termodifikasi ini sudah memenuhi kategori zeolit dengan kualitas tinggi (minimal 100 mek/100 g) dengan kandungan zeolit di atas 50% (SNI 2006). Pengubahan karakter permukaan zeolit ini dimaksudkan agar zeolit dapat berinteraksi dengan anion khususnya adalah kromium(VI) yang bermuatan negatif. Sebelum dilakukan adsorpsi zeolit terhadap kromium(VI), terlebih dahulu dilakukan modifikasi permukaan zeolit dengan senyawa HDTMABr supaya dapat berinteraksi dengan anion tersebut. Nilai KTK yang tinggi ini diharapkan semakin banyak ion-ion positif terutama ion Na+ yang mampu bertukar muatan dengan bagian kepala HDTMABr yang bermuatan positif. Konsentrasi Admisel Kritik Zeolit Secara alamiah zeolit mempunyai muatan negatif pada permukaannya dan dengan aktivasi dengan NaOH menghasilkan zeolit homoionik (Na-zeolit). Menurut Wibowo et al. (2011) zeolit alam yang berasal dari Lampung termasuk dalam klinoptilolit yang memiliki ukuran rongga sekitar 4.2-7.2 Å sementara bagian kepala surfaktan HDTMA+ memiliki ukuran 7 Å. Hal ini akan menyebabkan adsorpsi HDTMA+ hanya terjadi pada permukaan zeolit klinoptilolit. Adsorpsi surfaktan kationik HDTMABr pada permukaan zeolit terjadi karena adanya pertukaran ion antara HDTMA+ dengan kation-kation Na+ yang ada di permukaan zeolit. Mekanisme pembentukan lapisan surfaktan pada permukaan padat secara umum dijelaskan oleh Chen et al. (1992). Pada konsentrasi HDTMA di atas Konsentrasi Misel Kritik (KMK) maka kemungkinan lapisan yang terbentuk adalah lapisan ganda. Pembentukan lapisan ganda HDTMABr pada permukaan zeolit pertama kali diperkenalkan oleh Li & Bowman (1997). Surfaktan HDTMABr memiliki KMK sebesar 0.9 mmol/L (Li et al. 1998). Mekanisme
pembentukan lapisan tunggal (hemisel) dan lapisan ganda (admisel) dijelaskan pada Gambar 8 oleh Li dan Bowman (1997). Ketika konsentrasi awal HDTMA+ lebih kecil dibandingkan konsentrasi misel kritik maka molekul-molekul surfaktan yang terabsorpsi akan membentuk lapisan tunggal (hemisel) oleh gaya elektrostatik (Gambar 8a). Jika konsentrasi HDTMA+ ditingkatkan di atas KMKnya dan jumlah surfaktan yang ada di dalam sistem mencukupi maka molekul-molekul surfaktan akan membentuk lapisan ganda (admisel) (Gambar 8b&c). Pembentukan lapisan ganda akan ditandai dengan kenaikan yang tajam pada kurva Konsentrasi Admisel Kritik (KAK) (Gambar 9). Pembentukan lapisan ganda ini akan mulai terbentuk secara sempurna ketika kurva membentuk garis yang mulai mendatar yaitu mulai terbentuknya misel-misel bebas pada permukaan zeolit.
(a)
(b)
(c)
Gambar 8 Adsorpsi molekul HDTMA dalam (a) lapisan tunggal, (b) setengah lapisan ganda, dan (c) lapisan ganda (admisel) (Li & Bowman 1997). Jumlah surfaktan teradsorpsi ditentukan dengan menggunakan metode pembentukan kompleks antara HDTMA+ dengan bromofenol biru (BPB), [HDTMA]2BPB, yang diukur menggunakan spektrofotometer UV-Tampak. Bromofenol biru merupakan indikator yang merupakan asam lemah diprotik dan pH 8 akan membentuk spesi BPB2-. Spesi ini dapat membentuk kompleks biru dengan senyawa HDTMA+ dengan persamaan reaksi sebagai berikut: 2[HDTMA]+ + BPB2- → [HDTMA]2BPB Kompleks [HDTMA]2BPB ini lebih larut dalam kloroform dibandingkan air sehingga perlu dilakukan ekstraksi untuk mendapatkan senyawa kompleks ini. Senyawa kompleks ini memiliki serapan maksimum pada panjang gelombang 605 nm. Jumlah surfaktan teradsorbsi pada berbagai konsentrasi HDTMABr saat pengocokan dalam zeolit ditunjukkan pada Gambar 9. 4.50
3.9923
4.00 3.50 3.00 2.50 Σ HDTMA+ 2.00 teradsorpsi (mmol/g) 1.50 1.00
0.50
1.9961
0.0015
0.0192
0.1
1
0.1994
0.00 10 100 [HDTMABr] (mM)
200
Gambar 9 Jumlah HDTMA+ teradsorbsi pada permukaan zeolit Lampung. Gambar diatas menunjukkan bahwa semakin besar konsentrasi HDTMABr yang diaplikasikan pada zeolit Lampung teraktivasi basa maka semakin tinggi pula jumlah HDTMA+ yang teradsorpsi pada permukaan zeolit. Jumlah HDTMA+ teradsorpsi mengalami peningkatan dari 0.1994 menjadi 1.9961 mmol/g pada kisaran 10-100 mM (10 kali lipat). Hal ini menunjukkan pada kisaran konsentrasi terjadi pembentukan lapisan tunggal (hemisel) HDTMA+ pada permukaan zeolit Lampung. Sementara pada kisaran konsentrasi 100-200 mM HDTMABr terjadi kenaikan adsorpsi yaitu 1.9961 mmol/g hingga 3.9923 mmol/g atau kira-kira 2 kali lipatnya. Sehingga dapat diperkirakan bahwa pada kisaran konsentrasi HDTMABr ini sudah mulai terbentuk lapisan ganda (admisel). Keadaan lapisan ganda (admisel) ini belum sepenuhnya tercapai pada permukaan zeolit disebabkan belum diperolehnya jumlah HDTMA+ teradsorpsi dalam keadaan tunak (steady state) pada kurva konsentrasi admisel kritik. Namun demikian, diputuskan untuk tidak menaikkan konsentrasi HDTMABr di atas disebabkan Wibowo et al. (2011) melaporkan bahwa KAK pada zeolit klinoptilolit Lampung teraktivasi 350 oC pada 70 mM HDTMABr dengan jumlah HDTMA+ teradsorpsi adalah 0.1967 mmol/g. Adsorpsi Cr(VI) Terhadap Zeolit-HDTMABr Metode adsorpsi Cr(VI) pada zeolit Lampung yang digunakan adalah metode tumpak (batch). Pada metode tumpak, larutan contoh Cr(VI) dan zeolit Lampung dicampur dan dikocok sampai waktu tertentu hingga tercapai kesetimbangan. Keadaan setimbang tercapai apabila zeolit telah jenuh oleh Cr(VI). Tahap berikutnya adalah penyaringan zeolit sehingga diperoleh konsentrasi sisa Cr(VI) dalam larutan, selisih konsentrasi digunakan untuk menentukan kapasitas adsorpsi. Kapasitas adsorpsi menyatakan bahwa jumlah Cr(VI) (mg) yang dapat teradsorpsi dalam tiap gram zeolit. Penentuan uji adsorpsi Cr(VI) pada zeolit ini mengikuti prosedur yang dikerjakan oleh Arif (2011) yang melaporkan bahwa pH optimum adsorpsi Cr(VI) yaitu 3 dengan waktu pengocokan selama 6 jam. Menurut Cordoves et al. (2008) bentuk Cr(VI) yang paling dominan pada pH 2-6 adalah HCrO4- sehingga dalam percobaan ini yang paling banyak diadsorpsi adalah ion tersebut. Pengujian adsorpsi Cr(VI) oleh zeolit Lampung sebelum dimodifikasi dan setelah dimodifikasi dengan HDTMABr menggunakan metode difenilkarbazida (DPC). Metode ini didasarkan pada pengukuran serapan larutan berwarna ungu kemerahan yang menunjukkan kompleks antara 1,5-difenilkarbazida [(C5H5NHNH)2CO] dengan Cr(VI). Senyawa kompleks ini diukur pada panjang gelombang maksimum 544 nm. Nisbah pengikatan antara Cr(VI) dengan DPC adalah 1:2 (Gambar 10).
2
H N
NH HN
C O
Cr(VI) N H
HN H N
H N
N
C O
Cr N H
O
H N C
N H
N H
Gambar 10 Reaksi DPC dengan Cr(VI) (Eaton & Franson 2005).
150
150 Q (mg/g)
80 60 40 20 0
Q (mg/g)
Q (mg/g)
Kapasitas adsorpsi (Q) zeolit meningkat seiring dengan naiknya konsentrasi Cr(VI) (Gambar 10). Kenaikan terjadi selama tersedianya tapak aktif pada zeolit untuk mengadsorpsi Cr(VI). Uji adsorpsi Cr(VI) terhadap zeolit Lampung tanpa modifikasi menunjukkan kapasitas adsorpsi tertinggi saat konsentrasi awal Cr(VI) 80 mM yaitu sebesar 58.0457 mg/g zeolit. Setelah zeolit dimodifikasi dengan HDTMABr 100 mM terjadi peningkatan kapasitas adsorpsi saat konsentrasi Cr(VI) 150 mM sebesar 134.0522 mg/g zeolit. Hal ini menunjukkan semakin banyaknya tapak aktif pada zeolit Lampung yang permukaannya dimodifikasi dengan HDTMABr 100 mM. Ketika konsentrasi HDTMABr ditingkatkan menjadi 200 mM juga terjadi peningkatan kapasitas adsorpsi menjadi sebesar 148.5602 mg/g zeolit pada konsentrasi Cr(VI) 200 mM. Sehingga dalam percobaan ini selanjutnya dipilih zeolit-HDTMABr 200 mM yang memiliki adsorpsi tertinggi dalam Cr(VI). 100 50 0 0
50 100 [Cr(VI)] (µM)
(a)
100 50 0
0
100 200 [Cr(VI)] (µM)
(b)
0
100 200 [Cr(VI)] (µM)
(c)
Gambar 11 Kurva adsorpsi Cr(VI) terhadap (a) zeolit Lampung tanpa modifikasi, (b) zeolit Lampung-HDTMABr 100 mM, (c) zeolit LampungHDTMABr 200 mM.
Pencirian Zeolit-HDTMABr dengan XRD, FT-IR, dan TG-DTA Pencirian dengan XRD Pencirian dengan XRD bertujuan mengetahui perubahan struktur zeolit setelah diaktivasi dengan NaOH 1 M dan selanjutnya dengan HDTMABr. Profil pola difraksi zeolit Lampung tanpa aktivasi, zeolit Lampung aktivasi basa, dan zeolit Lampung-basa termodifikasi HDTMABr 200 mM ditunjukkan pada Gambar 12. Pola difraksi zeolit Lampung pada sudut 2θ 5o-60o menunjukkan puncak-puncak yang signifikan untuk setiap mineral yang terkandung pada zeolit tersebut. Zeolit Lampung memiliki puncak difraksi sinar-X pada 2θ 21.84o, 22.47o, 28.15o dengan derajat kristalinitas 66.52%. Setelah zeolit Lampung tersebut diaktivasi dengan basa, puncak difraksi sinar-X muncul pada 2θ 21.93o, 22.48o, 30.07o dengan derajat kristalinitas turun menjadi 62.14%. Hal tersebut diduga karena hilangnya senyawa-senyawa pengotor yang mempengaruhi kristalinitas zeolit. Zeolit Lampung teraktivasi basa dimodifikasi dengan
HDTMABr 200 mM menunjukkan puncak difraksi sinar-X pada 2θ 21.55o, 22.42o, 30.03o dengan derajat kristalinitas turun menjadi 51.78%. Hal ini diduga karena terjadi adsorpsi molekul HDTMABr pada permukaan zeolit sehingga mengakibatkan penurunan derajat kristalinitas. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur pada zeolit alam asal Lampung baik pada saat diaktivasi basa maupun setelah dimodifikasi dengan HDTMABr.
(a) (b) (c)
Gambar 12 Profil pola difraksi zeolit alam Lampung (a) tanpa aktivasi, (b) zeolitbasa, dan (c) zeolit-basa-HDTMABr 200 mM. Pencirian dengan FTIR Pembuktian adanya pengikatan HDTMABr pada zeolit Lampung dilakukan dengan menggunakan spektrometer infra merah (FTIR). Gugus-gugus fungsional HDTMABr yang terikat pada zeolit Lampung dapat dikarakterisasi menggunakan FTIR. Profil spektrum IR zeolit Lampung, HDTMABr, dan zeolit LampungHDTMABr 200 mM ditampilkan dalam Gambar 13. Hasil karakterisasi zeolit Lampung dan zeolit teraktivasi basa dengan FTIR menunjukkan profil puncak karakteristik yang mirip diantaranya adalah vibrasi vO-1 -1 H simetrik dan asimetrik (3457.45 cm ), vT-O simetrik (1076.26 cm ) (T = Al atau -1 -1 Si), vT-O asimetrik (793.51 cm ), tekukan δH-O-H (1637.74 cm ), δSi-O-Al (608.04 cm-1 dan 527.03 cm-1), dan δO-T-O (454.36 cm-1, 483.1 cm-1, 470.08 cm-1) seperti yang dikemukakan oleh Swarnakar et al. (2011) dan Nezamzadeh-Ejhieh & Raja (2013). Hal ini menandakan bahwa aktivasi basa tidak mengubah struktur zeolit. HDTMABr sebagai senyawa pemodifikasi zeolit juga dikarakterisasi dan menghasilkan puncak-puncak karakteristik yang khas diantaranya, yaitu pada bagian ekor uluran vC-H metilena asimetrik (2921.26 cm-1), vC-H metilena simetrik (2849.44 cm-1), tekukan δC-H metilena (2849.44 cm-1, 1487.92 cm-1, 1462.91 cm1 ), δC-H metil asimetrik (1431.47 cm-1, 1407.95 cm-1), δα-C-H (1431.47 cm-1), dan δC-H metil simetrik (1396.94 cm-1). Puncak karakteristik pada bagian kepala HDTMABr adalah uluran vC-H dari –N(CH3)3 asimetrik (3018.09 cm-1) dan tekukan δC-H dari –N(CH3)3 (1407.95 cm-1) (Li et al. 2008).
Pencirian zeolit Lampung-HDTMABr menunjukkan adanya gabungan puncak karakteristik yang berasal dari zeolit Lampung-HDTMABr. Puncak karakteristik yang berasal dari HDTMABr adalah uluran vC-H metilena asimetrik (2920.05 cm-1) dan tekukan δC-H metilena (2851.01 cm-1, 1489.21 cm-1). Sementara puncak karakteristik yang berasal dari zeolit Lampung adalah tekukan δH-O-H (1637.65 cm-1), vT-O simetrik (1055.56 cm-1), vT-O asimetrik (793.17 cm-1), δSi-O-Al (608.86 cm-1 dan 525.67 cm-1), dan δO-T-O (468.41 cm-1). L aborato ry T es t Res ul t
4
(d)
(a) 1 %T
(b) 2
(c)3
4 00 0.0
3 00 0
2 00 0
1 50 0
1 00 0
4 50 .0
cm-1
Gambar 13 Spektrum FTIR pada (a) zeolit Lampung, (b) zeolit Lampung teraktivasi basa, (c) HDTMABr, dan (d) zeolit Lampung-basaHDTMABr 200 mM.
Pencirian dengan TG-DTA Teknik analisis termal, TG-DTA dapat digunakan untuk mempelajari perilaku termal zeolit seperti kehilangan sejumlah molekul air yang teradsorbsi pada permukaannya. Menurut Guan et al. (2010) TG-DTA juga dapat memberikan informasi mengenai jumlah energi yang dibutuhkan untuk menghilangkan molekul-molekul HDTMABr pada permukaan zeolit. Jumlah energi ini bergantung pada bentuk lapisan HDTMABr (lapisan tunggal atau ganda) pada permukaan zeolit. Bentuk HDTMABr yang ada di permukaan zeolit dapat dihubungkan dengan suhu tertentu ketika terdapat massa yang hilang pada analisis TG-DTA. Selain itu, massa yang hilang pada kisaran waktu yang spesifik juga memberikan perkiraan jumlah HDTMABr yang terisi pada sampel zeolit. Hasil analisis termal pada zeolit Lampung, zeolit-basa dan zeolit-basa-HDTMABr disajikan dalam Gambar 14.
Gambar 14 merupakan rekapitulasi persentase massa yang hilang pada sampel zeolit pada kisaran suhu yang berbeda. Kehilangan massa pada kisaran 30100 oC (2.9-4.8%) diduga disebabkan oleh lepasnya molekul-molekul air yang teradsorbsi secara fisik pada permukaan zeolit. Pada kisaran suhu 100 hingga 200 o C, kehilangan massa yang cepat pada 3 sampel zeolit (2.9-4.8%) yang dicirikan kemiringan yang curam pada kurva TG (Gambar 15) diduga berasal dari lepasnya molekul air yang terdapat pada rongga zeolit dan terikat pada kation-kation nonkerangka (Alver et al. 2010). Hal ini didukung data kurva DTA dari sampel zeolit dengan munculnya puncak endotermik pada sampel zeolit alam Lampung (93.49 oC), zeolit Lampung termodifikasi basa (98.62 oC), dan zeolit Lampungbasa-HDTMABr (109.08 oC). Kehilangan massa yang cukup signifikan terjadi pada kisaran 200-300 oC pada zeolit-basa-HDTMABr, yaitu sekitar 15.1%. Hal ini diduga disebabkan terjadinya penguraian ikatan-ikatan molekul HDTMABr yang memiliki energi rendah yang terikat pada permukaan zeolit. Penguraian ikatantersebut menyebabkan pelelehan, penguapan, dan pirolisis pada molekul HDTMABr (Majdan et al. 2006). Ikatan yang berenergi rendah kemungkinan berasal dari interaksi hidrofobik sesama molekul HDTMABr yang membentuk lapisan ganda (Guan et al. 2010). Hal ini diperkuat dengan munculnya puncak pada kurva DTA pada suhu 258.72 oC. Sementara pada zeolit Lampung dan zeolit Lampung-basa diduga terjadi pelepasan molekul air yang terikat pada kation di kerangka zeolit dan alumunium pada kisaran 100-400 oC sementara pada suhu di atas 400 oC terjadi pelepasan molekul air yang terikat dengan gugus silanol (Aytes & Hardacre 2012). 16 14
15.1 Z. LPG
12 10 % Kehilangan8 Massa 6
Z. LPG-basa Z.LPG-basa-HDTMABr
4 2 0 30-100
100-200
200-300
300-400
400-500
Suhu (oC)
500-600
600-700 700-1000
Gambar 14 Persentase massa yang hilang pada zeolit Lampung dan termodifikasi pada kisaran suhu 30-1000 oC. Zeolit Lampung-basa-HDTMABr menunjukkan puncak pada kurva DTA pada suhu 387.26 oC dengan persentase kehilangan massa sebesar 1.7%. Puncak pada suhu yang lebih tinggi ini menunjukkan ikatan yang lebih kuat antara HDTMABr pada permukaan zeolit yang mungkin disebabkan oleh ikatan elektrostatik gugus kepala, kation amonium, terhadap permukaan zeolit yang elektronegatif (lapisan pertama). Lapisan pertama bertindak sebagai cetakan (template) untuk interaksi hidrofobik-hidrofobik pada lapisan kedua. Suhu yang dibutuhkan untuk menguraikan interaksi ini lebih rendah dibandingkan interaksi elektrostatik dan menghasilkan persentase massa hilang yang cukup tinggi pada kisaran 200-300 oC (Guan et al. 2010; Ha et al. 2005). (a)
(b)
(c)
Gambar 15 Kurva TG-DTA pada (a) zeolit Lampung, (b) zeolit Lampung-basa, (c) zeolit Lampung-basa-HDTMABr 200 mM. Pembuatan dan Kinerja Elektrode dengan Voltametri Pengujian awal menggunakan teknik voltametri siklik dilakukan untuk memperoleh kondisi pengukuran yang optimum untuk meminimalkan galat yang berasal dari proses analisis. Pengujian tersebut meliputi daerah pemayaran, pengukuran arus larutan elektrolit (HNO3 0.3 M), penentuan komposisi elektrode optimum untuk pengukuran, dan penentuan resposn arus yang ditimbulkan oleh analit, yaitu Cr(VI). Daerah pemayaran idealnya berada pada kisaran potensial redoks analit tetapi tidak berada pada potensial redoks elektrolit pendukung. Hal ini bertujuan agar arus puncak yang muncul hanya berasal dari analit Cr(VI). Larutan HNO3 0.3 M digunakan sebagai larutan elektrolit dalam pengukuran ion spesi Cr(VI) pada selang potensial -0.5-1.0 V. Larutan elektrolit ini digunakan untuk menurunkan efek migrasi sehingga meningkatkan arus difusi (Faraday) yang sebanding dengan konsentrasi analit (Wang 2001).
Pengaruh Larutan Elektrolit terhadap Elektrode Pasta Karbon (EPK) Pengukuran arus elektrolit HNO3 0.3 M pada daerah pemayaran -0.5-1.0 V EPK dan elektrode pasta karbon zeolit termodifikasi HDTMABr (EPK-ZHDTMABr) tidak menghasilkan arus puncak (Gambar 15). Potensial reduksi ion NO3- berada +0.96 V sementara dalam pengukuran ini tidak teramati arus puncak reduksi pada kisaran potensial tersebut. Hal ini menunjukkan kisaran potensial yang digunakan cocok untuk pengukuran Cr(VI). Kachoosangi & Compton (2013) melaporkan pengukuran Cr(VI) dengan menggunakan elektrode komposit karbon termodifikasi emas pada selang potensial 0.1-0.8 V dengan menggunakan larutan elektrolit yang sama. Arus blanko yang dihasilkan oleh EPK-ZHDTMABr lebih tinggi dibandingkan dengan EPK. Hal ini diduga disebabkan peningkatan arus kapasitif yang ditimbulkan oleh lapisan muatan ganda pada permukaan elektrode kerja (Scholz 2010). Selama pengukuran Cr(VI) menggunakan metode ini tidak diperlukan pengaliran gas nitrogen karena puncak reduksi Cr(VI) muncul pada potensial yang lebih positif daripada puncak reduksi oksigen dan tidak ada gangguan yang muncul selama pengukuran berlangsung (Kachoosangi & Compton 2013). 2.0x10
-6
1.0x10
-6
Arus (A)
0.0
-1.0x10
-6
-2.0x10
-6
-3.0x10
-6
-4.0x10
-6
-5.0x10
-6
-0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
1.4
1.6
Potensial (V) vs Ag/AgCl
) dan EPK-Z-HDTMABr ( Gambar 16 Voltamogram EPK ( HNO3 0.3 M pada kecepatan payar 100 mV/detik.
) pada larutan
Pengukuran Cr(VI) 13 mM dalam HNO3 0.3 M menghasilkan voltamogram siklik dengan arus puncak reduksi pada potensial sekitar 0.2 V baik menggunakan EPK maupun EPK-Z-HDTMABr (Gambar 16). EPK-Z-HDTMABr dibuat dari campuran zeolit Lampung-HDTMABr 200 mM, minyak parafin, dan grafit. Arus puncak katodik EPK-Z-HDTMABr lebih tinggi dibandingkan EPK maupun elektrode emas komersial. Nezamzadeh-Ejhieh & Raja (2013) menjelaskan bahwa ion Cr(VI) dalam fase encer berada dalam bentuk HCrO4-, Cr2O72-, CrO42-, HCr2O7-. Ketika pH di bawah 6, persentase nisbah Cr2O72- terhadap HCrO4sekitar 2:8 pada konsentrasi 0.5 mM, 12:88 pada 5 mM dan 89:11 pada konsentrasi 1 M (Kachoosangi & Compton 2013). Reaksi berikut menjelaskan distribusi spesi kromium dalam larutan encer: H2CrO4 HCrO42HCrO4HCrO4-
HCrO4- + H+ CrO42- + H+ Cr2O72- + H2O Cr2O72- + H+.
Anion CrO42- utamanya berada dalam larutan basa atau sedikit asam sementara anion Cr2O72- dominan larutan Cr(VI) encer yang sangat asam: CrO42- (pH >6.5)
HCrO4- (pH 4-6)
Cr2O72- (pH<4).
Gugus amina kuartener (RN4+) pada zeolit termodifikasi HDTMABr diduga menjadi tempat pertukaran anion. Ketika EPK-Z-HDTMABr dicelupkan ke dalam larutan Cr(VI) terjadi pertukaran anion antara permukaan elektrode (Br-) dengan CrO4- dan Cr2O72- di dalam larutan. Mekanisme pertukaran spesi anionik dalam larutan diduga mengikuti skema yang dijelaskan oleh Svancara et al. (2004): R4N+ + HCrO4- [R4N+]HCrO42R4N+ + Cr2O72- [R4N+]2Cr2O7-5
2.0x10
-5
1.0x10
Arus (A)
0.0 -1.0x10
-5
-2.0x10
-5
-3.0x10
-5
-4.0x10
-5
-5.0x10
-5
-6.0x10
-5
-7.0x10
-5
-8.0x10
-5
-0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
Potensial (V) vs Ag/AgCl
Gambar 17 Voltamogram siklik Cr(VI) 13 mM dalam HNO3 0.3 M dengan EPK (___), EPK-Z-HDTMABr (___), dan elektrode emas (Au) (___) pada kecepatan payar 100 mV/detik. Pengaruh pH terhadap Arus Puncak Reduksi Cr(VI) Pengaruh pH terhadap respons pengukuran arus puncak reduksi Cr(VI) ditunjukkan oleh voltamogram siklik pada Gambar 17. Reduksi Cr(VI) pada pH 0.5 menunjukkan arus puncak yang tegas dan tajam pada potensial +0.2 V. Semakin tinggi pH larutan elektrolit untuk pengukuran Cr(VI) menunjukkan arus puncak reduksi yang semakin rendah. Arus puncak reduksi Cr(VI) pada potensial 0.2 V tidak terlihat pada pH 2 dan 3. Hasil ini menunjukkan bahwa pH larutan elektrolit mempunyai efek yang besar terhadap sensitivitas, ukuran, dan bentuk puncak reduksi Cr(VI) pada EPK-Z-HDTMABr. Kondisi pH yang semakin asam menunjukkan semakin besar konsentrasi H+ dalam larutan elektrolit yang sangat penting untuk keberhasilan reaksi reduksi Cr(VI). Kachoosangi & Compton (2013) melaporkan bahwa untuk pengukuran Cr(VI) paling baik menggunakan asam mineral kuat (HNO3 atau H2SO4) pada konsentrasi 0.3 M. Larutan HNO3 0.3 M memiliki pH sekitar 0.5 sehingga dapat digunakan elektrolit pendukung alternatif dengan matriks yang lebih sederhana.
-5
1.0x10
Arus (A)
0.0 -1.0x10
-5
-2.0x10
-5
-3.0x10
-5
-4.0x10
-5
-5.0x10
-5
-6.0x10
-5
-7.0x10
-5
-8.0x10
-5
pH 0.5 pH 1.0 pH 2.0 pH 3.0
-1.0
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
0.8
1.0
1.2
Potensial (V) vs Ag/AgCl
Gambar 18 Voltamogram siklik Cr(VI) 13 mM pada kisaran pH 0.5-3 pada kecepatan payar 100 mV/detik. Pengaruh Komposisi Zeolit-HDTMABr pada EPK
Arus (µA)
Pengukuran Cr(VI) 13 mM menggunakan EPK-Z-HDTMABr menggunakan teknik voltametri siklik diamati dari arus puncak reduksi Cr(VI). Gambar 18 menunjukkan komposisi optimum zeolit termodifikasi HDTMABr adalah 2.5% dengan arus puncak reduksi sebesar 41.20 µA. Komposisi zeolitHDTMABr yang ditingkatkan di atas 2.5% mengakibatkan penurunan arus puncak reduksi Cr(VI). Nezamzadeh-Ejhieh & Raja (2013) melaporkan komposisi optimum zeolit klinoptilolit + 100 mM HDTMABr adalah 4% dalam pembuatan elektrode selektif ion Cr(VI). Komposisi zeolit-HDTMABr yang semakin besar tidak menunjukkan korelasi positif dengan kenaikan arus puncak Cr(VI). Grafit diketahui memiliki fungsi sebagai material inert yang menghantarkan listrik selama pengukuran analit. Semakin besar komposisi zeolit-HDTMABr berakibat jumlah grafit di dalam elektrode komposit menjadi berkurang. Faktor lain yang mungkin berpengaruh terhadap penurunan arus reduksi Cr(VI) adalah kurang terdistribusinya zeolit-HDTMABr secara homogen di dalam elektrode komposit. 45 40 35 30 25 20 15 10 5 0
41.20 35.83
1%
33.13
2.50%
5%
26.83
25.93
7.50%
10%
Komposisi Z-HDTMABr
Gambar 19 Komposisi Z-HDTMABr pada arus reduksi Cr(VI) pada EPK-ZHDTMABr. Perbandingan Arus Puncak dengan Teknik VSL, VGP, dan VPD
Pengukuran menggunakan teknik voltametri sapuan linear (VSL), voltametri gelombang persegi (VGP), dan voltametri pulsa diferensial (VPD) tidak memerlukan tahap akumulasi dan potensial deposisi. Ketiga teknik tersebut lebih cocok untuk pengukuran Cr(VI) dibandingkan voltametri siklik disebabkan sistem redoksnya irreversible (reduksi Cr(VI). Gambar 19 menunjukkan perbandingan arus puncak reduksi Cr(VI) 13 mM yang diperoleh dari ketiga metode tersebut. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa arus puncak reduksi Cr(VI) menggunakan VSL, VGP, dan VPD berturut-turut adalah 31.45, 12.80, dan 1.98 µA. Metode VSL memberikan sensitivitas terbesar dan stabilitas yang lebih baik untuk pengukuran Cr(VI) dalam bentuk, ukuran, dan posisi arus puncak dibandingkan VGP dan VPD (Kachoosangi & Compton 2013). Sistem redoks irreversible lebih cocok diukur menggunakan VSL dibandingkan VPD dan VGP. Menurut Wang (2000) pengukuran sistem redoks irreversible menggunakan VPD menghasilkan arus puncak yang rendah dan lebar sehingga sensitivitas dan resolusinya lebih rendah dibandingkan sistem redoks reversibel. Oleh karena itu, teknik voltametri sapuan linear dipilih untuk deteksi Cr(VI) selanjutnya.
Arus (µA)
35 30
31.45
25 20 15
12.80
10 5
1.98
0 VSL
VGP
VPD
Gambar 20 Arus puncak reduksi Cr(VI) 13 mM menggunakan teknik Voltametri Sapuan Linear (VSL), Voltametri Gelombang Persegi (VGP), dan Voltametri Pulsa Differensial (VPD) pada kecepatan payar 100 mV/detik. Pengaruh Kecepatan Payar terhadap Arus Puncak Cr(VI) Pengaruh kecepatan payar terhadap arus puncak reduksi Cr(VI) 5 mM dalam larutan HNO3 0.3 M dipelajari dari 25 hingga 250 mV/detik (Gambar 20). Semakin tinggi kecepatan payar berakibat semakin tinggi intensitas arus puncak reduksi Cr(VI) yang dihasilkan. Hal ini diakibatkan oleh gradien konsentrasi dan fluks pada elektrode yang semakin meningkat seiring dengan kenaikan konsentrasi payar (Bard & Faulkner 2001).
25 mV/detik 50 mV/detik 100 mV/detk 125 mV/detik 150 mV/detik 175 mV/detik 200 mV/detik 250 mV/detik
5.0µ 0.0 -5.0µ -10.0µ
Arus (A)
-15.0µ -20.0µ -25.0µ -30.0µ -35.0µ -40.0µ -45.0µ -50.0µ -55.0µ -60.0µ -1.2
-1.0
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
Potensial (V) vs Ag/AgCl
Gambar 21 Voltamogram kecepatan payar Cr(VI) 5 mM berbeda pada EPK-ZHDTMABr. Mekanisme yang terjadi pada elektrode komposit dapat dipelajari dari hubungan antara arus puncak (Ip) dengan akar kuadrat kecepatan payar (V1/2). Hubungan antara Ip dengan V1/2 mengikuti persamaan linear sebagai berikut: Ipc EPK-Z-HDTMABr = 1.8812 V1/2 – 0.6066
R2 = 0.9406
Berdasarkan persamaan Randles-Sevcik, apabila intensitas arus puncak sebanding dengan akar kuadrat kecepatan payar maka mekanisme pada elektrode komposit melibatkan difusi (Wang 2000). Mekanisme reduksi Cr(VI) pada elektrode komposit ini diduga mengikuti skema yang dijelaskan Kachoosangi & Compton (2013), yaitu: HCrO4-(VI) + H+
H2CrO4(VI)
CrO3-(V) + H2O
Cr3+ + 3H2O.
Linearitas, Limit Deteksi, Limit Kuantitasi, dan Ketelitian Korelasi arus puncak reduksi terhadap konsentrasi dipelajari pada kisaran 2 x 10-4 hingga 1 x 10-3 M. Konsentrasi larutan Cr(VI) masing-masing diukur sebanyak 6 kali ulangan dengan menggunakan 3 elektrode komposit yang berbeda tetapi memiliki komposisi yang sama. Kurva kalibrasi yang diperoleh memiliki persamaan garis adalah y = 4085.4[Cr(VI)]-0.4294 dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0.9669 (Gambar 22).
Cr(VI) 0.2 mM Cr(VI) 0.4 mM Cr(VI) 0.6 mM Cr(VI) 0.8 mM Cr(VI) 1.0 mM
0.000005 0.000000 -0.000005
5.0
-0.000015
4.0 -0.000020 -0.000025 -0.000030
y = 4.0854x - 0.4294 R² = 0.9669
3.0
I (µA)
Arus (A)
-0.000010
2.0 1.0 0.0
-0.000035
0
-0.000040 -0.000045 -1.2
0.5
1
[Cr(VI)] (mM) -1.0
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0.0
0.2
0.4
0.6
Potensial (V) vs Ag/AgCl
Gambar 22 Voltamogram dan kurva kalibrasi Cr(VI) pada kisaran 0.2-1.0 mM pada kecepatan payar 150 mV/detik. Limit deteksi dan limit kuantitasi ditentukan berdasarkan kurva kalibrasi linieritas dengan 6 kali ulangan menggunakan respons 3 elektrode yang berbeda. Sensitivitas merupakan kemampuan sensor untuk membedakan secara jelas jumlah analit antara 2 sampel yang dilaporkan sebagai kemiringan dalam kurva kalibrasi. Limit deteksi merupakan konsentrasi analit terendah yang memberikan sinyal secara signifikan lebih besar dibandingkan sinyal pereaksi blanko sedangkan limit kuantitasi merupakan konsentrasi analit terendah yang dapat diukur secara akurat oleh elektrode. Daerah respons linear, sensitivitas, limit deteksi, dan limit kuantitasi pengukuran Cr(VI) menggunakan elektrode komposit ini berturut-turut adalah 0.2-1.0 mM, 0.4294 µA mM, 3.63 x 10-4 mM, dan 1.197 x 10-3 mM. Ketelitian diperoleh dengan mengukur larutan Cr(VI) 1 mM sebanyak 10 kali ulangan dan diperoleh nilai %SBR (simpangan baku rerata) sebesar 4.49%. SIMPULAN Pada penelitian telah dibuat elektrode yang dibuat dari pasta karbon yang dimodifikasi zeolit-HDTMABr (EPK-Z-HDTMABr) dan telah ditentukan responnya terhadap Cr(VI) menggunakan teknik voltammetri. EPK-Z-HDTMABr terbaik memiliki komposisi optimum 2.5% Z-HDTMABr, larutan elektrolit HNO3 0.3 M dengan pH 0.5 dengan teknik voltametri siklik. Pengujian kinerja elektrode menggunakan teknik voltametri sapuan linier menunjukkan daerah respon linier pada kisaran konsentrasi 0.2-1 mM dengan koefisien determinasi (r2) sebesar 0.9669, sensitivitas 0.4294 µA mM, limit deteksi 3.63 x 10-4 M, limit kuantisasi 1.197 x 10-3 M dan ketelitian yang cukup baik dengan %SBR 4.49%. SARAN Zeolit yang digunakan sebagai bahan pemodifikasi elektrode sebaiknya dalam berukuran nanometer agar respons yang dihasilkan lebih besar. Protokol pembuatan EPK-Z-HDTMABr diperlukan agar kinerja elektrode yang dihasilkan memiliki ketelitian yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA Ackley MW, Rege SU, Saxena H. 2003. Application of natural zeolites in purification and separation of gases (Review). Micropor Mesopor Mater. 61:25-45. doi:10.1016/S1387-1811(03)00353-6. Alver BE, Sakizci M, Yӧrukogullari. 2010. Investigation of clinoptilolite rich natural zeolites from Turkey: a combined XRF, TG/DTG, DTA and DSC study. J Therm Anal Calorim. 100:19-26.doi: 10.1007/s10973-009-01 18-0. Arif Z. 2011. Karakterisasi dan modifikasi zeolit alam sebagai bahan media pendeteksi studi kasus: kromium heksavalen [tesis]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Ates A, Hardacre C. 2012. The effect of various treatment conditions on natural zeolites: Ion exchange, acidic, thermal, and steam treatments. J Coll Inter Sci. 372:130-140. doi:10.1016/j.jcis.2012.01.017 Ball JW, Nordstrom DK. 1998. Critical evaluation and selection of standard state thermodynamic properties for chromium metal and its aqueous ions, hydrolysis species, J Chem Eng Dat. 43:895-918.doi:10.1021/je980080a. Bard AJ, Faulkner LR. 2001. Electrochemical Methods: Fundamental and Applications. New York: J Wiley. Bergamini MF, dos Santos DP, Zanoni MVB. 2007. Development of voltammetric sensors for chromium(VI) determination in wastewater sample. Sensor Actuat B-Chem. 123:902-908.doi:10.1016/jsb.2006.10.062 Bobrowski A, Bas B, Dominik J, Niewiara E, Szalinska E, Vignati D, Zarebski J. 2004. Chromium speciation in polluted waters using catalytic adsorptive stripping voltammetry and tangential flow filtration. Talanta. 63:10031012.doi:10.1016/j.talanta.2004.01.004. Bonenfant D, Kharoune M, Niquette P, Mimeault M, Hausler R. 2008. Advances in principal factors influencing carbon dioxide adsoprtion on zeolite. Sci Technol Adv Mater.9:1-7.doi:10.1088/1468-6996/9/1/013007 Borges AR, Niencheski LF, Milani IDB, Milani MR. 2011. Optimisation and application of the voltammetric technique for speciation of chromium in the Patos Lagoon Estuary-Brazil. Environ Monit Access. 110.doi:10.1007/s10661-011-2361-7. Buffle J, Tercier-Waeber MI. 2005. Voltammetric environmetal trace metal analysis and speciation: from laboratory to in situ measurements. Trends Anal Chem. 24: 172-191.doi:10.1016/j.trac.2004.11.013. Calvo-Pérez A, Domínguez-Renedo O, Alonso-Lomillo MA, Arcos-Martínez. 2010. Simultaneous determination of Cr(III) and Cr(VI) by differential pulse voltammetry using modified screen-printed carbon paste electrodes in doi: array mode. Electroanalysis. 20 (24): 2924-2930. 10.1002/elan.201000350. Cespon-Romero RM, Yebra-Biurrun MC, Bermejo-Barrera MP. 1996. Preconcentration and speciation of chromium by the determination of total chromium and chromium(III) in natural waters by flame atomic absorption spectrometry with a chelating ion-exchange flow injection system. Anal Chim Acta. 327:37-45.doi:10.106/0003-2670(96)00062-1. Chen YL, Chen S, Frank C, Israelachvili J. 1992. Molecular mechanism and kinetics during the self-assembly of surfactant layers. J Col Inter Sci. 153(1):244-265.
Creasy KE, Shaw BR. 1988. Simplex optimization of electroreduction of oxygen mediated by methyl viologen supported on zeolite-modified carbon paste electrode. Electrochim Act. 33(4):551-556.doi:10.1016/001134686(88)80176-2. Cordoves AIP, Valdes MG, Fernandes JCT, Luis GP, Garcia-Calzon JA, Garcia MED. 2008. Characterization of the binding site affinity distribution of a surfactant-modified clinoptililote. Micropor Mesopor Mater. 109:3848.doi:10.1016/j.micromeso.2007.04.029. Dominguez O, Arcos MJ. 2000. Speciation of chromium by adsorptive stripping voltammetry using pyrocatechol violet. Electroanalysis. 12(6):449458.doi:10.1002/(SICI)1521-4109(20000401)12:6<449::AID-ELAN 449>3.0.CO;2-J. Dominguez O, Arcos MJ. 2002. Simultaneous determination of chromium(VI) and chromium(III) at trace levels by adsorptive stripping voltammetry. Anal Chim Act. 470:241-252.doi:10.1016/S0003-2670(02)00757-2. Eaton AD, Franson MAH. 2005. Standard Methods for The Examination of Water and Wastewater. Ed ke-21. Washington DC: APHA Pub. Furi PR. 2010. Pengembangan pengekstrak fase padat berbasis zeolit untuk adsorpsi kromium heksavalen [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor. Gammelgaard B, Liao YP, Jones O. 1997. Improvement on simultaneous determination of chromium species in aqueous solution by ion chromatography and chemiluminescence detection. Anal Chim Acta. 354:107-117.doi:10.1016/S0003-2670(97)00421-2. Gomez V, Callao MP. 2006. Chromium determination and speciation since 2000. Trends Analyt Chem. 25(10):1006-1015.doi:10.1016/j.trac.2006.06.010. Grabarczyk M, Kaczmarek L, Korolczuk M. 2003. Determination of Cr(VI) by catalytic adsorptive stripping voltammetry with application of nitrilotriacetic acid as a masking agent. Electroanalysis. 16(18):15031507.doi:10.1002/elan.20042977. Guan H, Bestland E, Zhu C, Albertsdottir D, Hutson J, Simmons CT, GinicMarkovic M, Ellis AV. 2010. Variation in performance of surfactant loading and resulting nitrate removal among four selected natural zeolites. J Haz Mat. 183:616-621.doi:10.1016/j.hazmat.2010.07.069. Ha B, Char K, Jeon HS. 2005. Intercalation mechanism and interlayer structure of hexadecylamines in the confined space of layered α-zirconium phosphate. J Phys Chem B. 109:24434-24440.doi:10.1021/jp055563h. Harvey D. 2000. Modern Analytical Chemistry. New York: McGraw-Hill. Inglezakis VJ, Papadeas CD, Loizidou MD, Grigoropoulou HP. 2001. Effects of pretreatment on physical and ion exchange properties of natural clinoptilolite. Environ Tech. 22(75-82). doi:10.1080/09593332208618308 Jenkins R. 2000. X-ray Techniques: Overview In Encyclopedia of Analytical Chemistry. Chichester: John Wiley & Sons. Jozefaciuk G, Bowanko G. 2002. Effect of acid and alkali treatments on surface areas and adsorption energies of selected minerals. Clay Clay Miner. 50(6):771-783.
Kachoosangi RT, Compton RG. 2013. Voltammetric determination of chromium(VI) using a gold modified carbon comppsite electrode. Sensors and Actuat B-Chem. 178:555-562.doi:10.1016/j.snb.2012.12.122. Klute A. 1986. Methods of Soil Analysis Part 1: Physical and Mineralogical Methods Edisi ke-2. Wisconsin. US of Agronomy & Soil Science of America. Kotas J, Stasicka Z. 2000. Chromium occurence in the environment and methods of its speciation. Environ Pollut. 107:263-283.doi:10.1016/S02697491(99)00168-2. Kurniasari L, Djaeni M, Purbasari A. 2011. Aktivasi zeolit alam sebagai adsorben pada alat pengering bersuhu rendah. Reaktor. 13(3): 178-184. Li Z, Bowman RS. 1997. Counterion effects on the sorption of cationic surfactant and chromate on natural clinoptilolite. Environ Sci Technol. 31:24072412.doi:10.1021/es9610693. Li Z, Roy SJ, Zou Y, Bowman RS. 1998. Long-term chemical and biological of surfactant-modified zeolite. Environ Sci Technol. 32:26282632.doi:10.1021/es970841e. Li Z, Anghel I, Bowman RS. 1998. Sorption of oxyanions by surfactant-modified zeolite. J Disper Sci Tech. 19(6&7):843-857. doi: 10.1080/0193269980913218. Li Z, Bowman RS. 2001. Regeneration of surfactant modified zeolite afetr saturation with chromate and percholoroethylene. Water Res. 35(1):322326.doi:10.1016/S0043-1354(00)00258-X. Li Y, Xue H. 2001. Determination of Cr(III) and Cr(VI) species in natural waters by catalytic cathodic stripping voltammetry. Anal Chim Act. 448:121134.doi:10.1016/S0003-2670(01)01314-9. Li Z, Jiang WT, Hong H. 2008. An FTIR investigation of hexadecyltrimethylammonium intercalation into rectorite. Spectrochim Act A. 71:1525-1534.doi:10.1016/j.saa.2008.05.015. Malek NANN. 2007. Surfactant modified zeolit Y as a sorbent for some chromium and arsenic species in water[Thesis]. Faculty of Science. Universiti Teknologi Malaysia. Majdan M, Pikus S, Rzaczynska Z, Iwan M, Oksana M, Kwiatkowski R, Skrzypek H. 2006. Characterization of chabazite modified by hexadecyltrimethylammonium bromide and of its affinity toward chromates. J Mol Struc. 791:53:60.doi:10.1015/j.molstruc.2005.12.043. Marko-Varga G, Burestedt E, Svensson CJ, Emneus J, Gorton L, Ruzgas T, Lutz M, Unger KK. 1996. Effect of HY-zeolites on the performance of tyrosinase-modified carbon paste electrodes. Electroanalysis. 8(12):11211126.doi:10.1002/elan.1140081209. Morgensen L, Kryger L. 1998. Zeolite/polymer modification of a mercury electrode. Effects on the Cu2+ interference in the stripping determination of Zn2+. Electroanalysis. 10(18):1285-1287.doi:10.1002/(SICI)15214109(199812)10:18<1285::AID-ELAN1285>33.0.CO;2-V. Muresan LM. 2011. Zeolite-modified electrodes with analytical applications. Pure Appl Chem. 82(2):325-343.doi:10.1351/PAC-CON-10-07.08. Nielsen S, Hansen EH. 1998. Selective flow-injection quantification of ultra-trace amounts of Cr(VI) via on-line complexation and preconcentration with
APDC followed by determination by electrothermal atomic absorption spectrometry. Anal Chim Acta. 366:163-176.doi:10.1016/S00032670(98)00101-9. Nezamzadeh-Ejhieh A, Esmaeilian A. 2012. Application of surfactant modified zeolite carbon paste electrode (SMZ-CPE) towards potentiometric determination of sulfate. Micropor Mesopor Mater. 147:302309.doi:10.1016/j.micromeso.2011.06.026. Nezamzadeh-Ejhieh A, Nematollahi Z. 2011. Surfactant modified zeolite carbon paste electrode (SMZ-CPE) as a nitrate selective electrode. Electrochim Act. 56:8334-8341.doi:10.1016/j.electa.2011.07.013. Nezamzadeh-Ejhieh A, Masoudipour N. 2010. Application of a new potentiometric method for determination of phosphate based on a surfactantmodified zeolite carbon-paste electrode. Anal Chim Act. 658:6874.doi:10.1016/j.aca.2009.10.064. Nezamzadeh-Ejhieh A, Raja G. 2013. Modification of nanoclinoptilolite zeolite with hexadecyltrimethylammonium surfactant as an active ingredient of chromate-selective membrane. Journal of Chemistry. 1-13. doi:10.1155/2013/685290. Padarauskas A, Judzentiene A, Naujalis E, Paliulionyte V. 1998. On-line preconcentration and determination chromium(VI) in waters by highperformance liquid chromatography using pre-column complexation with 1,5-diphenylcarbazide. J Chromatogr A. 808:193-199.doi:10.1016/S00219673(98)00118-6. Paleologos EK, Lafis SI, Tzouwara-Karayanni SM, Karayannis MI. 1998. Speciation analysis of CrIII-CrVI using flow injection analysis with fluorimetric detection. Analyst. 123:1005-1009.doi:10.1039/A707927C. Paniagua AR, Vazquez MD, Tascon ML, Batanero PS. 1993. Determination of chromium(VI) and chromium(III) by using a diphenylcarbazide-modified carbon paste electrode. Electroanalysis. 5:155-163. PPTM. 1997. Bahan Galian Industri. Bandung:PPTM. Prokisch J, Katz SA, Kovacs B, Gyori Z. 1997. Speciation of chromium from industrial wastes and incinerated sludges. J Chromatogr A. 774:363371.doi:10.1016/S0021-9673(97)00334-8. Rohaeti E. 2007. Pencegahan pencemaran lingkungan oleh logam berat krom limbah cair penyamakan kulit (Studi kasus di Kabupaten Bogor) [Disertasi]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Safavi A, Maleki N, Shahbaazi HR. 2006. Indirect determination of hexavalent chromium ion in complex matrices by adsorptive stripping voltammetry at mercury electrode. Talanta. 65:74-80.doi:10.1016/j.talanta.2005.07.015. Skoog DA, West DM, Holler FJ, Crouch SR. 2004. Fundamentals of Analytical Chemistry. Ed ke-8. USA: Thomson Learning. Švancara I, Vytřas K, Barek J, Zima J. 2001. Carbon paste electrodes in modern electroanalysis. Crit Rev Anal Chem. 31(4):311-345. doi:10.1080/200014091075785. Svancara I, Foret P, Vytras K. 2004. A study on the determination of chromium as chromate at carbon paste electrode modified with surfactants. Talanta. 64:844-852.doi:10.1016/j.talanta.2004.03.062.
Swarnakar V, Agrawal N, Tomar R. 2011. Sorption of Cr(VI) and As(V) on HDTMA-modified zeolites. Int J Sci Eng Res. 2(5):1-9. Sardohan T, Kir E, Gulec A, Cengeloglu Y. 2010. Removal of Cr(III) and Cr(VI) through plasma modified and unmodified ion-exchange membranes. Sep Pur Tech. 74:14-20.doi:10.1016/j.seppur.2010.05.001. Senthilkumar S, Saraswathi R. 2009. Electrochemical sensing of cadmium and lead ions at zeolite-modified electrodes: Optimization and field measurements. Sensor Actuat B-Chem. 141:65-75. doi:10.1016/j.snb.2009.05.029. Suprayogi D. 2009. Adsorpsi dan desorpsi kromium(VI) pada zeolit alam asal Lampung termodifikasi heksadesiltrimetilamonium bromida [skripsi]. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan, Institut Pertanian Bogor. Scholz. 2010. Electroanalytical Methods: Guide to Experiments and Applications.Ed ke-2. Springer-Verlag Berlin Heidelberg. Svancara I, Foret P, Vytras P. 2004. A study on the determination of chromium as chromate at a carbon paste electrode modified with surfactants. Talanta. 64:844-852.doi:10.1016/j.talanta.2004.03.062. Valdes MG, Perez-Cordoves AIP, Diaz-Garcia ME. 2006. Zeolites and zeolitebased materials in analytical chemistry. Trends Anal Chem. 25(1):2430.doi:10.1016/j.trac.2005.04.016. Wang J, Walcarius A. 1996. Zeolite containing oxidase-based carbon paste biosensors. J Electroanal Chem. 404:237-242.doi: 10.1016/00220728(95)04357-8. Walcarius A. 1996. Zeolite-modified electrodes: Analytical application and prospects: Review. Electroanalysis. 8(11):971-986. doi:10.1002/elan.1140081102. Walcarius A. 1999. Zeolite-modified electrodes in electroanalytical chemistry: Review. Anal Chim Acta. 384:1-16.doi:10.1016/S0003-2670(98)00849-6. Walcarius A, Rozanska S, Bessière J, Wang J. 1999. Screen-printed zeolitemodified carbon paste electrodes. Analyst. 124:11851190.doi:10.1039/A904025K. Walcarius A, Mariaulle P, Lamberts L. 2003. Zeolite-modified solid carbon paste electrodes. J Solid State Elect. 7:671-677.doi:10.1007/s10008-003-0369-9. Welch CM, Nekrassova O, Compton RG. 2005. Reduction of hexavalent chromium at solid electrodes in acidic media: reaction mechanism and analytical applications. Talanta. 65:74-80. doi:10.1016/j.talanta. 2004.05.017. Wang J. 2000. Analytical Electrochemistry. New York: J Wiley. Wibowo W, Utari T, Yuniarti RT. 2011. Anion exchange capacity of chromate on modified zeolite clinoptilolite with HDTMA-Br and its regeneration. Makara. 15(1):53-57. Zen JM, Kumar AS, Tsai DM. 2003. Recent updates of chemically modified electrodes in analytical chemistry. Electroanalysis. 15:10731087.doi:10.1002/elan.200390130.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Bagan Alir Penelitian Contoh zeolit alam Bayah
Cikembar
Lampung
Cikalong
Penggilingan Serbuk zeolit alam 200 mesh Aktivasi asam; basa; dan termal Penentuan KTK Zeolit dengan KTK terbaik Zeolit dimodifikasi HDTMA (0.1, 10, 100, 200 mM) (Nezamzadeh & Esmaeilian 2012) Analisis XRD, FTIR, TG/DTA
Zeolit dengan adsorpsi HDTMA maksimum & KTA terbesar
Penentuan HDTMA-Br yang tidak teradsorbsi (Wibowo et al. 2011)
Persiapan elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit HDTMA-Br (Nezamzadeh & Esmaeilian 2012) Penentuan wilayah kerja terbaik dengan voltammetri siklik
Karakterisasi elektrode
Konsentrasi Cr(VI)
Optimasi Pengukuran Respon Pengaruh elektrolit Ketelitian
Limit deteksi
Limit kuantisasi
Uji kinerja respons elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit-HDTMA-Br Uji linearitas
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bandar Lampung pada tanggal 9 Desember 1986 dari ayah Drs. Yonrizal, M.Si dan ibu Rosnida Zein. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara. Penulis lulus dari SMU Negeri 2 Bandar Lampung pada tahun 2004 dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Ujian Saringan Penerimaan Mahasiswa Baru IPB pada Departemen Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Penulis lulus dari Departemen Kimia FMIPA IPB tahun 2010 dan pada tahun yang sama penulis berkesempatan melanjutkan pendidikan di Magister Sains Program Studi Kimia Sekolah Pascasarjana IPB. Penulis bekerja sebagai Staf Pengajar di Departemen Kimia FMIPA IPB dari tahun 2010. Penulis juga ikut sebagai anggota Himpunan Kimia Indonesia.