KARAKTERISASI ELEKTRODE PASTA KARBON TERMODIFIKASI KOMPOSIT ZEOLIT-BESI SEBAGAI ALAT DETEKSI ION KROMIUM(VI) DAN APLIKASINYA PADA LIMBAH CAIR
MELIYANTI
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakterisasi Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Komposit Zeolit-Besi sebagai Alat Deteksi Ion Kromium(VI) dan Aplikasinya pada Limbah Cair adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, November 2013 Meliyanti NIM G451110081
RINGKASAN MELIYANTI. Karakterisasi Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Komposit Zeolit-Besi sebagai Alat Deteksi Ion Kromium(VI) dan Aplikasinya pada Limbah Cair. Dibimbing oleh ETI ROHAETI dan SRI SUGIARTI. Kromium banyak terdapat di alam dalam dua tingkat oksidasi, yaitu kromium(III) dan kromium(VI). Keberadaan kromium(VI) di alam bersifat toksik dan karsinogenik. Dibanding dengan kromium(III), kromium(VI) seribu kali lipat lebih berbahaya. Keberadaan kromium di alam umumnya disebabkan oleh proses industri, seperti: industri penyamakan kulit, pengelasan, polimer logam, dan industri pengawetan kayu. Kromium(VI) memiliki sifat yang berbahaya, sehingga diperlukan suatu alat (sensor) yang dapat mendeteksi keberadaan kromium(VI) yang sekaligus dapat menentukan kadar kromium(VI) tersebut. Tujuan penelitian ini adalah membuat suatu alat untuk mendeteksi keberadaan kromium(VI) berupa elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit-besi (EPKZB). Penggunaan elektrode pasta karbon sebagai alat deteksi kromium dikarenakan elektrode pasta karbon memiliki banyak keunggulan, diantaranya konstruksinya yang sederhana, tahanan dalam yang rendah, kesetimbangan yang stabil antara penghantar ionik dan listrik, pertukaran arus yang tinggi, tidak adanya reaksi paralel dalam elektrode utama, kuat dan murah. Selain itu, elektrode pasta karbon dapat dirancang dan ditangani dengan mudah, dapat digunakan pada matrik sampel yang rumit, dan mudah dilakukan modifikasi untuk meningkatkan kinerja elektrode. Penggunaan zeolit sebagai bahan pemodifikasi elektrode disebabkan oleh zeolit memiliki sifat adsorpsi yang tinggi dengan adanya rongga atau pori. Zeolit yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit alam dari Cikalong dan zeolit tipe A. Zeolit tipe A yang digunakan disintesis dari bahan dasar mineral alam kaolin. Pembuatan komposit zeolit dengan besi bertujuan membuat permukaan zeolit menjadi lebih bermuatan positif sehingga dapat menyerap anion Cr(VI) dengan baik. Kinerja elektrode yang termodifikasi komposit zeolit alam Cikalong–besi (EPKZAB) dan elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit sintetis–besi (EPKZSB) diuji menggunakan voltametri siklik, dengan Ag/AgCl sebagai elektode pembanding, Pt sebagai elektrode pembantu dan EPKZAB, EPKZSB, EPK sebagai elektrode kerja. Pengukuran kinerja elektrode dilakukan pada pH 0.75, waktu prekonsentrasi 20 menit, laju payaran 125 mVs-1, dan larutan elektrolit pendukung KCl 0.05 M. Karakterisasi EPKZAB, EPKZSB dan EPK dilakukan dengan menentukan linearitas, limit deteksi pengukuran, sensitivitas pengukuran, ketepatan pengukuran, dan keberulangan pengukuran. Pada karakterisasi EPKZAB, EPKZSB dan EPK diperoleh daerah linearitas pengukuran ketiga elektrode pada rentang konsentrasi 2 μM sampai 70 μM. Limit deteksi EPKZAB, EPKZSB dan EPK berturut-turut adalah 1.48 μM, 1.94 μM dan 2.25 μM. Sensitivitas EPKZAB lebih tinggi dari EPKZSB dan EPK yaitu 0.186 μA μM-1, kemudian diikuti EPK 0.166 µA μM-1 dan EPKZSB 0.154 µA μM-1. EPKZAB, EPKZSB dan EPK memiliki ketepatan pengukuran sedang. EPKZAB dan EPKZSB memiliki keberulangan pengukuran pada tingkat sedang sedangkan EPK memiliki
keberulangan pada tingkat tidak teliti. Hasil uji kinerja elektrode ke sampel nyata limbah penyemakan kulit menunjukkan bahwa EPKZAB memiliki kinerja yang paling baik, kemudian diikuti EPK dan EPKZSB dengan selisih pengukuran dengan UV-VIS 0.50% untuk EPKZAB, 6.98% untuk EPK dan 57.58% untuk EPKZSB. Kata kunci: elektrode pasta karbon, komposit zeolit-besi, kromium(VI), zeolit alam Cikalong, zeolit tipe A.
SUMMARY MELIYANTI. Characterization of Composite Zeolite-Iron Modified Carbon Paste Electrode as a Tool of Iron Chromium(VI) Detection and Its Application to Liquid Waste. Supervisied by ETI ROHAETI and SRI SUGIARTI. Chromium is widely available in nature in two oxidation states which are chromium(III) and chromium(VI). Chromium(VI) is toxic and carcinogenic. Chromium(VI) is a thousand times more dangerous than chromium(III). The presence of chromium in nature is generally caused by industrial processes, such as tannery industry, welding activity, metal polymer and wood preservation industry. Because chromium(VI) has hazardous properties, we need a tool (sensor) that can detect the presence of chromium(VI) and at the same time determine the levels of chromium(VI). The purpose of this study is to develop a tool that can detect the presence of chromium(VI) in the form of composite zeolite–iron modified carbon paste electrode (EPKZB). The carbon paste electrodes are used as a tool of chromium dectection because carbon paste electrodes have many advantages, such as simple construction, a low internal resistance, stable equilibrium between ionic conductor and electricity, a high current exchange, there is no parallel reactions in the main electrode, strength and low cost. Moreover, the carbon paste electrodes can be designed and handled easily. It also can be used in complex sample matrix and easily modified in order to improve electrode performance. Zeolites are used as a electrode modifier materials due to their high adsorption properties which are caused by the presence of cavities or pores. Zeolites used in this study are the natural Cikalong zeolites and A-type zeolite. The A-type zeolite was synthesized from the of natural minerals kaolin. Production of composite zeolite with iron aims to make the surface of the electrode become more positively charged so it can absorb the anion Cr(VI) well. Performance of the composite Cikalong natural zeolite-iron mofified electrode paste electrode (EPKZAB) and composite synthetic zeolite-iron modified carbon paste electrode (EPKZSB) were tested using cyclic voltammetry, with as the reference electrode is Ag/AgCl, as auxiliary electrode is Pt, and as working electrode are EPKZAB, EPKZSB, EPK. Performance measurements were carried out at pH 0.7, 20 minutes of preconcentration time, scanning rate of 125 mVs-1 and using electrolyte solution KCl 0.05 M. Characterization of EPKZAB, EPKZSB and EPK was done by determining linearity, limit of detection measurement, measurement sensitivity, precision measurement, and measurement repeatability. On EPKZAB, EPKZSB, and EPK characterisation acquired the area linearity of the three electrode in the concentration range of 2 μM to 70 μM. Detection limit of EPKZSB, EPKZAB, and EPK 1.48 μM, 1.94 μM and 2.25 μM. Sensitivity of EPKZAB is higher than EPKZSB and EPK lm which is 0.186 µA μM-1, then followed by 0.166 µA μM-1
and EPKZSB 0.154 µA μM-1. EPKZAB , EPKZSB and EPK has moderate measurement accuracy. EPKZAB and EPKZSB has measurement repeatability at a moderate level while EPK had a recurrence at a rate low accuracy. Electrode performance test results on real samples showed that on tannery waste EPKZAB
had the best performance, then by followed EPK and EPKZSB by gap measuring difference with UV- VIS 0.50% for EPKZAB, 6.98% for EPK and 57.58% for EPKZSB. Key words : A-type zeolite, carbon paste electrode, chromium(VI), Cikalong natural zeolite, composite zeolite–iron.
© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB
KARAKTERISASI ELEKTRODE PASTA KARBON TERMODIFIKASI KOMPOSIT ZEOLIT-BESI SEBAGAI ALAT DETEKSI ION KROMIUM(VI) DAN APLIKASINYA PADA LIMBAH CAIR
MELIYANTI
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Kimia
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Akhiruddin Maddu, MSi
Judul Tesis
Nama NRP
: Karakterisasi Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Komposit Zeolit-Besi sebagai Alat Deteksi Ion Kromium(VI) dan Aplikasinya pada Limbah Cair : Meliyanti : G451110081
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Eti Rohaeti, MS Ketua
Sri Sugiarti, PhD Anggota
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Kimia
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof Dr Dyah Iswantini Pradono, MScAgr
Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal Ujian: 04 November 2013
Tanggal Lulus:
Judul Tesis
Nama NRP
: Karakterisasi Elektrode Pasta Karbon Terrnodifikasi Komposit Zeolit-Besi sebagai Alat Deteksi Ion Kromium(VI) dan Aplikasinya pada Limbah Cair Meliyanti : 0451110081
Disetujui oleh Komisi Pembimbing
Dr Eti Rohaeti. MS Ketua
Diketahui oleh
Ketua Program Studi Kimia
Prof Dr Dyah
wantini Pradono, MScAgr
Tanggal Ujian: 04 November 2013
Tanggal Lulus:
2 1 ~' OV 2013
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2012 ini ialah Karakterisasi Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Komposit Zeolit-Besi untuk Pengukuran Ion Kromium(VI) dan Applikasinya pada Limbah Cair. Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Eti Rohaeti, MS dan Ibu Sri Sugiarti, PhD selaku komisi pembimbing, Bapak Dr Akhiruddin Maddu, MSi selaku penguji luar komisi, serta seluruh dosen Pascasarjana Kimia atas segala bimbingan dan ilmu yang diberikan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada seluruh staf Laboratorium Kimia Analitik IPB, Laboratorium Bersama Kimia IPB yang telah membantu selama penelitian. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Pemerintah Provinsi Riau yang telah memberikan bantuan beasiswa pendidikan. Serta teman Pascasarjana Kimia (Dila, Qadri, Amar dan Budi), serta warga asrama putri Riau Dang Merdu atas masukan, saran dan motivasi yang diberikan. Untuk ayah, ibu, dan seluruh keluarga terima kasih atas segala do’a dan kasih sayangnya. Sebagian dari data pada karya ilmiah dipublikasikan pada jurnal Bumi Lestari di Universitas Udayana yang pada saat ini dalam proses akan direview. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, November 2013 Meliyanti
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
xii
DAFTAR GAMBAR
xii
DAFTAR LAMPIRAN
xiii
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Tujuan Penelitian Hipotesis Penelitian
1 1 3 3
2 TINJAUAN PUSTAKA Zeolit Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Zeolit Kromium Voltametri
3 3 4 5 6
3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Bahan dan Alat Metode Penelitian
7 7 7 8
4 HASIL DAN PEMBAHASAN 11 Identitas dan Karakteristik Zeolit Alam Cikalong Aktivasi Asam, Zeolit Tipe A Hasil Sintesis dan Kompositnya dengan Besi 11 Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Nilai Kapasitas Tukar Anion (KTA) Zeolit Alam Cikalong Aktivasi Asam, Zeolit Tipe A Hasil Sintesis, dan Kompositnya dengan Besi 20 Kinerja Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Zeolit-Besi 21 Linieritas dan Limit Deteksi 21 Sensitivitas 23 Ketepatan Pengukuran 23 Keterulangan Pengukuran 24 Uji EPK, EPKZAB, dan EPKZSB pada Sampel Limbah Penyemakan Kulit 25 5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Saran
26 26 26
DAFTAR PUSTAKA
26
LAMPIRAN
30
RIWAYAT HIDUP
39
DAFTAR TABEL 1 Data EDX pengukuran zeolit alam Cikalong aktivasi asam dan kompositnya dengan besi 2 Perbandingan data puncak-puncak utama sudut 2θ dan nilai d(A) dari zeolit alam Cikalong aktivasi asam, komposit zeolit alam Cikalong aktivasi asam-besi, dan referensi Al-mordenit 3 Data EDX pengukuran zeolit tipe A hasil sintesis dan kompositnya dengan besi 4 Perbandingan data puncak-puncak utama sudut 2θ dari zeolit A hasil sintesis, komposit zeolit tipe A hasil sintesis-besi dan referensi zeolit tipe A 5 Nilai KTK zeolit alam Cikalong aktivasi asam, zeolit tipe A, komposit zeolit alam Cikalong-besi, dan komposit zeoilt tipe A-besi 6 Nilai KTA zeolit alam Cikalong aktivasi asam, zeolit tipe A, komposit zeolit alam Cikalong-besi, dan komposit zeoilt tipe A-besi 7 Ketepatan pengukuran 8 Keterulangan pengukuran pada 3 kali ulangan pertama 9 Hasil pengukuran konsentrasi Cr(VI) limbah penyamakan kulit
13
15 17
17 20 20 23 25 25
DAFTAR GAMBAR 1 Perangkat sel voltametri 2 Zeolit alam Cikalong (a) sebelum dan (b) sesudah aktivasi asam 3 Citra SEM (a) zeolit alam Cikalong aktivasi asam dan (b) komposit zeolit alam Cikalong aktivasi asam-besi dengan perbesaran 3000x 4 Difraktrogram Sinar-X (a) zeolit alam Cikalong aktivasi asam, (b) komposit zeolit alam Cikalong aktivasi asam-besi, dan (c) referensi Almordenit 5 Kaolin (a), metakaolin (b), dan zeolit tipe A hasil sintesis (c) 6 Hasil SEM (a) zeolit tipe A dan (b) komposit zeolit tipe A-besi dengan perbesaran 3000x 7 Difraktogram XRD (a) zeolit tipe A hasil sintesis waktu aging 6 jam, (b) zeolit tipe A hasil sintesis waktu aging 24 jam, (c) komposit zeolit tipe A hasil sintesis waktu aging 6 jam-besi, dan (d) referensi zeolit tipe A 8 Komposit zeolit alam Cikalong-besi (a) dan komposit zeolit tipe A-besi (b) 9 Voltamogram siklik pengukuran menggunakan EPKZAB pada
7 12 13
14 16 16
18 19
konsenstrasi Cr(VI) 2 μM, 4 μM, 40 μM dan 800 μM dengan larutan elektrolit KCl 0.05 M, pH 0.75, laju payaran 125 mVs-1, potensial 1200 mV sampai -1200 mV, dan dengan waktu rekosentrasi selama 20 menit. 22 10 Linieritas konsentrasi Cr(VI) dengan menggunakan (a) EPKZAB, (b) EPKZSB dan (c) EPK. 22 11 Keterulangan pengukuran pada (a) EPKZAB, (b) EPKZSB, dan (c) EPK 24
DAFTAR LAMPIRAN 1 Diagram alir penelitian 2 Difraktogram zeolit alam Cikalong dan komposit besinya 3 Basis data puncak 2θ dan d(A) nomor arsip 49-0924 pada JCPDS untuk zeolit alam Al-mordenit 4 Difraktogram zeolit sintetis tipe A dan komposit besinya 5 Basis data puncak 2θ dan d(A) nomor arsip 39-0222 pada JCPDS untuk zeolit tipe A 6 Voltammogram pemilihan larutan elektrolit pendukung 7 Perhitungan limit deteksi dan sensitivitas pengukuran EPKZAB dan EPKZSB 8 Hasil pengukuran keterulangan pengukuran sebanyak 10 kali pengulangan
30 31 33 35 37 37 38 38
1 PENDAHULUAN Latar Belakang Kromium merupakan logam berat yang tersebar luas pada kerak bumi. Kromium pada umumnya di alam terdapat pada dua tingkat oksidasi, yaitu kromium(III) dan kromium(VI). Kromium(III) umumnya ditemukan dalam bentuk kation Cr3+ merupakan unsur esensial yang dibutuhkan oleh mamalia dalam jumlah kecil yang berperan dalam metabolisme glukosa, lipid, dan protein (Vincent 2000), tetapi dalam jumlah besar dapat berbahaya karena bersifat toksik dan karsinogenik (Zhou et al. 2009). Kromium(VI) yang umumnya ditemukan dalam bentuk anion Cr 2 O 7 -2 pada pH rendah bersifat karsinogenik dan mutagenik serta mudah diserap melalui kulit (Patlolla et al. 2009). Kromium(VI) berdifusi dengan cepat melalui tanah dan lingkungan perairan, dan mengganggu tanaman serta jaringan hewan (Campos et al. 2007). Studi pada hewan model ditemukan banyaknya efek yang merugikan dari kromium(VI) pada mamalia. Selain itu, beberapa efek kesehatan yang merugikan disebabkan oleh kromium(VI) juga dilaporkan terjadi pada manusia. Laporan penyelidikan epidemiologi telah menunjukkan bahwa kanker pada saluran pernapasan telah ditemukan pada pekerja yang terpapar kromium(VI) (Dayan dan Paine 2001). Kromium digunakan dalam berbagai proses industri dan mengakibatkan kontaminasi pada berbagai sistem lingkungan. Kromium komersial yang digunakan dalam industri pengelasan, pelapisan logam, penyamakan kulit, dan pengawet kayu menghasilkan polutan yang berasal dari limbah yang terbuang yang tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, deteksi dan spesiasi keberadaan kromium di berbagai sampel penting dilakukan guna memperkecil potensi keracunan yang ditimbulkannya, baik dalam bidang makanan, ilmu klinis dan biologis, maupun dalam aplikasi lingkungan dan industri. Teknik analisis untuk penentuan kromium telah banyak dilaporkan, antara lain dengan menggunakan spektrofotometer UV-Vis (Rafati et al. 2009), spektrometri serapan atom (AAS) (Duran et al. 2011), plasma gandeng induktifspektrometri emisi atom (ICP-AES) (Nam dan Kim 2012) dan kromatografi cair kinerja tinggi (HPLC) (Kim et al. 2003). Namun demikian, teknik-teknik tersebut memiliki desain peralatan yang rumit dan harganya yang mahal menjadikan teknik-teknik tersebut tidak cocok digunakan untuk analisis rutin. Oleh karena itu, diperlukan suatu teknik atau metode yang sederhana, murah, sensitif, dan spesifik untuk deteksi dan spesiasi kromium di lingkungan. Elektrode merupakan suatu sensor elektrokimia potensiometrik yang banyak digunakan karena preparasi mudah, peralatan sederhana, selektif, dan waktu respon cepat. Elektrode yang akhir-akhir ini sering digunakan sebagai alat deteksi adalah elektrode pasta karbon. Keuntungan dari penggunaan elektrode pasta karbon ini adalah konstruksinya yang sederhana, tahanan dalam yang rendah, kesetimbangan yang stabil antara penghantar ionik dan listrik, pertukaran arus yang tinggi, tidak adanya reaksi paralel dalam elektrode utama, serta kuat dan murah (Bobacka 1999 dalam Masykur et al. 2004). Selain itu elektrode pasta karbon mudah dirancang dan ditangani, dapat digunakan pada matrik sampel yang rumit, dan mudah dilakukan modifikasi untuk meningkatkan kinerja elektrode (Chengguo et
2 al. 2004, Posac et al. 1995, Shengshui et al. 2002, Zhang et al. 2002, Rodrigues et al. 1997 dalam Hattu 2009) Untuk meningkatkan respon pada analit agar dapat terukur, elektrode perlu dimodifikasi dengan penambahan ionofor (molekul penukar ion). Syarat ionofor yang baik adalah dapat melakukan pertukaran ion dan mempunyai pori. Salah satu material yang dapat dijadikan kandidat ionofor adalah zeolit, karena zeolit dapat melakukan pertukaran ion dan mempunyai pori. Zeolit merupakan suatu mineral aluminosilikat terhidrat dengan kerangka struktur berpori yang ditempati oleh molekul-molekul air dan kation. Kation pada rongga zeolit dapat bergerak bebas sehingga memungkinkan pertukaran ion tanpa merusak struktur zeolit (Wang dan Peng 2010). Zeolit mempunyai struktur tiga dimensi unik yang berperan penting terhadap penyaringan molekul. Zeolit yang diperoleh dari alam umumnya mempunyai ukuran pori sebesar 2.9 – 7.0 Å. Anion Cr(VI) yang berupa Cr 2 O 7 2memiliki diameter 5.4 Å, sehingga dapat diadsorpsi oleh zeolit alam. Telah banyak dilaporkan penggunaan alat deteksi berupa elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit. Alpat et al. (2004) menggunakan elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit untuk spesiasi tembaga suatu sampel, sementara Sari (2012) telah melakukan pencirian elektrode membran termodifikasi zeolit untuk spesiasi kromium(VI). Pemanfaatan zeolit pada elektode ini dikarenakan zeolit mempunyai beberapa kelebihan, di antaranya adalah bentuk dan ukuran zeolit yang unik, adanya selektivitas muatan, dan memiliki kapasitas pertukaran ion yang tinggi (Ardakani et al. 2007). Secara empiris telah terbukti bahwa reaksi pertukaran ion yang terjadi pada elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit merupakan hal yang paling utama dalam hal aplikasinya sebagai sensor elektrokimia (Ardakani et al. 2009). Namun elektrode pasta karbon yang termodifikasi zeolit memiliki daya adsorpsi yang rendah pada kromium(VI), untuk meningkatkan daya adsorpsi terhadap kromium(VI), maka zeolit harus dimodifikasi terlebih dahulu dengan senyawa lain. Penelitian yang dilakukan oleh Syafi’i (2011) menunjukkan bahwa zeolit alam setelah dimodifikasi dengan Fe(OH) 3 dapat meningkat kapasitas tukar anionnya dari 5.064 menjadi 17.449 mek/100 g. Arif (2011) juga telah melakukan penelitian yang menunjukkan bahwa modifikasi permukaan zeolit alam dengan besi mengubah permukaan zeolit alam menjadi bermuatan positif dan menunjukkan kemampuan menjerap ion kromium hexavalen dengan baik hingga 3 kali lipat. Berdasarkan peningkatan tersebut, Agustina (2012) telah membuat suatu elektrode pasta karbon terkomposit zeolit alam Cikalong-besi untuk mendeteksi keberadaan kromium(VI) dengan menggunakan voltametri siklik dan membandingkannya dengan elektrode pasta karbon yang tidak termodifikasi. Hasil yang diperoleh adalah arus reduksi yang paling tinggi pada komposisi komposit zeolit-besi 20%, parafin 30% dan grafit 50% dengan waktu prekosentrasi selama 25 menit pada pH optimum 3 yang menunjukkan arus reduksi sebesar 5.22 µA pada konsentrasi kromium(VI) sebesar 50 µM. Zeolit alam memiliki ukuran pori yang tidak seragam jika dibandingkan dengan zeolit sintetis, untuk itu perlu juga dibuat elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit sintetis-besi dan dibandingkan kinerjanya dengan elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit alam-besi. Zeolit tipe A merupakan salah satu zeolit sintetis yang memiliki kandungan silika yang rendah sehingga lebih bersifat hidrofilik dan diharapkan dapat menjerap anion kromium
3 heksavalen dengan baik. Zeolit sintetik tipe A memiliki ukuran pori 4.1 Ao, sehingga tidak sesuai digunakan untuk menjerap anion Cr(VI) melalui pori. Namun, zeolit tipe A memiliki rongga dengan diameter 11.4 Ao sehingga proses adsorpsi dapat terjadi melalui rongga tersebut. Berdasarkan latar belakang di atas penulis melakukan penelitian untuk mengetahui kinerja elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit alam-besi dan menggunakan elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit sintetis–besi sebagai alat deteksi ion kromium(VI), kemudian mengaplikasikannya pada sampel nyata berupa limbah penyamakan kulit.
Tujuan Penelitian
1. 2. 3.
4.
Penelitian ini bertujuan : Mensintesis zeolit tipe A dengan memanfaatkan kaolin sebagai sumber Si dan sumber Al. Membuat elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit alam-besi dan elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit sintesis-besi. Melakukan karakterisasi elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit alam-besi dan komposit zeolit sintesis-besi sebagai alat deteksi ion kromium(VI) dengan cara menentukan linearitas, limit deteksi, ketepatan pengukuran, keberulangan pengukuran, dan aplikasinya pada limbah yang mengandung kromium(VI). Membandingkan kinerja elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit alam-besi dengan kinerja elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit sintesis-besi dalam penentuan konsentrasi ion kromium(VI).
Hipotesis Penelitian Elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit sintesis-besi dan eletrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit alam-besi dapat digunakan untuk penentuan konsentrasi ion kromium(VI).
2 TINJAUAN PUSTAKA Zeolit Zeolit pertama kali ditemukan oleh Constedt (1756). Zeolit berasal dari bahasa Yunani, yaitu zeo yang berarti mendidih dan lithos yang berarti batu. Jadi zeolit dapat diartikan batu yang mendidih. Berdasarkan strukturnya, zeolit diartikan sebagai kristal alumina silikat terhidrat dengan kerangka tiga dimensi terbuka yang dibentuk oleh tetrahedral SiO 4 -4 dan AlO 4 -5 yang dihubungkan oleh sebuah atom oksigen untuk membentuk rongga dan saluran di dalam molekul kristal secara teratur.
4 Secara umum zeolit aluminosilikat dapat dirumuskan sebagai berikut: M x/n [(AlO 2 ] x (SiO 2 ) y ]ZH 2 O Dimana: M x/n : Kation yang bervalensi n diluar kerangka yang dapat dipertukarkan [ ] : Kerangka aluminosilikat ZH 2 O : Air Kristal diluar kerangka Kation-kation penyeimbang muatan dalam zeolit dapat mengalami pertukaran ion, sedangkan komponen lainnya yaitu air kristal yang mengisi saluran-saluran dan rongga-rongga dapat dihilangkan dengan pemanasan. Perpindahan dan pengeluaran air dari zeolit digunakan untuk menyerap air di tempat lain, juga molekul-molekul organik maupun molekul-molekul anorganik, karena sifat zeolit tersebut, zeolit banyak digunakan sebagai penyaring molekul (Hamdan 1992). Selain sebagai penyaring molekul, mineral ini dapat digunakan sebagai penjerap, penukar ion, katalis, dan katalis pendukung. Sifat katalitik dan aktivitas, serta sifat lainnya dari zeolit dapat ditingkatkan dengan pertukaran-kation. Perilaku pertukaran-kation zeolit memungkinkan sejumlah ion logam dan kompleks dimasukkan ke dalam material ini. Berdasarkan karakteristik zeolit ini, serta didukung oleh biaya yang rendah dan ketahanan terhadap lingkungan berbagai reaksi kimia, membuat zeolit berguna untuk aplikasi elektroanalitik (Nezamzadeh et al. 2007). Berdasarkan asalnya, zeolit dibedakan menjadi dua, yaitu zeolit alam dan zeolit sintetis. Zeolit sintetis dibuat di laboratium seperti zeolit tipe A, zeolit tipe X, zeolit tipe P dan zeolit tipe Y, sedangkan zeolit alam terbentuk selama ribuan tahun dalam bentuk sedimen yang terjadi karena pencampuran debu vulkanis dengan air hujan, air tanah, atau air laut, seperti mordenit, kristobalit, stibit dan yang lainnya (Erdem et al. 2004, Breck 1979). Zeolit alam di Indonesia banyak ditemukan, salah satunya adalah zeolit alam yang berasal dari Cikalong Tasikmalaya. Zeolit alam Cikalong ini mengandung mordenit. Zeolit alam mempunyai ukuran pori sebesar 2.9 – 7.0 Å. Pada pH rendah anion kromium(VI) berada dalam bentuk anion Cr 2 O 7 -2 yang mempunyai diameter sebesar 5.4 Ao yang dapat dijerap oleh zeolit alam pada porinya. Zeolit sintetis yang digunakan dalam penelitian ini adalah zeolit tipe A. Zeolit tipe A merupakan jenis zeolit rendah silika dengan rasio Si/Al =1, sehingga bersifat hidrofilik yang sangat baik digunakan pada air limbah. Zeolit ini merupakan isotop dari zeolit LTA yang memiliki 8 cincin dengan diameter pori 4.1 Ao dan memiliki rongga berbentuk spherical dengan ukuran 11.4 Ao (Chen 2001). Pada zeolit sintetik tipe A penjerapan anion Cr(VI) terjadi pada rongganya.
Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Zeolit Elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit adalah suatu elektrode yang menggunakan pasta karbon yang dimodifikasi dengan zeolit. Pemanfaatan elektrode termodifikasi zeolit dilakukan melalui empat cara yaitu: dispersi zeolit di suatu matriks padat, pemampatan zeolit di substrat konduktif, pelapisan zeolit
5 dengan bentuk lapis tipis di permukaan elektrode padat, dan ikatan kovalen zeolit dengan lapisan permukaan elektrode (Walcarius 1999). Elektrode termodifikasi zeolit memanfaatkan kapasitas tukar ion dari zeolit dan juga selektivitas molekuler zeolit (ukuran, bentuk, muatan). Sifat yang menguntungkan dari zeolit ini yang dimanfaatkan untuk pengembangan sensor dengan memanfaatkan elektrode termodifikasi zeolit. Pemanfaatan elektrode termodifikasi zeolit selain untuk kepentingan deteksi spesi anorganik juga untuk spesi organik seperti gula, herbisida, surfaktan, neurotransmiter, dan senyawa bahan obat. Pengembangan selanjutnya bisa digunakan untuk pengembangan biosensor (Valdes et al. 2006). Agar zeolit yang digunakan pada elektrode memiliki keselektifan pada ion atau senyawa tertentu yang akan dianalisis, maka diperlukan perlakuan terhadap permukaan zeolit untuk memperbesar kemampuan zeolit, baik segi daya katalisis, adsorbansi, maupun pertukaran ion. Perlakuan ini dapat dilakukan baik secara kimiawi maupun fisika. Secara kimiawi tujuannya adalah untuk membersihkan permukaan pori, membuang senyawa pengotor dan mengatur kembali letak atom yang dipertukarkan. Prinsip perlakuan ini secara kimiawi adalah dengan penambahan pereaksi tertentu sehingga diperoleh pori-pori zeolit yang bersih dan aktif. Secara fisika, dilakukan dengan pemanasan zeolit untuk menguapkan air kristal yang terperangkap di dalam pori-pori zeolit sehingga luas permukaan internal pori-pori meningkat (Fatimah 2000). Pengubahan permukaan juga dapat dilakukan secara fisika utuk mengubah ukuran pori-pori permukaan. Tujuan dari pengubahan permukaan adalah untuk mendapatkan sifat yang diinginkan dari suatu zeolit seperti kemampuan interaksi dengan senyawa lain, perubahan ukuran pori, kemampuan adsorpsi terhadap adsorbat tertentu, dan berbagai hal lainnya (Mockovciakova 2008). Modifikasi zeolit secara kimiawi salah satunya dapat menggunakan ion besi hidroksida (Arif 2011). Modifikasi zeolit dengan besi menunjukkan adanya serapan yang signifikan terhadap penyerapan kromium(VI). Hasil percobaan untuk adsorpsi dengan kromium(VI) menunjukkan adanya sebagian besi yang terjerap dengan tidak adanya warna yang muncul ketika larutan hasil jerapan diuji dengan larutan DPC. Modifikasi permukaan zeolit dengan besi dapat meningkatkan adsorpsi terhadap kromium(VI), sehingga kondisi ini berpotensi sebagai media pendeteksi kromium(VI). Berdasarkan penelitian tersebut, modifikasi yang paling baik terdapat pada contoh zeolit dari Cikalong, Jawa Barat dengan peningkatan sebesar 2-3 kali lebih besar daripada zeolit tanpa modifikasi besi.
Kromium Kata kromium berasal dari bahasa Yunani yaitu chroma yang artinya warna, karena senyawanya banyak yang berwarna (Bekele 2010). Kromium merupakan salah satu logam berat unsur transisi golongan VI B, periode 4, mempunyai nomor atom 24, massa atom 51.996 sma, massa jenis 7.9 g/cm3, titik didih 2658 °C, dan titik leleh 1875 °C (Cotton dan Wilkinson 1989). Pada umumnya kromium ditemukan dalam tiga bentuk, yaitu logam kromium, kromium(III), dan kromium(VI) (Bekele 2010). Kromium(VI) terdapat sebagai
6 CrO 4 - dan Cr 2 O 7 2-, sedangkan dalam bentuk kromium(III) terdapat sebagai Cr3+, [Cr(OH)] 2 +, [Cr(OH) 2 ]+, dan [Cr(OH) 4 ]- (Clesceri et al. 2005). Kedua bentuk ion kromium tersebut memiliki karakteristik kimia yang berbeda. Kromium(III) pada kadar rendah berguna untuk metabolisme karbohidrat pada mamalia dan mengaktifkan insulin. Apabila terjadi kekurangan kromium(III) akan mengakibatkan terganggunya sistem metabolisme lemak dan protein. Tetapi dalam kadar tinggi logam ini tidak diinginkan karena dapat menyebabkan keracunan akut maupun kronis. Keracunan akut ditandai dengan gejala mual, sakit perut, kejang dan koma. Keracunan kronis dapat merusak organ-organ tertentu (Patlolla et al. 2009, Haryati 2007). Kromium(VI) cukup beracun karena tingkat oksidasi yang tinggi dan ukurannya yang relatif kecil, yang memungkinkan untuk menembus membran sel biologis (Patlolla et al. 2009). Vogel (1985) menyatakan bahwa kromium(VI) apabila masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan hati, ginjal, pendarahan di dalam tubuh, dermatitis, kerusakan saluran pernapasan, dan kanker paru-paru. Keberadaan kromium di air dan di tanah berasal dari industri plating, menara pendingin, perawatan kayu, penyamakan kulit, pelestarian kayu, dan manufaktur baja (Welch et al. 2005, Kieber et al. 2002, Haryati 2007). Sedangkan di udara kromium memainkan peranan penting dalam oksidasi sulfurdioksida dan pembentukan asam aerosol yang terlibat dalam hujan asam global (Krishna et al. 2005). Nilai ambang batas yang diperbolehkan bagi keberadaan kromium di dalam air tanah nenurut SNI 2006 adalah 0.05 ppm.
Voltametri Metode voltametri merupakan metode elektroanalisis yang didasarkan pada pengukuran arus listrik sebagai fungsi perubahan potensial listrik (Skoog 1999). Voltametri ini biasa digunakan dalam penentuan arus yang terjadi pada penggunaan elektrode dalam menentukan konsentrasi analit. Respon arus yang dihasilkan berasal dari transfer elektron selama proses redoks dari analit. Reaksi yang terjadi adalah: Oks + ne- → Red (1) Oks dan Red merupakan bentuk analit dalam keadaan oksidasi dan reduksi, dan menunjukkan jumlah elektron yang terlibat (Harvey 2000). Metode voltametri telah digunakan luas dalam berbagai bidang, seperti kimia anorganik, fisika dan biologi. Penerapan metode ini tidak hanya sebatas pada kepentingan analitik tetapi juga untuk keperluan non analitik seperti penelitian mengenai proses dan mekanisme oksidasi-reduksi pada berbagai media, proses adsorpsi pada suatu permukaan dan mekanisme transfer elektron pada permukaan elektrode yang dimodifikasi (Hattu 2009). Pada instrumentasi voltametri ada 3 elektrode yang digunakan, yaitu elektrode kerja, elektrode pembanding dan elektrode pembantu (Gambar 1). Elektrode kerja (W) adalah elektrode tempat terjadinya reaksi, elektrode ini potensialnya bergantung pada konsentrasi analit. Elektrode kerja harus memiliki syarat-syarat seperti memiliki respon arus yang reprodusibel, rentang potensial yang lebar, konduktivitas listrik yang baik, dan permukaan elektrode yang reprodusibel (Appriliani 2009). Elektrode kerja yang biasa digunakan adalah
7 elektrode pasta karbon. Elektrode pembanding (R) adalah elektrode yang nilai potensialnya tetap dan tidak bergantung dari konsentrasi analit yang diukur. Elektrode ini berfungsi untuk menyeimbangkan transfer elektron pada elektrode kerja. Elektrode pembanding yang sering digunakan adalah elektrode kalomel (Hg/Hg 2 Cl 2 ) dan Ag/AgCl. Elektrode pembantu (A) adalah elektrode yang membantu melewatkan semua arus yang diperlukan untuk menyeimbangkan transfer elektron yang terjadi pada elektrode kerja sehingga arus yang bekerja pada elektrode pembanding akan sangat kecil dan dinggap nol. Jika terjadi reduksi pada elektrode kerja, maka oksidasi terjadi pada elektrode pembantu. Elektrode pembantu yang digunakan harus bersifat inert, seperti kawat platina atau batang karbon yang berfungsi sebagai pembawa arus (Wang 2001). Elektrode pembantu yang biasa digunakan pada voltametri adalah elektrode Pt dan grafit.
Gambar 1 Perangkat sel voltametri (Hattu 2009)
3 BAHAN DAN METODE Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan pada bulan November 2012 sampai Juli 2013 di Laboratorium Kimia Analitik dan Laboratorium Bersama Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan Alat yang digunakan adalah alat gelas, ayakan berukuran 200 mesh, oven, tanur, pengaduk bermagnet, sentrifuge, tabung elektrode, tabung perkolasi, alat destilasi, spektrofotometer ultraviolet visible (UV-Vis), spektrofotometer serapan atom (AAS), galvanostat-potensiostat (E-Chem), difraksi sinar-X (XRD), dan mikroskop elektron payaran (SEM). Bahan yang digunakan adalah zeolit alam asal Cikalong, kaolin, NaOH, HCl, Fe(NO 3 ) 2 , HNO 3 , H 2 SO 4 , H 3 PO 4 , NaCl, etanol, ammonium asetat, H 3 BO 3 , indikator conway1,5-difenilkarbazida(DPC), K 2 Cr 2 O 7 , KCl, KNO 3 , serbuk grafit, parafin cair, akuabidestilata, NaNO 3 , elektrode pembanding Ag/AgCl, dan elektrode bantu kawat tembaga.
8 Metodologi Penelitian Lingkup Kerja Penelitian ini dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu persiapan dan preparasi zeolit alam Cikalong; sintesis; karakterisasi dan identifikasi zeolit alam dan zeolit sintetis; pembuatan dan identifikasi komposit zeolit alam-besi dan zeolit sintetis-besi; pembuatan dan pengukuran EPKZAB dan EPKZSB; uji kinerja elektrode dengan menentukan linearitas, limit deteksi, ketepatan pengukuran, keterulangan pengukuran, serta mengaplikasikan elektrode terbaik pada sampel limbah penyamakan kulit (Lampiran 1). Preparasi Zeolit Alam (Suwardi 2000) Penelitian diawali dengan preparasi zeolit asal Cikalong, Jawa Barat. Zeolit digiling, kemudian diayak sehingga diperoleh zeolit dengan ukuran butir lolos ayakan 200 mesh. Setelah itu zeolit dicuci dengan akuades dan dilakukan pengeringan di dalam oven pada suhu 105 oC selama 24 jam. Aktivasi Zeolit Alam (Arif 2011) Aktivasi zeolit dilakukan secara kimia dan fisika, yaitu dengan pengasaman dan pemanasan. Sampel zeolit siap pakai ditimbang sebanyak 100 g dan ditambah larutan HCl 3 M sebanyak 250 mL. Campuran diaduk dengan pengaduk magnet selama 60 menit, kemudian disaring dan dibilas dengan akuades hingga filtrat menunjukkan pH air (sekitar 5-6). Pencucian dihentikan apabila sudah tidak terdapat endapan pada filtrat ketika ditambah dengan AgNO 3 . Selanjutnya zeolit dikeringkan dalam tanur pada suhu 300 °C selama 3 jam. Zeolit yang telah diaktivasi dikarakterisasi dengan menggunakan SEM dan XRD. Pembuatan Zeolit A (Hediana 2011) Sampel kaolin dikalsinasi pada suhu 700 °C sehingga menghasilkan metakaolin. Sebanyak 5 g metakaolin dicampur larutan 25 ml NaOH dengan konsentrasi 2.5 M. Setiap campuran larutan tersebut kemudian dimasukkan dalam botol polipropilen dan didiamkan pada suhu 40 oC dengan variasi waktu 6 jam dan 24 jam. Tahap ini disebut proses aging. Setelah proses aging, sampel dipanaskan dalam oven pada suhu 100 °C selama 24 jam. Produk difiltrasi dan dicuci dengan air destilata dan dikeringkan kembali dalam oven 120 °C selama 6 jam. Produk padat yang diperoleh dikarakterisasi dengan SEM dan XRD. Dari variasi waktu aging 6 jam dan 24 jam, dipilih zeolit yang mempunyai derajat kristalitas yang paling tinggi untuk digunakan pada penelitian selanjutnya. Penetapan Kapasitas Tukar Kation (Al-Jabri 2008) Penentuan kapasitas tukar kation (KTK) dilakukan pada zeolit alam, zeolit sintetis, komposit zeolit alam-besi dan komposit zeolit sintetis-besi. Masingmasing sebanyak 2.5 g zeolit dimasukkan ke dalam tabung perkolasi yang telah dilapisi berturut-turut dengan filter pulp dan pasir terlebih dahulu dengan susunan (1) bagian bawah adalah filter pulp untuk menutup lubang pada dasar tabung dan diatasnya 2.5 g pasir, (2) bagian tengah diisi 2.5 g zeolit, dan (3) bagian atas ditutup dengan 2.5 g pasir. Ketebalan setiap lapisan pada sekeliling tabung diupayakan sama. Selanjutnya diperkolasi dengan amonium asetat pH 7 sebanyak
9 2 x 25 mL dengan selang waktu 30 menit. Setelah itu tabung perkolasi yang masih berisi contoh diperkolasi dengan 100 mL etanol 96% untuk menghilangkan kelebihan amonium dan perkolat ini dibuang. Sisa etanol dalam tabung perkolasi dibuang dengan pompa isap dari bawah tabung perkolasi atau pompa tekan dari atas tabung perkolasi. Selanjutnya zeolit diperkolasi dengan NaCl 10% sebanyak 50 mL, filtrat ditampung dalam labu takar 50 mL dan diimpitkan dengan larutan NaCl 10%. Setelah itu, filtrat dipindahkan secara kuantitatif ke dalam labu didih. Akuades digunakan untuk membilas labu takar. Selanjutnya ditambahkan sedikit batu didih dan akuades sampai setengah volume labu didih. Sebanyak 10 mL NaOH 40% ditambahkan ke dalam labu didih yang berisi contoh dan secepatnya ditutup. Disiapkan pula penampung untuk NH 3 yang dibebaskan, yaitu erlenmeyer yang berisi 10 mL H 3 BO 3 1% yang ditambahkan 3 tetes indikator Conway (berwarna merah) dan dihubungkan dengan alat destilasi. Destilasi dihentikan jika volume destilat yang ditampung mencapai 75 mL (berwarna hijau). Destilat dititrasi dengan HCl 0.05 N hingga warna merah muda. Dilakukan pula pengujian terhadap blanko. Volume hasil titrasi contoh dan blanko dicatat (Peraturan Menteri Pertanian No.02/Pert/HK.060/2/2006 diacu dalam Al-Jabri 2008). KTK zeolit dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: (𝑉𝑐 −𝑉𝑏 )𝑥 𝑁 𝐻𝐶𝑙 KTK (mek/100 g)= 𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100 (2) 𝑧𝑒𝑜𝑙𝑖𝑡 Keterangan: Vb = volume HCl yang dibutuhkan pada titrasi blanko (mL) Vc = volume HCl yang dibutuhkan pada titrasi contoh (mL) N HCl = normalitas HCl
Penentuan Kapasitas Tukar Anion (SNI-3494-1994) Penentuan kapasitas tukar anion (KTA) dilakukan pada zeolit alam, zeolit sintetis, komposit zeolit alam-besi dan komposit zeolit sintetis-besi. Masingmasing sebanyak 5 g contoh zeolit ditimbang dan ditambahkan 500 mL HCl 0.2 M diaduk dan dikocok selama 12 jam. Kemudian hasilnya disaring dan disentrifugasi untuk diambil filtratnya. Selanjutnya 10 mL filtrat ditempatkan pada labu Erlenmeyer dan dititrasi dengan NaOH 0.1 M menggunakan indikator fenolftalein dan dibuat pula blanko (Peraturan Menteri Pertanian No. 02/Pert/HK.06012/2006, diacu dalam Al-Jabri 2008). Kapasitas tukar anion zeolit dihitung menggunakan rumus sebagai berikut: (𝑉 −𝑉𝑏 )𝑥 𝑁 𝑁𝑎𝑂𝐻 KTA (mek/100 g) = 𝑐𝑔𝑟𝑎𝑚 𝑥 100 (3) 𝑧𝑒𝑜𝑙𝑖𝑡 Keterangan: Vb Vc N NaOH
= volume NaOH yang dibutuhkan pada titrasi blanko (mL) = volume NaOH yang dibutuhkan pada titrasi contoh (mL) = normalitas NaOH
Pembuatan Komposit Zeolit Alam-Besi dan Komposit Zeolit Sintesis-Besi (Arif 2011) Preparasi larutan besi dilakukan dengan mencampur larutan 50 mL NaOH 0.075 M dengan larutan 50 mL Fe(NO 3 ) 3 0.05 M. Pencampuran dilakukan dengan meneteskan larutan NaOH secara perlahan-lahan ke dalam larutan besi, sambil diaduk dengan kecepatan rendah menggunakan pengaduk magnet. Larutan yang
10 telah tercampur sempurna kemudian diukur tingkat keasamannya. Kemudian sebanyak 75 mL larutan campuran ditambahkan pada contoh zeolit alam dan zeolit sintetis masing-masing sebanyak 1 g dan dikocok selama 12 jam. Hasil penjenuhan kemudian dicuci dengan air dan dikeringkan dalam oven pada suhu 40 °C. Komposit zeolit alam-besi dan zeolit sintetis-besi masing-masing dikarakterisasi dengan menggunakan SEM dan XRD. Pembuatan Elektrode Pasta Karbon (EPK) dan Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Komposit Zeolit-Besi (EPKZB) (Agustina 2012) Elektrode pasta karbon (EPK) dibuat dengan mencampurkan grafit dan parafin cair dengan perbandingan 7:3, sementara elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit-besi (EPKZB) dibuat dengan mencampurkan grafit (50%), komposit zeolit-besi (20%), dan parafin cair (30%). Semua bahan lalu dicampur hingga membentuk pasta homogen. Sebuah tabung gelas dengan diameter 2.5 mm digunakan sebagai badan elektrode. Kawat tembaga sebagai penghubung elektrode ke sumber listrik dimasukkan ke dalam tabung hingga tersisa ruang kosong sekitar 3 mm pada ujung tabung. Pasta dimasukkan ke ujung tabung hingga penuh dan padat. Permukaan elektrode digosok menggunakan kertas minyak. Uji Kinerja EPK dan EPKZB dengan Metode Voltametri Pengukuran pada elektrode dilakukan dengan teknik voltametri siklik pada pH larutan analat 0.75, waktu prekonsentrasi selama 20 menit, dan komposisi zeolit-besi sebanyak 20%. EPKZB sebagai elektrode kerja, elektrode Ag/AgCl digunakan sebagai elektrode pembanding dan elektrode Pt sebagai elektrode pembantu. Potensial yang digunakan dari 1200 mV sampai -1200 mV dengan laju payaran sebesar 125 mVs-1. Uji Linearitas Penentuan konsentrasi linear ditetapkan melalui pengukuran larutan standar kromium(VI) pada berbagai rentang konsentasi. Arus puncak yang terbaca dialurkan terhadap konsentrasi larutan standar untuk memperoleh kurva kalibrasi. Linearitas dan daerah kerja diperoleh dari interpretasi kurva kalibrasi. Konsentrasi yang memberikan hubungan linear adalah rentang konsentrasi kerja elektrode. Hubungan yang linear dinyatakan dengan koefisien korelasi (r) yang mengikuti persamaan sebagai berikut: ∑𝑖[(𝑥𝑖 −𝑥̅ )(𝑦𝑖 −𝑦�)] 𝑟 = [{∑ (𝑥 −𝑥̅ (4) )2 }{∑ (𝑦 −𝑦�)2 }]1/2 𝑖
𝑖
𝑖
𝑖
Dengan x i adalah konsentrasi larutan kromium(VI) ke-i, 𝑥̅ adalah konsentrasi rata-rata larutan kromium(VI), yi adalah arus puncak yang terukur pada konsentrasi larutan kromium(VI) ke-i dan 𝑦� adalah arus puncak rata-rata.
Penentuan Limit Deteksi Pengukuran Limit deteksi ditentukan dengan melakukan pengukuran terhadap larutan kromium(VI) dalam larutan elektrolit pendukung dengan rentang konsentrasi terkecil. Limit deteksi (L D ) dihitung dengan persamaan: 3𝑥𝛿𝑎 𝐿𝐷 = 𝑏 (5)
11 Dengan 𝛿𝑎 adalah simpangan baku dari intersep dan b adalah kemiringan persamaan regresi. Penentuan Ketepatan Pengukuran Ketepatan pengukuran dipelajari dengan melakukan pengukuran terhadap larutan analit kromium yang telah diketahui konsentrasinya. Konsentrasi yang terukur dihitung dengan menggunakan persamaan kurva kalibrasi. Selanjutnya dihitung kesalahan relatifnya menggunakan persamaan berikut: 𝑥𝑖−𝑥𝑡 Kr = 𝑥𝑡 x 100% (6) Dengan ketentuan Kr adalah kesalahan relative, xi adalah nilai yang diperoleh dari pengukuran, xt adalah nilai yang sesungguhnya. Sementara itu, persen perolehan kembali adalah nilai yang diperoleh dari pengukuran dan dibandingkan dengan hasil sebenarnya, yang diungkapkan sebagai: 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑡𝑒𝑟𝑢𝑘𝑢𝑟 Persen perolehan kembali = 𝑛𝑖𝑙𝑎𝑖𝑠𝑒𝑏𝑒𝑛𝑎𝑟𝑛𝑦𝑎 x 100% (7) Penentuan Keterulangan Pengukuran Penentuan keberulangan pengukuran dipelajari dengan melakukan pengukuran terhadap larutan analit 70 μM beberapa 10 kali (n). Kemudian dihitung simpangan baku (S B ) menggunakan persamaan berikut: SB = �
1
∑𝑖(𝑥𝑖−𝑥)2 2 (𝑛−1)
�
(8)
Sementara itu, perhitungan persen koefisien variansi (%KV) dilakukan menggunakan persamaan berikut: 𝑆𝐵 %KV = 𝑥 x 100%. (9) Hasil perhitungan menunjukkan kesalahan pengukuran arus. Uji kerja EPK, EPKZAB dan EPKZSB pada Sampel Nyata Limbah Sampel limbah yang digunakan adalah limbah yang diambil dari pabrik penyamakan kulit. Air limbah disaring kemudian pH nya diatur menjadi 0.75. Setelah itu larutan tersebut diukur konsentrasi kromium(VI) dengan menggunakan EPK, EPKZAB dan EPKZSB. Sebagai pembanding larutan sampel diukur kandungan kromium(VI) dengan cara mereaksikan larutan sampel dengan DPC sehingga dihasilkan larutan ungu yang menandakan adanya kromium(VI), konsentrasi kromium(VI) ditentukan dengan spektrofotometer UV-Vis.
4 HASIL DAN PEMBAHASAN Identitas dan Karakteristik Zeolit Alam Cikalong Aktivasi Asam, Zeolit Tipe A Hasil Sintesis dan Kompositnya dengan Besi Zeolit alam yang digunakan pada penelitian ini adalah zeolit alam yang berasal dari Cikalong Jawa Barat. Zeolit alam harus dipreparasi dan diaktivasi terlebih dahulu karena diambil dalam bentuk bongkahan, mempunyai ukuran pori
12 yang tidak seragam dan masih mengandung pengotor. Preparasi zeolit alam pada penelitian ini dengan cara menggerus zeolit alam yang masih dalam bentuk bongkahan sehingga dapat lolos pada ayakan yang berukuran 200 mesh. Penggerusan ini bertujuan memperluas luas permukaan zeolit alam sehingga luas bidang kontak zeolit dengan adsorben menjadi semakin besar, akibatnya daya adsorpsi menjadi semakin besar. Aktivasi yang dilakukan pada penelitian ini adalah aktivasi secara kimia dan fisika. Aktivasi secara kimia yaitu dengan cara pengasaman dengan HCl. Pengasaman bertujuan untuk mengeluarkan pengotor-pengotor dari zeolit, sehingga dihasilkan zeolit yang lebih murni dan terjadinya peningkatan luas permukaan zeolit. Aktivasi secara fisika dilakukan dengan cara pemanasan pada suhu 300 oC selama 3 jam yang bertujuan untuk mengeluarkan air yang ada pada pori-pori zeolit tersebut sehingga mengakibatkan pori menjadi kosong dan diharapkan daya adsorpsi dari zeolit menjadi meningkat (Fatimah 2000). Hilangnya pengotor dari zeolit terlihat dari warna zeolit sebelum dan sesudah aktivasi, sebelum aktivasi zeolit berwarna putih keabu-abuan (Gambar 2a), setelah diaktivasi zeolit berwarna putih bersih (Gambar 2b).
(a) (b) Gambar 2 Zeolit alam Cikalong (a) sebelum aktivasi asam dan (b) sesudah aktivasi asam Bentuk permukaan dan bentuk kristal zeolit alam Cikalong aktivasi asam dan komposit zeolit alam Cikalong aktivasi asam-besi dianalisis menggunakan SEM dan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 3. Gambar 3 memperlihatkan bahwa terjadi perubahan permukaan zeolit alam Cikalong aktivasi asam setelah dikomposit dengan besi. Permukaan komposit zeolit alam Cikalong aktivasi asambesi (lingkaran merah pada Gambar 3b) terlihat lebih kasar dibandingkan dengan permukaan zeolit alam aktivasi asam (lingkaran merah pada Gambar 3a). Hal ini disebabkan oleh insersi (penyisipan) besi pada zeolit mengakibatkan terjadi ikatan antara besi dengan zeolit di permukaan zeolit sehingga struktur zeolit terlihat lebih kasar. Sementara perubahan pori zeolit setelah dikomposit tidak dapat terlihat karena keterbatasan magnifikasi pada alat SEM yang belum bisa mendeteksi pori zeolit yang ukurannya kecil (Prasetyo et al. 2012).
13
(a) (b) Gambar 3 Citra SEM (a) zeolit alam Cikalong aktivasi asam dan (b) komposit zeolit alam Cikalong aktivasi asam-besi dengan perbesaran 3000x. Keterangan: Lingkaran merah menunjukkan permukaan zeolit Tabel 1 Data EDX pengukuran zeolit alam Cikalong aktivasi asam dan kompositnya dengan besi Zeolit alam Cikalong Komposit zeolit alam aktivasi asam Unsur
% massa
Cikalong aktivasi asam-besi
% atom
% massa
% atom
Oksigen
61.69
74.09
60.60
73.65
Natrium
00.56
0.47
1.02
0.87
5.36
3.82
5.12
3.69
Silikon
29.14
19.94
28.52
19.74
Kalium
0.96
0.47
0.61
0.30
Magnesium
0.38
0.30
0.30
0.24
Kalsium
1.90
0.91
1.29
0.63
-
-
2.53
0.88
Aluminium
Besi
Terjadinya penyisipan besi dapat dilihat pada hasil EDX yang memperlihatkan perubahan jumlah besi sebelum dan sesudah dikomposit dengan besi (Tabel 1). Hasil data EDX juga menunjukkan nilai perbandingan Si/Al zeolit alam Cikalong aktivasi asam adalah 5.57 (Tabel 1), nilai ini menunjukkan bahwa zeolit alam Cikalong merupakan Al-mordenit, karena Al-mordenit merupakan zeolit yang mempunyai kadar silika yang tinggi.
14
(a)
(b)
(c) Gambar 4 Difraktrogram Sinar-X (a) zeolit alam Cikalong aktivasi asam, (b) komposit zeolit alam Cikalong aktivasi asam-besi, dan (c) referensi Al-mordenit Zeolit alam Cikalong diidentifikasi dengan menggunakan XRD untuk mengetahui tipenya, selain itu dengan XRD juga dapat diketahui spektra kristal dan kemurnian zeolit. Hasil analisis dengan XRD menunjukkan bahwa zeolit Cikalong yang telah diaktivasi asam memiliki nilai sudut 2θ dan nilai d(A) yang mirip dengan data JCPDS dengan nomor basis data standar nomor arsip 49-0924
15 yang merupakan jenis Al-mordenit, jadi dapat kita ketahui bahwa zeolit alam Cikalong yang telah diaktivasi asam dominan mengandung Al-mordenit seperti yang terlihat pada Gambar 4 dan Tabel 2 (data lengkapnya terdapat pada Lampiran 2 dan Lampiran 3). Tabel 2 Perbandingan data puncak-puncak utama sudut 2θ dan nilai d(A) dari zeolit alam Cikalong yang diaktivasi asam, komposit zeolit alam Cikalong aktivasi asam-besi, dan referensi Al-mordenit Zeolit alam Cikalong Komposit zeolit Referensi JCPDS 49-0924 alam Cikalong-besi (Al-mordenit) Sudut 2θ d(A) I/I 0 Sudut 2θ d(A) I/I 0 Sudut 2θ d(A) I/I 0 9.85 8.97 22 9.866 8.96 31 9.761 9.05 21 19.63 4.52 29 19.617 4.52 32 19.681 4.50 39 22.26 3.99 69 22.204 4.00 72 22.381 3.97 68 25.69 3.47 100 25.669 3.47 100 25.779 3.45 100 26.30 3.39 40 26.278 3.39 49 26.402 3.37 49 27.16 3.22 63 27.709 3.22 75 27.742 3.21 52 Pembuatan komposit zeolit-besi dilakukan dengan menggunakan larutan besi, sehingga besi terkomposit pada zeolit dalam bentuk ion, bukan dalam bentuk kristal, sehingga pada spektrum XRD komposit zeolit-besi tidak dapat terlihat spektrum besinya yang terlihat hanya perubahan derajat kristalinitasnya. Setelah dikomposit dengan besi terjadi sedikit kenaikan derajat kristalinitas yaitu dari 56.62% menjadi 58.07%. Kenaikan derajat kristalinitas ini disebabkan oleh pemakaian besi nitrat pada saat mengkomposit zeolit alam Cikalong dengan besi, nitrat dapat membersihkan pengotor-pengotor pada zeolit alam Cikalong, sehingga derajat kristalinitasnya menjadi semakin baik. Selain menggunakan zeolit alam Cikalong, penelitian ini juga menggunakan zeolit sintetis tipe A, zeolit tipe A dapat disintesis dari bahan dasar mineral alam kaolin, karena kaolin mengandung silika dan alumina. Pada sintesis zeolit ini, kaolin dikalsinasi terlebih dahulu pada suhu 700 oC sehingga menghasilkan metakaolin (Janjira 2002). Kalsinasi disini bertujuan untuk menghilangkan gugus hidroksil yang terikat secara kimia. Proses dehidroksilasi kaolin menjadi metakaolin dapat digambarkan dengan persamaan reaksi berikut: 2Al 2 Si 2 O 5 (OH) 4 → 2Al 2 Si 2 O 7 + 4H 2 O Kaolin Metakaolin Metakoalin yang dihasilkan direaksikan dengan NaOH dan dipanaskan pada suhu 40 oC dengan waktu 6 jam. Metakaolin direaksikan dengan NaOH tujuannya adalah untuk melarutkan Si dan Al yang terkandung dalam metakaolin. Pemanasan pada suhu 40 oC disebut sebagai proses aging, yaitu proses pembentukan inti kristal zeolit tipe A. Setelah proses aging dilanjutkan dengan pemanasan pada suhu 100 oC selama 24 jam yang bertujuan untuk menyempurnakan pembentukan kristal zeolit tipe A. Setelah itu zeolit yang terbentuk dicuci untuk menghilangkan pengotor dan dikeringkan pada suhu 100 oC (Suardana 2005). Dengan cara yang sama juga dibuat zeolit tipe A dengan waktu aging 24 jam. Perubahan warna yang terlihat dari kaolin yang berubah menjadi metakaolin dan terbentuknya zeolit tipe A adalah dari putih (kaolin)
16 berubah menjadi krem (metakaolin), dan zeolit yang terbentuk berwarna krem agak tua.
(a) (b) (c) Gambar 5 Kaolin (a), metakaolin (b) dan zeolit tipe A hasil sintesis (c) Bentuk permukaan dan bentuk kristal zeolit tipe A dan komposit zeolit tipe A-besi dianalisis menggunakan SEM dan hasilnya diperlihatkan pada Gambar 6. Zeolit tipe A yang terbentuk (Gambar 6a) yaitu berbentuk kristal berupa persegi, namun hasil SEM-nya tidak begitu bagus.
(a) (b) Gambar 6 Hasil SEM (a) zeolit tipe A hasil sintesis dan (b) komposit zeolit tipe A hasil sintesis -besi dengan perbesaran 3000x Keterangan: Lingkaran merah menunjukkan permukaan zeolit Gambar 6 memperlihatkan bahwa terjadi perubahan permukaan setelah dikomposit dengan besi. Sama halnya dengan zeolit alam Cikalong aktivasi asam, permukaan komposit-besi (lingkaran merah pada Gambar 6b) terlihat lebih kasar dibandingkan dengan permukaan zeolit alam Cikalong aktivasi asam (lingkaran merah pada Gambar 6a). Hal ini disebabkan oleh insersi (penyisipan) besi pada zeolit mengakibatkan terjadi ikatan antara besi dengan zeolit di permukaan zeolit sehingga struktur zeolit terlihat lebih kasar. Terjadinya penyisipan dapat terlihat dari data EDX sebelum dan sesudah dikomposit dengan besi terjadi perubahan jumlah besinya (Tabel 4). Data EDX juga menunjukkan perbandingan Si/Al dari zeolit hasil sintesis adalah 0.81 (Tabel 4). Zeolit tipe A merupakan zeolit sintetis
17 dengan kadar silika rendah dengan perbandingan Si/Al mendekati 1 (Herrero 1994). Tabel 3 Data EDX pengukuran zeolit tipe A hasil sintesis dan kompositnya dengan besi Zeolit tipe A hasil Komposit zeolit tipe Asintesis besi Unsur % massa % atom % massa % atom Oksigen 58.13 69.29 62.80 76.15 Natrium 13.11 10.87 4.99 4.21 Aluminium 15.48 10.94 12.93 9.29 Silikon 12.64 8.58 10.46 7.23 Besi 8.49 2.95 Kalium 0.64 0.31 0.34 0.17 Hasil analisis zeolit tipe A hasil sintesis dengan XRD menghasilkan puncak-puncak sudut 2θ yang mirip dengan puncak-puncak sudut 2θ pada data JCPDS dengan basis data standar nomor arsip 39-0222 yang merupakan zeolit tipe A (Gambar 7 dan Tabel 4), data lengkapnya terlihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Pada penelitian ini dilakukan 2 variasi waktu aging dengan asumsi bahwa dengan lamanya waktu aging semakin sempurnanya pembentukan inti kristal zeolit, tetapi kenyataannya derajat kristalinitas dengan waktu aging 6 jam lebih tinggi dibandingkan waktu aging 24 jam, yaitu 74.36% (waktu aging 6 jam) dan 83.86% (waktu aging 24 jam). Hal ini menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan oleh pembentukan inti kristal zeolit tipe A yang lebih baik adalah selama 6 jam. Mayasari (2013) mencoba mensintesis zeolit tipe X dari bahan kaolin dan water glass, tetapi yang didapatkan bukan zeolit X tetapi zeolit tipe A. Waktu aging terbaik yang didapatkan juga 6 jam. Dibanding zeolit tipe A yang didapatkan Mayasari, zeolit yang diperoleh pada penelitian ini memiliki derajat kristalinitas yang lebih tinggi yaitu sebesar 83.86% sedangkan yang didapatkan Mayasari sebesar 65.96%. Tabel 4 Perbandingan data puncak-puncak utama sudut 2θ dari zeolit tipe A hasil sintesis, komposit zeolit tipe A hasil sintesis-besi, dan referensi zeolit tipe A. Zeolit tipe A Sudut 2θ 21.66 23.98 27.11 29.93 34.17
d(A) 4.10 3.71 3.29 2.98 2.62
I/I 0 49 84 84 100 67
Komposit zeolit tipe Abesi Sudut 2θ d(A) I/I 0 21.75 4.08 56 24.10 3.69 78 27.24 3.27 83 30.10 2.97 100 34.33 2.61 56
Referensi JCPDS 39-0222 (zeolit tipe A) Sudut 2θ d(A) I/I 0 21.66 4.10 40 23.98 3.71 78 27.11 3.29 83 29.94 2.98 100 34.18 2.62 83
18
(a)
(b)
(c)
(d) Gambar 7 Difraktogram XRD (a) zeolit tipe A hasil sintesis waktu aging 6 jam, (b) zeolit tipe A hasil sintesis waktu aging 24 jam, (c) komposit zeolit hasil sintesis waktu aging 6 jam-besi, dan (d) referensi zeolit tipe A
19 Setelah dikomposit dengan besi pada zeolit tipe A terjadi penurunan yang sangat besar derajat kristalinitasnya yaitu dari 83.86% menjadi 29.36% (Gambar 7). Hal ini menandakan bahwa struktur kristal menjadi rusak dan berubah menjadi amorf. Hal ini mungkin disebabkan oleh penggunaan besi nitrat pada saat mengkomposit zeolit tipe A dengan besi. Nitrat membuat kristal zeolit tipe A menjadi rusak, sehingga sebagian berubah menjadi amorf. Data hasil EDX menunjukkan jumlah besi yang terkomposit pada zeolit sintetis tipe A lebih banyak dari jumlah besi yang terkomposit pada zeolit alam Cikalong (Tabel 1 dan Tabel 3). Hal ini dapat terlihat pada saat pembuatan `komposit zeolit Cikalong dengan besi, sebelum disaring warna larutan komposit masih berwarna orange tua, hal itu menandakan bahwa masih ada besi yang tidak terkomposit pada zeolit alam Cikalong, sedangkan pada saat mengkomposit zeolit tipe A dengan besi warna larutan menjadi bening, hal ini menandakan bahwa semua besi pada larutan terkomposit pada zeolit tipe A (Gambar 8).
(a) (b) Gambar 8 Komposit zeolit alam Cikalong-Besi (a) dan komposit zeolit tipe A-besi (b) Pada komposit zeolit alam besi terjadi kenaikan sedikit derajat kristalinitas, sedangkan pada komposit zeolit sintesis dengan besi terjadi penurunan derajat kristalinitas yang sangat besar. Dilihat dari spektrum XRD nya, setelah dikomposit dengan besi terjadi pergeseran sudut 2θ dari zeolit, baik zeolit alam Cikalong maupun zeolit hasil sintesis. Hal ini disebabkan terjadi interaksi fisik antara besi dengan zeolit ketika besi disisipkan yang mengakibatkan terjadi pergeseran sudut 2θ yang dihasilkan. Pergeseran sudut 2θ zeolit tipe A lebih besar daripada zeolit alam Cikalong. Hal ini terjadi karena zeolit tipe A memiliki kandungan Al yang lebih banyak dibandingkan zeolit alam Cikalong. Pada zeolit, besi terikat pada Al (Sazama et al 2013), sehingga pada zeolit alam Cikalong yang mempunyai kadar Al yang rendah, interaksi fisik antara besi dan Al lemah, sehingga pergeseran sudut 2θ yang terjadi juga sedikit (Gambar 4 dan Tabel 2). Sebaliknya, pada zeolit tipe A yang mempunyai kadar Al yang tinggi (Gambar 7 dan Tabel 4), interaksi fisik antara besi dan Al lebih banyak sehingga ikatan yang terjadi lebih kuat, akibatnya pergeseran sudut 2θ dan perubahan derajat kristalinitas yang terjadi juga lebih besar.
20 Nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK) dan Kapasitas Tukar Anion (KTA) Zeolit Alam Cikalong Aktivasi Asam, Zeoilt Tipe A Hasil Sintesis dan Kompositnya dengan Besi. Kapasitas tukar kation (KTK) adalah merupakan jumlah milliequivalen (meq) kation yang bisa dipertukarkan maksimum oleh 100 gram bahan penukar ion (zeolit) dalam kondisi kesetimbangan. Berdasarkan SNI 13-3494-1994 KTK zeolit dikatakan lolos uji mutu (LUM) jika nilainya lebih dari 100 meq/100g dan berdasarkan Permetan No. 02/Per/HK.060/2/2006 lebih dari 80 meq/100g. Dari tabel 5 dapat diketahui bahwa zeolit alam Cikalong dan zeolit tipe A memiliki nilai KTK yang lolos uji mutu baik berdasarkan SNI maupun berdasarkan Permetan No. 02/Per/HK.060/2/2006. Tabel 5 Nilai KTK zeolit alam Cikalong aktivasi asam, zeolit tipe A, dan kompositnya dengan besi. KTK (meq/100 g) Zeolit alam Cikalong aktivasi asam 149.13 Zeolit tipe A 159.20 Komposit zeolit alam aktivasi asam-besi 89.96 Komposit zeolit tipe A-besi 87.87 Setelah dikompositkan dengan besi nilai KTK zeolit alam Cikalong aktivasi asam dan zeolit tipe A menurun, hal ini dikarenakan permukaan zeolit menjadi bermuatan positif sehingga kemampuan pertukaran kationnya menurun dan kemampuan untuk pertukaran anionnya meningkat (Tabel 6) (Arif 2011 dan Syafi’i 2011). Peningkatan kemampuan untuk pertukaran anion ini sangat diharapkan karena pada penelitian ini menggunakan anion Cr(VI). Tabel 6 Nilai KTA zeolit alam Cikalong aktivasi asam, zeolit tipe A, komposit zeolit alam Cikalong aktivasi asam-besi, dan komposit zeolit tipe A-besi KTA (meq/100 g) 3.4 Zeolit alam Cikalong aktivasi asam -10.4 Zeolit tipe A 4.0 Komposit zeolit alam aktivasi asam-besi -2.0 Komposit zeolit tipe A-besi Penurunan KTK zeolit alam Cikalong dan zeolit tipe A setelah dikomposit dengan besi masih bernilai baik dan nilainya tidak jauh berbeda, sehingga seharusnya nilai KTA nya tidak jauh berbeda juga, kenyataannya setelah dilakukan pengukuran nilai KTA, nilai KTA zeolit tipe A pada sebelum dan sesudah dikompositkan dengan besi meningkat, akan tetapi bernilai negatif. Hal ini mungkin disebabkan oleh penggunaan nitrat pada saat mengkomposit zeolit tipe A dengan besi yang menyebabkan rusaknya bentuk kristal zeolit tipe A dan berubah menjadi amorf seperti terlihat pada Gambar 7c, dengan menurunnya jumlah kristalnya kemampuan penukar anionnya menjadi semakin menurun juga.
21 Kinerja Elektrode Pasta Karbon Termodifikasi Komposit Zeolit-Besi Bahan dasar pembuatan pasta karbon termodifikasi komposit zeolit-besi adalah grafit, parafin dan komposit zeolit-besi. Grafit berguna sebagai penghantar listrik, parafin berguna sebagai pengikat dan komposit zeolit-besi dapat mengenali ion Cr(VI). Ketiga komponen tersebut dicampurkan secara homogen sehingga menjadi pasta. Campuran ini dimasukkan kedalam batang elektrode, sehingga dihasilkan elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit-besi. Penelitian ini menggunakan tiga jenis elektrode kerja, yaitu elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit alam Cikalong-besi (EPKZAB) elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit tipe A sintetis-besi (EPKZSB) dan elektrode pasta karbon (EPK). Hal ini bertujuan untuk melihat perbedaan kinerja ketiga elektrode tersebut. Kinerja EPKZAB, EPKZSB dan EPK diuji dengan menggunakan voltametri siklik. Analisis dengan menggunakan voltametri siklik memerlukan larutan elektrolit, yang berfungsi untuk mengurangi gaya tarik elektrostatik dan muatan ion-ion analit serta mempertahankan kekuatan ion (Wang 2001). Pada penelitian ini larutan elektrolit yang digunakan adalah KCl 0.05 M. Larutan KCl digunakan karena memiliki kelebihan, yaitu tidak memiliki respon atau tidak mengalami reaksi reduksi dan oksidasi pada kisaran potensial yang digunakan (Agustina 20012). Gambar voltamogram pemilihan larutan elektrolit pembantu dapat dilihat pada Lampiran 6. Pengukuran pada elektrode dilakukan dengan teknik voltametri siklik pada pH larutan analat 0.75, waktu prekonsentrasi selama 20 menit, dan komposisi zeolit-besi sebanyak 20%. EPKZAB dan EPKZSB sebagai elektrode kerja, elektrode Ag/AgCl sebagai elektrode pembanding dan elektrode Pt sebagai elektrode pembantu. Potensial yang digunakan pada daerah 1200 mV sampai 1200 mV dengan laju payaran sebesar 125 mVs-1. Linearitas dan Limit Deteksi Daerah linear adalah kisaran yang menunjukkan hubungan kesebandingan antara dua variabel atau lebih. Sebagai variabel pada hal ini adalah konsentrasi ion Cr(VI) dan sinyal yang dapat terukur berupa arus reduksi Cr(VI). Linearitas dapat diketahui dengan menggunakan koefisien korelasi (Persamaan 4), jika nilai koefisien korelasi bernilai 0.80 ≤ r ≤ 1.00 menunjukkan korelasi kuat secara positif. Semakin tinggi konsentrasi ion Cr(VI) (analit), maka arus reduksi semakin meningkat (Gambar 9), sehingga korelasi yang terjadi adalah korelasi positif. Daerah linear dengan menggunakan EPKZAB, EPKZSB dan EPK didapatkan pada rentang konsentrasi 2 μM sampai dengan 70 μM (Gambar 10) dengan nilai koefisien korelasi masing-masing sebesar 0.998 (EPKZAB), 0.990 (EPKZSB) dan 0.994 (EPK).
22 1,00E-04 8,00E-05 6,00E-05
2 uM
4,00E-05
4 uM
2,00E-05 -1,5
40 uM
0,00E+00 -0,5 -2,00E-05 0
-1
0,5
1
800 uM
1,5
-4,00E-05 -6,00E-05
Gambar 9 Voltamogram siklik pengukuran menggunakan EPKZAB pada
y = 0.186x + 0.805 r = 0.998
16 14 12 10 8 6 4 2 0 0
50
100
Konsentrasi Cr(VI) (μM)
14 12 10 8 6 4 2 0
y = 0.154x + 1.081 r = 0.990
0
50
100
Konsentrasi Cr(VI) (μM)
(a) Arus Reduksi Cr(VI) (μA)
Arus Reduksi Cr(VI) (μA)
Arus Reduksi Cr(VI) (μA)
konsenstrasi Cr(VI) 2 μM, 4 μM, 40 μM dan 800 μM dengan larutan elektrolit KCl 0.05 M, pH 0.75, laju payaran 125 mVs-1, potensial 1200 mV sampai -1200 mV, dan dengan waktu rekosentrasi selama 20 menit.
(b)
12,00 10,00 8,00 6,00 4,00 2,00 0,00
y = 0.166x + 1.268 r = 0.994
0
20
40
60
80
Konsentrasi Cr(VI) (μM)
(c) Gambar 10 Linearitas konsentrasi Cr(VI) dengan menggunakan (a) EPKZAB, (b) EPKZSB, dan (c) EPK. Daerah linear mempunyai persamaan regresi, berdasarkan nilai pada persamaan regresi dapat ditentukan limit deteksi dan sensitivitas. Menurut IUPAC
23 limit deteksi merupakan konsentrasi terkecil analit yang memberikan sinyal secara signifikan lebih besar daripada sinyal pereaksi blanko (Harvey 2000). Dengan menggunakan nilai-nilai yang diperoleh dari persamaan regresi dihasilkan limit deteksi EPKZAB pada konsentrasi Cr(VI) 1.48 μM, EPKZSB pada konsentrasi 1.94 μM dan EPK pada konsentrasi 2.25 μM (perhitungannya lihat Lampiran 7). Senesitivitas Sensitivitas metode analisis adalah perbandingan perubahan respon instrumental terhadap perubahan konsentrasi analit. EPKZAB, EPKZSB, dan EPK masing-masing memberikan nilai sensitivitas sebesar 0.186 µA μM-1, 0.154 µA
μM-1 dan 0.166 µA μM-1. Menurut Amri et al. (2009), semakin besar nilai sensitivitas menunjukkan bahwa sedikit perubahan konsentrasi memberikan perubahan respon yang cukup besar. EPKZAB memiliki nilai sensitivitas paling tinggi, setelah itu diikuti EPK dan EPKZSB memiliki sensitivitas paling kecil. Ketepatan Pengukuran Ketepatan pengukuran merupakan kedekatan hasil analisis dengan konsentrasi sebenarnya (AOAC 2002). Ketepatan pengukuran pada penelitian ini diungkapkan sebagai persen perolehan kembali dan kesalahan relatif. Ketepatan pengukuran ditentukan dengan menggunakan larutan yang telah diketahui konsentrasinya, yaitu 50 μM yang dibuat terpisah dari larutan standar. Konsentrasi ini dipilih karena berada pada daerah linear pada ketiga elektrode kerja (EPKZAB, EPKZSB, dan EPK). Analisis dilakukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi. Semakin dekat hasil analisis dengan nilai sebenarnya, maka hasil analis semakin akurat (Hattu 2009). Hasil pengukuran ketepatan pengukuran disajikan pada Tabel 7. Tabel 7 memperlihatkan bahwa persen perolehan kembali EPKZAB, EPKZB dan EPK secara berturut-turut 100.88%, 103.28% dan 101.99%. Nilai persen perolehan kembali untuk EPKZAB, EPKZSB dan EPK masih dapat diterima karena memenuhi syarat akurasi dengan rentang hasil perolehan kembali 97%-103% (Ermer dan Miller 2005). Tabel 7 Ketepatan pengukuran Elektrode
Konsentrasi Sebenarnya
EPKZAB
50
Konsentrasi pada pengukuran 1 2 3 45.40 56.37 49.54
EPKZSB
50
62.78
51.61
40.51
EPK
50
49.16
26.40
77.43
Rata-rata pengukura n + SD 50.43 + 5.54 51.63 + 11.14 50.99 + 25.57
% Perolehan kembali 100.88
Kesalahan relative (K f ) 0.88
103.28
3.28
101.99
1.99
Hasil perhitungan kesalahan relatif (K r ) memperlihatkan bahwa elektrode kerja dengan nilai K r terkecil yaitu EPKZAB sebesar 0.88%, kemudian disusul EPK (1.99%) dan EPKZSB (3.28%). Semakin kecil nilai K r , maka elektrode semakin baik karena menghasilkan kesalahan pengukuran yang semakin kecil. Akurasi Pengukuran dengan menggunakan EPKZAB, EPKZSB dan EPK dapat
24 dikatakan baik. Hasil pengukuran memiliki akurasi yang baik jika kesalahan relatif di bawah 5% (AOAC 2002).
15
Arus reduksi Cr(VI) (μA)
Arus reduksi Cr(VI) (μA)
Keterulangan Pengukuran Keterulangan pengukuran adalah kesamaan hasil jika suatu metode dilakukan berulang kali oleh analis yang sama pada kondisi sama dalam selang waktu yang pendek (AOAC 2002). Keterulangan dinilai dengan melakukan penetapan terpisah lengkap terhadap sampel-sampel identik terpisah dari kelompok yang sama. Pada penelitian ini, sampel diukur sebanyak 10 kali (Gambar 11). Keterulangan pengukuran dinyatakan dalam standar deviasi (SD) dan nilai koefisien variansi (%KV). Semakin kecil nilai SD dan %KV, maka ketelitian semakin tinggi dan kesalahan pengukuran arus semakin kecil. Hasil analisis pengukuran keterulangan pengukuran (Tabel 8) memperlihatkan bahwa EPKZAB dan EPKZSB pada 3 kali ulangan pertama menunjukkan keberulangan dengan tingkat sedang, sedangkan pada EPK keterulangannya tidak teliti. Keterulangan pengukuran yang sesuai standar AOAC (2002) adalah: (1) sangat teliti: %KV < 1, (2) teliti: %KV 1-2, (3) sedang: %KV 2-5, dan (4) tidak teliti: %KV > 5. Pengukuran ketiga dan selanjutnya memberikan hasil keterulangan yang tidak sama yaitu lebih kecil (data lengkap Lampiran 8), namun terlihat lebih konstan. Hal ini mungkin saja disebabkan elektrode memiliki pengukuran yang stabil setelah 3 kali pengukuran.
10 5 0 0
5
10
15
Pengukuran ke-
10 5 0 0
5
10
15
Pengukuran ke-
(a) Arus reduksi Cr(VI) (μA)
15
(b)
12 10 8 6 4 2 0 0
5
10
15
Pengukuran ke-
(c) Gambar 11 Keterulangan Pengukuran pada (a) EPKZAB, (b) EPKZSB, dan (c) EPK.
25 Tabel 8
Keterulangan pengukuran pada 3 pertama Pengukuran ke RataElektrode 1 2 3 rata EPKZAB 3.61 14.10 13.30 13.70 EPKZSB 1.29 10.80 11.40 11.20 EPK 11.00 9.25 6.97 9.07
kali ulangan
SD %KV 0.39 2.88 0.34 3.02 2.02 22.30
Uji EPK, EPKZAB dan EPKZSB pada Sampel Limbah Penyamakan Kulit Salah satu proses pada penyamakan kulit menggunakan kromium, sampel limbah penyamakan kulit yang digunakan pada penelitian ini adalah limbah penyamakan kulit segar sebelum diolah, biasanya limbah yang dihasilkan didaur ulang lagi dan digunakan kembali. Tabel 9 menunjukkan hasil pengukuran dengan menggunakan EPKZAB, EPKZSB, EPK dan Spektrofotometer UV-Vis sebagai pembanding. Tabel 9 menunjukkan perbedaan hasil pengukuran EPKZAB, EPKZSB dan EPK dengan hasil pengukuran menggunakan spektrofotometer masingmasing adalah 0.50% (EPKZAB), 57.58% (EPKZSB) dan 6.98% (EPK). Hasil tersebut menunjukkan kinerja EPKZAB yang paling baik, kemudian diikuti kinerja EPK. Kinerja EPKZSB kurang baik karena terjadinya perbedaan yang besar dengan pengukuran yang menggunakan spektrofotometer UV-VIS (sebesar 57.58%). Tabel 9 Hasil pengukuran konsentrasi Cr(VI) limbah penyamakan kulit Pengukuran Konsentrasi Cr(VI) Perbedaan dengan padalimbah penyam pengukuran UV-VIS (%) akan kulit (μM) +SD EPKZAB 2.23 + 1.76 0.50 EPKZSB 3.34 + 3.13 57.58 EPK 2.40 + 2.71 6.98 UV-VIS 2.24 + 0.02 Harapan yang diinginkan EPKZSB memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan EPKZAB, tetapi kenyataannya pada penelitian ini tidak. Hal ini disebabkan pada saat mengkomposit zeolit tipe A dengan besi menggunakan nitrat, sehingga mengakibatkan rusaknya struktur kristal dari zeolit tipe A dan berubah menjadi amorf. Rusaknya struktur kristal zeolit tipe A menyebabkan rendahnya daya adsorpsi zeolit tipe A terhadap ion kromium(VI) dan menghasikan elektroda dengan kinerja yang kurang baik. Sehingga perlu dilakukan pembuatan EPKZSB dengan menggunakan senyawa besi yang tidak mengandung nitrat sebagai saran untuk penelitian selanjutnya.
26
5 SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Zeolit tipe A telah berhasil disintesis dari bahan dasar mineral alam kaolin dengan derajat kristalinitas sebesar 83.86% dan nilai KTK sebesar 159.2 meq/100 g. Elektrode pasta karbon termodifikasi komposit zeolit alam besi (EPKZAB) dan elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit tipe A sintetis-besi (EPKZSB) dapat mendeteksi ion kromium(VI) pada daerah linier 2 μM sampai 70 μM. Limit deteksi EPKZAB, EPKZSB berturut-turut adalah 1.48 μM dan 1.94 μM. Sensitivitas EPKZAB lebih tinggi dari EPKZSB yaitu 0.186 µA μM-1 dan
EPKZSB 0.154 µA μM-1. dibandingkan EPKZSB.
EPKZAB memiliki kinerja yang lebih baik
Saran Perlu dilakukan penelitian lanjutan untuk mengetahui pengaruh ion-ion pengganggu pada EPKZAB, stabilitas setelah beberapa kali pengukuran dan umur pakai EPKZAB. Perlu dilakukan pembuatan EPKZSB dengan menggunakan senyawa besi lain yang tidak mengandung nitrat serta menguji kinerjanya.
DAFTAR PUSTAKA [AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2002. AOAC Guidelines for Single Laboratory Validation of Chemical Methods for Dietary Supplements and Botanicals. [Internet]. [diunduh 18 Juli 2012]. Tersedia pada: http://www.aoac.org/Official_Methods/slv_guidelines.pdf. [JCPDS] Joint Committee on Powder Difraction Standars, Al-Mordenit. 49-0924 [JCPDS] Joint Committee on Powder Difraction Standars, Zeolit A. 39-0222 Agustina RI. 2012. Elektrode pasta karbon termodifikasi zeolit-besi sebagai media spesiasi kromium(VI) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Al-jabri M. 2008. Kajian metode penetapan kapasitas tukar kation zeolit sebagai pembenah tanah untuk lahan pertanian terdegradasi. J Standardisasi 10(2): 56-69. Alpat KS, Yuksel U, Akcay H. 2004. Development of a novel carbon paste electrode containing a natural zeolite for the voltammetric determination of copper. Electrochemistry communications 7:130-134. Amri C, Siswanta D, Mudasir. 2009. Determination of trace nitrite as 4-(4nitrobenzenazo)-aminonaphthalene complex by extraction spectrophotometry. Indo.J Chem. 9(2): 254-260. Apriliani R. 2009. Studi penggunaan kurkumin sebagai modifier elektrode pasta karbon untuk analisis timbal(II) secara stripping voltammetry [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Sebelas Maret Surakarta.
27 Ardakani MM, Akrami Z, Kazemian H, Zare HR. 2009. Preconcentration and electroanalysis of copper at zeolite modified carbon paste electrode. Int J Electrochem Sci 4:308-319. Ardakani MM, Karimi MA, Mashhadizadeh MH, Pesteh M, Azimi MS, Kazemian H. 2007. Potentiometric determination of monohydrogen arsenate by zeolite-modified carbon-paste electrode. Intern J Environ Anal Chem (4):285-294. Arif Z. 2011. Karakterisasi dan modifikasi zeolit alam sebagai bahan media pendeteksi studi kasus: kromium hexavalen [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Bekele, BG. 2010. Chromium speciation based on selected schiff’s bases: attempted investigations and analytical application [skripsi]. Ethiopia (ET): Addis Ababa University. Breck DW. 1979. Zeolite molecular sieves. New York (US): John Wiley. Campos E, Diaz CB, Nunez FU, Pardave MP. 2007. Kromium(VI) and kromium(VI) diphenylcarbazide removal from aqueous solutions using an iron rotating disc electrode. Environ Technol 28:1-9. Chen NY. 2001. Personal perspectiveof the development of para selective ZSM-5 catalists. Ind.eng.chem.res. 40(20):4157-4161. Clesceri IS, Arnold EG, Andrew DE. 2005. Standard methods for the examination of water and wastewater. Ed ke-21. Washington DC (US): Apha Awwa Wes. Cotton FA, Wilkinson G. 1989. Kimia anorganik dasar. Suharto S, penerjemah. Jakarta (ID): UI Pr. Terjemahan dari: Inorganic Chemistry. Dayan AD, Paine AJ. 2007. Mechanisms of chromium toxicity, carcinogenicity and allergenicity: review of the literature from 1985 to 2000. Hum Exp Toxicol 20:439-451. Duran A, Tuzen M, Soylak M. 2011. Speciation of Cr(III) and Cr(VI) in geological and water samplesby ytterbium(III) hydroxide coprecipitation system and atomic absorption spectrometry. Food and Chemical Toxicology 49:1633-1637. Erdem E, Karapinar N, Donat R. 2004. The removal of heavy metal cations by natural zeolites. J Colloid Interface Sci 280:309-314. Ermer J, Miller JHMcB. 2005. Method Validation in Pharmaceutical Analysis. Germany (DE): Wiley-VCH. Fatimah I. 2000. Penggunaan Na-zeolit alam teraktivasi sebagai penukar ion Cr3+ dalam larutan. Logika 4(5):25-34. Hamdan H. 1992. Introduction to Zeolite : Syntesis, characterization and modification. Malaysia (MY): Universitas Technologi Malaysia. Harvey D. 2000. Modern Analitycal Chemistry. Singapore (SG): McGraw-Hill. Haryati A. 2007. Perilaku krom heksavalen dan krom trivalen limbah penyamakan kulit dalam interaksinya dengan zeolit [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Hattu N. 2009. Studi voltametri dan analisis antihistamin setirizin dihidroklorida dan deksklorfeniramin maleat dalam medium surfaktan menggunakan elektrode pasta karbon [disertasi]. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.
28 Hediana N. 2011. Sintesis, pencirian, dan uji fotodegradasi nanokomposit sodalit/TiO 2 terhadap zat warna biru metilena [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Herrero CP. 1994. Statistical mechanics of Si, Al ordering in A-type zeolites. Zeolites and Microporous Crystals (83):85-91. Janjira W. 2002. Synthesis and kinetic study of zeolit NaA from thai kaolin [tesis]. Suranaree (TH): Suranaree University of Technology. Khrisna MVB, Chandrasekaran K, Rao SV, Karunasagar D, Arunachalam J. 2005. Speciation of Cr(III) and Cr(VI) in waters using immobilized moss and determination by ICP-MS and FAAS. Talanta 65(1):135-143. Kieber RJ, Willey JD, Zvalaren SD. 2002. Chromium speciation in rainwater: temporal variability and atmospheric deposition. Environ Sci Technol 36(24):5321-6327. Kim S, Woo DJ, Lee MH, Woo GJ, Kang DK, Cha KW. 2003. Determination of chromium(III) picolinate using high performance liquid chromatographyultraviolet spectrophotometry. Bull. Korean Chem. Soc. 24(10). Masykur A, Wahyuningsih S, Prasetyo H. 2004. Pembuatan dan karakterisasi elektroda selektif ion (ESI) tembaga(II) dengan pasta karbon berbahan aktif CuS. Alchemy 3(2):1-9. Mayasari I. 2013. Sintesis zeolit X dan nanokomposit zeolit/TiO 2 dari kaolin serta aplikasinya pada adsorpsi fotodegradasi biru metilena [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Mockovciakova A, Matik M, Orolínovă Z, Hudec P, Kmecovă E. 2008. Structural characteristics of modified natural zeolite. J Porous Mater 15:559-564. Nam SH, Kim YN. 2012. An investigation on the extraction and quantitation of a hexavalent chromium in acrylonitrile butadiene styrene copolymer (ABS) and printed circuit board (PCB) by ion chromatography coupled with inductively coupled plasma atomic emission spectrometry. Bull. Korean Chem. Soc. 33(6). Nezamzadeh A, Amini MK, Faghihian H. 2007. Square-wave voltametric determination of ascorbic acid based on its electrocatalytic oxidation at zeolite-modified carbon-paste electrodes. Int J Electrochem Sci 2:583-594. Patlolla AK, Barnes C, Hackett D, Tchounwou PB. 2009. Potassium dichromate induced cytoxicity, genotoxicity and oxidative stress in human liver carcinoma (HepG2) cells. Int J Environ Res Public Health 6:643-653. Prasetyo A, Nafsiati R, Kholifah SN, Botianovi A. 2012. Analisis permukaan zeolit alam Malang yang mengalami modifikasi pori dengan uji SEM-EDS. J Sainstis: 1(2):39-46. Rafati L, Mahvi AH, Asgari AR, Hosseini SS. 2009. Removal of chromium (VI) from aqueous solutions using Lewatit FO 36 nano ion exchange resin. Int. J. Environ. Sci. Tech 7(1):147-156. Sari LW. 2012. Pencirian elektrode membran termodifikasi zeolit untuk pengukuran kromim(VI) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Sazama P, Sathu NK, Tabor E, Wichterlova B, Sklenak S, Sobalik Z. 2013. Structure and critical function of Fe and acid sites in Fe-ZSM-5 in propane oxidative dehydrogenation with N 2 O and N 2 O decompotition. Journal of catalysis (299):188-203.
29 Skoog DA,West DM, Holler FJ, Crouch SR. 1999. Analytical chemistry an introduction. USA: Thomson Learning. Suardana IN. 2008. Optomasi daya adsorbsi zeolit terhadap ion kromium(III). Jurnal Penelitian dan Pengembangan Sains dan Humaniora 2(1):17-33. Suwardi. 2000. Prospek Pengolahan Zeolit di Indonesia. Bogor: Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor. Syafi’i F. 2011. Modifikasi zeolit melalui interaksi dengan Fe(OH) 3 untuk meningkatkan Kapasitas Tukar Anion [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Valdes MG, Perez-Cordoves AI, Diaz-Garcia ME. 2006. Zeolites and zeolitebased materials in analytical chemistry. Trends in Anal Chem 25(1):24-30. Vincent JB. 2000. The biochemistry in chromium. J Nutr 130:715-718. Vogel. 1985. Analisis anorganik kualitatif makro dan semimikro. Ed ke-5. Pudjaatmaka SL, penerjemah. Jakarta (ID): Kalman Media Pustaka. Terjemahan dari: Qualitative Inorganic Analysis. Walcarius A. 1999. Zeolite-modified electrodes in electroanalytical chemistry. Anal Chim Act 384:1-16. Wang J. 2001. Analytical electrochemistry. Ed ke-2. New York (US): J Willey. Wang S, Peng Y. 2010. Natural zeolites as effective adsorbents in water and waste water treatment. Chem Eng J 156:11-24. Welch CM, Nekrassova O, Comptom RG. 2005. Reduction of hexavalent chromium at solid electrodes in acid media: reaction mechanism and analytical applications. Talanta 65(1):74-80. Zhou W, Chai Y, Yuan R, Guo J, Wu X. 2009. Organically nanoporous silica gel based on carbon paste electrode for potentiometric detection of trace Cr(III). Analityca Chimica Acta 647:210-214.
30 Lampiran 1 Diagram alir penelitian Kaolin
Tahap 2 Sintesis Zeolit tipe A
Metakaolin
Zeolit Alam Cikalong
Tahap 1 • Preparasi • Aktivasi Zeolit 200 mesh Aktivasi Asam
Zeolit tipe A Tahap 3 Pembuatan komposit besi Komposit Zeolit ABesi Tahap 4 Pembuatan elektrode
Komposit Cikalong-Besi EPKZAB EPKZSB EPK
Tahap 5 Karakterisasi elektrode • • • • •
Uji Linearitas Limit Deteksi Sensitivitas Penentuan Ketepatan Pengukuran Penentuan Keterulangan Pengukuran
Tahap 6 Uji Sampel Limbah Penyamakan Kulit
Analisis
Zeolit
31
Lampiran 2 Difraktogram zeolit alam Cikalong dan komposit besinya Zeolit alam cikalong
32
Komposit zeolit alam Cikalong-besi
33
34
Lampiran 3 (a) Basis data puncak 2θ nomor arsip 49-0924 pada JCPDS untuk zeolit alam (Al-mordenit)
(b) Basis data d(A) nomor arsip 49-0924 pada JCPDS untuk zeolit alam (Al-mordenit)
35 Lampiran 4 Difraktogram zeolit tipe A hasil sintesis dan komposit besinya Zeolit tipe A hasil sintesis
36 Komposit zeolit tipe A hasil sintesis-besi
37 Lampiran 5 (a) Basis data puncak 2θ nomor arsip 39-0222 pada JCPDS untuk zeolit tipe A
(b) Basis data d(A) nomor arsip 39-0222 pada JCPDS untuk zeolit A
Lampiran 6 Voltamogram pemilihan larutan elektrolit pendukung
-1,5
-1
4,00E-05 2,00E-05 0,00E+00 -0,5 -2,00E-05 0 -4,00E-05 -6,00E-05 -8,00E-05 -1,00E-04 -1,20E-04
0,5
1
1,5
KCl HNO3 NaCL NaNO3
38 Lampiran 7 Perhitungan limit deteksi pengukuran EPKZAB, EPKZSB dan EPK 1. EPKZAB r = 998 a = 0.805 b = 0.186 δa = 0.091652 y = 0.186 x + 0.805 Limit deteksi = 3 δa b = 3 x 0.091652 0.186 = 1.478 μM 2. EPKZSB r = 0.990 a = 1.0815 b = 0.1547 δa = 0.1 y = 0.1547 x + 1.0815 Limit deteksi = 3 δa b = 3 x 0.1 0.1547 = 1.94 μM 3. EPK r = 0.994 a = 1.2728 b = 0.1667 δa = 0.125033 y = 0.1667 x + 1.2728 Limit deteksi arus = 3σ b = 3 x 0.125033 0.1667 = 2.25 μM Lampiran 8 Hasil pengukuran keterulangan pengukuran pengulangan Pengukuran ke Elektrode 1 2 3 4 5 6 7 EPKZAB 14.1 13.61 13.3 3.44 2.56 3.15 3.72 EPKZSB 11.4 10.29 10.77 3.85 4.17 3.68 4.37 EPK 11 9.25 6.97 4.18 3.8 3.4 2.6
sebanyak 10 kali
8 2.96 3.59 2.9
9 2.84 4.15 3.1
10 3.09 3.88 3.94
39
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bukittinggi pada tanggal 12 Mei 1983 dari ayah Yurnalis dan ibu Yunibar. Penulis merupakan anak kesepuluh dari sepuluh bersaudara. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Padang, lulus pada tahun 2005. Pada tahun 2006, melanjutkan untuk mengambil AKTA IV pada Universitas Negeri Padang, lulus pada tahun 2006. Tahun 2011 penulis diterima di Program Studi Kimia pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor dan menamatkannya pada tahun 2013. Beasiswa pendidikan pascasarjana diperoleh dari Pemerintah Provinsi Riau. Penulis bekerja sebagai staf pengajar pada MTs Al-Munawwarah Pekanbaru sejak tahun 2006 sampai tahun 2009, dan pada MAN 1 Pekanbaru pada tahun 2007 sampai 2009 sebagai staf pengajar honorer. Pada tahun 2008 lulus seleksi ujian CPNS dan ditempatkan sebagai staf pengajar pada SMAN 1 Bunut Kabupaten Pelalawan pada tahun 2009 sampai sekarang.