EFISIENSI TEKNIS PENGGUNAAN FAKTOR PRODUKSI DALAM PENGELOLAAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI (Studi Kasus PT. Musi Hutan Persada, Propinsi Sumatera Selatan)
TESIS
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan dalam menyelesaikan studi pada Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Oleh: NUR ARIFATUL ULYA NPM : 6604220485
MAGISTER PERENCANAAN DAN KEBIJAKAN PUBLIK FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS INDONESIA
2005
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
Nama
Nur Arifatul Ulya
Tempat/Tanggal lahir
Nganjuk/ 18 Nopember 1974
Judul Tesis
Efisiensi Teknis Penggunaan
Faktor
produksi
Hutan
dalam
Pengelolaan
Tanaman Industri (Studi Kasus PT. Musi
Hutan
Persada,
Sumatera Selatan)
fos
Depoklb/
Menyetujui : Pembimbing
~~-
(Dr. Arianto A. Patunru)
-
Mengetahui : Magister Perencanaan dan Kebijakan Publik Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Ketua,
(Dr. B. Raksaka Mahil NIP. 131 923 199
Propinsi
ABSTRAK
Nur Arifatul Ulya, Efisiensi Teknis Penggunaan Faktor Produksi dalam Pengelolaan Hutan Tanaman Industri (Studi Kasus PT. Musi Hutan Persada, Propinsi Sumatera Selatan). Dibawah bimbingan Dr. Arianto A. Patunru.
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya penurunan devisa dari sektor kehutanan secara terus menerus yang perlu ditindaklanjuti dengan peningkatan produksi dan produktivitas. Sementara itu terdapat kontradiksi antara usaha untuk memenuhi kebutuhan bahan baku industri berbasis kehutanan dengan upaya konservasi. Dengan terbatasnya kawasan hutan produksi maka diperlukan pengelolaan yang efisien agar dalam jangka panjang kelestarian hasil tere
KATA PENGANTAR Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, yang memberikan kemudahan dibalik segala kesulitan dan tidak akan menguji hamba-Nya melebihi batas kemampuan sang hamba. Hanya dengan ijin-Nya semua ini tercapai, terima kasih ya Allah. Untuk keluargaku terutama Suamiku (Syafrul Yunardy) dan Anakku (Fahmi Muhammad AI Farisy) terima kasih telah mengijinkan terbaginya perhatian selama proses studi. Untuk keluarga besarku, terima kasih atas segala dukungannya. Bapak Or. Arianto A. Patunru, terima kasih untuk kesabaran, ketelatenan dan dedikasi dalam membimbing, serta kesediaannya berbagi keluasan ilmu, mulai dari diskusi "informal" sampai akhirnya menjadi diskusi "formal" sehingga dapat terwujud karya akhir ini. · Ibu Hera Susanti, S.E., M.Sc. dan Bapak Ir. Riyanto, t-1.5!., terima kasih atas arahannya agar karya akhir ini menjadi lebih baik serta kesabarannya dalam menguji. Untuk para pengajar di MPKP, terima kasih telah berbagi ilmu dan menambah wawasan, terima kasih untuk jajaran pengurus program MPKP yang telah memberikan kesempatan belajar. Bapak Oedy S. Priatna dan jajaran Pusbindiklatren Bappenas, terima kasih karena membantu terwujudnya semua ini dari segi finansial. Departemen Kehutanan terutama Badan Litbang Kehutanan, Pusdiklat Kehutanan dan Biro Kepegawaian, terima kasih atas ijin belajar yang diberikan.
Bapak Ir. Hardjono Arisman, terima kasih atas ijin penelitian di PT. Musi Hutan Persada dan berbagai kemudahan yang diberikan. Pak Darmo, Pak Ismantri, Ibu Dahlia, Ibu Atun dan Mbak Wiwin, terima kasih atas bantuannya sefama di lapangan. Budi, Mbak Rina, Danu, terima kasih untuk persaudaraannya. Andri, terima kasih untuk bantuan solusi saat kritis, rekan-rekan MPKP angkatan XIII pagi Salemba untuk kebersamaannya dalam menempuh studi. Mas Seno, terima kasih untuk kebersamaannya selama bimbingan. Bapak Ir. Bambang Sugiarto, Ibu Ir. Triwilaida, M.Sc, Bapak Edwin L. Yoroh serta rekan-rekan BALITTAMAN Palembang, terima kasih atas supportnya. Khusus untuk Bapak Ahmad Kona'i, terima kasih untuk semuanya. Tak lupa terima kasih untuk Mbak Septi, Mas Warto dan Mbak Aminah yang mendukung secara administrasi selama studi. Tak mungkin menyebutkan semua yang berperan satu per satu. Pada intinya, terima kasih untuk semua yang berperan. Akhir kata, kesempurnaan tianyalah milik Allah. Meskipun demikian, semoga karya tulis ini memberikan arti bagi sektor kehutanan, kebijakan publik dan ilmu pengetahuan pada umumnya. Amin.
DAFTAR lSI
KATA PENGANTAR DAFTAR lSI
ii
DAFTAR TABEL
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR LAMPIRAN
v
I.
PENDAHULUAN .................................................... .
1.1.
La tar Belakang Masalah ........................................... .
1
1.2.
Rumusan Permasalahan ......................................... ..
5
1.3.
Tujuan dan Manfaat Penelitian .................................. .
6
1.4.
Hipotesis ............................................................... .
6
II.
TINJAUAN LITERATUR ......................................... .
7
2.1.
Produksi ............................................................... . .
7
2.2.
Returns-to-scale ..................................................... .
7
2.3.
Fungsi Produksi ...................................................... .
8
2.4.
Fungsi Produksi Cobb-Douglas .................................. .
9
2.5.
Konsep Efisiensi ....................................... ~ ............. .
13
2.6.
Produksi dalam Pertanian ....................................... ..
17
2.7.
Penelitian Terdahulu .............................................. ..
18
III.
PT. Musi Hutan Persada ........................................ .
20
3.1.
Sejarah PT. Musi Hutan Persada .............................. ..
20
3.2.
Letak dan Luas ....................................................... .
21
3.3.
Program MBHM dan MHR ........................................ ..
23
IV.
METODOLOGI PENELITIAN .................................. .
25
4.1.
Ruang Lingkup ........................................-............... .
25
4.2.
Jenis dan Sumber Data ............................................ .
26
4.3.
Kerangka Anal isis ................................................... .
26
4.3.1.
Penentuan variabel yang signifikan ............... ..
28
4.3.2.
Menghitung returns-to-scale dan efisiensi teknis .... ....................................................
35
ii
v.
ANALISIS DAN PEMBAHASAN .............................. .
37
5.1.
Pengolahan Data .................................................... .
37
5.2.
Alasan pemilihan Varia bel ........................................ .
37
5.3.
Analisis variabel yang Berpengaruh terhadap Luas Realisasi Penanaman ............................................... .
41
5.3.1. Konstruksi Model...........................................
41
5.3.2. Penentuan Variabel yang Berpengaruh terhadap Luas Realisasi Penanaman ................ .
42
Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Luas realisasi Penanaman ............................................... .
56
5.4.
5.4.1.
Faktor yang Mempengaruhi Luas Realisasi Penanaman ................................................. .
57
Faktor yang Tidak Mempengaruhi Luas Realisasi Penanaman .. . .. .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. .. .... . .. ..
59
5.5.
Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi ............. .
61
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN ................. .
63
6.1.
Kesimpulan ............................................................ .
63
6.2.
Saran Kebijakan ..................................................... .
63
6.3.
Saran untuk penelitian Selanjutnya ........................... .
64
5.4.2.
DAFTAR PUSTAKA
65
iii
DAFTAR TABEL
No.
Teks
2.1.
antara hubungan berdasarkan teknis Efisiensi marginal product (MP), average product (AP), elastisitas (c) dan strategi pembuatan keputusan rna najeria I . . . . .. . .. . . . . . . . . . . .. .. . .. .. .. .. .. . .. .. .. .. .. .. . . .. . .. .. .. . . . Hasil estimasi efisiensi usahatani padi di Jawa Tengah (Purwoto, 1990) . . . . . . . . . . . . .. . . . . . . . ... . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .. . . . . Hasil estimasi efisiensi usahatani padi di Kabupaten Sidenreng Rappang (Bungi, 2003) ........................... Hasil estimasi Model 1 ......................................... :.... Hasil estimasi Model 2, 3 dan 4 ................................. Hasil estimasi Model 5.............................................. Hasil estimasi Model 6.............................................. Hasil estimasi Model 7, Model 8 dan Model 9 ............... Hasil estimasi Model 9 dan Model 10 .......................... Nilai elastisitas faktor produksi dalam pengelolaan HTI PT. Musi Hutan Persada ......................................
2.2. 2.3. 5.1. 5.2. 5.3. 5.4. 5.5. 5.6. 5.7.
Hal
15 18 19 43 45 50 52 53 55 62
iv
DAFTAR GAMBAR
No.
Teks
2.1.
Kurva hubungan antara output (Q), marginal product (MP) dan average product (AP) .. . .. .. .. .. .. .. .. .. .. . .. .. . .. .. .. .. . Model yang menjelaskan perbedaan hasil antara hasil lembaga eksperimen dan hasil yang dicapai usahatani . . . . Peta areal HTP PT. Musi Hutan Persada .........................
2.2. 3.1.
Hal 14 18 22
v
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Teks
1.
Perkembangan luas areal penanaman, target penanaman, karyawan, bibit, pupuk dan herbisida yang digunakan di PT. Musi Hutan Persada (1999-2004) ..........
Hal
69
2.
Matriks korelasi seluruh varia bel (sebelum estimasi) ...... ..
72
3.
Hasil estimasi Model 1 ................................................. .
73
4.
Hasil estimasi Model 2 ................................................ ..
75
5.
Hasil estimasi Model 3 ................................................. .
6.
Has II estimasi Model 4 ................................................. .
7.
Hasil estimasi Model 5 ........................................ ., ..... ..
76 77 78
8.
Hasil estimasi dengan varia bel be bas In BBT dan In PPK .. .
79
9.
Hasil estimasi dengan varia bel be bas In AREA dan In PPK ..
80
10.
Regresi antara produksi dengan variabel bebas secara individual ................................................................. .
81
11.
Hasil estimasi Model 6 ................................................. .
84
12.
Hasil estimasi Model 7 ................................................. .
85
13.
Hasil estimasi Model 8 ................................................. .
86
14.
Hasil estimasi Model 9 ................................................. .
87
15.
Hasil estimasi Model 10 .............................................. ..
88
vi
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
~1asalah
Undang-Undang
No.
41
Tahun
1999
tentang
Kehutanan
menyatakan bahwa hutan produksi merupakan salah satu fungsi hutan yang ditetapkan oleh pemerintah dalam tata guna hutan di Indonesia. Selanjutnya dalam Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1999 dinyatakan bahwa hutan Produksi adalah kawasan hutan yang diperuntukkan guna produksi hasil hutan untuk memenuhi keperluan masyarakat pada umumnya dan khususnya untuk pembangunan, industri dan ekspor. Hasil hutan adalah benda-benda hayati, non-hayati dan turunannya, serta jasa. Salah satu hasil hutan dalam bentuk benda hayati yang masih merupakan produk utama dari hutan adalah kayu.
Kayu merupakan
bahan baku bagi industri kehutanan yang sampai saat ini masih mampu menghasilkan devisa bagi Indonesia, meskipun peranannya semakin menurun jika dibandingkan tahun 1970-an. Pada awal Pembangunan Jangka Panjang Tahap I (PJPT I) produksi komoditi primer memberikan kontribusi sebesar 60% dari GDP dan ekspornya komoditi primer mencapai 94% dari total ekspor. Pada saat itu, sumbangan sektor perikanan dan kehutanan sebesar 50%. Pada awal tahun 1993 kontribusi komoditi primer terhadap GDP menurun,
sehingga
hanya
mencapai
39%
GDP,
sedangkan
kontribusinya dalam ekspor menjadi 60%. Tetapi di sisi lain, nilai tambah dari komoditi primer berkembang lebih dari 2 kali lipat, dari 21,3 trilyun rupiah pada tahun 1970 menjadi 44,3 trilyun rupiah pada tahun
1993
(Harga
Konstan
1983).
Pada
-periode
tersebut,
peningkatan untuk sektor renewable seperti kehutanan, pertanian dan perikanan adalah sebesar 91% (Kartodihardjo, 1994 ). Peningkatan
nilai
tambah
yang
cukup
signifikan
tersebut
tampaknya berkaitan dengan pelarangan ekspor kayu bulat pada
1
tahun 1980-an. Peraturan mengharuskan ekspor kayu dalam bentuk barang jadi atau setengah jadi. Tetapi, bersamaan dengan itu, kemampuan hutan alam produksi yang dikelola dalam bentuk konsesi HPH untuk memasok bahan baku bagi industri kehutanan semakin menurun. Pada Pelita I sampai Pelita IV produksi kayu hutan alam dapat memasok kebutuhan industri sebesar 40 juta meter kubik per tahun, tetapi pada Pelita V hanya 31,4 juta meter kubik per tahun dan pada Pelita VI semakin menurun, yaitu hanya mencapai 22,5 juta meter kubik pertahun. Pada era reformasi, pasokan kayu dari hutan alam semakin menurun (Astana, Poernama dan Sinaga, 2002).
Hal ini terjadi karena prinsip pengelolaan hutan
produksi alam secara lestari tidak berjalan, sehingga yang terjadi adalah
eksploitasi
keberhasilan pemerintah
hutan
kegiatan melalui
alam
secara
permudaan. Departemen
berlebihan
Seh!ngga Kehutanan
tanpa
diikuti
pada tahun mulai
2000
menetapkan
moratorium penebangan hutan a lam. Adanya indikasi penurunan kemampuan hutan produksi alam dalam memasok bahan baku bagi industri kehutanan mendorong pemerintah
untuk
Industri (HTI).
menggalakkan
pembangunan
Hutan
Tanaman
Pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 7
tahun 1990 sebagai landasan hukum program pembangunan HTI. Hutan Tanaman Industri adalah hutan yang dibangun dalam rangka meningkatkan potensi dan kualitas hutan produksi dengan menerapkan sistem budidaya hutan (silvikultur) intensif. utama pembangunan hutan tanaman industri
Sasaran
adalah merehabilitasi
kawasan hutan produksi yang rusak dan tidak produktif.
Selain itu,
dalam Peraturan Pemerintah tersebut juga disebutkan bahwa kayu hasil rehabilitasi harus diproses oleh pabrik (proses nilai tambah) dan barang akhir hasil proses produksi
pabrik harus dapat menghasilkan
devisa. Sehingga bisa dikatakan bahwa membangun hutan bukan berarti merehabilitasi kawasan hutan yang rusak saja, melainkan menuju pada sasaran yang lebih tinggi, yaitu membangun industri hasil hutan yang bahan bakunya berasal dari sumber yang terbarukan.
2
Untuk menarik investor dalam kegiatan pembangunan HTI, pemerintah menawarkan skema pendanaan berupa Penyertaan Modal pemerintah (PMP) dan pinjaman dengan bunga nol persen (pada saat harga modal 20% per tahun).
Penyertan Dana Reboisasi untuk
membiayai pembangunan HTI itu diatur dengan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Kehutanan (No. 169/Kpts-II/90) dan Menteri
Keuangan
(No.456/KMK.013/90),
tanggal
13 April
1990
(Iskandar, 2004 ). Dari
kegiatan
pembangunan
HTI
tersebut,
saat
ini
dari
persediaan yang ada (standing stock) yang ada kemampuan HTI menghasilkan kayu adaiah 20 sampa! 25 meter kubik per tahun. Sedangkan
kapasitas
terpasang
industri
berbdsis
kehutanan
membutuhkan bahan baku mencapai 63,48 meter kubik per tahun. Jadi, HTI hanya mampu menghasilkan 1/3 dari kebutuhan industri. Padahal mulai tahun 2000 pemerintah telah menetapkan moratorium penebangan hutan alam untuk memasok kebutuhan industri berbasis kehutanan. Sehingga untuk menjamin kelangsungan industri berbasis kehutanan diperlukan lebih dari 6 juta hektar hutan tanaman baru yang harus dipenuhi dalam jangka waktu 25 tahun (Hartono, 2002). Disisi lain, jika diamati kondisi saat ini, HTI yang masih mampu bertahan adalah HTI "besar" yang didukung oleh pemodal kuat dan luas arealnya mencapai ratusan ribu hektar.
Padahal jika dilihat dari
sejarahnya, pemberian luas areal HTI sangat beragam, mulai dari 1.500 hektar sampai ratusan ribu hektar.
Sehingga bisa dikatakan
telah terjadi fenomena gulung tikarnya HTI kecil, sedangkan HTI besar yang masih bertahan terus berusaha melakukan ekspansi luas areal untuk menghasilkan kayu sebagai bahan baku industri. Sebenarnya pemerintah telah berusaha mengatasi agar kondisi ini tidak semakin perah dengan menerbitkan Keputusan Menteri Kehutanan No. 728 Tahun 1998 yang berusaha membatasi luas areal konsesi perusahaan pemegang perusahaan
hutan
tanaman
Hak Pengusahaan Hutan (HPH) dan industri
dalam
rangka
menghindari
terjadinya konglomerasi dan membuka akses untuk berinvestasi.
3
Dalam keputusan tersebut dinyatakan bahwa dalam satu propinsi konsesi
pemegang
setiap
berhak . mengelola
HPH
areal
konsesi
maksimal seluas 100.000 hektar, sedangkan untuk seluruh Indonesia setiap pemegang konsesi HPH maksimal mengelola areal konsesi seluas 400.000 hektar.
Tetapi keputusan ini tidak dapat begitu saja
diterapkan mengingat sebelumnya telah banyak perusahaan
HTI
dengan luas areal konsesi ratusan ribu hektar, dan mereka-lah yang sampai saat ini masih mampu bertahan. Selain masalah kontradiksi di atas, kemampuan HTI untuk memenuhi kebutuhan
industri masih rendah
dan adanya
upaya
ekspansi luas dari HTI dalam rangka memenuhi kebutuhan industri. Tetapi, sebenarnya masih belum diketahui dampak ekspansi luas areal konsesi
~erfladap
produktivitas HTI.
Bisa jadi sebenarnya ekspansi
luas yang berarti penggandaan input berupa tanah menghasilkan perubahan output kurang dari penggandaan input (decreasing returns to scale) bagi HTI, bukan berdampak peningkatan output yang lebih
dari penggandaan input (increasing returns to scale). Ekspansi luas areal konsesi secara terus menerus pada suatu saat juga akan dihadapkan pada kendala berupa terbatasnya luas kawasan
hutan
produksi.
Dan
akhirnya
bisa
berdampak pada
terjadinya konversi kawasan hutan konservasi menjadi kawasan hutan produksi yang bisa merupakan ancaman bagi kelestarian hutan. Kontradiksi antara usaha untuk memenuhi kebutuhan kayu sebagai bahan baku industri berbasis kehutanan dengan usaha untuk menjaga kelestarian HTI dan hutan pada umumnya, menuntut suatu pengelolaan HTI yang mempertimbangkan efisiensi. efisiensi
yang
dimaksudkan
terutama
yang
Dalam hal ini
berkaitan
dengan
penggunaan sumberdaya atau faktor produksi tanah. Faktor produksi tanah,
dalam
hal
ini
adalah
kawasan
hutan
produksi memiliki
keterbatasan luas. Dengan terbatasnya kawasan hutan produksi maka diperlukan pengelolaan yang efisien agar dalam jangka panjang kelestarian hasil tercapai tanpa harus mengancam kawasan konservasi. Diharapkan dengan adanya efisiensi dalam pengelolaan HTI maka
4
dengan luas areal konsesi yang terbatas HTI dapat berproduksi secara lestari. Sehingga konsep efisiensi perlu dijadikan pertimbangan dalam pemberian konsesi HTI agar areal hutan produksi yang terbatas dapat dikelola dengan efisien sehingga menghasilkan output yang optimal. . Dan pada akhirnya kawasan konservasi juga tidak terancam dikonversi menjadi hutan produksi karena inefisiensi pengelolaan HTI. 1.2. Rumusan Permasalahan Penurunan
sumbangan
devisa
sektor
kehutanan
ditindaklanjuti agar tidak terjadi secara terus menerus.
perlu
Diperlukan
suatu usaha untuk meningkatkan produksi dan produktivitas HTI sebagai salah satu mata rantai dalam industri kehutanan dalam rangka revitalisasi sektor kehutanan, khususnya industri kehutanan. Peningkatan produksi dan produktivitas ini dapat dilakukan dengan usaha intensifikasi maupun ekstensifikasi.
Tetapi untuk
ekstensifikasi, keterbatasan luas kawasan hutan produksi menjadi kendala. Perhatian utama dalam membahas hubungan produksi).
antara
input
(faktor
produksi)
produksi terletak pada dengan
output
(hasil
Peranan input terhadap output dapat dilihat dari jenis,
kualitas, ketepatan jumlah dan waktu penyediaannya serta dapat juga dilihat dari segi efisiensi penggunaan faktor produksi.
Karena faktor-
faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya kesenjangan antara produktivitas aktual dengan produktivitas potensial. Namun demikian, tersedianya faktor produksi atau input dalam jumlah cukup dan tepat waktu belum berarti produktivitas yang dicapai akan tinggi.
Yang lebih penting adalah bagaimana faktor
produksi digunakan secara efisiensi.
Menurut Sawit (1985) seperti
yang dikutip oleh Damanhuri (1985); Soekartawi (2002) dan Gazpers (2003), konsep
efisien~i
sendiri dibedakan menjadi :
a. Efisiensi teknis, yaitu suatu komposisi alokasi faktor produksi sedemikian rupa sehingga dapat dicapai produksi yang tinggi
5
b. Efisiensi harga, yaitu dicapainya hasil yang tinggi melalui komposisi alokasi faktor produksi sedemikian rupa dengan biaya termurah c. Efisiensi ekonomis, yaitu pencapaian produksi yang tinggi melalui
adanya efisiensi teknis dan harga secara bersamaan. Pertanyaan penelitian ini dibatasi pada : 1) Faktor-faktor apakah yang berpengaruh terhadap tingkat produksi HTI? 2)
Apakah
tingkat
kombinasi
penggunaan
input
dalam
proses
produksi sudah memenuhi syarat efisiensi teknis? Pembatasan penelitian pada efisiensi teknis dilakukan karena output yang
digunakan
dalam
penelitian
ini
merupakan
penanaman yang tidak dapat dirupiahkan.
luas
realisasi
Sehingga perhitungan
efisiensi harga dan ekonomis tidak dapat dilakukan.
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan penelitian ini adalah : 1) Mengetahui faktor-faktor
yang berpengaruh terhadap tingkat
produksi yang telah dicapai HTI 2)
Mengetahui tingkat efisiensi teknis HTI Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai tingkat efisiensi teknis pengelolaan
HTI
bagi
kebijakan di sektor kehutanan maupun pengusaha HTI.
penentu Informasi
tersebut diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pemberian konsesi
HTI
terlupakan.
sehingga
kelestarian
hasil
dan
areal
hutan
tidak
Sedangkan bagi pengusaha, dapat dijadikan informasi
sebagai dasar bagi pengelolaan HTI yang produktif dan efisien.
1.4. Hipotesis Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah : 1) Tingkat produksi HTI dipengaruhi secara positif oleh faktor luas lahan, jumlah tenaga kerja, penggunaan bibit, pupuk dan herbisida 2) Kombinasi
penggunaan
input
dalam
pengelolaan
HTI
telah
memenuhi kondisi efisiensi teknis
6
II. TINJAUAN LITERATUR
2.1.
Produksi Produksi merupakan transformasi dari berbagai input yang juga
disebut faktor produksi menjadi output.
Sebenarnya "produksi"
merujuk pada seluruh aktivitas yang terlibat dalam menghasilkan output, dari meminjam untuk membangun atau melakukan ekspansi fasilitas produksi, menyewa tenaga kerja, membeli bahan mentah, mengendalikan mutu, akuntansi biaya dan lain-lain, bukan sematamata transformasi input menjadi output (Salvatore, 2001). Input merupakan berbagai sumberdaya atau faktor produksi yang digunakan dalam menghasilkan output yang dapat berupa barang dan jasa.
Berdasarkan sumber daya, input diklasifikasikan menjadi
tenaga kerja, modal dan tanah (sumberdaya alam).
Selain itu input
juga dapat diklasifikasikan menjadi input tetap dan input variabel. Input tetap adalah input yang tidak mudah dirubah dengan mudah selama periode tertentu. Sedangkan input variabel adalah input yang dapat divariasikan dengan mudah dan cepat.
Periode waktu dimana
paling tidak masih ada satu input yang tetap disebut dengan periode jangka pendek (short run), sedangkan periode waktu dimana seluruh input sudah merupakan variabel disebut periode jangka panjang (long run)
(Pindyck and
Rubinfeld,. 2005;
Salvatore,
2001).
Output
perusahaan dapat berupa komoditas akhir. atau berupa produk yang menjadi input bagi proses produksi yang lain (Salvatore, 2001).
2.2. Returns-to-scale Dalam
jangka
panjang,
suatu
perusahaan
mempertimbangkan cara terbaik untuk meningkatkan output.
harus Salah
satu cara yang dapat dilakukan adalah dengan meningkatkan semua input
produksi secara proporsional.
Returns-to-scale merupakan
suatu tingkatan dimana output meningkat sebagaimana peningkatan input secara proporsional.
Terdapat tiga macam kondisi proporsi
7
peningkatan output, yaitu increasing, constant dan decreasing returns
to scale. Increasing returns to scale adalah kondisi dimana jika input digandakan maka terjadi penambahan output lebih dari penggandaan input. Jika terjadi increasing returns to scale, maka secara ekonomis menguntungkan
untuk mempunyai
satu
perusahaan
besar yang
beroperasi dengan biaya relatif rendah dibandingkan dengan banyak perusahaan dengan biaya yang relatif tinggi. Kemungkinan kedua adalah constant
returns to scale dimana
proporsi penggandaan output besarnya sama dengan penggandaan input.
Pada kondisi ini, produktivitas rata-rata adalah konstan, baik
pabrik itu besar maupun kecil. Apabila proporsi penambahan output besarnya kurang dari penggandaan input, maka kondisi ini disebut decreasing returns to
scale. Hal ini mungkin terjadi jika terjadi kesulitan manajemen karena kesulitan organisasi dan mengelola operasi skala besar yang berakibat pada penurunan produktivitas.
Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa decreasing returns to scale berkaitan dengan masalah tugas koordinasi dan mempertahanka n garis komunikasi yang bermanfaat antara manajemen dan pekerja (Pyndick and Rubinfeld, 2005).
2.3.
Fungsi Produksi Fungsi produksi adalah persamaan, tabel atau grafik yang
menunjukkan
output
maksimum
yang
dapat
dihasilkan
oleh
perusahaan pada setiap kombinasi input dalam jangka waktu tertentu (Pindyck
and
Rubinfeld,
2005;
Salvatore,
2001).
Atau . secara
sederhana Soekartawi (2002) menyatakan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara input produksi dengan output produksi. Analisa
fungsi
produksi
dilakukan
untuk
memperoleh
informasi
bagaimana sumberdaya yang terbatas seperti tanah, tenaga kerja dan modal dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat diperoleh.
8
Fungsi produksi dapat digunakan untuk mendapatkan berbagai informasi, antara lain : 1) Menentukan kombinasi input- output yang baik, 2)
Sampai berapa besar input -
output tersebut
berpengaruh
terhadap output yang diperoleh (Soekartawi, 2002; Simatupang,
1988). 2.4. Fungsi Produksi Cobb-Douglas
Salah satu fungsi
produksi yang banyak digunakan untuk
analisis produksi adalah fungsi
produksi Cobb-Douglas 1 •
Fungsi
produksi Cobb-Douglas banyak digunakan dan dikembangkan oleh para peneliti termasuk untuk bidang pertanian.
Sehingga dalam
perkembangannya bukan hanya dalam bentuk fungsi produksi saja, tetapi juga sebagai "fungsi biaya Cobb-Douglas", 'fungsi keuntungan Cobb-Douglas" atau berbagai modifikasinya (Soekartawi, 2002 dan Bungi, 2003). Menurut Salvatore (2001), misalkan jumlah produksi suatu barang (Q) yang diperoleh dengan menggunakan dua macam input yaitu modal (K) dan tenaga kerja (L), maka hubungan antara input dan output dapat dituliskan dalam fungsi produksi Cobb-Douglas sebagai berikut : Q
= AKalb
Dimana:
Q K L A, a, b
1
= jumlah output = jumlah modal yang digunakan = jumlah tenaga kerja
= parameter yang diestimasi
Fungsi Produksi Cobb-Douglas diperkenalkan oleh Cobb, C. W. dan Douglas, P. H. pada 1928 melalui artikelnya yang berjudul "A Theory of Production'~ American Economic Review 18 (Suplement), halaman 139-165
9
Soekartawi (2002) menyatakan, jika input atau variabel bebas lebih dari dua, maka secara umum fungsi produksi Cobb-Douglas dapat dinyatakan sebagai : Y = aX 1b1 X2 b2 ···• X bn eu n
Dimana : y
X a,b u
e
= = = = =
variabel yang dijelaskan variabel yang menjelaskan parameter yang diestimasi kesalahan (disturbance term), dan logaritma natural
Untuk kasus pertanian, input atau vari0b2: bc:b;:;.;
tEr~;;;
adalah tenaga
kerja, pupuk, air, pestisida, benih, sewa traktor, tanah, peralatan, infrastruktur serta iklim (Sadoulet dan de Janvry, 1995). Salvatore (2001) menyatakan bahwa fungsi produksi CobbDouglas sering digunakan karena mempunyai beberapa kelebihan, yaitu: 1) Produk marginal dari modal dan produk marjinal dari tenaga kerja
tergantung ' pada
kuantitas
keduanya,
baik
kuantitas
modal
maupun tenaga kerja yang digunakan dalam produksi. Secara matematis persamaan produksi marjinal modal dan tenaga kerja dapat dituliskan sebagai berikut : Persamaan untuk produksi marjinal dari modal adalah : PMK = aQJaK = aAKa- 1 Lb = a . Q/K atau PMK = a (AKalb) K
PMK =a. Q/K Dimana: PMK = produksi marjinal dari modal a = parameter atau koefisien regresi variabel modal Q/K = produksi rata-rata modal Persamaan untuk produksi marjinal dari tenaga kerja adalah : Pfvk = aQJ ol = bAKa Lb- 1 = b . Q/L a tau PML = b (AKalb) K
PML = b. Q/L
10
Dimana: PML = produksi marjinal dari modal b = parameter atau koefisien regresi variabel tenaga kerja Q/L = produksi rata-rata modal
2)
Eksponen
K dan
L,
yaitu
a
dan
b
secara
berturut-turut
mencerminkan elastisitas produksi dari modal dan tenaga kerja (EK dan EL), dan dapat digunakan untuk mengukur returns-to-scale
+ b). Kondisi a
(yaitu a
= b > 1, menunjukkan increasing returns ..
to scale, kondisi a + b < 1, menunjukkan decreasing returns to scale. Kondisi a + b = 1 , menunjukkan constant returns to scale. Elastisitas modal terhadap output
secara kalkulus merupakan
turunan parsial output (Q) terhadap modal (K).
Jika dinyatakan
secara matematis adalah : EK
=QQ. K
aK Q EK
EK
= .(Q_Q). . K K Q
=a
Dimana : EK= elastisitas produksi modal a = eksponen atau koefisien regresi variabel modal Dengan cara yang sama terhadap output, yaitu : EL = QQ · b aL Q
EL
diperoleh
elastisitas
tanaga
kerja
= b
Dimana : = elastisitas produksi modal b = eksponen atau koefisien regresi variabel modal
EL
Sehingga 3)
EK - EL
= a
+b
= returns-to-scale
Fungsi produksi Cobb-Douglas dapat diestimasi dengan analisis regresi dengan melakukan transformasi ke dalam bentuk double
log, sehingga persamaan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat ditulis menjadi : In Q = In A + a In K + b In L
11
4)
Fungsi
produksi
dikembangkan
Cobb-Douglas
dengan
dapat
menggunakan
dengan
lebih
dari
dua
mudah input,
misalnya modal, tenaga kerja dan sumberdaya alam atau modal tenaga kerja produksi dan tenaga kerja non-produksi. Fungsi Cobb-Douglas dapat diestimasi dari data deret waktu (time series) atau menggunakan data untuk sejumlah perusahaan, industri
atau negara pada suatu titik waktu (data cross section) (Sadoulet dan de Janvry, 1995). Soekartawi (2002) menyatakan, bahwa karena penyelesaian fungsi Cobb-Douglas seringkali dilogaritmakan dan diubah fungsinya menjadi fungsi linier, maka ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi sebelum menggunakan fungsi Cobb-Douglas.
Persamaan
tersebut adalah : 1) Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol.
Sebab logaritma
dari bilangan nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite) 2)
Dalam fungsi produksi, perlu asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan.
Ini berarti kalau fungsi Cobb-
Douglas digunakan sebagai model dalam suatu pengamatan, dan bila diperlukan analisa lebih dari satu model (misalkan dua model), maka perbedaan model tersebut terletak pada intersep, dan bukan pada kemiringan garis (slope) model tersebut. 3)
Setiap variabel bebas tidak berkorelasi secara sempurna
4)
Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim sudah tercakup pada error. Disamping
berbagai
kelebihannya,
fungsi
Cobb-Douglas
mempunyai beberapa kelemahan, antara lain adalah : 1)
Bias
terhadap
variabel
manajemen.
Variabel
manajemen
merupakan faktor penting untuk meningkatkan produksi, tetapi sulit dijadikan
variabel
bebas karena
terkait dengan
fungsi
manajemen yang lain misalnya manajemen penggunaan pupuk, bibit, dan lain-lain yang akan meningkatkan efisiensi teknis. Karena
variabel
manajemen
erat
kaitannya
dengan
proses
12
pengambilan keputusan, dalam mengalokasikan variabel input, maka melipakan variabel ini dalam pendugaan akan menghasilkan dugaan yang bias 2) Asumsi bahwa teknologi dianggap netral, yang artinya intersep boleh beda tetapi slope sama, padahal belum tentu teknologi di daerah penelitian adalah sama, dan lain-lain. Dalam
penelitian
ini,
fungsi
produksi
Cobb-Douglas dipilih
sebagai metode dalam menganalisis efisiensi teknis karena : 1) Fungsi
produksi
dikembangkan
Cobb-Douglas
dengan
dapat
menggunakan
lebih
dengan dari
mudah
dua
input,
misalnya modal, tenaga kerja dan sumberdaya alam 2) Jika dilakukan estimasi dengan analisis regresi dengan melakukan transformasi ke dafam bentuk double log, maka koefisien regresi yang dihasilkan merupakan elastisitas dari setiap faktor produksi. Dan penjumlahan dari nilai elastisitas ini akan menghasilkan returns to scale yang menggembarka n efisiensi. 2.5.
Konsep Efisiensi
Dalam ekonomi manajerial, terutama yang berkaitan dengan konsep efisiensi produksi, dikenal istilah efisiensi teknis (technical efficiency), dan efisiensi ekonomis (economic efficiency).
Menurut
Yotopoufos dan Nugent (1976) seperti dikutip oleh Bungi (2003) kebanyakan fungsi produksi berfokus pada efisiensi.
Secara umum
efisiensi dibedakan menjadi tiga, yaitu : 1) Efisiensi teknis. Efisiensi teknis adalah hasil produksi maksimum yang dapat dicapai
untuk
kombinasi
tertentu
(Yotopoulos dan Nugent, 1976).
tingkat
decision
variables
Atau dengan kata lain efisiensi
teknis menggambarka n kapasitas suatu satuan ekonomi untuk menghasilkan output sebesar mungkin der:tgan seperangkat
input
dan
teknologi
tertentu.
menggunakan Efisiensi
tcknis
berhubungan secara langsung dengan faktor-faktor yang berada di bawah kontrol manajemen (Siahaan, 2000).
13
Dalam kondisi short run, dan input yang digunakan hanya tenaga kerja (L), maka elastisitas output dari tenaga kerja menggambarkan
persentase
perubahan
output
terhadap
persentase perubahan jumlah tenaga kerja yang digunakan. Jika dinotasikan adalah sebagai berikut : EL = Ofo[\Q
%t1L
=ML_._L t1L Q = t10/t1L
Q/L EL = MPJAPL
Dengan demikian,
elastisitas output dari suatu input merupakan
rasio marginal product (MP) terhadap average product (AP). Sedangkan hubungan antara output (Q), marginal product (MP) dan average product (AP) dalam bentuk kurva disajikan pada
Gambar 2.1.
Q
Qo
L MP,AP
/\P
MP
Gambar 2.1. Kurva hubungan antara output (Q), marginal product (MP) dan av·erage product (AP) 14
Berdasarkan konsep bahwa elastisitas (E) memperhatikan
hubungan
product (MP) dan
antara output total
= · MP/AP (Q),
serta
marginal
average product (AP) dapat ditarik beberapa
kesimpulan seperti yang disajikan pada Tabel 2.1. Tabel 2.1. Efisiensi teknis berdasarkan hubungan antara marginal product (MP), average product (AP), elastisitas (E) dan strategi pembuatan keputusan manajerial (Gaspersz, 2003) No.
Elastisitas produksi
Situasi
1.
MP>AP
E = MP/AP > 1, elastis
2.
MP=AP
E
3.
MP<AP
E = MP/AP < 1, inelastis
Akibat pada AP meningkat
Keputusan Tambah input
..
I
= MP/AP
= 1, unitary
maksimum menu run
Input tetap
I Kurangi input 1
Gaspersz (2000) seperti dikutip Bungi (2003) menyatakan bahwa efisiensi teknis tercapai jika marginal product (MP) sama dengan produksi rata-rata, atau elastisitas produksi sama dengan satu, dimana produksi rata-rata mencapai maksimum. Dalam kondisi ini produsen harus menggunakan input dalam jumlah tetap sesuai yang telah dicapai pada saat itu. Tetapi penggunaan input masih berada pada daerah rasional selama perbadingan antara MP dan AP bernilai antara nol sampai dengan satu dan elastisitas produksi lebih besar atau sama dengan nol dan lebih kecil atau sama dengan satu (0 2)
~ E ~
1)
Efisiensi alokatif Efisiensi alokatif atau efisiensi harga adalah upaya penggunaan input yang sekecil-kecilnya untuk mendapatkan produksi yang sebesar-besarnya.
Situasi ini akan terjadi kalau petani mampu
mengupayakan nilai produk marginal (NPMx) untuk suatu input sama dengan harga input tersebut (Px) (Soekartawi, 2002). Secara matematis dapat dituliskan sebagai : NPMxi
= Pxi,
atau
NPMxi = 1
15
I I j
Efisiensi alokatif tidak hanya berhubungan dengan faktorfaktor yang berada di bawah kontrol manajemen seperti halnya pada efisiensi teknis.
Efisiensi alokatif berhubungan dengan
banyak sumber termasuk harga sebenarnya (actual prices) dan harga ekspektasi atau expected prices (Siahaan, 2000). 3)
Efisiensi ekonomis Efisiensi ekonomis dalam pengertian kegiatan berproduksi dilakukan dengan menggunakan kombinasi input sedemikian rupa sehingga diperoleh keuntungan. Bagi pengusaha besar yang tidak mempunyai kendala biaya untuk pengadaaan bagaimana
input yang diperlukan, dia akan berpikir
mengalokasikan
input
seefisien
memperoleh produksi yang maksimal. pendekatan maximization.
memaksimumkan Sedangkan
mungkin
untuk
Konsep ini dikenal dengan
keuntungan
pengusaha
kecil
atau
profit
yang terkendala
dengan biaya akan memaksimumkan keuntungan dengan kendala biaya yang terbatas. Konsep ini dikenal dengan cost minimization. Dalam konsep profit maximization, terdapat asumsi bahwa decision variable tersedia dalam jumlah tidak terbatas.
Tetapi
kenyataannya, dalam kasus HTI, luas kawasan hutan produksi adalah terbatas. Menurut Gaspersz (2000) apabila
suatu
sistem
produksi
menggunakan n jenis input, katakan X1, X2, .... , Xn serta harga masing-masing input secara berturut-turut adalah Px 1, Px2, ... ,Px,, maka keseimbangan produsen yang meminimumkan biaya total produksi akan tercapai dengan memenuhi kondisi berikut : NPMxd Px1 = NPMx2 I Px 2 = ... =NPMxn I Pxn > 1 Apabila kondisi keseimbangan produsen yang menggunakan n jenis input tersebut tidak tercapai, manajer harus melakukan tindakan korektif dengan memperhatikan input apa yang harus dikurangi
untuk meningkatkan
tersebut
dan jenis. input apa
marginal product (MP)
yang
harus
ditambah
input untuk
menurunkan marginal product (MP) input tersebut.
16
2.6. Produksi dalam Pertanian Ketika
membahas
kegiatan
berproduksi
dalam
konteks
pertanian, peranan input bukan hanya dilihat dari macamnya atau ketersediannya dalam waktu yang tepat, tetapi juga dapat ditinjau dari segi efisiensi penggunaan faktor produksi.
Karena faktor-faktor
tersebut menyebabkan terjadinya kesenjangan produktivitas (yield gap) antara produktivitas yang seharusnya dan produktivitas ya11g
dihasilkan oleh petani (Mubyarto, 1989; Soekartawi, 2002). Selanjutnya Soekartawi (2002) menyatakan bahwa kesenjangan produktivitas ini bisa terjadi karena faktor yang sulit diatasi manusia (petani) seperti
adanya teknologi yang tidak dapat dipindahkan dan
adanya perbedaan lingkungan, misalnya iklim. Ka: ena kedua faktor ini sangat sulit diatasi petani, maka terdapat perbedaan hasil yang menyebabkan
kesenjangan
produktivitas
dari
kegiatan
hasil
eksperimen dengan potensi dari suatu usahatani yang sering disebut sebagai kesenjangan produktivitas pertama (yield gap I). Sedangkan yield gap II merupakan
perbedaan produktivitas
dari potensi suatu usahatani dengan yang dihasilkan oleh petani.
Hal
ini sering disebabkan oleh kendala biologi seperti perbedaan variet:as, adanya tanaman pengganggu, hama-penyakit, kondisi tempat tumbuh, dan lain-lain.
Selain itu, kendala sosial-ekonomi seperti perbedaan
besarnya biaya dan penerimaan usahatani, harga produksi, kebiasaan dan sikap, kurangnya pengetahuan, tingkat pendidikan petani, resiko berusaha dan lain-lain juga bisa menjadi penyebab yield gap II. Lebih jelasnya, Gambar 2.2. menyajikan model perbedaan hasil antara hasil lembaga eksperimen dan hasil yang dicapai usahatani.
17
Yield gap I
Yield gap II
Hasil Lembaga Eks rimen
Gambar 2.2. 2. 7.
Model yang menjelaskan perbedaan hasil antara hasil lembaga eksperimen dan hasil yang dicapai usahatani
Penelitian Terdahulu Beberapa
penelitian terdahulu
yang
melakukan pendugaan
fungsi produksi dan dapat dijadikan bahan perbandingan antara la in adalah : 1) Efisiensi usahatani padi (Purwoto, 1990) Penelitian efisiensi usahatani padi dengan studi kasus di dua desa di Jawa Tengah dengan menggunakan fungsi produksi CobbDouglas, hasilnya disajikan pada Tabel 2.2. Tabel 2.2 . Hasil estimasi efisiensi usahatani padi di Jawa Tengah (Purwoto, 1990}
I ·-·-____~aria bel Be bas Konstanta Luas lahan garapan (X 1 ) Pupuk Buatan (X3) Tenaga kerja manusia (X4) R2 adjusted F-statistic
Koefisien Regresi 5.5819 0.6440 0.2689 0.2689 0.9438 257 .3030
*** *** ** **
·-
t-statistic 6.0790 4 .9333 2.4130 2.1760
***
Keterangan : Y = jumlah produksi padi (kg) *** = signifikan pad a a= 1% ** = signifikan pada a=5%
18
Hasil
penjumlah e·lastisitas produksi menunjukkan
leoih
besar dari 1, yaitu 1.07. Berarti terjadi increasing return!i to scale pada usahatani tersebut. Dalam kondisi ini, jika input digandakan maka output akan meningkat lebih dari dua kali lipat.
2) Efisiensi penggunaan faktor produksi dalam usahatani padi (Bungi, 2003) Penelitian
efisiensi
penggunaan
faktor
produksi
dalam
usahatani di Kabupaten Sidenreng Rappang dengan menggunakar. fungsi produksi Cobb-Douglas yang dilinearkan dengan double log, hasilnya disajikar. pada Tabel 2.3. Tabel 2.3.
padi di kabupaten
Variabel Bebas
I I
Koefisien Regresi 23.7593 ** 1.2127 ••• - 0.4389 - 0.7506 - 0.2409 ** 0. 7954 ** - 0.2119 •• - 0.1129 ** 0,9806 80.2988 ...
Konstanta In AREA In BBT In PPK In IRGTK In TRD In HSP D1 R2 adjusted
~-statistic
t-statist!c 4.0080 7.6453 -1.6208 -2.5518 -2.9407 2.9184 -2 • 9228 I. -3.4594 :
Keterangan : Y = In PROD = jumlah produksi gabah kering panen (kg) AREA = luas areal panen (ha) BBT = jumlah benih yang digunakan (kg) PPK = jumlah pupuk urea yang dipakai (kg) IRGTK = luas lahan yang terjangkau irigasi teknis (ha) TRD = jumlah traktor roda dua yang kondisinya baik (unit) HSP = jumlah handsprayer yang kondisinya baik (unit) 01 =variable du111111y' ei 11i110 .i998 *** = signifikan pad a a= 1% *"' = signifikan pada a=5% Jumlah koefisien elastisitas semua faktor produksi adalah 0.3657,
berarti
lebih
kecil
dari
1. Dengan demikian
koridisi
usahatani padi di Kabupaten Sidenreng Rappang berada pada kondisi decreasing returns to scale, yang mengindikasika n belum terjadi efisiensi secara teknis.
19
III. PT. MUSI HUTAN PERSADA
3.1.
Sejarah PT. Musi Hutan Persada
Berdirinya PT. Musi Hutan Persada diawali dengan pembicaraan antara Barito Pacific Group dengan pejabat pemerintah an di Jakarta dan Palembang pada bulan Maret 1989 untuk mengadaka n percobaan penanaman Acacia mangium di kelompok hutan Subanjeriji dan Martapura Propinsi Sumatera Selatan seluas 50.000 hektar paling lama dalam waktu 5 tahun. dengan
Surat
Usulan ini disetujui oleh Menteri Kehutanan
Keputusan
No.
1775/Menh ut-V/1989.
Selanjutnya ,
dengan mengikuti peraturan· Menteri Kehutanan, Barito Pacific Group yang dalam hal ini diwaliki oleh PT. Enim Musi Lestari membentuk perusahaan patungan dengan PT.
INHUTANI II yang pada waktu itu
diberi tugas oleh Departemen Kehutanan untuk membangun kawasan hutan tidak produktif di Kabupaten Muara Enim Propinsi Sumatera Selatan.
Perusahaan patungan tersebut diberi nama PT.
Musi Hutan
Persada (Simon dan Arisman, 2004). Sasaran usaha PT. Musi Hutan Persada (MHP) antara lain : 1)
Meningkatk an sumbangan bidang kehutanan dalam arti seluasluasnya bagi pendapatan nasional yang diperoleh antara lain dari industri hasil hutan
2)
Meningkatk an produktivita s lahan kosong atau kritis terutama dalam areal pencadangan HPHTI
3)
Memberikan
kesempatan
kerja
kepada
penduduk
lol
transmigran dan peladang berpindah yang berada di sekitar areal HPHTI 4)
Ikut serta dalam usaha meningkatk an produksi bah an pangan, palawija dan hortikultura melalui pelaksanaan agroforestry pada lahan HTI.
20
Selain bergerak pada bergerak pada pembangunan HTl, PT. MHP juga melakukan usaha lain yang mempunyai hubungan dengan bidang usaha tersebut di atas baik secara sendiri-sendiri maupun bersama-sama dengan badan-badan usaha seperti badan usaha kecil dan koperasi, misalnya : agribisnis, jasa kontraktor dan usaha kecil lainnya (PT. Musi Hutan Persada, 2000). Percobaan pembuatan tanaman sudah dimulai sejak tahun 1990/1991.
Setelah penanaman mulai terlaksana dan menunjukkan
hasil seperti yang diharapkan, rencana untuk menghasilkan kayu sebesar 2.150.000 meter kubik per tahun untuk menghasilkan pulp 500.000 ton per tahun akan dapat tercapai.
Pada skala produksi
tersebut, PT. MHP akan mampu memenuhi maksud pembangunan HTl, sehingga pembangunan HTi mulai dilaksanakan. Menurut revisi studi kelayakan yang disahkan oleh Direktur Jenderal Pengusahaan Hutan tahun 1995, manfaat yang akan diberikan oleh PT. MHP adalah : 1)
Penyerapan tenaga kerja sebesar 14.329 orang untuk kegiatan pembangunan hutan 2.000.000 hektar per tahun
2)
Sumbangan untuk PDRB propinsi Sumatera Selatan sebesar Rp. 12.474.703.130,00 atau 0,11% terhadap seluruh PDRB tahun 1993
3)
Meningkatkan pendapatan negara melalui Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Perseroan, PBB, luran Pembangunan Daerah dan luran Hasil Hutan (IHH)
4)
Peningkatan
aktivitas
angkutan,
jasa,
saran a
umum
dan
perdagangan komoditi 5)
Peningkatan introduksi terhadap pola pandang dan pola pikir masyarakat (Simon dan Arisman, 2004).
3.2.
Letak dan Luas Areal HTl PT. MHP meliputi kawasan hutan seluas 296.400
hektar yang berada di wilayah Kabupaten Muara Enim, Ogan Komering Ulu, Lahat, Musi Rawas dan Musi Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan yang terbagi dalam 3 kelompok hutan yaitu : kelompok hutan
21
Martdpura (10.305 hektar), kelompok hutan Subanjeriji (87.354 hektar) dan kelompok hutan Benakat ( 198.741 hektar) .
.-----~·~ f'HO\IlNSJ OIJi I P'..A<; ~J!!.'SOAT; •
Jlol.t«i
PAOWCSIOiml SUIMTERirsa.ADIH (
. ·(
Keterangan 1. Benakat 2. Subanjeriji 3 Martapura
')
I
I
\ {
~
Gambar 3.1. Peta areal HTI PT . Musi Hut an Persada Sesuai
dengan
peruntukannya,
PT.
Musi
Hutan
Persada
membagi areal menjadi beberapa bagian berdasarkan konsep "Lesta ri Hutanku" yaitu : Luas No.
Peruntukan Lahan
1.
Luas tanaman HTI
2.
Kawasan Lindung
0/o
193.500
65,3
.
6 .076
2,1
b. Hutan Konservasi
80.372
27,1
a. Sempadan Sungai ·'
Ha
3.
Sarana dan Prasarana
9.154.
3, 1
4.
Tanaman Kehidupan
4.300
·1,4
5.
Tanaman Unggulan Lokal
3.000
1,0
296.400
100,0
Jumlah Total
22
3.3.
Program MHBM dan MHR
Penyerobotan dan klaim kepemilikan lahan atas areal konsesi PT. MHP oleh masyarakat marak sekitar tahun 1998.
Untuk mengatasi
masalah ini PT. MHP mencoba menerapkan 2 program penyertaan masyarakat dalam
kegiatan
perusahaan,
yaitu
Mengelola
Hutan
Bersama masyarakat (MHBM) dan Mengelo!a Hutan rakyat (MHR). Program MHBM yang dimulai tahun 1999 merupakan program yang dilaksanakan di dalam kawasan hak pengusahaan hutan tanaman industri (HPHTI). Ketentuan pelaksanaan program ini adalah : 1) Kelompok masyarakat yang disertakan dalam program ini adalah masyarakat yang secara "emosional" terkait dengan lahan HTI meskipun secara legal formal
tidak dapat membuktikan klaim
tersebut, dan secara legal-formal pula kawasan yang diklaim tersebut berada di dalam kawasan konsesi. Kelompok masyarakat yang dimaksudkan di sini adalah yang secara turun termurun tinggal di areal konsesi atau yang daht..;lu mempunyai tanah marga di dalam areal konsesi 2) Dalam
melaksanakan
pekerjaan
masyarakat
dibayar
untuk
menanam dan memelihara tanaman serta mendapat bagian hasil dari bekerja di hutan (jasa produksi) 3) Kelompok masyarakat tersebut juga mendapatkan jasa manajemen (management fee) atas HTI sebesar 1% dari setiap nilai transaksi 4) Kelompok masyarakat tersebut juga memperoleh pendapatan dari produksi tumpangsari tiga komoditas agroforestry (agrotrisula) yait11 savuran. penggemukan ternak dan ikan. Program MHR yang juga dimulai tahun 1999 dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut : 1)
Menanam Acacia mangium pada lahan milik masyarakat di luar kawasan konsesi HTI yang yang lokasinya dikelilingi oleh hutan tanaman.
areal
Kawasan tersebut mungkin berupa belukar,
kebun karet atau pemukiman sementara
23
2)
Perusahaan memberikan pinjaman· kepada kelompok tani dan memberi
bimbingan
usaha
persiapan
lahan,
penanaman,
pemeliharaan tanaman dan pemanenan 3)
Masyarakat yang menjadi peserta mendapatkan bayaran pada setiap pekerjaan yang dilakukan (jasa kerja), bagi hasil dari nilai bersih kayu pada akhir daur, yaitu nilai kayu setelah dikurangi biaya operasional.
Bagi hasilnya adalah 60% untuk persudahaan,
40% untuk peserta. Program
MHBM
dan
MHR dilakukan tanpa
paksaan dan
dalam
pelaksanaannya berbagai lembaga swadaya masyarakat disertakan di dalamnya (PT. Musi Hutan Persada, 2004). Manfaat kedua program tersebut saat ini sudah sangat terasa. Kesejahteraan masyarakat meningkat karena adanya kepastian kerja dan hasil usaha.
Tuntutan dan klaim masyarakat atas areal konsesi
dapat diredam, bahkan membangun rasa memiliki dan menjaga pada masyarakat yang menjadi peserta kedua program tersebut (Iskandar, 2004).
24
IV.
4.1.
METODOLOGI PENELITIAN
Ruang Lingkup
Penelitian ini diarahkan untuk mengetahui faktor produksi yang paling berpengaruh terhadap efisiensi perusahaan HTI. Pembahasan mengenai efisiensi akhirnya diarahkan untuk mengetahui ukuran efisien teknis dari pengelolaan HTI. Studi kasus dilakukan di PT. Musi Hutan Persada Propinsi Sumatera Seiatan karena perusahaan ini dipandang memiliki kondisi yang
dapat mendukung
tercapainya
tujuan
penelitian.
Kondisi
tersebut antara iain adalah keberadaan perusahaan HTI yang sudah mapan yang antara lain dicerminkan oleh pengelolaan yang tertata, tanaman
sudah
memasuki
rotasi
kedua
sebagai
gambaran
dari
kelestarian pengelolaan HTI. Alasan lainnya mengacu pada hasil studi biaya dan manfaat ekonomi dari pengalokasian lahan hutan untuk pengembangan HTI di Indonesia yang dilakukan oleh Maturana pada tahun 2005. Maturana (2005) berdasarkan studi terhadap lima Indonesia, yaitu
Menurut
HTI besar di
Inti Indo Rayon di Sumatera Utara, Arara Abadi di
Riau, Riau Andalan Pulp and Paper di Riau, Wira Karya Sakti di Jambi dan Musi Hutan Persada di Sumatera Selatan, hanya MHP di Sumatera Selatan yang merupakan satu-satunya perusahaan dengan manfaat yang cukup besar yang dapat menanggung biaya-biaya yang harusnya dikeluarkan. Perusahaan ini mampu untuk membayar biaya-biaya ekonomi dan masih mampu untuk memproduksi lebih dari 98 juta dolar AS per tahun sebagai manfaat ekonomi secara bersih. Alokasi hampir 300.000 hektar pada lahan hutan yang terdegradasi secara besar dan padang rumput untuk konversi industri hutan tanaman di Sumatera Selatan tersebut, adalah satu-satunya dari lima perusahaan lain yang dipelajari, yang memiliki manfaat-manfaat untuk negara ini.
25
Alokasi lebih dari 1 juta hektar untuk tujuan yang sama pada lokasi lainnya merugikan negara. 4.2.
Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan untuk keperluan analisis dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal Rencana Operasional, Rencana Kerja anggaran Perusahaan (RKAP), Standar Prosedur Operasi dan data sekunder yang bersumber dari manajemen PT Musi Hutan Persada. Data yang diperlukan untuk melakukan
analisis terdiri dari
data luas target dan realisasi dari kegiatan penanaman, jumlah tenaga kerja, penggunaan bibit; pupuk dan herbisida. 4.3.
Kerangka Analisis
Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara input dan output.
Anal!sa fungsi produksi dilakukan dalam rangka memperoleh
informasi mengenai bagaimana sumberdaya yang terbatas seperti tanah, tenaga kerja dan modal dapat dikelola dengan baik agar produksi maksimum dapat diperoleh. Di dunia pertanian, penggunaan input dipengaruhi oleh faktor yang berada di luar kontrol manusia seperti hama penyakit dan iklim.
Atau dengan kata lain terdapat
faktor ketidakpastian (uncertainty) dan resiko (risk)
(Soekartawi,
2002). Fungsi produksi yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan analisis dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas yang ditransformasi dengan logaritma natural menjadi fungsi linier. Fungsi produksi Cobb-Douglas dipilih karena beberapa
kelebihannvr~: ant;:Jrr:~
lain besaran koefisien regresinya yang sekaligus merupakan elastisitas faktor produksi sehingga memudahkan dalam mengetahui tingkat efisiensi penggunaan faktor produksi (Soekartawi,- 2002; Salvatore,
2001). Selain itu, pendekatan yang bersifat probabilistik digunakan karena dengan pendekatan ini dapat diketahui hubungan parametrik antara output dengan input-input yang mempengaruhinya.
Atau
dengan kata lain dengan pendekatan ini dapat diketahui bentuk
26
hubungan fungsional antar variabel tanpa mengesampingkan adanya unsur ketidakpastian (uncertaity). Karena dalam kenyataan hubungan suatu variabel dengan yang lain tidak bersifat pasti (deterministik). Dalam kasus HTI, jumlah kayu yang dihasilkan sangat erat kaitannya
dengan
luas penanaman dan
persen
Demikian juga mengenai kelestarian hasil HTI.
hidup tanaman. Hasil yang lestari
diawali dengan keberhasilan penanaman yang dicerminkan oleh luas penanaman
dan
persen
hidup tanaman
menghasilkan standing stock yang
yang
pada akhir daur
bisa dipanen.
penggunaan faktor produksi, terutama lahan.
Demikian juga
Efisiensi penggunaan
lahan dicerminkan oleh persentase areal HTI yang dapat dimanfaatkan untuk
menghasilkan
standing
stock
dan
sedikitnya
areal
yang
dibiarkan kosong atau diberakan karena ketidakmampuan perusahaan HTI melakukan penanaman (Hartono, 2002). Berdasarkan fungsi
produksi Cobb-Douglas,
hubungan fisik
antara realisasi penanaman dengan beberapa variabel penting yang diduga mempengaruhi adalah sebagai berikut : PROD =
13 0 AREA111
BBT~ 2 PPK 113 HERB~ 4 TKB~ 5 TKK~ 6 eE
Kemudian dilakukan transformasi logaritma natural menjadi bentuk linier, sehingga modelnya adalah : In PROD =
13o + 131 In AREA + 13z In BBT + l33 In PPK + 134 In HERB + 13s In TKB+ 136 In TKK + E
Dimana: PROD = variabel terikat, berupa luas realisasi penanaman (ha) AREA = variabel bebas luas areal yang harus ditanami (ha) BBT = variabel bebas jumlah bibit yang digunakan (batang) PPK = variabel bebas jumlah PUIJUK yang digunakan (kg) HERB = variabel bebas jumlah herbisida yang digunakan (liter) TKB = variabel bebas tenaga kerja, dalam hal ini buruh(orang) TKK = variabel bebas tenaga kerja, dalam h_al ini karyawan perusahaan (orang) =error term = konstanta = parameter yang akan diduga, sekaligus menunjukkan nilai elastisitas produksi faktor ke-i
27
4.3.1. Penentuan variabel yang signifikan
Sesuai dengan ker>entingan tujuan penelitian yang ingin dicapai, metode yang digunakan dalam
pengolahan data adalah
Metode
Kuadrat Terkecil (Ordinary Least Square). Regresi bertujuan menemukan sampai seberapa besar pengaruh perubahan variabel bebas (independent variable) terhadap variabel terikat (dependent variable). Besarnya pengaruh tersebut tercermin dari besarnya koefisien regresinya. Metode kuadrat terkecil berusaha meminimumkan simpangan antara nilai sebenarnya
terhadap nilai dugaan dari variabel terikat.
Atau dengan kata lain adalah meminimumkan error (cj). Variabel (stochastic)
terikat
diasumsikan
bersifat
statistik,
yaitu mempunyai distribusi probabilitas.
variabel bebas diasumsikan mempunyai nilai yang
random, Sedangkan
tetap (dalam
pengambilan sampel secara berulang). Kriteria yang digunakan dalam mengevaluasi model adalah (1) kriteria ekonomi, (2) kriteria statistika, dan (3) kriteria ekonometrika. 4.3.1.1. Kriteria ekonomi
Dalam
evaluasi
kriteria
ekonomi,
yang
dilakukan
adalah
memeriksa kesesuaian koefisien regresi dalam hal tanda (sign) dan besaran (magnitude) dengan teori ekonomi. 4.3.1.2. Kriteria Statistika
Dalam kriteria statistika, yang dilakukan adalah melihat daya menjelaskan
dari
kriteria
ekonomi.
Penjelasan
masing-masing
tahapan dalam kriteria statistika adalah sebagai berikut : 1) Konstruksi model
Yi
= bo + b1X1i + b2X2i + ... + bkXki + cj, i = 1,
2, ... , n
Artinya adalah variabel terikat Yi diduga dipengaruhi oleh variabel bebas X1i, X2i, sampai Xki·
Dimana Yi adalah variabel
terikat sedangkan X 1 ~ X2, sampai Xk adalah variabel bebas yang merupakan determinan variabel terikat, b0 adalah konstanta dan 28
b1, b2, sampai bk adalah koefisien regresi, n adalah banyaknya observasi dan
Ej
adalah error peramalan observasi ke-i.
2) Estimasi parameter koefisien regresi Estimasi parameter koefisien regresi dapat dilakukan dengan pendekatan terkecil
matriks.
biasa
(OLS)
Dengan yang
menggunakan
berusaha
metode
kuadrat
meminimumkan jumlah
kuadrat error, dapat diperoleh nilai dugaan koefisien regresi sebagai berikut :
.!i = (X' X)
-1 X'Y
3) Pengujian koefisien regresi secara paisial (Uji t) Uji distribusi t digunakan untuk menguji apakah koefisien regresi parsial berbeda seca:-a signifikc:;n duri nol atau apakah suatu variabel bebas secara individu berhubungan dengan variabel terikat. Dengan kata lain uji t dilakukan untuk melihat apakah salah satu variabel bebas mempengaruhi variabel terikat dengan asumsi variabel bebas lainnya tetap. Hipotesis yang digunakan dalam uji t adalah : H0
:
bjA = 0 ; menyatakan koefisien regresi tidak berbeda nyata dan no I
H1 : bjA
* 0 ; menyatakan koefisien regresi berbeda nyata dari nol.
Kriteria pengujian koefisien regresi secara parsial didasarkan pada perbandingan nilai t-hitung dan t tabel.
Dimana t-hitung
merupakan rasio antara nilai dugaan koefisien regresi ke-j standar error pendugaan
koefisien regresi ke-j (Sbj ).
(bjA ) Bila
dinyatakan secara matematis adalah sebagai berikut : It - hitung I = I ___Q_L_ I s bAJ dimana : bjA = nilai dugaan koefisien regresi ke-j S bj = stan dar error pendugaan koefisien regresi ke-j j = 0,1,2, ... k Sedangkan t-tabel diperoleh dari Tabel t.
Nilai t-tabel yang
diperbandingkan adalah nilai pada t (o/2, n-k-1)·
29
Apabila nilai t-hitung· lebih kecil atau sama dengan t tabel, maka Ho diterima sedangkan jika nilai t-hitung lebih besar dari t tabel maka Ho ditolak. 4) Pengujian model secara keseluruhan (Uji F)
Uji F dilakukan untuk melihat apakah variabel-variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi variabel terikat.
Hipotesis
yang digunakan dalam pengujian ini adalah : Ho : b1 =b2 = ... = bk = 0 ; menyatakan model tidak signifikan menjelaskan variabel terikat Y H1
tidak semua bi = 0
; i = 1,2, ... , k ;
menyatakan model
signifikan menjelaskan variabel terikat Y Pengujian hipotesis dilakukan dengan membandingkan nilai Fhitung dengan F-tabel. Jika F-hitung lebih kecil atau sama dengan F-tabel, maka Ho diterima, sedangkan jika sebaliknya maka H0 diterima. 5) Kebaikan suai model (Goodness of Fit) (R2 ).
Kebaikan suai model (R 2) menjelaskan variasi dari variabel terikat yang dapat diterangkan oleh variabel bebas.
Untuk kasus
analisis regresi
linier berganda, uji kebaikan suai model yang digunakan adalah R2 yang dikoreksi (R 2 adjusted). R2 selain dipengaruhi oleh banyaknya variabel bebas juga dipengaruhi oleh banyaknya observasi. Semakin banyak variabel bebas, maka R2 semakin tinggi. Pada umumnya, nilai R2 dikatakan tinggi jika nilainya terletak antara 0.70 s/d 1.00. :-'.:;Ga kasus data deret ukur, R2 yang sangat tinggi
sering
terjadi.
Sebaliknya pad a Data
Cross Section,
umumnya akan diperoleh R2 yang lebih rendah (0.30 s/d 0.80). Pada kasus penelitian sosial, R2 antara 0.40 - 0.60 juga sudah dapat dikatakan tinggi.
30
6) Pemilihan model terbaik Pemilihan model terbaik dilakukan dengan mempertimbangkan uji kebaikan suai (R2 adjusted), uji t dan uji F. Model yang terbaik adalah yang mempunyai R2 adjusted tinggi, uji t signifikan serta uji F signifikan (Gujarati, 2003).
4.3.1.3 Kriteria ekonometrika Dalam kriteria ekonometrika, evaluasi yang dilakukan meliputi estimasi hubungan ekonomi dari data sampel, pengujian hipotesis tentang bagatmana variabel-variabel ekonomi berhubungan ( eksistensi dari hubungan antar variabel , arah hubungan antara satu variabel dan besaran (magnitude) hubungan
ekonomi dengan penentunya,
antar variabel terikat dengan variabel bebas. Uji yang dilakukan meliputi regresi
pelepasan yaitu
dari
masalah
masalah-masalah heteroskedastisitas,
penyimpangan
asumsi
multikolinearitas dan
autokorelasi (Gujarati, 2003).
1) Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi jika variasi error peramalan ( et) tidak homogen untuk semua pengamatan.
Heteroskedastisitas
akan muncul dalam bentuk et yang semakin besar atau kecil kalau nilai variabel bebas makin besar.
a. Cara Mendeteksi: -
Secara Grafis Dengan memplot e/ terhadap variabel-variabel bebasnya (Xt) atau nilai dugaan variable terikat ('Yt).
et 2
Jika
makin
besar dengan nilai Xt atau Yt yang makin besar, maka dapat heteroskedastisitas. Jika plot e/
dikatakan ada masalah
berpola, maka diduga ada masalah heteroskcdastisitas. Cara
grafis
dapat
membantu
men~eteksi
heteroskedastisitas dalam persamaan regresi. terkadang
sebaran
data
yang
tergambar
terjadinya
Akan tetapi, dalam
grafik
membuat keraguan ada atau tidaknya heteroskedastisitas (Nachrowi dan Usman, 2002). 31
-
White Heteroscedasticity Test White
Heteroscedasticity
heteroskedastisitas menggunakan
dalam
statistik
Test
mendeteksi
persamaan
Obs*R-squared
terjadinya
regresi yang
perkalian antara jumlah observasi dan R2 •
dengan
merupakan
Statistik White
Heteroscedasticity Test menyebar mengikuti distribusi x2 • Jika nilai Obs*R-squared lebih kecil dari x 2 berarti tidak terjadi heteroskedastisitas, sedangkan jika Obs*R-squared lebih besar dari nilai
x2 maka
terjadi heteroskedastisitas.
b. Akibatnya : Nilai koefisien tidak berbias, tetapi varian estimasi koefisien regresi tidak minimal lagi.
Akibatnya pengujian F dan t
cenderung tidak signifikan, dan ini berarti akan terjadi kesalahan dalam pengambilan kesimpulan.
c. Cara Mengatasi : Model double log Metode yang sering digunakan untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas adalah melakukan transformasi logaritma natural (In) terhadap data. Dengan metode ini, skala semua variable diperkecil, sehingga masalah heteroskedastisitas juga akan mengecil. Weighted Least Square Metode lain yang bisa dipakai adalah metode kuadrat terkecil terboboti (weighted least square). adalah
varians
yang
Dimana pembobotnya
menyebabkan
terjadinya
heterodkedastisitas. Generalized Least Square Dengan
metode
ini
model
yang
telah
ditransformasi
diestimasi dengan menggunakan OLS sehingga estimasi yan diperoleh akan BLUE (Best Linear Unbiased Estimators) (Nachrowi dan Usman, 2002).
32
2) Multikolinearitas Multikolinearitas artinya ada hubungan atau korelasi yang cukup kuat antara sesama variabel bebas dalam model. a. Cara Mendeteksi : Adanya
multikolinearitas
dapat
diindikasikan
dari
nilai
koefisien determinasi (R 2 ) yang cukup tinggi (0,7 - 1,0) dan uji F yang signifikan, tetapi uji t tidak signifikan. Matriks korelasi.
Jika koefisien korelasi antara variabel
bebasnya tinggi setelah estimasi, maka ada indikasi masalah multikolinearitas. Pendekatan ini tidak selalu efektif, karena dengan hanya melihat koefisien
itu saja belum cukup.
Mungkin saja koefisien korelasi relatif kecil, tetapi masih ada masalah multikolinearitas. Kelemahan dari koefisien korelasi adalah sangat bergantung pada jumlah observasi.
Jika
observasinya banyak, maka koefisien korelasi cenderung mengecil.
Untuk itu perlu dilihat lagi nilai koefisien korelasi
parsialnya. b. Akibatnya : Dengan adanya multikolinearitas, maka standar error koefisien regresi yang diduga akan besar.
Akibatnya nilai uji t menjadi
rendah, sehingga variabel yang seharusnya signifikan dapat menjadi tidak signifikan.
Lebih jauh lagi, tidak hanya variabel
tidak signifikan, tetapi juga mempunyai tanda koefisien yang salah.
Akibatnya
bertentangan
dengan
teori
yang
melandasinya. c. Cara mengatasi Cara yang sederhana adalah mengeluarkan variabel bebas yang diperkirakan mempunyai korelasi cukup tinggi dengan variabel lain.
Hal yang perlu diperhatikan disini adalah
landasan teori permasalahan yang dihadapi Menggabungkan data cross-sectional dengan data time series. Dengan ini secara tidak langsung
memperbesar ukuran
33
observasi, sehingga koefisien korelasi antar variabel bebas makin kecil 3) Autokorelasi Autokorelasi menyatakan adanya korelasi antara data-data pengamatan.
Atau dengan kata lain, munculnya suatu data
dipengaruhi oleh data sebelumnya atau merupakan korelasi antara error term dari satu observasi ke observasi yang lain yang
umumnya terjadi pada data time series. Jika
tidak
terjadi
autokorelasi
maka
error
dari
term
pengamatan yang berbeda ( ei ej) bersifat be bas. Artinya kovarians antar sembarang ei dan ej sama dengan nol untuk semua
i
*
j.
Tetapi jika terjadi masalah autokorelasi, maka error term dari pengamatan yang berbeda ( ei ej)
tidak bersifat be bas (kovarians
tidak sama dengan nol). a. Cara Mendeteksi: Melalui statistik Durbin-Watson (d). Nilai d dari 0 - 4. Jika nilai d = 2 atau mendekati 2, dapat dianggap tidak ada masalah autokorelasi.
Semakin dekat nilai d dengan 0,
mengindikasikan adanya autokorelasi positif.
Nilai d yang
berada diantara nilai kritis batas bawah (dL) dan batas atas (du) serta antara 4 - du dan 4 - dL menghasilkan pengujian yang tidak meyakinkan atau sering dikatakan tidak ada kesimpulan.
Sedangkan
mengindikasikan
adanya
dilai
d
yang
autokorelasi
mendekati
4
Secara
positif.
sederhana kriteria pengujian statistik Durbin-Watson adalah sebagai berikut : Autokorelasi
Tidak ada
positif
kesimpulan
Tidak ada
I
i
Autokorelasi
I
Tidak ada
Autokorelasi
kesimpulan
neg at if 4
2
0 dl
I du
4-du
4-dl
34
Breusch-Godfrey Test (BG Test) Untuk mengatasi kelemahan statistic Durbin-Watson dalam menguji autokorelasi, dapat digunakan Breusch-Godfrey Test yang memungkinkan adanya : (1) variabel bebas yang tidak bersifat stokastik, seperti lag
dari variable terikat (2) skema autoregresif yang lebih tinggi Memplotkan sisaan (residual) et terhadap waktu, dimana et sebagai sumbu Y sedangkan t atau waktu sebagai sumbu X. jika tidak ada autokorelasi, maka pola distribusi et terlihat acak (random).
b. Akibatnya : Estimasi koefisien regresi tidak berbias, tetapi standar error model maupun standar error koefisien regresi terlalu rendah. Dengan demikian pengujuan F dan t menjadi tidak valid (cenderung signifikan).
c. Cara Mengatasi : Mentransformasi variable terikat dan bebas dengan (Yt-rYt-d dan (Xt-rXt-d, dimana r
= korelasi
antara et dan et-1 .
Metode pembedaan pertama (first-difference method). Prosedur iterasi Cochrane-Orcutt. Berdasarkan model terbaik, dilakukan penentuan variabel yang berpengaruh terhadap produksi. Jika semua faktor yang sejak awal dimasukkan sebagai variabel bebas dalam mode! signifikan secara statistik, maka hipotesis pertama diterima.
4.3.2. Menghitung returns-to-scale dan efisiensi teknis Returns-to-scale perlu diketahui untuk melihat apakah suatu usaha berada pada increasing, constant atau decreasing returns to scale.
Dengan mengetahui kondisi
returns-to-scale~
tingkatan efisiensi teknis dari suatu unit usaha.
dapat ditentukan Efisiensi teknis
merupakan gambaran dari kapasitas suatu satuan ekonomi untuk menghasilkan
output sebesar mungkin
(Siahaan, 2000).
dengan
input
yang
ada
Dengan diketahuinya tingkatan efisiensi teknis,
35
maka perusahaan dapat mengetahui kapasitas penggunaan masingmasing input dalam menghasilkan output, sehingga apabila belum optimal dapat ditentukan strategi untuk mencapai kondisi optimal. Selain itu, dengan diketahuinya tingkatan efisiensi teknis dapat ditentukan
perencanaan
penggunaan
input
dalam
menghadapi
. perubahan permintaan terhadap output (Gaspersz, 2003). Efisiensi teknis penggunaan input atau kondisi returns to scale diperoleh dengan menjumlahkan semua koefisien elastisitas produksi dari varia bel be bas yang signifikan kecuali varia bel dummy. penjumlahan koefisien
Jika
regresi yang merupakan elastisitas sama
dengan satu, maka penambahan input produksi akan proporsional dengan penambahan output
(Soekartawi, 2002; Salvatore, 2001;
Hendersen and Quandt, 1980; Gasperz (2000).
Sementara itu,
Salvatore (2001) juga menyatakan bahwa pada fungsi produksi CobbDouglas yang dilinierkan dengan double log, kondisi
dimana hasil
penjumlahan koefisien regresi sama dengan satu, merupakan kondisi
constant returns to scale. Sehingga kondisi efisien secara teknis dicapai pada saat constant returns to scale. Dengan demikian terjadi efisiensi teknis dalam berproduksi, sehingga hipotesis kedua diterima.
36
V. ANALISIS DAN PEMBAHASAN
5.1. Pengolahan Data Pengolahan penggunaan
data
dalam
rangka
faktor produksi dalam
mengetahui
pengelolaan
efisiensi
Hutan Tanaman
Industri dilakukan dengan menggunakan software Eviews 3.0. Jenis data yang digunakan adalah data time series berupa data bulanan dari luas realisasi penanaman (PROD), luas areal yang harus ditanami atau target penanaman (AREA), jumlah bibit (BBT), jumlah pupuk (PPK), jumlah herbisida (HERB), jumlah
tenaga kerja yang
berupa buruh harian(TKB), dan tenaga kerja yang berupa karyawan perusahaan (TKK) yang digunakan atau berperan dalam kegiatan penanaman.
5.2. Alasan Pemilihan Variabel Secara umum dalam penelitian pertanian yang menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas membagi variabel bebas yang dianggap berpengaruh terhadap tingkat produksi dalam tiga kelompok utama, yaitu tanah, modal dan tenaga kerja.
Secara lebih rinci, input atau
variabel bebas yang biasa digunakan dalam kegiatan pertanian adalah tenaga
kerja,
pupuk,
infrastruktur serta iklim.
air,
pestisida,
benih,
tanah,
peralatan,
Selain itu, Schmidt (1986) dan Wu (1994)
seperti dikutip Hartono (2002) menyatakan bahwa skala usaha, jenis perusahaan (seperti swasta vs pernerintah, lokal vs asing) lokasi, kewirausahaan dari pemilik, skema manajemen, asal tenaga kerja, dan lain-lain merupakan variabel-variabel
yang
secara
luas diketahui
mempunyai efek signifikan terhadap tingkatan efisiensi di sektor pertanian.
37
Alasan pemilihan variabel adalah sebagai berikut : 1) Produksi Beberapa
penelitian
menunjukka n bahwa
produksi
dapat
dinyatakan dalam satuan berat berupa ton atau kilogram atau dalam bentuk nilai uang, tergantung pada data yang tersedia (Bungi, 2003).
Selain itu, untuk tanaman tahunan
seperti
tanaman perkebunan, produksi dapat juga dinyatakan dalam luas penanaman (Mukani, 1986). Battese dan Coelli (1995), Battese eta/. (1996) dan Ngweya et a/. seperti yang dikutip Hartono (2002) menyatakan bahwa salah satu ukuran output yang dapat digunakan untuk mengukur efisiensi teknis adalah luas penanaman. Selain itu (Hartono, 2002) menambahkan bahwa untuk kasus Indonesia, apabila kubikasi kayu dijadikan sebagai output dari sebuah HTI akan berpotensi men!mbulkan bias.
Karena masih adanya proporsi kayu hasil
pembalakan liar (illegal Jogging) yang dimasukkan sebagai bagian dari output HTI. Sehingga luas areal yang ditanami lebih sesuai untuk digunakan untuk menggamba rkan output HTI. Dalam penelitian ini produksi diwakili oleh luas areal yang dapat ditanami atau dengan kata lain adalah luas realisasi penanaman yang dinyatakan dalam hektar. Realisasi penanaman dipilih rr.ewakili produksi karena hal ini akan berhubungan dengan standing stock pada akhir daur sehingga lebih bisa mencermink an kelestarian
hasil dari
HTI
bila
dibandingkan dengan jumlah
kubikasi kayu yang dihasilkan (Hartono, 2002). 2) Tanah Dalam dinyatakan
beberapa dalam
penelitian, luas
areal
faktor produksi tanam
dan
ada
tanah
dapat
pula
yang
menggunakan luas areal panen dengan satuan hektar (Bungi, 2003). Tanah atau lahan dalam penelitian ini diwakili oleh luas areal tanam dalam satuan hektar, atau dengan kata lain adalah target penanaman yang dinyatakan dalam hektar. Target
38
penanaman dalam hal ini merupakan total luas penanaman yang harus ditanami berdasarkan rencana jangka panjang perusahaan yang
disetujui
oleh
pemerintah,
dalam
hal
ini
Departemen
Kehutanan (Hartono, 2002). Luas areal yang harus ditanami dipilih karena berkaitan erat dengan output yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu luas realisasi penanaman.
Selain itu, luas areal yang harus ditanami
erat kaitannya dengan skala usaha HTI (luas areal konsesi HTI) dan mempengaruhi efisien atau tidaknya suatu usaha pertanian (Soekartawi, 2002).
Semakin besar skala usaha, maka semakin
besar luas areal yang harus ditanami. pengertian
bahwa
menyebabkan
areal
konsesi
berkurangnya
yang
efisiensi
Di sisi lain terdapat terlalu karen a
luas
dapat
lemahnya
pengawasan penggunaan faktor produksi serta besarnya modal yang diperlukan, sedangkan areal konsesi yang terlalu sempit cenderung
menghasilkan
(Soekartawi, 2002).
usaha
yang
tidak
efisien
pula
Sehingga luas areal yang llarus ditanami
diduga mempengaruhi luas realisasi penanaman. Selain itu, sumberdaya yang berupa tanah atau lahan yang diwakili oleh
luas areal konsesi dibatasi oleh alokasi kawasan
hutan untuk keperluan produksi.
Tidak semua kawasan hutan
dengan begitu saja dapat dikonversi untuk kawasan produksi, sehingga di sini ada keterbatasan jumlah sehingga penggunaannya ha:us efisien. 3) Tenaga Kerja
Untuk variabel tenaga kerja, ada yang menggunakan jumlah curahan tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi dengan menjumlahkan tenaga mencangkul, menanam, menyiangi dan lain-lain kemudian mengkonversinya dalam_ satuan Hari Orang Kerja (HOK), hari kerja setara pria, menghitung nilai tenaga kerja dalam satuan uang dan ada pula yang menggunakan jumlah orang (Soekartawi, 2002; Bungi, 2003).
39
Tenaga kerja yang dimaksud dalam penelitian ini dibagi menjadi dua, yaitu buruh harian dan karyawan perusahaan. Pembagian tenaga kerja ini dilakukan karena rangkaian pekerjaan dalam
kegiatan
penanaman
mulai
dari
pembibitan
sampai
penanaman sebagian besar diborongkan kepada buruh harian dan diasumsikan terdapat perbedaan keterampilan dan jenis pekerjaan di lapangan antara tenaga kerja yang karyawan perusahaan.
b~rupa
buruh harian dan
Karena berbagai keterbatasan, dalam
penelitian ini satuan yang digunakan adalah jumlah orang. 4) Modal
Secara umum modal merupakan perlengkapan yang digunakan dalam berproduksi (Salvatore, 2001).
Modal dalam usahatani
dapat diklasifikasikan sebagai bentuk kekayaan, baik berupa uang maupun barang yang digunakan untuk menghasilkan sesuatu baik secara · langsung maupun tidak langsung dalam proses produksi (Soekartawi, 2002).
Untuk pertanian, modal yang digunakan
dalam berproduksi adalah pupuk, bibit, peralatan pertanian (bajak, cangkul, traktor) dan lain-lain, baik dalam bentuk unit maupun konversinya dalam bentuk uang. Dalam penelitian ini, modal yang digunakan dalam berproduksi adalah jumlah bibit, jumlah pupuk dan herbisida.
Sedangkan
peralatan yang digunakan tidak diperhitungkan karena untuk kasus PT.
Musi Hutan Persada, pekerjaan diborongkan pada
tenaga buruh dengan alat sederhana berupa cangkul, parang dan alat angkut bibit seperti kendaraan bak terbuka. Hal ini berkaitan dengan
salah
satu
program
perusahaan
yang
berusaha
menciptakan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar hutan dengan alasan sosial dan ekonomi.
40
5.3.
Analisis
Variabel
yang
Berpengaruh terhadap
Luas
Realisasi Penanaman 5.3.1. Konstruksi model Berdasarkan
pertimbangan
ekonomi
dan
teknis,
maka
konstruksi model awal adalah sebagai berikut : In -PROD = Po+ P1 In AREA + P2 In BBT + P3 In PPK + B4 In HERB + Ps In TKB+ P6 In TKK +
E
Dimana: PROD = variabel terikat, berupa luas realisasi penanaman (ha) AREA = variabel bebas luas areal yang harus ditanami (ha) BBT = variabel bebas jumlah bibit yang digunakan (batang) PPK = variabel bebas jumlah pupuk yang digunakan (kg) HERB = variabel bebas jumlah herbisida yang digunakan (liter) TKB = variabel bebas tenaga kerja, dalam hal ini buruh(orang) TKK = variabel bebas tenaga kerja, dalam hal ini karyawan perusahaan (orang) Hipotesis tanda dari setiap koefisien parameter adalah : P1>0; ~2>0; P3>0; P3>0; Bs>O; P6>0. Artinya : 1) Jika luas areal yang harus ditanami naik/turun 1 persen maka luas
realisasi penanaman naik/turun sebesar P1 persen 2) Jika jumlah bibit yang digunakan naik/turun 1 persen
maka luas
realisasi penanaman naik/turun sebesar p2 persen
3) Jika jumlah pupuk yang digunakan naik/turun 1 persen maka luas reaiisasi penanaman naik/turun sebesar p3 persen
4) Jika jumlah herbisida yang digunakan naik/turun 1 persen
maka
luas realisasi penanaman naik/turun sebesar B4 persen 5) Jika jumlah buruh yang terlibat dalam kegiatan penanaman naik/turun 1 persen maka luas realisasi penanaman naik/turun sebesar Bs persen 6)
Jika jumlah karyawan yang terlibat dalam kegiatan penanaman naik/turun 1 persen maka luas realisasi penanaman naik/turun sebesar P6 persen.
41
5.3.2.
Penentuan Variabel yang Berpengaruh terhadap Luas Realisasi Penanaman Hasil pengolahan data dengan menggunakan seluruh variabel
bebas
yang
diduga
mempengaruhi
luas
realisasi
penanaman
menunjukkan gejala mendekati matriks singular (near singular matrix) yang berarti
terjadinya kolinearitas yang tinggi. Hal ini bisa terjadi
karena terdapat korelasi yang sangat kuat antar beberapa variabel bebas atau ada yang menyatakan sebagai fenomena regresi sampel. Korelasi antar variabel dapat diketahui dengan menggunakan matriks korelasi.
Matriks korelasi dari keseluruhan variabel sebelum
estimasi diketahui bahwa variabel jumlah tenaga kerja yang berupa karyawan perusahaan (In TKK) dan jumlah tenaga kerja yang berupa buruh
(In
TKB)
Lampiran 2).
mempunyai
korelasi
sempurna
(disajikan
pada
Dengan demikian salah satu dari variabel
yang
berkorelasi sempurna harus dipilih untuk tidak digunakan dalam konstruksi model. Karena tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui efisiensi teknis dari perusahaan,
maka variabel tenaga kerja yang
berupa karyawan perusahaan (In TKK) dianggap lebih tepat untuk dipergunakan dalam konstruksi model dibandingkan jumlah tenaga kerja yang berupa buruh harian (In TKB). Selanjutnya, dengan tidak menyertakan variabel In TKB dilakukan estimasi untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap tingkat produksi HTT dan tingkat kombinasi penggunaan input dalam proses produksi untuk mengetahui tingkatan efisiensi teknis. Hasil estimasi model
tanpa variabel In TKB yang selanjutnya
disebut Model 1 disajikan pada Tabel 5.1.
42
Tabel 5.1. Hasil estimasi Model 1 Variabe1 Bebas
p-value
Koefisien Regresi
0.4271 -4.494394 Konstanta 0.4045 -0.849080 In (AREA) 0.4035 1.839968 In (BBT) 0.3336 0.269137 In (HERB) 0.0053 0.192156 "'* In (PPK) 0.6047 -0.620376 In (TKK) 0.802463 ,. R2 adjusted 0.000000 29.43641 F-statistic Keterangan : PROD variabe! ter!k::!t, ~er~;.-~ 1uas realisasi penanaman (ha) AREA = variabel bebas luas areal yang harus ditanami (ha) BBT = variabel bebas jumlah bibit yang digunakan (batang) HERB = varia bel bebas jumlah herbisida yang digunakan (liter) PPK = varia bel bebas jumlah pupuk yang digunakan (kg) TKK = variabel bebas tenaga kerja, dalam hal ini karyawan perusahaan (orang) = signifikan pada a= 1% . ,. = signifikan pada a=5%
..
I
Koefisien regresi dari variabel In AREA tidak sesuai dengan hipotesis tanda dari koefisien regresi. Menurut teori, seharusnya jika luas areal yang harus ditanami naik atau turun 1 persen, maka luas realisasi penanaman juga naik atau turun 0.85 persen, bukan turun atau naik 0.85 persen.
Demikian juga dengan variabel In TKK tidak
sesuai dengan hipotesis (teori ekonomi).
Seharusnya jika jumlah
tenaga kerja yang berupa karyawan perusahaan yang digunakan dalam kegiatan penanaman naik atau turun 1 persen maka luas realisasi penanaman naik atau turun sebesar 0.63 persen, bukan turun atau naik 0.63 persen.
Adanya tanda koefisien regresi yang tidak
sesuai dengan hipotesis menunjukkan gejala multikolinearitas dalam model. Secara parsial, variabel luas areal yang harus ditanami (In AREA), jumlah bibit yang digunakan (In BBT), jumlah herbisida yang digunakan (In HERB) dan jumlah tenaga kerja yang- berupa karyawan perusahaan (In TKK) tidak signifikan mempengaruhi luas realisasi penanaman pada taraf nyata (a) 5%.
Hal ini ditunjukkan oleh nilai p-
value masing masing variabel yang lebih besar dari a.
Secara
keseluruhan, model signifikan menjelaskan perilaku luas realisasi
43
penanaman karena F-statistic lebih kecil dari a. Model 1 sebesar 80.25%
2•
Nilai R2 adjusted dari
Nilai koefisien determinasi (R 2 adjusted)
yang cukup tinggi dan uji F yang signifikan tetapi terdapat hasil uji t yang tidak signifikan serta tanda koefisien yang tidak sesuai dengan hipotesis menunjukkan terjadinya multikolinearitas di dalam model. Cara
yang
sederhana
dalam
mengatasi
masalah
ini
adalah
mengeluarkan variabel yang diperkirakan mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan variabel lain. Pada model ini tidak terjadi masalah heteroskedastisitas yang ditunjukkan oleh hasil White Heteroscedasticity Test, dimana nilai Obs*R 2 adalah 0.32, sehingga lebih besar atau sama dengan a yang berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pada Model 1. Pengujian autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai DurbinWatson statistic.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai Durbin-
Watson statistic adalah 1.41.
Berarti tidak dapat ditarik kesimpulan
mengenai keberadaan masalah autokorelasi dalam model.
Hasil
pengamatan pada grafik residual terhadap waktu menunjukkan pola siklikal dimana data bergerak naik atau turun bersama-sama. Secara umum dapat dikatakan bahwa statistik Durbin-Watson
dan secara
grafis menunjukkan bahwa Model 1 tidak terbebas dari masalah autokorelasi. Pada autokorelasL
Model
1
ditemukan
masalah
multikolinearitas
dan
Sedangkan masalah heteroskedastisitas tidak ditemui,
karena secara umum masalah heteroskedastisitas dijumpai pada estimasi dengan data kerat lintang (cross section). Untuk memperbaiki Model 1, langkah awal adalah dengan mengeluarkan variabel yang tidak signifikan mempengaruhi
luas
realisasi penanaman dan mempunyai korelasi tinggi dengan variabel yang lain da1i model
3.
2 Berarti 80.25% variasi luas realisasi penanaman dapat dijelaskan oleh luas areal yang harus ditanami (In AREA), jumlah bibit yang digunakan (In BBT), jumlah pupuk yang digunakan (In PPK), jumlah herbisida yang digunakan (In HERB) dan jumlah tenaga kerja yang berupa karyawan perusahaan (In TKK). Penggunaan R2 sebagai justifikasi dalam memilih model lebih tepat dalam konteks membandingkar: beberapa model 3 Mengeluarkan variabel dari model mempunyai resiko terjadinya kesalahan spesifikasi (spec!fication error) karena adanya bias seba<]ai akibat dari kesalahan memilih variabel yang digunakan dalam model (variable omission)
44
Berdasarkan informasi sebelumnya (a priori information), matriks korelasi setelah estimasi Model 1 (Lampiran 3) menunjukkan bahwa korelasi antara In AREA dan In BBT adalah 0,98, dan korelasi antara In AREA dan In TKK adalah 0.94 serta korelasi antara In BBT dan adalah 0.98437.
In TKK
Sementara itu korelasi antara In Prod dengan In
. AREA, In BBT dan In TKK berturut-turut adalah 0.824, 0.86 dan 0.87. Berdasarkan informasi tersebut, untuk mendapatkan model yang lebih efisien dan mempunyai ketepatan lebih tinggi, maka dilakukan estimasi dengan mengeluarkan ketiga variabel tersebut satu per satu. Estimasi yang dilakukan dengan tidak menyertakan variabel In TKK selanjutnya disebut sebagai Model 2, tanpa variabel In BBT disebut Model 3 dan tanpa variabel In AREA disebut Model 4.
Hasil
estimasi Model 2, 3 dan 4 disajikan pada Tabel 5.2. Tabel 5.2. Hasil estimasi Model 2, 3 dan 4 Varia bel
!
Be bas
Koefisien Regresi Model 2
Model 3
Model4
-1.739211 Konstanta 0.053305 In (AREA) -0.334800 -0.003228 0.041243 In (BBT) 0.710633 ** 0.014223 In (HERB) 0.291480 0.297564 0.298291 In (PPK) 0.198136 ** 0.203352 ** 0.202286 ** Ln (TKK) 0.378622 ** 0.361569 2 R adjusted 0.807092 0.804261 0.804279 AIC -0.074306 -0.059738 -0.059830 SIC 0.145627 0.160196 0.160103 ...... ...... *** F-statistic 37.60831 36.95228 36.95640 : Keterangan : PROD = variabel terikat, berupa luas realisasi penanaman (ha) AREA = variabel bebas luas areal yang harus ditanami (ha) BBT = varia bel bebas jumlah bibit yang digunakan (batang) HERB = variabel bebas jumlah herbisida yang digunakan (liter) PPK = varia bel bebas jumlah pupuk yang digunakan (kg) TKK = variabel bebas tenaga kerja, dalarn hal ini karyawan perusahaan (orang) *** = signifikan pad a a:= 1% ** = signifikan pada a:=5%
I
45
Hasil estimasi Model 2 menunjukkan bahwa secara parsial, variabel luas areal yang harus ditanami (In AREA) dan jumlah herbisida yang digunakan (In HERB) tidak signifikan mempengaruhi luas realisasi penanaman pada taraf nyata (a) 5°/o. mempunyai
Selain itu, variabel In AREA
koefisien regresi yang tidak sesuai dengan dengan
_hipotesis tanda. Tanda koefisien regresi yang tidak sesuai dengan hipotesis mengindikasikan terjadinya multikolinearitas di dalam model. Sebagai akibatnya, meskipun OLS yang dihasilkan BLUE, tetapi akan sulit untuk menghasilkan estimasi yang benar-benar tepat. Sedangkan menunjukkan
pengujian
koefisien
bahwa model signifikan
regresi
secara
menjelaskan
keseluruhan perilaku
luas
realisasi penanaman. Nilai R2 adjusted dari Model 2 cukup besar, yaitu 80.71%. Hasil uji F yang signifikan tetapi terdapat hasil uji t yang tidak signifikan serta tanda koefisien yang tidak sesuai dengan hipotesis serta nilai koefisien determinasi (R2 adjusted) yang cukup tinggi menunjukkan terjadinya multikolinearitas di dalam model. heteroskedastisitas tidak terjadi pada Model 2.
Masalah
Hal ini ditunjukkan
oleh hasil White Heteroscedasticity Test, dimana nilai Obs*R 2 adalah 0.18 (lebih besar atau sama dengan a), yang berarti tidak terjadi heteroskedastisitas pad a Model 2. Untuk
mengidentifikasi
keberadaaan
masalah
autokorelasi
dalam Model 2 dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson statistic. Hasil estimasi menunjukkan bahwa statistik Durbin-Watson Model 2 adalah 1.38. Angka ini berada pada daerah dimana tidak dapat ditarik kesimpulan mengenai keberadaan masalah autokorelasi dalam model. Hasil pengamatan pada grafik residual terhadap waktu menunjukkan pola siklikal dimana data bergerak naik atau turun bersama-sama. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa statistik Durbin-Watson dan secara grafis menunjukkan bahwa Model 2 tidak terbebas dari masalah autokorelasi.
46
Berdasarkan hasil estimasi diketahui bahwa pada Model 3 yang menyertakan variabel In AREA, In HERB, In PPK dan In TKK sebagai variabel bebas menunjukkan bahwa koefisien regresi untuk variabel In AREA tidak sesuai dengan hipotesis.
Menurut hipotesis tanda yang
didasarkan pada teori ekonomi, seharusnya tanda koefisien regresi . dari variabel In AREA adalah positif atau lebih besar dari nol.
Hal ini
mengindikasikan terjadinya multikolinearitas di dalam model, sehingga dapat mengakibatkan kesulitan dalam menghasilkan estimasi yang benar-benar tepat. Sedangkan
hasil
pengujian
koefisien
regresi
menunjukkan
bahwa secara parsial, variabel luas areal yang harus ditanami (In AREA) dan jumlah herbisida yang digunakan (In HERB) tidak signifikan mempengaruhi luas realisasi penanaman pada taraf nyata (a) 5%. Untuk pengujian koefisien regresi secara keseluruhan menunjukkan bahwa model signifikan menjelaskan perilaku luas realisasi penanaman dengan nilai koefisien determinasi (R2 adjusted) cukup tinggi yaitu 80.43%. Masalah multikolinearitas terjadi pada Model 3 yang ditunjukkan oleh adanya tanda koefisien regresi yang tidak sesuai, terdapat hasil uji t yang tidak signifikan meskipun hasil uji F signifikan serta nilai koefisien determinasi (R 2 adjusted) yang cukup tinggi.
Hasil White
Heteroscedasticity Test terhadap Model 3 menunjukkan bahwa nilai
Obs*R2 adalah 0.15 (lebih besar atau sama dengan a).
Dengan
demikian tidak terjadi heteroskedastisitas pada Model 3. Identifikasi keberadaaan masalah autokorelasi dalam Model 3 dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson statistic dan grafik residual terhadap waktu.
Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai
Durbin-Watson statistic pada Model 3 adalah 1.38. pada
daerah
dimana
tidak
dapat ditarik
Angka ini berada
kesimpulan
keberadaan rnasalah autokorelasi dalam model.
mengenai
Hasil pengamatan
pada grafik residual terhadap waktu menunjukkan pola siklus, dimana data bergerak naik atau turun bersama-sama. Dengan demikian dapat
47
dikatakan
bahwa
statistik
Durbin-Watson
dan
secara
grafis
menunjukkan bahwa Model 3 tidak terbebas dari masalah autokorelasi. Pada Model 4 semua tanda dari koefien regresi tidak ada yang bertentangan dengan hipotesis tanda. Sedangkan hasil pengujian koefisien regresi secara parsial (uji t) memberikan hasil bahwa hanya variabel In PPK (jumlah pupuk yang digunakan) yang signifikan mempengaruhi luas realisasi penanaman (In PROD), yang ditunjukkan oleh p-value yang lebih besar dari a. Sedangkan variabel jumlah bibit yang digunakan )In BBT), jumlah herbisida yang digunakan (In HERB) dan jumlah tenaga kerja yang berupa karyawan perusahaan (In TKK) secara
statistik
tidak
signifikan
mempengaruhi
jumlah
realisasi
penanaman (In PROD). Hasil uji F menunjukkan bahwa secara bersamaan variabel bebas penyusun Model 4 secara statistik signifikan mempengaruhi perilaku luas realisasi penanaman (In PROD).
Koefisien determinasi
(R2 adjusted) yang dihasilkan pada estimasi Model 4 adalah 80.43%. Masalah heteroskedastisitas tidak terdapat dalam Model 4 yang ditunjukkan oleh hasil White Heteroscedasticity Test (0.154067) yang lebih besar dari a. Multikolinearitas terjadi dalam Model 4 karena uji F signifikan tetapi terdapat uji t yang tidak signifikan padahal nilai R2 juga cukup tinggi.
Masalah autokorelasi terjadi dalam Model 4 yang
ditunjukkan oleh grafik hasil plot residual terhadap waktu yang berpola (siklikal) dan nilai Durbin-Watson statistic (1.39) yang berada pada daerah tidak dapat disimpulkan autokorelasinya. Jika dilakukan perbandingan secara statistik antara Model 2, Model 3 dan Model 4 maka bisa dinyatakan bahwa Model 2 dipilih sebagai
dasar
untuk
melakukan
estimasi
selanjutnya.
Dasar
pemilihannya secara statistik adalah dengan jumlah variabel yang sama, Model 2 menunjukkan hasil uji t yang lebih baik dan nilai R2 adjusted yang lebih tinggi dibandingkar. Model 3 dan Model 4. Selain itu, nilai Akaike Information Criterion (AIC) serta Schwarz Information Criterion (SIC) pada Model 2 lebih rendah dari Model 3 dan 4. Karena
kriteria
statistik
lainnya
seperti
pelanggaran
asumsi
OLS
48
(heteroskedastisitas, multikolinearitas dan autokerasi)
mempunyai
hasil yang sama. Pada ketiga model dite_mui masalah multikolinearitas dan autokorelasi tetapi tidak ditemukan masalah heteroskedastisitas. Berdasarkan Model 2, dilakukan estimasi selanjutnya untuk mendapatkan
model
terbaik
dalam
rangka
mengetahui
faktor-
. faktoryang mempengaruhi efisiensi dan kondisi efisiensi perusahaan. Model 2 diestimasi dengan menggunakan variabel bebas In AREA, In BBT, In HERB dan In PPK. Untuk memperbaiki Model 2 maka disusun Model 5 yang tidak menyertakan variabel jumlah herbisida yang digunakan (In HERB) sebagai variabel bebas.
Secara statistik alasan
yang digunakan adalah bahwa berdasarkan matriks korelasi setelah estimasi Model 2 (Lampiran 4) diketahui
bahwa korelasi antara In
PROD dengan In HERB adalah negatif. Padahal seharusnya korelasinya adalah positif, karena semakin luas realisasi penanaman (In PROD) seharusnya meningkat.
jumlah
herbisida
yang
digunakan
(In
HERB)
juga
Selain itu meskipun hasil matriks korelasi tersebut
menunjukkan bahwa In AREA dan In BBT mempunyai korelasi yang tinggi (0.9827) tetapi membentuk model dengan tidak menyertakan in HERB mempunyai R2 adjusted yang lebih tinggi bila di bandingkan tidak menyertakan In AREA atau In BBT. Secara teknis, luas areal yang harus ditanami (In AREA) dan jumlah bibit yang digunakan (In BBT) juga lebih mampu menjelaskan variasi luas realisasi penanaman (In PROD), karena In AREA akan mempengaruhi In PROD, sementara In BBT merupakan komponen utama kegiatan penanaman. Hasil estimasi tanpa menyertakan variabel In HERB selanjutnya disebut Model 5 yang disajikan pada Tabel 5.3.
49
Tabel 5.3 . Hasil estimasi Model 5 Variabel Bebas
Koefisien Regresi
p-value
0.9392 -0.077999 Konstanta 0.1374 -0.305425 In (AREA} ** 0.0073 0.633539 In (BBT) ** 0.0019 0.208690 In (PPK) 2 0.805953 R adjusted 0.0000 49.45628 *** F-statistic Keterangan : PROD = variabel terikat, berupa luas realisasi penanaman (ha) BBT = variabel bebas jumlah bibit yang digunakan (batang) PPK = variabel bebas jumlah pupuk yang digunakan (kg) TKK = variabel bebas tenaga kerja, dalam hal ini karyawan perusahaan (orang) *** = signifikan pad a a= 1% ** = signifikan pada a=S% Dari hasil estimasi Model 5 diketahui bahwa tanda koefisien regresi untuk variabel jumlah areal yang harus ditanami (In AREA) tidak sesuai dengan hipotesis (teori ekonomi). Artinya jika luas areal yang ditanami naik atau turun 1 persen maka luas realisasi penanaman naik atau turun 0.31 persen.
Hal ini menunjukka n
kemungkina n terjadinya multikolinea ritas di dalam Model 5. Hasil pengujian koefisien regresi secara parsial bahwa variabel In BBT dan In PPK signifikan
menunjukka n
mempenga ruhi luas
realisasi penanaman pada taraf nyata 5%. Secara keseluruhan, model signifikan menjelaskan perilaku luas rerllisasi penanaman dengan nilai R2 adjusted dari model 5 adalah 80.60%. Masalah multikoiinea ritas terjadi dalam Model 5 dengan adanya tanda koefisien regresi yang tidak sesuai hipotesis, adanya hasil uji t yang tidak signifikan sementara uji F signifikan dan nilai R2 adjusted yang cukup tinggi. Masalah heteroskeda stisitas tidak terjadi di dalam Model 5 yang ditunjukkan oleh hasil White Heterosced asticity Test, dimana Obs*R 2 yang lebih besar dari a.
Autokorelasi terjadi dalam
Model 5 karena grafik residual terhadap waktu yang berpola siklikal dan nilai Durbin-Watson statistic berada di daerah dimana tidak dapat diambil kesimpulan.
50
Sampai dengan Model 5, variabel AREA mempunyai tanda koefisien regresi yang tidak sesuai dengan hipotesis tanda.
Hal ini
bertentangan dengan teori ekonomi, karena seharusnya semakin luas areal yang harus ditanami, maka produksi akan semakin meningkat. Sesungguhnya hasil regresi antara produksi (PROD) dengan luas areal . yang harus ditanami (AREA) mempunyai tanda koefisien regresi yang positif, sesuai prediksi teori ekonomi (Lampiran 10).
Selain itu,
matriks korelasi dari keseluruhan variabel (Lampiran 2) menunjukkan bahwa variabel BBT dan AREA mempunyai korelasi yang tinggi, yaitu 0.97.
Dengan demikian diduga bahwa sebenarnya terdapat gejala
multikolinearitas yang cukup kuat yang
tidak tertangkap dalam
estimasi yang dilakukan dengan menggunakan In AREA (luas areal yang harus ditanami) sebagai variabel bebas. Selain itu, variabel BBT juga mempunyai korelasi yang tinngi dengan TKK yaitu sebesar 0.97. Untuk
mengatasi
permasalahan
tersebut,
dalam
estimasi
selanjutnya, variabel jumlah bibit yang digunakan adalah BBT2 yang merupakan
jumlah
bibit
yang
digunakan
(BBT)
yang
sudah "dibersihkan" dari pengaruh variabel luas areal yang harus ditanami (AREA) dan jumlah tenaga kerja yang berupa karyawan (TKK). Variabel baru ini adalah residu dari regresi BBT terhadap AREA dan TKK. Secara teknis, hal ini juga sesuai dengan kenyataan bahwa pengadaan bibit untuk kegiatnn penanaman akan berkaitan erat dengan iuas areal yang harus ditanami (target penanaman) dan tenaga kerja yang digunakan. Selain itu, variabel TKK juga mempunyai korelasi yang cukup tinggi dengan AREA dimana korelasinya
sebesar 0.89.
Hal ini
kemungkinan terjadi karena jumlah tenaga kerja akan berhubungan erat
dengan
ukuran
konsesi
perusahaan
yang
dalam
hal
ini
dicerminkan oleh faktor produksi tanah atau variabel AREA. Sehingga dalam estimasi selanjutnya variabel TKK yang digunakan adalah TKK2 yang merupakan TKK yang sudah "dibersihkan" dari pengaruh AREA.
51
Hasil estimasi dengan menggunakan variabel bebas berupa luas areal yang harus ditanami (In AREA), jumlah bibit yang digunakan (In BBl2), jumlah pupuk yang digunakan (In PPK), jumlah herbisida yang digunakan (In HERB) dan jumlah tenaga kerja yang berupa karyawan (In lKK2) selanjutnya disebut Model 6 disajikan pada label 5.4. label 5.4 . Hasil estimasi Model 6 Variabel Bebas
!
I Koefisien Regresi
p-value
Konstanta 1.670781 0.7260 ** In (AREA) 0.660738 0.0265 In (BBT2) -0.051557 0.5299 In (PPK) 0.077400 0.3121 In (HERB) -0.425963 0.6626 In (TKK2) 0.186998 "' 0.0561 R2 adjusted 0.812870 F-statistic 8.818957 *** 0.0278 Keterangan : PROD = variabel terikat, berupa luas realisasi penanaman (ha) AREA = variabel bebasluas areal yang harus ditanami (ha) BBT2 = variabel bebas jumlah bibit yang digunakan (batang) PPK = variabel bebas jumlah pupuk yang digunakan (kg) HERB = variabel bebas jumlah herbisida yang digunakan (liter) lKK2 = variabel bebas tenaga kerja, dalam hal ini karyawan perusahaan (orang) "'"'* = signifikan pad a a= 1% ** = signifikan pada a=S% I
Pada Model 6 variabel In BBT2 dan In HERB mempunyai tanda koefisien regresi negatif, yang berarti juga tidak sesuai dengan hipotesis tanda.
Selain itu, hasil pengujian koefisien regresi secara
parsial menunjukkan bahwa hanya variabel In AREA dan In TKK2 yang signifikan mempengaruhi variabel terikat In PROD. Sedangkan secara keseluruhan, model signifikan menjelaskan perilaku luas realisasi penanaman dengan nilai R2 adjusted 81,29°/o. Dengan demikian masalah multikolinearitas terjadi dalam Model 6 dengan adanya tanda koefisien regresi yang tidak sesuai hipotesis, terdapat hasil pengujian koefisien regresi secara parsial yang tidak signifikan sementara uji F signifikan dan nilai R2 adjusted yang cukup tinggi.
Masalah
Sedangkan masalah
hcteroskedastisitas terjadi
di
dalam
Model
6.
autokorelasi terjadi dalam Model 6 karena nilai
Durbin-Watson statistic berada di daerah dimana terjadi autokorelasi 52
positif.
Untuk memperbaiki Model 6, cara paling sederhana adalah
dengan mengeluarkan variabel yang tidak signifikan mempengaruhi In PROD dari model.
Tetapi karena pada Model 6 terdapat beberapa
variabel yang tidak signifikan mempengaruhi model, maka dilakukan kombinasi penggunaan masing-masing variabel yang tidak signifikan . dalam
menyusun
model
selanjutnya.
Estimasi
dengan
tidak
menyertakan variabel In BBT2 selanjutnya disebut Model 7, sedangkan yang tidak menyertakan variabel In HERB selanjutnya disebut Model 8 dan yang tidak menyertakan variabel In PPK selanjutnya disebut Model 9.
Hasil estimasi Model 7, Model 8dan Model 9 disajikan pada Tabel
5.5. Tabel 5.5. Hasil estimasi Model 7, Model 8 dan Model 9 Variabel Be bas
Koefisien Regresi Model 7
Model 8
Model 9
3.148167 -0.324999 Konstanta 1.470612 In (AREA) 0.564298 *** 0.759112 *** 0.686876 *** -0.064615 In (BBT2) -0.042959 In (HERB) 0.087262 0.120883 ** In (PPK) -0.214479 -0.753840 *** In (TKK2) 0.217288 ** 0.177854 ** 0.130924 R2 adjusted 0.843816 0.800294 0.842018 AIC -0.547145 -0.685607 -0.919970 SIC -0.299181 -0.768678 -0.534315 F-statistic 29.36416 *** 12.99213 *** 10.01659 ** Keterangan : PROD = variabel terikat, berupa luas realisasi penanaman (ha) AREA = variabel bebasluas areal y.ang harus ditanami (ha) BBT2 = variabel bebas jumlah bibit yang digunakan (batang) PPK = variabel bebas jumlah pupuk yang digunakan (kg) HERB = variabel bebas jumlah herbisida yang digunakan (liter) TKK2 = variabel bebas tenaga kerja, dalam hal ini karyawan perusahaan (orang) *** pad a a= 1% = signifikan .... = signifikan pada a=S% * = signifikan pad a a= 10% Pada Model 7 diketahui bahwa
variabel In PPK mempunyai
tanda koefisien regresi yang tidak sesuai dengan hipotesis tanda dan secara parsial tidak mempengaruhi variabel terikat In PROD.
Hasil
pengujian koefisien regresi secara parsial menunjukkan bahwa variabel
53
In AREA, In BBT2 dan In TKK2 signifikan mempengaruhi luas realisasi penanaman (In PROD) berturut-turut pada taraf nyata 1%, 5% dan 1%.
Sedangkan secara keseluruhan, model signifikan menjelaskan
perilaku luas realisasi penanaman dengan nilai R2 adjusted 84.38%. Dengan
demikian
pada
Model
7
terdapat
masalah
. multikolinearitas dengan adanya tanda koefisien regresi yang tidak sesuai hipotesis, adanya hasil uji t yang tidak signifikan sementara uji F signifikan dan nilai R2 adjusted yang cukup tinggi.
Masalah
heteroskedastisitas tidak terjadi di dalam Model 7 (berdasarkan hasil White Heteroscedasticity Test dimana nilai Obs*R 2 -adj lebih besar dari
a), sedangkan masalah
autokorelasi tidak terjadi dalam Model 7
karena nilai Durbin-Watson statistic berada di daerah dimana tidak terjadi autokorelasi. Sedangkan
pada
Model
8
variabel
In
BBT2
dan
In
PPK
mempunyai tanda koefisien regresi yang tidak sesuai dengan hipotesis tanda serta pengujian koefisien regresi secara parsial menunjukkan kedua variabel tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat I PROD. Sedangkan variabel In AREA dan In TKK yang signifikan mempengaruhi In PROD berturut-turut pada taraf nyata 1% dan 5%.
Sementara
secara keseluruhan model signifikan mempengaruhi luas perilaku luas realisasi penanaman pada taraf nyata 5% dengan nilai koefisien determinasi 80.03%. Dengan demikian Model 8 juga tidak terlepas dari masalah multikoiinearitas, tetapi tidak terjadi heteroskedastisitas. Autokorelasi juga terjadi pada Model 8 karena nilai Durbin Watson statistic berada dalam daerah autokorelasi positif. Pada Model 9 variabel In BBT2 mempunyai tanda yang tidak sesuai
dengan
hipotesis
tanda
sekaligus
tidak
signifikan
mempengaruhi In PROD. Variabel In HERB meskipun tandanya sesuai dengan hipotesis tanda, tetapi pengujian koefisien regresi secara parsial juga menunjukkan bahwa variabel ini tidak mempengaruhi In PROD.
Sedangkan variabel In AREA dan In TKK2 mempunyai tanda
yang sesuai dengan hipotesis sekaligus secara parsial signifikan
54
mempengaruhi In PROD pada taraf nyata berturut- turut 1°/o dan 5°/o. Secara keseluruhan Model 9 signifikan mempengaruhi luas perilaku luas realisasi penanaman pada taraf nyata 1°/o dengan nilai koefisien determinasi 84.20%. Dari
ketiga
model
di atas,
dilakukan perbaikan
dengan
- mengeluarkan variabel yang tidak signifikan mempengaruhi variabel terikat In PROD.
Perbaikan yang dilakukan berdasarkan Model 7
dengan tidak menyertakan variabel In PPK yang tidak signifikan mempengaruhi In PROD dan mempunyai tanda tidak sesuai dengan hipotesis tanda. Hasil estimasi dengan menyertakan variabel In AREA, In HERB dan In TKK2 selanjutnya disebut Model 10 disajikan dalam Tabel 5.6. Tabel 5.6. Hasil estimasi Model 10
p-value
Koefisien Regresi
Variabel Bebas
0.4294 0.571601 Konstanta 0.0000 0.570297 *** In (AREA) 0.0235 0.120470 ** In (HERB) *** 0.0001 0.130473 In (TKK2) 0.850603 R2 adjusted 0.0000 40.85509 *** F-statistic Keterangan : PROD = variabel terikat, berupa luas realisasi penanaman (ha) AREA = variabel bebas luas areal yang harus ditanami (ha) HERB = variabel bebas jumlah herbisida yang digunakan (liter) TKK2 = variabel bebas tenaga kerja, dalam hal ini karyawan perusahaan (orang) *** = signifikan pad a a= l% *"' = signifikan pada a=5% = signifikan pad a a= 10% Pacta Model 9 semua variabel bebas (In AREA, In HERB dan In TKK2)
mempunyai
tanda
koefisien
regresi
yang
sesuai
dengan
hipotesis tanda, yaitu positif atau lebih besar dari nor. Selain itu, hasil pengujian koefisien regresi secara parsial menunjukkan bahwa variabel In AREA, In HERB dan In TKK2 signifikan mempengaruhi luas realisasi penanaman (In PROD) berturut-turut pada taraf nyata 1%, 5% dan 1%. Secara keseluruhan model signifikan mempengaruhi perilaku luas realisasi penanaman pada taraf nyata 1%. Nilai R2 adjusted dari Model
9 cukup tinggi, yaitu 85.06%. 55
Dengan demikian, masalah multikolinearitas tidak terjadi pada Model 10, masalah heteroskedastisitas juga tidak terjadi dalam Model 10, yang ditunjukkan oleh hasil White Heteroscedasticity test, dimana nilai Obs*R-squared lebih besar dari a. tidak terjadi pada Model 10,
Fenomena autokorelasi juga
ditunjukkan oleh nilai Durbin-Watson
·statistic yang berada diantara dL dan du. Dengan demikian, maka Model 10 digunakan sebagai dasar untuk menentukan faktor-faktor yang berpengaruh terhadap luas realisasi penanaman. Dasar yang digunakan adalah kriteria ekonomi yaitu kesesuaian tanda koefisien regresi dengan teori ekonomi, kriteria statistik yang meliputi pengujian koefisien regresi secara parsial, pengujian koefisien regresi secara bersama-sama dan kebaikan suai model, serta berdasarkan kriteria ekonometri (pelanggaran asumsi multikolinearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi).
Selain itu,
secara teknis variabel luas areal yang harus ditanami atau luas target penanaman (In AREA),
jumlah herbisida yang digunakan (In HERB)
dan jumlah tenaga kerja yang berupa karyawan (In TKK) lebih sesuai digunakan dalam menentukan luas realisasi realisasi
penanaman
tidak
dapat
penanaman,
dilepaskan
dari
luas
karena target
penanaman, persiapan lahan yang dalam hal ini diwakili oleh jumlah herbisida yang digunakan dan tenaga kerja yang digunakan karena kegiatan penanaman lebih padat karya daripada padat modal. 5.4. Faktor-faktor yang Berpengaruh terhadap Luas Realisasi Penanaman Pertimbangan dalam menentukan faktor
yang berpengaruh
terhadap perilaku variabel terikat (luas realisasi penanaman) tidak hanya didasarkan pada kriteria statistik saja, melainkan juga harus mempertimbangkan kriteria ekonomi dan ekonometri.
Selain itu,
pertimbangan-pertimbangan teknis juga dijadikan pertimbangan dalam menentukan faktor-faktor yang berpengaruh tcrhadap produksi, yang dalam hal ini diwakili oleh luas realisasi
penanam~m.
56
Berdasarkan diketahui
pertimbangan-pertimbangan
bahwa
tidak
semua
faktor
tersebut,
(variabel)
dapat
yang
diduga
berpengaruh terhadap luas realisasi penanaman terbukti berpengaruh secara signifikan terhadap luas realisasi penanaman.
Hanya faktor
luas areal yang harus ditanami (In AREA), bibit (In BBT) dan herbisida · (In HERB) yang secara signifikan berpengaruh terhadap luas realisasi penanaman.
Sedangkan variabel pupuk, tenaga kerja (buruh) dan
tenaga kerja (karyawan) tidak signifikan mempengaruhi luas realisasi penanaman. 5.4.1. Faktor yang Mempengaruhi Luas Realisasi Penanaman 1) Luas areal yang harus ditanami
Berdasarkan
Model
10,
luas
areal
yang
harus
ditanami
mempunyai tanda koefisien regresi yang sesuai dengan hipotesis tanda.
Dalam
model
ini,
nilai
koefisien
merupakan nilai elastisitas dari variabel.
regresi
seka!!gus
Nilai koefisien regresi
dari variabel In AREA adalah 0.57. Artinya, jika jumlah areal yang harus ditanami bertambah 1 persen, maka akan meningkatkan luas
realisasi
penanaman
sebesar 0.57
persen
(faktor
lain
dianggap tetap). Sehingga bisa dikatakan bahwa peningkatan luas areal yang harus ditanami masih akan mampu meningkatkan luas realisasi penanaman. Implikasi dari kondisi ini adalah perusahaan harus mempunyai perencanaan kegiatan yang matang berdasarkan data historis maupun hasil penelitian, karena ternyata luas areal yang harus ditanami (target penanaman) turut memberikan sumbangan dalam peningkatan output yang berupa luas realisasi penanaman.
Bagi
pemerintah, hal ini mengindikasikan bahwa luas areal konsesi HTI turut
menentukan
kemampuan
luas
realisasi
penanaman.
Sehingga sebaiknya pertimbangan-pertimbangan ekonomi untuk masa yang akan datang semakin menjadi pertimbangan dalam penentuan
luas areal
konsesi
HTI
tanpa
mengesampingkan
pertimbangan ekologis.
57
2) Herb is ida
Jum!ah herbisida yang digunakan mempunyai tanda koefisien regresi positif.
Artinya jika jumlah herbisida yang digunakan
bertambah 1 persen akan meningkatkan luas realisasi penanaman sebesar 0.12 persen (faktor lain dianggap tidak berubah). Penggunaan
herbisida
dalam
kegiatan
penanaman
erat
kaitannya dengan kegiatan penyiapan lahan (land preparation) yang
merupakan salah satu rangkaian
~er~is:~a
kegiatan
penanaman.
:c:-:.::ama untuk pembersihan areal yang akan ditanami
(land clearing) secara kimiawi pada areal dengan kerapatan
tumbuhan
bawah
yang
sangat
tinggi.
Sehingga
dengan
meningkatnya penggunaan herbisida yang dalam hal ini mewakili kegiatan persiapan lahan, maka juga akan terjadi peningkatan luas realisasi penanaman. Magnitude koefisien regresi In HERB yang tidak begitu besar
diduga terjadi karena penggunaan herbisida tidak mutlak dalam kegiatan land clearing. Herbisida hanya digunakan pada areal dengan kerapatan tumbuhan bawah yang tinggi. Untuk kasus PT. Musi Hutan Persada, persiapan lahan secara kimiawi ini mencapai 30% dari keseluruhan cara persiapan lahan.
Pada areal yang
kerapatan tumbuhan bawahnya rendah, persiapan lahan dilakukan dengan membuat jalur penanaman dengan alat sederhana berupa parang yang dikenal secara manual. Dengan
demikian
perusahaan
harus
meningkatkan
kemampuan persiapan lahan yang dalam hal ini dicerminkan oleh jumlah herbisida yang digunakan, agar luas realisasi penanaman semakin dapat ditingkatkan. 3) Tenaga Kerja (karyawan)
Jumlah
tenaga
kerja
berupa
karyawan
mempunyai tanda koefisien regresi positif. tenaga kerja
yang
digunakan
Artinya jika jumlah
berupa karyawan y·ang digunakan bertambah 1
58
persen akan meningkatkan luas realisasi penanaman sebesar 0.13 persen (faktor lain dianggap tidak
be~ubah).
Hal ini diduga berkaitan erat dengan kegiatan penanaman di PT. Musi Hutan Persada yang merupakan kegiatan yang lebih padat
karya
daripada
modal.
Sehingga
peran
karyawan
perusahaan yang merupakan tenaga kerja dengan keterampilan tinggi
(jika
dibandingkan
dengan
buruh
peranan penting dalam keberhasilan
harian)
memegang
kegiatan produksi
yang
dicerminkan oleh luas realisasi penanaman. Bahkan pada kasus ini bisa dinyatakan bahwa faktor produksi yang berupa tenaga kerja memiliki peran yang krusial melebihi faktor lain yang juga penting dalam kegiatan penanaman, seperti jumlah bibit yang digunakan. Dengan demikian karena pentingnya tenaga kerja berupa karyawan dalam rangka peningkatan output
yang dicerminkan
oleh luas realisasi penanaman, bagi perusahaan adalah krusial memiliki manajemen tenaga kerja yang dapat mendukung kinerja. Selain itu perlu adanya usaha-usaha peningkatan kemampuan tenaga kerja berupa karyawan dalam rangka peningkatan output. 5.4.2. faktor
yang
Tidak
Mempengaruhi
Luas
Realisasi
Penanaman Selain faktor-faktor tersebut, terdapat tiga faktor yang diduga berpengaruh terhadap luas realisasi penanaman yaitu jumlah bibit yang digunakan (In BBT2), jumlah tenaga kerja yang berupa buruh harian (In TKB) dan
jumlah pupuk yang digunakan (In PPK), tetapi
hasil uji statistik menunjukkan bahwa ketiganya tidak signifikan mempengaruhi luas realisasi penanaman. 1) Bibit
Variabel jumlah bibit yang digunakan secara statistik tidak termasuk
salah
satu
variabel
bebas
yang
menentukan variasi !uas realisasi penanaman.
terpilih
dalam
Hal ini diduga
terjadi karena dalam kajian fungsi produksi akan terjadi trade-off antara faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap output
59
dalam menentukan variasi output.
Variabel yang digunakan
adalah yang mampu berperan dalam memberikan penambahan output secara signifikan dan lebih tinggi. Diduga telah terjadi trade-off antara variabel bibit dan tenaga kerja yang berupa karyawan. Musi Hutan Persada
Karena kegiatan penanaman di PT.
merupakan
kegiatan
yang
padat karya
sehingga tenaga kerja berupa karyawan memegang peran yang lebih krusial jika dibandingkan bibit.
Hal ini antara lain dapat
dilihat dari korelasi antara In TKK2 dengan In PRC8 ya.-.g :c:bi:-, tinggi jika dibandingkan korelasi antara In BBT2 dengan In PROD. 2). Tenaga Kerja (Buruh)
Dalam penyusunan model yang melibatkan seluruh variabel, terjadi
fenomena
mendekati
matriks
singular
(near singular
matrix). Dari matriks korelasi setelah estimasi tersebut, diketahui
bahwa variabel tenaga kerja yang berupa karyawan (In TKK) berkorelasi sempurna dengan variabel jumlah tenaga kerja yang berupa buruh (In TKB). Dalam hal ini In TKK dipilih untuk mewakili karena dianggap lebih tepat digunakan untuk mengukur efisiensi perusahaan.
Sehingga In TKB tidak digunakan untuk melakukan
estimasi. Selain itu, pelibatan tenaga buruh harian dalam kegiatan perusahaan
lebih
dikarenakan
program
perusahaan
untuk
melibatkan masyarakat dalam pelaksanaan kegiatan perusahaan untuk menekan potensi kor rflik.
3). Pupuk Pupuk merupakan salah satu komponen yang dipergunakan oleh PT.
Musi Hutan Persada dalam kegiatan persiapan lahan
(land preparation).
Dimana pupuk dimasukkan ke dalam setiap
lub.Jng tanam di areal yang akan ditanami bibit.
60
Pupuk diduga tidak signifikan mempengaruhi produksi yang dicerminkan oleh luas realisasi penanaman karena pupuk mewakili kegiatan persiapan lahan yang di dalamnya juga terdapat herbisida. Jika dilihat pada matriks korelasi seluruh variabel (Lampiran 2), maka pupuk hanya mempunyai korelasi -0.02 dengan produksi, sedangkan herbisida mempunyai korelasi dengan produksi sebesar 0.98.
Dengan demikian herbisida lebih dapat mewakili kegiatan
persiapan lahan bila dibandingkan dengan pupuk. 5.5. Analisis Efisiensi Teknis Penggunaan Faktor Produksi Tingkat efisiensi teknis dari penggunaan faktor produksi secara bersama-sama merupakan gambaran skala produksi jangka panjang dari pengelolaan hutan tanaman industri. diketahui
dari
menjumlahkan
nilai semua
returns-to-scale, nilai
koefisien
Tingkat efisiensi yang
diperoleh
regresi
(elastisitas
dapat dengan faktor
pmduksi) dari faktor yang mempengaruhi produksi, yang dalam hal ini diwakili oleh luas realisasi penanaman.
Elastisitas masing-masing
varia bel (faktor produksi) disajikan dalam Tabel 5. 7. Skala
produksi
dianggap
efisien
secara
teknis
apabila
penjumlahan nilai elastisitas masing-masing faktor produksi sama dengan satu, atau berada pada kondisi constant returns to scale.
Dr~n
kegiatan produksi masih dianggap rasional jika hasil penjumlahan dari nilai clastisitas seluruh faktor produksi berada diantara nol dan satu. Jika hasil penjumlahan nilai e!ast!sitas seluruh faktor produksi lebih besar dari 1 atau kurang dari nol, maka kegiatan produksi berada pada daerah yang tidak rasional untuk berproduksi. Penjumlahan dari nilai elastisitas faktor produksi dalam kegiatan produksi yang diwakili oleh kegiatan penanaman di PT. Musi Hutan Persada disajikan pada Tabel 5.7.
61
Tabel 5.7. Nilai elastisitas faktor produksi dalam pengelolaan HTI PT. Musi Hutan Persada
I I
I
Faktor Produksi
1.
Tanah (luas areal yang harus ditanami)
0.57
2.
Herbisida
0.12
!
iI
Elastisitas Produksi (Koefisien regresi)
No.
3.
I Tenaga kerja (karyawan)
0.131
I
Jumlah
I
0.82 i
Sumber : Hasil pengolahan data (Model 10) Hasil
penjumlahan
elastisitas
faktor
mempengaruhi luas realisasi penanaman demikian,
produksi
adalah 0.82.
yang Dengan
dalam skala produksi dari pengelolaan HTI dengan output
berupa luas realisasi penanaman di PT. Musi Hutan Persada berada dalam kondisi decreasing returns to scale.
Berarti secara teknis
penggunaan faktor produksi dalam kegiatan penanaman HTI di PT. Musi Hutan Persada dalam
kondisi belum efisien karena persentase
pertambahan produksi (luas realisasi penanaman) yang diperoleh lebih kecil dari persentase pertambahan faktor produksi yang digunakan (tanah, herbisida dan tenaga kerya berupa karyawan). Disamping itu, hal ini menunjukkan bahwa hipotesis kedua yang menyatakan bahwa kombinasi penggtmaan input dalam pengelolaan HTI telah memenuhi kondisi efisien secara teknis tidak terbukti. hasil
uji
restriksi
dengan
menggunakan
Hal ini diperkuat dengan Wald
Coefficient
Test
(Lampiran 15) yang menunjukkan bahwa tidak terjadi kondisi constant returns to scale (efisien secara teknis).
Selain itu, karena nilai
penjumlahan elastisitas faktor produksi lebih dari nol (elastisitas produksi total > 0), maka kegiatan produksi masih berada pada daerah yang rasional untuk berproduksi.
62
Pyndick dan Rubinfeld (2005) menyatakan bahwa kerumitan organisasi dan mengelola operasional skala besar dapat menyebabkan penurunan produktivitas dari faktor produksi yang berakibat pada terjadinya decreasing returns to scale. terjadi
pada
PT.
Musi
Hutan
Kondisi ini kemungkinan juga
Persada
merupakan
perusahaan yang beroperasi dengan skala besar
4•
salah
suatu
Besarnya skala
operasional PT. MHP ditunjukkan oleh luas areal konsesi yang melebihi 100.000 hektar (Hartono, 2002).
Jika demikian, maka
perusahaan
harus meningkatkan fungsi koordinasi dan pengawasan agar setiap penurunan produktivitas dapat terpantau, atau melakukan perubahan bentuk manajemen sehingga koordinasi dan pengawasan lebih efisien.
4
Kondisi sebenarnya belum terakornodasi dalam penelitian ini, sehingga disarankan dapat diakomodasi pada penelitian selanjutnya
63
VI.
KESIMPULAN DAN SARAN KEBIJAKAN
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasif analisis data dan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini 1 maka dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut : 1.
Faktor produksi yang secara
statistik berpengaruh terhadap
produksi hutan tanaman industri PT. Musi Hutan Persada yang diwakili
oleh luas realisasi penanaman sebagai cerminan dari
kelestarian hasil adalah luas areal yang harus ditanami, herbisida yang digunakan dalam kegiatan penanaman dan tenaga kerja yang berupa karyawan.
2.
Faktor produksi yang berupa
jumlah bibit yang digunakan,
tenaga kerja yang berupa buruh dan pupuk yang digunakan dalam
kegiatan
penanaman
tidak
signifikan
mempengaruhi
produksi (luas realisasi penanaman). 3.
Tingkat kombinasi penggunaan input (faktor produksi) dalam kegiatan produksi berada pada kondisi
belum efisien secara
teknis karena berada pada posisi decreasing returns to scale yang berarti kecil
persentase pertambahan produksl yang diperoleh lebih dari
persentase
digunakan.
pertambahan
faktor
produksi
yang
Sedangkan proses produksi masih berada pada
berada pada daerah yang rasional untuk berproduksi. 4.
Skala produksi yang besar belum te:1tu efisien secara teknis.
6.2. Saran Kebijakan Berdasarkan
kesimpulan
tersebut
di
atas
1
untuk
lebih
meningkatkan produktivitas dan efisiensi perusahaan tanpa melupakan kelestarian hasil,
maka disampaikan
saran mengenai p2rlunya
diketahui skala operasional yang ideal agar dihasilkan output optimal. Karena ternyata besarnya skala operasional perusahaan yang antara
64
lain dicerminkan oleh luasnya areal konsesi HTI tidak mencerminkan efisiensi perusahaan. Kondisi decreasing returns to scale kemungkinan terjadi karena
PT.
Musi Hutan
Persada merupakan salah
perusahaan yang beroperasi dengan skala besar.
suatu
Salah satu dasar
pertimbangan yang dapat digunakan adalah tingkatan efisiensi teknis. 6.3. Saran untuk Penelitian Selanjutnya
Hasil
penelitian ini cukup penting bagi perusahaan hutan
tanaman industri maupun penentu kebijakan dalam rangka melakukan evaluasi penggunaan faktor produksi dalam kegiatan pengelolaan hutan tanaman industri. Namun, untuk beberapa hal belum memenuhi harapan yang diinginkan. Untuk penelitian lebih lanjut,
beberapa saran yang
dapat
diberikan adalah : 1.
Kombinasi
penggunaan
faktor
produksi
untuk
menghasilkan
output yang optimal belum dapat diperoleh dalam penelitian :ni. Sehingga
perlu
dilakukan
kajian
lebih
lanjut
dengan
menggunakan pendekatan yang mengarah pada "optimasi" untuk mendapatkan kombinasi input yang optimal. 2.
Analisis
dengan
pendekatan
dikembangkan, antara lain
probabilistik juga
masih
dapat
dengan menggunakan persamaan
simultan untuk mengakomodasi keterkaitan antar variabel. 3.
Salah satu hal yang belum bisa diperoleh dari penelitian ini ada!ah mengetahui efisiensi
luas areal konsesi hutan tanaman industri
dalam rangka mengetahui kondisi penggunaan lahan.
Hal ini
penting sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan di sektor kehutanan dalam rangka menentukan luas areal konsesi hutan tanaman industri yang efisien. 4.
Selain itu, pengembangan pengukuran efisiensi untuk
sektor
kehutanan baik teknis, alokatif maupu ekonomis masih terbuka Iebar karena masih sangat minimnya informasi tersebut untuk kasus Indonesia.
Padahal hal ini sangat penting sebagai acuan
dalcm pembuatan kebijakan di sektor kehutanan.
65
DAFTAR PUSTAKA
Astana, Satria, Boen M. Purnama dan Bonar M. Sinaga. 2002. "Optimalisasi Manfaat Ekonomi Hutan Alam Produksi". Bogar : Jurnal Sosial Ekonomi Vol. 3 No. 1 : 1-21, Puslitbang Sosial dan Ekonomi Kehutanan, Departemen Kehutanan. Bungi, Sudirman. 2003. "Efisiensi Penggunaan Faktor Produksi dalam Usahatani Padi di Kabupaten Sidenreng Rappang (Pendekatan Ekonometri)". Tesis Program Magister Perencanaan dan Kebijakan PubfiK, t=akuitas cKonomi, Universitas Indonesia. (Tidak diterbitkan). Damanhuri, Didin S. 1985. "Luas Usaha, Efisiensi Ekonomi Relatif dan Distribusi Pendapatan Usaha Tani Tambak (Studi Kasus di Kecamatan Pedes, Kabupaten Karawang, Jawa Barat)". Tesis Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogar. (Tidak diterbitkan). Gaspersz, · V. 2003. "Ekonomi Manajerial Pembuatan Keputusan Bisnis". Jakarta : Gramedia Pustaka Utama. Gujarati, D. 2003. "Basic Econometrics 4~h Edition". McGraw-Hill Companies. Hartono, Bambang T. 2002. "Can Pressure on Natural Forests? Indonesia". EEPSEA Research 220-RR1). Singapore : Economy South East Asia.
New York
Forest Plantations Alleviate : An Efficiency Analysis in Reports ASSN 1608-5434 ; and Environment Program for
Henderson, James M. and Richard E. Quandt. 1980. "Microeconomic Theory : A Mathematical Approach 3rd Edition". Singapore : McGraw-Hill Book Company. Kartodihardjo, Hariadi. 1994. "Faktor Penentu Pengelolaan Hutan Produksi Lestari". Bog or : Buletin Alas Tahun I No. 01:2-14, Yayasan Adi Sanggoro. Maturana, J. 2005. "Biaya dan Manfaat Ekonomi dari Pengalokasian Lahan Hutan untuk Pengembangan Hutan Tanaman Industri di Indonesia. CIFOR Working paper : 30(i). Bogar : Center for Internasional Forestry Research. Mubyarto. 1989. "Pengantar Ekonomi Pertanian". Jakarta : LP3ES.
66
Mukani.
1986. "Luas Usaha dan Efisiensi EKonomi Relatif (Studi Kasus Usahatani Tembakau Pipa di Desa Selok Awar-Awar, Kecamatan Pasirian, Kabupaten. Lumajang)". Tesis Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. (Tidak diterbitkan).
Pindyck, Robert S. and Daniel L. Rubinfeld. 2005. "Microeconomics" (Sixth Edition). New Jersey : Pearson Education Inc. PT. Musi Hutan Persada. 2000. "Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RPAK) Tahun 2000". Jakarta : PT. Musi Hutan Persada. _ _ _ . 2001. "Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RPAK) Tahun 2001". Jakarta : PT. Musi Hutan Persada. _ _ _ . 2002. "Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RPAK) Tahun 2002". Jakarta : PT. Musi Hutan Persada. _ _ _ . 2003. "Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RPAK) Tahun 2003". Jakarta : PT. Musi Hutan Persada. Purwoto, A. 1990. "Efisiensi Usahatani Padi tanpa dan dengan Mempertimbangkan Resiko, serta Pengaruh Faktor Sosial Ekonomi Terhadap Sikat dalam Menghadapi Resiko : SLudi Kasus di dua Desa di Jawa Tengah". Tesis Fakultas Pasca Sarjana Institut Pertanian Bogor. (Tidak diterbitkan). Republik Indonesia. 1999. tentang Kehutanan.
Undang Undang No. 41 Tahun 1999
Republik Indonesia. 1999. Peraturan Pemerintah NO. 6 Tahun 1999 tentang Pengusahaan Hutan dan Pemungutan Hasil Hutan pada Hutan Produksi. Sadoulet, Elizabeth and Alain de Janvry. 1995. "Quantitative Development Policy Analysis". London John Hopkins University Press. Salvatore, Dominick. 2001. "Managerial Economics dalam Perekonomian Global Jilid I (terjemahan)". Jakarta : Penerbit Erlangga. Siahaan, Oloan P. 2000. "Efisiensi Teknik Unit Usaha BUMN : Analisa Data Panel Usaha Industri Indonesia 1981 - 1991". Disertasi Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Tidak diterbitkan. Simatupang, Pantjar. 1988. "Penentuan Skala Usaha dengan Fungsi Keuntungan : Landasan Teoritis dengan Contoh Fungsi CobbDouglas dan Translog". Bogor : Jurnal Agro Ekonomi Vol. 7 No.1 : 1-16, Puslit Agro Ekonomi, Departemen Pertanian.
67
Simon, Hasanu dan Hardjono Arisman. 2004. "Sejarah Penggunaan Lahan di Sumatera Selatan dan Pembangunan Hutan Tanaman Acacia mangium" dalam Pembangunan Hutan Tanaman Acacia mangium Pengalaman di PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Palembang : PT. Musi Hutan Persada. Soekartawi. 2002. "Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian, Teori dan Aplikasi". Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada. Iskandar, Untung. 2004. "Kebijakan Pembangunan Hutan Tanaman Industri" dalam Pembangunan Hutan Tanaman Acacia mangium Pengalaman di PT. Musi Hutan Persada, Sumatera Selatan. Palembang : PT. Musi Hutan Persada.
68
Lampiran 1. PP.rkembangan luas areal penanaman, target penanaman, karyawan, bibit, pupuk, dan herbisida yang digunakan di PT. Musi Hutan Persada ( 1999-2004) Tahun 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 1999 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000 2000
I Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt I Nop Des
I
Target Penanaman (hektar)
I Re alisasi Penanaman (hektar) - ----1-
700.00 1400.00 1400.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 700.00 1400.00 1400.00 1023.50 2047.00 2047.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1023.50 2047.00 2047.00
155.40 233.10 388.50 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 155.40 186.48 435.12 984.50 1476.75 2461.25 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 984.50 1181.40 2756.60
Tenaga Kerja (orang) f--------~-----
Harian 5574 9905 12392 0 0 0 0 0 0 5574 9159 13137 36814 65753 81505 0 0 0 0 0 0 36814 61027 86230
Bulanan 128 96 75 63 66 76 66 68 67 65 65 65 58 58 60 60 60 58 57 56 50 55 54 63
Bibit (batang) 549215 1098429 1098429 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 549216 1098430 1098430 1518442 3036886 3036886 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1518442 3036886 3036886
Pupuk (kg)
I
1867.686 3735.372 3735.372 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 1867.686 3735.372 3735.372 12739.914 25479.828 25479.828 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12739.914 25479.828 25479.828
Herbisida (liter) 895 1790 1790
o.oo
I
0.00. 0.00: 0.00 i 0.00. 0.00 895 1790 1790 I 6105 12210 i 12210 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6105 12210 12210 1
69
Lampiran 1. (lanjutan) ---
Tahun
2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2001 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002 2002
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des Jan Feb Mar Apr Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop r,es
Target Penanaman (hektar)
1428.00 2856.00 2856.00 0.00 0.00 0.00 0.00 . 0.00 0.00 1428.00 2856.00 2856.00 2066.70 4133.40 4133.40 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 2066.70 4133.40 4133.40
Realisasi Penanaman (hektar)
Tenaga Kerja (orang) rHarian Bulanan 1275.50 41884 53 1913.25 73565 53 3188.75 93973 52 0.00 0 52 0.00 0 55 0.00 0 55 0.00 0 55 0.00 0 56 0.00 0 56 1275.50 41884 59 1530.60 67442 58 3571.40 100095 54 1835.20 61138 54 2752.80 107594 53 4588.00 136957 55 0.00 0 59 0.00 0 60 0.00 0 55 0.00 0 53 0.00 0 54 0.00 0 54 61138 1835.20 I 56 98785 58 2202.241 5138.56 145766 58
Bibit (batang)
1929172 3858344 3858344 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 ', 0.00 1929172 3858344 3858344 3409111 6818222 6818222 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 3409111 6818222 6818222
Pupuk (kg)
12990.33 25980.66 25980.66 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 12990.33 25980.66 25980.66 19219.428 38438.856 38438.856 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 19219.428 38438.856 38438.856
Herbisida (liter)
6225 12450 12450 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 6225 12450 12450 9210 18420 18420 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9210 18420 18420
70
Lampiran 1. (lanjutan) ~-
Tahun
Bulan
Target Penanaman (hektar)
Realisasi Penanaman (hektar)
Tenaga Kerja (orang)
Bibit (batang)
Pupuk (kg)
Harian Bulanan --·Jan 1686.10 1463.80 55161 59 252034 19198.56 Feb 3372.20 2195.70 98611 61 5040468 38397.12 Mar 3372.20 3659.50 122032 56 5040468 38397.12 Apr 0.00 0.00 57 0 0.00 0.00 Mei 0.00 0.00 0 54 0.00 0.00 Juni 0.00 0.00 0 48 0.00 0.00 Juli 0.00 0.00 0 57 0.00 0.00 Agt 0.00 0.00 0 55 0.00 0.00 Sept 0.00 0.00 0 54 0.00 0.00 Okt 1686.10 1463.80 55160 53 252034 19198.56 Nap 3372.20 1756.56 91585 53 5040468 38397.12 Des 3372.20 4098.64 129058 48 5040468 38397.12 Jan 1736.50 2338.20 65736 47 2868986 17132.628 Feb 3473.00 3507.30 112766 48 5737972 34265.256 Mar 3473.00 5845.50 150177 5737972 56 34265.256 Apr 0.00 0.00 0 35 0.00 0.00 Mei 0.00 0.00 0 0.00 35 0.00 Juni 0.00 0.00 44 0 0.00 0.00 Juli 0.00 0.00 0 44 0.00 0.00 Agt 0.00 0.00 0 64 0.00 0.00 Sept 0.00 0.00 0 68 0.00 0.00 Okt 1736.50 2338.20 65736 67 2868986 17132.628 Nap 3473.00 2805.84 101542 67 5737972 34265.256 Des 3473.00 6546.96 161400 67 5737972 34265.256 _ _ _ :..:__L__ - - - - - - - - - L. - - ---- --- --- -Keterangan : Kegiatan penanaman dilakukan pada musim hujan (bulan Januari, Februari, Maret, Oktober, Nopember dan Desember).
2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2003 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004 2004
Herblslda (liter)
9200 18400 18400 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 9200 18400 18400 8210 16420 16420 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 8210 16420 16420
--
-
71
--
Lampiran 2. Matriks korelasi seluruh vanabel (sebelum estimasi)
AREA
BBT
HERB
PPK
PROD
TKB
TKK
AREA
1.000000
0.974227
-0.080518
0.895897
0.887870
0.892305
0.892305
BBT
0.974227
1.000000
-0.094856
0.954351
0.956314
0.971137
0.971137
HERB
-0.080518
-0.094856
1.000000
-0.064682
-0.017745
-0.104694
-0.104694
PPK
0.895897
0.954351
-0.064682
1.000000
0.975085
0.962607
0.962607
PROD
0.887870
0.956314
-0.017745
0.975085
1.000000
0.975•)24
0.975024
TKB
0.892305
0.971137
-0.104694
0.962607
0.975024
1.0001)00
1.000000
TKK
0.892305
0.971137
-0.104694
0.962607
0.975024
1.000:100
1.000000
i
72
Lampiran 3. Hasil estimasi Model 1 - Output estimasi Model 1 Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 07/17/05 Time: 14:25 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
-4.494394 -0.849080 1.839968 0.269137 0.192156 -0.620376
5.582614 1.004082 2.171564 0.273869 0.063853 1.185949
-0.805070 -0.845628 0.847301 0.982720 3.009378 -0.523105
0.4271 0.4045 0.4035 0.3336 0.00530.6047
LOG( AREA) LOG(BBT) LOG( HERB) LOG(PPK) LOG{TKK) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.830683 0.802463 0.221273 1.468847 6.500954 1.408303
7.673699 0.497856 -0.027831 0.236089 29.43641 0.000000
- Grafik residual dan waktu (pengujian autokorelasi) 0.4,---------------------,
0.0 _ _____
\
r
0.2 _
L_______________
11
f\ _vr .
v
-0.2
-0.4-
"'"'"' , """ .. :2001 .. """"2000 -0.61 1999
J I I
I'
I I I I I
j
I I I I
II
I j""fTTT"TTTT7TITTTTTTTT-rl
2003
2002
2004
Pengujian heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-sguared
1.174943 11.50982
Probability Probability
0.352141 0.319200
73
Lampiran 3. (lanjuta n) - Matriks korelasi setelah estimasi Model 1 LOG( PROD)
LOG( AREA)
LOG(BBT)
LOG(HERB)
LOG(PPK)
LOG(TKK)
LOG( PROD)
1.000000
0.824059
0.862175
-0.489281
0.812271
0.866376
LOG(AREA)
0.824059
1.000000
0.982560
-0.628258
0.723568
0.935156
LOG(BBT)
0.862175
0.982560
1.000000
-0.657345
0.741708
0.984365
LOG(HERB}
-0.489281
-0.628258
-0.65734 5
1.000000
-0.41209 4
-0.668377
LOG(PPK)
0.812271
0.723568
0.741708
-0.412094
1.000000
0.729984
LOG(TKK)
0.866376
0.935156
0.984365
-0.668377
0.729984
1.000000
74
Lampiran 4. Hasil estimasi Model 2 - Output estimasi Model 2 Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 07/17/05 Time: 14:57 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-1.739211 -0.334800 0.710633 0.291480 0.198136
1.828736 0.201646 0.231373 0.267330 0.062081
-0.951045 -1 .660334 3.071376 1.090338 3.191574
0.3489 0.1069 0.0044 0.2840 0.0032
LOG(AREA) LOG(BBT) LOG(HERB) LOG~PPK}
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.829138 0.807092 0.218665 1.482245 6.337515 1.375880
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7.673699 0.497856 -0.074306 0.145627 37.60831 0.000000
- Grafik residual dan waktu (pengujian autokorelasi) 0.4 -. - - - - - - -- - - - - -- --
----,
~-6~~~~~~~~~~~~~~~~~~
1999
2CO)
2CX)1
2002
2003
20)4
i - LOG(PRQ_Q)_Besid.Jcis Penguji9n heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test F-statistic Obs*R-squared
1.556614 11 .36304
Probability Probability
0.184716 0.181965
- Matriks korelasi setelah estimasi Model 2 LOG( PROD) LOG(AREA) LOG(BBT) LOG( HERB) LOG(PPK)
LOG(PROD) LOG(AREA) 1.000000 0.824059 0.824059 1.000000 0.862175 0.982560 -0.489281 -0.6282!58 0.812271 0.723568
LOG(BBT) 0.862175 0.982560 1.000000 -0.657345 0.741708
LOG(HERB) -0.489281 -0.628258 -0.657345 1.000000 -0.412094
LOG(PPK) 0.812271 0.723568 0.741708 -0.412094 1.000000
75
Lampiran 5. Hasil estimasi Model 3 Output estimasi Model 3 Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 07/18/05 Time: 23:09 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
0.053305 -0.003228 0.297564 0.203352 0.378622
1.528542 0.107194 0.270567 0.062186 0.127283
0.034873 -0.030110 1.099779 3.270074 2.974652
0.9724 0.9762 0.2799 0.0026 0.0056
LOG(AREA) LOG( HERB) LOG(PPK) LOG{TKK} R-squared Adjusted R-squared S. E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.826631 0.804261 0.220264 1.503998 6.075276 1.377241
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob( F-statistic)
7.673699 0.497856 -0.059738 0.160196 36.95228 0.000000
- Grafik residual dan waktu (pengujian autokorelasi)
::1 I
-O.G I I I 1~
\,
r
I I I I I I. I I
II
r, I
I I I I I I .• I
2000
r
I I I I I I I I
=-
I. I
II
I I I I I I I I I I
2002
:&::>1
II
I I I I I I I I I I
I
I I I I I I I I . r1
2004
2003
~=------~--]
LOG(PROD} Resid.Jal~
Pengujian heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
1.674106 11.93633
Probability Probability
0.150743 0.154067
- Matriks korelasi setelah estimasi Model 3 LOG( PROD) LOG( AREA) LOG( HERB) LOG(PPK) LOG(TKK)
LOG( PROD) 1.000000 0.824059 -0.489281 0.812271 0.866376
LOG( AREA) 0.824059 1.000000 -0.628258 0.723568 0.935156
LOG( HERB) -0.489281 -0.628258 1.000000 -0.412094 -0.668377
LOG(PPK) 0.812271 0.723568 -0.412094 1.000000 0.729984
LOG(TKK) 0.866376 0.935156 -0.668377 0.729984 1.000000
76
Lampiran 6. Hasil estimasi Model 4 - Output estimasi Model 4 Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 07/18/05 Time: 23:35 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
0.041243 0.014223 0.298291 0.202286 0.361569
1.541110 0.231822 0.270439 0.062430 0.239900
0.026762 0.061354 1.102987 3.240213 1.507165
0.9788 0.9515 0.2785 0.0029 0.1419
LOG(BBT) LOG( HERB) LOG(PPK) LOG{TKK} R-squared Adjusted R-squared S. E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.826647 0.804279 0.220253 1.503859 6.076935 1.388727
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7.673699 0.497856 -0.059830 0.160103 36.95640 0.000000
- Grafik residual dan waktu (pengujian autokorelasi) 0.4 . - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ,
o.2
1
-0.2 -0.4
-0. 6 +. _,.,..,..,.....,...,.,..,.'"TTT',.,.,...,-.,..,....,.,.,..,CT"TT"TTTT"T"..-rrT"'-rrrr'"'TM"TTTT........,.,rrr"T"'.,..,..,..,.,..,..-,-l
1999
2000
2001 I-
2002
2003
2q)4
LOG(PROD) Residuals
- Pengujian heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-sguared
1. 723192 12.16802
Probability Probability
0.138403 0.143863
Matriks korelasi setelah estimasi Model 4 LOG(PROD) LOG(BBT) LOG( HERB) LOG(PPK) LOG(TKK)
LOG( PROD) 1.000000 0.862175 -0.489281 0.812271 0.866376
LOG(BBT) 0.862175 1.000000 -0.657345 0.741708 0.984365
LOG(HERB) -0.489281 -0.657345 1.000000 -0.412094 -0.668377
LOG(PPK) 0.812271 0.741708 -0.412094 1.000000 0 . 729~84
LOG(TKK) 0.866376 0.984365 -0.668377 0.729984 1.000000
77
Lampiran 7. Hasil estimasi Model 5 - Output estimasi Model 5 Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 07/17/05 Time: 15:24 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-0.077999 -0.305425 0.633539 0.208690
1.014411 0.200427 0.220953 0.061502
-0.076891 -1 .523872 2.867297 3.393209
0.9392 0.1374 0.0073 0.0019
LOG(AREA) LOG(BBT) LOG(PPK) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.822586 0.805953 0.219309 1.539088 5.660130 1.375444
7.673699 0.497856 -0.092229 0.083717 49.45628 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
- Grafik residual dan waktu (pengujian autokorelasi) 0.4 ...---- - - . . . , . . . . - - -- -- - - - - - - - - - ,
-0. 6 ~.,..,..,..,.,n-r-._..,....,CTTrT,..,..,.,..,.,..,.,.. Tl"TTTTTT'M"TTT.,...,.,.rrrMTT"TT,.,.,...,.,....,..,..,.TTT"T"i 2004 2003 2002 2001 20CO 1999
j-
LOG(PROD) Resicl.Jals
- Pengujian heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs *R -squared
2.340398 11 .7 4484
Probability Probability
0.057681 0.067909
- Matriks korelasi setelah estimasi Model 5 LOG( PROD) LOG(AREA) LOG(BBT) LOG(PPK)
LOG(PROD) 1.000000 0.824059 0.862175 0.81 2271
LOG(AREA) 0.824059 1.000000 0.982560 0.723568
LOG(BBT) 0.862175 0.982560 1.000000 0.741708
LOG(PPK) 0.812271 0.723568 0.741708 1.000000
78
Lampiran 8. Hasil estimasi dengan variabel bebas In BBT dan In PPK - Output hasil estimasi Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 07/17/05 Time: 15:46 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Pro b.
c
1.157117 0.309260 0.212601
0.622101 0.060650 0.062668
1.860016 5.099066 3.392520
0.0718 0.0000 0.0018
LOG(BBT) LOG(PPK)
0 Ql)9711 0.798178 0.223659 1.650777 4.399120 1.643176
R-squaf''"C Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7.673699 0.497856 -0.077729 0.054231 70.21026 0.000000
- Grafik residual dan waktu (pengujian autokorelasi)
0.4 - . - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - ,
::l_
-----+--~-
\~ \ r- - --{4
-0.2
-0.4
f
-0.6~~~~~~~~~~~~~~~~~~ 1~
2001
2002
2003
- Pengujian heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
3.686895 11.60527
Probability Probability
0.014398 0.020541
79
Lampiran 9. Hasil estimasi dengan variabel bebas In AREA dan In PPK - Output hasil estimasi Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 07/19/05 Time: 23:02 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
2.142253 0.248051 0.250951
0.723469 0.059557 0.065920
2.961086 4.164970 3.806893
0.0056 0.0002 0.0006
LOG(AREA) LOG(PPK}
0.777005 0.763490 0.242119 1.934509 1.544194 1.847391
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbi n-Watson stat
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7.673699 0.497856 0.080878 0.212838 57.49261 0.000000
- Grafik residual dan waktu (pengujian autokorelas i)
0.4 ·.--- - - -- --
0.2
i\
0.0
I
- --
- --
ti
------,
-
~ 11
I
nl\
\
i - ;~ {\ ·--·/·~~r /~- ~--
- -
:I
j
,,,,.,'
I
I
~. 2
i
I
-0.4 .
· ~~~~~ ~-6 +1~~~~~~~~~~~~~~·~
1999
2CXX)
2001
2003
2002
2004
- Pengujian heteroskeda stisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
3.399900 10.97735
Probability Probability
0.020387 0.026820
80
Lampiran 10. Regresi antara produksi dengan variabel bebas secara individual - Hasil estimasi regresi antara produksi dengan luas areal yang harus ditanami Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 09/01/05 Time: 04:04 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
4.638993 0.412102
0.360950 0.048586
12.85219 8.481930
0.0000 0.0000
LOG{AREA) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.679073 0.669634 0.286155 2.784076 -5.008937 2.459661
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7.673699 0.497856 0.389385 0.477359 71.94314 0.000000
- Hasil estimasi regresi antara produksi dengan jumlah bibit yang digunakan Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 09/01/05 Time: 04:05 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
2.628830 0.461871
0.510167 0.046544
5.152877 9.923392
0.0000 0.0000
LOG(BBT} R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.743345 0.735797 0.255901 2.226508 -0.986267 1.973082
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F -statistic)
7.673699 0.497856 0.165904 0.253877 98.47371 0.000000
81
Lampiran 10. (lanjutan) - Hasil estimasi regresi antara produksi dengan jumlah herbisida yang digunakan
Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 09/01/05 Time: 04:06 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
12.99099 -1.301047
1.627103 0.397718
7.984122 -3.271283
0.0000 0.0025
LOG(HERB) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.239396 0.217025 0.440532 6.598329 -20.54114 1.379432
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7.673699 0.497856 1.252286 1.340259 10.70129 0.002459
- Hasil estimasi regresi antara produksi dengan jumlah pupuk yang digunakan Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 09/01/05 Time: 04:06 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
1.036066 0.449611
0.818903 0.055370
1.265187 8.120126
0.2144 0.0000
LOG(PPK) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.659784 0.649777 0.294629 2.951414 -6.059564 1.272048
Mean dependent var S.D. dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7.673699 0.497856 0.447754 0.535727 65.93644 0.000000
82
Lampiran 10. (lanjutan) - Hasil estimasi regresi antara produksi dengan jumlah tenaga kerja yang berupa karyawan perusahaan Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 09/01/05 Time: 04:08 Sample: 1999:01 2004:12 Included observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
3.302506 0.483087
0.434152 0047755
7.606802 10 11590
0.0000 0.0000
LOG(TKK) R-squared Adjusted R-sq1..1ared S. E. of regression Sum squared resid Log lik'llihood Durbin-Watson stat
0.750608 0.743273 0.252255 2.163507 -0.469593 1.544233
Mean dependent var S.D. 1ependent var Akaike info criterior. Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7.673899 0.497856 . 0.137200 0.225173 102.3314
0.000000
- Hasil estimasi regresi antara produksi dengan jumlah tenaga kerjd yang beiupa buruh harian Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 09/01/05 Time: 04:10 Sample: 19~:01 2004:12 lncludec: observations: 36 Excluded observations: 36 Variable
Coefficient
Std Error
t-Statistic
Prob.
c
2.947132 o.4e30B7
0.469129 0047755
6.2A2132 10.115!)()
0.0000
LOG(TKB) R-squared Adjusted R-squared S E. of regression Sum squared resid log likelihood Durbin-Watson stat
0.750608 0.743273 0.252255 2 163507 -0.469593 1.544233
Mean dependent var S.D. dependent var Aka1ke info criterion Schwarz cr1tenon F-staust1c Prob(F -statistic)
0.0000 7.573099 0.497856 0 137200 0.225173 102.3314 0000000
83
Lampiran 11. Hasil estimasi Model 6 - Output hasil estimasi Model 6 EQU_69 Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 09126/05 Time: 21:43 Sample(adjusted): 2000:02 2004:02 Included observations. 10 Excluded observations: 39 after adjusting endpoints Variable Coefficient Std. Error t-Statistic
...---~
c
LOG(AREA) LOG(ABT2) LOG(HERB) LOG(PPK) _ _L....,O....G(TKK2) R-squared Adjusted R-squareci S .E. of regression Sum squared resid log likelit-.ood Durbin-Watson stat
1.670781 0.660738 -0.051557 0.077400 -0.4,5963 0.186998 0.916e31 0.812870 0142603 0.0~1343
9.868942 0.302689
4 443297 0.192515 0.075061 0.066963 0.905748 0 070166
0.376023 3.432142 -0.686872 1.155853 -0.470288 2.665059
Mean dependent var S.D. dependent~ar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prcb(F-statistic)
Prob .
0.7250 0.0265 0.5299 0.3121 0.6626 0.0561 7.833364 0.329654 -0.773788 -0.592237 8.818957 0.027785
- Matriks korelasi SP.telah estimasi Model 6 LOG( PROD) LOG( AREA) LOG(BBT2) LOG( HERB) LOG(PPK) LOG(TKK2)
LOG( PROD) 1.000000 C.694463 -0.304307 0.711474 -0.472779 0.465691
LOG( AREA) 0.694463 1.000000 0.154395 0.524204 -0.466159 -0.191369
LOG(BBT2) -0.304307 0.154395 1.000000 -0.080415 0.202798 -0.500961
LOG( HERB) 0.71.1474 0.524204 -0.080415 1.000000 -0.454925 0.202849
LOG(PPK) -0.472779 -0.466159 0.202798 -0.454925 1.000000 0.087435
LOG(TKK2) 0.465691 -0.191369 -0.500961 0.202849 0.087435 1.000000
84
Lampiran 12. Hasil estimasi Model 7 - Output hasil estimasi Model 7 Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date 09/27/05 Time: 14:39 Sample( adjusted}: 2000:01 2004:11 Included observations: 22 Excluded observations: 37 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
!-Statistic
Prob.
c LOG(AREA) LOG(HERB} LOG(PPK) LOG(TKK2)
1.470612 0.564298 0.120883 -{) 214479 0.130924
2.057699 0.106576 0.049783 0459613 0027215
0.714688 5.294810 2.428186 -0.466651 4.810805
0.4845 0.0001 0.0266 0.6467 0.0002
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durb1n-Watson stat
0.873565 0.843816 0.166815 0 473064 11 01859 1 128655
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwa~ criterion F -statistic P1 ob(F -statist;c)
7.744600 0.422101 -D.547145 -D.299181 29.36416 0.000000
- Pengujian heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test F-statistic Obs"R-squared
2 980341 14 23727
Probability Probability
0 039130 0 075787
- Matriks korelasi setelah estimasi Model 7 LOG( PROD) LOG(AREA) LOG( HERB) LOG(PPK) LOG(TKK2)
LOG( PROD) 1.000000 0781599 0682852 -{) 116256 0.604140
LOG(AREA) 0.781599 1.000000 0 554428 -0 126045 0.186793
LOG(HERB) 0682852 0 554428 1.000000 -0.0487e7 0.271007
LOG(PPK) -0.116256 -{) 126045 -D.04876/ 1.000000 0 015363
LOG(TKK2) 0.604140 0.186793 0.271007 0 015363 1.000000
85
Lampiran 13. Hasil estimasi Model 8 - Output hasil estimasi Model 8 Dependent Vanable LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 09/26105 Time: 21:46 Sample(adjusted): 2000:02 2004:02 Included observations: 10 Excluded observations: 39 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
!-Statistic
Prob.
c
3.148167 0.759112 -0.042959 -0 753840 0.217288
4.396143 0.178388 0.077160 0.888614 0.067240
0.716120 4.255410 -0.555748 -0.848332 3.231516
0.5060
LOG(AREA) LOG(88T2) LOG(PPK) LOG(TKK2) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.889052 0.800294 0.147317 0 108512 8..428035 0.366686
Mean dependent var S.D. dependent vCir Akaike info critenon Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.0081 0.6017 0.4350 0.0232 7.833364 0.329654 -0.685607 -0.534315 10.01659 0 013213
~----------------~------ Pengujian heteroskedastis itas Whito Heteroskedasticity Test: F -statistic Obs·R-squared
3.155115 9.618916
Probability Probability
0.411125 0.292798
- Matriks korelasi setelah estimasi Model 8 LOG(PROD) LOG( AREA) LOG(BBT2) LOG(PPK) LOG(TKK2)
LOG(PROD) 1.000000 0.694463 -0.304307 -0.472779 0.465691
LOG( AREA) 0.694463 1.000000 0 154395 -0 466159 -0 191369
LOG(BBT2) -0.304307 0.154395 1.000000 0.202798 -0.500961
LOG(PPK) -0.472779 -0 466159 0202798 1.000000 0.087435
LOG(TKK2) 0.465691 -0.191369 -0.500961 0.087435 1.000000
86
Lampiran 14. Hasil estimasi Model 9 - Output hasil estimasi Model 9 Dependent Variable: LOG(PROD) Method: least Squares Date: 09/26105 Time: 21:47 Sample(adjusted): 2000:02 2004:02 Included observations: 10 Excluded observations: 39 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
c
-0.324999 0.686876 -0.064615 0.087262 0.177854
1.209765 0.169355 0.064076 0.058432 0.061940
-0.268647 4.055837 -1.008410 1.493403 2.871108
0.7989 0.0098 0.3595 0.1956 0.0349
LOG(AREA) LOG(BBT2) LOG(HERB) LOG(TKK2) R~squi~red
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.912232 0.842018 0.131027 0.085841 9.599852 0.467651
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info crit&rion Schwdrz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
7.833364 0.329654 -0.919970 -0.768678 12.99213 0.007487
- Pengujian heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Te:;t: F-statistic Obs·R-squared
3.20E+16 10.00000
Probability Probability
0.000000 0.265026
- Matriks korelasi setelah estimasi Model 9 LOG( PROD) LOG( AREA) LOG(BBT2) LOG(HERB) LOG(TKK2)
LOG( PROD) 1.000000 0694463 -0.304307 0.711474 0.465691
LOG(AREA) 0694463 1.000000 0 154395 0 524204 -0.191369
LOG(BBT2) -0.30430? 0 154395 1.000000 -0.0804~5
-0.500961
LOG(HERB) 0.711474 0.524204 -0 080415 1.000000 0.202849
LOG(TKK2) 0.465691 -0 191369 -0.500961 0202849 1.000000
87
Lampiran 15. Hasil estimasi Model 10 - Output hasil estimasi Model 10 Dependent Variable: LOG(PROD) Method: Least Squares Date: 09126105 Time: 21:49 Sample(adjusted): 2000:01 2004:11 Included observations: 22 Excluded observations: 37 after adjusting endpoints Variable
Coefficient
Std. Error
t-5tatistic
Prob.
c
0.571601 0.570297 0.120470 0.130473
0.707066 0.103473 0.048682 0.026600
0.808412 5.511555 2.474646 4.905042
0.4294
LOG(AREA) tOG(HERB) LOG(TKK2) R-~uared
Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihvod Durbin-Watson sta:
0.871946 0.850603 0.163150 0.479124 10.87858 1.172673
0.0000 00235 0.0001
Mean dependent var S.D.dependentvar Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F -statistic)
7.744600 0.422101 -0.625326 -0.426954 40.85509
0.000000
- Pengujian heteroskedastisitas White Heterosk'3dasticity Test: F-statistic Obs·R-squared
2.541684 11.09095
Probability Probability
0.060868 0.085606
- Pengujian restriksi terhadap koeflsien regresi Wald Test: Null Hypothesis: C(1 }+C(2)+C(3}=1 F -statistic Chi-square
0. 171115 0. 171115
Probability Probebility
0.684010 0.679123
88