ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI INDUSTRI TAHU (Kasus di Desa Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah)
Oleh Dhanang Dwi Purnama A14302014
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI INDUSTRI TAHU (Kasus di Desa Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah)
SKRIPSI
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh Dhanang Dwi Purnama A14302014
PROGRAM STUDI EKONOMI PERTANIAN DAN SUMBERDAYA FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
Judul
:
ANALISIS EFISIENSI PENGGUNAAN FAKTORFAKTOR PRODUKSI INDUSTRI TAHU (Kasus di Desa Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah)
Nama
:
Dhanang Dwi Purnama
NRP
:
A14302014
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec NIP. 131 803 657
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus :
RINGKASAN DHANANG DWI PURNAMA. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Industri Tahu (Kasus di Desa Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah). (Di bawah Bimbingan IDQAN FAHMI) Pembangunan nasional yang diselenggarakan di Indonesia sekarang ini memprioritaskan pada sektor industri, baik industri besar, industri menengah maupun industri kecil. Keberadaan industri kecil yang tersebar di masyarakat Indonesia telah memberikan andil yang besar dalam meningkatkan pendapatan masyarakat Indonesia, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Mengacu pada program diversifikasi pangan sebagai salah satu usaha meningkatkan taraf hidup dan gizi masyarakat, maka industri kecil yang bergerak dibidang pemenuhan kebutuhan makanan dan minuman mempunyai peranan yang sangat penting. Salah satu contoh bahan pangan yang dapat mendukung usaha diversifikasi pangan adalah tahu. Makanan ini sudah sedemikian populernya sebagai makanan masyarakat Indonesia karena selain rasanya enak dan gurih juga mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk memperbaiki gizi masyarakat. Melihat begitu besarnya peranan tahu sebagai makanan yang menyehatkan dan mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk memperbaiki gizi masyarakat, maka diperlukan usaha pengembangan industri tersebut. Usaha tersebut harus didukung oleh pemerintah daerah sehingga industri tersebut makin bermanfaat, tidak hanya berguna bagi konsumen tetapi juga memberikan keuntungan bagi para pengusaha tahu. Begitu halnya dengan industri tahu di Kabupaten Sragen yang sangat bermanfaat bagi masyarakat di Kabupaten Sragen. Permintaan terhadap tahu di Kabupaten Sragen cukup tinggi, karena ratarata masyarakat Sragen menyukai tahu sebagai lauk pauk sehari-hari. Selain itu banyak pasar-pasar tradisional yang mampu menyerap hasil produksi dan didukung dengan besarnya jumlah penduduk di Kabupaten Sragen yang mencapai 70.118 jiwa. Besarnya permintaan tersebut ternyata tidak menyebabkan industri tahu di Kabupaten Sragen berkembang pesat. Industri tahu di Kabupaten Sragen belum mampu memenuhi kebutuhan konsumennya. Hal ini bisa dilihat dari beberapa pasar tradisional yang masih terdapat pasokan dari daerah lain misalnya dari Solo dan Boyolali. Hal ini menunjukkan adanya kekurangan pasokan dari daerah Sragen sendiri. Kurangnya pasokan dan tidak berkembangnya industri tahu di Kabupaten Sragen tersebut menimbulkan pertanyaan apakah memang skala usaha yang sekarang sudah yang paling efisien atau ada faktor lain yang menghambat, sehingga perlu dikaji mengenai bagaimana skala usaha (return to scale) pada industri tahu tersebut, apakah berada pada decreasing return to scale, constant return to scale, atau increasing return to scale, serta bagaimana efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi tahu di Desa Sragen Wetan. Selain itu juga untuk menganalisa tingkat skala usaha (return to scale) produksi industri tahu di Desa
Sragen Wetan, serta untuk menganalisa tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi industri tahu di Desa Sragen Wetan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kasus dengan pemilihan daerah dilakukan secara sengaja di Desa Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah. Penelitian ini menggunakan data primer yang diperoleh dengan melakukan wawancara langsung kepada pengusaha tahu dan mengadakan pengamatan langsung pada kegiatan produksi tahu di lokasi penelitian serta data sekunder dari instansi terkait. Hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi adalah kedelai dan tenaga kerja. Faktor produksi solar dan sekam tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Skala usaha produksi tahu di Desa Sragen Wetan berada pada tahap kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale) dengan elastisitas produksi sebesar 0,801. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan faktorfaktor produksi secara bersama-sama sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,801 persen. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi industri tahu di Desa Sragen Wetan belum efisien. Kondisi efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi pada industri tahu di Desa Sragen Wetan dapat dicapai apabila penggunaan kedelai ditambah dari 3806,76 kg menjadi 4080,92 kg atau sekitar 7 persen. Penggunaan tenaga kerja ditingkatkan dari 487,29 jam menjadi 583,47 jam atau sekitar 20 persen.
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ”ANALISIS EFISIENSI FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI INDUSTRI TAHU (KASUS
DI
DESA
SRAGEN
WETAN,
KECAMATAN
SRAGEN,
KABUPATEN SRAGEN, PROPINSI JAWA TENGAH)” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHANBAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Agustus 2006 Dhanang Dwi Purnama A14302014
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sragen pada tanggal 28 Maret 1984, dari pasangan Bapak Joko Purwanto dengan Ibu Janem Hindriastuti. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan di SD Negeri Geneng 1 pada tahun 1996. Kemudian melanjutkan ke SLTP Negeri 1 Gemolong, Sragen dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Gemolong, Sragen yang kemudian pada tahun yang sama penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan pendidikan pada program S1 IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah penulis aktif menjadi pengurus di Himpunan Profesi MISETA periode 2003/2004, Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) voli, organisasi daerah Paguyuban Mahasiswa Sukowati Bogor (PMSB) dan Forum Komunikasi Rohis (FKR). Selain itu penulis juga sempat menjadi Komti di Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya (EPS) angkatan 39.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Industri Tahu (Kasus di Desa Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen, Propinsi Jawa Tengah)”. Penyusunan skripsi ini sebagai syarat untuk menyelesaikan pendidikan sarjana dan meraih gelar sarjana pertanian di Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menganalisa apa saja faktor produksi yang mempengaruhi produksi tahu di Desa Sragen Wetan, menganalisa tingkat skala usaha (return to scale) produksi industri tahu di Desa Sragen Wetan, dan menganalisa tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi industri tahu di Desa Sragen Wetan. Harapan penulis adalah agar karya ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait.
Bogor, Agustus 2006
Dhanang Dwi Purnama A14302014
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan dan bantuan kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu : 1. Bapak Ir. Idqan Fahmi, M.Ec sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, dorongan, saran dan perhatiannya yang sangat membantu penulis dalam melakukan penelitian dan penulisan skripsi ini. 2. Ir. Nindyantoro, MSP atas kesediaannya menjadi dosen penguji utama dalam ujian sidang. 3. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji wakil departemen dalam ujian sidang. 4. Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan doa, perhatian dan kasih sayang yang tak pernah putus. Kakakku Wulan dan adikku Bandung yang aku sayangi. 5. Adek Renni dan teman-tamannya yang selalu memberikan misterinya. 6. Bapak Cipto dan Podo sebagai Ketua KOPTTI dan sesepuh desa yang selalu memberikan bimbingan. 7. Ranu dan Adi yang setia menemani saat turun lapang. 8. Teman-teman di Iqtishadi yang selalu memberikan keceriaan. 9. Teman-temanku EPS ’39 yang tidak bisa saya sebutkan satu per satu. 10. Semua pihak yang telah membantu dan memperlancar penelitian ini.
i
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. iii DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... iv DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................................... v I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang ......................................................................................... 1 1.2. Perumusan Masalah .................................................................................. 4 1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................................... 6 1.4. Kegunaan Penelitian.................................................................................. 6 II. TINJAUAN PUSTAKA................................................................................ 7 2.1. Sejarah Perkembangan Tahu ................................................................... 7 2.2. Bahan-Bahan Kegiatan Produksi Tahu.................................................... 7 2.3. Peralatan Kegiatan Produksi Tahu........................................................... 8 2.4. Proses Kegiatan Produksi Industri Tahu.................................................. 8 2.5. Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi ........................................ 9 2.6. Penelitian Terdahulu ................................................................................11 III. KERANGKA TEORITIS ............................................................................13 3.1. Teori Produksi..........................................................................................13 3.2. Konsep Efisiensi ......................................................................................16 3.3. Konsep Return to Scale............................................................................19 3.4. Model Analisis .........................................................................................20 3.6. Kerangka Pemikiran ................................................................................20 IV. METODE PENELITIAN.............................................................................23 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................23 4.2. Pengambilan Data ....................................................................................23 4.3. Jenis dan Sumber Data.............................................................................23 4.4. Jenis Penelitian ........................................................................................24 4.5. Metode Analisis Data...............................................................................24 4.6. Pengujian-Pengujian Fungsi Produksi .....................................................29 4.7. Spesifikasi Variabel .................................................................................31
ii
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN ......................................34 5.1. Keadaan Wilayah Penelitian ....................................................................34 5.1.1 Letak dan Geografis........................................................................34 5.1.2. Luas Wilayah dan Pola Penggunaan Lahan ...................................35 5.1.3. Struktur Penduduk dan Mata Pencaharian .....................................35 5.1.4. Keadaan Perekonomian..................................................................36 5.2. Karakteristik Pengusaha tahu...................................................................37 5.3. Gambaran Umum Usaha Tahu ................................................................38 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN.....................................................................42 6.1. Analisis Pendugaan Fungsi Produksi dan Uji Validitas ..........................42 6.2. Analisis Skala Usaha ...............................................................................48 6.3. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi...........48 VII. KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................................51 7.1. Kesimpulan ..............................................................................................51 7.2. Saran ........................................................................................................51 DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................53 LAMPIRAN.........................................................................................................55
iii
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman Teks
1. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Sragen Wetan Tahun 2006 ...................36 2. Perkembangan Hasil Produksi Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sragen, 2002-2004 ...........................................................37 3. Karakteristik Pengusaha Tahu pada Industri Tahu di Desa Sragen Wetan ....38 4. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Linier Berganda dan Model Cobb-Douglas......................................................................................42 5. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Cobb-Douglas dengan Menghilangkan Variabel Air dan Laru ..............................................45 6. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan Menggunakan Analisa White Heteroscedasticity Test.........................................................................45 7. Hasil Perbaikan Masalah Heteroskedastisitas dengan Menggunakan Metode Weighted Least Square ......................................................................46 8. Rasio NPM dan BKM pada Industri Tahu di Desa Sragen Wetan .................49
iv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman Teks
1. Elastisitas Produksi dan Daerah-Daerah Produksi pada Jangka Pendek ........15 2. Kerangka Pemikiran Analisis Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Industri Tahu di Kabupaten Sragen ...............................................................21
v
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Daftar Produksi dan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Responden ..........55 2. Analisis Regresi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas ...............................56 3. Analisis Regresi Model Fungsi Produksi Linier Berganda.............................57 4. Plot Sisaan untuk Pemeriksaan Asumsi Kenormalan Sisaan dan Asumsi Kehomogenan Ragam Sisaan Model Cobb-Douglas ........................58 5. Plot Sisaan untuk Pemeriksaan Asumsi Kenormalan Sisaan dan Asumsi Kehomogenan Ragam Sisaan Model Linier Berganda......................59 6. Analisis Regresi dengan Menghilangkan Variabel Air dan Laru ...................60 7. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan Menggunakan Analisa White Heteroscedasticity Test.........................................................................61 8. Hasil Perbaikan Masalah Heteroskedastisitas dengan Menggunakan Metode Weighted Least Square ......................................................................62 9. Perhitungan NPM dan BKM...........................................................................63
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembangunan nasional yang diselenggarakan di Indonesia sekarang ini memprioritaskan pada sektor industri, baik industri besar, industri menengah maupun industri kecil. Keberadaan industri kecil yang tersebar di masyarakat Indonesia telah memberikan andil yang besar dalam meningkatkan pendapatan masyarakat Indonesia, terutama setelah terjadinya krisis ekonomi yang terjadi di Indonesia. Industri kecil di Indonesia merupakan bagian penting dari sistem perekonomian nasional, karena berperan untuk mempercepat pemerataan pertumbuhan ekonomi melalui misi penyediaan lapangan usaha dan lapangan kerja, peningkatan pendapatan masyarakat dan ikut berperan dalam meningkatkan perolehan devisa serta memperkokoh struktur industri nasional (Hubeis, 1997). Tipologi industri kecil di Indonesia sangat beragam, misalnya berdasarkan jumlah tenaga kerja yang digunakan, berdasarkan jumlah modal, berdasarkan kegunaannya dan lain-lain. Menurut Hubeis (1997) tipologi industri kecil dapat pula dinyatakan secara umum menurut aspek usaha (kelembagaan) dan aspek pengusaha (pelaku). Aspek usaha ditinjau dari indikator seperti aspek hukum, lokasi usaha, jam kerja, jumlah dan sumber modal, omzet penjualan, jumlah dan sumber serta kebutuhan tenaga kerja, dan masalah yang dihadapi (manajemen, pemasaran, produksi dan pengembangan produk, permodalan dan sumberdaya manusia); dan aspek pengusaha dilihat dari lama usaha, kebutuhan pengembangan keahlian dan rencana pengembangan usaha.
2
Mengacu pada program diversifikasi pangan sebagai salah satu usaha meningkatkan taraf hidup dan gizi masyarakat, maka industri kecil yang bergerak dibidang pemenuhan kebutuhan makanan dan minuman mempunyai peranan yang sangat penting. Salah satu contoh bahan pangan yang dapat mendukung usaha diversifikasi pangan adalah
tahu. Makanan ini sudah sedemikian populernya
sebagai makanan masyarakat Indonesia karena selain rasanya enak dan gurih juga mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk memperbaiki gizi masyarakat (Santoso, 1993). Tahu merupakan makanan bergizi tinggi yang diproduksi dari ekstrak kedelai. Menurut pengamatan, satu kilogram kedelai mengandung kurang lebih 300-400 gram (40%) protein, 200-350 gram (35%) karbohidrat, 150-200 gram (20%) lemak dan sisanya merupakan zat-zat mineral seperti kalsium, fosfor, magnesium serta vitamin anti beri-beri. Dengan demikian jelaslah bahwa tahu merupakan salah satu jenis makanan yang amat berguna dan menyehatkan badan (Kastyanto, 1994). Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI (1979) 100 gram tahu segar mengandung energi 68 kalori, protein 7,8 gram, lemak 4,6 gram, karbohidrat 1,6 gram, kalsium 124,0 mg, fosfor 63,0 mg, vitamin B1 0,06 mg, air 84,8 gram dan BDD (Berat Dapat Dimakan) 100 persen. Adapun tahu yang telah digoreng menurut Enoch (1973) 25 gram tahu mengandung energi 32 kalori, protein 1,4 gram, lemak 2,8 gram, karbohidrat 0,3 gram, kalsium 21,2 mg dan vitamin B1 0,10 mg.
3
Melihat begitu besarnya peranan tahu sebagai makanan yang menyehatkan dan mengandung zat-zat yang dibutuhkan untuk memperbaiki gizi masyarakat, maka diperlukan usaha pengembangan industri tersebut. Usaha tersebut harus didukung oleh pemerintah daerah sehingga industri tersebut makin bermanfaat, tidak hanya berguna bagi konsumen tetapi juga memberikan keuntungan bagi para pengusaha tahu. Begitu halnya dengan industri tahu di Kabupaten Sragen yang sangat bermanfaat bagi masyarakat di Kabupaten Sragen. Industri tahu di Kabupaten Sragen merupakan bagian dari industri kecil yang banyak tersebar di Kabupaten Sragen. Sektor Industri Kabupaten Sragen memberikan kontribusi terbesar kedua setelah pertanian. Jumlah usaha rumah tangga, usaha kecil, dan menengah mencapai 14.825 usaha dengan total investasi tidak kurang dari Rp. 30 milyar, termasuk di dalamnya adalah industri tahu yang berjumlah sekitar 140 perusahaan rumah tangga. Sedangkan untuk industri besar berjumlah 10 perusahaan dengan nilai investasi tidak kurang dari Rp. 110 milyar. Keduanya menyerap tenaga kerja tidak kurang dari 34.000 orang (Dinas Perindustrian Kab. Sragen, 2004) Industri tahu di Kabupaten Sragen mempunyai prospek yang sangat baik, misalnya dilihat dari banyaknya pasar-pasar tradisional dalam menampung hasil produksi serta jumlah penduduk di Kabupaten Sragen yang mencapai 70.118 jiwa yang rata-rata menyukai tahu sebagai lauk pauk sehari-hari. Namun umumnya perusahaan tahu tersebut masih diusahakan dalam skala kecil dan menggunakan teknologi yang masih sangat tradisional.
4
Industri tahu di Kabupaten Sragen belum mampu memenuhi kebutuhan konsumennya. Hal ini bisa dilihat dari beberapa pasar tradisional yang masih terdapat pasokan dari daerah lain misalnya dari Solo dan Boyolali. Hal ini menunjukkan adanya kekurangan pasokan dari daerah Sragen sendiri. Kurangnya pasokan tersebut menimbulkan pertanyaan apakah memang skala usaha yang sekarang sudah yang paling efisien dan apakah industri tahu di Kabupaten Sragen sudah dijalankan secara efisien. Salah satu cara untuk mengetahuinya adalah dengan menganalisa keefisienan penggunaan faktor-faktor produksi industri tahu tersebut.
1.2. Perumusan Masalah Kendala pengembangan industri kecil dapat disebabkan oleh faktor kemampuan yang bersifat alamiah (mental dan budaya kerja), tingkat pendidikan sumber daya manusia, terbatasnya keterampilan dan keahlian, keterbatasan modal dan informasi pasar, volume produksi yang terbatas, mutu yang beragam, penampilan yang sederhana, infrastruktur dan peralatan yang usang, beberapa kebijakan dan tingkah laku dari pelaku bisnis yang bersangkutan (Hubeis, 1997). Beberapa kendala tersebut terjadi pada industri kecil tahu di Desa Sragen Wetan. Modal usaha pada umumnya merupakan modal swadaya dengan jumlah relatif kecil dan dikelola dengan manajemen yang sederhana. Pada umumnya masyarakat di Kabupaten Sragen bekerja di sektor pertanian. Dengan meningkatnya jumlah penduduk maka kepemilikan lahan pertanian tiap individu
semakin berkurang. Hal ini menyebabkan semakin
sulitnya memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Salah satu solusinya adalah
5
berusaha pada sektor industri kecil, misalnya industri kecil tahu yang banyak berkembang di Desa Sragen Wetan. Permintaan terhadap tahu di Kabupaten Sragen cukup tinggi, karena ratarata masyarakat Sragen menyukai tahu sebagai lauk pauk sehari-hari. Selain itu banyak pasar-pasar tradisional yang mampu menyerap hasil produksi dan didukung dengan besarnya jumlah penduduk di Kabupaten Sragen yang mencapai 70.118 jiwa. Besarnya permintaan tersebut ternyata tidak menyebabkan industri tahu di Kabupaten Sragen berkembang pesat. Jumlah industri tahu di Kabupaten Sragen yaitu 140 perusahaan. Nilai investasi sekitar 1,4 milyar per tahun dengan kapasitas produksi sekitar 4.660 ton per tahun. Industri tahu di Kabupaten Sragen ternyata belum mampu memenuhi kebutuhan konsumennya. Hal ini bisa dilihat dari beberapa pasar tradisional yang masih terdapat pasokan dari daerah lain misalnya dari Solo dan Boyolali. Hal ini menunjukkan adanya kekurangan pasokan dari daerah Sragen sendiri. Kurangnya pasokan dan tidak berkembangnya industri tahu di Kabupaten Sragen tersebut menimbulkan pertanyaan apakah memang skala usaha yang sekarang sudah yang paling efisien atau ada faktor lain yang menghambat, sehingga perlu dikaji mengenai bagaimana skala usaha (return to scale) pada industri tahu tersebut, apakah berada pada decreasing return to scale, constant return to scale, atau increasing return to scale, serta bagaimana efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Dari uraian di atas dapat dirumuskan permasalahan industri tahu di Kabupaten Sragen sebagai berikut:
6
1. Apa saja faktor-faktor produksi yang digunakan pada industri tahu di Desa Sragen Wetan ? 2. Bagaimana skala usaha (return to scale) produksi yang dilakukan oleh para pengusaha industri tahu di Desa Sragen Wetan ? 3. Apakah penggunaan faktor-faktor produksi industri tahu di Desa Sragen Wetan sudah efisien ?
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menganalisa faktor-faktor produksi yang mempengaruhi produksi tahu di Desa Sragen Wetan. 2. Menganalisa tingkat skala usaha (return to scale) produksi industri tahu di Desa Sragen Wetan. 3. Menganalisa tingkat efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi industri tahu di Desa Sragen Wetan.
1.4. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini bagi penulis adalah sebagai penerapan teori yang telah didapat selama kuliah terhadap permasalahan yang timbul di masyarakat. Bagi pemerintah daerah, dapat dijadikan sebagai bahan masukan dalam pengembangan industri kecil, terutama industri tahu di Desa Sragen Wetan. Penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan evaluasi dan masukan bagi masyarakat di Desa Sragen Wetan dalam pengembangan industri tahu.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sejarah Perkembangan Tahu Menurut Kastyanto (1994) tahu berasal dari negeri Cina. Kata “tahu” sendiri sesungguhnya berasal dari bahasa Cina, yakni “tao-hu” atau “teu-hu”. Suku kata “tao” atau “teu” berarti kacang kedelai, sedangkan “hu” berarti hancur menjadi bubur. Adapun dalam bahasa Jepang istilah tahu terbagi dua yakni, tahu basah (hiyayakko) dan tahu goreng (aborange). Tahu adalah ekstrak protein kacang kedelai yang dikenal dan populer di negara-negara Asia, seperti Cina, Jepang dan negara-negara anggota ASEAN. Dengan migrasinya orang-orang Asia ke Eropa dan Amerika, tahu mulai juga menyebar ke negara-negara tersebut.
2.2. Bahan-Bahan Kegiatan Produksi Tahu Menurut Kastyanto (1995) bahan baku utama yang paling baik untuk membuat tahu adalah kedelai putih dari kualitas yang nomor satu. Bijinya besarbesar, mulus dan tidak terdapat campuran batu kerikil atau kotoran lainnya. Sebab kalau yang dipakai kedelai kualitas rendahan, maka sari kedelainya tidak akan banyak diperoleh dan pasti banyak tercampur dengan kotoran kecil-kecil. Tahu tidak dibuat melalui fermentasi, tetapi dibuat dengan cara mengendapkan protein dari kedelai dengan menggunakan bahan penggumpal yang berupa asam cuka yang biasa dipakai untuk bumbu dapur. Selain asam cuka, dapat juga dipakai batu tahu atau cioka (CaSo4). Batu tahu ini berasal dari batu gips atau sulfur kapur yang telah dibakar dan kemudian ditumbuk dibuat tepung (Kastyanto, 1995).
8
Sebagai bahan tambahan tetapi amat penting ialah air bersih. Air bersih ini mutlak diperlukan agar tahu yang dihasilkan benar-benar tidak menyebabkan penyakit, bebas kuman dan warna tahunya pun menarik. Industri tahu dapat menggunakan dua macam alat dalam pembakaran, yaitu dengan menggunakan tungku atau kompor. Industri tahu yang memakai tungku sebagai alat pembakaran menggunakan kayu bakar sebagai bahan bakar, sedangkan jika menggunakan kompor maka bahan bakarnya adalah minyak tanah.
2.3. Peralatan Kegiatan Produksi Tahu Menurut Kastyanto (1994) alat-alat pembuatan tahu terdiri dari; batu gilingan, bak air, tong kayu atau ember plastik, wajan penggodogan, kompor atau tungku pembakaran, kain blacu atau mori kasar, sangkar bambu sebagai tempat menyaring, kotak cetakan, dan meja pengempa. Alat-alat pembantu lainnya seperti gayung, tongkat kayu sebagai pengaduk bubur dan ember-ember kecil yang dipergunakan untuk mengambil air.
2.4. Proses Kegiatan Produksi Industri Tahu Setelah bahan dan peralatan yang dibutuhkan tersedia semuanya, langkah selanjutnya adalah membuat tahu itu sendiri. Langkah-langkah membuat tahu adalah sebagai berikut (Santoso, 1993) : 1). Penyortiran, biji-biji kedelai tua diletakan di tampah kemudian ditampi, 2). Pencucian, biji-biji kedelai dicuci di ember berisi air, 3). Perendaman, biji-biji kedelai yang sudah dicuci direndam dalam bak air selama sekitar 6-12 jam, 4). Pengupasan, kedelai diremas-remas dalam air kemudian dikuliti, 5). Penggilingan, keping-keping kedelai yang
9
direndam dalam air panas di masukkan ke dalam alat penggilingan sedikit demi sedikit sampai menjadi bubur putih, 6). Pendidihan, bubur kedelai ditambah air panas di masukkan ke dalam wajan lalu dipanaskan ke dalam tungku. Tujuannya untuk menginaktifkan zat anti nutrisi kedelai (trypsin inhibitor) dan sekaligus meningkatkan nilai cerna, 7). Penyaringan, bubur kedelai disaring dengan kain blacu atau mori kasar yang diletakan di dalam panci kemudian ditekan dengan papan kayu sekuat-kuatnya sehingga diperoleh sari kedelai secara optimal, 8). Penggumpalan, sari kedelai yang masih hangat dan berwarna kekuning-kuningan itu ditambah dengan batu tahu yang telah dilarutkan dengan air, lalu diaduk-aduk, ditunggu 5-10 menit agar penggumpalan protein sempurna, 9). Pencetakan, air asam yang terdapat di atas endapan dipisahkan, kemudian di masukkan ke dalam cetakan yang bagian alasnya dihamparkan kain blacu, 10). Perebusan, sebelum produk dipasarkan, direbus dulu agar tahu tidak menjadi basi.
2.5. Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Efisiensi produksi adalah banyaknya hasil fisik yang diperoleh dari satu unit faktor produksi (efisiensi fisik), dan kalau efisiensi fisik ini dinilai dengan uang, maka pengertiannya menjadi efisiensi ekonomis (Mubyarto, 1985). Sedangkan menurut Machmud (1997) mengemukakan bahwa efisiensi produksi menggambarkan biaya
korbanan yang harus ditanggung atau dibayar oleh
produsen untuk menghasilkan produk. Dalam produksi terdapat tiga macam efisiensi, yaitu efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomi. Menurut Ferguson dan Gould (1975), dalam fungsi produksi sudah tersirat efisiensi teknis. Hal ini ditunjukan oleh adanya
10
kombinasi
faktor-faktor
produksi
tertentu
yang
menghasilkan
produksi
maksimum, sedangkan efisiensi harga adalah menggambarkan hubungan antara tingkat penggunaan faktor produksi tertentu untuk mencapai produksi tertentu dengan memperhatikan harga, baik harga faktor produksi maupun harga produksi. Efisiensi teknis dan harga adalah dua komponen dari efisiensi ekonomis. Jadi efisiensi ekonomis dicapai jika perusahaan memaksimumkan keuntungan atau dengan kata lain pada saat keuntungan maksimum faktor produksi telah digunakan secara efisien. Model fungsi produksi yang digunakan dalam menduga parameterparameter yang mempengaruhi produksi antara lain adalah fungsi linier biasa, fungsi transendental, fungsi Cobb-Douglas dan sebagainya. Dari semua fungsi produksi tersebut, fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu bentuk fungsi produksi yang paling umum digunakan dalam penelitian ekonomi, karena memiliki beberapa kelebihan dari fungsi produksi lainnya (Koutsoyiannis, 1977). Pertama,
koefisien
pangkat
dari
fungsi
Cobb-Douglas
sekaligus
menunjukkan besarnya elastisitas produksi dari masing-masing faktor produksi yang digunakan terhadap output, sehingga dapat digunakan untuk mengetahui tingkat produksi yang optimum dari pemakaian faktor produksi. Kedua, fungsi produksi Cobb-Douglas dapat digunakan untuk menguji fase pergerakan skala usaha (return to scale) atas perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan, yaitu dengan jalan menjumlahkan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi. Ketiga, perhitungan dalam fungsi produksi Cobb-Douglas sederhana dan mudah ditransformasikan kedalam bentuk linier serta dapat dilakukan dengan menggunakan program komputer, selain mengurangi adanya heteroskedastisitas.
11
2.6. Penelitian Terdahulu Sebagai gambaran analisis efisiensi yang menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas adalah seperti penelitian-penelitian sebagai berikut; menurut Murjoko (2004) hasil regresi fungsi produksi Cobb-Douglas yang digunakan pada analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usahatani ayam ras pedaging, menunjukkan bahwa faktor produksi bibit DOC (Day Old Chick), pakan starter, pakan finisher, tenaga kerja dan OVK (obat, vitamin dan vaksin) berpengaruh nyata dan positif pada tingkat kepercayaan 99 persen. Sedangkan pemanas gas olec dan mortalitas tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85 persen. Hasil analisis mengenai efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha peternakan sapi perah di Kecamatan Cibungbulang, Kabupaten Bogor menunjukan bahwa sebesar 90,3 persen jumlah produksi susu dijelaskan oleh variabel hijauan, konsentrat, sapi laktasi dan tenaga kerja serta variabel dummy secara bersama-sama. Dari uji yang dilakukan dapat diketahui bahwa setiap variabel berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan yang berbeda-beda (Vidiayanti, 2004). Hasil penelitian Machmud (1997) tentang efisiensi faktorfaktor produksi industri tahu Sumedang, menyatakan bahwa produksi tahu dipengaruhi oleh lima variabel yaitu; kedelai, air, bibit tahu, minyak tanah dan tenaga kerja. Selain bibit tahu, seluruh variabel bertanda positif, artinya setiap penambahan input satu persen akan mengakibatkan peningkatan jumlah produk sebesar nilai elastisitas variabel tersebut (ceteris paribus). Dengan demikian faktor-faktor produksi tersebut berpengaruh nyata positif terhadap produksi tahu, sedangkan bibit tahu berpengaruh nyata negatif.
12
Menurut Yanti (2003) faktor produksi yang berpengaruh terhadap produksi jamur tiram putih adalah; serbuk kayu, bibit, bekatul, plastik, cincin pralon, dan tenaga kerja yang berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, sedangkan penggunaan kapur, kapas, karet, dan minyak tanah tidak berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen terhadap produksi jamur tiram. Jatmiko (2003) menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi pada usaha pembesaran ikan gurame. Hasil analisis regresi fungsi produksi CobbDouglas menunjukkan bahwa faktor produksi benih, pakan pelet dan pakan daun sente berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen dan faktor produksi luas kolam berpengaruh nyata pada tingkat kepercayaan 85 persen. Faktor produksi tenaga kerja tidak berpengaruh nyata terhadap produksi baik pada tingkat kepercayaan 95 persen maupun pada tingkat kepercayaan 85 persen. Pada penelitian ini akan menganalisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi di daerah penelitian yaitu Desa Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen. Alat analisis yang akan digunkan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi Cobb-Douglas, yang umum digunakan dalam penelitian. Dengan mempelajari hasil penelitian terdahulu akan memberikan gambaran yang jelas bagaimana penggunaan fungsi produksi Cobb-Douglas. Penelitian sebelumnya tentang tahu akan memberikan gambaran mengenai faktor-faktor produksi apakah yang berpengaruh terhadap produksi tahu. Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah alasan pemilihan daerah. Daerah ini mempunyai perbedaan dengan daerah sentra industri tahu yang lain dari segi skala usaha, cara pembuatan tahu, dan pengaruhnya terhadap perekonomian daerah.
III. KERANGKA TEORITIS
3.1. Teori Produksi Hubungan penggunaan faktor-faktor produksi atau input dan produk atau output yang dihasilkan disebut fungsi produksi. Menurut Debertin (1986) fungsi produksi menguraikan suatu teknik hubungan yang mentransformasikan input (sumberdaya) ke dalam output (komoditi). Secara matematik fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut:
Y = f (X1,X2,X3,...........Xn) .......................................................................(1) Dimana: Y
= output atau produk
Xn
= input atau faktor produksi yang digunakan untuk memproduksi Y
f
= bentuk hubungan yang mentransformasikan input-input ke dalam output.
Pada
Gambar
1
menunjukkan
grafik
fungsi
produksi
yang
menggambarkan hubungan fisik antara satu faktor produksi dengan produksi, ceteris paribus. Menurut Debertin (1986) fungsi produksi terbagi dalam tiga daerah produksi yang dibedakan berdasarkan elastisitas produksi dari faktorfaktor, yaitu daerah produksi dengan elastisitas produksi yang lebih besar dari satu (daerah I), daerah produksi dengan elastisitas antara nol dan satu (daerah II) dan daerah produksi dengan elastisitas produksi lebih kecil dari satu (daerah III).
14
Daerah produksi I adalah yang terletak antara titik asal dan X2. Daerah ini produksi marjinal (PM) mencapai tititk maksimum dan kemudian mengalami penurunan, tetapi produk marjinal masih lebih besar dari produk rata-rata (PR). Elastisitas produksi pada daerah I bernilai lebih besar dari satu, artinya penambahan faktor produksi sebanyak satu persen akan menyebabkan penambahan produksi selalu lebih besar dari satu persen. Daerah ini dikatakan daerah increasing returns karena setiap penambahan faktor produksi akan meningkatkan jumlah produksi yang peningkatannya semakin lama semakin bertambah.
Pada daerah ini keuntungan maksimum belum tercapai, karena
produksi masih selalu dapat ditingkatkan dengan penambahan input (faktor produksi). Dengan demikian daerah ini merupakan daerah irasional (irrational region) Daerah produksi II adalah daerah yang terletak antara X2 dan X3, dengan elastisitas produksi antara nol dan satu artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan penambahan produksi sebesar antara nol dan satu persen. Pada suatu tingkat tertentu dari penggunaan input akan memberikan keuntungan maksimum yaitu pada saat Nilai Produk Marjinal (Value Marginal Product atau VMP) untuk faktor produksi sama dengan biaya korbanan marjinal (Marginal Faktor Cost atau MFC), jika harga faktor produksi (P) tetap maka keuntungan maksimum dicapai pada saat VMP = MFC = P. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan faktor produksi di daerah II merupakan daerah rasional (rational region).
15
Gambar 1. Elastisitas Produksi dan Daerah-Daerah Produksi pada Jangka Pendek
Keterangan : PM
= Produk Marjinal (Marginal Physical Product)
PR
= Produk Rata-Rata (Average Physical Product)
PT
= Produk Total (Total Physical Product)
A
= Inflection Point
B
= Titik Singgung Kurva PT
C
= Titik Maksimum PT
Sumber : Debertin, 1986.
16
Daerah III ini adalah daerah dengan elastisitas lebih kecil dari nol. Pada daerah ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh PM yang bernilai negatif. Dengan demikian setiap penambahan faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan, sehingga daerah III ini disebut daerah irasional (irrational region).
3.2. Konsep Efisiensi Debertin (1986) menyatakan bahwa untuk mencapai keuntungan diperlukan dua syarat yaitu syarat keharusan (Necessary Condition) dan syarat kecukupan (Sufficient Condition). Syarat keharusan menunjukkan hubungan fisik antara faktor produksi dengan hasil produksi, yang sekaligus menunjukkan efisiensi produksi secara teknis yaitu dengan elastisitas produksi antara nol dan satu. Sedangkan syarat kecukupan merupakan kondisi yang harus dipenuhi agar keuntungan maksimum dapat tercapai, yaitu pada saat Nilai Produk Marjinal (Value Marginal Product atau VMP) untuk faktor produksi sama dengan Biaya Korbanan Marjinal (Marginal Factor Cost atau MFC). Efisiensi ekonomi tercapai apabila pengusaha telah memperoleh keuntungan maksimum.
Keuntungan maksimum dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin, 1986).
NPT = Py . Y BKT = ∑ (Pxi . Xi) + BTT Misal: r = b (X) c = g (X) → r = NPT c = BKT
17
Maka :
π =r–c π = b (X) – g (X) π = NPT – BKT .......................................................................................(2)
Keuntungan maksimum tercapai jika turunan pertama dari fungsi tersebut terhadap masing-masing faktor produksi sama dengan nol.
δπ δX
= b’(X) – g’(X) = 0
=
δr δc =0 δX δX
=
δNPT δBKT =0 δX δX
= NPM – BKM = 0 NPM = BKM
NPM = 1 .................................................................................................(3) BKM
Keterangan : NPT
= Nilai Produk Total (Total Value Product)
BKT = Biaya Korbanan Total (Total Factor Cost) Py
= Harga per unit dari produksi
Y
= Jumlah produksi yang dihasilkan
π
= Keuntungan
Xi
= Jumlah faktor produksi ke-i
18
Pxi
= Harga faktor produksi ke-i
BTT
= Biaya Tetap Total (Total Fixed Cost)
NPM = Nilai Produk Marjinal (Value Margianl Product) BKM = Biaya Korbanan Marjinal (Marginal Factor Cost)
Pada proses produksi yang sebenarnya, untuk menghasilkan suatu produk tertentu biasanya dibutuhkan lebih dari satu jenis faktor produksi variabel. Untuk mencapai kombinasi faktor produksi optimal harus dipenuhi syarat berikut yang merupakan perluasan rumus di atas :
NPM Xn NPM X 1 NPM X 2 = = ........ = = 1 ..............................................(4) BKM X 1 BKM X 2 BKM Xn
Kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada kondisi optimal dapat dituliskan dengan persamaan umum sebagai berikut :
NPM Xi = 1 .............................................................................................(5) BKM Xi atau, bi ×
Xi =
Y × Py Xi =1 PXi
bi × Y × Py .......................................................................................(6) Pxi
19
dimana : bi = Elastisitas faktor produksi ke-i Xi = Jumlah faktor produksi ke-i PXi = Harga faktor produksi X PY = Harga hasil produksi Y Y = Jumlah hasil produksi yang diperoleh
3.3. Konsep Return to Scale Menurut Koutsoyiannis (1979) ada tiga bentuk skala usaha dalam suatu proses produksi yaitu decreasing return to scale, constant return to scale dan
incresing return to scale. Untuk mengetahui fase pergerakan skala usaha (return to scale) yaitu dengan cara menjumlahkan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi. Suatu proses produksi berada pada fase decreasing return to scale, apabila setiap penambahan satu unit faktor produksi dalam proses produksi menyebabkan kenaikan hasil yang semakin menurun (berkurang). Hal ini ditunjukkan dengan elastisitas produksi total yang kurang dari satu. Fase constant return to scale ditunjukkan dengan elastisitas yang bernilai sama dengan satu, sehingga penambahan faktor-faktor produksi dalam proses produksi menyebabkan kenaikan hasil yang tetap. Adapun increasing return to scale, setiap penambahan faktorfaktor produksi dalam proses produksi menyebabkan kenaikan hasil yang semakin meningkat. Pada fase ini elastisitas produksi lebih besar dari satu.
20
3.4. Model Analisis Model fungsi produksi yang digunakan dalam menduga parameterparameter yang mempengaruhi produksi antara lain adalah fungsi linier biasa, fungsi transendental, fungsi Cobb-Douglas dan sebagainya. Dari semua fungsi produksi tersebut, fungsi Cobb-Douglas merupakan salah satu bentuk fungsi fungsi produksi yang paling umum digunakan dalam penelitian ekonomi. Secara matematik bentuk umum persamaan fungsi Cobb-Douglas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Y = α X1β1 X2β2...........Xnβn eu ...................................................................(7) Dimana : Y
= Jumlah produksi (output)
α
= Intersep, merupakan besaran parameter
βi
= Koefisien regresi penduga variabel ke-i, merupakan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi
Xi
= Jumlah faktor produksi ke-i yang digunakan
u
= Residual
e
= Bilangan natural (2,7182)
i
= 1,2,3, . . . . n
3.5. Kerangka Pemikiran Operasional Dari kerangka teoritis di atas maka penulis menarik kerangka pemikiran penelitian seperti terlihat pada Gambar 2.
21
INDUSTRI TAHU
Faktor-Faktor Produksi
TETAP
Skala Usaha
Elastisitas
VARIABEL
BKM
Efisiensi Penggunaan Faktor produksi
ANALISIS (Cobb-Douglas)
PRODUKSI
NPM
Implikasi Kebijakan (Saran)
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Efisiensi Faktor-Faktor Produksi Industri Tahu di Kabupaten Sragen
Tingkat produksi tahu dipengaruhi oleh faktor-faktor produksi yang digunakan. Faktor-faktor produksi terdiri dari faktor produksi tetap dan faktor produksi variabel. Besarnya produksi dipengaruhi oleh faktor produksi variabel. Untuk menentukan
faktor produksi variabel apa saja yang mempengaruhi
produksi digunakan analisis fungsi produksi Cobb-Douglas. Biaya Korbanan Marjinal (BKM) dan Nilai Penerimaan Marjinal (NPM) dapat digunakan untuk menentukan apakah produksi sudah efisien atau belum. Apabila BKM sama dengan NPM maka keuntungan telah mencapai maksimum.
22
Keuntungan maksimum tersebut mengindikasikan bahwa kombinasi penggunaan faktor-faktor produksi pada kondisi optimal. Skala usaha dapat diketahui dari penjumlahan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi pada fungsi produksi Cobb-Douglas.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini akan dilakukan di industri tahu yang berlokasi di Desa Sragen Wetan, Kecamatan Sragen, Kabupaten Sragen. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan secara sengaja dengan pertimbangan daerah ini merupakan tempat sentra produksi tahu di Kabupaten Sragen. Penelitian ini akan dilaksanakan selama tiga bulan yaitu dimulai pada bulan Januari 2006 sampai bulan Maret 2006.
4.2. Pengambilan Data Banyaknya industri tahu sebagai responden yang akan diambil dalam penelitian ini adalah sebanyak 37 pengusaha tahu yang terdapat di Desa Sragen Wetan. Penarikan responden ini dengan menggunakan metode sensus sehingga keseluruhan pengusaha tahu yang aktif melakukan produksi dijadikan sampel. Metode sensus yaitu mengumpulkan informasi dari seluruh populasi. Populasi adalah kumpulan dari individu dengan kualitas serta ciri-ciri yang telah ditetapkan (Nazir, 1999).
4.3. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data primer dan data sekunder. Data primer akan diperoleh melalui wawancara langsung dengan pengusaha tahu di Kabupaten Sragen dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data primer dari pihak perusahaan berupa: identitas perusahaan, jenis, jumlah dan
24
harga faktor-faktor produksi yang digunakan; serta biaya dan penerimaan perusahaan. Data sekunder didapat dari instansi-instansi yang terkait seperti Pemerintah Daerah Kabupaten berupa data potensi daerah penelitian, Dinas Perindustrian mengenai data nama, lokasi dan status perusahaan, Ditjen Perindustrian, buku-buku dan literatur-literatur lain yang terkait.
4.4. Jenis Penelitian Penelitian ini menggunakan metode studi kasus dari kasus pengusaha industri tahu di Kabupaten Sragen dengan tujuan untuk memberikan gambaran secara mendetail tentang latar belakang, status kepemilikan, modal dan mengukur skala usaha serta menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi dari industri tahu di Kabupaten Sragen.
4.5. Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis kuantitatif dan kualitatif. Tahap analisis data yang dilakukan adalah tahap transfer data dalam bentuk tabulasi. Membuat tabulasi tidak lain dari memasukkan data-data ke dalam tabel-tabel, dan mengatur angka-angka sehingga dapat dihitung jumlah kasus dalam berbagai kategori. Kemudian memberikan deskripsi untuk memberikan ciri-ciri yang khas, memperlihatkan keragaman, memperlihatkan hubunganhubungan yang terjadi dan aspek-aspek lain yang berhubungan dengan penelitian yang dilakukan. Model analisis data yang digunakan berupa analisis pendugaan dan pemilihan fungsi produksi, analisis efisiensi serta analisis skala usaha.
25
1. Analisis Fungsi Produksi Cobb-Douglas Efisiensi suatu kegiatan produksi dicapai jika terjadi efisiensi teknis dan efisiensi harga yang merupakan dua komponen tercapainya efisiensi ekonomis. Efisiensi ekonomis tercapai jika perusahaan itu memaksimumkan keuntungan. (Ferguson dan Gould, 1975). Untuk mengetahui fase pergerakan skala usaha (return to scale) atas perubahan faktor-faktor produksi yang digunakan, yaitu dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas, dengan jalan menjumlahkan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi. Jika elastisitas lebih kecil dari satu maka berada pada fase decreasing return to scale, jika elastisitasnya sama dengan satu maka berada pada fase constant return to scale dan jika elastisitasnya lebih besar dari satu maka produksi dalam keadaan increasing return to scale. Dalam penelitian ini variabel-variabelnya terdiri dari: Y
= Produksi tahu selama satu bulan (kotak)
X1
= Kedelai yang digunakan selama satu bulan (kilogram)
X2
= Tenaga kerja yang digunakan selama satu bulan (jam)
X3
= Solar yang digunakan selama satu bulan (liter)
X4
= Sekam yang digunakan selama satu bulan (karung)
X5
= Air yang digunakan selama satu bulan (liter)
X6
= Laru yang digunakan selama satu bulan (liter)
Hal ini menunjukkan bahwa faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap produksi tahu (Y) adalah kedelai (X1), tenaga kerja (X2), solar (X3), sekam (X4) air (X5), dan laru (X6). Dengan demikian fungsi ini dapat ditulis sebagai berikut: Y = aX1b1 X2b2 X3b3 X4b4 X5b5 X 6b6 eu .......................................................(8)
26
Dengan mentransformasikan fungsi Cobb-Douglas ke dalam bentuk linier logaritma, maka model fungsi produksi tahu dapat ditulis sebagai berikut : ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + b3 ln X3 + b4 ln X4 + b5 ln X5 + b6 ln X6 Dari analisis regresi sederhana logaritmik akan diperoleh besarnya nilai thitung, F-hitung, dan R2. Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (Xn) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). Apabila t-hitung lebih besar dari t-tabel, berarti parameter yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas, dan bila t-hitung lebih kecil dari t-tabel, berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebasnya. Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas yang digunakan (X1, X2, X3, X4, X5, X6) secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Bila F-hitung lebih besar dari F-tabel, maka parameter bebas yang dipakai dalam analisis tersebut secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Sebaliknya apabila F-hitung lebih kecil dari F-tabel, maka parameter bebas yang dipakai dalam analisis tersebut secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Nilai R2 digunakan untuk melihat sejauh mana besar keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas terhadap parameter tidak bebas. Apabila tidak terdapat koefisien regresi yang nyata pada taraf uji tertentu dan nilai VIF
(Variance Inflation Factors) lebih besar dari 10 maka model yang digunakan mengalami multokolinieritas.
27
2. Analisis Skala Usaha Menurut Koutsoyiannis (1979) ada tiga bentuk skala usaha dalam suatu proses produksi yaitu decreasing returns to scale, constant return to scale dan
incresing return to scale. Untuk mengetahui fase pergerakan skala usaha (return to scale) yaitu dengan cara menjumlahkan koefisien elastisitas masing-masing faktor produksi. Suatu proses produksi berada pada fase decreasing return to scale, apabila setiap penambahan satu unit faktor produksi dalam proses produksi menyebabkan kenaikan hasil yang semakin menurun (berkurang). Hal ini ditunjukkan dengan elastisitas produksi total yang kurang dari satu. Fase constant return to scale ditunjukkan dengan elastisitas yang bernilai sama dengan satu, sehingga penambahan faktor-faktor produksi dalam proses produksi menyebabkan kenaikan hasil yang tetap. Adapun increasing return to scale, setiap penambahan faktorfaktor produksi dalam proses produksi menyebabkan kenaikan hasil yang semakin meningkat. Pada fase ini elastisitas produksi lebih besar dari satu. 3. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Debertin (1986) menyatakan bahwa untuk mencapai keuntungan diperlukan dua syarat yaitu syarat keharusan (Necessary Condition) dan syarat kecukupan (Sufficient Condition). Syarat keharusan menunjukkan hubungan fisik antara faktor produksi dengan hasil produksi, yang sekaligus menunjukkan efisiensi produksi secara teknis yaitu dengan elastisitas produksi antara nol dan satu. Sedangkan syarat kecukupan merupakan kondisi yang harus dipenuhi agar keuntungan maksimum dapat tercapai, yaitu pada saat Nilai Produk Marjinal (Value Marginal Product atau VMP) untuk faktor produksi sama dengan Biaya
28
Korbanan Marjinal (Marginal Factor Cost atau MFC) dan besarnya untuk masing-masing faktor produksi harus sama dengan satu. Secara matematik kondisi kecukupan dapat dituliskan sebagai berikut :
NPM Xn NPM X 1 NPM X 2 = = ........ = = 1 ..............................................(9) BKM X 1 BKM X 2 BKM Xn
Dalam aplikasi dapat dijumpai rasio antara NPM dan BKM nilainya tidak sama dengan satu. Jika rasio antara NPM dan BKM kurang dari satu, berarti penggunaan suatu faktor produksi belum efisien secara ekonomi, sehingga penggunaan faktor produksi tersebut harus dikurangi. Jika rasio antara NPM dan BKM lebih besar dari satu, berarti penggunaan faktor produksi tersebut harus ditingkatkan agar dapat mencapai efisiensi ekonomi. Efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi tercapai jika faktorfaktor produksi telah digunakan pada jumlah optimal. Jumlah faktor produksi yang optimal dapat dicari sebagai berikut :
bi ×
Xi =
Y × Py Xi =1 PXi bi × Y × Py .....................................................................................(10) Pxi
dimana : bi = Elastisitas faktor produksi ke-i Xi = Jumlah faktor produksi ke-i PXi = Harga faktor produksi X
29
PY = Harga hasil produksi Y Y = Jumlah hasil produksi yang diperoleh
4.6. Pengujian-Pengujian Fungsi Produksi
Pengujian-pengujian yang dilakukan dalam hal ini adalah pengujian model penduga dan pengujian terhadap parameter regresi. 1. Pengujian terhadap model penduga Pengujian ini untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter dalam fungsi produksi. Hipotesis : Ho : bi = bo = .......... = b6 = 0 H1 : salah satu dari bi ada ≠ 0 F − hitung =
R 2 /( k − 1) (1 − R 2 ) /( n − k )
Uji statistik yang digunakan adalah uji F Dimana, k = jumlah variabel termasuk intersep n = jumlah pengamatan atau responden Kriteria uji : F-hitung > F-tabel (k-1, n-k) maka tolak Ho F-hitung < F-tabel (k-1, n-k) maka terima Ho Untuk memperkuat pengujian, dihitung besarnya nilai koefisien determinasi (R2), untuk mengetahui berapa jauh keragaman produksi dapat diterangkan oleh variabel penjelas yang telah dipilih. Koefisien determinasi dapat dituliskan sebagai berikut :
30
2
R
Jumlah kuadrat regresi (ESS) = Jumlah kuadrat total (TSS)
⎛ ∑ ei 2 R = 1− ⎜ ⎜∑y 2 i ⎝ 2
⎞ ⎟ ⎟ ⎠
2. Pengujian untuk masing-masing parameter regresi Tujuannya adalah untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas. Hipotesis : Ho : bi = 0 H1 : bi ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji t : t − hitung =
bi S (bi )
Kriteria uji : t-hitung > t-tabel (α/2, n-k) maka tolak Ho t-hitung < t-tabel (α/2, n-k) maka terima Ho dimana : k = jumlah variabel bebas n = jumlah pengamatan atau responden Jika tolak Ho artinya variabel bebas berpengaruh nyata terhadap variabel tidak bebas dalam model.
31
4.7. Spesifikasi Variabel Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam industri tahu yaitu : kedelai, tenaga kerja, solar, sekam, air dan laru. Besarnya produksi dalam industri tahu ditentukan oleh faktor-faktor produksi tersebut. Kedelai (X1) merupakan bahan baku utama dalam membuat tahu. Jumlah kedelai yang digunakan sebagai input produksi diukur dalam satuan kilogram (kg) dan dihitung selama satu bulan. Biaya korbanan marjinal adalah harga tahu per kilogram (Rp 3.300,00/kg). Tenaga kerja (X2) adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi
yang
meliputi
kegiatan
penyortiran,
pencucian,
perendaman,
pengupasan, penggilingan, pendidihan, penyaringan, penggumpalan, pencetakan dan perebusan. Biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja dihitung berdasarkan jumlah gilingan. Setiap gilingan memerlukan biaya sebesar Rp 2.500,00. Banyaknya gilingan tergantung jumlah kedelai yang dikeluarkan. Setiap gilingan memerlukan kedelai sebanyak 7 kilogram, sehingga biaya korbanan marjinal tenaga kerja tergantung jumlah gilingan, namun untuk setiap gilingan waktu yang digunakan berbeda-beda tergantung dari cepat tidaknya proses produksi tersebut. Dengan demikian dalam perhitungannya biaya faktor produksi tenaga kerja menggunakan jumlah jam kerja per gilingan selama satu bulan. Jadi besarnya biaya korbanan tenaga kerja adalah upah tenaga kerja per jam, yaitu jumlah gilingan dibagi jam kerja kali Rp 2.500,00 per gilingan. Adapun besarnya biaya korbanan tenaga adalah Rp 3.255,00.
32
Solar (X3) diperlukan sebagai bahan bakar untuk menggiling kedelai agar menjadi bubur. Satuan solar diukur dalam liter dan dihitung selama satu bulan. Biaya korbanan marjinal solar adalah harga solar per liter sebesar Rp 4.300,00. Sekam (X4) merupakan bahan bakar yang digunakan untuk memanaskan air yang uapnya akan digunakan untuk merebus tahu. Satuan sekam diukur dalam karung dan dihitung selama satu bulan. Biaya korbanan marjinal sekam adalah harga sekam per karung sebesar Rp 1.200,00. Air (X5) diperlukan dalam proses produksi tahu antara lain untuk pencucian dan perendaman kedelai. Satuan air diukur dalam liter dan dihitung selama satu bulan. Air yang digunakan berasal dari sumur dengan menggunakan pompa air sehingga biaya korbanan marjinalnya dilihat dari biaya listrik. Namun biaya listrik ini tidak hanya mencakup kebutuhan air saja tetapi meliputi penggilingan dan penerangan, maka biaya korbanan marjinal air sukar untuk ditentukan sehingga untuk mempermudah perhitungan, faktor produksi air dalam penelitian ini diasumsikan sama dengan biaya air yang dikeluarkan untuk PDAM yaitu Rp 440,00/m3 atau Rp 0,44/liter. Jadi biaya korbanan air adalah Rp 0,44/liter. Laru atau bibit tahu (X6) dipakai sebagai campuran sari kedelai, agar dapat menggumpal menjadi tahu. Satuan laru dihitung dalam liter dan dihitung selama satu bulan. Bibit tahu ini berasal dari sari tahu bila tahunya sendiri telah menggumpal yang kemudian dieramkan. Karena itu dalam pemenuhan bibit tahu ini tidak memerlukan biaya sehingga faktor produksi laru tidak dimasukkan ke dalam perhitungan. Namun untuk permulaan membuka industri tahu bibit tahu belum tersedia, maka bibit tahu dapat diganti dengan asam cuka untuk hari
33
pertama berproduksi. Asam cuka memiliki biaya korbanan marjinal Rp 5.000,00/liter. Menurut Kastyanto (1995), perbandingan asam cuka dengan air adalah 1 : 72, artinya satu liter asam cuka untuk 72 liter air. Sedangkan perbandingan bibit tahu dengan air menurut data primer adalah 1 : 10,7, sehingga perbandingan bibit tahu dengan dengan asam adalah 6,7 : 1. Dengan demikian biaya korbanan marjinal bibit tahu adalah Rp 24,88/liter. Produksi (Y) yang dihasilkan dipengaruhi oleh kombinasi faktor-faktor produksi yang digunakan. Produksi yang dihasilkan dinyatakan dalam satuan kotak (tempat tahu yang terbuat dari kayu) dan dihitung selama satu bulan. Harga yang digunakan adalah harga tahu per kotak (Rp 10.000,00/kotak), karena tahu yang diproduksi dijual dalam satuan kotak.
V. GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN
5.1. Keadaan Wilayah Penelitian 5.1.1 Letak dan Geografis Penelitian ini dilakukan di Desa Sragen Wetan yang meliputi Kampung Teguhan dan Kampung Sragen Manggis yang merupakan wilayah Kecamatan Sragen, Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen. Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen secara administratif terbagi menjadi 208 desa dan 20 kecamatan. Sedangkan Kecamatan Sragen secara administratif terbagi kedalam 8 desa. Adapun Desa Sragen Wetan secara administratif terbagi kedalam 5 kampung, dengan ketinggian wilayah rata-rata 86 meter di atas permukaan laut dengan kondisi datar atau tidak ada bukit. Kondisi tanah di Desa Sragen Wetan merupakan tanah yang berstruktur litosol. Kondisi curah hujan di Desa Sragen Wetan rata-rata 2756 milimeter per tahun terbanyak 114 hari. Letak geografis Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen yaitu, sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Grobogan, sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar, sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali, serta sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Ngawi. Sedangkan untuk Kecamatan Sragen, sebelah utara dan timur berbatasan dengan Kecamatan Ngrampal, sebelah selatan berabatasan dengan Kecamatan Karangmalang, dan sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Sidoarjo. Untuk Desa Sragen Wetan sendiri, sebelah utara berbatasan dengan Desa Nglorog, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Karangmalang, sebelah barat berbatasan dengan Desa Sragen Tengah, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Nglorog.
35
5.1.2. Luas Wilayah dan Pola Penggunaan Lahan Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen memiliki luas wilayah 941,55 km2. Sedangkan Kecamatan Sragen memiliki luas wilayah 27,27 km2 atau 2,90 persen dari luas wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen. Adapun Desa Sragen Wetan memiliki luas wilayah 214,25 hektar, yang seluruhnya merupakan tanah pekarangan dan pemukiman sehingga tidak mempunyai areal persawahan maupun tegalan.
5.1.3. Struktur Penduduk dan Mata Pencaharian Jumlah penduduk Kabupaten daerah Tingkat II Sragen pada tahun 2004 tercatat sebanyak 855.244 jiwa, yang terdiri dari laki-laki sebanyak 422.948 jiwa dan jumlah perempuan sebanyak 432.296, dengan laju pertumbuhan penduduk selama 4 tahun terakhir rata-rata 0,18 persen pertahun. Untuk Kecamatan Sragen jumlah penduduknya adalah 64.467 jiwa, yang terdiri atas 31.546 laki-laki dan 32.921 perempuan, dengan kepadatan penduduk 2.364 jiwa/km2. Sedangkan jumlah penduduk Desa Sragen Wetan sebanyak 14.117 jiwa, terdiri dari laki-laki 6.964 jiwa dan perempuan 7.153 jiwa, dengan kepadatan penduduk sebesar 1,52 jiwa/100 m2. Ditinjau dari sisi pendidikan, jumlah terbesar pendidikan penduduk Desa Sragen Wetan adalah Sekolah Dasar yaitu sebanyak 2594 (30,4%). Klasifikasi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat pada Tabel 1.
36
Tabel 1. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Sragen Wetan Tahun 2006 Tingkat Pendidikan Jumlah (jiwa) Persentase (%) Belum Sekolah 490 5,7 Tidak Tamat SD 128 1,5 SD 2594 30,4 SLTP 2570 30,2 SLTA 2574 30,2 Perguruan Tinggi 165 1,9 Sumber : Profil desa, 2006 Mata pencaharian penduduk di Desa Sragen Wetan didominasi oleh pegawai negeri sipil dengan jumlah 862 orang. Kemudian yang kedua adalah TNI dan Polri sebesar 198, disusul pekerja kebun sebesar 104 orang. Jenis pekerjaan yang lain adalah pengusaha sedang, pengusaha industri kecil, buruh industri, buruh bangunan, pedagang dan pengangkutan.
5.1.4. Keadaan Perekonomian Laju pertumbuhan ekonomi Kabupaten Daerah Tingkat II Sragen pada tahun 2004 sebesar 4,83 persen dengan PDRB sebesar Rp 794.001.091.000,00 atas harga konstan. Sedangkan struktur perekonomian Kabupaten Sragen masih bercirikan ekonomi pertanian, yang ditunjukkan masih dominannya sektor pertanian terhadap PDRB yaitu 32,59 persen yang berarti menurun jika dibandingkan dengan tahun 2003 yang memberikan sumbangan sebesar 33,4 persen sehingga terdapat penurunan sebesar 0,65 persen, penurunan yang terjadi pada sektor pertanian ini wajar, sejalan dengan pesatnya perekonomian daerah serta
meningkatnya
infrastruktur
telah
berpengaruh
terhadap
struktur
perekonomian daerah dari pertanian ke industri. Output sektor pertanian dari tahun ke tahun menunjukkan fluktuasi yang tidak menentu. Hal tersebut khususnya sektor pertanian tanaman pangan, produksinya tiap tahunnya sangat
37
dipengaruhi oleh faktor musim, kondisi alam, serangan hama dan penyakit tanaman pada tahun yang bersangkutan. Sedangkan menurut sub sektornya andil terbesar adalah sub sektor tanaman bahan pangan (tabama) sebesar 26,29 persen. Hal ini dapat dilihat dari perkembangan hasil produksi pertanian tanaman pangan Kabupaten Sragen pada Tabel 2.
Tabel 2. Perkembangan Hasil Produksi Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sragen, 2002-2004 Produksi (ton) No Jenis Komoditi 2002 2003 2004 1. Padi 466700 433.906 457298 2. Jagung 11351 23885 19872 3. Ubi Kayu 52976 88266 79503 4. Kacang Hijau 3038 514 2937 5. Kacang Tanah 15288 14508 14208 6. Kedelai 2140 846 2118 Sumber: BPS Kab. Sragen Tahun 2004 Adapun
PDRB
Kecamatan
Sragen
tahun
2004
sebesar
Rp
91.557.380.000,00 atas harga konstan, sedangkan PDRB per kapita sebesar Rp 1.418.680,45. Sumbangan terbesar terhadap PDRB adalah dari sektor jasa, yaitu sebesar Rp 34.668.550.000,00. Urutan kedua yaitu dari sektor angkutan dan komunikasi, yaitu sebesar Rp 12.380.530.000,00 sedangkan sektor pertanian menempati urutan ketiga dengan sumbangan sebesar Rp 10.267.880.000,00.
5.2. Karakteristik Pengusaha Tahu Penelitian ini mengambil seluruh pengusaha tahu yang terdapat di Desa Sragen Wetan sebagai responden. Responden yang terpilih sebagian besar berumur
40 tahun ke atas, yaitu sebanyak 30 orang. Tingkat pendidikan
responden kebanyakan adalah tamat sekolah dasar, yaitu sebanyak 15 orang.
38
Kemudian pengalaman berusaha rata-rata lebih dari 10 tahun. Lebih lengkapnya pada Tabel 3.
Tabel 3. Karakteristik Pengusaha Tahu pada Industri Tahu di Desa Sragen Wetan No Jenis Jumlah 1 Pendidikan a. SD 15 b. SLTP 8 12 c. SMU d. PT 2 30 2 Umur a. > 40 tahun 4 b. 36-40 tahun 3 c. 31-35 tahun 28 3 Lama berusaha a. >10 tahun 7 b. 6-10 tahun 2 c. 1-5 tahun Sumber : Data primer
5.3. Gambaran Umum Usaha Tahu Industri tahu di Kabupaten Sragen merupakan bagian dari industri kecil yang banyak tersebar di Kabupaten Sragen. Sektor Industri Kabupaten Sragen memberikan kontribusi terbesar kedua setelah pertanian. Jumlah usaha rumah tangga, usaha kecil, dan menengah mencapai 14.825 usaha dengan total investasi tidak kurang dari Rp. 30 milyar, termasuk di dalamnya adalah industri tahu yang berjumlah sekitar 140 perusahaan rumah tangga dengan total investasi sekitar 1,4 milyar dan kapasitas produksi mencapai 4.660 ton per tahun (Dinas Perindustrian Kab. Sragen, 2004). Industri tahu di Desa Sragen Wetan merupakan pusat industri tahu di Kabupaten Sragen. Usaha tersebut dilakukan secara turun-temurun kirakira dimulai semenjak penjajahan Jepang. Di Desa Sragen Wetan sendiri industri tahu terpusat di lingkungan Teguhan dan lingkungan Sragen Manggis. Lokasi pabrik juga saling berdekatan, sehingga memudahkan koordinasi antar pabrik.
39
Pengadaan input kedelai untuk bahan baku produksi tahu di Desa Sragen Wetan sudah diusahakan oleh KOPTTI. Kedelai tersebut berasal dari Kecamatan Sukodono dan dari luar Kabupaten Sragen seperti Klaten dan Boyolali. Pengadaan input selain kedelai diusahakan sendiri oleh para pengusaha tahu, misalkan sekam dibeli dari penggilingan padi di sekitar Desa Sragen Wetan. Dewasa ini proses produksi industri tahu di Desa Sragen Wetan telah menggunakan mesin-mesin dan peralatan yang moderen, dan umumnya modal yang digunakan merupakan modal swadaya dengan jumlah relatif kecil. Hal ini menyebabkan kurang berkembangnya industri tahu. Terbatasnya modal menyebabkan pemenuhan bahan baku produksi tidak maksimal. Pemerintah daerah selama ini kurang memperhatikan keberadaan industri kecil di Desa Sragen Wetan ini. KOPTTI sebagai wadah yang seharusnya banyak memberikan peranan dalam pengembangan industri ternyata belum mampu menjalankan fungsinya dengan baik. Hal ini dapat dilihat dari kegiatan KOPTTI yang hanya sebagai penyedia kedelai. KOPTTI di Desa Sragen Wetan tidak mempunyai kantor khusus. Kegiatan sehari-hari dilaksanakan di rumah salah satu pengurus. Buruknya
keadaan
tersebut
diperparah
dengan
pengurus
yang
kurang
berpartisipasi aktif. Produksi tahu di Desa Sragen Wetan rata-rata 1918.38 kotak/bulan. Penggunaan input kedelai rata-rata 3806.76 kg/bulan. Sekam sebagai bahan bakar dalam perebusan tahu rata-rata 628.649 karung/bulan. Tenaga kerja yang digunakan rata-rata dari luar keluarga dengan pemakaian rata-rata 487.297
40
jam/bulan. Penggunaan solar, air, dan laru masing-masing sebesar 171.081 liter/bulan, 126547.297 liter/bulan dan 11831.35 liter/bulan. Dalam hal pemasaran hasil produksi, pengusaha tahu di Desa Sragen Wetan menjual tahu kepada para pedagang kecil di pasar-pasar tradisional yang terdapat di wilayah Sragen. Pasar tradisional yang paling banyak dipasok adalah Pasar Bundar di Kecamatan Sragen dan Pasar Gemolong di Kecamatan Gemolong. Kemudian pedagang kecil menjual langsung kepada konsumen. Saluran pemasaran tahu dari Desa Sragen Wetan dapat dilihat pada Gambar 3.
Pengusaha Tahu
Pedagang Kecil
Konsumen
Gambar 3. Saluran Pemasaran Tahu di Desa Sragen Wetan.
Walaupun usaha tahu di Desa Sragen Wetan termasuk usaha kecil akan tetapi cukup memberikan keuntungan. Bergulirnya isu formalin menyebabkan penurunan produksi yang cukup besar, yaitu sekitar 100 kilogram perhari. Sebenarnya di Desa Sragen Wetan pembuatan tahu sama sekali tidak menggunakan bahan pengawet berbahaya, akan tetapi setelah ditemukan penggunaan formalin pada industri kecil di Kabupaten Klaten maka industri di Kabupeten Sragen pun terkena imbasnya. Permasalahan utama yang dihadapi industri tahu di Desa Sragen Wetan ini adalah masalah pengelolaan limbah. Hampir semua sungai di sekitar desa ini tercemar limbah yang ditandai dengan perubahan warna dan bau yang tidak sedap.
41
Pengurus KOPTTI saat ini sedang berusaha mencari solusinya. Usaha tersebut cukup sulit karena memerlukan biaya yang tidak sedikit. Pembuatan tahu di Desa Sragen Wetan ini cukup unik dibandingkan dengan wilayah yang lain. Keunikan tersebut terletak pada cara pendidihan. Pada umumnya pendidihan dilakukan di atas tungku, akan tetapi di desa ini pendidihan dengan sistem uap. Pembuatan uap dengan menggunakan air yang dipanaskan dengan bahan bakar sekam. Dari keunikan tersebut menghasilkan tahu dengan rasa yang khas.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1. Analisis Pendugaan Fungsi Produksi dan Uji Validitas Hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dapat dimodelkan ke dalam suatu fungsi produksi. Pada penelitian ini model yang digunakan adalah fungsi produksi Cobb-Douglas, untuk bahan perbandingan digunakan juga fungsi produksi linier berganda. Berdasarkan konsep operasional penelitian ini, produksi tahu dipengaruhi oleh enam variabel yaitu kedelai, tenaga kerja, solar, sekam, air, laru yang dihitung selama satu bulan. Hasil analisis regresi model fungsi produksi linier berganda dan model fungsi Cobb-Douglas dapat dilihat pada Lampiran 2 dan 3, serta pada Tabel 4.
Tabel 4. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Linier Berganda dan Model Cobb-Douglas Variabel
Model Linier Berganda Koefisien Peluang VIF Regresi 0,002 204 112,7 0,000 0,648* 3,3 0,096 0,307*** 1,7 0,028 0,693** 1,5 0,058 0,163*** 78,5 0,059 - 0,005*** 17,4 0,001 - 0,046* 98,5 % 98,2 % 322,79
Konstanta Kedelai (LnX1) Tenaga kerja (LnX2) Solar (LnX3) Sekam (LnX4) Air (LnX5) Laru (LnX6) R2 R-Sq (adj) F-hitung
Keterangan : * ** ***
Model Cobb-Douglas Koefisien Peluang VIF Regresi 0,000 2,653 98,1 0,000 1,466* 3,7 0,155 0,058 2,1 0,110 0,050 1,9 0,099 0,050*** 71,4 0,003 -0,442* 23,4 0,001 -0,311* 98,6 % 98,3 % 340,12
nyata pada tingkat kepercayaan 99% nyata pada tingkat kepercayaan 95% nyata pada tingkat kepercayaan 90%
Hasil pendugaan yang diperoleh untuk model linier berganda adalah: Y = 204 + 0,648 X1 + 0,307 X2 + 0,693 X3 + 0,163 X4 – 0,005 X5 – 0,046 X6
43
Dari hasil pendugaan model linier berganda diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar 98,5 persen. Hal ini berarti bahwa 98,5 persen variasi produksi dapat dijelaskan oleh variasi faktor produksi yang digunakan dan sisanya sebesar 1,5 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Uji F menyatakan bahwa model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, yang berarti faktor-faktor produksi secara bersama-sama mempengaruhi produksi. Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dengan uji t menunjukkan bahwa faktor produksi kedelai dan laru berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 99 persen, sedangkan faktor produksi solar berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 95 persen. Faktor produksi tenaga kerja, sekam, dan air berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 90 persen Hasil pendugaan yang diperoleh untuk model Cobb-Douglas adalah : LNY = 2,653 + 1,466 LNX1 + 0,050 LNX4 - 0,442 LNX5 - 0,311 LNX6 Dari
hasil
pendugaan
model
Cobb-Douglas
diperoleh
koefisien
determinasi (R2) sebesar 98,6 persen. Hal ini berarti bahwa 98,6 persen variasi produksi dapat dijelaskan oleh variasi faktor produksi yang digunakan dan sisanya 1,4 persen dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan ke dalam model. Uji F menyatakan bahwa model nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen, yang berarti faktor-faktor produksi secara bersama-sama mempengaruhi produksi. Pengaruh faktor produksi secara parsial untuk model ini dengan uji t menunjukkan bahwa faktor produksi kedelai, air, dan laru berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 99 persen, sedangkan faktor produksi sekam berpengaruh nyata terhadap produksi pada tingkat kepercayaan 90 persen.
44
Faktor produksi tenaga kerja dan solar tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Pemeriksaan asumsi kenormalan sisaan untuk mendapatkan model terbaik secara grafis dapat dilihat pada Lampiran 4 dan Lampiran 5. Pada model linier berganda asumsi kenormalan sisaan tidak terpenuhi karena tebaran sisaan tidak membentuk suatau garis lurus. Asumsi kehomogenan ragam juga tidak terpenuhi karena plot sisaan dengan dugaan produksi tidak membentuk pola horisontal. Pada model Cobb-Douglas asumsi kenormalan sisaan terpenuhi karena tebaran sisaan membentuk suatu garis lurus. Pemeriksaan asumsi kehomogenan ragam menunjukkan bahwa plot sisaan dengan dugaan produksi membentuk pola horisontal di sekitar titik nol, yang berarti ragam sisaan bersifat homogen. Berdasarkan pemeriksaan asumsi-asumsi di atas, diketahui bahwa hanya model Cobb-Douglas yang mampu memenuhi asumsi kenormalan sisaan dan kehomogenan ragam. Sehingga dari sudut pandang statistik disimpulkan bahwa model fungsi produksi dalam penelitian ini dapat diduga dengan model CobbDouglas. Pada Tabel 4 terlihat nilai VIF pada model linier berganda dan model Cobb-Douglas untuk peubah bebas kedelai, air dan laru lebih besar dari 10. Hal ini menunjukkan adanya masalah multikolinieritas pada kedua model tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut maka harus dilakukan perbaikan. Salah satu cara menghilangkan masalah multikolinier adalah dengan menghilangkan variabel yang menyebabkan multikoliliner. Setelah melakukan beberapa percobaan maka variabel yang cocok untuk dihilangkan adalah variabel air dan laru. Hasil analisis regresi setelah menghilangkan variabel air dan laru dapat dilihat pada Lampiran 6 dan Tabel 5.
45
Tabel 5. Pendugaan dan Pengujian Parameter Model Cobb-Douglas dengan Menghilangkan Variabel Air dan Laru Variabel Koefisien Regresi Peluang VIF 1,028 0,000 Konstanta 0,703* 0,000 5,4 Kedelai (LnX1) Tenaga kerja (LnX2) 0,098** 0,058 3,5 -0,003 0,938 1,8 Solar (LnX3) Sekam (LnX4) 0,024 0,528 1,8 Koefisien determinasi (R2) : 97,4 % R-Sq (adj) : 97,1 % F-hitung : 303,7 Keterangan : * nyata pada tingkat kepercayaan 99% ** nyata pada tingkat kepercayaan 90% Nilai F-hitung yang diperoleh sebesar 303,7 yang menunjukkan bahwa data tersebut nyata pada tingkat kepercayaan 99 persen. Sedangkan nilai koefisien determinasi (R2) adalah sebesar 97,4 persen, artinya bahwa sebesar 97,4 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan oleh model. Hal ini menunjukkan bahwa fungsi yang diduga dapat dikaji lebih lanjut untuk menentukan optimalisasi produksi tahu. Sedangkan nilai koefisien determinasi terkorelasi (R2-ajd) sebesar 97,1 persen. Setelah dilakukan pengujian heteroskedastisitas maka diketahui bahwa terdapat masalah heteroskedastisitas. Sedangkan pengujian terhadap masalah autokorelasi menunjukkan bahwa dengan pengujian Durbin Watson, nilai d terletak pada daerah keragu-raguan (inconclusive). Cara untuk mengetahui ada tidaknya
heteroskedastisitas
yaitu
dengan
menggunakan
uji
White
Heteroscedastisitas. Hasil pengujian heteroskedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 7 dan Tabel 6.
Tabel 6. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan Menggunakan Analisa White Heteroscedasticity Test Uraian Nilai Probability F-statistic 5.588495 0.000283 Obs*R-squared 22.75122 0.003699
46
Langkah pengujiannya adalah sebagai berikut: Ho : tidak ada heteroskedastisitas H1 : ada heteroskedastisitas Tolak Ho jika probability (p-value) lebih kecil dari α. Dari hasil di atas probability lebih kecil dari α (0,003699<0,05). Kesimpulannya adalah tolak Ho, yang berarti pada model terdapat heteroskedastisitas. Setelah diketahui adanya masalah heteroskedastisitas maka dilakukan perbaikan dengan menggunakan metode weighted least square. Hasil pengolahan heteroskedastisitas dapat dilihat pada Lampiran 8 dan Tabel 7.
Tabel 7. Hasil Perbaikan Masalah Heteroskedastisitas dengan Menggunakan Metode Weighted Least Square Variabel Koefisien Regresi Peluang 0,994 Konstanta 0,000 0,702* Kedelai (LnX1) 0,000 0,099** Tenaga kerja (LnX2) 0,058 -0,001 Solar(LnX3) 0,990 0,027 Sekam (LnX4) 0,460 Koefisien determinasi (R2) : 99,4 % R-Sq (adj) : 99,3 % F-hitung : 198 Keterangan : * nyata pada tingkat kepercayaan 99 % ** nyata pada tingkat kepercayaan 90 % Berdasarkan data pada Tabel 7, maka model fungsi produksi tahu di Desa Sragen Wetan dapat diduga dengan persamaan sebagai berikut: LnY = 0,994 + 0,702LnX1 + 0,099LnX2 atau secara matematis model fungsi produksi Cobb-Douglas dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut : Y = 0,994 X10,702 X20,099
47
Pengaruh dari masing-masing variabel bebas terhadap produksi dapat diuraikan sebagai berikut :
Kedelai (X1) Kedelai berpengaruh nyata dan positif pada tingkat kepercayaan 99 persen. Nilai koefisien regresi atau elastisitas kedelai bernilai 0,702 dapat diartikan bahwa untuk setiap penambahan
kedelai sebesar satu persen akan meningkatkan
produksi tahu sebesar 0,702 persen dengan asumsi faktor-faktor lain tetap (ceteris paribus).
Tenaga Kerja (X2) Tenaga kerja berpengaruh nyata dan positif pada tingkat kepercayaan 90 persen. Nilai koefisien regresi atau elastisitas tenaga kerja bernilai 0,099 dapat diartikan bahwa untuk setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen akan meningkatkan produksi tahu sebesar 0,099 persen dengan asumsi faktor-faktor lain tetap (ceteris paribus).
Solar (X3) dan Sekam (X4) Variabel solar memiliki koefisien negatif tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu. Hal ini diduga disebabkan karena dengan berubahnya jumlah produksi, tidak ada perubahan yang berarti dalam penggunaan solar. Mesin penggilingan akan tetap menyala walaupun tidak dalam proses penggilingan, sehingga sering atau tidak mesin penggilingan digunakan akan menghabiskan solar yang tidak jauh berbeda. Variabel sekam juga tidak berpengaruh nyata terhadap produksi tahu. Hal ini juga disebabkan karena seperti mesin penggiling, kompor pun akan tetap menyala walaupun tidak dalam proses penggodogan.
48
6.2. Analisis Skala Usaha Hasil analisis fungsi produksi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus menunjukkan besaran elastisitas dari masing-masing faktor produksi yang digunakan. Sedangkan penjumlahan dari nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Dari model produksi yang diduga menunjukkan bahwa jumlah nilai-nilai elastisitas dari parameter penjelas adalah sebesar 0,801 yang berarti produksi tahu berada pada skala kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale). Nilai ini mengandung arti bahwa penambahan 1 persen dari masing-masing faktor produksi secara bersama-sama akan meningkatkan produksi sebesar 0,801 persen.
6.3. Analisis Efisiensi Ekonomi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilihat dari rasio antara Nilai Produk Marjinal (NPM) dengan Biaya Korbanan Marjinal (BKM) yang sama dan bernilai satu. Pada kondisi demikian dapat dikatakan bahwa keuntungan maksimum telah tercapai atau penggunaan faktor-faktor produksi berada pada tingkat yang optimum. Nilai Produk Marjinal (NPM) diperoleh dari hasil kali antara harga produksi dan tambahan hasil produksi karena tambahan satu satuan faktor-faktor produksi yang disebut produk marjinal. Biaya Korbanan Marjinal (BKM) diperoleh dari harga masing-masing faktor produksi. Pada usaha tahu di desa penelitian, rata-rata penggunaan kedelai sebesar 3806,76 kilogram, tenaga kerja sebesar 243,65 jam, solar sebesar 171,08 liter, sekam sebesar 628,65 karung, air sebesar 126547,3 liter, laru sebesar 11831,35
49
liter. Harga yang dipakai adalah harga rata-rata yang berlaku di desa penelitian. Harga kedelai sebesar Rp 3.300,00/kg, tenaga kerja sebesar Rp 3255,00/jam, solar sebesar Rp 4.300,00/liter, sekam sebesar Rp 1.200,00/karung, air sebesar Rp 0,44/liter. Rata-rata penggunaan faktor-faktor produksi dan rata-rata harga dari faktor-faktor produksi tersebut digunakan untuk menaksir besarnya rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Tingkat efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi pada industri tahu dapat dilihat pada Tabel 8, dengan rata-rata produksi 1918,38 kotak per bulan dengan harga jual Rp 10.000,00/kotak. Perhitungan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan
Marjinal (BKM) dapat dilihat pada
Lampiran 9.
Tabel 8. Rasio NPM dan BKM pada Industri Tahu di Desa Sragen Wetan NPM/BKM Rata-rata Besar Variabel Rata-rata Faktor Produksi Perubahan Faktor pada Kondisi (%) Produksi Optimal Kedelai (kg) 3806,76 1,07 4.080,92 7 Tanaga Kerja (jam) 487,29 1,19 583,47 20 Berdasarkan Tabel 8 terlihat bahwa rasio NPM dan BKM menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi pada industri tahu belum efisien. Rasio NPM dan BKM faktor produksi kedelai dan tenaga kerja bernilai lebih dari satu yang berarti bahwa kondisi efisien belum tercapai dan perlu penambahan pemakaian faktor produksi untuk mencapai kondisi optimal. Untuk mencapai kondisi usaha yang efisien dan tercapai keuntungan maksimum maka penggunaan faktor produksi kedelai dan tenaga kerja harus ditambah sampai batas rasio antara NPM dan BKM sama dengan satu.
50
Kondisi efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi pada industri tahu di Desa Sragen Wetan dapat dicapai apabila penggunaan kedelai ditambah dari 3806,76 kg menjadi 4080,92 kg atau sekitar 7 persen. Penggunaan tenaga kerja ditingkatkan dari 487,29 jam menjadi 583,47 jam atau sekitar 20 persen. Belum optimalnya penggunaan kedelai tersebut cukup realistis karena para pengusaha tahu sendiri menyadari hal tersebut, akan tetapi keterbatasan modal menyebabkan mereka tidak mampu menambah bahan baku produksi. Pada umumnya para pengusaha tahu di Desa Sragen Wetan memiliki modal kecil, sedangkan peran pemerintah dalam pengembangan industri kecil sangat kurang. Penambahan jam kerja tepat dilakukan karena dengan adanya penambahan bahan baku maka memerlukan jam kerja yang lebih banyak. Penambahan jam kerja sebesar 20 persen tersebut cukup realistis karena selama ini penggunaan tenaga kerja sangat kurang. Mereka bekerja seperlunya saja, karena merasa usaha tahu tersebut tidak mempunyai prospek yang bagus.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan Hasil analisis regresi fungsi produksi Cobb-Douglas menunjukkan bahwa faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi adalah kedelai dan tenaga kerja. Faktor produksi solar dan sekam tidak berpengaruh nyata terhadap produksi. Skala usaha produksi tahu di Desa Sragen Wetan berada pada tahap kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale) dengan elastisitas produksi sebesar 0,801. Hal ini menunjukkan bahwa setiap penambahan faktorfaktor produksi secara bersama-sama sebesar satu persen akan meningkatkan produksi sebesar 0,801 persen. Tingkat penggunaan faktor-faktor produksi industri tahu di Desa Sragen Wetan belum efisien. Kondisi efisiensi ekonomi penggunaan faktor-faktor produksi pada industri tahu di Desa Sragen Wetan dapat dicapai apabila penggunaan kedelai ditambah dari 3806,76 kg menjadi 4080,92 kg atau sekitar 7 persen. Penggunaan tenaga kerja ditingkatkan dari 487,29 jam menjadi 583,47 jam atau sekitar 20 persen.
7.2. Saran 1. Untuk mencapai kondisi optimal dan keuntungan maksimum diperlukan penambahan faktor produksi kedelai dan tenaga kerja tanpa harus, sampai level tertentu, menambah faktor produksi solar dan sekam.
52
2. Dari pembahasan diketahui bahwa untuk mencapai kondisi optimal diperlukan penambahan kedelai. Para pengusaha tahu sebenarnya menyadari hal tersebut akan tetapi keterbatasan modal menyebabkan pemenuhan bahan baku tidak maksimal. Pemerintah daerah seharusnya lebih memperhatikan keberadaan industri tahu di Desa Sragen Wetan, misalnya dengan memberikan bantuan modal untuk pemenuhan bahan baku tersebut. 3. Perlu diadakan penyuluhan mengenai prospek serta pentingnya industri kecil tahu, agar para pekerja mau bekerja dengan serius. Selama ini para pekerja di industri tahu Sragen Wetan bekerja seperlunya saja karena merasa usaha tahu tersebut tidak mempunyai prospek yang bagus. 4. Pengoptimalan kembali peran KOPTTI yang selama ini fungsinya kurang maksimal,
misalnya dengan
pengaktifan kembali kepengurusan dan
melengkapi penyediaan kebutuhan berproduksi. 5. Setelah diperoleh hasil ternyata skala usah atau efisiensi bukan penyebab tidak berkembangnya industri tahu di Desa Sragen Wetan, maka perlu diteliti lebih lanjut mengenai daya saing industri tahu di Desa Sragen Wetan dibandingkan dengan industri tahu di daerah pesaing.
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2002. Statistik Industi Besar dan Sedang Badan Pusat Statistik. Jakarta. Badan Pusat Statistik Sragen. 2004. Sragen dalam Angka. Badan Pusat Statistik. Sragen. Badan Pusat Statistik Sragen. 2004. Produk Domestik Regional Bruto Kabupaten Sragen. Badan Pusat Statistik. Sragen. Debertin, D. L. 1986. Agricultural Production Economics. Macmillan, inc. New York. Dinas Perindustrian Kabupaten Sragen. 2004. Jumlah Perusahaan Industri, Investasi, Kapasitas dan Produksi Kabupaten Sragen. Dinas Perindustrian. Sragen. Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1979. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bharata Karya Aksara. Jakarta. Ferguson, C.E dan J.P. Gould. 1975. Microeconomics Theori. Homeword Richard D. Irwin. Gujarati, D. Dan S. Zain. 1988. Ekonometrik Dasar. Erlangga. Jakarta. Hubeis, M.1997. Menuju Industri Kecil Profesional di Era Globalisasi Melalui Pemberdayaan Manajemen Industri. Percetakan IPB. Bogor. Jatmiko, T. 2003. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Usaha Pembesaran Ikan Gurame. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Kastyanto, F.L.W.1994. Membuat Tahu. Penebar Swadaya. Jakarta. Koutsoyiannis, A. 1977. Theory Econometric. Harper dan Row Publishers, inc. New York. Mubyarto. 1985. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3S. Jakarta. Murjoko. 2004. Analisis Efisiensi Penggunaan Faktor-Faktor Produksi dan Pendapatan Usahatani Ayam Ras Pedaging. Skripsi. Departemen IlmuIlmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Jakarta Santoso, H.B. 1993. Pembuatan Tahu Tempe Kedelai Bahan Makanan Bergizi Tinggi. Kanisius. Jakarta.
54
Vidiayanti, A. 2004. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Penggunaan FaktorFaktor Produksi pada Usaha Peternakan Sapi Perah. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Yanti, L. 2003. Analisis Pendapatan Usahatani dan Efisiensi Produksi Budidaya Jamur Tiram Putih. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor.
55
Lampiran 1. Daftar Produksi dan Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Responden Produksi (kotak)
No
Kedelai (kg)
Tenaga Kerja (jam)
Solar (liter)
Sekam (karung)
Air (liter)
Laru (liter)
1
1080
1500
240
90
300
42000
4200
2
900
1500
180
120
450
44100
5250
3
1410
2400
600
60
450
72600
6600
4
1200
2400
240
120
450
82500
7920
5
1290
2400
240
150
450
79200
7590
6
1320
2400
360
120
440
82500
7320
7
1550
3000
420
150
750
105000
9240
8
1600
3000
450
150
900
100800
10500
9
1600
3000
420
150
480
102900
8820
10
1550
3000
450
180
450
96600
9660
11
1560
3000
540
150
750
98700
10500
12
1530
3000
420
150
450
96600
9240
13
1570
3000
450
150
480
98700
9660
14
1535
3000
540
180
450
96600
8820
15
1650
3000
420
150
750
102900
9660
16
1700
3000
540
180
480
98700
9240
17
1600
3000
420
180
450
98700
9240
18
1550
3000
420
180
480
102900
9660
19
1950
3750
480
150
750
135000
10800
20
2260
4500
540
150
900
138600
13230
21
2200
4500
540
300
900
157500
15750
22
2160
4500
510
180
600
141750
15120
23
2160
4500
540
180
450
153720
13860
24
2400
4500
600
150
750
146790
11340
25
2300
4500
540
180
900
146790
13230
26
2200
4500
540
180
900
141750
15750
27
2225
4500
570
150
750
154350
11970
28
2325
4500
540
300
750
157500
13860
29
2350
4500
540
300
750
141750
13860
30
2190
4500
510
150
600
153720
15120
31
2300
4500
570
180
600
146790
13860
32
2215
4500
540
180
750
153720
11970
33
2700
6000
630
210
600
195720
21000
34
2500
6000
600
210
750
204120
19320
35
2800
6000
660
210
600
203280
17640
36
2750
6000
600
180
750
203280
19320
37
2800
6000
630
180
800
204120
17640
70980
140850
18030
6330
23260
4682250
437760
1918.38
3806.75676
487.297
171.081
628.649
126547
11831.4
Jumlah Ratarata
56
Lampiran 2. Analisis Regresi Model Fungsi Produksi Cobb-Douglas The regression equation is LnY = 2.65 + 1.47 LnX1 + 0.0578 LnX2 + 0.0504 LnX3 + 0.0504 LnX4 - 0.442 LnX5 - 0.311 LnX6
Predictor Constant LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnX6
Coef 2.6530 1.4660 0.05779 0.05035 0.05035 -0.4421 -0.31147
S = 0.0372308
SE Coef 0.4435 0.1730 0.03961 0.03060 0.02953 0.1377 0.08325
R-Sq = 98.6%
T 5.98 8.48 1.46 1.65 1.70 -3.21 -3.74
P 0.000 0.000 0.155 0.110 0.099 0.003 0.001
VIF 98.1 3.7 2.1 1.9 71.4 23.4
R-Sq(adj) = 98.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source LnX1 LnX2 LnX3 LnX4 LnX5 LnX6
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 30 36
SS 2.82875 0.04158 2.87033
MS 0.47146 0.00139
F 340.12
P 0.000
Fit 6.90007 7.25933 7.41911 7.89988
SE Fit 0.02429 0.02813 0.01634 0.01234
Residual 0.08464 -0.00798 -0.08282 -0.07583
Seq SS 2.78588 0.00984 0.00000 0.00094 0.01269 0.01940
Unusual Observations Obs 1 3 14 34
LnX1 7.31 7.78 8.01 8.70
LnY 6.98472 7.25134 7.33629 7.82405
St Resid 3.00R -0.33 X -2.48R -2.16R
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 2.09476
57
Lampiran 3. Analisis Regresi Model Fungsi Produksi Linier Berganda The regression equation is prod = 204 + 0.648 kedelai + 0.307 tk + 0.693 solar + 0.163 sekam 0.00462 air - 0.0455 laru
Predictor Constant kedelai tk solar sekam air laru
Coef 204.16 0.64809 0.3068 0.6934 0.16269 -0.004622 -0.04551
S = 69.0048
SE Coef 60.20 0.09730 0.1784 0.2998 0.08252 0.002359 0.01186
R-Sq = 98.5%
T 3.39 6.66 1.72 2.31 1.97 -1.96 -3.84
P 0.002 0.000 0.096 0.028 0.058 0.059 0.001
VIF 112.7 3.3 1.7 1.5 78.5 17.4
R-Sq(adj) = 98.2%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source kedelai tk solar sekam air laru
DF 1 1 1 1 1 1
DF 6 30 36
SS 9222153 142850 9365003
MS 1537025 4762
F 322.79
P 0.000
Seq SS 9072195 46863 9612 15139 8200 70143
Unusual Observations Obs 14 34
kedelai 3000 6000
prod 1535.0 2500.0
Fit 1664.3 2721.8
SE Fit 28.6 26.8
Residual -129.3 -221.8
St Resid -2.06R -3.49R
R denotes an observation with a large standardized residual.
Durbin-Watson statistic = 2.03856
58
Lampiran 4. Plot Sisaan untuk Pemeriksaan Asumsi Kenormalan Sisaan dan Asumsi Kehomogenan Ragam Sisaan Model Cobb-Douglas
Normal Probability Plot of the Residuals (response is LnY) 99
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-0.10
-0.05
0.00 Residual
0.05
0.10
Residuals Versus the Fitted Values (response is LnY) 0.10
Residual
0.05
0.00
-0.05
-0.10 7.00
7.25
7.50 Fitted Value
7.75
8.00
59
Lampiran 5. Plot Sisaan untuk Pemeriksaan Asumsi Kenormalan Sisaan dan Asumsi Kehomogenan Ragam Sisaan Model Linier Berganda
Normal Probability Plot of the Residuals (response is prod) 99
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-200
-100
0 Residual
100
200
2500
3000
Residuals Versus the Fitted Values (response is prod) 100 50
Residual
0 -50 -100 -150 -200 -250 1000
1500
2000 Fitted Value
60
Lampiran 6. Regression Analysis: LnY versus LnX1, LnX2, LnX3, LnX4 The regression equation is LnY = 1.03 + 0.703 LnX1 + 0.0977 LnX2 - 0.0029 LnX3 + 0.0239 LnX4
Predictor Constant LnX1 LnX2 LnX3 LnX4
Coef 1.0280 0.70294 0.09773 -0.00288 0.02387
S = 0.0479830
SE Coef 0.2012 0.05248 0.04965 0.03665 0.03740
R-Sq = 97.4%
T 5.11 13.39 1.97 -0.08 0.64
P 0.000 0.000 0.058 0.938 0.528
VIF 5.4 3.5 1.8 1.8
R-Sq(adj) = 97.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
Source LnX1 LnX2 LnX3 LnX4
DF 1 1 1 1
DF 4 32 36
SS 2.79666 0.07368 2.87033
MS 0.69916 0.00230
F 303.67
P 0.000
Fit 6.82749 7.25827
SE Fit 0.02351 0.03592
Residual 0.15723 -0.00692
Seq SS 2.78588 0.00984 0.00000 0.00094
Unusual Observations Obs 1 3
LnX1 7.31 7.78
LnY 6.98472 7.25134
St Resid 3.76R -0.22 X
R denotes an observation with a large standardized residual. X denotes an observation whose X value gives it large influence.
Durbin-Watson statistic = 1.26543
61
Lampiran 7. Hasil Pengujian Heteroskedastisitas dengan Menggunakan Analisa White Heteroscedasticity Test White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
5.588495 22.75122
Probability Probability
0.000283 0.003699
Test Equation: Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares Date: 06/10/06 Time: 20:32 Sample: 1 37 Included observations: 37 Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LNX1 LNX1^2 LNX2 LNX2^2 LNX3 LNX3^2 LNX4 LNX4^2
1.711320 -0.172306 0.010525 0.078922 -0.006421 0.000769 7.59E-05 -0.389043 0.030132
0.332273 0.116955 0.007095 0.108966 0.009190 0.032902 0.003224 0.116990 0.009071
5.150338 -1.473274 1.483537 0.724281 -0.698703 0.023385 0.023540 -3.325435 3.321883
0.0000 0.1518 0.1491 0.4749 0.4905 0.9815 0.9814 0.0025 0.0025
R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
0.614898 0.504868 0.003021 0.000256 167.3382 2.280046
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion F-statistic Prob(F-statistic)
0.001991 0.004293 -8.558823 -8.166979 5.588495 0.000283
62
Lampiran 8. Hasil Perbaikan Masalah Heteroskedastisitas dengan Menggunakan Metode Weighted Least Square Dependent Variable: LNY Method: Least Squares Date: 06/10/06 Time: 20:55 Sample: 1 37 Included observations: 37 Weighting series: GROUP01 LNY=C(1)+C(2)*LNX1+C(3)*LNX2+C(4)*LNX3+C(5)*LNX4 Konstant Kedelai Tenaga kerja Solar Sekam
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
0.993814 0.701788 0.099165 -0.000478 0.027447
0.202804 0.051141 0.050396 0.035739 0.036597
4.900355 13.72259 1.967737 -0.013364 0.749989
0.0000 0.0000 0.0578 0.9894 0.4587
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood
0.993756 0.992976 0.046938 0.070501 63.36553
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info criterion Schwarz criterion Durbin-Watson stat
7.532516 0.560054 -3.154893 -2.937202 1.288205
0.974302 0.971090 0.048011 1.268848
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid
7.522203 0.282368 0.073761
Unweighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Durbin-Watson stat
63
Lampiran 9. Perhitungan NPM dan BKM 1. Kedelai (X1)
Penggunaan Faktor Produksi Pada
X1 rata-rata = 3806,76
Kondisi Optimal :
B1 = 0,702 Px1 = 3300
1. Kedelai (X1)
Py = 10000
NPM/BKM = 1
Y rata-rata = 1918,38
NPM = BKM
NPM = BKM
bi × Py × Y = BKM X BKM = 3.300
bi × Py × Y = Pxi Xi 0 , 702 × 10000 × 1918 ,38 = 3300 3806 , 76
= 1,07
0,702 × 10000 × 1918,38 = 3300 X1
X1=
13467027,6 = 4080,92 3300
2. Tenaga Kerja (X2)
2. Tenaga Kerja (X2)
X2 rata-rata = 487,297
BKM = 2631,58
B2 = 0,099 Px2 = 3255
0,099 × 10000 × 1918,38 = 3255 X2
Py = 10000
X2 =
Yrata-rata = 1918,38 0,099 × 10000 × 1918,38 = 3255 487,297 = 1,19
1899196,2 = 583,47 3255