RENCANA KELOLA SOSIAL DALAM RANGKA PEMBINAAN MASYARAKAT DESA HUTAN (PMDH) PADA KAWASAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. NITYASA IDOLA DI PROPINSI KALIMANTAN BARAT
DEDEN KUSWANDA
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RENCANA KELOLA SOSIAL DALAM RANGKA PEMBINAAN MASYARAKAT DESA HUTAN (PMDH) PADA KAWASAN HUTAN TANAMAN INDUSTRI PT. NITYASA IDOLA DI PROPINSI KALIMANTAN BARAT
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Oleh
DEDEN KUSWANDA E14062150
DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN DEDEN KUSWANDA. Rencana Kelola Sosial dalam Rangka Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) pada Kawasan Hutan Tanaman Industri PT. Nityasa Idola di Propinsi Kalimantan Barat. Dibimbing oleh Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) terutama di luar Pulau Jawa seringkali berhadapan dengan permasalahan-permasalahan kompleks. Permasalahan tersebut muncul akibat terjadinya tumpang tindih kawasan antara daerah konsesi perusahaan dengan kawasan yang dikuasai oleh masyarakat. Hal tersebut terjadi pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK HT) PT. Nityasa Idola di Kalimantan Barat. Sehingga, perusahaan dalam upaya melakukan kegiatan tanam untuk pembangunan HTI perlu melakukan negosiasi kepada masyarakat, diantaranya adalah setiap satu hektar lahan yang dikerjasamakan akan diberikan pengganti sebesar Rp. 60.000/hektar, memperoleh hasil penjarangan pohon yang dilakukan pada setengah daur (4 tahun) sebesar Rp. 2.500/m3, memperoleh hasil penebangan saat pemanenan (8 tahun) sebesar Rp. 5.000/ m3, dan pemberian bibit karet gratis sebanyak 21 batang/hektar. Namun penawaran perusahaan tersebut masih kurang menarik perhatian masyarakat, hal ini dikarenakan lahan masyarakat masih ditanamai pohon karet dan pertanian ladang berpindah, nilai ganti rugi yang dinilai kecil, dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap keberadaan HTI. Hubungan sosial antara masyarakat desa sekitar dengan Perusahaan pengelola IUPHHK HT PT. Nityasa Idola sudah berjalan melalui program kegiatan PMDH. Program yang telah dijalankan perusahaan tersebut, misalnya program pelatihan dan pembuatan pertanian menetap, kerjasama lahan dengan perjanjian ganti rugi lahan, bantuan pendidikan untuk guru honor, dan pemberian bantuan sosial lainnya. Program tersebut belum berjalan dengan baik sehingga perlu di evaluasi, seperti belum adanya tindak lanjut pendampingan program pelatihan, belum optimalnya kegiatan pertanian menetap, karena kurang sosialisasi dan pendampingan, perlu adanya optimalisasi bantuan yang mengarah pada peningkatan sarana ibadah, pendidikan, dan kesehatan, meningkatkan kerjasama dan peran serta tokoh masyarakat, evaluasi isi perjanjian ganti rugi lahan, termasuk pelaksanaan pembayaran, kegiatan tanam dan pemeliharaan, kurangnya kemampuan karyawan, seperti pengetahuan tentang hutan tanaman industri dan teknik komunikasi. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program PMDH diantaranya adalah banyaknya desa binaan, terbatasnya tenaga pelaksana PMDH, belum adanya kerjasama yang baik antara perusahaan dan pemerintah daerah, kurangnya pelaksanaan sosialisasi kegiatan PMDH, pelaksanaan kegiatan PMDH tidak berkala. Namun disadari pula faktor masyarakat pun berpengaruh besar, seperti kondisi sosial ekonomi masyarakat, yakni perladangan berpindah dan kegiatan bakar lahan sebaai kegiatan ekonomi, belum sepenuhnya dapat menerima perubahan dan inovasi dari luar secara positif, kegiatan usaha masih dipengaruhi adat atau tradisi. Kata kunci : Pendapatan Rata-rata, Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH)
SUMMARY DEDEN KUSWANDA. Social Management Plan in the Framework of Forest Village Community Development (PMDH) at Forest Area Industrial Plant PT. Nityasa Idola, Province of Kalimantan Barat. Supervised by Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si Development of Industrial Forests (HTI), particularly outside Java often faced with complex problems. These problems arise due to the overlapping area between the concession companies to the area controlled by the community. This occurred in the area of Business License Utilization of Forest Plantation Timber (IUPHHK HT) PT. Nityasa Idol in West Kalimantan. Thus, firms in an effort to conduct activities for the development of timber planting need to reconcile with the community, such as every hectare of land that cooperation will be given a replacement of Rp. 60.000/hektar, tree spacing results conducted on the half-cycle (4 years) of Rp. 2.500/m3, obtained from logging during harvest (8 years) of Rp. 5,000 / m3, and the provision of free rubber seedlings were 21 stems / ha. But the company still offers less public attention, this is caused the land still be planted of rubber trees and agricultural shifting cultivation, which assessed the value of a small compensation, and lack of public understanding of the existence of HTI. Social relations among villages surrounding the management company IUPHHK HT PT. Nityasa Idol has been running through a program of activities PMDH. Programs that have run companies, such as training programs and making permanent agriculture, land cooperation with treaty land compensation, educational assistance for teacher salaries, and other social assistance. The program has not been going well so necessary in the evaluation, such as the lack of follow-up assistance training program, not optimal settled agricultural activities, because of lack of socialization and mentoring, the need for optimization of assistance that leads to an increase of places of worship, education, and health, increase cooperation and participation of community leaders, evaluating the content of the land compensation agreement, including the implementation of payment, planting and maintenance activities, lack of employee skills, such as knowledge of the forest industry plants and communication techniques. The problems faced in the implementation of such programs is the number of villages PMDH partner, limited executive power PMDH, lack of good cooperation between companies and local governments, the lack of implementation of activities PMDH, not PMDH activities periodically. But we realize people were also influential factors, such as socio-economic conditions of society, namely shifting cultivation and land activities sebaai fuel economic activity, has not been fully able to accept the changes and innovations from the outside in a positive, business activities are still influenced by customary or traditional. Keywords: Average Income,Forest Village Community Development (PMDH)
Judul
: Rencana
Kelola
Sosial
dalam Rangka Pembinaan
Masyarakat Desa Hutan (PMDH) pada kawasan Hutan Tanaman Industri PT. Nityasa Idola di Kalimantan Barat Nama Mahasiswa
: Deden Kuswanda
NRP
: E14062150
Jurusan/Fakultas
: Manajemen Hutan/Kehutanan
Menyetujui: Dosen Pembimbing
Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si NIP. 19790101 200501 1 003
Mengetahui: Ketua Departemen Manajemen Hutan
Dr. Ir. Didik Suhardjito, MS NIP. 19630401 199403 1 001
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rencana Kelola Sosial dalam Rangka Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) pada Kawasan Hutan Tanaman Industri PT. Nityasa Idola di Propinsi Kalimantan Barat adalah benar-benar hasil karya sendiri dengan bimbingan dosen pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi atau lembaga manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Bogor, Maret 2011
Deden Kuswanda NRP. E14062150
UCAPAN TERIMA KASIH Puji syukur kehadirat Allah SWT atas berkat Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih atas terlaksanannya tugas akhir ini kepada: 1. Ayahanda Oman A. Rachman dan Ibunda Sumiati atas dorongan, kasih sayang, dan doa tiada henti untuk penulis. 2. Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini. 3. Karyawan PT. Nityasa Idola di Kalimantan Barat, khususnya Bu Angel, Pak Edi Rianto, Pak Emil, Pak Ahem yang telah meluangkan waktu mengantarkan peneliti ke lokasi penelitian serta memberikan arahan dan bimbingan. 4. Kakak-kakak (Kak Rahma, Kak Yudi, dan saudara kembar saya Dadang) yang selalu memberikan semangat dan nasihat. 5. Ibu Megawati di Kemahasiswaan IPB, yang senantiasa memberikan dorongan dan semangat. 6. Teman-teman seperjuangan di Departemen Manajemen Hutan angkatan `43 Fahutan IPB khususnya Hania, Elisda, Suci, Linda, Kris, Andre, Bayu, Hasan, dan teman-teman MNH`43 lainnya 7. Teman-teman seperjuangan di BEM KM IPB Kabinet Generasi Inspirasi (Wahyu, Rico, Satrio, Evi, Widia) dan teman tim 5 (Kamal, Izan, Ziza, Tika). Semoga kebersamaan kita tetap terjalin erat sampai kapanpun. 8. Adik-adik di Pramuka Winaya Lokatmala yang selalu memberikan keceriaan. 9. Semua pihak yang telah membantu hingga terselesaikannya skripsi ini.
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tarakan (Kalimantan Timur), pada tanggal 31 Maret 1988. Penulis merupakan anak ke empat dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Oman A. Rachman dan Ibu Sumiati. Saat ini penulis tinggal di Jalan Sindang Barang RT 4/3 kelurahan Loji, Bogor. Pendidikan penulis dimulai dari TK Bayangkari, Tarakan Tahun 19931994, SDN 002 Tarakan dan SDN Gunung Batu 01 Bogor Tahun 1994-2000, SMPN 4 Bogor Tahun 2000-2003, SMAN 5 Bogor Tahun 2003-2006. Tahun 2006, penulis diterima sebagai mahasiswa Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima di jurusan Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan IPB. Selama
menjadi
mahasiswa,
penulis
pernah
aktif
di
kegiatan
kemahasiswaan yaitu departemen politik dan advokasi BEM TPB 2006-2007, Ketua Departemen PSDM BEM Fakultas Kehutanan IPB 2007-2008, Ketua departemen Informasi dan Komunikasi BEM Fakultas Kehutanan IPB 2008Anggota Staf Departemen Kemahasiswaaan, Kesejahteraan Sosial, dan Lingkungan tahun 2008-2009, Menteri Lingkungan Hidup BEM KM IPB kabinet Generasi Inspirasi 2009-2010. Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Jawa Tengah, tepatnya Cilacap dan Baturaden pada tahun 2008, Praktek Pengelolaan hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (TNGW) Sukabumi pada Tahun 2009, serta mengikuti Praktek Kerja Lapang (PKL) dan dilanjutkan dengan penelitian di Hutan Tanaman Industri (HTI) PT. Nityasa Idola, Kalimantan Barat pada tahun 2010. Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kehutanan, penulis selanjutnya menyelesaikan karya ilmiah (skripsi) yang berjudul Rencana Kelola Sosial dalam Rangka Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) PT. Nitysa Idola di Kalimantan Barat dibimbing oleh Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si.
KATA PENGANTAR Segala puji milik Allah Tuhan semesta alam yang telah memberikan limpahan nikmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Rencana Kelola Sosial dalam Rangka Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) pada Kawasan Hutan Tanaman Industri PT. Nityasa Idola di Propinsi Kalimantan Barat. Penelitian telah dilaksanakan pada bulan Juli s.d September 2010. Skripsi ini memberikan gambaran mengenai kegiatan sosial yang dilakukan perusahaan terhadap masyarakat yang tinggal di dalam atau sekitar kawasan Hutan Tanaman Industri. Penulis mengucapkan terima kasih kepada PT. Nityasa Idola atas sarana prasarana yang disediakan dan dana penelitian yang diberikan sehingga penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Handian Purwawangsa, S.Hut, M.Si atas bimbingan dan arahan serta saran yang telah diberikan selama ini, Bapak Edi Riyanto dari manajemen PT. Nityasa Idola yang telah membimbing di lapangan dan Bapak Emil serta seluruh Karyawan PT. Nityasa Idola yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tua, kakak-kakak tercinta serta seluruh keluarga atas segala do‟a dan kasih sayangnya. Akhirnya penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi berbagai pihak terutama PT. Nityasa Idola. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan untuk kebaikan skripsi ini.
Bogor, Maret 2011 Penulis
DAFTAR ISI Halaman PERNYATAAN................................................................................................... vi UCAPAN TERIMA KASIH.................................................................................vii RIWAYAT HIDUP..............................................................................................viii KATA PENGANTAR......................................................................................... ix DAFTAR ISI........................................................................................................ x DAFTAR TABEL............................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR.......................................................................................... xiv DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................xv BAB I.PENDAHULUAN...................................................................................... 1 1.1. Latar Belakang...................................................................................... 1 1.2. Tujuan.................................................................................................... 2 1.3. Ruang Lingkup......................................................................................2 BAB II. TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 3 2.1. Pembinaan Masyarakat Desa Hutan.......................................................3 2.1.1
Pengertian...................................................................................3
2.1.2
Tujuan dan Sasaran.....................................................................3
2.1.3
Pola Pembinaan Masyarakat Desa Hutan...................................4
2.2 Struktur Sosial Budaya dan Strategi Pembangunan Desa......................7 2.3 Pendapatan rumah tangga.....................................................................10 2.4 Kemiskinan.......................................................... ............................. 11 2.5 Persepsi masyarakat.......................................................................... 12 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN........................................................... 14 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian..............................................................14 3.2. Alat dan Bahan ....................................................................................14 3.2.1. Bahan..................................................................................... 14 3.2.2. Alat......................................................................................... 14 3.3. Kerangka Pemikiran ............................................................................14 3.4. Metode Analisis……......................................................................... 16 3.4.1. Upaya-upaya Pengembangan Perspektif PMDH………........ 16 3.4.2. Teknik Sampling......................................................................16
3.4.3. Pengumpulan Data...................................................................17 3.4.4. Analisis dan Sintesis data....................................................... 20 BAB IV. KONDISI UMUM LOKASI............................................................... 21 4.1. Sejarah Perusahaan............................................................................ 21 4.2. Data Pemegang Izin…........................................................................ 22 4.3. Letak Areal Kerja dan Luas................................................................ 23 4.4. Kondisi Hutan..................................................................................... 24 4.5. Kondisi Sosial Ekonomi...................................................................... 25 BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 27 5.1. Karakteristik Responden..................................................................... 27 5.1.1 Umur Responden.................................................................... 27 5.1.2 Pendidikan Responden........................................................... 27 5.1.3 Mata Pencaharian Responden................................................. 29 5.2. Kesejahteraan Desa Binaan PT. Nityasa Idola................................... 29 5.3. Analisis Penyelenggaraan Kegiatan PMDH...................................... 35 5.4. Analisis Masalah dan Konflik.......................................................... 35 5.4.1. Identifikasi Masalah Pada Peserta PMDH (masyarakat)....... 42 5.4.2. Identifikasi Masalah Pada Pelaksana PMDH (PT. Nityasa Idola)…............................................................. 46 5.5. Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kegiatan PMDH.................. 47 5.6. Potensi Desa....................................................................................... 50 5.7. Usulan Rencana Kelola Sosial............................................................ 51 BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN............................................................ 57 6.1. Kesimpulan........................................................................................ 57 6.2. Saran................................................................................................... 58 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 59 LAMPIRAN....................................................................................................... 61
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1.
Daftar data sekunder .................................................................................. 17
2.
Keadaan hutan pada areal kerja IUPHHK HT PT. Nityasa Idola berdasarkan peta penunjukkan kawasan hutan dan perairan provinsi kalimantan barat.. ..................................................................................
3.
24
Keadaan penutupan lahan berdasarkan peta hasil penafsiran citra satelit.......................................................................................................
25
4.
Jumlah penduduk, agama, mata pencaharian dan fasilitas umu................. 26
5.
Distribusi responden menurut kelompok umur .......................................... 27
6.
Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan ................................ 28
7.
Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian.................................. 29
8.
Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan................................... 30
9.
Pendapatan masyarakat............................................................................... 30
10. Tingkat pengeluaran masyarakat................................................................. 31 11. Kondisi pendapatan dan pengeluaran per bulan.......................................... 32 12. Bentuk bangunan rumah.............................................................................. 33 13. Asal kepemilikan lahan responden ............................................................. 33 14. Tingkat kepuasan ganti rugi lahan. ............................................................. 35 15. Rencana kegiatan perusahan dalam rencana kerja tahunan (RKT) 2010 dan evaluasi kegiatan .............................................................................
36
16. Analisis permasalahan dan konflik yang pernah terjadi.............................. 41 17. Bentuk interkasi masyarakat terhadap perusahaan ..................................... 44 18. Konflik dengan perusahaan ........................................................................ 45 19. Konflik yang pernah terjadi sepanjang tahun 2009-2010............................ 45 20. Kegiatan yang pernah dilakukan oleh perusahaan....................................... 47 21. Bentuk manfaat kegiatan PMDH.................................................................. 49 22. Hasil pengukuran persepsi masyarakat terhadap manfaat kegiatan PMDH ....................................................................................................
49
23. Usulan rencana kelola sosia......................................................................... 52
DAFTAR GAMBAR No.
Halaman
1.
Kerangka dan pendekatan kajian................................................................ 15
2.
Pemilihan Responden dengan Snowball Method......................................
19
3.
Grafik Perbandingan antara rataan pendapatan ruamh tangga dengan UMR.... ...................................................................................................
31
DAFTAR LAMPIRAN No. 1. 2.
Halaman Peta areal kerja IUPHHK HT PT Nityasa Idola di Kabupaten Landak.....................................................................................................
61
Foto–foto kegiatan selama penelitian.... .................................................... 62
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pengembangan Hutan Tanaman Industri (HTI) terutama di luar Pulau Jawa seringkali
berhadapan
dengan
permasalahan-permasalahan
kompleks.
Permasalahan tersebut muncul akibat terjadinya tumpang tindih kawasan antara daerah konsesi perusahaan dengan kawasan yang dikuasai oleh masyarakat. Hal tersebut terjadi pada areal Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK HT) PT. Nityasa Idola di Kalimantan Barat. Sehingga, perusahaan dalam upaya melakukan kegiatan tanam untuk pembangunan HTI perlu melakukan negosiasi kepada masyarakat, di antaranya adalah setiap satu hektar lahan yang dikerjasamakan akan diberikan pengganti sebesar Rp. 60.000/hektar, memperoleh hasil penjarangan pohon yang dilakukan pada setengah daur (4 tahun) sebesar Rp. 2.500/m3, memperoleh hasil penebangan saat pemanenan (8 tahun) sebesar Rp. 5.000/ m3, dan pemberian bibit karet gratis sebanyak 21 batang/hektar. Namun penawaran perusahaan tersebut masih kurang menarik perhatian masyarakat, hal ini dikarenakan lahan masyarakat masih ditanamai pohon karet dan pertanian ladang berpindah, nilai ganti rugi yang dinilai kecil, dan kurangnya pemahaman masyarakat terhadap keberadaan HTI. Memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat setempat yang tinggal di dalam dan sekitar areal IUPHHK HT PT. Nityasa Idola, dan kemampuan yang dimiliki pemegang IUPHHK HT, pemerintah melalui peraturan Menteri Kehutanan No. P.11/Menhut-II/2004 menjelaskan bahwa pelaksanaan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) oleh pemegang IUPHHK HT menjadi satu kesatuan dalam Pengelolaan Hutan Produksi Lestari (PHPL) sesuai dengan keputusan Menteri Kehutanan No. 177/kpts-II/2003 tentang Kriteria dan Indikator Pengelolaan Hutan Secara Lestari pada Unit Menajemen Usaha Pemanfaatan Hutan Tanaman. Upaya-upaya pembinaan masyarakat tradisional yang berada di dalam dan sekitar areal kerja IUPHHK HT dalam rangka meningkatkan
kesejahteraan masyarakat, kebijaksanaan ini dikenal dengan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH). Sampai saat ini, pemegang IUPHHK HT PT. Nityasa Idola telah melakukan upaya PMDH dalam jangka pendek melalui kerjasama lahan dan pemberian ganti rugi lahan. Namun kegiatan pembinaan masyarakat tersebut masih belum optimal sehingga target tanam HTI tidak tercapai. Untuk itu perlu dilakukan Rencana Kelola Sosial sebagai program PMDH dalam jangka panjang. 1.2 Tujuan Penelitian ini bertujuan untuk : a. Menganalisis penyelenggaraan PMDH di PT. Nityasa Idola b. Mengidentifikasi permasalahan-permasalahan dalam penyelenggaraan PMDH di PT. Nityasa Idola c. Merumuskan upaya-upaya pengembangan PMDH di PT. Nityasa Idola 1.3 Ruang Lingkup Ruang lingkup dari penelitian ini adalah analisis aspek-aspek yang mempengaruhi kondisi sosial masyarakat terhadap kinerja perusahaan. Aspekaspek tersebut meliputi : 1. Analisis permasalahan dan konflik yang mungkin pernah terjadi antara perusahaan dengan masyarakat (land tenure, hubungan kerja, kesehatan, pendidikan, prasarana dan sarana, dan sebagainya), serta upaya penyelesaian yang pernah dilakukan. 2. Analisis pelaksanaan kegiatan sosial yang telah dilakukan perusahaan dan hasil yang telah dicapai. 3. Analisis persepsi masyarakat terhadap perusahaan, harapan dan keinginan masyarakat terhadap perusahaan, serta mekanisme pemenuhannya. 4. Analisis potensi pembangunan usaha pada masyarakat di desa sekitar perusahaan 5. Rencana kelola sosial
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.6
Pembinaan Masyarakat Desa Hutan
2.6.1
Pengertian Pembinaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan adalah upaya untuk
membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang berada di dalam atau sekitar areal hutan dan usaha meningkatkan kualitas sumber daya hutan (Abdulbari
1993).
Menurut
Departemen
Kehutanan
(2000),
Pembinaan
Masyarakat Desa Hutan (PMDH) adalah kegiatan pembinaan yang dilakukan oleh pemegang IUPHHK-HA/IUPHHK-HT dengan tujuan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, melalui terbukanya lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta tumbuhnya ekonomi pedesaan yang berwawasan lingkungan, tersedianya sarana dan prasarana sosial ekonomi yang memadai, serta terciptanya kesadaran dan perilaku positif masyarakat dalam pelestarian sumberdaya hutan. Ada beberapa hal yang melatarbelakangi lahirnya PMDH, diantaranya sebagai berikut: 1.
PMDH sebagai upaya untuk mengendalikan ladang berpindah.
2.
PMDH sebagai upaya untuk memenuhi tuntutan dan tekanan masyarakat internasional, khususnya negara-negara maju importer kayu tropis.
3.
PMDH sebagai upaya menciptakan mekanisme distribusi sebagai keuntungan,
dimana
pihak
perusahaan
dipertimbangkan
telah
memperoleh keuntungan dari sumberdaya hutan, oleh karena itu dipertimbangkan sangat wajar apabila pihak perusahaan mengucurkan sebagian keuntungannya untuk kepentingan masyarakat. 2.6.2
Tujuan dan Sasaran Menurut Departemen Kehutanan dalam Sitanggang (2009) tujuan PMDH
adalah membantu mewujudkan terciptanya masyarakat Desa Hutan yang mandiri,
sejahtera, dan sadar lingkungan, terutama masyarakat yang berada di dalam hutan dan sekitarnya meliputi kegiatan : 1.
Meningkatkan
pendapatan,
membuka
kesempatan
kerja
serta
menumbuhkan ekonomi pedesaan yang berwawasan lingkungan 2.
Menyediakan sarana dan prasarana sosial, ekonomi yang memadai.
3.
Menciptakan kesadaran dan perilaku positif masyarakat dalam pelestarian sumberdaya hutan guna meningkatkan pengamanan hutan.
Sasaran PMDH adalah masyarakat desa hutan yaitu sekelompok masyarakat setempat, terutama masyarakat tradisional baik yang berada di dalam hutan maupun di pedesaan sekitar hutan. Adapun prioritas kelompok sasaran PMDH masyarakat tradisional dengan urutan sebagai berikut: 1.
Kelompok yang berada di areal IUPHHK HA/IUPHHK HT
2.
Kelompok yang berada di perbatasan areal IUPHHK HA/IUPHHK HT
3.
Desa-desa
terdekat
yang
berada
di
sekitar
areal
IUPHHK
HA/IUPHHK HT 2.6.3
Pola Pembinaan Masyarakat Desa Hutan Menurut Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan (1991), rencana
pembinaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan areal kerja IUPHHK-HT disusun dengan memperhatikan hal-hal seperti: potensi, kondisi, dan aspirasi masyarakat
setempat,
bersifat
saling
menguntungkan
(meningkatkan
kesejahteraan masyarakat dan mendukung kelestarian hutan), merangsang dan menumbuhkan
ekonomi
pedesaan
yang
berwawasan
lingkungan,
serta
menimbulkan kemandirian masyarakat tersebut. Selanjutnya dalam SK Dirjen PH No. 210/Kpts-BPH/1995 dinyatakan tahap-tahap dalam penyelenggaraan kegiatan PMDH yaitu: a.
Tahap Perencanaan Kegiatan PMDH Kegiatan terpenting dalam tahap ini adalah studi diagnostik dan konsultasi
dengan instansi yang terkait. Setiap kegiatan memerlukan rencana untuk
mempermudah pelaksanaan dan monitoring kegiatan di lapangan. Menurut Departemen Kehutanan dalam Sitanggang (2009) tahap perencanaan dalam kegiatan PMDH meliputi beberapa tahapan, yaitu studi diagnostik, rencana umum (20 tahun) rencana menengah (5 tahun), rencana jangka pendek (1 tahun) serta rencana operasional. Pada tahapan rencana di atas memiliki keterkaitan antara satu sama lainnya, sehingga mempermudah dalam pelaksanaan dan monitoring kegiatan di lapangan. Rencana umum merupakan penjabaran dari studi diagnostik yang telah dilaksanakan. Rencana umum tersebut memuat rencana kegiatan yang global yang digunakan sebagai acuan untuk menyusun Rencana Lima Tahun dan Rencana Tahunan PMDH. Rencana Lima Tahun adalah rencana kegiatan PMDH selama jangka waktu lima tahun yang merupakan penjabaran dari Rencana Umum yang dijadikan sebagai acuan dari Rencana Tahunan PMDH. Rencana Tahunan merupakan rencana kegiatan yang akan dilakukan selama jangka waktu satu tahun. Rencana Operasional (RO) adalah penjabaran dari Rencana Tahunan secara teknis dan administratif. Studi diagnostik merupakan kegiatan identifikasi yang mencakup seluruh potensi, aspirasi, tata nilai masyarakat serta potensi sumber daya alam. Studi diagnostik ini merupakan kegiatan pra perencanaan yang berfungsi menyediakan informasi dasar untuk keadaan fisik, sosial, ekonomi dan budaya di wilayah kerja IUPHHK HA/IUPHHK HT yang digunakan sebagai bahan penyusun PMDH (Departemen Kehutanan 2000) b.
Tahap Pelaksanaan Kegiatan PMDH Tahap pelaksanaan meliputi penentuan lokasi dan kelompok masyarakat
binaan,
dan
penentuan
bentuk-bentuk
pembinaan.
Kegiatan
pembinaan
masyarakat di dalam dan sekitar hutan areal IUPHHK HT diprioritaskan dengan urutan, yaitu kelompok masyarakat di dalam areal kerja IUPHHK HT, kelompok masyarakat yang berbatasan dengan areal IUPHHK HT, kelompok masyarakat dan atau masyarakat pedesaan terdekat dari areal kerja IUPHHK HT. Adapun bentuk-bentuk pelaksanaan pembinaan masyarakat desa hutan ini meliputi :
1. Peningkatan pendapatan, membuka kesempatan kerja dan kesempatan berusaha. Bentuk kegiatan yang dilakukan dapat berupa pendidikan dan latihan (diklat) keterampilan bidang budaya dan intensifikasi tanaman pangan, tanaman holtikultura dan tanaman kehutanan serta usaha peternakan, pertukangan, seni ukir dan perpatungan, sebagai bapak angkat dalam pemasaran hasil usahatani/wanatani, kerajinan serta bantuan modal kerja/usaha 2. Menyediakan sarana dan prasarana sosial ekonomi, dengan bentuk kegiatannya berupa sarana bangunan atau fisik, antara lain: a. Sarana dan prasarana ekonomi pedesaan, yaitu jalan, jembatan, pengairan dan pasar b. Sarana dan prasaran sosial masyarakat, yaitu sekolah, kesehatan, olahraga, keagamaan (mesjid, gereja dan lain-lain) 3. Menciptakan kesadaran dan perilaku positif masyarakat dengan bentuk kegiatan pembinaannya, antara lain : a. Penyuluhan konservasi tentang sumberdaya alam dan hutan b. Pengembangan hutan rakyat melalui penyediaan bibit, penyiapan lahan dan penanaman Lingkup kegiatan pembinaan masyarakat di dalam dan sekitar hutan berdasarkan SK. Menhut No. 691/KPTS-II/1991 terdiri dari lima aspek meliputi aspek pertanian menetap, aspek peningkatan ekonomi, aspek pengembangan sarana dan prasarana umum, aspek sosial budaya, serta aspek pelestarian sumberdaya hutan dan lingkungan. c.
Tahap Pengendalian dan Penilaian Evaluasi pengawasan kegiatan PMDH di lapangan menurut SK. Dirjen PH
No. 210/Kpts-BPH/1995, dilakukan oleh Kepala Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I. Bimbingan dan pengendalian kegiatan pembinaan dilakukan oleh Kepala Kantor Wilayah Departemen Kehutanan. Secara priodik (bulanan, triwulan, dan tahunan) IUPHHK-HT wajib menyampaikan laporan pelaksanaan PMDH kepada kakanwil Departemen Kehutanan dengan tembusan dirjen PH, Dirjen RRL, dan Kepala Dinas Kehutanan Tingkat I setempat.
Penilaian keberhasilan PMDH dilakukan oleh Kakanwil Departemen Kehutanan dengan mempertimbangkan masukan dari Kepala Dinas Kehutanan Daerah Tingkat I. Rujukan bagi penilaian tersebut adalah SK. Dirjen PH No. 288/IV-PHH/1992, tentang kriteria dan tolak ukur penilaian keberhasilan pelaksanaan HPH Bina Desa Hutan yang sekarang disebut dengan PMDH. 2.7
Struktur Sosial Budaya dan Strategi Pembangunan Desa Struktur sosial merupakan pola hubungan sosial yang terpola secara
permanen dalam ruang dan waktu, dengan segenap atribut sosial budaya yang menyatu dalam masyarakat itu. Proses pembangunan pedesaan yang ditujukan untuk masyarakat lokal, sangat tergantung pada kesiapan sosial budaya dari masyarakat itu dalam mendukung proses tersebut. Konteks kesiapan sosial budaya itu membuat struktur sosial dari masyarakat menjadi faktor penting untuk mewujudkan keberhasilan dalam melaksanakan kegiatan pembangunan desa (Soetrisno 1990). Masyarakat lokal yang hidup di hutan-hutan di luar Pulau Jawa sebagian besar merupakan masyarakat peladang dan juga pekebun atau pengumpul hasil hutan. Sistem pertanian yang digunakan adalah sistem ladang atau sistem tebas dan bakar, dimana pohon-pohon ditebang dan dibakar sehingga tanah bisa ditanami tanpa pembajakan disebut pertanian ladang (shifting cultivation). Corak bercocok tanam tersebut muncul di lokasi yang ditutupi hutan. Di daerah tropis, kesuburan tanah biasanya merosot dengan cepat sesudah ditanami. Tanah yang dibuka tersebut setelah ditanami beberapa musim, dan sesudah kesuburan tanahnya menurun dan rumput merajalela, kemudian bidang-bidang tanah ditinggalkan untuk mencari tanah baru. Hak atas tanah didasarkan atas adat suku atau masyarakat setempat. Tanah itu menjadi miliknya karena ia telah membukanya atau karena ia telah mengusahakannya terus-menerus, dan akan menjadi miliknya selama ia masih menggunakannya (Mosher 1987). Berdasarkan kondisi sosial ekonomi budaya tersebut, rekayasa kegiatan pembangunan atau kegiatan ekonomi yang akan dikembangkan hendaknya dapat memenuhi kriteria sebagai berikut:
1. Ada atau sudah dikenal masyarakat, sehingga segera dapat berjalan dengan lancar, karena sejalan secara dinamika sosial ekonomi budaya setempat. 2. Mempunyai potensi sumber-sumber produksi yang memadai atau kalaupun belum memadai sumber-sumber tersebut masih dapat dikembangkan. 3. Mempunyai potensi pasar yang memadai atau dapat dikembangkan 4. Sejalan dengan pelestarian sumberdaya, khususnya sumberdaya hutan dan
pelestarian
lingkungan
hidup
setempat,
sejalan
dengan
kebijaksanaan pembangunan nasional dan berbagai kepentingan hubungan internasional. Pengembangan kegiatan pembangunan desa meliputi kegiatan-kegiatan penyuluhan, pembinaan, pemenuhan kebutuhan dasar manusia, peningkatan pendidikan dalam arti luas, kesehatan, peningkatan keterampilan teknis manajemen, leadership dan pengembangan teknologi tepat guna. Dalam pengembangan kegiatan tersebut di samping perlu ditunjang dengan penyediaan sarana dan prasaran produksi, permodalan, fasilitas kelembagaan ekonomi (seperti pasar), juga diperlukan penciptaan ilmu atau tatanan politik, ekonomi dan sosial budaya yang mendukung (Soehoed 1992) Mosher (1987) menyatakan bahwa dalam pembangunan masyarakat pedesaan, diperlukan lima macam tindakan pemerintah yang dapat menjamin petani menguasai tanah mereka secara efektif dan memungkinkan bertani efisien. Kelima tindakan tersebut, yaitu pemetaan tanah dan pendaftaran hak milik, pemagaran
tanah
untuk
menghindarkan
penggembala
sewenang-wenang,
penyatuan pemilik tanah yang terpencar-pencar, redistribusi tanah untuk membentuk satuan-satuan manajemen yang efisien dan pengubah syarat-syarat penyakapan. Selanjutnya dalam rangka mempercepat pembangunan pedesaan perlu memperhatikan syarat-syarat pokok dan faktor-faktor pelancar pembangunan pertanian (Mosher 1987), syarat-syarat pokok pembangunan pertanian meliputi :
1.
Pasar untuk hasil-hasil pertanian Pembangunan pertanian bertujuan untuk meningkatkan produksi hasil-
hasil usaha tani. Untuk menampung hasil-hasil tersebut harus tersedia pasar serta harga yang menguntungkan untuk membayar kembali pengorbanan dan daya upaya yang telah dikeluarkan oleh petani sewaktu memproduksinya. Tanpa adanya pasar dan harga yang kompetitif ini maka petani akan sulit untuk menerima atau mengembangkan inovasi/perubahan-perubahan dalam berusaha tani sehingga proses pembangunan pun akan tersendat-sendat. 2.
Teknologi yang selalu berubah Untuk dapat meningkatkan produksi pertanian harus tersedia teknologi
atau cara-cara yang baik, seperti cara-cara penebaran benih, pemeliharaan tanaman, pemungutan hasil, pemeliharaan ternak dan sebagainya. Termasuk didalamnya benih unggul, pupuk, obat-obatan hama/penyakit, obat-obatan ternak dan lain-lain, termasuk juga diversifikasi dalam pengelolaan usahataninya. Teknologi
yang
berubah-ubah
ini
sangat
diperlukan
untuk
menjamin
keberlangsungan proses pembangunan. 3.
Tersedianya bahan-bahan dan alat produksi Dalam penerapan suatu inovasi/teknologi diperlukan penggunaan bahan-
bahan dan alat-alat produksi yang khusus untuk petani. Alat-alat dan bahan-bahan produksi tersebut harus tersedia dan dapat diperoleh dengan mudah di berbagai tempat serta dengan harga yang terjangkau oleh kemampuan petani. Dengan demikian para petani tersebut dapat memenuhi kebutuhannya untuk meningkatkan produksi pertanian. 4.
Perangsang produksi bagi petani Petani mau menerapkan suatu inovasi teknologi baru apabila ada harapan
akan diperolehnya keuntungan bagi dirinya dan keluarganya. Perangsang yang dapat secara efektif mendorong petani tersebut terutama hal-hal yang bersifat ekonomis antara lain relasi harga yang menguntungkan, pembagian hasil yang
wajar (untuk petani penyakap) dan tersedianya barang dan jasa yang diperlukan oleh petani dan keluarganya. 5.
Pengangkutan Pengangkutan merupakan faktor kunci dalam proses pembangunan
pertanian. Pengangkutan ini diperlukan untuk membawa alat-alat dan bahanbahan produksi usahatani serta membawa hasil-hasil pertanian ke konsumen di pusat-pusat pemasaran lokal maupun kota. Tanpa adanya sarana dan jaringan pengangkutan yang efisien dan murah, ke tempat syarat mutlak di atas tidak mungkin dapat diadakan secara efektif. 2.8
Pendapatan Rumah Tangga Pendapatan Rumah Tangga adalah kumpulan dari pendapatan anggota-
anggota rumah tangga dari masing-masing kegiatan. Pendapatan rumah tangga umumnya tidak berasal dari satu sumber, tetapi dapat berasal dari dua atau lebih sumber pendapatan. Ragam sumber pendapatan tersebut diduga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan itu sendiri. Tingkat pendapatan yang rendah mengharuskan anggota rumah tangga untuk bekerja/berusaha lebih giat untuk memenuhi kebutuhan. Bagi sebagian rumah tangga, upaya-upaya tersebut tidak hanya menambah curahan jam kerja dari kegiatan yang ada, tetapi juga melakukan kegiatan-kegiatan lain (Nurmanaf 1988, dalam Suharni 2010) Menurut Soeharjo dan Patong (1973), untuk mengetahui pendapatan petani dikenal bebera ukuran pendapatan usaha tani : a.
Pendapatan kerja petani diperoleh dengan menghitung semua penerimaan yang berasal dari penjualan yang dikonsumsi keluarga dan kenaikan inventarisnya.
b.
Penghasilan kerja petani diperoleh dari menambah pendapatan kerja petani dengan penerimaan tidak tunai.
c.
Pendapatan kerja keluarga diperoleh dari menambah penghasilan kerja petani dengan nilai kerja keluarga.
d.
Pendapatan keluarga diperoleh dengan menghitung pendapatan dari sumber-sumber lain yang diterima petani bersama keluarganya, disamping kegiatan pokok.
2.9
Kemiskinan Kemiskinan
merupakan
fenomena
sosial
yang
ditandai
dengan
ketidakmampuan seseorang atau sekelompok dalam memenuhi standar kebutuhan dasar sehari-hari. Standar kebutuhan dasar untuk masing-masing Negara berbedabeda, PBB menetapkan bahwa batas kemiskinan dihitung dari pendapatan hariannya, yaitu $2/orang/hari. Sementara BPS menentukan batas kemiskinan dari jumlah rupiah yang dibelanjakan per-kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan yang dibutuhkan, yaitu 2.100 kalori/orang/hari (Kuncoro
2003). Dengan demikian kemiskinan itu sangat
fenomenalogis, karena menunjuk pada berbagai konsep itu didefinisikan. Kemiskinan memiliki banyak dimensi, antara lain terbatasnya kesempatan, kapasitas diri yang rendah, tingkat keamanan yang rendah, dan ketidakberdayaan. Hal tersebut seperti diungkapakan oleh Bank Dunia (2003), “poverty is multidimentional, extending beyond low levels of income; Lack of opportunity : Low levels of consumption/income, ussualy relative to a national poverty line. This is generally associated with the level and distributionof physical assets, such land, human capital and sosial assets; and markets opportunities which determine the returns to these assets Low capabilities : Little or no improvements in helath and education indicator among a particular socio-economic group; Low level of security : Exposure to risk and income shocks, which may arise at the national, local, household or individual level. Empowerment : The capacity of poor people to acces and influence state institutions and sosial processes that shape resource allocations and public policy choises. Supriatna (1997) mengungkapkan bahwa suatu keadaan disebut miskin ditandai dengan kekurangan atau tidak mampu memenuhi tingkat kebutuhan dasar
yang mencakup aspek primer dan sekunder. Aspek primer berupa miskinnya aset pengetahuan dan keterampilan, sedangkan aspek sekunder berupa miskinnya jaringan sosial, sumber-sumber keuangan; dan informal seperti kekurangan gizi, air, perumahan, perawatan kesehatan yang kurang baik, dan pendidikan yang relatif rendah. Sedangkan kemiskinan dalam dimensi ekonomi dipandang sebagai ketidakmampuan untuk mempertahankan standar hidup minimal yang diukur berdasarkan kebutuhan konsumsi atau pendapatan untuk memenuhi kebutuhan dasar. Kemiskinan dalam dimensi ini bersifat sangat mendasar. Menurut
Sen seperti yang dikutip Sari (2003) mengatakan bahwa
kemiskinan itu didorong oleh suatu kondisi keadaan dimana individunya mengalami keterbatasan pilihan dan kemampuan atau „lack
of
choice and
capability‟. Dalam konsep ini kemiskinan dikaitkan dengan suatu keadaan atau kondisi hilangnya hak serta peluang seseorang atau sekelompok orang terhadap penguasaan, pemilikan, dan pengaturan atau kontrol terhadap sumber daya yang diperlukan bagi terjaminnya kehidupan seseorang. 2.10
Persepsi masyarakat Persepsi adalah proses menerima informasi atas stimulus dari lingkungan
dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Menurut Leavitt (1997), persepsi (perception) dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu. Sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu bagaimana seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Surya (2004) mengatakan pengamatan atau perception merupakan salah satu bentuk perilaku kognitif yaitu suatu proses mengenal lingkungan dengan menggunakan alat indera. Proses pengamatan terjadi karena adanya rangsangan dari lingkungan yang diterima oleh individu melalui alat indera. Rangsangan itu kemudian diteruskan ke pusat kesadaran yaitu otak untuk diberi makna atau tafsiran. Dengan demikian, proses pengamatan berlangsung dalam tiga tahapan yaitu: (1) penerimaan rangsangan oleh alat indera, (2) pengiriman informasi ke pusat keadaran atau otak, dan (3) pemberian tafsiran terhadap rangsangan yang diterima. Persepsi yang benar terhadap suatu objek diperlukan, sebab persepsi merupakan dasar pembentukan sikap dan perilaku.
Perbedaan persepsi antar satu orang dengan orang lainnya menurut Fauzi (2004) disebabkan oleh 5 faktor, yaitu : (1) Perhatian; rangsangan yang ada di sekitar kita tidak kita tangkap secara sekaligus tapi kita hanya memfokuskan pada satu atau dua objek saja. Perbedaaan fokus antara satu orang dengan yang lainnya akan menyebabkan perbedaan persepsi, (2) Set; adalah sebuah harapan seseorang akan rangsangan yang akan timbul, misalnya seorang pelari siap digaris start terdapat set akan terdengar pistol disaat dia harus berlari, (3) Kebutuhan; kebutuhan–kebutuhan sesaat maupun yang menetap akan mempengaruhi persepsi orang tersebut, (4) Sistem nilai seperti adat istiadat; kepercayaan yang berlaku dalam suatu masyarakat berpengaruh pula terhadap persepsi, (5) ciri kepribadian, misalnya : watak, karakter, kebiasaan, akan mempengaruhi persepsi.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Waktu dan Tempat Penelitian Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan (Juli - September) tahun 2010,
bertempat di areal kerja PT. Nityasa Idola, Kecamatan Meranti, Kabupaten Landak, Propinsi Kalimantan Barat. 3.2
Alat dan Bahan
3.2.1 Alat Alat yang digunakan dalam kajian ini adalah alat tulis, komputer, printer dan software excel untuk pengolahan data, kamera digital, GPS, dan tape recorder. 3.2.2 Bahan Bahan yang digunakan dalam kajian ini adalah laporan yang terkait studi aspek sosial, kuisioner/daftar pertanyaan untuk wawancara terstruktur, alat tulis, peta kerja dan peta administrasi desa/kecamatan. 3.3
Kerangka Pemikiran Secara umum dasar pemikiran dari kajian ini adalah kelestarian usaha PT.
Nityasa Idola bisa tercapai hanya jika kelestarian sosial di dalam dan di sekitar areal bisa tercapai. Dengan demikian, kerangka pendekatan yang dipakai dalam menganalisa penyelenggaraan PMDH adalah dengan cara mengetahui kondisi saat ini (existing condition) di PT. Nityasa Idola terutama yang berkenaan dengan kondisi sosial ekonomi (sosek), dampak sosek terhadap masyarakat sekitar dan persepsi masyarakat. Berdasarkan existing condition yang terjadi, akan disusun upaya-upaya pengembangan kelestarian sosial yang berisi kegiatan-kegiatan sosial yang seharusnya dilakukan untuk menciptakan kondisi ideal (kondisi yang diharapkan).
Dengan
tercapainya
kondisi
ideal,
keberlanjutan usaha PT. Nityasa Idola bisa tercapai.
diharapkan
kelestarian/
Lingkungan sosial perusahaan pada hakekatnya terdiri dari tiga faktor, yaitu pemerintah, masyarakat dan perusahaan itu sendiri. Komitmen dan kepedulian dunia usaha terhadap pembangunan sangat diharapkan karena mereka mempunyai tanggungjawab moral dan sosial terhadap lingkungannya. usaha tidak mungkin dapat mempertahankan eksistensinya
Dunia
tanpa dukungan
masyarakat dan lingkungan sosialnya. Keberlanjutan dapat dimaknai dalam kaitannya dengan keberadaaan manfaat dan keuntungan bagi perusahaan, masyarakat dan pemerintah yang juga mencakup berbagai aspek pertumbuhan, sosial dan lingkungan. Salah satu bentuk komitmen dan tanggungjawab perusahaan terhadap lingkungannya yang berkembang saat ini adalah Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH). Dengan adanya permasalahan-permasalahan tersebut maka perlu dilakukan strategi pengembangan untuk mencari solusi, saran, dan rekomendasi sehingga dapat dijadikan sebagai dasar perencanaan baru yang lebih baik dan bisa dijalankan sepenuhnya serta dapat mencapai tujuan yakni untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat desa hutan. Semua hal yang telah dijelaskan sebelumnya terangkum dalam kerangka pemikiran yang terdapat pada Gambar 1. Sumber Daya Lahan
PT. Nityasa Idola
Masyarakat
HTI Mitra
Aturan dan rencana Kegiatan PMDH Gap Antara Aturan dan Realisasi
Evaluasi kegiatan dan Identifikasi Masalah
Kegiatan PMDH yang sesuai dengan tujuan
Rencana Kelola Sosial
Gambar 1 Kerangka dan pendekatan kajian.
3.4
Metode Analisis
3.4.1 Upaya-upaya Pengembangan Perspektif PMDH Berkenaan dengan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH), identifikasi dan analisis aspek sosial dalam rangka menyusun upaya-upaya pengembangan adalah langkah awal dalam melaksanakan program PMDH, agar program PMDH yang dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan kebutuhan masyarakat, sehingga tepat tujuan dan tepat sasaran. Program PMDH tanpa melakukan identifikasi dan analisis sosial terlebih dahulu tidak akan memberikan dampak yang optimal terhadap pembangunan sosial masyarakat di sekitarnya. Dengan demikian peran PMDH terhadap eksistensi perusahaan tidak akan optimal. 3.4.2 Teknik Sampling Desa binaan di areal IUPHHK HT PT Nityasa Idola adalah sebanyak 52 desa yang terbagi kedalam 2 wilayah kerja, yakni wilayah utara dan wilayah selatan. Dalam menentukan sebaran responden, peneliti memilih desa-desa di wilayah utara sebagai wilayah sampel dengan alasan bahwa wilayah tersebut sedang dalam upaya memperbesar pencapaian target tanam. Sehingga perusahaan perlu meningkatkan negosiasi dan pedekatan kepada masyarakat dengan berbagai masalah sosial yang ada. Berdasarkan pertimbangan dari manajemen perusahaan desa sampel yang dipilih sebanyak dua sampel desa, yakni Desa Selange dan Desa Ampadi dengan alasan bahwa kedua desa tersebut sedang dalam pendekatan untuk meningkatkan kerjasama dengan perusahaan. Responden yang dipilih pun didasarkan pada beberapa kriteria/karakteristik yang digunakan seperti : 1.
Penduduk setempat yang bekerja pada perusahaan
2.
Penduduk lokal (suku dayak)/pendatang
3.
Kepemilikan lahan/kebun
4.
Masyarakat yang berada di sekitar perusahaan
5.
Lokasi/sebaran pemukiman, HTI dan lokasi desa.
3.4.3 Pengumpulan Data Data yang diperlukan dalam penyusunan kajian ini adalah data primer dan data sekunder yang dikumpulkan dari level perusahan dan level instansi terkait, yang didukung dengan data hasil verifikasi lapangan. a.
Pengumpulan Data Sekunder
Tabel 1 Daftar data sekunder No.
b.
Jenis Data
Sumber Data
1.
Gambaran Umum Perusahaan
Perusahaan
2.
Monografi Kecamatan Meranti
Kecamatan Meranti
3.
Peta Kawasan Hutan Tanaman Industri
Perusahaan
4.
Kegiatan-kegiatan Sosial Perusahaan
Perusahaan
Pengumpulan Data Primer Pengumpulan data primer dilakukan dengan metode survei dengan dasar
keterwakilan aspek sosial ekonomi, wilayah kerja, maupun pola hubungan interaksi dengan perusahaan. b.1
Observasi Lapang Observasi lapang sangat penting dilakukan untuk mengamati kondisi riil di
lapangan dalam rangka: 1) Memastikan bahwa data yang diperoleh sama atau setidaknya tidak terlalu jauh berbeda dengan realitas di lapangan. 2) Menggali informasi lebih dalam melalui pengamatan langsung di lapangan tentang berbagai hal yang menyangkut kondisi sosial ekonomi di dalam dan sekitar PT. Nityasa Idola Observasi yang dilakukan diantaranya adalah di lokasi : 1.
Hutan Tanaman Perusahaan
2.
Kelembagaan masyarakat
b.2.
3.
Masyarakat sekitar
4.
Desa di sekitar kawasan PT. Nityasa Idola
Wawancara Wawancara dilakukan dengan menggunakan 2 (dua) pendekatan sebagai
berikut: 1)
Wawancara semi terstruktur Wawancara semi terstruktur dilakukan dengan person kunci (key person
interviews). Untuk melakukan wawancara semi terstruktur hanya diperlukan panduan wawancara (interview guidances), kuesioner yang detil tidak diperlukan. Wawancara dengan person kunci dilakukan untuk mengetahui secara lebih mendalam suatu permasalahan sesuai dengan bidang keahlian atau kewenangan dari masing-masing responden (person kunci). Oleh karena itu, pemilihan responden untuk wawancara dengan person kunci (key person interviews) lebih tepat dilakukan dengan menggunakan pendekatan non-probability melalui metode purposif
sampling,
yaitu:
pengambilan
sampel
dilakukan
berdasarkan
pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti (Sudjana 2002). Pemilihan responden untuk menilai kegiatan PMDH dilakukan secara accidental sampling (Kumar 1999) dengan pendekatan non-probability sampling, yaitu masyarakat yag dijadikan responden dengan usia 17 tahun ke atas. Hal ini diasumsikan orang tersebut telah mengerti pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dan telah memiliki kemampuan menganalisis pertanyaan maupun informasi. Ukuran sampel yang digunakan adalah 60 orang (30 orang dari desa Selange dan 30 orang dari desa Ampadi), didasarkan pada acuan minimal 30 sampel untuk penelitian deskriptif (Umar 2002). Jumlah responden di setiap tingkatan bervariasi sesuai dengan kebutuhan. Adapun tahapan dalam penentuan responden untuk key person interviews adalah sebagai berikut: a) Menentukan person kunci yang paling berpengaruh atau paling relevan dengan topik kajian. b) Masukan atau rekomendasi dari person kunci sebelumnya dijadikan pertimbangan dalam menentukan person kunci yang akan dipilih
menjadi responden selanjutnya. Metode penentuan responden seperti ini dikenal dengan sebutan metode “bola salju” (snowball method) yang bisaanya sangat sesuai digunakan untuk menentukan responden dalam key person interviews. c) Untuk menjaga keseimbangan jumlah responden berdasarkan aspek keahlian atau kewenangan yang dimiliki, key person interviews dilakukan dengan teknik purposive sampling menggunakan metode penentuan responden “bola salju” (snowball method ) yang dikombinasikan dengan sistem kontrol kuota (quota control). Quota control diperlukan agar tidak terjadi penumpukan responden dengan bidang keahlian atau kewenangan tertentu tetapi kekurangan responden untuk bidang keahlian atau kewenangan yang lain. Gambar 2 memberikan ilustrasi bagaimana cara melakukan pemilihan responden untuk key person interviews dengan snowball method.
Gambar 2 Pemilihan responden dengan snowball method. 2)
Wawancara Terstruktur Wawancara terstruktur dilakukan dengan menggunakan kuesioner sebagai
bahan panduan wawancara. Pemilihan responden dalam wawancara dilakukan dengan teknik pengambilan contoh acak terstratifikasi (stratified random sampling).
3.4.4
Analisis dan Sintesis data Data sekunder maupun data primer yang dikumpulkan dianalisa dengan
perpaduan antara metode kuantitatif dan kualitatif. Analisis kualitatif lebih menekankan pada deskripsi atau gambaran berbagai fakta dan hubungan antar variabel yang ditemukan dalam proses di lapangan. Berdasarkan pendeskripsian dan hubungan antar variabel yang ada dilapangan, dilakukan analisis terhadap 1) Kondisi sosial ekonomi petani dan masyarakat secara umum di kawasan dan sekitar kawasan perusahaan, 2) Analisis persepsi petani dan masyarakat umum terhadap perusahaan, 3) Analisis
dampak keberadaan perusahaan terhadap
lingkungan, dan sosial ekonomi masyarakat, dan 4) analisis rencana kelola sosial yang harus dilakukan
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI 4.1
Sejarah Perusahaan Pemerintah melalui keputusan Menteri Kehutanan No 329/Kpts-II/1998
tanggal 27 Februari 1998 memberikan Hak Pengusahaan Hutan Tanaman Industri kepada PT Nityasa Idola seluas 113.196 ha. Sejarah perkembangan Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman Industri (UPHHK-HTI) PT Nityasa Idola dari sisi perijinan hingga saat ini adalah sebagai berikut : Berdasarkan Surat Ditjen Pengusahaan Hutan No. 1936/IV-PPH/1994 mulai tahun 1995 PT Nityasa Idola melaksanakan uji tanaman seluas 200 hektar di Kecamatan Ledo Kabupaten Sambas, namun mengalami hambatan dari masyarakat. Pada tahun 1997 PT Nityasa Idola melakukan pengulangan kegiatan uji tanaman areal seluas 200 hektar yang terletak di Kampung Malosa dan Sukamulya, Kecamatan Bengkayang yang sudah mencapai tahap penanaman. Penanaman berdasarkan RKT, dilakukan untuk RKT 1998/1999 mencapai sekitar 600 hektar ditambah percobaan penanaman seluas 200 hektar. Selain penanaman, selama pelaksanaan RKT tersebut dibangun persemaian permanen yang mampu memproduksi bibit 2 juta bibit/tahun. Sedangkan bibit yang sudah diproduksi 1.686.315 bibit yang terdiri dari jenis Acacia mangium, Gmelina arborea dan Eucalyptus spp. Bina desa hutan yang telah dilakukan oleh PT Nityasa Idola sampai dengan tahun 1999 adalah pembangunan sarana dan prasarana peribadatan 1 buah seluas 60 m2, bangunan serba guna 1 buah seluas 60 m2, pengembangan karet rakyat seluas 10 hektar, demplot pertanian tumpang sari seluas 1,6 hektar serta mengadakan sarasehan/penyuluhan sebulan sekali. Kegiatan ini terus berlangsung hingga pecahnya kerusuhan besar di Kalimantan Barat pada tahun 1997 yang terulang dengan skala yang lebih luas pada tahun 1999. Kondisi keamanan dan perkembangan sosial kemasyarakatan di Provinsi Kalimantan Barat pasca kerusuhan 1997 dan 1999 membuat situasi menjadi
sangat tidak kondusif untuk pelaksanaan pembangunan dan pengelolaan hutan tanaman dan investasi pada umumnya antara lain dengan terjadinya penguasaan dan penggunaan lahan oleh masyarakat di dalam dan sekitar hutan yang mengakibatkan luas areal yang dapat ditanami tidak lagi sesuai dengan Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman Industri (RKPHTI) yang telah disetujui oleh Dirjen Pengusahaan Hutan dengan Surat Keputusan Nomor 251/Kpts/VI/1999 tanggal 27 Desember 1999 dimana direncanakan bahwa luas efektif tanaman adalah 64.000 hektar, dengan daur tanaman 8 tahun dengan jenis tanaman Acacia mangium, Gmelina arborea dan Paraserianthes falcataria. Mempertimbangkan perubahan yang terjadi, PT Nityasa Idola pada akhir tahun 2006 memohon persetujuan untuk perubahan (revisi) RKUPHHK-HTI nya. Pada tanggal 4 Oktober 2007, PT Nityasa Idola memperoleh pengesahan atas revisi Rencana Kerja UPHHK HTI dalam Hutan Tanaman periode 1998 s/d 2041 dengan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Bina Produksi Kehutanan No. 248/VI-BPHT/2007 tentang Persetujuan dan pengesahan Revisi Keputusan Direktur Jendral Pengusahaan Hutan Produksi Nomor 351/Kpts-VI/1999 tentang pengesahan Rencana Karya Pengusahaan Hutan Tanaman (RKPHT) yang meliputi seluruh jangka waktu pengusahaan hutan atas nama PT Nityasa Idola di Provinsi Kalimantan Barat. Berdasarkan revisi rencana kerja inilah mulai tahun 2007 PT Nityasa Idola melakukan kegiatan pembuatan tanaman dan sampai akhir tanam 2008 telah menyelesaikan penanaman seluas 280 hektar dengan jenis tanaman sengon serta membangun 3 buah persemaian yang dikelola bersama masyarakat masingmasing dengan kapasitas produksi 1.200.000 batang bibit per tahun. 4.2
Data Pemegang Izin Kegiatan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman
(IUPHHK HT) di areal yang ditunjuk dalam surat Menteri Kehutanan No. 329/Kpts-II/1988 tertanggal 27 Februari 1998 akan dilakukan oleh PT. Nityasa Idola sebagai pemegang izin. Secara ringkas data pemegang ijin adalah sebagai berikut :
1. Nama Pemegang IUPHHK HTI dalam Hutan Tanaman : PT. NITYASA IDOLA 2. Alamat dan Nomor Telepon : a. Kantor Pusat
: Sapta Mulia Centre Jl. Rw Gelam V- KI Pulogadung Jakarta Telp. 021 – 4618135
b. Kantor Cabang
: Jalan Pangeran Cinata, Dusun Raja, Desa Raja, Kecamatan Ngabang, Kabupaten Landak, Telp. 0562 – 22462
3. Keputusan IUPHHK HTI a. Nomor
: 329/Kpts-II/1998
b. Tanggal
: 27 Februari 1998
c. Luas Areal
: 113.196 ha
4. Kelas Perusahaan
: Pertukangan
5. Status Permodalan
: Swasta Nasional Murni
6. Kepemilikan Saham IUPHHK HTI - Direktur
: Iwan Djanuarsyah
- Direktur
: Julianto Koesnandar
7. Kepemilikan Industri : a. Terkait dengan industri
: PT. Dharma Satya Nusantara
b. Kepemilikan saham dengan industri
4.3
Letak Areal Kerja dan Luas Areal IUPHHK HTI yang akan dikelola oleh PT Nityasa Idola terletak di
dua administrasi pemerintahan otonom, yaitu Kabupaten Bengkayang dan Kabupaten Landak. Keduanya terletak di Provinsi Kalimantan Barat. Secara fisik, areal IUPHHK HTI PT Nityasa Idola dapat dikelompokkan ke dalam tiga bentang lahan yaitu satu bentang di Kabupaten Bengkayang dan dua bentang lahan di Kabupaten Landak. Keadaan fisik lapangan areal IUPHHK HTI PT Nityasa Idola secara singkat adalah sebagai berikut :
Areal kerja IUUPHHK-HTI PT. Nityasa Idola secara geografis terletak pada garis lintang 0°22‟48” - 01°04‟18” LU dan garis bujur 109°22‟ - 109°54‟ BT. Secara administrasi terletak di Provinsi Kalimantan Barat yaitu pada dua kabupaten yaitu Kabupaten Landak dan Kabupaten Bengkayang. Untuk di Kabupaten bengkayang wilayah mencakup Kecamatan Samalantan, Bengkayang, Ledo, Sanggau Ledo, Seluas, Sungai Raya, Capkala, Monterado, Teriak, Sungai Betung, Suti Semarang, Lumar, Jagoi Babang dan Siding. Sedangkan untuk di Kabupaten Landak, terletak di wilayah Kecamatan Kuala Behe, Air Besar, Sebangki, Ngabang, Meranti, Menyuke, Mempawah Hulu, Menjalin, Mandor dan Sengah Temila. IUPHHK-HTI PT. Nityasa Idola memiliki luas total areal konsesi sebesar 113.196 ha. 4.4
Kondisi Hutan Berdasarkan keputusan Menteri Kehutanan tentang penunjukkan Kawasan
Hutan dan Perairan untuk Provinsi Kalimantan Barat yang dituangkan dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan No 259/Kpts-II/2000 tanggal 20 Agustus tahun 2000 areal HTI PT Nityasa Idola berada di kawasan hutan produksi, dengan beberapa bagian dari areal tersebut juga terdapat areal dengan fungsi konservasi, yaitu hutan lindung serta penggunaan lain dalam hal ini transmigrasi. Keadaan hutan berdasarkan peta kawasan hutan dan perairan Provinsi Kalimantan Barat disajikan dalam Tabel 2. Tabel 2 Keadaan hutan pada areal kerja IUPHHK HT PT Nityasa Idola berdasarkan peta penunjukkan kawasan hutan dan perairan Provinsi Kalimantan Barat No .
Perkembangan Areal pada IUPHHK HT pada Hutan Tanaman 1 Posisi Awal (Keputusan IUPHHK HT) 2 Penambahan (Surat Menhut) Posisi Sekarang Total
HP
Fungsi Hutan HPT HL Hutan Konservasi
109.926
100.850
Sumber : Rencana Kerja Umum PT. Nityasa Idola
APL
3.270
5.511
5.134
1.701
5.551 113.196
5.134
1.701
Sementara itu dengan menggunakan Citra Landsat 7 ETM+Band 542, Path/Row 121/59 dan 121/60 liputan 31 Oktober 2008 diperoleh data sebagai berikut : Tabel 3. Keadaan penutupan lahan berdasarkan peta hasil penafsiran citra satelit No
1 2 3
4 5 6
Fungsi hutan
Hutan Produksi Tetap Hutan Produksi Terbatas Hutan Produksi yang dapat dikonversi Hutan Lindung Hutan Konservasi APL Jumlah
Areal Berhutan VF (Ha) LOA (Ha) 0 6.997
Areal Tak Berhutan (Ha) 90.831
Tertutup Awan (Ha) 3.002
0
0
0
0
0
0
0
0
0 0 0 0
131 472 95 7.695
3.424 4662 653 99.570
1.956 0 953 5.931
Sumber : Rencana Kerja Umum PT. Nityasa Idola
4.5
Kondisi Sosial Ekonomi Areal IUPHHK HTI PT. Nityasa Idola berada pada dua wilayah
Kabupaten, yaitu Bengkayang dan Landak. Secara potensi, keadaan sosial dan ekonomi kedua kabupaten tersebut akan mempengaruhi perkembangan PT Nityasa Idola terutama dari segi penyediaan tenaga kerja dan penilaian terhadap besarnya kontribusi PT Nityasa Idola kepada pengembangan ekonomi regional. Potensi sosial dan ekonomi di kedua kabupaten tercermin pada kondisi demografi dan fasilitas sebagaimana disajikan pada Tabel 7. Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkayang (Bengkayang dalam Angka 2007) memproyeksikan untuk dua kecamatan yang terletak dan atau berdekatan dengan areal IUPHHK HT PT. Nityasa Idola, jumlah penduduk tahun 2006 adalah 32.791 jiwa, dengan tingkat kepadatan 51 jiwa per km2. Dengan menggunakan angka rata-rata Kabupaten Bengkayang di kedua kecamatan ini penduduk usia produktif diperkirakan berjumlah 19.361 orang dengan sekitar 21 persennya termasuk dalam usia sekolah.
Sementara untuk Kabupaten Landak, enam kecamatan yang terletak dan atau berada di Kabupaten Landak, luasnya 6.884 km2 atau 69% dari luas kabupaten dengan jumlah penduduk menurut proyeksi Badan Pusat Statistik Kabupaten Landak (Kabupaten Landak dalam angka 2007) sebanyak 238.062 jiwa atau 73% dari jumlah penduduk Kabupaten Landak, dengan kepadatan 35 jiwa per km2. Dengan menggunakan rata-rata angka Kabupaten, penduduk usia produktif berjumlah 154 ribuan. Tabel 4 Jumlah penduduk, agama, mata pencaharian dan fasilitas umum No. 1
2
Uraian
Satuan
Jumlah Penduduk Orang - Total Anak-anak (<17 tahun) Orang - Laki-laki Orang - Perempuan Angkatan Tidak Produktif (<55 tahun) Orang - Laki-laki Orang - Perempuan Agama dan Aliran Kepercayaan Orang - Islam Orang - Katolik/Protestan Orang - Lain-lain
Sumber : Rencana Kerja Umum PT. Nityasa Idola
Jumlah Bangkayang* Landak*
Total
211.883
323.075
234.958
125.992 100.172
162.300 120.351
268.272 250.723
3.117 2.602
5.675 4.749
8.792 7.351
67.569 139.864 4.450
50.268 269.679 3.128
117.837 409.543 7.587
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.2
Karakteristik Responden
5.2.1 Umur Responden Responden adalah masyarakat peserta kegiatan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) yang berasal dari desa binaan IUPHHK-HTI PT. Nityasa Idola. Usia responden yang diambil antara 25-64 tahun. Distribusi responden menurut kelompok umur dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Distribusi responden menurut kelompok umur Kelompok umur (tahun) 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 >70 Total
Selange n 4 8 11 3 4 0 30
% 13,33 26,67 36,67 10,00 13,33 0,00 100,00
Ampadi n 4 11 7 7 1 0 30
% 13,33 36,67 23.33 23,33 3,33 0,00 100,00
Total Responden n 8 19 18 10 5 0 60
% 13,33 31,67 30,00 16,67 8,33 0.00 100,00
Pada Tabel 5 menunjukkan bahwa pada umumnya jumlah responden berada pada kelompok 30-39 tahun (31,67%). Menurut Suyono (1991) usia produktif adalah usia yang berada diatas 17 tahun dan kurang dari 50 tahun, sehingga responden pada umumnya masih produktif untuk bekerja. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi di lapangan bahwa responden pada umumnya masih produktif untuk bekerja
5.2.2 Pendidikan Responden Responden pada umumnya sudah memiliki kemampuan baca tulis walaupun masih ada yang berpendidikan SD atau bahkan tidak tamat. Untuk lebih jelasnya tingkat pendidikan responden dapat dilihat pada Tabel 6. Pada tabel
tersebut menunjukkan bahwa pada umumnya (48,33%) responden tidak bersekolah. Tabel 6 Distribusi responden berdasarkan tingkat pendidikan Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD SMP SMA Diploma Sarjana Total
Selange N %
N
16 8 0 5 1 0 30
13 11 3 3 0 0 30
53,33 26,67 0,00 16,67 3,33 0,00 100,00
Ampadi % 43,33 36,67 10,00 10,00 0,00 0,00 100.00
Total Responden N % 29 19 3 8 1 0 60
48,33 31,67 5,00 13,33 1,67 0,00 100,00
Pada tabel 6 menunjukkan bahwa tingkat pendidikan responden pada umumnya (48,33%) tidak bersekolah dan (31,67%) hanya tamat SD, artinya pendidikan masyarakat di desa sampel masih termasuk rendah. Rendahnya tingkat pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan masyarakat di dalam dan sekitar hutan sangat dipengaruhi oleh tata nilai dan tradisi nenek moyangnya yang cenderung primitif dan tradisional, sehingga kesadaran masyarakat akan pendidikan masih rendah. Hal ini terlihat dari sebagian besar masyarakat hanya berpendidikan SD bahkan lebih besar tidak bersekolah, sehingga sumberdaya yang sesungguhnya produktif yang dimilikinya belum bisa dikelola dan dimanfaatkan secara optimal untuk meningkatkan kualitas hidupnya. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat juga disebabkan oleh sarana pendidikan yang kurang memadai, hal ini terlihat dari minimnya sarana pendidikan, lokasi desa yang menyebar dengan konsentrasi penduduk yang kecil, jumlah sekolah yang terbatas, jumlah guru yang terbatas, dan sekolah-sekolah lanjutan yang hanya berada di pusat kecamatan dengan jumlah yang terbatas. Di Desa Selange dan Ampadi masing-masing memiliki satu sekolah SD, sedang SMP berada di kecamatan dan hanya terdapat 1 SMP dan belum terdapat SMA. Saat ini SMA berada di kecamatan lain. Disamping keterbatasan sarana pendidikan tersebut, akses yang jauh ke sekolah juga menjadi penghambat bagi masyarakat untuk bersekolah. Kesejahteraan masyarakat desa binaan PT. Nityasa Idola bila
dilihat dari tingkat pendapatan dan tingkat pendidikan yang masih rendah maka dapat disimpulkan bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat desa binaan PT. Nityasa Idola juga masih rendah. 5.2.3
Mata Pencaharian Responden Mata pencaharian responden dapat dikategorikan menjadi dua kelompok,
yaitu dari usahatani dan non usahatani. Mata pencaharian dari usaha tani adalah hasil pertanian seperti perladangan dan perkebunan, sedangkan contoh non usahatani adalah berdagang, PNS, guru honor, karyawan perusahaan, tukang kayu, tukang urut, wiraswastawan lainnya. Sumber pendapatan utama sebagian besar responden adalah dari usahatani. Distribusi mata pencaharian/sumber pendapatan dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7 Distribusi responden berdasarkan mata pencaharian Mata Pencaharian Usahatani Nonusahatani Total
Selange n % 23 76,67 7 23,33 30 100,00
n 29 1 30
Ampadi % 96,67 3,33 100,00
Total Responden n % 52 86,67 8 13,33 60 100,00
Pada Tabel 7 terlihat bahwa sumber pendapatan responden pada umumnya berasal dari usahatani (86,67%). Usaha di sektor pertanian pada umumnya juga dilakukan oleh responden yang memiliki mata pencaharian di sektor non pertanian, namun sifatnya hanya sekedar sampingan yang berfungsi sebagai tambahan penghasilan rumah tangga. 5.3
Kesejahteraan Desa Binaan PT. Nityasa Idola Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 69/Kpts-II/1995,
salah satu tujuan dari kegiatan PMDH adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari tingkat pendapatan masyarakat. Sumber pendapatan masyarakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan dari dalam hutan dan dari luar hutan. Sumber pendapatan dari dalam hutan yaitu, pemanfaatan kayu, karet, dan buruh tanam. Sumber pendapatan dari luar hutan terdiri dari sawit, berdagang, karyawan perusahaan, PNS, dan swasta.
Namun sumber kebutuhan masyarakat di dalam hutan lebih besar, hal ini berdasarkan hasil persepsi masyarakat yang tertuang pada Tabel 8. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa kebutuhan masyarakat akan hutan berdasarkan persepsi masyarakat adalah sebesar 53,33% terpenuhi dan 46,67% terkadang terpenuhi. Tabel 8 Tingkat ketergantungan masyarakat terhadap hutan kebutuhan di hutan terpenuhi kadang-kadang tidak terpenuhi Total
n 18 12 0 30
Selange % 60,00 40,00 0,00 100,00
n 14 16 0 30
Ampadi % 46,67 53,33 0,00 100,00
Total Responden n % 32 53,33 28 46,67 0 0,00 60 100,00
Dengan demikian, pendapatan masyarakat terbesar berada di dalam hutan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 9. Dari data tersebut diketahui bahwa tingkat pendapatan masyarakat rata-rata terbesar berasal dari PNS yakni sebesar Rp. 1.450.000,00, namun dengan tingkat pendidikan rendah, hanya sebagaian kecil saja yang pekerjaannya sebagai PNS. Tingkat perolehan pendapatan rata-rata pada masing-masing Desa adalah sebesar Rp. 779.940,48 untuk Desa Selange dan Rp. 460.535,71 untuk Desa Ampadi. Hal ini menunjukkan tingkat pendapatan masyarakat Desa Selange lebih besar dari Desa Ampadi. Tabel 9 Pendapatan masyarakat Pendapatan Masyarakat
nilai Rp/bulan Selange
a. Dari dalam hutan 1. Kayu 2. Karet sub total dari dalam hutan b. Dari luar hutan 1. Berdagang 2. Karyawan perusahaan 3. PNS 4. Pegawai swasta sub total dari luar hutan Total rata-rata pendapatan
Ampadi
Rp Rp Rp
500.000,00 407.142,86 907.142,86
Rp Rp Rp
475.000,00 360.000,00 835.000,00
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
675.000,00 797.500,00 1.450.000,00 850.000,00 3.772.500,00 4.679.642,86 779.940,48
Rp Rp Rp Rp Rp Rp Rp
507.142,86 500.000,00 1.007.142,86 1.842.142,86 460.535,71
Jika dibandingkan dengan tingkat Upah Minimum Regional Kabupaten Landak sebesar Rp. 945.000, maka pendapatan masyarakat Desa Selange maupun Desa Ampadi masih terbilang miskin. Perbandingan tingkat pendapatan dan UMR dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Perbandingan antara rataan pendapatan rumah tangga dengan UMR. Pada gambar 3S terlihat bahwa rataan pendapatan rumah tangga dari total responden berada di bawah Upah Minimum Regional (UMR), artinya bahwa pendapatan masyarakat desa binaan PMDH PT. Nityasa Idola memiliki pendapatan yang masih rendah. Dari Gambar 3 terlihat bahwa responden Desa Selange memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan responden Desa Ampadi Hal ini juga dapat dilihat dari tingkat pengeluaran masyarakat di masingmasing desa yang cenderung masih di atas penghasilan mereka, yakni 71,67% berada pada tingkat pengeluaran Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000. Tingkat pengeluaran masyarakat dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Tingkat pengeluaran masyarakat Pengeluaran per bulan < 1000000 1000000-2000000 >2000000 Total
n 1 23 6 30
Selange % 3,33 76,67 20,00 100,00
n 3 20 7 30
Ampadi % 10,00 66,67 23,33 100,00
Total Responden n % 4 6,67 43 71,67 13 21,67 60 100,00
Pada tabel tersebut memperlihatkan bahwa kondisi pemenuhan kebutuhan hidup masyarakat dilihat dari tingkat pendapatannya dan jika membandingkan dengan
tingkat
pengeluaran
yang cenderung relatif,
maka
masyarakat
beranggapan bahwa 43,33% terkadang kurang, 23,22% selalu kekurangan, dan 31,67% berimbang. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat ketercukupan pemenuhan kebutuhan masyarakat masih kurang, sehingga perlu adanya pembinaan dan pemberdayaan
dalam
upaya
peningkatan
ekonomi
masyarakat.
Kondisi
pendapatan dan pengeluaran per bulan dapat dilihat pada Tabel 11. Tabel 11 Kondisi pendapatan dan pengeluaran per bulan Kondisi Pendapatan dan Pengeluaran Selalu kekurangan Terkadang kekurangan Seimbang Berlebih Total
n 1 10 18 1 30
Selange % 3,33
n 13
33,33 60,00 3,33 100,00
16 1 0 30
Ampadi % 43,33 53,33 3,33 0,00 100,00
Total Responden n % 14 23,33 26 19 1 60
43,33 31,67 1,67 100,00
Dari kekurangan pendapatan masyarakat ini biasanya akan tertutupi dengan penjualan tanah milik atau meminjam uang pada koperasi (credit union). Kondisi kesejahteraan masyarakat ini pula dapat dilihat berdasarkan bentuk bangunan tempat tinggal masyarakat. Mayoritas masyarakat tinggal pada lahan atau rumah milik sendiri. Biasanya rumah tempat tinggal mereka sudah turun temurun atau warisan namun ada juga yang baru membangun kembali. Berdasarkan data dari responden, sebanyak 53,33% masyarakat memiliki rumah sederhana yang terbuat dari kayu atau bambu. Rumah tersebut berbentuk rumah panggung yang menjadi ciri khas daerah tersebut. Sedangkan masyarakat memiliki bangunan semi permanen, yakni terbuat dari kayu dan semen sebesar 46,67%. Berdasarkan data tersebut, dapat diketahui bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat di daerah tersebut masih rendah dan perlu adanya peningkatan perekonomian masyarakat dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat. Analisis bentuk bangunan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12 Bentuk bangunan rumah Bentuk Bangunan Rumah Sederhana (bangunan rumah berasal dari bamboo/kayu) Semi permanent (bamboo/kayu dan semen) Permanent (bangunan rumah sudah permanent)
Total
Selange %
n
Ampadi %
n
Total Responden n %
9
30,00
23
76,67
32
53,33
21
70,00
7
23,33
28
46,67
0 30
0,00 100,00
0 30
0,00 100,00
0 60
0,00 100,00
Masyarakat di daerah penelitian adalah penduduk asli setempat (suku dayak) yang sudah tinggal semenjak mereka lahir. Hal ini memunculkan keterikatan akan daerah yang dihuninya dan terhadap pemanfaatan sumberdaya lahan di sekitarnya. Sebagian besar penduduk hidup dari mata pencaharian bertani sehingga kesejahteraan responden tergantung pada luas kepemilikan lahan yang dimilikinya. Status kepemilikan lahan responden merupakan lahan milik sendiri. Lahan-lahan milik tersebut pada umumnya berasal dari buka lahan sendiri/garap lahan sendiri. Asal kepemilikan lahan responden dapat dilihat dalam Tabel 13. Tabel 13 Asal kepemilikan lahan responden Asal Kepemilikan Lahan Membuka hutan Membeli Warisan Total
Selange n 7 0 23 30
% 23,33 0,00 76,67 100,00
Ampadi n 9 0 21 30
% 30,00 0,00 70,00 100,00
Total Responden n 16 0 44 60
% 26,67 0,00 73,33 100,00
Dari tabel tersebut dapat dilihat bahwa pada umumnya asal kepemilikan lahan responden berasal dari warisan (73,33%). Kepemilikan lahan dari warisan di desa selange (76,67%), sedangkan di desa Ampadi (70%). Sebagian besar masyarakat di daerah tersebut masing-masing telah memiliki lahan, baik untuk tempat tinggal, berladang, karet, dan lainnya yang
belum dimanfaatkan lahan tersebut diperoleh turun-temurun berdasarkan warisan dari orang tua atau membeli lahan milik warga lainnya. Namun lahan tersebut tidak dalam aturan yang jelas dan memiliki kekuatan hukum, seperti adanya sertifikat hak milik atau surat keterangan kepemilikan lahan lainnya. Warga mengandalkan saling kepercayaan antar warga yang berbatasan langsung dengan lahannya. Dengan tidak adanya kekuatan hukum dalam kepemilikan lahan dan hanya mengandalkan kepercayaan antar warga mengenai batas lahan, maka sering menimbulkan konflik tata batas. Konflik ini biasa terjadi antar warga atau antara warga dengan perusahaan. Permasalahan konflik tata batas ini biasanya akan diselesaikan secara kekeluargaan melalui hukum adat. Perusahaan telah berupaya membantu masyarakat untuk meningkatkan perekonomian masyarakat dengan membuka peluang kerja dan membangun kerjasama dalam pemanfaatan lahan masyarakat untuk ditanam pohon sengon. Hal ini disambut positif oleh masyarakat, namun masih ada pula masyarakat yang belum mau mengkerjasamakan lahan mereka untuk ditanam sengon. Masyarakat yang mengkerjasamakan lahannya ini dipengaruhi oleh keinginan memperoleh ganti rugi lahan dan memang masih banyak lahan kosong yang tidak digunakan. Sedangkan warga yang tidak mengkerjasamakan lahannya beralasan, lahan yang dimilikinya kecil dan masih ditumbuhi oleh tanaman karet, dan menurutnya karet masih lebih menguntungkan dan memperoleh hasil yang lebih cepat. Selain itu, masyarakat merasa dengan melihat beberapa kasus, lahan yang sudah ditanami sengon tidak dilakukan perawatan, sehingga tanaman tidak tumbuh optimal. Tanaman yang tidak tumbuh optimal ini nantinya justru tidak menguntungkan masyarakat pada saat dilakukan pemanenan. Berdasarkan data dari perusahaan, sampai saat ini target tanam perusahaan per tahunnya sebesar 5700 hektar, namun pencapaian pada tahun 2008 sebesar 284 hektar, tahun 2009 sebesar 1467 hektar, dan sampai bulan april 2010 sebesar 237 hektar. Hal ini berbeda dengan keinginan kerjasama lahan oleh masyarakat, dan hampir seluruh areal kerja yang diizinkan berada di atas lahan yang di klaim milik masyarakat. Adapun keuntungan yang dijanjikan perusahaan yang akan didapatkan oleh masyarakat tertuang dalam mata beliung atau surat perjanjian kerjasama lahan, diantaranya adalah setiap satu hektar lahan akan diberikan pengganti
sebesar Rp. 60.000, penjarangan tanaman yang dilakukan setengah daur (4 tahun) sebesar Rp. 2.500/m3, penebangan saat pemanenan (8 tahun) sebesar Rp. 5.000/ meter kubik, dan pemberian bibit karet gratis sebanyak 21 batang/ha. Keuntungan lain adalah lahan itu tetap milik masyarakat dan perjanjian akan berlaku setiap satu daur (8 tahun), disamping ada pemasukan lain masyarakat yang didapat dari perusahaan, yakni jika mengerjakan lahannya sendiri untuk kegiatan pembinaan hutan. Namun penawaran perusahaan tersebut masih dirasakan tidak puas oleh masyarakat 61,67% dan hanya 35% yang menyatakan puas. Ketidakpuasan ini dipengaruhi oleh hasil upah ganti rugi lahan yang kecil dan proses pembayaran yang lama, dan hasil panen yang juga lama. Tingkat kepuasan ganti rugi lahan dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14 Tingkat kepuasan ganti rugi lahan. Kepuasan Ganti rugi lahan Puas tidak puas tidak tahu Total 5.4
Selange N 7 21 2 30
% 23,33 70,00 6,67 100,00
Ampadi N 14 16 0 30
% 46,67 53,33 0,00 100,00
Total Responden N 21 37 2 60
% 35,00 61,67 3,33 100,00
Analisis Penyelenggaraan Kegiatan PMDH Perusahaan telah melakukan berbagai kegiatan Pembinaan Masyarakat
Desa Hutan (PMDH) yang sesuai dengan rencana perusahan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2010. Namun kegiatan tersebut belum berjalan efektif dan optimal sehingga perlu dilakukan evaluasi kegiatan, baik yang sudah berjalan maupun yang belum berjalan. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 15. 5.5
Analisis Masalah dan Konflik Permasalahan-permasalahan penyelenggaraan PMDH berasal dari pihak
masyarakat sebagai peserta PMDH dan perusahaan pemegang IUPHHK-HT sebagai pelaksana kegiatan PMDH. Jika tidak diatasi akan menghambat kegiatan perusahaan lainnya. Analisis terhadap permasalahan tersebut dijelaskan pada Tabel 16.
Tabel 15 Rencana kegiatan perusahan dalam Rencana Kerja Tahunan (RKT) 2010 dan evaluasi kegiatan No. 1
2
Judul Program Meningkatkan kapasitas karyawan perusahaan dalam pengembangan masyarakat
Tersediannya sistem operasi bisnis
-
Uraian Pelatihan Pengembangan masyarakat Training for trainer Pelatihan konsep pemberdayaan masyarakat Pelatihan konsep dan program kelompok swadaya masyarakat Merancang prosedur pembuatan sistem operasi bisnis secara partisipatif Membuat aturan kerjasama bersama petani Membuat standar kerja dan mekanisme kerja bersama petani
-
-
3
Tersediannya rencana program pengembangan pertanian berkelanjutan
-
Melakukan pemetaan kebun sengon, padi, karet dan palawija Merumuskan masalah, kebutuhan dan sumberdaya kebun petani Menyusun rencana kegiatan kebun tahunan
-
-
Evaluasi Belum optimalisasi program karena orang-orang yang terpilih belum mampu mentransfer informasi yang didapat dari pelatihan tersebut Tidak adanya tindak lanjut dan pendampingan dari program tersebut Sistem operasi yang dibangun adalah dalam bentuk kerjasama lahan (tertuang dalam perjanjian mata beliung), aturan kerja dan pembayaran upah pegawai lepas (pembukaan lahan dan pemeliharaan) Upah kerja pegawai lepas yang masih rendah Kegiatan pemeliharaan yang belum berjalan optimal, hal ini yang menyebabkan masyarakat tidak mau mengkerjasamakan lahannya untuk ditanam sengon. Bahwa aturan dari pemerintah dalam kegiatan pembukaan lahan tidak diboleh dilakukan dengan cara dibakar, namun berbeda dengan masyarakat yang lebih sering membuka lahan untuk ditanam dengan dibakar. Alasannya adalah jika lahan dibakar, maka lebih meningkatkan kesuburan tanah. Mekanisme pembayaran upah atau ganti rugi lahan relatif lebih lama, Perlu adanya pemahaman dan sosialisasi epada masyarakat Kegiatan pemetaan sudah dilakukan, untuk membagi kawasan yang dimungkinkan untuk ditanam sengon, namun masih belum terealisasi karena masih ada lahan yang tumpang tindih, misalnya pada tanaman karet. Kemudian masih sedikit keinginan warga untuk mengkerjasamakan lahannya ditanam sengon Rencana kegiatan kebun tahunan tidak berjalan secara optimal, saat ini perusahaan sedang membuat berbagai demplot pertanian sebagai contoh kepada masyarakat. Namun persepsi masyarakat saat ini
36
Tabel 15 (lanjutan) No.
4
5
Judul Program
Tersediannya produktif
lahan
pertanian
Uraian
yang
Pengembangan pertanian berkelanjutan
-
Mempersiapkan bibit jagung (400 kg) Mempersiapkan bibit kacang tanah Membeli bibit padi Membuka lahan Mempersiapkan pupuk organik dan biopestisida Memelihara kebun Menanam kebun Memanen kebun Mengelola hasil kebun (pasca panen) Memasarkan produk Peningkatan kompetensi petani dalam pengembangan teknologi budidaya Merancang pelatihan budidaya padi, palawija, sengon, dan karet Pelatihan budidaya tumpang sari Mendirikan pondok pertemuan di setiap dusun Pendampingan petani dalam pengembangan budidaya Peningkatan kompetensi petani dalam pengembangan manajemen usaha tani dan konservasi lahan Peningkatan kompetensi petani dalam pengembangan kepemimpinan dan kewirausahaan Terbangunnya kelompok swadaya masyarakat
-
-
-
-
6
Mendorong kesadaran dan arti penting pendidikan
-
Beasiswa anak sekolah (SMP) Beasiswa anak sekolah (SMK) Honor guru bantu Pemutaran film pendidikan
-
Evaluasi adalah kegiatan pertanian dengan sistem berladang berpindah tidak hanya dilihat dari sisi ekonominya saja, namun dari segi budaya yang menjadi tradisi, bahkan dirayakan setiap tahunnya. Kegiatan ini belum berjalan, namun bantuan ini sudah pernah dilakukan oleh pemerintah daerah setempat. Bantuan ini dinilai masyarakat tidak efektif, karena pada saat itu, bibit hanya diberikan, namun tidak ada pendampingan dan pelatihan, sehingga bibit tidak termanfaatkan dengan baik. Sampai saat ini bantuan bibit dari perusahaan diberikan pada masyarakat yang ingin membuat demplot pertanian menetap. Kebisaaan pertanian masyarakat di daerah tersebut dilakukan dengan sistem pertanian berladang berpindah. Saat ini perusahaan telah memperkenalkan sistem pertanian menetap, namun masyarakat belum tertarik dengan sistem yang baru ini jika belum ada bukti. Kegiatan pertanian dengan sistem berladang berpindah, bagi masyarakat bukan hanya dinilai dari sisi ekonomi saja, namun juga dari sisi budaya, karena sudah menjadintradisi yang turun temurun, bahkan dirayakan setiap tahunnya dengan hari raya padi. Pembuatan demplot pertanian dengan sistem pertanian menetap ini dilakukan dengan membentuk kelompok masyarakat. Dengan banyaknya desa binaan, dan kurangnya personil bidang CSR, maka pendampingan tidak berjalan optimal, sehingga kelompok yang terbentuk pun masih sedikit. Beasiswa hanya diberikan kepada pelajar berprestasi. Honor guru bantu sudah diberikan bagi guru SD honorer di setiap sekolah. Pemberian honor ini tidak diketahui secara umum oleh masyarakat, sehingga
37
Tabel 15 (lanjutan) No.
Judul Program
Uraian -
7
Mendukung keagamaan
perkembangan
8
Seminar penguatan hukum adat
9
Meningkatakan masyarakat
derajat
kegiatan
kesehatan
-
Pembangunan tempat ibadah Peringatan hari besar keagamaan
-
-
Honor pembicara Uang saku peserta Konsumsi peserta Penginapan Tindakan medis Pembuatan mck Kesehatan ibu dan anak/kegiatan posyandu
-
-
-
10
Membantu peningkatan sarana umum
-
Perbaikan jalan kampung Pengadaan air bersih
-
Evaluasi citra positif yang terbangun kecil. Pemutaran film pendidikan belum dilakukan, dikarenakan kondisi waktu. Perusahaan belum memberikan bantuan bagi pembangunan tempat ibadah, dengan alasan tidak adanya pengajuan anggaran ke mereka. Sedangkan masyarakat hanya menunggu bantuan yang diberikan. Namun dalam pelaksanaan peringatan hari besar agama, perusahaan memberikan bantuan untuk kegiatan keagamaan tersebut sesuai dengan pengajuan masyarakat. Belum pernah dilakukan karena kondisi waktu, berbagai masalah lain yang harus diselesaikan terlebih dahulu. Sehingga program ini tidak menjadi prioritas. Bantuan medis yang diberikan perusahaan hanya pada pengadaan transportasi dari rumah warga yang cukup jauh dari puskesmas setempat atau rumah sakit Untuk pembuatan mck belum dilakukan perusahaan dengan alasan tidak adanya pengajuan dari masyarakat. Sedangkan untuk bantuan kesehatan dalam kegiatan posyandu belum berjalan. Pernah ada komunikasi dan janji dari perusahaan akan memberikan bantuan, namun belum terealisasi. Bantuan yang paling besar yang diberikan perusahaan adalah pembukaan akses jalan. Akses selain dilakukan untuk mempermudah transportasi kegiatan perusahaan, namun juga mempermudah akses bagi masyarakat. Namun yang dikeluhkan masyarakat saat ini adalah tidak adanya perbaikan dan perawatan jalan atau jembatan yang rusak. Sedangkan keinginan perusahaan adalah jalan tersebut dirawat bersama oleh masyarakat tanpa menuntut kepada perusahaan.
38
Tabel 15 (lanjutan) No. 11 12
Judul Program Membangun komunikasi masa di radio kumunitas “banua cordis” Pelatihan pengurus koperasi (Pembentukan koperasi mitra perusahaan)
13
Pelatihan manajemen dan kepemimpinan koperasi
14
Pelatihan teknis dan pengembangan kapasitas petani (Pelatihan kapasitas pertanian di KPPT)
15
Pelatihan teknis corporate forum comummunitydevelopment (CFCD)
16
Pertemuan untuk persiapan kajian sosial
for
-
Uraian Talkshow kemitraan di radio komunitas “banua cordis” Pembuatan film documenter NI Pemilihan calon pengurus koperasi dari masyarakat Pengajuan legalitas/badan hukum ke notaris Pengajuan legalitas koperasi ke desperindagkop Bantuan modal awal koperasi
-
Honor trainer Uang transport peserta Material pelatihan dan fotocopy handout Uang saku peserta Biaya training 3 bulan di kppt Tiket Pontianak jogja pp travel jogja-salatiga pp Uang saku peserta
-
-
-
-
Pelatihan teknis CFCD Di Bogor Visitasi tokoh masyarakat/agama (relationship) Studi banding tokoh masyarakat untuk pengenalan industri di Surabaya Pelatihan MQ di Bandung
-
Penyebaran quisioner Pembuatan peta situasi Pendataan potensi lahan
-
-
-
Evaluasi Kerjasama ini belum berjalan, karena keterbatasan personil yang ada. Masyarakat masih belum paham dan yakin dengan sistem koperasi yang diperkenalkan. Sulitnya mengumpulkan masyarakat dalam suatu kelompok dan menjalankan sistem koperasi. Mereka cenderung menjalankan sistem ekonomi mereka sendiri secara kekeluargaan Sampai saat ini koperasi belum terbentuk sehingga program ini belum berjalan.
Kegiatan ini sudah berjalan dengan mengirimkan peserta ke salatiga. Namun saat ini tidak ada tindak lanjut dan pendampingan program. Mereka belum melakukan pemberdayaan masyarakat untuk pertanian sistem menetap dikarenakan tidak difasilitasi dan tidak ada modal dari perusahaan. Sedangkan harapan perusahaan adalah mereka bisa lebih mandiri setelah mengikuti program tersebut. Perusahaan telah melakukan kegiatan kunjungan dan pelatihan manajemen diri bagi masyarakat. Tujuannya adalah memberikan pemahaman kepada tokoh masyarakat kegiatan perusahaan yang mampu memberikan dampak dan keuntungan yang positif bagi masyarakat. Sehingga tokoh masyarakat ini dapat mengajak warganya untuk mengkerjasamakan lahan dengan perusahan untuk ditanam sengon. Namun hal ini belum berjalan optimal, tokoh masyarakat tersebut ternyata belum mampu mengarahkan warganya, karena keinginan masyarakat yang besar dan kebiasaan tradisi mereka. Belum terlaksana. Hal ini dikarenakan kurangnya personil dan tenaga ahli untuk menganalisa tersebut. Sehingga program PMDH yang berjalan dilihat
39
Tabel 15 (lanjutan) No.
17
18
Judul Program
Pemantapan pembayaran
akhir
dan
Operasional tenaga lapangan
Pembayaran-
-
Uraian Pembuatan kelompok kerja
-
Pembayaran mata beliung Materai Pengadaan dan distribusi karet unggul Resolusi konflik lahan
-
-
Upacara bunuh adat Naik dango Sosialisasi rutin dengan masyarakat Kontribusi ritual adat musiman
-
-
-
Evaluasi berdasarkan aturan yang ada dan diskusi dengan tokoh masyarakat. Mata beliung, adalah surat perjanjian kerjasama antara masyarakat dan perusahaan. Pembayaran mata beliung masih relatif lebih lama Pengadaan karet diberikan pada warga yang telah mengkerjasamakan lahannya untuk ditanam sengon, yakni 21 batang per hektar. Namun dalam distribusinya belum optimal, masih banyak warga yang belum memperoleh bibit karet setelah satu tahun perjanjian kerjasama. Perusahaan juga memberikan bantuan untuk masyarakat, baik itu pada kegiatan adat atau pada kegiatan keagamaan. Sosialisasi rutin ke masyarakat tidak berjalan secara optimal, bahkan terkadang informasi yang diberikan karyawan lapangan pun terbatas dan cenderung negatif. Hal ini disebabkan karyawan khusus dibidang CSR sedikit dan tidak bisa menjangkau seluruh desa.
40
Tabel 16 Analisis permasalahan dan konflik yang pernah terjadi No
Lahan
Hubungan Kerja
Kesehatan
Pendidikan
Organisasi dan regulasi
Ekonomi, Sosial Budaya
1
Areal kerja perusahaan sebagian besar berada pada lahan yang diklaim milik masyarakat
Sedikit masyarakat yang mengelola lahannya sendiri untuk tanaman sengon karena upah kerja pengelolaan lahan yang rendah
Kebiasaan masyarakat mengkonsumsi obat (puyer/tablet) setiap hari dan minum arak
Motivasi belajar masyarakat rendah
Kurangnya karyawan bidang sosial jika dibandingkan banyaknya desa binaan
Pengangguran yang tinggi, dengan basis ekonomi pada pertanian
2
Belum adanya legalisasi lahan milik masyarakat
Keterlambatan pembayaran mata beliung sebagai ganti rugi lahan
Lokasi sarana kesehatan yang jauh dari desa
Sarana pendidikan yang kurang memadai dengan lokasi yang jauh
Pendapatan masyarakat yang masih rendah
3
Ganti rugi lahan yang dinilai masyarakat masih rendah
Pemeliharaan tanaman yang tidak dilakukan
Kebiasaan masyarakat memelihara hewan (babi dan anjing) tanpa kandang
Tingkat pendidikan yang rendah
4
Lahan yang ingin dikerjasamakan masih banyak ditanami pohon karet
Demplot pertanian sebagai upaya penyelesaian masalah perladangan berpindah yang belum optimal
Bantuan kesehatan (misalnya posyandu) yang belum diberikan oleh perusahaan
Kurangnya media informasi bagi masyarakat
Produktivitas dan kemampuan kerja karyawan perusahaan (terutama yang berasal dari masyarakat setempat) di lapangan masih kurang Kurangnya koordinasi antara perusahaan, pemerintah daerah, dan aparat desa dalam pelaksanaan program PMDH belum optimalnya peran serta tokoh masyarakat dalam pengembangan HTI dan PMDH
5
Pembukaan lahan yang dilakukan masyarakat untuk berladang dengan cara dibakar
Transportasi untuk kesehatan harus setiap saat tersedia oleh perusahaan, karena pernah terjadi konflik terkait masalah tersebut
Bantuan pendidikan yang belum menyeluruh pada siswa, hanya berupa bantuan untuk guru honor
Pola pikir masyarakat yang tradisional dengan gaya hidup modern
Kurangnya sosialisasi program PMDH sehingga masyarakat tidak tahu kegiatan PMDH
41
5.5.1 Identifikasi Masalah Pada Peserta PMDH (masyarakat) Salah satu bentuk kegiatan PMDH PT. Nityasa Idola adalah pembinaan pertanian menetap. Pada saat ini telah dilakukan pembuatan demplot pertanian menetap sebagai contoh bagi masyarakat. Namun kegiatan tersebut belum berjalan dengan optimal, karena partisipasi masyarakat yang masih kurang karena menilai pertanian menetap sulit untuk dilakukan. Selain itu masyarakat belum percaya jika belum melihat hasilnya secara langsung. Hal ini disebabkan adanya anggapan dari masyarakat bahwa pola perladangan berpindah yang selama ini dilakukan sudah menjadi tradisi yang turun-temurun dan lebih menguntungkan dengan alasan sebagai berikut: a.
Pola perladangan berpindah lebih mudah dan praktis karena dengan perlakuan minim mampu berproduksi tinggi
b.
Hama dan penyakit tanaman pada pola perladangan berpindah lebih kecil
c.
Pengelolaan lahan yang intensif memerlukan teknologi yang sulit dan biaya yang besar Asumsi masyarakat tersebut sangat wajar karena rendahnya pengetahuan
dan keterampilan yang dimiliki serta pengaruh budaya yang melekat secara turuntemurun. Kondisi sosial budaya masyarakat setempat belum dapat sepenuhnya menerima perubahan dan inovasi dari luar secara positif dan cepat. Dilihat dari kultur pengelolaan usaha, masyarakat desa di dalam areal hutan dalam mengusahakan usahanya masih mengikuti adat atau tradisi nenek moyang secara turun-temurun, masih sulit menerima perubahan-perubahan dari luar. Pola usahatani yang diterapkan oleh masyarakat tersebut pada umumnya bersifat ekstensif dan tanpa perlakuan-perlakuan intensif. Tahap pengerjaan lahan sangat tidak efisien, misalnya dalam pembukaan lahan sampai dengan penanaman memerlukan waktu sampai empat bulan, dalam pemanenan diperlukan waktu sampai dua bulan. Frekuensi panen pun hanya satu tahun sekali dengan produktivitas yang rendah. Pengeluaran biaya relatif besar karena mengikuti tradisi dan ritual yang harus dilakukan. Hal-hal tersebut sebenarnya sudah disadari masyarakat, dengan kerugian masyarakat karena pengeluaran biaya yang besar tapi hasil panen yang lebih rendah dari pengeluaran. Karena permasalahan
tersebut, maka pada awal tahun 2010 dilakukan pelatihan pertanian bagi beberapa warga masyarakat
di Salatiga, Jawa Tengah, dengan harapan dapat memberikan
contoh kepada warga masyarakat lain di desanya. Namun hal ini masih belum berjalan dengan baik, karena menurut para peserta pelatihan, mereka tidak difasilitasi baik dari dana maupun kebutuhan alat pertanian. Luasnya areal yang dimiliki setiap masyarakat, tidak hanya dimanfaatkan untuk lahan pertanian tapi juga lahan dikerjasamakan untuk ditanam pohon sengon sebagai mitra perusahaan dan sebagai penambah pendapatan, sebagian lahan ditanam pohon karet. Desa-desa binaan PT. Nitysa Idola umumnya mempunyai aksesibilitas yang cukup baik. Pembukaan jalan ini dilakukan oleh perusahaan sebagai tanggungjawab sosial kepada masyarakat. Aksesibilitas ini sangat penting berkaitan dengan kegiatan pelaksanaan PMDH di desa-desa binaan serta berkaitan dengan pengangkutan yang diperlukan untuk sarana produksi usaha tani, mengangkut hasil-hasil pertanian, dan mempermudah menuju lokasi penanaman sengon. Pembangunan hutan tanaman dengan jenis kayu sengon oleh PT. Nityasa Idola berupaya membangun bersama masyarakat, dengan ini peningkatan kesejahteraan masyarakat melalui kerjasama dan kegiatan pembinaan masyarakat dapat tercapai. Kegiatan sosial adalah kegiatan penting yang harus dijalankan oleh perusahaan di bidang kehutanan, salah satunya hutan tanaman. Perusahaan harus mampu memberikan dampak positif bagi masyarakat. Upaya mengetahui keinginan masyarakat sebagai tanggungjawab sosial akan tertuang dalam program Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH), maka perlu diadakan pertemuan dan diskusi dengan masyarakat. Pertemuan ini biasanya dilakukan di setiap dusun sebelum dusun tersebut melakukan kerjasama pengelolaan lahan untuk tanaman sengon. Namun intensitas pertemuan antara masyarakat dan perusahaan dirasakan belum maksimal dan berkala, sehingga keinginan dan keluhan masyarakat tidak sepenuhnya tersampaikan kepada perusahaan. Dengan intensitas pertemuan yang kurang ini, perusahaan belum mengetahui keinginan masyarakat sepenuhnya sehingga penyusunan dan pelaksanaan program PMDH belum tepat sasaran. Hal ini memunculkan pendapat bahwa perusahaan belum mengayomi masyarakat.
Penyebaran informasi yang cepat antar masyarakat baik informasi negatif atau positif, menyebabkan pengaruh yang besar terhadap perusahaan. Lebih besar lagi apabila informasi tersebut disampaikan oleh karyawan perusahaan sendiri. Melihat informasi di lapangan, isu yang berkembang lebih besar mengarah kepada hal negatif. Terkadang masalah perusahaan yang tidak seharusnya dibicarakan secara terbuka menjadi bahan pembicaraan umum. Informasi negatif ini dapat mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap perusahaan. Intensitas penyebaran informasi ini dapat dipengaruhi dari bentuk interaksi masyarakat terhadap perusahaan. Bentuk interaksi ini dapat dilihat pada Tabel 17. Tabel 17 Bentuk interaksi masyarakat terhadap perusahaan Bentuk interaksi dengan perusahaan Karyawan tetap Pegawai harian lepas Penyedia barang/jasa Diundang rapat untuk membicarakan berbagai permasalahan Diundang untuk sosialisasi program, Tidak pernah berinteraksi Total
Selange n
Ampadi
3 1 1
% 10,00 3,33 3,33
1
n
Total Responden
%
n
%
0 0 0
0,00 0,00 0,00
3 1 1
5,00 1,67 1,67
3,33
2
6,67
3
5,00
24
80,00
28
93,33
52
86,67
0 30
0,00 100,00
0 30
0,00 100,00
0 60
0,00 100,00
Berdasarkan data diatas bahwa bentuk interaksi terbesar adalah pada saat diundang untuk sosialisasi program sebesar 86,67%, sebagian kecil lainnya sebagai pegawai harian lepas dan penyedia barang dan jasa masing-masing 1,67%. Dengan bentuk interaksi terbesar pada saat diundang sosialisasi dan dengan intensitas yang rendah dan tidak dilakukan secara berkala, maka penyampaian informasi ke masyarakat belum optimal sehingga rawan terjadinya salah paham dan konflik. Konflik yang muncul sebagai akibat dari keinginan masyarakat yang tidak ditanggapi atau dipenuhi oleh perusahaan. Masyarakat cenderung menginginkan sesuatu secara instan, sedangkan perusahaan memiliki
aturan yang harus diikuti. Biasanya mereka melakukan protes ke kantor baik secara sendiri atau berkelompok, dan terkadang memberikan ancaman. Di beberapa
kasus
mereka
terkadang melakukan
pemukulan,
penahananan
inventarisasi atau pengrusakan. Masalah-masalah yang timbul itu diatasi secara kekeluargaan, atau secara adat, atau jika tidak terselesaikan dan termasuk dalam tindakan kriminal akan diselesaikan melalui hukum formal. Berdasarkan data dari responden, 78,33% mengatakan pernah ada konflik dan 21,67% mengatakan tidak pernah ada konflik. Konflik yang terjadi tidak hanya pada diri mereka namun bisa juga yang terjadi pada tetangga mereka. Hal ini dapat dilihat berdasarkan data pada Tabel 18. Konflik-konflik yang pernah terjadi antara masyarakat dengan perusahaan dapar dilihat pada Tabel 19. Tabel 18 Konflik dengan Perusahaan Konflik dengan Perusahaan Ada Tidak Total
Selange n % 25 83,33 5 16,67 30 100,00
n 22 8 30
Ampadi % 73,33 26,67 100,00
Total Responden n % 47 78,33 13 21,67 60 100,00
Tabel 19 Konflik yang pernah terjadi sepanjang tahun 2009-2010 No 1
Deskripsi Konflik Penahananan kunci alat berat oleh masyarakat
No 10
Deskripsi Konflik Pemilik lahan pada petak 28 melakukan
Angkabang karena permohonan rehabilitasi
pemagaran di petak tersebut karena tidak
tanaman di desa tersebut belum dilakukan
dilakukan penyulaman tanaman
oleh bagian produksi tanam 2
Terjadi overlap lahan milik Maradan dan
11
Lyus di petak 21A B 3
4
Penahananan kunci alat berat oleh Suar
Kesalahan pembukaan lahan pada petak 05/5 mengakibatkan kerugian 50 batang karet
12
Pemilik lahan melakukan pemagaran di petak
karena bagian perencanaan salah membuat
81 dan 96 karena pembayaran upah kerja
trase jalan
pemeliharaan tidak tepat waktu
Karena tidak ada komunikasi dari produksi
13
Pemilik lahan pada petak 91 akan menuntut
tanam bahwa alat berat brig down , maka
ganti jika tidak dibuatkan gorong-gorong
masyarakat harus menunggu di lokasi yang
untuk mengatasi genangan air pada ruas jalan
akan di kerjakan. Atas kejadian tersebut,
dari Desa Anggam ke Desa Bati. Karena
masyarakat akan minta ganti rugi lahan
dikhawatirkan air akan masuk ke petak tersebut
5
Karena tidak dilakukannya pemeliharaan oleh perusahaan, pemilik lahan melakukan protes
14
Tumis melakukan pemukulan kepada Sabian karena salah paham dalam pemakaian motor
Tabel 19 (lanjutan) No
Deskripsi Konflik
No
Deskripsi Konflik
dengan menahan motor perusahaan 6
7
8
Pemilik lahan akan mencabut bibit sengon di
15
Soeharto melakukan perusakan pintu dan solo
lahannya jika tidak ada penjelasan dari
karena pembayaran upah kerja pembuatan
perusahaan terkait ganti rugi lahan miliknya.
pondok tidak tepat waktu
Pemilik lahan petak 5 melakuakn penahanan
16
Sukses malakukan penahanan mobil ekstrada
kunci alat berat karena tidak diberitahukan
karena karyawan perusahaan terlambat
pada saat pembuatan jalan di petak tersebut
mengantar Jonggan
Pemilik lahan pada petak 29B/2 melakukan
17
Kimlin melakukan pemukulan kepada Pak
penebangan pohon sengon karena janji
Jufri (karyawan PT. NI) karena pembayaran
pembayaran upah kerja pemeliharaan tidak
ganti rugi lahan tidak tepat waktu
tepat waktu 9
5.5.2
Protes warga Ampadi karena jalan menuju
18
Masyarakat Ampadi melakukan demonstrasi
desa tersebut rusak dan belum ada bantuan
karena pembayaran penyiapan lahan dan
dari perusahaan
penanaman tidak tepat waktu
Identifikasi Masalah Pada Pelaksana PMDH (PT. Nityasa Idola) Permasalahan utama pelaksanaan PMDH di PT. Nityasa Idola adalah
banyaknya desa binaan yang berada di dalam dan sekitar areal hutan tanaman industri PT. Nityasa Idola, dan keterbatasannya tenaga kerja pelaksanaan PMDH. Penyebab lainnya adalah tidak adanya kerjasama yang baik antara perusahaan dengan pemerintah daerah dalam upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan pembenahan pola perladangan berpindah menjadi pertanian menetap. Keterbatasan tenaga pelaksana PMDH ini juga sangat berpengaruh pada pendekatan dengan masyarakat desa binaan. Pendekatan-pendekatan yang dilakukan oleh perusahaan terhadap desa binaan dirasakan masih sangat kurang. Hal ini terlihat masih banyak masyarakat peserta PMDH yang tidak memiliki pengetahuan tentang kegiatan itu sendiri. Sosialisasi tentang perencanaan PMDH juga masih sangat kurang sehingga banyak peserta PMDH yang tidak terlibat dalam pengajuan usul/pendapat, penentuan prioritas tentang jenis bantuan atau pembinaan yang dibutuhkan serta tidak adanya pemberitahuan kepada seluruh peserta PMDH terkait pertemuan untuk membahas kegiatan PMDH yang akan dilaksanakan. Peserta hanya diikutsertakan menyepakati bantuan/pembinaan yang terpilih.
Masalah pelaksanaan teknis kegiatan perusahaan banyak di keluhkan oleh masyarakat. Misalnya masalah penanaman yang tidak dirawat, masalah upah yang terlambat. Mereka berpendapat bahwa perusahaan hanya mementingkan target tanam tanpa adanya perawatan yang dilakukan, sehingga ketika panen tiba, masyarakat pula yang akan dirugikan. Masyarakat belum merasakan adanya kegiatan dan bantuan yang diberikan perusahaan. Masyarakat masih menganggap perusahaan sebagai ladang bantuan yang bisa di minta kapan saja dan harus memberikan segala sesuatu keinginan masyarakat. Perusahaan telah berupaya melakukan kegiatan pembinaan masyarakat, diantaranya kegiatan yang pernah dilakukan oleh perusahaan berdasarkan pendapat masyarakat adalah 45% responden mengatakan kegiatan yang dilakukan berupa pembangunan sarana dan prasarana, 30% kegiatan pendidikan, yakni pemberian bantuan dana untuk guru honorer, 21,67% kegiatan pelayanan kesehatan, dan 3,3% kegiatan pelatihan, yakni kegiatan pelatihan pertanian menetap dan pelatihan manajemen diri. hal ini dapat dilihat berdasarkan data pada Tabel 20. Tabel 20 Kegiatan yang pernah dilakukan oleh perusahaan Kegiatan yang pernah dilakukan Pelayanan kesehatan Pelatihan Pendidikan Pembanguanan sarana prasarana Lainnya Total
Selange n
Ampadi
%
n
Total Responden
%
n
%
0 2 1
0,00 6,67 3,33
13 0 17
43,33 0,00 56,67
13 2 18
21,67 3,33 30,00
27 0 30
90,00 0,00 100,00
0 0 30
0,00 0,00 100,00
27 0 60
45,00 0,00 100,00
Namun kegiatan-kegiatan yang pernah berjalan tersebut belum dirasa optimal dan perlu adanya evaluasi dan pengkajian ulang agar kegiatan dapat berguna dan bermanfaat bagi masyarakat. Kegiatan pemberdayaan masyarakat yang sudah berjalan dan sedang berjalan lainnya yang diketahui masyarakat adalah pemberian bibit karet unggul, pengiriman tokoh masyarakat ke pelatihan manajemen qolbu dan pelatihan pertanian, pemberian bantuan pada guru honor
dan pemberdayaan pertanian menetap. Namun demikian, kegiatan sosial perusahaan belum dirasakan secara merata oleh masyarakat, hanya sebagian kecil masyarakat yang telah merasakannya. Oleh karena itu, masyarakat tetap beranggapan
perusahaan
belum
melakukan
kegiatan
yang
mampu
memberdayakan mereka. Pelaksanaan kegiatan yang tidak berkala (lebih dari 3 bulan) dengan intensitas kegiatan yang dilaksanakan perusahaan masih kurang, maka masyarakat merasakan perusahan tidak banyak memberikan perubahan terhadap mereka. Namun masyarakat tetap menyadari keuntungan yang mereka peroleh dengan adanya PT. NI ini, seperti pembangunan jalan yang menjadikan terbukanya akses, masyarakat mendapatkan kompensasi atas tanah yang dikerjasamakan dengan perusahaan, menyerap tenaga kerja, mendapatkan bantuan-bantuan yang bersifat operasional bagi desa. Masih kurangnya peran serta karyawan bidang sosial untuk lebih dekat ke masyarakat dan fokus kerja bidang sosial yang tidak hanya memberdayakan masyarakat namun juga berperan penting dalam pencarian lahan yang siap dikerjasamakan. Dengan personil yang terbatas dan banyaknya desa binaan dan fokus kerja yang bercabang antara pembukaan lahan dan kegiatan pemberdayaan masyarakat. Selain itu kesiapan dan kemampuan pelaksana teknis terutama bidang sosial perlu ditingkatkan dan adanya penyamaan persepsi. Artinya peran serta karyawan terutama bidang sosial sangat penting untuk memberikan persepsi positif masyarakat terhadap perusahaan. Kurangnya tenaga terampil bidang PMDH dan kurangnya dukungan pelaksanaan program dari berbagai pihak, menyebabkan program PMDH belum berjalan optimal. Kemudian belum adanya sosialisasi rutin untuk menggali kebutuhan masyarakat, apa yang diinginkan, konflik yang terjadi, sehingga kegiatan tidak tepat sasaran.
5.6
Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Kegiatan PMDH Persepsi responden terhadap manfaat kegiatan PMDH dilihat dari
pendapatan masyarakat tentang kegiatan PMDH yang berjalan selama ini, apakah bermanfaat atau tidak, apakah kegiatan IUPHHK-HTI PT. Nityasa Idola
bermanfaat bagi masyarakat, dan dengan adanya kegiatan PMDH apakah kebutuhan masyarakat akan hasil hutan terpenuhi. Dari hasil wawancara tersebut diperoleh bahwa bentuk manfaat yang paling dirasakan oleh masyarakat adalah aksesbilitas menjadi lebih mudah (58,33%), adanya pembangunan sarana dan prasarana terutama jalan (16,67%), dan yang kurang dirasakan adalah peluang kerja bagi masyarakat (20%). Hal ini disebabkan oleh kemampuan ide usaha masyarakat yang masih kurang, sehingga perlu adanya kegiatan yang mengarah kepada peningkatan kemampuan usaha untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Bentuk manfaat kegiatan PMDH dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 22 Bentuk Manfaat Kegiatan PMDH Bentuk Manfaat Peluang kerja Peluang berusaha Desa menjadi ramai Aksesibilitas menjadi lebih mudah (desa lebih mudah dijangkau) Dibangunnya sarana dan prasarana
Total
Selange N % 4 13,33 2 6,67 0 0,00
Ampadi %
N 8 1 0
26,67 3,33 0,00
Total Responden N % 12 20,00 3 5,00 0 0,00
20
66,67
15
50,00
35
58,33
4 30
13,33 100,00
6 33
20,00 100,00
10 60
16,67 100,00
Dari bentuk kegiatan manfaat tersebut, sebagian besar responden menyatakan adanya manfaat dari kegiatan PMDH. Persepsi masyarakat terhadap manfaat kegiatan PMDH dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23
Hasil Pengukuran Persepsi Masyarakat terhadap manfaat Kegiatan PMDH
Persepsi Masyarakat Tidak Bermanfaat Bermanfaat Sangat Bermanfaat Total
Selange N % 1 3,33 27 90,00 2 30
6,67 100,00
N
Ampadi %
1 26
3,33 86,67
3 30
10,00 100,00
Total Responden N % 2 3,33 53 88,33 5 60
8,33 100,00
Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa pada umumnya (88,33%) responden menyatakan kegiatan PMDH bermanfaat bagi mereka. Adapun alasan responden menyatakan bahwa PMDH bermanfaat karena: 1.
Adanya pembangunan sarana dan prasarana, seperti pembangunan dan perbaikan jalan sebagai jalur transportasi.
2.
Adanya kerjasama lahan masyarakat untuk ditanam sengon dengan perjanjian keuntungan tertentu.
3.
Peserta PMDH yang melakukan kerjasama lahan dengan perusahaan diberikan bibit karet sebanyak 21 bibit per hektar
4.
Peserta PMDH mendapatkan bantuan berupa bantuan sosial seperti, bantuan keagamaan, bantuan kesehatan, serta bantuan hari raya
Alasan responden yang menyatakan bahwa kegiatan PMDH tidak bermanfaat (3,3%) adalah kegiatan PMDH belum berjalan dengan baik, tidak ada pengaruh terhadap kehidupan sehari-hari, tidak ada bantuan personal, dan ada juga karena alasan tidak ikut terlibat dalam kerjasama lahan dengan perusahaan, sehingga tidak tahu tentang kegiatan PMDH.
5.7
Potensi Desa Peningkatan perekonomian masyarakat menjadi sorotan terpenting dalam
upaya meningkatan kesejahteraan hidup, untuk itu perlu dilakukan analisis mendalam terkait potensi lain yang bisa dikembangkan. Misalnya seperti getah karet, kerajinan dari bambu dan rotan, potensi usaha kecil seperti makanan yang terbuat dari singkong (banyak lahan kosong dan tumbuhan singkong yang belum terolah), dan sahang. Potensi ini bisa menjadi acuan program pengembangan usaha msayarakat. Sebagaian besar masyarakat bergantung perekonomiannya pada getah karet, dan masih banyak lahan kosong yang bisa ditanam pohon karet tersebut. Harga karet dipasaran untuk daerah tersebut sampai saat ini berkisar antara Rp. 10.000,00 – Rp. 12.000,00 per kg dan rata-rata getah karet yang diperoleh tiap minggunya adalah 15-20 kg. Potensi ini bisa dikembangkan dengan program yang lebih tepat dan berguna untuk masyarakat. Potensi kerajinan tangan dari rotan atau bambu memang belum banyak dipasarkan, namun potensi ini bisa
dikembangkan sebagai oleh-oleh desa, seiring banyaknya bahan dasar yang tersedia. Masyarakat setiap tahunnya menanam berbagai sayuran dipertanian lading berpindahnya. Sayuran ini bisa dikembangkan sebagai salah satu penghasilan daerah, dengan meningkatkan sistem pengelolaan pertanian melalui pertanian menetap. Sampai saat ini hasil pertanian yang ada hanya cukup digunakan untuk kehidupan sehari-hari keluarga. Tidak semua lahan yang mereka miliki digunakan untuk pertanian, karet, atau hutan tanaman. Ada lahan yang termanfaatkan untuk tanaman singkong, yang belum mampu di olah dengan baik. Dengan adanya bahan dasar ini bisa saja dikembangkan UKM yang berbahan dasar singkong, seperti keripik. Potensi ini bisa dikembangkan dengan program yang lebih tepat dan berguna untuk masyarakat.
5.8
Usulan Rencana Kelola Sosial Sebagai tindak lanjut berbagai data dan informasi yang didapat di
lapangan, diusulkan rencana kelola sosial pada Hutan Tanaman Industri dalam rangka Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) di PT. Nityasa Idola, Kalimantan Barat. Usulan tersebut tercantum pada Tabel 24.
Tabel 24 Usulan rencana kelola sosial No 1
2
Program Pendidikan
Pendidikan
Identifikasi masalah
Kegiatan
Tingkat pendidikan yang rendah di
Pengadaan
daerah tersebut
Waktu
Tujuan
1 tahun
Sasaran
Aktifitas
Menumbuhkan citra positif
Seluruh
Membangun
fasillitas
perusahaan
masyarakat
perusahaan
Kurangnya motivasi untuk belajar dan
Perpustakaan
Membantu
membaca
PT. NI
minat baca dan membuka
pengetahuan
Tidak adanya fasilitas informasi yang
wawasan warga
hingga orang tua
memadai
Memberikan informasi lebih
Mengadakan perpustakaan keliling
luas.
kampung
Kurangnya motivasi belajar bagi bagi
Lomba Cerdas
Rutin,
anak-anak
Cermat SD
tahun
1
Membangun
meningkatkan
citra
positif
Penyediaan
Murid dan
perusahaan
Kurangnya kegiatan sekolah dalam
Peningkatan
kemampuan,
upaya peningkatan motivasi belajar
kapasitas belajar dan motivasi
Kurangnya dukungan dan peran orang
belajar siswa
perpustakaan
SD orang
tua
Kegiatan
buku-buku untuk
perlombaan
anak-anak
cerdas
cermat pendidikan antar SD se kecamatan. Bisa dilakukan pada saat peringatan hari pendidikan
tua dalam memotivasi belajar anak 3
Hubungan
Sebagian besar karyawan lapangan
Pelatihan
Rutin,
Karyawan
Pelatihan dilakukan baik materi di
Kerja
berasal dari penduduk setempat.
peningkatan
Setiap
Tingkat pendidikan dan pemahaman
teknik
bulan
karyawan di lapangan, baik di
Perusahaan,
kelas maupun praktek di lapangan.
bidang teknis ataupun bidang
terutama
karyawan lokal masih rendah
komunikasi
Materi pelatihan dapat berupa
sosial masyarakat
Karyawan
materi teknis pekerjaan, motivasi,
Komunikasi antara pekerja lapangan
peningkatan pola pikir dan
Lokal
dan materi penyamaan pola pikir
dengan masyarakat belum optimal
pemahaman
Masih kurangnya produktivitas kerja
perusahaan, sehingga mampu
karyawan lapangan, sehingga tidak
menjaga informasi penting
meningkatkan 6
kemampuan
terhadap
dan
pemahaman
terhadap
perusahaan
tercapainya target perusahaan
52
Tabel 24 (lanjutan) No 4
Program Sosial
Identifikasi masalah
Kegiatan Program Sosial
Tingkat pendidikan rendah
Waktu 1 tahun
Tujuan membangun
Sasaran
citra
Pengangguran tinggi
perusahaan,
Sosilisasi tentang kegiatan perusahaan
pengetahuan
rendah
pemberdayaan
positif
pemberian dalam
upaya
Aktifitas
masyarakat
pemberdayaan kegiatan, misalnya
pengikut
pengelolaan
agama
kesehatan, pentingnya pendidikan,
pertanian,
masalah
masyarakat
tujuan dan program perusahaan
melalui arahan dan ceramah
untuk kemajuan masyarakat dan
dari pastur/pendeta/ustadz
lain sebagainya yang disampaikan
pemberdayaan dan pelatihan
melalui kegiatan keagamaan atau
yang
dalam ceramah agama dan dapat
diisyaratkan
atas
berbentuk praktek
pengaruh pemuka agama
penyampaian
dapat
berupa
selebaran atau kertas pengetahuan yang dilakukan oleh pengurus agama 5
Ekonomi
Belum adanya kegiatan PMDH dalam
Pemberdayaan
1 tahun
pembangunan usaha ekonomi rumah
Usaha Rumah
rumah tangga
tangga
Tangga
Membuka
Peningkatan
(pemanfaatan
usaha
tersalurkan
bahan
berkembang
Pendampingan dan konsultasi usaha
tanaman
belum ada
dan kerajinan)
usaha
yang
sudah
ada
belum
dasar desa
baru
perekonomian
masyarakat
Pembentukan rumah
kelompok
tangga,
potensi
bidang
kelompok pangari.
yang
belum
Penentuan
usaha
usaha
berdasarakan
yang
akan
dibangun melihat dari potensi alam yang ada, seperti usaha makanan dengan bahan dasar singkong dan lainnya Pelatihan
dan
Pendampingan
pelaksanaan usaha Membantu dalam legalisasi dan
53
Tabel 24 (lanjutan) No
Program
Identifikasi masalah
Kegiatan
Waktu
Tujuan
Sasaran
Aktifitas pemasaran usaha
6
Ekonomi
Kegiatan Pertanian Menetap belum
Optimalisasi
6 bulan
berjalan
penyuluhan dan
akan
pendampingan
bermanfaatnya
pertanian
menetap
menetap secara
Menggerakkan
berkelanjutan
peserta
di setiap desa
untuk
binaan
kegiatan pertanian menetap di
Memberikan
pemahaman
penting
dan pertanian
Ibu-Ibu,
Diskusi dan pelatihan pertanian
bapak-
Optimalisasi demplot pertanian
bapak
Pemberian sarana dan fasilitas pertanian
kembali
pelatihan
pertanian
mengembangkan
desanya 7
Organisasi perusahaan
Kinerja bagian sosial belum optimal
Penambahan
Desa binaan di areal kerja perusahaan
Staf
cukup banyak
Sosial
6 bulan
bidang
Agar
dapat
lebih
fokus
Perusahaan
Recruitment
dapat
dilakukan
terhadap kegiatan PMDH
berasal dari masyarakat setempat
Menjalankan dan mengawasi
dan tenaga ahli bidang sosial
Pendekatan kepada msyarakat belum
program PMDH agar lebih
adanya pembagian fokus kerja
intensif
optimal
bidang sosial yang lebih jelas dan terarah
8
Organisasi
Program
mengetahui program PMDH
Ibu-Ibu,
melakukan
Perusahaan
partisipatif
Pertisipatif
yang diinginkan masyarakat
bapak-
kepada pemerintah desa, tokoh
Kegiatan PMDH belum berjalan
program
membangun program yang
bapak
masyarakat, dan masyarakat
secara optimal
PMDH
tetap sasaran dan tepat guna
belum
disusun
secara
Perencanaan
3 bulan
sosialisasi
intensif
melakukan pengambilan data dan penilaian
9
Kesehatan
Bantuan kesehatan bagi anak-anak
Sosialisasi
belum ada Kondisi lingkungan rumah yang
6 bulan
Membangun citra positif
Murid SD
Kegiatan pelatihan kesehatan,
kesehatan ke
perusahaan
dan orang
sosialisasi pentingnya menjaga
sekolah, dan
Peningkatan pemahaman
tua
kesehatan tubuh dan gigi, dan
54
Tabel 24 (lanjutan) No
10
Program
Regulasi
Identifikasi masalah
Kegiatan
kurang sehat
pemberian
Kebiasaan-kebiasaan masyarakat
makanan
yang tidak memprioritaskan masalah
tambahan
kesehatan
bergizi
Kurangnya
kerjasama
antara
Waktu
Tujuan
Sasaran
pentingnya kesehatan
Peningkatan
1 tahun
Messinergikan
Aktifitas mengatur pola makan
kegiatan
Perusahaan,
Komunikasi
program
pemerintah daerah, pemerintah desa
kerjasama
PMDH antara perusahaan dan
pemerintah
dijalankan
dan perusahaan
antara
pemerintah
daerah,
Evaluasi
Masih ada program yang tumpang
perusahaan,
Mencegah
aparat desa
berjalan
tindih dari stakeholder tersebut
Pemerintah
Tokoh
Sosialisasi program
masyarakat
Pertemuan rutin
tumpang
tindih
lebih
jauh
program
yang
yang
sudah
program
daerah,
dan
aparat
desa
dalam
rangka
Mengetahui
program yang diinginkan oleh masyrakat
pembinaan masyarakat 11
Regulasi
Peran
tokoh
masyarakat
belum
Optimalisasi
optimal dalam mendukung kegiatan
dan
PMDH
lanjut
Kurangnya
pendekatan
sosialisasi
pemahaman
kegiatan
dan yang
tindak
6 bulan
Membangun tokoh
citra
masyarakat
positif terhadap
keberadaan perusahaan
khusus
Membangun hubungan baik bagi
dengan tokoh masyarakat
dilaksanakan
pimpinan desa
Memberikan
Masih ada tanggapan dan persepsi
dan
terkait keberadaan perusahaan
masyarakat
masyarakat
bahwa
belum
ada
kegiatan atau bantuan yang diberikan
tokoh
dan
pemahaman
manfaatnya
terhadap
masyarakat
oleh perusahaan
55
Tabel 24 (lanjutan) No 12
Program Lahan
Identifikasi masalah
Kegiatan
Waktu
Sasaran
Areal kerja perusahaan sebagian
Mengevaluasi
besar berada pada lahan yang diklaim
prosedur
perusahaan
milik masyarakat
operasional
meningkatkan
Ganti rugi lahan yang dinilai
standar
masyarakat
masyarakat masih rendah
perusahaan,
bekerjasama
Lahan yang ingin dikerjasamakan
terkait dengan
perusahaan
masih banyak ditanam pohon karet
isi
perjanjian
membangun kegiatan kerja
beliung,
yang lebih optimal dan efektif
mata
6 bulan
Tujuan membangun
citra
positif
Perusahaan
Aktifitas Focus group discussion Kajian intensif dalam manajemen
jumlah yang
akan
perusahaan Meningkatkan ganti rugi lahan
dengan
proses pembayaran, dan peningkatan potensi karet
56
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN 6.1
Kesimpulan Hubungan sosial antara masyarakat desa sekitar dengan Perusahaan
pengelola IUPHHK HT PT. Nityasa Idola sudah berjalan melalui program kegiatan PMDH. Program yang telah dijalankan perusahaan tersebut, misalnya program pelatihan dan pembuatan pertanian menetap, kerjasama lahan dengan perjanjian mata beliung, bantuan pendidikan untuk guru honor, dan pemberian bantuan sosial lainnya. Program tersebut belum berjalan dengan baik sehingga perlu di evaluasi, seperti belum adanya tindaklanjut pendampingan program pelatihan, belum optimalnya kegiatan pertanian menetap, karena kurang sosialisasi dan pendampingan, perlu adanya optimalisasi bantuan yang mengarah pada peningkatan sarana ibadah, pendidikan, dan kesehatan, meningkatkan kerjasama dan peran serta tokoh masyarakat, evaluasi isi perjanjian mata beliung, termasuk pelaksanaan pembayaran, kegiatan tanam dan pemeliharaan, kurangnya kemampuan karyawan, seperti pengetahuan tentang hutan tanaman industri dan teknik komunikasi. Permasalahan-permasalahan yang dihadapi dalam pelaksanaan program PMDH diantaranya adalah banyaknya desa binaan, terbatasnya tenaga pelaksana PMDH, belum adanya kerjasama yang baik antara perusahaan dan pemerintah daerah, kurangnya pelaksanaan sosialisasi kegiatan PMDH, pelaksanaan kegiatan PMDH tidak berkala. Namun disadari pula faktor masyarakat pun berpengaruh besar, seperti kondisi sosial ekonomi masyarakat, yakni perladangan berpindah dan kegiatan bakar lahan sebaai kegiatan ekonomi, belum sepenuhnya dapat menerima perubahan dan inovasi dari luar secara positif, kegiatan usaha masih dipengaruhi adat atau tradisi. Untuk itu perlu dilakukan pengembangan kegiatan PMDH dalam Rencana Kelola Sosial sebagai program jangka panjang di antaranya adalah Pengadaan fasillitas perpustakaan, lomba pelatihan peningkatan teknik komunikasi, pelaksanaan program sosial, pemberdayaan usaha rumah tangga, optimalisasi
penyuluhan dan pendampingan pertanian menetap, penambahan staf bidang sosial, perencanaan pertisipatif program PMDH, sosialisasi kesehatan ke sekolah, dan pemberian makanan tambahan bergizi, peningkatan kerjasama antara perusahaan, pemerintah daerah, dan aparat desa dalam rangka pembinaan masyarakat, optimalisasi dan tindak lanjut pendekatan khusus bagi pimpinan desa dan tokoh masyarakat, mengevaluasi prosedur operasional standar perusahaan, terkait dengan isi perjanjian mata beliung, proses pembayaran, dan peningkatan potensi karet sehingga program PMDH yang dilaksanakan tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. 6.2
Saran Disarankan agar manajemen Pengusahaan Hutan Tanaman PT. Nityasa
Idola melakukan perbaikan dan peningkatan pada: 1. Meningkatkan kuantitas dan kualitas SDM karyawan PT. Nityasa Idola khususnya di bidang sosial 2. Melakukan perencanaan dan pelaksanaan program PMDH secara partisipatif 3. Menerapkan dan menegaskan SOP (Standard Operating Procedures) pengelolaan IUPHHK HTI PT Nityasa Idola 4. Meningkatkan koordinasi dan kerjasama antara perusahaan, pemerintah daerah dan aparat desa dalam rangka PMDH
DAFTAR PUSTAKA
Abdulbari. 1993. Hak Pengusahaan Hutan Mengusahakan Hutan dan Membina Desa. Pusat pendidikan dan Latihan Kehutanan. Bogor Bank Dunia. 2003. Sosial analysis Sourcebook : Incorporating Sosial Dimensions Into-Supported Projects. Soc. Department
The World bank,
Washington DC. Departemen Kehutanan. 2000.
Pedoman Praktis
Pengelolaan Kegiatan
Pembinaan Hutan Bersama Masyarakat Desa Hutan. Jakarta Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan. 1991. Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 691/Kpts-II/1991 tentang Peranan Pemegang HPH dalam pembinaan Masyarakat Di Dalam dna Di Sekitar Hutan Fauzi A. 2004. Psikologi Umum, Bandung: Pustaka Setia. Kumar R. (1999). Research methodology: A step-by-step guide for beginners. London: Sage Publications. Kuncoro M. 2003. Ekonomi Pembangunan, Teori, Masalah dan Kebijakan. AMP YKPN. Yogyakarta Leavit HJ. 1997. Psikologi Manajemen. Zarkasi M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Management Psychology Mosher AT. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Syarat-syarat Pokok Pembangunan dan Modernisasi. CV. Yasaguna. Jakarta Nurmanaf A. 1988. Struktur dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan Di Lampung. Prosiding Petanasi Perkembangan Struktur Produksi Ketenagakerjaan dan Pendapatan Rumah Tangga Pedesaan. Bogor. Badan penelitian dan Pengembangan Pertanian Bogor. Sitranggang HA. 2009. Pengembangan Kegiatan Pembinaan Masyarakat Desa Hutan (PMDH) di PT. Ratah Timber, Kalimantan Timur. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehuatanan, Institut Pertanian Bogor. [Skripsi] Soehardjo A, Patong D. 1973 Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usaha Tani. Bogor. Depertemen Ilmu Sosial Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Sohehoed WP. 1992. Kebijaksanaan Pemerintah dalam Pembangunan Pedesaan. Makalah
Semiloka Nasional
Pembangunan
Masyarakat
yang
Berkesinambungan. 28-29 Juli 1992. Departemen Sosial RI. Jakarta Soetrisno L. 1990. Struktur Sosial dan Nilai Budaya dalam Industrialisasi. PS.PLP-IPB. Bogor Sudjana. 2002. Metode Statistika. Jakarta: Penerbit Tarsito Suharni Z. 2010. Studi Sosial ekonomi dan Persepsi Masyarakat terhadap Rencana Pembangunan Hutan Tanaman Pola Kemitraan (HTPK) PT Arara Abadi Provinsi Riau. Departemen Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. [Skripsi] Surya M. 2004. Psikologi Pembelajaran dan Pengajaran.. Bandung : Pustaka Bani Quraisy Supriatna T. 1997. Birokrasi Pemberdayaan dan Pengentasan Kemiskinan. Humaniora Utama Press. Bandung Sari YI. 2003. Perempuan dan Pengambilan Keputusan dalam Good Governance Project. Jurnal Analisis Sosial, vol.8 No. 2 oktober 2003 Umar H. 2002. Riset Pemasaran dan Perilaku Konsumen. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.
LAMPIRAN Lampiran 1 Peta areal kerja IUPHHK HT PT Nityasa Idola di Kabupaten Landak
Lampiran 2 Foto – foto kegiatan selama penelitian