Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
EFISIENSI PENGGUNAAN PUPUK N PADA JAGUNG KOMPOSIT MENGGUNAKAN BAGAN WARNA DAUN Suwardi dan Roy Efendi Balai Penelitian Tanaman Serealia Abstrak. Pemberian pupuk N pada tanaman jagung ditingkat petani sudah mengalami peningkatan yang cukup mengkawatirkan terutama residu terhadap tanah. Dalam pemberian pupuk N tanaman jagung perlu kesesuaian untuk peningkatan efisiensi penggunaan pupuk N, oleh karena itu perlu adanya pemantauan status N (cukup atau kurang N) dengan menggunakan bagan warna daun (BWD). Penelitian dilaksanakan pada lahan kering di KP. Bajeng, Gowa, Sulsel pada akhir musim hujan tahun 2009. Penelitian menggunakan rancangan split plot, sebagai petak utama adalah pemberian N tahap pertama pada saat tanam berumur 10 hari setelah tanam (HST) dengan takaran 50, 75, dan 100 kg N/ha. Sebagai anak petak adalah pemberian N tahap ke dua pada fase V9 (umur 35–42 HST), yaitu 0, 50, 100, 150 kg N/ha dengan 3 (tiga) ulangan. Varietas yang ditanam adalah Bisma (komposit) dengan jarak 75 cm x 20 cm satu tanaman per rumpun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai bagan warna daun (BWD) berkorelasi dengan hasil jagung, di mana semakin tinggi nilai skala BWD semakin besar produksi jagung. Batas kritis BWD pada jagung Bisma (komposit) pada skala 3,9 untuk mencapai minimal produksi 4,9 t/ha. Kata Kunci : Bagan warna daun (BWD), efisiensi N, Jagung.
PENDAHULUAN Tanaman jagung dalam pertumbuhan pada fase awal sampai masak fisiologis membutuhkan nitrogen sekitar 120-180 kg/ha (Halliday dan Trenkel 1992) sedangkan N yang terangkut ke tanaman jagung hingga panen sekitar 129-165 kg N/ha dengan tingkat hasil 9,5 t/ha (Barber dan Olson 1968 dalam Halliday dan Trenkel 1992). Nitrogen yang diserap pada tanaman tersebut merupakan hara esensial yang berfungsi sebagai bahan penyusun asam-asam amino, protein dan khlorofil yang penting dalam proses fotosintesis serta bahan penyusun komponen inti sel (Jones et al. 1991; Hopkins 1999). Pupuk P dan K memegang peranan penting dalam peningkatan produksi tanaman selain pupuk N. Saat ini penggunaan pupuk pada tanaman jagung belum rasional dan berimbang. Pupuk yang rasional dan berimbang dapat tercapai apabila takaran pupuk memperhatikan status hara serta kebutuhan tanaman untuk mencapai hasil yang optimal (Balai Penelitian Tanah 2008). Pupuk N memegang peran sangat penting dalam peningkatan produksi jagung. Saat ini penggunaan pupuk pada tanaman jagung belum rasional dan berimbang. Petani pada umumnya memberikan pupuk, terutama N sangatlah berlebih mencapai 700 kg/ha seperti yang terjadi di Jawa Timur. Padahal harga pupuk semakin mahal dari tahun ke tahun sehingga mengurangi keuntungan petani. Penggunaan pupuk yang berlebihan, selain akan memperbesar biaya produksi juga akan merusak lingkungan akibat adanya emisi gas N20 pada proses amonifikasi, nitrifikasi, dan denitrifikasi (Wahid et al. 2003). Pemberian pupuk N yang berlebihan pada tanaman jagung dapat meningkatkan kerusakan akibat serangan hama dan penyakit terutama pada musim hujan, memperpanjang umur, dan tanaman lebih mudah rebah akibat batang dari daun yang berlebihan dari ukuran normal, sedangkan akar tidak mampu menahan. Strategi dalam pengelolaan pupuk N yang disesuaikan dengan kebutuhan tanaman, dapat mengurangi kehilangan N akibat penguapan sebelum diserap oleh tanaman jagung.
108
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Pupuk N mudah menguap terutama bila terkena matahari langsung seperti bila pupuk N dibiarkan atau dalam keadaan terbuka setelah pemupukan. Di wilayah tropis basah seperti di Indonesia lahan untuk budidayajagung umumnya memiliki kandungan hara N rendah, sehingga tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan dan hasil jagung yang optimal karena itu diperlukan tambahan hara N. Pemberian hara N yang tidak seimbang dengan kebutuhan tanaman baik jumlah maupun waktu pemberiannya akan menyebabkan kehilangan N dalam tanah, pertumbuhan tanaman yang tidak optimal, dan pada akhirnya menyebabkan rendahnya efisiensi penggunaan N. Upaya meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N dapat dilakukan dengan, (1) menanam varietas jagung unggul yang respon terhadap pemberian N, dan (2) memperbaiki teknik budidaya tanaman yang mencakup jarak tanam, teknik pemberian air, takaran pupuk N, waktu pemberian dan sumber N. Untuk mendapatkan varietas tanaman yang efisien N dan toleran masuk hara rendah perlu mempertimbangkan perbaikan respon tanaman terhadap pupuk N (Sutoro 2007). Untuk meningkatkan efisiensi penggunaan pupuk N diperlukan metode yang dapat menduga tingkat kecukupan dan kebutuhan hara N. Tingkat kecukupan (sufficiency) atau kekurangan (deficiency) hara N pada tanaman jagung antara lain ditetapkan berdasarkan analisis tanah dan jaringan tanaman (Fox et al. Dalam Syafruddin et al. 2006) serta kandungan klorofil daun (Peterson et al. 1996. Dalam Syafruddin et al. 2006). Penggunaan bagan warna daun untuk menentukan pemupukan N pada tanaman jagung masih memerlukan penelitian untuk mengetahui titik kritis kecukupan N berdasarkan nilai BWD dan takaran pupuk N yang dibutuhkan jika nilai BWD berada di bawah titik kritis. Dengan cara ini pertumbuhan tanaman jagung dapat dipertahankan pada kecukupan hara N, namun tidak berlebih. Cara ini merupakan alternatif meningkatkan efisiensi pupuk N dengan pemantauan warna daun menggunakan BWD. Pemupukan N secara tugal berdasarkan BWD dilakukan pada saat fase tanaman V8 – V9 dan pengelolaan hara spesifik lokasi menujukkan bahwa kebutuhan pupuk N untuk tanaman jagung adalah 150 – 225 kg N/ha (Syafruddin et al. 2006). Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian pupuk N terhadap tanaman jagung sehingga potensi hasil jagung dapat tercapai dan stabil, dengan mengefisienkan penggunaan pupuk N berdasarkan titik kritis kecukupan dan kekahatan hara N berdasarkan skala BWD. BAHAN DAN METODE Percobaan akan dilaksanakan pada lahan kering di KP. Bajeng pada akhir musim hujan tahun 2009. Percobaan menggunakan Rancangan Split Plot, dengan petak utama adalah takaran pemberian N tahap pertama pada saat tanaman berumur 10 hari setelah tanam (HST) yaitu 50, 75, dan 100 kg N/ha. Sebagai anak petak adalah takaran pemberian N tahap kedua pada fase V9 (umur 35 – 42 HST), yaitu 0, 50, 100, 150 kg N/ha dengan 3 (tiga) ulangan. Varietas yang ditanam adalah Bisma (komposit) dengan jarak 75 cm x 20 cm satu tanaman per rumpun. Ukuran petak tiap perlakuan 6 x 5 m. Semua plot dipupuk dasar 60 kg P205 dan 90 kg/ha K20. Pengamatan meliputi : sifat dan ciri tanah percobaan ditetapkan dengan menganalisis tinggi tanaman (diukur dari pangkal batang sampai pada pangkal bunga jantan) pada fase V9 dan saat masak fisiologis, klorofil daun menggunakan klorifilmeter Minolta SPAD 512 (Soil Plant Analysis Development) dan warna daun dilakukan pada saat umur V9 sebelum pemupukan ke II dan VT (>50% berbunga) dari masing-masing plot percobaan. Klorofil diukur pada daun ketiga yang telah terbuka sempurna, warna daun diukur menggunakan BWD dari IRRI; bobot biomas kering pada saat panen, diperoleh dengan cara sepuluh sampel brangkasan
109
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
(janggel, batang, dan kelobot) segar ditimbang, kemudian 2 sampel tanaman secara acak dicacah dan dikeringkan dalam pemanas oven pada suhu 70oC selama 120 jam, selanjutnya dikonversi ke dalam bobot kering biomas (t/ha), hasil biji dalam t/ha diperoleh dari luasan panen 3 m x 3 m per plot yang telah dikonversi pada kadar air 14%; analisis kadar N daun fase V9 dan VT. Masing-masing jaringan didestruksi basa dengan menggunakan pengekstrak H2SO4 + H2O2 metode Kjeldahl. Untuk menentukan titik kritis antara kecukupan dan kekurangan hara N berdasarkan kriteria intensitas warna daun (BWD) digunakan metode Cate-Nelson. HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil analisis tanah pada lahan percobaan menunjukkan tekstur tanah ringan sedang dengan 84% fraksi tanah terdiri dari debu dan pasir, sedangkan liat hanya 16%. pH tanah tergolong agak masam yaitu 5,85. Kandungan P tanah adalah 12,98 ppm tergolong sedang, dan K 0,34 me/100 g tergolong sedang (Tabel 1). Hasil analisis tanah lokasi percobaan menunjukkan bahwa kandungan nitrogen dalam tanah sangat rendah, sehingga pengaruh perlakuan yaitu takaran pemberian nitrogen berpengaruh terhadap produksi jagung. Nilai pH tanah agak masam dan Al-dd rendah, sesuai untuk pertumbuhan jagung. Tabel 1. Hasil analisis tanah pada lokasi percobaan di KP. Bajeng, Gowa 2009. Sifat dan Ciri Tanah Tektur tanah liat (%) Debu (%) Pasir (%) pH air (1:2,5) pH KCl (1:2,5) C-Organik Nitrogen total (%) C/N P Bray I (ppm) Kation dapat tukar ( me/100 g) K Ca Mg Na KTK (me/100 g)
Nilai Loam 16 44 40 5,85 4,8 0,86 0,1 8,35 12,98 0,34 5,12 2,05 0,19 13,41
Berdasarkan hasil analisis statistik, peningkatan takaran pemberian pupuk N pada pemupukan pertama berpengaruh nyata terhadap hasil jagung. Hasil jagung dengan pemberian 50 kg N/ha hanya 1,69 t/ha, kemudian meningkat menjadi 2,10 dan 2,04 t/ha bila takaran pupuk N dinaikkan menjadi 75 dan 100 kg N/ha (Gambar 1). Pemberian pupuk nitrogen dengan cara pemberian dua kali memberikan hasil lebih tinggi dibanding hanya pemberian satu kali dengan takaran 100 kg/ha. Pada pemberian
110
Prosiding Sem minar Nasionall Serealia 20099
ISBN ::978-979-8940--27-9
dua kali haasil jagung mencapai m 2,882 t/ha diban nding pemberrian satu kali yang hanyaa 2,04 t/ha (Gambbar 1). Berddasarkan hasil analisis sttatistik, penin ngkatan takaaran pemberiian pupuk N pada pemupukann kedua berrpengaruh nyata n terhadaap peningkaatan hasil jaagung (gamb bar 1) Penambahaan takaran N bertingkat sampai 150 kg/hha pada peemupukan kedua, k menunjukkkan hasil teruus meningkaat dan paling g tinggi bilaa takaran pem mupukan peertama juga diberikkan 100 kg/hha yaitu 5,755 t/ha.
Gambar 1.. Pengaruh takaran pembberian pupuk k nitrogen paada pemupukkan pertama (VE) dan keduaa pada saat umur u tanaman n 42 hari settelah tanam (V9) pada jaagung Bisma. Tinggkat serapan N pada tannaman jagun ng sangat dippengaruhi uumur, kondissi saat aplikasi daan proses fotoosintesis tanaman. Respo on pemberiann pupuk N ppada tanaman n juga tergantung pada tingkaat kesuburann tanah dan bentuk/jenis b pupuk (paddat atau cair)) yang diberikan. Tabel 2 mennunjukkan niilai klorofil dan bagan warna w daun ppada saat um mur 42 HST tidakk berbeda nyata n antar takaran N pada pem mupukan peertama. Haal ini menunjukkkan bahwa penggunaan BWD B sebaik knya digunakkan setelah ppemupukan kedua. k Syafruddinn at al. (20066) melaporkaan bahwa klo orofil tidak teepat digunakkan pada fasee awal tanaman unntuk mempreediksi takaraan pupuk yan ng dibutuhkaan tanaman, ttetapi cocok untuk pengukurann pada fasee V6-VT seebagai pupuk k susulan (kedua ( dan ketiga). Setelah pemupukann N kedua, penyerapan N oleh tanaaman akan lebih l sempurrna,tercermin n dari warna kehhijauan pada daun yanng terbaca dengan BW WD. Subanddi et al. (2008) ( menyatakann bahwa fungsi fu pupukk N adalah h untuk meerangsang ppertumbuhan n dan memberikaan warna hijaau pada daunn.
111
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Tabel 2. Pengaruh pemberian nitrogen bertingkat terhadap nilai klorofil daun (SPAD) dan skala bagan warna daun (BWD) saat V9 (42 HST) dan pada fase keluarnya bunga jantan (VT) pada jagung komposit Bisma. Pemberian N (kg/ha) VE V9 0 50 50 100 150 0 50 75 100 150 0 50 100 100 150
Nilai SPAD (unit) V9 VT 30,47 e 37,15 edc 43,04 43,08 bac 47,71 a 34,86 ed 40,39 bdc 43,22 47,92 a 44,58 ba 36,72 edc 45,78 ba 46,11 49,56 a 49,71 a
BWD (skala) V9 VT 2,21 d 2,85 dc 2,99 3,60 ba 3,93 a 2,75 dc 3,11 bc 3,08 3,71 ba 3,92 a 2,81 dc 3,45 bac 3,40 3,85 a 4,15 a
Nilai BWD dengan nilai klorofil daun (SPAD) menunjukkan hubungan positif nyata linier, di mana semakin besar nilai klorofil meter semakin besar nilai skala BWD. Nilai BWD pada saat fase pembungaan dengan hasil menunjukkan hubungan nyata positif linier, di mana semakin tinggi nilai BWD semakin besar nilai SPAD. Hal tersebut menunjukkan bahwa nilai BWD berkaitan erat dengan nilai SPAD (Gambar 2). 55
Klorofil meter-SPAD (unit)
50 y = 9 .6 0 6 x + 1 0 .7 8 R ² = 0 .8 4 9 45
40
35
30
25 2 .0
2 .5
3 .0
3 .5
4 .0
4 .5
B a g a n w a rn a d a u n (s k a la )
Gambar 2. Hubungan liner antara skala Bagan Warna Daun (BWD) dengan klorofil jagung-SPAD pada varietas Bisma.
112
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Nilai BWD dengan hasil menunjukkan hubungan positif linier di mana semakin besar nilai BWD maka hasil semakin meningkat. Batas kritis nilai BWD untuk jagung komposit (Bisma) skala 3,9 untuk mencapai hasil minimal 4,9 t/ha. Nilai BWD tersebut sebaiknya dipertahankan sampai fase pembungaan jantan (VT) Gambar 3).
6 y_v9= 0.057x + R² = 2.939 0.116
5
4
y_vt = 0.408x + R² = 1.808 0.934
3
Hasil 2 (t/ha) 1
0 2. 0
2. 5
Fase pertumbuhan V9 (42 haris setelah Fase VT (fase pembungaan tanam) jantan) 3. 3. 4. 0 5 0
Bagan Warna Daun (unit)
4. 5
Gambar 3. Hubungan liner antara nilai Bagan Warna Daun (BWD) yang diukur pada saat fase V9 (42 hari setelah tanam) dan pembungaan jantan (VT) dengan hasil jagung Bisma. Pemberian N bertingkat sangat bepengaruh terhadap tinggi tanaman pada vase V9 (42 hst) dan bobot biomas tanaman. Semakin besar pemberian N, tinggi dan bobot biomas tanaman semakin besar. Hal ini berhubungan dengan kecukupan hara apabila N diberikan diserap dan membentuk biomas tinggi (Tabel 3).
113
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
Tabel 3. Pengaruh pemberian nitrogen bertingkat terhadap tinggi tanaman dan bobot biomas per tanaman saat V9 (42 HST) dan fase keluarnya bunga jantan (VT) pada jagung komposit Bisma. Pemberian N (kg/ha) VE V9 0 50 50 100 150 0 50 75 100 150 0 50 100 100 150
Tinggi tanaman (cm) V9 VT 208 b 225 ba 64,35 229 ba 236 ba 217 ba 227 ba 66,18 241 ba 232 ba 222 ba 229 ba 66,92 237 ba 247 a
Bobot biomas/tanaman (g) V9 VT 460 b 516 ba 257,70 587 ba 608 ba 506 ba 557 ba 261,70 580 ba 632 a 515 ba 528 ba 390,00 621 ba 664 a
Skala BWD dengan bobot biomas sangat berkaitan, semakin tinggi takaran pupuk N, warna daun akan semakin hijau dan diikuti oleh pertumbuhan tanaman yang normal dengan tercukupinya N sehingga biomas semakin besar. Gambar 4 menunjukan hubungan positif nyata linier, dimana semakin besar nilai skala BWD maka semakin besar bobot biomasnya.
Bobot biomas tanaman saat panen (g)
700
650 y = 96.51x + 240.1 R² = 0.910
600
550
500
450
400 2.0
2.5
3.0
3.5
4.0
4.5
Nila Bagan Warna Daun saat fase pembungaan jantan-VT(skala)
Gambar 4. Hubungan antara nilai Bagan Warna Daun (BWD) yang diukur pada saat fase pembungaan jantan (VT) dengan bobot biomas saat panen pada jagung Bisma.
114
Prosiding Seminar Nasional Serealia 2009
ISBN :978-979-8940-27-9
KESIMPULAN • Pemupukan nitrogen (N) sangat berpengaruh terhadap nilai Bagan warna daun (BWD); semakin besar takaran pemberian N, semakin besar nilai BWD daun jagung Bisma (komposit). Kecukupan hara N dapat dipantau dengan menjaga nilai BWD tetap 4 pada saat fase pembungaan (VT) untuk mencapai produksi jagung tetap tinggi. • Nilai BWD berkorelasi dengan hasil jagung; Semakin tinggi nilai skala BWD semakin besar produksi jagung. Batas kritis BWD pada jagung Bisma (komposit) adalah 3,9 untuk mencapai minimal hasil 4,9 t/ha. DAFTAR PUSTAKA Balai Penelitian Tanah 2008. Perangkat Uji Tanah Kering. Warta. Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Vol. 30, No. 5. P.13 Halliday, D.J. dan M.E. Trenkel. 1992. IFA World Fertilizer Use Manual. International Fertilizer Industry Association, Paris. Hopkins.1999. Introduction to Plant Physiology. Jhon Wiley and Sons, New York, NY. Jones, J.B., B. Wolf, dan H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook. A practical sampling, preparation, analysis, and interpretation guide. Micro-Macro Publishing, Inc. Syafruddin, Saenong, dan Subandi. 2006. Penggunaan Bagan Warna Daun (BWD) untuk Efisiensi Pemupukan N pada Tanaman Jagung. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol. 27 No. 1 2008. P.24. Sutoro 2007. Respon Terkorelasi Karakter Sekunder Tanaman Jagung pada Seleksi di Lingkungan Pemupukkan Berbeda. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vol. 26, No.2. Hal. 120. Wahid, A.S., 2003. Peningkatan Efisiensi Pupuk Nitrogen Pada Padi Sawah Dengan Metode Bagan Warna Daun. Jurnal Libang Pertanian. P. 157. Zubachtirodin dan Subandi 2008. Peningkatan Efisiensi Pupuk N, P, K, dan Produktivitas Jagung pada Lahan Kering Ultisol Kalimantan Selatan. Penelitian Pertanian Tanaman Pangan. Vo. 27 No. 1. Hal. 33.
115