EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA (Studi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat)
Oleh : DRUCELLA BENALA DYAHATI I34080130
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
ABSTRACT DRUCELLA BENALA DYAHATI Local Institutional Effectiveness Againts Tourism Management System (Studies in Gili Trawangan, Gili Indah Village, Pamenang District, Nusa Tenggara Barat Province). Guided by ARYA HADI DHARMAWAN. This research analyzes the effectiveness of local institutional to manage tourism activity in Gili Trawangan. Awig-awig is the local institutional in gili trawangan. This research focused on influence of awig-awig to handle tourism management system. This research uses qualitative and quantitative methods. Respondents in this studyis that tourists who visit Gili Trawangan shelled by the total respondents were 60 persons. Respondent is chosen with accidental random sampling. This research goal are: (1) knowing what kind of local institutional in Gili Trawangan, (2)analyze the relationship between the level of knowledge, the level of understanding and the level of implementation to the level of violation from the tourist (3) analyze the effectiveness of local institutional in Gili Trawangan. The result of this research show the local institutional in Gili Trawangan effective to control tourism behavior and activity in Gili Trawangan. There is relationship between the level of knowledge, the level of understanding and the level of implementation to the level of violation from the tourist. The low number of violations show the effectiveness of local institutional. good tourism behaviour impacts to the good environments in Gili Trawangan. Keyword : local institutional, tourism management system, Gili Trawangan
RINGKASAN DRUCELLA BENALA DYAHATI. Efektivitas Kelembagaan Lokal Terhadap Sistem Pengelolaan Pariwisata (Studi Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Nusa Tenggara Barat). Di bawah Bimbingan ARYA HADI DHARMAWAN. Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis efektivitas kelembagaan lokal terhadap sistem pengelolaan pariwisata di Gili Trawangan. Dengan cara mengetahui bentuk kelembagaan lokal yang mengatur tata perilaku wisatawan, mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara dengan tingkat pelanggaran terhadap aturan lokal, dan mengetahui tingkat efektivitas kelembagaan lokal mengatur tata perilaku wisatawan. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh pendekatan kualitatif. Penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Karakteristik responden dalam penelitian ini adalah 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 wisatawan domestik. Pembagian ini dimaksudkan untuk melihat dan membandingkan hasil penelitian antara wisatawan mancanegara dan domestik. Gili Trawangan tidak hanya mempunyai keindahan alam yang indah, tetapi Gili Trawangan mempunyai sebuah bentuk kelembagaan lokal yang mengelola pariwisata. Awig-awig merupakan sebuah bentuk kelembagaan lokal yang ada di Gili Trawangan. Awig-awig merupakan salah satu aturan lokal tidak tertulis yang dibentuk masyarakat Gili Trawangan atas dasar kesepakatan bersama. Awig-awig dibuat dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan Gili Trawangan dari dampak negatif yang akan ditimbulkan kegiatan pariwisata. Berdasarkan tempat dan fungsinya Awig-awig dibagi menjadi empat ruang lingkup, yaitu: awig-awig darat yang berisi tentang aturan-aturan yang khusus melindungi lingkungan darat Gili Trawangan, yang kedua awig-awig laut yaitu berisi aturan-aturan yang dibuat untuk melindungi lingkungan laut, yang ketiga merupakan awig-awig gubuk yang berisi khusus aturan mengenai tindakan kriminal dan yang keempat merupakan awig-awig pergaulan sosial yang berisi tentang aturan-aturan tata prilaku atau pergaulan di Gili trawangan. Sanksi merupakan wujud kontrol dari awigawig dan awig-awig disosialisasikan secara lisan oleh masyarakat. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara dan domestik terhadap tingkat pelanggaran awig-awig. Hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan dengan tingkat
iv
pelanggaran yang terjadi pada aturan lokal menunjukan sebarapa efektif aturan lokal mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik, dipilih aturan lokal yang memiliki jumlah pelanggaran tertinggi dan jumlah pelanggaran terendah dihubungkan dengan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan untuk efektivitas aturan lokal tersebut mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik. Awig-awig cukup efektif mempengaruhi perilaku wisatawan karena jumlah pelanggaran yang terjadi masih kecil yaitu dibawah 35 persen. Awig-awig yang paling efektif adalah awig-awig Gubuk, yaitu awig-awig mengenai larangan tindakan kriminal dan awig-awig mengenai larangan memakai kendaraan bermotor. Awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal sangat efektif mengatur perilaku wisatawan di Gili Trawangan. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tingkat pelanggaran dari wisatawan mancanegara dan domestik terhadap awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Salah satu peraturan yang ada pada Awigawig darat yaitu Awig-awig nomor 5 mengenai larangan memakai kendaraan bermotor, Awig-awig tersebut sangat efektif karena tidak ada persentase tingkat pelanggaran yang terjadi karena tidak adanya kendaraan bermotor yang masuk ke kawasan darat Gili Trawangan. Awig-awig nomor 1 mengenai larangan memakai pakaian renang atau bikini di kawasan pemukiman penduduk masih kurang efektif untuk mengatur perilaku wisatawan mancanegara karena masih banyak terdapat pelanggaran, sehingga dapat dikatakan peraturan ini masih belum cukup efektif dan perlu di tindak lanjuti kembali. Awig-awig nomor 9 mengenai zona khusus menyelam masih kurang efektif untuk mengatur perilaku wisatawan domestik karena masih banyak terdapat pelanggaran, sehingga dapat dikatakan peraturan ini masih belum cukup efektif mengatur perilaku wisatawan domestik dan perlu ditindak lanjuti kembali.
EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA (Studi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Provinsi Nusa Tenggara Barat)
Oleh : DRUCELLA BENALA DYAHATI I34080130
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Drucella Benala Dyahati NIM
: I34080130
Judul Skripsi
: Efektivitas Kelembagaan Lokal Terhadap Sistem Pengelolaan Pariwisata (Studi di Gili Trawangan, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Nusa Tenggara Barat)
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr NIP. 19630914 199003 1 002
Mengetahui, Ketua Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia, Insitut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Soeryo Adiwibowo, MS NIP. 19550630 198103 1 003
Tanggal Pengesahan : _____________
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “EFEKTIVITAS
KELEMBAGAAN
LOKAL
TERHADAP
SISTEM
PENGELOLAAN PARIWISATA (STUDI DI GILI TRAWANGAN, DESA GILI INDAH, KECAMATAN PAMENANG, PROVINSI NUSA TENGGARA BARAT)” ADALAH
BENAR-BENAR
HASIL
KARYA
SAYA
SENDIRI
DENGAN
BIMBINGAN DOSEN PEMBIMBING DAN BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN. SUMBER INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, Oktober 2012
Drucella Benala Dyahati I34080130
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Ayah penulis bernama Endang Husaini Achmad Syah dan Ibu penulis bernama Raden Ajeng Hangesti Emi Widyasari. Penulis Lahir di Bogor pada tanggal 25 November 1991, Penulis menamatkan sekolah di Playgroup Salman Alfarisi 1994-1995, TK Salman Alfarisi pada tahun19951996, SDN Tapos 2 pada tahun 1996-1999, SDN Ciriung I pada tahun 1999-2000, SDIT Insan Kamil pada tahun 2000-2002, SMP N 6 Bogor pada tahun 2002-2005, SMA N 9 Bogor pada tahun 2005-2008. Pada tahun 2008 penulis diterima sebagai mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor angkatan 45 melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negri (SNMPTN). Kegiatan penulis selain aktif di bangku perkuliahan, penulis juga mengikuti organisasi MAX (Music Agricultural Expresion), Penulis juga aktif dalam Forum Anak Bebas Tembakau yang diwadahi oleh Komnas Perlindungan Anak Indonesia, Penulis juga mengikuti Forum Anak Indonesia sebagai Finalis Duta Anak Indonesia pada Kongres Anak
Indonesia pada tahun 2008, Penulis juga Pengurus
Generasi Muda Pecinta Alam Sembilan, Penulis pernah menjadi pembicara pada pelatihan yang diadakan Institut Teknologi Indonesia, Penulis seorang penulis buku antalogi cerpen berjudul “Kebahagiaan Sejati”, penulis artikel dibeberapa majalah, serta penulis dibeberapa novel lainnya. Penulis juga merupakan sukarelawan di beberapa organisasi internasional seperti Green Peace dan WWF, penulis juga anggota organisasi Muda Berdaya, penulis juga merupakan salah satu dari 6 pemenang Miss Scuba Indonesia 2012, finalis Mamamia 2008, model beberapa majalah dan prestasi non akademik lainnya.
KATA PENGANTAR Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kepada AllahSWT yang telah memberikan pertolongan-Nya dalam menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Efektivitas Kelembagaan Lokal Terhadap Sistem Pengelolaan Pariwisata (Studi di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat)”. Sholawat serta salam semoga tetap tercurah ke Nabiyullah Muhammad SAW. Skripsi ini ditujukan untuk memenuhi syarat kelulusan pada Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Ucapan terimakasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr sebagai pembimbing yang telah memberikan saran dan masukan selama proses penulisan hingga penyelesaian skripsi ini. Penulis juga menyampaikan hormat dan ucapan terimakasih kepada Endang Husaini, RA. Hangesti E Widyasari dan Dipasena Yanuaresta yang senantiasa berdoa dan melimpahkan kasih sayangnya bagi penulis. Tidak lupa terimakasih juga penulis sampaikan kepada teman-teman, yang telah memberi semangat dan menemani penulis dalam proses penulisan laporan ini. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas kelembagaan lokal terhadap sistem pengelolaan pariwisata. Sebagaimana diketahui, kelembagaan lokal dalam sistem pengelolaan pariwisata suatu daerah cukup berpengaruh terhadap kondisi lingkungan dan juga terhadap kunjungan wisatawan.
Bogor, Oktober 2012
Penulis
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulisan skripsi ini tentunya tidak terlepas dari kontribusi berbagai pihak baik secara moral maupun material, dalam bentuk dorongan, semangat, dan dukungan baik secara langsung maupun tidak langsung. Ucapan terima kasih ini kepada: 1. Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya dan dengan sabar memberi arahan, nasehat, bimbingan, memberikan semangat kepada penulis, dan senantiasa memberikan masukan-masukan yang begitu berarti selama penyusunan skripsi. 2. Bapak Arif Satria, Martua Sihaloho dan Dosen serta Staff Pengajar Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat yang telah memberikan ilmu-ilmu yang sangat bermanfaat bagi penulis untuk digunakan nantinya 3. Ayahanda Endang Husaini dan Ibunda RA. Hangesti E Widyasari yang senantiasa memberikan doa dan kasih sayang yang amat berlipat yang menjadikan penulis bisa seperti sekarang. 4. Adikku tersayang Dipasena Yanuaresta yang selalu mau mendengarkan keluh kesah penulis dan memberikan semangat serta kata-kata yang dapat menghibur dan menentramkan hati penulis serta menghadirkan gelak tawa. 5. Kepada seluruh keluarga besar RM. Soegiarto Prawiro Kusumo, keluarga besar Yusuf Achmad Syah dan Keluarga besar H.M Tohir yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang membantu dan selalu menjadi penyemangat untuk penulis. 6. Sahabat-Sahabat terbaik Institut Pertanian Bogor, Lia Yulistiana, Yuviani Kusumawardani,
Genadri, dan Anisa Nadia yang selalu bersedia mendengarkan
keluh kesah dan menenangkan serta menghibur hati penulis. 7. Terima kasih kepada pihak-pihak pemerintahan Lombok, Dinas Kebudayaan, Dinas Pariwisata, BKKPN dan masyarakat di Gili Trawangan, Pak Taufik sebagai Kepala Desa, Pak Marwi sebagai Kepala Dusun, Bang Basok pemilik Sama-Sama Café dan lain-lain yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu penulis selama penelitian. 8. Terimakasih kepada Edi Suyitno alumnus Institut Pertanian Bogor yang luar biasa dari PT. Oto Multiartha yang telah memberi semangat, ilmu serta membantu memfasilitasi penelitian saya.
xi
9. Terima kasih kepada Mohni sebagai pimpinan Lombok Dive serta kru Lombok Dive yang telah bersedia memfasilitasi penelitian saya dan memberi banyak ilmu kepada penulis serta teman berbagi selama penelitian. 10. Terima kasih kepada Jose Poernomo seorang sutradara dan akademika yang sangat luar biasa memberikan waktu, dorongan serta selalu memberikan arahan ke arah yang lebih baik kepada penulis. 11. Terimakasih kepada Paulus Tanu dan Hendra sebagai owner dari Pelangi Manajemen yang sudah membantu memfasilitasi penelitian saya serta dukungan dan semangat dari teman-teman model satu manajemen, Elfrida, Tania, Olivia, Indah, Triska, dan teman-teman model yang lain. Terima kasih kepada Nophe, Sebastian Braun, Iwan putuhena, Pungky dan para rekan-rekan fotografer yang senantiasa memberi semangat. 12. Terimakasih kepada Bastian dari PT. Rajawali Corpora yang telah memberi dukungan yang luar biasa selama proses penulisan. 13. Teman-teman sebimbingan Niko Ramadhana, Aldila Adelia, Putri Ekasari dan Agung Muhamad Hidayah terima kasih untuk seluruh dukungan dan selalu mau mendengarkan dan mengatasi kebingungan penulis 14. Sahabat-sahabat terbaik para mahasiswa SKPM45. Terimakasih untuk seluruh moment-moment terindah selama di SKPM, untuk semua semangat, bantuan serta dorongan yang selalu diberikan sehingga penulis dapat menjalankan karir non akademis dan menyelesaikan kewajiban akademik. Penulis menyadari bahwa skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhir kata, semoga hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi para pembaca dan memberikan sumbangan nyata untuk perbaikan sistem pengelolaan pariwisata di Indonesia.
Bogor, Oktober 2012
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ................................................................................................... DAFTAR TABEL ........................................................................................... DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................
xii xv xvi xvii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1.2 Masalah Penelitian ..................................................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................................ 1.4 Kegunaan Penelitian ...................................................................................
1 2 3 4
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 2.1.1 Pariwisata .............................................................................................. 2.1.1.1 Pengertian Pariwisata .................................................................... 2.1.1.2 Dampak Pariwisata ..………........................................................ 2.1.2 Pengertian Ekowisata ..………............................................................. 2.1.3 Masyarakat Adat ................................................................................... 2.1.4 Kearifan Lokal ...................................................................................... 2.1.5 Pengertian Kelembagaan ……….......................................................... 2.1.6 Nilai dan Norma …………................................................................... 2.1.7 Interaksi Sosial ……………………………......................................... 2.2 Kerangka Pemikiran ................................................................................... 2.3 Hipotesis Penelitian .................................................................................... 2.4 Definisi Operasional ...................................................................................
5 5 5 5 8 9 10 11 13 14 14 17 17
BAB III PENDEKATAN LAPANGAN 3.1 Metode Penelitian ....................................................................................... 3.2 Lokasi dan Waktu ....................................................................................... 3.3 Teknik Pengumpulan Data ........................................................................ 3.4 Teknik Pengolahan dan Analisis Data ........................................................
20 20 21 22
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Sejarah Gili Trawangan .............................................................................. 4.2 Letak dan Luas ........................................................................................... 4.3 Jumlah Kunjungan Wisatawan ................................................................... 4.4 Sarana dan Prasarana Penunjang Wisata .................................................... 4.5 Karakteristik Responden ............................................................................
23 24 24 25 25
xiii
BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN 5.1 Gambaran Norma dan Adat Masyarakat Gili Trawangan .......................... 5.2 Bentuk Kelembagaan Lokal ....................................................................... 5.3 Tujuan dibentuknya Kelembagaan Lokal ………………………………... 5.4 Wujud Kontrol dan Sosialisasi Aturan Lokal ………………..................... 5.5 Ikhtisar …………………………………………………………………… BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI WISATAWAN DOMESTIK DAN WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP TINGKAT PELANGGARAN ATURAN LOKAL 6.0 Pendahuluan…………………………………………………………. 6.1 Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Terendah .......................................................................... 6.2 Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Terendah..................................................................... 6.3 Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Tertinggi……………….................................................... 6.4 Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Terendah……………………..................................................... 6.5 Efektivitas Kelembagaan Lokal ................................................................ 6.6 Ikhtisar………………………………………………………………… BAB VII PENUTUP 8.1 Kesimpulan ............................................................................................... 8.2 Saran .......................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... LAMPIRAN ....................................................................................................
28 28 30 31 32
33 34 37
38
45
44 48 49 51 53 55 57
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tabel 4.2 Tabel 4.3 Tabel 4.4 Tabel 6.1
Tabel 6.2
Tabel 6.3
Tabel 6.4
Jumlah kunjungan Wisatawan di Gili Trawangan, 2011 ........ Jenis Sarana dan Prasarana Pariwisata di Gili Trawangan ...... Lama Kunjungan Wisatawan .................................................. Intensitas Kunjungan Wisatawan ............................................ Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 4 ............................................ Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 4............................................. Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 1................................. Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 9..................................
24 25 26 27
34
38
41
46
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran Penelitian ...............................................
16
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Lampiran 2. Lampiran 3. Lampiran 4.
Gambar-gambar Penelitian ................................................... Kerangka Sampling .............................................................. Kuesioner .............................................................................. Panduan Pertanyaan ..............................................................
56 59 61 72
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Indonesia merupakan negara megabiodiversiti kedua di dunia, telah dikenal
memiliki kekayaan alam, flora dan fauna yang sangat tinggi. Indonesia merupakan negara yang mempunyai sejuta potensi keunikan alam dan budaya yang melimpah. Indonesia mempunyai potensi besar dalam perkembangan pariwisata. Pariwisata mulai tampak ketika pembangunan sarana dan prasarana mulai gencar dilakukan diberbagai daerah wisata. Pariwisata sebagai industri mulai gencar dilakukan ketika banyak wisatawan yang tertarik untuk datang ketempat wisata dan melakukan beberapa transaksi. Dalam melakukan beberapa transaksi terciptalah sebuah kegiatan ekonomi dalam industri pariwisata. Kegiatan ekonomi dalam sektor ini telah berhasil memperbesar penerimaan devisa negara, memperluas lapangan kerja dan kesempatan berusaha serta berperan mendorong pembangunan prasarana dan sarana didaerah, merupakan segi positif yang berkaitan dengan ekonomi fisik dan perolehan devisa. Bila dilihat dari Undang Undang nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005 – 2025 yang menjadi acuan dari setiap perencanaan pembangunan ditingkat daerah berdasarkan kewenangan otonomi. Mengacu pada UU Republik Indonesia Nomor 9 tahun 1990 tentang kepariwisataan, wisata adalah kegiatan perjalanan yang dilakukan secara sukarela bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata. Pariwisata adalah segala sesuatu yang berhubungan dengan wisata termasuk pengusahaan obyek dan daya tarik wisata, serta usaha-usaha terkait di bidang tersebut. Pariwisata mempunyai pengertian suatu perjalanan wisata daerah yang masih alami, dimana pariwisata selalu menjaga kualitas, keutuhan, dan kelestarian alam serta budaya. Kegiatan pariwisata dapat menimbulkan dampak negatif dan dampak positif bagi sektor sosial, ekologi dan ekonomi. Diperlukannya kajian yang menyinggung mengenai dampak sosial, ekologi dan ekonomi pariwisata terhadap masyarakat dan lingkungan setempat tanpa melupakan kelestarian alam serta kelestarian budaya setempat. Bila menyinggung mengenai kelestarian, kita harus memperhatikan sistem pengelolaan pariwisata. Dalam sistem pengelolaan pariwisata terdapat seperangkat ketentuan atau aturan yang mengatur masyarakat atau sumberdaya manusia yang berperan penting dalam
2
pengelolaan pariwisata. Pariwisata dalam suatu daerah dapat lestari bila terdapat kelembagaan yang baik serta berperan penting dalam pengelolaan pariwisata. Menurut Schmid (1987)
dalam Kartodihardjo et al (2004), Kelembagaan adalah seperangkat
ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus mereka lakukan. Kelembagaan tersebut mencangkup
kelembagaan
formal
dan
kelembagaan
informal,
dimana
dalam
kelembagaan informal terdapat kelembagaan lokal yang dibentuk oleh masyarakat sendiri dan kelembagaan formal datang dari pemerintahan. Kelembagaan lokal dapat mejadi jalur alternatif yang baik bagi sistem pengelolaan pariwisata, karena aturan lokal yang datang dari dalam diri masyarakat setempat sendiri akan mempermudah menjalankan aturan tersebut sesuai nilai dan norma masyarakat itu dan di damping oleh sosialisasi dan kontrol yang baik. Menurut Braun (2008) mengatakan bahwa aturan formal sering kali di tolak oleh masyarakat dan tidak cocok dengan aturan informal. Dalam sistem pengelolaan pariwisata sangat perlu sistem manajemen yang baik dan berasal dari masyarakat lokal sehingga tercipta sistem pengelolaan yang lebih baik bagi lingkungan masyarakat lokal. Menurut Aulia (2010) mengatakan bahwa kearifan lokal tetap dipertahankan masyarakat dan efektif dalam mengatur kehidupan masyarakat dan alam. Kesinergisan antara kelembagaan formal dan informal dapat menjadikan pariwisata menjadi lebih terorganisir dengan baik dan meminimalisir dampak negatif dari pariwisata. Kelembagaan yang baik dalam sistem pengelolaan tidak lupa didukung oleh sosialisasi dan kontrol yang baik sehingga kelembagaan dapat berjalan efektif.
1.2
Masalah Penelitian Pulau Lombok merupakan salah satu rute wisata segitiga emas (Bali-Tana Toraja-
Lombok), sehingga pariwisata di daerah tersebut mempunyai potensi yang sangat besar terutama Pulau Gili Trawangan Lombok. Gili Trawangan merupakan salah satu pulau kecil yang terletak di Lombok barat. Pulau yang sedang gencar dipromosikan ini cukup terkenal dikalangan turis domestik dan mancanegara, karena objek wisatanya yang masih murni/natural, aturan lokalnya “awig-awig” yang masih asli dan dekatnya lokasi dengan pulau Bali yang promosinya sudah lebih gencar dilakukan. Meskipun yang berkunjung ke
3
pulau Gili Trawangan Lombok masih terpengaruh limpahan wisatawan yang pergi ke pulau Bali, namun tidak menutup kemungkinan bahwa pariwisata di Pulau Gili Trawangan Lombok dapat berkembang tanpa pengaruh dari pulau Bali. Gili Trawangan mempunyai aturan lokal yang biasa disebut “Awig-awig”. Awig- awig berisi berbagai tata aturan yang dibentuk untuk melindungi dan menjaga keutuhan Gili Trawangan. Gili Trawangan yang terletak di Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Barat,
Nusa
Tenggara
Barat
ini
telah
membuat
sebuah
keputusan
nomor
12/pem.1.1./06/1998 tanggal September 1998 tentang awig-awig pemeliharaan dan pengelolaan ekosistem terumbu karang. Keputusan desa ini berbentuk formal seperti bentuk-bentuk surat keputusan yang biasa dipakai oleh pemerintah. Bagian ini menimbang keadaan potensi pesisir dan laut serta kepedulian akan kondisinya yang terancam kerusakan. Awig-awig membuktikan bahwa ada perhatian masyarakat untuk menjaga keutuhan Gili Trawangan dengan pembuatan aturan lokal. Awig-Awig ini merupakan salah satu pagar dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berkaitan dengan daya tarik pariwisata di daerah tersebut. Gili trawangan memiliki potensi pariwisata yang cukup tinggi, keindahan alam yang indah dan alami dapat menaruk turis domestik maupun mancanegara untuk datang berwisata ke Gili Trawangan. Gili Trawangan akan mendapat imbas negatif dari pariwisata bila tidak dikelola sistem kelembagaan yang baik. Oleh karena itu diperlukan aturan lokal sebagai bentuk kelembagaan lokal untuk mengelola pariwisata pada daerah tersebut. Kesinergisan antara kelembagaan formal dan informal. Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, adapun pertanyaan penelitian studi ini adalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana kelembagaan lokal yang mengatur perilaku wisatawan?
2.
Bagaimana hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi terhadap tingkat pelanggaran awig-awig oleh wisatawan mancanegara dan domestik?
3.
Sejauh mana efektivitas kelembagaan lokal mengatur tata perilaku wisatawan?
4
1.3
Tujuan penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan penulisan adalah menganalisis
efektivitas kelembagaan lokal terhadap sistem pengelolaan pariwisata. Tujuan utama tersebut didukung dengan tujuan-tujuan khusus lainnya, yaitu 1. Mengetahui kelembagaan lokal yang mengatur tata perilaku wisatawan. 2. Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi terhadap tingkat pelanggarab awig-awig oleh wisatawan mancanegara dan wisatawan domestik. 3. Mengetahui seberapa dalam efektivitas kelembagaan lokal mengatur tata perilaku wisatawan.
1.4
Kegunaan Penulisan Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang
berminat maupun yang terkait dengan masalah sistem pengelolaan ekowisata khususnya kepada: 1.
Peneliti dan Civitas Akademika Penelitian ini merupakan proses belajar bagi peneliti dalam menganalisis efektivitas kelembagaan terhadap sistem pengelolaan pariwisata dan diharapkan penelitian ini dapat memberikan informasi bagi penelitian sejenisnya.
2.
Masyarakat Hasil penelitian ini semoga mampu meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat mengenai permasalahan pariwisata serta kelestariannya.
3.
Pemerintah Semoga hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam merumuskan pedoman dan kebijakan untuk sistem pengelolaan pariwisata.
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Pustaka 2.1.1 Pariwisata 2.1.1.1 Pengertian Pariwisata Menurut Yoeti (2008) mengatakan bahwa pariwisata merupakan suatu perjalanan yang dilakukan untuk sementara waktu, yang diselenggarakan dari suatu tempat ke tempat lain, dengan maksud bukan untu berusaha (business) atau mencari nafkah di tempat yang dikunjungi, tetapi semata-mata untuk menikmati perjalanan tersebut guna pertamasyaan dan rekreasi atau untuk memenuhi keinginan yang beraneka ragam. Pariwisata merupakan sebuah kegiatan atau industri yang mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat terutama dalam hal peningkatan pendapatan, peningkatan
kesempatan
pengembangan
kerja,
sektor-sektor
peningkatan
lainnya.
Pada
taraf
hidup
dasarnya
serta
tujuan
stimulus banyak
bagi negara
mengembangkan sektor pariwisata adalah untuk memperluas kesempatan kerja dan lapangan usaha, penerimaan devisa negara, dan mendorong pembangunan daerah. Pada sisi lain kita harus memikirkan dampak yang akan ditimbulkan pariwisata.
2.1.1.2 Dampak Pariwisata Pariwisata memberikan dampak sosial, ekologi dan ekonomi bagi masyarakat dan lingkungan sekitar. Datangnya wisatawan akan
memberikan tekanan ekologis
terhadap kawasan hutan, air, danau atau pantai yang didatangi. Dalam usaha Pariwisata terdapat interaksi antara lingkungan dan wisatawan serta interaksi antar pihak. Interaksi ini dapat menimbulkan dampak sosial, ekologi dan ekonomi dari pariwisata. Interaksi sosio-ekologis dapat menimbulkan dampak negatif bagi alam maupun masyarakat bila tidak dibatasi dengan baik. Interaksi antar pihak, yaitu interaksi wisatawan dengan pihak swasta maupun pihak lainnya yang mempunyai kepentingan dalam usaha pariwisata pun dapat menimbulkan dampak negatif bila tidak dikelola dengan baik. Terdapatnya interaksi dapat menimbulkan perbedaan kepentingan antara komunitas lokal dengan pihak luar dan hal ini pun dapat menjadi faktor penyebab konflik. Dalam industri pariwisata pasti terdapat usaha-usaha ekonomi yang mendukung jalannya pariwisata. Pariwisata dapat dikatakan berhasil dalam meningkatkan ekonomi masyarakat bila sektor nonpertanian lebih menghasilkan pemasukan lebih besar dibandingkan sektor pertanian.
6
Namun, usaha-usaha ekonomi tersebut bila tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan ketimpangan pada aspek sosial dan ekologis di daerah wisata tersebut. Masuknya wisatawan kedalam daerah wisata membawa sampah serta kebisingan yang akan terus bertambah bila tidak dikelola dengan kelembagaan lokal yang kuat. Bila hal itu terus masuk tanpa ada kelembagaan lokal yang memagari, akan menimbulkan gangguan terhadap sektor sosial dan ekologis. Selain konflik yang ditimbulkan akibat korelasi dari dampak ekonomi, sosial dan ekologis, aktifitas pariwisata berpotensi memicu terjadinya komersialisasi budaya dalam segala bentuk. Memudarnya nilai dan norma sosial dapat timbul karena masuknya pariwisata ke dalam satu kawasan. Pariwisata dapat menyebabkan perubahan sosial atau modernisasi sehingga menyebabkan memudarnya nila-nilai yang ada dalam masyarakat itu sebelumnya, sehingga dapat menyebabkan kehilangan identitas, perubahan perilaku masyarakat, konflik sosial, hingga gangguan terhadap komunitas setempat baik fisik maupun nonfisik, serta pergeseran mata pencaharian. Berdasarkan kacamata ekonomi makro, pariwisata (termasuk ekowisata) memberikan beberapa dampak positif, yaitu (Yoeti 2008) : 1. Menciptakan kesempatan berusaha. 2. Menciptakan kesempatan kerja. 3. Meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relative cukup besar. 4. Meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah. 5. Meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB). 6. Mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor ekonomi lainnya. 7. Memperkuat neraca pembayaran. Bila neraca pembayaran mengalami surplus, dengan sendirinya akan memperkuat neraca pembayaran Indonesia, dan sebaliknya. Pengembangan pariwisata (ekowisata) tidak saja memberikan dampak positif. Pariwisata juga dapat memberikan beberapa dampak negatif, antara lain (Yoeti 2008): 1. Sumber-sumber hayati menjadi rusak, yang menyebabkan Indonesia akan kehilangan daya tariknya untuk jangka panjang.
7
2. Pembuangan sampah sembarangan yang selain menyebabkan bau tidak sedap juga dapat membuat tanaman di sekitarnya mati. 3. Sering terjadi komersialisasi seni-budaya. 4. Terjadi demonstration effect, kepribadian anak-anak muda rusak. Cara berpakaian anak-anak sudah mendua berkaos oblong dan bercelana kedodoran. Yoeti (2008) mengemukakan bahwa kegiatan ekowisata dapat memberikan dampak pada berbagai aspek seperti sosial-budaya, ekonomi, dan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa dampak positif dan negatif : a. Dampak ekowisata terhadap sosial-budaya : Kegiatan ekowisata yang menyajikan kehidupan sosial budaya masyarakat, secara tidak langsung telah memberikan dampak bagi kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar tempat wisata. Dampak yang diberikan antara lain, dengan adanya kegiatan ekowisata, masyarakat semakin melestarikan budaya dan adat istiadat mereka. Hal ini dikarenakan budaya dan adat istiadat akan semakin menarik minat wisatawan untuk mengunjungi daerah mereka. Dampak tersebut merupakan dampak yang diharapkan dari kegiatan ekowisata. Akan tetapi, kegiatan ekowisata juga dapat memberikan dampak negatif berupa lunturnya adat istiadat dan kebudayaan masyarakat sekitar. Hal ini dikarenakan , dengan adanya ekowisata maka akan semakin terbukanya akses masyarakat terhadap dunia luar yang dibawa oleh para wisatawan. Hal ini dapat membuat masyarakat lokal yang tadinya menjungjung tinggi adat istiadat dan kebudayaan mereka, menjadi mulai tertarik dengan kebudayaan yang datang dari luar. Dampak negatif ini menjadi persoalan yang harus segera diatasi, mengingat kegiatan ekowisata tidak saja mempertontonkan keindahan alam, tetapi juga mempertunjukan kehidupan sosial budaya masyarakat sekitar yang dianggap unik dan menarik bagi para wisatawan. b. Dampak ekowisata terhadap ekonomi : Ekowisata yang semakin diminati oleh para wisatawan telah memberikan sumbangan yang besar terhadap sektor perekonomian pemerintah daerah juga masyarakat di sekitar tempat wisata. Menurut Sedarmayanti (2005) kegiatan ekowisata yang banyak menarik minat wisatawan telah memberikan sumbangan devisa untuk negara dan juga telah membuka kesempatan lapangan pekerjaan bagi masyarakat sekitar. Masyarakat tidak saja mendapatkan pekerjaan, tetapi juga dapat menciptakan suatu lapangan pekerjaan baru yang menunjang kegiatan pariwisata.
8
c. Dampak ekowisata terhadap lingkungan : Ekowisata sebagai kegiatan pariwisata yang menonjolkan kelestarian lingkungan menjadikan kegiatan ini lebih memperhatikan kondisi lingkungan daerah sekitar tempat wisata. Pemerintah daerah beserta aktor-aktor penunjang pariwisata lainnya berusaha melestarikan lingkungan dengan tujuan untuk menarik wisatawan. Keinginan wisatawan terhadap lingkungan hidup yang tenang, bersih dan jauh dari polusi menjadikan ekowisata banyak dipilih orang sebagai bentuk pariwisata yang diinginkan. Ekowisata sebagai kegiatan pariwisata yang bertanggung jawab juga menuntut adanya keterlibatan dari wisatawan untuk ikut melestarikan daerah yang dijadikan tujuan wisata. Kegiatan pariwisata yang dulu hanya memikirkan keinginan dan kepuasan wisatawan tanpa memikirkan dampak yang dialami oleh lingkungan semakin lama semakin ditinggalkan. Oleh karena itu, ekowisata secara tidak langsung telah memberikan dampak positif terhadap lingkungan sekitar tempat wisata.
2.1.2
Pengertian Ekowisata Ekowisata merupakan isu hangat di Indonesia, banyak orang yang mulai
mengkampanyekan dan memulai produk ekowisata karena isu “back to nature" yang sedang gencar dikampanyekan. Pada saat ini ekowisata mulai berkembang, wisata tidak hanya sekedar melakukan pengamatan atas flora dan fauna yang ada dalam daerah tersebut tetapi telah terkait dengan konsep pelestarian hutan dan penduduk lokal. Oleh karenanya, ekowisata disebut sebagai bentuk perjalanan wisata bertanggung jawab. Ekowisata dalam pandangan ekologi manusia dapat membentuk suatu pandangan tentang pembangunan yang berkelanjutan, ekowisata merupakan sebuah konsep perjalanan wisata yang dikelola dalam sistem yang baik sehingga dapat menghasilkan kegiatan wisata yang memperhatikan kelestarian. Ekowisata merupakan suatu perjalanan wisata daerah yang masih alami, dimana ekowisata selalu menjaga kualitas, keutuhan, dan kelestarian alam serta budaya. Ekowisata dalam pandangan ekologi manusia adalah pendekatan untuk menyelamatkan Sumberdaya alam dengan cara memanfaatkan “jasa lingkungan” (berupa keindahan alam) tanpa memberikan kerusakan yang berarti pada Sumberdaya alam tersebut. Pembangunan ekowisata yang berkelanjutan di tentukan oleh Sumberdaya manusia yang berperan penting dalam pengelolaan ekowisata.
9
Ekowisata adalah pengembangan dari bentuk industri pariwisata yang menekankan pada upaya pelestarian lingkungan, berintepretasi pada lingkungan, dan dapat meminimalisir dampak bagi kerusakan alam. Ekowisata dapat pula memperhatikan keberlanjutan lingkungan serta kebudayaan lokal sekaligus menciptakan peluang kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat lokal. TIES (2000) seperti dikutip oleh Damanik dan Weber (2006:39-40) mengidentifikasikan 7 prinsip ekowisata, yaitu: a) Mengurangi dampak negatif pada sumberdaya alam berupa kerusakan atau pencemaran lingkungan dan budaya lokal akibat kegiatan wisata. b) Membangun kesadaran dan penghargaan atas lingkungan dan budaya di destinasi wisata, baik pada diri wisatawan, masyarakat lokal maupun pelaku wisata lainnya. c) Menawarkan
pangalaman-pengalaman
positif
bagi
wisatawan
maupun
masyarakat lokal melalui kontak budaya yang lebih intensif dan kerjasama dalam pemeliharaan atau konservasi ODTW. d) Memberikan keuntungan finansial secara langsung bagi keperluan konservasi melalui kontribusi atau pengeluaran ekstra wisatawan. e) Memberikan keuntungan finansial dan pemberdayaan bagi masyarakat lokal dengan menciptakan produk wisata yang mengedepankan nilai-nilai lokal. f) Meningkatkan kepekaan terhadap situasi sosial, lingkungan, dan politik di daerah tujuan wisata. g) Menghormati hak azasi manusia dan perjanjian kerja, dalam arti memberikan kebebasan kepada wisatawan dan masyarakat lokal untuk menikmati atraksi wisata sebagai wujud hak azasi, serta tunduk pada aturan main yang adil dan disepakati bersama dalam pelaksanaan transaksi-transaksi wisata. Pengembangan ekowisata bukan menjadi tanggung jawab pemerintah saja, tetapi memerlukan peran aktif dari seluruh stakeholders. Pihak pemerintah pusat dan pemerintah daerah, pihak swasta serta masyarakat yang harus bekerja sama untuk membangun ekowisata yang lebih baik. Kesinergisan antar ketiganya menjadi kunci kesuksesan ekowisata.
2.1.3
Masyarakat Adat Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut suatu
sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontinyu, dan yang terikat oleh suatu rasa
10
identitas bersama (Koentjaraningrat 1990). Masyarakat adat adalah sekumpulan orang yang tingkat dalam satu wilayah dan memiliki budaya sendiri yang memiliki jejak secara turun temurun. Menurut UU No.41 Tahun 1999 tentang kehutanan dan dirangkum oleh berbagai sumber menyebutkan bahwa masyarakat adat memiliki lima ciri yang berbeda dengan masyarakat biasa. Karakteristik masyarakat tersebut antara lain : (1) Sekelompok orang yang membentuk masyarakat atau komunitas (2) Memiliki lokasi yang merupakan tempat tinggal mereka (3) Memiliki aturan dan hukum yang jelas (4) Kondisi cultural, budaya dan ekonomi yang khas sehingga berbeda dengan masyarakat lainnya (5) Berasal dari keturunan yang sama. Masyarakat lokal, terutama penduduk asli yang bermukim di kawasan wisata. Menjadi salah satu pemain kunci dalam pariwisata, karena sesungguhnya merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi sekaligus menentukan kualitas produk wisata (Damanik dan Weber 2006). Masyarakat lokal mempunyai cara sendiri untuk mengelola pariwisata yang ada di daerahnya karena mereka mengetahui dengan jelas daerah mereka sendiri sehingga mengetahui serta mempunyai kesadaran bagaimana menjaganya.
2.1.4 Kearifan Lokal Menurut Keraf (2002) kearifan lokal (tradisional) adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntut perilaku manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis. Kearifan lokal bukan hanya menyangkut pengetahuan dan pemahaman masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, tetapi juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, tetapi juga menyangkut pengetahuan dan pemahamn masyarakat tentang manusia dan bagaimana relasi yang baik di antara manusia, tetapi juga menyangkut pengetahuan, pemahaman dan adat kebiasaan tentang manusia, alam dan bagaimana relasi diantara penghuni komunitas ekologis ini harus dibangun. Konsep kearifan lokal menurut Mitchell, et al. (2000) berakar dari sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal atau tradisional. Konsep kearifan lokal merupakan bagian dari kelembagaan lokal dimana kerifan lokal tersebut merupakan salah satu bentuk dari kelembagaan lokal yang berasal
11
dari pengetahuan masyarakat sekitar untuk mengurangi dampak negatif bagi lingkungan dan masyarakat lokal.
2.1.5 Pengertian Kelembagaan Menurut Schmid (1987) dalam Kartodihardjo et al (2004), Kelembagaan adalah seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus mereka lakukan. Pengembangan kelembagaan tidak sekedar menyangkut pengembangan tata aturan dalam masyarakat, melainkan pengembangan sistem manajemen serta kontrol didalamnya. Pentingnya kelembagaan untuk pengelolaan atau sistem manajemen dalam ekowisata dapat meminimalisir dampak negatif sosial-ekologi-ekonomi dari ekowisata sehingga ekowisata dapat berjalan berkelanjutan. Menurut Uphoff (1993) dalam Soekanto (2009) adalah seperangkat norma dan perilaku yang bertahan dari waktu ke waktu dengan memenuhi kebutuhan kolektif. Sebagian besar sosiolog berpendapat bahwa kelembagaan merupakan suatu konsepsi dan bukan sesuatu yang kongkrit atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa kelembagaan adalah suatu kompleks peraturan-peraturan dan peranan-peranan sosial. Kelembagaan memiliki aspek cultural dan structural. Segi kultural berupa norma-norma dan nilai sedangkan sedangkan segi cultural berupa berbagai peranan sosial. Menurut koentjaraningrat (2009), kelembagaan adalah sistem tingkah laku sosial yang bersifat resmi serta adat istiadat dan norma yang mengatur tingkah laku dan seluruh perlengkapannya guna memenuhi berbagai kompleks kebutuhan manusia dalam masyarakat. Rahardjo (1999) menyebutkan bahwa secara umum lembaga sering diartikan sebagai wahana untuk memenuhi kebutuhan yang ada dalam suatu masyarakat. Kelembagaan dalam kaitan ini adalah tindakan bersama (collective action) yang memiliki pola atau tertib yang jelas dalam upaya mencapai tujuan atau kebutuhan tertentu. Ini berarti bahwa kelembagaan yang ada dalam suatu masyarakat eksistensinya ditentukan oleh sifat dan ragam kebutuhan yang ada dala suatu masyarakat. Dengan demikian apabila dalam masyarakat muncul kebutuhan-kebutuhan baru yang semakin meluas dan beragam,
maka
lembaga-lembaga
lama
menjadi
kurang
berfungsi.
Sebagai
12
konsekuensinya, lembaga-lembaga baru yang instrumental bagi pemenuhan kebutuhan baru itu semakin dituntut keberadaannya. Perubahan kelembagaan tidak hanya berkaitan dengan kuantitas, melainkan juga menyangkut berbagai aspek kualitatifnya. Diantaranya adalah yang berkaitan dengan pengaruh modernisasi. Sejalan dengan proses modernisasi yang terjadi, terjadi pula perubahan atau pergantian lembaga-lembaga baru yang modern. perubahan semacam ini bukan hanya menyangkut jenis atau ragamnya, melainkan juga karakteristik yang terletak padanya. Kelembagaan lama umumnya dilandasi oleh komunalisme masyarakat desa dan fungsi-fungsi yang membaur (diffused), sedangkan kelembagaan baru lebih bertumpu pada individualitas dan diferensiasi fungsi. Perubahan dan perkembangan kelembagaan pada desa-desa di Indonesia ditentukan oleh kondisi internal maupun oleh pengaruh eksternal desa. Pengaruh eksternal terutama datang dari program-program pembangunan dan hal-hal yang datang dari luar. Dalam pengelolaan pariwisata terdapat kelembagaan yang menjadi faktor penting dalam pengelolaan pariwisata. Terdapat tiga fungsi kelembagaan, yaitu : 1. Sebagai pedoman masyarakat, kelembagaan berfungsi sebagai pedoman masyarakat yang merupakan sebuah tuntunan masyarakat dalam menentukan sikap dalam lingkungan tersebut. Dalam pariwisata kelembagaan berfungsi sebagai pedoman Sumberdaya Manusia dalam mengelola sumberdaya alam dalam pariwisata tersebut agar sama-sama menghasilkan output yang baik bagi alam dan masyarakat. 2. Menjaga keutuhan masyarakat, kelembagaan berfungsi untuk menjaga keutuhan masyarakat dan memperkuat keutuhan masyarakat itu sendiri, dalam pariwisata kelembagaan dapat menjaga pariwisata itu agar tetap berjalan baik karena masyarakat yang kuat dari keutuhan kelembagaan dalam pengelolaan pariwisata tersebut. 3. Sebagai sistem pengendalian sosial, kelembagaan berperan sebagai kontrol yang dapat memperjelas batasan masyarakat dalam pengendalian pariwisata. Sistem pegendalian sosial ini berperan penting menjaga keutuhan pariwisata. Terdapat dua jenis kelembagaan penting dalam pengelolaan pariwisata, yaitu kelembagaan formal dan kelembagaan informal. Kelembagaan formal adalah sistem tata aturan yang berdiri berdasarkan legalitas formal, salah satu contohnya regulasi pemerintah. Kelembagaan informal adalah sistem tata aturan yang dibentuk berdasarkan kesepakatan masyarakat itu sendiri contohnya aturan adat. Bila pariwisata di kemas sistem pengelolaan kelembagaan yang berpengaruh baik dalam pengelolaan pariwisata, pengelolaan pariwisata dapat dikatakan sukses bila didukung kelembagaan formal dan
13
informal yang dijalankan secara berkesinambungan, karena kedua hal tersebut dapat mengurangi dampak ekologi-ekonomi-sosial yang dapat ditimbulkan oleh pariwisata sendiri. Oleh karena itu dibutuhkan kolaborasi antara kelembagaan formal dan informal dalam pengelolaan ekowisata agar dapat meminimalisir dampak yang ditimbulkan.
2.1.6 Nilai dan Norma Menurut
Abdulsyani
(1994)
sebagaimana
dikutip
oleh
Tafalas
(2010)
mengemukakan nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat, mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat. Nilai dapat dikatakan sebagai ukuran sikap dan beberapa perasaan seseorang atau kelompok yang berhubungan dengan keadaan baik buruk, benar salah, atau suka tidak suka terhadap suatu obyek baik material maupun non material. Menurut Setiadi et al. (2011), norma adalah sesuatu yang menjadi pola-pola pedoman untuk mencapai tujuan dari kehidupan sosial yang didalamnya terdapat seperangkat perintah dan larangan berupa sanksi. Aturan lokal terbentuk berdasarkan nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat. Norma akan berkembang seiring dengan perubahan kesepakatan sosial masyarakat yang sering di sebut sebuat aturan Lokal. Keberadaan norma dalam masyarakat bersifat memaksa individu suatu kelompok agar bertindak sesuai dengan aturan sosial yang telah terbentuk. Norma disusun agar hubungan antara manusia dalam sebuah masyarakat dapat berlangsung tertib. Terdapat sanksi dalam sebuah aturan lokal, dapat disebut juga sebagai sanksi atas pelanggaran norma dalam sebuah masyarakat. Aturan terbentuk berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam sebuah masyarakat. Norma dalam masyarakat berisi tata tertib, aturan, dan petunjuk standar perilaku yang pantas dan wajar. Didalam norma, terdapat tingkatantingkatan yang membedakan norma yang satu dengan yang lainnya. Tingkatan norma tersebut antara lain : •
Cara (usage) : suatu bentuk perbuatan tertentu yang dilakukan individu dalam ;suatu masyarakat tetapi tidak secara terus-menerus.
•
Kebiasaan (folkways) : suatu bentuk perbuatan berulang-ulang dengan bentuk yang sama yang dilakukan secara sadar dan mempunyai tujuan-tujuan jelas dan dianggap baik dan benar.
•
Tata kelakuan (mores) : sekumpulan perbuatan yang mencerminkan sifat-sifat hidup dari sekelompok manusia yang dilakukan secara sadar guna melaksanakan
14
pengawasan oleh sekelompok masyarakat terhadap anggota-anggotanya. Dalam tata kelakuan terdapat unsure memaksa atau melarang suatu perbuatan. •
Adat istiadat (Custom) : kumpulan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat terhadap masyarakat yang memilikinya.
2.1.7
Interaksi Sosial Soekanto (2009) mengemukakan bahwa interaksi sosial adalah hubungan sosial
yang dinamis yang menyangkut hubungan-hubungan orang-orang perorangan, antara kelompok-kelompok manusia, maupun antara orang perorangan dengan kelompok manusia. Suatu interaksi sosial tidak akan mungkin terjadi apabila tidak memenuhi du syarat yaitu adanya kontak sosial dan adanya komunikasi. Menurut Soekanto (2009) proses sosial yang mendekatkan atau mempersatukan dapat diperinci sebagai berikut : 1. Kerjasama berarti bekerja bersama dalam rangka mencapai sesuatu tujuan bersama. Istilah kerjasama disini adalah padanan kata cooperation (co:bersama; operate: bekerja). 2. Akomodasi dipergunakan dalam dua arti yaitu menunjuk pada suatu keadaan, berarti adanya suatu keseimbangan (equilibrium) dalam interaksi antara orangperorangan atau kelompok-kelompok manusia dalam kaitannya dengan normanorma sosial yang berlaku di dalam masyarakat. Sebagai suatu proses, akomodasi menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan yaitu usaha-usaha untuk mencapai kestabilan. 3. Asimilasi merupakan proses-proses sosial dalam taraf lanjut. Hal ini ditandai dengan adanya usaha-usaha mengurangi perbedaan-perbedaan yang terdapat antara orang perorangan atau kelompok-kelompok manusia dan juga meiputi usaha-usaha untuk mempertinggi kesatuan tindakan, sikap, dan proses-proses mental dengan memperhatikan kepentingan-kepentingan dan tujuan-tujuan bersama.
2.2.
Kerangka Pemikiran Industri pariwisata mampu menghasilkan pertumbuhan ekonomi yang cepat
terutama dalam penyediaan lapangan kerja, peningkatan penghasilan, standar hidup serta
15
stimulus bagi pengembangan sektor-sektor lainnya. Pariwisata dapat meningkatan pendapatan masyarakat dan berperan cukup besar dalam peningkatan devisa. Obyek yang menjadi daya tarik bagi wisatawan dalam konsep pariwisata adalah keindahan alam dan keunikan budaya lokal. Kelembagaan berperan penting dalam sistem pengelolaan pariwisata, terutama kelembagaan lokal, karena masyarakat yang mengetahui dengan jelas nilai, norma serta kebutuhan untuk mengelola daerahnya. Salah satu bentuk kelembagaan lokal yang diperlukan untuk pengelolaan pariwisata adalah aturan lokal. Kerjasama antara kelembagaan formal dan kelembagaan informal (kelembagaan formal) akan menghasilkan produk pariwisata yang lebih baik. Kelembagaan yang baik disertai sosialisasi dan kontrol yang baik akan berperan efektif dalam pengelolaan pariwisata serta meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan pariwisata. Dampak didefinisikan sebagai setiap perubahan yang terjadi di dalam lingkungan akibat aktivitas manusia. Dalam pariwisata terdapat berbagai aspek yang dapat menimbulkan dampak bagi pariwisata itu sendiri, yaitu aspek ekologis, ekonomi dan sosial. Setiap kegiatan pariwisata pasti menimbulkan dampak bagi lingkungan dan masyarakat setempat, baik itu dampak negatif maupun dampak positif. Pada aspek ekologis jelas terlihat kegiatan pariwisata menimbulkan dampak terhadap lingkungan ekologi sekitar. Peningkatan intensitas wisatawan yang datang dalam lokasi pariwisata dapat menimbulkan gangguan dan pencemaran bagi lingkungan sekitar. Bila melihat pada aspek ekonomi, pariwisata dapat memberi manfaat kepada masyarakat setempat dengan pembukaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Adanya aktivitas pariwisata memberikan kontribusi yang cukup signifikan terhadap penyerapan tenaga kerja, kesempatan kerja, perubahan dan mobilitas sosial masyarakat. Aktivitas pariwisata dapat menyebabkan pergeseran mata pencaharian masyarakat dari sektor pertanian ke sektor nonpertanian. Kemungkinan adanya ketimpangan dalam kesempatan kerja dan pendapatan dapat menyebabkan konflik bagi masyarakat setempat. Selain itu, masuknya wisatawan dapat diartikan sebagai sebuah modernisasi baru yang dibawa wisatawan ke dalam sebuah kawasan pariwisata, hal ini dapat menyebabkan akan terjadinya sebuah perubahan sosial yang berpotensi memicu memudarnya nilai-nilai dan norma yang ada pada masyarakat setempat, hingga dapat menyebabkan kehilangan identitas dan perubahan perilaku pada masyarakat. Kelembagaan berperan penting dalam sistem pengelolaan pariwisata. Salah satu bentuk kelembagaan lokal yaitu berupa aturan lokal yang dibentuk oleh masyarakat
16
setempat dapat dijadikan pengelolaan pariwisata yang cukup efektif. Aturan lokal tersebut dapat menjaga tempat wisata tetap utuh seperti sebagaimana aslinya. Kelembagaan lokal yang baik disertai kontrol yang ketat dapat meminimalisir dampak negatif yang ditimbulkan pariwisata. Kelembagaan merupakan seperangkat ketentuan yang mengatur masyarakat, yang mana mereka telah mendefinisikan kesempatan-kesempatan yang tersedia, mendefinisikan bentuk-bentuk aktivitas yang dapat dilakukan oleh pihak tertentu terhadap pihak lainnya, hak-hak istimewa yang telah diberikan, serta tanggung jawab yang harus di lakukan. Untuk lebih jelasnya kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 2.1.
Obyek Wisata Gili Trawangan
Kelembagaan Lokal •
Aturan Lokal
Perilaku Wisatawan • • •
Penghargaan
Tingkat Pengetahuan Tingkat Pemahaman Tingkat Implementasi
Penerapan Kelembagaan Lokal
Efektivitas Kelembagaan Lokal Keterangan :
Berdampak Terdapat
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Sanksi
17
Aturan lokal merupakan sebuah bentuk kelembagaan lokal yang ada di Gili Trawangan. Aturan lokal ini dibuat untuk mengatur perilaku wisatawan yang datang ke Gili Trawangan agar tidak mengganggu dan merusak lingkungan dan masyarakat di Gili Trawangan. Perilaku wisatawan dapat dilihat dari tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara dan domestik terhadap aturan lokal yang ada di Gili Trawangan. Efektivitas kelembagaan lokal dapat dilihat dari seberapa besar wisatawan menerapkan aturan tersebut, penerapan tersebut didukung oleh bentuk sanksi dan penghargaan yang beragam bentuknya.
2.3
Hipotesis 1. Diduga kedalaman tingkat pengetahuan terhadap awig-awig berpengaruh terhadap tingkat pelanggaran 2. Diduga kedalaman tingkat pemahaman terhadap awig-awig berpengaruh terhadap tingkat pelanggaran 3. Diduga tingkat implementasi terhadap awig-awig berpengaruh terhadap terhadap efektivitas kelembagaan lokal
2.4
Definisi Operasional Definisi operasional merupakan konsep-konsep yang dibuat untuk
membantu dalam pengumpulan data di lapangan, serta membantu dalam mengolah dan menganalisis data. Sejumlah konsep operasional yang digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Lama waktu berlibur adalah rentan waktu wisatawan menetap untuk melakukan kegiatan liburan di Gili Trawangan. 2. Jumlah kunjungan liburan adalah berapa kali wisatawan
tersebut
melakukan kunjungan wisata ke daerah Gili Trawangan. 3. Umur responden yaitu rentang waktu saat lahir sampai saat pengambilan data, dihitung saat ulang tahun terakhir dan diukur dalam satuan tahun, diukur dengan menggunakan skala interval. a. Golongan umur muda : 15 tahun – 45 tahun b. Golongan umur tua
: > 45 tahun
18
4. Tingkat pendidikan responden, yaitu jenjang pendidikan formal yang terakhir dijalani. 5. Jenis Pekerjaan merupakan macam kegiatan yang dilakukan individu sebagai pokok penghidupannya dan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. 6. Jenis kelamin merupakan status biologis individual yang terdiri dari lakilaki dan perempuan, diukur dengan skala nominal. 7. Waktu
lama
liburan adalah rentan waktu yang digunakan wisatawan
selama menetap atau melakukan liburan di Gili Trawangan. Waktu lama liburan berdasarkan data emik sebaran normal. 8. Tingkat Pelanggaran adalah seberapa besar wisatawan sama sekali tidak mengimplementasikan aturan lokal yang ada. Hasil pengolahan data untuk tingkat
pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai
maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut : a. Melanggar
: Apabila skor total variabel berada pada
rentang 6-12 b. Tidak Melanggar
: Apabila skor total variabel berada pada
rentang 0-5 9. Tingkat pengetahuan wisatawan adalah seberapa besar wisatawan mengetahui aturan lokal yang terdapat di Gili Trawangan. Akan diberikan 12 pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat pengetahuan, dan disediakan dua jawaban yaitu YA atau TIDAK. Jawaban YA akan diberi skor 1, sedangkan TIDAK akan mendapat skor 0. Hasil pengolahan data untuk tingkat
pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai
maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut : a. Tinggi : Apabila skor total variabel berada pada rentang 6-12 b. Rendah : Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5 10. Tingkat pemahaman wisatawan adalah seberapa dalam wisatawan memahami alasan dibuatnya aturan lokal dan sanksi aturan lokal yang ada di Gili Trawangan. Akan diberikan 12 pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat pemahaman, dan disediakan dua jawaban yaitu YA atau TIDAK. Jawaban YA akan diberi skor 1, sedangkan TIDAK akan mendapat skor 0.
19
Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan untuk nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut : a. Tinggi : Apabila skor total variabel berada pada rentang 6-12 b. Rendah : Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5 11. Tingkat implementasi adalah sejauh mana wisatawan menerapkan aturan yang terdapat di Gili Trawangan terhadap perilaku mereka selama berada di Gili Trawangan. Akan diberikan 12 pertanyaan yang berkaitan dengan tingkat implementasi, dan disediakan dua jawaban yaitu YA dan TIDAK. Jawaban YA untuk yang mengimplementasikan dan jawaban TIDAK untuk yang tidak mengimplementasikan. a. TIDAK
: skor 0
b. YA
: skor 1
Hasil pengolahan data untuk tingkat pengetahuan adalah nilai minimal=0, sedangkan nilai maksimalnya=12. Maka rentang nilainya adalah sebagai berikut : a. Tinggi
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 0-5
b. Rendah
: Apabila skor total variabel berada pada rentang 5-
12
BAB III PENDEKATAN LAPANG
3.1
Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif yang didukung oleh
pendekatan kualitatif pada penelitian ini menggunakan metode penelitian survei. Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data pokok (Singarimbun dan Effendi, 1989). Sementara metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendukung penelitian kuantitatif yang dilakukan melalui observasi dan wawancara mendalam. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian pengujian hipotesis atau penelitian penjelasan (explanatory research). Explanatory research merupakan penelitian dengan menjelaskan hubungan antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesa yang telah dirumuskan sebelumnya (Singarimbun dan Effendi, 1989).
3.2
Lokasi dan Waktu Penelitian ini akan dilakukan di salah satu lokasi pusat aktivitas pariwisata
yaitu di Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan pamenang, Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dikarenakan karakteristik lokasi penelitian yang sesuai dengan penelitian. Gili Trawangan merupakan pulau yang memiliki aturan lokal, keindahan alam melimpah yang berada di kabupaten Lombok Utara. Gili Trawangan banyak dikunjungi wisatawan domestik dan mancanegara sehingga menarik untuk diteliti. Kegiatan penelitian meliputi penyusunan proposal skripsi, kolokium, pengambilan data lapangan, pengolahan, dan analisis data, penulisan draft skripsi, sidang skripsi, dan perbaikan laporan penelitian.
21
3.3
Teknik Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dan didukung dengan
pendekatan kualitatif. Penelitian yang dilakukan adalah penelitian survei yaitu penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yang pokok. Pada umumnya yang merupakan unit analisa dalam penelitian adalah individu. Penelitian ini merupakan penelitian explanatory karena akan dijelaskan hubungan kausal antar variabel melalui pengujian hipotesa (Singarimbun & Effendi 2006). Populasi adalah jumlah keseluruhan dari unit analisa yang ciri-cirinya akan diduga. Populasi sasaran dari penelitian ini adalah seluruh wisatawan yang sedang mengunjungi Gili Trawangan, dengan demikian unit analisisnya adalah individu. Metode yang digunakan dalam menentukan responden adalah metode accidental sampling. Menurut Sugiyono (2007) accidental sampling adalah teknik penentuan bedasarkan kebetulan, siapa saja yang secara kebetulan bertemu dengan peneliti dapat dijadikan sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data, atau ketika responden yang dijadikan sampel sedang berada di tempat penelitian dan bersedia diwawancara. Peneliti menggunakan accidental sampling karena tidak terdapat data rinci mengenai jumlah wisatawan yang datang dan jumlah kedatangan wisatawan juga selalu berbeda tiap bulannya. Oleh karena jumlah wisatawan yang datang selalu berbeda tiap bulannya, maka penulis mengambil 60 responden yang 30 responden merupakan perwakilan dari wisatawan domestik dan 30 responden merupakan wisatawan asing, dari 30 responden tersebut dibagi menjadi 15 orang wisatawan wanita dan 15 orang wisatawan pria. Kriteria pemilihan responden adalah seluruh wisatawan yang datang dengan tujuan melakukan kegiatan wisata dan tidak menetap untuk urusan bisnis ke Gili Trawangan. Responden yang dipilih merupakan wisatawan yang melakukan kunjungan wisata ke Gili Trawangan yang berasal dari kelompok yang berbeda. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan melakukan wawancara dan menggunakan instrument berupa kuesioner. Sebuah kuesioner berupa sekumpulan pertanyaan yang diajukan pada responden dan informan untuk
22
dijawab. Pertanyaan untuk responden berupa pertanyaan tertutup yang sudah disertai jawaban pertanyaan dan pertanyaan terbuka untuk menggali informasi. Selain itu dilakukan wawancara dengan informan kunci merupakan pihak yang memberikan keterangan tentang daerah tersebut. Pemilihan informan dilakukan secara purposive, informan kunci yang dipilih adalah tokoh masyarakat Gili Trawangan.
3.4
Teknik Pengolahan dan Analisis Data Data hasil kuesioner dari responden akan diolah dengan menggunakan
Microsoft excel 2007. Selain analisis data kuantitatif, dilakukan pula analisis data kualitatif sebagai pendukung melalui wawancara dengan informan serta pembicaraan dengan responden yang dilakukan melalui wawancara dengan pertanyaan terbuka. Data ini digunakan untuk mempertajam hasil penelitian. Data kuantitatif akan diolah melalui tiga tahapan, antara lain reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Sugiyono (2008) mendefinisikan tahaptahap analisis data sebagai berikut. 1. Reduksi data: merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan mencari tema serta pola data yang diperoleh. 2. Penyajian data: menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan lain-lain; untuk mempermudah peneliti dalam mengorganisir data, menyusun pola dan memahami data yang diperoleh. 3. Penarikan kesimpulan yang menghasilkan temuan baru atas obyek penelitian. Data kuantitatif diperoleh melalui penyebaran kuesioner di lapangan yang diperkuat dengan teknik wawancara langsung dengan responden. Pengolahan data dilakukan dengan tabel frekuensi untuk menghitung persentase jawaban responden yang dibuat dalam bentuk tabulasi silang untuk mengetahui hubungan antara dua variabel yaitu untuk melihat adanya pengaruh karkteristik responden dengan persepsi masyarakat terhadap beberapa hal.
BAB IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1
Sejarah Gili Trawangan Gili Trawangan merupakan sebuah pulau kecil yang terletak di pinggir
pulau Lombok. Dahulunya pulau ini merupakan pulau yang pernah dijadikan tempat pembuangan narapidana. Sebelumnya pulau sering dijadikan tempat bercocok tanam, lalu pada waktu itu karena semua penjara sedang penuh maka raja membuang pemberontak Sasak ke pulau ini. Namun, pada tahun 1970-an penduduk Sulawesi atau suku Bugis berkunjung ke Gili Trawangan yang kemudian menetap di Gili Trawangan. Dengan adanya kedua suku tersebut dalam satu pulau maka terjadilah pertukaran budaya antara keduanya. Gili Trawangan terletak di kawasan Gili Indah. Gili Indah merupakan kawasan tiga pulau kecil yang terletak di dalam satu pemerintahan desa yaitu desa Gili Indah. Beberapa orang menyebut kawasan ini dengan sebutan Gili Mantra yaitu Gili Meno, Air dan Trawangan. Gili Trawangan adalah pulau terbesar dari ketiga pulau kecil atau Gili yang lain. Gili Trawangan juga merupakan Gili yang ketinggiannya diatas permukaan laut cukup signifikan. Awalnya Gili Trawangan hanya berpopulasi tidak lebih dari 500 orang, seiring berjalannya waktu populasi tersebut bertambah menjadi sekitar 800 jiwa, lalu pada tahun 1980-an Gili Trawangan mulai dipromosikan sebagai daerah wisata. Gili Trawangan tidak banyak di tempati dan tidak banyak mempunyai fasilitas pariwisata dan hanya mempunyai beberapa fasilitas pariwisata seperti losmen yang pertama kali dibuat yang di beri nama pak majid losmen, sehingga losmen tersebut memancing fasilitas pariwisata lain bermunculan hingga saat ini Gili Trawangan memiliki fasilitas paling banyak dibandingkan dua gili yang bertetanggaan dengan Gili Trawangan. Kawasan Gili Trawangan berada dibawah pengelolaan Direktur Jendral Kelautan Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang membentuk sebuah UPT dengan nama Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional yang berkedudukan di Kupang NTT sejak tahun 2001.
24
4.2
Letak dan Luas Gili Trawangan terletak di Desa Gili Indah, Kecamatan Pemenang,
Kabupaten Lombok Utara, Provinsi Nusa Tenggara Barat. Gili Trawangan terletak dalam Kawasan Taman Wisata Alam Laut Gili Indah yang mempunyai total luas 2.954 hektar. Luas daratan Gili Trawangan 340 hektar dengan keliling pulau 7,5 kilometer dan selebihnya merupakan perairan laut. Jumlah penduduk Gili Trawangan sebanyak 1517 jiwa. Secara geografis Gili Trawangan terletak pada bagian Barat Lombok. Adapun batas-batas administrasi Gili Trawangan sebagai berikut :
4.3
-
Sebelah Utara berbatasan dengan Laut Jawa
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Tanjung Sire
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Selat Lombok
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Laut Jawa
Jumlah Kunjungan Wisatawan Gili Trawangan merupakan pulau wisata yang berkembang cukup pesat
dalam sektor pariwisata. Tidak lagi sepaket dengan Bali tetapi Gili Trawangan sudah mempunyai nama tersendiri di mata wisatawan mancanegara maupun domestik. Jumlah kunjungan wisatawan terus meningkat dari tahun ketahun. Mulai dari wisatawan mancanegara hingga wisatawan Domestik yang berkunjung ke Gili Trawangan. Rincian jumlah kunjungan wisatawan dari tahun 2009 hingga 2011 dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.1 Jumlah Kunjungan Wisatawan di Gili Trawangan Tahun Kunjungan Wisatawan Jenis Wisatawan 2009 2010 Wisatawan Mancanegara Wisatawan Domestik Sumber : Data Sekunder, 2011
2011
36.099
172.336
184.419
4.025
37.947
22.943
25
4.4
Sarana dan Prasarana Penunjang Wisata Fasilitas pariwisata yang baik merupakan satu faktor penunjang
bangkitnya wisata di Gili Trawangan yang dapat berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Gili Trawangan. Tanpa didukung oleh pengembangan fasilitas maka program yang yang sudah direncanakan tidak akan optimal. Dalam menunjang kegiatan wisata di Gili Trawangan pengadaan fasilitas pariwisata pun cukup pesat bertambah. Hal ini dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 4.2 Jenis Sarana dan Prasarana Pariwisata di Gili Trawangan Jumlah No. Jenis Usaha Usaha Tenaga Kerja (Unit) (Orang) 1 Penginapan 215 1047 2 Resto, café & Rumah makan, Bar 114 846 3 Kolam Renang & Diving 64 204 4 SPA, Salon & Fashion, Art Shop 36 71 5 Travel Agent 11 35 6 Money Changer 3 5 7 Live Music 2 20 Jumlah 445 2228 Sumber : Data Sekunder, 2011
4.5
Karakteristik Responden Karakteristik wisatawan yang dijadikan responden dalam penelitian ini
adalah 30 orang wisatawan mancanegara dan 30 wisatawan domestik. Masingmasing wisatawan domestik dan mancanegara tersebut dibagi lagi menjadi 15 pria dan 15 wanita karena jumlah wisatawan yang berkunjung ke Gili Trawangan Rata-rata berpasangan yaitu wanita dan pria. Pembagian ini dimaksudkan untuk melihat dan membandingkan hasil penelitian antara wisatawan asing dan domestik dan membandingkan antara wisatawan wanita dan pria. Semua responden yang dipilih merupakan wisatawan asing dan Domestik yang berkunjung ke Gili Trawangan. Lama berwisata merupakan berapa lama wisatwan mancanegara dan domestik menetap dan melakukan kegiatan wisata di Gili Trawangan. Lama berwisatwa para wisatawan mancanegara dan asing responden sangat beragam, terdapat perbedaan lama kunjungan antara wisatawan asing dan wisatawan Domestik yang disajikan pada tabel berikut :
26
Tabel 4.3 Lama Kunjungan Wisatawan Wisatawan Lama Kunjungan
Mancanegara
Domestik
1-6 Hari
27%
25%
1-14 Hari
13%
3%
1-21 Hari
10%
0%
Lebih Dari 21 Hari
50%
2%
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Tingkat lama kunjungan sangat bermacam-macam. Tingkat lama kunjungan wisatawan mancanegara dan domestik terbagi kedalam empat golongan, yaitu dengan lama kunjungan 1-6 Hari, 1-14 Hari, 1-21 Hari, dan Lebih dari 21 Hari. Pada Gambar 4.1 dapat dilihat bahwa jumlah wisatawan mancanegara yang berkunjung lebih banyak pada golongan lebih dari 21 Hari, berbeda dengan jumlah wisatawan domestik yang berkunjung lebih banyak pada golongan 1-6 Hari. Pada tabel 4.3 dapat dilihat bahwa wisatawan asing berkunjung dan menetap lebih lama untuk berwisata di Gili Trawangan dibandingkan wisatawan domestik yang berwisata dan menetap berwisata tidak terlalu lama di Gili Trawangan. Berdasarkan intensitas Kunjungan, terdapat perbedaan dalam intensitas berkunjung wisatawan domestik dan wisatawan mancanegara ke Gili Trawangan. Terdapat empat golongan intensitas kunjungan yaitu kunjungan pertama bagi yang pertama kali berkunjung ke Gili Trawangan, kunjungan kedua bagi yang sudah melakukan kunjungan sebanyak dua kali ke Gili Trawangan, kunjungan ketiga bagi yang sudah melakukan kunjungan sebanyak tiga kali ke Gili Trawangan, dan golongan lebih dari kunjungan ketiga bagi yang sudah melakukan kunjungan lebih dari tiga kali kunjungan ke Gili Trawangan. Persentase kunjungan wisatawan asing dan domestik berdasarkan golongan dapat dilihat pada Tabel 4.4.
27
Tabel 4.4 Intensitas Kunjungan Wisatawan Wisatawan Intensitas Kunjungan
Asing
Domestik
kunjungan pertama
77%
60%
Kunjungan Kedua
17%
13%
Kunjungan Ketiga
3%
20%
Lebih Dari Kunjungan Ketiga
3%
7%
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Dari seluruh responden wisatawan asing, 77 persen diantaranya baru pertama kali berkunjung ke Gili Trawangan sedangkan sisanya telah beberapa kali berkunjung ke Gili Trawangan. Sedangkan dari seluruh responden wisatawan domestik 60 persen diantaranya baru pertama kali berkunjung ke Gili Trawangan dan 40 persen diantaranya sudah melakukan kunjungan beberapa kali ke Gili Trawangan. Hal ini menyatakan bahwa wisatawan asing lebih banyak yang baru melakukan kunjungan pertama kali ke Gili Trawangan dibandingkan dengan wisatawan domestik yang sudah cukup banyak yang melakukan kunjungan wisata beberapa kali ke Gili Trawangan.
BAB V BENTUK KELEMBAGAAN LOKAL YANG MENGATUR TATA PERILAKU WISATAWAN
5.1
Gambaran Norma dan Adat Masyarakat Gili Trawangan Masyarakat
Gili
Trawangan
merupakan
masyarakat
sasak
yaitu
masyarakat asli Lombok yang bercampur dengan kebudayaan masyarakat bugis yang merupakan suku pendatang yang berasal dari Sulawesi. Masyarakat Gili Trawangan merupakan masyarakat yang identik dengan aturan-aturan Islam dikarenakan hampir seluruh masyarakatnya memeluk agama islam. Aturan Islam yang di Jadikan pedoman oleh masyarakat Gili Trawangan membuat aturan lokal di Gili Trawangan untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif yang akan berpengaruh kepada lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan. Salah satu jenis aturan lokal yang ada di Gili Trawangan adalah Awig-awig. Awig-awig merupakan hasil kesepakatan masyarakat Sasak atau Gili Trawangan yang bersepakat dengan masyarakat Bugis atau Sulawesi yang merupakan pendatang di Gili Trawangan. Dimana masyarakat sasak dan bugis mempunyai karakter sangat kuat memegang perjanjian akan sebuah kesepakatan. Sehingga masyarakat Gili Trawangan mendasari hidupnya dengan aturan lokal tersebut yaitu Awig-awig.
5.2
Bentuk kelembagaan Lokal Awig-awig merupakan suatu bentuk kelembagaan lokal yang dibuat hasil
kesepakatan masyarakat lalu ditetapkan menjadi aturan lokal dimana aturan lokal tersebut dipercaya masyarakat cukup efektif dalam mengatur aktifitas yang berlangsung dan melindungi Gili Trawangan. Seperti yang dikatakan salah satu tokoh masyarakat (AB/47 tahun)
“… awig-awig itu masyarakat berkumpul lalu membuat kesepakan akan satu hal, selanjutnya ditetapkan sebuah aturan yang disetujui secara kebersamaan… “
29
Awig-awig merupakan aturan tidak tertulis yang harus dipatuhi oleh masyarakat maupun wisatawan yang berkunjung ke Gili Trawangan. Berdasarkan tempat dan fungsinya Awig-awig dibagi menjadi empat, yaitu; 1. Awig-awig Darat merupakan aturan lokal yang berfungsi mengatur mengenai lingkungan di darat. 2. Awig-awig Laut merupakan aturan lokal yang berfungsi mengatur mengenai lingkungan dan aktifitas yang dilakukan di laut. 3. Awig-awig Gubuk merupakan aturan lokal yang berfungsi mengatur tindakan kriminal serta norma-norma lokal yang berlaku di Gili Trawangan. 4. Awig-awig Pergaulan Sosial merupakan aturan lokal yang mengatur mengenai tata pergaulan di Gili Trawangan. Berikut rincian lebih jelas mengenai isi dari aturan lokal Awig-awig, terdapat 12 Aturan lokal Awig-awig, yaitu : •
Awig-awig nomor 1 : Awig-awig mengenai larangan memakai bikini atau pakaian renang di kawasan pemukiman penduduk.
•
Awig-awig nomor 2 : Awig-awig mengenai larangan memakai narkotika.
•
Awig-awig nomor 3 : Awig-awig mengenai larangan tampil polos atau bertelanjang ditempat umum.
•
Awig-awig nomor 4 : Awig-awig mengenai larangan melakukan tindakan kriminal.
•
Awig-awig nomor 5 : Awig-awig mengenai larangan memakai kendaraan bermotor.
•
Awig-awig nomor 6 : Awig-awig mengenai larangan membuang sampah sembarangan.
•
Awig-awig nomor 7 : Awig-awig mengenai larangan berpesta ketika waktu shalat subuh tiba.
•
Awig-awig nomor 8 : Awig-awig mengenai larangan minum minuman keras di kawasan pemukiman penduduk.
•
Awig-awig nomor 9 : Awig-awig mengenai aturan zona khusus menyelam.
•
Awig-awig nomor 10 : Awig-awig mengenai zona khusus menangkap ikan.
30
•
Awig-awig nomor 11 : Awig-awig mengenai larangan menebang pohon sembarangan.
•
Awig-awig nomor 12 : Awig-awig mengenai larangan berburu binatang sembarangan. Aturan lokal atau yang biasa disebut Awig-awig oleh masyarakat Gili
Trawangan tersebut dikelompokan atau dibagi menjadi empat bagian, yaitu : 1. Awig-awig Pergaulan Sosial : Awig-awig mengenai tata cara pergaulan sosial yang ada di Gili Trawangan. Awig-awig pergaulan sosial meliputi Awig-awig nomor 1, 2, 3, 7, dan 8. 2. Awig-awig Kriminal : Awig-awig mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Awig-awig kriminal meliputi Awig-awig nomor 4. 3. Awig-awig Darat : Awig-awig mengenai tata cara menjaga lingkungan di darat. Awig-awig darat meliputi awig-awig nomor 5, 6, 11, dan 12. 4. Awig-awig Laut : Awig-awig mengenai tata cara menjaga lingkungan di laut. Awig-awig laut meliputi Awig-awig nomor 9 dan 10.
5.3
Tujuan dibentuknya Kelembagaan Lokal Gili Trawangan merupakan pulau wisata yang terus berkembang sekarang
ini. Tahun ketahun namanya terus mendunia sehingga sektor pariwisata terus menunjukan pengembangan yang meningkat di Gili Trawangan. Kunjungan wisatawan serta fasilitas pariwisata yang ada di Gili Trawangan terus bertambah. Hal ini menimbulkan kekhawatitiran akan hal negatif yang akan di timbulkan Pariwisata. Untuk mengantisipasi dampak-dampak negatif dari pertumbuhan pariwisata ini maka Gili Trawangan memagarinya dengan sebuah kelembagaan lokal yang merupakan sistem tata aturan lokal yang dibentuk berdasarkan kesepakatan masyarakat itu sendiri. Awig-awig merupakan sebuah aturan lokal yang dibentuk masyarakat Gili Trawangan berdasarkan kesepakatan bersama yang dibuat dengan tujuan untuk melindungi Gili Trawangan. Awig-awig sendiri dibuat sebagai sebuah wujud kontrol masyarakat terhadap kegiatan pariwisata yang akhir-akhir ini terus berkembang di Gili Trawangan. Awig-awig merupakan salah satu bentuk kelembagaan lokal yang dibuat masyarakat untuk melindungi daerahnya dari dampak negatif.
31
5.4
Wujud Kontrol dan Sosialisasi Aturan Lokal Terdapat wujud kontrol dan sosialisasi Awig-awig. Kontrol dari awig-
awig itu sendiri yaitu berupa sanksi yang ditentukan berdasarkan kesepakatan masyarakat Gili Trawangan. Sanksi yang diberikan kepada orang yang melanggar Awig-awig tersebut bila masih dalam perbuatan yang ringan maka akan diberikan peringatan terlebih dahulu. Tetapi bila sudah melakukan pelanggaran berat maka sanksi tersebut akan diberikan masyarakat dan hukuman tersebut berdasarkan kesepakatan masyarakat setempat atas hukuman apa yang akan diberikan kepada orang yang melanggar Awig-awig. Diantaranya beberapa sanksi yang diberikan kepada orang yang melanggar yaitu diarak keliling pulau, dikeluarkan dari pulau dan tidak boleh masuk kedalam Gili Trawangan dalam jangka waktu tertentu berdasarkan kesepakatan masyarakat, hingga dipukuli secara beramai-ramai tidak sampai mati. Seperti yang di tuturkan salah satu tokoh masyarakat (TF/ 42 tahun)
“…bila ada yang melanggar awig-awig maka orang tersebut dapat dihukum di arak keliling pulau, dipukuli hingga tidak mati bahkan di lempar keluar pulau dan tidak boleh masuk lagi ke Gili Trawangan...” Sedangkan wujud sosialisasi Awig-awig dapat kita ketahui tersendiri dari arti Awig-awig itu sendiri yaitu merupakan aturan yang tidak tertulis, oleh karena itu sosialisasi lebih gencar dilakukan melalui media lisan. Sosialisasi tokoh masyarakat melalui media lisan kepada masyarakat dan pengunjung Gili Trawangan membantu penyebaran aturan lokal tersebut tanpa harus ditulis seperti undang-undang. Seperti yang dituturkan salah satu tokoh masyarakat (MW/40 tahun)
“…Awig-awig itu tidak seperti undang-undang yang di tulis secara pasal perpasal, tetapi awig-awig hanya aturan lokal yang dibentuk masyarakat dan diingat selalu oleh masyarakat tanpa harus di tulis seperti undangundang... “ Awig-awig bukan aturan lokal yang tertulis seperti pasal pasal yang tertulis dalam undang-undang, akan tetapi ada beberapa aturan yang di tulis dan dijadikan spanduk oleh masyarakat sekitar untuk memperkenalkan aturan baru
32
lalu di tempel di daerah-daerah tertentu di sudut-sudut pulau untuk memudahkan sosialisasi, biasanya hal ini dilakukan untuk mensosialisasikan aturan baru.
5.5
Ikhtisar Awig-awig merupakan salah satu bentuk kelembagaan lokal yang ada di
Gili Trawangan. Awig-awig merupakan aturan lokal tidak tertulis yang dibentuk masyarakat Gili Trawangan dengan kesepakatan bersama. Awig-awig dibuat berdasarkan norma serta adat masyarakat Gili Trawangan. Aturan lokal ini dibuat dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan Gili Trawangan. Pariwisata Gili Trawangan tahun ketahun terus berkembang sehingga dibutuhkan aturan-aturan yang dapat melindungi Gili Trawangan. Sehingga masyarakat berfikir bentuk aturan lokal seperti awig-awig lah yang cukup efektif mengelola pariwisata di Gili Trawangan ini. Berdasarkan tempat dan fungsinya Awig-awig dibagi menjadi empat, yaitu; Awig-awig Darat, Laut, Gubuk dan Pergaulan sosial. Awig-awig darat merupakan peraturan yang bertujuan melindungi lingkungan darat, Awig-awig laut merupakan peraturan yang bertujuan melindungi lingkungan di Laut, Awig-awig Gubuk merupakan peraturan mengenai larangan melakukan tindakan kriminal, Awig-awig pergaulan sosial merupakan peraturan mengenai tata perilaku dan pergaulan. Terdapat wujud kontrol dan sosialisasi masyarakat terhadap Awig-awig, yaitu dengan adanya sebuah sanksi sebagai wujud kontrol masyarakat terhadap siapapun yang melanggar Awig-awig. Awigawig merupakan aturan tidak tertulis seperti pasal dalam undang-undang maka bentuk sosialisasi masyarakat yaitu dengan mensosialisasikan secara lisan aturanaturan lokal tersebut.
BAB VI HUBUNGAN TINGKAT PENGETAHUAN, PEMAHAMAN DAN IMPLEMENTASI WISATAWAN DOMESTIK DAN WISATAWAN MANCANEGARA TERHADAP TINGKAT PELANGGARAN ATURAN LOKAL
6.0
Pendahuluan Aturan lokal yang ada di Gili Trawangan merupakan aturan lokal yang
dibuat masyarakat Gili Trawangan untuk melindungi Gili Trawangan dari perilaku negatif wisatawan mancanegara dan domestik yang dapat merusak lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan. Tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi yang berbeda dari wisatawan mancanegara dan domestik dapat menimbulkan kendala yang berbeda pada aturan lokal untuk mengatur perilaku wisatawan. Hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan dengan tingkat pelanggaran yang terjadi pada aturan lokal dapat menunjukan aturan lokal dapat tersampaikan dengan baik atau tidak pada wisatawan serta dapat menunjukan efektivitas aturan lokal untuk mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik. Pada bab ini dipilih aturan lokal yang memiliki jumlah pelanggaran tertinggi dan jumlah pelanggaran terendah dihubungkan dengan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan untuk efektivitas aturan lokal tersebut mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik. Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran terendah pada wisatawan mancanegara dan domestik merupakan awig-awig nomor 4, yaitu aturan mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Aturan lokal dengan tingkat pelanggaran terendah ini. Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi dibagi menjadi dua bagian, yaitu aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi pada wisatawan mancanegara dan aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi pada wisatawan domestik. Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi pada wisatawan mancanegara merupakan awig-awig nomor 1, yaitu aturan mengenai larangan memakai bikini atau pakaian renang di kawasan penduduk. Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi pada wisatawan domestik merupakan awigawig nomor 9, yaitu aturan mengenai zona khusus menyelam.
34
6.1
Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Terendah Wisatawan mancanegara yang datang ke Gili Trawangan merupakan
wisatawan mancanegara yang datang berkunjung ke Indonesia khususnya yang datang berwisata ke Gili Trawangan. Wisatawan mancanegara yang datang ke Gili Trawangan membawa budaya yang berbeda. Aturan lokal dalam sebuah masyarakat dibuat dengan tujuan menyampaikan pesan yang berasal dari budaya lokal kepada budaya yang berbeda. Perlunya mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara pada awigawig dengan tingkat pelanggaran terendah. Hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4 dapat menunjukan sejauh mana aturan lokal efektif melindungi lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan. Apabila tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara terhadap aturan tersebut tergolong tinggi, maka kecil kemungkinan kedatangan wisatawan menyebabkan lingkungan dan masyarakat
Gili
Trawangan
menjadi
terganggu,
tetapi
apabila
tingkat
pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara tergolong rendah dan tingkat pelanggaran tergolong tinggi, maka besar kemungkinan lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan menjadi terganggu. Persentase responden dapat dilihat pada tabel 6.1.
Tabel 6.1 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 4 Pengetahuan Pemahaman Jenis peraturan Implementasi awig-awig nomor Rendah Tinggi Rendah Tinggi Ya Tidak 4 (%) (%) (%) (%) (%) (%) Melakukan tindak kriminal 0 0 0 0 0 0 Tidak melakukan tindak kriminal 10 90 22 78 100 0 Sumber : Data Primer diolah, 2012
35
Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.1 menunjukan hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara dengan tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Data yang diperoleh menunjukan bahwa 10 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pengetahuan dan tingkat pelanggaran yang rendah terhadap awig-awig nomor 4. Awig-awig nomor 4 yang mempunyai tingkat pelanggaran terendah ini menunjukan sangat efektif mengatur perilaku wisatawan mancanegara karena dari 10 persen wisatawan mancanegara yang mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah tidak ada yang melakukan pelanggaran atas awig-awig nomor 4, hal ini dapat disebabkan karena wisatawan mancanegara mempunyai kebutuhan yaitu berupa sebuah rasa aman dalam melakukan kegiatan wisata sehingga mereka memiliki kesadaran untuk menjaga Gili Trawangan tetap aman dari tindak kriminal sehingga mereka dapat melakukan kegiatan wisata dengan rasa aman dan nyaman. Sebanyak 90 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi dan mempunyai tingkat pelanggaran yang rendah mengenai awig-awig nomor 4. Wisatawan mancanegara yang mengetahui aturan awig-awig nomor 4 mempunyai kesadaran menjaga keamanan Gili Trawangan, sanksi yang mereka ketahui mengenai akibat melanggar awig-awig nomor 4 menjadi faktor pemicu mereka tidak melanggar aturan awig-awig nomor 4 karena sanksinya yang cukup berat. Sanksi yang cukup berat menjadi pemicu rendahnya tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4. Pengetahuan mereka yang tinggi mengenai awig-awig nomor 4 berserta sanksinya yang cukup berat dan kebutuhan mereka akan rasa aman di Gili Trawangan menjadi pemicu mereka tidak melanggar awig-awig nomor 4. Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan wisatawan mancanegara terhadap jumlah pelanggaran awig-awig nomor 4. Semakin tinggi jumlah pengetahuan wisatawan mancanegara terhadap awig-awig nomor 4, maka semakin rendah pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4. Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.1 menunjukan hubungan tingkat pemahaman wisatawan mancanegara terhadap jumlah pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Data
36
yang diperoleh menunjukan bahwa 22 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pemahaman yang rendah tetapi mempunyai tingkat pelanggaran yang rendah terhadap awig-awig nomor 4. Wisatawan mancanegara yang kurang memahami aturan lokal awig-awig nomor 4 ternyata tidak ikut melanggar aturan lokal awig-awig nomor 4. Tanpa harus memahami alasan dibuatnya aturan tersebut wisatawan mancanegara sudah mempunyai kesadaran untuk menjaga keamanan Gili Trawangan. Kebutuhan mereka akan rasa aman menjadi alasan mengapa mereka tidak melanggar aturan awig-awig nomor 4 tanpa mereka harus memahami lebih dalam mengenai aturan lokal tersebut. Sebanyak 78 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pemahaman yang tinggi dan mempunyai tingkat pelanggaran yang rendah mengenai awig-awig nomor 4. Wisatawan yang memahami awig-awig nomor 4 cenderung tidak melakukan pelanggaran terhadap aturan tersebut. Tingkat pemahaman wisatawan mancanegara yang tinggi mengenai alasan dibuatnya aturan lokal awig-awig nomor 4 dan sanksi awig-awig nomor 4 menyebabkan wisatawan mancanegara tidak melanggar dan patuh terhadap awig-awig nomor 4. Seperti yang dikatakan oleh salah seorang responden (MS/36 tahun)
“…sanksi bila kita melakukan tindak kriminal di Gili Trawangan sangat berat yaitu diarak keliling pulau dan dipukuli hingga tidak mati lalu dilarang masuk ke Gili Trawangan…” Terdapat hubungan antara tingkat pemahaman wisatawan mancanegara terhadap jumlah pelanggaran awig-awig nomor 4. Semakin tinggi tingkat pemahaman wisatawan mancanegara terhadap awig-awig nomor 4, maka semakin rendah jumlah pelanggaran yang terjadi terhadap awig-awig nomor 4. Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.1 menunjukan hubungan tingkat implementasi wisatawan mancanegara terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Data yang diperoleh menunjukan bahwa 100 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat implementasi yang tinggi dan jumlah pelanggaran yang rendah terhadap awig-awig nomor 4. Seluruh wisatawan mancanegara
37
mempunyai tingkat implementasi yang tinggi terhadap awig-awig nomor 4. Kesadaran wisatawan mancanegara untuk menjaga keamanan lingkungan Gili Trawangan dan kebutuhan rasa aman wisatawan mancanegara selama melakukan kegiatan wisata menjadi salah satu alasan mengapa wisatawan mancanegara 100 persen mengimplementasikan awig-awig nomor 4. Sanksi yang cukup berat dari awig-awig nomor 4 menjadi salah satu faktor penyebab awig-awig nomor 4 mempunyai tingkat implementasi yang tinggi dan tingkat pelanggaran yang rendah. Awig-awig nomor 4 dapat dikatakan menempati tingkatan norma paling tinggi yaitu tingkatan norma adat istiadat, tingkatan norma adat istiadat merupakan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat. Aturan awig-awig nomor 4 merupakan aturan yang sudah sangat tertanam di dalam adat istiadat masyarakat Gili Trawangan dan wisatawan mancanegara dapat melihat bahwa aturan tersebut sangat penting bagi Gili Trawangan. Terdapat hubungan antara tingkat implementasi wisatawan mancanegara terhadap jumlah pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4. Semakin tinggi tingkat implementasi wisatawan mancanegara terhadap awig-awig nomor 4, maka semakin rendah jumlah pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4. 6.2
Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Terendah Wisatawan domestik yang datang ke Gili Trawangan merupakan
wisatawan lokal yang berasal dari Indonesia yang datang berwisata ke Gili Trawangan. Wisatawan domestik datang ke Gili Trawangan dengan budaya yang cukup berbeda tetapi tidak jauh berbeda dengan budaya lokal yang ada di Gili Trawangan. Aturan lokal dibentuk berdasarkan aturan-aturan Islam yang sebagian besar penduduk di Gili Trawangan menganut agama Islam dan Indonesia juga merupakan negara Islam, maka dapat dikatakan nilai norma dan budaya wisatawan domestik tidak terlalu jauh berbeda dengan masyarakat Gili Trawangan. Perlunya mengetahui tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik terhadap aturan lokal yang ada di Gili Trawangan, serta mengetahui hubungan antar ketiganya dengan tingkat
38
pelanggaran yang terjadi pada awig-awig dengan tingkat pelanggaran terendah, yaitu awig-awig nomor 4. Hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4 dapat menunjukan sejauh mana aturan lokal efektif melindungi lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan. Apabila tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik terhadap aturan tersebut tergolong tinggi, maka kecil kemungkinan kedatangan wisatawan menyebabkan lingkungan dan masyarakat
Gili
Trawangan
menjadi
terganggu,
tetapi
apabila
tingkat
pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik tergolong rendah dan jumlah pelanggaran tergolong tinggi, maka besar kemungkinan lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan menjadi terganggu. Persentase responden dapat dilihat pada tabel 6.2. Tabel 6.2 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 4 Jenis peraturan awig‐awig nomor 4 Melakukan tindak kriminal Tidak melakukan tindak kriminal
Pengetahuan Rendah Tinggi (%) (%)
Pemahaman Rendah Tinggi (%) (%)
Implementasi Ya Tidak (%) (%)
0
0
0
0
0
0
0
100
33
67
100
0
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.2 menunjukan hubungan tingkat pengetahuan wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Data yang diperoleh menunjukan bahwa 100 persen wisatawan domestik mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi dan tingkat pelanggaran yang rendah terhadap awig-awig nomor 4. Aturan awig-awig nomor 4 cukup diketahui wisatawan domesik sehingga wisatawan domestik tidak melakukan pelanggaran kepada aturan awigawig nomor 4 demi menjaga keamanan Gili Trawangan.
39
Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran awig-awig nomor 4. Semakin tinggi tingkat pengetahuan wisatawan domestik terhadap awig-awig nomor 4, maka semakin rendah jumlah pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4. Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.2 menunjukan hubungan antara tingkat pemahaman wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4, yaitu aturan mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Data yang diperoleh menunjukan bahwa 33 persen wisatawan domestik mempunyai tingkat pemahaman yang rendah dan pelanggaran yang rendah terhadap awig-awig nomor 4. Wisatawan domestik yang mempunyai tingkat pemahaman yang rendah tetapi tetap tidak melanggar awig-awig nomor 4 dikarenakan mereka mempunyai kesadaran untuk tetap menjaga Gili Trawangan agar tetap aman dan jauh dari tindak kriminal selain itu wisatawan domestik membutuhkan rasa aman dalam melakukan kegiatan wisata di Gili Trawangan, sehingga secara tidak langsung wisatawan domestik melaksanakan aturan tanpa memahami alasan dibuatnya aturan tersebut. Sebanyak 67 persen wisatawan domestik mempunyai tingkat pemahaman yang tinggi dan mempunyai tingkat pelanggaran yang rendah mengenai awigawig nomor 4. Wisatawan domestik yang memahami awig-awig nomor 4 cenderung tidak melakukan pelanggaran terhadap aturan tersebut. Wisatawan domestik yang paham mengenai aturan lokal awig-awig nomor 4 dan alasan mengapa aturan tersebut dibuat menyebabkan wisatawan domestik lebih mengerti lebih dalam mengenai filosofi aturan tersebut dibuat dan membuat mereka mengambil sikap untuk tidak melanggar awig-awig nomor 4. Terdapat hubungan antara tingkat pemahaman wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran awig-awig nomor 4. Semakin tinggi tingkat pemahaman wisatawan domestik terhadap awig-awig nomor 4, maka semakin rendah tingkat pelanggaran terhadap awig-awig nomor 4. Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.2 menunjukan hubungan tingkat implementasi wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Data yang diperoleh menunjukan bahwa 100 persen wisatawan domestik mempunyai tingkat
40
implementasi yang tinggi dan jumlah pelanggaran yang rendah terhadap awigawig nomor 4. Awig-awig nomor 4 dapat dikatakan menempati tingkatan norma paling tinggi yaitu tingkatan norma adat istiadat, tingkatan norma adat istiadat merupakan tata kelakuan yang paling tinggi kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat. Aturan awig-awig nomor 4 merupakan aturan yang sudah sangat tertanam di dalam adat istiadat masyarakat Gili Trawangan dan wisatawan domestik dapat melihat bahwa aturan tersebut sangat penting bagi Gili Trawangan. Terdapat hubungan antara tingkat implementasi wisatawan domestik terhadap jumlah pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4. Semakin tinggi tingkat implementasi wisatawan domestik terhadap awig-awig nomor 4, maka semakin rendah jumlah pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 4.
6.3
Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Mancanegara Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Tertinggi Pada Wisatawan Mancanegara Wisatawan mancanegara yang datang ke Gili Trawangan merupakan
wisatawan mancanegara yang datang berkunjung ke Indonesia khususnya yang datang berwisata ke Gili Trawangan. Wisatawan mancanegara yang datang ke Gili Trawangan membawa budaya berbeda dengan budaya Indonesia. Perbedaaan budaya inilah yang terkadang menjadi persoalan. Aturan lokal dalam sebuah masyarakat dibuat dengan tujuan menyampaikan hal-hal yang berasal dari budaya lokal kepada orang-orang dari budaya yang berbeda. Perlunya mengetahui hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada aturan lokal awigawig nomor 1 yang ada di Gili Trawangan. Awig-awig nomor 1 merupakan awigawig dengan tingkat pelanggaran tertinggi pada wisatawan mancanegara diantara awig-awig yang lainnya. Hubungan antara tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awigawig nomor 1 dapat menunjukan sejauh mana aturan lokal efektif melindungi lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan. Apabila tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara terhadap aturan tersebut
41
tergolong tinggi, maka kecil kemungkinan kedatangan wisatawan mancanegara menyebabkan lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan menjadi terganggu, tetapi apabila tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan mancanegara tergolong rendah dan tingkat pelanggaran tergolong tinggi, maka besar kemungkinan lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan menjadi terganggu. Persentase responden dapat dilihat pada tabel 6.3. Tabel 6.3 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan Wisatawan Mancanegara Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig Nomor 1 Jenis peraturan awig‐awig nomor 1 Memakai bikini atau pakaian renang di kawasan penduduk Tidak memakai bikini atau pakaian renang di kawasan penduduk
Pengetahuan Rendah Tinggi (%) (%)
Pemahaman Rendah Tinggi (%) (%)
Implementasi Ya Tidak (%) (%)
13
20
13
20
0
33
33
34
57
10
67
0
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.3 menunjukan hubungan antara tingkat pengetahuan wisatawan mancanegara terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 1 mengenai larangan memakai bikini atau pakaian renang di pemukiman penduduk. Awig-awig nomor 1 yang mempunyai tingkat pelanggaran tertinggi pada wisatawan mancanegara ini menunjukan kurang efektif mengatur perilaku wisatawan mancanegara, karena terdapat 20 persen wisatawan mancanegara yang mempunyai tingkat pengetahuan tinggi tetap melakukan pelanggaran atas awig-awig nomor 1. Sebanyak 33 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah, tetapi tidak melanggar awig-awig nomor 1. Wisatawan mancanegara yang kurang mengetahui aturan nomor 1 tetap tidak melanggar awig-awig nomor 1, hal ini dikarenakan terdapat perbedaan budaya dan kebiasaan antara masyarakat lokal dengan wisatawan mancanegara. Kebutuhan wisatawan mancanegara yang datang berkunjung ke Gili Trawangan untuk melakukan
42
kegiatan wisata dan kebiasaan mereka yang menganggap bahwa berpakaian renang atau bikini itu merupakan hal yang wajar dilakukan dalam kegiatan wisata membuat mereka sulit menerapkan peraturan yang berlaku. Rasa keinginan wisatawan mancanegara untuk menghormati aturan berbenturan dengan kebutuhan serta kebiasaan wisatawan mancanegara. Seperti yang dikatakan salah satu responden wisatawan mancanegara (TM/45 tahun)
“…saya mengetahui aturan-aturan yang ada di Gili Trawangan. Tetapi saya terkadang tidak mengerti mengapa aturan lokalnya seperti itu. Latar belakang pemikiran kami dan mereka berbeda dari segi budaya dan kebiasaan, apa yang kami pikirkan belum tentu seperti yang mereka pikirkan…” Sebanyak 33 persen wisatawan mancanegara yang memiliki tingkat pengetahuan yang rendah tetapi tidak melanggar aturan awig-awig nomor 1, rasa penghargaan mereka terhadap budaya dan aturan lokal menjadi penyebab mereka tidak ikut melanggar aturan lokal awig-awig nomor 1, karena mereka sangat menghargai budaya masyarakat lokal. Seperti yang di katakana salah satu responden wisatawan mancanegara (STP/22 tahun)
“….kalau kita berada di negara muslim kita harus menghargai mereka apapun alasannya dari aturan yang mereka buat, walaupun aturan tersebut kurang masuk akal dan tidak kami mengerti tetapi tetap harus dijalani karena kita sedang berada di negeri orang, bukan negeri kita sendiri, jangan sampai kita merusak kebudayaan mereka. Harus tetap menghormati…” Sebanyak 13 persen wisatawan mancanegara yang mempunyai tingkat pengetahuan rendah dan mempunyai tingkat pelanggaran yang tinggi. Sebanyak 34 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pengetahuan tinggi dan tidak melanggar aturan awig-awig nomor 1.
43
Terdapat hubungan tingkat pengetahuan wisatawan mancanegara terhadap tingkat pelanggaran awig-awig nomor 1. Semakin tinggi tingkat pengetahuan wisatawan mancanegara terhadap awig-awig nomor 1, maka semakin rendah tingkat pelanggaran terhadap awig-awig nomor 1. Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.3 menunjukan hubungan tingkat pemahaman wisatawan mancanegara terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 1 mengenai larangan memakai bikini atau pakaian renang di kawasan pemukiman penduduk. Data yang diperoleh menunjukan bahwa 13 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pemahaman rendah dan melanggar aturan awig-awig nomor 1. Sebanyak 20 persen wisatawan mancanegara mempunyai tingkat pemahaman yang tinggi tetapi melanggar awig-awig nomor 1. Perbedaan budaya menjadi penyebab wisatawan mancanegara yang memahami latar belakang aturan lokal awig-awig nomor 1 tetap melanggar awig-awig nomor 1. Wisatawan mancanegara paham mengenai budaya serta aturan lokal yang ada dan mereka mengetahui apa yang seharusnya dilakukan untuk menghormati aturan lokal, tetapi kebiasaan dan kebutuhan wisatawan mancanegara mengalahkan rasa penghormatan mereka terhadap budaya masyarakat lokal yang menjadi salah satu penyebab wisatawan mancanegara tersebut tetap melanggar aturan lokal awigawig nomor 1. Seperti yang dikatakan salah satu responden wisatawan mancanegara (JH/16 tahun)
“….saya berlibur ke Gili Trawangan untuk bersenang-senang dan berlibur. Selama tidak ditegur dan tidak dilarang kami akan terus melakukan hal yang menurut kami hal biasa dan menyenangkan..” Sebanyak 57 persen wisatawan mancanegara yang mempunyai tingkat pemahaman yang rendah tetapi tidak melanggar aturan awig-awig nomor 1. Terdapat 57 persen wisatawan mancanegara yang mempunyai tingkat pemahaman rendah tetapi tidak melanggar awig-awig nomor 1. Wisatawan mancanegara tidak terlalu paham mengenai aturan awig-awig nomor 1, tetapi wisatawan mancanegara tetap menghormati masyarakat Gili Trawangan yang mayoritas
44
muslim dengan tidak memakai bikini atau pakaian renang di kawasan penduduk sehingga tetap menjaga kenyamanan lingkungan masyarakat lokal. Wisatawan mancanegara yang mempunyai tingkat pemahaman yang tinggi dan tidak melanggar awig-awig nomor 1 sebesar 10 persen. kurang terdapat hubungan tingkat pemahaman wisatawan mancanegara terhadap tingkat pelanggaran awig-awig nomor 1. Semakin tinggi tingkat pemahaman wisatawan mancanegara terhadap awig-awig nomor 1, tidak menjamin semakin tinggi tingkat pelanggaran yang terhadap awig-awig nomor 1, karena dengan rendahnya tingkat pemahaman, wisatawan mancanegara dapat tetap tidak melanggar aturan lokal awig-awig nomor 1. Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.3 menunjukan hubungan tingkat implementasi wisatawan mancanegara terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 1 mengenai larangan memakai bikini atau pakaian renang di pemukiman penduduk. Data yang diperoleh menunjukan bahwa 67 persen wisatawan mancanegara mengimplementasikan aturan awig-awig nomor 1 dan sebanyak 33 persen wisatawan mancanegara tidak mengimplementasikan aturan lokal awig-awig nomor 1. Cukup besarnya persentase wisatawan mancanegara yang melanggar awig-awig nomor 1 dapat disebabkan oleh perbedaan budaya wisatawan mancanegara dengan masyarakat lokal yang menjadi salah satu kendala pada penyampaian pesan aturan lokal awig-awig nomor 1. Sanksi yang kurang berat pada awig-awig nomor 1 menjadi salah satu faktor penyebab awigawig nomor 1 mempunyai tingkat pelanggaran yang cukup tinggi bagi wisatawan mancanegara. Awig-awig nomor 1 dapat dikatakan menempati tingkatan norma paling rendah yaitu tingkatan norma cara (usage) , tingkatan norma cara (usage) merupakan suatu bentuk perbuatan yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus menerus. Aturan awig-awig nomor 1 merupakan aturan yang belum terlalu tertanam di adat istiadat masyarakat Gili Trawangan dan wisatawan mancanegara, sehingga dapat dilihat bahwa bila wisatawan mancanegara melanggar aturan tersebut masih dapat ditoleransi. Terdapat hubungan tingkat implementasi wisatawan mancanegara terhadap tingkat pelanggaran awig-awig nomor 1. Semakin tinggi tingkat
45
implementasi wisatawan mancanegara terhadap awig-awig nomor 1, maka semakin rendah tingkat pelanggaran awig-awig nomor 1.
6.4
Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Awig-awig dengan Tingkat Pelanggaran Tertinggi Wisatawan domestik yang datang ke Gili Trawangan merupakan
wisatawan lokal yang berasal dari Indonesia yang datang berwisata ke Gili Trawangan. Wisatawan domestik datang ke Gili Trawangan dengan budaya yang cukup berbeda tetapi tidak jauh berbeda dengan budaya lokal yang ada di Gili Trawangan. Aturan lokal dibentuk berdasarkan aturan-aturan Islam yang sebagian besar penduduk di Gili Trawangan menganut agama Islam dan Indonesia juga merupakan negara Islam, maka dapat dikatakan nilai norma dan budaya wisatawan domestik tidak terlalu jauh berbeda dengan masyarakat Gili Trawangan. Perlunya mengetahui tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik terhadap aturan lokal yang ada di Gili Trawangan, serta mengetahui hubungan antar ketiganya dengan tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig dengan tingkat pelanggaran tertinggi, pada wisatawan domestik yaitu awig-awig nomor 9. Hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 9 dapat menunjukan sejauh mana aturan lokal efektif melindungi lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan. Apabila tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik terhadap aturan tersebut tergolong tinggi, maka kecil kemungkinan kedatangan wisatawan menyebabkan lingkungan dan masyarakat
Gili
Trawangan
menjadi
terganggu,
tetapi
apabila
tingkat
pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik tergolong rendah dan jumlah pelanggaran tergolong tinggi, maka besar kemungkinan lingkungan dan masyarakat Gili Trawangan menjadi terganggu. Persentase responden dapat dilihat pada tabel 6.4
46
Tabel 6.4 Persentase Hubungan Tingkat Pengetahuan, Pemahaman dan Implementasi Wisatawan Domestik Terhadap Tingkat Pelanggaran Awig-awig nomor 9 Jenis peraturan awig‐awig nomor 9 Melanggar zona khusus menyelam Tidak melanggar zona khusus menyelam
Pengetahuan Rendah Tinggi (%) (%)
Pemahaman Rendah Tinggi (%) (%)
Implementasi Ya Tidak (%) (%)
13
4
10
7
0
27
33
50
26
57
73
0
Sumber : Data Primer diolah, 2012
Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.4 menunjukan hubungan tingkat pengetahuan wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 9 mengenai aturan zona khusus menyelam. Data yang diperoleh menunjukan bahwa 13 persen wisatawan domestik mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah dan melanggar awig-awig nomor 9. Sebanyak 4 persen wisatawan domestik yang mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi tetapi melanggar awig-awig nomor 9. Tidak terlalu banyak wisatawan domestik yang datang ke Gili Trawangan yang mempunyai tujuan untuk melakukan kegiatan menyelam, sebagian besar dari wisatawan domestik yang datang hanya untuk menikmati wisata darat yang ada di Gili Trawangan sehingga wisatawan domestik kurang mengetahui zona khusus menyelam di Gili Trawangan. Rendahnya tingkat pengetahuan wisatawan domestik terhadap awig-awig nomor 9 menyebabkan 13 persen wisatawan domestik melanggar awig-awig nomor 9. Terdapat 4 persen wisatawan domestik yang mempunyai tingkat pengetahuan yang tinggi terhadap awig-awig nomor 9 tetapi melakukan pelanggaran terhadap awig-awig nomor 9. Wisatawan domestik yang mengetahui zona khusus menyelam dan melanggar aturan zona khusus menyelam dikarenakan kurangnya kepedulian 4 persen wisatawan domestik tersebut untuk menjalani awig-awig nomor 9. Sebanyak 33 persen wisatawan domestik yang mempunyai tingkat pengetahuan yang rendah tetapi tidak melanggar awig-awig nomor 9, hal ini disebabkan wisatawan domestik yang datang ke Gili Trawangan sebagian besar
47
lebih memilih melakukan wisata darat dibandingkan wisata laut atau kegiatan menyelam. Sebanyak 50 persen wisatawan yang datang ke Gili Trawangan mempunyai pengetahuan yang tinggi dan tidak melanggar awig-awig nomor 9. Seperti yang dikatakan oleh salah satu responden (ASP/24 tahun)
“…saya ke Gili Trawangan hanya untuk menikmati pantai dan foto-foto saja, saya tidak bisa diving atau menyelam sehingga saya tidak tau banyak mengenai aturan diving, apalagi zona-zona diving disini..” Terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran awig-awig nomor 9. Semakin tinggi tingkat pengetahuan wisatawan domestik terhadap awig-awig nomor 9, maka semakin rendah jumlah pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 9. Data yang telah di sajikan dalam tabel 6.4 menunjukan hubungan antara tingkat pemahaman wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig nomor 9, yaitu aturan mengenai zona khusus menyelam. Data yang diperoleh menunjukan bahwa 10 persen wisatawan domestik mempunyai tingkat pemahaman yang rendah dan melanggar awig-awig nomor 9. Sebanyak 7 persen wisatawan domestik mempunyai tingkat pemahaman yang tinggi tetapi melanggar awig-awig nomor 9. Sebanyak 7 persen wisatawan domestik yang memahami awig-awig nomor 9 tetapi melanggar awig-awig nomor 9 di karenakan kurangnya wujud kepedulian mereka terhadap zona khusus menyelam, selain itu kebutuhan mereka terhadap wisata darat membuat mereka tidak terlalu pedui dengan wisata laut dan tak ingin mengetahui banyak mengenai zonasi menyelam sehingga mempunyai potensi besar untuk melanggar. Wisatawan domestik yang mempunyai tingkat pemahaman yang rendah tetapi tidak melanggar awig-awig nomor 9 sebanyak 26 persen, hal ini membuktikan bahwa masih ada wisatawan domestik yang kurang memahami aturan tetapi masih mempunyai kepedulian terhadap zona khusus menyelam. Wisatawan domestik yang mempunyai tingkat pemahaman rendah tetapi tidak melanggar awig-awig nomor 9 merupakan wisatawan domestik yang merasa penting menjaga zonasi untuk melindungi lingkungan laut Gili Trawangan.
48
Sebanyak 57 persen wisatawan domestik yang memahami awig-awig nomor 9 dan tidak melanggar awig-awig nomor 9. Terdapat hubungan antara tingkat pemahaman wisatawan domestik terhadap tingkat pelanggaran awig-awig nomor 9. Semakin tinggi tingkat pemahaman wisatawan domestik terhadap awig-awig nomor 9, maka semakin tinggi tingkat pelanggaran terhadap awig-awig nomor 9. Sebanyak 27 persen wisatawan domestik tidak mengimplementasikan dan melanggar awig-awig nomor 9 mengenai zonasi khusus menyelam, minat wisawatan domestik yang masih rendah terhadap edukasi kegiatan menyelam atau wisata bawah laut merupakan salah satu faktor penyebab wisatawan domestik tidak mengimplementasikan awig-awig nomor 9. Kepedulian wisatawan domestik yang rendah menjadi salah satu faktor pendukung atas pelanggaran awig-awig nomor 9. Sebanyak 73 persen wisatawan domestik mengimplementasikan awigawig nomor 9, karena sebagian besar dari mereka mempunyai rasa ingin tau dan tertarik terhadap zona khusus menyelam atau kegiatan menyelam. Awig-awig nomor 9 dapat dikatakan menempati tingkatan norma paling rendah yaitu tingkatan norma cara (usage), tingkatan norma cara (usage) merupakan suatu bentuk perbuatan yang dilakukan individu dalam suatu masyarakat tetapi tidak secara terus menerus. Aturan awig-awig nomor 9 merupakan aturan yang belum terlalu tertanam di dalam adat istiadat masyarakat Gili Trawangan dan wisatawan domestik, sehingga bila wisatawan domestik melanggar aturan tersebut masih dapat ditoleransi.
6.5
Efektivitas Kelembagaan Lokal Tingkat pelanggaran yang terjadi pada awig-awig dapat menggambarkan
efektivitas awig-awig dalam mengatur perilaku wisatawan dan menjaga lingkungan Gili Trawangan. Terdapat awig-awig dengan tingkat pelaksanaan yang tinggi dan tidak terjadi pelanggaran yang dapat menyatakan bahwa awigawig tersebut sangat efektif mengatur perilaku wisatawan. Terdapat awig-awig dengan tingkat pelanggaran yang paling besar pada wisatawan mancanegara terdapat pada awig-awig nomor 1 mengenai larangan memakai bikini atau pakaian renang sebesar 33 persen dan awig-awig dengan tingkat pelanggaran paling besar
49
pada wisatawan domestik terdapat pada nomor 9 mengenai zona menyelam yaitu sebesar 27 persen. Tingkat pelanggaran yang terjadi masih di bawah 35 persen yang membuktikan bahwa awig-awig masih cukup efektif mengatur perilaku wisatawan. Dari seluruh wisatawan yang berkunjung kurang dari setengahnya masih mentaati aturan lokal yang ada di Gili Trawangan. Gili Trawangan masih terjaga keutuhannya karena aturan lokal yang ada cukup efektif mengatur perilaku wisatawan sehingga berdampak baik pada masyarakat dan lingkungan Gili Trawangan serta menjaga keselarasan dengan kegiatan wisata yang berjalan di Gili Trawangan. 6.6
Ikhtisar Terdapat hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi
wisatawan domestik dan mancanegara terhadap pelanggaran awig-awig. Hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan dengan tingkat pelanggaran yang terjadi pada aturan lokal dapat menunjukan efektivitas aturan lokal untuk mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik. Untuk menunjukan efektivitas dipilih aturan lokal yang memiliki jumlah pelanggaran tertinggi dan jumlah pelanggaran Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran terendah pada wisatawan mancanegara dan domestik merupakan awig-awig nomor 4, yaitu aturan mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi dibagi menjadi dua bagian, yaitu aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi pada wisatawan mancanegara dan aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi pada wisatawan domestik. Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi pada wisatawan mancanegara merupakan awig-awig nomor 1, yaitu aturan mengenai larangan memakai bikini atau pakaian renang di kawasan penduduk. Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi pada wisatawan domestik merupakan awigawig nomor 9, yaitu aturan mengenai zona khusus menyelam. Awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal sangat efektif mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik karena tidak terjadi pelanggaran pada awig-awig nomor 4. Awig-awig nomor 4 dapat dikatakan menempati tingkatan norma paling tinggi yaitu tingkatan norma adat istiadat, tingkatan norma adat istiadat merupakan tata kelakuan yang paling tinggi
50
kedudukannya karena bersifat kekal dan terintegrasi sangat kuat. Aturan awigawig nomor 4 merupakan aturan yang sudah sangat tertanam di dalam adat istiadat masyarakat Gili Trawangan dan wisatawan mancanegara dapat melihat bahwa aturan tersebut sangat penting bagi Gili Trawangan. Awig-awig nomor 1 mengenai larangan memakai pakaian renang atau bikini di kawasan pemukiman penduduk merupakan awig-awig dengan tingkat pelanggaran tertinggi pada wisatawan mancanegara, cukup besarnya persentase wisatawan mancanegara yang melanggar awig-awig nomor 1 dapat disebabkan oleh perbedaan budaya wisatawan mancanegara dengan masyarakat lokal yang menjadi salah satu kendala pada penyampaian pesan aturan lokal awig-awig nomor 1. Sanksi yang kurang berat pada awig-awig nomor 1 menjadi salah satu faktor penyebab awig-awig nomor 1 mempunyai tingkat pelanggaran yang cukup tinggi bagi wisatawan mancanegara. Aturan awig-awig nomor 1 merupakan aturan yang belum terlalu tertanam di adat istiadat masyarakat Gili Trawangan dan wisatawan mancanegara, sehingga dapat dilihat bahwa bila wisatawan mancanegara melanggar aturan tersebut masih dapat ditoleransi. Awig-awig nomor 9 mengenai zona khusus menyelam merupakan awigawig dengan tingkat pelanggaran tertinggi pada wisatawan domestik, cukup banyaknya wisatawan domestik yang tidak mengimplementasikan awig-awig nomor 9 mengenai zonasi khusus menyelam, minat wisawatan domestik yang masih rendah terhadap edukasi kegiatan menyelam atau wisata bawah laut merupakan
salah
satu
faktor
penyebab
wisatawan
domestik
tidak
mengimplementasikan awig-awig nomor 9. Aturan awig-awig nomor 9 merupakan aturan yang belum terlalu tertanam di dalam adat istiadat masyarakat Gili Trawangan dan wisatawan domestik, sehingga bila wisatawan domestik melanggar aturan tersebut masih dapat ditoleransi.
51
BAB VIII PENUTUP
8.1 Kesimpulan Terdapat salah satu bentuk kelembagaan lokal di Gili Trawangan yaitu Awig-awig. Awig-awig merupakan sebuah aturan lokal yang tidak tertulis yang dibentuk masyarakat Gili Trawangan dengan kesepakatan bersama. Aturan lokal ini dibuat dengan tujuan untuk melindungi masyarakat dan lingkungan Gili Trawangan. Berdasarkan tempat dan fungsinya Awig-awig dibagi menjadi empat ruang lingkup, yaitu: Awig-awig darat yang berisi tentang aturan-aturan yang khusus melindungi lingkungan dibagian darat Gili Trawangan, yang kedua Awigawig laut yaitu berisi aturan-aturan yang dibuat untuk melindungi lingkungan laut, yang ketiga merupakan Awig-awig gubuk yang berisi khusus aturan mengenai tindakan kriminal dan yang keempat merupakan Awig-awig pergaulan sosial yang berisi tentang aturan-aturan tata perilaku atau pergaulan di Gili trawangan. Awigawig mempunyai wujud kontrol dan sosialisasi yang berupa sanksi sebagai wujud kontrol masyarakat terhadap siapapun yang melanggar serta wujud sosialisasi dari masyarakat secara lisan dan langsung. Kemampuan awig-awig dalam mengatur perilaku wisatawan relatif beragam. Terdapat hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan domestik dan mancanegara terhadap pelanggaran awig-awig. Hubungan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan dengan tingkat pelanggaran yang terjadi pada aturan lokal dapat menunjukan efektivitas aturan lokal untuk mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik. Untuk menunjukan efektivitas dipilih aturan lokal yang memiliki jumlah pelanggaran tertinggi dan jumlah pelanggaran terendah dihubungkan dengan tingkat pengetahuan, pemahaman dan implementasi wisatawan untuk melihat efektivitas aturan lokal tersebut mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik. Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran terendah pada wisatawan mancanegara dan domestik merupakan awig-awig nomor 4, yaitu aturan mengenai larangan melakukan tindak kriminal. Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi dibagi menjadi dua bagian, yaitu aturan lokal dengan jumlah pelanggaran
52
tertinggi pada wisatawan mancanegara dan aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi pada wisatawan domestik. Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi pada wisatawan mancanegara merupakan awig-awig nomor 1, yaitu aturan mengenai larangan memakai bikini atau pakaian renang di kawasan penduduk. Aturan lokal dengan jumlah pelanggaran tertinggi pada wisatawan domestik merupakan awig-awig nomor 9, yaitu aturan mengenai zona khusus menyelam. Awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal sangat efektif mengatur perilaku wisatawan mancanegara dan domestik karena tidak terjadi pelanggaran pada awig-awig nomor 4. Aturan awig-awig nomor 4 merupakan aturan yang sudah sangat tertanam di dalam adat istiadat masyarakat Gili Trawangan dan wisatawan mancanegara dapat melihat bahwa aturan tersebut sangat penting bagi Gili Trawangan. Awig-awig nomor 1 mengenai larangan memakai pakaian renang atau bikini di kawasan pemukiman penduduk merupakan awig-awig dengan tingkat pelanggaran tertinggi pada wisatawan mancanegara, cukup besarnya persentase wisatawan mancanegara yang melanggar awig-awig nomor 1 dapat disebabkan oleh perbedaan budaya wisatawan mancanegara dengan masyarakat lokal yang menjadi salah satu kendala pada penyampaian pesan aturan lokal awig-awig nomor 1. Sanksi yang kurang berat pada awig-awig nomor 1 menjadi salah satu faktor penyebab awig-awig nomor 1 mempunyai tingkat pelanggaran yang cukup tinggi bagi wisatawan mancanegara. Aturan awig-awig nomor 1 merupakan aturan yang belum terlalu tertanam di adat istiadat masyarakat Gili Trawangan dan wisatawan mancanegara, sehingga dapat dilihat bahwa bila wisatawan mancanegara melanggar aturan tersebut masih dapat ditoleransi. Awig-awig nomor 9 mengenai zona khusus menyelam merupakan awigawig dengan tingkat pelanggaran tertinggi pada wisatawan domestik, cukup banyaknya wisatawan domestik yang tidak mengimplementasikan awig-awig nomor 9 mengenai zonasi khusus menyelam, minat wisawatan domestik yang masih rendah terhadap edukasi kegiatan menyelam atau wisata bawah laut merupakan
salah
satu
faktor
penyebab
mengimplementasikan awig-awig nomor 9.
wisatawan
domestik
tidak
Aturan awig-awig nomor 9
53
merupakan aturan yang belum terlalu tertanam di dalam adat istiadat masyarakat Gili Trawangan dan wisatawan domestik, sehingga bila wisatawan domestik melanggar aturan tersebut masih dapat ditoleransi. Awig-awig cukup efektif mempengaruhi perilaku wisatawan karena tingkat pelanggaran yang terjadi masih berkisar dibawah angka 35 persen. Awigawig sangat efektif pada awig-awig Gubuk, yaitu awig-awig mengenai larangan tindakan kriminal. Awig-awig nomor 4 mengenai larangan melakukan tindak kriminal sangat efektif mengatur perilaku wisatawan di Gili Trawangan. Hal ini dibuktikan dengan tidak adanya tingkat pelanggaran dari wisatawan mancanegara dan domestik terhadap awig-awig nomor 4. Salah satu peraturan yang ada pada Awig-awig darat yaitu Awig-awig nomor 5 mengenai larangan memakai kendaraan bermotor, Awig-awig tersebut sangat efektif karena tidak ada persentase tingkat pelanggaran yang terjadi karena tidak adanya kendaraan bermotor yang masuk ke kawasan darat Gili Trawangan. Awig-awig nomor 1 mengenai larangan memakai pakaian renang atau bikini di kawasan pemukiman penduduk masih belum cukup efektif untuk mengatur perilaku wisatawan mancanegara karena masih banyak terdapat pelanggaran, sehingga dapat dikatakan peraturan ini masih belum cukup efektif dan perlu di tindak lanjuti kembali. Awig-awig nomor 9 mengenai zona khusus menyelam masih belum cukup efektif untuk mengatur perilaku wisatawan domestik karena masih banyak terdapat pelanggaran, sehingga dapat dikatakan peraturan ini masih belum cukup efektif mengatur perilaku wisatawan domestik dan perlu ditindak lanjuti kembali.
8.2 Saran Terdapat beberapa saran terkait dengan hasil penelitian yang telah dilakukan diantaranya adalah : 1. Perlunya sosialisasi aturan lokal selain secara lisan, seperti dengan pembuatan papan pengumuman atau spanduk yang menjelaskan mengenai aturan lokal yang ada di Gili Trawangan dan ditempatkan di beberapa titik temu para wisatawan.
54
2. Perlunya dibuat buku panduan mengenai sejarah dan pemahaman mengenai aturan lokal sehingga para wisatawan dapat lebih mengetahui dan memahami aturan lokal. 3. Perlunya dibuat zonasi yang jelas mengenai batasan wilayah wisatawan mancanegara memakai bikini atau pakaian renang sehingga kegiatan wisatawan tidak terganggu dan masyarakat lokal tidak terganggu sehingga dapat menciptakan keselarasan antara kenyamanan wisatawan dan masyarakat lokal. 4. Perlunya kontrol yang lebih ketat kepada awig-awig agar dapat bekerja lebih efektif. Wujud kontrol seperti pembentukan organisasi pengawas awig-awig yang khusus mengontrol dan mengawasi awig-awig. 5. Adanya sosialisasi mengenai awig-awig kepada wisatawan melalui para pemandu wisata dan para pengusaha industri wisata agar para wisatawan mengetahui terdapat awig-awig di Gili Trawangan. 6. Perlunya sosialisasi kepada pulau wisata yang lain agar keberhasilan awigawig dapat dicontoh dan diterapkan pada pulau-pulau wisata lain di Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA Aulia TOS. 2010. Kearifan Lokal Dalam Pengelolaan Sumberdaya Air di Kampung Kuta. [Skripsi]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Braun S. 2008. Indonesia Presidential Democracy. [Phd Thesis]. Berlin[DE]: Humboldt University. Damanik W, J. 2006. Perencanaan Ekowisata. Dari Teori ke Aplikasi. Yogyakarta [ID]: Andi. 142 hal. Dinas Pariwisata Kabupaten Lombok Utara. 2011. Data Kunjungan Wisatawan. Keraf SA. 2002. Etika Lingkungan. Jakarta:Buku Kompas. Koentjaraningrat 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta [ID]: Rineka Cipta. 393 halaman. La Trobe, H.L. and T.G.Acott, 1998. An Evaluation of Deep Ecotourism and Shallow Ecotourism. Journal of sustainable tourism vol.6 , No. 3. Marpaung H, Bahar H. 2002. Pengantar Pariwisata. Bandung [ID]:Alfabeta. 212 hal. Mitchell B, rahmi D, Setiawan B. 2003. Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan. Yogyakarta [ID]: Universitas Gadjah Mada Press. 498 hal. Rahardjo. 1999. Pengantar Sosiologi Pedesaan dan Pertanian. Yogyakarta [ID]: Gadjah Mada University Press.235 hal. Sedarmayanti. 2005. Membangun kebudayaan dan pariwisata (bunga rampai tulisan pariwisata). Bandung[ID]: Penerbit mandar maju. 164 halaman. Setiadi et al. 2011. Pengantar Sosiologi: Pemahaman Fakta dan Gejala Permasalahan Sosial. Jakarta [ID]: Kencana Prenada Media Group. Singarimbun. 1989. Metode dan proses penelitian. Dalam Singarimbun Masri
56
dan Effendi Sofian, editor. Metode Penelitiamn Survai. Jakarta [ID]:LP3ES. Soegiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta. Soekanto S. 2009. Sosiologi Suatu Pengantar Edisi 1. Jakarta[ID]: Grafindo. Tafalas M. 2010. Dampak Pengembangan Ekowisata terhadap Kehidupan Sosial dan Ekonomi Masyarakat Lokal. Studi Kasus Ekowisata Bahari Pulau Mansuar Kabupaten Raja Ampat. [Tesis]. Bogor [ID]: Institut Pertanian Bogor. Yoety, OA. 2008. Ekonomi Pariwisata. Introduksi, Informasi, dan Implementasi. Jakarta [ID]:Kompas. 292 hal.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambar-Gambar Penelitian
Dokumentasi wawancara mendalam dan perbincanan dengan wisatawan
Dokumentasi kegiatan yang di lakukan wisatawan di Gili Trawangan
58
Dokumentasi publikasi aturan lokal
Dokumentasi Gili Trawangan
59
Dokumentasi Peta Kawasan Gili Indah
60
Lampiran 2. Kerangka Sampling Kerangka Sampling Wisatawan Mancanegara
No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30
Nama TM JM JJ JN AWG JB AF SH DS KR IR DVD MSK MF SS JUL TU TF KW RT JP AS IK JH STP OW LT JMS JO JH
Jenis Kelamin M M M F F F F F F M F M F M M F F M M M M M F M F F F M M F
61
Kerangka Sampling Wisatawan Domestik No.
Nama
Jenis Kelamin
31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60
SPS MR PT GL EAG EFM MP MI MCL HEW ES IP IMA HA DB YH TP IPD DY ASP DWF NA LA JW BK MI APP LR FR NF
F M F F M F M M F F M M M M M M M F F F M F F M M M F F F F
62
Lampiran 3. Kuesioner
KUESIONER EFEKTIVITAS KELEMBAGAAN LOKAL TERHADAP SISTEM PENGELOLAAN PARIWISATA
Nomor Responden
:
Hari/ TanggalWawancara
:
Peneliti bernama Drucella Benala Dyahati, adalah seorang mahasiswi Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Saat ini peneliti sedang menyelesaikan skripsi dengan judul “Efektivitas Kelembagaan Terhadap Sistem Pengelolaan Pariwisata” sebagai salah satu syarat kelulusan studi. Sehubungan dengan penelitian yang akan dilakukan, peneliti mohon kesediaan Bapak/Ibu/Saudara/I untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan di kuesioner ini dengan jujur dan sesuai keadaan anda yang sebenarnya. Hasil dan kerahasiaan jawaban Anda semata-mata hanya dipergunakan untuk kepentingan penelitian dan penulisan skripsi saja. Terimakasih atas bantuan dan partisipasi Bapak/Ibu/Saudara/I untuk pengisian kuesioner ini.
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor 2012
63
Bagian I KarakteristikResponden
1. Nama
:……………………………………………...……
2. JenisKelamin*
: 1. Laki-laki 2. Perempuan
3. Umur
: …………………………………………….tahun
4. Agama
: …………………………………………………..
5. Asal Daerah
: …………………………………………………..
6. No. HP/Telp.
: …………………………………………………...
7. Email
: …………………………………………………...
8. Pendidikan terakhir
: …………………………………………………..
9. Jenis Pekerjaan
: …………………………………………………
10. Waktu Lama Liburan : ………………………………………………….
Bagian II Tingkat Pengetahuan, Tingkat Pemahaman danTingkat Implementasi Wisatawan Terhadap Aturan Lokal (Awig-Awig) di Gili Trawangan
A. Tingkat Pengetahuan Berikut ini pernyataan tentang hal – hal yang berkaitan dengan pengetahuan wisatawan terhadap aturan lokal (Awig-Awig) yang terdapat di Gili Trawangan. Berikanlah tanda ceklis (√) pada jawaban yang sesuai dengan pilihan anda No
Pertanyaan
1
Anda mengetahui larangan memakai bikini atau pakaian renang di pemukiman kawasan penduduk
2
Anda mengetahui larangan memakai narkotika
Ya
Tidak
64
3
Anda
mengetahui
larangan
tampil
polos
atau
bertelanjang di tempat umum 4
Anda
mengetahui
larangan
melakukan
tindakan
kriminal 5
Anda mengetahui larangan menggunakan kendaraan bermotor
6
Anda
mengetahui
larangan
membuang
sampah
sembarangan 7
Anda mengetahui larangan berpesta ketika waktu shalat subuh tiba
8
Anda mengetahui larangan minum minuman keras di pemukiman kawasan penduduk
9
Anda mengetahui aturan zona khusus menyelam
10
Anda mengetahui aturan zona khusus menangkap ikan
11
Anda
mengetahui
larangan
menebang
larangan
berburu
pohon
sembarangan 12
Anda
mengetahui
binatang
sembarangan
B. Tingkat Pemahaman Berikut ini pertanyaan tentang hal – hal yang berkaitan dengan tingkat pemahaman wisatawan terhadap aturan lokal (Awig-Awig) yang ada di Gili Trawangan Berikanlah tanda ceklis (√) pada jawaban yang sesuai: No
Pertanyaan
1
Anda paham mengenai aturan larangan memakai bikini atau pakaian renang di pemukiman kawasan penduduk
2
Anda paham mengenai larangan memakai narkotika
Ya
Tidak
65
3
Anda paham mengenai larangan tampil polos atau bertelanjang di tempat umum
4
Anda paham mengenai larangan melakukan tindakan criminal
5
Anda
paham
mengenai
larangan
menggunakan
kendaraan bermotor 6
Anda paham mengenai larangan membuang sampah sembarangan
7
Anda paham mengenai larangan berpesta ketika waktu shalat subuh tiba
8
Anda paham mengenai larangan minum minuman keras di pemukiman kawasan penduduk
9
Anda paham mengenai aturan batasan zona khusus menyelam
10
Anda paham mengenai aturan batasan zona khusus menangkap ikan
11
Anda paham mengenai larangan menebang pohon sembarangan
12
Anda paham mengenai larangan tidak berburu binatang sembarangan
C. Tingkat Implementasi Berikut ini pertanyaan tentang hal – hal yang berkaitan dengan tingkat implementasi wisatawan terhadap aturan lokal (Awig-Awig) yang ada di Gili Trawangan Berikanlah tanda ceklis (√) terkait dengan perilaku wisatawan pada tabel dibawah ini:
66
No 1
Pertanyaan Anda
memakai
pakaian
renang
TIDAK
bikini di
atau
kawasan
pemukiman penduduk 2
Anda memakai narkotika
3
Anda tampil polos / bertelanjang di muka umum
4
Anda melakukan tindak kriminal
5
Anda menggunakan kendaraan bermotor
6
Anda
membuang
sampah
sembarangan 7
Anda berpesta ketika waktu shalat subuh tiba
8
Anda minum minuman keras di pemukiman kawasan penduduk
9
Anda melanggar batasan zona khusus menyelam
10
Anda melanggar batasan zona khusus menangkap ikan
11
Anda menebang pepohonan
12
Anda
berburu
sembarangan
binatang
YA
67
BAGIAN III SOSIALISASI ATURAN LOKAL A.
Sosialisasi Berikut ini pernyataan tentang hal – hal yang berkaitan dengan sosialisasi aturan lokal yang terdapat di Gili Trawangan. Berikanlah tanda ceklis (√) pada jawaban yang sesuai dengan pilihan anda
No
Pertanyaan
Ya
1
Mengetahui aturan lokal melalui media lisan
2
Mengetahui aturan lokal melalui media tulisan
3
Mengetahui aturan lokal melalui media cetak
4
Mengetahui aturan lokal dari media televisi
5
Mengetahui aturan lokal dari media internet
6
Mengetahui
aturan
lokal
dari
sosialisasi
masyarakat 7
Mengetahui aturan lokal dari sosialisasi masyarakat
8
Mengetahui aturan lokal dari sosialisasi pemerintah
tokoh
Tidak
68
QUESTIONNAIRE LOCAL INSTITUTIONAL EFFECTIVENESS AGAINST TOURISM MANAGEMENT SYSTEM
Number of respondents
:
Day/Date of Interview: Researcher named Drucella Benala Dyahati , is a collegian from department
Science of Communication and Community Development , the
Faculty of Human Ecology , Bogor Agricultural Institute . The researchers are complete undergraduate thesis with a title “Local Institutional Effectiveness Against Ecotourism Management System” as one of the requirements graduation study. In connection with the research to be conducted, researchers beg your willingness to answer questions in this questionnaire honestly and according to your actual circumstances. Results and confidentiality of your answers are used solely for the purposes of research and writing of course. Thank you for your help and participation to fillout this questionnaire.
Departemen Science of Communication and Community Development Faculty of Human Ecology Bogor Agricultural Institute 2012
69
Part I Characteristics of Respondents 1. Name
:……………………………………………...……
2. Gender*
: 1. Male 2. Female
3. Age
: ………………………………….…….Years old
4. Religion
: …………………………………………………..
5. Area of origin
: …………………………………………………..
6. Phone Number
: …………………………………………………...
7. Email
: …………………………………………………...
8. Latest Education
: …………………………………………………..
9. Type of Work
: …………………………………………………
10. How Long Vacation? : ………………………………………………….
Part II Levels of Knowledge,Level of Understanding and Level of Implementation Local Rules Against Travelers (Awig-Awig) in Gili Trawangan
A. Levels of Knowledge The following is a statement about issues related to tourist knowledge of local rules (Awig-Awig) found on Gili Trawangan. Give tick mark (√) the appropriate answer with your choice. No
Question
1
You know the ban of wearing a bikini or swim suit in the residential area of population
2
You know the ban of use narcotics
3
You know the ban of go naked in public area
4
You know the criminal prohibition
Yes
No
70
5
You know the ban of use motor vehicles
6
You know the ban of littering
7
You know the party ban when the dawn prayer time comes
8
You know the ban of drinking alcoholic drink in residential areas of the population
9
You know the rules of a special zone dive
10
You know the rules of a special zone to catch fish
11
You know the prohibition of indiscriminate felling of trees
12
You know the prohibition of indiscriminate hunting of animals
B. Level of Understanding Here are questions about matters related to the tourist's level of understanding of local rules (Awig-Awig) in Gili Trawangan Give tick mark(√) the appropriate answer. No
Question
1
You understand the rules ban of wearing bikinis or swim suit in the residential population.
2
You understand about the ban of use of narcotics.
3
You understand about the ban of go naked in public area
4
You understand about the ban criminal prohibition
5
You understand about the ban of use motor vehicles
6
You understand about the ban of littering
7
You understand about the party ban when the dawn
Yes
No
71
prayer time comes 8
You understand about the ban of drinking alcoholic drink inresidential areas of the population
9
You understand about the rules of a special zone dive
10
You understand about the rules of a special zone to catch fish
11
You understand about the prohibition of indiscriminate felling of trees
12
You understand about the prohibition of indiscriminate hunting of animals
C. Level of Implementation Here are questions about matters relating to the implementation of tourists to the local rules (Awig-Awig) in Gili Trawangan Give tick mark (√) in relation to the behavior of touristsin the table below. No
Question
1
You do not wear a bikini or swim suit in residential areas
2
You do not use narcotics
3
You not go naked in public area
4
You do not do criminal acts
5
You do not use motor vehicles
6
You do not litter
7
You do not celebrate party when the dawn prayer
8
You do not drink liquorin the settlement of the area residents
NO
YES
72
9
You are not bound by specific zone dive
10
You are not bound by specific fishing zones
11
You do not cut down trees
23
You do not huntin vain
Part III Socialization of Local Rules A. Socialization of Local Rules The following is a statement about matters relating to the dissemination of local rules contained in Gili Trawangan. Give tick mark (√) the appropriate answer with your choice No
Question
1
Know the local rules through oral media
2
Know the local rules via written media
3
Know the local rules through print media
4
Know the local rules of the television media
5
Know the local rules of the internet media
6
Know the local rules of the socialization of public figures in gili trawangan
7
Know the local rules of the socialization of society
8
Know the local rules of government socialization
Yes
No
73
Lampiran 4. PANDUAN PERTANYAAN WAWANCARA MENDALAM Tujuan
: Mengetahui sejarah serta aturan adat masyarakat lokal di kawasan Gili Trawangan
Informan
: Tokoh masyarakat Gili Trawangan, Desa Gili Indah, Kecamatan Pamenang, Kabupaten Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat.
Nama
:
Hari / Tanggal
:
LokasiWawancara
:
Nama
:
Jabatan
:
Pertanyaan Penelitian 1.
Sejak kapan Gili Trawangan dijadikan kawasan ekowisata?
2.
Apakah banyak peminat yang datang ke Gili Trawangan?
3.
Bagaimana sejarah Gili Trawangan sebelum dijadikan kawasan pariwisata?
4.
Apa alasan Gili Trawangan dijadikan kawasan pariwisata?
5.
Bagaimana perkembangan Gili Trawangan setelah dijadikan kawasan pariwisata?
6.
Apa saja bentuk aturan lokal di Gili Trawangan?
7.
Apakah pengaruh aturan lokal terhadap pengelolaan kawasan pariwisata di Gili Trawangan?
8.
Bagaimana tanggapan masyarakat terhadap peraturan adat yang ada di Gili Trawangan ?
9.
Apa tujuan dibuat aturan lokal dalam kawasan tersebut?
10. Apakah bentuk sanksi dan penghargaan sebagai wujud kontrol dari aturan lokal tersebut? 11. Apakah saja wujud sosialisasi dari aturan lokal tersebut?