Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
i
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
ii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
iii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
iv
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
v
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
vi
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
vii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
RINGKASAN EKSEKUTIF Kabupaten Wakatobi memiliki potensi sumber daya alam, peninggalan sejarah, seni dan budaya yang sangat besar sebagai daya tarik wisata, baik bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara.Namun saat ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal kerena berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi.Status Wakatobi sebagai Taman Nasional Laut tentunya menuntut perlakuan khusus dalam hal konservasi kawasan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam Wakatobi.Terlebih lagi sebagai ekosistem pulau-pulau kecil, Wakatobi sangat rentan terhadap kerusakan ekosistem yang berakibat pada hilangnya spesies tertentu, sementara kehilangan spesies akan mengurangi kualitas ekosistem dan berdampak pada penurunan jumlah pengunjung. Pengembangan pariwisata Wakatobi memiliki tingkat ketergantungan yang tinggi pada konservasi sumber daya alamalam bawah laut maupun daratannya. Kerusakan pada sumber daya alam tentunya akan sangat berdampak pada kepariwisataan wilayah ini. Di sisi lain, kontribusi sector pariwisata bagi pendapatan daerah adalah terbesar kedua setelah sector perikanan dan kelautan(2005-2010), tetapi manfaatnya bagi ekonomi lokal dan masyarakat setempat masih perlu ditingkatkan. Hal ini sekaligus mendukung dan mengurangi tekananan pada konservasi keanekaragaman hayati di Kawasan Taman Nasional Wakatobi.Oleh karenanya, pengembangan pariwisata harus dilakukan secara berkelanjutan sesuai dengan visi daerah agar tidak hanya dapat berkontribusi pada konservasi kawasan tetapi meningkatkan kesejahteraan masyarakat Wakatobi. Beberapa permasalahan strategis yang ditemukan khususnya dalam pengembangan pariwisata Wakatobi, adalah: Keterbatasan ruang untuk pembangunan, sumber daya energi dan air. Keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas; di segala tingkatan (dari tingkat pengambil keputusan, manajerial hingga garda depan), dan di berbagai aspek yang terkait. Minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata dan keterbatasan kapasitas masyarakat dapat menghambat peluang masyarakat dalam mengambil manfaat dari pariwisata Akses yang terbuka sehingga lebih sulit untuk mengelola dan melakukan pengawasan Lemahnya koordinasi antar sektor dan antar pihak yang terlibat dalam pengembangan kepariwisataan Wakatobi. Keterbatasan sarana transportasi, informasi, dan fasilitas pendukung pariwisata yang berkualitas.
Laporan Akhir
viii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Untuk mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan, beberapa rencana pembangunan telah disusun, diantaranya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPARDA) Kabupaten, serta Rencana Pengelolaan Pengembangan Pariwisata Alam Taman Nasional Wakatobi. Berbagai rencana yang telah disusun tentunya perlu disinergikan khususnya dalam tingkatan kebijakan, strategi, dan program pengembangan.Demikian pula program Destination Management Organisation (DMO) dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif diharapkan dapat mensinergikan berbagai program dan kegiatan kepariwisataan lintas sektoral dan lintas para pihak di Wakatobi. Kondisi aktual, permasalahan, dan berbagai kebijakan yang ada pertimbangan utama dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi (RPPW) ini.Diharapkan, dokumen ini dapat menjadi arahan bagi para pihak dalam mensinergikan upaya untuk mengembangkan pariwisata Wakatobi.Rencana ini merupakan dokumen tertulis yang disusun bersama dengan para pihak mengenai program dan kegiatan pengelolaan kepariwisataan suatu wilayah. Dalam proses partisipatif bersama para pihak, maka dirumuskan usulan visi pengelolaan pariwisata Wakatobi adalah sebagai berikut: “Wakatobi sebagai destinasi pariwisata ekologis yang mendunia, berbasis alam dan budaya bahari pada tahun 2018”. Untuk mencapai visi tersebut, maka misi pengelolaan pariwisata Wakatobi dirumuskan sebagai berikut : 1. Mengembangkan pengelolaan pariwisata yang partisipatif 2. Mengutamakan distribusi manfaat bagi masyarakat dan peningkatan ekonomi lokal 3. Mengutamakan konservasi sumber daya alam dan kekayaan budaya 4. Meningkatkan daya saing Wakatobi sebagai destinasi pariwisata dunia 5. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia Pengembangan pariwisata di Wakatobi didasarkan pada beberapa pendekatan, diantaranya: a. Peningkatan Daya Saing; yaitu upaya pengembangan pariwisata sebagai proses untuk membuat potensi pariwisata/kelebihan (comparative advantages) sebagai nilai lebih (added value) agar dapat bersaing dengan destinasi lain. Sentifitas terhadap keinginan dan dinamika pasar menjadi pertimbangan yang sangat penting di samping potensi yang ada. b. Pelibatan Masyarakat; yaitu upaya pengembangan pariwisata dengan melibatkan masyarakat sejak perencanaan serta mendorong para pelaku wisata dan pemerintah untuk bekerjasama dengan masyarakat, termasuk upaya peningkatan kapasitas dan pengelolaan daya tarik atau usaha mikro sebagai penunjang pariwisata. Laporan Akhir
ix
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
c. Konservasi Lingkungan; yaitu upaya pengembangan pariwisata dengan menjamin keberlanjutan upaya-upaya konservasi lingkungan dan memberikan nilai lebih dari konservasi itu sendiri bagi masyarakat. d. Peningkatan Perekonomian lokal; yaitu upaya pengembangan pariwisata untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat disekitar daya tarik dan sekaligus meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Sesuai dengan pendekatan di atas, maka konsep pengembangan pariwisata di Wakatobi dapat diarahkan pada beberapa konsep pengembangan, yaitu: 1. Konsep Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat 2. Konsep Penyelarasan Pariwisata dengan Konservasi Lingkungan Alam dan Budaya 3. Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas dan Resor 4. Konsep Peningkatan Daya Saing Produk dan Pelayanan 5. Konsep Pengembangan Jejaring dan Dukungan Bisnis 6. Konsep Pengelolaan Pariwisata Multi Pihak Kenam konsep ini dijabarkan menjadi 14 strategi pengembangan sebagai berikut: Strategi 1. Mendorong keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata Strategi 2. Mengembangkan sistem pengelolaan daya tarik wisata berbasis kelompok masyarakat Strategi 3. Mendorong pengembangan Pariwisata yang berkontribusi pada konservasi lingkungan alam dan binaan Strategi 4. Mengembangkan produk wisata yang berkontribusi pada konservasi lingkungan alam dan budaya Strategi 5. Mengembangkan fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap lingkungan, hemat penggunaan SDA, dengan menggunakan teknologi tepat guna Strategi 6. Mengembangkan kawasan-kawasan prioritas pengembangan pariwisata Strategi 7. Mendorong pengembangan resor wisata oleh sektor swasta Strategi 8. Mengembangkan sarana, prasarana serta fasilitas pariwisata dan penunjang pariwisata sesuai dengan target pasar Strategi 9. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia baik di lingkup industri, pemerintah, dan kelompok masyarakat Strategi 10. Memfasilitasi pembentukan hubungan bisnis antara kelompok dan industri pariwisata skala lokal Strategi 11.Memberikan dukungan bisnis bagi industri pariwisata skala lokal dan kelompok masyarakat Strategi 12. Mengembangkan sistem informasi pariwisata Strategi 13. Mengembangan sistem pemasaran yang inovatif sesuai target pasar Strategi 14.Membangun sistem pengelolaan destinasi pariwisata dengan kolaborasi multi pihak Laporan Akhir
x
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
xi
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
xii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
DAFTAR ISI Lembar Adopsi Daftar Isi Daftar Gambar Daftar Tabel Daftar Diagram Daftar Lampiran
ii vi ix xi xiii xiv
BAB 1 PENDAHULUAN Latar Belakang dan Perumusan Masalah Maksud dan Tujuan Rencana 1.2.1Maksud 1.2.2Tujuan Lingkup Wilayah dan Lingkup Materi Keluaran Metodologi 1.5.1Tahap Persiapan dan Kajian Awal 1.5.2Tahap Identifikasi Potensi dan Permasalahan 1.5.3Tahap Analisis 1.5.4Tahap Perumusan Visi dan Misi 1.5.5Tahap Perumusan Konsep dan Rencana pengelolaan Sistematika Laporan
1 1 2 2 3 3 4 4 4 5 6 6 6 7
BAB 2 KONDISI KEPARIWISATAAN WAKATOBI 2.1 Gambaran Umum Wilayah 2.1.1 Sejarah 2.1.2 Geografis dan Perwilayahan 2.1.3 Sosial Budaya 2.1.4 Ekonomi 2.2 Potensi Daya Tarik Wisata Alam Bawah Laut 2.2.1 Wangi – Wangi – Kapota 2.2.2 Kaledupa – Hoga 2.2.3 Tomia 2.2.4 Binongko 2.3 Potensi Daya Tarik Wisata Pesisir dan Daratan 2.3.1 Wangi – wangi – Kapota 2.3.2 Kaledupa – Hoga 2.3.3 Tomia – Tolandono
9 9 9 11 18 25 28 31 33 35 37 38 38 40 42
Laporan Akhir
xiii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2.4
2.5
2.6
2.7
2.8 2.9 2.10
2.11
2.3.4 Binongko Potensi Daya Tarik Wisata Budaya 2.4.1 Situs – Situs Bersejarah 2.4.2 Kampung Adat dan Rumah Adat 2.4.3 Budaya Masyarakat Bajau 2.4.4 Kesenian dan Permainan Tradisional 2.4.4.1 Kesenian Tradisional 2.4.4.2 Permainan Tradisional 2.4.5 Kuliner 2.4.6 Kerajinan Aksesibilitas dan Transportasi 2.5.1 Infrastruktur dan Akses 2.5.2 Moda Transportasi 2.5.3 Bandara, Pelabuhan dan Terminal Fasilitas Pendukung Pariwisata 2.6.1 Akomodasi 2.6.2 Rumah Makan 2.6.3 Biro Perjalanan Wisata (BPW) 2.6.4 Fasilitas Hiburan 2.6.5 Telekomunikasi 2.6.6 Fasilitas Keuangan Paket Wisata di Wakatobi 2.7.1 Paket Wisata Selam 2.7.2 Paket Wisata Non Selam Kondisi Pasar Wisatawan Studi Persepsi Komunitas Selam terhadap Pariwisata Wakatobi Kawasan Pariwisata Berdasarkan Kebijakan Pengembangan Wilayah 2.10.1 Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi 2.10.2 Berdasarkan Rencana Pengembangan Pariwisata Alam Taman Nasional Wakatobi 2012 2.10.3 Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Wakatobi Persepsi Para Pihak Kepariwisataan Wakatobi
44 45 45 49 51 52 52 53 54 54 55 56 57 58 59 59 62 62 63 63 63 64 65 67 68 75 78 78 79 81 82
BAB 3 ANALISIS KEPARIWISATAAN WAKATOBI 3.1 Isu-isu Stategis Pengelolaan Kepariwisataan Wakatobi 3.2 Analisis Pasar Pariwisata Wakatobi 3.2.1 Analisis Makro – Pasokan dan Permintaan 3.2.2 Analisis Mikro - Sisi pasar 3.2.3 Analisis Mikro - Sisi Produk
86 86 87 87 91 93
Laporan Akhir
xiv
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
3.3
3.4
Identifikasi Kawasan Pariwisata Prioritas 3.3.1 Wilayah Pulau Wangi – Wangi 3.3.2 Wilayah Pulau Hoga dan Kaledupa 3.3.3 Wilayah Pualu Tomia 3.3.4 Wilayah Pulau Binongko 3.3.5 Deskripsi Singkat Kawasan Prioritas Analisis SWOT Kepariwisataan Wakatob
BAB 4 RUMUSAN VISI DAN MISI PENGELOLAAN PARIWISATA WAKATOBI118 4.1 Visi Pengelolaan Pariwisata Wakatobi 4.2 Misi Pengelolaan Pariwisata Wakatobi BAB 5 KONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA BAB 6 PROGRAM DAN KEGIATAN PENGEMBANGAN PARIWISATA BAB 8 PEMANTAUAN DAN EVALUASI DAMPAK
Laporan Akhir
95 98 98 98 98 101 107
118 119
120 129 145
xv
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
xvi
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1 Gambar 2.1 Gambar 2.2 Gambar 2.3 Gambar 2.4 Gambar 2.5 Gambar 2.6 Gambar 2.7 Gambar 2.8 Gambar 2.9 Gambar 2.10 Gambar 2.11 Gambar 2.12 Gambar 2.13 Gambar 2.14 Gambar 2.15 Gambar 2.16 Gambar 2.17 Gambar 2.18 Gambar 2.19 Gambar 2.20 Gambar 2.21 Gambar 2.22 Gambar 2.23 Gambar 2. 24 Gambar 2.25 Gambar 2.26 Gambar 2.27 Gambar 2.28 Gambar 2.29 Gambar 2.30 Gambar 2.31 Laporan Akhir
Peta Orientasi Kabupaten Wakatobi Peta Administrasi Kabupaten Wakatobi Peta Kondisi Geologis Kabupaten Wakatobi Terumbu Karang di Perairan Wakatobi Peta sebaran Sumber Daya Penting di Wakatobi 2012 Gejahan Penggala dan Endemik Sulawesi Grey – sided Flower pecker Peta Sebaran SPAGs di Kepulauan Wakatobi Keindahan Bawah Laut di Perairan Wakatobi Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Wangi-wangi Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Kaledupa Salah Satu Hewan Unik yang Dapat ditemui di Perairan Wakatobi: Pygmi seahorse Dermaga yang Menjadi Tempat Bersandar Kapal di Pulau Hoga Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Tomia Salah Satu Hewan Unik yang Dapat ditemui di Perairan Wakatobi: Bumphead Parrot Fish Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Binongko Terumbu Karang di Perairan Wakatobi Pantai Cemara/Oa Ogu dan Matahari Terbit di Pantai Kaluku Kapala Patuno, Pantai One Laro Trekking untuk Mengamati Pemandangan Pesisir Woru Nunu Gua Alam Bhewata di Kapota Pantai Sombano di Desa Sombano, Kaledupa Danau Sombano di Desa Sombano, Kaledupa Matahari Terbenam di Desa Pajam dan Kondisi Perkampungan Pajam Keindahan Pantai Hoga Pantai Te’e timu dan Pantai Hu’untete Stalakmit di Gua Te’e timu dan Aktivitas Masyarakat di Gua Te’e timu Puncak Kahiangan Taman Batu di Desa Waloindi dan Pantai Batu di Desa Waloindi Benteng Keraton Liya, Desa Liya Wangi-Wangi Selatan Lawa Benteng Ollo, Masjid Tua Benteng Ollo, Suasana Perkampungan di Benteng Ollo Benteng Patua Trekking Menuju Benteng Koncu Patua Wali di Binongko dan Lawa Patua di Benteng Koncu Patua Tempat Tinggal Masyarakat Bajau
3 10 12 15 16 17 18 29 31 34 34 35 36 36 37 38 39 39 40 41 41 42 42 43 43 44 45 46 47 48 48 51 xvii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.32 Gambar 2.33 Gambar 2.34 Gambar 2.35 Gambar 2.36 Gambar 2.37 Gambar 2.38 Gambar 2.39 Gambar 2.40 Gambar 2.41 Gambar 2.42 Gambar 2.43 Gambar 2.44 Gambar 2.45 Gambar 3.1
Laporan Akhir
Tarian Adat Wakatobi: Honari Mosega Tarian Adat Wakatobi: Lariangi Parende/ Sup Ikan; Kasoami Pepe; dan Kasoami Kain Tenun untuk Perempuan dan Kain Tenun untuk Laki-laki Kerajinan Lidi dan Pelepah Pandan Duri Kondisi jalan di Wakatobi Pesawat Komersial dan Kapal Feri yang Mendarat di Wakatobi Bandara dan Ruang Tunggu di Matahora Wangi-wangi Patuno Resort Wangi-wangi, Wakatobi Hotel dan Penginapan di Wakatobi Fasilitas Operator Selam Fasilitas Bank di Wakatobi Perlengkapan Wisata Selam di Wakatobi Peta Kawasan Pariwisata oleh Berbagai Dokumen di Wakatobi Peta Kawasan Pariwisata Berdasarkan Berbagai Dokumen di Wakatobi
52 53 54 55 55 56 58 59 60 61 63 64 66 82 106
xviii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
xix
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
xx
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
DAFTAR TABEL Tabel 2.1 Tabel 2.2 Tabel 2.3 Tabel 2.4 Tabel 2.5
11 13 14 19
Tabel 2.15 Tabel 2.16 Tabel 2.17 Tabel 2.18 Tabel 2.19 Tabel 2.20 Tabel 2.21 Tabel 2.22 Tabel 2.23 Tabel 2.24
Keadaan Topografi Kabupaten Wakatobi 2011 Keadaan Cuaca Per Bulan di Kabupaten Wakatobi Tahun 2011 Sumber Air dan Kapasitas Air Kabupaten Wakatobi Tahun 2009 Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk di Kabupaten Wakatobi Tahun 2011 Luas Daerah dan Tingkat Kepadatan Penduduk di Kabupaten Wakatobi Tahun 2010 – 2011 Perguruan Tinggi yang Ada di Wakatobi Tahun 2011 Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 10 Tahun Keatas di Kabupaten Wakatobi Rasio Ketersediaan Fasilitas Pendidikan dan Banyaknya Murid di Kabupaten Wakatobi Tahun 2011/2012 Tingkat Kriminalitas di Kabupaten Wakatobi Tahun 2009 -2011 Penggunaan Lahan per Kecamatan di Wakatobi Tahun 2011 Penggunaan Lahan Bukan Pertanian di Kabupaten Wakatobi (2011) Pengeluaran Per Kapita Penduduk Wakatobi Tahun 2009-2011 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Wakatobi Tahun 2006-2010 Persentase Tingkat kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin di Wakatobi Tahun 2006-2011 Kriteria Presentase Tutupan Terumbu Karang Hidup Presentase Tutupan Terumbu Karang di Lokasi Penyelaman Kondisi Jalan di Wakatobi Tahun 2011 Jumlah Bandara dan Pelabuhan di Kabupaten Wakatobi Kisaran Harga dan Tingkat Hunian Akomodasi di Wangi-wangi 2013 Akomodasi di Wakatobi Jumlah Rumah Makan di Wakatobi Tahun 2012 Daftar Fasilitas Keuangan yang ada di Wakatobi Daftar Biro Perjalanan Wisata dan Paket Wisata yang di Tawarkan Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Wakatobi (2008-2012)
Tabel 2.25
X Zona Pariwisata dalam Taman Nasional Wakatobi
79
Tabel 3.1 Tabel 3.2 Tabel 3.3 Tabel 3.4 Tabel 3.5 Tabel 3.6 Tabel 3.7
Harga Tiket Pesawat (Agustus 2013 – Agustus 2014) Ilustrasi Perbandingan Pasokan Hotel di Destinasi Wisata Bahari Karakteristik Paket Wisata Destinasi Pesaing Kedatangan Wisatawan di Beberapa Destinasi Pesaing Kapasitas Hotel di Wangi-Wangi Tingkat Okupansi Hotel di Wangi-Wangi Strategi Kekuatan – Peluang
Tabel 2.6 Tabel 2.7 Tabel 2.8 Tabel 2.9 Tabel 2.10 Tabel 2.11 Tabel 2.12 Tabel 2.13 Tabel 2.14
Laporan Akhir
20 21 22 22 23 24 24 26 28 28 32 32 57 58 60 61 62 64 66 69 87 88 90 91 93 94 107
xxi
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 3.8 Tabel 3.9 Tabel 3.10 Tabel 4.1 Tabel 6.1 Tabel 6.2 Tabel 6.3 Tabel 6.4 Tabel 8.1
Laporan Akhir
Strategi Kekuatan – Ancaman Strategi Kelemahan – Peluang Strategi Kelemahan – Ancaman Ringkasan Berbagai Visi Pengembangan Pariwisata Wakatobi Indikasi Program dan Kegiatan Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Wangi – Wangi Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Hoga dan Pajam Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Tomia Indikator Pemantauan dan Evaluasi
xxii
109 110 112 118 131 137 141 143 146
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
xxiii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
xxiv
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
DAFTAR DIAGRAM Diagram 2.1 Diagram 2.2 Diagram 2.3 Diagram 2.4 Diagram 2.5 Diagram 2.6 Diagram 2.7 Diagram 2.8 Diagram 2.9 Diagram 2.10 Diagram 2.11 Diagram 2.12 Diagram 2.13 Diagram 2.14 Diagram 2.15 Diagram 2.16 Diagram 2.17 Diagram 2.18 Diagram 2.19 Diagram 3.1 Diagram 3.2
Laporan Akhir
Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Wakatobi Tahun 2000 – 2011 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wakatobi Tahun 2006 – 2010 Presentase Tutupan Terumbu Karang Hidup di Kabupaten Wakatobi Presentase Tutupan Terumbu Karang Keras Presentase Tutupan Terumbu Karang Lunak Jumlah tamu Menginap di Wakatobi Tahun 2008-2012 Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Wakatobi Tahun 2008 – 2012 Responden Wisatawan Berdasarkan Asal Profil Responden yang Berkunjung ke Wakatobi Sumber Informasi Wisatawan Tingkat Kepuasan Wisatawan pada Akomodasi Pola Perjalanan Wisatawan Tingkat Kepuasan Wisatawan pada Transportasi Penilaian Umum Responden Tingkat Kepuasan pada Kondisi Daya Tarik dan Pelayanan Pola Berwisata Responden Penyelam Pandangan responden terhadap Wakatobi sebagai Destinasi Sebab Responden Belum Mengunjungi Wakatobi Pengalaman Wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi Kunjungan Wisatawan ke Wakatobi Kunjungan Wisatawan ke Wakatobi
xxv
19 25 29 30 30 61 69 70 70 71 72 72 73 74 74 76 76 77 78 92 93
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
xxvi
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran 1 Lampiran 2 Lampiran 3 Lampiran 4 Lampiran 5 Lampiran 6 Lampiran 7
Laporan Akhir
Titik Penyelaman di Wakatobi dan Kondisi Tutupan Terumbu Karang di Wangi-Wangi Lokasi Daya Tarik Wisata di Wakatobi Permainan Tradisional di Wakatobi Makanan Tradisional di Wakatobi Ragam Corak Tenun Wakatobi Moda Transportasi di Wakatobi Tahun 2013 Paket Wisata Masyarakat di Wakatobi
149 157 161 162 165 166 168
xxvii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
xxviii
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
BAB 1
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Perumusan Masalah Kabupaten Wakatobi memiliki potensi sumber daya alam, peninggalan sejarah, seni dan budaya yang sangat besar sebagai daya tarik wisata, baik bagi wisatawan nusantara maupun mancanegara. Namun saat ini potensi tersebut belum dimanfaatkan secara optimal kerena berbagai permasalahan dan kendala yang dihadapi. Keterbatasan aksesibilitas serta ketersediaan sarana dan prasarana pendukung kepariwisataaan, sumber daya manusia, maupun dukungan kelembagaan merupakan permasalahan utama selain dari kondisi fisik kawasan berupa kepulauan. Status Wakatobi sebagai Taman Nasional Laut tentunya memerlukan perlakuan khusus dalam hal konservasi kawasan untuk menjaga kelestarian sumber daya alam Wakatobi. Permasalahan dalam perubahan guna lahan, konflik kepentingan antar pemangku kepentingan, dampak kegiatan terhadap usaha konservasi, dikhawatirkan akan semakin merusak potensi sumber daya alam Wakatobi. Kegiatan pariwisata dilain pihak diharapkan dapat mengakomodir permasalahan sekaligus berdampak positif terhadap masyarakat dan lingkungan alam Wakatobi. Jika dilihat dari kontribusi pariwisata dalam perolehan devisa daerah Wakatobi dalam lima tahun terakhir (2005-2010), sektor pariwisata menempatkan diri di posisi terbesar kedua setelah perikanan dan kelautan. Akan tetapi manfaat dari perkembangan pariwisata bagi ekonomi lokal dan masyarakat setempat masih perlu ditingkatkan. Hal ini sekaligus mendukung dan mengurangi tekananan pada konservasi keanekaragaman hayati di Kawasan Taman Nasional Wakatobi. Untuk mendukung pengembangan pariwisata berkelanjutan, beberapa rencana pembangunan telah disusun dan dijadikan acuan dalam pengembangan wilayah, diantaranya Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPARDA) Kabupaten, serta Rencana Pengembangan Pariwisata Alam Taman Nasional Wakatobi. Demikian pula dengan program Destination Management Organisation (DMO) yang digulirkan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif sejak tahun 2011, yang diharapkan dapat mensinergikan berbagai program dan kegiatan kepariwisataan lintas sektoral dan lintas para pihak di Wakatobi. Berbagai rencana yang telah disusun tentunya perlu disinergikan khususnya dalam tingkatan kebijakan, strategi, dan program pengembangan.
Laporan Akhir
1
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Permasalahan dan isu strategis yang dihadapi Wakatobi menjadi pertimbangan utama dalam penyusunan Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi (RPPW), atau Tourism Management Plan (TMP) yang dapat menjadi arahan bagi para pihak dalam mengembangkan pariwisata Wakatobi. Rencana ini merupakan dokumen tertulis yang disusun bersama dengan para pihak mengenai program dan kegiatan pengelolaan kepariwisataan suatu wilayah. Rencana pengelolaan didasarkan pada informasi detil tentang kondisi sosial budaya, politik, ekonomi, dan lingkungan, yang mencakup visi dan misi pengembangan kepariwisataan dalam jangka waktu tertentu, dan rencana kegiatan pengelolaan yang harus dilakukan untuk mewujudkan visi tersebut. Manfaat dari rencana pengelolaan pariwisata adalah: Sebagai alat bantu mencapai tujuan, visi dan misi secara lebih efektif dan efisien. Memperlihatkan prioritas program dan menyoroti permasalahan dalam pengembangan pariwisata dan langkah-langkah untuk menyelesaikan permasalahan tersebut. Mengidentifikasi dan merencanakan tugas/kegiatan yang harus dilaksanakan oleh para pihak. Meningkatkan keberlanjutan dan konsistensi dari pengelolaan pariwisata dan menginformasikan kepada pengelola selanjutnya tentang apa yang telah dilakukan, kenapa, kapan, dan bagaimana hal tersebut dilakukan. Mengkomunikasikan tujuan dari pengelolaan pariwisata yang berkelanjutan kepada para pihak yang terkait dan masyarakat luas sejak awal proses perencanaan. Rencana pengelolaan kepariwisataan Wakatobi tidak terlepas dari upaya untuk meningkatkan sinergitas serta berbagai kebijakan dan rencana yang sudah disusun bagi Wakatobi. 1.2 Maksud dan Tujuan Rencana 1.2.1 Maksud Maksud Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi adalah: 1. Meningkatkan keterlibatan para pihak untuk lebih aktif dalam proses perencanaan pariwisata daaerah Wakatobi; 2. Meningkatkan kemampuan masyarakat untuk mendapatkan manfaat atau terlibat dalam industri pariwisata di Wakatobi; 3. Memberikan masukan dan arahan kepada para pihak dalam pengelolaan pariwisata Wakatobi. 4. Mensinergikan berbagai kebijakan dan kegiatan pengembangan pariwisata.
Laporan Akhir
2
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
1.2.2 Tujuan Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi ini bertujuan sebagai pedoman bagi seluruh pemangku kepentingan kepariwisataan dalam mengembangkan kepariwisataan Wakatobi guna mewujudkan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. 1.3 Lingkup Wilayah dan Lingkup Materi Lingkup wilayah perencanaan adalah seluruh wilayah Kabupaten Wakatobi, dengan fokus pada kawasan-kawasan yang memiliki potensi daya tarik wisata, dengan tidak melupakan keterkaitannya dengan wilayah yang lebih luas. Adapun lingkup materi studi mencakup aspek: Aspek Produk (daya tarik wisata, aksesibilitas dan fasilitas penunjang) Aspek Pasar (karakteristik wisatawan dan daya saing destinasi sejenis) Kebijakan terkait pengembangan kepariwisataan Wakatobi, baik tingkat nasional, provinsi maupun kabupaten (Ripparnas, Ripparda, RPJMD, RTRW Kabupaten, Master Plan Taman Nasional Wakatobi) Aspek perwilayahan/kawasan pariwisata prioritas Wakatobi Aspek kelembagaan dan sumber daya manusia Gambar 1.1 Peta Orientasi Kabupaten Wakatobi
Sumber: RTRW Kabupaten Wakatobi Tahun 2012-2032
1.4
Keluaran
Laporan Akhir
3
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Rencana Pengelolaan Pariwisata Kabupaten Wakatobi, berisikan : Gambaran umum dan gambaran kepariwisataan Wakatobi Analisis isu-isu strategis pengembangan kepariwisataan Wakatobi Visi, misi, dan tujuan pengelolaan kepariwisataan Wakatobi Konsep pengelolaan kepariwisataan Wakatobi Program dan kegiatan prioritas Rencana pemantauan dan pengelolaan dampak 1.5 Metodologi Secara garis besar, penyusunan Rencana Pengelolaan Kepariwisataan Wakatobi ini terdiri dari 5 (lima) tahapan, yaitu: a) Tahap persiapan dan kajian awal, b) Tahap identifikasi potensi dan permasalahan, c) Tahap analisis, d) Tahap perumusan visi dan misi, serta e) Tahap perumusan konsep dan rencana pengelolaan, yang dilaksanakan selama 5 (lima) bulan. 1.5.1 Tahap Persiapan dan Kajian Awal Tahap persiapan dan kajian awal merupakan tahapan penyiapan berbagai kebutuhan penyusunan pekerjaan, dari mulai penyamaan persepsi, pengembangan ide/gagasan, sampai pada rencana survei yang akan dilakukan. Sasaran yang harus dicapai pada tahap ini adalah: 1. Disepakatinya tujuan, sasaran, lingkup, keluaran, metodologi, jadwal dan tahapan pelaksanaan pekerjaan. 2. Tersusunnya sistematika dan kerangka (outline) pelaporan yang akan dikembangkan. 3. Berkembangnya gagasan yang mendukung penyusunan rencana pengelolaan pariwisata Wakatobi. 4. Terkajinya berbagai kebijakan nasional dan regional/lokal dalam bidang kepariwisataan, ketataruangan, dan kebijakan lain yang terkait. 5. Teridentifikasinya kebutuhan studi dan rencana survei. Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah: a. Mobilisasi tim dan penyamaan persepsi tentang tujuan & sasaran, keluaran & lingkup pekerjaan, metodologi, jadwal pekerjaan, tahapan pekerjaan, dan pembagian tugas dan tanggung jawab tenaga ahli yang terlibat. b. Pengembangan lingkup pekerjaan, mencakup rinci materi dan outline/garis besar isi. c. Pengayaan substansi, dengan melakukan kajian awal terhadap dokumen-dokumen kebijakan nasional maupun provinsi dan kabupaten, teori tentang pengelolaan kepariwisataan dan konservasi, serta konsep-konsep pengembangan ecotourism dan lain-lain yang terkait. Laporan Akhir
4
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
d. Identifikasi kebutuhan studi, baik itu data dan informasi yang dibutuhkan maupun metode dan alat analisis yang akan digunakan. e. Persiapan survei, mencakup rancangan survei, penyiapan ceklist data, form wawancara, dan kuesioner. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah studi literatur, diskusi, penilaian kebutuhan, dan analisis kebijakan. 1.5.2 Tahap Identifikasi Potensi dan Permasalahan Tahapan selanjutnya adalah tahapan pengumpulan data dan informasi dengan sasaran yang harus dicapai pada tahap ini adalah: 1. Tersedianya data dan informasi yang valid dan akurat tentang perkembangan dan arahan/kebijakan pengelolaan kepariwisataan Wakatobi. 2. Tersedianya data dan informasi kepariwisataan Wakatobi yang sudah diolah dan siap dianalisis. Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah pengumpulan data dan informasi terkait: a. Kebijakan dan program pengembangan kepariwisataan Kabupaten Wakatobi (mencakup RTRW, Ripparda, RPJMD, Masterplan TN Wakatobi dan lain-lain yang terkait), maupun hasil studi dan laporan kegiatan pengembangan kepariwisataan yang telah dilakukan di Wakatobi. b. Kondisi fisik, sosial budaya, dan ekonomi kawasan Wakatobi khususnya di lokasi-lokasi yang memiliki potensi daya tarik wisata yang diunggulkan daerah yang dapat mendukung pengembangan kepariwisataan wilayah. c. Kondisi kepariwisataan wilayah Wakatobi, khususnya aspek daya tarik wisata dan potensi pasar wisatawan eksisting maupun potensial. d. Kondisi fasilitas pendukung pariwisata, seperti akomodasi (penginapan), restoran, keberadaan biro perjalanan dan paket wisata yang ditawarkan. e. Gambaran pengelolaan kepariwisataan Wakatobi (pengelolaan kawasan oleh berbagai pemangku kepentingan). f. Gambaran kondisi sosial budaya masyarakat, preferensi wisatawan, masyarakat sekitar, dan pengusaha jasa pariwisata setempat. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah wawancara, pengamatan lapangan, survei instansi, tabulasi frekuensi, dan tabulasi silang. Pengumpulan data dan informasi dilakukan melalui survei data sekunder maupun survei primer melalui penyebaran kuesioner, wawancara, maupun pengamatan lapangan.
1.5.3 Tahap Analisis
Laporan Akhir
5
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Setelah data dan informasi berhasil dikumpulkan, tahap selanjutnya adalah analisis lebih mendalam terhadap kondisi kepariwisataan Wakatobi. Sasaran yang harus dicapai pada tahap ini adalah: 1. Terkajinya kebijakan dan rencana pengembangan kepariwisataan Wakatobi. 2. Teridentifikasinya potensi, permasalahan, dan isu-isu strategis kepariwisataan Wakatobi. 3. Teranalisisnya kondisi pasar pariwisata Wakatobi 4. Teranalisisnya kawasan pariwisata prioritas di Wakatobi 5. Teranalisisnya kekuatan, kelemahan, ancaman, dan peluang kepariwisataan Wakatobi. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah kajian pustaka, diskusi multi pihak, analisis, tabulasi frekuensi, dan tabulasi silang. Workshop harmonisasi program antara para pihak yang terkait dalam pengembangan kepariwisataan Wakatobi, dilaksanakan pada bulan Maret 2013 untuk mendapatkan masukan dan kesepakatan mengenai isu-isu strategis pengelolaan pariwisata Wakatobi. 1.5.4 Tahap Perumusan Visi dan Misi Hasil analisis pada tahapan sebelumnya, menjadi bahan dalam merumuskan visi dan misi pengelolaan kepariwisataan Wakatobi. Sasaran yang harus dicapai pada tahap ini adalah: a. Tersepakatinya visi, dan misi pengelolaan kepariwisataan Wakatobi b. Tersepakatinya tujuan, dan sasaran pengelolaan kepariwisataan Wakatobi Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah: a. Penentuan prinsip-prinsip pengelolaan kepariwisataan Wakatobi. b. Perumusan visi, misi, tujuan, dan sasaran pengelolaan kepariwisataan Wakatobi. c. Penyepakatan visi, misi, tujuan, dan sasaran pengembangan kepariwisataan oleh seluruh para pihak kepariwisataan Wakatobi. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah pendekatan para pihak, dan diskusi para pihak. Wawancara khusus dengan stakeholder utama kepariwisataan Wakatobi (Disbudpar Wakatobi, Balai TN Wakatobi, Joint Program WWF-TNC) dilakukan untuk mendapatkan masukan tentang visi pengelolaan kepariwisataan Wakatobi. 1.5.5 Tahap Perumusan Konsep dan Rencana pengelolaan Tahap terakhir dari penyusunan rencana pengelolaan kepariwisataan Wakatobi adalah perumusan konsep dan rencana pengelolaan. Sasaran yang harus dicapai pada tahap ini adalah: a. Terumuskannya konsep pengelolaan kepariwisataan Wakatobi. c. Terumuskannya program dan kegiatan pengelolaan kepariwisataan Wakatobi d. Terumuskannya rencana pengelolaan dampak dan rencana pemantauan. Laporan Akhir
6
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Untuk mencapai sasaran tersebut, kegiatan-kegiatan yang akan dilakukan pada tahap ini adalah: a. Perumusan konsep pengelolaan kepariwisataan Wakatobi, b. Perumusan program dan kegiatan pengelolaan kepariwisataan Wakatobi. c. Perumusan rencana pengelolaan dampak dan rencana pemantauan. Metode yang digunakan pada tahap ini adalah pendekatan para pihak, diskusi para pihak, dan program pemetaan para pihak. 1.6 Sistematika Laporan Draft Laporan Rencana Pengelolaan Kepariwisataan Wakatobi ini akan berisikan 5 (lima) bab sebagai berikut : Bab 1 Pendahuluan yang menjelaskan latar belakang dan perumusan masalah, tujuan dan sasaran rencana, lingkup wilayah dan lingkup materi, keluaran, metodologi yang digunakan, serta sistematika laporan. Bab 2 Kondisi Kepariwisataan Wakatobi, menjelaskan gambaran umum wilayah, dan kondisi kepariwisataan Wakatobi yang meliputi daya tarik wisata alam dan budaya, aksesibilitas dan transportasi; sarana, prasarana dan fasilitas pendukung, ketersediaan paket wisata, serta kondisi pasar wisatawan Wakatobi. Dalam bab ini juga akan disampaikan kajian kebijakan terkait kepariwisataan di Wakatobi, serta persepsi para pihak pariwisata Wakatobi. Bab 3 merupakan Analisis Kepariwisataan Wakatobi yang mencakup isu-isu strategis pengelolaan kepariwisataan Wakatobi, analisis pasar pariwisata, analisis kawasan pariwisata prioritas. Akhir dari bab analisis ini disarikan dalam analisis kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman kepariwisataan Wakatobi. Bab 4 menjelaskan rumusan Visi dan Misi, serta tujuan Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi. Bab 5 akan berisikan konsep pengembangan yang direkomendasikan untuk mewujudkan visi dan misi pengembangan pariwisata Wakatobi. Bab 6 akan berisikan draft rumusan program dan kegiatan untuk masing-masing tujuan pengembangan. Rumusan ini juga dilengkapi dengan kerangka waktu dan pihak-pihak yang terkait dalam pelaksanaannya. Bab 7 akan berisikan konsep pengembangan untuk beberapa kawasan wisata yang diprioritaskan pengembangannya.
Laporan Akhir
7
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Bab 8 akan berisikan rencana pengelolaan dampak serta rencana pemantauan, mencakup indikator dan lembaga yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pemantauan, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan dalam rencana pengelolaan ini.
Laporan Akhir
8
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
BAB 2
KONDISI KEPARIWISATAAN WAKATOBI Gambaran Umum Wilayah 2.1.1 Sejarah Wakatobi atau yang pada masa lalu dikenal sebagai “Kepulauan Tukang Besi” adalah salah satu kabupaten yang berada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pada masa kekuasaan Kesultanan Buton, wilayah ini dinamakan dengan Liwuto Pataanguna atau Pulau Empat yang kemudian lebih populer dengan sebutan Liwuto Pasiatau Pulau Karang. Penamaan kepulauan ini sebagai kepulauan tukang besi dikaitkan dengan tradisi lisan yang mengisahkan pemberontakan pengikut Raja Hitu yang bernama Tuluka bessi. Para pengikut raja yang sedianya akan diasingkan ke Batavia, kemudian memberontak dan membunuh para serdadu Belanda dan menetap di Pulau Wangi-wangi. Para pengikut Raja Hitu inilah kemudian yang menjadi cikal bakal penduduk Wakatobi. Sementara itu, versi lain menyebutkan bahwa penamanan Kepulauan Tukang Besi berkaitan erat dengan budaya sebagian besar masyarakatnya yang berprofesi sebagai pandai besi dari generasi ke generasi. Hal inilah kemudian yang menyebabkan seorang Belanda bernama Hoger mempopulerkan kepulauan ini sebagai kepulauan Toekang Besi Eilanden, setelah melihat budaya masyarakat kawasan ini yang sebagian besar berprofesi sebagai pandai besi terutama yang banyak terlihat di Pulau Binongko. Pasca kemerdekaan gagasan untuk mengubah nama Kepulauan Tukang Besi menjadi Kepulauan Wakatobi atau Bitokawa dimulai pada tahun 1959. Saat itu masyarakat kepulauan ini menginginkan perubahan nama Kepulauan Tukang Besi yang dirasa kurang bagus dan kesan nama pemberian Belandanya masih kuat. Perubahan nama kepulauan ini menjadi Kepulauan Wakatobi mengacu kepada akronim nama empat pulau utama yang ada di kepulauan ini, yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko. Selain empat pulau utama tersebut, kawasan ini memiliki pulau-pulau lain yang juga berpenghuni diantaranya adalah Pulau Kapota di Wangi-wangi; Pulau Lentea, Pulau Derawa dan Hoga di Kaledupa, serta Pulau Tolandono dan Pulau Runduma di Tomia yang ukurannya jauh lebih kecil.1 Sebelum ditetapkan sebagai kabupaten terpisah, Wakatobi merupakan kawasan Taman Nasional yang berada dalam wilayah administratif Kabupaten Buton, Provinsi Sulawesi Tenggara. Proses pembentukan wilayah Wakatobi sebagai kabupaten dimulai dengan ditetapkannya wilayah Wakatobi sebagai Taman Wisata Alam Laut pada tahun 1995 1
La Ode Saleh Hanan.Laporan Akhir Kampanye Bangga Koservasi Taman Nasional Laut Wakatobi Sulawesi Tenggara. diakses dari (www.wakatobinationalpark.com)
Laporan Akhir
9
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
melalui surat keputusan Menteri Kehutanan Nomor 462/KPTS-II/1995. Setahun kemudian tepatnya pada tanggal 30 Juli 1996, upaya perlindungan berbagai keanekaragaman hayati bawah laut di kawasan Wakatobi mendorong Pemerintah Pusat menunjuk kawasan Wakatobi sebagai Kawasan Konservasi dengan status Taman Nasional melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 963/KPTS-VI/1996. Surat keputusan ini kemudian diperkuat dengan penetapan kawasan Wakatobi dan perairan sekitarnya sebagai Taman Nasional melalui surat keputusan Menhut RI Nomor 7651/KPTS-II/2002 pada tanggal 19 Agustus 2002. Kawasan Wakatobi ditetapkan sebagai kabupaten terpisah dari Kabupaten Buton melalui Undang-undang No. 29 Tahun 2003 mengenai pembentukan Kabupaten Bombana, Kabupaten Wakatobi, dan Kabupaten Kolaka Utara di Sulawesi Tenggara. Pada awal pembentukannya secara administratif Kabupaten Wakatobi terdiri dari 4 (empat) kecamatan yang bernama sama dengan empat pulau utama di kawasan ini. Kemudian kabupaten ini mengalami pemekaran kecamatan hingga sekarang menjadi delapan kecamatan, yaitu: Kecamatan Wangi-wangi yang merupakan Ibu Kota kabupaten, Wangiwangi Selatan, Kaledupa, Kaledupa Selatan, Tomia, Tomia Selatan, Binongko, dan Togo Binongko. Jumlah desa di Kabupaten Wakatobi hingga tahun 2011 tercatat sebanyak 100 (seratus) desa. Gambar 2.1 Peta Administrasi Kabupaten Wakatobi
Sumber: Diolah dari RTRW Kabupaten Wakatobi (2012-2032) Laporan Akhir
10
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2.1.2 Geografis dan Perwilayahan Kabupaten Wakatobi berada pada 123015’00” – 124o45’00” BujurTimur (BT) dan 05o15’00” – 06o10’00” Lintang Selatan (LS). Dilihat secara geografis, kabupaten ini terletak diantara dua laut, yaitu Laut Flores di sebelah selatan dan sebelah barat, serta Laut banda di sebelah utara dan sebelah timur. Sebagai kawasan kepulauan, Wakatobi tidak mempunyai daerah perbatasan daratan dengan daerah di sekitarnya. Kabupaten Buton merupakan satu-satunya kabupaten yang berbatasan langsung dengan perairan Kabupaten Wakatobi di bagian utara dan bagian barat.2 Apabila dilihat dalam skala regional, Kepulauan Wakatobi berada tepat di jantung segitiga karang dunia (Coral Reef Triangle). Posisi Wakatobi yang sangat strategis menjadikan kawasan ini kaya dari sisi keanekaragaman hayati dan budaya. Kondisi Topografis Topografi kawasan daratan Wakatobi sangat bervariasi, terdiri dari dataran hingga perbukitan rendah dengan jenis tanah yang juga bervariasi antara lain tanah lempung, pasir putih dan kapur. Dataran tertinggi di kawasan ini tercatat berada di Wangi-wangi dengan ketinggian 274 meter di puncak Waboe-Boe. Selain itu terdapat pulau bukit Lagole di Tomia (271 m), bukit Terpadu di Binongko (222 m) dan bukit Pangilia di Kaledupa (203 m). Topografi perairannya secara umum datar hingga curam dengan kedalaman dangkal sekitar 2 meter di atas permukaan air laut,dan titik terdalam sekitar 1.404 meter di bawah permukaan air laut.2 Pulau-pulau yang berada di kawasan Kepulauan Wakatobi seluruhnya berjumlah empat puluh tiga (43) buah ditambah dengan tiga (3) gosong dan lima (5) atol. Selain empat pulau utamanya, hanya sebagian kecil pulau-pulau lainnya yang berpenghuni. Sementara itu terumbu karangnya terdiri dari karang tepi (fringing reef), gosong (patch reef) dan atol. Tabel 2.1 Keadaan Topografi Kabupaten Wakatobi 2011 Luas No
Kondisi Topografi Ha
Persentase
1.
Dataran Sampai Berombak
17.734
41,63
2.
Tanah Berbukit
7.013
16,47
3.
Pegunungan Rendah
17.850
41,90
42.597
100,00
TOTAL
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)
Proses terbentuknya Kepulauan Wakatobi diperkirakan terjadi dari jaman Tersier hingga akhir jaman Miosen. Secara geologi pembentukan gugusan pulau-pulau di kawasan Wakatobi terjadi karena adanya sesar geser, baik sesar turun maupun lipatan dari gaya 2
RPJMD Kabupaten Wakatobi tahun 2012-2016
Laporan Akhir
11
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
tektonik yang berlangsung lama dan terus menerus dari jaman dahulu hingga saat ini. Salah satu keunikan kawasan ini adalah adanya atol yang terbentuk dari penenggelaman lempeng dasar yang diikuti oleh pertumbuhan karang yang mengelilingi pulau sehingga menciptakan atol-atol. Atol tersebut diantaranya adalah atol Kaledupa, atol Kapota dan atol Tomia. Kekhasan atol yang terdapat di kawasan Wakatobi adalah adanya atol Kaledupa yang mempunyai panjang hingga mencapai 49,26 km dan tercatat sebagai atol terpanjang di dunia. Gambar 2.2 Peta Kondisi Geologis Kabupaten Wakatobi
Sumber: Diolah dari RTRW Kab. Wakatobi 2012-2032
Iklim Kepulauan Wakatobi sebagaimana kawasan yang berada di daerah tropis memiliki suhu harian rata-rata berkisar 23,7o C – 32,4o C, dengan kelembaban rata-rata delapan puluh persen (80%). Dua musim utama di kawasan ini yaitu musim kemarau atau musim angin timur yang berlangsung pada bulan Juni hingga Agustus, dan musim penghujan atau musim angin barat yang berlangsung pada bulan Desember hingga Februari. Pada bulanbulan ini gelombang sangat besar sehingga tidak ideal untuk datang berkunjung. Sementara itu, kunjungan ideal dilakukan pada bulan September hingga bulan November dan bulan Maret hingga Mei. Pada bulan-bulan ini angin relatif tenang dan nyaman untuk Laporan Akhir
12
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
melakukan perjalanan laut. Meski demikian, perubahan iklim menyebabkan pola musim ini tidak selalu sama setiap tahunnya. Tahun 2011 tercatat bulan Desember – Mei menjadi bulan yang memiliki jumlah hari hujan yang cukup tinggi. Sementara Juni – November menjadi bulan yang memiliki hari hujan terendah sepanjang tahun. Pada saat musim angin timur kecepatan angin sangat beragam dari 2 knots hingga yang tertinggi mencapai 5 knots. Sementara pada musim angin barat kecepatan angin relatif stabil antara 3-4 knots. Rata-rata hari hujan per tahun di wilayah Kepulauan Wakatobi sebanyak 107 hari per tahun. (BPS Wakatobi, 2011) Tabel 2.2 Keadaan Cuaca Per Bulan di Kabupaten Wakatobi Tahun 2011 No
Bulan
Kelembaban Udara (%)
Curah Hujan (%)
Hari Hujan (Hari)
Tekanan Udara (MBS)
Kecepatan Angin (Knots)
Suhu Udara (0C) Min
Max
1.
Januari
85
138,6
18
1.011,4
4,0
24,9
31,5
2.
Februari
83
178,7
13
1.010,3
4,0
24,7
31,9
3.
Maret
85
151,1
14
1.012,2
3,0
23,9
31,6
4.
April
84
103,6
8
1.011,6
3,0
24,1
32,1
5.
Mei
84
55,2
12
1.011,9
2,0
23,8
32,1
6.
Juni
81
41,2
8
1.013,6
3,0
22,9
31,8
7.
Juli
80
70,3
6
1.013,8
4,0
22,5
31,6
8.
Agustus
71
0,4
1
1.013,8
5,0
22,3
32,8
9.
September
71
31,8
2
1.013,7
4,0
22,8
33,4
10.
Oktober
71
1
1
1.013,8
3,0
24,1
34,4
11.
November
75
33,7
5
1.011,4
4,0
24,8
34,0
12.
Desember
86
288,2
19
1.012,0
3,0
24,7
32,2
80
1.093,8/ th
107/th
1.012,4
4,0
23,7
32,4
Rata-rata
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)
Hidrologi Seluruh pulau yang ada di kawasan Wakatobi tidak mempunyai sungai yang mengalir sepanjang tahun, sehingga sebagian besar kebutuhan air untuk kawasan ini diperoleh dari sumber air tanah (lihat table 2.3). Sumber air tanah di kawasan ini berbentuk goa (Topa) yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut, sehingga semakin dekat jaraknya dengan laut maka rasanya akan semakin payau. Selain itu, air hujan oleh sebagian besar masyarakat Wakatobi ditampung menjadi salah satu sumber cadangan air untuk keperluan sehari-hari seperti mandi dan mencuci.
Laporan Akhir
13
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber Daya Hayati Wakatobi memiliki keanekaragamanhayati yang sangat tinggi. Keragaman species flora dan fauna dapat ditemui baik di kawasan daratan dan laut. Berbagai jenis burung, seperti elang, Gajahan Penggala, serta burung endemik Sulawesi Grey-sided Flowerpecker berhasil ditemukan saat survey. Hingga saat ini, pendataan yang lebih rinci tentang keanekaragamanhayati darat belum banyak dilakukan, seperti primata dan mamalia; serta berbagai ekosistem seperti danau, goa, dan savanna. Tabel 2.3 Sumber Air dan Kapasitas Air Kabupaten Wakatobi Tahun 2009 No
Sumber Air
Pulau
Kapasitas Air (Liter/Detik)
Daerah Pelayanan
1.
Wa Gehe-gehe
Wangi-wangi
15
Wanci dan Mandati
2.
Te’e Bete
Wangi-wangi
10
Numana dan Mola
3.
Longa
Wangi-wangi
5
Longa
4.
Te’e Liya
Wangi-wangi
5
Liya
5.
Hu’u
Wangi-wangi
10
Bandara, Matahora dan Melai One
6.
Kampa (Kapota)
Wangi-wangi
5
Kampa
7.
Batambawi (Kapota)
Wangi-wangi
5
Kollowowa
8.
Lenteaoge
Kaledupa
5
Lenteaoge
9.
Palea
Kaledupa
15
Ambeua dan sekitarnya
10.
He’Ulu (Kahianga)
Tomia
10
Tomia dan sekitarnya
11.
Popalia
Binongko
10
Binongko dan sekitarnya
TOTAL
95
Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJMD) Kab Wakatobi 2012-2016
Kepulauan Wakatobi memiliki keanekaragaman terumbu karang dan keanekaragaman hayati laut yang sangat beragam dan disebut sebagai salah satu daerah dengan keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Tingginya tingkat keanekaragaman hayati laut di kawasan ini tidak terlepas dari letak Kepulauan Wakatobi yang tepat berada di jantung segitiga terumbu karang dunia atau “Coral tri-Angle”. Sedikitnya terdapat 9 (sembilan) jenis sumberdaya hayati penting di kawasan Wakatobi, diantaranya adalah: 1. Karang Perairan Wakatobi merupakan perairan yang sangat kaya akan keanekaragaman hayati laut. Di perairan ini tercatat 396 spesies karang yang terdiri dari 31 spesies karang fungi (mushroom), 10 spesies karang keras non scleractinia atau ahermatipic, 28 jenis karang lunak, dan sisanya merupakan karang Scleractinia hermatipic. Luas terumbu karang di Wakatobi diperkirakan sekitar 54.500 Ha yang terdiri dari empat tipe komunitas ekologi yaitu terumbu karang tepi, penghalang, cincin, dan gosong karang. Di kawasan ini terdapat Laporan Akhir
14
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Karang Kaledupa yang merupakan karang atol terpanjang di Asia Pasifik dengan panjang kurang lebih 49,26 km dan lebar 9,75 km dan merupakan salahsatu keistimewaan karang yang ada di Wakatobi (sumber: Masterplan Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional Wakatobi, 2012). Gambar 2.3 Terumbu Karang di Perairan Wakatobi
Sumber : Audrey, Indecon (2013)
2. Ikan Ikan merupakan salah satu kekayaan alam laut Wakatobi, karena di kawasan ini terdapat kurang lebih 590 spesies ikan dari 52 famili. Beberapa jenis ikan yang terdapat di kawasan ini diantaranya adalah jenis Wrasse (Labridae), Damsel (Pomacintredae), Kerapu (Serranidae), Cardinal (Apogonidae), Kakap (Lutjanidae), Squirrel (Holocentridae), dan Angel (Pomacanthidae) (sumber: Masterplan Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional Wakatobi, 2012). Meskipun populasi jenis ikan relatif tinggi, akan tetapi dari sisi jumlah terjadi penurunan dari tahun ke tahun. Penurunan populasi ikan ini tidak terlepas dari menurunnya kualitas habitat yang antara lain disebabkan oleh cara penangkapan ikan yang merusak. 3. Foraminifera dan Stomatopoda Kawasan Wakatobi memiliki 31 spesies Foraminifera.sp yang terdiri dari tiga kelompok yaitu hamparan terumbu (Reef Flat), bagian dalam laguna, dan terumbu miring. Sementara itu untuk Stomatopoda terdapat 34 spesies.Sebagaimana yang tercatat dalam Masterplan Taman Nasional Wakatobi (TNW), keanekaragaman ini merupakan jumlah tertinggi dibandingkan dengan tempat lain di Indo Pasifik Barat (Cebu, Kepulauan Spermonde di Sulawesi dan Bali) (sumber: Masterplan Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional Wakatobi, 2012). Laporan Akhir
15
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
4. Lamun Lamun (Sea Grass) yang terdapat di kawasan Wakatobi umumnya merata dan terdapat di setiap pulau dan beberapa bagian karang Kaledupa, karang Tomia, Karang Koromoha, dan karang Koko.Lamun di kawasan ini tercatat sebanyak 11 jenis dari 12 jenis lamun yang terdapat di Indonesia. 11 jenis lamun tersebut terdiri dari: Haludule uninervis, H. pinifolia, Cymodoceae rotundata, C. serrulata, Thalassodendron cilatum (yang merupakan lamun dominan di Wakatobi), Syringodium isotifelium, Enhalus acoroides, Thalassia hempirichii dan Halophila ovalis (sumber: Masterplan Pengembangan Wisata Alam Taman Nasional Wakatobi, 2012). 5. Cataceans Cataceans atau jenis paus yang terdapat di kawasan Wakatobi tercatat 5 (lima) jenis paus, yaitu: Beaked Whale, Pilot Whale, Sperm Whale, Bryde’s Whale dan Melonhead Whale. Sementara itu terdapat 6 (enam) jenis lumba - lumba, yaitu: Bottlenoose Dolphin, Lumbalumba kepala bundar, Risso Dolphin, Spinner Dolphin, dan Spotted Dolphin. Gambar 2.4 Peta sebaran Sumber Daya Penting di Wakatobi 2012
Sumber: Diolah dari RTRW Kab. Wakatobi 2012-2032
Laporan Akhir
16
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
6. Penyu Kawasan Perairan Binongko (Karang Koko, Karang Koromaho, Pulau Kentiole dan Pulau Moromaho) merupakan salah satu habitat penyu. Selain itu, pantai Pulau Runduma, Pulau Anano, Pulau Kentiole, Pulau Tuwu-tuwu dan Pulau Moromaho juga merupakan tempat penyu bertelur. Jenis penyu yang terdapat di kawasan ini ada 2 (dua) jenis, yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas). 7. Bakau Terdapat 32 jenis mangrove di 1.200 Ha hutan bakau di kawasan Wakatobi. Kondisi bakau di kawasan ini relatif baik. Pulau Kaledupa merupakan kawasan dengan luasan bakau yang tertinggi. Kondisi hutan bakau yang relatif terjaga terdapat di Pulau Binongko karena merupakan hutan adat atau “sara”. Di daerah selain Pulau Binongko hutan bakau terus mengalami degradasi dengan laju penyusutan sebesar 464,21 Ha/tahun. 8. Burung Pantai Kawasan Wakatobi merupakan habitat bagi kurang lebih 85 spesies burung, antara lain: Phalacrocoracidae sp., Fregatidae sp. dan Ardeidae sp. Selain itu kawasan ini juga merupakan tempat transit atau singggah beberapa jenis burung dari benua Australia yang bermigrasi menuju Pasifik atau sebaliknya. Gambar 2.5 Gejahan Penggala (kiri) dan endemik Sulawesi Grey-sided Flowerpecker
Sumber: Indecon
Laporan Akhir
17
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
9. SPAGs (Spawning Agregation Site) Gambar 2.6 Peta Sebaran SPAGs di Kepulauan Wakatobi
Sumber: Diolah dari ‘Masterplan Taman Nasional Wakatobi (2012’) dan ‘Pemantauan Lokasi Pemijahan Ikandi Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi,Indonesia (2005-2009)’, WWF
Menurut WWF3, Di kawasan Wakatobi terdapat10 (Sepuluh) lokasi pemantauan pemijahan ikan atau Spawning Agregation Site (SPAGs). Kesepuluh lokasi tersebut adalah Runduma, Ontiolo, Hoga Channel, Table coral city, Mari mabuk, Pintu masuk karang Keledupa, Tanjung Binongko, Pintu masuk karang Koko, Tanjung Kentiole, dan Anano Namun yang masih aktif digunakan sebagai lokasi pemantauan pemijahan adalah Runduma, Ontiolo, Hoga Channel, dan Table coral city. 2.1.3 Sosial Budaya Jumlah dan Kepadatan Penduduk Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) diketahui bahwa jumlah penduduk Kabupaten Wakatobi sampai dengan tahun 2012 sebanyak 101.484 jiwa dengan komposisi penduduk menurut jenis kelamin terdiri dari laki-laki 48.657 jiwa dan perempuan 52.827 jiwa. Sementara itu rasio jenis kelamin pada tahun yang sama sebesar 92,1 % perkembangan 3
Pemantauan Lokasi Pemijahan Ikandi Taman Nasional Wakatobi, Sulawesi,Indonesia (2005-2009), WWF, Lampiran 3
Laporan Akhir
18
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
jumlah penduduk pada periode 2010-2011 di Kabupaten Wakatobi menunjukkan peningkatan yang relatif rendah dengan rata-rata pertumbuhan berkisar pada angka 0,3%. Peningkatan jumlah penduduk paling tinggi terjadi pada periode tersebut mencapai 1.851 jiwa (2%). Sementara itu, jumlah rumah tangga yang tercatat di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2011 adalah sebanyak 22.554 rumah tangga. Pertumbuhan penduduk Wakatobi pada kurun waktu 2011 – 2012 mencapai 7%, dan merupakan pertumbuhan penduduk tertinggi yang dialami Wakatobi selama ini. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram 2.1. Diagram 2.1 Perkembangan Jumlah Penduduk Kabupaten Wakatobi Tahun 2000 – 2012
Sumber: Proyeksi Hasil Sensus Penduduk Tahun 2010 – 2020 Kabupaten Wakatobi
Dari tabel 2.4 diketahui bahwa penduduk Kabupaten Wakatobi terkonsentrasi di Pulau Wangi-wangi yang mencapai 48.901 jiwa atau lebih dari separuh jumlah penduduk (51,5%). Sementara itu jumlah penduduk terendah berada di Pulau Binongko (Kecamatan Binongko dan Kecamatan Togo Binongko) yang berjumlah 13.341 jiwa (14,1%), sisanya berada di Pulau Kaledupa 16.958 jiwa (17,9%), dan Pulau Tomia 15.682 (16,5%).
Laporan Akhir
19
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 2.4 Jumlah Rumah Tangga dan Penduduk di Kabupaten Wakatobi Tahun 2011 No
Kecamatan
Jumlah Penduduk
Jumlah Rumah Tangga
Laki-laki
Perempuan
Jumlah
Rasio Jenis Kelamin
1.
Wangi-wangi
5.522
11.647
12.222
23.869
95,3
2.
Wangi-wangi Selatan
5.543
12.008
13.024
25.032
92,2
3.
Kaledupa
2.572
4.883
5.296
10.179
92,2
4.
Kaledupa Selatan
1.821
3.036
3.743
6.779
81,1
5.
Tomia
1.787
3.389
3.648
7.037
92,9
6.
Tomia Timur
2.218
4.138
4.471
8.609
92,6
7.
Binongko
1.994
4.114
4.429
8.543
92,9
8.
Togo Binongko
1.097
2.313
2.485
4.798
93,1
22.554
45.528
49.318
94.846
92,3
JUMLAH
Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi, 2012
Tingkat kepadatan penduduk per kecamatan di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2011 yang tertinggi terdapat di Kecamatan Kaledupa, yang mencapai 224 jiwa/km2 dan kepadatan terendah terdapat di Kecamatan Togo Binongko yang mencapai 76 jiwa/km2. Dari data juga diketahui bahwa kepadatan penduduk di semua kecamatan di Kabupaten Wakatobi dibandingkan dengan tahun 2010 mengalami peningkatan. Tabel 2.5 Luas Daerah dan Tingkat Kepadatan Penduduk di Kab. Wakatobi Tahun 2010 – 2011 No
Kabupaten
Jumlah Penduduk
Kepadatan
Luas Daerah (Km2)
2010
2011
2010
2011
1.
Wangi-wangi
93,10
23.418
23.869
97
99
2.
Wangi-wangi Selatan
62,90
24.596
25.032
119
122
3.
Kaledupa
47,10
10.023
10.179
220
224
4.
Kaledupa Selatan
67,90
6.660
6.779
114
116
5.
Tomia
45,50
6.924
7.037
147
149
6.
Tomia Timur
58,50
8.481
8.609
125
127
7.
Binongko
241,98
8.405
8.543
90
92
8.
Togo Binongko
206,02
4.712
4.798
75
76
823,00
93.219
94.846
113
115
JUMLAH
Sumber: BPS Kabupaten Wakatobi, 2012
Suku Bangsa Kabupaten Wakatobi dibangun dengan keberagaman suku dan etnis yang hidup harmonis dan saling menghormati. Beberapa etnis yang sekarang tinggal di wilayah kepulauan
Laporan Akhir
20
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Wakatobi antara lain: Bugis, Buton, Jawa, Bajo. Mayoritas penduduk kawasan Kepulauan Wakatobi dihuni oleh etnis Wakatobi yang mencapai 91,33% dari seluruh penduduk, disusul etnis Bajo (7,92%) dan etnis lainnya (0,75%). Sebagai suku asli Kepulauan Wakatobi, etnis Wakatobi merupakan salah satu dari enam rumpun etnik Buton yang menggunakan bahasa yang berbeda-beda. Keenam bahasa yang berbeda tersebut adalah bahasa Moronene, bahasa Muna, bahasa Wolio, Bahasa Ciacia, bahasa Kalisusu, dan bahasa Kaumbeda. Etnis Buton yang hidup di Wakatobi menggunakan rumpun bahasa Kaumbeda dalam pergaulan sehari-hari. Etnis Buton Wakatobi terbagi lagi menjadi sepuluh masyarakat adat yang tersebar di empat pulau utama (Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia dan Binongko). Kesembilan masyarakat adat tersebut adalah: masyarakat adat Wanse, Mandati, Liya dan Kapota (menghuni Pulau Wangi-wangi dan Kapota); masyarakat adat Barata Kahedupa yang terdiri dari Sembilan Limbo (Limbo Langge, Tampara, Tombuluruha, Tapa’a, Kiwolu ( Limbo yang berada di wilayah timur atau yang dikenal dengan Umbosa), Ollo, Watole, Lewuto, dan Laolua ( Limbo yang terdapat dibagian barat yang dikenal dengan Siofa) menghuni Pulau Kaledupa); masyarakat adat Waha, Tongano dan Timu (menghuni Pulau Tomia); dan masyarakat adat Mbeda-beda dan masyarakat adat Cia-cia yang menghuni Pulau Binongko. Selain masyarakat adat asli juga terdapat masyarakat adat pendatang, yaitu masyarakat adat Bajo. Keberadaan beragam etnis dan masyarakat adat tersebut menambah keragaman budaya kawasan Wakatobi, karena masing-masing masyarakat adat mempunyai tradisi, adat-istiadat, dan bahasa yang berbeda-beda. Dari sisi ideologi budaya, masyarakat Wakatobi sangat memegang teguh falsafah gau satoto yang didalamnya berisi nilai-nilai pentingnya keteguhan pendirian, ketegasan sikap, serta pentingnya kesamaan antara kata dan perbuatan. Gau satoto terdiri dari lima prinsip utama, yaitu tara (keteguhan), turu (kesabaran), toro (komitmen), taha (keberanian), dan toto (kejujuran). Falsafah hidup masyarakat Wakatobi ini berkaitan erat dengan kondisi alam tempat mereka hidup, yaitu pulau-pulau yang tandus dan berbatu karang serta ganasnya laut yang mengitari tempat mereka hidup, terutama ombak Laut Banda di musim timur dan ombak Laut Flores di musim barat. Sistem Kepercayaan Masyarakat Wakatobi sebagian besar merupakan penganut agama Islam. Tingginya tingkat kepercayaan masyarakat Wakatobi terhadap Islam ini dapat dilihat dari budaya dan kehidupan sehari-hari yang sangat kental dengan nilai-nilai Islam. Data BPS tahun 2009 tidak mencatat keberadaan satupun rumah ibadah selain rumah ibadah agama Islam di Wakatobi. Sementara itu jumlah tempat ibadah umat Islam yang ada terdiri dari Masjidd (136 buah), Mushola ( 13 buah) di seluruh wilayah Wakatobi semakin menegaskan bahwa Islam menjadi sistem kepercayaan utama di kawasan ini.
Laporan Akhir
21
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Pendidikan Kabupaten Wakatobi memiliki fasilitas pendidikan dari mulai tingkat dasar sampai dengan tingkat perguruan tinggi. Perguruan tinggi yang terdapat di Kabupaten Wakatobi tercatat berjumlah lima buah baik yang berstatus swasta maupun negeri. Tabel 2.6 Perguruan Tinggi yang Ada di Wakatobi Tahun 2011 Mahasiswa No
Lembaga Pendidikan Laki-laki
Perempuan
Jumlah
1.
Universitas Terbuka
350
448
798
2.
Universitas Muhammadiyah
261
253
514
3.
Sekolah Tinggi Agama Islam
91
146
237
4.
ABA Citra Bahari
36
46
82
5.
JWM Program D 1
22
33
55
760
926
1.686
Jumlah
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)
Sementara itu, tingkat pendidikan rata-rata yang ditamatkan oleh penduduk Wakatobi yang berusia 10 tahun keatas pada tahun 2011 masih rendah (49,61%). Hal ini terkait dengan rata-rata lama sekolah masyarakat Wakatobi yang hanya 6,85 tahun jauh dibawah rata-rata nasional yang mencapai 7,50 tahun (RPJMD Kabupaten Wakatobi). Meskipun demikian angka ini mengalami peningkatan apabila dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Data selengkapnya dapat terlihat pada tabel 2.7. Tabel 2.7 Tingkat Pendidikan Penduduk Usia 10 Tahun Keatas di Kabupaten Wakatobi No
Tingkat Pendidikan
2009 (%)
2010 (%)
2011 (%)
1.
< SD
26,44
34,80
34,80
2.
SD
28,86
32,72
32,72
3.
SMP
21,76
16,89
16,89
4.
SMA
17,86
12,51
12,51
5.
> Diploma
5,07
3,07
3,07
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)
Dari tabel diatas diketahui bahwa masyarakat Wakatobi pada tahun 2011 sebagian besar menamatkan pendidikan hingga tingkat Sekolah Menengah Pertama (16,89 %), sedangkan yang menamatkan sampai jenjang Sekolah Menengah Atas sebesar 12,51 %, dan Perguruan Tinggi sebesar 3,07 %. Sementara itu untuk tingkat melek huruf tercatat 90,20 % masyarakat Wakatobi telah melek huruf latin, 29,18 % melek huruf Arab, dan sisanya (4,87%) melek huruf lainnya. Rasio ketersediaan fasilitas pendidikan dan banyaknya murid
Laporan Akhir
22
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
di Kabupaten Wakatobi pada tahun 2011/2012 menunjukkan tingkat yang cukup ideal dengan rasio murid per guru antara sembilan hingga dua belas orang. Tabel 2.8 Rasio Ketersediaan Fasilitas Pendidikan dan Banyaknya Murid di Kab.Wakatobi 2011/2012 No
Tingkat Pendidikan
Rata-rata per Sekolah
Jumlah Sekolah
Jumlah Guru
Jumlah Murid
Guru
Murid
Murid
1.
PAUD
75
239
2.434
3,19
32,45
10,18
2.
TK Sederajat
84
357
3.399
4,25
40,46
9,52
3.
SD Sederajat
116
1.242
15.608
10,71
134,55
12,57
4.
SMP Sederajat
47
689
6.875
14,66
146,28
9,98
5.
SMA Sederajat
22
484
5.178
22,00
235,36
10,70
Wakatobi
344
3.011
33.494
8,75
97,37
11,12
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)
Kesehatan Menurut data BPS (2011), fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Wakatobi berjumlah 276 (dua ratus tujuh puluh enam) buah, dengan rincian: Rumah Sakit Umum Daerah (1 buah), Puskesmas Induk (19 buah), Puskesmas Pembantu (14 buah), Puskesmas Keliling (11 buah), Poskesdes (70 buah), Polindes (11 buah), Posyandu (150 buah), dan Klinik Kesehatan (1 buah). Sementara itu tenaga kesehatan yang tersedia mencapai 433 orang yang terdiri dari dokter (14 orang), perawat (253 orang), bidan (107 orang), apoteker (54 orang), dan tenaga kesehatan lainnya (124 orang). Seluruh fasilitas kesehatan yang ada di Kabupaten Wakatobi tersebar di semua kecamatan kecuali Rumah Sakit Umum Daerah yang hanya terdapat di Kecamatan Wangi-wangi Selatan, dan klinik kesehatan yang hanya terdapat di Kecamatan Wangi-wangi. Keamanan dan Ketertiban Tingkat keamanan dan ketertiban merupakan salah satu tolak ukur penilaian daya tarik destinasi wisata. Tingkat keamanan ini tidak saja berkaitan dengan tingkat kerawanan bencana, akan tetapi yang lebih penting adalah tingkat kriminalitas. Data BPS (2012) menunjukkan bahwa tingkat kriminalitas di Kabupaten Wakatobi dari tahun 2009 – 2011 sangat fluktiatif. Pada tahun 2011 tingkat kriminialitas yang relatif tinggi dibandingkan dengan jenis kriminalitas yang lain adalah penganiayaan (76 kasus) dan pengrusakan (25 kasus).
Laporan Akhir
23
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 2.9 Tingkat Kriminalitas di Kabupaten Wakatobi Tahun 2009 -2011 Jenis Kriminalitas
2009
2010
2011
Pembunuhan
4
4
1
Penganiayaan
57
99
Pencurian
32
33
Perkosaan
-
Perjudian
Jenis Kriminalitas Pemalsuan Surat
2009 2010
2011
1
1
-
76 Sengketa Lahan
5
8
-
21 Penghinaan
3
6
9
-
4
Pengeroyokan
1
6
8
4
8
1
Penyalahgunaan Sajam
10
14
-
Perzinahan
4
4
-
Pengancaman
13
21
16
Pengrusakan
24
37
25 Perbuatan Tidak Menyenangkan
11
15
-
Penipuan
14
11
7
Pernikahan Ilegal
1
3
-
Penggelapan
1
10
-
KDRT
7
16
11
Ketidaksopanan
2
11
-
Kehutanan
3
6
-
Lainnya
22
62
-
219
375
179
Jumlah Total Kasus per Tahun Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)
Penggunaan Lahan Kabupaten Wakatobi merupakan kawasan kepulauan dengan luas kurang lebih 19.800 km2. Dari keseluruhan luas tersebut, kawasan daratan hanya sekitar 823 km2 atau hanya 4,15% dari keseluruhan luas kabupaten. Keterbatasan lahan dan status kawasan yang merupakan kawasan Taman Nasional menyebabkan Kabupaten Wakatobi harus mampu menyelaraskan peruntukan lahan yang ada dengan kebutuhan pembangunan kawasan secara keseluruhan. Tabel 2.10 Penggunaan Lahan per Kecamatan di Wakatobi Tahun 2011 Lahan Pertanian (Ha)
Lahan Bukan Pertanian (Ha)
Jumlah Total (Ha)
Binongko
4.493
4.817
9.310
Togo Binongko
5.263
1.027
6.290
Tomia
3.424
1.286
4.710
Tomia Timur
4.564
2.226
6.790
Kaledupa
3.786
764
4.550
Kaledupa Selatan
5.375
475
5.850
Wangi-Wangi
5.451
18.747
24.198
Wangi-wangi Selatan
8.490
12.112
20.602
JUMLAH (Ha)
40.846
41.454
82.300
No
Kabupaten
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)
Laporan Akhir
24
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 2.11 Penggunaan Lahan Bukan Pertanian di Kabupaten Wakatobi (2011) Bangunan (Ha)
Hutan Negara (Ha)
Rawa (Ha)
Lainnya (Ha)
Jumlah (Ha)
Binongko
38
4
2
4.773
4.817
Togo Binongko
12
2
-
1.013
1.027
Tomia
133
5
-
1.148
1.286
Tomia Timur
182
10
-
2.034
2.226
Kaledupa
32
56
140
536
764
Kaledupa Selatan
149
50
50
226
475
Wangi-wangi
151
402
2
18.192
18.747
Wangi-wangi Selatan
13
751
-
11.348
12.112
710
1.280
194
39.270
41.454
No
Kabupaten
Jumlah (Ha)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)
Data BPS tahun 2012 menyebutkan bahwa kasus sengketa lahan tidak terjadi pada tahun tersebut, akan tetapi pada tahun 2009 telah terjadi 5 kasus sengketa lahan, dan pada tahun 2011 terjadi 8 kasus sengketa lahan. Begitu pula dengan kasus kehutanan tercatat pada tahun 2009 terjadi 3 kasus dan pada tahun 2010 meningkat menjadi 6 kasus. Hal ini menunjukkan bahwa persoalan tanah dan kehutanan masih harus mendapat perhatian dari berbagai pihak, terutama Pemerintah Daerah dan Taman Nasional Wakatobi (TNW) sebagai pihak yang bertanggung jawab dan berwenang secara administratif. Tingkat penggunaan lahan untuk bangunan yang tertinggi adalah di Kecamatan Tomia Timur yang mencapai 182 Ha dari 6.790 Ha lahan yang ada di kawasan ini. Sementara penggunaan lahan untuk bangunan yang terendah berada di Kecamatan Wangi-wangi Selatan yang hanya mencapai 13 Ha dari luas kawasan 20.602 Ha. Selengkapnya dapat dilihat pada tabel 2.10. Dari data tabel 2.11 diketahui bahwa luas hutan negara yang ada di Wakatobi dari luas total daratan Wakatobi yang seluas 82.300 Ha tercatat seluas 1.280 Ha (1,55%), sementara penggunaan lahan untuk kepentingan lainnya mencapai 39.270 Ha (47,71%). 2.1.4 Ekonomi Pada tahun 2009 tercatat keberhasilan pembangunan Wakatobi lebih tinggi dibandingkan dengan angka keberhasilan pembangunan Provinsi Sulawesi Tenggara, dan bahkan lebih tinggi dari angka pertumbuhan ekonomi nasional, dengan ilustrasi pertumbuhan digambarkan pada diagram 2.2. Pertumbuhan ekonomi Wakatobi tercatat meningkat secara signifikan pada kurun waktu tahun 2006 hingga tahun 2009. Sementara pada tahun 2010 pertumbuhan ekonomi Kabupaten Wakatobi mengalami penurunan hingga minus 2,18 % dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi yang dicatat pada tahun 2009.
Laporan Akhir
25
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Diagram 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten Wakatobi Tahun 2006 – 2010
Sumber: Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Wakatobi (2012)
Inflasi Indikator penting dalam melakukan kontrol terhadap laju pertumbuhan ekonomi secara makro adalah dengan mengukur tingkat inflasi. Secara umum tingkat inflasi suatu daerah dipengaruhi oleh tingkat permintaan dan penawaran terhadap satu atau lebih komoditas konsumsi. Meski demikian pada kenyataannya laju inflasi ini banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor, baik langsung maupun tidak langsung yang terkait dengan komoditas suatu daerah. Kabupaten Wakatobi dalam kurun waktu lima tahun (2006-2011) mempunyai rata-rata laju inflasi sebesar 7,71 %. Sementara itu laju inflasi tertinggi terjadi pada tahun 2008 yang mencapai angka 15,47 %,dan laju inflasi terendah terjadi pada tahun 2010 sebesar 2,64%. Meski terbilang tinggi namun jika dibandingkan dengan laju inflasi nasional pada tahun yang sama (2010) yang mencapai angka 5,3%, maka inflasi yang terjadi di Kabupaten Wakatobi masih relatif rendah. Pengeluaran Penduduk Salah satu indikator keberhasilan peningkatan ekonomi suatu daerah adalah peningkatan pengeluaran perkapita penduduk untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka sehari-hari. Semakin tinggi kemampuan ekonomi penduduk, diasumsikan tingkat konsumsinya juga akan semakin tinggi. Dari data pengeluaran per kapita penduduk Wakatobi pada tahun 2009 -2011 diketahui bahwa sebagian besar penduduk Wakatobi memiliki pengeluaran perkapita antara Rp. 200.000,00 s/d Rp. 499.999,00 kelompok berikutnya adalah Laporan Akhir
26
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
masyarakat yang memiliki pengeluaran perkapita diatas atau sama dengan Rp. 500,00. Sementara itu, masyarakat yang memiliki pengeluaran perkapita di bawah Rp. 200.000 relatif sedikit, atau hanya 1,08% pada tahun 2011. Tabel 2.12 Pengeluaran Per Kapita Penduduk Wakatobi Tahun 2009-2011 No
Golongan Pengeluaran
2009
2010
2011
< Rp. 100.000,-
0,45
0,72
0,00
Rp. 100.000,- s/d Rp. 149.999
3,25
3,49
1,08
Rp.150.000,- s/d Rp.199.999
11,38
17,71
6,94
Rp. 200.000,- s/d Rp. 299.999,-
36,31
35,38
25,63
Rp. 300.000,- s/d Rp. 499.999,-
30,23
32,03
30,66
Rp. 500.000,- s/d Rp. 749.999,-
13,59
8,27
24,04
Rp. 750.000,- s/d Rp. 999.999,-
2,20
1,56
6,73
≥ Rp. 1.000.000,-
2,58
0,84
4,92
100,00
100,00
100,00
Jumlah
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Selama kurun waktu lima tahun (2006-2010) Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kabupaten Wakatobi terus mengalami pertumbuhan yang sangat signifikan. Pada tahun 2006 PDRB atas dasar harga berlaku Kabupaten Wakatobi masih Rp.466.668,53 miliar, sementara pada tahun 2010 meningkat dengan pesat hingga mencapai Rp.953.779,55 miliar. Demikian pula PDRB atas dasar harga konstan tahun 2006 senilai Rp.193.964,16 miliar menjadi Rp.279.510,95 pada tahun 2010 atau setara dengan peningkatan 44,10%. Untuk lebih jelasnya lihat tabel 2.13. Peningkatan PDRB Kabupaten Wakatobi secara umum masih ditopang oleh pertumbuhan sektor pertanian. Pada tahun 2010 sektor pertanian menyumbang 42,36% pada PDRB atas dasar harga berlaku, dan 32,56% PDRB atas dasar harga konstan. Sumbangan terendah diperoleh dari sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0,77% untuk PDRB atas harga konstan, dan sebesar 0,80 untuk PDRB atas dasar harga berlaku. Sementara itu, sumbangan sektor perdagangan hotel dan restoran pada PDRB atas dasar harga berlaku meningkat dramatis dari tahun 2006 (14,01%) hingga tahun 2010 (20,76%). Hal ini menunjukkan bahwa sektor perdagangan, hotel dan restoran mengalami dinamika pertumbuhan yang cukup signifikan di Kabupaten Wakatobi selama kurun waktu lima tahun terakhir.
Laporan Akhir
27
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 2.13 Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) kabupaten Wakatobi Tahun 2006-2010 No
Tahun
PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Juta Rupiah)
Kenaikan (%)
PDRB Atas Dasar Harga Konstan (Juta Rupiah)
Kenaikan (%)
1.
2006
466.668,53
-
193.964,16
-
2.
2007
539.445,88
15,59
205.737,79
6,07
3.
2008
667.809,12
23,79
220.571,48
7,21
4.
2009
817.781,03
22,45
250.716,09
13,66
5.
2010
935.779,55
14,42
279.510,95
11,48
Sumber: Rencana Pembangunan Jangka menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Wakatobi 2012-2016
Kemiskinan Keberhasilan pembangunan ekonomi suatu daerah tidak hanya dilihat dari tinggi rendahnya tingkat pertumbuhan ekonomi, akan tetapi yang lebih penting adalah seberapa besar peningkatan pertumbuhan ekonomi mampu mengangkat masyarakat dari kemiskinan. Tingkat kemiskinan menjadi tolak ukur yang cukup valid dalam menilai keberhasilan perekonomian suatu daerah. Data tahun 2006 – 2011 menunjukkan bahwa Kabupaten Wakatobi secara simultan mampu menurunkan angka kemiskinan penduduknya dari 24,53 % ditahun 2006 hingga 17,10 % pada tahun 2011. Selengkapnya perkembangan penurunan tingkat kemiskinan di Kabupaten Wakatobi dapat dilihat pada tabel 2.14. Tabel 2.14 Persentase Tingkat kemiskinan dan Jumlah Penduduk Miskin di Wakatobi Tahun 2006-2011 No
Tahun
Garis kemiskinan Rp/kap/bln
Jumlah Penduduk Miskin (ribu orang)
Persentase Penduduk Miskin (ribu orang)
2006
121.310
24,53
24,99
2007
125.420
24,38
24,51
2008
151.202
24,86
22,53
2009
179.390
23,05
20,42
2010
191.496
17,10
18,52
2011
191.496
17,10
18,52
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012)
2.2 Potensi Daya Tarik Wisata Alam Bawah Laut Daya tarik Wakatobi tidak bisa dilepaskan dengan potensi keindahan alam bawah lautnya. Slogan yang dicanangkan oleh Pemda Wakatobi “Surga nyata bawah laut” merupakan sebutan yang diberikan kepada kawasan perairan Wakatobi yang juga merupakan kawasan
Laporan Akhir
28
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Taman Nasional Wakatobi yang terletak di pusat segitiga karang dunia (The heart of coral triangle centre). Hampir 95,87% wilayah Kabupaten Wakatobi merupakan wilayah perairan dengan luas tutupan karang 54.500 Ha. Dengan kekayaan sumberdaya laut yang melimpah, air laut yang jernih, terumbu karang yang mempesona dan dihuni oleh beragam hewan laut layaknya sebagai sebuah taman di lautan. Beberapa titik penyelaman dapat dilihat pada Lampiran 1. Wilayah Taman Nasional Wakatobi dibagi menjadi enam zona dengan peruntukkan yang berbeda, yakni perikanan, budidaya dan ekowisata. Enam zona tersebut terdiri dari tiga zona larang ambil (Zona Inti, Zona Perlindungan Laut dan Zona Pariwisata), dua zona pemanfaatan (lokal dan umum), serta satu zona khusus daratan yang diperuntukkan bagi pengembangan infrastruktur untuk masyarakat dan pemerintah. Zona Inti merupakan kawasan yang sepenuhnya dilindungi. Zona Perlindungan Bahari dan Pariwisata terlarang bagi kegiatan perikanan, tetapi memungkinkan bagi pemanfaatan yang tidak merusak, seperti rekreasi penyelaman, keduanya diperuntukkan untuk melindungi sumberdaya yang penting dan berfungsi sebagai bank ikan. Zona Pemanfaatan Lokal yang sangat luas khusus diperuntukkan bagi masyarakat lokal Wakatobi. Zona Pemanfatan Umum diperuntukkan bagi perikanan pelagis laut dalam. Gambar 2.7 Keindahan bawah laut di Perairan Wakatobi
Sumber: Audrey, Indecon 2013 Menurut data Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Wakatobi tahun 2010, diketahui bahwa presentase tutupan terumbu karang hidup terbesar secara umum pada tahun 2008 terdapat di Pulau Wangi-Wangi. Namun pada tahun 2009, presentase karang hidup di Pulau Wang-Wangi menurun drastis hingga 48%. Sementara itu sebaliknya di wilayah Tomia, presentase tutupan terumbu karang hidup mengalami peningkatan dari 58% pada Laporan Akhir
29
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
tahun 2008, menjadi 64% pada tahun 2009, atau merupakan yang tertinggi di seluruh wilayah Wakatobi. Diagram 2. 3 Presentase Tutupan Terumbu Karang Hidup di Kabupaten Wakatobi
Sumber: Indecon Data hasil pengamatan yang dilakukan organisasi TNC/WWF pada tahun 2009 hingga 2011 menunjukkan bahwa kondisi kesehatan terumbu karang di zona larang ambil cenderung lebih baik jika dibandingkan dengan kondisi kesehatan terumbu karang di zona pemanfaatan. Hal ini membuktikan bahwa penetapan kawasan sebagai zona larang ambil dapat memberikan manfaat bagi proses perbaikan kondisi terumbu karang. Ancaman lain yang muncul terhadap terumbu karang di Wakatobi adalah pengambilan karang oleh penduduk untuk digunakan sebagai bahan bangunan. Diagram 2.4 Presentase Tutupan Terumbu Karang Keras
Sumber: Indecon
Laporan Akhir
30
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Berdasarkan gambar 2.7 diketahui bahwa presentase tutupan karang keras di zona larang ambil meningkat di tahun 2011, setelah sempat mengalami penurunan pada tahun 2010. Sementara itu pada zona pemanfaatan, presentase tutupan karang keras umumnya meningkat, kecuali pada wilayah outer reefs. Diagram 2.5 Presentase Tutupan Terumbu Karang Lunak
Sumber: Indecon Berdasarkan gambar 2.8 diketahui bahwa presentase tutupan karang lunak cenderung mengalami penuruan dibanding tahun sebelumnya, kecuali pada wilayah main island. Pada tahun 2011, presentase tutupan karang lunak terbesar terdapat pada wilayah south attols. Sementara itu, pada wilayah main island dan outer reefs presentase karang lunak di kawasan larang ambil lebih kecil dibandingkan dengan presentase karang lunak di wilayah pemanfaatan. 2.2.1 Wangi-Wangi - Kapota Menurut informasi Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi, di sekitar Wangi Wangi dan Karang Kapota tercatat 20titik penyelaman yang sudah ditemukan. Titik selam tersebut sebagian besar tersebar di bagian utara dan barat perairan pulau Wangi Wangi yang mempunyai tipe rataan terumbu karang ‘reef plate” dan ‘drop off’. Sementara untuk kegiatan snorkeling dapat dilakukan di tepian ‘drop off’ seperti di Waha yang memiliki keanekaragaman ikan cukup tinggi. Berdasarkan wawancara dengan pengelola Waha Tourism Center (WTC) dan pemandu selam, secara geografis dan kondisi perairan di lokasi tersebut cocok sebagai lokasi tempat memijah untuk jenis ikan karang tertentu seperti kerapu; walaupun kawasan bukan merupakan fish spawning aggregation site dari identifikasi taman nasional..
Laporan Akhir
31
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.8 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Wangi Wangi
Sumber: Indecon Berdasarkan penelitian mandiri4 yang diadakan pada bulan oktober 2011 ditemukan bahwa presentase tutupan terumbu karang hidup di beberapa titik penyelaman di WangiWangi dan Kapota rata-rata lebih dari 50%, atau dapat dikategorikan sebagai kondisi baik.Pengambilan data terumbu karang dilakukan dengan metode Line Intercept Transect (LIT) di enam titik penyelaman yang berada di sekitar Pulau Wangi-Wangi dan Kapota. Pada setiap titik dilakukan dua kali transek, yakni pada kedalaman lima meter dan lima belas meter. Data lebih rinci mengenai hasil penelitian ini dapat ditemukan pada halaman
4
Penelitian mandiri dilakukan oleh Audrey Jiwajenie dalam rangka pemenuhan disertasi pasca sarjana dalam program Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia dengan judul “Analisis Skenario Pengelolaan Kawasan Pulau Kecil dalam Pengembangan Wisata Bahari (Studi kasus Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara)” pada Januari 2013
Laporan Akhir
32
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
lampiran. Tabel 2.15 menjelaskan kriteria presentase tutupan terumbu karang hidup, berdasarkan standar yang digunakan oleh Coremap: Tabel 2.15 Kriteria Presentase Tutupan Terumbu Karang Hidup
Dari hasil pengambilan data terumbu karang, diketahui bahwa persentase tutupan terumbu karang terbesar berada pada stasiun Kapota Ujung di kedalaman lima meter, dengan total persen tutupan 86%. Sementara itu lokasi dengan persentase tutupan karang lunak terbesar berada di Waha, yakni sebanyak 38%. Tabel 2.16 Persentase Tutupan Terumbu Karang di Lokasi Penyelaman Stasiun
Kapota Ujung Kapota Danau Pintu masuk Sombu Muka Kampung Waha
Kedalaman
Persentase Karang Keras
Persentase Karang Lunak
5m 15 m 5m 15 m 5m 15 m 5m 15 m 5m 15 m 5m 15 m
85 % 82 % 75 % 62 % 69 % 62 % 63 % 48 % 55 % 68 % 39 % 64 %
1% 2% 6% 5% 10 % 5% 6% 5% 5% 4% 38 % 2%
Total Persentase Karang Hidup 86 % 84 % 81 % 67 % 79 % 67 % 69 % 53 % 60 % 72 % 77 % 66 %
Kategori
Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Tinggi Sangat tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi Sangat tinggi
Sumber: Indecon Dari hasil pengambilan data terumbu karang, diketahui bahwa persentase tutupan terumbu karang terbesar berada pada stasiun Kapota Ujung di kedalaman lima meter, dengan total persen tutupan 86%. Sementara itu lokasi dengan persentase tutupan karang lunak terbesar berada di Waha, yakni sebanyak 38%.
Laporan Akhir
33
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2.2.2. Kaledupa - Hoga Di Pulau Kaledupa terdapat 20 titik penyelaman yang telah diidentifikasi dan digunakan dengan konsentrasi utama di bagian barat Pulau Hoga. Pulau Hoga juga merupakan tempat yang banyak dikunjungi wisatawan untuk melakukan kegiatan snorkelling, walaupun karang yang masih cukup bagus hanya tersisa di batas ‘drop off’. Buku wisata Lone Traveler’s Guide to the Island of Wakatobi, menyebutkan terumbu karang di Kaledupa dan sekitarnya telah mengalami degradasi kecuali di beberapa tempat tertentu. Degradasi ini terjadi akibat aktifitas manusia di masa lalu yaitu cara mencari ikan dengan pengeboman dan penggunaan sianida, serta pengambilan karang dan pasir untuk material bangunan. Selain memiliki titik-titik untuk penyelaman dan snorkeling, Pulau Hoga mempunyai pantai berpasir putih dengan pemandangan indah. Pulau Hoga sendiri telah dikenal oleh kalangan wisatawan terutama para peneliti, mahasiswa dan pelajar dari Inggris karena sejak tahun 1995 hingga kini, suatu lembaga bernama Operation Wallacea mengorganisir kedatangan para pengunjung dari Inggris ke tempat ini. Tidak mengherankan di tempat ini telah tersedia beberapa fasilitas penunjang seperti operator selam, serta pondok-pondok penginapan milik masyarakat. Atol kaledupa merupakan atol dengan gugusan terumbu karang paling panjang dan luas di wakatobi. Kompleks atol Kaledupa mempunyai lebar terumbu 4,5 km sampai 14,6 km. Panjang atol Kaledupa ± 48 km. Karang Kaledupa merupakan atol memanjang ke Tenggara dan Barat Laut 49,26 km dan lebar 9,75 km (atol tunggal terpanjang di Asia Pasifik). Pada saat tertentu terutama musim laut tenang, para nelayan pencari ikan dan biota laut lainnya biasa berkumpul dilokasi ini.Berdasarkan informasi dari para nelayan Bajo Kaledupa yang biasa mencari teripang di malam hari dengan menggunakan lampu petromak, aktifitas nelayan sangat ramai sehingga cahaya lampu nelayan terlihat dari kejauhan seperti sebuah kota di tengah lautan.
Laporan Akhir
34
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.9 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Kaledupa dan Hoga
Sumber: Indecon Gambar 2.10 Salah satu jenis hewan unik yang dapat ditemui di Perairan Wakatobi: Pygmi Seahorse
Sumber: Audrey, Indecon 2013
Laporan Akhir
35
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Danau air asin Sombano, salah satu danau di Pulau Kaledupa berbentuk memanjang dengan air jernih yang masuk dari laut melalui pori-pori batuan kapur.Danau ini menjadi habitat biota unik yaitu udang merah.Dasar danau ditumbuhi berbagai jenis rumput laut atau vegetasi yang dapat hidup di air asin.Kegiatan berenang atau snorkeling dapat menjadi suatu pengalaman unik sambil melihat kehidupan biota yang berbeda di danau ini.Saat ini terdapat rencana untuk pembangunan bandara yang letaknya tidak jauh lokasi danau. Gambar 2.11 Dermaga yang menjadi tempat bersandar kapal di Pulau Hoga
Sumber: Indecon 2.2.3. Tomia Di Pulau Tomia dan sekitarnya tercatat 28 titik penyelaman yang telah teridentifikasi dan digunakan, yang merupakan tempat ideal bagi wisatawan yang menyukai kegiatan penyelaman.Pulau Tomia merupakan pulau pertama di Wakatobi yang melakukan pengembangan pariwisata melalui pembangunan Wakatobi Dive Resort di Tolandono.Resort ini dirintis sejak tahun 1996 dan terus beroperasi hingga kini dan telah memiliki bandara tersendiri sejak tahun 2001 untuk membawa para tamu resort. Seperti halnya di Kaledupa, kondisi terumbu karang yang ada di Pulau Tomia juga telah mengalami degradasi kecuali pada beberapa tempat tertentu. Kegiatan snorkeling dapat dilakukan di lokasi-lokasi titik penyelaman, baik di atas ‘drop off’, maupun di Karang Pulau Tolandono. Ekosistem padang lamun dan terumbu karang mengitari pulau ini, areal pasang surut cukup luas kecuali di daerah-daerah timur-utara dimana terdapat pantai-pantai yang membentuk tebing-tebing tinggi.
Laporan Akhir
36
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.12 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Tomia
Sumber: Indecon
Gambar 2.13 Salah satu jenis hewan unik yang dapat ditemui di Perairan Wakatobi: Bumphead Parrotfish
Sumber: Audrey, Indecon 2013
Laporan Akhir
37
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2.2.4. Binongko Pulau Binongko mempunyai 8 (delapan) titik penyelaman yang telah teridentifikasi dan dikunjungi, sebagian besar terletak pada karang-karang berlokasi di timur Pulau Binongko.Sementara kegiatan snorkeling banyak dilakukan pada tepian-tepian ‘drop off’ di sekeliling pulau. Kemungkinan besar masih banyak lokasi titik penyelaman di Pulau Binongko yang belum teridentifikasi karena kurangnya kegiatan eksplorasi penyelaman akibat aksesibilitas yang sulit dan lokasi yang cukup jauh dari pusat kota. Beberapa lokasi pantai di Pulau Binongko mempunyai pantai pasir putih yang bersih dengan area padang lamun yang luas. Lokasi ini merupakan tempat bertelurnya dan tempat mencari makan (feeding ground) penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas). Gambar 2.14 Peta Daya Tarik Wisata di Pulau Binongko
Sumber: Indecon
Laporan Akhir
38
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.15 Terumbu Karang di Perairan Wakatobi
Sumber: Audrey, Indecon 2013 2.3 Potensi Daya Tarik Wisata Pesisir dan Daratan Selain keindahan bawah lautnya, Wakatobi juga memiliki potensi wisata di Pesisir dan daratan.Dengan kondisi wilayah yang merupakan kepulaun, membuat daerah ini memiliki pantai dengan hamparan pasir putih serta susunan batuan dari pengangkatan bawah laut.Selain itu untuk daerah daratannya Wakatobi mempunyai keindahan perbukitan karst serta gua alam.Untuk potensi yang ada di Wakatobi dapat dilihat pada Lampiran 2. 2.3.1 Wangi-wangi - Kapota Wangi-wangi merupakan pintu masuk utama untuk melakukan perjalanan wisata di Wakatobi. Hal ini dikarenakan ketersediaan transportasi udara yang menghubungkan Wakatobi dengan daerah lain terdapat di pulau Wangi-wangi. Selain ketersedian bandara sebagai tempat transportasi dipulau ini juga mempunyai fasilitas serta infrastruktur yang memadai dan lebih berkembang dari pulau yang lain, dikarenakan Wangi-wangi merupakan ibu kota Kabupaten Wakatobi. Pulau Wangi-wangi memiliki potensi daya tarik wisata baik pantai, danau, gua maupun puncak (dataran tinggi).Pantai di pesisir pulau Wangi-wangi memiliki pasir yang berwarna putih dan halus, selain itu dari beberapa pantai yang terdapat di Wangi-wangi juga bisa menikmati sensasi matahari terbit dan terbenam yang indah.Pantai yang umum dikunjungi oleh wisatawan di pulau Wangi-wangi antara lain adalah pantai Cemara/ Oa Yi Ogu, pantai Matahora, pantai Tompu One Patuno, pantai Sousu. Selain pantai ini terdapat beberapa pantai yang memiliki hamparan pasir putih antara lain Pantai Molii Sahatu, Kaluku Kapala/Hugua, Oa Warinsi, Dongkala, Roda/Sahara, Topakula/Bayangkara, Onelonge, Topanuanda, Butu, One Satanda, Oa Mélanga, Kolo, Watu Posunsu, Bontu, Melai One, Ponta, Oa Yi Ogu/Cemara, Wambulinga, Yija La Iyai, One Satanda Waha, Tengko dan Onowa.
Laporan Akhir
39
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.16 Pantai Cemara/ Oa Ogu (kiri) dan Matahari Terbit di Pantai Kaluku Kapala Patuno (kanan), Pantai One Laro
Sumber: Indecon Selain pantai yang memanjang dan berpasir putih, pulau Wangi-wangi juga memiliki gua serta sumber mata air atau masyarakat menyebutnya Topa (sumber mata air gua).Sumber mata air ini sering dimanfaatkan oleh penduduk sekitar untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari seperti untuk mandi dan mencuci.Secara umum gua yang terdapat di pulau ini belum dimanfaatkan sebagai tempat wisata.Jika dilihat dari ketinggian, pulau wangi-wangi memiliki dataran tinggi atau puncak. Ada beberapa puncak yang sering dikunjungi di pulau ini antara lain adalah puncak woru nunu yang terdapat di desa Liya Togo, puncak waha di desa Waha, serta puncak Tindoi di desa Tindoi. Dari puncak ini terlihat panorama alam yang sangat indah berupa deretan pulau – pulau kecil sekitar pulau Wangi – wangi serta terbenamnya matahari.
Laporan Akhir
40
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.17 Trekking untuk Mengamati Pemandangan Pesisir Woru Nunu
Sumber: Indecon Pulau Kapota adalah salah satu pulau kecil berpenghuni yang terletak di sebelah barat pulau Wangi-wangi, dalam administrasinya pulau ini masuk kedalam kecamatan Wangiwangi Selatan.Pulau ini memiliki daya tarik wisata yang beragam mulai dari pantai pasir putih, danau air asin, gua serta dataran tinggi (puncak).Pantai yang terdapat di daerah Kapota tidak memiliki garis pantai yang panjang, serta mengalami abrasi.Danau yang menjadi salah satu daya tarik pulau ini adalah danau tailaro tooge, danau dengan luas sekitar 3.500 meter persegi dengan dikelilingi oleh tanaman bakau.Untuk menuju lokasi ini ditempuh dengan berjalan kaki dan melewati hutan yang masih cukup baik serta diiringi dengan kicauan dari berbagai macam jenis burung. Selain pantai dan danau pulau ini juga memiliki ekosistem lain yaitu gua, gua yang terdapat di pulau ini masih memiliki ornament yang menarik baik bentuk stalaktit maupun stalakmit. Sebagian besar gua yang ada di Kapota dijadikan tempat berwisata oleh masyarakat lokal maupun wisatawan dari daerah lainnya, hewan penghuni gua seperti kelelawar banyak dijumpai di gua-gua ini. Gambar 2.18 Gua Alam Bhewata di Kapota
Sumber: Indecon
Laporan Akhir
41
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2.3.2 Kaledupa – Hoga Kaledupa merupakan pulau ke dua seteleh Wangi-wangi, pulau ini juga menyimpan potensi yang besar sebagai lokasi wisata.Tidak hanya laut yang indah namun daratannya pun memiliki potensi yang luar biasa mulai dari pantai, danau, gua serta dataran tinggi (puncak).Pulau Kaledupa memiliki pantai dengan pasir berwarna putih serta batu karang sehingga memberikan pemandangan yang berbeda dengan pulau yang lainnya.Beberapa pantai yang sering dikunjungi oleh wisatawan adalah pantai Peropa yang terletak di desa Peropa serta pantai Sombano yang terletak di desa Sombano.Di sekitar pesisir juga terdapat hutan mangrove/ bakau yang terluas di Wakatobi. Gambar 2.19 Pantai Sombano di Desa Sombano, Kaledupa
Sumber: Indecon Pulau ini juga memiliki ekosistem danau yang terletak di desa Sombano.Danau yang berbentuk memanjang dengan air yang sangat jernih dan memiliki rasa yang asin ini, merupakan salah satu ekosistem yang menarik.Danau ini menjadi habitat bagi beberapa jenis biota laut seperti terumbu karang, udang merah dan beberapa jenis ikan.Letak danau yang dikelilingi oleh batuan kapur serta hutan mangrove/ bakau membuat tempat ini menjadi lebih menarik.Beberapa jenis burung juga sering mengunjungi danau ini. Gambar 2.20 Danau Sombano di Desa Sombano, Kaledupa
Sumber: Indecon
Laporan Akhir
42
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Desa Pajam merupakan salah satu desa yang terletak di perbukitan pulau Kaledupa.Desa ini merupakan salah satu desa yang tertua, letaknya yang berada pada ketinggian lebih dari 1000 mdpl ini memberikan pemandangan yang berbeda dari lokasi yang ada di pulau Kaledupa.Dari desa ini dapat terlihat perkampungan bajo Mantigola serta bajo Sampela5, selain itu juga dapat melihat pulau-pulau kecil yang terletak disekeliling pulau Kaledupa.Letaknya yang tinggi menjadikan lokasi ini sebagai tempat untuk menikmati matahari terbit dan terbenam. Gambar 2.21 Matahari Terbenam di Desa Pajam (kiri) dan kondisi perkampungan Pajam (kanan)
Sumber: Indecon Hoga merupakan salah satu pulau kecil berpenghuni yang terletak di sebelah timur pulau Kaledupa.Pulau ini terkenal sebagai salah satu titik penyelaman terbaik di Wakatobi yang menyuguhkan kekayaan biota laut yang indah, namun tidak hanya keindahan bawah laut yang dimilliki oleh pulau ini.Keindahan pantai pasir putih dengan garis pantai yang panjang serta air laut yang jernih memberikan kesan tersendiri dari pulau ini. Gambar 2.22 Keindahan Pantai Hoga
Sumber: Indecon 5
Walaupun dikenal oleh masyarakat sekitar sebagai ‘Bajo Sampela’, akan tetapi secara administrasi kawasan ini termasuk dalam wilayah desa Sama Bahari Laporan Akhir
43
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2.3.3 Tomia – Tolandono Tomia memiliki bentang alam terbuka, didominasi oleh padang rumput, dan sedikit sekali kantung-kantung hutan tersisa. Pada padang rumput tersebut dapat ditemukan fosil-fosil biota laut berupa kima berukuran besar. Ekosistem padang lamun dan terumbu karang mengitari pulau ini dengan areal pasang surut cukup luas kecuali di daerah daerah timurutara tempat pantai-pantai membentuk tebing-tebing tinggi. Beberapa pantai yang memiliki pantai yang indah dan sering dikunjungi oleh wisatawan antara lain pantai Hu’untete, pantai Te’e Timu yang memiliki pasir dengan tekstur yang lebih halus serta memiliki tebing-tebing karang. Selain dua pantai ini juga terdapat beberapa pantai lain yaitu Polio, Kampa, Mongingi, Dete, Tiroau, Antopa, Waitii, Kollo Soha dan Onemay. Dan untuk pantai pasir putih yang terdapat di pulau kecil seperti pantai Onemobaa yang terletak di pulau Tolandono, Pantai Tadu, One Buranga, Alanuhonu, Kineke dan Siloa di Pulau Lentea Tomia. Gambar 2.23 Pantai Te’e Timu (Kiri) dan Pantai Huuntete (Kanan)
Sumber: Indecon Seperti dua pulau yang lain, pulau Tomia memiliki gua dengan sumber mata air yang digunakan untuk mencukupi kebutuhan sehari-hari masyarakat seperti mencuci dan mandi. Selain pantai di Te’e Timu terdapat gua yang memiliki arti penting bagi masyarakat desa Kulati, tempat ini merupakan tempat untuk berlindung masyarakat dari serangan para penjajah dari Eropa.Selain gua te’e timu masih ada beberapa gua yang mempunyai sumber mata air yang di manfaatkan oleh warga seperti te’e wali.
Laporan Akhir
44
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.24 Stalakmit di Gua Te’e Timu (Kiri) dan Aktivitas masyarakat di gua Te’e Timu (Kanan)
Sumber: Indecon Tomia juga mempunyai puncak yang indah untuk menikamti pemandangan yaitu Puncak Kahiangan dan Puncak Waru Usuku di Tomia Timur. Dari puncak ini, pengunjung dapat menikmati keindahan matahari terbenam dan matahari terbit, serta pemandangan laut dan daratan sekitar Pulau Lentea, Pulau Tolandono serta daratan Pulau Binongko. Terdapat benteng Suo-suo yang merupakan benteng tua di Pulau Tomia dimana di dalamnya terdapat kuburan penyiar agama Islam di Pulau Tomia yang bernama Sibatara.Selain menikmati panorama alam yang indah, di lokasi ini pengunjung juga bisa menikmati daya tarik wisata geologi. Terdapat fosil kima raksasa dan karang yang tersebar di sekitar padang savana yang sangat luas. Keberadaan fosil kima dan karang merupakan rekam jejak proses geologi yang terjadi jutaan tahun yang lalu dimana terjadi pengangkatan dasar lautan ke permukaan. Gambar 2.25 Puncak Kahiangan
Sumber: Indecon
Laporan Akhir
45
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2.3.4 Binongko Binongko merupakan salah satu pulau yang terletak dibagian paling timur kepulauan Wakatobi.Pulau ini memiliki bentang alam berupa batuan kapur serta ditumbuhi oleh tanaman perintis. Pulau ini juga mempunyai pantai yang berbeda dengan pantai dipulau yang lain. Pantai di Binongko memiliki batuan karang dibibir pantainya, namun ada beberapa pantai yang terdapat di pulau ini masih memiliki pantai pasir putih yang cukup luas sehingga menjadi tempat bertelurnya penyu hijau (Chelonia midas). Beberapa pantai yang sering dikunjungi oleh penyu untuk bertelur antara lain Pantai Oro, Mbara-Mbara, Buku. Pulau-Pulau kecil dalam wilayah adat Binongko yang memiliki pantai pasir belum terjamah untuk kegiatan wisata adalah Pulau Kente Ollo 29 mil laut ke arah timur laut Pulau Binongko serta Pulau Tuwu-Tuwu 19 mil laut ke arah timur Pulau Binongko. Selain pantai yang indah pulau ini memiliki Taman batu yang merupakan salah satu keunikan pulau ini, bibir pantai dengan hamparan batu - batu besar, dengan ukiran karang memberikan cerita bagaimana proses pembentukan pulau ini. Gambar 2.26 Taman Batu desa Waloindi (Kiri) dan Pantai batu desa Waloindi (Kanan)
Sumber: Indecon Selain keindahan pantai serta taman batu yang terletak dibibir pantainya, di pulau Binongko terdapat hutan mangrove Sowa yang masih terpelihara dan merupakan milik adat “sara” dan dijaga agar tidak di tebang. Keunikan ekosistem mangrove di Desa Sowa adalah habitanya daratan yang terendam air dan terpisah dari laut.Usia tanaman mangrove merupakan tanaman tua dengan diameter diatas 50cm dan tinggi ± 40-60m. Terdapat sekitar 13 (tiga belas) jenis Mangrove sejati diantaranya Rhizopora sp; Xylocarpus sp, Sonneratia sp, Ceriop sp, serta mangrove ikutan seperti Scaevola sp, dll. 2.4 Potensi Daya Tarik Wisata Budaya 2.4.1 Situs – situs Bersejarah Penduduk Wakatobi terdiri dari berbagai macam etnis yaitu etnis Wakatobi asli, Bugis, Buton, Jawa, dan Bajo.Kebudayaan etnis asli masih kuat dan belum banyak mengalami akulturasi.Masing-masing etnis hidup dengan teratur, rukun dan saling menghargai. Budaya masyarakat asli Wakatobi cukup beragam, terdapat 9 (Sembilan) masyarakat
Laporan Akhir
46
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
adat/lokal, yaitu masyarakat adat Wanci, Mandati, Liya, Kaledupa, Waha, Tongano Timu, serta Mbeda-beda. Selain itu juga terdapat dua masyarakat adat/lokal yang merupakan pendatang yaitu masyarakat adat Bajau dan masyarakat adat Cia-cia yang berasal dari etnis Buton. Keragaman sosial budaya masyarakat Wakatobi menjadi daya tarik tersendiri yang berpotensi melengkapi kegiatan berwisata di Wakatobi, sehingga wisatawan mempunyai banyak pilihan dan dapat menambah lama tinggal di Wakatobi. Objek wisata budaya banyak tersebar di hampir semua pulau di Wakatobi dan belum dikembangkan secara maksimal, seperti artefak dan beberapa asrsitektur tradisional, seperti: Di pulau Wang-wangi dan Kapota terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara lain adalah:
Benteng Tindoi, Benteng Wabue-Bue, Benteng Koba, Benteng Mandati Tonga, Benteng Watinti, Benteng Togo Molengo, dan Benteng Baluara yang terletak di Pulau Wangi-wangi. Namun yang terkenal dan keberadaannya masih cukup terpelihara adalah Benteng Keraton Liya yang terletak di Desa Liya sekitar 7 (tujuh) km dari pusat Kecamatan Wangi-Wangi Selatan. Kompleks keraton tersebut dilindungi oleh tembok keliling menyerupai benteng yang terbuat dari bebatuan kapur (karst) dan dilengkapi dengan 13 (empat belas) pintu masuk atau lawa. Di dalam benteng terdapat rumah adat Buton dengan langgam arsitektur rumah panggung yang disebut kamali, Masjidd tua, dan makam keluarga bangsawan (kuburan tua). Di setiap lawa yang ada di benteng terdapat meriam, yang merupakan senjata pertahanan dari musuh pada waktu itu. Setiap meriam yang ada di benteng ini menghadap keluar dan mengearah ke laut lepas. Gambar 2.27 Benteng Keraton Liya, Desa LiyaWangi-Wangi Selatan
Sumber : Ina Koswara, 2013
Laporan Akhir
47
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Di pulau Kaledupa terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara lain adalah:
Di Pulau Kaledupa terdapat 3 (tiga) situs benteng yang terletak pada ketinggian bukit di Desa Pajam yaitu Benteng Tobelo, Kamali dan Pangilia. Benteng Tobelo dan Benteng Kamali terletak di Dusun Palea, Desa Pajam. Kedua benteng ini merupakan satu kesatuan benteng yang dibangun untuk pertahanan dari serangan para perompak dari Tobelo Maluku Utara. Benteng Tobelo berjarak sekitar 9 (sembilan) km dari Ambeua dan dapat ditempuh dengan kendaraan roda dua. Benteng ini dibangun untuk menghalangi akses langsung sebelum memasuki benteng utama (Benteng Kamali) dari serangan para pendatang dari luar. Benteng Tobelo dilengkapi dengan lubang pengintai di sekelilingnya untuk mengetahui kedatangan kapal-kapal dari luar. Benteng Kamali merupakan benteng utama sebagai pusat pertahanan terakhir sebelum memasuki areal pusat kerajaan dengan luas areal bentang 20 x 50 m. Tembok keliling benteng terbuat dari bebatuan kapur (karst) yang disusun tanpa perekat dan dilengkapi dengan pintu masuk atau lawa. Di dalam areal benteng terdapat kuburan tua serta lubang kecil tempat memasukkan uang bagi para tamu atau pengunjung.
Benteng Ollo merupakan salah satu benteng yang terletak di desa Ollo Selatan dan merupakan pusat pemerintahan Barata Kahedupa pada saat Kerajaan Buton. Didalam benteng terdapat Baruga yang merupakan tempat musyawarah adat dalam mengambil keputusan, dengan melibatkan seluruh kadie (wilayah adat) yang ada di Wakatobi. Benteng memiliki 9 (Sembilan) lawa yang merupakan pintu masuk bagi masing-masing Limbo yang ada di Barata Kahedupa dan merupakan pintu masuk Kadie-kadie yang ada di Wakatobi. Selain itu di dalam benteng terdapat Masjidd Tua yang memiliki arsitektur menyerupai Masjidd Keraton Buton. Situs benteng lainnya di Pulau Kaledupa adalah Benteng La Donda di Desa Kasuwari, Benteng Tapa’a di Desa Balasuna Selatan, Benteng La Bohasi di Desa Darawa dan Benteng Horuo di Desa Sombano. Gambar 2.28 Lawa Benteng Ollo (Kiri) ,Masjid Tua benteng Ollo (Kanan), Suasana Perkampungan di Benteng Ollo
Sumber: Indecon Laporan Akhir
48
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Di pulau Tomia terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara lain adalah:
Di Pulau besar Tomia terdapat 2 (dua) situs benteng besar yaitu Benteng Patua, Benteng Suo-Suo atau Mo’ori, serta Benteng Rambi Randa dan Benteng La Kanamua yang terletak di Pulau Lente’a Tomia. Benteng Patua terletak di Desa Patua, Kecamatan Tomia yang berjarak sekitar 2 (dua) km dari kota kecamatan dan dapat dicapai dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Benteng ini terbuat dari bahan batu karang dengan memiiki 13 (tiga belas) pintu masuk. Di dalam areal benteng terdapat sisa-sisa bangunan fondasi Masjid dan kuburan tua. Kondisi benteng saat ini cukup terawat dan sudah dilakukan upaya rekonstruksi. Gerbang pintu masuk dibuat dengan cukup megah dan dilengkapi dengan lahan parkir kendaraan yang luas. Dari lokasi benteng ini dapat disaksikan hamparan panorama laut Banda yang cukup indah. Benteng Suo-Suo berada di Desa Kayanga (artinya ketinggian), Kecamatan Tomia Timur yang dapat dicapai dengan kendaraan roda dua maupun roda empat dengan waktu tempuh sekitar 1 jam dari Tomia. Benteng ini terletak di dalam kawasan hutan, sekitar 200 meter dpl. Dari lokasi benteng ini juga dapat disaksikan hamparan panorama laut dengan gugusan pulau pulau Lentea, Tolandono, dan Pulau Binongko yang indah. Gambar 2.29 Benteng Patua
Sumber: Indecon Di pulau Binongko terdapat beberapa situs bersejarah dan artefak antara lain adalah: Di Pulau Binongko terdapat Benteng Wali yang terletak di wilayah Kelurahan Wali dan ditempati sebagai pemukiman penduduk, berfungsi sebagai pusat pemerintahan di Pulau Binongko pada masa lalu. Benteng ini memiliki 7 (tujuh) lawa (pintu gerbang). Di dalam benteng terdapat bangunan dengan arsitektur rumah panggung berukuran 25 x 20 meter yang merupakan istana Sultan Buton ke-33. Di samping itu juga terdapat sejumlah bangunan lainnya seperti baruga sarano, yakni bangunan yang berfungsi sebagai tempat musyawarah, Masjidd, dan makam keluarga sultan Buton. Di dalam kompleks rumah yang dulu digunakan sebagi istana tersimpan benda-benda peninggalan sejarah seperti senjata meriam Laporan Akhir
49
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
badili barakati, alat musik tradisional (gong), dan guci naga. Kehidupan komunitas penduduk dalam benteng masih mempertahankan tradisi dan budaya setempat. Gambar 2.30 Trekking ke Benteng Koncu Patua Wali di Binongko (kanan) dan Lawa Patua di Benteng Koncu Patua (Kiri)
Sumber: Indecon
Benteng Palahidu terletak di utara Pulau Binongko, memiliki pintu batu yang disebut lawa dengan posisi mengarah ke laut. Di tempat ini terdapat situs berupa batu fondasi Masjid dan kuburan tua seorang raja yang dinamakan Palahidu. Secara historis, dulunya benteng ini merupakan bekas perkampungan warga Palahidu. Konon, orang-orang Palahidu kemudian meninggalkan benteng ini karena diserang wabah penyakit. Benteng Oihu terletak di timur Pulau Binongko yang berjarak sekitar 3 (tiga) km dari pusat pemerintahan Desa Oihu. Benteng ini memiliki 7 (tujuh) lawa dan merupakan perkampungan tua bagi warga Desa Oihu. Di dalam benteng terdapat kuburan tua, rumah panggung tempat peristirahatan, batu fondasi Masjid dan sebuah tiang kayu yang masih berdiri kokoh. Terdapat juga benteng Baluara di perbukitan kampung Taipabu, benteng Tohalo di bukit antara Wali dan Waloindi, benteng Waloindi serta benteng Taduna. Benteng Waloindi terkenal dengan sejarah Kapitan Waloindi.
Selain 3 (tiga) benteng masih terdapat benteng lainnya yaitu benteng Ta’duna. Benteng ini terletak didesa Waloindi, dengan bangunan yang memanjang hingga akhir desa Waloindi. Benteng ini merupakan perkampungan tua bagi masyarakat Waloindi. Berdasarkan cerita masyarakat, penduduk yang berada di perkampungan tua itu hilang secara misterius karena terkena kutukan. Namun ada versi lain mengatakan bahwa para penduduk di kampung itu turun ke pesisir.
2.4.2 Kampung Adat dan Rumah Adat Rumah Adat (Kamali) di Palea Rumah Adat (kamali) di Palea atau Kamali Palea merupakan sebuah unit bangunan rumah adat yang terletak di tengah-tengah Benteng Kota atau Benteng Kamali, di Desa Pajam, Pulau Kaledupa. Arsitektur bangunan kamali ini berupa arsitektur bangunan rumah
Laporan Akhir
50
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
panggung berbentuk persegi empat dengan ukuran 2 x 3 meter.Dinding kamali terbuat dari bahan jelajah yang diberi atap rumbia dan dikelilingi oleh benteng kuno yaitu Benteng Kota atau Benteng Kamali.Hal yang unik dari bangunan ini adalah terdapat “tobha” yang diberi kelambu serta guci yang ditanam di bawah kolong bangunan.Tak jauh dari kamali ini juga terdapat pemakaman kuno.Bagi masyarakat setempat, kamali dianggap mengandung nilai-nilai sakral, sehingga keberadaannya tetap dipertahankan hingga sekarang.Pada masa lalu tempat ini berfungsi sebagai pusat pemerintahan sekaligus sebagai tempat untuk memutuskan berbagai permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat setempat. Kampung adat / Tradisional Koncu kapala merupakan kompleks perkampungan penduduk tradisional yang terdapat di wilayah Kelurahan Wali Binongko dengan struktur perkampungan yang menyerupai kapal karam.Koncu kapala memiliki sejumlah lawa (pintu), diantaranya lawa warindo-rindo (pintu samar-samar) dan lawa wagalapu (pintu gelap). Di dalam koncu kapala terdapat sejumlah situs makam tua seperti : makam La Ode Simbo, makam La Ode Sibi, dan makam La Ode Baresi yang merupakan makam bangsawan Binongko. Selain itu juga terdapat situs Makam Wali Wangka Wijaya seorang tokoh penerus perjuangan Syekh Abdul Wahid untuk mengajarkan Islam di Pulau Binongko.Tak jauh dari makam ini terdapat sebuah meriam kuno dengan posisi moncong mengarah ke timur laut. Selain itu juga terdapat pondasi bekas Masjidd Wali I dan Situs Baruga Sarano Wali I yang konon dibangun pada abad ke-15 oleh Syekh Abdul Wahid, seorang tokoh penyebar tradisi Islami ke Pulau Binongko.Masjid ini terbuat dari susunan batu, berukuran 6x6 meter.Di tempat ini masih terdapat bekas mimbar.Situs Baruga Sarano Wali I hanya menyisakan bangunan baruga yaitu lawa baruga yang berupa fondasi dari batu, dan tiang kayu yang sudah tidak berdiri lagi.Konon Baruga Sarano I ini merupakan pusat kegiatan penyebaran agama Islam di Pulau Binongko. Kampung Tradisional Pajam Desa Pajam, merupakan tempat yang sangat tepat untuk menikmati suasana kehidupan penduduk desa sambil melihat panorama pemandangan indah puncak bukit Pangalia. Desa ini adalah desa tertua di Kaledupa yang masih bertahan di daerah perbukitan dengan kehidupan penduduknya tetap berpegang pada tatanan adat.Deretan rumah-rumah tradisional dengan struktur panggung berjajar rapi di kiri kanan poros utama jalan desa, sementara sisa-sisa reruntuhan benteng pertahanan yaitu benteng Tobelo dan Kamali terawat cukup baik oleh penduduk desa.Kaum perempuan di desa ini sejak kecil dilatih untuk bisa menenun sehingga desa ini dikenal sebagai pusat kerajinan tenun.Desa Pajam juga dapat menjadi tempat yang sangat ideal melihat matahari terbenam dari ketinggian.
Laporan Akhir
51
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Kampung Tradisional Taduna dan Taman Batu Dalam berbagai sumber orang Taduna dilukiskan sebagai komunitas yang memiliki keberanian.Nara sumber lainnya menyebut beberapa petualang asing kerap datang ke pulau Binongko menanyakan dimana Kota Taduna.Hal ini menandakan Taduna pernah eksis di waktu lampau.Taduna merupakan sebuah ‘kerajaan’ yang menolak bergabung dengan kesultanan Buton.Sikap keras orang Taduna ditandai dengan ‘pelarian’ sebagian anggota warga ke pulau-pulau di Maluku, untuk menghindar dari kekuasaan kesultanan Buton pada saat itu.Saat ini Kampung Taduna hanya tersisa sebuah benteng batu di atas bukit yang sunyi, bekas Masjidd di atas karang di pinggir pantai dan hamparan batu hitam yang memisahkan benteng dan laut biru dengan panjang sekitar 1000 meter.Dalam wilayah Taduna terdapat ekosisitem mangrove, goa dan situs keramat Sangia.Disekitar Sangia orang-orang dilarang menggunakan bahasa kesultanan Buton (Bahasa Wolia Buton). Jika ada yang megucapkan bahasa itu maka hal-hal gaib akan terjadi. Fenomena ini menjelaskan signal dari penolakan Taduna untuk tunduk pada kesultanan dimasa lampau. Pulau Tukang Besi Jauh sebelum Wakatobi terkenal di seluruh dunia, masyarakat lebih mengenalnya sebagai pulau tukang besi.Sebutan ini ditujukan kepada Pulau Binongko yang mayoritas masyarakatnya berprofesi sebagai tukang membuat peralatan tukang dari besi seperti parang, cangkul dan lain-lain.Desa para tukang besi, meliputi kawasan Taipabu, Makoro, Popalia dan Sowa.Di tempat ini wisatawan dapat melihat aktifitas mereka dan menelusuri sejarah kepulauan Wakatobi yang dahulu dikenal sebagai ‘Pulau Tukang Besi’.Beberapa desa juga merupakan tempat para pengrajin sarung tenun, yang sehari-hari dikerjakan oleh kaum perempuan. 2.4.3 Budaya Masyarakat Bajo Di Kabupaten Wakatobi - Sulawesi Tenggara, terdapat banyak komunitas suku Bajo yang tersebar di beberapa tempat atau wilayah perairan. Kedatangan suku Bajo ke Wakatobi bermula pada zaman kesultanan Buton dan diterima secara adat oleh penduduk lokal, penerimaan ini ditandai dengan menunjukkan tempat-tempat untuk bermukim masyarakat Bajo serta adanya perlindungan adat. Lokasi bermukim masyarakat Bajo antara lain; Bajo Mola bermukim di sekitar perairan Wangi-Wangi atau Wanci, Bajo Sampela, Lohoa dan Mantigola bermukim di perairan Kecamatan Kaledupa, dan bajo Lamanggau bermukim di perairan Kecamatan Tomia. Bagi masyarakat bajo, laut merupakan ladang, karena dari lautlah mereka makan dan memenuhi kehidupan lainnya. Tradisi nomaden tidak melunturkan kebudayaan atau tradisi masyarakat Bajo itu sendiri, seperti tradisi pengobatan tradisional yang disebut dengan tradisi ”duata”
Laporan Akhir
52
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.31 Tempat Tinggal Masyarakat Bajo Wangi-wangi
Sumber: Indecon Tradisi duata adalah puncak dari segala upaya pengobatan tradisional suku Bajo. Tradisi ini dilakukan jika ada salah satu diantara mereka mengalami sakit keras dan tak lagi dapat disembuhkan dengan cara lain termasuk pengobatan medis. Kata “duata” sendiri merupakan kata saduran dari sebutan dewata.Dalam keyakinan masyarakat Bajo duata adalah dewa yang turun dari langit dan menjelma menjadi sosok manusia.Dalam kehidupan masyarakat Bajo saat ini pelaksanaan tradisi duata tidak terbatas pada prosesi pengobatan tetapi juga dapat dilakukan dalam acara syukuran dan hajatan sebagai bentuk penghargaan pada penguasa laut yang mereka sebut sebagai Mbo Janggo atau Mbi Gulli. Selain tradisi pengobatan masyarakat Bajo Wakatobi juga memiliki sistem penangkapan ikan tradisional, yang terdiri dari tiga sistem yaitu Palilibu, Pongka, dan Lamma.Palilibu merupakan sistem penangkapan ikan yang areal penangkapannya berada di sekitar perkampungan dan hasil tangkapannya dijual pada hari itu juga.Pongka merupakan sistem penangkapan ikan yang areal penangkapannya jauh dari perkampungan dengan rentang waktu tiga hari hingga satu minggu dengan menjual hasil tangkapannya ke kampung asal, sedangkan Lamma merupakan sistem penangkapan yang dilakukan di areal yang jauh dari perkampungan dengan meninggalkan kampung asalnya sampai berbulan dan hasil tangkapannya dijual di perkampungan yang dekat dengan wilayah tangkapannya.
Laporan Akhir
53
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2.4.4 Kesenian dan Permainan Tradisional 2.4.4.1 Kesenian Tradisional Tarian tradisional masyarakat Wakatobi berkembang dan mempunyai makna dan fungsi tertentu sebagai penggambaran kegiatan dan cerita masyarakat dimasa lampau. Saat ini beberapa tarian tradisional ditampilkan oleh sebagian masyarakat Wakatobi pada saat penyambutan wisatawan atau tamu agung. Beberapa jenis tarian yang sampai saat ini masih sering ditampilkan adalah: Tari Honari Mosega Gambar 2.32 Tarian Adat Wakatobi Honari Mosega
Kesenian tari Honari Mosega ini adalah tarian perang asli asal Liya.Dahulu kala seni tari Honari Mosega ditampilkan sebelum dan sesudah perang.Tarian ini diadakan sebagai ungkapan dorongan semangat prajurit Liya ketika akan berperang mengusir musuh dan kegembiraan ketika mereka pulang dan berhasil menaklukan musuh. Tari ini dimainkan oleh beberapa Sumber. http://kabali-indonesia.blogspot.com/2012/01/olehlaki-laki, terdiri dari 1 penari la-bara-la-bara-adalah-salah-satu.html inti disebut tompidhe yang memegang tombak atau parang, dan dilengkapi dengan 1 atau 4 orang sebagai hulubalang yang disebut manu-manu moane dengan memegang tombak dan janur kuning sebagai penghalau bisa atau sihir. Kadang terdapat pula hulubalang wanita yang disebut manumanu wowine serta 1 orang pemukul gendang atau tamburu.Tari Honari Mosega selama masa Kesultanan Buton sering ditampilkan pada acara-acara penyambutan tamu agung, maupun bangsawan; serta acara-acara adat yang berlaku dalam lingkup keturunan para bangsawan Liya. Tarian Lariangi Gambar 2.33 Tarian Adat Wakatobi Lariangi
Tari Lariangi berarti puncak kegembiraan pada masa kerajaan Wa Ka Ka jaman kejayaan Kerajaan Buton.Tarian ini diwariskan kepada masyarakat Kaledupa sebagai tari persembahan kerajaan untuk menghibur para sesepuh kerajaan. Tari Laporan Akhir
54
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
lariangi dilaksanakan dengan melibatkan 10-15 orang penari perempuan. Saat ini tari lariangi sering ditampilkan untuk menyambut kedatangan masyarakat perantauan dan tamu luar daerah yang diagungkan. Tarian ini identik dengan kelembutan dan kehalusan gemulai gadis remaja nan cantik jelita. Tari Sajomoane Merupakan tarian tradisonal yang berasal dari desa Kulati, Tomia Timur.Tarian ini ditampilkan pada saat upacara perkawinan, Hari raya serta penyambutan masyarakat Kulati yang telah lama merantau.Dalam tarian sajo terdapat banyak variasi gerakan, setiap pementasan minimal 10 orang penari perempuan dengan gerakan berpasangan.Dalam pementasan terdapat syair yang mengartikan tentang sejarah, tradisi serta ketegaran. Tari Lutunane Merupakan tari tradisional yang berasal dari pulau Tomia.Dalam pementasannya menampilkan 8 hingga 10 orang pemuda desa dengan membawa tombak.Tarian ini menggabarkan kerasnya penentangan terhadap para penjajah yang datang ke desa.Tarian ini ditampilkan pada saat penyambutan orang-orang yang memiliki peran penting seperti Gubernur dan Bupati. Tari Banda Merupakan tari tradisonal yang ditampilkan pada saat hajatan atau penyambutan masyarakat yang baru datang dari perantauan.Pementasan tarian ini dilaksanakan berpasangan (pria dan wanita) oleh orang tua, tarian ini menggabarkan tentang kebersamaan masyarakat desa.Alat musik dalam pementasan tari ini adalah alat musik tradisional seperti gendang dan gamelan. 2.4.4.2 Permainan Tradisional Dengan daerah kepulauan, Wakatobi memiliki berbagai jenis permainan yang biasa dimainkan oleh anak-anak dimasing-masing pulau. Permainan tradisional yang biasa dimainkan oleh anak-anak Wakatobi antara lain Hekansilao, Hegasi, Osso-osso, Maningkau, Makko, Taru-taru’a, Bati-batikau, Leba-leba, Bakkara, Karida-rida’a, Oro-oro Bangka, Pala-palangke’a, Hekadese-dese’a, Hebakoko’a, Tapu-tapuke’a, Tuttu kaluku mau-mau, Enggo-enggo, Tara-tarapala, Hekaoda-oda, Saki-saki’a, Hebangkili, Idi-idi, Heromboa (kamanu-manu-rombo), Main tali, Hepontuda’a, Bue-bue’a, Hetaluba’a, Edda’a , Karirii (falingkoka), Pasi-pasi’a, Hebaramai, Hekatende, Potaji’a nu tapea, Fulufulu bangka ( Lampiran 3) 2.4.5
Kuliner
Sebagai daerah kepulauan serta lahan dengan sebagian besar karst membuat masyarakat Wakatobi harus kreatif dalam mengelola sumber daya alam terutama untuk makanan sehari-hari.Sebagian besar pertanian dan perkebunan di daerah ini adalah singkong dan jagung.Dengan bahan yang tersedia masyarakat dapat membuat berbagai macam jenis Laporan Akhir
55
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
makanan/ kuliner yang berbeda dengan kuliner yang ada di daerah lainnya. Beberapa makanan khas dari daerah ini antara lain Honenga, Perangi, Soami Hugu-hugu, Soami , Soami Pepe, Salamu/ sakiri, Ndafu-ndafu, Kenta nidole, Kadampo, Kenta nisenga, Sira-sira nu labu, Kansenga, Pogollu, Loku-loku, Kambalu, Waji Kananga, Jojolo, Halua, Epu-epu, Bika – bika, Onde-onde, Sinanga nu gorau, Taingkora, Kangkuru mbou, Kapusu, Tukulamba, Pombifi. (Lampiran 4) Gambar 2.34 Parende / sup ikan (kiri), Kasoami pepe (kanan), Kasoami (bawah)
Sumber: Indecon 2.4.6 Kerajinan Beberapa kerajinan yang biasanya sering dijadikan oleh-oleh atau cinderamata oleh wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi. Rata-rata kerajinan ini terbuat dari bahan-bahan alami serta proses pembuatan dengan cara tradisional sehingga kualitas yang dihasilkan pun dapat maksimal. Adapun kerajinan tersebut seperti; Tenun, Tikar bambu, tikar lidi, serta beberapa kerajinan untuk penghias ruangan. Tenun Merupakan kerjinan tradisional yang ada di seluruh daerah Wakatobi. Pengrajin tenun di Wakatobi masih menggunakan peralatan tradisional bahkan ada yang masih menggunakan benang dari kapuk/kapas. Motif dari kain tenun ini pun bermacammacam dan berbeda antara kain tenun laki-laki dan perempuan.( Lampiran 5 )
Laporan Akhir
56
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.35 Kain tenun untuk perempuan (Kiri) dan kain tenun untuk Laki-laki (Kanan)
Sumber: Indecon Kerajinan yang menggunakan bahan dasar Lidi yang kemudian dianyam dengan cara tradisional menghasilkan beberapa bentuk cindera mata yang unik seperti hiasan dinding, alat makan (piring, nampan), serta dapat dibuat tas yang unik. Kerajinan yang menggunakan bahan dasar pandan duri yang tumbuh dipesisir ini disulap menjadi kerajinan yang indah seperti tas wanita dan tikar. Gambar 2.36 Kerajinan Lidi dan pelepah Pandan Duri
Sumber: Indecon 2.5 Aksesibilitas dan Transportasi Sebagai daerah kepulauan ketersedian akses dan sarana transportasi menjadi salah satu permasalahan penting yang dihadapi Kabupaten Wakatobi, terlebih karena kawasan ini merupakan daerah kepulauan.Akses menuju Kabupaten Wakatobi hanya dapat ditempuh melalui jalur transportasi udara dan laut. Pintu masuk utama ke Wakatobi adalah Wangiwangi yang berada di Pulau Wangi-wangi (ibu kota kabupaten), Bandara Matahora (Wangiwangi) dan Bandara milik Wakatobi Dive Resort (WDR-Tomia). Sementara pelabuhan laut utama di Kabupaten Wakatobi terdapat di Pulau Wangi-wangi yaitu pelabuhan Jabal dan Mola.Sementara itu, sarana transportasi yang ada di dalam kawasan Wakatobi selain sarana transportasi udara dan laut terdapat juga sarana transportasi darat.
Laporan Akhir
57
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.37 Kondisi jalan di Wakatobi
Sumber: Indecon 2.5.1 Infrastruktur dan Akses Pengembangan Infrastruktur jalan di Kepulauan Wakatobi masih dalam upaya pengadaan dan perbaikan.Hingga tahun 2011 panjang jalan di Kabupaten Wakatobi mencapai 375.766 km dengan berbagai macam kondisi. Secara umum, jalan di Kabupaten Wakatobi merupakan jalan dengan tipe III C (jalan lokal dan jalan lingkungan yang dapat dilalui kendaraan bermotor termasuk muatan dengan ukuran lebar tidak melebihi 2.100 milimeter, ukuran panjang tidak melebihi 9.000 milimeter, dan muatan sumbu terberat yang diizinkan 8 ton) dan sebagian besar jalan di Wakatobi merupakan jalan yang tidak beraspal (kerikil dan tanah). Lihat tabel 2.17 berikut. Perkembangan pembangunan jalan di Wakatobi semenjak tahun 2009-2010 cukup signifikan, yaitu terbangun sepanjang 2.300 Km dimana jalan-jalan yang rusak berat berkurang dan menjadi jalan dengan kualitas baik dan sedang. Akan tetapi pembangunan infrastruktur jalan pada tahun 2010-2011 tidak mengalami peningkatan yang cukup berarti, karena terdapat perpanjangan jalan sepanjang 5 (lima) km. Tabel 2.17 Kondisi Jalan di Wakatobi Tahun 2011 2009
2010
2011
(Km)
(Km)
(Km)
Baik
93.365
125.588
128.763
Sedang
56.019
58.319
57.324
Rusak
149.385
119.442
117.442
Rusak Berat
74.692
72.412
72.237
373.461
375.761
375.766
No
Kondisi Jalan
Jumlah (Ha)
Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Wakatobi (2012) Laporan Akhir
58
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Rendahnya kualitas jalan secara signifikan akan berpengaruh terhadap pergerakan wisatawan dari satu daya tarik wisata menuju daya tarik wisata lainnya dalam satu pulau. Dari data kondisi jalan diketahui bahwa kondisi jalan rusak dan rusak berat di Wakatobi masih sangat besar, hingga mencapai 189.679 Km atau 50,5% dari seluruh panjang jalan yang ada di Kabupaten Wakatobi . 2.5.2 Moda Transportasi Moda transportasi yang umum digunakan sebagai penghubung antar pulau di kawasan Wakatobi adalah kapal laut.Sarana pelabuhan laut baik besar maupun kecil terdapat diseluruh pulau utama Wakatobi, dengan jadwal tertentu namun tak jarang juga berdasarkan kondisi cuaca.Kelemahan dari beberapa jadwal kapal antar pulau terutama yang berjarak jauh seringkali menunggu hingga kapal penuh penumpang, sehingga menyebabkan keterlambatan jadwal. Sebagai penghubung Wakatobi dengan kawasan lainnya, selain kapal laut juga dapat menggunakan pesawat udara. Maskapai yang saat ini melayani rute penerbangan ke Wakatobi dari Jakarta (transit Makassar dan atau Kendari) yaitu Wings Air, dengan jadwal penerbangan lima kali seminggu di pagi hari. Sementara itu untuk tamu Wakatobi Dive resort mereka memiliki pesawat tersendiri dan mendarat di landas pacu di Pulau Tomia.Jumlah maskapai dan juga jadwal yang terbatas dinilai masih belum bisa mengakomodir jumlah kunjungan ke Wakatobi. Dengan jadwal yang hanya satu kali penerbangan setiap harinya menyebabkan banyak pengunjung yang akan ke Wakatobi terpaksa menggunakan akses laut yang menyita banyak waktu dan kadang terkendala dengan cuaca sementara kecepatan akses sangat dibutuhkan. Penambahan jumlah maskapai dan juga jadwal penerbangan akan sangat dibutuhkan kedepannya mengingkat semakin meningkatnya jumlah kunjungan ke Wakatobi. Untuk jadwal dan harga transportasi dari dan ke Wakatobi dapat dilihat pada lampiran 6. Moda transportasi lokal (darat) untuk pengunjung umum yang terdapat di pulau-pulau utama Kabupaten Wakatobi menggunakan jasa ojek dengan tarif antara Rp. 3.000,- s/d Rp. 100.000,- tergantung jarak dan medan yang ditempuh. Selain itu, persewaan kendaraan roda empat juga tersedia dengan tarif yang sangat bervariasi dengan kisaran harga Rp. 300.000,- s/d Rp. 400.000,- atau tergantung dengan kesepakatan dan jenis kendaraan yang di sewa. 2.5.3 Bandara, Pelabuhan, Terminal Keberadaan bandara dan pelabuhan sangat penting mengingat letak Wakatobi sebagai kawasan kepulauan yang hanya dapat dijangkau oleh moda transportasi udara dan laut.Dari tabel 2.18 diketahui bahwa jumlah bandara di Wakatobi ada dua buah dan pelabuhan (besar dan kecil) ada 13 (tiga belas) buah. Sementara itu, meskipun bandara di Wakatobi berjumlah dua buah akan tetapi hanya satu bandara yang dapat diakses oleh masyarakat umum yaitu bandara Matahora. Bandara yang dimiliki oleh Wakatobi Dive Laporan Akhir
59
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Resort (WDR-Tomia) digunakan terbatas untuk tamu mereka dan terbang langsung dari Bali. Untuk menunjang pertumbuhan pariwisata di Wakatobi, saat ini sedang dikerjakan pengembangan bandara Matahora dengan penambahan gedung terminal penumpang, penambahan lebar landasan menjadi 2.000 meter, dan lebar 35 meter sehinggga diharapkan bisa didarati pesawat Boeing berbadan lebar. Gambar 2.38 Pesawat Komersial dan Kapal Feri yang Mendarat di Wakatobi
Sumber: Indecon Tabel 2.18 Jumlah Bandara dan Pelabuhan di Kabupaten Wakatobi No
Pulau
Jumlah Bandara
Pelabuhan
1.
Binongko
-
4
2.
Tomia
1
2
3.
Kaledupa
-
4
4.
Wangi-wangi
1
3
Jumlah
2
13
Sumber: RTRW Kabupaten Wakatobi 2012-2032
Gambar 2.39 Bandara dan Ruang Tunggu di Matahora Wangi-wangi
Sumber: Indecon
Laporan Akhir
60
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Target pemerintah di tahun 2014 adalah menjadikan Matahora sebagai bandara transit untuk penerbangan ke Indonesia Timur, mengingat Wakatobi terletak di antara Laut Banda dan Flores. Selama ini penerbangan ke Indonesia Timur melalui Makassar memiliki jarak tempuh cukup panjang, diharapkan dengan melalui Wakatobi menjadi lebih singkat. Selain itu juga ada pembangunan landas pacu (airstrip)di Kaledupa oleh Pemerintah Daerah, meskipun lokasinya di daerah dekat Danau Sombano yang merupakan daerah konservasi mangrove. Tahun 2013 ini fasilitas pelabuhan penyeberangan antar pulau sedang dalam proses pengembangan dengan menambah lebar jalan menuju pelabuhan dan penambahan tempat sandar kapal. 2.6 Fasilitas Pendukung Pariwisata Dalam mendukung perkembangan kepariwisataan Kabupaten Wakatobi diperlukan ketersediaan berbagai macam sarana dan prasarana serta fasilitas pendukung pariwisata.Fasilitas pendukung utama terdiri dari akomodasi, restoran, biro perjalanan wisata (BPW).Selain itu, ada fasilitas keuangan (Bank, Money Changer), dan fasilitas hiburan malam. 2.6.1. Akomodasi Salah satu kendala yang dihadapi Wakatobi sebagai sebuah destinasi adalah minimnya sarana akomodasi yang memadai dan memiliki standar pelayanan minimal bagi wisatawan, baik wisatawan dalam negeri maupun wisatawan mancanegara.Sebagian besar sarana akomodasi yang ada di Wakatobi masih berupa penginapan sederhana dan homestay yang dikelola secara mandiri oleh sebagian masyarakat.Hotel dan Resort pun masih sangat terbatas jumlahnya. Dari tabel 2.20 diketahui bahwa konsentrasi fasilitas akomodasi di Kabupaten Wakatobi masih berada di Pulau Wangi-wangi (70,15%), diikuti Kaledupa (27,25%) dan Tomia (12,25%). Sementara Pulau Binongko tercatat tidak memiliki satupun hotel ataupun penginapan komersial, hanya terdapat rumah penduduk yang sewaktu-waktu bisa dijadikan penginapan jika ada wisatawan yang membutuhkan. Gambar 2.40 Patuno Resort Wangi-wangi, Wakatobi
Sumber : Indecon
Laporan Akhir
61
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Banyaknya fasilitas akomodasi di Pulau Wangi-wangi terkait dengan letak Wangi-wangi sebagai ibu kota kabupaten dan pintu gerbang utama menuju Wakatobi. Sementara itu, minimnya sarana akomodasi di Pulau Binongko dikarenakan letaknya secara geografis jauh dari pusat pemerintahan dan jauh dari daya tarik wisata tujuan utama wisatawan. Secara garis besar fasilitas yang disediakan oleh hotel berkelas antara lain kamar tidur dengan single bed atau double bed, kamar mandi dalam dengan fasilitas shower dengan varian air panas dan air dingin, kipas angin/Ac, TV, Wifi, sarapan pagi selain hotel yang berkelas di Wakatobi juga tersedia penginapan dengan kelas standar. Fasilitas yang tersedia di penginapan antara lain kamar tidur dengan kamar mandi dalam, kipas angin, TV. Namun masyarakat di sekitar lokasi wisata juga mempersiapkan rumah-rumah mereka untuk dijadikan penginapan dengan fasilitas yang cukup memadai bagi kalangan backpacker.Kisaran harga akomodasi bervariasi mulai dari 50.000 – 1.850.000 rupiah. Tabel 2.19 Kisaran Harga dan Tingkat Hunian Akomodasi di Wangi-wangi 2013 No
Nama Hotel
Kisaran Harga
Tingkat Okupansi
Hotel Wakatobi
165.000 - 300.000
12,14%
Wisata Beach hotel
300.000 - 500.000
9,27%
Penginapan Jely
80.000 - 150.000
5,48%
605.000 - 1.815.000
32,15%
Hotel 1000 Bulan
100.000 - 200.000
15,62%
Hotel Fidel
80.000 - 150.000
8,22%
Penginapan Nirmala
75.000 - 250.000
5,71%
Hotel Gajah Mada II
50.000 - 100.000
6,81%
Penginapan Nita Sari
50.000 - 80.000
6,98%
100.000 - 350.000
1,97%
50.000
3,66%
50.000 - 170.000
1,22%
Patuno Beach Resort
Hotel Nur Riski Wisma Samudra Hotel Berlian Rata-rata
9,10%
Sumber: Hasil Survey (2013)
Tabel 2.20 Akomodasi di Wakatobi Wangi-wangi
Kaledupa
Tomia
Binongko
∑ Penginapan
4
1
3
-
∑ Resort
1
1
1
∑ Hotel
8
-
-
-
∑ Kamar
169
15
61
-
∑ Bed
240
30
70
-
Sumber: Survey Indecon, 2013 Laporan Akhir
62
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sementara itu, tingkat okupansi beberapa hotel yang berada di kawasan Wangi-wangi selama ini sangat rendah.Seluruh hotel dan penginapan yang berhasil diidentifikasi tingkat hunian rata-rata berada dibawah 10%.Hal ini menunjukkan bahwa tamu atau wisatawan yang datang berkunjung ke Wakatobi belum merata dan berkelanjutan sepanjang tahun. Keadaan ini tentu saja akan sangat mempengaruhi keberadaan hotel dan penginapan di masa yang akan datang. Tingkat hunian beberapa hotel yang ada di Pulau Wangi-wangi dapat dilihat pada Tabel 2.19. Secara keseluruhan dalam kurun waktu lima tahun (20082012) tercatat jumlah tamu yang menginap di Wakatobi mengalami fluktuasi, terutama pada periode tahun 2010-2012. Pada periode ini fluktuasi jumlah tamu yang menginap di Wakatobi sangat tajam, baik kenaikan maupun penurunannya. Penurunan paling tajam terjadi pada periode tahun 2011-2012 yang mencapai 18,37 %. Diagram 2.6 Jumlah tamu Menginap di Wakatobi Tahun 2008-2012
Sumber: Dinas Kebudayaan dan pariwisata Kabupaten Wakatobi (2013)
Gambar 2.41 Hotel dan Penginapan di Wakatobi
Sumber: Indecon
Laporan Akhir
63
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2.6.2 Rumah Makan Keberadaan fasilitas rumah makan merupakan salah satu pendukung penting dalam pariwisata.Jumlah rumah makan masih sangat sedikit dengan menu yang tidak bervariasi.Beberapa rumah makan dapat menyediakan makanan atau menu khusus dengan pemesarana 1 - 3 hari sebelumnya. Kondisi ini tentu saja akan menyulitkan bagi wisatawan yang ingin menikmati berbagai hidangan khas Wakatobi, terutama bagi wisatawan mancanegara yang menuntut standar kebersihan dan hyginitas makanan yang tinggi. Dari data hasil survey (2012) diketahui bahwa rumah makan di kawasan Wakatobi sebagian besar terdapat di Pulau Wangi-wangi (92%) dan Tomia (8%), sedangkan di Pulau Kaledupa dan Binongko tidak tercatat adanya rumah makan komersial. Tabel 2.21 Jumlah Rumah Makan di Wakatobi Tahun 2012 No
Pulau
Rumah Makan
Binongko
-
Tomia
2
Kaledupa
-
Wangi-wangi
23
Jumlah
25
Sumber: Data Hasil Survey (2012)
2.6.3 Biro Perjalanan Wisata (BPW) Dari survey yang dilakukan menunjukkan bahwa hingga tahun 2011 tercatat ada 6 Biro Perjalanan Wisata (BPW) lokal yang beroperasi di Wakatobi.Ke-enam Biro perjalanan tersebut diantaranya adalah Raka Dive, Alexa Scuba, Patuno resort, Tandiono, Wakatobi Dive Trip, dan Mawadah. Gambar 2.42 Fasilitas Operator Selam
Sumber: Survey Indecon, 2013
Laporan Akhir
64
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sebagian besar paket yang ditawarkan oleh BPW ini adalah paket menyelam dan berbagai aktivitas yang terkait dengan olahraga air.Selain paket-paket wisata tersebut, beberapa BPW juga menyediakan jasa persewaan alat transportasi darat (mobil/motor) dan alat transportasi laut (kapal boat) serta penjualan tiket perjalanan baik udara maupun laut bagi masyarakat maupun wisatawan. 2.6.4 Fasilitas Hiburan Fasilitas hiburan yang ada di Wakatobi seluruhnya berbentuk karaoke untuk bernyanyi bersama.Jumlah fasilitas malam di Wakatobi masih sangat terbatas.Dari 12 (dua belas) karaoke yang ada di Wakatobi, seluruhnya terkonsentrasi di Pulau Wangiwangi.Keberadaan fasilitas hiburan malam di Wangi-wangi ini dimungkinkan karena kawasan ini adalah kawasan yang paling ramai dikunjungi warga, wisatawan dan merupakan pintu masuk Wakatobi baik dari jalur udara maupun laut. 2.6.5 Telekomunikasi Kemajuan teknologi telah berkembang dengan pesat dan pemakaian internet telah memudahkan setiap orang untuk mengakses informasi dan berkirim kabar dengan cepat dan mudah. Jaringan telekomunikasi tersedia melalui telepon dan internet. Terdapat beberapa operator telekomunikasi yang menyediakan jasa seperti telkom (di Wanci) dan operator seluler (telkomsel, indosat) akan tetapi pelayanan jaringan kadang jelek atau bahkan terputus, terutama jika cuaca buruk. Di kawasan Wakatobi terdapat 7 buah pos yang terdiri dari kantor pos pembantu sebanyak dua buah yang terletak di Wangi-wangi dan Binongko; rumah pos (2 buah) yang terletak di Tomia, Kaledupa dan Wangi-wangi; pos keliling (satu buah) yang terdapat di Wangi-wangi serta satu buah bis surat yang terdapat di Kecamatan Wangi-wangi. 2.6.6 Fasilitas Keuangan Keberadaan transaksi keuangan baik bank, ATM dan atau tempat penukaran uang bagi masyarakat dan wisatawan yang datang berkunjung ke Wakatobi sangat penting, karena dengan adanya fasilitas transaksi keungan maka wisatawan yang datang berkunjung tidak perlu membawa uang tunai dalam jumlah besar ketika datang berkunjung ke Wakatobi. Disamping itu adanya fasilitas keuangan menjamin wisatawan untuk bertransaksi saat diperlukan.
Laporan Akhir
65
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.43 Fasilitas Bank di Wakatobi
Sumber: Survey Indecon, 2013
Fasilitas keuangan yang ada di Wakatobi terdiri dari bank BRI, BPD, BNI, BTN dan Danamon. Sementara tempat penukaran uang bisa dilakukan di bank BRI dan BNI, untuk tiga pulau lainnya masih belum terdapat fasilitas jasa keuangan berupa Bank (lihatTabel 2.22 berikut). Tabel 2.22 Daftar Fasilitas Keuangan yang ada di Wakatobi Jumlah No
Nama
Lokasi
Bank
ATM
Money Changer
BPD Sultra
1
1
-
Kompleks Pasar Pagi, Kec. Wangi-wangi
BRI
1
1
1
Jl Ahmad Yani kec. Wangi-wangi
BNI
1
1
1
Jl Ahmad Yani kec. Wangi-wangi
BTN
1
-
-
Kompleks Pasar Pagi, Kec. Wangi-wangi
Danamon
1
-
-
Jl Poros Liya, kec. Wangi Selatan
Jumlah
5
3
2
Sumber: Survey Indecon, 2013
2.7 Paket Wisata di Wakatobi Daya tarik wisata utama Wakatobi adalah keindahan alam bawahlaut, dan menjadikan Wakatobi sebagai salah satu destinasi utama wisata selam di Indonesia.Hal tersebut menjadi peluang bagi sebagian masyarakat untuk menyediakan jasa sebagai operator selam. Hingga Juli 2013 terdapat 7 (tujuh) BPW lokal di Wakatobi yang menjual paket wisata selam dan snorkeling sebagai aktivitas utamanya. BPW lokal di Wakatobi rata-rata mulai berdiri tahun 2008 hingga 2009, seiring dengan berkembangnya pariwisata di Wakatobi.Masing-masing BPW memiliki jumlah pegawai rata-rata 4-5 orang. BPW lokal ini tumbuh dan bersaing dengan BPW lain yang berasal dari luar Wakatobi. Wisatawan yang menggunakan jasa BPW lokal umumnya merupakan wisatawan nusantara, bahkan ada BPW lokal yang 90% tamunya merupakan wisatawan nusantara. Wisatawan nusantara yang menggunakan jasa BPW lokal ini sebagaian besar berasal dari Laporan Akhir
66
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Pulau Jawa – yaitu Jakarta dan Bandung, selain terdapat juga wisatawan yang berasal dari Makassar.Waktu kunjungan wisatawan lokal berkisar antara bulan Juli hingga Agustus, sedangkan musim sepi kunjungan berkisar antara Januari hingga Februari. Sebagian besar penyedia jasa lokal belum memiliki media online yang mumpuni sehingga masih kurang optimal pemasarannya.Sementara itu wisatawan yang datang menggunakan BPW lokal ini biasanya mendapatkan rekomendasi dari teman dan atau kerabat yang sudah pernah menggunakan jasa BPW tersebut. Paket wisata selam menjadi produk utama BPW lokal yang ditawarkan kepada wisatawannya.Meskipun demikian, tidak semua waktu wisatawan digunakan untuk menyelam, dikarenakan ada batasan dan rentang waktu minimal 24 jam yang dibutuhkan oleh wisatawan untuk kembali menyelam dan atau sebelum mereka kembali dengan menggunakan pesawat. Jika hal itu dilanggar akan membahayakan diri wisatawan. Oleh karenanya, para penyedia jasa wisata kemudian juga mempersiapkan produk tambahan yang dijadikan satu dengan paket wisata utama yang mereka tawarkan kepada wisatawan, seperti mengunjungi desa-desa, situs sejarah dan aktivitas lainnya yang dilakukan di daratan. Selain BPW lokal yang menjual paket wisata di Wakatobi, terdapat kelompok masyarakat di beberapa desa/pulau di Wakatobi yang juga memilliki inisiasi untuk membuat paket wisata dengan mengedepankan produk unggulan yang dimiliki oleh desa/pulau masingmasing. Rata-rata paket wisata yang dibuat lebih menjual kawasan daratan yang memiliki keunikan lain dibandingkan dengan alam bawah lautnya. Kelompok masyarakat di Kapota, Waha, Liya, Mola Raya, Kaledupa dan Tomia adalah kelompok masyarakat yang berusaha untuk mengembangkan paket wisata berbasis alam dan budaya, seperti tarian, keseharian masyarakat lokal, fenomena alam yang unik, warisan sejarah, kuliner khas dan lainnya. 2.7.1 Paket Wisata Selam Paket wisata bawah laut (selam) merupakan paket wisata utama yang ditawarkan kepada wisatawan oleh BPW lokal maupun kelompok masyarakat yang memiliki paket wisata. Paket wisata selam yang ditawarkan oleh operator lokal berdurasi rata-rata 1 (satu) hingga 5 (lima) hari. Aktivitas wisata yang umum ditawarkan oleh BPW antara lain Diving bagi penyelam berlisensi, Diving bagi penyelam pemula, Snorkeling dan melihat Lumba-lumba. Rata-rata paket wisata bawah laut ini dijual dengan harga Rp. 150,000 hingga Rp. 6,500,000.Variasi harga tergantung dari berapa lama durasi paket yang mereka ambil dan juga jenis kegiatan yang dilakukan, serta kelengkapan pendukung yang dibutuhkan. Kelengkapan pendukung paket wisata bawah laut antara lain peralatan selam, transportasi laut, jasa pemandu, akomodasi, dan kelengkapan lainnya yang dibutuhkan.
Laporan Akhir
67
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2.44 Perlengkapan Wisata Selam di Wakatobi
Sumber: Survey Indecon, 2013
Wilayah cakupan kegiatan menyelam dan snorkeling yang ditawarkan oleh operator wisata di Wakatobi hampir mencakup seluruh kawasan, namun lebih banyak di titik-titik selam yang sudah dibuatkan zona khusus berdasarkan peta kawasan selam.Titik selam yang sering menjadi kunjungan wisatawan biasanya adalah Mari Mabuk, Waha, Tomia, Hoga dan masih banyak titik lainnya yang selanjutnya dapat dilihat pada gambar 2.8 (lihat Bab 2) yang memperlihatkan persebaran titik selam di pulau-pulau utama di Wakatobi. Kendala yang dihadapi oleh sebagian penyedia jasa selam adalah minimnya transportasi yang menghubungkan pasar wisatawan dengan daya tarik wisata.Selain itu kondisi cuaca yang mudah berubah menyebabkan sering berubahnya jadwal kegiatan selam. Tabel 2.23 Daftar Biro Perjalanan Wisata dan Paket Wisata yang Ditawarkan No 1.
2.
3.
Nama BPW Tandiono Wakatobi Dive Center
Mawadah
Pulau Tomia
Jenis Paket Wisata Diving
Keterangan
1.500.000/org/hari/ 3 X Dive
Diving (1X)
350.000 - 600.000/org
Diving (2X)
500.000- 1.000.000/org
Diving (3X)
1.200.000/org
Wangi-wangi Diving Discovery
500.000 - 750.000/org
Dolphin Watcing
500.000/org
Snorkling
175.000/org
Diving CV Y2N (Wakatobi Dive Wangi-wangi Snorkeling dan Trip) Discover Diving
Laporan Akhir
Harga
1 Hari dan jadwal disesuaikan dengan wisatawan serta tergantung dengan cuaca
5.500.000,3.200.000 - 3.500.000,-
68
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Photography Diving 4.
5.
Raka Dive
Alexa Scuba
Patuno Center
1.500.000/hari/org
Wangi-wangi Snorkeling
Dive
2 hari 1 malam 3 hari 2 malam
Tracking
4 hari 3 malam
Diving Trip
4 hari 3 malam. hari 1: datang,check in, makan siang 2 X dive; hari 2:3 X dive; hari 3: 2 X dive + Land trip; hari 4: pulang
3 Dive daytrip 6.
1.500.000,-
Wangi-wangi
2 Dive daytrip
5.500.000/paket/org
1.700.000/org/day (min 2Pax)
Kawasan Hoga
1.600.000/org/day (min 2Pax)
KarangGuritadanM atahora
1.500.000/org/day (min 2Pax)
Kapota,Waha,Som bu,Wandoka
1.000.000/org/day (min 2Pax)
Pulau
Kapota,Waha,Som bu,Wandoka Karang Gurita dan Matahora
Sumber: Data Hasil Survey (2013)
2.7.2 Paket Wisata Non Selam Selain daya tarik bawah laut (selam) yang menjadi daya tarik wisata utama Wakatobi, terdapat pula aktivitas wisata lain yang potensial untuk ditawarkan kepada wisatawan. Paket wisata non selam ini biasanya tidak dijual terpisah, melainkan disatukan dalam satu rangkaian paket wisata yang terdiri dari produk wisata selam dan non selam. Paket wisata non selam awalnya ditawarkan kepada wisatawan sebagai pengisi waktu kosong dalam rentang waktu penyelaman.Namun kemudian kegiatan tersebut memiliki daya tarik tersendiri yang cukup menarik minat wisatawan untuk datang, akhirnya dijadikan satu rangkaian paket yang saling melengkapi. BPW lokal rata-rata mengkombinasikan paket selam mereka dengan paket non selam yang ada. Selain BPW, seperti dijelaskan sebelumnya di atas, kelompok masyarakat pun mengembangkan paket yang siap untuk dikolaborasikan dengan paket selam sebagai paket utama. Paket yang dijual oleh kelompok masyarakat rata-rata berdurasi 1 (satu) hingga 2 (dua) hari. Paket ini berkembang sebagai paket pendukung, dan jika dikemas dengan baik akan menjadi daya tarik utama yang dapat diminati oleh wisatawan selain selam.
Laporan Akhir
69
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Produk wisata yang ditawarkan dalam paket non selam ini antara lain melihat benteng, trekking, berkunjung ketempat pembuatan souvenir, melakukan aktivitas masyarakat lokal seperti menangkap gurita, memancing dan lainnya, piknik di pinggir pantai, melihat pertunjukan seni, mengunjungi pemukiman Suku Bajo, atau hanya bersantai saja di pinggir pantai. Paket wisata non selam yang dibuat oleh operator lokal biasanya terakomodir dalam satu paket besar yang digabungkan dengan paket wisata selam dan snorkeling. Untuk tiap paket wisata non selam yang dimiliki oleh BPW rata-rata tidak ada harga khusus tapi tergantung permintaan. Akan tetapi untuk beberapa kegiatan yang dirasakan memiliki nilai jual kemudian dijadikan paket wisata tersendiri adalah kegiatan pengamatan lumba-lumba dan fotografi.Begitupun dengan paket yang dijual oleh kelompok masyarakat, mereka menyusun dan memiliki agenda dan variasi harga yang disesuaikan dengan jenis paket yang ditawarkan. Paket yang dijual oleh kelompok masyarakat ditawarkan dengan kisaran Rp.450,000 hingga Rp.4,500,000 – tergantung dari paket yang diambil dan juga durasi waktunya. Paket wisata non selam sampai saat ini belum cukup kuat untuk bisa berdiri sendiri, karena dilihat dari posisi Wakatobi dan kekuatan daya tarik serta pengemasan produknya, belum bisa mendukung paket wisata non selam menjadi setara dengan paket selam. Melihat kemajuan sektor pariwisata serta pariwisata merupakan sektor utama yang dikembangkan di Wakatobi, membuat beberapa masyarakat membuat kelompok kerja untuk mengembangkan objek yang ada di desa mereka dengan membuat produk wisata non selam dengan memadukan kegiatan trekking dengan kekayaan potensi yang dimiliki oleh masing-masing desa. Paket non selam yang ditawarkan oleh masyarakat antara lain adalah paket tour sejarah, tour budaya serta trekking menuju puncak. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada lampiran 6. 2.8 Kondisi Pasar Wisatawan Kunjungan wisatawan ke Wakatobi berfluktuatif setiap tahunnya. Dalam lima tahun terakhir (2008 - 2012) secara umum terjadi peningkatan jumlah wisatawan, namun pada tahun 2012 jumlah kunjungan wisatawan kembali menurun. Jumlah kunjungan wisatawan mancanegara sejak tahun 2009 terjadi peningkatan meskipun tingkat pertumbuhannya tidak terlalu besar, sedangkan kunjungan wisatawan nusantara meningkat secara signifikan dari tahun 2008 hingga 2011, namun terjadi penurunan pada tahun 2012. Gambaran jumlah kunjungan wisatawan mancanegara dan wisatawan nusantara dapat dilihat pada tabel 2.24 dan diagram 2.7 berikut.
Laporan Akhir
70
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 2.24 Jumlah Kunjungan Wisatawan ke Kabupaten Wakatobi (2008 - 2012) Tahun 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012
Jumlah Kunjungan Wisatawan Nusantara Mancanegara Jumlah 6 321 327 31 923 954 6 852 858 33 662 695 26 973 999 123 827 950 126 1,265 1,391 1,532 977 2,509 2,772 1,443 4,215 3,474 1,446 4,920 4,883 1,910 6,793 5,424 2,274 7,698 3,534 2,719 6,253
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kab. Wakatobi, 2013 Diagram 2.7 Jumlah Kunjungan Wisatawan Ke Wakatobi Tahun 2008 - 2012
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, Kab. Wakatobi, 2013 Data Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi menunjukkan bahwa wisatawan ke Wakatobi sejak 2006-2012 didominasi oleh wisatawan nusantara, khususnya setelah lonjakan kedatangan wisatawan nusantara di tahun 2006.Hasil serupa juga didapatkan dari survey kuesioner tahun 2013 yang menunjukkan sebagian besar responden adalah wisatawan nusantara (92%).
Laporan Akhir
71
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Diagram 2.8 Responden Wisatawan berdasarkan Asal
Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Survey pasar oleh tim DMO dan Joint Program TNC-WWF (Juni - Desember 2013) terhadap 68 wisatawan nusantara yang berkunjung ke Wakatobi, memperlihatkan profil wisatawan umumnya adalah lelaki (53%). Kisaran umur wisatawan rata-rata dewasa, yaitu kelompok umur 36-45 tahun (43%) dan 26-35 tahun (34%).Responden ini ditemui di berbagai fasilitas pariwisata, seperti hotel, restoran, dan bandara. Sebagian besar wisatawan nusantara berasal dari berbagai kota di Sulawesi (30%) dan Jakarta (27%). Diagram 2.9 Profil Responden yang Berkunjung ke Wakatobi Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Sebagian besar dari responden adalah pegawai (baik swasta maupun pemerintah).Selam, snorkeling, dan
Laporan Akhir
72
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
menikmati keindahan (alam) tetap merupakan motivasi utama perjalanan; walaupun banyak pengunjung yang datang untuk pekerjaan (26%) dan riset (12%). Untuk lebih jelasnya tentang profil wisatawan dapat dilihat dalam diagram 2.9. Sebagian besar wisatawan mendapat informasi dari internet (40%) dan teman atau anggota keluarga (41%).Hal ini membuktikan pentingnya menjaga kepuasan wisatawan yang berkunjung karena sejauh ini rekomendasi wisatawan adalah pemasaran terbesar.Akan tetapi, sayangnya sebagian besar menilai informasi tentang daya tarik masih kurang baik. Hal ini perlu dipelajari lebih lanjut untuk memperbaiki sistem informasi wisata di Wakatobi, seperti informasi apa yang dibutuhkan oleh wisatawan. Diagram 2.10 Sumber Informasi Wisatawan
Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Sebagian besar wisatawan menginap di hotel bintang (60%) dan tampaknya masih relative sedikit yang memanfaatkan rumah inap penduduk.Biaya akomodasi cenderung dianggap normal (46%) hingga mahal (45%) oleh sebagian besar wisatawan.Tingkat kepuasan relative berada di titik tengah (lihat diagram) dengan banyaknya wisatawan yang menilai cukup, kurang, dan sangat kurang sehinga kualitas akomodasi sangat perlu ditingkatkan. Profil pengeluaran wisatawan sangat sulit untuk didapatkan datanya; karena sebagian responden tidak dapat memberikan jawaban karena berbagai alasan. Diagram 2.11 Tingkat Kepuasan Wisatawan pada Akomodasi
Laporan Akhir
73
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Diagram 2.12 Pola Perjalanan Wisatawan
Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Mungkin berkat baiknya kualitas informasi di internet, sebagian besar dari responden mengatur sendiri (48%) perjalanannya ke Wakatobi. Pengunjung yang pengaturan perjalannya dilakukan oleh kantor (31%) tampaknya adalah pengunjung dengan tujuan pekerjaan atau penelitian. Tingkat pengulangan kunjungan masih sangat rendah (hanya 26%) dan lama tinggal (length of stay) terbesar adalah 2-3 hari.Durasi ini sangat singkat jika memperhitungkan waktu perjalanan ke dan di dalam Wakatobi.Diperlukan strategi untuk meningkatkan lama kunjungan wisatawan.
Laporan Akhir
74
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Transportasi, diperkirakan merupakan salah satu kendala pengembangan pariwisata di Wakatobi.Biaya transportasi ke Wakatobi masih dianggap mahal oleh sebagian besar tamu (64%).Terbatasnya frekuensi penerbangan juga sangat mempengaruhi tingkat kunjungan dan kepuasan; terlebih jika produk atau paket wisata yang tersedia sangat minim sehingga wisatawan cenderung menganggap biaya yang dikeluarkan untuk transportasi dan akomodasi tidak sepadan dengan pengalaman yang didapat. Diagram 2.13 Tingkat Kepuasan Wisatawan pada Transportasi
Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Secara umum, responden memberikan reaksi yang cukup terhadap berbagai kondisi di Wakatobi yaitu sebesar 37%, walaupun penilaian terhadap daya tarik wisata sebagian besar masih kurang.Hasil kuesioner memperlihatkan hanya 28% yang menyatakan kondisi daya tarik wisata baik dan 6% sangat baik.Akan tetapi minat responden terhadap daya tarik wisata di Wakatobi ternyata cukup beragam, terbagi antara daya tarik bawah laut, pantai, dan budaya.Untuk jelasnya dapat dilihat pada diagram 2.15 berikut. Penilaian responden terhadap beberapa pelayanan lain juga dianggap masih sangat kurang, seperti ketersediaan cinderamata (hanya8% yang menyatakan baik). Diagram 2. 14 Penilaian Umum Responden
Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Laporan Akhir
75
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Hasil kuesioner tersebut juga memperlihatkan bahwa sebagian besar responden merasakan kualitas pelayanan relative cukup.Terlihat dari tanggapan terhadap pelayanan di rumah makan dan pemandu cukup positif, begitu pula terhadap penerimaan masyarakat.Akan tetapi masih memerlukan perbaikan kualitas pelayanan.
Diagram 2.15 Tingkat Kepuasan pada Kondisi Daya Tarik dan Pelayanan
Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Laporan Akhir
76
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Di samping cuaca yang merupakan factor alam, ketersediaan informasi dan, transportasi, serta ketersediaan listrik adalah kendala-kendala besar bagi Wakatobi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada diagram 2.14. Peningkatan kualitas pelayanan yang disarankan seperti:
Kelompok kecil untuk penyelaman; Peningkatan kualitas sarana prasarana umum di pulau lain selain di Wangi-wangi; Penambahan variasi paket wisata; Peningkatan kualitas akomodasi dan variasi makanan. Melakukan edukasi dan kampanye mengenai pengelolaan sampah secara keseluruhan; baik untuk pemerintah, masyarakat, operator selam, dan pengunjung. Meningkatkan kualitas, frekuensi, dan keandalan transportasi public menuju Wakatobi dan antar pulau di Wakatobi; selain untuk kepentingan umum juga mendorong pariwisata di pulau-pulau Penyediaan jasa penyelaman yang berdasarkan standar prosedur dan operasional, guide bersertifikat setara dive master. Meningkatkan integrasi pariwisata dan konservasi; karena kekayaan alam Wakatobi saat ini adalah icon utama bagi Wakatobi
2.9 Studi Persepsi Komunitas Selam terhadap Pariwisata Wakatobi Responden terdiri dari 30 orang wisatawan dengan minat khusus menyelam, dengan batas usia diatas 21 tahun, dan memiliki pengalaman menyelam minimal 2 tahun. Tingkat pendidikan responden minimal S1, dengan mayoritas responden (70%) berprofesi sebagai karyawan swasta/BUMN, dan sebagian lainnya merupakan wiraswasta. Dari 30 orang responden penyelam, sebanyak 63% menjawab belum pernah mengunjungi Wakatobi, sementara 37% sudah pernah mengunjungi Wakatobi. Diagram 2.16. Pola Berwisata Responden Penyelam
Sumber: Hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Laporan Akhir
77
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Para responden penyelam sebagian besar (44%) mengaku bepergian keluar kota sebanyak 2-3 kali setiap tahunnya. Sementara 33% responden mengaku bepergian rata-rata sebanyak 3-4 kali dalam setahun, dan 23% responden mengaku bepergian sebanyak lebih dari 5 kali dalam setahun.Sebanyak 65% responden merasa bahwa tipe akomodasi yang paling sesuai dengan perjalanan wisata mereka adalah hotel berbintang 1-3. Sementara 23% responden lebih memilih untuk menginap di homestay, 8% responden memilih untuk menginap di hotel berbintang 4-5, dan 4% responden merasa lebih nyaman dengan kegiatan camping. Pandangan responden terhadap Wakatobi sebagai destinasi wisata bahari Sebagian besar responden penyelam (87%) mengakui bahwa informasi mengenai Wakatobi, khususnya informasi yang menyangkut akses antar pulau sangat sulit didapatkan. Hanya 13% responden penyelam yang merasa tidak menemui kesulitan saat hendak mencari informasi mengenai Wakatobi. Waktu yang dirasa ideal oleh mayoritas responden penyelam (63%) untuk berwisata ke Wakatobi yakni selama 6-8 hari perjalanan. Sementara 20% responden merasa 3-5 hari merupakan waktu yang ideal, dan 17% responden merasa lebih nyaman dengan perjalanan selama lebih dari 9 hari. Diagram 2.17. Pandangan responden terhadap Wakatobi sebagai Destinasi
Sumber: hasil olahan kuesioner, Indecon 2013 Laporan Akhir
78
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Dari 19 responden penyelam yang mengaku belum pernah mengunjungi Wakatobi, sebanyak 42% responden mengaku alasan mereka belum mengunjungi Wakatobi karena masih ada tujuan wisata lainnya yang lebih menarik. Sementara 37% responden mengaku belum ada waktu, dan 21% responden mengaku akses yang sulit menyebabkan mereka enggan berwisata ke Wakatobi.Kegiatan wisata selain menyelam yang ingin dilakukan oleh sebagian besar
responden yakni mengunjungi obyek wisata alam (47%). Sementara 36% responden lebih memilih untuk menyaksikan kehidupan suku Bajo, dan 10% responden memilih untuk mengunjungi bangunan bersejarah, dan 7% responden memilih untuk mengunjungi obyek wisata lainnya. Sebanyak 63% responden penyelam menjawab bahwa anggaran yang dirasa ideal untuk berwisata di Wakatobi yakni tidak lebih dari 5 juta rupiah. Sementara 30% responden bersedia untuk mengeluarkan 6-10 juta rupiah, dan 7% responden bersedia untuk mengeluarkan 10-15 juta rupiah untuk mendapatkan pengalaman berwisata ke Wakatobi. Diagram 2.18. Sebab Responden Belum Mengunjungi Wakatobi
Sumber: hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Diagram 2.19. Pengalaman Wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi
Sumber: hasil olahan kuesioner, Indecon 2013
Laporan Akhir
79
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Dari 11 orang responden yang pernah berkunjung ke Wakatobi, sebanyak 73% mengaku mengalami kesulitan dalam hal akses, 9% mengalami kesulitan menyangkut akomodasi, sementara 9% responden menyatakan tidak mengalami kesulitan saat berkunjung ke Wakatobi. Cara yang ditempuh responden pada saat merencanakan perjalanan ke Wakatobi, yakni sebanyak 27% membeli paket perjalanan dari tour operator di daerah asalnya, 18% membeli paket perjalanan setibanya di Wakatobi, dan 46% responden tidak membeli paket wisata, melainkan merancang sendiri perjalanannya, dan 9% responden menggunakan cara lainnya. 2.10 Kawasan Pariwisata Berdasarkan Kebijakan Pengembangan Wilayah Berdasarkan beberapa kebijakan pengembangan pariwisata Kabupaten Wakatobi, khususnya RPJMD, RTRW, dan Ripparda Kabupaten Wakatobi, serta Rencana Pengembangan Pariwisata Alam TN Wakatobi, terdapat beberapa kawasan yang dipilih atau diprioritaskan untuk dikembangkan untuk pariwisata. Masing-masing kawasan pariwisata diprioritaskan pengembangannya dengan pertimbangan tertentu, sesuai dengan kebijakan dan strategi yang dirumuskan dalam masing-masing dokumen tersebut. 2.10.1 Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Wakatobi Berdasarkan RTRW Kabupaten Wakatobi, terdapat 2(dua) Kawasan Strategis Kabupaten (KSK) dengan focus pengembangan pariwisata, yaitu : a. Kawasan Ekowisata Terpadu Tomia Kawasan ini akan dikembangkan untuk kegiatan wisata laut dan minat khusus (ekowisata), sekaligus untuk menjaga kelestarian lingkungan ekosistem laut, serta meningkatkan aksesibilitas dan sarana penunjang pariwisata. b. Kawasan Pengembangan Kebudayaan dan Pariwisata Kaledupa Kawasan ini akan dikembangkan untuk mendorong peningkatan dan pelestarian nilai-nilai social budaya, meningkatkan kecintaan masyarakat akan nilai-nilai social budaya yang mencerminkan jati diri masyarakat, serta penerapan nilai budaya dalam kehidupan masyarakat dan pengembangan pariwisata. 2.10.2 Berdasarkan Rencana Pengembangan Pariwisata Alam TNWakatobi 2012 Taman Nasional Wakatobi merupakan kawasan konservasi yang salah satu tujuan pengelolaannya adalah pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, salah satunya adalah dengan kegiatan pariwisata alam. Taman Nasional Wakatobi (TNW) dikelola dengan sistem zonasi yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Perlindungan Hutan Konservasi Alam (PHKA) No. SK. 149/IVKK/2007 tanggal 23 Juli 2007, terdiri dari: zona inti (1.300 ha), zona pemanfaatan bahari Laporan Akhir
80
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
(36.450 ha), zona pariwisata (6.180 ha), zona pemanfaatan lokal (804.000 ha), zona pemanfaatan umum (495.700 ha) dan zona khusus darat (46.370 ha). Sebagai kawasan konservasi, TNW memiliki obyek dan daya tarik wisata alam berupa kekayaan flora, fauna, bentangan alam yang indah dan ekosistem bawah laut yang menarik, serta sejarah dan peninggalan kebudayaan yang potensial untuk dikembangkan menjadi lokasi pariwisata alam. Tabel 2.25 X Zona Pariwisata dalam Taman Nasional Wakatobi SPTN SPTN Wilayah I Wangi-wangi
SPTN Wilayah 2 Kaledupa
SPTN Wilayah III Tomia
Lokasi Terdapat di bagian ujung timur Karang Kaledupa Sebagian wilayah pesisir sebelah timur Pulau Wangi-Wangi (di Pantai Suosu) Sebagian wilayah pesisir sebelah timur Pulau Wangi-Wangi (disekitar Pantai Suosu) tepatnya dari bibir pantai sampai dengan tubir dan lebar ±100 m Karang Otiolo Karang Desa Sombano (ujung barat utara Pulau Kaledupa) Sebagian wilayah sebelah selatan pesisir Desa Sombano Sebagian kecil wilayah sebelah selatan pesisir Desa Sombano Sebagian besar Pesisir Sebelah barat Pulau Hoga Sebagian kecil pesisir sebelah barat Pulau Hoga (dikelola oleh Yayasan Mitra Alam Wakatobi) Bagian timur Karang koromaho Pesisir Ujung selatan Pulau Binongko Pesisir Ujung selatan Pulau Binongko Pesisirujung Barat pulau Binongko Ujung Karang Tomia bagian selatan Ujung Karang Tomia bagian Utara Pesisir Pulau Tolandono sebelah barat Sebagian kecil Pesisir Pulau Tolandono sebelah barat Karang Mari mabuk
Potensi Wilayah Lokasi penyelaman Lokasi penyelaman Ruang usaha Lokasi dermaga
Lokasi penyelaman Lokasi penyelaman wisata mangrove wisata mangrove Lokasi penyelaman Ruang Usaha Pembangunan dermaga Lokasi penyelaman Lokasi penyelaman Lokasi penyelaman Lokasi penyelaman Lokasi penyelaman Lokasi penyelaman Lokasi penyelaman (WDR) Ruang Usaha Lokasi WDR dan dermaga Lokasi penyelaman
Pemanfaatan zona pariwisata dibagi menjadi peruntukan ruang public dan ruang usaha.Ruang public didesain pada kawasan yang terletak di kawasan luar; sementara ruang usaha didesain pada kawasan pesisir.Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa potensi dan kondisi wilayah dalam beberapa titik di zona pariwisata yang berada di pesisir telah dilakukan usaha pariwisata alam dan dimungkinkan untuk pembangunan sarana pariwisata secara terbatas seperti pembangunan dermaga, mouring buoy dan Laporan Akhir
81
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
sejenisnya.Luasan pembangunan dermaga atau sejenisnya tidak lebih dari ukuran panjang menyesuaikan dengan panjang tubir pantai dan lebar 100 m. Selain itu, TN Wakatobi juga menetapkan zona khusus daratan difokuskan pada 5 (lima) lokasi Model Desa Konservasi (MDK) yang saat ini menjadi binaan Balai Taman Nasional Wakatobi. Sementara untuk wilayah daratan lainnya mengacu pada Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah (RIPPDA) Kabupaten Wakatobi. Terdapat 5 (lima) kawasan MDK yang dikembangkan, yaitu: Pulau Pulau Kapota
Lokasi Desa Kapota
Pulau Kaledupa
Desa Samabahari
Pulau Derawa
Desa Derawa
Pulau Tomia
Desa Teemoane
Pulau Binongko
Desa Wali
Luas (ha) Rencana pengembangan wisata bahari, budaya, situs sejarah, pengamatan burung, penjelajahan goa, dan treking Rencana pengembangan wisata bahari, dan wisata budaya Rencana pengembangan wisata bahari, situs sejarah, pengamatan burung, penjelajahan goa, dan tracking dan bersampan di kawasan mangrove, melihat aktivitas budidaya rumput laut. Rencana pengembangan wisata bahari, wisata situs sejarah, penjelajahan goa. Rencana pengembangan wisata bahari, wisata situs sejarah, penjelajahan goa, tracking di kawasan hutan
Pengembangan MDK dimaksudkan sebagai salah satu alternative daerah tujuan wisata di TNW, sehingga diperlukan penguatan pembangunan di dalamnya.Kegiatan yang dilakukan berupa pelatihan manajemen kelembagaan dan pelatihan keterampilan teknis.
Laporan Akhir
82
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Gambar 2. 45 Peta Pariwisata oleh berbagai dokumen di Wakatobi
Sumber: Indecon 2.10.3 Berdasarkan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Kabupaten Wakatobi Dalam Ripparda Kabupaten Wakatobi telah ditetapkan 6 (enam) kawasan pariwisata prioritas yang terbagi menjadi 2 tahapan prioritas pengembanganya itu sebagai berikut: Nama Kawasan Matahora
Pariwisata
Kawasan Hoga
Pariwisata
Kawasan Untete
Pariwisata
Kawasan Tolandono
Pariwisata
Kawasan Peropa Kawasan Palahidu
Laporan Akhir
Lokasi Prioritas Pertama Kawasan ini terletak di Kecamatan Wangi-Wangi dan Wangi-Wangi Selatan yang wilayahnya meliputi desa-desa: Desa Sombu, Waha, Wailumu, Matahora, Patuno, Topa, Sousu, Topa nuanda, Longa, Topa tula Kawasan ini terletak di Kecamatan Kaledupa yang wilayahnya meliputi seluruh Pulau Hoga dan sebagian bagian Pulau Kaledupa dari Sombano sampai Sama Bahari Kawasan ini terletak di Kecamatan Tomia Timur, yang wilayahnya meliputi Desa Kulati, kawasan Pantai Hu’untete, Hongaha, Tee Timu Kawasan ini terletak di Kecamatan Tomia yang wilayahnya meliputi seluruh Pulau Tolandono (Onemabaa)
Prioritas Kedua Pariwisata Kawasan ini terletak di Kecamatan Kaledupa Selatan, yang wilayahnya antara lain meliputi Tempara, Peropa, Taou Pariwisata Kawasan ini terletak di Kecamatan Binongko dan Togo Binongko, yang wilayahnya meliputi Desa Showa, Taipabu, Bante, Oncone, Rukuwa, Palahidu
Luas (ha) 3.500
1.000
1.100
360
1.000
2.250
83
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Berdasarkan kajian terhadap perwilayahan ini, terdapat inkonsistensi antara penetapan kawasan pariwisata yang dilakukan oleh taman nasional melalui RIPPA dan pemerintah daerah melalui RIPPARDA. Sebagian besar kawasan pariwisata yang ditetapkan dalam Ripparda Kabupaten Wakatobi terdapat di luar zona pariwisata Taman Nasional Wakatobi. Tambahan lagi, taman nasional juga mengembangkan model desa konservasi dengan basis kegiatan konservasi justru pada kawasan-kawasan yang terletak jauh di luar zona pariwisata. Gambar 2. 45 Peta Pariwisata oleh berbagai dokumen di Wakatobi
2.11Persepsi Para Pihak Kepariwisataan Wakatobi Dukungan para pihak dalam keberhasilan pengelolaan kepariwisataan Wakatobi adalah hal yang sangat penting.Para pihakdi sini termasuk masyarakat dan pihak pemerintah (Pemda Wakatobi dan Balai TN Wakatobi). Untuk itu akan diuraikan persepsi mereka terhadap kepariwisataan Wakatobi, yang didasarkan pada laporan studi Identifikasi Awal Potensi Pariwisata Wakatobi (Indecon, Mei 2010) dengan pembaruan hasil survey lapangan fasilitator lokal di Wakatobi, bulan Februari 2013. Persepsi Para Pihak di Pulau Wangi-wangi Hasil FGD dengan para pihak di Kapota dan Numana memperlihatkan dukungan yang antusias terhadap kemungkinan pengembangan pariwisata di Wangi-wangi, khususnya
Laporan Akhir
84
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
yang dapat mengembangkan perekonomian lokal.Mereka telah melakukan identifikasi potensi sumber daya wisata yang dapat dikembangkan untuk mendukung kegiatan wisata. Di lain pihak mereka juga menyadari adanya kendala dalam pengembangan pariwisata yaitu terkait dengan kapasitas sumber daya manusia, dan kekhawatiran tentang dampak kegiatan pariwisata terhadap kondisi sosial budaya masyarakat. Oleh karenanya, dalam pengembangan kepariwisataan di wilayah ini sangat perlu untuk melibatkan semua desa yang ada dan juga pihak lembaga adat setempat, selain pemerintah kecamatan, desa, lembaga agama, dan kelompok nelayan; dan juga berkoordinasi dan bersinergi dengan program DMO (Destination Management Organisation). Persepsi Para Pihak di Pulau Kaledupa Persepsi para pihak di Pulau Kaledupa disimpulkan dari hasil FDG di Pulau Derawa dan di Ambeua, yang dihadiri oleh perwakilan kecamatan, pemerintah desa, kelompok nelayan Forkani, pelaku wisata Pulau Hoga, BPD, dan tokoh-tokoh masyarakat. Para pihak secara umum mendukung kegiatan pariwisata di Kaledupa, sebagai alternatif pendapatan diluar perikanan dan pertanian.Namun demikian disadari bahwa pemahaman masyarakat tentang pariwisata masih sangat kurang.Oleh karenanya diperlukan kegiatan sosialisasi ke masyarakat terkait tujuan dan manfaat dari kegiatan pariwisata bagi masyarakat dan lingkungan.Diperlukan kontinuitas dari kegiatan-kegiatan pengembangan pariwisata yang dilakukan berbagai pihak, serta keterbukaan dan kejelasan dari pihak pelaksana program. Persepsi Para Pihak di Pulau Tomia Persepsi para pihak di Tomia disimpulkan dari pertemuan di Usuku dan Waha yang dihadiri oleh kepala desa, lurah, kelompok nelayan Komunto, kelompok binaan taman nasional SPKP, pelaku wisata dan Taman Nasional Wakatobi.Pada dasarnya mereka memiliki keinginan untuk mengembangkan pariwisata, namun pengalaman dengan kasus Wakatobi Resor menyebabkan kekhawatiran masyarakat tidak dilibatkan delam kegiatan wisata, bahkan dapat menutup akses mereka ke kawasan tertentu di wilayah pesisir atau laut. Para pihak di Tomia menginginkan pembangunan kepariwisataan dilakukan dengan berbasis masyarakat lokal sehingga memberikan manfaat yang jelas bagi masyarakat. Mereka menyadari masih kurangnya pemahaman tentang pariwisata di masyarakat, dan kesulitan mengembangkan potensi yang dimiliki, termasuk kendala di pendanaan awal.Oleh karena itu, sosialisasi ke masyarakat, peningkatan kapasitas, dan pengembangan proyek percontohan desa wisata diharapkan dapat dilakukan oleh pemerintah untuk mendorong pengembangan pariwisata di Tomia.Program kegiatan yang dilakukan adalah yang sesuai dengan kebutuhan dan harapan masyarakat serta dapat berjalan secara menerus. Laporan Akhir
85
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Persepsi Para Pihak di Pulau Binongko Dari hasil pertemuan dengan perwakilan Kecamatan, Desa, BPD, Kelurahan, kelompok nelayan Foneb, guru, tokoh agama dan adat, serta Taman Nasional Wakatobi di Wali dan Oihu, terlihat bahwa mereka sangat ingin mengembangkan kepariwisataannya sebagai alternatif sektor perikanan laut, untuk memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat Binongko. Mereka menyadari besarnya potensi sumber daya wisata yang dimiliki.Namun karena pemahaman dan kemampuan mereka yang terbatas, mereka kesulitan dalam mengembangkan potensi tersebut.Untuk itu mereka mengharapkan pemda dapat melakukan sosialisai tentang pariwisata, dan dukungan pembangunan infrastuktur khususnya jalan.Lebih lanjut, para pihak menginginkan pariwisata yang berkembang di Binongko harus mengikuti dan menghormati aturan serta tradisi setempat. Persepsi Pemda Kabupaten Wakatobi Pemda Wakatobi, dalam hal ini melalui diskusi dengan Kadisbudpar Kabupaten Wakatobi menyampaikan bahwa sektor pariwisata meruapakan salah satu sektor andalan Kabupaten Wakatobi, yang kemudian tertuang dalam visi kabupaten yaitu “Terwujudnya Wakatobi Sebagai Daerah Tujuan Wisata Ekologi (Ecotourism) Dunia 2010”. Kegiatan promosi banyak dilakukan di tahun-tahun awal pengembangan, dan baru kemudian diimbangi dengan program pembenahan destinasi mulai tahun 2010. Hal ini terkait dengan anggaran bidang destinasi yang sangat kecil (sekitar Rp. 200- 300 juta/tahun); sementara anggaran bidang promosi sangat besar jumlahnya (Rp. 1-2M/tahun). Dukungan pemda terhadap pengembangan pariwisata Wakatobi ditujukan untuk memberikan manfaat bagi masyarakat Wakatobi.Pemda telah menentukan kebijakan yang membuka peluang sebesar-besarnya bagi para pengusaha Indonesia maupun lokal untuk berinvestasi di sektor pariwisata dengan tidak mengijinkan penanaman modal asing untuk menanamkan modalnya di Wakatobi.Selain itu peningkatan kapasitas staf Pemda khususnya dalam pengembangan dan perencanaan pariwisata juga sangat diperlukan. Persepsi Balai Taman Nasional Wakatobi Hasil diskusi dengan petugas lapangan dan kepala resor menunjukkan bahwa pariwisata menjadi salah satu kegiatan yang diperbolehkan di taman nasional, dan telah dibuat zonasi peruntukannya. Namun demikian belum ada program khusus dari taman nasional untuk mendukung pengembangan pariwisata, selain mengadakan pelatihan mengenai ekowisata dan studi banding ke Bali bagi perwakilan kelompok-kelompok masyarakat di Wakatobi. Pihak TN juga telah mengadakan program pengembangan desa konservasi dengan membentuk kelembagaan di tingkat desa yaitu Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan (SPKP).Pembentukan ini dimaksudkan untuk melestarikan hutan dan mewujudkan Laporan Akhir
86
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
kesejahteraan masyarakat, salah satunya melalui kegiatan pariwisata.Program pengembangan ekowisata diharapkan dapatdisinergikan dengan Rencana Induk Pengembangan Pariwisata yang dimiliki TN. Persepsi Industri Pariwisata Wakatobi Hasil wawancara dengan beberapa biro perjalanan pariwisata di Wakatobi memperlihatkan permasalahan yang dirasakan adalah sulitnya akses transportasi dari daerah luar ke Wakatobi sehingga berpengaruh terhadap jumlah kunjungan wisatawan.Sarana prasarana transportasi yang kurang memadai, tidak bersambungnya jadwal perjalanan kapal dari Wangi-wangi menuju Tomia dengan jadwal penerbangan, serta masih sedikitnya frekuensi penerbangan dan mahalnya harga tiket.Selain itu prasarana listrik juga masih dirasakan terbatas, informasi wisata yang masih kurang.Pihak industri juga merasakan masih kurangnya pelayanan terhadap wisatawan, dan belum optimalnya pemasaran yang dilakukan. Pihak industri pariwisata sangat berharap akan berkembangnya pariwisata daerah Wakatobi. Terkait dengan kegiatan yang mereka lakukan.Pihak industri sangat berharap adanya pelatihan atau pendampingan tentang pembuatan paket wisata yang bisa ditawarkan ke wisatawan. Kesimpulan Berdasarkan hasil diskusi dengan berbagai para pihak tersebut, dapat disimpulkan bahwa Pemerintah Daerah pada dasarnya mendukung pengembangan pariwisata di Wakatobi, dengan menjadikan sektor ini sebagai salah satu sektor andalan pembangunan wilayah.Pihak TN juga mulai mendukung kegiatan wisata dengan beberapa program awal, termasuk di tahun 2012 dengan menyusun master plan pariwisata Wakatobi. Masyarakat pun secara umum mendukung dan ingin terlibat dan mendapatkan manfaat dari pembangunan kepariwisataan Wakatobi.Namun mereka menyadari kekurangan dalam hal pemahaman dan kemampuan untuk mengembangkan pariwisata, selain juga kondisi sarana dan prasarana pendukung yang masih kurang.Masyarakat mengharapkan peningkatan kapasitas dan kegiatan pendampingan di masyarakat yang langsung dan berkelanjutan, sehingga pariwisata dapat memberikan manfaat dan keuntungan yang nyata bagi masyarakat, tanpa membawa pengaruh negatif terhadap tradisi dan budaya setempat. Pihak industri juga sangat mengharapkan kepariwisataan daerah Wakatobi dapat lebih dikembangkan.Kondisi sarana prasarana yang terbatas menjadi permasalahan yang mereka rasakan pula saat ini.Seperti juga yang diharapkan masyarakat dalam hal pendampingan, pihak industri juga mengharapkan pendampingan dalam penyusunan paket-paket wisata.
Laporan Akhir
87
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
BAB 3
ANALISIS KEPARIWISATAAN WAKATOBI 3.1 Isu-isu Stategis Pengelolaan Kepariwisataan Wakatobi Pembangunan kepariwisataan di Wakatobi tidak terlepas dari adanya isu-isu strategis yang dihadapi, yaitu sebagai berikut: Ekosistem pulau-pulau kecil kaya akan jenis jenis endemic namun sangat rentan. Kerusakan ekosistem akan berakibat pada hilangnya spesies tertentu, sementara kehilangan spesies akan mengurangi kualitas ekosistem dan berdampak pada penurunan jumlah pengunjung. Sebagai wilayah dengan ekosistem pulau-pulau kecil, ekosistem Kabupaten Wakatobi sangat rentan terhadap gangguan dan perubahan yang terjadi, yang jika tidak diantisipasi sejak awal akan berdampak pada penurunan kualitas lingkungan. Keterbatasan sumber daya energi dan air; hal ini terkait dengan karakteristik Kabupaten Wakatobi sebagai wilayah kepulauan. Ruang yang terbatas membatasi ketersediaan lahan untuk pengembangan karena sebuah pulau harus mampu menyediakan atau memenuhi kebutuhannya sendiri. Keterbatasan sumber daya manusia yang berkualitas; di segala tingkatan (dari tingkat pengambil keputusan, manajerial hingga garda depan), dan di berbagai aspek yang terkait. Minimnya keterlibatan masyarakat dalam pengelolaan pariwisata dan keterbatasan kapasitas masyarakat dapat menghambat peluang masyarakat dalam mengambil manfaat dari pariwisata Akses yang terbuka sehingga lebih sulit untuk mengelola dan melakukan pengawasan terhadap kegiatan yang bersifat merusak sumber daya, karena kesulitan untuk kontrol dan pengelolaan wilayah. Saling ketergantungan antara pengembangan pariwisata dengan konservasi sumber daya alam. Daya tarik kepariwisataan Wakatobi sangat bertumpu pada keindahan alam bawah laut maupun daratannya. Kerusakan pada sumber daya alam tentunya akan sangat berdampak pada kepariwisataan wilayah ini, sehingga konservasi menjadi hal yang sangat perlu dilakukan. Lemahnya koordinasi antar sektor dan antar pihak yang terlibat dalam pengembangan kepariwisataan Wakatobi. Masing-masing terlihat masih berjalan sendiri-sendiri. Keterbatasan sarana transportasi, informasi, dan fasilitas pendukung pariwisata yang berkualitas. Belum adanya perencanaan detail dan pengelolaan pariwisata di zona pemanfatan yang telah ditetapkan oleh Taman Nasional Wakatobi (TNW).
Laporan Akhir
88
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
3.2 Analisis Pasar Pariwisata Wakatobi 3.2.1 Analisis Makro – Pasokan dan Permintaan Wakatobi adalah salah satu destinasi wisata bahari di Indonesia, yang memiliki visi untuk menjadi destinasi pariwisata dunia.Sebagai destinasi pariwisata dunia maka sasaran pasar Wakatobi tidak hanya wisatawan lokal atau domestik, tetapi juga wisatawan mancanegara.Saat ini daya jual utama Wakatobi adalah keindahan daya tarik bawah laut, sehingga sasaran pasar utama bagi Wakatobi adalah wisatawan (mancanegara dan nusantara) minat khusus selam atau snorkeling. Terkait dengan visinya sebagai destinasi berskala dunia, Wakatobi tidak hanya harus bersaing dengan destinasi wisata bahari di Indonesia tetapi juga di dunia.Dalam lingkup nasional, analisis berdasarkan literatur sekunder menunjukkan beberapa destinasi di Indonesia yang dikenal sebagai destinasi wisata bahari di Kawasan Timur Indonesia yang paling sering dirujuk adalah: (1) Komodo, Nusa Tenggara Timur (kota kedatangan: Labuan Bajo), (2) Bunaken, Sulawesi Utara (kota kedatangan: Manado), (3) Derawan, Kalimantan Timur (kota kedatangan: Tanjung Redeb/Berau), (4) Banda, Maluku (kota kedatangan: Banda), serta (5) Raja Ampat, Papua (kota kedatangan: Sorong). Ditinjau dari daya tarik wisatanya, destinasi tersebut adalah pesaing utama Wakatobi. Berikut akan dikaji kondisi setiap destinasi pesaing khususnya terkait (a) aksesibilitas, (b) ketersediaan fasilitas hotel, (c) ketersediaan rumah sakit -sebagai fasilitas penunjang yang cukup penting bagi destinasi wisata bahari, (d) paket wisata, dan (e) permintaan. i. Aksesibilitas; Seluruh destinasi pesaing mempunyai tingkat kesulitan yang relatif sama; yaitu: (i) tidak mempunyai penerbangan langsung (dari Jakarta atau Bali sebagai sumber pasar utama wisman maupun wisnus); (ii) harga yang relatif mahal –karena jarak dan ketersediaan penerbangan yang terbatas; (ii) seringkali masih harus dilanjutkan dengan moda transportasi lain (kapal), misalnya Banda, Derawan, dan Raja Ampat. Pada harga tertinggi, hanya tiket penerbangan ke Bunaken (Manado) yang lebih murah daripada ke Wakatobi. Penerbangan hanya mengantarkan wisatawan hingga kota penghubung terdekat; sementara untuk mengakses lokasi penyelaman wisatawan masih harus mengeluarkan biaya untuk sewa kapal. Perbandingan harga tiket pesawat untuk menuju ke destinasi pesaing Wakatobi dapat dilihat pada tabel 3.1.
Laporan Akhir
89
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 3.1 Harga Tiket Pesawat (Agustus 2013 – Agustus 2014) Destinasi
Kota Kedatangan
Harga Tertinggi (Rp)
Harga Terendah (Rp)
Komodo
Labuan Bajo
5.577.400
Agustus
2.941.600
Desember
Bunaken
Manado
3.335.400
April
1.799.400
November
Derawan
Berau
3.977.100
Juni
2.756.100
Mei
Banda
Ambon
2.750.800
Agustus
1.786.300
Januari
Ambon – Banda: ferry cepat Raja Ampat
Sorong
4.416.100
Juli
3.296.800
Juni
Sorong-Raja Ampat: ferry cepat (130.000/orang/trip, 4jam perjalanan) atau menyewa kapal ( 5.000.000-7.000.000) Wakatobi
Wangi-Wangi
6.324.000
Agustus
3.041.700
April
Sumber: diolah dari www.skyscanner.com (diakses pada 24 Juni 2013) ii.
Ketersediaan fasilitas hotel di Wakatobi jauh tertinggal dibanding para pesaing utamanya. Beberapa pesaing utama mempunyai lokasi yang strategis karena kota kedatangan destinasi tersebut termasuk kategori kota besar dan memiliki fasilitas yang lebih baik; misalnya Bunaken yang dapat mengandalkan fasilitas di Kota Manado, sebagai ibukota provinsi. Dari seluruh pesaing utama, Komodo (Labuan Bajo) dan Bunaken (Manado) memiliki ketersediaan fasilitas yang relatif paling baik. Berdasarkan ketersediaan fasilitas hotel di destinasi pesaing terdapat beberapa kecenderungan utama, yaitu: • Di destinasi yang sangat tergantung pada wisata bawah laut (misal: Derawan, Raja Ampat, dan Banda), pasokan hotel didominasi oleh resort individual kelas atas (dengan kisaran harga kamar di atas Rp. 1.000.000,-), dan penginapan (di bawah Rp. 250.000,-). Pasokan hotel kelas menengah (harga antara Rp. 300.000 – Rp.1.000.000 per malam) hanya terdapat di kota penghubung terdekat (Waisai, Sorong dan Ambon, yang berjarak 3-4 jam perjalanan dengan kapal). Wisatawan lazimnya akan menginap 1-2 malam di kota ini sebelum berwisata ke destinasi tujuan. • Di destinasi yang mempunyai varian kegiatan wisata lain (seperti Komodo dan Bunaken) pasokan hotel lebih bervariasi, khususnya yang paling banyak ada di kisaran harga Rp. 500.000 – Rp.750.000 per malam. Kota Manado mempunyai banyak pasokan hotel dengan kisaran harga Rp. 500.000 -Rp 1.000.000, karena juga merupakan ibu kota provinsi. Untuk lebih jelasnya ketersediaan fasilitas hotel di destinasi pesaing Wakatobi dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut.
Laporan Akhir
90
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 3.2 Ilustrasi Perbandingan Pasokan Hotel di Destinasi Wisata Bahari Jumlah Kamar / harga (000) No
Destinasi
Kota Kedatangan
< 250
250500
500750
750 1.000
> 1.000
Jaringan Hotel
1.
Komodo
Labuan Bajo
0
45
276
26
0
Jayakarta, Ecolodge, Luwansa
2.
Bunaken
Manado
29
0
132
206
294
Aston, Novotel
3.
Derawan
Berau
104
76
0
0
17
Resort individu kelas atas
Ambon
0
211
32
51
207
Aston, Swiss Bell
Banda
50
20
Resort individu kelas atas
4.
5.
Banda
Sorong
130
52
106
Raja Ampat
0
21
39
Raja Ampat
Resort Individu kelas atas
Sumber: diriset melalui berbagai sumber di internet (diakses Juni 2013), harga adalah published rate dan dalam rupiah iii.
Fasilitas penunjang lain yang sangat penting untuk wisata bahari adalah rumah sakit (layanan kesehatan) khususnya fasilitas dekompresi untuk mengantisipasi kecelakaan akibat dekompressi yang sering dialami penyelam. Lokasi rumah sakit terdekat di destinasi-destinasi tersebut yang memiliki fasilitas ini adalah : RSP Balikpapan (10 jam perjalanan darat dari Derawan, Berau) RSU Manado RSAL Halong Ambon (4 jam perjalanan kapal dari Banda) RS Petromer Sorong (4 jam perjalanan kapal dari Raja Ampat) RSU Makasar (4 jam penerbangan dari Wakatobi, via Kendari) Fasilitas kesehatan di kota terdekat seluruh destinasi pesaing adalah Rumah Sakit Umum Daerah dengan fasilitas yang terbatas; di Labuan Bajo bahkan RSUD masih dalam proses pembangunan (sumber:www.rsaldrmintohardjo.com).
iv.
Ketersediaan paket wisata; Destinasi wisata bahari pesaing mempunyai keberagaman paket wisata yang ditawarkan, walaupun kegiatan wisata bawah laut tetap menjadi jualan utama. Paket wisata tambahan yang ditawarkan umumnya adalah wisata alam dan budaya yang dilakukan di daratan di sekitar lokasi penyelaman, sebelum atau sesudah kegiatan selam atau snorkeling. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel 3.3
v.
Aspek Permintaan. Kedatangan wisatawan di destinasi-destinasi ini menunjukkan pertumbuhan yang cukup baik.Dintinjau dari jumlah kedatangan wisatawan, Raja
Laporan Akhir
91
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Ampat menunjukkan pertumbuhan yang sangat dramatis dengan peningkatan sebesar 93% (tahun 2011-2012). Destinasi lain juga menunjukkan pertumbuhan, akan tetapi relatif bervariasi. Pada tahun 2012, destinasi Labuan Bajo juga memperlihatkan pertumbuhan sekitar 3,64% per tahun jika dibandingkan dengan tahun 2008. Tabel 3.3 Karakteristik Paket Wisata Destinasi Pesaing Harga Paket (rata-rata/hari/pax) No
Destinasi Selam
1.
2.
3.
4.
5.
Komodo
Bunaken
Derawan
Banda
Raja Ampat
Rp 750.000 800.000
Selam + Lainnya
Karakter
Paket wisata menyelam murni ditawarkan, walaupun lebih banyak yang Rp 1.000.000 menggabungkannya dengan pengamatan 1.400.000 Komodo. Sebagian kecil juga menawarkan paket wisata overland mengunjungi desa
Rp 930.000 1.500.000
Rp 350.000 500.000
Jadwal sebagian besar paket wisata didominasi kegiatan menyelam dan dikombinasikan dengan paket wisata kota (urban sightseeing) di Manado. Sebagian kecil mencoba dikombinasikan dengan paket satu hari mengunjungi hutan dan desa di sekitar Manado
Rp 800.000
Rp 300.000 600.000
Selain paket wisata menyelam, juga banyak ditawarkan paket wisata non menyelam secara terpisah dengan kegiatan rekreasi air (banana boat, menyusuri pantai, dsb)
Rp 1.800.000 - 2.000.000
Rp 750.000 1.900.000
Rp 500.000 1.200.000
Didominasi paket wisata menyelam dan snorkeling. Kegiatan wisata bahari lainnya tour katamaran, memancing, melihat ikan paus dan lumba-lumba Dengan dominasi paket wisata menyelam, destinasi juga banyak menawarkan gabungan menyelam dengan kegiatan wisata alam (mis: pengamatan burung) dan wisata desa (mis: proses kerajinan)
Sumber: Indecon, 2013 Destinasi Raja Ampat dan Komodo memiliki komposisi wisatawan mancanegara (wisman) dan wisatawan nusantara (wisnus) yang relatif seimbang dalam 10 tahun terakhir, sementara Derawan menunjukkan kecenderungan yang relatif sama dengan Wakatobi, dimana jumlah kunjungan wisnus jauh lebih tinggi dibandingkan wisman. Di destinasi Derawan, tingkat pertumbuhan sangat tinggi akibat meningkatnya jumlah kedatangan wisatawan nusantara yang sangat meningkat.Derawan mengalami pergeseran komposisi jumlah kunjungan Laporan Akhir
92
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
wisatawan; dimana jumlah wisman justru semakin menurun dengan meningkatnya jumlah kedatangan wisnus. Secara umum, tingkat permintaan untuk destinasi wisata bahari pesaing masih cukup baik; hal ini juga ditunjang dengan citra Indonesia sebagai salah satu jantung wisata selam di dunia.Namun dari data-data tersebut terlihat bahwa beberapa destinasi yang cukup berkilau 10 tahun lalu, mulai menunjukkan gejala penurunan jumlah kunjungan wisatawan. Tabel 3.4 Kedatangan Wisatawan di Beberapa Destinasi Pesaing
No
Destinasi
Kota Kedatanga n
Wisman
2006
1.
2.
3.
Komodo
Derawan
Raja Ampat
Labuan Bajo
Wisnus
Total
2008
2006
2008
2006
2008
5.207 6.848
8.795
7.788
14.00 2
14.636
2005
2009
2005
2009
2005
2009
983
616
25.06 5
227.80 7
26.04 8
228.42 3
2010
2011
3.758
7.253
Berau
Per Tumbu h an
2,26%
Sorong
Sumber / Trend
Manggarai Barat dalam Angka Penurunan kunjungan wisman; kenaikan kunjungan wisnus (tidak signifikan)
penurunan kunjungan turis asing; 194,23 kenaikan % wisnus secara dramatis pasca even PON http://rajaam 93,00% patkab.bps.go .id/file
Sumber: http://rajaampatkab.bps.go.id/file 3.2.2 Analisis Mikro - Sisi pasar Pertumbuhan kedatangan wisatawan ke Wakatobi sempat meningkat pada tahun 2010, akan tetapi menunjukkan kecenderungan menurun bahkan hingga minus pada 2012. Diperkirakan pada tahun 2010 terjadi lonjakan akibat suksesnya promosi, namun hal ini kurang ditunjang dengan pelayanan yang memuaskan bagi wisatawan sehingga penurunan jumlah kunjungan ini terjadi.
Laporan Akhir
93
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Diagram 3.1 Kunjungan Wisatawan ke Wakatobi
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Wakatobi (2013) Tingginya dominasi wisatawan nusantara yang berkunjung ke Wakatobi (sekitar 60-70% dalam kurun waktu 5 tahun terakhir), mempunyai sisi negatif dan positif. Sisi positif diantaranya adalah pertama, pariwisata di Wakatobi akan cenderung lebih kuat terhadap fluktuasi global (pergerakan kurs, krisis ekonomi di Eropa, larangan bepergian, dan sebagainya). Kedua, jumlah wisatawan nusantara juga lebih besar, dimana pergerakan wisatawan nusantara di seluruh Indonesia lebih dari 20 kali lipat wisatawan mancanegara; sehingga secara akumulatif pengeluaran (expenditure) wisatawan nusantara mendekati atau sama dengan wisatawan mancanegara. Ketiga, wisatawan nusantara cenderung lebih variatif dalam berkegiatan wisata, sehingga membuka peluang untuk pengembangan paket-paket wisata non selam. Sisi negatif dari kecenderungan ini adalah lonjakan wisatawan nusantara membutuhkan pengelolaan pengunjung yang jauh lebih kaku, penegakan sanksi yang jauh lebih keras, serta sumber daya manusia yang lebih cakap dengan jumlah yang banyak.Hal ini dikarenakan secara umum pengetahuan dan pemahaman wisatawan nusantara tentang pariwisata yang bertanggung jawab dan pentingnya konservasi belum cukup baik.Kegiatan promosi tentang pariwisata Wakatobi harus sekaligus diisi dengan muatan kampanye penyadaran lingkungan.
Laporan Akhir
94
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Diagram 3.2 Kunjungan Wisatawan ke Wakatobi
Sumber: Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kab. Wakatobi (2013) 3.2.3 Analisis Mikro - Sisi Produk Sebagian besar pengunjung ke Wakatobi menginap di Pulau Wangi-wangi karena jadwal penerbangan yang tidak langsung menyambungdengan jadwal kapal ke pulau lain, terkecuali wisatawan yang terbang langsung menuju Wakatobi Dive Resort. Oleh karena itu, tingkat penyerapan hotel di Wangi-wangi akan dirujuk dalam melakukan analisis ini. Tabel 3.5 Kapasitas Hotel di Wangi-Wangi Kisaran Harga No Rp/kmr/mlm
Kapasitas
Jumlah Kamar
Single
Twin
Double
Tempat Tidur
1.
< 100.000
28
5
13
23
54
2.
100.001 -300.000
67
2
18
47
85
3.
300.001 - 500.000
15
-
10
5
25
4.
500.001 - 1.000.000
33
-
17
16
50
7
58
91
214
Jumlah
Sumber: survey lapangan (2013) Ditinjau dari ketersediaan fasilitas akomodasi dan jumlah wisatawan, kapasitas akomodasi di Wangi-wangi masih cukup; akan tetapi sangat perlu ditingkatkan kualitas pelayanannya. Berdasarkan catatan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Wakatobi, total keseluruhan okupansi hotel dan penginapan di Wakatobi pada tahun 2012 adalah 8.684 orang. Jika diasumsikan okupansi maksimal seluruh hotel di atas adalah 314.630 orang (862 orang x 365 hari); maka tingkat okupansi rata-rata di Wakatobi adalah 2,76%.Berdasarkan hasil survei untuk hotel dan penginapan di Wangi-wangi, tingkat ratarata okupansi hotel jauh lebih tinggi, walaupun tetap rendah (9%). Hotel dengan kisaran harga antara Rp. 100.000 – Rp. 300.000 cukup tinggi tingkat okupansinya. Laporan Akhir
95
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 3.6 Tingkat Okupansi Hotel di Wangi-Wangi No
Kisaran Harga
Kisaran Harga (Rp.)
Tingkat Okupansi
1.
Hotel Wakatobi
165.000 - 300.000
12,14%
2.
Wisata Beach hotel
300.000 - 500.000
9,27%
3.
Penginapan Jely
80.000 - 150.000
5,48%
4.
Patuno Beach Resort
605.000 - 1.815.000
32,15%
5.
Hotel 1000 Bulan
100.000 - 200.000
15,62%
6.
Hotel Fidel
80.000 - 150.000
8,22%
7.
Penginapan Nirmala
75.000 - 250.000
5,71%
8.
Hotel Gajah Mada II
50.000 - 100.000
6,81%
9.
Penginapan Nita Sari
50.000 - 80.000
6,98%
10.
Hotel Nur Riski
100.000 - 350.000
1,97%
11.
Wisma Samudra
50.000
3,66%
12.
Hotel Berlian
50.000 - 170.000
1,22%
Rata-rata
9,10%
Sumber: survey lapangan (2013) Paket wisata yang ditawarkan di Wakatobi didominasi paket wisata menyelam dan snorkeling. Kegiatan wisata lainnya masih terbatas dan banyak dikelola masyarakat, dengan varian tur trekking, mengunjungi desa, dan fotografi. Untuk paket wisata selam, harganya cukup bersaing (Rp. 350.000 – Rp. 1.500.000) dibanding destinasi lain. Sementara paket-paket yang ditawarkan oleh masyarakat belum banyak dijual atau diserap oleh pasar . Beberapa paket wisata, seperti dari kelompok Mola dan Liya mempunyai keunggulan karena menawarkan atraksi budaya dan kehidupan masyarakat adat Bajau dan Liya. Lokasi yang ditawarkan pun masih di Pulau Wangi Wangi, dapat dijangkau dengan mudah. Oleh karena itu paket wisata Mola dan Liya bisa menjadi alternatif wisata bagi wisatawan non penyelam atau wisatawan yang mempunyai keterbatasan waktu selama di Wakatobi.Namun dari sisi harga paket yang ditawarkan masih terlalu mahal.Sementara paket buatan kelompok masyarakat Kaledupa kurang memiliki variasi dan harga yang ditawarkan masih terlalu mahal.Selain itu, waktu pelaksanaan kurang efisien sehingga penyusunan paket perlu perlu meninjau ulang konektivitas transportasi dari Wangi-Wangi menuju Kaledupa. Paket yang ditawarkan Kapota terlalu padat, kurang memiliki keunikan, dan belum memikirkan sasaran pasar dari produk tersebut sehingga kurang memiliki daya saing.Paket wisata di Waha sesungguhnya tidak terlalu mahal, namun demikian perlu diperiksa kelayakan dari lokasi-lokasi yang ditawarkan (benar-benar memiliki daya tarik sesuai Laporan Akhir
96
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
sasaran pasar).Paket wisata dari kelompok Tomia sudah cukup baik dengan memperhitungkan kondisi transportasi dari Wangi-wangi ke Tomia dan memiliki harga yang bersaing.Penjabaran rinci tentang paket dapat dilihat pada lampiran. Berdasarkan analisis yang disampaikan dalam subbab di atas, jumlah wisatawan yang berkunjung ke Wakatobi sempat mengalami kenaikan, meskipun sekarang ini jumlahnya cenderung menurun, dengan wisnus yang mulai mendominasi.Hal ini tentunya menuntut pengelolaan dampak yang cermat, penyadartahuan yang berkelanjutan tentang pariwisata berkelanjutan; serta peningkatan kualitas produk, sarana prasarana, dan pelayanan. Dilihat dari segi daya tarik wisata, potensi kearagaman daya tarik wisata laut sangat tinggi variasi jenis dan keunikannya. Demikian juga dengan potensi sumber daya wisata di daratan, yang sayangnya masih belum siap untuk dipasarkan, terkait pengemasan dan kualitas pelayanan yang ditawarkan ke wisatawan. Sementara itu dibanding dengan destinasi pesaing, hotel di Wakatobi paling rendah jumlah maupun kualitas dan pilihannya. Saat ini pasokan hotel di Wakatobi memang masih memenuhi kebutuhan, namun memerlukan peningkatan kualitas pelayanan kepada tamunya.Paket wisata selam di Wakatobi cukup bersaing dibandingkan destinasi pesaing, namun untuk paket non selam masih memerlukan pengemasan produk agar menjadi lebih menarik.Strategi yang harus dipertimbangkan adalah menjadi pengikut, atau paket non selam dikemas dengan paket selam.Secara keseluruhan, peningkatan kualitas pelayanan tentunya perlu diimbangi pula dengan pembangunan, perbaikan dan peningkatan sarana prasarana pariwisata. 3.3 Identifikasi Kawasan Pariwisata Prioritas Sebagai Kabupaten kepulauan, maka potensi daya tarik wisata Kabupaten Wakatobi tersebar di semua pulau, masing-masing dengan keunikannya sendiri sehingga memiliki kesempatan untuk dikembangkan dan menarik wisatawan untuk berkunjung. Namun pembangunan pariwisata di pulau-pulau kecil memerlukan pertimbangan lain yang sangat penting yaitu aksesibilitas, termasuk kemudahan untuk dijangkau dan ketersediaan moda transportasi dengan frekuensi yang baik. Semakin jauh dan sulit dijangkau suatu pulau, maka biasanya harga-harga untuk bahan pokok dan material bangunan akan menjadi lebih mahal. Hal ini tentunya akan mempengaruhi nilai jual atau harga paket wisata ke kawasan tersebut menjadi lebih mahal. Pada akhirnya akan mengurangi daya saing daerah tersebut dengan daerah-daerah lainnya dan berujung pada kurangnya minat wisatawan untuk berkunjung, karena lebih mahal, jadwal moda transportasi yang lebih terbatas dan sebagainya. Namun demikian pembangunan di sektor pariwisata terkadang membalikkan logika seperti yang dijabarkan di atas.Suatu pulau yang jauh dari akses, tetapi memiliki keunikan dan daya tarik yang tinggi, dengan sentuhan dan kemasan yang khusus akandapat Laporan Akhir
97
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
menarik wisatawan untuk berkunjung.Kondisi ini biasanya jika kawasan tersebut dikemas dengan pendekatan untuk menarik wisatawan kelas atas. Artinya kawasan tersebut dikemas dan dikelola dengan khusus untuk mendatangkan wisatawan minat khusus yang berani membayar lebih, untuk sebuah suasana tenang, nyaman dan sekaligus dapat menikmati daya tarik berkualitas, seperti terumbu karang yang masih sangat baik; atau hutan hujan tropis yang masih dihuni berbagai keanekaragaman hayati yang endemik maupun menyajikan keragaman pemandangan yang indah-indah dan menakjubkan. Namun pendekatan ini tentunya memerlukan invetasi khusus, sehingga memerlukan adanya investor yang memiliki visi dan keberanian dalam mengambil resiko dalam bisnis pariwisata. Pendekatan yang direkomendasikan untuk digunakan dalam pengembangan pariwisata Kabupaten Wakatobi adalah pengembangan pariwisata yang selaras dengan pelestarian sumber daya alam dan budaya melalui konsep pariwisata berbasis masyarakat dan juga konsep pariwisata berbasis resor dengan diikuti oleh kebijakan pemerintah untuk tata kelolanya.Kedua konsep pendekatan ini cocok untuk dikembangkan di Wakatobi dengan menetapkan kewilayahan di pulau-pulau untuk penerapan konsep tersebut.Oleh karena itu sangatlah penting dalam perencanaan pengembangan pariwisata untuk membahas dan menentukan prioritas wilayah pengembangan pariwisata. Dengan demikian diharapkan fokus pengembangan kawasan pariwisata menjadi lebih terarah dan terukur sesuai dengan konsep pembangunan yang akan digunakan. Dalam menentukan kawasan prioritas pengembangan pariwisata Wakatobi, dilakukan melalui rangkaian kegiatan dengan beberapa pendekatan untuk mendapatkan masukan dari berbagai pihak, yaitu: Pertemuan para pihak dilakukan pada bulan April 2013 untuk harmonisasi program lintas sektor di pemerintahan, taman nasional dan juga lembaga non pemerintah pendamping masyarakat seperti joint program WW-TNC, dimana salah satunya untuk mencari masukan tentang kawasan prioritas dari berbagai pihak. Konsultasi ke berbagai pihak seperti beberapa sektor di pemerintahan, Joint program TNC-WWF, Taman Nasional, kelompok masyarakat di pulau wangi-wangi; pulau kapota, kaledupa, tomia dan pelaku wisata melalui wawancara secara terpisah. Pembahasan draft TMP (Tourism Managemen Plan), 8 Oktober 2013, Kantor JP, Wangi-wangi Audiensi Mengenai Draft TMP dengan para SKPD, 26 November 2013, Bajo Resort, Wangi-wangi Sosialisasi Akhir Draft Managemen Perencanaan Pariwisata Wakatobi, 21 – 22 Desember 2013, Bajo Resort, Wangi-wangi Untuk memfokuskan pengembangan kepariwisataan Wakatobi ke wilayah-wilayah yang memang memiliki potensi, dan sekaligus “strategis”-dalam artian berdampak ganda pada pengembangan pariwisata di kawasan lain dan sektor lainnya, juga terhadap konservasi Laporan Akhir
98
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
lingkungan, maka perlu ditetapkan kawasan pariwisata prioritas dalam rencana pengelolaan pariwisata Wakatobi ini. Hal ini juga disepakati oleh para pihak dalam berbagai pertemuan; mengingat pada kemampuan sumber daya keuangan pemerintah daerah, sumber daya manusia serta aksesibilitas, dan fasilitas pariwisata yang saat ini ada. Para pihak dari kalangan pemerintah juga menyepakati perlunya pembentukan kelompok kerja pengembangan pariwisata untuk mempercepat pembangunan sektor ini, mengingat sektor pariwisata sudah dicanangkan sebagai salah satu sektor unggulan, selain sektor perikanan. Hal ini juga akan mempermudah sektor lain untuk melakukan prioritas kawasan pembangunannya, seperti dinas pekerjaan umum, dinas perhubungan dan sebagainya. Hasil konsultasi dan pertemuan para pihak beberapa kali, pada akhirnya menyepakati beberapa wilayah prioritas pengembangan pariwisata Wakatobi berdasarkan pada beberapa kriteria yang dijabarkan di bawah ini: 1. Daya Tarik Wisata; keunikan daya tarik wisata alam daratan, pesisir dan bawah laut; juga daya tarik seni dan budaya, kuliner dan cara hidup masyarakat sehari hari. 2. Aksesibilitas; infrastruktur pendukung seperti jalan dan kemudahan dengan ketersediaan moda transportasi, serta frekuensi dan fasilitas penunjang untuk menjangkau kawasan tersebut. 3. Dukungan Masyarakat; masyarakat di daerah tersebut mendukung adanya pengembangan sektor pariwisata sebagai kendaraan pembangunan ekonomi lokal dan membuka peluang kerja serta usaha bagi masyarakat. 4. Sarana dan Prasarana; ketersediaan sumber daya yang menunjang untuk pengembangan fasilitas pendukung. 5. Kerentanan; memiliki kerentanan yang lebih rendah sehingga lebih mampu menunjang pengembangan pariwisata. 6. Konservasi Lingkungan; berperan dalam menunjang konservasi sumber daya alam. Hasil konsultasi dan pertemuan dengan para pihak juga memperlihatkan bahwa semua pihak sepakat untuk mengakomodir beberapa segmen pasar wisata, diantaranya: wisatawan lokal, yaitu penduduk dari Kabupaten Wakatobi yang ingin berlibur antar pulau di dalam Kabupaten wisatawan nusantara, yaitu wisatawan Indonesia yang datang dari pulau-pulau diluar Wakatobi wisatawan mancanegara, yaitu wisatawan asing yang datang dari berbagai negara. Dibawah ini dijabarkan kawasan prioritas pengembangan yang dihasilkan dari proses konsultatif dengan berbagai pihak:
Laporan Akhir
99
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
3.3.1 Wilayah Pulau Wangi-Wangi Kawasan ini terdiri dari 4(empat) kawasan prioritas di sebelah utara dan selatan yaitu: a. Kawasan Prioritas Matahora; dimana kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik wisata yaitu pantai Sousu, Patuno dan Longa. b. Kawasan Prioritas Waha; dimana kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik wisata yaitu pantai waha dan pantai cemara. c. Kawasan Prioritas Liya Raya; dimana kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik wisata di desa Liya Mawi, Liya Togo dan Liya Onemelangka d. Kawasan Pulau Kapota, kawasan prioritas Pariwisata meliputi pantai-pantai di sebelah utara maupun barat pulau Kapota serta danau. 3.3.2 Wilayah Pulau Hoga dan Kaledupa Kawasan ini terdiri dari 2(dua) kawasan prioritas, yaitu: a. Kawasan Prioritas Pariwisata pulau Hoga; meliputi semua kawasan pantai hoga dan homestay masyarakat, termasuk desa Sama Bahari. b. Kawasan Palea dan Jamareka (Pajam); meliputi kawasan dari akses pelabuhan hingga daya tarik di desa Pajam. 3.3.3 Wilayah Pulau Tomia Kawasan ini terdiri dari 2 (dua) kawasan prioritas, yaitu: a. Kawasan Prioritas pantai Hu’untete di desa Kulati b. Kawasan Prioritas dengan daya tarik di desa Wawotimu dan desa Kahiyanga. 3.3.4 Wilayah Pulau Binongko Kawasan ini terdiri dari 2 (dua) kawasan prioritas, yaitu: a. Kawasan Prioritas pantai Bohu dan Oro serta puncak Koncu Kapala Patua di desa Wali b. Kawasan Prioritas taman batu dan pantai Sangia di desa Waloindi
Laporan Akhir 100
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 101
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sumber: Indecon
Sumber: Indecon
Sumber: Indecon
Laporan Akhir 102
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
3.3.5 Deskripsi Singkat Kawasan Prioritas a. Kawasan Prioritas Matahora; Matahora merupakan salah satu daerah prioritas yang terletak di pulau Wangi-wangi, dimana kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik wisata yaitu pantai Sousu, Patuno dan hutan konservasi Longa.Di perairan Matahora juga terdapat beberapa titik penyelaman, yang memiliki kondisi bawah laut cukup baik, serta kondisi hutan yang masih baik. Jalan untuk menuju lokasi ini sudah cukup baik, namun untuk frekuensi moda transportasi umum menuju daerah ini masih cukup sulit, kecuali menggunakan kendaraan pribadi. Untuk menuju pantai- pantai yang berada di kawasan ini dapat menggunakan kendaraan bermotor dari pusat kota Wangi-wangi. Jarak tempuh dari kota Mandati (Pusat Kota Wangi-wangi) menuju pantai Patuno sekitar 30 menit dengan kecepatan rata-rata 60 km/ jam menggunakan kendaraan bermotor, sedangkan menuju pantai Sousu sekitar 45 menit dengan kecepatan rata-rata 60 km/jam. Sedangkan untuk menuju hutan longa dapat ditempuh dengan kisaran waktu 45 menit menggunakan kendaraan bermotor. Masyarakat Matahora sangat mendukung dan sangat cooperative terhadap pengembangan kawasan ini sebagai kawasan pariwisata, hal ini terlihat dari beberapa kegiatan yang dilakukan oleh masyarakat Matahora dalam menunjang pengembangan pariwisata seperti pelatihan peningkatan kapasitas. Untuk sarana dan prasarana yang ada di beberapa titik kawasan prioritas Matahora seperti di pantai Sousu sudah terdapat pintu gerbang selamat datang menuju desa Sousu, dan di kawasan hutan Longa sudah didirikan Gazebo/ rumah untuk beristirahat.Kawasan yang terletak di sebelah timur pulau Wangi-wangi ini memiliki kerentanan terhadap abrasi.Untuk konservasi lingkungan di kawasan prioritas ini cukup baik, hal ini diperlihatkan dengan berkurangnya jumlah penambangan pasir liar di sekitar pantai Sousu serta upaya perlindungan hutan Longa terhadap penebangan liar. b. Kawasan Prioritas Waha; Kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik wisata yaitu pantai waha dan pantai cemara.Selain pantai tempat ini juga mempunyai benteng serta mercusuar yang merupakan peninggalan Belanda dan hingga saat ini mercusuar tersebut masih berfungsi seperti dulu. Jalan untuk menuju daerah ini cukup baik dan akses menuju lokasi cukup mudah, namun untuk moda transportasi masih cukup sulit karena jarangnya frekuensi kendaraan umum ke lokasi ini. Pantai Waha berjarak ± 8 km dari ibukota kabupaten (Mandati), dan ± 15 km dari bandara Matahora. Dengan jarak tersebut, dapat ditempuh dengan waktu sekitar 20 menit dari Mandati, menggunakan kendaraan bermotor.
Laporan Akhir 103
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Masyarakat di daerah ini sangat mendukung bidang pariwisata, hal ini terlihat dengan adanya kelompok ekowisata yang berdiri di desa Waha sejak tahun 2011.Selama ini WTC telah melakukan pengelolaan dan menyediakan jasa pemandu wisata, operator speedboatdengan speedboat nya yang semuanya berasal dari masyarakat setempat.Akan tetapi masih terdapat kendala khususnya dalam standar pelayanan pengunjung.Oleh karena itu perlu dilakukan peningkatan pengetahuan, keterampilan yang dilakukan secara berkelanjutan dalam program pendampingan yang tidak terputus. Di Waha telah terdapat penginapan (home stay), penyewaan alat snorkeling dan selam, penyewaan speed boat dan kapal yang dapat disewa pengunjung. Sumber daya listrik yang terpasang di Kecamatan Wangi-wangi mencapai 7.380.820 Kwh, sementara konsumsi masyarakat di kawasan tersebut mencapai 6.828.789 Kwh. Kawasan ini juga sudah memiliki fasilitas air bersih dari PDAM serta jaringan komunikasi yang cukup baik untuk pengguna operator Telkomsel. Kawasan Waha yang terletak di bagian utara Pulau Wangiwangi termasuk kawasan yang mempunyai tingkat kerawanan yang tinggi terhadap bencana tsunami dan abrasi. Dalam RTRW Kabupaten Wakatobi, Kawasan Waha termasuk kedalam kawasan rawan bencana yang ditetapkan seagai kawasan lindung kabupaten. c. Kawasan Prioritas Liya Raya; Kawasan ini terdiri dari beberapa daya tarik wisata di desa Liya Onemelangka, Liya Bahari, Liya Mawi dan Liya Togo. Potensi yang dimilki oleh kawasan Liya Raya adalah potensi sejarah budaya berupa Benteng, dan tarian tradisional yang masih sering di lakukan oleh masyarakat Liya Raya, aktivitas petani rumput laut serta pulau-pualu yang berada di seberang desa Liya seperti pulau Oroho dan Sumanga. Liya merupakan desa yang terletak di Kecamatan Wangi-wangi Selatan dan berjarak ±7 km dari pusat Kota Wanci.Akses menuju kawasan ini dapat ditempuh melalui jalan aspal dengan menggunakan kendaraan roda dua maupun kendaraan roda empat. Jarak tempuh dari kota menuju desa Liya sekitar 40 menit. Masyarakat desa ini sangat mendukung terhadap pengembangan kawasan/ desa ekowisata, hal ini terlihat dari terbentuknya lembaga/ kelompok pemerhati pariwisata di daerah Liya Raya.Serta keaktifan masyarakat mengikuti pelatihan dalam pengembangan di bidang pariwisata baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun non pemerintah.Listrik didaerah ini menyala selama 24 jam, serta adanya jaringan komunikasi dan internet namun kecepatan akses internet di tempat ini masih sangat lambat.Infrastruktur pendukung juga telah banyak dibangun di daerah Liya seperti gazebo serta plang penunjuk lokasi di beberapa tempat seperti di Benteng Keraton Liya. Kawasan Liya Raya merupakan kawasan yang rentan terhadap abrasi dan pergerakan tanah, namun tidak memiliki kerawanan terhadap bencana tsunami. Dalam RTRW Kabupaten Wakatobi, Kawasan Liya termasuk kedalam kawasan rawan bencana yang
Laporan Akhir 104
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
ditetapkan sebagai kawasan lindung kabupaten. Dalam bidang konservasi daerah ini masyarakat sangat menyadari akan pentingnya nilai konservasi dalam pengembangan pariwisata. Hal ini terlihat dari penjagaan asset budaya seperti Benteng dan rumah adat, serta berkurangnya intensitas penambangan pasir disekitar pantai Liya. d. Kawasan Pulau Kapota kawasan prioritas Pariwisata meliputi pantai-pantai di sebelah utara maupun barat pulau Kapota serta danau.Diantaranya adalah pantai Bata, pantai Onemeha, pantai Oawolio yang terletak di desa Kabita serta pantai Kampa.Selain pantai pasir putih pulau ini memilki hamparan karang berupa gugusan atol, yang dapat dijadikan titik terbaik untuk penyelaman.Selain itu juga terdapat hutan lindung serta danau air asin. Untuk menuju pulau ini dapat diakses menggunakan speedboat / kapal kayu regular, dengan jarak tempuh sekitar 20 menit menggunakan kapal regular dari pelabuhan kota Mandati. Untuk menuju pantai serta danau dapat ditempuh menggunakan kendaraan roda dua dengan keadaan jalan yang cukup bervariasi mulai dari beraspal hingga berbatu, dengan jarak tempuh berkisar antara 15 hingga 20 menit. Dukungan dari masyarakat khusunya dalam bidang pariwisata cukup baik, hal ini terlihat dengan adanya kerjasama antara pihak BTNW (Balai Taman Nasional Wakatobi) dengan masyarakat setempat dengan membentuk SPKP (Sentra Penyuluhan Kehutanan Pedesaan) dengan program unggulannya adalah pengembangan pariwisata desa.Sarana dan Prasarana ditempat ini cukup menunjang mulai dari sekertariat, pengelola, jaringan telekomunikasi serta air bersih. Terdapat dua titik kerawanan tsunami yaitu di wilayah Kapota dan Kolio.Dalam RTRW Kawasan Kapota termasuk kedalam kawasan rawan bencana yang ditetapkan sebagai kawasan lindung kabupaten.Desa ini merupakan salah satu MDK (Model Desa Konservasi) yang dibentuk oleh BTNW sehingga nilai – nilai konservasi sudah mulai diterapkan oleh masyarakat, walaupun masih sering terjadi penambangan pasir liar dipantai-pantai sekitar pulau Kapota. e. Kawasan Prioritas Pariwisata pulau Hoga Daya tarik pulau ini adalah pantai dengan hamparan pasir putihnya.Selain pantai kawasan ini juga memiliki potensi bawah laut yang indah, dengan gugusan karang serta biota yang beragam diperairan lautnya. Untuk menuju ke pulau kecil ini dapat menggunakan kapal regular atau speedboat dengan jarak tempuh selama 15 menit dari pelabuhan Ambeua di pulau Kaledupa, atau 2 jam pelayaran dari pulau Wangi-wangi menggunakan kapal regular. Pulau ini dikelola oleh beberapa pengusaha seperti Operation Wallacea. Dari pihak masyarakat juga sangat mendukung kemajuan pariwisata dilokasi ini, dengan adanya aktivitas masyarakat lokal serta peningkatan kapasitas yang dilakukan oleh masyarakat.
Laporan Akhir 105
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sementara itu, fasilitas yang tersedia di kawasan ini adalah restoran, homestay, diving resort, meeting room, dan fasilitas pendidikan yang dikelola pemerintah daerah melalui operasi Wallacea.Selain itu jaringan komunikasi, air bersih serta listrik juga sudah memadai. Tingkat abrasi di daerah ini dikategorikan sedang dengan kualitas air dan pasir yang sangat baik. Gelombang di pantai ini termasuk kategori cukup besar.Kawasan Pulau Hoga mempunyai tingkat kerawanan terhadap bencana tsunami. f. Kawasan Palea dan Jamaraka (Pajam) Desa Pajam memilki daya tarik seperti Sejarah, alam serta aktivitas keseharian masyarakat yang masih tradisonal.Daerah ini juga merupakan salah satu desa yang terletak di ketinggian pulau Kaledupa, dengan letak di ketinggian menambah potensi dari desa ini.Desa Pajam terletak di Kecamatan Kaledupa Selatan.Perjalanan menuju kawasan ini dapat ditempuh dengan menggunakan roda dua maupun roda empat dengan jarak tempuh sekitar 20 hingga 30 menit.Jalanan menuju tempat ini sudah berupa jalan aspal. Masyarakat desa ini sangat mendukung kegiatan pengembangan pariwisata hal ini terlihat dari keaktifan masyarakat desa dalam mengikuti berbagai kegiatan pelatihan tentang pariwisata, serta telah terbentuknya kelompok dan paket wisata yang dibuat oleh masyarakat desa Pajam. Daerah ini memiliki fasilitas air bersih yang masih diambil dari bebrapa sumber mata air sekitar desa, fasilitas listrik hanya menyala dari jam 6 sore hingga jam 6 pagi, jaringan komunikasi hanya menggunakan operator tertentu dan terkadang jaringan komunikasi terganggu. Beberapa rumah-rumah terletak di pinggir tebing sehingga rawan terhadap bencana longsor. g. Kawasan Prioritas pantai Hu’untete di desa Kulati Untuk menuju lokasi ini dapat ditempuh sekitar 15 menit dari desa Kulati menggunakan kendaraan bermotor.Akses jalan menuju daerah pantai sudah baik dengan jalan yang sudah halus.Masyarakat desa ini sangat mendukung pengembangan pariwisata di desa Kulati khususnya objek pantai Kulati, hal ini terlihat dengan adanya kelompok ekowisata Kulati yang dibentuk bersama antara forum pulau Komunto dengan pemerintah desa.Fasilitas yang tersedia ditempat ini belum cukup baik, hal ini terlihat dari kawasan desa Kulati yang merupakan desa terdekat dari objek pantai Hu’untete. Desa ini belum memiliki sumber air bersih sehingga masyarakat masih memanfaatkan air hujan, ketersediaan listrik masih menggunakan mesin genset yang hanya menyala selama 4 jam mulai dari jam 18.00 – 22.00 WITA. Jaringan komunikasi di desa Kulati cukup baik namun untuk akses internet sering terjadi gangguan.Daerah pantai hu’untete rawan terhadap abrasi serta tsunami.Masyarakat sangat konservatif hal ini terlihat dari adanya lokasi peraiaran yang tidak boleh digunakan sumber daya nya atau yang lebih dikenal dengan bank ikan.
Laporan Akhir 106
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
h. Kawasan Prioritas desa Wawotimu dan desa Kahiyanga Desa Wawotimu memilki potensi daya tarik kehidupan masyarakat nelayan serta pesisir pantai yang indah, untuk desa kahiyanga merupakan desa yang terletak di ketinggian atau puncak daerah ini memiliki puncak dengan hamaparan rumput yang luas.Untuk menuju desa Kahiyanga dapat menggunakan kendaraan bermotor sekitar 30 menit dari desa Kulati dan 40 menit dari pelabuhan Usuku. Akses jalan menuju daerah ini cukup baik , dengan jalan yang sudah diaspal dan saat ini pembangunan terus dilakukan oleh pemerintah daerah. Fasilitas yang ada di desa Kahiyanga tidak jauh berbeda dengan fasilitas desa Kulati. Pemanfaatan air hujan merupakan salah satu sumber air desa ini, pasokan listrik hanya 4 jam antara jam 18.00 – 22.00 WITA. Jaringan komunikasi di desa ini cukup baik namun untuk akses internet sering terjadi gangguan. i. Kawasan Prioritas desa Wali Potensi yang ada di desa Wali sangat bervariasi mulai dari pesisir hingga puncak.Untuk pesisir terdapat pantai Boku dan Oro sedangkan untuk daerah ketinggian terdapat puncak Koncu Kapala Patua di desa Wali.Di atas puncak terdapat benteng pertahanan masyarakat Wali. Untuk menuju lokasi pantai dapat berjalan kaki dari desa Wali dengan memakan waktu sekitar 20 menit sedangkan menggunakan kendaraan bermotor 15 menit untuk ke pantai Boku, karena kondisi jalan yang masih kurang baik. Sedangkan untuk menuju pantai Oro dapat menggunakan kendaraan roda dua dengan waktu tempuh sekitar 25 menit, karena letaknya yang jauh dari desa serta jalanan yang kurang baik. Sedangkan untuk menuju puncak Koncu Kapala Patua dapat ditempuh dengan berjalan kaki selama kurang lebih 1 jam, dengan jalanan berbatu dan sedikit mendaki. Masyarakat desa ini sangat mendukung kegiatan pariwisata dengan aktifnya beberapa masyarakat dalam kegiatan pelatihan serta membuat kelompok ekowisata.Daerah ini juga merupakan salah satu MDK dari BTNW seksi III (wilayah Tomia-Binongko). Ketersediaan sarana dan prasarana ditempat ini sudah baik dengan masuknya PDAM sehingga kebutuhan air tercukupi walaupun masih terbatas, namun untuk listrik desa ini masih mengandalkan genset yang hanya menyala dari pukul 18.00 – 24.00 WITA. Jaringan komunikasi didesa ini juga telah tersedia.Masyarakat desa ini sangat peduli terhadap lingkungan terutama tentang perlindungan satwa maupun penambangan pasir, hal ini terlihat dari adanya lokasi penangkaran penyu serta tidak adanya pengambilan pasir disekitar pantai Boku dan Oro. j. Kawasan Prioritas di desa Waloindi Desa Waloindi merupakan salah satu desa yang terletak di pulau Binongko, daerah ini memilki daya tarik wisata berupa taman batu, gua, serta pantai bertebing. Untuk menuju lokasi ini cukup memakan waktu karena letaknya yang paling jauh dari pelabuhan, jarak tempuh dari pelabuhan terdekat yaitu pelabuhan Taipabu sekiat 1 jam menggunakan kendaraan bermotor, sedangakan dari desa Wali bisa mencapai 3 hingga 4 jam. Perhatian
Laporan Akhir 107
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
masyarakat terhadap pengembangan pariwisata daerah ini cukup baik, hal ini terlihat dari adanya kelompok ekowisata serta kepedulian masyarakat adat terhadap pengembangan daerah ini menjadi daerah pariwisata.Desa ini masih mengandalakan air hujan sebagai sumber mata airnya sedangkan untuk listrik sudah masuk jaringan PLN. Kawasan ini rentan terhadap gelombang pasang.
Gambar 3.1 .Peta Kawasan Pariwisata Berdasarkan Berbagai Dokumen
Sumber: diolah dari Masterplan Taman Nasional Wakatobi, Rencana Tata Ruang Wakatobi, Rencana Induk Pengembangan Pariwisata Daerah Kab. Wakatobi
Laporan Akhir 108
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
3.4
Analisis SWOT Kepariwisataan Wakatobi Tabel 3.7. Strategi Kekuatan - Peluang
Kekuatan
1 1.
Letak geografis yang strategis
Keanekaragaman Hayati yang tinggi
1
teknologi Berkembangnya komunikasi di dunia
Banyaknya pertemuan dri pihak pemerintah serta bisnis dari berbagai kota.
para luang Adanya waktu wisatawa n selam
Penetapan Wakatobi sebagai cagar biosfer dunia oleh UNESCO
Dikenalnya kawasan Wakatobi sebagai pusat segitiga karang dunia
Banyaknya program penelitian tingkat internasional baik maupun Nasional
Adanya Bandara Makasar yang menghubungkan dengan daerah lain
Adanya Tren pariwisata yang meningkat
alam
Peluang (Oppurtunity)
2 3 4 5 6 7 8 Memanfaatkan konektifitas bandara Matahora dengan bandara Hasanudin Makasar, dengan menjadikan Bandara Hasanudin sebagai simpul utama promosi Wakatobi.
2.
Memanfaatkan kekayaan sejarah dan budaya serta alam daratan, untuk dikembangkan sebagai produk wisata berbasis masyarakat dengan durasi singkat untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selam dalam mengisi waktu luang.
2
3.
Memanfaatkan pesona bawah laut yang indah serta citra yang baik, untuk dikembangkan menjadi produk wisata pantai dan ‘snorkeling’ berbasis masyarakat dengan durasi singkat untuk memenuhi kebutuhan wisatawan nusantara yang memiliki waktu disela kegiatan bisnis.
3
4.
Memanfaatkan dukungan berbagai pihak pemerintah dan lembaga sosial untuk mengembangkan fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap lingkungan, hemat penggunaan SDA, dengan menggunakan teknologi tepat guna sesuai dengan penetapan Wakatobi sebagai cagar biosfer dunia oleh UNESCO.
5.
Menyusun dan Menerapkan program peningkatan kapasitas mssyarakat di bidang pariwisata,
Pesona bawah laut yang indah
Keragaman sejarah dan budaya 4
Laporan Akhir
109
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi Citra yang baik destinasi selam
sebagai
Dukungan oleh berbagai pihak pemerintah dan lembaga social
untuk menangkap peluang dari meningkatnya jumlah kunjungan ke Wakatobi. 5
6.
Menyusun standar sarana dan prasana untuk meningkatkan kualitas fasilitas pariwisata di Wakatobi.
7.
Memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi sebagai media untuk pemasaran produk wisata Wakatobi, yang dapat mendorong promosi bersama.
8.
Menyusun strategis investasi di bidang pariwisata, yang sesuai dengan prinsip prinsip ekowisata.
7
9.
Membangun forum lintas stakeholder untuk memfasilitasi arah pengembangan pariwisata Wakatobi.
8
10. Memanfaatkan label Cagar Biosfer sebagai salah satu nilai tambah strategi promosi Pariwisata Wakatobi.
6
Memiliki Bandara Udara yang terhubung dengan Makasar.
Dikenalnya Wakatobi sebagai lokasi selam Dunia
Laporan Akhir
110
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 3.8 Strategi Kekuatan - Ancaman
Kekuatan Letak geografis yang strategis
2
Keragaman sejarah dan budaya
4
Citra yang baik sebagai destinasi selam
5
Dukungan oleh berbagai pihak pemerintah dan lembaga sosial
6
Memiliki Bandar udara yang terhubung dengan Bandar udara Makasar Masih kuatnya hukum adat di Masyarakat
7
Laporan Akhir
Masih adanya nelayan yang menggunakan cara penangkapan secara destruktif di kawasan perairan Wakatobi
Adanya penambangan pasir liar disekitar pantai Wakatobi
Adanya konflik antara investor terkait masyarakat dan kepemilikan lahan
Munculnya konflik antara Pemda dengan pihak TNW
ketidakpuasan Munculnya wisatawan
Perkembangan kawasan sejenis dengan keunggulan yang lebih tinggi
1 2 3 4 5 6 7 8 1. Membuat peraturan (code of conduct) untuk pengelola pariwisata agar memperhatikan daya dukung dan kontribusi terhadap pelestarian sumber daya alam.
1
Keanekaragaman Hayati yang tinggi Pesona bawah laut yang indah
Terjadinya bencana alam
Meningkatnya jumlah wisatawan yang datang dapat berimbas pada menurunnya daya dukung lingkungan.
Ancaman (Threats)
2.
Membuat peraturan (code of etic) untuk wisatawan agar memperhatikan adat istiadat serta mengajak wisatawan untuk berkontribusi terhadapa pelestarian lingkungan.
3.
Membuat pelatihan kepada para pelaku pariwisata di Wakatobi untuk meningkatkan pelayanan di berbagai sektor pariwisata.
4.
Pihak TNW dengan pemerintah daerah membuat peraturan dalam penggunaan lahan di Wakatobi agar memberikan kepastian akan kepemilikan lahan untuk investor.
5.
Melaksanakan patroli berjadwal yang rutin oleh pihak Taman Nasional bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, untuk mengurangi kegiatan pemanfaatan SDA yang bersifat destruktif yang dilakukan masyarakat.
6.
Desiminasi peraturan pemerintah dan peraturan adat kepada masyarakat Wakatobi untuk mengurangi kerusakan alam yang diakibatkan oleh kegiatan manusia.
3
8
111
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 3.9 Strategi Kelemahan - Peluang
Kelemahan Belum tegasnya kewenangan pengelolaan wilayah antara Pemda Kabupaten dengan TNW.
1
Jaringan minim.
2
transportasi yang masih
Aksesibilitas yang sulit dan mahal
3
Ketersediaan infrastruktur / sarana prasarana yang minim, serta keterbatasan daya dukung (khususnya air dan listrik)
4
Kualitas SDM yang masih lemah
Laporan Akhir
5
teknologi Berkembangnya komunikasi di dunia
Banyaknya pertemuan dri pihak pemerintah serta bisnis dari berbagai kota.
para luang Adanya waktu wisatawa n selam
Penetapan Wakatobi sebagai cagar biosfer dunia oleh UNESCO
Dikenalnya kawasan Wakatobi sebagai pusat segitiga karang dunia
Banyaknya program penelitian internasional tingkat baik maupun Nasional
Adanya Bandara Makasar yang menghubungkan dengan daerah lain
Adanya Tren pariwisata yang meningkat
alam
Peluang
1 2 3 4 5 6 7 8 1. Membentuk forum bersama (pemerintah, Taman Nasional, tokoh dan kelompok masyarakat) untuk secara periodic melakukan harmonisasi program dari berbagai pihak, dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan pembangunan berkelanjutan di Wakatobi. 2.
Memperbaiki jaringan transportasi dari dan ke Wakatobi baik udara, maupun laut untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Wakatobi.
3.
Memprioritaskan pembangunan infrastruktur dan perbaikan fasilitas seperti air dan listrik.
4.
Menyusun dan menerapkan program pelatihan kepada masyarakat lokal untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam bidang pelayanan publik.
5.
Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pariwisata yang berwawasan konservasi.
6.
Melaksanakan pengumpulan data dasar dan menyusun sistem data dasar kepariwisataan.
7.
Menyusun program pelatihan IT kepada SDM di Wakatobi untuk meningkatkan teknik promosi pariwisata yang berbasis tehnologi informasi.
112
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pariwisata
6
Masih rendahnya kesadaran masyarakat mengenai arti penting Taman Nasional Wakatobi sebagai kawasan konservasi
7
Kemitraan dengan masyarakat masih belum optimal Lemahnya kualitas data dan informasi mengenai kepariwisataan Wakatobi Terbukanya kawasan lindung TNW
Laporan Akhir
8
8.
Menyusun kebijakan bersama antara Taman Nasional dan Pemerintah Daerah untuk program penelitian di kawasan Taman Nasional Wakatobi, agar hasil penelitian berdaya guna bagi pembangunan dan masyarakat Wakatobi.
9.
Sosialisasi hasil penelitian kepada masyarakat luas, untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membantu program konservasi sumber daya alam Wakatobi sebagai asset pariwisata.
10. Membuat kios informasi pariwisata Wakatobi di jalur pintu masuk, seperti bandara udara Hasanudin di Makasar, bandara udara Soekarno Hatta di Jakarta, pelabuhan Bau-bau, Kendari dan Bali.
9 10
113
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 3.10 Strategi Kelemahan - Ancaman
KELEMAHAN Aksesibilitas yang sulit dan mahal, yang masih terbatas. Ketersediaan infrastruktur / sarana prasarana yang minim Kualitas SDM yang masih lemah, Masih rendahnya kesadaran masyarakat terhadap pariwisata. Masih rendahnya kesadaran masyarakat mengenai arti penting Taman Nasional Wakatobi sebagai
Laporan Akhir
1
Maraknya kegiatan penambangan pasir liar, yang dapat mengakibatkan terjadinya abras
Adanya konflik antara investor dan masyarakat terkait kepemilikan lahan.
Munculnya konflik kepentingan antara Pemda dan TNW, terkait penggunaan lahan untuk berbagai kegiatan.
Munculnya ketidakpuasan wisatawan (karena promosi berlebihan yang tidak diimbangi dengan peningkatan kualitas).
Destinasi pariwisata sejenis (kompetitor) yang berkembang dengan lebih pesat.
Terjadinya bencana alam.
1 2 3 4 5 6 7 8 1. Pengembangan kegiatan pariwisata di Wakatobi harus dijaga agar sesuai prinsip prinsip ekowisata, dan tidak berkembang kearah pariwisata massal. a.
2
b. c.
3 d.
4 2. 5
Terjadinya kerusakan terumbu karang
Meningkatnya jumlah wisatawan yang datangdapat berimbas pada menurunnya daya dukung lingkungan
ANCAMAN
Menyusun kebijakan bagi pembangunan sarana prasarana pariwisata, agar tetap bersifat ramah lingkungan. Menyusun kebijakan tentang standar pelayanan wisata bagi seluruh pengusaha pariwisata. Memfasilitasi masyarakat untuk dapat mengembangkan bisnis pariwisata berskala kecil maupun menengah, dengan pelayanan berkualitas internasional. Bentuk fasilitas ini dapat berupa pelatihan pariwisata terhadap masyarakat, ataupun kemudahan peminjaman modal lunak untuk membuka usaha. Menanamkan keyakinan pada masyarakat bahwa alam Wakatobi merupakan aset pariwisata yang luar biasa besar, sehingga harus dijaga kelestariannya.
Perbaikan jaringan transportasi antar pulau, karena aksesibilitas merupakan salah satu pertimbangan utama bagi wisatawan untuk melakukan kunjungan wisata. a. Penyediaan sarana transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau dengan jadwal yang tetap. b. Memfasilitasi dan mengawasi pemeliharaan sarana transportasi yang telah tersedia.
114
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi kawasan konservasi Lemahnya kualitas data dan informasi mengenai kepariwisataan Wakatobi Luasnya lahan Taman Nasional Wakatobi tidak berbanding lurus dengan kegiatan pengawasan oleh petugas kawasan. Masih kurangnya promosi terhadap pariwisata Wakatobi.
6
Memasukkan pendidikan konservasi sebagai salah satu kurikulum wajib di sekolah-sekolah di Wakatobi.
4.
Rehabilitasi terumbu karang, sebagai usaha perlindungan terhadap aset utama pariwisata Wakatobi. a. Menawarkan program adopsi terumbu karang kepada wisatawan penyelam, sebagai bagian dari atraksi wisata. b. Mengadakan kegiatan transplantasi karang secara terus-menerus, dan mewajibkan seluruh pengusaha wisata selam untuk berpartisipasi. c. Menawarkan program tanam mangrove kepada wisatawan, sebagai bagian dari atraksi wisata, serta untuk mengurangi terjadinya abrasi.
5.
. Penambahan fasilitas pengawasan di kawasan Taman Nasional. a. Penyediaan sarana pengawasan yang layak (speed boat, sirine, senjata) dan jumlah yang mencukupi bagi petugas pengawas, agar kegiatan patroli dapat dilaksanakan secara menyeluruh di wilayah TN Wakatobi. b. Peningkatan kapasitas petugas pengawas, agar kegiatan pengawasan dapat berjalan secara lebih efektif.
6.
Dibentuknya suatu lembaga khusus dengan SDM yang kompeten, yang bertugas menyusun sistem informasi yang lengkap mengenai Wakatobi (website) untuk memudahkan wisatawan memperoleh informasi.
7.
Dibentuknya suatu lembaga khusus dengan SDM yang kompeten, yang bertugas mempromosikan pariwisata Wakatobi, baik melalui media cetak maupun elektronik.
8.
Tersedianya sarana kesehatan yang memadai merupakan salah satu pertimbangan bagi wisatawan untuk berkunjung ke lokasi wisata. Untuk itu perlu dipertimbangkan: a. Dibangunnya Rumah Sakit 24 jam dengan fasilitas yang memadai untuk menangani pasien gawat darurat. b. Peningkatan kualitas tenaga kesehatan, agar fasilitas kesehatan yang sudah tersedia dapat dipergunakan secara optimal. c. Dibentuknya organisasi penjaga pantai, untuk menjaga keamanan wisatawan di wilayah pantai. d. Pembekalan mengenai prosedur penyelamatan dalam aktivitas air, terhadap para penjaga pantai.
7
8
Masih kurangnya sarana kesehatan yang memadai.
9
Laporan Akhir
3.
115
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Dari analisis SWOT yang telah dilakukan ada beberapa strategi yang dapat dilaksanakan untuk kemajuan kepariwisataan di Wakatobi. Beberapa strategi tersebut adalah: 1. Memanfaatkan konektifitas bandara Matahora dengan bandara Hasanudin Makasar, dengan menjadikan Bandara Hasanudin sebagai simpul utama promosi Wakatobi. 2. Memanfaatkan kekayaan sejarah dan budaya serta alam daratan, untuk dikembangkan sebagai produk wisata berbasis masyarakat dengan durasi singkat untuk memenuhi kebutuhan wisatawan selam dalam mengisi waktu luang. 3. Memanfaatkan pesona bawah laut yang indah serta citra yang baik, untuk dikembangkan menjadi produk wisata pantai dan ‘snorkeling’ berbasis masyarakat dengan durasi singkat untuk memenuhi kebutuhan wisatawan nusantara yang memiliki waktu disela kegiatan bisnis. 4. Memanfaatkan dukungan berbagai pihak pemerintah dan lembaga social untuk mengembangkan fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap lingkungan, hemat penggunaan SDA, dengan menggunakan teknologi tepat guna sesuai dengan penetapan Wakatobi sebagai cagar biosfer dunia oleh UNESCO. 5. Menyusun dan Menerapkan program peningkatan kapasitas masyarakat di bidang pariwisata, untuk menangkap peluang dari meningkatnya jumlah kunjungan ke Wakatobi. 6. Menyusun standar sarana dan prasana untuk meningkatkan kualitas fasilitas pariwisata di Wakatobi. 7. Memanfaatkan kemajuan teknologi komunikasi sebagai media untuk pemasaran produk wisata Wakatobi, yang dapat mendorong promosi bersama dengan cara a. Dibentuknya suatu lembaga khusus dengan SDM yang kompeten, yang bertugas menyusun sistem informasi yang lengkap mengenai Wakatobi (website) untuk memudahkan wisatawan memperoleh informasi. b. Dibentuknya suatu lembaga khusus dengan SDM yang kompeten, yang bertugas mempromosikan pariwisata Wakatobi, baik melalui media cetak maupun elektronik. 8. Menyusun strategi investasi di bidang pariwisata, yang sesuai dengan prinsip prinsip ekowisata. 9. Membangun forum lintas stakeholder untuk memfasilitasi arah pengembangan pariwisata Wakatobi.
Laporan Akhir
116
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
10. Membuat peraturan (code of conduct) untuk pengelola pariwisata agar memperhatikan daya dukung dan kontribusi terhadap pelestarian sumber daya alam. 11. Membuat peraturan (code of etic) untuk wisatawan agar memperhatikan adat istiadat serta mengajak wisatawan untuk berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan. 12. Membuat pelatihan kepada para pelaku pariwisata di Wakatobi untuk meningkatkan pelayanan di berbagai sektor pariwisata. 13. Pihak TNW dengan pemerintah daerah membuat peraturan dalam penggunaan lahan di Wakatobi agar memberikan kepastian akan kepemilikan lahan untuk investor. 14. Melaksanakan patroli berjadwal yang rutin oleh pihak Taman Nasional bekerjasama dengan Pemerintah Daerah, untuk mengurangi kegiatan pemanfaatan SDA yang bersifat destruktif yang dilakukan masyarakat. 15. Desiminasi peraturan pemerintah dan peraturan adat kepada masyarakat Wakatobi untuk mengurangi kerusakan alam yang diakibatkan oleh kegiatan manusia. 16. Membentuk forum bersama (pemerintah, Taman Nasional, tokoh dan kelompok masyarakat) untuk secara periodic melakukan harmonisasi program dari berbagai pihak, dalam upaya mengoptimalkan pengelolaan pembangunan berkelanjutan di Wakatobi. 17. Memperbaiki jaringan transportasi dari dan ke Wakatobi baik udara, maupun laut untuk meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan ke Wakatobi. a. Memfasilitasi penyediaan sarana transportasi yang aman, nyaman dan terjangkau dengan jadwal yang tetap. b. Memfasilitasi dan mengawasi pemeliharaan sarana transportasi yang telah tersedia. 18. Memprioritaskan pembangunan infrastruktur dan perbaikan fasilitas seperti air dan listrik. 19. Menyusun dan menerapkan program pelatihan kepada masyarakat lokal untuk meningkatkan kulitas dalam bidang pelayanan publik. 20. Menyusun program pelatihan IT kepada SDM di Wakatobi untuk meningkatkan teknik promosi pariwisata yang berbasis tehnologi informasi.
Laporan Akhir
117
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
21. Menyusun kebijakan bersama antara Taman Nasional dan Pemerintah Daerah untuk program penelitian di kawasan Taman Nasional Wakatobi, agar hasil penelitian berdaya guna bagi pembangunan dan masyarakat Wakatobi. 22. Sosialisasi hasil penelitian kepada masyarakat luas, untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat untuk membantu program konservasi sumber daya alam Wakatobi sebagai asset pariwisata. 23. Membuat kios informasi pariwisata Wakatobi di jalur pintu masuk, seperti bandara udara Hasanudin di Makasar, bandara udara Soekarno Hatta di Jakarta, pelabuhan Bau-bau, Kendari dan Bali. 24. Pengembangan kegiatan pariwisata di Wakatobi harus dijaga agar sesuai prinsip prinsip ekowisata, dan tidak berkembang kearah pariwisata massal. a. Menyusun kebijakan bagi pembangunan sarana prasarana pariwisata, agar tetap bersifat ramah lingkungan. b. Menyusun kebijakan tentang standar pelayanan wisata bagi seluruh pengusaha pariwisata. c. Memfasilitasi masyarakat untuk dapat mengembangkan bisnis pariwisata berskala kecil maupun menengah, dengan pelayanan berkualitas internasional. Bentuk fasilitas ini dapat berupa pelatihan pariwisata terhadap masyarakat, ataupun kemudahan peminjaman modal lunak untuk membuka usaha. d. Menanamkan keyakinan pada masyarakat bahwa alam Wakatobi merupakan aset pariwisata yang luar biasa besar, sehingga harus dijaga kelestariannya. e. Melakukan sosialisasi kepada masyarakat untuk meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pariwisata yang berwawasan konservasi. 25. Memasukkan pendidikan konservasi sebagai salah satu kurikulum wajib di sekolahsekolah di Wakatobi. 26. Rehabilitasi terumbu karang, sebagai usaha perlindungan terhadap aset utama pariwisata Wakatobi. a. Menawarkan program adopsi terumbu karang kepada wisatawan penyelam, sebagai bagian dari atraksi wisata. b. Mengadakan kegiatan transplantasi karang secara terus-menerus, dan mewajibkan seluruh pengusaha wisata selam untuk berpartisipasi. c. Menawarkan program tanam mangrove kepada wisatawan, sebagai bagian dari atraksi wisata, serta untuk mengurangi terjadinya abrasi. 27. Penambahan fasilitas pengawasan di kawasan Taman Nasional. a. Penyediaan sarana pengawasan yang layak (speed boat, sirine, senjata) dan jumlah yang mencukupi bagi petugas pengawas, agar kegiatan patroli dapat dilaksanakan secara menyeluruh di wilayah TN Wakatobi. Laporan Akhir
118
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
b. Peningkatan kapasitas petugas pengawas, agar kegiatan pengawasan dapat berjalan secara lebih efektif. 28. Tersedianya sarana kesehatan yang memadai merupakan salah satu pertimbangan bagi wisatawan untuk berkunjung ke lokasi wisata. Untuk itu perlu dipertimbangkan: a. Dibangunnya Rumah Sakit 24 jam dengan fasilitas yang memadai untuk menangani pasien gawat darurat; khususnya fasilitas ‘chamber’ agar dapat berfungsi dengan baik dan siap setiap saat untuk digunakan apabila ada penyelam yang mengalami dekompresi. b. Peningkatan kualitas tenaga kesehatan, agar fasilitas kesehatan yang sudah tersedia dapat dipergunakan secara optimal. c. Dibentuknya organisasi penjaga pantai, untuk menjaga keamanan wisatawan di wilayah pantai. d. Pembekalan mengenai prosedur penyelamatan dalam aktivitas air, terhadap para penjaga pantai.
Laporan Akhir
119
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
BAB 4
RUMUSAN VISI DAN MISI PENGELOLAAN PARIWISATA WAKATOBI 4.1 Visi Pengelolaan Pariwisata Wakatobi Visi adalah suatu penjelasan tentang kondisi ideal yang diinginkan di masa yang akan datang untuk kawasan sebagai titik tujuan pengembangan akan dilakukan. Oleh karena perwujudannya membutuhkan waktu dan mempengaruhi banyak pihak;maka sebaiknya visi dirumuskan dan disepakati oleh seluruh pihak yang berkepentingan dalam pengembangan pariwisata Wakatobi.Penyusunan visi pengembangan pariwisata Wakatobi dilakukan dengan mempertimbangkan visi dan misi pengembangan kepariwisataan dalam dokumen perencanaan pariwisata, yaitu RPJMD Kabupaten Wakatobi, Master Plan TN Wakatobi, Rippda Kabupaten Wakatobi yang ringkasannya dapat dilihat dalam tabel 4.1 berikut; masukan dari Joint Program WWF-TNC; masukan dari kelompok-kelompok masyarakat dalam forum pertemuan dan diskusi. Tabel 4.1 Ringkasan Berbagai Visi Pengembangan Pariwisata Wakatobi RPJMD Kabupaten Wakatobi
Wakatobi sebagai surga nyata bawah laut di jantung segitiga karang dunia
Master Plan TN Wakatobi Pariwisata yang mendukung pembangunan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistem, pengembangan pariwisata yang berbasis konservasi, potensi budaya lokal dan pemberdayaan masyarakat
RIPPDA Kab. Wakatobi
Wakatobi sebagai tujuan wisata ekologi (s) (ecotourism) dunia
Joint Program WWF-TNC
Pemberdayaan masyarakat dan konservasi
Sumber :hasil analisis, Indecon 2013
Berdasarkan hasil kajian dan diskusi dengan para pihakkepariwisataan Wakatobi, maka dirumuskan usulan visi pengelolaan pariwisata Wakatobi adalah sebagai berikut :
Wakatobi sebagai destinasi pariwisata ekologis yang mendunia, berbasis alam dan budaya bahari pada tahun 2018 Penjelasan dari beberapa kata kunci di dalam visi tersebut adalah sebagai berikut: a. Pariwisata ekologis Pariwisata ekologis adalah pariwisata yang bertanggung jawab, dan mampu meningkatkan kepuasan pengunjung sekaligus memberikan dampak nyata dalam peningkatan
Laporan Akhir
120
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
kesejahteraan masyarakat melalui pelibatan masyarakat lokal; serta berkontribusi dalam konservasi lingkungan hidup (alam dan budaya). b. Cagar Biosfer Cagar Biosfer adalah kawasan konservasi ekosistem daratan atau pesisir yang diakui oleh program Man and Biosfer (MAB) – UNESCO untuk mempromosikan keseimbangan hubungan antara manusia dan alam.Cagar Biosfer melayani perpaduan fungsi kontribusi konservasi, lansekap, ekosistem, jenis, dan plasma nutfah; mempercepat pembangunan berkelanjutan; mendukung penelitian, pemantauan, pendidikan dan pelatihan yang terkait dengan masalah konservasi6. c. Budaya bahari Budaya bahari adalah seluruh budaya yang masih sangat kuat berorientasi kepada bahari, baik meliputi aktifitas kehidupan sehari-hari masyarakat, kesenian, adat istiadat, bangunan, dan situs. d. Alam Alam adalah seluruh ekosistem di kawasan Wakatobi yang memiliki nilai keunikan dan kelangkaan sehingga berpotensi sebagai daya tarik wisata, yaitu hutan, karst, goa, danau, pesisir, mangrove, padang lamun, dan terumbu karang. e. Dunia Dunia merupakan sasaran yang ingin dicapai sektor pariwisata Wakatobi dalam kurun waktu 5 (lima) tahun kedepan (2018). Target ini dimaksudkan untuk mendorong para pihak untuk terlibat dalam meningkatkan kualitas destinasi. 4.2 Misi Pengelolaan Pariwisata Wakatobi Misi adalah langkah-langkah yang dilakukan para pihak untuk mengatasi isu-isu strategis dalam upaya mencapai visi. Misi pengelolaan pariwisata Wakatobi yang diturunkan dari visi pada subbab 4.1, dirumuskan sebagai berikut : 6. Mengembangkan pengelolaan pariwisata yang partisipatif 7. Mengutamakan distribusi manfaat bagi masyarakat dan peningkatan ekonomi lokal 8. Mengutamakan konservasi sumber daya alam dan kekayaan budaya 9. Meningkatkan daya saing Wakatobi sebagai destinasi pariwisata dunia 10. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia
6
Sumber: http://www.mab-indonesia.org
Laporan Akhir
121
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
BAB 5
KONSEP PENGEMBANGAN PARIWISATA Pengembangan pariwisata Wakatobi harus diupayakan agar sejalan dengan konsep dan prinsip pembangunan berkelanjutan, mengingat Kabupaten Wakatobi merupakan gugusan pulau-pulau kecil yang relatif rentan secara ekosistem, maka pengembangan pariwisatanya perlu menerapkan kaidah-kaidah sebagai berikut: 1. Pengembangan pariwisata harus berorientasi jangka panjang dan terintegrasi, sehingga tidak hanya memanfaatkan, akan tetapi sekaligus melestarikan sumber daya alam dan budaya yang menjadi daya tarik wisata agar memberikan manfaat luas kepada masyarakat. 2. Pengembangan pariwisata agar sesuai dengan karakter wilayah, kondisi lingkungan, dan konteks sosial budaya. 3. Pengembangan pariwisata diharapkan menciptakan keselarasan, yaitu menciptakan hubungan timbal balik yang saling menguntungkan dan saling menghargai nilai-nilai sosial, melalui sinergitas antara kebutuhan wisatawan dan penyedia layanan oleh pelaku wisata atau masyarakat lokal. 4. Pengembangan pariwisata memperhitungkan daya dukung sumber daya pariwisatanya, serta menerapkan prinsip 3R (reduce, reuse, dan recyle) dalam mencapai efektifitas. 5. Pengelolaan kegiatan pariwisata yang adaptif, memperhatikan dan tanggap terhadap perubahan yang terjadi pada lingkungan sekitar, termasuk dari sisi permintaan (pasar) dan penawaran (produk). Kaidah-kaidah di atas seyogyanya menjadi prinsip utama bagi semua pihak, termasuk pemerintah daerah, pelaku wisata, dan masyarakat dalam pengembangan pariwisata.Penyusunan rencana pengelolaan pariwisata ini merupakan salah satu upaya untuk mencapai visi pengembangan pariwisata berkelanjutan di Wakatobi tersebut. Karakter wilayah dan kondisi lingkungan merupakan tantangan tersendiri bagi Wakatobi.Pengembangan Wakatobi sebagai suatu destinasi yang berfungsi baik dan bernilai tinggi membutuhkan peran dari semua pihak, terutama karena banyak elemen yang mutlak diperlukan oleh pariwisata membutuhkan peran pemerintah, seperti pembangunan sarana transportasi; dan besarnya sumber daya yang dibutuhkan untuk pembangunan itu sendiri. Kemitraan dengan multi pihak dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk, antara lain: membentuk forum pengembangan pariwisata atau membentuk dan membina kerjasama swasta dengan masyarakat. Dalam
Laporan Akhir
122
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
pelaksanaannya perlu didukung oleh kebijakan-kebijakan pemerintah yang menunjang penerapan program-program yang telah disusun. Konsep pengembangan pariwisata di Wakatobi didasarkan pada beberapa pendekatan, diantaranya: e. Peningkatan Daya Saing Daya tarik wisata, khususnya ekosistem bawah laut dan budaya bahari lokal merupakan potensi pariwisata/kelebihan (comparative advantages). Oleh karena itu pengembangan pariwisata didorong sebagai sebuah proses untuk membuat potensi pariwisata tersebut sebagai nilai lebih (added value) agar dapat bersaing dengan destinasi lain. f. Pelibatan Masyarakat Potensi sumber daya laut yang menjadi daya tarik utama, juga merupakan sumber utama masyarakat Wakatobi yang berprofesi sebagai nelayan.Pengembangan pariwisata di arahkan agar melibatkan masyarakat sejak perencanaan serta mendorong para pelaku wisata dan pemerintah untuk bekerjasama dengan masyarakat, termasuk upaya peningkatan kapasitas dan pengelolaan daya tarik atau usaha mikro sebagai penunjang pariwisata. g. Konservasi Lingkungan Kualitas lingkungan hidup merupakan asset utama Wakatobi dan sekaligus syarat mutlak untuk keberlanjutan pariwisata.Pengembangan pariwisata didorong untuk menjamin keberlanjutan upaya-upaya konservasi lingkungan dan memberikan nilai lebih dari konservasi itu sendiri bagi masyarakat. h. Peningkatan Perekonomian lokal Pengembangan pariwisata di Wakatobi diarahkan untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat disekitar daya tarik dan sekaligus meningkatkan pendapatan daerah dari sektor pariwisata. Sesuai dengan pendekatan di atas, maka konsep pengembangan pariwisata di Wakatobi dapat diarahkan pada beberapa konsep pengembangan, yaitu: 7. Konsep Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat 8. Konsep Penyelarasan Pariwisata dengan Konservasi Lingkungan Alam dan Budaya 9. Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas dan Resor 10. Konsep Peningkatan Daya Saing Produk dan Pelayanan 11. Konsep Pengembangan Jejaring dan Dukungan Bisnis 12. Konsep Pengelolaan Pariwisata Multi Pihak Konsep no 1, 2, 3, dan 5 akan memberikan gambaran dan warna seperti apa pariwisata yang akan dikembangkan; sementara peningkatan daya saing produk dan pelayanan Laporan Akhir
123
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
adalah hal yang mutlak diperlukan untuk menjawab tantangan pasar. Sementara pengelolaan pariwisata multi pihak dirasakan sebagai konsep yang paling cocok untuk mewadahi keragaman dan dinamika pelaku pariwisata di Wakatobi. Berikut penjabaran dari 4 (empat) konsep utama pengembangan pariwisata di Wakatobi: 1. Konsep Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat Pengembangan pariwisata berbasis masyarakat mengutamakan masyarakat di sekitar daya tarik sebagai pelaku utama dan juga penerima manfaat terbesar dari kegiatan pariwisata.Karakter wilayah Wakatobi sebagai pulau-pulau kecil, memiliki ciri khas dimana masyarakat sangat bergantung pada sumber daya alam sekitarnya untuk memenuhi dasar kehidupan.Oleh karena itu hubungan masyarakat dengan sumber daya laut dan daratan sangatlah kuat. Di sisi lain pariwisata juga bergantung pada sumber daya alam laut dan darat, dengan demikian antara masyarakat dan wisatawan memiliki ketergantungan pada sumber daya yang sama. Oleh karena itu konsep pengembangan pariwisata berbasis masyarakat merupakan salah satu konsep yang bisa dikembangkan di Wakatobi. Sebaliknya, jika masyarakat sebagai penerima manfaat dari kegiatan pariwisata, maka diharapkan secara moral masyarakat juga akan berpartisipasi dalam upaya melestarikan sumber daya alam laut dan darat sebagai sumber kehidupan mereka dan sekaligus sebagai aset pariwisata. Dalam hal ini kegiatan pariwisata memberikan nilai tambah (added value) kepada sumber daya alam laut dan darat, sehingga mampu memberikan pendapatan tambahan bagi masyarakat.Jika hubungan ini dipelihara dengan baik, maka kegiatan pariwisata dapat berjalan selaras dengan kegiatan harian masyarakat. Pelibatan masyarakat sebaiknya dilakukan sejak tahapan perencanaan hingga implementasi program, dengan pendampingan dan bantuan tenaga teknis dari pihak pemerintah maupun akademisi serta LSM.Perencanaan disusun melalui pendekatan partisipatif, sehingga masyarakat mempunyai rasa kepemilikan yang tinggi terhadap hasil perencanaan. Dengan demikian masyarakat akan berpartisipasi secara aktif di dalam mensukseskan rencana kerja yang telah disusun. Disisi lain, pada pengembangan konsep pariwisata berbasis masyarakat, semua pihak baik masyarakat, pemerintah dan juga pendamping masyarakat haruslah mengerti betul tentang pendekatan partisipatif. Konsep partisipatif dimaksudkan untuk meningkatkan rasa memiliki (ownership), dimana semua pihak berkontribusi secara mandiri sesuai kemampuannya.Partisipasi masyarakat dalam pengelolaan pariwisata berbasis masyarakat, setidaknya dapat memperhatikan beberapa tolok ukur agar konsep partisipasi yang dilaksanakan dapat dikatagorikan sebagai partisipasi yang sesungguhnya. Tolok ukur tersebut diantaranya: Adanya akses dan kontrol masyarakat terhadap kegiatan pariwisata yang dikelola di daerahnya. Laporan Akhir
124
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Adanya manfaat langsung dan tidak langsung dari kegiatan pariwisata. Adanya komunikasi yg baik dan berbagi pengalaman antara masyarakat dan atau antara masyarakat dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Adanya peraturan dan kebijakan yang disusun berdasarkan musyawarah masyarakat baik untuk tata kelola organisasi, termasuk pengelolaan keuangan hasil kegiatan, distribusi keuntungan, distribusi kesempatan, pengaturan untuk perbedaan pandangan dan kepentingan, pengaturan kerjasama denga pihak luar serta pengaturan pengunjung. Adanya kemampuan teknis masyarakat untuk mengelola kegiatan pariwisata yang berkualitas.
Selain itu semua pihak juga perlu memahami tingkatan partisipasi, karena seringkali tahapan sosialisasi sudah dikatagorikan sebagai tahapan partisipasi yang sesungguhnya. Sementara beberapa tingkatan partisipasi dapat dilihat sebagai berikut: Tingkat 1. Pengumpulan informasi (Information gathering): merupakan tingkatan paling rendah, dimana masyarakat secara perorangan menjawab pertanyaan yang diajukan. Tingkat 2. Konsultasi (Consultation): Merupakan tingkat yang lebih tinggi dari tingkat pengumpulan data, dimana masyarakat baik perorangan maupun kelompok, berkosultasi menjawab pertanyaan, memberikan pendapat melalui sebuah pertemuan. Komunikasi dua arah, akan tetapi masyarakat tidak ikut dalam pengambilan keputusan. Tingkat 3. Konsiliasi dan kemitraan (Conciliation and Partnership): Merupakan tingkatan yang lebih tinggi lagi, seperti halnya tahap konsultasi, akan tetapi masyarakat ikut dalam proses pengambilan keputusan sebagai rekomendasi atau kesepakatan akhir melalui fasilitasi atau kemitraan dengan pihak lain. Tingkat 4. Mobilisasi dengan kemauan sendiri (self-mobilization): Merupakan tingkat yang tinggi dalam partisipasi, dimana masyarakat mengambil inisiatif sendiri.Masyarakat memegang kontrol atas jalannya pertemuan dan kesepakatan untuk pengambilan keputusan.Jika memerlukan bantuan fasilitasi pihak luar, biasanya masyarakat menentukan pihak yang diinginkan. 2. Konsep Pengembangan Jejaring dan Dukungan untuk Kelompok Masyarakat Kondisi fisik dan akses Wakatobi juga sangat mempengaruhi pasar pariwisata.Aksesibilitas dari udara lebih banyak melayani pengunjung kelas menengah ke atas karena berbiaya tinggi, sementara akses laut dapat melayani pengunjung kelas menengah ke bawah, namun memiliki kendala dari sisi waktu Laporan Akhir
125
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
yang memberikan keterbatasan. Hal ini perlu disadari oleh banyak pihak di Wakatobi, karena kondisi tersebut akan mempengaruhi wisatawan yang datang dan atau dijadikan target pasar. Beberapa kelompok pasar, seperti pelajar dan backpacker sangat rentan pada elemen harga.Dengan biaya tinggi, sangat sulit bagi produk masyarakat untuk menargetkan kelompok pasar ini.Sementara saat ini Wakatobi lebih banyak dikunjungi oleh wisatawan dengan tujuan menyelam, yang biasanya dikatagorikan sebagai wisatawan minat khusus dan memiliki kemampuan membayar yang baik.Namun demikian wisatawan selam tidak secara otomatis mempunyai ketertarikan pada produk wisata non selam seperti budaya atau kerajinan, seperti yang banyak dikembangkan masyarakat; kecuali kegiatan wisata tersebut dikombinasi dengan kegiatan wisata berbasis menyelam. Cara lain keterlibatan masyarakat adalah dengan mencari peluang untuk bekerja di berbagai sektor penunjang pariwisata, seperti penyedia jasa makanan, penyedia jasa transportasi darat maupun laut, jasa pemanduan dan sebagainya. Dalam hal ini berarti peluang terbesar bagi masyarakat dalam pariwisata adalah menyediakan jasa dan usaha pendukung yang bersifat mengikuti (follower) tren pasar yang ada. Artinya masyarakat lebih fokus pada ceruk pasar yang ada dan mengemas berbagai kegiatan wisata atau jasa usaha lain untuk mampu menarik wisatawan yang datang dengan tujuan utama yang lain. Di masa mendatang, ketika kapasitas kelompok masyarakat sudah meningkat (dalam hal teknis, pelayanan, manajerial, perencanaan, pemasaran, dan sebagainya) maka tidak mungkin kelompok masyarakat didorong untuk meningkatkan perannya. Konsep ini membutuhkan dua hal penting, yaitu: Pengembangan jejaring Kelompok masyarakat harus membina hubungan bisnis dengan pelaku lain di sektor pariwisata; baik dengan biro perjalanan wisata dan pemandu (khususnya bagi kelompok yang menjual paket wisata), hotel dan penginapan (khususnya bagi kelompok yang menjual pasokan makanan), dan sebagainya. Pemberian dukungan bagi kelompok masyarakat Peningkatan kapasitas bagi masyarakat di bidang pariwisata mulai dari pemahaman pariwisata, penerapan sapta pesona, pemanduan, kelembagaan, bisnis pariwisata, pengelolaan keuangan mikro, pengelolaan pengunjung, termasuk pengelolaan dampak negatif sebagai akibat kegiatan pariwisata serta kontribusi terhadap kegiatan pelestarian sumber daya alam dan budaya sangat diperlukan. Selain itu, dukungan keuangan seperti akses kepada lembaga keuangan dan pemberian mikro kredit dengan suku bunga
Laporan Akhir
126
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
rendah) juga sangat dibutuhkan agar kelompok masyarakat dapat membangun jasa usaha yang professional dan berkualitas. 3. Konsep Penyelarasan Pariwisata dengan Konservasi Lingkungan Berbasis Masyarakat Keterlibatan masyarakat dalam berbagai program konservasi lingkungan harus didorong agar masyarakat tidak hanya menjadi obyek dari program (misalnya: penerima informasi, penerima bantuan, dan sebagainya) tetapi terlibat sebagai subyek atau pelaku dari program konservasi. Tentu saja hal ini harus disesuaikan dengan kapasitas masyarakat tersebut; dan jika memungkinkan dibarengi dengan program peningkatan kapasitas.Keterlibatan masyarakat secara aktif dalam konservasi adalah salah satu kunci keberlanjutan dari konservasi itu sendiri.Hal ini adalah elemen yang sangat penting dan merupakan nilai lebih (competitive advantage) dari suatu destinasi. Lebih lanjut, kegiatan konservasi lingkungan berbasis masyarakat ini merupakan salah satu nilai jual (selling point) bagi destinasi; ketika wisatawan diajak untuk ikut terlibat bersama masyarakat dan fasilitator dalam berbagai kegiatan konservasi. Kegiatan konservasi yang dilakukan berkesinambungan dan melibatkan masyarakat terbukti di destinasi lain jauh lebih menarik dibanding kegiatan konservasi yang dilakukan kali tertentu saja. Hal ini juga di dorong adanya perubahan paradigma berlibur baik dari wisatawan mancanegara maupun wisatwan nusantara kelas menengah ke atas.Perubahan paradigma ini salah satunya adalah lebih memilih kegiatan Pariwisata yang tidak merusak lingkungan serta memberikan aspirasi lebih kepada usaha masyarakat yang berkontribusi pada upaya pelestarian sumber daya alam maupun budaya. Dalam aplikasinya wisatawan lebih memilih kegiatan wisata yang bisa berinteraksi langsung dengan masyarakat, karena akan memberikan pengalaman yang akan memperkaya hidupnya. Peluang ini tentunya terbuka luas diWakatobi, karena kesadaran masyarakat akan kegiatan konservasi sudah cukup baik, atas dedikasi bimbingan WWF dan joint program selama lebih dari 10 tahun. Kedasaran dan upaya konservasi ini merupakan modal sosial yang kuat untuk mengembangkan kegiatan-kegiatan konservasi sebagai daya tarik Pariwisata. Salah satu contoh di Wakatobi adalah kegiatan Proyek Wallacea, dimana setiap tahunnya puluhan bahkan ratusan sukarelawan bersedia membayar untuk membantu kegiatan konservasi, seperti penelitian terumbu karang, membantu masyarakat dalam kegiatan perikanan maupun berinteraksi dengan masyarakat untuk ikut dalam kegiatan sehari-hari. Peluang ini sebenarnya terbuka luas bagi masyarakat untuk menata informasi dan mengemas kegiatan untuk dijadikan daya tarik wisata, sekaligus mengembangkan nilai manfaatnya melalui kegiatan Pariwisata.Peluang yang kemudian dapat dikembangkan juga adalah menghidupkan kembali cara-cara tradisional masyarakat dalam memanfaatkan sumber daya alam Laporan Akhir
127
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
laut secara lestari.Hal ini menjadi kegiatan yang disukai wisatawan karena mempelajari kearifan lokal masyarakat wakatobi dalam mengelola sumber daya alamnya. 4. Konsep Pariwisata Berbasis Resor Konsep pariwisata berbasis resor merupakan salah satu tipe pengembangan yang dapat diimplementasikan di Kabupaten Wakatobi.Saat ini Wakatobi telah pula menerapkan pola ini dengan adanya investor dari luar negeri serta investor dari Kabupaten.Konsep ini dapat diterapkan karena sesuai dengan karakteristik dan kondisi lokasi, serta sesuai dengan visi pariwisata yang ditetapkan, dimana pariwisata Wakatobi dikembangkan untuk dikenal dunia.Hal ini mengartikan bahwa kualitas pariwisata yang ditawarkan haruslah memiliki kualitas internasional, baik dari sisi kualitas sumber daya alam dan budaya, kualitas pelayanan dan kegiatan maupun kualitas fasilitas pariwisata yang dibangun.Salah satu isu strategis adalah mahalnya bahan bangunan, sehingga pembangunan fasilitas pariwisata yang baik memerlukan investasi yang besar pula, dan hal ini tentunya kecil kemungkinan mendapatkan investasi dari investor dari dalam Kabupaten untuk menerapkan sesuai dengan standar internasional. Namun demikian konsep pariwisata berbasis resor juga harus diikuti oleh kebijakan dari Pemerintah daerah, agar pembangunannya dapat dikontrol dan tidak menimbulkan dampak negatif baik lingkungan maupun sosial budaya.Oleh karena itu, dimanapun sebuah resor direncanakan, maka harus dilakukan kajian dampak sosial ekonomi dan budaya masyarakat sekitar, serta kajian konservasi lingkungan (seperti analisis dampak lingkungan, analisis daya dukung lingkungan, dan sebagainya).Pemerintah daerah dapat menyusun peraturan-peraturan yang mengatur hal-hal ini. Beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam pengembangan konsep pariwisata berbasis resor adalah: a) Menentukan zona pengembangan, sesuai dengan zona pariwisata yang telah ditetapkan dalam RTRW dan zona Taman Nasional. b) Menyusun kebijakan tentang investasi pariwisata, dengan mempertimbangkan hal-hal tentang daya dukung lingkungan, kontribusi terhadap pelestarian sumber daya alam laut dan darat, presentase pelibatan dan membuka kesempatan kerja bagi masyarakat sekitar lokasi, klausul tentang bisnis yang tidak bersifat monopoli; mengatur hal-hal tentang akses bagi masyarakat terhadap laut sebagai mata pencaharian utama. c) Menyusun klausul yang mengatur investor agar tidak menguasai daya tarik bawah laut tertentu, karena daya tarik wisata bawah laut merupakan kawasan publik yang dapat digunakan oleh semua pihak. Namun investor bekerjasama
Laporan Akhir
128
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
dengan pemerintah dan masyarakat berkontribusi menjaga keutuhan daya tarik dari kegiatan-kegiatan yang bersifat merusak. d) Menyusun pengaturan penerimaan pendapatan daerah dari investasi resor. e) Menyusun petunjuk teknis pelaksanaan pengembangan resor. Pada dasarnya pengembangan konsep pariwisata berbasis resor diimplementasikan sebagai bagian yang tidak terlepaskan dari mekanisme pembangunan konsep pariwisata berbasis masyarakat. Artinya pembangunan pariwisata berbasis resor harus mendukung keterlibatan sebanyak mungkin masyarakat dan tidak sebaliknya membatasi peluang serta akses masyarakat ke kawasan daya tarik.Pada dasarnya kombinasi konsep pariwisata berbasis resor dan pariwisata berbasis masyarakat dirasakan tepat untuk di implementasikan di Kabupaten Wakatobi, guna meningkatkan percepatan pembangunan pariwisata ekologis di Wakatobi. 5. Konsep Peningkatan Daya Saing Produk dan Pelayanan Seperti dijelaskan pada bab-bab sebelumnya dan dalam mencapai visi Pariwisata Wakatobi, maka konsep peningkatan daya saing sangat penting untuk diterapkan.Konsep ini sebagai konsekwensi logis dari pembangunan sektor pariwisata, dimana sektor pariwisata untuk diakui secara internasional dituntut untuk mengembangkan dan menerapkan standar minimum untuk produk wisata, pelayanan Pariwisata serta fasilitas Pariwisata. Dalam visi Pariwisata Wakatobi, telah dirumuskan untuk mengembangkan Pariwisata ekologis (ecotourism), artinya standar yang dikembangkan untuk produk, pelayanan dan fasilitas harus memperhatikan prinsip-prinsip pariwisata ekologis, yaitu ramah lingkungan, ramah masyarakat dan ramah wisatawan. Konsep ini juga memberikan arahan dalam penyusunan produk dan pelayanan wisata yang harus memperhatikan produkproduk sejenis dari pesaing di tingkat propinsi, nasional dan internasional yang memiliki pangsa pasar yang sama. Standar minimum yang dikembangkan akan lebih menjamin kualitas produk dan pelayanan wisata, sehingga memberikan garansi pada wisatawan bahwa pelayanan yang diberikan di satu daya tarik dan daya tarik lainnya memiliki standar minimum yang sama. Penerapan konsep ini juga perlu dibarengi dengan kebijakan di tingkat Kabupaten. Saat ini, secara nasional Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif telah mengeluarkan beberapastandard tingkat nasional7 dalam bidang kepariwisataan, khususnya untuk sub sektorbiro perjalanan wisata; spa; Restoran, Bar dan Jasa Boga Bidang Industri Jasa Boga; Pimpinan Perjalanan Wisata; Kepemanduan Wisata Selam; Kepemanduan Wisata; Kepemanduan Museum; Kepemanduan Ekowisata; dan Kepemanduan Arung Jeram.Pemerintah daerah dapat mengacu kepada standard nasional ini dan mengembangkan standar minimum pelayanan sesuai dengan kondisi lokal. 7
http://www.parekraf.go.id
Laporan Akhir
129
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
6. Konsep Pengelolaan Pariwisata Multi Pihak Konsep ini dibutuhkan mengingat Wakatobi merupakan kawasan pulau-pulau dengan dengan berbagai stakeholder serta akses terbuka sehingga memerlukan sistem dan mekanisme pemantauan yang bersifat jejaring.Konsep ini ditujukan untuk mendorong pengelolaan pariwisata yang lebih transparan, dimana destinasi Pariwisata juga membutuhkan tata kelola yang baik serta akuntabel. Konsep ini mengharuskan adanya Forum multipihak (pemerintah, swasta, perwakilan masyarakat, akademisi) yang akan berperan memberikan arah, mendorong kebijakan pemerintah, harmonisasi kegiatan dari para pihak yang berkepentingan, melakukan pencitraan destinasi, membuka peluang-peluang investasi serta memastikan pihak-pihak yang berkepentingan menerapkan perencanaan yang telah disusun. Konsep Pengelolaan Pariwisata Multi pihak pada kawasan yang memiliki kemampuan tinggi secara politik dan implementasi, biasanya pelaksanaannya hingga pembentukan lembaga pengelolaan di tingkat destinasi.Namun jika kemampuan para pihak masih dalam tahapan yang terbatas, karena biasanya untuk memenuhi konsekwensi logis lainnya yaitu pendanaan untuk keberlanjutan forum seringkali mendapatkan hambatan, maka konsep dapat diterapkan dalam tahapan yang mampu di implementasikan oleh para pihak di tingkat Kabupaten.Sebagai contoh jika Forum Pengembangan Pariwisata Wakatobi dibentuk dan terdiri dari berbagai pihak kepentingan, maka peranannya adalah sebagai pendorong dan menstimulasi pergerakan pembangunan Pariwisata searah dengan hasil perencanaan.
Laporan Akhir
130
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
BAB 6
STRATEGI, PROGRAM, DAN KEGIATAN PENGEMBANGAN PARIWISATA Sesuai dengan konsep pengembangan yang diuraikan di atas serta untuk mencapai visi dan misi serta melaksanakan konsep pengembangan pariwisata tersebut, maka disusunlah beberapa strategi pengembangan sebagai berikut: Konsep Pengembangan Pariwisata Berbasis Masyarakat Strategi 1. Mendorong keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata Strategi 2. Mengembangkan sistem pengelolaan daya tarik wisata berbasis kelompok masyarakat Konsep Penyelarasan Pariwisata dengan Konservasi Lingkungan Alam dan Budaya Strategi 3. Mendorong pengembangan Pariwisata yang berkontribusi pada konservasi lingkungan alam dan binaan Strategi 4. Mengembangkan produk wisata yang berkontribusi pada konservasi lingkungan alam dan budaya Strategi 5. Mengembangkan fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap lingkungan, hemat penggunaan SDA, dengan menggunakan teknologi tepat guna Konsep Pengembangan Kawasan Prioritas dan Resor Strategi 6. Mengembangkan kawasan-kawasan prioritas pengembangan pariwisata Strategi 7. Mendorong pengembangan resor wisata oleh sektor swasta Konsep Peningkatan Daya Saing Produk dan Pelayanan Strategi 8. Mengembangkan sarana, prasarana serta fasilitas pariwisata dan penunjang pariwisata sesuai dengan target pasar Strategi 9. Meningkatkan kapasitas sumber daya manusia baik di lingkup industri, pemerintah, dan kelompok masyarakat Konsep Pengembangan Jejaring dan Dukungan Bisnis Strategi 10. Memfasilitasi pembentukan hubungan bisnis antara kelompok dan industri pariwisata skala lokal
Laporan Akhir
131
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Strategi 11. Memberikan dukungan bisnis bagi industri pariwisata skala lokal dan kelompok masyarakat Strategi 12. Mengembangkan sistem informasi pariwisata Strategi 13. Mengembangan sistem pemasaran yang inovatif sesuai target pasar Konsep Pengelolaan Pariwisata Multi Pihak Strategi 14. Membangun sistem pengelolaan destinasi pariwisata dengan kolaborasi multi pihak Penjabaran dari program tersebut dapat dilihat pada Tabel 6.1 berikut.
Laporan Akhir
132
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 6.1 Indikasi Program dan Kegiatan DURASI NO
1 i ii iii Iv
V Vi
Vii viiii
INDIKATOR PROGRAM
KEGIATAN
Membangun sistem pengelolaan pariwisata yang mendorong kolaborasi multi pihak Terbentuknya Forum Pengembangan Pariwisata Workshop pembentukan Forum Wakatobi. Pengembangan Pariwisata Wakatobi. Terbentuknya Badan Promosi Pariwisata Daerah Sosialisasi pengurus dan Program BPPD ( Badan Promosi Pariwisata Daerah) Tersosialisasinya pengurus dan program Perhimpunan Sosialisasi Pengurus dan Program PHRI Hotel dan Restoran Indonesia cabang Wakatobi Wakatobi di masyarakat. Pembentukan organisasi multi pihak untuk Workshop seluruh stakeholders kepariwisataan pengembangan pariwisata (yang berfungsi sebagai Wakatobi penggerak dan harmonisasi program para pihak) Adanya Sinergitas dan harmonisasi program antar Rapat koordinasi rutin antar instansi dan pihak instansi/stakeholders
PIC
20 14
20 15
LWG DMO Wakatobi Disbudpar Kabupaten Disbudpar Kabupaten Disbudpar Kabupaten Disbudpar DMO, JP
Kabupaten,
Disbudpar,DMO,JP,BTNW
Pendampingan Masyarakat dalam pengelolaan LWG DMO Wakatobi pariwisata Adanya kemitraan antar lembaga terkait untuk Workshop peningkatan kualitas pelayanan Tim DMO Wakatobi meningkatkan kualitas pelayanan transportasi udara transportasi udara, darat dan laut dan laut Adanya Integrasi daya dukung lingkungan dalam Sosialisasi daya dukung lingkungan ke Disbudpar, BLH, TNW, pengembangan pariwisata stakeholders terkait Kehutanan, DKP Penerapan pengelolaan yang adaptif Workshop penyusunan sistem tata kelola Disbudpar , BLH, LWG Pariwisata Wakatobi. Pertemuan dan monitoring kegiatan Disbudpar , BLH, LWG pengelolaan kepariwisataan Wakatobi Pemutakhiran data dasar pariwisata Disbudpar , BLH, LWG
Laporan Akhir
133
20 16
20 17
2 0 1 8
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2
Mengembangkan produk dan pelayanan pariwisata yang berdaya saing dan berkontribusi terhadap Disbudpar Kab. Wakatobi, konservasi lingkungan (alam dan budaya) asosiasi industri pariwisata (ASITA, PHRI, HPI) Workshop penyusunan standar minimum DMO Wakatobi, JP produk dan pelayanan Pariwisata ekologis
I
Adanya standar produk dan pelayanan Pariwisata
Ii
Iii Iv 3 I
Ii
Menyusun kode etik untuk wisatawan dan standar operasi prosedur untuk pengelola dan pemandu (yang lalu disosialisasikan melalui media informasi - point 6) Menyusun paket wisata ekologis berbasis masyarakat Menyusun paket wisata ekologis berbasis budaya bahari Diversifikasi produk pariwisata alam di daratan dan Menyusun paket wisata ekologis berbasis alam budaya bahari dan petualangan Mengembangkan cinderamata khas Wakatobi Mengemas kuliner khas Wakatobi untuk wisatawan Terselenggaranya “Event” Budaya yang berjadwal Peristiwa Budaya Tahunan di Daerah-daerah di Wakatobi Produk pariwisata yang berkontribusi terhadap Menyusun paket pariwisata berbasis konservasi konservasi lingkungan lingkungan Mendorong pengembangan sarana prasarana serta fasilitas pariwisata dan penunjang pariwisata Berkembangnya rumah inap (homestay) masyarakat Pengadaan dan pengembangan rumah inap (homestay) dan gazebo Adanya fasilitas penunjang
Laporan Akhir
Disbudpar, PHRI, HPI, DMO Wakatobi, Lembaga Sara Disbudpar ASITA
Kabupaten,
Disbudpar + Disperindag Disbudpar + PHRI Disbudpar Kabupaten ASITA, JP, LSM Disbudpar Disbudpar Kabupaten, Dinas Kehutanan, Dinas PU, Dinas Tata ruang, Dinas Tata ruang
Pembangunan pusat rekreasi masyarakat Peningkatan kualitas fasilitas restoran, kios, dan toilet di bandara dan pelabuhan Peningkatan kualitas fasilitas kesehatan dan Dinas Kesehatan, perbankan, khususnya di ibukota kecamatan terkait atau lokasi wisata
Bank
134
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
4
I
Ii
Iii
Iv
5
I
Mengembangkan fasilitas pariwisata yang berdampak rendah terhadap lingkungan, hemat penggunaan SDA, dengan menggunakan teknologi tepat guna Penerapan desain arsitektur berorientasi iklim membuat panduan sederhana tentang arsitektur berorientasi iklim dan didistribusikan pada saat pengajuan IMB Sosialisasi Panduan sederhana tentang arsitektur berorientasi iklim Mendorong pemakaian energi terbarukan kampanye hemat energi dan potensi energi terbarukan membuat model aplikasi teknologi energi terbarukan di fasilitas pariwisata Membuat kerjasama dengan perusahaan atau donor untuk aplikasi energi terbarukan Aplikasi teknologi tepat guna untuk penyediaan air Memperbaiki tandon air komunal dan bersih Mengembangkan sistem pengelolaan kolektif berbasis desa Melakukan studi kelayakan penyediaan sumber air bersih Aplikasi teknologi tepat guna untuk pengelolaan Kampanye pengelolaan sampah untuk limbah penyedia jasa usaha pariwisata Membangun fasilitas pengolahan limbah cair komunal Meningkatkan kapasitas SDM pariwisata yang berkualitas
Disbudpar Kab. Wakatobi, JP WWF-TNC, Balai TNW Dinas Tata ruang, BLH
Dinas Tata ruang, BLH LPTK
PDAM
Dinas Kebersihan
Disbudpar Kab. Wakatobi, Asosiasi industri pariwisata, JP Program peningkatan kapasitas SDM pariwisata dalam Bimbingan teknis pelayanan prima untuk Disbudpar Kabupaten pelayanan, pemanduan dan keselamatan penyedia jasa akomodasi dan restoran Bimbingan teknis pelayanan prima untuk Disbudpar Kabupaten penyedia jasa biro perjalanan wisata Bimbingan teknis kepemanduan untuk pemandu wisata Bimbingan teknis prosedur keselamatan bagi wisatawan untuk pemandu Laporan Akhir
135
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Bimbingan teknis pengembangan produk wisata Bimbingan kewirausahaan di bidang pariwisata Bimbingan teknis pengelolaan organisasi di daya tarik Bimbingan teknis keuangan mikro pada pengelola daya tarik. Bimbingan teknis sadar wisata dan implementasi sapta pesona Bimbingan teknis untuk pemandu selam (tingkat pemula, open water, dan berkelanjutan ) Bimbingan teknis perencanaan dan pengelolaan daya tarik Pariwisata. Bimbingan teknis penyusunan kebijakan di bidang Pariwisata. Bimbingan teknis konsep dan tahapan pengembangan Pariwisata berbasis masyarakat Bimbingan teknis pengelolaan organisasi (ASITA, PHRI, HPI) Sosialisasi pengelolaan fasilitas pariwisata bagi masyarakat
Ii
peningkatan kapasitas aparat pemerintah tentang pengelolaan pariwisata
Iii
Pengembangan kapasitas asosiasi pariwisata (ASITA, PHRI, HPI) Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan fasilitas pariwisata dan pengembangan produk pariwisata Lisensi dan sertifikasi kompetensi sumber daya Uji sertifikasi SDM pariwisata bekerjasama pariwisata dengan LSP Pariwisata Peningkatan kapasitas kelompok masyarakat untuk Bimbingan teknis penyusunan proposal mengakses modal dan pengelolaan keuangan Bimbingan teknis pengelolaan keuangan mikro Mengembangkan sistem pemasaran yang inovatif untuk mempromosikan destinasi dan produk pariwisata ditingkat nasional, regional dan internasional. Pengembangan strategi pemasaran Studi pasar pariwisata Wakatobi
Iv
V Vi 5 I
Disbudpar Kabupaten Disbudpar Kabupaten Disbudpar Kabupaten Disbudpar Kabupaten Disbudpar Kabupaten Disbudpar Kabupaten
Disbudpar Kab, Provinsi dan DMO Disbudpar Kab, Provinsi dan DMO Disbudpar Kab, Provinsi dan DMO Disbudpar Kab. Wakatobi Disbudpar Kab.Wakatobi, DMO, Perindakop, Dishub Kementerian Pariwisata BPKD Dinas Perindakop Disbudpar Kab. Wakatobi
Disbudpar Kab. dan Provinsi Penyusunan blue print pemasaran pariwisata Disbudpar Kabupaten +
Laporan Akhir
136
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Ii
Iii
Iv
6
I
Ii
Wakatobi Pencitraan Wakatobi sebagai destinasi ekologis dunia Promosi bersama pariwisata alam dan budaya bahari (tk provinsi, nasional, int'l) Pemilihan Duta wisata, Duta Karang dan Putri Bahtera Mas Pengembangan sistem informasi pariwisata Wakatobi Penyediaan fasilitas untuk TIC Pembuatan media informasi elektronik, media sosial dan media cetak Pemasangan media informasi di tempat-tempat umum, seperti bandara Hasanudin, bandara Matahora dan pelabuhan laut. Pembuatan buku panduan perjalanan (Travel Guide) Wakatobi Pembuatan film bawah laut Promosi melalui Inflight Magazine dan TV Nasional Pengenalan produk pariwisata Wakatobi Mengembangkan event-event yang mempromosikan/memperkenalkan paket wisata baru Kampanye konservasi lingkungan dan pariwisata kepada wisatawan Mengikuti pameran Pariwisata di tingkat regional, nasional dan internasional. Mendorong keterlibatan masyarakat lokal dalam pengembangan dan pengelolaan pariwisata.
Kemenparekraf
Disparekraf Kabupaten Disbudpar Kabupaten
Disbudpar Kabupaten Disbudpar Kabupaten Disbudpar Kabupaten Disbudpar +ASITA
Disbudpar + JP+ BTNW Disbudpar Kabupaten
Disbudpar Kab. Wakatobi, JP WWF-TNC, Balai TNW Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat Kampanye Sadar Wisata. Disbudpar Kabupaten mengenai pariwisata Tindak lanjut seminar dan dialog budaya: Disbudpar Kabupaten, transformasi nilai budaya Buton dalam Dinas Pendidikan pembangunan (Penulusuran naskah dan interpretasi serta revitalisasi Sejarah dan Budaya Buton) Meningkatan kapasitas masyarakat dalam pengelolaan Pelatihan pengelolaan daya tarik wisata disbudpar, JP, TNW
Laporan Akhir
137
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
daya tarik wisata
Iii
7 I
Ii
Iii
Pertemuan dalam rangka membentuk kerja sama antara kelompok masyarakat dengan industry Memberikan insentif untuk pengembangan jasa usaha Identifikasi sumber dana bergulir kepada pariwisata oleh masyarakat lokal kelompok-kelompok masyarakat pengelola jasa usaha pariwisata Pemetaan kebutuhan penerima dana bergulir Fasilitasi sumber pemberi dana dengan kelompok penerima dana Evaluasi Pemberian dana kepada kelompokkelompok jasa usaha pariwisata Mendorong pengembangan pariwisata yang memberikan dampak positif pada peningkatan kualitas lingkungan dan konservasi Menyusun kebijakan pengelolaan lingkungan dalam kajian daya dukung lingkungan hidup pengembangan pariwisata Penyusunan pedoman pengembangan pariwisata berwawasan lingkungan hidup Konsultasi publik dan sosialisasi pedoman pariwisata berwawasan lingkungan Meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat Kampanye konservasi lingkungan dan mengenai konsep pariwisata berwawasan lingkungan pariwisata kepada masyarakat dan wisatawan hidup Mengembangkan produk pariwisata yang berkontribusi identifikasi program konservasi yang sudah ada terhadap konservasi lingkungan untuk diintegrasikan dengan kegiatan pariwisata
Laporan Akhir
disparbud DMO+BTNW
+JP+
Diskop&UMKM Disbudpar + JP +TNW
+
Diskop&UMKM Disbudpar + JP +TNW Disbudpar Kabupaten
+
BLH + JP +TNW Disbudpar + JP+BLH+TNW Disbudpar + JP+ BTNW+BLH Disbudpar + JP+ BTNW+DMO+ Dinas Pendidikan ASITA, JP, LSM, BTNW
138
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 6.2. Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Wangi-Wangi WAHA No WAHA
1
Potensi yang dimiliki
2
Target Pasar Yang Diinginkan
3
Identifikasi Aktivitas yang akan ditawarkan
MATAHORA Instansi Pelaksana
SOUSU
Instansi Pelaksana
PATUNO
Instansi Pelaksana
Instansi Pelaksana
LONGA
Pantai pasir putih dan terumbu karang
Pantai pasir putih dan terumbu karang
Pantai pasir putih dan terumbu karang
Hutan Tropis
Target utama: wisatawan nusantara
Target utama: wisatawan lokal
Target utama: wisatawan nusantara
Target utama: wisatawan nusantara
Target sekunder: wisatawan mancanegara
Target sekunder: wisatawan nusantara
Target sekunder: wisatawan mancanegara
Target sekunder: wisatawan lokal
Menyelam
Wisata pantai
Menyelam
Jelajah Hutan
Snorkeling
Berenang dan Snorkeling
Snorkeling
Pengamatan Satwa Wisata Pendidikan Siswa
Kuliner Pertunjukan musik di pantai Peletakkan papan penunjuk arah di beberapa lokasi
4
Fasilitas Yang Dibutuhkan
Penyediaan kios-kios informasi bagi wisatawan Penyediaan toilet yang layak dengan fasilitas air bersih
Laporan Akhir
DisHub
DisPar + PU
Pembangunan gazebo bagi wisatawan yang ingin beristirahat
DisPar
Penyediaan Lahan Parkir
DisPar + Tata Ruang
Penyediaan kios-kios informasi bagi wisatawan
DisPar
Peletakkan papan penunjuk arah di beberapa lokasi Peletakkan papan informasi obyek wisata di lokasi wisata.
DisHub
Peletakkan papan penunjuk arah di beberapa lokasi
DisHut
DisPar
Penyediaan Lahan Parkir
DisHut + Tata Ruang
Penyediaan kios-kios informasi bagi wisatawan
DisHut
139
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Penyediaan pusat cinderamata yang dikelola oleh masyarakat
5
Program Peningkatan Kapasitas Yang Dibutuhkan
Laporan Akhir
Kampanye Sapta Pesona
DisPar
Pembangunan panggung terbuka, untuk kegiatan kesenian
DisPar
Penyediaan kios-kios makanan kecil bagi wisatawan yang berkunjung
DisPar dan Perindako p
Penyediaan toilet yang layak dengan fasilitas air bersih
DisPar
Pembentukan Kelompok Masyarakat Pengelola
DisHut
DisPar
Kampanye Sapta Pesona
DisPar
Pelatihan Keorganisasian
DisPar
Pelatihan Keorganisasian
DisHut
Pelatihan membuat kuliner khas
DisPar+ Perindako p
Pelatihan kepemanduan
DisPar
DisPar
Pembentukan Kelompok Masyarakat Pengelola
DisPar
Pengenalan akan kekayaan bawah laut
DisPar
Kampanye Sapta Pesona
Pelatihan Selam
DisPar
Pelatihan membuat cinderamata
DisPar+ Perindakop
Pelatihan Keorganisasian
Joint Program
Pelatihan pelayanan wisata
DisPar
140
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
PULAU KAPOTA No KAPOTA
1
2
3
Potensi yang dimiliki
Target Pasar Yang Diinginkan
Identifikasi Aktivitas yang akan ditawarkan
Instansi Pelaksana
LIYA RAYA LIYA ONEMELANGKA
Instansi Pelaksana
LIYA MAWI
terumbu karang, danau air asin, pantai pasir putih, benteng togo melengo dan hutan bambu
Pantai pasir putih dan terumbu karang
Pantai pasir putih dan terumbu karang
Target utama: wisatawan nusantara
Target utama: wisatawan lokal
Target utama: wisatawan lokal
Instansi Pelaksana
LIYA BAHARI
Instansi Pelaksana
LIYA TOGO
Instansi Pelaksana
Hutan Tropis
Target utama: wisatawan nusantara
Utama: Wisnus
Target sekunder: wisatawan mancanegara
Sekunder: WisMan
Menyelam & Snorkling
Jelajah desa
Pantai dan berenang
Pengamatan burung
Jelajah desa & kuliner
Pengolahan rumput laut
Jelajah desa
Snorkeling
Pertunjukan Seni
Pemandangan matahari terbenam
Jelajah pulau Pemandangan matahari terbenam Olahraga air
4
Fasilitas Yang Dibutuhkan
Laporan Akhir
Peletakkan papan penunjuk arah di
DisHub
Peletakkan papan penunjuk arah di
DisHub
Peletakkan papan
DisHub
Peletakkan papan
DisHub
Petunjuk Arah
141
DisHub
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
beberapa lokasi
beberapa lokasi
Peletakkan papan ucapan selamat datang
DisPar + TN
Peletakkan papan informasi obyek wisata di lokasi wisata.
DisPar
DisPAr
Pembangunan gazebo bagi wisatawan yang ingin beristirahat
DisPar
DisPar
Penyediaan toilet yang layak dengan fasilitas air bersih
DisPar
Penyediaan toilet yang layak dengan fasilitas air bersih
DisPAr
Sarana pengolahan sampah tingkat RW
DinKebersi han
Pembangunan gazebo bagi wisatawan yang ingin beristirahat
DisPAr
Penyediaan genset
DinPU
Kios Suvenir masyarakat
Perindako p
Sarana pengolahan sampah tingkat RW
DinKebersi han
Penyediaan kios informasi pariwisata di pelabuhan
Pembangunan jalanan di sepanjang danau (boardwalk)
Laporan Akhir
penunjuk arah di beberapa lokasi Peletakkan papan informasi obyek wisata di lokasi wisata. Penyediaan toilet yang layak dengan fasilitas air bersih Penyediaan kios-kios makanan kecil bagi wisatawan yang berkunjung
DisPar
DisPar
DisPar
penunjuk arah di beberapa lokasi Peletakkan papan informasi obyek wisata di lokasi wisata. Penyediaan toilet yang layak dengan fasilitas air bersih
Penyediaan Kios Sewa Alat Selam
DisPar
Kios Infomasi dan cinderamat a
DisPar
DisPar
Toilet
DisPar
Masyaraka t
Papan interpretasi wisata
DisPar
142
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
5
Program Peningkatan Kapasitas Yang Dibutuhkan
Kampanye Sapta Pesona
DisPar
Kampanye Sapta Pesona
DisPar
Kampanye Sapta Pesona
DisPar
Kampanye Sapta Pesona
DisPar
Pelatihan Kepemanduan
DisPar
Pelatihan Kepemanduan
DisPar
Pelatihan Kepemanduan
DisPar
Pelatihan Kepemanduan
DisPar
Cinderamata
DisPar+ Perindako p
Pembentukan Kelompok Masyarakat Pengelola
DisPar
Pembentukan Kelompok Masyarakat Pengelola
DisPar
Pembentukan Kelompok Masyarakat Pengelola
DisPar
Pelatihan Keorganisasian
Joint Program
Pelatihan Keorganisasian
Joint Program
Pelatihan Keorganisasia n
Joint Program
Pelatihan Keorganisasian
Joint Program
Kampanye Sapta Pesona Pelatihan Kepemandu an Pembentuk an Kelompok Masyarakat Pengelola Pelatihan Keorganisasi an Pelatihan pelayanan prima
DisPar
DisPar
DisPar
Joint Program DisPar
Tabel 6.3 Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Hoga dan Pajam HOGA – PAJAM No Hoga 1
Potensi yang dimiliki
2
Target Pasar Yang Diinginkan
Laporan Akhir
Instansi Pelaksana
Pajam
Pantai Pasir Putih
Desa perbukitan karst, Gua, Bentang Alam dan Hutan Mangrove
Target utama: wisatawan mancanegara
Target utama: wisatawan mancanegara
Target sekunder: wisatawan nusantara
Target sekunder: wisatawan nusantara
Instansi Pelaksana
143
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
3
4
5
Identifikasi Aktivitas yang akan ditawarkan
Menyelam
Jelajah desa
Snorkeling Jelajah kampung bajo sampela
Jelajah mangrove
Peletakkan papan ucapan selamat dating
DisPar
Peletakkan papan penunjuk arah di beberapa lokasi
DisHub
Penyediaan kios-kios informasi bagi wisatawan
DisPar + Tata Ruang
Perbaikan fasilitas pelabuhan
DisPU
Sarana pengolahan sampah tingkat RW
DinKebersihan
Peletakkan papan ucapan selamat datang
DisPar
Peletakkan papan informasi obyek wisata di lokasi wisata. Penyediaan toilet yang layak dengan fasilitas air bersih
Fasilitas Yang Dibutuhkan
Program Peningkatan Kapasitas Yang Dibutuhkan
Laporan Akhir
DisPar DisPAr
Penyediaan genset
DinPU
Penyediaan pusat cinderamata yang dikelola oleh masyarakat
Perindakop
Sarana pengolahan sampah tingkat RW
DinKebersihan
Penguatan Kelompok Masyarakat Pengelola:keorganisasian
DisPar
Penguatan Kelompok Masyarakat Pengelola:keorganisasian
DisPar
Kampanye Sapta Pesona
DisPar
Kampanye Sapta Pesona
DisPar
Pelatihan Kepemanduan Selam
DisPar
Pelatihan pelayanan prima
DisPar
Pelatihan pelayanan prima
DisPar
Pelatihan Kuliner
DisPar+ Perindakop
Pelatihan tata kelola homestay
DisPar
Pelatihan Kepemanduan
DisPar
144
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Tabel 6.4 Kebutuhan Pengembangan Daya Tarik Pariwisata di Pulau Tomia PULAU TOMIA No Kulati
1
2
3
Potensi yang dimiliki
Target Pasar Yang Diinginkan
Identifikasi Aktivitas yang akan ditawarkan
Instansi Pelaksana
Wawotimu
Instansi Pelaksana
Instansi Pelaksana
Kahiyanga
Pantai Pasir Putih, hutan, Karts, Gua dan seni budaya
Pedesaan Nelayan dan pantai
Pedesaaan, Bentang Alam
Target utama: wisatawan mancanegara
Target utama: wisatawan mancanegara
Target utama: wisatawan mancanegara
Target sekunder: wisatawan nusantara
Target sekunder: wisatawan nusantara
Target sekunder: wisatawan nusantara
Berenang, Menyelam, Snorkling
Jelajah desa
Jelajah desa dan perbukitan
Wisata Petualangan
Pertunjukan Kesenian
Jelajah desa bersepeda Sunrise
4
Fasilitas Yang Dibutuhkan
Laporan Akhir
Peletakkan papan penunjuk arah di beberapa lokasi
DisHub
Peletakkan papan penunjuk arah di beberapa lokasi
DisHub
Peletakkan papan penunjuk arah di beberapa lokasi
DisHub
Peletakkan papan ucapan selamat datang
DisPar
Peletakkan papan ucapan selamat datang
DisPar
Perbaikan Pelabuhan
DisPU
Penyediaan kios-kios informasi bagi wisatawan
DisPar + Tata Ruang
Peletakkan papan informasi obyek wisata di lokasi wisata.
DisPar
Peletakkan papan informasi obyek wisata di lokasi wisata.
DisPar
145
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
5
Program Peningkatan Kapasitas Yang Dibutuhkan
Laporan Akhir
Gazebo di pantai
DisPar
Penyediaan toilet yang layak dengan fasilitas air bersih
DisPAr+PU
Penyediaan toilet yang layak dengan fasilitas air bersih
DisPAr+PU
Penyediaan toilet yang layak dengan fasilitas air bersih
DisPAr+PU
Penyediaan genset
DinPU
Penyediaan genset
DinPU
Penyediaan genset
DinPU
Penyediaan gazebo bagi wisatawan yang ingin menikmati pemandangan
DisPAr
Pusat Jajanan dan cinderamata
Perindakop
Pengolahan sampah skala RW
DinKebersihan
Regular Boat dari Wangiwangi
DisHub
Pelatihan Kepemanduan Selam
DisPar
Pelatihan pelayanan prima
DisPar
Pelatihan pelayanan prima
DisPar
Pelatihan pelayanan prima
DisPar
Pelatihan Kepemanduan
DisPar
Pelatihan Kepemanduan
DisPar
Pelatihan tata kelola homestay
DisPar
Pelatihan Kuliner
DisPar+ Perindakop
Penguatan Kelompok Masyarakat Pengelola:keorganisasian
DisPar
Penguatan Kelompok Masyarakat Pengelola:keorganisasian
DisPar
Penguatan Kelompok Masyarakat Pengelola:keorganisasian
DisPar
146
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
BAB 7
PEMANTAUAN DAN EVALUASI DAMPAK Perencanaan pengelolaan pariwisata di Wakatobi bertujuan untuk meningkatkan kualitas pariwisata di destinasi. Untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan dan dampak pengelolaan tersebut pada pembangunan daerah, khususnya pengembangan pariwisata dan kesejahteraan masyarakat maka perlu dilakukan pemantauan. Sebagai bagian dari suatu sistem yang terstruktur, maka disusun beberapa indikator untuk pemantauan pelaksanaan dan evaluasi dampak. Aspek pemantauan meliputi: 1. Kinerja Sektor Pariwisata Keberhasilan pengembangan sektor pariwisata seringkali hanya dipantau dari jumlah kunjungan wisatawan atau pengunjung melalui mekanisme pencatatan di bandara atau pelabuhan, padahal ada aspek lain yang juga diperlukan untuk menilai kinerja pariwisata. Profil pengunjung secara lebih dalam, seperti asal, pola perjalanan, pengeluaran, dan tingkat kepuasan wisatawan adalah informasi yang sangat penting untuk mengetahui segmen pasar yang mengunjungi Wakatobi dan sekaligus dapat digunakan untuk mengestimasi dana yang bergulir di destinasi. Meningkatnya kapasitas para pihak juga sangat penting karena akan menjamin bergulirnya serta menentukan akuntabilitas dan efektifitas pengembangan. Terlebih lagi berdasarkan regulasi otonomi daerah, pembangunan kepariwisataan di daerah menjadi salah satu tugas dari pemerintah daerah. 2. Ekonomi Lokal Seperti tersurat dalam pasal 4 dalam UU No. 10 tahun 2009 tentang kepariwisataan, bahwa salah satu tujuan pembangunan kepariwisataan adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat. 3. Lingkungan Aspek lingkungan merupakan aspek yang penting tetapi cukup sulit dipantau karena seringkali membutuhkan teknik atau alat tertentu. Di tingkat destinasi, selain mengandalkan data sekunder dari instansi terkait sebaiknya didorong untuk memantau dampak pada lingkungan binaan, seperti tingkat kebersihan atau konversi lahan. 4. Sosial Budaya Indikator ini disusun pada suatu asumsi bahwa jika pariwisata telah berhasil meningkatkan kualitas sosial ekonomi masyarakat (terjadi surplus), maka akan terjadi secara alamiah masyarakat akan melakukan perbaikan pada kesehatan dan pendidikan. Oleh karena itu, pemantauan dua aspek sosial tersebut dapat menjadi indikator yang cukup baik. Laporan Akhir
147
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sebagian besar pemantauan indikator sangat bergantung pada konsistensi pemerintah daerah dalam melakukan pencatatan. Akan tetapi berbagai kelompok masyarakat dan lembaga non pemerintah dapat pula melakukan pencatatan pada aspek-aspek tertentu yang paling terkait dengan mereka.Tergantung dari aspek dan indikator yang berbeda, maka pemantauan juga harus dilakukan secara rutin sesuai dengan masingmasing indikator agar bisa mendapatkan gambaran yang cukup baik untuk kemajuan proses. Daftar indikator untuk pemantauan dijabarkan secara lebih detail pada Tabel 8.1. Tabel 8.1 Indikator Pemantauan dan Evaluasi Aspek No Pemantauan A. Kinerja Pariwisata 1 Pertumbuhan pariwisata
2 Ekonomi Daerah
3 Tingkat Kepuasan Pengunjung
4 Konflik Terkait
Laporan Akhir
Indikator
Jumlah pengunjung di setiap atraksi Profil pengunjung di setiap atraksi Nilai dan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya sektor Jasa, Hotel, dan Restoran Nilai dan item dari investasi pariwisata di dalam destinasi, khususnya sektor jasa, hotel, restoran Jumlah lapangan kerja baru yang diciptakan pada sektor pariwisata Penyerapan tenaga kerja lokal di sektor jasa, hotel, dan restoran (jumlah orang dari total tenaga kerja) Kepuasan pengunjung atas pelayanan (hotel, restoran, jasa), kebersihan, harga Ada tidaknya konflik di antara para pihak terkait pariwisata
Frekuensi Pemantauan
Setiap tahun Setiap tahun Setiap tahun
Setiap tahun
Pihak Pelaksana
Dinas pariwisata, pengelola atraksi Dinas pariwisata, pengelola atraksi Dinas pendapatan daerah
Setiap tahun
Dinas pariwisata, dinas pendapatan daerah, unit pelayanan terpadu (kalau ada) Dinas pariwisata
Setiap tahun
Dinas pariwisata
Setiap 6 bulan
Dinas pariwisata
Setiap tahun
Dinas pariwisata
148
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
5
B. 1
C. 1
2
3
Ada tidaknya Setiap tahun komunikasi antara para pihak terkait pariwisata Ada tidaknya Setiap tahun mekanisme penyelesaian permasalahan Kapasitas Para Peningkatan Setiap tahun Pihak kapasitas para pihak (pemerintah daerah, swasta, dan pelaku dari masyarakat) dalam pengembangan dan pengelolaan Ekonomi Lokal Setiap tahun Pendapatan Jumlah dan Setiap tahun masyarakat persentase masyarakat yang bekerja di pariwisata (langsung/tidak langsung) terhadap jumlah angkatan kerja setempat Persentase Setiap tahun peningkatan pendapatan dari masyarakat yang bekerja secara langsung di jasa, hotel, dan restoran Sosial Budaya Kualitas Peningkatan Setiap tahun Lingkungan kuantitas dan Permukiman kualitas fasilitas kesehatan dan pendidikan Kualitas Hidup Peningkatan Setiap tahun Masyarakat jumlah/persentase anak sekolah pada kelompok anak usia sekolah Tingkat kematian Setiap tahun bayi dan ibu melahirkan Persepsi Persepsi negatif Setiap tahun terhadap atau positif pariwisata masyarakat, pemerintah, dan swasta terhadap
Laporan Akhir
Dinas pariwisata
Dinas pariwisata
Dinas pariwisata
Dinas pariwisata Dinas pariwisata
Dinas pariwisata
Dinas tarukim, dinas pendidikan, dinas kesehatan
Dinas tarukim, dinas pendidikan
BPS, kesehatan
dinas
Tokoh masyarakat, pemerintah desa, tokoh agama, swasta
149
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
pariwisata D. Lingkungan 1 Kebersihan
2 Konversi Lahan
3 Kualitas Terumbu Karang
Aspek Pemantauan A. Kinerja Pariwisata 1 Pertumbuhan pariwisata
No
2 Ekonomi Daerah
Laporan Akhir
Pengelolaan sampah (jumlah sampah, tempat pembuangan, kualitas pengangkutan) Kualitas air minum Wakatobi Luasan kawasan lindung yang berubah pemanfaatannya Tutupan terumbu karang Kondisi air laut (temperature, salinitas, pH) Biota bahari (jumlah tangkapan ikan, variasi ikan) Indikator
Jumlah pengunjung di setiap atraksi Profil pengunjung di setiap atraksi Nilai dan pertumbuhan Pendapatan Asli Daerah (PAD), khususnya sektor Jasa, Hotel, dan Restoran Nilai dan item dari investasi pariwisata di dalam destinasi, khususnya sektor jasa, hotel, restoran Jumlah lapangan kerja baru yang diciptakan pada sektor pariwisata Penyerapan tenaga kerja lokal di sektor jasa, hotel, dan restoran (jumlah
Setiap 6 bulan
Dinas kebersihan
Setiap tahun
BPLHD
Setiap 6 bulan
Dinas tarukim, Bappeda, Dinas pariwisata
Setiap tahun
BTNW, JP
Setiap tahun
BTNW, JP
Setiap 6 bulan
Dinas BTNW
Frekuensi Pemantauan
Setiap tahun Setiap tahun Setiap tahun
Setiap tahun
Perikanan,
Bekerja sama dengan
Dinas pariwisata, pengelola atraksi Dinas pariwisata, pengelola atraksi Dinas pendapatan daerah
Setiap tahun
Dinas pariwisata, dinas pendapatan daerah, unit pelayanan terpadu (kalau ada) Dinas pariwisata
Setiap tahun
Dinas pariwisata
150
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
orang dari total tenaga kerja) 3 Tingkat Kepuasan Pengunjung
Setiap 6 bulan
Dinas pariwisata
4
Setiap tahun
Dinas pariwisata
Setiap tahun
Dinas pariwisata
Setiap tahun
Dinas pariwisata
Setiap tahun
Dinas pariwisata
Setiap tahun Setiap tahun
Dinas pariwisata Dinas pariwisata
Setiap tahun
Dinas pariwisata
Setiap tahun
Dinas tarukim, dinas pendidikan, dinas kesehatan
5
B. 1
C. 1
Kepuasan pengunjung atas pelayanan (hotel, restoran, jasa), kebersihan, harga Konflik Terkait Ada tidaknya konflik di antara para pihak terkait pariwisata Ada tidaknya komunikasi antara para pihak terkait pariwisata Ada tidaknya mekanisme penyelesaian permasalahan Kapasitas Para Peningkatan Pihak kapasitas para pihak (pemerintah daerah, swasta, dan pelaku dari masyarakat) dalam pengembangan dan pengelolaan Ekonomi Lokal Pendapatan Jumlah dan masyarakat persentase masyarakat yang bekerja di pariwisata (langsung/tidak langsung) terhadap jumlah angkatan kerja setempat Persentase peningkatan pendapatan dari masyarakat yang bekerja secara langsung di jasa, hotel, dan restoran Sosial Budaya Kualitas Peningkatan Lingkungan kuantitas dan Permukiman kualitas fasilitas kesehatan dan pendidikan
Laporan Akhir
151
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
2 Kualitas Hidup Peningkatan Masyarakat jumlah/persentase anak sekolah pada kelompok anak usia sekolah Tingkat kematian bayi dan ibu melahirkan 3 Persepsi Persepsi negatif terhadap atau positif pariwisata masyarakat, pemerintah, dan swasta terhadap pariwisata D. Lingkungan 1 Kebersihan Pengelolaan sampah (jumlah sampah, tempat pembuangan, kualitas pengangkutan) Kualitas air minum Wakatobi 2 Konversi Lahan Luasan kawasan lindung yang berubah pemanfaatannya 3 Kualitas Tutupan terumbu Terumbu karang Karang Kondisi air laut (temperature, salinitas, pH) Biota bahari (jumlah tangkapan ikan, variasi ikan)
Laporan Akhir
Setiap tahun
Dinas tarukim, dinas pendidikan
Setiap tahun
BPS, kesehatan
Setiap tahun
Tokoh masyarakat, pemerintah desa, tokoh agama, swasta
Setiap 6 bulan
Dinas kebersihan
Setiap tahun
BPLHD
Setiap 6 bulan
Dinas tarukim, Bappeda, Dinas pariwisata
Setiap tahun
BTNW, JP
Setiap tahun
BTNW, JP
Setiap 6 bulan
Dinas BTNW
dinas
Perikanan,
152
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
153
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
LAMPIRAN 1. Titik Penyelaman di Wakatobi No Daerah Tujuan Wisata 1 Wangi-Wangi
2
Kaledupa dan Hoga
Laporan Akhir
Titik Penyelaman 1. Jon’s Reef 2. The Gate 3. The Zoo 4. Pohon Lucu 5. Turtle Transporter 6. Waha 7. Sombu 8. Titon Tower 9. Maze 10. Colloseum 11. Wandoka Pinnacle 12. Jetty 13. Tonang Reef 14. Kapota Ridge 15. Topi Miring 1 16. Topi Miring 2 17. Kapota Danau 18. Tanjung Kapota 19. Metropolis 20. Clownfish City 1. Buoy 1 2. Buoy 2 3. Buoy 3 4. Buoy 4 5. Buoy 5 6. Pak Kasim’s 7. Baby Batfish 8. Inner Pinnacle 9. Outer Pinnacle 10. Ridge 1 11. Coral Garden 12. Aquarium 13. Blue Hole 14. North Wall 1 15. North Wall 2 16. Sampela Buoy 1 17. Sampela Buoy 2 18. Kaledupa Buoy 1 19. Kaledupa Buoy 2 20. Kaledupa Double Spur 154
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
3
Tomia
4
Binongko
Laporan Akhir
1. Ali Reef 2. Gunung Waha 3. Mari Mabuk 4. Roma 5. Kolo-Soha Beach 6. Table Coral City 7. Cornucopia 8. Dunia Baru 9. Tanjung Batok 10. House Reef 11. Turkey Beach 12. Conchita 13. Zoo 14. Barracuda 15. Tanjung Lentea 16. Trail Blazer 17. Teluk Maya 18. Pockets 19. Fan 30 East 20. Fan 30 West 21. Spiral Corner 22. Magnifice 23. Fan Garden 24. Starship 25. Pinki’s Wall 26. Black Forest 27. Lorenzo’s Delight 28. Channel 1. Cowo Dive 2. Fish Wall 3. Cavern Wall 4. Koko Reef
155
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Lampiran 2. Hasil Penelitian Mandiri dari Audrey Jiwajenie8 1. Titik Penyelaman Sombu (05016’24.9” LS, 123031’08.9” BT) Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Sombu
Berdasarkan observasi primer diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 64% yang seluruhnya berupa karang keras, dan didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 19%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan baik. Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase tutupan karang hidup sebesar 53% yang terdiri atas 47% karang keras dan 5% karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 19%. Kondisi 8
Penelitian dilakukan dalam rangka pemenuhan disertasi pasca sarjana dalam program Pascasarjana Ilmu Lingkungan, Universitas Indonesia dengan judul “Analisis Skenario Pengelolaan Kawasan Pulau Kecil dalam Pengembangan Wisata Bahari (Studi kasus Kabupaten Wakatobi, Provinsi Sulawesi Tenggara)” pada Januari 2013 Laporan Akhir
156
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan baik. 2. Titik Penyelaman Kapota Ujung/Tanjung Kapota (05019’19.5” LS, 123028’28.5” BT) Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Kapota Ujung
Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 86% yang terdiri atas 85% karang keras dan 1% karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 24% Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik. Sementara pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 84% yang terdiri atas 82% karang keras dan 2% karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 42%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik.
Laporan Akhir
157
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
3. Titik Penyelaman Kapota Danau (05019’26.8” LS, 123029’03.2” BT) Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Kapota Danau
Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 81% yang terdiri atas 75% karang keras dan 6% karang lunak, yang didominasi oleh jenis acropora branching sebesar 33%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik. Sementara pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase tutupan terumbu karang sebesar 67% yang terdiri atas 62% karang keras dan 5% karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral foliouse sebesar 19%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan baik.
Laporan Akhir
158
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
4. Titik Penyelaman Pintu masuk/Wandoka Pinnacle (05019’13.8” LS, 123029’03.2” BT) Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Pintu Masuk
Berdasarkan gambar 2.11 diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 79% yang terdiri atas 69% karang keras dan 10% karang lunak, yang didominasi oleh jenis acropora branching sebanyak 19%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik. Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase tutupan karang hidup sebesar 67% yang terdiri atas 62% karang keras dan 5% karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 36%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan baik.
Laporan Akhir
159
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
5. Titik Penyelaman Stasiun Muka Kampung (05016’24.9” LS, 123031’08.9” BT) Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Muka Kampung
Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 60% yang terdiri atas 55% karang keras dan 5% karang lunak dan didominasi oleh jenis acropora branching sebesar 15%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan baik. Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase tutupan karang hidup sebesar 72% yang terdiri atas 68% karang keras dan 4% karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral foliouse dan acropora digitate masing-masing sebesar 17%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik.
Laporan Akhir
160
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
6. Titik Penyelaman Stasiun Waha (05015’38.7” LS, 123031’07.0” BT) Diagram Tutupan Terumbu Karang pada Stasiun Waha
Berdasarkan gambar diketahui bahwa pada kedalaman lima meter, tempat ini memiliki persentase tutupan terumbu karang hidup sebesar 77% yang terdiri atas 39% karang keras dan didominasi oleh jenis karang lunak sebesar 38%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik. Sementara itu pada kedalaman lima belas meter, tempat ini memiliki persentase tutupan karang hidup sebesar 66% yang terdiri atas 64% karang keras dan 2% karang lunak, yang didominasi oleh jenis coral encrusting sebesar 17%. Kondisi terumbu karang di tempat ini dapat dikategorikan sangat baik.
Laporan Akhir
161
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
162
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
163
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
LAMPIRAN 2. Lokasi Daya Tarik Wisata di Wakatobi Lokasi
Nama DTW
1
Sousu
Pantai Sousu
2
Waha
Pantai Waha
Patuno
Pantai Kaluku Kapala
Longa
Hutan Sara Longa
3
Pulau
Wangi-wangi
NO
4
Laporan Akhir
Keunikan Pantai pasir putih, serta pemandangan laut lepas. Matahari terbit menambah indahnya tempat ini. Hamparan pasir putih serta gugusan terumbu karang yang terjaga dan beraneka warna di perairan Waha, membuat siapapun ingin mencoba Snorkeling maupun diving di area ini. Pantai yang terbentang sepanjang daerah ini mempunyai keunikan dengan memiliki keindahan yang berbeda dimasing-masing tempat, mulai dari laut lepas dengan batu karang yang terangkat kepermukaan, hamparan pantai dengan pepohonan kelapa yang menyejukan serta indahnya matahari terbenam dapat disaksikan dari daerah ini. Desa ini mempunyai keindahan pemandangan laut lepas dari tebing-tebing yang indah serta pulau yang indah yang terletak disebrang desa menambah kindahan tempat ini, namun ada satu yang tak kalah menarik dengan pemandangan daratnya. Hutan yang masih terjaga memberikan ruang buat para penghuni hutan tropis untuk menikmati suasana indah tempat ini, kicauan burung serta hewan hutan tropis lainnya menjadikan tempat ini mempunyai daya tarik tersendiri.
164
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
5
6
Laporan Akhir
Liya
Kapota
Benteng Keraton Liya
Desa Liya mempunyai keindahan pemandangan laut serta gugusan pulau-pulau kecil yang ada di depan desa ini yang menambah keindahannya. Ramainya masyarakat yang beraktivitas menanam serta memanen hasil rumput laut menjadikan desa ini memiliki nilai lebih untuk pengembangan pariwisata. Selain itu di desa Liya togo terdapat salah satu tempat yang dapat menikmati keindahan hamparan laut lepas serta gugusan pulau kecil yang berada didepan desa Liya dari ketinggian, tempat yang menyajikan pemandangan yang indah serta diteduhi dengan rimbunnya pohon beringin dikenal dengan Woru Nunu. Liya Togo juga merupakan salah satu desa yang masih mempertahankan adat serta kebiasaan dari dulu, masih banyaknya bangunan rumah tradisional menjadi bukti bahwa tempat ini masih menjunjung tinggi adat serta budaya. Kapota merupakan salah satu pulau kecil yang berada dalam lingkaran pulau Wangi-wangi, tempat ini memiliki potensi alam yang sangat menarik mulai dari keindahan bawah laut sampai dengan keindahan tempat yang berada di ketinggian. Kapota memiliki beberapa spot untuk melakukan penyelaman, dengan keindahan karang serta keragaman hewan yang sangat menarik membuat para Dive operator menjadikan titik ini sebagai tempat favorit untuk melakukan penyelaman. Selain Laut kehidupan pesisir pulau Kapota tidak kalah menarik, dengan hamparan pasir putih serta pertanian rumput laut yang berada dipesisir pantai Kapota. Di Pulau ini juga kita dapat menikmati matahari terbit dan terbenam. Gua alam yang menyuguhkan pemandangan yang berbeda dari perut bumi dengan 165
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Sombano
Danau Sombano
Kaledupa
7
9
Hoga
Tomia
8
Laporan Akhir
Kulati
Pantai Hu’untete
hamparan stalaktit dan stalagmite yang indah, serta biota goa yang menemani disetiap perjalanan. Desa yang terletak di kecamatan Kaledupa ini memiliki hutan mangrove yang masih terpelihara, hewan penghuni hutan mangrove masih banyak dijumpai ditempat ini. Kicauan beragam jenis burung bakau menambah kekhasan hutan mangrove. Selain hutan mangrove di desa ini terdapat sebuah danau, oleh masyarakat sekitar danau ini dikenal dengan nama danau Sombano. Air di danau ini memilki rasa asin, disekeliling danau terlihat tanaman mangrove berbagai jenis serta tanaman jenis pandan. Selain itu tanaman anggrek juga menambah keindahan danau ini, selain keragaman tanaman yang ada di sekitar danau kergaman biota yang ada di danau Sombano juga tidak kalah menarik. Sekumpulan udang merah dapat dilihat dari permukaan serta beberapa jenis ikan yang menjadi penghuni danau ini menambah kekayaan hayati dari tempat ini. Setiap pulau di Wakatobi memiliki garis pantai yang panjang, salah satunya adalah desa Sombano dengan pasir putih serta batu karang yang indah. Merupakan pulau kecil yang termasuk kedalam daerah administrtif pulau Kaledupa, hamparan pasir putih yang luas serta pepohonan dan kicauan beragam jenis burung menambah kesejukan tempat ini. Pulau ini memiliki beberapa titik penyelaman yang menyajikan keragaman karang serta biota yag lain dibawah laut Wakatobi. Hamparan pasir putih dipantai Hu’untete dengan ombak laut banda serta banyaknya ikan yang melintas diperairan pantai jika pasang tiba menjadikan pantai ini sebagai tempat yang indah, tidak jarang sesekali penyu datang pada 166
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
11
Binongko
10
Laporan Akhir
Kahianga
Puncak Kahianga
Wali
Benteng Koncu Kapala
malam hari untuk bertelur ditempat ini. Di pantai ini terdapat Goa yang menjadi salah satu tempat persembunyian oleh masyarakat Kulati pada saat peperangan dengan penjajah Portugis. Tebing yang indah dengan pemandangan laut lepas serta batuan karang yang berada diatas permukaan laut yang dapat terlihat dari tebing, berbagai jenis ikan yang dapat dilihat dari atas ketinggian menunjukan kejernihan laut di desa ini. Beberapa titik penyelaman yang terbaik di Tomia terdapat di perairan ini. Tempat yang berada diketinggian, oleh masyarakat sekitar disebut sebagai puncak. Pemandangan gugusan pulau kecil yang terletak di depan pulau utama (Tomia) serta laut lepas,serta hamparan rumput yang hijau menambah keindahan tempat ini. Ditempat ini pengunjung juga bisa melihat kulit kima raksasa yang telah menjadi batu atau dalam istilah geologi dikenal dengan fosil, selain fosil kima juga terdapat fosil karang yang merupakan rekam jejak proses geologi yang terjadi pada jutaan tahun yang lalu dimana terjadi pengangkatan dasar laut ke permukaan. Dari tempat ini pengunjung juga dapat menikmati keindahan matahari terbenam. Merupakan desa yang memiliki benteng yang luas yang terletak di atas bukit. Di desa ini memiliki pemandangan lembah dan laut yang indah, serta memilki hutan dengan keadaan yang masih baik banyaknya pepohonan yang besar dan lebat menjadikan hutan ini sebagai tempat istirahat beberapa jenis flora. Salah satunya yaitu burung Kakak tua jambul kuning yang merupakan salah satu jenis burung endemic daerah Sulawesi. Selain itu daerah ini juga menyimpan banyak keragaman 167
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Waloindi
Laporan Akhir
hayati seperti masih banyaknya penyu yang datang untuk bertelur, sehingga ada tempat penangkaran penyu. Pemandangan hamparan bebatuan yang sangat indah tanpa adanya tanaman serta rerumputan menjadikan tempat ini seperti taman batu, dan membawa pengunjung ke dunia petualangan baru. Selain taman batu diperairan Binongko ada beberapa titik penyelaman yang sangat indah, bahkan bisa dibilang tempat penyelaman terbaik di Wakatobi. Di tempat ini juga terdapat menara suar, dari puncak menara ini dapat terlihat laut serta matahari terbenam.
168
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
169
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
LAMPIRAN 3. Permainan Tradisional di Wakatobi No. 1
Nama Permainan Karirii (falingkoka)
2
Pasi-pasi’a
3
Hebaramai
4
Hekatende
5
Potaji’a nu
6
Fulu-fulu bangka
7
Fea-fea
8
Pala-palangke
9
Tola-tola’a
Laporan Akhir
Keterangan Merupakan permainan tradisional berupa kincir yang terbuat dari pelepah bamboo atau tempurung kelapa. Merupakan permainan yang mengadu ketangkasan di atas sampan, bagi para peserta yang bisa bertahan disampan sampai permainan selesai akan menjadi pemenangnya. Merupakan permainan gundu atau kelereng yang sering dimainkan oleh anak-anak setempat, namun gundu/ kelereng terbuat dari batu kerikil yang dibentuk menyerupai kelereng. Merupakan permainan bola bekel. Namun bola bekelnya terbuat dari anyaman janur, sementara biji bekel menggunakan kulit keong yang kecil. Permainan menyambung buah mangga mentah yang diberi taj, dengan taji terbuat dari sebilah bambu tajam. Permainan ini dilakukan dengan menabrakan dua buah mangga yang telah diberi taji. Pemenang ditentukan berdasarkan kondisi buah mangga yang diadu. Merupakan permainan dengan menggunakan pelepah daun kelapa sebagai alat seluncur, dan pemenangnya adalah peserta yang mencapai finish terlebih dahulu permainan tebak-tebakan. Permainan ini dilakukan dengan menutup mata dan menebak siapa yang tertangkap berdasarkan ciri-ciri yang diingat. Biasanya dimainkan oleh anak perempuan. Permainan yang melayarkan perahu di laut lepas ketika sedang pasang. Perahu – perahu ini dibuat dari pelepah rumbia, batang kapuk atau sabut kelapa. Merupakan permainan perang-perangan, dengan senjata yang dibuat dari bambu. Pelurunya biasanya menggunakan biji-bijian. Tola-tola ini dimainkan oleh anak laki-laki.
170
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
171
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
LAMPIRAN 4. Makanan Tradisional Wakatobi No 1
Nama Honenga
2
Perangi
3
Soami Hugu-hugu
4
Soami
Sinopsis Makanan ini terbuat dari bahan dasar ubi Opa (yang hanya dipanen 1 tahun sekali) yang direbus kemudian ditambahkan dengan santan dan kunyit yang memberikan cita rasa gurih. Merupakan makanan tradisional yang terbuat dari ikan segar yang dicincang halus dan ditambahkan campuran jeruk nipis, cabai, bawang merah dan sedikit merica. Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang dikeringkan kemudian diiris tipis atau diparut kasar dan ditambahkan air sedikit demi sedikit lalu dikukus dengan soami’a (alat yang berbentuk kerucut terbuat dari daun kelapa)
Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang diparut dan diperas airnya hingga kering (Kaopi), kemudian diayak dan diletakkan kedalam Soami’a untuk dikukus.
5
Soami Pepe
Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang diparut dan diperas airnya hingga kering (Kaopi), kemudian diayak dan diletakkan kedalam Soami’a untuk dikukus. Setelah dikukus Soami di pukul dan di taburkan minyak goreng dan irisan bawang goreng.
6
Salamu/ sakiri
7
Ndafu-ndafu
8
Kenta nidole
Laporan Akhir
Makanan yang terbuat dari ikan buntal yang direbus. Setelah direbus duri ikan dihilangkan dan dagingnya disuir-suir, untuk air rebusannya disaring dan ditambahkan dengan jeruknipis dan garam. Sedangkan hati ikan di sate dan dibakar dengan menggunakan kopra, setelah dibakar sate hati dicampurkan dengan daging suiran. Makanan yang terbuat dari parutan ubi kano yang telah dibentuk bulatan kecil yang kemudian dimasukan kedalam rebusan santan dan garam(secukupnya) Makanan yang terbuat dari daging ikan panggang yang dihaluskan dan dicampur dengan jeruk nipis dan bumbu lainnya kemudian dicetak dengan bentuk belah ketupat kemudian di celupkan kedalam kocokan telur lalu digoreng. 172
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
9
Kadampo
10
Kenta nisenga
11
Sira-sira nu labu
12
Kansenga
13
Pogollu
14
Loku-loku
15
Kambalu
16
Waji Kananga
17
Jojolo
18
Halua
19
Epu-epu
20
Bika – bika
21
Onde-onde
22
Sinanga nu gorau
Laporan Akhir
Makanan yang terbuat dari ikan karang kecil seperti ikan lompa yang dicampur dengan rempah-rempah kemudian dibungkus menggunakan daun pisang lalu dipanggang. Makanan yang terbuat dari daging ikan panggang yang dicampur dengan kelapa parut dan rempahrempah,kemudian dihaluskan dan disangrai hingga gurih. Makanan yang terbuat dari labu kuning yang direbus kemudian dihaluskan dan dicampur dengan kelapa yang diparut kasar. Makanan yang terbuat dari adonan sagu dengan kelapa muda kemudian dimasak didalam wajan tanpa minyak. Makanan radisional yang terbuat dari kacang merah yang telah direbus kemudian dicampurkan dengan adonan sagu lokal dan gula merah. Makanan yang terbuat dari campuran adonan sagu, kelapa muda, sayuran dan ikan yang kemudian dimasukkan kedalam bambu lalu dibakar. Makanan yan gterbuat dari ubi yang diparut lalu ditambahkan santan dan dicetak menggunakan janur kemudian direbus. Makanan yang terbuat dari nasi yang dijemur kemudian digoreng dan dilumuri dengan gula cair. Makanan yang terbuat dari sari jagung muda yang dicampur dengan gula pasir yang kemudian direbus hingga kental. Makanan yang terbuat dari jagung yang disangrai (bisa juga dengan kacang tanah, pisang dan kenari) yang kemudian dicampur dengan gula aren yang telah dicairkan lalu dibentuk menjadi bulatan kecil. Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu dibentuk seperti bulan sabit kemudian pada bagian tengah diisi dengan kelapa parut yang telah di sangria dan dicampur gula merah. Lalu keseluruhan adonan di goreng menggunakan minyak panas. Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu dibentuk bulat seperti bola kemudian pada bagian tengah diisi dengan pisang. Lalu keseluruhan adonan di goreng menggunakan minyak panas. Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu dibentuk bulat seperti bola kemudian pada bagian tengah diisi dengan gula merah. Lalu adonan di rebus dan ditiriskan kemudian di taburi parutan kelapa muda. Makanan yang terbuat dari telur ayam kampung yang direbus kemudian direndam dalam air jeruk nipis dan rempah-rempah kemudian digoreng. 173
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
22
Taingkora (Kaledupa) Hongaru (Tomia)
Makanan yang terbuat dari jagung yang digiling dan dimasak dengan santan.
23
Kangkuru mbou (Kaledupa) Siri jam mere (Tomia dan Binongko) Ronso-ronso (Wangi-wangi)
Minuman yang terbuat dari buah kelapa muda, dengan daging kelapa muda yang diserut kemudian ditambahkan air kelapa muda dan sedikit gula merah.
24
Kapusu
Makanan yang terbuat dari biji jagung tua yang direbus, kemudian dimasukkan kedalam air kapur sampai kulitnya terkelupas. Biji jagung yang telah bersih di rebus kembali dan ditambahkan garam secukupnya.
25
Tukulamba
26
Pombifi
No 1
Nama Honenga
2
Perangi
3
Soami Hugu-hugu
Makanan yang terbuat dari biji jagung tua yang ditumbuk lalu dimasak dengan santan, daun serai atau daun pandan, dan garam secukupnya. Makanan dengan bahan dasar sagu yang dicampur dengan air dan dipanaskan kemudian diaduk hingga rata dan dibentuk bulat kecil lalu dimasak dengan santan dan ditambahkan gula merah secukupnya. Sinopsis Makanan ini terbuat dari bahan dasar ubi Opa (yang hanya dipanen 1 tahun sekali) yang direbus kemudian ditambahkan dengan santan dan kunyit yang memberikan cita rasa gurih. Merupakan makanan tradisional yang terbuat dari ikan segar yang dicincang halus dan ditambahkan campuran jeruk nipis, cabai, bawang merah dan sedikit merica. Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang dikeringkan kemudian diiris tipis atau diparut kasar dan ditambahkan air sedikit demi sedikit lalu dikukus dengan soami’a (alat yang berbentuk kerucut terbuat dari daun kelapa)
4
Soami
Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang diparut dan diperas airnya hingga kering (Kaopi), kemudian diayak dan diletakkan kedalam Soami’a untuk dikukus.
5
Soami Pepe
Makanan yang terbuat dari ubi kayu yang diparut dan diperas airnya hingga kering (Kaopi), kemudian diayak dan diletakkan kedalam Soami’a untuk dikukus. Laporan Akhir
174
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Setelah dikukus Soami di pukul dan di taburkan minyak goreng dan irisan bawang goreng.
6
Salamu/ sakiri
7
Ndafu-ndafu
8
Kenta nidole
9
Kadampo
10
Kenta nisenga
11
Sira-sira nu labu
12
Kansenga
13
Pogollu
14
Loku-loku
15
Kambalu
16
Waji Kananga
17
Jojolo
Laporan Akhir
Makanan yang terbuat dari ikan buntal yang direbus. Setelah direbus duri ikan dihilangkan dan dagingnya disuir-suir, untuk air rebusannya disaring dan ditambahkan dengan jeruknipis dan garam. Sedangkan hati ikan di sate dan dibakar dengan menggunakan kopra, setelah dibakar sate hati dicampurkan dengan daging suiran. Makanan yang terbuat dari parutan ubi kano yang telah dibentuk bulatan kecil yang kemudian dimasukan kedalam rebusan santan dan garam(secukupnya) Makanan yang terbuat dari daging ikan panggang yang dihaluskan dan dicampur dengan jeruk nipis dan bumbu lainnya kemudian dicetak dengan bentuk belah ketupat kemudian di celupkan kedalam kocokan telur lalu digoreng. Makanan yang terbuat dari ikan karang kecil seperti ikan lompa yang dicampur dengan rempah-rempah kemudian dibungkus menggunakan daun pisang lalu dipanggang. Makanan yang terbuat dari daging ikan panggang yang dicampur dengan kelapa parut dan rempahrempah,kemudian dihaluskan dan disangrai hingga gurih. Makanan yang terbuat dari labu kuning yang direbus kemudian dihaluskan dan dicampur dengan kelapa yang diparut kasar. Makanan yang terbuat dari adonan sagu dengan kelapa muda kemudian dimasak didalam wajan tanpa minyak. Makanan radisional yang terbuat dari kacang merah yang telah direbus kemudian dicampurkan dengan adonan sagu lokal dan gula merah. Makanan yang terbuat dari campuran adonan sagu, kelapa muda, sayuran dan ikan yang kemudian dimasukkan kedalam bambu lalu dibakar. Makanan yan gterbuat dari ubi yang diparut lalu ditambahkan santan dan dicetak menggunakan janur kemudian direbus. Makanan yang terbuat dari nasi yang dijemur kemudian digoreng dan dilumuri dengan gula cair. Makanan yang terbuat dari sari jagung muda yang dicampur dengan gula pasir yang kemudian direbus 175
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
hingga kental. Makanan yang terbuat dari jagung yang disangrai (bisa juga dengan kacang tanah, pisang dan kenari) yang kemudian dicampur dengan gula aren yang telah dicairkan lalu dibentuk menjadi bulatan kecil. Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu dibentuk seperti bulan sabit kemudian pada bagian tengah diisi dengan kelapa parut yang telah di sangria dan dicampur gula merah. Lalu keseluruhan adonan di goreng menggunakan minyak panas. Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu dibentuk bulat seperti bola kemudian pada bagian tengah diisi dengan pisang. Lalu keseluruhan adonan di goreng menggunakan minyak panas. Makanan yang mempunyai bahan dasar ubi kayu yang telah diparut, dan disiram dengan air panas lalu dibentuk bulat seperti bola kemudian pada bagian tengah diisi dengan gula merah. Lalu adonan di rebus dan ditiriskan kemudian di taburi parutan kelapa muda. Makanan yang terbuat dari telur ayam kampung yang direbus kemudian direndam dalam air jeruk nipis dan rempah-rempah kemudian digoreng.
18
Halua
19
Epu-epu
20
Bika – bika
21
Onde-onde
22
Sinanga nu gorau
22
Taingkora (Kaledupa) Hongaru (Tomia)
Makanan yang terbuat dari jagung yang digiling dan dimasak dengan santan.
23
Kangkuru mbou (Kaledupa) Siri jam mere (Tomia dan Binongko) Ronso-ronso (Wangi-wangi)
Minuman yang terbuat dari buah kelapa muda, dengan daging kelapa muda yang diserut kemudian ditambahkan air kelapa muda dan sedikit gula merah.
24
Kapusu
Makanan yang terbuat dari biji jagung tua yang direbus, kemudian dimasukkan kedalam air kapur sampai kulitnya terkelupas. Biji jagung yang telah bersih di rebus kembali dan ditambahkan garam secukupnya.
25
Tukulamba
26
Pombifi
Makanan yang terbuat dari biji jagung tua yang ditumbuk lalu dimasak dengan santan, daun serai atau daun pandan, dan garam secukupnya. Makanan dengan bahan dasar sagu yang dicampur dengan air dan dipanaskan kemudian diaduk hingga rata dan dibentuk bulat kecil lalu dimasak dengan santan dan ditambahkan gula merah secukupnya.
Laporan Akhir
176
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
177
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
LAMPIRAN 5. Ragam Corak Tenun Wakatobi No 1
Kerajinan Tenun
Sinopsis Merupakan kerjinan tradisional yang ada di seluruh daerah Wakatobi. Pengrajin tenun di Wakatobi masih menggunakan peralatan tradisional bahkan ada yang masih menggunakan benang dari kapuk/kapas. Motif dari kain tenun ini pun bermacam-macam dan berbeda antara kain tenun laki-laki dan perempuan. Motif Kain Tenun Perempuan
Leja Makuri
Leja Suasa
Leja Makuri
Leja Ijo
Leja Fungo
Leja Biru
Motif Kain Tenun Laki-Laki
KambangGorau Nihole
Kapala Mohute
Tamba-Tamba Laporan Akhir
Kambang
Kapala Mohute
Katamba Wanse
Koto – Koto
Tiba – Tiba 178
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
179
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
LAMPIRAN 6. Moda Transportasi di Wakatobi Tahun Moda No Transporta si
1.
Udara
Nama Moda Transportasi
Jadwal
Lion Air/ Wings Air
Senin, Rabu, Jum’at , Sabtu, Minggu Jam : 05:00 WIB (lima jam perjalanan)
Cantika
Cantika
2.
Rute
Harga Tiket (Rp)
Jakarta →MakasarKendari → Wangi-wangi PP
Rp. 1.520.850 (April dan Mei) s/d Rp. 3.162.000,(Agustus, September, Desember, Januari, Februari, Maret)
Baubau → Wangi-wangi
Rp. 200.000,-
Wangi-wangi → Kaledupa
Rp. 100.000,-
Kaledupa Tomia
Rp. 100.000,-
Baubau - Tomia
Rp. 250.000,-
Tomia Baubau
Rp. 250.000,-
Wangi-wangi →Baubau
Rp. 200.000,-
Kaledupa→ Wangi-wangi
Rp. 100.000,-
Kaledupa→Baubau
Rp. 200.000,-
Kaledupa→Baubau
Rp.120.000,-
Tomia→Baubau
Rp.160.000,-
Binongko→Baubau
Rp.140.000,-
Dua hari sekali
Baubau→Wanci
Rp.150.000,-
Senin,Selasa
Wanci→Kendari
Rp.180.000,-
Kamis,Sabtu
Kendari→Wanci
Rp.180.000,-
Satu bulan sekali
Wanci→Makasar
Rp.200.000,-
Setiap hari bergantian
Wanci→Kaledupa
Rp. 50.000,-
Selasa, Kamis, Sabtu
Senin, Rabu, Jumat
Laut
Kapal Kayu
SB Hoga Express,MV. Walena, KM. Darlin II, KM. Sandi Jaya, KM. Wande-Wande, KM. Putri Tunggal, KM. Laporan Akhir
180
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Togali Star, KM Nur Rzki dan KM.Kasuwari
Moda No Transporta si
1.
Udara
KM. Azam Raya, KM. Dito Wakatobi, KM. Dito I, KM. Rahmat Baru,.
Setiap hari bergantian dan Untuk KM. Azam Raya dan KM. Dito I pada bulan Juni – Agustus tidak beroperasi
Wanci→Tomia
Rp.120.000,-
MV. Kie Raha , MV. Diran , MV. Osandik I MV. Osandik II, MV. Elpi, dan MV. Jabar Nur.
Setiap hari bergantian
Wanci→Tomia
Rp.150.000,-
KM. Bitokawa, KM. Sri Kasu, KM. Fingki Putra
Senin, Rabu, dan Kamis PP
Wanci →Binongko
Rp.130.000,-
Kapal Kayu
Setiap hari dan setiap waktu
Wanci→Kapota
Rp.5000,-
Nama Moda Transportasi
Jadwal
Rute
Harga Tiket (Rp)
Lion Air/ Wings Air
Senin, Rabu, Jum’at , Sabtu, Minggu Jam : 05:00 WIB (lima jam perjalanan)
Jakarta →MakasarKendari → Wangi-wangi PP
Rp. 1.520.850 (April dan Mei) s/d Rp. 3.162.000,(Agustus, September, Desember, Januari, Februari, Maret)
Baubau → Wangi-wangi
Rp. 200.000,-
Wangi-wangi → Kaledupa
Rp. 100.000,-
Kaledupa Tomia
Rp. 100.000,-
Baubau - Tomia
Rp. 250.000,-
Tomia Baubau
Rp. 250.000,-
Wangi-wangi →Baubau
Rp. 200.000,-
Kaledupa→ Wangi-wangi
Rp. 100.000,-
Kaledupa→Baubau
Rp. 200.000,-
Cantika
2.
Selasa, Kamis, Sabtu
Laut
Cantika
Laporan Akhir
Senin, Rabu, Jumat
181
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Kaledupa→Baubau
Rp.120.000,-
Tomia→Baubau
Rp.160.000,-
Binongko→Baubau
Rp.140.000,-
Dua hari sekali
Baubau→Wanci
Rp.150.000,-
Senin,Selasa
Wanci→Kendari
Rp.180.000,-
Kamis,Sabtu
Kendari→Wanci
Rp.180.000,-
Satu bulan sekali
Wanci→Makasar
Rp.200.000,-
SB Hoga Express,MV. Walena, KM. Darlin II, KM. Sandi Jaya, KM. Wande-Wande, KM. Putri Tunggal, KM. Togali Star, KM Nur Rzki dan KM.Kasuwari
Setiap hari bergantian
Wanci→Kaledupa
Rp. 50.000,-
KM. Azam Raya, KM. Dito Wakatobi, KM. Dito I, KM. Rahmat Baru,.
Setiap hari bergantian dan Untuk KM. Azam Raya dan KM. Dito I pada bulan Juni – Agustus tidak beroperasi
Wanci→Tomia
Rp.120.000,-
MV. Kie Raha , MV. Diran , MV. Osandik I MV. Osandik II, MV. Elpi, dan MV. Jabar Nur.
Setiap hari bergantian
Wanci→Tomia
Rp.150.000,-
KM. Bitokawa, KM. Sri Kasu, KM. Fingki Putra
Senin, Rabu, dan Kamis PP
Wanci →Binongko
Rp.130.000,-
Kapal Kayu
Setiap hari dan setiap waktu
Wanci→Kapota
Rp.5000,-
Kapal Kayu
Laporan Akhir
182
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
183
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
184
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
LAMPIRAN 7. Paket Wisata yang disusun Masyarakat
Laporan Akhir
185
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
186
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
187
Rencana Pengelolaan Pariwisata Wakatobi
Laporan Akhir
188