20
Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air
Efektifitas Subsidi Pupuk: Implikasinya pada Kebijakan Harga Pupuk dan Gabah Pendahuluan Sebagai salah satu kebijakan utama pembangunan pertanian yang membutuhkan dukungan anggaran pemerintah yang amat besar, sudah semestinya subsidi pupuk dievaluasi dan disesuaikan agar senantiasa efektif dan efisien. Efektivitas subsidi pupuk dapat dipilah menjadi dua bagian : distribusi dan usahatani. Pada tingkat distribusi, efektivitas kebijakan berkenaan dengan kelancaran pasokan pupuk dari produsen hingga petani sesuai dengan kebutuhan yang ditetapkan pemerintah. Efektivitas ditingkat usahatani berkenaan dengan sejauh mana subsidi pupuk berdampak pada peningkatan produksi dan laba usahatani. Kajian ringkas ini difokuskan pada usahatani padi yang merupakan pengguna terbesar pupuk bersubsidi. Catatan ringkas ini masih berupa temuan sementara yang dipandang perlu segera diketahui oleh para pembuat kebijakan, khususnya pimpinan Departemen Pertanian. Efektivitas HET dan Distribusi Pupuk Bersubsidi Produksi padi di Indonesia mengikuti siklus musim, dimana panen raya dimulai pada bulan Februari sampai bulan April yang diperkirakan mencapai 42 persen dari total produksi padi nasional. Sisanya menyebar secara merata antara bulan Mei sampai bulan Desember (Gambar 1). Panen raya pada periode bulan Februari sampai bulan April merupakan produksi tanaman pada bulan Oktober sampai bulan Desember. Selanjutnya panen pada Mei sampai Oktober merupakan produksi tanaman pada Pebruari sampai Mei. Kasus di Jawa Timur menunjukkan pola demikian. Permintaan pupuk yang dicerminkan oleh volume penyaluran urea mengalami peningkatan sejak Oktober sampai Desember dan mengalami penurunan mulai pada bulan Januari sampai Mei (Gambar 2). Mengingat pola permintaan pupuk yang bersifat musiman, sedangkan produksi pupuk merata sepanjang tahun, maka pada bulan-bulan tertentu ketika permintaan pupuk meningkat melebihi kapasitas produksi akan menimbulkan kelangkaan yang akan mendorong spekulan distributor ataupun pengecer menaikkan pupuk di atas HET. Hasil pengamatan pada periode Januari sampai Maret 2006 menunjukkan bahwa harga beli petani di kios resmi 12,38 – 33,50 persen di atas HET (Tabel 1), dan dalam situasi normal pun (temuan lapang bulan Agustus 2005) tanpa ada isu langka pasok sekalipun, petani tetap membayar berkisar 6,7 – 18,1 persen di atas HET (Tabel 2). Penyebab harga pupuk yang dibayar petani di atas HET adalah : (a) Produsen kurang peduli terhadap penyaluran pupuk yang dilakukan oleh distributor dari Lini III ke Lini IV, sehingga banyak distributor hanya menjual DO (delivery order). Kasus di Jawa Barat, distributor menjual DO dengan keuntungan mencapai Rp. 65 per kg jauh di atas fee distributor Rp. 18,5 per kg, di Jawa Timur distributor “bodong” pada wilayah penyaluran PT. Pupuk Kalimantan Timur diperkirakan mencapai 30 persen. Kasus jual beli DO ini akan mengakibatkan kontrol dan pengawasan peredaran pupuk sulit dilakukan, dan dapat mengacaukan ketersediaan pupuk di suatu wilayah, seandainya DO tersebut dijual ke pengecer di luar wilayah kerjanya. Kondisi ini pada akhirnya akan mengakibatkan keterjaminan HET di pengecer akan terganggu, karena pengecer menebus pupuk di atas harga yang ditetapkan, (b) Gambaran akibat dari kejadian jual beli DO adalah pengecer resmi yang seharusnya menebus pupuk urea per kg ke distributor franko toko pengecer sebesar Rp. 1.020, akibat ulah distributor menjual DO meningkat menjadi Rp. 1.055 (kasus Jawa Barat), Rp. 1.050 (kasus Jawa Tengah) dan Rp. 1.045 (kasus Jawa Timur) (Tabel 1, 2 dan 3), (c) Selain distributor, pengecerpun berperilaku tidak benar dengan mengambil marjin harga jauh di atas ketentuan (tambahan keuntungan di luar fee untuk kasus Jawa Barat mencapai Rp. 135/kg; Jawa Tengah Rp. 100/kg; dan Jawa Timur Rp. 25/kg) (Tabel 1, 2 dan 3). Kondisi tersebut telah memberikan andil peningkatan harga pupuk bersubsidi yang seharusnya dibayar oleh petani (harga melampaui HET), (d) Kenaikan harga BBM yang menyebabkan kenaikan biaya distribusi dan adanya isu langka pasok yang terjadi pada awal tahun 2006 telah memicu kenaikan harga pupuk lebih tinggi dari tahun 2005 (Tabel 1), dan (e) dengan demikian dapat disimpulkan bahwa penyebab utama harga pupuk
Analisis Kebijakan
21
bersubsidi yang dibayar petani di atas HET adalah (1) ulah distributor yang hanya menjual DO dan (2) ulah pengecer resmi yang mengambil marjin di atas ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini lebih disebabkan oleh marjin pengecer yang sudah tidak layak lagi; (3) kenaikan harga BBM yang mendorong peningkatan biaya distribusi sehingga biaya distribusi tidak layak lagi. Tiga hal tersebut dipicu oleh lemahnya kontrol produsen pupuk atas penyaluran pupuk dari Lini III ke Lini IV, padahal produsen tersebut yang bertanggungjawab atas terjaminnya HET di Lini IV juga menjadi penyebab harga pupuk di atas HET. Untuk mengatasi hal tersebut pada bulan Juni 2006, pemerintah menaikkan HET untuk urea dari Rp 1.050 menjadi Rp 1.200; ZA dari Rp 950 menjadi Rp 1.050; SP- 36 dari Rp 1.400 menjadi Rp 1.550; dan NPK dari Rp 1.600 mejadi Rp 1.750. Namun demikian, sampai saat ini kondisi harga pupuk di lapang memang masih di sekitar HET. Hal ini bisa dipahami karena saat ini belum musim tanam. Efektivitas Ditingkat Usahatani Intensitas Penggunaan Pupuk Efektivitas subsidi pupuk ditingkat usahatani ditentukan oleh dua aspek yaitu respon harga terhadap penggunaan pupuk dan respon pupuk terhadap hasil padi. Subsidi pupuk efektif bila intensitas penggunaan pupuk pada usahatani ditentukan oleh harga pupuk ditingkat petani dan intensitas penggunaan pupuk berpengaruh nyata terhadap hasil (produktivitas) usahatani. Berdasarkan fungsi respon penggunaan pupuk (Tabel 6 dan Tabel 7) ternyata bahwa intensitas penggunaan pupuk urea terutama ditentukan oleh harga gabah dan tren (keduanya positif). Harga pupuk urea tidak berpengaruh nyata terhadap penggunaan pupuk urea. Harga pupuk SP-36 berpengaruh nyata (negatif) terhadap penggunaan pupuk urea di Luar Pulau Jawa. Ini berarti, subsidi pupuk urea tidak efektif untuk mendorong peningkatan intensitas penggunaan pupuk urea. Intensitas penggunaan pupuk SP-36 di setiap wilayah dipengaruhi secara nyata oleh harga pupuk SP-36 (negatif) dan tren (positif). Harga gabah berpengaruh nyata terhadap penggunaan pupuk SP-36 di Jawa, sedangkan harga pupuk urea berpengaruh nyata di Sumatera. Secara umum dapat dikatakan bahwa penggunaan pupuk (urea dan SP-36) terutama ditentukan oleh faktor non harga. Variabel tren yang nyata disetiap wilayah dan besarnya bervariasi menurut intensitas penggunaan merupakan bukti empiris dari dominannya faktor non harga tersebut. Subsidi harga pupuk, khususnya pupuk urea, tidak berpengaruh nyata terhadap intensitas penggunaan pupuk urea. Namun, subsidi pupuk SP-36 masih berpengaruh nyata terhadap intensitas penggunaan pupuk SP-36. Insentif dukungan harga gabah lebih efektif daripada subsidi harga pupuk dalam mempengaruhi penggunaan pupuk. Respon Hasil Usahatani Hasil usahatani padi responsif terhadap intensitas penggunaan pupuk urea di semua pulau (Tabel 8). Intensitas penggunaan pupuk SP-36 berpengaruh nyata di Jawa dan Sulawesi, namun tidak nyata di Sumatera maupun di Indonesia. Secara agregat, penggunaan pupuk urea lebih esensial daripada SP-36 karena kebutuhan tanaman terhadap nitrogen lebih besar daripada terhadap fospor (P) dan ketersediaan hara P didalam tanah relatif cukup besar. Walaupun penggunaan pupuk SP-36 responsif terhadap harga, bila respon hasil terhadap penggunaan SP-36 rendah maka efektivitas subsidi pupuk SP-36 dalam meningkatkan hasil usahatani padi akan rendah pula. Berdasarkan hasil dugaan fungsi respon hasil, ternyata bahwa penggunaan pupuk urea dan SP-36 untuk memperoleh hasil maksimal praktis sama dengan untuk memperoleh hasil optimal pada tingkat harga dasar gabah (HDG) dan harga eceran pupuk tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah saat ini (Tabel 9). Hal ini berarti perbandingan HDG dan HET pupuk yang berlaku saat ini telah tepat dan sebaiknya tidak diubah.
Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air
22
Hasil perhitungan yang ditampilkan pada Tabel 9 juga menunjukkan bahwa penggunaan pupuk urea maupun SP-36 tidak jauh melampaui tingkat penggunaan optimal maupun maksimal di semua lokasi. Penggunaan pupuk yang amat berlebihan tersebut ternyata tidak berdampak pada peningkatan hasil usahatani padi. Penggunaan pupuk sudah tidak efisien sehingga perlu dikurangi. Pada kondisi penggunaan pupuk yang sudah jauh dari tingkat optimal maupun maksimal, subsidi pupuk jelas tidak akan efektif untuk meningkatkan hasil usahatani padi. Pemberian subsidi pupuk mungkin berguna untuk mengurangi ongkos usahatani namun tidak bermanfaat dalam memacu peningkatan produksi maupun laba usahatani. Kesimpulan dan Saran Hasil pengamatan pada periode Januari sampai Maret 2006 menunjukkan bahwa harga beli petani untuk pupuk di kios resmi 12,38 – 33,50 persen di atas HET, dan dalam situasi normal pun (temuan lapang bulan Agustus 2005) tanpa ada isu langka pasok sekalipun, petani tetap membayar berkisar 6,7 – 18,1 persen di atas HET. Penyebab utama harga pupuk bersubsidi yang dibayar petani di atas HET adalah : (1) ulah distributor yang hanya menjual DO dan (2) ulah pengecer resmi yang mengambil marjin di atas ketentuan yang telah ditetapkan. Hal ini lebih disebabkan oleh marjin pengecer yang tidak layak lagi; (3) kenaikan harga BBM telah mendorong peningkatan biaya distribusi sehingga biaya distribusi tidak layak lagi. Tiga hal tersebut dipicu oleh lemahnya kontrol produsen pupuk atas penyaluran pupuk dari Lini III ke Lini IV, padahal produsen tersebut yang bertanggungjawab atas terjaminnya HET di Lini IV juga menjadi penyebab harga pupuk di atas HET. Intensitas penggunaan pupuk pada usahatani padi sudah jauh diatas ambang titik maksimalnya sehingga yang perlu dilakukan adalah menurunkannya, bukan meningkatkannya. Dalam kondisi demikian, pemberian subsidi pupuk tidak bermanfaat atau malah berpengaruh negatif terhadap produksi gabah nasional. Petani padi Indonesia telah pupuk ”minded” sehingga yang paling menentukan penggunaan pupuk adalah ketersediaan pupuk dan harga jual gabah, bukan harga pupuk. Oleh karena itu, pilihan kebijakan yang lebih baik ialah menjamin pasokan pupuk dan harga gabah yang cukup memadai ditingkat petani. Pengurangan subsidi pupuk melalui peningkatan harga pupuk mungkin tidak berpengaruh nyata terhadap produksi padi. Perbandingan HDG dan HET pupuk saat ini telah tepat. Bila pemerintah suatu saaat meningkatkan HDG, maka HET pupuk sebaiknya ditingkatkan pula secara bersamaan. Dengan demikian , fenomena overintensifikasi penggunaan pupuk dapat diperlambat dan penumpukan beban anggaran subsidi pupuk dapat dikurangi. Hal ini disertai pula dengan penyuluhan untuk menerapkan dosis pemupukan spesifik lokasi sesuai dengan kandungan hara tanah. Tabel 1. Perbandingan Harga Pupuk di Tingkat Petani Dengan HET. Jenis
HET
Pupuk
2006
Bersubsidi
(Rp/kg)
Harga di Tingkat Petani
Harga di Bayar Petani Terhadap HET (%)
(Rp/kg) Sulawesi Selatan
Jawa Timur
Rataan
Sulawesi Selatan
Jawa Timur
Rataan
Urea
1.050
1.160
1.200
1.180
10,48
14,29
12,38
SP-36
1.400
1.455
1.700
1.578
3,93
21,43
12,68
ZA NPK
950
1.273
1.100
1.187
34,00
15,79
24,89
1.600
2.272
2.000
2.136
42,00
25,00
33,50
Analisis Kebijakan
23
Tabel 2. Tingkat Harga Urea yang Berlaku di Masing – Masing Penyalur (Rp/kg). No.
Uraian
Jabar
Jateng
Jatim
965 (100)
980 (100)
980 (100)
Harga di Tingkat Distributor**)
1.055 (103,4)
1.050 (102,9)
1.045 (102,5)
Harga di Tingkat Pengecer***)
1.240 (118,1)
1.200 (114,3)
1.120 (106,7)
1
Harga di Lini III (GPP) *)
2 3
Keterangan : *) Harga referensi Rp. 980/kg. **) Harga referensi Rp. 1020/kg. ***) Harga referansi (HET) Rp. 1050/kg. Angka ( ) menunjukkan persentase terhadap harga referensi.
Tabel 3.
Kelayakan Usaha Perdagangan Pupuk di Tingkat Distributor dan Pengece(Lini IV) di Jawa Barat, Berdasarkan Harga Referensi, 2005 (Rp/kg). Distributor
No.
Uraian
Referensi
1
Harga Tebus
2
Fee
3
Biaya Transport, Bongkar muat, Gudang dan lainnya
Pengecer Resmi Riil
Referensi
Riil
980
965
1,020
1,055
18.5
20
25
30
22
40
5
20
Total Biaya
1,020
1,025
1,050
1,105
8
Harga Jual
1,020
1,055
1,050
1,240
9
Tambahan Fee
-
30
-
135
Keuntungan
Diluar
Keterangan : Referensi berdasarkan usulan subsidi pupuk 2003-2005
Tabel 4. Kelayakan Usaha Perdagangan Pupuk di Tingkat Distributor dan Pengecer (Lini IV) di Jawa Tengah, Berdasarkan Harga Referensi, 2005 (Rp/kg). Distributor No.
Uraian
Pengecer Resmi
Referensi
Riil
Referensi
Riil
1
Harga Tebus
980
980
1,020
1,050
2
Fee
18.5
20
25
30
3
Biaya Transport, Bongkar Muat, Gudang dan lainnya
22
35
5
20
1,020
1,035
1,050
1,100
1,020
1,050
1,050
1,200
-
25
-
100
Total Biaya 8
Harga Jual
9
Tambahan Fee
Keuntungan
Diluar
Keterangan : Referensi berdasarkan usulan subsidi pupuk 2003-2005.
Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air
24
Tabel 5. Kelayakan Usaha Perdagangan Pupuk di Tingkat Distributor dan Pengecer (Lini IV) di Jawa Timur, Berdasarkan Harga Referensi, 2005 (Rp/kg). Distributor No.
Uraian
Referensi
1
Harga Tebus
2
Fee
3
Biaya Transport, Bongkar muat, Gudang dan lainnya Total Biaya
8
Harga Jual
9
Tambahan Fee
Keuntungan
Pengecer Resmi
Riil
Referensi
Riil
980
980
1,020
1,045
18.5
20
25
30
22
40
5
20
1,020
1,040
1,050
1,095
1,020
1,045
1,050
1,120
-
5
-
25
Diluar
Keterangan : Referensi berdasarkan usulan subsidi pupuk 2003-2005.
Tabel 6.
Fungsi Respon Permintaan Pupuk Urea Pada Usahatani Padi Sawah Menurut Pulau.
Wilayah Sumatera Jawa Kalimantan Sulawesi Indonesia
Konstanta
Harga
Harga
Harga
Tren
Gabah
Urea
SP-36
(Tahun)
4,6663
0,2083
0,5841
-0,8869
0,0581
(0.0001)
(0.1542)
(0.2174)
(0.0221)
(0.0028)
5,0401
0,2723
-0,3192
0,1243
-0,0011
(0.0001)
(0.1542)
(0.2174)
(0.0221)
(0.0028)
7,3225
-0,2091
0,0202
-0,7522
0,1855
(0.0021)
(0.6155)
(0.9755)
(0.1534)
(0.0072)
4,5480
0,8734
0,3822
-1,3840
0,0878
(0.0001)
(0.0020)
(0.2119)
(0.0001)
(0.0001)
4,9631
0,2489
0,0159
-0,2459
0,0143
(0.0001)
(0.0191)
(0.9504)
(0.2213)
(0.1098)
Keterangan : angka dalam kurung menunjukkan derajat nyata.
R2 0,8494 0,5415 0,6679 0,8833 0,7124
Analisis Kebijakan
Tabel 7.
25
Fungsi Respon Permintaan Pupuk SP-36 Pada Usahatani Padi Sawah Menurut Pulau.
Wilayah Sumatera
Konstanta 4,9536 (0.0002)
Jawa
(0.0001)
Tren
SP-36
(Tahun)
0,3073
(0.0001)
(0.0592) 0,5265 (0.1819)
-0,0008
0,6027 (0.4132)
-0,0054 (0.9904)
5,2411
1,3937
0,3267
(0.9988)
6,9025 (0.0001)
Indonesia
Harga
Urea
(0.0746)
6,6473 (0.0077)
Sulawesi
Harga
(0.1596)
5,0364
Kalimantan
Harga Gabah
0,5901 (0.3110)
0,1838 (0.3166)
1,1319 (0.0334)
-2,0371 (0.0015) -1,0744 (0.0038) -1,5846 (0.0124) -1,4921 (0.0080) -1,6437 (0.0006)
R2
0,1192
0,8881
(0.0002) 0,0783
0,8761
(0.0003) 0,2156
0,7030
(0.0051) 0,1717
0,7606
(0.0001) 0,1011
0,8862
(0.0001)
Keterangan : angka dalam kurung menunjukkan derajat nyata.
Tabel 8. Fungsi Respon Hasil Padi Terhadap Pupuk Menurut Pulau. Variabel Konstanta Urea Urea2 Urea3 SP-36 Urea * SP-36 Tren (Tahun) R2
Sumatera
Jawa
Sulawesi
Indonesia
27359
614932
11961
319216
(0,0003)
(0,0001)
(0,0001)
(0,0001)
-656,48
-7421,99
-195,22
-5205
(0,0016)
(0,0001)
(0,0064)
(0,0001)
5,63
29,68
1,788
28,71
(0,0031)
(0,0001)
(0,0047)
(0,0001)
-0,0152
-0,0391
-0,0059
-0,0529
(0,0045)
(0,0001)
(0,0011)
(0,0001)
42,99
200,53
-114,77
-80,16
(0,2077)
(0,0002)
(0,0135)
(0,3922)
-0,3352
-0,767
0,8531
0,4271
(0,2351)
(0,0002)
(0,0095)
(0,3611)
28,14
40,24
45,65
40,81
(0,0276)
(0,0001)
(0,0003)
(0,0002)
0,8932
0,9640
0,9190
0,9510
Keterangan : angka dalam kurung menunjukkan peluang tidak nyata.
Bab V. Analisis Kebijakan Kapital, Sumberdaya Lahan dan Air
26
Tabel 9. Penggunaan Urea dan SP-36 Untuk Hasil Padi Maksimal, Optimal dan Aktual Menurut Pulau (kg/ha). No. 1
2
Uraian
Sumatera
Jawa
Sulawesi
Indonesia
Urea
128
262
135
188
SP-36
107
103
40
42
Hasil
4.464
5.564
4.925
5.007
Urea
127
261
135
189
SP-36
108
105
42
48
4.462
5.565
4.926
5.008
123
278
153
206
63
112
28
82
4.036
4.972
4.033
4.442
4.247
5.377
4.543
4.807
Maksimal
Optimal 1
Hasil 3
1
Aktual 1998/1999 2 Urea 1 SP-36 Hasil
1 1
4
Hasil ARAM 2 2006
5
Aktual (Survei 2005-06) Urea
226 3
3414
244 5
270 6
SP-36
167 3
60 4
81 5
103 6
Sumber : 1. Pada harga 2006, 2. Struktur Ongkos BPS, 3. Sumatera Utara, (PSEKP, 2006), 4. Jawa Timur (PSEKP, 2006), 5. Sulawesi Selatan (PSEKP, 2006), 6. Rata-rata Sumatera Utara, Jawa Timur, Sulawesi Selatan (PSEKP, 2006).
Analisis Kebijakan
27
Gambar 1. Pola Panen Padi, 2005
9000000 8000000 7000000 6000000 5000000 4000000 3000000 2000000 1000000 0 Januari
Maret
Mei
Juli
Sept
Nov
Gambar 2. Grafik Rencana/Realisasi Pupuk Urea Subsidi 2006 Wilayah Kerja PT. Pupuk Kaltim di Jatim II s.d. 6 April 2006