DRAFT UNTUK BAHAN DISKUSI Membangun Kebijakan Kerangka Pengaman REDD+ di Indonesia Studi Komparatif terhadap SIS-REDD+ dan PRISAI
Haryanto R. Putro Emil Ola Kleden Myrna A. Safitri
Disampaikan Kepada Dewan Kehutanan Nasional
15 November 2013
Daftar Isi 1. Pendahuluan........................................................................................................ 1 1.1 Rasional Kajian............................................................................................................... 1 1.2 Metode Kajian ............................................................................................................... 2 1.3 Organisasi Laporan......................................................................................................... 2
2. Legitimasi pembentukan kerangka pengaman REDD+ di Indonesia: Studi kasus PRISAI dan SIS-REDD+.......................................................................................... 3 3. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup PRISAI dan SIS-REDD+ ..................................... 6 4. Prinsip, Kriteria dan Indikator: Persinggungan dan Perbedaan SIS-REDD+ dan PRISAI 4.1 Prinsip-prinsip safeguards dalam Cancun Agreement, SIS-REDD+ dan PRISAI.................. 8 4.2 Penlaian Kriteria dan Indikator SIS REDD+ dan PRISAI: Aspek Hukum dan Kebijakan..... 11
5. Kesesuaian dan Kontradiksi dalam PRISAI dan SIS-REDD+................................... 32 6. Kerangka Regulasi mendukung Kebijakan Nasional Kerangka Pengaman ............ 33 7. Kelembagaan …………………………………………………………………………………………………….38 8. Rekomendasi Kebijakan ..................................................................................... 40
1
1. Pendahuluan 1.1 Rasional Kajian Dalam implementasi REDD+ di Indonesia, Dewan Kehutanan Nasional (DKN) memandang penting adanya instrumentsafeguard, yaitu kerangka pengaman untuk mencegah terjadinya dampak sosial dan lingkungan yang merugikan dalam pelaksanaan program dan kegiatan REDD+, seraya meningkatkan manfaat bagi masyarakat lokal dan lingkungan hidup. Safeguard juga penting untuk melahirkan dampak positif yang berkelanjutan dari program dan kegiatan REDD+ yang dirancang hanya untuk kurun waktu tertentu. Mengingat sangat pentingnya safeguard untuk masyarakat dan lingkungan hidup, DKN telah melakukan proses untuk mengawal pengembangan instrument tersebut sejak periode kepengurusan Presidium tahun 2006-2011. Memasuki tahun 2012, DKN melanjutkan upaya tersebut dengan serangkaian aktivitas, antara lain: penyusunan panduan konsultasi publik serta mendukung proses pendalaman, review dan konsultasi publik dari PRISAI (Prinsip Kriteria Indikator Safeguard Indonesia) yang diinisiasi oleh UKP4/Satgas REDD+ melalui proses partisipatif dan konsultatif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Proses pengawalan tersebut dilakukan melalui kerjasama DKN dengan Puspijak Litbanghut dan UN REDD+. Selain PRISAI yang diinisiasi Satgas REDD+, Pusat Standarisasi Lingkungan (Pustanling), Kementerian Kehutanan juga telah mengembangkan SIS-REDD+ (Sistem Informasi Safeguard REDD+) atas dukungan Program FCPF dan GIZ yang juga memuat prinsip, kriteria dan indikator safeguardserta menawarkan kelembagaan pengelolanya.Kedua instrumen di atas disusun dengan mempertimbangkan berbagai standar safeguardyang telah ada, kerangka hukum nasional dan internasional, serta melalui proses partisipatif dan konsultatif yang melibatkan berbagai pemangku kepentingan. Di samping itu, ada sejumlah safeguard lain yang diinisiasi oleh organisasi masyarakat sipil, yang dipersiapkan dalam implementasi REDD+. Dalam rangka menjalankan mandat DKN untuk mendorong terwujudnya kebijakan kehutanan yang efektif dan tepat guna, sehingga pengelolaan hutan lestari dapat diselenggarakan sesuai dengan fungsinya, dan selaku institusi representasi dari stakeholders kehutanan Indonesia, DKN jugatelah diminta oleh konstituennya untuk melakukan pengawalan lebih lanjut atas inisiatif-inisiatif safeguardyang berkembang sejauh ini. Salah satu bentuk pengawalanadalah melakukan kajian terhadap berbagai instrumen (safeguards) yang ada, terutama PRISAI dan SIS-REDD+. Kajian tersebut dilakukan melalui analisis dan sintesis untuk memformulasikan konsep, prinsip, kriteria dan indikatorsafeguardsebagai acuan bagi penetapan kebijakan nasional, termasuk syarat cukup untuk implementasinya di tingkat tapak.Laporan ini adalah draf hasil studi yang dilakukan oleh tim konsultan DKN. 1
1.2 Metode Kajian Studi ini dilakukan dengan menganalisis dokumen PRISAI dan SIS-REDD+. Dokumen PRISAI yang dirujuk adalah “Prinsip Kriteria dan Indikator Safeguards REDD+ Indonesia – PRISAI” versi 3.1, Mei 2013. Sedangkan dokumen SIS-REDD+ yang dijadikan rujukan adalah “Sistem Penyediaan Informasi Pelaksanaan Safeguards (SIS) REDD+ di Indonesia”, Status April 2013. Di samping itu ada beberapa dokumen terkait yang juga diperiksa. Dokumen-dokumen tersebut disajikan dalam daftar pustaka pada bagian akhir Laporan Sebuah diskusi kelompok terfokus juga dilakukan pada tanggal 2 November 2013. Diskusi bertujuan menggali, mendalami dan mengklarifikasi informasiterkait dengan latar belakang dan proses lahirnya dokumen SIS-REDD+ dan PRISAI. Selain itu, dikusi juga bertujuan menggali pengalaman implementasi safeguard dari sejumlah organisasi. Secara umum, metode yang digunakan dalam kajian belum mampu mengungkap keseluruhan perspektif stakeholders yang selama ini mengawal kedua sistem dan masih membutuhkan tindak lanjut untuk melakukan pendalaman, khususnya untuk memastikan pilihan kebijakan yang tepat. 1.3 Organisasi Laporan Setelah bagian pendahuluan, berturut-turut adalah bagian yang memuat tentang legitimasi pembentukan kerangka pengaman REDD+ di Indonesia (bab 2); tujuan, fungsi pembentukan dan ruang lingkup PRISAI dan SIS-REDD+ (bab 3); prinsip, kriteria dan indikator (bab 4), aspek hukum safeguard (bab 5), aspek sosial (bab 6), aspek kelembagaan (bab 7) dan rekomendasi kebijakan (bab 8).
2
2. Legitimasi pembentukan kerangka pengaman REDD+ di Indonesia: Studi kasus PRISAI dan SIS-REDD+ Bagian ini menjawab pertanyaan sebagai berikut: Atas dasar apa PRISAI dan SISREDD+ dibentuk? Jawaban ditemukan di dalam dokumen-dokumen terkait dengan PRISAI dan SIS-REDD+. Keputusan United Nations Framework Convention on Climate Change (UNFCCC) dalam Conference of the Parties ke-16 di Cancun, Meksiko, pada Desember 2010, dikenal dengan Cancun Agreement, antara lain menegaskan bahwa negara-negara pihak perlu menemukan cara-cara yang efektif untuk mengurangi tekanan oleh manusia atas hutan yang mengakibatkan adanya emisi gas rumah kaca dan menegaskan bahwa pelaksanaan tindakan-tindakan penanganan terhadap pemicu deforestasi harus selaras dengan ketentuan yang tercantum dalam Annex 1 Keputusan terkait, yaitu Decision 1/CP 16, dan bahwa kerangka pengaman yang disebutkan dalam paragraf 2 Annex 1 tersebut harus didorong dan didukung oleh negara-negara pihak dalam melakukan tindakan-tindakan pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan, konservasi hutan penyimpan karbon, pengelolaan hutan berkelanjutan dan peningkatan cadangan karbon hutan1. Keputusan Cancun selanjutnya meminta para pihak agar membentuk sistem informasi safeguards (SIS) guna melaporkan sejauh mana ketujuh kerangka pengaman ini diterapkan di negara mereka sesuai dengan situasi dan kapasitas masing-masing. Keputusan COP 17 di Durban menegaskan kembali hasil Cancun. Di samping itu, SBSTA merekomendasikan agar membuat panduan lebih lanjut (further guidance) mengenai sistem informasi kerangka pengaman. Baik PRISAI maupun SIS-REDD+ sama-sama menggunakan ketentuan dalam Cancun Agreement sebagai legitimasi pembentukannya. Keduanya merujuk pada 7 kerangka pengaman yang disebutkan dalam Paragraf 2 Annex 1 Cancun Agreement sebagai landasan pengembangan konsep, prinsip, kriteria dan indikator yang dikembangkannya. Kutipan dari naskah PRISAI dan SIS-REDD+ di bawah ini menunjukkan hal tersebut: Dokumen Prinsip Kriteria dan Indikator Safeguards REDD+ Indonesia – PRISAI (versi 3.1, Mei 2013 di bawah heading Kerangka Hukum) dikatakan: Penyebutan kerangka pengaman secara eksplisit nampak dalam keputusan UNFCCC (United Nations Framework Convention on Climate Change) dalam COP 16, FCCC/CP/2010/7/Add.1 yang disebut dengan Cancun Agreement. Dalam keputusan ini, kerangka pengaman disebut sebagai salah satu elemen penting pelaksanaan REDD+. Lebih lanjut, lampiran I Cancun Agreement menyebutkan tujuh kerangka pengaman yang sebaiknya dipromosikan dan didukung oleh negara-negara berkembang ketika hendak menjalankan REDD+.
1
Pernyataan ini merujuk kepada Paragraf 68, 69, dan 70 Decision 1/CP 16, Cancun Agreement.
3
Dalam Dokumen ‘Sistem Penyediaan Informasi Pelaksanaan Safeguards (SIS) REDD+ di Indonesia’, (Status April 2013, halaman 1 di bawah heading Pendahuluan) dikatakan: Keputusan COP-16, sebagaimana tertuang dalam Annex I Paragraf 2 Decision 1/CP 16, mengamanatkan kepada negara pihak yang melaksanakan REDD+ untuk membangun sistem penyediaan informasi mengenai implementasi atau bagaimana safeguards ditangani dan dihormati.
Selain itu, pengembangan PRISAI maupun SIS-REDD+ membangun legitimasi masing-masing berdasarkan konsepsi masing-masing tentang maksud dan tujuan yang hendak dicapai oleh program-program REDD+. Dalam konteks ini PRISAI menegaskan secara eksplisit bahwa: REDD+ diharapkan melindungi dan memperkuat, bila perlu memberdayakan hak masyarakat sekaligus memperkuat fungsi-fungsi lingkungan dari hutan di mana masyarakat hidup. Karena itu, salah satu pilar penting desain kerangka pengaman nasional adalah menempatkan masyarakat yang hidup di dalam dan sekitar kawasan hutan tidak sebagai tetangga, tetapi sebagai bagian dari pemilik maupun pelaku kegiatan.
Agar hal ini bisa tercapai maka perlu dikembangkan sebuah kerangka pengaman nasional yang bertujuan2: 1. Mencegah pelaksanaan REDD+ dari resiko-resiko sosial dan lingkungan yang bisa
mencederai semangat REDD+ sebagai mekanisme yang potensial menyelamatkan lingkungan hidup dan manusia. 2. Mendorong terwujudnya perubahan kebijakan sumber daya alam, terutama hutan dan lahan gambut yang merealisasikan prinsip dan cara kerja tata kelola yang baik, prinsip hak-hak asasi manusia dan semangat demokrasi.
Selain itu, PRISAI menyatakan bahwa kerangka pengaman yang berkaitan dengan aspek sosial, khususnya yang berkaitan dengan REDD+, belum secara jelas disebutkan dalam berbagai peraturan perundangan nasional; dan oleh karena itu ada kebutuhan untuk merumuskan peraturan pelaksana dari berbagai instrumen hukum yang berkaitan dengan aspek sosial, antara lain hak asasi manusia dan tata kelola pemerintahan yang baik dalam berbagai aktivitas pembangunan berbasis lahan. Sementara SIS-REDD+ menyatakan bahwa dalam rangka melaksanakan amanat Keputusan COP 16, diselenggarakanlah serangkaian proses multi pihak yang bertujuan untuk3: 1. Menerjemahkan safeguards REDD+ pada Keputusan COP-16 ke dalam konteks nasional, 2. Melakukan analisis terhadap instrumen kebijakan dan instrumen lain yang terkait dengan safeguards REDD+ pada Keputusan COP-16, 3. Mengidentifikasi struktur dan mekanisme sistem informasi implementasi safeguards dalam REDD+ yang paling sesuai bagi Indonesia, 4. Menyusun rancangan kelembagaan SIS-REDD+,
2 3
Prinsip Kriteria dan Indikator Safeguards REDD+ Indonesia – PRISAI versi 3.1, Mei 2013 Sistem Penyediaan Informasi Pelaksanaan Safeguards (SIS) REDD+ di Indonesia’, Status April 2013
4
5. Menentukan Prinsip, Kriteria dan Indikator, dengan mempertimbangkan hasil analisis butir (2) dan, 6. Menentukan alat penilai pelaksanaan safeguards dalam SIS-REDD+ di Indonesia
Dari dua sumber legitimasi tersebut terlihat bahwa baik PRISAI maupun SISREDD+ sama-sama merujuk pada Cancun Agreement sebagai landasan bagi perlu dikembangkannya sebuah kerangka pengaman nasional. Namun jelas tujuan pengembangan kerangka pengaman dari kedua model ini berbeda dalam pendekatannya. PRISAI dikembangkan untuk menjawab tantangan persoalan yang terkait dengan hak masyarakat dan keberlanjutan lingkungan hidup. Sementara SIS-REDD+ dikembangkan sebagai sistem informasi yang memantau, menilai dan melaporkan pelaksanaan kerangka pengaman di Indonesia. Asumsi pokok dalam pengembangan SIS-REDD+ adalah bahwa (akan) ada sejumlah kerangka pengaman yang dilaksanakan di Indonesia, dan SIS-REDD+ (akan) menilai kompatibilitas kerangka pengaman tersebut dengan amanat Keputusan COP 16. Menilik rumusan-rumusan tentang tujuan yang hendak dicapai oleh masingmasing model tersebut, dapat dikatakan bahwa PRISAI menekankan aspek substantif dalam pengembangan kerangka pengaman. Substansi pokoknya adalah terjaminnya hak masyarakat dan fungsi-fungsi lingkungan. Sedangkan SIS-REDD+ menekankan aspek instrumental dari kerangka pengaman yang dikembangkan. Unsur-unsur instrumentalnya adalah kegiatan membangun sistem informasi yang mencakup kegiatan mengumpulkan, mengolah, menganalisis, dan menyajikan data dan informasi tentang implementasi ketujuh kerangka pengaman yang tertuang dalam Annex 1 Paragraf 2 Keputusan No.1 COP 16.
5
3. Tujuan, Fungsi dan Ruang Lingkup PRISAI dan SIS-REDD+
Komparasi antara PRISAI dan SIS-REDD+ dalam hal tujuan dan fungsi dapat dilihat dalam tabel di bawah ini Tabel 1: Komparasi tujuan dan fungsi PRISAI dan SIS-REDD+ PRISAI
SIS-REDD+
Tujuan
a. Mencegah pelaksanaan REDD+ dari resiko-resiko sosial dan lingkungan yang bisa mencederai semangat REDD+ sebagai mekanisme yang potensial menyelamatkan lingkungan hidup dan manusia. b. Mendorong terwujudnya perubahan kebijakan sumber daya alam, terutama hutan dan lahan gambut yang merealisasikan prinsip dan cara kerja tata kelola yang baik, prinsip hak-hak asasi manusia dan semangat demokrasi
1. Menerjemahkan safeguards REDD+ pada Keputusan COP-16 ke dalam konteks nasional, 2. Melakukan analisis terhadap instrumen kebijakan dan instrumen lain yang terkait dengan safeguards REDD+ pada Keputusan COP-16, 3. Mengidentifikasi struktur dan mekanisme sistem informasi implementasi safeguards dalam REDD+ yang paling sesuai bagi Indonesia, 4. Menyusun rancangan kelembagaan SISREDD+, 5. Menentukan Prinsip, Kriteria dan Indikator, dengan mempertimbangkan hasil analisis butir (2) dan, 6. Menentukan alat penilai pelaksanaan safeguards dalam SIS-REDD+ di Indonesia
Fungsi
1. Fungsi operasional yakni mencakup peran PRISAI sebagai screening atau pemeriksaan terhadap usulan proyek maupun program REDD+. 2. Fungsi strategis yakni peran PRISAI dalam memberikan laporan umum dan rekomendasi yang terkait kerangka pengaman dan persoalannya di Indonesia kepada Lembaga REDD+ dan publik.
Berfungsi sebagai sebagai sistem informasi yang memantau, menilai dan melaporkan pelaksanaan kerangka pengaman di Indonesia. Dengan kata lain berfungsi sebagai rumah bagi informasiinfomasi yang di dihimpun dari berbagai macam pelaksanaan safeguards dengan berbagai skema 4.
Sebagaimana telah diuraikan pada bagian sebelumnya, PRISAI lebih menekankan aspek substansial dalam tujuannya, sedangkan SIS-REDD+ lebih menekankan aspek instrumental. Namun keduanya dapat bersifat saling melengkapi
4
Konfirmasi mengenai fungsi ini diperoleh dalam diskusi kelompok terfokus pada 2 November 2013 di IPB Convention Center, Bogor
6
(komplementatif) satu terhadap yang lain, karena pada dasarnya hal-hal substansial hanya dapat dipenuhi jika aspek instrumentalnya juga dipenuhi. Dalam hal fungsi, tampak bahwa kedua model menggambarkan fungsi yang serupa dalam hal melaporkan pelaksanaan kerangka pengaman di Indonesia. Dan hal ini merupakan sebuah situasi tumpang tindih antara kedua model tersebut. Ruang Lingkup PRISAI dan SIS-REDD+ SIS-REDD+ adalah sistem informasi pelaksanaan berbagai kerangka pengaman di Indonesia. Namun secara metodologis menjadi tak terhindarkan bahwa SISREDD+ perlu mengembangkan sebuah standard penilaian yang menjadi landasan untuk memantau dan menilai pelaksanaan berbagai kerangka pengaman tersebut. Oleh karena itu ruang lingkup SIS-REDD+ tidak hanya berurusan dengan persoalan provider, user dan manajemen informasi, tetapi juga bersinggungan dengan penetapan standard penilaian terhadap berbagai kerangka pengaman di Indonesia. Hasil penilaian adalah salah satu bagian utama dari pelaporan kepada UNFCCC. PRISAI, di sisi lain, mempunyai ruang lingkup yang mencakup tiga aras, yaitu: 1. Standar dan indikator performa yang menjadi acuan untuk menguji capaian dan ukuran terhadap program REDD+. 2. Process screening dan penilaian terhadap aspek sosial dan lingkungan serta mekanisme yang menjamin kualitas dan akuntabilitas 3. Tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan untuk memastikan kepatuhan dan akuntabilitas secara institusional Ruang lingkup tugas dan tanggung jawab dari kedua model ini dengan mudah mengungkapkan perbedaan antara keduanya. Jelas bahwa SIS-REDD+ bekerja dalam ruang lingkup pelaksanaan berbagai kerangka pengaman oleh berbagai pelaksana proyek dengan fungsi melakukan penilaian. Sedangkan PRISAI bekerja dalam ruang lingkup pelaksanaan proyek REDD+, di mana capaian dalam program REDD+, pemenuhan aspek sosial dan lingkungan, serta akuntabilitas institusi pelaksana proyek menjadi fokus perhatian.
7
4. Prinsip, Kriteria dan Indikator: Persinggungan dan Perbedaan SIS-REDD+ dan PRISAI 4.1 Prinsip-prinsip safeguards dalam Cancun Agreement, SIS-REDD+ dan PRISAI Annex 1 dari Cancun Agreement (UNFCC Decision 1/CP.16) merupakan acuan dalam penyusunan prinsip-prinsip safeguards dalam SIS-REDD dan PRISAI. Terdapat tujuh prinsip yang dinyatakan dalam Cancun Agreement. SIS-REDD+ menggunakan tujuh prinsip itu tetapi dengan beberapa adaptasi. PRISAI mengembangkan tujuh prinsip menjadi 10 prinsip dan mengelompokkannya ke dalam kategori tata kelola, sosial dan lingkungan. Perbandingan prinsip-prinsip safeguards itu dapat dilihat pada tabel 2. PRISAI menambahkan prinsip baru yakni pembagian manfaat dan prinsip informasi yang terlembagakan dan akuntabel. Selain itu, PRISAI menambahkan keadilan gender dalam prinsip partisipasi dan target pengurangan emisi pada prinsip kepatuhan hukum. Dua hal penting ditemukan dalam studi ini. Pertama, Cancun Agreement menyatakan bahwa penghormatan pada hak dan pengetahuan masyarakat adat harus memperhatikan kewajiban internasional sebagaimana terdapat dalam Deklarasi PBB tentang Hak Masyarakat Adat (UNDRIP). Baik SIS-REDD+ maupun PRISAI tidak menyatakan pentingnya mengacu pada UNDRIP. Kedua, Cancun Agreement menyebutkan larangan konversi hutan alam, SIS-REDD+ maupun PRISAI tidak memuat larangan ini. Dengan kedua hal ini maka jelas bahwa posisi kedua dokumen ini meneguhkan sikap politik Pemerintah Indonesia yang sedapat mungkin tidak terikat dengan instrumen hukum internasional mengenai masyarakat adat. Namun, terkait dengan ketiadaan larangan konversi hutan alam, menjadi menarik dipertanyakan: Bagaimana dokumen SIS-REDD+ dan PRISAI menanggapi Instruksi Presiden No. 6 Tahun 2013 tentang Penundaan Pemberian Izin Baru dan Penyempurnaan Tata Kelola Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut (dikenal dengan Inpres Moratorium).
8
Tabel 2. Prinsip-prinsip Safeguards dalam Cancun Agreement, SIS-REDD+ dan PRISAI
2.
3.
4.
5
SIS-REDD+
Melengkapi atau konsisten dengan tujuan program kehutanan nasional, konvensi dan kesepakatan internasional terkait
1.
Struktur tata-kelola hutan nasional yang transparan dan efektif, mempertimbangkan peraturanperundangan yang berlaku dan kedaulatan negara yang bersangkutan
2.
Menghormati pengetahuan dan hak masyarakat adat dan masyarakat lokal, dengan mempertimbangkan tanggungjawab, kondisi dan hukum nasional, dan mengingat bahwa Majelis Umum PBB telah mengadopsi Deklarasi Hak Masyarakat Adat
3.
Partisipasi para pihak secara penuh dan efektif, khususnya masyarakat adat dan
4.
Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional
PRISAI 1.
Melengkapi atau konsisten dengan target pengurangan emisi, hukum nasional, konvensi dan kesepakatan internasional terkait.
2.
Memperbaiki kehutanan
3.
Informasi yang transparan, terlembagakan dan akuntabel
4.
Memastikan status hak atas tanah dan wilayah
5.
Menghormati dan memberdayakan pengetahuan dan hak masyarakat adat dan komunitas lokal Partisipasi penuh, efektif dan berkeadilan gender dari semua
Kegiatan REDD+ harus mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan harus konsisten dengan tujuan program kehutanan nasional.
Transparansi dan efektifitas tata kelola hutan nasional Kegiatan REDD+ harus berkontribusi pada tata kelola hutan yang transparan dan efektif, dengan mengikuti prinsip kedaulatan nasional.
Hak-hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal Kegiatan REDD+ harus menghormati hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal melalu aksi yang esuai dengan skala dan konteks implemenetaisnya. Efektivitas dari Partisipasi Para pihak
6.
tata
kelola
Terjemahan ke dalam Bahasa Indonesia sebagaimana termuat dalam dokumen PRISAI 3.1.
9
Prisai Governance
1.
Prisai Sosial
Cancun Agreement5
5.
6.
7.
Kegiatan REDD+ harus secara proaktif dan transparan mengidentifikasi para pihak yang relevan dan melibatkan mereka dalam proses perencanaan dan pemantauannya
Konsisten dengan konservasi hutan alam dan keaneka-ragaman hayati, menjamin bahwa aksi REDD+ tidak digunakan untuk mengkonversi hutan alam, tetapi sebaliknya untuk memberikan insentif terhadap perlindungan dan konservasi hutan alam dan jasa ekosistem, serta untuk meningkatkan manfaat sosial dan lingkungan lainnya
5. Konservasi Keanekaragaman Hayati, Jasa Sosial dan Jasa Lingkungan
Aksi untuk (reversals)
6. Resiko balik
menangani
resiko-balik
Aksi untuk mengurangi pengalihan emisi
pemangku kepentingan 7.
Manfaat REDD+ dibagi secara adil ke semua pemegang hak dan pemangku kepentingan yang relevan
8.
Mendukung keanekaragaman hayati, perlindungan hutan alam dan jasa lingkungan
9.
Aksi untuk menangani resiko balik
Kegiatan REDD+ harus mengembangkan strategi efektif untuk mempertahankan, menjaga , dan mengembalikan keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem untuk manfaat sosial dan lingkungan.
Kegiatan REDD+ harus mengurangi resiko balik melalui cara yang sesuai dengan skala dan konteks, dengan penekanan pada tindakan sub-nasional dan inisiatif kebijakan tingkat nasional. 7.
Pengurangan pemindahan emisi
10. Aksi untuk pengalihan emisi
mengurangi
Mengakui bahwa monitoring dan pengurangan emisi dari perpindahan merupakan tanggung jawab subnasional (KPH, kabupaten, provinsi) dan pemerintah nasional, maka kegiatan REDD+ harus mencakup strategi untuk mengurangi perpindahan emisi dan mendukung pemantauan sub-nasional dan nasional
10
Prisai Lingkungan
masyarakat lokal
4.2 Penilaian Kriteria dan Indikator SIS REDD+ dan PRISAI: Aspek Hukum dan Kebijakan Meskipun menyatakan mengacu pada Cancun Agreement, SIS-REDD+ dan PRISAI mengembangkan kriteria dan indikatornya sendiri. Kriteria dan indikator ini berbedabeda dalam beberaapa rumusan, cakupan dan sasarannya. Pada tabel 3 disajikan perbandingan rumusan prinsip, kriteria dan indikator safeguards menurut SIS-REDD+ dan PRISAI, serta bagaimana kedua dokumen menerjemahkan prinsip-prinsip Cancun Agreement. Tabel 3. Prinsip, Kriteria dan Indikator safeguards SIS-REDD+ dan PRISAI dan persinggungannya dengan Prinsip Cancun Prinsip 1 Cancun Agreement: Melengkapi atau konsisten dengan tujuan program kehutanan nasional, konvensi dan kesepakatan internasional terkait SIS-REDD+ Prinsip 1: Kepatuhan hukum dan konsistensi dengan program kehutanan nasional
PRISAI Prinsip 1: Melengkapi atau konsisten dengan target pengurangan emisi, hukum nasional, konvensi dan kesepakatan internasional terkait.6
Kegiatan REDD+ harus mengikuti peraturan pemerintah dan konvensi/persetujuan internasional yang diratifikasi secara nasional mengikuti, dan harus konsisten dengan tujuan program kehutanan nasional. Kriteria: Kriteria: 1.1 Kegiatan REDD+ harus dikoordinasikan 1.1 Mendukung pencapaian target RAN GRK /diatur/dikelola di bawah wewenang khususnya dari sektor kehutanan dan lembaga sub-nasional atau nasional yang sektor berbasis lahan lainnya tepat dan, bila sesuai, di bawah badan hukum yang didirikan berdasarkan hukum dan peraturan Indonesia Indikator: Indikator: kebijakan penguatan 1.1.1 Ketersediaan dokumen hukum dan 1.1.1. Adanya pemanfaatan SDA yang mendukung administratif yang membuktikan keseimbangan lingkungan global kewenangan yang jelas untuk kegiatan (Pemerintah) REDD+, sesuai dengan skala dan 1.1.2. Adanya Strategi Daerah yang implementasinya. mengimplementasikan STRANAS REDD+ (Pemerintah Daerah) 1.1.3. Adanya kebijakan percepatan rehabilitasi kawasan hutan dan kawasan untuk rehabilitasi (Pemerintah Daerah) 1.1.4. Adanya strategi yang mempermudah dan mempercepat proses perizinan para pihak yang mengajukan pola peningkatan stok karbon (carbon enchament) (Pemerintah Daerah) Kriteria: 1.2 Kegiatan REDD+ di tingkat nasional dan
Kriteria: 1.2 Mengembangkan implementasi konvensi
6
Dalam dokumen PRISAI, Prinsip 1 Cancun Agreement juga terdapat dalam Prinsip, Kriteria dan Indikator 7.
11
sub nasional harus mematuhi hukum yang berlaku dan konvensi internasional yang diratifikasi Indonesia Indikator: 1.2.1 Ketersediaan dokumen perencanaan, prosedur, dan laporan periodik mengenai implementasi peraturan pemerintah yang relevan 1.2.2 Ketersediaanlaporan mengenai implementasi konvensi/persetujuan internasional. Kriteria 1.3 KegiatanREDD+ harus sejalan dengan tujuan program kehutanan nasional seperti yang dijelaskan dalam rencana jangka panjang dan strategis dari sektor kehutanan Indonesia. Indikator: 1.3.1 KegiatanREDD+ harus sejalan dengan dan mendukung tujuan prioritas pada rencana jangka panjang dan strategis dari sektor kehutanan Indonesia.
CCD, CBD, UNFCCC, RAMSAR dan kesepakatan internasional terkait lainnya yang relevan dengan REDD+ Indikator: 1.2.1 Adanya kebijakan pemerintah di masingmasing sektor pengelola sumber daya alam yang memastikan terintegrasinya konvensi internasional keanekaragaman hayati, perubahan iklim dalam kebijakan sektor (Pemerintah) 1.2.2 Adanya kebijakan pemerintah yang mengintegrasikan kebijakan-kebijakan di bidang tata kelola dan hak asasi manusia ke dalam kebijakan masingmasing sektor sumber daya alam (Pemerintah) 1.2.3 Adanya kebijakan yang memastikan berjalannya sinkronisasi antara instrumen hukum internasional dengan kebijakan dan program nasional yang terkait REDD+ (Pemerintah) 1.2.4 Adanya penerapan konvensi dan perjanjian internasional CBD, UNFCCC, CCD, RAMSAR dalam program REDD+ (Pemerintah)
Prinsip 2 Cancun Agreement Struktur tata-kelola hutan nasional yang transparan dan efektif, mempertimbangkan peraturanperundangan yang berlaku dan kedaulatan negara yang bersangkutan SIS-REDD+
PRISAI
Prinsip 2: Transparansi dan efektifitas tata kelola hutan nasional Kegiatan REDD+ harus berkontribusi pada tata kelola hutan yang transparan dan efektif, dengan mengikuti prinsip kedaulatan nasional.
Prinsip 2: Memperbaiki tata kelola kehutanan
Kriteria: 2.1 Sesuai dengan skala dan konteks kegiatan REDD+, pengaturan kelembagaan mendukung komunikasi yang baik di antara para pihak untuk pengawasan yang efektif dari implementasi prinsip-prinsip tata kelola yang baik.
Kriteria:
Indikator: 2.1.1 Pernyataanjelas dari kebijakan mengenai penyampaian informasi oleh unit yang bertanggung jawab atas kegiatan REDD+, sesuai dengan skala dan konteks implementasinya.
Indikator: 2.1.1 Adanya kebijakan dan mekanisme yang tegas dan jelas yang menjamin transparansi informasi dan sinkronisasi perizinan di wilayah yang potensial menjadi lokasi REDD+ (Pemerintah)
2.1 Mendukung penerapan tata kelola kehutanan yang efektif dan efisien dengan mekanisme dan pola kerja yang transparan, akuntabel serta didukung kapasitas yang memadai
12
2.1.2 Pernyataan yang dengan jelas menguraikan struktur, tugas dan fungsi organisasi dari unit yang bertanggung jawab atas kegiatan REDD+, sesuai dengan skala dan konteks implementasinya.
Kriteria 2.2 Entitas yang bertanggung jawab untuk kegiatan REDD+ harus mempublikasikan komitmennya untuk tidak menawarkan atau menerima uang suap atau bentuk apapun dari korupsi dan harus mengikuti undang-undang anti korupsi Indonesia.
Indikator 2.2.1 Pernyataan kebijakan anti korupsi yang jelas.
2.1.2 Terdapat proses pelaksanaan REDD+ yang transparan dan akuntabel yang diatur secara tegas dalam standar operasional maupun aturan internal lainnya (Pelaksana) 2.1.3 Adanya pembagian peran dan tanggung jawab yang jelas dan disepakati antara pelaksana REDD+, pemerintah, masyarakat dan pihak terkait lainnya (Pelaksana dan Pemerintah) 2.1.4 Tersedianya sumber daya manusia yang memiliki kapasitas yang mengacu pada ukuran antara lain pengetahuan sosial dan lingkungan serta integritas yang dipercaya (Pelaksana) 2.1.5 Kebijakan yang mempermudah prosedur administrasi dan perizinan bagi pihakpihak yang hendak terlibat dalam REDD+, terutama bagi komunitas yang secara historis memiliki model dan sejarah pengelolaan hutan (Pemerintah) Kriteria: 2.2 Mendukung tata kelola kehutanan yang anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN)
Indikator: 2.2.1 Adanya instrumen pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme dalam tata kelola kehutanan dan penguatan kelembagaan dalam pencegahan KKN, serta sistem fiduciary yang terkontrol dengan baik (Pemerintah) 2.2.2. Adanya mekanisme pelaporan yang terstruktur dan tercatat atas indikasi KKN agar dapat ditelusuri dan digunakan dalam proses hukum selanjutnya (penyidikan, penyelidikan, pengusutan, dst) (Pemerintah) Kriteria: 2.3 Pelaksana menyediakan mekanisme untuk mencegah korupsi dan penyuapan dalam pelaksanaan REDD+ Indikator: 2.3.1 Adanya mekanisme anti-rasuah yang didiskusikan dengan lembagalembaga yang terkait anti-rasuah dan disediakan pelaksana baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan kegiatan untuk mencegah korupsi dan
13
suap (Pemerintah) Adanya peluang yang disediakan untuk mereview maupun memberikan masukan perbaikan atas mekanisme anti-rasuah untuk mencegah KKN (Pemerintah) Prinsip 3: Informasi yang transparan, terlembagakan dan akuntabel 2.3.2
Kriteria: 3.1 Pelaksana REDD+ aktif menyediakan informasi dan sekaligus mencari informasi yang diperlukan publik yang berkaitan dengan aktivitas yang akan maupun sedang dijalani Indikator: 3.1.1 Adanya mekanisme teknis pelaksanaan aturan keterbukaan informasi yang harus disampaikan ke publik dan masyarakat yang terkait pelaksanaan REDD+ (Pemerintah) 3.1.2 Adanya mekanisme yang menjamin adanya informasi dasar REDD+ yang disampaikan ke pemangku kepentingan di tingkat tapak (Pelaksana) 3.1.3 Adanya mekanisme yang menjamin penyampaian informasi disampaikan sebelum program maupun proyek dirancang di tingkat tapak, sesuai dengan kondisi lokal, dalam kemasan yang sederhana dan mudah dipahami (Pelaksana) 3.1.4 Adanya mekanisme untuk klarifikasi dan keberatan atas informasi yang disampaikan pelaksana REDD+ (Pelaksana) 3.1.5 Mekanisme yang menjamin peyampaian informasi yang memperhatikan kebutuhan khusus kelompok yang termarginalkan terutama perempuan dan masyarakat adat (Pelaksana) Kriteria: 3.2 Menyediakan informasi mengenai hasil pemantauan atas pelaksanaan safeguards. Indikator: 3.2.1
Adanya mekanisme yang menjamin keterbukaan informasi atas Monev safeguards ke publik yang mudah diakses dan mudah dipahami termasuk untuk pemangku kepentingan yang mempunyai kebutuhan khusus seperti perempuan,
14
3.2.2
masyarakat adat, minoritas (Pemerintah dan Pelaksana) Adanya mekanisme yang menjamin adanya masukan maupun keberatan atas informasi yang dibuka ke publik (Pemerintah)
Prinsip 3 Cancun Agreement Menghormati pengetahuan dan hak masyarakat adat dan masyarakat lokal, dengan mempertimbangkan tanggung-jawab, kondisi dan hukum nasional, dan mengingat bahwa Majelis Umum PBB telah mengadopsi Deklarasi Hak Masyarakat Adat SIS-REDD+ Prinsip 3: Hak-hak Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal
PRISAI Prinsip 4: Memastikan status hak atas tanah dan wilayah
Kegiatan REDD+ harus menghormati hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal melalu aksi yang esuai dengan skala dan konteks implemenetaisnya.
Kriteria: 3.1 Kegiatan REDD+ harus termasuk mengidentifikasi dan menghargai hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal, seperti kepemilikan, akses dan pemanfaatan sumber daya hutan serta jasa ekosistem, dengan intensitas yang meningkat pada skala tingkat sub-nasional dan tapak.
Kriteria: 4.1 Identifikasi dan perlindungan pemegang hak atas tanah dan wilayah serta mekanisme penyelesaian konflik di wilayah calon lokasi REDD+
Indikator: 3.1.1 Ketersediaan peta, dan/atau dokumen apapun mengenai masyarakat adat dan masyarakat lokal yang telah diidentifikasi, termasuk hak-hak mereka dalam wilayah kegiatan REDD+. 3.1.2 Ketersediaan rencana kerja dan pengaturan untuk mengakomodasi hak maupun aspirasi masyarakat adat dan penduduk lokal dalam memanfaatkan sumber daya hutan.
Indikator: 4.1.1 Terjadinya proses yang partisipatif untuk menginventarisasi dan memetakan pemegang hak, obyek hak dan jenis hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang relevan terhadap aktivitas REDD+, terutama hak dan jenis hak kelompok rentan dan marginal antara lain perempuan dan masyarakat adat (Pelaksana) 4.1.2 Adanya identifikasi secara partisipatif mengenai kejelasan batas maupun tumpang tindih klaim yang menyangkut pemegang hak, obyek dan jenis hak di lokasi REDD+ termasuk kejelasan atas hak individu dan komunal (Pelaksana) 4.1.3 Digunakannya pemetaan partisipatif sebagai salah satu landasan dalam penyusunan dan review tata ruang dan penatabatasan kawasan hutan (Pemerintah) 4.1.4 Adanya assessment atas konflik dan
15
Kriteria: 3.2 Diterapkan pada tingkat tapak, kegiatan persiapan REDD+ harus mencakup proses untuk memperoleh Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (FPIC) dari masyarakat adat dan lokal yang terkena dampak sebelum kegiatan REDD+ dimulai. Indikator: 3.3.1 Ketersediaan dokumentasi proses konsultasi yang menunjukkan upaya, kesesuaian skala kegiatan dan intensitas kegiatan untuk mendapatkan Persetujuan Atas Dasar Informasi Awal Tanpa Paksaan (FPIC) dari masyarakat adat dan lokal yang berpotensi terpengaruh oleh kegiatan REDD+.
potensi konflik yang terkait REDD+ dan pemetaan atas opsi penyelesaian konflik yang sedapat mungkin mendayagunakan mekanisme lokal (Pelaksana) 4.1.5 Adanya mekanisme yang memastikan REDD+ tidak dilakukan di wilayah dimana status hak masingmasing pihak masih berkonflik satu sama lain (Pelaksana) 4.1.6 Adanya sebuah mekanisme yang transparan dan dapat diakses secara efektif oleh semua pihak terutama perempuan, masyarakat adat, dan kelompok rentan dan marginal lainnya untuk menyelesaikan konflik yang berkaitan dengan hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam (Pelaksana dan Pemerintah) 4.1.7 Adanya mekanisme penyelesaian konflik yang berkaitan dengan hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang timbul karena aktivitas REDD+ dan diselesaikan secara transparan dalam jangka waktu yang disepakati(Pelaksana dan dan Pemerintah) 4.1.8 Adanya mekanisme yang memastikan aktivitas REDD+ ditangguhkan untuk sementara waktu manakala konflik terjadi selama aktivitas REDD+ berjalan (Pemerintah dan Pelaksana) 4.1.9 Ada mekanisme untuk menyelesaian konflik selama periode penangguhan sementara aktivitas REDD+ (Pemerintah) Kriteria: 4.2 Pengakuan hak atas tanah, wilayah dan sumber daya alam yang berbasis hukum negara dan hak adat maupun hak lokal lainnya
Indikator: 4.2.1 Adanya kebijakan REDD+ nasional yang mengakui dan menghargai hakhak tradisional masyarakat adat dan lokal atas tanah, wilayah dan sumber daya alam (Pemerintah) 4.2.2 Rencana tata ruang termasuk rencana pengelolaan hutan di lokasi kegiatan REDD+ mengakui dan menghormati hak yang dimiliki masyarakat adat maupun komunitas
16
Kriteria: 3.3Kegiatan REDD+ harus berkontribusi dalam mempertahankan atau memperkuat kesejahteraan sosial ekonomi masyarakat adat dan lokal, dengan berbagi keuntungan secara adil dengan mereka, termasuk untuk generasi yang akan datang. Indikator: 3.3.1 Kebijakan, rencana dan/atau program tidak boleh berdampak pada marjinalisasi kelompok tertentu dalam masyarakat karena adanya keterbatasan akses dan kendali atas sumber daya alam, modal maupun pengetahuan. 3.3.2 Mekanisme yang terdokumentasi atas distribusi keuntungan yang adil diantara masyarakat adat dan penduduk lokal yang terpengaruh serta bukti implementasi yang bisa ditunjukkan.
lokal baik yang berdasarkan hukum negara, hukum adat maupun kesepakatan lainnya (Pemerintah) 4.2.3 Adanya upaya penguatan hukum bagi hak masyarakat adat dan lokal atas tanah, wilayah dan sumber daya alam baik melalui kesepakatan multi-pihak maupun peraturan dan kebijakan pemerintah (Pelaksana) 4.2.4 Adanya proses yang aktif di tingkat pelaksana untuk memfasiitasi proses pengakuan hak atas tanah yang cepat, mudah, bebas biaya melalui proses yang partisipatif (Pelaksana) Kriteria: 4.3 Mensyaratkan free, prior and informed consent (FPIC) atau PADIATAPA dari masyarakat adat dan komunitas lokal untuk setiap aktivitas yang berpotensi mempengaruhi hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya alam Indikator: 4.3.1 Kebijakan REDD+ di tingkat nasional dan daerah mendukung prinsip dan hak FPIC dari masyarakat adat dan komunitas lokal untuk semua aktivitas yang mempengaruhi hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya alam (Pemerintah Pusat) 4.3.2 Kebijakan FPIC untuk masyarakat adat setidaknya mengikuti standar yang telah dicantumkan dalam Deklarasi PBB tentang Hak-Hak Masyarakat Adat (UNDRIP)(Pemerintah Pusat/Daerah) 4.3.3 Pelaksanaan REDD+ secara efektif mendiseminasikan informasi mengenai konsep hingga teknis pelaksaan FPIC kepada masyarakat adat dan komunitas lokal untuk semua aktivitas yang mempengaruhi hak mereka atas tanah, wilayah dan sumber daya alam (Pelaksana didukung diseminasi informasi oleh Pemerintah) 4.3.4 Adanya mekanisme yang disediakan bagi pemegang hak komunal(masyarakat adat dan komunitas lokal) untuk mendefinisikan proses yang terukur mengenai bagaimana mereka menjalankan FPIC, termasuk memilih perwakilan dan lembaga yang
17
Kriteria: 3.4 Kegiatan REDD+ harus mengenali pengetahuan tradisional dan memberi kompensasi atas pemanfaatan pengetahuan tersebut secara komersial.
Indikator: 3.4.1 Ketersediaan mekanisme atau prosedur untuk pemberian kompensasi atas pemanfaatan komersial atas pengetahuan tradisional.
berwenang untuk menyampaikan persetujuan maupun opsi lain yang sudah mereka sepakati (Pelaksana) 4.3.5 Adanya mekanisme yang memastikan masyarakat adat melakukan FPIC berdasarkan kebiasaan, tradisi, norma, yang mereka miliki terhadap semua aktivitas yang mempengaruhi hakhak mereka, terutama hak tradisional mereka untuk memiliki dan mengontrol tanah, wilayah dan sumber daya alam (Pelaksana) 4.3.6 Adanya upaya-upaya agar pelaksanaan REDD+ tidak mengurangi hak, kebudayaan dan berbagai praktek pengelolaan lestari oleh masyarakat – (Pelaksana) 4.3.7 Adanya mekanisme bahwa pelaksanaan REDD+ tidak boleh merelokasi, memindahkan maupun menggusur warga baik secara fisik maupun ekonomi. (Pemerintah dan Pelaksana) Prinsip 5: Menghormati dan memberdayakan pengetahuan dan hak masyarakat adat dan komunitas lokal
Kriteria: 5.1 Menghargai pengetahuan dan nilai-nilai tradisional yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan REDD+
Indikator: 5.1.1 Adanya identifikasi secara partisipatif atas jenis-jenis kearifan tradisional yang berkaitan secara langsung maupun tidak dengan pelaksanaan REDD+ dengan memperhatikan pengetahuan kelompok yang termarginalkan (Pelaksana) 5.1.2 Adanya mekanisme yang disediakan untuk menghormati, melindungi dan memajukan pengetahuan dan nilainilai tradisional yang berkaitan dengan pelaksanaan REDD+ (Pelaksana) 5.1.3 Adanya kesepakatan bersama masyarakat untuk memastikan
18
pelaksanaan REDD+ tidak mengabaikanmaupun mengurangi pengetahuan tradisional dan nilainilai tradisional masyarakat (Pelaksana) Kriteria: 5.2 Melindungi akses bagi masyarakat dalam program dan proyek REDD+ dan memperkuat akses kelompok yang termarginalkan Indikator: 5.2.1
5.2.2
Adanya kesepakatan dengan pemangku kepentingan yang menegaskan hak dan akses mereka yang sudah ada tetap dipertahankan (Pelaksana dan Pemerintah) Adanya kesepakatan bersama berbagai pihak mengenai pengaturan atas aktivitasaktivitas yang diperlukan untuk menjamin pengelolaan sumber daya alam yang lestari (Pelaksana)
Kriteria: 5.3. Menggunakan pengetahuan tradisional dan nilai-nilai kebudayaan tradisional maupun lokal dalam program maupun proyek REDD+ Indikator: 5.3.1 Adanya mekanisme partisipasi dalam pelaksanaan skenario pengurangan emisi peningkatan dan penyerapan stok karbon termasuk dimungkinkannya penerapan pengetahuan dan nilainilai tradisional maupun lokal dalam perencanaan, pelaksanaan hingga pemantauan pelaksanaan REDD+ (Pelaksana) 5.3.2 Adanya upaya dan kebijakan yang mengidentifikasi pola-pola pengetahuan tradisional dalam pengurangan emisi, peningkatan dan penyerapan stok karbon dan mempertimbangkan pengetahuan kelompok yang termarginalkan (Pemerintah) 5.3.3 Adanya perlindungan terhadap pengetahuan tradisional masyarakat yang digunakan dalam pengurangan emisi, peningkatan dan penyerapan stok karbon (Pelaksana)
19
5.3.4
Adanya kebijakan yang mengakomodasi pengetahuan tradisional dalam berbagai bentuk pengelolaan sumber daya alam termasuk kehutanan dan lahan gambut (Pemerintah)
Prinsip 4 Cancun Agreement Partisipasi para pihak secara penuh dan efektif, khususnya masyarakat adat dan masyarakat lokal SIS-REDD+ PRISAI Prinsip 4: Efektivitas dari Partisipasi Para pihak
Prinsip 6: Partisipasi penuh, efektif dan berkeadilan gender dari semua pemangku kepentingan
Kegiatan REDD+ harus secara proaktif dan transparan mengidentifikasi para pihak yang relevan dan melibatkan mereka dalam proses perencanaan dan pemantauannya. Kriteria: 4.1 Entitas yang bertanggungjawab untuk kegiatan REDD+ akan berkoordinasi dengan pihak yang berwenang yang sesuai untuk mengidentifikasi para pihak yang relevan, dan kemudian melibatkan para pihak ini dalam seluruh proses perencanaan, dan memastikan bahwa proses tersebut disetujui/diketahui oleh para para pihak. Indikator: 4.1.1 Ketersediaan daftar para pihak yang terlibat. 4.1.2 Proses yang terdokumentasi dari perjanjian dengan para pihak. 4.1.3 Bukti yang terdokumentasi dari persetujuan perencanaan dan pemantauan yang melibatkan para pihak yang relevan.
Kriteria: 6.1 Mekanisme yang menjamin partisipasi yang penuh dan efektif dari semua pemangku kepentingan yang terkait dengan program maupun proyek REDD+
Indikator: 6.1.1 Adanya mekanisme maupun panduan partisipasi bagi pemangku kepentingan termasuk mekanisme khusus yang menjamin keterlibatan penuh dan efektif dari perempuan dalam berbagai tahapan pelaksanaan REDD+ termasuk persiapan, implementasi dan benefit sharing (Pelaksana dan Pemerintah) 6.1.2 Adanya kebijakan dan mekanisme affirmatif yang mendukung komunitas yang ingin melaksanakan REDD+ dan mekanisme affirmatif bagi komunitas yang termarginalkan dalam pelaksanaan REDD+ (Pelaksana) 6.1.3 Ada desain peningkatan kapasitas para pihak untuk bisa berpartisipasi secara efektif dalam kegiatan yang terkait perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi aktivitas REDD+ (Pelaksana) 6.1.4 Adanya mekanisme yang memungkinkan perbaikan atas panduan partisipasi berdasarkan masukan yang diterima dari berbagai pemangku kepentingan (Pelaksana)
20
Kriteria: 4.2 Diterapkan pada tingkat tapak, kegiatan REDD+ harus memiliki prosedur atau mekanisme untuk menyelesaikan masalah/keluhan dan perselisihan.
Kriteria: 6.2 Mengidentifikasi semua pemangku kepentingan yang terkait dengan program maupun proyek
Indikator: 4.2.1 Ketersediaan dari rekaman/catatan dan masalah/keluhan, termasuk proses penyelesaiannya. 4.2.2 Bukti yang terdokumentasi bahwa mekanisme resolusi yang berfungsi tetap berlaku 1.2.3 Bukti dari penggunaan aktif prosedur atau mekanisme yang layak untuk menyelesaikan konflik dan masalah.
Indikator: 6.2.1 Adanya identifikasi secara partisipatif atas semua pihak yang berkepentingan dengan pelaksanaan REDD+ terutamamasyarakat adat dan kelompok yang termarginalkan (perempuan, minoritas) dan komunitas lain yang potensial terkena dampak pelaksanaan REDD+ (Pelaksana) 6.2.2
Adanya mekanisme yang fleksibel, jelas dan tegas dalam membuka ruang partisipasi dari pemangku kepentingan yang terlewatkan dalam identifikasi awal pemangku kepentingan (Pelaksana) Kriteria : 6.3 Mempunyai mekanisme pemantauan dan evaluasi pelaksanaan partisipasi yang terintegrasi dalam program dan proyek REDD+ Indikator:
6.3.1 Adanya kebijakan dan kelembagaan pemantauan dan evaluasi ataspartisipasi yang terintegrasi dalam pelaksanaan REDD+ dan berjalan secara reguler (Pemerintah dan Pelaksana) 6.3.2 Adanya mekanisme pemantauan dan evaluasi atas pelaksanaan partisipasi yang melibatkan perwakilan masingmasing pemangku kepentingan maupun pemantau eksternal (Pelaksana) 6.3.3 Adanya upaya untuk melakukan perubahan dalam pelaksanaan partisipasi REDD+ dengan mengacu pada review independen maupun masukan pihak-pihak terkait – (Pelaksana) 6.3.4 Adanya kebijakan maupun mekanisme yang jelas untuk mengakomodasi hasil review independen atas pelaksanaan partisipasi REDD+ (Pemerintah& Pelaksana) Kriteria: 6.4 Memastikan pengakuan dan pemenuhan
21
hak-hak perempuan terpenuhi dalam pelaksanaan REDD+ Indikator: 6.4.1 Adanya mekanisme pelibatan perempuan yang mempertimbangkan usulan perempuan sendiri dan sensitif kelas (Pelaksana) 6.4.2 Adanya mekanisme yang memastikan perimbangan komposisi gender dalam berbagai pelaksanaan REDD+ (Pelaksana) 6.4.3 Adanya konsultasi khusus yang difasilitasi untuk perempuan dalam berbagai tahapan Kegiatan yang akan dilaksanakan (Pelaksana) 6.4.4 Adanya mekanisme memastikan keterlibatan perempuan secara penuh dalam mekanisme monitoring untuk memperhitungkan resiko dan manfaat yang akan ditimbulkan oleh Kegiatan (Pelaksana) 6.4.5 Adanya mekanisme yang menjamin peningkatan kapasitas kelompok perempuan untuk berpartisipasi penuh dalam pelaksanaan REDD+ (Pelaksana) Prinsip 7: Manfaat REDD+ dibagi secara adil ke semua pemegang hak dan pemangku kepentingan yang relevan7 Kriteria 7.1 Menghubungkan antara kontribusi positif pemangku kepentingan dalam pengurangan emisi, penyimpanan dan penyerapan karbon dengan skema pembagian benefit Indikator: 7.1.1 Adanya aturan mengenai distribusi benefit dan mekanisme penyalurannya yang berbasis pada kontribusi positif dan kelayakan pemangku kepentingan REDD+ (Pemerintah ) 7.1.2 Adanya skema pembagian benefit secara partisipatif yang mengacu pada kontribusi kolektif para pemangku kepentingan terhadap pengurangan, penyerapan dan penyimpanan karbon (Pelaksana) Kriteria 7.2 Transparansi potensi pendapatan, resikoresiko dan pembagian benefit 7
Sebagian dari Prinsip, Kriteria dan Indikator ini relevan dengan Prinsip 1 Cancun Agreement.
22
pelaksanaan REDD+ Indikator: 7.2.1 Ada kebijakan yang secara jelas mengatur jenis manfaat dan model pembagian benefit pelaksanaan REDD+ (Pemerintah) 7.2.2 Adanya gambaran umum potensi pendapatan dan resiko pelaksanaan REDD+ yang dibuka ke publik terutama pemangku kepentingan yang terkait (Pelaksana) 7.2.3 Adanya mekanisme yang transparan, partisipatif, efektif dan efisien dibentuk untuk menjamin tanggung jawab dan pembagian benefit REDD+ yang adil di antara pemegang hak dan pemangku kepentingan yang relevan (Pelaksana) Kriteria 7.3 Pemantauan yang transparan dan partisipatif atas resiko dan distribusi manfaat dari pelaksanaan REDD+ Indikator: 7.3.1 Adanya kebijakan mengenai pemantauan distribusi manfaat REDD+ termasuk lembaga yang melakukan pemantauan (Pemerintah) 7.3.2 Adanya kebijakan dan kelembagaan untuk merespons keberatan pihakpihak yang relevan yang berkaitan dengan proses kesepakatan maupun perhitungan resiko dan manfaat serta distribusinya ke para pihak (Pemerintah) Kriteria 7.4 Memastikan status hak atas karbon dari pemangku kepentingan terkait Indikator 7.4.1 Adanya identifikasi dan terinformasikannya stok, pengurangan emisi dan serapan karbon secara berkala dari hutan yang dikuasai, dimiliki, digunakan atau diperoleh, diakses oleh berbagai pihak terutama masyarakat adat dan komunitasl lokal (Pelaksana dan Pemerintah) 7.4.2 Adanya upaya agar pelaksanaan REDD+ menjamin keberlanjutan hak atas karbon berbagai pihak terutama masyarakat adat dan lokal (Pelaksana) 7.4.3 Adanya kebijakan maupun inisiatif pelaksanaan REDD+ yang menjamin
23
bahwa hak atas karbon diakui berdasarkan kontribusi positif dari masyarakat atas pengelolaan maupun akses terhadap hutan (Pemerintah) Prinsip 5 Cancun Agreement Konsisten dengan konservasi hutan alam dan keaneka-ragaman hayati, menjamin bahwa aksi REDD+ tidak digunakan untuk mengkonversi hutan alam, tetapi sebaliknya untuk memberikan insentif terhadap perlindungan dan konservasi hutan alam dan jasa ekosistem, serta untuk meningkatkan manfaat sosial dan lingkungan lainnya SIS-REDD+
PRISAI
Prinsip 5: Konservasi Keanekaragaman Hayati, Jasa Sosial dan Jasa Lingkungan Kegiatan REDD+ harus mengembangkan strategi efektif untuk mempertahankan, menjaga, dan mengembalikan keanekaragaman hayati dan jasa ekosistem untuk manfaat sosial dan lingkungan. Kriteria: 5.1 Kegiatan REDD+ harus mencakup identifikasi dan penilaian dampak potensial dari aktivitas terhadap jasa sosial dan lingkungan. Penilaian harus dilakukan mengikuti skala dan intensitas dari aktivitas supaya mencukupi untuk dapat memutuskan langkah-langkah konservasi yang perlu dilakukan. Indikator: 5.1.1 Ketersediaan laporan mengenai penilaian dampak pada jasa sosial dan lingkungan. 5.1.2 Rencana tata kelola dan pemantauan untuk mempertahankan jasa sosial dan lingkungan harus tersedia.
Prinsip 8: Mendukung keanekaragaman hayati, perlindungan hutan alam dan jasa lingkungan
Kriteria: 8.1 Mengembangkan dan meningkatkan mekanisme perlindungan dan pemanfaatan lestari terhadap keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan secara partisipatif
Indikator: 8.1.1
8.1.2
8.1.3
8.1.4
Adanya identifikasi keanekaragaman hayati dan jasa lingkungan termasuk identifkasi bentuk-bentuk pemanfaatan dan nilai tambah keanekagaragaman hayati, jasa lingkungan dan hutan oleh masyarakat (Pelaksana) Adanya mekanisme maupun kebijakan yang memastikan mekanisme perlindungan terhadap keanekaragaman hayati, jasa-jasa lingkungan secara partisipatif (Pemerintah) Adanya mekanisme yang mengukur kinerja pelaksanaan REDD+ dalam perlindungan keanekaragaman hayati termasuk ukuran-ukuran akses pemanfaatan secara berkelanjutan atas keragaman hayati, jasa lingkungan dan hutan oleh berbagai pemangku kepentingan (Pelaksana) Adanya mekanisme yang mengakomodasi kearifan lokal maupun adat untuk memperkuat
24
perlindungan keanekaragaman hayati lingkungan (Pelaksana)
terhadap dan jasa
5.2 Kegiatan REDD+ harus mencakup identifikasi dan penilaian dampak terhadap keanekaragaman hayati dan mengembangkan strategi untuk mengimplementasikan pengelolaan keanekaragaman hayati untuk memastikan konservasi dan perlindungannya.
Kriteria: 8.2 Melindungi intact forest landscape dan konservasi
Indikator: 5.2.1 Rekaman/catatan dari spesies yang terancam punah, langka, mengancam, dan endemik harus tersedia. 5.2.2 Ketersediaan rencana pengelolaan keanekaragaman hayati 5.2.3 Bukti implementasi yang konsisten dari rencana pengelolaan keanekaragaman hayati 5.2.4 Bukti dari penginderaan jarak jauh bahwa unit REDD+ telah mencegah konversi hutan alam seperti yang diatur dalam peraturan pemerintah Indonesia.
Indikator: 8.2.1
8.2.2
8.2.3 8.2.4
Adanya identifikasi hutan alam yang masih utuh dan kawasan konservasi termasuk kawasan bernilai konservasi tinggi (Pemerintah) Adanya kebijakan yang menghubungkan bentangan hutan alam yang masih utuh maupun terfragmentasi dalam rencana kelola komprehensif dan terintegrasi dalam pelaksanaan REDD+(Pemerintah) Adanya rencana pengelolaan wilayah REDD+ yang memasukan kawasan bernilai konservasi tinggi (Pelaksana) Adanya mekanisme yang menjamin REDD+ tidak memberi insentif bagi konversi hutan alam dan lahan gambut (Pemerintah dan Pelaksana)
Prinsip 6 Cancun Agreement Aksi untuk menangani resiko-balik (reversals) SIS-REDD+
PRISAI
Prinsip 6: Resiko balik Kegiatan REDD+ harus mengurangi resiko balik melalui cara yang sesuai dengan skala dan konteks, dengan penekanan pada tindakan subnasional dan inisiatif kebijakan tingkat nasional. Kriteria: 6.1 Tergantung pada skala dan konteks, kegiatan REDD+ harus menetapkan resiko dari ancaman internal maupun eksternal untuk cadangan karbon dan pemeliharaan hutan, dan mengembangkan rencana mitigasi untuk mengatasinya. Indikator: 6.1.1 Ketersediaan dari penilaian resiko untuk tapak atau wilayah kegiatan REDD+, yang meliputi penilaian terhadap resiko kebakaran hutan, perambahan, penebangan ilegal, dan dampak eksternal lainnya.
Prinsip 9: Aksi untuk menangani resiko balik
Kriteria: 9.1 Pembatasan pemanfaatan yang sifatnya eksploitatif dan memastikannya konsisten dengan upaya perlindungan hutan
Indikator: 9.1.1
Menyediakan skenario pencegahan resiko balik di tingkat tapak antara lain kebakaran hutan, penebangan yang merusak, pencurian sumber daya hutan (Pelaksana)
25
9.1.2 6.1.2 Ketersediaan dari rencana mitigasi resiko yang terkait untuk mengatasi resiko balik yang besar.
6.2
Kegiatan REDD+ harus mencakup pemantauan periodik terhadap ancaman dan mengimplementasikan pengelolaan yang adaptif untuk mengurangi pembalikan Indikator: 6.2.1Ketersediaan laporan pemantauan tahunan yang menunjang penilaian periodik terhadap resiko pembalikan, dan merekomendasikan langkah-langkah pengelolaan adaptif untuk mitigasi jika diperlukan. 6.2.2 Bukti dari pengelolaan aktif terhadap ancaman pembalikan, disesuaikan dengan rekomendasi yang muncul dari pemantauan tahunan.
Adanya inventarisasi skala ekonomi subsisten untuk melindungi masyarakat dan menjaga kelestarian sumber daya hutan (Pelaksana) 9.1.3 Adanya skenario yang disusun secara partisipatif untuk memastikan perimbangan antara skala ekonomi subsisten dan kelestarian lingkungan (Pelaksana) 9.1.4 Ada SOP yang disusun melalui proses konsultasi publik untuk mencegah resiko balik, antara lain melakukan mitigasi ancaman kebakaran hutan, pencurian, penebangan yang merusak (Pelaksana) 9.2 Mempunyai instrumen pemantauan emisi dan stok karbon
Indikator: 9.2.1 Adanya desain pemantauan emisi dan stokkarbon yang telah dikonsultasikan secara luas dan mempertimbangkan peraturan yang berlaku (Pelaksana) 9.2.2
Adanya sistem monitoring emisi dan stok karbon yang terintegrasi secara internal dalam aktivitas REDD+ (Pelaksana)
Kriteria: 9.3 Pelaksana REDD+ mempunyai tata ruang yang secara tegas mengatur peruntukan dan alokasi wilayah Indikator: 9.3.1
9.3.2
Adanya upaya memastikan tata ruang di tingkat tapak mengakomodasi aktivitas REDD+ dan didukung oleh kebijakan tata ruang daerah (Pemerintah) Memastikan kebijakan daerah mendukung wilayah yang clean and bagi aktivitas REDD+ clear (Pemerintah Daerah)
Prinsip 7 Cancun Agreement Aksi untuk mengurangi pengalihan emisi SIS-REDD+
PRISAI
26
Prinsip 7: Pengurangan pemindahan emisi Mengakui bahwa monitoring dan pengurangan emisi dari perpindahan merupakan tanggung jawab sub-nasional (KPH, kabupaten, provinsi) dan pemerintah nasional, maka kegiatan REDD+ harus mencakup strategi untuk mengurangi perpindahan emisi dan mendukung pemantauan sub-nasional dan nasional Kiteria 7.1 Sesuai dengan skala dan konteks, kegiatan REDD+ harus mencakup strategi untuk mengurangi perpindahan emisi dalam batas nasional. Indikator: 7.1.1 Ketersediaan dokumentasi penilaian dan analisis tentang jenis perpindahan emisi yang mungkin terjadi di luar kegiatan REDD+ dalam batas nasional. 7.1.2 Tersedianya dokumentasi strategi untuk pengurangan emisi, di bawah skenario realistis, yang menghindari perpindahan emisi di luar kegiatan REDD+ dalam batas nasional 7.2 Sesuai dengan skala dan konteks, pemantauan berkala terkait dengan emisi dari hutan dan perubahan stok karbon di wilayah kegiatan REDD+ dilaksanakan, dan harus mencakup pemantauan upaya dan hasil dalam mengurangi perpindahan emisi.
Prinsip 10: Aksi untuk mengurangi pengalihan emisi
Kriteria 10. 1 Mengidentifikasi potensi kebocoran emisi dan menyediakan peta jalan mengatasinya Indikator: 10.1 Adanya identifikasi aktivitas dan rencana aktivitas yang melepaskan emisi di lokasi REDD+ serta akibat yang ditimbulkan apabila aktivitas tersebut dihentikan (Pelaksana) 10.2 Mengidentifikasi aktivitas dan rencana aktivitas yang meningkatkan stok karbon dan menghindari emisi (Pelaksana) 10.3 Adanya skenario pengurangan emisi yang tetap menjamin kontinuitas manfaat yang diperoleh masyarakat atas hutan (Pelaksana)
Indikator: 7.2.1Ketersediaan laporan pemantauan tahunan yang terkait dengan emisi dari hutan dan perubahan stok karbon, untuk wilayah kegiatan REDD+ dan perpindahan emisi berkurang luar wilayah kegiatan REDD+ dalam batas nasional.
Perbedaaan kriteria dan indikator dalam SIS-REDD+ dan PRISAI menunjukkan kecenderungan sebagai berikut:
Terkait Prinsip 1 Cancun Agreement Kriteria SIS-REDD+ mengutamakan kelembagaan dan kewenangan yang tepat untuk koordinasi dan pengelolaan REDD+ (K 1.1), penaatan hanya pada instrumen hukum internasional yang telah diratifikasi (K 1.2), menuntut kesesuaian pelaksanaan REDD+ dengan perencanaan pembangunan kehutanan nasional (K 1.3). Sementara itu indikator yang dirumuskan cenderung untuk 27
memenuhi syarat formal dan administratif (I. 1.1.1, 1.2.1, 1.2.2, 1.3.1). PRISAI mementingkan pelaksanaan RAN GRK (K 1.1) dan tidak mempersyaratkan ratifikasi sebagai bentuk penaatan pada instrumen hukum internasional (K 1.2). Indikator terkesan mendorong pembentukan kebijakan baru, tetapi tidak menjelaskan bentuk kebijakan apa yang diinginkan. Indikator yang ada tidak menjelaskan apakah masalah minimnya kerangka pengaman adalah akibat ketiadaan kebijakan atau karena tidak efektifnya kebijakan yang ada (lihat misalnya indikator 1.1.1, 1.2.1). Indikator juga tidak banyak mengacu pada kebijakan terkait yang telah ada sehingga tidak dapat ditemukan bagaimana indikator ini dapat memperkuat, melengkapi dan menjadikan kebijakan dan peraturan yang ada implementatif, misalnya UU No. 32 Tahun 2009, TAP MPR No. IX/MPR/2001 (I. 1.1.1, 1.2.1, 1.2.2). Dalam indikatornya, PRISAI memandang bahwa sinkronisasi dengan instrumen hukum internasional penting, tetapi tidak menyatakan bahwa bagaimana sinkronisasi instrumen hukum nasional dilakukan (I. 1.2.3) Indikator PRISAI ada pula yang dirumuskan secara sumir. Misalnya I. 1.1.1: “Adanya kebijakan penguatan pemanfaatan SDA yang mendukung keseimbangan lingkungan global (Pemerintah)”. Tidak jelas apa yang dimaksudnya dengan penguatan pemanfaatan itu, demikian pula konsep lingkungan global yang dimaksudkan.
Terkait Prinsip 2 Cancun Agreement SIS-REDD+ merumuskan kriteria terkait dengan kebijakan dan struktur kelembagaan untuk penyampaian informasi dan komunikasi (K.2.1) dan pentingnya komitmen anti korupsi dari penanggungjawab REDD+ (K. 2.2). Dalam rumusan indikator 2.1.1, 2.1.2, tidak jelas apakah dipersyaratkan kebijakan baru terkait keterbukaan informasi atau amandemen peraturan yang ada? Rumusan indikator kebijakan anti korupsi (I. 2.2.1) sangat umum. PRISAI mempunyai kriteria dan indikator yang lebih lengkap. Kriteria perbaikan tata kelola meliputi mekanisme dan kapasitas (K. 2.1), kebijakan dan mekanisme anti KKN (K. 2.2), anti korupsi dalam sistem kerja pelaksana REDD+ (K. 2.3), dan penyediaan informasi kepada publik oleh pelaksana REDD+ (K. 3.1). Indikator yang menarik diamati dari PRISAI adalah yang berkaitan dengan perizinan. PRISAI menyatakan pentingnya mekanisme dan kebijakan transparansi informasi dan sinkronisasi perizinan (I. 2.1.1) dan kemudahan perizinan (I. 2.1.5). Namun, dalam kaitan mendukung safeguards, ada hal-hal lebih mendasar terhadap perizinan yang tidak dibahas, seperti: Bagaimana penyelesaian terhadap izin-izin yang dikeluarkan pemerintah pusat maupun 28
daerah yang tumpang-tindih di wilayah yang potensial menjadi lokasi REDD+; Bagaimana sinkronisasi aturan perizinan antar sektor dan antar tingkat pemerintahan; Bagaimana kebijakan didasarkan pada pendataan dan review keberadaan izin-izin; Bagaimana perbaikan kebijakan perizinan sektor dan wilayah? Pada prinsip ini, terdapat rumusan indikator PRISAI yang menunjukkan kerancuan konsep hukum terhadap korupsi dan suap (K. 2.3, I. 2.3.1). Di sini, korupsi dipandang berbeda dengan suap. Selain itu, indikator banyak membahas tentang suap, tetapi tidak menjangkau gratifikasi yang dilarang, yang potensial menjadi suap.
Terkait Prinsip 3 Cancun Agreement Kriteria SIS-REDD+ hanyapada level tapak dan tidak pada level kebijakan. Misalnya dengan menyebutkan bahwa kegiatan REDD+ harus termasuk mengidentifikasi dan menghargai hak-hak masyarakat adat dan masyarakat lokal (K. 3.1), Padiatapa di tingkat tapak (K. 3.2), benefit sharing (K. 3.3), dan pengenalan dan pemanfaatan pengetahuan tradisional dalam kegiatan REDD+ (K.3.4). Indikator-indikator dalam SIS-REDD+ tidak memuat tentang penyelesaian konflik. Demikian pula tidak menyatakan dengan jelas siapa yang bertanggungjawab melakukan kegiatan yang disebutkan dalam indikator-indikatornya, misalnya terhadap hal-hal berikut: -
-
-
Siapa yang menyediakan peta dan/atau dokumen apapun mengenai masyarakat adat dan masyarakat lokal yang telah diidentifikasi, termasuk hak-hak mereka dalam wilayah kegiatan REDD+ (I. 3.1.1) Siapa yang membuat rencana kerja dan pengaturan untuk mengakomodasi hak maupun aspirasi masyarakat adat dan penduduk lokal dalam memanfaatkan sumber daya hutan (I. 3.1.2) Siapa yang menyiapkan dokumentasi proses FPIC (I. 3.2.1) dan dokumentasi mekanisme benefit sharing (I. 3.3.2) Siapa yang membuat kebijakan, rencana dan/atau program yang tidak memarjinalisasi masyarakat (I. 3.3.1) Siapa yang menyiapkan mekanisme/prosedur kompensansi pemanfaatan pengetahuan tradisional (I. 3.4.1)
Kriteria PRISAI meliputi level kebijakan dan kegiatan di tingkat tapak, yaitu: -
Identifikasi dan perlindungan pemegang hak atas tanah dan wilayah serta mekanisme penyelesaian konflik (K. 4.1) Pengakuan hak atas tanah dan sumber daya alam berbasis hukum negara dan hukum adat (K. 4.2) 29
-
Pentingnya Padiatapa (K. 4.3) Penghargaan terhadap pengetahuan dan nilai-nilai tradisional yang berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan REDD+ (K. 5.1) Perlindungan akses bagi masyarakat dalam program dan proyek REDD+ dan memperkuat akses kelompok yang termarginalkan (K. 5.2) Penggunaan pengetahuan tradisional dan nilai-nilai kebudayaan tradisional maupun lokal dalam program maupun proyek REDD+ (K. 5.3)
Dalam rumusan indikatornya, PRISAI menempatkan sebagian kegiatan identifikasi, pemetaan, assessment konflik pada pelaksana (I. 4.1.1, 4.1.2, 4.1.4, 4.1.5). Kegiatan ini semestinya adalah tanggung jawab pemerintah dan pemerintah daerah PRISAI juga hanya memuat satu indikator terkait peran pemerintah daerah yakni untuk kebijakan FPIC untuk masyarakat adat (I. 4.3.2), selebihnya adalah peran pemerintah pusat. Hal ini tidak selaras dengan peraturan perundang-undangan yang menyebutkan pentingnya peran pemerintah daerah dalam identifikasi dan inventarisasi hak masyarakat adat dan penyelesaian konflik.
Terkait Prinsip 4 Cancun Agreement SIS-REDD+ memuat kriteria terkait dengan koordinasi, prosedur dan mekanisme. Dalam kaitan dengan pelibatan para pihak, indikator SISREDD+ cenderung bersifat prosedural (I.4.1.1, 4.1.2, 4.1.3). Kelompok sasaran partisipasi tidak dijelaskan secara spesifik. Kriteria PRISAI selain memuat prosedur dan mekanisme partisipasi juga menyatakan pentingnya mekanisme pemantauan dan evaluasi serta secara khusus memuat perlindungan dan pemenuhan hak perempuan. Indikator-indikator PRISAI meliputi ketersediaan kebijakan, mekanisme dan desain partisipasi. Namun, sasaran pelaku tidak selalu tepat. Misalnya untuk ketersediaan panduan partisipasi, kebijakan afirmatif diserahkan pada pelaksana, bukan kepada pemerintah yang mempunyai kewenangan membuat kebijakan (I 6.1.1, 6.1.2, 6.1.4, 6.3.1). Terlepas dari itu, indikator PRISAI menjelaskan kelompok sasaran partisipasi seperti masyarakat adat, perempuan, kelompok minoritas (I. 6.2.1, 6.2.2, seluruh indikator 6.4)
Terkait Prinsip 5 Cancun Agreement Kriteria dan indikator SIS-REDD+ mengutamakan kegiatan identifikasi dan penilaian. Sementara itu kriteria dan indikator PRISAI meliputi pelaksanaan identifikasi, ketersediaan mekanisme dan kebijakan. Dalam hal merumuskan indikator, PRISAI menempatkan pelaksana, bukan pemerintah, sebagai penyedia mekanisme yang mengukur kinerja pelaksanaan REDD+ dalam perlindungan keanekaragaman hayati 30
termasuk ukuran-ukuran akses pemanfaatan secara berkelanjutan atas keragaman hayati, jasa lingkungan dan hutan oleh berbagai pemangku kepentingan (I. 8.1.3).
Terkait Prinsip 6 Cancun Agreement Kriteria SIS-REDD+ terkait dengan kegiatan di tingkat tapak berupa penetapan resiko dari ancaman internal maupun eksternal untuk cadangan karbon dan pemeliharaan hutan, dan pengembangan rencana mitigasi untuk mengatasinya. Indikator berupa dokumen perencanaan, pemantauan dan pelaporan. Kriteria PRISAI menjangkau kegiatan untuk mencegah eksplotasi dan memastikan kesesuaian dengan perlindungan hutan. Indikator berupa perencanaan di tingkat tapak, inventarisasi perlindungan ekonomi masyarakat dan SOP pencegahan resiko balik.
Terkait Prinsip 7 Cancun Agreement Kriteria SIS-REDD+ terkait dengan strategi pengurangan perpindahan emisi. Indikator berupa dokumen strategi dan penilaian. Kriteria PRISAI terkait dengan pengurangan kebocoran dan strategi mengatasi kebocoran. Indikator berupa identifikasi yang dilakukan pelaksana.
31
5. Kesesuaian dan Kontradiksi dalam PRISAI dan SIS-REDD+ Tabel 4di bawah ini menyajikan sejumlah keserupaan dan kontradiksi antara PRISAI dan SIS-REDD+. Fokus utama diberikan pada legitimasi, argumen pokok, maupun ruang lingkup serta prinsip, kriteria dan indikator yang diusung. Tabel 4: Keserupaan dan Kontradiksi antara PRISAI dan SIS-REDD+
Keserupaan
Kontradiksi
PRISAI
SIS-REDD+
PRISAI
SIS-REDD+
Legitimasi
Merujuk kepada Keputusan Cancun, Annex 1 dan instrumen nasional yang terkait
Merujuk kepada Keputusan Cancun, Annex 1 dan instrumen nasional yang terkait
Meskipun menegaskan aspek substansial PRISAI juga menyebutkan penanganan informasi
Tujuan dan Fungsi
Tujuan-tujuan yang bersifat substansial, yaitu persoalan hak dan keberlanjutan lingkungan
Tujuan yang bersifat instrumental mencakup sistem data dan informasi serta pemantauan, analisis, dan pelaporan
Fungsi pelaporan
Meskipun menegaskan aspek instrumental SIS-REDD+ juga menangani prinsip dan kriteria substansial Fungsi informasi dan pelaporan
Ruang lingkup
Prinsip & Kriteria
Pelaksanaan proyek REDD+
Pelaksanaan kerangka pengaman
Keterangan Kontradiksi ini bisa dijembatani jika ada kesepakatan tentang sebuah standard nasional kerangka pengaman Tumpang tindih ini bisa dijembatani jika ada kesepakatan tentang pembagian peran yang substansial dan yang instrumental antara PRISAI dan SIS-REDD+ Ini dua pernyataan yang saling tumpang tindih, karena pelaksanaan proyek REDD+ mengharuskan pelaksanaan kerangka pengaman
Prinsip dan kriteria yang dalam kedua model ini serupa dalam substansi. Hal ini dapat dipahami karena keduanya merujuk pada 7 kerangka pengaman Cancun. Di samping itu keduanya juga sama-sama merujuk pada berbagai instrumen nasional yang sudah ada seperti AMDAL, KLHS dll. Kontradiksinya justru terletak dalam pertanyaan: mengapa harus ada dua model yang sama-sama mengklaim fungsi yang serupa untuk tujuan yang berbeda namun komplementaristis? Tujuan PRISAI bersifat substansial sementara tujuan SIS-REDD+ bersifat instrumental.
32
6. Kerangka Regulasi mendukung Kebijakan Nasional Kerangka Pengaman Implementasi program pembangunan secara umum dan REDD+ mensyaratkan ketersediaan kerangka pengaman (safeguards). Seperti telah kami sampaikan di bagian Pendahuluan, kerangka ini membantu meminimalkan risiko dan meningkatkan peluang dukungan sosial dan lingkungan. Dalam konteks REDD+, kebijakan safeguards dituangkan dalam Cancun Agreement yang disepakati pada COP 16 (Annex 1, UNFCCC decision 1/CP.16). Panduan tentang sistem informasi pelaksanaan safeguards kemudian disepakati dalam COP 17 di Durban (UNFCCC decision 2/CP.17). Pelaksanaan safeguards pada setiap negara meliputi ketersediaan empat elemen berikut8:
Kebijakan dan peraturan perundang-undangan terkait dengan safeguards REDD+;
Sistem Informasi Safeguards untuk monitoring dan pelaporan informasi pelaksanaan safeguards;
Mekanisme umpan balik, dan penanganan keluhan dan pemulihan yang memungkinkan para pihak yang terdampak oleh kegiatan REDD+ menyampaikan keluhan dan menerima tanggapan yang memadai;
Ketersediaan institusi, proses dan prosedur untuk menjalankan ketiga elemen di atas.
Dokumen PRISAI mengidentifikasi mendukung safeguards adalah:
peraturan
perundang-undangan
yang
(1) AMDAL dan Kajian Lingkungan Hidup Strategis yang telah tercantum dalam UU No 32 Tahun 2009; (2) Pengelolaan kawasan lindung yang tercantum dalam Keppres No 32 Tahun 1990; (3) Prosedur dan pengelolaan informasi telah tersedia dalam UU No 14 tahun 2008 jo Permenhut P.7/Menhut-II/2011; (4) Standard Pedoman Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari Dan Verifikasi Legalitas Kayu Pada Pemegang Izin Atau Pada Hutan Hak yang tercantum dalam Permenhut P. 38/Menhut-II/2009. Bagian ini menjelaskan bahwa pengaturan terkait safeguards adalah lebih luas dari daftar di atas. Ketentuan terkait dengan safeguards tersebar dalam berbagai peraturan perundang-undangan, dokumen perencanaan pembangunan dan 8
REDD+ Social & Environmental Standards: Experience Supporting Countries to develop Safeguards Information System (www.redd-standards.org).
33
rencana aksi pemerintah. Berikut ini adalah beberapa yang relevan dengan pelaksanaan safeguards baik pada tahap kebijakan, perencanaan pembangunan hingga program/kegiatan: 1. UUD 1945 -
Ketentuan terkait dengan pengakuan masyarakat hukum adat: Pasal 18B Ayat 2 Negara mengakui dan menghormati kesatuan-kesatuan masyarakat hukum adat serta hak-hak tradisonalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang diatur dalam undang-undang. Pasal 28I Ayat 3: Identitas budaya dan hak masyarakat tradisional dihormati selaras dengan perkembangan zaman dan peradaban.
-
Ketentuan terkait hak atas informasi Setiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya, serta berhak untuk mencari, memperoleh, memiliki, menyimpan, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan menggunakan segala jenis saluran yang tersedia.
-
Ketentuan terkait pembangunan berkelanjutan Pasal 33 Ayat 4: Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional.
2. Ketetapan MPR No. IX/MPR/2001 Ketetapan ini memuat prinsip-prinsip bagi kebijakan dan pelaksanaan pembaruan agararia dan pengelolaan sumber daya alam. Sebagian dari prinsip itu sesuai dengan prinsip-prinsip safeguards yang ada dalam Cancun Agreement, seperti halnya:
menghormati dan menjunjung tinggi hak asasi manusia; menghormati supremasi hukum dengan mengakomodasi keanekaragaman dalam unifikasi hukum; mengembangkan demokrasi, kepatuhan hukum, transparansi dan optimalisasi partisipasi rakyat; 34
memelihara keberlanjutan yang dapat memberi manfaat yang optimal, baik untuk generasi sekarang maupun generasi mendatang, dengan tetap memperhatikan daya tampung dan dukung lingkungan; melaksanakan fungsi sosial, kelestarian, dan fungsi ekologis sesuai dengan kondisi sosial budaya setempat; mengakui dan menghormati hak masyarakat hukum adat dan keragaman budaya bangsa atas sumberdaya agraria dan sumberdaya alam.
3. UU No. 5 Tahun 1960 -
Ketentuan terkait pengakuan hak masyarakat hukum adat (Pasal 3) Dengan mengingat ketentuan-ketentuan dalam pasal 1 dan 2 pelaksanaan hak ulayat dan hak-hak yang serupa itu dari masyarakatmasyarakat hukum adat, sepanjang menurut kenyataannya. masih ada, harus sedemikian rupa sehingga sesuai dengan kepentingan nasional dan Negara, yang berdasarkan atas persatuan bangsa serta tidak boleh bertentangan dengan Undang-undang dan peraturanperaturan lain yang lebih tinggi.
-
Ketentuan terkait dengan pelestarian lingkungan (Pasal 15) Memelihara tanah, termasuk menambah kesuburannya serta mencegah kerusakannya adalah kewajiban tiap-tiap orang, badan hukum atau instansi yang mempunyai hubungan hukum dengan tanah itu, dengan memperhatikan pihak yang ekonomis lemah.
4. UU No. 26 Tahun 2007 -
Ketentuan tentang prinsip-prinsip dan tujuan keseimbangan, keterpaduan dan keberlanjutan dalam pengaturan, pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan penataan ruang (Pasal 2 dan Pasal 3)
- Ketentuan terkait dengan peran serta masyarakat (Pasal 65) Peran masyarakat dalam penataan ruang dilakukan, antara lain, melalui: a. partisipasi dalam penyusunan rencana tata ruang; b. partisipasi dalam pemanfaatan ruang; dan c. partisipasi dalam pengendalian pemanfaatan ruang.
35
5. UU No. 32 Tahun 2009 -
Ketentuan terkait Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) KLHS, merupakan rangkaian analisis yang sistematis, menyeluruh, dan partisipatif untuk memastikan bahwa prinsip pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam pembangunan suatu wilayah dan/atau kebijakan, rencana, dan/atau program. Pemerintah dan Pemerintah Daerah melaksanakan KLHS ke dalam penyusunan atau evaluasi: a. Rencana tata ruang wilayah (RTRW) beserta rencana rincinya, rencana pembangunan jangka panjang (RPJP), dan rencana pembangunan jangka menengah (RPJM) nasional, provinsi, dan kabupaten/kota; dan b. Kebijakan, rencana, dan/atau program yang berpotensi menimbulkan dampak dan/atau risiko lingkungan hidup.
-
Ketentuan terkait Analisis mengenai Dampak Lingkungan Hidup (AMDAL) Amdal merupakan safeguard pada tahap kegiatan. Setiap usaha dan/atau kegiatan yang berdampak penting terhadap lingkungan hidup wajib memiliki amdal.
-
Ketentuan terkait kearifan lokal Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (RPPLH) memperhatikan kearifan lokal. Pada lingkup kewenangannya masing-masing, Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota menetapkan kebijakan mengenai tata cara pengakuan keberadaan masyarakat hukum adat, kearifan lokal, dan hak masyarakat hukum adat yang terkait dengan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
6. Peraturan Presiden No. 55 Tahun 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi Jangka Panjang Tahun 2012-2025 dan Jangka Menengah Tahun 2012-2014 (Stranas PPK) 7. Strategi Nasional Akses terhadap Keadilan 8. Peraturan Presiden No. 6 Tahun 2011 tentang Rencana Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca (RAN-GRK) 9. Nota Kesepahaman Bersama Pengukuhan Kawasan Hutan
dan
Rencana
Aksi
Percepatan
36
Beberapa instrumen hukum dan kebijakan yang disebutkan di atas menunjukkan bahwa hal yang juga penting dalam pelaksanaan safeguards adalah memastikan bahwa ketentuan-ketentuan terkait safeguards yang tersebar dalam sejumlah peraturan perundang-undangan dan dokumen perencanaan pembangunan itu bekerja secara efektif. Kriteria dan indikator safeguards perlu secara jeli menentukan kapan diperlukan kebijakan baru dan kapan diperlukan penguatan terhadap implementasi kebijakan yang telah ada
37
7. Kelembagaan Baik PRISAI maupun SIS REDD+ menunjukkan kelembagaan yang membutuhkan struktur baru untuk menanganinya secara serius. Dalam dokumen PRISAI dijelaskan bahwa: “Perbaikan, penambahan dan pengembangan lebih lanjut PRISAI akan menjadi mandat Unit Kerangka Pengaman. Unit ini berwenang melakukan review atas proposal program maupun proyek yang berkategori strategis, memantau pelaksanaan PRISAI dan memfasilitasi penyelesaian konflik dan komplain di tingkat akhir. Dalam struktur FREDDI, Unit Kerangka Pengaman akan dibantu oleh Komite Kerangka Pengaman. Salah satu peran strategis Komite Kerangka pengaman adalah mereview proyek-proyek maupun program berdasarkan kerangka PRISAI. Peran lain adalah juga mencakup penyelesaian komplain dan konflik atas pelaksaan semua kerangka kerangka pengaman, termasuk PRISAI. Dalam hal ini, Komite Kerangka Pengaman berperan baik dalam penapisan proposal maupun penerapannya. Karena itu, anggota kerangka pengaman akan mempunyai durasi kerja yang memadai agar memungkinkan terjadinya konsistensi tanggung jawab antara rekomendasi dengan implementasi PRISAI”. Ruang Lingkup Tugas Unit Kerangka Pengaman: o Menapis (screening) proyek-proyek dengan menggunakan panduan yang telah disusun oleh Unit Kerangka Pengaman, termasuk namun tidak terbatas pada pengecekan dokumen serta pengecekan lapangan terkait proyek jika diperlukan dan menyampaikan hasil penilaian sebagai rekomendasi ke Majelis Wali Amanat; o Membantu sekretariat melakukan pemantauan secara berkala atas pelaksanaan PRISAI o Memberikan masukan penyempurnaan pelaksanaan PRISAI pada tahap implementasi kepada Unit Kerangka Pengaman o Memfasilitasi penyelesaian komplain dan konflik di tingkat proyek dan membawa komplain dan konflik yang tidak terselesaikan ke Unit Kerangka pengaman o Memberi rekomendasi kepada Majelis Wali Amanat dari FREDDI tentang program/proyek yang laik dukung; Sedangkan dalam dokumen SIS REDD+ dinyatakan bahwa kelembagaan SIS REDD+ 1 pada tingkat nasional, informasi pelaksanaan safeguards akan dikendalikan oleh lembaga pengelola system informasi safeguards REDD+ (PSISNas) yang memiliki tugas dan tanggung jawab sebagai berikut: 1. Clearing house informasi safeguard REDD+ pada tingkat nasional 2. Melakukan rekonsilisasi (konsolidasi, validasi dan verifikasi) data dan informasi yang diperoleh dari tingkat sub nasional 3. Melakukan pemrosesan, penyimpanan data pada tingkat nasional 4. Menyediakan informasi tentang implementasi safeguards REDD+ secara nasional setiap [tahun][6 bulan][3 bulan]. 5. Menyusun ringkasan (summary) pelaksanaan safeguards_REDD+ 38
6. Menyampaikan ringkasan (summary) tersebut kepada Kementerian (K/L) penanggung jawab penyusunan “National Communication” dan/atau Inventarisasi Gas Rumah Kaca/penyusunan “biennial update” hasil inventarisasi GRK untuk diintegrasikan dengan “national communication” dan/atau , “biennial update” , dengan frekuensi sesuai dengan frekuensi penyusunan “national communication” dan ‘biennial update” hasil inventarisasi GRK. 7. Menyajikan informasi publik yang tersedia setiap waktu. 8. Melakukan supervisi proses pembangunan sistem informasi safeguards pada tingkat sub nasional. Dalam rinciannya, masing-masing menyatakan adanya mekanisme tertentu yang digambarkan dalam bagan-bagan yang menyangkut alur proses/koordinasi pada PRISAI dan alur informasi pada SIS REDD+. Nampak jelas bahwa PRISAI dibangun untuk memastikan agar setiap proyek REDD+ memenuhi prinsip-prinsip kerangka pengaman, sedangkan SIS REDD+ dibangun sebagai sebuah sistem informasi yang berfungsi sebagai mekanisme pelaporan dari tingkat tapak hingga ke internasional. SIS REDD+ secara lebih eksplisit menunjukkan pentaatan atas mandat Cancun. Kesepakatan pada prinsip, kriteria dan indikator yang sama akan membuka ruang untuk menyatukan kedua model yang dievaluasi, tanpa mengabaikan fungsi masing-masing. Namun demikian, menempatkan kedua sistem dalam suatu rancangan tata kelola yang menjamin efektivitas dan efisiensi kerja merupakan keharusan yang patut dipersiapkan secara matang.
39
8. Rekomendasi Kebijakan Berdasarkan temuan-temuan yang diperoleh, Laporan ini memberikan catatan khusus, yang boleh saja dipandang sebagai sebuah rekomendasi tentang bagaimana membangun sinergi antara kedua model yang telah ada. Sinergi ini penting agar dalam pelaksanaan proyek-proyek REDD+ dan kerangka-kerangka pengaman nantinya tidak terjadi hal-hal yang justru merugikan dan bersifat kontra produktif. Beberapa usulan yang kiranya dapat dipertimbangkan adalah: 1. 2.
3.
4.
5.
6.
7.
PRISAI dan SIS-REDD+ dapat saling melengkapi, satu merupakan komplementaris bagi yang lain. Agar fungsi komplementaritas dapat berjalan, maka sebaiknya PRISAI mengambil peran menangani persoalan-persoalan substansial seperti hak masyarakat dan keberlanjutan lingkungan, sementara SIS-REDD+ dapat mengambil peran instrumental dengan menangani persoalan-persoalan sistem informasi dan pelaporan. Dalam pembagian peran tersebut dapat dibangun kesepakatan tentang sebuah kerangka pengamanyang menjadi rujukan di tingkat nasional yang merupakan terjemahan dari tujuh kerangka pengaman yang dimandatkan oleh Kesepakatan Cancun. Kerangka pengaman rujukan di tingkat nasional merupakan sebuah standard yang yang memandatkan sebuah mekanisme yang menginklusikan kerangka pengaman dalam proses penetapan kebijakan, sistem perencanaan pembangunan nasional dan daerah, perencanaan di tingkat tapak, serta monitoring dan evaluasi kinerja di tingkat tapak. Implementasi kerangka pengaman dapat dilakukan dengan mengakui standard yang digunakan dalam berbagai instrumen kerangka pengaman yang telah ada dan/atau akan dikembangkan dalam berbagai kontek pengelolaan hutan dan lahan gambut, baik legal/formal maupun kerangka pengaman yang bersifat sukarela (sertifikasi pengelolaan hutan lestari, HCV dsb.). Pembagian wewenang, tugas dan tanggung jawab antar lembaga yang akan diberi mandat untuk menerapkan PRISAI dan SIS-REDD+ lebih pada aspek metodologis, bagaimana mensinergikan peran masing-masing dalam sebuah proyek REDD+. Karena dari aspek legitimasi, tujuan dan fungsi, keduanya dapat berbagi peran yang dapat saling melengkapi sehingga terhindar tumpang tindih peran. Dengan mempertimbangkan rekomendasi 1 sampai 6 di atas, maka terdapat kebutuhan untuk menyempurnakan naskah PRISAI dan SISREDD+ yang ada sekarang untuk dapat memenuhi prinsip komplementaritas antara keduanya.
40
Daftar Pustaka 1. “Prinsip Kriteria dan Indikator Safeguards REDD+ Indonesia – PRISAI”
versi 3.1, Mei 2013.
2. “Sistem Penyediaan Informasi Pelaksanaan Safeguards (SIS) REDD+ di
Indonesia”, Status April 2013.
3. Rekaman diskusi kelompok terfokus 2 Nopember 2013
4. Hasil Analisis Perbandingan Skema-skema Safeguard oleh Lembaga Ekolabel Indonesia. 2013 5. Decision 1/CP.16: The Cancun Agreements: Outcome of the work of the Ad Hoc Working Group on Long-term Cooperative Action under the Convention 6. Decision 12/CP.17 : Guidance on systems for providing information on how safeguards are addressed and respected and modalities relating to forest reference emission levels and forest reference levels as referred to in decision 1/CP.16. 7. Dr Promode Kant, Miss Swati Chaliha, Dr Wu Shuirong, “The REDD Safeguards of Cancun”, Institute of Green Economy, New Dehli, 2011
41