DRAFT (4a) KEBIJAKAN STRATEGIS PEMBANGUNAN NASIONAL ILMU PENGETAHUAN DAN TEKNOLOGI TAHUN 2015-2019
TIM PENYUSUN JAKSTRANAS IPTEK 2015-2019 KEMENTERIAN RISET DAN TEKNOLOGI JAKARTA 2014 1
DAFTAR ISI BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1.2 Tujuan Penyusunan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek 1.3 Dasar Hukum 1.4 Kondisi Saat Ini 1.5 Kondisi yang Diinginkan 1.6 Permasalahan Iptek dalam Peningkatan Daya Saing Perekonomian 1.7 Keterkaitan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek dengan Perencanaan Pembangunan Nasional 1.8 Ruang lingkup Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek BAB II ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL IPTEK 2.1 Visi Pembangunan Nasional Iptek 2.2 Pola Pikir Pencapaian Visi Pembangunan Nasional Iptek 2.3 Misi Pembangunan Nasional Iptek 2.4 Prinsip-Prinsip Pembangunan Nasional Iptek 2.5 Tujuan Pembangunan Nasional Iptek 2.6 Sasaran Pembangunan Nasional Iptek 2.7 Ukuran keberhasilan BAB III PRIORITAS UTAMA PEMBANGUNAN NASIONAL IPTEKDALAM SISTEM INOVASI NASIONAL 3.1 Prioritas Penguatan Sistem Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek dalam Rangka Penguatan Sistem Inovasi Nasional 3.2 Prioritas Iptek 3.2.1. Bidang Pangan 3.2.2.Bidang Energi 3.2.3. Bidang Transportasi 3.2.4. Bidang Teknologi Informasi dan Komunikasi 3.2.5. Bidang Pertahanan dan Keamanan 3.2.6. Bidang Kesehatan dan Obat 3.2.7. Bidang Material Maju BAB IV KERANGKA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL IPTEK 4.1 Kerangka Kebijakan Pembangunan Nasional Iptek 4.2 Kunci Keberhasilan Pembangunan Nasional Iptek 4.3 Strategi Implementasi Kebijakan Pembangunan Nasional Iptek
2
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia telah mengalami dinamika pengalaman dalam melaksanakan pembangunan secara menyeluruh sejak kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945. Berbagai pengalaman tersebut menjadi pelajaran berharga untuk melangkah menuju masa depan bangsa yang lebih baik, untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju, adil, dan makmur. Dalam
dinamika
pembangunan
yang
dialami
bangsa
Indonesia,
ilmu
pengetahuan dan teknologi (iptek) telah dijadikan sebagai salah satu pilar utama pembangunan. Pembentukan lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) dan lembaga penunjang menjadi bukti akan hal ini. Proses tersebut berjalan secara terus-menerus dan saat ini kita memiliki berbagai lembaga litbang yang dikenal dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (Lapan), Badan Tenaga Nuklir Nasional (Batan), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), dan lembaga penunjang seperti Badan Standardisasi Nasional (BSN), Badan Pengawas Tenaga Nuklir Nasional (Bapeten), dan Badan Informasi Geospasial (BIG) yang berstatus sebagai Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK). Selain LPNK tersebut, berbagai kementerian telah membentuk Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) seperti Balitbang Pertanian, Balitbang Kelautan dan Perikanan, Balitbang Energi dan Sumber Daya Mineral, Balitbang Kesehatan; Balitbang Pertahanan, dan lain-lain. Demikian juga beberapa pemerintah daerah baik pada tingkat provinsi maupun kabupaten/kota telah memiliki Badan Penelitian dan Pengembangan
Daerah
(BPPD),
perguruan
tinggi
memiliki
Lembaga
Penelitian/Lembaga Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat, dan beberapa industri juga telah memiliki unit penelitian dan pengembangan. Ini semua merupakan refleksi dari komitmen bangsa dan negara untuk memajukan iptek 3
sebagai pilar utama pembangunan bangsa. Puncak dari komitmen bangsa dan negara
Indonesia
dituangkan
dalam
amandemen
ke-4
UUD
45
dan
diterbitkannya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Peningkatan daya saing menjadi semakin penting mengingat perkembangan perekonomian dunia saat ini sudah mengarah pada ekonomi yang semakin sarat dengan pengetahuan. Keberhasilan pembangunan perekonomian tidak lagi bertumpu pada sumber daya alam, melainkan lebih bertumpu pada peningkatan nilai tambah. Pengalaman berbagai negara maju, khususnya yang tergabung dalam Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (Organisation for Economic Co-Operation and Development - OECD), penguasaan iptek menjadi kunci utama dalam peningkatan nilai tambah. Dari pengalaman tersebut dapat dikatakan bahwa kemampuan menguasai iptek menjadi modal dasar bagi pembangunan ekonomi di era persaingan global. Indonesia memiliki sumberdaya alam yang melimpah dan jumlah penduduk terbesar ke-4 di dunia. Kedua hal tersebut menjadikan Indonesia sangat potensial untuk menjadi negara maju dalam perkembangan ekonomi dan industri dunia. Tantangan
ke
depan
yang
harus
dijawab bersama
adalah bagaimana
memanfaatkan sumberdaya alam yang melimpah serta sumberdaya manusia yang tersedia dengan optimal. Dengan bercermin pada pengalaman berbagai negara yang telah berhasil menggunakan iptek sebagai kunci utama dalam peningkatan daya saingnya, maka penguasaan iptek menjadi suatu keniscayaan bagi Indonesia. Kemampuan Indonesia dalam penguasaan iptek mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Berbagai hasil penelitian, pengembangan, dan rekayasa teknologi telah dimanfaatkan oleh pihak industri dan masyarakat. Meskipun demikian, kemampuan nasional dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek dinilai masih belum memadai untuk meningkatkan daya saing. Hal itu antara lain ditunjukan oleh masih rendahnya sumbangan iptek karya anak bangsa terhadap dunia industri.
4
Dalam era persaingan global, pengelolaan infrastruktur mutu nasional yang mencakup metrologi, standar, dan penilaian kesesuaian serta pemanfaatannya oleh pemangku kepentingan memegang peranan penting untuk meningkatkan daya saing nasional. Di Indonesia, pengelolaan pilar utama infrastruktur mutu ini dikoordinasikan oleh BSN bersama dengan lembaga litbang dan lembaga penunjang yang mencakup Standar Nasional Satuan Ukuran (SNSU), Standar Nasional Indonesia (SNI), serta penilaian kesesuaian (PK). SNSU primer atau acuan nasional untuk pengukuran (metrologi) di Indonesia yang mendapatkan pegakuan internasional dikelola oleh LIPI sesuai dengan Keppres No. 79 tahun 2001. Hingga saat ini telah tercatat 104 cantuman Calibration Measurement Capability (CMC) LIPI pada Appendix C Key Comparison Data Base (KCDB) pada Bureau International des Poids et Measures (BIPM) Paris (http://www.bipm.org). SNSU merupakan salah satu fakor kunci terjaminnya kebenaran pengukuran atas kualitas produk nasional dan keberterimaan produk di luar negeri, sehingga sangat diperlukan oleh industri nasional. Di dalam pengembangan iptek nasional, SNSU diperlukan untuk memastikan bahwa invensi maupun inovasi hasil litbang iptek memiliki dasar-dasar ukuran yang ekivalen dengan dasar-dasar ukuran yang digunakan di seluruh dunia. Selanjutnya, melalui SNI yang ada diharapkan akan dapat memberikan informasi bagi para peneliti, untuk digunakan sebagai acuan bagi kegiatan penelitian yang menghasilkan invensi maupun inovasi guna diterapkan oleh sektor produksi dan diterima oleh pasar. Sedangkan kegiatan penilaian kesesuaian diharapkan dapat memfasilitasi keberterimaan hasil litbang khususnya bagi dunia industri. Disamping untuk mendukung keberterimaan dan pemanfaatan hasil litbang iptek, pengelolaan infrastruktur mutu yang terdiri dari kegiatan pengelolaan SNSU oleh LIPI dan BATAN yang dikoordinasikan oleh Komite Standar Nasional Satuan Ukuran (KSNU), pengembangan SNI yang dilaksanakan oleh BSN, dan akreditasi lembaga penilaiaan kesesuaian (LPK), yang terdiri dari laboratorium, lembaga sertifikasi dan lembaga inspeksi, yang dilaksanakan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN) serta layanan pengujian, kalibrasi, inspeksi dan 5
sertifikasi dapat dilakukan oleh lembaga litbang dan lembaga penunjang. Diharapkan juga pemanfaatan hasil litbang dapat memberikan layanan kepada industri dan pemangku kepentingan lainnya dalam rangka peningkatan daya saing nasional. Selain itu, untuk menjamin keselamatan manusia dan lingkungan, penerapan iptek yang terkait dengan ketenaganukliran harus senantiasa diikuti dengan pengawasan ketenaganukliran.
1.2. Tujuan Penyusunan Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Jakstranas Iptek) 2015-2019 bertujuan untuk memberikan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakandalam penyusunan dan pelaksanaan program-program penelitian, pengembangan dan penerapan iptek dalam kurun waktu 2015-2019 di berbagai lembaga iptek agar dapat berjalan secara efektif, efisien, terukur, konsisten, terintegrasi, melembaga, dan berkelanjutan dalam rangka penguatan Sistem Inovasi Nasional.
1.3. Landasan Hukum Penguasaan dan pemajuan iptek telah diamanahkan oleh konstitusi kita yaitu Undang-Undang Dasar 1945 (Amandemen ke-4) dan berbagai peraturan perundangan, yang dapat dijelaskan sebagai berikut: 1.
Undang-Undang Dasar1945 (Amandemen ke-4) Pasal 31 ayat 5 UUD 1945 amandemen ke-4 menyebutkan bahwa “Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan
teknologi dengan
menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia”. Selain itu, pemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi diselenggarakan dengan memperhatikan hak warga negara untuk mendapatkan manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi sesuai dengan amanah pasal 28 C yang menyebutkan bahwa “Setiap orang berhak mengembangkan diri melalui 6
pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak mendapat pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi kesejahteraan umat manusia”. 2.
Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1997 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang
Nomor
10
Tahun
1997
tentang
mengamanatkan
pemisahan
Badan
Pelaksana
dan
Ketenaganukliran Badan
dalam
ketenaganukliran. Berdasarkan undang-undang ini, yang berperan sebagai Badan Pelaksana adalah BATAN dan yang berperan sebagai Badan Pengawas adalah BAPETEN. Pada pasal 8 ayat 1 disebutkan bahwa penelitian dan pengembangan tenaga nuklir harus diselenggarakan dalam rangka penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi nuklir untuk keselamatan,
keamanan,
ketenteraman,
dan
kesejahteraan
rakyat.
Selanjutnya padapasal 14 dinyatakan bahwa pengawasan seluruh kegiatan ketenaganukliran dilakukan melalui peraturan, perijinan dan inspeksi, dengan tujuan antara lain untuk menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dan anggota masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup. 3.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi mengamanahkan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi minyak dan gas bumi.
4.
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara mengamanahkan penelitian dan pengembangan industri dan teknologi di bidang pertahanan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan negara.
7
5.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas P3 Iptek)
bertujuan
untuk
memperkuat
daya
dukung
iptek
dalam
mempercepat pencapaian tujuan negara. 6.
Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2003 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang
Nomor
27
Tahun
2003
tentang
Panas
Bumi
mengamanahkan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi panas bumi. 7.
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 dan peraturan perundangan dibawahnya Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Sumber Daya Alam Hayati mengamanahkan
pemerintah
untuk
melaksanakan
langkah-langkah
konservasi sehingga sumber daya alam hayati dan ekosistemnya selalu terpelihara dan mampu mewujudkan keseimbangan serta melekat dengan pembangunan itu sendiri. Konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya berasaskan pelestarian kemampuan dan pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya secara serasi dan seimbang. Agar usaha penyeimbangan antara pelestarian dan pemanfaatan sumberdaya alam hayati dapat berlangsung secara berkelanjutan maka upaya konservasi harus berpijak pada dukungan iptek. Tanpa usaha untuk mengembangkan iptek yang dibutuhkan, maka Indonesia akan selalu bergantung pada kemampuan luar. Pemanfaatan iptek yang tepat dan efektif untuk melestarikan sumberdaya alam hayati sangat diperlukan untuk menunjang pembangunan yang berkelanjutan.
8
8.
Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 dan peraturan perundangan dibawahnya Undang-Undang
Nomor
41
tahun
1999
tentang
Kehutanan
mengamanahkan agar pemerintah mendorong dan menciptakan kondisi yang
mendukung
peningkatan
kemampuan
untuk
menguasai,
mengembangkan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan dan teknologi kehutanan. Dalam pengurusan hutan secara lestari, diperlukan Sumber Daya Manusia berkualitas yang bercirikan penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi. 9.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 dan peraturan perundangan dibawahnya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2008 tentang Lingkungan Hidup mengamanahkan agar pemerintah melakukan kajian lingkungan hidup strategis. Kajian lingkungan hidup strategis perlu didukung oleh ilmu pengetahuan dan teknologi .
10.
Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 tahun 2004 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas Undang Undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan mengamanahkan agar pemerintah mengatur mendorong dan/atau menyelenggarakan penelitian dan pengembangan perikanan untuk menghasilkan pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan dalam pengembangan usaha perikanan agar lebih efektif, efesien, ekonomis, berdaya saing, dan ramah lingkungan, serta menghargai kearifan tradisi/budaya lokal.
11.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 sebagai penjabaran dari tujuan negara ke dalam visi, misi, dan arah pembangunan nasional dalam kurun waktu 9
tahun 2005 sampai tahun 2025. Dijelaskan bahwa tantangan persaingan yang makin tinggi pada masa yang akan datang menuntut peningkatan kemampuan dalam penguasaan dan penerapan iptek dalam rangka menghadapi perkembangan global menuju ekonomi berbasis pengetahuan. Dalam rangka meningkatkan kemampuan iptek nasional, tantangan yang dihadapi adalah meningkatkan kontribusi iptek untuk meningkatkan kemampuan dalam memenuhi hajat hidup bangsa; menciptakan rasa aman; memenuhi kebutuhan kesehatan dasar, energi, dan pangan; memperkuat sinergi kebijakan iptek dengan kebijakan sektor lain; mengembangkan budaya iptek di kalangan masyarakat; meningkatkan komitmen bangsa terhadap pengembangan iptek; mengatasi degradasi fungsi lingkungan; mengantisipasi dan menanggulangi bencana alam; serta meningkatkan ketersediaan dan kualitas sumber daya iptek, baik SDM, sarana dan prasarana, maupun pembiayaan iptek. 12.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 2007 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang
Nomor
23
Tahun
2007
tentang
Perkeretaapian
mengamanahkan kepada pemerintah, pemerintah daerah, badan usaha, lembaga penelitian, atau perguruan tinggiuntuk melakukan rancang bangun dan rekayasa perkeretaapian untuk pengembangan perkeretaapian. 13.
Undang-Undang Nomor 24Tahun 2007 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana mengamanahkan perumusan kebijakan tentang penggunaan teknologi, pengaturan penggunaan teknologi, dan pemantauan penggunaan teknologi yang secara tiba-tiba dan/atau berangsur berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya bencana.
10
14.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi mengamanahkan penelitian dan pengernbangan untuk pengembangan energi baru dan energi
terbarukan untuk menunjang pengembangan industri energi nasional yang mandiri. 15.
Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran mengamanahkan penelitian, pengembangan, standardisasi, dan alih teknologi.
16.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara mengamanahkan bahwa untuk menunjang penyiapan Wilayah Pertambangan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pertambangan, perlu dilakukan penyelidikan dan penelitian tentang pertambangan.
17.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan mengamanahkan penyelenggaraan penelitian danpengembangan peternakan dan kesehatan hewan.
18.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan mengamanahkan pengembangan teknologi lalu lintas dan angkutan jalan.
11
19.
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang
Nomor
36
Tahun
2009
tentang
Kesehatan
mengamanahkan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan untuk menghasilkan informasi kesehatan, teknologi, produk teknologi, dan
teknologi
informasi
(TI)
kesehatan
untuk
mendukung pembangunan kesehatan. 20.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2011 tentang Informasi Geospasial mengamanahkan penyelenggaraan informasi geospasial yang sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
21.
Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2012 tentang Industri Pertahanan mengamanahkan penelitian dan pengembangan serta perekayasaan untuk peningkatan kemampuan dan penguasaan teknologi industri pertahanan yang dilakukan dalam suatu sistem nasional.
22.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan mengamanahkan penelitian dan pengembangan pangan untuk memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi pangan serta menjadi dasar dalam merumuskan kebijakan pangan yang mampu meningkatkan kedaulatan pangan, kemandirian pangan, dan ketahanan pangan.
23.
Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2013 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2013 tentang Keantariksaan sebagai
dasar untuk mendorong penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi 12
keantariksaan dan
pemanfaatannya untuk kepentingan kesejahteraan,
pertahanan, dan keamanan. 24.
Undang Undang Nomor 3 Tahun 2014 dan peraturan perundangan di bawahnya Undang
Undang
Nomor
3
Tahun
2014
tentang
Perindustrian
mengamanahkan bahwa untuk mewujudkan industri nasional sebagai pilar dan penggerak ekonomi nasional, kedalaman dan kekuatan struktur industi serta
pemerataan
pembangunan
industri
diperlukan
peningkatan
kemampuan pengembangan teknologi industri, yang merupakan hasil pengembangan, perbaikan, invensi, dan/atau inovasi dalam bentuk teknologi proses dan teknologi produk termasuk rancang bangun dan perekayasaan, metode, dan/atau sistem yang diterapkan dalam kegiatan industri. 25.
Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional untuk mendorong penelitian sebagai dasar pengembangan standar dan penilaian kesesuaian.
26.
Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2003 Instruksi
Presiden
Nomor
4
Tahun
2003
mengamanatkan
untuk
pengkoordinasian dalam perumusan dan pelaksanaan kebijakan strategis pembangunan nasional iptek, terutama dalam koordinasi antar instansi terkait.
1.4. Kondisi Saat Ini Daya saing didefinisikan sebagai sehimpunan institusi, kebijakan, dan faktorfaktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu negara (WEF, 2013). Daya saing suatu negara dalam persaingan global diukur dengan indeks daya saing global (Global Competitiveness Index – GCI) yang menggambarkan skor dan peringkat daya saing suatu negara di antara negara-negara di dunia. Dalam skala 13
1 – 7 skor daya saing Indonesia mengalami peningkatan dari 4,26 pada tahun 2009-2010 menjadi 4,53 pada tahun 2013-2014. Peningkatan skor daya saing ini membawa posisi daya saing Indonesia meningkat dari peringkat 54 pada tahun 2009-2010 menjadi peringkat 38 pada tahun 2013-2014, seperti dapat dilihat pada Gambar 1.a dan Gambar 1.b. 4,6 4,5
4,46
4,43
2010 2011
2011 2012
2012 2013
10 20
4,26
30 4,2
38 44
40
4,1 2009 2010
2013 2014
0
4,38
4,4 4,3
2009 2010
4,53
2010 2011
2011 2012
2012 2013
2013 2014
Sumber: WEF, diolah oleh Tim Gambar 1.a. Skor Daya Saing Indonesia
50
54
46
50
60
Gambar 1.b. Peringkat Daya Saing Indonesia
Peningkatan daya saing tersebutmerupakan resultan dari kinerja berbagai pilar yang menjadi penopangnya, yang meliputi: institusi, infrastruktur, lingkungan ekonomi makro, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, pasar finansial, kesiapan teknologi, ukuran pasar, kecanggihan bisnis, dan inovasi. Diantara pilar-pilar daya saing tersebut, pilar kesiapan teknologi (technological readiness) dan inovasi berkaitan langsung dengan daya dukung iptek. Pilar kesiapan teknologi mengalami penguatan dari skor sebesar 3,20 pada tahun 2009-2010 menjadi 3,66 pada tahun 2013-2014. Dengan peningkatan skor ini posisi kesiapan teknologi Indonesia meningkat dari peringkat 88 pada tahun 2009-2010 menjadi peringkat 75 pada tahun 2013-2014, meskipun pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh laju peningkatan kesiapan teknologi yang dicapai oleh Indonesia masih lebih rendah dari laju peningkatan kesiapan teknologi yang dicapai oleh negara lain. Dinamika tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.a dan Gambar 2.b. 14
3,66
3,7 3,6 3,5 3,33
3,4 3,3
2009 2010
3,56
3,2
3,25
3,2 3,1 3 2,9 2009 - 2010 2010 2011
2011 2012
2012 2013
2013 2014
Sumber: WEF, diolah oleh Tim Gambar 2.a. Skor Kesiapan Teknologi Indonesia
0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100
2010 2011
2011 2012
2012 2013
2013 2014
75 88
85 91
94
Gambar 2.b. Peringkat Kesiapan Teknologi Indonesia
Adapun pilar inovasi mengalami penguatan dari skor sebesar 3,57 pada tahun 2009-2010 menjadi 3,82 pada tahun 2013-2014. Dengan peningkatan skor ini posisi inovasi Indonesia meningkat dari peringkat 39 pada tahun 2009-2010 menjadi peringkat 33 pada tahun 2013-2014, meskipun pada tahun 2011 dan 2012 mengalami penurunan. Hal ini disebabkan oleh laju peningkatan inovasi yang dicapai oleh Indonesia masih lebih rendah dari laju peningkatan inovasi yang dicapai oleh negara lain. Dinamika tersebut dapat dilihat pada Gambar 3.a dan Gambar 3.b. 3,85 3,8 3,75 3,7 3,65 3,6 3,55 3,5 3,45 3,4
3,82 3,71
3,57
2009 - 2010 2010 2011
3,59
2011 2012
3,61
2012 2013
2013 2014
Sumber: WEF, diolah oleh Tim Gambar 3.a. Skor Inovasi Indonesia
2009 - 2010 - 2011 - 2012 - 2013 2010 2011 2012 2013 2014 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40
33
36
39
36
39
Gambar 3.b. Peringkat Inovasi Indonesia
15
Di antara 10 negara ASEAN, daya saing Indonesia berada pada posisi ke-5 setelah Singapura, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Thailand. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 4.
Sumber: WEF (2013) Gambar 4. Posisi Daya Saing Indonesia dalam Lingkup ASEAN
Berdasarkan pilar kesiapan teknologi, posisi Indonesia berada pada posisi ke-4 setelah Singapura, Malaysia, dan Brunei Darussalam. Adapun berdasarkan pilar inovasi posisi Indonesia berada pada posisi ke-3 setelah Singapura dan Malaysia. Kondisi di atas menunjukkan bahwa berbagai upaya yang telah dilakukan untuk meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek sebagai implementasi Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek (Jakstranas Iptek) 2010-2014 telah memberikan kontribusi terhadap peningkatan daya saing. Seperti diketahui bahwa upaya untuk meningkatkan penguasaan dan pemanfaatan iptek pada kurun waktu tersebut dilakukan melalui 2 (dua) program, yaitu: program Penguatan Sistem Inovasi Nasional dan Program Peningkatan Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Iptek (P3 Iptek). 16
Melalui kedua program tersebut, telah dicapai beberapa kemajuan baik dalam pencapaian indikator input maupun indikator output. Pencapaian indikator input ditunjukkan dengan kemajuan dalam pilar kelembagaan, sumber daya, dan jaringan iptek. Dalam pilar kelembagaan iptek telah dicapai beberapa kemajuan seperti meningkatnya jumlah pusat unggulan, konsorsium, sentra HKI, dan pranata litbang terakreditasi. Dalam pilar sumberdaya iptek, beberapa kemajuan yang diperoleh antara lain meningkatnya investasi iptek nasional dari 0,048% PDB pada tahun 2010 menjadi 0,08% PDB pada tahun 2012, meningkatnya jumlah peneliti per 1 juta penduduk dari 438 peneliti pada tahun 2010 menjadi 518 peneliti pada tahun 2012. Namun demikian posisi Indonesia sangat lemah dalam litbang dunia bila dilihat dari
Saintis dan Enjinir / juta penduduk
indikator sumber daya iptek, seperti dapat dilihat pada Gambar 5.
Anggaran litbang sebagai % PDB Catatan:
Ukuran lingkaran merefleksikan jumlah relatif anggaran litbang tahunan masing-masing negara
Sumber: Battelle (2011) 17
Gambar 5. Posisi Indonesia dalam Litbang Dunia Dari Gambar 5 terlihat bahwa jumlah saintis dan enjinir persejuta penduduk Indonesia berada pada posisi terendah. Demikian juga anggaran litbang sebagai % PDB juga berada pada posisi terendah. Berdasarkan Indikator Iptek Indonesia (LIPI, 2010) anggaran litbang yang berasal dari anggaran pemerintah sejak tahun 1969 mengalami fluktuasi. Dalam kurun waktu tersebut anggaran litbang secara nominal cenderung mengalami peningkatan, namun dalam % PDB cenderung mengalami penurunan. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 6.
Sumber: Indikator Iptek Indonesia (LIPI, 2010) Gambar 6. Anggaran Litbang Pemerintah
Pencapaian dalam indikator output ditunjukkan dengan kemajuan dalam pilar produktivitas dan pilar pendayagunaan iptek. Dalam pilar produktivitas iptek kemajuan ditunjukkan oleh meningkatnya jumlah publikasi dan paten terdaftar, sedang dalam pilar pendayagunaan iptek kemajuan ditunjukkan dengan meningkatnya jumlah pemanfaatan teknologi hasil litbang nasional oleh industri 18
dan masyarakat. Publikasi Indonesia di antara negara-negara ASEAN pada tahun 2009 – 2012 dapat dilihat pada Gambar 7.
Negara
2009
2010
2011
2012
1
Singapore
12,855
14,429
15,049
16,023
2
Malaysia
10,910
15,087
19,800
20,838
3
Thailand
8,120
9,507
10,277
10,824
4
Indonesia
1,792
2,247
2,991
3,231
5
Viet Nam
1,620
1,990
2,215
2,836
6
Philippines
1,089
1,181
1,479
1,405
7
Cambodia
173
181
199
226
8
Myanmar
133
109
161
105
9
Brunei Darussalam
110
114
154
219
10
Laos
100
127
152
191
25.000
Singapore Malaysia
20.000 Jumlah publikasi
No
Thailand
15.000
Indonesia Viet Nam
10.000
Philippines
5.000
Cambodia Myanmar
0 2009
2010
2011
2012
Tahun
Brunei Darussalam Laos
Sumber: SJR : Scientific Journal Rankings, http://www.scimagojr.com/countryrank.php, diolah oleh Tim
Gambar 7. Jumlah Publikasi Negara-negara ASEAN
Jumlah publikasi Indonesia mengalami kenaikan, akan tetapi jumlahnya jauh di bawah Malaysia, Singapura, dan Thailand. Kemajuan yang dicapai dalam pemabangunan iptek juga belum dapat memberikan dampak yang signifikan terhadap peningkatan daya saing produk. Di tengah persaingan yang semakin tinggi dimana setiap negara berupaya untuk meningkatkan daya saing nasionalnya, Indonesia masih didominasi oleh produkproduk dengan kandungan teknologi rendah atau bahan mentah. Ekspor utama Indonesia meliputi batu bara, minyak kelapa sawit, pakaian jadi, crumb rubber, alat listrik, alas kaki (kulit, karet dan kanvas), kertas dan barang dari kertas, audio visual, tekstil lainnya, bahan kimia organik, besi baja, damar tiruan, bahan plastik, barang dari karet, timah, dan biji tembaga (BPS, 2013: xii). Data tersebut diperkuat oleh neraca perdagangan industri manufaktur berdasarkan intensitas teknologi. Data dari The Organisation for Economic Co-
operation and Development (OECD) menggambarkan bahwa dalam kurun waktu tahun 1990 sampai dengan tahun 2011 neraca perdagangan Indonesia untuk 19
barang industri dengan kandungan teknologi rendah (low-technology industries) bernilai positif cenderung mengalami peningkatan, sementara untuk barang industri dengan kandungan teknologi menengah-tinggi (medium-high technology
industries) dan teknologi tinggi (high technology industries) bernilai negatif dan cenderung mengalami penurunan. Kondisi ini ditunjukkan pada Gambar 8.
40.000.000 30.000.000
1000 US$
20.000.000 10.000.000 0 -10.000.000 -20.000.000 -30.000.000 -40.000.000 High Technology Industries
1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 -1.724 -1.873 -1.289 -1.224 -51.17 -353.5 -106.926.7021.261. 2.497. 6.523. 5.440. 5.551. 4.719. 4.663. 4.905. 3.501.292.83-9.058 -6.594 -9.386 -10.73
Medium-High Technology Industries -10.22 -11.85 -12.16 -12.19 -13.92 -16.98 -16.89 -16.62 -8.192 -4.442 -6.690 -6.925 -5.965 -5.098 -8.605 -9.768 -6.704 -7.029 -24.59 -17.15 -25.37 -33.35 Medium-Low Technology Industries -940.0 -1.860 -1.701 -1.864 -2.371 -2.654 -2.765 -3.835 -964.663.171-1.481 -790.0 -1.410 -671.0 -2.963 -7.455 -5.342 -5.224 -20.58 -11.65 -17.45 -27.23 Low-Technology Industries
7.202. 9.320.12.08414.57714.79714.39915.67914.36812.57015.59617.98016.76016.89117.57519.45521.23224.02227.33130.54425.52330.82335.772
Sumber: OECD Gambar 8. Neraca Perdagangan Indonesia untuk Industri Manufaktur Berdasarkan Intensitas Teknologi
Berdasarkan data di atas terlihat bahwa Indonesia belum dapat memperoleh manfaat yang maksimal dalam pengelolaan sumber daya alam melalui pemanfaatan iptek untuk mendapatkan nilai tambah. Kegagalan meningkatkan nilai tambah produk membawa Indonesia pada resiko terjebak dalam Middle Income Trap. Seperti diketahui sebelum tahun 1990 Indonesia masuk dalam kelompok negara dengan pendapatan rendah (low
income country). Sejak tahun 1990 sampai sekarang Indonesia tergolong negara dengan pendapatan menengah bawah (lower-middle income country). Selama lebih dari 20 tahun Indonesia belum mampu bergerak menuju negara dengan pendapatan menengah atas (upper-middle income country). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 9. 20
Industri padat karya
Sumber: Kementerian Keuangan Republik Indonesia, 2014. Gambar 9. Tahapan Pembangunan untuk Peningkatan Pendapatan Nasional
Middle Income Trap merupakan fenomena kemandekan pertumbuhan ekonomi dimana negara-negara stagnan pada tingkat pendapatan menengah dan tidak tumbuh menjadi negara maju (ADB, 2012; World Bank, 2012). Data empiris menunjukkan bahwa dari 101 negara yang pada tahun 1960 termasuk dalam kelompok negara dengan pendapatan menengah, hanya 13 negara yang berhasil menjadi negara dengan pendapatan tinggi (High Income Countries) pada tahun 2008, dan 88 negara lainnya terjebak dalam status negara dengan pendapatan menengah (World Bank, 2012). Penyebab utama Middle Income Trap adalah perlambatan pertumbuhan ekonomi sebagai akibat dari perlambatan pertumbuhan produktivitas. Perlambatan ini disebabkan oleh ketidakmampuan suatu negara untuk bersaing dengan negara lain yang memiliki tingkat upah rendah dalam memproduksi produk ekspor, dan tidak mampu bersaing dengan negara maju yang menghasilkan produk dengan inovasi dan teknologi tinggi (Eichengreen et. al, 2011).
21
Ketidakmampuan bersaing dengan negara maju yang menghasilkan produk dengan inovasi dan teknologi tinggi, salah satunya disebabkan oleh lemahnya pemanfaatan teknologi dalam industri. Pada umumnya upaya peningkatan kemampuan teknologi yang dilakukan oleh industri yang berorientasi ekspor masih terbatas pada tahap untuk mendapatkan perubahan kecil (incremental) dalam proses produksi. Investasi industri untuk litbang iptek masih sangat terbatas, sehingga kemampuan mereka dalam menghasilkan teknologi masih rendah. Beberapa industri besar bahkan mempunyai ketergantungan yang besar pada teknologi dari negara asing. Sementara lembaga litbang nasional belum sepenuhnya mampu menyediakan teknologi yang diperlukan oleh industri. Akibatnya ketergantungan semakin besar pada negara asing penghasil teknologi dan kurangnya pemanfaatan teknologi hasil litbang dalam negeri. Pemanfaatan teknologi hasil litbang dalam negeri dipengaruhi oleh 3 (tiga) faktor utama, yaitu: pertama faktor yang berkaitan dengan kesiapan pengguna teknologi; kedua, faktor yang berkaitan dengan kesiapan teknologi hasil litbang yang akan diterapkan; dan ketiga, faktor yang berkaitan dengan efektivitas intermediasi antara penyedia dan pengguna teknologi. Kesiapan teknologi hasil litbang untuk dapat diterapkan oleh pengguna dipengaruhi oleh produktivitas lembaga litbang dan perguruan tinggi sebagai penghasil iptek dan relevansi teknologi yang dihasilkannya dengan kebutuhan industri dan masyarakat sebagai pengguna teknologi. Hal terakhir ini dipengaruhi oleh efektivitas lembaga litbang dan perguruan tinggi serta lembaga penunjang dalam mengoptimalkan penggunaan dan aliran sumber daya iptek yang sangat terbatas. Upaya pemerintah dalam meningkatkan daya saing nasional melalui iptek, antara lain
dilakukan
dengan
pembangunan
sarana-prasarana
penelitian
dan
pengembangan iptek. Salah satunya yang merupakan aset nasional yang sangat besar dan strategis adalah dibangunnya kawasan Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) di kawasan Kota Tangerang selatan, Provinsi Banten pada Tahun 1976. Dengan luas area 460 Ha, Puspiptek saat ini menampung 47 pusat/balai litbang dan pengujian dibawah BPPT, Batan, LIPI dan Kementerian Lingkungan Hidup, didukung oleh SDM berjumlah 2.451 orang, 22
dengan sekitar 400 orang diantaranya berkualifikasi Doktor. Disamping pusat/balai litbang dan pengujian, Puspiptek juga dilengkapi dengan perguruan tinggi, fasilitas permukiman dan fasilitas penunjang lainnya. Sejak awal berdirinya, pemerintah telah menginvestasikan lebih dari 500 juta USD di Puspiptek. Puspiptek berkembang di era 90-an karena industri strategis berkembang pada saat itu. Dengan kata lain, telah terjalin sinergi antara lembaga litbang dan industri. Pada tahun 1980 sampai dengan 1997 Puspiptek mempunyai peran penting dalam mendukung pertumbuhan industri strategis. Saat itu, industri strategis banyak mendapatkan dukungan insentif finansial dan fiskal yang memadai. Pada era tahun 1997 hingga 2012, Puspiptek mengalami kondisi yang 'idle' sejalan dengan perubahan kondisi dan arah pengembangan industri strategis. Disamping itu tidak ada investasi baru yang signifikan di Puspiptek menyebabkan kondisi peralatan menjadi usang (obsolete) dan SDM yang menua karena proses regenerasi yang berjalan sangat lambat. Upaya revitalisasi Puspiptek diarahkan pada peningkatan kapasitas sumberdaya, kelembagaan
dan
pengembangan
dan
jaringan;
meningkatkan
perekayasaan;
serta
produktivitas
meningkatkan
sinergi
penelitian, lembaga
litbangyasa dengan perguruan tinggi dan industri dalam pendayagunaan iptek. Dalam mewujudkan kondisi seperti itu, tidak cukup dilakukan hanya oleh Kementerian Riset dan Teknologi, namun dibutuhkan peran serta dari Kementerian/Lembaga Pemerintah terkait, pemerintah daerah, pelaku usaha, serta masyarakat. Peran infrastruktur mutu yang terdiri dari metrologi, standar dan penilaian kesesuaian selain diperlukan untuk menunjang kebutuhan industri secara langsung juga diperlukan untuk menjembatani penghasil iptek dan pengguna iptek, sehingga hasil litbang iptek dapat memberi manfaat yang luas pada skala industri nasional. Pemanfaatan hasil iptek untuk mendukung pengembangan standar baik nasional maupun internasional terbukti dapat memberikan dampak bagi daya saing produk nasional. Perumusan standar tempe dalam forum internasional, Codex Alimentarius Commission (CAC) yang diusulkan oleh 23
Indonesia, memberikan dampak pada nilai makanan lokal di tingkat internasional. Kajian penerapan SNI pada beberapa produk yang memberikan dampak ekonomi yang cukup signifikan juga telah dilakukan, misalnya produk minyak goreng sebesar Rp. 18,6 trilyun, garam beryodium sebesar Rp. 547, 6 milyar dan air minum dalam kemasan sebesar Rp. 3,4 trilyun (2008). Sedangkan secara makro, dampak penerapan SNI terhadap PDB dan nilai tambah industri pengolahan besar-sedang di Indonesia sebesar 3,6 % (2007).
1.5 Kondisi yang Diinginkan Pembangunan nasional iptek merupakan upaya berkelanjutan yang setiap tahapannya memberikan perubahan atau perbaikan dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek ke arah yang lebih baik untuk mendukung visi pembangunan nasional menuju Indonesia yang mandiri, maju, adil dan makmur. Pada tahun 2015-2019 Indonesia berpeluang menjadi kekuatan ekonomi dunia dengan memanfaatkan iptek sebagai kunci peningkatan nilai tambah sumber daya alam. Untuk itu, pada tahun 2019 diharapkan dapat tercapai peningkatan kesiapan teknologi dan inovasi sebagai penopang daya saing. Penguatan
pilar-pilar
tersebut
diharapkan
dapat
mentransformasikan
keunggulan komparatif sumber daya alam menjadi keunggulan kompetitif berbasis inovasi. Melalui transformasi tersebut diharapkan Indonesia mampu keluar dari resiko Middle Income Trap, sehingga dapat bergerak dari negara berpendapatan menengah bawah (low-middle income country) menuju negara berpendapatan menengah atas (upper-middle income country), dan selanjutnya menuju
negara
berpendapatan
tinggi
(high
income
country).
Adapun
transformasi yang dimaksud dapat diilustrasikan pada Gambar 10.
24
Sumber: MP3EI
Gambar 10.Penguasaan Iptek untuk Mendukung Transformasi Menuju Ekonomi Berbasis Inovasi
Untuk mendukung proses transformasi menuju ekonomi berbasis inovasi, maka diperlukan infrastruktur mutu yang terdiri dari metrologi, standar dan penilaian kesesuaian untuk memfasilitasi komersialisasi hasil invensi dan penerapan hasil iptek, sehingga hasil litbang iptek dapat meningkatkan daya saing nasional.
1.6 Permasalahan Iptek dalam Peningkatan Daya Saing Perekonomian
Penguasaan iptek akan mampu mendukung transformasi dari ekonomi berbasis sumber daya alam menuju ekonomi berbasis inovasi, apabila dapat diwujudkan jaringan antara unsur-unsur kelembagaan iptek untuk membentuk rantai yang mengaitkan kemampuan melakukan penciptaan dan pembaruan di bidang iptek dengan kemampuan memanfaatkan hasil ciptaan dan kebaruan tersebut ke dalam
proses
produksi
barang
dan
jasa
yang
kompetitif.
Penelitian,
pengembangan, dan penerapan iptek ditujukan untuk menggali kekayaan dan potensi sumber daya alam hayati endemik Indonesia dan nir hayatinya serta mencari terobosan dan menghasilkan berbagai invensi yang tidak saja 25
memperkaya khazanah iptek, tapi juga memberi peluang baru bagi pelaku ekonomi untuk mengembangkan berbagai inovasi yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi. Upaya transformasi tersebut di atas dapat terlaksana apabila kita dapat mengatasi kelemahan dalam: 1) kapasitas dan kapabilitas kelembagaan iptek untuk menjamin terjadinya proses penciptaan dan pemanfaatan iptek; 2) kapasitas dan kapabilitas sumber daya iptek untuk menghasilkan produk litbang yang berdayaguna bagi industri; 3) jaringan kelembagaan dan jaringan peneliti pada lingkup nasional dan internasional untuk mendukung peningkatan produktivitas litbang dan peningkatan pendayagunaan litbang nasional; 4) produktivitas litbang nasional untuk memenuhi kebutuhan teknologi di dunia industri; dan 5) pendayagunaan iptek nasional untuk penciptaan nilai tambah pada sumber daya alam dan produk inovasi nasional dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi. Lemahnya kapasitas dan kapabilitas kelembagaan iptek untuk menjamin terjadinya proses penciptaan dan pemanfaatan iptek ditunjukkan oleh belum berkembangnya budaya inovasi, masih rendahnya kinerja lembaga iptek, lemahnya legislasi iptek, belum optimalnya peran dan fungsi badan litbang daerah, belum optimalnya peran dan fungsi lembaga intermediasi, adanya hambatan birokrasi dalam penyelenggaraan penelitian dan inovasi, dan belum efektifnya kelembagaan litbang. Situasi tersebut berakar pada permasalahan kelembagaan iptek sebagai berikut: 1.
Kinerja lembaga iptek (lembaga litbang dan perguruan tinggi sebagai penyedia iptek, industri/masyarakat sebagai pengguna iptek, dan lembaga intermediasi sebagai penghubung antara lembaga litbang dan perguruan tinggi dengan industri/masyarakat sebagai pengguna) belum optimal.
2.
Budaya inovasi belum berkembang di lingkungan lembaga-lembaga pendidikan, iptek, dan industri.
3.
Legislasi iptek belum optimal dalam mengatur peran dan fungsi para pemangku kepentingan untuk menjamin terjadinya proses penciptaan dan pemanfaatan iptek. 26
Belum optimalnya revitalisasi kelembagaan iptek, dimana kelembagaan
4.
iptek diarahkan menjadi sumber inovasi bagi dunia usaha dan mampu mendorong penciptaan perusahaan rintisan (start up) berbasis teknologi. 5.
Belum
optimalnya
mengakibatkan
sinergi
adanya
antar
hambatan
kementerian birokrasi
dan
dalam
lembaga
yang
penyelenggaraan
penelitian dan penerapan hasil-hasilnya.
Lemahnya kapasitas dan kapabilitas sumber daya iptek untuk menghasilkan produk litbang yang berdayaguna bagi dunia industri disebabkan oleh sumber daya yang terbatas belum dimanfaatkan secara optimal, jumlah dan kompetensi SDM masih sangat kurang dan penyebarannya tidak merata, belum kondusifnya iklim litbang untuk mendukung peningkatan produktivitas SDM, terbatasnya sumber daya keuangan yang tersedia, semakin menuanya sarana dan prasarana iptek, dan kurangnya sarana pengujian produk teknologi. Situasi tersebut berakar pada beberapa permasalahan sumber daya iptek, yaitu kelemahan dalam: 1. Perencanaan sumber daya iptek sebagai akibat dari kelemahan penentuan target capaian iptek dalam jangka pendek, jangka menengah, dan jangka panjang. 2. Manajemen SDM iptek. 3. Manajemen investasi iptek. 4. Manajemen sarana prasarana iptek. 5. Manajemen kekayaan intelektual atau manajemen pengetahuan yang telah dimiliki secara nasional. 6. Manajemen informasi secara nasional. Masih lemahnya jaringan iptek yang meliputi jaringan kelembagaan dan jaringan peneliti pada lingkup nasional dan internasional juga menjadi salah satu faktor yang
menghambat
peningkatan
produktivitas
litbang
nasional
dan
pemanfaatannya. Lemahnya jaringan iptek ditunjukkan oleh masih lemahnya interaksi antara lembaga litbang dan industri, belum optimalnya kerja sama antara perguruan tinggi dan lembaga litbang sebagai penghasil iptek dengan industri sebagai pengguna iptek, lemahnya posisi Indonesia dalam kerjasama 27
internasional, masih lemahnya jaringan antar pelaku iptek sehingga kegiatan penelitian sering tumpang tindih, dan adanya mismatch antara pemerintah, dunia usaha, institusi riset dan perguruan tinggi untuk secara bersama-sama membangun ekonomi. Situasi tersebut berakar pada permasalahan belum optimalnya jaringan iptek sebagai berikut: 1. Jaringan yang membentuk interaksi peran antara lembaga litbang dan perguruan tinggi sebagai penyedia iptek. 2. Jaringan yang membentuk hubungan sinergis antara berbagai unsur kelembagaan untuk menjamin terjadinya proses penelitian, pengembangan dan penerapan iptek. 3. Kerjasama internasional sebagai pendorong penguasaan dan pemanfaatan iptek nasional.
Lemahnya produktivitas litbang nasional berakibat pada lemahnya daya dukung iptek untuk memenuhi kebutuhan dunia industri. Kelemahan ini ditunjukkan oleh belum terkaitnya kegiatan litbang dengan kebutuhan industri dan kebutuhan nyata,masih kurangnya pengembangan iptek yang berbasis pada local wisdom, lemahnya pengembangan teknologi tepat guna yang dibutuhkan oleh dunia usaha, dan masih relatif rendahnya kualitas riset nasional. Akibatnya, hasil litbang yang diperoleh tidak dapat dimanfaatkan oleh dunia usaha, sehingga ketergantungan pada produk teknologi luar negeri sangat tinggi. Hal inidisebabkan oleh lemahnya relevansi dan produktivitas iptek yang berakar pada kelemahan: 1. Kemampuan mengidentifikasi tema-tema riset yang diperlukan oleh industri dan masyarakat. 2. Kemampuan mengidentifikasi tema-tema riset yang diperlukan untuk memberikan nilai tambah tinggi bagi pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya yang berbasis kearifan lokal. 3. Efektivitas manajemen litbang nasional. 4. Aktivitas litbang di lingkungan industri.
28
Terakhir, rendahnya pendayagunaan iptek nasional merupakan faktor yang menghambat penciptaan nilai tambah pada sumber daya alam dan produk inovasi nasional dalam rangka meningkatkan daya saing ekonomi. Hal ini ditunjukkan oleh ekspor Indonesia masih didominasi barang mentah (teknologi rendah), belum tumbuhnya industri berbasis teknologi, tidak terjadi vertical value added. Hal tersebut disebabkan olehbelum optimalnya mekanisme intermediasi iptek, masih lemahnya rantai nilai dalam pengembangan produk, belum optimalnya tranfer teknologi dari penghasil ke pengguna teknologi atau antar pengguna teknologi, lemahnya audit teknologi, lemahnya tarikan pasar terhadap hasil litbang; dan masih kurangnya keberpihakan pemerintah dan BUMN terhadap pemanfaatan hasil invensi teknologi dalam negeri. Kelemahan pendayagunaan iptek berakar pada: 1. Masih rendahnya relevansi dan tingkat kesiapan teknologi hasil litbang nasional untuk diterapkan. 2. Masih rendahnya minat kalangan industri sebagai pengguna teknologi untuk menggunakan teknologi hasil litbang nasional. 3. Belum efektifnya intermediasi antara penyedia dan pengguna teknologi. 4. Belum efektifnya proses inkubasi bisnis teknologi yang dapat mendorong tumbuh dan berkembangnya IKM berbasis hasil litbang.
Uraian di atas menggambarkan situasi problematik yang merupakan akibat sekaligus merupakan penyebab bagi timbulnya situasi lingkungan yang kurang kondusif bagi pertumbuhan kapasitas iptek serta pendayagunaannya dalam kegiatan ekonomi. Hal ini merupakan akibat dari masih lemahnya koordinasi antar kementerian/lembaga, lemahnya sinergi kebijakan, masih banyaknya regulasi yang menghambat penelitian, pengembangan dan penerapan iptek, dan belum adanya skenario pengembangan berkelanjutan. Di sisi lain, situasi problematik tersebut berakibat pada lemahnya daya dukung inovasi terhadap pembangunan ekonomi danlemahnya daya saing ekonomi dalam menghadapi tantangan global. Hal ini ditunjukkan oleh rendahnya kemampuan produk 29
barang dan jasa nasional dalam menghadapi pasar bebas China – ASEAN, dan ekspor Indonesia yang masih didominasi oleh barang-barang mentah dan barang-barang berteknologi rendah.
1.7 Keterkaitan
Kebijakan
Strategis
Pembangunan
Nasional
Iptek
dengan
Perencanaan Pembangunan Nasional dan Rencana Kerja Pemerintah
Keterkaitan antara Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek dengan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Rencana Kerja Pemerintah ditunjukkan seperti pada Gambar 11.
UU 18/2002: SISNAS P3 IPTEK
UU 17/2007: RPJPN
Jakstranas Iptek 2000-2004
Jakstranas Iptek 2005-2009 RPJMN 2004-2009 Jakstranas Iptek 2010-2014 RPJMN 2010-2014 Jakstranas Iptek 2015-2019 RPJMN 2015-2019 Jakstranas Iptek 2020-2024 RPJMN 2020-2024
Renstra K/L dan RPJMD Rencana Kerja Pemerintah dan Rencana Kerja Pemerintah Daerah
30
Gambar 11. Keterkaitan antara Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek dengan Perencanaan Pembangunan Nasional dan Pencana Kerja Pemerintah
1.8
Ruang lingkup Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek Ruang lingkup Kebijakan Strategis Pembangunan Nasional Iptek 2015-2019 adalah sebagai berikut: 1. Arah Kebijakan Pembangunan Nasional Iptek, mencakup hal-hal sebagai berikut:
a.
Visi Pembangunan Nasional Iptek;
b.
Pola Pikir Pencapaian Visi Pembangunan Nasional Iptek;
c.
Misi Pembangunan Nasional Iptek;
d.
Prinsip-Prinsip Pembangunan Nasional Iptek;
e.
Tujuan Pembangunan Nasional Iptek;
f.
Sasaran Pembangunan Nasional Iptek;
g.
Ukuran keberhasilan;
2. Prioritas Penguatan Sistem Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek dalam Rangka Penguatan Sistem Inovasi Nasional, mencakup prioritas utama dalam
penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas) dan prioritas utama dalam penguasaan dan pemanfaatan iptek untuk mendorong inovasi dalam bidang pangan, energi, transportasi, teknologi informasi dan komunikasi, pertahanan dan keamanan, kesehatan dan obat, serta material maju. 3. Kerangka Kebijakan Pembangunan Nasional Iptek yang mencakup penguatan Sistem Inovasi Nasional (SINas), kunci keberhasilan yang perlu dipenuhi agar dapat tercapai tujuan pembangunan nasional iptek, dan instrumen kebijakan pembangunan nasional iptek sesuai dengan strategi yang digunakan untuk mencapai tujuan pembangunan nasional iptek.
31
32
BAB II ARAH KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL IPTEK
2.1. Visi Pembangunan Nasional Iptek Visi pembangunan nasional iptek adalah sebagai berikut: ”Iptek untuk kesejahteraan dan kemajuan peradaban” “Iptek untuk kesejahteraan” mengandung makna bahwa pembangunan iptek pada hakekatnya bertujuan untuk meningkatkan perekonomian dan pada akhirnya akan meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup bangsa. Adapun “iptek untuk kemajuan peradaban” mengandung makna bahwa pembangunan iptek bertujuan untuk mewujudkan kehidupan bangsa yang berkualitas secara ekonomi, sosial dan budaya.
2.2. Pola Pikir Pencapaian Visi Pembangunan Nasional Iptek Visi pembangunan nasional iptek dapat tercapai dengan fondasi pendidikan yang kuat. Dengan basis pendidikan yang kuat, keunggulan komparatif yang bersumber pada budaya masyarakat dan sumber daya alam yang dimiliki oleh bangsa Indonesia dapat diberikan nilai tambah yang maksimal untuk mendapatkan keunggulan kompetitif melalui pemanfaatan iptek. Dengan demikian diharapkan dapat terwujud daya saing dan kemandirian sebagai basis untuk meningkatkan pertumbuhan perekonomian, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup bangsa. Pada akhirnya diharapkan dapat terwujud kehidupan bangsa yang berkualitas secara ekonomi, sosial dan budaya. Semua ini dapat terwujud dengan didukung oleh jiwa kewirausahaan berbasis teknologi serta manajemen dan kepemimpinan yang visioner dan transformatif. Pola pikir pencapaian visi pembangunan nasional iptek dapat dilihat pada Gambar 12.
33
Kehidupan yang berkualitas secara ekonomi, sosial dan budaya
Kesejahteraan
Daya Saing & Kemandirian
Iptek
Sumber Daya Alam Budaya Masyarakat Pendidikan
Gambar 11. Pola Pikir Pencapaian Visi Pembangunan Nasional Iptek
2.3. Misi Pembangunan Nasional Iptek Misi pembangunan nasional iptek adalah sebagai berikut: 1
Meningkatkan penelitian dan pengembangan iptek sebagai basis untuk membangun daya saing dan kemandirian dalam rangka mencapai kemajuan peradaban bangsa.
2
Meningkatkan dukungan iptek untuk mempercepat pencapaian tujuan pembangunan nasional.
34
2.4. Prinsip Dasar dan Nilai-nilai (values) Pembangunan Nasional Iptek
Untuk mencapai visi dan misiseperti yang telah dijelaskan di atas, pembangunan nasional iptek dilaksanakan dengan berlandaskan pada prinsip dasar dan nilainilai sebagai berikut:
1.
Prinsip Dasar Pembangunan nasional iptek dilaksanakan dengan berlandaskan pada prinsip dasar berikut: a
Pembangunan iptek berlandaskan keimanan dan ketaqwaankepada Tuhan YME serta nilai-nilai luhur bangsa;
b
Pembangunan iptek berlandaskan pada budaya untuk berinovasi yang berbasis pengetahuan, menekankan pada universalitas, kebebasan ilmiah, kebebasan berpikir, profesionalisme, dan tanggung jawab ilmiah yang tinggi;
c
Pembangunan iptek berlandaskan pada pendekatan sistem yang dapat menjembatani kepentingan makro dan mikro, yang berorientasi pada pembangunan berkelanjutan;
d
Pembangunan iptek berlandaskan pada hukum yang menjunjung tinggi keadilan dan kebenaranserta menghormati Hak Kekayaan Intelektual (HKI);
e
Pembangunan iptek berlandaskan pada penguatan partisipasi aktif dan potensi masyarakat.
2.
Nilai-nilai (Value) Nilai-nilai luhur yang menjadi acuan dalam pembangunan nasional iptek adalah sebagai berikut: a.
Accountable (dapat dipertanggungjawabkan)
Pembangunan iptek beserta seluruh aspek di dalamnya harus dapat dipertanggungjawabkan kepada semua pihak. Pertanggungjawaban 35
tidak hanya terbatas pada aspek finansial tetapi mencakup aspek moralitas, dampak lingkungan, dampak budaya, dampak sosiokemasyarakatan,
dampak
politis
dan
dampak
ekonomis
pada
pembangunan nasional. b.
Visionary (berpandangan jauh kedepan)
Pembangunan iptek dimaksudkan untuk memberikan solusi yang bersifat strategis atau jangka panjang, menyeluruh dan holistik (atau kait mengait). Lebih lanjut pembangunan iptek diupayakan untuk memberikan solusi taktis di masa kini sekaligus sebagai bagian integral dari solusi permasalahan di masa depan. c.
Innovative (inovatif)
Pembangunan iptek senantiasa berorientasi pada upaya untuk menghasilkan sesuatu yang baru, mulai dari konteks upaya untuk perolehan
temuan-temuan
baru
sampai
dengan
upaya
untuk
menginduksikan proses pembaharuan dalam dinamika kehidupan masyarakat secara bertanggung jawab. Lebih lanjut pembangunan iptek dimaksudkan untuk memberikan apresiasi yang tinggi pada segala bentuk upaya untuk menghasilkan inovasi baru serta segala aktivitas inovatif untuk meningkatkan produktivitas. d.
Excellent (prima)
Pembangunan iptek dalam keseluruhan tahapannya mulai dari fase inisiasi,
perencanaan,
pelaksanaan,
pengawasan,
evaluasi
dan
implikasinya pada masyarakat maupun bangsa ini harus yang terbaik.
2.5. Tujuan Pembangunan Nasional Iptek Tujuan akhir seperti tercermin dalam visi pembangunan nasional iptek dan inovasi adalah terwujudnya kesejahteraan dan taraf hidup bangsa menuju kehidupan bangsa yang berkualitas secara ekonomi, sosial dan budaya. Dalam jangka menengah untuk periode 5 (lima) tahunan dalam kurun waktu 2015-2019, tujuan pembangunan nasional iptek adalah sebagai berikut: 36
1. Meningkatkan penguasaan iptek sebagai basis untuk membangun daya saing nasional. 2. Meningkatkan kontribusi iptek untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dan sumber daya yang berbasis kearifan lokal dalam rangka memantapkan
keunggulan
kompetitif perekonomian
dan
pembangunan secara menyeluruh.
2.6. Sasaran Pembangunan Nasional Iptek Dalam jangka menengah tahun 2015-2019, sasaran yang akan dicapai dalam pembangunan nasional iptek adalah sebagai berikut: 1. Meningkatnya produktivitas litbang iptek. 2. Meningkatnya penerapan iptek untuk mendukung inovasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dan sumber daya yang berbasis kearifan lokal.
2.7. Ukuran keberhasilan Untuk mengukur dan menentukan keberhasilan dari kebijakan yang dikeluarkan, digunakan indikator kinerja kebijakan. Indikator kinerja kebijakan ini terdiri dari 3 (tiga) kelompok indikator, yaitu indikator input (masukan), indikator output (keluaran), dan indikator outcome (hasil). Uraian dari masing-masing indikator adalah seperti pada Tabel 1.
37
Tabel 1. Indikator Keberhasilan No.
Sasaran
1.
Meningkatnya produktivitas litbang iptek
2.
Meningkatnya penerapan iptek untuk mendukung inovasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dan sumber daya yang berbasis kearifan lokal
Input 1. Peningkatan kuantitas dan kualitas SDM iptek 2. Peningkatan investasi litbang 3. Peningkatan peralatan laboratorium yang dimodernisasi sesuai dengan kinerja dan tuntutan pasar 4. Peningkatan pemanfaatan sarana prasarana dan peralatan laboratorium 5. Peningkatan jumlah pusat unggulan iptek 6. Peningkatan jumlah konsorsium riset
7. Peningkatan jumlah inkubator teknologi
Indikator Output
Outcome
1. Peningkatan jumlah publikasi ilmiah dan sitasi 2. Peningkatan jumlah HKI 3. Peningkatan teknologi yang siap diindustrikan
1. Meningkatnya kontribusi iptek terhadap daya saing nasional
4. Peningkatan hasil penelitian, pengembangan, dan perekayasaan (litbangyasa) yang dimanfaatkan 5. Peningkatan jumlah ketersediaan SNI 6. Peningkatan kesesuaian teknologi hasil litbang dengan SNI 7. Peningkatan komersialisasi hasil litbang
2. Meningkatnya nilai tambah produk atau proses produksi
3. Meningkatnya nilai tambah industri atau produktivitas industri
4. Meningkatnya start up company (perusahaan pemula) berbasis hasil litbang dan/atau spin off
38
BAB III PRIORITAS UTAMA PEMBANGUNAN NASIONAL IPTEK
3.1
Prioritas Penguatan Sistem Penelitian, Pengembangan dan Penerapan Iptek Seperti telah dijelaskan pada bab 2 bahwa dalam rangka mencapai visi dan misi jangka panjang dalam pembangunan nasional iptek, tujuan pembangunan nasional iptek tahun 2015-2019 adalah untuk: 1) meningkatnya invensi untuk memperkaya, menyempurnakan, atau memperbarui ilmu pengetahuan dan teknologi; dan 2) meningkatnya penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk meningkatkan nilai tambah produk atau proses produksi dalam pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya yang berbasis kearifan lokal dan sesuai dengan kebutuhan industri dan masyarakat. Untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan input sumber daya yang memadai dan proses yang efektif. Sumber daya iptek sebagai faktor input dalam sistem nasional penelitian, pengembangan dan penerapan iptek meliputi sumber daya manusia, sumber daya fisik, sumber daya pengetahuan, sumber daya modal (anggaran), dan infrastruktur. Di antara kelima faktor input ini terdapat keterkaitan yang erat, dan sumber daya manusia merupakan faktor yang paling signifikan. Oleh karena itu, untuk mencapai tujuan pembangunan nasional iptek prioritas diberikan pada peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM iptek sebagai lokomotif untuk menarik peningkatan faktor input lainnya. Hal ini sejalan dengan pentahapan pencapaian Rencana Pembangunan Nasional Jangka Panjang (RPJPN) 2005-2025 dimana pada periode tahun 20152019 pembangunan nasional dilaksanakan dengan tujuan untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan menekankan pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan pada keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia yang berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang terus 39
meningkat. Selain itu, hal ini sejalan dengan Masterplan Percepatan dan perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025 (MP3EI), dimana digariskan dalam inisiatif 1-747 bahwa peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam penguasaan iptek merupakan upaya untuk meningkatkan produktivitas menuju innovation-driven economy. Agar proses transformasi menuju innovation-driven economy dapat berjalan maka upaya peningkatan kemampuan sumber daya manusia dalam penguasaan iptek harus diikuti dengan pendanaan litbang yang dikelola secara professional, modernisasi sarana dan prasarana litbang, dan program litbang yang terkait langsung dengan proses produksi.
3.2
Prioritas Iptek Mengacu pada RPJPN 2005-2025 dan untuk menjaga kesinambungan dengan apa yang telah dilakukan pada periode lima tahun sebelumnya, pembangunan iptek ditujukan untuk mendukung bidang-bidang sebagai berikut: 1
Pangan,
2
Energi,
3
Teknologi dan Manajemen Transportasi,
4 Teknologi Infomasi dan Komunikasi, 5
Teknologi Pertahanan dan Keamanan,
6 Teknologi Kesehatan dan Obat, 7
Material Maju.
Adapun fokus penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek pada masingmasing bidang adalah sebagai berikut: 1
Pangan Bekurangnya lahan pertanian yang subur secara progresif disertai perubahan iklim global mengancam pasokan pangan nasional. Sementara itu fakta menunjukkan bahwa kebutuhan pangan selalu meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah penduduk yang pesat. Kedua fakta tersebut menyebabkan
40
kemampuan penyediaan pangan semakin terbatas, sehingga jika tidak dicarikan solusinya dapat mengarah pada terjadinya krisis pangan. Oleh sebab itu diperlukan terobosan teknologi untuk dapat menggunakan lahan-lahan suboptimal yang saat ini masih belum dimanfaatkan dengan baik agar ketahanan pangan dapat dijaga. Lahan-lahan sub-optimal masih tersedia luas di Indonesia, terutama lahan kering masam, rawa pasang surut, rawa lebak, rawa gambut, dan lahan kering. Pengelolaan lahan suboptimal perlu dilakukan secara berkelanjutan (dengan memperhatikan aspek lingkungan) dan bersifat inklusif agar petani dan masyarakat
lokal
dapat
berpartisipasi
aktif
agar
dapat
meningkatkan
kesejahteraannya. Selain upaya perbaikan karakteristik fisika, kimia, dan biologi tanah
lahan-lahan
pengembangan
suboptimal;
varietas/kultivar
perlu unggul
juga
secara
adaptif
paralel
untuk
dilakukan
masing-masing
karakteristik lahan suboptimal, baik melalui conventional breeding maupun aplikasi bioteknologi. Dengan memperhatikan potensi sumber daya alam yang dimiliki di Indonesia, maka penelitian, pengembangan dan penerapan iptek difokuskan pada tanaman budidaya pangan dan hortikultura unggul dan tahan penyakit di lahan suboptimal dan di area Hutan Tanaman Industri (HTI), perkebunan dan kehutanan bernilai tambah tinggi, peternakan dan veteriner, perikanan budidaya dan perikanan tangkap di lahan terbatas, riset bioteknologi dan sumber daya genetika pertanian, pengembangan model integrasi tanaman-ternak-energi (biogas), serta pengembangan
Smart
Village
(konservasi,
diversifikasi,
integrasi,
dan
optimalisasi sumber daya lingkungan).
Selanjutnya, penerapan iptek pada bidang pangan harus senantiasa diikuti dengan penerapan standar
dan yang terkait dengan ketenaganukliran
harus senantiasa diikuti dengan pengawasan ketenaganukliran. 2
Energi Energi sangat vital bagi perekonomian kita karena tidak ada kegiatan manusia yang tidak memerlukan energi. Sementara itu cadangan energi fosil kita semakin menipis. Penelitian, pengembangan dan penerapan
41
iptek difokuskan padaupaya untuk mewujudkan tercapainya elastisitas energi kurang dari satu pada tahun 2025. Terobosan teknologi diperlukan untuk
mendorong
pemanfaatan
sumber
energi
baru/terbarukan,
intensifikasi pencarian dan pengembangan sumber energi (migas, panas bumi, angin, biomasa, energi laut, matahari, air), dan konservasi energi termasuk pengembangan Penerapan Jalur Umum (PJU) pintar dan smart grid. Untuk mendukung peningkatan elektrifikasi nasional maka penelitian, pengembangan dan penerapan iptek difokuskan pada pengembangan energi panas bumi, energi angin, energi surya, fuel cell, energi nuklir, dan energi arus laut. Untuk mendukung penyediaan bahan bakar dari energi baru/terbarukan maka penelitian, pengembangan dan penerapan iptek difokuskan pada biofuel (penyiapan refinery, proses, engineering, manufaktur, dan tata niaga), biomass, biogas, batubara muda (teknologi batubara bersih), surya, thermal, hidrogen, dan Coal Bed Methane (CBM). Selanjutnya, penerapan iptek pada bidang energi harus senantiasa diikuti dengan penerapan standar dan yang terkait dengan ketenaganukliran harus senantiasa diikuti dengan pengawasan ketenaganukliran. 3
Teknologi dan Manajemen Transportasi Dengan meningkatnya kegiatan manusia maka meningkat pula kebutuhan transportasi nasional. Untuk itu diperlukan teknologi transportasi yang tepat guna, cepat, aman, nyaman, terjangkau, hemat energi, dan ramah lingkungan yang dapat menghubungkan kegiatan perekonomian nasional secara efektif dan efisien. Untuk mendukung hal ini maka penelitian, pengembangan dan penerapan iptek difokuskan pada sistem transportasi multimoda untuk konektivitas nasional; sistem transportasi perkotaan; sistem transportasi untuk sistem logistik; teknologi keselamatan dan
42
keamanan transportasi; klaster industri transportasi; dan riset pendukung transportasi. Selanjutnya, penerapan iptek pada bidang transportasi harus senantiasa diikuti dengan penerapan standar. 4
Teknologi Informasi dan Komunikasi Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK) mempunyai peran yang vital bagi perekonomian kita. Masalah utama yang dihadapi adalah adanya kesenjangan digital yang disebabkan oleh terbatasnya kemampuan adopsi dan adaptasi teknologi. Oleh karena itu, fokus penelitian, pengembangan, dan penerapan TIK adalah sebagai berikut: pengembangan infrastruktur untuk IT security, IT defence and IT safety; pengembangan sistem dan framework/platform perangkat lunak berbasis Open Source untuk mendukung e-Government, e-Business, e-Services; e-Health, peningkatan konten TIK; pengembangan teknologi dan konten untuk data dan informasi geospasial; dan penelitian pendukung yang meliputi riset sosial dan penyediaan akses terhadap teknologi informasi dan komunikasi bagi masyarakat.
5
Teknologi Pertahanan dan Keamanan Untuk
mendukung
ketersediaan
alutsista
yang
mempunyai
daya
deterrence effect tinggi dan sejalan dengan program Komite Kebijakan Industri Pertahanan, maka penguasaan iptek pertahanan dan keamanan dimaksudkan untuk mendorong kemandirian dalam teknologi pendukung daya gerak, teknologi pendukung daya gempur, Komando; Kendal; Komunikasi; Komputer; Informasi; Pengamatan dan Pengintaian (K4IPP), teknologi pendukung dan alat perlengkapan khusus, kajian strategis hankam, dan sumber daya pertahanan. Untuk itu, pada kurun waktu 20152019 penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek pertahanan dan keamanan difokuskan pada pesawat tempur; kapal perang/kapal selam; roket balistik dan kendali; kendaraan tempur; radar; elektronika
43
pertahanan; pesawat Udara Nir Awak (UAV); dan munisi kaliber besar. Selanjutnya, penerapan iptek pada bidang pertahanan dan keamanan harus senantiasa diikuti dengan penerapan standar dan yang terkait dengan ketenaganukliran harus senantiasa diikuti dengan pengawasan ketenaganukliran. 6
Teknologi Kesehatan dan Obat Beberapa
kondisi
nasional
yang
perlu
dijadikan
acuan
dalam
pengembangan iptek kesehatan dan obat adalah : a. Tiga beban (triple burden) kesehatan nasional adalah: (1) pergeseran demografi (meningkatnya jumlah lansia); (2) meningkatnya penyakit tidak menular (stroke, jantung, diabetes, kanker, dll); dan (3) masih tingginya penyakit infeksi (dengue, malaria, HIV/AIDS, dll).
b. Industri farmasi merupakan komponen utama dalam dalam pembangunan kesehatan, utamanya dalam penyediaan obat. Struktur industri farmasi nasional belum kuat, lebih dari 95% bahan baku obat tergantung impor.
c. Kedepan pengobatan penyakit diarahkan pada terapi target dengan menggunakan produk obat berbasis protein dan turunannya yang dihasilkan melalui bioteknologi (biofarmasetika) dan sel punca. Di Indonesia produk obat biofarmasetika dan sel punca belum berkembang.
d. Sumberdaya tanaman obat yang melimpah dan kekayaan budaya pengobatan tradisional merupakan keunggulan komparatif yang harus dikembangkan menjadi komoditi kompetitif dengan dukungan industri yang kuat. Daya saing industri obat herbal masih rendah. Kualitas bahan baku dan produk jadi masih harus ditingkatkan. Pengembangan ekstrak terstandar merupakan terobosan untuk peningkatan kualitas bahan baku dan pengembangan obat herbal terstandar merupakan upaya meningkatkan khasiat dan mutu produk obat herbal .
e. Kebutuhan alat kesehatan lebih dari 95% tergantung impor. Industri alat kesehatan dalam negeri belum berkembang. Pengembangan prototip alat kesehatan prioritas dan SNI alat kesehatan sangat diperlukan untuk
44
mendorong daya saing industri dalam negeri dan mengurangi masuknya produk luar.
Berdasarkan hal tersebut pengembangan iptek kesehatan dan obat diarahkan untuk: (i) mendorong berdirinya industri bahan baku obat; (ii) mengembangkan produk biofarmasetika untuk mengatasi penyakit infeksi dan degeneratif; (iii) meningkatkan daya saing industri obat herbal melalui
penguatan
merupakan
dan
inovasi
(iv)
teknologi
mendorong
berbasis sumberdaya
berkembangannya
hayati
industri
alat
kesehatan. Riset terkait vaksin; kit diagnostik dan alat kesehatan; biofarmasi dan biosimilar; bahan baku obat dan obat baru; antibiotik serta pangan nutrisi khusus perlu terus ditingkatkan. Mengingat masih tingginya penyakit infeksi (dengue, malaria, HIV/AIDS, dll), maka kemampuan memproduksi vaksin merupakan terobosan untuk mengurangi ketergantungan pada produk impor. Untuk itu diperlukan riset vaksin yang memenuhi persyaratan Good Laboratory Practice (GLP) dan Good Manufacturing Practice (GMP) agar hasil-hasil penelitian dapat diserap dengan baik oleh industri. Oleh karena, itu keberadaan fasilitas riset vaksin yang terintegrasi dalam wadah Indonesian Life Science Center (ILSC) sangat diperlukan. Selanjutnya, penerapan iptek pada bidang kesehatan dan obat harus senantiasa diikuti dengan penerapan standar dan yang terkait dengan ketenaganukliran
harus
senantiasa
diikuti
dengan
pengawasan
ketenaganukliran. 7
Material Maju Indonesia kaya bahan tambang yang mengandung logam tanah jarang (rare earth) yang sangat dibutuhkan dalam produksi berbagai produk teknologi tinggi. Saat ini logam tanah jarang terbuang begitu saja sebagai limbah dari pengolahan bahan tambang lainnya. Oleh karena itu, diperlukan penelitian dan pengembangan untuk mengekstrak logam
45
tanah jarang tersebut. Selain itu, penelitian dan pengembangan material maju difokuskan pada material katalis untuk gasifikasi batubara, bahan baku dan produk besi baja, pemisahan uranium, baterai (energy storage), dan functional and nano materials untuk bahan pendukung industri. Selanjutnya, penerapan iptek pada bidang material maju harus senantiasa diikuti
dengan
ketenaganukliran
penerapan harus
standar
senantiasa
dan diikuti
yang
terkait
dengan
dengan
pengawasan
ketenaganukliran. Prioritas utama penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek pada masingmasing bidang fokus adalah untuk menghasilkan invensi dan inovasi iptek seperti tercantum pada Tabel 2 sampai dengan Tabel 8.
46
Tabel 2. Produk Unggulan dan Teknologi Prioritas pada Bidang Pangan Produk Unggulan
Teknologi Prioritas Uji Alpha A.
1.
Padi
Hortikultura
Pelaksana Difusi
TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI LAHAN SUB-OPTIMAL
Perakitan Varietas Padi untuk lahan sub-optimal melalui mutasi radiasi
Uji Multilokasi Galur M1
Uji Multilokasi Galur M2
Sertifikasi Penyebaran Benih
Teknologi Pengembangan Padi Unggul untuk toleran cekaman biotik
Perbanyakan untuk uji coba serta seleksi dan penanaman di lahan sub optimal Persilangan varietas rekayasa genetika dengan varietas unggul lokal untuk mendapatkan galur stabil dengan backcross Perbanyakan benih 5000 mutan padi dan screening di lahan suboptimal
Uji multi lokasi dan uji kemananan hayati
Aplikasi teknologi padi unggul
Uji Multi lokasi
Demonstasi area di lahan penduduk di area endemik hama dan penyakit atau lahan suboptimal.
LIPI
Perbanyakan benih mutan yang beradaptasi pada lahan suboptimal tertentu dan Uji keamanan lingkungan, uji keamanan pangan dan uji multi lokasi galur padi hasil rekayasa genetika. Prototipe bibit yang lolos uji coba pada beberapa lahan sub optimal (2018)
Demonstrasi area di lokasi lahan suboptimal
LIPI
Rekomendasi teknologi produksi bibit dan budidaya tanaman di lahan sub optimal bagi mitra pengguna (2019)
1. BPPT 2. LIPI 3. IPB 4. Balitbang Pertanian 5. Balai Penelitian Hortikultura LIPI
Teknologi Introgresi (pemasukan karakter gen unggul melalui persilangan) sifat unggul dari varietas hasil rekayasa genetika pada varietas lokal Teknologi screening mutant tertandai dari padi yang dihasilkan melalui rekayasa gentika secara langsung pada lahan suboptimal
2.
Milestone Uji Beta
Teknologi produksi bibit dan budidaya tanaman tahan kondisi lahan suboptimal
Prototipe bibit yang lolos uji pertumbuhan pada lahan sub-optimal (2016)
Teknologi molekular untuk perbaikan varietas hortikultura tahan/toleran terhadap cekaman biotik/abiotik
Identifikasi gen/marka molekular terkait sifat unggul toleran/ketahanan terhadap cekamam biotik/abiotik Uji teknologi budidaya umbi Tacca leontopetaloides,Amorpho phalus dan Serealia (Jewawut: Setarica italica)
Teknologi budidaya Umbi Tacca, Amorphophallus dan Serealia (Jewawut: Setarica italica) serta teknologi paska panennya
Uji agronomi di lahan suboptimal
Demonstasi area di lahan penduduk di area endemik hama dan penyakit atau lahan suboptimal.
Uji teknologi pasca panen umbi Tacca leontopetaloides,Amorphoph alus dan Serealia (Jewawut: Setarica italica)
Alih teknologi budidaya Umbi Tacca, Amorphophallus dan Serealia (Jewawut: Setarica italica) serta teknologi paska panennya
1. BATAN 2. Kementerian Pertanian 3. Pemda LIPI
LIPI
47
3.
Instalasi Iradiator Gamma (200 kCi) untuk mendukung ketahanan pangan nasional
4. SNI
Teknologi seleksi varietas baru pisang hasil induksi poliploidi dan persilangan serta teknologi karbohidrat
Perbanyakan in-vitro pisang hasil induksi poliploidi
Perbanyakan pisang hasil induksi poliploididan kajian teknologi karbohidrat
Teknologi produksi konsorsia mikroba untuk meningkatkan produktifitas lahan pertanian sub-optimal
Produksi konsorsia mikroba untuk meningkatkan produktifitas lahan suboptimal skala lab (20152016) Persiapan Konstruksi, Amdal, LAK,RKS, BQ, Perijinan, dll.
Uji lapang aplikasi konsorsia mikroba untuk meningkatkan produktifitas lahan sub-optimal (20172018)
Kesesuaian terhadap SNI keamanan pangan, fungsi lingkungan hidup (residu pestisida, kontaminasi mycotoxin, uji lateral GMO)
Teknologi Proses Pengawetan untuk meningkatkan mutu dan ketahanan hasil olahan bahan pangan dan hortikultura
SNI untuk sarana pendukung dan perlindungan lingkungan terhadap budidaya lahan sub-optimal (pupuk non organik, organik, hayati, kelestarian lingkungan hidup)
5. 1.
Tanaman Pangan dan Hortikultura
Alih teknologi seleksi varietas baru pisang hasil induksi poliploidi dan teknologi karbohidrat serta pendaftaran varietas pisang tetraploid Alih Teknologi produksi konsorsia mikroba untuk meningkatkan produktifitas lahan (2019)
LIPI
Konstruksi
Uji Komisioning dan Operasi
1. BATAN 2. Bapeten
Kesesuaian terhadap SNI keamanan pangan, fungsi lingkungan hidup (residu pestisida, kontaminasi mycotoxin, uji lateral GMO)
SNI jaminan mutu produksi, pedoman GAP (good agricultural practices) kesesuaian dan ketersediaan terhadap SNI keamanan pangan, fungsi lingkungan hidup
1. BSN 2. Kementerian Pertanian 3. Kementerian Lingkungan Hidup 4. Lembaga Litbang pemerintah dan swasta terkait
1. 2. 3. 4.
BPPT LIPI PT. Indo Acidatama PT. Bioindustri Nusantara
TANAMAN PANGAN DAN HORTIKULTURA DI AREA HUTAN TANAMAN INDUSTRI (HTI)
Teknologi produksi zat pemicu produksi klorofil (7 Amino Levulonic Acid ; 7-ALA) Teknologi agroforestry di lahan sub optimal Teknologi produksi konsorsia mikroba penyubur
Produksi melalui fermentasi dan pemisahan 7-ALA (2015-2016) Uji coba teknologi agroforestry lahan sub optimal Produksi dan formulasi konsorsia mikroba penyubur (2015-2016)
Teknologi produksi pestisida hayati dan organik (untuk mengurangi penggunaan pestisida kimiawi)
Produksi pestisida hayati dan organik skala lab (2015-2016)
Teknologi produksi konsorsia mikroba
Produksi konsorsia
Uji lapang aplikasi 7-ALA pada lahan tanaman pangan dan hortikultura (2017-2018) Uji multilokasi
Uji lapang konsorsia mikroba penyubur pada tanaman pangan dan hortikultura (2017-2018) Uji lapang pestisida hayati dan organik pada tanaman pangan dan hortikultura (2017-2018) Uji lapang aplikasi konsorsia
Alih Teknologi produksi 7ALA pada industri (2019) Alih teknologi agroforestry lahan sub optimal Alih teknologi produksi konsorsia mikroba penyubur pada industri pupuk hayati (2019) Alih teknologi produksi pestisida hayati dan organik (2019) Alih teknologi produksi
1. BPPT; 2. PT. Indo Acidatama; 3. PT. Bioindustri Nusantara LIPI
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1.
BPPT; LIPI PT. Indo Acidatama; PT. Bioindustri Nusantara BPPT; LIPI PT. Indo Acidatama; PT. Bioindustri Nusantara BPPT;
48
2.
SNI
pendegradasi pestisida kimiawi
mikroba pendegradasi residu pestisida kimiawi (2015-2016)
SNI pangan (organik), keamanan pangan, kelestarian lingkungan
Kesesuaian terhadap SNI /pedoman produksi pangan berkelanjutan,jaminan keamanan pangan dan fungsi lingkungan hidup
6. Kakao
Teknologi Produksi (Bibit Unggul, Perbanyakan Bibit, Biopestisida, Biofertilizer ) dan Teknologi Pengolahan
Teknologi Perbaikan Budidaya (2015)
2.
Sagu
Teknologi Pengelolaan Hutan Sagu menjadi Kebun Sagu
Gaharu
4. Bibit Jati dan bibit pohon penghasil kayu bernilai
konsorsia mikroba pendegradasi residu pestisida kimiawi pada industri (2019)
2. LIPI 3. PT. Indo Acidatama; 4. PT. Bioindustri Nusantara
Kesesuaian SNI jaminan kelestarian lingkugan hidup, jaminan keamanan pangan dan keberlanjutan produksi serta pedoman GAP (good agricultural practices)
1. 2. 3. 4. 5.
BSN Kementerian Pertanian Kementerian Kehutanan HTI Lembaga Litbang pemerintah dan swasta terkait
PERKEBUNAN DAN KEHUTANAN BERNILAI TAMBAH TINGGI
1.
3.
mikroba pendegradasi residu pestisida pada lahan tanaman pangan dan hortikultura (2017-2018) Kesesuaian terhadap SNI produksi pangan berkelanjutan, jaminan keamanan pangan dan fungsi lingkungan hidup
Teknologi Pengelolaan Hutan Sagu menjadi Kebun Sagu (2014)
1. Prototype Bibit Hasil Mikrografting (2016); 2. Prototype Biopestisida Berbasis Beauvericin untuk hama PBK (2017) Teknologi Pengelolaan Hutan Sagu menjadi Kebun Sagu (2016)
Alih teknologi (2019)
Teknologi Pengelolaan Hutan Sagu menjadi Kebun Sagu (2017)
Teknologi penyediaan bibit sagu secara massal
Teknologi penyediaan bibit sagu secara massal (2015)
Teknologi penyediaan bibit sagu secara massal , (2017)
Teknologi penyediaan bibit sagu secara massal (2018)
Teknologi ekstrasi pati sagu yang efisien untuk daerah remote
Teknologi ekstrasi pati sagu yang efisien untuk daerah remote , 2014
Teknologi ekstrasi pati sagu yang efisien untuk daerah remote , 2015
Teknologi ekstrasi pati sagu yang efisien untuk daerah remote , 2016
Teknologi diversifikasi pangan berbasis pati sagu
Teknologi diversifikasi pangan berbasis pati sagu (2014)
Teknologi diversifikasi pangan berbasis pati sagu (2014)
Teknologi diversifikasi pangan berbasis pati sagu (2015)
Teknologi penyuntikan gaharu untuk memperoleh gubal
Uji teknik penyuntikan gaharu
Alih teknologi penyuntikan gaharu
Teknologi produksi bibit pohon jenis lokal dan bernilai ekonomitinggi (Jati, ramin, dll).
Uji teknologi produksi bibit
Pengujian skala lapangan di perkebunan dan kehutanan, serta standardisasi produk Pengujian skala lapangan di perkebunan dan kehutanan, komersialisasi produk dan
Alih teknologi produksi
1. Kementerian Pertanian 2. Balitbangda Provinsi Sulawesi Selatan, 3. Puslitkoka-Jember, BPPT, Unhas dll 1. Kementerian Pertanian, 2. Kementerian Kehutanan, 3. BPPT, 4. IPB, 5. Unipa, 6. Uncen dll 1. Kementerian Pertanian 2. BPPT, 3. IPB, 4. Unipa, 5. Uncen dll 1. BPPT, 2. IPB, 3. Unipa, 4. Uncen dll 1. BPPT, 2.IPB, 3. Unipa, 4. Uncen dll LIPI
LIPI
49
5.
ekonomi tinggi Produk hilir berbasis CPO
Teknologi diversifikasi produk hilir berbasis CPO
Teknologi diversifikasi produk hilir berbasis CPO (2015) Prototipe bibit unggul (rotan, sawit, kakao dan karet) melalui teknik kultur jaringan (2016)
standardisasi produk Teknologi diversifikasi produk hilir berbasis CPO ( 2017) Prototipe bibit unggul (rotan, sawit, kakao dan karet) melalui teknik kultur jaringan lolos uji coba multi lokasi (2018)
Teknologi diversifikasi produk hilir berbasis CPO (2019) Rekomendasi teknologi produksi bibit tanaman (rotan, sawit, kakao dan karet) melalui teknik kultur jaringan bagi mitra pengguna (2019) Alih teknologi ke industri (industrial scale) (2019)
1. BPPT, 2. PPKS, 3. IPB dll 1.BPPT 2.IPB 3.Litbang Pertanian 4.Balai Penelitian Karet 5. PPKS
6. Bibit rotan, sawit, kakao, karet berbasis kultur jaringan
Teknologi produksi bibit (rotan, sawit, kakao dan karet) melalui teknik kultur jaringan
7.
Teknologi produksi hulu dan hilir enzim
Teknologi produksi hulu dan hilir enzim (lab & up scaling) (2015-2017)
Uji aplikasi enzim (performance test) (2018)
1. Teknologi produksi bioplastik berbahan baku pati lokal (tapioka dan sagu) 2. Evaluasi bioplastik
1. Produksi bioplastik berbahan baku pati lokal (2015) 2. Pengembangan metode evaluasi bioplastik (20152016)
1. Uji aplikasi bioplastik untuk, pangan, kantong belanja dan aplikasi pertanian (2017) 2. Verifikasi metode evaluasi bioplastik (2017-2018)
1. Alih teknologi produksi bioplastik berbahan baku pati lokal (2019) 2. Pengajuan SNI (2018)
1.. BPPT 2. LIPI 3. PT. Fajar Paper 4. BiologiQ, Inc. 5. PT. Tirta Marta 6. PT. Sinar Pematang Mulia
9. Biomaterial
Teknologi produk biomaterial untuk peningkatan nilai tambah produk perkebunan dan kehutanan
Uji teknologi produk biomaterial
Uji penerapan teknologi produk biomaterial
Aplikasi teknologi produk biomaterial
LIPI
10. SNI
1. SNI untuk inovasi teknologi ramah lingkungan, keamanan pengguna dan keberlanjutan produksi terutama 2. Teknologi untuk mengurangi kadar mico toxin pada produk pala 3. Teknologi untuk menstabilkan struktur kayu terhadap kadar air
SNI dan infrastruktur mutu untuk kesesuaian standar
Kesesuaian terhadap SNI dan jaminan mutu keamanan pangan dan fungsi lingkungan hidup
Kesesuaian terhadap SNI jaminan keamanan pangan, keberlanjutan produksi dan fungsi lingkungan hidup, serta sistem jaminan legalitas produk kayu
1. 2. 3. 4.
1. Pilot Proyek Budidaya Ternak Sapi dan Sawit,2019 2. Alih teknologi budidaya ternak sapi dan sawit,2019
1. BPPT, 2. LIPI 3. Kementerian Pertanian, 4. Pemerintah Daerah 5. FKH Unair
Material biokatalis (enzim) untuk bahan pendukung industri pengolahan hasil perkebunan dan kehutanan 8. Bioplastik (Plastik Ramah Lingkungan) dari hasil perkebunan
7. 1.
Sapi
1. Teknologi Reproduksi Sapi, 2. Teknologi Pakan Ternak, 3. Teknologi Budidaya Ternak Terintegrasi dengan Kebun Sawit
1. BPPT 2. PT. Petrosida Gresik 3. LIPI 4. ITB 5. PT. Fajar Paper
BSN Kementerian Pertanian Kementerian Kehutanan Lembaga Litbang pemerintah dan swasta terkait
PETERNAKAN DAN VETERINER
Formulasi Pakan dan Sinkronisasi Estrus, 2016
1. Prototype pakan dan teknologi reproduksi, 2017; 2. Manajemen budidaya ternak sapi dan sawit, 2017
50
Teknologi prosessing daging dan susu sapi
Uji prosessing dagingdan susu sapi
Aplikasi teknologi prosessing daging dan susu sapi
Diseminasi teknologi prosessing daging dan susu sapi
Teknologi perbibitan sapi
Produksi sperma sexing dan embrio sapi berstandar SNI
Aplikasi teknologi IB sexing dan transfer embrio sapi
Diseminasi teknologi IB sexing dan transfer embrio sapi
2.
Kerbau
Teknologi perbibitan kerbau
Produksi sperma sexing dan embrio kerbau berstandar SNI
Aplikasi teknologi IB sexing dan transfer embrio kerbau
Diseminasi teknologi IB sexing dan transfer embrio kerbau
3.
Satwa Liar
Domestikasi Satwa Liar
Uji adaptasi satwa liar di penangkaran
pengembangan teknologi penangkaran satwa liar
Aplikasi Teknologi Penangkaran satwa liar
4. Pakan ternak
1. Teknologi produksi enzim 2. Formulasi pakan ternak 3. Formulasi bioaditif pakan ternak
1. Teknologi produksi Xylanase dan Selulase (2015-2017) 2. Formulasi pakan ternak (2015-2017) 3. Formulasi bioaditif probiotik dan fitobiotik
Uji formula dan aplikasi pakan ternak (2018)
Alih teknologi ke industri (2019)
5.
Teknologi produksi dan ketersedian serta kesesuaian terhadap SNI produksi induk, bibit/bakalan (COD), sistem jaminan keamanan pangan dan pakan terhadap residu antibiotik, hormon tumbuh dan halal
Kesesuaian terhadap SNI keamanan pangan dan pakan
Kesesuaian terhadap SNIsystem jaminan mutu produksi
Kesesuaian terhadap SNI 51alibejaminan mutu produksi
SNI
6. FKH IPB 7. FKH UGM 1. LIPI 2. FKH Unair 3. FKH IPB 4. FKH UGM 1. LIPI 2. FKH Unair 3. FKH IPB 4. FKH UGM 1. LIPI 2. FKH Unair 3. FKH IPB 4. FKH UGM 1. LIPI 2. FKH Unair 3. FKH IPB 4. FKH UGM 1. BPPT 2. LIPI 3. UNDIP 4. UNIBRAW 5. Industri Pakan Ternak 6. FKH Unair 7. FKH IPB 8. FKH UGM 1. BSN 2. Kementerian Pertanian 3. LIPI 4. Lembaga Litbang pemerintah dan swasta terkait
E. PERIKANAN BUDIDAYA DAN PERIKANAN TANGKAP DI LAHAN TERBATAS
1. Udang
Teknologi Produksi udang galah
1. Konsep Disain,2015
1. Prototype Udang Galah Unggul (2017)
2. Ikan Malili dan
Teknologi produksi ikan malili dan arwana
Uji teknologi produksi ikan malili dan arwana
SNI budidaya, kesehatan lingkungan, operasional pendukung dan kelestarian
SNIsystem budidaya dan peralatan penangkapan
Standardisasi proses produksi ikan malili dan arwana SNI, system budidaya dan peralatan penangkapan serta
Arwana
3. SNI
1. Pilot Proyek Budidaya Udang Galah Unggul,2019 2. Alih teknologi budidaya Udang Galah Unggul,2019 Alih teknologi produksi ikan malili dan arwana
1. BPPT 2. Kementerian Kelautan dan Perikanan 3. LIPI LIPI
SNI 51alibe budidaya ikan, GAP, dan operasional
1. BSN 2. KKP
51
lingkungan hidup
serta operasional pendukung
operasional pendukung
pendukung dan jaminan mutu keberlanjutan produksi
3. LIPI 4. BPPT 5. Lembaga Litbang pemerintah dan swasta terkait
Tabel 3. Produk Unggulan dan Teknologi Prioritas pada Bidang Energi Produk Unggulan Energi panas bumi: Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi Energi angin: Pembangkit Listrik Tenaga Angin
1. 2. 3. 4.
Peralatan Sistem pembangkit Distribusi Pemanfaatannya
1. 2. 3. 4.
Peralatan Sistem pembangkit Distribusi Penyimpanan
SNI untuk peralatan pembangkitan dan penyimpanan energi angin
Milestone Uji Beta SNI untuk keselamatan, kelestarian lingkungan dan peralatan, sistem pembangkitan, dan distribusi serta pemanfaatannya SNI untuk peralatan, sistem pembangkitan, dan distribusi serta pemanfaatannya
3.
Energi surya: Pembangkit Listrik Tenaga Surya
1. 2. 3. 4.
Peralatan Sistem konversi Distribusi Penyimpanan
SNI untuk peralatan konversi dan penyimpananenergi surya
SNI untuk peralatan, sistem konversi, dan distribusi serta pemanfaatannya
SNI untuk sistem jaminan mutu dan keberlanjutan produksi serta efisiensi produksi
4.
Energi nuklir: 52aliber daya eksperimental
1. Sistem Reaktor Eksperimental Generasi ke IV 2. Sistem jaminan keselamatan nuklir 3. Pengelolaan limbah nuklir 4. Sistem distribusi energi
1. PerijinanAmdal 2. SNI untuk instalasi dan keselamatan reaktor serta limbah nuklir
1. 2.
1.
5.
Energi arus laut: Pembangkit Listrik Tenaga Arus Laut Biofuel: biodiesel, bioetanol
1. Peralatan 2. Sistem pembangkit 3. Distribusi 4. Penyimpanan 1. Material 2. kompor 3. Instalasi/distribusi 4. keselamatan
SNI untuk peralatan pembangkitan dan penyimpananenergi arus air laut SNI untuk material, kompor, instalasi/distribusi, dan keselamatan, serta
SNI untuk peralatan, sistem pembangkitan, dan distribusi serta pemanfaatannya
1.
2.
6.
Teknologi Prioritas Uji Alpha SNI untuk keselamatan, kelestarian lingkungan dan peralatan pembangkitan energi panas bumi
Konstruksi SNI untuk instalasi dan sistem keselamatan reaktor serta pengelolaan limbah nuklir
SNI untuk material, kompor, instalasi/ distribusi, dan keselamatan
Pelaksana Difusi SNI untuk sistem jaminan mutu dan keberlanjutan produksi serta efisiensi produksi SNI untuk sistem jaminan mutu dan keberlanjutan produksi serta efisiensi produksi
Uji Komisioning dan operasi 2. SNI untuk instalasi dan sistem keselamatan reaktor, interkoneksi jaringan serta pengelolaan limbah nuklir SNI untuk sistem jaminan mutu dan keberlanjutan produksi serta efisiensi produksi SNI sistem jaminan mutu, sistem jaminan keselamatan, distribusi dan sistem manajemen lingkungan
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3.
BSN Kementeran ESDM Kementerian Kehutanan LIPI BPPT BSN Kementerian ESDM BPPT LIPI PLN BSN Kementerian ESDM BPPT LIPI PLN BATAN BAPETEN BSN
1. BSN 2. Kementerian ESDM 3. Kementerian Kelautan dan Perikanan 1. BSN 2. Kementerian ESDM 3. BPPT 4. LIPI
52
7.
Biomass:
8.
Biogas:
9.
Batubara muda:
10. Coal Bed Methane (CBM):
5. Pengelolaan lingkungan 1. Material 2. Briket 3. tungku 4. Pengelolaan limbah
pengelolaan lingkungan SNI untuk efisiensi energi, tungku, emisi pembakaran
1. Bahan baku 2. Instalasi/distribusi 3. kompor 4. Keselamatan 5. Pengelolaan limbah dimethyl ether (DME) dari batu bara muda.
SNI untuk efisiensi energi, instalasi, tabung, kompor, limbah
SNI untuk efisiensi energi, instalasi, tabung, kompor,dan pengelolaan limbah
SNI mutu DME, distribusi, kompor konverter kit, keselamatan, kelestarian lingkungan, emisi SNI mutu CBM, distribusi, kompor, konverter kit, keselamatan, kelestarian lingkungan, emisi
SNI mutu DME, konverter kit, keselamatan, kelestarian lingkungan, emisi
CBM
SNI untuk efisiensi energi, tungku, dan emisi pembakaran
SNI mutu CBM, kompor, konverter kit, keselamatan, kelestarian lingkungan, emisi
produk biofuel SNI sistem jaminan mutu, jaminan ketersedian/distribusi dan pengelolaan limbah produksi dan emisi SNI untuk sistem jaminan mutu, jaminan ketersedian/distribusi dan pengelolaan limbah produksi SNI sistem jaminan mutu, keselamatan penggunaan, dan sistem manajemen lingkungan SNI sistem jaminan mutu, keselamatan penggunaan, dan sistem manajemen lingkungan
1. 2. 3. 4.
BSN Kementerian ESDM BPPT LIPI
1. 2. 3. 4.
BSN Kementerian ESDM BPPT LIPI
1. 2. 3. 4. 1. 2.
BSN Kementerian ESDM BPPT LIPI BSN Kementerian ESDM
53
Tabel 4. Produk Unggulan dan Teknologi Prioritas pada Bidang Transportasi Produk Unggulan
1.
2.
3.
Alat transportasi darat: Kendaraan 54 alibe berbasis listrik, sistem manajemen keselamatan (intelligent transport system)
Alat transportasi laut: sistem manajemen keselamatan (intelligent transport system)baik penumpang maupun transportasi (navigasi, sinyal, dll) Alat transportasi udara:
Teknologi Prioritas Uji Alpha Uji baterai lithium pack beserta sistemnya dalam mobil city car 20Kw, kapasitas 200Wh/kg dengan TKDN 50% (2015 – 2017)
Milestone Uji Beta Uji baterai lithium pack beserta sistemnya dalam beberapa jenis mobil, kapasitas baterai 240Wh/kg dengan TKDN 60% (20172018 )
Pelaksana Difusi Produk baterai pack dengan beberapa kapasitas untuk mobil listrik, kapasitas baterai 300Wh/kg dengan TKDN 70% (2018 – 2019)
1.
Battery
2.
Motor
Uji motor listrik dalam mobil city car
Uji motor listrik beberapa jenis mobil
3.
Kontrol
Uji sistem elektronika daya dalam mobil city car
Uji sistem elektronika daya dalam beberapa jenis mobil
4. 5.
Charger SNI
SNI untuk battery, motor, kontrol, dan charger
SNI untuk battery, motor, sistem kontrol, dan instalasi pengisian daya
SNI untuk sistem jaminan mutu, keselamatan berkendara, dan pengelolaan limbah battery
1. 2. 3. 4. 5.
Kapal Pelabuhan/dermaga Sinyal (GPS) Pengamanan Keselamatan
SNI untuk mesin, galangan, fasilitas kapal, fasilitas pelabuhan/dermaga, keselamatan penumpang, dan pengamanan laut
SNI untuk mesin, galangan, fasilitas kapal, fasilitas pelabuhan/dermaga, keselamatan penumpang, dan pengamanan laut
SNI sistem transportasi laut, sistem manajemen keamanan dan keselamatan kapal/penumpang
Assembly integrasi, First Flight Certification
Uji terbang untuk Sertifikasi Validasi
Sosialisasidan pembinaan pemanfaatan pesawat N-219 kepada pemangku kepentingan
Pesawat penumpang N219
dalam
1. LIPI 2. BATAN 3. BPPT 4. Balitbang Kehutanan 5. BALAI KERAMIK 6. UGM 7. ITS 8. UNLAM 9. UI
Produksi penggerak dan motor listrik dengan kinerja yang dapat dibandingkan terhadap ICE terkait pengurangan emisi dan efisiensi tinggi Produksi dan integrasi sistem elektronika daya dengan beberapa jenis mobil listrik 1. BSN 2. Kementerian Perhubungan 3. Kementeran ESDM 4. BPPT 5. LIPI 6. KNKT 1. BSN 2. Kementerian Perhubungan 3. PT. PAL 4. BPPT
1. 2. 3. 4.
LAPAN PT. DI BPPT Kementerian Perindustrian
54
SNI
SNI untuk pesawat terbang, dan kelaikan terbang
SNI untuk pesawat terbang, dan kelaikan terbang
SNI untuk pesawat terbang dan kelaikan terbang
1. BSN 2. Kementerian Perhubungan 3. PT. DI 4. KNKT 5. BPPT
Tabel 5. Produk Unggulan dan Teknologi Prioritas pada Bidang TIK Produk Unggulan
Teknologi Prioritas Uji Alpha Standar Sistem manajemen keamanan informasi
Milestone Uji Beta SNI Sistem manajemen keamanan informasi
Difusi SNI Sistem manajemen keamanan informasi
Pelaksana
1.
e-Government:
Keamanan informasi
2.
e-Business:
Keamanan informasi
SNI Sistem manajemen keamanan informasi
SNI Sistem manajemen keamanan informasi
SNI Sistem manajemen keamanan informasi
3.
e-Services:
Keamanan informasi
SNI Sistem manajemen keamanan informasi
SNI Sistem manajemen keamanan informasi
SNI Sistem manajemen keamanan informasi
4.
e-Health :
Keamanan informasi
SNI Sistem manajemen keamanan informasi
SNI Sistem manajemen keamanan informasi
SNI Sistem manajemen keamanan informasi
5.
Data dan informasi geospasial:
1. Sistem satelit navigasi nasional 2. Sistem satelit penginderaan jauh nasional 3. GPS & GIS Integration
1. Prototipe Alpha sistem satelit navigasi nasional 2. Prototipe Alpha sistem satelit penginderaan jauh nasional 3. Prototipe Alpha GPS & GIS Integration
1. 2.
3.
Prototipe Beta sistem satelit navigasi nasional Prototipe Beta sistem satelit penginderaan jauh nasional Prototipe Beta GPS & GIS Integration
1. BSN 2. Kementerian Kominfo 3. ITS 4. Unair 1. BSN 2. Kementerian Kominfo 3. ITS 4. Unair 1. BSN 2. Kementerian Kominfo 3. ITS 4. Unair 1. BSN 2. Kementerian Kominfo 3. ITS 4. Unair 1. BIG 2. BPPT 3. PT. LEN 4. PT. Inti 5. LAPAN 6. ITB 7. UGM 8. UI 9. ITS 10.Unair 11. PT. DI 12.PT. Telkom 13. Kementerian Pertahanan 14.Dittop TNI AD
55
SNI
SNI untuk data dan informasi geospasial
SNI untuk data dan informasi geospasial
SNI untuk sistem pengelolaan informasi geospasial
1. BSN 2. BIG
Tabel 6. Produk Unggulan dan Teknologi Prioritas pada Bidang Pertahanan Produk Unggulan
Teknologi Prioritas Uji Alpha
1.
Pesawat tempur: Pesawat Tempur generasi 4,5
1. 2. 3. 4.
Airframe Tech Avionic Tech Weapon Tech Material tech
2.
Kapal perang: Kapal Perang Fregate Class
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Combat Management System Platform technology Combat System technology: Fabrication technology Material Stealth Technology Propulsion system
3.
Kapal selam: Desain Kapal SelamUkuran Sedang (Medium Size)
1. 2.
Desain Technology Dev dan manufacturing Machinery Navigation Weapon system Electric Power Life support System Hydrolic System Komposite Material Teknologi Elektronika, Kontrol dan mekatronika Case Bonded, Composite Modifier double Base Teknologi Propulsi Teknologi Peledak
4.
Roket: Roket Balistik 300 Km dan KendaliMedium size
3. 4. 5. 6. 7. 8. 1. 2. 3. 4. 5.
Milestone Uji Beta
Pelaksana Difusi 1. Kemhan 2. Dislitbang TNI AU 3. BPPT 4. LAPAN 5. LIPI 6. ITB 7. ITS 8. UI 1. Kemhan 2. TNI AL 3. BPPT 4. LIPI 5. ITS 6. UNS 7. PENS 8. PPNS 9. PT PAL 10. PT LEN 1. Kemhan 2. TNI AL 3. BPPT 4. LIPI 5. ITS 6. PENS 7. PPNS 8. PT PAL 9. PT LEN 1. Kemhan 2. Dislitbang TNI 3. LAPAN 4. ITB 5. ITS 6. UNS 7. UGM
56
5.
6.
Kendaraan tempur: Amphibious armored vehicle dan Infantery Fighting Vehicle (Light Tank) Radar: Air Defence Radar & 3D Long Range Air Surveilance Radar
7.
Elektronika pertahanan: Alat Komunikasi, Alat Penyadap
8.
Pesawat Udara Nir Awak (UAV):
9.
Munisi 57 kaliber besar:
10.
Biodefence
8. PENS 9. PT DI 10. PT Pindad 11. PT Dahana 1. Kemhan 2. TNI AD 3. PT Pindad 4. BPPT 5. LIPI 6. UNS 7. UI 1. Kemhan 2. Dislitbang TNI AU 3. LIPI 4. ITB 5. ITS 6. UI 7. PT. LEN 8. PT. INTI
1. Teknologi Turet dan senjata 2. Sistem komunikasi dan Navigasi Hull dan Chasis 3. 4. Sistem Penggerak Power Pack Technology 5. 6. Nubika 7. Material Khusus Active Sparse Phased Array Radar (ASPAR): 1. Elektronika 2. FM-CW/Pulse S/L/X-band 3. Material 4. RF Component 5. Antene 6. Software 1. Elektronika 2. Kontrol dan Navigasi 3. Enskripsi
1. 2. 3. 4.
Disain Conceptual Desain Review Preliminary Design Detail Design
Teknologin biodefence
Wind Tunel Testing, Pengadaan komponen, uji komponen, integrasi, Test Lab, Assembly
Uji terbang
Sosialisasidan pembinaan pemanfaatan pesawat UAV kepada pemangku kepentingan (Th 2020)
Kajian material biologi untuk biodefence
Uji material untuk biodefence
Aplikasi teknologi biodefence
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 1. 2. 3. 4. 5.
Balitbang kemhan TNI LEN ITB UI ITS PENS LIPI BPPT LAPAN PT. DI ITB UGM Balitbang kemhan
LIPI
57
Tabel 7. Produk Unggulan dan Teknologi Prioritas pada Bidang Kesehatan dan Obat Produk Unggulan
Teknologi Prioritas
Milestone Uji Beta
Uji Alpha A. 1.
2.
3.
Pelaksana Difusi
PANGAN FUNGSIONAL
Pangan Fungsional: Anti penyakit degeneratif dan penuaan (geriatric) Beta glukan (black yeast)
Teknologi ekstraksi dan formulasi pangan
- Pengembangan tek. ekstraksi dan formulasi pada skala lab dan pilot (2016) - Uji organoleptik (2016)
Uji klinis (2018)
Alih teknologi produksi pangan fungsional (2019)
1. Teknologi Produksi beta glukan black yeast 2. Teknologi Formulasi
Uji klinis (2016-2017)
Alih teknologi produksi kepada industri pangandan kesehatan (2018-2019)
Pangan gizi tinggi berbasis bioaktif peptida, PUFA, mikronutrien (Zn, Fe, Iodium)
1. 2. 3. 4. 5.
- Pengembangan teknologi produksi skala lab dan pilot (2015) - Uji efikasi / pra klinis laboratorium (20152016), - Uji klinis terbatas (2016) - Produksi dan uji skala lab dan pilot(2015) - Uji organoleptik (2016)
- Uji klinis(2017-2018) - Uji organoleptik (2016) - Uji klinis(2017-2018)
Alih teknologi pada Industri pangan, industri kesehatan (2018-2019)
1. Teknologi isolasi, 2. Teknologi analisis, 3. Teknologi pengujian keamanan pangan
Produksi dan uji skala lab dan pilot (2015-2016)
Uji organoleptik (2016) Uji klinis (2017-2018)
1. BPPT 2. ITB 3. IPB 4. BP2GAKI 5. Industri Pangan 6. Industri Kesehatan 1. BPPT 2. BPOM 3. IPB 4. Industri Pangan 5. Industri Kesehatan
Teknologi yang sesuai dengan SNI mutu dan keamanan pangan
SNI mutu dan keamanan pangan dan proses
Kesesuaian terhadap SNI mutu dan keamanan pangan dan proses
Kesesuaian terhadap SNI mutu, jaminan keamanan pangan, jaminan kualitas produksi dan kerberlanjutan produksi
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
4. Bahan tambahan pangan & kesehatan berbahan baku sumber hayati lokal 5. SNI
Teknologihidrolisa Isolasi Teknologi fermentasi, Teknologi pemurnian, Teknologi formulasi
1. 2. 3. 4.
BPPT IPB BPOM Industri Pangan Fungsional 5. LIPI 1. BPPT 2. BiologiQ Inc. 3. PT. IndoFarma
BPOM BSN UI UGM ITB UB Unair BPPT LIPI
58
B. VAKSIN 1.
Seed vaksin Malaria
Teknologi produksi seed vaksin malaria
2.
Seed vaksin HIV
Teknologi produksi seed vaksin HIV
3.
Seed vaksin Dengue
Teknologi produksi seed vaksin Dengue
Uji klinis pada model hewan vaksin malaria (2017) Prototip (1) seed vaksin HIV yang terkarakterisasi & fungsional pada skal lab. (2017) Uji klinis terbatas vaksin monovalent (DEN3) dan vaksin DNA (2016)
Uji klinis terbatas vaksin malaria (2018)
Rekomendasi teknologi produski seed vaksin Hep B untuk BUMN Farmasi/ Biofarma (2019)
Uji klinis lengkap (2018-2019)
Prototip (2) seed vaksin HIV yang telah dilakukan uji praklinik pada hewan uji (rat, ferret, monkey) (2019) Target ditentukan Konsorsium
4. Antibodi monoklonal untuk rapid tes dengue
Teknologi produksi antibodi monoklonal untuk rapid tes dengue
Uji fungsionalitas diagnostika dengue berbasis NS1 (2015)
5.
Teknologi produksi seed vaccine hepatitis B
Prototipe seed vaksin Hep B hasil produksi skala laboratorium melalui rekayasa genetika (2017)
Uji klinik terbatas diagnostika dengue berbasis NS1 dalam bentuk rapid test dan ELISA (2016) Prototipe seed vaksin Hep B hasil produksi rekayasa genetika lolos uji pre-klinik (2018)
Teknologi pembuatan vaksin berbasis rekayasa genetik Teknologi pembuatan antibodi monoklonal dan kit diagnostik untuk virus flu burung H5N1
Uji klinik ( 2015-2016)
Uji klnik (2017)
Teknologi dan SNI untuk jaminan keamanan penelitian, penggunaan, paska penelitian dengan mempertimbangkan Bio Safety Level (BSL)
Kesesuaian terhadap SNI keamanan penelitian dan paska penelitian
Sseed vaksin hepatitis B
6. Seed vaksin Avian Influenza 7. Antibodi monoklonal dan kit diagnostik untuk virus flu burung H5N1 8. SNI
Uji klinis lengkap vaksin malaria (2019)
PTFM-BPPT
1. PTFM-BPPT 2. Balitbangkes
Target ditentukan Konsorsium
Difusi diagnostika dengue berbasis NS1 dalam bentuk rapid test dan ELISA (2016)
1. Balitbeng Kesehatan 2. BPPT 3. UI 4. UGM 5. LBM Eijkman 6. UNAIR PTFM-BPPT
1. Balitbang Kesehatan 2. UI 3. UGM 4. ITB 5. Universitas Brawijaya 6. Universitas Airlangga 7. PT Biofarma 8. BPPT 9. LIPI 10.LBM Eijkman 1. Unair 1. Unair
Kesesuaian terhadap SNI keamanan penggunaan, paska penggunaan, metode penelusuran
Kesesuaian terhadap SNI keamanan produksi, jaminan keamanan penggunaan
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Balitbang Kesehatan BSN UI UGM ITB UB Unair PT Biofarma
59
9. BPPT 10. LIPI 11. Eijkman C. ALAT KESEHATAN DAN KIT DIAGNOSTIK 1.
2. 3.
Prototipe TDS dan TPS brakiterapi HDR Ir-192 Kit 177 Lu-DOTA trastuzumab Kit Au-PAMAMdendrimer
Metode pengobatan kanker servik adalah dengan teknik brakiterapi
Prototipe alpha TDS dan TPS (uji dummy)
Prototipe beta TDS dan TPS (uji dg sumber)
Prototipe TDS dan TPS HDR Ir-192 tersertifikasi
BATAN
Produk radioisotop untuk diagnostik dan terapi kanker serta ginjal Produk radioisotop untuk diagnostik dan terapi kanker serta ginjal
Ijin komite etik data uji klinis Data uji preklinis Dokumentasi untuk uji klinis Alpha prototipe Siklotron 13 MeV Data riset uji klinik terhadap pasien kanker
Data uji klinis lanjutan, Sertifikasi Data uji klinis Sertifikasi
Diseminasi produk
BATAN
Diseminasi produk
BATAN
Beta prototipe Siklotron 13 MeV Data riset uji klinis lanjutan dan Naskah Rancangan (sertifikat)
Operasi dan Uji komisioning
BATAN
Diseminasi dan Kemitraan
1. BATAN 2. PT Kimia Farma
Difusi dan alih teknologi produksi USG 64 channel, single probe convex, 3.5.MHZ (2019) Difusi dan alih teknologi hemodialiser (2019)
1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4. 1. 2.
4. Prototipe Siklotron 13 MeV 5. Kit 99mTc glukosa-6-fosfat dan 99mTc glutation 6. USG
Pembuatan Cyclotron untuk produksi radioisotop Prototipe kit diagnostik invivo 99m Tc Glutation untuk deteksi kanker
Prototiping USG 64 channel, single probe convex, 3.5.MHZ
Prototip USG 64 channel, single probe convex, 3.5.MHZ (2017)
Pengujian dan validasi fungsi pada beberapa RS (2018)
7.
Prototiping Hemodialiser (elektromekanik, bahan disposable, teknologi dialyser dan water treatment)
Uji fungsi dan uji validasi (2017)
8. Glucose meter
Prototyping Non invasive glucose meter
9. Vital sign monitor
Prototype dengan 3 parameter : NIBP, SpO2, Temperature
Uji Cyclic Voltammetry Biosensor Glukosaimobilisasi enzim tanpa membran PVA (2017) Uji performa, akurasi dan kehandalan system (2014)
- Uji performa dialyzer. - Uji keamanan unit instalasi penurnian air (2018) Uji fungsional, akurasi dan kehandalan non invasive glucose meter (2018) Pengujian dan validasi fungsi pada beberapa RS (2015)
10. SNI
Teknologi dan SNI serta kesesuaiannya
Hemodialiser
Kesesuaian terhadap SNI produk
Kesesuaian terhadap SNI penggunaan produk dan jaminan keselamatan pengguna
Difusi dan alih teknologi noninvasive glucosemeter (2019) Difusi dan alih teknologi vital sign monitor 3 parameter (NIBP,SpO2,Temperatur) (2016) Kesesuaian terhadap SNI penggunaan produk dan jaminan keselamatan pengguna dan keberlanjutan produksi
BPPT UGM ITB PT Tesena Inovindo BPPT BATAN PT Renalmed Tiara Utama SGU BPPT IPB
1. BPPT 2. PT. Sugih Instrumendo ABADI, 3. ITT Telkom 1. 2. 3. 4.
BSN BPPT BATAN PT. Renalmed Tiara Utama 5. SGU 6. Kemenkes
60
D. BIOFARMASI DAN BIOSIMILAR 1.
Produk Biofarmasi : stem cell dan biosimilar
1. Pengembangan Sel Punca dewasa untuk terapi penyakit kulit dan degenerative
Sel punca alogenik dengan efek parakrin yang terkarakterisasi untuk terapi kulit dan diabetes (2015) Prototipe human albumin lolos uji produksi dan preklinik pada skala laboratorium (2015)
Sel punca untuk terapi kulit dan dabetes yang telah diuji secara klinis (2018)
Difusi terapi sel punca untuk penyakit kulit dan diabetes (2019
PTFM-BPPT
Human albumin lolos uji produksi skala pilot dan uji klinik untuk beberapa tujuan terapi (2017)
Rekomendasi teknologi produksi albumin untuk pihak swasta nasional atau BUMN Farmasi (2018)
1. LIPI 2. UGM 3. BPPT 4. BUMN 5. PT.Indofarma, ITB
3. Teknologi produksi human insulin rekombinan
Prototipe human insulin lolos uji preklinik pada hewan uji (2016)
Prototipe human insulin lolos uji klinik (2018)
SNI metode uji dan penilaian kesesuaian produk
SNI metode uji dan keamanan produk
SNI metode uji dan keamanan produk dan jaminan mutu
Rekomendasi teknologi produksi human insulin untuk BUMN Farmasi/swasta nasional (2019). SNI metode uji dan keamanan produk dan jaminan mutu
2. Teknologi produksi ekstraksi human albumin dari plasma darah
2.
SNI
1. LIPI 2. UGM
E. OBAT DAN OBAT HERBAL 1.
2.
Kandidat Obat
Ekstrak terstandar (untuk mendukung program Nasional Saintifikasi JamuKemenkes)
1. Teknologi Kandidat Obat Anti Retrovirus
Koleksi senyawa pemandu (lead compound) dengan aktivitas anti-retrovirus (2015)
2. Kandidat Obat Anti-Malaria
Koleksi senyawa pemandu (lead compound) dengan aktivitas anti-malaria (2015) - Pengujian in vitro (2013) - pengujian in vivo(2014)
1. Sambiloto dan brotowali untuk antidiabetes
Senyawa kandidat obat antiretrovirus hasil pengembangan in silico dan sintesis kimia dan telah diuji in vitro (2017) Senyawa kandidat obat antimalaria hasil pengembangan in silico dan sintesis kimia dan telah diuji in vitro (2017) Uji klinis terbatas (2015)
2. Kepel, tempuyung dan secang untuk anti antihiperurisemia
- Pengujian in vitro (2014) - pengujian in vivo(2015)
Uji klinis terbatas (2016)
3. Seledri, pegagan, kumis kucing untuk antihipertensi.
- Pengujian in vitro (2015) - pengujian in vivo(2016)
Uji klinis terbatas (2017)
Kandidat obat anti-retrovirus yang telah diuji secara in vivo (2018)
PTFM-BPPT
Kandidat obat anti-malaria yang telah diuji secara in vivo (2018)
PTFM-BPPT
Formula ekstrak terstandar Sambiloto dan brotowali untuk antidiabetes (2016) Formula ekstrak terstandar kepel, tempuyung dan secang untuk anti antihiperurisemia (2017) Formula ekstrak terstandar seledri, pegagan kumis kucing untuk antihipertensi (2018)
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4. 1. 2. 3. 4.
PTFM-BPPT, RS, Indofarma, PT. Javaplant PTFM-BPPT, Rumah Sakit UGM PT Deltomed PTFM-BPPT Rumah Sakit PT. Indofarma UNAIR
61
4. Jati belanda, kemuning, kelembak untuk jamu antikolesterol
- Pengujian in vitro (2016) - pengujian in vivo(2017)
Uji klinis terbatas (2018)
2.
Obat Herbal Terstandar (OHT)
Obat Herbal Terstandar (OHT): Anti kolesterol Fitoestrogen Antidiabetes, Imunostimulan, Hepatoprotektor Antiaging
- Prototipe formula OHT imunostimulan untuk penderita kanker (2015) - Prototip formula hepatoprotektor (2016) - Prototip formula antiaging (2017)
- Uji klinis terbatas formula OHT imunostimulan untuk penderita kanker (2016) - Uji klinis terbatas formula hepatoprotektor (2017) - Uji klinis terbatas formula antiaging (2018)
3.
Fitofarmaka
Fitofarmaka antidiabetes
Uji klinis formula antidiabetes di RS (2016)
Difusi fitofarmaka antidiabetes (2018)
SNI mutu dan metode uji serta penilaian kesesuaian terhadap inovasi
SNI mutu dan metode uji
SNI mutu dan penilaian kesesuaian serta keamanan penggunaannya
4. SNI
Formula ekstrak terstandar jati belanda, kemuning, kelembak untuk jamu antikolesterol (2019) - Difusi formula OHT antikolesterol, fitoestrogen (2014) - Difusi formula OHT antidiabetes (2015) - Difusi formula OHT imunostimulant kanker (2018) - Difusi formula OHT hepatoprotektor (2019) BPPT, RS, Industri
SNI mutu dan penilaian kesesuaian serta keamanan penggunaannya dan jaminan mutu produksi
1. 2. 3. 4.
PTFM-BPPT Rumah Sakit PT Indofarma UGM
1. PTFM-BPPT 2. Industri
1. 2. 3. 1. 2. 3. 4.
BPPT Rumah Sakit Industri IPB BPPT PT. Indo Farma Balitro
1. 2. 3. 4. 5. 1. 2. 3. 1. 2. 3.
BPPT ITB UGM PT. Riasinia Abadi, PT. Indo Farma BPPT PT. Riasima Abadi Farma PT. Indo Farma BPPT PT. Riasinia Abadi PT. Indo Farma
F. ANTIBIOTIK 1.
2.
Antibiotik betalaktam generasi lanjut
SNI
Teknologi Produksi Antibiotik Betalaktam Turunan Sefalosporin
Prototipe Cephalosporin C pada skala pilot (2016)
Prototipe 7-ACA melalui biokonversi dari senyawa Chepalosporin C (2018)
Rekomendasi teknologi produksi turunan senyawa 7ACA (2019)
Teknologi produksi enzim Cephalosporin asilase secara fermentasi
Teknologi produksi enzim (hulu dan hilir) (2015)
Uji aplikasi enzim (performance test) (2019)
Teknologi inovasi peningkatan mutu dan SNI
Kesesuaian mutu dan metode uji
Teknologi produksi hulu dan hilir enzim (lab & up scaling) (2018) SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi
SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi dalam skala besar
62
Tabel 8. Produk Unggulan dan Teknologi Prioritas pada Bidang Material Maju Produk Unggulan
Teknologi Prioritas Uji Alpha Kesesuaian mutu dan metode uji
Milestone Uji Beta SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi
Pelaksana Difusi SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi dalam skala besar
1.
Material katalis untuk gasifikasi batubara:
Ketersediaan teknologi inovasi peningkatan mutu dan SNI
2.
Tanah jarang
Pemisahan uranium dan tanah jarang
Kesesuaian mutu dan metode uji
SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi
3.
Bahan baku dan produk besi baja: paduan baja dan komposit baja Batere (energy storage): batere kendaraan missal berbasis listrik Functional and nano materials untuk bahan pendukung industri: Laboratorium advanced NDE tersertifikasi
Teknologi inovasi peningkatan mutu dan SNI
Kesesuaian mutu dan metode uji
SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi
Teknologi inovasi peningkatan mutu dan SNI
Kesesuaian mutu dan metode uji
SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi
SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi dalam skala besar
1. BSN 2. Kementerian ESDM 3. Kementerian Perindustrian 1. BSN 2. Kementerian ESDM 3. Kemenprin
Teknologi inovasi peningkatan mutu dan SNI
Kesesuaian mutu dan metode uji
SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi
SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi dalam skala besar
1. BSN 2. LIPI 3. BPPT
Metode Advanced NDE technology untuk uji material, diagnosis, dan optimasi industri proses
Peningkatan penguasaan iptek advanced NDE,
Persiapan dokumentasi sistem manajemen mutu advanced NDE,
BATAN
Prototipe baterai koin lithium dengan elektrolit padat berbasis SDA lokal
Sintesis dan karakterisasi komponen baterai lithium padat berbasis SDA lokal dengan teknik nuklir Pilot plan Slag II, rancangan monasit; rancangan proses oksida LTJ (La, Ce, Nd dan Y)
Pengujian struktur dan sifat komponen baterai lithium padat berbasis SDA lokal menggunakan fasilitas nuklir Detailed Engineering Design monasit; Detailed engineering design proses oksida La, Ce, Nd dan Y
Set-up sistem manajemen mutu advanced NDE, Perangkat Advace NDE Micro-focus Uji in situ baterai lithium menggunakan elektrolit padat berbasis SDA lokal dengan fasilitas nuklir Pilot plan monasit; Pilot plan pengolahan LTJ oksida (La, Ce, Nd dan Y)
4.
5.
6.
7.
8.
Prototipe baterai koin lithium dengan elektrolit padat Pilot Plant LTJ dan pemanfaatan LTJ
Pilot Plan pemurnian monasit menjadi unsur LTJ dan Pengolahan RE(OH)3 menjadi La, Ce, Nd, Y
SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi dalam skala besar SNI dan metode produksi serta jaminan mutu produksi dalam skala besar
1. BSN 2. Kementerian ESDM 1. Kementeran ESDM 2. BSN
BATAN
BATAN
63
Prioritas utama penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek pada masingmasing bidang fokus tersebut di atas ditopang oleh ilmu dasar dan didukung oleh kajian sosial, ekonomi, dan budaya. Penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek juga dimaksudkan untuk menjawab isu-isu yang bersifat lintas bidang (cross cutting issues) seperti iptek kebumian dan perubahan iklim, teknologi hijau (green technology) dan teknologi maritim. Mengingat Indonesia merupakan negara yang rawan bencana, dimana hampir semua provinsi mempunyai resiko kebencanaan yang berasal dari berbagai sumber ancaman (multi hazard) seperti gempa bumi, tsunami, aktivitas gunung api, banjir, longsor, kebakaran hutan dan lahan, dan kekeringan (drought), maka penguasaan iptek kebumian dan perubahan iklim ,menjadi sangat strategis untuk mengurangi resiko bencana. Selanjutnya, mengingat Indonesia merupakan negara maritim maka penguasaan iptek kemaritiman baik untuk kepentingan ketahanan pangan, energi, transportasi, maupun pertahanan menjadi sangat strategis. Untuk itu diperlukan fasilitas riset kemaritiman terpadu sebagai Indonesian Marine Science & Technology Park (IMSTeP). Secara rinci prioritas iptek tersebut diagendakan secara nasional dalam Agenda Riset Nasional (ARN) 2015-2019.
64
BAB IV KERANGKA KEBIJAKAN PEMBANGUNAN NASIONAL IPTEK
5.1.
Kerangka Kebijakan Pembangunan Nasional Iptek
Penelitian, pengembangan dan penerapan iptek dimaksudkan untuk menciptakan nilai tambah sumber daya alam dalam rangka transformasi ekonomi nasional menuju innovation driven economy sesuai amanat Undang-Undang nomor 17 tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025. RPJPN 2005-2025 mengarahkan agar dalam mentransformasikan perekonomian dari yang berbasis keunggulan komparatif sumber daya alam ke perekonomian yang berbasis keunggulan kompetitif dilakukan dengan prinsip dasar mengelola peningkatan produktivitas nasional melalui inovasi. Oleh karena itu, pembangunan nasional iptek diselenggarakan dalam kerangka Sistem Inovasi Nasional (SINas), sesuai dengan Undang-Undang nomor 18 Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas P3 Iptek). Undang-undang ini memberikan landasan hukum bagi pengaturan pola hubungan yang saling memperkuat antara
unsur
penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan iptek dalam satu
keseluruhan yang utuh untuk mencapai kapasitas inovasi nasional. Dalam kerangka SINas ini maka penelitian, pengembangan dan penerapan iptek diselenggarakan untuk mendorong proses di mana gagasan, temuan tentang produk/ proses yang dihasilkan dapat disampaikan kepada pasar/pengguna.
4.2. Kunci Keberhasilan Pembangunan Nasional Iptek
Kunci keberhasilan pembangunan nasional iptek dalam kerangka penguatan SINas adalah koherensi kebijakan inovasi dalam dimensi antar sektor dan lintas sektor; inter-temporal (antar waktu), nasional-daerah (inter-teritorial), daerah-daerah, dan internasional. Dalam perspektif hubungan nasional-daerah, diperlukan komitmen
65
sumberdaya yang memadai baik pada tataran pembangunan nasional maupun daerah
sebagai platform bersama. Dengan demikian, penguatan Sistem Inovasi
Daerah (SIDa) merupakan komponen penting dalam penguatan Sistem Inovasi Nasional yang mewadahi proses integrasi antara komponen penguatan sistem inovasi pada tataran makro dan industrial dalam kerangka lokalitas.
4.3.
Strategi Implementasi dan Instrumen Kebijakan Pembangunan Nasional Iptek
Pelaksanaan kebijakan strategis pembangunan nasional iptek untuk mencapai tujuan pembangunan nasional iptek sebagaimana disebutkan pada bab 2.5 dilakukan melalui beberapa instrumen sesuai dengan strategi implementasi yang digunakan. A.
Untuk mencapai sasaran “meningkatnya produktivitas litbang iptek”, dilakukan strategi sebagai berikut:
1.
Pengembangan dan penerapan sistem pendanaan beasiswa untuk peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM iptek yang dikaitkan dengan master plan pengembangan SDM dan iptek nasional.
2.
Pengembangan
dan
penerapan
sistem
pendanaan
riset
untuk
menghasilkan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan produksi berbasis sumber daya alam dan kearifan lokal. 3.
Pengembangan dan penerapan sistem block grant dalam pembiayaan litbang untuk memberikan kemudahan administrasi dalam pengelolaan keuangan sehingga dapat meningkatkan efektivitas litbang.
4.
Pengembangan dan penerapan sistem pengaturan tentang brain gain dan brain circulation dalam rangka mencegah dan atau meminimalisasi terjadinya brain drain sehingga dapat mendorong pencapaian human capital.
5.
Pengembangan dan penerapan sistem evaluasi kinerja lembaga iptek untuk memberikan pedoman dan arah bagi setiap lembaga iptek untuk meningkatkan kinerja sesuai dengan kompetensinya.
66
6.
Pengembangan dan penerapan sistem insentif untuk memotivasi lembaga iptek yang berkinerja tinggi agar dapat bertransformasi menjadi pusat unggulan iptek sesuai dengan kompetensinya.
7.
Transformasi Puspiptek menjadi Science and Techno Park (STP) sehingga dapat
berperan
secara
efektif
sebagai
pusat
penguasaan
dan
pengembangan iptek nasional (center of excellence), pusat pelayanan pengembangan produk-produk nasional, pusat alih teknologi dan pusat informasi iptek (advokasi teknologi, pelayanan teknologi, difusi, diseminasi,
komersialisasi
teknologi),
pusat
pengembangan
kewirausahaan (enterpreneurship) dan inkubasi industri baru/UKMK berbasis teknologi (inkubator bisnis teknologi, klaster inovasi), dan pusat pendidikan dan pelatihan SDM industri. 8.
Pengembangan dan penerapan sistem pembayaran royalti secara berkeadilan dalam penerapan hasil litbang sebagai bentuk pengakuan dan penghargaan atas hak moral dan ekonomi bagi inventor.
9.
Pengembangan
dan
penerapan
sistem
investasi
iptek
dengan
mengoptimalkan peran industri untuk mencapai peningkatan investasi menuju pendanaan litbang sebesar 1% GDP. 10.
Revitalisasi sarana dan prasarana iptek untuk mendukung peningkatan kapasitas dan kapabilitas SDM dan peningkatan penguasaan teknologi yang sesuai dengan kebutuhan dunia industri.
11.
Pengembangan dan penerapan sistem manajemen data dan informasi Iptek nasional dan peningkatan kinerja lembaga pengelola.
12.
Pengembangan dan penerapan sistem pengaturan resource sharing antar lembaga iptek di pusat dan daerah untuk mendorong pencapaian penguasaan dan pemanfaatan iptek sebagai platform bersama.
13.
Pengembangan dan penerapan sistem pengaturan mobilitas SDM antar lembaga iptek pusat dan daerah untuk mendorong pencapaian penguasaan dan pemanfaatan iptek sebagai platform bersama.
67
14.
Pengembangan dan penerapan sistem pengaturan mobilitas SDM antara lembaga iptek nasional dan internasional untuk mendorong kapasitas iptek nasional.
15.
Pengembangan dan penerapan sistem penyelenggaraan kerjasama internasional
untuk
mendorong
peningkatan
penguasaan
dan
pemanfaatan iptek secara nasional. 16.
Penerapan sistem insentif bagi industri yang melakukan kegiatan litbang secara tegas sesuai dengan peraturan perudangan yang berlaku untuk memotivasi dunia industri melakukan penelitian dan pengembangan teknologi.
17.
Pengembangan infrastruktur mutu untuk fasilitasi komersialisasi hasil invensi.
B.
Untuk mencapai tujuan “meningkatnya penerapan iptek untuk mendukung inovasi dalam rangka meningkatkan nilai tambah sumber daya alam dan sumber daya yang berbasis kearifan lokal”, dilakukan strategi sebagai berikut:
1.
Pengembangan dan penerapan sistem pengujian alpha (alpha test) dan pengujian beta (beta test) terhadap teknologi hasil litbang untuk mendorong proses hilirisasi dan komersialisasi teknologi hasil litbang.
2.
Pengembangan dan penerapan sistem manajemen taknologi untuk menjaga keberlangsungan proses litbang sampai dengan pemanfaatan hasil-hasilnya.
3.
Penguatan sistem transfer teknologi untuk menjamin pengembangan dan penerapan model dan mekanisme transfer teknologi yang tepat dalam
rangka
mendukung
pemanfaatan
hasil
litbang
iptek
di
masyarakat/industri. 4.
Pengembangan dan penerapan sistem audit teknologi untuk keperluan performance improvement, compliance, prevention, positioning, planning, dan investigasi terhadap penerapan teknologi.
68
5.
Pengembangan dan penerapan sistem asuransi teknologi untuk menjamin resiko yang ditimbulkan dalam penerapan teknologi hasil litbang.
6.
Pengembangan dan penerapan sistem pendanaan beresiko untuk mendorong penerapan teknologi hasil litbang.
7.
Pengembangan dan penguatan mekanisme intermediasi inovasi untuk mendorong penerapan hasil litbang dalam proses produksi.
8.
Pengembangan dan penerapan sistem insentif untuk pembentukan IKM/UKM berbasis hasil litbang.
9.
Pengembangan dan penerapan sistem permodalan ventura (venture capital) bagi pembentukan IKM/UKM berbasis hasil litbang.
10.
Penerapan sistem pre commercial government procurement untuk produk hasil litbang.
11.
Pengembangan dan penguatan infrastruktur mutu untuk meningkatkan nilai tambah produk dan/atau proses produksi.
69