DPD DISIMPANG JALAN: KUATKAN ATAU BUBARKAN 1 OLEH M. DJADIJONO FORMAPPI
Pengantar Sejak Pileg 9 April 2014, Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD-RI) sudah memasuki generasi ketiga (generasi pertama lahir dari Pileg 2004 dan generasi kedua lahir dari Pileg 2009). Dalam usia yang baru menginjak 12 tahun, mungkin dapat dikatakan wajar jika DPD masih berkutat dengan masalah-masalah seperti anak baru gede (ABG), merajuk minta ini dan itu dari orang tuanya (para demos) pemilik kedaulatan berupa permintaan penguatan kewenangan. Keinginan peningkatan peran dan fungsi DPD jatuh bersamaan (tumbu entuk tutup = bakul terbuka mendapat tutup) alias ada gayung bersambut dengan munculnya keinginan PDI-P dalam Rakernasnya pada awal Januari 2015 untuk menghidupkan kembali sistem GBHN yang berarti perlu amandemen lagi terhadap UUD 1945. Kecuali itu sistem ketatanegaraan Indonesia baru yang lahir di era reformasi juga masih terus berproses menyempurnakan dan mendewasakan diri. Keinginan
DPD-RI
untuk
mendapatkan
peningkatan
peran,
fungsi,
dan
wewenang tersebut sayangnya mendapatkan resistensi pula dari sementara kalangan elit politik maupun masyarakat. Penentangan tersebut bukan tanpa alasan. Sebab seperti diketahui, selama perjalanan kehidupannya, DPD RI selalu “disusui” oleh rakyat melalui pemberian alokasi dana dari APBN dalam jumlah trilyunan. Berdasarkan data yang diperoleh dari Nota Keuangan dan APBNP 2014 dan 2015 serta Nota Keuangan dan APBN 2016, total alokasi Anggaran untuk DPD dari tahun 2014 s/d 2016 terinci sbb: dalam APBNP 2014 sebesar Rp. 670,7 milyar, dalam APBNP 2015 dialokasikan
1
Materi disampaikan pada FGD di Studio METROTV 10 Maret 2016 dengan tema “DPD KUAT, INDONESIA MANTAP: Menyemai Substansi Tanpa Sensasi”
1
anggaran sebesar Rp. 1.138,9 milyar. Sedangkan untuk tahun anggaran 2016 dialokasikan sebesar Rp. 1.027,9 milyar. Meski menurut penjelasan Ketuanya, Irman Gusman pada 1 Oktober 201 hasil kerja DPD-RI, cukup fantastis, yaitu bahwa: selama 11 tahun telah menghasilkan 518 buah keputusan yang terdiri dari 57 buah usul Rancangan Undang-Undang (RUU), 237 buah pandangan dan pendapat, 18 buah pertimbangan, 58 buah pertimbangan terkait anggaran, 148 buah hasil pengawasan, dan 6 buah usulan Prolegnas. Khusus di bidang legislasi, dari seluruh RUU yang diusulkan DPD dalam sebelas tahun ini, sebanyak 25 RUU telah disahkan menjadi Undang-Undang oleh DPR dan Pemerintah, salah satunya adalah RUU tentang Kelautan yang telah disahkan menjadi UU Nomor 32 Tahun 2014. RUU tersebut merupakan inisiatif pertama yang murni berasal dari DPD dan dibahas secara tripartit bersama DPR dan Pemerintah sesuai putusan Mahkamah Konstitusi (MK) 27 Maret 2013 yang telah mengembalikan dan memulihkan hak-hak konstitusional DPD di bidang legislasi dan Prolegnas sesuai dengan UUD 1945.2
Fungsi, Tugas dan Wewenang DPD Tidak Diketahui Rakyat
Kinerja DPD seperti diuraikan oleh Ketuanya pada 1 Oktober 2015 itu kiranya sangat banyak. Tetapi persoalannya apakah seluruh rakyat tahu dan apakah pertimbangan-pertimbangan yang disampaikan DPD kepada DPR ada tindak lanjutnya oleh DPR serta dirasakan manfaatnya oleh rakyat maupun anggota DPD sendiri? Pertanyaan-pertanyaan itu muncul antara lain karena orang sekelas mantan Wakil Ketua DPD, Laode Ida misalnya, pada 12 Juni 2015 menyatakan hal-hal berikut: “geram melihat sikap kalangan DPD sekarang yang begitu ngotot ingin membangun gedung DPD Provinsi dengan nilai di atas Rp20 miliar per gedung. Niatan pembangunan dan pengalokasian dana yang tinggi itu tidak ada urgensinya dan hanya menghamburhamburkan uang rakyat. Sebab DPD secara konstitusi nihil kewenangan, hanya ornamen demokrasi. “Lalu kantor itu mau digunakan untuk apa? Kalau akan digunakan untuk tempat kerja, lalu mau kerja apa saat anggota di daerah? Untuk tampung 2
http://www.jpnn.com/read/2015/10/02/330313/11-Tahun-DPD,-Kinerja-TerusMeningkat2
aspirasi? Mau dipaksakan ke mana aspirasi yang ditampung itu? Kan anggota DPD tak punya kewenangan untuk memaksa. Jangan-jangan gedung itu nantinya hanya akan jadi tempat masyarakat di daerah, khususnya yang kritis, untuk caci maki atau permalukan mereka yang membanggakan diri sebagai pejabat itu. Yang pasti, gedung itu hanya akan gerogoti uang rakyat. Menurutnya, biaya pemeliharaan tiap tahun yang bisa capai miliyaran rupiah, gaji dan honor-honor karyawan yang juga nilai tak kecil, alat tulis menulis, biaya rapat, sampai pada kendaraan dinasnya, semua itu akan dibebankan pada uang rakyat (lewat APBN), padahal produknya tak akan ada gunanya.”3 Kecuali itu, mantan anggota DPD Adhariani juga mengaku kecewa dengan tugas dan kinerja DPD daerah yang selama ini tidak berperan. Di daerah saya hari ini anggota DPD-nya tidak ada yang bersuara, makan gaji buta, apalagi persoalan rakyat, ada yang berani ngomong? Makanya perlu pembenahan menyeluruh atas keberadaan lembaga DPD RI, 4 Lebih dari itu, menurut Anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia 2014 - 2019 Daerah Pemilihan Provinsi Jawa Timur, Abdul Qadir Amir Hartono, S.E., S.H., M.H., antara lain menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat belum paham tentang DPD. 5 Dalam pada itu, survei yang dilakukan oleh Lembaga Survei Independen Nusantara (LSIN) tentang kinerja DPR dan DPD RI periode 20092014, sebagian besar responden menilai KURANG BAIK terhadap kinerja DPR dan DPD RI periode 2009-2014 (Kurang Baik 30,9%, Buruk 20,1%, Sangat Buruk 15,4%). Terkiat keberadaan DPD, sebenarnya masyarakat sudah relatif tahu tentang keberadaan DPD-RI. Namun mereka belum mengetahui hal-hal yang lebih spesifik terkait tugas, fungsi dan wewenang DPD-RI. Hal ini diungkapkan oleh Lembaga Survey Indonesia (LSI) di tahun 2012 dalam survey “Peluang dan Harapan DPD RI: Sebuah Evaluasi Publik”. Mayoritas publik belum tahu bahwa DPD-RI tidak memiliki wewenang dalam memutuskan undang-undang atau menindaklajuti hasil pengawasan terhadap pemerintah. Meskipun demikian, hasil survei menemukan bahwa rakyat Indonesia 3
https://obsessionnews.com/dpd-minta-gedung-baru-rakyat-tambah-melarat/ https://obsessionnews.com/dpd-minta-gedung-baru-rakyat-tambah-melarat/ 5 http://www.academia.edu/19614324/DEWAN_PERWAKILAN_DAERAH_REPUBLIK_I NDONESIA_DPD_RI_SEBAGAI_PENYEIMBANG_LEGISLASI_NASIONAL 4
3
berharap DPD-RI dapat memiliki wewenang yang lebih besar, seperti ikut memutuskan undang-undang, menindaklajuti hasil pengawasan, dan ikut membahas rancangan anggaran belanja Negara.6 Pengamat hukum tata Negara, Refly Harun misalnya, dalam Dialog Kenegaraan dengan tema Revitalisasi DPD RI pada 2 Maret 2016 di Coffee Corner DPD RI, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta antara lain menyatakan bahwa baik DPD maupun DPR tidak ada yang bagus. Hanya saja DPR memiliki kekuasaan yang konkret sedangkan DPD tidak ada yang ditunggu karena DPD tidak punya wewenang untuk memutuskan.7 Karena itu Refly menyarankan agar DPD berhenti mengajukan tuntutan penguatan kewenangan kelembagaan, tapi lebih dulu menunjukkan kinerja konkret kepada public serta Anggota DPD RI harus lebih kreatif menyikapi persoalan yang muncul agar DPD RI secara kelembagaan diperhitungkan dan namanya anggota lebih popular.8 Lebih dari itu, Rapat Kerja Nasional Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di Jakarta 6 Februari 2016 merekomendasikan agar DPD dibubarkan jika kewenangan dan tugas pokok lembaga negara tersebut masih seperti yang tertuang dalam Undang-Undang Dasar 1945. “Bagi PKB, sepanjang kewenangan dan tugas pokok DPD masih seperti yang
tertuang
dalam
pasal
undang-undang
seperti
hari
ini,
maka
kami
merekomendasikan untuk dihilangkan.9
Dipersimpangan Jalan Berdasarkan uraian-uraian di depan dapatlah dikatakan bahwa saat ini DPD-RI berada dipersimpangan jalan: dibubarkan karena memboroskan keuangan Negara tanpa hasil yang langsung dirasakan rakyat ataukah diteruskan dengan penguatan wewenang melalui amandemen kelima UUD 1945.
6
Lihat http://www.kompasiana.com/amirsyahoke/agar-dpd-ri-dikenal-dan-disayangrakyat_55ab9c8f4023bd6a048b4567. 7 http://www.beritalima.com/2016/03/02/anggota-dpd-ri-minta-dpd-ri-supayadirevitalisasi/ 8 http://news.okezone.com/read/2016/03/02/337/1325848/dpd-diingatkan-berhentiajukan-tuntutan 9 https://www.youtube.com/watch?v=XbWykR7oU0k 4
Upaya penguatan DPD melalui perubahan kelima UUD 1945 sebenarnya sudah sejak tahun 2006. Sosialisasi kepada masyarakat atas perlunya amandemen kelima UUD 1945 juga sudah gencar dilakukan. Namun seperti diketahui bersama, keinginan tersebut belum pernah terwujud sampai dengan hari ini. Bahkan upaya amandemen UUD 1945 untuk menguatkan DPD itupun terus disuarakan melalui pelaksanaan FGD di Metro TV ini dengan mengambil momen adanya usulan Rakernas PDI-P Januari 2016 dan PKB Februari 2016. Upaya mengamandemen UUD 1945 dalam rangka menguatkan DPD kirannya akan menghadapi tantangan yang sangat berat. Sebab untuk dapat diagendakan dalam sidang MPR saja, amandemen harus diusulkan oleh sekurang-kurangnya 1/3 dari jumlah anggota MPR (sekitar 231 dari 692).10 Untuk mendapatkan dukungan 231 orang anggota MPR itupun kiranya sangat tidak mudah karena anggota DPD hanya 132 orang yang berarti masih kekurangan 99 orang. Kekurangan ini harus diambil dari kader-kader Parpol di DPR. Guna mendapatkan tambahan dukungan 99 orang dari Parpol ini kiranya juga tidak mudah. Upaya ekstra keras oleh DPD dalam melobby dan meyakinkan Parpol agar merelakan kadernya di DPR mendukung amandemen kelima. Kesulitan akan lebih besar lagi untuk mendapatkan persetujuan sidang MPR. Menurut Pasal 37 ayat (3) untuk mengubah pasal-pasal UUD, sidang MPR harus dihadiri oleh 2/3 dari jumlah anggota MPR. Jika mencermati rapat-rapat paripurna DPR hasil Pemilu 2014 saja tidak pernah dihadiri oleh seluruh anggota, diragukan bahwa sidang MPR untuk mengubah Pasal-pasal UUD akan dapat mencapai kuorum. Mencermati sangat sulitnya mengubah pasal-pasal UUD 1945, pilihan lain yang tersedia
adalah
mengoptimalkan
pelaksanaan
fungsi
dan
wewenang
DPD
sebagaimana telah diatur dalam UUD 1945 yang ada sekarang dan harus disosialissian kepada masyarakat luas supaya diketahui dan dirasakan manfaatnya secara langsung oleh rakyat di seluruh Indonesia. Tetapi hal inipun akan tetap menghadapi kendala yang tidak ringan pula. Meskipun begitu, jika eksistensi DPD tetap akan dipertahankan, upaya sekuat tenaga harus dilakukan oleh segenap anggotanya. Hal-hal yang akan langsung dirasakan manfaatnya oleh rakyat itu misalnya memaksimalkan fungsi pemberian pertimbangan terhadap RAPBN. Kecuali itu juga 10
Pasal 37 ayat (1) UUD 1945. 5
melakukan pengawasan pelaksanaan APBN maupun Undang-undang yang terkait dengan pengelolaan sumber daya alam dan sumber daya ekonomi lainnya. Temuantemuan hasil pengawasan DPD tidak cukup hanya disampaikan kepada DPR untuk menjadi pertimbangan, tetapi harus diumumkan kepada rakyat secara luas. Jika menemukan kasus korupsi atas pelaksanaan APBN maupun pengelolaan sumber daya alam, DPD harus berani melakukan terobosan melaporkan kepada Kepolisian, Kejaksaan maupun KPK. Untuk mendapatkan perhatian public dan lembaga Negara lainnya, menjadikan DPD sebagai “anak nakal” yang cerdik kiranya merupakan salah satu pilihan yang dapat diambil sebelum adanya penguatan melalui amandemen UUD 1945.
6