FORMAPPI 30 September 2010
DPR periode 2009/2014 genap satu (1) tahun pada 1 Oktober 2010 Hasil pilihan rakyat, terdiri dari bagian besar tokoh baru, berusia muda, berpendidikan, dst. Menumbuhkan harapan dan kepercayaan baru masyarakat: DPR yang mewakili rakyat, ramah pd konstituen, dan berbela rasa dng masalah-masalah masyarakat Satu tahun bekerja, DPR justru mendapat kritikan dan hujatan bertubi-tubi dari masyarakat, yg kecewa, marah dan prihatin karena kinerja dan perilakunya buruk. Alih-alih memperkuat, DPR melemahkan dan bahkan menghilangkan kepercayaan masyarakat. Evaluasi FORMAPPI atas kinerja DPR selama satu tahun masa baktinya (sejak 1 Oktober 2009) mengahasilkan penilaian yg tidak jauh berbeda dari teringkarinya kepercayaan masyarakat terhadap DPR.
•
6 aspek sbg fokus evaluasi: 1. 2. 3. 4. 5. 6.
•
•
Fungsi legislasi Fungsi anggaran Fungsi pengawasan Kinerja komisi-komisi Kinerja Serap Aspirasi Kinerja Badan Kehormatan
Data digali dari sumber-sumber terbuka, dikonfirmasi melalu wawancara terseleksi Ukuran evaluasi: prosedural, target resmi, batas waktu, penghitungan kegiatan/hari kerja, dan normanorma legal pelaksanaan fungsi, kewajiban dan tanggungjawab DPR
1.
Fungsi Legislasi
2.
Fungsi Anggaran
3.
Fungsi Pengawasan
TARGET PROLEGNAS DPR Periode 2009-2014 mentargetkan 70 RUU yang akan diselesaikan pembahasannya pada Masa Persidangan 2009-2010 (lihat Tabel 1).
Dari 70 RUU tersebut, 36 diantaranya merupakan RUU inisiatif/usulan DPR, dan sisanya sebanyak 34 RUU adalah usulan Pemerintah. Dari 70 RUU tersebut, 32 diantaranya adalah RUU-RUU perubahan atas UU yang sudah ada (lihat Tabel 1-a). Dan sisanya, sebanyak 38 RUU merupakan RUU usulan untuk pembuatan UU baru (lihat Tabel 1-b).
70 70
70
60
50 36
40
34
32
38
30 RUU Usulan Baru
20
Inisiatif DPR
RUU Perubahan Usulan Pemerinth
10 0 Target
24
RUU yg blm siap
26
11
RUU yang sedang dibahas
10
DPR
Pemerintah
6
6
6
5 4
3
3 2
1
0
0 Hasil
Usul Pem
Usul DPR
Substansi
1. UU APBN 2. UU Ratifikasi 3. UU Grasi
1.
2.
3.
4.
Bila dibandingkan dengan target pembahasan RUU DPR pada Prolegnas 2010, yaitu sebanyak 70 RUU (lihat Tabel 1), maka berarti capaian RUU yang telah dibahas oleh DPR perode ini hanya 11% (sebelas persen) saja. Tentu saja secara kuantitatif jumlah itu masih sangat rendah. Demikian pula, bila kita bandingkan dengan produk legislasi DPR periode sebelumnya, dalam kurun waktu yang sama, yaitu sebanyak 14 RUU, maka kinerja legislasi DPR periode sekarang masih lebih rendah dibanding dengan DPR periode sebelumnya. Bila diteliti lebih lanjut, dari 8 RUU yang telah berhasil dibahas itu, ternyata hanya 1 (satu) RUU saja yang berasal dari Prolegnas, yaitu RUU tentang Grasi. Sedang selebihnya, adalah RUU-RUU yang berasal dari luar prolegnas (dalam istilah FORMAPPI: RUU siluman). RUU tentang Grasi tersebut juga hanya sebuah perubahan UU, bukanlah sebagai UU baru. Artinya, belum ada UU yang benarbenar baru, yang berasal dari Prolegnas saat ini. Secara substansi, RUU yang menjadi inisiatif DPR cukup banyak yang berkaitan langsung dg masyarakat (ada 5 RUU), sayangnya itu tdk menjadi proritas pembahasan di 2009-2010. Harapan Prolegnas Tahun 2010, sesuai dengan tujuan Rencana Kerja Pemerintah Tahun 2010 yaitu untuk melakukan pemulihan perekonomian nasional dan pemeliharaan kesejahteraan rakyat itu TIDAK TERPENUHI, karena tidak ada satupun produk legislasi DPR 2009-2010 yang telah dibahas itu bersentuhan langsung dengan harapan tersebut.
4.
5. 6. 7.
8.
9.
Dari RUU-RUU yang telah berhasil dibahas oleh DPR itu ternyata semuanya berasal dari/merupakan RUU inisiatif Pemerintah. Artinya, belum ada satupun RUU usulan/yang merupakan inisiatif DPR yang berhasil dibahas. Dari 8 RUU yang berhasil dibahas, hanya 6 yang bentuknya UU. Secara substansi UU yang dihasilkan DPR hanya 3 UU, yakni: UU terkait APBN, ttg Grasi, & terkait Ratifkasi/perjanjian/kerjasama. Dan ternyata, sampai akhr Agustus lalu, ada 24 RUU usulan DPR yang masih dalam tahap mempersiapkan draft atau naskah akademiknya. Artinya, DPR sendiri belum siap untuk membahas seluruh RUU yang diusulkannya sendiri. Walaupun DPR kini memegang kendali dalam hal legislasi, tetapi tidak memberikan perubahan yang signifikan dalam produk legislasi DPR karena DPR tidak menggunakan kewenangannya tersebut dengan maksimal. Bila DPR, hingga saat ini, masih menunggu 24 RUU dari pemerintah, maka proses legislasi juga dapat terhambat bila pemerintah lamban dalam merespon setiap pembahasan RUU di DPR.
DPR segera menyelesaikan seluruh pembahasan RUU-RUU yang sedang berlangsung, pada masa persidangan berjalan saat ini (Masa Sidang I Tahun 2010-2011). DPR dengan kewenangannya, perlu dengan tegas untuk mendesak Pemerintah untuk segera merespos prosesproses legislasi yang ada. Karena bila DPR tidak, bukan tidak mungkin kelambanan itu akan turut mempengaruhi kinerja legislasi DPR. Pimpinan DPR perlu tegas untuk mengingatkan setiap Komisi/Pansus RUU yang ada, untuk segera menyelesaikan agenda-agenda pembahas RUU. DPR harus realistis dalam merencanakan skala prioritas Prolegnas Tahunan-nya. Sehingga tidak terjadi kesenjangan yang besar target dengan capaiannya. DPR harus peka dalam memprotitaskan, merumuskan dan membahas setiap RUU.
Fungsi DPR dalam Bidang Anggaran Melakukan Pembahasan
Memberikan Persetujuan
Tidak Memberikan Persetujuan/Menolak (Rancangan undang-undang tentang APBN yang diajukan oleh Presiden).
(Pasal 70 ayat (2) UU MD3 dan Pasal 5 ayat (2) Tatib DPR).
DPR lebih memikirkan kepentingan sendiri: dana aspirasi, pembangunan gedung DPR, mobil mewah, rumah dinas, pesawat kepresidenan, dll DPR kritis kepada Pemerintah hanya untuk meningkatkan bargaining position (posisi tawar) Tidak mau (belum mampu) mengejawantahkan hasil kunker/reses untuk dimasukkan dalam APBN Tidak responsif terhadap permasalahan rakyat (khususnya yang bersifat urgen): kebutuhan pokok, kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
APBN 2010 949,7 742,7 205,4 1,5 1,047,7 725,2 322,4 98,0 107,9 -9,9
Indikator Pendapatan Negara Pendapatan Perpajakan Pendapatan Bukan Pajak Hibah Belanja Negara Belanja Pemerintah Pusat Belanja/Transfer ke Daerah Pembiayaan Dalam Negeri Luar Negeri
APBN-P 2010 992,4 743,3 247,2 1,9 1,126,1 781,5 344,6 133,7 133,9 -0,2
APBN/APBN-P 2010 adalah anggaran defisit, artinya anggaran belanja lebih besar dari pada pendapatan (lebih besar pasak dari tiang). Dari anggaran belanja itu, semuanya adalah belanja rutin (anggaran yang sudah terikat). Belanja untuk pusat (781,5 triliun=69,39%) masih terlalu besar dibanding belanja daerah (344,6 triliun=30,61%) Sulit melihat anggaran untuk pertumbuhan ekonomi (pembangunan) karena menyatu dalam anggaran kementerian/lembaga
Total Anggaran dalam APBN-P 2010 untuk mendukung kinerja DPR: 1,22 triliun. Biaya plesiran untuk Pimpinan dan Anggota DPR ke luar negeri sebesar Rp 162,944,764,000. Biaya plesiran itu naik sebesar 46,4% dari anggaran APBN 2010 yang jumlahnya Rp. 111,309 miliar. Jika biaya kunjungan Rp 162,9 miliar itu dibagi rata kepada 560 anggota DPR, setiap orang mendapat Rp 290,97 juta setahun atau Rp 24,25 juta setiap bulan
Alokasi untuk prolegnas: 173,4 milyar (14,3% dari total anggaran DPR=1,22 triliun) Ironisnya, 42,4% (73,521,600,000) dari alokasi dana fungsi legislasi itu dipergunakan untuk studi banding. Ini tidak sebanding dengan produk atau prestasi yang dihasilkan DPR. Kunjungan Kerja ke luar negeri: 162,944,764,000 Bila dijumlahkan anggaran kunjungan kerja ke luar negeri dan studi banding mencapai: Rp. 236.466.364.000 Kunjungan kerja dalam negeri : Rp 404 milyar (Angka Fitra: 436 milyar) Total biaya kunjungan dalam dan luar negeri tahun 2010: Rp.640.466.364.000 (52% dari total anggaran DPR)
Meski telah disahkan enam tahun lalu, UU No. 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tetapi belum diterapkan. Realitas ini menunjukkan DPR dan pemerintah tidak serius mengurus pengelolaan jaminan social, termasuk biaya kesehatan bagi masyarakat. Perlindungan asuransi masih dianggap sebagai pemborosan yang menyebabkan deficit pada APBN.
Untuk pembahasan APBN mengikuti tata cara pembahasan UU: mulai tanggal 20 Mei tahun sebelumnya hingga 2 bulan sebelum diberlakukan (Pasal 157 ayat 2 dan Pasal 159 ayat 4 UU MD3) Khusus untuk APBN-P pembahasannya paling lama 1 bulan dalam masa sidang: ada faktor kepentingan dari pihak pemerintah agar DPR tidak terlalu mengkritisi dan tinggal ketok palu (Pasal 161 ayat 4 UU MD3)
Tidak memiliki cukup ahli (baik anggota sendiri atau staf ahli) dalam menyusun anggaran Bahkan dalam menyusun anggaran untuk dirinya dilakukan oleh Setjen DPR yang nota bene adalah birokrasi pemerintah Tidak memiliki konsep (RUU APBN/APBN-P) lain sebagai bahan pembanding.
DPR lemah sehingga dalam fungsi anggaran, kinerja DPR kurang signifikan, dan pada akhirnya hanya sebagai pengabsah atau tukang stempel DPR gagal memperjuangkan APBN pro-rakyat DPR tidak memiliki sense of crisis DPR gagal membahas anggaran yang tidak defisit sehingga terus menambah utang luar negeri
DPR hendaknya memperkuat diri dengan staf ahli yang memadai sehingga mampu mengimbangi pemerintah, terutama mendorong APBN yang tidak defisit (minimal balance) dan responsif terhadap kepentingan rakyat Merumuskan berbagai kebutuhan rakyat dari kunker, temu konstituen, dan pengaduan masyarakat sehingga mempunyai usulan dalam APBN. Dengan demikian kebutuhan masyarakat dapat diperjuangkan.
• •
•
Pelaksanaan fungsi pengawasan DPR merujuk pada UU no. 27/2009 pasal 69 ayat (1) huruf c. Pelaksanaan pengawasan oleh DPR terkait dengan tiga (3) hal : 1. Pengawasan terhadap Pelaksanaan UU 2. Pelaksanaan APBN 3. Kebijakan Pemerintah Dalam menjalankan fungsi pengawasan DPR melakukannya Melalui kegiatan komisi yang dilakukan dengan
mengadakan rapat-rapat DPR ; 1. Rapat Kerja 2.Rapat Dengar Pendapat 3.Rapat Dengar Pendapat Umum 4. Kunjungan Kerja 5. Rapat Konsultasi dengan DPD
No
Jenis Rapat
Komisi I
II
III
IV
V
VI
VII
VIII
IX
X
XI
1
RDP
46
47
14
17
22
46
28
22
26
29
2
RDPU
11
42
23
-
3
5
16
5
27
10
3
RAKER
17
12
20
11
13
20
34
20
6
20
5
R.Konsultas i DPD
-
2
-
1
-
DPR cukup intens melakukan rapat dengan mitra kerja Jenis rapat yang paling sering dilakukan komisi2 terkait dg fungsi pengawasan adalah RDP sebanyak 299 kali rapat selama setahun Rapat kerja sebanyak 173 dan RDPU sebanyak 142. Namun belum dapat dinilai efektifitas rapat2 komisi dalam fungsi pengawasan, karena tidak ditemukan progress report dari setiap rapat. Yang pasti adalah setiap rapat menelan anggaran yang cukup besar.
Komisi
Jumlah Rapat
I
124
II
123
III
84
IV
53
V
47
VI
86
VII
84
VIII
89
IX
59
X
-
XI
103
Jumlah rapat komisi yang wajar didasarkan pada asumsi rata-rata masa sidang DPR yang kurang lebih memakan waktu 2 bulan dimana dalam 1 minggu hari kerja DPR adalah 5 hari. Asumsi proporsi wajar jumlah rapat DPR: 1. minimal/malas : 1 (rapat dlm minggu)x 4 mingg x 2 bulan x 4 masa sidang = 32 kali rapat 2. sedang : 2,5 x 4 x 2 x 4 = 80 kali rapat 3. maksimal/rajin : 5 x 4 x 2 x 4 = 160 kali rapat
Berdasarkan tabel data dan fakta rapat komisi tersebut,3 komisi (IV, V, dan IX) jumlah rapatnya masuk dalam kategori minim (malas). Komisi III,VI, VII, VIII termasuk dalam kategori sedang (84-89). Komisi I, II, dan XI termasuk dalam kategori sedang (103-124) Melihat data ini mayoritas komisi sebenarnya dapat dikatakan sedang-sedang saja.
Secara prosedural DPR telah melaksanakan rapat-rapat terkait pelaksanaan fungsi pengawasan (nilai 6,2) Secara substansi hal-hal berikut ini menjadi catatan:
o Tidak terlihat dengan jelas efektivitas pengawasan terhadap UU, kebijakan pemerintah, dan anggaran. o Rapat-rapat DPR seringkali tidak terlihat progress/perkembangannya. o Pengawasan melalui rapat-rapat DPR seringkali tidak tuntas. o Terkait pengawasan anggaran, DPR tidak bisa memastikan bahwa anggaran digunakan secara efektif dan efisien. Sementara setiap tahun mitra kerja meminta tambahan anggaran dan selalu disetujui.
DPR perlu menetapkan target dalam pelaksanaan fungsi pengawasan Perlu ada progress setiap rapat dengan mitra yang terdokumentasi dengan baik DPR harus memastikan tindak lanjut dari pengawasan DPR harus memastikan penggunaan anggaran secara efektif dan efisien untuk menentukan anggaran berikutnya.
Komisi
Prosentase Rapat
Prosentase Kehadiran
Rata-Rata
Nilai Kinerja
I
77,5
75
76,25
7,6
II
76,8
61
68,9
6,8
III
52,5
64
58,25
5,8
IV
33,1
66
49,55
4,9
V
29,3
-
VI
53,7
81
67,35
6,7
VII
52,5
65
58,75
5,8
VIII
55,6
77
66,3
6,6
IX
36,8
74
55,4
5,5
X
63,76
81
72,375
7,2
XI
64,3
-
-
Komisi I menempati urutan 1 meskipun nilai kinerjanya hanya 7,6, diikuti komisi X dg nilai 7,2. Prestasi terburuk ditempati Komisi IV dengan nilai 4,9 Beberapa komisi mendapatkan nilai di atas 6, yakni : komisi I=7,6; Komisi X = 7,2; komisi II=6,8; komisi VI=6,7; dan komisi VIII=6,6. Beberapa komisi lainnya mendapatkan nilai merahdi bawah 6; komisi III=5,8; komisi VII=5,8; komisi IX=5,5; dan komisi IV=4,9. Nilai Kinerja DPR selama 1 tahun adalah 6,2
DPR melakukan kunker kelompok dan perorangan, menerima pengaduan masyarakat, dan mengolah kritikan dan masukan sbg cara utk menyerap aspirasi masyarakat Kunker kelompok kurang merata: wilayah sangat jarang sbg tujuan kunker adalah Papua Barat, Bangka Belitung, Sulawesi Barat serta Gorontalo; wilayah paling sering utk tujuan kunker adalah Riau; lebih ke instansi pemerintah, jarang dng masyarakat. Kunker perorangan: tidak ada informasi dalam format baku (standard) bahwa para anggota DPR telah melakukan kunker perseorangan ke dapilnya Pengaduan masyarakat: banyak disampaikan dalam beragam isyu, tetapi tidak terlihat tindak lanjut yg dilakukan DPR Pengolahan kritik dan masukan masyarakat: DPR terlihat defensif thd kritik masyarakat, tidak ada pengelohan, dan menimbulkan kecurigaan atas adanya kepentingan praktis dibalik sikap defensif itu.
Walaupun BK sedang berkonflik, pengaduan Masyarakat terus mengalir. Sampai Agustus 2010, pengaduan masyarakat telah mencapai 43 yang disampaikan secara tertulis. 22 Pengaduan terkait dengan perilaku anggota DPR yang diduga melanggar kode etik. 21 Pengaduan yang sifatnya tembusan atas pengaduan pada lembaga penegak hukum atas sejumlah anggota DPR. Sampai September 2010, yang diproses BK 4 kasus
50 45
43
40 35 30
25
22
20
21
15 10
4
5
0 Pengaduan
P. Ke BK
Tembusan
Diproses
No Kasus
Jumlah
1
Pelanggaran Tatib/Kode Etik
7
2
Korupsi
2
3
Ijasah Palsu
2
4
Penghilangan Ayat Tembako
1
5
Gratifikasi
1
Setelah konflik yg berkepanjangan BK mutlak melakukan konsolidasi internal BK segera mengagendakan tindaklanjut 22 pengaduan masyarakat. Pada tahun kedua, BK menuntaskan pengaduan yang masuk pada tahun pertama Tegas memberi sanksi kepada anggota yg melanggar BK bersikap terhadap anggota yg sekarang telah ditetapkan sebagai tersangka korupsi
DPR terlihat mengikuti prosedur kinerja utk pelaksanaan fungsi-fungsinya Target kinerja tidak terpenuhi, sangat jauh dari harapan masyarakat Substansi kinerja cenderung kurang berbelarasa terhadap aspirasi dan masalah masyarakat Efektivitas kinerja sangat buruk, jauh dari memperbaiki kondisi masyarakat DPR terlihat mengabaikan kepercyaan masyarakat selama satu tahun masa bhaktinya
DPR perlu melakukan konsolidasi internal utk menegaskan komitmennya pada perwakilan rakyat DPR perlu menyusun strategi legislasi, yaitu: caracara mencapai target legislasi; strategi anggaran, yaitu: cara-cara yang menyatakan keberpihakan anggaran pada rakyat; strategi pengawasan, yakni: cara-cara yang tegas dan terukur utk kinerja pemerintahan yang baik dan bertanggungjawab DPR perlu secara intensif berkomunikasi dan menyerap aspirasi rakyat BK DPR harus tegas utk penegakan perilaku terhormat anggota Dewan