BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Stroke
2.1.1. Definisi Stroke adalah tanda klinis yang timbulnya mendadak, progresi cepat, berupa defisit neurologis fokal dan/atau global, yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung menimbulkan kematian, dan semata-mata disebabkan oleh gangguan peredaran darah non traumatik (Mansjoer, 2000) 2.1.2. Klasifikasi Stroke Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria. Menurut Misbach (1999) dalam Ritarwan (2002), klasifikasi tersebut antara lain: 1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya: a. Stroke iskemik -
Transient Ischemic Attack (TIA)
-
Trombosis serebri
-
Emboli serebri
b. Stroke hemoragik -
Perdarahan intraserebral
-
Perdarahan subarakhnoid
2. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu: a. Serangan iskemik sepintas atau TIA Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah diotak akan menghilang dalam waktu 24 jam. b. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND) Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu. c. Progressing stroke atau stroke in evolution Gejala neurologik yang makin lama makin berat d. Completed stroke Gejala klinis sudah menetap
Universitas Sumatera Utara
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah : Sistem Karotis dan sistem vertebro-basiler Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya. Dalam hal ini stroke terbagi dalam dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke hemoragik. Berdasarkan penelitian, dijumpai prevalensi stroke iskemik lebih besar dibandingkan dengan stroke hemoragik. Menurut Sudlow dan Warlow (1996) dalam Davenport dan Dennis (2000), 80% dari seluruh kejadian stroke pada orang kulit putih merupakan stroke iskemik.
2.1.3. Faktor Resiko Faktor resiko untuk terjadinya stroke yang pertama dapat diklasifikasikan berdasarkan pada kemungkinannya untuk dimodifikasi (nonmodifiable, modifiable, or potentially modifiable) dan bukti yang kuat (well documented or less well documented) (Goldstein, 2006) 2. Non modifiable risk factors: a. Usia b. Jenis kelamin c. Berat badan lahir rendah d. Ras/etnik e. Genetik 3. Modifiable risk factors: a. Well-documented and modifiable risk factor -
Hipertensi
-
Terpapar asap rokok
-
Diabetes
-
Atrial fibrillation and certain other cardiac condition
-
Dislipidemia
-
Stenosis arteri karotis
-
Terapi hormon postmenopouse
-
Poor diet
-
Physical inactivity
Universitas Sumatera Utara
-
Obesitas dan distribusi lemak tubuh
b. Less well-documented and modifiable risk factor
2.2.
-
Sindroma metaboliK
-
Alcohol abuse
-
Penggunaan kontrasepsi oral
-
Sleep disordered-breathing
-
Nyeri kepala migren
-
Hiperhomosisteinemia
-
Peningkatan lipoprotein
-
Elevated lipoprotein-associated phospholipase
-
Hypercoagulability
-
Inflamasi
-
Infeksi
Stroke Iskemik Akut
2.2.1. Defenisi Stroke Iskemik Akut Stroke iskemik merupakan tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang disebabkan berkurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan oksigen di jaringan otak (Sjahrir, 2003).
2.2.2. Klasifikasi Stroke Iskemik Klasifikasi dari subtipe stroke iskemik diuraikan sebagai berikut: 1. Aterosklerosis arteri besar (emboli/trombosis) 2. Kardioemboli (risiko tinggi/risiko sedang) 3. Oklusi pembuluh darah kecil (lakunar) 4. Stroke akibat dari penyebab lain yang menentukan 5. Stroke akibat dari penyakit lain yang tidak menentukan a. Ada dua atau lebih penyebab teridentifikasi b. Tidak ada evaluasi c. Evaluasi tidak komplit
Universitas Sumatera Utara
Pada klasifikasi 1 sampai 4 dapat dipakai istilah “possible” atau “probable” tergantung hasil pemeriksaannya. Diagnosis probable dipakai apabila penemuan gejala klinis, data neuroimaging dan hasil dari pemeriksaan diagnostik lainnya yang konsisten dengan salah satu subtipe dan penyebab etiologi lain dapat disingkirkan. Diagnosis possible dipakai apabila penemuan gejala klinis dan data neuroimaging cenderung pada salah satu subtipe, tetapi pemeriksaan lainnya tidak dilakukan (Sjahrir, 2003).
2.2.3. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang Adapun untuk menegakkan diagnosis dan pemeriksaan penunjang untuk stroke iskemik akut adalah : (Sutrisno, 2007).
1. Anamnesis -
Menanyakan keluhan serta gejala-gejala sebelum dan sesudah pasien terkena stroke kepada keluarganya.
-
Menanyakan riwayat pengobatan.
-
Serta menanyakan berapa lama serangan terjadi.
2. Pemeriksaan fisik -
Memeriksa tekanan darah
-
Pemeriksaan jantung
-
Pemeriksaan neurologi umum awal, yaitu: a. Derajat kesadaran b. Pemeriksaaan pupil dan okulomotor c. Keparahan hemiparesis
3. Pemeriksaan Laboratorium -
Pemeriksaan Darah Lengkap,yaitu: Jumlah sel darah merah, jumlah sel darah putih, leukosit, trombosit, dll.
-
Tes Darah Koagulasi, yaitu: PT (Protrombin Time), PTT (Partial Tromboplastin time), INR (International normolized ratio) dan, Agregasi Trommbosit
Universitas Sumatera Utara
-
Tes Kimia Darah, yaitu: KGD (kadar gula darah), HDL (High density lipoprotein) serta LDL (low density lipoprotein), asam urat, dan selain itu dilakukan juga pemeriksaan serum darah, seperti kadar sodium, potasium, dan kalsium. Untuk mengecek kesehatan liver dan ginjal.
4. Pemeriksaan Penunjang -
CT Scan (Computerized Tomography Scanning) CT scan dapat mendiagnosa secara akurat suatu perdarahan akut. Lesi menjadi hipodens dalam 3 minnggu dan kemudian membentuk suatu posthemorrhagic pseudocyst. Pada kasus stroke iskemik, warna otak akan lebih banyak bewarna hitam, sedangkan stroke hemoragik lebih banyak bewarna putih.
-
MRI (Magnetic Resonance Imaging) MRI lebih akurat dari pada CT Scan karena mampu mendeteksi berbagai kelainan otak dan pembuluh darah otak yang sangat kecil yang tidak mungkin dijangkau dengan CT Scan.Kemudian dengan pemeriksaan MRI juga dapat membedaakan 5 stage dari perdarahan berdasarkan waktunya yaitu: hiperakut, akut, subakut stage I, subakut stage II, dan kronik. Tetapi pemeriksaan dengan alat ini mahal.
-
SPECT (Single Photon Emission CT ) Alat ini menggunakan tekhnik isotop yang menggunakan sinar gamma. Alat ini dapat mendeteksi daerah diotak yang terganggu dan mendeteksi jenis serangan dalam empat jam setelah serangan.
-
PET (Positron Emission Tomography) Berguna untuk memantau gangguan fisiologis, seperti metabolisme glukosa dalam otak, densitas neuroreceptor, dll. Tetapi pemeriksaan dengan alat ini sangat mahal dan pemeriksaannya sangat lama.
-
Cerebral Angiography Peralatan ini dimanfaatkan untuk memindai aliran darah yang melewati pembuluh darah otak. Biasanya digunakan untuk mendeteksi abnormalitas di dalam pembuluh darah otak yang menyempit atau
Universitas Sumatera Utara
tersumbat, atau adanya aneurisma maupun AVM, atau adanya penyempitan pada pembuluh darah di otak dan mengetahui derajat penyempitannya,serta dapat mendeteksi adanya kelainan pembuluh darah pada stroke akut akibat aneurisma atau AVM, dan beguna bila penyakit itu tidak bisa dipantau dengan alat lain. -
Carotid Ultrasound Dapat mendeteksi gangguan pembuluh darah dileher menuju otak. Biasanya dipakai untuk memeriksa orang yang sudah terkena stroke atau berisiko tinggi terkena stroke sebagai skrinning awal.
-
ECC (Echocardiogram) Dibagi atas 2 macam yaitu: a. TTE (Transthoracic Echocardiogram) Dapat memberikan informasi mengenai ukuran bilik-bilik jantung, gerakan dinding jantung, gerakan katub jantung, dan perubahan struktur di sekitar jantung.Peralatan ini berguna untuk menengarai pengggumpalan darah sejenis stroke iskemik yang diakibatkan adanya emboli di jantung. b. TEE (Transesophageal Echocardiogram) Berperan menyampaikan gambaran mengenai struktur jantung dan pembuluh darah.TEE diberikan bila hasil TTE tidak memuaskan karena memberikan resolusi yang lebih baik dan diambil dari dalam tubuh bukan dari luar tubuh.
- EKG (Electrocardiogram) Dapat digunakan untuk memantau denyut jantung. Alat ini bisa menggambarkan irama denyut jantung yang bisa memicu stroke atau sebagai alat evaluasi stroke. 5. Pemeriksaan neurologik dan skala stroke. Menggunakan skala National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS) dan akan di jelaskan lebih lanjut di poin berikut.
Universitas Sumatera Utara
2.2.3.1. NIHSS (National Institutes of Health Stroke Scale) Pemeriksaan neurologik dalam penanganan kegawatdaruratan, termasuk kasus stroke iskemik, haruslah cepat, tepat dan menyeluruh. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan skala atau sistem skoring yang formal seperti National Institutes of Health Stroke Scale (NIHSS). NIHSS tidak hanya menilai derajat defisit neurologis, tetapi juga memfasilitasi komunikasi antara pasien dan tenaga medis, mengidentifikasi kemungkinan sumbatan pembuluh darah, menentukan prognosis awal dan komplikasi serta menentukan intervensi yang diperlukan. Skor NIHSS < 20 mengindikasikan stroke dalam tingkat ringan sampai sedang. Skor NIHSS≥
20 mengindikasikan stroke dalam tingkat yang
parah (Adams, dkk., 2007). Tabel 2.2.3. National Institute of Health Stroke Scale Tested Item 1A
Title Level of consciousness
Responses and Scores 0—alert 1—drowsy 2—obtunded 3—coma/unresponsive
1B
Orientation questions (2)
0—answers both correctly 1—answers one correctly 2—answers neither correctly
1C
Response to commands (2) 0—performs both tasks correctly 1—performs one task correctly 2—performs neither
2
Gaze
0—normal horizontal movements 1—partial gaze palsy 2—complete gaze palsy
3
Visual fields
0—no visual field defect 1—partial hemianopia 2—complete hemianopia 3—bilateral hemianopia
Universitas Sumatera Utara
4
Facial movement
0—normal 1—minor facial weakness 2—partial facial weakness 3—complete unilateral palsy
5
Motor function (arm)
0—no drift
a. Left
1—drift before 5 seconds
b. Right
2—falls before 10 seconds 3—no effort against gravity 4—no movement
6
Motor function (leg)
0—no drift
a. Left
1—drift before 5 seconds
b. Right
2—falls before 5 seconds 3—no effort against gravity 4—no movement
7
Limb ataxia
0—no ataxia 1—ataxia in 1 limb 2—ataxia in 2 limbs
8
Sensory
0—no sensory loss 1—mild sensory loss 2—severe sensory loss
9
Language
0—normal 1—mild aphasia 2—severe aphasia 3—mute or global aphasia
10
Articulation
0—normal 1—mild dysarthria 2—severe dysarthria
11
Extinction or inattention
0—absent 1—mild (loss 1 sensory modality) 2—severe (loss 2 modalities)
Universitas Sumatera Utara
Sumber: Guidelines Stroke PERDOSSI, 2007
Hubungan antara skor NIHSS dengan adanya sumbatan pembuluh darah sekaligus
menentukan
lokasi
penyumbatannya.
Skor ≥ 10 NIHSS
mengindikasikan adanya sumbatan pembuluh darah terutama di arteri karotis dan arteri vertebrobasilaris. Skor NIHSS≥ 12 mengindikasikan adanya sumbatan pembuluh darah sentral. Semakin kecil skor NIHSS makan semakin ke perifer sumbatan pembuluh darah yang terjadi (Fischer, 2002).
2.3.
Leukosit
2.3.1. Pengertian Leukosit Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih. Didalam darah manusia, normal didapati jumlah leukosit rata-rata 50009000 sel/mm, bila jumlahnya lebih dari 12000 sel/mm, keadaan ini disebut leukositosis, bila kurang dari 5000 sel/mm3 disebut leukopenia. Dilihat dalam mikroskop cahaya maka sel darah putih mempunyai granula spesifik (granulosit), yang dalam keadaan hidup berupa tetesan setengah cair, dalam sitoplasmanya dan mempunyai bentuk inti yang bervariasi, yang tidak mempunyai granula, sitoplasmanya homogen dengan inti bentuk bulat atau bentuk ginjal. Terdapat dua jenis leukosit agranuler: linfosit sel kecil, sitoplasma sedikit, monosit sel agak besar mengandung sitoplasma lebih banyak. Terdapat tiga jenis leukosir granuler: Neutrofil, Basofil, dan Asidofil (atau eosinofil) yang dapat dibedakan dengan afinitas granula terhadap zat warna netral basa dan asam. Granula dianggap spesifik bila ia secara tetap terdapat dalam jenis leukosit tertentu dan pada sebagian besar precursor (pra zatnya). Leukosit mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-zat asingan. Leukosit dapat melakukan gerakan amuboid dan melalui proses diapedesis lekosit dapat meninggalkan kapiler dengan menerobos antara sel-sel endotel dan menembus kedalam jaringan penyambung. Jumlah leukosit per mikroliter darah, pada orang dewasa normal adalah 4000-11000 mikroliter darah, waktu lahir 15000-25000
Universitas Sumatera Utara
mikroliter darah, dan menjelang hari ke empat turun sampai 12000 mikroliter darah, pada usia 4 tahun sesuai jumlah normal. Variasi kuantitatif dalam sel-sel darah putih tergantung pada usia. waktu lahir, 4 tahun dan pada usia 14 -15 tahun persentase khas dewasa tercapai. Bila memeriksa variasi fisiologi dan patologi sel-sel darah tidak hanya persentase tetapi juga jumlah absolut masing-masing jenis per unit volume darah harus diambil. (Junqueira, 2007) Leukopenia adalah penurunan jumlah sel darah. Leukopenia dapat disebabkan oleh berbagai sebab,termasuk stress berkepanjangan, penyakit atau kerusakan sumsum tulang, radiasi, atau kemoterapi. Penyakit sistemik yang parah misalnya lupus eritematosus, leukemia, penyakit tiroid, dan sindrom cushing, dapat menyebabkan penurunan jumlah sel darah putih. Seluruh atau hanya satu jenis sel darah putih yang dapat terpengaruh. Leukopenia menyebabkan individu menjadi rentan terhadap infeksi. Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih dalam sirkulasi. Leukositosis adalah suatu respon normal terhadap infeksi atau peradangan. Keadaan ini dapat dijumpai
setelah gangguan emosi, setelah anestesia atau
berolahraga, dan selama kehamilan. Leukositosis abnormal dijumpai pada keganasan dan gangguan sumsum tulang tulang tertentu. Semua atau hanya salah satu jenis sel darah putih dapat terpengaruh.Sebagai contoh, respon alergi dan asma secara spesifik berkaitan dengan peningkatan jumlah eosinofil (Corwin, 2001).
2.3.2.
Patogenesis leukositosis pada stroke iskemik
2.3.2.1. Leukosit Diduga sekarang bahwa sel asal umum (pluripotensial), setelah sejumlah pembelahan sel dan langkah diferensiasi, menjadi urutan sel progenitor untuk tiga jalur sel sumsum tulang utama yaitu: a. Eritroid, b. Granulosit dan Monositik, dan c. Megakariosit, sebagaimana sel asal limfoid. Walaupun penampilan sel asal pluripotensial mungkin serupa dengan limfosit kecil atau sedang, kehadirannya dapat ditunjukkan dengan tehnik kultur. Keberadaan sel progenitor terpisah untuk tiga garis sel tersebut juga telah diperlihatkan oleh tehnik biakan diluar tubuh (in-
Universitas Sumatera Utara
vitro). Prekursor mieloid yang paling dini dideteksi membentuk granulosit, eritroblas, monosit dan megakariosit dan diberi istilah CFU GEMM (CFU = colony forming unit in culture medium). Progenitor yang lebih matang dan khusus dinamakan CFUGM (granulosit dan monosit), CFUEO(eosinofil), CFUe (eritroid), dan CFUmeg (megakariosit), BFUe, (burst forming unit, eritrosit) merupakan progenitor eritroid yang lebih dini daripada CFUe. Sel asal (stem sel) juga memiliki kemampuan untuk memperbarui diri kembali, sehingga walaupun sumsum tulang adalah tempat utama produksi sel baru, jumlah sel keseluruhan tetap konstan pada keadaan seimbang dan normal. Akan tetapi, sel prekursor sanggup memberi respon terhadap berbagai rangsang dan pesan hormonal dengan meningkatnya satu atau lain garis sel bila kebutuhan meningkat (Hoffbrand, 2005).
Gambar 2.3. Gambaran diagramatis sel asal sumsum tulang. Hoffbrand AV, Petit JE. Color atlas of clinical Hematology.2005
Tiga perempat dari sel-sel yang berinti di sumsum tulang memproduksi leukosit. Stem sell ini berproliferasi dan berdifferensiasi menjadi granulosit (neutrophil, eosinofil dan basofil), monosit dan limfosit, yang bersama terdiri absolut hitung leukosit. Pematangan sel leukosit di sumsum tulang dan penglepasan ke sirkulasi dipengaruhi oleh berbagai faktor interleukin, faktor nekrosis tumor (TNF) dan beberapa komponen complement. Kira-kira 90% dari
Universitas Sumatera Utara
leukosit berada di penyimpanannya di sumsum tulang, 2 - 3% di sirkuasi dan 7 8% berlokasi dijaringan (Hoffbrand, 2005). Didalam sumsum tulang sel-sel digolongkan menjadi dua kelompok : satu kelompok adalah proses sintesa dan pematangan DNA, sedangkan kelompok yang lain pada fase penyimpanan yang menunggu pelepasan kedalam sirkulasi. Sel-sel yang dalam penyimpanan ini secara cepat dapat merespon bedasarkan kebutuhan untuk meningkatkan leukosit sampai 2 - 3 kali lipat Ieukosit di sirkulasi dalam 4 5 jam (Abramson, 2002). Dalam sirkulasi, neutrofil di golongkan kedalam dua pool. Satu pool disirkulasi bebas dan yang kedua adalah pool di tepi dinding pembuluh darah. Ketika ada stimulasi oleh infeksi, inflamasi, obat atau toksin metabolik pool sel yang di tepi dinding pembuluh darah akan melepaskan diri ke dalam sirkulasi (Hoffbrand, 2005). Setelah terjadi kematian sel, leukosit dilepaskan daiam sirkulasi dan jaringan, yang memerlukan waktu hanya beberapa jam (3 - 6 jam). Jenis leukosit yang dikerahkan pada peradangan akut ini adaiah PMN (neutrofil) migrasi leukosit paling banyak terjadi pada 24 - 72 jam setelah onset iskemik kemudian menurun sampai hari ke 7. Perkiraan lama hidup leukosit adalah 11 - 16 hari, termasuk pematangan di surnsum tulang dan penyimpanannya yang merupakan sebagian besar masa kehidupannya (Hoffbrand,2005)
Penyebab peningkatan jumlah leukosit pada dasarnya didasari oleh dua penyebab dasar yaitu: (Abramson, 2002) a. Reaksi yang tepat dari surnsum tulang normal terhadap stimulasi eksternal (infeksi, inflamasi (nekrosis jaringan, infark, luka bakar, artritis), stres (over exercise, kejang,
kecemasan, anastesi), obat (kortikosteroid, lithium, beta
agonis), trauma (splenektomi), anemia hemolitik dan leukemoid maligna. b. Efek dari kelainan sumsum tulang primer (leukemia akut, leukemia kronis kelainan mieloproliferatif)
Universitas Sumatera Utara
2.3.2.2. Reperfusion Injury Kembalinya perfusi darah ke jaringan otak yang iskemik penting untuk kembalinya fungsi normal otak. Akan tetapi kembalinya aliran darah dapat juga menimbulkan kerusakan otak yang lebih progresif, sehingga menimbulkan disfungsi jaringan dan infark lebih lanjut. Reperfusion injury ini disebabkan oleh banyak faktor tetapi tampaknya lebih banyak disebabkan oleh respon inflamasi, yaitu dengan kembalinya aliran darah beberapa proses inflarnasi akan memperkuat lesi iskemik (Clark, 2002)
2.3.2.3.Peranan sitokin pada reperfusion injury Sitokin adalah protein berberat molekul kecil yang mempunyai berbagai aktifitas biologis, aktif pada konsentrasi yang kecil. Sitokin timbul sebagi reaksi primer terhadap stimulasi dari luar dan tidak ada pada hemostasis yang normal. (Clark, 2002). Sebagai konsekuensi langsung ketidakseimbangan ion dan akumulasi kalsium bebas yang timbul akibat lesi iskemik otak, maka dilepaskan asam amino bebas dan pro inflammatory lain hasil metabolisme lemak. Hal ini dipercaya meningkatkan, menimbulkan dan melepaskan kaskade sitokin pro inflammatory. Pada kaskade pro inflammatory yang pertama dikeluarkan adalah IL-l dan TNF a, sitokin ini yang kemudian merangsang dikeluarkannya sitokin pro inflammatory yang lain (spt IL-6 dan IL-8), aktivasi dan infiltrasi dari leukosit dan memproduksi anti inflamasi sitokin (termasuk IL-4 dan IL-10 yang mungkin merupakan negatif feedback kaskade ini) (Feierstein GZ, 2002). Sitokin pro inflammatory ini diproduksi oleh bermacam-macam sel (seperti sel neuron, mikroglia, astrosit dan leukosit), sitokin ini menyebabkan apoptosis sel SSP, diferensiasi dan proliferasi seperti pengaruh akibat infiltrasi oleh leukosit. Peningkatan kadar IL- l, TNFa, IL-6 dan IL-8 telah diamati pada iskemia SSP 141- 6 Konsentrasi IL-lp mulai muncul setelah 1 - 3 jam maksimal pada 12 jam tetap ada sampai 5 hari dan konsentrasi TNFa mulai muncul setelah 6 jam maksimal pada 12 jam tetap ada sampai 5 hari. Beberapa bukti tidak langsung tentang keterlibatan interleukin pada iskemia SSP didapat dari sejumlah penelitian
Universitas Sumatera Utara
klinis yakni dengan dijumpai kadar IL-6 di cairan serebro spinal dan plasma sebagai faktor prediksi kembalinya fungsi pada pasien dan berkorelasi dengan ukuran infark. Bukti lain menunjukkan bahwa sitokin merupakan komponen kunci pada aktivasi dan pengerahan leukosit di SSP IL- l, TNFa, IL-6 dan IL-8 telah diketahui mengaktifasi leukosit dan meningkatkan adesi pada leukosit (CD-18), endotel dan sel astrosit (ICAM-1 ) (Clark W, 2002).
2.3.2.4.Peranan leukosit dalam reperfusi injury Masuknya leukosit ke otak yang mengalami iskemik dimulai dengan adesi ke endotel sampai di jaringan otak melalui beberapa tahap : a. Migrasi leukosit dari darah ke otak dimulai dengan interaksi leukositendotel dengan rolling yang diperantarai oleh P-selektin dan E-selektin pada permukaan endotel, dan L-selektin pada leukosit. Sejak aktivasi ini leukosit melekat pada tepi endotel melalui reseptor glikoprotein dinding leukosit (disbut sebagai CD-18 atau b2-integrin) dan ligand dari endotel, intracelluler adhesion molecule (ICAM-1). b. Membran leukosit yang terdiri dari glikoprotein yang komplek yang bertanggung jawab terhadap perlekatan ini disebut CD-18 (b2-integrin). Komplek ini terdiri dari 3 heterodimers, ketiganya mempunyai unit beta yang sama (seringkali disebut sebagai CD-18) dan yang membedakan satu dengan lainnya adalah tiga subunit ini dinamakan: Leukocyte function antigen (LFA-1 atau CD-l l a, ada pada semua leukosit), MAC-I (CD-1l b, ada pada kebanyakan PMN dan monosit), dan PI5 0 (CD-11c, ada pada neutrophil dan monosit). c. Reseptor-reseptor yang sesuai untuk CD-18 integrin complex adalah golongan molekul adesi seperti (ICAM) intracellular adhesion molecul. ICAM-1 secara luas terdapat pada banyak sel dan berikatan dengan LFA-1 dan MAC-I, ICAM-2 hanya terdapat pada sel endotel dan leukosit dan hanya berikatan dengan LFA-l·saja. Tidak seperti ICAM-2 yang ada pada keadaan normal,
Universitas Sumatera Utara
ICAM-i muncul dengan adanya induksi oleh sitokin peradangan seperti IL-l dan TNFa. Seperti yang disampaikan didepan bahwa CD-18/ICAM-i merangsang peningkatan adesi neutrophil setelah stroke. d. Leukosit tampak pada jaringan SSP yang mengalami iskemik telah dimengerti sebagai respon patofisiologi terhadap adanya lesi. Bukti yang baru menyatakan bahwa leukosit bisa juga secara langsung terlibat dalam patogenesis dan perluasan dari lesi SSP setelah perfusi ulang. Dua mekanisme keterlibatan leukosit dalam reperfusion injury adalah pada tingkat sirkulasi menyumbat mikrosirkulasi dan mediator vasokonstriktor serta pada jaringan otak melepaskan enzim hidrolitik, lipid peroksidase dan pelepasan radika1 bebas. Dengan menggunakan antibodi spesifik monoklonal yang secara langsung menghalangi menempelnya leukosit ke reseptor, penyumbatan mikrosirkulasi dan infiltrasi dapat diturunkan. Pada penelitian hewan percobaan yang mengalami stroke yang diberikan antibodi yang mengikat molekul CD-18 leukosit atau ligand sel endotel yaitu ICAM-1 didapatkan adanya penurunan kerusakan akibat stroke.Akan tetapi pada penelitian yang lain pemberian enlimomab (anti ICAM-1) didapatkan hasil yang buruk yang mungkin karena timbulnya antibodi terhadap enlimomab tersebut. Pengerahan leukosit ke jaringan otak pada pasien stroke iskemik akut merupakan salah satu hasil dari reaksi iskemik SSP, leukosit muncul setelah terjadi pelepasan sitokin pada daerah iskemik yang merangsang leukosit yang berada di marginal pool dan leukosit matur di sumsum tulang memasuki sirkulasi. Jenis leukosit yang dikerahkan pada peradangan akut ini adalah neutrofil. Leukosit itu sendiri dapat menimbulkan lesi yang lebih luas pada daerah iskemik dengan cara menyumbat mikrosirkulasi dan vasokonstriksi serta infiltrasi ke neuron kemudian melepaskan enzim hidrolitik, pelepasan radikal bebas dan lipid peroksidase (Clark, 2002).
Universitas Sumatera Utara