BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Biologi Tanah dan Laboratorium Sentral Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara dari bulan September 2015 sampai dengan bulan Januari 2016. 3.2. Alat dan Bahan Penelitian Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu Neraca analitik (Mettler AE 25), Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Back Scientific model 205 VGP. Bahan-bahan yang digunakan yaitu bibit belimbing wuluh, jabon, petai, fma terdiri dari (Glomus, Gigaspora, Acaulospora) dengan kepadatan spora 23 spora/g berasal dari Universitas Gadjah Mada , pupuk NPK, air, KOH 2,5%, H2O2, HCl 2%, Trypan blue 0,25% dan logam berat Pb(NO3)2. Sedangkan peralatan yang digunakan yaitu polybag, pipet, gelas obyek, kaca penutup, sprayer, oven, neraca analitik, mikroskop. 3.3. Rancangan Penelitian Rancangan penelitian yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang teriri atas dua faktor. Faktor pertama adalah inokulasi mikoriza dengan 4 taraf dosis pemberian mikoriza yaitu: M0
= 0 g/bibit
M1
= 10 g/bibit
M2
= 20 g/bibit
M3
= 30 g/bibit Faktor kedua adalah tanaman yang terdiri dari tiga jenis tanaman yaitu :
T1
= Belimbing Wuluh
T2
= Jabon
T3
= Petai Penelitian ini memiliki 12 kombinasi perlakuan dengan lima kali ulangan
sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Setiap percobaan terdiri dari 3 polibag yang masing-masing berisi satu tanaman. Sehingga ada 180 polibag tanaman.
Universitas Sumatera Utara
Percobaan dianalisis dengan siidik ragam dengan model linier sebagai berikut: Yij = µ + Mi + Tj + Uk + (MT)ij + εijk Keterangan : Yij
= Pengaruh inokulasi mikoriza (M) ke-i dan tanaman yang digunakan (T)
ke-j pada ulangan (U) ke-k µ
= Nilai tengah umum
Mi
= Pengaruh inokulasi mikoriza ke-i
Tj
= Pengaruh tanaman ke-j
Uk
= Pengaruh pada ulangan ke-k
εijk
= Galat pemberian mikoriza (M) ke-I dan tanaman yang dgunakan (T) ke-j
pada ulangan (U) ke-k. Analisis statistik didasarkan pada analisis variansi pada setiap parameter dan uji lanjutannya menggunakan uji jarak berganda Duncan (DMRT) pada taraf 5 % (Gomez dan Gomez, 1995). 3.4. Prosedur Kerja 3.4.1. Penyiapan Media Tanam Media yang digunakan adalah tanah, sterilisasi tanah dengan fumigasi dengan formalin 5%. Sterilisasi tanah dilakukan dengan cara menuangkan 75 ml formalin 5% dalam masing-masing polybag yang berisi 3 kg tanah, diaduk merata, kemudian tanah dibungkus dengan plastik selama 7 hari dan setelah itu bungkus plastik dibuka, selanjutnya polybag dihawakan selama 7 hari. 3.4.2. Penanaman Tanaman Media tanam yaitu tanah yang sudah disterilkan dengan berat 3 kg ditambahkan logam berat Pb(NO3)2 dengan dosis 200 mg/kg Pb(NO3)2 diaduk sampai rata dan dimasukkan ke dalam polybag. Untuk perlakuan dengan penambahan mikoriza, tanaman diinfeksi dengan fma. Dosis fma yang diinokulasikan sesuai dengan perlakuan. Inokulasi mikoriza dilakukan dengan fma diletakkan ditengah dengan cara dilubangi sedalam 2 cm, tanaman ditanam, sehingga fma dan akar menyatu. Setiap polybag berisi 1 bibit tanaman . kemudian ditumbuhkan pada rumah kasa selama 1,5 bulan.
Universitas Sumatera Utara
3.4.3. Penyiraman dan Pemupukan Seluruh polybag disirami dengan air secukupnya. Penyiraman tanaman dilakukan 1-2 kali sehari tergantung keadaan cuaca untuk menjaga kelembaban media. Pemupukan dengan pupuk NPK dilakukan sekali yaitu ketika penanaman sebanyak 6 gram untuk belimbing wuluh, jabon, petai per polybag. 3.5. Parameter Pengamatan 3.5.1. Rasio Tinggi Tanaman Rasio tinggi tanaman diperoleh dengan cara membagi data tinggi setiap jenis tanaman dengan kontrol. 3.5.2. Rasio Diameter Tanaman Rasio diameter tanaman diperoleh dengan cara membagi data diameter setiap jenis tanaman dengan kontrol. 3.5.3. Rasio Jumlah Daun Tanaman Rasio jumlah daun tanaman diperoleh dengan cara membagi data jumlah daun setiap jenis tanaman dengan kontrol. 3.5.4. Rasio Indeks Luas Daun Tanaman Rasio indeks luas daun tanaman diperoleh dengan cara membagi data indeks luas daun setiap jenis tanaman dengan kontrol. 3.5.5. Rasio Bobot Kering Rasio bobot kering tanaman diperoleh dengan cara membagi data bobot kering tanaman dengan kontrol. 3.5.6. Rasio Tajuk Akar Rasio tajuk akar tanaman diperoleh dengan cara membagi data tajuk akar dengan kontrol. 3.5.7. Persentase Kolonisasi Akar Tanaman Pengamatan persentase akar yang terinfeksi berdasarkan bidang pandang (field of view/fov) mikroskop. Adanya infeksi pada akar diberi symbol (+) dan tidak adanya infeksi pada akar diberi simbol (-). Pengamatan persentase akar terinfeksi mikoriza dapat dilakukan dengan teknik pewarnaan akar (staining akar), karena karakteristik anatomi yang mencirikan ada tidaknya infeksi mikoriza tidak dapat dilihat secara langsung.
Universitas Sumatera Utara
Metode pewarnaan akar dilakukan dengan cara, untuk preparasi contoh kar yang diawali dengan memotong 10 bulu akar (˂2mm) dari masing-masing sampel akar, dicuci dengan air mengalir sampai bersih lalu direndam dalam larutan KOH 10% selama 12 jam. Larutan Koh dibuang dan akar dicuci pada air mengalir selama 5-10 menit, kemudian sampel akar direndam dalam larutan HCL 2% selama 30 menit. Proses ini menyebabkan akar akan berwarna pucat atau putih. Larutan HCL 2% kemudian dibuang dengan mengalirkannya secara perlahan. Selanjutnya sampel akar direndam dengan larutan staining (trypan blue 0,05%) selama 24 jam. Larutan trypan blue 0,05% kemudian dibuang dan diganti dengan larutan lacto glycerol untuk proses pengurangan warna (destaining). Perhitungan persentase akar yang terinfeksi menggunakan metode panjang slide (slide length). Diambil potongan-potongan akar yang telah diwarnai secara acak dengan panjang ± 1 cm sebanyak 10 potong akar dan disusun pada preparat slide (Sibarani, 2012). Persentase kolonisasi mikoriza pada akar dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: Persentase akar terinfeksi =
𝐹𝑖𝑒𝑙𝑑 𝑜𝑓 𝑣𝑖𝑒𝑓 (+) x100% 𝐹𝑖𝑒𝑙𝑑 𝑜𝑓 𝑎𝑙𝑙
Keterangan : ∑ Field of view (+) = Setiap bidang pandang yang menunjukkan adanya infeksi ∑ Field of all
= Seluruh bidang pandang yang diamati.
3.5.8. Akumulasi Pb Pada Tanaman Dan Efisiensi Penyerapan Pb Sampel tanaman dicuci bersih, dan masing-masing individu dipisahkan antara bagian akar, batang dan daun. Tiap bagian individu dari sampel tanaman herba diletakkan dalam cawan petri yang telah diketahui bobot kosongnya, kemudian ditimbang untuk memperoleh berat basah. Selanjutnya, masing-masing bagian sampel dikeringkan dengan oven pada suhu 80 °C selama ±24 jam, kemudian disimpan dalam desikator selama 20 menit dan ditimbang kembali untuk mendapatkan berat konstan dan penentuan kadar air. Kemudian masing-masing 0,1 g bagian akar, batang dan daun dari tanaman herba ditimbang, lalu ditambahkan HNO3 6 M dan H2O2 30 % masing-masing sebanyak 5 mL. Setelah
Universitas Sumatera Utara
itu, dipanaskan sehingga semua bagian tanaman larut sempurna, diuapkan sampai kering, ditambahkan akuabides, kemudian disaring ditambahkan akuabides hingga volume 50 mL. Diukur konsentrasi Pb pada bagian akar, batang dan daun dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) Back Scientific model 205 VGP (Arisutanti dan Purwani, 2013). Potensi tanaman sebagai remidiator dengan menghitung akumulasi dalam akar, batang, daun. Efisiensi penyerapan Pb oleh tanaman dengan menggunakan Spektrofotometer Serapan Atom (SSA) serta menghitung kandungan logam berat Pb dalam tanah, dengan menggunakan rumus sebagai berikut (Arisutanti dan Purwani, 2013): 𝐴kumulasi Pb =
Berat logam pada (akar/batang/daun) mg/kg Berat tanaman (akar/batang/daun)
Efisiensi Penyerapan Pb =
Berat logam pada (akar + batang + daun) X 100% Berat logam dalam tanah
Universitas Sumatera Utara
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Tinggi Tanaman Pengamatan tanaman yang diberikan Pb pada tanah dengan dosis mikoriza yang berbeda, dilakukan dari minggu ke-0 sampai minggu ke-6. Tanaman yang diberikan mikoriza menunjukkan pertambahan tinggi yang hampir sama dengan yang tanaman yang tidak diberikan mikoriza. Hasil sidik ragam (Lampiran 1) menunjukkan bahwa jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap tinggi tanaman, demikian juga perbedaan jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata. Hasil uji lanjut disajikan pada Tabel 4.1. Tabel 4.1.Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Tinggi Tanaman Jenis Tanaman
Dosis Mikoriza 0 g (M0) 10 g (M1) 20 g (M2) 30 g (M3) Rasio
Belimbing Wuluh (T1) 1,09 1,07 1,36 1,23
Jabon (T2) 1,66 1,71 1,61 1,36
Petai (T3) 0,96 1,06 1,06 0,96
1,19a
1,59b
1,01a
Rasio 1,24 1,28 1,34 1,18
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa rasio > 1 adalah pertumbuhan tanaman yang lebih baik dibandingkan kontrol. Data diatas menunjukkan bahwa belimbing wuluh dan jabon dengan diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan petai. Hal ini terjadi karena tanaman membentuk komplek dengan unsur atau senyawa lain, salah satunya fitokhelatin yang tersusun dari beberapa asam amino seperti cysteine dan glysine. Fitokhelatin berfungsi membentuk komplek dengan logam berat dalam tumbuhan dan berfungsi sebagai detoksifikasi terhadap tumbuhan dari logam berat, jika tumbuhan tidak bisa mensintesis fitokhelatin menyebabkan terhambatnya pertumbuhan dan berujung pada kematian. (Haryati dkk, 2012).
Universitas Sumatera Utara
Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap tinggi tanaman pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 1,36 cm, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 1,71 cm dan petai dengan dosis 10 dan 20 g yaitu sebesar 1,06 cm. Dosis mikoriza yang lebih rendah menghasilkan rasio tanaman yang lebih besar karena terjadi persaingan mikoriza dengan tanaman inangnya dalam mengambil nutrisi dari dalam tanah. Menurut Setiadi,dkk (1989) tingkat infeksi mikoriza yang tinggi dapat dapat mengganggu peningkatan
proses
pertumbuhan tanaman inang, karena persaingan mendapatkan karbohidrat. Karbohidrat dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan pertumbuhan jaringan tanaman menjadi terbatas ketersediaannya akibat pengambilan karbohidrat yang dilakukanoleh mikoriza tersebut. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rasio tinggi tanaman antara tanaman belimbing wuluh dan petai tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan jabon, hal ini terjadi karena jabon memiliki pertumbuhan yang lebih baik pada tanah yang mengandung logam Pb, dibandingkan dengan belimbing wuluh dan petai. 50
Tinggi Tanaman (cm)
40 30 20 10 0 Minggu 1Minggu 2Minggu 3Minggu 4Minggu 5Minggu 6 M0 (0 g) M1 (10 g) M2 (20 g) M3 (30 g)
Gambar 4.1. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Tinggi Tanaman Gambar 4.1 tampak bahwa pengaruh dosis mikoriza untuk setiap pengamatan pertambahan tinggi tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan M2 memberikan pertambahan tinggi tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M0 dan M3 memberikan pertambahan tinggi tanaman terendah. Menurut penelitian Matsetio dkk (2015) bahwa pada minggu awal (ke-
Universitas Sumatera Utara
1 dan ke-2), mikoriza masih membutuhkan waktu untuk menginfeksi masuk melalui
akar
tanaman, sehingga pada minggu awal setiap dosis mikoriza
mengalami pertumbuhan yang relatif sama. 4.2. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Diameter Tanaman Tanaman ditumbuhkan pada tanah yang mengandung Pb akan terganggu dalam proses pertumbuhannya, tetapi dengan penambahan dosis mikoriza yang berbeda akan membantu untuk mengatasi masalah tersebut. Hal ini terlihat pada Tabel 4.2. Hasil sidik ragam (Lampiran 2) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan diameter batang, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata. Tabel 4.2. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Diameter Batang Jenis Tanaman
Dosis Mikoriza 0 g (M0) 10 g (M1) 20 g (M2) 30 g (M3) Rasio
Belimbing Wuluh (T1) 0,9 0,92 0,92 1,15
Jabon (T2) 2,15 1,38 1,19 1,25
Petai (T3) 1,07 1,14 1,99 1,09
0,97
1,49
1,32
Rasio 0,97 1,09 1,03 1,16
Tabel 4.2 menunjukkan jabon dan petai yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan belimbing wuluh, hal ini karena setiap tanaman umumnya melakukan fitoekstraksi, dimana tanaman melalui akar tanaman menyerap logam berat Pb tanah dan diakumulasi di akar, batang dan daun. Menurut Grant,dkk (1998) translokasi logam dari akar ke bagian batang bertujuan untuk menjaga agar logam tidak menghambat metabolisme tanaman. Sebagai upaya untuk mencegah peracunan logam terhadap sel, tanaman mempunyai mekanisme detoksifikasi, misalnya dengan menimbun logam di dalam organ tertentu seperti batang.
Universitas Sumatera Utara
Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap diameter tanaman pada belimbing wuluh dengan dosis 30 g yaitu sebesar 1,15 cm, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 1,38 cm dan petai dengan dosis 20 g yaitu sebesar 1,99 cm. Dosis mikoriza yang rendah menyebabkan diameter tanaman yang lebih besar karena infeksi mikoriza yang rendah tidak mengganggu peningkatan proses pertumbuhan tanaman inang, karena tidak terjadi persaingan mendapatkan nutrisi. (Setiadi dkk,1989)
Diameter Tanaman (cm)
1.4 1.2 1 0.8 0.6 0.4 0.2 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 M0 (0 g)
M1 (10g)
M2 (20g)
M3 (30 g)
Gambar 4.2. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Diameter Tanaman Gambar 4.2 tampak bahwa pengaruh dosis mikoriza untuk setiap pengamatan pertumbuhan diameter tanaman menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan M1 memberikan pertambahan diameter tanaman yang lebih tinggi, sedangkan perlakuan M0 memberikan pertambahan diameter tanaman terendah. Hal ini terjadi karena simbiosis akar tanaman dengan mikoriza, (Krikun , 1991) menyatakan bahwa mikoriza secara efektif menghasilkan hormon pertumbuhan terutama sitokinin yang berfungsi untuk pertambahan sel sehingga menyebaban diameter tanaman lebih besar dibandingkan dengan tanaman yang tidak diberikan mikoriza.
Universitas Sumatera Utara
4.3. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Jumlah Daun Pada pengamatan jumlah daun diperoleh adanya perbedaan jumlah daun dari masing-masing perlakuan. Hasil sidik ragam (Lampiran 3) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap pertambahan jumlah daun tanaman. Rasio perhitungan jumlah daun terdapat pada Tabel 4.3. Tabel 4.3. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Jumlah Daun Jenis Tanaman Belimbing Wuluh (T1) 1,3 1,25 1,52 1,23
Dosis Mikoriza 0 g (M0) 10 g (M1) 20 g (M2) 30 g (M3) Rasio
1,33b
Jabon (T2)
Petai (T3)
Rasio
1 0,87 0,87 0,85
1,09 1,22 1,18 1,29
0,89a
1,19a
1,13 1,11 1,19 1,12
Tabel 4.3 menunjukkan belimbing wuluh dan petai yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan jabon. Adanya jumlah daun yang banyak, maka tanaman akan lebih baik dalam melangsungkan proses fotosintesisnya. Fungsi daun pada tanaman adalah untuk melakukan proses fotosintesis agar pertumbuhan dan perkembangan tanaman terus bertambah. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap jumlah daun pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 1,52 cm, jabon dengan dosis 0 g yaitu sebesar 1 cm dan petai dengan dosis 30 g yaitu sebesar 1,29 cm. Jabon memiliki rasio jumlah daun yang rendah, karena jabon melakukan fitoekstraksi sebagai mobilitas pada proses penyerapan logam dari akar tanaman
menuju
daun. Pencemaran
logam
timbal
dapat menimbulkan
pengaruh negatif pada klorofil karena sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman, yaitu daun, batang, akar dan tanah sekitar tanaman (Widowati dkk,
Universitas Sumatera Utara
2008). Menurut Cruz, dkk (2000) menemukan bahwa tanaman yang terinfeksi mikoriza mengandung auksin dengan konsentrasi yang lebih tinggi dibandingkan tanaman yang tidak terinfeksi, hal ini menyebabkan pertumbuhan pucuk daun yang lebih banyak pada tanaman yang terinfeksi mikoriza. Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rasio pertambahan jumlah daun antara tanaman jabon dan petai tidak berbeda nyata, tetapi berbeda nyata dengan belimbing wuluh, karena belimbing wuluh melakukan proses fotosintesis yang lebih baik sehingga menghasilkan energi yang lebih banyak untuk proses pertumbuhannya.
Jumlah Daun (Helai)
25 20 15 10 5 0 Minggu 1 Minggu 2 Minggu 3 Minggu 4 Minggu 5 Minggu 6 M0 (0 g) M1 (10 g) M2 (20 g) M3 (30 g)
Gambar 4.3. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Jumlah Daun Gambar 4.3 pengaruh dosis mikoriza untuk setiap pengamatan pertumbuhan jumlah daun menunjukkan kecenderungan yang sama. Perlakuan M0 memberikan pertambahan jumlah daun lebih tinggi, sedangkan perlakuan M1 memberikan pertambahan tinggi tanaman terendah, karena awal pengamatan setiap jenis tanaman menunjukkan jumlah daun yang lebih sedikit tetapi terjadi perbedaan mulai dari minggu ke-2. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian Matsetio dkk (2015) setiap perlakuan jenis mikoriza yang diberikan tidak berpengaruh terhadap pertambahan jumlah daun tanaman jagung. Lizawati dkk (2014), proses fotosintesis menghasilkan energi dalam bentuk senyawa ATP. ATP merupakan sumber energi untuk melakukan berbagai proses metabolisme dalam tubuh tanaman. Adanya mikoriza dapat meningkatkan penyerapan unsur hara,
Universitas Sumatera Utara
sehingga dapat mempercepat pembelahan sel terutama pada jaringan meristem tanaman sehingga berakibat lebih lanjut terhadap pertumbuhan tanaman.
4.4. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Indeks Luas Daun Indeks luas daun merupakan salah satu parameter penting dalam analisis pertumbuhan tanaman. Laju tumbuh relatif, dan laju fotosintesis merupakan parameter yang erat terkait dengan indeks luas daun. Hasil sidik ragam (Lampiran 4)
menunjukkan bahwa interaksi antara
dosis mikoriza dan jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap indeks luas daun tanaman, demikian juga perbedaan jenis tanaman dan dosis mikoriza memberikan pengaruh yang nyata. Rasio pertumbuhan tinggi tanaman disajikan pada Tabel 4.4. Tabel 4.4. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Indeks Luas Daun Tanaman Jenis Tanaman
Dosis Mikoriza 0 g (M0) 10 g (M1) 20 g (M2) 30 g (M3) Rasio `
Belimbing Wuluh (T1) 1,06 1,31 1,35 1,27
Jabon (T2) 0,92 1,03 1,07 0,88
Petai (T3) 0,95 1,02 0,81 0,95
1,25b
0,96a
0,93a
Rasio 0,98 1,12 1,08 1,03
Tabel 4.4 menunjukkan belimbing wuluh yang diberikan Pb dengan dosis
mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan jabon dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap indeks luas daun terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 1,35 cm², jabon dengan dosis 20 g yaitu sebesar 1,07 cm², dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 1,02 cm². Tanaman yang diberikan mikoriza menghasilkan pertumbuhan luas daun yang lebih baik. Hal ini disebabkan perbaikan pengambilan air oleh tanaman dengan adanya asosiasi akar dengan cendawan, sehingga akan memperbesar atau memperpanjang sel tanaman yang bermikoriza. (Hariyadi dan Yahya, 1988 dalam Lucia et al., 1997).
Universitas Sumatera Utara
Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rasio indeks luas daun pada tanaman petai dan jabon tidak berbeda nyata, namun
berbeda nyata dengan
belimbing wuluh, karena belimbing wuluh memiliki jumlah daun yang lebih banyak pada parameter sebelumnya, sehingga menghasilkan indeks luas daun yang lebih besar. Fermin (2013) tentang indeks luas daun bahwa interaksi fma memberikan pengaruh yang nyata karena dapat meningkatkan indeks luas daun. Daun mempunyai peranan yang penting dalam penyerapan radiasi surya dan variasi pengaruhnya terhadap pertumbuhan dapat dikaji melalui indeks luas daun. 4.5. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Bobot Kering Bobot kering tanaman merupakan petunjuk adanya kandungan biomasa dan organik lainnya yang merupakan hasil fotosintesis yangdapat diendapkan setelah kadar air dikeringkan (Lizawati dkk ,2014). Hasil sidik ragam (Lampiran 5) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot kering tanaman. Rasio perhitungan bobot kering pada Tabel 4.5. Tabel 4.5. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Bobot Kering Jenis Tanaman
Dosis Mikoriza 0 g (M0) 10 g (M1) 20 g (M2) 30 g (M3) Rasio bobot kering
Belimbing Wuluh (T1) 2,23 2,61 3,15 3,36
Jabon (T2) 0,85 0,87 0,84 0,97
2,84 b
0,88 a
Petai (T3)
Rasio 0,95 1,05 0,69 0,70
1,34 1,51 1,56 1,68
0,85 a
Tabel 4.5 menunjukkan belimbing wuluh yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan jabon dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap bobot kering
Universitas Sumatera Utara
terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 30 g yaitu sebesar 3,36 g jabon dengan dosis 30 g yaitu sebesar 0,97 g dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 1,05 g. Adanya mikoriza pada tanaman meningkatkan penyerapan hara untuk tanaman sehingga dapat meningkatkan laju fotosintesis sehingga tanaman dapat mengalami pertumbuhan yang baik yang diwujudkan ke dalam produksi biomassa tanaman atau berat kering tanaman. Hal ini dikarenakan tanaman yang terinfeksi oleh fma memiliki kemampuan mengambil nutrien lain seperti N, K, dan Mg pada zone penipisan nutrien disekitar akar, selain itu adanya asosiasi mikoriza ini dapat membantu tanaman dalam pengambilan air dan hara lain untuk proses pertumbuhan dan perkembangan (Guissou, 2009). Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rasio bobot kering antara tanaman jabon dan petai tidak berbeda nyata, namun berbeda nyata pada belimbing wuluh, karena semakin besar berat kering tanaman menunjukkan semakin efisien proses fotosintesis yang terjadi dan produktivitas serta perkembangan sel jaringan semakin tinggi dan cepat, sehingga pertumbuhan menjadi lebih baik, yang akhirnya berat kering tanaman meningkat (Lizawati dkk, 2014). 4.6. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Tajuk Akar Akar dan tajuk pertumbuhannya saling tergantung satu sama lain. Pertumbuhan tergantung suplai karbohidrat dan hormon dari tajuk, sedangkan akar berperan dalam menyediakan bahan organik Hasil sidik ragam (Lampiran 6) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio tajuk akar, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap rasio tajuk akar tanaman. Rasio perhitungan rasio tajuk akar pada Tabel 4.6.
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.6. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Tajuk Akar Jenis Tanaman
Dosis Mikoriza 0 g (M0) 10 g (M1) 20 g (M2) 30 g (M3)
Belimbing Wuluh (T1) 1,65 2,13 2,61 2,51
Jabon (T2) 0,72 0,85 0,83 1,07
Rasio tajuk akar
2,23 b
0,87 a
Petai (T3)
Rasio 0,83 1,07 0,67 0,76
1,07 1,35 1,37 1,45
0,83 a
Tabel 4.6 menunjukkan belimbing wuluh yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan pertumbuhan yang lebih baik dibandingkan jabon dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap rasio tajuk akar terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 2,61 g, jabon dengan dosis 30 g yaitu sebesar 1,07 g, dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 1,07 g. Hal ini dapat dikaitkan dengan faktor persentase infeksi yang semakin menurun seiring dengan penambahan dosis inokulasi sampai pada taraf tersebut yang diikuti dengan penurunan berat kering akar, sehingga rasio akar tajuk juga menurun. Perlakuan inokulasi mikoriza
tidak memberikan
pengaruh yang signifikan terhadap rasio akar tajuk (Kung’u, 2008) Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rasio tajuk akar antara tanaman jabon dan petai tidak berbeda nyata, tetapi
berbeda nyata dengan
belimbing wuluh. Hal ini karena dengan proses fotosintesis yang lebih baik penyerapan unsur hara serhingga menhasilkan rasio tajuk akar yang lebih besar. (Heddy, 1987) 4.7. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Persentase Kolonisasi Akar Hasil pengamatan persentase kolonisasi akar pada tanaman menunjukkan asosiasi antara FMA dengan akar yang membentuk hifa atau vesikula pada struktur akar tanaman belimbing wuluh, jabon, dan petai. Hasil sidik ragam (Lampiran 7) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kolonisasi akar, demikian juga untuk pengaruh perlakuan jenis
Universitas Sumatera Utara
tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata. Dosis mikoriza memberikan pengaruh yang nyata terhadap persentase kolonisasi akar. Rasio perhitungan persentase kolonisasi akar pada Tabel 4.7. Tabel 4.7. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Persentase Kolonisasi Akar Jenis Tanaman
Dosis Mikoriza 0 g (M0) 10 g (M1) 20 g (M2) 30 g (M3) Rasio
Belimbing Wuluh (T1) 0 14,34 19,99 17,17 13,12
Jabon (T2)
Petai (T3)
Rasio
0 31,11 24,97 25,31
0 14,74 23,03 31,31
20,59
17,52
0 20,06 22,66 24,59
Tabel 4.7. menunjukkan tanaman yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan tidak adanya infeksi mikoriza pada belimbing wuluh, jabon, dan petai. Hal ini terjadi karena sterilisasi kimia pada tanah menunjukkan bahwa tanah bebas dari mikroba termasuk mikoriza. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap kolonisasi akar terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 19,99 % jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 31,11%, dan petai dengan dosis 30 g yaitu sebesar 31,31 %. Berdasarkan rasio persentasi dosis mikoriza yang tertinggi adalah dosis 30 g, karena semakin tinggi dosis mikoriza maka semakin tinggi tingkat infeksinya. Menurut Setiadi dkk (1992), persentase kolonisasi tergolong rendah jika berada di antara 0-25% dan tergolong sedang jika berada di antara 2650%. Persentase kolonisasi yang diperoleh pada penelitian ini pada dosis 0-20 g tergolong rendah, Sedangkan dosis 30 g yaitu tergolong sedang. Logam berat menyebabkan kenaikan derajat infeksi akar secara nyata. Hal ini karena interaksi antara akar tanaman dan simbion seperti jamur mikoriza arbuskula dapat memainkan peran penting dalam kelangsungan hidup pertumbuhan tanaman di tanah yang terkontaminasi. Asosiasi mikoriza dapat meningkatkan luas permukaan serap tanaman karena
hifa dari mikoriza
Universitas Sumatera Utara
menjelajahi rizosfer di luar zona akar rambut, yang meningkatkan air dan serapan mineral (Bhalerao, 2013). Kolonisasi mikoriza akan memberikan peran positif dalam penyediaan unsur hara N, P, dan air sehingga memacu pertumbuhan yang merupakan manifestasi dimulai dari penyediaan karbohidrat dari organ fotosintesis dan penyediaan air dan hara oleh akar sampai kepada sintesis biomassa tanaman yang baru.
Hifa
Gambar 4.4. Infeksi Pada Akar Tanaman Jabon 4.8. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Pada Akar Timbal (Pb) sebagian besar diakumulasi oleh organ tanaman yaitu daun, batang, akar. Perpindahan timbal dari tanah ke tanaman tergantung komposisi tanah. Konsentrasi timbal yang tinggi (100-1000 mg/kg) akan mengakibatkan pengaruh toksik pada proses fotosintesis dan pertumbuhan. Timbal hanya mempengaruhi tanaman bila konsentrasinya tinggi (Darmono, 1995) Hasil sidik ragam (Lampiran 8) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam pb pada akar, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis tanaman memberikan
Universitas Sumatera Utara
pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam pb pada akar tanaman. Rasio perhitungan akumulasi logam pb pada akar pada Tabel 4.8. Tabel 4.8. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Akar. Jenis Tanaman
Dosis Mikoriza 0 g (M0) 10 g (M1) 20 g (M2) 30 g (M3) Rasio
Belimbing Wuluh (T1) 20,66 39,93 50,88 19,47
Jabon (T2) 10,08 15,11 8,68 11,39
Petai (T3) 37,98 87,64 89,55 75,53
52,38b
11,32a
72,68b
Rasio 34,36 71,34 74,55 53,19
Tabel 4.8 menunjukkan petai yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan penyerapan Pb lebih baik dibandingkan jabon dan belimbing wuluh. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap penyerapan Pb pada akar terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 50,88 mg/kg, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 15,11 mg/kg, dan petai dengan dosis 20 g yaitu sebesar 89,55 mg/kg. Tanaman yang diberikam mikoriza mampu menyerap logam lebih banyak dibandingkan dengan yang tidak diberikan mikoriza, hal ini terjadi karena mikoriza memegang peranan penting dalam melindungi akar tanaman dari unsur toksik, diantaranya yaitu logam berat. Mekanisme perlindungan terhadap logam berat dan unsur toksik oleh mikoriza dapat melalui efek filtrasi, menonaktifkan secara kimiawi, atau akumulasi unsur tersebut dalam hifa. Tanaman yang diinokulasi mikoriza memiliki kemampuan menekan serapan Pb, karena mikoriza diketahui dapat mengikat logam tersebut pada gugus karboksil dan senyawa pektak (hemiselulosa) pada matriks antar permukaan kontak mikoriza dan tanaman inang, pada selubung polisakarida dan dinding sel hifa. (Leyval dkk, 2002). Berdasarkan hasil uji jarak berganda Duncan, rataan akumulasi logam Pb antara tanaman belimbing wuluh dan petai tidak berbeda nyata, tetapi pada jabon berbeda nyata. Hal ini petai dan belimbing wuluh mengakumulasi logam berat Pb
Universitas Sumatera Utara
pada bagian akar tanaman, sehingga menghasilkan akumulasi logam yang lebih besar. 4.9. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Pada Batang Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akumulasi logam Pb pada batang lebih besar dibandingkan organ lain, hal ini dikarenakan logam Pb telah di lokalisasi pada bagian sel tertentu, menjaga agar tidak menghambat metabolisme tanaman tersebut. Hasil sidik ragam (Lampiran 9) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam pb pada batang, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata. Rasio perhitungan akumulasi logam Pb pada batang pada Tabel 4.9.
Tabel 4.9. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Pada Batang Jenis Tanaman
Dosis Mikoriza 0 g (M0) 10 g (M1) 20 g (M2) 30 g (M3) Rasio
Belimbing Wuluh (T1) 8,95 8,57 9,84 8,05
Jabon (T2) 17,49 91,31 12,14 9,87
Petai (T3) 12,69 22,82 26,49 10
8,85
32,7
10
Rasio 13,04 40,9 16,16 9,31
Tabel 4.9 menunjukkan jabon yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan penyerapan Pb lebih baik dibandingkan belimbing wuluh dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap penyerapan Pb pada batang terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 9,84 mg/kg, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 91,31 mg/kg, dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 26,49 mg/kg. Perbedaan akumulasi logam pada batang dipengaruhi oleh dosis mikoriza yang diberikan. Mikoriza berfungsi dalam
Universitas Sumatera Utara
mengikat logam dengan cara penimbunan unsur tersebut dalam akar bermikoriza, sehingga menyebabkan akar dapat menyerap logam lebih banyak dibandingkan batang. Menurut Chairiyah (2013), semakin banyak logam berat di dalam tanah maka aktivitas mikoriza akan semakin meningkat untuk menginfeksi tanaman dan membentuk hifa di dalam jaringan akar sebagai perlindungan dan mengurangi logam berat. 4.10. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Pada Daun Tanaman belimbing wuluh, jabon dan petai mampu mentranslokasikan unsur-unsur pencemar seperti pb dari akar sampai ke daun tanpa membuat tanaman tumbuh dengan tidak normal (kerdil) dan tidak mengalami fitotoksisitas. Hasil sidik ragam (Lampiran 10) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam pb pada daun, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza tidak memberikan pengaruh yang nyata. Jenis tanaman memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam pb pada daun tanaman. Ratio perhitungan akumulasi logam pb pada akar pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Akumulasi Logam Pb Pada Daun Jenis Tanaman
Dosis Mikoriza 0 g (M0) 10 g (M1) 20 g (M2) 30 g (M3) Rasio
Belimbing Wuluh (T1) 3,61 5,05 9,27 8,88
Jabon (T2) 11,22 23,63 13,82 17,32
6,7a
16,49b
Petai (T3)
Rasio 4,21 7,44 1,41 2,49
6,35 12,04 8,17 9,56
3,89a
Tabel 4.10 menunjukkan jabon yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan penyerapan Pb lebih baik dibandingkan belimbing wuluh dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap penyerapan
Universitas Sumatera Utara
Pb pada daun terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 9,27 mg/kg, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 23,63 mg/kg, dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 7,44 mg/kg. Tingkat akumulasi pada daun cenderung lebih tinggi dibanding pada bagian batang. Akumulasi logam berat Pb pada akar tanaman melalui bantuan transpor liquid dalam membran akar, akan membentuk transpor logam kompleks yang akan menembus xilem dan menuju ke sel daun tanaman. Setelah sampai di daun akan melewati plasmalema, sitoplasma, dan vakuola, dimana logam Pb akan terakumulasi dalam vakuola yang tidak akan berhubungan dengan proses fisiologi sel tumbuhan 4.11. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Efisiensi Penyerapan Pb Tanaman dapat menyerap logam Pb pada saat kondisi kesuburan dan kandungan bahan organik tanah rendah. Pada keadaan ini logam berat Pb akan terlepas dari ikatan tanah dan berupa ion yang bergerak bebas pada larutan tanah. Jika logam lain tidak mampu menghambat keberadaannya, maka akan terjadi serapan Pb oleh akar tanaman (Darmono, 1995). Efisiensi serapan logam Pb dihitung berdasarkan jumlah rasio kandungan logam pb dalam tanaman (akar, batang, dan daun) terhadap jumlah logam dalam media. Hasil sidik ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa interaksi antara dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap efisiensi penyerapan Pb, demikian juga untuk pengaruh perlakuan dosis mikoriza dan jenis tanaman tidak memberikan pengaruh yang nyata. Rasio perhitungan efisiensi penyerapan Pb pada Tabel 4.11. Tabel 4.11. Pengaruh Dosis Mikoriza Terhadap Rasio Efisiensi Penyerapan Pb Jenis Tanaman
Dosis Mikoriza 0 g (M0) 10 g (M1) 20 g (M2) 30 g (M3) Rasio
Belimbing Wuluh (T1) 6,37 7,29 11,16 9,58 8,6a
Jabon (T2) 8,25 19,57 11,74 12,69
Petai (T3) 7,51 13,88 12,71 7,29
13,06b
10,35a
Rasio 7,38 13,58 11,87 9,85
Universitas Sumatera Utara
Tabel 4.11 menunjukkan jabon yang diberikan Pb dengan dosis mikoriza 0 g menunjukkan penyerapan Pb lebih baik dibandingkan belimbing wuluh dan petai. Rasio tertinggi interaksi mikoriza dan jenis tanaman terhadap efisiensi penyerapan Pb terdapat pada belimbing wuluh dengan dosis 20 g yaitu sebesar 11,16 %, jabon dengan dosis 10 g yaitu sebesar 19,57 %, dan petai dengan dosis 10 g yaitu sebesar 13,88 %. Hal ini disebabkan karena pada perlakuan dengan dosis mikoriza 10 g lebih baik memiliki nilai efisiensi lebih tinggi karena tanaman mengakumulasi logam Pb dengan sangat baik. Menurut Aprilia dan Purwani (2013) Efisiensi serapan logam Pb dihitung berdasarkan jumlah rasio kandungan logam pb dalam tanaman (akar, batang, dan daun) terhadap jumlah logam dalam media. Berdasarkan uji Anova, efisiensi akumulasi logam Pb memiliki hasil yang berbeda nyata. Efisiensi penyerapan Pb pada tanaman dahlia pada inokulasi mikoriza dosis 0 g sebesar 8,07 % sedangkan pada dosis 25 g sebesar 18,34 % (Arisutanti dan Purwani,2013). Penyerapan logam Pb oleh tanaman dapat mempengaruhi penyerapan air dan hara dalam tanah. Tanaman tanpa mikoriza mampu mengakumulasi logam namun keadaan secara fisiologis beberapa parameter tanaman tersebut terganggu. Pada hasil tersebut terlihat bahwa tanaman tanpa mikoriza juga mampu mengakumulasi logam karena belimbing wuluh, jabon dan petai merupakan tanaman bioakumulator. Logam berat diserap oleh akar tumbuhan dalam bentuk ion-ion yang larut dalam air seperti unsur hara yang ikut masukbersama aliran air.
Universitas Sumatera Utara
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Fungi mikoriza arbuskula tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap akumulasi logam Pb pada tanaman belimbing wuluh, jabon dan petai yang ditumbuhkan pada media yang mengandung Pb. 2. Dosis mikoriza 10 g yang optimal terhadap akumulasi logam Pb pada tanaman belimbing wuluh, jabon, dan petai yang ditumbuhkan pada media yang mengandung Pb. 3. Tanaman jabon yang paling efektif dalam akumulasi logam Pb yang ditumbuhkan pada media yang mengandung Pb.
5.2. Saran 1. Untuk proses reklamasi lahan tercemar Pb dapat menggunakan jabon dengan dosis mikoriza 10 g.
Universitas Sumatera Utara