TINJAUAN PUSTAKA Pengembangan Kawasan Perkotaan Menurut UU Penataan Ruang No.26 tahun 2007, yang dimaksud kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pcrtanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat permukiman perkotaan, pemusatan d m distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Pennasalahan utama pada kawasan perkotaan umumnya
adalah konversi lahan, penyediaan infrastn~ktur.laju pertarnbahan penduduk yang pesat, dan anls urbanisasi. Pembangunan yang menyebar secara tidak teratur adalah perluasan pembangunan dengan intensitas ltepadatan yang rendall dengan nmemanfaatlcan lahan-lahan yang sebelw1u1ya tidak terbangun. Sebagai contoh di Amerika Serikat diperkirakan kehhangan 50 ucre setiap jam untuk pembangunan subzrrbun dan perluasan kota (Longman. 1998). Pembangunan yang menyebar tidak teratur ini menuntut pemerintah lokal untuk menyediakan pelayanan publik bagi komunitas di pemukiman yang ban^, dan seringkali pajak yang dibayarkan oleh masyaralcat tidak menculiupi untuk pembangunan fasilitas tersebut. Sebagai perbandingan di Kota Prince William, Virginia, diperkirakan biaya untuk penyediaan pelayanan untuk pemukiman perumahan barn yang diambil dari pajak-pajak dan pungutan lainnya adalah sebesar $1,600 per rumah (Shear and Casey, 1996). Dalam pengembangan kawasan yang berorientasi ekonomi, pusat-pusat kegiatan yang membentuk kota metropolitan membutuhkan jaringan infrastn~ktur yang dapat memberikan pelayanan terhadap alctivitas ekonomi yang ada dan menjadi kekuatan pembentuk struktur ~uangpada kawasan tersebut. Konsep kota metropolitan merupakan suatu bentuk pemukiman berskala besar yang terdiri dari satu atau lebih kota besar dan kawasan yang secara keselunthan terintegrasi, membentuk suatu sistem struktur mang tertentu dengan satu atau lebih kota besar sebagai pusat dalam keterkaitan ekonomi, sosial dan lingkungan serta mempunyai kegiatan ekonomi jasa dan industri yang beragam (Dardak, 2007).
Konsep
pengembangan kawasan perkotaan hams dilalcukan dengan mempertimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkmgan, seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 2. Konsep Pengembangan Kawasan Perkotaan (Dardak, 2007) Daya dukung (Carrying capacity) Pembatasan faktor ekologi diimplementasikan berdasarkan prinsip keseimbangan ekologis, dengan tujuan untuk menghitung berapa banyak kebutuhan ruang terbuka hijau agar tercipta keseimbangan ekologis (Zhang et al. 2007). Metode ini diimplementasikan untuk perencanaan system ruang terbuka hijau di Hanoi, berdasarkan analisis elemen-elemen kunci ekologis termasuk
canying capacily populasi, keseimbangan karbon-oksigen, dan keseimbangan supply-demand sumberdaya air.
Carrying capacity populasi adalah jumlah
penduduk terbesar yang dapat didukung oleh ekosistem untuk inakanan dan energy berdasarkan kondisi produksi yang tetap, produktivitas lahan, standar hidup dan kelayakan (Pham D. U., Nobukazu N. 2007). Konservasi lingkungan dan pembangunan berkelanjutan adalah konsep yang bertujuan untuk mencapai harmonisasi antara ekonomi dan lingkungan, dan mengelola kualitas lingkungan dengan pertumbuhan ekonomi yang baik. Konsep ini didasari asumsi bahwa lingkungan alami mempunyai batas untuk mendukung aktivitas manusia seperti variasi penggunaan lahan. Lebih dari itu, dikatakan bahwa pemanfaatan sumberdaya alam yang berlebihan akan memberikan pengaruh negate pada produktivitas ekonomi dan mengakibatkan polusi lingkungan yang
meningkatkan biaya
aktivitas ekonomi
dan
sebagai
konsekuensinya membatasi pertumbuhan ekonomi. Maka, pengembangan kota
harus dikontrol secara hati-hati dengan kapasitas lingkungan agar tetap sustain (Kyushik, 0. et al. 2004). Ekologis umumnya mempertimbangkan carrying capacity sebagai angka maksimum jumlah individu yang dapat didukung oleh lingkungan dan penurunan kemampuan wilayah dalam mendukung generasi yang akan datang (Chung, 1988). Perencana biasanya mendefinisikan carrying capacity sebagai kemampuan alami atau system yang dibuat oleh manusia untuk menampung pertumbuhan populasi atau pembangunan fisik dengan mempertimbangkan degradasi atau kerusakan (Schneider et a1.,1978). Carrying capacity juga dikatakan sebagai kemampuan alam dan system buatan manusia untuk mendukung pemintaan dari berhagai penggunaan, dan mengikuti batasan dam dalam system yang akan dating dengan ketidakstabilan, degradasi atau kerusakan yang terjadi (Godschalk and Parker, 1975). Ilmu sosial terpusat pada manusia, carrying capacity dapat juga didefinisikan sebagai skala ekonomi yang system alami dan wilayah dapat sustain (Seoul Development Institute, 1999). Secara umum konsep carrying capacity wilayah perkotaan didefinisikan sebagai
aktivitas
manusia,
pertumbuhan
populasi,
penggunaan
lahan,
pembangunan fisik, yang dapat berkelanjutan dengan lingkungan perkotaan tanpa menimbulkan degradasi dan kerusakan yang parah (Oh et al., 2002). Konsep ini didasari asumsi bahwa ada batasan lingkungan yang pasti bilamana terlampaui dapat menyebabkan kerusakan lingkungan alam yang parah (Kozlowski, 1990). Pendekatan konsep carrying capacity dapat berguna ketika batasan diidentifikasi untuk masa yang akan datang. Perbedaan kapasitas system sebagai acuan ke depan untuk pengelolaan fasilitas perkotaan seperti penyediaan air, pengolahan limhah, dan transportasi(Oh, 1998).
Hutan Kota Tujuan dari hutan kota adalah untuk memperoleh kebutuhan sosial ekonomi. Selanjutnya hutan kota merupakan komponen dari keseluruhan proses perencanaan yang terpadu dan memiliki tujuan politik. Hutan kota adalah sebuah konsep, yang bertujuan untuk menciptakan fasilitas rekreasi outdoor, yang
menganut tradisi lokal dalam pengelolaan dan cita-cita dari nilai-nilai adat dan budaya yang secara keselui-uhan menggunakan teknik kehutanan dengan biaya minimum. Selanjutnya dalam proses perencanaan hutan kota dapat dilakukan dengan cara menyuarakannya melalui sektor ekonomi dan teknik argumentasi untuk pengembangan lahan-lahan yang tidak terbangun untuk memperoleh manfaat rekreasi outdoor, keanekaragaman jenis, dan manfaat sosial ekonomi (Skarback, 2007). Pohon-pohon di perkotaan meningkatkan
kualitas udara dengan
menghilangkan polutan di udara. Di Guangzhou, hamper 312.02 Mg polutan udara dihilangkan oleh pohon-pohon di perkotaandi tahun 2000 dengan nilai setara RMB 90.19 ribu. Kebanyakan dihilangkan pada bulan-bulan di musim dingin dimana konsentrasi polutan tertinggi terjadi. Selain itu, ukuran yang besar dan penutupan tajuk yang kontinu dapat mendorong efisiensi penghilangan polutan udara. Penghilangan polutan udara rata-rata hampir sama dengan hasil empiris yang dilakukan di berbagai tempat, termasuk kemampuan pen&langan polutan dari hutan kota di kota-kota di Amerika (Nowak, et al. 2006). Menurut Davies, et al. (2007) yang dimaksud hutan kota adalah terminology umum yang biasanya digunakan untuk menggambarkan pohonpohon yang berada di jalan dan area dengan pepohonan berkayu dalam tamantaman kota dan sekarang diartikanjuga sebagai proses alami yang diakui terjadi di alam daripada sekedar pohon-pohon yang ditanam.
Hutan kota juga
menggambarkan lanskap lahan yang luas yang seiing ditemukan di pinggiran perkotaan yang mencerminkan bentuk hutan yang tradisional yang terdiri dari pohon-pohon dan lahan terbuka, dengan banyak penggunaan lahan dan karakteristik lanskap.
Penataan Ruang Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional (RTRWN) yang ditetapkan dalam PP No.26 Tahun 2005, Kota Depok termasuk dalam bagian kawasan perkotaan Pusat Kegiatan Nasional (PKN) Jabodetabek.
Selain itu dalam
RTRWN tersebut, Kawasan Jabodetabek-Punjur ditetapkan sebagai Kawasan Strategis Nasional berkategori IM1, yang berarti merupakan kawasan yang
membutuhkan rehabilitasi/revitalisasi sebagai Kawasan Strategi Nasional dengan sudut kepentingan ekonomi. Perencanaan tata ruang adalah suatu proses untuk menentukan struktur ruang dan pola ruang yang meliputi penyusunan dan penetapan rencana tata ruang. Sedangkan pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan pelaksanaan program beserta pembiay-ya
(UUPR No.26 tahun 2007).
Dalam rangka pemanfaatan ruang dikembangkan penatagunaan tanah yang disebut juga pola pengelolaan tata guna tanah (Peraturan Pemerintah Nomor 16 pasal 4 ayat 1, 2004).
Peraturan ini mendukung pemanfaatan tanah yang lebih
efisien bagi kepentingan ekonomi, sosial dan lingkungan masyarakat di suatu wilayah. Penentuan lokasi pembangunan menjadi penting terkait juga dengan tipe penggunaan lahan di suatu lokasi, termasuk pembangunan infrastruktur dan menentukan daerah-daerah yang menjadi kawasan lindunglkonservasi. Pada pasal 29 Undang-undang RI No.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang dikatakan bahwa:
1. Ruang terbuka hijau (sebagaimana dimaksud dalam pasal 28 huruf a) terdiri dari ruang terbuka hijau publik dan ruang terbuka hijau privat 2. Proporsi ruang terbuka hijau pada wilayah kota paling sedikit 30 (tiga puluh) persen dari luas wilayah kota Dalam UUPR no.26 tahun 2007 dikenal pembagian pola ruang menjadi kawasan lindung yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumber daya alam dan sumber daya buatan, dan kawasan budidaya yaitu wilayah yang ditetapkan dengan fungsi utama untuk dibudidayakan atas dasar kondisi dan potensi sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan. Kawasan metropolitan adalah kawasan perkotaan yang terdiii atas sebuah kawasan perkotaan yang berdiri sendiri atau kawasan perkotaan inti dengan kawasan perkotaan di sekitamya yang saling memiliki keterkaitan fungsional yang dihubungkan dengan sistem jaringan prasarana wilayah yang terintegrasi dengan jumlah penduduk secara keseluruhan sekurang-kurangnya 1.000.000jiwa.
Menurut Peraturan Pemerintah No.69 tahun 1996 dinyatakan bahwa strategi pelaksanaan ruang wilayah KabupatenIKotamadya Daerah Tingkat I1 dirumuskan dengan mempertimbangkan kemarnpuan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta data dan informasi dari berbagai pihak untuk terciptanya upaya pemanfaatan ruang secara berhasil guna dan berdaya gun% terpeliharanya kelestarian kemampuan lingkungan hidup, dan tenvujudnya keseimbangan kepentingan kesejahteraan dan keamanan.
Strategi pelaksanaan pemanfaatan
ruang wilayah KabupatenIKotamadya Daerah Tingkat I1 berisi pengelolaan kawasan lindung, kawasan budidaya, kawasan pedesaan dan kawasan perkotaan, dan kawasan tertentu serta sistem pusat pemukiman, sistem prasarana wilayah, dan penatagunaan tanah, penatagunaan air, penatagunaan udara, dan penatagunaan sumber daya alam lainnya, sumber daya buatan, dengan memperhatikan keterpaduan dengan sumber daya manusia. Menurut Peraturan Menteri Pekerjaan Umum nomor 6 tahun 2007 bahwa pada area jalur hijau yang berfungsi sebagai area preservasi dan tidak dapat dibangun. Pengaturan ini untuk kawasan: (a) Sepanjang sisi dalam Daerah Milik Jalan (Damija); (b) Sepanjang bantaran sungai; (c) Sepanjang sisi kiri kanan jalur kereta;
(d) Sepanjang area dibawah jaringan listrik tegangan tinggi; (e) Jalur hijau yang diperuntukkan sebagai jalur taman kota atau hutan kota, yang merupakan pembatas atau pemisah suatu wilayah. Sistem ruang terbuka dan tata hijau merupakan komponen rancang kawasan, yang tidak sekedar terbentuk sebagai elemen tambahan atau pun elemen sisa setelah proses rancang arsitektural diselesaikan, melainkan juga diciptakan sebagai bagian integral dari suatu lingkungan yang lebih luas. Penataan sistem ruang terbuka diatur melalui pendekatan desain tata hijau yang membentuk karakter lingkungan serta memiliki peran penting baik secara ekologis, rekreatif dan estetis bagi lingkungan sekitarnya, memiliki karakter terbuka sehingga mudah diakses sebesar-besarnya oleh publik.
Infrastruktur Infrastruktur menurut wikipedia bahasa Melayu diartikan sebagai satu set struktur yang bergabung antara satu sama lain lalu membentuk satu rangka yang menyokong keseluruhan struktur tertentu, seperti: rel, jalan, pelabuhan, jaringan telepon, sanitasi, gas, dan lain-lain.
Sedangkan wikipedia free encyclopedia
mengartikan infrastruktur sebagai: (1) struktur dasar terorganisasi
yang
diperlukan
untuk
berbentuk
melangsungkan
(2) memberikan pelayanan dan fasilitas yang
fisik yang
kegiatan
sosial;
diperlukan oleh fungsi ekonomi;
(3) berkaitan dengan struktur teknik yang mendukung kehidupan masyarakat, seperti: jalan, saluran air, jaringan listrik, telekomunikasi, sekolah dan rumah sakit; (4) instalasi militer. Graham Larcombe mengatakan "Secara tradisional, infrastruktur termasuk instalasi dasar dan fasilitas yang mendukung sektor ekonomi, sedangkan yang dimaksud bangunan infrastiuktur adalah re1 kereta api, jalan, jaringan listrik dan gas, infrastruktur air, dan infrastruktur sosial seperti sekolah, m a h sakit dan perpustakaan.
Infrastruktur Hijau Eco-ciiy merupakan dasar pemikiran yang mengacu pada prinsip-prinsip pengembangan kota yang seimbang dan berkelanjutan.
Konsep tersebut
mempunyai misi untuk membangun kota-kota yang ekologis dan seimbang dengan alam. Konsep ini menuntut rencana penataan ruang yang sesuai dan juga perencanaan pembangunan infrastruktur yang mendukung keseimbangan dengan alam dalam prinsip pembangunan berkelanjutan (Roseland, 1997). Lingkungan hidup yang sehat dapat diciptakan melalui kesadaran masyarakat akan kebutuhan terhadap lingkungan yang bersih, nyaman dan indah. Di negara-negara maju telah dikenal konsep penataan infrastruktur yang berbasiskan lingkungan yang sehat atau yang dikenal dengan konsep green infrastruktur. Konsep tersebut saat ini di Indonesia diimplementasikan dengan mengelola kawasan terbuka hijau.
Sesungguhnya konsep green infiashuktur
mempunyai arti yang lebih luas dibandingkan dengan ruang terbuka hijau.
Menurut The Conservation Fund and USDA Forest Services (1999), infrastruktur hijau adalah sistem alami yang mendukung kehidupan manusia yang terdiri dari hubungan jejaring (network) dari saluran air, lahan basah, lahan yang berisi pepohonan, habitat satwa liar, dan areal alami lainnya; jalur hijau, tamantaman, dan areal konservasi lainnya; lahan pertanian, lahan penggembalaan, dan hutan; serta sumber hidupan liar lainnya dan daerah terhuka yang mendukung kehidupan alami spesies, tempat berlangsungnya proses ekologi alami, keberlanjutan sumber daya alam udara dan air, dan memberikan kontrihusi kepada kesehatan dan kualitas kehidupan komunitas dan masyarakat. Sebenarnya ada beberapa
istilah
dan
definisi mengenai green
infrasfructure, namun yang lebih penting adalah bahwa konsep tersebut meliputi: (a) Penetapan pengelolaan kawasan terbuka yang hijau baik di kawasan perkotaan maupun pedesaan; (b) Hubungan yang strategis antara kawasan terbuka yang lijau; (c) Masyarakat mendapatkan keuntungan yang herlipat.
Secara umum
pendekatan konsep infrastruktur hijau adalah hubungan mufti fungsi antara daerah terbuka termasuk taman, kehun, areal tanaman hutan, koridor hijau, saluran air, pohon-pohon di sepanjang jalan, dan daerah terbuka lainnya serta kondisi fisik lingkungan di pedesaaan maupun di perkotaan (Jongman dan Pungetti, 2004). Pendekatan tersebut juga memberikan kontribusi terhadap pengelolaan sumber daya alam secara lestari di masa yang akan datang.
Gambar 3. Konsep Network pada Infiastruktur Hijau (Maryland DNR, 2000) Prinsip dasar konsep peen infraspucture adalah menghubungkan area alanli yang memiliki sistem ekologis dalam luasan yang cukup dan tidak terputus
(hubs) dengan menggunakan koridor alami yang membuat hubungan saling terkait antara lanskap lahan alami (Weber, 2003). Hubungan tersebut dapat membantu mengurangi hilangnya fungsi ruang terbuka karena fragmentasi. Diagram konsep
Hubs- Corridor tersebut dapat dilihat pada gambar 3. Menurut Mark A. Benedict dan Edward T. McMahon (2000), infiastruktur hijau mempakan hubungan interkoneksi dari mang terbuka yang melindungi fungsi dan nilai-nilai ekosistem alam dan memberikan keuntungan bagi populasi manusia.
Jadi infrastruktur hijau mempakan kerangka dasar ekologi yang
dibutuhkan untuk keberlanjutan sistem lingkungan, sosial dan ekonomi, atau bisa dikatakan sebagai sistem kehidupan alami yang berkelanjutan. Infrastruktur hijau menghubungkan lanskap sumberdaya alam yang sangat bervariasi sebagai cadangan ekosistem yang memiliki karakteristik alami yang dibuat dalam sistem Hubs dan Links (Benedict dan McMahon, 2000). John Olmsted dan Frederick Law Olmsted Jr. (1903) mengatakan bahwa sistem yang terhubung dari taman-taman dan taman yang berbentuk jalur akan memberikan kegunaan dan kelengkapan yang jauh lebih baik dibandingkan sejumlah taman-taman yang terisolasi/terpisah-pisah. Infrastruktur hijau dan infrastruktur fisik (greedgrey infrastructure) sebenamya sulit untuk dipisahkan secara tegas. Keduanya memiliki unsur-unsur yang diperlukan untuk mendukung kehidupan manusia dan saling inelengkapi. Kisaran antara green/grey infrastrzrcture digambarkan oleh Davies, C. et al. (2007) sebagai berikut: I
I
I
I
Gambar 4. Konsep Kisaran greedgrey infrastructure (Davies, et al. 2007)
Menurut Weber, T. (2003), area yang terfragmentasi merupakan awal dari hilangnya komponen-komponen lingkungan dan lahan yang penting. Seperti dicontobkan pada gambar 5, dimana terdapat enam kelompok habitat populasi yang saling terhubung oleh koridor alam (a), selanjutnya disisipi oleh hilangnya satu bagian habitat dan mengakibatkan kelompok terpisah menjadi dua bagian yang lebih kecil dan menjadi kelompok populasi yang terisolasi (b).
Gambar 5. Fragmentasi Lahan (dimodifikasi dari Darmstad. 1996)
Konsewasi Lahan Perencanaan yang berkelanjutan diperoleh dengan melakukan pengelolaan ekosistem dengan baik.
Kebijakan yang sangat beralasan untuk menjaga
sumberdaya alam dan ekosistem saat ini sering dilakukan, baik melalui restorasi maupun rehabilitasi habitat atau perlindungan spesies langka. Konsewasi lahan meliputi perlindungan tanah dari erosi, meningkatkan kualitas air, atau secara umum meningkatkan kualitas lingkungan kita (Rodiek, J. 2007). Pada prinsipnya konsewasi lahan dan sumberdaya alam ingin membangun siklus ekonomi, membangun siklus sosial, meningkatkan mutu lingkungan ekologis kota, mengendalikan polusi udara dengan kemajuan teknologi, dan mengatur cadangan air, tanah, dan sumberdaya lainnya. Konservasi lahan juga ingin membangun sector sosial ekonomi di bawah batasan carrying capacity sumber daya dan lingkungan ekologis (Dong, S. 2007).