PEDOMAN PENYEDIAAN DAN PEMANFAATAN RUANG TERBUKA NON HIJAU DI WILAYAH KOTA/KAWASAN PERKOTAAN PERMEN PU NO. 12/PRT/M 2009
D i r e k t o r a t Pe n a t a a n R u a n g N a s i o n a l D i r e k t o r a t J e n d e r a l Pe n a t a a n R u a n g
D e p a r t e m e n Pe ke r j a a n U m u m
LATAR BELAKANG 1. Secara umum ruang terbuka publik (open spaces) di perkotaan terdiri dari ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non-hijau. 2. Mengingat pentingnya peran ruang terbuka (ruang terbuka hijau maupun ruang terbuka non hijau) dalam penataan ruang kota maka ketentuan mengenai hal tersebut perlu diatur. 3. Dalam Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang pasal 31 juga diamanatkan perlunya ketentuan mengenai penyediaan dan pemanfaatan ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau. 4. Pada Tahun Anggaran 2008 telah ditetapkan Permen PU No. 5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau (RTH) . 5. Pada Tahun Anggaran 2009 ini telah ditetapkan “Permen PU No. 11/PRT/M/2009 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau (RTNH) di Wilayah Perkotaan/Kawasan Perkotaan”.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
DEFINISI RTH 1. Ruang Terbuka
(UU 26/07) ruang yang secara fisik bersifat terbuka, dengan kata lain ruang yang berada di luar ruang tertutup (bangunan)
2. Ruang Terbuka (kata kunci) ruang terbuka yang ditumbuhi tanaman (UU 26/07). Sehingga ruang terbuka Hijau yang tidak ditumbuhi tanaman tidak dapat digolongkan sebagai RTH. 3. Ruang Terbuka (Pedoman RTH) ruang terbuka di bagian wilayah perkotaan yang tidak termasuk Non Hijau dalam kategori RTH, berupa lahan yang diperkeras maupun yang berupa badan air.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
DEFINISI RTH 4. Kesimpulan
a. Berdasarkan berbagai penjabaran dan diskusi dari berbagai pengertian di atas, berikut kesimpulan yang dapat diambil mengenai pengertian RTNH secara definitif. b. Ruang Terbuka Non Hijau: ruang yang secara fisik bukan berbentuk bangunan gedung dan tidak dominan ditumbuhi tanaman ataupun permukaan berpori, dapat berupa perkerasan, badan air ataupun kondisi tertentu lainnya (misalnya badan lumpur, pasir, gurun, cadas, kapur, dan lain sebagainya). c. Secara definitif, Ruang Terbuka Non Hijau selanjutnya dapat dibagi menjadi Ruang Terbuka Perkerasan (paved), Ruang Terbuka Biru (badan air) serta Ruang Terbuka Kondisi Tertentu Lainnya.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
KEDUDUKAN PEDOMAN RTNH DALAM RTR
1. Diagram Kedudukan 2. Kedalaman
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
RASIONAL PENYELENGGARAAN RTNH RTH
Konvensi Rio de Janeiro
Kebutuhan Ekologis
Pedoman RTH
Standar Penyediaan RTH
RTNH
UU 26/2007
Kriteria Penyediaan Vegetasi
Tuntutan Historis
Kebutuhan Ruang Aktivitas Sosial
Kedudukan Sejajar Bersifat Komplementer
Arahan Pemanfaatan RTH
Pedoman RTNH
Standar Penyediaan RTNH
Pengkondisian yang lebih baik pada permukaan tanah dengan perkerasan (selain RTH), agar dapat dimanfaatkan sebagai ruang bagi aktivitas manusia
Kriteria Penyediaan Perkerasan
Arahan Pemanfaatan RTNH
Dengan pengaturan kriteria perkerasan maka keberadaan RTNH akan mendukung fungsi ekologis RTH
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
FUNGSI RTNH 1. Fungsi Intrinsik RTNH
2. Fungsi Ekstrinsik RTNH
1. Fungsi Sosial Budaya a. b. c. d. e.
Wadah bagi aktifitas sosial budaya masyarakat di wilayah kota/kawasan perkotaan Wadah bagi ekspresi budaya lokal Ruang bagi komunikasi warga kota Ruang olah raga dan rekreasi Ruang untuk kegiatan pendidikan, penelitian.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
1. Fungsi Intrinsik RTNH 2. Fungsi Ekstrinsik RTNH
1. Ekologis a. b.
sistem sirkulasi udara dan air secara alami dapat berlangsung lancar (sebagai suatu ruang terbuka) penyerap air hujan (dengan bantuan utilisasi dan jenis bahan penutup tanah), sehingga mampu ikut membantu mengatasi permasalahan banjir dan kekeringan
2. Arsitektural dan Estetika a.
b. c. d.
meningkatkan kenyamanan, memperindah lingkungan kota baik dari skala mikro: halaman rumah, lingkungan permukimam, maupun makro: lansekap kota secara keseluruhan; menstimulasi kreativitas dan produktivitas warga kota; Pembentuk faktor keindahan arsitektural; menciptakan suasana serasi dan seimbang antara area terbangun dan tidak terbangun.
3. Ekonomis a.
Memiliki nilai jual dari lahan yang tersedia, misalnya sarana parkir, sarana olahraga, sarana bermain, dan lain sebagainya
4. Darurat a. b.
RTNH harus memiliki fungsi juga sebagai jalur evakuasi penyelamatan pada saat bencana alam. RTNH secara fungsional dapat disediakan sebagai lokasi penyelamatan berupa ruang terbuka perkerasan yang merupakan tempat berkumpulnya massa (assembly point) pada saat bencana.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
MANFAAT RTNH 1. Manfaat RTNH Secara Langsung 2. Manfaat RTNH Secara Tidak Langsung
manfaat yang dalam jangka panjang baru dapat dirasakan, antara lain : a. mereduksi permasalahan dan konflik sosial, b. meningkatkan produktivitas masyarakat, c. pelestarian lingkungan, d. meningkatkan nilai ekonomis lahan disekitarnya, e. dan lain-lain.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PENDEKATAN PEMAHAMAN RTNH 1. RTNH Berdasarkan Struktur & Pola Pemanfaatan
1.
Secara Hirarkis a. RTNH skala Kabupaten/Kota b. RTNH skala Kecamatan
c. RTNH skala Kelurahan d. RTNH skala Lingkungan (RW dan RT)
2. RTNH Berdasarkan Kepemilikan
2.
Secara Fungsional a. RTNH pada Lingkungan Bangunan Hunian b. RTNH pada Lingkungan Bangunan Komersial
3. RTNH Berdasarkan Fungsi
c. RTNH pada Lingkungan Bangunan Sosial Budaya
d. RTNH pada Lingkungan Bangunan Pendidikan e. RTNH pada Lingkungan Bangunan Olahraga f.
4. RTNH Berdasarkan Fisik
RTNH pada Lingkungan Bangunan Kesehatan
g. RTNH pada Lingkungan Bangunan Transportasi
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PENDEKATAN PEMAHAMAN RTNH 1. RTNH Berdasarkan Struktur & Pola Pemanfaatan 2. RTNH Berdasarkan Kepemilikan 3. RTNH Berdasarkan Fungsi
1. Sosial Budaya, yaitu tempat aktivitas sosial masyarakat 2. Ekologis, yaitu memberikan kontribusi terhadap keberlanjutan lingkungan 3. Arsitektural dan Estetika, yaitu meningkatkan estetika kawasan ( plaza, penempatan elemen-elemen pendukung RTNH) 4. Ekonomi, yaitu meningkatkan nilai RTNH dengan mengakomodasi aktivitas ekonomi (formal & informal)
4. RTNH Berdasarkan Fisik Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
TIPE-TIPE RTNH 1. Plasa 2. Parkir
3. Lapangan OR 4. Tempat Bermain 5. Pembatas/Median (Buffer)
6. Koridor
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
SKEMA KEDUDUKAN RTNH DI PERKOTAAN Wilayah Kota/ Kawasan Perkotaan KDB
Ruang Tertutup (Bangunan Gedung)
1. Diagram
Ruang Terbuka (secara fisik)
= KDB x L
= (1-KDB) x L KDH
Ruang Terbuka Hijau (> 30%)
2. Pengaturan Luasan
= KDH x (1-KDB) x L
RTH Privat (> 20 %)
3. Pembatasan Pengaturan 4. Keterkaitan dengan Aturan Lainnya
Ruang Terbuka Non Hijau
taman kota taman pemakaman umum jalur hijau sepanjang jalan, sungai, dan pantai
= (1-KDH) x {(1-KDB) x L}
RTH Publik (> 10 %)
RT Perkerasan (Paved)
RT Biru (Badan Air)
RT Kondisi Tertentu Lainnya
kebun halaman Dll
Linier
Pembatas/ Median
Non Linier Plasa
Parkir Koridor Lapanga n OR Dll
Laut
Lumpur
Sungai
Gurun
Danau
Cadas
Waduk
Kapur
Situ
Dll
Tempat Bermain Koridor
Dll
Dll Dll
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
SKEMA KEDUDUKAN RTNH DI PERKOTAAN 1.
1. Diagram 2. Pengaturan Luasan 3. Pembatasan Pengaturan
Berdasarkan skema kedudukan RTNH dalam wilayah kota/kawasan perkotaan, dapat diindikasi bahwa Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Non Hijau hanya dibatasi pada pengaturan Ruang Terbuka Perkerasan (Paved). Sedangkan untuk Ruang Terbuka Biru, walaupun termasuk dalam kategori RTNH, tidak akan diatur dalam pedoman ini namun akan diatur secara terpisah oleh Direktorat Jenderal SDA. Demikian juga halnya dengan Ruang Terbuka Kondisi Tertentu lainnya, yang diindikasi sebagai RTNH alami, tidak akan diatur dalam pedoman ini karena kategori RTNH tersebut bukan merupakan RTNH binaan/buatan.
4. Keterkaitan dengan Aturan 2. Pada skema kedudukan RTNH dalam wilayah kota/kawasan perkotaan batasan substansi Lainnya
pedoman penyediaan dan pemanfaatan RTNH seperti yang digambarkan dalam persegi dengan garis putus-putus.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PENYEDIAAN RTNH DI PERKOTAAN Secara Hirarkis
Secara Linier
RTNH pada Wilayah Kota/ Kawasan Perkotaan
1. Skema 2. Konteks Struktural & Pola Pemanfaatan
Secara Fungsional
Alun-alun Kota, Plaza Bangunan Ibadah, dll RTNH pada Jalan Arteri
RTNH pada Kawasan Kecamatan RTNH pada Jalan Kolektor RTNH pada Kawasan Kelurahan RTNH pada Jalan Lokal RTNH pada Lingkungan RW
Alun-alun Kecamatan, Plaza Bangunan Ibadah, dll
Alun-alun Kelurahan, Plaza Bangunan Ibadah, dll
Taman dan Lapangan RW, dll RTNH pada Jalan Lingkungan
RTNH pada Lingkungan RT
RTNH pada bangunanbangunan fungsional di setiap skala pelayanannya (skala kota, kecamatan, kelurahan, lingkungan RW dan RT), seperti: a Bangunan Hunian b Bangunan Komersial c Bangunan Sosial Budaya d Bangunan Pendidikan e Bangunan Olahraga f Bangunan Kesehatan g Bangunan Transportasi
Taman dan Lapangan RT, dll
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PENYEDIAAN RTNH DI PERKOTAAN 1. Penyediaan RTNH pada skala Kota/Kawasan Perkotaan (City Wide) dilakukan dengan mempertimbangkan Struktur dan Pola-Pola Pemanfaatan.
1. Skema 2. Konteks Struktural & Pola Pemanfaatan
2. Secara hirarkis dari yang terendah, skala pelayanan kegiatan fungsional suatu kota dapat dimulai dari skala lingkungan, yaitu RT, RW dan Kelurahan, pada skala kawasan terdapat skala Kecamatan sampai dengan skala tertinggi yaitu Kota. Berdasarkan hirarki skala pelayanan kegiatan fungsional tersebut, RTNH disediakan berdasarkan proporsi kebutuhannya yang diindikasi berdasarkan jumlah populasi dan luas area pada setiap tingkatannya. 3. Ruang-ruang aktivitas fungsional tersebut dihubungkan oleh jaringan jalan (linkage) yang membentuk suatu hubungan kegiatan sesuai dengan hirarkinya. Pada jaringan-jaringan jalan tersebut RTNH disediakan untuk mengakomodasi kebutuhan aksesibilitas manusia dalam bentuk linier. 4. Ruang-ruang aktivitas fungsional dapat terdiri dari berbagai jenis kegiatan didalamnya, misalnya Hunian, Komersial, Sosial Budaya, Pendidikan, Olahraga, Kesehatan dan lain-lain. Dalam ruang-ruang aktivitas fungsional tersebut, RTNH disediakan sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku untuk menunjang keberlangsungan kegiatan yang terjadi.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PENYEDIAAN RTNH DI PERKOTAAN Keterangan Skala Pusat Kota Skala Kawasan (Fungsi)
1. Skema
Skala Sub Kawasan Aksesibilitas dengan hirarkinya
2. Konteks Struktural & Pola Pemanfaatan
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan 1. Pekarangan adalah lahan di luar Bangunan bangunan, yang berfungsi untuk
berbagai aktivitas. 2. Pada Skala Sub Kawasan dan Kawasan 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu
5. Parkir
2. Luas pekarangan disesuaikan dengan ketentuan koefisien dasar bangunan (KDB) di kawasan perkotaan, seperti tertuang di dalam PERDA.
3. Pekarangan bangunan merupakan ruang terbuka yang terdiri dari RTH dan RTNH, yang masing-masing dapat diperhitungkan sesuai dengan koefisien dasar hijau (KDH) yang berlaku.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan 1. Pada suatu lahan/kavling 100 m2, dengan KDB 60% maka luas dasar bangunan Bangunan maksimal yang diperbolehkan adalah seluas 60m2, sedangkan luas ruang 2. Pada Skala Sub terbukanya adalah 40m2. Kawasan dan 2. Bila ditentukan KDH pada lokasi tersebut Kawasan adalah 30% (minimal), berikut simulasi perhitungan RTH dan RTNH 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu
5. Parkir Berdasarkan perhitungan diatas, maka ketentuan UU 26/07 bahwa untuk lingkungan bangunan privat minimal 10% telah terpenuhi untuk kedua model pendekatan/perhitungan
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan Bangunan Pada skala sub-kawasan dan kawasan terdapat beberapa hirarki RTNH yang 2. Pada Skala Sub disesuaikan dengan standar yang ada, yaitu : Kawasan dan Kawasan a. RTNH skala Rukun Tetangga 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu
5. Parkir
(Lapangan RT) b. RTNH skala Rukun Warga (Lapangan RW) c. RTNH skala Kelurahan (Lapangan/Alun-Alun Kelurahan) d. RTNH skala Kecamatan (Lapangan/Alun-Alun Kecamatan)
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan Bangunan 2. Pada Skala Sub Kawasan dan Kawasan 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu
Pada skala Kota, penyediaan RTNH diarahkan pada beberapa bentuk antara lain:
a. b. c. d.
Alun-Alun Pusat Pemerintahan Plasa Bangunan Ibadah Plasa Monumen/ Landmark Bawah Jalan Layang/ Jembatan
5. Parkir Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan Bangunan 2. Pada Skala Sub Kawasan dan Kawasan 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu
Pada fungsi lain yang tertentu, RTNH disediakan dalam beberapa bentuk, antara lain:
a. Jalur Pembatas (Buffer) b. Pemakaman c. Tempat Penampungan Sampah Sementara (TPS)
5. Parkir Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
ARAHAN DAN KRITERIA PENYEDIAAN RTNH 1. Pada Lingkungan 1. Luas lahan parkir (bruto) = 3% x luas daerah yang dilayani Bangunan 2. Pada Skala Sub Kawasan dan Kawasan 3. Pada Wilayah Kota/Perkotaan 4. Pada Fungsi Tertentu
5. Parkir Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PERENCANAAN PRASARANA, SARANA DAN UTILITAS PADA RTNH PLASA ATAU ALUN-ALUN 1. Tonggak-tonggak dan elemen lansekap : Untuk menghindari masuknya kendaraan dan peralatan ke area plasa dari jalan umum sekitar, maka direkomendasikan dipasang penghalang sepanjang batas Plasa.
1. Kemudahan Percepatan
2. Bak kontrol: Dihindari penempatan bak kontrol pada Plasa dan area jalan masuk, khususnya di sepanjang jalur jalan orang.
2. Estetika 3. Efektivitas Biaya
3. Perencanaan lokasi: Jalan masuk Plasa harus mempunyai kemiringan minimum 1% dan maximum 5% untuk memberi aliran air hujan di permukaan yang baik. 4. Manajemen Air: Untuk area diperkeras dekat dengan bangunan sekitar, diperlukan kemiringan minimum 2% dari garis curb, inlet atau jalur drainase ke bangunan untuk mendapatkan drainase yang positif dari air permukaan.
4. Fungsional/ Operasional 5. Keselamatan 6. Keberlanjutan
5. Daya simpan air: Penggunaan air harus dijaga agar rendah, khususnya pada musim kemarau dimana tingkat penguapan tinggi. Harus disediakan sumber air air mancur maupun perawatan tanaman dalam area Plasa. 6. Rak sepeda: Disarankan Plasa dilengkapi dengan rak sepeda dengan jumlah sekitar 5% dari jumlah orang di bangunan sekitar. Penyediaan tempat parkir sepeda yang baik dan aman mendorong penggunaan sepeda untuk kelestarian lingkungan.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PEMANFAATAN RTNH BERDASARKAN TIPOLOGINYA 1. Plasa 2. Parkir 3. Lapangan Olahraga 4. Tempat Bermain dan Rekreasi 5. Pembatas/ Median (Buffer)
6. Koridor
1. Fungsi utama parkir pada dasarnya dapat dikategorikan sebagai aktivitas ekonomis, yaitu aktivitas yang memiliki atau memberikan nilai ekonomis tertentu. 2. Parkir dapat juga mengakomodir fungsi-fungsi pelengkap lainnya, misalnya: a. Fungsi ekologis, misalnya dengan menanami parkir dengan berbagai jenis vegetasi dengan menggunakan pot atau bak tanaman. b. Fungsi estetika, misalnya dengan melengkapi area parkir dengan berbagai ornamen fungsional ataupun estetis 3. Area parkir umumnya hanya digunakan pada siang hari (jam kerja), sedangkan pada malam hari cenderung kosong (pasif). 4. Oleh karena itu, pada saat-saat tertentu (insidentil), area parkir pada dasarnya dapat juga dimanfaatkan dengan berbagai aktivitas pelengkapnya, seperti: a. Aktivitas ekonomis, misalnya difungsikan sebagai aktivitas informal yaitu pedagang kaki lima pada malam hari atau hari libur, sehingga meningkatkan atau memperpanjang waktu (durasi) guna/manfaat dari suatu lahan. b. Aktivitas sosial budaya, misalnya difungsikan untuk aktivitas massal pada saat-saat tertentu, seperti upacara bendera, shalat idul fitri dan lain-lain. c. Aktivitas darurat, misalnya aktivitas berkumpulnya masyarakat (assembly point) dalam upaya penyelamatan diri dari bahaya bencana.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PEMANFAATAN RTNH BERDASARKAN TIPOLOGINYA 1. Lapangan olahraga dalam konteks RTNH ini secara khusus mengacu pada aktivitas olahraga tertentu yang spesifik dengan spesifikasi perkerasan, dimensi dan garis lapangan tertentu, misalnya
1. Plasa
lapangan basket, lapangan bulu tangkis, lapangan voli, lapangan tenis, lapangan futsal, dan lain-lain.
2. Parkir
Karena lapangan olahraga ini bersifat spesifik maka dalam pemanfaatannya pun bersifat spesifik.
3. Lapangan Olahraga 4. Tempat Bermain dan Rekreasi 5. Pembatas/ Median (Buffer)
6. Koridor
2. Dalam konteks lapangan olahraga yang bersifat privat namun dimanfaatkan untuk publik dengan cara disewakan merupakan bentuk pemanfaatan yang termasuk dalam kategori fungsi ekonomis, karena mampu memberikan keuntungan ekonomis pada pemiliknya. 3. Sedangkan pada saat-saat tertentu (insidentil), lapangan olahraga dapat juga dimanfaatkan dengan berbagai aktivitas lainnya, yaitu untuk juga mewadahi berbagai aktivitas yang tergolong dalam: a. Aktivitas sosial budaya, misalnya difungsikan untuk aktivitas massal pada saat-saat tertentu, seperti upacara bendera, shalat idul fitri dan lain-lain. b. Aktivitas darurat, misalnya aktivitas berkumpulnya masyarakat (assembly point) dalam upaya penyelamatan diri dari bahaya bencana.
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PROSEDUR PENYELENGGARAAN 1.
penyediaan RTNH harus disesuaikan dengan peruntukan yang telah ditentukan dalam rencana tata ruang; 2. penyediaan dan pemanfaatan RTNH publik yang dilaksanakan oleh pemerintah disesuaikan dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku; 3. tahapan penyediaan dan pemanfaatan RTNH publik meliputi: a. b. c. d. e.
perencanaan pengadaan lahan perancangan teknik pelaksanaan pembangunan RTNH pemanfaatan dan pemeliharaan
4. penyediaan dan pemanfaatan RTNH privat yang dilaksanakan oleh masyarakat termasuk pengembang disesuaikan dengan ketentuan perijinan pembangunan; 5. pemanfaatan RTNH untuk penggunaan lain seperti pemasangan reklame (billboard) atau reklame 3 dimensi, harus memperhatikan halhal sebagai berikut: a. mengikuti peraturan dan ketentuan yang berlaku pada masing-masing daerah; b. tidak menyebabkan gangguan tehadap pertumbuhan tanaman misalnya menghalangi penyinaran matahari atau pemangkasan tanaman yang dapat merusak keutuhan bentuk tajuknya; c. tidak mengganggu kualitas visual dari dan ke RTNH; d. memperhatikan aspek keamanan dan kenyamanan pengguna RTNH; e. tidak mengganggu fungsi utama RTNH yaitu fungsi sosial, ekologis dan estetis
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PERAN MASYARAKAT Perencanaan
Pemanfaatan dan Pengendalian
Pengambilan Keputusan
RTNH
Sangat Mempengaruhi Mempengaruhi
Rencana Pemanfaatan
Pelaksanaan Pemanfaatan
Pasca Pelaksanaan
Pelibatan
Pelibatan
Pelibatan
Skala Keterlibatan
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
IDENTIFIKASI PIHAK TERKAIT (STAKEHOLDER) 1. Individu/ Kelompok
1. Lembaga atau badan hukum yang dimaksud merupakan Organisasi non-pemerintah, atau organisasi lain yang serupa berperan utama sebagai perantara, pendamping, menghubungkan masyarakat dengan pemerintah dan swasta, dalam rangka mengatasi kesenjangan komunikasi, informasi dan pemahaman di pihak masyarakat serta akses masyarakat ke sumber daya.
2. Swasta
2. Organisasi yang memiliki peran dan posisi penting dalam mempengaruhi, menyusun, melaksanakan, mengawasi kebijakan pemanfaatan ruang perkotaan, antara lain: a. DPRD
3. Lembaga/ Badan Hukum
b. BKPRD c. Asosiasi Profesi d. Perguruan Tinggi e. Lembaga Donor f. Organisasi Kemasyarakatan
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
PENGHARGAAN DAN KOMPENSASI Penghargaan dan kompensasi dalam peningkatan kesadaran masyarakat terhadap RTNH dapat berupa: a. Piagam penghargaan yang di keluarkan oleh lembaga swadaya masyarakat pemerhati RTNH/lingkungan, perguruan tinggi, unsur kewilayahan seperti RT, RW, Kelurahan dan Kecamatan. Instansi yang terkait dengan pengeloaan RTNH/lingkungan hidup, pemerintah daerah atau pemerintah pusat. b. Pencantuman nama, baik perorangan, lembaga atau perusahaan dalam ukuran yang wajar dan tidak mengganggu keindahan, sebagai kontributor dalam penyediaan RTNH tersebut, dengan persetujuan tertulis dari instansi pengelolanya, sesuai dengan peraturan yang berlaku di wilayah tersebut. Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
MATRIKULASI PLASA BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH Luas min 250m2, berada pada radius <300m dari setiap rumah yang dilayani
RT RW Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota Besar
Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan)
Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi, ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat Luas min 1.250m2, berada pada radius <1.000m dari setiap rumah yang dilayani Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi, ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat Luas min 9.000m2, berada pada pusat lingkungan desa/kel. (kantor desa/kel.) Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi, ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat Luas min 24.000m2, berada pada pusat lingkungan kecamatan (kantor kec) Fungsi utama aktivitas sosial masyarakat, dan fungsi tambahan ekonomi, ekologis, arsitektural, serta fungsi darurat Plasa pada wilayah kota/kota besar memiliki luas min 100.000m2, berada pada pusat kota/pusat pemerintahan. juga plasa monumen dengan luas tertentu (sesuai kebutuhan) yang terletak di lokasi-lokasi yang memiliki nilai historis Plasa pada wilayah kota/kota besar memiliki luas min 200.000m2, berada pada pusat kota/pusat pemerintahan. juga plasa monumen dengan luas tertentu (sesuai kebutuhan) yang terletak di lokasi-lokasi yang memiliki nilai historis Plasa pada wilayah kota/kota besar memiliki luas min 1.600.000m2, berada pada pusat kota/pusat pemerintahan. juga plasa monumen dengan luas tertentu (sesuai kebutuhan) yang terletak di lokasi-lokasi yang memiliki nilai historis Terletak di pusat kota yg merupakan bagian dari kesatuan wilayah conurbation
Luas setiap area plasa disesuaikan dengan standar kebutuhan plasa setiap kota Fungsi utama sebagai ruang aktivitas sosial masyarakat
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
MATRIKULASI PARKIR BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH Luas 100m2 di setiap pusat lingkungan RT
RT RW Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota Besar
Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan)
Fungsi utama sebagai lahan parkir komunal lingkungan RT, juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan publik Luas 400m2 di setiap pusat lingkungan RW Fungsi utama sebagai lahan parkir komunal lingkungan RW, juga sekaligus berfungsi sebagai pangkalan sementara kendaraan angkutan publik Luas 2.000m2 di setiap pusat lingkungan desa/kelurahan Dipisahkan dengan terminal kelurahan (seluas 1.000m2) dan pangkalan oplet/angkot seluas 200m2) Luas 4.000m2 di setiap pusat lingkungan kecamatan Dipisahkan dengan terminal kecamatan (seluas 2.000m2) dan pangkalan oplet/angkot seluas 500m2) Luas 30.000m2 (atau 3% dari luas daerah yang dilayani), terletak di pusat kota Dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar yang berlaku sesuai dengan sistem kota Luas 60.000m2 (atau 3% dari luas daerah yang dilayani), terletak di pusat kota Dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar yang berlaku sesuai dengan sistem kota Luas 480.000m2 (atau 3% dari luas daerah yang dilayani), terletak di pusat kota Dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar yang berlaku sesuai dengan sistem kota Luas setiap lahan parkir disesuaikan dgn standar kebutuhan parkir komunal
setiap kota Masing-masing dipisahkan dengan terminal kota dengan luas sesuai standar yang berlaku sesuai dengan sistem kota
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
MATRIKULASI LAP OLAHRAGA BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH Lapangan olahraga untuk skala RT dapat memanfaatkan secara bersama area
RT RW Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota Besar
Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan)
plasa RT yang memiliki luas minimal 250m2 Olahraga yang dapat diakomodasi yaitu bulutangkis, voli, basket atau senam Lapangan olahraga untuk skala RW dapat memanfaatkan secara bersama area plasa RW yang memiliki luas minimal 1.250m2 Olahraga yang dapat diakomodasi yaitu bulutangkis, voli, basket atau senam Lapangan olahraga untuk skala desa/kelurahan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa desa/kelurahan yang memiliki luas minimal 9.000m2 Aktivitas olahraga lainnya yaitu jogging track, tenis, futsal atau beladiri Lapangan olahraga untuk skala kecamatan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kecamatan yang memiliki luas minimal 24.000m2 Aktivitas olahraga lainnya yaitu jogging track, tenis, futsal atau beladiri Lap olahraga untuk skala kota besar dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal 100.000m2 Aktivitas olahraga lainnya yaitu atletik, balap motor, mobil, atau sepeda Lapangan olahraga untuk skala kota metropolitan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal 200.000m2 Aktivitas olahraga lainnya yaitu atletik, balap motor, mobil, atau sepeda Lapangan olahraga untuk skala kota megapolitan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal 1.600.000m2 Aktivitas olahraga lainnya yaitu atletik, balap motor, mobil, atau sepeda Luas setiap lapangan olahraga disesuaikan dengan standar kebutuhan lapangan olahraga setiap kota Aktivitas olahraga yang dapat diakomodasi pada area RTNH disesuaikan dengan hirarki setiap kotanya
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
MATRIKULASI TEMPAT BERMAIN BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH Tempat bermain untuk skala RT dapat memanfaatkan secara bersama area
RT RW Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota Besar
Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan)
plasa RT yang memiliki luas minimal 250m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala RW dapat memanfaatkan secara bersama area plasa RW yang memiliki luas minimal 1.250m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala desa/kelurahan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa desa/kelurahan yang memiliki luas minimal 9.000m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala kecamatan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kecamatan yang memiliki luas minimal 24.000m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala kota besar dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota besar yang memiliki luas minimal 100.000m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala kota metropolitan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota metropolitan yang memiliki luas minimal 200.000m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Tempat bermain untuk skala kota megapolitan dapat memanfaatkan secara bersama area plasa kota metropolitan yang memiliki luas minimal 1.600.000m2 Perlu dilengkapi dengan beberapa bentuk peralatan bermain sederhana Luas setiap taman bermain disesuaikan dengan standar kebutuhan aktivitas
bermain setiap kota Aktivitas bermain yang dapat diakomodasi pada area RTNH disesuaikan dengan hirarki setiap kotanya
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
MATRIKULASI PEMBATAS BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH RT RW
Pembatas antar rumah, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RT tertentu Pembatas antar lingkungan RW, dengan luasan dan perletakan disesuaikan
dengan sistem lingkungan RW tertentu
Desa/Kelurahan/ Kota Kecil
Pembatas antar lingkungan desa/kelurahan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu
Kecamatan/ Kota Sedang
Pembatas antar lingkungan kecamatan, dengan luasan dan perletakan
Wilayah Kota/ Kota Besar
Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu
Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan)
disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu
Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan
disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu Pembatas antar wilayah kota/perkotaan, dengan luasan dan perletakan
disesuaikan dengan sistem lingkungan tertentu
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
MATRIKULASI KORIDOR BERDASARKAN HIRARKI WILAYAH RT RW Desa/Kelurahan/ Kota Kecil Kecamatan/ Kota Sedang Wilayah Kota/ Kota Besar
Metropolitan Megapolitan Conurbation (Tidak Ditentukan)
Koridor pada skala RT dapat berupa jalur sirkulasi antar rumah, dengan luasan
dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RT tertentu Koridor pada skala RW dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RW tertentu Koridor pada skala desa/kelurahan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman RW tertentu Koridor pada skala kecamatan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman desa/kelurahan tertentu Koridor pada skala kota besar dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan atau antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem lingkungan permukiman kecamatan tertentu Koridor pada skala metropolitan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan atau antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem kota tertentu Koridor pada skala megapolitan dapat berupa jalur sirkulasi antar bangunan atau antara satu fungsi dengan fungsi lainnya, dengan luasan dan perletakan disesuaikan dengan sistem kota tertentu Koridor terletak di setiap kota yang merupakan bagian dari kesatuan wilayah
conurbation sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan sistem kotanya masingmasing
Subdit. Pedoman Penataan Ruang, Dit. Tarunas, Ditjen. Taru, Dept. PU, 2009
SEKIAN DAN TERIMA KASIH