TINJAUAN PUSTAKA
Pesisir dan pantai Kawasan pesisir memiliki potensi alam sangat besar karena kaya akan sumber daya hayati dan non hayati sehingga kawasan pesisir potensial untuk dijadikan kawasan perekonomian masyarakat. Perencanaan pembangunan dan pengembangan kawasan pesisir Kabupaten Kendari harus ditunjang oleh keberadaan data pendukung dan data unggulan
untuk mempertahankan dan
melestarikan potensi sumber daya laut sehingga dapat memperkecil kerugian yang terjadi akibat salah perencanaan. Salah satu perubahan lingkungan akibat suatu pembangunan di kawasan pesisir adalah masalah abrasi dan sedimentasi (Departemen Energi dan Mineral, 2006) . Pantai adalah suatu daerah dimana daratan dan proses dilaut saling mempengaruhi sehingga menyebabkan dimaka Geomorfologi yang menetukan kondisi ekologis. Daerah ini merupakan suatu jalur daratan yang dibatasi oleh laut dan terbentang sampai pengaruh laut tidak dirasakan lagi (Novrizal, 2004). Purwoko (2009) menyatakan lahan dikawaan pesisir yang awalnya berupa hutan mangrove primer terjadi peralih fungsian lahan karena adanya bentuk pemamfaatan dan/atau eksploitasi yang selain ilegal bahkan secara teknis dilakukan secara tidak lestari. Bentuk konversi yang sermg terjadi di areal pesisir diantaranya: 1. Belukar Rawa 2. Hutan manggrove 3 Kebun Campuran
Universitas Sumatera Utara
4. Pemukiman 5. Perkebunan 6. Pertanian Lahan Kering 7. Sawah 8. Tambak 9. Tubuh Air
Hutan Mangrove Arief (2003) menjelaskan kata mangrove digunakan untuk menyebut jenis pohon-pohon atau semak-semak yang tumbuh di antara batas air tertinggi saat air pasang dan batas air terendah sampai di atas rata-rata permukaan laut. Sebenarnya, kata mangrove digunakan untuk menyebut masyarakat tumbuhtumbuhan dari beberapa spesies yang mempunyai perakaran Pneumatophores dan tumbuh diantara garis pasang surut, sehingga hutan mangrove juga disebut hutan pasang. Ruang lingkup sumberdaya mangrove secara keseluruhan terdiri atas: 1. satu atau lebih spesies tumbuhan yang hidupnya terbatas di habitat mangrove, 2. spesies-spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat hidup di habitat non-mangrove, 3. biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut kerak,
cendawan,
ganggang,
bakteri
dan
lain-lain)
baik
yang
hidupnya menetap, sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun khusus hidup di habitat mangrove,
Universitas Sumatera Utara
4. proses-proses alamiah yang berperan dalam mempertahankan ekosistem ini baik yang berada di daerah bervegetasi maupun di luarnya, dan 5. daratan terbuka/hamparan lumpur yang berada antara batas hutan sebenarnya dengan laut. Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal woodland, vloedbosschen, dan hutan payau (Kusmana, 2009)
Hutan Mangrove dan Peranannya Mangrove salah satu dari beberapa tipe hutan berada pada formasi terdepan dipinggir pulau menghadap laut. Dari sini kita dapat melihat mangrove sebagai benteng pertahanan utama dari terjangan ombak. Banyak ahli telah menjabarkan peran penting mangrove, Onrizal (2002) menyatakan Mangrove sebagai salah satu komponen ekosistem pesisir memegang peranan yang cukup penting, baik di dalam memelihara produktivitas perairan pesisir maupun di dalam menunjang kehidupan penduduk di wilayah tersebut. keberadaan hutan
mangrove, terutama sebagai
Bagi wilayah pesisir,
jalur hijau di
sepanjang
pantai/muara sungai sangatlah penting untuik suplai kayu bakar, nener/ikan dan udang serta mempertahankan kualitas
ekosistem
pertanian, perikanan dan
permukiman yang berada di belakangnya dari gangguan abrasi, instrusi dan angin laut yang kencang. Kusmana (2011) merincikan fungsi mangrove sebagai berikut : 1. Lindungan lingkungan ekosistem pantai secara global, yakni: a. Proteksi garis pantai dari hempasan gelombang b. Proteksi dari tiupan angin kencang
Universitas Sumatera Utara
c. Mengatur sedimentasi d. Retensi nutrien e. Memperbaiki kualitas air f. Mengendalikan intrusi air laut g. Pengaturan air bawah tanah (groundwater) h. Stabilitas iklim mikro 2. Pembangun lahan dan pengendapan lumpur. 3. Habitat fauna 4. Lahan pertanian, dan kolam garam 5. Keindahan bentang darat 6. Pendidikan dan penelitian Selanjutnya Kusmana (2011) menyatakan hutan mangrove merupakan formasi hutan yang produktif di daerah pesisir yang berperan sebagai pensuplai bahan makanan bagi berbagai jenis biota air di wilayah pesisir tersebut. Disamping itu ekosistem mangrove ini juga dapat menyediakan berbagai jenis produk dan jasa lingkungan untuk kesejahteraan hidup masyarakat dan kualitas lingkungan pantai dimana mangrove tersebut tumbuh. Dalam hal ini sebagai kunci utama yang menggerakkan fungsi ekosistem mangrove tersebut adalah komponen vegetasi mangrove sebagai produsen yang menghasilkan bahan organik sebagai sumber makanan konsumen primer, sekunder dan top konsumen dalam jaring-jaring pangan di ekosistem mangrove yang bersangkutan. Selain itu, vegetasi mangrove juga dapat berperan dalam amaliorasi iklim mikro dan perbaikan kualitas lingkungan (tanah, air, udara) di ekosistem mangrove tersebut. Dengan demikian apabila mangrove dikonversi, yang berarti vegetasi
Universitas Sumatera Utara
mangrovenya ditiadakan, maka semua fungsi ekonomi dan ekologi dari ekosistem mangrove tersebut akan lenyap, padahal mangrove merupakan sumberdaya yang potensial penting bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat pesisir. Menurut Arief (2001) dalam Ningsih (2008) , hutan mangrove memiliki fungsi–fungsi penting atau fungsi–fungsi ganda, sebagai berikut : 1. Fungsi fisik, yakni sebagai pencegahan proses intrusi (perembesan air laut) dan proses abrasi (erosi laut). 2. Fungsi biologis, yakni sebagai tempat pembenihan ikan, udang, kerang dan tempat bersarang burung – burung serta berbagai jenis biota. Penghasil bahan pelapukan sebagai sumber makanan penting bagi kehidupan sekitar lingkungannya. 3. Fungsi kimia, yakni sebagai proses dekomposisi bahan organik dan proses proses kimia lainnya yang berkaitan dengan tanah mangrove. 4. Ekonomi, yakni sebagai sumber bahan bakar dan bangunan, lahan pertanian dan perikanan, obat-obatan dan bahan penyamak. Saat ini hasil dari mangrove, terutama kayunya telah diusahakan sebagai bahan baku industri penghasil bubur kertas (pulp).
Ancaman Terhadap kawasan Pesisir Dampak
dari
aktivitas
manusia
terhadap
ekosistem
mangrove,
menyebabkan luasan hutan mangrove turun cukup menghawatirkan. Table dibawah menguraikan beberapa dampak penting kegiatan manusia terhadap keberadaan hutan mangrove (Dahuri dkk, 1996).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 1. Dampak kegiatan manusia terhadap mangrove (Dahuri dkk, 1996) Kegiatan
Dampak Potensial • • Berubahnya komposisi tumbuhan; pohon-pohon mangrove akan digantikan oleh spesies-spesies yang nilai ekonominya rendah dan hutan mangrove yang ditebang ini tidak lagi berfungsi sebagai daerah mencari makan (feeding ground) dan daerah pengasuhan (nursery ground) yang optimal bagi bermacam ikan dan udang stadium muda yang penting secara ekonomi.
Tebang habis
Pengalihan aliran air tawar, misalnya pembangunan irigasi
pada
• • Peningkatan salinitas hutan (rawa) mangrove menyebabkan dominasi dari spesies-spesies yang lebih toleran terhadap air yang menjadi lebih asin; ikan dan udang dalam stadium larva dan juvenil mungkin tak dapat mentoleransi peningkatan salinitas, karena mereka lebih sensitive terhadap perubahan lingkungan. • • Menurunnya tingkat kesuburan hutan mangrove karena pasokan zatzat hara melalui aliran air tawar berkurang
Konversi menjadi lahan pertanian,perikanan
• • Mengancam regenerasi stok-stok ikan dan udang di perairan lepas pantai yang memerlukan hutan (rawa) mangrove sebagai nursery ground larva dan/atau stadium muda ikan dan udang. • • Pencemaran laut oleh bahan-bahan pencemar yang sebelum hutan mangrove dikonversi dapat diikat oleh substrat hutan mangrove. • • Pendangkalan peraian pantai karena pengendapan sedimen yang sebelum hutan mangrove dikonversi mengendap di hutan mangrove. • • Intrusi garam melalui saluran-saluran alam yang bertahankan keberadaannya atau melalui saluran-saluran buatan manusia yang bermuara di laut. • • Erosi garis pantai yang sebelumnya ditumbuhi mangrove.
Pembuangan sampah cair (Sewage)
• • Penurunan kandungan oksigen terlarut dalah air air, bahkan dapat terjadi keadaan anoksik dalam air sehingga bahan organik yang terdapat dalam sampah cair mengalami dekomposisi anaerobik yang antara lain menghasilkan hidrogen sulfida (H2S) dan aminia (NH3) yang keduanya merupakan racun bagi organisme hewani dalam air. Bau H2S seperti telur busuk yang dapat dijadikan indikasi berlangsungnya dekomposisi anaerobik.
Pembuangan sampah padat
• • Kemungkinan terlapisnya pneumatofora dengan sampah padat yang akan mengakibatkan kematian pohon-pohon mangrove. • • Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat yang kemudian larut dalam air ke perairan di sekitar pembuangan sampah.
• • Pencemaran minyak akibat terjadinya tumpahan minyak dalam jumlah besar. • • Penambangan dan ekstraksi mineral.
• • Kematian pohon-pohon mangrove pneumatofora oleh lapisan minyak.
akibat
terlapisnya
• • Kerusakan total di lokasi penambangan dan ekstraksi mineral yang dapat mengakibatkan : musnahnya daerah asuhan (nursery ground) bagi larva dan bentukbentuk juvenil ikan dan udang yang bernilai ekonomi penting di lepas pantai, dan dengan demikian mengancam regenerasi ikan dan udang tersebut. • • Pengendapan sedimen yang berlebihan dapat mengakibatkan : Terlapisnya pneumatofora oleh sedimen yang pada akhirnya dapat mematikan pohon mangrove
Universitas Sumatera Utara
Pengelolaan kawasan pesisir Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam rangka perlindungan terhadap keberadaan hutan mangrove adalah dengan menunjuk suatu kawasan hutan mangrove untuk dijadikan kawasan konservasi, dan sebagai bentuk sabuk hijau di sepanjang pantai dan tepi sungai. Dalam konteks di atas, berdasarkan karakteristik lingkungan, manfaat dan fungsinya, status pengelolaan ekosistem mangrove dengan
didasarkan
data
Tataguna
Hutan
Kesepakatan
(Santoso, 2000 dalam Rochana Erna, 2005) terdiri atas : •
Kawasan Lindung (hutan, cagar alam, suaka margasatwa, taman nasional, taman laut, taman hutan raya, cagar biosfir).
•
Kawasan Budidaya (hutan produksi, areal penggunaan lain). Perlu diingat di sini bahwa wilayah ekosistem mangrove selain terdapat
kawasan hutan mangrove juga terdapat areal/lahan yang bukan kawasan hutan, biasanya status hutan ini dikelola oleh masyarakat (pemilik lahan) yang dipergunakan untuk budidaya perikanan, pertanian, dan sebagainya. Pengelolaan wilayah pesisir diwujudkan untuk penggunaan, menikmati, pembangunan, perawatan, konservasi dan perlindungan sumberdaya alam. Tujuan utama dari Rencana Pengelolaan wilayah pesisir adalah untuk membentuk kerangka kebijakan, prosedur dan tanggung jawab yang diperlukan untuk pembuatan keputusan secara terus menerus pada pengalokasian dan penggunaan berkelanjutan sumberdaya pesisir.
Rencana Pengelolaan harus menuntun
pencapaian visi yang telah dirancang sebagaimana digambarkan dalam Rencana Strategis, melalui suatu sistem terkordinasi dan transparan untuk peninjauan ulang
Universitas Sumatera Utara
(telaah) dan persetujuan atas penggunaan sumberdaya (perizinan) yang dikeluarkan dan diadministrasikan oleh dinas sektoral (Bappedasu, 2007). Perubahan garis pantai terjadi sebagai akibat dari dua kejadian, akresi dan abrasi. Parjaman (1977) manyebutkan bahwa akresi pantai adalah kondisi semakin majunya pantai sebagai akibat dari pertambahan material dari hasi endapan dari sungai dan laut. Sedangkan abrasi pantai adalah kerusakan pantai yang mengakibatkan semakin mundurnya pantai akibat kegiatan air laut, seperti hembusan air laut dan gelombang (Novrizal, 2004). Selain karena proses alami perubahan pantai juga dipengaruhi oleh kegiatan manusia antara lain perubahan garis patai yang di sebabkan oleh penggalian, pengerukan dan penambangan sendimen pantai dan laut, reklamasi (pengurungan pantai), penanggulan pantai (shore protection), pengundulan dan penanaman hutan pantai dan pengaturan pola aliran sungai (Ongkosono, 1979).
Penginderaan Jarak jauh Puntodewo dkk (2003) menjelaskan Penginderaan jarak jauh adalah Pengambilan atau pengukuran data / Contoh sistem PJ yang paling dikenal adalah satelit informasi mengenai sifat dari sebuah fenomena, pemantauan cuaca bumi. Dalam hal ini, target adalah obyek atau benda dengan menggunakan sebuah alat permukaan bumi, yang melepaskan energi dalam bentuk perekam tanpa berhubungan langsung dengan bahan radiasi infrared (atau energi panas). Energi merambat studi. Empat komponen dasar dari sistem penginderaan jauh adalah target, sumber energi, alur transmisi, dan sensor. Komponen dalam sistem ini bekerja
Universitas Sumatera Utara
bersama untuk mengukur dan mencatat informasi mengenai target tanpa menyentuh obyek tersebut. Sumber energi yang menyinari atau memancarkan energi elektromagnetik pada target mutlak diperlukan. Energi berinteraksi dengan target dan sekaligus berfungsi sebagai media untuk meneruskan informasi dari target kepada sensor. Sensor adalah sebuah alat yang mengumpulkan dan mencatat radiasi elektromagnetik. Setelah dicatat, data akan dikirimkan ke stasiun penerima dan diproses menjadi format yang siap pakai, diantaranya berupa citra. Citra ini kemudian diinterpretasi untuk menyarikan informasi mengenai target. Proses interpretasi biasanya berupa gabungan antara visual dan automatic dengan bantuan computer dan perangkat lunak pengolah citra (Puntodewo dkk, 2003) Penginderaan jauh vegetasi mangrove didasarkan pada dua sifat penting yaitu bahwa mangrove mempunyai zat hijau daun (Klorofil) dan mangrove tumbuh di pesisir (Susilo, 1997). Sifat optic klorofil yang khas yaitu, menyerap spectrum sinar merah dan memantulkan dengan kuat spectrum inframerah. Klorofil fitoplankton yang berada di air laut dapat dibedakan dari klorofil mangrove, karena sifat air yang sangat kuat menyerap spectrum inframerah. Tanah, pasir dan batuan juga memantulkan inframerah tetapi tidak menyerap spectrum sinar merah sehingga tanah dan mangrove secara optic dapat dibedakan, vegetasi mangrove dan vegetasi teresterial yang lain mempunyai sinar optic yang hampir sama dan sulit dibedakan, tetapi karena mangrove hidup ditepi pantai (dekat air laut) maka biasanya dapat dipisahkan dengan memperhitungkan jarak pengaruh air laut, atau terpisah oleh lahan terbuka, padang rumput, daerah pertambakan danpemukiman (Lillesand and Kiefer, 1990).
Universitas Sumatera Utara
Dalam pemantauan garis pantai yang penting ketepatan interpretasi objekobjek perubahan garis pantai dan pemetaannya. Pemantauan perubahan garis pantai yang efektif yaitu dapat mencakup daerah yang luas dan bersamaan waktunya yang tepat adalah penggunaan citra lansat dengan berbagai variasi band. Tabel 2. Kemampuan citra lansat komposit berwarna untuk interpretasi objekobjek pantai(Hermanto, 1986) Objek Laut Daratan
Kemudahan Sangat mudah Mudah
Endapan
Mudah
Sungai
Mudah
Bukit Berpasir
sedang
keterangan Rona biru gelap Rona putih sampai biru terang sehingga mudah dibedakan dengan laut, garis pantai mudah dipetakan Rona putih sampai biru terang hampir sama dengan daratan, hanya saja endapan dapat dilihat dimana letaknya Rona biru, bentuk memanjang berkelok-kelok rona poting sampai kuning dan letaknya didekat pantai
Sistem Informasi Geografis Perencanaan dan pengelolaan sumber daya hutan yang baik mutlak diperlukan untuk menjaga kelestariannya. Untuk itu, diperlukan informasi yang memadai yang bias dipakai oleh pengambil keputusan, termasuk diantaranya informasi spasial. Sistem Informasi Geografis (SIG), Penginderaan Jauh (PJ) dan Global Positioning System (GPS) merupakan tiga teknologi spasial yang sangat berguna (Ekadinata dkk,2008). Perubahan tutupan lahan, terutama mengingat besarnya luasan hutan yang rusak, adalah aspek yang sangat memerlukan perhatian sekaligus sangat kompleks dengan tingkat kesuksesan yang rendah. SIG bias membantu masalah rehabilitasi hutan dalam tahap penelitian dan pemetaan lokasi, pemilihan species yang cocok,
Universitas Sumatera Utara
lokasi pembibitan dan infrastruktur lain dan juga dalam tahap monitoring dan evaluasi (Puntodewo dkk, 2003). Penggunaan
teknologi
SIG
dapat
mempertajam
kemampuan
operasional agen pemerintah yang bertanggung jawab atas pengambilan keputusan dalam pengelolaan wilayah pesisir. Kemampuan teknologi SIG dalam pengelolaan wilayah pesisir meliputi pananganan data spasial temporal, membangun basis data untuk wilayah pesisir dan menyediakan alat untuk analisis sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan mengurangi biaya yang harus dikeluarkan. Secara kaidah,
SIG harus memenuhi
syarat-syarat
sebagai
berikut: 1) Terdiri atas konsep dan data geografis yang berhubungan dengan distribusi pasial; 2) Merupakan suatu informasi dari data yang didapat, ide atau analisis, biasanya berhubungan dengan tujuan pengambilan keputusan; 3) Suatu sistem yang terdiri dari komponen, masukan, proses dan keluaran; 4) Ketiga hal ebelumnya difungsikan kedalam skenario berdasarkan pada teknologi tinggi (Tarigan, 2007). Dahuri (1997) menyatakan bahwa keuntungan penggunaan SIG pada perencanaan
dan
pengelolaan
sumberdaya
alam
adalah:
1)
Mampu
mengintegrasikan data dari berbagai format data (grafik, teks, analog, dan digital) dari berbagai sumber; 2) Memiliki kemampuan yang baik dalam pertukaran data diantara berbagai macam disiplin ilmu dan lembaga terkait; 3) Mampu memproses dan menganalisis data lebih efisien dan efektif dibandingkan dengan pekerjaan manual; 4) Mampu melakukan pemodelan, pengujian dan perbandingan beberapa alternatif kegiatan sebelum dilakukan aplikasi lapangan; 5) Memiliki kemampuan
Universitas Sumatera Utara
pembaruan data yang efisien terutama model grafik; 6) Mampu menampung data dalam volume besar.
Global Positioning System (GPS) GPS merupakan singkatan dari Global Positioning Sytem yang merupakan sistem untuk menentukan posisi dan navigasi secara global dengan menggunakan satelit. GPS pertama kali dikembangkan oleh Departemen Pertahan Amerika Serikat ini dgunakan untuk kepentingan militer dan sipil (survei dan pemetaan). GPS menerima dua jenis informasi dari satelit GPS, yang pertama disebut almanak yaitu perakiraan satelit di luar angkasa yang ditransmisi secara terus menerus oleh satelit. Informasi yang kedua yaitu tentang informasi mengenai jalur orbit, ketinggian dan kecepatan satelit, Informasi ini disebut ephimeris. Dengan informasi ini GPS Receiver menghitung jarak ke satelit dengan mempergunakan waktu tempuh sinyal yang diterima. Dari sini informasi tersebut digunakan untuk menghitung posisi dipermukaan bumi (Ekadinata dkk,2008).
Aplikasi Data Penginderaan Jarak Jauh dan Data Sistem Informasi Geografis untuk Pemetaan Tutupan Lahan Data penginderaan jauh sangat lazim digunakan dalam kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan sumber daya alam, karena data tersebut memuat kondisi fisik dari permukaan bumi yang dapat dikuantifikasi/dianalisa sehingga menghasilkan informasi faktual tentang sumber daya yang ada dalam skala luas dan dilakukan berulang kali untuk keperluan pemantauan. Data penginderaan jauh merupakan sumber paling utama data dinamis dalam SIG. Salah satu apliaksi
Universitas Sumatera Utara
yang dimungkinkan oleh penginderaan jauh adalah pemetaan tutupan lahan (Puntodewo dkk,2003) Sebagian besar data penginderaan jauh adalah hasil perekaman pantulan sinar matahari oleh permukaan bumi. Pantulan sinar matahari ini direkam dalam bentuk digital (Digital Number/DN). Nilai digital sangat bervariasi tergantung dari permukaan bumi yang memantulkan sinar matahari. Sebagai contoh, pantulan dari atap rumah di kawasan pemukiman sangat berbeda nilai digitalnya dengan pantulan dari kanopi pohon di kawasan hutan. Perbedaan nilai pantulan dari masing-masing obyek di permukaan bumi dikenal dengan istilah ciri spektral (spectral signature). Untuk mudahnya, ciri spektral dapat dilihat dari adanya perbedaan warna berbagai obyek di permukaan bumi yang ditampilkan melalui citra satelit. Adanya perbedaan ni;ai pantulan inilah yang memungkinkan kita untuk melakukan pemetaan tutupan lahan dengan membedakan dan mengenali ciri spektral dari masing-masing obyek. Dibutuhkan beberapa proses untuk dapat menerjemahkan nilai spektral menjadi informasi tutupan lahan. Keseluruhan proses ini disebut proses interpretasi citra satelit (Ekadinata dkk,2008).
Universitas Sumatera Utara