F. Analisa Kritikal Bab Analisa Kritikal memberikan kesempatan untuk melihat hal-hal yang telah berjalan dengan baik pada saat tahap-tahap perencanaan dan pelaksanaan dan di bagian mana perbaikan-perbaikan dapat dilakukan. Bab ini dirancang untuk kebutuhan lembaga yang telah bergerak ke tahap “tindak lanjut” proyek, namun juga dapat dimanfaatkan untuk berbagi pengalaman dan pembelajaran berharga dengan manajer-manajer kampanye lain yang kemungkinan mengerjakan tema yang sama.
95
Tinjauan Kritikal Bab ini diharapkan akan menjadi sumber yang berharga untuk Manajer-Manajer Kampanye lain yang menjalankan kampanye bertema sama, serta lembaga saya sendiri saat kami bergerak maju dengan menggunakan proses Pride untuk mengatasi isu-isu lain termasuk pengelolaan Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) bersama yang melibatkan masyarakat yang hidup berdekatan dengannya (community base management). Bab ini akan meninjau: (i) proses perencanaan dan (ii) proses pelaksanaan dengan membingkainya dalam 3K (3C) Rare. Bab ini juga akan melihat beberapa kendaraan yang digunakan untuk menyampaikan pesan, menyoroti kendaraan-kendaraan yang efektif dan yang tidak efektif, serta pelaksanaan BROP.
Tinjauan terhadap Proses Perencanaan Proyek Proses Perencanaan Proyek dimulai segera setelah fase universitas pertama di Bogor dan mencakup periode dua puluh minggu yang dimulai dari minggu pertama Januari 2009 sampai 31 Mei 2009. Proses multi-langkah tersebut melelahkan dan kadang-kadang berat, tapi akhirnya menghasilkan rencana langkah demi langkah yang berfungsi sebagai landasan untuk kampanye. Beberapa pelajaran penting yang bisa dipelajari : Workshop Stakeholder Proses pertama adalah Workshop Stakeholder yang dilaksanakan pada tanggal 4 Pebruari 2009 di Gedung Aula kantor Kecamatan Batang Serangan. Sebanyak 40 orang yang terdiri dari Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL), pemeriantah daerah yang diwakili oleh camat kecamatan Batang Serangan, NGO, kepala desa yang berbatas dengan TNGL, dan KSM yang semuanya mempunyai kepentingan terhadap kawasan hutan Leuser ikut berpartisipasi dalam Workshop Stakeholder dengan tema “Membangun sinergisitas & konstituen konservasi untuk Leuser”. Metode yang digunakan dalam Workshop Stakeholder adalah Lokakarya Konsensus yang berguna untuk merancang dan mengembangkan model konsep bagi Kampanye Pride di kawasan Taman Nasional Gunung Leuser. Dari Model konsep awal untuk kawasan TNGL dihasilkan 3 sasaran konservasi, yaitu kawasan hutan TNGL wilayah Besitang, keanekaragaman hayati, dan satwa Orangutan Sumatera (Pongo abelii). Dari hasil workshop stakeholder ini menghasilkan konsep permasalan yang mempengaruhi 3 sasaran konservasi. Ada 6 ancaman utama yang mempengaruhi sasaran konservasi; (1) perambahan hutan, (2) illegal loging, (3) pendudukan/penguasaan lahan hutan
96
oleh pengungsi korban konflik aceh, (4) kebakaran hutan (skala kecil), 4 ancaman ini berpengaruh langsung pada kondisi hutan TNGL. (5) perburuan satwa, (6) pencurian plasma nutfah, 2 ancaman tersebut berpengaruh langsung pada kondisi satwa orangutan sumatera dan keanekaragaman hayati di TNGL wilayah Besitang.
Pembelajran yang baik dari proses stakeholder workshop antara lain adalah : -
-
Proses analisa permasalahan kawasan hutan TNGL melibatkan berbagai pihak yang berkepentingan baik pemerintah, NGO, masyarakat lokal, dan pemerintah daerah. Partisipasi para pihak ini berpengaruh kepada teridentifikasinya semua kepentingan dan keinginan masing-masing pihak yang berkontribusi pada perencanaan yang baik untuk penyusunan rencana proyek yang baik. Terbangunnya komunikasi para pihak untuk mencari akar permasalahan dan solusi yang baik untuk mengurangi ancaman laju perambahan hutan TNGL wilayah Besitang. Metode lokakarya consensus sangat membantu untuk menyaring pendapat peserta lokakarya yang pada akhirnya terindentifikasinya ancamanancaman yang mempengaruhi kondisi kelestrian kawasan hutan TNGL wilayah Besitang..
Proses Pembelajaran Hasil pemeringkatan ancaman menunjukkan bahwa pendudukan/penguasaan kawasan hutan oleh pengungsi korban konflik Aceh adalah ancaman dengan kategori sangat tinggi, dan perambahan hutan merupakan ancaman dengan kategori tinggi. Kampanye tidak memfokuskan pada ancaman pendudukan kawasan hutan oleh pengungsi (ancaman sangat tinggi), akan tetapi focus pada ancaman perambahan hutan yang bearada pada tingk at ancaman dibawahnya (ancaman kategori tinggi). Ini disebabkan oleh karena ada kesamaan aktivitas negative terhadap sasaran kampanye yaitu membuka hutan menjadi kebun, sedangkan ancaman pengungsi mempunyai kepentingan politik yang sangat besar, dan solusi penyelesaian ancaman ini hanya satu yaitu relokasi pengungsi ke luar hutan, dan ini membutuhkan sumberdaya yang sangat besar dan birokrasi yang kewenangannya berada penuh pada 1 pemerintah (beri catatan kaki: seperti apa progress penanganan hal ini dari sisi lintas departemen), dengan itu kampanye tidak focus pada isu tersebut, karena visi, misi dan sumberdaya dari Lembaga (YOSl-OIC) dengan semua program yang ada di wilayah Besitang termasuk program Kampanye Pride tidak menyentuh langsung kepada masyarakat pengungsi. Pola penjangkauan kepada pengungsi dilakukan tidak langsung yaitu hanya melalui anak-anak mereka yang bersekolah di desa-desa target.. Ancaman perambahan juga diprediksi akan menyebar ke seluruh atau sebagian besar lokasi. Dampak dari pemilihan ancaman yang diambil sebagai fokus kampanye yaitu perambahan hutan dan fakta di lapangan masih ada ancaman yang lebih tinggi tetapi tidak menjadi focus kampanye karena keterbatasan sumberdaya dan dana untuk tidak mungkin memfokuskan pada isu pendudukan/penguasaan lahan hutan oleh pengungsi mengakibatkan capaian konservasi sulit dicapai di lapangan. Pada proses perencanaan diharapkan ancaman pendudukan/penguasaan lahan hutan oleh pengungsi diselesaikan oleh departemen kehutanan dalam hal ini Balai Besar Taman Nasional Gunung Leuser di tahun 2009-2010, akan tetapi sampai berakhirnya ancaman tersebut belum juga selesai. Inilah yang membuat laju capaian konservasi sangat lambat dicapai melalui program. Dari pengalaman ini, untuk tindak lanjut proyek di masa depan adalah sangat penting membuat strategi yang lebih spesifik yaitu dengan memasukkan agenda advokasi isu penyelesaian relokai pengungsi. Komitmen pemerintah menjadi kunci bagi penyelesaian ancaman ini. Diwaktu yang akan
97
datang harus ada upaya dari lembaga dan mitra lainnya untuk berani mendorong komitmen pemerintah sehingga strategi kempanye bisa berjalan sebagaimana yang diinginkan. _____________________________________ 1
Telah terbentuk tim penyelesain relokasi pengungsi dengan keluarnya SK Menteri Kesejahteraaan dan Sosial Indonesia tahun 2007
Pilihan Pengelolaan (BRAVO) Pilihan strategi untuk mengurangi ancaman perambahan hutan didasarkan pada kelayakan dan dampak. Dengan berdasarkan analisa kuantitatif dan kualitatif maka ditetapkan strategi penyingkir halangan adalah pengembangan demplot kebun tumpangsari (agroforestri). Analisa kelayakan melalui BRAVO juga mengalami sebuah keputusan yang tidak mudah, hal ini disebabkan bahwa Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) belum berpengalaman dengan strategi ini, hal lain adalah sangat dominannya komoditas sawit dan karet yang menyebabkan rendahnya pengetahuan petani lokal terhadap komoditas tanaman pertanian yang lain. Akan tetapi dalam proses penentuan keputusan ini manajer kampanye (Ismail) bertemu dengan mitra BR (bapak Deddy AR Natadiredja) ahli pertanian yang akan membantu implentasi strategi BR. Tentunya keberhasilan keseluruhan strategi bergantung pada beberapa hal : Bahwa semakin banyaknya para petani mengadopsi pola kebun tumpangsari (agroforestri) maka akan mengurangi tekanan aancaman perambahan hutan. Tetapi hal ini tidak mudah untuk dicapai dalam satu tahun kampanye, karena petani perambah hutan tidak akan mau mengadopsi perilaku baru ini bila demplot tidak memberikan hasil yang jelas bagi ekonomi mereka. Bahwa penyelesaian relokasi pengungsi adalah hal utama yang memicu perambahan baru, sehingga bila proses relokasi para pengungsi tidak selesai sejak tahun 2009-2010, maka akan sangat berpengaruh pada mudah atau sulitnya petani perambah untuk meninggalkan kebunnya yang ada di dalam hutan Leuser. Proses penyusunan BRAVO dilakukan tidak terlalu spesifik sebelum implementasi kampanye, hal in terjadi karena keterrbatasan kapasitas manajer kampanye dan YOSL-OIC. Hal yang sebaiknya dilakukan untuk dimasa mendatang adalah proses pemilihan strategi harus dilakukan secara detail dan memperhatikan aspek teknis, misalnya pengaruh tanah dan kesesuaian jenis tanaman, budaya pertanian lokal, musim yang sedang berlangsung dan sebagainya, karena ini sangat menentukan proses implementasi plihian strategi BR. Mitra BR membantu pada saat imlementasi rencana, pemilihan jenis tanaman sudah teridentifikasi sebelum mitra BR bergabung membantu pembangunan demplot, walaupun mitra BR ikut mengevaluasi perencanaan yang telah dimabil diawal, akan tetapi pemilihan dan penetapan strategi dan pilihan-pilihan teknis penerapannya sangat perlu dilakukan secara ilmiah dan mendalam Proses membangun jaringan dan dukungan dari berbagai mitra (mitra BR, balai TNGL, dan mitra lainnya) dibangun dengan proses komunikasi dan negosiasi. Membangu keterbukaan, kejujuran dan menjalin komitmen. Hal-hal hubungan saling menguntungkan juga dibicarakan. Proses kesepakatan juga didiambil dengan pertimbangan saling memberi nilai manfaat baik berupa dukungan maupun materil dan komitmen untuk kepentingan konservasi.
98
Survei Pra Kampanye Survei pra kampanye dilaksanakan secara serentak pada tanggal 24 Maret – 2 April 2009. Tujuannya adalah untuk menetapkan data dasar (baseline) untuk Pengetahuan (Knowledge), Sikap (Attitudes), dan Praktek (Practices) (KAP). Dalam menyusun pertanyaan digunakan alat bantu berupa software SurveyPro 1 3.0. Software ini sangat membantu Manajer Kampanye dalam merancang dan menuliskan daftar pertanyaan, memasukkan data ke dalamnya, menganalisa data, dan melaporkan hasil survei dengan benar dan efektif. Untuk menentukan jumlah sampel terhadap responden yang diwawancarai kita menggunakan bantuan situs http://www.surveisystem.com/sscalc.htm. Jumlah responden yang diwawancarai berjumlah 355 responden di 4 desa target dan 374 responden di desa pebanding. Survey dilakukan oleh 10 orang enumerator. Enumerator berasal dari pelajar dan tokoh lokal yang memiliki latar belakang pendidikan minimal mahasiswa. Sebelum melakukan survey, mereka mendapatkan pelatihan dari Manajer Kampanye. Pemilihan responden dilakukan dengan teknik simple random sampling. Menurut Mustafa (2000), yang dimaksud dengan random sampling adalah cara pengambilan sampel yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen populasi. Artinya jika elemen populasinya ada 100 dan yang akan dijadikan sampel adalah 25, maka setiap elemen tersebut mempunyai kemungkinan 25/100 untuk bisa dipilih menjadi sampel. Teknik ini baik digunkan untuk melihat hasil penelitian bisa dijadikan ukuran untuk mengestimasikan populasi, atau istilahnya adalah melakukan generalisasi hasil maka seharusnya sampel representatif dan diambil secara acak. Instrumen-instrumen survei pra dan pasca ditinjau oleh Rare. Hal ini sangat berguna karena rancangan awal memiliki sejumlah pertanyaan yang memerlukan perumusan kata-kata dengan baik supaya mudah dipahami, baik oleh pewawancara ataupun responden. Proses pemeriksaan berulang memakan waktu, tetapi membantu saya untuk belajar dalam membuat pertanyaan yang baik. Survey Pro terbukti mudah digunakan. Hasil survei, dilengkapi oleh percakapan satu-satu yang kami dilakukan dengan anggota-anggota khalayak sasaran (petani dan masyarakat umum). Ketelitian dalam menentukan jumlah responden yang representative dari masing-masing khalayak adalah menjadi kunci bagi hasil data yang akan didapat. Penentuan pertanyaan yang menjadi ukuran SMART OBJECTIVE berserta variabelnya menjadi kunci bagi kesesuaian dan kekonsistenan data pada survey paska. Selain enumerator dilapangan, proses entri data menjadi sangat ergen bagi kebenaran data survey. Untuk bentuk pertanyaan terbuka yang jumlahnya juga tidak sedikit dalam survey para maupun paska, manajer kampanye dan tim relawan entri data, sering melakukan kesalahan dalam melakukan klasifikasi jawaban responden. Tim sering membedakan klasifikasi jawaban padahal maksud jawaban tersebut sama, inilah yang menyebabkan c Akhirnya, semua waktu yang saya habiskan untuk bekerja sama dengan enumerator dan tim entri data membantu saya untuk memahami kondisi sosiodemografi, pengetahuan, sikap, dan perilaku petani dan masyarakat yang menjadi khalayak kampanye dan hubungannnya dengan sumberdaya hutan Taman Nasional Gunung Leuser. Setelah melakukan BROP (Rencana Operasi Penyingkiran Halangan), salah satu tugas akhir adalah menetapkan Sasaran-sasaran SMART. Kami menghadapi sejumlah masalah dalam melakukan hal ini: 1. Kami mengalami kesulitan untuk memisahkan petani perambah dan non perambah, karena data ini sangat sulit didapat dan bila ditanya pada responden maka mereka tidak akan mengakui statusnya sebagai petani perambhan di dalam hutan. Ini mempengaruhi pemilihan khalayak dan SMART objektifnya, karena petani perambah dan non perambah menjadi satu kategori. 2. Ketika diajarkan di kelas, teori tahap-tahap perubahan tampaknya sangat mudah. Orang-orang berpindah dari satu tahap ke tahap lainnya di dalam continuum perubahan perilaku dan bahwa satu kelompok dalam suatu tahap. Pada kenyataannya, sementara sebagian besar petani masih dalam 1
Informasi tentang SurveyPro 3.0 dapat dilihat di www.apian.com
99
kontemplasi, tidak semua berada dalam tahap tersebut. Beberapa sudah tahu tentang isu-isu yang ada. Dengan demikian sulit untuk mengatakan kita hanya perlu materi untuk jenis pesan tertentu, ketika kami harus mengharapakan perubahan perilaku., Untuk itu kami cenderung harus memproduksi materi untuk semua tahap perubahan, dari perubahan peningkatan pengetahuan, perubahan sikap dan perubahan perilaku. 3. Teori difusi inovasi ' yang telah dipelajari pada fase universitas, ternyata dilapangan juga tidak mudah berjalan sesuai dengan teori ini. Media dan saluran komunikasi lain tidak mudah membuat khalayak menerima gagasan baru dan pesan kampanye. Hal ini dipengaruhi juga oleh berbagai factor, diantaranya adalah penemuan inovator yang pada waktu mendekati akhir kampanye, proses pengembangan pesan yang masih masih dalam tahap belajar sehingga manajer kampanye masih membutuhkan waktu yang lama untuk menentukan saluran komunikasi dan pesan yang spesifik, factor apatis masyarakat terhadap proses penegakan hukum kehutanan terkait pengungsi oleh pemerintah (balai Besar TNGL). Tahap implementasi ini memberikan pelajaran bahawa hubungan antara pengetahuan, sikap, dan perilaku tidak selamanya memiliki hubungan linier, artinya peningkatan pengetahuan seseorang tidak serta merta meningkatkan sikap atau perilaku, hal ini dipengaruhi oleh banyak fakator, diantaranya adalah peningktan pengetahuan petani tentang kebun tumpangsari, tidak langsung memrubah petani mengadopsi pola beru, karena mereka masih punya kendala modal, dn sebagainya. Proses penerimaan gagasan baru dan perilaku baru untuk tidak merambah hutan membutuhkan waktu yang lama dan tidak mungkin dicapai oleh waktu kampanye yang hanya satu tahun masa imolementasi proyek. Teori Difusi Inovasi pada dasarnya menjelaskan proses bagaimana suatu inovasi disampaikan (dikomunikasikan) melalui saluran-saluran tertentu sepanjang waktu kepada sekelompok anggota dari sistem sosial. Hal tersebut sejalan dengan pengertian difusi dari Rogers (1961), yaitu “as the process by which an innovation is communicated through certain channels over time among the members of a social system.” Lebih jauh dijelaskan bahwa difusi adalah suatu bentuk komunikasi yang bersifat khusus berkaitan dengan penyebaranan pesan-pesan yang berupa gagasan baru, atau dalam istilah Rogers (1961) difusi menyangkut “ the spread of a new idea from its source of invention or creation to its ultimate users or adopters.” Secara umum proses perencanaan berjalan lancar, tidak mengalami kesulitan yang berarti yang bisa menggagalkan proses perencanaan, dukungan lembaga, kemitraan dengan Balai Besar TNGL, bantuan mitra BR juga berjalan baik selama proses perencanaan proyek. Dukungan seorang mentor sebagai pembimbing dan pengarah yang disediakan oleh RARE sangat membantu proses perencanaan proyek dengan baik.
100
Tahap Pelaksanaan Tahap pelaksanaan dimulai pada tanggal 25 Juli 2009 dan berjalan hingga saya kembali untuk tahap universitas ketiga pada tanggal 28 Juli 2010. Saya akan meninjau tahap ini dalam konteks yang diacu Rare sebagai 3K (3C).
i. Kapasitas (Capacity) Kapasitas dapat dibagi menjadi peningkatan dalam kemampuan saya sendiri sebagai manajer kampanye, kemampuan organisasi tempat saya bekerja, dan kemampuan masyarakat lokal.
Manajer kampanye Dalam kaitannya dengan yang pertama, sebelum bergabung dengan Program Pride, saya sudah bekerja di Yayasan Orangutan Sumatera Lestari – Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) selama 4 tahun dan memiliki gelar sebagai sarjana kehutanan dari Universitas Sumatera Utara. Selama saya bekerja di lembaga, saya bekerja sebagai staf penyadaran dan penjangkauan masyarakat. Sebelum melakukan kampanye bersama RARE-PRIDE, saya tidak pernah benar-benar berhadapan dengan dasar-dasar teori akademik di balik segmentasi khalayak, desain materi, penetapan sasaran, dan lain-lain. Secara pribadi saya melihat dua fase universitas pertama sangat baik tetapi memerlukan kerja yang sangat keras dan menantang bagi saya. Namun teoriteori yang diberikan telah berhasil membantu saya untuk menyelesaikan kampanye dan meningkatkan kemampuan saya. Beberapa contoh: Saya telah memahami metode social marketing dan tahapannya, dan mampu membuat perencanaan yang fokus pada perubahan spesifik yang ingin dicapai. Metode ini telah merubah mindset saya dalam membuat perencanaan proyek dan menentukan tujuan. Contohnya saya telah mampu menyusun sebuah dokumen proyek kampanye dengan sistematis, dengan sasaran dan capaian yang terukur (SMART). Hal ini baru bisa saya lakukan setelah mengikuti tahapan RARE PRIDE. Sebelum Pride, saya telah membuat berbagai media (poster, stiker, leaflet), tapi tidak pernah berpikir tentang segmentasi pembaca atau pengujian pesan. Saya cenderung merancang poster sendiri dan dibantu mendesainnya bersama staf komunikasi lembaga saya, kemudian menunjukkannya kepada director YOSl-OIC untuk disetujui dan mengirimkannya ke percetakan. Sekarang saya mengerti perlunya menguji dan telah melihat betapa pentingnya pengiriman pesan yang efektif. Bagi saya, pra-uji materi ini penting karena akan membantu dalam pemilihan pesan yang sesuai dan mudah diterima oleh audien, juga meyakinkan kita bahwa materi yang akan diproduksi tidak membawa sesuatu yang bertentangan dengan social, atau norma yang berjalan di dalam kehidupan audien di desa target Saya telah berhasil membuat media Lagu kampanye dan video klipnya, ikllan layanan masyarakat di radio, panggung boneka, SMS Marketing dan yang lainnya, yang selama ini belum pernah dibuat oleh kami di YOSl-OIC, terlebih lagi media-media ini dibuat secara partisipatif bersama dengan khalayak target di kawasan kerja. Ini merupakan media yang baru dan pengalaman baru yang pernah kami buat berserta proses pembelajaran di
101
dalam pembuatannya. Proses pembelajrarannya adalah, materi atau media yang dibuat secara partisipatif memiliki kemampuan memobilisasi orang untuk melakukan peruabahan, hal ini disebabkan kerana banyak orang yag terlibat dalam proses pembuatnnya serta dapat membangkitkan emosi dan kebanggaan mereka (RARE PRIDE Handbook, 2007) Sebelumnya saya belum terlalu mahir dalam melakukan fasilitasi sebuah pertemuan, dan sekarang saya sudah mengerti dan mampu mempraktekkan teknik fasilitasi dalam sebuah pertemuan. Teknik ORID juga merupakan ilmu baru bagi saya yang saat sangat membantu saya dalam menyimpulkan dan mengakhiri sebuah pertemuan. Teknik ORID dan lokakarya consensus merupakan dua metode fasilitasi yang efektif dan berguna bagi saya dan dapat saya ajarkan kepada orang lain dalam lembaga saya bekerja.
1. Selama dua tahun berjalannya program, saya telah mengalami perubahan yang saya rasa sangat besar dampaknya pada peningkatan kapasitas dan kemampuab saya menjalankan program dan memanajemen sebuah proyek. Peningkatakan kapasitas yang saya rasakan antara lain adalah :Pemasaran sosial: Ketika memulai kursus saya memberi diri saya peringkat “1” untuk semua kategori pemasaran social yaitu kemampuan memahami dan mengartikulasikan konsep-konsep dasar pemasaran sosial, untuk kemampuan melakukan segmentasi khalayak. Setelah melaksanakan kampanye dengan memperhatikan segmentasi khalayak sasaran, berhasil menggerakkan massarakat dan memunculkan innovator, saya meyakini bahwa tahap kemampuan saya telah meningkat menjadi “4” (memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sendiri) dan mungkin bahkan “5” (benar-benar memiliki kemampuan dan mampu mengajarkannya kepada yang lain). 2. Penyingkiran hambatan: Ketika memulai kursus saya menilai diri saya pada peringkat “1” untuk kemampuan menilai secara kritis kelayakan strategi penyingkiran hambatan, dan “1” untuk kemampuan saya mengintegrasikan pesan-pesan penyingkiran hambatan ke dalam materi-materi kampanye. Setelah menjalani dan mengalami kampanye dan aktif dalam menjalankan tahapan BROP dan melihat pelaksanaan program pembanguna demplot kebun tumpangsari (agroforestri), saya meyakini bahwa kemampuan saya telah meningkat menjadi “4” (memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sendiri), walaupun dibeberapa keahlian teknis masih membutuhkan bantuan pihak lain. 3. Membuat rencana yang meyakinkan: sebelum memasuki tahap universitas pertama, saya di dalam lembaga YOSl-OIC belum terlibat secara mendalam dalam penentuan rencana sebuah proyek, pada waktu itu saya hanya membuat perencanaan implenentasi tingkat lapangan saja. Setelah menyelesaikan rencana proyek RARE-PRIDE untuk Taman Nasional Gunung Leuser, saya meyakini bahwa kemampuan saya telah meningkat pada skor “4” (memiliki kemampuan untuk melaksanakannya sendiri). Sejauh dimungkinkan saya telah berbagi pengalaman dengan para staf YOSL-OIC yang lain. Saya telah melibatkan mereka dalam proses menyelenggarakan sesi-sesi workshop stakeholder dan pembentukan Model Konsep, survey pra dan paska kampanye dan desain materi. Saya adalah 22 pengguna aktif RarePlanet dan saya mendapat prestasi juara ke-2 (periode Juli – September 2009) dalam kompetisi menulis blog dalam RarePlanet yang dilakukan RARE kepada angkatan (cohort) kami Bogor-3 Indonesia.
2.
Informasi tentang SurveyPro 3.0 dapat dilihat di www.apian.com
102
Lembaga : Yayasan Orangutan Sumatera Lestari - Orangutan Information Centre (YOSL-OIC) Selama tahapan proyek RARE-PRIDE dilakasnakan, proses pembelajaran bagi lembaga sangat bermanfaat sekali. Hal ini dibuktikan dengan mulainya lembaga menyusun rencana-rencana proyek lain di dalam lembaga dengan mengadopsi metode Pride untuk menyusun sebuah rencana proyek. Orientasi yang focus pada peningkatan pengetahuan dalam menjangkau target program dengan menggunakan metode pendidikan lingkungan, kini mulai bergeser kepada focus perubahan perilaku. Secara kelembagaan mulai terlihat bisa membedakan pendekatan pendidikan lingkungan dari pendekatan sosial marketing. Sebagaimana selama ini kami memahami perubahan social dalam pendidikan lingkungan yaitu dengan meningkatkan pengetahuan dan mendorong perubahan sikap audien melalui bernagai program, tetapi kami tidak menentukan perubahan perilaku apa yang ingin dirubah melalui program.. Director dan beberapa staf juga terlibat dan mengikuti proses perencanaan proyek sehingga mereka tahu dan mengerti keunggulan metode PRIDE dibanding dengan metode yang selama ini digunakan oleh internal lembaga untuk menyusun rencana dan strategi proyek.
Pemuda Desa Dan Khalayak Petani Pada fase awal kampanye, manajer kampanye tidak memiliki tim kampanye yang banyak untuk membantu kerja-kerja kampanye di lapangan, manajer kampanye hanya didamping oleh satu orang dari internal lembaga (Abdul Kadir). Dengan keterbatasan sumberdaya manusia ini, maka manajer kampanye berinisiatif untuk memberdayakan masyarakat lokal untuk membantu aktivitas kampanye di lapangan. Bukan hanya sekedar membentuk menjadi relawan kampanye, tetapi manajer kampanye memilki konsep bahwa masyarakat lokal harus menjadi agent perubahan dan pelaku kampanye. Oleh karena itu pada bulan Oktober 2009 manajer kampanye melatih para pemuda untuk bisa melakukan penjangkauan kampanye kepada anak-anak dan sekolah. Pemuda yang ikut dalam pelatihan ini sebanyak 40 pemuda di Desa Mekar Makmur dan dihadiri langsung oleh Pride Programme Mentor (PPM) Sarilani Wirawan. – untuk membangun dukungan masyarakat lokal ini, tentunya upaya memobilisasi masyarakat (community mobilization) sangat diperlukan. Karakter mobilisasi masyarakat yang sukses (1) motivasi ; hal ini berhubungan untuk memberikan penyadaran, memberitahukan potensi yang ada,dan menggali peluang untuk peranserta. (2) fasilitasi ; setelah teridentfasi potensi dan bangkitnya motivasi, maka langkah selanjutnya addalah memfasilitasi peserta untuk berkembang dan mengembangkan ide-ide kreatif. (3) peningkatakan kapasitas ; ini untuk meningkatkan kemampuan/skills yang dimiliki dan membangun kepercayaan diri, peningatakan kapasitas ini dilakukan melalui pertemuan dan focus diskusi. Hasil dari pelatihan ini, terbentuk tim pemuda yang selalu melakukan kunjungan ke sekolah-sekolah untuk berkampanye dan mereka sudah ahli dalam menyampaikan pesan kampanye melalui cerita panggung boneka dan sudah berhasil melakukan kunjungan ke enam sekoah dasar di empat desa target kampanye. Bukan hanya sudah bisa melakukan strory telling dengan boneka, akan tetapi mereka juga sudah berbagi pengalaman dengan lembaga mitra YOSL-OIC tentang kampanye dengan boneka yang dilakukan pada Juli 2010 di kawasan Ekowisata Bukit Lawang. Kenaikan kapasitas pemuda desa ini terus berkembang mengarah kepada teknik pertanian. Sebagian dari mereka juga ikut mempraktekkan kebun tumpangsari dan pemanfaatan kebun
-leuser-national-park-north-sum
103
pekarangan rumah. Kecintaan mereka kepada TNGL dan satwa orangutan sumatera juga terlihat naik, ini dibuktikan dengan laporan mediasi para pemuda untuk penyerahaan satwa orangutan yang dipelihara oleh salah seorang warga desa. Sebanyak 30 orang petani diakhir kampaye sudah bertambah kemampuannya untuk menerapkan pola kebun tumpangsari. Beberapa wanita juga menerapkan kebun pekarangan rumah. Sebelum kampanye para petani hanya mengetahui pola bertani monokultur dengan komoditas tanaman sawit dan karet. Sebagian wanita juga sudah bias melakukan penerapan kebun pekarangan. Ini merupakan peningkatan kapasitas yang besar bagi para pemuda, petani, sebagian wanita di desa target yang sebelumnya mereka tidak bias melakukannya. Tapi peningkatan kapasitas ini harus terus dibimbing dan diarahkan sehingga akan mengashilkan dukungan lebih besar bagi pengurangan aktivitas perambahan hutan di TNGL.
ii. Konstituen (Constituent) Bukti bahwa kampanye menciptakan konstituen pendukung diilustrasikan dengan jumlah relawan yang membantu dalam proyek tersebut. Lebih dari 30 orang pemuda telah membantu kerja kampanye, 30 orang petani aktif belajar kebun tumpangsari, dukungan lembaga mitra seperti CRU-FFI dan KSM yang ada di desa juga aktif dalam membantu kampanye. Dukungan dari tokoh-tokoh lokal juga kentara membantu kampanye. Gerakan memasang media kampanye sperti poster, stiker, flyer dan penyebaran leaflet banyak dilakukan oleh relawan kampanye dan para pemuda desa. Lahirnya inovator dari masyarakat lokal juga bukti munculnya konstituen pendukung kampanye. Contohnya Bapak Aman Sari (warga desa Mekar Makmur) selalu aktif memotivasi dan mendorong perubahan perilaku para petani dan masyarakat. Bapak Hasan Basri (Desa Halaban), bapak Okor Sembiring (Ketua LIP-Tangkahan) juga aktif membantu menggerakkan dan memobilisasi massa untuk terlibat dalam aktifitas kampanye. Dukungan pemerintahan desa juga terlihat pada penyusunan peraturan desa (PERDES) untuk mendukung konservasi hutan TNGL dan mengahmabt laju perambahan hutan. Perubahan pengetahuan dan sikap telah dilaporkan pada bagian Hasil Kampanye pada Laporan Final ini. Semua SMART objektif baik pengetahuan, sikap, komunikasi interpersonal, dan perubahan perilaku mengalami kenaikan yang bervarisi. Tentunya ini juga dampak dari berbagai media dan aktivitas kampanye, namun bukan satu-satunya penyebab dari perubahab perilaku. Perubahan-perubahan ini terjadi juga atas dukungan dari berbagai program yang berjalan baik berswamaan maupun yang sebelum kampanye sudah berjalan. Factor-faktor yang penting munculnya dukungan konstituen ini adalah : Manajer kampanye dan tim tidak sekedar memberikan pengetahuan dan informasi (awareness raising) saja, akan tetapi membangun kedekatan emosional sehingga terbangun kepercayaan (trust). Terbangunnya kapasitas relawan dan orang-orang yang mendukung kampanye. Hal ini menjadi ruang manfaat (benefit) bagi mereka sehingga ada hubungan kepentingan yang menguntungkan. Terbangunnya persamaan persepsi, bahwa manfaat konservasi TNGL adalah kepentingan semua pihak dan manfaat kelestarian TNGL akan dirasan oleh semua orang Proses keterlibatan masyarakat dalam tahapan implemetasi kampanye, menjadikan mereka sebagai actor konservasi yang merupakan peran kehormatan bagi masyarakat lokal, karena mereka menjadi subjek konservasi bukan objek.
104
iii. Konservasi (Conservation) Kampanye Pride ini cukup unik, karena kami tidak hanya pengukur perubahan pengetahuan, sikap, dn perubahan perilaku, tapi kampanye juga mengukur bagaimana atribut perubahan KAP tersebut bisa mendorong penurunan laju perambahan wilayah hutan Taman Nasional Gunung Leuser wilayah Besitang. Hubungan ini yang harus menjadi perhatian di masa yang akan datang bila melanjutkan kampanye atau program konservasi untuk TNGL wilayah Besitang. Selama kampanye telah terjadi perubahan pengetahuan, sikap dan sudah ada para petani yang mengadopsi pola kebun tumpangsari (agroforestri), namun belum berbanding lurus dengan penurunan laju perambahan hutan di wilayah hutan TNGL seksi Besitang. Hal ini berkaitan erat dengan adanya ancaman lain yang mempengaruhi eksistensi aktivitas perambahan hutan. Contohnya adalah masih adanya penguasaan kawasan hutan oleh pengungsi korban konflik keamanan Aceh yang menguasai hutan dan membuka menjadi kebun dan pemukiman, ini menjadi pemicu aktivitas perambahan hutan. Maka sangat penting bahwa isu ini harus menjadi hal yang masuk dalam perencanaan kampanye atau proyek lanjutan. Dalam proses perencanaan kampanye, manajer kampanye meyakini bahwa isu pengungsi tersebut akan diselesikan oleh pemerintah dalam kurun waktu tahun 2009-2010. Namun sampai kampanye berakhir, ancaman ini belum juga terselesaikan. Dengan ini kami sangat menyadari bahwa pekerjaan untuk konservasi hutan Taman Nasioanl Gunung Leuser wilayah Besitang belum selesai. Masih ada ancaman-ancaman besar seperti perambahan hutan dan pemukiman pengungsi dalam hutan Leuser yang belum terselesaikan. Sampai akhir kampanye belum ada data terbaru dari lembaga-lembaga mitra YOSL-OIC yang memonitoring jumlah populasi Orangutan Sumatera (Pongo abelii). data yang masih digunakan sebagai refersensi adalah data yang bersumber dari (PHVA 2004 dan revisi PHVA 2004, Wich, dkk draft) yang mngatakan bahwa jumlah populasi orangutan di wilayah blok Leuser timur sebesar 1052 termasuk di dalamnya 497 individu spesies di blok SekundurLangkat– hati-hati nih Ki Pinter, menyimpulkan hal ini tapi menggunakan data sebelum kampanye. Baiknya dituliskan saja kalau belum dilakukan monitoring, atau belum ada data terbaru dari lembaga-lembaga mitra YOSL yag regular melakukan monitoringnya. .). dari hasil observasi tim mitigasi konflik satwa YOSL-OIC satwa orangutan masih terlihat di beberapa titik kebun petani yang berdekatan hutan seperti di Desa Mekar Makmur, Namo Sialang, Sei serdang bila datang musim buah, bahkan dibeberapa titik, satwa orangutan sudah terisolasi di dalam kebun dan sulit untuk kembali lagi ke dalam hutan. Tim mitigasi konflik manusia dan orangutan YOSL-OIC sedang melakukan obervasi konflik dan melakukan beberapa penanganan konflik, salah satunya penyerahan bayi orangutan yang diserahkan oleh salah satu warga desa Mekar Makmur. Ini adalah bentuk kesadaran warga untuk tidak memelihara satwa yang dilindungi. Bila kesadaran ini bisa terus berkembang dan meluas maka akan membantu pengurangan ancaman terhadap populasi orangutan sumatera dari ancaman perburuan ataukepemilikan satwaiar secara illegal.
Teori Perubahan (Theory of Change = ToC) Kampanye Bangga Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL) wilayah Besitang, Sumatera Utara dibangun dan dilaksanakan di atas asumsi bahwa jika proses penyampaian informasi kepada petani dan masyarakat lokal sekitar TNGL wilayah Besitang terkait masalah-masalah kerusakan hutan TNGL dan dampak negatif yang diakibatkan, maka dukungan mereka untuk mengurangi perambahan hutan menjadi kebun juga meningkat. Pelaksanaan strategi pengembangan kebun tumpangsari (agroforesti) dilaksanakan secara bersamaan untuk mendukung perubahan perilaku dengan membangun demonstration plot (demplot) kebun tumpangsari yang lebih murah sebagai tempat belajar dan pusat pelatihan bagi petani dan masyarakat lokal, maka diharapkan akan mengurangi ketergantungan petani lokal terhadap hutan yang selama ini menjadi objek pembukaan kebun di hutan. Teori perubahan yang disusulkan pada
105
proses perencanaan pada hakekatnya benar, namun capainnya belum signifikan antara perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku adopsi pola kebun tumpangsari (agroforestri) untuk bisa mengurangi laju perambhan hutan TNGL yang merupakan habitat penting bagi satwa orangutan sumatera (Pongo ableii). Hal ini karena dipengaruhi oleh faktor ancaman lain yang tidak menjadi fokus kampanye tetapi sangat berkaitan seperti dijelaskan pada bab sebelumnya.
106